Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan...

124
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia

Transcript of Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan...

Page 1: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

Republik Indonesia

Page 2: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

MODEL PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Penulis:Aris DarmansyahNur Fajriah SiregarCecep Khairul AnwarKhamami ZadaMarcelino PoluakanAbu NasirDewi SupalahFathudinM. Irfan KurniawanSyarif Wibowo

Editor:Khamami Zada

Desain Cover dan Isi:Rizal Rabas

Cetakan Pertama, Desember 2018ISBN:

Penerbit:

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia

Page 3: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENDIDIKAN DAN AGAMA ...................................................... v

KATA PENGANTAR ASISTEN DEPUTI PEMBERDAYAAN DAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA .............................................vii

BAB I: KERUKUNAN UMAT BERAGAMA .............................................. 1

BAB II: KEBIJAKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA ......................... 19

BAB III: PEMELIHARAAN KERUKUNAN DALAM PANDANGAN AGAMA .................................................................................. 39

BAB IV: STRATEGI PEMERINTAH DALAM MERAWAT KERUKUNAN ....... 59

BAB V: ORGANISASI MASYARAKAT DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA ............................................ 69

BAB VI: PENGALAMAN MERAWAT KERUKUNAN ................................. 85

DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 99

LAMPIRAN ............................................................................ 109

Page 4: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.
Page 5: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama v

KATA PENGANTARDeputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama

PUJI dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, sehingga kami dapat merealisasikan penerbitan buku Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama ini.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kemajemukan yang tinggi yang memiliki beragam suku, etnik, budaya dan agama. Sebagai anugerah dati Tuhan Yang Maha Esa, realitas kemajemukan tersebut tentu patut disyukuri yakni dengan merawat dan menjaga kemajemukan tersebut agar tetap dalam bingkai kehidupan yang harmoni sehingga potensi perpecahan dapat dihindari.

Kerukunan umat beragama merupakan salah satu pilar ke-rukunan nasional. Oleh karena itu, sikap menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi toleransi antar umat beraga harus lah menjadi kesadaran etis bersama sebagai bangsa Indonesia. Kerukunan umat beragama mengidelkan sebuah keadaan hubungan sesama

Page 6: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Kata Pengantar

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragamavi

umat beragama yang dilandasi sikap toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Upaya untuk merujudkan ini tentu meniscayakan adanya pelibatan segenap pihak mulai dari masyarakat, tokoh agama hingga peran serta pemerintah.

Kahadiran buku Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama ini diharapkan dapat dimaknai sebagai bagian dari ikhtiar pemerintah khususnya Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI di dalam turut serta mengupayakan pemeliharaan kerukunan umat beragama di Indonesia sehingga hadirnya tatanan kehidupan masyarakat yang rukun, damai dan sejahtera dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia terus dapat terwujud.

Kami ucapkan terikasih kepada Keasdepan Pemberdayaan dan Kerukunan Umat Beragama yang telah menginisiasi hadirnya buku ini, dengan penuh harapan semoga kehadiran buku ini memmberikan nilai kemanfaatan yang nyata di dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama di Indonesia.

Jakarta, 17 Desember 2018

Prof. Dr. HR. Agus sartono, MBA

Page 7: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama vii

DENGAN mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, buku Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama ini dapat diterbitkan.

Hadirnya beragam agama yang dipeluk oleh masyarakat di Indonesia patutlah disyukuri sebagai satu kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Secara historis, realitas kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia pada dasarnya telah melahirkan kesadaran etis bahkan watak khas masyarakat Nusantara untuk memberikan pengakuan terhadap keragaman ekspresi keagamaan. Demikian pula hidup secara religius dengan kerelaan menerima keragaman, juga telah lama diterima sebagai sebuah kewajaran oleh penduduk Nusantara (Indonesia). Demikian pula semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, di samping menggambarkan realitas keindonesiaan yang plural juga mengisyaratkan kemauan yang kuat, baik di kalangan para pendiri negara, pemimpin maupun rakyat untuk mencapai suatu bangsa dan negara Indonesia yang bersatu.

KATA PENGANTARAsisten Deputi Pemberdayaan dan Kerukunan

Umat Beragama

Page 8: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Kata Pengantar

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragamaviii

Jamak diketahui bahwa upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama merupakan langkah strategis di dalam membina dan mewujudkan kerukunan nasional. Oleh karena itu, Presiden Jokowi melalui Nawacita mengajak seluruh elemen bangsa untuk secara guyub membangun Indonesia. Salah satu butir penting dari nawacita tersebut adalah ajakan untuk memper-teguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga. Nawacita tersebut kemudian menjadi acuan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagaimana dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah baik dalam konteks peningkatkan pemahaman, pengamalan dan pengembangan nilai-nilai keagamaan, meningkatkan harmoni sosial dan kerukunan umat beragama, mapun peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama.

Hadirnya buku Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama ini tentu diharapkan menjadi salah satu langkah Kemenko PMK, melalui Keasdepan Pemberdayaan dan Kerukunan Umat Beragama di dalam memotret berbagai strategi dan pendekatan mewujudkan program pemeliharaan kerukunan umat beragama. Sebagaimana tugas Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kemenko PMK, yakni menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang pendidikan dan agama, maka kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi salah acuan bagi Kementerian/Lembaga terkait di dalam turut serta membina dan memelihara kerukunan umat beragama.

Semoga buku ini memberikan kontribusi nyata bagi upaya

Page 9: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Kata Pengantar

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama ix

membangun infrastruktur sosial kehidupan umat beragama yang rukun, damai yang dilandasi sikap penghargaan dan toleransi yang tinggi antar pemeluk agama.

Jakarta, 17 Desember 2018

Ir. Aris Darmansyah, M.ENG

Page 10: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.
Page 11: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Page 12: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama2

INDONESIA adalah negara majemuk yang indah yang dihuni oleh keanekaragaman. Dengan karakteristik, warna kulit, suku, dan bahasa bersatu membentuk kedamaian. Itulah Bhineka Tunggal Ika. Keragaman dan perbedaan itulah kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, semua sadar dan bersaksi hidup, dan berkembang di tanah yang satu, bangsa yang satu, bahasa yang satu, bernama Indonesia. Selain suku dan bahasa, agama menjadi kekuatan pemersatu. Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu mengisi kemajemukan bangsa Indonesia. Selain itu, ada kepercayaan yang dianut masyarakat, seperti Sunda Wiwitan, Kejawen, Parmalim, Kaharingan, dan kepercayaan-kepercayaan lain yang dianut sejak zaman nenek moyang hingga sekarang.

Kemejemukan mesti dirawat dan dijaga. Sebab, terkadang perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni. Untuk merawat dan menjaga kerukunan, diperlukan alat pemersatu bangsa, yaitu ideologi Pancasila dan konstitusi. Bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda suku, bahasa, dan agama, dapat disatukan dengan Pancasila dan konstitusi sehingga kehidupan damai selalu menyelimuti kehidupan bangsa.

Rukun dan Kerukunan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kerukunan berarti baik dan damai, bersatu hati, dan bersepakat. Terdapat empat kata inti, yaitu baik, damai, bersatu hati dan bersepakat. Rukun adalah asas, dasar, dan sendi dalam dan sebelum me-lakukan sesuatu. Seperti Pancasila, adalah dasar kehidupan ber-negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila menjadi acuan dasar dalam melakukan apapun di Indonesia. Sementara kerukunan adalah kehidupan rukun. Kehidupan yang dijalani

Page 13: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 3

dengan landasan dan dasar kebaikan (baik), kedamaian (damai), persatuan dan kesatuan, serta kesepakatan. Setidaknya ada dua hal yang menjadi acuan untuk mewujudkan hidup yang rukun dan kerukunan hidup, yaitu baik dan damai.

Dasar dan acuan pertama dalam membentuk dan me-wujud kan kerukunan adalah hal yang akan dilakukan harus me-ngandung dan berisi nilai-nilai baik dan kebaikan. Para ilmuan dan pakar berbeda pendapat tentang baik dan tidak. Ada yang berpendapat bahwa penilaian baik buruk dan benar salah ter-gantung pada masing-masing orang karena etis, emosi dan perasaan berperan penting (Mangunhardjana, 1997: 203-206). Karena itu, pengaruh emosi dan perasaan dalam keputusan moral harus diperhitungkan. Yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tidak dapat dilepaskan dari orang yang tersangkut dan menilainya sehingga tidak terdapat kriteria absolut bagi keputusan-keputusan moral. Kekuatan paham ini terletak pada kesadaran bahwa semua manusia itu unik dan berbeda satu sama lain. Jadi, manusia dapat hidup sesuai dengan tuntutan situasinya. Setiap orang menjalani hidupnya sesuai data dan fakta yang ada. Ia dapat menetapkan apa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah, menurut pertimbangan dan pemikirannya sendiri.

Kelemahannya terletak pada terjerumusnya paham ini pada norma etis dan penerapannya, serta antara norma etis dan prinsip nya. Ada sejumlah kelemahan pandangan ini (Beckwith, Francis J.; Koukl, Gregory: 61-69). Pertama, tidak dapat me-nyalahkan perbuatan salah orang lain. Kedua, tidak dapat mem-protes masalah kejahatan. Ketiga, tidak dapat menimpakan ke-salahan atau menerima pujian. Keempat, tidak dapat menuntut adanya keberpihakan atau ketidakadilan. Kelima, tidak dapat memperbaiki moralitas. Keenam, tidak dapat melakukan diskusi

Page 14: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama4

moral yang berarti. Ketujuh, tidak dapat mempromosikan ke-wajiban bertoleransi.

Pendapat baik dan buruk menurut individu bisa dibatasi dengan baik dan buruk secara bersama-sama. Terutama ketika individu hidup dan berada pada komunitas, perkumpulan, daerah, hingga negara. Hal ini diperkuat oleh paham yang berpendapat bahwa manusia membutuhkan tata tertib, peraturan, hukum, dalam kehidupan bersama (Mangunhardjana, 1997). Etika moral tentang baik dan buruk, ditentukan oleh sifat-sifatnya. Berdasar sifat-sifat itu, arti kata etis ditetapkan penerapannya. Dalam penerapannya, baik dan buruk, pun mesti mempertimbangkan sebab akibatnya.

Keadaan, situasi, sifat, sikap, hingga perilaku baik bisa di-bentuk dengan berbagai stimulus. Di antaranya adalah peraturan dan undang-undang yang akan menjadi hukum yang mengikat. Ikatan-ikatan itulah yang ujungnya akan membentuk perilaku-perilaku dan sikap-sikap baik yang menghasilkan kehidupan rukun antar individu yang memeluk suatu agama dengan pemeluk agama lain dan kepercayaan lain yang berbeda.

Kemudian dasar dan acuan yang selanjutnya adalah damai. Para ahli dan pemikir, mengatakan tidak ada definisi tunggal yang benar tentang damai. Mereka berpendapat damai mesti dilihat sebagai sesuatu yang jamak (Wikipedia). Seperti damai antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan lingkungan, dan manusia dengan semesta. Untuk menyederhanakan, damai bisa diartikan sebagai keadaan tenang, ketiadaan kekerasan, ke-tiadaan perang, dan keberadaan keadilan. Ini seperti KBBI yang mengartikan damai dengan tidak ada perang, tidak ada kerusuhan, aman, tenteram, tenang, dan keadaan tidak bermusuhan.

Damai, kedamaian, dan perdamaian bisa diciptakan oleh

Page 15: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 5

tokoh-tokoh yang mengatasi kekerasan dan konflik yang terjadi me lalui kepemimpinan dan visi (Wikipedia). Yudi Latif (2012) me-nyatakan Kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan moral yang menghadirkan keadilan bagi manusia (republika.co.id, 2012). Karena damai adalah penyesuaian diri atas pengarahan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk men-jaga keseimbangan kehidupan. Keseimbangan yang dimaksud adalah harmonisasi kehidupan, Terutama kehidupan yang berisi perbedaan-perbedaan.

Kata damai menyangkut berbagai aspek kehidupan, misal-nya: dalam keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Kemudian dalam kata perdamaian pada KBBI terdapat unsur kesenjangan untuk berbuat dan melakukan sesuatu, yakni mem-buat supaya damai, tidak berseteru atau bermusuhan, dan lain-lain. Sedangkan kata kedamaian menurut The Oxford Learner’s Dictionary diartikan sebagai keadaan yang terbebas dari perang (war), kekacauan (disorder), pertengkaran (quarreling), kekerasan (violence), kekhawatiran (worry). Damai bukan sekadar ketiadaan perang, tetapi adanya keadilan, hukum, dan ketertiban. Pendek kata, damai adalah adanya pemerintahan. Selain itu, ada yang mengartikan bahwa perdamaian adalah keadaan yang terbebas dari hal-hal negatif.

Johan Galtung (1969) menyatakan perdamaian adalah tidak adanya atau berkurangnya segala jenis kekerasan. Perdamaian juga berrati transformasi konflik kreatif non-kekerasan. Maka, menurut Johan Galtung, perdamaian tidak hanya mengurangi kekerasan (pengobatan), akan tetapi juga ikhtiar untuk menghindari kekerasan (pencegahan) (dalam Buku Studi Perdamaian). Selanjut nya, Johan Galtung membagi konsep perdamaian menjadi tiga jenis, yaitu: (1) perdamaian positif (upaya mengatasi problem-problem yang menjadi akar penyebab terjadinya konflik); (2) perdamaian negatif

Page 16: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama6

(hanya dilakukan untuk menghentikan segala bentuk kekerasan yang timbul dalam sebuah konflik); (3) perdamaian menyeluruh (upaya mengkombinasi antara konsep perdamaian positif dengan negative).

Jadi, ketika yang bekerja adalah konsep perdamaian negatif, maka konflik itu hanya akan selesai pada permukaannya saja, dan masih terdapat kemungkinan akan munculnya konflik yang kesekian kalinya. Sedangkan konsep perdamaian positif berusaha agar konflik itu tidak akan muncul lagi, kalaupun terulang konflik, itu akan lebih mudah dalam mengambil kebijakan dalam perdamaiannya. Damai pun tidak hanya sebatas tidak adanya atau berkurangnya kekerasan, namun suatu keadaan psikologis batiniyah, perasaan aman, tenteram, tenang, dan tidak gundah yang ada di dalam diri seseorang ataupun kelompok, maka damai akan tercermin mulai dari pikirannya kemudian dari apa-apa yang diucapkannya lalu perwujudannya dalam sikap.

Kerukunan Umat Beragama

Kerukunan umat beragama telah diatur dalam Peraturan Bersama Mentri Agama dan Menteri Dalam No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa “kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Kerukunan umat beragama adalah ranah praksis sosial, dunia

Page 17: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 7

pergaulan dan kehidupan sosial. Ini terkait sikap dan perilaku. Terutama sikap dan perilaku toleransi yang bisa diartikan sebagai sikap dan perilaku saling memahami, saling mengerti, saling membuka diri antar umat, pemeluk satu agama dengan pemeluk agama yang lain dalam bingkai persaudaraan dan kemanusiaan.

Th. Sumartana menyatakan perdamaian dalam konteks pluralisme agama adalah ketika umat beragama yang satu meng hormati dan menghargai umat yang lain. Rasa hormat dan menghargai bukan karena kepentingan, tetapi dengan ke-tulusan, jujur dan kondusif tanpa ada pengaruh dari siapapun. Konsekuensi dari perdamaian antar agama yaitu masing-masing agama dan pemeluknya harus terbuka untuk melakukan hubungan dialogis dan konstruktif. Di situlah nilai-nilai kemanusiaan dipertaruhkan, dan makna nilai agama menjadi konkret. (Nugoroho, 2016)

KH. M. Dahlan dalam pidato pembukaan Musyawarah Antar Agama pada 30 November 1967 mengatakan; “Adanya kerukunan antara golongan beragama adalah syarat mutlak bagi terwujudnya stabilitas politik dan ekonomi.” (republika.co.id) Damai dalam dimensi politik adalah ketika demokrasi global dapat berjalan dengan baik sehingga penduduk relatif puas, banyak keinginan terpenuhi dalam batas yang memungkinkan, hak asasi manusia menunjuk ke arah yang sama, yaitu keadilan. Sementara damai dalam dimensi ekonomi akan tercapai ketika praktik perdagangan memperhatikan kualitas dan harga produk, barang, dan jasa dengan memperhatikan jam kerja yang diperlukan tanpa adanya eksloitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Damai dalam dimensi sosial budaya adalah ketika peradaban global terpusat di mana-mana, ada waktu santai, penghargaan terhadap alam, serta peningkatan hidup yang berkeadilan sosial (Ibnu Rusydi dan Siti Zolehah, 2018)

Page 18: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama8

Mukti Ali, Menteri Agama RI tahun 1973-1978 menetap-kan Tri Kerukunan Beragama, yaitu tiga prinsip dasar yang bisa diajukan sebagai landasan toleransi beragama, yaitu; 1) kerukunan intern masing-masing umat dalam satu agama; 2) kerukunan antarumat beragama; 3) kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah (Nazmudin, 2017). Kerukunan umat beragama merupakan pilar untuk mewujudkan kerukunan nasional yang dinamis, karena itu mesti dipelihara dari waktu ke waktu.

Perdamaian yang menjadi landasan serta acuan untuk me-wujudkan kerukunan hidup dan hidup yang rukun pun bisa diterapkan pada kerukunan umat beragama. Weinata Sairin dalam PPKHB menyatakan kerukunan bisa menjadi dua, yaitu kerukunan otentik dan kerukunan dinamis (Nazmudin, 2017). Kerukunan otentik dimaksudkan bukanlah kerukunan yang diusahakan hanya oleh karena alasan-alasan praktis, pragmatis, dan situasional. Tapi semangat kerukunan yang benar-benar keluar dari hati, yang tulus dan murni, karena ia didorong oleh sesuatu keyakinan imaniah yang dalam sebagai perwujudan dan ajaran agama yang diyakini. Sementara kerukunan dinamis yang dimaksud bukanlah sekadar kerukunan yang berdasar kesediaan untuk menerima eksistensi yang lain dalam suasana hidup bersama tanpa saling menyapa, melainkan kerukunan yang didorong oleh kesadaran bahwa, walaupun berbeda, semua kelompok agama mempunyai tugas dan tanggung jawab bersama yang satu, yaitu mengusahakan kesejahteraan lahir dan batin yang sebesar-besarnya bagi semua orang. Bukan hanya umatnya sendiri.

Dalam hal ini, Pemerintah mesti menyadari betul tugas dan perannya dalam mewujudkan kerukunan umat beragama yaitu melakukan pembinaan. Pembinaan yang dimaksud adalah upaya yang dilakukan secara sadar, terencana, teratur, dan bertanggung jawab (Nazmudin, 2017). Di antaranya dengan cara me nanam-

Page 19: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 9

kan pengertian akan nilai-nilai dan kehidupan bermasyarakat yang mampu mendukung kerukunan hidup beragama, mengusahakan lingkungan dan keadaan yang mampu menunjang sikap dan tingkah laku, serta menumbuhkembangkan sikap dan perilaku tersebut pada semua lapisan dan elemen masyarakat.

Semuanya itu agar masyarakat memiliki kesadaran, pe nge-tahuan serta pegangan untuk mewujudkan kerukunan umat ber-agama. Sebab agama adalah hak asasi setiap warga negara. Perihal agama dan keyakinan telah diatur dan dilindungi konstitusi. Yaitu, Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi; Setiap orang bebas memeluk agama dan ber ibadat menurut agamanya dan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Kemudian pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi; Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masingdan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. lalu pasal 28I yang menyatakan setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. Yang dilanjutkan dengan ayat (1) yang berbunyi kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah bagian dari hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

Selain itu, untuk mewujudkan kerukunan beragama pemerintah bersama masyarakat pun bisa melakukan dialog. Mukti Ali dalam pidato di Istana negara pada 1971 mengatakan; tujuan dialog untuk mewujudkan kerukunan umat beragama adalah; (1) meneliti sebab-sebab yang mendukung munculnya gangguan pada hubungan yang baik antar umat beragama di Indonesia; (2)mencari cara-cara dan sarana-sarana yang akan membantu memperbaiki hubungan yang damai antar agama di Indonesia (Ahmad Riyanto, 2005)

Page 20: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama10

Mukti Ali pun menyatakan dialog adalah suatu proses dimana individu dan kelompok belajar untuk menghilangkan saling curiga dan saling takut dan berusaha untuk mengembang-kan hubungan-hubungan yang didasarkan kepada saling percaya mempercayai. Dialog merupakan hubungan yang sejuk dan ditunjukkan untuk hidup bersama dan berbuat bersama. (Ahmad Riyanto, 2005)

Muchayar H.S. mengatakan tiga konsep dalam dialog, yaitu; (1) setuju dan tidak setuju. Maksudnya, setiap agama memiliki akidah masing-masing sehingga agama saling bertoleransi dengan perbedaan tersebut; (2) setuju untuk setuju. Konsep ini ber-arti meyakini semua agama memiliki kesamaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan martabat umatnya; (3) setuju untuk berbeda. Maksudnya perbedaan disikapi dengan damai. Hal ini selaras dengan pendapat Lukman Harun yang menyatakan dialog adalah di mana orang-orang bertemu sebagai sesama manusia, dimana orang-orang bertatap muka, wajah menemui wajah, dimana orang mengakui, engkau seharga dengan saya, walaupun agamamu berbeda dengan agamaku. (Weinata Sairin, 2006)

Tema dalam dialog terletak bukan pada masalah peribadatan, tapi pada masalah kemanusiaan seperti moralitas, etika dan nilai-nilai spiritual. Sebab urusan peribadatan menjadi urusan internal agama masing-masing. Batasan itu tidak bisa diterobos oleh pemeluk agama lain sebab akan sangat sulit mencapai suatu persetujuan mengenai kebenaran dalam peribadatan dan keagamaan jika dibicarakan oleh pemeluk agama lain yang berbeda (Weinata Sairin, 2006).

Untuk mendapat dialog yang positif setidaknya ada berbagai hal yang mesti dipertimbangkan. Pertama, harus dikembangkan sikap toleransi di antara umat beragama. Kedua, setiap umat beragama harus menguasai dan memahami ajaran agama masing-

Page 21: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 11

masing secara lengkap dan benar. Ketiga, tidak ada satupun agama yang mengajarkan penganutnya untuk menjadi jahat. Keempat, adanya persamaan yang dimiliki agama-agama, misalnya ajaran untuk berbuat baik kepada sesama. Kelima, adanya perbedaan mendasar ajaran tentang yang diajarakan agama-agama. Misalnya perbedaan kitab suci, Nabi, dan tatacara ibadat. Keenam, Adanya kalimat kebenaran tiap agama (Weinata Sairin. 2006).

Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa pun diselenggarakan di Grand Sahid Jaya, Jakarta pada 8-10 Februari 2018. Acara yang diselenggarakan utusan khusus presiden untuk dialog dan kerjasama antar agama dan peradaban (UKP-DKAAP) yang dihadiri 250 pemuka agama tersebut menghasilkan tujuh pandangan. Pertama, setiap pe-meluk agama memandang pemeluk agama lain sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan dan saudar sebangsa. Kedua, setiap pemeluk agama memperlakukan pemeluk agama lain dengan niat dan sikap baik, empati, penuh kasih sayang, dan sikap saling menghormati. Ketiga, setiap pemeluk agama bersama pemeluk agama lain mengembangkan dialog dan kerjasama kemanusiaan untuk kemajuan bangsa. Keempat, setiap pemeluk agama tidak memandang agama orang lain dari sudut pandangnya sendiri dan tidak mencampuri urusan internal agama lain. Kelima, setiap pemeluk agama menerima dan menghormati persamaan dan perbedaan masing-masing agama dan tidak mencampuri wilayah doktrin/akidah/keyakinan dan praktik peribadatan agama lain. Keenam, setiap pemeluk agama berkomitmen bahwa kerukunan antar umat beragama tidak menghalangi penyiaran agama dan penyiaran agama tidak mengganggu kerukunan antar umat ber-agama. (Republika.co.id 2018).

Selain pendekatan dialogis, mewujudkan kerukunan umat beragama pun bisa dilakukan dengan pendekatan persuasif,

Page 22: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama12

yaitu dengan memberikan pendidikan dan penyadaran kepada masyarakat agar memahami bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar Pancasila. Pendidikan dan penyadaran tersebut meski memuat nilai-nilai pandangan, setidaknya sebagai berikut; (1) pandangan dan sikap umat beragama tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar Pancasila; (2) pandangan dan sikap umat beragama tentang ke-Indonesiaan yang Bhineka Tunggal Ika; (3) pandangan dan sikap umat beragama tentang pemerintah yang sah hasil pemilu; (4) prinsip-prinsip kerukunan antar umat beragama (teologi kerukunan); (5) masalah penyiaran agama dan pendirian rumah ibadah; (6) solusi terhadap masalah intra agama. (Nazmudin, 2018)

Hal-hal yang dilakukan dan diupayakan untuk mewujudkan kerukunan umat beragama mesti dilandasi dengan pandangan toleransi, kesetaraan, dan kerjasama. Hal ini yang dilakukan Kementerian Agama untuk melakukan survey pada 2017 untuk mengetahui indeks kerukunan umat beragama. Dua indikator yang digunakan adalah menerima dan menghormati. Survei tersebut menghasilkan skor indeks nasional sebesar 72, 27. Dengan pembagian; toleransi 70, 91, kesetaraan 72, 38, dan kerjasama sebesar 73,51. Ini menunjukkan bahwa toleransi, kesetaraan, dan kerjasama masih menjadi arus utam masyarakat Indonesia. (kemenag.go.id, 2017)

Kementerian Agama pun berusaha mewujudkan toleransi antar umat beragama dengan memberikan berbagai pandangan. Pertama, mengembangkan sikap saling menghargai dan me-nerima adanya perbedaan. Kedua, menghormati kesetaraan antara pemeluk agama sebagai warga negara dengan hak dan kewajibannya. Ketiga, warga negara memiliki keinginan untuk saling melindungi dan menjaga. Keempat, dalam kehidupan berpolitik, hendaknya elit politik tidak memanfaatkan isu agama

Page 23: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 13

untuk kepentingan kelompoknya. (kemenag.go.id 2017)

Lukman Hakim Saefuddin mengatakan relasi antara agama dan negara adalah saling membutuhkan dan mengontrol. Saling membutuhkan maksudnya, penyelenggara negara membutuhkan agama sebagai spiritualitas dalam menjalankan amanat. Sebab pejabat negara harus berdasar pada nilai-nilai agama ketika mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan publik. Agamapun membutuhkan negara, sebab ketika nilai-nilai yang diusung agama diimplementasikan ke bumi dapat menjadi tradisi. Hal tersebut memerlukan fasilitas berupa perlindungan negara agar nilai-nilai agama bisa dilaksanakan. Sedangkan saling mengontrol adalah negara membutuhkan kendali ketika bertugas juga dari agama. Sementara agama memerlukan kontrol dari negara karena ketika penganut agama merasa menjadi mayoritas, maka tindakan eksesif dapat terjadi dan berakibat pada pengabaian hak-hak minoritas. (kemenag.go.id)

Oleh karena itu, kemajemukan yang tumbuh dan ber-kembang di Indonesia mesti terus dirawat dan dijaga. Perbedaan-perbedaan mesti diterima dihargai, dan dihormati keberadaannya. dialog, pendidikan, dan penyadaran adalah cara untuk untuk menjaga agar kehidupan yang rukun bisa terus terwujud di Indonesia. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi alat pemersatu bangsa Indonesia dalam mengelola perbedaan agar terus hidup rukun dan damai.

Langkah Mengkoordinasikan Penguatan Kerukunan Umat Beragama

Kelembagaan kerukunan umat beragama mencakup banyak aspek, yaitu regulasi, stakeholder kerukunan umat beragama baik yang berasal dari pemerintahan maupun non-pemerintahan, para

Page 24: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama14

penggiat kerukunan dari pemerintahan antara lain Kemenko PMK, Kemenag, Kemendagri, FKUB, pihak swasta (LSM, ormas keagamaan, tokoh agama dan tokoh masyakarat, tokoh perempuan dan tokoh pemuda) dan masyarakat luas. Berbagai aspek tersebut dikembangkan agar dapat memberikan kontribusi maksimal terhadap terwujudnya kerukunan umat beragama secara nasional.

Kerukunan sebagai upaya strategis dalam mengelola ke-majemukan bangsa Indonesia mesti dikoordinasikan agar tidak terjadi salah arah atau salah tata kelola dalam mewujudkan kerukunan umat beragama. Koordinasi ini dilaksanakan oleh pemerintah, tokoh agama dan masyarakat sehingga sinergi antar kekuatan bangsa dan negara menjadi kekuatan dalam merawat kerukunan umat beragama. Maka, langkah-langkah harus diambil dalam mengelola kerukunan umat beragama secara simultan dan koordinatif.

Ada 3 (tiga) langkah dalam mengelola kerukunan umat ber-agama. Pertama, para pembina dan penanggungjawab kerukunan, yaitu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) mengelola kerukunan umat beragama dalam kapasitasnya sebagai pengambil kebijakan sekaligus implementasinya. Dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) memiliki peran yang signifikan dalam mengkoordinasikan kementerian dan lembaga dalam merumuskan kebijakan beserta implementasinya dalam merawat kerukunan umat beragama. Di bawah koordinasi Kemenko PMK, maka perumusan kebijakan dan implementasi kerukunan umat agama dapat mudah dicapai secara integrative, tidak terpecah-pecah dalam bingkai kementerian/lembaga yang berjalan tanpa koordinasi (kemenko.go.id).

Page 25: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 15

Dalam konteks ini, Kemenko PMK berfungsi: (1) meng-koordinasi dan melakukan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga; (2) melaku-kan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga. Pengelolaan kerukunan umat beragama masuk dalam koordinasi Kemenko PMK sehingga Kemenko PMK mengkoordinasikan Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan lembaga terkait, termasuk di dalamnya upaya merawat kerukunan umat beragama (kemenko.go.id).

Kemenko PMK mengkoordinasikan program kerja kerukunan umat beragama di Kementerian/Lembaga agar sesuai dan me-ngacu dengan nawacita presiden Joko Widodo yaitu, mem-perteguhi kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan men ciptakan ruang-ruang dialog antarwarga. Dari Nawacita ter-sebut kemudian dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018, yaitu meningkatkan pemahaman, pengamalan dan pengembangan nilai-nilai keagamaan, meningkatkan harmoni sosial dan kerukunan umat beragama, dan meningkatkan kualitas pelayanan kehidupan beragama. Mengacu pada Nawacita dan RKP 2018, Kemenko PMK, melalui Keasdepan Pemberdayaan dan Kerukunan Umat Beragama memiliki beberapa agenda stretegis, antara lain; (1) Usulan Rekomendasi Kebijakan (URK) pengembangan kelembagaan KUB dengan kegiatan indeks KUB, pemeiliharaan kerukunan umat beragama, dan peningkatan pe-mahaman agama yang moderat; (2) URK penguatan kelembagaan KUB dengan program kegiatan peningkatan kualitas penyuluh

Page 26: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama16

agama, dan GNRM penyuluh agama; (3) koordinasi organisasi masyarakat keagamaan ((kemenko.go.id)).

Kedua, tokoh-tokoh agama, baik mereka yang tergabung maupun yang tidak tergabung dalam Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) berfungsi mensosialisasi, mengarahkan, dan menyadarkan kepada masyarakat betapa merawat kerukunan umat agama adalah kebutuhan bersama. Selain itu, para tokoh agama juga terlibat dalam penyelesaian konflik umat beragama secara dialogis demi harmoni dan kerukunan. Tokoh agama memiliki peran yang signifikan dalam menangkan masyarakat ketika muncul berita-berita yang berpotensi terhadap konflik. Sementara itu, dalam rangka meningkatkan harmoni sosial dan kerukunan umat beragama, dilaksanakan penyelenggaraan dialog internal dan lintas agama ditingkat kabupaten/kota dan kecamatan. Selain itu, penguatan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota di-perlukan dalam merawat kerukunan.

Tokoh agama adalah aktor fungsional yang dapat memfilter berkembangnya isu yang dapat memperkeruh terjadinya konflik atau sebaliknya aktor fungsional yang dapat memprovokasi kekerasan. Di sinilah tokoh agama didorong agar menjadi aktor fungsional yang dapat memfilter isu-isu potensional konflik dan merubah menjadi isu-isu kerukunan dan perdamaian. Prasyarat utama tokoh agama menjadi aktor fungsional damai adalah mereka harus terlebih dahulu memiliki pemahaman keagamaan yang moderat. Dengan pemahaman keagamaan yang moderat dan toleran, maka tokoh agama dapat meredam isu-isu yang dapat merusak harmoni dan kerukunan dan tokoh agama tidak mudah memprovokasi umat untuk melakukan konflik.

Dialog agama merupakan pertemuan antar tokoh-tokoh agama untuk membahas model-model kerukunan di masya-

Page 27: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 17

rakat. Sebagai sebuah cara, dialog agama masih dipandang perlu dilakukan agar para tokoh agama dapat sering bertemu, berdiskusi, dan bertukar pikiran dalam memelihara kerukunan. Jika mereka melakukan dialog kerukunan, maka sikap curiga, benci dan bahkan permusuhan, dapat diredam dengan seringnya mereka bertemu dan berdialog. Dialog antaragama berupaya untuk mencari sebuah landasan nilai etik dan moral bersama bagi upaya membangun kehidupan beragama yang baik di Indonesia, yakni mencari sebuah etika bersama. Dialog akan menumbuhkan toleransi antar komunitas umat beragama sekaligus mendiskusi-kan secara konstruktif dan mencarikan solusi atas setiap konflik di masyarakat, khususnya konflik yang dilatarbelakangi isu agama.

Kemenko PMK mendukung program-program dialog yang dilaksanakan oleh Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) maupun Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) serta lembaga-lembaga keagamaan atau penggiat kerukunan. Dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018, dialog masih menjadi prioritas nasional dimana disebutkan arah kebijakan nasional adalah meningkatkan harmoni sosial dan kerukunan umat beragama melalui Penyelenggaraan dialog internal dan lintas agama di tingkat kabupaten/kota, dan kecamatan (Kemenko PMK, 2018).

Setelah tokoh-tokoh agama melakukan dialog kerukunan, mereka didorong lagi untuk melakukan kerjasama antar agama dalam isu-isu kemanusiaan, seperti pengentasan kemiskinan, pemberantasan korupsi, pemerataan pendidikan, dan lain se-bagainya. Kerjasama kerukunan tidak hanya melibatkan tokoh agama dari berbeda agama, tetapi juga melibatkan kelompok lain yang mendukung kerjasama kerukunan. Kerjasama yang dimkasud bukan pada level keagamaan ritual seperti ibadah bersama, melainkan kerjasama di bidang pendidikan, kesehatan, penanganan bencana, dan ekonomi. Jika sudah bekerjasama,

Page 28: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB I: Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama18

maka kecurigaan dan kecemburuan dapat dikikis secara alamiah tanpa perlu dilakukan indoktrinasi atau ideologisasi.

Ketiga, masyarakat umat beragama yang majemuk dipandang perlu untuk membangun kesadaran harmoni dan rukun yang berbasis norma-norma keagamaan dan adat istiadat sehingga ketegangan dan pertikaian tidak menjalar sebagai konflik sosial. Setiap informasi, isu, dan pesan yang diterima oleh masyarakat tidak dipahami sebagai provokasi tanpa adanya konfirmasi yang menyeluruh sehingga tindakan spontan dalam merespon informasi yang berpotensi konflik agar difilterisasi masyarakat agar kerukunan tetap dijaga dengan baik.

Pelestarian kerukunan salah satunya bergantung pada pemahaman keagamaan masyarakat. Jika suatu masyarakat me miliki pemahaman keagamaan yang ekstrem dan radikal, maka yang terjadi adalah sikap saling curiga, ketegangan, dan permusuhan di kalangan umat beragama. Konflik bisa dihindari jika umat beragama dapat mendayagunakan pandangan teologis yang berwawasan kerukunan, seperti toleransi, moderasi, saling menghargai, dan kesediaan hidup bersama di tengah masyarakat. Pengembangan wawasan demikian harus diwujudkan pada kegiatan yang konkret di semua level sosial kemasyarakatan.

Page 29: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II

KEBIJAKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Page 30: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama20

SECARA filosofis, pluralitas dapat dimaknai sebagai kesadaran terhadap kenyataan kemajemukan sebagai sebuah keniscayaan. Kemajemukan merupakan realitas yang tak terbantahkan kendati bukan pula untuk dihapuskan. Oleh karena itu agar potensi besar kemajemukan dapat menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar. Pada konteks ini, faktor kerukunan mutlak dibutuhkan, salah satunya adalah pem binaan dan pemeliharaan kerukunan umat beragama. Di Indonesia, kerukunan ummat beragama merupakan pilar dan menjadi bagian dari kerukunan nasional. Suasana hidup yang rukun dan harmonis di lingkungan masyarakat yang heterogen dapat ter-wujud jika ditumbuhkan sikap toleran dan saling menghargai terhadap realitas perbedaan.

Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, para pendiri bangsa telah memberikan warisan gagasan yang sangat berharga tentang bagaimana merajut realitas kemajemukan dengan sebuah falsafah bangsa yang terangkum dalam Pancasila. Pancasila se-bagai sebuah common platform yang disepakati pendiri bangsa kemudian menjadi ideologi yang mempertautkan unsur-unsur ideologi yang beroperasi di Indonesia, sekaligus menjadi perekat kebangsaan yang menjadi pertautan bagi unsur-unsur keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia. Pancasila juga menjadi model ideal pluralisme ala Indonesia. Pancasila merupakan hasil perpaduan dari keberhasilan para ‘pendiri bangsa’ yang berpandangan terbuka dan toleran dan terbuka dalam beragama serta perwujudan nilai-nilai kearifan lokal, adat, dan budaya warisan nenek moyang.

Sebagai ideologi negara, Pancasila seakan menegaskan bahwa Indonesia bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Ia merupakan konsep ideal untuk menciptakan kerukunan aktif dimana anggota masyarakat bisa hidup rukun di atas azas ke se-pahaman pemikiran. Harus diakui bahwa keberadaan Pancasila

Page 31: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 21

menjadi kalimah sawa’ bagi masyarakat Indonesia. Hal ini diper-tegas dengan jaminan kebebasan beragama bagi seluruh warga negara dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 (Firdaus, 2014: 59). Secara konstitusional pemeliharaan keharmonisan kehidupan umat beragama mendapatkan jaminan dan penegasan dalam UUD NRI 1945 khususnya di dalam Pasal 29 UUD NRI 1945. Di samping itu, pada sidang MPR RI tahun 1998 juga telah merumuskan bahwa salah satu upaya reformasi di bidang kehidupan beragama adalah membina kerukunan antarumat beragama serta pembentukan dan pemberdayaan jaringan kerja antarumat beragama.

Upaya mewujudkan masyarakat yang rukun dan harmonis juga menjadi bagian dari komitmen pemerintah khusunya di dalam menjamin kebebasan setiap warga negara untuk dapat me meluk agama dan menjalankan aktivitasnya masing-masing serta memberikan perlakuan yang adil bagi seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Upaya mewujudkan kerukunan umat beragama di Indonesia merupakan kewajiban segenap pihal baik seluruh masyarakat maupun pemerintah, mulai dari tanggung jawab mengenai ketentraman, keamanan, dan ketertiban ter-masuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat ber agama, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling meng hormati dan saling percaya di antara umat beragama bahkan menertibkan rumah ibadah. Di antara yang dilakukan pemerintah di dalam turut serta membina kerukunan ummat beragama adalah dengan mengeluarkan berbagai bentuk kebijakan menyangkut pembinaan kerukunan hidup umat beragama. Hal tersebut di-wujud kan dalam rangka menjaga tatanan kehidupan umat ber-agama yang harmoni, rukun dan damai.

Perhatian pemerintah terhadap upaya pembinaan kerukunan

Page 32: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama22

umat beragama sudah ditunjukkan sejak awal negara ini berdiri, salah satunya adalah dengan mendirikan kementerian Agama pada tahun 1947, dengan salah satu tugasnya adalah melakukan pembinaan masyarakat ummat beragama, baik masyarakat Islam, Kristen, Katholik, Hindu maupun Budha. Sejak zaman Orde Baru, pemerintah telah berupaya merumuskan regulasi yang mengatur pola kerukunan umat beragama. Mukti Ali, ketika menjadi Menteri Agama RI pada masa Orde Baru, telah membangun landasan teoritik kerukunan umat beragama di Indonesia dengan mengajukan konsep agree in disagree. Pada masa Mukti Ali ini-lah konsep “Kerukunan Hidup Beragama”, menjadi regulasi yang jelas dan terarah. Semasa kepemimpinannya, Mukti Ali mampu memainkan perannya dalam reorientasi politis kebijakan Departemen Agama dengan membangkitkan kegairahan hidup beragama dengan menumbuhkan keharmonisan hubungan antar umat beragama dan memperbaiki citra lembaga-lembaga keagamaan (Firdaus, 2014: 59)

Pada tahun 1967 juga pernah diselenggarakan musyawarah antara umat beragama, dan dalam acara tersebut Presiden Soeharto menegaskan bahwa pemerintah tidak akan meng halangi penyebaran satu agama dengan syarat penyebaran tersebut di-tujukan bagi mereka yang belum beragama di Indonesia. Kepada semua pemuka agama dan masyarakat agar melakukan jiwa toleransi terhadap sesama umat beragama. Presiden Soeharto menegaskan bahwa penyebaran agama hanya dimungkinkan bagi kelompok masyarakat yang belum beragama, sementara mereka yang sudah menjadi pemeluk agama, dibina kualitas pelaksanaan ajaran agamanya.

Pesan Presiden Soeharto selaku kepala negara tersebut kemudian diikuti dengan langkah Kementerian Agama dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 70 tahun

Page 33: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 23

1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama. Surat Keputusan Menteri Agama ini dikeluarkan dalam rangka menjaga stabilitas nasional untuk proses pembangunan bangsa, baik dalam sektor perekonomian, politik maupun kehidupan sosial lainnya. Persoalan agama agama merupakan persoalan yang sangat sensitif di masyarakat bahkan kerap digunakan sebagai justifikasi konflik dan kekerasan, kendati konflik dan gangguan terhadap per damai-an di kalangan masyarakat tidak dapat disimplikasi hanya karena faktor agama melainkan karena berbagai faktor yang sangat kompleks.

Istilah “kerukunan umat beragama” secara formal pertama kali diambil dari sambutan Menteri Agama KH. Muhammad Dachlan saat penyelenggaraan Musyawarah Antar Umat Beragama yang diadakan oleh pemerintah pada tanggal 30 Nopember 1967 di gedung Dewan Pertimbangan Agung Jakarta. Musyawarah tersebut diadakan karena saat itu Indonesia mengalami ketegangan hubungan antar berbagai penganut agama di beberapa daerah. Bila tidak segera diatasi dapat mengancam persatuan bangsa. Musyawarah tersebut dihadiri pemuka-pemuka agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Dalam musyawarah tersebut, pemerintah bahkan mengusulkan perlunya dibentuk Badan Konsultasi Antar Agama dan ditandatangani bersama suatu piagam yang isinya antara lain menerima anjuran Presiden agar tidak menjadikan umat yang sudah beragama sebagai sasaran penyebaran agama lain.

Kendati dalam musyawarah tersebut usulan usulan pemerintah diterima, namun peserta musyawarah menyepakati penanda-tanganan piagam yang telah diusulkan pemerintah tersebut. Hal itu disebabkan oleh sebagian pimpinan agama belum dapat menyetujui usulan pemerintah (Presiden) tersebut, terutama yang menyangkut agar tidak boleh menjadikan umat yang sudah

Page 34: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama24

beragama sebagai sasaran penyebaran agama lain. Musyawarah tersebut merupakan pertemuan pertama antar semua pimpinan/pemuka agama-agama di Indonesia untuk membahas masalah yang memang sangat mendasar dalam hubungan antarumat beragama di Indonesia. Pertemuan itu kelak akan diikuti oleh berbagai jenis kegiatan antaragama, antara lain; dialog, konsultasi, musyawarah, kunjungan kerja pimpinan majelis-majelis agama secara bersama ke daerah-daerah, seminar antar berbagai agama, sarasehan pimpinan generasi muda dan sebagainya (Firdaus, 2014: 61-62).

Musyawarah tersebut juga dihadiri sejumlah tokoh-tokoh agama, diantaranya KH. Masykur, M. Natsir, Dr. HM Rasyidi dan KH. Muhammad Dachlan sebagai wakil dari Islam sedang dari Kristen diwakili oleh Dr. TB. Simatupang Beng Mang Reng Say dan A.M. Tambunan (Rijal, 2003: 37-38). Dalam pidatonya, K.H. M. Dachlan menyampaikan: “Adanya kerukunan antara golongan beragama adalah merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya stabilitas politik dan ekonomi yang menjadi program Kabinet AMPERA. Oleh karena itu, kami mengharapkan sungguh adanya kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat beragama untuk menciptakan “iklim kerukunan beragama ini, sehingga tuntutan hati nurani rakyat dan cita-cita kita bersama ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang dilindungi Tuhan Yang Maha Esa itu benar-benar dapat terwujud” (Normuslim, 2018: 67). Berawal dari pidato tersebut istilah “Kerukunan Hidup Beragama” kemudian mulai muncul dan menjadi istilah baku dalam berbagai dokumen negara dan peraturan perundang-undangan di Indonesia seperti dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), Keputusan Presiden (buku REPELITA) dan Keputusan-keputusan Menteri Agama, bahkan sejak REPELITA I telah diadakan satu proyek

Page 35: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 25

dengan nama Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama.

Fakta kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia Indonesia juga menjadi alasan pemerintah mencanangkan konsep Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia pada era tahun 1970-an. Tril Kerukunan Umat Beragama tersebut ialah kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah. Tujuan utama dicanangkannya Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia adalah agar masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekalipun banyak perbedaan. Konsep ini dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau pengurangan hak-hak asai manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Pada gilirannya, dengan terciptanya tri kerukunan tersebut diharapkan akan lebih memantapkan stabilitas nasional dan mem per kokoh persatuan dan kesatuan bangsa (Sairin, 2006: 83).

Istilah kerukunan umat beragama muncul dalam pengertian sebagai sebuah keadaan yang diidealkan adanya hubungan sesama umat beragama yang dilandasi oleh sikap toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dan kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya serta terwujudnya kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945. Bangsa Indonesia sendiri memiliki empat pilar pokok yang telah disepakati bersama oleh para pendiri bangsa dan segenap rakyat Indonesia yang kemudian dijadikan sebagai nilai-nilai perekat bangsa, antara lain Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat nilai ini merupakan kristalisasi nilai-nilai yang digali dan bersumber dari budaya asli bangsa Indonesia. Kerukunan dan keharmonisan hidup seluruh masyarakat akan senantiasa ter-

Page 36: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama26

pelihara dan terjamin selama nilai-nilai tersebut terus dipegang teguh secara konsisten oleh masyarakat dan warga negara.

Secara konstitusional, kebebasan beragama merupakan salah satu hak yang paling asasi diantara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan agama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, negara memberikan penghormatan dan penghargaan yang di-tunjuk kan dengan adanya jaminan kebebasan beragama melalui Konstitusi RI (UUD 1945) dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Terdapat dua kategori yang diberikan oleh negara dalam konteks kehidupan umat beragama, yaitu jaminan kebebasan beragama (kebebasan untuk memeluk agama dan jaminan kebebasan menjalankan agama yang dipeluknya. Beberapa pasal yang menjadi landasan jaminan kebebasan memeluk agama adalah pertama, Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 jo Pasal 22 ayat (1) UU HAM, yang menentukan mengenai kebebasan memeluk agama atau me-yakini kepercayaan; kedua, Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 4 UU HAM mengenai hak beragama sebagai salah satu hak asasi manusia yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun; ketiga, Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 22 ayat (2) UU HAM yang menentukan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945 dapat dimaknai juga sebagai salah satu bentuk penegasan bahwa negara Indonesia bukanlah negara yang didirikan atas dasar satu agama saja, melainkan memberikan ruang dan kedudukan yang sama bagi semua agama yang ada di Indonesia. Konsepsi satu untuk semua merupakan kesepakatan bersama para pendiri bangsa atas dasar pendangan terhadap realitas kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia.

Page 37: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 27

Jaminan kebebasan menjalankan agama yang dipeluk-nya merupakan kategori kedua. Konstitusi dan UU HAM juga secara tegas memberikan jaminan dan perlindungan terhadap pelaksanaan ajaran agama oleh para pemeluknya. Beberapa pasal yang menjadi dasar jaminan ini antara lain Pasal 28D ayat (1), Pasal 28 E ayat (1), Pasal 28G ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 28J atay (1) UUD NRI 1945; Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 5 ayat (1), Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang HAM. Di dalam Pasal 28 E Ayat (1) UUD NRI 1945 disebut-kan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat me nurut agamanya. Jaminan perlindungan tersebut ditujukan kepada segenap pemeluk suatu agama untuk dipersilahkan me-laksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaannya secara khidmat dan khusyuk.

Bagi pemeluk agama yang lain tidak diperkenankan meng-ganggu atau mencampurinya. Demikian pula dilarang untuk me-maksakan keyakinannya kepada orang lain karena negara mem-berikan jaminan kemerdekaan bagi setiap warga negara untuk memeluk suatu agama, sedangkan pemerintah berkewajiban melindungi penduduk dalam melaksanakan ajaran agama dan ibadahnya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan per undang-undangan, tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. Agama dapat dijadikan sebagai identitas yang secara mutlak akan membedakan seseorang dengan lainya. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar dan tertib, baik intern maupun antar umat beragama (Syam, 2018:92).

Di antara ruang lingkup ketentraman dan ketertiban sebagai-mana yang diupayakan pemerintah adalah memfasilitasi ter-

Page 38: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama28

wujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instansi vertikal, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya di antara umat beragama, bahkan termasuk dalam upaya menertibkan pendirian rumah ibadah masing-masing agama. Selain itu, pemerintah juga dapat mengupayakan terwujudnya sikap saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu, me-laksanakan ibadah sesuai agamanya, dan mematuhi peraturan keagamaan baik dalam agamanya maupun peraturan negara atau pemerintah.

Dalam melakukan pembinaan kerukunan ummat beragama, pemerintah berpijak pada beberapa landasan prinsip sebagai berikut: pertama, hak beragama merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun; kedua, setiap orang diberikan kebebasan untuk memilih agama dan be ribadat menurut agamanya; ketiga, negara memberikan jaminan kemerdekaan kepada tiap-tiap penduduk untuk me-meluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; keempat, pemerintah ber-kewajiban memberikan perlindungan bagi setiap warga negara untuk melaksanakan ajaran agama dan ibadat para pemeluk nya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum; kelima, pemerintah bertugas memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap warga negara dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar, dan tertib; keenam, arah kebijakan pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang agama diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama,

Page 39: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 29

kehidupan beragama, serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama; ketujuh, kerukunan umat beragama me-rupakan bagian penting dari kerukunan nasional; kedelapan, pemerintah turut aktif dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan kesembilan pemeliharaan kerukunan umat beragama merupakan tugas dan upaya bersama segenap pihak mulai dari masyarakat, pemeluk dan tokoh agama serta pemerintah Pemerintah baik di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama.

Kebijakan Pembinaan Kerukunan Umat Beragama

Sejak awal kelahirannya, karena realitas kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia, para pendiri bangsa menyadari betul akan ancaman terhadap kerukunan dan persatuan di Indonesia. Jauh sebelum kemerdekaan dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, para pelopor gerakan Sumpah Pemuda juga telah menyadari realitas kemajemukan yang membutuhkan dan mengidealkan akan persatuan dan perdamaian. Oleh karena itu, rancang bangun bangunan negara bangsa yang disepakati adalah sebuah negara yang dibingkai dengan common platform yang telah disepakati para pendiri bangsa. Pancasila dan UUD 1945, keduanya merupakan representasi dari kehendak bersama para pendiri bangsa untuk menyatukan ragam perbedaan dalam mewujudkan cita-cita bersama di dalam bernegara.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri dalam perhelatan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang diselenggarakan pada tahun 2009 di Padangpanjang, Sumatera Barat, telah me-netap kan fatwa tentang Prinsip Ajaran Islam mengenai Hubungan Antarumat Beragama dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik

Page 40: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama30

Indonesia (NKRI). Dalam fatwa itu, para ulama menegas-kan bahwa:kesepakatan bangsa Indonesia untuk membentuk NKRI dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi merupakan ikhtiar untuk memelihara keluhuran agama dan mengatur kesejahteraan hidup ber sama, kesepakatan itu mengikat seluruh elemen bangsa. Karena itu komitmen, undang-undang dan peraturan untuk mewujud-kan dan memelihara kerukunan dan toleransi antarumat ber-agama dibuat dan perlu dipatuhi oleh segenap warga negara.Maka menolak atau merusakkan kerukunan dan toleransi antarumat beragama sama dengan menolak atau merusakkan Pancasila dan UUD 45, serentak menolak atau merusakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Hasan, 2013: 75).

Terdapat beberapa produk hukum yang dilahirkan oleh pemerintah yang menjadi dasar dan landasan pemerintah di dalam mendorong terwujudnya kerukunan umat beragama. Produk regulasi ini menjadi salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap umat beragama dalam rangka menciptakan kehidupan beragama yang harmonis. Pada tahun 1969, pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDM-MAG/1969 entang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan, Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluk nya, SKB ini merupakan salah satu produk hukum yang berkenaan dengan kerukunan umat beragama. Pada tahun 2005, sempat terjadi polemik tentang SKB tersebut Sebagian kalangan masyarakat menginginkan agar SKB tersebut dicabut karena dianggap menghambat pendirian rumah ibadat. Di pihak lain ada sebagian masyarakat yang menghendaki supaya SKB tersebut tetap dipertahankan. Dalam menghadapi polemik yang berkembang di masyarakat ini, Presiden memerintahkan kepada

Page 41: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 31

Menteri Agama, untuk mengkaji SKB No. 01 Tahun 1969.

Hasil kajian yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menyatakan bahwa keberadaan SKB tersebut masih diperlukan, tetapi perlu disempurnakan. Beroijak pada hasil kajian ini, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri kemudian membentuk satu tim khusus untuk membahas penyempurnaan SKB. Dalam prosesnya, penyempurnaan ini melibatkan anggota tetap dan majelis-majelis agama yang masing-masing agama diwakili oleh dua orang, pertemuan itu berlangsung sampai 11 kali pertemuan. Hasil kajian tersebut kemudian dirumuskan dalam bentuk Peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, mem fasilitasi pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tingkat nasional, Provinsi maupun Kabupaten atau Kota. Peraturan ini ditandatangani oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 21 maret 2006. Ada tiga hal yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) tersebut, antara lain; pertama, Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat beragama. Kedua, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Ketiga, Pendirian Rumah Ibadat.

Di era pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, terbit Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009. Peraturan tersebut menetapkan bahwa peningkatan kerukunan intern dan antarumat beragama merupakan salah satu dari arah ke bijakan pembangunan kehidupan beragama, dengan fokus pada upaya: pertama, memberdayakan masyarakat, kelompok-kelompok agama,

Page 42: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama32

serta pemuka agama untuk menyelesaikan sendiri masalah ke rukunan umat beragama (KUB); dan kedua, memberikan rambu-rambu dalam pengelolaan kerukunan umat beragama. Upaya pemberdayaan masyarakat dilakukan salah satunya dengan pem bentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di 306 kabupaten/ kota dan di seluruh provinsi di Indonesia. Sementara pada konteks rambu-rambu pengelolaan kerukunan umat beragama diterbitkan sejumlah kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur hubungan antar-umat beragama, baik yang berhubungan dengan hak dan kebebasan beragama, penyebarluasan ajaran agama, dan interaksi sosial di antara mereka.

Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan sebagai upaya mendorong terwujudnya kerukunan antar umat beragama antara lain: pertama, memperkuat landasan/dasar-dasar (aturan/etika bersama) tentang kerukunan internal dan antarumat ber-agama. Kedua, membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi yang ideal untuk menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi. Ketiga, menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern dan antarumat beragama. Keempat, melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia. Kelima, melakukan pendalaman nilia-nilai spiritual yang implementatif bagi ke-manusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan. Keempat, mengembangkan wawasan multikultural bagi segenap unsur dan lapisan masyarakat. Keenam, menumbuhkan kesadaran dalam masyarakat bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, hendaknya hal ini

Page 43: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 33

dapat dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena kehidupan beragama (Mudzhar, 2008: 11).

Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 25 (1) disebutkan bahwa salah satu urusan pemerintahan umum yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah adalah pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional. Sementara Pasal 6 PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 menyebutkan bahwa di antara tugas dan kewajiban kewajiban bupati/walikota selaku kepala daerah me liputi : (1) memelihara ketenteraman dan ketertiban masya rakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat ber agama di kabupaten/kota; (2) mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat ber agama; (3) menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pe ngertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; (4) membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama; dan (5) menerbitkan IMB rumah ibadat.

Pemberlakuan rezim otonomi daerah memang meng upaya kan untuk mendekatkan negara (melalui pemerintah daerah) dengan realitas kebutuhan warganya. Dengan porsi ke wenangan yang begitu besar, kepala daerah seharusnya lebih mampu melahirkan terobosan-terobosan kebijakan termasuk ikhtiar melakukan dan pembinaan kerukunan umat beragama. Peran tersebut misalnya dapat dilakukan dengan penguatan dan optimalisasi FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama). Keberadaan FKUB menjadi strategis di dalam melakukan pem binaan terhada kerukunan umat ber agama karena forum ini (1) melakukan dialog dengan Pemuka agama dan

Page 44: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama34

tokoh masyarakat; (2) menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, (3) menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan Bupati/Walikota; (4) Melakukan sosialisasi peraturan perudang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat; (5) dapat memberikan pertimbangan tertulis kepada FKUB Kabupaten/Kota atau permohonan pendirian rumah ibadat.

Kebijakan Pencegahan Konflik

Dalam realitas kehidupan umat beragama di Indonesia, potensi konflik yang dipicu oleh faktor agama juga merupakan realitas tak terbantahkan dan tidak boleh diabaikan. Dalam sejarah perjalanan Indonesia, sederet peristiwa konflik sosial yang dipicu oleh faktor agama turut mewarnai dalam dinamika hubungan antar umat beragama. Adanya anggapan bahwa agama sebagai satu varian potensial pemicu kekerasan bukanlah hal yang mudah. Karena, agama juga seringkali dianggap sebagai ajaran yang selalu berhubungan dengan nilai-nilai kedamaian dan keselamatan. Di sisi lain, fakta seringkali juga menunjukkan bahwa agama dapat memicu terjadinya konflik dan tindak kekerasan. Pemeluk agama kerap menjadikan doktrin agama sebagai push factor atau justifikasi kekerasan yang dilakukan. Konflik antar pemeluk agama sejatinya mengandung muatan yang kompleks dan tidak sekedar menyentuh dimensi keyakinan dari agama yang dipeluk. Tetapi juga terkait dengan kepentingan sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Oleh karena itu, konflik antar pemeluk agama mudah ditunggangi kelompok kepentingan, sehingga konflik yang terjadi adalah konflik kepentingan yang mengatasnamakan Tuhan dan agama (Ja’far, 2007: 139)

Page 45: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 35

Watak dasar manusia (human nature) pada hakikatnya selalu menginginkan harmoni dalam kehidupannya. John Burton misal-nya, menyebut bahwa konflik bukanlah watak manusia. Menurut John Burton, konflik lahir karena struktur sosial ekonomi yang melingkupi kehidupan manusialah yang memicu lahirnya konflik terutama ketika kebutuhan dasar manusia yang ia perlukan tidak terpenuhi. Pola relasi yang tidak imbang dalam proses-proses sosial antar individu inilah yang kerap melahirkan gesekan ke-pentingan yang ujungnya lahir suasana disharmoni dalam wujud konflik. Dapat dikatakan bahwa konflik merupakan bagian dari proses perubahan sosial yang lahir karena adanya heterogenitas kepentingan seperti kepentingan nilai-nilai keyakinan termasuk agama (Muqoyyidin, 2012: 320-321).

Begitu sensitifnya persoalan agama dalam konteks ma syarakat Indonesia, sehingga konflik sosial dan politik yang sebenarnya di luar persoalan agama pun kerap ditarik ke wilayah agama untuk mendapatkan dukungan dan legitimasi yang lebih banyak dari pemeluknya. Sebut saja misalnya, sederat peristiwa konflik yang disebabkan oleh sentimen keagamaan masih kerap terjadi di Indonesia, termasuk sejak era reformasi seperti konflik Ambon, Poso, Sampit, Ciketing, Yasmin, Cikeusik dan lain sebagai-nya. Deretan peristiwa konflik ini sebenarnya tidak selamanya dilatari oleh faktor agama. Namun demikian, para pelaku-nya melibatkan kerap agama untuk mendapatkan dukungan emosional dari kelompoknya. Pada konteks ini agama terkadang di satu sisi dimanfaatkan sebagai faktor pemersatu (integratif ) bagi komunitas agama tertentu, tetapi di sisi yang lain juga dapat berpotensi menjadi faktor pemecah belah (disintegratif ) antarkelompok agama yang berbeda (Yusuf, 2011:5).

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan tentu harus me-nyadari akan potensi konflik antar umat beragama yang sewaktu-

Page 46: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama36

waktu dapat terjadi. Belajar dari pengalaman tersebut, pemerintah pada tahun 2012 menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Mengacu pada regulasi tersebut, terdapat tiga strategi penanganan Konflik sosial yang dapat dilakukan oleh Pemerintah, antara lain: Pertama, kerangka regulasi dalam upaya pencegahan Konflik seperti regulasi me-ngenai kebijakan dan strategi pembangunan yang sensitif terhadap Konflik dan upaya Pencegahan Konflik. Kedua, kerangka regulasi bagi kegiatan penanganan konflik pada saat terjadi Konflik yang meliputi penghentian kekerasan dan pencegahan jatuhnya korban manusia ataupun harta benda. Ketiga, Kerangka regulasi bagi penanganan pasca konflik, yaitu ketentuan yang berkaitan dengan tugas penyelesaian sengketa/proses hukum serta kegiatan pemulihan, reintegrasi, dan rehabilitasi.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 kemudian melahir-kan kebijakan turunannya yakni PP Nomor 2 Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Kebijakan ini memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan pencegahan konflik melalui penyelenggaraan kegiatan penguatan kerukunan umat beragama; peningkatan forum kerukunan masyarakat, penguatan keserasian sosial dan bentuk kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Selain itu dalam melakukan pencegahan konflik, pemerintah dan pemerintah daerah harus mengoptimalkan penyelesaian per-selisihan secara damai melalui musyawarah mufakat dengan me-libatkan tokoh masyarakat seperti tokoh agama, tokoh adat dan atau unsur masyarakat lainnya termasuk pranata adat dan pranata sosial. Dengan kebijakan tersebut, pemerintah membangun sistem kelembagaan dalam upaya penanganan konflik sosial dalam ketentuan undang-undang dimana terdapat pelibatan segenap

Page 47: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB II: Kebijakan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 37

komponen masyarakat untuk secara bersama-sama melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan konflik. Kebijakan ter-sebut juga mengakui eksistensi pranata adat dan pranata sosial yang ada, serta memberdayakan untuk melakukan langkah-langkah penaggulangan konflik bersama-sama pemerintah.

Page 48: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.
Page 49: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III

PEMELIHARAAN KERUKUNAN DALAM

PANDANGAN AGAMA

Page 50: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama40

INDONESIA, sebagai negara dengan segenap realitas ke-majemukan nya dihadapkan pada tantangan untuk terus mampu me rawat ikatan kebangsaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keragaman etnis, budaya, dan agama yang di miliki bangsa Indonesia merupakan khasanah kekayaan bangsa yang patut disyukuri sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Realitas kemajemukan tersebut laksana sebuah taman yang kaya dengan ragam tanaman penuh warna warni yang melahir-kan keindahan. Keindahan yang lahir karena sebuah keserasi-an dalam realitas perbedaan di antara jenis dan warna-warni tanaman tersebut. Tidak ada pilihan sikap yang patut terhadap realitas tersebut melainkan dengan menerima dan mengelola kemajemukan tersebut dengan baik, agar tatanan kehidupan sosial yang damai dan harmoni dapat terwujud. Demikian pula potensi terjadinya konflik yang berujung pada perpecahan juga dapat dihindarkan.

Perjalanan sejarah dan dinamika perkembangan kebudayaan Indonesia juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh agama-agama besar yang hadir dan berkembang di Indonesia. Pada awalnya datang agama Hindu, kemudian disusul agama Budha, Islam dan kemudian Kristen, baik protestan maupun Katolik. Kehadiran agama-agama besar tersebut, terutama Hindu, Budha dan Islam, tidak saja bersifat kerohanian, melainkan juga secara fisik dan politis dalam wujud berdirinya kerajaan-kerajaan Budha, Hindu dan Islam. Pada abad ke 7-13 misalnya, Budha berkembang menjadi agama kerajaan, ditandai dengan berdirinya kerajaan Budha Sriwijaya di Palembang. Di antara karya gemilang Budhisme di Indonesia adalah berdirinya Borobudur di Jawa Tengah yang berdiri pada abad ke-8 atas perintah Syailendra. Hinduisme juga demikian, di Jawa menemukan ekspresi politiknya pada kerajaan Majapahit yang diperkirakan berdiri pada abad ke-13. Di bawah

Page 51: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 41

Gajah Mada, Kerajaan Majapahit berhasil menguasai Nusantara, mulai dari Sumatera sampai Papua, dari Sumba hingga Mindano (Ghazali, 2009: 103-106).

Disamping agama Budha dan Hindu, Islam juga ber kembang menjadi agama kerajaan. Fakta sejarah tersebut dapat di lihat dengan hadirnya kerajaan Islam pertama yakni Samudera Pasai berdiri pada abad ke 13 M. Di Jawa, sekitar abad ke-15 berdiri kerajaan Islam Demak. Kerajaan Islam Demak berkembang seiring dengan hilangnya kekuasaan kerajaan Majapahit. Setelah kerajaan Islam Demak tumbang, kerajaan-kerajaan Islam lain mulai bermunculan, tersebar di hampir semua kepulauan Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan Sulawesi, hingga Ternate-Tidore dan Sumbawa. Sementara bersamaan dengan kedatangan kaum penjajah, terutama Portugis dan Belanda, agama Kristen juga terus berkembang yang menambah corak kemajemukan bangsa Indonesia (Ghazali, 2009: 103-106).

Agama berikutnya yang kemudian diakui di Indonesia adalah Konghucu. Agama ini mendapatkan mengakuan khusus-nya di era Presiden Abdurrahman Wahid kendati keberadaan-nya di Indonesia sudah ratusan tahun yang lalu. Awalnya, agama Khonghucu di Indonesia tiba sebagai agama keluarga. Kedatangan komunitas Konfusian pertama kali terjadi pada masa formasi Kerajaan Majapahit. Mereka datang bersama tentara Tar-Tar yang dikirim untuk menghukum Kertanegara (Raja Singosari terakhir). Di antara bukti mengenai sejarah ke beradaan agama Khonghucu di Indonesia misalnya dapat dilihat pada bangunan Kelenteng Thian Ho Kiong di Makassar yang di bangun pada tahun 1688, Kelenteng Ban Hing Kiong di Manado yang dibangun pada tahun 1819 dan Kelenteng Boen Thiang Soe di Surabaya yang dibangun pada tahun 1883. Di samping memberikan pengakuan terhadap agama-agama

Page 52: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama42

besar tersebut, Indonesia juga memberi kan pengakuan terhadap aliran kepercayaan.

Fakta sejarah bangsa Indonesia yang demikian telah melahir-kan kesadaran akan kemajemukan secara historis yang sejati nya telah menjadi karakter khas masyarakat Nusantara (Indonesia). Pengakuan terhadap keragaman ekspresi keagamaan bahkan telah menjadi watak khas masyarakat Nusantara sejak berabad-abad lamanya. Demikian pula hidup religius dengan kerelaan me-nerima keragaman, juga telah lama diterima sebagai kewajaran oleh penduduk Nusantara (Indonesia). Sejak zaman kerajaan Majapahit misalnya, doktrin agama sipil untuk mensenyawakan keragaman ekspresi keagamaan telah diformulasikan oleh Empu Tantular dalam kitab Sutasoma yang di dalamnya tersebut sebuah semboyan “Bhineka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa”, berbeda-beda namun satu, tiada kebenaran yang mendua (Latif, 2012: 56).

Di dalam merumuskan rancang bangun sebuah bangunan negara, para pendiri bangsa juga menjadikan kesadaran akan fakta kebhinekaan dan kemajemukan sebagai dasar bangunan negara yang memberikan jalan kemaslahatan bagi kehidupan berbangsa. Para pendiri bangsa merajut realitas kebinekaan ter-sebut dengan sebuah falsafah bangsa yang terangkum dalam Pancasila. Pancasila kemudian menjadi ideologi yang mem-pertautkan unsur-unsur ideologi yang beroperasi di Indonesia sekaligus menjadi perekat kebangsaan yang menjadi pertautan bagi unsur-unsur keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia, agar tetap kokoh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan Pancasila dan UUD 1945 merupakan common platform yang telah disepakati para pendiri bangsa. Keduanya merupakan representasi dari kehendak bersama para pendiri bangsa untuk menyatukan ragam perbedaan dalam mewujudkan cita-cita bersama di dalam bernegara.

Page 53: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 43

Realitas kemajemukan pada satu sisi menjadi modal ke-kayaan budaya yang dapat memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia sebagai sumber inspirasi yang sangat kaya bagi proses konsolidasi demokrasi di Indonesia. Namun, pada sisi lain, kemajemukan dapat pula berpotensi memicu konflik sosial antar umat beragama yang dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menakala fakta kemajemukan tersebut tidak disikapi dan dikelola secara baik. Pada konteks inilah suasana hidup rukun dan toleran harus terus menjadi agenda dan ikhtiar segenap agama dan pemeluk nya. Kerukunan antar umat agama menjadi salah satu pilar utama dalam memelihara persatuan bangsa dan kedaulatan negara Republik Indonesia.

Kerukunan diidealkan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang mencerminkan suasana damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati, harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong sesuai dengan ajaran agama dan kepribadian pancasila. Kerukunan hidup umat beragama juga memngupayakan hadir-nya sebuah tatanan dimana semua golongan agama dapat hidup bersama-sama secara damai tanpa mengurangi hak dan kebebasan masing-masing untuk menganut dan melaksanakan kewajiban agamanya. Semua orang dapat hidup bersama tanpa ada kecurigaan, dimana tumbuh sikap saling menghormati dan kesediaan berkerja sama demi kepentingan bersama. Hidup rukun haruslah menjadi sikap yang muncul dari lubuk hati yang paling dalam, terpancar dari kemauan untuk berinteraksi satu sama lain sebagai manusia tanpa tekanan dari pihak manapun (Ismail, 2014; 1).

Kerukunan dapat terwujud apabila setiap golongan agama memiliki prinsip setuju dalam perbedaan. Setuju dalam per-bedaan berarti setiap orang mau menerima dan menghormati

Page 54: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama44

orang lain dengan seluruh aspirasi, keyakinan, kebiasaan, dan pola hidupnya, menerima dan menghormati orang lain dengan kebebasan untuk menganut keyakinan agamanya sendiri (Chowmas, 2009: 157). Harun Nasution menyebut toleransi ber agama dapat terwujud manakala setiap pemeluk agama dapat ber sikap pertama, mencoba melihat kebenaran yang ada di luar agama lain, kedua, memperkecil perbedaan yang ada di antara agama-agama, ketiga, menonjolkan persamaan-persamaan yang ada dalam agama-agama, keempat, memupuk rasa persaudaraan se-Tuhan dan kelima, menjauhi praktik serang-menyerang antar agama (Nasution, 2000: 275). Sikap tersebut tentunya didasari pada sebuah keyakinan bahwa masing-masing agama di samping menjadi pedoman hidup yang bersumber dari ajaran Tuhan, juga me miliki keluhuran yang menjadi anutan bagi setiap pemeluk-nya. Sikap toleransi yang baik diperlukan dalam menyikapi fakta keragaman agar kerukunan antar umat beragama dapat tetap terjaga, sebab perdamaian nasional hanya bisa dicapai kalau masing-masing golongan agama pandai menghormati identitas golongan lain (Natsir, 1988: 209).

Agama dan Misi Perdamaian

Secara ideal, agama merupakan rahmat bagi seluruh alam sebagai bentuk cinta kasih Allah kepada makhluknya. Cinta kasih itulah yang semestinya direfleksikan dalam kehidupan melalui hubungan sosial, agar satu sama lain dapat saling mengenal. Dalam teologi Kristen misalnya, dikenal istilah credenta dan agenda. Credenta mengacu pada apa yang diimani atau dipercayai, yang dapat diungkapkan melalui pengakuan iman dan konfesi. Sedangkan agenda menunjukkan pada perilaku dan sikap etis serta moral yang dikerjakan berdasarkan credenta. Konsep teologi Kristen ini juga dimiliki oleh agama-agama lain, (seperti: iman,

Page 55: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 45

islam, dan ikhsan dalam Islam). Dengan konsep itu, skeimanan sesorang pada Tuhannya semsetinya tidak hanya diwujudkan secara abstrak semata, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan kongkrit dalam kehidupan di masyarakat (Ismail, 2010: 175). Setiap agama tentu membawa pesan kedamaian dan ingin menebar rasa damai dan keselamatan bagi penganutnya, dan bahkan kepada siapa saja. Sebagai contoh, agama kaum Muslim disebut Islâm karena ia membawa misi salâm dan salâmah (keselamatan) ke tengah-tengah kehidupan manusia. Sikap pasrah atau selalu mengupayakan perdamaian merupakan esensi dari ajaran Islam. Lahirnya Islam diharapkan semuanya akan merasa selamat, tidak hanya pemeluknya sendiri, melainkan menebar ke seluruh ummat manusia (Madjid, 1966:166).

Islam sebagai sebuah agama secara tegas memiliki prinsip adanya realitas pluralitas agama (Q.S Al-Baqarah: 62), prinsip hidup berdampingan secara damai (Q.S Al-Kafirun:1-6), prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (Q.S Al-Baqarah: 256) dan Islam juga menganjurkan untuk saling berlomba dalam hal kebajikan (Q.S Al-Maidah: 48). Islam juga mengajarkan bahwa realitas perbedaan di antara manusia yang diciptakan dalam bentuk berbangsa-bangsa dan bersuku-suku maupun perbedaan keyakinan dalam beragama merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan, tujuan utamanya adalah agar diantara manusia dapat saling mengenal dan berinteraksi (Q.S. Al-Hujurat: 13). Pemahaman yang demikian menunjukan bahwa karakter yang tidak dapat dipungkiri dan dihindari dari mahluk Tuhan adalah realitas keragaman. Yang menarik dari pesan keragaman adalah bahwa hakikat dalam penciptaan manusia adalah kebangsaan. Dalam kebangsaan ada pesan kesetaraan bagi warga negara. Oleh karena itu, upaya penyeragaman merupakan pengandaian yang tidak sesuai dengan realitas kemanusiaan (Misrawi, 2010: 275).

Page 56: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama46

Sejarah Islam juga mencatat keteladanan bagaimana Nabi membangun tatanan masyarakat Madinah yang majemuk dengan mengdepankan prinsip kebebasan beragama. Di Madinah, Nabi Muhammad Saw membangun kesepakatan di antara entitas warga penduduk yang tertuang dalam bentuk Piagam Madinah (Shahifah Madinah). Sebuah perjanjian yang dibuat antara pen duduk Madinah—terdiri atas kaum Muhajirin, Anshar, Yahudi dan kaum musyrik Madinah—untuk membangun ke-ber samaan, bukan perjanjian yang mengatur hubungan antar kelompok politik. Menurut Husain Fauzi Al-Najjar, di Madinah Nabi Muhammad Saw setidaknya telah melatakan dua prinsip kehidupan bersama, yaitu kesetaraan (sawasiyah) dan per saudara-an yang kelak menjadi pilar penting bagi terbentuknya masya rakat politik (Al-Najjar, 1969:117-120). Piagam Madinah mengikat para pihak yang terdiri dari tiga belas komunitas antara lain: (1) kaum Mukminin dan Muslimin Muhajirin dari suku Quraisy Mekkah, (2) kaum Mukminin dan Muslimin dari Yastrib, (3) Kaum Yahudi dari Banu Awf , (4) kaum Yahudi dari Banu Sa’idah, (5) Kaum Yahudi dari Banu al-Hars, (6) banu Jusyam, (7) Kaum Yahudi dari Banu al-Najjar, (8) kaum Yahudi dari Banu Amr Ibn Awf, (9) ban al-Nabit (10) banu al-Aws (11) kaum Yahudi dari Banu Sa’labah, (12) Suku Jafnah dari Banu Sa’labah dan (13) Bau Syuthaybah. Piagam Madinah terdiri dari 47 Pasal ketentuan. Di dalamnya juga terkandung prinsip persatuan dengan menyatakan “innahum ummatan wahidatan min duuni al-naas” (susungguh-nya mereka adalah ummat yang satu) (Sukardja, 2012: 113-114).

Masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab merupakan masa ekspansi Islam ke daerah-daerah yang berada di luar Jazirah yang sebelumnya banyak memeluk agama Kristen. Ketika umat Islam berhasil merebut kemenangan di Baitul Maqdis Palestina, Khalifah Umar sendiri berangkat menuju Baitul Maqdis. Beliau

Page 57: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 47

me nandatangani satu perjanjian dengan orang-orang Nasrani yang berisi jaminan terhadap jiwa, harta benda, gereja-gereja, salib-salib dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hubungan antar umat beragama (Amin, 2007:141). Dalam pandangan Islam, semua manusia diberikan kebebasan oleh Allah Swt untuk me meluk agama apapun tanpa adanya paksaan seperti yang di-tegaskan dalam QS. Al-Baqarah (2) : 256. Jika dilihat dari asbabun nuzulnya, ayat tersebut bermula ketika sebagian pen-duduk Madinah sebelum memeluk Islam menyerahkan anak-anaknya kepada orang-orang Yahudi Bani Nadhir untuk dirawat dan dididik. Setelah besar, anak-anak itu menjadi Yahudi. Setelah penduduk Madinah memeluk Islam, terjadi pengusiran terhadap Bani Nadhir. Mereka menginginkan agar anak-anak mereka yang telah menjadi Yahudi supaya ditarik kembali masuk Islam dan bila perlu dengan dipaksa. Tetapi Rasulullah tidak menyetujui permintaan ini. Anak-anak itu diberi kebebasan untuk memilih apakah tetap menjadi Yahudi dan diusir keluar Madinah atau kembali kepada orang tuanya menjadi muslim dan tinggal di Madinah (Hamka, 1983: 20).

Islam memandang bahwa pemaksaan dalam agama merupakan sesuatu yang dilarang, karena agama menempati struktur ter dalam batin manusia yang sulit dikuasai, bukan hal yang artifisial dan mudah diubah-ubah. Dalam pandangan Islam, sebagaimana dalam QS Al-Kahfi Ayat 29, keimanan merupakan pilihan merdeka, atas persetujuan hati nurani dan akal sendiri, bukan merupakan paksaan dari luar. Pilihan keimanan adalah pilihan atas kebenaran yang berasal dari Tuhan (Hamka, 1982: 199-200). Di dalam Islam juga dikenal adanya konsep per saudaraan yang tidak hanya didasarkan pada persudaraan sesama agama (ukhuwah Islamiyah), tetapi juga persaudaraan atas dasar sesama manusia (ukhuwah basyariyah) dan persaudaraan atas dasar sesama anak

Page 58: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama48

bangsa (ukhuwah wathaniyah). Islam juga mengenal konsep sikap tasammuh, suatu sikap toleransi dalam kehidupan beragama yang mewajibkan para pemeluknya untuk memberikan penghargaan terhadap keberadaan para pemeluk agama lain dan melindungi hak-hak mereka sebagai pribadi dan anggota masyarakat.

Dalam pandangan Kristen, kebebasan beragama juga men-jadi prinsip yang sangat diakui. Kebebasan beragama dimaknai bahwa setiap orang bebas untuk memilih, mengganti, meng-amalkan, dan menyiarka nagamanya (atau kepercayaannya) sesuai dengan keyakinannya (suara hatinya). Kebebasan beragama sangat-lah penting dan kebebasan tersebut tidak dapat di tolak atau pun dibatasi dengan cara apa pun (Rasyidi, 1982: 149-152). Dalam pandangan Kristen, kehidupan manusia ini dipandang sebagai perbuatan dosa. Manusia diturunkan ke bumi atas dasar kesalahan, sehingga rupa rohani manusia menjadi kotor dan harus disucikan dengan jalan mengimani Yesus dan ajarannya. Dengan al-Kitab, Yesus memberikan pedoman hidup pada umatnya. Pedoman ini kemudian dijadikan sebagai sumber nilai etik yang berguna bagi tata cara hidup manusia. Pedoman ini berisi aturan perintah, maupun larangan. Hal itu sangat penting karena di dalamnya memberikan ajaran yang terkait dengan penghormatan terhadap individu agar tercipta sebuah tatanan masyarakat yang saling menghormati. al-Kitab memerintahkan kepada manusia untuk saling mengasihi sesama manusia, berderma, menjaga keutuhan rumah tangga, seperti yang tertuang dalam al-Kitab “Kasihilah sesamamu manusia, memberi lebih baik dari pada menerima” Tanggung jawab itu meliputi memelihara diri sendiri (Efs.5:9); Memenuhi keutuhan keluarga 1Tim.5:8-16); Memenuhi kebutuhan sesama manusia (Gal 6:10).

Dalam ajaran Kristen seperti yang tertuang dalam Alkitab menunjukkan bahwa cinta berasal dari Allah. Bahkan, Alkitab

Page 59: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 49

mengatakan “Allah adalah kasih.” Cinta adalah salah satu ciri utama Allah. Demikian juga, Allah telah menganugerahi kita dengan kemampuan untuk mencintai karena kita diciptakan menurut gambar-Nya. Kapasitas untuk mencintai ini salah satu bukti kita “diciptakan menurut gambar Allah”. Arti kasih sejati dapat dibaca dalam 1 Korintus 13:1-13 terutama ayat 5-7. Intinya, dengan mengetahui kasih, akan terlahir cinta sejati. Mengasihi saudara dengan tulus, melindungi dari kejahatan dan menghibur di saat sedih. Kemudian, menolong saat lemah dan membantu kala dalam pergumulan yang membutuhkan kehadiran kita. Kasihilah menurut cinta kasih Tuhan, dengan senantiasa membina hubungan erat dan jalinan kasih yang kudus dalam Tuhan. Juga saling melindungi dari berbagai godaan dan kejahatan. Kamu saling menyempurnakan dan menerima apa adanya sserta menyatukan perbedaan menjadi sebuah kesatuan yang utuh dalam Yesus (Martasudjita, 2017: 178-188)

Nilai ajaran tersebut menjadi penting untuk diterapkan pada konteks masyarakat Indonesia yang sangat plural. Dengan demikian ajaran agama dapat menjalankan fungsi sosialnya sebagai peredam potensi gejolak sosial maupun konflik sosial di tengah-tengah masyarakat. Dalam kehidupan sosial pemahaman tentang ajaran agama harus dimaknai secara mendalam bukan hanya sebatas doktrin baku yang harus diterapkan. Nilai dalam ajaran Kristen secara garis besar sama dengan nilai ajaran agama yang lain. Yakni menyarankan ummatnya secara bersyarat untuk menerapkan pandangan tentang kebaikan, salah, benar, baik, buruk agar manusia dapat menjalankan kehidupan sosialnya secara harmonis. Karena pada prinsipnya agama itu hadir agar kehidupan ini tidak terjadi gama atau caos.

Di Nusantara, toleransi dan kerukunan dapat kita lihat pada negara kesatuan Nusantara pertama yakni pada zaman kedatuan

Page 60: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama50

Sriwijaya pada abad VII, dengan agama Budha sebagai pan dangan kerohanian rakyatnya dan pada negara kesatuan nusantara kedua yakni zaman keparbuan Majapahit, dua agama yaitu Hindu Siwa dan Budha menjadi pandangan hidup rakyatnya. Bahkan, seorang pujangga besar Budhis Mpu Tantular telah meletakan landasan persatuan dan kesatuan rakyat Majapahit dengahn syair yang termaktub dalam kita Sotasoma yang intinya berbunyi “Siwa Budha Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa” yang artinya Siwa Budha walau beda tetap satu, sebab tidak lah mungkin kebenaran itu mendua” Dalam ajaran Buddha juga di-sebutkan “janganlah kita hendaknya hanya menghormat agama kita sendiri dan mencemoohkan agama orang lain. Dengan berbuat begini, kita membuat liang kubur bagi agama kita sendiri, di samping merugikan agama orang lain. Sebaliknya, hendaklah kita menghargai agama orang lain, di samping menghormati agama kita sendiri. Dengan berbuat begini, agama kita akan berkembang dengan cepatnya, dengan kesuburan agama orang lain. Oleh karena itu, kerukunan yang dianjurkan bahwa semua orang hendaknya mendengarkan dan bersedia mendengarkan ajaran yang dianut orang lain (Dharmaraya, 2007: 35).

Dalam ajaran Budham, Sang Buddha Gautama mengajarkan kepada umatnya agar mengembangkan “Brahma Vihara” atau “Empat Keadaan Batin Luhur”, pertama, Metta ialah cinta kasih yang universal. Cinta yang tidak mengenal saingan, takut, dan membeda-bedakan. Sikap yang mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan samua makhluk tanpa membeda-bedakan sedikit-pun, bagaikan seorang sahabat yang penuh simpatik. Dengan metta akan dapat diatasi iktikad buruk dan kebencian. Selain itu, agama Buddha selalu mengajar dengan memegang prinsip Ehipassiko yang berarti “datang dan buktikanlah sendiri”, maksudnya se-orang Buddhis tidak diminta untuk mempercayai begitu saja

Page 61: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 51

ajaran yang diterima, tetapi justru untuk mengalaminya sendiri, yang dilandasi oleh pengalaman pribadi (Buddhism, 2008:1).

Agama Budha sangat menghargai kebebasan setiap manusia untuk memilih dan menentukan sikapnya sendiri. Keyakinan agama tidak perlu dipaksakan, yang penting cara seseorang menjalankan keyakinannya untuk kebaikan bersama dan untuk mengatasi penderitaannya. Kepada Nigrodha, Budha menjelas-kan bahwa ia menyampaikan ajaran tidak bertujuan untuk men dapatkan pengikut atau membuat seseorang meningkalkan gutunya, melepaskan kebiasaan dan cara hidupnya, menyalahkan keyakinan atau doktrin yang telah dianut. Ia hanya menunjukan cara membersihkan noda, meninggalkan hal-hal buruk, yang menimbulkan akibat menyedihkan di kemudian hari (Digha Nikaya III: 56-57)

Salain agama Islam, Kristen dan Budha, agama Hindu juga mengajarkan bahwa manusia ditakdirkan Hyang Widdhi sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material, kebutuhan spiritual, maupun kebutuhan akan rasa aman. Kitab Weda me-merintahkan manusia untuk selalu menjalankan Tri Hita Karana yakni selalu berbakti kepada Hyang Widdhi, hidup rukun dengan alam lingkungan, serta hidup rukun dengan sesama umat manusia. Dalam menjalin hubungan dengan umat manusia, diperinthkan untuk selalu rukun tanpa memandang ras, kebangsaan, suku, agama, orang asing, pribumi maupun pendatang. Bahkan dalah satu doa yang sering dipanjatkan oleh ummat Hindu disebutkan “samjnanam nah svebhih, Samjnanam aranebhih, Samjnanam asvina yunam, ihasmasu ni ‘acchalam”. (Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang yang dikenal dengan

Page 62: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama52

akrab, Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang asing, semoga Engkau memberkahi kami dengan keserasian (kerukunan/keharmonisan).

Terdapat perintah Hyang Widhi kepada manusia untuk selalu hidup rukum yang termaktub di dalam kitab sucinya. Di dalam kitab suci Weda terdapat perintah-perintah Hyang Widhi tentang hidup rukun diantaranya: pertama, Tri Hita Karana, yaitu ada tiga penyebab kebahagiaan antara lain membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Hyang Widdhi Wasa/Tuhan YME (Parahyangan), membina hubungan harmonis antara manusia dengan manusia tanpa membedakan asal usul, ras, suku, agama, kebangsaan (Pawongan) dan membina hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungan (Palemahan). Kedua, Tri Kaya Parisudha, merupakan petunjuk Hyang Widdhi kepada manusia dalam mencapai kesempurnaan Hidup. Trikaya parisudha diperintahkan supaya setiap orang selalu berpikir positip terhadap orang lain, berkata-kata yang lemah lembut dan me nyenangkan orang lain, serta menghindari ber perilaku yang membuat orang lain tidak senang. Melaksanakan Tri Kaya Parisudha untuk menghindari adanya rasa kurang meng-hormati harkat dan martabat manusia yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa dendam yang berkepanjangan di antara sesama manusia. Ketiga, Catur Paramita, manusia diperintahkan untuk mengembangkan rasa kasih sayang (Maitri), membuat orang simpati (Mudhita), suka menolong (Karuna), mewujudkan keserasian, keselarasan, kerukunan dan keseimbangan (Upeksa).

Ajaran Hindu juga mengajarkan kepada manusia untuk selalu berpedoman kepada Tat Twam Asi agar tidak mudah melaksana-kan perbuatan yang dapat menyinggung perasaan bahkan dapat menyakiti hati orang lain dan pada akhirnya menimbulkan rasa iri hati benci dan kemarahan. Dengan menganggap orang lain

Page 63: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 53

adalah diri kita sendiri, berarti kita memperlakukan orang lain, seperti apa yang ingin orang lain lakukan terhadap kita. Tat Twam Asi menjurus kepada Tepa Selira atau Tenggang Rasa yang menuntun manusia dalam berpikir, berkata-kata dan berperilaku, sehingga tidak berpikir negatif terhadap orang lain, tidak berkata-kata yang dapat menyinggung perasaan orang lain, dan tidak berperilaku yang dapat merugikan orang lain.

Toleransi Mewujudkan Kerukunan

Toleransi dapat dimaknai sebagai sikap memberi kebebasan (membiarkan) pendapat orang lain dan berlaku sabar meng hadapi orang lain. Dalam bahasa Arab, kata toleransi dimaknai tasamuh, yakni sikap membiarkan sesuatu untuk dapat saling mengizinkan, saling memudahkan. Sikap tersebut harus menjadi landasan dalam pergaulan sosial terutama antara anggota masyarakat yang ber lainan keyakinan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa toleransi merupakan sikap lapang dada terhadap prinsip orang lain, tanpa mengorbankan diri sendiri (Ali,1988: 80). Toleransi merupakan suatu sikap yang memberi kebebasan kepada orang lain tanpa ada unsur paksaan dan memberikan pembenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia.

Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama di dasarkan pada setiap agama dan menjadi tanggung jawab pe meluknya. Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama bukanlah toleransi dalam masalah-masalah keagama-an, melainkan perwujudan sikap keberagamaan pemeluk suatu agama dalam pergaulan hidup antar orang yang tidak seagama, dalam masalah-masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum. Toleransi sendiri merupakan sikap keberagaman yang berada pada posisi antara dua titik ekstrim sikap keberagaman,

Page 64: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama54

yaitu eksklusif dan pluralis. Sikap eksklusif merupakan bagian yang menutup diri dari (seluruh atau sebagian) kebenaran yang ada pada yang lain. Bersikap toleran sangat dekat dengan sikap pluralis, yakni sikap meyakini kebenaran diri sendiri, dan berusaha memahami, menghargai, dan menerima kemungkinan kebenaran yang lain, serta siap bekerja sama secara aktif di tengah perbedaan (Ali, 2003: 12). Penafsiran secara positif terhadap toleransi cukup mensyaratkan adanya sikap membiarkan dan tidak menyakiti orang atau kelompok lain baik yang berbeda maupun yang sama. Sedangkan, penafsiran negatif terhadap toleransi yaitu menyatakan bahwa toleransi tidak hanya sekedar dimaknai sebagaimana dalam penafsiran positif tetapi juga me-nuntut adanya bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang lain atau kelompok lain (Abdullah, 2001: 13).

Setiap agama pasti memiliki sisi-sisi eksklusif (al-inghilaq) dan inklusif (al-infitah) yang sangat mempengaruhi dalam sikap keagamaan seseorang. Sisi eksklusif (alinghilaq) ini misal nya ter cermin khususnya dalam masalah aqidah dan ibadah. Setiap agama memiliki kekhususan tersendiri yang tidak dimiliki agama lain dan tidak boleh dicampur adukkan dengan agama dan keyakinan lain. Karena mencampuradukkan kedua hal tersebut dengan kenyakinan lainnya dinyakini tidak hanya menjadikan tertolaknya aqidah dan ibadah tersebut, namun juga dapat meng ilangkan eksistensi agama itu sendiri dan tentu akhirnya akan mempengaruhi kepada keharmonisan antarumat beragama bahkan melahirkan kondisi sosial kemasyarakatan yang tidak sehat. Sedangkan sisi Inklusif (al-infitah) tercermin dalam sikap sosial, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Hasan, 2013: 70).

Mereka yang memiliki sikap dan pandangan eksklusif (al-inghilaq), tentu akan selalu mengakui kebenaran agamanya,

Page 65: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 55

bahkan dalam pandangannya hanya agamanya saja yang di-anggap benar. Pandangan seperti ini tentu tidak dapat begitu saja dikatakan salah, karena pandangannya bersumber pada dorongan intrinsik agamanya. Kebenaran agama yang diyakini oleh penganutnya merupakan sebuah keharusan karena akan membangkitkan spirit untuk membangun komitmen ter-hadap agamanya. Pandangan yang demikian merupakan sebuah kewajaran selama tidak bergeser pada kutub yang ekstrem, yakni menganggap musuh terhadap mereka yang berbeda. Sikap seperti ini tentunya memiliki dampak yang buruk bagi tatanan kehidupan sosial. Bahkan, sikap tersebut kian mengaburkan dan mendistorsi makna esensi sebuah agama yang sarat dengan nilai-nilai kedamaian.

Berbeda dengan sikap sikap dan pandangan eksklusif, sikap dan pandangan yang inklusif justru sebaliknya, akan melahirkan sikap yang dilandasi penghormatan dan penghargaan terhadap keberadaan umat agama lain. Hampir di setiap ajaran agama, termaktub sebuah perintah untuk memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap keberadaan agama lain. Sikap ini biasa nya akan selalu diikuti oleh pemberian kesempatan dan kebebasan terhadap penganut agama lain untuk secara leluasa, bebas dan khusu melakukan ritual dan peribadatannya sesuai dengan apa diyakininya. Di dalam mengakui klaim orang lain atas kebenaran agamnya, mereka yang berpandangan inklusif tidak pernah kehilangan karakter dan jati dirinya sebagai seorang yang mentaati dan membela kebenaran agamanya sendiri. Mereka justru akan menunjukkan identitas agamanya dengan me nampilkan elaksanaan nilai luhur agamanya sendiri atas pengakuan orang lain.

Salah satu upaya menumbuhkan sikap toleransi dan me-wujudkan masyarakat beragama yang harmonis tentu harus di-

Page 66: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama56

dukung oleh para tokoh agama untuk menanamkan pemahaman kepada umatnya tentang keniscayaan kemajemukan agama dalam kehidupan sosial. realitas kemajemukan agama merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Sehingga konsekuensi-nya setiap umat beragama memiliki kewajiban untuk mengakui sekaligus menghormati agama lain tanpa perlu meninggikan atau merendahkan suatu sama lainnya. Sikap toleransi dikembang-kan dalam rangka untuk menghindari potensi konflik. Karena, konflik antar umat beragama biasanya kerap disebabkan oleh sikap merasa paling benar dengan mengasikan kebenaran versi agama dan keyakinan orang lain. Perilaku toleran terhadap realitas keyakinan orang lain merupakan prasyarat utama bagi setiap indvidu yang mendambakan susanan kehidupan bersama yang aman dan saling menghormati. Dengan demikian, interaksi sosial yang dilandasi sikap kesepahaman tentang batasan hak dan kewajiban masyarakat beragama dalam kehidupan sosial dapat terwujud.

Tatanan kehidupan masyarakat yang rukun tentu diidealkan oleh segenap masyarakat khususnya masyarakat beragama. Hal tersebut didasarkan pada alasan keniscayaan di dalam hubungan sosial kemasyarakatan yang bersifat interdependensi (saling mem-butuhkan) dan saling ketergantungan. Pada konteks ini, sikap saling melindungi, memelihara, mengamankan dan mewujudkan tertib sosial masyarakat menjadi tanggung jawab setiap agama dan pemeluknya. Pada konteks yang lebih jauh, kerukunan diharapkan dapat menghadirkan kehiupan sosial yang sampai menyentuh pada persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi oleh setiap umat beragama, seperti membangun struktur dan tata nilai kehidupan yang lebih beradab dan humanis.

Pilar-pilar kerukunan umat beragama haruslah ditegakkan semua pengikut agama yang hidup di Indonesia di antaranya

Page 67: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 57

pertama, dengan menumbuhkan sikap dewasa dalam beragama. Sikap ini sangat dibutuhkan terutama dalam menghadapi ber-bagai isu agama dan keagamaan. Dengan sikap kedewasaan dalam beragama, umat tidak mudah terpancing dan terprovokasi dengan berbagai isu yang mengadu domba antar pemeluk umat. Kedewasaan dalam beragama tercermin dalam menyikapi berbagai isu dengan penuh bijaksana dan menjunjung tinggi rasa toleransi antarumat beragama, baik sesama antar pemeluk agama yang sama maupun yang terhadap mereka berbeda keyakinan. Kedewasaan dalam beragama akan sulit terwujud manakala masih parsial di dalam memahami agama. Pemehaman keagamaan yang tidak mendalam dan hanya sebatas pada aspek ritual tanpa memahami subtansi ajaran aaagama berpotensi menimbulkan berbagai masalah dalam lapangan kehidupan (Hasan, 2013: 72-73).

Pilar kedua kerukunan umat beragama adalah upaya me-ningkatkan rasa toleransi antarumat beragama secara benar. Hidup berdampingan, saling menghormati dan menghargai pemeluk agama lain adalah merupakan salah satu perwujudan dari rasa tolerasi. Tolerasi yang benar bukan berarti mencampur adukan kayakinan dan ritual agamanya dengan agama yang lain, atau mengikuti ritual yang bukan menjadi ritual agamanya. Sikap ini tentu justru bertentangan karakter eksklusif setiap agama yang memiliki kekhasan sendiri pada aspek akidah, ibadah dan ritus amaliyahnya. Bahkan, sikap ini justru kontra produktif dengan upaya menjaga kerukunan di antara umat beragama, karena justru berpotensi melahirkan konflik. Pilar ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah mengembangkan dialog yang tulus antarumat beragama. Sikap terbuka untuk menerima per-bedaan salah satunya dapat ditunjukan dengan kemauan untuk dapat berinteraksi secara dialogis. Dialong antarumat beragama ini sangat diperlukan mengingat adanya kesamaan maupun

Page 68: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB III: Pemeliharaan Kerukunan dalam Pandangan Agama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama58

perbedaan yang tak dapat diingkari dan disingkirkan di setiap ajaran agama, sesuai hakekat atau harkat dan martabat manusia; adanya kesamaan nilai-nilai serta permasalahan dan kebutuhan yang universal, yang berkaitan dengan kemanusiaan, seperti kebenaran, keadilan, persaudaraan dan cinta kasih;adanya fakta kehidupan bersama dalam kemajemukan serta hubungan dan ketergantungan satu sama lain; mutlak perlunya kerukunan dan damai sejahtera, persatuan dan kerjasama dengan prinsip keadilan, saling menguntungkan, saling menghargai, saling terbuka dan saling percaya (Hasan, 2013: 74-75).

Pilar ketiga adalah membangun kerjasama dalam hal-hal yang menjadi tujuaan bersama dalam beragama. Setiap agama tentu menekankan tentang nilai-nilai hidup manusia seperti: kerukunan, perdamaian, persaudaraan, solidaritas, cinta kasih, persatuan, dan kerjasama dalam hidup bersama. Tujuan yang hendak dicapai setiap agama adalah kematangan spiritual dan moral yang terwujud atau terbukti dalam hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan serta antara manusia dengan sesamanya. Pembentukan pribadi yang baik yang terungkap dan nampak secara nyata dalam kata-kata, sikap atau perilaku dan perbuatan yang baik terhadap orang lain merupakan misi dari setiap agama.

Page 69: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB IV

STRATEGI PEMERINTAH DALAM MERAWAT

KERUKUNAN

Page 70: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB IV: Strategi Pemerintah dalam Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama60

Strategi Nasional dalam Merawat Kerukunan

Negara, dalam hal ini pemerintah, adalah pihak yang ber-wenang mengendalikan porsoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat, di antaranya adalah perihal agama dan keagamaan. Karena salah satu tujuan negara adalah memelihara masyarakat dengan kekuasaannya. Selain itu, salah satu fungsi negara adalah melaksanakan penertiban (law and order) (Usman, 2015). Hal-hal tersebut bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang rukun antar warga Negara, yaitu antar warga yang beragama. Dalam konteks bernegara dan berbangsa kerukunan umat ber-agama merupakan bagian penting bagi kerukunan nasional. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang didasari toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan berdasarkan Pencasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

Cara pandang negara terhadap kerukunan umat beragama adalah cara pandang Pancasila menempatkan agama dalam sila-silanya sehingga strategi nasional dalam merawat kerukunan berpijak pada konsepsi agama dalam Pancasila (Nur Khalik Ridwan, 2013). Pancasila menempatkan agama sebagai fondasi dalam bernegara (Fokky Fuad, 2012). Agama adalah jalan untuk mengenal dan menuju Tuhan dengan tata cara, ajaran-ajaran, simbol-simbol, dan ritual. Jalan yang dipilih dan ditempuh seseorang bisa berbeda-beda (Nur Khalik Ridwan, 2013). Hal inilah yang menyebabkan Pemerintah tidak mengintervensi perihal akidah, tapi mengintervensi perihal hubungan antar individu yang memilih jalan tertentu (agama dan kepercayaan) dengan individu yang lain (Akmal Salim Ruhama, 2015)

Dalam melakukan pemeliharaan kerukunan umat ber-agama, pemerintah berasaskan kepada: Pertama, Pancasila. Hal ini dapat dilihat dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan

Page 71: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB IV: Strategi Pemerintah dalam Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 61

Pancasila yang tertuang dalam TAP MPR No.II/MPR/1978. Selanjutnya dapat dilihat dalam butir-butir pengamalan sila pertama Pancasila. Kedua, Undang-undang 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2. Ketiga, Undang-undang dan peraturan lain, seperti: UU No.1/PNPS/1965 tanggal 15 januari 1965, tentang Pencegahan Penyalahgunaan atau Penodaan Agama, Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.01/BER/mdn-mag/1969 Tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintah Dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan Dan Ibadat Agama Oleh Pemeluk-Pemeluknya, Intruksi Menteri Agama No.4 tahun 1978 tentang Kebijakan Mengenai Aliran Kepercayaan, Instruksi Menteri Agama No. 14 Tahun 1978 tentang Tindak Lanjut, Keputusan Menteri Agama No. 70 Tahun 1978 tentang Pedoman Penyiar Agama, Keputusan Menteri Agama No. 77 Tahun 1978 tentang Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga-Lembaga Keagamaan di Indonesia, Keputusan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1979 tentang Tata Cara Penyiar Agama dan Bantuan Luar Negeri, Instruksi Menteri Agama No. 8 tahun 1979 tentang Pembinaan, Bimbingan, dan Pengawasan Terhadap Organisasi dan Aliran Dalam Islam Yang Bertentangan Dalam Ajaran Islam, Surat edaran menteri agama No. MA/432/1981 tentang Penyelengaraan Peringatan Hari-Hari Besar Keagamaan.

Dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemerintah menerbitkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan 8 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadah.

Pada Pasal 2 PBM No. 9 dan 8 tahun 2006 dinyatakan bahwa pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab

Page 72: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB IV: Strategi Pemerintah dalam Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama62

bersama umat beragama, pemerintahan daerah dan Pemerintah. Jadi, dapat dikatakan bahwa kerukunan umat beragama adalah tugas dan kewajiban pemerintah dari pemerintah pusat hingga desa dan kelurahan. Hal ini tercantum pada pasal 3 hingga pasal 7 yang menjelaskan tugas dan kewajiban pemerintah mulai Gubernur, Walikota, Camat, hingga lurah atau Kepala Desa. Bisa dikatakan,kerukunan umat Bergama di negeri ini adalah tugas semua warga negara Indonesia.

Tugas dan kewajiban yang harus dilakukan pemerintah antara lain: memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal dalam pemeliharaan ke-rukunan umat beragama, menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama, dan membina serta mengoordinasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama. Hal tersebut tercantum pada pasal 5 PBM No.9 dan 8 tahun 2006. Pada pasal 23 dan 24 dijelaskan tentang tugas dan kewajiban lain pemerintah, yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat.

Peran Pemerintah Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Agama dan kepercayaan menjadi hak dan kebebasan setiap warga negara seperti yang termaktub pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29. Hal ini menyebabkan keragaman masyarakat dalam beragama. Krukunan antar umat beragama menjadi hal vital bagi kerukunan nasional. Karenanya, memelihara kerukunan antar

Page 73: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB IV: Strategi Pemerintah dalam Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 63

umat beragama di Indonesia menjadi salah satu peran pemerintah, mulai pusat hingga daerah.

Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 menjelaskan tentang Pemerintah Daerah. Dinyatakan bahwa Pemerintah Daetah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnyavdalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara daerah”.

Gubernur dan jajarannya memilki peran juga terhadap peme-liharaan kerukunan umat beragama di daerahnya. Lebih jelasnya, pada Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006, pasal 5 ayat (1) menegas-kan tentang tugas dan kewajiban gunernur akan pemeliharaan kerukunan umat beragama, yaitu; 1) memelihara ketenteraman dan ketertibab masyarakat termasuk mem fasilitasi terwujud nya kerukunan umat beragama di provinsi; 2) mengoordinasikan ke-giatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama; 3) menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati dan saling percaya di antara umat beragama, dan; 4) membina, mengoordinasikan Bupati/wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, dalam penyelenggaraan pemerintah daetah di bidang ketentetaman dan ketertiban masya-rakat dalam kehidupan beragama.

Tak hanya Gubernur dan Pemerintah Daerah tingkat provinsi serta walikota dan pemerintah kota, camat di tingkat kecamatan bahkan lurah atau kepala desa di tingkat kelurahan dan desa pun memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama. Hal ini seperti termaktub pada Peraturan

Page 74: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB IV: Strategi Pemerintah dalam Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama64

Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006 pasal 3 hingga pasal 7 yang menjelaskan tugas dan kewajiban pemerintah mulai Gubernur, Walikota, Camat, hingga lurah atau Kepala Desa.

Selain pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama, setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan Pemerintah Daerah. Pertama, perencanaan (Hadar Nawawi, 2009). Maksud-nya, perencanaan terkait program pemeliharaan kerukunan umat beragama. Perencanaan bagaimana menguatnya kerukunan antar umat beragama di daerahnya masing-masing. Diskusi, dialog, kegiatan-kegiatan, termasuk penganggaran adalah hal yang bisa dikategorikan dalam hal perencanaan.

Kemampuan membaca persoalan, pemetaan sosial dan etnografis, memiliki visi dan misi yang bisa diaplikasikan, serta penguasaan pengetahuan akan strategi, teknik, metode, dan pendekatan akan pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah beberapa hal yang penting dimiliki pemerintah daerah. Di dalam perencanaan tersebut pun terdapat hal lain yang tak kalah penting, yaitu memfasilitasi kerja-kerja pemeliharaan kerukunan umat beragama oleh pihak-pihak terkait. Bisa dikatakan, pemerintah daerah adalah fasilitator. Fasilitator handal adalah seseorang atau sekumpulan orang yang menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan agar mampu memberikan fasilitasi optimal. Secara garia besar, ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh fasilitator yang efektif, yaitu; 1) tahap persiapan; 2) tahap pelaksanaan, dan; 3) tahap pasca-pelaksanaan. (Jumrana & Megawati Asrul Tawulo, 2015)

Pada tahap persiapan, seorang atau sekumpulan fasiliator mesti mampu menyiapkan bernagai hal yang dibutuhkan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan. Persiapan yang dimaksud adalah persiapan fisik dan non-fisik yanh akan digunakan selama

Page 75: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB IV: Strategi Pemerintah dalam Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 65

kegiatan yang telah direncanakan. Kesiapan dan persiapan yang baik dan matang akan sangat mempengaruhi keberhasilan tahap berikutnya sekaligus memberikan kontribusi yang signifikan pada keberhasilan kegiatan secara menyeluruh.

Perlu dicatat, walau perencanaan telah dilakukan dengan baik, tapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan rencana, maka sangat mungkin tujuan kegiatan tidak akan bisa dicapai dengan baik. Banyak hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh fasilitator selama pelaksanaan kegiatan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal. Setelah pelaksanaan kegiatan selesai, bukan berarti semua proses telah selesai. Fasilitator masih mempunyai tugas lain, yaitu mengetahui sejauh mana ketercapaian kegiatan, menemuken berbagai permasalahan yang muncul selama kegiatan, menindak-lanjuti hasil dan masalah yang terjadi selama kegiatan, dan lain sebagainya.

Hal selanjutnya yang harus diperankan pemerintah daerah adalah penganggaran (Munandar, 1998). Ini terkait biaya dan opersional yang dibutuhkan. Kemampuan mengkalkulasi ke-butuhan biaya dan belanja mesti diimbangi dengan kemampuan membaca rencana kegiatan ataupun program. Penganggaran ibarat bensin pada kendaraan. Ia menjadi bahan bakar yang akan meng gerakan semua elemen bergerak. Termasuk para pejuang pemeliharaan kerukunan umat berharga.

Penganggaran memiliki kegunaan yang cukup banyak (Yunita Anggraini, 2010). Di antaranya; 1) memperjelas angka dan nominal (keuangan) yang dikehendaki; 2) memperjelas sumber daya yang diharapkan dapat dihasilkan atau diguna kan selama periode anggaran yang akan datang; 3) Memberi kan landasan untuk pengambilan keputusan alternatif yang ter baik; 4) Anggaran juga menginformasikan kepada manajemen konsekuensi serangkaian

Page 76: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB IV: Strategi Pemerintah dalam Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama66

alternatif tindakan, dan memberikan landasan untuk memutuskan alternatif yang terbaik; 5) sebagai pedoman kerja; 6) sebagai alat pengkoordinasian kerja; 7) sebagai alat pengawasan kerja/tolok ukur.

Setelah penganggaran, Pemerintah Daerah pun berperan coordinator (Munandar, 1998). Lebih tepatnya, seorang atau sekumpulan orang yang mengoordinasikan pihak-pihak terkait yang terlibat pada pemeliharaan kerukunan umat beragama. Sebagai koordinator, Pemerintah Daerah mesti mengetahui dan menguasai siapa saja pihak-pihak terkait tersebut, bagaimana cara, metode, teknik, serta pendekatan yang dibutuhkan.

Selanjutnya adalah proses sinkronisasi (James Gibson, 1994). Sinkronisasi bisa berupa material dengan material, non-material dengan non-material, ataupun material dengan non-material. Non-material bisa berupa pengetahuan antar individu dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan. Sementara material adalah benda-benda yang dibutuhkan sesuai dengan keperuntukan dan keberadaannya. Termasuk sinkronisasi antara apa yang dilakukan dengan tujuan yang diharapkan masih berada di koridor dan jalur.

Hal-hal terkait pemeliharaan (Hamidah, 2016) pun tak luput menjadi hal yang harus diperhatikan Pemerintah Daerah, seperti mengetahui hal apa saja yang dibutuhkan dalam memelihara kerukunan umat beragama. Hal yang tak kalah penting lainnya adalah terkait pemberdayaan masyarakat (Nazmudin, 2016). Terutama pada masyarakat yang berbeda agama. Kegiatan-kegiatan pem berdayaan pada masyarakat yang berneda agama menjadi hal yang sepertinya signifikan. Pemberdayaan dalam arti memberi daya kepada masyarakat agar lebih memiliki kemampuan untuk menjadikan dirinya sendiri daya. Sederhananya, menjadikan masyarakat memiliki daya. Pemberdayaan bisa dalam bidang

Page 77: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB IV: Strategi Pemerintah dalam Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 67

ilmu pengetahuan, keterampilan atau life skill, hingga ekonomi.

Dalam masyarakat multikultur jika tidak dikelola, akan me-nimbulkan perselisihan. Di sini pun Pemerintah Daerah ber-peran sebagai “problem solver” alias penyelesai masalah (Nur Khalik Ridwan, 2013). Pemerintah Daerah memberikan solusi atau memiliki jalan keluar dari persoalan yang ada. Untuk menyelesaikan persoalan, setidaknya pemerintah memahami per-soalan dengan baik, hingga akar persoalan. Jika sudah seperti itu, solusi, jalan penyelesaian, hingga apa yang mesti dilakukan akan jelas.

Pengawasan (Muhyadi, 1989) terhadap kehidupan beragama pun menjadi peran pemerintah daerah yang tak bisa diabaikan. Tentu saja pengawasan yang tidak seperti pengawas pada ujian akhir nasional. Apalagi sampai membuat keadaan tegang dan mencekam. Pengawasan yang dimaksud adalah pengawasan yang dilakukan lebih menekankan pada aspek perhatian. Seperti seorang kekasih kepada sang terkasih. Segala yang kebutuhan dipenuhi, segala kekurangan dilengkapi.

Dari proses pengawasan, lebih tepatnya perhatian, tersebut, pemerintah daerah mesti melakukan dokumentasi. Terlebih dalam bentuk dokumen tertulis (Azrul Azwar, 1996). Kemampuan menangkap lalu menuangkan segala hal yang terjadi menjadi halnyang sangat diperlukan dalam peran ini. Kemampuan pen-dokumentasian tertulis yang baik akan memberikan gambaran dan pemahaman yang jelas kepada berbagai pihak. Kemudian, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang, dokumentasi tertulis ter-sebut harus dilaporkan kepada atasan. Dalam hal ini, seperti jalur komando. Dari bawahan ke atasan. Dari pemerintah tingkat Kelurahan ke tingkat Kabupeten/Kota. Lalu pada akhirnya ke tingkat Pemerintah Pusat.

Page 78: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB IV: Strategi Pemerintah dalam Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama68

Dalam pelaporan tersebut, realitas, ekpsktasi, dan rekomendasi diperlukan. Realitas dalam arti pelaporan ditulis sesuai kenyataan di lapangan. Sesuai dengan kejadian yang ada. Tidak kurang tidak lebih. Sebab ini terkait perbaikan secara terus menerus agar antar umat beragama makin rukun. Hidup tenteram dan damai. Kemudian, ekpektasi yang dimaksud adalah harapan yang dibuat berdasar pada kejadian. Harapan perbaikan, penunjang-penunjang, dan segala hal yang bisa mendukung bisa dimasukkan pada ekspektasi ini. Dan terakhir adalah rekomendasi. Rekomendasi ini harapan yang langsung ditujukan pada pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak terkait yang berhubungan langsung dengan perbaikan-perbaikan dan pemeliharaan-pemeliharaan kerukunan umat beragama.

Page 79: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V

ORGANISASI MASYARAKAT DALAM PEMELIHARAAN

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Page 80: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama70

KEMAJEMUKAN adalah realitas sosial dan bersifat menyejarah. Realitas sosial karena fakta. Sejak awal, susunan kebangsaan negeri ini ditandai dengan keanekaragaman; etnis, agama, dan budaya. Realitas tersebut disadari oleh para pendiri negara. Kemudian dituliskan dalam lambang negara yang bertuliskan Bhineka Tunggal Ika. Bersifat menyejarah karena segala dinamika yang terjadi sebagai masyarakat yang kedudukannya bersifat multicultural (Totok Suyanto, 2017:127).

Kemajemukan ini terjadi jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka di tahun 1945. Terus berkembang dari waktu ke waktu hingga sekarang (A. Kirom, 2015:1). Salah satu kemajemukan yang ada adalah kehidupan beragama di Indonesia. Agama me-rupakan seperangkat kepercayaan-kepercayaan, simbol-simbol, dan ritual-ritual yang diampu bersama dan bersifat stabil yang berfokus pada kesakralan. Agama berfungsi memberikan makna dan kedamaian, menetapkan norma, memperkokoh ikatan sosial, dan menandai perubahan status. Fungsi tersebut adalah implikasi dari elemen-elemen yang dipunyai oleh agama itu sendiri, yaitu kepercayaan, simbol, dan ritual.

Kemajemukan dalam hal agama di Indonesia terjadi karena masuknya agama-agama besar. Perkembangan agama-agama ter-sebut telah menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama, di mana kehidupan keagamaan tidak dapat dipisah-kan dari kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia (Zakiah Daradjat, 1984:3). Keberagaman agama bisa memperkaya ke-hidupan manusia. Di antaranya, saling berinteraksi dan ber-komunikasi memungkinkan manusia untuk saling belajar tentang berbagai kepercayaan agama, meneliti pola hidup dan cara beragama sebagai salah satu proses memperluas wawasan, menerima pandangan-pandangan baru, kritis terhadap diri sendiri, bersikap terbuka dan menghargai perbedaan. Upaya

Page 81: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 71

untuk mengenal dan mengadopsi nilai-nilai baru merupakan sebuah fenomena kultural untuk melakukan adaptasi atas per-kembangan lingkungan, termasuk negara.

Karenanya negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pen-duduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 29 ayat 2. Selain itu, pada pasal 28 ayat 1, ditegaskan “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.”

Dalam interaksi pada kehidupan yang majemuk, plural, dan beragam diperlukan sikap dan perilaku toleran (Andreas A. Yewangoe, 2011: 80). Penerimaan dan mengakui saja belum cukup. Pemahaman mendalam akan arti dan hakikat yang sesungguhnya dari perbedaan, kemajemukan, dan pluralitas adalah kekuatan untuk menjaga kerukunan umat beragama di negeri ini. Toleransi bisa dibagi menjadi dua, toleransi normal dan toleransi material. Toleransi formal terletak pada sikap pembiaran atau membiarkan pandangan-pandangan dan praktik-praktik politik atau agama yang tidak sesuai sejauh itu tidak mengganggu. Sementara toleransi material bermakna suatu pengakuan terhadap nilai-nilai positif yang mungkin terkandung dalam pemahaman yang berbeda itu (O.U. Effendy, 2003:81).

Kehidupan dan kerukunan umat beragama bersifat dinamis. Karenanya harus dipelihara secara terus menerus dan terarah. Dalam membina dan mengembangkan kehidupan beragama, negara/pemerintah tidak hanya menjamin kebebasan tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah. Menjamin, melindungi, mem bina, mengembangkan serta memberikan bimbingan dan pengarahan adalah di antara hal yang mesti dilakukan agar

Page 82: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama72

kehidupan beragama di negeri ini lebih berkembang, bergairah dan semarak, serta sejalan dengan kebijakan-kebijakan yang ber-dasar Pancasila (Zaidan Djauhary, 1983: 4).

Kontribusi FKUB dalam Pemeliharaan Kerukunan

Pemeliharaan kerukunan umat beragama tercantum dalam pembukaan UUD NKRI 1945 pada alinea keempat dan Pancasila pada sila pertama. Dalam penjelasan UUD NKRI 1945 di sebut-kan bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna kewajiban pemerintah dan penyelenggara negara lainnya untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral yang luhur. Dalam praktiknya, amanat ini dilaksanakan Pemerintah dengan membina kerukunan hidup umat beragama. Untuk itu Pemerintah melalui Peraturan Bersama Menteri Agama Nomor 9 tahun 2006 dan Menteri Dalam Negeri nomor 8 tahun 2006 membuat Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.

Bisa dikatakan, FKUB merupakan tumpuan bagi kerukunan umat beragama di negeri ini. Pada Pasal 1 ayat 6 dinyatakan: “Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah forum yang dibentuk masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan mem-berdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.” FKUB adalah mitra terdepan pemerintah dalam membangun kerukunan umat beragama. FKUB menjadi kepanjangan tangan pemerintah yang benar-benar mampu mewujudkan cita ke-maslahatan bagi umat beragama, yaitu kerukunan umat beragama. FKUB menjadi ujung tombak dalam mengupayakan kerukunan di

Page 83: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 73

setiap daerah. FKUB juga menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam menjaga kerukunan dan stabilitas nasional.

Tugas FKUB yang diamanatkan oleh Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006, di antaranya: melakukan dialog, menampung aspirasi, menyalurkan aspirasi, sosialisasi peraturan dan undang-undang yang berkenaan dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.

Hingga saat ini semua provinsi di Indonesia serta hampir semua kabupaten/kota telah memiliki Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Berdasarkan data terakhir, masih ada beberapa kabupaten/kota yang belum memiliki FKUB dengan alasan-alasan tertentu. Dengan demikian, menjadi tugas pemerintah untuk mensosialisasi PBM tentang pembentukan FKUB serta pendirian rumah ibadah baik kepada pengurus FKUB maupun masyarakat luas. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi gesekan di tengah masyarakat misalnya terkait pendirian rumah ibadah (Kemnko PMK, 2018).

Selain mendorong terbentuknya FKUB di daerah yang belum memiliki FKUB, diperlukan juga upaya untuk memberdaya-kan FKUB dan SDMnya sehingga memiliki keterampilan dan kreativitas dalam rangka mendukung terwujudnya kerukunan umat beragama. Oleh karena itum kapasitas SDM anggota FKUB perlu ditingkatkan dalam rangka menghadapi tantangan dalam mengupayakan kerukunan umat beragama. Terlebih dalam hal pemahaman tentang regulasi kerukunan umat beragama serta bagaimana sikap dalam menghadapi konflik dan kisruh baik internal umat beragama maupun antar umat beragama ((Kemnko PMK, 2018).

Isu yang masih menjadi perhatian pemerintah adalah be-

Page 84: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama74

berapa FKUB memiliki anggaran yang terbatas karena hanya didukung oleh Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri serta belum didukung Pemda. Dengan memperhatikan peran penting FKUB, maka pemerintah terus mendorong agar Pemda dan pihak lain mendukung penganggaran FKUB agar program yang diusungnya dapat berjalan dengan maksimal (Kemnko PMK, 2018).

Di antara yang perlu dilakukan FKUB adalah diskusi dan dialog lintas agama dalam pengertian diskusi dan dialog yang dikemas dalam bentuk tindakan nyata dalam gerakan kultural. Dialog merupakan ajang untuk menumbuhkan pemikiran kritis dari masing-masing pemeluk agama agar lebih bersifat terbuka dan toleran terhadap pendapat dan pemikiran orang lain yang berbeda. Dialog antar agama merupakan titik awal pertemuan para penganut berbagai agama, sebab fakta pluralitas agama juga sudah pasti akan berujung pada dialog antaragama. Dialog merupa-kan salah satu solusi untuk menjembatani maraknya kesadaran yang bersifat apologetic-defensif-agresif. Dialog dihadirkan sebagai upaya belajar bersama secara mendalam inti permasalahan (Tom Jacobs, 1993: 22).

Tema dalam dialog terletak bukan pada masalah peribadatan, tapi pada masalah kemanusiaan seperti moralitas, etika dan nilai-nilai spiritual. Sebab urusan peribadatan menjadi urusan internal agama masing-masing. Batasan itu tidak bisa diterobos oleh pemeluk agama lain sebab akan sangat sulit mencapai suatu persetujuan mengenai kebenaran dalam peribadatan dan keagamaan jika dibicarakan oleh pemeluk agama lain yang berbeda.

Untuk mendapat dialog yang positif setidaknya ada berbagai hal yang mesti dipertimbangkan. Pertama, harus dikembangkan sikap toleransi di antara umat beragama. Kedua, setiap umat

Page 85: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 75

beragama harus menguasai dan memahami ajaran agama masing-masing secara lengkap dan benar. Ketiga, tidak ada satupun agama yang mengajarkan pengautnya untuk menjadi jahat. Keempat, adanya persamaan yang dimiliki agama-agama, misalnya ajaran untuk berbuat baik kepada sesama. Kelima, adanya perbedaan mendasar ajaran tentang yang diajarakan agama-agama. Misalnya perbedaan kitab suci, Nabi, dan tatacara ibadat. Keenam, Adanya bukti kebenaran tiap agama.

Terkait menampung dan menyalurkan aspirasi, FKUB mesti memahami kerukunan yang diinginkan dalam toleransi umat beragama bukanlah kerukunan semu, tetapi kerukunan yang dinamis, terbuka, dan kreatif, dimana unsur agama berkembang dengan wajar dalam suasana harmonis, kerjasama dan saling bantu membantu. Kerukunan yang dinamis, terbuka dan kreatif tidak pula boleh disalahartikan dengan mengaburkan masalah akidah keagamaan. Oleh karena dalam kegiatan bersama antar umat beragama tidak dibahas hal-hal yang bersifat teologis yang dapat menimbulkan pertentangan. Tetapi masalah-masalah ber-sama antar warga negara yang berbeda-beda agama (Abu Hapsin, 2011: 7).

Di antara hal yang bisa dilakukan untuk mewujudkan toleransi agama adalah menerapkan peace education (pendidikan damai) melalui beberapa penekatan, yaitu: (1) pendekatan sosiologis, yaitu pendekatan permasalahan dalam masyarakat di-selesai kan secara tuntas. Di samping itu, harus ada pola fungsi-onalisme struktural, artinya peran sosial FKUB lebih proaktif dan lebih optimal. (2) pendekatan teologis-elitis, yaitu pen-dekatan yang dilakukan FKUB untuk memberikan kesadaran dan penekanan bahwa para pemuka agama harus menunjukan keteladanan secara akidah dan pengamalan ajaran agama secara baik dan benar. Bukan sebagai kaum elit. (3) pendekatan sosial-

Page 86: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama76

capital, yaitu semangat juang yang mesti disadari dan dimiliki oleh seluruh jajaran pengurus FKUB. Maka, langkah kongkrit yang harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran pengurus FKUB di samping didukung sepenuhnya oleh pemerintah, diharapakan juga ada konsep perjuangan di dalamnya (Ismail Fahmi Arrauf Nasution, 2014).

Pemahaman tentang pluralisme, kemajemukan, dan masya-rakat multikultur menjadi hal krusial dan vital. Pemahaman ini akan menuntun pada sikap dan perilaku, termasuk hal-hal dan kebijakan yang ayakan dilakukan FKUB. James A. Banks menyebutkan setidaknya terdapat 4 pendekatan dalam multikultural, yaitu; (1) pendekatan kontributif yang menekan-kan pada konsep pastisipasi dalam memahami kultur lain. (2) pendekatan aditif yang menekankan pada upaya memperkaya pemahaman dan pengetahuan. (3) pendekatan transformatif yang menekankan pada aspek perubahan. (4) pendekatan aksi sosial yang menekankan pada tindakan nyata yang dilakukan (Ahmad Muzakkil Anam, 2016: 39).

Selain itu, strategi komunikasi dalam upaya mewujudkan dan memelihara kerukunan umat beragama pun harus dikuasai. Strategi komunikasi setidaknya memiliki tiga tujuan utama. Pertama, to secure understanding, yaitu memastikan komunikan mengerti pesan yang diterima. Kedua, to establish acceptance, yaitu apabila pesan telah dimengerti dan diterima, penerimaannya harus dibina. Ketiga to motivate actions, yaitu kegiatan tersebut dimotivasikan (O.U. Effendy, Hubungan Masyarakt suatu studi komunikologis, (Bandung, 2003: 32).

Terdapat beberapa pilihan strategi yang bisa dilakukan FKUB dalam memelihara kerukunan umat beragama diantaranya: (1) contending, yaitu upaya tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. pengguna strategi ini berupaya membujuk pihak

Page 87: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 77

lain menuruti keinginannya dan bersikukuh mempertahankan pendapatnya. Taktik yang digunakan dalam strategi ini berupa ancaman, menjatuhkan pinalti, atau melakukan tindakan yang mendahului tanpa sepengetahuan pihak lain. (2) problem solving, yaitu strategi mempertahankan pendapat sendiri sekaligus ber-usaha mendapatkan cara melakukan rekonsiliasi dengan pihak lain. Berbagai taktik yang digunakan dalam strategi ini, misal-nya mengirimkan penengah yang dipercaya oleh berbagai pihak, komunikasi melalui penghubung-penghubung tidak resmi, atau duduk bersama dalam suatu negosiasi. (3) yielding, yaitu strategi yang menyarankan salah satu pihak menurunkan aspirasinya tanpa menyerah total pada pihak lain. strategi ini dimaksudkan untuk mempermudah kesepakatan. Strategi ini juga dapat diikuti penggunaan strategi lain secara bersamaan, misalnya setelah me-lakukan yielding, pihak tersebut melakukan probem solving. (4) inaction dan withdrawing, yaitu keduanya melibatkan peng henti-an usaha untuk mengatasi kontroversi. Perbedaannya, withdrawing merupakan penghentian bersifat permanen, sedangkan inaction me-rupakan tindakan temporer yang tetap membuka kesempatan bagi upaya penyelesaian (D. Pruitt, J. Rubin & S.H. Kim, 2004: 57).

Beberapa teknik pun bisa digunakan FKUB dalam me-wujudkan dan merawat kerukunan beragama. Yaitu, (1) teknik informatif yaitu upaya penjelasan atau pengetahuan terhadap sasaran komunikasi; (2) teknik instruktif atau koersif, yaitu upaya dengan lebih menekankan pada perintah atau paksaan; (3) teknik persuasive, yaitu upaya tanpa ada kekerasan. atau proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang melalui manipulasi psikologis, sehingga seseorang dapat bertindak seperti atas kehendaknya (J. Rahmat, 2000: 52). Komunikasi persuasif digunakan untuk membentuk tanggapan, memperkuat tanggapan dan mengubah tanggapan (S. Soemirat dan E. Ardianto, 2012).

Page 88: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama78

Di antara mandat FKUB adalah “menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur/bupati/kota” (pasal 9 ayat (1) point c dan ayat (2) point c). Hal ini berarti, kebijakan pemerintah, baik propinsi maupun kabuaten/kota tentang kerukunan umat beragama, sangat tergantung pada rekomendasi FKUB. Dari titik ini, FKUB jelas memainkan peranan sangat penting, yang karenanya, rekomendasi yang diterbitkan untuk menjadi dasar kebijakan harus berlandaskan kemaslahatan (melindungi agama dan kepercayaan, melindungi pemikiran, melindungi hak-hak asasi, melindungi harta, dan melindungi jiwa).

Dalam konteks FKUB, Kemenko PMK telah melakukan kegiatan pengembangan kelembagaan kerukunan umat ber-agama yang berfokus pada upaya untuk memaksimalkan peran setiap stakeholder kerukunan dalam mengupayakan kerukunan serta stabilitas nasional baik di tingkat pusat maupun daerah. Kemenko PMK mendorong Kemenag dan Kemendagri untuk meng optimalkan anggaran untuk FKUB agar dapat mendukung program-program FKUB di provinsi/kabupaten/kota. Dengan demikian, fungsi FKUB dalam mengantisipasi terjadinya konflik umat beragama dapat berjalan. Dialog kerukunan umat ber agama juga terus dilaksanakan dalam rangka mendukung arah kebijakan bidang agama dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2018. Stretegi Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan koordinasi yang dipusatkan pada peningkatan kapasitas SDM FKUB serta optimalisasi penganggaran FKUB baik oleh Kemenag, Kemdagri serta pemerintah daerah. Kemenko PMK kemudian me laksanakan monitoring peran FKUB dalam meminimalisir konflik dan sejauh mana pemerintah daerah mendukung visi misi FKUB dalam menjaga kerukunan umat beragama (Kemenko PMK, 2018).

Page 89: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 79

Kontribusi Ormas Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan

Mewujudkan kerukunan beragama baik antar maupun intern umat beragama, dalam masyarakat plural bukanlah sesuatu yang mudah. Karena kerukunan umat beragama bukanlah hal yang given, melainkan butuh proses, karena banyak faktor yang terkait, misalnya faktor sosial, pendidikan, ekonomi, politik dan agama. Oleh karena itu, kontribusi semua pihak seperti pemerintah, masyarakat, dan tokoh agama (Muzaki, 2010: 160-167) dibutuhkan dalam membangun, merawat, dan menjaga kerukunan umat beragama. Organisasi masyarakat (ormas) men-jadi salah satu kelompok kepentingan yang berperan besar dalam membangun, merawat, dan menjaga kerukunan umat beragama.

Ormas memegang peranan penting sebagai pilar kerukunan dalam perwujudan masyarakat sipil (civil society) yang kuat dan mampu memperjuangkan hak-hak rakyat dalam kehidupan ma syarakat. Ormas merupakan organisasi yang didirikan oleh individu atau kelompok secara sukarela yang bertujuan untuk mendukung dan menopang aktivitas atau kepentingan publik tanpa bermaksud mengambil keuntungan finansial. Keterlibatan ormas dalam proses pembangunan dilakukan sebagai upaya untuk melanjutkan upaya meningkatkan efektivitas kerja sebagai mitra pemerintah, baik di tingkat nasional, regional dan kabupaten/kota. Karena itu, pendekatan kemitraan ormas dan pemerintah menjadi penting untuk menopang keberhasilan pembangunan di Indonesia (Ari Ganjar Herdiansah, 2016), khususnya dalam menciptakan kerukunan antar umat.

Ormas dapat menyusun visi dan misi yang strategis sesuai dengan sasaran yang dapat mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Kedudukannya yang relatif independen dan jauh dari intervensi pihak lain terutama pemerintah memungkinkan ormas untuk

Page 90: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama80

me maksimalkan integritas mereka dalam memperjuangkan tujuan-tujuannya. Ketika ormas mampu menjaga integritas dan independensinya, mereka akan mendapatkan kredibilitas sehingga lebih dipercaya dan diandalkan oleh publik.

Mereka memiliki posisi penting dalam menguatkan ke-dudukan masyarakat sipil ketika berhadapan dengan negara yang seringkali dikendalikan oleh kekuatan modal dan elite-elite politik. Sebagai organisasi yang mengelola aspirasi masyarakat, ormas berperan sebagai wadah organisasi yang menampung, memproses, dan melaksanakan aspirasi masyarakat, terutama pada bagian yang seringkali kurang diperhatikan oleh pemerintah. Ormas keagamaan dapat juga berperan sebagai wahana penyalur aspirasi hak dan kewajiban warga negara dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh masing-masing organisasi.

Masyarakat dapat memberikan aspirasinya kepada ormas yang kemudian disalurkan kepada lembaga politik atau pe merintah yang bersangkutan guna mencapai keseimbangan komunikasi yang baik antara masyarakat dan pemerintahan. Sebagai organisasi yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peran ormas yang terhitung paling mendasar adalah mendukung peningkatan kesejahteraan dan kerukunan masyarakat, di mana dalam aspek ini pemerintah juga memiliki tujuan yang sama.

Indonesia yang memiliki banyak organisasi keagamaan dapat menjadi kekuatan penting dalam merawat kerukunan umat ber-agama. Ormas keagamaan adalah modal sosial yang amat berharga bagi bangsa bangsa Indonesia dalam merawat kerukunan. Kultur dan struktur sosial yang dimiliki ormas keagamaan merupakan modal besar dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama. Tak mengherankan jika dibandingkan dengan negara-negara lain, banyaknya ormas keagamaan di Indonesia mampu berkontribusi dalam menjaga kerukunan umat beragama.

Page 91: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 81

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah adalah ormas Islam yang sejak zaman dahulu berkontribusi besar dalam membangun kerukunan umat beragama. Dengan karakter moderatnya, dua organisasi ini mampu melakukan dialog dan kerjasama dalam merawat kerukunan umat beragama. Ormas keagamaan laininya, yang dimiliki Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konghuchu juga berkontribusi dalam merawat kerukunan umat beragama.

Komunikasi menjadi kunci penting dalam menjaga hubungan baik antar ormas keagamaan. Perbedaan agama yang melekat dalam ormas tidak menjadi penghalang dalam merawat kerukunan umat beragama. Begitu juga komunikasi antara ormas keagamaan dengan pemerintah dan masyarakat menjadi penting dalam men-jaga kerukunan umat beragama. Sikap mengerti, memahami, menghormati dan menghargai satu sama lain harus melekat dalam organisasi sehingga pengikutnya dapat menerjemahkan harmoni yang sifatnya struktural ke dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, keberadaan ormas keagamaan berperan penting dalam menjaga kerukunan antar umat beragama.

Setidaknya, ada dua kontribusi ormas keagamaan dalam me rawat kerukunan. Pertama, ormas keagamaan dapat berperan sebagai jembatan vertikal bagi pemerintah dalam mewujud kan kerukunan agar program-program kerukunan sampai ke masyarakat. Pemerintah tidaklah mudah masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Maka, untuk menopang kehidupan kerukunan umat beragama, pemerintah membutuhkan ormas keagamaan sebagai jembatan dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Program-program ke-rukunan dari pemerintah tidak saja langsung disampaikan kepada masyarakat, tetapi juga menggunakan kekuatan para tokoh agama yang tergabung dalam ormas keagamaan. Kerja sama antara ormas dan pemerintah diartikan sebagai kerja sama untuk membangun kebersamaan dalam merawat kerukunan.

Page 92: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama82

Dalam konteks ini, ormas dapat berperan sebagai entrepreneur kebijakan yang mewakili dan meningkatkan isu-isu tertentu untuk menjadi perhatian pemerintah dalam suatu proses kebijakan kerukunan. Dalam tahap selanjutnya, ormas keagamaan dapat berperan sebagai kontributor dalam proses implementasi ke-bijakan kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, ormas keagamaan harus konsisten dalam menopang program kerukunan pemerintah. Di sinilah, ormas merupakan perwujudan dari ber-langsungnya masyarakat sipil yang berfungsi menjembatani, mem perjuangkan kerukunan umat beragama. Dengan kekuatan kolektivitas, kemampuan, dan pengorganisasian massa, ormas berfungsi mengarusutamakan program-program pemerintah untuk memperkukuh kerukunan umat beragama.

Kedua, ormas keagamaan memiliki fungsi sebagai jembata horizontal di tengah-tengah masyarakat terutama untuk me-nengahi berbagai kepentingan yang terjadi di antara kelompok masyarakat sehingga dapat meminimalisir potensi kegaduhan dalam kerukunan beragama maupun konflik sosial lainnya. Ketika terjadi konflik, maka ormas keagamaan dengan kekuatan para tokoh-tokohnya dapat mencegah terjadinya konflik sosial di masyarakat. Mereka bukan malah memprovokasi kekerasan atas nama agama. Mereka justru menjadi inspiratir dalam meng-gerakkan perdamaian sehingga setiap kali terjadi perselisihan dan pertikaian dapat diredam oleh ormas keagamaan sejak dini.

Kontribusi ormas keagamaan begitu besar dalam merawat kerukunan karena ormas keagamaan seringkali terlibat langsung dalam menghadapi pertikaian dan perselisihan, terutama dalam masalah-masalah keagamaan. Peran kontributif ini hingga kini masih melekat dalam ormas keagamaan di Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia masih memandang ormas keagamaan me-miliki posisi yang strategis. Posisi ini terus diperkuat dengan

Page 93: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB V: Organisasi Masyarakat dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 83

elastisitas ormas keagamaan dalam melakukan kerja-kerja harmoni dan kerukunan di masyarakat.

Dalam banyak program dan kegiatan, kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan melakukan kerjasama dengan ormas keagamaan, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI). Sejumlah ormas keagamaan ini melakukan kerjasama dengan Kemenko PMK dlam program pengarusutamaan peaham keagamaan yang moderat (PBNU), penguatan gerakan revolusi mental menuju Indonesia bersatu (PP Muhammadiyah), pemeliharaan kerukunan umat beragama (KWI), penguatan wawasan keabngsaan (PHDI), kader peng-gerak perdamaian pemuda lintas agama (Paritas Institute), dan pemberdayaan ekonomi (Terapadha Buddha).

Page 94: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.
Page 95: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI

PENGALAMAN MERAWAT KERUKUNAN

Page 96: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama86

KERUKUNAN umat beragama tidak dapat dilihat dari konsep-kosepnya saja, melainkan dilihat dari wujud nyata bagaimana masyarakat mengelola perbedaan yang mengandalkan harmoni, damai dan rukun. Tidak sedikit masyarakat yang mampu me-ngelola perbedaan, meskipun dalam bats ruang yang paling dekat pun. Mereka hidup berdampingan dalam perbedaan. Tidak ada riak-riak pertikaian dan pertengkaran karena perbedaan agama. Mereka mampu mempraktik kerukunan secara nyata, meski-pun tidak hidup di komunitas perkotaan, yang begitu banyak sosialisasi kerukunan.

Ternyata Indonesia memliki banyak komunitas masyarakat di pedesaan yang mempraktikkan harmoni dan kerukunan. Banyak dijumpai desa-desa kerukunan yang bukan hanya mereka ber beda, tapi juga mereka mampu hidup berdampingan dalam perbedaan. Perbedaan. Tidak ada sekat-sekat yang memisahkan mereka sehingga menimbulkan konflik karena agama. Hidup rukun telah menjadi semboyan yang mereka dapatkan dari leluhur sebagai sikap social yang dirawat dan diwariskan. Tak berlebihan jika mereka tidak menginginkan konflik dan pertikaian. Mereka terus merawat kerukunan.

Kerukunan di Desa Besowo, Kediri

Di Kediri, adalah suatu wilayah yang menjadi contoh betapa kerukunan telah terwujud sebagai bagian dari praktik masyarakat. Semua agama yang diakui di Indonesia hidup berdampingan. Bisa dikatakan Kediri adalah wilayah yang damai dan harmoni karena tidak ada konflik kekerasan. Masyarakatnya hidup berdampingan, meskipun berbeda agama. Mereka tidak mempersoalkan agama sebagai keyakinan masyarakat. Agama adalah sumber pelajaran hidup masyarakat yang tidak membawa kepada konflik. Mereka

Page 97: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 87

betul-betul merawat kerukunan yang diinspirasi oleh kearifan lokal yang mereka miliki.

Dalam sejarahnya, hubungan Islam dan Hindu telah ter-bangun dengan baik. Pada zaman kerajaan, Sri Aji Joyoboyo yang beragama Hindu berkawan akrab dengan mbah Wasil yang beragama Islam. Bahkan mbah Wasil dijadikan guru spiritual. Sejarah ini terus dipelihara oleh masyarakat sebagai fondasi historis dalam merawat kerukunan. Masyarakat memiliki keyakinan untuk menjaga harmoni dalam perbedaan dan sebaliknya tidak men jadikan perbedaan agama sebagai penyulut pertikaian.

Wujud konkret dari kerukunan umat beragama adalah ber-dirinya Masjid, Gereja dan Klenteng dalam jarak yang saling berdekatan. Lihat saja di Ngancar dan jalan Dhoho; mereka tetap saling menghormati. Di Desa Besowo Pare, dalam setiap perayaan hari raya agama, mereka bergantian saling berkunjung ke tetangga yang merayakannya untuk menyambung silaturahmi, meskipun berbeda agama. Kerukunan di desa Besowo Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri berbasis kearifan lokal (budaya), ajaran agama tentang kebersamaan, toleransi, dan solidaritas sosial. Ungkapan Guyub Rukun yang diwariskan dari generasi ke generasi merupakan nilai yang diyakini oleh komunitasnya se bagai pengetahuan bersama dalam menjalin hubungan antara sesama dan lingkungan alamnya. Masyarakat desa Besowo memiliki nilai kearifan lokal yang telah teruji dan terbukti daya jelajah sosialnya dalam mengatasi berbagai problematika kehidupan sosial.

Pemeliharaan kerukunan di Desa Besowo, Pare sesungguh-nya tidak lepas dari beberapa faktor (Indra Latif Syaepu, 2016). Pertama, adanya kearifan lokal yang berupa tradisi Jawa dalam ungkapan local yang telah diwariskan turun-menurun. Semboyan ungkapan Guyub Rukun, Anjang Sana-Anjang Sini,

Page 98: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama88

ritual Gunung Kelud, dan Bersih Desa merupakan kearifan local yang terus menerus dirawat untuk membangun harmoni dan kerukunan. Tradisi ini masih mengakar kuat di Desa Besowo, meskipun mereka diterpa modernisasi. Norma-norma etis-moral yang telah lama hidup di masyarakat terus dipertahankan.

Kedua, peran tokoh agama dan elit lokal untuk membantu mempertahankan kerukunan dan keharmonisan. Mereka sepakat untuk mempertahankan kearifan local sebagai fondasi dalam membangun harmoni masyarakat. Tidak ada perbedaan antara tokoh agama dan elit local untuk merawat harmoni. Tradisi silaturrahin menjadi penyambung bagi masyarakat, tokoh agama dan elite local, sehingga mereka masih mempraktikkan silaturrahim di kalangan masyarakat, meskipun berbeda agama. Silaturahmi antarumat beragama dan kerjasama antarumat ber-agama dalam berbagai aspek kehidupan sosial menjadi kekuatan utama dalam merawat kerukunan di desa ini. Silaturahmi-dialogis yang tercermin dalam tradisi Anjang Sana-Anjang Sini mampu meiankan peran strategis dalam merawat kerukunan.

Ketiga, masyarakat merawat tradisi lisan dan tradisi lainya sebagai warisan leluhur dan nenek moyang. Guyub Rukun telah menjadi kekuatan bagi masyarakat untuk menjaga tradisi yang mampu merawat kerukunan dalam perbedaan agama.Masyarakat menjaganya sebagai kearifan local yang menjadi sebuah ke biasaan bersama dan disepakati. Karena itulah, masyarakat mampu ber-adaptasi dengan tardisi sekaligus modernitas yang mengitarinya. Serbuan modernisasi mampu difilterisasi dalam kearifan lokal.

Pemeliharaan Kerukunan Desa Ngargoyoso, Karanganyar

Potret kerukunan anta-umat beragama yang dibangun atas dasar toleransi terwujud di desa Ngargoyoso di Kabupaten

Page 99: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 89

Karanganyar. Desa ini menjadi contoh rukunnya kehidupan antar umat beragama, meskipun mereka berbeda agama. Simbolnya adalah tiga tempat ibadah berdiri dan didirikan di lokasi yang saling berdampingan. Yaitu, masjid Al-Mu’min, gereja Sidang Jemaat Allah Pancaran Berkat, dan pura Agra Bhadra Darma. Tiga tempat ibadah ini berdiri di lahan tanah kas Desa Ngargoyoso sejak belasan tahun silam. Ide pendirian tempat ibadah secara berdampingan ini dipelopori Kepala Desa Sri Hartono karena begitu beragamnya umat beragama di Desa Ngargoyoso. Ide ini tentu menarik dalam upaya membagun kerukunan umat beragama.

Dalam kenyataan adanya tempat ibadah yang berbeda agama dan berdekatan, masyarakat Desa Ngargoyoso tidak mem per-soalkannya. Mereka hidup saling berdampingan dalam suasana rukun, tidak pernah terjadi gesekan antarumat beragama yang menimbulkan konflik kekerasan. Mereka hidup saling meng-hargai dan menghormati satu sama lain yang didasari oleh semangat sosial bahwa mereka hidup bermasyarakat yang juga diinspirasi oelh toleransi beragama.

Kunci keharmonisan antara umat Islam, Kristen, dan Hindu di desa ini adalah komunikasi antarpemuka agama. Para tokoh agama tidak mempermasalahkan kehadiran tiga rumah ibadah. Mereka memandangnya sebagai bagian dari kenyataan social bahwa mereka harus bersahabat dan bekerjasama dalam ikatan perbedaan. Bahkan pada Hari Raya Idul Fitri, para tokoh agama mampu mendiskusikan dan memusyawarhkan aktivitas keagamaan yang bersinggungan dengan agama lain. Mislanya, tokoh-tokoh Muslim meminta pihak majelis gereja untuk memajukan kegiatan peribadatan sebagai upaya toleransi umat muslim yang menjalan-kan salat Id.

Page 100: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama90

Pemeliharaan Kerukunan Desa Balun, Lamongan

Desa Balun, Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan adalah desa plral yang paling unik di Kabupaten Lamongan. Di desa ini terdapat tiga agama yang dipeluk oleh warganya, yaitu: Islam, Hindu, dan Kristen. Ketiga pemeluk agama ini hidup rukun tanpa konflik. Ikatan soial menyatukan perbedaan agama di desa ini. Toleransi telah menjadi fondasi dalam ikatan social mereka. Dalam kehidupan sehari-hari mereka mampu menunjukkan betapa toleransi yang tinggi mampu merawat kerukunan umat beragama. Mereka hidup saling berdampingan satu sama lain tanpa menimbulkan konflik antar pemeluk agama (Prasetyo Umar Firdianto, 2018).

Perbedaan agama bagi masyarakat Desa Balun merupakan sebuah penggerak sebagai motivasi antar umat beragama sehingga mereka tidak terpecah-pecah dalam perbedaan. Solidaritas antar masyarakat dalam perbedaan menjadi model bagi masyarakat ini dalam merawat kerukunan (Asroful Zainudin Asari: 2014). Perbedaan agama tidak membuat solidaritas mereka terkoyak, bahkan menjadi modal social dalam membangun kesadaran harmoni dan rukun.

Faktor yang menyebabkan kerukunan beragama di Desa Balun adalah adanya faktor sejarah, sehingga ada kedekatan emosi dan komunikasi antar masyarakat. Sejarahnya masuk Islam, Kristen, dan Hindu di desa ini yang diterima dengan baik menjadi factor historis betapa sejak awal kehadiran agama-agama bukan menjadi masalah bagi masyarakat desa. Mereka sudah terbiasa menerima kehadiran agama yang berbeda-beda. Sejarah ini terus dipelihara dalam memori kolektif masyarakat sehingga bibit-bibit pertikaian antarumat beragama tidak terjadi karena mereka telah lama hidup bersama dalam suasana toleransi.

Page 101: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 91

Pesan-pesan keagamaana yang dipahami dan dipraktikkan masyarakat yang berbeda agama turut mendorong kerukunan terus dirawat. Hampir tidak ditemukan nilai-nilai yang ber-tentangan antara Islam (NU), Kristen (GKJW), dan Hindu sehingga tidak terjadi persinggungan yang melahirkan pertikaian. Paham keagamaan yang dianut masyarakat Muslim di desa ini ikut memperkuat toleransi. Dominasi NU di desa ini betul-betul terasa sehingga paham keagamaan moderat menyelimuti pemahaman keagamaan masyarakat. Itulah sebabnya, perjumpaan dengan agama lain bukan menjadi masalah bagi masyarakat.

Struktur masyarakat pedesaan yang masih bergantung pada tokoh ikut memperkuat toleransi antarumat beragama. Dengan kata lain, kerukunan beragama di Desa Balun ada kaitannya dengan struktur masyarakat Desa Balun yang masih bersifat agraris. Dengan struktur social ini, masyarakat masih menjadikan para tokoh dan elit sebagai panutan sehingga filterisasi atas isu-isu yang mengarh kepada konflik dan pertikaian dapat diredam. Tokoh-tokoh masyarakat yang tidak mempermasalahkan per-bedaan agama, menjadikan masyarakat bawah juga me ngikuti-nya sehingga kerukunan mudah terawatt (Ahmad Jamhari Rahmawan, 2018).

Selain desa-desa di atas, pemeliharan kerukunan juga terjadi di sejumlah daerah lain. Misalnya, Desa Garantung, Kecamatan Maliku, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng) memiliki desa yang merupakan wujud dari kerukunan antarumat beragama. Di desa ini, terdapat tiga buah tempat ibadah berbeda yang terletak secara berdampingan. Menurut Kepala Desa Garantung, Supardiono, di desanya itu terlebih dulu dibangun gereja dan vihara dalam jarak 50 meter saling berdampingan. Kedua tempat ibadah itu dibangun pada 1962. Sementara, masjid yang dibangun di lokasi lain, kurang strategis. Ada usulan

Page 102: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama92

dari tokoh agama Kristen saat itu, untuk memindahkan masjid ke sebelah gereja dan vihara. Masyarakat dan pemerintah daerah pun menyetujuinya. Pembangunan masjid dilaksanakan pada 1970. Hingga kini mereka hidup rukun.

Sikap menerima dan bersahabat yang dilakukan para pemuka agama dari ketiga agama di Desa Garantung merupakan bukti betapa kerukunan terus-menerus dirawat tanpa adanya ego status, ekonomi dan politik. Mereka hidup berdampingan, bukan saja masyarakatnya, tetapi juha rumah ibadah mereka sepakat dibangun di lokasi yang berdekatan. Kenyataan ini dibangu atas fondasi toleransi atas penerimaan kearifan local yang sejak turun-menurun hidup dalam tradisi toleransi.

Di tempat lain, Desa Sadar Kerukunan di Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, juga menjadi tempat edukasi kerukunan umat beragama. Desa ini adalah desa sadar kerukunan yang direncana-kan oleh masyarakat dan pemerintah. Pembentukan Desa Sadar Kerukunan dimaksudkan sebagai model desa dengan keragaman agama, budaya, dan keragaman bahasa yang ditunjukkan dari perilaku atau sikap-sikap toleransi antarpemeluk agama. Desa ini dipilih karena tingkat kemajemukan beragamanya tinggi, dibandingkan daerah-daerah lain yang juga memiliki pemeluk agama yang heterogen, seperti Lingsar, Kabupaten Lombok Barat.

Desa Sadar Kerukunan di Tanjung ini memperlihatkan potensi dan modal social yang telah dimiliki untuk selanjutnya dibingkai dalam dialog dan musyawarah untuk mengembang kan potensinya sebagai kekayaan social dalam kerukunan. Mereka pun hidup berdampingan dalam perbedaan tanpa konflik dan pertikaian. Inilah kombinasi desa sadar kerukuanan yang dirancang pemerintah bersama masyarakat.

Belajar dari desa-desa yang telah mampu merawat kerukunan

Page 103: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 93

di tengah perbedaan agama adalah toleransi. Termasuk dalam kategori toleransi adalah sikap dan perbuatan untuk tidak me-lakukan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang ber-beda atau pengakuat kelompok mayoritas untuk hidup ber sama dengan kelompok minoritas dan sebaliknya. Sikap toleran ini tidak akan terjadi jika tidak ada perubahan orientasi keaagamaan untuk berani keluar dari pemahaman sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan transformasi internal yang signifikan dalam me-mahami norma dan tradisi agama. Dengan demikian, toleransi tidak lagi hanya wacana yang dipidatokan yang tidak memiliki implikasi normatif dalam tingkah laku antar pemeluk agama (Toto Suryana: 2011). Toleransi pada pokoknya adalah kepekaan untuk sepenuhnya menghargai keberagaman di dalam ruang nyata.

Pemeliharaan Kerukunan di Tanjung Priok, Jakarta Utara

Kerukunan benar-benar dipraktikkan di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Di Jalan Enggano berdiri dua rumah ibadah, yaitu Masjid Al-Muqarrabin dan gereja Masehi Injil Sangihe Talaud Manahaim. Dua rumah ibadah ini adalah potret indah-nya kerukunan dengan tingginya tingkat toleransi dari kedua komunitas dua rumah ibadah ini. Kedua bangunan rumah ibadah me nempati tanah Dinas perhubungan Laut Distrik Navigasi/Jawatan Pelayaran. Dulunya, dua rumah ini dibangun untuk ibadah para pelaut yang tinggal di asrama. Persamaan senasib dan seprofesi sebagai pelaut ini menjadi factor penting dalam merekeatkan hubungan dua komunitas yang berbeda agama (R. Agus Sartono, dkk., 2014: 39-40).

Salah satu sikap saling menghargai dalam perbedaan di-tunjukkan dengan pemasangan pengeras suara masjid meng-

Page 104: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama94

hadap ke barat yang berlawanan dengan posisi bangunan gereja di sebelah timur, sehingga ketika adzan berkumandang bersamaan dengan waktu ibadah di gereja dapat berjalan dengan khusyu. Harmoni juga ditunjukkan ketika keruushan 1984 di tanjung Priok, gereka akan diserang sekelompok massa, jamaah masjid melindungi dari aksi penyerangan. Pada tahun-tahun berikutnya, yaitu pada 1998, gereja akan gereja akan dibakar oleh massa, orang-orang Islam jamaah masjid bersiaga dan berjaga di depan gereja sehingga aksi pembakaran tidak terjadi. Dalam aspek lain, pihak gereja tidak segan membantu ketika pihak masjid melakukan khitanan massal dan ikut membantu pelaksanaan ibadah di bulan Ramadhan, seperti membagikan takjil. Sebaliknya, pada waktu perayaan Natal, pihak masjid juga menyediakan halaman untuk tempat parkiran para jemaat gereja. Pada pelaksanaan hari Raya, umat islam merelakan untuk shalat di dermaga yang luas dengan memberikan kesempatan ibadah kepada jemaat gereja (R. Agus Sartono, dkk., 2014:41-42).

Letak gereja dan masjid yang berdampingan tidak pernah menimbulkan pertikaian dan permusuhan. Para jamaah hidup rukun berdampingan dengan tetap saling menghormati ibadah masing-masing rumah ibadah. Dialog dan kerjasama menjadi kunci keberhasilan kerukunan umat beragama. Inilah wujud konkret betapa perbedaan dapat dikelola sebagai modal social untuk membangun harmoni.

Pemeliharaan Kerukunan di Kampung Sawah, Kota Bekasi

Kerukunan umat beragama di Kampung Sawah dapat dilihat dari dua rumah ibadah yang berdekatan, yaitu Gereja Katolik Santo Servatius, Gereja Kristen Pasundan derdampingan dengan Masjid Al jauhar Fisabilillah. Hubungan kekerabatan di antara

Page 105: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 95

mereka menjadi kunci kerukunan. Perkawinan antar pemeluk agama inilah yang menjadi hubungan kekerabatan begitu kuat meskipun beda agama. Banyak tradisi yang dilestarikan para komunitas, misalnya Jemaah Kristiani yang merayakan Natal me-ngenakan baju tradisional Betawi dan upacara sedekah bumi (R. Agus Sartono, dkk., 2014: 54-68).

Toleransi beragama di Kampung Sawah telah bearakar lama dengan kekuatan utamanya adalah hubungan kekerabatan. Karena mereka bersaudara/berkerabat, maka tidak ada persoalan dalam hubungan antaragama. Mereka sudah terbiasa dengan perbedaan, karena sejak di dalam keluarga, mereka berbeda-beda. Oleh karena itu, kerukunan di Kampung Sawah hingga kini masih terus terawatt dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada konflik agama yang muncul di Kampung Sawah. Semua persoalan akan diselesaikan dengan kekerabatan dan tradisi-tradisi yang mereka rawat.

Pemeliharaan Kerukunan di Banuroja

Desa Banuroja adalah desa multietnis dan agama yang sudah lama hidup rukun dengan symbol utamanya adalah masjid, pura, dan gereja. Kehadiran tiga rumah ibadah ini tidak menimbulkan konflik. Selain itu, keragaman etnis di desa ini, yang terdiri dari etnis Bali, Nusa Tenggara, Gorontalo, dan Jawa telah menghimpun harmoni dalam perbedaan. Meskipun berbeda agama dan etnis, mereka hidup rukun dan damai (R. Agus Sartono, dkk., 2014: 75).

Toleransi telah menjadi kekuatan dalam membangun harmoni. Salah satunya adalah ketika umat Islam melantunkan adzan, melaksanakan shalat berjamaah, dan dzikir, microphone dari pura di sebelah masjid diperkecil volume suaranya. Mereka juga menjaga tradisi silaturrahim antarpemeluk agama pada hari besar agama masing-masing. Misalnya, saat umat Islam me-

Page 106: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama96

rayakan Idul Fitri, warga pemeluk Hindu dan Kristen ikut me-ramaikan suasana dengan mengirimkan buah-buahan segar. Kaum Kristiani juga biasanya menyerahkan aneka macam kue kepada umat Islam. Sebaliknya, ketika hari Raya Natal dan Nyepi, umat Islam berkunjung untuk bersilaturrahim dengan warga dan tokoh Hindu dan Kristen dengan membawa hasil bumi, seperti jagung (R. Agus Sartono, dkk., 2014: 85).

Kuatnya toleransi antaragama di Desa Banuroja men-cerminkan kehidupan rukun yang nyata sehingga mereka dapat mengelola perbedaan agama dan etnis untuk menjaga harmoni. Mereka sudah terbiasa dengan perbedaan dan mereka sudah terbiasa mempraktikkan toleransi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Tak mengherankan jika desa ini merupakan prototype dari desa rukun yang sebenarnya.

Pemeliharaan Kerukunan di Nusa Dua Bali

Kerukunan umat beragama tercermin di Nusa Dua Bali dengan berdirinya lima rumah ibadah; masjid, pura, gereja (Katolik dan Protestan), dan vihara secara berdampingan tanpa adanya pertikaian dan permusuhan. Tepatnya, di Komplek Puja Mandala, kehadiran lima rumah ibadah memperkuat kerukunan umat beragama (R. Agus Sartono, dkk., 2014: 104). Jika di tempat lain, rumah ibadah masih menjadi persoalan dalam menjaga kerukunan, maka di Komplek Puja Mandala, kerukuann justru terwujud konkret. Seluruh pemeluk agama hidup rukun dan harmoni, meski melihat langsung perbedaan di sekitarnya.

Toleransi dipraktikkan oleh jamaah lima rumah ibadah di Komplek Puja Mandala. Ketika perayaan Natal, para jemaat Kristiani dapat menggunakan halaman rumah ibadah lain. Umat agama lain, bahkan ikut membantu dalam urusan keamanan

Page 107: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

BAB VI: Pengalaman Merawat Kerukunan

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 97

dan ketertiban (R. Agus Sartono, dkk., 2014:110). Begitupula ketika perayaan Hari Raya Idul Fitri, jamaah Muslim dapat meng gunakan halaman gereja, vihara, dan pura. Mereka tidak mem persoalkan penggunaan halaman rumah ibadahnya untuk peribadatan umat agama lain.

Kehidupan rukun di lima rumah ibadah di Komplek Puja Mandala terus menerus dipelihara dan telah menjadi kesepakatan umum bahwa mereka bersedia bertoleransi terhadap umat agama lain. Tidak hanya itu, mereka juga bersedia membantu pelaksanaan perayaan agama lain sebagai wujud dari toleransi untuk mewujudkan kerukunan umat beragama.

Page 108: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.
Page 109: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 99

A. Kirom, Peran FKUB dalam Merawat Kehidupan Umat Beragama Studi atas FKUB Bantul. Yogyakarta. 2015.

Abd Mu’id Aris Shofa, Memaknai Kembali Multikulturalisme Indonesia dalam Bingkai Pancasila, Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 1 No. 1 2016.

Abdul Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama; Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur’an, (Depok:KataKita, 2009)

Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Abu Hapsin, Merajut Kerukunan Umat Beragama Semarang: Robar Bersama, 2011.

Ahmad Baso “Diskriminasi Agama di Balik RUU KUB” dalam BASIS (Yogyakarta), No. 01-02, tahun ke-53, Januari-Februari 2004.

DAFTAR PUSTAKA

Page 110: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Daftar Pustaka

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama100

Ahmad Jamhari Rahmawan, Iedo Khrisna Lucky, Arief Nur Rakhman, Bagus Ferry A., dan Inggit Tutirin, “Faktor Kerukunan Antar Umat Beragama Di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Sebagai Solusi Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia”, Makalah, 2018.

Ahmad Muzakkil Anam, Penanaman Pendidikan Multikutural di Perguruan Tinggi: Studi Kasus di Universitas Islam Malang, 2016.

Ahmad Riyanto, Dialog Antarumat Beragama (Studi Pemikiran A. Mukti Ali dan Th. Sumartana). Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005

Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan UUD NRI 1945; Kajian Perbandingan tentang Dasar Kehidupan Bersama dalam Masyarakat yang Majemuk, (Jakarta: Sinar Grafika 2012).

Akmal Salim Ruhama, Peran Pemerintah Daerah: Pemeliharaan Kerukunan Beragama di Provinsi Kepulauan Riau, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Mei, 2015.

Akmal Syafril, Jurnal Pemikiran Islam Republika; Islamia. Republika.co.id Kamis 15 Desember 2011

Andreas A. Yewangoe, Regulasi Toleransi dan Pluralisme Agama di Indonesia, dalam Elza Peldi Taher (ed), dkk., Merayakan Kebebasan Beragama Bunga Rampai Menyampbut 70 Tahun Djohan Effendi. Jakarta: Democracy Project, Yayasan Abad Demokrasi, 2011.

Ari Ganjar Herdiansah, Peran Organisasi Masyarakat (Ormas) Dan Lembaga Swadaya Masyarakat (Lsm) Dalam Menopang Pembangunan Di Indonesia

Arifuddin Ismail, “Refleksi Pola Kerukunan Umat Beragama; Fenomena Keagamaan di Jawa Tengah, Bali dan Kalimantan Barat” Jurnal Analisa Volume XVII, No. 02, Juli - Desember 2010

Page 111: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Daftar Pustaka

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 101

Asari, Asroful Zainudin Pluralisme dan Kerukunan Umat Beragama: Studi di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya, (2014).

Azrul Azwar, Pengantar Administrasi, Edisi Ketiga, Jakarta: Binarupa Aksara. 1996.

Basic Buddhism, Ikhtisar Ajaran Buddha (Yogyakarta: In Sigth Vidyasena Production, 2008).

D. Pruitt, J. Rubin & S.H. Kim, Social Conflict: Escalation,Stalemate, and Settlement. (3rd Ed) New York, USA: McGraw-Hill. 2004.

Darwis Muhdina, Kerukunan Umat Beragama Berbasis Kearifan Lokal di Kota Makassar, Jurnal Diskursus Islam Vol. 3 No. 1 Tahun 2015.

Departemen Agama, Naskah Akademik RUU Umat Beragama, (Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2002)

Dharmaji Chowmas, “Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Pandangan Budha” Jurnal TOLERANSI; Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama, Vol 1 Nomor 2 Juli-Desember 2009.

Eko Digdoyo, Kajian Isu Toleransi Beragama, Budaya, dan Tanggung Jawab Sosial Media, Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 3 No. 1.

Faisal Ismail, Dinamika kerukunan Antar Umat Beragama,( Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2014.

Fajar Dwi Putra, Psikologi Cyber Media Seni Komunikasi Propaganda Menggunakan Media Sosial dalam Kaitannya dengan Isu SARA di Indonesia, Channel Vol. 5 No. 1 Tahun 2017.

Fokky Fuad, Islam dan Ideologi Pancasila. Lex Jurnalica Volume 9 Nomor 3. Desember 2012.

Page 112: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Daftar Pustaka

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama102

Francis J Beckwith; Gregory Koukl. Relatiism. Feet Firmly Planted in Mid-Air. Grand Rapids. Michigan: Baker Books. 1998

Hadar Nawai, Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM), Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2009.

Hamidah, “Strategi Membangun Kerukunan Umat Beragama”, Jurnal Wardah: Vol. 17 No. 2/Juli-Desember 2016.

Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz III, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983

Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Bandung: Mizan, 2000

Husain Fauzi Al-Najjar, al-Islam wa al-siyasah; Bahtsun fi Ushuli al-Nazhariyyah al-Siyasiyah wa Nizham al-Hukm fi al-Islam¸ Kairo: Dar al Maarif, 1969.

Ibnu Rusydi dan Siti Zolehah, “Makna Kerukunan Antar Umat Beragama Dalam Konteks Keislaman Dan Keindonesian”, al-Afkar, Vol. 1, No.1, January 2018

Ibnu Rusydi dan Siti Zolehah, Makna Kerukunan Antar Umat Beragama Dalam Konteks Keislaman Dan Keindonesian, al-Afkar, Vol. 1, No.1, Januari 2018

Indra Latif Syaepu, “Kerukunan Antar Umat Beragama Di Desa Besowo Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri: Studi Erhadap Peran Elit Lokal Dan Masyarakat Dalam Melestarikan Kerukunan”, Tesis UIN Yogyakarta, 2016

Ismail Fahmi Arrauf Nasution, Minoritas dan Politik Perukunan, 2014

Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung Indonesia: Remaja Rosda Karya, 2000.

James Gibson et,al. Organisasi dan Manajemen: Perilaku Struktur Proses, Jakarta: Erlangga. 1994.

Page 113: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Daftar Pustaka

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 103

Jefdrey Bauer, C, Role Ambiguity and Roke Clarity. Clermont: A Comparison of Attitude in Germany and United States: 1985

Johan Galtung, Violence, Peace, and Peace Research, Journal of Peace Research. (online) Vol. 6, No. 3. 1969.

Jumrana & Megawati Asrul Tawulo, Fasilitator Dalam Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Komunikasi Proefetik, Vol. 08/ no.01/April 2015.

Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nassional 2015-2019 Buku I, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014.

Kemenko Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Laporan Kinerja Asisten Deputi Pemberdayaan dan Kerukunan Umat Beragama 2017, Jakarta: Kemenko PMK, 2017.

Linda Dwi Eriyanti, Pemikiran Johan Galtung tentang Kekerasan dalam Perspektif Feminisme Jurnal Hubungan Internasional Vol 6, No 1 (2017),

Linda Dwi Eriyanti, Pemikiran Johan Galtung tentang Kekerasan dalam Perspektif Feminisme Jurnal Hubungan Internasional Vol 6, No 1 (2017),

M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (Jakarta: Media Dakwah, 1988)

M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia, Jakarta: Media Dakwah, 1988.

Ma’ruf Amin, Melawan Terorisme dengan Iman, Jakarta: Tim Penanggulangan Terorisme, 2007.

Mangunhardjana, Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z, Yogyakarta: Kanisius. 1997

Page 114: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Daftar Pustaka

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama104

Maskuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001.

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2009

Moh Abdul Kholiq Hasan, “Merajut Kerukunan dalam Keragaman Agama di Indonesia (Perspektif Nilai-Nilai Al-Quran)” Jurnal Profetika, Jurnal Studi Islam, Vol. 14, No. 1, Juni 2013:

Muhammad Ali, Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin Kebersamaan, Jakarta: Buku Kompas, 2003.

Muhyadi, Organisasi: Teori, Strukturdan Proses, Jakarta: P2LPTK. 1989.

Munandar, Budgetting: Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja dan Pengawasan Kerja, Yogyakarta: BPFE. 1998.

Muzaki, “Partisipasi Tokoh Masyarakat dalam Toleransi Umat Beragama”, Jurnal Komunika Vol. 4 Nomor 1, 2010.

Nazmudin, “Kerukunan dan Toleransi Antarumat Beragama dalam Membangun Keutuhan NKRI”, Journal of Government and Civil Society. Vol. 1 Nomor 1 April 2017.

Normuslim, Kerukunan Antar Umat Beragama Keluarga Suku Dayak Ngaju di Palangkaraya, Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, 3. 1, Jui 2018.

Nugroho, “Keragaman Keyakinan sebuah tantangan dan harapan bagi kerukunan beragama (Studi Pemikiran Th. Sumartana tentang Keragaman Keyakinan)” JIA, Desember 2016/ Th.17/ Nomor 2

Nur Khalik Ridwan, “Panasila dan Deradikalisasi Berbasis Agama”, Jurnal Pendidikan Islam Volume II, Nomor 1, Juni 2013.

Page 115: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Daftar Pustaka

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 105

Nur Syam, Menjaga Harmoni Menuai Damai, Jakarta: Kencana, 2018.

Nurcholish Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 1966).

O.U. Effendy, Hubungan Masyarakt Suatu Studi Komunikologis, Bandung, Indonesia: Remaja Rosdakarya 2003.

Prasetyo Umar Firdianto, Islam dan Pluralisme: Mengungkap Peradaban Pluralitas Beragama di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, Makalah, 2018.

Rudi Harjon Dharmaraya, Kisah Sebuah Rakit Tua; Bagaimana Ajaran Buddha Beriringan dengan Perkembangan Zaman (Solo: Taman Budicipta, 2007).

Rudi Harjon Dharmaraya, Kisah Sebuah Rakit Tua; Bagaimana Ajaran Buddha Beriringan dengan Perkembangan Zaman, Solo: Taman Budicipta, 2007.

S. Soemirat dan E. Ardianto, Dasar-dasar Public Relation, Bandung, Indonesia: Remaja Rosdakarya. 2012.

Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu Pengantar: Jakarta, Rajawali Pers 2009.

Sumaryo Gs, Kustini, M. O Royani, Efektivitas Sosialisasi Praturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri no. 9 dan no. 8 Tahun 2006, Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat, Departemen Agama RI, Badan Litbang dan Diklat, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009.

Syamsul Rijal, Kerukunan Umat Beragama, Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Nanggroe Aceh Darussalam, 2003.

Tom Jacobs, Mengakarkan Suatu Teologi yang Terbuka terhadap

Page 116: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Daftar Pustaka

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama106

Realitas Hidup, dalam 8 tahun Fakultas Teologi Wedhabakti, Yogyakarta: IKIP Sanata Dharma, 1993.

Toto Suryana, “Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama”, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim Vol. 9 No. 2 – 2011

Totok Suyanto, 2017, Kajian Pendidikan Multicultural di Sekolah: Upaya untuk Menanamkan Nilai Keberagaman pada Peserta Didik, Surabaya: Unesa Press, tt.

Usman, Negara dan Fungsinya (Telaah atas Pemikiran Politik), Jurnal Al-Daulah Vol. 4/ N0/1/ Juni 2015.

Weinata Sairin, Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa: Butir-butir Pemikiran, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Yudi Latif, Negara Paripurna; Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012

Yunita Anggraini, dkk, Anggaran Berbasis Kinerja, Yogyakarta: Unit Penerbitan dan Percetakan STIM YKPN, 2010.

Zaidan Djauhary,: Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama, Jakarta: Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama. 1983.

Zakiah Daradjat, Perbandingan Agama II. Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1984.

Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi; Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil Alamin, Jakarta: Pustaka Oasis, 2010.

Page 117: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Daftar Pustaka

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 107

Undang-undang Nomor 5/1969 PNPS No. 1/1965

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial.

Peraturan Bersama Menteri tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 331 Tahun 2002.

Keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun 2002 tanggal 9 April 2002.

Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2000 tanggal 17 Januari 2000.

http://kemenkopmk.go.id

https://arah.com/article/34896/ntb-dorong-desa-kerukunan-umat-beragama-jadi-destinasi-wisata.html

https://kesbangpollinmas.klungkungkab.go.id diunduh pada tanggal 12 Desember 2018 pukul 14.35

https://www.liputan6.com/news/read/3035762/potret-toleransi-beragama-di-sebuah-desa-di-karanganyar

https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/

https://m.republika.co.id

https://kemenag.go.id

https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/

http://kemenkopmk.go.id

Page 118: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.
Page 119: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 109

LAMPIRAN

Page 120: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Lampiran

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama110

2

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015

Kementerian Koordinator Bidang PembangunanManusia dan Kebudayaan mempunyai tugasmenyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, danpengendalian (KSP) urusan Kementerian dalampenyelenggaraan pemerintahan di bidangpembangunan manusia dan kebudayaan.

3

1. Meningkatkan peranan danketerwakilan perempuan dalampolitik dan pembangunan

2. Peletakan dasar-dasar dimulainyadesentralisasi asimetris

3. Pengurangan ketimpangan antarkelompok ekonomi masyarakat

4. Penanggulangan kemiskinan5. Melindungi anak, perempuan dan

kelompok marjinal6. Pembangunan kependudukan dan

keluarga berencana7. Pembangunan pendidikan

khususnya pelaksanaan program indonesia pintar

8. Pembangunan kesehatan khususnyapelaksanaan program indonesiasehat

9. Peningkatan kapasitas inovasi danteknologi

10.Pengelolaan bencana11.Revolusi karakter bangsa12.Memperteguh ke-bhineka-an dan

memperkuat restorasi sosialindonesia

13.Peningkatan kualitas pemahamandan pengamalan ajaran agama

31. Berdaulat secara politik2. Mandiri dalam ekonomi3. Berkepribadian dalam

kebudayaan

TRISAKTI

1. Keselarasan Basis Data2. Jaminan Kebutuhan dan

Pelayanan Dasar3. Pemberdayaan Masyarakat4. Pembangunan Desa Semesta5. Pembangunan Manusia

Berkarakter

5 FOKUS KOORDINASI

AGENDA PEMBANGUNAN NASIONAL/NAWACITA9 13SUB AGENDA PMK

KEMENKO PMK

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungisegenap bangsa dan memberikan rasa amanpada seluruh warga Negara

2. Membuat pemerintah tidak absen denganmembangun tata kelola pemerintahan yangbersih, efektif, dan demokratis

3. Membangun Indonesia dari pinggiran denganmemperkuat daerah-daerah dan desa dalamkerangka negara kesatuan

4. Menolak negara lemah dengan melakukanreformasi sistem dan penegakan hukum yangbebas korupsi, bermartabat dan terpercaya

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesiamelalui peningkatan kualitas pendidikan danpelatihan dengan program Indonesia Pintar,Indonesia Kerja dan Indonesia Sejahtera

6. Mewujudkan kemandirian ekonomi denganmenggerakkan sektor-sektor strategis ekonomidomestic

7. Meningkatkan produktivitas rakyat dan dayasaing di pasar internasional

8. Melakukan revolusi karakter bangsa melaluikebijakan penataan kembali kurikulumpendidikan nasional

9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuatrestorasi sosial Indonesia melalui kebijakanmemperkuat pendidikan ke-bhineka-an

Page 121: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Lampiran

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 111

4

PROGRAM PEMBERDAYAAN UMAT BERAGAMATAHUN 2018

NO OUTPUT MENDUKUNG RKP 2019, 100 PP JANJI PRESIDEN, DAN ISU STRATEGIS RPJMN 2015 - 2019

BENTUK KEGIATAN

YANG AKAN DILAKUKAN

SASARAN KEGIATAN

DAN STAKEHOLDER YANG

TERKAIT

ANGGARAN(DALAM RIBUAN RUPIAH)

1 URK PemberdayaanEkonomi Umat

1. PN1: Pembangunan Manusia melalui PenguranganKemiskinan dan Peningkatan Pelayanan Dasar

2. PP1: Percepatan Pengurangan Kemiskinan3. KP1: Penguatan Pelaksanaan Bantuan Sosial dan

Subsidi Tepat Sasaran, KP3: Penguatan Literasi untuk Kesejahteraan

4. PrP: Bantuan Pendidikan bagi Siswa danMahasiswa Miskin

5. ISU STRATEGIS 222: Peningkatan kegiatanpembinaan dan pemberdayaan umat beragamadan 227: Pemberdayaan ekonomi asest-asetwakaf, mendorong pemanfaatan tanah wakaf, untuk kegiatan ekonomi produkstif sepertipertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, perkebunan atau untuk perumahan, sekolah danrumah sakit

Rakor,Monev, KunjunganKerja

Kemenag, Kemenaker,Kementan, Kemdagri, KKP, KUKM, BAZNAS, BWI, PemdaLembagaKeagamaan, FOZ/LAZ

5

PROGRAM PEMBERDAYAAN UMAT BERAGAMATAHUN 2019

NO OUTPUT MENDUKUNG RKP 2019, 100 PP JANJI PRESIDEN, DAN ISU STRATEGIS RPJMN 2015 - 2019

BENTUK KEGIATAN

YANG AKAN DILAKUKAN

SASARAN KEGIATAN

DAN STAKEHOLDER YANG

TERKAIT

ANGGARAN(DALAM RIBUAN RUPIAH)

1 URK StrategiPenguatanPemberdayaanEkonomi UmatUntukMenurunkanAngkaKemiskinan

1. PN1: Pembangunan Manusia melalui PenguranganKemiskinan dan Peningkatan Pelayanan Dasar

2. PP1: Percepatan Pengurangan Kemiskinan3. KP1: Penguatan Pelaksanaan Bantuan Sosial dan

Subsidi Tepat Sasaran, KP3: Penguatan Literasi untuk Kesejahteraan

4. PrP: Bantuan Pendidikan bagi Siswa danMahasiswa Miskin

5. ISU STRATEGIS 222: Peningkatan kegiatanpembinaan dan pemberdayaan umat beragamadan 227: Pemberdayaan ekonomi asest-asetwakaf, mendorong pemanfaatan tanah wakaf, untuk kegiatan ekonomi produkstif sepertipertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, perkebunan atau untuk perumahan, sekolah danrumah sakit

Rakor,Monev, KunjunganKerja

Kemenag, Kemenaker,Kementan, Kemdagri, KKP, KUKM, BAZNAS, BWI, PemdaLembagaKeagamaan, FOZ/LAZ

Page 122: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Lampiran

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama112

6

PROGRAM KERUKUNAN UMAT BERAGAMATAHUN 2018

NOUSULAN

REKOMENDASI KEBIJAKAN

MENDUKUNG RKP 2019, 100 PP JANJI PRESIDEN, DAN ISU STRATEGIS RPJMN 2015

– 2019

BENTUK KEGIATAN

YANG AKAN DILAKUKAN

SASARAN KEGIATAN

DAN STAKEHOLDER

YANG TERKAIT

ANGGARAN(DALAM RIBUAN RUPIAH)

1 URK PengembanganKelembagaanKerukunanUmatBeragama

1. PN1: Stabilitas Keamanan Nasional danKesuksesan Pemilu

2. ISU STRATEGIS 221: Peningkatan kapasitasdan kualitas penyuluh agama, peran tokohagama, lembaga sosial keagamaan danmedia massa dalam melakukan bimbingankeagamaan masyarakat, 223: Penyelenggaraan dialog antarumatberagama untuk mem-peroleh pemahamanagama berwawasan multikultur, 224: Pembentukan dan pemberdayaan FKUB di provinsi dan kabupaten/kota, dan 226: Penguatan peraturan perundang-udanganmengenai kerukunan umat beragama

Rakor,KunjunganKerja

KemenkoPolhukam, Kemenag,Kemdagri, BIN, BNPT, FKUB, LembagaKeagamaan, PenggiatKerukunan

7

PROGRAM KERUKUNAN UMAT BERAGAMATAHUN 2018 (LANJUTAN)

NO URKMENDUKUNG RKP 2019, 100 PP JANJI

PRESIDEN, DAN ISU STRATEGIS RPJMN 2015 –2019

BENTUK KEGIATAN

YANGAKAN

DILAKUKAN

SASARAN KEGIATAN

DAN STAKEHOLDER

YANG TERKAIT

ANGGARAN(DALAM RIBUAN RUPIAH)

2 URK PenguatanKelembagaanKerukunanUmatBeragama

1. ISU STRATEGIS 225: Peningkatan kerjasamadan kemitraan antara pemerintah, pemerintah daerah, tokoh agama, lembagasosial keagamaan, dan masyarakat dalampencegahan dan penanganan konflik

Rakor,KunjunganKerja

K/L terkait, PemerintahDaerah, LembagaKeagamaan

3 PelaksanaanKoordinasiOrmasKeagamaan

1. ISU STRATEGIS 225: Peningkatan kerjasamadan kemitraan antara pemerintah, pemerintah daerah, tokoh agama, lembagasosial keagamaan, dan masyarakat dalampencegahan dan penanganan konflik

Swakelola,Monev

K/L terkait, PemerintahDaerah, OrmasKeagamaan

Page 123: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.

Lampiran

Model Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 113

8

ARAH KEBIJAKANMeningkatkan kualitas pelayanan kehidupan beragama melalui: Peningkatan kapasitas dan peran lembaga agama, Peningkatan pengelolaan dan fungsi rumah ibadat, Peningkatan kualitas pengelolaan dana sosial keagamaa, Peningkatan kualitas fasilitas layanan keagamaan, Peningkatan kualitas penyelenggaraan event keagamaan, dan peningkatan kualitas penyelenggaraan jaminan produk halal.

Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah melalui: Peningkatan kuota Jemaah haji, Peningkatan pembinaan calon jemaah haji, Peningkatan kualitas pelayanan akomodasi, katering, dan transportasi jemaah haji, Peningkatan perlindungan jemaah haji dan umrah, peningkatan kualitas dan

kuantitas petugas Panitia Penyelenggaran Ibadah Haji (PPIH), dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana, pengelolaan dan fungsi asrama

haji.

Meningkatkan Tata Kelola Pembangunan bidang Agama Melalui : Peningkatan Efisiensi, Transparansi, dan Akuntabilitas pelaksanaan program dan

kegiatan Dan Peningkatan Kualitas Kapasitas SDM aparatur Pemerintah.

9

Page 124: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...perbedaan itu diprovokasi sebagai alat pemecah persatuan dan harmoni.