Proposal Penelitaian Indra Paling

57
Proposal Penelitaian PERBEDAAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BAYI YANG DI BERIKAN ASI EKSLUSIF DENGAN BAYI YANG DI BERIKAN SUSU FORMULA DISUSUN OLEH: INDRA RIZAL RASYID 10542 0210 10 PEMBIMBING dr. NELLY,M.Kes FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

description

gfgfjy

Transcript of Proposal Penelitaian Indra Paling

Page 1: Proposal Penelitaian Indra Paling

Proposal Penelitaian

PERBEDAAN FREKUENSI KEJADIAN DIARE PADA BAYI YANG DI BERIKAN ASI EKSLUSIF DENGAN BAYI YANG DI

BERIKAN SUSU FORMULA

DISUSUN OLEH:

INDRA RIZAL RASYID

10542 0210 10

PEMBIMBING

dr. NELLY,M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2013

Page 2: Proposal Penelitaian Indra Paling

BAB I

P E N DA H U L U A N

1.1 Latar Belakang

Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2000-2003, penyakit

diare merupakan penyebab kematian dengan urutan kedua tertinggi di dunia pada bayi

dengan Proportioanal Mortality Rate 17% dan 19%. Pada tahun yang sama, diare di Asia

Tenggara juga menempati urutan nomor tiga penyebab kematian pada bayi dengan

Proportioanal Mortality Rate sebesar 18% (Iswari,2011)

Menurut United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF),

penyakit diare merupakan penyebab kematian utama. Dari 9 juta kematian pada bayi per

tahunnya di dunia, lebih dari 2 juta di antaranya meninggal akibat penyakit diare. Data

World Health Organization (WHO) Statistics menunjukkan bahwa lebih dari 70%

kematian bayi disebabkan oleh penyakit infeksi seperti diare, pneumonia, campak, malaria

dan malnutrisi. World Health Organization (WHO) juga melaporkan lebih dari 50% kasus

diare berada di Asia Tenggara, Afrika dan tiga per empat kasus diare pada bayi berada di

15 negara berkembang termasuk di dalamnya indonesia yang menduduki urutan ke-6

dengan jumlah 6 juta kasus diare (Iswari,2011 )

Berdasarkan data laporan Survei Terpadu Penyakit (STP) dan Rumah Sakit (RS)

secara keseluruhan angka kejadian diare selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2002

sampai tahun 2006 cenderung berfluktuasi dari 6,7 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 9,6

per 1000 pada tahun 2006 ( angka kejadian bervariasi antara 4,5- 25,7 per 1000). Dari

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyakit diare menduduki urutan ke

dua dari penyakit infeksi dengan angka morbiditas sebesar 4,0% dan mortalitas 3,8%.

Dilaporkan pula bahwa penyakit diare menempati urutan tertinggi penyebab kematian

(9,4%) dari seluruh kematian bayi (Agtini, 2011).

Page 3: Proposal Penelitaian Indra Paling

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang P2P Dinas Kesehatan kota Makassar

tahun 2007, jumlah penderita diare sebanyak 52.278 orang dan 14.493 atau sebesar 28% di

antaranya adalah bayi. Secara keseluruhan dilaporkan 10 penderita diare meninggal dunia

(Anonim, 2007).

Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan

dan elektrolit melalui tinja. Dehidrasi akan menyebabkan keadaan lemas pada bayi. Hal ini

di sebabkan karena asupan cairan yang masuk tidak seimbang dengan pengeluaran melalui

muntah dan berak. Banyak orang menganggap bahwa pengeluaran cairan seperti ini adalah

hal biasa dalam diare. Namun akibatnya sangat membahayakan keadaan bayi bila kejadian

ini terjadi secara terus menerus. Kehilangan cairan tubuh 10% saja sudah membahayakan

jiwa. Berdasarkan presentase kehilangan cairan tubuh, dehidrasi di bagi menjadi tiga

macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat. Dehidrasi ringan jika

jumlah cairan tubuh yang hilang adalah 5%,dehidrasi sedang jika cairan tubuh yang keluar

adalah 6%-9%. Jika cairan tubuh yang hilang adalah 10% ke atas maka dehidrasi tersebut

sudah di golongkan menjadi dehidrasi berat (Permata,2012 )

Kejadian diare yang terjadi pada bayi juga mempunyai hubungan yang erat dengan

pemberian makanan pada bayi tersebut. Pemberian makanan yang di maksud adalah

pemberian Air Susu Ibu secara ekslusif dan pemberian susu formula. Menurut Roesli

(2000) 80% bayi di Indonesia tidak lagi menyusu sejak 24 jam pertama sejak mereka lahir,

dimana seharusnya ibu memberikan ASI yang merupakan makanan utama yang sangat

diperlukan bayi. Berdasarkan hasil penelitian UNICEF di Indonesia setelah krisis ekonomi

dilaporkan bahwa hanya 14% bayi yang disusui dalam 12 jam setelah kelahiran. UNICEF

juga mencatat penurunan yang tajam dalam menyusui berdasarkan tingkat umur dari

pengamatannya diketahui bahwa 63% disusui hanya pada bulan pertama, 45% bulan

kedua, 30% bulan ketiga, 19% bulan keempat, 12% bulan kelima dan hanya 6% pada

Page 4: Proposal Penelitaian Indra Paling

bulan keenam bahkan lebih dari 200.000 bayi atau 5% dari populasi bayi di Indonesia saat

itu tidak disusui sama sekali.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan pemberian ASI

di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, persentase bayi yang menyusu eksklusif

sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 persen. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam

mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah. Padahal kandungan ASI kaya

akan kolostrum, karotenoid dan selenium sehingga ASI berperan dalam sistem pertahanan

tubuh bayi untuk mencegah berbagai penyakit (Anonim, 2010)

Adanya penurunan presentase pemberian ASI menyebabkan peningkatan angka

morbiditas seperti diare dan penyakit infeksi yang lainnya. Hal ini dapat di lihat dari

penelitian yang telah di lakukan oleh Winda Wijayanti dengan judul penelitian “ Hubungan

antara pemberian ASI ekslusif dengan angka kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan di

puskesmas gilingan kecamatan banjarsari Surakarta pada tahun 2010”. Dari hasil penelitian

di peroleh angka kejadian diare pada bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif lebih

besar dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif.

Latar belakang yang ada dan disertai dengan penelitian yang telah di lakukan oleh

peneliti terdahulu, maka saya sebagai peneliti sekarang merasa perlu melakukan penelitian

untuk mengetahui “Adanya perbedaan frekuensi kejadian diare pada bayi yang diberikan

ASI eksklusif dengan bayi yang diberikan susu formula” khususnya di wilayah Makassar.

1.2. Rumusan Masalah

“Apakah terdapat perbedaan frekuensi kejadian diare pada bayi yang diberikan ASI

eksklusif dengan bayi yang diberikan susu formula”.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Berapakah jumlah Frekuensi kejadian diare pada bayi dengan riwayat pemberian ASI

ekslusif ?

Page 5: Proposal Penelitaian Indra Paling

2. Berapakah jumlah Frekuensi kejadian diare pada bayi dengan riwayat pemberian ASI

susu formula ?

3. Apakah terdapat perbedaan antara kejadian diare pada bayi yang di berikan ASI ekslusif

dengan bayi yang di berikan susu formula ?

1.4.Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui adanya perbedaan frekuensi

kejadian diare pada bayi yang diberikan ASI eksklusif dengan bayi yang diberikan susu

formula.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jumlah bayi yang mengalami diare dengan riwayat pemberian ASI

ekslusif

2. Untuk mengetahui jumlah bayi yang mengalami diare dengan riwayat pemberian susu

formula

3. Untuk mengetahui adanya perbedaan frekuensi kejadian diare pada bayi yang di

berikan ASI ekslusif dengan bayi yang di berikan susu formula.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi dan

bahan pertimbangan dalam mengatasi kejadian diare pada bayi yang semakin

meningkat

2. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan di

bidang kesehatan dan merupakan bahan acuan bagi penelitian selanjutnya demi

perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

Page 6: Proposal Penelitaian Indra Paling

3. Manfaat bagi Peneliti

Dengan penelitian ini maka dapat di jadikan sebagai pengalaman langsung dalam

melakukan penelitian dan dapat menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh selama

perkuliahan.

Page 7: Proposal Penelitaian Indra Paling

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diare

2.1.1. Pengertian diare

Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih

dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),

dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007).

Menurut WHO (2008), diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau lebih

dalam sehari semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua yaitu

diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono, 2008).

Menurut Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, diare adalah meningkatnya frekuensi

buang air besar dan konsistensi feses cair. Secara praktis dikatakan diare bila

frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi cair. Diare

dapat digolongkan diare akut atau bila telah berlangsung lebih dari 2 minggu

dikategorikan sebagai diare kronik.

2.1.2. Klasifikasi diare

Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang

dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan

penyebab utama kematian bagi penderita diare.

b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah

anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadinya

komplikasi pada mukosa.

Page 8: Proposal Penelitaian Indra Paling

c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus

menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan

metabolisme.

d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare

persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan

gizi atau penyakit lainnya.

Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi dua yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang

sebelumnya sehat.

b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan

kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare

tersebut.

2.1.3. Etiologi diare

Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi:

a. Infeksi

b. Makanan (makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran

mentah dan kurang matang).

c. Alergi: makanan, susu sapi.

d. Imunodefisiensi.

2.1.4. Gejala diare

Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu:

a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah.

b. Suhu badannya pun meninggi.

c. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.

d. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.

Page 9: Proposal Penelitaian Indra Paling

e. Anus pada bayi lecet.

f. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.

g. Muntah sebelum atau sesudah diare.

h. Dehidrasi.

i. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).

2.1.5. Epidemiologi diare

Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005).

a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal oral

antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak

langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan

penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare antara lain

tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama

kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu

kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan

sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum

makan atau menyuapi anak dan tidak membuang tinja dengan benar.

b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor

pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare

yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak,

immunodefisiensi dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada

golongan bayi.

c. Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit

yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan

pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia.

Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta

Page 10: Proposal Penelitaian Indra Paling

berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula (makanan dan minuman),

maka dapat menimbulkan kejadian diare.

2.1.6. Cara Penularan diare

Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri.

Penularan penyakit diare melalui jalur fecal oral yang terjadi karena:

a. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama

perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.

Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan

yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

b. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau

bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan

kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat

menularkan diare ke orang yang memakannya (Widoyono, 2008). Sedangkan

menurut (Depkes RI, 2005) kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui

fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau

kontak langsung dengan tinja penderita.

2.1.7. Penanggulangan diare

Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare antara lain:

a. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini)

Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita dan

kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan

pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang

diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangkan

pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi

Page 11: Proposal Penelitaian Indra Paling

yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar

Biasa) diare.

b. Penemuan kasus secara aktif

Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare pada

saat KLB di mana sebagian besar penderita berada di masyarakat.

c. Pembentukan pusat rehidrasi

Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan

pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau

rumah sakit.

d. Penyediaan logistik saat KLB

Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat terjadinya

KLB diare.

e. Penyelidikan terjadinya KLB

Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan pengamatan

intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.

f. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB

Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare meliputi

peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.

2.1.8. Pencegahan diare

Menurut Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan

antara lain:

a. Meningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).

b. Penggunaan air bersih yang cukup.

c. Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.

d. Penggunaan jamban yang benar.

Page 12: Proposal Penelitaian Indra Paling

e. Pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan bayi yang benar.

f. Memberikan imunisasi campak

2.2. Air Susu Ibu (ASI)

2.2.1. Pengertian ASI

Air susu ibu (ASI) merupakan makanan alamiah yang terbaik dan dapat

diberikan oleh seorang ibu kepada anak yang dilahirkannya, dimana komposisinya

sesuai untuk pertumbuhan bayi (Pudjiadi, 2005). Pemberian ASI merupakan cara

pemberian makanan alami dan terbaik bagi bayi dan anak bayi dua tahun, baik dalam

situasi normal terlebih dalam situasi darurat. Frekuensi pemberian ASI dianjurkan

setiap 2-3 jam sekali (Depkes, 2006).

Syahmien Moehji mengatakan bahwa ASI merupakan makanan yang mutlak

untuk bayi yaitu pada usia 4-6 bulan pertama kehidupannya. ASI mengandung semua

zat gizi yang diperlukan oleh bayi dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan

bayi. Jika dibandingkan dengan susu sapi, Air Susu Ibu (ASI) mempunyai kelebihan

antara lain mampu mencegah penyakit infeksi, ASI mudah didapat dan tidak perlu

dipersiapkan terlebih dahulu. Melalui ASI dapat dibina kasih sayang, ketenteraman

jiwa bagi bayi yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa bayi.

Dengan demikian ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan mempunyai

kelebihan yang tidak dimiliki oleh susu sapi (Moehji, 2002).

Oleh karena ASI harus diberikan pada bayi, sekalipun produksi ASI pada hari-

hari pertama baru sedikit namun mencukupi kebutuhan bayi.

2.2.2. Komposisi ASI

ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, antara lain zat putih telur,

lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat

kekebalan dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional dan

Page 13: Proposal Penelitaian Indra Paling

seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan

biokimia yang sangat tepat ini bagai suatu simfoni nutrisi bagi pertumbuhan bayi

sehingga tidak mungkin ditiru oleh buatan manusia (Roesli, 2008).

Zat-zat yang terkandung di dalam ASI adalah:

a. Lemak

Lemak merupakan sumber kalori utama dalam ASI dengan kadar yang cukup

tinggi yaitu seberat 50%. Salah satu keunggulan lemak ASI adalah lemak esensial.

b. Protein

Protein adalah bahan baku untuk tumbuh. Kualitas protein sangat penting selama

tahun pertama kehidupan bayi, karena pertumbuhan bayi paling cepat dan

memerlukan ASI yang mengandung gizi untuk bayi.

c. Karbohidrat

Karbohidrat utama (kadar paling tinggi) dalam ASI adalah Laktosa yang

mempertinggi penyerapan kalsium yang dibutuhkan bayi.

d. Garam dan mineral

ASI merupakan susu dengan kadar garam dan mineral yang rendah sehingga tidak

merusak fungsi ginjal bayi. Berikut beberapa mineral yang dapat terdapat dalam

ASI :

1. Zat Besi

Jumlah zat besi dalam ASI termaksud sedikit dan mudah diserap oleh bayi.

2. Seng

Seng diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan imunisasi. Selain itu

juga diperlukan untuk mencegah penyakit kulit dan sistem pencernaan yang

fatal bagi bayi (Resy, 2010)

2.2.3.Pembagian ASI dalam Stadium Laktasi

Page 14: Proposal Penelitaian Indra Paling

Jenis air susu yang dikeluarkan oleh ibu memiliki 3 stadium dan memiliki kandungan

yang berbeda (Saleha, 2009) membagi stadium laktasi sebagai berikut:

1) Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar mammae

yang mengandung jaringan debris dan residual material yang terdapat dalam

alveoli dan duktus dari kelenjar mammae sebelum dan segera sesudah melahirkan

anak. Kolostrum ini berlangsung 3 sampai 4 hari setelah ASI pertama keluar.

Kolostrum mempunyai karakteristik yaitu:

a) Cairan ASI lebih kental dan berwarna lebih kuning dari pada ASI mature.

b) Kolostrum lebih banyak mengandung protein dimana protein umumnya adalah

gamma globulin.

c) Lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan dengan ASI mature dan

dapat memberikan perlindungan pada bayi sampai usia 6 bulan

d) Kadar karbohidrat dan lemaknya lebih rendah dari pada ASI mature

e) Lebih tinggi mengandung mineral terutama sodium dibandingkan ASI mature

PH lebih alkali

f) Kandungan vitamin yang larut lemak lebih banyak dibandingkan ASI mature,

sedangkan vitamin yang larut air dapat lebih tinggi atau lebih rendah

g) Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lecitinin dibandingkan

dengan ASI mature.

h) Volume kolostrum berkisar 150-300 ml/24 jam (Fanny, 2010)

Peran kolostrum sampai hari ke-3 setelah persalinan selain sebagai imunisasi pasif

juga mempunyai fungsi sebagai pencahar untuk mengeluarkan mekonium dari usus

bayi. Oleh karenanya, bayi sering defekasi dan faces berwarna hitam. Proses ini

dapat membersihkan mekonium yang ada dalam sistem pencernaan bayi, tetapi

Page 15: Proposal Penelitaian Indra Paling

kondisi ini sering disalah artikan oleh para ibu. Mereka mengira bayi tidak cocok

untuk mendapatkan asi sehingga ibu takut untuk menyusui dan memberinya susu

buatan (formula). Hal ini tidak akan terjadi bila pihak kesehatan menjelaskan kepada

ibu tentang peran dan fungsi kolostrum yang sangat bermanfaat bagi bayi. Ketika

sistem pencernaan telah bersih, usus bayi siap mencerna ASI (Purwanti, 2004)

2) ASI Peralihan

Air susu ibu (ASI) peralihan merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai

menjadi ASI mature. ASI peralihan berlangsung dari hari ke empat sampai hari ke

sepuluh dari masa laktasi. Beberapa karakteristik ASI peralihan meliputi kadar

protein lebih rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat lebih tinggi

dibandingkan kolostrum serta volume ASI peralihan ini lebih tinggi dibandingkan

dengan kolostrum (Fanny, 2010)

2.2.4. Imunitas Air Susu Ibu

ASI mengandung beberapa komponen antiinflamasi yaitu :

1. Imunoglobulin G.

IgG sudah terbentuk pada kehamilan bulan ketiga, dapat menembus plasenta pada

waktu bayi lahir kadarnya sudah sama dengan kadar IgG ibunya. Fungsi dari pada

IgG ini ialah anti bakteri, anti jamur, anti virus dan anti toksik.

2. Imunoglobulin M.

IgM mulai dibentuk pada kehamilan minggu ke-14 dan mencapai kadar seperti

orang dewasa pada umur 1-2 tahun. Fungsi dari pada IgM ini ialah untuk

aglutinasi.

3. Imunoglobulin A.

IgA sudah dibentuk pula oleh janin tetapi jumlahnya masih sangat sedikit. Ada 2

macam IgA ialah serum (di dalam darah) dan IgA sekresi (berasal dari sel

Page 16: Proposal Penelitaian Indra Paling

mokosa) yang selanjutnya disebut SIgA. IgA serum mencapai kadar seperti pada

orang dewasa pada usia 12 tahun, sedangkan SIgA sudah mencapai puncaknya

pada usia 1 tahun.

4. Imunoglobulin D.

IgD belum banyak diketahui, baik pembentukannya maupun fungsinya.

5. Imunoglobulin E.

IgE belum diketahui tetapi diduga berfungsi seperti anti alergik.

6. Perpindahan Immunoglobulin dari Ibu ke Bayi.

Selain imunoglobulin, ASI juga mengandung zat antivirus dan antibakteri yang

terkandung di dalam kolostrum seperti berikut ini:

1. Lysozyme, tugasnya menghancurkan dinding sel bakteri patogen, sekaligus

melindungi saluran pencernaan bayi.

2. Bifidobakteri, bertugas mengasamkan lambung sehingga bakteri patogen dan

parasit tidak mampu bertahan hidup.

3. Lactoferin, bertugas mengikat zat besi sehingga bakteri patogen yang

membutuhkan zat besi diboikot, tidak mendapatkan suplai zat besi hingga mati.

4. Lactoperoksida, bersama unsur lainnya berperang melawan bakteri

streptococus (yang dapat menimbulkan gejala penyakit paru), Pseudomonas,

dan Escheria coli.

5. Makrofage, berfungsi melindungi kelenjar susu ibu dan saluran pencernaan

bayi (Widjaja, 2008)

2.2.5. Hal-hal yang Dapat Mempengaruhi Kurangnya Pasokan ASI

Ramiah (2006), menuliskan beberapa faktor yang menjadi alasan kurangnya pasokan

ASI sebagai berikut:

1. Faktor penyusuan

Page 17: Proposal Penelitaian Indra Paling

a. Perlekatan yang salah dari bibir bayi ke payudara

b. Memberikan susu botol atau makanan tambahan lainnya

c. Tidak menyusukan secara teratur. Perlu menyusukan setidaknya lima atau

enam kali sehari

d. Tidak menyusukan di malam hari. Hal ini mengurangi pengeluaran prolaktin

dan produksi ASI sebagai akibatnya

e. Menyusukan pada waktu yang lebih singkat ketika sibuk

2. Faktor ibu

a. Faktor internal:

1) Kurangnya kepercayaan diri ibu bahwa ia bisa memproduksi ASI yang

cukup

2) Khawatir, stress, tegang apapun alasannya pengeluaran ASI yang kurang

lancar dan payudara bengkak sebagai akibatnya yang kebanyakan

menyebabkan rasa sakit dan infeksi

3) Tidak bersedia menyusukan apapun alasannya

4) Penolakan bayi jika ibu belum mendekatkan diri dengan baik pada bayi

5) Kesehatan ibu yang buruk, keletihan dan kelelahan

6) Kekurangan gizi yang parah

7) Perkembangan payudara yang buruk

b. Faktor eksternal:

1) Kurangnya privasi atau tempat yang tenang untuk menyusukan bayi

2) Ibu meminum kontrasepsi oral yang mengandung estrogen

3) Konsumsi alkohol

4) Merokok

3. Kondisi bayi

Page 18: Proposal Penelitaian Indra Paling

a. Infeksi apapun seperti infeksi saluran kencing atau cacat lahir seperti kelainan

jantung dan lain-lain

b. Ketidak mampuan untuk mengisap dengan baik karena masalah dalam sistem

saraf maupun keterbelakangan mental

2.3. ASI Eksklusif

2.3.1. Pengertian ASI Ekslusif

Yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara

eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu

formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti

pisang, pepaya, bubur susu, biskuit dan bubur nasi. Pemberian ASI secara eksklusif

ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin

sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan

makanan padat, sedangkan ASI dapat di berikan sampai bayi berusia 2 tahun atau

bahkan lebih dari 2 tahun. (Roesli, 2008).

Para ahli menemukan bahwa manfaat ASl akan sangat meningkat bila bayi

hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai

dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama-

sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan (Nur, 2008)

Berdasarkan hal-hal di atas, WHO/UNICEF membuat deklarasi yang dikenal

dengan Deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration). Deklarasi yang dilahirkan di

Innocenti, Italia tahun 1990 ini bertujuan untuk melindungi, mempromosikan dan

memberi dukungan pada pemberian ASI. Deklarasi yang juga di tandatangani

Indonesia ini memuat hal-hal berikut : “Sebagai tujuan global untuk meningkatkan

kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan

Page 19: Proposal Penelitaian Indra Paling

ASI eksklusif dan semua bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir sampai berusia 4-6

bulan. Setelah berumur 4-6 bulan, bayi diberi makanan pendamping/padat yang

benar dan tepat sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.

Pemberian makanan untuk bayi yang ideal seperti ini dapat dicapai dengan cara

menciptakan pengertian serta dukungan dan lingkungan sehingga ibu-ibu dapat

menyusui secara eksklusif”. (USAID, 2004)

Pada tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun, UNICEF memberikan

klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif.

Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak

negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6

bulan. Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia

6 bulan. Pada keadaan-keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan

padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena

terjadi peningkatan berat badan bayi yang kurang dari standar atau didapatkan tanda-

tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan

baik. (Roesli, 2008)

Terlepas dan isi rekomendasi baru UNICEF tadi, masih ada pihak yang tetap

mengusulkan pemberian makanan padat mulai pada usia 4 bulan sesuai dengan isi

Deklarasi Innocenti (1990), yaitu ”Hanya diberi ASI sampai bayi berusia 4-6 bulan”.

Namun pengetahuan terakhir tentang efek negatif pemberian makanan padat yang

terlalu dini telah cukup menunjang pembaharuan definisi ASI eksklusif menjadi

“ASI saja sampai usia sekitar 6 bulan”. (Kresnawan, 2006)

Pemberian makanan padat/tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu

pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu,

tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian makanan padat/tambahan

Page 20: Proposal Penelitaian Indra Paling

pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya hal ini akan

mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak

positif untuk perkembangan pertumbuhannya. (Roesli, 2008)

2.3.2. Manfaat ASI Ekslusif

1. ASI merupakan nutrisi dengan kualitas dan kwantitas yang terbaik.

ASI yang dihasilkan oleh seorang ibu yang melahirkan secara premature

komposisinya akan berbeda dengan ASI yang yang dihasilkan ibu yang

melahirkan cukup bulan. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik

kualitas maupun kuantitasnya. Dengan melaksanakan manajemen laktasi secara

baik, ASI sebagai makanan tunggal akan mencukupi kebutuhan tumbuh bayi

hingga usia 6 bulan.

2. ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh

Bayi baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan atau daya

tahan tubuh) dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut dengan cepat

akan menurun segera setelah kelahirannya. Badan bayi baru lahir akan

memproduksi sendiri immunoglobulin secara cukup saat mencapai usia sekitar

empat bulan. Pada saat kadar immunoglobulin dari ibu menurun dan yang

dibentuk sendiri oleh tubuh bayi belum mencukupi terjadilah suatu periode

kesenjangan immunoglobulin pada bayi. Kesenjangan tersebut hanya dapat

dihilangkan atau dikurangi dengan pemberian ASI. Air Susu Ibu merupakan

cairan yang mengandung kekebalan atau daya tahan tubuh sehingga dapat menjadi

pelindung bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus dan jamur.

3. ASI Eksklusif Mengembangkan Kecerdasan

Page 21: Proposal Penelitaian Indra Paling

Perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan otak.

Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang

diterima saat pertumbuhan otak terutama saat pertumbuhan otak cepat.

4. ASI Jalinan Kasih Sayang

Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena menyusui dapat merasakan

kasih sayang ibu dan mendapatkan rasa aman, tenteram dan terlindung. Perasaan

terlindung dan disayang inilah yang menjadi dasar perkembangan emosi anak

yang kemudian membentuk kepribadian anak menjadi baik dan penuh percaya diri

(Danuatmaja, 2006)

2.4. Susu Formula

2.4.1. Pengertian Susu formula

Susu formula adalah cairan yang didalamnya berisi zat-zat yang tidak

mengandung antibodi, sel darah putih, zat pembunuh bakteri, enzim, hormon dan

faktor pertumbuhan (Roesli, 2005). Susu formula adalah susu yang dibuat dari susu

sapi dengan mengubah susunannya hingga dapat diberikan pada bayi (Kj, 2007).

2.4.2. Komposisi Susu Formula

Komposisi zat gizi susu formula selalu sama untuk setiap kali minum (sesuai

aturan pakai), hanya sedikit mengandung imunoglobulin yang sebagian besar

merupakan jenis yang “salah” (tidak diperlukan oleh tubuh). Kandungan zat gizi

dalam susu formula diantaranya terdiri dari lemak, protein, karbohidrat dan mineral

lainnya. Akan tetapi di dalam susu formula tidak mengandung sel-sel darah putih dan

sel-sel lain dalam keadaan hidup.

2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula

Page 22: Proposal Penelitaian Indra Paling

Menurut Arifin (2004), ada beberapa faktor ibu mempengaruhi pemberian susu

formula pada bayi yaitu faktor pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, ekonomi,

budaya, psikologis, informasi susu formula dan kesehatan.

1. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan dan perkembangan manusia, usaha

mengatur pengetahuan semula yang ada pada seorang individu itu. Pendidikan

menjadi tolak ukur yang penting dan manfaat menentukan status ekonomi, status

sosial dan perubahan-perubahan positif (Notoatmodjo, 2003). Menurut Arifin

(2004) seseorang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas akan lebih bisa

menerima alasan untuk memberikan ASI eksklusif karena pola pikirnya yang

lebih realistis dibandingkan yang tingkat pendidikan rendah. (Soekanto, 2002)

2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek malalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

sebagainya) (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Salah satunya kurang

memadainya pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI yang menjadikan

penyebab atau masalah dalam peningkatan pemberian ASI (Roesli, 2005). Ibu

yang memiliki pengetahuan kurang tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif

cenderung memiliki prilaku yang kurang baik dalam pemberian ASI eksklusif

dan beranggapan makanan pengganti ASI (susu formula) dapat membantu ibu dan

bayinya sehingga ibu tidak memberikan ASI secara ekslusif kepada bayinya

(Purwanti, 2004). Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI, cara menyusui

dengan benar dan pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh para produsen

susu formula merupakan faktor penghambat terbentuknya kesadaran orang tua

Page 23: Proposal Penelitaian Indra Paling

dalam memberikan ASI eksklusif (Nuryati, 2007). Bahkan menimbulkan

pengertian bahwa susu formula lebih baik dibandingkan ASI (Arifin, 2004).

3. Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan untuk menafkahi diri dan

keluarga. Ibu yang bekerja mempunyai lingkungan yang lebih luas dan informasi

yang didapatpun lebih banyak sehingga dapat merubah perilaku-perilaku positif

(Notoatmodjo, 2003). Menurut Arifin (2004) kesibukan sosial lain serta kenaikan

tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi dalam

segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat menyebabkan turunnya

kesediaan menyusui dan lamanya menyusui

4. Sosial ekonomi

Sosial ekonomi adalah tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan

hidup. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi juga

pendidikan dan semakin tinggi juga pengetahuan (Soekanto, 2002). Hal ini

memberikan hubungan antara pemberian ASI dengan ekonomi/penghasilan ibu

dimana ibu yang mempunyai ekonomi rendah mempunyai peluang lebih memilih

untuk memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial ekonomi tinggi.

5. Budaya

Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol.

Persepsi masyarakat gaya hidup mewah membawa dampak menurutnya kesediaan

menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan tertentu bahwa susu botol

sangat cocok buat bayi dan terbaik. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang

selalu mau meniru orang lain. Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.

Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat mendesak para

Page 24: Proposal Penelitaian Indra Paling

ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai jalan

keluarnya (Arifin, 2004).

6. Psikologis

Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita. Adanya anggapan para ibu

bahwa menyusui akan merusak penampilan. Padahal setiap ibu yang mempunyai

bayi selalu mengalami perubahan payudara walaupun menyusui atau tidak

menyusui (Arifin, 2004).

7. Informasi susu formula

Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan periklanan

distribusi susu buatan menimbulkan tumbuhnya kesediaan menyusui dan lamanya

baik di Desa dan perkotaan. Distribusi, iklan dan promosi susu buatan

berlangsung terus dan bahkan meningkat titik hanya di televisi, radio dan surat

kabar melainkan juga ditempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan

masyarakat (Arifin, 2004).

8. Kesehatan

Masalah kesehatan seperti adanya penyakit yang diderita sehingga dilarang oleh

dokter untuk menyusui yang dianggap baik untuk kepentingan ibu dan bayi

(seperti: gagal jantung, Hb rendah dan HIV-AIDS) (Arifin, 2004).

2.4.4. Kekurangan dari susu formula

Berikut ini adalah beberapa kekurangan dari susu formula dibandingkan dengan

ASI, diantaranya adalah :

1. Mudah menimbulkan alergi

2. Bisa menimbulkan diare pada bayi. 

3. Nutriennya tidak sempurna seperti ASI.

4. Tidak praktis dan ekonomis.

Page 25: Proposal Penelitaian Indra Paling

5. Tidak merangsang involusi rahim

BAB III

KERANGKA TEORI

3.1. Kerangka Teori

Pemberianmakanan pada bayi

Susu formula

ASI ekslusif

Cara Pemberian ASI

Intoleransi Laktosa

Terjadi penumpukan laktosa sebab laktosa tidak dapat di pecah ke bentuk yang dapat

di serap oleh usus

Kurang tepat dan tidak sesuai cara

yang benar

Terjadi distensi pada usus yang di sebabkan oleh gas yang di hasilkan dari hasil fermetasi laktosa

Tidak steril (payudara ibu lupa

di bersihkan )

Page 26: Proposal Penelitaian Indra Paling

Gambar 2.5 Kerangka Teori

(Sinuhaji, 2006)

Keterangan :

Variabel yang akan di teliti adalah

1. Riwayat pemberian Asi ekslusif

2. Riwayat pemberian Susu formula

3. Kejadian diare

3.2. Kerangka Konsep

Perancu : kelainan kongenital pada bayi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.3.Variabel Penelitian

3.3.1.Variabel Independen

Variabel bebas dalam penelitian adalah pemberian ASI Eksklusif dan Susu Formula.

3.3.2. Variabel dependen

Variabel Independent

Pemberian ASI

Pemberian susu formula

Variabel Dependent

Diare

Umur

Jenis Kelamin

Status Perkawinan

Pengetahuan

Sikap

Cara penularan :

Air yang tercemar

Tinja yang terinfeksi

DIARE

Etiologi :

Virus Bakteri Parasit alergi

Page 27: Proposal Penelitaian Indra Paling

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah diare.

3.4. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan perumusan masalah maka hipotesis atau dugaan

sementara yang dapat diajukan yaitu:

H0 = Terdapat perbedaan frekuensi kejadian diare pada bayi yang diberi ASI

secara Eksklusif dengan bayi yang diberi Susu Formula.

H1 = Tidak Ada perbedaan frekuensi diare antara bayi yang diberi ASI secara

Eksklusif dengan bayi yang diberi Susu Formula.

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional, yaitu studi yang di lakukan pengukuran terhadap variabel

bebas dan terikat dilakukan pada titik waktu yang sama (Sastroasmoro, 2011).

Penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross lintang mempunyai ciri

khas yaitu pengambilan sampel tidak di mulai dari identifikasi kelompok,

pengambilan subjek di lakukan secara random lalu di periksa sampel tersebut,

penelitian ini tidak memenuhi syarat temporality atau identifikasi awalnya tidak jelas.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di makassar, waktu penelitian akan di laksanakan setelah

seminar proposal sekitar minggu 1 dan minggu ke 2 bulan november.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Page 28: Proposal Penelitaian Indra Paling

Di perkirakan populasi penelitian adalah seluruh bayi yang berusia 6-12 bulan yang

berjumlah sebanyak 120 bayi berdasarkan penelitian yang pernah di lakukan oleh

peneliti-peneliti terdahulu.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah bayi yang diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi,

dengan cara purposif sampling. Menentukan jumlah sampel minimal dengan

menggunakan rumus slovin

Berdasarkan rumus di atas maka jumlah sampel yang harus di cari adalah sebanyak 92

sampel (92 bayi)

Keterangan :

n : ukuran sampel

N : ukuran populasi

e : tingkat kepercayaan (0.05 )

4.4. Metode Pemilihan Sampel

Cara pengambilan sampel yaitu sampel diambil dari data primer dengan menggunakan

kuesioner yang akan ditanyakan langsung kepada responden dengan teknik

wawancara. Adapun kriteria populasi yang memenuhi syarat menjadi sampel adalah

sebagai berikut:

Kriteria Inklusi

1. Bayi berumur 6-12 bulan

2. Status gizi bayi baik

3. Bayi yang minum ASI dan susu formula

n=1201+0,3

=92n=120

1+120 x 0 , 052

n= N

1+Ne2

Page 29: Proposal Penelitaian Indra Paling

4. Orang tua bayi bersedia menjadi responden

Kriteria Eksklusi

1. Bila bayi mengalami diare akibat penyakit lain seperti kelainan kongenital

4.5. Alur Penelitian

Persiapan penelitian

Identifikasi sampel

Informed consent

Kuisioner

Bayi (usia 6-12

bulan)

ASI Ekslusif Susu Formula

Page 30: Proposal Penelitaian Indra Paling

4.6. Definisi Operasional

1. Pemberian ASI eksklusif :

ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya

diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air

teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur

susu, biskuit dan bubur nasi. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk

jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan.

Alat ukur yang di pakai dalam penelitian ini adalah berupa kuisioner.

Hasil ukur : bayi yang hanya minum ASI sampai usia 6 bulan

2. Pemberian susu formula :

Susu formula adalah cairan yang didalamnya berisi zat-zat yang tidak

mengandung antibodi, sel darah putih, zat pembunuh bakteri, enzim, hormon dan

faktor pertumbuhan. Pemberian susu formula pada bayi di berikan tanpa minum

ASI sebelum usia 6 bulan.

Alat ukur yang di pakai dalam penelitian ini adalah berupa kuisioner.

Pengumpulan data

Analisis data

Penyajian data

Page 31: Proposal Penelitaian Indra Paling

Hasil ukur : bayi yang minum susu formula dengan atau tanpa ASI sebelum usia 6

bulan.

3. Diare :

Bayi yang mengalami diare (buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja

yang encer dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari).

Alat ukur yang di pakai dalam penelitian ini adalah berupa kuisioner.

Hasil ukur : Diare atau tidak diare

4. Bayi

Dalam penelitian ini, bayi yang akan di jadikan sampel adalah bayi yang berumur

6-12 bulan. Bayi tersebut sedang mengalami diare

Alat ukur yang di pakai dalam penelitian ini adalah berupa kuisioner.

Hasil ukur : bayi yang berumur 6-12 bulan

4.7. Analisis data

Semua data hasil penilitian ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian

dianalisa menggunakan uji statistik chi square,

4.8. Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:

4.8.1.Editing

Editing bertujuan untuk meneliti kembali jawaban kuesioner menjadi lengkap.

Editing dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau

ketidaksengajaan kesalahan pengisian dapat segera dilengkapi atau disempurnakan.

Editing dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data, mamperjelas serta

melakukan pengolahan terhadap data yang dikumpulkan.

4.8.2.Koding

Page 32: Proposal Penelitaian Indra Paling

Koding yaitu memberikan kode angka pada atribut variabel agar lebih mudah dalam

analisa data. Koding dilakukan dengan cara menyederhanakan data yang terkumpul

dengan cara memberi kode atau simbol tertentu.

4.8.3. Tabulasi data

Pada tahapan ini data dihitung, melakukan tabulasi untuk masing-masing variabel.

Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang merupakan pengorganisasian data

sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk

disajikan dan dianalisis.

4.9. Etika penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari institusi

pendidikan (Program Studi Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar) dan

persetujuan dari tempat yang akan di lakukan penelitian. Sebelum melakukan

penelitian, peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada calon respoden

tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon

responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani informed

consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak

untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data

berlangsung.

Penelitian ini tidak menimbulkan resiko psikis. Kerahasiaan catatan

mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden

melainkan lembar kuesioner pada instrument penelitian dan peneliti akan

memusnahkan instrument penelitian setelah proses pengumpulan data selesai. Data-

data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Page 33: Proposal Penelitaian Indra Paling

Kuisioner Penelitian

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah mendengarkan pemaparan tentang maksud, tujuan, dan manfaat

penelitian ini, maka saya bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden dan

menyertakan bayi saya sebagai sampel penelitian yang akan dilakukan oleh Indra

Rizal Rasyid dari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar

2013

Peneliti

------------------------------------------

Makassar, ………………2013

Responden

------------------------------------------

Page 34: Proposal Penelitaian Indra Paling

Data bayi

Nama lengkap bayi :

Jenis kelamin :

Tanggal lahir/Umur :

Nomor medical record :

Anak ke- :

Data ibu

Nama Ibu :

Umur (tahun) :

Alamat lengkap tempat tinggal :

Nomor telepon rumah/HP yang bisa dihubungi :

PERTANYAAN KUISIONER

Page 35: Proposal Penelitaian Indra Paling

1. Sejak kapan bayi anda mengalami diare ?

2. Dari lahir sampai sekarang, sudah berapa kali bayi anda mengalami diare dan inii

diare yang ke berapa kali nya ?

3. Dari pengamatan anda, Apa gejala yang pertama kali bayi anda rasakan ketika

mengalami diare ?

4. Apakah bayi anda masih menyusui sampai sekarang ?

a. ya b. Tidak

5. Jika jawaban no 1 adalah YA, ASI seperti apa yang di konsumsi oleh bayi anda ?

a. ASI ekslusif b. ASI dengan campuran lain

Jika jawaban no 2 A,

6. Sejak kapan anda mulai memberikan ASI ekslusif untuk bayi anda ?

a. Sejak bayi anda lahir

b. Setelah beberapa bulan.

c. Lain-lain (di isi sendiri oleh responden )

7. Berapa lama anda menyusui bayi anda dalam sehari ?

a. 1–2 jam

b. 2-3 jam

c. 3-4 jam

8. Sebelum anda menyusi, apakah terlebih dahulu anda membersihakan payu dara

anda?

a. Ya b. Tidak

9. Apakah posisi perlekatan mulut bayi anda dalam menyusui sudah tepat ?

a. Ya b. Tidak

10. Bagaimana pengeluaran asi anda selama anda menyusui bayi anda ?

a. Pengeluaran asi lancar

Page 36: Proposal Penelitaian Indra Paling

b. Pengeluaran asi tidak lancar

11. Apakah bayi anda sering mengalami diare selama menyusui Asi ekslusif ?

a. Ya b. Tidak

Jika jawaban no 1 TIDAK ,

12. Makanan apa yang anda berikan pada bayi anda jika bayi anda minum susu

formula sampai sekarang ?

a. Bubur b. Buah-buahan

13. Sejak kapan anda memberikan susu formula pada bayi anda ?

a. Setelah bayi lahir

b. Setelah beberapa bulan

c. Lain-lain (di isi sendiri oleh responden )

14. Kenapa anda tidak memberikan asi ekslusif pada bayi anda ?

a. Pengetahuan tentang asi kurang

b. Masalah pekerjaan dan psikologis

15. Jenis susu formula apa yang anda berikan pada bayi anda ?(di isi oleh responden )

16. Apakah anda selalu membersihkan botol susu anda sebelum dan setelah anda

memberikan susu formula pada bayi anda ?

a. Ya b. Tidak

17. Berapa kali dalam sehari anda memberikan susu formula pada bayi anda ?

a. 1 kali sehari

b. 2 kali sehari

c. 3 kali sehari

18. Berapa lama anda memberikan susu formula pada bayi anda ?

a. 1-2 jam

b. 2-3 jam

Page 37: Proposal Penelitaian Indra Paling

c. 3-4 jam

DAFTAR PUSTAKA

Agtini, M. D. (2011). Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di Indonesia. Kementrian Kesehatan RI.

Ali, A. 2010. Angka Kematian Bayi Masih Tinggi. (Online), diakses 24 sesember 2013).

Anonim 2005 Tujuan 4 menurunkan angka kematian anak.

Anonim 2007 Porfil Kesehatan Kota Makassar.

Anonim. 2010. Laporan Nasional Riskesdas. (Online), (www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/2010/, diakses 15 september 2013).

Arifin 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 450/SK/IV/2004. Jakarta: DepKes. RI

Danuatmaja, Bonny. 2006. 40 Hari Pasca Persalinan . Jakarta : Puspa Swara.

Departemen Kesehatan, 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Lokal. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI.

Page 38: Proposal Penelitaian Indra Paling

Fanny Indriyani B, 2010. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu-Ibu Tentang ASI Eksklusif di Kelurahan Bara-baraya Kecamatan Makassar Kotamadya Makassar. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Univesitas Hasanuddin, Makassar.

Husaini & Anwar. 2001. Makanan Bayi Bargizi. Yogyakarta : Gadjamada University

Iswari, Yeni 2011. Anaisis faktor resiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun di RSUD kota jakarta. Depok : Tesis, Fakultas Ilmu Keperawatan UI.

Kj. 2007. Pengganti Air Susu Ibu. http://www.balita-anda.com/balita_Pengganti_Air_Susu_Ibu.htm (diakses tanggal 16 september 2013 ).

Kresnawan, dkk., 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Notoatmojo,2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Nur Arifah. 2008. Gambarkan Prilaku Ibu Menyusui Tentang Prilaku ASI Esklusif di Kecamatan Sibolga Kota Sibolga. Medan: Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

Nuryati, Siti. 2007. Susu Formula dan Angka Kematian Bayi.

Purwanti.HS. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: ECG

Ramiah, Safitri. 2006. Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Pupuler

Roesli, Utami. 2000 Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta, PT Elex Komputindo.

Roesli, Utami, 2005. Mengenal Asi Esklusif. Jakarta; Trubus Agriwidya.

Roesli, Utami. 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda

Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanaan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika

Sinuhaji AB. 2006. Intoleransi laktosa. Majalah kedokteran nusantara 39.

Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajagrarindo Persada

Suraatmaja S. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.

USAID Linkages Project, 2004. Exclusive Breastfeeding: The Only Water Source Young Infants Need - Frequently Asked Questions, Washington DC.

Widjaja, M.C. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka

Page 39: Proposal Penelitaian Indra Paling

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga.

Permatasari,Devina (2009). Perbedaan Durasi Penyembuhan Diare Dehidrasi Ringan-

Sedang Balita Yang Diberikan Asi Dan Seng. Semarang: Karya Tulis Ilmiah,

Fakultas Kedokteran UNDIP.

Sudoyo W Aru (2009),Bambang Setiyohadi,Idrus Alwi,Marcelus simadibrata K,Siti

Setiadi.BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM.Jakarta:Internal Publishing.