KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI : Sebuah Inovasi...
Transcript of KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI : Sebuah Inovasi...
Bunga Rampai Administrasi Publik
Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 73
KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI :
Sebuah Inovasi dalam Pelayanan Publik
Renny Savitri Peneliti Pertama Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Email : [email protected]
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) yang tergolong tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN
lainnya. Tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia merupakan
masalah yang mendapat perhatian besar dari pemerintah. Bahkan sebelum
hal ini dimasukkan dalam target Millenium Development Goals yang
disetujui oleh 191 negara anggota PBB untuk dapat dicapai di tahun 2015,
angka kematian ibu dan bayi sudah dijadikan sebagai indikator penting
untuk melihat derajat kesehatan masyarakat.
Menurut Bappenas, dalam sektor kesehatan tantangan terbesar
terletak pada target untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) 1 .
Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada
2007 menunjukkan AKI sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, lalu SDKI
2012 mencatat bahwa AKI mengalami peningkatan yang cukup signifikan
menjadi 359/100.000 kelahiran hidup. Hal ini menjadi mengkhawatirkan
karena masih jauh dari harapan MDGs untuk tahun 2015 adalah
102/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk data Angka kematian bayi
1 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Summary Report: Millennium
Development Goals, Indonesia 2007, hal 8
Bunga Rampai Administrasi Publik
74 | Lembaga Administrasi Negara, 2014
(AKB) di Indonesia walaupun masih jauh dari angka target MDGs yaitu AKB
tahun 2015 sebesar 23/1000 kelahiran hidup tetapi tercatat mengalami
penurunan yaitu dari sebesar 35/ 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002)
menjadi sebesar 34/ 1000 kelahiran hidup (SDKI 2007), dan terakhir
menjadi 32/ 1000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada grafik berikut :
Sumber : BPS, SDKI 1991-2012
Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia disebabkan
banyak hal. Beberapa kasus kematian ibu melahirkan terjadi akibat adanya
pendarahan, keracunan, infeksi, aborsi, dll. Sedangkan kematian bayi baru
lahir disebabkan karena berat bayi lahir rendah, kesulitan bernafas saat
lahir, tetanus, infeksi, masalah pemberian makanan, dll. Berbagai alasan
medis tersebut secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor
disekitarnya misal terbatasnya tenaga kesehatan di daerah, kondisi
geografis daerah yang susah dicapai, faktor budaya yang masih tradisional,
serta faktor ekonomi dan pendidikan yang masih rendah. Berbagai latar
belakang tersebut banyak mendorong masyarakat Indonesia untuk
menggunakan jasa tenaga non medis dalam menolong persalinannya
Bunga Rampai Administrasi Publik
Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 75
misalnya tenaga dukun bayi. Peranan dukun bayi ternyata masih kuat di
tengah masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Bahkan dukun bayi
dianggap sebagai tokoh masyarakat yang disegani karena kemampuannya.
Padahal sebagaimana kita ketahui persalinan di dukun dilakukan dengan
fasilitas serta kemampuan medis dukun yang terbatas. Sehingga belum bisa
dimasukkan ke dalam kategori persalinan aman. Berikut gambaran
pemilihan penolong persalinan oleh masyarakat Indonesia menurut Ikatan
Bidan Indonesia. Dari grafik 2 tersebut dapat kita ketahui bahwa di
Indonesia tingkat persalinan di dukun masih cukup tinggi yaitu 31.5%.
Sumber : Women Research Institute, 2011
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan AKI dan AKB di
Indonesia. Berbagai upaya tersebut misalnya penempatan bidan di desa,
pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan menggunakan Buku
Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA), program perencanaan persalinan dan
pencegahan komplikasi (P4K), penyediaan fasilitas kesehatan pelayanan
obstetric neonatal emergensi dasar (PONED) di puskesmas perawatan dan
pelayanan obstetric neonatal emergensi komprehensif (PONEK) di rumah
Bunga Rampai Administrasi Publik
76 | Lembaga Administrasi Negara, 2014
sakit, serta program jaminan persalinan (jampersal). Namun ternyata semua
program tersebut belum memperlihatkan hasil yang cukup signifikan.
Untuk itu, ada baiknya untuk mencari pendekatan lain dalam upaya
menurunkan AKI dan AKB di Indonesia. Salah satu pendekatan tersebut
adalah dengan memanfaatkan posisi dukun bayi yang masih kuat dalam
masyarakat. Dalam program ini dukun bayi diajak bermitra dengan bidan.
Sebuah penelitian prospektif di Nigeria juga memperlihatkan keberhasilan
peran dukun bayi untuk menurunkan AKI setelah 75 dukun bayi diberi
pelatihan. Angka kematian ibu di negara tersebut turun sebanyak 50% (dari
30 ibu menjadi 15 ibu yang meninggal) dalam jangka waktu 3 tahun setelah
pelatihan2.
Program kemitraan bidan dan dukun bayi ini juga mendukung
tercapainya target SPM Bidang Kesehatan dimana target nasional untuk
indikator pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan adalah 90% di tahun 2015. Menurut petunjuk teknis
SPM Bidang Kesehatan ada beberapa langkah kegiatan yang dapat
dilakukan dalam rangka mencapai target indikator ini yaitu : kemitraan
bidan-dukun, perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K),
pelayanan persalinan, penyediaan/penggantian peralatan persalinan (Bidan
KIT), pelatihan dan magang, serta supervisi, monitoring dan evaluasi.
Dengan adanya program kemitraan antara bidan dan dukun bayi maka
diharapkan dapat meningkatkan akses ibu dan anak terhadap pelayanan
kebidanan yang berkualitas.
2 Brennan 1989 dalam Brouwere, Vincent & Lerberghe, Wim 2001, Safe
Motherhood Strategies: a Review of the Evidence, Studies inf Health Services
Organization & Policy, 17, ITG Press, Belgium
Bunga Rampai Administrasi Publik
Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 77
KONSEP DAN KEBIJAKAN KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI
Federation of International Gynaecologist and Obstetritian atau FIGO
(1991) dan World Health Organization atau WHO (1992) mendefinisikan
bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan
bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin
untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu.
Selanjutnya Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mendefinisikan bidan sebagai
“seorang perempuan yang telah lulus dari pendidikan bidan yang diakui
pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia
serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,sertifikasi dan
atau secarah sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan”
Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan kebidanan di
masyarakat, bidan diberi wewenang oleh pemerintah sesuai dengan wilayah
pelayanan yang diberikan. Wewenang tersebut berdasarkan Peraturan
Menkes RI.Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek
bidan.
Sedangkan pengertian dukun bayi tradisional menurut WHO-UNFPA-
UNICEF secara bersama adalah seseorang yang membantu seorang ibu
pada saat melahirkan yang keterampilannya diperoleh melalui magang
dengan dukun bayi tradisional lainnya atau diperoleh karena keturunan.
Senada denga itu, Kusnada Adimihardja3 mendefinisikan dukun bayi adalah
seorang wanita atau pria yang menolong persalinan. Kemampuan ini
diperoleh secara turun menurun dari ibu kepada anak atau dari keluarga
dekat lainnya. Cara mendapatkan keterampilan ini adalah melalui magang
dari pengalaman sendiri atau saat membantu melahirkan.
3 Rina Anggorodi, Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia, Makara,
Kesehatan, Vol. 13, No. 1, Juni 2009: 9-14
Bunga Rampai Administrasi Publik
78 | Lembaga Administrasi Negara, 2014
Dukun bayi memiliki beberapa ciri-ciri khusus yang dikemukakan
Suparlan4 yaitu :
1. pada umumnya terdiri dari orang biasa,
2. pendidikan tidak melebihi pendidikan orang biasa, umumnya buta
huruf,
3. pekerjaan sebagai dukun umumnya bukan untuk tujuan mencari
uang tetapi karena „panggilan‟ atau melalui mimpi-mimpi, dengan
tujuan untuk menolong sesama,
4. di samping menjadi dukun, mereka mempunyai pekerjaan lainnya
yang tetap. Misalnya petani, atau buruh kecil sehingga dapat
dikatakan bahwa pekerjaan dukun hanyalah pekerjaan sambilan,
5. ongkos yang harus dibayar tidak ditentukan, tetapi menurut
kemampuan dari masing-masing orang yang ditolong sehingga
besar kecil uang yang diterima tidak sama setiap waktunya,
6. umumnya dihormati dalam masyarakat atau umumnya merupakan
tokoh yang berpengaruh, misalnya kedudukan dukun bayi dalam
masyarakat.
Dilihat dari pengertian dan ciri-ciri dukun bayi diatas diketahui bahwa
persalinan yang ditangani oleh dukun bayi belum bisa dikategorikan
kedalam persalinan yang aman. Karena persalinan yang aman adalah
persalinan yang bisa menjamin keselamatan ibu dan bayi yang dilahirkan.
Sedangkan sebagaimana kita ketahui dukun bayi tidak memiliki
pengetahuan yang cukup tentang persalinan dan tidak memiliki fasilitas
yang lengkap untuk bisa menjamin persalinan aman. Dalam kasus
persalinan normal mungkin dukun masih bisa diandalkan, namun jika
terjadi komplikasi mungkin dukun bayi tidak akan bisa mengatasi karena
dukun bayi tidak dapat mengetahui tanda-tanda bahaya perjalanan
persalinan.
Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia yang dituangkan dalam
pedoman kemitraan bidan dan dukun, kemitraan bidan dengan dukun
adalah “suatu bentuk kerjasama bidan dengan dukun yang saling
menguntungkan dengan prinsip keterbukaaan, kesetaraan, dan
4 ibid
Bunga Rampai Administrasi Publik
Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 79
kepercayaan dalam upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi, dengan
menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan mengalihfungsikan
dukun dari penolong persalinan menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi
pada masa nifas, dengan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat
antara bidan dengan dukun, serta melibatkan seluruh unsur/elemen
masyarakat yang ada”.
Adapun tujuan 5 dari program ini secara umum adalah untuk
meningkatnya akses Ibu dan bayi terhadap pelayanan kebidanan
berkualitas. Sedangkan secara khusus, program ini bertujuan untuk :
a. Meningkatkan rujukan persalinan, pelayanan antenatal, nifas dan bayi
oleh dukun ke tenaga kesehatan yang kompeten.
b. Meningkatkan alih peran dukun dari penolong persalinan menjadi mitra
Bidan dalam merawat Ibu Nifas dan Bayinya
c. Meningkatkan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan
Berikut adalah sasaran dari pelaksanaan program kemitraan bidan
dan dukun bayi ini6 :
1. Pengelola dan Penanggung Jawab Program KIA/KB, Promkes dan
Perencanaan di Propinsi, Kab/Kota dan Puskesmas.
2. Lintas Sektor terkait di setiap jenjang administrasi (disesuaikan kondisi
setempat)
3. Bidan koordinator dan bidan puskesmas
Program kemitraan bidan dan dukun bayi ini muncul berdasarkan
peraturan perundang-undangan berikut :
1. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
3. Undang-undang No. 32 tentang tahun 2004 Pemerintah Daerah.
5 Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Kemitraan Bidan Dan Dukun 6 ibid
Bunga Rampai Administrasi Publik
80 | Lembaga Administrasi Negara, 2014
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 900 tahun 2002 tentang Registrasi
dan Praktek Bidan.
5. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1457 tahun 2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
6. Kepmenkes 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan
7. Kepmenkes 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang standar asuhan
kebidanan
Menurut pedoman kemitraan bidan dan dukun dari kementerian
kesehatan RI, dalam tata hubungan kerja masing-masing level memiliki
tugas sebagai berikut :
1. Tugas Provinsi :
Melakukan Asesmen (analisa situasi, monitoring, evaluasi) Kemitraan
Bidan – Dukun.
Mengembangkan Kebijakan (Strategi, Perencanaan).
Menjamin kualitas Pelaksanaan (Legal/Aspek Hukum, Kelembagaan,
Partisipasi Masyarakat).
Fasilitasi kegiatan program kemitraan Bidan – Dukun.
Penanggungjawab/Pengelola Program KIA berkoordinasi dengan
Lintas Program/Lintas Sektor Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam
pelaksanaan kegiatan.
Penanggungjawab/Pengelola Program KIA bertanggung jawab dan
melaporkan kegiatan kepada Kepala Dinas.
2. Tugas Kabupaten/Kota :
Melakukan Asesmen (analisa situasi, monitoring, evaluasi) Kemitraan
Bidan – Dukun
Mengembangkan Kebijakan (Strategi, Perencanaan)
Menjamin kualitas Pelaksanaan (Legal/Aspek Hukum, Kelembagaan,
Partisipasi Masyarakat)
Bunga Rampai Administrasi Publik
Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 81
Fasilitasi kegiatan program kemitraan Bidan – Dukun.
Penanggungjawab/Pengelola Program KIA berkoordinasi dengan
Lintas Program/Lintas Sektor Kabupaten/Kota dan Puskesmas dalam
pelaksanaan kegiatan.
Penanggungjawab/Pengelola Program KIA bertanggung jawab dan
melaporkan kegiatan kepada Kepala Dinas.
3. Tugas Puskesmas :
Melakukan Asesmen (analisa situasi, monitoring, evaluasi) Kemitraan
Bidan – Dukun
Berkoordinasi dengan Lintas Program/Lintas Sektor Kecamatan dan
Desa/Kelurahan dalam pelaksanaan kegiatan.
Membangun jejaring dengan LSM, PKK, Tokoh agama, Tokoh
Masyarakat dan Swasta di Kecamatan dan Desa/Kelurahan.
Membina dukun yang berada di wilayah setempat
Melaksanakan kegiatan program kemitraan Bidan – Dukun.
Memfasilitasi Bidan di Desa dalam pelaksanaan kemitraan.
Memantau dan evaluasi kegiatan program kemitraan bidan dengan
dukun.
Bertanggung jawab dan melaporkan kepada kepala dinas.
4. Tugas bidan di Desa/bidan pembina wilayah :
Mendata dan memetakan dukun bayi dan ibu hamil.
Berkoordinasi dengan Lintas Sektor di Desa/Kelurahan dalam
pelaksanaan kegiatan.
Membangun jejaring dengan LSM, PKK, Tokoh agama, Tokoh
Masyarakat dan Swasta di Desa/Kelurahan.
Membina dukun yang berada di wilayah setempat.
Melaksanakan kegiatan program kemitraan bidan dengan dukun.
Bunga Rampai Administrasi Publik
82 | Lembaga Administrasi Negara, 2014
Melakukan evaluasi kegiatan program kemitraan bidan dengan
dukun.
Bertanggung jawab dan melaporkan kepada kepala Puskesmas.
Dalam program kemitraan bidan dan dukun bayi ini, bidan berperan
sebagai penolong persalinan, sedangkan dukun bayi dialihfungsikan dari
penolong persalinan menjadi mitra bidan dalam perawatan ibu dan bayi
pada aspek non medisnya. Perubahan peran dukun ini mungkin tidak
mudah dan memerlukan waktu untuk beradaptasi dalam membangun
kerjasama yang baik antara bidan dan dukun. Pembagian peran bidan dan
dukun dalam pelaksanaan kemitraan dibagi menjadi 3 periode yaitu periode
kehamilan, persalinan, dan nifas. Pembagian tugasnya adalah sebagai
berikut:
1. Periode Kehamilan
BIDAN DUKUN
1. Melakukan pemeriksaan ibu hamil dalam
hal :
a. Keadaan umum
b. Menentukan taksiran partus
c. Menentukan Keadaan janin dalam
kandungan
d. Pemeriksaan laboratorium yang
diperlukan
2. Melakukan tindakan pada ibu hamil
dalam hal:
a. Pemberian Imunisasi TT
b. Pemberian tablet Fe
c. Pemberian pengobatan/tindakan
d. apabila ada komplikasi
3. Melakukan Penyuluhan dan konseling
pada ibu hamil dan keluarga mengenai :
a. Tanda-tanda Persalinan
b. Tanda bahaya kehamilan
c. Kebersihan pribadi & lingkungan
d. Gizi
e. Perencanaan Persalinan (Bersalin di
Bidan, menyiapkan transportasi,
menggalang dalam menyiapkan
1. Memotivasi ibu hamil untuk
periksa ke Bidan
2. Mengantar ibu hamil yang tidak
mau periksa ke Bidan
3. Membantu Bidan pada saat
pemeriksaan ibu hamil
4. Melakukan penyuluhan pada ibu
hamil dan
keluarga tentang :
a. Tanda-tanda Persalinan
b. Tanda bahaya kehamilan
Kebersihan pribadi &
lingkungan
c. Kesehatan & Gizi
b. Perencanaan Persalinan
(Bersalin di Bidan,
menyiapkan transportasi,
menggalang dalam
menyiapkan biaya,
menyiapkan calon donor
darah)
5. Memotivasi ibu hamil dan
Bunga Rampai Administrasi Publik
Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 83
BIDAN DUKUN
biaya, menyiapkan calon donor darah)
f. KB setelah melahirkan menggunakan
Alat Bantu Pengambilan Keputusan
(ABPK)
4. Melakukan kunjungan Rumah untuk :
a. Penyuluhan/Konseling pada keluarga
b. tentang persencanaan persalinan
c. Melihat Kondisi Rumah persiapan
d. persalinan
e. Motivasi persalinan di Bidan pada
f. waktu menjelang taksiran pertus
5. Melakukan rujukan apabila diperlukan
6. Melakukan pencatatan seperti :
a. Kartu ibu
b. Kohort ibu
c. Buku KIA
7. Melakukan Laporan :
a. Melakukan laporan cakupan ANC
keluarga tentang:
a. KB setelah melahirkan
b. Persalinan di Bidan pada
waktu menjelang taksiran
partus
6. Melakukan ritual
keagamaan/tradisional yang
sehat sesuai tradisi setempat bila
keluarga meminta
7. Melakukan motivasi pada waktu
rujukan diperlukan
8. Melaporkan ke Bidan apabila ada
ibu hamil baru
2. Periode Persalinan
BIDAN DUKUN
1. Mempersiapkan sarana prasarana
persalinan aman dan alat resusitasi
bayi baru lahir, termasuk pencegahan
infeksi
2. Memantau kemajuan persalinan sesuai
dengan partogram
3. Melakukan asuhan persalinan.
4. Melaksanakan inisiasi menyusui dini
dan pemberian ASI segera kurang dari
1 jam.
5. Injeksi Vit K1 dan salep mata antibiotik
pada bayi baru lahir
6. Melakukan perawatan bayi baru lahir
7. Melakukan tindakan PPGDON apabila
mengalami komplikasi
8. Melakukan rujukan bila diperlukan
9. Melakukan pencatatan persalinan
pada :
a. Kartu ibu/partograf
b. Kohort Ibu dan Bayi
c. Register persalinan
10. Melakukan pelaporan:
1. Mengantar calon ibu bersalin ke
Bidan
2. Mengingatkan keluarga
menyiapkan alat transport untuk
pergi ke Bidan/memanggil Bidan
3. Mempersiapkan sarana
prasarana persalinan aman
seperti :
a. Air bersih
b. Kain bersih
4. Mendampingi ibu pada saat
persalinan
5. Membantu Bidan pada saat
proses persalinan
6. Melakukan ritual
keagamaan/tradisional yang
sehat sesuai tradisi setempat
7. Membantu Bidan dalam
perawatan bayi baru lahir
8. Membantu ibu dalam inisiasi
menyusu dini kurang dari 1 jam
9. Memotivasi rujukan bila
Bunga Rampai Administrasi Publik
84 | Lembaga Administrasi Negara, 2014
a. Cakupan persalinan diperlukan
10. Membantu Bidan membersihkan
ibu, tempat dan alat setelah
persalinan
3. Periode Nifas
BIDAN DUKUN
1. Melakukan Kunjungan Neonatal dan
sekaligus pelayanan nifas (KN1, KN2
dan KN3)
a. Perawatan ibu nifas
b. Perawatan Neonatal
c. Pemberian Imunisasi HB 1
d. Pemberian Vit. A ibu Nifas 2 kali
e. Perawatan payudara
2. Melakukan Penyuluhan dan konseling
pada ibu dan keluarga mengenai :
a. Tanda-tanda bahaya dan penyakit
ibu nifas
b. Tanda-tanda bayi sakit
c. Kebersihan pribadi & lingkungan
d. Kesehatan & Gizi
e. ASI Ekslusif
f. Perawatan tali pusat
g. KB setelah melahirkan
3. Melakukan rujukan apabila
diperlukan
4. Melakukan pencatatan pada :
a. Kohort Bayi
b. Buku KIA
5. Melakukan Laporan :
a. Cakupan KN
1. Melakukan kunjungan rumah dan
memberikan penyuluhan tentang :
a. Tanda-tanda bahaya dan
penyakit ibu nifas
b. Tanda-tanda bayi sakit
c. Kebersihan pribadi &
lingkungan
d. Kesehatan & Gizi
e. ASI Ekslusif
f. Perawatan tali pusat
g. Perawatan payudara
2. Memotivasi ibu dan keluarga untuk
ber-KB setelah melahirkan
3. Melakukan ritual
keagamaan/tradisional yang sehat
sesuai tradisi setempat
4. Memotivasi rujukan bila diperlukan
5. Melaporkan ke Bidan apabila ada
calon akseptor KB baru
Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara Bidan dengan dukun
perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin antara mereka.
Meskipun mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi ada
beberapa hal penting yang harus disepakati (dituangkan secara tertulis
dalam nota kesepakatan antara bidan – dukun) yaitu :
Mekanisme rujukan informasi ibu hamil.
Mekanisme rujukan kasus persalinan.
Bunga Rampai Administrasi Publik
Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 85
Mekanisme pembagian biaya persalinan .
Jadwal pertemuan rutin bidan dengan dukun.
DINAMIKA PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI
Program kemitraan bidan dan dukun bayi adalah salah satu dari
sekian banyak program yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka
menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Program ini dilaksanakan
dengan harapan semua persalinan dapat ditolong oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menangani persalinan
namun dukun tetap dilibatkan dalam kegiatan non-medisnya sehingga tidak
membahayakan kesehatan ibu dan bayi. Menurut data rutin program
kesehatan ibu tahun 2011, tercatat 106.349 orang dukun yang ada di
Indonesia. 72.963 orang (68.6%) dukun telah bermitra dengan bidan. Target
tahun 2015 adalah 85% dukun bermitra dengan bidan.
Beberapa daerah sangat serius merespon program kemitraan bidan
dan dukun ini. Bahkan sudah ada beberapa daerah yang membuat
peraturan daerah atau peraturan bupati/walikota untuk memperkuat
program kemitraan bidan dan dukun di daerahnya, diantaranya yaitu Kab.
Takalar, Kab. Bojonegoro, dan Kab. Sukabumi.
Kabupaten Takalar dapat dikatakan merupakan kabupaten pertama
yang melahirkan perda tentang kemitraan bidan dan dukun bayi. Padahal
dulunya Kab. Takalar belajar dari Kab. Subang mengenai kemitraan bidan
dan dukun bayi, namun ternyata Kab. Takalar bisa mengimplementasikan
ilmunya selangkah lebih maju daripada Kab. Subang. Kemitraan bidan dan
dukun di Kab. Takalar dimulai pada tahun 2007, dimana Pemda Takalar
menggandeng lembaga internasional yaitu UNICEF dalam program ini.
Sebagai proyek ujicoba, praktik ini dimulai di dua puskesmas yaitu
Bunga Rampai Administrasi Publik
86 | Lembaga Administrasi Negara, 2014
puskesmas Bontomarannu di Kecamatan Galesong Selatan dan Puskesmas
Galesong di Kecamatan Galesong.
Tahap awal implementasi ini adalah dengan mengundang dukun di
wilayah kedua kecamatan tersebut untuk mengikuti pelatihan yang
dilaksanakan oleh dinas kesehatan. Di Kab. Takalar terdapat 89 bidan dan
189 dukun bayi namun yang berpartisipasi dalam kegiatan awal ini baru 32
dukun bayi dan 50 bidan7. Setelah pelatihan, dilanjutkan dengan kegiatan
magang di puskesmas. Dalam kegiatan tersebut mereka menghasilkan nota
kesepakatan yang berisi tentang batasan tugas bidan dan dukun dalam
bermitra, dana insentif yang diterima dukun setiap persalinan yang
dilakukan di fasilitas kesehatan, dan sanksi. Nota kesepakatan ini dipegang
oleh pihak puskesmas dan dukun.
Menurut Rahman 8 , terdapat 2 tantangan dalam melembagakan
program kemitraan bidan dan dukun di Kab. Takalar yaitu dukungan
masyarakat dan dukungan anggaran.
“Menghadapi masyarakat pedesaan di Kabupaten Takalar yang masih
kental adat perdukunannya, adalah tantangan besar dalam praktik ini.
Hanya saja, masalah ini tertaktisi dengan pendekatan budaya yang
dilakukan oleh bikor dan pihak puskemas. Tantangan kedua adalah
dukungan anggaran dari pemerintah. Hingga saat ini, Pemda belum
menetapkan APBD untuk praktik KBD di Kabupaten Takalar. Sumber
pendanaan praktik KBD hanya diatur dalam SK Bupati Takalar No.01
Tahun 2008 tentang KBD yang menyatakan bahwa biaya yang timbul
dengan ditetapkannya keputusan ini bersumber dari bantuan dan
sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Sehingga untuk pendanaan
KBD di Kabupaten Takalar yakni pembayaran insentif atau jasa
kepada dukun diambil dari BOK dan Jampersal. Meski strategi ini
tidak menghambat program Jampersal, namun keberadaan APBD
untuk praktik KBD sangat diharapkan dalam pengembangan inovasi
ini.”
7 Kompas.com, Perda Pertama Kemitraan Dukun- Bidan, 1 Februari 2010 8 Harpiana Rahman, Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Takalar, 2012
Bunga Rampai Administrasi Publik
Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 87
Setelah melewati proses yang panjang, akhirnya Kab. Takalar berhasil
melahirkan sebuah peraturan daerah tentang kemitraan bidan dan dukun
yaitu Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Kemitraan Bidan dan
Dukun di Kabupaten Takalar. Pelaksanaan dari kebijakan ini sudah
memberikan dampak positif bagi Kab. Takalar. Rahman9 menyatakan ada 3
dampak positif yang dihasilkan dari praktek kemitraan bidan dan dukun ini,
yaitu :
1. Dampak langsung secara statistik, dimana sejak praktik KBD
diterapkan, secara statistik AKI menurun drastis. Bahkan hingga
tahun 2012 bulan Juni, Kabupaten Takalar berhasil menekan
jumlah kematian ibu dari enam kematian pada tahun 2006 atau
setara dengan 300 kematian per 100.000 kelahiran menjadi 0%
di tahun 2011.
2. Dampak Kelembagaan dengan terbitnya Perda KBD Kabupaten
Takalar
3. Dampak Lingkungan Sosial, kesetaraan peran dan manfaat
ekonomi yang layak, para dukun mulai bersemangat
mengidentifikasi ibu hamil, membawa mereka ke bidan, dan
mengajak ibu hamil menjalani pemantauan kesehatan berkala di
Puskesmas. Sementara para bidan yang mulai mendapat
kepercayaan dari masyarakat semakin percaya diri dalam
melaksanakan pemeriksaan medis dan membantu kelahiran.
Selanjutnya di Kabupaten Bojonegoro, program ini sudah dilakukan
sejak 2003 oleh dinas kesehatan Kab. Bojonegoro. Program ini diharapkan
dapat meningkatkan cakupan linakes. Namun sampai tahun 2006, program
ini belum menghasilkan cakupan linakes sesuai target yaitu 90%. Namun
setelah ada dukungan dana dekonsentrasi, pada tahun 2007, cakupan
linakesnya sudah mencapai 95%. Lalu pada tahun 2008, kucuran dana
dekonsentrasi terhenti, sehingga cakupan linakes menurun jadi 91,8%.
Akhirnya pada tahun 2010, dinas kesehatan Kab. Bojonegoro menggandeng
pihak swasta yaitu Mobil Cepu Limited (MCL) bekerja sama dengan sebuah
9 ibid
Bunga Rampai Administrasi Publik
88 | Lembaga Administrasi Negara, 2014
LSM bernama Jhpiego untuk mengembangkan program ini sehingga
keinginan untuk memperbaiki program ini kembali meningkat. Bahkan
program ini diperkuat dengan Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 30 Tahun
2011 Tentang Kemitraan Bidan dengan dukun Bayi di Kabupaten
Bojonegoro.
Dalam pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun di Kab. Bojonegoro
juga menghadapi tantangan. Menurut Endah dalam Tobroni10, tantangan
yang dihadapi dalam pengembangan program ini di Kab. Bojonegoro adalah
masalah adaptasi individu masyarakat, keterbatasan fasilitas, dan masih
tingginya angka Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Pelaksanaan dari program kemitraan bidan dan dukun di Kab.
Bojonegoro sudah memberikan dampak positif, paling tidak dalam
meningkatkan cakupan linakes dan tidak menaikkan AKI, sedangkan untuk
AKB belum memberikan manfaat yang signifikan. Berikut gambaran
cakupan Linakes, AKB dan AKI di Kab Bojonegoro.
Tahun
Ibu Bersalin Kondisi Bayi Kondisi Ibu
Jumlah
Ditolong
Nakes
% Lahir
Hidup
AKB Lahir
Hidup
AKI Per 1000
KH
Jumlah
2008 19.917 18.283 91,80 18.617 7,36 137 18.617 19
2009 19.676 18.594 94,50 18.717 7,80 146 18.717 13
2010 19.433 18.988 97,71 19.354 9,35 181 19.354 19
2011 19.433 19.305 99,34 19.460 9,35 182 19.460 18
Sumber : Tobroni, 2012
Terakhir, daerah yang baru saja menelurkan perda tentang kemitraan
bidan dan dukun ini adalah Kab. Sukabumi. Kemitraan bidan, paraji dan
kader kesehatan di 367 Desa/Kelurahan dari 47 Kecamatan se-Kabupaten
Sukabumi ini sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2005. Program ini
bertujuan untuk mendorong agar persalinan ditangani langsung oleh Bidan,
10 Faiq Tobroni, Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Bojonegoro, 2012.
Bunga Rampai Administrasi Publik
Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 89
Paraji dan Kader Posyandu di masing-masing desanya. Sebelum ada perda
sudah ada nota kesepakatan yang menyatakan bahwa setiap kader
posyandu mendapatkan uang lelah masing-masing sebesar Rp. 100 ribu per
bulan, sedangkan setiap persalinan Paraji mendapatkan uang lelah sebesar
Rp. 50 ribu per orang. Selain itu sebanyak 50 anak Paraji disekolahkan di
STIKES Bhakti Husada Bandung dengan biaya seluruhnya ditanggung oleh
Pemda Kabupaten Sukabumi.
Menurut Bupati Sukabumi hal yang mendasari perlunya dibentuk
Peraturan Daerah No.3 Tahun 2013 tentang kemitraan bidan, paraji dan
kader kesehatan di Kabupaten Sukabumi adalah perbandingan jumlah
paraji dan bidan di lapangan rata-rata 4 paraji 1 bidan. Sehingga
berdampak pada tahun 2012 sebanyak 25 kasus dari 76 kasus (32.89%)
kematian ibu penanganan pertama persalinan ditolong oleh paraji sehingga
menyebabkan terjadinya komplikasi perdarahan. Menurut data dari Dinas
Kesehatan Kab. Sukabumi, kasus kematian ibu 2009 sebanyak 49 orang,
2010 sebanyak 40 orang, 2011 sebanyak 70 orang, 2012 sebanyak 76,
dan 2013 sebanyak 78. Jadi trennya meningkat dalam 5 tahun terakhir ini.
Dampak dari pelaksanaan program ini belum terlihat secara signifikan.
Melihat data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, AKI Kab. Sukabumi
untuk tahun 2013 masing cendrung meningkat dari tahun sebelumnya,
namun terlihat ada sedikit kemajuan dimana AKB Kab. Sukabumi tahun
2013 menurun menjadi 419 dari 490 di tahun sebelumnya. Begitu juga dari
cakupan linakes yang meningkat menjadi 82.5% dari 80.9% di tahun
sebelumnya.
Dari pengalaman beberapa daerah tersebut dalam melaksanakan
program kemitraan bidan dan dukun ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
program ini sudah memberikan manfaat dalam rangka menurunkan AKI dan
AKB serta meningkatkan cakupan linakes di Indonesia namun memang
Bunga Rampai Administrasi Publik
90 | Lembaga Administrasi Negara, 2014
belum optimal. Masih ada beberapa kendala atau masalah yang dihadapi
dalam mengimplementasikan program ini.
Permasalahan pertama terkait dengan kesadaran dari masyarakat.
Masyarakat Indonesia terutama di pedesaan sebagian besar masih
dipengaruhi oleh budaya atau kebiasaan untuk menggunakan jasa dukun
bayi dalam persalinan. Mayoritas masyarakat pedesaan masih enggan
menggunakan jasa bidan karena berbagai alasan. Diantaranya karena bidan
dianggap kurang berpengalaman dibanding dukun, lalu karena bersalin di
bidan dianggap membutuhkan biaya lebih besar daripada di dukun, dll.
Program kemitraan bidan dan dukun ini juga membutuhkan kesadaran dan
kerelaan para dukun itu sendiri untuk bermitra dengan bidan. Jadi antara
bidan dan dukun yang selama ini terkesan bersaing harus bisa saling
bekerjasama. Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap dukun bayi ini
menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi program ini.
Permasalahan kedua kurangnya dukungan kebijakan. Sebenarnya
program kemitraan bidan dan dukun adalah program nasional yang
dicanangkan oleh kemeterian kesehatan. Namun selama ini hanya baru
beberapa daerah saja yang serius melaksanakan program ini. Sedangkan
daerah lain belum merasa ini suatu program yang perlu ditindaklanjuti
namun dianggap sudah melekat dalam tugas pokok bidan. Padahal dalam
program ini dibutuhkan sinergi dari beberapa pihak jadi bukan tugas dari
bidan semata. Misalnya pemerintah daerah baik provinsi dan kab/kota, LSM,
swasta dan masyarakat.
Permasalahan selanjutnya terkait dengan kurangnya dukungan
anggaran. Sebagian besar daerah belum menetapkan alokasi anggaran
yang jelas untuk program ini. Bahkan daerah yang sudah memiliki Perda
tentang kemitraan bidan dan dukun seperti Takalar sekalipun, ternyata juga
belum menetapkan APBD untuk praktik kemitraan bidan dan dukun di
Bunga Rampai Administrasi Publik
Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 91
Kabupaten Takalar. Tanpa adanya dukungan anggaran yang jelas,
keberhasilan suatu program akan agak susah dicapai.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Program kemitraan bidan dan dukun telah terbukti dapat membantu
penurunan AKI dan AKB serta meningkatkan cakupan linakes di beberapa
daerah di Indonesia. Oleh sebab itu, ada baiknya program ini tetap berlanjut
mengingat masih kuatnya peran dukun di Indonesia. Untuk efektivitas
program kemitraan bidan dan dukun ke depan, berikut ada beberapa saran
kebijakan :
1. Meningkatkan sosialisasi
Dengan meningkatkan sosialisasi program ini ke masyarakat maka akan
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya persalinan aman
untuk mengurangi resiko kematian ibu dan bayi. Karena masih kuatnya
peran dukun di mayoritas masyarakat Indonesia terutama di pedesaan,
maka sosialisasi ini juga harus memanfaatkan dukun bayi di daerah
setempat. Bidan harus bisa melakukan pendekatan kepada para dukun
supaya bersedia bermitra dengannya. Jadi antara bidan dan dukun
bukan lagi bersaing namun bermitra dalam menangani persalinan.
Dengan memanfaatkan pendekatan budaya setempat, maka
masyarakat akan lebih tertarik dan mendengarkan sehingga sosialisasi
program akan menjadi lebih efektif.
2. Penguatan Kebijakan
Program yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan ini seharusnya
diperkuat dengan pengaturan sendiri di setiap daerah. Dengan demikian
maka program ini memiliki payung hukum yang kuat yang bisa mengikat
para aktor yang terlibat di dalamnya. Hal ini bisa menjamin
keberlangsungan program kemitraan bidan dan dukun di daerah.
Bunga Rampai Administrasi Publik
92 | Lembaga Administrasi Negara, 2014
3. Penguatan Anggaran
Ketidakjelasan sumber anggaran untuk program kemitraan bidan dan
dukun selama ini membuat program ini menjadi belum efektif. Oleh
sebab itu disini diperlukan komitmen dari pemerintah daerah untuk
menyediakan anggaran khusus untuk mendukung program kemitraan
bidan dan dukun ini. Menurut UU Kesehatan, alokasi anggaran
kesehatan di daerah adalah minimal 10% dari APBD. Harapannya ke
depan pemerintah daerah bisa memenuhi aturan tersebut dan di
dalamnya juga terdapat pos yang khusus disediakan untuk
menyelenggarakan program kemitraan bidan dan dukun di daerah.
4. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Bidan
Beberapa hal yang menyebabkan masyarakat lebih memilih dukun
daripada bidan diantaranya adalah karena anggapan masyarakat
tentang kurangnya pengalaman bidan dibanding dukun selain itu karena
ketiadaan bidan di daerahnya. Untuk itu ke depan, diharapkan adanya
peningkatan kualitas bidan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap bidan. Selain itu jumlah dan distribusi atau
penyebaran bidan di Indonesia juga harus diperhatikan. Penyebaran
bidan seharusnya tidak didasarkan pada jumlah penduduk saja, tapi
juga harus memperhatikan kondisi geografis, budaya, dan sarana
prasarana yang ada dalam suatu daerah.
5. Penguatan kerjasama dengan stakeholder
Program kemitraan bidan dan dukun ini bukan semata-mata tugas bidan
di daerah. Namun merupakan tanggungjawab bersama. Banyak aktor
yang terkait di dalamnya, misalnya pemerintah daerah, puskesmas,
bidan, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, swasta, dll. Dengan
memperkuat kerjasama dengan para stakeholder maka tujuan dari
program kemitraan bidan dukun ini akan semakin mudah dan cepat
tercapai. Setiap stakeholder bisa memberikan “sumbangan”nya sesuai
Bunga Rampai Administrasi Publik
Lembaga Administrasi Negara, 2014 | 93
dengan peran, kemampuan, dan porsi masing-masing. “Sumbangan”
tersebut dapat berupa bantuan anggaran, bantuan dalam sosialisasi
program, advokasi, penyuluhan, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Summary Report: Millennium
Development Goals. Indonesia. 2007
Brouwere, Vincent & Lerberghe, Wim. Safe Motherhood Strategies: a Review
of the Evidence, Studies inf Health Services Organization & Policy.
ITG Press. Belgium. 2001
Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Factsheet, Kemitraan Bidan dan Dukun. Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta. 2011
Noerdin, Edriana. Mencari Ujung Tombak Penurunan Angka Kematian Ibu Di
Indonesia. Women Research Institute. Jakarta. 2011
Rina Anggorodi, Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia,
Makara, Kesehatan, Vol. 13, No. 1, Juni 2009
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Kemitraan Bidan Dan
Dukun. Jakarta
Kompas.com. Perda Pertama Kemitraan Dukun-Bidan. 1 Februari 2010
Rahman, Harpiana. Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Takalar.
Yogyakarta. 2012
Tobroni, Faiq. Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Bojonegoro.
Yogyakarta. 2012.
Bunga Rampai Administrasi Publik
94 | Lembaga Administrasi Negara, 2014