Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan
-
Upload
heri-apriyanto -
Category
Documents
-
view
192 -
download
6
Transcript of Kemandirian Pangan Kawasan Perbatasan
Halaman 1 dari 12
KAJIAN KEMANDIRIAN PANGAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT DI
KAWASAN PERBATASAN NEGARA
Oleh :
Heri Apriyanto
I. LATAR BELAKANG
Salah satu kegiatan pembangunan pertanian periode 2005-2009 adalah Program
peningkatan ketahanan pangan (sumber : Musyawarah perencanaan pembangunan
pertanian tahun 2005). Program ketahanan pangan tersebut diarahkan pada
kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal yang secara
operasional dilakukan melalui program peningkatan produksi pangan; menjaga
ketersediaan pangan yang cukup, dan aman di setiap daerah setiap saat; dan
antisipasi agar tidak terjadi kerawanan pangan.
Wilayah perbatasan negara yang ada di Provinsi Kalimantan Barat pada umumnya
terletak pada daerah yang terpencil dan dukungan infrastruktur yang kurang memadai.
Wilayah ini berpotensi untuk terjadi kerawanan pangan. Sehubungan dengan kondisi
tersebut, maka fokus pembangunan dapat diarahkan pada penanganan masalah
kerawanan pangan dan ketertinggalan dalam berbagai sektor dengan jalan
meningkatkan ketahanan pangan. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu rencana
aksi program ketahanan pangan di wilayah perbatasan adalah pemenuhan kebutuhan
pangan sampai tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan diwujudkan bersama-sama
antara pemerintah dan masyarakat, dan dikembangkan mulai tingkat rumah tangga
hingga kawasan. Apabila setiap rumah tangga sudah mencapai ketahanan pangan,
maka secara otomatis ketahanan pangan masyarakat, daerah dan nasional akan
tercapai. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah kerawanan pangan di wilayah
perbatasan negara adalah melalui Program Aksi Desa Mandiri Pangan.
Tujuan pengembangan Desa Mandiri Pangan adalah untuk Meningkatkan ketahanan
Pangan dan Gizi (mengurangi kerawanan Pangan dan Gizi) masyarakat melalui
pendayagunaan Sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal di pedesaan. Sasaran
dari Program Aksi Desa Mandiri Pangan adalah terwujudnya ketahanan pangan dan
gizi tingkat desa yang ditandai dengan berkurangnya kerawanan pangan dan gizi.
Untuk saat ini wilayah perbatasan negara di Provinsi Kalimantan Barat seperti pada
tempat lainnya kenyataannya program ketahanan pangan tersebut belum bisa terlepas
sepenuhnya dari beras sebagai komoditi basis yang strategis. Untuk itu sasaran
indikatif produksi komoditas utama tanaman pangan dan cadangan pangan pemerintah
juga masih berbasis pada beras.
Kebijakan ketahanan pangan di wilayah perbatasan membutuhkan keseimbangan
yang tepat antara kebutuhan masyarakat dan ketersediaan pangan (beras). Untuk itu
Halaman 2 dari 12
perlu diketahui neraca pemanfaatan pangan (beras) beserta proyeksinya. Makalah ini
kan membahas secara singkat tentang neraca pangan di Kawasan perbatasan
Kawasan Aruk, Desa Sebunga, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas,
Provinsi Kalimantan Barat, dimana kawasan ini berbatasan langsung dengan Negara
Bagian Serawak, Malaysia dan direncanakan pada tahun 2010 digunakan secara
resmi sebagai Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB).
Gambar 1. Kawasan Perbatasan Aruk Provinsi Kalimantan Barat di Perbatasan RI -
Malaysia
II. TUJUAN
1) Identifikasi ketersediaan pangan (beras) di wilayah kajian
2) Identifikasi kebutuhan pangan (beras) dan proyeksinya di wilayah kajian
3) Menghitung neraca pangan (beras) di wilayah kajian
4) Menentukan strategi pemenuhan pangan untuk wilayah kajian
III. METODOLOGI
Dalam kajian kemandirian pangan di Kawasan Perbatasan Aruk, Kecamatan Sajingan
Besar, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat ini beras merupakan komoditi
utama pangan. Hal ini tidak terlepas dari kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa
beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi oleh hampir seluruh masyarakat di
wilayah tersebut. Dalam menghitung ketersediaan pangan (beras) menggunakan
pendekatan atau asumsi dari jumlah (produksi) beras yang dihasilkan. Produksi beras
Halaman 3 dari 12
ini diperoleh dari luasan lahan pertanian (sawah) dan produktivitas padi yang ada di
wilayah tersebut.
Seperti halnya tentang ketersediaan pangan, maka kebutuhan pangan untuk wilayah
kajian juga ditinjau dari komoditi beras. Kebutuhan pangan (beras) didekati dengan
rata-rata konsumsi beras per kapita.
Selanjutnya ketersediaan dan kebutuhan beras baik untuk saat maupun proyeksi
hingga tahun 2025 dibandingkan, apakah mengalami defisit atau surplus. Kemudian
hasil ini dianalisis untuk ditentukan strategi-strategi apakah yang diperlukan dalam
mengatasi permasalahan kemandirian pangan di wilayah kajian
IV. TINJAUAN PUSTAKA
Pengolahan padi menjadi beras, secara prinsip, melibatkan tahapan yang sederhana
yakni (i) pemisahan kotoran, (ii) pengeringan dan penyimpanan padi, (iii) pengupasan
kulit (husking), (iv) penggilingan (milling), dan (v) pengemasan dan distribusi (lihat
Gambar berikut).
Padi Kering
Panen
105%
Pengeringan
dan
Penyimpanan
102%
Padi
100%
Beras PK
83%
Beras Putih
72%
3% : Kotoran
(merang, butir muda, batu,
pasir, debu)
2% : Susut simpan 17% : Sekam 11% : Dedak (9,99%), Beras
Rusak (0,76%), Beras
Berwarna (0,25%)
Gambar 2. Tahapan Utama Proses Pengolahan Beras
Pemisahan kotoran dari padi hasil panen di sawah dilakukan karena masih banyak
terbawa kotoran lain seperti jerami, daun, batang bahkan benda lain yang tidak lazim
seperti batu dan pasir. Kotoran ini akan mengganggu proses pengeringan terutama
penyerapan kalori dan penghambatan proses pergerakan padi pada tahapan
berikutnya.
Kadar air padi hasil panen sangat bervariasi antara 18–25%, bahkan dalam beberapa
kasus dapat lebih besar. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air sampai
sekitar 14% sehingga memudahkan dan mengurangi kerusakan dalam penyosohan
dan proses selanjutnya. Kadar air yang terlalu tinggi menyulitkan pengupasan kulit dan
menyebabkan kerusakan (pecah atau hancur) karena tekstur yang lunak.
Halaman 4 dari 12
Penyosohan adalah pengupasan kulit padi yang merupakan tahapan paling penting
dari keseluruhan proses. Pengelupasan kulit adalah transformasi padi menjadi beras
yang secara prinsip sudah dapat dimasak untuk dimakan. Proses selanjutnya hanyalah
penyempurnaan dari penyosohan dan untuk meningkatkan kebersihan. Gabungan dari
sosoh serta kebersihan dan keutuhan biji adalah ukuran mutu beras putih.
Tahapan penggilingan adalah proses penyempurnaan penyosohan dan pelepasan
lapisan penutup butir beras. Teknologi penggilingan sudah sangat berkembang untuk
menghasilkan beras putih yang baik. Proses ini dibagi lagi menjadi penyosohan,
pemutihan (whitening) dan pengkilapan (shining). Walaupun demikian, inti proses ini
adalah untuk memisahkan lapisan penutup semaksimal mungkin.
Selain proses utama tersebut ada beberapa tambahan yakni operasi pemisahan yang
dimaksudkan untuk mendapatkan beras putih utuh dan murni. Oleh karena itu, proses
pemisahan terdiri dari pemisahan kotoran atau bahan asing (seperti batu, daun dan
benda asing lainnya) dan pemisahan beras yang kurang baik (muda, busuk, berjamur,
berwarna dan rusak/pecah). Perkembangan permintaan beras tanpa kerusakan yang
meningkat mendorong perkembangan teknologi yang semakin canggih. Dalam konteks
inilah berkembang teknologi pemisah batu, pemisah beras berdasarkan warna (color
sorter), pemisah biji pecah (rotary shifter) dan pemisah biji menurut panjang (lenght
grader). Berdasarkan tahapan proses pengolahan padi menjadi beras tersebut, maka
diasumsikan bahwa dari 1 kg gabah kering giling (padi) akan menghasilkan beras 0,72
kg beras putih.
Kebutuhan pangan untuk wilayah kajian seperti halnya ketersediaan pangan, juga
ditinjau dari komoditi beras. Kebutuhan pangan (beras) didekati dengan rata-rata
konsumsi beras per kapita. Berdasarkan data dari BULOG, diketahui bahwa konsumsi
beras per kapita dari tahun ke tahun cukup bervariasi, yakni berkisar antara 120 – 165
kg beras/kapita/tahun. Untuk wilayah kajian ditinjau dari kondisi yang belum
berkembang, diasumsikan rata-rata konsumsi beras penduduknya termasuk masih
rendah, yakni sebesar 127 kg/kapita/tahun.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Ketersediaan Pangan (Beras)
Di Kawasan Perbatasan Aruk ini diasumsikan panen padi hanya terjadi 1 kali dalam
setahun dan luas panen padinya diasumsikan 62% dari luas sawah yang ada. Asumsi
Halaman 5 dari 12
luas panen padi ini diambil dari rata-rata luas panen padi yang terjadi di kabupaten
Sambas dan Provinsi Kalimantan Barat. Kondisi lahan sawah yang ada di wilayah ini
karena hanya didukung oleh sistem irigasi sederhana dan sebagian lahan sawahnya
juga hanya berupa sawah tadah hujan. Untuk itu produktivitas padi untuk wilayah
kajian ini diasumsikan hanya sekitar 2,5 – 2,8 ton per Hektar dalam setahun.
Berdasarkan data yang ada maka ketersediaan pangan (beras) di wilayah kajian dapat
dilihat pada tabel dan gambar berikut.
Tabel 1. Ketersediaan beras di Kawasan Perbatasan Aruk, Desa Sebunga Tahun
2000, 2003 dan 2005
Tahun Luas Sawah
Luas Panen
Produktivitas dalam setahun
Jumlah Produksi Padi atau Gabah
Kering Giling
Ketersediaan Beras Putih
(Ha) (Ha) (ton/Ha) (ton) (ton)
2000 200 124,0 2,5 310,0 223,20
2003 225 139,5 2,7 376,7 271,19
2005 226 140,1 2,8 392,3 282,48
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
Gambar 3. Ketersediaan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk Tahun 2000-2005
Berdasarkan tabel dan gambar di atas maka ketersediaan beras putih di wilayah kajian
pada tahun 2005 sebesar 282,48 ton. Ketersediaan beras putih ini meningkat sekitar
26,5% dari tahun 2000. Peningkatan tersebut merupakan dampak pembukaan lahan
0
50
100
150
200
250
300
Ke
ters
ed
iaa
n
be
ras
(to
n)
2000 2003 2005
Tahun
Ketersediaan Beras Di Kawasan Perbatasan Aruk
Desa Sebunga
Halaman 6 dari 12
sawah baru sebesar 26 Ha. Lahan sawah tersebut merupakan optimalisasi dari lahan
sawah yang sebelumnya tidak diusahakan.
Untuk mengetahui proyeksi ketersediaan pangan (beras) hingga tahun 2025 maka
pengembangan lahan pertanian (sawah) dilakukan dengan perluasan lahan sawah dan
tingkat produktivitas. Berdasarkan data luasan lahan pertanian yang masih dapat
digunakan dan peta kesesuaian lahan untuk komoditas sawah di wilayah kajian, maka
lahan sawah masih dapat diusahakan hingga maksimal 256 Ha. Untuk itu
pengembangan luas lahan sawah diasumsikan ditingkatkan sebesar 0,66% per
tahunnya. Sedangkan tingkat produktivitas padi diasumsikan dapat ditingkatkan
melalui berbagai teknologi sebesar 2,2% per tahunnya. Pada tahun 2010-2015 luas
panen diupayakan mencapai 75% dari luas lahan sawah yang ada. Sedangkan pada
tahun 2020-2025 menjadi 80% karena adanya upaya-upaya peningkatan kualitas padi
dan lahan. Proyeksi ketersediaan lahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Proyeksi Ketersediaan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk hingga
Tahun 2025
Tahun Luas Sawah
Luas Panen Produktivitas dalam setahun
Jumlah Produksi Padi
atau Gabah Kering Giling
Beras Putih
(Ha) (Ha) (ton/Ha) (ton) (ton)
2005 226,0 140,1 2,8 392,3 282,48
2010 233,5 175,1 3,1 549,9 395,92
2015 241,0 180,8 3,4 614,6 442,48
2020 248,5 198,8 3,7 735,6 529,60
2025 256,0 204,8 4,0 819,2 589,82
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
Halaman 7 dari 12
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
Gambar 4. Proyeksi Ketersediaan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk hingga
Tahun 2025
Dengan adanya peningkatan luas lahan sawah dari pemanfaatan lahan sawah yang
sebelumnya tidak diusahakan dan peningkatan produktivitas lahan maka hingga tahun
2025 tingkat ketersediaan beras dapat diproyeksikan sebesar 589,82 ton.
B. Kebutuhan Pangan (Beras)
Untuk wilayah kajian ditinjau dari kondisi wilayah yang belum berkembang, maka
diasumsikan rata-rata konsumsi beras penduduknya termasuk masih kategori rendah,
yakni sebesar 127 kg/kapita/tahun. Dengan jumlah penduduk yang ada di kawasan
perencanaan maka kebutuhan pangan dapat diketahui. Kebutuhan pangan (beras)
penduduk di Kawasan Perbatasan Aruk ditunjukkan pada table dan gambar berikut.
Tabel 3. Kebutuhan beras di Kawasan Perbatasan Aruk Tahun 2000, 2003 dan 2005
Tahun Jumlah Penduduk Konsumsi per Kapita Jumlah Kebutuhan beras
(jiwa) (kg/kapita/tahun) (ton)
2000 1.328 127 168,66
2003 1.393 127 176,91
2005 1.512 127 192,02
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
0
100
200
300
400
500
600K
ete
rsed
iaan
bera
s (
ton
)
2005 2010 2015 2020 2025
Tahun
Proyeksi Ketersediaan Beras (ton)
Di Kawasan Perbatasan Aruk Desa Sebunga
Halaman 8 dari 12
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
Gambar 5. Kebutuhan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk Desa Sebunga Tahun
2000-2005
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa jumlah kebutuhan beras pada
tahun 2005 sebesar 192,02 ton. Kebutuhan beras yang relatif rendah ini menunjukkan
bahwa wilayah tersebut masih terbatas aktivitasnya. Dari tahun 2000 hingga tahun
2005 kebutuhan beras hanya terjadi peningkatan sebesar 2,78% per tahunnya.
Untuk mengetahui proyeksi kebutuhan pangan (beras) hingga tahun 2025 maka perlu
diketahui pertambahan penduduk dari hasil proyeksi penduduk. Selain itu juga perlu
diketahui perkiraan konsumsi beras per kapitanya. Sejalan dengan akan dibukanya
PPLB Kawasan Aruk maka diperkirakan akan terjadi peningkatan penduduk yang
signifikan terutama adanya migrasi penduduk ke wilayah ini. Selain tingkat konsumsi
beras rata-rata penduduknya akan juga meningkat. Untuk itu diasumsikan bahwa
tingkat konsumsi beras rata-rata penduduknya menjadi moderate (sedang), yakni
sekitar 142 kg/kapita/tahun.
Tabel 4. Proyeksi Kebutuhan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk Hingga
Tahun 2025
Tahun Jumlah Penduduk Konsumsi per Kapita Jumlah Kebutuhan beras
(jiwa) (kg/kapita/tahun) (ton)
2005 1.512 127 192,02
2010 1.993 142 283,01
2015 2.628 142 373,18
2020 3.465 142 492,03
2025 4.568 142 648,66
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
155
160
165
170
175
180
185
190
195K
eb
utu
han
Bera
s
(to
n)
2000 2003 2005
Tahun
Kebutuhan beras di Kawasan Perbatasan Aruk
Desa Sebunga Tahun 2000-2005
Halaman 9 dari 12
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
Gambar 6. Proyeksi Kebutuhan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk, Desa Sebunga
Hingga Tahun 2025
Berdasarkan data tabel di atas maka dapat diketahui akan terjadi peningkatan jumlah
kebutuhan beras yang cukup signifikan. Selama periode 20 tahun di perkirakan akan
terjadi lonjakan jumlah kebutuhan beras sekitar 237% atau 11,9% per tahun.
C. Neraca Pemanfaatan Pangan dan Proyeksinya
Salah satu hal yang penting untuk mengetahui kerawanan pangan (beras) adalah
dengan mengidentifikasi tingkat penyediaan dan kebutuhan (permintaan) beras yang
ada sehingga tidak ada kelangkaan maupun surplus di wilayah tersebut. Metoda yang
dapat digunakan adalah dengan menghitung neraca pemanfaatan beras, yaitu
membandingkan antara tingkat penyediaan dan kebutuhan beras di suatu wilayah.
Tujuan penyusunan neraca pemanfaatan pangan adalah :
mengetahui potensi dan pemanfaatan
ketersediaan cadangan pangan
arahan kebijakan pemanfaatan potensi pangan dalam kaitannya dengan
program ketahanan pangan
strategi pemenuhan kebutuhan pangan
Berdasarkan tingkat ketersediaan dan kebutuhan beras di wilayah perencanaan, maka
dapat disusun suatu neraca pemanfaatan pangan. Neraca tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut.
-
100
200
300
400
500
600
700K
eb
utu
ha
n b
era
s
(to
n)
2005 2010 2015 2020 2025
Tahun
Proyeksi Kebutuhan beras Di Kawasan Perbatasan Aruk
Desa Sebunga Hingga Tahun 2025
Halaman 10 dari 12
Tabel 5. Neraca Pemanfaatan Pangan dan Proyeksinya di Kawasan Perbatasan Aruk,
Tahun 2005-2025
Tahun Ketersediaan beras (ton)
Kebutuhan beras (ton)
Keterangan
Surplus beras (ton)
Defisit beras (ton)
2005 282,48 192,02 90,46
2010 395,92 283,01 112,92
2015 442,48 373,18 69,30
2020 529,60 492,03 37,57
2025 589,82 648,66 58,83
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
Gambar 7. Neraca Pemanfaatan Pangan dan Proyeksinya di Kawasan Perbatasan
Aruk Tahun 2005-2025
Berdasarkan tabel dan gambar yang ada, di wilayah kajian hingga tahun 2022
menunjukkan kondisi surplus beras. Namun sesudah tahun 2022 wilayah ini akan
terjadi kerawanan pangan. Kemandirian wilayah ini di bidang pangan akan terganggu.
Kondisi ini terjadi dengan catatan surplus beras yang terjadi pada setiap tahunnya
tidak dilakukan penyimpanan (sistem lumbung padi), namun kelebihan beras tiap
tahunnya langsung didistribusikan keluar daerah yang membutuhkan maupun
diekspor.
Neraca Pemanfaatan Beras di Kawasan Aruk Desa Sebunga
Tahun 2005 - 2025
0
100
200
300
400
500
600
700
2005 2010 2015 2020 2025
Tahun
Bera
s (
kg
)
Ketersediaan beras (ton) Kebutuhan beras (ton)
Titik Kerawanan Pangan
Halaman 11 dari 12
Kondisi pemanfaatan pangan akan menjadi lain, jika kelebihan (surplus) beras pada
setiap tahunnya dilakukan penyimpanan guna dijadikan cadangan (stok) beras untuk
tahun-tahun mendatang. Hal ini perlu dilakukan mengingat panen yang terjadi di
wilayah ini hanya dapat dilakukan 1 kali dalam setahun. Dengan asumsi terjadi
penyusutan waktu menyimpan sebesar 10% maka cadangan beras dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 6. Proyeksi Cadangan Beras di Kawasan
Perbatasan Aruk hingga tahun 2025
Tahun Cadangan Beras (ton)
2005 90,46
2010 194,3
2015 244,2
2020 257,4
2025 172,8
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
Sumber : Hasil Analisis tahun 2007
Gambar 8. Proyeksi Cadangan Beras di Kawasan Perbatasan Aruk hingga tahun 2025
Proyeksi Cadangan Beras Hingga Tahun 2025
0
50
100
150
200
250
300
2005 2010 2015 2020 2025
Tahun
Cad
an
gan
bera
s (
ton
)
Cadangan beras (ton)
Halaman 12 dari 12
VI. STRATEGI PENGAMANAN KEMANDIRIAN PANGAN
Berdasarkan data dan diagram di atas maka stok cadangan beras akan meningkat
hingga tahun 2020, namun sejalan dengan perkembangan wilayah ini, maka stok akan
mengalami penurunan. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah strategi sebagai
berikut :
Perlu adanya komoditi tambahan untuk mendukung ketahanan pangan,
misalnya dengan ubi kayu dan jagung. Jadi ketergantungan terhadap
komoditas beras tidak terlalu besar.
Dengan terbatasnya stok lahan untuk sawah, maka lahan sawah yang sudah
ada tidak boleh dialihfungsikan.
Perlu adanya teknologi untuk mengembangkan produktivitas lahan.
Perlunya lembaga khusus di kawasan perbatasan yang menangani ketahanan
pangan
Koordinasi antar Negara dalam penanganan ketahanan pangan
VII. REFERENSI
1) RTRW Provinsi Kalimantan Barat
2) RTRW Kabupaten Sambas
3) Pengembangan Kawasan Pusat-pusat Pertumbuhan di Kawasan Perbatasan
Negara Pulau Kalimantan – Penyusunan RTR KPE Temajuk – Aruk 2004
4) Kabupaten Sambas dalam angka 2005
5) Provinsi Kalimantan Barat dalam angka 2006
6) Kecamatan Sajingan Besar dalam Angka 2005
7) Monografi Kecamatan Sajingan Besar tahun 2007