KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK...

104
Nur et al. Keefektifan Limbah Tanaman Brassicaceae 99 J. HPT Tropika ISSN 1411-7525 Vol. 16, No. 2: 99- 106 September 2016 KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK PENGENDALI NEMATODA PURU AKAR (MELOIDOGYNE SPP.) PADA MIKROPLOT DI LAPANGAN Muhammad Jabal Nur 1 , Supramana 2 , & Abdul Munif 2 1 Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Ichsan Gorontalo Jl. Raden Saleh No 17, Gorontalo 2 Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jl. Kamper Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 E-mail: [email protected] ABSTRACT Effectivenes of Brassicaceae plant wastes to control the root knot nematodes (Meloidogyne spp.) at a field microplot scale. Meloidogyne spp. is a soil borne pathogen that infects plant roots and causes root galls. Root knot nematodes can reduce crop production by 15 to 95%, so that the control measures are needed. One of the control methods is using plants as biofumigant. Plants of the family Brassicaceae were reported contain glucosinolate (GSL). During decomposition, GSL is hydrolized to isothiocyanates (ITS) which is a highly toxic compound to soil organisms, including nematodes. The research objective was to determine the effectiveness of five Brassicaceous plant wastes, namely cabbage (B. oleracea var capitata), radish (Raphanus sativus), broccoli (B. oleracea var italica), chinese cabbage (B. chinensis) and pakcoy (B. rapa var parachinensis) to suppress root knot nematodes (RKN). The experiment was conducted on microplot scale in the field. The experimental design used was a 4x5 factorial CRD. The first factors are waste of Brassica and the second factors are the amount of Brassica wastes per microplot. The experiments were made in 6 replications. Application of 5 Brassica plant wastes at all doses tested effectively reduced the number of root knot by 45.65% to 94.43% and increased the average number of tomato fruits. Tomato plants grew better at microplots when treated with chinese cabbage and pakcoy wastes. Key words: biofumigant, glucosinolates, isothiocyanates, tomatoes ABSTRAK Keefektifan tanaman limbah Brassicaceae sebagai pengendali nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada skala mikroplot di lapangan. Meloidogyne spp. merupakan salah satu patogen tular tanah yang menyerang bagian akar dengan menimbulkan gejala puru. Nematoda puru akar dapat menurunkan produksi 15 sampai 95 % sehingga diperlukan upaya pengendalian. Salah satu upaya pengendalian adalah dengan menggunakan tanaman sebagai biofumigan. Tanaman dari famili Brassicaceae dilaporkan dapat digunakan sebagai biofumigan karena mengandung glukosinolat (GSL). Hidrolisis glukosinolat menghasilkan senyawa isothiosianat (ITS) yang sangat toksik terhadap organisme tanah termasuk nematoda. Tujuan penelitian ialah mengetahui keefektifan lima jenis limbah Brassica, yaitu kubis (B. oleracea var capitata), lobak (Raphanus sativus), brokoli (B. oleracea var italica), sawi putih (B. chinensis) dan pakcoy (B. rapa var parachinensis) dalam menekan nematoda puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL faktorial. Faktor pertama adalah lima jenis limbah Brassica (brokoli, kubis, pakcoy, lobak, dan sawi putih) dan faktor kedua adalah dosis limbah Brassica per mikroplot, mulsa dan tanpa mulsa. Percobaan dibuat dalam 6 ulangan. Aplikasi 5 jenis limbah Brassica pada semua dosis yang diuji, efektif menurunkan jumlah puru akar 45,65 - 94,43 % dan meningkatkan jumlah buah tomat. Pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik pada mikroplot dengan perlakuan limbah pakcoy dan sawi putih. Kata kunci: biofumigan, glukosinolat, isotiosianat, tomat PENDAHULUAN Nematoda parasit tumbuhan merupakan patogen tular tanah yang menyerang jaringan akar dan sebagian besar siklus hidupnya berada di dalam tanah. Monfort et al. (2007) melaporkan bahwa spesies-spesies nematoda yang menyerang tanaman sayuran, antara lain Meloidogyne spp. , Rotylenchulus reniformis, Pratylenchus thornei, Belonolaimus longicaudatus, dan Paratrichodorus. Meloidogyne spp. yang dikenal dengan nematoda puru akar (NPA) menimbulkan gejala puru akar pada tanaman dan bersifat sebagai endoparasit menetap. Tanaman yang terinfeksi berat oleh NPA dapat menyebabkan sistem perakaran mengalami disfungsi

Transcript of KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK...

Page 1: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Nur et al. Keefektifan Limbah Tanaman Brassicaceae 99 J. HPT Tropika ISSN 1411-7525

Vol. 16, No. 2: 99- 106 September 2016

KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAEUNTUK PENGENDALI NEMATODA PURU AKAR (MELOIDOGYNE SPP.)

PADA MIKROPLOT DI LAPANGAN

Muhammad Jabal Nur1, Supramana2, & Abdul Munif2

1Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Ichsan GorontaloJl. Raden Saleh No 17, Gorontalo

2Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian BogorJl. Kamper Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Effectivenes of Brassicaceae plant wastes to control the root knot nematodes (Meloidogyne spp.) at a field microplotscale. Meloidogyne spp. is a soil borne pathogen that infects plant roots and causes root galls. Root knot nematodes canreduce crop production by 15 to 95%, so that the control measures are needed. One of the control methods is using plantsas biofumigant. Plants of the family Brassicaceae were reported contain glucosinolate (GSL). During decomposition, GSL ishydrolized to isothiocyanates (ITS) which is a highly toxic compound to soil organisms, including nematodes. The researchobjective was to determine the effectiveness of five Brassicaceous plant wastes, namely cabbage (B. oleracea var capitata),radish (Raphanus sativus), broccoli (B. oleracea var italica), chinese cabbage (B. chinensis) and pakcoy (B. rapa varparachinensis) to suppress root knot nematodes (RKN). The experiment was conducted on microplot scale in the field. Theexperimental design used was a 4x5 factorial CRD. The first factors are waste of Brassica and the second factors are theamount of Brassica wastes per microplot. The experiments were made in 6 replications. Application of 5 Brassica plant wastesat all doses tested effectively reduced the number of root knot by 45.65% to 94.43% and increased the average number oftomato fruits. Tomato plants grew better at microplots when treated with chinese cabbage and pakcoy wastes.

Key words: biofumigant, glucosinolates, isothiocyanates, tomatoes

ABSTRAK

Keefektifan tanaman limbah Brassicaceae sebagai pengendali nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada skalamikroplot di lapangan. Meloidogyne spp. merupakan salah satu patogen tular tanah yang menyerang bagian akar denganmenimbulkan gejala puru. Nematoda puru akar dapat menurunkan produksi 15 sampai 95 % sehingga diperlukan upayapengendalian. Salah satu upaya pengendalian adalah dengan menggunakan tanaman sebagai biofumigan. Tanaman dari familiBrassicaceae dilaporkan dapat digunakan sebagai biofumigan karena mengandung glukosinolat (GSL). Hidrolisis glukosinolatmenghasilkan senyawa isothiosianat (ITS) yang sangat toksik terhadap organisme tanah termasuk nematoda. Tujuan penelitianialah mengetahui keefektifan lima jenis limbah Brassica, yaitu kubis (B. oleracea var capitata), lobak (Raphanus sativus),brokoli (B. oleracea var italica), sawi putih (B. chinensis) dan pakcoy (B. rapa var parachinensis) dalam menekan nematodapuru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL faktorial. Faktorpertama adalah lima jenis limbah Brassica (brokoli, kubis, pakcoy, lobak, dan sawi putih) dan faktor kedua adalah dosis limbahBrassica per mikroplot, mulsa dan tanpa mulsa. Percobaan dibuat dalam 6 ulangan. Aplikasi 5 jenis limbah Brassica padasemua dosis yang diuji, efektif menurunkan jumlah puru akar 45,65 - 94,43 % dan meningkatkan jumlah buah tomat. Pertumbuhantinggi tanaman lebih baik pada mikroplot dengan perlakuan limbah pakcoy dan sawi putih.

Kata kunci: biofumigan, glukosinolat, isotiosianat, tomat

PENDAHULUAN

Nematoda parasit tumbuhan merupakan patogentular tanah yang menyerang jaringan akar dan sebagianbesar siklus hidupnya berada di dalam tanah. Monfortet al. (2007) melaporkan bahwa spesies-spesiesnematoda yang menyerang tanaman sayuran, antara lain

Meloidogyne spp. , Rotylenchulus reniformis,Pratylenchus thornei, Belonolaimus longicaudatus, danParatrichodorus. Meloidogyne spp. yang dikenal dengannematoda puru akar (NPA) menimbulkan gejala puruakar pada tanaman dan bersifat sebagai endoparasitmenetap. Tanaman yang terinfeksi berat oleh NPA dapatmenyebabkan sistem perakaran mengalami disfungsi

Page 2: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

100 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 99 - 106

secara total. Pembentukan akar baru hampir tidak terjadidan fungsi perakaran terhambat dalam menyerap danmenyalurkan air dan unsur hara ke seluruh bagiantanaman (Davis et al., 2005).

Kerugian yang disebabkan oleh nematoda puruakar di seluruh dunia pada 21 jenis tanaman pentingbernilai lebih dari 77 miliar dolar AS setiap tahun(Mulyadi, 2009). Kehilangan hasil akibat serangan NPAdi Indonesia belum dapat dilaporkan, karena datakerusakan masih bersifat parsial yaitu hanya berdasarkanhasil penelitian di rumah kaca dan lapangan dalam luasanyang terbatas. Kurniawan (2010) melaporkan bahwakehilangan hasil akibat infeksi NPA pada wortel di Cipanasmencapai 15 sampai 95%, dan bahkan bisa menyebabkangagal panen.

Serangan NPA perlu diantisipasi sebelummengakibatkan kerugian yang lebih besar. Pengendaliannematoda ini dapat dilakukan dengan fumigasimenggunakan metil bromida. Namun penggunaanfumigan ini memberikan dampak negatif yang lebihbesar khususnya dalam bidang pertanian. Metil bromidatermasuk salah satu senyawa perusak ozon, sehinggadilarang penggunaannya di dunia berdasarkankesepakatan Montreal Protocol tahun 2000, dan metilbromida harus dimusnahkan di seluruh dunia pada tahun2015 (Sarma & Bankobeza 2000). Di Indonesia,pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan No.24/M-Dag/PER/6/2006 memutuskan bahwa mulaitanggal 1 Januari 2008, penggunaan metil bromidadilarang, kecuali untuk tujuan karantina danprapengapalan. Sampai saat ini belum ada senyawa yangdapat menggantikan metil bromida sebagai fumigan untukmengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT)dalam tanah. Salah satu tindakan pengendalian alternatifyang dapat diterapkan adalah dengan biofumigasi yangramah lingkungan dari limbah Brassica. Menurut Rosya(2015) biofumigan asal limbah Brassica efektif menekanNPA tanaman tomat 90-100% pada percobaan di rumahkaca.

Tanaman Brassica dapat berfungsi sebagaibiofumigan karena mengandung glukosinolat (GSL).Glukosinolat mengandung nitrogen (N) dan belerang/sulfur (S) hasil dari metabolisme sekunder tanaman.Proses hidrolisis glukosinolat terjadi jika senyawa inikontak dengan enzim myrosinase dan tersedia air yangcukup. Kontak antara glukosinolat dengan myrosinaseterjadi jika jaringan tanaman robek. Hidrolisisglukosinolat menghasilkan senyawa isothiosianat (ITS)yang merupakan senyawa sangat toksik sehingga dapatdigunakan sebagai biofumigan (Rosita & Hartati, 2012).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifanlimbah Brassica sebagai biofumigasi untuk

mengendalikan Meloidogyne spp. pada tanaman tomatpada skala mikroplot di lapangan.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan diLaboratorium Nematologi Tumbuhan DepartemenProteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut PertanianBogor, dan Kebun Percobaan IPB Pasir Sarongge diDesa Ciputri Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur,bulan Februari sampai Agustus 2015.

Penyiapan Mikroplot. Mikroplot dibuat dengan ukuran1 x 1 m dengan tinggi 20 cm, dan jarak antar mikroplot50 cm. Pengolahan dilakukan dengan pembalikan tanahmenggunakan cangkul dan membersihkan sisa tanamansehingga tidak menghalangi penyebaran gas isothiosianat(ITS) dalam tanah. Untuk menentukan bobot tanahdalam satu mikroplot, tanah dimasukkan ke dalam karungkemudian ditimbang dengan menggunakan timbangangantung.

Penyiapan Limbah Brassica dan TanamanIndikator. Limbah Brassica (kubis, lobak, brokoli, sawiputih, dan pakcoy) diperoleh dari sisa panen pada lahanpetani. Limbah Brassica dicacah dengan ukuran ± 1cm dan siap untuk diaplikasikan ke tanah yang telahterinfestasi nematoda. Tanaman indikator yangdigunakan adalah tanaman tomat varietas Permata.

Rancangan Percobaan. Perancangan percobaan yangdigunakan adalah perancangan faktorial 5x4 dalamrancangan acak lengkap. Faktor pertama yaitu lima jenislimbah Brassica terdiri dari kubis, lobak, brokoli, sawiputih, dan pakcoy. Faktor kedua yaitu dosis limbahBrassica terdiri dari 4 taraf yaitu 0,5 kg, 1 kg limbahtiap 5 kg tanah, tanpa limbah ditutup mulsa plastik (0+m),dan kontrol tanpa limbah tidak ditutup mulsa plastik (0).Dengan demikian terdapat 20 kombinasi perlakuandengan 6 ulangan sehingga terdapat 120 unit percobaan.

Uji Biofumigasi terhadap Nematoda Puru Akar(NPA). Limbah Brassica dicampurkan dengan tanahyang sudah diolah pada mikroplot. Pencampurandilakukan dengan meletakkan limbah Brassica yangtelah dicacah di atas tanah, kemudian limbah ditutupdengan tanah sambil diaduk menggunakan cangkul.Setelah itu, mikroplot dibiarkan terbuka selama 1 hariagar terkena air hujan, selanjutnya ditutup menggunakanmulsa plastik selama 2 minggu supaya proses biofumigasiberlangsung di dalam tanah.

Page 3: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Nur et al. Keefektifan Limbah Tanaman Brassicaceae 101

Keefektifan Biofumigasi. Sampel tanah diambil darisetiap mikroplot sebanyak 400 ml pada 25 titik denganmenggunakan ring sampel berdiameter 16 mm. Ringsampel ditancapkan kedalam tanah dengan kedalaman18-25 cm. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengancara yang sama baik sebelum dan sesudah biofumigasi.Sampel tanah diambil setelah diberikan perlakuan limbahBrassica pada hari ke sepuluh. Sampel tanah yang telahdiambil dicampur merata dan dibagi 2, 100 ml untukekstraksi nematoda dengan metode flotasi-sentrifugasidan 300 ml dimasukkan dalam polibag dan ditanamitomat varietas Permata berumur 4 minggu sebagaitanaman perangkap. Setelah berumur 2 minggu setelahtanam, tanaman tomat dicabut untuk dihitung jumlahpuru yang terbentuk. Mikroplot setelah biofumigasiditanami tomat varietas Permata berumur 4 minggu.Jumlah tanaman dalam setiap mikroplot sebanyak 4tanaman tomat dengan varietas yang sama. Keefektifanbiofumigasi ditentukan dengan cara penghitungannematoda parasit tumbuhan (NPT) dan jumlah puru akartomat dari tanah sebelum (Po) dan setelah (Pt) perlakuanberdasarkan rumus Abbott (1925).

dengan:Po = jumlah NPT atau jumlah puru sebelum perlakuanPt = jumlah NPT atau jumlah puru setelah perlakuan

Ekstraksi Nematoda. Ekstraksi nematoda dari sampeltanah dilakukan dengan metode flotasi-sentrifugasi.Sampel tanah sebanyak 100 g dimasukkan ke dalamember dan ditambahkan 800 ml air, kemudian diaduksampai larut dan dibiarkan selama 20-30 detik agar tanahmengendap dan nematoda melayang di atas permukaanair. Setelah itu suspensi dituang ke dalam saringandengan ukuran 50 mesh dan 400 mesh di bagian bawahyang disusun dengan posisi miring 30 derajat. Partikeltanah dan nematoda yang tertampung pada saringanterakhir dimasukkan ke dalam tabung sentrifus denganmenyemprot air dari belakang saringan secara berlahan,kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1700 rpmselama 5 menit. Supernatan dalam tabung dibuangsedangkan endapan dari pertikel tanah dan nematodadisuspensikan dalam larutan gula 40% dan disentrifugasikembali selama 1 menit dengan kecepatan 1700 rpm.Supernatan dituang pada saringan 400 mesh dan endapantanah dibuang. Nematoda yang tertahan dalam saringandipindahkan ke dalam cawan sirakus untuk dilakukanperhitungan nematoda dengan bantuan mikroskopcahaya.

Identifikasi Pola Perineal (Perineal Pattern).Identifikasi dilakukan untuk mengetahui spesies-spesiesMeloidogyne spp. pada akar tanaman. Akar yangterserang dicuci, kemudian dibedah dengan jarum bedahdibawah mikroskop cahaya untuk memperolehnematoda betina dewasa. Bagian anterior dan posteriornematoda betina dewasa dipotong dengan pisau bedah(skalpel). Bagian posterior dibersihkan dengan asamlaktat 45% kemudian dipindahkan ke objek glass yangtelah ditetesi laktofenol dan menutupnya dengan coverglass. Pinggiran cover glass direkatkan dengan catkuku, kemudian diamati di bawah mikroskop compoundperbesaran 400 kali.

Pengaruh Limbah Brassica terhadap TinggiTanaman. Pengukuran tinggi tanaman tomat dilakukansetelah aplikasi limbah Brassica pada minggu ke-3, 4,dan 5 setelah tanam. Tinggi tanaman yang diukur mulaidari pangkal batang sampai ujung daun.

Pengaruh Limbah terhadap Hasil Tanaman Tomat.Perhitungan jumlah buah tanaman tomat yang telahdipanen pada setiap mikroplot. Pemanenan dilakukanpada minggu ke-12 setelah tanam selama 3 minggu.

Analisis data. Data hasil pengamatan dianalisismenggunakan sidik ragam (ANOVA) dengan programSAS 9.1. Selanjutnya dilakukan uji lanjut selang bergandaDuncan (Duncan Multiple Range Test) dengan = 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keefektifan Limbah Brassica pada NPA dan NPT.Aplikasi lima jenis limbah Brassica yang diuji efektifmenekan populasi nematoda puru akar dan nematodaparasit tumbuhan (Tabel 1 dan Tabel 2). Perlakuanlimbah Brassica dan dosis efektif menekan nematodapuru akar sebesar 45,65- 94,43 % sedangkan pelakuanmulsa 23,47- 50,80 % dan tanpa mulsa 14,03- 50,80 %.Lima jenis limbah Brassica yang terdiri dari brokoli,kubis, lobak, pakcoy, dan sawi putih lebih efektifmenekan nematoda puru akar pada masing-masing dosis0,5 kg dan 1 kg dibandingkan dengan kontrol (0) dantanpa limbah dengan ditutup mulsa (0+m). Perlakuaninteraksi lima jenis limbah Brassica pada dosis 0,5 kgdan 1 kg tidak ada perbedaaan yang nyata, kecuali padalimbah kubis pada dosis 0,5 kg berbeda dengan limbahlobak dan brokoli begitupun pada dosis 1 kg.

Limbah Brassica dalam menekan nematoda parasittumbuhan (NPT) yaitu pada sawi putih dengan dosis0,5 kg (75,11%) dan 1 kg (80,27%) tidak berbeda nyata

%1000

0PnKeefektifa

PtP

Page 4: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

102 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 99 - 106

dengan 0+m (46,57%) sedangkan kontrol (21,68%)berbeda nyata, pada pakcoy dosis 0,5 kg (43,14%) dan1 kg (69,49%) tidak berbeda nyata dengan 0+m(50,23%) sedangkan kontrol (39,30%) berbeda nyata,pada kubis dengan dosis 0,5 kg (69,07%), 1 kg (63,33)berbeda nyata dengan 0+m (50,23%), sedangkan kontrol(39,30%) tidak berbeda nyata. Ini memperlihatkan bahwaperlakuan dosis limbah sawi putih dan pakcoy lebih baikdibandingkan dengan kontrol sedangkan 0+m tidak lebihbaik dalam menurunkan populasi NPT. Perlakuan limbahkubis lebih baik dalam menurunkan NPT dibandingkandengan 0+m sedangkan pada kontrol tidak lebih baikpada dosis 0,5 dan 1 kg. Keefektifan menurunkanpopulasi nematoda yang berbeda karena dipengaruhioleh kandungan GSL dalam tanaman Brassica, iklim,kecepatan rusaknya jaringan tanaman dan air.Terbentuknya puru akar menandakan adanya infeksi olehNPA (Meloidogyne sp.), bentuk puru dapat dilihat padaGambar 1. Hasil ekstraksi dan identifikasi nematodaparasit tumbuhan dari tanah adalah Meloidogyne spp.,Rotylenchus, Pratylenchus, Belonolaimus sp.,Criconemoides sp., dan Helicotylenchus sp.

Menurunnya puru akar disebabkan adanya efekbiofumigasi dari perlakuan limbah Brassica. MenurutYulianti (2009), tanaman Brassica menghasilkanmetabolit sekunder berupa senyawa glukosinolat.Hidrolisis senyawa glukosinolat oleh enzim mirosinasemenghasilkan senyawa isotiosianat yang berperansebagai biofumigan yang dapat mematikan nematoda.Hidrolisis glukosinolat terjadi ketika senyawa tersebutkontak dengan enzim mirosinase hingga menyebabkanrusaknya dinding sel tanaman selama maserasi dantersedianya air. Enzim mirosinase dihasilkan oleh sel-sel mirosin yang letaknya terpisah dari vakuola yangmengandung GSL (Bones & Iversen, 1985). Hasilhidrolisis senyawa GSL adalah senyawa-senyawa yangbersifat volatil maupun tidak. Senyawa-senyawa yangdihasilkan bergantung pada suhu, pH, dan kadar air tanah(Yulianti, 2009). Menurut Das et al. (2000) konsentrasiglukosinolat dalam tanaman tergantung faktor kondisilahan, iklim, dan praktek agronomi.

Ketersediaan air menjaga senyawa isotiosianatagar tidak menguap sehingga tertahan dalam tanah. Olehkarena itu, penyiraman sangat penting pada proses

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada ujiDuncan taraf 5%.

Tabel 1. Keefektifan 5 jenis limbah Brassica sebagai biofumigan terhadap nematoda puru akar (Meloidogyne sp.)pada tanaman tomat pada skala mikroplot di lapangan

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada ujiDuncan taraf 5%.

Dosis Brassica (kg/ 5 kg tanah)

Keefektifan (%) / jenis Brassica

Brokoli Kubis Lobak Pakcoy Sawi putih

0 24,31b 14,03c 14,03c 20,34c 30,80bc

0+mulsa 39,89b 29,87c 46,21b 50,80b 23,47c

0,5 kg+mulsa 79,32a 45,65b 94,43a 72,51ab 57,89ab

1 kg+mulsa 72,40a 77,16a 78,54a 68,15ab 78,34a

Tabel 2. Keefektifan 5 jenis limbah Brassica sebagai biofumigan terhadap nematoda parasit tumbuhan tanamantomat pada skala mikroplot di lapangan

Dosis Brassica (kg/ 5 kg tanah)

Keefektifan (%) / jenis Brassica

Brokoli Kubis Lobak Pakcoy Sawi putih

0 53,45a 43,72ab 55,77a 39,30b 21,68b

0+mulsa 49,46a 33,98b 47,85a 50,23ab 46,57ab

0,5 kg+mulsa 75,41a 69,07a 60,83a 43,14a 75,11a

1 kg+mulsa 47,12a 63,33a 56,40a 69,49a 80,27a

Page 5: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Nur et al. Keefektifan Limbah Tanaman Brassicaceae 103

Gambar 1. (A) Gejala puru akar Meloidogyne sp. (B) Juvenil II betina dewasa

A B

hidrolisis glukosinolat. Menurut Matthiessen (2002) salahsatu faktor yang mempengaruhi proses hidrolisisglukosinolat agar berlangsung optimum adalahketersediaan air dan kecepatan rusaknya jaringantanaman (Kirkegaard et al., 2001). Berdasarkan ujibiofumigasi, senyawa isotiosianat dapat mematikannematoda dalam tanah. Hal ini menyebabkan terjadinyapenurunan jumlah puru akar pada perlakuan limbahBrassica.

Hidrolisis GSL terjadi pada saat pembenaman sisa-sisa tanaman Brassicaceae untuk menghasilkan ITS.Kandungan GSL yang tinggi dalam jaringan tanamanbelum menjamin tingginya kadar ITS yang dihasilkanselama proses hidrolisis dalam tanah. Brown & Morra(2005) menyatakan bahwa tingkat kelarutan ITS dalamair berpengaruh terhadap tingkat toksisitasnya meskipuntidak mutlak. Tsao et al. (2000) juga melaporkan bahwasenyawa ITS yang terbentuk cenderung lebih stabil padaair yang berada pada permukaan tanah agak dalam.

Nematoda bersifat aerobik aquatik dan hidup dilapisan air dalam pori-pori tanah. Menurut Swibawa &Oktarino (2010) aktivitas nematoda sangat dipengaruhioleh kadar air, oksigen, dan pori-pori tanah. Senyawaisotiosianat larut dalam lapisan air dan mengganggunamatoda dalam memperoleh oksigen. Nematodamemperoleh oksigen secara difusi di permukaan tubuhsehingga pada saat pertukaran gas, ITS akan masuk kedalam tubuh melalui kulit nematoda. ITS akanmengganggu organ tubuh nematoda sehingga mengalamikematian. Menurut Gimsing & Kirkegaard (2006)senyawa ITS menghasilkan senyawa alelokimia yangbersifat toksik. Selain itu, ITS menyebabkan aktivasiprokarsinogen terhambat dengan menginduksi enzim-enzim kuinon reduktase atau glutation S-transfer yangsecara spesifik mendetoksifikasi metabolit-metabolit

ektrofilik yang mampu mengubah struktur asam-asamnukleat (Wahyuni, 2014).

Populasi NPA dan nematoda parasit tumbuhan laindi tanah jumlahnya menurun setelah aplikasi limbahBrassica. Turunnya populasi nematoda disebabkanadanya kandungan ITS yang terdapat pada limbahBrassica yang digunakan. Banyaknya kandungan ITSdalam Brassica tergantung dari umur tanaman Brassica,iklim, dan nutrisi yang ada dalam tanah. Menurut Yulianti(2009), ITS terdapat pada seluruh bagian tanaman, mulaidari akar, batang, daun, bunga sampai biji. Satu jenistanaman Brassica biasanya mengandung lebih dari satumacam GSL. Kandungan GSL dalam tanamanbergantung pada jenis jaringan tanaman, umur tanaman,kesehatan tanaman, dan tingkat nutrisi tanaman.

Salah satu faktor yang mempengaruhiterbentuknya isotiosianat sebagai biofumigan adalahsuhu. Peningkatan suhu setelah perlakuan limbahBrassica menghasilkan senyawa isotiosianat lebih stabildi dalam tanah. Menurut Rask et al. (2000) peningkatansuhu ketika dilakukan penutupan tanah berpengaruhterhadap stabilitas senyawa isotiosianat. Kelompokalifatik dan aromatik yang dihasilkan isotiosianat,bergantung pada suhu, pH dan kadar air tanah. MenurutPerez et al. (2005), dibutuhkan suhu tanah dan waktutertentu untuk mencapai pengendalian yang optimum.Suhu yang meningkat setelah perlakuan limbahBrassica, akan mempengaruhi aktivitas nematoda danmenstabilkan senyawa isotiosianat. Menurut Rosya(2015), perlakuan limbah Brassica dapat menaikkansuhu pada pot 4-6 oC.

Keefektifan limbah Brassica sangat dipengaruhioleh lamanya isotiosianat tersimpan dalam tanah.Menurut Gimsing & Kirkegaard (2006), isotiosianatmasih bisa dideteksi 8-12 hari setelah perlakuan dengan

Page 6: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

104 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 99 - 106

efisiensi pelepasan 26-56 %. Pada saat konsentrasi ITSdi dalam tanah sangat rendah atau tidak bisa dideteksilagi, sisa-sisa tanaman menyediakan nutrisi bagimikroorganisme dekomposer yang juga bisa berperansebagai antagonis (Yulianti, 2005). Tingkat penekananpertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi olehkonsentarasi dan jenis ITS yang dihasilkan.

Pengaruh limbah Brassica terhadap Tinggi Tanaman.Tanaman tomat yang diberikan perlakuan limbah lobakmemperlihatkan pertumbuhan lebih baik dibandingkandengan limbah Brassica yang lainnya (Gambar 2).Pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik pada penggunaanlimbah Brassica dibandingkan dengan dengan kontrol(0) dan kontrol dengan mulsa (0+m).

Limbah Brassica efektif menekan nematoda danmeningkatkan pertumbuhan tanaman tomat. LimbahBrassica yang terurai akan menghasilkan nitrogen untukpertumbuhan tanaman dan ITS yang bersifat sebagaitoksin terhadap nematoda. ITS menurunkan populasinematoda parasit tumbuhan di dalam tanah. Pada kondisipopulasi nematoda yang rendah pertumbuhan tanamanakan lebih baik, karena nematoda ini bersifatmengganggu dan merusak akar tanaman yang berfungsimengambil unsur hara dan air dari dalam tanah. Selainitu, limbah Brassica akan memperbaiki struktur tanah,meningkatkan unsur hara (N, P, K), dan meningkatkanaktivitas mikroba tanah yang bermanfaat. Penambahanlimbah Brassica pada pembuatan pupuk cair dapatmeningkatkan kandungan N, P, K, dan S (Rinaldi et al.,2015).

Pemberian limbah Brassica pada tanaman tomatyang mengandung nitogen akan mempercepat sintesisasam amino dan protein sehingga mempercepatpertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitianRahmah et al. (2014) yang mengatakan bahwa limbahBrassica mengandung unsur nitrogen yang berperanpenting dalam setiap proses metabolisme tanaman, yaitudalam sintesis asam amino dan protein dari ion-ionammonium serta berperan dalam memelihara tekananturgor dengan baik. Senyawa-senyawa hasil fotosintesisdisimpan dalam bentuk senyawa organik yang kemudiandibebaskan dalam bentuk ATP untuk pertumbuhantanaman. Asam humat, asam fulfat serta zat pengaturtumbuh yang terkandung dalam pupuk organik cair akanmendukung dan mempercepat pertumbuhan tanaman.

Produksi Tanaman Tomat. Lima jenis limbah Brassicayang digunakan memberikan pengaruh terhadap hasilproduksi buah tomat (Tabel 3). Pada perlakuan limbahBrassica dengan dosis 0,5 kg dan 1 kg meningkatkanhasil produksi tomat yaitu 48 - 64 buah / mikroplotdibandingkan perlakuan dengan menggunakan mulsatanpa limbah dan kontrol dengan produksi yaitu 27 - 46buah/ mikroplot. Peningkatan produksi buah tanamantomat ini karena aplikasi bahan organik yang menandungITS menurunkan populasi nematoda parasit tumbuhandan meningkatkan unsur hara bagi tanaman. Bahanorganik ini akan memacu pembelahan dan perpanjangansel, memacu metabolisme dan menyediakan hormonpertumbuhan tanaman. Unsur hara yang terkandungdalam bahan organik akan meningkatkan aktivitas

Gambar 2. Pengaruh tingkat dosis 5 jenis limbah Brassica terhadap tinggi tanaman tomat pada pengamatan 3, 4,5 minggu setelah tanam

Tinggi tanaman (cm)

3 4 5

Page 7: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Nur et al. Keefektifan Limbah Tanaman Brassicaceae 105

fotosintesis sehingga meningkatkan kerbohidrat sebagaicadangan makanan. Kandungan bahan organik darilimbah Brassica akan mempengaruhi ZPT seperti auksin,giberelin, asam salisilat, untuk meransang pembungaanpada tanaman tomat sehingga bisa mempercepatpembuahan.

Nematoda puru akar yang menyerang tanamantomat adalah Meloidogyne incognita. M. incognitaberhasil diidentifikasi berdasarkan morfologi pola perinealseperti pada Gambar 3. Pola perenial M. incognitasangat khas berupa lengkungan dorsal yang tinggi danmenyempit, sedangkan pada bagian luarnya sedikitmelebar dan agak mendatar, pola striasinya terlihatkasar, bergelombang, tidak memiliki garis lateral.

SIMPULAN

Biofumigasi menggunakan sisa tanaman kubis,lobak, brokoli, sawi putih dan pakcoy pada dosis 0,5 kgdan 1 kg per 5 kg tanah efektif menurunkan jumlahpuru akar (Meloidogyne incognita) pada skalamikroplot di lapangan. Aplikasi sisa tanaman

Gambar 3. Pola perineal Meloidogyne incognita (mikroskop cahaya perbesaran 400x)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott WS. 1925. A method of computing theeffectiveness of insecticide. J. Econ. Entomol.18(2): 265–267.

Bones A & Iversen TH. 1985. Myrosin cells andmyrosinase. Israel J. Bot. 34(2-4): 351–376.

Brown J & Morra MJ. 2005. GlucosinolateContaining Seed Meal as a Soil Amendmentto Control Plant Pest. National RenewableEnergy Laboratory, University of Idaho. Moscow.Idaho (RU).

Brassicaceae tersebut meningkatkan pertumbuhantanaman dan jumlah buah tomat per mikroplot.

SANWACANA

Penelitian ini sebagian menggunakan biayapenelitian yang diberikan Direktorat Jendral PendidikaTinggi, Indonesia (DIKTI) melalui program beasiswapendidikan pascasarjana dalam negeri (BPPDN).

Tabel 3. Jumlah buah tomat per mikroplot pada perlakuan biofumigan 5 jenis limbah tanaman Brassica padabeberapa tingkat dosis

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada ujiDuncan taraf 5%.

Dosis Brassica (kg/ 5 kg tanah)

Jenis Brassica

Brokoli Kubis Lobak Pakcoy Sawi putih

0 42,17b 33,83b 27,33b 29,33b 29,33b

0+mulsa 36,50b 31,50b 45,50b 29,83b 32,50b

0,5 kg+mulsa 58,67a 52,50a 55,50a 61,17a 54,50a

1 kg+mulsa 61,83a 63,83a 63,83a 47,83a 54,83a

Page 8: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

106 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 99 - 106

Das S, Tyagi AK, & Kaur H. 2000. Cencer modulationby glucosinolates: A review. Carrent Sci. 79 (12):1665–1671.

Davis M, Sorensen E, & Nunez J. 2005. Crop Profilefor Carrots in the United States. http://p e s t d a t a . n c s u . e d u / c r o p p r o f i l e s /Details.CFM?FactSheets_RecordID=167.Diakses tanggal 18 April 2016.

Gimsing AL & Kirkegard JA. 2006. Glucosinolate andisothiocyanate concentration in soil followingincorporation of Brassica biofumigants. Soil Biol.& Biochem. 38(8): 2255–2264.

Kirkegaard JA, Wong PT, & Desmarchelier JM. 2001.In vitro supression of fungal root pathogens ofcereals by Brassica tissues. Plant Pathol. 45:593–603.

Kurniawan W. 2010. Identifikasi penyakit umbibercabang pada wortel, Daucus carota (L.) diIndonesia [tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Matthiessen J. 2002. Plant maceration and moisture holdthe key to biofumigation success. CSIRO Bulletin:Biofumigation update: Horticulture 15: 1–2.

Mulyadi. 2009. Nematologi Pertanian. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Monfort WS, Csinos AS, Desaeger J, Seebold K,Webster TM, & Perez JC. 2007. EvaluatingBrassica species as an alternative controlmeasure for root-knot nematode (M. incognita)in Georgia vegetable plastic culture. Crop Prot.26: 1359–1368.

Lopez-Perez JA, Roubtsova T, & Ploeg A. 2005. Effectof three plant residues and chicken manure usedas biofumigants at three temperatures onMeloidogyne incognita infestation of tomato ingreenhouse experiments. J. Nematol. 37(4): 489–494.

Rask L, Andreasson E, EkbomB, Eriksson S,Pontoppidan B, & Meijer J. 2000. Myrosinasegene family evolution and herbivore defense inBrassicaceae. Plant Mol. Biol. 42(1): 93–113.

Rahmah A, Izzati M, & Parman S. 2014. Pengaruhpupuk organik cair berbahan dasar limbah sawiputih (Brassica chinensis L.) terhadappertumbuhan tanaman jagung manis (Zea maysL. var. saccharata). Buletin Anatomi danFisiologi. 22(1): 65–71.

Rinaldi SH, Kurnani BA, & Sudiarti B, 2015. TheInfluence of Comparative Treatment betweenDairy Cattle Farm Waste and Cabbage (Brassicaoleracea) Waste in Making Liquid Organic onthe N, P and K [Tesis]. Universitas Padjajaran.Bandung.

Rosya A. 2015. The Effectiveness Brassicae Remnantsas Biofumigan in Control Root Knot Nematodes(Meloidogyne spp.) [Tesis]. Institut PertanianBogor. Bogor.

Rosita SM & Hartati SY. 2012. Sawi Tanah sebagaiBiofumigan Jahe. Jurnal Warta PuslitbangPerkebunan 18(3): 11–12.

Sarma KM & Bankobeza GM. 2000. MontrealProtocol that Deplete the Ozon Layer. UnitedNations Environment Programme. UNON Press,Nairobi, Kenya.

Swibawa IG & Oktarino H. 2010. Pengaruh Kadar airTanah Terkontrol terhadap KelimpahanNematoda Parasit Tumbuhan. Dalam: P. S.Teknologi-III (Ed.). Prosiding ilmiah PeranStrategis Sains dan Teknologi dalamMencapai Kemandirian Bangsa. pp. 213–219Bandar Lampung, Lembaga PenelitianUniversitas Lampung. 18-19 Oktober 2010.

Tsao R, Yu Q, Friesen I, Potter J, & Chiba M. 2000.Factors affecting the dissolution and degradationof oriental mustard derived sinigrin and allylisothiocyanate in aqueous media. J. Agric. FoodChem. 48(5): 1898–1902.

Wahyuni SL. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri EkstrakKubis (Brassica oleracea Var.Capitata L.terhadap Bakteri Escherichia coli. Ciputat. UINSyarif Hidayatullah.

Yulianti T. 2005. Persistensi isotiosianat, bahan aktifpestisida nabati dari tanaman Brassicaceae dalamtanah. Dalam: Prosiding Seminar NasionalPestisida Nabati III. Malang. pp. 204–211. BalaiPenelitian Tanaman Tembakau dan serat. Malang.

Yulianti T. 2009. Biofumigan untuk pengendalian patogentular tanah penyebab penyakit tanaman yangramah lingkungan. Jurnal Balai PenelitianTanaman Tembakau dan Serat 3(2): 154–170.

Page 9: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

124 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 124 - 130J. HPT Tropika ISSN 1411-7525Vol. 16, No. 2: 124- 130 September 2016

ISOLASI DAN SELEKSI RIZOBAKTERI YANG BERPOTENSISEBAGAI AGEN PENGENDALI PANTOEA STEWARTII

subsp. STEWARTII PENYEBAB LAYU STEWARTPADA TANAMAN JAGUNG

Haliatur Rahma1, Aprizal Zainal1, & Suryati2

1Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas 2Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas

Kampus Universitas Andalas Limau Manis Padang 25163Email: [email protected]

ABSTRACT

Isolation and selection of rhizobacteria potentially as biocontrol agents against Pantoea stewartii subsp. stewartii causingstewart’s wilt disease in maize. Group of bacteria that colonize plant roots were known as Plant Growth PromotingRhizobacteria (PGPR), in addition to capable of suppressing the development of pathogens also has the ability to improveplant health. This study aims to isolate rhizobacteria from rhizosphere of maize in West Sumatera. Rhizobacteria were characterizedand tested for its ability to suppress the bacteria Pantoea stewartii subsp. stewartii causes stewart wilt’s disease on maize.In this research 15 isolates of rizobacteria potential as biological agent were found, i.e. 6 isolates of the fluorescens bacteriagroup, 5 isolates of non fluorescens bacteria group and 4 isolates of heat-resistant bacteria group.

Key words: fluorescens bacteria, non fluorsecens bacteria, heat-resistant bacteria, Pantoea stewartii subsp. stewartii,PGPR, rhizobacteria

ABSTRAK

Isolasi dan seleksi rizobakteri yang berpotensi sebagai agen pengendali Pantoea stewartii subsp. stewartii penyebablayu stewart pada tanaman jagung. Kelompok bakteri yang mengkolonisasi perakaran tanaman dikenal sebagai Plant GrowthPromoting Rhizobacteria (PGPR) selain mampu menekan perkembangan patogen juga memiliki kemampuan meningkatkankesehatan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi rizobakteri pada daerah perakaran tanaman jagung di KabupatenPadang Pariaman, Pesisir Selatan dan Pasaman Barat, selanjutnya dikarakterisasi dan diuji kemampuannya untuk menekanbakteri Pantoea stewartii subsp. stewartii penyebab penyakit layu stewart pada tanaman jagung. Hasil penelitian menunjukkanhanya 15 isolat rizobakteri yang berpotensi sebagai agen hayati, yaitu 6 isolat dari kelompok bakteri fluorescens, 5 isolatdari kelompok bakteri non fluorescens dan 4 isolat dari kelompok bakteri tahan panas.

Kata kunci: bakteri fluorescens, bakteri non fluorsecens, bakeri tahan panas, Pantoea stewartii subsp. stewartii, PGPR,rizobakteri

PENDAHULUAN

Salah satu penyebab terjadinya penurunanproduksi pada tanaman budidaya adalah gangguanorganisme penganggu tanaman (OPT) terutama darikelompok patogen. Sesuai dengan program pertanianberkelanjutan yang diterapkan di Indonesia maka teknikpengendalian OPT harus mengacu pada PengendalianHama dan Penyakit secara Terpadu (PHT). Salah satukomponen utama dari program PHT adalah pengendalianhayati dengan memanfaatkan agen pengendalian hayatiindigenus, yaitu pengendalian hayati menggunakanmikroorganisme yang berasosiasi secara alami dengan

tanaman inang. Keuntungan penggunaan agen hayatiindigenus antara lain ramah lingkungan,berkesinambungan, kesesuaian ekologis, dan dapatdiintegrasikan dalam program PHT serta dapatdiperbanyak dengan teknologi yang sederhana dan mudahcara aplikasinya. Di samping itu pengendalian hayatimempunyai potensi dapat melindungi tanaman selamasiklus hidupnya, bahkan beberapa jenis mikroorganismemampu menghasilkan hormon tumbuh (Garcia et al.,2003), memfiksasi N (Bai et al., 2003), dan melarutkanP (van Loon et al., 1998).

Sekelompok bakteri yang mengkolonisasi daerahperakaran tanaman yang dikenal sebagai Plant Growth

Page 10: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Rahma et al. Isolasi dan Seleksi Rizobakteri 125

Promoting Rhizobacteria (PGPR)/ Rizobakteri telahbanyak dikembangkan untuk pengendalian penyakittanaman, diantaranya adalah dari kelompokPseudomonas fluorescens dan non fluorescens,bakteri tahan panas yang meliputi Bacillus, Clostridium,selanjutnya bakteri serta bakteri penghasil siderofor danpendegradasi kitin (Baker & Cook, 1974).

Penyakit layu stewart pada tanaman jagungdisebabkan oleh patogen Pantoea stewartii subsp.stewartii. Patogen ini pertama kali ditemukan diSumatera Barat dengan kejadian penyakit 1-15%(Rahma & Armansyah, 2008), Survey penyakit layustewart di Bogor menunjukkan persentase kejadianpenyakit 23,67 – 31,45% (Rahma et al., 2014). Deteksisampel tanaman jagung bergejala penyakit layu stewartdari Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Lampungdengan teknik polymere chain reaction (PCR)menggunakan primer spesifik HRP 1d/HRP 3cmenunjukkan bahwa sampel ini positif terinfeksiPantoea stewartii subsp. stewartii.

Pengendalian penyakit layu stewart di luar negerimasih ditujukan terhadap serangga vektor, pengendalianyang ditujukan terhadap patogen penyebab belum banyakdilaporkan. Penyakit layu stewart termasuk penyakitbaru di Indonesia, oleh karena itu pengendalian penyakitini menjadi penting untuk mencegah terjadinya epidemipenyakit di lapangan. Pengendalian penyakit inimenggunakan bakteri endofit asal akar jagung, benihjagung dan akar rumput ternyata mampu menekanpersentase keparahan penyakit dengan kisaran 48,95 -55,60% (Rahma et al., 2014). Namun menurutRosenblueth & Esperanza (2006) bakteri endofitmempunyai kepadatan populasi lebih rendahdibandingkan dengan bakteri rizosfer atau bakteripatogen, sehingga dibutuhkan alternatif pengendalianmenggunakan rizobakteri yang memiliki populasi dankeragaman yang tinggi di bagian perakaran tanaman.Sejauh ini belum ada laporan pengendalian penyakit inimenggunakan rizobakteri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasirizobakteri dari daerah perakaran tanaman jagung daribeberapa lokasi pertanaman jagung di Sumatera Baratdan seleksi rizobakteri yang mampu menekanpertumbuhan bakteri Pantoea stewartii subsp. stewartiipenyebab penyakit layu stewart pada tanaman jagung.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu. Penelitian dilakukan diLaboratorium Pengendalian Hayati Program StudiAgroekoteknologi Fakultas Pertanian UniversitasAndalas pada bulan Maret-September 2015.

Eksplorasi Isolat Rizobakteri. Rizobakteri diisolasi dari daerah rizosfer tanaman jagung di beberapa lokasi di Sumatera Barat (Pasaman Barat, Padang Pariaman dan Pesisir Selatan). Isolasi rizobakteri dilakukan dengan menggunakan metode pengenceran berseri. Sebanyak 10 g contoh tanah dari perakaran tanaman jagung diencerkan dengan 90 ml air steril yang mengandung 0,85% NaCl dalam tabung erlenmeyer 250 ml. Campuran dalam tabung erlenmeyer dikocok selama 2 jam menggunakan rotary shaker, kemudian dibuat pengenceran berseri hingga 10-7. Untuk mendapatkan koloni bakteri kelompok Pseudomonas berfluoresens sebanyak 100 µl suspensi pengenceran 10-5 - 10-7 disebar ke dalam cawan petri yang telah berisi media King’S B Agar (KBA) menggunakan glass beads steril. Untuk mendapatkan isolat bakteri kelompok Bacillus, suspensi dari pengenceran 10-3 dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80 oC selama 30 menit (Kim et al., 2008), dilanjutkan pengenceran berseri hingga 10-7, sebanyak 100 µl suspensi disebar ke dalam cawan Petri yang telah berisi media tryptic soy agar (TSA) dan diratakan menggunakan glass beads steril, selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam.Pengamatan dilakukan terhadap koloni bakteriyang tumbuh pada masing-masing media. Koloni bakteriyang tumbuh pada media KBA diamati di bawah lampuultraviolet untuk membedakan kelompok bakteriPseudomonas berfluoresens dengan bakteri nonfluorescens. Koloni bakteri dengan karakter berbedayang tumbuh pada media TSA langsung dipindahkanpada media TSA baru hingga diperoleh biakan murni.Kemudian biakan murni tiap isolat yang diperolehdisimpan dalam gliserol 20% pada suhu -20 oC untuksebagai stok dan digunakan dalam tahap pengujianselanjutnya.

Seleksi Isolat Rizobakteri dalam MenekanPertumbuhan Pantoea stewartii subsp. stewartii.Seluruh isolat rizobakteri yang diperoleh diseleksiberdasarkan hasil uji antibakteri terhadap Pantoeastewartii subsp. stewartii BGR28 (Pnss BGR28)(Rahma, 2013). Uji daya hambat terhadap Pnss BGR28dilakukan untuk menyeleksi bakteri rizobakteri yangberpotensi sebagai bakteri antagonis. Pengujiandilakukan pada media TSA dengan metode Difusi KertasCakram-Agar (Madigan et al., 1997). Isolat PnssBGR28 yang berumur 48 jam dengan kerapatan 4,5 x108 sel/ml skala 4 McFarland (Klement et al., 1990)disebar sebanyak 100 µl, pada media TSA. Potongankertas saring (diameter 1 cm) yang telah direndam dalamlarutan mengandung rizobakteri (dengan kerapatan 4,5x 108 sel /ml) berumur 48 jam diletakkan di tengah cawan

Page 11: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

126 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 124 - 130

Petri. Kemudian biakan diinkubasi pada suhu kamarsampai 5 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari denganmelihat pembentukan lingkaran zona bening di sekelilingkertas saring yang menandakan rizobakteri menghambatpertumbuhan (antibiosis) Pnss BGR28. Kemampuanantibiosis bakteri rizobakteri diamati secara deskriptif.

Karakterisasi Isolat RizobakteriUji Pewarnaan Gram. Penentuan sifat Gram

bakteri diuji dengan pewarnaan Gram. Koloni bakteridiambil secara aseptis menggunakan jarum ose dandioleskanmerata di atas gelas objek yang telah ditetesiakuades. Kemudian difiksasi di atas lampu Bunsen,selanjutnya ditetesi dengan larutan crystal violetselama 1 menit. Larutan crystal violet dicuci denganair mengalir dan dikeringkan. Selanjutnya sediaan bakteriditetesi dengan larutan iodine selama 1 menit dan dicucidengan air mengalir dan dikeringkan. Untukmenghilangkan zat warna ditambahkan alkoholselama 30 detik dengan memiringkan gelas objek.Terakhir ditetesi larutan safranin sekitar 15 detik untukmembedakan lebih jelas reaksi tipe Gram bakteri.Bakteri Gram positif akan menunjukkan warna birukehitaman pekat karena menangkap warna crystalviolet sebaliknya bakteri gram negatif berwarna merah(Goto, 1990).

Uji Endospora. Pengujian endospora dilakukanpada isolat bakteri tahan panas. Masing-masing isolatdiambil secara aseptik dengan menggunakan jarum ose.Bakteri dioleskan secara merata pada gelas objek sterildan diberi akuades. Isolat bakteri difiksasi di atas nyalabunsen sampai kering. Preparat ditutup dengan kertasyang mudah menyerap air, kemudian diletakkan diatasair mendidih selanjutnya ditetesi larutan pewarnamalachite green dan didiamkan selama lebih kurang10 menit. Preparat selanjutnya dicuci dengan airmengalir selama 30 detik. Setelah dikeringanginkanselanjutnya ditetesi dengan larutan safranin dandidiamkan selama 1 menit kemudian dibilas dengan airmengalir dan dikeringanginkan. Preparat diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran kuat. Sebagaiindikasi terdapatnya endospora akan berwarna hijau, danbagian sel yang tidak mengandung endospora akanberwarna merah terang (Madigan et al., 1997).

Uji Produksi Siderofor secara Kualitatif.Produksi siderofor dilakukan dengan menggunakanmedia Chrome Azurol Sulfonat (CAS) Agarberdasarkan Husen (2003). Tiap 1 l media CAS Agarterdiri atas empat larutan dengan masing-masingkomposisi sebagai berikut: Larutan (1) berupa larutan

indicator Fe-CAS (komposisi: 10 ml FeCl3.6H2O 1 mMdilarutkan dalam 10 mM HCL; 50 ml larutan CAS (1,21mg/ml) dan 40 ml larutan hexadecyl-trimetylammoniumbromide (HDTMA) 1,82 mg/ml). Larutan (2) merupakanlarutan penyangga dibuat dengan melarutkan 30,40 gpiperazine-N,N-bis[2-ethanesulfolfonic acid](PIPES) ke dalam 750 ml larutan garam (3 g KH2PO4,5 g NaCl, 10 g NH4Cl, 20 mM MgSO4, 1mM CaCl2).Akuades ditambahkan hingga volume larutan mencapai800 ml, pH larutan kemudian diukur dan ditera denganKOH 50% hingga mencapai pH 6,8. Selanjutnyasebanyak 20 g agar-agar ditambahkan ke dalam larutansebelum disterilisasi. Larutan (3) mengandung 2 gglukosa, 2 g manitol dan elemen mikro yang terdiri dari493 mg MgSO4.7H2O, 11 mg MnSO4.H2O, 1,4 mgH3BO3, 0,04 mg CuSO4.5H2O, 1,2 mg ZnSO4.7H2O,dan 1 mg NaMoO4.2H2O, seluruh komponen larutan 3dilarutkan dalam 70 ml akuades. Larutan (4) terdiri atas30 ml 10% (b/v) cassamino acid yang disterilisasidengan menggunakan membran filter berukuran 0,45µm. Medium CAS dibuat dengan mencampurkanlarutan 2 dan 4 pada suhu 50oC setelah disterilisasi,kemudian ditambahkan larutan 3 dan 1 secara perlahan-lahan selanjutnya dilakukan homogenisasi denganmenggunakan batang magnet. Medium CAS memilikiwarna hijau tua. Uji produksi siderofor dilakukan denganmenggoreskan bakteri yang telah diremajakan terlebihdahulu pada media CAS. Isolat yang mampumenghasilkan siderofor ditandai dengan munculnyawarna orange disekitar koloni bakteri.

Uji Reaksi Hipersensitif pada Daun TanamanTembakau. Isolat rizobakteri dengan kerapatan 108 cfu/ml diinfiltrasikan ke bawah permukaan daun tembakau,pengamatan dilakukan terhadap waktu munculnya gejalapertama (jam) berupa munculnya luka nekrosis padapermukaan daun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Isolat Rizobakteri. Hasil isolasirizobakteri dari tiga wilayah pengambilan sampeldiperoleh 179 isolat (Tabel 1). Isolasi bakteri rizobakteridari Kabupaten Padang Pariaman diperoleh 64 isolat,Kabupaten Pesisir Selatan 65 isolat, sementara dariKabupaten Pasaman Barat diperoleh 50 isolat.Rizobakteri yang berhasil diperoleh dibedakanberdasarkan atas tiga kelompok yaitu bakteri nonfluorescens, fluorescens dan bakteri tahan panas.Bakteri nonfluorescens termasuk kelompok rizobakteriyang paling banyak diperoleh yaitu 74 isolat, bakterifluorescens 67 isolat dan bakteri tahan panas 35 isolat.

Page 12: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Rahma et al. Isolasi dan Seleksi Rizobakteri 127

Dari ketiga lokasi pengambilan sampel,Kabupaten Pasaman Barat merupakan daerah penghasiljagung tertinggi di Sumatera Barat, budidaya tanamanjagung di daerah ini dilakukan secara intensif secaramonokultur dan proses penanaman pada umumnya tidakdiawali dengan pengolahan tanah, melainkan langsungmenugal tanah beberapa sentimeter dari tunggul bekaspenanaman musim sebelumnya. Sementara di wilayahKabupaten Padang Pariaman dan Pesisir Selatanpenanaman jagung tidak dilakukan secara intensif sepertidi diawali dengan melakukan pengolahan tanah.Menurut Ehrmann & Ritz (2014) sistem tanamantumpang sari menunjang interaksi antara tanah dantanaman, yang merupakan faktor kunci dalam dinamikahara, kompetisi antar tanaman dan ketahanan terhadappenyakit. Teknik ini didahului dengan pengolahan tanahsehingga mampu mempengaruhi ekologi komunitas(dinamika populasi, epidemiologi, dan peranmikroorganisme dan makroorganisme dalam tanah).Diduga kondisi inilah yang menyebabkan populasirizobakteri di Kabupaten Pasaman Barat lebih rendahbila dibandingkan dengan Padang Pariaman dan PesisirSelatan. Menurut Soesanto (2008), kelimpahan bakteridi daerah rizosfer sangat beragam dan antara satuwilayah dengan wilayah lainnya berbeda-beda.Perbedaaan kelimpahan bakteri dari wilayah yangberbeda dipengaruhi oleh adanya eksudat akar dan

didukung dengan lingkungan di dalam tanah yang akanmempengaruhi interaksi organisme antara mikrobatanah, tanaman dan tanah. Menurut Sutariati & Wahab(2010) keseimbangan antara tanah, tanaman, danlingkungan yang masih terjaga dengan baik, akanmeningkatkan populasi rizobakteri di daerah perakaranyang berperan sebagai biofertilizer dan mampuberperan optimal sebagai pendukung pertumbuhan danperkembangan tanaman. Hal ini dapat ditemukan padawilayah yang menerapkan sistem pertanian tradisionaldan variasi rizobakteri yang diperoleh lebih banyakdibandingkan dengan wilayah yang menerapkan sistempertanian lebih intensif.

Seleksi Rizobakteri Menekan Pertumbuhan Pantoeastewartii subsp. stewartii. Isolasi rizobakteri dariperakaran tanaman jagung berhasil diperoleh bakteri yangmenunjukkan ciri-ciri koloni bulat, berwarna krem, tepikoloni berombak tidak beraturan, permukaan kolonitimbul, koloni yang berpendar bila disinari dengan sinarUV dikelampokkan ke dalam kelompok bakteriberfluorescens, sementara yang tidak berpendardikelompokkan ke dalam bakteri non fluorescens.Sementara dari kelompok bakteri tahan panas memilikiciri-ciri koloni berwarna putih keruh, koloni bulat tidakberaturan dan tepi koloni bergerigi tidak beraturan.

Lokasi pengambilan sampel (Desa/Kec./Kab.)

Kelompok rizobakteri Jumlah isolat Non

Fluorescens Fluorescens Tahan panas

Lubuk Alung Kab. Padang Pariaman 17 14 7 38 Sikabu Kab. Padang Pariamn 13 5 8 26 Jumlah Isolat 30 19 15 64 Balai Selasa Kab. Pesisir Selatan 3 6 4 13 Pasar Baru Kab. Pesisir Selatan 2 9 0 11 Kambang Pesisir Selatan 4 8 4 16 Pelangai Pesisir Selatan 0 4 3 7 Air Haji Pesisir Selatan 11 6 1 18 Jumlah Isolat 16 33 12 65 Ligkuang Aua Pasaman Barat 11 4 0 15 Aua Kuning, Pasaman 2 3 2 7 Kinali, Kinali Pasaman Barat 3 4 1 8 Koto Baru Luhak Nan Duo, Pasaman Barat 4 1 3 8 Kapar, Luhak Nan Duo Pasaman Barat 7 3 2 12 Total Isolat 27 15 8 50 Total Keseluruhan Isolat 74 67 35 179

Tabel 1. Jumlah isolat rizobakteri tanaman jagung dari berbagai lokasi pengambilan sampel di Sumatera Barat

Page 13: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

128 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 124 - 130

Tidak semua rizobakteri yang diisolasi mampumenghasilkan zona bening ketika ditumbuhkan bersama-sama dengan dengan bakteri Pantoea stewartii subsp.stewartii. Zona bening ini menandakan bahwarizobakteri mampu menekan perkembangan Pantoeastewartii subsp. stewartii yang ada disekitar koloninya.Kemampuan rizobakteri menghasilkan zona beningbervariasi dari 0,1 cm hingga 1,5 cm. Tabel 2menunjukkan bahwa dari 49 isolat yang diuji terdapat26 isolat rizobakteri yang memiliki kemampuan dalammenghambat pertumbuhan Pantoea stewartii subsp.stewartii, yaitu 11 isolat bakteri non fluorescens, 9 isolatbakteri fluorescens dan 6 isolat bakteri tahan panas.Menurut Cook & Baker (1996), terjadinya kompetisiterhadap ruang dan nutrisi akan mempengaruhikemampuan penghambatan dari bakteri. Dimana padakompetisi terhadap nutrisi dapat membentuk strukturdormansi berupa endospora yang bersifat resisten padakondisi lingkungan yang buruk. Kemampuan rizobakteridalam menghambat pertumbuhan bakteri patogendisebabkan adanya senyawa aktif berupa antibiotik.Menurut Glick (1995) salah satu mekanisme rizobakterisebagai agens biokontrol yang paling efektif dalammenghambat proliferasi patogen adalah menyintesisantibiotik.

Kemampuan rizobakteri menekan pertumbuhanpatogen juga dipengaruhi oleh kemampuan rizobakteridalam menghasilkan siderofor. Menurut Budzikiewicz(2001) produksi siderofor dihubungkan dengankemampuan rizobakteri berkompetisi dalam perebutanunsur Fe dan menghambat pertumbuhan patogen denganmengeluarkan senyawa antibiotik. Hasil penelitian inijuga menunjukkan bahwa rizobakteri yang mampumenekan pertumbuhan Pantoea stewartii subsp.stewartii juga menghasilkan siderofor (Tabel 2 dan Tabel3). Keuntungan lain yang diperoleh dari bakteri penghasilsiderofor yang dapat menghasilkan antibiotik adalahsenyawa antibiotik tersebut dapat menghambatpertumbuhan patogen pada saat kontak lansung didaerah perakaran tanaman. Hasil pengujian inimenunjukkan bahwa isolat rizobakteri yang mampumenghambat pertumbuhan bakteri patogen Pantoeastewartii subsp. stewartii dapat dijadikan kandidat agensantagonis untuk pengendalian penyakit tersebut.

Karakterisasi Rizobakteri. Rizobakteri yangberpotensi menekan perkembangan bakteri patogenPantoea stewartii subsp. stewartii kemudiandikarakterisasi berdasarkan reaksi gram, ada atautidaknya endospora (untuk bakteri tahan panas) dan

Tabel 2. Hasil seleksi isolat rizobakteri tanaman jagung dalam menekan pertumbuhan bakteri Pantoea stewartiisubsp. stewartii

Bakteri Non Fluorescens

Zona bening Bakteri Fluorescens

Zona bening Bakteri tahan panas Zona bening

LA1Ma6.1 + LA2MK5.2 + LA1Mb6.1 - LA1Ma6.2 - LA2MK6.3 + LA1Mb.7.2 - LA1Ma6.4 - LA2MK7.1 - LA2Mb6.1 - LA2Pa6.1 - LA2MK7.4 - LA2Mb 6.2 + LA2Pa7.2 - SK1MK5 + LA2Mb7.1 ++ LA2Ma5.1 - SK1MK6.2 + LA2Mb7.4 - SK1Ma7 - SK1MK7.3 - PN1b6.1 - SK2Pa6.2 + SK2MK6.1 - PN2b6.2 - PN2a 7.1 ++ SK2MK6.5 - PN2b6.4 - PN3a6.2 ++ SK2PK7.3 - PN5b7.2 ++ PN5a5.1 +++ PN1K6.1 + PSM1b 7. 3 + PN5a5.2 - PN1K7.1 - PSM3b7.1 ++ PSM1a 5. 1 + PN1K7.4 - PSM5b6.2 + PSM1a7.1 + PN2K5.1 + PSM3a5.1 ++ PN2K5.4 ++ PSM3a6.2 ++ PSM2K5. 2 ++ PSM4a5.2 ++ PSM2K7.1 - PSM5a5.2 ++ PSM2K7.2 ++

Page 14: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Rahma et al. Isolasi dan Seleksi Rizobakteri 129

reaksi hipersensitif pada tanaman tembakau. Dari hasilpengujian, seluruh bakteri kelompok fluorescenstermasuk bakteri Gram negatif, sementara kelompokbakteri non fluorescens dan bakteri tahan panastermasuk kedalam kelompok bakteri Gram positif. Hasiluji reaksi hipersensitif menunjukkan bahwa 3 isolat darikelompok bakteri fluorescens yaitu PN1K6.1 (PesisirSelatan) dan PSM2K5.2 dan PSM2K7.2 (PasamanBarat) menunjukkan hasil yang positif. Sementarakelompok bakteri non fluorescens yaitu: isolat PN2a7.1,PN3a6.2, PN5a5.1 (Pesisir Selatan), 3 isolat dariPasaman Barat: PSM3a6.2, PSM4a5.2 dan PSM5a5.2dan satu isolat dari kelompok bakteri tahan panas yaituPSM5b6.2 menunjukkan hasil reaksi hipersensitif yangpositif. Hal ini mengindikasikan bahwa isolat-isolat ini

tidak layak untuk dijadikan sebagai calon agensbiokontrol karena diduga bersifat patogen pada tanaman.Sementara isolat yang menunjukkan hasil reaksihipersensitif negatif dapat dijadikan sebagai calon agensbiokontrol pada tanaman jagung.

SIMPULAN

Penelitian ini telah berhasil mengisolasi rizobakteridari daerah perakaran tanaman jagung di SumateraBarat. Hanya 15 isolat yang layak dijadikan sebagaiagens biokontrol yaitu: 6 isolat bakteri fluorescens, 5isolat bakteri non fluorescens dan 1 isolat bakteri tahanpanas.

Tabel 3. Hasil karakterisasi isolat rizobakteri dari akar tanaman jagung

Kode isolat Asal isolat Reaksi gram

Ada/tidaknya endospora

Uji siderofor

Reaksi hipersensitif

Kelompok fluorescen LA2MK5.2 P.Pariaman -b) td + -d) La2MKB6.3 P.Pariaman - td + - SK1MK5 P.Pariaman - td - - SK1MK6.2 P.Pariaman - td - - PN1K6.1 Pesisir Selatan - td + - PN2K5.1 Pesisir Selatan - td + + PN2K5.4 Pesisir Selatan - td - - PSM2K5. 2 Pasaman Barat - td + + PSM2K7.2 Pasaman Barat - td - +

Kelompok nonfluorescens LA1Ma6.1 P.Pariaman +a) td + +c) SK2Pa6.2 P.Pariaman + td - - PN2a 7.1 Pesisir Selatan + td - + PN3a6.2 Pesisir Selatan + td + + PN5a5.1 Pesisir Selatan + td + + PN5b7.2 Pesisir Selatan + td + - PSM1a 5. 1 Pasaman Barat + td + - PSM1a7.1 Pasaman Barat + td + - PSM3a5.1 Pasaman Barat + td - - PSM3a6.2 Pasaman Barat + td - + PSM4a5.2 Pasaman Barat + td - + PSM5a5.2 Pasaman Barat + td + +

Kelompok tahan panas LA2Mb 6.2 P.Pariaman + ada - - LA2Mb7.1 P.Pariaman + ada - - PSM1b 7. 3 Pasaman Barat + ada + - PSM3b7.1 Pasaman Barat + ada + - PSM5b6.2 Pasaman Barat + tidak ada + +

Page 15: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

130 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 124 - 130

SANWACANA

Terima kasih kepada Direktorat Penelitian danPengabdian kepada Masyarakat, Kementerian RisetTeknologi dan Pendidikan Tinggi, atas bantuan biayapenelitian melalui Penelitian Hibah Bersaing Nomor: 030/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 Tanggal 5 Februari 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Bai Y, Zhou X, & Smith DL. 2003. Enhanced soybeanplant growth resulting from coinoculation ofBacillus strains with Bradyrhizobiumjaponicum. Crop Sci. 43:1774–1781.

Baker KF & Cook RJ. 1974. Biological Control ofPlant Pathogens. W. H. Freeman & Co., SanFrancisco.

Budzikiewicz H. 2001. Siderophore-antibiotic conjugatesused as Trojan horses against Pseudomonasaeruginosa. Curr. Top. Med. Chem. 1(1): 73–82.

Cook RJ & Baker KF. 1996. Biological Control ofPlant Patogen 2nd Ed. Freeman and Co.SanFransisco.

Ehrmann J & Ritz K. 2014. Plant: soil interaction intemperate multi-cropping production system.Plant Soil 376(1): 1–29.

Fahy PC & Hayward AC. 1983. Media and methodsfor isolation and diagnostic test. In: Fahy PC &Persley GJ (Eds.) Plant Bacterial Dieseases. ADiagnostic Guide. pp. 337–378. AcademicPress.

Garcia JAL, Probanza A, Ramos B, & Manero FJG.2003. Effects of three plant growth-promotingrhizobacteria on the growth of seedlings of tomatoand pepper in two differrent sterilized andnonsterilized peats. Arch. Agron. Soil Scie. 49(1):119–127.

Glick BR. 1995. The enhancement of plant-growth byfree-living bacteria. Can. J. Microbiol. 41(2):109–117.

Goto M.1990. Fundamentals of Bacteria PlantPathology. Academic Press, INC. San Diego,New York, Boston, London, Sydney, Tokyo,Toronto.

Husen E. 2003. Screening of soil bacteria for plant growthpromotion activities in vitro. Indo. J. Agric. Sci.4(1): 27–31.

Kim YS, Jang BR, Chung IM, Sang MK, Ku HM, KimKD, & Chun SC. 2008. Enhancement ofbiocontrol activity of antagonisticChryseobacterium strain KJ1R5 by addingcarbon sources against Phytophthora capsici.Plant Pathol. J. 24(2): 164–170.

Klement Z, Rudolph K, & Sands DC. 1990. Methodsin Phytopathology. Akademia Kiado, Budapest.

Madigan MT, Martinko JM, & Parker J. 1997. Biologyof Microorganisms. 8th ed. Prentice Hall College,London.

Rahma H. 2013. Penyakit Layu Stewart (Pantoeastewarii subsp. stewartii) Pada Tanaman Jagungdan Upaya Pengendaliannya.

Rahma H, Sinaga MS, Surahman M, & Giyanto. 2014.First Report of Stewart’s Wilt of Maize Cause byPantoea stewartii subsp. stewartii in BogorDistrict Indonesia. J. ISSAAS 20(2): 131–141.

Rahma H & Armansyah. 2008. Penyebaran PenyakitStewart oleh Bakteri Pantoea stewartii SebagaiPenyakit Baru pada Tanaman Jagung (Zea Mays)Studi Kasus di Sumatera Barat. Penelitian DosenMuda. DP2M DIKTI No 005/SP2H/PP/DP2M/III/2008.

Rosenblueth M & Esperanza MR. 2006. Bacterialendophytes and their interactions with hosts. Mol.Plant Microbe Interac. 19(8): 827–837

Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian HayatiPenyakit Tanaman. PT Raja Rafindo Persada.Jakarta.

Sutariati GAK & Wahab A. 2010. Isolasi dan ujikemampuan rizobakteri Indigenous sebagaiagensia pengendali hayati penyakit pada tanamancabai. J. Hort. 20(1): 86–95.

Van Loon LC, Bakker PAHM, & Pieterse CMJ. 1998.Systemic resistance induced by rhizospherebacteria. Ann. Rev. Phytopathol. 36: 453–483.

Page 16: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Resti et al. Aktivitas Peroksidase Bawang Merah 131 J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525

Vol. 16, No. 2: 131 – 137, September 2016

AKTIVITAS ENZIM PEROKSIDASE BAWANG MERAHYANG DIINTRODUKSI DENGAN BAKTERI ENDOFIT

DAN TAHAN TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI(XANTHOMONAS AXONOPODIS PV. ALLII)

Zurai Resti1, Trimurti Habazar1, Deddi Prima Putra2, & Nasrun3

1Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas2Fakultas Farmasi Universitas AndalasKampus Unand Limau Manis, Padang

3Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Laing, SolokE-mail: [email protected]

ABSTRACT

Peroxidase enzyme activity of the introduced shallots with endophytic bacteria and resistant to bacterial leaf blight(Xanthomonas axonopodis pv. allii). Bacterial leaf blight caused by Xanthomonas axonopodis pv. allii is an important diseasein shallots. We have earned six isolates of endophytic bacteria, which have the ability to induce systemically resistance toshallots. One mechanism in induce resistance in plants is a change in the plant defense enzyme activity such as peroxidase.The purpose of this study was to calculate the peroxidase enzyme activity of shallots crop is being introduced with endophyticbacteria and is able to induce resistance to Xanthomonas axonopodis pv. allii. This research was conducted by introducingsix isolates of endophytic bacteria on shallot bulbs and planted in greenhouse. Shallots crop that was 14 days old theninoculated with the bacterium Xanthomonas axonopodis pv. allii and incubated until symptoms appear. Peroxidase enzymeactivity was calculated on the roots and leaves of shallots are 0, 1, 2, 4, 6, 8, 10, 15, and 30 days after inoculation (dai). Theresults showed an increase in the peroxidase enzyme activity of shallots crop is being introduced by endophytic bacteriacompared to the control. Isolates ULG1E2 (Serratia marcescens PPM4) was isolate with the highest peroxidase enzymeactivity both in the roots and leaves are 0,051 ìm/ ml.

Key words: endophytic bacteria, Shallot, peroxidase enzyme, Xanthomonas axonopodis pv. allii

ABSTRAK

Aktivitas enzim peroksidase bawang merah yang diintroduksi dengan bakteri endofit dan tahan terhadap penyakithawar daun bakteri (Xanthomonas axonopodis pv. allii). Penyakit hawar daun bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonasaxonopodis pv. allii merupakan penyakit yang penting pada pertanaman bawang merah. Penulis telah mendapatkan enamisolat bakteri endofit, yang memiliki kemampuan mengimbas ketahanan tanaman bawang merah secara sistemik. Salah satumekanisme dalam pengimbasan ketahanan pada tanaman adalah perubahan aktivitas enzim pertahanan tanaman sepertiperoksidase. Tujuan penelitian ini adalah menghitung aktivitas enzim peroksidase dari tanaman bawang merah yang diintroduksidengan isolat bakteri endofit dan mampu mengimbas ketahanannya terhadap Xanthomonas axonopodis pv. allii. Penelitianini dilakukan dengan mengintroduksikan enam isolat bakteri endofit pada umbi bawang merah dan ditanam di rumah kaca.Tanaman bawang merah yang berumur 14 hari kemudian diinokulasi dengan bakteri Xanthomonas axonopodis pv. allii dandiinkubasi sampai muncul gejala. Aktivitas enzim peroksidase dihitung pada akar dan daun tanaman bawang merah yangberumur 0, 1, 2, 4, 6, 8, 10, 15, dan 30 hari setelah inokulasi (hsi). Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatanaktivitasenzim peroksidase pada tanaman bawang merah yang diintroduksi bakteri endofit dibandingkan dengan kontrol.Isolat ULG1E2 (Serratia marcescens PPM4) merupakan isolat dengan aktivitas enzim peroksidase tertinggi baik pada akarmaupun daun yaitu 0,051µm/ml.

Kata kunci: bakteri endofit, bawang merah, enzim peroksidase, Xanthomonas axonopodis pv. allii

Page 17: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

132 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 131 - 137

PENDAHULUAN

Penyakit hawar daun bakteri (HDB) yangdisebabkan oleh bakteri Xanthomonas axonopodis pv.allii (Xaa) merupakan penyakit penting yang dapatmenyerang berbagai jenis bawang (Roumagnac et al.,2004). Gejala ditemukan pada daun berupa bintik kecilkebasahan yang kemudian meluas menjadi coklatkehitaman, gejala ini kemudian menyatu menyebabkanterjadinya gejala mati pucuk serta hawar pada daun-daunyang lebih tua (Paulraj & O’Garro, 1993). Kerusakanakibat gejala penyakit dapat menurunkan hasil dankualitas umbi (mencapai 100%) bila kondisi lingkunganmendukung dengan suhu dan curah hujan yang tinggi(Schwart & Gent, 2006).

Xanthomonas axonopodis pv. allii mempunyaibanyak inang, tidak saja dari spesies Alliium spp. sepertibawang Bombay (Alliium cepa), bawang putih (Alliiumsaliviat L.), bawang daun (Alliium fistulosum), bawangmerah (Alliium ascolonicum), tetapi juga menyerangtanaman leguminosa seperti buncis (Phaseolus vulgaris.L), kedelai (Glycine max), kacang lima (Phaseoluslunatus), dan Pisum sativum (Schwartz & Gent, 2006).Penyebaran patogen melalui air irigasi, kultur teknis yangtidak baik, sisa tanaman terserang setelah panen, sertabenih yang terkontaminasi. Patogen ini termasuktular-benih (seed-born) (Roumacnag et al., 2004).

Patogen ini sangat sukar dikendalikan, sebagianbesar pengendalian yang dilakukan menggunakanpestisida. Penggunaan pestisida harus diminimumkankarena dampak negatifnya terhadap manusia danlingkungan. Pengendalian hayati merupakan salah satualternatif pengendalian yang dapat menekan penggunaanbahan kimia pada budidaya tanaman pertanian (DeWeger et al.,1995; Postma et al., 2003).

Bakteri endofit adalah bakteri yang berada dalamjaringan tanaman dan keberadaannya dalam jaringantanaman tersebut tidak menimbulkan kerusakan dantidak menimbulkan gejala apapun bagi tanaman. Bakteriendofit ini dapat diisolasi dari akar, batang, daun, bungandan kotiledon (Bandara et al.,2006). Bakteri endofit dapatberperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman (Barkaet al.,2002), mengurangikeparahanpenyakit (Kloepperet al., 2004), mengimbas ketahanan tanaman (Bakkeret al., 2007), menghasilkan senyawaanti-herbivory(Sullivan et al., 2007), membantu penyerapan nitrogen(Jha & Kumar, 2007) dan meningkatkan penyerapanmineral bagi tanaman (Molinowski et al., 2000). Di dalamtanaman bakteri endofit dapat terlokalisir pada bagiandimana bakteri tersebut mulai masuk atau menyebar kebagian tanaman lainnya. Di dalam jaringan tanaman

bakteri berada di dalam sel, di ruang antarsel atau dalamjaringan pembuluh (Zinniel et al.,2002). Bakteri endofitsebagai agens biokontrol memiliki kelebihandibandingkan agen biokontrol lainnya karenakeberadaannya dalam jaringan tanaman, membuatnyamempunyai kemampuan bertahan terhadap tekananbiotik dan abiotik (Hallman et al.,1997).

Beberapa jenis bakteri endofit di samping sebagaiagens biokontrol, juga sebagai pemacu pertumbuhantanaman, dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadappatogen seperti Pseudomonas cepacia, Pseudomonasfluorescens, dan Bacillus sp (Kloepper et al.,1999).Burkholderia sp. Strain PsJN mampu memacupertumbuhan tanaman anggur (Vitis vinifera L.)(Compant et al.,2004). Informasi terbaru menyatakanbahwa Pseudmonad fluoresens bersifat endofit padaperakaran padi dan mampu memfiksasi Nitrogen (Centrefor Microbial and Plant Genetics, 2006). Bakteri endofitBacillus spp. yang berasal dari berbagai jenis sayuranmampu megurangi keparahan penyakit busuk buah padatanaman coklat (Melnick et al.,2008). Pseudomonasputida 89B-27 dan Serratia marcesscen 90-166menguranggi serangan Cucumber Mosaic Virus padatomat dan mentimun (Raupach et al., 2000), jugamengurangi serangan antraknos dan layu Fusarium padamentimun (Liu et al.,1995). Pseudomonas sp. strain PsJNmenghambat Botrytis cinerea pada bawang dan memacupertumbuhan anggur (Barka et al.,2002). Penulis telahberhasil mendapatkan enam isolat bakteri endofit, yangmempunyai kemampuan mengimbas ketahanan bawangmerah secara sistemik terhadap Xanthomonasaxonopodis pv. allii. Hasil identifikasi secara molekularenam isolat tersebut adalah Bacillus cereus strain P14,Bacillus cereus strain Se07, Bacillus sp H1, Bacillus spSJ1, dan dua bakteri Serratia marcescens strain PPM4(Resti et al., 2013).

Ketahanan konstitutif tanaman secara strukturaltermasuk adanya penghambat (barrier) seperti dindingsel, juga senyawa penghambat seperti senyawa fenol(Nurnberger et al., 2004). Enzim peroksidase berperansebagai katalis dalam polimerasi monolignol yangmembangun dinding sel tanaman (Vidhyaserakan, 2004).Infiltrasi lignin di dalam ruang dinding sel dapatmeningkatkan kekuatan mekanik sel tanaman terhadappenetrasi patogen (Huang, 2001; Strange, 2003).Peroksidase adalah enzim yang berperan dalam prosesketahanan tanaman termasuk reaksi hipersensitif, proseslignifikasi, sintesis fenol, glycoprotein, penggabusan danproduksi fitoaleksin (Nicholson& Hummerschmidt, 1992;Wojtaszek, 1997). Tujuan penelitian ini, adalahmenghitung aktivitas enzim peroksidase pada bawang

Page 18: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Resti et al. Aktivitas Peroksidase Bawang Merah 133

merah yang diintroduksi dengan isolat bakteri endofitdan mampu mengimbas ketahanan terhadapXanthomonas axonopodis pv. allii.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan diLaboratorium Bakteriologi Jurusan Hama dan PenyakitTumbuhan dan rumah kaca Fakultas PertanianUniversitas Andalas Padang. Penelitian berlangsung dariApril sampai Oktober 2013.

Bahan Tanaman. Benih bawang merah (kultivar Medan)diperoleh dari petani menangkar benih di daerah AlahanPanjang Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Tanamanbawang merah dipelihara di rumah kaca FakultasPertanian Universitas Andalas Padang.

Isolat Bakteri Endofit. Enam isolat bakteri endofit yangdigunakan pada penelitian ini merupakan isolat terbaikdalam pengimbasan ketahanan tanaman bawang merahterhadap penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonasaxonopodis pv. allii). Isolat ini diisolasi dari perakarantanaman bawang merah sehat yang berasal dari duaKabupaten di Sumatera Barat yaitu Kabupaten Solokdan Kabupaten Agam. Isolat bakteri endofit yangdigunakan yaitu SN1E4 (Bacillus sp H1), SN2E2(Bacillus cereus strain Se07), PU2E2 (Bacillus sp SJ1),BD4.2E1 (Bacillus cereus Strain P14), JB1E3 danULG1E2 (Serratia marcescens strain PPM4).

Introduksi Bakteri Endofit pada Benih BawangMerah. Benih bawang merah kultivar Medan di potong1/3 bagian atasnya dan direndam dengan suspensi bakteriendofit (108 sel/ml) selama 15 menit untuk menyakinkanbahwa suspensi bakteri menempel di permukaan benih.Pada perlakuan kontrol, benih direndam dalam akuadessteril (Resti et al., 2013). Benih ditanam pada mediatanah steril (perbandingan tanah dan pupuk kandang3:1), tanpa pemberian pupuk buatan dan tanaman disiramsetiap hari.

Inokulasi Xanthomonas axonopodis pv. allii. Setelahtanaman berumur 14 hari, bakteri patogen diinokulasikandengan metode pelukaan daun menggunakan jarum steril.Suspensi bakteri Xanthomonas axonopodis pv. allii (106

sel/ml) dioleskan pada bagian ujung daun bawang merahyang telah dilukai (Klement et al., 1990). Tanamanbawang merah yang telah diinokulasi selanjutnyadisungkup dengan plastik bening, diamati tiap hari sampaimuncul gejala kebasahan. Tanaman dipanen bagian akar

dan daunnya pada umur, 0, 1, 2, 4, 6, 8, 10, 15, dan 30hari setelah inokulasi (hsi).

Analisis Aktivitas Enzim Peroksidase. Sampel daundan akar segar ditimbang sebanyak 1 g kemudiandihancurkan dengan mortar setelah ditambahkan segera2,5 ml 0,5% dapar kalium posfat pH 7 dan 0,1 gramPVP (Polyvinyl pyrnplidone). Campuran tersebutdiambil ekstraknya dan disaring dengan dua lapis kainkassa, disentrifus dengan kecepatan 6.000 rpm selama15 menit pada suhu 4oC. Supernatan tersebut dipakaiuntuk pengukuran aktivitas peroksidase.Pengukuranaktivitas enzim peroksidase menggunakan metodeBateman (1967). Ekstraksi enzim sebanyak 0,2 mldimasukkan ke dalam kuvet yang telah berisi 5 ml larutanpirogalol (0,631 g pirogalol dalam dapar fosfat 0,005 MpH 6 volume akhir 100 ml) kemudian dikocok. Kuvetdiletakkan pada spektrofotometer (Mapada V.1100 Dspectrophotometer) diatur agar jarum menunjukkanabsorban yang sama dengan angka nol pada panjanggelombang 420 m. Kuvet diangkat dan ditambah 0,5ml H2O2 1% kemudian dikocok dan segera diletakkanpada spektrofotometer. Perubahan absorban diamatisetiap 5 detik, sampai tidak terjadi perubahan lagi.Aktivitas Peroksidase dinyatakan dalam satuan µg/ml.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas enzim peroksidase pada akar dan daunbawang merah dihitung setelah tanaman diintroduksidengan bakteri endofit dan diinokulasi dengan bakteripatogen (Xanthomonas axonopodis pv. allii). Aktivitasperoksidase pada daun dan akar bawang merah yangdiintroduksi dengan bakteri endofitterus meningkat mulaidari 0 hsi (hari setelah inokulasi) sampai 10hsidibandingkan kontrol. Enzim peroksidase pada akar(Gambar 1) lebih tinggi aktivitas dibandingkan pada daun(Gambar 2). Isolat ULG1E2 merupakanisolat bakteriendofit dengan aktivitas peroksidase tertinggi pada 10hsi yaitu 0,051 µg/ml pada akar maupun daun.

Ketika tanaman terinfeksi patogen akan terjadiperubahan fisiologi pada tanaman, dan enzim pertahanantanaman umumnya akan aktif bereaksi. Enzimperoksidase merupakan salah satu enzim yangberhubungan dengan proses pertahanan tanaman.Terbentuknya pertahanan akibat aktivitas enzimperiksodase ditentukan oleh kepekaan tanaman terhadapsuatu penyakit. Ketahanan konstitutif tanaman secarastruktur termasuk adanya penghambat (barrier) sepertidinding sel, juga senyawa penghambat seperti senyawafenol (Nurnberger et al., 2004). Peroksidase adalah enzim

η

Page 19: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

134 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 131 - 137

Gambar 1. Aktivitas peroksidase pada akar bawang merah yang telah diintroduksi dengan bakteri endofit dandiinokulasi dengan Xanthomona axonopodis pv. allii

Gambar 2. Aktivitas peroksidase pada daun bawang merah yang diintroduksi dengan bakteri endofit dan diinokulasidengan Xanthomona axonopodis pv. allii

yang berperan dalam proses ketahanan tanamantermasuk reaksi hipersensitif, peligninan, sintesis fenol,glycoprotein, penggabusan dan produksi fitoaleksin(Nicholson & Hummerschmidt, 2002; Wojtaszek, 1997).

Peningkatan aktivitas enzim peroksidase padatanaman bawang merah yang diintroduksi dengan bakteriendofit merupakan salah satu petunjuk terjadinyapengimbasan ketahanan tanaman terhadap patogen,dengan penurunan tingkat keparahan penyakit. PenelitianResti et al. (2013) membuktikan bahwa introduksibakteri endofit ULG1E2 pada tanaman bawang merahmenurunkan persentase keparahan penyakit sampai17,28 %. Aktivitas peroksidase lebih tinggi pada tanamanyang diintroduksi dengan bakteri endofit dibandingkankontrol. Peningkatan tertinggi terjadi pada tanaman yangdiintroduksi dengan isolat bakteri endofit ULG1E2 yaitu

0,051µg/ml, diikuti oleh isolat JB1E3 yaitu 0,049 µg/ml,isolat BD4.2E1 yaitu 0.046 µg/ml, isolat SN2E2 yaitu 0,042µg/ml, isolat PU2E2 dan SN1E4 yaitu 0,041 µg/ml sertakontrol 0,021 µg/ml (Gambar 1). Menurut Resti et al.(2013), isolat ULG1E2 dan JB1E3 secara molekularmerupakan bakteri Serratia marcescens PPM4, PU2E2merupakan Bacillus sp SJI, SN1E4 merupakan Bacillussp HI, SN2E2 merupakan Bacillus cereus Se07 danBD4.2E1 merupakan Bacillus cereus P14. Hal inimenunjukkan bahwa introduksi umbi bawang merahdengan bakteri endofit dari kelompok Bacillus danSerratia marcescens dapat meningkatkan ketahanantanaman bawang merah terhadap penyakit hawar daunbakteri. Isolat ULG1E2 memiliki aktivitas peroksidasetertinggi baik pada akar maupun daun (0,051µm). Isolatini secara molekulartermasuk ke dalam spesies Serratia

Page 20: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Resti et al. Aktivitas Peroksidase Bawang Merah 135

marcescens yang merupakan kelompok bakteri endofitdan mampu mengimbas ketahanan tanaman terhadappatogen.serratia marcescens dikenal sebagai bakteriendofit yang diisolasi dari bawang merah (Edward etal., 1989) dan dapat mengimbas ketahanan tanamanarabidopsis terhadap Cucumber Mosaic Virus (Ryu etal., 2003). Serratia marcesscen 90-166 mengurangiserangan Cucumber Mosaic Virus pada tomat danmentimun (Raupach et al.,1996), juga mengurangi gejalapenyakit antraknos dan layu fusarium pada mentimun(Liu et al.,1995). Bakterisasi dengan Serratiamarcescens NBRI1213 meningkatkan aktifitas enzimPeroksidase pada daun dan akar tanaman sirih yangtahan terhadap Phytopthora nicotiana (Lavania et al.,2006).

Aktivitas peroksidase berkaitan denganmekanisme peligninan pada dinding sel tanaman danproduksi senyawa fenol. Dinding sel yang kuat akanmenghalangi proses masuknya patogen pada saat infeksi.Menurut Silva et al.(2004), aktivitas peroksidase dapatmenghambat proses infeksi patogen karena terjadinyapeligninan yang menghambat patogen masuk. IntroduksiPseudomonas fluorescens CHAO pada tanaman tomatyang mampu menekan Fusarium oxysporumf sp.lycopersici dapat meningkatkan aktivitas enzimperoksidase (Ardebili et al., 2011). Penumpukan enzimperoksidase, Polyphenol Oksidase, dan Phenyl alminelyase pada akar pisang yang tahan terhadap Fusariumoxysporum f.sp. cubense dan diintroduksi denganPseudomonas fluorescens menunjukkan terjadinyapengimbasan pertahanan pada pisang (Saravanan et al.,2004). Aktivitas enzim peroksidase secara nyatameningkat pada tanaman mentimun yang diperlakukandengan Bacillus substilis B579 (Chen et al., 2010).

Pada kontrol juga terjadi aktivitas peroksidasesampai hari ke-6 hsi, dan kemudian terus turun. Hal initerjadi karena reaksi tanaman terhadap infeksi patogen,pelukaan daun saat inokulasi patogen. Menurut Van Loon(1997) enzim peroksidase merupakan suatu kelompokPR-protein (Pathogenesis-Related protein) darigolongan PR-9 yang terkumpul pada saat tanaman sakit.Selain itu, peningkatan aktivitas enzim peroksidasedipengaruhi oleh adanya serangan patogen. Aktivitasperoksidase sebagai penanda terjadinya pengimbasanyang bersifat lokal maupun sistemik pada tanaman(Martinez et al., 2000).

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan terjadinyapeningkatan aktivitas enzim peroksidase pada tanamanbawang merah yang diintroduksi bakteri endofit

DAFTAR PUSTAKA

Ardebili ZO, Ardebili NO, & Hamdi SMM. 2011.Physiological effects of Pseudomonasfluorescens CHA0 on tomato (Lycopersicumesculentum Mill) plants and its possible impacton Fusarium oxysporum f.sp lycopersici .Australian J. Crop Sci. (AJCS) 5(12): 1631–1638.

Bakker PAHM, Pierterse CMJ, & van Loon LC. 2007.Induced systemic resistance by FluorescentPseudomonas spp. Phytopathology 97(2): 239–243.

Bandara WM, Seneviratne G, & Kalasooriya SA. 2006.Interaction among endophytic bacteria and fungi:effects and potensials. Indian AcademY andSciences. J. Biosci 31(5): 645–650.

Barka EA, Gognies S, Nowak J, Audran JC, & BelarbiA. 2002. Inhibitory effect of endophyt bacteriaon Botrytis cinerea and its influence to promotethe grapevine growth. Biol. control 24(2): 135–142.

Centre for Microbial and Plant Genetics. 2006. PlantGrowth Promoting Rhizobacteria danBiodegradasi. Katolike Universiteit Leuwen,Netherlan.

Chen F, Wang M, Zheng Y, Luo J, Yang X, &WangX. 2010. Quantitative changes of plant defenseenzymes and phytohormone in biocontrol ofcucumber Fusarium wilt by Bacillus subtilisB579. World. J. Microbiol Biotechnol. 26: 675–684.

Compant S, Reiter A, Sessitsch A, Nowak J, ClementC, & Barka EA. 2004. Endophytic colonizationof Vitis vinifera L. by plant growth promotingbacterium Burkholderia sp. strain PsJN. Appl.Environ. Microbiol 71(4): 1685–1693.

dibandingkan dengan kontrol. Isolat ULG1E2(SerratiamarcescensPPM4) merupakan isolat dengan aktivitasenzim peroksidase tertinggi baik pada akar maupun daunyaitu 0,051µm/ml.

SANWACANA

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Dr.Yulmira Yanti, S.Si., M.P. atas saran dan bantuannyadalam penelitian ini.

Page 21: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

136 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 131 - 137

de Weger LA, van Der Bij AJ, Dekkers LC, SimonsM, Wijffelman CA,& Lugtenberg BJJ. 1995.Colonization of the rhizosphere of crop plants byplant-beneficial Pseudomonads FEMS Microbiol.Ecol. 17: 221–228.

Hallmann J, Quadt- Hallmann QA, Mahaffee WF, &Kloepper JW. 1997. Bacterial endophytes inagricultural crops. Can. J. Microbiol. 43(10):895–914.

Huang JS. 2001. Plant Pathogenesis and Resistance: Biochemestry and Physiology of Plant-Microbe interaction. Kluwer academicPublisher, Netherland.

Jha PN & Kumar A. 2007. Endophytic colonization ofTypha australis by a plant growth-promotingbacterium Klebsiella oxytoca strain GR-3. J.Appl. Microbiol. 103(4): 1311–1320.

Kloepper JW, Leong J, Teintze M, & Schoth MN. 1999.Enhanced plant growth by sideophores producedby plant growth-promting rhizobacteria. Nature.286: 885–886.

Kloepper JW, Ryu CM, & Zhang S. 2004. Inducedsystemic resistance and promotion of plant growthby Bacillus spp. Phytophatology 94(11): 1259–1266.

Lavania M, Cauhan PS, Chauhan SVS, Singh HB, &Nautiyal CS. 2006. Induction of plant defenseenzymes and phenolics by treadment with PlantGrowth-Promoting Rhizobacteria Serratiamarcescens NBRI1213. Current Microbiology52: 363–368

Liu L, Kloepper JW, & Tuzun S. 1995. Induction ofsystemic resistance in cucumber against Fusariumwilt by plant growth promoting rhizobacteria.Phytopathology 85(6): 695–698.

Martinez C, Baccou JC, Bresson E, Baissac Y, DanielJF, Jalloul A, Montillet JL, Geiger JP, Assigbetse& Nicole M. 2000. Salysilic acid mediated by theoxidative burst in a key molecule in local andsystemic responses of cotton challenged by anavirulent race of Xanthomonas campestris pvmalvacearum. Plant Physiol. 122: 757–766.

Melnick RL, Zidack NK, Bailey BA, Maximova SN,Guiltinan M, & Backman PA. 2008. Bacterialendophytes: Bacillus spp. from annual crops aspotential biological control agents of black podrot of cacao. Biol. control 46(1): 46–56.

Nicholson RI & Hammerschmidt R 2002. Phenoliccompounds and their role in disease resistance.Annual Review of Phytophatology 30: 369–389.

Numberger T, Brunner F, Kemmerling B, & Plater. 2004.Innate immunity in plant and animal: Strikingsimilarities and obvius differences. Innunol.Rev.198: 249–266.

Paulraj L, & O’Garro LW. 1993. Leaf Blight of Onionin Barbados Caused By Xanhomonascampestris. Plant Dis. 86: 3330.

Postma J, Montanari M, &Van Den Boogert PHJF.2003. Microbial enrichment to enhance thedisease suppressive activity of compost. Eur.J.Soil Biol. 39:157–163.

Roumagnac P, Pruvost O, Chiroleu F, & Hughes H.2004. Spatial ann temporal analysis of bacterialblight of onion caused by Xanthomonasaxonopodis pv allii. Phytophatology 94: 138–146.

Raupach GS & Kloepper JW. 2000. Biocontrol ofcucumber diseases in the field by plant growthpromoting rhizobacteria with and without methylbromide fumigation. Plant Dis. 84:1073–1075

Resti Z, Habazar T, Putra DP, & Nasrun. 2013. Skriningdan identifikasi isolat bakteri endofit untukmengendalikan penyakit hawar daun bakteri padabawang meah. JHPT Tropika 13(2): 1167–1178.

Ryu CM, Farag MA, Hu CH, Reddy MS, Wei HX, ParePW, & Kloepper JW. 2003. Bacterial volatilespromote growth in Arabidopsis. Pr. Natl. Acad.Sci USA. 100(8): 4927–4932.

Saravanan T, Bhaskaran R, & Muthusamy M. 2004.Pseudomonas fluorescens inducedenzymatological changes in banana roots (cv.Rasthali) again Fusarium wilt disease. PlantPathology. J. 3(2): 72–80.

Schwartz HF & Gent DH. 2006. Xanthomonas LeafBlight of Onion http//www.Extcolestate.edu/push/gorden html Access 22-02-2006.

Silva HAS, Romeiro RS, & Macagnan D. 2004.Rhizobacterial indiction of systemic resistance intomato plant: non-specific protection and increasein enzyme activities. Biol. Control. 29(2): 288–295.

Page 22: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Resti et al. Aktivitas Peroksidase Bawang Merah 137

Sullivan TJ, Rodstrom J, Vandop J, Librizzi J, GrahamC, Schardi CL,& Bultman TL. 2007. Symbiont-mediated changes in Lolium arundinaceuminducible defense: evidence from changes in geneexpression and leaf composition. New phytologist176(3): 673–679.

Strange RN. 2003. Introduction to Plant Pathology.John Willey and Sons Ltd, England.

Van Loon. LC. 1997. Induced resistance in plants andthe role of pathogenesis-related proteins. Evr. J.Plant Phatol. 103: 753–765.

Vidhyasekaran, P. 2004. Concise Enclycolpedia of PlantPathology. Food Product Press and HowardReference Press, London.

Wojtaszek P. 1997. The oxidative burst : an early plantresponse to pathogen infection. Biochem. J. 322(Pt 3): 681–692.

Zinniel DK, Lambrecht P, Harris NB, Feng Z,Kuczmarski D, Higley P, Ishimaru CA,Arunakumari A, Barletta RG, & Vidaver AK.2002. Isolation and characterization of endophyticcolonizing bacteria from agronomic crops andprairie plants. Appl. Environ. Mycrobiol. 68(5):2198–2208.

Page 23: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

138 J. HPT Tropika Vol. 16, No. 2, 2016: 138 - 146 J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525

Vol. 16, No. 2: 138 – 146, September 2016

KEANEKARAGAMAN PARASITOID DAN ARTROPODA PREDATOR PADAPERTANAMAN KELAPA SAWIT DAN PADI SAWAH

DI CINDALI, KABUPATEN BOGOR

Herni Dwinta Pebrianti1, Nina Maryana2, & I Wayan Winasa2

1Mahasiswa Pascasarjana Entomologi, Institut Pertanian Bogor2Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Jl. Kamper Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Diversity of parasitoid and predator arthropod in oil palm and paddy field at Cindali, Bogor Regency. Biodiversity canbe defined as the diversity of living things in various places to the riches on earth. Insects as one of the components ofbiodiversity have an important role in the food web as herbivores, carnivores (parasitoids and predators), and detritivores.The research aimed to study the diversity of parasitoids and predators at two sampling locations. Sampling was carried out atthe oil palm plantation PTPN VIII Cindali, Ranca Bungur, Bogor and at the paddy fields that adjacent to the plantation. Thisresearch was conducted in December 2014 until July 2015. This research takes 3 plots in oil palm plantations and 3 plots inpaddy field. Each plot consists of 5 subplots, one of each was 18 x 18 m. Sampling was carried out following the paddy age,since 2 week after plantation until paddy harvested and repeated every 2 weeks. This research use three methods, i.e. insectnets, pitfall trap and yellow pan trap. The results showed that the diversity of parasitoids and predators on both plantinglocations was high. In the oil palm plantations the total number of insect parasitoids and predators was 184 morphospeciesfrom 10 orders and 57 families, while in the paddy fields was 183 morphospecies from 10 orders and 60 families. Telenomuspodisi parasitoids and predators Anoplolepis gracilipes is morphospecies with the highest abundance.

Key words: ground vegetation, insect trap, natural enemies

ABSTRAK

Keanekaragaman parasitoid dan artropoda predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah di Cindali, KabupatenBogor. Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman makhluk hidup di berbagai tempat yang menjadikekayaan di muka bumi. Serangga sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati memiliki peranan penting dalam jaringmakanan yaitu sebagai herbivora, karnivora (parasitoid dan predator) dan detritivora. Penelitian bertujuan untuk mengetahuikeanekaragaman parasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawit dan area persawahan di Cindali, Bogor. Pengambilansampel dilaksanakan pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Ranca Bungur, Bogor dan pertanaman padi sawahyang berdekatan dengan perkebunan tersebut. Pengamatan dilakukan pada bulan Desember 2014 – Juli 2015. Penelitian inimengambil 3 plot pada tanaman kelapa sawit dan 3 plot pada padi sawah. Setiap plot terdiri dari 5 subplot, satu subplotberukuran 18 m x 18 m. Pengambilan sampel mengikuti umur padi yaitu, sejak padi berumur 2 MST hingga menjelang padidipanen, diulang setiap 2 minggu sekali dengan menggunakan 3 metode, yaitu jaring serangga, perangkap lubang, danperangkap nampan kuning. Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman parasitoid dan predator pada kedua lokasi pertanamantinggi. Pada pertanaman kelapa sawit individu serangga parasitoid dan predator berjumlah 184 morfospesies dari 10 ordo dan57 famili, sedangkan padi sawah diperoleh 183 morfospesies dari 10 ordo dan 60 famili. Parasitoid Telenomus podisi danpredator Anoplolepis gracilipes merupakan morfospesies dengan kelimpahan tertinggi.

Kata kunci: musuh alami, perangkap serangga, vegetasi bawah

PENDAHULUAN

Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagaikeanekaragaman makhluk hidup di berbagai tempat yangmenjadi kekayaan di muka bumi. Menurut Yaherwandi

(2005), Indonesia adalah negara tropis sehingga kayaakan keanekaragaman hayati tersebut, baik floramaupun fauna. Buchori (2014) menyatakan bahwaIndonesia adalah negara yang kaya akankeanekaragaman hayati dan telah diakui dunia sebagai

Page 24: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Pebrianti et al. Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda 139

salah satu negara mega biodiversity, salah satunyaadalah serangga. Keanekaragaman serangga pada suatuhabitat berbeda, karena faktor tanaman, keadaan iklim,dan keadaan habitat di sekitar (Rizali et al., 2002).Keberadaan hutan sebagai habitat alami menyediakanjumlah serangga karnivora lebih banyak dankeanekaragaman serangga lebih tinggi dan kompleksdibandingkan dengan agroekosistem (Janzen, 1987).

Menurut LaSalle (1993), parasitoid merupakanmusuh alami yang penting pada kebanyakan hamatanaman dan bertindak sebagai spesies kunci padabeberapa ekosistem. Parasitoid mampu mengendalikanhama secara spesifik dan populasinya di lapangan relatifcukup tinggi (Godfray, 1994). Predator merupakanpemangsa organisme lain yang hidup bebas di alam untukmemenuhi kebutuhan hidup dan dapat menyerang mulaidari fase pradewasa sampai dengan fase dewasa.Predator membutuhkan beberapa mangsa selamahidupnya sehingga dapat dimanfaatkan dalam menekanjumlah populasi hama di lapangan.

Tanaman kelapa sawit dan padi sawahmerupakan tanaman yang dibudidayakan secaramonokultur. Praktik pertanian, baik tanaman tahunanmaupun semusim tidak terlepas dari pengaruhkeanekaragaman hayati terhadap kuantitas dan kualitasproduk yang dihasilkan (Pradhana et al., 2014).Keanekaragaman hayati dalam hal ini adalahkeanekaragaman serangga di suatu habitat yangdipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya dan vegetasiyang tumbuh di dalamnya. Menurut Rohrig et al. (2008),tumbuhan dapat menyediakan nektar bunga yang dapatmeningkatkan daya hidup dan keperidian serangga. Padasuatu habitat, keberadaan tumbuhan sangat beragamjenis dan komposisinya, termasuk pada pertanamankelapa sawit dan padi sawah. Hal ini akan menciptakanperbedaan keanekaragaman serangga karnivora(parasitoid dan predator) yang tinggal di dalamnya.

PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Afdeling1 Cindali, Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogormerupakan salah satu lokasi pertanaman kelapa sawitdi Jawa Barat, selain itu terdapat juga pertanaman padisawah yang berdekatan dengan tanaman kelapa sawit.Berdasarkan kondisi ini menarik untuk dilihat perbedaankeanekaragaman serangga parasitoid dan predator padakedua pertanaman tersebut, hal ini dapat dilakukandengan mengambil imago serangga di lapangansebanyak mungkin untuk melihat keanekaragaman dankelimpahannya. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui keanekaragaman dan kelimpahan artropodaparasitoid dan predator pada pertanaman kelapa sawitdan padi sawah di Cindali Kecamatan Ranca Bungur,Kabupaten Bogor.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan pada duapertanaman, yaitu pertanaman kelapa sawit PTPN VIIIAfdeling 1 Cindali dan pertanaman padi sawah yangberada berdekatan dengan tanaman kelapa sawit.Kedua lokasi berada di Kecamatan Ranca Bungur,Kabupaten Bogor. Sortasi dan identifikasi dilaksanakandi Laboratorium Biosistematika Serangga, DepartemenProktesi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut PertanianBogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember2014 sampai dengan Juli 2015.

Metode Pengambilan Sampel. Pengambilan sampelserangga dilakukan pada 2 lokasi pertanaman. Setiaplokasi penelitian terdiri atas 3 plot, sehingga total adalah6 plot. Pemilihan plot pada kelapa sawit dilakukansecara acak pada beberapa blok yang memiliki luassekitar 145 – 150 ha dan berdekatan dengan sawah.Pemilihan plot pada padi sawah dilakukan denganmengambil 3 lahan sawah yang kepemilikannya berbedanamun umur padinya sama dan memiliki luas sekitar4000 – 5000 m2. Pada setiap plot kelapa sawit dan padisawah ditentukan 5 subplot. Satu subplot berukuran 18x 18 m.

Pengambilan sampel parasitoid dan predator pada2 lokasi pertanaman dilakukan mengikuti umur padi yaitusejak padi berumur 2 minggu setelah tanam (MST)hingga menjelang padi dipanen, dan diulang setiap 2minggu sekali. Pengambilan sampel dilakukan dengan 3metode, yaitu menggunakan jaring serangga, perangkaplubang dan perangkap nampan kuning.

Metode Jaring Serangga. Pengambilan sampeldilakukan dengan mengayunkan jaring seranggasebanyak 100 kali ayunan ganda pada setiap subplot,sehingga total setiap plot yaitu 500 kali ayunan ganda.Satu kali ayunan ganda adalah mengayunkan jaringserangga 1 kali ke kiri dan 1 kali ke kanan. Jaringserangga yang digunakan berdiameter 30 cm denganpanjang tongkat 80 cm, dan jaring tersebut terbuat darikain organdi. Hasil dari jaring serangga dimasukkan kedalam separator yang berukuran 26,5 cm untuk sisisamping, 17,5 cm sisi depan, 16 cm sisi belakang, 18 cmlebar sisi depan dan 16,5 cm lebar sisi belakang.Separator diberi botol plastik yang berisi alkohol 70%sebagai wadah tempat sampel.

Metode Perangkap Lubang. Perangkap lubangberupa wadah plastik bening dengan volume ± 240 ml,berdiameter 7 cm dan tinggi wadah 10 cm yang dipasangdengan cara permukaannya rata dengan permukaan

Page 25: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

140 J. HPT Tropika Vol. 16, No. 2, 2016: 138 - 146

tanah di sekitarnya. Perangkap lubang diisi denganlarutan gliserol sebanyak seperempat dari tinggi wadah.Pada setiap plot dipasang 10 perangkap atau pada setiapsubplot terdapat 2 perangkap yang dipasang selama 2 x24 jam. Pada lokasi pertanaman padi sawah,pemasangan dilakukan di pematang sawah yangdipasang pada pinggir petak pengamatan.

Metode Perangkap Nampan Kuning. Perangkapterbuat dari wadah plastik kuning berukuran 22 x 14 x 4cm diisi larutan sabun sebanyak setengah dari wadahnyadan diletakkan pada permukaan tanah. Pada setiap plotdipasang 10 perangkap, 2 perangkap per subplot selama1 x 24 jam.

Pengamatan Vegetasi Bawah. Pengamatan vegetasibawah dilakukan dengan tujuan sebagai data pendukungdalam penelitian. Vegetasi yang ditemukan dalam plotpengambilan sampel dicatat, diambil dan dibuatherbarium untuk selanjutnya diidentifikasi hingga tingkatspesies.

Identifikasi Sampel. Sampel diidentifikasi sampai ketingkat morfospesies. Identifikasi serangga dilakukandengan acuan beberapa kunci identifikasi (Grissel &Schauff, 1990; CSIRO, 1991; Goulet & Huber 1993;Borror et al., 1996; Triplehorn & Johnson, 2005) sertadengan menggunakan spesimen referensi dari berbagaisumber.

Analisis Data. Data hasil identifikasi ditabulasikan dalamsatu tabel pada perangkat lunak Microsoft Excel. Analisisdata dilakukan dengan penghitungan indekskeanekaragaman Shannon-Wiener (Nolan & Callahan,

Tabel 1. Parasitoid dan predator pada lokasi pertanaman kelapa sawit dan pertanaman padi sawah

Lokasi Jumlah

Ordo Famili Morfospesies Individu

Pertanaman kelapa sawit Parasitoid 2 25 101 0 3,248 Predator 10 32 83 0 7,587

Total 10 57 184 10,835

Pertanaman padi sawah Parasitoid 3 27 95 1,910 Predator 9 33 88 5,731

Total 10 60 183 7,641

2005). Data dianalisis menggunakan program R Statisticversi 3.0.2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman dan Kelimpahan Parasitoid danPredator. Parasitoid dan predator yang diperoleh dalampenelitian ini berjumlah 228 morfospesies yang diperolehdari 11 ordo dan 69 famili (Tabel 1). Keanekaragamanparasitoid dan predator yang diperoleh lebih tinggi padapertanaman kelapa sawit dibandingkan denganpertanaman padi sawah. Beragamnya parasitoid danpredator yang ditemukan pada area kelapa sawit didugakarena terdapat banyak vegetasi bawah yang dapatmendukung kelangsungan hidup dari musuh alami.Apabila dibandingkan vegetasi bawah antarapertanaman kelapa sawit dengan area persawahan,maka pada pertanaman kelapa sawit terdiri atas 18 ordo,25 famili, dan 42 morfospesies; sedangkan pada areapersawahan terdapat 11 ordo, 13 famili, dan 17morfospesies. Menurut Barbosa & Benrey (1998),semakin banyak dan beragam spesies tumbuhan yangterdapat dalam suatu habitat, maka semakin tinggikeanekaragaman musuh alami pada habitat tersebut.

Fungsi serangga sebagai parasitoid dan predatorpada kedua lokasi pertanaman masing-masingmenunjukkan keanekaragaman yang tinggi, karenamemiliki nilai indeks keanekaragaman lebih dari 3 (Tabel2). Hal ini salah satunya dikarenakan banyaknya jenisvegetasi bawah yang berada pada pertanaman kelapasawit dan padi sawah yang merupakan tempat hidupdan sumber makanan bagi parasitoid dan predator.Siemann et al. (1999) menyatakan bahwakeanekaragaman predator dan parasitoid tergantung

Page 26: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Pebrianti et al. Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda 141

pada keanekaragaman herbivora, selain itu tergantungjuga pada keanekaragaman tanaman.

Selain itu, umur kelapa sawit juga dapatmemengaruhi keanekaragaman parasitoid dan predatorpada suatu habitat. Semakin tua umur kelapa sawit, makaakan memengaruhi kondisi vegetasi yang terdapat didalamnya. Menurut Luskins & Potts (2011), umurtanaman sawit yang lebih tua memengaruhi banyaknyavegetasi bawah yang tumbuh pada sawit tersebut.

Selain vegetasi bawah, keanekaragamanserangga lain juga memengaruhi keanekaragamanparasitoid dan predator yang ada. Serangga lainmerupakan inang bagi parasitoid dan mangsa bagipredator. Semakin tinggi keanekaragaman serangga lainyang ada pada suatu habitat, maka dapat dimungkinkansemakin tinggi juga keanekaragaman parasitoid danpredator yang terdapat pada habitat tersebut. Hal iniberkaitan dengan terpenuhi dan tercukupinya makananbagi parasitoid dan predator tersebut. Menurut Sahari(2012), keanekaragaman parasitoid selalu mengikutikeanekaragaman inang yang umumnya serangga fitofag,keanekaragaman serangga fitofag bergantung terhadapketersedian tanaman inang di ekosistem.

Hal ini juga didukung dengan perhitungan nilaiindeks Shanon-Wienner yang memiliki nilai lebih dari 3.Nilai indeks Shanon-Wienner yang diperoleh adalah3,49. Hal ini membuktikan bahwa tingkatkeanekaragaman parasitoid dan predator pada kedualokasi pertanaman memiliki tingkat keanekaragamanyang tinggi.

Dominansi Artropoda Parasitoid dan Predator.Total morfospesies dari parasitoid dan predator adalah228 morfospesies, dengan jumlah tertinggi dari kelompokparasitoid pada kedua pertanaman sebanyak 120morfospesies. Hal ini karena parasitoid mempunyaikarakteristik antara lain jumlah populasi di lapangan yangmelimpah dengan inang spesifik berupa serangga(Godfray, 1994). Parasitoid mempunyai kemampuanberadaptasi yang baik dengan lingkungan, memilikikebutuhan makanan per individu yang rendah danmemiliki kemampuan untuk mencari inang yang tinggi.

Tiga ordo serangga yang berperan sebagaiparasitoid, yaitu Ordo Diptera, Hymenoptera, danStrepsiptera (Gambar 1). Dominansi kelimpahan danjumlah morfospesies parasitoid tertinggi berasal dari ordoHymenoptera, baik pada pertanaman kelapa sawitmaupun padi sawah dengan masing-masing berjumlah3201 dan 1856 individu. Hal ini didukung denganpendapat Hassel & Waage (1984) bahwakeanekaragaman parasitoid yang tinggi terdapat padaordo Hymenoptera dengan kurang lebih 200 000 spesies.

Individu parasitoid yang dominan ditemukan pada OrdoHymenoptera tersebut terdapat pada Famili Braconidae,Scelionidae dan Eulophidae. Tingginya perolehan didugakarena penyebaran famili ini yang cukup merata danmenempati beragam habitat.

Sembilan ordo serangga dan satu ordo laba-labayang berperan sebagai predator ditemukan pada lokasipertanaman kelapa sawit dan padi sawah (Gambar 1).Artropoda predator yang banyak ditemukan adalah dariOrdo Hymenoptera dan Araneae pada kelapa sawit,serta Ordo Diptera dan Araneae pada padi sawah.Individu predator yang dominan ditemukan pada OrdoHymenoptera adalah Famili Formicidae, Ordo Araneaeadalah Famili Oxyopidae dan Ordo Diptera terdapat padaCeratopogonidae.

Hymenoptera yang paling banyak ditemukan yaitudari Famili Formicidae, hal ini karena banyaknya vegetasibawah dan lingkungan pada habitat perkebunan kelapasawit yang memiliki kondisi yang lembab. MenurutAtkins (1980), anggota Famili Formicidae banyakditemukan pada daerah yang memiliki keadaan lembabdan pada daerah-daerah di sekitar hutan hujan tropis.Ordo Araneae ditemukan dengan jumlah yang cukupbanyak pada kedua lokasi pertanaman. Ordo Araneaemerupakan salah satu kelompok yang dominan padaekosistem pertanian pada umumnya dan berperanpenting dalam ekosistem sawah, serta berperan dalammenekan populasi hama padi (Herlinda et al., 2008).Ordo Diptera yang ditemukan dengan jumlah yangbanyak adalah dari Famili Ceratopogonidae. BanyaknyaDiptera pada habitat persawahan karena persawahanmerupakan lahan basah, dan kebanyakan larva yangditemukan pada perairan adalah anggota dari OrdoDiptera (Daly et al., 1978).

Morfospesies parasitoid dengan jumlah individupaling banyak adalah Telenomus podisi, karenaparasitoid ini merupakan parasitoid telur dari FamiliScelionidae dan memiliki sifat yang polifagus (Tabel 2).Menurut Goulet & Huber (1993), Famili Scelionidaemerupakan parasitoid telur dari banyak seranggasehingga memiliki jumlah spesies yang banyak. Predatoryang paling banyak ditemukan adalah Anoplolepisgracilipes yang dikenal sebagai yellow crazy ants yangmerupakan spesies invasif. Melimpahnya A. gracilipesdiduga karena memiliki mangsa yang sangat luas.Dominansi morfospesies ini berdasarkan jumlah individutertinggi yang ditemukan.

Pada kedua lokasi pertanaman, beberapaparasitoid dan predator hanya ditemukan padapertanaman kelapa sawit maupun sebaliknya hanyaditemukan pada pertanaman padi sawah. Namun darihasil penelitian juga didapatkan parasitoid dan predator

Page 27: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

142 J. HPT Tropika Vol. 16, No. 2, 2016: 138 - 146

yang sama-sama ditemukan pada dua lokasi tersebut(Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa terdapatpengaruh yang positif dari letak lokasi pertanaman yangberdekatan. Berdasarkan penelitian Rizali et al. (2002),bahwa lahan pertanian padi yang terletak berdekatan

dengan tepian hutan memiliki nilai kesamaan komposisispesies yang tinggi. Selain itu adanya pertanaman atauperkebunan lain yang berada di dekat dengan suatu areapertanaman padi akan dapat meningkatkan

Gambar 1. Kelimpahan individu artropoda parasitoid dan predator pada pertanaman (A) kelapa sawit dan (B) padisawah

A

B

Page 28: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Pebrianti et al. Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda 143

Tabel 2. Parasitoid dan predator yang dominan ditemukan pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

Parasitoid Jumlah Individu Predator Jumlah

Individu

Telenomus podisi (Hymenoptera: Scelionidae) 462 Anoplolepis gracilipes (Hymenoptera:

Formicidae) 1.201

Anagrus optabilis (Hymenoptera: Mymaridae) 443 Forcipomyia sp. 1

(Diptera: Ceratopogonidae) 0829

Platygaster oryzae (Hymenoptera: Platygastridae) 344 Geocoris sp.

(Hemiptera: Lygaeidae) 0746

Polypeza sp. 1 (Hymenoptera: Diapriidae) 292 Oxyopes sp.

(Araneaee: Oxyopidae) 0701

Scelio sp. (Hymenoptera: Scelionidae) 292 Conocephalus longipennis

(Orthoptera: Tettigoniidae) 0621

keanekaragaman yang terdapat di dalamnya (Janzen,1987).

Vegetasi Bawah. Keanekaragaman seranggadipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalahkeanekaragaman vegetasi bawah. Vegetasi bawah yangditemukan pada pertanaman kelapa sawit dan padisawah ditemukan beragam (Tabel 3). Semakin beragamvegetasi bawah, maka semakin beragam pulakeanekaragaman serangga pada habitat tersebut.Berdasarkan penelitian Hamid et al. (2003), apabilasuatu habitat memiliki vegetasi yang lebihberanekaragam di dalamnya maka nilai keanekaragamanmusuh alami yang berada pada habitat tersebut dapatmeningkat. Keberadaan predator dan parasitoid padavegetasi bawah berperan dalam pengendalian hama.Predator Cyrtorhinus sp. akan memangsa inang yangberada pada vegetasi bawah seperti Cynodon dactylondan Leersia hexandra jika wereng batang coklat tidakada pada pertanaman padi, serta menjadi tempat

berkembang biak Cyrtorhinus sp., selain itu Leersiahexandra juga menjadi habitat bagi parasitoid Anagrussp. (Kartohardjono, 2011).

SIMPULAN

Serangga parasitoid dan predator yang diperolehpada pertanaman kelapa sawit berjumlah 184morfospesies berasal dari 10 ordo dan 57 famili,sedangkan pada padi sawah diperoleh 183 morfospesiesdari 10 ordo dan 60 famili. Parasitoid memilikikeanekaragaman dan kelimpahan tertinggi padapertanaman kelapa sawit maupun padi sawah. ParasitoidTelenomus podisi dan predator Anoplolepis gracilipesmerupakan morfospesies dengan kelimpahan tertinggi.Nilai indeks H’ parasitoid dan predator yang didapattergolong tinggi yaitu 3,49 yang berarti keanekaragamanspesies yang ditemukan tinggi pada kedua lokasipertanaman.

25 76 19 20 63 25

Gambar 2. Jumlah morfospesies (A) parasitoid dan (B) predator pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

Kelapa sawit Sawah Kelapa sawit SawahA B

Page 29: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

144 J. HPT Tropika Vol. 16, No. 2, 2016: 138 - 146

Ordo Famili Lokasi (spesies)

Kelapa sawit Sawah

Alismatales Alismataceae Limnocharis flava Apiales Apiaceae Centella asiatica Centella asiatica Asterales Asteraceae Ageratum conyzoides Ageratum conyzoides

Chromolaena odorata Crassocephalum crepidioides Sonchus arvensis Brassicales Brassicaceae Brassica juncea

Cleomaceae

Cleome rutidosperma

Caryophyllales Polygonaceae Polygonum barbatum Amaranthaceae Amaranthus spinosus Amaranthus sp. Portulacaceae Portulaca oleracea Commelinales Pontederiaceae Monochoria hastata Dennstaedtiales Dennstaedtiaceae Pteridium aquilinum Dicranales Calymperaceae Calymperes sp. Fabales Fabaceae Mimosa pudica Mimosa pudica Gentianales Rubiaceae Rubia cordifolia Hypnales Thuidiaceae Thuidium sp. Lamiales Plantaginaceae Plantago major Plantago major

Plantago lanceolata Plantago lanceolata Lamiaceae Mentha piperita Malpighiales Phyllanthaceae Phyllanthus urinaria Phyllanthus urinaria Euphorbiaceae Chamaesyce, Acalypha Myrtales Onagraceae Ludwigia octovalvis Melastomataceae Clidemia hirta Clidemia hirta Melastoma malabathricum Oxalidales Oxalidaceae Oxalis stricta Piperales Piperaceae Peperomia pellucida Poales Poaceae Brachiaria humidicola Leptochloa chinensis

Brachiaria decumbens Leersia hexandra

Leptochloa chinensis Cynodon dactylon

Leersia hexandra Eleusine indica Chrysopogon aciculatus

Panicum repens

Axonopus compressus Cynodon dactylon

Cyperaceae Cyperus longus Cyperus longus

Cyperus rotundus Cyperus rotundus

Kyllinga monocephala Kyllinga monocephala Scleria sp. Polypodiales Pteridaceae Adiantum sp.

Adiantum hispidulum

Adiantum tenerum Nephrolepidaceae Nephrolepis biserrata Athyriaceae Athyrium filix Rosales Urticaceae Urtica dioica Solanales Convolvulaceae Ipomoea indica Salviniales Marsileaceae Marsilea sp.

Tabel 3. Vegetasi bawah pada pertanaman kelapa sawit dan padi sawah

Page 30: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Pebrianti et al. Keanekaragaman Parasitoid dan Artropoda 145

DAFTAR PUSTAKA

Atkins MD. 1980. Introductions to Insect Behavior.MacMillan Publishing. New York.

Barbosa P & Benrey B. 1998. The influence of plantson insect parasitoids: implications for conservationbiological control. In: Barbosa P (Ed.).Conservation Biological Control. Pp: 39-54.Academic Press, San Diego (MX).

Borror DJ, Triplehorn CA, & Johnson NF. 1996.Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-6.Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID):Gadjah Mada University Press. Terjemahan dariAn Introduction to the Study of Insects.

Buchori D. 2014. Pengendalian hayati dan konservasiserangga untuk pembangunan Indonesia hijau.Orasi ilmiah guru besar IPB. Institut PertanianBogor. Bogor.

CSIRO [Commonwealth Scientific and IndustrialResearch Organization]. 1991. The Insects ofAustralia: A Textbook for Student andResearch Worker. Melbourne University Press.

Daly HV, Doyen JT, & Ehrlich PR. 1978. Introductionto Insect Biology and Diversity. InternationalStudent Edition. Mc Graw Hill. Tokyo.

Godfray HCJ. 1994. Parasitoid: Behavioral andEvolutionary Ecology. Pricenton UniversityPress, New Jersey.

Goulet H & Huber JT. 1993. Hymenoptera of theWorld: An Identification Guide to Families.Minister of Supply and Services Canada, Ottawa.

Grissell EE & Schauff ME. 1990. A Handbook of theFamilies of Nearctic Chalcidoidea(Hymenoptera) . Washington (US): TheEntomological Society of Washington.

Hamid H, Buchori D, & Triwidodo H. 2003.Keanekaragaman parasitoid dan parasitisasinyapada pertanaman padi di kawasan TamanNasional Gunung Halimun. Hayati 10(3): 85–90.

Hassel MP & Waage JK. 1984. Host-parasitoidpopulation interactions. Ann. Rev. Entomol. 29:89–114.

Herlinda S, Waluyo, Estuningsih SP, & Irsan C. 2008.Perbandingan keanekaragaman spesies dankelimpahan Arthropoda predator penghuni tanahdi sawah lebak yang diaplikasi dan tanpa aplikasiinsektisida. J. Entomol. Indones. 5(2): 96–107.

Janzen DH. 1987. Insect diversity of a Costa Rican dryforest: why keep it, and how? Biol J. Linn. Soc.30(4): 343–356.

Kartohardjono A. 2011. Penggunaan musuh alamisebagai komponen pengendalian hama padiberbasis ekologi. Pengem. Inov. Pert. 4(1): 29–46.

LaSalle J. 1993. Parasitic Hymenoptera, biologicalcontrol and biodiversity. In: LaSalle J & GauldID (Eds.) Hymenoptera and Biodiversity. CABInternational Oxon, Wallingford.

Luskin MS & Potts MD. 2011. Microclimate and habitatheterogeneity through the oil palm life cycle. BasicAppl Ecol. 12(6): 540–551.

Nolan KA & Callahan JE. 2006. Beachcomber biology:the Shannon-Wiener species diversity index.ABLE. 27: 334-338.

Pradhana RAI, Mudjiono G, & Karindah S. 2014.Keanekaragaman serangga dan laba-laba padapertanaman padi organic dan konvensional. J.HPT Tropika. 2(2): 58–64.

Rizali A, Buchori D, & Triwidodo H. 2002.Keanekaragaman serangga pada lahanpersawahan-tepian hutan indikator untukkesehatan lingkungan. Hayati 9: 41–48.

Rohrig E, Sitvinski J, & Wharton R. 2008. Comparisonof parasitic Hymenoptera captured in malaisetraps baited with two flowering plants, Lobulariamaritima (Brassicales: Brassicaceae) andSpermacoce verticilata (Gentianales:Rubiaceae). Fla Entomol. 91(4): 621–627.

SANWACANA

Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat PendidikanTinggi (Dikti) melalui Beasiswa PendidikanPascasarjana Dalam Negeri (BPPDN). Terima kasihkepada PTPN VIII Cindali Bogor yang telahmemberikan izin penelitian sehingga saya dapatmelakukan penelitian di lokasi perkebunan sawittersebut.

Page 31: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

146 J. HPT Tropika Vol. 16, No. 2, 2016: 138 - 146

Sahari B. 2012. Struktur komunitas parasitoidHymenoptera di perkebunan kelapa sawit, DesaPandu Senjaya, Kecamatan Pangkalan Lada,Kalimantan Tengah [disertasi]. Institut PertanianBogor. Bogor.

Siemann E, Haarstad J, & Tilman D. 1999. Dynamicsof plant and arthropod diversity during old fieldsuccession. Ecography 22: 406–414.

Triplehorn CA & Johnson NF. 2005. Borror andDeLong’s Introduction to the Study of Insect7th Edition. Cengage Learning, Stamford (US).

Yaherwandi. 2005. Keanekaragaman Hymenopteraparasitoid pada beberapa tipe lanskap pertaniandi Daerah Aliran Sungai (DAS) CianjurKabupaten Cianjur, Jawa Barat [disertasi]. InstitutPertanian Bogor, Bogor.

Page 32: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Dania et al. Karakterisasi Morfologi Tiga Genus 155J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525Vol. 16, No. 2: 155 – 164, September 2016

KARAKTERISASI MORFOLOGI TIGA GENUS SERANGGAPENGGEREK (LEPIDOPTERA: PYRALOIDEA)

Gina Dania Pratami1, Rika Raffiudin2, & I Made Samudra3

1Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojenogoro No I. Bandar Lampung 35145

2Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor Gedung Biologi Kampus IPB, Dramaga, Bogor, Jawa Barat 16680

3Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik (BB Biogen) Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Menteng, Bogor Barat, Jawa Barat 16111

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Morphological characterization of three genus of insect borer (Lepidoptera: Pyraloidea). The objective of the researchwas to characterize the morphological differences of insect borers between Genus Etiella (Pyralidae: Phycitinae), Scirpophaga(Crambidae: Schoenobiinae), and Ostrinia (Crambidae: Pyraustinae). Observed characters were based on external morphologyand genitalia. The result showed that Crambidae has praecinctorium in the tympanic organs, while lack of in Pyralidae.Phycitinae had chaetosema, proboscis, cubital pecten and the elongated forewing. Pyraustinae was lack of chaetosema andtheir forewings are wide towards termen. Whereas, Schoenobiinae had chaetosema with elongated forewing. Etiella hadscales on antemedial area and their veins M2-M3 are fused. Forewing of Ostrinia had 11 veins and the corpus bursae shapewas round irregular. Forewing of Scirpophaga had 12 veins, anal hair tuft, coremata, and the corpus bursae is round. The maincharacteristics used in identification at family and subfamily level were the praecinctorium, chaetosema, the shape of theforewings, proboscis, and cubital pecten. Whereas at genus level; anal hair tuft, coremata, and shape of the corpus bursaeformed the basis of characterization. The morphological characterization was used to make the key identification of insectborers in Indonesia.

Key words: Etiella, external morphology, genitalia, Ostrinia, Scirpophaga

ABSTRAK

Karakterisasi morfologi tiga genus serangga penggerek (Lepidoptera: Pyraloidea). Penelitian ini bertujuan untukmenentukan perbedaan karakter morfologi Genus Etiella (Pyralidae: Phycitinae), Genus Scirpophaga (Crambidae:Schoenobiinae), dan Genus Ostrinia (Crambidae: Pyraustinae) berdasarkan variasi morfologi. Karakterisasi dilakukan denganpengamatan pada morfologi eksternal dan genitalia. Berdasarkan hasil penelitian, karakter praecinctorium pada organ timpanumdimiliki oleh Crambidae dan tidak dimiliki oleh Pyalidae. Phycitinae memiliki chaetosema probosis dan cubital pecten, sertabentuk sayap depan memanjang. Pyraustinae tidak memiliki chaetosema dan memiliki bentuk sayap depan melebar ke arahtermen, sedangkan Schoenobiinae memiliki chaetosema dengan bentuk sayap memanjang. Karakter pada Etiella berupa sisikpada daerah antemedial dan vena M2-M3 yang menyatu. Ostrinia memiliki 11 vena sayap depan dan bentuk corpus bursaeyang membulat tidak beraturan. Scirpophaga memiliki 12 vena sayap depan, anal hair tuft, coremata, dan corpus bursaeyang berbentuk bulat rapat. Karakter kunci yang digunakan untuk mengidentifikasi tingkat famili dan subfamili adalah adatidaknya praecinctorium, chaetosema, probosis, dan cubital pecten, serta bentuk sayap depan. Tingkat genus dilihat darianal hair tuft, coremata dan bentuk corpus bursae. Karakterisasi morfologi dapat dimanfaatkan untuk membuat kunci identifikasiserangga penggerek di Indonesia.

Kata kunci: Etiella, genitalia, morfologi eksternal, Ostrinia, Scirpophaga

PENDAHULUAN

Pyraloidea, salah satu superfamili besar dari OrdoLepidoptera, memiliki dua famili yaitu Pyralidae danCrambidae. Serangga dari kedua famili ini merupakanserangga penting tanaman pertanian, karena bersifat

menggerek tanaman (Triplehorn & Johnson, 2005; Solis,2007). Beberapa spesies serangga penggerek Pyralidaedan Crambidae yang ditemukan pada tanaman pertaniandi Indonesia diantaranya adalah penggerek polongkedelai Etiella Zeller (Pyralidae: Phycitinae).Penggerek batang jagung dari Genus Ostrinia Hûbner

Page 33: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

156 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 155 - 164

(Crambidae: Pyraustinae) dan penggerek pucuk tebuScirpophaga Walker (Crambidae: Schoenobiinae)(Solis, 2007).

Karakterisasi morfologi perlu dilakukan untukmempelajari karakter-karakter kunci yang dimiliki olehketiga genera penggerek tersebut, sehingga dapatmemberikan ketepatan dalam identifikasi serangga dilapang. Kunci identifikasi Lepidoptera yang ada saat iniadalah kunci identifikasi tingkat famili dalam OrdoLepidoptera (Nielsen & Common, 1991; Triplehorn &Johnson, 2005; Sutrisno & Darmawan, 2012) dan tingkatSubfamili dari Superfamili Pyraloidea (Sutrisno &Darmawan, 2012). Belum ada kunci identifikasi untukserangga penggerek tanaman pertanian khususnya diIndonesia. Oleh sebab itu, berdasarkan karakterisasimorfologi dari penelitian ini diharapkan dapat dibuat kunciidentifikasi khusus serangga penggerek tanamanpertanian yang ada di Indonesia.

Serangga penggerek dari Ordo Lepidoptera masihdapat dibedakan secara morfologi hingga tingkat genus.Namun, pada beberapa genus masih memiliki kemiripansehingga terkadang terjadi kesalahan dalam identifikasi.Salah satunya adalah serangga penggerek dari GenusChilo yang memiliki kemiripan dengan GenusScirpophaga, terutama pada imago jantan yangditemukan pada tanaman tebu dan padi (Kalshoven,1981; Sutrisno & Darmawan, 2012).

Karakterisasi morfologi dilakukan untukmembedakan karakter atau variasi morfologi, sehinggadapat mengenali serangga secara tepat. Karakter yangdigunakan untuk membedakan tingkat famili dalam OrdoLepidotera diantaranya adalah bentuk dan venasisayap,tipe antena, organ eksternal pada kepala, sertaletak organ timpanum (Triplehorn & Johnson, 2005).Tingkat subfamili dapat dibedakan bedasarkan karaktereksternal pada kepala, bentuk dan venasi sayap, cubitalpecten, serta genitalia. Tingkat genus juga dapatdibedakan berdasarkan karakter morfologi eksternalpada kepala, bentuk abdomen, venasi sayap dan genitalia(Solis & Mitter, 1992; Sutrisno & Darmawan, 2012).Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaankarakter antara Genus Etiella, Scirpophaga, danOstrinia berdasarkan variasi morfologi.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu. Sampel Etiella dan Ostriniadiperoleh dari hasil pemeliharaan di Balai BesarPenelitian dan Pengembangan Bioteknologi danSumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Bogor.Sampel Etiella berasal dari Brebes dan Ostrinia dariBogor, sedangkan Genus Scirpophaga diambil

langsung dari Lampung. Contoh spesies yang digunakanuntuk ketiga genus tersebut adalah E. zinckenella, O.furnacalis, dan S. excerptalis. Identifikasi morfologidilakukan di Laboratorium Entomologi dan Zoologi,Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), PusatPenelitian Biologi Cibinong,Jawa Barat. Penelitian inidilakukan dari bulan Desember 2012 sampai Maret 2013.

Karakterisasi Morfologi Imago. Karakterisasimorfologi fase imago dilakukan pada tingkat famili,subfamili dan genus berturut-turut berdasarkan Solis(2007), Solis & Mitter (1992); Sutrisno & Darmawan(2012), Whaley (1973) untuk genus Etiella, Lewvanich(1981) untuk genus Scirpophaga, serta Mutuura &Munroe (1970) untuk genus Ostrinia. Karakter yangdiamati meliputi morfologi eksternal yang terdiri darimorfologi kepala, abdomen, sayap, dan morfologigenitalia (Tabel 1).

Preparasi Venasi Sayap. Preparasi venasi sayapdilakukan berdasarkan metode Robinson (1976) danWallenmaier (2007). Preparasi sayap terdiri dari tahappencucian (washing), pembersihan (clearing),pewarnaan (staining), dan pembuatan slide (mounting).Tahap pewarnaan menggunakan eosin 2% yangdirendam selama satu malam (Lee & Brown, 2008).

Preparasi Genitalia. Preparasi genitalia dilakukandengan metode Clarke (1941) dan Robinson (1976).Preparasi genitalia dilakukan untuk imago jantan danbetina yang terdiri dari tahap pencucian, pembersihan,pewarnaan, pemotongan (dissecting) dan pembuatanslide.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakter Pembeda Famili Pyralidae danCrambidae. Berdasarkan hasil karakterisasi, FamiliPyralidae memiliki organ timpanum yang tertutup tanpaadanya praecinctorium, sedangkan Famili Crambidaememiliki organ timpanum yang terbuka dengan adanyapelebaran berupa praecinctorium (Gambar 1).Karakter pembeda tingkat famili ini sesuai dengan Solis(2007) yang membedakan Famili Pyralidae danCrambidae berdasarkan praecinctorium pada organtimpanum. Praecinctorium merupakan suatu perluasanlubang antromedial pada organ timpanum yang belumjelas fungsinya (Maes,1995; Sutrisno & Darmawan2012). Karakter praecinctorium inilah yang menjadikarakter kunci pembeda Famili Pyralidae danCrambidae.

Page 34: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Dania et al. Karakterisasi Morfologi Tiga Genus 157

A. Karakter tingkat famili

No Karakter Famili Pyralidae Famili Crambidae Pustaka

1. Timpanum Ada, tertutup Ada, terbuka [1]2. Praecinctorium pada

timpanumTidak ada Ada [1]

B. Karakter tingkat subfamily

No KarakterSubfamiliPhycitinae

SubfamiliSchoenobiinae

SubfamiliPyraustinae

Pustaka

I. Karakter eksternal3 Chaetosema Ada Ada Tidak ada [2], [3]4 Palpus maksila Ada,

tidak jelasukurannya

Ada,Panjang

Ada,ecil ditutupi banyaksisik

[2]

5 Probosis Berkembang baik Tereduksi Berkembang baik [1]6 Bentuk sayap depan Memanjang dan

segitigaMemanjang dansempit

Melebar ke arahtermen

[2]

7 R3 – R5 pada sayap depan Menyatu Terpisah Terpisah [3]8 Cubital pecten pada sayap

belakangAda Tidak ada Tidak ada [2]

II. Genitalia jantan

9 Uncus [7] [7] Berbentuk segitiga [3]10 Uncus arms Ada Tidak ada Tidak ada [3]

III. Genitalia Betina

11 Letak ductus seminalis Corpus bursae Ductus bursae Ductus bursae [3]

C. Karakter tingkat genus

No KarakterGenusEtiella [4]

GenusScirpophaga [5]

GenusOstrinia [6]

I. Karakter eksternal12 Abdomen [7] [7] Ramping13 Anal hair tuft [7] Ada [7]14 Sisik pada antemedial Ada, mencolok Tidak ada [7]15 Jumlah vena sayap depan 11 [7] [7]16 R5 sayap depan [7] Diatas sudut cell Dibelakang

apexdaricell17 CuP pada sayap depan Tidak ada Ada, pendek Tidak ada18 M2 dan M3 pada sayap

belakangMenyatu Terpisah Terpisah

19 3A sayap belakang [7] Ada, pendek Ada, panjang

II. Genitalia jantan20 Gnathos Seperti kail sederhana

yang tajamPanjang, menyatu denganuncus

[7]

21 Coremata [7] Ada [7]22 Juxta [7] Seperti lempengan Bervariasi23 Valva [7] Sederhana Lonjong24 Vesica berduri dengan cornuti berduri dengan cornuti [7]

III. Genitalia betina25 Corpus bursae Memanjang dengan

banyak duri signumMembulat dan rapat Membulat, besar,

quadrate dengansignum

Tabel 1. Karakter morfologi untuk karakterisasi tingkat famili, subfamili dan genus

[1]: Solis (2007);[2]: Sutrisno & Darmawan (2012);[3]: Solis & Mitter (1992); [4]:Whalley (1973), [5]: Lewvanich (1981), [6]:Mutuura& Munroe (1970); [7]: studi ini

Page 35: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

158 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 155 - 164

Karakter Pembeda Subfamili Phycitinae,Schoenobiinae, dan Pyraustinae. Karakter yangditemukan pada imago Phycitinae adalah adanyachaetosema (Gambar 2B) dan palpus maksila, tetapipalpus ini tidak jelas ukurannya, probosis berkembangdengan baik (Gambar 3A). Berdasarkan bentuk sayap,subfamili ini memiliki sayap depan memanjang danberbentuk segitiga (Gambar 4A). Pada sayap belakangterdapat cubital pecten (Gambar 5) dan vena R

3-R

5 sayap

depan menyatu (Gambar 6A). Schoenobiinae memilikichaetosema (Gambar 2B), palpus maksila panjang dantidak memiliki probosis (Gambar 3B). Bentuk sayapdepan memanjang dan sempit (Gambar 4B), tidakditemukan cubital pecten, dan vena R

3-R

5 sayap depan

terpisah (Gambar 6B). Pyraustinae memiliki palpusmaksila yang kecil, probosis berkembang dengan baik(Gambar 3C), bentuk sayap depan melebar ke arahtermen (Gambar 4C), dan vena R

3-R

5 sayap depan

terpisah (Gambar 6C). Namun, Pyraustinae tidakmemiliki chaetosema dan cubital pecten.

Bila dilihat dari karakter pembeda berdasarkanprobosis, pada Subfamili Phycitinae dan Pyraustinaeprobosis berkembang dengan baik, sedangkan probosispada Subfamili Schoenobiinae tereduksi. Karaktertersebut dan karakter pembeda lainnya sesuai denganlaporan Sutrisno & Darmawan (2012). Karakter venaR

3-R

5sayap depan sesuai dengan uraian Solis & Mitter

(1992). Chaetosema hanya dimiliki oleh Subfamili

Gambar 2. Chaetosema pada Pyraloidea. (A) Phycitinae dan (B) Schoenobiinae. Skala = 0,5 mm

A B

Gambar 3. Karakter maksila palpus dan probosisPyraloidea. (A) Phycitinae (tampak anterior), (B) Schoenobiinae(tampak anterior),dan (C) Pyraustinae (tampak lateral). mp = maksila palpus; p = probosis. Skala = 0,5mm

A B C

Gambar 1. Perbedaan organ timpanum Pyraloidea. (A) Famili Pyralidae dan (B) Famili Crambidae. ot = Organtimpanum; pr =praecinctorium. Skala = 1 mm

A B

Page 36: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Dania et al. Karakterisasi Morfologi Tiga Genus 159

Gambar 4. Karakter bentuk sayap depan Pyraloidea. (A) Phycitinae, (B) Schoenobiinae, dan (C) Pyraustinae.Skala = 2 mm

A B C

Gambar 5. Karakter Cubital pecten pada sayap belakangPhycitinae. (A) Cubital pecten pada sayap belakangPhycitinae (B) skema cubital pecten pada sayap belakang. Cp = Cubital pecten. Skala= 1 mm

BA

Gambar 6. Karakter venasi sayap depan Pyraloidea. (A-A’) Etiella (Phycitinae), (B-B’) Scirpophaga(Schoenoebiinae), (B-C’) Ostrinia (Pyraustinae). Sc = subcosta Rs = radius sektor, M = median, CuA= cubital anal, dan A= anal . Skala= 2 mm

B

A

C

A’

B’

C’

Page 37: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

160 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 155 - 164

Phycitinae dan Schoenobiinae, sedangkan SubfamiliPyraustinae tidak memiliki karakter tersebut. Karaktercubital pecten hanya dimiliki oleh Phycitinae. Dengandemikian, berdasarkan karakterisasi morfologi padatingkat subfamili, ketiga subfamili ini dapat dibedakanberdasarkan ada tidaknya cubital pecten,probosis, danchaetosema. Cubital pecten adalah sisik tebal (pecten)yang terdapat pada vena cubital sayap belakang yangterletak dekat pangkal, sedangkan Chaetosemamerupakan sisik tegak yang terdapat pada kepala di antarapangkal antena dan oceli (Sutrisno & Darmawan, 2012).

Berdasarkan genitalia, Phycitinae jantan memilikiuncus yang berbentuk panjang, ramping dan terlihattajam, serta ditemukan uncusarm. Uncus padaSchoenobiinae terlihat panjang dan ramping, sedangkanPhyraustinae memiliki uncus yang berbentuk segitiga.Pada Schoenobiinae dan Pyraustinae tidak ditemukanuncusarm (Gambar 7). Phycitinae betina memiliki ductusseminalis yang terletak pada corpus bursae, sedangkanpada Schoenobiinae dan Pyraustinae ductus seminalisini terletak pada ductus bursae (Gambar 8). Karakterpembeda ketiga subfamili tersebut berdasarkan genitaliajantan dan betina sesuai dengan laporan Solis & Mitter(1992).

Karakter Pembeda Genus Etiella, Scirpophaga,dan Ostrinia. Imago Etiella memiliki abdomen yangsedikit lebih besar dibandingkan dengan kedua genuslainnya (Gambar 9A). Pada daerah antemedial sayapdepan ditemukan sisik yang berwarna lebih mencolok(Gambar 10). Sisik ini terlihat seperti garis membujuryang berwana lebih gelap dibandingkan dengan daerahlainnya. Selain itu, Etiella memiliki 11 venapada sayapdepan dengan vena R

5 muncul dari vena R

4(Gambar

6A).

Pada sayap belakang vena M2 dan M

3

terlihatmenyatu, serta vena 3A panjang (Gambar 11A).Karakter yang ditemukan pada Scirpophaga adalahabdomen besar dengan bagian anal tertutup oleh sisik(anal hair tuft) (Gambar 9B). Scirpophaga memilikivena sayap depan yang berjumlah 12 dengan adanyapenambahan vena CuP. Vena R

5 muncul diatas sudut

cell (Gambar 6bB. Pada sayap belakang, vena M2 dan

M3terpisah, serta vena 3A terlihat lebih pendek (Gambar

11B).. Karakter yang ditemukan pada Ostrinia adalah

abdomen ramping (Gambar 9C), vena sayap depanberjumlah 11 dengan vena R

5 muncul dibelakang apex

dari cell (Gambar 6C). Sayap belakang memiliki venaM

2-M

3yang terpisah serta vena 3A yang panjang

(Gambar 11C) .

Gambar 7. Karakter pada genitalia jantan Pyraloidea. (A) Imago jantan, (B) skema genitalia jantan (Lewvanich1981), (C) Etiella(Phycitinae),(D) Scirpophaga (Schoenobiinae), dan (e) Ostrinia(Pyraustinae). un= uncus; un.a = uncus arm; gn = gnathos; jx = juxta; va = valva; co= coremata; ve = vesica; cr =cornuti; ae = aedeagus. Skala = 1 mm

DCB

A

E

Page 38: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Dania et al. Karakterisasi Morfologi Tiga Genus 161

Gambar 10. Karakter sisik pada daerah antemedial sayap depan Etiella. Bar = 2 mm

Gambar 9. Karakter bentuk abdomen dan anal hair tuft Pyraloidea (A) Etiella, (B) Scirpophaga, (C) Ostrinia.Bar= 5 mm

A B C

Gambar 8. Karakter pada genitalia betina Pyraloidea. (A) Imago betina, (B) Skema genitalia betina (Lewvanich1981), (C) Etiella(Phycitinae), (D) Scirpophaga (Schoenobiinae), dan (E)Ostrinia (Pyraustinae) ds= ductus seminalis; cb = corpus bursae ; db = ductus bursae; si = signum. Bar = 1 mm.

EDCB

A

Page 39: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

162 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 155 - 164

Berdasarkan genitalia jantan(Gambar 7), Etiellamemiliki gnathos seperti kail yang tajam, juxtamemanjang seperti tabung, valva kecil dan sangat tipisserta pada aedeagus terdapat vesica berduri dengancornuti. Coremata tidak ditemukan pada genus ini.Scirpophaga memiliki gnathos panjang yang menyatudengan uncus, juxta seperti lempengan, dan terlihatadanya coremata. Scirpophaga memiliki gnathospanjang yang menyatu dengan uncus, juxta sepertilempengan, dan ditemukan coremata. Genus ini memilikivalva yang sederhana, lebar dan menyatu, padaaedeagus terdapat vesica berduri dengan cornuti yangbesar. Ostrinia memiliki gnathos berbentuk segitiga yangmenyatu dengan uncus, juxta bervariasi tampak sepertilempengan dan berbentuk melengkung. Valva berbentuklebar dan lonjong, pada aedeagus terdapat vesica berduridengan cornuti yang kecil dan banyak, dan tidak terlihatadanya coremata.Aedeagus merupakan bagian darigenitalia jantan yang berada di bagian pangkal danterletak pada posisi vertikal. Berdasarkan genitaliabetina(Gambar 8), Etiella memiliki corpus bursae.PadaScirpophaga, corpus bursae berbentuk membulat danrapat, sedangkan pada Ostrinia bagian tersebutmembulat tidak beraturan, seperti quadrate dengan durisignum.

Perbedaan karakter tingkat genus dari penelitianini sesuai dengan Whalley (1973) untuk Etiella,Lewvanich (1981) untuk Scirpophaga, dan Mutuura

& Munroe (1970) untuk Ostrinia. Karakter pembedatingkat genus meliputi bentuk abdomen, ada tidaknyaanal hair tuft dan sisik pada daerah antemedial, venaR

5 dan CuP sayap depan, vena M

2-M

3, dan vena 3A

pada sayap belakang. Karakter pada genitalia jantanberupa gnathos, coremata, juxta, valva, dan vesica,sedangkan corpus bursae pada genitalia betina.

Anal hair tuft merupakan rambut-rambut yangtumbuh pada ujung abdomen dan biasanya memilikiwarna yang berbeda dengan abdomen. Karakter analhair tuftdari ketiga genus hanya dimiliki olehScirpophaga, sedangkan karakter yang hanya dimilikiEtiella adalah sisik pada daerah antemedial sayap depan.Genus Ostrinia tidak memiliki kedua karakter tersebut.Oleh sebab itu, karakter anal hair tuftdan sisik padadaerah antemedial sayap depan inilah yang dapatmenjadi karakter kunci untuk membedakan ketiga genustersebut.

Kunci Identifikasi Tingkat Famili, Subfamili, danGenus. Berdasarkan karakterisasi yang telah dilakukanpada tingkat famili, subfamili dan genus, diperoleh kunciidentifikasi berdasarkan karakter pembeda morfologiuntuk masing-masing tingkat taksa. Kunci identifikasitingkat famili, subfamili dan genus dari penelitian iniadalah sebagai berikut:

Berdasarkan karakterisasi yang telah dilakukan,karakter kunci untuk mengidentifikasi Famili Pyralidae

Gambar 11. Karakter venasi sayap belakang Pyraloidea. (A-A’) Etiella (Phycitinae), (B-B’) Scirpophaga(Scoenoebiinae, (C-C’) Ostrinia (Pyraustinae). Sc = subcosta, Rs = radius sektor, M = median, CuA= cubital anal, dan A= anal. Bar = 2 mm

C’

BV’

A’

C

B

A

Page 40: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Dania et al. Karakterisasi Morfologi Tiga Genus 163

dan Crambidae adalah letak timpanum dan ada tidaknyapraecinctorium. Karakter untuk mengidentifikasitingkat Subfamili Phycitinae, Schoenobiinae, danPyraustinae dapat dilihat hanya dari karakter morfologieksteral. Subfamili Pyraustinae dilihat dari ada tidaknyachaetosema dan bentuk sayap depan. SubfamiliPhycitinae dan Schoenobiinae dilihat dari karakterchaetosema, bentuk sayap depan, probosis, dan cubitalpecten. Identifikasi Genus Etiella, Scirpophaga danOstrinia dapat dilihat berdasarkan ada tidaknya sisikpada daerah antemedial, vena M

2- M

3 sayap belakang,

jumlah vena sayap depan, ada tidaknya anal hair tuft,coremata (genitalia jantan) dan bentuk corpus bursae(genitalia betina).

Penelitian ini berhasil membuat kunci identifikasiuntuk Genus Etiella, Scirpophaga, dan Ostrinia.Karakterisasi morfologi dan kunci identifikasi ini dapatdimanfaatkan sebagai dasar untuk membuat kunciidentifikasi serangga penggerek lain yang ada diIndonesia. Kunci identifikasi yang ada saat ini masihumum untuk Ordo Lepidoptera secara keseluruhan, baikdi tingkat famili, superfamili, maupun genus. Beberapakunci identifikasi yang telah ada di antaranya kunciidentifikasi tingkat famili dan subfamili dalam OrdoLepidoptera oleh Triplehorn & Johnson(2005), tingkatfamili dan subfamili Lepidoptera di Australia oleh Nielsen& Common(1991), dan kunci identifikasi tingkat subfamili

di dalam Famili Pyralidae dan inventarisasi genus dariPyralidae di India oleh Mathew (2006). Di Indonesia,kunci identifikasi yang telah ada ditulis oleh Sutrisno &Darmawan (2012) pada tingkat famili di dalam OrdoLepidoptera dan tingkat subfamili dari SuperfamiliPyraloidea.

Di Indonesia, belum ditemukan kunci identifikasikhusus serangga penggerek dari Ordo Lepidoptera,sehingga terkadang peneliti mengalami kesulitan padasaat mengidentifikasi serangga penggerek padatanaman pertanian. Hasil karakterisasi dan kunciidentifikasi penelitian ini diharapkan dapat menjadi awaldatabase kunci identifikasi untuk serangga-seranggapenggerek yang ada di Indonesia. Selain itu juga kunciini dapat memberikan informasi dan kemudahan dalammengidentifikasi serangga penggerek tanaman pertaniansecara tepat.

Hasil yang diharapkan dapat dikembangkan darikunci identifikasi ini adalah kunci identifikasi lengkapuntuk serangga penggerek tanaman pertanian diIndonesia, seperti kunci identifikasi tingkat spesies yangtelah ada untuk serangga penggerek pada tanaman padi(Khan et al., 1991). Pengembangan terhadap penelitianselanjutnya diharapkan juga dapat menghasilkan kunciidentifikasi berdasarkan spesifikasi tanaman inangserangga penggerek.

Kunci Identifikasi Genus Etiella, Ostrinia, dan Scirpophaga

1a Timpanum terdapat pada sternit ruas ke-2 abdomen ..................................... 2

1b Timpanum terdapat pada toraks (metatoraks) .................................................. Famili Noctuidae

2a Timpanum tertutup tanpa praecinctorium ........................................................ Famili Pyralidae

2b Timpanum terbuka dengan adanya praecinctorium ........................................ Famili Crambidae

3a Chaetosema ada; sayap depan memanjang segitiga atau sempit ..................... 4

3b Chaetosema tidak ada; sayap depan melebar ke arah termen ........................... Subfamili Pyraustinae

4a Probosis berkembang baik; terdapat cubital pectin pada sayap belakang ........ Subfamili Phycitinae

4b Probosis tereduksi; tidak terdapat cubital pecten pada sayap belakang ........... Subfamili Schoenobiinae

5a Tidak ada sisik pada daerah antemedial sayap depan; M2-M3 pada sayapbelakang terpisah ..............................................................................................

6

5b Terdapat sisik pada daerah antemedial sayap depan; M2-M3 pada sayapbelakang menyatu .............................................................................................

Etiella

6a Vena sayap depan berjumlah 11; tidak terdapat anal hair tuf; tidak adacoremata pada genitalia jantan; corpus bursa pada genitalia betinamembulat, tidak beraturan dan terdapat duri signum ........................................

Ostrinia

6b Vena sayap depan berjumlah 12; terdapat anal hair tuft;terdapat corematapada genitalia jantan; corpus bursae pada genitalia betina membulat danrapat ..................................................................................................................

Scirpophaga

Page 41: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

164 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 155 - 164

SIMPULAN

Serangga dari Ordo Lepidoptera, Superfamili Pyraloideaadalah serangga penggerek tanaman pertanian yangmemiliki keragaman dan variasi pada karaktermorfologi.Perbedaan karakter tingkat Famili Crambidaedan Pyralidae dilihat dari praecinctorium pada organtimpanum. Tingkat Subfamili Phycitinae, Schoenobiinae,dan Pyraustinae dapat dibedakan berdasarkan adatidaknya chaetosema, bentuk sayap depan, ada tidaknyaprobosis, dan cubital pecten. Perbedaan karaktermorfologi tingkat Genus Etiella, Scirpophaga, danOstriniadapat dilihat dari ada tidaknya sisik pada daerahantemedial sayap depan, vena M

2-M

3 sayap belakang,

jumlah vena sayap depan, ada tidaknya anal hair tuft,coremata pada genitalia jantan dan bentuk corpusbursae pada genitalia betina.

SANWACANA

Terima kasih disampaikan kepada Dr. HariSutrisno dan Bpk. Darmawan yang telah membantudalam proses identifikasi di LIPI. Ucapan terimakasihjuga kepada Dr. Sergine Ponsard (Perancis) yang telahmembantu dalam mendapatkan buku identifikasi yangberjudul “Taxonomy and distribution of the Europeancorn borer and allied species: genus Ostrinia(Lepidoptera: Pyralidae)”.

DAFTAR PUSTAKA

Clarke JF. 1941. The Preparation of slides of thegenitalia of Lepidoptera. Bull.Brooklyn Entomol.Soc. XXXVI(4): 149–161.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops inIndonesia. Laan PA van der, penerjemah.Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve.

Khan ZR, Litsinger JA, Barrion AT, Villanueva FFD,Fernandez NJ, & Taylo LD. 1991. WorldBibliography of Rice Stem Borers. Los Banos:International Rice Research Institute.

Lee S & Brown RL. 2008. Revision of holarcticTeleiodini (Lepidoptera: Gelechiidae). Zootaxa1818: 1–55.

Lewvanich A. 1981 A revision of the old world speciesof Scirpophaga (Lepidoptera: Pyralidae). Bull.Br. Mus. Nat. Hist. Entomol. 42(4): 185–298.

Maes KVN. 1995. A comparative morphological studyof the adult Crambidae (Lepidoptera, Pyraloidea).B. Annls Soc. Roy. Belge. Entomol. 131: 383–434

Mathew G. 2006. An inventory of Indian Pyralids(Lepidoptera: Pyralidae). Zoos Print J. 21(5):2245 –2258.

Mutuura A & Munroe E. 1970. Taxonomy anddistribution of the European corn borer and alliedspecies: genus Ostrinia (Lepidoptera: Pyralidae).Mem. Entomol. Soc. Can. 102(S71): 1–112.

Nielsen ES & Common IFB. 1991. Lepidoptera (Mothand Butterflies). In Nauman D (Ed.) The Insectof Australia. Volume 3. Carlton. MelbourneUniversity Press, Victoria.

Robinson GS. 1976. The preparation of slides ofLepidoptera genitalia with special reference tothe microlepidoptera. Entomol. Gaz. 27: 127–132.

Solis MA. 2007. Phylogenetic studies and modernclassification of the Pyraloidea (Lepidoptera).Rev. Colomb. Entomol. 33(1): 1–9.

Solis MA & Mitter. 1992. Review and preliminaryphylogenetic analysis of the subfamilies of thePyralidae (sensu stricto) (Lepidoptera:Pyraloidea). Syst. Entomol.17(1): 79–90.

Sutrisno H & Darmawan. 2012. Series of IndonesianInsects: Moth of Gunung Halimun-SalakNational Park. Part 1 : Thryridoidea andPyraloidea. LIPI Press, Bogor.

Triplehorn CA & Johnson NF. 2005. Boror andDelong’s Introductions to The Study of Insects7th Edition. USA : Thomson Books/Cole.

Wallenmaier TE. 2007. Preparing wing slide formicrolepidoptera. Entomological Notes. MichiganEntomological Society. 30. Available at: http://insects.ummz.lsa.umich.edu/MES/notes/no30.pdf[accesed 9 march 2013].

Whalley PES. 1973. The genus Etiella zeller(Lepidoptera: Pyralidae): a zoogeographic andtaxonomic study. Bull. Br. Mus. Nat. Hist.Entomol. 28: 1–65.

Page 42: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Putra et al. Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid 165 J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525

Vol. 16, No. 2: 165 – 174, September 2016

KEANEKARAGAMAN HYMENOPTERA PARASITOID PADAPERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTPN VIII CINDALI, BOGOR

Ichsan Luqmana Indra Putra1, Pudjianto2, & Nina Maryana2

1Pascasarjana Entomologi, Institut Pertanian Bogor2Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Jl. Kamper Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Diversity of parasitic Hymenoptera in PTPN VIII oil palm plantation Cindali, Bogor. One group of important naturalenemies in oil palm plantation is parasitic Hymenoptera. The purpose of this research is to know the diversity and fluctuationof parasitic Hymenoptera PTPN VIII Cindali oil palm plantation. This research was conducted in 6 blocks of oil palm inSeptember 2014 – June 2015. There were 5 plots in every observation blocks 39.2 x 39.2 m in size, and used direct and indirectmethod. Direct method done by 5 plants in every plots was taken randomized to observed and taken the herbivore insects toreared until the parasitic Hymenoptera came out. Observation of cover crops conducted by 3 subplots determined diagonallyin every plots 9.8 x 9.8 m in size and herbivore insects was observed and collected. Indirect methods used sweep net andyellow pan trap. The result of this research, 26 parasitic Hymenoptera families was found, with the Braconidae was the mostmorphospecies found and the most individual amount was Scelionidae. The abundance of parasitoid in every month fluctuated.

Key words: diversity, fluctuation, parasitoid

ABSTRAK

Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor. Salah satu musuhalami penting yang terdapat pada area perkebunan kelapa sawit adalah Hyemenoptera parasitoid. Beberapa faktor yangmemengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan Hymenoptera parasitoid di lapang adalah ketersediaan inang dan keanekaragamantanaman. Penelitian ini bertujuan melihat keanekaragaman dan fluktuasi Hymenoptera parasitoid yang berada pada areaperkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali. Penelitian dilakukan pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, denganmenggunakan 6 blok kelapa sawit dan dilakukan dari September 2014 – Juni 2015 dengan pengamatan sebulan sekali. Padasetiap blok terdapat 5 plot yang berukuran 39,2 x 39,2 m, dengan menggunakan metode secara langsung dan tidak langsung.Metode secara langsung dilakukan dengan cara setiap blok diambil 5 tanaman secara acak untuk diamati dan diambil seranggaherbivora untuk dipelihara sampai keluar parasitoidnya. Pengamatan vegetasi bawah ditentukan 3 subplot berukuran 9,8 x 9,8m yang diambil secara diagonal. Pengamatan dan pengambilan serangga herbivora dilakukan di dalam subplot tersebut.Metode tidak langsung dengan menggunakan sweepnet dan perangkap kuning. Hasil penelitian ditemukan 26 familiHymenoptera parasitoid, dengan morfospesies terbanyak adalah famili Braconidae dan jumlah individu terbanyak adalahfamili Scelionidae. Kelimpahan populasi Hymenoptera parasitoid pada setiap bulan mengalami fluktuasi.

Kata kunci: fluktuasi, keanekaragaman, parasitoid

PENDAHULUAN

Kelapa sawit merupakan salah satu tanamanperkebunan yang mempunyai peranan penting dalamperekonomian Indonesia yaitu sebagai penghasil devisanon migas (PDI, 2007). Salah satu perusahaanperkebunan kelapa sawit di Indonesia yang merupakanBadan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah PTPerkebunan Nusantara (PTPN) VIII. PTPN VIIImemiliki beberapa kebun kelapa sawit yang tersebar diberbagai wilayah di Jawa Barat, dan salah satunya

terdapat di Cindali, Kecamatan Ranca Bungur,Kabupaten Bogor. Beberapa penelitian mengenaiserangga sudah pernah dilakukan di perkebunan sawitPTPN VIII, di antaranya tentang kumbang penyerbukElaeidobius kamerunicus Faust (Ayuningsih, 2013)dan keanekaragaman serangga pengunjung bunga jantankelapa sawit (Kusumawardhani, 2011). Namunpenelitian mengenai keanekaragaman Hymenopteraparasitoid di perkebunan tersebut belum pernahdilaporkan. Penggunaan parasitoid memiliki beberapakelebihan dibandingkan dengan teknik pengendalian

Page 43: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

166 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 165 - 174

lainnya, yaitu mampu mengendalikan hama secaraspesifik dan populasi parasitoid di lapangan relatif tinggi(Godfray, 1994).

Beberapa penelitian tentang Hymenopteraparasitoid pada perkebunan kelapa sawit telah dilakukan.Syed & Shaleh (2003) menyatakan bahwa parasitoidApanteles sp. (Hymenoptera: Braconidae) ditemukanmenyerang larva Mahasena corbetti Tams(Lepidoptera: Psychidae) dengan tingkat parasitasimencapai 60%. Sahari (2012) melaporkan bahwa diKalimantan Tengah, Hymenoptera parasitoid familiBraconidae ditemukan memarasiti larva Darna trimaMoore (Lepidoptera: Limacodidae) yang merupakanhama tanaman kelapa sawit dengan tingkat parasitasimencapai 60%. Hymenoptera parasitoid yang terdapatpada pertanaman kelapa sawit adalah familiAphelinidae, Bethylidae, Braconidae, Chalcididae,Diapriidae, Elasmidae, Encyrtidae, Eucharitidae,Eulophidae, Eupelmidae, Eurytomidae, Evaniidae,Gasteruptiidae, Ichneumonidae, Mymaridae,Mymarommatidae, Platygastridae, Pteromalidae,Scelionidae, dan Trichogrammatidae (Hindarto, 2015).

Mengingat pentingnya peranan Hymenopteraparasitoid, maka penelitian tentang keanekaragamanHymenoptera parasitoid ini perlu dilakukan diperkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, sebagaikajian awal dalam pemanfaatannya sebagai agensiapengendalian hayati. Penelitian bertujuan (1)mengetahui keanekaragaman Hymenoptera parasitoidpada area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali,Kecamatan Ranca Bungur, dan (2) mengetahui fluktuasiparasitoid penting yang terdapat pada area perkebunankelapa sawit PTPN VIII Cindali, Kecamatan RancaBungur.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan diperkebunan kelapa sawit PTPN VIII Afdeling 1 Cindali,Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor, ProvinsiJawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulanSeptember 2014 – Juni 2015. Identifikasi sampeldilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga,Departemen Proktesi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.

Penentuan Plot Pengamatan pada Masing-masingBlok. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan denganpengambilan sampel serangga pada area penelitian satubulan sekali. Interval pengambilan sampel tersebutdisesuaikan dengan kegiatan pemotongan pelepah kelapasawit yang dilakukan oleh PTPN VIII. Penelitiandilakukan di 6 blok yang masing-masing luasnya 168–250 ha yang dipilih secara acak sistematis sehinggacukup mewakili secara keseluruhan kebun kelapa sawitdi daerah tersebut. Pada setiap blok penelitian dipilih 5plot yang masing-masing berisi 5 x 5 pohon kelapa sawityang ditentukan secara diagonal (Gambar 1). Jarakantara pohon kelapa sawit adalah 9,8 m. Dengandemikian satu plot berukuran 39,2 x 39,2 m.

Pada setiap plot dilakukan pengambilan sampelserangga Hymenoptera parasitoid dengan menggunakanmetode perangkap nampan kuning, sweeping dandengan pengamatan dan pengambilan hama secaralangsung. Pengambilan hama dilakukan baik pada daunkelapa sawit maupun pada vegetasi bawah. Hamadipelihara dan dilihat apakah muncul parasitoid hamatersebut.

9,8 m

9,8 m

Gambar 1. Desain pengambilan sampel pada lahan kelapa sawit. Kelapa sawit; Perangkap namapan kuning;Petak pengamatan tanaman vegetasi bawah

Page 44: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Putra et al. Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid 167

Perangkap Nampan Kuning. Perangkap terbuat darinampan yang berwarna kuning dengan ukuran 22 x 14x 4 cm dan diisi larutan air sabun sampai batas setengahvolumenya. Pada setiap blok dipasang 10 perangkapnampan kuning selama 1x24 jam. Serangga yangterperangkap disar ing dan disortir. KemudianHymenoptera parasitoid diidentifikasi di laboratoriumdengan menggunakan mikroskop stereo hingga tingkatmorfospesies.

Sweeping Net. Pengambilan sampel serangga dengansweeping net dilakukan pada pukul 07.30 WIB. Padasetiap plot dilakukan seratus kali ayunan ganda di atastanaman penutup tanah. Hymenoptera parasitoidkemudian disortir dari serangga lain dan diidentifikasi dilaboratorium sampai tingkat morfospesies.

Pengamatan dan Pengambilan Hama danParasitoid pada Kelapa Sawit. Pengamatan danpengambilan hama pemakan daun kelapa sawitdilakukan pada 2 pohon kelapa sawit. Pada setiap pohondiamati 5 pelepah daun sehingga total dalam satu blokterdapat 50 pelepah daun kelapa sawit. Pada setiap daunkelapa sawit diamati ada tidaknya hama pemakan daun.Pada setiap plot dilakukan pemotongan satu pelepahdaun kelapa sawit. Hama yang ditemukan pada daunyang dipotong dipelihara di laboratorium dan diamatiHymenoptera parasitoid yang keluar.

Analisis Data. Buku acuan yang digunakan dalamidentifikasi adalah Hymenoptera of the World (Goulet& Huber 1993), Annotated Keys to the Genera ofNeartic Chalcidoidea (Gibson et al., 1997), dan AHandbook of the Families of Nearctic Chalcidoidea(Hymenoptera) (Grissell & Schauff, 1990). Hasilidentifikasi kemudian dianalisis untuk mengetahui tingkatkeanekaragaman Hymenoptera parasitoid dengan

menggunakan Indeks Shanon-Wienner (Magurran,1998), dominansi dengan indeks Simpsons (Odum, 1971).Dinamika populasi parasitoid penting dihitung setiapmorfospesies yang diperoleh per bulan. Hasilpenghitungan tersebut kemudian dimasukkan ke dalamprogram Microsoft Excel 2010 untuk selanjutnya dibuatgrafik agar dapat mengetahui fluktuasi yang terjadi padaparasitoid penting yang ditemukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid. Nilaikeanekaragaman dan kemerataan Hymenopteraparasitoid yang diperoleh menunjukkan bahwa areaperkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali memilikinilai keanekaragaman yang tinggi. Hal ini ditunjukkandengan nilai indeks Shanon-Wienner yang lebih besardari 3.00 (Tabel 1). Nilai tertinggi dari indeks Shanon-Wienner didapat pada bulan Januari. Tingginya Nilai Hpada bulan Januari dimungkinkan karena melimpah danberagamnya inang yang tersedia bagi parasitoid tersebut.Semakin melimpah dan beragam inang yang tersediabagi parasitoid, maka semakin t inggi jugakeanekaragaman parasitoid pada area perkebunankelapa sawit tersebut. Nilai indeks Simpson menunjukkandominansi spesies dalam ekosistem, pada areaperkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali tidakditemukan adanya dominansi suatu spesies tertentu. Halini ditunjukkan dengan nilai indeks Simpson yang hampirmendekati 1.

Hal ini diduga karena area penelitian yangdigunakan termasuk ke dalam kelapa sawit yangberumur tua (tahun tanam 2002, 2003, 2004 dan 2005).Semakin tua umur kelapa sawit, maka akanmempengaruhi kondisi mikrohabitat yang terdapat didalam area perkebunan tersebut. Semakin tua umurkelapa sawit, maka semakin banyak vegetasi bawah

Tabel 1. Nilai indeks Shannon-Wiener (H) dan indeks Simpson (D) pada tanaman kelapa sawit PTPN VIII Cindali

Bulan H D

September 2014 3,15 0,97 Oktober 2014 3,41 0,97 November 2014 3,47 0,97 Desember 2014 3,16 0,97 Januari 2015 3,69 0,95 Februari 2015 3,69 0,96 Maret 2015 3,65 0,96 April 2015 3,57 0,95

Page 45: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

168 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 165 - 174

yang terdapat di dalamnya. Vegetasi bawah bergunasebagai tempat berlindung parasitoid dari musuh alamimaupun iklim yang tidak mendukung kehidupanparasitoid tersebut (Wratten et al., 2004). Semakinbanyak vegetasi bawah yang terdapat di dalam suatuarea perkebunan kelapa sawit, maka semakin banyaksumber nutrisi dan inang alternatif yang dapat digunakanoleh parasitoid untuk dapat melangsungkankehidupannya (Putra et al., 2012). Menurut Erwin(1990), pada hutan tropik, banyaknya kanopimemengaruhi keanekaragaman spesies. Semakinbanyak kanopi yang terdapat pada suatu habitat, makasemakin banyak keanekaragaman spesies yangterdapat pada habitat tersebut.

Famili Scelionidae merupakan famili denganjumlah individu terbanyak yang ditemukan, sedangkanfamili Braconidae merupakan famili dengan jumlahmorfospesies terbanyak yang ditemukan (Tabel 2).

Menurut Sahari (2012) dan Hindarto (2015),parasitoid yang dikumpulkan pada kondisi habitat yangsama dan pada umur tanaman kelapa sawit yang samaakan memiliki nilai keanekaragaman dan komposisispesies yang hampir serupa. Hal ini juga yangmemungkinkan nilai indeks Shanon-Wienner memilikinilai lebih dari 3,00 dan indeks Simpson memiliki nilaihampir mendekati 1. Walaupun dari jumlah totalmorfospesies per famili menunjukkan bahwa anggota

Tabel 2. Kelimpahan jumlah morfospesies dan jumlah individu pada setiap famili yang ditemukan di perkebunankelapa sawit PTPN VIII Cindali

Famili Parasitoid Σ morfospesies Σ individu

Scelionidae 12 1496 Braconidae 14 1054 Eulophidae 12 720 Diapriidae 4 698 Mymaridae 4 310 Platygastridae 3 279 Ceraphronidae 5 242 Elasmidae 2 217 Trichogrammatidae 4 216 Encyrtidae 10 215 Ichneumonidae 9 148 Eurytomidae 3 87 Eucoilidae 3 68 Eupelmidae 2 66 Pteromalidae 4 57 Chalcididae 2 57 Bethylidae 2 55 Aphelinidae 3 51 Evaniidae 4 28 Torymidae 2 21 Drynidae 1 17 Tiphiidae 1 11 Scoliidae 2 5 Eucharitidae 1 4 Mutilidae 1 2 Pompillidae 1 1

Jumlah 111 6 125

Page 46: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Putra et al. Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid 169

famili Scelonidae memiliki jumlah relatif yang cukuptinggi dibandingkan dengan angota parasitoid dari famililain, akan tetapi nilai indeks Shanon-Wienner danSimpson menunjukkan nilai yang tinggi. Hal inidikarenakan niche yang dimiliki antara anggota familiScelionidae dan sebagian besar anggota Hymenopteraparasitoid lain yang ditemukan di area penelitian berbeda.Anggota famili Scelionidae kebanyakan merupakanparasitoid telur (Goulet & Hubber, 1993), sedangkankebanyakan anggota Hymenoptera parasitoid lain yangditemukan merupakan parasitoid larva (Braconidae,Eucoilidae, Scoliidae), nimfa (Drynidae, Mutilidae)ataupun pupa (Chalcididae, Pteromalidae,Ichneumonidae) (Goulet & Hubber, 1993). Beberapaanggota parasitoid merupakan hiperparasit padaparasitoid lainnya. Menurut Odum (1971), suatu spesiestidak akan saling berebut atau berkompetisi denganspesies lainnya apabila mereka memiliki niche yang

berbeda. Menurut Wyie & Speight (2012), perbedaanhabitat atau niche dan cara hidup memungkinkanterjadinya perbedaan tiap spesies dalam satu kelompokyang sama dalam mengeksploitasi sumber makanan yangsama.

Kelimpahan dan Komposisi HymenopteraParasitoid. Dari 26 famili yang ditemukan terdapat 5famili dengan jumlah morfospesies dan individu yanglebih banyak dibandingkan famili lainnya. Kelima familitersebut adalah Scelionidae, Braconidae, Eulophidae,Encyrtidae dan Ichneumonidae (Gambar 2). Kelimafamili dengan jumlah morfospesies dan individuterbanyak tersebut, masing-masing terdapatmorfospesies dengan jumlah individu yang dominan.Pada famili Scelionidae, morfospesies dengan jumlahindividu tertinggi adalah Scelio sp 1, Bracon sp. padafamili Braconidae, Chrysocharis pentheus pada famili

A

B

Page 47: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

170 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 165 - 174

C

D

E

Gambar 2. Komposisi kelimpahan morfospesies pada famili (A) Ichneumonidae; (B) Braconidae; (C) Eulophidae;(D) Encyrtidae; (E) Scelionidae

Page 48: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Putra et al. Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid 171

Eulophidae, Microterys nietneri pada famili Encyrtidaedan Cosmoconus sp. pada famili Ichneumonidae.Tingginya morfospesies tersebut diduga karenabanyaknya inang yang ditemukan pada lokasi penelitian.Parasitoid Scelio sp. 1 memiliki jumlah individu yangtinggi karena banyaknya ordo Orthoptera, danMicroterys nietneri memiliki inang berupa familiCoccidae seperti dari genus Ceroplastes atau Coccus(Abd-Rabou, 2012) atau scale insect lainnya.Cosmoconus sp. sendiri memiliki inang yang berupalarva dari Hymenoptera symphyta atau larva dari OrdoLepidoptera (Goulet & Hubber, 1993).

Faktor lain yang memengaruhi tingginya jumlahindividu adalah iklim. Iklim terutama temperatur dapatmemengaruhi keberhasilan suatu organisme untukmenetap, tumbuh dan berkembang pada suatu habitat(Hatherly et al., 2005). Temperatur selama penelitianrata-rata berkisar 25,9 oC. Menurut Gunduz & Gulel(2005), parasitoid Bracon hebetor dapat hidup lebihoptimal pada temperatur lingkungan berkisar antara 26± 2oC, sedangkan Chrysocharis pentheus memilikitemperatur yang optimum bagi perkembangan parasitoidini adalah sekitar 22oC (Mafi & Ohbayashi, 2010) atau20oC (Sugimoto et al., 1981).

Fluktuasi Hymenoptera Parasitoid Penting.Fluktuasi Hymenoptera parasitoid penting yang terdapatpada area perkebunan kelapa sawit PTPN VIIImengikuti fluktuasi inangnya (Gambar 3). Beberapahama pemakan daun kelapa sawit yang ditemukansebagai inang adalah Metisa plana (Lepidoptera:Psychidae), Mahasena corbeti (Lepidoptera:

Psychidae), Setora nitens (Lepidoptera: Limacodidae),Birthosea bisura (Lepidoptera: Limacodidae),Ambadra sp. (Lepidoptera: Notodontidae) danPseudococcus sp. (Hemiptera: Pseudococcidae).Semakin banyak inang bagi parasitoid, maka semakinbanyak parasitoid yang terdapat pada area tersebut.Selain itu faktor iklim dan vegetasi selama penelitianjuga memengaruhi fluktuasi dari parasitoid penting padaarea penelitian. Tingginya curah hujan akan semakinmemengaruhi keanekaragaman vegetasi bawah padaperkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali. Semakinberagamnya vegetasi bawah maka semakin beragamdan melimpah juga ketersediaan inang dan tambahannutrisi bagi parasitoid tersebut.

Hubungan Antara Inang-Parasitoid. Daripemeliharaan hama pemakan daun kelapa sawit,terdapat beberapa Hymenoptera parasitoid yangberasosiasi dengan hama tersebut. Parasitoid tersebutadalah Spinaria spinator, Aphanogmus sp., Charopsbicolor, Telenomus podisi (Tabel 3). Terdapat satuparasitoid yang telah diketahui memarasit hama ulatBirthosea bisura yaitu Chlorocryptus purpuratus(Mariau, 1999) tetapi tidak ditemukan keluar dari ulattersebut dalam pemeliharaan. Namun dalam pengambilandengan menggunakan sweep net dan perangkap nampankuning, ditemukan parasitoid tersebut. Hal inimenunjukkan bahwa musuh alami yang berupaHymenoptera parasitoid yang terdapat dalam areaperkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali tergolonglengkap dan dapat memarasit semua instar dari hamakecuali fase dewasa.

Spinaria spinator

ASetora nitensAmatisa sp.

Charops bicolor

Page 49: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

172 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 165 - 174

Parasitoid Inang Jumlah individu %

parasitisasi PL PTL

Spinaria spinator Setora nitens 06 011 85,71 Amatissa sp. 03 011 75,00

Charops bicolor Setora nitens 02 011 28,57 Chlorocryptus purpuratus Birthosea bisura 00 015 0,00 Telenomus podisi Birthosea bisura 50 394 76,92 Aphanogmus sp. Mahasena corbetti 08 093 07,84

Metisa plana 12 06,70 Gryon sp. Phintella sp. 32 034 47,05 Acerophagus sp. Pseudococcus sp. 08 002 03,83

Tabel 3. Hubungan antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada tanaman kelapa sawit PTPN VIII, Cindali,Bogor

PL= pengamatan langsung, PTL= pengamatan tidak langsung

B

C

Metisa planaMahasena corbettiAphanogmus sp. 1

Gambar 3. Hubungan fluktuasi antara parasitoid-inang yang terdapat di area perkebunan kelapa sawit PTPNVIII Cindali (A) S. nitens dan Amatissa sp. dengan S. spinator dan C. bicolor (B) M. plana dan M.corbetti dengan Aphanogmus sp. (C) B. bisura dengan T. podisi dan C. purpuratus

Birthosea bisturaTelenomus podisiChlorocryptuspurpuratus

Page 50: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Putra et al. Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid 173

SIMPULAN

Perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali,Bogor memiliki tingkat keanekaragaman Hymenopteraparasit yang tinggi dengan nilai indeks 3,399.Hymenoptera parasitod yang ditemukan terdiri dari 26famili, 111 morfospesies dan 6 125 individu, denganmorfospesies terbanyak yang ditemukan dari familiBraconidae sebanyak 14 morfospesies. Jumlah totalindividu tebanyak adalah Scelio sp. dari familiScelionidae dengan 394 ekor. Parasitoid yang ditemukanberasosiasi dengan hama pemakan daun kelapa sawitadalah Spinaria spinator (Braconidae), Charopsbicolor (Ichneumonidae), Aphanogmus sp.(Ceraphronidae), Telenomus podisi (Scelionidae) danChlorocryptus purpuratus (Ichneumonidae).

SANWACANA

Terimakasih saya ucapkan kepada Kepala PTPNVIII yang telah mengijinkan saya untuk dapat melakukanpenelitian di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,Cindali, Bogor. Terimakasih juga saya ucapkan kepadaBapak Genta selaku Kepala afdeling I kebun kelapasawit PTPN VIII yang telah memberikan ijin sehinggasaya dapat melakukan penelitian di tempat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abd-Rabou S. 2012. New records of host insects anddistribution of the effective parasitoid, Microterysnietneri Motschulsky (Hymenoptera: Encyrtidae)in Egypt. J. Trop. Asian Entomol. 1: 29–31.

Ayuningsih M. 2013. Frekuensi kunjungan Elaeidobiuskamerunicus Faust. pada bunga betina danefektivitasnya terhadap pembentukan buahkelapa sawit [Tesis]. Institut Pertanian Bogor,Bogor.

Erwin TL. 1990. Canopy arthropod biodiversity: achronology of sampling techniques and results.Rev. Per Entomol. 32: 71–77.

Gibson GAP, Huber JT, & Woolley JB. 1997. AnnotatedKeys to the Genera of Neartic Chalcidoidea(Hymenoptera). NRC Research Press. Ottawa,Canada.

Godfray HCJ. 1994. Parasitoid: Behavioral andEvolutionary Ecology. Pricenton UniversityPress, New Jersey.

Goulet H & Huber JT. 1993. Hymenoptera of theWorld: An Identification Guide to Families.Centre for land and Biological ResourcesResearch, Ottawa.

Grissell EE & Schauff ME. 1990. A Handbook of theFamilies of Nearctic Chalcidoidea(Hymenoptera). The Entomological Society ofWashington, Washington.

Gunduz EA & Gulel A. 2005. Investigation of fecundityand sex ratio in the parasitoid Bracon hebetorSay (Hymenoptera: Braconidae) in relation toparasitoid age. Turk. J. Zool. 29(4): 291–294.

Kusumawardhani G. 2011. Keanekaragaman seranggapengunjung bunga jantan kelapa sawit (Elaeisguineensis Jacq.) [Tesis]. Institut PertanianBogor, Bogor.

Hatherly IS, Hart AJ, Tullet AG, Bale JS. 2005. Use ofthermal data as a screen for the establishmentpotential of non-native biological control agentsin the UK. Biocontrol. 50(5): 687–698.

Hindarto A. 2015. Keanekaragaman serangga padaperkebunan kelapa sawit pada umur tanamanyang berbeda di unit Kebun Rambutan PTPNIII [Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mafi Sh & Ohbayashi N. 2010. Biology ofChrysocharis pentheus, an endoparasitoid waspof the citrus leafminer Phyllocnistis citrellaStainton. J. Agr. Sci. Tech. 12(2): 145–154.

Magurran AE. 1998. Ecological Diversity and itsMeasurement. Princeton University Press, NewJersey.

Mariau D. 1999. Limacodidae (Lepidoptera) on oil palmand coconut, harmful species and naturalenemies. Retour. Au. Menu. Plantations,Recherche. Develop. 6(3): 149–160.

Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. WBSaunders Company, Philadelphia.

[PDI] Pusat Data dan Informasi. 2007. GambaranSekilas Industri Kelapa Sawit. DepartemenPerindustrian, Jakarta.

Putra ETS, Simatupang AF, Supriyanta SW& IndradewaD. 2012. The growth of one-year old oil palmintercropped with soybean and groundnut. J.Agric. Sci. 4(5): 169–180.

Page 51: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

174 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 165 - 174

Sahari B. 2012. Struktur komunitas parasitoidHymenoptera di perkebunan kelapa sawit, DesaPandu Senjaya, Kecamatan Pangkalan Lada,Kalimantan Tengah [Disertasi].Institut PertanianBogor, Bogor.

Syed RA & Shaleh HA. 2003. Integrated pestmanagement of bagworms in oil palm plantationsof PTPP London Sumatra Indonesia TBK (withparticular reference to Mahasena corbetti Tams)in North Sumatra (Indonesia). Diakses pada 4September 2014.

Wratten S, Berndt L, Tylianakis J, Ernando P, & DidhamR. 2004. Adding flora diversity to enhanceparasitoid fitness and eficacy. Diakses pada 9Januari 2015.

Page 52: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

196 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 196 - 202 J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525

Vol. 16, No. 2: 196 – 202, September 2016

PENGARUH FORMULASI DAN LAMA PENYIMPANAN PADAVIABILITAS, BIOAKTIVITAS DAN PERSISTENSI CENDAWAN

METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAPCROCIDOLOMIA PAVONANA FABRICIUS

Nuraida & Aisyah Lubis

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Al-Azhar MedanJl. Pintu Air IV No. 214 Kwala Bekala Padang Bulan Medan

E-mail : [email protected]

ABSTRACT

Effects of formulations and storage length on the viability, bioactivity and persistence of Metarhizium anisopliaeagainst Crocidolomia pavonana Fabricius. Crocidolomia pavonana Fabricius (Lepidoptera: Pyralidae) is importantpest on vegetables form Brassicaceae family, that required to be control. Metarhizium anisopliae entomopathogenicfungus is one potensial of the biological agent that can be used to control C. pavonana. This study aimed to investigatedthe effect of storage duration on viability, bioactivity and persistence of M. anisopliae after formulated to control C.pavonana. Laboratory experiment was arranged in completely randomized design with the treatment was storage durationthat included 2,4,6,8 and 10 weeks that replicated three trials. The variabels to be measured were viability and bioactivity atconcentrations106, 107, and108. Field experiment used T Student test with treatment was duration of M. anisopliaeformulation survive and its persistence on C. pavonana. Laboratory experiment results showed that the best storage durationof formulation on Metarhizium viability was pellet frmulation at 4th week 4 after storage. While the best bioactivity was pelletformulation with concentration 107 at 10 weeks after storage. Field experiment results showed that M. anisopliae formulationcould be survived and its persistence to control pests C. pavonana until 4th day after application, either pellet or powderformulation.

Key words: entomopathogenic fungi, formulation, M. anisopliae, viability and persistence

ABSTRAK

Pengaruh formulasi dan lama penyimpanan pada viabilitas, bioaktivitas dan persistensi cendawan Metarhiziumanisopliae terhadap Crocidolomia pavonana Fabricius. Crocidolomia pavonana Fabricius (Lepidoptera: Pyralidae)merupakan hama penting pada tanaman sayuran dari famili Brassicaceae yang memerlukan pengendalian. Cendawanentomopatogen Metarhizium anisopliae merupakan salah satu agensia hayati yang potensial dimanfaatkan untuk pengendalianhama C. pavonana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lamanya penyimpanan pada viabilitas, bioaktivitasdan persistensi cendawan M. anisopliae yang di formulasi untuk mengendalikan hama C. pavonana. Percobaan laboratoriummenggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), meliputi lamanya penyimpanan cendawan (2, 4, 6, 8 dan 10 minggu) terhadapviabilitas dan bioaktivitasnya pada konsentrasi 106, 107, dan 108. Percobaan lapangan menggunakan rancangan Uji StudentT, meliputi perlakuan lamanya formula M. anisopliae bertahan dilapangan serta persistensinya terhadap C. pavonana.Hasil percobaan laboratorium menunjukkan bahwa lamanya penyimpanan formulasi terhadap viabilitas cendawan metarhiziumyang paling baik adalah pada formulasi pelet yaitu pada minggu ke 4 setelah penyimpanan. Sedangkan bioaktivitas palingbaik terdapat pada minggu ke 10 setelah penyimpanan yaitu pada formulasi pelet dengan konsentrasi 107. Hasil percobaanlapang menunjukkan bahwa formula M. anisopliae dapat bertahan di lapangan serta persistensinya untuk mengendalikanhama C. pavonana hanya sampai hari ke 4 setelah aplikasi, baik formulasi pelet maupun formulasi tepung.

Kata kunci : formulasi, jamur entomopatogen, M. anisopliae, viabilitas dan persistensi

PENDAHULUAN

Crocidolomia pavonana Fabricius (Lepidoptera:Pyralidae) merupakan salah satu hama penting padatanaman sayuran dari familia Brassicaceae (kubis,

brokoli, kubis bunga, sawi dan lobak) (Kalshoven, 1981).Larva C. pavonana lebih menyukai daun muda,kemudian menuju titik tumbuh tanaman kubis. Bilaserangan berat dapat menyebabkan tanaman kubis tidakbisa membentuk krop (Kalshoven, 1981). Kerusakan

Page 53: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Nuraida & Lubis Pengaruh Formulasi dan Lama Penyimpanan 197

yang disebabkan oleh hama ini dapat mencapai 100%bila tidak dilakukan pengendalian secara tepat.

Sampai saat ini pengendalian hama C. pavonanapara petani masih mengandalkan insektisida sintetik,karena mereka menganggap insektisida kimiamerupakan jaminan untuk keberhasilan usaha taninya,selain masih belum ditemukannya cara pengendalian lainyang lebih efektif. Aplikasi insektisida kimia dilakukansecara berkala seminggu sekali bahkan 2 atau 3 harisekali dan bahan kimia yang disemprotkan merupakancampuran dari berbagai jenis insektisida. Hal ini sangatdisayangkan mengingat Indonesia sedang menuju erapembangunan pertanian yang berwawasan lingkungan,sehingga penggunaan insektisida sintetik harus digunakanseminimal mungkin. Pengendalian hayati denganmemanfaatkan mikroba patogen seperti cendawanentomopatogen (Metarhizium), berpotensi sebagaipengendalian alternatif menggantikan insektisida sintetik.Selain itu memberdayakan musuh alami dan potensibiologi lainnya merupakan komponen utama, karenamusuh alami mempunyai peranan yang penting dalampenekanan populasi hama dan menjaga keseimbanganekosistem. Oleh karena itu musuh alami yang sudah adapada ekosistem setempat perlu dijaga kelestariannya danupaya untuk meningkatkan peranannya dalampengendalian hama juga perlu dilakukan.

Penelitian tentang aplikasi cendawan M.anisopliae untuk pengendalian hama telah banyakdilakukan mulai dari eksplorasi dan seleksi strain-strainisolat (Luz et al., 1998; Myles, 2002; Nuraida & Hasyim,2009; Hasyim et al., 2009). Cendawan Metarhiziumsp. dilaporkan dapat diproduksi secara massal padamedia seperti SDB (Sobouraud Dextrose Broth) atauSDA (Sabouroud Dextrose Agar) (Prayogo et al.,2005) dan diformulasikan sebagai bioinsektisida baikdalam bentuk padat maupun cair (Alves et al., 2002;Geden & Steinkraus, 2003). Dalam rangkapemanfaatan cendawan entomopatogen sebagai agensiapengendali hayati hama C. pavonana, pemilihan jenisdan isolat cendawan entomopatogen yang virulenterhadap hama C. pavonana merupakan hal yangpenting. Di samping faktor virulensi, kemampuan patogenuntuk bisa hidup dan bertahan di lingkungan sertamenyebar di dalam populasi hama merupakan salah satufaktor penting dalam keberhasilan pengendalian hayati.Propagul cendawan yang memiliki persistensi dantransmisi yang baik akan mempunyai peluang yang lebihbesar untuk bisa kontak dengan serangga danmenimbulkan penyakit (Inglis et al., 2001). Keberhasilancendawan Metarhizium di lapangan belum konsisten,hal ini disebabkan oleh faktor antara lain viabilitas,virulensi, kondisi lingkungan dan formulasi. Untuk

menjaga viabilitas dan virulensinya maka dilakukanpengawetan dengan membuat formulasi yaitu pelet dantepung. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Bustamantedalam Junianto & Sulistyowati (2000), bahwa untukmenjaga viabilitas ataupun virulensinya, spora cendawanentomopatogen dapat diawetkan dengan carapengeringan karena pada kadar air rendah aktivitasmetabolismenya kecil. Spora Metarhizium sama halnyadengan spora Beauveria bassiana bila dikering-anginkan masih dapat bertahan hidup sampai 2 tahunbila disimpan pada suhu 5 oC, sedangkan spora yangtidak diawetkan hanya berumur beberapa minggu.Viabilitas (daya kecambah), pertumbuhan, virulensi danpersistensi Metarhizium sp. sangat dipengaruhi olehfaktor ligkungan fisik. Suhu optimum untuk pertumbuhanberkisar 22-27 oC (Roddom & Rath, 2000). Kelembabanyang dibutuhkan cendawan Metarhizium sp.membentuk kecambah di atas 90% dan padakelembaban yang semakin tinggi cendawan semakinvirulen. Virulensi cendawan ini akan semakin menurundengan semakin menurunnya kelembaban udara (Milneret el., 1997). Pada kelembaban udara yang lebih rendahdari 86% virulensi cendawan akan terus menurun(Bidochka et al., 2000). Viabilitas cendawan sangatmempengaruhi pertumbuhan berikutnya. Semakinbanyak konidia berkecambah, semakin cepatpertumbuhan cendawan tersebut dan semakin cepatmenimbulkan kematian pada serangga uji tersebut(Prayogo et al., 2005).

Faktor penting dalam keberhasilan pengendalianhayati adalah kemampuan dari patogen tersebut untukbisa hidup dan bertahan di lingkungan. Propagulcendawan yang memiliki persistensi yang baik akanmempunyai peluang yang lebih besar untuk bisa kontakdengan serangga dan menimbulkan penyakit (Inglis etal., 2001). M. anisopliae selain mudah ditularkan padaberbagai jenis serangga, juga mudah diperbanyak padasubstrat yang sederhana dan konidia memiliki persistensiyang lama di dalam tanah (Goettel, 1992).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu. Pelaksanaan penelitian dibagimenjadi dua percobaan. Percobaan I dilaksanakan diLaboratorium Hama dan Penyakit Fakultas PertanianUniversitas Al-Azhar Medan, mulai bulan Maret sampaiJuli 2014. Percobaan II dilaksanakan di Kebunmasyarakat Kabupaten Tanah Karo, mulai bulan Junisampai September 2014.

Formulasi isolat M. anisopliae. Isolat cendawanentomopatogen M. anisopliae diformulasi dalam bentuk

Page 54: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

198 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 196 - 202

pelet alginat (Gambar 1A) dengan menggunakan metodeyang dikemukakan oleh Bextine & Thorvilson (2002).Larutan sodium alginat diperoleh dengan caramelarutkan 2,5 g sodium alginat kedalam 10 ml etanol95%. Selanjutnya konidia cendawan (pada mediajagung) sebanyak 37 g dimasukkan kedalam 100 mllarutan sodium alginat. Suspensi dicampur sampaihomogen di dalam blender. Selama pencampuran,suspensi ditetesi dengan larutan kalsium glukonat 0,25M dengan menggunakan pipet steril sebnyak 10 ml. Peletyang dihasilkan disaring dan dikeringkan. Formula yangdihasilkan diuji lama penyimpanannya dan viabilitasnya(pada 2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah dibuat formulasi).

Selain dalam bentuk pelet alginat, cendawan M.anisopliae juga diformulasi dalam bentuk tepung (WP)(Gambar 1B). Konidia M. anisopliae dicampur denganbahan pembawa berupa talk dengan perbandingan 1:10,dan bahan aditif sampai homogen. Formula yangdihasilkan diuji lama penyimpanan dan viabilitasnya pada2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah dibuat formulasi.

Viabilitas cendawan dihitung denganmenggunakan rumus Gabriel & Riyatno (1989) sebagaiberikut:

dengan:V = Perkecambahan spora (Viabilitas)g = Jumlah spora yang berkecambahu = jumlah spora yang tidak berkecambah

Kerapatan konidia dihitung dengan menggunakanrumus Gabriel & Riyatno (1989) sebagai berikut:

dengan:C = kerapatan spora per ml larutant = jumlah total spora dalam kotak sampel yang diamatin = jumlah kotak sampel (5 kotak besar x 16 kotak kecil)

x = 0,25 faktor koreksi penggunaan kotak sampel skala kecil pada haemocytometer

Selanjutnya isolat M. anisopliae yang telahdiformulasi diuji bioaktivitasnya terhadap larva C.pavonana. Percobaan ini menggunakan RancanganAcak Lengkap (RAL). Pengujian dilakukan dengan carapenyemprotan formulasi pada larva instar 2C. pavonana dengan beberapa konsentrasi (106, 107,108 dan Kontrol). Larva C. pavonana yang telahdisemprot dimasukkan ke dalam kotak plastik dan diberimakan dengan daun kubis yang sudah dicuci bersihdengan akuades. Mortalitas larva diamati setiap harisampai 7 hari setelah aplikasi.

Pemeliharaan Serangga Uji. Larva C. pavonanadikumpulkan dari pertanaman kubis di lapangan. Larva-larva ini dipelihara dalam kotak plastik dan diberimakanan berupa daun kubis yang masih segar. Makananlarva diganti setelah habis atau sudah tidak segar lagi.

Pada waktu larva akan berpupa, di dasar kotakdiberi serbuk gergaji. Semua imago yang keluar daripupa dipelihara dalam kurungan serangga yang telahdiberi daun kubis segar sebagai tempat peletakan telur.Imago diberi pakan madu yang telah diencerkan dengankonsentrasi 10%. Kelompok telur yang diletakkandipindahkan ke kotak lain dan larva instar 1 yang munculdipelihara sampai menjadi instar 2 yang digunakan untukpengujian.

Percobaan tahap II menggunakan MetodeStudent T, dengan faktor yang diuji adalah lamanyaformulasi cendawan M. anisopliae bertahan dilapangan. Pengujian dilakukan dengan cara, tanamankubis yang telah berumur 2 bulan setelah tanamdisemprot satu kali dengan suspensi konidia M.anisopliae yang telah diformulasi sebayak 100 ml/tanaman. Konsentrasi konidia yang digunakan adalah108 konidia/ml. Masing-masing perlakuan diberi bahanperekat 0,05% Tween 80.

100% u g

g V

610x n.

t C

Gambar 1. Formulasi Jamur M. anisopliae, (A) Pelet; (B) TepungA B

Page 55: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Nuraida & Lubis Pengaruh Formulasi dan Lama Penyimpanan 199

Penyemprotan konidia dilakukan pada permukaanatas dan bawah daun kubis dengan menggunakanhandsprayer. Tanaman diberi naungan dengan atapplastik agar terhindar dari air hujan. Atap dapat dibukakalau tidak ada hujan agar tanaman dapat terkena sinarmatahari langsung. Segera setelah penyemprotan, daunkubis masing-masing perlakuan diambil dan diberikansebagai makanan larva C. pavonana instar 2 sebanyak20 ekor di laboratorium. Makanan larva diganti setiaphari dari tanaman yang sama sampai dengan hari ke-7.Mortalitas larva diamati setiap hari sampai dengan harike-7.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan Konidia dan Viabilitas cendawan M.anisopliae. Berdasarkan hasil pengamatan yangdilakukan terhadap lamanya penyimpanan danviabilitasnya mulai dari 2 sampai 10 minggu setelahpenyimpanan, setelah data diolah secara statistikmenunjukkan tidak berbeda nyata (Tabel 1).

Dari Tabel 1 terlihat bahwa kepadatan konidiasetelah 2 minggu penyimpanan antara bentuk pelet dantepung berbeda tidak nyata, begitu juga dengan mingguke-4 sampai minggu ke-10 setelah penyimpanan. Tetapikerapatan konidia yang tertinggi terdapat pada minggu

ke-4 atau 1 bulan setelah penyimpanan yaitu padaformulasi pelet (8,75x109 konidia/ml) dan tepung(8,91x109 konidia/ml). Hal ini sesuai dengan hasilpenelitian Thalib et al. (2012) menyatakan bahwa,kerapatan konidia tertinggi terdapat pada umur simpan1 bulan maupun umur simpan 4 bulan. Sedangkankerapatan konidia terendah terdapat pada minggu ke 10setelah penyimpanan, yaitu formulasi pelet (6,0 x 109)dan formulasi tepung (4,75 x 109) , tetapi juga tidakberbeda nyata dengan lama penyimpanan lainnya.

Tinggi rendahnya kerapatan konidia tergantungpada bahan pembawa. Sebagaimana yang dinyatakanoleh Effendy (2010) bahwa bahan pembawaberpengaruh nyata terhadap kerapatan konidiacendawan Metarhizium sp.

Viabilitas cendawan Metarhizium setelahbeberapa minngu penyimpanan, setelah data dianalisissecara statistik berbeda tidak nyata antar perlakuan danantar waktu penyimpanan (Tabel 1 dan Gambar 2).

Dari Tabel 1 viabilitas (persentaseperkecambahan) cendawan setelah penyimpanan 2, 4,6, 8 dan 10 minggu berbeda tidak nyata antar setiapwaktu penyimpanan. Akan tetapi untuk viabilitastertinggi terdapat pada waktu penyimpanan 2 minGgusetelah di buat formulasi, baik formulasi pelet maupuntepung, dengan jumlah masing-masing 85% dan 90%.

Gambar 2. Viabilitas (perkecambahan) jamur M. anisopliae setelah 24 jam masa inkubasi

KK = Kerapatan konidia (konidia/ml), Vb = Viabilitas (%)

Formulasi

Kerapatan konidia dan viabilitas cendawan M. anisopliae setelah penyimpanan (Minggu ke....)

2 4 6 8 10

KK Vb KK Vb KK Vb KK Vb KK Vb

Pelet 3,26x109 85,00 8,75x109 85,00 6,02x109 84,50 4,93 x109 82,50 6,00x109 78,75 Tepung 1,14x109 90,00 8,91x109 87,50 6,33x109 83,70 4,92 x109 81,25 4,75 x109 79,50

Tabel 1. Kerapatan konidia dan viabilitas cendawan entomopatogen M. anisopliae setelah beberapa minggupenyimpanan dalam bentuk pelet dan tepung

Page 56: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

200 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 196 - 202

Hal ini berbeda dengan yang di nyatakan olehThalib et al. (2012), dalam penelitiannya bahwa, viabilitaskonidia tertinggi pada umur simpan 1 bulan. Hal yangsama juga dinyatakan oleh Prayogo et al. (2005), bahwawaktu penyimpanan bioinsektisida yang efektif untukmembunuh larva S. incertulas adalah 1 bulan.

Bioaktivitas cendawan M. anisopliae. Bioaktivitascendawan M. anisopliae terhadap larva instar 2 C.pavonana pada formulasi pelet dan tepung dengankonsentrasi 106, 107 dan 108. Setelah data dianalisismenunjukkan mortalitas larva tidak berbeda nyata antarseluruh perlakuan (Tabel 2).

Dari Tabel 2 diketahui bahwa bioaktivitascendawan entomopatogen setelah masa penyimpanan 10minggu terhadap mortalitas larva, dengan menggunakankonsentrasi yang berbeda baik dalam formulasi peletmaupun formulasi tepung idak berbeda nyata antarseluruh perlakuan sampai pada pengamatan 7 harisetelah aplikasi. Namun mortalitas tertinggi terdapatpada formulasi pelet yaitu, pada konsentrasi 107 dan108 konidia/ml, dengan mortalitas mencapai 100%.Sedangkan mortalitas terendah terdapat pada konsentrasi106 konidia/ml, akan tetapi untuk formulasi tepung padakonsentrasi 106, 107 dan 108 mortalitas larva hanya 86%.Dari hasil tersebut untuk semua perlakuan dapatdikatakan efektif dalam mengendalikan hama C.

pavonana, karena mortalitas larva yang dihasilkan rata-rata diatas 85%.

Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Prayogo etal. (2005), keefektifan cendawan entomopatogen dalammenginfeksi inang dapat dipengaruhi oleh kerapatankonidia, frekuensi aplikasi, umur inang, dan waktupenyimpanan cendawan entomopatogen. SelanjutnyaJulistiyowatie (2011) juga menyebutkan bahwa umurbiakan M. anisopliae sangat mempengaruhi virulensinyapada larva S. litura, biakan cendawan berumur 1 bulanpaling efektif mengendalikan S. litura. Virulensibioinsektisida yang disimpan lebih dari 2 bulan akanmenurun, karena nutrisi dalam media banyak digunakanuntuk memproduksi konidia sehingga cendawankehabisan cadangan nutrisi. Pada bioinsektisida inikerapatan konidia dan viabilitas konidia juga akanmenurun.

Pengujian Formulasi di Lapangan. Pengujianformulasi di lapangan bertujuan untuk mengetahuilamanya cendawan M. anisopliae bertahan padatanaman dan kemampuannya dalam mengendalikanhama C. pavonana. Setelah data dianalisismenunjukkan bahwa pengujian formulasi pelet danformulasi tepung tidak berbeda nyata (Tabel 3).

Dari Tabel 3 diketahui bahwa mortalitas tertinggiterdapat pada formulasi pelet yaitu sebesar 90%, sudah

Tabel 2. Bioaktivitas Jamur M. anisopliae Setelah Penyimpanan 10 Minggu terhadap Mortalitas Larva C.pavonana dengan Beberapa Konsentrasi

Formulasi Konsentrasi Jumlah konidia/ml

Mortalitas larva hari ke... (%)

1 2 3 4 5 6 7

Pelet 106 6,36 6,83 7,31 60,00 73,33 86,67 86,67 107 3,86 3,86 4,95 46,67 60,00 80,00 100,00 108 3,86 6,69 6,96 53,33 66,67 80,00 100,00

Tepung 106 3,25 3,25 5,13 40,00 66,67 73,33 86,67 107 5,61 6,00 7,23 73,33 73,33 73,33 86,67 108 6,36 6,36 6,83 53,33 73,33 86,67 86,67

Tabel 3. Lamanya Formulasi Cendawan M.anisopliae Bertahan di Lapangan terhadap Mortalitas Larva C.pavonana

Jenis Formulasi Lamanya formulasi bertahan di lapangan terhadap mortalitas larva hari ke... (%)

1 2 3 4 5 6 7

Pelet 35,00 70,00 90,00 90,00 90,00 90,00 90,00

Tepung 40,00 60,00 82,50 87,50 87,50 87,50 90,00

Page 57: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Nuraida & Lubis Pengaruh Formulasi dan Lama Penyimpanan 201

terjadi pada hari ke-3 setelah aplikasi hingga akhirpengamatan 7 hari setelah aplikasi mortalitas larva tidakbertambah lagi, tetapi menunjukkan tidak berbeda nyatadengan perlakuan formulasi tepung. Hal ini disebabkanjumlah konidia yang efektif pada kedua jenis formulasitersebut hanya bertahan 4 hari. Lamanya konidiabertahan pada tanaman dipengaruhi oleh lingkunganseperti cahaya dan kelembaban. Seperti yang dinyatakanoleh Tanada & Kaya (1993) bahwa, konidia cendawanyang terkena langsung oleh sinar matahari dengan periodeyang cukup lama, umumnya akan mati karena radiasioleh sinar ultra violet. Selain itu Tanada (1959) dalamHill (1975) juga berpendapat bahwa suhu dankelembaban udara berpengaruh terhadap ketahananhidup cendawan entomopatogen.

Semakin tinggi suhu maka kelembaban semakinrendah, dengan begitu konidia akan semakin cepatmatinya. Selain itu lamanya penyimpanan jugaberpengaruh terhadap lamanya konidia bertahan ditanaman.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapatdisimpulkan bahwa formulasi dalam bentuk pelet maupuntepung menunjukkan hasil yang sama terhadap lamanyapenyimpanan, kerapatan konidia, viabilitas, bioaktivitasserta lamanya cendawan M. anisopliae bertahan dilapangan.

SANWACANA

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Diktiyang telah memberikan biaya penelitian Hibah Bersaingselama 2 tahun yaitu tahun I (2013) dan Tahun ke-2(2014).

DAFTAR PUSTAKA

Alves SB, Rossi LS, Lopes RB, Tamai MA, & PereiraRM. 2002. Beauveria bassiana yeastphase onagar medium and its pathogenicity againtsDiatraea saccharalis (Lepidoptera: Cerambidae)and Tetranychus urticae (Acari: Tetranychidae).J. Invert. Pathol. 81: 70–77.

Bidochka MJ, Kamp AM, & Decroos JNA. 2000. Insectpathogenic fungi: from genes to populations.Fungal Pathol. 42: 171–193.

Effendy TA. Uji toksisitas Bioinsektisida jamurMetarhizium sp. berbahan pembawa bentuktepung untuk mengendalikan Nilaparvata lugens(Stal.) (Homoptera: Delphacidae). ProsidingSeminar Nasional Unsri, pp. 20–21 Oktober2010.

Gabriel BP & Riyanto. 1989. Metarhizium anisopliae(Metsch) Sor. Taksonomi, Patologi, Produksi, danAplikasinya. Proyek Pengembangan TanamanPerkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Geden CJ & Steinkraus DC. 2003. Evaluation of threeformulations of Beauveria bassiana for controlof lesser mealworm and hide beetle in Georgiapoultry houses. J. Econ. Entomol. 96: 1602–1607.

Goettel MS. 1992. Fungal agents for biocontrol. InLomer CJ & Prior C (Eds.). Biological Controlof Locust and Grasshoppers. Proceedings ofworkshop. International Institute of TropicalAgriculture pp. 122–132. Cotonou, Republic ofBenin. CAB International. Wallingfort, Oxon.

Hasyim A, Nuraida, & Trizelia. 2009. Patogenisitas jamurentomopatogen terhadap stadia telur dan larvahama kubis C. pavonana Fabricius. J.Hortikultura. 19(3): 334–343.

Hill D. 1975. Agricultural Insect Pest of the Tropicsand Their Control. Department of Zoology,University of Hongkong. Cambridge UniversityPress. Cambridge . London - New York -Melbourne. Pp. 239–247.

Inglis GD, Goettel MS, Butt H, Strasser TM. 2001. Useof hyphomycetous fungi for managing insectpests. In: Butt TM, Jackson CW, & Magan N.(Eds.). Fungi as Biocontrol Agents, Progress,Problems and Potential. pp. 23-69. London :CABI Publishing.

Junianto YD & Sulistyowati E. 2000. Produksi danaplikasi jamur B. bassiana (Deuteromycotina,Hypomycetes) untuk pengendalian penghisapbuah kakao (Helopeltis spp.) dan penggerek buahkakao (Conopomorpha cramerella). PelitaPerkebunan 15: 1–19.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops inIndonesia. Laan PA van der. penerjemah.Jakarta: IchtiarBaru-Van Hoeve. Revisi dari :De Plagen van de Cultuurgewassen inIndonesie.

Page 58: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

202 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 196 - 202

Luz C, Tigano MS, Silva IG, Cordeiro CMT & AljanabiSM. 1998. Selection of Beauveria bassiana andMetarhizium anisopliae isolates to controlTriatoma infestans. Mem.Inst. Oswaldo Cruz93: 839–846.

Milner RJ, Staples JA, & Lutton GG. 1997. The effectof humidity on germination and infection oftermites by the Hypomycetes, Metarhiziumanisopliae. J. Invertebr. Pathol. 69(1): 64 – 69.

Myles TG. 2002. Isolation of Metarhizium anisopliae(Deuteromycotina: Hyphomecetes) fromReticulitermes flavipes (Isoptera:Rhinotermitidae) with convenient methods foritsculture and collection of conidia. Sociobiology40: 257–264.

Nuraida & Hasyim A. 2009. Isolasi, identifikasi, dankarakterisasi jamur entomopatogen dari rhizosfirpertanaman kubis. J. Hortikultura 19(4): 419–432.

Prayogo Y, Tengkano W, & Marwoto. 2005. Prospekcendawan entomopatogen Metarhiziumanisopliae untuk mengendalikan ulat grayakSpodoptera litura pada kedelai J. LitbangPertanian. 24(1): 19–26.

Roddam LF & Rath AD. 2000. Isolation andcharacterization of Metarhium anasopliae andBeauveria bassiana from subantarcticMacquarie Island. J. Invertebr. Pathol. 69: 285–288.

Sastrosiswojo. 1996. Sistem Pengendalian HamaTerpadu dalam Menunjang Agribisnis Sayuran.Prosiding Seminar Ilmiah Nasional KomoditasSayuran pp. 69–81. Balai Penelitian TanamanSayuran, Lembang 24 Oktober 1996.

Tanada Y & Kaya H .1993. Insect Pathology.Academic Press Inc., San Diego, New York,Boston, London, Sydney, Tokyo, Toronto.

Thalib R, Salamah HE, Khodijah, Meidalima D, ThamrinT, Irsan C, & Herlinda S. 2012. LamaPenyimpanandan Keefektifan Bioinsektisida dariJamur Entomopatogen terhadap Larva PenggerekKuning Batang Padi (Scirpophagai ncertulas).Prosiding InSINas pp. 281–286. 29–30Nopember 2012.

Page 59: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Mendes et al. Efek Mortalitas dan Penghambatan Makan 107 J. HPT Tropika ISSN 1411-7525

Vol. 16, No. 2: 107- 114 September 2016

EFEK MORTALITAS DAN PENGHAMBATAN MAKANBEBERAPA EKSTRAK TUMBUHAN ASAL KABUPATEN MERAUKE, PAPUA

TERHADAP LARVA CROCIDOLOMIA PAVONANA (F.)(LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE)

Johana Anike Mendes, Dadang, & Endang Sri Ratna

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian BogorJl. Kamper Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Mortality and feeding inhibition effects of several plant extracts collected from Merauke Distric, Papua againstCrocidolomia pavonana (F.) larvae (Lepidoptera: Crambidae). The objective of this research was to study mortalityand feeding inhibition effects of several plants extract species collected from Merauke District Papua as botanicalinsecticides against Crocidolomia pavonana larvae. Seven plants used in the research were Areca catechu seeds(Arecaceae), Eucalyptus pellita tree barks (Myrtaceae), Myrmecodia pendans tubers (Rubiaceae), Piper aduncum fruits(Piperaceae), Piper betle leaves (Piperaceae), Pandanus conoideus fruits (Pandanaceae), and Zingiber officinale rhizomes(Zingiberaceae). Each plant extract was tested to 2nd instar C. pavonana larvae. The insecticidal activities were assessedincluding mortality and feeding inhibition activities. Extract concentrations for mortality tests using topical applicationmethod were 0,1%, 0,5%, 1%, 2%, and control, while extract concentrations for feeding inhibition tests using choice andno choice methods were 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, and control. Each treatment was introduced to ten C. pavonana larvaeand replicated five times. The results showed that P. aduncum and P. conoideus fruits extracts gave 100% mortality at 2%rate. Extract of P. betle leaf at 2% rate totally inhibited feeding activity of larvae (100%) using choice method, whileextract of Z. officinale rhizome at 2% rate resulted in moderate feeding inhibition effect (75%) using no choice method.Key words: botanical insecticides, feeding inhibition, mortality, plant extracts

ABSTRAK

Efek mortalitas dan penghambatan makan beberapa ekstrak tumbuhan asal Kabupaten Merauke, Papua terhadap larvaCrocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae).Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh terhadap mortalitasdan penghambatan aktivitas makan dari beberapa ekstrak tumbuhan asal Kabupaten Merauke Papua sebagai insektisidanabati terhadap larva Crocidolomia pavonana. Tujuh spesies tumbuhan yang digunakan dalam penelitian adalah biji Arecacatechu (Arecaceae), kulit kayu Eucalyptus pellita (Myrtaceae), umbi Myrmecodia pendans (Rubiaceae), buah Piper aduncum(Piperaceae), daun Piper betle (Piperaceae), buah Pandanus conoideus (Pandanaceae) dan rimpang Zingiber officinale(Zingiberaceae). Aktivitas insektisida yang diuji meliputi mortalitas dan penghambatan aktivitas makan. Ekstrak diuji padaempat taraf konsentrasi dan kontrol berdasarkan uji pendahuluan. Konsentrasi untuk pengujian mortalitas menggunakanmetode perlakuan topikal adalah 0,1%, 0,5%, 1%, 2%, dan kontrol, sedangkan konsentrasi untuk pengujian penghambatmakan adalah 0,25%, 0,5%, 1%, 2%, dan kontrol dengan metode pilihan dan tanpa pilihan. Sepuluh larva C. pavonana instarII digunakan untuk tiap perlakuan dan tiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak buahP. aduncum dan P. conoideus memberikan pengaruh mortalitas masing-masing 100% pada konsentrasi 2%. Ekstrak daun P.betle pada konsentrasi 2% menghambat aktivitas makan larva secara total (100%) menggunakan metode pilihan, sementara ituekstrak rimpang Z. officinale pada konsentrasi 2% memberikan penghambatan aktivitas makan larva sedang (75%) menggunakanmetode tanpa pilihan.Kata kunci: ekstrak tumbuhan, insektisida nabati, mortalitas, penghambatan makan

Page 60: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

108 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 107 - 114

PENDAHULUAN

Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:Crambidae) merupakan salah satu hama utama padatanaman famili Brassicaceae. Serangan hama tersebutdapat menyebabkan kerusakan hingga 100% jika tidakdilakukan tindakan pengendalian (Mulyaningsih, 2010).Tindakan pengendalian yang umum dilakukan oleh petaniadalah dengan menggunakan insektisida sintetik (Donoet al., 2010) yang oleh petani dianggap lebih praktis,efektif, dan efisien dari segi waktu, biaya, dan tenagakerja (Dadang & Prijono, 2008). Namun penggunaaninsektisida sintetik secara terus menerus denganintensitas yang tinggi dan teknik aplikasi yang kurangtepat dapat menimbulkan beberapa dampak negatif,seperti terjadinya resistensi hama, ledakan hamasekunder, terbunuhnya organisme bukan sasaran dankandungan residu insektisida pada produk pertanian.

Salah satu alternatif cara pengendalian hama yangramah lingkungan yaitu dengan menggunakan insektisidanabati. Insektisida nabati merupakan insektisidaberbahan aktif senyawa metabolit sekunder daritumbuhan yang mempunyai kemampuan untukmempengaruhi aktivitas biologi, fisiologi, dan perilakuserangga hama (Dadang & Prijono, 2008). Tumbuhanmampu memproduksi beberapa golongan senyawametabolit sekunder seperti alkaloid, fenol, terpenoid,flavonoid, dan senyawa lainnya yang dapat berfungsisebagai pertahanan diri (self defense) bagi tumbuhanitu sendiri. Metabolit sekunder tumbuhan berpotensiuntuk dimanfaatkan sebagai agens perlindungantanaman. Menurut Dadang & Prijono (2008), beberapakelebihan penggunaan insektisida nabati adalah senyawakimia yang terkandung mudah terurai di alam(biodegradable) dan relatif aman terhadap organismebukan sasaran. Menurut Leslie (1994), insektisida nabatimemiliki efek fitotoksik yang rendah bagi tanaman yangdibudidayakan.

Kabupaten Merauke merupakan salah satukabupaten yang berada dalam wilayah administratifProvinsi Papua. Pada umumnya masyarakat Meraukememanfaatkan sumber daya alam (flora) yang tersebardi daerah tersebut sebagai sumber mata pencaharian,bahan pangan, bahan sandang, dan dimanfaatkan sebagaiobat dalam pengobatan tradisional yang menjadi cermindari budaya dan adat istiadat masyarakat setempat.Beberapa famili tumbuhan yang tersebar di KabupatenMerauke antara lain Arecaceae, Myrtaceae, Pandanaceae,Piperaceae, Rubiaceae, dan Zingiberaceae. Komponenkimia yang bersumber dari famili tersebut didugaberpotensi sebagai insektisida. Oleh karena itu perlu

dilakukan penelitian untuk menguji keefektifan ekstraktumbuhan yang berasal dari Kabupaten Merauke, Papuaterhadap tingkat mortalitas dan penghambatan makanlarva C. pavonana.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan diLaboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga,Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor (IPB) pada bulan Januari sampaiSeptember 2015.

Bahan Sumber Ekstrak. Bahan tumbuhan yangdigunakan sebagai sumber ekstrak adalah biji pinang(Areca catechu) (Arecaceae), kulit kayu Eucalyptuspellita (Myrtaceae), umbi sarang semut (Myrmecodiapendans) (Rubiaceae), daun sirih (Piper betle)(Piperaceae), buah sirih hutan (Piper aduncum)(Piperaceae), buah merah (Pandanus conoideus)(Pandanaceae), dan rimpang jahe merah (Zingiberofficinale) (Zingiberaceae) yang berasal dari Desa WasurKecamatan Merauke, Desa Kondo Kecamatan NokenNjerai dan Desa Kurik Kecamatan Kurik KabupatenMerauke, Papua.

Perbanyakaan Tanaman Pakan. Daun brokoli(Brassica oleracea) digunakan sebagai pakan seranggauji dan sebagai media perlakuan. Perbanyakan tanamanbrokoli dimulai dari proses pembibitan yang dilakukanpada nampan yang berisi media campuran tanah danpupuk organik (1:1 v/v). Bibit yang telah memilikisekurang-kurangnya empat lembar helai daundipindahkan ke polybag kapasitas 5 kg yang diisicampuran tanah dan pupuk kandang (3:1 v/v). Daunyang digunakan sebagai pakan larva C. pavonanaberasal dari tanaman brokoli yang telah berumur 2 bulan.

Perbanyakan Serangga Uji. Serangga C. pavonanayang digunakan dalam penelitian ini berasal dari DesaGandamanah Kecamatan Cisarua Kabupaten BogorJawa Barat. Prosedur pembiakan serangga dilakukanberdasarkan Prijono & Hasan (1992). Larva C.pavonana diberi pakan daun brokoli dan imagonya diberipakan larutan madu 10% yang diserapkan pada kapasdan digantung di dalam kurungan serangga (50 x 50 x 50cm).

Daun brokoli digunakan sebagai media peletakantelur yang bagian tangkainya dimasukkan ke dalamtabung rol film berisi air dan diletakkan di dalamkurungan. Kelompok telur yang diletakkan dikumpulkan

Page 61: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Mendes et al. Efek Mortalitas dan Penghambatan Makan 109

setiap hari. Setelah telur menetas, larva dipindahkan kedalam kotak plastik (10 x 7 x 5 cm) berjendela kasa dandiberi pakan daun brokoli secukupnya. Larva instar IIdigunakan untuk pengujian.

Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak.Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai sumberekstrak dikeringanginkan terlebih dahulu selamabeberapa hari kemudian dihaluskan dengan blender,diayak menggunakan pengayak kawat berjalinan 0,5 mmhingga didapatkan serbuk halus. Sebanyak 200 g masing-masing serbuk direndam dalam 2 liter metanol, kecualiserbuk buah P. aduncum direndam dalam 2 liter etilasetat. Hasil rendaman disaring menggunakan corongkaca yang telah dilapisi dengan kertas saring dandiuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu50 °C dan tekanan 337 mbar. Pelarut hasil penguapanyang diperoleh digunakan kembali untuk merendam sisaampas hasil saringan dengan prosedur yang sama sesuaidengan uraian di atas. Ekstrak kasar yang diperolehdisimpan di dalam lemari es hingga digunakan untukpengujian.

Metode PengujianUji Toksisitas. Pengujian dilakukan menggunakan

metode perlakuan topikal. Ekstrak diuji pada empat tarafkonsentrasi dan kontrol. Taraf konsentrasi uji yangdigunakan ialah 0,1%, 0,5%, 1%, 2% dan kontrol. Setiapperlakuan dan kontrol diulang lima kali. Sediaan ekstrakbuah P. aduncum, daun P. betle, buah P. conoideus danrimpang Z. officianale dilarutkan dalam campuran pelarutmetanol ditambah pengemulsi Tween80 (5:1 v/v),sementara itu sediaan ekstrak biji A. catechu dan kulitkayu E. pellita dilarutkan dalam campuran pelarut etanoldan Tween 80 (5:1 v/v). Sediaan ekstrak umbi M.pendans dilarutkan dalam pelarut etanol dan pengemulsiAgristik (5:1 v/v). Masing-masing ekstrak terlarutkemudian ditambahi akuades hingga volume tertentusesuai dengan konsentrasi uji yang digunakan. Sebanyak10 ekor larva C. pavonana dimasukkan ke dalam cawanpetri berdiameter 9 cm. Sediaan ekstrak uji diteteskanpada bagian dorsal toraks larva menggunakanmicrosyringe, kemudian larva diberi dua potong daunbrokoli (4 x 4 cm) tanpa perlakuan sebagai pakan seranggauji. Pengamatan dilakukan pada 24, 48 dan 72 jamsetelah perlakuan (JSP) dengan menghitung jumlah larvayang mati. Data mortalitas kumulatif (72 jam) diolahdengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra Sofware, 1987). Data pengamatan 72 JSPdi input dalam program kemudian ditulis nilai LC yangdiinginkan dengan perintah-perintah dalam program

tersebut hingga diperoleh outputnya, kemudian digunakannilai LC 50 dan LC 95 sebagai indikator toksisitas denganselang kepercayaan 95%.

Uji Penghambatan Makan. Pengujian dilakukanmenggunakan metode pilihan dan tanpa pilihan. Ekstrakdiuji pada empat taraf konsentrasi yaitu 0,25%, 0,5%,1% dan 2%, serta kontrol. Penyiapan sediaan ekstrakyang akan digunakan mempunyai tahapan yang samadengan sediaan ekstrak pada pengujian toksisitas yangtelah diuraikan sebelumnya.

Pada metode pilihan, pengujian menggunakanempat lembar potong daun brokoli (4 x 4 cm). Duapotong daun brokoli dicelupkan ke dalam sediaan ekstrakuji, sedangkan dua potong daun lainnya dicelupkan kedalam sediaan larutan kontrol dan dikeringudarakanselama beberapa menit. Potongan daun yang telahdikeringudarakan disusun dalam cawan petriberdiameter 14 cm. Sebanyak 10 ekor larva C.pavonana instar II dimasukkan ke dalam cawan petridan dibiarkan makan selama 24 jam dan diulang sebanyaklima kali. Setelah 24 jam sisa potongan daun diambil,dioven pada suhu 105 °C selama 2 jam kemudianditimbang untuk menentukan berat kering dan dilanjutkandengan perhitungan persentase penghambat makan.Persen penghambat aktivitas makan dengan metodepilihan dihitung menggunakan rumus Prijono (2005):

dengan:PM = Penghambatan makan (%)BKK = Berat kering daun kontrol yang dimakan (g)BKP = Berat kering daun perlakuan yang dimakan (g)

Pada metode tanpa pilihan, digunakan empatpotong daun brokoli (4 x 4 cm). Dua lembar daundicelupkan ke dalam sediaan larutan ekstrak uji,sementara itu dua lembar daun lainnya dicelup dalamsediaan larutan kontrol. Kemudian dikeringudarakanselama beberapa menit. Setelah dikeringudarakan,dimasukkan masing-masing 2 potong daun perlakuan dankontrol pada cawan petri berdiameter 9 cm secaraterpisah. Sebanyak 10 ekor larva C. pavonana instarII dimasukkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan makanselama 24 jam, setiap perlakuan diulang sebanyak limakali. Setelah 24 jam sisa potongan daun kemudian diovenpada suhu 105 °C selama 2 jam kemudian ditimbanguntuk menentukan berat kering dan dilanjutkan dengan

100% BKPBKK BKP-BKK

PM

Page 62: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

110 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 107 - 114

menghitung persen penghambat aktivitas makan. Persenpenghambat makan dengan metode tanpa pilihan dihitungmenggunakan rumus Prijono (2005):

dengan:PM = Penghambatan makan (%)BKK = Berat kering daun kontrol yang dimakan (g)BKP = Berat kering daun perlakuan yang dimakan (g)

Persentase penghambat makan yang telah dihitungakan dilanjutkan dengan menentukan kriteria penghambatmakan (Tabel 1).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian ToksisitasMetode Perlakuan Topikal. Pengujian masing-

masing ekstrak dengan metode topikal mampumenyebabkan mortalitas larva C. pavonana yangberagam. Mortalitas tertinggi ditunjukkan pada perlakuanekstrak P. aduncum dan P. conoideus. Perlakuan ekstrakP. aduncum menyebabkan mortalitas larva antara 36%sampai 100%, sementara itu mortalitas larva C. pavonanaakibat perlakuan ekstrak P. conoideus sebesar 12%sampai 100%. Perlakuan ekstrak lainnya menunjukkanbahwa persen mortalitas larva uji pada perlakuan ekstrakbiji A. catechu sebesar 0% sampai 44% lebih tinggidibandingkan perlakuan ekstrak kulit kayu E. pellita

Gambar 1. Mortalitas C. pavonana yang diperlakukan beberapa ekstrak tumbuhan dengan metode perlakuan topikal(Ac: Areca catechu, Ep: Eucalyptus pellita, Mp: Myrmecodia pendens, Pa: Piper aduncum, Pb: Piperbetle, Pc: Pandanus conoideus, Zo: Zingiber officinale)

100% BKK

BKP-BKK PM

Sumber: Park et al.,(1997)

Tabel 1. Kriteria penghambat makan

Penghambat makan (%) Kriteria

≥ 80 Kuat

61 ≤ x < 80 Sedang

40 ≤ x < 60 Lemah

< 40 Sangat lemah

Page 63: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Mendes et al. Efek Mortalitas dan Penghambatan Makan 111

dengan mortalitas sebesar 10% sampai 28% (Gambar1). Ekstrak umbi M. pendans, daun P. betle, dan rimpangZ. officinale menunjukkan persen mortalitas yang rendah.Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak P. aduncum dan P.conoideus memiliki efek kontak yang cukup tinggidibandingkan ekstrak lainnya.

Lina (2014) melaporkan bahwa komponen utamayang terkandung dalam minyak atsiri ekstrak buah P.aduncum ialah dilapiol. Senyawa dilapiol bersifat sebagairacun metabolik (Bernard et al., 1995) dan mempunyaistruktur yang mampu menghambat kerja enzimdetoksifikasi (Bernard et al., 1989). Penghambatandisebabkan karena adanya senyawa lignan yangmengandung gugus metilendioksifenil dan merupakanciri sebagai senyawa sinergis yang dapat menghambataktivitas enzim sitokrom P450 (Scott et al., 2008).Bernard et al.(1990) melaporkan bahwa dilapiol yangberasal dari P. aduncum dapat menghambat aktivitasenzim sitokrom P450 dalam sediaan mikrosom dari sel-sel saluran pencernaan larva penggerek batang jagungOstrinia nubilalis (Lepidoptera: Pyralidae). Untuk itu,kematian larva C. pavonana pada pengujian ini didugaakibat kerja senyawa dilapiol yang terkandung di dalamekstrak P. aduncum.

Rohman et al. (2010) melaporkan bahwa ekstrakmetanol buah P. conoideus mengandung golongansenyawa fenol sebanyak 80,27 mg/g ekstrak. Ekstrakdaun Cerbera odollam (Gentianales: Apocynaceae)mengandung metabolit sekunder yaitu seyawa fenol yangmemiliki fungsi untuk merangsang makan pada seranggaSpodoptera litura (F) (Lepidoptera: Noctuidae)akibatnya senyawa yang bersifat racun dalam kandunganekstrak C. odollam dapat terakumulasi di dalam tubuhS. litura dan mampu menyebabkan penghambatan

pertumbuhan (Sa’diyah et al., 2013). Berkaitan denganhasil penelitian ini, diduga karena adanya senyawaflavonoid yang terkandung di dalam ekstrak P. conoideussehingga mampu menyebabkan mortalitas terhadap larvaC. pavonana.

Aktivitas ketujuh ekstrak tergambar dariparameter regresi probit yang menunjukkan hubungankonsentrasi dan mortalitas C. pavonana (Tabel 2).Berdasarkan nilai LC95, P. aduncum menunjukkanaktivitas yang paling kuat kemudian diikuti oleh P.conoideus sedangkan untuk lima ekstrak lainnya tidakmenunjukkan hubungan. Kemiringan garis regresi ekstrakP. aduncum lebih tinggi dibandingkan keenam jenisekstrak lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatankonsentrasi ekstrak pada jumlah tertentu mampumeningkatkan mortalitas serangga C. pavonana padaperlakuan ekstrak P. aduncum yang lebih tinggi dari padaperlakuan ekstrak lainnya.

Pengujian Penghambatan MakanMetode Pilihan. Pengujian penghambatan makan

dengan metode pilihan terhadap tujuh ekstrak tumbuhan,masing-masing pada empat taraf konsentrasimenunjukkan pengaruh penghambatan makan terhadaplarva C. pavonana instar II yang beragam dan dapatdikategorikan kuat, sedang dan lemah (Tabel 3). EkstrakP. betle menunjukkan pengaruh penghambatan makandengan kriteria kuat pada semua konsentrasi uji bahkanpada konsentrasi 2% mampu menghambat aktivitasmakan larva secara total (100%). Ekstrak lain yangmemberikan penghambatan aktivitas makan dengankriteria kuat yaitu dengan persen penghambatan makansama dengan atau lebih besar dari 80% adalah ekstrakA. catechu pada konsentrasi 0,5%, 1% dan 2%, E.

Tabel 2. Parameter regresi probit hubungan konsentrasi ekstrak beberapa tumbuhan dengan mortalitas larva C.pavonana

a = intersep garis regresi probit; b = kemiringan regresi; SE = standar error; LC = lethal concentration; SK =selang kepercayaan; (-) pada hasil uji penghambatan makan menunjukkan tidak adanya proses penghambatanmakan pada pengujian ekstrak terhadap larva C. pavonana.

Jenis ekstrak b ± SE LC50

(SK95%)(%) LC95 (SK95%)(%)

A. catechu 1,66 ± 0,38 2,57 (-) 24,96 (-) E. pellita 0,79 ± 0,40 18,03 (-) 2153,42 (-) M. pendans 0,85 ± 0,65 216,24 (-) 18569,00 (-) P. aduncum 2,45 ± 0,33 0,14 (0,04-0,26) 0,68 (0,35-5,95) P. betle 0,51 ± 0,36 205,09 (-) 81163,00 (-) P. conoideus 3,61 ± 1,14 0,70 (-) 2,02 (-) Z. officinale 0,55 ± 0,39 1082,62 (-) -

Page 64: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

112 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 107 - 114

pellita pada konsentrasi 2%, dan Z. officinale padakonsentrasi 1% dan 2%. Sementara itu perlakuan ekstrakyang menghasilkan penghambatan makan dengan kriteriasedang adalah ekstrak A. catechu pada konsentrasi0,25%, E. pellita pada konsentrasi 1% dan ekstrak M.pendans pada konsentrasi 1% dan 2%. Hal inimenunjukkan bahwa P. betle memiliki efek penghambatmakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstraktumbuhan lainnya pada uji dengan metode pilihan.

Menurut Prakash et al. (2010), ekstrak P. betlemengandung 97% minyak. Dalam minyak tersebutterkandung 32 komponen senyawa yang berbeda.Senyawa eugenol (63,39%) dan senyawa fenol seperticavibetol (53,1%) merupakan komponen utama.Komponen senyawa yang terkandung di dalam minyaktersebut diduga sebagai faktor yang mempengaruhipenghambatan makan larva C. pavonana. MenurutScott et al. (2008) senyawa sekunder yang berasal darispesies Piperaceae bersifat menghambat makan terhadapserangga. Penghambatan aktivitas makan larva C.pavonana oleh ekstrak P. betle menunjukkan persenpaling tinggi pada semua konsentrasi uji. Hal inimenunjukkan bahwa ekstrak P. betle memiliki pengaruhpenghambat makan yang baik terhadap larva C.pavonana.

Metode Tanpa Pilihan. Pengujian penghambatanmakan dengan tujuh ekstrak tumbuhan, masing-masingpada empat taraf konsentrasi menunjukkan bahwa enamekstrak tumbuhan t idak memberikan pengaruh

penghambatan makan terhadap larva C. pavonana instarII (Tabel 3). Ekstrak Z. officinale menunjukkan adanyapengaruh penghambatan makan dengan kriteria sedangyaitu 75% pada konsentrasi 2%, sedangkan konsentrasirendah menunjukkan pengaruh penghambatan makandengan kriteria sangat lemah (Tabel 3). Pengaruh ekstrakuji lain tidak menunjukkan adanya aktivitaspenghambatan makan terhadap larva C. pavonana. Halini menunjukkan bahwa ekstrak Z. officinale memilikiefek penghambat makan yang lebih tinggi dibandingkandengan ekstrak tumbuhan lainnya pada metode tanpapilihan.

Senyawa kimia utama yang terkandung dalamekstrak rimpang Z. officinale antara lain senyawagingerol, shogaol, paradol, isogingerol, isoshogaol dangingerdione (Ali et al., 2008). Jahe merah jugamengandung komponen senyawa volatil yang terdiri daribeberapa senyawa sesquiterpen dan monoterpen yangmampu memberikan aroma khas pada jahe merah.Menurut Asfi et al. (2015), senyawa aktif zingibernepada filtrat jahe merah akan menstimulus reseptorpenghalang yang dapat mempengaruhi pengiriman sinyalantimakan pada saraf pusat serangga. Dampak yangterjadi yaitu dapat mengganggu hantaran implus padasistem saraf serangga sehingga serangga uji tidak dapatmendeteksi keberadaan makanan di sekitarnya.

Komponen penghambatan makan yang dikandungdalam tanaman dapat dideteksi serangga melalui sistemindra atau akibat rangsangan melalui saraf pusat seranggayang mengatur proses makan. Tingginya penghambatan

Tabel 3. Persen penghambatan aktivitas makan beberapa ekstrak tumbuhan terhadap larva C. pavonana denganmetode pilihan dan tanpa pilihan

(Ac : Areca catechu, Ep: Eucalyptus pellita, Mp: Myrmecodia pendens, Pa: Piper aduncum, Pb: Piper betle,Pc: Pandanus conoideus, Zo: Zingiber officinale)

Metode pengujian Konsentrasi

(%)

Jenis ekstrak

Ac Ep Mp Pa Pb Pc Zo

Pilihan

0,25 79 47 51 29 88 38 50

0,5 81 53 55 32 94 40 58

1 82 62 68 32 97 42 83

2 83 81 75 41 100 54 93

Tanpa pilihan

0,25 -16 -14 -53 -38 -10 -32 -16

0,5 -12 -19 -16 -42 -12 -39 3

1 -9 -19 -25 -43 -1 -40 2

2 6 -20 -37 -38 7 -27 75

Page 65: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Mendes et al. Efek Mortalitas dan Penghambatan Makan 113

aktivitas makan ini dapat memberikan pengaruh yangsinergis antar ekstrak dimana aktivitas makan akanmemperlambat atau mengurangi jumlah makanan yangdimakan oleh serangga uji yang dapat melemahkankondisi tubuh serangga tersebut dan jika serangga ujimemakan daun-daun perlakuan yang mengandung racunmaka serangga akan mengalami kematian yang lebihcepat.

SIMPULAN

Ekstrak buah P. aduncum dan P. conoideusmenyebabkan mortalitas larva C. pavonana sebesar100% pada konsentrasi 2% dengan metode perlakuantopikal. Ekstrak daun P. betle konsentrasi 2% mampumenghambat aktivitas makan larva sebesar 100% denganmetode pilihan dan ekstrak rimpang Z. officinale mampumenghambat makan larva C. pavonana sebesar 75%dengan metode tanpa pilihan.

SANWACANA

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepadaDirektorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan RepublikIndonesia atas bantuan Beasiswa Unggulan (BU) yangsangat membantu penulis dalam menyelesaikan penelitianini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepadaIr. Djoko Prijono, MAgrSc. sebagai Kepala LaboratoriumFisiologi dan Toksikologi Serangga Departemen ProteksiTanaman IPB yang telah memberikan izin penggunaanlaboratorium selama penelitian berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Ali BH, Blunden G, Tanira MO, & Nemmar A. 2008.Some phytochemical, pharmacological andtoxicological properties of ginger (Zingiberofficinale Roscoe): A review of recent research.Food and Chem Toxicol 46(2): 409-420.

Asfi SH, Rahayu YS, & Yuliani. 2015. Uji bioaktivitasfiltrate rimpang jahe merah (Zingiber officinale)terhadap tingkat mortalitas dan penghambatanaktivitas makan larva Plutella xylostella secarain vitro. J. Lentera Biol. 4(1): 50-55.

Bernard CB, Arnason JT, Philogene BJR, Lam J &Waddell T. 1989. Effect of lignans and othersecondary metabolites of the asteraceae on themono-oxygenase activity of the European cornborer. Phytochemistry 28(5): 1373-1378.

Bernard CB, Arnason JT, Philogene BJR, Lam J &Waddell T. 1990. In vivo effect of mixtures ofallelochemicals on the life cycle of the Europeancorn borer, Ostrinia nubilalis. Entomol. Exp.Appl. 57(1): 17-22.

Bernard CB, Krishanmurty HG, Chauret D, Durst T,Philogene BJR, Sanchez-vindas P, Hasbun C,Poveda L, San Roman L, & Anarson JT. 1995.Insecticidal defenses of Piperaceae from theneotropics. J. Chem. Ecol. 21(6): 801-814.

Dadang & Prijono D. 2008. Insektisida Nabati Prinsip,Pemanfaatan dan Pengembangan .Departemen Proteksi Tanaman. FakultasPertanian. IPB. Bogor.

Dono D, Ismayana S, Idar, Prijono D, & Muslikha I.2010. Status dan mekanisme resistensi biokimiaC. pavonana (F) (Lepidoptera: Crambidae)terhadap insektisida organofosfat sertakepekaannya terhadap insektisida botani ekstrakbiji Barringtonia asiatica . J. Entomol.Indon.7(1): 9-27.

LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide.LeOra Software. Berkeley (UK).

Leslie AR. 1994. Handbook of Integrated PestManagement for Turf and Ornamentals. CRCPress [Internet]. [diunduh 7 April 2015].

Lina EC. 2014. Pengembangan formulasi insektisidanabati berbahan ekstrak Brucea javanica, Piperaduncum, dan Tephrosia vogelii untukpengendalian hama kubis Crocidolomiapavonana. [disertasi]. Institut Pertanian Bogor:Bogor.

Mulyaningsih L. 2010. Aplikasi agensia hayati atauinsektisida dalam pengendalian hama Plutellaxylostella Linn dan Crocidolomia pavonanaZell untuk peningkatan produksi kubis (Brassicaoleracea L.). J. Media Soerjo. 7(2): 91-111.

Park JS, Lee SC, Shin BY, Lee & Ahn YJ. 1997.Larvicidal and antifeeding activities of orientalmedicinal plant extracts against four species offorest insect pests. Appl. Entomol. Zool. 32(4):601-608.

Prakash B, Shukla R, Singh P, Kumar A, Mishra PK &Dubey NK. 2010. Efficacy of chemicallycharacterized Piper betle L. essential oil againstfungal and aflatoxin contamination of some ediblecommodities and its antioxidant activity. Int. J.Food Microbiol. 142(1-2): 114-119.

Page 66: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

114 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 107 - 114

Prijono D & Hassan E. 1992. Life cycle anddemography of Crocidolomia binotalis Zell.(Lepidoptera: Pyralidae) on broccoli in thelaboratory. Indon. J. Trop. Agric. 4(1): 18-24.

Prijono D. 2005. Pengembangan dan pemanfaataninsektisida botani (Bahan Pelatihan). DepartemenProteksi Tanaman Fakultas Pertanian InstitutPertanian Bogor. Bogor.

Rohman A, Riyanto S, Yuniarti N, Saputra WR, UtamiR, & Mulatsih W. 2010. Antioxidant activity, totalphenolic, and total flavonoid of extractsandfractions of red fruit (Pandanus conoideus).Int. Food Res. J. 17: 97-106.

Sa’diyah NA, Purwani KI, & Wijayawati L. 2013.Pengaruh ekstrak daun bintaro (Cerberaodollam) terhadap perkembangan ulat grayak(Spodoptera litura F). J. Sains dan SeniPomits. 2(2): 2337-3520.

Scott IM, Jensen HR, Philogene BJR & Arnason JT.2008. A review of Piper spp. (Piperaceae)phytochemistry, insecticidal activity and mode ofaction. Phytochem. Rev. 7: 65-75.

Page 67: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Bunga et al. Daya Makan, Diapause dan Mobilitas 147J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525Vol. 16, No. 2: 147 – 154, September 2016

DAYA MAKAN, DIAPAUSE DAN MOBILITAS KEONG MAS(POMACEA CANALICULATA) PADA BERBAGAI KEDALAMAN AIR

Jacqualine Arriani Bunga1, Franciskus Xaverius Wagiman2, Witjaksono2, &Jafendi Hasoloan Purba Sidadolog3

1Politeknik Pertanian Negeri KupangJl. Adisucipto, Penfui Kupang 85011

2Program Studi Ilmu Pertanian, Minat Ilmu Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian UGM3Program Studi Ilmu Peternakan, Minat Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UGM

Bulaksumur Yogyakarta 55281E-mail: [email protected]; [email protected]

ABSTRACT

Feeding rate, aestivation and mobility of golden snails (Pomacea canaliculata) at different depths of water. The researchwas studied in Malaka District, East Nusa Tenggara Province, during the dry and the rainy season (October 2014 - March2015). Studies on capacity of damage to the Ciherang rice seedlings were carried out for three weeks. The size of snails usedin this experiment was 11-20; 21-30; and 31-40 mm. The numbers of seedlings that were planted were 3, 6, 9, 12, 15, 18 and 21seeds. The treatments were repeated 5 times. The numbers of seeds which are damaged by the snails then were tabulated andanalyzed. Snails with the size of 11-20 mm damaged the seeds in 31.67%, followed by snails with the size of 21-30 mm and 31-40 mm with potency of damaging were 64.76% and 97.38%, respectively. The size of snails affects the level of damage to riceseedlings when transplanting. Study about aestivation was conducted in five villages, namely Kamanasa, Wehali, Umakatahan,Harekakae and Kletek when the rice fields were fallow. The observation point was observed at the corner of the dike and alongthe dike, evaluated every 10 meters away. The results showed snails aestivate when the fields were dry. Studies on snail’smobility conducted on the experiment arena on the mud in buckets, which planted with 20 paddy seedlings. The treatmentdepth of puddles in the experiment were without puddles, half, the same height and twice the height of snails shell. Thetreatments were repeated 10 times. Measurement of snail’s mobility was performed routinely every 2 hours, observed from thebeginning when the snails were placed for 24 hours in advance. The results showed that the depth of the water significantlyaffected the mobility of snails. Without puddles, the mobility of snails was severely hampered in the mud. The mobility of thejuvenile was significantly higher than the imago. The implication of this study was benefit to that the regulating the level ofwater in the paddy field which is known as an appropriate effective technology and for controlling the attack of the goldensnails.

Key words: aestivation, feeding rate, mobility, paddy, Pomacea canaliculata

ABSTRAK

Daya merusak, diapause dan mobilitas keong mas (Pomacea canaliculata) pada berbagai kedalaman air. Penelitiandilaksanakan di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur selama musim kemarau dan musim penghujan (Oktober2014 – Maret 2015). Kajian daya makan keong mas dilakukan terhadap bibit padi varietas Ciherang berumur tiga minggu.Keong mas uji berukuran 11-20 mm, 21-30 mm dan 31-40 mm. Jumlah bibit dalam perlakuan 3, 6, 9, 12, 15, 18 dan 21bibit, diulang 5 kali. Banyaknya bibit yang dirusak oleh keong mas ditabulasi dan dianalisis. Keong mas ukuran 11-20 mmmerusak bibit 31,67%, ukuran 21-30 mm merusak 64,76% dan ukuran 31-40 mm merusak 97,38%. Ukuran keong masberpengaruh terhadap tingkat kerusakan bibit padi pada saat pindah tanam. Kajian diapause keong mas dilakukan di lima desayaitu Desa Kamanasa, Wehali, Umakatahan, Harekakae dan Kletek, saat sawah dalam keadaan bero. Jarak antara setiap titikpengamatan adalah 10 meter. Hasil kajian menunjukkan keong mas berdiapause ketika sawah dalam keadaan kering. Kajianmobilitas keong mas dilakukan pada arena percobaan berupa lumpur dalam ember, yang ditanami 20 bibit padi. Perlakuankedalaman genangan air yaitu tanpa genangan, separuh, sama tinggi dan dua kali tinggi cangkang keong mas, diulang 10 kali.Jarak tempuh mobilitas keong mas diukur rutin setiap 2 jam, selama sehari. Mobilitas keong mas sangat terhambat padalumpur tanpa genangan air. Mobilitas signifikan lebih tinggi pada keong mas juvenile daripada imago. Implikasi hasil kajianini adalah pengaturan kedalaman air genangan sawah merupakan teknologi yang tepat dan efektif untuk pengendalian hamakeong mas.

Kata kunci: daya makan, diapause, mobilitas, padi, Pomacea canaliculata

Page 68: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

148 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 147 - 154

PENDAHULUAN

Keong mas (Pomacea canaliculata) telahmenyerang sebagian besar lahan basah di Asia Tenggaraselama beberapa dekade terakhir. Survei di Thailandmenunjukkan bahwa kepadatan populasi keong masyang tinggi menyebabkan terjadinya pergeseranekosistem. Serangan keong mas menyebabkanberkurangnya jumlah tanaman air, terjadinya konsentrasinutrisi dan biomassa fitoplankton yang tinggi, dan adanyadominasi alga planktonik. Keong mas memicu perubahanekosistem yang awalnya air jernih dan didominasimakrofita, menjadi keruh dan didominasi alga planktonik.Pergeseran ini sangat merugikan fungsi ekosistem lahanbasah (Carlsson et al., 2004).

Di Nusa Tenggara Timur, keong mas dilaporkantelah berada di Flores, Sumba, Rote, Sabu dan Timor.Banyak spesies air tawar yang telah menjadi invasif danbeberapa telah menyebabkan dampak lingkungan yangluas dan membahayakan secara ekonomi (Pimentel etal., 2005). Hal ini dapat dimaklumi karena P. canaliculatamemang dikenal sebagai salah satu dari seratus spesiespaling invasif di dunia (Lowe et al., 2000; Joshi, 2005).Bunga et al. (2016) menyatakan keberadaan keong masdi permukaan lumpur dan di dalam lumpur tidak berbedapada siang maupun malam hari (P=0,1270). Sebagianbesar keong mas aktif pada malam hari (63,20%)sedangkan pada siang hari sebanyak 22,92%. Sebaliknyakeong mas lebih banyak pasif pada siang hari (77,08%)daripada malam hari (36,80%). Aktivitas keong masmeliputi mobilitas (siang 5,70%; malam 29,58%), makan(siang 13,33%; malam 22,50%), mating (siang 3,89%;malam 10,56%) dan bertelur (siang 0% dan malam0,56%).

Pada tahun 2010-2012 terjadi eksplosi keong masdan menyebabkan kerusakan parah sampai puso,sehingga produksi padi di Kabupaten Malaka turunhingga kurang dari 2 ton/ha. (Fransisco, 2013; komunikasipribadi). Sebelum tahun 2000 keong mas tidak dikenaldi Kabupaten Malaka. Hama ini menjadi ancamanbudidaya padi karena perkembangbiakannya yang sangatcepat (Wagiman et al., 2014). Koloni keong massebelum tanam didominasi oleh nimfa sebanyak 61,45%,juvenile 30,32% dan imago 8,23% (Wagiman et al.,2015). Keong mas berukuran kecil mudah menyebarterikut aliran air irigasi. Air memfasilitasi mobilitas keongmas.

Keong mas sangat rakus dan memakan banyakvegetasi air (Fang et al., 2010). Tumbuhan inang yangdisukai adalah yang masih muda dan lunak seperti bibitpadi, algae, kangkung, tanaman sayuran, enceng gondok,talas, teratai dan gulma air lainnya (Budiono, 2006,

Matsukura et al., 2013) serta sangat polifag (Memon etal., 2011).

Pengendalian keong mas yang telah dilakukanpetani di Kabupaten Malaka antara lain denganmemungut keong mas, mengeringkan sawah setelah padipindah tanam, dan pengendalian kimia menggunakanmoluskisida berbahan aktif fentin asetat, metaldehydedan niklosamida. Pengendalian ini seperti yang dilakukandi Jepang, yaitu mengeringkan sawah ketika padi baruditanami, handpicking dan aplikasi moluskisida (Yusa& Wada, 1999).

Drainase di Kabupaten Malaka kurang baiksehingga sawah tetap tergenang. Fluktuasi kedalamangenangan air diduga berpengaruh terhadap mobilitaskeong mas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuidaya merusak berbagai ukuran keong mas pada padi,mengetahui perilaku diapause keong mas pada saathabitatnya mengalami kekeringan dan mengetahuipengaruh kedalaman genangan air terhadap mobilitaskeong mas.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu. Penelitian dilakukan di 5 desa yaituDesa Kamanasa, Desa Wehali, Desa Umakatahan, DesaHarekakae dan Desa Kletek, Kecamatan Malaka Tengah,Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur padaFebruari 2014 - Mei 2015.

Daya Makan. Daya makan keong mas dilakukanterhadap bibit padi varietas Ciherang berumur 3 minggu.Arena percobaan berupa ember berukuran tinggi 22 cm,diameter atas 27 cm dan diameter dasar 19 cm. Emberdiisi lumpur setinggi 15 cm dan ditanami bibit padi ditengah-tengah ember. Keong mas uji adalah keongdengan ukuran 11-20 mm, 21-30 mm dan 31-40 mm.Perlakuan dalam penelitian ini adalah bibit dengan jumlah3, 6, 9, 12, 15, 18 dan 21 bibit. Masing-masing perlakuandiulang 5 kali. Keong mas yang dipakai dalam pengujianini, dilaparkan selama 16 jam mulai dari pukul 18.00-10.00 WITA. Persiapan arena uji dilakukan pada pukul09.00. Pada pukul 10.00 keong mas diletakkan padajarak 5 cm dari bibit padi. Pengamatan terhadap dayamakan keong mas dilakukan pada pukul 09.00 keesokanharinya. Jumlah bibit padi yang dimakan keong mas

dicatat, ditabulasi dan dianalisis dengan Anova pada α=

0,05 dan DMRT pada α= 0,05.

Perilaku Diapause. Perilaku diapause dilakukan dengancara menentukan 20 titik pengamatan pada luasan sawah2000 m2, pada kondisi sawah bero dan kering. Titik

Page 69: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Bunga et al. Daya Makan, Diapause dan Mobilitas 149

pengamatan ditentukan pada sudut pematang dansepanjang pematang setiap jarak 10 m. Pada setiap titik,pematangnya dibongkar dan digali lubang berukuran 30x 30 cm dengan kedalaman 25 cm untuk mengetahuiapakah keong mas berdiapause selama sawah mengalamikekeringan. Sampling dilakukan menggunakan metodemenyusuri pematang (Gambar 1). Metode ini dipilih,karena pengujian menggunakan metode transeksebelumnya, tidak ditemukan keong mas yangberdiapause. Jika pada titik ke-10 tidak ditemukan keongmas yang sedang berdiapause maka pengamatandihentikan. Sebaliknya, jika sampai titik ke-10 masihditemukan keong mas yang berdiapause makapengamatan dilanjutkan sampai ke titik ke-20.

Kajian mobilitas keong mas dilakukan pada arenapercobaan seperti yang digunakan pada kajian dayamerusak keong mas. Ember diisi lumpur setinggi 15 cmdan ditanami 20 bibit padi berumur satu bulan di tengah-tengah ember. Keong mas uji adalah stadia juvenile danimago. Perlakuan kedalaman air yaitu tanpa genangan,genangan setengah tinggi cangkang, genangan samadengan tinggi cangkang dan genangan dua kali tinggicangkang keong mas. Masing-masing perlakuan diulang10 kali. Keong mas diletakkan pertama kali pada pukul18.00 WITA, dengan posisi 5 cm dari bibit padi. Tempatkeong mas pertama kali diletakkan ditandai dengan lidisetinggi 10 cm, yang telah diberi cat warna merah.

Pengamatan dilakukan rutin setiap dua jam sekali selamasatu hari, sehingga terdapat 12 kali pengamatan. Posisikeong mas pada saat pengamatan pertama pada pukul20.00 WITA ditandai dengan lidi setinggi 10 cm yangujungnya diberi cat hijau. Jarak antara lidi merah danlidi hijau diukur dengan mistar. Mobilitas keong masdiasumsikan arah gerakan lurus sehingga jarak tempuhselama 2 jam merupakan jarak antara dua lidi.Pengamatan-pengamatan berikutnya dilakukan sepertipengamatan pertama dan diakhiri pada pukul 18.00WITA hari berikutnya. Pengaruh kedalaman air terhadapmobilitas keong mas dianalisis dengan Anova pada α=0,05 dan DMRT pada α= 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Makan. Rata-rata jumlah bibit padi yangdiamakan oleh keong mas berturut-turut adalah ukuran11-20 mm sebanyak 5,6 bibit; ukuran 21-30 mm sebanyak11,6 bibit dan ukuran 31-40 mm sebanyak 20,6 bibit(Tabel 1).

Persentase jumlah bibit padi yang dirusak olehkeong mas menunjukkan ada perbedaan nyata,P<0.0001. Ukuran keong mas berpengaruh terhadaptingkat kerusakan bibit padi pada saat pindah tanam.Keong mas dengan ukuran 31-40 mm merusak hingga97,38%, ukuran 21-30 mm merusak sebanyak 64,76%

Pematang

800 m2600 m2

600 m2

10 m

Gambar 1.Model sampling menelusuri pematang

Tabel 1. Daya makan keong mas terhadap bibit padi umur tiga minggu

Ukuran Keong Mas (mm) Jumlah bibit Rata-rata jumlah bibit yang rusak (%) ± Sd

31 - 40 20,6 97,38 ± 1,766 a21 - 30 11,6 64,76 ± 6,277 b11 - 20 5,6 31,67 ± 2,608 c

tα0.05, P <0.0001

Page 70: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

150 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 147 - 154

dan ukuran 11-20 mm merusak sebanyak 31,67%.Semakin besar ukuran keong mas, semakin banyak pulajumlah bibit yang dirusaknya. Jumlah bibit padi yangdimakan keong mas menunjukan ukuran yang palingmerusak berturut-turut adalah 31-40 mm; 21-30 mmdan 11-20 mm (Gambar 2).

Penelitian yang dilakukan Teo (2003),menunjukkan bahwa pada kedalaman air 5 cm, potensikerusakan yang ditimbulkan oleh keong mas semakinsedikit dengan meningkatnya umur bibit padi. Kerusakanparah bisa terjadi jika populasi keong mas di lapangantinggi. Karena itu pengetahuan tentang daya merusakkeong mas berbagai ukuran ini, dapat memberikaninformasi bagaimana mengupayakan pengendalian yangefektif dengan mengatur jumlah populasi keong dipersawahan pada taraf yang tidak merusak secaraekonomi.Perilaku Diapause. Perilaku diapause keong massangat dipengaruhi oleh kondisi kekeringan dipersawahan. Pada kajian ini ditemukan keong mas yangtertutup operculum ketika berdiapause. Kondisi diapausekeong mas menunjukkan bahwa air merupakan faktorutama dalam mendukung aktivitas keong mas.

Sedikitnya keong mas yang ditemukanberdiapause pada kedalaman 25 cm di bawah pematang(Tabel 2), karena kondisi sawah terlampau keringsehingga diduga keong mas membenamkan diri lebihdalam lagi mencapai tanah lembab. Hal ini dibuktikanpada saat pembongkaran pematang ditemukan banyakcangkang keong mas yang telah kosong. Kemungkinanjika dilakukan penggalian lebih dalam di bawah pematanghingga mencapai tanah lembab, bisa ditemukan keongmas yang berdiapause. Namun untuk membuktikannyaperlu ada penelitian lanjutan.

Di daerah subtropis (Buenos Aires), keong masaktif bereproduksi pada awal musim semi (Oktober)sampai akhir musim panas (Maret/April). Selanjutnyakeong mas berdiapause dengan cara mengubur diridalam tanah yang lembab dan akan aktif lagi ketikatemperatur air naik pada musim semi (Estebenet &Cazzaniga, 1992). Berbeda dengan kondisi KabupatenMalaka, keong mas aktif bereproduksi pada bulanJanuari sampai Juni dimana air cukup tersedia karenamusim hujan, ada beberapa sumber mata air danpengairan dari bendungan Benenain. Selanjutnya padabulan Juli sampai Desember, keong mas mulai

Gambar 2. Jumlah bibit padi yang diserang berdasarkan ukuran keong mas: (a). 31-40 mm; (b) 21-30 mm; (c). 11-20 mm

Tabel 2. Jumlah keong mas imago yang ditemukan

Desa Jumlah keong mas imago yang ditemukan (ekor)

Kamanasa 3Wehali 1Umakatahan 1Harekakae 0Kletek 1

Page 71: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Bunga et al. Daya Makan, Diapause dan Mobilitas 151

Tabel 3. Pengaruh kedalaman genangan air terhadap jarak tempuh mobilitas keong mas fase juvenile dan imago

Ketinggian Genangan Rerata jarak tempuh (cm) ± SD

Juvenile Imago

Tanpa genangan 3,55 ± 3,508 a 0,95 ± 1,717 aGenangan separuh tinggi cangkang 10,36 ± 2,831 b 4,40 ± 3,525 bGenangan sama dengan tinggi cangkang 11,26 ± 2,735 b 6,38 ± 4,234 bGenangan dua kali tinggi cangkang 10,39 ± 2,895 b 5,40 ± 3,743 b

Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom, menunjukkan tidak berbeda nyata

berdiapause karena persawahan mengalami kekeringan(Gambar 3).

Penelitian yang pernah dilakukan Riani (2010),menunjukkan bahwa kemampuan diapause keong masfase juvenile memperlihatkan adanya perbedaan.Semakin lama diapause, maka jumlah keong mas yangmati juga semakin meningkat menjadi 67% dan terjadipenurunan bobot tubuh sejalan dengan lamanya diapauseyaitu pada bulan ke enam mencapai 48%.

Mobilitas Keong Mas. Mobilitas keong mas juveniledipengaruhi sangat signifikan (P<0,001) oleh kedalamangenangan air. Pada perlakuan lumpur tanpa genangan,mobilitas keong mas terhambat. Pada siang hari selamapukul 12.00 – 18.00 WITA, keong mas fase juveniletidak melakukan mobilitas. Sementara itu pada pukul20.00 – 06.00 WITA, dalam semua kondisi kedalamanair termasuk lumpur tanpa genangan, keong mas juvenilemelakukan mobilitas. Pada pukul 08.00 WITA, mobilitaskeong mas juvenile turun drastis. Dalam kondisi gelappada malam hari, tanpa genangan dan lumpur masihberbentuk seperti pasta, keong mas juvenile masihmelakukan mobilitas terbatas sekitar 3,55 cm (Tabel 3dan Gambar 4). Kedalaman air separuh hingga dua kali

tinggi cangkang keong mas tidak berpengaruh signifikanterhadap mobilitas keong mas juvenile. Air memfasilitasiatau memudahkan keong mas bermigrasi. MenurutHavel et al., 2015), keberadaan waduk dapat menjadisarana yang menyediakan air untuk memudahkan suatuspesies air invasif (AIS=Aquatic Invasive Spesies)menginvasi suatu daerah baru.

Sama halnya dengan fase juvenile, mobilitas keongmas imago juga sangat signifikan (P=0,0022) dipengaruhioleh adanya genangan air. Tanpa genangan keong masimago tidak bergerak sejak pukul 04.00 WITA sampaipukul 18.00 WITA. Namun pada malam hari dan tanpagenangan keong mas imago melakukan mobilitas padapukul 20.00 – 02.00 WITA (Gambar 4). Mobilitas keongmas imago difasilitasi oleh tersedianya genangan air dantidak dipengaruhi oleh kedalaman air genangan (Tabel3).

Mobilitas keong mas juvenile signifikan lebih tinggidari pada imago. Pada berbagai kedalaman genangan airdi atas lumpur, jarak tempuh juvenile lebih jauh daripadaimago (Tabel 4).

Keong mas juvenile lebih gesit, hampir dua kalilebih jauh jarak tempuhnya, apalagi jika tersedia air cukuplebih mudah menyebar. Kemampuan bergerak keong

Gambar 3. Persawahan di Kabupaten Malaka pada musim kemarau dan operculum yang menutup cangkangkeong mas saat berdiapause

Page 72: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

152 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 147 - 154

mas sangat tergantung kepada keberadaan air. Keongmas juvenile dan imago tidak aktif bermobilitas setelahpermukaan lumpur benar-benar mengering. Fenomenaini dapat dimanfaatkan sebagai upaya pengendalian

keong mas dengan cara tidak memberikan genanganpada saat pindah tanam. Pengetahuan tentangkemampuan mobilitas keong mas ini juga mengingatkanpetani bahwa ketika memungut keong mas pada sore

Tabel 4. Pengaruh tinggi genangan terhadap mobilitas keong mas fase juvenile dan imago, setiap dua jam selamasehari

Ketinggian Genangan Fase Rerata (cm) ± SD P

Tanpa genangan Juvenile 3,55 ± 3,508 0,0070Imago 0,95 ± 1,717

Genangan separuh tinggi cangkang Juvenile 10,36 ± 2,831 0,0002Imago 4,40 ± 3,525

Genangan sama dengan tinggi cangkang Juvenile 11,26 ± 2,735 0,0002Imago 6,38 ± 4,234

Genangan dua kali tinggi cangkang Juvenile 10,39 ± 2,895 0,0002Imago 5,40 ± 3,743

Gambar 4. Pola mobilitas keong mas, juvenile (A) dan imago (B) pada berbagai kedalaman air

A

B

Page 73: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Bunga et al. Daya Makan, Diapause dan Mobilitas 153

DAFTAR PUSTAKA

Budiono S. 2006. Teknik mengendalikan keong mas padatanaman padi. J. Ilmu-Ilmu Pertanian 2(2): 128–133.

Bunga JA, Wagiman FX, Witjaksono & Jafendi HPS.2016. Biological clock of golden snail (Pomaceacanaliculata) under conditions of MalakaRegency East Nusa Tenggara Province,Indonesia. ARPN J. Agric. and Biol. Sci. 11(4):127–130.

hari sebaiknya tidak meletakkannya di atas pematangkarena keong mas masih dapat kembali turun ke air.

Habitat keong mas berada di perairan air tawaryang tergenang atau berarus lambat, sampai ketinggian1000 m dpl (LIPI, 1999). Populasi keong masberkembang dengan baik ditempat-tempat yangtergenang (Budiono, 2006). Pada kedalaman air lebihdari 5 cm, sawah yang ditanami benih langsung, benihpindah tanam umur 21, 39 dan 40 hari, berturut-turutmengalami kerusakan oleh keong mas sebesar 100; 89,2;59,7 dan 46%. Pada keadaan tanah lembab, mobilitaskeong mas menjadi terbatas sehingga mencegahkerusakan padi yang lebih parah (Teo, 2003).

SIMPULAN

Ukuran keong mas berpengaruh terhadap tingkatkerusakan bibit padi pada saat pindah tanam. Kerusakanparah bisa terjadi jika populasi keong mas di lapangantinggi. Kekeringan mendorong keong masmempertahankan hidup pada habitatnya denganmelakukan diapause. Hal ini menunjukkan bahwa airmerupakan faktor utama dalam mendukung aktivitaskeong mas. Lumpur sawah tanpa genangan air efektifmenghambat mobilitas keong mas. Adanya genanganair sampai dua kali tinggi cangkang tidak mempengaruhijarak tempuh mobilitas keong mas.

SANWACANA

Penelitian ini bagian dari Disertasi yang dibiayaioleh DIPA UGM, lewat Penelitian Unggulan UGM TA.2014, Nomor kontrak: LPPM-UGM/391/LIT/2014,tanggal 3 Maret 2014. Ucapan terima kasih disampaikankepada LPPM UGM, Kelompok Tani dan PEMDAKabupaten Malaka yang telah membantu kelancaranpenelitian.

Carlsson NOL, Bronmark C & Hansson LA. 2004.Invading herbivory: the golden apple snail altersecosystem functioning in Asian wetlands.Ecology 85(6): 1575–1580.

Estebenet AL & Cazzaniga NJ. 1992. Growth anddemography of Pomacea canaliculata(Gastropoda: Ampullariidae) under laboratoryconditions. Malacological Rev. 25: 1–12.

Fang L, Wong PK, Lin L, Lan C, & Qiu JW. 2010.Impact of invasive apple snails in Hong Kong onwetland macrophytes, nutrients, phytoplanktonand filamentous algae. Freshwater Biol. 55(6): 1191–1204.

Havel JE, Kovalenko KE, Thomas SM, Amalfitano S& Kats LB. 2015. Aquatic invasive species:challenges for the future. Hydrobiologia 750(1):147–170.

Joshi RC. 2005. Managing invasive alien mollusc speciesin rice. In: Bill Hardy (Ed). Invasion of the alienmollusc. Mini Review 30(2): 5-13. InternationalRice Research Notes (IRRN), Maligaya,Philippines.

Lowe S, Browne M, Boudjelas S, & De Poorter M.2000. 100 of the world’s worst invasive alienspecies: A selection from the global invasivespecies database. Invasive Species SpecialistGroup (ISSG), Species Survival Commission(SSC), 10 pp. World Conservation Union (IUCN),New Zealand.

LIPI.1999. Keong dan kerang Sawah. Seri PanduanLapangan. Puslitbang Biologi-LIPI, Prima CentraJakarta.

Matsukura K, Okuda M, Cazzaniga NJ, & Wada T.2013. Genetic exchange between two freshwaterapple snails, Pomacea canaliculata andPomacea maculate invading East and SoutheastAsia. Biol. Invasions. 15: 2039–2048.

Memon UN, Baloch WA, Tunio GR, Burdi GH, KoraiAL, & Pirzada AJ. 2011. Food, Feeding andGrowth of Golden Apple Snail Pomaceacanaliculata, Lamarck (Gastropoda:Ampullariidae), Department of Fresh WaterBiology and Fisheries, University of Sindh,Jamshoro, Institute of Plant Sciences, Universityof Sindh, Jamshoro.

Page 74: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

154 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 147 - 154

Pimentel DR, Zuniga R & Morrison D. 2005. Updateon the environmental and economic costsassociated with alien-invasive species in theUnited States. Ecol. Econ. 52(3): 273–288.

Riani E. 2010. Kemampuan aestivasi keong murbai(Pomacea sp.) stadia juvenil. J. MoluskaIndonesia 1: 65–69.

Teo SS. 2003. Damage potential of the golden applesnail Pomacea canaliculata (Lamarck) inirrigated rice and its control by culturalapproaches. Int. J. Pest Manage. 49(1): 49–55.

Wagiman FX, Harisma, Triman B & Ariani JB. 2015.Feeding strategy and feeding capacity of duck(Anas platyrhyncos domesticus) as a predatorof golden snail (Pomacea canaliculata). Int. J.Adv. Pharm. Biol. Chem. (IJAPBC) 4(2): 491–495.

Wagiman FX, Triman B, Sidadolog JHP, Bunga JA.2014. Persepsi petani padi terhadap eksplosi hamakeong mas di Kabupaten Malaka, Provinsi NusaTenggara Timur. In: Jangkung Handoyo Mulyoet al. (Ed). Kedaulatan Pangan dan Pertanian.Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian SosialEkonomi Pertanian, pp. 472-480. FakultasPertanian UGM.

Yusa Y & Wada T. 1999. Impact of the introduction ofapple snails and their control in Japan. Naga, TheICLARM Quarterly 22(3): 9–13.

Page 75: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

184 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 184 - 195J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525Vol. 16, No. 2: 184 – 195, September 2016

KOMUNITAS LEPIDOPTERA DAN PARASITOIDNYAPADA PERTANAMAN MENTIMUN DI BOGOR,

SUKABUMI DAN CIANJUR, JAWA BARAT

Evawaty S. Ulina1,3, Akhmad Rizali2, Pudjianto3, Sjafrida Manuwoto3, & Damayanti Buchori3

1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara Jl. Jend. Besar A. H. Nasution No. 1 B Medan

2Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145

3Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian BogorJl. Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680

Email: [email protected]

ABSTRACT

Lepidopteran community and its parasitoid on cucumber field in Bogor, Sukabumi and Cianjur District, West Java.Cucumber is one of horticultural commodities that are widely cultivated in Indonesia, but information related to Lepidopterapests and their parasitoids are limited. The aim of this study was to obtain information about Lepidopteran community oncucumber and their parasitoid diversity. Lepidopteran larvae were collected from 16 cucumber sites in the District of Bogor,Sukabumi and Cianjur in November 2014 until May 2015. Larvae were collected from each cucumber plant follow along 60 mtransects. Larvae were collected from the field then brought to the laboratory. All larvae were then reared on cucumber leavesuntil pupation and parasitoids emerged. The data obtained were tested by analysis of the mean and analysis of variance (Oneway ANOVA) using the program R Stat. The results showed that cucumber plants were attacked by six species (morphospecies)belonging to four families of Lepidoptera. Diaphania indica (Saunders) (Lepidoptera: Crambidae) is the most abundantspecies found. All species (morphospecies) of Lepidoptera are more common when the cucumber plants are in the generativegrowth stage. Our result further showed that D. indica was attacked by 9 parasitoid larvae and 3 parasitoid pupae, C.chalcites (Lepidoptera: Noctuidae) by 5 parasitoids dan S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) by 2 parasitoids. A braconid,Apanteles taragamae, is the most common parasitoid of D. indica found in the field. Its parasitism rate can reach 27% in thefield. Overall, this research revealed that a number of parasitoids, that were found attacking Lepidopteran on cucumberindicates their potential use as biological control agents in this agroecosystems.

Key words: cucumber, Lepidoptera, parasitoid, pest

ABSTRAK

Komunitas Lepidoptera dan parasitoidnya pada pertanaman mentimun di Bogor, Sukabumi dan Cianjur, Jawa Barat.Mentimun merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia, tetapi informasi terkaitkomunitas hama Lepidoptera serta parasitoidnya masih sangat terbatas. Penelitian ini dilaksanakan untuk mendapatkaninformasi tentang struktur komunitas Lepidoptera yang berasosiasi dengan tanaman mentimun, keanekaragaman dan tingkatparasitisasi musuh alaminya. Larva Lepidoptera dikoleksi dari 16 lokasi pertanaman mentimun yang berada di Kabupatendan Kota Bogor, Sukabumi dan Cianjur pada bulan November 2014 sampai dengan Mei 2016. Larva dikoleksi dari setiaptanaman mentimun mengikuti jalur transek sepanjang 60 m. Larva yang dikoleksi selanjutnya dibawa ke laboratorium untukdipelihara dan diamati parasitoid yang muncul. Data yang diperoleh diuji dengan analisis nilai tengah dan analisis ragam(One way ANOVA) menggunakan program R Stat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman mentimun diserang olehenam spesies (morfospesies) hama Lepidoptera yang berasal dari empat famili. Diaphania indica (Saunders) (Lepidoptera:Crambidae) merupakan spesies yang paling banyak ditemukan. Semua spesies hama Lepidoptera lebih banyak ditemukanpada saat tanaman mentimun berada pada stadia pertumbuhan generatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa D. indicadiserang oleh 9 parasitoid larva dan 3 parasitoid pupa, C. chalcites (Lepidoptera: Noctuidae) oleh 5 parasitoid dan S. litura(Lepidoptera: Noctuidae) oleh 2 parasitoid. Apanteles taragamae merupakan parasitoid D. indica yang paling banyakditemukan di lapangan. Tingkat parasitisasi parasitoid ini di lapang dapat mencapai 27%. Secara keseluruhan hasil penelitianini menunjukkan bahwa sejumlah parasitoid ditemukan menyerang hama Lepidoptera pada pertanaman mentimun, hal inimenunjukkan potensi parasitoid tersebut sebagai agensia pengendalian hayati di agroekosistem ini.

Kata kunci: hama, Lepidoptera, mentimun, parasitoid

Page 76: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Ulina et al. Komunitas Lepidoptera dan Parasitoidnya 185

PENDAHULUAN

Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salahsatu komoditas hortikultura komersial yangdibudidayakan hampir di seluruh wilayah Indonesia mulaidari dataran rendah hingga sedang. Pada tahun 2013,luas areal panen mentimun mencapai 49. 296 ha denganproduksi 491.636 ton dan rata-rata hasil 9,97 t/ha(Kementerian Pertanian, 2015). Luas areal panen danproduksi mentimun tersebut jauh lebih rendahdibandingkan lima tahun yang lalu. Penurunan luas lahantersebut disebabkan oleh perubahan komoditas yangditanam oleh petani atau konversi lahan pertanianmenjadi nonpertanian. Sedangkan angka rata-rata hasil9,97 t/ha tergolong belum optimal, karena menurut hasilpenelitian AVNET (Asean Vegetable Network) potensihasil mentimun berkisar antara 12 – 19 t/ha (Sumpena& Permadi, 2005) dan potensi hasil 3 varietas mentimunyang dihasilkan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuranberkisar antara 21 – 35 t/ha (Sumpena & Permadi, 1999).Rendahnya produktivitas tanaman mentimun di tingkatpetani disebabkan beberapa faktor sepertiketidaksesuaian lingkungan, teknologi budidaya yangtidak tepat atau serangan organisme pengganggutanaman.

Sejumlah spesies serangga dan patogen telahdilaporkan menyerang tanaman mentimun di Indonesiamulai dari stadia vegetatif hingga generatif (Prabowo,2009), namun serangga Lepidoptera yang ditemukanhanya satu spesies dengan kerapatan kurang dari satuekor per tanaman. Padahal menurut Brown (2015),Diaphania indica Saunders (Lepidoptera: Crambidae)merupakan hama yang umum ditemukan menyerangtanaman famili Cucurbitaceae. Spesies ini tersebar diPakistan, India, Jepang, Kepulauan Pasifik, Australia,Afrika dan Amerika Selatan (Peter & David, 1991a;Capinera, 2001). Lebih lanjut Thamrin & Asikin (2006)melaporkan D. indica dapat menimbulkan kerusakansebesar 80–100% pada tanaman pare di lahan rawapasang surut Indonesia.

Di Indonesia, tanaman mentimun saat ini tidakhanya ditanam pada dataran tinggi dan lahan rawa pasangsurut tetapi sudah ditanam pada daerah dataran rendahdan sedang. Namun, informasi terkait keberadaanserangga hama Lepidoptera pada tanaman mentimundi Indonesia sangat terbatas. Kabupaten Bogor,Sukabumi dan Cianjur merupakan salah satu sentrapertanaman mentimun di daerah Jawa Barat dan lokasitersebut dapat dianggap mewakili daerah dataran rendahdan dataran tinggi.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mendapatkaninformasi tentang struktur komunitas serangga

Lepidoptera yang berasosiasi dengan tanaman mentimunserta keberadaan musuh alaminya di lapang.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu. Pengambilan contoh seranggadilakukan di 16 areal pertanaman mentimun yang ada diKabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur Jawa Baratmulai bulan November 2014 sampai Mei 2015 (Tabel1). Pemeliharaan dan identifikasi contoh seranggadilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati,Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.

Pengambilan Sampel Serangga. Pengambilan sampelserangga dilakukan pada saat tanaman mentimun beradapada stadia vegetatif (umur 2 dan 3 minggu) serta stadiageneratif (umur 5, 6 dan 7 minggu). Pengambilan sampelserangga dilakukan pada jalur transek sepanjang 60 m.Sampel serangga diambil langsung dengan tangan daritanaman yang berada di kanan dan kiri jalur transektersebut (jumlah tanaman sampel 200 tanaman perlokasi). Jenis serangga yang diambil pada penelitian iniadalah larva serangga Lepidoptera. Masing-masingindividu larva tersebut disimpan dalam satu wadah plastikbertutup (diameter 6,5 cm dan tinggi 10 cm), diberi pakandaun mentimun dan diberi label seperti: tanggal sampling,lokasi sampling, umur tanaman dan nomor tanaman.Serangga kemudian dibawa ke laboratorium untukdipelihara dan dihitung tingkat parasitisasinya.

Pemeliharaan Sampel Serangga. Larva Lepidopterayang dikoleksi dari lapangan dipelihara di laboratorium(Suhu 28,4 oC, kelembaban 63%) dan diberi pakan daunmentimun segar. Larva tersebut dipelihara dalam wadahplastik bertutup (diameter 6,5 cm dan tinggi 10 cm) dandi dalam setiap wadah plastik tersebut dipelihara satularva. Setiap hari pakan dan wadah plastik tempatpemeliharaan diganti dengan yang baru. Larva yangtelah memasuki masa pupa dipisahkan hingga imagomuncul. Larva terparasit dipisahkan dan diamati secaraintensif hingga imago parasitoid muncul. Parasitoid yangmuncul kemudian disimpan dalam alkohol 70%.

Identifikasi Serangga. Identifikasi seranggaLepidoptera dilakukan pada saat stadia larva dan imago.Semua proses identifikasi dilakukan denganmenggunakan buku panduan The Insects of Australia:Lepidoptera (Nielsen & Common, 1991) dan Key toSelected Pyraloidea (Lepidoptera) LarvaeIntercepted at US Ports of Entry: Revision ofPyraloidea in “Keys to some Frequently Intercepted

Page 77: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

186 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 184 - 195

N

niFr

S

1D

Tabel 1. Lokasi administrasi serta lokasi geografi pengambilan contoh serangga

No Lokasi administrasi Koordinat LokasiKetinggian

(m dpl)Kelompokketinggian

Kota Bogor

1 Ds. Situgede 06o32’59,8” LS; 106o44’39,5” BT 190 Rendah

Kabupaten Bogor

2 Ds. Petir, Kec. Dramaga 06o37’58,6” LS; 106o43’04,8” BT 482 Sedang3 Ds. Laladon, Kec. Ciomas 06o34’56,9” LS; 106o45’04,7” BT 218 Rendah4 Ds. Mekarjaya, Kec. Ciomas 06o36’44,0” LS; 106o46’30,5” BT 282 Rendah5 Ds. Cibanteng, Kec. Ciampea 06o32’54,2” LS; 106o42’43,0” BT 187 Rendah6 Ds. Cihideung udik, Kec. Ciampea 06o35’03,8” LS; 106o43’11,0” BT 239 Rendah7 Ds. Pabuaran, Kec. Kemang 06o30’01,4” LS; 106o42’45,8” BT 140 Rendah8 Ds. Bantarjaya, Kec. Ranca Bungur 06o32’03,6” LS; 106o43’35,9” BT 184 Rendah

Kabupaten Sukabumi

9 Ds. Karang Tengah, Kec. Cibadak 06o53’21,8” LS; 106o48’15,1” BT 464 Sedang

10 Ds. Benda, Kec. Cicurug 06o46’09,9” LS; 106o49’27,4” BT 644 Sedang11 Ds. Kompa, Kec. Parung Kuda 06o49’01,9” LS; 106o45’11,8” BT 458 Sedang

Kabupaten Cianjur

12 Ds. Selajambe, Kec. Sukaluyu 06o48’21,7” LS; 107o13’57,5” BT 294 Rendah13 Ds. Sindangjaya, Kec. Ciranjang 06o47’45,9” LS; 107o16’01,1” BT 274 Rendah14 Ds Bojong, Kec. Karang Tengah 06o48’15,6” LS; 107o10’46,5” BT 361 Sedang15 Ds. Jamali, Kec. Mande 06o44’31,8” LS; 107o11’32,7” BT 404 Sedang16 Ds. Cikanyere, Kec. Sukaresmi 06o43’57,2” LS; 107o05’44,0” BT 797 Sedang

Lepidopterous Larvae” by Weisman 1986 (Solis,1999).

Identifikasi parasitoid diawali dengan menyortirparasitoid tersebut berdasarkan ordo (Hymenoptera atauDiptera). Setelah dipisahkan sesuai ordo kemudiandilanjutkan ke tingkat famili hingga morfospesies. Semuaproses identifikasi dilakukan dengan menggunakan bukupanduan Hymenoptera of The World (Goulet & Huber,1993), Annotated Keys to the Genera of NearcticChalcidoidea (Hymenoptera) (Gibson et al., 1997),Manual of the New World Genera of the FamilyBraconidae (Hymenoptera) (Wharton et al., 1997) danBOLD Systems Taxonomy Browser.

Analisis Data. Struktur komunitas Lepidoptera padapertanaman mentimun dianalisis dengan menghitung nilaifrekuensi relatif dan dominansi menurut de Sa et al.(2012), yaitu:

dengan:Fr = Frekuensi relatifni = Jumlah individu dari spesies ke-iN = Jumlah total individuD = DominansiS = Jumlah spesies dalam suatu komunitas

Jika suatu spesies memiliki nilai D > Fr makaspesies tersebut dominan dalam suatu komunitas, dansebaliknya jika D < Fr maka spesies tersebut tidakdominan.

Data kelimpahan individu serangga Lepidopterapada stadia pertumbuhan vegetatif dan generatiftanaman mentimun dan kerapatan individu D.indica disetiap umur tanaman dianalisis dengan sidik ragam(ANOVA) dengan uji t test pada kepercayaan 95%,sedangkan dinamika populasi D. indica dan D. indicaterparasit dianalisis dengan GLM (General LinearModels) menggunakan software R Stat versi 3.1.3 (RDevelopment Core Team, 2015).

Tingkat parasitisasi parasitoid dihitung denganrumus yang dimodifikasi dari Hamid et al. (2003) yaitu:

Ds= Desa

Page 78: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Ulina et al. Komunitas Lepidoptera dan Parasitoidnya 187

Tabel 2. Serangga Lepidoptera yang berasosiasi dengan tanaman mentimun, jumlah individu dan kategori dominasi

FamiliSpesies/

morfospesiesni n

Rataan jumlah individu+ simpangan baku

Fr Nilai D D

Crambidae D. indica 5.072 16 317,00 + 243,61 0,779 0,17 dNoctuidae C. chalcites 678 16 42,38 + 62,07 0,104 0,17 ndNoctuidae Anadevidia sp 12 3 4,00 + 5,86 0,002 0,17 ndNoctuidae S. litura 674 13 51,85 + 97,12 0,104 0,17 ndHesperiidae Hesperiidae01 70 11 6,36 + 4,03 0,011 0,17 ndGeometridae Geometridae01 4 3 1,33 + 0,58 0,001 0,17 nd

Total individu 6.510

ni= total individu; n= jumlah lokasi; Fr= frekuensi relatif; D= 1/seluruh spesies (dominansi) (de Sa et al., 2012);Fr>D (d/dominan); Fr<D (nd/non dominan).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Serangga Lepidoptera pada PertanamanMentimun. Secara keseluruhan jumlah seranggaLepidoptera yang telah dikumpulkan dari 16 lokasipenelitian adalah 6.510 individu yang terdiri dari 4 familidan 6 spesies (Tabel 2). Noctuidae merupakan familiyang anggota spesiesnya banyak menyerang tanamanmentimun tetapi dari total jumlah individu, Crambidaemerupakan famili Lepidoptera yang paling dominanberasosiasi dengan tanaman mentimun. Famili Noctuidaeterdiri dari 3 spesies yaitu Chrysodeixis chalcites,Spodoptera litura dan Anadevidia Sp. Larva C.chalcites berwarna hijau pucat dengan garis memanjangpada bagian lateral (Gambar 1A), sedangkan imagomemiliki sayap depan berwarna coklat dengan dua spotoval berwarna perak dan pada saat istirahat sayap dilipatatas tubuh sehingga berbentuk seperti tenda (Gambar

1B). Larva S. litura memiliki variasi warna mulai hijaupucat, hijau tua sampai coklat dengan garis kuning cerahdi sepanjang tubuhnya (Gambar 2A), sedangkan imagomemiliki sayap depan berwarna coklat kemerahandengan garis-garis berwarna coklat muda (pucat)membentuk pola yang kompleks sepanjang vena(Gambar 2B). Larva instar awal Anadevidia sp.berwarna hijau dengan duri hitam dan beberapa proleghilang sehingga larva bergerak seperti ulat jengkal(Gambar 3A) sedangkan pada instar akhir duri menjadiputih (Gambar 3B). Larva D. indica. berwarna hijaudengan dua garis pucat di sepanjang sisi dorsal (Gambar4A), sedangkan imago memiliki sayap depan transparandengan bagian pinggir berwarna coklat gelap, danmemiliki embelan berupa seberkas rambut berwarnacokelat pada bagian ujung abdomen (Gambar 4B). LarvaHesperiidae01 berwarna hijau dengan serangkaian garis-garis gelap dan pucat di sepanjang tubuh, kepalaberwarna hitam, masing-masing larva hidup dalamgulungan daun yang direkatkan dengan benang sutra(Gambar 5A). Larva Geometridae01 tidak memilikiproleg yang lengkap, hanya dua atau tiga pasang pada

Gambar 1. Chrysodeixis chalcites (A) larva dan (B) imago

100%oleksilarva terktotal

arasitlarva terpparasitasi%

Page 79: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

188 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 184 - 195

Gambar 2. Spodoptera litura (A) larva dan (B) imago

Gambar 3. Anadevidia sp. (A) larva instar awal dan (B) larva instar akhir

Gambar 4. Diaphania indica (A) larva dan (B) imago

Gambar 5. Larva (A) Hesperiidae01 dan (B) Geometridae01

Page 80: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Ulina et al. Komunitas Lepidoptera dan Parasitoidnya 189

Gambar 6. Boxplot kerapatan larva D. indica per tanaman pada tanaman mentimun umur (A) 2 minggu (Dataranrendah (median = 1,12; min = 1; maks = 1,75; galat baku = 0,08), Dataran sedang (median = 1,29; min= 1; maks = 1,79; galat baku = 0,12)), (B) 3 minggu (Dataran rendah (median = 1,21; min = 1; maks =1,58; galat baku = 0,07), Dataran sedang (median = 1,32; min = 0; maks = 1,95; galat baku = 0,23)), (C)5 minggu (Dataran rendah (median = 1,26; min = 1; maks = 1,71; galat baku = 0,08), Dataran sedang(median = 1,06; min = 1; maks = 1,18; galat baku = 0,02)), (D) 6 minggu (Dataran rendah (median =1,33; min = 1,11; maks = 1,92; galat baku = 0,08), Dataran sedang (median = 1,19; min = 1; maks =2,08; galat baku = 0,15)), dan (E) 7 minggu (Dataran rendah (median = 1,41; min = 1,09; maks = 2,2;galat baku = 0,15), Dataran sedang (median = 1,23; min = 1; maks = 1,62; galat baku = 0,07)) yangditanam pada dataran rendah dan sedang

akhir posterior dan dilengkapi dengan pelengkap di ujungtubuh (Gambar 5B).

Diaphania indica merupakan seranggaLepidoptera yang ditemukan di semua lokasi penelitian

dengan rata-rata kelimpahan 317 individu per lokasi(Tabel 2) dengan rata-rata kerapatan berkisar antara1,00 hingga 2,20 individu per tanaman (Gambar 6).Namun, hal ini bertentangan dengan penelitian yang

Page 81: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

190 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 184 - 195

Gambar 7. Boxplot kelimpahan individu (A) D. indica (Dataran rendah (median = 537; min = 207; maks = 744;galat baku = 87,27), Dataran sedang (median = 231; min = 17; maks = 598; galat baku = 73,24)), (B)C. chalcites (Dataran rendah (median = 20; min = 11; maks = 259; galat baku = 33,75), Dataransedang (median = 28; min = 4; maks = 63; galat baku = 7,29)), (C) S. litura (Dataran rendah (median= 6; min = 0; maks = 364; galat baku = 50,88), Dataran sedang (median = 44; min = 1; maks = 74; galatbaku = 11,9)) dan (D) Hesperidae01 (Dataran rendah (median = 1; min = 0; maks = 7; galat baku =1,07), Dataran sedang (median = 9; min = 0; maks = 12; galat baku = 1,82)) pada tanaman mentimunyang ditanam pada dataran rendah dan dataran sedang

dilakukan oleh Prabowo (2009), yang melaporkan bahwaserangga Lepidoptera yang berasosiasi dengan tanamanmentimun hanya D. indica dan serangga ini ditemukandengan kerapatan < 1 ekor per tanaman. Perbedaan inididuga dapat terjadi karena beberapa hal, antara lainadalah adanya perbedaan ketinggian lokasi penelitian.Hama D. indica dengan jumlah 5.072 individuditemukan pada daerah dengan ketinggian antara 190 –797 m dpl sedangkan keberadaan D. indica dengankerapatan <1 ekor per tanaman ditemukan pada daerahdengan ketinggian 1.100 m dpl. Data pada Gambar 7menunjukkan bahwa ketinggian lokasi penanaman

mentimun mempengaruhi kelimpahan hama D. indica.Tanaman mentimun yang ditanam pada dataran rendah(<300 mdpl) lebih banyak diinfestasi oleh D. indicadibandingkan dengan tanaman mentimun yang ditanampada dataran sedang (300 – 800 m dpl) (F= 5,05; P =0,04). Menurut Savopoulou et al. (2012), kelimpahandan sebaran serangga turut dipengaruhi oleh suhu dankelembaban. Lebih lanjut Okonya & Kroschel (2013)menjelaskan bahwa suhu berkaitan erat denganketinggian suatu tempat. Selain itu, kekayaan spesiesserangga pada suatu lokasi turut dipengaruhi olehperbedaan budidaya tanaman antarpetani (Nugraha et

Page 82: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Ulina et al. Komunitas Lepidoptera dan Parasitoidnya 191

Gambar 8. Boxplot jumlah individu serangga Lepidoptera pada stadia pertumbuhan vegetatif (median = 51,5; min =3; maks = 400; galat baku = 25,7) dan generatif (median = 243; min = 39; maks = 928; galat baku =64,56) tanaman mentimun di 16 lokasi pertanaman mentimun

Species/morfospesies Vegetatif1 Generatif1 Statistik2

D. indica 89,56 + 102,51 227,44 + 205,10 F(1.30) = 5,79; P = 0,02*C. chalcites 3,00 + 3,03 39,38 + 61,95 F(1.30) = 5,50; P = 0,03*

Anadevidia sp 0,00 + 0,00 0,75 + 2,08 F(1.30) = 2,08; P = 0,16tn

S. litura 5,19 + 9,54 36,94 + 83,66 F(1.30) = 2,28; P = 0,42tn

Hesperiidae01 0,56 + 1,03 3,81 + 4,21 F(1.30) = 8,98; P = 0,01**Geometridae01 0,00 + 0,00 0,25 + 0,58 F(1.30) = 3,00; P = 0,09tn

Total individu 98,31 + 102,81 308,56 + 258,24 F(1.30) = 9,16; P = 0,01**

Tabel 3. Jumlah individu serangga Lepidoptera pada stadia pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman mentimun

1Rata-rata + simpangan baku; 2Beda nyata kemelimpahan spesies/morfospesies serangga Lepidoptera antarstadia pertumbuhan tanaman mentimun berdasarkan uji ANOVA. tn = tidak nyata; * = beda nyata pada taraf5%; ** = beda nyata pada taraf 1%.

al., 2014) serta perbedaan kompleksitas lanskap (Zhaoet al., 2014).

Rata-rata jumlah individu serangga Lepidopterayang ditemukan pada stadia pertumbuhan generatiftanaman mentimun lebih banyak dibandingkan saattanaman berada pada stadia vegetatif (Gambar 8). Padastadia pertumbuhan tanaman mentimun yang berbeda,ditemukan perbedaan komposisi serangga Lepidoptera.Pada stadia vegetatif ditemukan empat spesies serangga,yaitu D. indica, C. chalcites, S. litura dan Hesperidae01sedangkan pada stadia pertumbuhan generatif ditemukanenam spesies serangga Lepidoptera, yaitu D. indica,

C. chalcites, S. litura, Anadevidia sp, Geometridae01dan Hesperiidae01. Serangga Lepidoptera yang palingbanyak ditemukan berasosiasi dengan tanamanmentimun baik pada stadia pertumbuhan vegetatifmaupun generatif adalah D. indica (Tabel 3). Vanisreeet al. (2005) juga melaporkan bahwa serangan tertinggihama D. indica terjadi saat tanaman mentimun beradapada stadia generatif. Kelimpahan populasi seranggayang tinggi pada saat tanaman berada pada stadiageneratif disebabkan serangga sudah beradaptasi danberkembang pada pertanaman tersebut. Fitriyana (2015)menjelaskan bahwa D. indica mampu menyelesaikan

Page 83: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

192 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 184 - 195

siklus hidupnya dalam kurun waktu 26 hari. Sedangkansiklus hidup D. indica di India adalah 23,4 hari (Peter& David, 1992), di Jepang adalah 18,2 hari (Kinjo &Arakaki, 2002) dan di Iran adalah 19,91 hari (Hosseinzadeet al., 2014). Walaupun siklus hidup serangga bervariasimenurut ras geografis, tanaman inang dan kondisilaboratorium (Hosseinzade et al., 2014) namun siklushidup D. indica tersebut menunjukkan bahwa pada saattanaman mentimun berada pada stadia generatif, D.indica telah memasuki generasi kedua.

Keanekaragaman serangga Lepidoptera yangtinggi pada stadia pertumbuhan generatif tanamanmentimun dapat dikaitkan dengan fenologi dan arsitekturtanaman. Pada stadia generatif, tanaman memiliki jumlahdaun lebih banyak dan tumpang tindih sehingga pakantersedia dalam jumlah berlimpah dan juga memudahkanpergerakan larva dari satu tanaman ke tanaman lainnya.Lawton (1983) menjelaskan bahwa arsitektur tanamanyang menyangkut ukuran, bentuk, dan atribut lainnyasangat mempengaruhi keanekaragaman serangga fitofagyang berasosiasi dengan tanaman tersebut.

Parasitoid yang berasosiasi dengan SeranggaLepidoptera pada Tanaman Mentimun. Dari enamspesies serangga Lepidoptera yang ditemukanberasosiasi dengan tanaman mentimun, hanya tigaspesies yang ditemukan terparasit, yaitu D. indica, C.chalcites dan S. litura (Tabel 4). Hama D. indicadiparasit oleh 9 parasitoid larva (famili Braconidae,Ichneumonidae dan Lonchaeidae, satu parasitoid larva– pupa (Ichneumonidae) serta dua parasitoid pupa(Chalcididae dan Tachinidae). Hal ini sesuai dengantemuan Peter & David (1991b) yang melaporkan bahwaD. indica memiliki sejumlah musuh alami, yaitu 13parasitoid larva, 3 parasitoid pupa, 3 predator dan 1entomopatogen. Parasitoid telur Trichogrammachilonis, parasitoid larva Dolichogenidea stantoni danentomopatogen Nomurea rileyii juga dilaporkanberasosiasi dengan D. indica (Visalakshy, 2005).Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah larva D.indica terparasit meningkat sejalan denganmeningkatnya kelimpahan larva D. indica (Gambar 9),dimana parasitoid yang dominan adalah A. taragamae(Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa A. taragamaemerupakan agensia pengendali hayati yang efektifmengendalikan larva D. indica. Menurut Dannon et al.(2010) musuh alami yang memiliki respon positifterhadap peningkatan populasi hama merupakan indikasiagensia pengendali hayati tersebut efektifmengendalikan hama. Lebih lanjut Walde & Murdoch(1988) menjelaskan bahwa jika laju parasitismemeningkat sejalan dengan meningkatnya kepadatan

inang maka musuh alami tersebut berkontribusi terhadappengaturan populasi inang sehingga terjadikeseimbangan alami.

Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwaD. indica adalah hama utama pada tanaman mentimunyang mendapat tekanan cukup besar dari musuhalaminya, A. taragame. Total sekitar 27% dari populasiDiaphania akan mengalami kematian karena diserangparasitoid. Nilai kematian akan lebih tinggi jika ditambahfaktor mortalitas karena predator serta patogen. Kondisiini merupakan indikasi bahwa salah satu penyebabmengapa Diaphania sampai saat ini adalah hama minordi lapang adalah karena musuh alaminya masih cukupefektif mengendalikan populasi inangnya. Secara umum,dapat disimpulkan bahwa implementasi pengendaliahhayati harus menjadi satu kesatuan dalam praktekbudidaya mentimun. Sistem budidaya mentimun harusdijalankan dengan prinsip konservasi musuh alami dantidak mengandalkan pestisida.

SIMPULAN

Serangga Lepidoptera yang berasosiasi dengantanaman mentimun terdiri dari empat famili dan enamspesies (morfospesies), yaitu D. indica (familiCrambidae), C. chalcites, S. litura dan Anadevidia sp(famili Noctuidae), Geometridae01 dan Hesperiidae01.D. indica merupakan serangga Lepidoptera yangmendominasi tanaman mentimun dan jumlahnyaberlimpah pada saat tanaman mentimun berada padastadia pertumbuhan generatif.

Tiga spesies serangga Lepidoptera yang berasosiasidengan tanaman mentimun ditemukan memiliki sejumlahparasitoid. D. indica diparasit oleh 12 spesies(morfospesies) parasitoid, C. chalcites diparasit oleh 5spesies (morfospesies) parasitoid sedangkan S. lituradiparasit oleh 2 spesies (morfospesies) parasitoid. A.taragamae (Hymenoptera: Braconidae) merupakanspesies musuh alami D. indica yang mampu memarasithingga 27%.

SANWACANA

Terima kasih kepada 16 petani mentimun JawaBarat yang telah memberikan akses pada pertanamanmentimun milik mereka. Kami berterima kasih kepadaS.F. Lizmah, I. Fitriyana, A. Fitri, Susilawati dan I.Lukmana yang telah membantu serangkaian penelitian.Penelitian ini didanai oleh Badan Litbang PertanianKementerian Pertanian Republik Indonesia danKementerian Riset Teknologi dan Pendidikan TinggiRepublik Indonesia.

Page 84: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Ulina et al. Komunitas Lepidoptera dan Parasitoidnya 193

Tabe

l 4. S

pesi

es in

ang,

sta

dia

inan

g, p

erse

ntas

e in

ang

terp

aras

it s

erta

spe

sies

par

asit

oid

yang

ber

asos

iasi

den

gan

sera

ngga

Lep

idop

tera

pad

a ta

nam

anm

entim

un

Page 85: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

194 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 184 - 195

DAFTAR PUSTAKA

Brown H. 2015. Common Insects Pests of Cucurbits.Agnote no I59. Northern Territory Government,Australia.

Capinera JL. 2001. Handbook of Vegetable Pests.Academic Press, California.

Dannon EA, Tamò M, van Huis A, & Dicke M. 2010.Functional response and life history parametersof Apanteles taragamae, a larval parasitoid of

Maruca vitrata. BioControl 55(3): 363–378.

Fitriyana I. 2015. Statistik Demografi Diaphania indica(Saunders) (Lepidoptera: Crambidae) padaTanaman Mentimun. [Tesis] IPB, Bogor.

Gibson GAP, Huber JT, & Woolley JB. 1997. AnnotatedKeys to the Genera of Nearctic Chalcidoidea(Hymenoptera). NRC Research Press, Ottawa.

Goulet H & Huber JT. 1993. Hymenoptera of theWorld: an Identification Guide to Families.Agriculture Canada, Ottawa.

Hamid H, Buchori D, & Triwidodo H. 2003.Keanekaragaman parasitoid dan parasitisasinyapada pertanaman padi di Kawasan TamanNasional Gunung Halimun. Hayati 10(3): 85–90.

Hosseinzade S, Izadi H, Namvar P, & Samih MA. 2014.Biology, temperature thresholds, and degree-dayrequirements for development of the cucumbermoth, Diaphania indica, under laboratoryconditions. J. Insect Sci. 14(61): 182–189.

Kementerian Pertanian. 2015. Basis Data Pertanian.http://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasil_ind.asp.Diakses tanggal 5 Mei 2015.

Kinjo K & Arakaki N. 2002. Effect of temperature ondevelopment and reproductive characteristics ofDiaphania indica (Saunders) (Lepidoptera:Pyralidae). Appl. Entomol. Zool. 37(1): 141–145.

Lawton JH. 1983. Plant architecture and the diversityof phytophagous insects. Annu. Rev. Entomol.28: 23–39.

Nielsen ES & Common IFB. 1991. Lepidoptera. In:Naumann ID, Carne PB, Lawrence JF, NielsenES, Spradbery JP, Taylor RW, Whitten MJ, &Littlejohn MJ (Eds.). The Insects of AustraliaVol. II 2nd edition. pp. 817-915. MelbourneUniversity Press, Victoria.

Nugraha MN, Buchori D, Nurmansyah A, & Rizali A.2014. Interaksi tropik antara hama dan parasitoidpada pertanaman sayuran: faktor pembentuk danimplikasinya terhadap keefektifan parasitoid. JEI11(2): 103–112.

Okonya JS & Kroschel J. 2013. Incidence, abundanceand damage by the sweet potato butterfly (Acraeaacerata Hew.) and the African sweet potatoweevils (Cylas spp.) across an altitude gradientin Kabale district, Uganda. J. AgriScience 3(11):814–824.

Peter C & David BV. 1991a. Biology of Goniozussensorius Gordh (Hymenoptera: Bethylidae) aparasitoid of the pumpkin caterpillar, Diaphaniaindica (Saunders) (Lepidoptera: Pyralidae). IntJ. Trop. Insect. Sci. 12(4): 339–345.

Peter C & David BV. 1991b. Natural enemies of thepumpkin caterpillar Diaphania indica(Lepidoptera: Pyralidae) in Tamil Nadu.Biocontrol 36(3): 391–394.

Peter C & David BV. 1992. Study on the thermalrequirement for development of Diaphaniaindica. J. Insect Sci. 5(2): 172-174.

Prabowo DP. 2009. Survei hama dan penyakit padapertanaman mentimun (Cucumis sativus Linn.)di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, KabupatenCianjur, Jawa Barat. [Skripsi] IPB, Bogor.

R Development Core Team. 2015. R: A language andenvironment for statistical computing. Vienna(AT). R Foundation for Statistical Computing.http://www.R-project.org. Diakses tanggal 5 Mei2015.

de Sa RF, Castellani MA, Ribeiro AEL, Perez-Maluf R,Moreira AA, Nagamoto NS, & do NascimentoAS. 2012. Faunal analysis of the speciesAnastrepha in the fruit growing complex GaviãoRiver, Bahia, Brazil. Bull. Insect 65(1): 37–42.

Savopoulou-Soultani SM, Papadopoulos NT, Milonas P,& Moyal P. 2012. Abiotic Factors and InsectAbundance. Psyche. 2p.

Solis MA. 1999. Key to Selected Pyraloidea(Lepidoptera) Larvae Intercepted at US Ports ofEntry: Revision of Pyraloidea in “Keys to someFrequently Intercepted Lepidopterous Larvae” byWeisman 1986. Proceedings of theEntomological Society of Washington 101(3):645–686.

Page 86: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Ulina et al. Komunitas Lepidoptera dan Parasitoidnya 195

Sumpena U & Permadi AH. 1999. Pelepasan VarietasUnggul Mentimun Bersari Bebas Saturnus,Mars dan Pluto. Badan Litbang Pertanian,Jakarta.

Sumpena U & Permadi AH. 2005. Cucumber MultiLocations Trial in the Lowland of Indonesia.Asean Vegetable Research and DevelopmentCentre, Taiwan.

Thamrin M & Asikin. 2006. Alternatif pengendalian hamaserangga sayuran ramah lingkungan di lahan lebak.In: Noor M, Noor I & Supriyono A (Eds.).Prosiding Seminar Nasional PengelolaanLahan Terpadu. pp. 375–386. Banjarbaru,Indonesia.

Vanisree K, Rajasekhar P, Rao VRS, & Rao VS. 2005.Seasonal incidence of pumpkin caterpillarDiaphania indica (Sauders) on cucumber inKrishna – Godavari zone. J. Plant Prot. Environ.2(1): 127–129.

Visalakshy PNG. 2005. Natural enemies of Diaphaniaindica (Saunders) (Pyralidae: Lepidoptera) in

Karnataka. Entomon 30(3): 261–262.

Walde SJ & Murdoch WW. 1988. Spatial densitydependence in parasitoids. Ann. Rev. Entomol. 33:441–466.

Wharton RA, Marsh PM, & Sharkey MJ. 1997. Manualof the New World Genera of the FamilyBraconidae (Hymenoptera). International Societyof Hymenopterists, Washington DC.

Zhao ZH, Hui C, Hardev S, Ouyang F, Dong Z, & Ge F.2014. Responses of cereal aphids and theirparasitic wasps to landscape complexity. J. Econ.Entomol. 107(2): 630–637.

Page 87: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Muhlison et al. Hama Tanaman Belimbing 175 J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525

Vol. 16, No. 2: 175 – 183, September 2016

HAMA TANAMAN BELIMBINGDI WILAYAH KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR

Wildan Muhlison, Hermanu Triwidodo, & Pudjianto

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian BogorJl Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Pests of star fruit in Blitar District, East Java. Pest attack causes the production of star fruit decreases. This study aimwas to identify the pests of star fruit in Blitar District which could provide an information about pest species, damagesymptoms and damage intensity. The research was conducted during August – September 2014 in Gogodeso, Karangsonoand Pojok Villages at Blitar District, East Java. Observations of the pests ware done by determining the four locations ofplantation on each villages randomly. Three plants sample were choosen in each plantation location diagonally. Each plantwas divided into four quadrant according to wind directions. One branch in the bottom was choosen in each quadrant. Ninespecies were recorded as pests of starfruit in Blitar district. Pest was identified on the leaf was Pteroma plagiophleps, onthe branch was Zeuzera coffeae, on the flower were Toxoptera aurantii and Maconellicoccus hirsutus, whereas those onthe fruit were Toxoptera aurantii, Maconellicoccus hirsutus, Thrips javanicus, Helopeltis bradyi, Cryptophlebialeucotreta, Bactrocera dorsalis, and Bactrocera carambolae. The population density of M. hirsutus was higher inKarangsono than in other villages. The highest damage intensity was caused by Bactrocera spp., C. leucotreta and H.bradyi (occured in Gogodeso), whereas the highest damage intensity of T. javanicus occurred in Pojok.

Key words : damage intensity, density, pest, star fruit

ABSTRAK

Hama tanaman belimbing di wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Serangan hama mengakibatkan penurunan produksibuah belimbing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi serangga hama tanaman belimbing di wilayah KabupatenBlitar yang dapat menyediakan informasi tentang jenis serangga, gejala kerusakan dan intensitas kerusakan. Penelitiandilaksanakan pada bulan Agustus – September 2014 di Desa Karangsono, Gogodeso, dan Pojok, Kabupaten Blitar, JawaTimur. Pengamatan hama dilakukan dengan menentukan empat lokasi pertanaman pada tiap desa secara acak. Tiga tanamansampel dipilih pada tiap lokasi pertanaman secara diagonal. Setiap tanaman dibagi menjadi empat kuadran sesuai arah mataangin. Satu cabang paling bawah dipilih pada setiap kuadran. Sembilan jenis hama belimbing ditemukan di Kabupaten Blitar.Hama yang teridentifikasi pada daun adalah Pteroma plagiophleps, pada cabang adalah Zeuzera coffeae, pada bunga yaituToxoptera aurantii dan Maconellicoccus hirsutus, sedangkan pada buah yaitu Toxoptera aurantii, Maconellicoccus hirsutus,Thrips javanicus, Helopeltis bradyi, Cryptophlebia leucotreta, Bactrocera dorsalis, dan Bactrocera carambolae. Kepadatanpopulasi M. hirsutus tinggi di desa Karangsono dibandingkan dengan desa lainnya. Intensitas kerusakan tertinggi yangdiakibatkan oleh Bactrocera spp., C. leucotreta, dan H. bradyi terjadi di Desa Gogodeso, sedangkan intensitas kerusakantertinggi T. javanicus terjadi di Desa Pojok.

Kata kunci : belimbing, hama, intensitas kerusakan, kepadatan populasi

PENDAHULUAN

Buah belimbing memiliki potensi ekonomi cukuptinggi dalam perdagangan buah dunia. Daerah yangmerupakan sentra tanaman belimbing di Indonesiaadalah Jawa Timur (Blitar), Jawa Tengah (Demak),Jawa Barat (Depok), DKI Jakarta (Jakarta Selatan)dan Sumatera Utara (Deli Serdang) (Distan, 2007). Salahsatu faktor yang memengaruhi budidaya dan produksi

buah belimbing adalah faktor organisme pengganggutanaman (OPT) khususnya hama. Pengamatan hamapenting dilakukan pada komoditas buah karena belumbanyak laporan mengenai jenis hama, daerah sebar, danstatus hama secara tepat di lapangan. DKP (2012)melaporkan hama yang menyerang tanaman belimbingmanis di daerah Jakarta, diantaranya adalah lalat buahBactrocera spp. (Diptera: Tephritidae), trips Thrips sp.(Thysanoptera: Thripidae), penggerek buah

Page 88: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

176 J. HPT Tropika Vol. 16, No. 2, 2016: 175 - 183

Crytophlebia sp. (Lepidoptera: Tortricidae), penggerekbunga Diacrotricha sp. (Lepidoptera: Pterophoridae)dan ulat kantung Pteroma sp. (Lepidoptera: Psychidae).Hama-hama ini merusak langsung buah belimbing danbagian tanaman lain yang memengaruhi produksi buahbelimbing.

Laporan mengenai jenis hama dan kerusakanpada pertanaman belimbing di Kabupaten Blitar masihbelum dilaporkan, sehingga perlu dilakukan untukmemperoleh data tentang hama yang menyerangtanaman belimbing serta intensitas kerusakan akibatserangan hama. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui jenis hama yang menyerang tanamanbelimbing dan besarnya kerusakan yang ditimbulkanpada pertanaman belimbing di wilayah Kabupaten Blitar.Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikaninformasi mengenai jenis hama, gejala kerusakan danintensitas serangan hama pada tanaman belimbing.

METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu. Penelitian dilakukan di DesaKarangsono dan Gogodeso Kecamatan Kanigoro, sertaDesa Pojok Kecamatan Ponggok yang merupakan sentrapenghasil buah belimbing di Kabupaten Blitar. Penelitiandilaksanakan pada bulan Agustus – September 2014.Pada tiap desa ditentukan empat lokasi pertanamansecara acak dengan jumlah tanaman berkisar antara15 – 20 tanaman yang berumur di atas lima tahun.

Pengamatan Hama Tanaman Belimbing. Setiaplokasi pertanaman ditentukan tanaman sampel sebanyak3 tanaman yang dipilih secara diagonal dengan kriteriatanaman masih produktif. Setiap tanaman sampel dibagidalam empat kuadran sesuai dengan arah mata angin.Pada setiap kuadran ditentukan satu cabang palingbawah sebagai unit sampel. Selanjutnya, setiap unitsampel diamati hama pada cabang, daun, bunga, danbuah, kemudian kepadatan populasi dan intensitaskerusakan.

Pengamatan hama dilakukan secara langsung,meliputi jenis hama dan gejala kerusakan yangdiakibatkan pada daun, cabang, bunga, dan buah.Pengamatan pada daun ditujukan pada ulat pemakandaun. Pada cabang, pengamatan ditujukan padapenggerek cabang. Pada bunga, diamati penggerekbunga, trips, kutudaun, dan kutu putih. Pada buah, diamatikutudaun, kutu putih, trips, penggerek buah, kepikpengisap, dan lalat buah. Setiap jenis hama yang yangditemukan pada fase pradewasa dipelihara sampaimenjadi imago, kemudian dikoleksi dengan memasukkan

ke dalam botol yang berisi alkohol 70% dan diidentifikasidi laboratorium.

Kepadatan Populasi Hama. Kegiatan ini dilakukandengan cara menghitung jumlah setiap jenis hama yangditemukan di daun, cabang, bunga, dan buah pada setiapbagian unit sampel. Hama-hama yang dihitung kepadatanpopulasinya diantaranya, yaitu ulat kantung, penggerekbunga, kutu putih, dan kutudaun.

Intensitas Kerusakan Serangan Hama. Kegiatan inidilakukan dengan mengamati gejala kerusakan yangterjadi pada cabang, ranting dan buah. Pada setiap cabangdan ranting, diamati gejala kerusakan yang diakibatkanoleh penggerek cabang. Pada setiap buah, diamati gejalakerusakan yang diakibatkan oleh trips, kepik pengisap,penggerek buah, dan lalat buah. Intensitas kerusakanhama dihitung dengan menggunakan rumus:

dengan:IK = intensitas kerusakana = jumlah bagian tanaman yang terserangb = jumlah bagian tanaman yang tidak terserang

Analisis Data. Data inventarisasi hama disajikan secaradeskriptif, sedangkan data kepadatan populasi danintesitas kerusakan hama diolah dengan menggunakansoftware Microsoft Excel 2010 dan dianalisis denganANOVA, kemudian diuji lanjut menggunakan uji Duncantaraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Hama Tanaman Belimbing. Berdasarkan hasilpengamatan ditemukan sebanyak 9 jenis hama padatanaman belimbing. Masing-masing hama menyerangbagian tanaman yang berbeda-beda seperti daun,cabang, bunga dan buah (Tabel 1).

Ulat Kantung Pteroma plagiophleps Hampson(Lepidoptera: Psychidae). Larva P. plagiophlepsmemakan daun yang masih muda terutama pada bagianbawah daun mengakibatkan daun berlubang dan kering(Gambar 1A). Gejala kerusakan pada daun diakibatkanoleh aktivitas makan P. plagiophleps pada lapisanepidermis bagian bawah dan jaringan mesofil yangmenyisakan jaringan epidermis bagian atas, sisaepidermis atas tersebut mengering dan menyisakan

%100b)(a

aIK

Page 89: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Muhlison et al. Hama Tanaman Belimbing 177

tulang daun (Emmanuel et al., 2012). Serangan P.plagiophleps pada tanaman belimbing pernah dilaporkansebelumnya menyerang pada pertanaman belimbing didaerah DKI Jakarta (DKP, 2012). Larva P. plagiophlepstermasuk hama polifag karena dapat menyerang berbagaijenis tanaman inang, seperti sengon, akasia, bakau, pinus,kelapa, kakao, jeungjing, asam jawa, flamboyan, malaka,jamblang, jati, dan anggrung (Nair, 2007; Emmanuel etal., 2012). Wilayah sebaran P. plagiophleps, meliputiSri Lanka, India, Bangladesh dan Asia Tenggara,termasuk Indonesia (Aprilia, 2011).

Larva P. plagiophleps menghabiskan hidup didalam kantung. Panjang kantung berukuran tidak lebihdari 16 mm, berbentuk kerucut dan berwarna coklat(Gambar 1B). Kantung P. plagiophleps terbuat daripotongan-potongan daun substrat inang yang sangatkecil yang ditempelkan dengan rapi menggunakan suterayang dihasilkan larva. Pupa berada di dalam kantungdengan posisi berubah yaitu kepala di bagian bawahkemudian kantung menjadi elips dan menggantungmenggunakan benang sutera pada dahan atau daun(Emmanuel et al., 2012).

Penggerek Batang Zeuzera coffeae Nietner(Lepidoptera: Cossidae). Gejala kerusakan akibathama Z. coffeae ditandai dengan bekas gerekan

bercampur dengan kotoran di permukaan lubanggerekan (Gambar 2A). Larva menggerek ke dalamcabang, kemudian memakan bagian empulur (Gambar2B), sehingga mengakibatkan bagian tanaman di ataslubang gerekan mengalami nekrosis, kering, merana, danmati (Nair, 2007). Intensitas kerusakan pada tanamanbelimbing di wilayah Kabupaten Blitar yang disebabkanoleh Z. coffeae berkisar antara 4,17%. Hama ini belumpernah dilaporkan menyerang pada tanaman belimbingsebelumnya. Tanaman inang hama ini yang telahdilaporkan adalah kopi, jeruk, kakao, teh, kapuk, jambu,pohon-pohon hutan seperti jati, mahoni, cendana, danakasia (Kalshoven, 1981; Nair, 2007). Wilayah sebaranmeliputi Asia Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara,termasuk Indonesia. Larva berwarna merah kecoklatancerah dan panjangnya kisaran 3-5 cm. Pupa berada didalam liang gerekan. Imago memiliki sayap depanberbintik hitam dengan dasar putih transparan (CABI,2014).

Kutudaun Toxoptera aurantii Boyer de Fonscolombe(Hemiptera: Aphididae). Hama T. aurantii hidupberkoloni dan menyerang pada bunga dan buah belimbingyang masih muda. Serangan pada bunga mengakibatkanbunga kering dan diselimuti lapisan berwarna hitam(Gambar 3A), sebagai akibat infeksi cendawan. Hal ini

Gambar 1 Gejala serangan P. plagiophleps, (A) pada daun dan (B) larva

Nama ilmiah Famili Bagian yang diserang

Pteroma plagiophleps Psychidae Daun Zeuzera coffeae Cossidae Cabang Toxoptera aurantii Aphididae Bunga dan buah Maconellicoccus hirsutus Pseudococcidae Bunga dan buah Thrips javanicus Thripidae Buah Helopeltis bradyi Miridae Buah Cryptophlebia leucotreta Tortricidae Buah Bactrocera carambolae Tephritidae Buah Bactrocera dorsalis Tephritidae Buah

Tabel 1. Jenis hama pada tanaman belimbing di Kabupaten Blitar

Page 90: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

178 J. HPT Tropika Vol. 16, No. 2, 2016: 175 - 183

Gambar 2. Gejala serangan Z. coffeae, (A) lubang gerekan dan (B) larva menggerek cabang

A B

mengakibatkan bunga gagal berkembang menjadi buah.Serangan pada buah muda mengakibatkan buahmengalami malformasi (Gambar 3B). Gejala kerusakanterjadi sebagai akibat dari aktivitas makan yangmenghisap cairan jaringan tanaman, sehingga jaringantanaman menjadi kering (Agarwala & Bhattacharya,1995).

Imago T. aurantii berbentuk oval berwarna hitam,antena berwarna hitam putih berselingan, kaudal dankornikel berwarna hitam. Ciri morfologi T. aurantii yaitupanjang tubuhnya tidak lebih dari 2 mm (Gambar 3C),kaudal berbentuk seperti lidah dengan rambut berjumlah10-21 helai (Gambar 3D), dan memiliki stridulatoryapparatus di bagian bawah abdomen (Carver, 1978).Serangan T. aurantii pernah dilaporkan menyerangtanaman belimbing di Bogor (Sinaga, 2014), namunbelum pernah dilaporkan tingkat serangannya. Wilayahsebaran T. aurantii meliputi seluruh daerah tropis dansubtropis termasuk kepulauan Pasifik dan merupakanhama polifag dengan tanaman inangnya, antara lainjeruk, kopi, kakao, teh, mangga, sirsak, nangka, manggis,pisang, lemon, sawo, dan belimbing (Sinaga, 2014).

Kutu Putih Maconellicoccus hirsutus Green(Hemiptera: Pseudococcidae). Hama M. hirsutusmenyerang pada bunga (Gambar 4A) dan pangkal buahbelimbing (Gambar 4B). Serangan hama M. hirsutuspada bunga mengakibatkan bunga rontok dan gagalmenjadi buah. Selanjutnya serangan pada tangkai buahmengakibatkan buah rontok sebelum waktunyasedangkan pada buah mengakibatkan buah mengalami

malformasi. Kerusakan yang diakibatkan M. hirsutusmerupakan hasil aktivitas makan yang mengeluarkantoxic saliva yang mengakibatkan jaringan tanaman rusakdan mati (Chong, 2009). Hama M. hirsutus belumpernah dilaporkan menyerang tanaman belimbingsebelumnya. Hama ini bersifat polifag yang mempunyaibanyak inang, diantaranya jambu biji, sirsak, srikaya,rambutan, kembang sepatu, kakao, jeruk, beringin, jatidan tersebar di bagian Asia Selatan sampai Asia Tenggaratermasuk Indonesia (Williams & Watson, 1988; Nasution,2012). Ciri morfologi imago M. hirsutus yaitu antenadengan 9 ruas (Gambar 4C), memiliki circulus padabagian ventral abdomen (Gambar 4D), tungkai belakangtanpa translucent pores, dan jumlah cerarii 5 – 7 pasang(Williams & Watson, 1988).

Trips Thrips javanicus Priesner (Thysanoptera:Thrips). Hama T. javanicus menyerang bagian bungadan buah belimbing yang masih muda, serangan inimengakibatkan buah yang berkembang mengalamimalformasi dan permukaan menjadi berwarnakeperakan yang muncul dari bagian pangkal buah(Gambar 5A). Serangan tertinggi di wilayah KabupatenBlitar terjadi pada musim kemarau dengan intensitaskerusakan berkisar antara 0,24 – 26,67%. Serangan yangtinggi dapat mengakibatkan permukaan buah menjadikecoklatan diikuti pecahnya permukaan buah (Gambar5B). Gejala serangan ini seperti yang terjadi pada buahpisang, alpukat, jeruk, anggur dan strawberi (Vierbergen& Reynaud, 2005). Wilayah sebaran T. javanicusmeliputi pulau Jawa yang dilaporkan menyerang pada

Gambar 3. Gejala serangan T. aurantii, (A) dompolan bunga, (B) buah muda, (C) panjang tubuh < 2mm, (D) kaudaldengan rambut 10-22

A B C D

Page 91: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Muhlison et al. Hama Tanaman Belimbing 179

Gambar 5. Gejala serangan T. javanicus, (A) malformasi buah (B) buah burik dan pecah-pecah (C) imago T.javanicus dan (D) penampang sayap depan antara seta venasi pertama dan kedua

A B C D

Gambar 4. Gejala serangan M. hirsutus, (A) dompolan bunga dan (B) pangkal buah (C) antena 9 ruas dan (D)circulus pada ventral abdomen

A B C D

belimbing manis dan jeruk (Sartiami & Mound, 2013;Subagyo, 2014), namun belum ada laporan mengenaitingkat serangannya.

Imago T. javanicus (Gambar 5C) mirip denganThrips parvispinus, namun yang membedakan adalahpada seta venasi sayap depan. Deretan seta pada venasipertama sayap depan T. javanicus tidak lengkap,sedangkan pada venasi keduanya lengkap (Gambar 5D),antena 7 ruas, tidak terdapat microtrichia pada tergitabdomen ruas VIII, dan tidak terdapat seta diskal padasternit abdomen (Subagyo, 2014).

Kepik Pengisap Helopeltis bradyi Waterhouse(Hemiptera: Miridae). Serangan hama H. bradyimengakibatkan permukaan buah mengalami nekrotikberupa bercak cekung ke dalam yang berwarna coklatsampai kehitaman (Gambar 6A). Gejala ini disebabkanproses makan dari H. bradyi dengan menusukkan stiletke dalam jaringan buah dan menghisap cairan didalamnya yang bersamaan mengeluarkan cairan ludah,sehingga mengakibatkan kematian jaringan tanaman disekitar tusukan (Sudarmadji, 1989). Serangan pada buahyang masih muda mengakibatkan buah kering dan rontok,sedangkan serangan pada buah yang telah matangmengakibatkan buah cacat fisik. Intensitas kerusakanpada tanaman belimbing di wilayah Kabupaten Blitaryang disebabkan oleh H. bradyi berkisar antara 6,84 %.Serangan hama ini belum pernah dilaporkan menyerangtanaman belimbing sebelumnya. Wilayah sebaran H.bradyi meliputi India Selatan, Indonesia, Malaysia, SriLanka, dan Singapura. Tanaman inangnya, antara lain

kakao, teh, jeruk, kopi, jambu monyet, kina, gadung,dan akasia . Ciri morfologi H. bradyi, yaitu antena ruaspertama lebih panjang dibandingkan lebar pronotumbagian bawah (Gambar 6B) dan pangkal femur belakangmelebar dengan pola berwarna pucat (Stonedahl, 1991).

Penggerek Buah Cryptophlebia leucotretaMeyrick (Lepidoptera: Tortricidae). Larva C.leucotreta menggerek buah belimbing, mengakibatkangejala serangan yaitu adanya serpihan gerekan daneksudat pada permukaan lubang gerekan (Gambar 7A).Buah yang telah digerek mengalami cacat fisik berupapembusukan pada area disekitar lubang gerekan(Gambar 7B). Intensitas kerusakan pada tanamanbelimbing di wilayah Kabupaten Blitar yang disebabkanoleh C. leucotreta berkisar antara 0,23 – 5,45%. Hamaini menjadi hama utama pada buah belimbing dan buahlainnya, seperti alpukat, pisang, apel, kopi, kapas, anggur,mangga, lemon, jeruk, jambu, leci, dan jagung (Stotter,2009).

Larva C. leucotreta instar akhir memiliki ciri khasyaitu berwarna merah muda sampai merah, memudarpada bagian sisi samping, kepala berwarna merahterang, dan pronotum berwarna coklat kekuningan(Gambar 7C) (USDA, 2010). Imago C. leucotreta(Gambar 7D) berukuran panjang 6-12 mm dengan warnacoklat keabu-abuan, sayap depan memanjang dengantriangular patch berwarna hitam, sayap belakangberwarna coklat muda pucat, tibia bagian belakangdengan lempeng sisik yang termodifikasi, dan apicalspur melebar dengan sisik yang bertumpuk (Venette etal., 2003).

Page 92: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

180 J. HPT Tropika Vol. 16, No. 2, 2016: 175 - 183

Gambar 6. Gejala serangan H. bradyi, (A) buah dan (B) imago.

A b

Gambar 7. Gejala serangan C. leucotreta, (A) buah belimbing dengan bekas gerekan (B) buah cacat fisik (C)larva instar akhir (D) imago

A B C D

Lalat Buah Bactrocera spp. (Diptera: Tephritidae).Serangan lalat buah mengakibatkan buah menjadi busukdan rontok. Bekas tusukan ovipositor mengakibatkanbintik-bintik hitam diikuti dengan nekrotik di sekitarnya(Gambar 8A). Larva mempunyai tiga instar dalam waktuberkisar antara 6 – 10 hari di dalam jaringan buah (Putra& Suputa, 2013). Larva instar akhir keluar dari jaringanbuah dan melentingkan tubuhnya ke tanah untuk berpupa.Buah yong rontok dapat memberikan peluang bagi imagolalat buah untuk meletakkan telur. Serangan lalat buahpada buah belimbing di wilayah Lampung Baratmengakibatkan kehilangan hasil berkisar antara 60 –100% (Nismah & Susilo, 2008), sedangkan intensitaskerusakan buah belimbing di wilayah Kabupaten Blitarberkisar antara 2,58 – 19,75%. Rendahnya intensitaskerusakan ini dikarenakan pertanaman belimbing diwilayah Kabupaten Blitar diberikan perlakuanpembungkusan buah, sehingga peluang buah yangterserang semakin kecil.

Lalat buah yang ditemukan menyerang buahbelimbing berdasarkan hasil inkubasi buah yang terserangadalah Bactrocera carambolae Drew & Hancock danBactrocera dorsalis Hendel. Ciri utama morfologi B.carambolae yaitu costal band sayap tumpang tindihterhadap R2+3, abdomen memiliki pola T dengan mediallongitudinal dark band melebar, dan sudut anterolateralpada terga ke IV berbentuk persegi (Gambar 8B). Ciriutama morfologi B. dorsalis yaitu costal band sayapterletak sejajar atau melewati R2+3, abdomen memilikipola T dengan medial longitudinal dark band yangmenyempit, dan sudut anterolateral pada terga IV yangberbentuk segitiga atau tidak ada (Gambar 8C). Keduajenis lalat buah ini merupakan hama polifag dan memiliki

sebaran inang yang luas, antara lain belimbing, nangka,mangga, pepaya, jeruk siam, jambu air, jambu biji, jambubol, sirsak, srikaya, alpukat, cabai besar, cabai rawit,sukun, cempedak, rambutan dan belimbing wuluh(Suputa et al., 2010).

Kepadatan Populasi dan Intensitas KerusakanSerangan Hama. Kepadatan populasi M.hirsutus didesa Karangsono nyata lebih tinggi dibandingkan di DesaGogodeso dan Pojok (Tabel 2). Tingginya kepadatanpopulasi ini terkait dengan vegetasi selain tanamanbelimbing di Desa Karangsono yang didominasi olehtanaman jambu. Nasution (2012) melaporkan tanamanjambu adalah salah satu inang utama dari M. hirsutus.Terdapat dugaan M. hirsutus pindah ke pertanamanbelimbing ketika sumber daya di tanaman jambu tidaktersedia. Kepadatan populasi hama T. aurantii dan P.plagiophleps tidak berbeda nyata di tiga desa. Hal initerkait dengan tanaman belimbing manis yangmerupakan salah satu inang dari T. aurantii dan P.plagiophleps (DKP, 2012; Sinaga, 2014), sehinggapopulasinya cenderung merata di tiga desa.

Intensitas kerusakan yang disebabkan olehBactrocera spp., C. leucotreta dan H. bradyi di DesaGogodeso nyata lebih tinggi dibandingkan DesaKarangsono dan Pojok (Tabel 3). Tingginya intensitaskerusakan Bactrocera spp., C. leucotreta dan H.bradyi di Desa Gogodeso disebabkan t idakditerapkannya sanitasi buah. Penerapan sanitasi buahmeliputi pengumpulan buah yang terserang lalat buah,baik yang telah jatuh di tanah maupun yang masih dipohon dan berupa pemipiran buah yang tidak masukkriteria pembungkusan buah. Penerapan sanitasi buah

Page 93: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Muhlison et al. Hama Tanaman Belimbing 181

Gambar 8. Gejala serangan dan jenis lalat buah, (A) bintik hitam bekas oviposisi (B) B. carambolae (C) B.dorsalis

A B C

dapat memutus generasi lalat buah selanjutnya danmemperkecil peluang oviposisi telur. Hasyim et al.(2008) melaporkan bahwa pada lokasi pertanaman yangmenerapkan sanitasi buah dapat menurunkan intensitasserangan lalat buah sebanyak 20% dibandingkan denganlokasi pertanaman yang tidak menerapkan sanitasi buah.Penerapan sanitasi buah yang tidak dilakukan di DesaGogodeso berpengaruh juga terhadap tingginya intensitaskerusakan yang disebabkan oleh C. leucotreta.

Intensitas kerusakan yang disebabkan T. javanicusdi Desa Pojok nyata lebih tinggi dibandingkan denganDesa Gogodeso dan Karangsono (Tabel 3). Tingginya

serangan di Desa Pojok karena didominasi tanamanbelimbing berumur sekitar 6 – 10 tahun, sedangkan didua desa lain berumur sekitar 11 – 15 tahun. Umurtanaman 6 – 10 tahun merupakan umur pertengahanpada tanaman belimbing yaitu umur produktif untukmenghasilkan bunga dan buah. Menurut Sudrajat et al.(2011), tanaman pada umur pertengahan cenderungmemiliki ta juk yang masih terbuka, sehinggamemperbesar peluang masuknya cahaya matahari danfotosintesis yang terjadi dapat menghasilkan kandungankarbohidrat yang tinggi pada tanaman, hal ini akanmerangsang pertumbuhan generatif yang ditandai dengan

Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan padataraf nyata 5%; x= rata-rata; SE= standar error

Hama

Desa

Karangsono (%) Gododeso (%) Pojok (%)

(x ̄± SE) (x ̄± SE) (x ̄± SE)

Bactrocera spp. 6,56 ± 1,93 b 19,75 ± 4,81 a 2,58 ± 1,29 b C. leucotreta 0,23 ± 0,21 b 5,45 ± 1,54 a 0,69 ± 0,38 b T. javanicus 1,32 ± 1,32 b 0,24 ± 0,24 b 26,67 ± 9,13 a H. bradyi 0,00 ± 0,00 a 6,84 ± 3,41 b 0,00 ± 0,00 a Z. coffeae 0,00 ± 0,00 a 4,17 ± 4,17 a 0,00 ± 0,00 a

Tabel 2. Kepadatan populasi hama belimbing (ekor per empat cabang utama) di tiga desa

Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncanpada taraf nyata 5%; x. rata-rata; SE= standar error.

Hama

Desa

Karangsono (x̅ ± SE)

Gogodeso (x̅ ± SE)

Pojok (x̅ ± SE)

M. hirsutus 22,33 ± 6,02 a 5,50 ± 3,65 b 8,75 ± 2,65 b T. aurantii 17,00 ± 10,01 a 38,00 ± 16,50 a 11,33 ± 6,98 a P. plagiophleps 1,42 ± 0,89 a 0,17 ± 0,11 a 2,33 ± 1,37 a

Page 94: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

182 J. HPT Tropika Vol. 16, No. 2, 2016: 175 - 183

munculnya bunga dan buah. Bunga dan buah yang masihmuda merupakan inang dari T. javanicus. Semakinbanyak sumber daya inang, maka semakin tinggi pulaintensitas kerusakan yang ditimbulkan.

Intensitas kerusakan serangan H. bradyi dan Z.coffeae hanya ditemukan di Desa Gogodeso. Hal inikarena vegetasi sekitar pertanaman belimbing di DesaGogodeso didominasi oleh tanaman kakao. Tanamankakao merupakan salah satu inang utama dari H. bradyi,sebagaimana laporan Stonedahl (1991) bahwa tanamankakao adalah tanaman inang utama dari H. bradyi dansering mengakibatkan kerusakan tinggi. Selain sebagaiinang utama dari H. bradyi, tanaman kakao jugamerupakan inang utama dari Z. coffeae (Deptan, 2002).Pertanaman kakao di Desa Gogodeso sudah tidakterawat, sehingga ada dugaan kedua hama ini pindahke pertanaman belimbing akibat sumber daya yang tidakterpenuhi lagi.

SIMPULAN

Hama yang ditemukan menyerang tanamanbelimbing di wilayah Kabupaten Blitar sebanyak 9spesies. Hama yang menyerang daun adalah P.plagiophleps, Hama yang menyerang cabang adalahZ. coffeae, Hama yang menyerang bunga yaitu T.aurantii dan M. hirsutus. Hama yang menyerang buahyaitu T. aurantii , M. hirsutus, H. bradyi , C.leucotreta, B. carambolae, dan B. dorsalis. Kepadatanpopulasi M. hirsutus nyata lebih tinggi di desaKarangsono dibandingkan dengan desa lainnya.Intensitas kerusakan tertinggi yang diakibatkan olehBactrocera spp., C. leucotreta, dan H. bradyi terjadidi Desa Gogodeso, sedangkan intensitas kerusakantertinggi T. javanicus terjadi di Desa Pojok.

SANWACANA

Penulis mengucapkan terimakasih kepadaDirektorat Pendidikan Tinggi atas Beasiswa PendidikanPascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) yang termasukdi dalamnya adalah dana penelitian yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Agarwala BK & Bhattacharya S. 1995. Seasonalabundance of black citrus aphid Toxopteraaurantii in North-East India: role of temperature.Proc. Indian Natl. Sci. Acad. (B Biol. Sci.).61(5): 377–382.

Aprilia NT. 2011. Studi pustaka hama sengon(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

[CABI] Centre for Agriculture and BioscienceInternational. 2014. Datasheet Stem Borer.CABI, Wallingford.

Carver M. 1978. The black citrus aphids Toxopteracitricidus (Kirkaldy) and T. aurantii (Boyer deFonscolombe) (Homoptera: Aphididae). J. Aust.Entomol. 17(3): 263–270.

Chong JH. 2009. First report of the pink hibiscusmealybug, Maconellicoccus hirsutus (Green)(Hemiptera: Pseudococcidae), in South Carolina.J. Agr. Urban Entomol. 26(2):87–94.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2002. Musuh Alami,Hama dan Penyakit Tanaman Kakao Ed ke-2. Deptan, Jakarta.

[Distan] Dinas Pertanian Kota Depok. 2007. StandarOperasional Prosedur Belimbing Dewa KotaDepok. Distan, Depok.

[DKP] Dinas Kelautan dan Pertanian. 2012. Pest ListTanaman Belimbing di DKI Jakarta. DKP.Jakarta.

Emmanuel N, Sujatha A, & Gautam B. 2010. Occuranceof bag worms Pteroma plagiophleps Hamps andClania sp. on cocoa corp. Insect Environ. 16(2):60–61.

Hasyim A, Muryati M, & DeKogel WJ. 2008.Population fluctuation of adult males of the fruitfly, Bactrocera tau Walker (Diptera: Tephritidae)in passion fruit orchards in relation to abioticfactors and sanitation. Indones. J. Agric. Sci.9(1): 29–33.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops inIndonesia. Ichtiar Baru - Van Hoeve, Jakarta.

Nair KSS. 2007. Tropical Forest Insect Pest: Ecology,Impact and Management. Cambridge, NewYork (US).

Nasution BA. 2012. Keanekaragaman spesies kutu putih(Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanamanbuah-buahan di Bogor [skripsi]. Institut PertanianBogor, Bogor.

Nismah & Susilo FX. 2008. Keanekaragaman dankelimpahan lalat buah (Diptera: Tephritidae) padabeberapa sistem penggunaan lahan di Bukit Rigis,Sumberjaya, Lampung Barat. J. HPT Tropika8(2): 82–89.

Page 95: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Muhlison et al. Hama Tanaman Belimbing 183

Putra NS & Suputa. 2013. Lalat Buah Hama:Bioekologi dan Strategi Tepat MengelolaPopulasinya. Smartania publishing, Yogyakarta.

Sartiami D & Mound LA. 2013. Identification of theterebrantian thrips (Insecta, Thysanoptera)associated with cultivated plants in Java,Indonesia. ZooKeys. 306: 1–21.

Sinaga JCH. 2014. Identifikasi kutu daun (Hemiptera:Aphididae) pada tanaman buah di Bogor [skripsi].Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Stonedahl GM. 1991. The oriental species of Helopeltis(Heteroptera: Miridae): a review of economicliterature and guide to identification. Bull.Entomol. Res. 81(4): 465–490.

Stotter RL. 2009. Spatial and Temporal Distributionof False Codling Moth Across Landscapes inthe Citrusdal Area (Western Cape province,South Africa). Stellenbosch University Press,Stellenbosch.

Subagyo VNO. 2014. Identifikasi Thrips (Insecta:Thysanoptera) yang berasosiasi dengan tanamanhortikultura di Bogor, Cianjur, dan Lembang[Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sudarmadji D. 1989. Hubungan timbal balik antaraHelopeltis antonii Sign. (Hemiptera: Miridae)dan buah kakao [Tesis]. Institut Pertanian Bogor,Bogor.

Sudrajat DJ, Nurhasybi, & Zanzibar M. 2011. Hubunganumur pohon dengan produksi dan mutu benihAcacia mangium Willd., Gmelina arborea Linn.,dan Eucalyptus deglupta Blume. JPHT. 8(5):267–277.

Suputa, Trisyono YA, Martono E, & Siwi SS. 2010.Pembaruan informasi kisaran inang spesies lalatbuah di Indonesia. JPTI. 16(2): 62–75.

USDA. 2010. New Pest Response Guidlines FalseCodling Moth Thaumatotibia leucotreta .USDA, Washington.

Venette RC, Davis EE, DaCosta M, Heisler H, &Larson M. 2003. Mini risk assesment Falsecodling moth, Thaumatotibia (Cryptophlebia)leucotreta (Meyrick) [Lepidoptera:Tortricidae] . CAPS, Washington (US):Washington.

Vierbergen G & Collins O. 2005. Scirtothrips aurantii,Scirtothrips citri, Scirtothrips dorsalis. EPPOBull. 35: 353–356.

Williams DJ & Watson GW. 1988. The Scale Insectsof the Tropical South Pacific Region. Part 2:The Mealybugs (Pseudococcidae) . CABI,Wallingford.

Page 96: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Taribuka et al. Eksplorasi dan Identifikasi Trichoderma Endofitik pada Pisang 115 J. HPT Tropika ISSN 1411-7525

Vol. 16, No. 2: 115- 123 September 2016

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI TRICHODERMA ENDOFITIKPADA PISANG

Johanna Taribuka1, Christanti Sumardiyono2, SM Widyastuti3, & Arif Wibowo2

1Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas PattimuraJl. Martha Alfons, Kampus Poka-Ambon, 97233

2Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah MadaJl. Flora 1, Bulaksumur, Yogyakarta, 55281

3Laboratorium Perlindungan dan Kesehatan Hutan Fakultas KehutananUniversitas Gadjah Mada Jl. Agro No.1 Bulaksumur, Yogyakarta, 55281

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Exploration and identification of endophytic Trichoderma in banana. Endophytic fungi Trichoderma is an organism thatcan used as biocontrol agent. This study aims to isolate and identify endophytic Trichoderma in roots of healthy bananaplants from three districts in Yogyakarta, which will be used as biological control agent against the pathogen Fusariumoxysporum f.sp. cubense. Isolation was conducted using TSM (Trichoderma Selective Medium). We obtained six isolatesof endophytic Trichoderma spp., i.e., Swn-1, Swn-2, Ksn, Psr-1, Psr-2, and Psr-3. Molecular identification was done by usingITS1 and ITS2 primer pain and sequenced. The sequence of DNA obtained was analysed and compared with NCBI databaseby using BLAST-N programe. The results showed that all isolates were amplified at 560-bp. Phylogenetic analysis showedthat isolates Swn-1, Swn-2 and Psr-1 are homologous to Trichoderma harzianum, isolate Ksn homologous to Trichodermaasperrellum, isolate Psr-2 homologous to Trichoderma gamsii, and isolate Psr-3 homologous to Trichoderma koningiopsis,with the homologous value of 99%.

Key words: Identification, banana, Fusarium oxysporum f.sp. cubense, Trichoderma endophytic

ABSTRAK

Eksplorasi dan Identifikasi Trichoderma Endofitik Pada Pisang. Jamur Trichoderma endofitik merupakan salah satuorganisme yang dapat digunakan sebagai agens pengendali hayati. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi danmengidentifikasi Trichoderma endofitik dari akar tanaman pisang sehat yang berasal dari tiga kabupaten di Provinsi DIYogyakarta, yang akan digunakan sebagai agens pengendali hayati terhadap patogen Fusarium oxysporum f.sp. cubensepada pisang. Isolasi menggunakan medium TSM (Trichoderma Selective Medium). Dari hasil isolasi diperoleh enam isolatTrichoderma spp. yaitu isolat Swn-1, Swn-2, Ksn, Psr-1, Psr-2, dan Psr-3. Identifikasi secara molekuler menggunakanPrimer ITS1 dan ITS2, dilanjutkan dengan sekuensing. Hasil sekuensing dianalisis dan dibandingkan dengan database NCBImenggunakan program BLAST-N. Hasil PCR memperlihatkan bahwa semua isolat teramplifikasi pada 560-bp. Analisis filogenetikmenunjukkan bahwa isolat Swn-1, Swn-2 dan Psr-1 homolog dengan Trichoderma harzianum, isolat Ksn homolog denganTrichoderma asperrellum, isolat Psr-2 homolog dengan Trichoderma gamsii, dan isolat Psr-3 homolog dengan Trichodermakoningiopsis, dengan nilai homologi masing-masing sebesar 99%.

Kata kunci: Identifikasi, Fusarium oxysporum f.sp. cubense, pisang, Trichoderma endofitik

PENDAHULUAN

Jamur endofitik merupakan mikroorganisme yanghidup di dalam jar ingan tanaman sehat tanpamenimbulkan gejala atau kerusakan pada inang (Tayung& Jha, 2010; Aly et al., 2010). Jamur ini dapat diisolasipada hampir semua bagian tanaman yang tumbuh didaerah tropis dengan iklim yang berbeda (Laran et al.,2002). Jamur endofitik lebih banyak diperoleh dari isolasi

tanaman yang berada di lapangan dibanding tanamanyang ada di rumah kaca (Pimentel et al., 2006).

Salah satu jamur endofitik yang sering ditemukandan mampu berperan sebagai agens pengendali hayatiyaitu Trichoderma spp. Jamur ini dapat menekan patogenpenyebab penyakit pada tanaman terutama patogenterbawa tanah melalui mekanisme mikoparasitisme,kompetisi dan antibiosis serta secara langsung dapat jugamemacu pertumbuhan tanaman dan merangsang respons

Page 97: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

116 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 115 - 123

ketahanan terhadap penyakit (Widyastuti & Hariani,2006; Soesanto et al., 2011).

Trichoderma biasanya dianggap sebagai saprofittanah, tetapi mampu berasosiasi dengan sistem perakarantanaman, dan dikategorikan sebagai simbiosis (Harmanet al., 2004). Populasi mikroba endofitik terbesar padakebanyakan tanaman adalah spesies Trichoderma, yangdi antaranya teridentifikasi sebagai spesies baru(Hanada et al., 2008; Samuels, 2006). PopulasiTrichoderma endofitik tertinggi terdeteksi berada didalam akar dan daun, dibandingkan di dalam batang danbuah, dan berpotensi sebagai antagonis (Sriwati et al.,2011).

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh danmengidentifikasi Trichoderma endofitik yang beradapada akar pisang budidaya sehat yang akan digunakansebagai agens pengendali hayati terhadap penyakit layufusarium pada pisang (Fusarium oxysporum f.sp.cubense). Identifikasi merupakan faktor penting dalammonitoring mikroorganisme yang digunakan di lapangan.Secara konvensional identifikasi sangat bergantung padamorfologi dan karakterisasi isolat, tetapi tidak semuajamur mampu menghasilkan spora, sehingga sulitdilakukan identifikasi hanya dengan menggunakanmorfologi.

Kemajuan metode modern seperti GenealogicalConcordance Phylogenetic Species Recognition(GCPSR) dan sistem DNA-barcode merupakan metodeyang dapat digunakan untuk identifikasi Trichodermaspp. di masa mendatang. Metode GCPSR digunakanuntuk menganalisis hubungan gen, sedangkan sistemDNA-barcode didasarkan pada perbedaan nukleotida.Taylor et al. (2004) memanfaatkan konsep GCPSR untukmenganalisis lebih dari satu lokus gen, sehingga memberikemudahan dalam taksonomi dan identifikasiTrichoderma. Druzhinina & Kubicek (2005) danDruzhinina et al. (2006) telah meninjau konsep spesiesdan keragaman biologi pada jamur Trichoderma, yangsecara morfologi jamur ini sulit untuk dibedakan, namunklasifikasi filogenetiknya telah mencapai 100 spesies,dan diperkirakan akan meningkat secara konsisten.

Analisis sekuens internal transcribed spacerregion 1 dan 2 (ITS1 dan ITS2) pada DNA ribosomaldapat membantu untuk deskripsi dan karakterisasispesies pada genus Trichoderma (Ospina-Giraldo etal., 1999; Jeewon et al., 2013). Seluruh analisis tersebutmenggunakan amplifikasi PCR karena dapatmenghasilkan produk yang akurat, sehingga dapatdigunakan dalam melakukan diagnosis (McPherson &Moller, 2006).

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi danmengidentifikasi Trichoderma endofitik dari akar

tanaman pisang sehat di daerah DI Yogyakarta, yangakan digunakan sebagai agens pengendali hayati petogenFusarium oxysporum f.sp cubense pada pisang.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di SubLaboratorium Mikologi Departemen Hama danPenyakit Tumbuhan dan Laboratorium Genetika danPemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian UniversitasGadjah Mada. Penelitian dilaksanakan sejak bulanDesember 2012 hingga bulan Juli 2013.

Isolasi Trichoderma Endofitik. Sampel akar yangdigunakan berasal dari beberapa jenis pisang budidayasehat yang diambil dari daerah Kabupaten Sleman, Bantuldan Kulonprogo di DI Yogyakarta. Akar langsungdiproses dalam 24 jam setelah dikoleksi. Akar dicucidengan air mengalir untuk menghilangkan tanah yangmenempel sebelum dilakukan sterilisasi permukaan(Regina et al., 2003). Akar dipotong dengan ukuran 0,5cm, didisinfeksi dengan NaOCl 0,5 % selama 2 menit,dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali dan dikering-anginkan. Akar dibelah membujur, kemudian diletakkanpada medium TSM (Trichoderma Selective Medium)dan diinkubasikan dalam keadaan gelap pada suhu 25°C.

Amplifikasi PCR ITS dari DNA. IdentifikasiTrichoderma endofitik dengan menggunakan teknikmolekuler untuk mendeteksi dan membedakan antaraTrichoderma endofitik menggunakan PCR dandilanjutkan dengan sekuensing. Urutan basa dari primerITS1 (forward) adalah 5’-TCC GTA GGT GAA CCTGCGG-3’, dan ITS2 (reserve) adalah 5’-GCT GCGTTC TTC ATC GAT GC-3’. Untuk ekstraksi DNA,miselium jamur berumur lima hari pada medium PDAdipindahkan ke dalam erlenmeyer berisi 60 ml mediumPDB (Potato Dextrose Broth) dan ditumbuhkan selamaenam hari pada suhu 25 oC di atas shaker dengankecepatan 120 rpm.

Amplifikasi pada mesin PCR dengan campuranreaksi total volume 20 µl yang terdiri dari Mega MixRoyal (MMR) 10 µl, akuabides 7 µl, pasangan primerITS1 dan ITS2 masing-masing 1 µl, serta template(sampel DNA) 1 µl, dengan konsentrasi 5 ug. Hasilcampuran dimasukkan ke dalam tabung 2 µl dandimasukan ke dalam mesin PCR. Mesin PCR dijalankandengan siklus denaturasi awal 95 oC selama 5 menit satusiklus, dilanjutan dengan 35 siklus (94 oC selama 1 menituntuk denaturasi, 55 oC selama 1 menit untuk annealing,72 oC selama 1 menit 30 detik untuk polimerasi DNA),kemudian ditambahkan satu siklus terakhir pada 72 oC

Page 98: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Taribuka et al. Eksplorasi dan Identifikasi Trichoderma Endofitik pada Pisang 117

selama 10 menit dan reaksi akan berakhir pada suhu 20oC. DNA hasil amplifikasi PCR digunakan untukmelakukan elektroforesis dengan gel agarosa 1,0% dalam1x larutan buffer TBE. Lima µL hasil amplifikasi PCRdicampur dengan 2 µL loading dye dimasukan ke dalamsumuran gel dan dijalankan pada tegangan 100 voltselama 25 menit. Amplikon dari hasil PCR dikirim keFirstBASE untuk dilakukan sekuensing. Urutan gen isolatyang telah disekuensing dengan primer ITS1 dan ITS2disesuaikan dengan urutan gen Trichoderma yangtersedia di http://www.mycobank.org. untuk mengetahuikesamaan sekuensing dari spesies Trichoderma endofitikdengan menggunakan program dari BLAST-N dataGenebank. Selanjutnya dilakukan alignment denganmetode ClustalW, dan hasil alignment digunakan sebagaidata input untuk membuat pohon filogenetik denganmenggunakan metode Neighbour Joining, dan untukpenyusunan pohon filogenetik menggunakan perangkatlunak (software) Mega 5 (Tamura et al., 2011).

Karakterisasi Morfologi Trichoderma Endofitik.Identifikasi konvensional berdasarkan karakteristiksecara makroskopis dan mikroskopis denganmenumbuhkan isolat-isolat yang ditemukan pada mediumPDA (Potato Dextrose Agar). Identifikasi genera danspesies dilakukan secara molekuler berdasarkan metodeNarayan et al. (2007) dan secara morfologismenggunakan studi diskripsi berdasarkan Rifai (1969)dan Kubicek & Harman (1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Trichoderma endofitik. Hasil isolasiTrichoderma endofitik pada akar beberapa jenis pisangbudidaya sehat diperoleh enam isolat, yaitu empat isolatdari Kabupaten Sleman dan dua isolat dari KabupatenBantul (Tabel 1).

Tabel 1 menunjukkan tiga isolat (Swn-1, Ksn, danPsr-2) diperoleh dari jenis pisang Ambon dengan lokasiyang berbeda, dan tiga isolat lainnya (Swn-2, Psr-1, danPsr-3) diperoleh dari tiga jenis pisang, yaitu pisang pulut,pisang raja bandung dan pisang klutuk yang berasal daridua lokasi yang berbeda juga.

Spesies Trichoderma dapat ditemukan dalamberbagai habitat dan merupakan komponen mikrofloratanah, dalam serasah tanaman serta mampu berasosiasidengan jaringan tanaman (Nacimi et al., 2011). Hal inimembuktikan bahwa Trichoderma endofitik jugaberasosiasi dengan jaringan akar pisang sehat sepertiyang telah didapati sebelumnya oleh Soesanto et al.(2011) yaitu Trichoderma harzianum, sedangkanTrichoderma asperellum dan Trichoderma koningiopsisdidapat oleh Xia et al. (2011). Trichoderma gamsiimerupakan salah satu Trichoderma endofitik yangpertama ditemukan berasosiasi dalam akar pisang.

Beberapa Trichoderma endofitik lain yang telahdiisolasi pada jaringan berbagai macam tanaman antaralain strain Trichoderma DIS70a, DIS 219b, DIS 219fdan DIS172ai pada jaringan Theobroma cacao yangdigunakan sebagai agens pengendali hayati penyakitkakao (Holmes et al., 2004; Bailey et al., 2009),Trichoderma viridae serta jamur endofitik lainnya yangdiisolasi dari kulit batang Taxus baccata (Tayung &Jha, 2010), Trichoderma atroviride yang diisolasi dariCampthoteca acumunata yang dapat menghasilkanmetabolit Campthocin untuk menghambat aktivitaskanker (Pu et al., 2013), Trichoderma brevicompactumpada Allium sativum yang menghasilkan trichoderminyang digunakan untuk mengendalikan patogenRhozoctonia solani dan patogen lain (Shentu et al.,2014), Trichoderma spp. yang diisolasi dari akar Coffeearabica yang mampu mengendalikan tracheomycosispada kopi (Mulaw et al., 2013).

No. Nama Isolat Jenis Pisang Daerah Asal

1. Swn-1 Ambon Sewon, Bantul

2. Swn-2 Pulut Sewon, Bantul

3. Ksn Ambon Kalasan Sleman

4. Psr-1 Raja Bandung Palangsari, Sleman

5. Psr-2 Ambon Palangsari, Sleman

6. Psr-3 Klutuk Palangsari, Sleman

Tabel 1. Hasil eksplorasi Trichoderma endofitik di DI Yogyakarta

Page 99: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

118 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 115 - 123

Amplifikasi PCR ITS dari DNA. Analisis PCRdengan menggunakan primer universal yaitu primer ITS1dan ITS2 menunjukkan bahwa DNA enam isolatTrichoderma endofitik memiliki pita DNA dengan beratmolekul sekitar 560 bp (Gambar 1). Hal ini sesuai denganhasil penelitian Abd-Elsalam et al. (2003), bahwapenggunaan primer universal ITS1dan ITS2 dalamanalisis PCR untuk analisis jamur, menghasilkan pitaDNA berkisar antara 550 – 570 bp.

Hasil analisis sekuens ITS DNA berdasarkandatabase pada program BLAST-N menunjukkan,bahwa isolat Swn-1, isolat Swn-2 dan isolat Psr-1mempunyai hubungan kekerabatan dengan Trichodermaharzianum, isolat Ksn dengan Trichoderma asperellum,isolat Psr-2 dengan Trichoderma gamsii dan isolat Psr-3 dengan Trichoderma koningiopsis, dengan tingkatkemiripan 99 % (Tabel 2).

Pohon filogenetik (Gambar 2) menunjukkanbahwa isolat mengelompok menjadi 3 klaster, yaitu isolatPsr-1, isolat Swn-2 dan isolat Swn-1 mengelompokmenjadi satu klaster dan berkerabat dekat denganTrichoderma harzianum dengan nilai bootstrap 100,isolat Ksn, salah satu isolat yang diisolasi dari jenis pisangambon mengelompok menjadi 1 klaster tersendiri,berkerabat dekat dengan Trichoderma asperellumdengan nilai booststrap 100, sedangkan isolat Psr-2 danPsr-3 mengelompok menjadi satu klaster. Isolat Psr-2berkerabat dekat dengan Trichoderma gamsii dengannilai bootstrap 100, dan isolat Psr-3 berkerabat dekatdengan Trichoderma koningiopsis dengan nilai

bootstrap 100, Hal ini menunjukkan bahwa sekuen DNAyang disusun berdasarkan gen 5,8S rRNA dapatmemisahkan Trichoderma endofitik sampai padaspesies (Samuels et al., 2006).Karakterisasi Morfologi Trihoderma Endofitik.Semua isolat ditumbuhkan dalam medium PDA dandiinkubasikan pada suhu 30ºC. Hasil pengamatankarakteristik morfologi enam isolat Trihoderma endofitikmemperlihatkan adanya perbedaan warna koloni, bentukkoloni, bentuk konidiofor dan bentuk konidium darimasing-masing isolat (Gambar 3).

Hasil pengamatan koloni Trichoderma isolat Swn-1, Swn-2, Ksn, dan Psr-1 membentuk lingkaran,berwarna hijau gelap pada setiap lingkaran. Koloni isolatPsr-2 dan Psr-3 tumbuh merata pada permukaan mediadan konidium terbentuk pada pinggir cawan petri. Halini ditandai dengan pinggiran cawan petri yang berwarnahijau gelap (Gambar 3). Ciri-ciri yang sama dikemukakanoleh Soesanto et al. (2011) yang menemukan isolatTrichoderma 4 dengan bentuk koloni melingkar sertawarna koloni hijau gelap pada lingkaran. Rata-rata kolonitumbuh penuh mencapai pinggiran cawan petri dalamwaktu 5 hari. Karakteristik morfologi Trichoderma spp.tersebut selengkapnya pada Tabel 3.

Pada Tabel 3, ukuran konidium isolat Swn-1 (2,80x 2,47µm) lebih besar dari ukuran konidium isolat Swn-2 (2,79 x 2,42 µm), isolat Ksn (2,64 x 1,87 µm), danisolat Psr-1 (2,58 x 2,46µm), namun ukuran konidiumisolat Psr-2 (2,83 x 2,52 µm) lebih besar dari ukuranakonidium isolat Psr-3 (2,87 x 1,93 µm). Berdasarkan

Gambar 1. Pola pita DNA isolat Trichoderma endofitik hasil elektroforesis; 1. marker MMR; 2. isolat Swn-1; 3.isolat Swn-2; 4. isolat Ksn; 5. isolat Psr-1; 6. isolat Psr-2; dan 7. isolat Psr-3

Page 100: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Taribuka et al. Eksplorasi dan Identifikasi Trichoderma Endofitik pada Pisang 119

Gambar 2. Pohon filogenetik isolat Trichoderma endofitik berdasarkan NCBI

ukuran konidium dan fialid pada isolat Swn-1, isolat Swn-2 dan isolat Psr-1 merupakan kisaran ukuran dariTrichoderma harzianum Rifai, yaitu ukuran konidiumantara (2,5)2,7-3,5 x 2,1-2,6(-3,0) µm dan ukuran fialid3,5-7,5 x 2,5-3,8 µm. Warna konidium untuk keenamisolat Trichoderma adalah mempunyai warna konidiumyang sama yaitu hijau. Bentuk konidium isolat Swn-1,Swn-2, Ksn, Psr-1 dan Psr-2 adalah sama yaitu ovaldan bentuk konidium isolat Psr-3 adalah bulat. Dindingkonidium isolat Swn-1, Swn-2, Psr-2 dan Psr-3 tidak

berbeda yaitu tipis dan dinding konidium isolat Ksn danPsr-1 adalah tebal (Kubicek & Harman, 1998).

Ukuran fialid isolat Swn-1 (7,0 x 3,23 µm) danisolat Swn-2 (6,99 x 3,25 µm) tidak terpaut jauh, jugaukuran fialid isolat Ksn (5,84 x 2,95 µm) dan isolat Psr-1 (5,43 x 3,02 µm), sedangkan ukuran fialid Psr-2 (7,44x 2,13 µm) sangat berbeda dengan isolat Psr-3 (8,3 x2,76 µm). Sementara hifa isolat Swn-1, Swn-2, Ksn, Psr-1, Psr-2 dan Psr-3 tidak ada perbedaan yaitu hialin danbersekat (Rifai, 1969).

Tabel 2. Perbandingan tingkat kemiripan Isolat Trichoderma endofitik sampel akar pisang dan sekuen gen ITS1dan ITS2 pada Gene Bank

Isolat

Nama Spesies Homologi (%) Gene Bank Accesion Number

Swn-1 Trichoderma harzianum 99 JN039051

Swn-2 Trichoderma harzianum 99 JN039051

Ksn Trichoderma asperellum 99 HQ671189

Psr-1 Trichoderma harzianum 99 JN039051

Psr-2 Trichoderma gamsii 99 JQ398842

Psr-3 Trichoderma koningiopsis 99 KF751670

Page 101: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

120 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 115 - 123

Gambar 3. Karakteristik morfologi isolat Trichoderma endofitik berumur 5 hari. A. Isolat Swn-1; B. Isolat Swn-2; C. Isolat Ksn; D. Isolat Psr-1; E. Isolat Psr-2; dan F. Isolat Psr-3; Bar = 20 µm

A

B

F

E

D

C

Page 102: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Taribuka et al. Eksplorasi dan Identifikasi Trichoderma Endofitik pada Pisang 121

SIMPULAN

Empat spesies Trichoderma yaitu, T. harzianum,T. asperellum, T. koningiopsis dan T. gamsii ditemukansebagai Trihoderma endofitik yang berada di dalam akarbeberapa jenis pisang budidaya sehat di DI Yogyakarta.

SANWACANA

Terima kasih kepada NUFFIC (AGRI 4 projectUNPATTI) sebagai penyandang dana beasiswa danDirektorat Pendidikan Tinggi, Kementrian Riset,Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebagai penyandangdana penelitian melalui skim Hibah Doktor tahun 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Abd-Elsalam KA, Aly IN, Abdel-Satar MA, Khalil MS,& Verreet JA. 2003. PCR identification offusarium genus based nuclear ribosomal-DNAsequence data. Afr. J. Biotechnol. 2(4): 82-85.

Aly AH, Debbab A, Kjer J, & Proksch P. 2010. Fungalendophytes from higher plants: a prolific sourceof phytochemicals and other bioactive naturalproducts. Fungal Diversity 41(1): 1-16.

Bailey BA, Strem MD, & Wood D. 2009. Trichodermaspecies from endophytic associations withinTheobroma cacao trichomes. Mycol. Res.113(12): 1365-1376.

Druzhinina IS, & Kubicek CP. 2005. Species conceptsand biodiversity in Trichoderma and Hypocrea:from aggregate species to species clusters. J.Zhejiang Univ. Sci. 6(2): 100-112.

Druzhinina IS, Kopchinskiy AG, & Kubicek CP. 2006.The first 100 Trichoderma species charactherizedby molecular data. Mycoscience 47: 55-64.

Hanada RE, de Jorge Souza T, Pomella AW, HebbarKP, Pereira JO, Ismaiel A, & Samuel GJ. 2008.Trichoderma martiale sp. nov., a new endophytefrom sapwood of Teobroma cacao with apotential for biological control. Mycol. Res.112(11): 1335-1343.

Harman GE, Howell CR, Veterbo A, Chet I, & LoritoM. 2004. Trichoderma species-opportunistic,avirulent plant symbionts. Nat. Rev. Microbiol2: 43-56.

Tabel 3. Karakteristik morfologi enam isolat Trichoderma endofitik

Morfologi Isolat

Swn-1 Swn-2 Ksn Psr-1 Psr-2 Psr-3

Bentuk koloni

Bulat, membentuk lingkaran

Bulat, membentuk lingkaran

Bulat, membentuk lingkaran

Bulat, membentuk lingkaran

Tumbuh merata pada permukaan media

Tumbuh merata pada permukaan media

Warna koloni

Hijau gelap Hijau gelap Hijau gelap Hijau gelap Hijau gelap Hijau-kuning kusam

Bentuk konidium Oval Oval Oval Oval Bulat Oval

Ukuran konidia

2,80 x 2,47 µm 2,79 x 2,42 µm 2,64 x 1,87 µm 2,58 x 2,46 µm 2,83 x 2,52 µm 3,21 x 1,93 µm

Warna konidium Hijau muda Hijau muda Hijau Hijau muda Hijau Hijau

Dinding konidium Tipis Tipis Tebal Tebal Tipis Tipis

Ukuran fialid

7,01 x 3,23µm 6,99 x 3,25 µm 5,84 x 2,95 µm 5,43 x 3,02 µm 7,44 x 2,13 µm 8,3 x 2,76 µm

Hifa Hialin, bersekat

Hialin, bersekat

Hialin, bersekat

Hialin, bersekat

Hialin, bersekat

Hialin, bersekat

Page 103: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

122 J. HPT Tropika Vol. 16 No. 2, 2016: 115 - 123

Holmes KA, Schroers HJ, Thomas SE, Evans HC, &Samuels GJ. 2004. Taxonomy and biocontrolpotential of a new species of Trichoderma fromthe Amazon basin of South America. Mycol.Prog. 3(3): 199-210.

Jeewon R, Itto J, Mahadeb D, Jaufeerallu-Fakim Y,Wang HK, & Liu AR. 2013. DNA based identifi-cation and Phylogenetic characterisation ofendophytix and saprobic fungi from Antidesmamadagascariense, a medicinal plant in Mauritius.J. Mycol. 2013: 1-10.

Kubicek CP, & Harman GE. 1998. Trichoderma andGliocladium Vol.1. Basic biology, taxonomy andGenetic. Taylor & Francis Ltd. 1 GunpowderSquare, London. UK. Taylor & Francis Inc, 1900Frost Road, Suite 101. Bristol. USA.

Laran S, Perello A, Simon MR, & Mareno V. 2002.Isolation and analysis of endophytic mecroorga-nisms in wheat (Triticum aestivum L.) leaves.Word J. Microb. Biot. 18(7): 683-686.

McPherson MJ, & Moller SG. 2006. PCR. Sec. Ed.Taylor & Francis Group.270 Madison Avenue,New York. US.; 4 Park Square, Milton ParkAbingdon. UK.

Mulaw TB, Druzhinina IS, Kubicek CP, & AtanasovaL. 2013. Novel endophytic Trichoderma spp.Isolated from healthy Coffea arabica roots arecapable of controlling Coffee Tracheomycosis.Diversity 5: 750-766.

Naeimi S, Khodaparats S, Javan-Nikkhah M, VagvolgyiC, & Kredics L. 2011. Spesies patterns andphylogenetic relationships of Trichoderma strainin rice fields of Southern Caspian Sea, Iran.Cereal Res. Commun. 39(4): 560-568.

Paul N, Kim WK, Woo SK, Park MS, & Yu SH. 2007.Fungal endophytes in roots of Aralia species andtheir antifungal activity. Plant Pathol. 23(4): 287-294.

Ospina-Giraldo MD, Royse DJ, Chen X, Romaine CP,1999. Molecular phylogenic analyses of biologicalcontrol of Trichoderma harzianum and otherbiotypis of Trichoderma Associated withmushroom green mold. Phytopathology 89(4):308-313.

Pimentel IC, Glienke-Blanco C, Gabardo J, Stuart RM& Azevedo JL. 2006. Identification andcolonization of endophytic fungi from soybean(Glycine max (L.) Merril) under differentenvironmental conditions. Braz. Arch. Biol.Technol. 49(6): 705-711.

Pu X, Qu X, Chen F, & Bao J, Zang G, & Lou Y. 2013.Camptothecin-producing endophytic fungusTrichoderma atroviride LY357: isolation,identification, and fermentation conditionsoptimization for camptothecin production. ApplMicrobiol. Biotechnol. 97(21): 9365-9375.

Geris dos Santos R, Rodrigues-Fo E, Rocha WC, &Teixeira MFS. 2003. Endophytic fungi from Meliaazedarach. World J. of Microbiol. Biot. 19(8):767-770.

Rifai MA. 1969. A revision of the genus Trichoderma.Mycol. Papers 116(1):1-56.

Samuels GJ. 1996. Trichoderma: A review of biologyand systematic of the genus. Mycol. Res. 100(8):923-935.

Shentu X, Zhan X, Ma Z, Yu X, & Zhang C. 2014.Antifungal activity of metabolites of endophyticfungus Trichoderma brevicompactum fromgarlic. Braz. J. Microbiol. 45(1): 248-254.

Soesanto L, Utami DS, & Rahayuniati RF. 2011.Morphological characterist ics of fourTrichoderma isolates and two endophyticFusarium isolates. Can. J. on Scientific andIndustrial Res. 2(8): 294-306.

Sriwati R, Chamsudan TJ, & Sukarman. 2011. Deteksidan identifikasi cendawan endofotik Trichodermayang berasosiasi pada tanaman Kakao. Agrista15(1): 15-20.

Tamura K, Peterson D, Peterson N, Stecher G, Nei M,& Kumar S. 2011. MEGA5: molecularevolutionary genetics analysis using maximumlikelihood, evolutionary distance, and maximumparsimony methods. Mol. Biol. Evol. 28(10):2731-2739.

Taylor JW, Spatafora J, O’Donnell K, Lutzoni F, JamesT, Hibbett DS, Geiser D, Bruns TD, BlackwellM. 2004. The Fungi. In: Cracraft J & DonoghueMJ (Eds.) Assembling the Tree of Life. OxfordUniversity Press, New York. Pp: 171-194.

Page 104: KEEFEKTIFAN LIMBAH TANAMAN BRASSICACEAE UNTUK …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Jurnal-Hama-dan-Penyakit... · puru akar (NPA) pada skala mikroplot di lapangan. Rancangan

Taribuka et al. Eksplorasi dan Identifikasi Trichoderma Endofitik pada Pisang 123

Tayung K & Jha DK. 2010. Antimicrobial endophyticfungal assemblages inhabiting bark of Taxusbaccata L. of Indo-Burma mega biodiversityhotspot. India J. Microbiol. 50 (Suppl 1): 74-81.

Widyastuti SM & Hariani M. 2006. PerananTrichoderma reesei E.G. Simmons padapengendalian Damping off semai Cendana(Santalum album Linn.) J. Perlind. Tan. Indon.12 (2): 62-73.

Xia X, Lie TK, Qian X, Zheng Z, Huang Y, & Shen Y.2011. Species diversity, distribution, and geneticstructure of endophytic and epiphyticTrichoderma associated with banana roots.Microb. Ecol. 61: 619-625.