Kelompok 6 Pembelajaran Kooperatif Revisi
description
Transcript of Kelompok 6 Pembelajaran Kooperatif Revisi
TUGAS PEMBELAJARAN INOVATIF I
Model Pembelajaran Langsung
Disusun oleh:
Kelompok 6:
1. Cicik Fauziyah 13030174061
2. Ardian Dwi Kusuma Mukti 13030174081
2013 U
Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Surabaya
2014
1
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. atas berkat rahmat dan
rezekinya sehingga kita diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dalam rangka
mewujudkan cita-cita kita. Alhamdulillah pada kesempatan ini kita dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Inovatif Teaching and Learning 1 sebagai nilai
tugas berjudul “Model Pembelajaran Kooperatif” tepat pada waktunya. Selain
bertujuan dalam memenuhi tugas, makalah ini disusun agar pembaca atau mahasiswa
calon guru mengetahui bagaimana model atau metode pembelajaran kooperatif ini
diterapkan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas.
Makalah ini membahas tentang latar belakang, tujuan, sintaks/ fase/ tahapan,
lingkungan belajar/ manajemen kelas, dan asesmen/ evaluasi pada pembelajaran
kooperatif.
Ucapan terima kasih tak lupa saya sampaikan kepada Dosen Mata Kuliah
Inovatif Teaching and Learning 1, orang tua, teman-teman, serta referensi-referensi
yang kita dapat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan dan pembuatan makalah ini, masih terdapat
banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami
butuhkan untuk dapat memperbaiki makalah ini.
Surabaya, 28 Februari 2015
Hormat Kami
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………......2
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………3
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………………4
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 1 2.1. Latar Belakang Pembelajaran Kooperatif……………………………..…6
2.2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif…………………………………...…….8
2.3. Sintaks/ Fase/ Tahapan Pembelajaran Kooperatif…………………........10
2.4. Lingkungan Belajar/ Manajemen Kelas Pembelajaran Kooperatif……..15
2.5. Assessment/ Penilaian Pembelajaran Kooperatif……….........................18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….20
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu sama lain, karena sifatnya
yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya
sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial,
makhluk beriteraksi dengan sesamanya, selain itu manusia memiliki potensi, latar
belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Dari adanya
perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan), saling membutuhkan
maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai).
Dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan formal banyak
dijumpai perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan gender, suku, agama, dan lain-
lain. Dari karakter yang heterogen tersebut, timbul suatu pertanyaan bagaimana guru
dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk belajar dan membantu saling belajar
satu sama lain? Bagaimana guru dapat menyusun kegiatan kelas sedemikian rupa
sehingga siswa akan berdiskusi, berdebat, dan menggeluti ide-ide, konsep-konsep,
dan keterampilan sehingga siswa benar-benar memahami ide, konsep dan
keterampilan tersebut? Bagaimana guru dapat memanfaatkan energi sosial seluruh
rentang usia siswa yang begitu besar di dalam kelas untuk kegiatan-kegiatan
pembelajaran roduktif? Bagaimana guru dapat mengorganisasikan kelas sehingga
siswa saling menjaga satu sama lain, saling mengambil tanggung jawab satu sama
lain, dan belajar untuk menghargai satu sama lain terlepas dari suku, tingkat kinerja,
atau ketidakmampuan karena cacat?
Model pembelajaran kooperatif nampaknya merupakan jawaban atas
pertanyaan tersebut. Pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok yang terkelola
dan terorganisasikan sedemikian sehingga peserta didik bekerja sama dalam
kelompok kecil untuk mencapai tujuan-tujuan akademik, effektif dan sosial (Johnson
dan Johnson, 1989). Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat lima prinsip yang
harus tercermin didalamnya. Lima prinsip tersebut adalah : 1) saling ketergantungan
4
positif; 2) tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota;
dan 5)evaluasi proses kelompok (Lie, 2000).
Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) merupakan salah satu model
pembelajaran yang berupaya membantu siswa untuk mempelajari isi akademis dan
berbagai keterampilan untuk mencapai berbagai sasaran, tujuan sosial dan hubugan
antar manusia yang penting.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif tidak berevolusi dari sebuah teori
individual atau dari sebuah pendekatan tunggal tentang belajar. ia berakar
pada masa yunani awal, tetapi perkembangan kontemporernya dapat dilacak
ke hasil karya para psikolog pendidikan dan para teoritisi di awal abad kedua
puluh, maupun teori-teori pemrosesan informasi yang terkait dengan belajar
dan teoritisi-teoritisi kognitif dan perkembangan, seperti Piaget dan Vigotsky.
1. Konsep Kelas Demokratis
Pada 1916, john Dewey menulis sebuah buku yang berjudul
Democracy and Education. Konsep Dewey tentang pendidikan
menyatakan bahwa kelas seharusnya mencerminkan masyarakat yang
lebih luas dan menjadi laboratorium bagi pembelajaran kehidupan nyata.
Pedagogi Dewey mengharuskan guru untuk menciptakan lingkungan
belajar yang ditandai oleh prosedur-prosedur yang demokratis dan proses-
proses ilmiah. Tanggung jawab utama guru adalah melibatkan siswa
dalam penyelidikan tentang berbagai masalah social dan interpersonal.
Prosedur-prosedur kelas spesifik yang dideskripsikan oleh Dewey
menekankan pada kelompok-kelompok kecil siswa yang berusaha
mengatasi masalah dengan mencari sendiri jawabannya dan mempelajari
prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi sehari-harinya.
Herbert Thelen (1954, 1960) mengembangkan prosedur-prosedur
yang lebih teliti untuk membantu siswa bekerja dalam kelompok. Seperti
Dewey, Thelen mengatakan bahwa kelas seharusnya merupakan
laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mempelajari dan
menyelidiki berbagai masalah sosial dan interpersonal.
6
Dewey dan Thelen melihat perilaku kooperatif sebagai fondasi
demokrasi dan melihat sekolah sebagai laboratorium untuk
mengembangkan perilaku demokratis.
2. Hubungan Antarkelompok
Pada 1954, Mahkamah agung AS menerbitkan keputusan
historisnya, Brown v. Board of Education of Topeka, yang memutuskan
bahwa sekolah-sekolah negeri di AS tidak boleh lagi beroperasi dengan
kebijakan separate-but-equal, tetapi harus terintegrasi secara rasial.
Shlomo Sharan dan rekan-rekan (1984, 1999) di Tel Aviv
University, Israel mendapat isu konflik antarkelompok sangat taja,
merangkum tiga kondisi dasar yang dibutuhkan untuk menangkal
prsangka rasial:
a. Kontak antaretnis tanpa mediasi.
b. Berlangsungnya dalam kondisi-kondisi yang setara diantara para
anggota berbagai kelompok yang berpartisipasi dalam setting
tertentu.
c. Setting tersebut memberikan sanksi resmi atas kerja sama antaretnis.
Banyak minat pada model pembelajaran kooperatif dewasa ini
yang tumbuh dari upaya untuk menstrukturisasikan kelas dan proses
mengajar yang sesuai dengan ketiga kondisi itu.
Hasil karya David dan Roger Johnsondan rekan-rekan (Johnson et
al., 1979; dan Johnson & Johnson, 2006) telah mengeksplorasi bagaimana
lingkungan kelas yang kooperatif dapat menghasilkan pembelajaran yang
lebih baik oleh dan pandangan yang lebih positif terhadap siswa-siswa
dengan kebutuhan khusus yang dimasukkan ke dalam kelas-kelas regular
maupun terhadap siswa lainnya.
3. Experiental Learning
Johnson dan Johnson (2005), teoritisi-teoritisi pembelajran
kooperatif terkemuka, mendeskripsikan experiental learning sebagai
berikut:
7
“Experiental Learning” didasarkan pada tiga asumsi: belajar yang paling
baik adalah nila Anda terlibat secara pribadi dalam pengalaman
belajarnya; pengetahuan haru ditemukan Anda sendiri agar memiliki arti
atau dapat membuat perbedaan pada perilaku Anda; dan komitmen anda
terhadap belajar dalam keadaan paling tinggi bila Anda bebas
menentukan tujuan belajar Anda sendiri dan berusaha secar aktif untuk
mencapainya dalam kerangka kerja tertentu.” (hlm. 7)
4. Efek-efek Pembelajaran Kooperatif
a. Efek pada Pembelajaran Kooperatif
Studi-studi Sharan menujukkan dengan jelas bahwa metode-metode
instruksional itu mempengaruhi perilaku kooperatif dan kompetitif
siswa. Pembelajaran kooperatif menghasilkan lebih banyak perilaku
kooperatif, baik verbail maupun non verbal, disbanding pengajaran
seluruh kelas. Siswa-siswa dari kedua kelas pembelajaran langsung
menujukkan lebih sedikit perilaku kompetitif dan lebih banyak kerja
sama lintas-etnis dibanding mereka yang berasal dari kelas-kelas
pengajaran seluruh kelas.
b. Efek pada Toleransi terhadap Keanekaragaman
Studi-studi yang serupa dengan penelitian Johnson dan Johnson
(Gilles, 2002; Vedder & Veendrick, 2003) menujukkan bahwa
pembelajaran kooperatif tidak hanya dapat memengaruhi toleransi dan
penerimaan yang lebih luas terhadap siswa-siswa dengan kebutuhan
khusu, tetapi juga dapat mendukung terciptanya hubungan yang lebih
di antara siswa-siswa dengan ras dan etnis yang beranekaragam.
2.2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) dikembangkan
untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting yaitu prestasi akademis,
toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial.
1. Prestasi Akademis
8
Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) dapat
menguntungkan bagi siswa berprestasi rendah maupun tinggi yang
mengerjakan tugas akademik bersama-sama. Mereka yang berprestasi
tinggi mengajari teman-temannya yang berprestasi lebih rendah, sehingga
memberikan bantuan khusus dari sesame teman yang meiliki minat dan
bahasa berorientasi-kaum muda yang sama. Dalam prosesnya, mereka
yang berprestasi lebih tinggi juga memperoleh hasil secara akademik
karena bertindak sebagai tutor menuntut untuk berpikir lebih mendalam
tentang hubungan di antara berbagai ide dalam subyek tertentu.
2. Penerimaan Terhadap Keanekaragaman
Penerimaan terhadap keanekaragaman yaitu toleransi dan
menerima lebih luas terhadap orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas
sosial, atau kemampuannya. Menyusul premis-premis yang diikhtisarkan
oleh Allport (1954) lebih dari setengah abad lalu, diketahui bahwa kontak
fisik di antara kelompok-kelompok rasa atau etnik yang berbeda atau di
antara anak-anak dengan kebutuhan khusus semata tidak cukup dapat
mengurangi prasangka dan stereotype.
Cooperative Learning memberikan kesempatan kepada siswa-
siswa dengan latar belakang dan kondisi yang beragam untuk bekerja
secara interdependen pada tugas yang sama, dan melalui penggunaan
struktur reward kooperatif, belajar untuk saling menghargai.
3. Pengembangan Keterampilan Sosial
Keterampilan-keterampilan yang ada di masyarakat di mana
banyak pekerjaan orang dewasa dilaksanakan dalam kerangka organisasi
dan komunitas yang besar dan interdependen, dengan orientasi yang
semakin beragam secara kultural dan semakin global.
Akan tetapi, banyak orang muda maupun orang dewasa yang
kurang memiliki keterampilan sosial yang efektif. Situasi ini terbukti dari
betapa seringnya perselisihan terjadi di antara individu-individu yang
mencetuskan tindakan kekerasan dan betapa seringnya orang-orang
9
menyatakan ketidakpuasaannya ketika diminta bekerja dalam situasi
situasi kooperatif.
2.3. Sintaks/ Fase/ Tahapan Pembelajaran Kooperatif
Sintaksis Model Pembelajaran Kooperatif
No. Fase Peran Guru
1 Mengklarifikasi tujuan
dan establishing set
Guru menjelaskan tujuan-tujuan pelajaran dan
establishing set.
2 Mempresentasikan
Informasi
Guru mempresentasikan informasi kepada
siswa secara verbal atau dengan teks.
3 Mengorganisasikan
siswa ke dalam tim-tim
belajar
Guru menjelaskan kepada siswa tatacara
membentuk tim-tim belajar dan membantu
kelompok untuk melakukan transisi yang
efisien.
4 Membimbing kerja-tim
dan belajar
Guru membantu tim-tim belajar selama mereka
mengerjakan tugasnya.
5 Mengujikan berbagai
materi
Guru menguji pengetahuan siswa tentang
berbagai materi belajar atau kelompok-
kelompok mempresentasikan hasil-hasil
kerjanya.
6 Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara untuk mengakui usaha dan
presentasi individual maupun kelompok.
Berikut penjelasan dari keenam fase di atas:
1. Mengklarifikasikan Maksud dan Establishing Set
Guru memulai semua pelajaran dengan mereviu, menjelaskan
tujuan-tujuan mereka dengan bahasa yang dapat dmengerti, dan
menunjukkan kaitan pelajaran sebelumnya. Sebagai contoh, ketika guru
10
mengintroduksikan sebuah pelajaran investigasi kelompok untuk pertama
kalinya, mereka seharusnya meluangkan waktu yang cukup untuk
memastikan bahwa siswa memahami langkah-langkah spesifiknya dan
peran mereka. Hal ini juga dapat menjadi waktu bagi guru yang ingin
membicarakan tentang cara siswa dapat memikul tanggung jawab atas
pembelajarannya sendiri dan tidak sepenuhnya menggantungkan diri pada
guru. Waktu itu juga dapat digunakan untuk mendiskusikan bagaimana
pengetahuan dapat datang dari banyak sumber, seperti buku, film, dan
interaksinya sendiri dengan orang lain.
Hal yang penting adalah siswa lebih berkemungkinan untuk
mengarah ke sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan penting bila maksud
pelajaran itu telah didiskusikan secara eksplisit. Sulit bagi siswa untuk
mengerjakan sebuah tugas dengan baik bila tidak jelas bagi mereka
mengapa mereka harus mengerjakan tugas itu atau bila kriteria
kesuksesannya dirahasiakan.
2. Mempresentasikan Informasi Secara Verbal atau Teks
Guru dari anak-anak yang masih muda tahu bahwa mengandalkan
teks untuk menyampaikan isi melibatkan membantu anak-anak untuk
belajar membaca materi yang diberikan. Guru di kelas-kelas lebih dari SD,
di sekolah menengah, dan di perguruan tinggi sering mengasumsikan
bahwa siswa dapat membaca dan memahami materi yang diberikan.
Asumsi ini sering kali keliru. Bila pembelajaran kooperatif menuntut
siswa untuk membaca teks, maka para guru efektif, terlepas dari umur
siswa atau subjek yang diajarkannya, bertanggung jawab untuk membantu
siswa agar dapat menjadi pembaca yang lebih baik.
3. Mengorganisasikan Siswa dalam Tim-Tim Belajar
Proses memasukkan siswa ke dalam tim-tim belajar dan membuat
mereka mulai mengerjakan tugasnya barangkali merupakan salah satu
langkah paling sulit bagi guru yang menggunakan pembelajaran
kooperatif. Fase dalam pembelajaran kooperatif inilah yang dapat
11
mengalami kekacauan bila transisinya tidak direncanakan dan dikelola
secara cermat. Tidak ada yang lebih membuat frustasi bagi guru dibanding
situasi transisional yang ketika ketiga puluh siswanya bergegas masuk ke
kelompok-kelompok kecil, sementara itu, mereka tidak tahu pasti yang
akan dikerjakan, dan semua siswanya menuntut perhatian dan bantuan
guru.
Dari beberapa informasi yang ada, perlu dipertimbangkan guru
ketika mereka mengorganisasikan siswa ke tim-tim belajar adalah perlu
atau tidak perlu memberikan peran tertentu kepada siswa-siswa tertentu.
Sebagian guru lebih suka membuat siswanya bekerja dalam kelompok-
kelompok tanpa pemberian peran tertentu, percaya bahwa sebaiknya
membiarkan masing-masing siswa menjadi dirinya sendiri. akan tetapi,
sebagian lainnya lebih suka memberikan peran kepada masing-masing
siswa, percaya bahwa hal itu mendorong partisipasi dan mendukung
pembelajaran.
Beberapa penelitian (Pallincsar dan Herrenkolg, 2002) mendukung
pemberian peran dan mengajarkan tata cara menjalankan berbagai peran
yang dituntut oleh pelajaran yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif. guru yang memberikan peran tersebut dibagi menjadi dua
bagia, yaitu:
a. Peran-peran Berorientasi-Tugas
1) Taskmaster, yaitu menjaga agar para anggota kelompok tetap pada
tugasnya.
2) Material monitor, yaitu mengambil dan mengembalikan bahan-
bahan.
3) Coach atau content hapler, yaitu membantu para anggota dalam
hal isi pelajaran
4) Recorder, yaitu mencatat ide-ide, rencana-rencana, dan lain-lain.
Sebaiknya dilakukan di atas newsprint chart.
b. Peran-peran Berorientasi-Proses
12
1) Gatekeeper, yaitu membantu para anggota berbagi; menyetarakan
partisipasi.
2) Encourager, yaitu mendorong para anggota yang tampak enggan
untuk berpartisipasi; memberikan pujian dan apersepsi untuk
setiap penyelesaian.
3) Checker, yaitu membantu para anggota memeriksa pemahaman.
4) Reflector/ timekeeper, yaitu mengingatkan para anggota tentang
kemajuan yang sudah atau belum dapat dicapai.
4. Membantu Kerja Tim dan Belajar
Kegiatan pembelajaran kooperatif yang tidak terlalu rumit
memungkinkan siswa untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan interupsi
atau bantuan minimum dari guru. Untuk kegiatan-kegiatan lain, guru
mungkin perlu mendampingi tim-tim belajar itu, mengingatkan tentang
tugas-tugas yang akan mereka kerjakan dan waktu yang dialokasikan
untuk setiap langkahnya.
Ada hal yang harus diikuti guru selama fase ini, yaitu jika terlalu
banyak interferensi dan bantuan tanpa diminta dari guru dapat
mengganggu siswa. Hal itu juga merenggut kesempatan inisiatif dan self—
direction siswa. Pada saat yang sama, bila guru menemukan siswanya
yang tidak jelas tentang pengarahan yang diberikan oleh guru atau bahwa
mereka tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang direncanakan, maka
interferensi langsung dan bantuan guru dibutuhkan.
5. Mengujikan Berbagai Materi
Untuk pendekatan STAD dan Jigsaw, guru mengharuskan siswa
untuk mengerjakan kuis-kuis tentang materi belajar. Soal-soal tes dalam
kuis-kuis ini harus bertipe objektif, sehingga dapat segera diskor di kelas
usai dikerjakan. Di kotak berikut mengilustrasikan bagaimana skor-skor
individual ditentukan.
13
Skor dasar adalah skor atau nilai yang diperoleh siswa setelah
mengerjakan soal ulangan harian sebelumnya atau nilai dari mengerjakan
soal materi prasayarat dari materi yang akan diajarkan.
14
Langkah 1
Menetapkan garis dasar (skor dasar)
Masing-masing siswa diberi skor dasar berdasarkan kuis-kuis sebelumnya
Langkah 2
Menemukan skor kuis saat ini
Siswa menerima poin untuk kuis yang terkait dengan pelajaran saat ini
Langkah 3
Menemukan skor kemajuan
Siswa mendapatkan poin kemajuan sebesar selisih skor kuis saat ini dengan skor basil, menggunakan skala di bawah ini
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar___________________0 poin
10 poin sampai 1 poin di bawah skor dasar_______________10 poin
Skor basal sampai 10 poin di atas skor dasar______________20 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar____________________30 poin
Karya tulis sempurna (berapapun skor dasarnya)___________30 poin
Sistem poin kemajuan ini ternyata dapat meningkatkan kinerja
akademis siswa, meskipun tanpa tim, terutama penting sebagai komponen
STAD yang dapat menghindari kemungkinan siswa-siswa berprestasi
rendah untuk tidak diterima sebagai anggota kelompok karena tidak
mengkontribusikan banyak poin.
Tidak ada sistem skoring khusus untuk pendekatan GI. Laporan
atau persentasi kelompok berfungsi sebagai salah satu basis untuk
evaluasi, dan siswa-siswa seharusnya diberi hadiah atas produk individual
maupun kolektifnya.
6. Memberikan Pengakuan
Setelah melakukan pembelajaran, guru memberi pengakuan pada
usaha dan prestasi siwa. Slavin dan para pengembang the John Hopkins
menciptakan konsep newsletter kelas mingguan untuk digunakan pada
STAD dan Jigsaw. Guru melaporkan dan memublikasikan hasil-hasil
nelajar tim dan individual dalam surat kabar ini.
Para pengembsng pendekatan GI memberi pengakuan pada usaha
tim dengan menekankanprsentasi kelompok dan dengan mempertontonkan
hasil-hasil investigasi kelompok secara mencolok di kelas. Bentuk
pengakuan ini dapat lebih ditekankan lagi dengan mengundang tamu
(orang tua, siswa dari kelas lain, atau kepala sekolah) untuk
mendengarkan laporan akhir. Newsletter yang merangkum hasil-hasil
investigasi kelompok di kelas juga dapat diproduksi dan di kirimkan
kepada orang tua dan pihak-pihak lain di sekolah dan di masyarakat.
2.4. Lingkungan Belajar/ Manajemen Kelas Pembelajaran Kooperatif
Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif diperlukan strategi. Strategi
tersebut dapat mempermudah proses pembelajaran kooperatif. Strategi
tersebut antara lain:
1. Pengaturan ruangan
15
Dalam pengaturan kelas, diperlukan kreatifitas guru dalam
menempatkan dan membentuk kondisi kelas yang baik. Guru harus
merencanakan terlebih dahulu, mengenai bentuk pengaturan kelas yang
akan digunakan. Perencanaan itu menjauhkan proses pembelajaran dari
pemborosan waktu. Guru harus dapat menata ruangan yang senyaman
mungkin untuk siswa dalam proses pembelajaran.
2. Prosedur Bicara dan Pergerakan
Ketika kegaduhan mulai muncul dalam proses pembelajaran, maka
guru bisa memberikan suatu peringatan pada setiap kelompok untuk tidak
bicara dengan keras – keras. Selain itu, guru juga dapat menyuruh setiap
anggota kelompok dapat berinteraksi dengan menggunakan catatan. Cara
tersebut dapat mengatasi masalah kegaduhan ketika penggunaan model
kooperatif.
3. Tanda perhatian kelompok
Tanda dapat digunakan guru sebagai cara memberikan stimulus
kepada siswa, selanjutnya guru juga dapat menilai respon yang diberikan
oleh siswa.
4. Mendorong Interdependensi dalam kelompok
Dalam model kooperatif, kerjasama sangat diperlukan dalam
menyelesaikan setiap tugas. Dengan interdependensi, maka kinerja dalam
kelompok menjadi meningkat.
5. Pertanggung jawaban individual
Walaupun model kooperatif cenderung berkelompok, tetapi
pertanggung jawaban setiap individu juga dinilai. Pertanggung jawaban
tersebutjuga mempunyai nilai tersendiri. Jadi, ketika pelaksanaan
16
pembelajaran kooperatif, setiap individu harus berusaha memberikan hasil
pemikirannya.
6. Mengawasi Pekerjaan dan Perilaku siswa
Pemantauan terhadap pelaksanaan model kooperatif dapat
dilakukan dengan cara berkeliling kelompok. Pemantauan ini bertujuan
untuk melihat hasil kinerja setiap individu dalam kelompok.
7. Intervensi untuk kelompok
Berhubungan dengan pemantauan terhadap proses kerjasama
dalam kelompok. Ketika guru melakukan intervensi, maka guru dapat
memberikan suatu solusi apabial ada kelompok yang menagalami
kesulitan.
8. Kemampuan kerja efektif
Kemampuan ini meliputi keterampilan sosial dan keterampilan
berkelompok. Keterampilan sosial adalah perilaku-perilaku yang
mendukung kesuksesan hubungan sosial dan memungkinkan individu
untuk bekerja bersama orang lain secara efektif. Keterampilan sosial
sering dipelajari dari orang lain. Ada beberapa ketrampilan sosial yang
kurang didari orang lain. Seperti ketrampilan berbagi, keterampilan
berpartisipasi, dan keterampilan berkomunikasi. Dalam keterampilan
kelompok guru dapat mengarahkan anggotanya untuk focus kepada bab
yang dibahas. Sebelum siswa dapat bekerja dengan efektif mereka juga
harus belajar saling mengenal dan menghormati perbedaan satu sama lain.
2.5. Asesmen/ Penilaian Pembelajaran Kooperatif
Asesmen merupakan bagian yang sangat penting dan tidak bisa
dipisahkan dari kegiatan pembelajaran. Tujuan utama dari asesmen adalah
untuk meningkatkan kualitas belajar siswa, bukan sekedar untuk penentuan
17
skor (grading). Oleh karena itu asesmen dimaksudkan sebagai suatu strategi
dalam pemecahan masalah pembelajaran melalui berbagai cara pengumpulan
dan penganalisisan informasi untuk pengambilan keputusan (tindakan)
berkaitan dengan semua aspek pembelajaran (Herman, 2012). Menurut
arends (Prajitno dan Mulyantini, 2008:31) model cooperative learning
mengubah sistem reward-nya dan konsekuensinya, membutuhkan pendekatan
dan pengakuan prestasi yang berbeda.
1. Menguji pembelajaran akademis
Untuk STAD dan beberapa versi jigsaw, guru mengharuskan siswa
untuk mengerjakan kuis-kuis tentang materi belajar. Soal-soal tes dalam
kuis harus bersifat objectif sehingga dapat di skors didalam kelas usai
dikerjakan. Tidak ada sistem scoring khusus untuk pendekatan Group
investigation. Laporan atau presentasi kelompok berfungsi sebagai salah
satu basis untuk evaluasi, dan siswa harusnya diberi reward atas produk
individual maupun kolektifnya.
2. Mengases kerja sama
Salah satu tujuan utama cooperative learning adalah pengembangan
keterampilan social, khususnya keterampilan-keterampilan ini tidak dapat
diakses dengan semudah ketrampilan akademis, siswa juga menganggap
dirinya tidak penting, kecuali jika ia menjadi bagian sistem assesmen
gurunya.
3. Memberikan nilai pada cooperative learning
Dalam kooperatif learning guru harus berhati-hati tentang struktur
rewardnya. Penting bagi guru untuk memberikan reward pada produk
kelompok baik hasil akhir maupun perilaku kooperatif yang
menghasilkannya. Guru juga ingin mengases kontribusi setiap anggota
terhadap produk akhir timnya. Akan tetapi dalam dual assessment terbukti
18
dapat menylitkan guru ketika mereka mencoba memberikan nilai
individual untuk produk kelompok.
4. Memberikan pengakuan pada usaha kooperatif
Tugas pasca pengajaran lain yang unik untuk pembelajaran kooperatif
adalah penekanan yang diberikan pada pemberian pengakuan pada usaha
dan prestasi siswa. Guru dapat memberikan lembaran hasil belajar
mingguan pada siswa. Para pengembang pendekatan GI memberikan
pengakuan pada usaha tim dengan mennekankan presentasi kelompok dan
dengan mempertontonkan hasil-hasil investigasi kelompok secara
mencolok di kelas. Atau dapat dengan menghadirkan tamu serta di
rangkum dan dikirimkan kepada orangtua dan pihak lainnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Soetjipto, H.P.dkk. 2008. Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tamsyani, Wiwik. Model Pembelajaran Kooperatif, (online),
(
http://www.academia.edu/5934158/MAKALAH_MODEL_PEMBELAJARAN_KOOPERAT
IF diakses 27 Februari 2015)
20