KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …
Transcript of KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN …
KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN Gliocladium sp.
TERHADAP PERTUMBUHAN Colletotrichum sp. DAN Phythopthora sp.
OLEH :
NUR FATMA SARI
G111 13 038
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
KEMAMPUAN DAYA HAMBAT Trichoderma sp. DAN Gliocladium sp.
TERHADAP PERTUMBUHAN Colletotrichum sp. DAN Phythopthora sp.
Oleh :
NUR FATMA SARI
G111 13 038
Laporan Praktik Lapang dalam Mata Ajaran Minat Utama
IlmuHama dan Penyakit Tumbuhan
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
ABSTRAK
NUR FATMA SARI. Kemampuan Daya Hambat Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp. Terhadap Pertumbuhan Colletotrichum sp. dan Phythopthora
sp.dibawah bimbingan Untung Surapati T, dan Sylvia Syam.
Pengendalian terhadap patogen tanaman saat ini masih bertumpu pada
penggunaan pestisida sintetik. Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. diketahui
memiliki kemampuan antagonis terhadap cendawan patogen, sehingga berpotensi
digunakan sebagai agens hayati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi
penghambatan mikroba antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. terhadap
Colletotrichumsp. dan Phytopthora sp. secara in vitro. Metode Penelitian : 1.
Pembuatan Media BMA (Bean Meal Agar), 2. Perbanyakan Isolat Mikroba
Antagonis dan Patogen, 3. Pengujian In vitro dengan metode Dual Kultur. Hasil
Pengujian dual kultur menunjukkan bahwa Isolat Trichoderma sp. pada
Phythopthora sp. menunjukkan daya hambat tertinggi pada hari ke - 1 yaitu 25 %,
dan terendah pada hari ke - 2 yaitu 8,51 %. Isolat Gliocladium sp. pada
Phythopthora sp. menunjukkan daya hambat tertinggi pada hari ke - 1 yaitu 40 %,
dan terendah pada hari ke - 5 yaitu 6,56 %. Isolat Trichoderma sp. pada
Colletotrichum sp. menunjukkan daya hambat tertinggi pada hari ke - 1 yaitu 100
%, dan terendah pada hari ke - 2 yaitu 18,21 %. Isolat Gliocladium sp. pada
Colletotrichum sp. menunjukkan daya hambat tertinggi pada hari ke - 1 yaitu 40
%, dan terendah pada hari ke - 5 yaitu 2,22 %.
Kata kunci: Trichoderma sp., Gliocladium sp., Isolat, Antagonis, dan
Cendawan Patogen.
v
ABSTRACT
Nur Fatma Sari. Ability of Resistance Trichoderma sp. and Gliocladium sp.
Against the Growth of Colletotrichum sp. and Phythopthora sp.supervised
byUntung Surapati T, Sylvia Syam.
Control of plant pathogens is currently still based on the use of synthetic
pesticides. Trichoderma sp. and Gliocladium sp. known to have antagonistic
ability against pathogenic fungi, so it is potentially used as a biological agent.
This study aims to determine the potential inhibition of antagonistic microbes
Trichoderma sp. And Gliocladium sp. Against Colletotrichum sp. And
Phytopthora sp. In vitro. Research Methods: 1. Making of PDA Media (Potato
Dextrose Agar), 2. Making of Media of BMA (Bean Meal Agar), 3. Propagation
of Microbe Isolate Antagonist and Pathogen, 4. In vitro Test with Dual Culture
method. The result of dual culture test showed that Isolate Trichoderma sp. On
Phythopthora sp. Showed the highest inhibition on day 1 that is 25%, and the
lowest on day-2 that is 8,51%. Isolate Gliocladium sp. On Phythopthora sp.
Showed the highest inhibition on day 1 of 40%, and the lowest on day-5 of 6.56%.
Isolate Trichoderma sp. On Colletotrichum sp. Shows the highest inhibition
power on day-1 that is 100%, and the lowest on day-2 is 18.21%. Isolate
Gliocladium sp. On Colletotrichum sp. Showed the highest inhibition on day 1 of
40%, and the lowest on day-5 of 2.22%.
Keywords: Trichoderma sp., Gliocladium sp., Isolate, Antagonists, and
Pathogen Fungi.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
Subhanawataala karena atas Berkah, Rahmat dan nikmat darinyalah sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Tak lupa pula
penulis kirimkan shalawat dan salam kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad
Sallalahualaihi Wasallam semoga segala aktifitas kita bernilai ibadah disisi-
NyaAmin.
Penulis telah menyelesaikan salah satu persyaratan menyelesaikan studi S1
(Strata Satu) pada Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan Universitas Hasanuddin dengan judul “Kemampuan Daya Hambat
Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Terhadap Pertumbuhan Colletotrichum
sp. dan Phythopthora sp.”.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
menyampaikan terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Kedua Orang Tua tercinta, Ayahanda tercinta Abdurrahman dan Ibunda yang
kusayangi Hj. Husnawati Abbas yang telah mencurahkan segenap cinta dan
kasih sayang serta perhatian moril maupun materil. Semoga Allah
Subhanawataala selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan, Karunia dan
keberkahan di dunia dan di akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada
penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Untung Surapati, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Sylvia Syam, MSselaku
Pembimbing atas segala keikhlasan, kesabaran dan ketulusannya
mengarahkan, memberikan bimbingan, bantuan, motivasi, dan saran kepada
penulis mulai dari penyusunan rencana penelitian hingga penyusunan skripsi
ini.
vii
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ade Rosmana, DEA selaku penguji bersama Bapak Prof.
Dr. Ir. Baharuddin, Dip. Ing. Agr dan Ibu Dr. Sri Nur Aminah Ngatimin, SP,
M.Siselakupenguji yang banyakmemberikanmasukankepadapenulispadasaat
seminar.
4. Ibu Dr. Ir Melina, M.P selaku Ketua Departemen Hama dan Penyakit
Tumbuhan serta Ibu Prof. Dr. Ir. Itji Diana Daud, MS selaku Penasihat
Akademik atas saran, dan motivasinya kepada penulis selama perkuliahan
dan penelitian.
5. Para Pegawai dan Staf Laboratorium Departemen Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Ibu Rahmatiah, SH., Ibu Nirwana Rahman, SE., Bapak
Kamaruddin, Bapak Ardan, serta kakak - kakak di Laboratorium Penyakit (
Kak Nurhardina, MS, Kak Rianingsih, SP., Kak Rahma, Kak Jasman, SP. dan
Kak Jeni yang telah banyak membantu penulis sehingga bisa menyelesaikan
penelitian ini.
6. Saudara - saudaraku Mega Anjar Sari, A.Md., Nur Fadilla Rahma Sari, Nita
Puspita Dewi, A.Md., Astiani Ruslan, SKM., Fitriani Tahir, S.Kep., Fatmah
Damayanti, S.Si., Razanah Amin Umar, S.ST., Syahrianti A.Md., Nursam
Jafar, Hutami Adyningsih Alisyar. Terima kasih atas kesetiaan menemani dan
motivasinya dalam menyelesaikan penelitian.
7. Teman - teman seperjuangan penelitianNilamtika, SP., Andi Nurul Magfirah,
SP., Nur Azizah Salimah, SP., Arindah Upik Masithah, Suherni Telo, Angrini
Mario Kesia, Ishmah Jannah, SP., Nur Mutmainnah, SP., Nur Azizah,Nidia
Fibroin Layuk Allo,Zulfidah, Astri Asia, Andi Rahma Hidayah, Sinar Arifin,
Atikah, Muh. Nuzul Ramadhan, Yudha Immanuel M, Dhia Reski Amaliah,
Dayanara Haditama Khomsah, Lela Anggreani, teman - teman Nektar 2013,
Agroteknologi 2013 dan KKN Gelombang 93 Kelurahan Lancirang (
Mujahidah, Ainun Raudya, Marhana, S.Si., Azharul Nugraha, SH., Zulfadly
Ahmad, S.Pi.) yang telah membantu selama jalannya penelitian ini hingga
penulis mampu mencapai tahap wisuda.
Akhirnya, Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak
dan apabila ada yang tidak tersebutkan Penulis mohon maaf, dengan besar
harapan semoga skripsi yang ditulis oleh Penulis ini dapat bermanfaat khususnya
viii
bagi Penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca. Bagi para pihak yang
telahmembantu dalam penulisan skripsi ini semoga segala amal dan kebaikannya
mendapatkan balasan yang berlimpah dari Tuhan yang maha Esa, Amin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, Mei 2017
Penulis
Nur Fatma Sari
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMANPENGESAHAN ............................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................ iv
ABSTRACT .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR .............................................................................. vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
..................................................................................................................... xiiDAF
TAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2Tujuan dan Kegunaan ...................................................................... 1
1.3Hipotesis ........................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trichoderma sp. ............................................................................. 3
2.2 Gliocladium sp. ........ ....................................................................... 5
2.3 Phythopthorasp. .............................................................................. 8
2.4 Colletotrichum sp. ……………………………..……….….……... 10
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu. ........................................................................ 14
3.2 Metode Penelitian.. ....................................................................... 14
3.2.1 Pembuatan Media BMA ......................................................... 14
x
3.2.2 Perbanyakan Isolat Mikroba Antagonis dan Patogen..…….. 14
3.2.3 Pengujian In vitro Dengan Metode Dual Kultur………..……. 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil . ............................................................................................. 17
4.1.1 Potensi Daya Hambat Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.
Terhadap Phythopthora sp. ............................................... 17
4.1.2 Potensi Daya Hambat Trichoderma sp. dan Gliocladium sp.
Terhadap Colletotrichum sp. ............................................... 18
4.2 Pembahasan. ................................................................................... 18
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan . .................................................................................. 23
5.2 Saran. ............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA . .............................................................................. 24
LAMPIRAN . ............................................................................................. 28
xi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Hasil Pengamatan Rata-rata Persentase Daya Hambat Cendawan
Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Terhadap Phythopthora sp.….. 17
2. Hasil Pengamatan Rata-rata Persentase Daya Hambat Cendawan
Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. Terhadap Colletotrichum sp. …. 18
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. a. Bentuk Mikroskopis Trichoderma sp. ……………………………3
b. Bentuk Mikroskopis Gliocladium sp. …………………………….. 6
c. Bentuk Mikroskopis Phythopthora sp. ……………………………. 8
d. Bentuk Mikroskopis Colletotrichum sp. .......................................... 11
2. Peletakan isolat dan cara pengukuran koloni cendawan untuk
menghitung persentase penghambatan oleh cendawan antagonis dalam
cawan petri. ........................................................................................... 15
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Trichoderma sp. + patogenColletotrichumsp. pada media BMA.…..28
2. Trichoderma sp.+ patogenPhythopthorasp. pada media BMA…….. 28
3. Gliocladium sp.+ patogenColletotrichumsp. pada media BMA…..... 29
4. Gliocladiumsp. + patogenPhythopthorasp. pada media BMA……..... 29
5. Isolat Mikroba Antagonis dan Patogen Pada Media ………….……... 30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Colletotrichum sp. adalah patogen yang menyerang tanaman cabai pada
semua fase tumbuh, sejak dari persemaian sampai berbuah. Perkembangan
penyakit ini didukung oleh kondisi lembap dan suhu relatif tinggi. Kerugian
karena patogen ini menjadi berlipat karena kerusakan dapat pula terjadi pada cabai
di penyimpanan.
Phythopthora sp. adalah penyebab penyakit penting pada kakao, antara lain
penyakit busuk buah, kanker batang, hawar daun, hawar bibit, dan layu tunas air. Di
antara penyakit tersebut, busuk buah merupakan penyakit paling penting karena
menyebabkan kerugian yang berkisar antara 10 sampai 30% di seluruh dunia, dan
kerugian yang jauh lebih tinggi terjadi di daerah endemis, terutama di daerah basah
pada musim hujan.
Upaya pengendalian alternatif yang mempunyai potensi mereduksi
penggunaan pestisida sintetik adalah penggunaan mikroorganisme antagonis
yaituTrichodermasp.yangdiketahui memiliki kemampuan antagonis terhadap
cendawan patogen, Trichoderma sp.mudah ditemukan pada ekosistem tanah dan akar
tanaman. Cendawan ini adalah mikroorganisme yang menguntungkan, avirulen
terhadap tanaman inang, dan dapat memarasit cendawan lainnya (Harman et al.,
2004).
Hasil penelitian Sriwati et al., (2009) dalam Yuni (2011) melaporkan, bahwa
cendawan Trichoderma merupakan salah satu cendawan antagonis yang ditemukan
endofit pada daun kakao. Nutrisi seperti protein banyak terkandung di dalam
2
beberapa daun, salah satunya daun lamtoro (Yuni, 2011). Kadar Protein di dalam
daun lamtoro mencapai 25,90% (Muelen et al., 1979).
Cendawan Gliocladium sp. merupakan mikroba antagonis yang mampu
mengendalikan berbagai patogen yang menginfeksi tanaman dan bersifat saprofit,
sehingga berpotensi digunakan sebagai agens hayati. Selain itu, dapat
menghasilkan senyawa metabolit sebagai gliotoksin dan viridian yang bersifat
fungitoksik terhadappatogen. Seperti penyakit layu pada tanaman tomat dan
hawar pada tanaman kacang panjang (Gusnawati, 2013).
Berdasarkan uraian di atas dengan asumsi bahwa Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp.memiliki kemampuan antagonis yang tinggi maka perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui daya hambat Trichoderma sp.danGliocladium
sp.terhadap cendawan Colletotrichum sp dan Phytophthora sp. secara in vitro.
1.2 Hipotesis
Trichoderma sp. danGliocladium sp. memiliki kemampuan dalam menghambat
cendawan patogen Colletotrichum sp. dan Phytopthora sp.
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui potensi
penghambatan mikroba antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. terhadap
Colletotrichumsp. dan Phytopthora sp. secara in vitro.
Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan informasi kepada yang
membutuhkan dan sebagai pertimbangan kepada petani dalam strategi
pengendalian hayati berupa mikroba antagonis yang dapat menghambat
perkembangan Colletotrichum sp dan Phytopthora sp.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trichoderma sp.
Klasifikasi cendawan Trichoderma sp. menurut Barnett & Hunter (1972), sebagai
berikut: Kingdom : Fungi, Divisi : Amastigomycota, Subdivisi : Deuteromycotina,
Kelas : Deuteromycetes, Ordo : Moniliales, Famili : Moniliaceae, Genus :
Trichoderma, Spesies : Trichoderma spp.
Gambar 1. Bentuk Mikroskopis Trichoderma sp.
(Sumber: Data Primer, Perbesaran 40x)
Cendawan Trichoderma sp. mempunyai morfologi seperti
konidioforahylin (bening), tegak lurus, bercabang, bersepta, phialida tunggal atau
berkelompok, konidia hylin, oval, satu sel, biasanya mudah dikenali dengan
pertumbuhan yang cepat dan bantalan konidia yang hijau. Koloni Trichoderma sp.
pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan
berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada
ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada
akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau. Konidiafor dapat bercabang
4
menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang iteral yang berulang-ulang,
sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Failed tampak
langsing dan panjang terutama apeks dari cabang dan berukuran (2,8 - 3,2) µm x
(2,5 - 2,8) µm, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya ditemukan dalam
miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal, umumnya
bulat,berwarna hialin dan berdinding halus (Tandion, 2008).
Trichoderma sp. adalah jenis cendawan yang tersebar luas di tanah dan
mempunyai sifat mikoparasitik. Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi
parasit cendawan lain. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap
jenis-jenis cendawan fitopatogen. Beberapa cendawan fitopatogen penting yang
dapat dikendalikan oleh Trichoderma sp. antara lain : Rhizoctonia solani,
Fusarium spp, Lentinus lepidus, Phytium spp, Botrytis cinerea, Gleosporium
gleosporoides, dan Sclerotium foflsii yang menyerang tanaman jagung, kedelai,
kentang, tomat dan kacang buncis, kubis, cucumber, kapas, kacang tanah, pohon
buah-buahan, semak dan tanaman hias (Tandion, 2008).
Trichoderma sp. merupakan genus cendawan yang mampu dijadikan
sebagai agens pengendali patogen secara hayati. Mekanisme antagonis yang
dilakukan Trichoderma sp. dalam menghambat pertumbuhan patogen antara lain
kompetisi, parasitisme, antibiosis, dan lisis. mekanisme antagonisme Trichoderma
sp. terhadap cendawan patogen dilakukan dengan mengeluarkan toksin berupa
enzim β-1,3 glukanase, kitinase, dan selulase yang dapat menghambat
pertumbuhan bahkan dapat membunuh patogen. Sifat antagonis Trichoderma sp.
dapat dimanfaatkan sebagai alternatif dalam pengendalian patogen yang bersifat
ramah lingkungan (Purwantisari & Rini 2009).
5
Potensi penggunaan Trichoderma sp. sebagai agen pengendalian hayati
telah disarankan lebih dari 75 tahun yang lalu oleh Weindling berdasarkan
aktivitas penghambatan Trichoderma spp. terhadap patogen tular tanah
Rhizoctonia solani.
Menurut Sivan dan Chet (1986) dan Calvet et al. (1990) beberapa jenis
Trichoderma sp. dapat mengurangi insiden patogen tular tanah pada kondisi
alamiah. Faktor seperti pH tanah, aerasi dan sumber nutrisi merupakan faktor
yang mempengaruhi perkembangan Trichoderma sp di lapangan. Trichoderma sp.
banyak digunakan sebagai agen hayati untuk mengendalikan patogen tular tanah
Sclerotinia sp., Fusarium sp., Pythium sp., Rhizoctonia sp., Ganoderma sp. dan
Rigidoporus microporus (Widyastuti, 2006; Jayasuriya dan Thennakoon, 2007).
2.2 Gliocladium sp.
Klasifikasi cendawan antagonis Gliocladium sp. menurut Ainsworth
(1971), sebagai berikut: Kingdom : Eumycota, Divisi : Deuteromycotina, Kelas :
Hypomycetes, Ordo : Hypomycetales, Famili : Moniliaceae, Genus : Gliocladium,
Spesies : Gliocladium sp.
Gambar 2. Bentuk Mikroskopis Gliocladium sp.
(Sumber: Data Primer, Perbesaran 40x)
6
Gliocladium sp. merupakan cendawan tanah yang umum dan tersebar di
berbagai jenis tanah, misalnya tanah hutan dan pada beragam rizosfer tanaman.
Gliocladium sp. tumbuh dengan cepat, teksturnya berbulu halus, putih pada
awalnya dan menjadi pucat hingga hijau tua dengan sporulasi (Gandjar, 2006).
Gliocladium sp. memiliki konidiofor yang bersepta dan bercabang keatas
dengan struktur sikat yang kompak (penicilate). Masing-masing percabangan
membentuk alur berputar yang memiliki 4-5 kelompok konidia. Konidia
berbentuk lonjong sampai pipih dan hyaline (Barnett & Hunter, 1998).
Gliocladium sp. mirip penicilium akan tetapi percabangan yang
menyangga massa spora seolah-olah terikat atau konidia dalam satu kepala
konidia. Cendawan Gliocladium sp. memarasit inangnya dengan cara menutupi
atau membungkus patogen, memproduksi enzim-enzim dan menghancurkan
dinding sel patogen hingga patogen mati. Mekanisme antagonistik dari
Gliocladium sp. terhadaporganisme lain adalah hiperparasitisme, antibiosis dan
lisis atau kombinasi keduanya. Cendawan ini pertama kali dilaporkan
memproduksi bahan anti cendawan (Anti Fungal) gliotoxin dan virin (Barnett dan
Hunter, 1998).
Suhu optimum perkembangan cendawan ini berkisar antara 25ºC - 28ºC
dan dapat tumbuh pada suhu minimum 4ºC - 8ºC. suhu yang dibutuhkan untuk
perkembangan cendawan beda-beda tergantung dari spesies. Gliocladium
catenulatum Gilm membutuhkan suhu optimum antara 26ºC - 28ºC, sedangkan
Gliocladium roseum Bain tumbuh pada suhu 25ºC - 28ºC, pH optimum untuk
Gliocladium catenulatum adalah 5,6 dan tumbuh kisaran 6,4-8,0 tetapi kisaran pH
yang dapat ditoleransi adalah 3,2 - 10,5 (Barnett dan Hunter, 1972).
7
Diketahui terdapat cendawan tanah organik yang efektif sebagai agens
pengendalian hayati pada berbagai macam patogen soil borne di antaranya
Gliocladium virens dan Gliocladium roseum. Cendawan ini dapat hidup baik
sebagai saprofit maupun parasit pada cendawan lain, dapat berkompetisi akan
makanan, dapat menghasilkan zat penghambat dan bersifat hiperparasit
(Papavizas, 1985).
Gliocladium virens pertama kali dilaporkan memproduksi bahan anti
cendawan (antifungal) gliotoxin dan viridian. G. virens antibiosis dan hiperparasit
karena dapat menghasilkan beberapa macam toksin yaitu gliotoxin dan gliovirin
(Brian dan Mc Gowan, 1945).
Mengevaluasi lima isolat Gliocladium sp yang dikoleksi dari kedelai.
Hasil pengujian pada media PDA menunjukkan bahwa isolat-isolat Gliocladium
sp bersifat antagonistic terhadap P. aphanidermatum, R. solani, S. rolfsii dan F.
oxysporum. Aplikasi ekstrak kultur antagonis tersebut ke dalam tanah di rumah
kaca tujuh hari sebelum penanaman kedelai menunjukkan isolat Gliocladium
dapat menekan serangan P. aphanidermatum sebesar 90%, R. solani 88,4%, S.
rolfsii 85% (Baker dan Cook, 1974).
Hubungan organisme antara agens antagonis dengan patogen dapat
membantu melalui beberapa hal yaitu parasitisme, antibiosis, kompetisi, predasi
dan lisis Mekanisme antagonis dari Gliocladium sp dan Trichoderma sp terhadap
organisme lain adalah hiperparasitisme, antibiosis dan lisis atau kombinasi
keduanya (Paulitz, 1992; Chet dan Henis, 1985).
8
2.3 Phythopthora sp.
Phytopthora sp. di areal pertanaman kakao menyebabkan kerugian yang
cukup besar pada daerah-daerah yang beriklim rendah bercurah hujan tinggi.
Penurunan produksi akibat Phythopthora sp. biasa mencapai 10-20%. Infeksi
Phythopthora sp. dapat terjadi pada daun, tunas, batang, akar dan bunga. Namun,
infeksi pada buah, khususnya buah pentil (cherelle), merupakan infeksi yang
menimbulkan kerugian (Siregar, dkk, 1992).
Menurut Menurut Barnet dan Hunter, 1998; Watanabe, 1937; Samson dkk,
1995; Bessey, 1979, klasifikasi Phythopthora sp. adalah sebagai berikut :
Kingdom : Fungi, Divisi : Oomycota, Sub divisi :Phycomycotina,
Kelas : Phycomycetes, Ordo : Peronosporales, Famili : Pythiaceae, Genus
: Phythopthora, Spesies : Phythopthora sp.
Gambar 3. Bentuk mikroskopis Phythopthora sp.
(Sumber: Data Primer, Perbesaran 40x)
Cendawan ini mempunyai miselium terdiri dari hifa yang tidak bersepta
berbentuk ramping. Sporangia yang dihasilkan spesifik dalam simpodial,
sporangioforanya bercabang dengan pertumbuhan yang tidak terbatas.
Sporangium dapat terinduksi untuk menghasilkan zoospora. Sporangiumnya yang
gugur langsung berkecambah pada suhu 24ºC, jika suhu udara berkisar 27ºC
terbentuk zoospore yang akan berenang, kemudian membentuk sista apabila
9
keadaan lingkungan kurang menguntungkan (Alexopoulus, 1962). Zoosporanya
mempunyai dua flagella yang sama panjang, satu flagellum polos menjurus
kebelakang dan satu flagella berbulu menjurus ke depan (Dwidjoseputro, 1978).
Klamidospora aseksual, berdinding tebal dan atau tipis dapat juga
terbentuk dari miselial Phythopthora pada kondisi yang kaya akan nutrisi setelah
2-4 minggu di atas medium V8. Sporangia, zoospora dan klamidospora
Phythopthora sp. keberadaannya dapat ditemukan di tanah dan buah kakao
(Maddison dan Griffin, 1981).
Perkembangan Phythopthora sp., termasuk P. palmivora dipengaruhi
beberapa faktor, diantaranya kelembaban dan suhu (Agrios, 1981). Pembentukan
sporangiumnya optimum pada kelembaban udara 91 - 100%, pada kelembaban
udara 90% selama 7 hari, 47% sporangiumnya masih hidup dan 1% pada
kelembaban udara 60% (Alexopoulus, 1962). Suhu optimum untuk perkembangan
P. palmivora adalah 18-22ºC dan suhu minimum adalah 3ºC dan suhu maksimum
26ºC. Sporangiumnya berkecambah pada suhu yang berkisar antara 15-24ºC dan
suhu optimum 17ºC (Frohlich dan Rodewald, 1970).
Gejala infeksi Phythopthora sp. pada buah adalah terjadi bercak berwarna
kehitaman. Biasanya bercak tersebut terdapat pada ujung buah. Bercak
mengandung air yang kemudian berkembang sehingga menunjukkan warna hitam.
Bagian buah menjadi busuk dan biji pun turut membusuk. Pembentukan spora
Phythopthora sp. terlihat dengan adanya warna putih diatas bercak hitam yang
telah meluas tadi. Pada temperature 27,5-30ºC dan kelembaban 60-80%,
pembentukan spora sangat giat. Pada batang, gejala yang terlihat berupa bercak
10
bulat berwarna cokelat didekat pembukaan tanah. Bila kulit kayu dikerok akan
terlihat warna cokelat dan bagian dalam kayu membusuk (Siregar, dkk, 2012).
Menurut Nasaruddin (2012), serangan busuk buah umumnya dimulai dari
pangkal buah dekat tangkai buah menjalar ke bagian ujung buah, tetapi kadang-
kadang dijumpai serangan dimulai dari bagian tengah buah. Penyebaran penyakit
busuk buah terjadi melalui sporangium atau klamidospora yang terbawa atau
terpercik air hujan. Saat tidak ada buah, jamur dapat bertahan didalam tanah
dengan membentuk klamidospora. Penyakit berkembang dengan cepat pada kebun
yang mempunyai curah hujan tinggi.
2.4 Colletotrichum sp.
Menurut Alexopoulos (1952) jamur yang disebut Colletotrichum dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Phylum : Eumycophyta,
Class : Deuteromycetes, Ordo : Melanconiales, Family : Melanconiales, Genus :
Colletotrichum, Spesies : Colletotrichum sp.
Gambar 4. Bentuk mikroskopis Colletotrichum sp.
(Sumber: Data Primer, Perbesaran 40x)
Colletotrichum sp. adalah patogen yang menyerang tanaman cabai pada
semua fase tumbuh, sejak dari pesemaian sampai berbuah. Perkembangan
penyakit ini didukung oleh kondisi lembap dan suhu relatif tinggi. Kehilangan
hasil pada pertanaman cabai dapat mencapai 50−100 % di musim hujan. Kerugian
11
karena patogen ini menjadi berlipat karena kerusakan dapat pula terjadi pada cabai
di penyimpanan. Patogen menjadi makin penting karena dapat menginfeksi biji
yang akan digunakan sebagai benih. Melihat besarnya potensi kerugian yang
ditimbulkan, maka segala usaha diupayakan untuk mengendalikan Colletotrichum
sp. (Martoredjo, 1984; Williams et al. 1993; Semangun, 2000; Kuswanto, 2000).
Colletotrichum sp. umumnya mempunyai konidium hialin, bersel satu,
berukuran 9-24 x 3-6 μm tidak bersekat, jorong memanjang, terbentuk pada ujung
konidiofor yang sederhana. Pada saat berkecambah konidium yang bersel satu tadi
membentuk sekat. Pembuluh kecambah membentuk apresorium sebelum
mengadakan infeksi. Diantara konidiofor biasanya terdapat rambut-rambut (seta)
yang kaku dan berwarna coklat tua. Spora Colletotrichumsp. tumbuh baik pada
suhu 25-28°C, sedang suhu di bawah 5°C dan diatas 40°C tidak dapat
berkecambah. Pada kondisi yang lembab, bercak - bercak pada daun akan
menghasilkan kumpulan konidia yang berwarna putih. Faktor lingkungan yang
kurang menguntungkan seperti peneduh yang kurang, kesuburan tanah yang
rendah, atau cabang yang menjadi lemah karena adanya kanker batang. Jamur
juga dapat menginfeksi melalui bekas tusukan atau gigitan serangga (Semangun,
2000).
Cendawan Colletotrichum sp. menghasilkan konidia dalam jumlah
banyak. Konidia terbentuk pada permukaan bercak pada daun terinfeksi, dan
konidia tersebut mudah lepas bila ditiup angin atau bila kena percikan air hujan.
Konidia sangat ringan dan dapat menyebar terbawa angin sampai ratusan
kilometer sehingga penyakit tersebar luas dalam waktu yang singkat (Soepena,
1995).
12
Pengendalian penyakit antraknosa yang paling umum adalah dengan
fungisida karena dianggap dapat mengendalikan penyakit secara cepat,
pengaruhnya langsung dapat dilihat dan praktis (Bailey & Jeger, 1992; Untung,
2001) Berdasarkan cara kerjanya pada tanaman, fungisida dibedakan atas
fungisida kontak dan fungisida sistemik. Fungisida kontak hanyamenutup
permukaan tanaman dan mematikan atau menghambat patogen yang kontak atau
bersentuhan dengannya. Kelebihan fungisida kontak adalah cara meracunnya
dalam tubuh jamur yang beragam sehingga tidak menimbulkan ketahanan.
Berbeda dengan fungisida kontak, fungisida sistemik diserap oleh tanaman,
kemudian didistribusikan ke seluruh bagian tanaman sehingga dapat menghambat
perkembangan patogen dalam tanaman yang telah terinfeksi.
Kelemahan fungisida sistemik adalah memiliki sasaran bunuh yang
spesifik sehingga mengakibatkan munculnya ketahanan dari patogen. Ketahanan
adalah keadaan alami yang timbul sebagai reaksi perlawanan dari patogen yang
terpapar suatu senyawa kimia secara terus menerus, terutama senyawa yang
memiliki sasaran bunuh yang spesifik. Risiko semacam ini telah dilaporkan dan
masih menjadi masalah di bidang pertanian. Ketahanan dapat dihindari, yaitu
dengan aplikasi bergantian antara fungisida sistemik dengan fungisida kontak.
Cara ini memerlukan banyak biaya, waktu, dan tenaga. Cara lain adalah dengan
menggunakan campuran fungisida sistemik dan kontak (Georgopoulos, 1982).
Penyakit ini menyerang hampir diseluruh tahap pertumbuhan tanaman,
termasuk saat pasca panen. Serangan pada persemaian dapat juga terjadi akibatnya
bibit tanaman akan mengalami rebah kecambah atau dumping off. Pada tanaman
dewasa dapat menyebabkan mati pucuk (dieback), kemudian diikuti infeksi lebih
13
lanjut pada buah. Serangan Colletorichumsp. menyerang daun, buah hijau, batang
dan buah matang . Gejala utama timbul terutama pada buah, baik buah muda atau
buah tua (matang) akan tampak bercak-bercak yang semakin lama semakin
melebar. Serangan pada buah, awalnya hanya timbul bercak kecil yang lama-
kelamaan akan melebar ke bawah dan memenuhi seluruh bagian tanaman. Pada
bercak tersebut jika diperhatikan dengan seksama pada bagian tanaman yang
terserang akan tampak bintik-bintik yang merupakan cendawan penyakit tersebut.
Selanjutnya buah akan mengerut dan akhirnya akan mengering dengan warna
kehitaman (Rusli,dkk,1997).
Tanda selanjutnya ialah buah akan membusuk dan rontok. Serangan yang
berat dapat menyebabkan seluruh buah mengering dan mengerut (keriput).
Cendawan tersebut bereproduksi dengan membentuk massa dalam aservulus. Bila
menyerang bagian tanaman yang lain gejala-gejalanya akan tampak mulai dari
bagian ujung atau pucuk tanaman. Cara terbaik untuk mengurangi sumber
inokulum penyakit ini melalui penggunaan benih yang bebas penyakit antraknosa
hujan (Semangun, 2000).