Kel 6_Surveilans AFP
-
Upload
puji-kurniasih -
Category
Documents
-
view
215 -
download
3
description
Transcript of Kel 6_Surveilans AFP
RINGKASAN MATERI
SURVEILANS ACUTE FLACCID PARALYSIS (AFP) DI INDONESIA
Oleh:
1. Puji Kurniasih 25010112120044
2. Prajna Paramita 25010112120088
3. Mega Nur Cahyaningsih 25010112120096
4. Ratna Puspitasari 25010112130112
5. Moch Ardyan Pratama Putra 25010112130393
6. Mutia Faria Akhsanti 25010112140353
7. Puji Rahayu 25010114140373
KELOMPOK 6
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
SURVEILANS ACUTE FLACCID PARALYSIS (AFP) DI INDONESIA
A. Pengertian
Surveilasn Accute Flaccid Parralysis (AFP) pada hakikatnya adalah
pengamatan yang dilakukan terhadap semua kasus kelumpuhan yang
sifatnya seperti kelumpuhan pada poliomielitis dan terjadi pada anak berusia
<15 tahun dalam upaya untuk menemukan adanya virus polio liar.
Definisi dari Kasus AFP adalah semua anak berusia <15 tahun dengan
kelumpuhan yang sifatnya flaccid (layuh), terjadi secara akut (mendadak dan
cepat antara 1-14 hari seja mulai lemas sampai lumpuhnya maksimal), bukan
disebabkan oleh ruda paksa (kecelakaan)
Berdasarkan pencapaian indikator AFP rate dan spesimen adekuat maka
sejak awal tahun 2001 Indonesia menggunakan Kriteria Klasifikasi-Virologis.
Dalam kriteria klasifikasi-virologis suatu kasus didiagnosis sebagai kasus polio
hanya apabila didapatkan virus-polio liar pada pemeriksaan spesimen.
Setiap penderita AFP mendapatkan nomor penderita yang khas yang
ditentukan dengan tata cara penentuan nomor EPID. Pemberian nomor
EPID dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang membawahi
wilayah dimana penderita AFP berdomisili. Nomor EPID penderita AFP terdiri
atas 9 digit dengan format : PP-DD-TT-NNN
Digit I-II (PP) : kode provinsi
Digit III-IV (DD) : kode kabupaten/ kota
Digit V-VI (TT) : tahun kelumpuhan
Digit VII-IX (NNN) : kode penderita yang dimulai dengan nomor 001 pada
setiap tahun kalender.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mengidentifikasi daerah risiko tinggi
b. Memantau kemajuan program eradikasi polio
c. Membuktikan Indonesia bebas polio
2. Tujuan Khusus
a. Menemukan semua kasus AFP yang ada di suatu wilayah
b. Melacak semua kasus AFP yang ditemukan di suatu wilayah
c. Mengumpulkan dua spesimen kasus AFP selambat- lambatnya 14 hari
setelah kelumpuhan, dan dengan tenggang waktu pegumpulan
spesimen I dan II ≥24 jam
d. Mengidentifikasi kemungkinan adanya virus polio liar di suatu wilayah
melalui pemeriksaan spesimen tinja semua kasus AFP yang
ditemukan dalam wilayah tersebut.
C. Kebijaksanaan
1. Memantau penyebaran virus polio melalui pengamatan penderita AFP
pada anak usia <15 tahun
2. Dalam satu tahun minimal menemukan 1 kasus AFP diantara 100.000
anak usia <15 tahun
3. Satu kasus AFP merupakan suatu Kejadian Luar Biasa (KLB)
4. “Zero report” (laporan nol) merupakan pernyataan tertulis dari wilayah
kerja rumah sakit dan puskesmas bahwa di wilayah kerjanya ada/ tidak
ada kasus AFP setiap minggu setelah dilakukan pemantauan secara
ketat.
D. Strategi
1. Menemukan kasus AFP minimal 1/100.000 penduduk berusia <15 tahun
melalui surveilans AFP di rumah sakit dan surveilans AFP di masyarakat
2. Rumah sakit, puskesmas, kabupaten/ kota, provinsi dan nasional
membuat laporan “zero report”.
3. Mengumpulkan 2 spesimen dari setiap kasus AFP dengan tenggang
waktu ≥24 jam, selambat- lambatnya 14 hari sejak kelumpuhan
4. Melakukan pemeriksaan spesimen tinja kasus AFP di laboratorium
nasional
5. Melakukan pemeriksaan residual paralesis setelah 60 hari kelumpuhan
pada semua kasus AFP yang ditemukan
6. Melibatkan DSA (Dokter Spesialis Anak) dan/atau DSS (Dokter Spesialis
Syaraf) dalam memastikan kasus AFP dan menentukan diagnosis awal,
menentukan adanya paralisis residual, serta menentukan diagnosis pada
saat kunjungan ulang 60 hari.
E. Pelaksanaan
1. Advokasi
Bertujuan untuk mendapatkan dukungan politik, pendanaan, dan
operasional dari pengambil keputusan di setiap tingkat yang merupakan
DPRD, gubernur, bupati, kepala dinas kesehatan, direktur rumah sakit,
dan lain- lain.
2. Pemasaran Sosial
Dilakukan untuk mendapatkan dukungan dari pihak terkait maupun
masyarakat dalam melaksanakan surveilans AFP. Berdasarkan
sasarannya pemasaran sosial dapat dikategorikan menjadi pemasaran
sosial lintas program (untuk mendapatkan dukungan teknis dari program
terkait), pemasaran sosial lintas sektoral (untu mendapatkan dukungan
politis dan dana), dan pemasaran sosial ke masyarakat luas agar
masyarakat membantu melaporkan kasus kelumpuhan yang ada di
masyarakat ke puskesmas. Pemasaran sosial dapat dilakukan dengan
menggunakan poster, brosur, ataupun penyuluhan (KIE).
3. Pelatihan
Pelatihan dilakukan secara berjenjang dengan menggunkaan modul AFP.
4. Penemuan Kasus
Perkiraan jumlah kasus AFP yang harus ditemukan melalui surveilans
AFP dalam satu tahun minimal adalah 1 kasus AFP diantara 100.000
penduduk usia <15 tahun (AFP rate= 1/100.000 per tahun).Penemuan
kasus AFP dilakukan dengan pendekatan surveilasn rumah sakit dan
surveilans masyarakat. Pengumpulan data pada surveilans rumah sakit
dilakukan secara aktif oleh petugas surveilasn Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota dan petugas surveilans rumah sakit. Pengumpulan data
dilakukan secara rutin dengan frekuensi setiap hari oleh petugas
surveilans rumah sakit dan minimal sekali dalam seminggu oleh petugas
surveilans dinas kesehatan kabupaten/kota. Pada surveilasn di
masyarakat semua anak betusia dibawah 15 tahun yang mengalami
kelumpuhan apapun sebabnya diminta untuk melaporkan ke puskesmas
terdekat karena masyarakat awam sulit membedakan AFP dengan
kelumpuhan lainnya. Pelaksanaan surveilans AFP di masyarakat dapat
dilakukan oleh petugas posyandu dan kader PKK.
5. Pelacakan dan Pengumpulan Spesimen Kasus AFP
Setiap kasus AFP yang ditemukan harus segera dilacak dan dilaporkan ke
unit pelaporan yang lebih tinggiselambat- lambatnya dalam waktu 24 jam
setelah laporan diterima. Pelacakan dilakukan oleh tim AFP yang dibentuk
di setiap provinsi dan kabupaten/kota. Tim pelacakan AFP terdiri atas
petugas surveilans, dokter puskesmas, dan petugas dari unit lain yang
dibentuk di setiap kabupaten/kota dan provinsi. Tujuan pelacakan kasus
AFP (tersangka polio) adalah sebagai berikut:
a. Memastikan apakah kasus yang dilaporkan benar- benar kasus AFP
b. Mengumpulkan spesimen tinja sedini mungkin dari penderita AFP
c. Mencari kasus tambahan
d. Memastikan keadaan paralisis pada kunjungan ulang 60 hari (paralisis
residual).
Semua kasus AFP harus dilacak namun, tidak semua kasus yang dilacak
harus dikumpulkan spesimennya. Spesimen yang diambil dari penderita
AFP adalah spesimen tinja. Spesimen tinja dikumpulkan jika kelumpuhan
terjadi ≤2 bulan pada saat ditemukan. Karena kemungkinan untuk
mendeteksi virus polio dalam tinja dapat dilakukan dalam rentang waktu
≤14 hari setelah kelumpuhan hingga dua bulan setelah kelumpuhan
terjadi.
Alur pelacakan AFP adalah sebagai berikut:
a. Mengunjungi setiap kasus AFP segera setelah laporan diterima
menggunakan formulir pelacakan kasus (form FP1) untuk memastikan
apakah kasus AFP tersebut bukan disebabkan oleh kecelakaan (jatuh,
kecelakaan lalu-lintas, kelumpuhan sejak lahir, dan lain- lain)
b. Bila kasus AFP terjadi bukan karena ruda paksa maka lakukan
pemngambilan dua spesimen tinja dengan tenggang waktu antara
pengambilan spesimen pertama dan kedua adalah ≥24 jam
c. Spesimen yang telah diambil dikirim ke laboratorium nasional yang
ditunjuk dan harus sudah diterima laboratorium yang bersangkutan
selambat- lambatnya 3 hari setelah pengiriman spesimen
d. Laboratorium nasional harus memberikan umpan balik hasil
pemeriksaan spesimen kepada instansi pengirim spesimen selambat-
lambatnya 28 hari setelah spesimen diterima. Jika pemeriksaan
menunjukkan adanya virus polio maka laboratorium nasional harus
mengirim isolat spesimen ke laboratorium rujukan untuk pemeriksaan
intratypic differentiation
e. Pemeriksaan residual paralisis pada kunjungan ulang (follow-up)
terhadap kasus yang bersangkutan dilakukan secepat- cepatnya enam
puluh hari setelah kelumpuhan dengan menggunakan form KU-60 hari
f. Penetapan diagnosis pasti tergantung pada kualitas surveilans AFP,
jika sistem surveilans AFP sudah memenuhi indikator kinerja maka
yang diguakan adalah klasifikasi virologis. Jika sistem surveilans
belum memenuhi indikator kinerja maka klasifikasi yang digunakan
adalah klasifikasi klinis.
6. Analisis dan Penyajian Data
Tujuan analisis data AFP adalah:
a. Monitoring surveilans AFP
b. Memberikan masukan kepada pengelola program terkait untuk
memantau perkembangan dan melakasanakan tindakan yang harus
dilakukan untuk mencapai keberhasilan program Eradikasi Polio
(ERAPO).
Analisis epidemiologis surveilans AFP terdiri atas:
a. List penderita semua kasus AFP yang dilaporkan. List penderita
berguna untuk memantau kegiatan surveilans AFP. List penderita
terdiri atas nomor EPID, nama penderita, umur, jenis kelamin, alamat
lengkap, tangggal pelaporan, tanggal status imunisasi polio, tanggal
pelacakan, tanggal kelumpuhan, tanggal kunjungan ulang 60 hari,
tanggal pengambilan spesimen, tanggal pengiriman spesimen ke
laboratorium, tanggal penerimaan hasil dari laboratorium, dan hasil
pemeriksaan laboratorium.
b. Distribusi kasus menurut tempat yang dibuat menurut kabupaten/kota,
kelurahan, desa, atau wilayah administratif lainnya. Analisis ini akan
bermanfaat untuk mengidentifikasi daerah- daerah yang belum
melaporkan kasus, perolehan kasus masih dibawah perkiraan minimal
atau daerah yang melaporkan bnayak kasus AFP.
c. Distribusi kasus menurut orang berdasarkan golongan umur, jenis
kelamin, dan status vaksinasi. Bermanfaat untuk menentukan
kelompok risiko tinggi dan hubungan antara kasus polio dengan status
vaksinasi.
d. Distribusi kasus menurut waktu berdasarkan bulan kelumpuhan dalam
satu periode tertentu. Hal ini akan bermanfaat untuk melihat
kecenderungan perolehan kasus.
7. Pelaporan, Penyebarluasan Informasi dan Umpan Balik
Dalam surveilans AFP berlaku sistem pelaporan nihil “zero reporting”
yaitu laporan harus dikirim pada saat yang telah ditentukan walaupun
tidak dijumpai kasus AFP selama periode waktu tersebut dengan
menuliskan jumlah kasus “0” (nol), “tidak ada kasus”, atau “kasus nihil”.
Sedangkan pelaporan nol “zero report” yaitu laporan/ pernyataan tertulis
dari rumah sakit dan puskesmas bahwa di wilayah kerjanya telah
dilakukan pemantauan kasus AFP secara ketat setiap minggu. Ada atau
tidak ada kasus AFP di wilayah kerjanya pada minggu tersebut tetap
mengirimkan laporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
Sumber laporan adalah “reporting site” atau unit pelapor yaitu rumah
sakit dan puskesmas sebagai unit pelaksana terdepan penemuan kasus.
Adapun waktu pelaporan dibagi menjadi:
a. Dari puskesmas dan rumah sakit frekuensi laporan ke kabupaten atau
kota dilakukan setiap minggu
b. Dari kabupaten atau kota mengirimkan rekapitulasi laporan dari rumah
sakit maupun puskesmas tersebut setiap bulan ke provinsi
c. Dari provinsi mengirimkan rekapitulasi laporan dari kabupaten kota
maupun puskesmas ke pusat setiap bulan.
Formulir yang dipakai untul pelaporan adalah:
a. Dari puskesmas ke kabupaten/ kota menggunakan formulir W-2
b. Dari rumah sakit ke kabupaten/kota, diambil langsung oleh petugas
surveilans kabupaten/kota menggunakan formulir FP-PD
c. Dari kabupaten/kota ke provinsi menggunakan formulir FP-Zero 1
d. Dari provinsi ke subdit surveilans menggunakan formulir FP-Zero 2
Pelaporan KLB oleh puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota
dilakukan dalam waktu 24 jam setelah kasus tersebut dikonfirmasi secara
klinis. Laporan disampikan dengan menggunkan formulir W1 atau telepon.
Jika formulir W1 tidak tersedia, laporan dapat dilakukan dengan
meuliskan/ mengetikkan data mengenai penderita pada selembar kertas.
Informasi yang harus disertakan adalah nama penderita, alamat lengkap,
tanggal mulai sakit, dan gejala klinis.
Umpan balik yang diberikan ke rumah sakit adalah hasil
pemeriksaan laboratorium dari penderita AFP yang dilaporkan oleh oleh
rumah sakit yang bersangkutan. Umpan balik ke puskesmas mencakup
data epidemiologis kasus AFP, absensi kelengkapan dan ketepatan
laporan mingguan (zero report).
8. Bimbingan Teknis
Bimbingan teknis bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam pelaksanaan
surveilans AFP
b. Mempertahankan kesinambungan kinerja surveilans AFP yang tetap
kuat
c. Meningkatkan komitmen pimpinan dan motivasi petugas surveilans
AFP
d. Mengevaluasi kinerja surveilans AFP.
Lokasi dan sasaran bimbingan teknis adalah sebagai berikut:
Pelaksana Lokasi Sasaran
Provinsi Kabupaten/kota Kepala dinas kesehatan,
kasubdin yang terkait pengelola
surveilans AFP
Rumah sakit Direktur, DSA, DSS, dan konta
person
Puskesmas Kepala pusesmas dan petugas
surveilans
Kabupaten Rumah sakit Direktur, DSA, DSS, dan konta
person
Puskesmas Kepala pusesmas dan petugas
surveilans
F. Pemantauan dan Evaluasi
Tujuan utama pemantauan surveilans AFP adalah untuk melihat apakah
sistem yang ada berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pemantauan
dilakukan dnegan menggunakan indikator kinerja surveilans dan laboratorium
yang telah dikembangkan oleh WHO. Pemantauan paling sederhana
dilakukan dengan membuat list penderita AFP menggunakan form FP-L. Form
ini digunakan untuk memudahkan petugas dalam memantau penderita AFP
dan melakukan tindak lanjutnya.
Tujuan dari evaluasi sistem surveilans AFP adalah untuk melihat
keberhasilan surveilans AFP dalam mencapai tujuannya. Evaluasi
pertamadilakukan minimal stelah surveilans berjalan enam bulan dan
dilanjutkan secara berkala sesuai dengan situasi dan kemajuan dari
surveilans AFP. Evaluasi Sitem Surveilans Rumah Sakit (SARS) dilakukan
untuk melihat kepekaan dari SARS dalam mendeteksi semua kasus AFP yang
ada di rumah sakit. Evaluasi SARS dilakukan dengan:
a. Melakukan review data yang ada di rumah sakit untuk melihat jumlah kasus
AFP yang ada di rumah sakit selama periode pengamatan
b. Membandingkan hasil review dengan hasil surveilans AFP pada periode
yang sama.
G. Indikator Kinerja Surveilans dan Laboratorium
1. AFP rate pada penduduk berusia <15 tahun (target: ≥1/100.000)
AFP rate = jumlah kasus AFP yang dilaporkanjumlah penduduk usia<15 tahun
x 100.000
2. Kelengkapan laporan* (target: ≥90%)
% = jumlahlaporanmingguanataubulanan yangditerima
jumlahlaporanmingguanataubulanan yangharusnya diterimax 100
*termasuk pelaporan nihil (zero-reporting)
3. Ketepatan waktu pelaporan* (target:≥80%)
% = jumlahlaporanmingguanataubulanan yangditerima tepat waktujumlahlaporanmingguanataubulanan yangseharusnyaditerima
x
100
*termasuk pelaporan nihil (zero-reporting)
4. Pelacakan kasus AFP ≤48 jam setelah laporan diterima (target:≥80%)
% =
jumlah kasus AFPdilaporkan yangdilacak<48 jamsetelahlaporan diterimajumlahkasus AFPdilaporkan
x100
5. Pengumpulan spesimen adekwat (target:≥80%)
% = jumlah kasus AFPdengan spesimen adekwat
jumlah kasus AFP dilaporkanx 100
6. Kunjungan 60 hari sejak kelumpuhan terhadap semua asus AFP yang
dilacak (target:≥80%)
% =
jumlah kasus AFPdilacak yang berhasildikunjungi 60hari stlhkelumpuhanjumlahkasus AFP yangdilacak
x100
7. Spesimen yang dikirim ke laboratorium dan tiba di laboratorium ≤3
hari sejak pengiriman (target:≥80%)
% =
jumlah spesimen yg diterima lab≤3hr sejak pengiriman spesimenjumlah spesimen yang diterima lab
x100
8. Spesimen yang dikirim ke laboratorium dan tiba di laboratorium
dalam kondisi memenuhi syarat (target:≥90%)
% = jumlah spesimen yg diterima labdalam kondisimemenuhi syarat
jumlah spesimen yang diterima labx100
9. Hasil pemeriksaan spesimen diterima dari laboratorium dalam waktu
≤28 hari (target:≥80%)
% =
jml hasil pemeriksaan spesimen yg diterimadr labdalam waktu≤28hrijumlah spesimen yang diterima lab
x100
10. Spesimen yang diterima laboratorium dimana virus nonpolio dapat
diisolasikan (target:≥10%)
% =
jmlh spesimen yg diperiksalab dgnenterovirusnon−polio dpt diisolasikanjumlah spesimen yang diperiksalab
x100
H. Formulir – Formulir dalam Surveilans AFP
Formulir Nama formulir Kegunaan
FP1 Formulir pelacakan Untuk mencatat data demografis,
epidemiologis, dan klinis dari kasus AFP
FP-PD Formulir
pengumpulan data
di rumah sakit
Untuk mencatat data demografis, dan
diagnosis kasus AFP yang ditemukan di
rumah sakit
FP-
SARS
Formulir kunjungan
ke rumah sakit
Untuk mencatat kegiatan kunjungan ke
rumah sakit dan jumlah kasus yang
ditemukan di rumah sakit yang bersangkutan
FP-S1 Formulir pengiriman
spesimen ke
laboratorium
Untuk mengirimkan spesimen kasus AFP ke
laboratorium
FP-S2 Formulir pengiriman
hasil pemeriksaan
laboratorium
Untuk mengirimkan hasil pemeriksan
laboratorium ke Kabupaten/Kota
FP-L Lis kasus AFP Untuk memantau kelengkapan data kasus
AFP yang telah ditemukan. Formulir ini
adalah instrumen untuk memantau kegiatan
SAFP di semua tingkat adminnistratif
Referensi :
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan. 2003. Petunjuk Teknis Surveilans Acute Paralysis (AFP)
Untuk Petugas Surveilans. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.