KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15...

35
2015 KEGIATAN KAJIAN PERATURAN DAERAH DISELENGGARAKAN OLEH KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS PENGALAMAN DENPASAR

Transcript of KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15...

Page 1: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

2015

KEGIATAN KAJIANPERATURAN DAERAHDISELENGGARAKAN OLEHKANWIL HUKUM DAN HAMPROVINSI BALI01-Jan-15

MARHAENDRA WIJA ATMAJA

PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH:PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN

KONTEKS PENGALAMAN

DENPASAR

Page 2: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

FOKUS BAHASAN

PENDAHULUAN ______ []

PENDEKATAN TEORITIK PENGKAJIAN PERATURANDAERAH _______ []

PENDEKATAN ATURAN PENGKAJIAN PERATURANDAERAH _______ []

KONTEKS PENGALAMAN PENGKAJIAN PERATURANDAERAH _______ []

PENUTUP _______ []

BAHAN BACAAN _______ []

Page 3: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 1|Marhaendra Wija Atmaja|2015

PENDAHULUAN

Perlu penjelasan konsep yang termuat dalam judul risalah ini:

Pengkajian Peraturan Daerah. Pengkajian ‒merupakan kata benda‒ berarti

penyelidikan atau pelajaran yang mendalam. Ini terkait dengan kata kerja

“mengkaji”, yang berarti: 1 belajar; mempelajari; 2 memeriksa; menyelidiki;

memikirkan (mempertimbangkan dsb); menguji; menelaah: ia berusaha ~

surat keputusan itu. Hasil mengkaji disebut kajian (Tim Penyusun Kamus

Pusat Bahasa, 2008).

Pengkajian dapat dilakukan dengan cara analisis (analisa) atau sintesis

(sintesa). Analisis ‒kata benda‒ berarti: 1. penyelidikan terhadap suatu

peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang

sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb); 2 sebagai kata kerja

berarti penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan

bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian

yg tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Kata kerja dari analisis adalah

menganalisis, berarti menyelidiki dengan menguraikan bagian-bagiannya

(Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008). Sintesis ‒kata benda‒ berarti: 1.

paduan (campuran) berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan

kesatuan yang selaras; 2. penentuan hukum yang umum berdasarkan hukum

yang khusus (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008).

Jadi, pengkajian adalah menyelidiki atau menelaah sesuatu (peristiwa

atau perbuatan, atau hasil dari perbuatan, seperti Peraturan Daerah sebagai

hasil dari perbuatan membentuk Peraturan Daerah), yang dapat dilakukan

secara analisis dan atau sintesis.

Peraturan Daerah, menurut Pasal 1 angka 25 UU 23/2014 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 23/2014), yang

Page 4: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 2|Marhaendra Wija Atmaja|2015

selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda

Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.

Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang

dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan

bersama Gubernur (Pasal 1 angka 7 UU 12/2011).

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-

undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota (Pasal 1

angka 8 UU 12/2011).

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat

norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan

oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang

ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan (Pasal 1 angka 9 UU

12/2011).

Jadi, pengkajian Peraturan Daerah adalah penyelidikan terhadap suatu

Peraturan Daerah untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Keadaan

yang sebenarnya dapat berkenaan dengan aspek bentuk, isi, dan proses

pembentukannya yang benar menurut suatu patokan tertentu. Patokan

tertentu itu misalnya bentuk, isi, dan proses pembentukannya sesuai dengan

UU 12/2011.

PENDEKATAN TEORITIK KAJIANPERATURAN DAERAH

Secara teoritik ada berbagai pendekatan dalam mengkaji Peraturan

Daerah, diantaranya adalah:

a. Analisis Dampak Regulasi.

b. Metode Pemecahan Masalah dan Agenda ROCCIPI,

1. ANALISIS DAMPAK REGULASI.

Page 5: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 3|Marhaendra Wija Atmaja|2015

Istilah asli: Regulatory Impact Analysis. Akronim: RIA. Terjemahan

lainnya:

a. Analisis Dampak Peraturan.

b. Analisis Pengaruh Regulasi.

c. Analisis Pengaruh Peraturan.

RIA telah diadopsi oleh negara-negara OECD dalam penyusunan

kebijakan publik untuk mewujudkan tata kelola yang baik. RIA adalah

sebuah metode yang bertujuan menilai secara sistematis pengaruh negatif

dan positif peraturan yang sedang diusulkan ataupun yang sedang berjalan.

Tujuan RIA adalah terciptanya good regulatory governance –tata kelola

pemerintahan yang mengembangkan perumusan peraturan yang efektif,

berorientasi pasar, melindungi lingkungan dan kehidupan sosial. Prinsip-

Prinsip RIA adalah:

a. Minimum Efective Regulation. Regulasi bibuat apabila benar-benar

diperlukan.

b. Competitive Neutrality. Netralitas terhadap persaingan dengan

menggunakan mekanisme pasar.

c. Transparancy & Participation. Transparan dengan pelibatan

stakeholder.

d. Cost Benefit (cost effectiveness). Manfaat lebih besar daripada

biaya, bila tidak mungkin setidaknya efektivitas biaya.

Daftar Periksa Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan berdasarkan

RIA:

1. Apakah masalah yang dihadapi sudah didefinisikan dengan benar?

2. Sudahkah tindakan pemerintah diupayakan?

3. Apakah PPu itu merupakan bentuk terbaik dari tindakan

pemerintah?

4. Apakah ada landasan hukum untuk PPu?

Page 6: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 4|Marhaendra Wija Atmaja|2015

5. Apa jenjang pemerintahan yang tepat untuk melakukan tindakan

ini?

6. Apakah manfaatnya sesuai dengan biaya yang dikeluarkan?

7. Apakah distribusi usaha di masyarakat transparan?

8. Apakah PPu tersebut jelas, dapat dipahami dan mudah diakses oleh

pemakai?

9. Apakah semua pihak yang berkepentingan telah diberi kesempatan

untuk menyampaikan pendapat/pandangan mereka?

10. Bagaimana dapat mencapai kepatuhan?

Langkah-langkah RIA:

1. Perumusan masalah atau issue yang menimbulkan adanya

kebutuhan untuk melakukan pengaturan.

2. Penentuan tujuan atau sasaran dari pengaturan.

3. Pemilihan alternatif pengaturan yang dapat dilakukan untuk

mencapai tujuan.

4. Sudut pandang konsumen, pelaku bisnis, masyarakat, dan

pemerintah melalui analisa biaya dan manfaat.

5. Konsultasi dengan para tenaga ahli, stakeholder dan publik.

6. Analisa masalah kepatuhan.

7. Penyusunan draft laporan dampak regulasi (regulatory impact

statement/RIAS) yang melaporkan hasil-hasil dari RIA.

Tahapan RIA(Regulatory Impact Assessment)

Perumusan

Masalah

IdentifikasiTujuan

Alternatif

Tindakan

Analisis

Biaya &

Manfaat

Pemilihan

Tindakan

StrategiIm

plementasi

Konsultasi Publik

Page 7: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 5|Marhaendra Wija Atmaja|2015

PENJELASAN LANGKAH-LANGKAH.

Perumusan masalah. Untuk menentukan suatu masalah, beberapa hal

yang perlu diperhatikan adalah:

a. Identifikasi wewenang hukum.

b. Pemahaman tentang susunan peraturan.

c. Konsultasi dengan stakeholder.

d. Uji definisi masalah yang dapat dilakukan dengan menjawab

pertanyaan-pertanyaan seperti:

1. Apa yang menyebabkan timbulnya masalah?

2. Peristiwa apa yang memiliki andil sehingga imbul masalah?

3. Siapa yang harus menyelesaikan masalah?

4. Apa motivasi memiliki pihak-pihak yang memiliki andil sehingga

timbul suatu masalah.

5. Apa karakteristik utama lingkungan yang ikut andil dalam

timbulnya masalah?

6. Bagaimana publik melihat masalah itu?

7. Akankah definisi terhadap masalah bermanfaat bagi regulator

untuk dapat mengusulkan suatu regulasi.

Penentuan Tujuan. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab untuk

dapat mendefinisikan tujuan dengan mempengaruhi perilaku adalah:

a. Apakah orang-orang yang terlibat mengerti dan sepakat bahwa

memang ada masalah?

b. Apakah mereka mengerti dan mengetahui kontribusinya terhadap

masalah?

c. Apakah mereka mengerti dan menerima tujuan pemerintah?

d. Apakah mereka mengerti dan menerima apa yang anda inginkan

dari mereka?

e. Apakah mereka mampu berperilaku dengan cara tersebut?

f. Apakah ada faktor-faktor sosial dan psikologis yang terkait?

Pemilihan Alternatif, menyangkut bentuk-bentuk alternatif:

Page 8: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 6|Marhaendra Wija Atmaja|2015

a. Self regulation. Masyarakat atau kelompok masyarakat mengatur

diri sendiri.

b. Quasi regulation. Pengaturan yang sifatnya himbauan yang sedikit

mengikat.

c. Explicit regulation. Pengaturan yang tegas.

Ketiga bentuk alternatif tsb ditentukan dengan menjawab pertanyaan-

pertanyaan berikut:

a. Apakah pilihan alternatif itu legal?

b. Apakah pilihan alternatif itu cukup efektif?

c. Apakah pilihan alternatif itu efisien?

d. Apakah pilihan alternatif itu adil?

e. Apakah pilihan alternatif itu terlalu mengganggu?

f. Seberapa cepat pilihan alternatif itu dapat dicapai?

g. Apakah pilihan alternatif itu cukup responsif?

Konsultasi Publik. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan adalah:

a. Konsultasi ditujukan untuk mengumpulkan informasi, membangun

kelompok yang memihak untuk menyetujui adanya regulasi, dan

menyusun laporan yang dapat dipertanggungjawabkan.

b. Konsultasi dapat dilaksanakan dalam bentuk beragam, informal

maupun formal (dengar pendapat, komentar, dll)

c. Harus direncanakan pada awal RIA.

d. Rencana konsultasi harus sudah mengenali pihak-pihak mana yang

akan dilibatkan partisipasinya.

e. Prosesnya transparan, dialog berkesinambungan, pro aktif.

Analisis Manfaat dan Biaya. Memulai AMB, langkah-langkah praktis yang

dapat ditempuh:

a. Buatlah daftar sebanyak mungkin berbagai jenis manfaat yang

diperoleh dari diberlakukannya suatu peraturan.

b. Buatlah daftar sebanyak mungkin berbagai jenis biaya yang

dikeluarkan sehubungan dengan diberlakukannya suatu peraturan.

Page 9: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 7|Marhaendra Wija Atmaja|2015

c. Lakukan konsultasi dengan tenaga ahli, stakeholder, dan

masyarakat untuk menyempurnakan daftar manfaat dan biaya

tersebut.

d. Siapkan sebuah tabel tentang manfaat dan biaya yang disajikan per

tahun.

e. Bagilah ke dalam kelompok sesuai dengan yang terkena dampak

manfaat maupun biaya, serta gunakan “kelompok kunci” yang akan

mewakili konsumen, pengusaha, maupun pemerintah.

f. Dalam Tabel tsb dapat dilihat bahwa pada kolom terakhir terdapat

manfaat bersih setelah dikurangi biaya.

g. Jika demikian, apakah alternatif yang memiliki manfaat bersih

paling besar yang akan dipilih?

h. Tampaknya tidak selalu demikian, sebab dalam hal ini pada

umumnya yang menerima manfaat bukan yang membayar biaya

dan aspek-aspek seperti legalitas, efektivitas, prioritas dari setiap

alternatif masih perlu dipertimbangkan.

i. Di samping itu perlu disadari ada manfaat dan biaya yang tidak

dapat dikuantifikasi, shg hasil AMB belum mencerminkan hasil yang

komprehensif.

j. Oleh karena itu, untuk sampai kepada pilihan yang diinginkan

masih ada langkah berikutnya, yakni konsultasi dengan para ahli,

stakeholder, dan masyarakat khususnya yang terkena dampak.

CATATAN AKHIR. Analisis RIA merupakan suatu metode: evaluasi

kebijakan publik; dan pembuatan kebijakan publik yang dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan.

2. METODE PEMECAHAN MASALAH DAN AGENDA ROCCIPI

Dari bukunya Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere,

yang berjudul Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dalam Perubahan

Masyarakat Yang Demokratis (terjemahan, diterbitkan Proyek ELIPS

Page 10: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 8|Marhaendra Wija Atmaja|2015

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Tahun 2001) dapat

diketahui bahwa penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan

terdiri dari dua kelompok kegiatan, yakni:

1. Penelitian untuk mendapatkan bahan masukan sebagai materi

muatan peraturan perundang-undangan yang hendak disusun;

dan

2. Perumusan materi muatan yang dihasilkan penelitian itu ke dalam

rancangan peraturan perundang-undangan.

Relevansi dari Metode Pemecahan Masalah adalah pada penelitian

tersebut, yang lazimnya di Indonesia dituangkan dalam Naskah Akademis.

Sedangkan dalam tahap perumusan materi muatan ke dalam rancangan

peraturan perundang-undangan itu diperlukan keahlian mengenai teknik

penyusunan peraturan perundang-undangan, baik menyangkut kerangka

dan bentuk rancangan maupun menyangkut bahasa hukumnya.

Metodelogi Pemecahan Masalah (dari Ann Seidman, Robert B.

Seidman, dan Nalin Abeyserkere), yang meliputi 4 (empat) langkah utama,

yakni:

1. Mengenali permasalahannya;

2. Menemukan penjelasan perilaku bermasalah;

3. Menyusun solusi; dan

4. Memantau dan menilai pelaksanaan.

Inti dari Metodelogi Pemecahan Masalah dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan dengan langkah-langkah tersebut adalah

dalam rangka perubahan masyarakat yang demokratis yang berdasarkan

pada asas-asas kepemerintahan yang baik (good governance). Masing-

masing langkah tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, mengenali permasalahan sosial atau perilaku bermasalah,

melalui kriteria sebagai berikut:

1. Apakah masalah itu terjadi berulang-ulang?

2. Apakah masalah itu mempunyai dampak negatif?

Page 11: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 9|Marhaendra Wija Atmaja|2015

3. Apakah masalah sosial itu dibentuk oleh perilaku majemuk (banyak

orang)?

Jika jawabannya ”ya“, maka masalah itu merupakan masalah sosial.

Pihak-pihak yang perilakunya terkait dengan masalah sosial adalah:

a. Pemeran (Role Occupant), yakni orang, kelompok, atau organisasi

yang perilakunya menimbulkan masalah.

b. Agen pelaksana (Implementing Agent), yang diberi kewenangan oleh

peraturan untuk memastikan pemeran berperilaku sesuai aturan.

Kedua, menemukan penjelasan atau penyebab perilaku bermasalah.

Dilakukan dengan menggunakan agenda ROCCIPI yang merupakan akronim

dari sejumlah kategori. Ini akan diuraikan dalam bagian berikutnya, khusus

megenai Teori ROCCIPI.

Ketiga, menyusun solusi. Ada dua jenis solusi yakni untuk

menghilangkan perilaku bermasaalah dan memastikan efektivitas

pelaksanaan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Solusi untuk menghilangkan perilaku bermasalah yang berisi

tindakan-tindakan langsung maupun tidak langsung yang bisa

menghilangkan perilaku bermasalah. Misalnya, Jika karena faktor

peraturan, khususnya pada ancaman sanksi maka ancaman sanksi

itu yang perlu diperbaiki atau jika perilaku bermasalah disebabkan

kurangnya perilaku berperan maka tindakannya adalah

mengembangkan kemampuan.

2. Solusi memastikan efektivitas pelaksanaan peraturan. Lankah yang

dapat dilakukan adalah pertama, mempertimbangkan jenis-jenis

lembaga pelaksana peraturan seperti perusahaan negara, lembaga

administratif, lembaga penyelesaian sengketa atau lembaga

swasta. Langkah kedua, menyususn mekanisme tindakan untuk

menghindari tindakan seweng-wenang lembaga pelaksana

peraturan. Ini dapat dilakukan melalui dua cara:

Page 12: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 10|Marhaendra Wija Atmaja|2015

a) menyusun proses pengambilan keputusan yang partisipatif dan

transparan dalam peraturan; dan

b) menyusun mekanisme pertanggungjawaban dan penyelesaian

sengketa.

Keempat, memantau dan menilai pelaksanaan. Kegiatan ini menyusun

mekanisme pengawasan dan evaluasi dalam rancangan. Untuk memastikan

peraturan yang dirancang benar-benar mempengaruhi tingkah laku dan

dampak yang diinginkan. Mekanisme itu mencakup:

a. Klausula Matahari Terbenam.

b. Mengharuskan pejabat memberikan laporan kepada atasan

dan/atau legislatif.

c. Mengharuskan pejabat pelaksana peraturan membentuk komisi

yang akan mengevaluasi pelaksanaan.

Metodologi pemecahan masalah dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan tersebut dapat dibandingkan dengan metode

”momentum” dari Meuwissen (2007. Arief Sidharta, 1996) yang terdiri dari:

1. Momen Idiil, merupakan nilai-nilai filsafat bangsa atau pandangan

hidup bangsa.

2. Momen Politik, yakni kepentingan dan tujuan politik, yang

merupakan artikulasi dan aspirasi serta kebutuhan riil masyarakat.

3. Momen Normatif yang meliputi cita hak dan asas hukum yang

dijiwai oleh momen idiil.

4. Momen Teknikal (teknik PPU) mencakup legal drafting persiapan

rancangan UU/naskah akademis.

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yang perlu

diperhatikan adalah:

1. Momen idiil yakni nilai-nilai pandangan hidup di Indonesia. Jangan

sampai dengan pembentukan UU mendasarkan pada pandangan

hidup bangsa lain.

Page 13: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 11|Marhaendra Wija Atmaja|2015

2. Momen politikal, bahwa pembentukan UU mengartikulasi aspirasi

dan kebutuhan riil masyarakat.

3. Momen praktikal ini berinteraksi dan berdialektika dengan momen

normatif, yakni dengan cita dan asas hukum nasional.

4. Hasil interaksi dan dialektika momen praktikal dengan momen

normatif itu diolah bersaranakan momen teknikal (teknik

perundang-undangan) yang meliputi kerangka peraturan

perundangan-undangan, bentuk rancangan peraturan perundang-

undangan dan ragam bahasa perundang-undangan.

Membandingkan kedua metode pembentukan peraturan perundang-

undangan itu (antara metode pemecahan masalah Siedman dengan metode

”momentum” dari Meuwiessen), tampak tidak ada nilai-nilai filsafat atau

pandangan hidup bangsa (momen idiil) dalam metode pemecahan masalah.

Sedangkan yang lain dapat dipertautkan sebagaimana tampak pada visual

berikut:

Page 14: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 12|Marhaendra Wija Atmaja|2015

Bagan : Pertautan Metode Pemecahan Masalah dan Metode ”Momentum”

Metode Pemecahan Masalah kebih operasional dibandingkan dengan

Metode ’Momentum’ namun kekurangannya, Metode Pemecahan Masalah

mengabaikan nilai-nilai filsafat bangsa atau pandangan hidup bangsa

(Momen Idiil). Di Indonesia, Momen Idiil itu mempunyai posisi penting dalam

pembentukan undang-undang, yakni dengan adanya dasar pertimbangan

filosofis (validitas filosofis) dalam konsinderan ”Menimbang” dalam suatu

undang-undang. Oleh karena itu, dengan menggunakan Metode Pemecahan

Masalah dalam pembentukan undang-undang, Momen Idiil itu harus

diperhatikan dalam tahapan penyusunan rancangan peraturan perundang-

undangan.

TEORI ROCCIPI

Teori perundang-undangan yang yang dikembangkan Ann Seidman,

Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere adalah untuk mendapatkan

masukan penjelasan tentang prilaku bermasalah yang membantu dalam

Memahami masalahsosialMenemukanpenyebabbermasalahMenyusun solusi

Metode PemecahanMasalah Metode “Momentum”

Menyusun rancanganundang-undangDalam rangka perubahanmasyarakat yang demokratissesuai dengan asas-asaskepemerintahan yang baik

Momen idiil(nilai-nilai filsafat bangsa ataupandangan hidupbangsa)Momen politikal(kepentingan dan tujuan politik, artikulasi danaspirasi serta kebutuhan riil masyarakat)Momen normatif(cita hak dan asas hukum yang dijiwai oleh momenidiil)Momen teknikal(legal drafting persiapan rancangan UU/naskahakademis)

Page 15: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 13|Marhaendra Wija Atmaja|2015

penyusunan undang-undang. Teori ini lebih dikenal dengan ROCCIPPI, yang

terdiri 7 kategori, yakni: Rule (Peraturan), Opportunity (Kesempatan),

Capacity (Kemampuan), Communication (Komunikasi), Interest

(Kepentingan), Process (Prosese), dan Ideology (Ideologi). Kategori-kategori

ini dapat dipilah menjadi dua kelompok factor penyebab, yakni factor

obyektif (yang meliputi: Rule/Peratura), Opportunity/Kesempata),

Capacity/Kemampua), Communication/Komunikas), dan Process/Prosese )

dan factor subyektif (yang meliputi: Interest/Kepentingan dan

Ideology/Ideologi). Penjelasan masing-masing factor tersebut adalah sebagai

berikut.

Pertama, factor-faktor subyektif, terdiri dari apa yang ada dalam benak

para pelaku peran: Kepentingan-kepentingan mereka dan “ideologi-ideologi

(nilai-nilai dan sikap)” mereka. Hal-hal ini merupakan apa yang semula

diidentifikasikan kebanyakan orang berdasarkan naluri sebagai “alasan” dari

perilaku masyarakat. Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kepentingan (atau insentif). Kategori ini mengacu pada pandangan

pelaku peran tentang akibat dan manfaat untuk mereka sendiri. Hal

ini termasuk bukan hanya insentif materiil tetapi juga insentif non-

materiil, seperti penghargaan dan acuam kelompok berkuasa. Fokus

pada penjelasan yang berkaitan dengan kepentingan umumnya

menghasilkan tindakan perundang-undangan yang menerapkan

tindakan motivasi ke arah kesesuaian yang bersifat langsung -

hukuman dan penghargaan - yang dirancang untuk mengubah

kepentingan-kepentingan tersebut.

2. Ideologi (nilai dan sikap). Ideologi merupakan kategori subjektif

kedua dari kemungkinan penyebab perilaku. Bila ditafsirkan secara

luas, kategori ini mencakup motivasi-motivasi subjektif dari perilaku

yang tidak dicakup dalam “kepentingan”. Motivasi tersebut termasuk

semua hal mulai dari nilai, sikap dan selera, hingga ke mitos dan

asumsi-asumsi tentang dunia, kepercayaan keagamaan dan ideologi

Page 16: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 14|Marhaendra Wija Atmaja|2015

politik, social dan ekonomi yang kurang lebih cukup jelas. Alvin

Gouldner memasukkan hal-hal tersebur dalam istilah: “asumsi-

asumsi domain”.

Faktor-faktor subjektif − Kepentingan dan Ideologi − memang

menawarkan penjelasan secara parsial perilaku bermasalah. Akan tetapi,

sesuai dengan hakekatnya, penjelasan tersebut terfokus pada penyebab

perilaku perorangan di dalam struktur kelembagaan yang ada. Sebagai

akibatnya, pemecahan perundang-undangan dirancang untuk mengubah

kepentingan dan ideologi perorangan. Penyelesaian-penyelesaian perundang-

undangan yang ditujukan hanya pada penyebab-penyebab subjektif dari

perilaku bermasalah tidak dapat mengubah factor-faktor kelembagaan

objektif yang dapat menyebabkan bertahannya perilaku tersebut.

Kedua, factor-faktor obyektif. Berbeda dengan factor subjektif, kategori-

ketegori-kategori objektif ROCCIPI - Peraturan, Kesempatan, Kemampuan,

Komunikasi dan Proses memusatkan perhatian pada penyebab perilaku

kelembagaan yang menghambat pemerintahan yang bersih. Kategori ini

harus merangsang seorang penyusun rancangan undang-undang untuk

memformulasikan hipotesa penjelasan yang agak berbeda dan usulan

pemecahan. Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Peraturan. Kebanyakan masalah yang mencapai tahap penyusunan

rancangan undang-undang tidak ada dengan tiba-tiba. Hampir

selalu, batang tubuh undang-undang yang layak mempengaruhi

perilaku. Orang berperilaku sedemikian rupa, bukan di hadapan

satu peraturan, tetapi di depan kesatuan kerangka undang-undang.

Keberadaan peraturan-peraturan tersebut dapat membantu

menjelaskan perilaku bermasalah dengan satu atau beberapa dari

lima alasan berikut ini:

Susunan kata dari peraturan tersebut mungkin kurang jelas atau

rancu, sehingga sampai memberikan wewenang tentang apa

yang harus dilakukan;

Page 17: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 15|Marhaendra Wija Atmaja|2015

Beberapa peraturan mungkin mengijinkan atau mengijinkan

perilaku yang bermasalah;

Peraturan tersebut tidak menangani penyebab-penyebab dari

perilaku bermasalah.

Peraturan tersebut mungkin mengijinkan pelaksanaan yang tidak

transparan, tidak bertanggung jawab dan tidak partisipatif.

Peraturan tersebut mungkin memberikan kewenangan yang tidak

perlu kepada pejabat pelaksana dalam memutuskan apa dan

bagaimana mengubah perilaku bermasalah tersebut.

2. Kesempatan. Apakah lingkungan di sekeliling pihak yang dituju oleh

suatu undang-undang memungkinkan mereka untuk berperilaku

sebagaimana diperintahkan oleh undang-undang tersebut? Atau,

sebaliknya, apakah lingkungan tersebut membuat perilaku yang

sesuai tidak mungkin terjadi? Misalnya, bila kebijakan pemerintah

berpihak pada peningkatan penanaman tanaman keras di tengah

dominasi petani tanaman pangan, apakah para petani tersebut

memiliki akses masuk menembus pasar tanaman keras? Apanila

tidak, mereka akan kekurangan kesempatan untuk menjual barang-

barang mereka di pasar.

3. Kemampuan. Apakah para pelaku peran memiliki kemampuan

berperilaku sebagaimana ditentukan oleh peraturan yang ada?

Berangkat dari situasi ini, maka kategori ini memfokuskan perhatian

pada ciri-ciri pelaku yang menyulitkan atau tidak memungkinkan

mereka berperilaku sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang

yang ada. Misalnya, apabila petani tanaman pangan kekurangan

kredit atau keahlian teknis, kemungkinan mereka tidak memiliki

kemampuan menanam tanaman pangan.

4. Komunikasi. Ketidaktahuan seorang pelaku peran tentang undang-

undang mungkin dapat menjelaskan mengapa dia berperilaku tidak

sesuai. Apakah para pihak yang berwenang telah mengambil

Page 18: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 16|Marhaendra Wija Atmaja|2015

langkah-langkah yang memadai untuk mengkomunikasikan

peraturan-peraturan yang ada kepada para pihak yang dituju? Tidak

ada orang yang dengan secara sadar mematuhi undang-undang

bila dia mengetahui perintah.

5. Proses. Menurut kriteria dan prosedur apakah - dengan Proses yang

bagaimana - para pelaku peran memutuskan untuk mematuhi

undang-undang atau tidak? Biasanya, bila sekelompok pelaku peran

terdiri dari perorangan, kategori “Proses” menghasilkan beberapa

hipotesa yang berguna untuk menjelaskan perilaku mereka. Orang-

orang biasanya memutuskan sendiri apakah akan mematuhi

peraturan atau tidak. Akan tetapi, dalam hal organisasi yang

kompleks (misalnya, sebuah perusahaan, lembaga swadaya

masyarakat (LSM), serikat buruh, dan khususnya instansi pelaksana

pemerintah, Proses dapat saja merupakan kategori ROCCIPI yang

paling penting.

Dengan perkataan lain, kategori-kategori ROCCIPI tersebut

mengandung pengertian sebagai berikut:

1. Rule (Peraturan Perundang-undangan). Menganalisis seluruh

peraturan yang mengatur atau terkait dengan perilaku bermasalah,

ini dilakukan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang

terkandung pada peraturan yang sudah ada.

2. Oppurtunity (Peluang/Kesempatan). Menganalisis berbagai

kesempatan bagi timbulnya perilaku bermasalah.

3. Capacity (kemampuan). Mengalisis kemungkinan timbulnya perilaku

bermasalah karena faktor kemampuan.

4. Communication (Komunikasi). Perilaku bermasalah mungkin timbul

karena ketidaktahuan pemeran akan adanya peraturan. Ini juga

harus dianalisis dalam rangka menemukan sebab perilaku

bermasalah.

Page 19: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 17|Marhaendra Wija Atmaja|2015

5. Interest (Kepentingan). Kategori ini berguna untuk menjelaskan

pandangan pemeran tentang akibat dan manfaat dari setiap

perilakunya. Pandangan pemeran ini mungkin menjadi penyebab

perilaku bermasalah.

6. Process (Proses). Kategori proses juga merupakan penyebab

perilaku bermasalah. Ada empat proses utama, yakni: proses input,

proses konversi, proses output, dan proses umpan balik. Proses

input menyangkut siapa saja yang dimintai masukan. Proses

konversi siapa saja yang menyaring dan mempertimbangkan

masukan yang ada untuk dijadikan dasar dalam mengambil

keputusan. Proses output menyangkut siapa dan dengan cara apa

keputusan akan dikeluarkan. Proses umpan balik menyangkut

siapa saja yang dimintai umpan balik.

7. Ideology (ideologi). Kategori ini menunjuk pada sekumpulan nilai

yang dianut oleh suatu masyarakat untuk merasa, berpikir, dan

bertindak.

Dalam Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Teori ROCCIPI

dapat digunakan, misalnya dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah

mengenai Penanggulangan HIV/AIDS, yakni:

1. Peraturan adalah menyangkut ada-tidaknya pengaturan tentang

penanggulangan HIV/AIDS; jika ada apakah jelas atau kabur

pengaturannya, atau, apakah ada konflik norma dalam pengaturan

tersebut. Apabila jawabannya ”tidak ada”, maka perlu dibuat

Peraturan Daerah tentang penanggulangan HIV/AIDS. Apabila

jawabannya ”ada” namun tidak jelas atau konflik norma, maka

usulannya bisa berupa perubahan atau penggantian peraturan yang

sudah ada itu.

2. Kesempatan adalah lingkungan dan kondisi yang mempengaruhi

dilaksanakannya berkembang atau menularnya HIV, atau lingkungan

dan kondisi yang mempengaruhi tidak atau kurang berjalannya

Page 20: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 18|Marhaendra Wija Atmaja|2015

penanggulangan HIV. Maka dalam penyusunan Rancangan, faktor-

faktor penyebab kesempatan itu mesti dicarikan solusinya.

3. Kemampuan adalah menyangkut ketersediaan dan penggunaan

sumber daya yang menjadi penyebab tumbuh-kembangnya HIV atau

penyebab berhasil-tidaknya penanggulangan HIV. Misalnya, dalam

penanggulangan HIV, kemampuan itu bisa berupa keterbatasan

biaya atau keterbatasan ketersediaan obat.

4. Proses menyangkut mekanisme kelembagaan yang mendorong atau

justru menghambat penanggulangan HIV, seperti koordinasi antar-

instansi. Maka faktor koordinasi itu perlu dibenahi, agar misalnya,

penyaluran obat tidak terlambat.

5. Komunikasi adalah menyangkut sosialisasi yang dapat menjadi

penyebab tumbuh-kembangnya HIV atau yang dapat menghambat

penanggulangan HIV. Misalnya, kurangnya sosialisasi mengenai

penyebab timbulnya HIV.

6. Ideologi juga dapat menjadi penyebab tumbuh-kembangnya HIV

atau yang dapat menghambat penanggulangan HIV. Misalnya,

perilaku sek yang tidak aman, atau pandangan bahwa tidak nyaman

melakukan hubungan seks (-beresiko) dengan menggunakan

kondom. Maka, dalam penyusunan Rancangan, mesti dicarikan

solusi penyelesaian terhadap prilaku bermasalah itu.

7. Kepentingan dapat menjadi penyebab tumbuh-kembangnya HIV

atau yang dapat menghambat penanggulangan HIV. Misalnya, hasil

kajian atau penelitian sampai pada simpulan bahwa penyebab

tumbuh-kembangnya HIV adalah lokasi pelacuran, lokalisasi

pelacuran, atau tempat pijat. Maka, solusi penyelesaian haruslah

memperhatikan kategori kepentingan (interes), jika tidak, dapat

menyebabkan solusinya tidak berdayaguna atau berhasilguna. Di

dalam faktor kepentingan itu, misalnya, adalah kepentingan akan

pekerjaan atau penghasilan.

Page 21: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 19|Marhaendra Wija Atmaja|2015

Berikut ini dikemukakan Skema Sampath yang memberikan

pengertian tentang cara menggunakan agenda ROCCIPI untuk

mengindentifikasi penyebab perilaku bermasalah dari pelaku peran yang

secara logis mampu membantu menyusun rincian tindakan-tindakan di

dalam rancangan peraturan perundang-undangan (Seidman, Ann; Robert B.

Seidman; dan Nalin Abeyserkere, 2002).

Untuk memperjelas penggunaan agenda ROCCIPI, dikemukakan

contoh kasus pembuangan limbah, sebagaimana tampak dalam kotak

berikut:

KOTAK : SKEMA SAMPATH : LANGKAH – LANGKAH MENGANALISA MASALAH SOSIALUNTUK MENYUSUN RANCANGAN UNDANG – UNDANG YANG DAPAT DILAKSANAKANSECARA EFEKTIF

Pelaku peran yangperilakunyamerupakanmasalah sosial

Sebab-sebabperilaku bermasalah

Pemecahan(tindakan-tindakandalam rancangan uuyang secara logisdiarahkan kepadasebab-sebab)

Rincian(tindakan-tindakandalam rancangan uu)

Pelaku Peran #1

Peraturan……….>Kesempatan…….>Kemampuan……>Komunikasi…….>Kepentingan…....>Proses…………..>Ideologi………...>

<………………..><………………..><………………..><………………..><………………..><………………..><………………..>

}}}}}}}

Pelaku Peran #2

Peraturan……….>Kesempatan…….>Kemampuan……>Komunikasi…….>Kepentingan…....>Proses…………..>Ideologi………...>

<………………..><………………..><………………..><………………..><………………..><………………..><………………..>

RINCIAN TINDAKANTINDAKAN DALAMRUU, DISUSUNMENJADI GARISBESAR YANGSESUAI

Pelaku Peran #3

Peraturan……….>Kesempatan…….>Kemampuan……>Komunikasi…….>Kepentingan…....>Proses…………..>Ideologi………...>

<………………..><………………..><………………..><………………..><………………..><………………..><………………..>

}}}}}}}

Page 22: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 20|Marhaendra Wija Atmaja|2015

KOTAK : MENGGUNAKAN ROCCIPI UNTUK MENYUSUN ANALISA :MENGGAMBARKAN PENGGUNAAN BUKTI-BUKTI KUALITATIF UNTUKMEMBENARKAN TINDAKAN-TINDAKAN TERPERINCI SUATU RUU.(Kasus para pengelola yang perusahaannya secara ilegal membuang limbah industri disungai di dekatnya)

[KATEGORI][ROCCIPI]

Meng-usulkan

[PENJELASAN][HIPOTESA]

Yang secaralogismengarah ke

[KEMUNGKINAN][PEMECAHAN]

Peraturan: Undang-undang melarangpembuangan limbah industri namuntidak mendirikan badan denganpedoman yang jelas untukmemantau dan melaksanakannya.

Menyusun ulang undang-undang tentang badanpemantau dan pengumpulbukti lebih lanjut tentangbiaya dan manfaat sosial

dari undang-untersebut.Kesempatan: Sebagian besar pengelola memiliki

kesempatan untuk mematuhi atautidak mematuhi sanksi.

Memastikan bahwa badanpelaksana memangmemantau dan menghukumtanpa takut para pelanggar. dari undang-untersebut.

Kemampuan: Beberapa pengelola tidakmengetahui teknologi untukmembuang sampah dengan caralain; dan perusahaan kekurangandana untuk menggunakan teknologitersebut apabila memang parapengelola mengetahuinya.

Badan pelaksanabertanggung jawab untukmemberitahukan kepadapara pengelola, membantuperusahaan memperolehkredit untuk teknologi.

Komunikasi: Beberapa pengelola tidakmengetahui tentang undang-undangyang melarang membuang limbah disungai.

Badan pelaksana harusmemberitahukan kepadasemua manajer tentangundang-undang baru.

Kepentingan: Para pengelola berusahamemaksimalkan keuntunganperusahaan dimana merekamendapat bagian;tidak memilikikepentingan dengan air sungaibersih.

Dengan mengenakan denda,badan pelaksanamengurangi keuntunganmengubah kepentingan parapengelola.

Proses : Beberapa pengelola mengambilkeputusan tanpa berkonsultasidengan siapapun untuk melanggarundang-undang;tidak memasukkanmasukan dari masyarakat danpekerja dalam proses pengambilankeputusan mereka

Undang-undangmengharuskan diadakannyasidang terbuka, dan laporantertulis kepada masyarakat,pekerja dan pemberi kerjatentang kebijakanpembuangan limbah di masayang akan datang. dari undang-untersebut.

Ideologi : Beberapa pengelola tidak percayabahwa pembuangan limbah akanmencemarkan sungai Bahayapencemaran air.

Badan pelaksanamenginformasikan kepadapara pengelola, masyarakattentang bahaya pencemaran.

Page 23: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 21|Marhaendra Wija Atmaja|2015

Metode Pemecahan Masalah beserta Teori ROCCIPI merupakan

sarana di dalam proses penyusunan rancangan peraturan perundang-

undangan, tepatnya pada tahapan penelitian untuk mendapatkan bahan-

bahan yang dapat digunakan sebagai materi muatan rancangan peraturan

perundang-undangan. Khususnya Teori ROCCIPI diperlukan pada langkah

menemukan penyebab atas perilaku bermasalah, yang selanjutnya menjadi

dasar pijakan dalam menyusun solusi atas perilaku bermasalah. Berdasarkan

solusi itulah dilanjutkan pada tahapan berikutnya, yakni perumusan materi

muatan ke dalam rancangan peraturan perundang-undangan sesuai dengan

teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.

Setelah menghasilkan produk hukum, misalnya Peraturan Daerah.

Metode Pemecahan Maslah dan Teori ROCCIPI dapat dimanfaatkan kembali

untuk menelaah Peraturan Daerah bersangkutan.

PENDEKATAN ATURAN KAJIANPERATURAN DAERAH

1. ATURAN HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH DAN DESA

Secara aturan hukum pemerintahan daerah dikenal dua macam

pengkajian Peraturan Daerah, yakni (1) pengkajian dalam rangka evaluasi

Rancangan Peraturan Daerah yang telah mendapat persetujuan bersama

DPRD dan kepala daerah dan (2) pengkajian dalam rangka pembatalan

Peraturan Daerah.

Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dilakukan terhadap Rancangan

Peraturan Daeran yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan

APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi

daerah dan tata ruang daerah.

Page 24: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 22|Marhaendra Wija Atmaja|2015

Dasar pengujian Rancangan Peraturan Daeran yang mengatur tentang

RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan

APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah:

1. Pasal 268 ayat (1) UU 23/2014: Evaluasi terhadap rancangan

Perda Provinsi tentang RPJPD yang dilakukan oleh Menteri

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267 ayat (1) dilaksanakan

untuk menguji kesesuaian dengan RPJPN dan rencana tata

ruang wilayah provinsi, kepentingan umum dan/atau

ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi.

2. Pasal 269 ayat (1) UU 23/2014: Evaluasi terhadap rancangan

Perda Provinsi tentang RPJMD yang dilakukan oleh Menteri

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267 ayat (1) dilaksanakan

untuk menguji kesesuaian dengan RPJPD Provinsi dan

RPJMN, kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

3. Pasal 270 ayat (1) UU 23/2014: Evaluasi terhadap rancangan

Perda Kabupaten/Kota tentang RPJPD yang dilakukan oleh

gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 267 ayat (2) dilaksanakan untuk menguji

kesesuaian dengan RPJPN, RPJPD provinsi dan rencana

tata ruang wilayah kabupaten/kota, kepentingan umum

dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi.

4. Pasal 271 ayat (1) UU 23/2014: Evaluasi terhadap rancangan Perda

Kabupaten/Kota tentang RPJMD yang dilakukan oleh gubernur

sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 267 ayat (2) dilaksanakan untuk menguji kesesuaian

dengan RPJPD kabupaten/kota, RPJMD provinsi dan

Page 25: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 23|Marhaendra Wija Atmaja|2015

RPJMN, kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

5. Pasal 314 ayat (3) UU 23/2014: Evaluasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian rancangan

Perda Provinsi tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur

tentang penjabaran APBD dengan: a. ketentuan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi; b. kepentingan

umum; c. RKPD serta KUA dan PPAS; dan d. RPJMD.

6. Pasal 315 ayat (3) UU 23/2014: Evaluasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dilakukan untuk menguji kesesuaian rancangan

Perda Kabupaten/Kota tentang APBD dan rancangan peraturan

bupati/wali kota tentang penjabaran APBD dengan: a. ketentuan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; b.

kepentingan umum; c. RKPD serta KUA dan PPAS; dan d.

RPJMD.

7. Pasal 321 ayat (2) UU 23/2014: Menteri melakukan evaluasi

terhadap rancangan Perda Provinsi tentang pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang

penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) untuk menguji kesesuaiannya dengan

Perda Provinsi tentang APBD dan/atau Perda Provinsi

tentang perubahan APBD, peraturan gubernur tentang

penjabaran APBD dan/atau peraturan gubernur tentang

penjabaran perubahan APBD serta temuan laporan hasil

pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.

8. Pasal 322 ayat (2) UU 23/2014: Gubernur sebagai wakil Pemerintah

Pusat melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda

Kabupaten/Kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

dan rancangan peraturan bupati/wali kota tentang penjabaran

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud

Page 26: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 24|Marhaendra Wija Atmaja|2015

pada ayat (1) untuk menguji kesesuaiannya dengan Perda

Kabupaten/Kota tentang APBD dan/atau Perda

Kabupaten/Kota tentang perubahan APBD, peraturan

bupati/wali kota tentang penjabaran APBD dan/atau

peraturan bupati/wali kota tentang penjabaran perubahan

APBD serta temuan laporan hasil pemeriksaan Badan

Pemeriksa Keuangan.

9. Pasal ayat 324 (2) UU 23/2014: Menteri melakukan evaluasi

terhadap rancangan Perda Provinsi tentang pajak daerah dan

retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk

menguji kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan

umum.

10. Pasal 325 (2) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan

evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak

daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

untuk menguji kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan

umum.

11. Pasal 400 ayat (1) UU 23/2014: Ketentuan mengenai evaluasi

rancangan Perda tentdimaksud dalam Pasal tribusi daerah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 324 dan Pasal 325 berlaku

secara mutatis mutandis terhadap evaluasi rancangan Perda

tentang tata ruang daerah.

12. Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa: Gubernur melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah

tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau

perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi

Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan

urgensi, kepentingan nasional, kepentingan daerah,

Page 27: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 25|Marhaendra Wija Atmaja|2015

kepentingan masyarakat Desa, dan/atau peraturan

perundang-undangan.

Pembatalan Peraturan Daerah diatur dalam Pasal 250 ayat (1) UU

23/2014: Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat

(1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum,

dan/atau kesusilaan. Ayat (2): Bertentangan dengan kepentingan umum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. terganggunya kerukunan

antarwarga masyarakat; b. terganggunya akses terhadap pelayanan publik;

c. terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum; d. terganggunya

kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau

e. diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan,

dan gender.

Yang dimaksud dengan “kesusilaan” dalam ketentuan ini adalah norma

yang berkaitan dengan adab dan sopan santun, kelakuan yang baik, dan tata

krama yang luhur (Penjelasan Pasal 250 ayat (1) UU 23/2014).

Dasar pengujian tersebut yang menjadi dasar melakukan kajian

terhadap suatu Peraturan Daerah. Adapun dasar pengujian itu menunjukkan

variasi sebagai berikut:

1. menguji kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum.

2. dilarang bertentangan (menguji kesesuaian) dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan

umum, dan/atau kesusilaan.

3. menguji kesesuaiannya dengan Perda Kabupaten/Kota tentang

APBD dan/atau Perda Kabupaten/Kota tentang perubahan APBD,

peraturan bupati/wali kota tentang penjabaran APBD dan/atau

peraturan bupati/wali kota tentang penjabaran perubahan APBD

serta temuan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa

Keuangan.

Page 28: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 26|Marhaendra Wija Atmaja|2015

4. menguji kesesuaiannya dengan Perda Provinsi tentang APBD

dan/atau Perda Provinsi tentang perubahan APBD, peraturan

gubernur tentang penjabaran APBD dan/atau peraturan gubernur

tentang penjabaran perubahan APBD serta temuan laporan hasil

pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.

5. menguji kesesuaian rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD

dan rancangan peraturan bupati/wali kota tentang penjabaran APBD

dengan: a. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi; b. kepentingan umum; c. RKPD serta KUA dan PPAS; dan d.

RPJMD.

6. menguji kesesuaian rancangan Perda Provinsi tentang APBD dan

rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD dengan:

a. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; b.

kepentingan umum; c. RKPD serta KUA dan PPAS; dan d. RPJMD.

menguji kesesuaian dengan RPJPD kabupaten/kota, RPJMD provinsi

dan RPJMN, kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

7. menguji kesesuaian dengan RPJPN, RPJPD provinsi dan rencana tata

ruang wilayah kabupaten/kota, kepentingan umum dan/atau

ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

8. menguji kesesuaian dengan RPJPD Provinsi dan RPJMN,

kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.

9. menguji kesesuaian dengan RPJPN dan rencana tata ruang wilayah

provinsi, kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

10.berdasarkan (menguji kesesuaian dengan) urgensi, kepentingan

nasional, kepentingan daerah, kepentingan masyarakat Desa,

dan/atau peraturan perundang-undangan.

Page 29: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 27|Marhaendra Wija Atmaja|2015

2. ATURAN HUKUM PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBAWAH UNDANG-UNDANG

Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD 1945) menentukan, Mahkamah Agung berwenang

mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di

bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai

wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (selanjutnya disebut UU 14/1985),

Pasal 31A ayat (1) menentukan, permohonan pengujian peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang

diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung

dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Ayat (3) menentukan,

permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:

a. nama dan alamat pemohon;b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan

menguraikan dengan jelas bahwa:1. materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang dianggap bertentangandengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;dan/atau

2. pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhiketentuan yang berlaku; dan

c. hal-hal yang diminta untuk diputus.

UU 14/1985 menunjukkan pemahaman bahwa kewenangan pengujian

peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-

Undang:

1. Lingkup pengujian melingkupi pengujian materiil dan pengujian

formal; dan

Page 30: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 28|Marhaendra Wija Atmaja|2015

2. Dasar pengujian diperluas dari Undang-Undang ke Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 31Aayat (10) UU 14/1985 menentukan, ketentuan mengenai tata

cara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang

diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung." Berdasarkan ketentuan itu,

Mahkamah Agung menetapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun

2011 tentang Hak Uji Materiil (selanjutnya disebut Perma 01/2011). Pasal 1

angka 1 Perma 01/2011 mendefinisikan Hak Uji Materiil adalah hak

Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan Peraturan Perundang-

undangan di bawah Undang-Undang terhadap Peraturan Perundang-

Undangan tingkat lebih tinggi.

Perma 01/2011 hanya mengatur lebih lanjut salah satu aspek dari

kewenangan Mahkamah Agung menguji peraturan perundang-undangan di

bawah Undang-Undang, yakni pengujian materiil (menilai materi muatan

Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang), dan tidak

melingkupi pengujian formal (pembentukan peraturan perundang-undangan

tidak memenuhi ketentuan yang berlaku).

Berdasarkan uraian tersebut di atas diperoleh pemahaman bahwa

pengkajian terhadap suatu Peraturan Daerah dapat dilakukan secara materiil

(menilai materi muatan Peraturan Daerah) dan formal (menilai pembentukan

Peraturan Daerah). Menilai materi muatan Peraturan Daerah meliputi materi

muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan di

bawah undang-undang dianggap bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi, kesusilaan, dan kepentingan umum.

Pada materi muatan tertentu, dasar pengkajian mencakup:

1. Perda Provinsi tentang APBD dan/atau Perda Provinsi tentang

perubahan APBD, peraturan gubernur tentang penjabaran APBD

dan/atau peraturan gubernur tentang penjabaran perubahan APBD

serta temuan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa

Keuangan.

Page 31: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 29|Marhaendra Wija Atmaja|2015

2. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

kepentingan umum; RKPD serta KUA dan PPAS; dan RPJMD.

3. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

kepentingan umum; RKPD serta KUA dan PPAS; dan RPJMD.

4. RPJPD kabupaten/kota, RPJMD provinsi dan RPJMN, kepentingan

umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi.

5. RPJPN, RPJPD provinsi dan rencana tata ruang wilayah

kabupaten/kota, kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

6. RPJPD Provinsi dan RPJMN, kepentingan umum dan/atau ketentuan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. menguji

kesesuaian dengan RPJPN dan rencana tata ruang wilayah provinsi,

kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.

7. urgensi, kepentingan nasional, kepentingan daerah, kepentingan

masyarakat Desa, dan/atau peraturan perundang-undangan.

Dasar pengkajian terhadap suatu Peraturan Daerah secara materiil

(menilai materi muatan Peraturan Daerah) dapat pula merujuk pada asas

materi muatan Peraturan Daerah (Pasal 237 ayat (1) UU 23/2014), dan dasar

pengkajian terhadap suatu Peraturan Daerah secara formal (menilai

pembentukan Peraturan Daerah) dapat pula merujuk pada asas

pembentukan Peraturan Daerah (Pasal 237 ayat (1) UU 23/2014), selain

tahapan pembentukan Peraturan Daerah (Pasal 237 ayat (2) UU 23/2014).

3. ATURAN HUKUM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pengkajian Peraturan Daerah berdasarkan Aturan Hukum Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan adalah pengkajian mengenai Bentuk, Isi,

dan Proses Pembentukan Peraturan Daerah.

Page 32: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 30|Marhaendra Wija Atmaja|2015

Bentuk Peraturan Daerah atau disebut pula bentuk luar Peraturan

Daerah, mencakup: Judul, Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penutup, serta

Penjelasan (Lampiran II UU 12/2011).

Isi Peraturan Daerah, mencakup isi dari batang tubuh (yang pokok

adalah Ketentuan Umum, Materi Pokok Yang Diatur, dan Ketentuan Penutup,

serta yang fakultatif (jika diperlukan) adalah Ketentuan Pidana dan

Ketentuan Peralihan).

Proses Pembentukan Peraturan Daerah berkenaan dengan tahapan

pembentukan Peraturan Daerah, meliputi perencanaan, penyusunan,

pembahasan, penetapan, dan pengundangan. Termasuk dalam pembentukan

Peraturan Daerah adalah partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan

pembentukan itu (UU 12/2011).

Ada sejumlah ketentuan dapat digunakan sebagai penuntun melakukan

pengkajian Peraturan Daerah, baik secara materiil maupun formal maupun

yakni:

1. Materi Muatan Peraturan Daerah (Pasalo 14 dan Pasal 15 UU

12/2011) dan Asas materi muatan (Pasal 6 UU 12/2011).

2. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik

(Pasal 6 UU 12/2011).

3. Landasan Keabsahan (Validitas) yang mencakup landasa filosofis,

landasan sosiologis, dan landasan yuridis (Kaidah nomor 19 Teknik

Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Lampiran II UU

12/2011).

KONTEKS PENGALAMAN KAJIANPERATURAN DAERAH

Konteks pengalaman pengkajian Peraturan Daerah merujuk pada (1)

praktik pengkajian dan (2) praktik evaluasi dan pembatalan Peraturan

Daerah.

Page 33: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 31|Marhaendra Wija Atmaja|2015

Praktik pengkajian yang dirujuk adalah pengkajian terhadap Undang-

Undang yang dilakukan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), yang

merupakan organisasi nonpemerintah yang berfokus pada penelitian dan

advokasi hukum dan kebijakan untuk terciptanya tatanan hukum Indonesia

yang berpihak pada kelompok rentan.

Hal yang diperlukan dari rujukan tersebut adalah “Kerangka Analisis”-

nya, sebagaimana dimuat dalam Bobot berkurang, janji masih terutang:

Catatan PSHK tentang Kualitas Legislasi (Bivitri Susanti, 2007).

Ada dua kategori besar penilaian yang digunakan, yaitu substansi dan

proses. Soal substansi dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu materi muatan

serta struktur pengaturan dan kalimat perundang-undangan. Dalam hal

proses, ada dua hal dinilai, yaitu partisipasi publik dan perdebatan. Setiap

bagian dijabarkan melalui serangkaian pertanyaan kunci, yang didesain

berdasarkan dua prinsip, yaitu (1) konstitusi dan prinsip universal; serta (2)

pemihakan kepada kelompok rentan (Bivitri Susanti, 2007).

Praktik evaluasi dan pembatalan Peraturan Daerah, terlampir Keputusan

Gubernur Bali tentang Hasil Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

[].

PENUTUP

Pengkajian Peraturan Daerah, terutama menyangkut kerangka

pengkajiannya dapat merujuk pada (1) pandangan teoritik pembentukan

peraturan perundang-undangan; (2) ketentuan tentang evaluasi dan

pembatalan Peraturan Daerah, serta pengujian peraturan perundang-

undangan di bawah Undang-Undang (Peaturan Daerah adalah peraturan

perundang-undangan di bawah Undang-Undang); dan (3) konteks

pengalaman pengkajian maupun evaluasi yang dapat bermuara pada

pembatalan Peraturan Daerah.

Page 34: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 32|Marhaendra Wija Atmaja|2015

BAHAN BACAANAhmad, Rival Gulam, dkk., 2003, ”Dari Parlemen Ke Ruang Publik:

Menggagas Penyusunan Kebijakan Partisipatif”, dalam Jentera, Edisi 2.

..............., 2007, 9 Jurus Merancang Peratuan Untuk Transformasi Sosial

Jakarta: Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia (PSHK).

Bivitri Susanti, 2007, Bobot berkurang, janji masih terutang: Catatan PSHK

tentang Kualitas Legislasi, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan

Indonesia (PSHK) dan Konrad Adenaeur Stiftung (KAS).

DAI, 2009, Laporan Analisa Dampak Regulasi dan Sektor Swasta Di

Indonesia, Program Peningkatan Daya Saing SENADA.

Ida Nurseppy, Paryadi, dan David Ray, 2002, Buku Pedoman Kaji Ulang

Peraturan Indonesia, Balitbang Deperindag, Dinas Perindag Bali, PEG,

USAID.

Meuwissen, 2007, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum,

Teori Hukum, dan Filsafat Hukum, terjemahan Arief Sidharta, Bandung:

Refika Aditama.

Seidman, Ann; Robert B. Seidman; dan Nalin Abeyserkere, 2002,

Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dalam Perubahan Masyarakat

Yang Demokratis: Sebuah Panduan Untuk Pembuat Rancangan Undang-

Undang, terjemahan, Jakarta: Proyek ELIPS Departemen Kehakiman

dan Hak Asasi Manusia.

Sidharta, Arief, 1996, ”Refleksi Tentang Fundasi dan Sifat Keilmuan Ilmu

Hukum Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional

Indonesia”, Disertasi, Bandung: Universitas Padjadjaran.

Steve Parker dan Usmanto Njo, 2009, Memajukan Reformasi Perundang-

undangan Di Indonesia Peluang dan Tantangan, Program Peningkatan

Daya Saing SENADA.

Page 35: KELEMBAGAAN UPAYA HUKUM HAK ASASI MANUSIA · KANWIL HUKUM DAN HAM PROVINSI BALI 01-Jan-15 MARHAENDRA WIJA ATMAJA PENGKAJIAN PERATURAN DAERAH: PENDEKATAN TEORITIK, ATURAN, DAN KONTEKS

KAJIAN PERATURAN DAERAH

hlm. 33|Marhaendra Wija Atmaja|2015

Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik,

2007, Tatakelola Pemerintahan Daerah, Sekolah Tinggi Akuntasi Negara.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008, Kamus Bahasa Indonesia, Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.