KELEMBAGAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS …puspijak.org/uploads/info/Yudilasti Toniwidi.pdfPengumpulan...

15
Kelembagaan Reklamasi Lahan Bekas (C. Yudilastiantoro & Tony Widianto) 1 1) 2 Peneliti Balai PenelitianKehutanan Mataram ) Peneliti Balai PenelitianKehutanan Makasar KELEMBAGAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATU APUNG DI LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT Oleh : Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan reklamasi lahan bekas tambang adalah melalui upaya bersama antara instansi dan kelompok tani, sehingga para petani dapat mencegah kerusakan lahan sekaligus memperbaikinya, serta dapat memberikan dampak nyata terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ijobalit, Kecamatan Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, antara bulan Mei sampai Desember 2005. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode survei dan PRA (Participatory Rural Appraisal). Responden ditentukan secara purposive sampling dengan jumlah 80 responden yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok yang menerapkan sistem plot dari BP2TPDAS IBT dan kelompok yang mereklamasi lahannya menggunakan pola mereka sendiri. Data sosial ekonomi dianalisis menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif, sedangkan peran dan rekomendasi instansi dianalisis menggunakan AHP (Analytical Hierarchi Process). Hasil penelitian menunjukkan bahwa instansi yang berkaitan dengan reklamasi lahan bekas tambang batu apung seperti Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Tanaman Pangan dan Ternak, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas PU Pengairan dan Bagian Penanaman Modal dan Lingkungan Hidup kurang bertanggung jawab terhadap reklamasi lahan. Berdasarkan SK Gubernur No.62/1998, pemilik atau pengelola tambang adalah pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap reklamasi lahan bekas tambang. Berdasarkan hasil AHP, pola Social Forestry merupakan rekomendasi utama dari instansi terkait, untuk diterapkan pada reklamasi lahan bekas tambang batu apung. Kelompok tani berperan penting dalam pengelolaan reklamasi lahan bekas tambang batu apung. Kelompok hamparan merupakan pilihan yang baik untuk diterapkan pada reklamasi lahan menggunakan sistem plot dari BP2TPDAS IBT. Kata Kunci : reklamasi lahan, Social forestry, AHP. Salah satu permasalahan di daerah bekas tambang batu apung adalah reklamasi lahan bekas tambang yang belum dilaksanakan baik oleh perorangan maupun lembaga/instansi. Salah satu alasannya adalah masih terdapat bahan galian batu apung C. Yudilastiantoro & Tony Widianto ABSTRAK I. PENDAHULUAN 1) 2)

Transcript of KELEMBAGAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS …puspijak.org/uploads/info/Yudilasti Toniwidi.pdfPengumpulan...

Kelembagaan Reklamasi Lahan Bekas (C. Yudilastiantoro & Tony Widianto)1

1)

2

Peneliti Balai PenelitianKehutanan Mataram)Peneliti Balai PenelitianKehutanan Makasar

KELEMBAGAAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANGBATU APUNG DI LOMBOK TIMUR

NUSA TENGGARA BARAT

Oleh :

Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan reklamasi lahan bekastambang adalah melalui upaya bersama antara instansi dan kelompok tani, sehinggapara petani dapat mencegah kerusakan lahan sekaligus memperbaikinya, serta dapatmemberikan dampak nyata terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ijobalit, Kecamatan Labuhan HajiKabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, antara bulan Mei sampai Desember2005. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode surveidan PRA (Participatory Rural Appraisal). Responden ditentukan secara purposivesampling dengan jumlah 80 responden yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompokyang menerapkan sistem plot dari BP2TPDAS IBT dan kelompok yang mereklamasilahannya menggunakan pola mereka sendiri. Data sosial ekonomi dianalisismenggunakan metode kualitatif dan kuantitatif, sedangkan peran dan rekomendasiinstansi dianalisis menggunakan AHP (Analytical Hierarchi Process).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa instansi yang berkaitan dengan reklamasilahan bekas tambang batu apung seperti Dinas Pertambangan dan Energi, DinasKehutanan dan Perkebunan, Dinas Tanaman Pangan dan Ternak, Dinas PendapatanDaerah, Dinas PU Pengairan dan Bagian Penanaman Modal dan Lingkungan Hidupkurang bertanggung jawab terhadap reklamasi lahan. Berdasarkan SK GubernurNo.62/1998, pemilik atau pengelola tambang adalah pihak yang bertanggung jawabpenuh terhadap reklamasi lahan bekas tambang.

Berdasarkan hasil AHP, pola Social Forestry merupakan rekomendasi utamadari instansi terkait, untuk diterapkan pada reklamasi lahan bekas tambang batu apung.Kelompok tani berperan penting dalam pengelolaan reklamasi lahan bekas tambangbatu apung. Kelompok hamparan merupakan pilihan yang baik untuk diterapkanpada reklamasi lahan menggunakan sistem plot dari BP2TPDAS IBT.

Kata Kunci : reklamasi lahan, Social forestry, AHP.

Salah satu permasalahan di daerah bekas tambang batu apung adalah reklamasilahan bekas tambang yang belum dilaksanakan baik oleh perorangan maupunlembaga/instansi. Salah satu alasannya adalah masih terdapat bahan galian batu apung

C. Yudilastiantoro & Tony Widianto

ABSTRAK

I. PENDAHULUAN

1) 2)

2Vol. 7 No. 1 Maret Th. 2007, 1 - 15

di bagian bawahnya dan tidak ada kesepakatan tentang penanggungjawab reklamasilahan bekas tambang batu apung antara pengusaha dan pemilik lahan. Batu apung atau

merupakan salah satu bahan galian golongan C, yang cukup mempunyai perandalam sektor industri, sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan bakupenolong dan dapat diperjualbelikan (Arifin, 1997). Menurut Ghee dan Gomes (1993)pada masa sekarang ini terdapat masalah-masalah yang dihadapi oleh sebagianmasyarakat antara lain kemiskinan budaya dan sosial serta disintegrasi sebagai akibatdari tuntutan-tuntutan dunia luar akan energi, mineral, lahan pertanian serta sumberdaya alam yang lain. Cahyono (2004) menyatakan bahwa untuk terlaksananyapengelolaan yang komprehensif perlu penguatan kelembagaan kemitraan antaramasyarakat, dunia usaha dan pemerintah. Tony dkk (2003) mengatakan bahwakelembagaan dapat berkembang baik jika ada infrastruktur, penataan dan mekanismekelembagaan. Kelembagaan dapat dianalisis dari dua sudut , yaitu dari sudut organisasidan aturan mainnya. Purwanto dkk (2004) mengatakan bahwa kemampuankelembagaan masyarakat merupakan hal yang perlu diperkuat oleh berbagai sektor,antara lain dengan menumbuhkan kemampuan lembaga masyarakat sebagai produsendan mitra pemerintah. Untuk itu diperlukan suatu bentuk kelembagaan masyarakatyang komprehensif.

Maksud penelitian ini adalah menggambarkan hubungan kelembagaan dengankeberhasilan reklamasi untuk memperoleh kelembagaan yang efektif dalammelaksanakan reklamasi bekas tambang batu apung. Metode penelitian menggunakananalisis untuk minat dan hubungan antar lembaga formal(Dinas-dinas kabupaten), dan AHP ( ) untuk lembaga formaldalam menentukan pilihan kelembagaan yang paling efektif dalam mereklamasi lahanbekas tambang batu apung.

Tujuan penelitian adalah mendapatkan kelembagaan reklamasi lahan tambangbatu apung yang mantap. Agar reklamasi lahan dan konservasi tanah dapat berhasildengan baik maka diperlukan kelembagaan yang bertanggung jawab terhadapreklamasi lahan bekas tambang.

Penelitian dilakukan di kelurahan Ijobalit, kecamatan labuhan Haji, KabupatenLombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Mei s/dDesember tahun 2005. Lokasi ini diambil karena areal bekas tambang termasuk dalamDAS Dodokan yang merupakan DAS prioritas I menurut SK Menhut No. 284/Kpts-II/99 tanggal 7 Mei 1999.

Pengumpulan data dilakukan dengan rancangan , menggunakankuesioner atau daftar pertanyaan terstruktur dengan pendekatan PRA (

) untuk mengeksplorasi data dan informasi secara partisipatif yangbertumpu pada metode ilmiah. Responden ditentukkan secara .

pumice

Power versus Interest GridsAnalytic Hierarchi Process

Metode SurveiPartisipatory

Rural ApraisalPurposive sampling

II. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi

B. Metode Pengumpulan Data

3

Jumlah responden 80 orang yang terbagi atas dua kelompok, yaitu kelompok I yangmengadakan reklamasi lahan bekas tambang batu apung dengan usaha sendirisebanyak 40 orang dan merupakan kelompok reklamasi lahan di sekitarplot uji perlakuan dari BPPTPDAS IBT sebanyak 40 orang. Sedangkan respondenuntuk kelembagaan formal atau Dinas dinas terkait sebanyak 6 (enam ) instansi.

Analisis data dengan menggunakan dan , yaitumenyusun hasil kompilasi data primer dan skunder, kemudian disajikan dalam bentuktabulasi.

Menurut Bryson (2003 keberhasilan dari penanganan suatu masalah yangkompleks dan terkait dengan banyak pihak, tergantung pada pemahaman yang jelaspada minat dan hubungan antar (Pihak terkait). Pada penelitian inidigunakaan analisis Sedangkan untuk menentukan pilihankelembagaan yang paling efektif dalam mereklamasi lahan bekas tambang batu apungdigunakan AHP.

Analisis ini dimulai dengan menyusun pada matriks dua kali dua menurut(minat) stakeholders terhadap suatu masalah dan (kewenangan)

dalam mempengaruhi masalah tersebut. /minat adalah : minatatau kepentingan terhadap reklamasi lahan bekas tambang. Hal ini bisadilihat dari tupoksi masing-masing instansi. Sedangkan yang dimaksud dengan

/kewenangan adalah : kekuasaan untuk mempengaruhi ataumembuat kebijakan maupun peraturan-peraturan yang berkaitan dengan reklamasilahan bekas tambang.Penjelasan dari penempatan stakeholders pada matriks adalah (Bryson, 2003) :

adalah instansi/kelembagaan yang mempunyai minat besar namun

wewenangnya kecil. adalah mereka yang mempunyai minat besar dan

wewenang yang besar. adalah mereka yang mempunyai minat kecil dan

wewenang yang besar. adalah mereka yang mempunyai minat kecil danwewenang yang kecil.

a. Penyusunan HirarkiPersoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya yaitu

kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Diagramberikut mempresentasikan keputusan untuk memilih kelompok atau lembagainformal yang lebih baik dalam pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang batuapung. Adapun untuk membuat keputusan tersebut adalah KelembagaanIdeal Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batu Apung, hierarki persoalan ini dapatdilihat pada gambar di bawah ini.

Kelompok II

Analisis kualitatif Kuantitatif

stakeholderPower versus Interest Grids.

Interest Powerstakeholders Interest

stakeholders

Power stakeholders

goal

C. Analisis Data

1. Metode

2. Metode (AHP)

Power versus Interest Grids

SubjectPlayersContest Setter

Crowd

Analitical Hierarchy

Kelembagaan Reklamasi Lahan Bekas (C. Yudilastiantoro & Tony Widianto)

4Vol. 7 No. 1 Maret Th. 2007, 1 - 15

Strategi Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batu Apung

Penimbunantanah

Penimbunandan

penanamantanamantahunan

Penimbunandan

penanamantanamansemusim

Pembuatankolam

buanganlimbah

Pengusaha PemerintahPusat

PemerintahDaerah

Masyarakat LSM/Akademi

si

Keuntunganusaha

Kesinambunganusaha

Lapangankerja

Kesejahteraanmasyarakat

Model perhutanansosial

Peningkatanproduksi

Peran kelompok

a.1. AHP untuk responden masyarakat :

Kelompok Kelembagaan IdealReklamasi Lahan Bekas Tambang Batu Apung

Ketersedia anTanah

HasilTanah

TenagaKerja

Modal

Ditambangsendiri

Direklamsisendiri

Alley

Cropping

Disewakan

KelompokHamparan

KelompokKepentingan

KelompokKeluarga

KelompokbentukanPemda

Gambar 1. Struktur Hirarki dalam proses Pengambilan Keputusan oleh Masyarakat

Goal

Kriteria

Alternatif I

Alternatif II

Gambar 2. Struktur Hirarki dalam proses pengambilan Keputusan oleh Lembagaformal / instansi

Goal

Aktor

Alternatif

a.2. AHP untuk responden instansi :

5Kelembagaan Reklamasi Lahan Bekas (C. Yudilastiantoro & Tony Widianto)

b. Penilaian Kriteria dan AlternatifKriteria dan Alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut

Saaty (1983) dalam Marimin (2004), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapatkualifatif dari skala perbandingan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Nilai dan Keterangan pada Penilaian AHPNilai Keterangan

1 Kriteria/Alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B3 A sedikit lebih penting dari B5 A jelas lebih penting dari B

7 A sangat jelas lebih penting dari B9 A mutlak lebih penting dari B2,4,6,8 Apabila ragu -ragu antara dua nilai yang berdekatan

Sumber : Saaty (1983)

c. Penentuan PrioritasUntuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan

( . Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untukmenentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupunkriteria kuantitif, dapat dibandingkan sesuai dengan yang telah ditentukanuntuk menghasilkan bobot dan prioritas.

d. Konsistensi LogisSemua elemen dikelompokan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten

sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

Kelembagaan Informal pada reklamasi lahan bekas tambang adalah KelompokTani, yang dibedakan menjadi dua (2) yaitu :

1. Kelompok A, yang mereklamasi lahan dengan usaha sendiri dan Kelompokpola tanam sesuai dengan pola plot uji coba BPPTPDASIBT.

2. Kelompok B, yang mereklamasi lahan dengan usaha sendiri dan menerapkanpola tanam sesuai dengan pola tanamnya sendiri.Kelompok-kelompok ini merupakan suatu lembaga/organisasi yang

beranggotakan para petani sekitar 50 orang per kelompok dalam satuan wilayah kerja(SATWILKER) dalam satu hamparan dengan luas kurang lebih 10 hektar perhamparan. Kelompok ini sangat berpengaruh terhadap tingkah laku anggotanya,namun yang sulit adalah mempertahankan keberadaan atau eksistensinya terhadapkinerja anggotanya. Hasil penelitian kelembagaan lokal di NTB oleh San Afri Awang,dkk (2000), menunjukan bahwa sisi lemah dari kelembagaan lokal adalah tingkatprofesionalitasnya. Lembaga lokal seperti kelompok adat dan kelompok tanitradisional seringkali dibatasi oleh nilai tradisi warisan nenek moyang yang biasanya

pairwise comparisons)

judgement

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kelembagaan informal

6Vol. 7 No. 1 Maret Th. 2007, 1 - 15

cenderung tertutup terhadap inovasi dan perkembangan teknologi. Selain itu,karakter masyarakat adat juga cenderung bersikap menerima apa adanya ( bhsJawa) terhadap kondisi kehidupannya, sehingga segan untuk diajak maju denganmenerima teknologi baru. Nilai kekerabatan seringkali digunakan sebagaipertimbangan utama dalam pengambilan keputusan daripada aspek profesionalitasuntuk melaksanakan kegiatan. Lembaga lokal memang sangat dipatuhi olehmasyarakatnya, tetapi cenderung tidak kreatif, tidak merespon perubahan dan tidakprofesional dalam menyelesaikan masalah. Hukum dan peraturan di “desa adat”sangat mengikat bagi anggota masyarakatnya, karena peraturan tersebut tidak bersifatuniversal. Struktur kepengurusannya dibuat ringkas berdasarkan kebutuhan. Aturandasar organisasi hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum. Hal ini tidak jauh darikelompok tani, yang dibutuhkan oleh warga di daerah pedesaan, walaupun dibentukatas dasar inisiatif dari pemerintah. Keberadaannya dapat dipertahankan danberfungsi sebagai sarana berkumpulnya petani untuk mengembangkan danmeningkatkan usahataninya yang terkait dengan usaha reklamasi lahan. Untuk lebihjelasnya kondisi kelompok tani di lokasi penelitian dapat diperiksa pada Tabel 2 berikutini.

Tabel 2. Kondisi Kedua Kelompok Tani di Daerah Penelitian

nrimo-

No Uraian Kelompok A Kelompok B

1Terbentuk Kelompokatas Inisiatif

Anggota melalui kegiatanproyek

Aparat pemerintahmelalui kegiatan proyek

2Jumlah anggotaterdaftar

45 orang 60 orang

3 Struktur Organisasi

KetuaSekreta risBendaharaSeksi : umum

KetuaWakil Ketua/anggotaSekretarisSeksi : umum

4Sistem pemilihanpengurus

Dipilih oleh anggota secarademokrasi

Dipilih oleh anggotasecara demokrasi

5 Waktu PertemuanInsedentil yang disesuaikandengan kebutuhan

Sebula n sekali

6 Jenis Pertemuan-Pertemuan Rutin-Pengajian-Penyuluhan

-Arisan-Musyawarah-Silahturahmi/pengajian

7 Tenaga PendampingPenyuluhan Pertanian &Kehutanan

Penyuluhan Pertanian &Kehutanan

8 Pengembangan Usaha Usaha Simpan pinjam Usaha Simpan Pinjam

9 Modal Kelompok Iuran anggota Iuran anggota

Sumber : Analisis data primer, 2005.

Keanggotaan kelompok tani dipilih secara demokratis, ketua dipilih secaralangsung oleh anggota dengan calon ketua lebih dari satu orang. Kegiatan utamakelompok adalah pertemuan untuk musyawarah mufakat terhadap permasalahan

7Kelembagaan Reklamasi Lahan Bekas (C. Yudilastiantoro & Tony Widianto)

bersama, terutama bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Pengembanganusahanya antara lain adalah arisan atau simpan pinjam sekadarnya. Modal kelompokberasal dari iuran anggota, hal ini sangat baik karena dilandasi oleh semangat merasamemiliki kelompok dan kegotongroyongan anggota.

B. Hasil Kelembagaan Informal

Kelompok A

Analysis Herarchy Process (AHP)

: Kelompok yang mereklamasi lahan dan menerapkan polatanam sesuai dengan pola plot uji coba BPPTPDASIBT. Hasil AHP terhadapKelompok A menunjukkan beberapa alternatif peringkat dalam reklamasi lahannyaseperti pada Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Alternatif Menurut Peringkat Dalam Reklamasi Lahan Bekas Tambang BatuApung di Kelompok A

No. AlternatifAlternatif menurut

peringkat (%)

1Tambang sendiri batu apung, lebih baik bila mempunyai

modal30,00

2Menerapkan pola Alley Cropping lebih baik bila

mempunyai modal15,00

3Lahan di kontrakan lebih baik bila tidak mempunyai

modal15,00

4Tambang sendiri batu apung, lebih baik/menguntungkan

ditinjau dari Hasil Tanahnya15,00

5Tambang sendiri batu apung, lebih baik/menguntungkan

ditanahnya sendiri15,00

6 Lahan dikontrakan lebih baik di tanahnya sendiri 10,00

7Menerapkan pola Alley Cropping lebih baik pada

tanahnya sendiri/kepemilikan tanah5,00

Jumlah 100,00

Sumber : Analisis data primer, 2005.

Alternatif yang paling banyak dipilih petani adalah cara tambang sendiribatu apung, lebih baik bila mempunyai modal sendiri. Hal ini didukung oleh30,00% responden. Sebanyak 15% dari responden memilih polabila punya modal sendiri, demikian pula sebanyak 15% dari respoden akanmengkontrakkan lahannya bila tidak mempunyai modal sendiri. Dan 15% respondenjuga akan menambang sendiri lahannya karena lebih menguntungkan bila dibandingdikontrakkan. Alternatif kelembagaan yang merupakan pilihan responden, dapatdilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Alley Cropping

8Vol. 7 No. 1 Maret Th. 2007, 1 - 15

Tabel 4. Alternatif Kelompok/kelembagaan menurut Peringkat dalam ReklamasiLahan Bekas Tambang Batu Apung di Kelompok A

No. AlternatifAlternatif menurut

peringkat (%)

1Kelompok Hamparan lebih baik diterapkan terhadappola Tambang Sendiri

20,00

2Kelompok Keluarga lebih baik diterapkan terhadap polalahan yang di Kontrakkan

15,00

3Kelompok Keluarga lebih baik diterapkan terhadap polaAlley Cropping

15,00

4Kelompok Keluarga lebih baik diterapkan terhadap polaTambang Sendiri

15,00

5Kelompok Tani lebih baik diterapkan terhadap polalahan yang dikontrakkan

15,00

6Kelompok Tan i lebih baik diterapkan terhadap polaTambang Sendiri

10,00

7Kelompok Hamparan lebih baik diterapkan terhadappola Alley Cropping

10,00

Jumlah 100,00

Sumber : Analisis data primer, 2005.

Kelompok Hamparan lebih baik diterapkan terhadap pola Tambang Sendiri,hal ini diketengahkan oleh 20% responden. Beberapa alternatif yang mendapatdukungan 15% responden yaitu : Kelompok Keluarga lebih baik diterapkan terhadappola lahan yang dikontrakkan, lebih baik diterapkan terhadap pola ,lebih baik diterapkan terhadap pola tambang sendiri dan kelompok tani lebih baikditerapkan terhadap pola lahan yang dikontrakkan.

: kelompok yang mereklamasi lahannya dan usahataninyamenerapkan dengan pola sendiri ( ) antara lain dengan komoditi tanamankelapa, pisang dan jagung, memilih beberapa alternatif. Untuk lebih jelasnya dapatdiperiksa pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Alternatif Reklamasi menurut Peringkat dalam Reklamasi Lahan BekasTambang Batu Apung di Kelompok B

Alley Cropping

agroforestryKelompok B

No. AlternatifAlternatif menurut

peringkat (%)

1 Reklamasi Sendiri, lebih baik bila mempunyai modal 55,00

2Tambang Sendiri batu apung, lebih baik/menguntungkanbila mempunyai modal

10,00

3Menerapkan pola Alley Cropping pada tanahnyasendiri/kepemilikan tanah

10,00

4 Lahan dikontrakkan bila tidak mempunyai modal 5,00

5Tambang Sendiri batu apung, lebih baik/menguntungkanditanahnya sendiri

5,00

6Lahan dikontrakkan lebih baik karena tidak tersediaTenaga Kerja

10,00

7Menerapkan pola Alley Cropping lebih baik b ila tersediatenaga kerja

5,00

Jumlah 100,00

Sumber : Analisis data primer, 2005

9Kelembagaan Reklamasi Lahan Bekas (C. Yudilastiantoro & Tony Widianto)

Responden sebanyak 50% memilih alternatif Reklamasi sendiri, dengan modalsendiri. Responden sebanyak masing-masing 10% memilih beberapa alternatifsebagai berikut : Tambang sendiri batu apung lebih baik/menguntungkan bilamempunyai modal sendiri, dengan menerapkan pola akan lebih baikditerapkan pada tanahnya sendiri, dan lahan dikontrakkan akan lebih baik bilatidak tersedia tenaga kerja. Beberapa alternatif tentang kelompok atau kelembagaanyang dipilih oleh Kelompok B dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Alternatif kelompok (kelembagaan) menurut peringkat dalam ReklamasiLahan Bekas Tambang Batu Apung di Kelompok B

Alley Cropping

No. AlternatifAlter natif menurut

peringkat (%)

1Kelompok Keluarga lebih baik diterapkan terhadap polaTambang Sendiri

35,00

2Kelompok Keluarga lebih baik diterapkan terhadap polalahan yang direklamasi sendiri

30,00

3Kelompok Hamparan lebih baik diterapkan terhadappola lahan yang direklamasi sendiri

10,00

4Kelompok Hamparan lebih baik diterapkan terhadappola tambang sendiri

10,00

5Kelompok Keluarga lebih baik diterapkan terhadap polaAlley Cropping

5,00

6Kelompok Hamparan lebih baik diterapkan terhadappola Alle y Cropping

10,00

Jumlah 100,00

Sumber : Analisis data primer, 2005

Kelompok Keluarga lebih baik diterapkan terhadap pola Tambang Sendirisebesar 35% responden. Alternatif Kelompok Keluarga lebih baik diterapkanterhadap pola lahan yang di Reklamsi Sendiri sebesar 30%. Responden sebanyakmasing-masing 10% mempunyai beberapa alternatif sebagai berikut : KelompokHamparan lebih baik diterapkan terhadap pola lahan yang di Reklamasi Sendiri, jugabaik diterapkan terhadap pola Tambang Sendiri, dan baik diterapkan terhadap pola

Kelembagaan formal atau institusi merupakan lembaga yang berada diPemerintahan, terutama pemerintah daerah tingkat kabupaten, antara lain : DinasKehutanan dan Perkebunan Kabupaten, Dinas Pertambangan dan IndustriKabupaten, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten, Dinas Pendapatan Daerah

Alley Cropping.

C. Kelembagaan Formal/Institusi

10Vol. 7 No. 1 Maret Th. 2007, 1 - 15

Kabupaten dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten seksi Pengairan ; memberikanrespon yang beragam terhadap usaha reklamasi lahan bekas tambang batu apung. Halini disebabkan karena TUPOKSI Instansi yang berbeda-beda; Namun dapat ditarikgaris bahwa dinas-dinas tersebut ikut berpartisipasi terhadap usaha reklamasi denganusaha sendiri-sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Kegiatan Institusi Kabupaten Lombok Timur Terhadap Usaha ReklamasiLahan Bekas Tambang Batu Apung di Ijobalit.

No. Institusi Jenis Kegiatan

1 Dinas Hutbunkab

- Penyuluhan- Penghijauan dengan Jambu Mete, Kelapa- GNRHL

2Dinas Pertambangan danIndustri Kab

- Pemetaan Potensi Batu Apung- Pembentukan kelompok reklamasi- Penyuluhan & Pembinaan Kelompok- Usaha Reklamasi dengan penimbunan sampah

kota

3Dinas Tanaman Pangandan Ternak Kab

- Penyuluhan Usahatani- Pembinaan Kelompok Tani- Bantuan bibit tana man palawija

4Dinas PendapatanDaerah Kab

- Pembinaan kelompok- Sosialisasi Restribusi dan hukum

5Dinas PU seksiPengairan

- Pembuatan saluran air irigasi- Pembuatan gorong -gorong air- Penyediaan air irigasi

6Dinas Penanaman Modal& Lingkungan Hidup

- Penyedia informasi hasil tambang- Sosialisasi Perda LH

Sumber : Analisis data primer, 2005

Jenis kegiatan yang dilakukan satu lembaga seringkali dilakukan juga olehlembaga lain sehingga terjadi duplikasi dalam pelaksanaannya. Sebaliknya ada jugainstansi yang ikut melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menyangkut reklamasi lahanbekas tambang padahal tidak ada dalam tugasnya. Menurut Tejoyuwono (1999), hal-hal tersebut disebabkan antara lain : Terdapat kekaburan dalam tugas yang telahdirumuskan sehingga memungkinkan interpretasi yang berbeda sesuai dengankeadaan setempat dan ambisi lembaga yang bersangkutan. Akibat kebutuhan yangtinggi untuk suatu kegiatan (misalnya, reklamasi) sedang lembaga yang mempunyaitugas utama untuk bidang tersebut tidak dapat memenuhi jumlah tenaga yangdiperlukan, sehingga menimbulkan peluang lembaga-lembaga lain untuk masuk dalamkegiatan tersebut. Kurangnya pengawasan mutu hasil kerja, menyebabkan hampirsiapa saja boleh melakukan kegiatan yang sebenarnya bukan bidang keahliannya.

Analisis ini dimulai dengan menyusun pada matriks dua kali dua menurut(minat) terhadap suatu masalah dan (kewenangan)

dalam mempengaruhi masalah tersebut.

D. Analisis Para pihak ( )stakeholder

Interest stakeholders Power stakeholder

11Kelembagaan Reklamasi Lahan Bekas (C. Yudilastiantoro & Tony Widianto)

Minat (Interest)

A. Subyek (Subject)high

low

(Power) high Wewenang

Gambar 9. Matriks Analisis dalam Reklamasi lahan bekas tambang

Keterangan :** = sangat penting* = penting

Yang dimaksud dengan minat adalah : Minat atau kepentinganterhadap reklamasi lahan bekas tambang. Hal ini bisa dilihat dari tupoksi masing-masing instansi. Sedangkan yang dimaksud dengan kewenangan adalah : Kekuasaan

untuk mempengaruhi atau membuat kebijakan maupun peraturan-peraturan yang berkaitan dengan reklamasi lahan bekas tambang.Penjelasan dari penempatan pada matriks di atas adalah sebagai berikut :

Dinas yang berada di kolom adalah : Dinas Penanaman Modal danLingkungan Hidup serta masyarakat dan LSM yang peduli terhadap reklamasilahan bekas tambang.

Dinas yang masuk di kolom masih dikelompokkan menjadi dua menuruthubungannya dengan reklamasi lahan bekas tambang.

yang hubungannya dengan reklamasi lahan bekas tambangsangat erat bila dilihat dari tupoksinya, yaitu Dinas Pertambangan dan IndustriKab.

adalah instansi yang mempunyai keterkaitan dengan reklamasilahan bekas tambang namun dalam uraian tupoksinya kurang berhubungandengan reklamasi lahan bekas tambang yaitu, Dinas Kehutanan dan PerkebunanKab, Dinas Pertanian dan Peternakan Kab.

Dinas yang masuk di kolom adalah Badan Perencana PembangunanDaerah.

Stakeholders

stakeholders

stakeholders

stakeholders

subjects

players

Contest Setter

1.

2.

Kelompok pertama

Kelompok kedua

3.

Subject

Players

Contest Setter

12Vol. 7 No. 1 Maret Th. 2007, 1 - 15

4.

E. Analisis AHP ( )

Crowd

Analysis Hierarchy Process

Dinas yang berada di kolom adalah mereka yang tidak bersedia menjadidalam suatu kegiatan, yaitu Dinas Pendapatan Daerah. Dalam kegiatan

tambang batu apung, dinas ini berperan juga sebagai pengelola retribusi batuapung. Meskipun memungut retribusi batu apung secara langsung, dinas ini samasekali tidak melaksanakan kegiatan/program untuk kepentingan reklamasi lahanbekas tambang. Semua hasil pungutan retribusi merupakan sumber PendapatanAsli Daerah (PAD) yang nantinya digunakan untuk pembangunan daerah diberbagai sektor.

Penggunaan AHP ( ) dilakukan untuk membandingkantingkat kepentingan masing-masing lembaga dalam pengelolaan reklamasi lahan bekastambang batu apung. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilainumerik secara subyektif tentang arti penting variabel terkait secara relatif dandibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebutkemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggidan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (reklamasi lahan bekastambang batu apung).

Rekomendasi dari beberapa dinas terkait dengan reklamasi lahan bekastambang batu apung berdasarkan hasil AHP dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8. Rekomendasi Dinas dinas Lingkup Kabupaten Lombok Timur dalamReklamasi Lahan Bekas Tambang Batu Apung di Ijobalit, Labuhan HajiLombok Timur, NTB.

Crowdsubject

Analysis Hierarchy Process

No. Nama Dinas Rekomendasi

1Dishutbun Reklamasi lahan bekas tambang batu apung dilaksanakan oleh

masyarakat dengan menanam tanaman tahunan (pohon).

2Distamin Rek lamasi lahan bekas tambang batu apung dilaksanakan oleh

PEMDA dengan menanam tanaman tahunan (pohon)

3Distannak Reklamasi lahan bekas tambang batu apung dilaksanakan oleh

masyarakat dengan menanam tanaman tahunan (pohon)

4Dispenda Reklamasi lahan bekas tambang batu apung dilaksanakan oleh

pengusaha dengan menanam tanaman semusim

5Dinas PU Reklamasi lahan bekas tambang batu apung dilaksanakan oleh

masyarakat dengan menanam tanaman tahunan (pohon)

Sumber. Analisis data primer, 2005.

Secara kelembagaan, institusi-institusi tersebut tidak bertanggungjawablangsung terhadap reklamasi lahan bekas tambang batu apung. Sebetulnya reklamasilahan bekas tambang batu apung merupakan kewajiban pengusaha tambang yangbersangkutan. Sedangkan pemerintah hanya memantau / mengawasi pelaksanaanya,agar sesuai dengan rencana sehingga lahan dapat berfungsi kembali sesuai denganperuntukannya dan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi pemilik lahan dankeluarganya.

13Kelembagaan Reklamasi Lahan Bekas (C. Yudilastiantoro & Tony Widianto)

Tata Hubungan Kerja antara instansi-instansi tersebut dengan kelompok tani,sebatas sebagai tidak sebagai atasan dan bawahan, ataupun obyekkegiatannya.

Hasil analisis menunjukan bahwa instansi yang terkait dengan reklamasi lahanbekas tambang batu apung mempunyai alternatif peningkatan kegiatan perhutanansosial yang lebih baik dibandingkan dengan peningkatan peran kelompok.Perhutanan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan peningkatan peran kelompok.Perhutanan sosial memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk meningkatkanpendapatannya karena pola tanam yang diterapkan adalah kombinasi antara tanamanpertanian (musiman), tanaman kehutanan, tanaman MPTS (buah-buahan) dantanaman hijauan makanan ternak. Selain itu di lahan perhutanan sosial juga ditanamtanaman pengikat nitrogen (jenis leguminaceae) untuk mengembalikan kesuburanlahan bekas tambang. Hal ini lebih diutamakan dibanding meningkatkan perankelompok yang selama ini sudah cukup baik. Kelompok masyarakat di lahan bekastambang sudah cukup tertata, dengan adanya struktur organisasi yang jelas, aturan-aturan yang disepakati bersama serta bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan. Adapunlembaga formal yang terkait dengan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang batuapung dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini.

Tabel 9. Nama Institusi Formal dan Peringkat Alternatif dalam Reklamasi LahanBekas Tambang Batu Apung di Lombok Timur, NTB.

mitra kerja,

F. Hasil Analisa AHP Kelembagaan Formal

No. Nama Institusi Peringkat Alternatif

1Dinas Hutbunkab Perhutanan Sosial lebih baik, karena

memberikan keuntungan.

2Dinas Pertambangan dan Industri Kab Perhutanan Sosial lebih baik, karena

memberikan keuntungan.

3Dinas Tanaman Pangan dan Ternak Kab Perhutanan Sosial lebih baik, karena

memberikan keuntungan.

4Dinas Pendapatan Daerah Kab Peran Kelompok lebih diutamakan

dalam mencapai keuntungan .

5Dinas PU seksi Pengairan Perhutanan Sosial lebih baik, karena

memberikan keuntungan.

6Dinas Penanaman Modal & LingkunganHidup

Perhutanan Sosial lebih baik, karenamemberikan keuntungan.

Sumber. Analisis data primer, 2005.

Terdapat 5 (lima) dari 6 (enam) instansi dinas yang terkait dengan reklamasilahan bekas tambang batu apung menyatakan bahwa Perhutanan Sosial mempunyaiperingkat tertinggi. Keuntungan yang didapat adalah tersedianya lapangan pekerjaan,tersedianya komoditi hasil hutan yang beragam, menyediakan bahan baku kayubakar/bahan bangunan, dan terciptanya kawasan hutan yang berdampak terhadapkelestarian lingkungan.

14Vol. 7 No. 1 Maret Th. 2007, 1 - 15

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

1. Lembaga Formal yaitu dinas-dinas Pemerintah Kabupaten Lombok Timur antaralain Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Pertambangan, maupun DinasPertanian Tanaman Pangan tidak bertanggungjawab secara langsung terhadapreklamasi lahan bekas tambang batu apung. Penambang batu apung lah yangbertanggungjawab terhadap reklamasi lahan bekas tambang batu apung, sementarapemerintah daerah mengawasi pelaksanaannya. Hal ini sesuai Surat KeputusanGubernur NTB No. 62 tahun 1998 tanggal 25 Juni 1998.

2. Lembaga Informal yaitu Kelompok Tani setempat, sangat berperan terhadapkeberhasilan usaha reklamasi lahan bekas tambang batu apung.

3. Kelompok Hamparan merupakan lembaga atau kelompok yang dapatmenerapkan reklamasi sendiri dengan lebih baik dengan menggunakan pola plotuji coba BPPTPDAS IBT.

4. Perhutanan Sosial merupakan peringkat pilihan utama, untuk digunakan sebagaisuatu pola atau sistem reklamasi lahan bekas tambang batu apung.

5. Pola lebih baik daripada monokultur untuk mereklamasi lahan bekastambang batu apung.

6. Model Kelembagaan Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batu Apung yang baikadalah Kelompok Tani, berdomisili di dusun, struktur organisasinya sederhanayang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara dibantu dengan Seksi Umum.Dibina oleh Kepala Kelurahan setempat. Aturan dasar organisasi hanya mengaturhal-hal yang sifatnya umum. Aturan-aturan operasional bersifat temporer yangbiasanya berupa aturan tak tertulis dan disepakati bersama.

Perlu dilakukan kegiatan pendampingan oleh penyuluh pertanian, kehutananmaupun dari instansi lain untuk lebih meningkatkan produktifitas lahan sekaligusmelaksanakan usaha reklamasi lahan bekas tambang dengan teknik yang sesuaidengan keadaan lahan dan keinginan masyarakat setempat.

Arifin. M dan Kunrat, TS. 1997. Bahan Galian Industri-Batu Apung. Pusat Peneleitiandan Pengembangan Teknologi Mineral. Bandung

Badan Pusat Statistik. 2003. Kabupaten Lombok Timur dalam Angka. Nusa TenggaraBarat. Lombok

Bryson, JM. 2003.A paper presented at the London School of

Economics and Political Science. London

Departemen Kehutanan RI. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41Tahun 1999, tentang Kehutanan. Kopkar Hutan, Jakarta.

agroforestry

What to Do When Stake Holders Matter: A Guide to StakeholderIdentification and Analysis Techniques.

15Kelembagaan Reklamasi Lahan Bekas (C. Yudilastiantoro & Tony Widianto)

Departemen Kehutanan RI. 1999. Prioritas Daerah Aliran Sungai di Indonesia.Jakarta.

Dinas Pertambangan dan Industri Kabupaten Lombok Timur. 2004. Profil BatuApung. Tidak dipublikasi. Selong. NTB.

Djogo Tony, dkk.. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam PengembanganICRAF ( ) Bogor.

Marimin, Prof. 2004. Teknik Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Hal79. Grasindo Gramedia Widya Sarana Indonesia. Jakarta.

Narendra. 2003. Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Batu Apung di NTB.Buletin.\Konservasi Tanah. Makassar.

Purwanto,S.Ekowati dan S.A.Cahyono. 2004. Lembaga Untuk MendukungPengembangan Hutan Rakyat Produksi Tinggi. Ekspose Terpadu Hasil-hasilPenelitian. Yogyakarta.

Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Pedoman ReklamasiBekas Tambang Dalam Kawasan Hutan. Jakarta.

Tunru. N. A. 2001. Fungsi Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian DitinjauDari Segi Penerapan Teknologi dan Kemandirian Lokal. Tesis S2.UNHAS.Makassar.

Saaty, T.L., 1983 Decision Making For Leaders : The Analytical Hierarchy Process forDecision an Complex World. RWS Publication. Pitls burgh

Agroforestry. World Agroforestry Centre