Kegawatdaruratan Pada Kulit

81
Kegawatdaruratan Pada Kulit PENDAHULUAN Kegawat daruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang pada setiap saat dan di mana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit secara mendadak, kecelakaan atau bencana alam. Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat berupa pertolongan pertama sampai pada pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan jiwa mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan dari penderita Keadaan ini selain membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang baik dari penolong dan sarana yang memadai, juga dibutuhkan pengorganisasian yang sempurna. Pertolongan pertama biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban. Diantaranya akan menghubungi petugas kesehatan atau dokter terdekat. Tidak jarang bahwa anggota Hansip, polisi dan pemadam kebakaran terlibat dalam hal ini. Pertolongan ini harus diberikan secara tepat sebab penanganan yang salah justeru dapat berakibat kematian atau cacat tubuh. Pada penyakit kulit, dikenal beberapa penyakit yang dianggap sebagai suatu kasus kegawat daruratan. Dimana kasus-kasus tersebut membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat agar tidak menimbulkan kecacatan sampai kematian. MACAM-MACAM KEGAWAT DARURATAN PADA PENYAKIT KULIT Di klinik tidak jarang kita menemukan kasus-kasus emergensi yang memerlukan penanganan segera dan tepat. Kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut: 1. Toxic Epidermal Nekrolisis 2. Steven Johnson Syndrome 3. Erythema Multiforme

Transcript of Kegawatdaruratan Pada Kulit

Page 1: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Kegawatdaruratan Pada Kulit PENDAHULUAN

Kegawat daruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang pada setiap saat dan di mana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit secara mendadak, kecelakaan atau bencana alam. Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat berupa pertolongan pertama sampai pada pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan jiwa mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan dari penderita

Keadaan ini selain membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang baik dari penolong dan sarana yang memadai, juga dibutuhkan pengorganisasian yang sempurna.Pertolongan pertama biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban. Diantaranya akan menghubungi petugas kesehatan atau dokter terdekat. Tidak jarang bahwa anggota Hansip, polisi dan pemadam kebakaran terlibat dalam hal ini. Pertolongan ini harus diberikan secara tepat sebab penanganan yang salah justeru dapat berakibat kematian atau cacat tubuh. Pada penyakit kulit, dikenal beberapa penyakit yang dianggap sebagai suatu kasus kegawat daruratan. Dimana kasus-kasus tersebut membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat agar tidak menimbulkan kecacatan sampai kematian.

MACAM-MACAM KEGAWAT DARURATAN PADA PENYAKIT KULIT

Di klinik tidak jarang kita menemukan kasus-kasus emergensi yang memerlukan penanganan segera dan tepat. Kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut: 1. Toxic Epidermal Nekrolisis2. Steven Johnson Syndrome3. Erythema Multiforme4. Erythroderma5. Angioedema6. Reversal reaction7. Erythema Nodosum Leprosum8. Pemfigus Vulgaris9. Purpura-Vaskulitis10. Staphylococcus Scaled Skin Syndrome

1. Nekrolisis Epidermal ToxikDefinisiAlan Lyell* mendeskripsikan nekrolisis epidermal toksik sebagai suatu erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit.18,19 Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan. Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa menyebabkan penyakit ini.

Page 2: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa.18

Patofisiologi Patofisiologi terjadinya nekrolisis epidermal toksik belum jelas, namun, dipercaya bahwa fenomena immun kompleks yang bertanggung jawab. Salah satu teori menyatakan akumulasi metabolit obat pada epidermis secara genetik dipengaruhi oleh proses imunologi setiap individu. Limfosit T CD8+ dan makrofag mengaktifkan proses inflamasi yang menyebabkan apoptosis sel epidermis.18

Gejala klinikPasien mungkin menampakkan gejala-gejala prodromal 2-3 hari seperti malaise, rash, demam, batuk, arthralgia, mialgia, rhinitis, headache, anorexia, serta mual dan muntah, dengan atau tanpa diare. Gejala dan tanda prodromal lainnya yang dapat berkembang seperti konjungtivitis (32%), faringitis (25%), dan pruritus (28%). Pada fase akut (8-12 hari) terjadi demam yang persisten, pengelupasan epidermis, dan terlibatnya membran mukosa. Komplikasi berupa stomatitis san mukositis, nyeri pada saat menelan sehingga pasien beresiko tinggi untuk terjadinya dehidrasi dan malnutrisi. Konjungtiva biasanya terlibat 1-3 hari sebelum munculnya lesi kulit. Erosi mukosa pipi, hidung, faring, dan trakeobronkial dapat terjadi. Erosi juga dapat terjadi pada esofagus, perineum, vagina, uretra serta mukosa usus.19Tanda vital pasien dapat didapatkan hiperpireksia, hipotensi sekunder sampai hipovolemia dan takikardi. Pada pameriksaan kulit didapatkan:• Lesi kulit dimulai dengan nyeri/rasa terbakar, panas, eritematous, macula morbiliform secara simetris pada wajah dan dada sebelum menyebar ke seluruh badan.• Nikolsky sign positif• Krusta hemoragik pada bibir • Konjungtivitis umumnya ditemukan sebelum terjadi pengelupasan epidermis.• Pneumonia merupakan komplikasi yang paling berat dan merupakan kegagalan nafas akut dan membutuhkan intubasi.19

Gambar 1. krusta hemoragik membrane mukosa pada TEN

Gambaran HistopatologiSecara histologi, terdapat penebalan nekrosis epidermis dengan tanda inflamasi dermis atau epidermis. Bisa terdapat pelepasan dan pengelupasan epidermis. Nekrosis sel satelit dapat terlihat, sampai nekrosis eosinofil secara luas.19

Pemeriksaan dan TesTes-tes laboratorium hanya bisa membantu dalam menentukan terapi simptomatik atau suportif.

Page 3: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Pemeriksaan radiologi tidak spesifik namun foto thoraks dapat dilakukan untuk mengetahui adanya inflamasi trakeobronkial yang menyebabkan pneumonia.18

TerapiPerawatan kegawatdaruratan: unit gawatdarurat harus mencegah kehilangan cairan dan elektrolit dan mencegah infeksi sekunder. Pemberian cairan dan elektrolit secara agresif, mengatasi nyeri, dan perawatan kulit dengan teliti merupakan tindakan yang sangat penting. Pasien dengan lesi kulit yang luas memerlukan kamar isolasi dan lingkungan yang steril.18• Daerah erosi pada kulit harus di lindungi dengan pakaian pelindung nonadherent seperti petroleum gauze• Distress pernapasan bisa mengakibatkan pengelupasan dan edema dan membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilasi.18

Cairan dan elektrolit harus dimonitor. Menjaga keseimbangan cairan dan basa titrat dengan tekanan vena sentral dan output urine. Sekitar 3-4 L dibutuhkan pada pasien dengan 50 % area kulit terlibat. Nutirsi secara parentral atau secara enteral via selang nasogastrik biasanya dibutuhkan. Nutrisi enteral secara awal dan kontinu mengurangi risiko stress ulcers, mengurangi translokasi bakteri dan infeksi enterogenik.19

2. Sindrom Stevens-Johnson

DefinisiSindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. biasanyaStevens dan dr. Johnson, sindrom Stevens-Johnson, disingkatkan sebagai SSJ, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada efek samping yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik ( toxic epidermal necrolysis/TEN). Ada juga bentuk yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM). Sekarang sindrom ini dikenal sebagai eritema multiforme mayor.20

PatofisiologiSSJ adalah hipersensitifitas yang disebabkan oleh pembentukan sirkulasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus, dan keganasan. Pada lebih dari setengah kasus, tidak didapatkan adanya penyebab yang spesifik.20Gejala klinikSecara tipikal, penyakit ini dimulai dengan infeksi saluran pernapasan atas yang nonspesifik. Hal ini merupakan bagian dari gejala prodromal yang berlangsung selama 1-14 hari yaitu demam, radang tenggorokan, sakit kepala, dan malaise. Muntah dan diare kadang merupakan gejala prodromal. Lesi mukokutaneus berkembang secara tiba-tiba. Lesinya bersifat nonpruritus.

Page 4: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Riwayat demam bisa terjadi akibat terkena infeksi, namun demam telah dilaporkan terjadi pada lebih 85% kasus. Keterlibatan membrane mukosa oral bisa membuat pasien mengalami kesulitan dalam makan dan minum. Pasien yang mempunyai keterlibatan dalam genitourinary bisa mengeluhkan disuria. Gejala tipikal tersebut diatas diikuti dengan batuk produktif dengan sputum purulen tebal, sakit kepala, mialgia dan artralgia. Rash dimulai dengan macula yang berkembang menjadi papul, vesikel, bulla, plak urtikaria, atau eritema yang konfluen.20Penyebab SJS berupa:• Obat-obatan dan keganasan merupakan etiologi pada dewasa dan orang tua.• Pada kasus anak proses infeksi merupakan penyebab yang etrsering dibandingkan keganasan atau reaksi obat.• Obat-obatan seperti sulfa, fenitoin, atau penisilin telah diketahui sebagai penyebab pada dua pertiga pasien dengan SSJ.• Lebih setengah pasien dengan SSJ melaporkan infeksi saluran napas bagian atas • Keempat kategori etiologi adalah (1)infeksi, (2)obat-obatab, (3)keganasan, dan (4)idiopatik.20

Pemeriksaan laboratorium:• Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dalam penegakan diagnosis.• CBC (complete blood count) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebakan karena infeksi bakteri.• Kultur darah, urin, dan luka merupakan indikasi bila dicurigai penyebab infeksi.20Tes lainnya:• Biopsi kulit merupakan pemeriksaan diagnostik tapi bukan merupakan prosedur unit gawatdarurat.• Biopsi kulit memperlihatkan bulla subepidermal• Adanya nekrosis sel epidermis• Infiltrasi limfosit pada daerah perivaskular.20Penatalaksanaan:• Perawatan prehospital: paramedis harus mengetahui adanya tanda-tand kehilangan cairan berat dan mesti diterapi sebagai pasien SJS sama dengan pasien luka bakar.• Perawatan gawatdarurat: • Perawatan gawatdarurat harus diberikan penggantian cairan dan koreksi elektrolit.• Luka kulit diobati sebagai luka bakar.• Pasien SSJ semestinya diberikan perhatian khusus mengenai jalan nafas dan stabilitas hemodinamik, status cairan, perawatn luka dan kontrol nyeri.• Penatalaksanaan SJS bersifat simtomatik dan suportif. Mengobati lesi pada mulut dangan mouthwashes, anestesi topikal berguna untuk mengurangi rasa nyeri. daerah yang mengalami pengelupasan harus dilindungi dengan kompres salin atau burrow solution• Penyakit yang mendasari dan infeksi sekunder perlu diidentifikasi dan diterapi. Obat penyebab harus dihentikan.• Penggunaan obat-obat steroid sistemik masih kontroversial.

Page 5: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Gambar 2. Sindrom Stevens-Johnson (lesi vesiko-bulosa)

3. Erythema Multiforme

DefinisiEryhtema multiforme merupakan suatu penyakit akut dan merupakan penyakit kulit yang self-limiting dan merupakan erupsi kulit yang meradang. Bercak kemerahan terbentuk dari bintik-bintik merah di kulit, yang kadang-kadang tampak keunguan atau berisi cairan di tengahnya. Ia juga biasanya mengenai daerah mulut, mata dan permukaan-permukaan lain yang lembab. Dinamakan erythema multiforme karena munculnya variasi bentuk multiforme dengan derajat tinggi dalam presentasi klinisnya. Variasi ini menyebabkan erythema multiforme ini dibagi menjadi dua kelompok yang saling tumpang tindih yaitu eritema multiforme minor dan eritema multiforme mayor atau lebih dikenali dengan Stevens-Johnson’s syndrome.2

EpidemiologiEritema multiforme secara predominan diteliti pada dewasa muda dan sangat jarang pada anak-anak. Biasanya lebih mengenai pada pria tanpa mempedulikan ras dan warna kulit.2Peneliti lain menganggap eritema multiforme ini merupakan penyakit yang biasa pada ahli kulit. Dari penelitian mereka mendapatkan separuh dari kasus mengenai golongan muda (di bawah 20 tahun). Jarang didapatkan mengenai anak-anak di bawah 3 tahun dan mereka yang berusia di atas 50 tahun. Laki-laki biasanya lebih banyak mengenai eritema multiforme berbanding wanita tanpa ada predileksi ras. Sepertiga dari eritema multiforme kambuh sementara musim biasanya mempengaruhi.2,4

Patofisiologi dan PenyebabPatofisiologi penyakit ini belum terlalu dimengerti tetapi muncul pendapat yang mengatakan penyakit ini melibatkan reaksi hipersensitivitas yang memicu berbagai stimulus, biasanya bakteri, virus atau produk-produk kimia.Penelitian prospektif internasional yang terbaru menunjukkan penyebab mayor dari eritema multiforme ini adalah virus herpes. 4 Virus herpes yang paling sering menyerang adalah virus HSV I dan II. Tercatat serangan herpes labialis pada penyakit ini diperkirakan sebesar 50%. Herpes labialis biasanya menyerang pada lesi kutan (cutaneous lesion), muncul secara simultan dan juga muncul setelah lesi target erythema multiforme muncul. Herpes labialis menyerang lesi target pada erythema multiforme dalam waktu 3-14 hari. Dilaporkan kebanyakan kasus pada anak-anak dan dewasa muda disebabkan oleh virus HSV tipe I, tetapi ada juga yang mengatakan golongan ini masih bisa terkena erytheme multiforme akibat serangan virus HSV tipe II. Selain virys herpes (HSV), erythema multiforme bisa disebabkan oleh orf, Histoplasma capsulatum, dan virus Epstein-Barr.2

Gambaran Klinis

Page 6: Kegawatdaruratan Pada Kulit

1. Gambaran histopatologikGambaran histopatologik berupa infiltrate limfosit dermal-epidermal junction dan sekitar pembuluh darah dermal, dermal edema, nekrosis keratinosit epidermal, dan pembentukan bulla subepidermal. Penelitian histology dan immunokimia mendapati pada erytheme multiforme mempunyai densitas tinggi pada infiltrate sel yang kaya dengan limfosit-T. 4

2. Kriteria diagnostikKriteria diagnostik untuk erythema multiforme ialah adanya lesi target pada kulit yang diameternya kurang dari 3 cm, mengenai kurang dari 20% permukaan tubuh, dengan penglibatan minimal dari membrane mukosa yang biasanya bisa dilihat lewat biopsi. Lesi kutaneus secara tipikal adalah simetrik, dan melibatkan ekstremitas, yang biasanya predileksinya pada tangan bagian dorsal dan ekstensor.4Dari penelitian, hamper kesemua lesi muncul dalam waktu 24 jam dan muncul sempurna setelah 72 jam. Di dapatkan juga gatal dan rasa terbakar yang muncul diantara lesi-lesi. Lesi primer biasanya berbentuk bundar, papul kemerahan yang biasanya menetap dikulit selama 7 hari atau lebih. Beberapa papul-papul kemerahan ini biasanya berubah menjadi lesi target.Lesi target berupa perubahan warna zona konsentrik, dengan tengahnya yang agak kehitaman atau zona keunguan dengan zona kemerahan di bagian luarnya. Lesi target selalunya membentuk vesikel atau krusta di zona tengah selepas beberapa hari. Beberapa lesi mempunyai tiga zona yang berbeda warna dengan pinggir kemerahan, putih di tengah dan hitam di bagian yang paling dalam. Kadangkala, ia membentuk lesi iris karena terdapat gambaran seperti pelangi (rainbow-like appearance).2

Gambar3. erythema multiforme4. Erythroderma

DefinisiErythroderma dan dermatitis exfoliative biasanya dipakai untuk menjelaskan penyakit yang sama dalam literatur. Terma sebelumnya menjelaskan eryhtroderma sebagai dilatasi yang menyebar dari penbuluh darah kutaneus. Apabila proses inflamasi disertai dengan erythroderma secara substantial akan meningkatkan proliferasi sel epidermal dan mengurangi waktu transitsel epidermal melalui epidermis yang bisa menimbulkan sisik bertanda. 1Istilah ”red man syndrome” biasanya digunakan pada dermatitis exfoliatif yang idiopatik yang mana tidak ditemukan penyebab primer walaupun telah menjalani beberapa serial pemeriksaan dan tes. Erythroderma idiopatik ini ditandai dengan keratoderma palmoplantar, limfadenopati dermatopati dan peningkatan kadar serum immunoglobulin E (IgE). Istilah I’homme rouge merujuk kepada dermatitis exfoliatif yang merupakan limfoma sel-T sekunder.3

EpidemiologiPada orang dewasa, penyakit kulit dini, beberapa keganasan atau malignancy dan allergi obat-

Page 7: Kegawatdaruratan Pada Kulit

obatan bisa menyebabkan erythroderma, namun pada variabel, beberapa pasien mengalami erythroderma tanpa penyebab yang jelas (Abrahams et al, 1963; Nicolis dan Helwig, 1973; Sehgal dan Srivastava, 1986; Thestrup-Padersen et al, 1988). Kecuali apabila kondisi ini menyangkut atau disebabkan oleh dermatitis atopik, dermatitis seborrhoeic, atau ichtyosis herediter, erythroderma biasanya muncul selepas usia 40 tahun. Laki-laki dikatakan berpotensi untuk terkena erythroderma dua kali lipat berbanding wanita.1

EtiologiErythroderma bisa muncul akibat berbagai penyebab, yang paling sering lanjutan dari tahap dini suatu gangguan kulit. Eryhtroderma juga bisa disebabkan oleh suatu efek samping dari reaksi obat-obatan. Walaubagaimanapun, sebanyak 30% dari semua kasus erythroderma yang dilaporkan, tidak ada panyebab yang jelas ditemukan. Iniuyang dinamakan erythroderma idiopatik.Penyebab-penyebab yang paling sering ditemukan pada tahap awal suatu gangguan kulit yang menyebabkan erythroderma ialah:• Dermatitis terutama dermatitis atopik, dermatiti kontak (allergi atau iritan) dan dermatitis stasis (gravitational eczema) dan pada bayi, dermatitis seborrhoiec.• Psoriasis• Pityriasis rubra pilaris• Penyakit-penyakit blister termasuk pemphigug dan pemphigoid bullosa.• Limfoma sel-T kutaneus (Sezary Syndrome)Erythroderma juga bisa merupakan simtom atau gejala dari penyakit sistemik seperti:• Kaganasan interna seperti karsinoma rektum, paru-paru, tuba fallopi, kolon.• Keganasan hematologi seperti limfoma dan leukaemia.• Penyakit Graft vs Host• Infeksi HIV.7

PatofisiologiPeningkatan perfusi darah kulit mundul pada erythroderma yang menyebabkan disregulasi temperatur (menyebabkan kehilangan pabas dan hipotermia) dan kegagalan output jantung. Kadar metabolik basal meningkat sebagai kompensasi dari kehilangan suhu tubuh.3Epidermis yang matur secara cepat kegagalan kulit untuk menghasilkan barier permeabilitas efektif di stratum korneum. Ini akn menyebabkan kehilangan cairan transepidermal yang berlebihan. Normalnya kehilangan caira dari kulit diperkirakan 400 ml setiap hari dengan dua pertiga dari hilangnya cairan ini dari proses transpirasi epidermis manakala sepertiga lagi dari perspirasi basal. Kekurangan barier pada erythroderma ini menyebabkan peningkatan kehilangan cairan ekstrarenal. Kehilangan cairan transepidermal sangat tinggi ketika proses pembentukan sisik (scaling) memuncak dan menurun 5-6 hari sebelum sisik menghancur.1Hilangnya sisik eksfoliatif yang bisa mencapai 20-30g/hr memicu kepada timbul keadaan hipoalbuminemia yang biasa dijumpai pada dermatitis exfoliative. Hipoalbuminemia muncul akibat menurunnya sintesis atau meningkatnya metabolisme albumin. Edema biasanya paling

Page 8: Kegawatdaruratan Pada Kulit

sering ditemukan, biasanya akibat peralihan cairan ke ekstrasel. Respon imun mungkin bisa berubah, seiring adanya peningkatan gamma-globulins, peningkatan serum IgE pada beberapa kasus, dan CD4+ sel-T limfositopenia pada infeksi HIV.3Gambaran Klinis1. Gambaran histologisa) Penyakit kutaneus tahap awal (pre-existing cutaneuous disease)Psoriasis mempunyai spongiosis minimal dengan infiltrate neutrofil dan limfosit pada dermal, tetapi bukan eosinofil atau sel plasma. Mikroabses Munro di epidermis, menyebabkan parakeratosis, penipisan epidermis suprapapillary dan edema dari papillae dermal disertai dilatasi kapiler papilari.b) Penyakit sistemikAllergi obat-obatan bisa memaparkan eosinofil diantara infiltrate eosinofil. Mikosis fungoides / Sezary syndrome bisa membentuk gambaran infiltrat seperti monotonous band (monotonous band-like infiltrate), terdiri dari sel mononuclear –cerebriform yang besar, sepanjang dermoepidermal junction atau sekitar pembuluh darah di dalam dermis papillary, epidermitropism tanpa spongiosis dan mikroabses Pautrier tanpa epidermis (Sentis et al, 1986)*c) IdiopatikSpecimen histologik tidak spesifik, walau bagaimanapun, ulangan biopsy bisa menunjukkan bukti dari mikosis fungiodes.2. Gambaran klinikErythroderma biasanya muncul pada mereka yang berusia diatas 40 tahun. Biasanya lebih banyak mengenai laki-laki berbanding wanita. Ia bisa berlaki sangat cepat. Gejala dan simtom erythroderma termasuklah:7• Kemerahan kulit ganeral (erythema) dam pembengkakan yang meliputi 90% atau lebih dari seluruh permukaan kulit.• ‘Serous ooze’, hasil dari pakaian yang melekat di kulit dan bau yang tidak menyenangkan.• Penyisikan 2-6 hari selepas onset erythema, seperti empingan yang besar.• Berbagai derajat kegatalan yang kadang-kala tidak bisa di toleransi.• Penebalan sisik pada kepala dengan berbagai derajat keguguran rambut termasuk kebotakan total.• Penebalan telapak tangan dan kaki (keratoderma)• Pembengkakan kelopak mata bisa menyebabkan ectropion ( permukaan dalam kelopak mata bawah terpapar keluar)• Kuku menjadi pecah dan menebal bahkan sampai tercabut.• Erythroderma yang lama bisa menyebabkan perubahan pigmen (bercak coklat dan / atau putih pada kulit)• Infeksi sekunder bisa menyebabkan munculnya pustul dan krusta• Pembesaran kelenjar limfe (lifadenopati)• Kontrol temperatur yang abnormal yang mengakibatkan demam dan menggigil atau hipotermia• Meningkatkan denyut jantung sebagai akibat dari gagal jantung yang tidak ditangani atau kasus-kasus berat yang biasanya terjadi pada orang tua.

Page 9: Kegawatdaruratan Pada Kulit

• Kadar elektrolit yang abnormal serta dehidrasi akibat kehilangan cairan lewat kulit.• Kadar serum albumin yang rendah akibat kehilangan protein dan peningkatan kadar metabolik.

Gambar 4. Erytroderma

5. Angioedema

DefinisiAngioedema dan urtikaria memberikan manifestasi yang berbeda dengan proses patologi yang sama.Kedua-dua kondisi menunjukkan terdapat kebocoran cairan dan edema pada hasil postcap.Walaubagaimanapun,angioedema melibatkan pembuluh darah pada superficial dermis di lapisan kulit.Hasil ini menunjukkan gambaran klinis yang berbeda.Respon diatas diperantarai oleh histamine,serotonin dan kinin(contohnya;bradikinin) yang menyebabkan dilatasi arteriol dimana junction diantara sel endotel longgar dari kapilari dan arteriol.10Angioedema muncul sebagai gambaran klinis dari mekanisme imunologi dan inflamasi atau bisa juga idiopatik.Angioedema bisa muncul selepas terjadi reaksi IgE- atau IgE reseptor dengan disertai abnormality sistem komplemen dan sistem efektor plasma setelah degranulasi mast sel dan berhubung dengan aktivasi asam arakidonat seluler pada metabolic pathways .11Angioedema adalah penyakit biasa dimana tergantung kepada faktor usia,bangsa,sex,pekerjaan dan lokasi geografi serta musim,angioedema bisa mungkin menjadi proses akut jika kurang dari 6 minggu.Angioedema dengan urtikaria atau tidak diklasifikasikan kepada alergik,hereditary atau idiopatik.11

Gambaran Klinik Edema pada muka,extremitas,mungkin sedikit nyeri tanpa pruritus,bisa terjadi beberapa hari.Melibatkan juga bibir,dagu,area periorbital,lidah dan laring.11 Angioedema bisa juga pada system organ vital contohnya traktus respiratorius.12 Pembengkakan superficial dermis dengan wheals yang ditandai dengan warna pink dan pruritus dimana area angioderma sering pucat dan nyeri.13

Penatalaksanaana) Penjagaan prehospital Menjaga jalan nafas Intubasi nasofaringeal Steroids epeniferin subcutaneousb) Emergency department care Menjaga jalan nafas Intubasi nasofaringeal

Page 10: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Steroids epeniferin subcutaneous Angioedema kronik merespon baik pada steroids dan H2 blockers. Angioedema herediter lebih melawan kepada penggunaan epineferin subcutaneous,antihistamin dan steroid. Stanozolol,anabolic steroid,danazol,inhibitor gonadotropin. Asam aminocaproic untuk seimbangkan pregantian C11NH untuk mengelakkan serangan.Fresh frozen plasma mungkin bisa digunakan untuk sementara.

c) Konsultasi Ahli imunologi bisa bertemu dengan penderita yang tidak diketahui history angioedemanya. Pada penderita dengan tipe heriditer follow up dengan ahli imunologis sangat penting.

Gambar 5.Angioedema;bengkak pada bibir6. Reaksi reversalReaksi tipe 1 menampakkan bertambahnya respon kompleks imun terhadap m. leprae, dan pada umumnya terjadi setelah dimulainya terapi. Bila reaksi terjadi dengan antibiotic kemoterapi, maka disebut reaksi reversal, dan bila terjadi pada tipe borderline dan lepromatous (downgrading), maka disebut reaksi downgrading.17Reaksi tipe 1 secara klinik menunjukkan adanya inflamasi dari lesi. Tidak terdapat gejala sistemik (seperti demam, ataupun artralgia). Lesi membengkak, menjadi eritema dan kadang nyeri menyebabkan selulitis. Pada kasus berat, ulserasi bisa terjadi. Komplikasi yang berat dari reaksi tipe 1 adalah kerusakan saraf. 17Reaksi ini juga bisa terjadi setelah kemoterapi tapi berbeda dengan ENL. Masa onset lebih lambat daripada ENL (beberapa minggu sampai bulan), dan bisa terjadi selama berbulan-bulan jika tidak di obati dengan cepat. 17Sebagai inflamasi mediasi sel menyerang antigen m.leprae, adanya infeksi maka dapat merusak kompartmen jaringan. Karena basil ke saraf, maka gejala saraf sserinf didapatkan. Reaksi reversal yang terjadi pada saraf mungkin menyebabkan kehilangan fungsi saraf secara tiba-tiba dan kerusakan permanent saraf tersebut. Hal ini menyebabkan reaksi tipe 1 merupakan kasus emergensi. Secara histology, lesi kulit menampakkan edema perivaskular dan perineural serta banyaknya jumlah limfosit. Pada kasus yang hebat mungkin terdapat nekrosis jaringan.17Meskipun reaksi muncul setelah diberikan obat antileprosi, namun tidak dibenarkan untuk menghentikan obat tersebut karena terjadinya reaksi. Pada reaksi ringan, tanpa komplikasi neurology atau gejala sistemik berat, terapi hanya bersifat suportif. Tirah baring dan pemberian aspirin atau agen anti inflamasi steroid bisa digunakan.17Reaksi tipe 1 biasanya diterapi dengan kortikosteroid sistemik. Prednisone diberikan peroral, dimulai dengan dosis 40-60 mg/hari. Neuritis dan luka pada mata merupakan indikasi penting untuk terapi steroid sistemik. Abses pada saraf mungkin butuh pembedahan segera untuk melindungi fungsi saraf. Saat reaksi terkontrol prednisone perlu di tapering pelrlahan. Clofazimine menunjukkan efek perlawanan yang sama terhadap reaksi tipe 1. 17

Page 11: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Gambar 6. reaksi reversal7. Eritema nodosum leprosum

DefinisiEritema nodosum merupakan penyakit akut, noduler, erursi eritematoua yang biasanya terbatas pada bagian extensor kaki. EN jarang kronik dan rekuren tapi bisa saja terjadi. EN dianggap sebagai reaksi hipersensitivitas dan bisa terjadi oleh karena beberapa penyakit sistemik atau karena terapi obat, atau mungkin saja idiopatik. Wanita lebih sering terkena dibandingkan dengan pria dengan rasio 4:1. EN bisa terjadi pada anak-anak dan pada pasien dengan usia lebih dari 70 tahun, tapi lebih sering terjadi pada dewasa muda yaitu pada usia 18-34 tahun.22

PatofisiologiEN mungkin merupakan suatu reaksi hipersensitivitas yang lambat terhadap berbagai jenis antigen, complex imun dalam sirkulasi belum ditemukan pada jenis idiopatik atau kasus-kasus biasa tapi mungkin ditemukan pada pasien dengan penyakit inflamasi saluran cerna. 22

Gejala klinikFase erupsi EN dimulai dengan flulike symptoms dengan demam dan nyeri seluruh badan. Artralgia bisa terjadi dan mendahului erupsi atau muncul selama fase erupsi. Lasi yang timbul oleh karena infeksi akibat EN banyak yang sembuh dalam 7 minggu, tapi bentuk aktif mungkin bisa sampai 18 minggu. Namun, pada 30 % EN yang idiopatik bisa bertahan sampai lebih dari 6 bulan. Demam dengan penemuan kelainan kulit seperti tiba-tiba sakit dengan demam yang diikuti dengan nyeri rash selama 1-2 hari. 22Pada penemuan fisik, kelainan kulit didapatkan terbatas pada kulit dan sendi. Lesi mulai dengan bentuk nodul merah yang nyeri tekan. Batas lesi sulit ditentukan, dan berukuran 2-6 cm. Selama minggu pertama lesi menjadi keras, tegang, dan nyeri, pada minggu kedua, lesi menjadi fluktuan sepeti pada abses, tapi tidak bersifat supuratif atau ulseratif. Lesi ada selama hamper 2 minggu, tapi kadang, lesi baru selanjutnya muncul selama 3-6 minggu. Sakit pada kaki dan bengkak pada pergelangan kaki bisa berlangsung selama berminggu-minggu. Distribusi lesi kulit: lesi muncul pada kaki bagian anterior, walapun demikian, lesi tersebut juga bisa muncul pada tempat lain. Lesi berubah warna pada minggu kedua dari merah terang menjadi biru pucat. Lesi akan menghilang pada 1 atau 2 minggu karena deskuamasi kulit. Adenopati hiler bisa berkembang karena reaksi hipersensitifitas EN. Limfadenopati hiler bilateral berhubungan dengan sarkoidosis, dengan perubahan umilateral bisa terjadi dengan infeksi dan keganasan. Artralgia terjadi pada lebih dari 50 % pasien dan mulai selama fase erupsi atau mendahului erupsi selama 2-4 minggu. Eritema, bengkak dan nyeri terjadi pada sendi, kadang dengan efusi. Nyeri sendi dankaku pada pagi hari dapat terjadi. Beberapa sendi dapat terlibat, namun pergelangan kaki, lutut, dan pergelangan tangan adalah sendi yang paling sering terlibat.22

Page 12: Kegawatdaruratan Pada Kulit

(A) (B)

(C) (D)Gambar 7. (A) Lesi awal EN menampakkan nodulsubkutan berwarna merah. (B) Nodul yang menjadi confluent yang menghsilkan plak eritematous. (C) Lesi stage lanjut EN menunjukkan plak datar keunguan. Pasien in juga mnederita sarkoidosis. (D) Lesi stage lanjut EN yang mengenai pergelangan kaki. Pasien in menderita colitis ulseratif.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium2. Pemeriksaan radiology3. Tes-tes lainnya: skin test epidermal4. Histopatologi: gembaran klasik EN yaitu penniculitis septal dengan infiltrate inflammatory limfositik perivaskuler superfisial tipis dan dalam. 22

Penatalaksanaan

Pada banyak pasien, EN merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri dan hanya membutuhkan terapi simptomatik dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS), kompres dingin, elevasi dan tirah baring. Konsultasi dan kerjasama mungkin diperlukan antara:• Ahli penyakit kulit dan kelamin untuk evaluasi penyebab EN• Ahli penyakit dalam untuk evaluasi penyebab EN.22

8. Pemfigus vulgaris

DefinisiPemfigus berasal dari bahasa Yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh. Pemfigus dideskripsikan sebagai kelompok penyakit bullosa kronik, yang Istilah pemfigus masukdiberi nama oleh Wichman pada tahun 1791. dalam kelompok penyakit melepuh autoimun pada kulit dan membrane mukosa yang ditandai oleh adanya lepuhan intradermal dan ditemukannya antibody immunoglobulin G (IgG) dalam sirkulasi yang melawan permukaan sel keratinosit. Yang termasuk dalam penyakit pemfigus adalah pemfigus vulgaris (PV), pemfigus folliaceus dan paraneoplastik pemfigus dengan kasus pemfigus vulgaris yang terbanyak yaitu sekitar 70 %.25

PatofisiologiPV adalah penyakit autoimun, intraepithelial, penyakit melepuh yang menyerang kulit dan membrane mukosa yang ditandai dengan didapatkannya antibodi dalam sirkulasi yang

Page 13: Kegawatdaruratan Pada Kulit

menyerang permukaasn sel keratinosit. Pada tahun 1964, autoantibodi menyerang permukaan keratinosit digambarkan pada pasien pemfigus. Observasi klinik dan experimental menunjukkan autoantibody dalam sirkulasi merupakan pathogen. Predisposisi immunogenetik tak bisa dipungkiri. Lepuhan yang terjadi pada PV berehubungan dengan ikatan autoantibody IgG pada permukaan molekul sel keratinosit. Antibodi interseluler atau PV ini berikatan dengan desmosom keratinosit dan dengan area bebas desmosom pada membran sel keratinosit. Ikatan autoantibody menyebabkan kehilangan adhesi sel, disebut akantolisis.25PV antigen: adhesi intraseluler pada epidermis melibatkan beberapa molekul permukaan sel keratinosit. Antibodi pemfigus mengikat molekul permukaan sel keratinosit desmoglein 1 dan desmoglein 3. ikatan antibodi dengan desmoglein menyebabkan efek langsung terhadap adheren desmosomal atau mungkin memacu proses seluler yang menghasilkan akantolisis. Antibodi spesifik untuk antigen desmosomal juga didapatkan pada pasien PV, meskipun begitu, peran antigen pada patogenesis penyakit masih belum diketahui. Antibodi: pasien dengan penyakit aktif mempunyai autoantibodi dalam sirkulasi dan terikat pada jaringan dari subklas IgG1 dan G4.25

Gejala klinisPV menunjukkan lesi pada mulut pada 50-70% pasien, dan hampir semua pasien mengalami lesi pada mukosa. Lesi mukosa mungkin merupakan tanda awal sekitar 5 bulan sebelum lesi kulit berkembang. Pada kulit, terjadi lesi kutaneus. Lesi pada PV adalah lepuhan yang kaku, yang bisa terdapat pada kulit normal tapi bisa ditemukan pada kulit eritematous. Kulit yang terlibat sering terasa nyeri tapi jarang gatal.25Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa merupakan tempat yang pertama kali terserang. Pasien dengan lesi mukosa mungkin didaptkan oleh dokter gigi, dokter bedah oral, atau ahli ginekologi. Pada membran mukosa didapatkan• Bulla yang intak jarang pada mulut. Biasanya ditemukan berbentuk tidak teratur, erosi pada ginggiva, buccal, atau palatin yang nyeri dan lambat membaik.• Membrane mukosa yang paling sering adalah cavum oral yang terlibat pada hampir semua pasien PV dan kadang merupakan satu-satunya area yang terlibat. Erosi mungkin bisa terlihat di suatu daerah cavum oral. Erosi mungkin menyebar sampai ke laring yang menyebakan serak. Pasien sering tidak bisa makan atau minum secara adekuat karena erosi.• Permukaan mukosa lainnya dapat terlibat termasuk konjungtiva, esofagus, labia, vagina, serviks, penis, uretra, dan anus.25

Gambar 8 (A)Pemfigus vulgaris pada cavum oral. (B) Pemfigus vulgaris pada kulit

Pada kulit: lesi primer PV adalah lepuhan flaccid yang berisi cairan yang tumbuh pada kulit normal atau pada kulit eritematous. Lepuhannya rapuh, sehingga, intak lepuhan mungkin tipis. Cairannya keruh, atau lepuhan yang ruptur akan menghasilkan erosi yang nyeri, yang paling

Page 14: Kegawatdaruratan Pada Kulit

banyak ditemukan di kulit. Erosi sering besar karena cenderung meluas secara perifer dengan peragntian epitel. Pada kuku didapatkan peronikia akut, subungual hematom, dan distrofi kuku. 25

Pemeriksaan penunjangPemeriksaan laboratorium• Dalam menegakkan diagnosis dilakukan: histopatologi, direct immunofluorescence (DIF), dan indirect immunofluorecence (IDIF)• Biopsi kulit25

Penemuan histologi: histopatologi menggambarkan lepuhan intradermal. Perubahan awal terdiri dari edema dengan kehilangan ikatan interseluler pada lapisan basal. Lepuhan kulit mengandung sel akantolitik. Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk membedakan PV dengan pemfigus folliaceus.25

PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan PV sama dengan penyakit bullosa autoimun yang lain, yaitu dengan mengurangi formasi blister, mempercepat penyembuhan blister(lepuhan) dan erosi , dan mnentukan dosis obat minimal dalam mengontrol proses penyakit.Konsulatsi dan kerjasama dapat dilakukan antara:• Ahli penyakikt mata• Ahli THT• Penyakit dalam subdivisi endokrinalogi25

9. Purpura-Vaskulitis6 DefinisiPurpura adalah ekstravasasi sel darah merah (eritrosit) ke kulit dan selaput lendir(mukosa) dengan manifestasi berupa makula kemerahan yang tidak hilang pada penekanan.Kadang-kadang purpura dapat diraba(palpable purpura).Purpura secara perlahan-lahan mengalami perubahan warna,mula-mula merah kemudian menjadi kebiruan,disusul warna coklat kekuningan dan akhirnya memudar dan menghilang.Purpura bisa diklasifikasikan kepada dua yaitu,purpura tanpa inflamasi dan purpura dengan inflamasi(vaskulitis).Purpura dengan inflamasi terbagi:1. Vaskulitis leukositoklastik(purpura anafilaksis)2. Krioglobulinemia campuran(vaskulitis neutrofilik)3. Pitiriasis likenoides et varioliformis akuta(Mucha Haberman)4. Purpura pigmentasi kronik(vaskulitis limfositik)5. Purpura infeksiosa(meningokok,gonokok,M.leprae,riketsia)6. Purpura akibat alergi obat.

1.Vaskulitis leukositoklasik(purpura anafilaksis)

Page 15: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Disebut juga sebagai purpura alergik.Kelainan ini diakibatkan karena reaksi antigen antibody di dekat endotel pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan permeabilitas pada dindingnya dan dilatasi pembuluh darah.Klinis didapatkan adanya purpura yang dapat diraba ,eritema,edema,urtikaria,dan bula.Tempat predileksi adalah tempat yang berhubungan dengan tekanan hidrostatik.Apabila kelainan terbatas disebut sebagai purpura simpleks.Bilamana disertai nyeri sendi dinamai sindrom SCHOLEIN dan bila disertai gejala saluran cerna serta saluran kemoh disebut sindrom HENOCH.

2.Krioglobulinemia campuran(vaskulitis neutrofilik)Krioglobulin adalah immunoglobulin yang mengendap pada suhu dingin dan mencair lagi pada suhu panas.Ada dua jenis yaitu krioglobulinemia monoclonal dan campuran(multikomponen).Krioglobulinemia campuran merupakan imunukompleks IgG dan IgM,dapat ditemukan pada lupus eritematosus sistemik dan arthritis rheumatoid,infeksi hepatitis B,dan vaskulitis leukositoklastik.Secara klonik dijumpai adanya purpura yang dapat diraba.atralgia dan glomerulonefritis.

3.Ptiriasis likenoides et varioliformis akuta(PLEVA)Keadaan akut ini sering dikenal sebagai penyakit MUCHA HABERMAN,klinis terdapat erupsi kulit yang luas terutama di badan ditandai dengan papul-papul yang berkembang menjadi papulonekrotik disertai perdarahan dan meninggalkan bekas sikatriks ringan.

4.Purpura pigmentasi kronik(vaskulitis limfositik)Menurut LEVER ada 4 penyakit yang termasuk didalamnya,yaitu:a) Purpura anularis telangiektoides(MAJOCHI)Kelainan ini dapat mengenai usia dewasa muda,tetapi juga dapat pada semua golongan umur,tidak terdapat perbedaan jenis kelamin.Lesi dimulai dengan macula eritematosa karena dilatasi kapiler pada seluruh tubuh.MACKEE (1915) menyatakan ada tiga fase penyakit yaitu fase telangiektasis,perdarahan,serta pigmentasi dan atrofi.Fase telangiektasis diikuti timbulnya titik merah hitam di tepi lesi.Lesi secara perlahan-lahan meluas berukuran 1-2cm.Penyembuhan dimulai dari bagian tengah sehingga membentuk lesi anular.Lesi anularis akan bersatu membentuk arkus yang sirsinar.Lesi ini akan menetap beberapa bulan sampai beberapa tahun dan akan meninggalkan atrofi.b)Dermatosis pigmentosa progresif(SCHAMBERG)Kelainan ini berupa dermatosis yang kronik dimulai dengan lesi merah kecoklatan disebabkan adanya endapan hemosiderin di kulit tampak bercak-bercak merah disebut cayene pepper, terutama pada anggota badan bagian bawah. Pada umumnya lesi timbul tanpa disertai rasa gatal. Kelainan ini menetap selama bertahun-tahun meninggalkan bercak hiperpigmentasi.c)Dermatosis purpura pigmentosa likenoides (GOUGEROT dan BLUM)Lebih dikenal dengan nama sindrom GOUGEROT-BLUM.Biasanya timbul pada usia sekitar 40-60 tahun.Lokalisasi di mana saja tetapi tersering di tungkai berbentuk papul likenoid yang bersatu membentuk plakat,lesi dapat simetris dan menetap dan mempunyai warna yang

Page 16: Kegawatdaruratan Pada Kulit

bermacam-macam. Seringkali dihubungkan dengan liken aureus.d)Purpura ekzematoid(DOUCAS dan KAPENTANIS)Keadaan ini terdapat pada ekstremitas bawah biasanya gatal ditandai adanya papul, skuama dan likenifikasi. Purpura ekzematoid, pigmentosa purpura di ekstremitas bawah dan itching purpura sulit dibedakan dengan SCHAMBERG. Karena itu keempatnya secara klinis baik disebutkan sebagai purpura pigmentosa kronika.

5.Purpura infeksiosaLebih sering terjadi kerusakan vaskuler baik langsung atau melalui reaksi alergi. Terdapat kelainan laboratorium yaitu trombositopenia. Infeksi tersering adalah oleh meningokok yang mengakibatkan terjadinya sepsis, endokarditis bacterial, infeksi virus misalnya morbili dan lain-lain. Purpura dapat timbul sebagai gejala prodromal.

6.Purpura akibat alergi obatBerbagai obat dapat menimbulkan purpura. Obat yang menekan sumsum tulang misalnya benzol dan nitrogen mustard. Obat yang merusak sumsum tulang misalnya kliramfenikol Obat yang merusak/menimbulkan trombositopenia misalnya kina dan sedermid. Obat lain yang menyebabkan purpura antara lain;fenobarbital,yodida.streptomisin,salisilat,tolbutamid,klorpropamid dan antimetabolik.

10. Staphylococcal scalded skin syndrome

Definisi Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan bengkak kemerahan pada kulit yang tampak seperti terbakar (scald), makanya ia dinamakan staphylococcal scalded skin syndrome.1 SSSS disebabkan oleh pelepasan dua eksotoksin (toksin epidermolitik A dan B) yang berasal dari strain toksigenik bakteri Staphylococcus aureus. Desmosom adalah merupakan sebagian dari sel kulit yang bertanggungjawab sebagai perekat kepada sel-sel kulit. Toksin yang mengikat pada molekil di antara desmosom dikenali sebagai Desmoglein 1 dan kemudiannya memisah sehingga kulit menjadi tidak utuh. 2SSSS juga dikenali sebagai Penyakit Ritter’s atau Penyakit Lyell’s apabila ia muncul pada bayi atau anak-anak.1,2

EpidemiologiSSSS lebih sering muncul pada anak-anak dibawah 5 tahun, biasanya pada neonatus. Antibody pelindung terhadap eksotoksin staphylococcal biasanya didapat ketika usia anak-anak yang menjadikan SSSS lebih jarang terjadi pada remaja dan dewasa. Kurangnya imunitas spesifik terhadap toksin dan system renal clearance yang immature (toksin biasanya dikeluarkan dari

Page 17: Kegawatdaruratan Pada Kulit

tubuh lewat ginjal) menjadikan neonatus sebagai yang palin berisiko.Individu dengan immunokompromi dan individu dengan gagal ginjal, tanpa mengira umur, bisa juga berisiko menndapat SSSS.1,2

PatofisiologiSSSS bermula dari infeksi staphylococcus yang memproduksi 2 eksotoksin (toksin epidermolitik A dan B). kedua-dua toksin ini menyebabkan pemisahan intraepidermal ke lapisan granular oleh desmoglein 1 yang merupakan protein desmosomal yang memediasi pelekatan sel-sel keratinosit dalan lapisan granular sehingga akhirnya menyebabkan kulit menjadi tidak utuh.1Pembawa dewasa yang asimtomatik memaparkan bakteri kausatif ini di tempat penjagaan anak. Pembawa S aureus lewat nasal yang asimtomatik muncul 20-40% pada orang sehat, yang mana organisma tersebut terisolasi di tangan, perineum dan axilla dalam proporsi kecil dari seluruh populasi.1,2

Gambaran KlinikSSSS biasanya dimulai dengan demam, gelisah dan kemerahan meluas pada kulit. Dalm wakti 24-48 jam terbentuk benjolan-benjolan berisi cairan. Benjilan-benjolan ini mudah pecah, dan meninggalkan kesan yang tampak seperti terbakar.2Karakteristik lesi termasuklah:• Bulla-bulla besar di axilla, skrotum dan lubang-lubang tubuh seperti hidung dan telinga.• Bintik-bintik kemerahan menyebar ke bagian tubuh yang lain seperti lengan, kaki dan trunkus. Pada neonatus, lesi sering pada area popok atau sekeliling tali pusat.• Lapisan atas kulit mulai mengelupas, meninggalkan luka terbuka yang lembab, merah dan nyeri.Simptom-simtom lain adal seperti nyeri di area sekitar tempat infeksi, kelemahan dan dehidrasi.

PengobatanPengobatan biasanya memerlukan perawatan inap, antibiotik intravena umumnya diperlukan untuk mengeradikasi infeksi staphylococcal. Antibiotik yang biasa digunakan adalah flucloxacillin. Berdasarkan respon terapi, antibiotik oral bisa diganti setelah beberapa hari. Terapi suportif lain adalah :• Paracetamol bila perlu untuk demem dan nyeri• Mempertahankan intake cairan dan elektrolit• Penjagaan kulit1

Gambar 10 gambaran lesi pada kulit pada penyakit SSSS.Daftar Pustaka

1. Clark RA dan Hopkins T , The other eczemas, In: Moschella S, Hurley H (editor). Dermatology: 3rd ed. Edinburgh: Mosby: 2003. p. 489-93

Page 18: Kegawatdaruratan Pada Kulit

2. Weston WL, Erythema Multiforme and Steven-Johnson syndrome. In: Bolognia J.L, Jorizzo LJ, Rapihi RP (editors). Dermatology: volume one. London. Mosby: 2003.p 313-16

3. Umar SH. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis). [online] 2006 Feb 8 [cited 2007 jan 17]; available from: URL: http://www.emedicine.com/

4. Oguindele O. Erythema multiforme. [online] 2006 June 19 [cited 2007 Jan 17]; available from: URL: http://www.emedicine.com/

5. Stewart M. Erythema Multiforme and Toxic Epidermal Necrolysis [online] 1992 Feb 20 [cited 2007 Jan 17]; availabla from: URL:http:www.BCM.org/Erythema multiforme/htm

6. American Osteopathic College of Dermatology. Erythema Multiforme. [online] [2001] [CITED 2007 Jan 17]; Available from: URL:http:www.AOCD.org/Erythema Multiforme/htm

7. New Zealand Dermatologycal society incorporated. Erythroderma. [online] 2006 Dec 26 [cited 2007 Jan 17]; Available from: URL:http://www.DermNet.NZ.org/

8. Kim J. Staphylococcal scalded skin syndrome. [online] 2005 Aug 10 [cited 2007 Jan 24]; Available from: URL: http://www.emedicine.com/

9. New Zealand Dermatological Society Incorporated. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome. [online] 2006 Dec 25 [cited 2007 Jan 24]; Available from :URL: http//www.DermNEt.NZ.org/

10. Dodds N. Angioedema. [online]2005 [cited 2007 January 20]. Available from: http://ww.emedicine.com/emerg/topic32.htm

11. Soter. NA, Kaplan AP. Urticaria and angioedema. In: Freedberg I.M, Elisen AZ, Wolff K, Austen K. F, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fritzpatrick’s Dermatology in general Medicine. 6th ed. New York (NY): Mc Graw Hill; p. 1129-1138

12. Moschella SL, Hurley HJ, Urticaria and Angioedema. In: Dermatology. 3rd edition. Philadelphia: WB. Saunders company; p 286-304

13. Gratton CHE, Black AK: Urticaria and Angioedema. In: BOlognia JL. Jorizzo JL, Rapihi RP, Dermatology. Volume one. London: Mosby; p. 287-914. Levene GM, Calnan CD, A Colour atlas of dermatology. 7th ed. Wolfe Medical Pablications LTD; 1979. p. 99-270

15. kosasih A, Wisnu IM, Daili ES, Minaldi SL; Kusta: Djuanda A, Hamzah M, Aishah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 3rd ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Page 19: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Indonesia; 1999. p.71-86

16. Smith DS. [online] 2006 [cited 2006 July 24]. Available from: http://www.emedicine.com/med/topic1281.htm

17. James WD, Berger TG, Elston DM. Hansen’s disease. In Andrews Diseases of THE Skin Clinical Dermatology. 10th ed. New York: Saunders Elsevier; p. 344-52

18. Garra GP. Toxic Epidermal Necrolysis. [online] 2005 [cited 2007 January 24]; [9 screens]. Available from: http://www.emedicine.com.toxic epidermal necrolysis.htm

19. Cohen V. toxic Epidermal Necrolysis. [online] 2006 [cited 2007 January 24]; [11 screens]. Available from: http://www.emedicine.com. Toxic epidermal necrolysis.htm

20. Parrillo SJ. Steven-Johnson Syndrome. [online] 2006 [cited 2007 January 24]; [10 screens. Available from: http://www.emedicine.com.Steven Johnson Syndrome.htm

21. Hebel JL. Erythema nodosum. [online] 2006 [cited 2007 January 24]; [11 screens]. Available from: http://www.emedicine.com/derm/topic138.htm

22. Requena L. Erythema Nodosum. [online] 2006 [cited 2002 January 24]; [11 screens], available from:http://dermatology.cdlib.org/DOJvol8num1/reviews/enodosum/requena.html

23. Erythema and urticaria [online] 2006 [cited 2007 January 24]. Available from: http:// Principles of Pediatric Dermatology - Chapter 29 ERYTHEMAS AND URTICARIA.html

24. New Zealand Dermatological Society Incorporated. Pemvigus Vulgaris. [online] 2006 [cited 2002 January 24]. Available from: http://www.dermnetnz.org/immune/pemphigus-vulgaris.html

25. Zeina B. Pemvigus Vulgaris. . [online] 2006 [cited 2007 January 24]; [11 screens]. Available from: http://www.emedicine.com/dermatology\pemv vulgaris\eMedicine - Pemphigus Vulgaris .htm

Senin, 2009 Agustus 10

PEMFIGUS VULGARIS

A. PENGERTIAN PEMFIGUS VULGARISPemfigus ialah kumpulan penyakit berbula kronik (lepuh) dengan berbagai ukuran (mis: 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membran mukosa (mis; mulut,vagina), berdinding kendur, terletak intra epidermal, dan dapat mengakibatkan fatal.

Page 20: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Pemfigus Vulgaris merupakan salah satu dari empat jenis pemfigus yang termasuk jenis kelainan dermatitis vesikobulosa kronik yang ditandai terutama oleh adanya vesikel dan bula.Menurut letak celah pemfigus dibagi menjadi dua :1). Disuperbasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans.2). Di stratum granulosum ialah pemfigus foliaseus dan variannya pemfigus eritematosus.

B. EPIDEMIOLOGI Pemfigus vulgaris (P.V) merupakan bentuk yang paling sering dijumpai (80 % semua kasus).penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. frekuensinya pada kedua jenis kelamin dama. umumnya mengenai umur pertengahan (decade ke-4 dan ke-5), tetapi dapat juga mengenai semua umur, termasuk juga anak.

C. ETIOLOGI Etiologi yang pasti semua penyakit pemfigus masih belum diketahui. Akhir-akhir ini D-penisilamin telah disebutkan sebagai faktor etiologi yang dapat menginduksikan pemfigus pada penderita yang mendapatkan obat ini. Penemuan auto-antibody didalam serum penderita pemfigus telah membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan autoimunitas. Juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit autoimun lainnya, misalnya lupus eritematosus sistemik, pemfigoid bulosa, miastenia gravis, timoma, dan anemia pernisiosa. penderita pemfigus vulgaris memperlihatkan peningkatan insidens fenotif H.L.A. –A 10 dan H.L.A. –Bw 13.

D. PATOGENESISSemua bentuk Pemfigus mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu :1. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akan tolisis)2. adanya antibody igG terhadap antibody determinan yang ada pada permukaan keratonosit yang sedang berdiferensiasi.Mekanisme sebenarnya pembentukan autoantibody ini masih belum jelas, penyelidikan mutakhir telah memberikan petunjuk adanya hubungan sebab akibat antara antibody Pemfigus dan proses akantosisi, pada kultur sel efidermis manusia.

E. GEJALA KLINISKeadaan umum penderita biasanya buruk. penyakit dapat mulai sebagai lesi dikulit kepala yang berambut atau rongga mulut kira-kira pada 60 % kasusu, berupa erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosa sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut atau dermatitia dengan infeksi skunder. lesi di tempat tersebut bisa berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata.Semua penyakit tesebut memberi gejala yang khas, yaitu ;1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal dan mudah pecah.2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda nikolsky positif)3. Akantolisis selalu positif.4. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat ditemukan dalam serum, maupun terikat diefidermisSemua selaput lendir dengan epitel skuama dapat diserang, yakni selaput lender konjungtiva, hidung, farings, larings, esofaring

Page 21: Kegawatdaruratan Pada Kulit

F. KOMPLIKASIKomplikasi yang paling sering pada Pemfigus Vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kostikosteroid dan terapi imunosupresif. Pasien sangat rentan terhadap infeksi bakteri sekunder. Bakteri kulit relative mudah mencapai bula karma bula mengalami perembesen cairan, pecah, dan meningggalkan daerah yang terkelupas terbuka terhadap lingkungan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan serta protein ketika bula mengenai rupture. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses penyakitnya mencakup daerah kulit tubuh dan membran mukosa yang luas.

G. EVALUASI DIAGNOSTIKSpesimen dari bula dari kulit sekitarnya akan memperlihatkan akantolisis (pemisahan sel-sel epidermis satu dengan yang lainnya karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel). Antibodi yang beredar (antibody pemfigus) dapat dideteksi lewat imunosupresan terhadap serum pasien.

H. PENATALAKSANAANTujuan terapi adalah mengendalikan secepat mungkin, mencegah hilangnya serum serta terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatkan pembentukan epitel kulit (pembaruan jaringan epitel).Kortikosteroid diberikan dalam dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga agar kulit bebas dari bula. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus terapi ini, harus dipoertahankan seumur hidup penderitanya. Kortikosteroid diberikan bersama makanan taua segera setekah makan, dan dapat disertai dengan pemberian antacid sebagai pemberian profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang penting pada penatalaksanaan tyerapetik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar glukosa darah, dan keseimbvangan cairan setiap hari.Preparat Immunosupresif (azatriopi, siklofosfomid) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid. Plasma feresis (pertukaran plasma) secara temporer akan menurunkan kdar anti bodi serum.

I. PENGKAJIAN1. Biodataa. Data demografi1) Usia , penting karena perubahan system integument berkaitan dengan perubahan usia (aging proses)2) Suku bangsa, penting beberapa variasi penampilan kulit dimanifestasikan sesuai dengan suku dan bangsa dan bisa abnormal untuk suku dan bangsa yang lain dan normal bagi suku bangsa itu sendiri.3) Pekerjaan, hobi dapat memberikan informasi tentang paparan sinar matahari atau zat kimia, iritasi, zat / substansi yang abrasive, dan lingkunan yang menjadi masalah bagi kulit.

Page 22: Kegawatdaruratan Pada Kulit

b. Identitas Penanggung jawab2. Riwayat kesehatan :a. keluhan utama : keluhan yang paling dirasakan oleh klien1) Gatal2). Adakah lesi3). Nyeri4). Adakah bercak5). dan panasb. Riwayat kesehatan sekarang : dikembangkan dengan PQRST1) Kapan klien pertama kali mendapatkan masalah kulit ?2) Bagian tubuh mana yang pertama kali kena3) Apakah masalah menjadi lebih baik atau buruk4) Apakah sebelumnya mempunyai kondisi yang sama ? jika ya, dapatkah klien menggambarkan penyebabnya yang spesifik dan bagaimana menggambarkan penatalaksanaannya.5) Apakah masalah yang dialami disertai masalah lain misalnya : panas, gatal, rasa terbakar, muntak, nyeri tenggorokan, dingin dan kaku.c. Riwayat kesehatan masa lalu : 1) Apakah klien mempunyai masalah medis baik saat ini maupun sebelumnya ? 2) Apakah klien alergi sistemik atau mendapatkan pengobatan topical, jika ya, dapatkah klien menggambarkan reaksinya ?3) Obata apa yang diberikan saat itu, berapa dosisnya, frekwensinya, dan kapan terakhir minum obat ?4) Apakah klien ada alergi terhadap kosmetik ?5) Apakah klien mempunyai alergi makanan ? jika ya, sebutkan jenis makanannya !d. Riwayat kesehatan keluarga :1) Apakah ada keluarga yang mempunyai riwayat alergi ?2) Apakah ada anggota keluarga yang saat ini mempunyai masalah kulit ? jika ada kapan mulai terserang ? sudah berobat atau belum ?e. Genogram1) Perlu untuk mengetahui apakah dikeluarga ada yang mempunyai penyakit keturunan ?2) Untuk mengetahui apakah dikeluarga ada yang menderita penyakit kulit yang menular ? 3. Pemeriksaan FisikDalam pemeriksaan fisik pada pengkajian system integument teknik yang digunakan yaitu : inspeksi dan palpasi, yaitu untuk memperoleh informasi : warna kulit, skin temperature, sensasi, kelembaban, tekstur, turgor, skin integritas, kebersihan serta kuantitas dan kualitas. a. Warna kulit Teknik yang digunakan adalah inspeksi bagaimana warna kulitnya ? kecoklatan, kebiruan, kemerahan, kekuning-kuningan atau pucat. kulit yang normal bahan dasarnya : melanin, keratin, HB. Jika ditemukan kulit yang pucat disebabkan oleh :1) Anoreksia berat sehingga meningkatkan Heart rate2) Anoreksia berat disertai menurunnya Heart rate3) Sianosis mungkin karena kekurangan O24) Joundice mungkin adanya peningkatan kadar bilirubin.Ispeksi mengenai vaskularisasi dan perdarahan atau luka pada kulit, jika ada lesi maka identifikasi mengenai :1) Warna

Page 23: Kegawatdaruratan Pada Kulit

2) Tipe dari gangguan : macula , papula, vesikula, borok / tukak, ukuran.3) Konfigurasi / gronjangInspeksi untuk warna dan pigmentasi : ras harus diperhatikan.Pucat :Anemia sehubungan dengan menurunnya aliran darah pada area tersebut yang diakibatkan oleh perdarahan. Dapat dilihat dari :conjungtoiva, membran mukosa, kuku, telapak tangan,. jika ada kemerahan mungkin ada peningkatan aliran darah pada daerah tersebut karena ada peradanganb. Skin temperatureUntuk mengkaji temperature kulit maka yang dapat kita lakukan adalah dengan cara palpasi.Dengan mengkaji temperature kulit kita dapat mengetahui :1) Indikasi yang menunjukan keadaan sirkulasi darah dan suhu tubuh .2) Menurunnya temperature dapat diakibatkan oleh menurunnya aliran darah yang disebabkan oleh aterosklerosis oleh karena thrombus.3) Meningkatnya temperatur oleh factor internalc. SensasiSalah satu fungsi kulit adalah sebagai perasa, maka kita harus mengkaji sensasi tersebut apakah kilit klien peka terhadap nyeri, sentuhan dan rasa gatal. Tekhnik yang digunakan adalah dengan memeberikam rangsangan pada kulit klien, rangsangan yang diberikan bisa halus atau kasar.d. KelembabanUntuk melihat kelembaban kita menggunakan teknik inspeksi dan palpasi,Apakah kulitnya basah tau berminyak? Bagaimana keadaanya didaerah telapak tangan, kaki dan muka. Kelembaban kulit tregantung pada : aktifits, temperature, status emosi, usia, latihan, demam, lingkungan, kecemasan,. Kulit berminyak memudahkan timbulnya jerawat, seborrhea. Kulit yang pecah-pecah timbul karena kulit kering. e. Tekstur kulitKelembutan dan kekasaran kulit dapat dilihat melalui inspeksi, palpasi. Kekasaran dan ketebalan kulit dapat terjadi karena tekanan, friksi dan iritasi.Adanya perubahan tekstur dan ketebalan kulit menunjukan adanya penyakit, misalnya ; kulit kering dan kasar karena hipotyroidism dan kulit lembut serta halus karena hyperthyroidism.

f. Turgor kulitDapat dikaji dengan cara observasi dan palpasi, apabila turgor kulit dinilai jelek makamenunjukan adanya : 1) Kurang cairan dan menurunnya jaringan lemak subkutan.2) Berat badannya menurun dan aging menyebabkan kuliut tidak elastis, untuk mengetahui turgor kulit dilakukan dengan cara kita mencubit kulit tersebut ( pada area tertentu ). Normal : Jika segera kembali. Abnormal : Lambat, tidak kembali menunjukan adanya dehidrasi Edema : Dipalpasi terdapat lekukan.Sedangkan jika terjadi suatu edema pada kulit klien, jika dipalpasi maka kita dapat mengklasifikasikan tingkatan oedema sebagai berikut :1) Barlry Detektable (1+).2) Identasion of les than 5 mm (2+) kurang dari 5 mm.3) Identasion of 5 than 10 mm (3+) diantara 5 sampai 10 mm4) identason of more than 1 cm (4+) lebih dari 4 cm.Bila ada edema maka kulit akan terlihat mengkilat dan tegang

Page 24: Kegawatdaruratan Pada Kulit

g. Integritas kulitUntuk mengkaji atau melihat integritas kulit(keutuhan kulit) dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi yang dikaji adalah apakah lesi atau tidak jika ada bagaimana lokasi, warna, ukuran konfigurasi, morfologi dan perubahan lainnya.h. RambutUntuk mengkaji kebersihan rambut, kita menggunakan teknik inspeksi dan palpasi. warna rambut , kebersihan rambut merupakan reaksi dari konsep diri, kebudayaan dan kebisaan.Apakah terdapat pedikulus atau tidak? berketombe/tidak? kaji mengenai tekstur dan kualitas rambut, apakah tekstur rambut berubah, bila berubah menandakan adanya penyakit, misalnya; kulit kering dan kasar karena hipotyroidism dan kulit lembut serta halus karena hyperthyroidism. Dan rambut mudah dicabut adanya malnutrisi. Kuantitas dan warna rambut menandakan status gizi seseorang.i. KukuArea yang dikaji pada kuku adalah: warna, contour, konsistensi, kelekatan, palpasi untuk mengetahui CRT (Capillary Refilling Time) pada daerah kuku, normalnya kembali < 3 detik. Kaji ketebalan kuku, karena ketebalan kuku dapat dipengaruhi oleh trauma, inspeksi dan nutrisi.

4. Pola aktivitas sehari-hari1). Kaji tentang kebiasaan makan klien sebelum sakit, mengenai jenis makanan yang sering dimakan,dan minuman yang sering diminum. 2). Tanyakan apakah ada makanan yang menimbulkan alergi.3). Kaji apakah klien pernah melakukan diet ketat4). Tanyakan pada klien tentang kebiasaan mandi, penggunaan air dan jenis sabun yang biasa digunakan5). Kaji kebiasaan klien apakah suka olahraga. jika ya, tanyakan jenis olahraganya6). Berapa kali klien keramas dalam seminggu7). Apakah klien suka rutin menggunting kuku8). Berapa kali klien ganti baju

5. Riwayat Psikososial1). Apa pekerjaan klien?2). Bagaimana kegiatan rekreasinya?3). Dimana klien tinggal, bagaimana lingkungan rumahnya?4). Kaji tentang gaya hidup, suka merokok atau minum alcohol?

6. Data PenunjangDermatologi merupakan keahlian yang orientasinya visual, disamping mendapatkan pasien, pemeriksa juga dapat melakukan pemeriksaan terhadap lesi primer dan sekunder, dan konfigurasi dan kontribusi lesi. prosedur diagnostic tertentu dapat pula digunakan untuk mengenali kelainan kulit, prosedur yang biasanya digunakan yaitu :

1) Biopsy a). Punch BiopsyProsedur sederhana untuk mendapatkan jaringan guna pemeriksaan histopatologis. dipilah lesi yang dewasa tumbuh sempurna, pilih lesi paling awal, dan atap usahakan utuh.

Page 25: Kegawatdaruratan Pada Kulit

b). Shave BiopsyMengambil bagian kulit yang menonjol atau meninggi bermanfaat untuk biopsy berbagai tumor epidermis.c). Biopsy eksisi cirurgisUntuk mendapatkan jaringan yang meliputi tebalnya kulit misalnya eritema , nodusum.2) KuretCara sederhana untuk pengambilan lesi kulit yang benigna seperti kutil.3) Usapan sitologiBermanfaat dalam diagnosa penyakit bulosa, erupsi virus yang solid maupun yang vesikuler. 4) Kerokan dan biakan jamurKonfirmasi segera terhadap adanya infeksi jamur dengan penemuan organisme secara mikroskopis pada lesi berskuama, dari kulit kepala, sudut mulut, aksila, pantat, dan lain-lain. 5) Pemeriksaan dengan sinar woodUntuk menemukan infeksi jamur :a). Mengontrol dan menemukan jamur kulit kepalamikrosporum audovini dan mikrosporum canis akan berfluorsensi hijau kebiruan cerah.b). Penemuan infeksi jamur lainTinea vesikolor dapat berfluorsensi kuning emas. perubahan pigemn yang menyertai dapt terlihat jelas.c). Penemuan infeksi jamurd). Penentuan kelainan pigmenSinar ulsi akan berfluorsensi putih kebiruan, digunakan dalam pemeriksaan penderita vertiligo, albilisme, lepra, dan hiperpigmentasi lainnyae). Penentuan obat6) Patch testingDigunakan untuk membuktikan dan menegakkan diagnosa sensitifitas alergi.Hasil yang dinilai adalah sebagai berikut :1 + : Hanya eritema2 + : Ertema dan papula3 + : Eritem dan papula, vesikula kecil4 + : Semua diatas dan vesikulor besar, bulae dan ulserasi

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PEMFIGUS   VULGARIS

23/03/2009 at 3:38 AM (Uncategorized)

A. DEFINISIPemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan (Dorland, 1998)Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002)

Page 26: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut, idung, tenggorokan, dan genital (www.pemfigus.org.com)Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit dan membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune disorder” yaitu system imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis (akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui.

B. ETIOLOGIPenyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang dapat didefinisikan antara lain:1. Faktor genetic

2. UmurInsiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun. Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody sang ibu.3. Disease associationPemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya myasthenia gravis dan thymoma.

C. MANIFESTASI KLINISSebagian besar pasien pada mulanya ditemukan dengan lesi oral yang tampak sebagai erosi yang bentuk ireguler terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuhnya lambat. Bulla pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah-daerah erosi yang lebar serta nyeri yang disertai dengan pembentukan kusta dan perembesan cairan. Bau yang menusuk dan khas akan memancar dari bulla dan serum yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang minimal akan terjadi pembentukan lepuh atau pengelupasan kulit yang normal (tanda Nicolsky) kulit yang erosi sembuh dengan lambat sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena sangat luas , superinfeksi bakteri sering yang terjadi. Komplikasi yang sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan terapi imunosupresif, pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Bakteri kulit mudah mencapai bula karena bula mengalami perembesan cairan, pacah dan meninggalkan daerah terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit karena kehilangan cairan serta protein ketika bula mengalami rupture. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalu proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas (Brunner, 2002).

D. KOMPLIKASI1. Secondary infectionSalah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local pada kulit. Mungkin terjadi karena penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan resiko timbulnya scar.2. Malignansi dari penggunaan imunosupresifBiasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif.3. Growth retardationDitemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.

Page 27: Kegawatdaruratan Pada Kulit

4. Supresi sumsum tulangDilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.5. OsteoporosisTerjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolitErosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas.F. EVALUASI DIAGNOSTIK1. Pemeriksaan visual oleh dermatologis2. Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bulla dan membuat apusan untuk diperiksa di bawah mikroskop atau pemeriksaan immunofluoresent.3. Tzank test, apusan dari dasar bulla yang menunjukkan akantolisis4. Nikolsky’s sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan terjadi pembentukan lepuh dan pengelupasan kulit.

G. PENATALAKSANAANTujuan terapi adalah untuk mengendalikan penyakit secepat mungkin, mencegah infeksi sekunder dan meningkatkan pembentukan tulang epitel kulit (pembaharuan jaringan epitel). Kortikosteroid diberikan dengan dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga kulit dari bulla. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus, terapi kortikosteroid harus dipertahankankan seumur hidup penderitanya.Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera sesudah makan dan dapat disertai dengan pemberian antacid sebagai profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang penting pada penatalaksanaan terapeutik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar glukosa darah dan keseimbangan darah setiap hari . Preparat imunosupresif (azatioprin, ziklofosfamid, emas) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran ktikosteroid. Plasmaferesis (pertukaran plasma). Secara temporer akan menurunkan kadar antibody serum dan pernah dihasilkan keberhasilan yang bervariasi sekalipun tindaka ini dilakukan untuk kasus yang mengancam jiwa pasien.

H. PROSES KEPERAWATANPengkajian1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)Nama, umur, jenis kelamin, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penanggung jawab, dll.2. Riwayat pasien sekarangPada umumnya penderita pemfigus vulgaris biasanya dirawat di rumah sakit pada suatu saat sewaktu terjadi pada suatu saat sewaktu terjadi eksaserbasi, perawat segera mendapatkan bahwa pemfigus vulgaris bisa menjadi penyebab ketidakmampuan bermakna. Gangguan kenyamanan yang konstan dan stress yang dialami pasien serta bau lesi yang amis.3. Riwayat penyakit terdahuluHaruslah diketahui baik yang berhubungan dengan system integument maupun penyakit sistemik

Page 28: Kegawatdaruratan Pada Kulit

lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular, herediter.4. Pemeriksaan fisikPengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk membrane mukosa, kulit kepala dan kuku. Kulit merupakan cermin dari kesehatan seseorang secara menyeluruh dan perubahan yang terjadi pada kulit umumnya berhubungan dengan penyakit pada system organ lain. Inspeksi dan palpasi merupakan prosedur utama yang digunakan dalam memeriksa kulit. Lesi kulit merupakan karakteristik yang paling menonjol pada kelainan dermatologic. Pada pasien pemfigus vulgaris muncul bulla yaitu suatu lesi yang berbatas jelas, mengandung cairan, biasanya lebih dari 5 mm dalam diameter, dengan struktur anatomis bulat. Inspeksi keadaan dan penyebaran bulla atau lepuhan pada kulit. Sebagian besar pasien dengan pemfigus vulgaris ditemukan lesi oral yang tampak tererosi yang bentuknya ireguler dan terasa sangat nyeri, mudah berdarah, dan sembuhnya lambat. Daerah-daerah tempat kesembuhan sudah terjadi dapat memperlihatkan tanda-tanda hiperpigmentasi. Vaskularitas, elastisitas, kelembapan kulit, dan hidrasi harus benar-benar diperhatikan. Perhatian khusus diberikan untuk mengkaji tanda-tanda infeksi.5. Pengkajian psikologisDimana pasien dengan tingkat kesadaran menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat di dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku emosi yang labil, iritabel, apatis, kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya. Data social yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang terdekat dan lainnya, kemampuan berkomunikasi dan perannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami penyakit pemfigus vulgaris.6. Data/pangkajian spiritualDiperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ketuhanan yang diyakininya.7. Pemeriksaan diagnostico Nikolsky’s signo Skin lesion biopsy (Tzank test)o Biopsy dengan immunofluorescene8. Penatalaksanaan umumo Kortikosteroido Preparat imunosupres (azatioprin, siklofosfamid, emas)

Diagnosa KeperawatanBerdasarkan data-data hasil pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan pasien mencakup:1. Nyeri pada rongga mulut berhubungan dengan rangsangan ujung-ujung saraf karena pembentukan bulla dan erosi.2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bulla dan daerah kulit yang terbuka (terkelupas)3. Ansietas dan kemampuan koping tidak efektif berhubungan dengan penampilan kulit dan tidak ada harapan untuk kesembuhan.4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan keadaan dan penampilan kulit.5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilan cairan dan protein akibat bulla ruptur6. Resiko infeksi dan sepsis berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit

Page 29: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Masalah KolaborasiBerdasarkan data-data hasil pengkajian, komplikasi yang potensial mencakup:1. Infeksi dan sepsis yang berhubungan dengan hilangnya barier protektif kulit dan membrane mukosa2. Kurang volume cairan dan yang berhubungan dengan hilangnya cairan jaringan.

Perencanaan dan implementasiSasaran utama bagi pasien pemfigus vulgaris dapat mencakup peredaan gangguan rasa nyaman akibat lesi, kesembuhan kulit, berkurangnya ansietas atau kecemasan serta perbaikan kemampuan koping dan tidak terdapatnya komplikasi.

Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi1. Nyeri pada rongga mulut berhubungan dengan rangsangan ujung-ujung syaraf karena pembentu- kan bulla dan erosi Setelah diberikan asuhan keperawa tan selama 2×24 jam, pasien mengatakan nyeri berkurang. Mandirio Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi/karakter dan intensitas (skala 0-10)

o Jelaskan prosedur/berikan informasi seiring dengan tepat, khususnya saat melakukan perawatanoral hyegene.

o Lakukan perawatan oral hyegene dengan teliti menjaga agar membrane mukosa oral tetap bersih dan memungkinkan regenerasi epitel.o Kumur mulut yang sering harus dilakukan untuk membersihkan mulut dari debris dan mengurangi nyeri daerah ulserasi. Hindari penggunaan obat kumur yang dijual bebas di pasaran.o Bibir dijaga agar tetap basah dengan cra mengoleskan lanolin, vaselin, atau pelembab bibir. Tindakan cool mist akan membantu melembabkan udara ruangan.o Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi.

Kolaborasio Berikan kortikosteroid

o Berikan prepara imuosupresif (azatioprin, siklofosfamid, emas)

o Berikan analgesic sesuai indikasio Nyeri hamper selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan/kerusakan.o Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyiapkan diri dan meningkatkan rasa kontrol.

o Membantu mempercepat proses penyembuhan luka.

o Penggunaan obat tanpa resep dokter akan memperparah terjadinya erosi luka pada daerah ulserasi.

o Mengurangi nyeri dan meningkatkan proses penyembuhan luka.

Page 30: Kegawatdaruratan Pada Kulit

o Membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang dialami dan memfokuskan kembali perhatian

o Mengendalikan penyakit dan mengendalikan kulit bebas dari bulla.o Untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid.

o Pemberian analgesic akan mengurangi nyeri.2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bulla dan daerah kulit yang terbuka (terkelupas) Setelah diberikan asuhan keperawa tan selama 2x 24 jam pasien dapat memelihara integritas kulit. o Kaji/catat ukuran, warna, keadaan luka/kondisi sekitar luka.o Lakukan kompres basah dan sejuk atau terapi rendaman.o Lakukan perawatan luka dan hygiene (seperti mandi), sesudah itu keringkan kulit dengan hati-hati da taburi bedak yang tidak iritatif.o Hindari penggunaan plester

o Berikan prioritas untuk meningkatkan kenyamanan dan kehangatan pasien. o Mengidentifikasi terjadinya komplikasi.

o Merupakan tindakan protektif yang dapat mengurangi nyeri.o Memungkinkan pasien lebih bebas bergerak dan meningkatkan kenyamanan pasien

o Penggunaan plester akan menimbulkan lebih banyak bulla.o Mempercepat proses rehabilitasi pasien3. Ansietas dn kemampuan koping tidak efektif berhubungan dengan penampilan kulit dan tidak adanya harapan bagi kesembuhan Setelah diberikan asuhan keperawa tan selama 1×24 jam pasien mengatakan kecemasan nya menurun. o Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur keperawatan

o Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur bebas nyeri

o Libatkan pasien/orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan

o Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek, ketakutan pada kejadian, dan isi pikiran

o Identifikasi koping/penanganan situasi stress sebelumnya.

o Perhatikan kebutuhan psikologis pasien menurut kehadiran perawat saat diperlukan, pemberian pelayanan keperawatan yang professional dan pelaksanaan penyuluhan bagi pasien dan keluarganya. o Pengetahuan yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerjasama.o Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan tersedia.

o Meningkatkan rasa control dan kerjasama, menurunkan perasaan tak berdaya dan putus asa.o Pada awal pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan.o Perilaku masa lalu yang berhasil dapat digunakan untuk membantu menerima situasi saat ini

Page 31: Kegawatdaruratan Pada Kulit

o Pengaturan agar anggota keluarga dan setiap teman dekatnya untuk lebih banyak mencurahkan waktu mereka bersama pasien dapat menjadi upaya yang bersifat suportif.4. Gangguan citra tubuh berhubu-ngan dengan keadaan dan penampilan kulit Setelah diberikan asuhan keperawa tan menyatakan penerimaan situasi diri, bicara dengan keluarga/orang terdekat tentang situasi peubahan yang terjadi Mandirio Kaji makna kehilangan/ perubahan pada pasien/oang terdekat

o Terima dan akui ekspresi, frustasi, ketergantungan, marah dan rasa berduka.

o Dorong interaksi keluarga dan tim rehabilitasi.

Kolaborasio Rujuk ke terapi fisik/kejuruan dan konsul psikiatrik, pelayanan social, psikologis sesuai kebutuhano Episode traumatic mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tidak diantisipasi yang membuat perasaan kehilangan actual/ yang dirasakan.

o Penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa uang terjadi yang dapat membantu perbaikano Mempertahankan/ membuka garis komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada pasien dan keluarga

o Membantu dalam identifikasi cara/ alat untuk meningkatkan/ mempertahankan kemandirian. Pasien dapat memerlukan bantuan lanjut untuk mengatasi masalah emosi mereka bila mereka menetap (contoh : respon pasca trauma)5. Gangguan keseimba ngan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan protein akibat bulla rupturSetelah dilakukan tindakan askep selama 1 x 24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan. Dengan criteria hasil :• Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluan urin individu adekuat• TTV stabil • Awasi tanda vital, CVV. Perhatikan pengisisn kapiler dan kekuatan nadi perifer.• Awasi haluan urin dan berat jenis. Observasi warna urin dan hemates sesuai indikasi

• Pertahankan pencatatan kumulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan.

• Timbang berat badan tiap hari.

o Lakukan infeksi dan palpasi kulit secara teratur. • Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.• Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk menyakinkan rata-rata haluan urin 30-50 ml/jam (pada orang dewasa). Urin dapat tampak merah-hitam pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin. Bila terjadi mioglobinuria menyolok minimum haluan urin harus 75-100 ml/jam untuk mencegah kerusakan atau nekrosis tubulus.• Penggantian massif atau cepat dengan tipe cairan berbeda dan fluktuasi kecepatan pemberian memerlukan tabulasi ketata untuk mencegah ketidakseimbangan dan kelebihan cairan.• Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan bulan

Page 32: Kegawatdaruratan Pada Kulit

selanjutnya.Peningkatan BB 15-20% pada 72 jam pertama selama penggantian cairan dapat diantisispasi untuk mengganti berat sebelumnya• Untuk mengetahui adanya edema dan perubahan warna kulit.7. Resiko infeksi dan sepsis berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit

Setelah dilakukan tindakan askep selama 1 x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi. Dengan kriteria hasil• Mencapai penyenbuhan luka tepat waktu.• Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien.• Awasi atau batasi pengunjung, bila perlu jelaskan prosedur isolasi terhadap pengunjung.

• Kaji semua sistem (pernapasan, genitourinaria) terhadap tanda atau gejala infeksi secara kontinue.• Berikan antibiotik sesuai indikasi.• Ubah posisi sesering mungkin • Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien.• Awasi atau batasi pengunjung, bila perlu jelaskan prosedur isolasi terhadap pengunjung.• Kaji semua sistem (pernapasan, genitourinaria) terhadap tanda atau gejala infeksi secara kontinue.• Berikan antibiotik sesuai indikasi.• Ubah posisi sesering mungkin(sisi potensial intuk pertumbuhan bakteri).

EvaluasiHasil yang diharapkan1. Mencapai peredaan nyeri pada lesi orala. Mengidentifikasi terapi yang meredakan rasa nyerib. Menggunakan obat kumur mulut dan semprotan aerosol mulut yang mengadung larutan antiseptic anastetikc. Minum cairan yang dingin dengan interval 2 jam sekali.2. Mencapai kesembuhan kulita. Menyatakan tujuan regimen terapib. Bekerjasama dalam menjalani regimen terapi rendaman atau mandic. Mengingatkan petugas kesehatan untuk menaburkan bedak non iritatif dalam jumlah bebas pada sprei tempat tidur3. Mengalami pengurangan perasaan cemas dan peningkatan kemampuan untuk mengatasi masalah (kemampuan koping)a. Mengutarakan dengan kata-kata keprihatinan pasien terhadap keadaannya, dirinya sendiri, dan hubungannya dengan orang lainb. Turut berpartisipasi dalam perawatan mandir

KESIMPULAN

Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan

Page 33: Kegawatdaruratan Pada Kulit

membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002)Penyakit pemfigus terdiri dari empat type yaitu :1. pemfigus vulgaris2. pemfigus erytomatous3. pemfigus foliacus4. pemfigus vegetampemfigus merupakan penyakit autoimun yang menyerang kulit da membrane mukosa, penyakit ini biasanya terjadi pada daerah oral, aksila, dan vagina.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.EGC : Jakarta.Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.Phipps & Woods. 1991. Medical Surgical Nursing concepts and Clinical Practice. Fourth Edition.Rahayu, Sri. Course Book. Medikal Surgical Nursing. Unit 1. Intergument System.Sylvia, A. Price. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.www.pemfigus.org.comAdhi, Djuanda Dr. Pengobatan dengan Kortikosteroid Sistemik dalam Dermatologi.http://www.portalkalbe.com.www.medicalholistik.com

Dermatitis Vesikobulosa Kronik

 

Berbagai penyakit kulit yang manifestasi kliniknya ditandai terutama oleh adanya vesikel dan bula , antara lain adalah penyakit yang dermatitis vesikobulosa kronik yang termasuk golongan ini ialah :

1. Pemfigus

2. Pemfigoid bulosa

3. Dermatitis herpetiformis

4. Chronic Bullous Disease of childhood

5. Pemfigoid sikatrisial

6. Pemfigoid gestationis

1. PEMFIGUS

Page 34: Kegawatdaruratan Pada Kulit

DEFINISI

Pemfigus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit dan membrana mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intraepidermal akibat proses akantolisis dan secara imunopatologik ditemukan antibodi terhadap komponen desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat maupun beredar dalam sirkulasi darah.

BENTUK

Terdapat 4 bentuk pemfigus ialah :

1. Pemfigus vulgaris 2. Pemfigus eritematosus

3. Pemfigus foliaseus

4. Pemfigus vegetans

Masih ada beberapa bentuk yang tidak dibicarakan karena langka ialah pemfigus herpetiformis, pemfigus IgA, dan pemfigus paraneoplastik.

Susunan tersebut sesuai dengan insidensnya. Menurut letak celah pemfigus dibagi menjadi dua :

a. Di suprabasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans.

b. Di stratum granulosum ialah pemfigus foliaseus dan variannya pemfigus eritematosus.

Semua penyakit tersebut memberi gejala yang khas, yakni :

1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal dan mudah pecah.

2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda Nikolski positif).

3. Akantolisis selalu positif.

4. Adanya antibodi tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat ditemukan dalam serum, maupun terikat di epidermis.

1.1. PEMFIGUS VULGARIS

EPIDEMIOLOGI

Pemfigus vulgaris (P.V.) merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% semua kasus). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Frekuensinya pada kedua jenis kelamin sama. Umumnya mengenai umur pertengahan (dekade ke-4 dan ke-5), tetapi dapat juga mengenai semua umur, termasuk anak.

Page 35: Kegawatdaruratan Pada Kulit

ETIOLOGI

Pemfigus ialah penyakit autoimun, karena pada serum penderita ditemukan autoantibodi, juga dapat disebabkan oleh obat (drug-induced pemphigus), misalnya D-penisilamin dan kaptopril. Pemfigus yang diinduksi oleh obat dapat berbentuk pemfigus foliaseus (termasuk pemfigus eritematosus) atau pemfigus vulgaris. Pemfigus foliaseus lebih sering timbul dibandingkan dengan pemfigus vulgaris. Pada pemfigus tersebut, secara klinis dan histologik menyerupai pemfigus yang sporadik, pemeriksaan imuno fluoresensi langsung pada kebanyakan kasus positif, sedangkan pemeriksaan imunofluoresensi tidak langsung hanya kira-kira 70% yang positif.

Pemfigus dapat menyertai penyakit neoplasma, baik yang jinak maupun yang maligna, dan disebut sebagai pemfigus paraneoplastik.

Pemfigus juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit autoimun yang lain, misalnya lupus eritematosus sistemik, pemfigoid bulosa, miastenia gravis, dan anemia pernisiosa.

PATOGENESIS

Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat sangat khas, yakni :

1. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akantolisis).

2. Adanya antibodi IgG terhadap antigen determinan yang ada pada permukaan keratinosit yang sedang berdiferensiasi.

Lepuh pada P.V. akibat terjadinya reaksi autoimun terhadap antigen P.V. Antigen ini merupakan transmembran glikoprotein dengan berat molekul 160 kD untuk pemfigus foiiaesus dan berat molekul 130 kD untuk pemfigus vulgaris yang terdapat pada permukaan sel keratinosit.

Target antigen pada P.V. yang hanya dengan lesi oral ialah desmoglein 3, sedangkan yang dengan lesi oral dan kulit ialah desmoglein 1 dan 3. Sedangkan pada pemfigus foliaseus target antigennya ialah desmoglein 1.

Desmoglein ialah salah satu komponen desmosoni. Komponen yang lain, misalnya desmopiakin, plakoglobin, dan desmokolin. Fungsi desmosom ialah meningkatkan kekuatan mekanik epitel gepeng bertapis yang terdapat pada kulit dan mukosa.

GEJALA KLINIS

Keadaan umum penderita biasanya buruk. Penyakit dapat mulai sebagai lesi di kulit kepala yang berambut atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus, berupa erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosis sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi sekunder. Lesi di tempat tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata.

Page 36: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Bula yang timbul berdinding kendur, mudah pecah dengan meninggalkan kulit terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan di atas kulit yang terkelupas tersebut. Bula dapat timbul di atas kulit yang tampak normal atau yang eritematosa dan generalisata. Tanda Nikolski positif disebabkan oleh adanya akantolisis. Cara mengetahui tanda tersebut ada dua, pertama dengan menekan dan menggeser kulit diantara dua bula dan kulit tersebut akan terkelupas. Cara kedua dengan menekan bula, maka bula akan meluas karena cairan yang didalamnya mengalami tekanan.

Gambar 1. Pemfigus vulgaris 4

HISTOPATOLOGI

Pada gambaran histopatologik didapatkan bula Intraepldermal suprabasal dan sel-sel epitel yang mengalami akantolisis pada dasar bula yang menyebabkan percobaan Tzanck positif. Percobaan ini berguna untuk menentukan "adanya sel-sel akantolitik, tetapi bukan diagnostik pasti untuk penyakit pemfigus. Pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron dapat diketahui bahwa permulaan perubahan patologik ialah perlunakan segmen interselular. Juga dapat dilihat perusakan desmosom dan tonofilamen sebagai peristiwa sekunder.

IMUNOLOGI

Pada tes imunofloresensi langsung didapatkan antibodi interselular tipe IgG dan C3. Pada tes imunofloresensi tidak langsuog didapatkan (antibodi pemfigus tipe IgG. Tes yang pertama Tebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah menjadi positif pada permulaan penyakit, sering sebelum tes kedua menjadi positif, dan tetap positif pada waktu yang lama meskipun penyakitnya telah membaik.

Page 37: Kegawatdaruratan Pada Kulit

DIAGNOSIS BANDING

Pemfigus vulgaris dibedakan dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid bulosa. Dermatitis herpetiformis dapat mengenai anak dan dewasa, keadaan umumnya baik, keluhannya sangat gatal, fuam polimorf, dinding vesikel/bula tegang dan berkelompok, dan mempunyai tempat predileksi. Sebaliknya pemfigus terutama terdapat pada orang dewasa, keadaan umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur, dan biasanya generalisata.

Pemfigoid bulosa berbeda dengan pemfivulgaris karena keadaan umumnya baik, dinding bula tegang, letaknya disubepidermal, dan terdapat lgG linear.

PENGOBATAN

Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Kortikosteroid yang paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari. Ada pula yang menggunakan 3 mg/kgBB sehari bagi pemfigus yang berat.

Cara pemberian kortikosteroid yang lain dengan terapi denyut. Caranya bermacam-macam yang lazim digunakan ialah dengan metil prenidosolon sodium succinate (solumedrol), i.v. selama 2-3 jam, diberikan jam 8 pagi untuk lima hari. Dosis sehari 250-1000 mg (10-20 mg per kgBB), kemudian dilanjutkan dengan kortikoisteroid per os dengan dosis sedang atau rendah. Efek samping yang berat pada terapi denyut tersebut di antaranya ialah, hipertensi, elektrolit sangat terganggu, infark miokard, aritmia jantung sehingga dapat menyebabkan kematian mendadak, dan pankreatitis.

Untuk mengurangi efek samping dari penggunaan kortikosteroid dikombinasikan dengan sitostatik sebagai tambahan pada pengobatan pemfigus meskipun cara pemberiannya masih terdapat dua pendapat :

1. Sejak mula diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid sistemik. Maksudnya agar dosis kortikosteroid tidak terlampau tinggi sehingga efek sampingnya lebih sedikit.

2. Sitostatik diberikan, bila :

a. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi kurang memberi respons.

b. Terdapat kontraindikasi, misalnya ulkus peptikum, diabetes melitus, katarak, dan osteoporosis.

c. Penurunan dosis pada saat telah terjadi perbaikan tidak seperti yang diharapkan.

Pemberian siklofosfamid (1,5 – 2,5 mg/kg/hari) atau azathioprine (1,5 – 2,5 mg/kg/hari) bisa bersamaan dengan kortikosteroid ataupun setelah pengobatan dengan kortikosteroid.

Terapi tambahan yang lain yang dapat diberikan adalah anti inflamasi seperti dapson. Pengobatan topical tidak sepenting pengobatan sistemik.

Page 38: Kegawatdaruratan Pada Kulit

PROGNOSIS

Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50% penderita dalam tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pengobatan dengan kortikosteroid membuat prognosisnya lebih baik.

1.2. PEMFIGUS ERITROMATOSUS

GEJALA KLINIS

Keadaan umum penderita baik. Lesi mula-mula sedikit dan dapat berlangsung berbulan-bulan, sering disertai remisi. Lesi kadang-kadang terdapat di mukosa.

Kelainan kulit berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama dan krusta di muka menyerupai kupu-kupu sehingga mirip lupus eritematosus dan dermatitis seboroika. Hubungannya dengan lupus eritematosus juga terlihat pada pemeriksaan imunofluoresensi langsung. Pada tes tersebut didapati antibodi di interselular dan juga di membrana basalis. Selain di muka, lesi juga terdapat di tempat-tempat tersebut selain kelainan yang telah disebutkan juga terdapat bula yang kendur. Penyakit ini dapat toerubah menjadi pemfigus vulgaris atau foliaseus.

HISTOPATOLOGI

Gambaran histopatologiknya identik dengan pemfigus foliaseus. Pada lesi yang lama, hiperkeratosis folikular, akantosis, dan diskeratosis stratum granulare tampak prominen.

DIAGNOSIS BANDING

Selain dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid bulosa (lihat bab pemfigus vulgaris), penyakit ini mirip lupus eritematosus dan dermatitis seboroika. Pada lupus eritematosus, kecuali eritema dan skuama juga terdapat atrofi, telangiektasia, sedangkan skuamanya lekat dengan kulit. Di samping itu terdapat sumbatan keratin dan biasanya tidak ada bula.

PENGOBATAN

Pengobatannya dengan kortikosteroid seperti pada pemfigus vulgaris, hanya dosisnya tidak setinggi seperti pada pengobatan pemfigus vulgaris.. Kortikosteroid yang paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, Dosis patokan prednison 60 mg sehari.

PROGNOSIS

Penyakit ini dianggap sebagai bentuk jinak pemfigus, karena itu prognosisnya lebih baik daripada pemfigus vulgaris.

1.3. PEMFIGUS FOLIASEUS

Page 39: Kegawatdaruratan Pada Kulit

DEFINISI

Pemfigus foliaseus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik dengan karakteristik ada lesi krusta.

GEJALA KLINIS

Umumnya terdapat pada orang dewasa, antara umur 40 - 50 tahun. Gejalanya tidak seberat pemfigus vulgaris. Perjalanan penyakit kronik, remisi terjadi temporer. Penyakit mulai dengan timbulnya vesikel/bula, skuama dan krusta dan sedikit eksudatif, kemudian memecah dan meninggalkan erosi. Mula-mula dapat mengenai kepala yang berambut, muka, dan dada bagian atas sehingga mirip dermatitis seboroika. Kemudian menjalar simetrik dan mengenai seluruh tubuh setelah beberapa bulan. Yang khas ialah terdapatnya eritema yang menyeluruh disertai banyak skuama yang kasar, sedangkan bula yang berdinding kendur hanya sedikit, agak berbau. Lesi di mulut jarang terdapat.

HISTOPATOLOGI

Terdapat akantolisis di epidermis bagian atas distratum granulosum. Kemudian terbentuk celah yang dapat menjadi bula, sering subkorneal dengan akantolisis sebagai dasar dan atap bula tersebut.

DIAGNOSIS BANDING

Karena terdapat eritema yang menyeluruh, penyakit ini mirip eritroderma. Perbedaannya dengan eritroderma karena sebab lain, pada pemfigus foliaseus terdapat bula dan tanda Nikolski positif. Kecuali itu pemeriksaan histopatologik juga berbeda.

PENGOBATAN

Pengobatannya dengan kortikosteroid, kortikosteroid yang paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, Dosis patokan prednison 60 mg sehari.

PROGNOSIS

Hasil pengobatan dengan kortikosteroid tidak sebaik seperti pada tipe pemfigus yang lain. Penyakit akan berlangsung kronik.

1.4. PEMFIGUS VEGETANS

DEFINISI

Pemfigus vegetans ialah varian jinak pemfigus vulgaris dan sangat jarang ditemukan.

Page 40: Kegawatdaruratan Pada Kulit

KLASIFIKASI

Terdapat 2 tipe ialah :

1. Tipe Neumann

2. Tipe Hallopeau (pyodermite vegetante)

GEJALA KLINIS

1.4.1. Tipe Neumann

Biasanya menyerupai pemfigus vulgaris, kecuali timbulnya pada usia lebih muda. Tempat predileksi di muka, aksila, genitalia eksterna, dan daerah Intertrigo yang lain. Yang khas pada penyakit ini ialah terdapatnya bula-bula yang kentfur, menjadi erosi dan kemudian menjadi vegetatif dan proliferatif papilomatosa terutama di daerah intertrigo. Lesi oral hampir selalu ditemukan. Perjalanan penyakitnya lebih lama daripada pemfigus vulgaris, dapat terjadi lebih akut, dengan gambaran pemfigus vulgaris lebih dominan dan dapat fatal.

Histopatologi Tipe Neumann

Lesi dini sama seperti pada pemfigus vulgaris, tetapi kemudian timbul proliferasi papil-papil ke atas, pertumbuhan ke bawah epidermis, dan terdapat abses-abses intraepidermal yang hampir seluruhnya berisi eosinofil.

1.4.2. Tipe Hallopeau

Perjalanan penyakit kronik, tetapi dapat seperti pemfigus vulgaris dan fatal. Lesi primer ialah pustul-pustul yang bersatu, meluas ke perifer, menjadi vegetatif dan menutupi daerah yang luas di aksila dan perineum. Di dalam mulut, dalam terlihat gambaran yang khas ialah granulomatosis seperti beledu.

Histopatologi Tipe Hallopeau

Lesi permulaan sama dengan tipe Neumann, terdapat akantolisis suprabasal, mengandung banyak eosinofil, dan terdapat hiperplasi epidermis dengan abses eosinofilik pada lesi yang vegetatif. Pada keadaan lebih lanjut akan tampak papilomatosis dan hiperkeratosis tanpa abses.

PENGOBATAN

Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Kortikosteroid yang paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari.

Page 41: Kegawatdaruratan Pada Kulit

PROGNOSIS

Tipe hallopeau, prognosisnya lebih baik karena berkecenderungan sembuh.

2. PEMFIGOID BULOSA

DEFINISI

Pemfigoid bulosa (P.B.) ialah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone.

ETIOLOGI

Etiologinya ialah autoimunitas, tetapi perebab yang menginduksi produksi autoantibodi ida pemfigoid bulosa masih belum diketahui.

PATOGENESIS

Antigen P.B. merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal, diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian B.M.Z. (basal membrane zone) epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis, strukturnya ijerbeda dengan desmosom.

Terdapat 2 jenis antigen P.B. ialah yang de-jhgan berat molekul 230 kD disebut PBAgl (P.B. /Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan daripada PB180.

Terbentuknya bula akibat komplemen yang teraktivasi melalui jalur klasik dan alternatif kemudian akan dikeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi pemisahan epidermis dan dermis.

GEJALA KLINIS

Keadaan umumnya baik. Terdapat pada semua umur terutama pada orang tua. Kelainan kulit terutama terdiri atas bula dapat bercampur dengan vesikel, berdinding tegang, sering disertai eritema. Tempat predileksi ialah di ketiak, lengan bagian fleksor, dan lipat paha. Jika bula-bula pecah terdapat daerah erosif yang luas, tetapi tidak bertambah seperti pada pemfigus vulgaris. Mulut dapat terkena kira-kira pada 20% kasus.

Page 42: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Gambar 2. Pemfigoid Bulosa

HISTOPATOLOGI

Kelainan yang dini ialah terbentuknya celah di perbatasan dermalepidermal. Bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama ialah eosinofil.

IMUNOLOGI

Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun seperti pita di B.M.Z. (Basement Membrane Zone).

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit ini dibedakan dengan pemfigus vulgaris dan dermatitis herpetiformis. Pada pemfigus keadaan umumnya buruk, dinding bula kendur, generalisata, letak bula intraepidermal, dan terdapat IgG di stratum spinosum.

Pada dermatitis herpetiformis, sangat gatal, iruam yang utama ialah vesikel berkelompok, terdapat IgA tersusun granular.

PENGOBATAN

Pengobatannya dengan kortikosteroid. Dosis prednison 40 - 60 mg sehari, jika telah tampak perbaikan dosis diturunkan periahan-lahan. Sebagian besar kasus dapat disembuhkan dengan kortikosteroid saja.

Jika dengan kortikosteroid belum tampak srbaikan, dapat dipertimbangkan pemberian jitostatik yang dikombinasikan dengan kortikoiteroid. Cara dan dosis pemberian sitostatik sama seperti pada pengobatan pemfigus.

Obat lain yang dapat digunakan ialah DOS dengan dosis 200-300 mg sehari, seperti pada pengobatan dermatitis herpetiformis, bila sel intlltratnya lebih banyak neutrofil. Pengobatan kombinasi tetrasikiin (3 x 500 mg sehari) dikombinasikan dengan niasinamid (3 x 500 mg sehari) memberi respons yang baik pada sebagian kasus, terutama yang tidak berat. Bila tetrasikiin merupakan kontraindikasi dapat diberikan eritromisin.

Page 43: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Pemfigoid bulosa dianggap sebagai penyakit autoimunitas, oleh karena itu memerlukan pengobatan yang lama. Sebagian penderita akan mengalami efek samping kortikosteroid sistemik. Untuk mencegahnya dapat diberikan kombinasi tetrasiklin eritromlsin dan niasinamid setelah penyakitnya membaik. Efek samping kedua obat tersebut lebih sedikit daripada kortikosteroid sistemik.

PROGNOSIS

Kematian jarang dibandingkan dengan pemfigus vulgaris, dapat terjadi remisi spontan.

3. DERMATITIS HERPETIFORMIS (MORBUS DUHRING)

DEFINISI

Dermatitis herpetiformis (D.H.) ialah penyakit yang menahun dan residif, ruam bersifat polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal.

ETIOLOGI

Etiologinya belum diketahui pasti.

PATOGENESIS

Pada D.H. tidak ditemukan antibodi IgA terhadap papila dermis yang bersirkulasi dalam serum. Komplemen diaktifkan melalui jafur alternatif. Fraksi aktif C5a bersifat sangat kemotaktik terhadap neutrofil.

Sebagai antigen mungkin ialah gluten, dan masuknya antigen mungkin di usus halus, sel efektomya ialah neutrofil. Selain gluten juga yodium dapat mempengaruhi timbulnya remisi dan eksaserbasi. Tentang hubungan kelainan di usus halus dan kelainan kulit belum jelas diketahui.

GEJALA KLINIS

D.H. mengenai anak dan dewasa. Perbandingan pria dan wanita 3:2, terbanyak pada umur dekade ketiga. Mulainya penyakit biasanya perlahan-lahan, perjalanannya kronik dan residi Biasaya berlangsung seumur hidup, remisi sponta terjadi pada 10 - 15% kasus.

Keadaan umum penderita baik. Keluhannya sangat gatal. Tempat predileksinya ialah di pung gung, daerah sakrum, bokong, daerah ekstenso di lengan atas, sekitar siku, dan lutut. Ruan berupa eritema, papulovesikel, dan vesikel/bula yang berkelompok dan sistemik. Kelainan yanc utama ialah vesikel, oleh karena itu disebu herpetiformis yang berarti seperti herpes zoster Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun arsinai atau sirsinar. Dinding vesikel atau bula tegang.

Page 44: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Gambar 3. Dermatitis Herpetiformis

Kelainan intestinal

Pada lebih daripada 90% kasus D.H. didapati spektrum histopatologik yang menunjukkan enteropati sensitif terhadap gluten pada yeyenum dan ileum. Kelainan yang didapat bervariasi dari infiltrat mononuklear (limfosit dan sel plasma) di lamina propia dengan atrofi vili yang minimal hingga sel-sel epitel mukosa usus halus yang mendatar. Sejumlah 1/3 kasus disertai steatorea. Dengan diet bebas gluten kelainan tersebut akan membaik.

HISTOPATOLOGI

Terdapat kumpulan neutrofil di papadermal yang membentuk mikroabses neutrofilik. Kemudian terbentuk edema papilar, celah subepidermal, dan vesikel multiokular dan subepidermal. Terdapat pula eosinofil pada infiltrat dermal, juga di cairan vesikel.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada darah tepi terdapat hipereosinofilia, dapat melebihi 40%. Demikian pula di cairan vesikel atau bula terdapat banyak eosinofil (20-90%).

DIAGNOSIS BANDING

D.H. dibedakan dengan pemfigus vulgaris V (P.V.), pemfigoid bulosa, dan Chronic Bulous Diseases of Childhood (C.B.D.C.).

Pada P.V. keadaan umumnya buruk, tak gatal, kelainan utama ialah bula yang berdinding kendur, generalisata, dan eritema bisa terdapat atau tidak. Pada gambaran histopatologik terdapat akantolisis, letak vesikel intraepidermal. Terdapat IgG di stratum spinosum.

P.B. berbeda dengan D.H. karena ruam yang utama ialah bula, tak begitu gatal, dan pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat IgG tersusun seperti pita di subepidermal. Supaya lebih

Page 45: Kegawatdaruratan Pada Kulit

jelas, perbedaan antara pemfigus vulgaris, pemfigoid bulosa, dan dermatitis herpetiformis dicantumkan pada tabel 26-1.

C.B.D.C. terdapat pada anak, kelainan utama ialah bula, tak begitu gatal, eritema tidak selalu ada, dan dapat berkelompok atau tidak. Terdapat IgA yang linear.

PENGOBATAN

Obat pilihan untuk D.H. ialah preparat sulfon, yakni DDS (diaminodifenilsulfon). Pilihan kedua yakni suffaplridin.

Dosis DDS 200 - 300 mg sehari, dapat diberikan dosis awal 200 mg sehari. Jika ada perbaikan akan tampak dalam 3 - 4 hari. Bila belum ada perbaikan dosis dapat dinaikkan. Menurut pengalaman kami dosis yang efektif ialah 200 mg atau 300 mg. Efek sampingnya ialah agranulositosis, anemia hemolitik, dan methemoglobinemia. Kecuali itu juga neuritis perifer dan bersifat hepatotoksik. Dengan dosis 100 mg sehari umumnya tidak ada jefek samping. Yang harus diperiksa ialah kadar Hb, jumlah leukosit, dan hitung jenis, sebelum pengobatan dan 2 minggu sekali. Jika klinis menunjukkan tanda-tanda anemia atau sianosis segera dilakukan pemeriksaan laboratorium. Jika terdapat defisiensi GePD, maka merupakan kontraindikasi karena dapat terjadi anemia hemolitik. Bila telah sembuh dosis diturunkan periahan-lahan setiap minggu hingga 50 mg sehari, kemudian 2 hari sekali, lalu menjadi seminggu 1 x.

Sulfapiridin sukar didapat karena jarang diproduksi sebab efek toksiknya lebih banyak dibandingkan dengan preparat sulfa yang lain. Obat tersebut kemungkinan akan menyebabkan terjadinya nefrolitiasis karena sukar larut dalam air. Efek samping hematologik seperti pada dapson, hanya lebih ringan. Khasiatnya kurang dibandingkan dapson. Dosisnya antara 1 - 4 gram sehari.

Diet bebas gluten

Diet ini harus dilakukan secara ketat, perbaikan pada kulit tampak setelah beberapa / minggu. Dengan diet ini penggunaan obat dapat ditiadakan atau dosisnya dapat dikurangi. Kelainan intestinal juga mengalami perbaikan, sedangkan dengan obat-obat kelainan ini tidak akan mengalami perbaikan.

PROGNOSIS

Sebagian besar penderita akan mengalami D.H. yang kronis dan residif.

4. CHRONIC BULLOUS DISEASE OF CHILDHOOD (C.B.D.C.)

PENDAHULUAN

Selain pemfigoid bulosa dan dermatitis herpetiformis rupanya ada bentuk peralihan antara keduanya yang disebut dermatosis linear IgA, Umumnya penyakit ini terdapat pada anak dan disebut C.B.D.C., oleh karena itu istilah tersebut dipakai sebagai judul.

Page 46: Kegawatdaruratan Pada Kulit

DEFINISI

C.B.D.C. ialah dermatosis autoimun yang biasanya mengenai anak usia kurang dari 5 tahun ditandai dengan adanya bula dan terdapatnya deposit IgA linear yang homogen pada epidermal basement membrane.

SINONIM

Dermatosis linear IgA pada anak.

ETIOLOGI

Belum diketahui pasti. Sebagai cetus ialah infeksi dan antibiotik, ialah penisilin.

GEJALA KLINIS

Penyakit mulai pada usia sebelum sekolah, rata-rata berumur 4 tahun. Keadaan un tidak begitu gatal. Mulai penyakitnya dapat mengalami remisi dan eksaserbasi. Kelainan kulit berupa vesikel atau bula, terutama bula, berdinding tegang di atas normal atau eritematosa, cenderung bergerombol dan generalisata. Mukosa dapat dikenali. Umumnya tidak didapati enteropati seperti pada dermatitis herpetiformis.

HISTOPATOLOGI

Gambaran yang khas ialah terdapatnya bula subepidermal berisi neutrofil, atau eosinofil, atau keduanya. Mikroabses di papil dermal berisi neutrofil. Gambaran ini tak dapat dibedakan dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid bulosa.

IMUNOLOGI

Pada umumnya didapati deposit linear lgA dan Ca sepanjang membran basalis dari kulit di perilesi. Pada imunofluoresensi tak langsung didapati antibodi IgA antimembran baralis yang beredar pada kira-kira 2/3 kasus. HLA yang berkaitan ialah HLA-B8, HLA-CW7, dan HlA-DR3

DIAGNOSIS BANDING

Sebagai diagnosis banding ialah dermatitis herpetiformis (D.H.) dan pemfigoid bulosa. Pada D.H. penyakit bertangsung sehingga dewasa jarang pada umur sebelum 10 tahun. Lesi yang utama ialah vesikel, sangat gatal dan didapati IgA berbentuk granular serta biasanya didapati enteropati. Mulainya penyakit pada C.B.D.C. lebih mendadak daripada D.H., biasanya tidak terdapat H.L.A.-B8. Mengenai pengobatan, pada D.H. memberi respons dengan sulfon, sedangkan CBDC dapat memberi respon atau tidak sama sekali.

C.B.D.C. sukar dibedakan dengan pemfigoid bulosa, pada pemfigoid bulosa didapati IgG linear pada taut dermo-epidermal dan IgG yang beredar.

Page 47: Kegawatdaruratan Pada Kulit

PENGOBATAN

Biasanya memberi respons yang cepat (dengan sulfonamida, yakni dengan sulfapiridin, A dosisnya 150 mg per kg berat badan sehari. Dapat pula dengan DOS atau kortikosteroid I atau kombinasi. Diet bebas gluten seperti pada D.H. tidak perlu.

PROGNOSIS

Prognosisnya baik, umumnya sembuh sebelum usia akil balik.

5. PEMFIGOID SIKATRISIAL

DEFINISI

Pemfigoid sikatrisial (P.S.) ialah dermatosis autoimun bulosa kronik yang terutama ditandai oleh adanya bula yang menjadi sikatriks terutama dimukosa mulut dan konjungtiva.

SINONIM

Pemfigoid sikatrisial (cicatricial pemphigoid), juga disebut benign mucosal pemphigoid atau pemfigoid okular.

ETIOPATOGENESIS

Penyakit ini berhubungan dengan autoimun, berkaitan dengan HLA-DR4, HLA-DQw7, dan HLA-DQB 1*0301. Patogenesisnya serupa dengan pemfigoid bulosa. Tentang timbulnya sikatriks belum jelas.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini jarang ditemukan.

GEJALA KLINIS

Keadaan umum penderita baik. Berbeda lengan pemfigoid bulosa, P.S. jarang mengalami remisi. Kelainan mukosa yang tersering ialah mulut (90%), disusul oleh konjungtiva (66%), dapat juga di mukosa lain, misalnya hidung, farings, tarings, esofagus, dan genitalia. Permulaan penyakit mengenai mukosa bukal dan gingiva, palatum mole dan durum biasanya juga terkena, kadang-kadang lidah, uvula, tonsil, dan bibir ikut terserang. Bula umumnya tegang, lesi biasanya tertihat sebagai erosi. Lesi di mulut jarang meng-ganggu penderita makan.

Simtom okular meliputi rasa terbakar, air mata yang berlebihan, fotofobia, dan sekret yang mukoid. Kelainan mata ini dapat diikuti simblefaron, dan berakhir dengan kebutaan disebabkan oleh kekeruhan kornea akibat kekeringan, pembentukan jaringan parut oleh trikiasis, atau vaskularisasi epitel kornea.

Page 48: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Mukosa hidung dapat terkena dan dapat mengakibatkan obstruksi nasal. Jika farings terkena, dapat terjadi pembentukan jaringan parut dan stenosis tarings. Esofagus jarang terkena, pernah dilaporkan terjadinya adesi dan penyempitan yang memerlukan dilatasi. Lesi di vulva dan penis biasanya berupa bula atau erosi, sehingga dapat mengganggu aktivitas seksual. Kelainan kulit dapat ditemukan pada 10 -30% penderita, berupa bula tegang di daerah inguinal dan ekstremitas, dapat pula generalisata. Jarang sekali timbul kelainan tanpa disertai lesi di membran mukosa.

HISTOPATOLOGI

Gambaran histopatdoginya sama dengan pemfigoid bulosa.

IMUNOLOGI

Pemeriksaan imunofluoresensi langsung dari lesi atau perilesi pada kulit atau mukosa menunjukkan adanya antibodi dan komplemen di daerah membrana basalis secara linear. Ig yang umumnya terdapat ialah IgG. IgG autoantibodi ini akan mengikat antigen yang pada kebanyakan kasus merupakan BPAG2, yang tertetak di bagian epidermal pada IM NaCI split skin.

DIAGNOSIS BANDING

Pada permulaan perjalanan penyakit, P.S. dibedakan dengan pemfigus vulgaris, liken planus oral, eritema multiforme, penyakit Behcet, dan ginggivitis deskuamativa. Bila terdapat manifes-tasi alat lainnya, seperti kelainan mata, maka diagnosisnya tidak sulit. Pemeriksaan imunofluoresensi dari lesi di mulut dapat menyokong diagnosis.

PENGOBATAN

Hasil pengobatan penyakit ini kurang memuaskan. Kortikosteroid sistemik mungkin merupakan obat terbaik, dengan prednison dosisnya 60 mg. Oleh karena terbentuk jaringan parut dan sekuele lainnya, steroid sistemik untuk jangka waktu yang lama mungkin mempunyai alasan yang tepat, meskipun ada efek sampingnya. Obat imunosupresif, termasuk metotreksat, siklofos-famid, dan azatioprin pernah dicoba, hasiinya menguntungkan pada sebagian penderita, se-dangkan pada sebagian penderita yang lain hanya memperiihatkan sedikit kemajuan.

6. PEMFIGOID GESTATIONIS

DEFINISI

Pemfigoid getationis (P.G.), adalah dermatosis autoimun dengan ruam polimorf yang berkelompok dan gatal, timbul pada masa kehamilan, dan masa pascapartus.

SINONIM

Herpes gestationis, istilah ini tidak tepat karena penyakit ini tidak ada hubungannya dengan herpes.

Page 49: Kegawatdaruratan Pada Kulit

ETIOLOGI

Etiologinya ialah autoimun. Sering bergabung dengan penyakit autoimun yang lain, misalnya penyakit Grave, vitiligo, dan alopesia areata.

EPIDEMIOLOGI

Hanya terdapat pada wanita pada masa subur. Insidensnya menurut Kolodny, 1 kasus per 10.000 kelahiran.

PATOGENESIS

Sejak 1973 terkumpul makin banyak bukti bahwa mekanisme imunologik memegang peranan yang penting pada patigenesisi H.G. Akhirnya dapat disusun postulat sebagai berikut : Antigen khusus untuk suatu kehamilan akan menimbulkan antibodi, macam antigen belum dapat diketahui, tetapi pada reaksi imunologik berikutnya sudah dapat dibuktikan.

IgG (subklas IG1) yang mengendap pada membran basal akan mengaktifkan sistem komplemen, yang selanjutnya memberikan respons peradangan pada kulit dengan gambaran morfologik sebagai yang kita kenal seperti P.G. Pada pemeriksanaan imunofluoresensi langsung secara tepat ditemukan endapan C3 pada membran basal kulit normal dan perilesi. Karena pada beberapa penderita didapatkan juga endapan Ciq, C4, C5, dan properdin, maka diambil kesimpulan bahwa kedua jalur komplemen secara klasik maupun alternatif diaktifkan. Paling sering ditemukan endapan IgG, tetapi kadang-kadang juga IgA, IgM, dan IgE.

Autoantibodi ditujukan ke antigen hemidesmoson yang serupa dengan pemfigoid bulosa ialah PB180 dan PB230, tetapi umumnya PB180 lebih banyak ditemukan (lihat bab mengenai "Pemfigoid bulosa").

Pada P.G. terjadi ekspresi abnormal entigen M.H.C. kelas II di dalam plasenta, rupanya sebagai faktor pencetus timbulnya kelainan di B.M.Z. juga terbentuknya lepuh.

Ibu dengan P.G. sering berkaitan dengan HLA-BS, HLA-DR3, dan HLA-DR4

IgG dapat menembus plasenta. Hal ini dapat menerangkan mengapa, pada beberapa bayi, vesikel atau papul sebentar saja timbul. Mekanisme katabolik bayi akan segera meniadakan serangan IgG transplasenta dari ibu. Dengan mikroskop elektron terbukti bahwa endalapan LgG dan C3 ada di bagian dermis lamia lusida. Lagi pula didapatkan nekrosis sel basal pada kulit normal dan yang sakit.

GEJALA KLINIS

Gejala prodromal, kalau ada, berupa demam malese, mual, nyeri kepala, dan rasa panas dingin silih berganti. Beberapa hari sebelum timbul erupsi dapat didahului dengan perasaan sangat gatal seperti terbakar.

Page 50: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Biasanya tertihat banyak papulo-vesikel yang sangat gatal dan berkelompok. Lesinya polimorf terdiri atas eritema, edema, papul, dan bula tegang. Bentuk intermediate juga dapat ditemukan, misalnya vesikel yang kecil, plakat mirip urtika, vesikel berkelompok, erosi. dan krusta. Kasus yang berat menunjukkan semua unsur polimorf, tetapi terdapat pula kasus yang ringan yang hanya terdiri atas beberapa papul eritematosa, plakat yang edematosa, disertai gatal ringan.

Tempat predileksi pada abdomen dan ekstremitas, termasuk telapak tangan dan kaki dapat pula mengenai seluruh tubuh dan tidak si metrik. Selaput lendir jarang sekali terkena. Erupsi sering disertai edema di muka dan tungkai. Kalau melepuh pecah, maka lesi akan menjadi lebih merah ; dan terdapat ekskoriasi dan krusta. Sering pula diikuti radang oleh kuman. Jika lesi sembuh akan meninggalkan hiperpigmentasi, tetapi kalau ekskoriasinya dalam akan meninggalkan jaringan parut. Kuku kaki dan tangan akan mengalami lekukan melintang sesuai waktu terjadinya eksaserbasi. Kadang-kadang didapati leukositosis dan eosinofilia sampai 50%.

HISTOPATOLOGI

Meskipun terdapat gambaran khas, tetapi tidak diagnostik. Terdapat sebukan sel radang di Sekitar pembuluh darah pada pleksus permukaan dan dalam didermis, terdiri atas histiosit, limfosit, dan eosinofil. Beriawanan dengan dermatitis herpetiformis, neutrofil jarang sekali ditemukan. Bula yang banyak berisi eosinofil terdapat pada lapisan subepidermal.

DIAGNOSIS BANDING

Sebagai diagnosis banding ialah beberapa penyakit kulit yang juga terdapat pada masa kehamilan, yakni: dermatitis papular gravidarum (D.P.G.), prurigo gestationes (P.G.), dan impetigo herpetiformis (I.H.). Kecuali itu H.G. juga dapat mirip dermatitis herpetiformis (D.H.) dan pemfigoid bulosa (P.B.).

Kelainan kulit pada D.P.G. berupa papul-papul menyerupai urtika, eritematosa, sangat gatal dan generalisata, sebagian tertutup krusta. Ruam tidak berkelompok seperti pada H.G., dapat timbul pada setiap saat masa kehamilan.

P.G. menyebabkan kelainan berupa papul-papul yang sangat gatal, terutama pada badan bagian atas dan tungkai atas. Timbul pada trimester pertengahan dan akhir.

I.H. timbul secara akut, keadaan umumnya buruk, ruam berupa pustul berkelompok.

Perbedaannya dengan D.H. secara histo-patologik ialah bahwa pada D.H. sel infiltrat terutama neutrofil dan bukan eosinofil seperti pada H.G. Pada pemeriksaan imunofluoresensi ditemukan IgA pada D.H. sedangkan pada H.G. didapati IgG.

H.G. mirip P.B. karena secara histopato logik terdapat bula subepidermal dengan banyak eosinofil dan pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat C3 dan IgG pada membran basal. Perbedaannya, H.G. hanya menyerang wanita pada masa subur (usia 15-45 tahun) dan berhubunglan dengan kehamilan. Sebaliknya P.B. mengenai pria dan wanita, biasanya pada usia tua.

Page 51: Kegawatdaruratan Pada Kulit

PENGOBATAN

Tujuan pengobatan ialah menekan terjadi nya bula dan mengurangi gatal yang timbul. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian prednison 20 - 40 mg per hari dalam dosis terbagi rata. Takaran ini periu dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan keadaan penyakit yang meningkat pada waktu melahirkan dan haid, dan akan menurun pada waktu nifas.

PROGNOSIS

Komplikasi yang timbul pada ibu hanyalah rasa gatal dan infeksi sekunder. Kelahiran mati dan kurang umur akan meningkat. Jika penyakit timbul pada masa akhir kehamilan maka akan lama sembuh dan seringkali timbul pada kehamilan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar. S.R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 2004. 19-33

2. Price,SA., Wilson, LM., Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, buku 2 edisi 6. EGC. Jakarta. 2005. 1994-5.

3. Kerdel, Jimenez. Dermatology Just The Fact. Mc Graw Hill. USA. 2003. 129-147.

4. Wiryadi, Benny E., Dermatosis Vesikobulosa., Dalam: Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005: 186-199

5. Mansjoer, Arif., Suprohita., Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius. Jakarta. 2000:128-129

6. Habif, Thomas, P., Campbell, James L., Quitadamo, Mark J., Zug, Kathryn, A. Vesicular and Bullous Disease, In: Skin Disease Diagnosis and Treatment, USA, Mosby Inc, 2001

7. Siregar, RS., Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC. 2005. Jakarta: 186-200

Staphylococcus Scalded Skin Syndrome pada Bayi Harijono Karlosentono, Ny. Indah Yulianto, M. Goedadl Hadilukito Laboratorium/UPF Ilmu Penyakit Kultt dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret RSU Dr Muwardi, Surakarta PENDAHULUAN Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) adalah pe-nyakit infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus grup II dengan manifestasi klinik beraneka ragam, dari bentuk ringan dengan kelainan kulit setempat (lokal), impetigo bulosa sampai bentuk generalisata dengan tanda epidermolisis dan deskua-masi

Page 52: Kegawatdaruratan Pada Kulit

(1). Penyebab terjadinya lesi kulit adalah eksotoksin spesifik yang diproduksi oleh S. aureus grup II yang mengakibatkan kerusakan superfisial pada stratum granulosum. Pertama kali Ritter von Rittershain pada abad 19 meng-gambarkan kasus-kasus yang disebutnya dermatitis exfoliatif neonatorum. Baru pada tahun-tahun 19401950 adanya hu-bungan.dengan stafilokokus grup II dapat dibuktikan (dikutip dari 1). Sedangkan Lyell (1956) menyebutnya sebagai NET (Nekrolisis epidermal toksik) untuk bentuk epidermolisis yang general dengan etiologi yang belum jelas, yang diduga dise-babkan alergi obat terutama sistemik, infeksi (virus, bakteri, fungus, parasit) dan sebab-sebab lain seperti keganasan, radio-terapi dan idiopatikm. Dan jika NET disebabkan oleh karena infeksi stafilokokus maka disebut SSSS. Bentuk generalisata dari SSSS biasanya atau sering ditemukan pada neonatus ku-rang dari 3 (tiga) bulan; jarang pada orang dewasa kecuali pada kasus-kasus gangguan imunologis atau insufisiensi ginjal se-bagai faktor predisposisi. Infeksi oleh stafilokokus grup II ini biasanya dimulai dari konjungtivitis purulenta, otitis media atau infeksi nasofaringeal; mungkin pula berasal dari infeksi di tem-pat lain yang tersembunyi. Bayi baru lahir (neonatus) merupakan awal kehidupan manusia yang rentan terhadap infeksi, ditambah lagi respon imunologik belum sempurna; terutama bila kelahiran bayi di-tolong dukun yang kurang memperhatikan masalah kebersihan atau sterilitas pada saat persalinan, misalnya pada waktu me-motong tali pusat. Pada neonatus inilah SSSS dapat berakibat fatal walaupun pada orang dewasa dapat juga terjadi. Angka kematian berkisar antara 2 3% dan biasanya disebabkan oleh sepsis(3). Berikut ini dilaporkan satu kasus SSSS pada seorang bayi usia 10 hari yang lahir dengan pertolongan dukun di rumah sendiri. Penderita telah mulai sakit sejak usia 7 hari dan dirawat di Lab./UPF Kulit & Kelamin RS Dr. Muwardi Surakarta ber-sama dokter spesialis anak. Berakhir dengan kematian pada hari ke 9, oleh karena sejak datang di RSDM sudah dalam keadaan sepsis. LAPORAN KASUS Seorang bayi laki-laki usia 10 hari masuk rumah sakit di

Page 53: Kegawatdaruratan Pada Kulit

laboratorium/UPF Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin Rumah Sakit Dr. Muwardi Surakarta (RSDM) pada tanggal 13 Mei 1992. Keluhan utama (dari orang tua) adalah kulit bayi mengelupas pada hampir seluruh tubuh serta kemerahan, dan bayi dalam keadaan rewel, suhu tubuhnya panas. Riwayat penyakit Dari allo anamnesis orang tua, didapatkan bahwa penderita lahir cukup bulan dengan pertolongan dukun di rumah sendiri. Pada saatberusia 7 hari, kulitbayi mulai terlihat kemerahan pada wajah dan lipatan-lipatan kulit di badan. Kemudian timbul lepuh-lepuh kecil berisi cairan jernih dengan dinding kendor yang makin lama makin bertambah banyak dan meluas ke seluruh tubuh. Lepuh-lepuh bertambah lebar dan kemudian memecah sehingga kulit tampak mengelupas serta berwarna kemerahan. Sehari kemudian penderita mulai demam dan rewel. Oleh karena badan semakin panas dan semakin rewel pen-derita dibawa ke Puskesmas yang kemudian dianjurkan dan dirujuk ke RSDM. Dibacakan di: Kongres Nasional VII Perdoski, Bukitt inggi 912 Nopember 1992 background image Penderita minum ASI sejak lahir dan belum pemah diimu-nisasi, belum pernah sakit lain sebelumnya. Sakit yang sekarang ini belum diobati. Pada saat lahir bayi lahir spontan, cukup bulan dan menangis cukup kuat. Pemeriksaan (tanggal 13 Mei 1992) : Status umum Keadaan umum bayi tampak sakit dan lemah, kesadaran kompos mentis dan gizi kurang. Tanda-tanda vital : BB = 3.2 kg, PB = 50 cm, nadi 160 kali/menit, isi dan tegangan cukup, irama reguler, suhu 39°C. Pernafasan 36 kali/menit, menggigil dan agak sianosis. Status internus Paru-paru, jantung dalam batas normal; inspeksi: abdomen lebih tinggi daripada dada, pada palpasi teraba tegang (distend-ed). Hapar & lien tidak teraba, Peristaltik usus negatip. Status dermatologis Kepala Terutama di sekitar mulut serta daerah oksipital didapatkan deskuamasi, sebagian menjadi erosi dan di beberapa tempat masih tampak adanya vesikel dan bula, isi jemih. Di daerah wajah sekitar mulut terdapat erosi kemerahan, vesikel dan bula yang kendor. Tanda Nikolsky sulit dinilai. Mata : konjungtiva hiperemis, sekret tidak didapatkan dan palpebra oedem. Badan Di daerah dada sampai leher terlihat deskuamasi, kemerah-

Page 54: Kegawatdaruratan Pada Kulit

an, erosi dan di beberapa tempat didapatkan krusta. Juga di daerah punggung terdapat deskuamasi serta erosi, kemerahan. Ekstremitas Deskuamasi dan denuded area terlihat dominan pada daerah bokong, sampai tungkai bawah. Pada telapak kaki kulit juga mengalami deskuamasi. Terlihat erosi yang luas kemerahan, bula yang kendor, isi cairan keruh pada telapak tangan dan kaki. Pada ekstremitas atas, daerah aksila, siku sampai tangan didapatkan deskuamasi dengan dasar eritematous. Pemeriksaan laboratorium Tanggal 15 Mei 1992 basil pemeriksaan sebagai berikut, Darah : Hb = 13.5 g%, Ht = 36, lekosit = 9500/mm3Urine : warna kurang jemih, pH = 5, reduksi +4 Sedimen : eritrosit : 23/1p., lekosit : 35/lp., epitel : 46/Ip., kristal : [], silinder : hialin [+], jamur : [+] Tinja : Warna kuning muda, konsistensi cair; lendir [+], lekosit = 10-15, eritrosit 12, amuba [], telur cacing lain-lain: lemak [+], bakteri [+]. Sitologi cairan isi bula tidak menemukan sel akantolitik dan pewarnaan gram tidak mendapatkan kuman coccus. Pemeriksaan C-Reactive Protein tidak dikerjakan berhubung orang tua bayi menolak. Diagnosis banding SSSS Impetigo bullosa Diagnosis kerja Staphylococcus Scalded Skin Syndrome Pengobatan sementara Amoksisilin sirop = 3 x 125 mg/hari; topikal diberi genta-misin him 0.1%. Penderita dikonsulkan ke lab/UPF IKA (Ilmu Kesehatan Anak) dengan jawaban sebagai berikut : (Tgl. 15 Mei '92) Bayi 10 hari dengan persalinan dukun, terlihat lemah, me-rintih, febris (+) dengan suhu 39°C, kulit mengelupas cor/pulmo tak ada kelainan; abdomen kembung (meteori-mus), peristaltik (). Diare cair, warna putih, bising usus (). Diagnosis Neonatus BB lahir cukup bulan dengan sepsis + dermatitis exfoliatif general. Saran pengobatan Infus dekstrose 0.25 in saline = 1516 tts/mnt, injeksi visi-lin = 3 X 150 mg + gentamisin 2 X 75 mg iv. Oral : parasetamol 30 mg tiap kali diperlukan, pasang gastric tube dan bayi dipuasa-kan. Selama perawatan

Page 55: Kegawatdaruratan Pada Kulit

Setelah konsultasi ke lab/UPF Anak, pengobatan diberikan sesuai dengan anjuran dan amoksisilin (oral) dihentikan. Pada hari ke 4, lesi kulit mulai mengering, terutama yang di badan, sedangkan lesi di sekitar mulut masih ada berupa makula eritematosa, erosi dan krustae. Namun keadaan umum penderita tetap lemah, dan bayi bertambah rewel. Pada hari ke 8, hampir seluruh tubuh terbentuk krustae dan erosi terjadi lagi serta deskuamasi luas. Anak mulai sesak nafas dan keadaan umum bertambah lemah serta abdomen masih tetap distended. Pengobatan ditambah pemberian O2dan antibiotika diganti dengan Claforan® intravena. Hari ke 9 tidak ada perbaikan, anak mulai apatis, lesi kulit hampir seluruh tubuh erosif, krustae dan deskuamasi. Pada pukul 10.00 tangga1 20 Mei 1992 (hari ke 10) penderita meninggal dunia. DISKUSI Pada kasus ini diagnosis SSSS ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinis yang khas; pemeriksaan laboratorium yang menyokong adalah hitung lekosit = 9500. Sayang pemeriksaan C-Reactive Protein tak dapat dikerjakan. Gejala-gejala yang khas berupa deskuamasi kulit yang luas terjadi akut terutama di leher, aksila, sekitar mulut dan bokong sampai telapak kaki. Didapatkan pula daerah dengan erosi yang luas (denuded area) dan eritematous. Selain itu masih didapatkan bula dengan dinding kendor pada telapak tangan dan kaki. Sejak pertama datang penderita telah mengalami sepsis, dengan tanda panas tinggi, rewel, menggigil dan sianosis; perut kembung (distended) dan peristaltik usus negatif yang mem-berikan indikasi adanya ileus paralitik. Penderita juga mengalami diare dengan faeces berupa cair-an putih yang menandakan ASI tidak diabsorbsi di usus. Sepsis biasanya diikuti dengan syok (septic shock), dise-babkan oleh bakteriemi basilLbasil gram negatif seperti E. coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus spesies dan Pseudomonas(4). background image Sepsis pada neonatus sering berakibat fatal, oleh karena pada neonatus kemampuan bakterisid dari granulosit masih rendah. Begitu pula fungsi makrofag juga masih belum sem-purna dan derajat komponen sistim komplemen yang memain-kan peranan dalam fagositosis organisme tubuh yang belum terpajan, hanya meningkat sedikit(5)

Page 56: Kegawatdaruratan Pada Kulit

. Penderita ini kelahirannya ditolong dukun dan berlangsung di rumah; kemungkinan sepsis -dapat terjadi akibat kurangnya kebersihan dan sterilitas pada saat persalinan maupun perawatan bayi setelah lahir; sehingga bayi terkena infeksi oleh kuman komensal, seperti Pseudomonas di hidung dan Staphylococcus di umbilikus. Penggunaan antibiotik ampisilin dan gentamisin tidak memberikan respon baik. Sayangnya penggantian dengan Claforan® agak terlambat sehingga penderita meninggal dunia. Penatalaksanaan kasus SSSS dengan sepsis terutama pada neonatus harus lebih hati-hati dan pengobatan secara cepat dan tepat menggunakan antibiotika berspektrum luas untuk bakteri-bakteri gram positif maupun negatif. Hal ini diperlukan untuk mengatasi sepsis sehingga dapat menghindari akibat fatal yang mungkin bisa terjadi. RINGKASAN DAN PENUTUP Telah dilaporkan satu kasus SSSS pada bayi usia 10 hari. Sejak datang penderita telah mengalami sepsis mungkin dise-babkan infeksi yang terjadi pada saat persalinan oleh dukun di rumah sendiri. Perawatan dilakukan bersama dengan dokter spesialis anak di Lab/UPF Kulit dan Kelamin RSU Dr. Muwardi Surakarta; sayangnya berakhir dengan kematian pada hari ke 9 oleh karena tidak dapat mengatasi sepsisnya. KEPUSTAKAAN 1. Ellias PM, Fritsch PO. Staphylococcal Scalded - Skin syndrome. In: Fitzpatrick;s et al (eds) Dermatology in General Medicine, third ed. New York: Mc Graw Hill Books Co. 1987. p. 56771. 2. Djuanda A. Diagnosis dan pengobatan NET, penderita rawat inap, Medika 1991; 17(12): 9826. 3. Maibach HI, My R, Noble W. Bacterial infections of the skin. In: Moschella S, Hurley HJ. (eds) Dermatology, second ed. Vol I, W B Saunders & Co, 1985; p. 599642. 4. Petersdorf RG. Septic shock. In: Harrison's Principle of Internal Medicine. Sixth ed. Mc Graw Hill Book Co Ltd 1971; p. 73640