Kejang Neonatus

20
Kejang Neonatus 1.2 Definisi Kejang pada bayi baru lahir adalah kejang yang timbul dalam masa neonatus atau dalam 38 hari sesudah lahir. Kejang ini merupakan tanda penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang, yang dapat menyebabkan gejala sisa yang menetap di kemudian hari. Bila penyebabnya diketahui, penyakit ini harus segera diobati. Kejang neonatus tidak sama dengan kejang pada anak atau orang dewasa karena konvulsi tonik klonik cenderung tidak terjadi selama umur bulan pertama. Proses pertumbuhan akson dan tonjolan dendrit juga mielinisasi tidak sempurna pada otak neonates (Rennie JM, 2000) . 1.3 Etiologi Sebanyak 10-30% tidak diketahui etiologinya, dan sebaliknya tidak jarang ditemukan lebih dari satu penyebab kejang pada neonates (Hill A, 2000). A. Gangguan vascular a) Perdarahan berupa petakie akibat anoxia dan asfiksia yang terjadi pada intraserebral atau intraventrikuler b) Perdarahan akibat trauma langsung, yaitu berubah perdarahan di subaraknoid atau di subdural c) Thrombosis d) Penyakit perdarahan seperti defisiensi vit K e) Syndrome hiperviskositas 3

Transcript of Kejang Neonatus

Page 1: Kejang Neonatus

Kejang Neonatus

1.2 Definisi

Kejang pada bayi baru lahir adalah kejang yang timbul dalam masa neonatus atau

dalam 38 hari sesudah lahir. Kejang ini merupakan tanda penting akan adanya penyakit lain

sebagai penyebab kejang, yang dapat menyebabkan gejala sisa yang menetap di kemudian

hari. Bila penyebabnya diketahui, penyakit ini harus segera diobati. Kejang neonatus tidak sama

dengan kejang pada anak atau orang dewasa karena konvulsi tonik klonik cenderung tidak

terjadi selama umur bulan pertama. Proses pertumbuhan akson dan tonjolan dendrit juga

mielinisasi tidak sempurna pada otak neonates (Rennie JM, 2000) .

1.3 Etiologi

Sebanyak 10-30% tidak diketahui etiologinya, dan sebaliknya tidak jarang ditemukan lebih

dari satu penyebab kejang pada neonates (Hill A, 2000).

A. Gangguan vascular

a) Perdarahan berupa petakie akibat anoxia dan asfiksia yang terjadi pada intraserebral

atau intraventrikuler

b) Perdarahan akibat trauma langsung, yaitu berubah perdarahan di subaraknoid atau di

subdural

c) Thrombosis

d) Penyakit perdarahan seperti defisiensi vit K

e) Syndrome hiperviskositas

B. Gangguan metabolism

a) Hipokalsemia

b) Hipomagnesemia

c) Defesiensi dan ketergantungan akan piridoksin

d) Aminoasiduria

e) Hiponatremia

f) Hipernatremia

g) hiperbilirubinemia

3

Page 2: Kejang Neonatus

C. Infeksi

a) Meningitis, sepsis

b) Ensefalitis

c) Toxoplasma congenital

d) Penyakit ‘cytomegalic inclusion’

D. Kelainan congenital

a) Porensefali

b) Hidransefali

c) Agenesis sebagian dari otak

E. Lain-lain

a) Narcotic withdrawal

b) Neoplasma

c) Dan sebagainya

1.3.1 Trauma lahir dan asfiksia

a) Kejadian perinatal termasuk komplikasi kelahiran dapat menyebabkan kejang pada

neonatus. Demikian pula faktor ibu : plasenta previa, solutio plasenta, preeklamsia,

sedasi berlebihan à asfiksia dan trauma lahir. Kelainan obstetrik yang paling banyak

menyebabkan kejang pada neonatus adalah  tersering adalah preeklamsia dan gawat

janin.

b) 15% dari 80 bayi asfiksia menderita kejang.

c) Asfiksia menyebabkan kerusakan langsung susunan SSP berupa degenrasi dan

nekrosis atau tidak langsung menyebabkan kerusakan endotel vaskular dengan akibat

perdarahan petakie.

d) Perdarahan intrakranial sebagai trauma langsung sebagai akibat ‘moulding’ yang

terlalu hebat atau robekan dari ‘bridging vein’ yang akan menyebabkan perdarahan

subaraknoid atau paraventrikuler. Hematoma subdural biasanya mengakibatkan gejala

sesudah minggu pertama : kejang, ubun-ubun menonjol, pergerakan kurang pada sisi

kontralateral. Perdarahan retina atau subhialoid pada funduskopi patagnomik pada

kelainan ini.

e) Trauma lahir dan asfiksia biasanya disertai gangguan metabolisme lain seperti

hipokalsemia, hipomagnesemia, dan kadang-kadang hipoglikemia.

4

Page 3: Kejang Neonatus

1.3.2 Sindrome hiperviskositas

a) Hiperviskositas pada neonatus disebabkan oleh meningginya jumlah eritrosit dan dapat

diketahui dari jumlah hematokrit.

b) Gejala klinis : pletora, sainosis, letargi, kejang.

c) Kejang pada neonatus disebabkan oleh anoksia dari jaringan otak akibat labatnya aliran

darah dan stasis kapiler.

1.3.3 Hipokalsemia

a) Hipokalsemia bisa tanpa gejala atau bersama-sama dengan hipomagnesemia dan

hipoglikemia.

b) Hipokalsemia pada kejang yang timbula dalam 4 hari pertama sering terdapat pada

gawat janin, perdarahn intrakranial, dsb. Keadaan ini biasanya disertai gangguan

metabolisme lain.

c) Hipokalsemia yang terjadi sesudah masa itu jarang dan dapat disebabkan pelh

hipoparatiroidsme ibu, hipoparatiroidsim nenonatus idiopatik ,atau pemberian susu

buatan berkadar fosfor tinggi.

d) Diagnosis hipoklasemia ditegakkan bila kadar kalsium <7,5mg% dan fosfor >8mg%.

pada pemeriksaan EKG : interval QoTc >20 detik.

1.3.4 Hipomagnesemia

a) Biasanya bersama-sama dengan hipokalsemia, hipoglikemia, gawat janin, dsb.

b) Kerusakan otak akibat hal ini belum jelas.

c) Dugaan hipomagnesemia bila hipokalsemia tanpa hipofosfatemia atau hipokalsemia

yang tidak teratasi walaupun telah diberi kalsium.

1.3.5 Hipoglikemia

a) Sementara akibat kekurangan produksi glukosa akibat kurangnya depot glikogen hepar

atau menurunnya glukoneogenesis lemak dan asam amino.

b) Pada hipoksia pembentukan energi dari glukosa menurun dengan akibat kerusakan

neuron

c) Hipoglikemia dapat terjaid pada bayi dari ibu penderita DM, BBLR, dismaturitas dan bayi

dengan penyakit umum sperti sepsis, meningitis, dsb.

5

Page 4: Kejang Neonatus

d) Diagnosis hipooglikemia ditegakkan bila 3 hari pertama sesudah lahir, 2x berturut-turut

pemeriksaan gula darah <30mg% pada neonatus cukup bulan atau <20mg% pada

BBLR. Pada umur lebih dari 3 hari kadar gula darah <40mg%

1.3.6 Defisiensi piridoksin dan ketergantungan akan piridoksin

a) Jarang terjadi, namun kejang pada jam-jam pertama sesudah lahir dapat disebabkan hal

ini.

b) Penyebabnya adalah defisiensi koenzim pembentuk GABA yang merupakan inhibitor di

SSP.

c) Sekunder disebabkan oleh kekurangan B6 yang timbul pada minggu terakhir masa

neonatus dan berhubungan dengan metabolisme abnormal triftopan.

d) Bayi kejang yang tidak membaik dengan pemberian glukosa, kalsium, dsb dapat

diberikan piridoksin sambil dimonitor EEG.

1.3.7 Aminoasiduria

a) Gejala ‘inborn error of metabolisme’ biasanya timbul lebih lambat pada neonatus, tetapi

dapat pula berlangsung fatal pada minggu pertama.

b) Kelainan tersebut adalah : hiperglisemia, feniketonuria, penyakit ‘maplesyndrome’ dsb.

c) Diduga bila ada riwayat kematian perinatal pada kelahiran sebelumnya atau bila bayi

yang tadinya baik memperlihatkan perubahan kesadaran dan kejang dalam 48 jam

sesudah pemberian susu.

1.3.8 Hipo dan hipernatremia

a) Perubahan kadar natrium jarang pada hari-hari pertama kehidupan.

b) Hiponatremia dapat terjadi pada sekresi ADH meninggi pada meningitis, sepsi, diare

dan pengeluaran keringat belebihan. Gejala : letargi, tremor, kejang, dsb.

c) Hipernatremia pernah ditemukan pada keadaan tidak sengaja memasukan garam ke

susu karena disangka gula.

Kejang terjadi karena : dehidrasi sel otak, trombosis vena, atau perdarahan otak.

1.3.9 Hiperbilirubunemia

a) Kernicterus pada hiperbilirubinemia akibat deposit bilirubin indirek di dalam sel otak.

b) Gejala : kurang minum, kejang tonik, ‘sunstreing’ iris mata dan hipertoni ekstensor.

6

Page 5: Kejang Neonatus

c) Prognosis kurang baik dan meninggalkan gejala sisa.

1.3.10 Infeksi

a) Infeksi kongenital : toxoplasmosis à encephalitis

1.3.11 Anomali kongenital

a) Kejang merupakan gejala pertama kelainan kongenital seperti porensefali dan

hidransefali

1.3.12 Lain-lain

a) Drug withdrawal pada bayi baru lahir dari ibu kecanduan narkotika semakin banyak.

b) Keadaan ini juga terdapat pada bayi dari ibu yang mendapat pengobatan antikonvulsan

golongan barbiturat.

c) Gejalanya adalah tremor, perubahan tonus, dan tangis abnormal.

d) Kejang hanya terdapat pada 4% bayi tsb

1.4 Epidemiologi

Angka kejadian kejang pada bayi baru lahir berkisar 0,2-1% (Harris dan steinberg, 1954,

;Brown,1973). Pada penyelidika Hendarto (1970) di RSCM Jakarta di dapatkan angka sebesar

0,7% ( Mardjono, 1998)

1.5 Patogenesis

Definisi kejang adalah depolarisasi berlebihan dari sel-sel neuron otak, yang

mengakibatkan perubahan yang bersifat paroksismal fungsi sel-sel neuron (perilaku, fungsi

motorik dan otonom) dengan atau tanpa perubahan kesadaran (Hahn JS, 2004).

Kejang pada neonatus berbeda dari kejang pada bayi, anak maupun orang dewasa dan

manifestasi kejang pada bayi prematur dibandingkan bayi cukup bulan juga berbeda. Kejang

neonatus lebih bersifat fragmenter, kurang terorganisasi dan hampir tidak pernah bersifat

kejang umum tonik klonik. Kejang pada bayi prematur lebih tidak terorganisir dibandingkan

dengan bayi cukup bulan. Hal ini berkaitan dengan perkembangan neuroanatomi dan

neurofisiologi pada masa perinatal (Hahn JS, 2004).

7

Page 6: Kejang Neonatus

Organisasi korteks serebri pada neonatus belum sempurna, selain itu pembentukan

dendrit, akson , sinaptogenesis dan proses mielinisasi dalam sistem eferen korteks belum

selesai. Hal ini mengakibatkan kejang yang terjadi tidak dapat menyebar ke bagian otak yang

lain sehingga tidak menyebabkan kejang umum. Sedangkan daerah subkorteks seperti sistem

limbik berkembang lebih dahulu dibandingkan daerah korteks dan bagian ini sudah terhubung

dengan diensefalon dan batang otak sehingga kejang pada neonatus lebih banyak

bermanifestasi gerakan-gerakan seperti : oral-buccal-lingual movements seperti : menghisap.

mengunyah, drooling, gerakan bola mata dan apnea (Hahn JS, 2004)

Hubungan antara sinaps eksitasi dan inhibisi merupakan faktor penentu apakah kejang

yang terjadi akan menyebar ke daerah lain. Ternyata kecepatan perkembangan aktifitas sinaps

eksitasi dan inhibisi di otak manusia berbeda – beda. Sinaps eksitasi berkembang lebih dahulu

dibandingkan sinaps inhibisi terutama di daerah limbik dan korteks. Selain itu daerah

hipokampus dan neuron korteks yang masih imatur lebih mudah terjadi kejang dibandingkan

yang telah matur. Belum berkembangnya sistem inhibisi di substansia nigra juga

mempermudah timbulnya kejang (Latini G, 2004).

1.6 Manifestasi Klinis

Kejang pada nenonatus biasanya fokal dan agak sulit dikenali. Sering juga timbul kejang

klonik yang berpindah-pindah dan kejang pada ekstrimitas hemilateral. Kejang tonik klonik

jarang terjadi pada neonates (Hill A, 2000).

Gambaran klinis kejang yang sering terjadi pada neonatus:

a) Subtle :

Bentuk kejang ini lebih sering terjadi dibandingkan tipe kejang yang lain. Manifestasi

klinisnya berupa orofasial, termasuk deviasi mata, kedipan mata, gerakan alis yang bergetar

berulang-ulang, mata yang tiba-tiba terbuka dengan bola mata terfiksasi ke satu arah,

gerakan seperti menghisap, mengeluarkan air liur, menjulurkan lidah, gerakan pada bibir.

b) Tonik :

Kejang tonik biasanya terdapat pada bayi berat lahir rendah dengan masa kehamilan

kurang dari 34 minggu dan bayi-bayi dengan komplikasi perinatal berat misalnya pada

8

Page 7: Kejang Neonatus

perdarahan intraventrikular. Bentuk klinis kejang ini yaitu pergerakan tonik satu eksterimitas

atau pergerakan tonik umum.

c) Fokal :

Terdiri dari pstur tubuh asimetris yang menetap dari badan atau ekstremitas dengan atau

tanpa adanya gerakan mata abnormal.

d) Kejang tonik umum :

Ditandai dengan fleksi tonik atau ekstensi leher, badan dan ekstremitas, biasanya dengan

ekstensi ekstremitas bawah.

i. Klonik :

Dikenal dalam 2 bentuk :

Fokal :

Terdiri dari gerakan bergetar dari satu atau dua ekstremitas pada sisi

unilateral dengan atau tanpa adanya gerakan wajah. Gerakan ini

pelan dan ritmik dengan frekuensi 1-4 kali perdetik.

Multifokal :

Bentuk kejang merupakan gerakan klonik dari salah satu atau lebih

anggota gerak yang berpindah-pindah, misalnya kejang klonik lengan

kiri diikuti dengan kejang klonik tungkai bawah kanan. Bentuk kejang

ini biasanya terdapat pada gangguan metabolik dan sering dijumpai

pada neonatus dengan berat lebih dari 2500 gram.

ii. Mioklonik :

Kejang ini cenderung terjadi pada kelompok otot fleksor. Kejang mioklonik terdiri

atas :

Fokal :

Terdiri dari kontraksi cepat satu atau lebih otot fleksor ekstremitas

atas

Multifokal :

Terdiri dari gerakan tidak sinkron dari beberapa bagian tubuh

Umum :

Terdiri dari satu atau lebih gerakan fleksi massif dari kepala dan

9

Page 8: Kejang Neonatus

badan serta adanya gerakan fleksi atau ekstensi dari ekstremitas.

Pemeriksaan fisik :

a. Inspeksi dan palpasi kepala : depresi, fraktur, moulase yang terlalu hebat

b. Transluminasi membantu diagnosis penimbunan cairan di subdural setempat,

atau adanya kelainan kongenital seperti porensefali atau hidransefali. Bila ubun-

ubun menonjol tanpa tanda-tanda infeksi selaput otak dilakukan tap subdural

secara hati-hati.

c. Funduskopi sangat penting : perdarahan retina menunjukan kemungkinan

perdarahn intrakranial, koriorenitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi

cytomegalo virus atau rubella. Adanya stasis vaskuler dengan pelebaran vena

dengan bentuk berkelok-kelok ditemukan pada sindrom hiperviskositas.

d. Pemeriksaan jantung dan paru

e. Pemeriksaan kulit : petike, sianosis, ikterus, dsb

f. Pemeriksaan abdomen : hepatosplenomegali

g. Pemeriksaan neurologis : bentuk kejang, hemy snydrome, hilangnya reflex moro,

dsb

1.7 Pemeriksaan Penunjang

·         Pemeriksaan darah terhadap kadar : gula, kalsium, magnesium, natrium dan kalium

secara rutin. Pemeriksaan dengan dextrostix membantu diagnosis hipoglikemia sehingga

pengobatan dapat dilakukan sambil menunggu hasil true glucose (Hahn JS, 2004).

i. Elektrolit

ii. CBC, diff count and PLT count

iii. Arterial blood gas

iv. Tanda-tanda sepsis à kultur darah

v. Pungsi lumbal dan pemeriksaan CSF dan kultur

vi. Tanda-tanda hiperviskositas à konsentras hematokrit, kadar hemoglobin dan hitung

eritrosit

vii. TORCH titer, amonia level, dan asam amino di urin

viii. USG dan rontgen kepala

ix. EEG : diagnosis, pengobatan dan prognosis

x. CT : cerebral malformation and hemorraghe

10

Page 9: Kejang Neonatus

1.8 Diagnosis

Diagnosa kejang pada neonatus didasarkan pada anamnesis yang lengkap, riwayat

yang berhubungan dengan penyebab penyakitnya, manifestasi klinis kejang, pemeriksaan fisik,

serta pemeriksaan penunjang (Gatot Irawan, 2008).

a) Anamnesa

Dilihat dari faktor resiko :

Riwayat kejang dalam keluarga :

-Riwayat yang menyatakan adanya kejang pada masa neonatus pada anak terdahulu.

Riwayat kehamilan :

- Infeksi TORCH atau infeksi lain pada ibu hamil

- Preeklamsia dan gawat janin

- Pemakaian obat golongan narkotik

Riwayat persalinan :

- Asfiksia

-Trauma persalinan

Riwayat pascanatal :

-Infeksi nenonatus, keadaan bayi yang tiba-tiba memburuk

-Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat

-Awitan kejang berhubungan dengan etiologi

1.9 Diagnosis Banding

Antara diagnosis banding kejang pada neonatus adalah (Gatot Irawan, 2008):

Tetanus neonatorum

Meningitis

Ensefalopati bilirubin

Asfiksia neonatorum

Perdarahan intraventrikular

11

Page 10: Kejang Neonatus

Hipoglikemia

1.10 Komplikasi

Kejang neonatal merupakan faktor risiko yang nyata meningkatkan tingkat morbiditas

jangka panjang dan kematian neonatal. Timbulnya kejang neonatal adalah prediktor terbaik

jangka panjang khususnya defisit fisik dan kemampuan kognitif. Komplikasi dari kejang

neonatal dapat mencakup sebagai berikut (Mardjono, 1998) :

Kejang berulang

Retardasi mental

Palsi cerebralis

Cerebral atrofi

Hydrocephalus ex-vacuo

Epilepsi

Kelenturan

Kesulitan makan

1.11 Penatalaksanaan Kejang pada Neonatus

Kejang neonatal akut harus diterapi secara agresif, meskipun kontroversidalam

perawatan yang optimal bagi mereka. Ketika terdapat kejang klinis yang, harus dilakukan

pemeriksaan yang ketat untuk menentukan penyebab etiologi harus dimulai dengan cepat

(Rennie JM, 2000).

A.    Tindakan Umum

1.      Mengatur suhu lingkungan

2.      Mencegah infeksi

3.      Pemberian cairan yang cukup

4.      Pemberian oksigen pada kejang yang berlangsung lama karena kebutuhan

oksigen sangat meningkat pada waktu kejang

5.      Minimal handling (memegang bayi kalau diperlukan saja)

B.     Medikamentosa : pengobatan sebaiknya ditujukan kepada penyebab utama dari kejang,

sedangkan penggunaan antikonvulsan adalah sekunder.

a.      Hipoglikemia tanpa gejala

Periksa dextrostix dan true glucose darah

12

Page 11: Kejang Neonatus

Hindari bayi dari kedinginan

Bayi diberi ASI atau penganti ASI sebanyak 10-15ml/kgBB

Ulangi pemeriksaan dextrostx selama 1 jam, bila kadar gula darah masih

dibawah 45mg% harus dipersiapkan pemberian larutan dextrose

Selanjutnya pemeriksaan gula darah/dextrostix tiap 3-4 jam. bila

menunjukkan >45mg% pada 3-4x pemeriksaan maka bayi cukup diberi

minum peroral.

b.      Hipoglikemia dengan gejala

Tremor, mengigil, apneu, letargi, malas minum, kejang, tangis yang tidak

normal, serta pemeriksaan dextrostix <30mg% maka pemberian cairan PO

dihentikan dan pasang NGT atau pemberian cairan IV

Bila bayi sedang kejang berikan suntikan larutan lukosa 5% 2-3ml/kgBB

sebagai bolus, awasi kemungkinan hipoglikemia kembali.

Kemudian lanjutkan dengan larutan glukosa 10% sebanyak 8-10ml/kgBB/jam

(15ml/kgbb/menit samapai dextrostix >45mg%)

Selanjutnya jumlah cairan diturunkan bertahap sampai 4ml/kgbb/jam sampai

dextrostix stabil >45mg% dan dilanjutkan dengan minuman peroral

Bila dextrostix sesudah 12 jam tetap <45mg% maka dapat dberikan

hydrocortisone 5mg/kgBB IV atau IM tiap 12 jam.

c.       Hipokalsemia

Diobati dengan pemberian calcium glukonas 10% 3ml/kg BB IV perlahan-lahan

dengan pengawasan terhadap denyut jantung selama penyuntikan. Bila gejala

menghilang kalsium harus dihentikan, bila gejala tidak menghilang pikirkan

hipomagnesia dan bayi diberikan MgSO4 2-3% sebanyak 2-6ml atau larutan

50% 1 ml, 1x/hari IM.

d.      Ketergantungan piridoksin

Diberikan piridoksin diberikan piridoksin 25-50mg IV, dan dimonitor dengan EEG.

Bila terjadi kelainan metabolisme piridoksin, kelainan pada EEG akan segera

hilang setelah pemberian terapi.

e.       Infeksi Antibiotik yang sensitif terhadap kuman penyakit, jumlah dan lamanya

pengobatan disesuaikan beratnya penyakit.

13

Page 12: Kejang Neonatus

f.        Sindrom hiperviskositas

Pada polisitemia hipervolemik dilakukan flebotomi dan darah dilekuarkam 10%

dari darah sedangkan polisitemia normovolemik dilaukuan transfusi tukar parsial

30mg/kgBB plasma/plasma ekspander untuk darah yang dikeluarkan.

g.      Gangguan elektrolit natrium

Hiponatremia biasanya disebabkan oleh retensi air akibat sekresi ADH yang

meninggi. Pengobatannya adalah restriksi pemasukan cairan. Bila disebabkan oleh

kehilangan natrium karena ekskresi yang banyak maka pengobatannya adalah

pemberian natrium.

h.      Kern icterus

Adalah tidak ada gunanya karena kerusakan yang ditimbulkannya di otak tidak

dapat diperbaiki lagi.

        Bila tidak dapat dilakukan pemeriksaan terhadap penyebab kejang, lakukan blind

treatment :

o Pertama, piridoksin 25-50mg IV

o Bila dalam 2-3 menit tidak berhasil dilanjutkan dengan pemberian MgSO4

o Urutan selanjutnya kalsium glukonas dan terakhir glukosa.

C. Pengobatan Sekunder : Antikonvulsan

Obat ini mencegah terulangnya kejang dan mengakhiri aktivitas kejang klinis dan listrik.

a. Phenobarbital 20mg/kgBB IV

Penting untuk menggunakan jumlah minimal yang diperlukan fenobarbital dan

menunggu untuk efek antikonvulsan untuk mengembangkan sebelum dosis kedua

diberikan. Mulailah dengan dosis muatan dan lanjutkan dengan dosis

pemeliharaan.

b. Phenytoin 20mg/kgBB IV : lebih berhasil pada kejang tonik.

Phenytoin harus ditambahkan ke fenobarbital jika kejang bertahan. Fenitoin dapat

bertindak di korteks motorik, di mana ia dapat menghambat penyebaran aktivitas

14

Page 13: Kejang Neonatus

kejang. Aktivitas batang otak pusat bertanggung jawab untuk fase tonik dari kejang

grand mal juga dapat terhambat.

c.       Diazepam dihindari karena menyebabkan apneu, kolaps sirkulasi serta tidak

begitu baik untuk maintenance karena pengaruhnya terhadap penekanan

kontraski otot lebih besar dari bangkitan kejang. Terapi hanya diberikan sampai

satu minggu bebas kejang, bila kejang timbul pengobatan dimulai kembali. Tidak

dianjurkan pemberian anti kejang jangka panjang untuk mencegah epilepsi pada

bayi resiko tinggi.

d. Vitamin B, Water-Soluble. 

Pyridoxine mungkin efektif dalam kejang yang tahan terhadap obat-obatan sudah

dibahas. Hal ini penting untuk asam deoksiribonukleat normal (DNA) sintesis dan

fungsi sel. Piridoksin harus diadili pada pasien yang tidak menanggapi rejimen atas.

Pasien dengan piridoksin tergantung kejang segera merespon piridoksin

Prosedur Terapi anti kejang :

Pemberian obat antiepilepsi harus dilembagakan secara tertib dan efisien.

Perawatan awal dengan fenobarbital harus dipertimbangkan. Jika kejang terus

berlanjut, fenitoin harus ditambahkan. Kejang persisten mungkin memerlukan

penggunaan benzodiazepin intravena, seperti lorazepam atau midazolam.

Fenobarbital : Loading dose 10-20 mg/kg BB intramuskuler  dalam 5 menit, jika

tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB sebanyak 2 kali dengan

selang waktu 30 menit.

Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin: loading dose 15-20 mg/kg BB intra vena

dalam  30 menit.

Rumatan fenobarbital dosis 3-5 mg/kgBB/hari dapat diberikan secara intramuskuler

atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam, dimulai 12 jam setelah loading dose.

Rumatan fenitoin dosis 4-8 mg/kgBB/hari intravena atau peroral dalam dosis terbagi

tiap 12 jam.

Penghentian obat anti kejang dapat dilakukan 2 minggu setelah bebas kejang dan

penghentian obat anti kejang sebaiknya dilakukan sebelum pulang kecuali

didapatkan lesi otak bermakna pada USG atau CT Scan kepala atau adanya tanda

neurologi abnormal saat akan pulang.

15

Page 14: Kejang Neonatus

1.12 Prognosis

Prognosisnya tergantung penyebab primer dan beratnya serangan. Akhir-akhir ini

prognosis bayi kejang lebih baik (Mardjono, 1998).

a.       Prognosisnya buruk bila :

i. Nilai apgar menit ke 5 dibawah 6

ii. Resusitasi yang tidak berhasil baik

iii. Kejang yang berkepanjangan (prolonged seizures)

iv. Kejang yang timbul <12 jam setelah lahir

v. Bayi berat badan lahir rendah

vi. Adanya kelainan neurologik sampai bayi berumur 10 hari

  Adanya problematika minum yang terus berlanjut

b.      Best prognosis : hipocalcemia, defisiensi piridoksin, dan perdarahan subarachnoid

c.      Worse prognosis : hipoglikemia, anoxia, brain malformation.

d. Gambaran EEG juga merupakan faktor prognosis, EEG interiktal yang normal 85%

mempunyai prognosis yang baik, sedangkan gambaran EEG yang isoelektrik, voltase

rendah atau paroksismal burst-suppression mempunyai prognosis buruk.

1.13 Kesimpulan

Kejang pada neonatus sering sulit dikenali, langkah pertama jika menghadapi kasus

tersebut adalah memastikan gejala yang tampak kejang atau bukan. Setelah itu dengan melihat

riwayat kehamilan, persalinan, faktor risiko, tipe kejang, awitan dan evaluasi diagnostik dapat

ditentukan etiologi. Tatalaksana selain untuk memberantas kejang juga ditujukan untuk

mengatasi etiologi. Obat antikonvulsan yang diberikan harus efektif memberantas kejang

dengan mempertimbangkan efek samping obat. Pemberian obat dihentikan sesegera mungkin

setelah kejang terkontrol baik secara klinis maupun dari pemeriksaan EEG. Pemeriksaan EEG

sangat penting untuk diagnosis, menilai respon terapi , lama terapi serta menentukan

prognosis. Prognosis ditentukan oleh etiologi, tipe kejang serta gambaran EEG.

16