Kejang Pd Neonatus

35
Referat “Kejang Pada Neonatus” Anindita W.N. BAB I PENDAHULUAN 1,2,3,7 Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan manifestasi klinis yang bervariasi. Oleh karena itu sangatlah diperlukan keahlian dalam mengenali/ mendiagnosis, serta melakukan penatalaksanaannya. Kejang pada neonatus (tonik-klonik) tidaklah sama dengan kejang pada anak dan orang dewasa. Hal ini disebabkan karena konvulsi tonik- klonik cenderung tidak terjadi selama umur bulan pertama. Proses pertumbuhan akson dan tonjolan dendrit juga mielinisasi tidak sempurna pada otak neonatus. Karenanya discharge kejang tidak dapat dengan mudah dijalarkan ke seluruh otak neonatus untuk menimbulkan kejang menyeluruh. Neonatus menghadapi resiko khusus terserang kejang karena penyakit metabolik, toksik, struktural dan infeksi lebih mungkin menjadi nampak selama waktu ini daripada pada periode kehidupan lain kapanpun. Kejang harus diatasi sesegera mungkin (termasuk suatu keadaan darurat) untuk mencegah timbulnya kerusakan otak yang lebih luas. Timbulnya kejang sering merupakan gejala awal dari gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan jangka panjang 13 . Tata laksana kejang pada neonatus berbeda dengan penatalaksanaan pada anak, dimana pada neonatus 1

description

tatalaksana

Transcript of Kejang Pd Neonatus

BAB I

Referat Kejang Pada Neonatus

Anindita W.N.

BAB IPENDAHULUAN 1,2,3,7Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan manifestasi klinis yang bervariasi. Oleh karena itu sangatlah diperlukan keahlian dalam mengenali/ mendiagnosis, serta melakukan penatalaksanaannya. Kejang pada neonatus (tonik-klonik) tidaklah sama dengan kejang pada anak dan orang dewasa. Hal ini disebabkan karena konvulsi tonik-klonik cenderung tidak terjadi selama umur bulan pertama. Proses pertumbuhan akson dan tonjolan dendrit juga mielinisasi tidak sempurna pada otak neonatus. Karenanya discharge kejang tidak dapat dengan mudah dijalarkan ke seluruh otak neonatus untuk menimbulkan kejang menyeluruh. Neonatus menghadapi resiko khusus terserang kejang karena penyakit metabolik, toksik, struktural dan infeksi lebih mungkin menjadi nampak selama waktu ini daripada pada periode kehidupan lain kapanpun. Kejang harus diatasi sesegera mungkin (termasuk suatu keadaan darurat) untuk mencegah timbulnya kerusakan otak yang lebih luas. Timbulnya kejang sering merupakan gejala awal dari gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan jangka panjang13. Tata laksana kejang pada neonatus berbeda dengan penatalaksanaan pada anak, dimana pada neonatus ditujukan terutama pada penyakit primernya atau etiologi, sedangkan pemberian antikonvulsan merupakan penatalaksanaan sekunder.1,14 Kebanyakan kejang pada neonatus timbul selama beberapa hari. Sebagian kecil dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam kehidupannya kelak. BAB IIDEFINISI dan EPIDEMIOLOGI 1,2,7KEJANG pada neonatus atau neonatal fit didefinisikan sebagai suatu gangguan terhadap fungsi neurologis seperti tingkah laku, motorik. atau fungsi otonom. Kejang merupakan gangguan sepintas fungsi otak yang bermanifestasi sebagai cedera episodik pada kesadaran yang berkaitan dengan kegiatan motorik atau otonom.

Periode neonatus atau bayi baru lahir (BBL) dibatasi sampai hari ke-28 kehidupan pada bayi cukup bulan, sedangkan untuk bayi prematur biasanya digunakan batasan sampai usia gestasi 42 minggu.13insiden terjadinya Kejang pada Neonatus :

Kejadiannya meliputi 0,5% dari semua neonatus baik cukup bulan maupun kurang bulan.

Kejadiannya lebih tinggi pada bayi kurang bulan (3,9% jika usia kehamilan < 30 minggu).

BAB IIIETIOLOGI 1,2,3,4,6,7Kejang pada neonatus jarang bersifat idiopatik. Penelusuran etiologi yang tepat harus diupayakan guna menentukan tata laksana yang adekuat dan akan mempengaruhi prognosis selanjutnya. Etiologi tersering kejang pada neonatus (80-85%), yaitu 2,3,4 Hipoksisk Iskemik Ensefalopati (HIE), gangguan metabolik, perdarahan, infeksi intrakranial dan kelainan bawaan. Penjelasan pada masing-masing akan diuraikan di bawah ini : 1 Gangguan metabolikGangguan metabolik yang sering menyebabkan terjadinya kejang pada neonatus adalah gangguan metabolisme glukosa, kalsium dan magnesium1,2,5 . Beberapa gagngguan metabolisme lain yaitu gangguan metabolisme asam amino, asam organik, amoniak darah, elektrolit, intoksikasi dari anestesi lokal, piridoxin dependent. a. HipoglikemiaHipoglikemia merupakan salah satu masalah yang sering dijumpai, namun definisi hipoglikemia yang bermakna secara klinis masih menjadi perdebatan. Sebagian besar kepustakaan memakai kadar gula darah (KGD) kurang dari 40 mg/dL sebagai batasan hipoglikemia pada Neonatus Cukup Bulan (NCB) maupun Neonatus Kurang Bulan (NKB). Beberapa unit neonatologi merekomendasikan KGD yang lebih tinggi yaitu 47 mg/dL untuk mencegah kemungkinan terjadinya disfungsi neurologis dikemudian hari 6,7 . kesepakatan Divisi Perinatologi, Divisi Gizi Metabolik dan Divisi Endokrin Departemen IKA FKUI-RSCM menggunakan kadar gula darah ( 47 mg/dL sebagai batasan hipoglikemia pada NCB dan NKB. Hipoglikemia sering terjadi pada neonatus Besar Masa Kehamilan (BMK), neonatus Kecil Masa Kehamilan (KMK), asfiksisa berat dan neonatus yang lahir dari ibu yang menderita Diabetes Militus (DM) tidak terkontrol. Pada 80% neonatus KMK dengan hipoglikemia dapat dijumpai kelainan neurologis, dan 50% kelainan neurologis tersebut berupa kejang. Kejang timbul pada hari kedua setelah lahir. Pada NKB sulit menetukan hipoglikemia sebagai penyebab tunggal timbulnya kejang, karena selalu disertai keadaan asfiksia, hipokalsemia, infeksi maupun perdarahan. b. HipokalsemiaDiagnosis hipokalsemia yaitu bila kadar kalsium di dalam darah < 7 mg %. Hipokalsemia dapat terjadi bersamaan dengan kelainan metabolik lain seperti hipoglikemia, hipomagnesemia dan hiperfosfatemia 1,8 . Tiga persen kejang pada neonatus disebabkan oleh hipokalsemia.

Hipokalsemia pada neonatus dapat terjadi pada 2-3 hari pertama kehidupan disebut Hipokalsemia Awitan Dini dan pada akhir minggu pertama/ kedua disebut Hipokalsemia Awitan Lambat. Hipokalsemia Awitan Dini terjadi pada neonatus KMK (kecil masa kehamilan), lahir dari ibu penderita DM, NKB dan HIE. Pada keadaan tersbut hipokalsemia bukanlah penyebab tunggal timbulnya kejang, tetapi 13 % diantaranya bersamaan dengan hipoglikemia. Hal ini harus dipikirkan apabila kejang tidak berhenti dengan pemberian kalsium. Hipokalsemia Awitan Lambat terjadi pada NCB, neonatus BMK, neonatus yang medapat susu sapi dengan kadar fosfat tinggi atau perbandingan antara fosfat dengan magnesium tidak optimal. Pada keadaan tersebut sering disertai oleh hipermagnesemia, sehingga bila kejang tidak dapat diatasi dengan kalsium perlu difikirkan adanya keadaan hiomagnesemia. c. HipomagnesemiaDiagnosis hipomagnesemia adalah bila kadar magnesium dalam darah < 1,2 mg/dL. Hipomagnesemia sering terjadi bersamaan dengan hipokalsemia. mekanisme terjadinya hipomagnesemia bersamaan dengan hipokalsemia belum jelas. Hipomagnesemia primer mempunyai gejala yang miripi dengan hipokalsemia awitan lambat 1,8. d. Gangguan metabolik lainGangguan metabolik lain jarang menyebabkan kejang pada neonatus, misalnya hiponatremia, hipernatremia, gangguan metabolisme asam amino, asam organik, piridoxin dependent, defisiensi piridoxin, penyakit mitokondria dan defisiensi transport glukosa. 2 Hipoksisk Iskemik Ensefalopati (HIE)HIE terjadi sekunder akibat asfiksia perinatal. Keadaan asfiksia menggangu pompa Na-K dependent ATP sehingga terjadi depolarisasi berlebihan yang menyebabkan Na masuk ke dalam neuron dan K ke luar dari neuron 5. Ronen dkk (seperti dikutip menkes) 9 melaporkan 40 % kasus neonatus disebabkan HIE. Kejang terjadi 24 jam pertama dan sulit diatasi dengan pemberian antikonvulsan. Pada HIE dapat terjadi semua tipe kejang, tetapi umumnya kejang bersifat fokal dan unilateral, hal ini menggambarkan lokasi lesi di otak. 3 Perdarahan intrakraniala. Perdarahan subarakhnoid primerPerdarahan disebabkan oleh robekan vena superfisial akibat partus lama atau bila disertai hipoksisk iskemik ensefalopati 10. manifestasi klinis sebagian besar asimptomatik. Kejang umumnya terjadi pada hari kedua setelah lahir. Perdarahan lebih sering pada Neonatus Cukup Bulan, dengan karakteristik bayi terlihat sehat diantara kejadian kejang.b. Perdarahan inraventrikuler-periventrikulerPerdarahan berasal dari pembuluh darah kecil di daerah ependimal matriks germinalis atau akibat lesi pada daerah tersebut atau akibat keduanya 10. Kejang timbul dalam beberapa jam sampai 3 hari setelah lahir, dengan tipe klonik. Perburukan keadaan dapat terjadi secara cepat (beberapa menit sampai beberapa jam) dan berakhir dengan kematian. Perdarahan sering pada Neonatus Kurang Bulan terytama pada usia gestasi < 34 minggu. c. Perdarahan subdural Kejang terjadi akibat penekanan batang otak oleh darah yang terkumpul di fosa posterior karena robekan tentorium di dekat falks serebri 1,8. kejang dapat timbul pada hari pertama kehidupan, bersifat lokal dan subtle. Keadaan ini sering pada Neonatus Cukup Bulan terutama Besar Masa Kehamilan dan presentasi bokong, ekstraksi forsep, partus yang dipercepat, sehingga terjadi kontusio serebri. Perdarahan di bawah tentorium tidak dapat dilihat dengan USG dan dapat menekan batang otak, sehingga menyebabkan kematian mendadak.

4 Infeksi intrakranialInfeksi pada neonatus dapat terjadi di dalam rahim, selama persalinan atau segera setelah lahir. Kejang pada neonatus akibat infeksi intrauterin dapat disebabkan oleh toksoplasma, sitomegalovirus, rubela, herpes dan kejang timbul pada hari ke-3 kehidupan. Lima sampai sepuluh persen infeksi intrakranial disebabkan oleh infeksi bakteri dan non-bakterial, dapat terjadi selama persalinan atau segera setelah lahir. Di Divisi Perinatologi Departemen IKA FKUI RSCM infeksi bakteri anatara lain Enterobacter dan Acinetobacter dapat menyebabkan meningitis bakterialis dan kejang sering timbul dalam pada akhir minggu pertama. Infeksi non-bakterial antara lain disebabkan oleh virus herpes simpleks, coxsakie B, rubela, toksoplasmosis, sitomegalovirus dapat menyebabkan encephalitis 1. 5 Kelainan bawaanKeadaan terganggunya perkembangan otak, seperti mikrogria, pakigria, heteropia merupakan 5-10 % penyebab kejang pada neonatus. Kejang dapat timbul setiap saat. Penyebab tersering yang ditemukan adalah disgenesis korteks serebri berhubungan dengan gangguan migrasi neuron.6 IdiopatikKejang pada neonatus yang tidak diketahui penyebabnya prognosisnya baik. Pada kelompok idiopatik dua hal yang perlu mendapat perhatian dengan baik yaitu Benign Familial Neonatal Seizure dan Benign Idiopathic Neonatal Seizures (fifth-days fit).Benign familial neonatal seizure

Kejang terjadi pada hari kedua dan ketiga setelah lahir dan menghilang setelah beberapa bulan. Kejang sering berulang ( 10 sampai dengan 12 kali per hari, diantara kejang terlihat normal. Tipe kejang bersifat klonik fokal atau tonik fokal disertai apne. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga. Keadaan ini diturunkan secara autosomal dominan.

Benign idiopathik neonatal seizures (fifth-days fits)

Karakteristik kejang ini adalah timbul pada akhir minggu pertama, umunya terjadi pada Neonatal Cukup Bulan dengan riwayat kelahiran normal. Kejang terjadi antara hari keempat dan keenam setelah lahir dan menghilang dalam 15 hari. Tipe kejang klonik fokal atau multifokal dan serangan apne, kejang dapat berlangsung sampai 24 jam. Pada 80 % kasus dapat terjadi status epileptikus selama interval tersebut.

BAB IV

PATOFISIOLOGI 1,4,5,6,7Berlainan dari kejang pada anak yang lebih tua, kejang neonatal sering tidak nyata (covert) dan fokal sehingga sering luput dari perhatian, karena organisasi dan struktur otaknya yang belum sempurna; proliferasi glia, migrasi neuron, hubungan antar axon-dendrit serta selubung mielin belum sempurna terbentuk. Imaturitas fisiologik dan anatomik ini menyebabkan lepas muatan listrik yang lambat dan tidak merata, serta cenderung tetap fokal di satu hemisfer; suatu lepas muatan yang bilateral dan sinkron jarang terjadi. Pada otak yang belum matur tersebut aktivitas listrik berjalan antara substansia grisea yang terletak superfisial dengan substansia alba yang terletak lebih dalam, berlainan dengan otak yang telah matur yang aktivitasnya terutama berjalan antar korteks. Tanpa melihat penyebab, kejang itu sendiri merusak otak. Fujikawa 4 pada percobaan binatang mengamati adanya penurunan kadar glukosa otak, sedangkan Westerlain 5

mengamati adanya penurunan DNA, RNA, sintesa protein dan kolesterol, terutama pada binatang imatur. Jaringan otak mempunyai kemampuan mitotik yang terbatas sehingga gangguan tersebut akan sangat berpengaruh karena menghambat multiplikasi sel otak yang tidak akan dapat dikejar di kemudian hari. Selain itu Perlman dan Volpe 6dalam penelitiannya atas 12 bayi selama kejang mencatat adanya kenaikan tekanan darah, balk sistolik maupun diastolik, yang diikuti dengan perubahan nyata aliran darah a. serebri anterior, dan juga peninggian tekanan intrakranial. Ditambah dengan belum sempurnanya mekanisme autoregulasi otak, perubahan tersebut akan meningkatkan volume darah otak dan tekanan vena sehingga memudahkan terjadinya perdarahan. Neuron dalam susunan saraf pusat (SSP) mengalami depolarisasi sebagai akibat dari masuknya kalium dan repolarisasi timbul akibat keluarnya kalium. Kejang timbul bila terjadi depolarisasi berlebihan akibat arus listrik yang terus-menerus dan berlebihan.

Volpe mengemukakan empat kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi yang berlebihan yaitu:

1. Gagalnya pompa natrium kalium karena gangguan produksi energi

2. Selisih relatif antara neurotransmitter eksitasi dan inhibisi

3. Defisiensi relative neurotransmitter inhibisi dibanding eksitasi

4. Perubahan membran neuron menyebabkan hambatan gerakan natrium.

Tetapi, dasar mekanisme kejang pada neonatus masih belum dapat diketahui dengan jelas. Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, yaitu:

1. Bayi tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling sering. Timbul dalam 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.

2. Perdarahan otak, dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen atau trauma pada kepala. Perdarahan subduralyang biasanya diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan kejang

3. Gangguan metabolik.

a. Kekurangan kadar gula darah (Hipoglikomia), sering timbul dengan gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan pada bayi dengan ibu penderita diabetes melitus (DM). Jangka waktu antara hipoglikemia dan waktu sebelum pemberian awal pengobatan merupakan waktu timbulnya kejang. Kejang lebih jarang timbul pada ibu penderita diabetes, kemungkinan karena waktu hipoglikemia yang pendek.

b. Kekurangan kalsium (hipokalsemia), sering ditemukan pada bayi berat badan lahir rendah, bayi dengan ibu penderita DM, bayi asfiksia, bayi dengan ibu penderita hiperparatiroidisme.

c. Kekurangan natrium (Hiponatremia)

d. Kelebihan natrium (Hipernatremia), biasanya timbul bersamaan dengan dehidrasi atau pemakaian bikarbonat berlebihan.

e. Kelainan metabolik lainseperti:

Ketergantungan piridoksin mengakibatkan kejangyang resistan terhadap antikonvulsan.

Bayi dengan kelainan ini mengalami kejang intrauterin dan lahir dengan meconium staining Gangguan asam amino

Kejang pada bayi dengan gangguan asam amino sering disertai dengan manifestasi neurologi. Hiperamonemia dan asidosis sering timbul pada gangguan asam amino.

4. Infeksi sekunder akibat bakteri atau nonbakteri dapat timbul pada bayi dalam kandungan, selama persalinan, atau pada periode perinatal

a. Infeksi bakteri Meningitis akibat infeksi group B Streptococcus, Escherechia coli, atau Listeria monocytogenes sering menyertai kejang selama minggu pertama kehidupan.

b. Infeksi nonbacterial Penyebab nonbacterial seperti toxoplasmosis dan infeksi oleh herpes simplex, cytomegalovirus, rubella dan coxackie B virus dapat menyebabkan infeksi intrakranial dan kejang.

BAB VMANIFESTASI KLINIS 1,2,3,6Mengenali atau mendiagnosis kejang pada neonatus dan pengobatan kejang neonatal sangatlah penting terutama karena akan menentukan baik/buruknya prognosis pada kasus asfiksi dan menentukan apakah akan memperberat kemungkinan timbulnya cerebral palsy di kemudian hari. Ada setidaknya lima tipe kejang yang dapat dikenali pada bayi baru lahir (neonatus) 7,8 yaitu : 1. Kejang tonikDitandai dengan :

Postur tungkai dan badan kaku, terkadang disertai deviasi mata yang tetap Ekstensi ke empat ekstremitas (serupa dengan deserebrasi)

Kadang-kadang berupa fleksi ekstremitas atas dan ekstensi ekstremitas bawah

Kejang ini biasanya menandakan kerusakan susunan saraf pusat yang luas seperti pada ensefalopati anoksik, perdarahan intraventrikuler, ventrikulitis atau porensefali

Khas ditemukan pada bayi kurang-bulan Penelitian Volpe menunjukkan bahwa 70% bayi yang mengalami kejang tonik, berat badannya kurang dari 2500 gram7.2. Kejang samar atau kejang yang tidak kentara

Ditandai dengan gerakan-gerakan terisolasi seperti :

Gerak mata abnormal seperti nistagmus atau mengedip Gerakan-gerakan seperti mengunyah

Gerakan-gerakan seperti menghisap

Hipersalivasi Perubahan dalam frekuensi pernafasan termasuk apnea Gerakan seperti bersepeda atau mengayuh sepeda

Gerakan seperti berenang 3. Kejang setempat/ klonik fokal Terdiri dari kedutan ritmik kelompok otot, terutama tungkai dan wajah

Kejang ini tidak selalu menggambarkan lesi otak

Dapat terjadi pada kelainan metabolik umum seperti hipokalsemi, hipoglikemi dan asfiksi ringan 9 4. Kejang klonik multifokal/ klonis multifokus

Merupakan jenis yang tersering dijumpai 9. Serupa dengan kejang klonus setempat tetapi berbeda dalam hal banyaknya otot yang terlibat, berupa :

Gerakan-gerakan klonik yang berpindah dari satu ekstremitas ke ekstremitas lain secara tak teratur

Kadang-kadang saling bersambungan sehingga menyerupai kejang umum

Hanya ditemukan pada bayi cukup bulan8. 5. Kejang mioklonik

Berupa gerakan :

Jingkatan-jingkatan setempat atau menyeluruh tungkai atau badan (hanya sebentar) yang cenderung melibatkan kelompok distal Merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas BAB VIKLASIFIKASI EEG KEJANG NEONATUS 1Klasifikasi ini berdasarkan kejadian kejang yang dibandingkan dengan pemeriksaan EEG. Klasifikasi ini dapat dipakai untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan. Maka akan ada 3 kemungkinan yang didapatkan, yaitu 1 :1. Kejang Klinik dengan Kejadian EEG yang SesuaiPada kategori ini kejang klinik terjadi dalam hubungannya dengan aktivitas kejang yang direkam pada EEG dan meliputi kejang :

Klonik setempat

Tonik setempat

Mioklonik (beberapa) Kejang ini adalah jelas epileptik dan berespon dengan antikonvulsan.2. Kejang Klinik dengan Kejadian EEG yang Tidak SesuaiNeonatus dapat menderita kejang klinik tanpa discharge (rabas) kejang yang sesuai. Ini terjadi pada :

Semua kejang tonik menyeluruh

Kejang yang tidak kentara

Kejang mioklonus (beberapa)

Pada bayi ini cenderung untuk secara neurologis depresi atau koma sebagai akibat dari ensefalopati hipoksik-iskemik. Kejang pada kategori ini berasal dari non-epileptik dan mungkin tidak memerlukan atau berespon terhadap antiepileptik.

3. Kejang Listrik dengan Kejang-Kejang Linglung Klinik Kejang listrik yang disertai dengan latar belakang EEG yang sangat abnormal dapat berkembang pada bayi koma yang tidak dengan antikonvulsan. Sebaliknya kejang listrik dapat menetap pada penderita dengan kejang tonik atau klonik setempat tanpa tanda klinis pasca pemasukan antikonvulsan. BAB VII

DIAGNOSA 1,6Oleh karena kejang pada neonatus dapat menunjukkan adanya penyakit serius yang mengancam jiwa, dan kemungkinan penyakitnya irreversibel. Penting sekali untuk melakukan pendekatan yang tepat pada waktunya dan terorganisasi, dalam mengamati kejang yang terjadi pada neonatus 1,6 . Pemeriksaan neurologis bayi yang cermat dapat mengungkapkan penyebab gangguan kejang. Pemeriksaan retina dapat menunjukkan adanya korioretinitis , menunjukkan infeksi kongenital yang pada kasus ini pemeriksaan titer TORCH ibu dan bayi terindikasi. Sindrom Aicardi, terjadi semata-mata pada bayi wanita, disertai dengan koloboma iris dan lakuna retina, kejang refrakter dan tidak ada korpus kallosum. Inspeksi kulit dapat menunjukkan lesi hipopigmentassi khas sklerosis tuberosis atau lesi vesikuler mengeras khas inkontinensia pigmen. Kedua sindrom neurocutaneus dihubungkan dengan kejang mioklonik menyeluruh yang mulai pada awal kehidupan. Bau tubuh yang tidak biasa menunjukkan gangguan metabolisme bawaan.

Darah harus diambil untuk pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, magnesium, elektrolit, dan BUN. Jika kemungkinan terdapat hipoglikemia, pengobatan dapat segera dimulai dengan Dextrostix serum. Hipokalsemia dapat terjadi sendirian atau bersamaan dengan hipomagnesemia. Penurunan serum kalsium sering dihubungkan dengan adanya trauma lahir atau serangan SSS pada masa perinatal. Penyebab tambahan meliputi diabetes ibu, prematuritas, sindrom DiGeorge, dan makanan fosfat tinggi. Hipomagnesemia ( 150 mEq/L) sebagai penyebab gangguan kejang. Pungsi lumbal sebenarnya terindikasi untuk semua neonatus dengan kejang, kecuali jika penyebabnya tidak secara jelas terkait dengan gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia akibat makanan kadar fosfat tinggi. Biasanya bayi dengan hipokalsemia akibat makanan kadar fosfat tinggi, secara normal siaga antar-kejang dan biasanya berespons segera terhadap terapi yang tepat. Temuan CSS dapat menunjukkan meningitis bakterial atau encephalitis aseptik. Diagnosis segera dan terapi yang tepat memperbaiki hasil untuk bayi ini. CSS yang berdarah menunjukkan penyadapan traumatis atau perdarahan subarknoid atau intraventrikel. Sentrifuge spesimen segera dapat membantu dalam membedakan kedua kelainan ini. Bagian terapung yang jernih menunjukkan trauma penyadapan, dan warna xantokrom menunjukkan perdarahan sub-arachnoid. Namun bayi normal dengaan ikterus ringan dapat menyebabkan perubahan warna CSS kuning yang menyebabkan inspeksi pada bagian terapung kurang dapat dipercaya pada masa bayi baru lahir. Banyak metabolisme bawaan terganggu, menyebabkan konvulsi menyeluruh pada masa bayi baru lahir. Karena keadaan ini sering diwariskan, dalam cara autosom-resesif atau resesif terkait-X, merupakan keharusan bahwa riwayat keluarga diambil secara cermat untuk menentukan apakah pada saudara kandung atau sanak keluarga dekat berkembang kejang atau berakhir pada umur awal. Amoniak serum berguna pada skrining kelainan siklus urea yang dicurigai, seperti defisiensi ornitin-trans karbamilase, lisat arbinosuksinat, dan karbamil fosfat sintetase. Selain dari kejang klonik menyeluruh, bayi ini datang selama umur beberapa hari dengan semakin lesu yang memburuk menjadi koma, anoreksia, dan muntah serta fontanella cembung. Jika analisa gas darah menunjukkan anion dan asidosis metabolik dengan hiperamonimenia, asam organik urin harus segera ditentukan untuk mengetahui kemungkinan asidemia metil malonat atau propionat. Penyakit syrup urin maple (Maple Syrup Urin Disease/MSUD), harus dicurigai bila asidosis metabolik terjadi bersama dengan kejang klonik menyeluruh, muntah, dan kekakuan otot selama umur minggu pertama. Hasil dari uji skrinning cepat, dengan menggunakan 2,4-dinitrofenil hidrazin yang mengenali derivat keton dalam urin adalah + pada MSUD. Penyebab metabolik tambahan kejang neonatus adalah hiperglikemia non-ketosis, keadaan mematikan yang ditandai dengan kenaikan mencolok pada glysine plasma dan CSS, kejang menyeluruh menetap, dan lesu dengan cepat yang mengarah pada koma: hiperglikemia-ketotik yang kejngna disertai dengan muntah, gangguan cairan dan elektrolit, dan asidosis metabolik; dan penyakit LEIGH yang ditunjukkan oleh kenaikkan kadar laktat, serum dan CSS atau peningkatan rasio laktat / piruvat. Injeksi anestesi lokal yang tidak disengaja kedalam janin selama kelahiran dapat menimbulkan kejang tonik yang kuat. Bayi ini sering diduga telah mengalami traumatis pada persalinan karena bayi ini flaksid pada saat lahir, mereka mempunyai refleks batang otak abnormal, dan mereka menunjukkan tanda depresi pernafasan yang kadang-kadang memerlukan ventilasi. Pemeriksaan dapat menunjukkan tusukan jarum pada kulit atau perforasi atau luka robek paa kepala. Peningkatan kadar anastesi serum memperkuat diagnosis. Terapi terdiri dari cara pendukung dan peningkatan curah urin dengan cairan IV dengan monitor yang tepat untuk mencegah kelebihan cairan. Ketergantungan piridoksin, suatu gangguan yang jarang, harus dipikirkan bila kejang klonik menyeluruh mulai terjadi segera sesudah lahir dengan tanda distres janin dalam rahim. Kejang ini terutama resisten terhadap antikonvulsan biasa, seperti fenobarbital atau fenotoin. Riwayatnya dapat menunjukkan bahwa kejang yang serupa terjadi dalam rahim. Beberapa kasus ketergantungan piridoksin dilaporkan mulai lebih lambat pada masa bayi atau pada awal masa anak. Keadaan ini diwariskan sebagai autosom resesif. Walaupun defek biokimia yang tepat belum diketahui, piridoksin sangat penting untuk sintesis asam glutamat dekarboksilase, yang selanjutnya diperlukan untuk sintesis GABA. Pada bayi ini, sejumlah besar piridoksin 100 sampai 200 mg harus diberikan IV selama EEG, yang harus segera diberikan bila diagnosisnya dipikirkan. Kejang akan segera berhenti, dan EEG akan menjadi normal selama beberapa jam berikutnya. Selanjutnya, pengukuran piridoksal-5-fosfat CSS dan plasma dapat membuktikan merupakan cara memperkuat diagnosis ketergantungan piridoksin yang lebih tepat. Anak ini memerlukan penambahan piridoksin oral seumur hidup, 10 mg/hari. Biasanya makin awal diagnosis dan terapi dengan piridoksin, hasilnya akan makin baik. Anak yang tidak diobati menderita kejang menetap dan secara seragam retardasi mental berat.

Kejang penghentian obat dapat muncul pada perawatan bayi baru lahir tetapi mungkin memerlukan beberapa minggu untuk berkembang karena ekskresi obat yang lama oleh leonatus. Obat yang terlinat adalah barbiturat, dan zodiazepin, heroin, dan metadon. Bayi makin gugup, iritabel, lesu dan dapat menunjukkan kejang mioklonus atau kejang klonik yang jelas. Ibu mungkin menyangkal penggunaan obat, tapi analisis serum atau urin dapat mengenali agen penyebab.

Bayi dengan kelainan sitoarsitektural otak yang meliputi lisenssefali, skizensefali, adrenoleukodistrofi, dan kelainan kromosom adalah rentan terhadap kejang-kejang berat. Pemeriksaan bayi ini dapat meliputi kariotip, CT Scan, MRI dan penentuan asam lemak rantai panjang.

Manifestasi klinis kejang pada neonatus seringkali sulit dibedakan dengan gerakan normal. Terdapat beberapa kriteria klinis yang dappat membedakan kejang dengan gerakan bukan kejang. KRITERIAKEJANGNON KEJANG

Ditimbulkan dgn rangsang sensoris-+

Ditekan dengan pegangan halus/reposisi-+

Disertai dgn fenomena otonom+-

Tipe kejang > 1+-

Pemeriksaan neurologis abnormal+-

EEG abnormal pada NCB+-

USG/CT scan/MRI+-

Gerakan mata abnormal+-

BAB VIIIDIAGNOSA BANDING 6Kejadian lain yang sering disalah tafsirkan sebagai kejang pada neonatus adalah 6 :1. Jitteriness Amplitudo fase fleksi dan ekstensi sama.

Neonatus umumnya sadar, tidak ada gerakan atau kerlingan mata yang abnormal.

Fleksi pasif atau memindahkan posisi ekstremitas bisa menghilangkan tremor. Tremor timbul karena rangsangan taktil meskipun mungkin spontan.

Tidak ada abnormalitas EEG. Seringkali terlihat pada neonatus dengan hipoglikemi, penghentian obat, hipokalsemia, hipotermia dan pada neonatus kecil untuk masa kehamilan (KMK).

Secara spontan menghilang dalam waktu beberapa minggu.

2. Apnea pada saat tidur Tidak berkaitan dengan gerakan abnormal dan biasanya berkaitan dengan bradikardi.

Pada kejang yang disertai apnea, gerakan abnormal, takikardia dan peningkatan tekanan darah juga ditemui.

3. Gerakan menghisap yang terisolasiGerakan menghisap yang tidak beraturan, tidak sering dan tidak berlangsung lama bukanlah kejang.

4. Mioklonik ringan saat tidur Umumnya pada bayi kurang bulan selama tidur, bisa focal, multi-focal, atau umum. Tidak akan berhenti meskipun bayi dikekang.

Menghilang dengan sendirinya dalam waktu beberapa menit dan tidak memerlukan pengobatan. Gerakan tersebut berbeda dengan kejang mioklonik berikut ini:

Dapat dipicu oleh bunyi atau gerakan.

Dapat berkurang jika bangun.

Tidak berkaitan dengan perubahan otonom apapun.

BAB IX

PENATALAKSANAAN 8

A. Tata laksana kejang pada neonatus secara umum 8 :1. oksigenisasi yang baik

2. menghentikan kejang (fase akut) : obat pilihan pertama (lini pertama) adalah fenobarbiton IV. Oleh karena obat ini tidak tersedia di Indonesia, maka untuk menghentikan kejang diberikan diazepam IV dosis 0,1-0,3 mg/kg, dapat diulang 2 kali, dengan jarak 5-15 menit.

3. cari etiologi sesegera mungkin

B. Segera setelah kejang teratasi, untuk mencegah atau

mengendalikan kejang diberikan obat antikonvulsan sebagai berikut :1. Obat lini pertama : fenobarbital IM dengan loading dose 20 mg/kg/kali IM untuk mengendalikan kejang. Setelah 24 jam pemberian dosis awal, dilanjutkan dengan dosis rumatan 2,5-5 mg/kg/kali, interval setiap 12 jam, pemberian dapat secara oral atau IM disesuaikan dengan klinis pasien.

2. Bila masih terdapat kejang, ditambahkan obat lini kedua yaitu difenhidantoin (fenitoin) IV. Dosis awal fenitoin 20 mg/kg/kali dilarutkan dalam garam fisiologis dengan kecepatan pemberian 1 mg/kg/menit. Kemudian setelah dosis awal diberikan dosis rumatan, yaitu :

BBLSR ( 2 minggu : 4-5 mg/kg/kali

Pemberian fenitoin oral pada neonatus kurang disukai karena absorbsinya sangat buruk.

3. Bila kejang masih belum teratasi, pemberian obat di atas tetap dilanjutkan. Sebagai tambahan diberikan diazepam sebagai abat antikonvulsan lini ketiga. Pemberian diazepam secara continous drip dosis 0,3 mg/kg/jam efektif untuk mengendalikan kejang. Diazepam dilarutkan dalam larutan dekstrosa 5 % setiap 4 jam harus dibuat larutan baru untuk mencegah terjadinya endapan. Saat ini pemberian diazepam sebagai antikonvulsan kurang disukai karena kesulitan melakukan titrasi dosis obat dan benzoate vehicle dapat mengganggu ikatan albumin-bilirubin. Selain itu diazepam sering menyebabkan depresi pernafasan, sehingga akhirnya diperlukan ventilator. Pilihan lain adalah pemberian midazolam dengan dosis inisial : 0,15 mg/kg, kemudian dilanjutkan dengan dosis maintenance 1 /kg/menit. Bila tersedia dapat diberikan obat antikonvulsan lini ketiga lainnya yaitu : lorazepam (Antivan) dosis 0,05-0,1 mg/kg IV diberikan tiap 12 jam, atau klonazepam (Rivotril) loading dose 0,1-0,25 mg, 8 jam kemudian dilanjutkan dosis rumatan 0,01 mg/kg/kali diberikan tiap 8 jam.

4. Bila kejang masih belum teratasi, dapat diberikan tiopenton IV 4 mg/kg/kali, diberikan selama > 5 menit, dilanjutkan pemberian secara continous drip dosis 2 mg/kg/jam.

Pemberian obat-obat antikonvulsan seperti di atas dapat menimbulkan beberapa efek samping antara lain depresi SSP, hipotensi, bradikardi, depresi pernafasan (pemberian fenobarbital, diazepam) dan aritmia jantung (pemberian fenitoin), sehingga selama pemberian antikonvulsan diperlukan pemantauan taanda-tanda vital.

Lama pemberian atau penghentian antikonvulsan dosis rumtan di Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI-RSCM sampai saat ini belum ada kesepakatan. Sebagian klinisi memberikan atau menghentikan antikonvulsan berdasarkan pengalaman klinis mereka. Pada umumnya penghentian pemberian antikonvulsan diberikan setelah kejang teratasi. BAB XPROGNOSIS 1Prognosis terutama tergantung pada penyebab primer gangguan ini atau beratnya serangan. Pada kasus bayi dengan hipoglikemia dari ibu diabetes atau hipokalsemia akibat makan fosfat berlebihan, prognosisnya sangat baik. Sebaliknya anak dengan kejang terus-menerus karena enselopati hipoksik iskemik atau kelainan sitoarsitektural otak biasanya tidak akan berespon dengan antikonvulsan dan rentan terhadap status epileptikus dan kematian awal. Tantangan pada dokter adalah untuk mengenali penderita yang akan sembuh dengan pengobatan segera dan menghindari penundaan diagnosis yang dapat menyebabkan cedera neurologis berat ireversibel.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, R. E.; Kliegman, R. M; Jenson, H. B. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Saunders: USA. 2004.2. http://www.emedicine.com/EMERG/topic376.thm#section~differentials3. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1, cetakan ke-10. Percetakan Infomedika: Jakarta. 2002.4. Lumbantobing, S. M; Ismael, H. S. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Gaya Baru: Jakarta. 1989.5. Soetomenggolo, Taslim; Ismael, H. S. Buku Ajar Neurologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia. Balai Penerbitan IDAI: Jakarta. 2000.6. www.idai.com/21_28.httml7. Hayward, A. R.; Levin, M. J.; Sandheimer, J. M. Current Pediatric Diagnosis and Treatment 16th edition-Lange Medical Books. Mc Graw Hill: USA. 2003

8. Mangunatmadja, I. Kejang Pada Anak. Trihono, PP; Purnomowati; Syarif, DR; Hegar, B; Gunardi, H; Oswari, H; Kadim, M; Penyunting. Hot Topics in Pediatrics II. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2002. 245-273.

KEJANG (+)

KEJANG (-)

KEJANG (+)

KEJANG (-)

KEJANG (+)

KEJANG (-)

KEJANG

1. Oksigenisasi yg cukup

2. Diazepam IV 0,1-0,3

mg/kg, dapat diulang 2x,

jarak 5-15 menit

3. Cari etiologi

PAGE 1