Kelompok Ikakom Kecamatan Tebet

12
IKAKOM I, KECAMATAN TEBET Periode 13 Mei – 21 Juli 2013 Judul usulan penelitian Membuat Judul usulan penelitian bukanlah hal yang mudah. Judul penelitian memerlukan beberapa persyaratan, yakni : Harus menggambarkan keseluruhan isi rencana penelitian Ditulis dalam kalimat atau frase yang sederhana dan tidak terlalu panjang, meski tidak dapat ditentukan batas jumlah katanya. Mungkin sifat atau isi penelitian memerlukan judul panjang; apabila perlu dapat disertakan subjudul. Tidak menggunakan singkatan , kecuali yang baku Judul seringkali bukan berupa kalimat lengkap, namun hanya merupakan label saja

description

asdasd

Transcript of Kelompok Ikakom Kecamatan Tebet

Page 1: Kelompok Ikakom Kecamatan Tebet

IKAKOM I, KECAMATAN TEBET Periode 13 Mei – 21 Juli 2013Judul usulan penelitian

Membuat Judul usulan penelitian bukanlah hal yang mudah. Judul penelitian memerlukan beberapa persyaratan, yakni :

Harus menggambarkan keseluruhan isi rencana penelitian

Ditulis dalam kalimat atau frase yang sederhana dan tidak terlalu panjang, meski tidak dapat ditentukan batas jumlah katanya. Mungkin sifat atau isi penelitian memerlukan judul panjang; apabila perlu dapat disertakan subjudul.

Tidak menggunakan singkatan , kecuali yang baku

Judul seringkali bukan berupa kalimat lengkap, namun hanya merupakan label saja

Page 2: Kelompok Ikakom Kecamatan Tebet

Sistematika usulan penelitian

_____________________________________

Judul

I. Pendahuluan

a. Latar belakang

b. Rumusan masalah

c. Hipotesis

d. Tujuan

e. Manfaat

II. Tinjauan pustaka

a. Kerangka konsep

III. Metodologi

a. Desain

b. Tempat dan waktu

c. Populasi dan sampel

d. Kriteria inklusi dan ekslusi

e. Besar sampel

f. Cara kerja

g. Identifikasi variabel

h. Rencana manajemen dan analisis data

i. Definisi operasional

j. Masalah kriteria

IV. Daftar pustaka

V. Lampiran

JUDUL DALAM KALIMAT INTEROGATIF

Sering kali dipertanyakan apakah judul usulan penelitian dalam kalimat Tanya dibenarkan. Dalam jurnal

ilmiah memang tidak jarang ditemukan judul dalam bentuk kalimat Tanya seperti : Benarkah

Page 3: Kelompok Ikakom Kecamatan Tebet

Sistematika usulan penelitian

_____________________________________

Judul

I. Pendahuluan

a. Latar belakang

Sindroma metabolik merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat dengan

morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Beberapa tahun terakhir sindroma metabolic

telah mendapat perhatian yang semakin besar. Hal ini berkaitan dengan berbagai faktor

risiko yang saling berkaitan yang berasal dar sistem metabolik yang mempengaruhi

terjadinya penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler aterosklerotik, dan diabetes mellitus.

Definisi sindroma metabolik menurut consensus The International Diabetes

Foundation (IDF) tahun 2005 adalah kumpulan faktor risiko yang terdiri atas diabetes dan

prediabetes, obesitas abdominal, dyslipidemia, dan hipertensi. Sedangkan Menurut

National Cholesterol Education Program Expert Panel on Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Cholesterol in Adults Treatment Panel III (NCEP ATP III)

tahun 2001, sindroma metabolic adalah sekelompok kelainan metabolic baik lipid

maupun non-lipid yang merupkan faktor resiko penyakit jantung coroner yang terdiri atas

obesitas sentral, dyslipidemia aterogenik (kadar trigliserida tinggi dan kadar kolesterol

high density lipoprotein (HDL) rendahm hipertensi dan kadar glukosa plasma abnormal.

Prevalensi sindroma metabolic bervariasi di tiap Negara. Penelitina yang dilakukan oleh

Cameron et al menunjukkan prevalensi sindroma metabolic di seluruh dunia sebesar 15-

30 %. Di mana sebagian prevalensi lebih banyak terdapat pada Negara berkembang,

Prevalensi sindroma metabolic sangat bervariasi dikarenakan oleh beberapa hal seperti

ketidakseragaman kriteria yang digunakan, perbedaan ras/etnis, jenis kelamin, dan umur.

Prevalensi sindroma metabolic dapat dipastikan cenderung meningkat bersamaan dengan

peningkatan prevalensi obesitas maupun obesitas sentral.

WHO memperkirakan sindroma metabolic banyak ditemukan pada kelompok

etnis tertentu termasuk beberapa etnis di Asia-Pasifik, seperti India, Cina, Aborigin,

Polinesia, dan Milenesia. Penelitian WHO di Perancis menemukan bahwa prevalensi

Page 4: Kelompok Ikakom Kecamatan Tebet

lebih besar pada populasi pria (23%) dibandingkan dengan polulasi wanita (12%),

sedangkan menurut kelompok usia, prevalensi terbanyak ditemukan pada kelompok usia

anatara 55-64 tahun yaitu pria (34%0 dan Wanita (21%).

Di Indonesia dilakukan penelitian oleh Suastika dkk yang mengambil 501 subyek

di masyarakat pedesaan Bali menemukan angka yang tidak jauh berbeda dengan

penelitian di Singapura yaitu sebesar 17,9% di Singapura dan 17,2% di Indonesia.

Penelitian di Makkasar yang melibatkan 330 orang pria berusia antara 30-65 tahun dan

menggunakan kriteria NCEP ATP III dengan ukuran batasan lingkar pinggang yang

disesuaikan untuk orang Asia (klasifikasi WHO untuk Asia dewasa yaitu ≥ 90 cm dan

untuk dewasa wanita yaitu ≥ 80 cm) menemukan prevalensi sindroma metabolic sebesar

33,9%. Kelompok pria dengan obesitas sentral menunjukan prevalensi yang lebih tinggi

yaitu 62%.

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di tahun 1995 memperlihatkan bahwa

prevalensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah sebesar 1,8% dan hipertensi sebesar

8,2%. Di tahun 2001, prevalensi PJK meningkat menjadi 4,3% dan hipertensi bertambah

menjadi 28% (Depkes, 2003; Khan et al., 2005). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007

di Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit jantung 7,2%, hipertensi

31,7%, sedangkan Diabetes Mellitus (DM) 5,7%, sedenterial 48,2%, obesitas 19,1% dan

obes sentral 18,8%. Menurut tipe daerah tampak lebih tinggi di daerah perkotaan (23,6%)

dibandingkan daerah perdesaan (15,7%). Prevalensi SM dapat dipastikan cenderung

meningkat oleh karena meningkatnya obesitas maupun obes sentral.

Data epidemiologi menyebutkan prevalensi SM dunia adalah 20-25%. Hasil penelitian

Framingham Offspring Study menemukan bahwa pada responden berusia 26-82 tahun

terdapat 29,4% pria dan 23,1% wanita menderita SM (Ford ES, 2004). Sedangkan

penelitian di Perancis menemukan prevalensi SM sebesar 23% pada pria dan 21% pada

wanita (Cammeron, 2004). Data dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI)

menunjukkan prevalensi SM sebesar 13,13% (Fattah, 2006).

SM terkait dengan prevalensi penyakit degeneratif, oleh karena itu maka faktor

sosial ekonomi (sosek) adalah hal yang perlu untuk diperhatikan. Faktor tersebut

berkaitan dengan Hipotesis Barker. Hipotesis ini menyebutkan bahwa anak yang

kekurangan gizi saat lahir atau semasa bayi mempunyai risiko yang tinggi untuk

menderita PJK atau Non-insulin Dependen Diabetes Mellitus pada saat dewasa (Barker,

1995)

Page 5: Kelompok Ikakom Kecamatan Tebet

Selama ini faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab sindroma SM terkait

dengan obesitas, antara lain, pola makan, kurang olahraga, kelainan metabolisme,

mekanisme neuroendokrin, psikologi, obat-obatan, faktor sosial ekonomi dan gaya hidup

serta faktor genetika (Wijaya, 2004; Grundy, 2004; Shemiardji, 2004).

Sosek menjadi faktor risiko yang berperanan penting pada perkembangan kejadian

obesitas sebagai prediktor utama kejadian SM. Penelitian Sobal dan Stunkarrd menguji

144 penelitian yang menghubungkan antara sosial ekonomi status (SES) dan obesitas

pada tahun 1989 menyimpulkan bahwa, di negara maju kelompok wanita dengan SES

rendah memiliki prevalensi obesitas 6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

wanita dengan SES tinggi (Crawford et al, 2005).

Di negara berkembang seperti Afrika dan Asia, angka kejadian obesitas lebih

sering terdapat di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan artinya

kejadian obesitas lebih sering ditemukan pada golongan sosial ekonomi tinggi (Inou,

2000).

Studi cross sectional pada sebagian besar perkotaan di Brazil menunjukkan

prevalensi SM yang tinggi (25,4%), yang meningkat pada masyarakat dengan usia lebih

tua (khususnya wanita) dan SES rendah. Meskipun prevalensi SM hampir sama pada

kedua jenis kelamin, tetapi frekuensi komponen yang menentukan SM sangat bervariasi

di antara mereka. Secara spesifik, interaksi yang signifikan antara jenis kelamin dan SES

telah ditemukan. Hal tersebut menjelaskan tentang interaksi yang kompleks antara faktor

risiko kependudukan dan biologis (Marquezine, 2007).

Peningkatan kesejahteraan masyarakat berdampak terhadap perubahan gaya

hidup (aktifitas rendah, pola makan tinggi energi dan rendah serat). Pola makan sebagai

penyebab utama obesitas. Manusia modern cenderung sibuk dengan berbagai aktifitas

kehidupannya hingga tak sempat lagi mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.

Makanan instan menjadi pilihan bagi sebagian besar masyarakat yang terpapar dengan

kehidupan modern. Makanan tersebut tidak mengandung komposisi zat gizi sebagaimana

yang dibutuhkan tubuh. Terlebih lagi makanan-makanan instant sangat miskin serat.

Padahal, serat berfungsi untuk memperlambat pencernaan, mengenyangkan perut dan

memperlambat rasa lapar (Hadju, 2003). Diet tinggi serat telah mendapat perhatian

besar dalam beberapa tahun terakhir disebabkan karena hubungannya dengan

peningkatan insiden beberapa gangguan metabolik seperti hipertensi, diabetes, obesitas,

penyakit jantung dan kanker usus. Biasanya intake energi setiap hari mengandung 30%

Page 6: Kelompok Ikakom Kecamatan Tebet

lemak, akan tetapi tidak boleh lebih dari 10% dari kalori ini bersumber dari lemak jenuh

(hewani). Energi selebihnya seharusnya didapatkan dari lemak polyunsaturated atau

monounsaturated (Adam, 2006).

Hasil Riskesdas tahun 2007 di Indonesia menunjukkan berdasarkan kriteria

WHO prevalensi masyarakat yang kurang mengonsumsi buah sayur sebesar (93,6%) dan

konsumsi buah sayur proporsinya semakin rendah dengan semakin rendahnya sosial

ekonomi.

Data Susenas 2004 menunjukkan penduduk umur 15 tahun ke atas 85% kurang

beraktivitas fisik dan hanya 6% penduduk yang cukup beraktivitas fisik. Penduduk

wanita yang kurang beraktivitas fisik 87%, lebih tinggi daripada penduduk laki-laki.

Sedangkan penduduk di perkotaan yang kurang beraktifitas fisik adalah sebanyak 83%,

lebih tinggi daripada penduduk di pedesaan (BPS, 2005). Hasil Riskesdas tahun 2007

menunjukkan prevalensi kurang aktifitas fisik sebesar 48,2% dan terdapat kecenderungan

prevalensi kurang aktifitas fisik semakin tinggi dengan meningkatnya status ekonomi.

Faktor psikologi dapat menimbulkan terjadinya obesitas karena adanya

emosional yang tidak stabil (unstabil emotional). Hal tersebut menyebabkan individu

cenderung untuk melakukan pelarian diri (self mechanism defence). Bentuk pelarian diri

bisa berupa mengonsumsi makanan yang mengandung kalori dan kolesterol tinggi dalam

jumlah yang berlebihan (Dariyo, 2004).

Apa yang akan dibandingkan ??? dengan Faktor Resiko/ respon inflamasi/ fungsi

kognitif/ kesehatan atau taraf hidup pada lansia/ pada masyarakat obes atau obes

sentra atau pada orang idela dan kurus bisa terjadi terjadi perubahan lagi klinis

SM seperti biasa menjadi / berhubungan dengan faktor degeneratif ????????

b. Rumusan masalah

Permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

Apakah terdapat pengaruh kebiasaan dan faktor gaya hidup masyarakat dewasa usia 21

tahun sampai 65 tahun terhadap sindroma metabolik.

c. Hipotesis

Faktor –faktor yang mempengaruhi terjadinya sindroma metabolik pada usia 21 sampai

65 tahun , adalah faktor-faktor gaya hidup, faktor sosio ekonomi , faktor pengetahuan

masyarakat , faktor jenjang pendidikan , faktor iklan atau info kesehatan , faktor

pekerjaan , faktor sosio budaya, faktor tenaga kesehatan .

Page 7: Kelompok Ikakom Kecamatan Tebet

Berdasarkan permasalahan dari latar belakang diatas, maka disusunlah hipotesis

penelitian yang diajukan adalah :

1. Ada hubungan antara gaya hidup dengan terjadinya sindroma metabolik pada usia 21

sampai 65 tahun

2. Ada hubungan antara faktor ekonomi dengan kejadian sindroma metabolik pada usia

21 sampai 65 tahun

3. Ada hubungan antara obesitas dengan kejadian sindroma metabolik pada usia 21

sampai 65 tahun

4. Ada hubungan antara faktor tingkat pendidikan dengan kejadian sindroma metabolik

pada usia 21 sampai 65 tahun

5. Ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan kejadian sindroma metabolik pada

usia 21 sampai 65 tahun

6. Ada hubungan antara faktor budaya dengan kejadian sindroma metabolik pada usia

21 sampai 65 tahun.

d. Tujuan

I. Tujuan Umum

Membuktikan adanya pengaruh sindroma metabolik terhadap gaya

hidup

II. Tujuan Khusus

a. Mengetahui prevalensi faktor gaya hidup terhadap penderita

sindroma metabolik.

b. Menilai besarnya resiko pada penderita sindroma metabolik.

c. Menilai komponen-komponen yang paling berpengaruh

terhadap penderita sindroma metabolik.

e. Manfaat

Hasil Penelitian diharapkan dapat:

1. Dijadikan petunjuk untuk dilakukan tindakan pencegahan melalui gaya

hidup yang sehat terhadap sindrom metabolik.

Page 8: Kelompok Ikakom Kecamatan Tebet

2. Mendapatkan data yang dapat dipakai sebagai acuan untuk penelitian lain

yang berkaitan

3. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai faktor gaya hidup

terhadap sindroma metabolik.

II. Tinjauan pustaka

a. Kerangka konsep

III. Metodologi

a. Desain

Penelitian ini bersifat cross sectional dengan pendekatan …..

b. Tempat dan waktu

a. Pengambilan sampel dilakukan di pengunjung puskes/kelurahan/

b. Analisa sampel dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan

c. Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi adalah dewasa yang berusia 21 sampai 65 tahun

b. Sampel Penelitian

Sampel adalah pgnunjung poli umum dan poli penyakit tidak menular di

Puskesmas Kecamatan Tebet

d. Kriteria inklusi dan ekslusi

a. Kriteria inklusi

Usia 21-65 tahun

Pengunjung poli PTM dan poli umum

Bersedia melakukan pemeriksaan darah ( GDS, Kolesterol, trigliserida)

b. Kriteria ekslusi

e. Besar sampel

Page 9: Kelompok Ikakom Kecamatan Tebet

f. Cara kerja

g. Identifikasi variabel

h. Rencana manajemen dan analisis data

i. Definisi operasional

j. Masalah kriteria

IV. Daftar pustaka

V. Lampiran