LHP Bioprospeksi Mikoriza utk reklamasi bekas tambang ...sementonasa.co.id/dokumen/Kehati/8. Laporan...

36
LAPO SUM JUDUL RPI JUDUL PPTP JUDUL RPTP KODEFIKASI R BALAI PEN BADAN PENEL ORAN HASIL PENELITIAN MBER DANA DIPA TAHUN 2014 : KONSERVASI FLORA, FAUNA D MIKROORGANISME : PEMANFAATAN FUNGI MIKORI ARBUSKULA (FMA) UNTUK BIO LAHAN BEKAS TAMBANG DI SU : BIOPROSPEKSI FUNGI MIKORI ARBUSKULA (FMA) UNTUK BIO LAHAN BEKAS TAMBANG DI SU : 12.1.2.18 Oleh : RETNO PRAYUDYANINGSIH HERMIN TIKUPADANG EDI KURNIAWAN HAJAR NELITIAN KEHUTANAN MAKASSA LITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTA KEMENTERIAN KEHUTANAN MAKASSAR 2014 DAN IZA OREKLAMASI ULAWESI IZA OREKLAMASI ULAWESI AR ANAN

Transcript of LHP Bioprospeksi Mikoriza utk reklamasi bekas tambang ...sementonasa.co.id/dokumen/Kehati/8. Laporan...

LAPORAN HASIL PENELITIAN SUMBER DANA DIPA TAHUN 2014

JUDUL RPI

JUDUL PPTP

JUDUL RPTP

KODEFIKASI

RETNO PRAYUDYANINGSIH

BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MAKASSAR

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN UMBER DANA DIPA TAHUN 2014

: KONSERVASI FLORA, FAUNA DAN

MIKROORGANISME

: PEMANFAATAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA (FMA) UNTUK BIOREKLAMASI

LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI

: BIOPROSPEKSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) UNTUK BIOREKLAMASI

LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI

: 12.1.2.18

Oleh :

RETNO PRAYUDYANINGSIH

HERMIN TIKUPADANG EDI KURNIAWAN

HAJAR

BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MAKASSAR

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN

MAKASSAR 2014

DAN

PEMANFAATAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA (FMA) UNTUK BIOREKLAMASI

LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI

BIOPROSPEKSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) UNTUK BIOREKLAMASI

LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI

BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MAKASSAR

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

i

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN SUMBER DANA DIPA TAHUN 2014

KONSERVASI FLORA, FAUNA DAN MIKROORGANISME

PEMANFAATAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) UNTUK REKLAMASI

LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI

BIOPROSPEKSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) UNTUK REKLAMASI

LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI

12.1.2.18

Menyetujui Pelaksana, Koordinator,

Dr. Ir. Titiek Setyawati, M.Sc

Retno Prayudyaningsih, S.Si, M.Sc NIP. 19620929 199003 2 003 NIP. 19741129 200112 2 003

Menyetujui Mengesahkan Ketua Kelti, Kepala Balai,

Ir. Suhartati, MP

Ir. Misto,MP NIP. 19591231 198703 2 015 NIP. 19620711 199002 1 001

ii

LEMBAR PERNYATAAN OUTPUT PENELITIAN

JENIS OUTPUT : isolat Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dari lahan bekas tambang

kapur dan teknologi reklamasi lahan bekas tambang kapur dengan aplikasi FMA

URAIAN OUTPUT : isolat fungi mikoriza arbuskula dari lahan bekas tambang

kapur merupakan isolat yang sudah teruji meningkatkan pertumbuhan tanaman

baik di skala persemaian dan lapangan. Sedang teknologi reklamasi lahan bekas

tambang kapur dengan aplikasi FMA berupa teknik reklamasi lahan bekas

tambang kapur dengan aplikasi FMA yang dapat mendukung akselerasi suksesi

alaminya

RENCANA JUDUL KTI :

- Efektivitas fungi mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan tanaman Vitex

cofassus di lahan bekas tambang kapur, Retno Prayudyaningsih, jurnal

Reklamasi Hutan Puslit Konser

Demikian, pernyataan output penelitian ini saya buat, selaku Pelaksana

Utama, dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari terdapat

kekeliruan dan ketidakcocokan pernyataan ini, sepenuhnya enjadi tanggung

jawab saya.

Makassar, Desember 2014

Yang membuat pernyataan

Pelaksana Utama

Retno Prayudyaningsih NIP.19741129 2001112 2 003

iii

Abstrak Salah satu kunci keberhasilan dalam kegiatan reklamasi lahan bekas

pertambangan adalah penggunaan bibit yang berkualitas. Bibit yang dihasilkan haruslah bibit yang tahan terhadap toksisitas, pH tanah yang basa atau masam ekstrim, kekeringan, berasosiasi dengan fungi mikoriza dan perakarannya dapat berkembang dengan cepat, sehingga tantangan suksesi yang dipercepat dapat terjawab. Keuntungan aplikasi fungi mikoriza adalah memacu pertumbuhan tanaman, mempersingkat waktu di persemaian, meningkatkan persen hidup tanaman (survival rate) di lapangan, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres air dan hara, aplikasi mikoriza hanya sekali di persemaian dan ramah bagi lingkungan. Kegiatan penelitian telah dimulai sejak 2008. Pada tahun 2014 dilakukan pengamatan: (a) respon pertumbuhan tanaman bitti (Vitex cofassus) (b) efek katalitik pertanaman awal dan inokulasi FMA terhadap suksesi alami di lahan bekas tambang kapur. Tujuan penelitian pada tahun 2014 ini adalah mengevaluasi respon pertumbuhan tanaman bitti (V.cofassus) yang diinokulasi FMA indigeneus dan mengidentifikasi efek katalitik pertanaman awal dan FMA terhadap akselerasi suksesi alam di lahan bekas tambang kapur. Hasil penelitian menunjukkan inokulasi FMA pada tanaman bitti (V.cofassus) di lahan bekas tambang kapur menghasilkan respon pertumbuhan yang lebih baik. Pertanaman dan introduksi mikoriza memberikan efek katalitik terhadap percepatan suksesi alam di lahan tambang kapur, yang ditunjukkan melalui keanekaragaman tumbuhan alami, meningkatnya kualitas tapak secara fisik, kimia dan biologi, dan pertumbuhan tanaman sere lanjut yang lebih baik

Kata kunci: Mikoriza, bekas lahan tambang kapur, Sulawesi, reklamasi

Abstract

One of the keys to success postmining land reclamation is the use of quality seedlings. The seedlings must be resistant to the toxicity, alkaline or acid extreme soil pH, drought, associated with mycorrhizal fungi and the roots can develop rapidly, so succession acceleration can be achived. The advantages of n mycorrhizal fungi application are increase plant growth, shorten the time in the nursery, improving survival rates in the field, increase plant resistance to water stress and nutrients, mycorrhizae application only once in the nursery and friendly to the environment. The research activities have been initiated since 2008. In 2014 was observed: (a) the plant growth response bitti (Vitex cofassus) (b) catalytic effect of early plantation and AMF inoculation to natural succession in limestone postmining area. The purpose of this study in 2014 was to evaluate the response of plant growth bitti (V.cofassus) were inoculated FMA indigeneus and identify the catalytic effect of early plantation and FMA to the acceleration of natural succession in limestone postmining area. The results showed inoculation of AMF on bitti (V.cofassus) in limestone postmining produce better growth response. The Early plantation and introduction of mycorrhizal provide a catalytic effect on the acceleration of the natural succession on limestone postmining area, which is shown through high natural plant diversity, increasing the quality of the physical footprint, chemistry and biology, and better late sere plant growth. Key word: Mycorrhiza, Lime postmining, Sulawesi, Reclamation

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……………….……………………………………………………………… i LEMBAR PERNYATAAN OUTPUT……………………………………………………................ ii Abstrak……………………………………………………………………………………………………… iii DAFTAR ISI……………………………….……………………………………………………………… iv

DAFTAR TABEL………………………….………………………………………………………………. v DAFTAR GAMBAR……………………….…………………………………………………………….. vi DAFTAR LAMPIRAN……………………..…………………………………………………………….. vii I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………………… 1 A. Latar Belakang……………………………………………………………………………… 1 B. Tujuan dan Sasaran………………………………………………………………………… 2 C. Luaran.............................................................................................. 2 D. Hasil Penelitian Sebelumnya............................................................... 3 III. METODE PENELITIAN………………………………………………………………………… 6 A. Rancangan Penelitian.......………………………………………………………......... 6 B. Bahan dan Peralatan…….………………………………………………………………… 8 C. Lokasi Penelitian…………………………………………………………………………….. 10 D. Prosedur Penelitian 11 E. Analisa Data …….…………………………………………………………………………… 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………………………… 14 A. Respon Pertumbuhan Tanaman V. cofassus………..……..………………… 14

B. Efek Katalitik Pertanaman Awal Bermikoriza terhadap suksesi alami di lahan bekas tambang kapur…………………………………………………………

15

V. KESIMPULAN …………………………………………………………………………………… 24 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………… 25 LAMPIRAN………………………………………………………………………………………………… 27

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Matrik kegiatan dan hasil penelitian tahun 2008 - 2011…………. 3

Tabel 2. Pengaruh inokulasi FMA indigeneus terhadap pertumbuhan tinggi, diameter, biomassa daun, kadar P daun dan tingkat infeksi FMA tanaman V.cofassus umur 36 bulan di lahan bekas tambang kapur…………………………………………………………………..

14

Tabel 3. Densitas, nilai penting, indeks keanekaragaman dan jumlah jenis tumbuhan alami yang mengolonisasi lahan bekas tambang kapur berdasarkan kondisi areal yang berbeda……………………..

16

Tabel 4. Densitas, nilai penting, indeks keanekaragaman dan jumlah jenis tumbuhan alami yang mengolonisasi lahan bekas tambang kapur berdasarkan tipe habitusnya pada kondisi areal yang berbeda……………………………………………………………………………..

17

Tabel 5. Jenis tumbuhan alami yang hadir pada setiap tipe areal di lahan bekas tambang kapur bedasarkan tipe habitusnya

18

Tabel 6 Kualitas kimia dan fisika tanah lahan bekas tambang kapur pada beberapa tipe areal

19

Tabel 7 Kualitas biologi tanah (Fungi Mikoriza Arbuskula dan Mesofauna tanah) di lahan bekas tambang kapur pada beberapa tipe areal

21

Tabel 8. Jenis Mesofauna dan FMA yang ditemukan di lahan bekas tambang kapur pada beberapa tipe areal

22

Tabel 9. Pertumbuhan Tinggi dan Diameter Tanaman Pulai (A. scholaris) pada umur 3, 6 dan 9 bulan di lapangan

23

Tabel 10 Pertumbuhan Tinggi dan Diameter Tanaman Jati (T. grandis) pada umur 3, 6 dan 9 bulan di lapangan

24

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Denah rancangan penanaman aplikasi FMA di lahan bekas tambang Kapur PT. Semen Tonasa

7

Gambar 2. Denah pertanaman pada areal pertanaman bermikoriza dan tanpa mikoriza...........................................................

9

Gambar 3. Denah Pertanaman pada areal kondisi alami/plot referensi 10

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengukuran Tanaman V. cofassus (bitti)..................... 27

Lampiran 2. Pengambilan sampel tanah…………………………………… 27

Lampiran 3. Sampling vegetasi alami di lahan bekas tambang kapur 28 Lampiran 4. Pengukuran pertumbuhan jenis tanaman sere lanjut

(Pulai/A. scholaris) 28

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan bekas tambang kapur memiliki karakteristik yang menghambat

perkembangan tanaman. Sebagian besar lahan tambang kapur merupakan kawasan

karst yang mempunyai fungsi ekologi sangat penting, salah satunya sebagai daerah

konservasi air. Penanganan lahan bekas tambang kapur secara baik dan benar

merupakan kunci keberhasilan upaya reklamasi lahan tersebut. Menurut Weissenhorn

et al. (1995) untuk mereklamasi areal bekas pertambangan, suksesi yang dipercepat

merupakan tantangan yang harus dijawab dengan melibatkan mikroba dan jenis

tumbuhan setempat yang terbukti cocok dengan tapak.

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan salah satu jenis mikroba tanah

yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui peningkatan ketersediaan

dan penyerapan hara dalam tanah. Tanaman yang berasosiasi dengan FMA dapat

beradaptasi dengan baik pada lahan-lahan tambang yang kondisi haranya sangat

terbatas. Faktor kritis lain dalam revegetasi lahan tambang dan merupakan salah satu

kemampuan FMA adalah toleransi terhadap kekeringan. Mosse et al. (1981)

menyatakan bahwa fase bibit merupakan fase yang sangat tergantung pada mikoriza.

Dengan demikian pengadaan bibit dari jenis tumbuhan yang sesuai dengan tapak dan

berasosiasi dengan FMA merupakan salah satu kunci dalam keberhasilan rehabilitasi

lahan bekas tambang.

Namun, inokulum FMA yang digunakan sebaiknya merupakan FMA yang adaptif

di lokasi tersebut. Menurut Killham dalam Ervayenri (2005), faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan penggunaan inokulum mikroba di dalam tanah adalah

faktor produksi inokulum, sifat-sifat tanah dan iklim serta kompetisi oleh beberapa

jenis mikroba lain di lingkungannya. Dengan demikian keefektifan simbiosis antara

mikrobion dan inangnya dipengaruhi oleh faktor iklim dan tanah di lingkungannya serta

kompatibilitas antara inokulum dan tanaman inang. Berdasarkan hal tersebut maka di

lahan bekas tambang kapur, FMA indigen lebih efektif bersimbiosis karena sudah

adaptif terhadap kondisi lingkungannya. Pfleger et al. (1994) menyatakan FMA indigen

merupakan kandidat inokulum terbaik untuk reinokulasi dalam upaya reklamasi lahan

bekas tambang. Untuk itu penelitian bioprospeksi FMA yang meliputi status FMA

indigeneus pada lahan bekas tambang kapur yang kemudian dilanjutkan dengan isolasi

dan produksi inokulum FMA indigen serta uji efektivitas inokulum FMA tersebut dalam

2

meningkatkan pertumbuhan tanaman di persemaian dan lapangan perlu dilakukan

serta identifikasi efek katalitik pembentukan pertanaman awal bermikoriza terhadap

suksesi alami di lahan bekas tambang kapur. Bioprospeksi dalam penelitian ini

didefinisikan sebagai kegiatan mengekplorasi, mengoleksi, meneliti, dan memanfaatkan

makhluk hidup (mikroorganisme) secara sistematis guna mendapatkan sumber-sumber

baru mikroganisme yaitu FMA yang memiliki nilai ilmiah, komersial dan bermanfaat

bagi kehidupan manusia. Pada akhirnya dari hasil penelitian ini dapat diperoleh isolat

FMA indigeneus dan informasi peran FMA tersebut dalam suksesi di lahan bekas

tambang kapur sehingga dapat digunakan dalam teknologi rehabilitasi lahan bekas

pertambangan kapur yang berwawasan lingkungan

B. Tujuan dan Sasaran

Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah mengidentifikasi peran dan efektivitas

pemanfaatan FMA indigeneus dalam bioreklamasi lahan bekas tambang kapur.

Tujuan kegiatan penelitian tahun 2014 ini adalah :

- Mengevaluasi efektivitas FMA terhadap respon pertumbuhan tanaman V.

cofassus di lahan bekas tambang kapur

- Mengidentifikasi efek katalitik introduksi pertanaman awal dan FMA terhadap

akselerasi suksesi alam di lahan bekas tambang kapur

Sasaran

− Tersedianya data pertumbuhan tanaman V.cofassus

− Tersedianya data jenis tumbuhan alami yang mengolonisasi lahan bekas

tambang kapur

− Tersedianya data kualitas tanah lahan bekas tambang kapur

− Tersedianya data pertumbuhan jenis sere lanjut (A. scholaris dan T.grandis)

C. Luaran

- informasi pertumbuhan tanaman V.cofassus di lahan bekas tambang kapur

- informasi jenis tumbuhan alami yang mengolonisasi lahan bekas tambang kapur

- informasi kualitas tanah lahan bekas tambang kapur

- informasi pertumbuhan jenis sere lanjut (A. scholaris dan T.grandis)

- Demplot uji coba FMA pada reklamasi lahan bekas tambang kapur seluas ± 0,95 ha

3

D. Hasil Penelitian Sebelumnya

Tabel 1. Matrik kegiatan dan hasil penelitian tahun sebelumnya (2008 - 2013)

No Tahun Judul Kegiatan Hasil Keterangan 1

2008

Eksplorasi FMA pada lahan bekas tambang kapur di Sulawesi

- identifikasi dan status FMA indigen (kerapatan spora) di tanah bekas tambang kapur

- isolasi FMA indigen dan pembuatan inokulumnya

- teridentifikasi 3 jenis FMA indigen pada lahan bekas tambang kapur PT Semen Tonasa yaitu Acaulospora sp, Gigaspora sp dan Glomus sp.

- Acaulospora sp memiliki kepadatan spora tertinggi pada tanah bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa

- Empat jenis tumbuhan pioner (Cromolaena odorata, Lantana camara, Acacia auriculiformis dan Muntingia calabura) yang tumbuh di lahan bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa terkolonisasi FMA. Lantana camara mempunyai persen kolonisasi FMA tertinggi dan kerapatan spora FMA tertinggi

- isolasi dan pembuatan inokulum FMA indigen dari lahan bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa dihasilkan 2 jenis inokulum FMA yaitu Acaulospora sp dan Gigaspora sp. Sedangkan untuk jenis FMA indigen Glomus sp. Tidak dapat dibuat inokulum karena kurangnya jumlah spora dan kematian tanaman inang pada saat tahap kultur spora tunggal

2 2009 Aplikasi FMA untuk bioreklamasi lahan bekas tambang kapur di Sulawesi

- Uji efektivitas inokulumFMA indigen dari lahan bekas tambang kapur terhadap pertumbuha 5 jenis tanaman (pulai, akasia, jati, bitti dan kersen) di persemaian

- Inokulasi FMA indigen dari lahan bekas tambang kapur meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter batang, biomassa, indek mutu bibit dan serapan P semai bitti (V. cofassus), akasia (A.auriculiformis), jati (T. grandis), kersen (M. calabura) dan pulai (A. scholaris)

- FMA mix memberikan

peningkatan pertumbuhan terbaik untuk semai V. cofassus, Acaulospora sp dan Mix memberikan peningkatan pertumbuhan terbaik untuk semai akasia, sedang untuk semai kersen, jati dan pulai inokulasi dengan Acaulospora sp memberikan peningkatan

4

pertumbuhan terbaik. 3 2010 Bioprospeksi Fungi

Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Bioreklamasi Lahan Bekas Tambang Kapur

- Uji efektivitas inokulum FMA Indigen dilahan bekas tambang kapur pada tanaman pioner S. Sericea dan kualitas tanah

- inokulasi FMA indigen menghasilkan pertumbuhan tanaman umur 3 bulan yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dan yang diinokulasi FMA non indigen. Inokulasi dengan jenis FMA Acaulospora sp. menghasilkan pertumbuhan tanaman terbaik.

- revegetasi dengan tanaman cover crop meningkatkan kualitas biologi tanah tetapi tidak meningkatkan kualitas kimia tanah. Revegetasi dengan tanaman pioner meningkatkan kualitas biologi dan kimia tanah lahan bekas tambang kapur.

4 2011 Bioprospeksi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Bioreklamasi Lahan Bekas Tambang Kapur

- Uji efektivitas inokulum FMA Indigen dilahan bekas tambang kapur pada tanaman pioner S. Sericea dan Vitex cofassus serta kualitas tanah

- Tanaman S. sericea yang diinokulasi FMA indigen memberikan respon pertumbuhan tinggi, diameter dan kadar P daun umur 6,9 dan 12 bulan di lapangan yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dan yang diinokulasi FMA non indigen. Inokulasi FMA indigen Mix (campuran jenis Acaulospora sp. dan Gigaspora sp) menghasilkan pertumbuhan tinggi terbaik pada umur 6, 9 dan 12 bulan Inokulasi FMA indigen jenis Gigaspora sp menghasilkan respon pertumbuhan diameter terbaik pada umur 6, 9 dan 12 bulan.Untuk kadar P daun, inokulasi dengan Acaulospora sp memberikan hasil terbaik pada umur 6 bulan. Sedang pada umur 9 bulan, kadar P daun terbaik dihasilkan oleh tanaman yang diinokulasi Gigaspora sp. Untuk biomassa daun, inokulasi FMA mix memberikan hasil terbaik pada umur 6 bulan dan Acaulospora sp pada umur 9 bulan

- Tanaman V. cofassus yang diinokulasi FMA indigen memberikan respon pertumbuhan tinggi dan diameter umur 3 - 6 bulan di lapangan yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dan yang diinokulasi FMA non indigen. Inokulasi FMA

5

indigen jenis Acaulospora sp. menghasilkan pertumbuhan tinggi dan diameter terbaik pada umur 3 bulan. Inokulasi FMA indigen Mix menghasilkan respon pertumbuhan tinggi terbaik pada umur 6 bulan. Sedang inokulasi FMA indigen jenis Gigaspora sp. menghasilkan respon pertumbuhan diameter terbaik pada umur 6 bulan

- Revegetasi dengan tanaman S.sericea dan V. cofassus setelah 6 bulan meningkatkan kualitas biologi dan kimia tanah lahan bekas tambang kapur

5. 2012 Bioprospeksi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Bioreklamasi Lahan Bekas Tambang Kapur

- Uji efektivitas inokulum FMA Indigen dilahan bekas tambang kapur pada tanaman pioner S. Sericea dan Vitex cofassus serta kualitas tanah

- Tanaman S. sericea yang diinokulasi FMA indigen,secara umum memberikan respon pertumbuhan tinggi, diameter , kadar P dan berat kering daun umur 15, 18 dan 21 bulan di lapangan yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dan yang diinokulasi FMA non indigen, demikian juga respon pertumbuhan tanaman V. cofassus tinggi dan diameter umur 9,12,15 dan 18 bulan - Revegetasi lahan bekas tambang kapur setelah 18 -21 bulan menunjukkan populasi mikroba tanah (jamur dan bakteri) yang lebih meningkat. Sedang untuk peningkatan kualitas kimia tanah, peningkatan yang nyata nampak setalah 21 bulan revegetasi

6. 2013 Bioprospeksi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Bioreklamasi Lahan Bekas Tambang Kapur

- Uji efektivitas inokulum FMA Indigen dilahan bekas tambang kapur pada tanaman V. cofassus dan identifikasi efek katalitiknya

Tanaman V. cofassus yang diinokulasi FMA indigen memberikan respon pertumbuhan tinggi dan diameter umur 24, 27 dan 30 bulan di lapangan yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dan yang diinokulasi FMA non indigen. Inokulasi FMA indigen jenis Gigaspora menghasilkan pertumbuhan tinggi dan diameter terbaik. Untuk kadar P daun dan Biomassa daun, inokulasi Mix menghasilkan respon terbaik Revegetasi lahan bekas tambang kapur setelah 30 bulan menunjukkan populasi mikroba tanah (jamur dan bakteri) yang lebih meningkat dan perbaikan kualitas kimia tanah

6

II. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

1. Efektivitas FMA terhadap pertumbuhan tanaman V. cofassus di lahan

bekas tambang kapur

Rancangan penelitian yang digunakan di lapangan untuk kegiatan bioprospeksi

FMA untuk reklamasi lahan bekas tambang kapur dengan tapak awal berupa areal

berbatu (demplot yang dibangun tahun 2010) adalah rancangan acak lengkap berblok

(RCBD). Jumlah blok direncanakan 3 buah dan jumlah plot (perlakuan) dalam tiap

bloknya direncanakan 5 buah. Perlakuan yang diterapkan adalah inokulum FMA yang

diisolasi dari tanah bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa. Perlakuan yang

diterapkan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

Kontrol negatif : tanpa inokulasi FMA

Kontrol positif : inokulasi dengan inokulum Glomus sp.

Aca : inokulasi dengan inokulum FMA Acaulospora sp.

Gig : inokulasi dengan inokulum FMA Gigaspora sp.

Mix : inokulasi dengan inokulum campuran Acaulospora sp dan

Gigaspora sp.

Inokulum FMA Acaulospora sp. dan Gigaspora sp. merupakan FMA indigen hasil

isolasi dari tanah bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa. Inokulum Glomus sp. yang

digunakan pada perlakuan kontrol positif merupakan inokulum FMA yang telah diuji

coba pada beberapa jenis tanaman dan terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan

tanaman. Pemilihan jenis inokulum Glomus sp. pada perlakuan kontrol positif karena

hasil isolasi FMA indigen juga mendapatkan Glomus sp. tetapi tidak dapat diperbanyak.

Hal tersebut dikarenakan pada tahap kultur spora tunggal Glomus sp. tidak

menghasilkan spora.

Jenis tanaman yang digunakan adalah jenis tanaman pioneer (S. sericea) dan

(Vitex cofassus). Tanaman S. sericea telah ditanam pada tahun 2010 sedang tanaman

V. cofassus ditanam pada tahun 2011. Jarak tanam yang digunakan adalah 2 x 2 m.

penanaman V. cofassus berselang seling dengan tanaman S. sericea dengan komposisi

1:1. Penerapan inokulasi FMA pada S. sericea dan V. cofassus di persemaian. Namun

sejak 2012 S. sericea telah mengalami kematian sehingga tanaman yang ada adalah V.

cofassus. Secara skematis rancangan penanaman tersaji pada Gambar 1 berikut ini :

7

Gambar 1 Denah Rancangan penanaman Aplikasi FMA dilahan bekas tambang Kapur PT. Semen Tonasa

Plot 1 (K+) Plot 2 (M) Plot 3 (A) Plot 4 (K-) Plot 5 (G)

No 1 2 10 1 2 10 1 2 10 1 2 10 1 2 10

1 ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

2 ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

Blok I ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

◙ ◙ ◙ ◙

15 ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

Plot 6 (G) Plot 7 (K-) Plot 8 (M) Plot 9 (K+) Plot 10 (A)

1 ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

2 ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

Blok II ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

15 ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

Plot 11 (G) Plot 12 (K+) Plot 13 (M) Plot 14 (A) Plot 15 (K-)

1 ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

2 ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

Blok III ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

15 ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

Keterangan

K+ = Glomus sp. ♣ = Tanaman bitti rencana tanam tahun 2011 (jarak tanam 2 x 2 m) K- = Kontrol (tanpa inokulasi) ◙ = Tanaman S. sericea tanam tahun 2010 (jarak tanam 2 x 2 m)

g = Gigaspora sp. Jarak tanam = 2 x 2 m (komposisi 1:1) a = Acaulospora sp.

m = Mix

m = Mix

8

2. Efek katalitik pertanaman awal dan FMA terhadap suksesi alami di lahan

bekas tambang kapur

Rancangan percobaan di lapangan yang diterapkan adalah rancangan acak

kelompok/Randomized Complete Block Design (RCBD). Jumlah blok adalah 3 dengan

perlakuan 3 yaitu areal pertanaman bermikoriza (Gambar 1), tanpa mikoriza dan kondisi

alami/plot referensi. Jumlah ulangan untuk setiap jenis tanaman adalah 30 tanaman,

sehingga jumlah unit percobaan untuk setiap jenis tanaman adalah 3 x 3 x 30 = 270

tanaman. Total unit percobaan untuk 2 jenis tanaman (A. scholaris dan T.grandis) adalah

270 x 2 = 540 tanaman.

Areal kondisi alami/plot referensi digunakan sebagai pembanding karena diduga

plot pertanaman tanpa mikoriza telah mengalami katalitik efek disebabkan letak plot

tersebut berdampingan dengan plot tanaman bermikoriza. Rencana denah pertanamannya

tersaji pada Gambar 2 dan 3.

B. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pertanaman awal yang terdiri dari

tumbuhan cover crop dan V. cofassus.yang diinokulasi FMA, tanaman T. grandis dan A.

scholaris pada areal pertanaman awal dan areal kondisi alami (plot referensi), sampel tanah,

sampel akar, sampel tumbuhan, benih cover crop (Centrosema pubescen), benih A.

scholaris. Bahan kimia berupa alkohol 50%, KOH 10%, aquades, larutan HCl 2%, asam

laktat, acid fuchsin dan larutan hipoklorit 2,5%. Alat yang digunakan yaitu linggis kecil,

kantong plastik, ring sample, dan sekop untuk pengambilan sampel tanah dan akar.

Mikroskop, objeck glass dan deck glass, otoclaf, cawan petri, gelas ukur, erlenmeyer, pipet

tetes, pipet makro, ayakan tanah, timbangan digital dan oven listrik untuk, pengamatan

kolonisasi FMA dan biomassa bahan organik. Corong Barlese Tulgren yang dimodifikasi

untuk ekstraksi mesofauna, mistar untuk pengukuran ketebalan seresah, Galah ukur dan

kaliper untuk pengamatan pertumbuhan tinggi dan diameter.

9

Gambar 2. Denah pertanaman pada areal pertanaman bermikoriza dan tanpa mikoriza

4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 1 ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 2 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 3 ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 4 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 5 ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 6 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ 13 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ 14 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ 15 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ 25 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 1 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 2 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 3 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 4 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 5 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 6 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 13 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 14 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 15 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 25 ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ 1 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ 2 ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ 3 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ 4 ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ 5 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ 6 ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ 13 ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ 14 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ 15 ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ .. ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ 25 Keterangan: = plot FMA Glomus = plot FMA Gigaspora = plot FMA Acaulospora = plot FMA Mix = plot Kontrol/tanpa FMA ♣ = V. cofassus (tanam 2011) ○ = A. scholaris (tanam awal 2014)

∆ = T. grandis (tanam awal 2014)

Blok I

Blok III

Blok II

10

Gambar 3 : Denah Pertanaman pada areal kondisi alami/plot referensi

1 2 3 .. 9 10 11 1 2 3 .. 15 16 17 18 1 2 3 .. 11 12 13 1 ○ ○ ○ ○ 1 ○ ○ ○ ○ 1 ○ ○ ○ ○ 2 ○ ○ ○ 2 ○ ○ ○ ○ 2 ○ ○ ○ 3 ○ ○ ○ ○ 3 ○ ○ ○ ○ 3 ○ ○ ○ ○ 4 ○ ○ ○ 4 ○ ○ ○ ○ 4 ○ ○ ○ 5 ○ ○ ○ ○ 5 ∆ ∆ ∆ ∆ 5 ○ ○ ○ ○ 6 ○ ○ ○ 6 ∆ ∆ ∆ ∆ 6 ∆ ∆ ∆ 7 ∆ ∆ ∆ ∆ 7 ∆ ∆ ∆ ∆ 7 ∆ ∆ ∆ ∆ 8 ∆ ∆ ∆ 8 ∆ ∆ ∆ ∆ 8 ∆ ∆ ∆ 9 ∆ ∆ ∆ ∆ 9 ∆ ∆ ∆ ∆ 10 ∆ ∆ ∆ 10 ∆ ∆ ∆ 11 ∆ ∆ ∆ ∆ 11 ∆ ∆ ∆ ∆ 12 ∆ ∆ ∆ 13 ∆ ∆ ∆ ∆

Keterangan:

○ = Alstonia scholaris (tanam awal 2014)

∆ = Tectona grandis (tanam awal 2014)

C. Lokasi Penelitian

Lokasi demplot di areal bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa Quarry A seluas

±0,95 ha (areal plot pertanaman bemikoriza dan tanpa mikoriza 0,75 sedang areal plot

referensi 0,2). Inventarisasi tumbuhan pioner dilakukan di lahan bekas tambang quarry

A. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, Tambang Kapur PT. Semen Tonasa

berada di desa Biringere, kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.

Secara umum wilayah tersebut memiliki topografi datar hingga bergunung. Pegunungan

terbentuk dari batuan kapur dan membentuk barisan Karst. Menurut peta geologi batuan

penyusun barisan pegunungan tersebut adalah batu kapur Formasi Tonasa. Tanah pada

lereng-lereng bukit merupakan jenis tanah Lithosol (Entisol) yang berasal dari bahan

induk batu gamping yang didominasi oleh kalsium dan magnesium. Pada bagian bawah

dari bukit-bukit tersebut ditemukan tanah Mediteran – Merah – Kuning (Alfisol) yang

berasal dari bahan induk tufa vulkan masam dan tanah Aluvial (Entisol) yang berasal dari

bahan induk endapan liat dan pasir (Anonim, 1992).

Pengamatan dan analisis kualitas biologi tanah dilakukan di laboratorium

mikrobiologi BPK Makassar. Analisis kimia tanah dilakukan di laboratorium tanah, fakultas

Blok I Blok II

Blok III

11

Pertanian, UNHAS sedang analisis kadar P daun V.cofassus dilakukan di laboratorium

tanah, Balai Pengakajian Teknologi Pertanian, Maros.

D. Prosedur Penelitian 1. Efektivitas FMA Terhadap Pertumbuhan Tanaman di Lahan Bekas tambang

kapur

Kegiatan ini meliputi tahapan:

� Pemeliharaan tanam

Pemeliharaan tanaman V. cofassus meliputi pembersihan gulma di sekitar

tanaman, penyiraman jika diperlukan dan pemberantasan hama-penyakit bila

terjasi serangan

� Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan tanaman V. cofassus

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman

umur 36 bulan di lapangan, serta persen kolonisasi FMAnya. Selain itu juga

dilakukan pengukuran biomassa daun dan kadar P daun. Pengukuran biomassa

dilakukan dengan cara mengambil sampel daun tiap tanaman kemudian dioven

pada suhu 800C x 3 x 24 jam. Selanjutnya ditimbang berat keringnya dan

dianalisis kadar Pnya.

2. Efek Katalitik Pertanaman awal dan inokulasi FMA di lahan bekas tambang

kapur

Kegiatan ini meliputi:

� Identifikasi Kehadiran Tumbuhan Alami

Mengidentifikasi efek katalitik introduksi pertanaman awal dan FMA terhadap percepatan

kolonisasi jenis-jenis tumbuhan alami yang dilakukan melalui penelitian identifikasi status

kehadiran tumbuhan alami akibat introduksi pertanaman awal dan FMA. Penelitian

dilakukan dengan mengidentifikasi jenis, kerapatan dan kelimpahan tumbuhan yang

mengolonisasi lahan bekas tambang kapur secara alami pada areal pertanaman

bermikoriza, areal pertanaman tanpa mikoriza, areal cover crop dan areal kondisi alami

di lahan bekas tambang kapur. Hasil penelitian ini akan diperoleh informasi sere yang

mengolonisasi lahan bekas tambang kapur secara alami dan pengaruh pertanaman awal

bermikoriza terhadap percepatan suksesi vegetasinya berdasarkan kemelimpahan jenis

dan tingkatan sere yang terbentuk.

Inventarisasi dilakukan terhadap jenis-jenis tumbuhan pioneer mengolonisasi lahan

bekas tambang kapur. Pengambilan sampel tumbuhan dilakukan dengan membuat plot

12

pengamatan analisis vegetasi. Sampel tumbuhan diambil kemudian dibuat herbarium

untuk keperluan identifikasi jenisnya.

� Analisis Kualitas Tapak (Biologi, Fisik Dan Kimia)

Mengidentifikasi efek katalitik introduksi pertanaman awal dan FMA terhadap perbaikan

tapak di lahan bekas tambang kapur yang dilakukan melalui penelitian analisis kualitas

tanah. Penelitian dilakukan dengan mengamati status fisik, kimia dan biologi tanah lahan

bekas tambang kapur pada areal pertanaman bermikoriza, areal pertanaman tanpa

mikoriza, areal cover crop dan areal kondisi alami di lahan bekas tambang kapur. Status

fisik tanah meliputi berat volume, kestabilan agregat dan tektur tanah. Status kimia

tanah meliputi bahan organik, pH, dan status hara makro. Status biologi tanah meliputi

populasi FMA (kerapatan spora dan jenis FMA) dan populasi mesofauna tanah (jenis

dan jumlah). Hasil dari penelitian ini akan diperoleh informasi secara lengkap karakter

tapak yang terbentuk akibat adanya pertanaman awal dan inokulasi FMA di lahan bekas

tambang kapur yang diduga mendukung percepatan suksesi alaminya.

� Perkembangan Tanaman sere lanjut

Mengidentifikasi efek katalitik introduksi pertanaman awal dan FMA terhadap pergantian

sere yang dilakukan melalui penelitian evaluasi perkembangan jenis tanaman sere-sere

lanjut di lahan bekas tambang kapur. Penelitian dilakukan secara eksperimental di lapangan

(lahan bekas tambang kapur) yaitu melakukan penanaman pada areal pertanaman

bermikoriza, areal pertanaman tidak bermikoriza dan areal kondisi alami di lahan bekas

tambang kapur sebagai plot referensi (reference site). Plot referensi digunakan sebagai

pembanding karena diduga areal pertanaman tanpa mikoriza telah mengalami efek katalitik

dari perlakuan inokulasi FMA karena letak areal tersebut berdampingan dengan areal

pertanaman bermikoriza. Jenis tanaman yang dipilih adalah yang mempunyai tingkatan sere

sama dengan jenis tanaman yang sudah ada pada areal pertanaman awal (A. scholaris) dan

yang tingkatan serenya lebih tinggi, sesuai dengan kondisi dan iklim setempat, serta

mempunyai nilai ekonomi tinggi (T. grandis). Hasil dari penelitian ini akan diperoleh

informasi keberhasilan perkembangan jenis-jenis tanaman sere lanjut akibat introduksi

pertanaman awal bermikoriza yang menunjukkan terjadinya akselerasi proses suksesi di

lahan bekas tambang kapur. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengamatan pertumbuhan

jenis pulai (A. scholaris) dan jati (T. grandis) pada areal pertanaman bermikoriza, tanpa

mikoriza dan kondisi alami (plot referensi). Parameter pertumbuhan yang diamati adalah

pertambahan tinggi dan diameter umur 3, 6 dan 9 bulan di lapangan.

13

E. Analisa Data

Data pengamatan pertumbuhan tanaman V. cofassus yang diperoleh dianalisis

dengan uji F (analisis varian). Apabila hasil uji F berbeda nyata maka dilanjutkan dengan

uji jarak berganda Duncan (BNJD). Analisis data menggunakan program SPSS 17.

Model statisitik yang digunakan pada analisis data menurut Gaspers (1994)

adalah sebagai berikut:

rij

ti

ijjiuYij

...,2,1

,...,2,1

==

+++= εβτ

Dimana :

Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke-1 dalam kelompok ke-j u = nilai tengah populasi (population mean) τi = pengaruh aditif dari perlakuan ke-i βj = pengaruh aditif dari kelompok ke-j ϵij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-I pada kelompok ke-j

14

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Evaluasi Pertumbuhan tanaman V.cofassus di Lahan bekas tambang kapur

Inokulasi FMA memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman bitti

umur 36 bulan di lahan bekas tambang kapur. Pengamatan terhadap tanaman bitti (V.

cofassus ) di lapangan menunjukkan inokulasi FMA indigeneus memberikan pengaruh

terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter, kadar P daun, berat kering daun, dan

tingkat kolonisasi FMA. Rata-rata pertumbuhan tinggi, diameter, kadar P dan berat

kering daun serta kolonisasi FMA tanaman bitti umur 36 bulan di lapangan tersaji pada

Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh inokulasi FMA indigeneus terhadap pertumbuhan tinggi, diameter, biomassa daun, kadar P daun dan tingkat infeksi FMA tanaman V. cofassus umur 36 bulan di lahan bekas tambang kapur

Perlakuan Variabel (umur 36 bulan) Tinggi (cm) Diameter

(mm) Berat Kering daun (g)

Kadar P (%) infeksi FMA (%)

Kontrol negatif (K-) 329,15 a 48,28 a 5,52 a 0,171 a 24,26 a Kontrol positif (K+) 337,70 ab 46,32 a 5,42 a 0,271 ab 40,19 ab Acaulospora (Aca) 344,85 abc 50,46 ab 5,65 a 0,172 a 25,48 a Gigaspora (Giga) 373,99 c 59,24 c 5,61 a 0,201 a 37,59ab Campuran Aca dan Giga (Mix) 363,96 bc 54,45 bc 5,81 a 0,411 b 51,30 b

Keterangan: nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak signifikan pada taraf uji 95%

Inokulasi FMA indigeneus meningkatkan pertumbuhan tanaman V. cofassus,

dibanding dengan yang tidak diinokulasi FMA. Inokulasi dengan Gigaspora sp. menghasilkan

pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman bitti terbaik pada umur 36 bulan di lapangan.

Untuk kadar P daun, berat kering daun, dan inokulasi FMA, inokulasi dengan FMA Mix

menunjukkan hasil terbaik. Tanaman V. cofassus yang diinokulasi FMA menunjukkan respon

pertumbuhan lebih baik karena kolonisasi FMA pada akar tanaman V. cofassus mampu

meningkatkan penyerapan dan ketersediaan unsur hara makro maupun mikro,

meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekurangan air, serta meningkatkan kualitas

tanah (Orcutt dan Nielsen, 2000; Cardoso dan Kuyper, 2006; Wang et al., 2007). Ukuran

hifa FMA yang lebih kecil dibanding akar rambut dan kemampuan jelajahnya yang lebih luas

dibanding akar mengakibatkan hifa fungi mikoriza lebih kompetitif dengan mikroorganisme

tanah lain dalam mendekomposisi dan memineralisasi N dan P organik menjadi bentuk

anorganik. Selain itu hifa fungi mikoriza mempunyai daya tarik terhadap P lebih tinggi

dibanding akar sehingga menyebabkan efektifnya pengambilan P dalam tanah dengan

konsentrasi rendah dan memungkinkan menurunkan tingkat ambang penyerapan P

(Haselwandter dan Bowen, 1996; Orcutt dan Nielsen, 2000; Cardoso dan Kuyper, 2006).

15

Dengan demikian pertumbuhan tanaman V. cofassus di lahan bekas tambang kapur lebih

meningkat. Hal ini tentu saja akan mendukung keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang

kapur .

Namun demikian percepatan pertumbuhan tanaman V. cofassus tidak hanya

dipengaruhi oleh inokulasi FMA, tetapi juga perkembangan tapak yang ada. Perkembangan

tapak di lahan bekas tambang kapur, dari awal proses reklamasi telah dimanipulasi dengan

cara penanaman cover crop yang dilanjutkan dengan penanaman tanaman pioner S. sericea

yang diinokulasi FMA. Menurut Smith dan Read (2008), dalam revegetasi lahan bekas

tambang, FMA memengaruhi komposisi komunitas tanaman yang dibangun. Komunitas

jamur yang kompleks memacu kompleksitas komunitas tanaman bermikoriza sehingga

menghasilkan biomassa tanaman yang tinggi. Penanaman cover crop bertujuan untuk

mengurangi erosi tanah dan juga peningkatkan bahan organik tanah, sehingga kelembaban

tanah meningkat, menurunkan suhu tanah dan kehidupan mikroba pedekomposisi material

organik juga terbentuk. Dengan demikian proses biogeokimia juga dapat berjalan.

Penanaman pioner jenis S.sericea selain bertujuan untuk menambah bahan organik

tanah, juga bertujuan untuk memberikan naungan bagi tanaman V. cofassus. Tanaman V.

cofassus sebenarnya merupakan tanaman yang membutuhkan intensitas cahaya matahari

tinggi (Orwa et al., 2009). Namun kondisi di lahan bekas tambang kapur yang demikian

panas dan kering akan menyebabkan pertumbuhan tanaman V. cofassus terhambat. Hal

tersebut dikarenakan tidak hanya miskinnya unsur hara namun juga karena intensitas

cahaya matahari yang sangat tinggi dan memacu transpirasi sehingga kebutuhan air

menjadi lebih tinggi. Padahal kandungan air pada tanah lahan bekas tambang kapur juga

sangat rendah. Kondisi ini semakin menghambat pertumbuhan tanaman V. cofassus.

Penanaman tanaman pioner S.sericea ditujukan untuk memberikan naungan yang tidak

terlalu berat bagi tanaman V. cofassus, sehingga proses transpirasi dapat menurun. Selain

itu dengan menurunnya kehilangan air, maka kadar air dalam tanaman juga dapat

dipertahankan dan proses metabolisme untuk pertumbuhan tanaman juga dapat berjalan

baik.

2. Efek Katalitik Pertanaman Awal Bermikoriza terhadap suksesi alami di lahan bekas tambang kapur

Identifikasi efek katalitik pertanaman awal dan inokulasi FMA dilakukan dengan

mengamati status kehadiran tumbuhan alami, analisis kualitas tapak dan evaluasi

perkembangan jenis tanaman sere lanjut.

16

A. Identifikasi Kehadiran Tumbuhan Alami

Identifikasi kehadiran tumbuhan alami dilakukan pada 4 tipe areal di lahan bekas

tambang kapur. areal tersebut adalah areal pertanaman cover crop, areal pertanaman

bermikoriza, areal pertanaman tanpa mikoriza dan areal tanpa pertanaman (kondisi alami).

Tabel 3 menunjukkan densitas (K), indeks nilai penting (INP), indeks keanekaragaman (H’)

dan jumlah jenis pada tiap tipe areal yang berbeda di lahan bekas.

Tabel 3. Densitas, nilai penting, indeks keanekaragaman dan jumlah jenis tumbuhan alami yang mengolonisasi lahan bekas tambang kapur berdasarkan kondisi areal yang berbeda

Areal Densitas (K) Indeks nilai penting (INP)

Indeks Keanekaragaman (H') Jumlah Jenis

Cover crop 22.39 110.68 1.43 35

Pertanaman bermikoriza 18.29 101.36 2.10 43

Pertanaman tanpa mikoriza 4.75 36.85 0.30 23

Tanpa pertanaman 8.67 51.11 0.64 32

Hasil identifikasi kehadiran tumbuhan alami di lahan bekas pada tiap tipe areal di lahan

bekas tambang kapur menunjukkan areal pertanaman cover crop mempunyai densitas jenis

dan indek nilai penting (INP) tertinggi. Sedangkan keanekagaman dan jumlah jenis

tumbuhan alami terbanyak ditunjukkan pada areal pertanaman bermikoriza. Pada areal

pertanaman cover crop memiliki kepadatan individu tertinggi. Hal ini diduga karena pada

areal tersebut tidak ada pohon sehingga belum ada naungan. Pada Tabel 3 menunjukkan

areal cover crop memiliki kepadatan dan nilai penting jenis tumbuhan herba dan rumput

tertinggi dibanding areal lain. Hal ini tentu saja memperkuat dugaan bahwa pada areal ini

belum ada naungan sehingga tumbuhan herba dan rumput yang merupakan jenis-jenis

tumbuhan pioneer awal mampu tumbuh dengan baik. Tumbuhan pioneer pada umumnya

merupakan tumbuhan intoleran atau membutuhkan cahaya penuh untuk perkembangannya.

Namun demikian, apabila ditinjau dari keanekaragaman jenisnya, justru areal

pertanaman bermikoriza memiliki keanekargaman jenis yang lebih tinggi dibanding areal

lainnya baik pada tumbuhan tingkat herba, rumput, paku-pakuan, semak dan pohon (Tabel

4).

17

Tabel 4. Densitas, nilai penting, indeks keanekaragaman dan jumlah jenis tumbuhan alami yang mengolonisasi lahan bekas tambang kapur berdasarkan tipe habitusnya pada kondisi areal yang berbeda

Habitus Areal Densitas (K)

Indek Nilai Penting (INP)

Indeks Keanekaragaman (H') Jumlah jenis

Herba Cover crop 29.83 71.44 0.93 17

Pertanaman bermikoriza 28.82 66.43 0.97 21

Pertanaman tanpa mikoriza 7.40 20.95 0.17 11

Tanpa pertanaman 10.05 29.10 0.30 15

paku-pakuan Cover crop 0.58 0.54 0.01 1

Pertanaman bermikoriza 6.27 1.43 0.20 1

Pertanaman tanpa mikoriza - - - -

Tanpa pertanaman 0.15 0.73 0.01 1

Pohon Cover crop 0.50 2.13 0.02 6

Pertanaman bermikoriza 0.52 2.26 0.03 7

Pertanaman tanpa mikoriza- 0.36 2.17 0.01 6

Tanpa pertanaman 0.71 1.62 0.02 6

Rumput Cover crop 24.88 26 0.33 9

Pertanaman bermikoriza 12.57 21.68 0.55 12

Pertanaman tanpa mikoriza 1.45 6.08 0.02 4

Tanpa pertanaman 7.58 8.88 0.08 7

Semak

Cover crop 9.83 9.68 0.13 2

Pertanaman bermikoriza 3.57 5.81 0.09 2

Pertanaman tanpa mikoriza- 4.9 8.38 0.34 2

Tanpa pertanaman 14.97 10.07 0.22 3

Menurut Setiyadi (2004), salah satu indikasi terjadinya pemulihan lahan adalah terjadinya

rekolonisasi jenis-jenis lokal. Selanjutnya Hazarika et al. (2006) menyatakan

keanekaragaman jenis tumbuhan secara alami semakin meningkat pada lahan bekas

tambang batubara yang semakin tua umurnya atau telah mengalami suksesi lebih lanjut.

Dengan demikian keanekaragaman jenis tumbuhan dapat dijadikan sebagai salah satu

indikator laju kecepatan suksesi alami sehingga lahan segera mengalami pemulihan.

Menurut Wang et al. (2006), keanekaragaman jenis semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya tahapan suksesi alami yang terjadi pada suatu komunitas. Dengan demikian

meningkatnya keanekaragaman jenis tumbuhan menunjukkan kecepatan suksesi alami yang

terjadi sehingga segera terjadi pemulihan lahan. Pada Tabel 3, 4, dan 5 menunjukkan

keanekaragaman dan jumlah jenis pada areal pertanaman bermikoriza lebih tinggi dibanding

18

areal lain. Hal ini menunjukkan adanya pertanaman dan inokulasi mikoriza memfasilitasi

kolonisasi tumbuhan alami sehingga diduga akan mempercepat proses suksesi alami.

Tabel 5. Jenis tumbuhan alami yang hadir pada setiap tipe areal di lahan bekas tambang

kapur bedasarkan tipe habitusnya Habitus Jenis Tipe Areal

Cover crop

Pertanaman bermikoriza

Pertanaman tanpa mikoriza

Tanpa pertanaman

Paku-pakuan Pteris vigata √ √ - √ Rumput Botrichloa ischaemum √ √ Cynodon dactylon (L) Pers. √ Digitaria ischaeum √ √ √ Digitaria sangunialis √ Eragrostis amabilis (L) √ √ Fimbristylis legumosa √ √ Fimbristylis littoralis √ Ischaemum sp. √ √ √ √ Ischaemum timorense √ Imperata cylindrical √ √ √ Panicum repens L. √ Paspalum schrobiculatum L. √ √ Setaria sp. √ √ Sporobolus barterianus Trin. √ √ Zoysia matrella (L) Merr. √ √ √ √ Herba Acanthaceae √ √ √ Aecynomene Americana L. √ √ √ √ Alicarpus numalacifolius √ √ √ √ Arisaema filiforme BI √ Borreian leavis (Lamk) Griseb √ √ √ √ Borreria capitata Ruis&Pay DC. √ √ Centella sp. √ √ √ √ Centrosema pubescen √ v √ Clinacanthus sp. √ √ Desmodium trifolium √ √ √ √ Euphorbia hirta √ √ √ Lindenia crustacean √ √ Lindernia sp. √ Mimmosa pudica √ √ √ Ocinum americanum L. √ Phyllantus urinaria L. √ √ √ √ Pueraria javanica √ √ √ Sida sp. √ √ √ √ Spigella anthemia L. √ √ √ √ Stachytarpeta indica L. (Vahl) √ √ √ √ Tridax procumbens √ √ √ Zanobia sp. √ √ Semak Eupatorium odoratum √ √ √ √ Lantana camara √ √ √ √ Kleinhopia sp. √ Pohon Acacia auriculiformis √ √ √ Acacia vilosa Wild. √ Adenathera √ √

19

Ficus hispida L.f √ √ Ficus racemosa Linn. √ √ √ √ Ficus variegate BI √ Leucena leucochephala √ √ √ √ Muntingia calabura √ Psidium guajava √ Semecarpus √ Sesbania serciea √ √ √ Vitex cofassus Reinw. √ Asosiasi FMA pada akar pertanaman di areal pertanaman bermikoriza

mempengaruhi ketersediaan hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetasi. Pada Tabel

6 menunjukkan kualitas kimia dan fisika tanah di areal pertanaman bermikoriza lebih baik

dibanding areal lainnya. Perbaikan kualitas tanah pada areal pertanaman bermikoriza diduga

memacu kolonisasi tumbuhan alami sehingga akan mempercepat suksesi alami.

B. Analisis Kualitas Tapak (Biologi, Fisik Dan Kimia)

Efek katalitik introduksi pertanaman awal dan inokulasi FMA juga diidentifikasi

berdasarkan kondisi tapak yang terbentuk yaitu kualitas tanah baik secara kimia, fisik dan

biologi. Pada Tabel 6. Disajikan kualitas kimia dan fisika tanah lahan bekas tambang kapur

pada berbagai tipe areal.

Tabel 6. Kulaitas kimia dan fisika tanah lahan bekas tambang kapur pada beberapa tipe areal

Peubah tanah Areal Tanpa

Pertanaman Harkat Pertanaman

tanpa mikoriza Harkat Pertanaman

bermikoriza Harkat

pH 8.2 Agak alkalis 8.05 Agak alkalis 7.9 Agak alkalis C (%) 2.04 Rendah 2.13 Sedang 2.34 Sedang N (%) 0.18 Rendah 0.23 Sedang 0.23 Sedang K (cmol) 0.23 Sedang 0.27 Sedang 0.21 Sedang P (ppm) 20.5 Rendah 22.7 Rendah 23.61 Rendah Bulk Density (BD)

1.38 - 1.34 - 1.24 -

Indeks Kestabilan Agregat (IKA)

66.19 Mantap 81.44 Mantap 89.78 Sangat mantap

Pada areal pertanaman bermikoriza menunjukkan terjadi perbaikan sifat kimia dan fisika

tanah yang lebih baik dibanding areal lainnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin

menurunnya pH dan kepadatan tanah (bulk density) dan semakin meningkatnya kandungan

hara N, P dan K serta kestabilan agregatnya. Pada Table 6, menunjukkan kadar unsur hara

N mengalami perubahan harkat yaitu dari rendah menjadi sedang. Pertanaman awal

menambah sumbangan bahan organik ke tanah sehingga berpengaruh pada ketersediaan

unsur hara. Terlebih lagi dengan inokulasi FMA yang meningkatkan pertumbuhan tanaman,

20

sehingga menghasilkan biomassa yang lebih banyak. Hal tersebut diitunjukkan oleh kadar

total C organik yang lebih tinggi pada areal pertanaman bermikoriza (Tabel 6.). Banyaknya

biomassa akan menyumbangkan bahan organik yang lebih banyak pula. Nadporozhskaya

(2006) menyatakan akulmulasi karbon dalam bahan organik memacu proses pembentukan

tanah pada semua ekosistem hutan. Pada akhirnya kandungan unsur hara tersedia juga

meningkat dan kualitas tanahpun ikut meningkat.

Menurut Cardoso dan Kuyper (2006), salah satu potensi FMA adalah memperbaiki

kualitas kimia tanah melalui peningkatan penyerapan hara. Disamping itu FMA diduga

mempunyai potensi dalam ketersediaan unsur hara tertentu seperti P, N dan K. Baik fungi

ektomikoriza dan FMA mampu menghasilkan fosfatase dan aktivitas fosfatase fungi mikoriza

bermanfaat pada tanah yang mengandung P organik tinggi, terutama bila ada kontak antara

hifa dan bahan organik sehingga meningkatkan ketersediaan P (Haselwandter dan Bowen,

1996). Raiesi dan Ghollarata (2006) menyatakan aktivitas enzim fosfatase di tanah

calcareous (kapur) terlihat dengan adanya inokulasi FMA tetapi tidak terlihat pada

pemberian/pemupukan P, yang menunjukkan bahwa FMA mempunyai kontribusi terhadap

ketersediaan unsur P bagi pertumbuhan tanaman.

Asosiasi mikoriza dapat meningkatkan penyerapan dan suplai elemen makro yang

lain yaitu N dan K (Cardoso dan Kuyper,2006), sedang menurut Veresoglou et al (2012) FMA

mempengaruhi proses siklus N dalam tanah. Hifa mikoriza mempunyai ukuran lebih kecil

dibanding akar sehingga mempunyai kemampuan menembus material organik yang

terdekomposisi dan memineralisasi N dari senyawa organik N sederhana sehingga dapat

memperpendek berlangsungnya siklus N (Orcutt dan Nielsen, 2000; Cardoso dan Kuyper,

2006). Sedangkan peningkatan konsentrasi K merupakan konsekuensi dari peningkatan

ketersediaan P karena adanya asosiasi mikoriza. (Bressan et al. dan Liu et al dalam Cardoso

dan Kuyper, 2006). Hal tersebut mengindikasikan bahwa bahwa introduksi pertanaman pada

lahan bekas tambang kapur menggunakan tanaman bermikoriza akan memacu dalam

perbaikan kualitas kimia tanah, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.

Selain perbaikan kualitas kimia tanah, introduksi pertanaman bermikoriza juga

memperbaiki kualitas fisik tanah. Hal tersebut ditunjukkan dengan menurunnya kepadatan

tanah (Bulk density) dan meningkatnya agregat tanah (Tabel 6). Fungu Mikoriza Arbuskula

(FMA) mempunyai struktur yang pertumbuhannya keluar dari akar tanaman. Struktur

tersebut adalah hifa eksternal. Pertumbuhan hifa eksternal fungi mikoriza ke dalam tanah

mampu mengikat partikel-partikel tanah membentuk mikroagregat. Selanjutnya

mikroagregat-mikroagregat tersebut oleh ikatan hifa eksternal dan akar dibentuk menjadi

makroagregat. Dengan terbentuknya agregat tanah maka tanah yang kompak (didominasi

21

lempung) menjadi berkurang berat volumenya karena meningkatnya porositas tanah. Fungi

mikoriza arbuskula (FMA) juga menghasilkan dan mengeluarkan substansi kimia berupa

protein-karbohidrat yang disebut dengan glomalin. Wujud glomalin adalah seperti lem

sehingga seperti halnya hifa eksternal, glomalin mempunyai peran penting dalam agregasi

tanah untuk meningkatkan stabilitas agregat tanah. Glomalin mempunyai kemampuan

bertahan dalam tanah lebih lama dibanding hifa eksternal. Dengan demikian mempunyai

peran lebih besar dalam agregasi tanah atau stabilisasinya. (Mosse dan Hayman, 1980;

Haselwandter dan Bowen, 1996; Smith dan Read, 2008; Cardoso dan Kuyper, 2006).

Tabel 7. Kualitas biologi tanah (Fungi Mikoriza Arbuskula dan Mesofauna tanah) di lahan bekas tambang kapur pada beberapa tipe areal

Areal Mesofauna Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Jumlah individu Jumlah jenis Jumlah spora Jumlah jenis Cover crop 56 13 1497 11 Pertanaman tanpa mikoriza

25 5 316 10

Pertanaman bermikoriza 130 15 1648 13 Tanpa pertanaman 82 9 632 13

Disamping memperbaiki kualitas kimia dan fisika tanah, introduksi pertanaman

bermikoriza di lahan bekas tambang kapur juga memperbaiki kualitas biologi. Berdasarkan

parameter kualitas biologi tanah yang diukur dari populasi mesofauna tanah dan FMA

menunjukkan areal pertanaman bermikoriza mempunyai jumlah populasi dan jenis yang

lebih tinggi dibanding areal lain tanah (Tabel 7 dan 8). Hal ini mengindikasikan, introduksi

pertanaman dan FMA menghasilkan efek katalitik yang lebih cepat sehingga proses

pemulihan lahan juga lebih baik.

Introduksi pertanaman awal berupa penanaman cover crop dan dilanjutkan,

penanaman tanaman pioneer S. sericea dan selanjutnya penanaman V cofassus akan

memperluas daerah rhizosfer atau tempat hidup mikroorganisme. Rhizosfer merupakan

daerah sekitar perakaran tanaman dan kaya senyawa organik diantaranya adalah eksudat

akar. Kandungan eksudat akar diantarnya adalah gula, asam amino, asam organik, asam

lemak, sterol, flavonoid dan sebagainya (Uren,2001) Senyawa-senyawa tersebut menstimulir

pertumbuhan mikroorganisme tanah sehingga populasinya sangat tinggi di daerah rhizosfer.

Akar tanaman dapat memelihara komunitas mikrobial, karena eksudasi asam organik dan

enzim pada daerah rhizosfer (Gobran et al, 1998). Dengan bertambahnya jumlah dan jenis

tumbuhan yang tumbuh di lahan bekas tambang kapur, serta umur tumbuhan tersebut

maka kepadatan dan daerah jelajah akar meningkat sehingga semakin memperluas daerah

rhizosfer. Terlebih lagi apabila tumbuhan tersebut berasosiasi dengan fungi mikoriza, maka

daerah rhizosfernyapun menjadi lebih luas. Orcutt dan Nielsen (2000) menyatakan, hifa FMA

22

mampu meningkatkan luas permukaan akar lebih dari 1.800 %. Selanjutnya Hodge et al.

(2000) menyatakan inokulasi FMA meningkatkan produksi akar. Semakin banyaknya akar

yang diproduksi maka jumlah akar semakin banyak dan daerah rhizosfer juga semakin luas.

Semakin luasnya daerah rhizosfer maka memperluas pula tempat hidup dan meningkatkan

sumber makanan mikroorgnisme, sehingga populasinya juga meningkat (Tabel 7 dan 8).

Tabel 8. Jenis Mesofauna dan FMA yang ditemukan di lahan bekas tambang kapur pada beberapa tipe areal

JENIS MESOFAUNA Areal

Cover Crop

Pertanaman tanpa Mikoriza

Pertanaman bermikoriza

Tanpa pertanaman

Acari √ Bolbornya symporonya √ √ √ √ Cardiophorus sp. √ √ √ Creophilus maxillosus √ Dendroctonus pseudotsugae √ Hymenoptera √ Iridomyrmex anceps √ √ √ Labia minor √ Lathrobium angular √ √ √ Lobiopa sp. √ Lobopelta ocellifera √ Microtermes sp. √ Pheidole synthiesi √ √ Poecilogonalos costalis √ Phyllophaga rugosa √ Polyrhachis hauxwelli √ √ √ Salticidae √ √ √ Sciaridae √ Staphylinidae √ Stomoxys calcitrans √ Tetranychus canadensis √ √ Trimiomelba dubia √

Trogoxylon parallelopipedum √ √

JENIS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA)

Acaulospora sp.1 √ √ √ Acaulospora sp.2 √ √ √ √ Acaulospora sp.3 √ √ Acaulospora sp.4 √ Acaulospora sp.5 √ √ √ √ Acaulospora sp.6 √ √ √ √ Acaulospora sp.7 √ Gigaspora sp.1 √ √ √ Gigaspora sp.2 √

23

Glomus sp.1 √

Glomus sp.2 √

Glomus sp.3 √ √ √ √ Glomus sp.4 √ √ √ √ Glomus sp.5 √ √ √ √ Glomus sp.6 √ √ √ Glomus sp.7 √ √ √ √

Introduksi pertanaman (revegetasi) yang dilakukan di lahan bekas tambang kapur

diharapkan dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Banyaknya bahan organik

dapat menurunkan suhu tanah dan meningkatkan kelembaban tanah. Selain itu bahan

organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Chenga dan

Baumgartner (2006) menyatakan, akar tumbuhan bermikoriza mempunyai peran dominan

dalam penyerapan unsur hara dari bahan organik tanaman cover crop yang terdekomposisi

dan hifa dari FMA mempunyai peran lebih penting dalam memelihara komunitas mikrobial

tanah yang berkaitan dengan siklus hara.

Berdasarkan kualitas kimia, fisik dan biologi tanahnya, areal pertanaman bermikoriza

menunjukkan perubahan kualitas tanah yang lebih baik dibanding areal lainnya. Dengan

demikian perkembangan tapak di lahan bekas tambang kapur juga terpacu sehingga tapak

yang terbentuk mampu memfasilitasi kolonisasi dan pertumbuhan tumbuhan di lahan bekas

tambang kapur. Pada akhirnya diharapkan proses suksesipun dapat dipercepat.

C. Perkembangan Tanaman sere lanjut

Perkembangan tanaman sere lanjut diamati melalui pertumbuhan jenis tanaman

pulai dan jati pada areal bermikoriza, tanpa mikoriza dan referensi. Pertumbuhan tanaman

pulai (A. scholaris) dan jati (T. grnadis) di lahan bekas tambang kapur pada tipe areal yang

berbeda tersaji pada Tabel 9 dan 10.

Tabel 9. Pertumbuhan Tinggi dan Diameter Tanaman Pulai (A. scholaris ) pada umur 3, 6

dan 9 bulan di lapangan Areal Pertambahan Tinggi (cm) Pertambahan diameter (mm)

3 bln 6 bln 9 bln 3 bln 6 bln 9 bln Referensi 7,81a 10,55a 17.02a 1,32a 2,05a 3,23a Pertanaman tanpa mikoriza 7,3a 10,97a 17.58a 1,43a 2,12a 3,24a Pertanaman bermikoriza 9,67a 11,39a 18.31ab 1,6a 2,48a 3,88ab

24

Tabel 10. Pertumbuhan Tinggi dan Diameter Tanaman Jati (T. grnadis) pada umur 3, 6 dan 9 bulan di lapangan

Areal Pertambahan Tinggi (cm) Pertambahan diameter (mm) 3 bln 6 bln 9 bln 3 bln 6 bln 9 bln

Referensi 2,92a 7,20a 12,30a 1,63a 2,96a 4,20a Pertanaman tanpa mikoriza 3,42a 7,66a 12,55a 1,60a 2,97a 4,15a Pertanaman bermikoriza 3,61a 7,86a 13,17a 1,72a 3,10a 4,26a

Tanaman pulai dan jati yang ditanam tidak diinokulasi FMA. Hal tersebut bertujuan untuk

mengetahui apakah introduksi FMA pada pertanaman awal bisa menjadi sumber propagul

atau inokulan bagi komunitas selanjutnya. Pertumbuhan tanaman pulai dan jati pada lahan

bekas tambang kapur menunjukkan pertambahan tinggi dan diameter yang lebih baik pada

areal tanaman bermikoriza dibanding pada areal referensi dan pertanaman tanpa mikoriza.

Hal ini menunjukkan ada efek katalitik introduksi pertanaman dan FMA terhadap

pertumbuhan tanaman sere lanjut walaupun tidak berbeda nyata.

Puschel et al. (2007) menyatakan hifa ekstra radikal FMA yang tumbuh dari akar

tanaman bermikoriza di lahan bekas tambang batubara mampu mengolonisasi akar tanaman

lain yang tidak diinokulasi FMA, bahkan apabila tanaman lain tersebut merupakan golongan

tanaman non mycotrophic . Dengan demikian kehadiran FMA mempengaruhi koeksistensi

tumbuhan dominan, struktur komunitas dan kemajuan suksesi tanaman. Pada Tabel 9 dan

10 menunjukkan tanaman pulai dan jati yang tidak diinokulasi FMA mempunyai respon

pertumbuhan yang lebih baik pada areal pertanaman bermikoriza dibanding areal lain. Hal

tersebut diduga karena adanya pengaruh FMA yang diinokulasi pada pertanaman awal. Hifa

ekstra radikal FMA yang tumbuh dari akar pertanaman awal diduga menjadi sumber

inokulan bagi tanaman yang tumbuh di sekitar pertanaman awal.

IV. KESIMPULAN 1. Inokulasi FMA pada tanaman V. cofassus di lahan bekas tambang kapur meningkatkan

pertumbuhan tanaman umur 36 bulan, dimana Inokulasi dengan Gigaspora sp.

menunjukkan respon pertumbuhan diameter dan tinggi terbaik, sedangkan inokulasi

dengan FMA Mix (campuran Gigaspora dan Acaulospora) menunjukkan respon biomassa

daun, kadar P daun dan tingkat kolonisasi FMA terbaik.

2. Pertanaman dan introduksi mikoriza memberikan efek katalitik terhadap percepatan

suksesi alam di lahan tambang kapur, yang ditunjukkan melalui keanekaragaman

tumbuhan alami yang lebih tinggi, meningkatnya kualitas tapak secara fisik, kimia dan

biologi, dan pertumbuhan tanaman sere lanjut yang lebih baik.

25

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Laporan Studi Evaluasi Lingkungan Pabrik Semen Tonasa. Ujung Pandang. PT. Semen Tonasa (tidak dipublikasikan).

Bowen, G,D dan S.E Smith. 1981. The Effects of Mycorrhizas on Nitrogen Uptake by Plants. In F.E Clarks and T. Rosswall (Ed.). Terresterial Nitrogen Cycles. Processes, Ecosystem Strategies and Management Impacts. Swedish National Science Research Council, Stockholm. Ecol. Bull

Cardoso, I.M dan T.W. Kuyper.2006. Mycorrhizas and Tropical Soil Fertility. Journal of

Agriculture Ecosystem and Management. 116: 72 – 84 Chenga. X, K. Baumgartner. 2006. Effects of mycorrhizal roots and extraradical hyphae on

15N uptake from vineyard cover crop litter and the soil microbial community. Soil Biology & Biochemistry 38. pp: 2665 – 2675

Ervayenri. 2005. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Tanaman Indigenous

untuk Revegetasi Lahan Tercemar Minyak Bumi. Disertasi. Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan).

Gaspersz, V. (1991). Metode Perancangan Percobaan. Bandung: CV. Armico. Gobran,R., S. Clegg and F. Courchesne. 1998. Rhizospheric Processes Influencing the

Biogeochemistry of Forest Ecosystems. Biogeochemistry. Vol. 42. pp 107-120 Haselwandter, K dan G.D. Bowen. 1996. Mycorrhizal Relation in Trees for Agroforestry and

Land Rehabilitation :Review Paper. Journal of Forest Ecology and Management. 81: 1 – 17.

Hodge, D. Robinson and A. H. Fitter. 2000. An Arbuscular Mycorrhizal Inoculum Enhances

Root Proliferation in, but not NitrogenCapture from, Nutrient-Rich Patches in Soil. New Phytologist, Vol. 145, No. 3, pp: 575-584

Hazarika, P., N.C. Talukdar, dan Y.P. Singh. 2006. Natrual Colonization of Plant Species on

Coal Mine Spoils at Tikak Colliery, Assam. Tropical Ecology 47 (1): 37 – 46 Kimmin, J.P. 1997. Forest Ecology. Prentice – Hall, Inc. New Jersey. Mosse, B dan D.S. Hayman. 1980. Mycorrhizal in Agricultural Plants. dalam: Tropical

Mycorrhiza Research. Ed. Mikola.P. Clarendon Press Oxford. New York. 211 – 226. Nadporozhskaya, M.A.,G.M.J. Mohrenb, O.G. Chertov, A.S. Komarov, and A.V. Mikhailov.

2006. Dynamics of soil organic matter in primary and secondary forest succession on sandy soils in The Netherlands: An application of the ROMUL model, Ecological Modelling Vol. 190. pp 399–418

Orwa C, Mutua A , Kindt R , Jamnadass R, Simons A. 2009. Agroforestree Database:a tree

reference and selection guide. version 4.0 http://www.worldagroforestry.org/af/treedb/). Tanggal akses 15 januari 2013

26

Orcutt, D.M dan E.T. Nielsen. 2000. Physiology of Plants Under Stress: Biotic Factor. John

wiley & Sons, Inc. Canada. Pfleger, F.L., E.L. Stewart dan R.K. Noyd. 1994. Role VAM Fungi in Mine Land Revegetation.

dalam: Pfleger, F.L dan R.G. Linderman. Penyunting. Mycorrhizae and Plant Health. The American Phytopatological Society. Minnesota.

Pinton, R., Z. Varanini, dan P. Naunipieri. 2001. The Rhizosphere: Biochemistry Organic

Subtance at The Soil – Plant Interface. Marcel Dekker. Inc. New York. Puschel, D., J. Rydlova dan M. Vosatka. 2007. Mycorrhiza Influence Plant Community

Structure in Succession on Spoil Bank. Basic And Applied Ecology. 8: 510 – 520. Raiesi, F_dan M. Ghollarata. 2006. Interactions between phosphorus availability and an AM

fungus (Glomus intraradices) and their effects on soil microbial respiration, biomass and enzyme activities in a calcareous soil. Pedobiologia 50, pp: 413—425

Smith. S.E dan D.J. Read. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Academic Press. Setyaningsih, L. 2007. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Kompos Aktif Untuk

Meningkatkan Pertumbuhan Semai Mindi (Melia azerdarach Linn.) pada Media Tailing Tambang Emas Pongkor. Tesis. Institut Pertanian Bogor. (tidak dipublikasi).

Straker, C.J., I.M Weierbye dan E.T.F Withowski. 2007. Arbuscular Mycorrhiza Status of Gold and Uranium Tailings and Surrounding of South Africa’s Deep Level Gold Mines: Roots Colonization and Spores Levels. South African Journal of Botany. 73: 218 – 225.

Uren, N.C., 2001 Types, Amount, and Possible Function of Compounds Released into Rhizosphere by Soil-Grown Plants. In Rhizosphere: Biochemistry and Organic Subtances at The Soil-Plant Interface. Editor: R. Pinton, Z. Varanini and P. Nannipieri. Marcel Dekker, Inc. New York. pp: 19-40.

Veresoglou, S.D., B. Chen, and M.C. Rillig. 2012. Arbuscular Mycorrhiza and Soil Nitrogen

Cycling. Soil Biology & Biochemistry 46, pp: 53 – 62 Weissenhorn, I., C dan Levyal, J. Berthelin. 1995. Bioavailability of Heavymetals and

Abudance of Arbuscular Mycorrhizal (AM) in Soil Polluted by Atmospheric Deposition from a Smelter. Bio. Fertil. Soil. 19: 22 – 28.

Wang, F.Y., X.G Lin dan R.Yin. 2007. Inoculation with Arbucular Mycorrhizal Fungus

Acaulospora mellea Decrease Cu Phytoextraction by Maize from Cu-Contamined Soil. Journal of Pedobiologia. 51: 99 – 109.

Wang, D.P, S.Y.Ji, F.P. Chen, F.W.Xing dan S.L. Peng. Diversity and Relationship with

Succession of Naturally regenerated Southhern Subtropical Forest in Shenzhen, China and Its Comparison with The Zonal Climax of Hong Kong. Forest Ecology and Management 222 (2006). 384 - 390

27

Lampiran 1: Pengukuran Tanaman V. cofassus (bitti)

Lampiran 2: Pengambilan sampel tanah

28

Lampiran 3. Sampling vegetasi alami di lahan bekas tambang kapur

Lampiran 4. Pengukuran pertumbuhan jenis tanaman sere lanjut (Pulai)