Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

12
KELUARGA DAN PERKAWINAN Konseling Keluarga Nama Anggota : Afifah Laili Lantri 1112500002 Fathatul Fikriyah 1114500015 Nandito Over Beeke 1114500093 Rizky Aden Perdana 1114500096

Transcript of Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

Page 1: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

KELUARGA DAN PERKAWINAN

Konseling Keluarga

Nama Anggota :Afifah Laili Lantri 1112500002Fathatul Fikriyah 1114500015Nandito Over Beeke 1114500093Rizky Aden Perdana 1114500096

Page 2: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

Pengertian Keluarga

Pengertian Keluarga adalah sekumpulan orang (rumah tangga) yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan.

Page 3: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

Pengertian Keluarga menurut ahli :

Fitzpatrick (2004),Pengertian Keluarga secara Struktural: Keluarga

didefenisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota dari keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya.

Pengertian Keluarga secara Fungsional: Defenisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga, Keluarga didefenisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial.

Pengertian Keluarga secara Transaksional: Defenisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya.

Page 4: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

Lanjutan

Duvall dan Logan ( 1986 ) : Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.

Bailon dan Maglaya ( 1978 ) : Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

Departemen Kesehatan RI ( 1988 ) : Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Narwoko dan Suyanto, (2004) : Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Di masyarakat mana pun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu”

Page 5: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

Perkawinan Menurut UU Dan Para Tokoh

Pengertian perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, didasarkan pada unsur agama/religius, hal itu sebagai yang diatur di dalam Pasal 1 :

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Page 6: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

Pengertian perkawinan menurut para tokoh

1).    Menurut Prof. DR. Wirjono Prodjodikoro, SH., Perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

2).     Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang merupakan akad yang sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaanya adalah merupakan ibadah.

3).     Menurut Prof. R. Subekti, SH., Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.

4).     Menurut Paul Scholten, perkawinan adalah hubungan abadi antara dua orang yang berlainan kelamin yang diakui negara.

Page 7: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

Syarat Perkawinan Menurut UU

Suatu perkawinan baru dapat dikatakan perkawinan sah apabila memenuhi syarat-syarat perkawinan dan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan.

Syarat-syarat perkawinan diatur mulai Pasal 6 sampai Pasal 12 UU No. I tahun 1974. Pasal 6 s/d Pasal 11 memuat mengenai syarat perkawinan yang bersifat materiil, sedang Pasal 12 mengatur mengenai syarat perkawinan yang bersifat formil.

Page 8: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

Perkawinan Yang Dicatatkan Dan Tidak Dicatatkan

Pihak yang menyatakan bahwa perkawinan harus dicatatkan berpendapat bahwa perkawinan yang dicatatkan akan lebih baik daripada perkawinan yang tidak dicatatkan, karena akan mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum dari segala akibat yang ditimbulkan dari suatu perkawinan

Pihak yang menyatakan bahwa perkawinan tidak perlu dicatatkan berpendapat bahwa perkawinan yang tidak dicatat tidak melanggar syariat agama sepanjang dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan hukum Islam.

Page 9: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

Arti Penting dan Ketentuan hukum Dicatatkannya Perkawinan Dalam Berita Negara Republik Indonesia

Arti dari dari judul id atas adalah “Pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam fiqh (hukum Islam) namun tanpa pencatatan resmi di instansi berwenang sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Perkawinan seperti itu dipandang tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan seringkali menimbulkan dampak negatif (madharat) terhadap istri dan atau anak yang dilahirkannya terkait dengan hak-hak mereka seperti nafkah, hak waris dan lain sebagainya.

Tuntutan pemenuhan hak-hak tersebut manakala terjadi sengketa akan sulit dipenuhi akibat tidak adanya bukti catatan resmi perkawinan yang sah.

Page 10: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

1. Ketentuan Hukum

Peserta ijtima ulama sepakat bahwa pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada instansi berwenang, sebagai langkah preventif untuk menolak dampak negativelmudharat (saddan lidz-dzari ‘ah).Pernikahan Dibawah Tangan hukumnya sah karena telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah, tetapi haram jika terdapat mudharat.

Page 11: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

2. Pentingnya Pencatatan Perkawinan

Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku (pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974). Bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA). Sedang bagi yang beragama Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor Catatan Sipil (KCS).

Page 12: Keluarga Dan Perkawinan Konseling Keluarga

3. Akibat Hukum

Secara hukum, perempuan tidak dianggap sebagai istri sah. Ia tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ditinggal meninggal dunia. Selain itu sang istri tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan, karena secara hukum perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi.

Secara sosial, sang istri akan sulit bersosialisasi karena perempuan yang melakukan perkawinan di bawah tangan sering dianggap telah tinggal serumah dengan laki-laki tanpa ikatan perkawinan (alias kumpul kebo) atau dianggap menjadi istri simpanan.