KELAYAKAN USAHA KAPULAGA (Amomum cardamomum Di … · Salah satu tanaman obat yang dibutuhkan oleh...
Transcript of KELAYAKAN USAHA KAPULAGA (Amomum cardamomum Di … · Salah satu tanaman obat yang dibutuhkan oleh...
1
KELAYAKAN USAHA KAPULAGA (Amomum cardamomum)
Di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo,
Wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani
Unit I Jawa Tengah
AFRIYANI SELISIYAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
2
KELAYAKAN USAHA KAPULAGA (Amomum cardamomum)
Di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo,
Wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani
Unit I Jawa Tengah
AFRIYANI SELISIYAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
3
Judul Skripsi : Kelayakan Usaha Kapulaga (Amomum cardamomum) di
Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo,
Wilayah KPH Purworejo Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah
Nama : Afriyani Selisiyah
NIM : E14061702
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS
NIP. 1955 0606 198103 1 008
Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
NIP. 1963 0401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
4
RINGKASAN
AFRIYANI SELISIYAH (E14061702). Kelayakan Usaha Kapulaga (Amomum
cardamomum) di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Wilayah
KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Di bawah bimbingan
HARDJANTO.
Salah satu tanaman obat yang dibutuhkan oleh masyarakat namun
mempunyai suplai yang masih relatif kecil adalah kapulaga (Ammomum
cardamomum). Tanaman kapulaga merupakan salah satu diantara tanaman
rempah yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan berprospek cerah. Potensi
pengembangan kapulaga di Indonesia cukup tinggi, namun peningkatan
produksinya selama ini belum mencukupi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri.
Sehubungan dengan hal tersebut, petani Desa Sedayu mencoba mengoptimalkan
penggunaan lahan Perhutani dengan menanam kapulaga sebagai tanaman sela
pada tegakan pinus. Terpilihnya kapulaga sebagai tanaman sela bukan tanpa
alasan. Pada dasarnya penanaman secara tumpangsari dapat lebih menguntungkan
apabila tanaman yang ditumpangsarikan dapat memanfaatkan sumber lingkungan
secara maksimal selama masa pertumbuhannya. Keputusan untuk melakukan
kegiatan konservasi dari budidaya pohon pinus ke tumpangsari dengan kapulaga
perlu dikaji lebih lanjut dari segi finansial agar terhindar dari resiko kerugian yang
besar dan melihat bagaiman prospek pemasaran kapulaga di Desa Sedayu.
Teknik pengumpulan data primer dengan menggunakan metode Purposive
Sampling, artinya setiap elemen tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk
dipilih. Sample diambil dengan maksud atau tujuan tertentu sebanyak 40 orang
petani, dengan menggunakan teknik wawancara dan pengamatan lokasi.
Sedangkan metode untuk mengetahui prospek pasar adalah dengan survey, dalam
pengambilan sampel responden dilakukan dengan metode Snowball Sampling.
Dari identifikasi permulaan ini selanjutnya akan ditemukan unit sampel
berikutnya, artinya menentukan sampel awal yang kemudian menetukan sampel
berikutnya berdasarkan informasi yang diperoleh.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, hasil analisis terhadap aspek finansial
yang meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period, maka pengusahaan
kapulaga di Desa Sedayu layak untuk diusahakan, hal ini dapat dinilai dari nilai
NPV > 0 yaitu sebesar Rp 31.885.009; Net B/C > 1 yaitu 1,30; dan IRR sebesar
22,29%; dimana nilai lebih besar dari tingkat suku bunga (discount factor) sebesar
13% serta payback period yang diperoleh dalam pengusahaan kapulaga adalah
4,23 (4 tahun 3 bulan). Pengusahaan tanaman kapulaga memiliki prospek pasar
yang baik, hal ini dikarenakan permintaan akan kapulaga relatif masih tinggi.
Jumlah permintaan dari pedagang pengumpul masih belum dapat dipenuhi oleh
petani sehingga memiliki nilai excess demand yang masih tinggi.
Kata kunci : Kelayakan, Kapulaga, Analisis Finansial, Prospek Pasar
5
SUMMARY
AFRIYANI SELISIYAH (E14061702). Business Feasibility Cardamom
(Amomum cardamomum) in Sedayu Village Loano sub-district Purworejo District
KPH of Southern Kedu Unit 1, Central Java. Under Supervised by HARDJANTO.
One of the medicinal plants needed by community is cardamom (Ammomum
cardamomum) but relatively little in supply. It is one of the herb plants which has
high economic value and good prospects. Its potential development in Indonesia is
quite high, but the increasing of production do not fulfill the market demands on
domestic and international yet. Regarding to this case Sedayu farmers try to
optimize the using of Perhutani land through planting cardamom as sidelines plant
on pine stands. The election of cardamom as sidelines plant was not without
reason. Basically multicultural planting can be more profitable if those plants
could maximally exploit environmental resources along growth period. The
decision for conservation of monocultural pine into multicultural with cardamom
are needed to be reviewed in financial aspect avoid the risk in order to of loss and
analysed see the marketing prospects in Sedayu.
Primary data were collected by using Purposive Sampling method. This
means that each element did not get the same chance to be selected. The taken
samples foe particular purpose were 40 farmers, through interviewing and
observing. While method to determine the market prospects is survey, which used
Snowball Sampling in respondents taking. Based on beginning of this
identification would be found in the next sample units, which determining the
initial sample and the next samples based on the information obtained.
The results of on financial aspect analysis including NPV, Net B/C, IRR, and
Payback Period, the cardamom cultivation in Sedayu were worthed to be
conducted. This is indicated by the value of NPV > 0 amount of IDR 31,885,009;
Net B / C> 1 is 1.3; and IRR of 22.29%, where the value is higher than interest
rate (discount factor) of 13% and the payback period obtained in cardamom
cultivation is 4.23 (4 years 3 months). Cardamom cultivation has good market
prospects. This is caused by the demand for cardamom still relatively high. The
number of requests from traders still not be fulfilled by farmers so that the value
of excess demand is high.
Keywords: Feasibility, Cardamom, Financial Analysis, Market Prospects.
6
PERNYATAAN
Dengan ini saya mengatakan bahwa skripsi berjudul Kelayakan Usaha
Kapulaga (Amomum cardamomum) di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten
Purworejo Wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing
dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Afriyani Selisiyah
NRP E14061702
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi yang berjudul Kelayakan Usaha Kapulaga (Amomum
cardamomum) di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo, Wilayah
KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Kedua orangtua (Suwanto dan Parjini), Adikku Melia Piskawati yang selalu
memberikan doa, dukungan, semangat, dan kasih sayang.
2. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan masukan selama penelitian
hingga penulisan skripsi ini selesai.
3. Dr. Ir. Endes N Dahlan, MS sebagai dosen penguji Departemen Konservasi
Sumber daya Hutan dan Ekowisata.
4. Dr. Ir. Istomo, MS sebagai dosen penguji Departemen Silvikultur.
5. Ir. Rita Kartika Sari, MSi sebagai dosen penguji Departemen Teknologi
Hasil Hutan.
6. Seluruh dosen fakultas Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan
pelajaran yang berguna selama menjadi mahasiswa fakultas kehutanan IPB.
7. Drs. Wahyu Agus Setiono, MM dari Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
yang telah memberikan arahan dan masukan selama penelitian.
8. Perum Perhutani KPH Kedu Selatan yang telah memberikan kesempatan
untuk melakukan penelitian di Desa Sedayu.
9. Bapak Narto, Kosim, Sutrisno, Triyono, yang telah membantu dalam
penelitian.
10. yogy karunia, S. Kom dan Agus Darmanto yang telah membantu dan
memberikan masukan selama penelitian.
11. Andi Rustandi, S. Hut dan Afwan afwandi yang telah membantu dan
memberikan masukan dalam penulisan skripsi.
12. Maulani, S. Hut yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan.
ii
13. Teman-teman sebimbingan skripsi Handoko Agung Prabowo S. Hut, Ayu
Purwaningtyas, S. Hut, dan Dwi Apriyanto, S. Hut.
14. Teman-temanku Andre, Suke, Danes, Linda, Elisda, Aci, Amel, Sentot,
Hania, Miranti, Suci, Andin, Kris, Iffah, Dola, Sifa, Ani, Putri dan seluruh
rekan Manajemen Hutan lainnya yang tidak bisa disebutkan penulis satu-
persatu.
Penulis menyadari bahwasanya skripsi saya tentunya didasarkan pada sudut
pandang dan bekal pengetahuan yang penulis miliki ini masih jauh dari sempurna.
Keluasan sudut pandang dan pengetahuan yang pembaca miliki akan sangat
bermanfaat untuk kritik dan saran sehingga membantu menyempurnakan tulisan
ini. Semoga skripsi ini dapat berfungsi dan memberikan manfaat sebagaimana
yang seharusnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2011
Penulis
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 April 1988 dari
pasangan Suwanto dan Parjini sebagai anak pertama dari dua
bersaudara. Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui
penulis antara lain SD Negeri Teluk Pucung Asri tahun 1994-
2000, SLTP Negeri 1 Bekasi tahun 2000-2003 dan Sekolah
Menengah Umum di SMU Negeri 2 Bekasi tahun 2003-2006.
Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi
Manajemen Hutan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Pada
semester 6 tahun 2009 penulis memilih laboratorium Politik, Ekonomi, Sosial
Kehutanan (Poleksoshut) sebagai bidang keahlian.
Penulis telah mengikuti berbagai kegiatan praktek lapangan antara lain
Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada bulan Juli 2008 di Sancang
Kamojang Jawa Barat. Kemudian pada bulan Juli-Agustus 2009 penulis
melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Gunung Walat dan Tanggeung,
Sukabumi. Penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang di PT Balikpapan
Forest Industries (BFI) pada bulan Maret-April 2010.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada beberapa organisasi
kemahasiswaan diantaranya sebagai pengurus dan anggota Staf bidang Hubungan
Luar (Hublu) Kehutanan Himpunan Mahasiswa Profesi Forest Management
Student Club (Himpro FMSC) tahun 2007-2008, anggota Public Relation (PR)
International Forest Student Association (IFSA) tahun 2007-2008. Penulis juga
aktif sebagai panitia dan peserta seminar baik tingkat lokal maupun nasional.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi berjudul Kelayakan Usaha
Kapulaga (Amomum cardamomum) di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten
Purworejo, Wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah di
bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Informasi Umum Tentang Kapulaga ......................................... 4
2.2 Tegakan Pinus Sebagai Tempat Naungan Kapulaga ................ 5
2.3 Perbedaan Proyek dengan Bisnis ............................................ 5
2.4 Analisis Kelayakan Usaha ...................................................... 6
2.4.1 Aspek Pasar dan Pemasaran .......................................... 6
2.4.2 Aspek Teknis ................................................................. 8
2.4.3 Aspek Manajemen ........................................................ 9
2.4.4 Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan ...................... 9
2.4.5 Aspek Finansial.............................................................. 10
2.5 Analisis Sensitivitas ................................................................. 11
2.6 Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat .............. 12
2.7 Kelompok Tani Hutan .............................................................. 13
2.8 Agroforestry ............................................................................. 13
2.9 Penelitian Terdahulu .................................................................. 14
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 15
3.2 Alat dan Sasaran Penelitian ...................................................... 15
3.3 Asumsi ..................................................................................... 15
iv
3.4 Jenis dan Sumber Data .............................................................. 15
3.5 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 16
3.6 Metode Analisis Proyek .......................................................... 16
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK
4.1 Lokasi Penelitian ..................................................................... 21
4.2 Keadaan Lapangan .................................................................. 22
4.3 Sosial Ekonomi ........................................................................ 22
4.4 Karakteristik Responden .......................................................... 24
4.5 Deskripsi Proyek ..................................................................... 25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kelayakan Usaha Tanaman Obat Kapulaga .............................. 27
5.1.1 Arus Penerimaan ............................................................. 27
5.1.2 Arus Biaya ...................................................................... 28
5.1.3 Analisis Finansial Pengusahaan Kapulaga ...................... 30
5.1.4 Analisis Sensitivitas ........................................................ 31
5.1.5 Aspek Teknis .................................................................. 32
5.1.6 Aspek Manajemen .......................................................... 36
5.1.7 Aspek Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan ........................ 38
5.2 Prospek Pemasaran Kapulaga ................................................... 39
5.2.1 Bentuk Pasar ................................................................. 39
5.2.2 Peluang Pasar ................................................................. 39
5.2.3 Segmentasi Pasar ............................................................ 39
5.2.4 Strategi Pemasaran .......................................................... 40
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ............................................................................. 43
6.2 Saran ....................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 44
LAMPIRAN ............................................................................................... 46
v
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Jumlah desa dan luas kecamatan Kabupaten Purworejo ...................... 21
2. Data penduduk berdasarkan mata pencaharian Desa Sedayu ................ 24
3. Data penduduk berdasarkan pendidikan masyarakat Desa Sedayu ........ 25
4. Perkiraan penjualan kapulaga per tahun lahan seluas 25 ha di
Desa Sedayu ........................................................................................ 28
5. Perincian penggunaan biaya investasi peralatan per tahun lahan
seluas 25 ha di Desa Sedayu ............................................................... 28
6. Biaya variabel pengusahaan kapulaga lahan seluas 25 ha di Desa
Sedayu ................................................................................................. 30
7. Kriteria kelayakan finansial pengusahaan kapulaga pada
Desa Sedayu ....................................................................................... 30
8. Hasil sensitifitas dari kedua skenario .................................................... 32
9. Ketinggian, suhu, dan kemiringan pada lokasi usaha dan syarat
tumbuh tanaman kapulaga ................................................................. 32
vi
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Lokasi usaha kapulaga di Desa Sedayu ................................................ 33
2. Buah kapulaga ..................................................................................... 35
3. Pengeringan buah kapulaga .................................................................. 36
4. LMDH Sedyo Rahayu ......................................................................... 37
5. Pohon pinus dan tanaman kapulaga ...................................................... 38
6. Saluran pemasaran pengusahaan kapulaga pada Desa Sedayu .............. 41
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Perkiraan penjualan tahun pertama ....................................................... 46
2. Perkiraan penjualan tahun kedua .......................................................... 47
3. Perkiraan penjualan tahun ketiga .......................................................... 48
4. Perkiraan penjualan tahun keempat ...................................................... 49
5. Biaya variabel tahun pertama (biaya persemaian selama 6 bulan) ......... 50
6. Biaya variabel tahun ke 1-5 .................................................................. 51
7. Penghitungan aliran kas dan kriteria kelayakan investasi ...................... 53
8. Analisis sensitivitas (penurunan harga jual 8,5%) ................................. 55
9. Analisis sensitivitas (peningkatan sistem bagi hasil LMDH 5,5%) ....... 57
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam dan obat tradisional yang telah
digunakan oleh sebagian besar masyarakat secara turun menurun. Komoditi ini
bersumber dari sektor pertanian melalui sub sektor perkebunan cukup besar
sehingga dapat menjadi sumber devisa terbesar bagi Indonesia dan meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Tanaman obat merupakan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu yang
sangat potensial untuk dikembangkan. Menurut Zuhud et al. (2000) dalam Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (2007), di kawasan hutan Indonesia
terdapat lebih dari 1200 jenis tanaman obat, tapi baru sekitar 180 jenis tanaman
yang telah dieksploitasi dan dikembangkan serta dimanfaatkan untuk bahan baku
industri obat-obatan dan jamu. Potensi yang begitu besar karena keragaman jenis
dan khasiat dari tanaman obat yang ada di kawasan hutan Indonesia membuka
peluang dan memberi kontribusi nyata bagi pembangunan dan pengembangan
teknologi,
Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung
meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan
yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Obat tradisional dan tanaman
obat banyak digunakan masyarakat menengah kebawah terutama dalam upaya
pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif).
Salah satu tanaman obat yang dibutuhkan oleh masyarakat namun
mempunyai suplai yang masih relatif kecil adalah kapulaga (Ammomum
cardamomum) (Pusat Studi Biofarmaka 2009). Tanaman kapulaga merupakan
salah satu diantara tanaman rempah yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan
berprospek cerah.
KPH Kedu Selatan yang telah mengusahakan tanaman pinus di Desa
Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo yang bekerjasama dengan
masyarakat sekitar hutan. Dalam mengelola hutan, Perum Perhutani tidak sekedar
2
memanfaatkan hutan dan hasil hutan, tetapi juga berkewajiban meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, ketahanan pangan dan lapangan kerja.
Perhutani merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang kehutanan
(khusus di Pulau Jawa), mempunyai peluang pengembangan tanaman obat yang
cukup potensial. Pelaksanaan perhutanan sosial menerapkan sistem manajemen
hutan dengan pola tanaman campuran antara jenis tanaman hutan dan tanaman
pertanian. Tanaman pertanian pada umumnya adalah jenis tanaman yang tidak
tahan terhadap naungan, sehingga untuk masa yang akan datang diperlukan
tanaman yang tahan naungan. Salah satu tanaman yang direkomendasikan untuk
dikembangkan adalah kapulaga.
1.2 Perumusan Masalah
Meningkatnya harga obat-obatan sebagai krisis ekonomi yang
berkepanjangan, telah memberikan peluang bagi perkembangan industri obat
tradisional. Banyaknya industri obat tradisional yang berkembang saat ini
berpengaruh langsung terhadap peningkatan permintaan tanaman obat sebagai
bahan baku. Kapulaga sebagai salah satu tanaman yang digunakan oleh industri
obat tradisional memiliki peluang yang cukup prospektif. Selain digunakan
sebagai tanaman obat, kapulaga juga berfungsi sebagai tanaman rempah dan
penghasil minyak atsiri.
Walaupun potensi pengembangan kapulaga di Indonesia cukup tinggi,
namun peningkatan produksinya selama ini belum mencukupi kebutuhan pasar
dalam dan luar negeri. Rendahnya produksi kapulaga ini disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain areal tanam yang kurang luas, pemeliharaan tanaman yang
kurang intensif, pemupukan yang kurang tepat, kurangnya usaha pemberantasan
terhadap hama dan penyakit, serta pemanenan yang salah. Selain itu, rendahnya
produksi kapulaga di Indonesia juga disebabkan oleh pengusahaan kapulaga yang
masih terbatas pada tingkat keluarga dan kelompok masyarakat, atau yang disebut
perkebunan rakyat. Perkebunan besar yang dimiliki oleh negara dan swasta tidak
memberikan kesempatan bagi tumbuh kembangnya tanaman kapulaga di
Indonesia.
3
Sehubungan dengan hal tersebut, petani Desa Sedayu Kecamatan Loano
mencoba mengoptimalkan penggunaan lahan Perhutani dengan menanam
kapulaga sebagai tanaman sela pada tegakan pinus. Terpilihnya kapulaga sebagai
tanaman sela bukan tanpa alasan. Pada dasarnya penanaman secara tumpang sari
dapat lebih menguntungkan apabila tanaman yang ditumpangsarikan dapat
memanfaatkan sumber lingkungan secara maksimal selama masa
pertumbuhannya. Dalam hal ini hasil dapat ditingkatkan dengan pemilihan
kombinasi tanaman yang sesuai, penggunaan varietas yang berproduksi tinggi,
dan pengaturan kerapatan tanaman yang tepat. Oleh karenanya, keputusan untuk
melakukan kegiatan konservasi dari budidaya pohon pinus ke tumpang sari
dengan kapulaga perlu dikaji lebih lanjut dari segi finansial agar terhindar dari
resiko kerugian yang besar.
Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan yang perlu dijawab dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kelayakan finansial pengusahaan tanaman kapulaga di Desa
Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo wilayah KPH Kedu Selatan ?
2. Bagaimana prospek pemasaran kapulaga di Desa Sedayu Kecamatan Loano
Kabupaten Purworejo di wilayah KPH Kedu Selatan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengukur kelayakan pengembangan usaha tanaman obat kapulaga di Desa
Sedayu Kecamatan Loano wilayah KPH Kedu Selatan.
2. Mengkaji prospek pemasaran kapulaga.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan acuan untuk pihak-
pihak terkait dalam upaya pengembangan usaha tanaman obat kapulaga,
khususnya melalui sistem usaha berbasis pertanian yang lebih baik agar
pendapatan petani dari hasil tanaman obat kapulaga dapat ditingkatkan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Informasi umum tentang Kapulaga
Kapulaga adalah komoditas rempah yang sudah dikenal sejak ribuan tahun
sebelum Masehi. Dalam perdagangan dunia, kapulaga disebut sebagai Cardamom.
Ada dua macam Cardamom. Pertama True Cardamom alias kapulaga sabrang
yang berasal dari India. Kedua adalah False Cardamom atau kapulaga lokal dari
Indonesia. Nama latin True Cardamon adalah Elettaria cardamomum. Ada dua
varietas E. cardamomum, pertama E. cardamomum varietas malabar dan kedua E.
cardamomum varietas mysore. Jenis kapulaga yang disebut sebagai kapulaga
palsu adalah Amomum cardamomum alias kapulaga lokal. Kapulaga digunakan
untuk masakan namun lebih banyak digunakan untuk campuran obat-obatan/jamu
(Anonim 2010).
Menurut Sinaga (2008) dalam Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan (2007), semua bagian tanaman ini baik batang maupun rimpangnya
juga dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan obat-obatan (obat batuk, panas,
rheumatik, sakit perut) maupun sebagai bumbu masakan. Tumbuhan ini tersebar
hampir di seluruh Indonesia, terutama di Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Selain
di Indonesia, kapulaga banyak juga ditemukan di Srilanka, India, Guetamala,
Tanzania, Papua Nugini, dan Malabar.
Kapulaga lokal adalah tanaman dataran rendah. Tanaman ini hanya bisa
tumbuh baik dan berproduksi optimal pada lahan dengan ketinggian mulai dari 0
sampai dengan 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sebaliknya, kapulaga
sabrang tumbuh baik di dataran tinggi mulai dari 700 sampai dengan 1.500 mdpl.
Buah kapulaga lokal tumbuh berupa dompolan yang menempel di atas tanah. Tiap
dompolan berisi antara 10 sampai dengan 20 butiran buah. Buah kapulaga lokal
berbentuk bulat, berdiameter sekitar 1 cm. Dalam buah tersebut ada segmen-
segmen yang terpisah dan berisi butiran biji. Kulit buah kapulaga lokal berbulu
halus berwarna cokelat kemerahan dan menjadi cokelat terang keputihan setelah
tua. Buah kapulaga sabrang varietas malabar menempel pada malai yang tumbuh
memanjang ke atas sampai 50 cm, sementara varietas mysore malai buahnya
5
menjalar di permukaan tanah dengan butiran buahnya juga menempel di tanah.
Penanaman kapulaga sabrang varietas mysore harus menggunakan mulsa.
Biasanya digunakan mulsa plastik untuk menjaga kualitas buahnya. Ukuran buah
kapulaga sabrang relatif lebih kecil dibanding kapulaga lokal. Bentuknya juga
agak memanjang. Kulit buah licin berwarna hijau muda dan menjadi kekuningan
setelah masak. Kapulaga lokal sudah mampu berproduksi pada umur 1,5 tahun
setelah tanam dengan bibit anakan yang baik, sedangkan kapulaga sabrang baik
yang varietas malabar maupun varietas mysore baru mulai berbuah pada umur 2
tahun (Anonim 2010).
2.2 Tegakan Pinus Sebagai Tempat Naungan Kapulaga
Kapulaga sebagai salah satu jenis tanaman obat dapat dibudidayakan di
bawah tegakan hutan melalui tumpangsari (agroforestry). Artinya dalam
pembudidayaan tanaman ini pun tidak memerlukan lahan tersendiri, dalam arti
tumbuh di bawah naungan tanaman lain sebagai tanaman sela atau tanaman
tumpangsari. Kapulaga hanya mau tumbuh baik di bawah naungan. Komoditas ini
cocok untuk dikembangkan sebagai tanaman tumpangsari pada kebun-kebun
tanaman keras. Misalnya di hutan jati, kebun kopi, kakao, petai, jeruk dan lain-
lain yang bagian bawah tegakannya masih menerima sedikit sinar matahari.
Kapulaga juga dapat tumbuh subur di tempat teduh atau di bawah kayu tegakan
Perhutani, yang sebagian besar berupa tanaman pinus.
Satu-satunya pinus yang sebaran alaminya sampai di selatan katulistiwa. Di
Asia Tenggara menyebar di Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia
dan Filipina. Tersebar 23oLU-2
oLS. Tumbuh pada ketinggian 30-1.800 mdpl,
pada berbagai tipe tanah dan iklim. Curah hujan tahunan rata-rata 3.800 mm di
Filipina hingga 1.000-1.200 mm di Thailand dan Burma. Di tegakan alam
Sumatra (Aceh, Tapanuli dan Kerinci). Suhu tahunan rata-rata 19-28oC
(Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2010).
2.3 Perbedaan Proyek Dengan Bisnis
Menurut Gittinger (1986) proyek merupakan suatu kegiatan yang
mengeluarkan uang/biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan
6
merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan,
dan pelaksanaan dalam satu unit. Menurut Umar (2003) kegiatan proyek dapat
diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu
terbatas dengan alokasi sumberdaya tertentu, dan dimaksudkan untuk
melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas. Misalnya :
membangun pabrik, membuat produk baru, atau mengikuti pameran.
Sedangkan bisnis memiliki kegiatan-kegitan yang tidak hanya membangun
proyek, tetapi yang utama justru operasionalisasinya, sehingga beberapa aspek
potensial, kepuasan konsumen, dan persaingan bisnis telah menjadi hal yang
penting. Studi kelayakan proyek merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya
suatu proyek dibangun untuk jangka waktu tertentu. Sedangkan studi kelayakan
bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya
menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat
dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang
maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan (Umar 2003).
2.4 Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan usaha mencangkup beberapa aspek antara lain : aspek
pasar dan pemasaran, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi dan
lingkungan, serta aspek finansial. Analisis kelayakan usaha yang disusun
merupakan pedoman kerja, baik dalam penanaman investasi, pengeluaran biaya,
cara produksi, cara melakukan pemasaran dan cara memperlakukan lingkungan
organisasi. Dalam kenyataannya tidak semua aspek harus diteliti, hanya aspek
yang benar-benar dibutuhkan saja yang perlu dianalisis untuk dibahas lebih lanjut.
2.4.1 Aspek Pasar dan Pemasaran
Pasar adalah titik pertemuan antara permintaan dan penawaran jenis produk
atau jasa sehingga tercapai kesepakatan dalam transaksi. Dalam konteks ini, pasar
bukan hanya diartikan sebagai pertemuan secara fisik antara penjual dan pembeli,
tetapi terjadinya deal ketika pembeli menyetujui dan sepakat untuk menerima
harga yang ditawarkan penjual baik yang dilakukan secara fisik – melalui tatap
7
muka, suara (by phone), penglihatan (by code) di pasar modal maupun melalui
tulisan/catatan (by internet) (Subagyo 2007).
Konsep pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang
didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang
bernilai dengan pihak lain (Kotler 2005).
Pemasaran lebih mengutamakan kepuasan pelanggan. Lagipula perusahaan
mengawalinya dengan mencari tahu kebutuhan dan keinginan pelanggan. Barulah
kemudian dicari tahu produk yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan itu.
Laba justru diharapkan diperoleh dari kepuasan konsumen yang nantinya membeli
dalam jumlah banyak, terus-terusan dan mungkin dengan harga yang
menguntungkan (Amir 2005).
Aspek pasar dan pemasaran mencoba mempelajari tentang :
1. Permintaan dan Penawaran
Permintaan pasar pada dasarnya menunjukkan besarnya kuantitas
permintaan konsumen atas produk atau jasa. Permintaan (demand) adalah
jumlah barang yang tersedia dibeli para pembeli pada pasar tertentu dengan
harga tertentu dan pada waktu tertentu.
Penawaran adalah produk yang tersedia dan siap untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Produk yang dihasilkan produsen dan didistribusikan
melalui saluran-saluran pemasaran yang ada (wholesale, grosir, agen) tersebar
ke berbagai lokasi (daerah) dan mendekat kepada konsumen. Persediaan
produk tertentu terdapat di suatu lokasi (daerah) memiliki volume terbatas dan
akan dibeli sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat (rumah tangga,
perusahaan, industri) yang jumlahnya juga tertentu. Volume produk sejenis
yang tersedia dalam wilayah tertentu untuk dijual itulah yang disebut
penawaran (Subagyo 2007).
2. Peluang Pasar
Berdasarkan analisis permintaan dan penawaran, jumlah permintaan dan
jumlah penawaran pada periode tertentu akan mempunyai selisih (excess). Jika
jumlah permintaan lebih besar dibandingkan dengan jumlah penawaran,
disebut excess demand. Sebaliknya, jika jumlah penawaran lebih besar
8
dibandingkan jumlah permintaan, disebut excess supply. Peluang pasar yang
muncul apabila jumlah permintaan lebih besar dibandingkan jumlah penawaran
atau terjadi excess demand (Subagyo 2007).
3. Segmentasi Pasar
Segmentasi pasar merupakan bagian penting dalam menetukan strategi
pemasaran. Segmentasi pasar adalah menggolongkan konsumen yang ada dan
potensial bagi produk dan jasa atas dasar kebutuhan dan keinginan mereka
secara umum (Umar 2003).
4. Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran dapat didekati dengan konsep bauran pemasaran atau
marketing mix. Umar (2003) bagi pemasaran produk barang, manajemen
pemasaran akan dipecah menjadi 4 (empat) kebijakan pemasaran yang lazim
disebut sebagai bauran pemasaran (marketing mix) atau 4P dalam pemasaran
yang terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu produk (product), harga (price),
saluran distribusi (place), dan promosi (promotion).
Pada umumnya perusahaan atau organisasi tidak memasarkan produknya
langsung kepada pengguna akhir, diantaranya terdapat perantara yang
menjalankan fungsi pemasaran. Perantara ini membentuk saluran pemasaran
yang juga disebut sebagai saluran dagang atau distribusi. Keputusan-keputusan
saluran pemasaran termasuk diantara keputusan paling penting yang dihadapi
manajemen.
2.4.2 Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses
pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut
selesai dibangun.
Beberapa pertanyaan utama yang perlu mendapat jawaban dari aspek teknis
ini adalah :
1. Lokasi bisnis, yakni di mana suatu bisnis akan dilaksanakan baik untuk
pertimbangan lokasi dan lahan pabrik maupun lokasi bukan pabrik.
2. Seberapa besar skala operasi/luas produksi ditetapkan untuk mencapai suatu
tingkatan skala ekonomis.
9
3. Kriteria pemilihan mesin dan equipment (perlengkapan) utama serta alat
pembantu mesin dan equipment (perlengkapan).
4. Bagaimana proses produksi dilakukan dan layout pabrik yang dipilih, termasuk
juga layout bangunan dan fasilitas lain.
5. Apakah jenis teknologi yang diusulkan cukup tepat, termasuk di dalamnya
pertimbangan variabel sosial yaitu kemampuan atau penerimaan masyarakat
terhadap teknologi yang digunakan. (Nurmalina et al. 2009).
2.4.3 Aspek Manajemen
Manajemen dalam pembangunan proyek bisnis maupun manajemen dalam
implementasi rutin bisnis adalah sama saja dengan manajemen lainnya. Aspek ini
berfungsi untuk aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengendalian (Umar 2003). Aspek manajemen yang dianalisis adalah aspek :
Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating
(Pelaksanaan), dan Controlling (Pengendalian). Perencanaan merupakan
perencanaan pengembangan proyek yang akan dilakukan. Pengorganisasian
merupakan pembagian tugas yang dilakukan dalam menjalankan operasional
usaha. Pelaksanaan merupakan bagaimana petani menjalankan usaha kapulaga,
dan Pengendalian adalah bagaimana petani dalam usaha budidaya kapulaga dapat
melakukan kontrol terhadap semua objek.
2.4.4 Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan
Pada aspek ekonomi dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan
masyarakat. Sedangkan pada aspek sosial yang dipelajari adalah penambahan
kesempatan kerja atau pengangguran. Aspek ini mempelajari pemerataan
kesempatan kerja terhadap masyarakat sekitar. Pada aspek lingkungan
mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan, apakah
dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak
(Nurmalina et al. 2009).
10
2.4.5 Aspek Finansial
Tujuan menganalisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek
bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan
manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan
pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk
membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai
apakah proyek akan dapat berkembang terus (Umar 2003).
Dalam analisis finansial terdapat kriteria kelayakan investasi. Menurut
Gittinger (1986) menyebutkan bahwa dana yang diinvestasikan itu layak atau
tidak akan diukur melalui kriteria investasi itu Net Present Value, Net Benefit Cost
Ratio, dan Internal Rate of Return.
1. Net Present Value (NPV)
Suatu bisnis dapat dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang
diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya
disebut manfaat bersih atau arus kas bersih. Suatu bisnis dinyatakan layak jika
NPV lebih besar dari 0 (NPV > 0) yang artinya bisnis menguntungkan atau
memberikan manfaat. Dengan demikian jika suatu bisnis memppunyai NPV lebih
kecil dari 0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan (Nurmalina et al.
2009).
Net present value yaitu selisih antara Present Value dari investasi dengan
nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang.
Untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan
(Umar 2003).
2. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama
dengan 0 (Nurmalina et al. 2009). Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui
persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan
kemampuan proyek dalam pengembalian pinjaman. Jika dengan tingkat diskonto
tertentu, nilai NPV menjadi sebesar nol, maka proyek yang bersangkutan berada
11
dalam posisi kembali modal yang berarti proyek dapat melunasi bunga
penggunaan uang.
3. Benefit Cost Ratio (BCR)
Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah rasio antara manfaat bersih yang
bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif (Nurmalina et al.
2009). Perhitungan ini digunakan untuk melihat tingkat manfaat yang akan
diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Suatu proyek dikatakan layak jika BCR
lebih besar atau sama dengan satu (BCR ≥ 1). Hal ini berarti proyek tersebut layak
untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai BCR lebih kecil dari satu (BCR < 1),
maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, karena hal tersebut berarti
manfaat yang akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan
biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut.
4. Payback Period (PBP)
Merupakan metode analisis kelayakan investasi untuk menilai jangka waktu
(tahun) pemulihan seluruh modal yang diinvestasikan dalam suatu proyek. Proyek
layak jika masa pemulihan modal investasi lebih pendek dari usia ekonomis.
Proyek tidak layak jika masa pemulihan modal investasi lebih lama dibandingkan
usia ekonominya (Subagyo 2007). Metode Payback Period ini merupakan metode
pelengkap penilaian investasi.
2.5 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas adalah suatu teknik analisis untuk menguji secara
sistematis apa yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila
terdapat kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam
perencanaan. Jika suatu proyek sudah diputuskan untuk dilaksanakan dengan
didasarkan pada analisis serta hasil evaluasi NPV, IRR, BCR, dan PBP pada
kenyataannya tidak menutup kemungkinan kesalahan dalam perhitungan-
perhitungan misalnya perubahan harga produk. Dengan adanya kemungkinan
tersebut harus diadakan analisis kembali untuk mengetahui sampai sejauh mana
dapat diadakan penyesuaian akibat perubahan-perubahan yang terjadi.
12
Menurut Gittinger (1986) hasil analisis terhadap suatu proyek harus diteliti
kembali untuk melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang
berubah-ubah yang disebut sebagai analisis sensitivitas. Hal tersebut merupakan
satu cara untuk menarik perhatian kepada masalah utama analisis proyek, yaitu
proyeksi yang selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada saat
proses pelaksanaan proyek. Masalah-masalah utama yang sensitif terjadi
perubahan adalah pada bidang : perubahan harga jual produk, keterlambatan
pelaksanaan proyek, kenaikan biaya, dan perubahan volume produksi.
2.6 Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan
suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum
Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa
hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi,
sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat
sumberdaya hutan dapat diwujudkkan secara optimal dan proporsional (Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten 2011).
Maksud dari PHBM menurut Perum Perhutani dalam SK Ketua Dewan
Pengawas PT. Perhutani (Persero) Nomor 136/KPTS/DIR/2001 adalah untuk
memberikan arah pengelolaan hutan dengan memadukan aspek-sapek ekonomi
dan sosial secara proporsional guna mencapai visi dan misi perusahaan, PHBM
bertujuan untuk :
a. Meningkatkan tanggungjawab perusahaan, MDH dan pihak yang
berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan.
b. Meningkatkan peran perusahaan, MDH dan pihak lain yang berkepentingan
terhadap pengelolaan sumberdaya hutan.
c. Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan
pembangunan wilayah sesuai dengan kondisi dan dinamika sosial Masyarakat
Desa Hutan.
d. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan karakteristik wilayah.
e. Meningkatkan pendapatan perusahaan, MDH serta pihak yang berkepentingan
secara simultan (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah 2011).
13
2.7 Kelompok Tani Hutan (KTH)
KTH adalah perkumpulan orang yang tinggal di sekitar hutan yang
menyatukan diri dalam usaha-usaha di bidang sosial ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan para anggotanya dan ikut serta melestarikan hutan
dengan prinsip kerja dari, oleh dan untuk anggota.
Suharjito (1994) dalam Fijriani (2008) menyatakan bahwa pembentukan
dan pembinaan KTH merupakan pendekatan baru dalam upaya mewujudkan
partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan negara.
Pembentukan dan pembinaan KTH merupakan pendekatan baru dalam upaya
mewujudkan partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan
negara.
2.8 Agroforestry
Dalam Bahasa Indonesia, kata agroforestry dikenal dengan istilah wanatani
atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan
pertanian. Menurut De Foresta dan Michon (1997) dalam Balai Pengelolaan DAS
Pemali Jratun (2010), agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu
sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem
agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam
secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan
bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak
dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan
sehingga membentuk lorong/pagar.
Jenis-jenis pohon yang ditanam sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi
tinggi (kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao, nangka, melinjo, petai, jati, mahoni)
atau bernilai ekonomi rendah (dadap, lamtoro, kaliandra). Jenis tanaman semusim
biasanya berkisar pada tanaman pangan (padi gogo, jagung, kedelai, kacang-
kacangan, ubi kayu), sayuran, rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya.
Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang
melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam
maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani
mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Di dalam sistem ini,
14
selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat
(liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak.
2.9 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitian mengenai kelayakan pengusahaan
tanaman obat :
1. Plasmanutfah tumbuhan obat Indonesia yang melimpah merupakan aset
nasional bernilai tinggi yang potensial untuk pengembangan industri
agromedisin. Aset ini perlu dikelola dengan bijaksana secara lestari untuk
menghindari kelangkaan atau kepunahan suatu spesies tumbuhan obat.
Permintaan yang tinggi akan obat alami di dalam maupun di luar negeri
merupakan peluang besar yang menggiurkan namun harus tetap memerhatikan
dan memprioritaskan penyediaan bahan obat alami yang berkualitas, aman, dan
bermanfaat. Menghadapi era pasar bebas dan persaingan global, kemampuan
ekspor berbagai komoditas tumbuhan obat akan menghadapi persaingan yang
lebih ketat (Dorly 2005).
2. Agobisnis dan Agroindustri berbasis tanaman obat mempunyai prospek ke
depan yang bagus sebagai sumber pendapatan pembangunan. Selain trend back
to nature yang saat ini mengemuka juga karena keanekaragaman hayati yang
dimiliki Indonesia. Namun demikian pengembangan tanaman obat ini
memerlukan daya dukung teknologi, infrastruktur dan kelembagaan serta
dukungan politik dari pemerintah (Nurkhazanah 2006).
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sedayu, Kecamatan Loano, Kabupaten
Purworejo wilayah KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
Waktu pengambilan data berlangsung selama bulan Juli sampai Agustus 2010.
3.2 Alat dan Sasaran Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner, alat tulis,
kamera, komputer, kalkulator dan Software Microsoft Excel. Sasaran penelitian
adalah 40 orang petani tumbuhan kapulaga, orang pedagang pengumpul,
pedagang pengecer, pengurus LMDH Sedyo Rahayu dan staff KPH Kedu Selatan
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
3.3 Asumsi
Dalam penelitian ini terdapat beberapa asumsi yang digunakan untuk
mempermudah analisis. Asumsi-asumsi tersebut sebagai berikut :
1) Jangka waktu/umur proyek adalah 5 tahun. Berdasarkan pertimbangan bahwa
tanaman kapulaga dapat tumbuh sampai umur 5-6 tahun (Subagyo 2007).
2) Panen pertama dihasilkan setelah umur kapulaga 1,5 tahun.
3) Panen berikutnya dilakukan sebulan sekali dalam setahun.
4) Harga merupakan yang terjadi pada saat dilaksanakan penelitian.
5) Tingkat suku bunga (discount rate) yang digunakan adalah suku bunga BNI
pada tahun 2009 yaitu 13% (Gustia 2009).
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui pengamatan dan wawancara
dengan metode kuesioner kepada 40 petani kapulaga, pedagang pengumpul,
pedagang pengecer, para pengurus LMDH Sedyo Rahayu, dan staf PMDH KPH
Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Data sekunder diperoleh dari
16
berbagai informasi dan sumber melalui berbagai instansi, seperti KPH Kedu
Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, LMDH Sedyo Rahayu yang
mencangkup keadaan fisik lingkungan serta keadaan sosial ekonomi Desa Sedayu,
perpustakaan IPB, penelusuran internet, dan berbagai studi literatur yang
berkaitan dengan topik atau bahan penelitian.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data primer dengan menggunakan metode nonrandom
sampling atau nonprobability sampling, artinya setiap elemen populasi tidak
mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Metode
nonprobability sampling yang dipilih adalah Purposive Sampling.
Purposive Sampling yaitu suatu sampling dimana pemilihan elemen-elemen
untuk menjadi anggota sampel didasarkan atas pertimbangan yang tidak acak,
biasanya sangat subjektif sifatnya. Artinya setiap elemen tidak mendapatkan
kesempatan yang sama untuk dipilih (Supranto 1992). Sesuai dengan namanya,
sample diambil dengan maksud atau tujuan tertentu sebanyak 40 orang.
Didasarkan pada acuan minimal 30 sampel untuk penelitian deskriptif (Umar
2002). Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti
menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang
diperlukan bagi penelitiannya.
Metode untuk mengetahui prospek pasar adalah dengan survei, dimana
dalam pengambilan sampel respon dilakukan dengan metode Snowball Sampling
merupakan identifikasi dimulai dari seseorang yang mempunyai kriteria yang
masuk dalam kesimpulan penelitian. Dari identifikasi permulaan ini selanjutnya
akan ditemukan unit sampel berikutnya (Wahana Statistika 2010). Artinya
menentukan sampel awal yang kemudian menetukan sampel berikutnya
berdasarkan informasi yang diperoleh.
3.6 Metode Analisis Proyek
a) Analisis pasar dan pemasaran
Pada analisis pasar dan pemasaran, aspek yang dikaji adalah mengetahui
bentuk dan potensi pasar, proyeksi permintaan dan penawaran, dan strategi
17
pemasaran. Semua aspek tersebut diukur dengan menggunakan teknik yang sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan dan sumber data yang diperoleh.
b) Analisis Pengembangan usaha, meliputi: aspek teknis dan teknologi, aspek
manajemen, sosial ekonomi dan lingkungan, serta aspek finansial.
Aspek teknis meliputi penentuan kapasitas produksi dan lokasi serta proses
produksi. Aspek manajemen yang dianalisis adalah aspek : Planning
(Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating (Pelaksanaan), dan
Controlling (Pengendalian). Pada analisis sosial ekonomi ditentukan sampai
sejauh mana usaha ini mampu memberikan manfaat secara ekonomi kepada
masyarakat sekitar. Untuk aspek lingkungan, bagaimana pengaruh bisnis tersebut
terhadap lingkungan. Analisis aspek finansial diperlukan untuk mengkaji jumlah
dana yang dibutuhkan dalam mendirikan suatu usaha dan menjalankannya.
c) Kriteria Kelayakan Investasi
Pada analisis kelayakan pengembangan usaha digunakan analisis kriteria
investasi. Kriteria investasi yang dibutuhkan adalah Net Present Value, Internal
Rate of Return, Benefit Cost Ratio, dan Payback Period.
1) Net Present Value (NPV)
Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai
sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih. Menurut Nurmalina et al. (2009)
rumus NPV adalah sebagai berikut :
Dimana : NPV = Net Present Value
Bt = Keuntungan pada tahun ke-t
Ct = Biaya pada tahun ke-t
n = Umur ekonomis dari suatu proyek
i = Suku bunga yang berlaku
18
Apabila NPV ≥ 0, maka proyek dinilai menguntungkan untuk dijalankan.
Namun bila NPV ≤ 0, maka proyek dinilai tidak menguntungkan untuk
dijalankan.
2) Internal Rate of Return (IRR)
Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang
investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa
mendatang. IRR adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama
dengan nol. Menurut Nurmalina et al. (2009) rumus IRR adalah sebagai berikut :
Dimana : IRR = Internal Rate of Return
NPV(+) = NPV bernilai positif
NPV(-) = NPV bernilai negatif
i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif
i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif
Jika IRR dari suatu proyek sama dengan tingkat suku bunga, maka NPV
dari proyek tersebut sama dengan nol. Jika IRR ≥ 1, maka proyek layak untuk
dijalankan, begitu pula sebaliknya.
3) Benefit Cost Ratio (BCR)
Untuk menghitung indeks ini terlebih dahulu dihitung selisih antara
keuntungan dan biaya untuk setiap tahun t. Menurut Nurmalina et al. (2009)
rumus BCR adalah :
Dimana : Bt = Penerimaan (Benefit) bruto pada tahun ke-t
Ct = Biaya (Cost) bruto pada tahun ke-t
19
n = Umur proyek
i = Tingkat suku bunga yang berlaku
t = Internal waktu
4) Pay Back Period (PBP)
Metode ini mencoba menghitung seberapa cepat investasi bisa kembali.
Menurut Nugroho (2008) periode pengambilan modal merupakan jangka waktu
yang diperlukan oleh suatu usaha untuk mengembalikan seluruh dana yang
diinvestasikan, yaitu ukuran lamanya waktu yang diperlukan agar seluruh modal
yang ditanamkan dapat dikembalikan/dibayar oleh manfaat yang dihasilkan dari
investasi tersebut. Oleh karena itu, satuan hasilnya adakah satuan waktu (bulan,
tahun, dan sebagainya). Apabila periode yang dibutuhkan lebih cepat dari yang
disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan. Namun bila tidak sesuai
dengan periode yang disyaratkan, maka proyek dikatakan tidak menguntungkan.
Menurut Nugroho (2008) rumus PBP adalah sebagai :
Dimana :
PBP = Pay Back Period
N = Periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir
(tahun)
M = Nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir (Rp)
Bn = Benefit bruto pada tahun ke-n (Rp)
Cn = Biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)
f) Analisis Sensitivitas
Teknik melakukan analisis sensitivitas adalah dengan cara menghitung
ulang ukuran kemanfaatan proyek dengan menggunakan perkiraan baru dari satu
atau lebih komponen biaya atau hasil. Tiap analisis sensitivitas harus dilaksanakan
secara terpisah untuk dapat mengestimasi pengaruh perubahan yang terjadi
terhadap asumsi-asumsi yang digunakan dalam mengukur kemanfaatan proyek.
20
Manfaat analisis sensitifitas adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan harga
produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya dan perubahan volume
produksi terhadap penilaian suatu investasi, yaitu dari layak menjadi tidak layak
dilaksanakan. Analisis sensitivitas dilakukan dalam dua skenario yakni : jika
terjadi penurunan harga produksi dan jika terjadi peningkatan sistem bagi hasil
LMDH.
g) Aliran Kas Proyek (Cash Flow)
Laporan aliran kas (cash flow statement) disusun untuk menunjukkan
perubahan kas selama selama satu periode tertentu serta memberikan alasan
mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukan dari mana sumber - sumber
kas dan penggunaan-penggunaanya. Kas mempunyai tiga komponen utama, yaitu
Initial Cash Flow, Operasional Cash Flow, dan Terminal Cash Flow (Umar
2003).
1) Initial Cash Flow
Identifikasi pola aliran kas yang berhubungan dengan investasi diperlukan
untuk menentukan komponen Initial Cash Flow. Beberapa contoh yang terdapat
pada Initial Cash Flow adalah untuk tanah, pembuatan pabrik, pembayaran mesin-
mesin, pengeluaran untuk biaya pendahuluan dan sebelum operasi, serta penyedia
modal kerja.
2) Operational Cash Flow dan Terminal Cash Flow
Operational Cash Flow merupakan rencana keluar masuk dana jika proyek
sudah dioperasionalkan. Untuk menaksir aliran kas operasional perlu ditentukan
waktu yang diperkirakan. Pada umumnya, waktu yang digunakan dalam menaksir
aliran kas operasional ini disesuaikan dengan umur ekonomis investasi yang akan
dijalankan. Terminal Cash Flow terdiri dari nilai sisa aliran kas dan pengembalian
modal.
21
BAB IV
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
Kabupaten Purworejo secara geografis berada pada 109o 47’ 28” Bujur
timur, 110o 08’ 20” Bujur Timur, 7
o 32’ Lintang Selatan, sampai dengan 7
o 54’
Lintang selatan, dengan luas wilayah 1.034,81 km2.
Sebelah utara : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Magelang
Sebelah timur : Kabupaten Kulon Progo Propinsi DIY
Sebelah selatan : Samudra Indonesia
Sebelah barat : Kabupaten Kebumen
Secara administratif, Kabupaten Purworejo meliputi 16 kecamatan yang
terdiri dari 494 desa. Adapun jumlah desa dan luas menurut kecamatan adalah
sebagai berikut :
Tabel 1 Jumlah desa dan luas kecamatan Kabupaten Purworejo
No. Kecamatan Jumlah Desa Luas Wilayah (km2)
1. Grabag 32 64,92
2. Ngombol 57 55,27
3. Purwodadi 40 53,96
4. Bagelen 17 63,76
5. Kaligesing 21 74,73
6. Purworejo 25 52,72
7. Banyuurip 27 45,08
8. Bayan 26 43,21
9. Kutoarjo 27 37,59
10. Butuh 41 46,08
11. Pituruh 49 77,42
12. Kemiri 40 92,05
13. Bruno 18 108,43
14. Gebang 25 71,86
15. Loano 21 53,65
16. Bener 28 94,08
Jumlah 494 1.034,81 Sumber : BPS Kabupaten Purworejo (2010)
22
4.2 Keadaan Lapangan
a) Topografi
Keadaan rupa bumi (topografi) daerah Kabupaten Purworejo secara umum
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Bagian selatan merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 –
25 meter di atas permukaan air laut.
2. Bagian utara merupakan daerah berbukit-bukit dengan ketinggian antara 25 –
1.050 meter di atas permukaan air laut.
Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo berada pada
ketinggian 504 mdpl. Kawasan hutannya memiliki luas 221,8 Ha.
Sedangkan kemiringan lereng atau kelerengan di Kabupaten Purworejo
dapat dibedakan sebagai berikut :
a) Kemiringan 0 – 2% meliputi bagian selatan dan tengah wilayah Kabupaten
Purworejo.
b) Kemiringan 2 – 15% meliputi sebagian Kecamatan Kemiri, Bruno, Bener,
Loano, dan Bagelen.
c) Kemiringan 15 – 40% meliputi bagian utara dan timur wilayah Kabupaten
Purworejo.
d) Kemiringan > 40% meliputi sebagian Kecamatan Bagelen, Kaligesing, Loano,
Gebang, Bruno, Kemiri, dan Pituruh.
b) Iklim
Secara umum Kabupaten Purworejo mempunyai iklim tropis dengan dua
musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau yang datang setiap enam
bulan silih berganti. Suhu rata-rata 20oC – 32
oC. Sedangkan kelembaban rata-rata
antara 70 – 90% dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember sebesar 9.291
mm, diikuti bulan Januari sebesar 7.849 mm.
4.3 Sosial Ekonomi
a) Desa hutan
Desa Sedayu memiliki LMDH yang bernama LMDH Sedyo Rahayu.
LMDH Sedyo Rahayu yang berakta notaris pendirian No. 18 tanggal 16 Oktober
23
2006. Memiliki anggota 457 KK dikelompokkan menjadi 6 Pokja dan mempunyai
Kelompok Tani Hutan (KTH) “RUKUN” yang mengelola hutan dan ternak.
Berdasarkan hasil penelitian, LMDH Sedyo Rahayu diketahui bahwa
terdapat 5 program LMDH Sedyo Rahayu yaitu 1) Peningkatan produksi getah
pinus, 2) Peningkatan keamanan hutan, 3) Penanaman Lahan di bawah Tegakan
(PLDT), 4) Pendirian koperasi simpan pinjam, dan 5) Pembangunan sekretariat.
Implementasi program tersebut dapat dikatakan cukup baik walaupun ada dua
program yang belum dapat terwujud yaitu pendirian koperasi simpan pinjam dan
pembangunan sekretariat. Dalam implementasi dilaksanakan fungsi manajemen
yaitu pengorganisasian meliputi adanya struktur organisasi dan alokasi
sumberdaya, dan penggerakan meliputi sosialisasi dan komunikasi. LMDH Sedyo
Rahayu mempunyai usaha produktif yang dilakukan oleh para wanita diantaranya
pembuatan krupuk singkong, pembuatan wig (rambut palsu), anyaman bambu
(besek), kue satu singkong. Perkembangan usaha ini masih berjalan tetapi belum
berkembang. Hambatan dalam implementasi program PHBM oleh LMDH Sedyo
Rahayu ialah terbatasnya dana, yang menjadi kendala ialah belum terwujudnya
koperasi simpan pinjam yang dapat mempermudah dalam kegiatan simpan
pinjam. Untuk saat ini kegiatan simpan pinjam dilakukan melalui kelompok kerja.
Pemberdayaan masyarakat Desa Sedayu melalui LMDH sebagai berikut :
Di dalam kawasan lahan perhutani:
1) Budidaya kapulaga bantuan dari Dinas Kehutanan Propinsi Jateng seluas 25 Ha
2) Hijauan makanan ternak
3) Budidaya tanaman aren
4) Budidaya tanaman temulawak
5) Budidaya tanaman kemukus
b) Kependudukan
Jumlah penduduk dalam wilayah Desa Sedayu sebanyak 1787 orang,
dengan jumlah laki-laki sebanyak 908 orang (51%) dan perempuan 879 orang
(49%). Luas tanah wilayah Desa Sedayu sebagai kegiatan dan penompang hidup
penduduknya.
24
c) Mata Pencaharian
Upaya memenuhi hidup sebagaian besar masyarakat di Desa Sedayu
merupakan petani dan buruh tani. Hal ini menunjukkan sebagaian besar
masyarakatnya masih sangat mengandalkan lahan/tanah untuk menompang
hidupnya. Kawasan hutan yang dekat dengan pemukiman penduduk pada
akhirnya menjadi sasaran untuk memenuhi kebutuhan akan lahan. Adapun data
penduduk berdasarkan mata pencaharian Desa Sedayu adalah sebagai berikut :
Tabel 2 Data penduduk berdasarkan mata pencaharian Desa Sedayu
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)
1 Petani 180
2 Buruh tani 266
3 Buruh/swasta 70
4 Pegawai negeri 21
5 Pengrajin 107
6 Pedagang 60
7 Peternak 1
8 Montir 1
Total 706 Sumber : Potensi Desa Sedayu dan Tingkat Perkembangan Desa (2009)
4.4 Karakteristik Responden
Karakterisitik responden yang dianggap penting meliputi status usaha,
umur, pendidikan dan status kepemilikan.
a) Status Usaha
Responden di daerah penelitian menjadikan petani sebagai mata pencaharian
utama. Pendapatan utama petani diperoleh dari getah pinus. Usaha budidaya
kapulaga sebagai tambahan ekonomi pendapatan petani dengan pola tumpang sari
yang berada di bawah naungan pohon pinus. Selain tumbuhan obat kapulaga,
disana juga ditanam tumbuhan obat lain yaitu kemukus, temulawak, cengkeh.
Selain itu, terdapat tanaman singkong yang dapat digunakan untuk pakan ternak.
Ada beberapa petani yang memiliki usaha sendiri yaitu sawah dan ternak untuk
menambah penghasilan mereka, bahkan sebagian besar masyarakat
membudidayakan tanaman kapulaga di lahan milik mereka sendiri.
25
b) Pendidikan
Sebagian besar Desa Sedayu tingkat pendidikannya yaitu SLTP dan SLTA.
Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Desa Sedayu memiliki tingkat pendidikan
yang sedang. Adapun data penduduk berdasarkan pendidikan masyarakat Desa
Sedayu adalah sebagai berikut :
Tabel 3 Data Penduduk berdasarkan pendidikan masyarakat Desa Sedayu
No. Pendidikan Jumlah (Orang)
1 Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah 2
2 Taman SD/Sederajat 205
3 SLTP/Sedarajat 625
4 SLTA/Sederajat 797
Jumlah 1.629 Sumber: Potensi Desa Sedayu dan Tingkat Perkembangan Desa (2009)
c) Status Kepemilikan Lahan
Lahan yang berada dalam kawasan hutan yang diusahakan untuk tanaman
pinus merupakan milik Negara yang diberikan hak pengelolaanya kepada
Perhutani. Para petani Desa Sedayu memanfaatkan menanam bibit kapulaga
secara tumpang sari di lahan hutan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan
(KPH) Kedu Selatan, di petak 100 B. Selain kapulaga terdapat tanaman obat lain
yaitu, kemukus, temulawak, dan cengkeh.
4.5 Deskripsi Proyek
Proyek Perhutanan Sosial di Desa Sedayu merupakan suatu kegiatan dalam
rangka mengembangkan usaha budidaya tanaman obat khususnya kapulaga
dengan cara melibatkan atau mengikutsertakan penduduk desa hutan yang
berminat untuk ikut serta dan telah mendapatkan persetujuan dari pihak petugas
Perum Perhutani. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pendapatan para
petani yang notabene tanaman obat ini memiliki prospek yang cerah. Para petani
diberi kesempatan untuk memanfaatkan tanah hutan di sela tegakan pinus yang
telah dikembangkan sebelumnya. Pemanfaatan tanah hutan tersebut adalah untuk
lahan usahatani tumpangsari.
26
Lokasi proyek di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo di
lahan perhutani KPH Kedu Selatan pada petak 100 B. Desa Sedayu merupakan
dataran rendah yang cocok untuk budidaya tanaman obat kapulaga. Luas lahan
untuk budidaya kapulaga adalah 25 ha. Untuk luas andil garapan pada proyek
perhutanan sosial ini berkisar antara 0,25-0,5 ha, sehingga dalam 1 ha terdapat 2–
4 orang petani kapulaga. Jarak tanam kapulaga awal adalah (3 x 3) m2. Penetapan
luasan tersebut merupakan hasil kesepakatan antar petani. Pemberian luasan
tersebut dimaksudkan agar pengusahaan dapat dilakukan secara adil dan merata.
Peserta berasal dari penduduk desa hutan yang tinggal berdekatan dengan
lokasi proyek. Para peserta proyek umumnya adalah buruh tani. Mereka berasal
dari dari lapisan sosial bawah. Jumlah peserta proyek ini 98 orang dengan luas
pemilikan andil garapan 0,25-0,5 ha. Usia para peserta berkisar antara 25–60
tahun.
Manfaat dari proyak ini adalah berupa modal yang diberikan oleh Dinas
Pertanian sebesar Rp 10.000.000. selain itu terdapat hasil penjualan kapulaga yang
akan dipanen sebulan sekali karena kapulaga ini berbuah sepanjang tahun.
Sedangkan untuk biaya yang dikeluarkan adalah : Investasi yang digunakan
adalah pembelian peralatan yang akan digunakan untuk keperluan proyek. Alat –
alat yang digunakan adalah cangkul, sabit, pisau, dan timbangan. Untuk biaya
operasional.meliputi biaya persemaian, pengolahan tanah, penanaman, pembelian
pupuk organik, pemupukan, pembelian karung, pemanenan, serta penyiangan.
Untuk proyek kapulaga menggunakan jangka waktu 5 tahun.
27
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kelayakan Usaha Tanaman Obat Kapulaga
Dalam pembahasan aspek keuangan akan diuraikan mengenai gambaran
keadaan ekonomi dan keuangan sebagai pertimbangan untuk merealisasikan
pembangunan proyek tanaman obat kapulaga ini. Dikemukakan pula penerimaan
(inflow), dan pengeluaran (outflow), berikut pembahasan mengenai laba/rugi dan
penerapan beberapa metoda evaluasi finansial.
Analisis kelayakan finansial pengusahaan tanaman kapulaga perlu dilakukan
untuk membantu pengembangan produk pertanian ini agar lebih intensif
diusahakan oleh petani. Untuk mengetahui hasil kelayakan pengusahaan kapulaga
akan dilihat dari kriteria-kriteria kelayakan finansial yang meliputi NVP, BCR,
IRR, dan Payback Period (PBP).
5.1.1 Arus Penerimaan (Inflow)
Penerimaan merupakan hasil perkalian antara kuantitas produksi yang
dihasilkan dengan harga jual yang ditetapkan. Pemanenan kapulaga dilakukan 12
kali dalam satu tahun. Tanaman kapulaga dapat berbuah sekitar umur 1,5 tahun,
sehingga penerimaan penjualan kapulaga terjadi pada tahun kedua. Penerimaan
tahun pertama dari penjualan kapulaga masih rendah dibandingkan dengan tahun
berikutnya. Usaha budidaya kapulaga di Desa Sedayu mendapat bantuan modal
Rp 10.000.000 dari Dinas Pertanian.
Harga jual yang ditetapkan pada tingkat petani untuk buah kapulaga
tergantung pada musim. Jika musim hujan harga kapulaga basah pada tingkat
petani Rp 6.000/kg, karena pada musim hujan produksi yang dihasilkan
melimpah. Pada musim kemarau harga kapulaga dapat mencapai Rp 8.000/kg,
karena pada musim kemarau kapulaga yang dihasilkan berkurang karena
kekurangan pasokan air. Para petani di Desa Sedayu menjual buah kapulaga tidak
dalam keadaan kering tetapi dalam keadaan basah. Hal ini dikarenakan proses
pengeringan membutuhkan waktu yang cukup lama dan selisih harga antara
kapulaga basah dengan kapulaga kering juga tidak terlalu besar. Hasil produksi
28
buah kapulaga ini kemudian dijual kepada pedagang pengumpul. Dalam usaha
budidaya kapulaga ini terdapat sistem bagi hasil antara petani dengan LMDH
Sedyo Rahayu yaitu 60% : 40%, dari hasil pendapatan bersih yang diterima.
Usaha kapulaga ini merupakan usaha bersama yang dikelola oleh LMDH Sedyo
Rahayu. Perkiraan penjualan kapulaga dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Perkiraan penjualan kapulaga per tahun lahan seluas 25 ha di Desa
Sedayu
No. Tahun Penjualan Kapulaga Per Tahun (Rp)
1 2 33.600.000
2 3 182.000.000
3 4 343.200.000
4 5 507.200.000
Jumlah 1.066.000.000
5.1.2 Arus Biaya (Outflow)
a. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada awal proyek. Biaya
investasi berupa peralatan pertanian. Jenis-jenis peralatan yang digunakan oleh
petani adalah cangkul, sabit, pisau, dan timbangan. Peralatan-peralatan tersebut
digunakan untuk kegiatan persemaian, pengolahan tanah, penanaman, penyiangan
dan pemanenan (timbangan). Sehingga total biaya investasi pengusahaan kapulaga
untuk luasan 25 ha adalah sebesar Rp 8.580.000. Perincian biaya investasi dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 Perincian penggunaan biaya investasi peralatan per tahun lahan seluas 25
ha di Desa Sedayu
No. Uraian Satuan Harga satuan
(Rp) Jumlah
Total Biaya
(Rp)
1 Cangkul Buah 50.000 50 2.500.000
2 Sabit Buah 45.000 98 4.410.000
3 Pisau Buah 15.000 98 1.470.000
4 Timbangan Unit 100.000 2 200.000
Total 8.580.000
29
b. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan dengan
kegiatan operasional pengusahaan kapulaga. Biaya operasional terbagi menjadi
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak
dipengaruhi oleh jumlah output yang dihasilkan dalam suatu periode waktu
tertentu. Pada lokasi Desa Sedayu dalam membudidayakan kapulaga tidak
terdapat biaya tetap, sehingga dalam penelitian ini tidak menghitung biaya tetap.
Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya dapat berubah-ubah, terpengaruh
oleh jumlah output yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu. Biaya
variabel pada pengusahaan kapulaga meliputi biaya persemaian, biaya pengolahan
tanah, penanaman, pembelian pupuk, pemupukan, pembelian karung, pemanenan,
dan penyiangan.
Setiap kegiatan yang dilakukan mendapatkan upah yang diasumsikan
sebesar Rp 20.000 dikalikan dengan hari orang kerja (HOK). Kegiatan
pemupukan setelah penanaman dilakukan sebulan sekali pada tahun pertama.
Setelah 1 tahun, pemupukan dilakukan dua bulan sekali, dan kegiatan penyiangan
dilakukan 2 kali dalam setahun. Dalam 1 ha pupuk kandang diperlukan 50 kg/ha
dengan harga Rp 100/kg, sedangkan pada saat persemaian menggunakan pupuk
kompos diperlukan 100 kg/ha dengan harga pupuk kompos adalah Rp 1.000/kg.
Dalam pembelian karung yang dilakukan 3 bulan sekali dalam setahun dengan
jumlah yang berbeda tergantung dari hasil output yang dihasilkan. Biaya variabel
dapat dilihat pada tabel 6.
30
Tabel 6 Biaya variabel pengusahaan kapulaga lahan seluas 25 ha di Desa Sedayu
No. Uraian Biaya Total Operasional (Rp)
1 Persemaian 1.410.000
2 Pengolahan tanah 12.500.000
3 Bibit kapulaga 41.662.500
4 Penanaman 10.000.000
5 Pupuk kandang 3.375.000
6 Pemupukan 108.000.000
7 Penyiangan 22.500.000
8 Karung 825.000
9 Pemanenan 312.000.000
10 Bagi hasil LMDH 40% 426.640.000
Jumlah 938.912.500
5.1.3 Analisis Finansial Pengusahaan Tanaman Kapulaga
Berdasarkan hasil perhitungan cashflow yang dapat dilihat pada lampiran 7
mengenai hasil kelayakan pengusahaan kapulaga, maka hasil analisis kelayakan
pengusahaan kapulaga yang dilakukan dapat dikategorikan layak. Kelayakan
tersebut dapat dilihat dari nilai NPV, IRR, BCR, dan PBP. Adapun kriteria
kelayakan finansial pengusahaan kapulaga pada Desa Sedayu adalah sebagai
berikut :
Tabel 7 Kriteria kelayakan finansial pengusahaan kapulaga pada Desa Sedayu
Kriteria Kelayakan Finansial Keadaan Normal
NPV (Rp) 31.885.009
BCR 1,30
PBP (Tahun) 4,23 (4 tahun 3 bulan)
IRR (%) 22,29
Analisis yang dilakukan menggunakan tingkat diskonto 13% per tahun
(BNI, 2009). NPV diperoleh dari hasil kumulatif arus penerimaan yang telah
dikonfersi dengan tingkat discount rate yang digunakan selama umur proyek.
Berdasarkan hasil perhitungan cashflow diperoleh NPV sebesar Rp 31.885.009.
Hal ini berarti budidaya kapulaga di lokasi penelitian layak untuk diusahakan pada
tingkat suku bunga 13% karena suatu usaha dikatakan layak jika nilai NPV > 0
(perincian perhitungan dapat dilihat pada lampiran 7).
31
Kriteria lain yang dianalisis adalah BCR, dalam pengusahaan kapulaga ini
diperoleh BCR > 1 yaitu 1,30 yang menyatakan bahwa pengusahaan kapulaga ini
layak untuk diusahakan. Nilai BCR ini menunjukkan bahwa setiap pengeluaran
Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,30. Nilai Payback Period yang
diperoleh sebesar 4,23, yang berarti pengusahaan kapulaga pada lahan seluas 25
ha memiliki waktu pengembalian modal selama 4 tahun 3 bulan. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha kapulaga layak untuk diusahakan karena
pengembalian biaya modal atau investasi kurang dari umur proyek. Kriteria
berikutnya adalah IRR sebesar 22.29%, dimana nilai ini lebih besar dari tingkat
suku bunga (discount rate) sebesar 13% yang menyatakan pengusahaan kapulaga
ini layak untuk diusahakan. Berdasarkan keempat kriteria kelayakan finansial
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengusahaan kapulaga layak untuk
diusahakan.
5.1.4 Analisis Sensitivitas
Analisis kepekaan (sensitivitas) dilakukan untuk melihat perubahan iklim
ekonomi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang yang dapat mengubah
keadaan kelayakan suatu usaha menjadi tidak layak. Analisis sensitivitas juga
digunakan untuk mengetahui sampai pada titik berapa peningkatan atau
penurunan suatu komponen dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria
investasi. Dalam penelitian ini dilakukan dua skenario yaitu :
1) Jika harga kapulaga turun sebesar 8,5%
2) Jika sistem bagi hasil dengan LMDH naik sebesar 5,5%
Tujuan digunakannya kedua skenario di atas adalah untuk melihat
pengaruhnya terhadap kelayakan usaha kapulaga. Jika hasil perhitungan yang
menyebabkan NPV negatif berarti usaha kapulaga tidak layak. Begitu pula
sebaliknya jika hasil perhitungan menyebabkan nilai NPV positif maka usaha
kapulaga tersebut layak untuk diusahakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 8.
32
Tabel 8 Hasil sensitifitas dari kedua skenario
Kriteria Kelayakan
Finansial
Penurunan Harga
Sebesar 8,5%
Kenaikan Sistem Bagi Hasil
LMDH Sebesar 5,5%
NPV (Rp) -685.810 -3.240.385
BCR 0,99 0,97
PBP (Tahun) 4,37 (4 tahun 4 bulan) 4,52 (4 tahun 6 bulan)
IRR (%) 12,79 11,95
Pada kedua skenario yaitu penurunan harga kapulaga sebesar 8,5% dan
kenaikan sistem bagi hasil LMDH sebesar 5,5% menghasilkan nilai NPV yang
negatif. Selain itu, pada kondisi kedua skenario tersebut diperoleh nilai BCR yang
kurang dari 1 dan nilai IRR yang kurang dari suku bunga yang digunakan yaitu
13% per tahun. Hasil nilai perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pada
penurunan harga sebesar 8,5% dan kenaikan bagi hasil LMDH sebesar 5,5%
terjadi perubahan secara signifikan. Berdasarkan perhitungan sensitivitas pada
skenario 1 dan 2 dapat disimpulkan bahwa usaha kapulaga ini tidak layak untuk
dilaksanakan karena tidak memenuhi kriteria kelayakan investasi.
5.1.5 Aspek Teknis
a. Lokasi Usaha
Lokasi usaha budidaya kapulaga lokal yang berada di Desa Sedayu,
Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo yang merupakan dataran rendah.
Berikut ini tabel 9 mengenai ketinggian, suhu, dan kemiringan pada lokasi usaha
dan syarat tumbuh tanaman kapulaga.
Tabel 9 Ketinggian, suhu, dan kemiringan pada lokasi usaha dan syarat tumbuh
tanaman kapulaga
No. Uraian Satuan Lokasi Usaha Syarat Tumbuh
1 Ketinggian mdpl 504 0-700
2 Suhu 0C 20-32 23-28
3 Kemiringan %
Kemiringan 2–15% meliputi
sebagian Kecamatan Kemiri,
Bruno, Bener, Loano, dan
Bagelen
Tumbuh pada
topografi rata
sampai miring
Sumber : Anonim (2009), Anonim (2010), BAPERMADES (2009), dan BAPPEDA (2010)
33
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa lokasi pengusahaan
kapulaga memiliki syarat tumbuh berdasarkan ketinggian, suhu, dan kemiringan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanaman kapulaga ini cocok dibudidayakan
pada lokasi Desa Sedayu.
Gambar 1 Lokasi usaha kapulaga di Desa Sedayu
b. Teknik Produksi
Teknik produksi tanaman sangat mempengaruhi suatu tanaman untuk
tumbuh dan berproduksi. Jika teknik produksi yang dilakukan tepat, maka akan
menghasilkan hasil yang optimal. Teknik produksi yang dilakukan terhadap
tanaman kapulaga tidak terlalu rumit. Teknik produksi tanaman kapulaga
mencakup pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Dari
semua tahapan kegiatan tersebut petani telah melakukan teknik produksi dengan
baik. Mulai dari kegiatan persemaian, pengolahan tanah sampai kegiatan
pemanenan.
1) Budidaya Tanaman Kapulaga
a. Persemaian
Pada kegiatan pesemaian, bedengan dibuat pada tanah yang subur
berdekatan dengan sumber air agar lebih mudah menyiramnya. Membuat petak-
petak persemaian memerlukan persiapan yang berhati-hati. Petak bedengan dibuat
bervariasi. Tanah harus dicangkul halus-halus hingga gembur, setelah itu
dicampur dengan pupuk kompos (Madjo 1989). Petani Desa Sedayu melakukan
34
kegiatan persemaian di lahan milik yaitu di lahan perkarangan. Petani membeli
7.000 biji kapulaga dengan harga satuan Rp 150. Biji-bji yang akan di tabur
berasal dari benih kapulaga yang telah masak. Biji-biji disebarkan di atas petakan
kemudian ditutup dengan sedikit tanah yang gembur. Penyiraman dilakukan
sehari sekali sedangkan kegiatan penyiangan dilakukan sekali dalam 6 bulan.
Setelah 6 bulan, bibit kapulaga dipindahkan ke lahan perhutani.
b. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan dengan membersihkan tanah dari batu, rumput-
rumputan/gulma dan sisa tanaman lainnya. Pencangkulan tanah dilakukan
sedalam kurang lebih 30 cm. Persiapan lubang tanam dilakukan sebulan sebelum
penanaman dengan terlebih dahulu dibuat lubang tanam dengan ukuran panjang
50 cm dan dalamnya 40 cm. Sebaiknya 15 hari setelah pembuatan lubang, tanah
dikembalikan lagi ke dalam lubang, sebelumnya tanah dicampur dulu dengan
pupuk kandang secukupnya.
c. Penanaman
Tanaman kapulaga tumbuh subur di tempat teduh atau di bawah tegakan
kayu Perhutani yang sebagian besar berupa pohon pinus. Pohon pinus ditanam
sebelum penanaman kapulaga sehingga pada saat tanam, pohon pinus tersebut
telah berfungsi dengan baik dengan perbandingan 1 : 2 (1 penaung - 2 kapulaga).
Teknis penanaman tanaman kapulaga yaitu setelah tanah olahan atau lubang
tanam telah tersedia dan bibit telah disiapkan kemudian letakan bibit sedalam 10-
15 cm. Setelah itu ditimbun dengan memperhatikan tunas agar tidak sampai
terluka atau patah. Dalam 1 ha terdapat 1.111 bibit kapulaga dengan jarak tanam
kapulaga yang diusahakan di Desa Sedayu menggunakan jarak tanam 3 m x 3 m.
Waktu tanam yang baik yaitu pada awal musim hujan, yaitu sekitar bulan
September - Desember.
d. Pemeliharaan
Dalam pemeliharaan tanaman kapulaga, kegiatan yang harus dilakukan
diantaranya adalah pemupukan dan penyiangan rumput yang berada di sekitar
35
rumpun. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang. Setelah penanaman,
pemupukan dilakukan setiap bulan pada tahun pertama, setelah tahun pertama
Pemupukan ini dilakukan dua bulan sekali.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, jika terdapat tanaman kapulaga
yang terserang hama, maka cara pengendalian yang efektif adalah dengan
membuang tanaman yang terserang, kemudian dibuat lubang kembali dan
menanam bibit baru berasal dari tanaman yang pertumbuhannya baik. Cara yang
paling mudah melalui pengembangan vegetatif, yaitu dengan cara membagi-bagi
atau membelah-belah rumpunnya. Setiap lubang tanam akan ditanami sebanyak 3
batang. Cara ini dapat menghasilkan pertumbuhan yang baik karena diambil dari
tanaman yang sudah terpilih, relatif mudah, lebih murah, dan lebih cepat
dibanding menanamnya dari biji.
e. Pemanenan
Tanaman kapulaga berbuah sepanjang tahun sehingga dapat dipanen sebulan
sekali, yaitu dengan cara memetik buah yang tumbuh di pangkal batang. Buah
yang dipetik adalah buah yang telah matang (berwarna merah kecoklatan).
Pemanenan buah kapulaga yang sudah masak dilakukan dengan cara memotong
tandan buahnya dengan pisau. Dalam satu tandan akan diperoleh 10-15 buah.
Setelah dipanen, kemudian buah kapulaga dilepas dari tandannya dan dibersihkan
dari kotoran-kotoran yang melekat. Tanaman dapat dipergunakan sampai umur 10
- 15 tahun (Fitriana 2010).
Gambar 2 Buah kapulaga
36
f. Pengeringan
Kualitas buah kapulaga yang baik yaitu buah kapulaga yang sudah dalam
keadaan kering. Pengeringan buah kapulaga dilakukan dengan dijemur secara
langsung di bawah terik sinar matahari. Pengeringan buah kapulaga membutuhkan
waktu 7-10 hari.
Gambar 3 Pengeringan buah kapulaga
5.1.6 Aspek Manajemen
Aspek manajemen yang dianalisis pada usaha tanaman kapulaga di Desa
Sedayu ini mencakup beberapa aspek, yaitu : perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian. Perencanaan merupakan perencanaan
pengembangan proyek yang akan dilakukan. Pengorganisasian merupakan
pembagian tugas yang dilakukan dalam menjalankan operasional usaha.
Pelaksanaan merupakan penerapan teknis dalam menjalankan rencana yang telah
dibuat sebelumnya. Pengendalian merupakan bagaimana pemilik usaha budidaya
tanaman kapulaga dapat melakukan kontrol terhadap semua aspek.
Desa Sedayu memiliki sebuah LMDH yaitu LMDH Sedyo Rahayu dikelola
oleh anggota LMDH Sedyo Rahayu. LMDH Sedyo Rahayu memiliki seorang
pembina desa yang sekaligus menjabat sebagai kepala desa. kemudian terdapat
ketua umum yang menjabat sebagai kepala lurah desa. Budidaya tanaman
kapulaga merupakan kerjasama antara LMDH Sedyo Rahayu dengan petani yang
ingin melakukan usaha kapulaga. Begitu pula dalam merencanakan usaha
37
kapulaga ini dilakukan secara bersama, seperti investasi yang akan dilakukan,
biaya operasional, serta penerimaan yang akan diperoleh oleh petani.
Gambar 4 LMDH Sedyo Rahayu
Pengorganisasian dan pelaksanaan yang akan dilakukan di lokasi penelitian
meliputi pembagian tugas yang akan dibebankan kepada petani serta bagaimana
hasil kinerja tersebut di lapangan. Struktur organisasi yang ada di lokasi penelitian
tidak terlalu diperhatikan karena pengorganisasian untuk usaha kapulaga ini
sangat sederhana karena budidaya tanaman kapulaga ini merupakan usaha
bersama yang dikelola LMDH Sedyo Rahayu. Petani yang mengerjakan budidaya
usaha kapulaga ini melibatkan sekitar 98 orang yang tergabung dalam Lembaga
Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sedyo Rahayu. Pengendalian dilakukan oleh
para petani.
Fungsi manajemen dalam LMDH Sedyo Rahayu yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian cukup membuat
usaha ini layak untuk dijalankan karena semua aspek yang dibutuhkan untuk
menjalankan suatu bisnis telah dijalankan yaitu perencanaan yang baik,
pengorganisasian dan pelaksanaan yang dapat diorganisasikan dengan baik, serta
kontrol yang baik terhadap semua aspek usaha dapat dijalankan.
38
5.1.7 Aspek Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
a) Aspek Ekonomi
Budidaya tanaman kapulaga ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
petani dengan memanfaatkan lahan kosong yang berada di bawah tegakan pohon
pinus milik Perhutani. Di Desa Sedayu sendiri, usaha kapulaga hanya merupakan
pekerjaan sampingan. Selain usaha budidaya kapulaga, pada Desa Sedayu
membudidayakan tanaman obat kemukus, cengkeh, dan tanaman singkong.
Masyarakat juga merupakan penyadap getah pinus di lahan milik Perhutani.
Gambar 5 Pohon pinus dan tanaman kapulaga
b) Aspek Sosial
Pengusahaan tanaman kapulaga dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat sekitar hutan. Sehingga terjadi pengurangan pengangguran bagi
masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pengusahaan kapulaga ini akan
menjamin keberlangsungan produktivitas kapulaga di Desa Sedayu.
c) Aspek Lingkungan
Dari aspek lingkungan, tanaman kapulaga tidak menyebabkan kerusakan
terhadap lingkungan sekitar karena dalam pengusahaan kapulaga ini tidak
menggunakan bahan baku yang berbahaya.
39
5.2 Prospek Pemasaran Kapulaga
5.2.1 Bentuk Pasar
Bentuk pasar yang terjadi pada lokasi Desa Sedayu adalah pasar persaingan
sempurna. Pada jenis pasar persaingan sempurna, aktivitas persaingannya tidaklah
nampak karena tidak terbatasnya jumlah produsen dan konsumen dapat menjual
dan membeli berapa saja tanpa ada batas asal bersedia membeli atau menjual pada
harga pasar (Umar 2003). Selain Desa Sedayu terdapat Desa lain yang
membudidayakan kapulaga, sehingga terdapat beberapa Desa yang melakukan
pengusahaan kapulaga, misalanya Desa Kaligesing untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat. Harga yang ditawarkan pun berbeda sesuai dengan
kesepakatan antara petani pada Desa tersebut.
5.2.2 Peluang Pasar
Di lokasi Desa Sedayu ini menggunakan pola sistem tumpangsari sehingga
dalam luasan 1 ha tanaman yang ditanam dapat bervariasi seperti kapulaga,
kemukus, dan cengkeh. Selain itu ditanam pula tanaman singkong yang digunakan
untuk pakan ternak.
Berdasarkan wawancara dengan petani permintaan dari pedagang
pengumpul terhadap kapulaga setiap tahun terus meningkat, sedangkan produksi
yang dihasilkan pada Desa Sedayu belum dapat memenuhi semua kebutuhan dari
pedagang pengumpul sehingga terjadi excess demand (kelebihan permintaan)
(Umar 2003) yang akan menyebabkan munculnya peluang pasar, dimana untuk
memenuhi kekurangan permintaannya pedagang pengumpul akan membeli dari
petani yang berasal dari desa lain.
5.2.3 Segmentasi Pasar
Target utama pemasaran hasil pengusahaan kapulaga pada awalnya adalah
di sekitar desa hutan dan wilayah Purworejo khususnya pada tingkat Kabupaten
Purworejo karena spesifikasi produk yang akan dipasarkan merupakan produk
yang sudah diketahui masyarakat sekitar. Di sisi lain, produksi kapulaga yang
dihasilkan dari di Desa Sedayu ini masih relatif rendah sehingga daerah yang
dapat dijangkau hanya sekitar desa hutan saja. Sedangkan untuk
40
pelanggan/konsumen pertama, petani di Desa Sedayu menargetkan pada pedagang
pengumpul di sekitar desa hutan.
5.2.4 Strategi Pemasaran
Untuk memudahkan dalam mencapai tujuan pemasarannya, maka
perusahaan memerlukan suatu strategi yang disebut dengan bauran pemasaran
(marketing mix). Bauran pemasaran merupakan kumpulan strategi yang terdiri
dari 4-P yaitu produk (product), harga (price), saluran distribusi (place), dan
promosi (promotion).
1) Produk (product)
Produk yang diusahakan adalah kapulaga jenis lokal. Petani di Desa
Sedayu membudidayakan tanaman kapulaga lokal ini karena kapulaga lokal
merupakan tanaman dataran rendah.
2) Harga (price)
Harga kapulaga basah yang ditawarkan di Desa Sedayu ini berbeda-beda.
Pada musim hujan harga kapulaga Rp 6.000/kg. Sedangkan pada musim
kemarau harga kapulaga dapat mencapai Rp 8.000/kg.
3) Saluran distribusi (place)
Saluran distribusi adalah pola yang dibentuk oleh lembaga-lembaga
tataniaga dalam menyalurkan produknya sampai ke konsumen akhir. Di Desa
Sedayu, pemasaran kapulaga dilakukan melalui petani, pedagang pengumpul,
pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Sistem pemasaran kapulaga pada
Desa Sedayu dapat dilihat pada Gambar 6.
4) Promosi (promotion)
Untuk memudahkan pelaksanaan penjualan dilakukan usaha promosi.
Sasaran utama dari kegiatan promosi ditujukan kepada tingkat penjual.
Kegiatan promosi dilakukan untuk memberikan suatu penawaran terhadap
produk kapulaga. Melalui kegiatan promosi ini diharapkan produk yang
ditawarkan dapat terjual dan memiliki kepastian pelanggan.
Promosi yang dilakukan dengan cara memperkenalkan bahwa kapulaga
merupakan salah satu jenis tanaman obat yang dibutuhkan oleh masyarakat
namun mempunyai suplai yang relatif kecil. Tanaman kapulaga merupakan
41
salah satu tanaman rempah-rempah yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan
berprospek baik. Dengan promosi yang dilakukan tersebut, maka masyarakat
dapat lebih mengenal produk kapulaga lokal. Berikut ini gambar saluran
pemasaran pengusahaan kapulaga pada Desa Sedayu :
Gambar 6 Saluran pemasaran pengusahaan kapulaga pada Desa Sedayu
Pedagang pengumpul adalah lembaga berupa organisasi atau individu
yang dalam fungsi pemasaran. Di lokasi penelitian terdapat pedagang
pengumpul yang berada di sekitar lokasi penelitian. Pedagang pengumpul
membeli kapulaga basah dari petani ke lokasi produksi. Pengangkutan
dilakukan dari lokasi produksi dengan menggunakan gerobak sebagai alat
transportasi.
Petani menjual kapulaga ke pedagang pengumpul dengan harga Rp
8.000/kg (kapulaga basah) pada musim kemarau dan Rp 6.000/kg (kapulaga
basah) pada musim hujan. Pedagang pengumpul melakukan kegiatan
pengeringan selama 7-10 hari, setelah itu disalurkan ke pedagang pengecer
yang berada di pasar Banyuasin dengan harga Rp 40.000/kg–Rp 50.000/kg.
Harga yang ditawarkan pedagang pengecer ke konsumen akhir adalah sebesar
Petani/
Produsen
Tengkulak sekitar
Desa Hutan
Pedagang Pengecer
Konsumen akhir
42
Rp 45.000–Rp 55.000/kg. Perbedaan harga antara buah kapulaga basah dengan
kapulaga kering cukup jauh berbeda.
Perbandingan harga kapulaga basah dengan kapulaga kering memang
jauh berbeda, hal ini dikarenakan antara buah kapulaga basah dengan kapulaga
kering perbandiangan buahnya adalah 6 : 1. Perbandingan tersebut artinya 6 kg
buah kapulaga basah sama dengan 1 kg buah kapulaga yang telah dikeringkan.
Kapulaga mengadung banyak air sehingga setelah dikeringan menjadi lebih
sedikit.
Sistem pemasaran yang dilakukan tersebut belum sesuai karena petani
menginginkan sistem pemasaran ditampung terlebih dahulu di koperasi LMDH
Sedyo Rahayu kemudian didistribusikan ke pedagang pengumpul yang
nantinya akan didistribusikan kembali ke penyalur kapulaga yang lain.
43
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek finansial yang meliputi NPV,
BCR, IRR, dan Payback Period, maka pengusahaan kapulaga di Desa Sedayu
layak untuk diusahakan. NPV > 0 yaitu sebesar Rp 31.885.009 artinya
manfaat yang dihasilkan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan; BCR >
1 yaitu 1,30 artinya bahwa setiap pengeluaran Rp 1 dapat menghasilkan
penerimaan sebesar Rp 1,3; dan IRR sebesar 22,29%; dimana nilai lebih besar
dari tingkat suku bunga (discount factor) sebesar 13% serta payback period
yang diperoleh dalam pengusahaan kapulaga adalah 4,23 tahun (4 tahun 3
bulan).
2. Pengusahaan kapulaga memiliki prospek pasar yang baik. Hal ini dikarenakan
permintaan akan kapulaga relatif masih tinggi. Jumlah permintaan dari
pedagang pengumpul masih belum dapat dipenuhi oleh petani sehingga
memiliki nilai excess demand.
3. Dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam pengusahaan kapulaga ini
dapat meningkatkan pendapatan petani, menambah kesempatan kerja, serta
tanaman kapulaga tidak menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan. Pada
aspek teknik dan manajemen dalam pengusahaan kapulaga ini telah
dijalankan dengan baik.
6.2 Saran
1. Perlu adanya penyuluhan dari Perhutani Kedu Selatan tentang kegiatan
pengelolaan tanaman kapulaga yang baik, agar produktivitas kapulaga dapat
meningkat secara optimal.
2. Perlu adanya struktur organisasi pengusahaan kapulaga agar fungsi
manajemen dapat dilakukan lebih baik lagi.
44
DAFTAR PUSTAKA
Amir M. T, 2005. Dinamika Pemasaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Anonim. 2009. Kapulaga. http://id.wikipedia.org [10 September 2009].
. 2010. Antara Kapulaga Sabrang dan Lokal. foragri.blogsome.com
/antara-kapulaga-sabrang-dan-lokal [1 Oktober 2010].
[BAPERMADES] Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2009. Potensi dan
Tingkat Perkembangan Desa. Provinsi Jawa Tengah.
[BALITBANG] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2007.
Prosiding Gelar Teknologi Pemanfaatan IPTEK Untuk Kesejahteraan
Masyarakat. Bogor.
[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten. 2010.
Informasi Geografis. Pdkpurworejo.wordpress.com/2010/informasi-
geografis-kabpur [1 Oktober 2010].
[BPDAS] Balai Pengelolaan DAS Pemali Jratun. 2010. www.bpda-pemalijratun.
dephut.go.id [ 1 Desember 2010].
[DINHUT] Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. 2011. Pengelolaan Sumber
Daya Hutan Bersama Masyarakat. http://dinhut.jatengprov.go.id. [1
Oktober 2011]
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2010. Informasi Singkat Benih (Pinus
merkusii Jungh. et de Vriese). www.dephut.go.id/Pinus_merkusii.pdf.
[10 Oktober 2010].
Dorly. 2005. Potensi Tumbuhan Obat Indonesia Dalam Pengembangan Industri
Agromedisin. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fijriani, D. 2008. Kontribusi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) Terhadap Pendapatan Total Penggarap [skripsi].
Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Fitriana, I. A. 2010. Kapulaga (Amomum cardamomum). blog.ub.ac.id /ayuida/
2010/kapulaga-amomum-cardamomum. [10 September 2010].
Gitinger, J. P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi kedua.
Jakarta: UI-Press.
Gustia, I. 2009. BNI-Mandiri Pangkas Bunga Kredit. www.detikfinance.com [1
Oktober 2010].
45
Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas. Jilid 1. Jakarta: Indeks.
Madjo Indo, A. B. D. 1989. Kapulaga Budidaya Pengolahan dan Pemasaran.
Edisi kedua. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Nugroho, B. 2008. Analisis Investasi Proyek Kehutanan & Pertanian. Bogor:
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Nurkhazanah. 2006. Bahan Obat Alam Sumber Pendapatan Pembangunan.
Yogyakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan.
Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor:
Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. 2011. PHBM (Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat). http://unit3.perumperhutani.com [1
Oktober 2011].
Pusat Studi Biofarmaka. 2009. Pasar Domestik dan Ekspor Produk Tanaman Obat
(Biofarmaka). obtrando.files.wordpress.com/pasar-domestik-dan-ekspor-
produk-tanobat-biofarmaka.pdf [10 September 2009].
Subagyo, A. 2007. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Supranto, J. M. A. 1992. Statistika dan Sistem Informasi. Jakarta: Erlangga.
Umar, H. 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
[WS] Wahana Statistika. 2010. Purposive Sampling. www.wahana-statistika.com/
sampling/non-probability-sampling.html [1 Oktober 2010].
46
LAMPIRAN
46
46
Lampiran 1 Perkiraan penjualan pada tahun pertama
Bulan Hasil Panen Per Ha (Kg) Hasil Panen per 25 Ha (Kg) Harga/Satuan(Rp/Kg) Hasil Penjualan Per 25 Ha (Rp)
9 48 1.200 6.000 7.200.000
10 52 1.300 6.000 7.800.000
11 60 1.500 6.000 9.000.000
12 64 1.600 6.000 9.600.000
Jumlah 33.600.000
47
47
Lampiran 2 Perkiraan penjualan pada tahun kedua
Bulan Hasil Panen Per Ha (Kg) Hasil Panen per 25 Ha (Kg) Harga/Satuan (Rp/Kg) Hasil Penjualan Per Bulan (Rp)
1 72 1.800 6.000 10.800.000
2 80 2.000 6.000 12.000.000
3 88 2.200 6.000 13.200.000
4 96 2.400 6.000 14.400.000
5 76 1.900 8.000 15.200.000
6 76 1.900 8.000 15.200.000
7 76 1.900 8.000 15.200.000
8 76 1.900 8.000 15.200.000
9 84 2.100 8.000 16.800.000
10 116 2.900 6.000 17.400.000
11 124 3.100 6.000 18.600.000
12 124 3.100 6.000 18.600.000
Jumlah 182.600.000
48
48
Lampiran 3 Perkiraan penjualan pada tahun ketiga
Bulan Hasil Panen Per Ha (Kg) Hasil Panen per 25 Ha (Kg) Harga/Satuan (Rp/Kg) Hasil Penjualan Per Bulan (Rp)
1 144 3.600 6.000 21.600.000
2 156 3.900 6.000 23.400.000
3 168 4.200 6.000 25.200.000
4 180 4.500 6.000 27.000.000
5 144 3.600 8.000 28.800.000
6 144 3.600 8.000 28.800.000
7 144 3.600 8.000 28.800.000
8 148 3.700 8.000 29.600.000
9 152 3.800 8.000 30.400.000
10 212 5.300 6.000 31.800.000
11 220 5.500 6.000 33.000.000
12 232 5.800 6.000 34.800.000
Jumlah 343.200.000
49
49
Lampiran 4 Perkiraan penjualan pada tahun keempat
Bulan Hasil Panen Per Ha (Kg) Hasil Panen per 25 Ha (Kg) Harga/Satuan (Rp/Kg) Hasil Penjualan Per Bulan (Rp)
1 240 6.000 6.000 36.000.000
2 252 6.300 6.000 37.800.000
3 264 6.600 6.000 39.600.000
4 276 6.900 6.000 41.400.000
5 212 5.300 8.000 42.400.000
6 212 5.300 8.000 42.400.000
7 212 5.300 8.000 42.400.000
8 216 5.400 8.000 43.200.000
9 220 5.500 8.000 44.000.000
10 300 7.500 6.000 45.000.000
11 308 7.700 6.000 46.200.000
12 312 7.800 6.000 46.800.000
Jumlah 507.200.000
50
50
Lampiran 5 Biaya variabel tahun pertama (biaya persemaian selama 6 bulan)
Tahun Uraian Jumlah Harga/satuan (Rp) Biaya Total (Rp)
1 Pengolahan tanah (HOK) 7 20.000 140.000
Pupuk Kompos (Kg) 100 1.000 100.000
Biji kapulaga (Biji) 7.000 150 1.050.000
Menabur biji (HOK) 3 20.000 60.000
Penyiangan (HOK) 3 20.000 60.000
Jumlah 1.410.000
Keterangan :
Penyiangan : Dilakukan enam (6) bulan sekali
51
51
Lampiran 6 Biaya variabel tahun ke 1-5
Tahun Uraian Per Ha Harga/satuan
(Rp)
Nilai Per Ha
(Rp) Total Biaya Pertahun Dalam 25 Ha (Rp)
1 (3 bulan) Pengolahan tanah (HOK) 25 20.000 500.000 12.500.000
Bibit kapulaga (Bibit) 1.111 1.500 1.666.500 41.662.500
Penanaman (HOK) 20 20.000 400.000 10.000.000
Pupuk kandang (HOK) 50 100 5.000 375.000
Pemupukan (HOK) 8 20.000 160.000 12.000.000
penyiangan (HOK) 5 20.000 100.000 2.500.000
2 Pupuk Kandang (Kg) 50 100 5.000 750.000
Pemupukan (HOK) 8 20.000 160.000 24.000.000
Karung (Unit) 15 2.500 37.500 75.000
Pemanenan (HOK) 8 20.000 160.000 24.000.000
Penyiangan (HOK) 5 20.000 100.000 5.000.000
3 Pupuk Kandang (Kg) 50 100 5.000 750.000
Pemupukan (HOK) 8 20.000 160.000 24.000.000
Karung (Unit) 20 2.500 50.000 200.000
Pemanenan (HOK) 12 20.000 240.000 72.000.000
Penyiangan (HOK) 5 20.000 100.000 5.000.000
4 Pupuk Kandang (Kg) 50 100 5.000 750.000
Pemupukan (HOK) 8 20.000 160.000 24.000.000
Karung (Unit) 25 2.500 62.500 250.000
Pemanenan (HOK) 16 20.000 320.000 96.000.000
Penyiangan (HOK) 5 20.000 100.000 5.000.000
52
52
Lampiran 6 (Lanjutan)
Tahun Uraian Per Ha Harga/satuan
(Rp)
Nilai Per Ha
(Rp) Total Biaya Pertahun Dalam 25 Ha (Rp)
5 Pupuk Kandang (Kg) 50 100 5.000 750.000
Pemupukan (HOK) 8 20.000 160.000 24.000.000
Karung (Unit) 30 2.500 75.000 300.000
Pemanenan (HOK) 20 20.000 400.000 120.000.000
Penyiangan (HOK) 5 20.000 100.000 5.000.000
Keterangan:
a) Pada tahun 1 (kegiatan setelah persemaian)
1. Pemupukan : Dilakukan sebulan (1) sekali
2. Penyiangan : Dilakukan enam (6) bulan sekali
b) Pada tahun ke 2-5 :
1. Pemupukan : Dilakukan dua (2) bulan sekali
2. Pemanenan : Dilakukan sebulan (1) sekali
3. Pembelian Karung : Dilakukan tiga (3) bulan sekali
4. Penyiangan : Dilakukan enam (6) bulan sekali
53
53
Lampiran 7 Penghitungan aliran kas dan kriteria kelayakan investasi
Uraian Tahun Ke-
0 1 2 3 4 5
A Biaya Operasional
1. Biaya Persemaian 1.410.000
2. Biaya Pengolahan Tanah 12.500.000
3. Bibit Kapulaga 41.662.500
4. Biaya Penanaman 10.000.000
5. Pupuk Kandang 375.000 750.000 750.000 750.000 750.000
6. Biaya pemupukan 12.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
7. Biaya Penyiangan 2.500.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000
8. Karung 75.000 200.000 250.000 300.000
9. Biaya Pemanenan 24.000.000 72.000.000 96.000.000 120.000.000
10. Bagi hasil LMDH 40% 13.440.000 73.040.000 137.280.000 202.880.000
Sub Total 80.447.500 67.265.000 174.990.000 263.280.000 352.930.000
B Manfaat
1. Penjualan Produk 33.600.000 182.600.000 343.200.000 507.200.000
Sub Total 33.600.000 182.600.000 343.200.000 507.200.000
C Investasi 8.580.000
Sub Total 8.580.000
D Laba/Rugi -8.580.000 -80.447.500 -33.665.000 7.610.000 79.920.000 154.270.000
Akumulasi -8.580.000 -89.027.500 -122.692.500 -115.082.500 -35.162.500 119.107.500
E Discount Factor (i=13%) 1 0,8850 0,7831 0,6931 0,6133 0,5428
F NPV 13% tahun ke- -8.580.000 -71.192.478 -26.364.633 5.274.112 49.016.433 83.731.575
54
54
Lampiran 7 (Lanjutan)
Uraian Tahun Ke-
0 1 2 3 4 5
G Discount Factor (i=22%) 1 0,8130 0,6610 0,5374 0,4369 0,3552
H NPV 22% tahun ke- -8.580.000 -65.404.472 -22.251.966 4.089.492 34.916.848 54.796.891
I NPV 22% -2.433.207
Kriteria Nilai
NPV (Rp) 31.885.009
BCR 1,30
PBP (Tahun) 4,23 4 tahun 3 bulan
IRR (%) 22,29
55
55
Lampiran 8 Analisis sensitivitas (penurunan harga jual 8,5%)
Uraian Tahun Ke-
0 1 2 3 4 5
A Biaya Operasional
1. Biaya Persemaian 1.410.000
2. Biaya Pengolahan Tanah 12.500.000
3. Bibit Kapulaga 41.662.500
4. Biaya Penanaman 10.000.000
5. Pupuk Kandang 375.000 750.000 750.000 750.000 750.000
6. Biaya pemupukan 12.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
7. Biaya Penyiangan 2.500.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000
8. Karung 75.000 200.000 250.000 300.000
9. Biaya Pemanenan 24.000.000 72.000.000 96.000.000 120.000.000
10. Bagi hasil LMDH 40% 12.297.600 66.831.600 125.611.200 185.635.200
Sub Total 80.447.500 66.122.600 168.781.600 251.611.200 335.685.200
B Manfaat
1. Penjualan Produk 30.744.000 167.079.000 314.028.000 464.088.000
Sub Total 30.744.000 167.079.000 314.028.000 464.088.000
C Investasi 8.580.000
Sub Total 8.580.000
D Laba/Rugi -8.580.000 -80.447.500 -35.378.600 -1.702.600 62.416.800 128.402.800
Akumulasi -8.580.000 -89.027.500 -124.406.100 -126.108.700 -63.691.900 64.710.900
E Discount Factor (i=13%) 1 0,8850 0,7831 0,6931 0,6133 0,5428
F NPV 13% tahun ke- -8.580.000 -71.192.478 -27.706.633 -1.179.987 38.281.392 69.691.896
56
56
Lampiran 8 (Lanjutan)
Uraian Tahun Ke-
0 1 2 3 4 5
G Discount Factor (i=14%) 1 0,8772 0,7695 0,6750 0,5921 0,5194
H NPV 14% tahun ke- -8.580.000 -70.567.982 -27.222.684 -1.149.207 36.955.756 66.688.391
I NPV 14% -3.875.726
Kriteria Nilai
NPV (Rp) -685.810
BCR 0,99
PBP (Tahun) 4,37 4 tahun 4 bulan
IRR (%) 12,79
57
57
Lampiran 9 Analisis sensitivitas (peningkatan sistem bagi hasil LMDH 5,5%)
Uraian Tahun Ke-
0 1 2 3 4 5
A Biaya Operasional
1. Biaya Persemaian 1.410.000
2. Biaya Pengolahan Tanah 12.500.000
3. Bibit Kapulaga 41.662.500
4. Biaya Penanaman 10.000.000
5. Pupuk Kandang 375.000 750.000 750.000 750.000 750.000
6. Biaya pemupukan 12.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
7. Biaya Penyiangan 2.500.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000
8. Karung 75.000 200.000 250.000 300.000
9. Biaya Pemanenan 24.000.000 72.000.000 96.000.000 120.000.000
10. Bagi hasil LMDH 45.5% 15.288.000 83.083.000 156.156.000 230.776.000
Sub Total 80.447.500 69.113.000 185.033.000 282.156.000 380.826.000
Manfaat
B 1. Penjualan Produk 33.600.000 182.600.000 343.200.000 507.200.000
Sub Total 33.600.000 182.600.000 343.200.000 507.200.000
Investasi 8.580.000
C Sub Total 8.580.000
Laba/Rugi -8.580.000 -80.447.500 -35.513.000 -2.433.000 61.044.000 126.374.000
D Akumulasi -8.580.000 -89.027.500 -124.540.500 -126.973.500 -65.929.500 60.444.500
E Discount Factor (i=13%) 1 0,8850 0,7831 0,6931 0,6133 0,5428
F NPV 13% tahun ke- -8.580.000 -71.192.478 -27.811.888 -1.686.191 37.439.428 68.590.744
58
58
Lampiran 9 (Lanjutan)
Uraian Tahun Ke-
0 1 2 3 4 5
G Discount Factor (i=14%) 1 0,8772 0,7695 0,6750 0,5921 0,5194
H NPV 14% tahun ke- -85.80.000 -70.567.982 -27.326.100 -1.642.206 36.142.948 65.634.696
I NPV 14% -6.338.644
Kriteria Nilai
NPV (Rp) -3,240,385
BCR 0.97
PBP (Tahun) 4.52 4 tahun 6 bulan
IRR (%) 11.95