Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu...

40
Volume 11, Nomor 6, Desember 2015 Halaman 179–186 DOI: 10.14692/jfi.11.6.179 ISSN: 0215-7950 *Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jalan Kamper Darmaga, Bogor 16680. Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected] Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Tomat dan Agens Pengendali Meloidogyne sp. Endophytic Bacteria from Forestry Plants as Plant Growth Promoting and Control Agent of Meloidogyne sp. on Tomato Abdul Munif*, Arif Rafi Wibowo, Elis Nina Herliyana Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680 ABSTRAK Meloidogyne sp. adalah nematoda parasit tumbuhan yang penting dan menjadi salah satu kendala dalam budi daya tanaman tomat di Indonesia. Bakteri endofit dapat menjadi agens hayati yang potensial untuk mengendalikan Meloidogyne sp. Tanaman kehutanan kaya akan mikrob yang bermanfaat, termasuk berbagai jenis bakteri endofit yang berpotensi sebagai agens hayati maupun pemacu pertumbuhan tanaman. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bakteri endofit dari beberapa jenis tanaman hutan dan mengevaluasi potensinya sebagai pemacu pertumbuhan serta agens pengendali Meloidogyne sp pada tanaman tomat. Bakteri endofit diisolasi dari akar tanaman mahoni (Swietenia mahagoni), trambesi (Albizia saman), gaharu (Aquilaria malacensis), dan meranti (Shorea sp.). Isolasi bakteri endofit dilakukan dengan metode sterilisasi permukaan menggunakan alkohol 70% dan NaOCl 3% pada medium trypsic soy agar. Bakteri endofit yang tumbuh selanjutnya dipisahkan dan dimurnikan berdasarkan bentuk dan warna koloninya. Sebanyak 33 isolat bakteri endofit berhasil diisolasi dari akar tanaman mahoni (11 isolat), tanaman trambesi (5 isolat), tanaman gaharu (7 isolat), dan tanaman meranti (10 isolat). Uji reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada daun tembakau menunjukkan 22 isolat tidak menyebabkan nekrosis, yaitu tidak berpotensi sebagai patogen tanaman. Sebanyak 10 isolat bakteri endofit selanjutnya dipilih untuk diketahui potensinya sebagai agens hayati terhadap Meloidogyne sp. dan sebagai agens pemacu pertumbuhan tanaman tomat. Pengujian dilakukan dengan metode perendaman benih. Hasil pengamatan menunjukkan 2 isolat endofit, yaitu MSJ1H dan AGS1F, mampu menekan jumlah puru akar yang disebabkan oleh Meloidogyne sp. dan meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat hingga 60%. Bakteri endofit dari beberapa tanaman kehutanan berpotensi sebagai agens biokontrol terhadap Meloidogyne sp. Kata kunci: gaharu, mahoni, meranti, trambesi, puru akar ABSTRACT Meloidogyne sp. is one of the main constraints of tomato production in Indonesia. Endophytic bacteria may be considered as biocontrol agents for controlling Meloidogyne sp. The objective of this study was to isolate endophytic bacteria from forestry plants and to evaluate its potential for controling Meloidogyne sp. on tomato. Endophytic bacteria were isolated from roots of mahoni (Swietenia mahogany), trambesi (Albizia saman), gaharu (Aquilaria malacensis), and meranti (Shorea sp.). Isolation of bacterial endophytes from plant tissue was conducted using surface sterilization method with 70% alcohol, 3% NaOCl and sterile water on medium trypsic soy agar. Endophytic bacteria was separated and purified based on shape and color of the colony. A total of 33 isolates of endophytic 179

Transcript of Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu...

Page 1: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

Volume 11, Nomor 6, Desember 2015Halaman 179–186

DOI: 10.14692/jfi.11.6.179ISSN: 0215-7950

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian BogorJalan Kamper Darmaga, Bogor 16680.Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected]

Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman Tomat dan

Agens Pengendali Meloidogyne sp.

Endophytic Bacteria from Forestry Plants as Plant Growth Promoting and Control Agent of Meloidogyne sp. on Tomato

Abdul Munif*, Arif Rafi Wibowo, Elis Nina HerliyanaInstitut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Meloidogyne sp. adalah nematoda parasit tumbuhan yang penting dan menjadi salah satu kendala dalam budi daya tanaman tomat di Indonesia. Bakteri endofit dapat menjadi agens hayati yang potensial untuk mengendalikan Meloidogyne sp. Tanaman kehutanan kaya akan mikrob yang bermanfaat, termasuk berbagai jenis bakteri endofit yang berpotensi sebagai agens hayati maupun pemacu pertumbuhan tanaman. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bakteri endofit dari beberapa jenis tanaman hutan dan mengevaluasi potensinya sebagai pemacu pertumbuhan serta agens pengendali Meloidogyne sp pada tanaman tomat. Bakteri endofit diisolasi dari akar tanaman mahoni (Swietenia mahagoni), trambesi (Albizia saman), gaharu (Aquilaria malacensis), dan meranti (Shorea sp.). Isolasi bakteri endofit dilakukan dengan metode sterilisasi permukaan menggunakan alkohol 70% dan NaOCl 3% pada medium trypsic soy agar. Bakteri endofit yang tumbuh selanjutnya dipisahkan dan dimurnikan berdasarkan bentuk dan warna koloninya. Sebanyak 33 isolat bakteri endofit berhasil diisolasi dari akar tanaman mahoni (11 isolat), tanaman trambesi (5 isolat), tanaman gaharu (7 isolat), dan tanaman meranti (10 isolat). Uji reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada daun tembakau menunjukkan 22 isolat tidak menyebabkan nekrosis, yaitu tidak berpotensi sebagai patogen tanaman. Sebanyak 10 isolat bakteri endofit selanjutnya dipilih untuk diketahui potensinya sebagai agens hayati terhadap Meloidogyne sp. dan sebagai agens pemacu pertumbuhan tanaman tomat. Pengujian dilakukan dengan metode perendaman benih. Hasil pengamatan menunjukkan 2 isolat endofit, yaitu MSJ1H dan AGS1F, mampu menekan jumlah puru akar yang disebabkan oleh Meloidogyne sp. dan meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat hingga 60%. Bakteri endofit dari beberapa tanaman kehutanan berpotensi sebagai agens biokontrol terhadap Meloidogyne sp.

Kata kunci: gaharu, mahoni, meranti, trambesi, puru akar

ABSTRACT

Meloidogyne sp. is one of the main constraints of tomato production in Indonesia. Endophytic bacteria may be considered as biocontrol agents for controlling Meloidogyne sp. The objective of this study was to isolate endophytic bacteria from forestry plants and to evaluate its potential for controling Meloidogyne sp. on tomato. Endophytic bacteria were isolated from roots of mahoni (Swietenia mahogany), trambesi (Albizia saman), gaharu (Aquilaria malacensis), and meranti (Shorea sp.). Isolation of bacterial endophytes from plant tissue was conducted using surface sterilization method with 70% alcohol, 3% NaOCl and sterile water on medium trypsic soy agar. Endophytic bacteria was separated and purified based on shape and color of the colony. A total of 33 isolates of endophytic

179

Page 2: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Munif et al.

bacteria were isolated from roots of mahoni (11 isolates), trambesi (5 isolates), gaharu (7 isolates), and meranti (10 isolates). The bacteria was tested for the hypersensitivity reaction on tobacco plants and the result showed that 22 isolates did not cause necrosis, indicated they are not pathogenic. Ten isolates of endophytic bacteria was selected for further experiment, i.e. to evaluate their potential as biocontrol agents for Meloidogyne sp. and as growth promotor for tomato plants. The experiment was conducted in the screenhouse using seed treatment. The result showed that two isolates of endophytic bacteria, i.e. MSJ1H and AGS1F were able to increase the growth of tomato plants up to 60% and reduce the number of root knot caused by Meloidogyne sp. Endophytic bacteria isolated from forestry plants have the potential as a biocontrol agents to plant parasitic nematode Meloidogyne sp.

Key words: gaharu, mahoni, meranti, root knot, trambesi

PENDAHULUAN

Meloidogyne spp. yang menimbulkan kerugian besar pada pertanaman di daerah tropik dan subtropik ialah M. incognita, M. javanica, M. arenaria dan M. hapla. Kehilangan hasil yang disebabkannya pada tanaman sayuran di Indonesia berkisar 20–80% (Hadisoeganda 1991). Pengendalian nematoda parasit yang dilakukan oleh petani umumnya menggunakan nematisida sintetis. Oleh karea itu, teknologi pengendalian yang ramah lingkungan dan berbasis pada potensi sumber daya lokal sangat diperlukan. Salah satu pilihan yang dapat dikembangkan ialah pengendalian biologi menggunakan bakteri endofit.

Bakteri endofit yang diisolasi dari beberapa tanaman dilaporkan dapat mengendalikan nematoda puru akar Meloidogyne spp dan Pratylenchus brachyurus hingga 74% pada tanaman tomat dan nilam (Harni et al. 2007; Munif et al. 2013). Formulasi bakteri endofit asal akar kedelai juga dilaporkan dapat menekan serangan penyakit pustul bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas axonopodis pv. glycines pada kedelai (Habazar et al. 2015).

Tanaman kehutanan terutama jenis-jenis yang asli diduga sangat kaya akan mikrob yang bermanfaat, termasuk berbagai jenis mikrob endofit yang sangat beragam (Izumi 2011). Nongkhlaw dan Joshi (2014) melaporkan sekitar 70 bakteri endofit hasil isolasi dari beberapa jenis tanaman obat yang berasal dari hutan subtropis di Meghalaya, India mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan aktivitas patogen pada tanaman yang diuji.

Di Indonesia penelitian terkait mikrob endofit dari tanaman hutan sudah dimulai namun masih didominasi penelitian cendawan endofit. Hal ini semakin mendorong perlunya dilakukan penelitian bakteri endofit dari tanaman hutan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan bakteri endofit dari tanaman hutan dan mengevaluasi potensinya sebagai pemacu pertumbuhan dan agens pengendali Meloidogyne sp. pada tanaman tomat.

BAHAN DAN METODE

Isolasi Bakteri Endofit Isolat bakteri endofit diisolasi dari akar

bibit tanaman mahoni, trambesi, gaharu, dan meranti yang tumbu sehat (tidak menunjukkan gejala sakit). Pemilihan fase bibit sebagai sumber isolat bakteri endofit karena pertimbangan kemudahan pada perakarannya yang masih muda atau lunak sehingga mudah dalam penggerusan. Bibit tanaman yang digunakan berumur 4–5 bulan. Isolasi bakteri endofit dilakukan mengikuti metode sterilisasi permukaan. Bibit tanaman kehutanan dicabut dan akarnya dicuci bersih dengan air mengalir dan diletakkan di atas kertas. Selanjutnya akar tanaman yang sudah bersih diambil sebanyak 2 g dan dipotong berukuran 1–2 cm. Akar direndam dalam alkohol 70% selama 1 menit, NaOCl 3% selama 1 menit selanjutnya dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Akar tersebut kemudian digerus dengan mortar steril sampai halus dan ditambah 10 mL akuades steril. Suspensi diencerkan dan sebanyak 0.1 mLditumbuhkan dengan cara disebar pada

180

Page 3: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Munif et al.

medium TSA 10% dan diinkubasi selama 48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh dihitung dan dimurnikan pada medium trypsic soy agar (TSA) 100%. Selanjutnya bakteri endofit ditumbuhkan dalam medium trypsic soy broth (TSB) yang dicampur dengan gliserol 20% dan disimpan pada suhu -4 oC untuk koloni biakan dan koloni kerja.

Uji HipersensitifitasUji hipersensitifitas (HR) dilakukan untuk

menentukan potensi patogenesitas bakteri endofit. Tanaman yang digunakan dalam uji HR ialah tembakau varietas Xanthi sehat berumur 2–3 bulan yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Genetik Pertanian, Bogor.

Isolat bakteri endofit dibiakkan pada medium TSA 100% dan diinkubasi selama 48 jam. Koloni bakteri endofit disuspensikan dalam 20 mL akuades steril dan diinfiltrasikan menggunakan jarum suntik pada bagian bawah daun tembakau dan diinkubasi selama 24 jam. Apabila daun tembakau tidak menujukkan gejala nekrosis setelah 24 jam maka bakteri endofit tidak berpotensi sebagai patogen dan digunakan untuk penelitian selanjutnya.

Pengaruh Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pengujian dilakukan di rumah kaca menggunakan tanaman tomat varietas Permata yang bersifat rentan terhadap Meloidogyne sp. (Rosya 2015). Sebanyak 5 g benih tomat varietas Permata direndam dalam akuades steril, benih yang terendam diambil dan dikeringanginkan di atas kertas. Selanjutnya benih tomat tersebut direndam ke dalam suspensi bakteri endofit dengan kepadatan populasi 108–1010 cfu mL-1 yang telah ditambah dengan 2% metil selulosa selama 30 menit dan 120 menit (Munif et al. 2012). Benih selanjutnya ditanam dalam pot plastik volume 3 kg yang berisi medium tanah dan bahan organik (2:1). Setelah 3 minggu inokulasi, tanaman dibongkar dan diamati pertumbuhnya, yaitu tinggi, bobot basah, dan bobot kering tajuk.

Uji Bakteri Endofit terhadap Meloidogyne sp.Benih tomat varietas Permata direndam

selama 30 menit dan 120 menit ke dalam suspensi bakteri endofit dengan kepadatan populasi 108–1010 cfu mL-1 yang telah ditambah dengan metil selulosa 2%. Benih ditanam dalam pot yang sudah diisi dengan medium tanah dan bahan organik (2:1) (Khaeruni dan Rahman 2012). Selanjutnya setelah berumur 1 minggu, tanaman diinokulasi dengan larva nematoda Meloidogyne spp., masing-masing 300 ekor per pot. Larva Meloidogyne spp. diekstraksi dari akar tanaman tomat yang terserang Meloidogyne dari lapangan meng-gunakan metode corong Boermann dan pengabutan. Masing-masing perlakuan di-ulang sebanyak 5 kali dan disusun dalam rancangan acak lengkap. Selanjutnya tanaman dibongkar dan diamati jumlah puru akarnya1 bulan setelah inokulasi.

Mortalitas nematoda ditentukan dengan uji antibiosis. Bakteri endofit ditumbuhkan pada medium TSB selama 48 jam pada suhu ruang. Koloni tunggal dipindahkan ke dalam 100 mL medium TSB dan digoyang selama 2 hari dengan kecepatan 150 rpm pada suhu ruang. Suspensi bakteri endofit diuji aktivitas antibiosisnya terhadap larva instar 2 nematoda Meloidogyne sp. (Oostendorp dan Sikora 1990). Suspensi bakteri endofit sebanyak 5 mL dengan kepadatan 109 cfu mL-1 dimasukkan ke dalam cawan sirakus, selanjutnya sebanyak 20 ekor larva nematoda dimasukkan ke dalam gelas tersebut.

Pengamatan mortalitas larva nematoda dilakukan 24 jam setelah perlakuan meng-gunakan mikroskop binokuler. Suspensi larva nematoda dimasukkan ke dalam air steril dan diberi aerasi selama 5 menit untuk memastikan larva nematoda benar-benar mati atau hanya istirahat. Apabila di dalam air tersebut nematoda tidak bergerak maka nematoda tersebut mati.

HASIL

Bakteri Endofit dan Uji HipersensitifSebanyak 33 isolat bakteri endofit berhasil

diisolasi dari perakaran bibit tanaman mahoni,

181

Page 4: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Munif et al.

trambesi, gaharu, dan meranti; masing-masing 11, 5, 7, dan 10 isolat. Isolat bakteri endofit tersebut diuji hipersensitif pada daun tembakau dan 11 isolat menunjukkan gejala nekrosis (reaksi positif), sedangkan 22 isolat tidak menunjukkan gejala nekrosis (reaksi negatif) (Tabel 1).

Pengujian di Rumah KacaIsolat bakteri endofit yang tidak

menimbulkan gejala nekrosis pada daun tembakau digunakan pada uji lanjut. Dari 22 isolat bakteri endofit ini ternyata hanya 10 isolat yang dapat meningkatkan per-tumbuhan tanaman tomat di rumah kaca. Isolat bakteri endofit yang terpilih ini selanjutnya diujikan pada benih tomat. Lebih dari separuh isolat bakteri endofit dapat meningkatkan tinggi tanaman tomat pada perlakuan perendaman benih selama 30 menit dibandingkan dengan kontrol dan hanya 1 isolat yang berpegaruh terhadap bobot tanaman (Tabel 2). Perlakuan perendaman 120 menit menunjukkan hanya 3 isolat, yaitu MSJ1H, AGS1H, dan AMS1A yang dapat meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan isolat lainnya.

Hasil pengujian 10 isolat bakteri endofit terhadap Meloidogyne sp. menunjukkan bahwa

perlakuan perendaman benih selama 30 menit terdapat satu isolat, yaitu MSJIH yang dapat menekan jumlah puru akar dibandingkan dengan kontrol; sedangkan dengan perlakuan perendaman selama 120 menit menunjukkan 3 isolat bakteri endofit, yaitu MSJ1H, TSS1D dan AGS1F mampu menekan jumlah puru akar pada tanaman tomat (Tabel 3).

Pengujian Suspensi Bakteri Endofit secara in Vitro

Pengujian secara in vitro suspensi bakteri endofit terhadap mortalitas larva Meloidogyne sp., menunjukkan bahwa perlakuan dengan 3 isolat bakteri endofit TSS1D, AGS1F, dan MSJ1H dapat meningkatkan jumlah larva Meloidogyne sp. yang inaktif dibandingkan dengan kontrol (tanpa suspensi bakteri endofit). Perlakuan dengan suspensi isolat bakteri endofit menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol pada pengamatan 2 jammaupun 6 jam setelah perlakuan, kecuali perlakuan isolat TSS1D (Tabel 4).

PEMBAHASAN

Tanaman dalam kehidupannya selalu berasosiasi dengan mikrob termasuk mikrob endofit. Jumlah bakteri endofit yang berhasil

Isolat Tanaman Uji Hipersensitif Isolat Tanaman Uji HipersensitifMSJ1A Mahoni Negatif AGS1B Gaharu PositifMSJ1B Mahoni Positif AGS1C Gaharu PositifMSJ1C Mahoni Positif AGS1D Gaharu NegatifMSJ1D Mahoni Negatif AGS1E Gaharu PositifMSJ1E Mahoni Positif AGS1F Gaharu NegatifMSJ1G Mahoni Negatif AGS1H Gaharu NegatifMSJ1H Mahoni Negatif AMS1A Meranti NegatifMSJ1I Mahoni Negatif AMSID Meranti NegatifMSJ2A Mahoni Positif AMS1E Meranti NegatifMSJ2D Mahoni Positif AMS1F Meranti NegatifMSJ2G Mahoni Negatif AMS1H Meranti NegatifTSS1B Trambesi Positif AMS2A Meranti NegatifTSS1C Trambesi Positif AMS2B Meranti NegatifTSS1D Trambesi Negatif AMS2D Meranti NegatifTSS1E Trambesi Positif AMS2E Meranti NegatifTSS2A Trambesi Negatif AMS2H Meranti NegatifAGS1A Gaharu Negatif

Tabel 1 Bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman kehutanan dan hasil uji reaksi hipersensitifitas pada tanaman tembakau

182

Page 5: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Munif et al.

183

Isolat* 2 jam 6 jamTSS1D 30.33 a 38.67 a AGS1F 26.67 ab 42.00 a MSJ1H 26.33 ab 36.67 a Kontrol 12.33 b 31.00 a

Tabel 4 Pengaruh suspensi bakteri endofit terhadap mortalitas larva Meloidogyne spp secara in vitro

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5% berdasarkan uji selang berganda Duncan.*Keterangan tentang sumber isolat ada pada Tabel 1

Tabel 2 Pengaruh perlakuan perendaman benih dengan bakteri endofit asal tanaman kehutanan terhadap tinggi, bobot basah dan bobot kering tanaman tomat pada percobaan di rumah kaca

Isolat*

Perendaman 30 menit Perendaman 120 menit Tinggi

tanaman (cm)

Bobot basah

(g)

Bobot kering

(g)

Tinggi tanaman

(cm)

Bobot basah

(g)

Bobot kering

(g)MSJ1H 22.34 ab 1.66 bc 0.13 b 24.38 a 1.87 abc 0.12 abcAGS1F 15.00 b 1.09 c 0.11 ab 19.34 ab 1.63 bc 0.11 abcdTSS1D 24.06 a 1.75 bc 0.13 a 22.92 a 2.07 ab 0.15 aAGS1H 23.60 a 1.81 abc 0.10 ab 25.60 a 2.05 ab 0.12 abcMSJ1A 23.02 a 1.74 bc 0.10 ab 22.94 a 1.73 abc 0.10 abcdAGS1D 23.26 a 1.99 ab 0.11 ab 22.30 a 1.59 bc 0.09 abcdAMS1A 15.08 b 1.07 c 0.07 b 25.00 a 1.62 bc 0.09 abcdAGS1A 20.60 ab 1.85 abc 0.10 ab 20.10 ab 1.28 bc 0.07 cdAMS1D 24.04 a 2.61 a 0.14 a 18.14 ab 1.44 bc 0.07 bcdTSS2A 25.38 a 1.84 abc 0.09 ab 11.74 b 0.85 c 0.05 dKontrol 14.94 b 1.76 bc 0.08 ab 22.56 a 2.68 a 0.14 ab

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5% berdasarkan uji selang berganda Duncan.* Keterangan tentang sumber isolat ada pada Tabel 1

Tabel 3 Pengaruh perlakuan perendaman benih dengan bakteri endofit terhadap jumlah puru akar pada tanaman tomat pada percobaan di rumah kaca

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5% berdasarkan uji selang berganda Duncan.*Keterangan tentang sumber isolat ada pada Tabel 1

Isolat*Perendaman 30 menit Perendaman 120 menit

Jumlah puru Persentase penekanan (%)

Jumlah puru Persentase penekanan (%)

MSJ1H 6.80 a 21 4.40 d 67AGS1F 8.60 a 0 6.20 cd 54TSS1D 11.20 a -30 10.00 bcd 26AGS1H 15.20 a -75 23.80 abc -75MSJ1A 22.40 a -155 13.80 abcd -1AGS1D 21.20 a -124 23.00 abcd -69AMS1A 15.60 a -81 22.20 abcd -63AGS1A 11.80 a -37 14.60 abcd -75AMS1D 14.80 a -72 28.00 ab -105TSS2A 18.60 a -116 32.40 a -135Kontrol 8.60 a 0 13.60 abcd 0

Page 6: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Munif et al.

diisolasi dari tiap tanaman yang digunakan dalam penelitian ini bervariasi antar satu tanaman dengan tanaman lainnya. Jumlah bakteri ditentukan oleh banyak faktor seperti jenis tanaman, umur tanaman, tempat tumbuh tanaman dan teknik isolasi, seperti proses sterilisasi permukaan, waktu isolasi dan medium isolasi yang digunakan (Hallmann et al. 1997). Sebanyak 33 isolat bakteri endofit berhasil diisolasi dari 4 jenis tanaman tergolong sedikit. Hal ini diduga karena bakteri endofit yang diisolasi pada penelitian ini hanya dari bagian akar tanaman, padahal bakteri endofit dapat hidup dan berasosiasi hampir pada semua bagian tanaman termasuk batang dan daun. Khianngam et al (2013) mendapatkan 31 isolat bakteri endofit yang diisolasi dari akar dan kulit tanaman yang diambil di hutan mangrove di Pranburi, Prachuap Khiri Khan, Thailand. Sementara Castro et al (2014) telah mengisolasi 30 jenis bakteri endofit dari 2 spesies tanaman yang berasal dari hutan bakau tropis di Brazil, yaitu Rhizophora mangle dan Avicennia nitida. Genus bakteri endofit yang behasil diisolasi ialah Bacillus sp., Pantoea, Curtobacterium dan Enterobacter. namun belum diketahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman maupun sebagai agens hayati.

Nongkhlaw dan Joshi (2014), telah mengisolasi bakteri endofit dari beberapa jenis tanaman obat yang berasal dari hutan subtropis Meghalaya, India dan berhasil diperoleh 70 isolat bakteri endofit dari kelompok Bacillus sp., Serratia sp., Pseudomonas sp., Pantoea sp., dan Lysinibacillus sp. Beberapa endofit dilaporkan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan aktivitas patogen tanaman yang diuji. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam populasi bakteri tidak hanya antara habitat mikro epifit dan endofit, tetapi juga di antara tanaman inang. Hidayati et al. (2014) melaporkan beberapa bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman karet dapat meningkatkan pertumbuhan bibit karet yang diduga karena kemampuannya dalam menghasilkan hormon pertumbuhan seperti auksin, gibberellin, sitokinin dan asam absisat.

Perlakuan bakteri endofit dengan perendaman benih menunjukkan bahwa perendaman selama 30 menit lebih baik dibandingkan dengan perendaman selama 120 menit terhadap tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tanaman. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan Munif et al. (2012), bahwa perlakuan benih tomat dengan bakteri endofit dapat meningkatkan bobot basah akar dan panjang akar tanaman tomat. Perendaman akar bibit lada dengan beberapa isolat bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman lada juga dapat meningkatkan bobot akar dan bobot tajuk tanaman lada (Munif dan Harni 2011; Harni dan Ibrahim 2011).

Peningkatkan pertumbuhan tanaman oleh perlakuan dengan bakteri endofit diduga karena bakteri endofit dapat meningkatkan fiksasi nitrogen, aktivitas fotosintesis, dan produksi indole acetic acid (IAA) (Duangpaeng et al. 2012; Lopez et al 2012). Nongkhlaw dan Joshi (2014) melaporkan bahwa bakteri endofit mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman karena menghasilkan komponen penting bagi pertumbuhan tanaman seperti mineral fosfat, aktivitas asam fosfatase, adanya deaminase asam 1-aminocyclopropane-1-karboksilat (ACC). Di samping itu interaksi bakteri endofit dengan tanaman dapat menghasilkan lipopolisakarida yang berperan sebagai elisitor dalam induksi ketahanan yang secara spesifik mengikat reseptor pada permukaan sel tanaman (Reitz et al. 2000).

Hasil uji in vitro terhadap larva Meloidogyne spp menunjukkan suspensi isolat AGS1F memberikan pengaruh tertinggi (42%) terhadap mortalitas larva Meloidogyne sp. tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan isolat yang lain. Larva Meloidogyne sp. yang mati atau inaktif diduga karena adanya pengaruh senyawa metabolit yang dihasilkan oleh bakteri endofit. Senyawa metabolit yang dihasilkan oleh bakteri endofit di antaranya, pelarut fosfat dan enzim penghidrolisa seperti kitinase, protease, selulase, lipase, dan pektinase (Berg dan Hallmann 2006).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri endofit yang berasal dari tanaman

184

Page 7: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Munif et al.

kehutanan berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan agens pengendali nematoda parasit. Penelitian ini memang tidak dimaksudkan untuk melihat keragaman dan dinamika populasi bakteri endofit dari tanaman kehutanan. Penelitian ini hanya menguji beberapa bakteri endofit yang berhasil diisolasi dari bagian akar tanaman hutan (khususnya bibit tanaman hutan) yang berpotensi sebagai agens hayati dan pemacu pertumbuhan. Penelitian untuk mengetahui keragaman dan dinamika bakteri endofit yang diisolasi langsung dari tanaman-tanaman hutan di lapangan dan dari berbagai jenis hutan perlu dilakukan. Potensi bakteri endofit asli dari tanaman-tanaman hutan yang sangat banyak jenisnya akan menjadi sumber kekayaan hutan (selain kayu) untuk kepentingan pertanian, kedokteran dan industri juga akan sangat penting untuk mendukung kekayaan biodiversitas hutan. Informasi dalam penelitian ini merupakan informasi awal tentang bakteri endofit tanaman hutan yang potensial sebagai agens hayati dan pemacu pertumbuhan tanaman yang akan mendorong penelitian-penelitian selanjutnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan IPB melalui skema Penelitian Fundamental untuk Perguruan Tinggi bagian BOPTN atas dukungan dana dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Berg G, Hallmann J. 2006. Control of plant pathogenic fungi with bacterial endophytes. Di dalam: Schulz BJE, Boyle CJC, Sieber TN, editor. Microbial Root Endophytes. Verlag Berlin Heidelberg (DE): Springer. hlm 53–66.

Castro RA, Quecine MC, Lacava PT, Batista BD, Luvizotto DM, Marcon J, Ferreira A, Melo IS, Azevedo JL. 2014. Isolation and enzyme bioprospection of endophytic bacteria associated with plants of Brazilian

mangrove ecosystem. Springer Plus. 3:382. DOI: http://dx.doi.org/10.1186/2193-1801-3-382.

Duangpaeng A, Phetcharat P, Chanthapho S, Boonkantong N, Okuda N. 2012. The study and development of endophytic bacteria for enhancing organic rice growth. Procedia Engineering. 32:172–176. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.proeng.2012.01.1253.

Habazar T, Resti Z, Yanti Y, Sutoyo, Imelda. 2015. Formulasi bakteri endofit akar kedelai untuk mengendalikan pustul bakteri. J Fitopatol Indones. 11(2):51–58. DOI: http://dx.doi.org/10.14692/jfi.11.2.51.

Hadisoeganda AW. 1991. Pencaran, identifikasi dan prevalensi nematoda bengkak akar di sentra daerah penanaman sayuran dataran tinggi di Indonesia. Buletin Penelitian Hortikultura. 20(3): 62–71.

Hallmann J, Hallmann AQ, Mahaffee WF, Kloepper JW. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crops. Can J Microbiol. 43(10):895–914. DOI: http://dx.doi.org/10.1139/m97-131.

Harni R, Ibrahim MSD. 2011. Potensi bakteri endofit menginduksi ketahanan tanaman lada terhadap infeksi Meloidogyne incognita. J Littri.17(3):118–123.

Harni R, Munif A, Supramana, Mustika I. 2007. Pemanfaatan bakteri endofit untuk mengendalikan nematoda peluka akar (Pratylenchus brachyurus) pada tanaman nilam. J HAYATI J Biosci. 14(1):7–12.

Hidayati U, Chaniago IA, Munif A, Siswanto, Santosa DA. 2014. Potency of plant growth promoting endophytic bacteria from rubber plants (Hevea brasiliensis Mill. Arg.) J Agronomy. 13(3):147–152. DOI: http://dx.doi.org/10.3923/ja.2014.147.152.

Izumi H. 2011. Diversity of endophytic bacteria in forest trees. Di dalam: Pirttila AM, Frank AC, editor. Endophytes of Forest Trees.Verlag Berlin Heidelberg (DE): Springer. hlm 95–105. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/978-94-007-1599-8_6.

Khaeruni A, Rahman A. 2012. Penggunaan Bakteri kitinolitik sebagai agens biokontrol

185

Page 8: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Munif et al.

penyakit busuk batang oleh Rhizoctonia solani pada tanaman kedelai. J Fitopatol Indones 8(2):37–43.

Khianngam S, Techakriengkrai T, Raksasiri BV, Kanjanamaneesathian M, Tanasupawat S. 2013. Isolation and screening of endophytic bacteria for hydrolytic enzymes from plant in mangrove forest at Pranburi, Prachuap Khiri Khan, Thailand. Di dalam: Schneider C, Leifert C, Feldmann F, editor. Endophytes for Plant Protection: The State of The Art. Berlin (DE): Deutsche Phytomedizinische Gesellschaft, Braunschweig. hlm.279–284.

Lopez BR, Tinoco-Ojanguren C, Bacilio M, Mendoza A, Bashan Y. 2012. Endophytic bacteria of the rock-dwelling cactus Mammillaria fraileana affect plant growth and mobilization of elements from rocks. Environmental and Experimental Botany. 81(2012):26–36. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.envexpbot.2012.02.014.

Munif A, Harni R. 2011. Keefektifan bakteri endofit untuk mengendalikan nematoda parasit Meloidogyne incognita pada tanaman lada. Buletin Ristri. 2(3):377–382.

Munif A, Hallmann J, Sikora RA. 2013. The Influence of endophytic bacteria on Meloidogyne incognita infection and tomato plant growth. J ISSAAS. 19 (2): 68–74.

Munif A, Wiyono S, Suwarno. 2012. Isolasi bakteri endofit asal padi gogo dan potensinya sebagai agens biokontrol dan pemacu pertumbuhan. J Fitopatol Indones. 8(3):57–64.

Nongkhlaw FM, Joshi SR. 2014. Epiphytic and endophytic bacteria that promote growth of ethnomedicinal plants in the subtropical forests of Meghalaya, India. Rev Biol Trop 62(4):1295-308. DOI: http://dx.doi.org/10.15517/rbt.v62i4.12138.

Oostendorp M, Sikora RA. 1990. In-vitro interrelationship between rhizosphere bacteria and Heterodera schachtii. Rev. Nematol. 13:269–274.

Reitz M, Rudolph K, Schroeder I, Hoffmann-Hergarten S, Hallmann J, Sikora RA. 2000. Lipopolysccharides of Rhizobium etli G12 act in potato root as an inducing agent of systemic resistance to infection by the cyst nematode Globodera pallida. Applied and Environ. Microbiol 66(8):3515–3518. DOI: http://dx.doi.org/10.1128/AEM.66.8.3515-3518.2000.

Rosya A. 2015. Keefektifan limbah Brassica sebagai biofumigan dalam pengendalian nematoda puru akar (Meloidogyne sp.) pada tanaman tomat. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

186

Page 9: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

Volume 11, Nomor 6, Desember 2015Halaman 187–195

DOI: 10.14692/jfi.11.6.187ISSN: 0215-7950

*Alamat penulis korespondensi: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Jalan Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111Tel: 0251-8337975, Faks: 0251-8338820; Surel: [email protected]

Identifikasi Gen elF4G asal Oryza rufipogon pada Padi Varietas Inpari HDB dan Inpari Blas

Identification of eIF4G Gene of Oryza rufipogon origin on Rice Varieties Inpari HDB and Inpari Blas

Ifa Manzila* dan Tri Puji PriyatnoBalai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi

dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor 16111

ABSTRAK

Aksesi padi liar Oryza rufipogon diketahui memiliki gen ketahanan terhadap penyakit tungro yang telah dimanfaatkan untuk perakitan varietas padi tahan tungro khususnya terhadap rice tungro spherical virus (RTSV). Namun hingga saat ini gen pengendali sifat ketahanan tersebut belum teridentifikasi. Gen putatif yang terkait dengan sifat ketahanan terhadap RTSV sudah diidentifikasi pada varietas Utri Merah sebagai eukaryote Translation Initiation Factor 4 Gamma (eIF4G). Penelitian bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi gen eIF4G pada varietas-varietas Inpari HDB dan Inpari Blas menggunakan primer spesifik yang dirancang berdasarkan runutan basa nukleotida gen eIF4G varietas Utri Merah. Gen diamplifikasi dengan metode PCR dan DNA hasil amplifikasi dirunut serta dianalisis secara in silico. Ketahanan varietas Inpari HDB, Inpari Blas, dan O. rufipogon terhadap 3 isolat virus tungro diuji dalam percobaan rumah kaca. Pengujian dilakukan sesuai standar international rice testing nursery menurut IRRI. Kedua varietas dan O.rufipogon menunjukkan respons tahan terhadap infeksi virus tungro. PCR menggunakan primer spesifik gen eIF4G berhasil mengamplifikasi target gen berukuran ~300 pb pada 2 varietas Inpari dan tetuanya (O. rufipogon). Analisis runutan DNA gen eIF4G menunjukkan homologi mencapai 100% diantara varietas Inpari HDB, Inpari Blas, dan O. rufipogon; dan 93% terhadap gen eIF4G varietas Utri Merah. Berdasarkan penjajaran nukleotida ditemukan delesi sebanyak 4 nukleotida dan 16 nukleotida yang berbeda antara Utri Merah dengan 2 varietas Inpari dan O .rufipogon. Perbedaan nukleotida tersebut mengakibatkan ada 1 delesi asam amino dan 4 asam amino yang berbeda pada 2 varietas Inpari dan O. rufipogon dibandingkan dengan Utri Merah.

Kata kunci: eukaryotic translation initiation factor4 gamma, gen ketahanan resesif, tungro.

ABSTRACT

Wild rice accession Oryza rufipogon is known as a source of tungro resistance genes and has been used to develop tungro resistant varieties, especially against rice tungro spherical virus (RTSV). However the genes have not been identified yet. Previously, an eukaryotic Translation Initiation Factor (eIF4G) was identified as a putative gene associated with recessive resistance gene against RTSV in Utri Merah variety. The research was aimed to detect and identify the eIF4G gene on rice var. Inpari HDB and var. Inpari Blas using specific primer that was designed based on Utri Merah eIF4G gene sequences. The resistance respons of both Inpari varieties and O.rufipogon against 3 tungro virus isolates were conducted in the green house trial. Assays were done based on international rice testing nursery according to IRRI. The eIF4G gene is amplified by PCR and the amplicon was directly sequenced, then analysed in silico. The results showed that all 3 varieties are classified as resistant against tungro virus

187

Page 10: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Manzila dan Priyatno

isolates. PCR was successfully amplified the eIF4G gene with size ~300 bp in both of varieties and their parent O. rufipogon. The nucleotides homology of eIF4G among those 2 varieties and O. rufipogon is up to 100%, while the homology to Utri Merah was 93%. There were 4 nucleotides deletion and 16 nucleotides differences between Utri Merah and those 2 varieties and O. rufipogon, respectively. Those nucleotide differences lead to deletion of 1 amino acid and 4 amino acids different between both Inpari varieties and O.rufipogon in comparison with corresponding amino acid in Utri Merah.

Key words: eukaryotic translation initiation factor 4 gamma, recessive resistance gene, tungro

PENDAHULUAN

Penyakit tungro sudah lama dikenal sebagai salah satu penyakit penting pada tanaman padi di Indonesia. Rata-rata luas serangan tungro dalam 10 tahun terakhir mencapai 10 861 ha dan puso 227 ha, dengan luas serangan tertinggi terjadi pada tahun 2011 yang mencapai 16 027 ha dan puso 392 ha (Ditlin 2015). Penyakit tungro merupakan penyakit yang sangat kompleks karena penyebab penyakit melibatkan dua jenis virus yang berbeda, yaitu Rice tungro bacilliform virus (RTBV; Badnavirus) dan Rice tungro sphaerical virus (RTSV; Waikavirus) (Cruz et al. 1999).

Berbagai upaya pengendalian penyakit tungro secara fisik dan kimia telah dilakukan, tetapi pengendalian dengan varietas tahan dianggap yang paling efektif (Darajat et al. 2004). Beberapa varietas padi tahan tungro sudah dilepas, seperti Tukad Unda, Tukad Petanu, Tukad Balian, Kalimas, dan Bondoyudo (Darajat et al. 2004; Ladja dan Widiarta 2012). Namun varietas tersebut bersifat spesifik lokasi (Ladja dan Widiarta 2012) sehingga tidak berkembang luas di masyarakat. Kebanyakan varietas elit yang berkembang di sentra-sentra produksi padi ialah varietas yang tidak tahan tungro. Oleh karena itu, perbaikan sifat ketahanan varietas elit perlu dilakukan.

Sumber gen tahan tungro sudah banyak diketahui dari sejumlah plasma nutfah padi lokal, seperti Cempa Siam, Cempo Nyonya, Horeng, Kangkungan, dan Mayang Terurai (BB Padi 2010), meski belum jelas mekanisme sifat ketahanannya. Aksesi padi liar Oryza rufipogon, O. officinalis, O. longistaminata, dan O. ridleyi diidentifikasi

memiliki gen ketahanan terhadap tungro (Kobayashi et al. 1993; Angeles et al. 2008). Khush et al. (2004) telah menggunakan O. rufipogon untuk merakit varietas Matatag 9 yang tahan tungro dari hasil persilangannya dengan IR64 di Filipina. Menurut Shibata et al (2007), ketahanan yang diturunkan dari O. rufipogon pada Matatag 9 adalah kombinasi sifat tahan terhadap serangga vektor melalui mekanisme antibiosis dan toleransi terhadap RTSV. Di Indonesia, 2 Varietas Unggul Baru (VUB) padi (Inpari HDB dan Inpari Blas) hasil persilangan O. rufipogon dan IR64 juga dilaporkan tahan tungro (Manzila et al. 2013). Tetapi gen ketahanan tungro dari O. rufipogon belum diidentifikasi hingga saat ini.

Pada varietas Utri Merah yang tahan RTSV, sifat ketahanannya dikendalikan oleh gen monogenik resesif yang berlokasi pada kromosom 7 (Choi et al. 2009). Lee et al. (2010) kemudian memetakan lebih lanjut keberadaan gen resesif tersebut dan berhasil mengidentifikasi fragmen gen resesif tungro spherical virus (tsv1) berukuran 200 kb di kawasan antara 22.05 Mb dan 22.25 Mb yang berkaitan dengan gen untuk faktor inisiasi translasi 4G (Eukaryote Translation Initiation Factor 4 Gamma: eIF4G). Keterlibatan faktor-faktor inisiasi translasi tanaman dalam mekanisme gen ketahanan resesif terhadap virus patogen sudah banyak dilaporkan (Lellis et al. 2002). Hampir setengah dari 200 gen-gen resisten tanaman terhadap virus, khususnya dari genus Potyvirus, adalah gen-gen resesif yang mengkodekan translation initiation factors (Hwang et al. 2013). Protein eIF4G dilaporkan berinteraksi dengan genom-linked viral proteins (Vpg) dari Potyvirus yang memanfaatkan interaksi ini untuk proses infeksinya pada sel inang (Kang et al

188

Page 11: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Manzila dan Priyatno

2005; Miyoshi et al. 2006; German-Retana et al. 2008). Gangguan pada interaksi antara faktor translasi dan Vpg Potyvirus menjadi mekanisme dasar sifat ketahanan gen-gen resesif (Leonard et al. 2000; Yeam et al. 2007).

Penelitian ini bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi gen pengendali faktor inisiasi translasi 4G pada varietas Inpari HDB dan Inpari Blas dari turunan O. rufipogon. Artikel ini merupakan laporan pertama terkait faktor inisiasi translasi dari O. rufipogon yang diduga berperan penting pada sifat ketahanan RTSV terhadap varietas Inpari HDB dan Inpari Blas.

BAHAN DAN METODE

Uji Ketahanan Tanaman PadiTanaman padi yang digunakan untuk

identifikasi gen ketahanannya terhadap tungro ialah var. Inpari HDB, Inpari Blas dan padi liar O. rufipogon (No. aksesi IRGC105491). Sebelumnya, tanaman padi tersebut telah diketahui bersifat tahan tungro berdasarkan pengujian dengan galur tungro Bogor, Sumedang dan Bali menggunakan varietas pembanding Utri Merah yang tahan dan TN1 yang rentan (Tabel 1).

Pengujian ketahanan dilakukan sesuai standar international rice testing nursery menurut IRRI (1996). Setiap tanaman uji ditanam 2 baris dengan 10 bibit per baris dan di antaranya ditanam varietas pembanding. Setelah bibit berumur 2 minggudiinfestasi 2 ekor serangga wereng hijau per tanaman yang sebelumya telah melalui periode makan akuisisi selama 24 jam pada sumber inokulum virus tungro. Pengamatan gejala dilakukan pada 15 dan 30 hari setelah inokulasi terhadap peng-hambatan tinggi tanaman, insidensi dan keparahan penyakit. Pengamatan insidensi penyakit tungro dilakukan pada semua rumpun tanaman, dan tingkat keparahan penyakit menggunakan standard evaluation system for rice (SESR) (IRRI 1996).

Ekstraksi DNA Isolasi total DNA daun padi dilakukan

dengan metode yang diadopsi dari Pitch dan

Schubert (1993). Sampel daun sehat diambil dari tanaman yang berumur 1 minggu setelah semai. Daun dipotong kecil-kecil dan digerus hingga lumat menggunakan mortar yang telah didinginkan. Ekstrak daun disuspensikan dengan 1000 µL bufer ekstraksi (0.05 M Tris-HCl, 0.05 M EDTA, 0.5 M NaCl, pH 8), 100 µL SDS 10% dan 100 µL polyvinyl pyrolidone (PVP) 10% di dalam tabung dan diinkubasi pada suhu 65 °C selama 30 menit. Selanjutnya, ditambahkan 120 µL potassium asetat 5 M pH 5.5 dan suspensi daun diinkubasi di dalam es selama 30 menit sebelum disentrifugasi pada kecepatan 10 000 rpmselama 15 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung yang baru dan ditambahkan 800 µLlarutan kloroform dan isoamilalkohol dengan perbandingan 24:1. Tabung dibolak-balikkan hingga larutan tercampur merata dan disentrifugasi kembali. Supernatan lapisan atas dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan etanol absolut dingin sebanyak 2× lipat volume supernatan. Setelah diinkubasi selama ± 1 jam di dalam lemari pendingin (-20 oC), supernatan disentrifugasi pada kecepatan 10 000 rpm selama 15 menit hingga DNA terendapkan pada bagian bawah tabung. Supernatan dibuang dan pelet DNA ditambahkan 800 µLetanol 70% lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10 000 rpm selama 15 menit.Supernatan kemudian dibuang dan pelet DNA dikeringanginkan selama ± 1 jam sebelum diresuspensi dengan 50 μL ddH2O untuk digunakan sebagai templat PCR.

Perancangan PrimerGen eIF4G (no. aksesi BAD30897)

berukuran 5571 pb yang terdiri atas 5 ekson(4503 pb) dan 4 intron (1068 pb) (NCBI 2015). Ekson sepanjang 4503 pb mengkode protein eIF4G yang terdiri atas 1501 asam amino. Pasangan primer SF (5’-ATTGTTGCCTCAGAGAGTCTTG-3’) (posisi nt 2144-2166) dan SR (5’-GGACTTGGTGATCAACAACTT-3’) (posisi nt 2439-2418) dirancang dari runutan gen ketahanan pada Utri Merah. Letak primer pada ekson ke-3 dari gen eIF4G diantara posisi nukleotida 2144-2439 (Gambar 1a).

189

Page 12: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Manzila dan Priyatno

Ekspektasi DNA hasil amplifikasi adalah ± 294 pb (~300 pb pada elektroforesis), mengkodekan 98 asam amino pada posisi asam amino 721-818 dari protein eIF4G (Gambar 1b).

Amplifikasi Gen eIF4GAmplifikasi gen eIF4G dengan PCR

menggunakan pasangan primer spesifik SF dan SR. Reaksi PCR dilakukan pada volume total 20 μL yang mengandung 1 µL bufer PCR 10×, 1.5 µL MgCl2 50 mM, 0.5 μL dNTP 10 mM, primer forward dan reverse 100 nM masing-masing 1 μL , 1 μL DNA 200 ng, 0.5 μL Taq polymerase (5 U µL-1), dan ddH2O sampai volume total reaksi 20 µL. Proses amplifikasi gen dengan program PCR sebanyak 30 siklus dilakukan sebagai berikut, pradenaturasi pada suhu 94 °C selama 10 menit, denaturasi pada suhu 94 °C selama 1 menit, aneling pada suhu 60 °C selama 45 detik, pemanjangan pada suhu 72 °C selama 1 menit, dan pasca pemanjangan primer pada suhu 72 °C selama 10 menit. Hasil amplifikasi gen dielektroforesis dalam larutan bufer TAE dengan tegangan 90 volt selama 30 menit, lalu pita DNA divisualisasi menggunakan UV Transilluminator setelah direndam dalam larutan etidium bromida 0.1% (w/v) selama 15 menit.

Perunutan DNA .Pita DNA hasil PCR berukuran ~300 pb

diisolasi dari gel agarosa dan dipurifikasi menggunakan kit Agarose Gel DNA

Extraction (Qiagen, USA) sesuai protokol. DNA hasil purifikasi dirunut di First Base di Singapura. Pita DNA yang dirunut berasal dari hasil amplifikasi DNA var. Inpari HDB, Inpari Blas dan O. rufipogon menggunakan primer SF dan SR.

Analisis in silicoAnalisis in silico runutan DNA dilakukan

dengan aplikasi online. Analisis tingkat kesetaraan runutan dilakukan menggunakan database dalam server NCBI BLAST (http://www.ncbi.nlm.nih.gov). Analisis multiple aligment dilakukan dengan server ClustalW (h t tp : / /www.ch.embnet .org/sof tware /ClustalW.html) dan Boxshade (http://www.ch.embnet.org/software/BOX_form.html), sedangkan analisis motif dan domain protein dilakukan menggunakan sejumlah aplikasi yang tersedia di Exspassy tools (http://www.expasy.org/tools).

HASIL

Respons ketahanan var. Inpari HDB, Inpari Blas dan O.rufipogon terhadap infeksi 3 isolat tungro menunjukkan respons tahan jika dibandingkan dengan TN1 (Tabel 1).

Hasil PCR menunjukkan bahwa pasangan primer SF/SR berhasil mengamplifikasi fragmen DNA gen eIF4G dari genom padi var. Inpari HDB, Inpari Blas, O. rufipogon, dan Utri Merah, kecuali TN1. Produk PCR berupa pita tunggal DNA yang berukuran ~300 pb

190

Gambar 1 a. Skematika gen eIF4G dan; b, protein eIF4G dari O. sativa grup Japonica (No. akasesi BAD30897).

Asam amino

Domain protein

b

Target asamamino

Ekson Intron

Nukleotida 2144 2439

Target primer SF SR

a

Nukleotida

Ekson Intron

Target primer

Page 13: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Manzila dan Priyatno

sesuai dengan ekspektasi ukuran DNA target (Gambar 2).

Analisis runutan DNA gen eIF4G terhadap basis data gen di Genbank dengan BLAST menunjukkan bahwa fragmen tersebut merupakan runutan nukleotida parsial dari gen eIF4G dengan tingkat homologi 93% terhadap gen var. Utri Merah, NIL TW16 (turunan Utri Merah), var. TN1, dan O. sativa group Japonica (Tabel 2). Tingkat homologi gen tersebut di antara Inpari HDB, Inpari Blas dan O. rufipogon mencapai 100%.

Hasil analisis penyejajaran menunjukkan bahwa gen eIF4G dari Inpari HDB dan Inpari Blas tidak berbeda dengan gen eIF4G dari O. rufipogon. Hal ini mengonfirmasi bahwa gen eIF4G pada Inpari HDB dan Inpari Blas berasal dari O. rufipogon yang menjadi salah satu tetuanya (Gambar 3; Gambar 4). Fragmen tersebut diduga bukan dari IR64 yang juga merupakan tetua Inpari HDB dan Inpari Blas karena pasangan primer SF/SR tidak mampu mengamplifikasi gen tersebut dari genom IR64 (Data tidak ditampilkan).

Perbandingan antara Utri Merah dan O. japonica, dengan gen eIF4G O. rufipogon menunjukkan ada 4 delesi nukleotida; 3 nukleotida pada posisi 2173-2175 dan 1 nukleotida pada posisi 2428-2429 dan 16 titik mutasi pada runutan nukleotida. Hal ini menyebabkan delesi 1 asam amino dan perbedaan 4 asam amino pada kedua varietas inpari dan O. rufipogon (Gambar 3; Gambar 4). Protein eIF4G O. rufipogon mengalami delesi asam amino serin (S) posisi 671 dan mutasi alanin/valin (A/V) posisi 673, treonin/alanin (T/A) posisi 723, glutamine/prolin (Q/P) posisi 742, dan isoleusin/prolin (I/V) posisi 754 (Gambar 4).

PEMBAHASAN

Gen ketahanan tungro pada O. rufipogon sudah lama dilaporkan (Shibata et al. 2007) dan digunakan sebagai sumber gen dalam perakitan varietas tahan tungro, seperti Matatag di Filipina (Khush et al. 2004), Inpari HDB, dan Inpari Blas Indonesia (Manzila et al. 2013), tetapi gen yang berperan terhadap sifat ketahanan tersebut belum diketahui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen eIF4G diduga menjadi salah satu gen penting yang berperan pada sifat ketahanan terhadap tungro pada O. rufipogon yang telah diturunkan pada kedua varietas padi tersebut. Fragmen gen ini sama dengan yang telah dilaporkan oleh Lee et al. (2010) pada Utri Merah, tetapi tingkat homologinya 93%. Ditemukan ada dilesi dan sejumlah perbedaan nukleotida tunggal pada gen eIF4G O. rufipogon dibandingkan dengan eIF4Gtsv1 dari Utri Merah dan O. japonica.

191

Gambar 2 Hasil elektroforesis gen eIF4G yang diampilifikasi dengan pasangan primer SF dan SR pada gel agarosa. M, Marker 100 pb; 1, Inpari HDB; 2, Inpari Blas; 3, Uthri Merah; 4, Oryza rufipogon; 5, TN1.

1 2 3 4 5 M

300 pb

500 pb

Varietas Isolat tungro ReaksiSumedang Bogor BaliInpari HDB 1.0 0.8 2.6 TahanInpari Blas 1.0 1.6 1.2 TahanUtri Merah 1.0 1.0 1.0 TahanOryza rufipogon 1.0 1.0 1.0 TahanTN1 8.6 8.6 7.8 Rentan

Tabel 1 Skor keparahan penyakit tungro pada var. Inpari HDB dan Inpari Blas

Page 14: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Manzila dan Priyatno

No. Aksesi Deskripsi Identitas maksimum

GQ203289 Runutan parsial CDS gen eukaryotic translation initiation factor 4g dari Oryza sativa grup Indica (Utri Merah 16682) 93%

GQ203290 Runutan parsial CDS gen eukaryotic translation initiation factor 4g dari Oryza sativa grup Indica (Kultivar TW16) 93%

GQ203288 Runutan parsial CDS gen eukaryotic translation initiation factor 4g dari Oryza sativa grup Indica (Taichung Native 1) 93%

BAD30897 Putative eukaryotic translation initiation factor 4G dari Oryza sativa grup Japonica 93%

AK069301 Oryza sativa Japonica grup cDNA clone: J023014L06 93%

Tabel 2 Analisis nukleotida gen ketahanan dari padi varietas Inpari HDB, Inpari Blas, dan O. rufipogon menggunakan program BLAST N

192

Gambar 3 Hasil analisis penyejajaran runutan nukleotida gen eIF4G dengan software Clustal W.

Gambar 4 Hasil analisis penyejajaran runutan asam amino protein eIF4G dengan software Clustal W.

Page 15: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Manzila dan Priyatno

Gen eIF4G merupakan house keeping gene yang ada pada semua organisme eukariot (Patrick and Browning 2012). Peran utama protein yang dikodekan oleh gen eIF4G di dalam sel tumbuhan ialah untuk menginisiasi proses translasi protein dan pengaturan ekspresi sejumlah gen (Marintchev dan Wagner 2005). Protein eIF4G diperlukan oleh mRNA untuk membentuk ikatan dengan subunit ribosomal 40S dan memindai 5’-untranslated region mRNA hingga ditemukannya start codon. Tetapi sejumlah virus dilaporkan memanfaatkan eIF4G untuk proses translasi dan ekspresi genomnya dalam melengkapi proses siklus hidup dan infeksi inangnya (Hwang et al. 2013). Sebagai parasit obligat dengan struktur partikel yang sangat sederhana, virus tidak memilki kelengkapan organel untuk bisa hidup secara mandiri sehingga harus tergantung pada inang (Nagy dan Pogany 2011). Untuk melengkapi keseluruhan siklus hidupnya, virus patogen dari genus Potyvirus menggunakan protein eIF4G untuk membantu proses transkripsi dan translasi genomnya. Menurut Lellis et al. (2002) ada 3 mekanisme pemanfaatan protein eIF4G oleh virus patogen, yaitu inisiasi proses translasi, stabilisasi genom virus, dan proses lalu lintas partikel virus di dalam sel (intracellular trafficking).

Mutasi pada gen eIF4G O. rufipogon diduga menyebabkan perubahan interaksi antara RTSV dengan inangnya. Virus patogen tidak mampu lagi mengenali protein eIF4G inang yang menjadi target untuk membantu dalam proses infeksinya. Albar et al. (2006) melaporkan polimorfisme nukleotida tunggal pada gen RMYV1 yang mengodekan eIF(iso)4G dari padi O. sativa Gigante dan O. glaberima yang tahan terhadap Rice yellow mottle virus (RYMV) dibandingkan tanaman yang rentan. Pada Arabidopsis thaliana, mutasi pada gen eIF4Gcum2 mengakibatkan CMV tidak mampu bereplikasi meski mutasinya hanya berupa substitusi (Yoshii et al. 2004)

Protein eIF4G dari O. sativa Japonica (no. aksesi BAD30897) memiliki 5 domain utama, yaitu middle portion of eIF4G (MIF4G), methyl adenine (MA-3), Phosphatidylinositol-specific

phospholipase X-box (PIPLC-X), t-SNARE coiled-coil homology (T_SNARE) dan GLU_RICH Glutamic acid-rich (GLU-Rich) (Sasaki et al. 2002). Dua domain terpanjang ialah MIF4G pada posisi asam amino 892-1115 yang berfungsi untuk mengikatkan RNA dengan protein eIF4A dan MA-3 pada posisi asam amino 1313-1427 yang merupakan situs pengikatan kedua. Tetapi fragmen gen yang berhasil diamplifikasi dengan primer SF/SR berada diluar 5 domain tersebut dan memiliki motif protein yang terkait dengan fosforilasi kinase (serin/treonin) dan Arg-Gly-Asp (RGD)-cell attachment. Motif fosforilasi kinase enzim kinase dalam mengkatalis reaksi fosforilasi terhadap jenis protein tertentu pada residu serina/treonina termasuk faktor transkripsi yang terdapat pada inti sel (Zhao et al. 2007). Motif Arg-Gly-Asp (RGD)-cell attachment berfungsi mengenali reseptor integrin dalam proses interaksi sel patogen

Berdasarkan penelitian ini, gen eIF4G berhasil dideteksi dan diidentifikasi dari varietas Inpari HDB, Inpari Blas dan O. rufipogon dengan homologi nukleotida gen parsial mencapai 100%. Gen ini diduga kuat berperan dalam sifat ketahanan kedua varietas terhadap infeksi RTSV. Namun belum diketahui mekanisme gen eIF4G yang terdelesi dan ada polimorfisme nukleotida tunggal mampu menghambat infeksi RTSV, sebagai salah satu penyebab penyakit tungro pada varietas Inpari HDB dan Inpari Blas. Selain itu belum diketahui apakah gen eIF4G menjadi satu-satunya gen yang berperan terhadap sifat ketahanan terhadap tungro atau ada peran gen-gen lainnya, sehingga sifat durability ketahanan Inpari HDB dan Inpari Blas dapat diketahui. Oleh karena itu kajian yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk mengetahui peran penting gen tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dibiayai dari DIPA Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen) TA. 2015 dengan nomor DIPA 1798.001.003. Terima kasih disampaikan

193

Page 16: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Manzila dan Priyatno

kepada Ida Hanarida Soemantri dan Dwinita Wikan Utami yang telah memberikan material penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Albar L, Bangratz-Reyser M, Hèbrard E, Ndjiondjop MN, Jones M, Ghesquière A. 2006. Mutations in the eIF(iso)4G translation initiation factor confer high resistance of rice to Rice yellow mottle virus. Plant J. 47: 417-426. DOI: http://dx.doi.org/10.1111/j.1365-313X.2006.02792.x.

Angeles ER, Cabunagan RC, Tabien RE, Khush GS. 2008. Resistance to tungro vectors and viruses. Di dalam: Tiongco ER, Angeles ER, Sebastian LS, editor. Rice Tungro Virus Disease: A Paradigm in Disease Management. Science City of Munoz, Nueva Ecija (PH): Philippine Rice Research Institute and Honda Research Institute Japan Co. Ltd. hlm 117-141.

Balai Besar Padi. 2010. Laporan tahunan hasil penelitian. Sukamandi (ID). Balai Besar Padi.

Choi IR, Cabauatan PQ, Cabunagan RC. 2009. Rice Tungro Disease. Rice Fact Sheet, IRRI, Sep. 2009: 1–4.

Cruz FCStA, Boulton MI, Hull R, Azzam O. 1999. Agroinoculation Allows the Screening of Rice for Resistance to Rice Tungro Bacilliform Virus. J Phytopathol. 147(11–12):653–659. DOI: http://dx.doi.org/10.1046/j.1439-0434.1999.00452.x.

Darajat AA, Widiarta IN, Jumanto H. 2004. Prospek perbaikan varietas padi tahan virus tungro dan serangga wereng hijau. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Status Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional; Sept 7–8 2004; Makassar (ID): Pusat Puslitbangtan, Badan Litbang Pertanian. Hlm 27–35.

[Ditlin] Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2015. Luas serangan OPT utama pada tanaman padi. www.tanamanpangan.pertanian.go.id. [diakses tanggal 1 Juni 2015.].

Ladja FT, Widiarta IN. 2012. Varietas unggul baru padi untuk mengantisipasi ledakan

penyakit tungro. Iptek Tan Pangan. 7(1):18–24.

German-Retana S, Walter J, Le Gall O. 2008. Lettuce mosaic virus: from pathogen diversity to host interactions. Mol Plant Pathol. 9: 127–136. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/MPMI.2001.14.6.804.

Hwang JN, Chang SO, Kang BC. 2013. Translation elongation factor1B(eEF1B) is an essential host factor for Tobacco mosaic virus infection in plants. Virology. 439: 105–114. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.virol.2013.02.004.

IRRI. 1996. Standard evaluation system for rice. Los Banos (PH): IRRI.

Kang BC, Yeam I, Jahn MM. 2005. Genetics of plant virus resistance. Annu Rev Phytopathol. 43:581–621. DOI: ht tp: / /dx.doi .org/10.1146/annurev.phyto.43.011205.141140.

Kobayashi N, Ikeda R, Vaughan DA. 1993. Resistance to rice tungro viruses in wild species of rice (Oryza spp.). Jpn J Breed. 43:247–255. DOI: http://dx.doi.org/10.1270/jsbbs1951.43.247.

Khush GS, Angeles E, Virk PS, Brar DS. 2004. Breeding rice for resistance to tungro virus at IRRI SABRAO. J Breed Gen. 6(2):101–106.

Lee JH, Muhsin M, Atienza GA, Kwak DY, Kim SM, De Leon TB, Angeles ER, Coloquio E, Kondoh H, Satoh K, Cabunagan RC, Cabauatan PQ, Kikuchi S, Leung H, Choi IR. 2010. Single nucleotide polymorphisms in a gene for translation initiation factor (eIF4G) of rice (Oryza sativa) associated with resistance to Rice tungro spherical virus. Mol Plant Microb Interact. 23(1):29–38.DOI: http://dx.doi.org/10.1094/MPMI-23-1-0029.

Lellis AD, Kasschau KD, Whitham SA, Carrington JC. 2002. Loss-of-susceptibility mutants of Arabidopsis thaliana reveal an essential role for eIF(iso)4E during potyvirus infection. Curr Bio. 12:1046–1051. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/S0960-9822(02)00898-9.

Leonard S, Plante D, Wittmann S, Daigneault N, Fortin MG, Laliberte JF. 2000. Complex

194

Page 17: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Manzila dan Priyatno

formation between potyvirus VPg and translation eukaryotic initiation factor 4E correlates with virus infectivity. J Virol. 74(17):7730–7737. DOI: http://dx.doi.org/10.1128/JVI.74.17.7730-7737.2000.

Manzila 1, TP Priyatno, I Hanarida. 2013. Ketahanan galur padi hibrida potensi hasil tinggi terhadap penyakit tungro. J Fitopatol Indones 9(3):77–83. DOI: http://dx.doi.org/10.14692/jfi.9.3.77.

Marintchev A, Wagner G. 2005. eIF4G and CBP80 share a common origin and similar domain organization: implications for the structure and function of eIF4G. Biochem 44(37):12265–12272. DOI: http://dx.doi.org/10.1021/bi051271v.

Miyoshi H, Suehiro N, Tomoo K, Muto S, Takahashi T, Tsukamoto T, Ohmori T, Natsuaki T. 2006. Binding analyses for the interaction between plant virus genome-linked protein (VPg) and plant translational initiation factors. Biochimie. 88: 329–340. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.biochi.2005.09.002.

Nagy PD, Pogany J. 2011. The dependence of viral RNA replication on co-opted host factors. Nat Rev Microbiol. 10(2):137–149. DOI: http://dx.doi.org/10.1038/nrmicro2692.

Patrick RM, Browning KS. 2012. The eIF4F and eIFiso4F complexes of plants: an evolutionary perspective. Com Funct Genom. 12:1–12. DOI: http://dx.doi.org/10.1155/2012/287814.

Pitch U, Schubert I. 1993. Midiprep method for isolation of DNA from plants with

high content of polyphenolics. Nucleic Acids Res. 21: 3328. DOI: http://dx.doi.org/10.1093/nar/21.14.3328.

Sasaki T, Matsumoto T, Katayose Y. 2002. Oryza sativa Nipponbare (GA3) genomic DNA, chromosome 7, BAC clone: OSJNBa0058I18. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/protein/BAD30897 [diakses 10 Jul 2015].

Shibata Y, Cabunagan RC, Cabauatan PQ, Choi IR. 2007. Characterization of Oryza rufipogon–derived resistance to tungro disease in rice. Plant Dis. 91(11): 1386–1391. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-91-11-1386.

Yeam I, Cavatorta JR, Ripoll DR, Kang BC, Jahn MM. 2007. Functional dissection of naturally occurring amino acid substitutions in eIF4E that confers recessive potyvirus resistance in plants. Plant Cell. 19(9):2913–2928. DOI: http://dx.doi.org/10.1105/tpc.107.050997.

Yoshii M, Nishikiori M, Tomita K, Yoshioka N, Kozuka R, Naito S, Ishikawa M. 2004. The Arabidopsis Cucumovirus Multiplication 1 and 2 loci encode translation initiation factors 4E and 4G. J Virol. 78(12):6102–6111. DOI: http://dx.doi.org/10.1128/JVI.78.12.6102-6111.2004.

Zhao X, Mehrabi R, Xu JR. 2007. Mitogen-activated protein kinase pathways and fungal pathogenesis. Eukar Cell. 6(10): 1701–1714. DOI: http://dx.doi.org/10.1128/EC.00216-07.

195

Page 18: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

Volume 11, Nomor 6, Desember 2015Halaman 196–204

DOI: 10.14692/jfi.11.6.196ISSN: 0215-7950

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362; surel: [email protected]

Penghambatan Fusarium oxysporum oleh Kultur Filtrat Bakteri Endofit dari Tanaman Kedelai secara in Vitro

In Vitro Inhibition of Fusarium oxysporum by The Filtrate Culture of Endophytic Bacteria from Soybean

Novi Malinda, Bonny Poernomo Wahyu Soekarno*, Titiek Siti YulianiInstitut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Salah satu kendala dalam penyediaan benih kedelai yang bermutu ialah adanya patogen terbawa benih yang dapat menjadi sumber penyakit pada tanaman di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bakteri potensial dan kultur filtratnya dalam menghambat cendawan patogen terbawa benih kedelai, yaitu Fusarium oxysporum. Hasil isolasi bakteri endofit tanaman kedelai menunjukkan bahwa dari 48 isolat yang nonpatogenik terdapat 3 bakteri endofit potensial yang dapat menghambat F. oxysporum secara in vitro. Bakteri endofit dengan kode EDA 3, EBA 6, dan EBA 7 memiliki daya penghambatan sebesar 60.14, 57.69, 57.08% secara berturut-turut. Kultur filtrat bakteri endofit EBA 7 menunjukkan daya hambat tertinggi, yaitu sebesar 34.88%. Dengan demikian ketiga isolat bakteri endofit tersebut berpotensi untuk digunakan sebagai agens penghambat pertumbuhan F. oxysporum.

Kata kunci: benih kedelai, cendawan terbawa benih, mutu benih

ABSTRACT

Seed borne pathogen play an important role as source of inoculum for disease incidence in the field and it becomes a major constraint in certified seed production. Research was conducted to isolate potential endophytic bacteria from soybean plants and evaluate its culture filtrate for inhibition effect of seedborne fungi on soybean seed, i.e. Fusarium oxysporum. The result showed that out of 48 endophytic bacteria isolates that were nonpathogenic, there were 3 potential isolates that can inhibit the growth of F. oxysporum, i.e. EDA 3, EBA 6, and EBA 7 with percent inhibition of 60.14%, 57.69%, and 57.08%, respectively. The filtrate culture of EBA 7 showed the highest inhibition (34.88%) by in vitro test. Therefore, those 3 isolates of endophytic bacteria might be used as biocontrol agent to inhibit the growth of F. oxysporum.

Key words: seedborne fungi, seed quality, soya bean seed

196

Page 19: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Malinda et al.

PENDAHULUAN

Kedelai merupakan salah satu tanaman sumber protein yang penting di Indonesia. Pada tahun 2012, produksi dalam negeri hanya mampu menyediakan 29% dari konsumsi total (Bappenas 2014). Produktivitas kedelai menurun disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya ialah perkembangan penyakit yang disebabkan oleh patogen terbawa benih. Cendawan patogen terbawa benih yang umum menyerang benih kedelai ialah Phomopsis sp., Penicillium sp., Aspergillus sp., Cercospora sp., Alternaria sp., Fusarium sp., dan Colletotrichum dematium var. trucata (McGee dan Nyvall 2008; Wain-Tassi et al. 2011). Di Provinsi Sumatera Utara diketahui bahwa cendawan patogen terbawa benih yang menginfeksi benih kedelai ialah C. dematium, C. kikuchi, Macrophomia sp., C. casiicola, P. sojae, Botryodiplodia sp., Peronospora sp., Rhizoctonia solani, Phoma sp., Fusarium spp., F. oxysporum, F. moniliforme, F. equisetii, dan F. semitectum (UPT BPSB Sumatera Utara 2013).

Genus Fusarium merupakan cendawan patogen yang sering menyerang kedelai mulai masa persemaian hingga menyebabkan gejala layu pada tanaman kedelai. Hal ini menyebabkan hasil panen menurun sehingga berdampak pada penurunan produksi kedelai. Menurut Sudantha (2010), salah satu kendala dalam pengembangan tanaman kedelai ialah serangan cendawan Fusarium oxysporum f. sp. glycine yang menyebabkan penyakit rebah kecambah dan layu. Li et al. (2008) menambahkan bahwa F. solani juga dapat menyebabkan rebah kecambah pada kedelai.

Pengendalian hayati terhadap patogen terbawa benih merupakan cara pengendalian yang sedang dikembangakan saat ini di antaranya dengan memanfaatkan bakteri endofit. Bakteri endofit dapat menstimulasi zat pengatur tumbuh, memfiksasi nitrogen, dan meningkatkan induksi ketahanan terhadap patogen tumbuhan (Dalal dan Kulkarni 2013a). Menurut Nandhini et al. (2012), bakteri endofit mampu menghasilkan senyawa yang dapat digunakan sebagai ketahanan kimia

melawan mikrob patogenik yang menginfeksi tanaman. Kultivasi bakteri endofit di bawah kondisi laboratorium dapat menghasilkan senyawa dalam jumlah besar untuk digunakan secara komersial. Bakteri endofit asal tomat memiliki senyawa siderofor, hidrogen sianida, asam salisilat dan indole acetic acid. Bakteri Pseudomonas, Bacillus, Klebsiella dan Citrobacter memiliki sifat antagonistik terhadap Fusarium sp (Nandhini et al. 2012).

Pemanfaatan bakteri endofit asal tanaman kedelai dapat digunakan sebagai agens pengendali cendawan patogen terbawa benih kedelai. Menurut penelitian Shu-Mei et al. (2008), bakteri endofit Bacillus amyloquafaciens asal tanaman kedelai mampu menghambat pertumbuhan cendawan patogen F. oxysporum sebesar 80.2–96.7% secara in vitro. Perlakuan benih dapat diberi dengan perendaman menggunakan kultur filtrat dari bakteri endofit. B. endoradicis juga ditemukan berada pada akar tanaman kedelai (Zhang et al. 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kultur filtrat bakteri endofit potensial sebagai agens hayati terhadap cendawan patogen terbawa benih kedelai F. oxysporum.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Medan, Sumatera Utara, dan Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan September 2014 hingga Juli 2015. Isolat bakteri endofit dan cendawan patogen.

Isolasi Bakteri EndofitIsolasi bakteri endofit dilakukan pada

tanaman kedelai umur 2 bulan yang diambil saat musim hujan (varietas Anjasmoro) dan musim kemarau (varietas Buluh) di lokasi yang berbeda. Varietas Buluh diperoleh dari lahan pertanaman kedelai Kecamatan Medan Labuhan sedangkan varietas Anjasmoro dari lahan pertanaman kedelai Kecamatan Tanjung Selamat, Sumatera Utara. Masing-masing

197

Page 20: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Malinda et al.

bagian akar, batang, daun dan benih kedelai disterilisasi permukaan dengan alkohol 70%, lalu NaOCl 3%. Bagian-bagian tersebut dicuci dengan air steril sebanyak 3 kali. Masing-masing bagian tanaman dan benih diletakkan pada medium triptyc soya agar (TSA) 20% sebelum dimaserasi dengan pistil dan mortar, lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Bagian tanaman masing-masing dimaserasi dan hasil maserasi diencerkan sampai 10-3 di dalam tabung reaksi berisi air steril. Sebanyak 0.1 mL hasil maserasi dituang pada medium TSA lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Bakteri yang tumbuh diamati warna, bentuk, tepi, elevasi koloni kemudian dibuat biakan murni untuk setiap bakteri yang diperoleh. Isolat yang diperoleh diuji dengan pengujian respons hipersensitif pada tanaman tembakau untuk mengetahui bakteri tersebut patogen atau nonpatogen (Nawangsih 2007).

Isolasi Cendawan Patogen Terbawa Benih Kedelai

Isolasi cendawan patogen terbawa benih kedelai dilakukan dengan metode blotter test.Benih kedelai disterilisasi permukaan dengan menggunakan NaOCl 1% selama 1 menit dan dicuci dengan air steril sebanyak 3 kali lalu dikeringanginkan. Sebanyak 10 benih ditanam pada cawan petri yang berisi kertas hisap steril dengan ulangan sebanyak 40 kali. Benih diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jamdengan penyinaran N-UV 12 jam terang dan 12 jam gelap. Inkubasi dilanjutkan dengan meletakkan benih pada ruang dengan suhu-20 °C selama 24 jam. Benih diinkubasi kembali pada suhu ruang dengan penyinaran 12 jam terang dan 12 jam gelap sampai hari ke-8 dan ke-14. Cendawan patogen yang muncul diamati dan dihitung tingkat infeksinya menggunakan rumus:

Infeksi cendawan terbawa benih = Σ benih terinfeksi

Σ benih ditanam × 100%

Cendawan yang paling tinggi tingkat infeksinya dimurnikan pada medium agar-agar dekstrosa kentang (ADK) dan diinkubasi selama 5–7 hari pada suhu ruang, kemudian dikarakterisasi dan diidentifikasi secara

makroskopis dan mikroskopis. Identifikasi patogen menggunakan buku cendawan Barnett dan Hunter (1999).

Uji Daya Hambat Bakteri Endofit secara in Vitro

Uji daya hambat bakteri endofit dilakukan dengan mengadopsi metode Suryanto et al. (2011) yang telah dimodifikasi, yaitu menggunakan metode dual kultur pada medium ADK. Cendawan patogen Fusarium sp. ditumbuhkan di tengah medium dan kertas cakram direndam di dalam suspensi bakteri endofit (108 sel mL-1) selama 30 menit dan diletakkan pada kedua tepi medium, kemudian diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Daya hambat bakteri endofit terhadap cendawan patogen dihitung menggunakan rumus:

(Y–X)Daya hambat = Y× 100%, dengan

Y, diameter koloni cendawan patogen normal (cm); dan X, diameter koloni cendawan patogen yang terhambat pertumbuhannya (cm).

Sebanyak 3 isolat bakteri yang menunjuk-kan daya hambat tertinggi (>50%) dipilih untuk diteliti dan dikarakterisasi secara morfologi.

Produksi Kultur FiltratMetode produksi kultur filtrat mengikuti

metode yang dikemukakan Elita et al. (2013) yang telah dimodifikasi. Sebanyak 1 ose inokulum dari masing-masing bakteri endofit (EBA 6, EBA 7 dan EDA 3) yang menunjukkan daya hambat tertinggi dimasukkan ke dalam 100 mL medium Mueller Hinton Broth (MHB) lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang sambil digoyang pada kecepatan 150 rpm. Suspensi medium selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3800 rpm selama 20 menit untuk mendapatkan supernatan filtrat. Hasil proses tersebut disaring dengan syringe filter berukuran pori membran sebesar 0.2 μm. Kultur filtrat selanjutnya digunakan untuk campuran medium. Kultur filtrat yang tidak digunakan disimpan dalam lemari pendingin.

198

Page 21: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Malinda et al.

Uji Daya Hambat Kultur Filtrat Bakteri Endofit

Sebanyak 20 mL kultur filtrat bakteri endofit dicampur dengan 80 mL medium ADK steril bersuhu 50 °C (untuk pengenceran 20%), selanjutnya dilakukan pengenceran 10% dan 5%. Potongan cendawan patogen (0.5 mm) diletakkan di tengah-tengah medium. Perlakuan diulang sebanyak 5 kali tiap konsentrasi. Fusarium sp. ditumbuhkan pada medium tanpa penambahan kultur filtrat sebagai kontrol negatif. Fusarium sp. ditumbuhkan pada medium dengan penambahan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% sebagai kontrol positif, selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 10 hari. Pengamatan dilakukan dengan menghitung daya hambat kultur filtrat terhadap koloni cendawan dengan rumus:

Daya hambat = d1– d2× 100%, dengand1d1, diameter koloni cendawan patogen kontrol (cm); d2, diameter koloni cendawan patogen perlakuan (cm).

HASIL

Isolat Bakteri Endofit Sebanyak 102 isolat bakteri diperoleh dari

tanaman kedelai. Jumlah isolat bakteri endofit lebih banyak diperoleh dari tanaman kedelai varietas Anjasmoro daripada varietas Buluh (lokal). Jumlah dan keragaman bakteri endofit yang diperoleh dari tanaman tergantung dari jenis tanaman, umur tanaman, faktor lingkungan dan musim. Sampel tanaman kedelai varietas Anjasmoro diambil ketika musim hujan sedangkan sampel tanaman kedelai varietas Buluh diambil ketika musim kemarau. Jumlah isolat yang berasal dari varietas Anjasmoro ialah sebanyak 73 isolat yang terdiri atas 18 isolat dari bagian akar, 28 isolat dari bagian batang, 17 isolat dari bagian daun dan 10 isolat dari bagian benih. Jumlah isolat yang berasal dari varietas Buluh ialah sebanyak 29 isolat yang terdiri atas 9 isolat dari bagian akar, 8 isolat dari bagian batang, 6 isolat dari bagian daun dan 6 isolat dari bagian benih. Hasil isolasi lebih banyak diperoleh dari bagian batang. Hasil uji

respons hipersensitif pada tanaman tembakau menunjukkan bahwa dari 102 isolat diperoleh 54 isolat bersifat patogenik dan 48 isolat bersifat nonpatogenik (Tabel 1).

Isolat Cendawan Patogen Terbawa Benih Kedelai

Hasil isolasi cendawan patogen terbawa benih kedelai menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis cendawan. Cendawan yang diperoleh ialah F. oxysporum, Aspergillus spp., A. flavus, A. niger, Penicillium sp., Curvularia sp., cendawan dengan hifa cokelat keabuan (CP1) dan cendawan berhifa cokelat (CP2). Cendawan yang paling dominan menginfeksi benih kedelai pada kedua varietas adalah F. oxysporum. Tingkat infeksi F. oxysporum pada varietas Buluh yaitu sebesar 15.25% dan pada varietas Anjasmoro yaitu sebesar 13.25% (Tabel 2). Oleh karena itu, F. oxysporum dijadikan sebagai cendawan model untuk pengujian selanjutnya.

Daya Hambat Bakteri Endofit secara in Vitro

Isolat EDA 3 merupakan kode isolat bakteri endofit yang diperoleh dari daun tanaman kedelai sedangkan kode isolat EBA 6 dan EBA 7 merupakan isolat yang diperoleh dari batang tanaman kedelai. Ketiga isolat tersebut memiliki kemampuan antibiosis yang sedang karena mampu menghambat pertumbuhan F. oxysporum (Gambar 1).

Bakteri dengan kode EDA 3 memiliki daya hambat tertinggi terhadap Fusarium sp. yaitu sebesar 60.14%, diikuti dengan EBA 6 dan EBA 7 yaitu sebesar 57.69% dan 57.08% secara berturut-turut (Tabel 3).

Daya Hambat Kultur Filtrat Bakteri Endofit

Senyawa kultur filtrat dari isolat bakteri EBA 7 dengan konsentrasi 20% memiliki daya hambat tertinggi terhadap F. oxysporum, yaitu sebesar 34.88% pada hari ke-10, diikuti oleh EDA 3 sebesar 25.53% dan daya hambat terendah dihasilkan oleh EBA 6 padakonsentrasi 5% sebesar 7.39% (Tabel 4). Daya hambat yang dihasilkan bervariasi antar

199

Page 22: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Malinda et al.

ulangan, terutama pada konsentrasi rendah (5% dan 10%). Hal ini dapat disebabkan karena cendawan mampu beradaptasi dengan kondisi medium kultur filtrat tersebut.

Isolat EBA 7 dan EDA 3 mampu meng-hambat pertumbuhan koloni F. oxysporum. Konsentrasi kultur filtrat 20% merupakan konsentrasi yang efektif menghambat F. oxysporum. Namun, daya hambat kultur filtrat isolat tersebut tidak sebaik dibandingkan dengan kontrol positif. (Gambar 2; Gambar 3).

PEMBAHASAN

Keragaman dan jumlah bakteri endofit kedelai dipengaruhi oleh fase perkembangan tanaman, faktor lingkungan (abiotik dan biotik) dan musim. Salah satu faktor penentu

yang perlu diperhatikan juga adalah musim pengambilan sampel yang berbeda (Zhang et al. 2011). Bakteri endofit asal tanaman kedelai lebih banyak diperoleh dari bagian batang dibandingkan dengan akar (Hung dan Annapurna 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri endofit asal tanaman kedelai memiliki potensi dalam menghambat cendawan patogen F. oxysporum. Tiga isolat yang berpotensi merupakan isolat dengan kode EBA 6, EBA 7 dan EDA 3. Daya hambat yang dihasilkan oleh ketiga isolat tersebut mengindikasikan bahwa adanya senyawa metabolit yang berperan dalam menekan pertumbuhan koloni cendawan.

Pada penelitian ini, jumlah isolat yang diperoleh sebanyak 102 isolat. Sebanyak 48 isolat bersifat nonpatogenik. Menurut Dudeja

Varietas Bagian Total Uji HipersensitifAkar Batang Daun Benih Positif Negatif

Buluh 9 8 6 6 29 22 7Anjasmoro 18 28 17 10 73 32 41Total Isolat 102 54 48

Tabel 1 Isolat bakteri endofit asal 2 varietas tanaman kedelai dan hasil uji hipersensitifitas

Cendawan Patogen Benih Tingkat infeksi (%)Buluh Anjasmoro

F. oxysporum 15.25 13.25Penicillium sp. 4.25 3.50Curvularia sp. 3.50 0.00Aspergillus sp. 1 0.25 4.25A.flavus 0.50 2.00A.niger 1.25 0.00CP 1 0.75 1.00CP 2 0.00 0.50

Tabel 2 Tingkat infeksi beberapa macam isolat cendawan berasal dari benih kedelai varietas Buluh dan Anjasmoro

200

a b c dGambar 1 Penghambatan pertumbuhan F. oxysporum oleh bakteri endofit di medium ADK pada umur 7 hari. a, tanpa bakteri (kontrol); b, EBA 6; c, EBA 7 dan; d, EDA 3.

Page 23: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Malinda et al.

201

Kode Isolat

Bagian tanaman Varietas Hari ke-… setelah inokulasi

2 3 4 5 6 7EAB 5 Akar Buluh 4.77 15.82 29.93 42.12 48.85 51.25EAA 8 Akar Anjasmoro 0.59 21.64 34.52 42.91 47.61 52.62EAA 12 Akar Anjasmoro 4.40 16.04 32.45 41.24 49.36 55.99EAA 17 Akar Anjasmoro 0.77 8.57 25.40 38.20 46.06 51.19EBB 3 Batang Buluh 11.76 24.63 36.47 46.95 51.69 54.07EBA 6 Batang Anjasmoro 7.23 24.63 37.45 48.21 53.16 57.69EBA 7 Batang Anjasmoro 23.64 27.63 36.85 46.92 52.63 57.08EDB 1 Daun Buluh 13.36 21.91 30.80 44.08 53.56 54.46EDA 3 Daun Anjasmoro 5.20 24.61 38.05 49.94 56.51 60.14

Tabel 3 Daya hambat bakteri endofit (%) terhadap pertumbuhan F. oxysporum pada medium ADK umur 7 hari

Perlakuan Hari ke-…. setelah inokulasi2 3 4 5 6 7 8 9 10

EBA 6 5% 10.44 d 4.81 d 1.85 d 8.88 bc 5.29 b 5.52 c 2.85 c 5.11 c 7.39 cEBA 6 10% 15.30 bcd 7.98 d 7.31 bc 11.63 bc 8.76 b 11.77 c 6.97 c 11.42 c 10.42 cEBA 6 20% 23.07 abc 24.15 bc 11.32 bc 12.40 bc 13.60 b 15.28 bc 15.61 bc 15.93 bc 17.11 bcEBA 7 5% 5.67 d 6.06 d 2.95 c 2.30 c 4.35 b 3.04 c 3.50 c 3.81 c 8.17 cEBA 7 10% 13.44 cd 8.51 d 8.24 bc 12.33 bc 12.10 b 9.30 c 9.42 c 9.60 c 14.32 cEBA 7 20% 30.70 a 31.71 ab 30.07 a 30.80 a 30.94 a 31.90 a 32.06 a 33.35 a 34.88 aEDA 3 5% 24.67 ab 15.04 cd 8.27 bc 11.17 bc 9.80 b 9.05 c 5.90 c 5.47 c 8.95 cEDA 3 10% 30.09 a 28.73 ab 17.13 b 16.60 b 12.20 b 10.26 c 9.69 c 10.37 c 15.33 bcEDA 3 20% 31.04 a 39.79 a 35.01 a 34.51 a 30.34 a 24.97 ab 23.08 ab 24.46 ab 25.53 ab

Tabel 4 Daya hambat kultur filtrat bakteri endofit (%) terhadap pertumbuhan F. oxysporum pada medium ADK umur10 hari

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Gambar 2 Penghambatan pertumbuhan F. oxysporum oleh kultur filtrat bakteri EBA 7 pada medium ADK pada umur 10 hari pada beberapa konsentrasi.

5% 10% 20% kontrol negatif kontrol positif

Gambar 3 Penghambatan pertumbuhan F. oxysporum oleh kultur filtrat bakteri EDA 3 pada medium ADK pada umur 10 hari pada beberapa konsentrasi.

5% 10% 20% kontrol negatif kontrol positif

Page 24: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Malinda et al.

et al. (2012), hasil isolasi bakteri endofit dari legum-leguman dapat lebih dari 150 isolat. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa tanaman kedelai memiliki bakteri endofit yang berpotensi dalam menghambat cendawan patogen (Dalal dan Kulkarni 2013a). Penelitian tersebut juga menunjukkan efektivitas penggunaan kultur filtrat isolat dalam menghambat pertumbuhan koloni cendawan patogen secara in vitro. Menurut Muthukumar et al. (2010), kultur filtrat bakteri endofit memiliki kemampuan dalam menekan patogen tanaman. Senyawa yang berhasil diketahui berperan dalam mengendalikan patogen adalah asam salisilat, siderofor, dan hidrogen sianida.

Dalal dan Kulkarni (2013b) melaporkan bahwa keragaman bakteri lebih tinggi terdapat pada tanaman kedelai saat fase vegetatif sedangkan jumlah populasi isolat bakteri endofit lebih tinggi terdapat dapat fase generatif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan, bahwa isolat bakteri endofit lebih banyak ditemukan pada tanaman kedelai varietas Anjasmoro yang berumur 2 bulan yaitu pada saat fase generatif. Keragaman dan jumlah populasi bakteri endofit memiliki sifat patogenik dan nonpatogenik berdasarkan uji hipersensitif pada daun tembakau. Sifat bakteri yang nonpatogenik memberikan keuntungan bagi tanaman inang. Salah satunya dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit yang disebabkan oleh patogen.

Bakteri yang memiliki kemampuan antibiosis biasanya memiliki senyawa yang dapat mengganggu pertumbuhan morfologis maupun fisologis cendawan. Menurut Purwantisari et al. (2005), ada bebarapa cara penghambatan serangan cendawan patogen oleh bakteri. Pertama, bakteri menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat mendegradasi komponen struktural cendawan. Senyawa tersebut mendegradasi dinding sel cendawan. Kedua, senyawa bioaktif juga memengaruhi permeabilitas membran sel cendawan sehingga mengganggu transportasi zat-zat yang diperlukan untuk metabolisme. Hal ini mengakibatkan metabolisme cendawan terganggu. Ketiga, senyawa yang dihasilkan

bakteri dapat berfungsi sebagai inhibitor terhadap suatu enzim yang dihasilkan oleh cendawan. Apabila enzim tersebut berperan penting dalam metabolisme cendawan, maka aktivitas enzimatik sel akan terganggu. Akibatnya akan menekan pertumbuhan cendawan. Mekanisme keempat, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh bakteri mampu menekan sintesis protein pada cendawan. Apabila sintesis protein terganggu menyebabkan cendawan kekurangan protein tertentu sehingga menyebabkan pertumbuhannya terganggu.

Menurut Kaaria et al. (2012), metabolit yang dihasilkan bakteri endofit tanaman mampu menghambat patogen. Hasil analisis menggunakan kromatografi menunjukkan bahwa senyawa metabolit yang terkandung berasal dari kelompok amida, asam, quinin, derivate indol, steroid, azole, alkohol dan hidrokarbon. Penelitian yang dilakukan oleh Muthukumar et al. (2010) memperlihatkan bahwa kultur filtrat dengan konsentrasi 15% telah mampu menghambat koloni Pythium aphanidermatum sebesar 100%. Perbedaan hasil penelitian yang diperoleh dapat disebabkan oleh isolat yang digunakan berbeda sehingga senyawa yang terkandung di dalam kultur filtrat juga berbeda. Selain itu, patogen tanaman yang diuji juga berbeda sehingga daya hambat kultur filtrat menunjukkan kemampuan yang berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultur filtrat dari bakteri endofit tanaman kedelai, yaitu isolat EBA 7 dan EDA 3, mampu menekan pertumbuhan cendawan terbawa benih (F. oxysporum) pada kondisi in vitro. Hasil ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, perlu diteliti potensi kedua bakteri endofit tersebut sebagai agens hayati untuk mengendalikan cendawan patogen terbawa benih (F. oxysporum) pada skala rumah kaca dan lapang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada Ditjen Dikti atas beasiswa pendidikan pascasarjana program BPPDN-DIKTI (Beasiswa

202

Page 25: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Malinda et al.

Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri-Direktorat Pendidikan Tinggi).

DAFTAR PUSTAKA

Amaresan N, Jayakumar V, Thajuddin N. 2013. Isolation and characterization of endophytic bacteria associated with chilli (Capsicum annum) grown in coastal agricultural ecosystem. Indian J Biotechnol. 13:247–255.

[BAPPENAS] Badan Pembangunan Nasional. 2014. Studi Pendahuluan: Rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015–2019. Jakarta (ID):BAPPENAS.

Barnett HL, Hunter BB. 1999. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. 4th Edition. Minnesota (US): APS Pr.

[BPSB IV] Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV. 2013. Laporan Tahunan: Evaluasi pelaksanaan kegiatan UPT. BPSB THP satuan kerja Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara.

Chang KF, Hwang SF, Conner RL, Ahmed HU, Zhou Q, Tumbull GD, Strelkov SE,McLaren DL, Gossen BD. 2015. First report of Fusarium proliferatum causing root rot in soybean (Glycine max L.) in Canada. Crop prot. 67: 52–58. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.cropro.2014.09.020.

Dalal J, Kulkarni N. 2013a. Antagonistic and plant growth promoting potentials of indigenous endophytic bacteria of soybean (Glycine max (L) Merril). Curr Res Microbiol Biotechnol. 1(2):62–69.

Dalal J, Kulkarni N. 2013b. Population dynamics and diversity of endophytic bacteria associated with soybean (Glycine max (L) Merril). Brit Microbiol Res J. 3(1): 96–105. DOI: http://dx.doi.org/10.9734/BMRJ/2013/2302.

Dudeja SS, Giri R, Saini R, Suneja-Madan P, Kothe E. 2012. Interaction of endophytic microbes with legumes. J Basic Microb. 52:246–260. DOI: http://dx.doi.org/10.1002/jobm.201100063.

Elita A, Saryono S, Christine J. 2013. Penentuan waktu optimum produksi

antimikroba dan uji fitokimia ekstrak kasar fermentasi bakteri endofit Pseudomonas sp. dari umbi tanaman dahlia (Dahlia variabilis). J Indones Chem Act. 3(2):56–62.

Hung PQ, Annapurna K. 2004. Isolation and characteristic of endophytic bacteria in soybean (Glycine sp.). Omonrice. 12:92–101. D

Kaaria P, Matiru V, Ndungu M. 2012. Antimicrobial activities of secondary metabolites produced by endophytic bacteria from selected indigenous Kenyan plants. Afr J Microbiol Res. 6(45): 7253–7258.

Li S, Hartman GL, Domier LL. 2008. Quantification of Fusarium solani f. sp. glycines isolates in soybean roots by colony-forming unit assays andreal-time quantitative PCR. Theor Appl Genet. 117:343–352.

McGee DC, Nyvall RF. 2008. Soybean seed health. Iowa (US): Iowa State University.

Muthukumar A, Nakkeeran S, Eswaran A, Sangeetha G. 2010. In vitro efficacy of bacterial endophytes against the chilli damping-off pathogen Pythium aphanidermatum. Phytopathol Mediterr. 49: 179–186.

Nandhini S, Sendhilvel V, Babu S. 2012. Endophytic bacteria from tomato and their efficacy against Fusarium oxysporum f.sp lycopersici, the wilt pathogen. J Biopest. 5(2): 178–185.

Nawangsih AA. 2007. Pemanfaatan bakteri endofit pada pisang untuk mengendalikan penyakit darah: isolasi, uji penghambatan in vitro dan in planta. J Pert Indones.12(1):43–49.

Purwantisari S, Pujiyanto S, Ferniah R. 2005. Uji Efektivitas Bakteri Kitinolitik sebagai Pengendali Pertumbuhan Kapang Patogen Penyebab Penyakit Utama Tanaman Sayuran dan Potensinya sebagai Bahan Biofungisida Ramah Lingkungan. [Laporan penelitian]. Semarang (ID): Universitas Diponogoro.

Pal KK, Gardener BM. 2006. Biological control of plant pathogens. The Plant

203

Page 26: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Malinda et al.

Health Instructor. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PHI-A-2006-1117-02.

Shu-Mei Z, Chang-Qing S, Yu-Xia W, Jing L, Xiao-Yu Z, Xian-Cheng Z. 2008. Isolation and characteristic of antifungal endophytic bacteria from soybean. Microbiology. 35(10):1593–1599.

Sudantha I. 2010. Pengujian beberapa jenis jamur endofit dan saprofit Trichoderma spp. terhadap penyakit layu Fusarium pada tanaman kedelai. J Agroteksos. 20(23):90–102.

Suryanto D, Irawati N, Munir E. 2011. Isolation and characterization of chitinolytic bacteria and their potential to inhibit plant pathogenic fungi. Microbiol Indones. 5(3): 144-148. DOI: http://dx.doi.org/10.5454/mi.5.3.8

Wain-Tassi AL, Dos Santos JF, Panizzi RDC, Vieira RD. 2011. Seed-borne pathogens and

electrical conductivity of soybean seeds. J Sci Agri. 69(1):19–25. DOI: http://dx.doi.org/10.1590/S0103-90162012000100004.

Zhang YZ, Chen WF, Li M, Sui XH, Liu HC, Zhang XX, Chen WX. 2012. Bacillus endoradicis sp. nov., an endophytic bacterium isolated from soybean root. Intern J Sys Evo Microbiol. 62:359–363. DOI: http://dx.doi.org/10.1099/ijs.0.028936-0.

Zhang YZ, Wang ET, Li M, L QQ, Zhang YM, Zhao SJ, Jia XL, Zhang LH, Chen WF, Chen WX. 2011. Effects of rhizobial inoculation, cropping systems and growth stages on endophytic bacterial community of soybean roots. Plant soil. 347: 147–161. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/s11104-011-0835-6.

204

Page 27: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

Volume 11, Nomor 6, Desember 2015Halaman 205–210

DOI: 10.14692/jfi.11.6.205ISSN: 0215-7950

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: [email protected]

Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Kerdil pada Tanaman Padi di Sukamandi, Jawa Barat

Identification of Viruses Causing Stunting Diseases on Rice in Sukamandi, West Java

Amelia Feryna Bulan Dini, I Wayan Winasa, Sri Hendrastuti Hidayat*Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Penyakit tanaman padi yang disebabkan oleh virus merupakan kendala penting bagi produksi beras di Indonesia. Penelitian dilakukan untuk menentukan insidensi penyakit kerdil di daerah Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, mengidentifikasi penyebab penyakit kerdil dengan metode RT-PCR dan perunutan gen protein selubung. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, insidensi penyakit kerdil tergolong rendah (0.01–10.52%) selama pengamatan periode November–Desember 2014. Gejala penyakit yang ditemukan, yaitu gejala kerdil hampa, gejala kerdil rumput, dan gejala campuran kerdil hampa dan kerdil rumput. Pita DNA spesifik gen protein selubung Rice ragged stunt virus (RRSV) dan Rice grassy stunt virus (RGSV) berhasil diamplifikasi. Analisis sikuen nukleotida menunjukkan bahwa RRSV dan RGSV isolat Subang memiliki homologi tertinggi berturut-turut dengan RRSV isolat Vietnam, Filipina, dan Thailand (97.1 %), dan RGSV isolat Longan, Vietnam (95.8 %).

Kata kunci : insidensi penyakit, Rice grassy stunt virus, Rice ragged stunt virus, sikuen nukleotida

ABSTRACT

Viral diseases on rice is an important constraint for rice production in Indonesia. Research was conducted to determine the incidence of stunting disease in Sukamandi area at Subang regency (West Java), to identify the virus associated with the disease using RT-PCR method, and to analyze coat protein gene sequences. Field observation during growing period on November– December 2014 indicated that the incidence of stunting disease was low (0.01–10.52%). Grassy stunt and ragged stunt symptoms was observed in the fields. Spesific DNA fragments of coat protein gene of Rice ragged stunt virus (RRSV) and Rice grassy stunt virus (RGSV) was successfully amplified using specific primers. Nucleotide sequence analysis showed that RRSV and RGSV isolates from Subang has the highest homology with RRSV isolates from Vietnam, Philipines and Thailand (97.1 %) and RGSV isolate from Longan, Vietnam (95.8%), respectively.

Key words : disease incidence, Rice grassy stunt virus, Rice ragged stunt virus, sequence nucleotide

205

Page 28: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Dini et al.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara konsumen dan juga penghasil beras ketiga di dunia setelah Cina dan India. Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan serangga hama yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman padi di Indonesia. Selain itu, wereng batang cokelat juga berperan sebagai vektor penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih besar (Cabautan et al. 2009)

Penyakit kerdil rumput yang disebabkan oleh Rice grassy stunt virus (RGSV) dilaporkan pertama kali di Indonesia tahun 1971 dan disebut sebagai kerdil rumput tipe I,kemudian pada tahun 2006 ditemukan penyakit kerdil rumput tipe II. Gejala penyakit kerdil rumput diantaranya tanaman menjadi sangat kerdil, anakan banyak, daun hijau pucat sampai kuning atau daun-daun sempit berwarna kuning sampai oranye, dan daun sempit dengan bintik-bintik karat kecil (IRRI 2002). Penyakit kerdil hampa pada padi yang disebabkan oleh Rice ragged stunt virus (RRSV), dilaporkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1976 (Chen dan Chiu 1982). Tanaman padi yang terserang penyakit kerdil hampa mengalami hambatan pertumbuhan (kerdil), daun menjadi berwarna gelap dengan tepi bergerigi atau ujung memutar, dan tulang daun mengalami pembengkakan atau benjolan di bagian bawah helai daun dan bagian luar permukaan pelepah daun (Cabautan et al. 2009).

Diagnosis penyakit kerdil tidak dapat mengandalkan hanya dari gejala saja karena gejala yang muncul beranekaragam serta mirip dengan gejala kekurangan unsur hara dan kekeringan. Penggunaan teknik molekuler dengan metode polymerase chain reaction (PCR) telah dilaporkan berhasil untuk mendeteksi virus penyebab penyakit tungro dan kerdil (Uehara-Ichiki et al. 2013). Oleh karena terjadi peningkatan serangan wereng batang cokelat di lapangan akhir-akhir ini, maka perlu dilakukan pemutakhiran data virus penyebab kerdil padi.

Penelitian dilakukan dengan tujuan menentukan insidensi penyakit kerdil pada salah satu sentra penanaman padi di Sukamandi,

Kabupaten Subang dan mengidentifikasi penyebab penyakit kerdil dengan deteksi asam nukleat menggunakan metode RT-PCR dan perunutan DNA gen protein selubung.

BAHAN DAN METODE

Pengamatan Insidensi Penyakit Padi di Lapangan

Pengamatan dilakukan di lahan penanaman padi milik Balai Besar Penelitian Padi di Desa Sukamandi, Kecamatan Patok Beusi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Petak pengamatan berjumlah 3 plot, masing-masing berukuran 300 m2 yang terdiri atas 4320 rumpun. Insidensi penyakit dihitung dengan rumus :

IP= × 100%, dengannN

IP, insidensi penyakit (%); n, jumlah tanaman terserang; N, jumlah seluruh tanaman yang diamati.

Pengamatan dimulai sejak umur tanaman 1 minggu setelah tanam (MST) sampai 8 MST dengan interval 7 hari. Gejala penyakit kerdil yang diamati mencakup gejala kerdil rumput dan atau kerdil hampa seperti penyempitan daun, warna daun berubah menjadi hijau pucat, adanya daun menggulung, penurunan tinggi tanaman, jumlah anakan yang lebih banyak, dan adanya pembengkakan pada pangkal daun.

Deteksi virus dengan metode RT-PCRTahapan deteksi terdiri atas ekstraksi RNA

total, sintesis cDNA, dan amplifikasi DNA target. Ekstraksi RNA total dilakukan dengan metode Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) (Doyle dan Doyle 1990). Sintesis cDNA menggunakan RNA total sebagai templat dalam reaksi transkripsi balik (reverse transcription/RT). Reaksi RT dilakukan dengan total volume 10 µL terdiri atas 2 µL bufer RT, 1 µL dNTP 10 mM, 1 µL DTT 50 mM, 0.50 µLRNAse Inhibitor (Thermo Scientific, US), 0.50 µL M-MuLV (Thermo Scientific, US), 2 µL H2O bebas nuklease, 1 µL Oligo d(T) 10 mM, dan 2 µL RNA total. Tahap sintesis cDNA diawali dengan mencampurkan RNA total dan Oligo d(T), kemudian campuran diinkubasi dalam penangas air selama 5 menit

206

Page 29: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Dini et al.

pada suhu 65 °C dan segera didinginkan dengan meletakkan tabung mikro dalam es. Bahan pereaksi lainnya kemudian ditambahkan ke dalam tabung mikro, selanjutnya tabung mikro disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 1000 rpm. Tabung mikro diinkubasi pada suhu 42 °C selama 60 menit, selanjutnya diinkubasi pada suhu 70 °C selama 5 menit untuk inaktivasi enzim.

Amplifikasi DNA target dilakukan dalam total volume 25 µL, terdiri atas 1 µL cDNA, 1 µL primer F 10 µM, 1 µL primer R 10 µM,12.5 µL GTG Master mix, dan 9.5 µL. Primer yang digunakan untuk amplifikasi RGSV, yaitu primer RGSV-S3-F (5’-AGAATTTTTATGTCACTTAG-3’) dan RGSV-S3-R (5’-TATCCA GATTCCAG GTGC-3’) dengan target amplikon ± 738 bp(IRRI 2002). RRSV diamplifikasi secara parsial menggunakan primer spesifik gen protein selubung RRSV-S9-F (5’-TGAAGCGCTCGGAACCAA-3’) dan RRSV-S9-R(5’-GCGTCTAGTCCCGTATGG-3’) dengan target amplikon ± 445 bp.

Amplikasi cDNA dimulai dengan tahapan pradenaturasi pada suhu 94 °C selama 5 menitsebanyak 1 siklus, dilanjutkan amplifikasi sebanyak 35 siklus dengan tahapan denaturasi pada suhu 94 °C selama 1 menit, penempelan primer selama 1 menit pada suhu 50 °C untuk RGSV (IRRI 2002) atau 56 °C untuk RRSV berdasarkan optimasi, dan pemanjangan utas baru pada suhu 72 °C selama 1 menit, dan diakhiri dengan 1 siklus pemanjangan akhir pada suhu 72 °C selama 7 menit.

Produk amplifikasi DNA diseparasi pada 1% gel agarosa 0.5x Tris-Borate EDTA (TBE) pada tegangan 50 volt selama 50 menit. Gel agarosa kemudian direndam dalam larutan 0.1% etidium bromida selama 5 menit.Visualisasi dilakukan di bawah UV transiluminator dan didokumentasi dengan kamera digital.

Perunutan dan Analisis Sikuen Nukleotida DNA hasil amplifikasi dirunut sikuennya

di First Base, Malaysia. Hasil runutan DNA dianalisis dengan program Basic Local Alaigment Search Tool (BLAST) pada situs National Center for Biotechnology

Information (www.ncbi.nlm.nih.gov) untuk membandingkan sikuen virus target dengan sikuen nukleotida virus asal negara lain yang terdaftar pada Genbank. Tingkat homologi nukleotida dan asam amino diperoleh dengan program ClustalW multiple alignment dan Sequences Identity Matrix menggunakan perangkat lunak Bioedit 7.05.

HASIL

Insidensi penyakit kerdil pada varietas Mekongga di Sukamandi berkisar antara 0–10.52%. Gejala penyakit kerdil pada pertanaman padi mulai terlihat pada 2 MST dan mengalami peningkatan sampai dengan 7 MST (Tabel 1). Gejala penyakit yang ditemukan pada saat pengamatan terdiri atas gejala kerdil hampa, gejala kerdil rumput, dan gejala campuran kerdil hampa dan kerdil rumput (Gambar 1). Gejala kerdil baru dapat terlihat jelas setelah 5 MST. Gejala penyakit kerdil hampa merupakan gejala yang dominan pada tanaman padi di petak pengamatan. Selain gejala khas penyakit kerdil rumput dan penyakit kerdil hampa, juga ditemukan gejala berupa gabungan gejala kerdil rumput dan kerdil hampa pada tanaman singgang. Populasi wereng batang cokelat sebagai vektor virus kerdil di lapangan mengalami fluktuasi (data tidak ditampilkan).

Deteksi virus dari sampel tanaman mengonfirmasi gejala dengan jenis virus yang menginfeksi. Pita DNA RRSV berukuran ± 445 pb berhasil diamplifikasi dari sampel yang menunjukkan gejala kerdil hampa,

Waktu Pengamatan (MST)

Insidensi Penyakit Kerdil (%)

1 0.002 0.013 0.054 0.065 10.256 10.277 10.528 10.52

Tabel 1 Rata-rata insidensi penyakit kerdil pada petak pengamatan di Sukamandi pada periode Oktober–November 2014

207

Page 30: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Dini et al.

sedangkan pita DNA RGSV berukuran ± 750 pbberhasil diamplifikasi dari sampel yang menunjukkan gejala kerdil rumput. Dua pita DNA, masing-masing berukuran ± 445 pb dan ± 750 pb, diperoleh dari sampel yang menunjukkan gejala campuran kerdil rumput dan kerdil hampa (Gambar 2).

Gen protein selubung RRSV berhasil dirunut sepanjang 453 pb dari 1132 pb ukuran gen protein selubung dan mengkode 151 asam amino dari 377 total asam amino, sedangkan gen protein selubung RGSV berhasil dirunut sepanjang 738 pb dari 876 pb ukuran gen protein selubung dan mengkode 246 asam amino dari 292 total asam amino. Analisis

sikuen nukleotida RRSV menunjukkan bahwa isolat Subang, Indonesia memiliki homologi tertinggi dengan isolat Vietnam, Filipina dan Thailand (97.1 %) (Tabel 2), sementara RGSV isolat Subang, Indonesia memiliki homologi yang tertinggi dengan isolat Longan, Vietnam (95.8 %) (Tabel 3).

PEMBAHASAN

Insidensi penyakit kerdil di Sukamandi, Subang ditentukan oleh populasi serangga vektornya. Daerah Sukamandi (Subang) merupakan sentra padi dengan pola tanam padi secara terus menerus sepanjang tahun tanpa

a b c

Gambar 1 Tanaman padi yang terserang penyakit kerdil diantara tanaman sehat. a. Gejala penyakit kerdil rumput pada tanaman 5 MST, b. gejala penyakit kerdil hampa pada tanaman 10 MST, c. gejala penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa pada tanaman singgang. Kotak merah menunjukkan gejala khas penyakit kerdil.

208

Gambar 2 Visualisasi pita DNA hasil amplifikasi menggunakan pasangan primer RRSV-S9-F/RRSV-S9-R (1), dan RGSV-S3-F/ RGSV-S3-R (2). M, penanda DNA 1 kpb (Thermoscientific); A, tanaman dengan gejala RRSV; B, tanaman dengan gejala RGSV; C, tanaman dengan gejala campuran RRSV dan RGSV.

M 1 2 1 2 1 2BA C

750 pb

500 pb

750 pb

500 pb

Page 31: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Dini et al.

adanya rotasi tanaman. Selain itu, penanaman dilakukan secara tidak serempak sehingga tanaman padi selalu ada sebagai makanan serangga wereng.

Gejala infeksi RRSV dan RGSV yang ditemukan di Sukamandi memiliki kesamaan dengan gejala yang dilaporkan oleh Du et al. (2005). Tanaman yang terinfeksi RRSV dan RGSV bersama-sama menunjukkan adanya gejala kerdil yang lebih parah dari infeksi tunggal, biasanya gejala RRSV muncul pertama dengan anakan berwarna hijau gelap, lebih pendek, lebih tipis dan tegak dengan anakan kecil-kecil, kemudian diikuti dengan munculnya gejala RGSV, yaitu daun muda menjadi lebih kecokelatan dan kadang terdapat daun tua yang menunjukkan adanya daun menguning. Pada penelitian ini tanaman singgang terbukti terinfeksi RGSV dan RRSV dan berpotensi menjadi sumber inokulum, sehingga sanitasi tanaman harus dilakukan sebelum tanam.

Metode deteksi secara molekuler dan analisis nukleotida RRSV dan RGSV belum pernah dilaporkan di Indonesia. Plant Protection Research Institute (PPRI) (2012)

melaporkan primer spesifik yang digunakan untuk amplifikasi RRSV dan RGSV dengan metode PCR berbeda dengan primer yang digunakan pada penelitian ini. Amplifikasi RRSV menggunakan pasangan primer RRSV-F3/ RRSV-R3 atau RRSV-F9/ RRSV-R9 dengan target DNA berturut-turut 825 pb dan 1110 pb; sedangkan untuk amplifikasi RGSV digunakan pasangan primer RGSV-P5F/RGSV-P5R dengan target amplikon 885 pb. Target amplikon yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan target amplikon yang digunakan pada penelitian ini, yaitu 445 pb untuk RRSV dan 738 pb untuk RGSV.

Analisis sikuen nukleotida virus padi telah banyak dilaporkan untuk virus tungro (Kano et al. 1992; Ordiz et al. 2010), tetapi masih sangat terbatas untuk virus kerdil pada padi. Pencarian sikuen RGSV dan RRSV pada Genbank berhasil mendapatkan masing-masing 4 sikuen isolat virus. Upadhyaya (1995) melaporkan bahwa RRSV isolat Thailand memiliki homologi yang tinggi dengan RRSV isolat India, yaitu 94.6% dan 99.4 % berturut-turut untuk sikuen nukleotida dan asam amino. Hasil analisis sikuen RGSV

Tabel 2 Tingkat homologi sikuen nukliotida gen protein selubung Rice ragged stunt virus

No Asal isolata Homologi (%)b

1 2 3 4 51 Indonesia (Subang) ID2 Vietnam (Angiang) 97.1 ID3 Filipina (Filipina) 97.1 100 ID4 Cina (Fujian) 96.8 99.7 99.7 ID5 Thailand (Thailand) 97.1 100 100 99.7 ID

aSikuen RRSV pembanding diperoleh dari Genbank : isolat Angiang (GQ329711.1), isolat Filipina (L79969.1), isolat Fujian (HM125547.1), isolat Thailand (L38899.1).bTingkat kemiripan sikuen nukleotida RRSV dihitung menggunakan program Bioedit versi 6.05.

Tabel 3 Tingkat homologi sikuen nukleotida gen protein selubung Rice grassy stunt virus

No Asal Isolata Homologi (%)b

1 2 3 4 51 Indonesia (Subang) ID2 Vietnam (TG09-12) 94.9 ID3 Vietnam (HG09-06) 95.7 98.9 ID4 Vietnam (LA11-10) 95.7 98.2 98.9 ID5 Vietnam (Longan) 95.8 98.3 99.1 99.4 ID

aSikuen RGSV pembanding diperoleh dari Genbank : isolat Vietnam TG09-12 (HE963229.1), isolat Vietnam HG09-06 (HE963226.1), isolat Vietnam LA11-10 (HE963237.1), isolat Longan (FR696598.1).bTingkat kemiripan sikuen nukleotida RGSV dihitung menggunakan program Bioedit versi 6.05

209

Page 32: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Dini et al.

dilaporkan oleh Lianhui dan Qiying (2003), yaitu isolat RGSV-SX memiliki homologi sikuen nukleotida sebesar 99.1% dan 96.2% berturut-turut dengan isolat RGSV-IR dan RGSV-SC, sedangkan homologi sikuen asam amino sebesar 98.4% dan 96.4%. Kesamaan sikuen nukleotida yang tinggi (>89%) antar isolat RGSV dan RRSV menjadi indikasi hubungan kekerabatan yang sangat dekat di dalam masing-masing grup (King et al. 2012).

Insidensi penyakit kerdil padi di Sukamandi masih bersifat sporadik, tetapi perlu diperhatikan terutama karena berkaitan dengan dinamika populasi serangga vektornya, wereng batang cokelat. Metode deteksi secara molekuler dengan RT-PCR dapat digunakan untuk memastikan infeksi RGSV dan RRSV pada tanaman padi. Analisis sikuen nukleotida menunjukkan hubungan kekerabatan RRSV dan RGSV isolat Indonesia yang dekat dengan beberapa isolat asal negara-negara di Asia, terutama Vietnam.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai melalui hibah penelitian Kerjasama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) dari Kementrian Pertanian (SPK no. 65/TL.220/I.1 /3/2014.K).

DAFTAR PUSTAKA

Cabautan PQ, Cabunagan RC, Choi IR. 2009. Rice viruses transmitted by the brown planthopper Nilaparvata lugens Stal. Di dalam Heong KL, Hardy B, editor. Planthoppers: New Threats to the Sustainability of Intensive Rice Production Systems in Asia. Los Banos (PH): International Rice Research Institute.

Chen CC, Chiu RJ. 1982. Three symptomatologic types of rice virus diseases related to grassy stunt in Taiwan. Plant Dis. 66:15–18. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PD-66-15.

Doyle JJ, Doyle JL. 1990. A rapid total DNA preparation procedure for fresh plant tissue. Focus. 12:13–15.

Du PV, Cabunagan RC, Choi IR. 2005. Rice “yellowing syndrome” in Mekong River Delta. Omonrice. 13:135–138.

[IRRI] International Rice Research Institute. 2002. Standard Evaluation System of Rice (SES). Manila (PH): INGER Genetic Resources Center.

Kano H, Kozumi HM, Noda H, Hibino H, Ishikawa K, Omura T, Cabauatan PQ, Koganezawa H. 1992. Nucleotide sequence of capsid protein gen of Rice tungro bacilliform virus. Arch Virol. 124(1–2):157–163. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/BF01314633.

King AMQ, Adam MJ, Carstens EB, Lefkowitz EJ. 2012. Virus Taxonomy Classification and Nomenclature of viruses. Birmingham (US): Elsevier Academic Pr.

Lianhui LLWZX, Qiying L. 2003. Cloning, sequence analysis and procariotic expression of the vRNA3 NS3 gene in Rice grassy stunt virus Shaxian isolate. J Agric Biotech. 11(2):187–191.

Ordiz MI, Magnenat L, Barbas CF, Beachy RN. 2010. Negative regulation of the RTBV promoterby designed zinc finger proteins. Plant Mol Biol. 72(6):621–630. DOI: 10.1007/s1103-010-9600.0.

[PPRI] Plant Protection Research Institute. 2012. Rice Virus in Vietnam (Present status). Manila (PH): Plant Protection Research Institute.

Uehara-Ichiki T, Shiba T, Matsukura K, Ueno T, Hirae M. 2013. Detection and diagnosis of rice-infecting viruses. Front Microbiol. 4:289. DOI: http://dx.doi.org/10.3389/fmicb.2013.00289.

Upadhyaya NM, Yang M, Kositratana W, Ghosh A, Waterhouse PM. 1995. Molecular analysis of rice ragged stunt oryzavirus segment 9 and sequence conservation among isolates from Thailand and India. Arch Virol. 140(11):1945–1956. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/BF01322684.

210

Page 33: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

Volume 11, Nomor 6, Desember 2015Halaman 211–218

DOI: 10.14692/jfi.11.6.211ISSN: 0215-7950

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680Tel: 0251- 8629364, Faks: 0251- 8629362; surel:[email protected]

Eksplorasi Cendawan Endofit Asal Padi Sawah sebagai Agens Pengendali Penyakit Blas pada Padi Sawah

Exploration of Endophytic Fungi from Lowland Rice as a Biocontrol Agent of Blast Disease in Lowland Rice

Irwanto Sucipto1, Abdul Munif1, Yadi Suryadi2, Efi Toding Tondok1*1Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680

2Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor 16111

ABSTRAK

Penyakit blas (Pyricularia oryzae) di Indonesia awalnya hanya merusak tanaman padi gogo, namun penyakit blas dilaporkan terjadi pada tanaman padi sawah sejak tahun 2000-an. Aplikasi cendawan endofit merupakan salah satu cara pengendalian yang berpotensi besar untuk dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cendawan endofit dari padi sawah yang berpotensi menekan keparahan penyakit blas. Isolasi cendawan endofit dilakukan dari bagian akar, batang, dan daun tanaman padi sawah. Varietas Kencana Bali digunakan pada pengujian penghambatan P. oryzae secara in vivo karena varietas tersebut merupakan varietas paling rentan terhadap penyakit blas. Sebanyak 47 isolat cendawan endofit berhasil diisolasi dari tanaman padi sawah asal Bogor, Sukabumi, dan Blitar. Berdasarkan morfologi koloni cendawan endofit dapat dibedakan menjadi 9 morfotipe. Sebanyak 4 dari 14 cendawan endofit menunjukkan aktivitas antibiosis pada pengujian penghambatan P. oryzae secara in vitro. Hasil pengujian penghambatan penyakit blas pada varietas Kencana Bali di rumah kaca menunjukkan bahwa 4 isolat tersebut mampu menekan perkembangan penyakit blas dengan tingkat penekanan antara 30–70%.

Kata kunci: antibiosis, pengendalian hayati, Pyricularia oryzae

ABSTRACT

Blast disease (Pyricularia oryzae) in Indonesia is initially known to cause problem on upland rice, but since 2000’s blast disease was also reported occurred on lowland rice. Application of endophytic fungi is very potential to be used as disease control method. This study was conducted to isolates endophytic fungi from lowland rice, and determine its capability to reduce blast disease severity. Isolation of endophytic fungi was done from root, tiller, and the leaves of lowland rice. Kencana Bali variety was used for in vivo inhibition test due to its most susceptible response against P. oryzae. Forty seven endophytic fungi isolates were obtained from Bogor, Sukabumi and Blitar. Based on colony morphology, endophytic fungi can be differentiated into 9 morphotype. Four out of fourteen endophytic fungi showed antibiosis activity in in vitro inhibition test against P. oryzae. Inhibition test conducted on Kencana Bali variety in the green house showed that 4 isolates was able to suppress blast disease development by 30–70%.

Key word: antibiosis, biological control, Pyricularia oryzae

211

Page 34: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Sucipto et al.

PENDAHULUAN

Penyakit blas yang disebabkan oleh Pyricularia oryzae (teleomorf: Magnaporthe grisea) merupakan penyakit paling penting dan merusak pada tanaman padi (Couch dan Kohn 2002). Santoso dan Nasution (2009) menyatakan bahwa penyakit blas awalnya merupakan permasalahan utama pada tanaman padi gogo namun saat ini penyakit blas juga menyerang tanaman padi sawah. Teknik pengendalian yang telah diaplikasikan khususnya dengan menggunakan fungisida masih kurang efektif (Yamaguchii et al. 2000). Pengendalian hayati menggunakan cendawan endofit dirasakan sebagai pengendalian yang tepat karena relung ekologi endofit berasal dari tanaman itu sendiri sehingga diasumsikan endofit mudah beradaptasi pada habitat baru. Malinowski dan Belesky (2000) menyatakan bahwa interaksi endofit dengan inang dapat menginduksi ketahanan inang dari serangan patogen. Berbeda dengan organisme seperti rhizosfer atau filosfer, perbedaan habitat memungkinkan organisme sulit beradaptasi sehingga menyebabkan organisme filosfer dan rhizosfer menjadi kurang efektif ketika diaplikasikan pada tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cendawan endofit dari padi sawah, yang berpotensi menekan keparahan penyakit blas pada padi sawah.

BAHAN DAN METODE

Isolasi Cendawan EndofitCendawan endofit diisolasi menggunakan

metode yang diadaptasi dari Irmawan (2007). Potongan daun dan akar disterilisasi permukaan menggunakan alkohol 70% selama 0.5 menit, kemudian NaOCl 1 % selama 1 menit.Potongan batang menggunakan alkohol 70% selama 1 menit, NaOCl 1 % selama 2 menit, dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kalilalu dikeringkan di atas tisu steril. Sampel diletakkan pada medium malt extract agar (MEA) 10%, diinkubasi selama 7 hari. Uji kesterilan dilakukan untuk mengetahui tingkat sterilisasi permukaan dengan cara

air pencucian bagian tanaman yang terakhir dioleskan pada medium MEA 10% sebanyak 0.1 mL. Cendawan yang tumbuh dimurnikan dan yang memiliki bentuk serta warna yang sama dianggap satu jenis.

Pengujian Cendawan Endofit terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Benih Padi

Benih disterilkan menggunakan alkohol 70% selama 30 detik dan NaOCl 1% selama 1 menit, dibilas air steril sebanyak 2 kali. Sebanyak 10 benih ditanam dalam cawan petri yang telah ditumbuhi koloni cendawan pada medium agar-agar dekstrosa kentang (ADK), serta benih ditanam dalam cawan petri tanpa cendawan sebagai kontrol. Pengamatan perkecambahan benih dilakukan setelah 14 hari, perlakuan benih yang memiliki pertumbuhan yang melebihi perlakuan kontrol dan tidak menimbulkan nekrotik pada kecambah akan digunakan pada uji berikutnya (Nur’asiah 2011).

Uji Penghambatan P. oryzae in Vitro.Isolat P. oryzae yang dipakai adalah isolat

P. oryzae strain 173 yang berasal dari BB Biogen, Bogor. Uji antagonisme cendawan endofit terhadap P. oryzae dilakukan dengan menggunakan metode Li et al. (2007).

Persentase penghambatan dihitung menggunakan rumus:

P = R1–R2R1

× 100%, dengan

P, persentase penghambatan; R1, rata-rata diameter koloni cendawan patogen pada perlakuan kontrol; R2, rata-rata diameter koloni cendawan patogen pada perlakuan endofit.

Sebanyak 4 potongan P. oryzae diambil dari biakan yang telah berumur 7 hari dan ditanam pada medium ADK yang terdapat cendawan endofit pada bagian tengah petri dan tanpa ada cendawan endofit sebagai kontrol. Diameter koloni diukur pada hari ke-5 setelah ditanam P. oryzae. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 15 perlakuan yang terdiri atas 14 perlakuan isolat endofit serta 1 perlakuan kontrol dan

212

Page 35: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Sucipto et al.

3 ulangan serta dianalisis menggunakan statistical analysis system (SAS). Perlakuan yang berpengaruh diuji lanjut dengan uji Tukey pada taraf α 5%. Isolat yang memiliki aktivitas antibiosis selanjutnya digunakan untuk uji penghambatan penyakit blas pada padi sawah.

Uji Penghambatan Penyakit Blas pada Padi Sawah

Uji penghambatan penyakit blas pada padi sawah menggunakan metode yang diadaptasi dari Munif et al. (2012). Benih padi yang digunakan ialah varietas Kencana Bali yang merupakan varietas yang paling rentan terhadap serangan penyakit blas, dengan kerapatan suspensi cendawan endofit 105 propagul mL-1. Pembuatan suspensi konidia P. oryzae dilakukan dengan menggosok koloni berumur 10 hari pada medium oat meal agar (OMA) menggunakan kuas No 10 dengan air steril ditambah streptomycin 100 ppm kemudian diinkubasi dalam laminar air flow selama 2 × 24 jam. Masing-masing cawan petri ditambahkan air steril yang mengandung Tween 20 0.1%, kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, dilakukan penghitungan tingkat kerapatan propagulnya sampai 109 propagul mL-1. Pengujian dilakukan

dengan merendam benih padi pada suspensi cendawan endofit. Benih padi Kencana Bali terlebih dahulu direndam air panas (50 °C) selama 20 menit, kemudian direndam dalam NaOCl 3% selama 1 menit untuk sterilisasi permukaan benih padi dan dibilas dengan air steril 3 kali untuk menghilangkan sisa bahan kimia hasil sterilisasi permukaan benih. Benih padi selanjutnya direndam suspensi cendawan endofit selama 6 jam dan ditanam dalam bak persemaian menggunakan medium lumpur. Kurang lebih 12–14 hari setelah tanam (hst) bibit tumbuh diinokulasi P oryzae dengan cara penyemprotan dan disimpan dalam kamar lembap selama 2 × 24 jam, kemudian tanaman dipindah ke ruang pengkabut selama ± 1 minggu.

Pengamatan keparahan penyakit dilakukan pada minggu ke-3, ke-4 dan ke-5 setelah tanam (Sobrizal et al. 2010). Pengukuran keparahan penyakit dilakukan selama 3 hari sekali dan skor keparahan penyakit blas mengacu pada metode IRRI (1996) (Tabel 1). keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus:

S =Σ (n × V)(N × V) × 100%, dengan

S, keparahan penyakit; n, jumlah daun dengan skor tertentu; v, skor daun yang terserang;

Skor Kerusakan Daun Klasifikasi012

3

4

5

6

7

8

9

Tidak ada bercakBercak kecil berwarna cokelat sebesar ujung jarumBercak nekrotik kecil membulat, abu-abu, sedikit memanjang, panjang 1-2 mm, tepi cokelat, bercak banyak ditemukan di bagian bawah daunTipe bercak mirip dengan skor 2, tetapi sejumlah besar bercak sudah ditemukan pada bagian atas daunBercak khas blas (belah ketupat), panjang 3 mm atau lebih, luas daun terserang kurang dari 2 %Bercak khas blas, panjang 3 mm atau lebih, luas daun terserang 2-10%Bercak khas blas, panjang 3 mm atau lebih, panjang 3 mm atau lebih, luas daun terserang 11-25%Bercak khas blas, panjang 3 mm atau lebih, luas daun terserang 26–50%Bercak khas blas, panjang 3 mm atau lebih, luas daun terserang 51–75%, beberapa daun mulai matiSemua daun mati, luas daun terserang lebih dari 75%

Sangat tahanTahanCukup tahan

Agak tahan

Moderat

Moderat

Moderat

Agak rentan

Rentan

Sangat rentan

Tabel 1 Skala (skor) pengukuran keparahan penyakit blas

213

Page 36: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Sucipto et al.

N, jumlah daun yang diamati; V, skala skor tertinggi (IRRI 1996).

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan yang terdiri atas 4 perlakuan isolat endofit serta 1 perlakuan kontrol dan 5 ulangan, dianalisis menggunakan program Statistical Analysis System (SAS). Perlakuan yang berpengaruh diuji lanjut dengan uji Duncan pada taraf α 5%.

HASIL

Sebanyak 47 isolat berhasil diisolasi dari bagian akar, batang dan daun tanaman padi. Daun merupakan tempat cendawan endofit yang paling banyak ditemukan, yaitu sebanyak 25 isolat. Berdasarkan pengamatan morfologi cendawan endofit, yaitu dari warna koloni cendawan dan bentuk pertumbuhan miselium maka diperoleh 9 morfotipe berbeda.

Hasil isolasi didominasi oleh cendawan berwarna putih dengan miselium bersifat nonaerial dan koloni cendawan berwarna abu-abu dengan miselium bersifat nonaerial yang memiliki rataan frekuensi masing-masing sebesar 25.53 dan 19.15% (Tabel 2).Hasil pengujian cendawan endofit terhadap perkecambahan benih padi dikelompokkan ke dalam 3 tipe, yaitu benih tidak berkecambah, benih berkecambah normal, dan benih ber-kecambah dengan gejala nekrotik (Tabel 3).Berdasarkan hasil respons benih, cendawan endofit dikelompokan menjadi 2, yaitu cendawan berpeluang sebagai patogen yang menyebabkan pertumbuhan benih lebih rendah dari kontrol dan cendawan berpeluang sebagai plant growth promoting fungal (PGPF) dimana pertumbuhan benih yang diberi perlakuan melebihi pertumbuhan kontrol (Tabel 4).

Uji penghambatan cendawan endofit terhadap P. oryzae secara in vitro bertujuan

Respons benih Jumlah isolat pada bagian Frekuensi (%)Akar Batang DaunTidak berkecambah 1 (13) 1 ( 7) 0 ( 0) 7Berkecambah normal 5 (63) 11 (79) 18 (72) 71Berkecambah nekrotik 2 (25) 2 (14) 7 (28) 22

Tabel 3 Respons perkecambahan benih padi terhadap isolat cendawan endofit dari bagian akar, batang dan daun

*Angka dalam kurung menunjukkan persentase jumlah isolat pada bagian tanaman.

214

Tabel 2 Keragaman cendawan endofit yang diperoleh dari masing-masing bagian tanaman padi sehat asal Bogor, Sukabumi dan Blitar

A, akar; B, batang; D, daun*Isolat cendawan endofit berdasarkan 9 morfotipe: IN, koloni berwarna hijau dengan miselium nonaerial; IA, koloni hijau aerial; CN, koloni cokelat nonaerial; PN, koloni putih nonaerial; PA, koloni putih aerial; HN, koloni hitam nonaerial; AN, koloni abu-abu nonaerial; AA, koloni abu-abu aerial; KA, koloni kuning aerial.

Kode*

Jumlah Isolat

TotalRata-rata frekuensi

(%)IR64 (Bogor) Sri Kuning

(Sukabumi)Inpari 16

(Sukabumi)Mekongga

(Blitar)A B D A B D A B D A B D

IN 0 1 0 0 3 0 1 2 0 1 0 0 8 17.02IA 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2.13CN 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 4.26PN 0 1 0 3 2 0 0 2 0 1 0 3 12 25.53PA 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 2 5 10.64HN 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 4 5 10.64AN 0 0 1 0 0 2 0 0 0 0 0 6 9 19.15AA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 4 8.51KA 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2.13Total 0 3 1 4 7 5 1 4 0 3 0 19 47 100.00

Page 37: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Sucipto et al.

menyeleksi cendawan yang memiliki aktivitas antibiosis (Gambar 1). Hasil analisis ragam menunjukkan daya hambat tertinggi oleh CEB 14 sebesar 88.89%, diikuti CEB 15 dan CEB 11 berturut-turut sebesar 82.59 dan 81.11% dengan mekanisme daya hambat kompetisi (Tabel 5). Mekanisme antibiosis dapat diamati pada 4 isolat cendawan endofit lainnya, yaitu CEA 5 dengan daya hambat sebesar 60.37% diikuti CEB 3, CED 2, CEA 3 berturut-turut sebesar 50.56, 44.82, dan 38.52%.

Hasil uji penghambatan penyakit blas pada padi sawah, 4 isolat cendawan endofit mampu menekan keparahan penyakit blas (Gambar 2).

Keparahan penyakit terendah ditunjukkan oleh isolat CEA 5 dan CEB 3, masing-masing sebesar 32.89 dan 33.78%. Kedua isolat menunjukkan konsistensi dalam penekanan penyakit blas dari awal pengamatan. Perlakuan isolat CEA 3 memiliki keparahan penyakit yang cukup tinggi di awal dan rendah di akhir, yaitu masing-masing sebesar 42.56 dan 11.6%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa isolat ini dapat menekan keparahan penyakit blas. Begitu pula isolat CED 2 memiliki tingkat konsistensi yang sama pula dengan isolat CEA 3.

Varietas Padi (Asal Isolat) Pertumbuhan > Kontrol Pertumbuhan < KontrolIR 64 (Bogor) 1 3Inpari 16 (Sukabumi) 3 2Sri Kuning (Sukabumi) 4 12Mekongga (Blitar) 7 15

Tabel 4 Respons pertumbuhan benih padi terhadap isolat cendawan endofit asal Bogor, Sukabumi dan Blitar

b c d

Kode Isolat Daya Hambat Mekanisme Antibiosis Kode Isolat Daya Hambat Mekanisme

AntibiosisCEB 14 88.89 a - CED 20 50.00 bc -CEB 15 82.59 a - CEA 1 48.33 cd -CEB 11 81.11 a - CEA 5.2 47.59 cd -CEA 5 60.37 b + CEB 4 46.11 cd -CED 22 59.63 b - CED 2 44.82 cd +CED 19 52.41 bc - CEA 3 38.52 d +CED 17 51.67 bc - Kontrol 0.00 e -CEB 3 50.56 bc +

Tabel 5 Pengaruh cendawan endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae secara in vitro

-, cendawan tidak memiliki mekanisme antibiosis; +, cendawan memiliki mekanisme antibiosis. Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang Tukey).

215

Gambar 1 Hasil uji antagonis cendawan endofit terhadap P. oryzae. a, kontrol; b, tidak memiliki zona hambat. c, memiliki zona hambat dan; d, P. oryzae tertekan oleh mekanisme kompetisi.

a dcb

Page 38: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Sucipto et al.

PEMBAHASAN

Kelimpahan cendawan endofit yang telah diisolasi bervariasi antar bagian tanaman yang berbeda. Cendawan endofit lebih banyak ditemukan pada bagian daun dibandingkan dengan bagian lainnya dari tanaman padi. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Rodriguez et al. (2009) yang menyatakan adanya transfer horizontal dari cendawan endofit khususnya pada tanaman yang berdaun sempit menyebabkan cendawan endofit lebih banyak ditemukan di daun. Zakaria et al. (2010) juga menunjukkan isolat cendawan endofit asal tanaman padi lebih banyak ditemukan pada bagian daun.

Pengujian aktivitas antibiosis dilakukan sebagai langkah awal seleksi cendawan endofit yang telah didapat dari proses isolasi. Pada penelitian ini pengujian aktivitas antibiosis sangat penting dilakukan karena diduga senyawa antibiotik yang dikeluarkan cendawan endofit dapat meningkatkan respons pertahanan tanaman dari serangan patogen. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari Herre et al. (2007) yang menyatakan bahwa antibiosis merupakan salah satu dari mekanisme potensial endofit yang dapat berkontribusi terhadap perlindungan inang khususnya pertahanan inang terhadap patogen. Tondok (2012) juga menyatakan zona hambat pada uji koloni

ganda terbentuk karena senyawa antifungal cendawan endofit menghambat pertumbuhan patogen, senyawa antifungal akan bekerja menghambat perkembangan patogen bila ada kontak langsung dengan patogen. Mekanisme antibiosis cendawan endofit menunjukkan cendawan endofit tersebut ideal sebagai kandidat agens pengendali hayati.

Hallmann dan Berg (2006) menyebutkan mekanisme penghambatan cendawan endofit terhadap patogen terbagi menjadi 2, yaitu mekanisme langsung dan mekanisme tidak langsung. Mekanisme langsung cendawan endofit, yaitu antibiosis, kompetisi dan lisis sedangkan untuk mekanisme tidak langsung, yaitu induksi ketahanan tanaman dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Mekanisme antibiosis terlihat dari hasil uji penghambatan P. oryzae in vitro seperti yang telah disebutkan, sedangkan untuk mekanisme tidak langsung terlihat dari hasil uji penghambatan penyakit blas pada padi sawah di rumah kaca. Hasil pengujian rumah kaca membuktikan bahwa perlakuan endofit dapat menginduksi ketahanan tanaman inang sehingga tanaman menjadi lebih tahan terhadap penyakit.

Beberapa penelitian yang mendukung melaporkan bahwa mikrob endofit terbukti mampu menekan keberadaan penyakit pada tanaman. Benhamou dan Garand (2001)

216

Gambar 2 Keparahans penyakit blas pada padi varietas Kencana Bali yang diinokulasi 4 isolat cendawan endofit di rumah kaca. , kontrol; , CEA 3; , CEA 5; , CED 2 dan; , CEB 3.

10090807060

504030

20

100

12 15 18 21 24 27

Inte

nsita

s pen

yaki

t (%

)

Waktu pengamatan (hari setelah inokulasi)

Page 39: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Sucipto et al.

menunjukkan bahwa Fusarium oxysporum nonpatogenik mampu menstimulasi responspertahanan tanaman. Ho et al. (2015) me-nunjukkan endofit Burkholderia cenocepacia 869T2 dapat menurunkan insidensi penyakit layu fusarium pada tanaman pisang. Tondok et al. (2012) menunjukkan cendawan endofit mampu menginduksi ketahanan tanaman inang terhadap penyakit busuk buah kakao.

Berdasarkan hasil pada penelitian ini, 4 isolat terpilih dari hasil seleksi uji in vitro menunjukkan kemampuan yang berbeda-beda dalam menginduksi ketahanan tanaman. Isolat cendawan endofit CEA 5 dan CEB 3 selain memiliki mekanisme langsung pada uji in vitro (mekanisme antibiosis) juga memiliki mekanisme tidak langsung pada uji in vivo (menginduksi ketahanan tanaman), sedangkan kemampuan isolat cendawan endofit CED 2 dan CEA 3 dalam menginduksi ketahanan tanaman tidak sebagus isolat CEA 5dan CEB 3. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak semua isolat cendawan endofit memiliki sinkronisasi pada hasil uji in vitro dan uji in vivo, namun uji in vitro tersebut dapat digunakan sebagai seleksi awal untuk memperkecil ruang lingkup pengujian in vivo sehingga diperoleh isolat cendawan endofit yang memiliki multifungsi dan benar-benar berpotensi untuk dikembangkan.

Jawaban akan perbedaan kemampuan isolat cendawan endofit dalam menginduksi ketahanan tanaman juga dapat dilihat dari pernyataan Malinowski dan Belesky (2000) yang menekankan bahwa kerja endofit dalam membantu tumbuhan lebih ke arah membentuk komunitas mikrob sehingga tidak sendirian dalam melindungi inangnya. Oleh karena itu ketidakefektifan suatu mikrob endofit tidak dapat dilihat dari satu sisi melainkan dari berbagai faktor salah satunya ialah komunitas mikrob tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Benhamou N, Garand C. 2001. Cytological analysis of defense-related mechanisms induced in pea root tissues in response to colonization by nonpathogenic Fusarium

oxysporum Fo47. Phytopathology. 91(8):730–740. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PHYTO.2001.91.8.730.

Couch BC, Kohn LM. 2002. A multilocus gene genealogy concordant with host preference indicates segregation of a new species, Magnaporthe oryzae, from M. grisea. Mycologia. 94(4):683–693. DOI: http://dx.doi.org/10.2307/3761719.

Hallmann J, Berg G. 2006. Control of plant pathogenic fungi with bacterial endophytes. Di dalam: Schulz BJE, Boyle CJC, Sieber TN, editor. Microbial root endophytes. Jerman (EU): Springer. hlm 53–69.

Herre EA, Mejía LC, Kyllo DA, Rojas E, Maynard Z, Butler A, Van Bael SA. 2007. Ecological implications of anti-pathogen effects of tropical fungal endophytes and mycorrhizae. Ecology. 88(3):550–558. DOI: http://dx.doi.org/10.1890/05-1606.

Ho Y-N, Chiang H-M, Chao C-P, Su C-C, Hsu H-F, Guo C-t, Hsieh J-L, Huang C-C. 2015. In planta biocontrol of soilborne Fusarium wilt of banana through a plant endophytic bacterium, Burkholderia cenocepacia 869T2. Plant Soil. 387(1-2):295–306. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/s11104-014-2297-0.

Irmawan DE. 2007. Kelimpahan dan keragaman cendawan endofit pada beberapa varietas padi di Kuningan, Tasikmalaya dan Subang, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[IRRI] International Rice Research Institute. 1996. International Evaluation System for Rice. 4th edition. http://www.knowledgebank.irri.org/images/docs/rice-standard-evaluation-system.pdf [diakses 4 Okt 2014].

Li CJ, Gao JH, Nan ZB. 2007. Interactions of Neotyphodium gansuense, Achnatherum inebrians, and plant-pathogenic fungi. Mycol Res. 111(10):1220–1227. D O I : h t t p : / / d x . d o i . o rg / 1 0 . 1 0 1 6 / j .mycres.2007.08.012.

Malinowski DP, Belesky DP. 2000. Adaptations of endophyte-infected cool-season grasses to environmental stresses: mechanisms of

217

Page 40: Bakteri Endofit dari Tanaman Kehutanan sebagai Pemacu …fp.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Vol-11-No.6.pdf · 2019-04-25 · reaksi hipersensitifitas bakteri endofit pada

J Fitopatol Indones Sucipto et al.

drought and mineral stress tolerance. Crop Sci. 40(4):923–940. DOI: http://dx.doi.org/10.2135/cropsci2000.404923x.

Munif A, Wiyono S, Suwarno. 2012. Pemanfaatan bakteri endofit untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan tanaman padi gogo. Di dalam: Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor; 2012 Des 10–11; Bogor (ID): LPPM IPB. hlm 349–357.

Nur’asiah. 2011. Keanekaragaman dan kelimpahan cendawan endofit pada batang padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rodriguez RJ, White JF, Jr., Arnold AE, Redman RS. 2009. Fungal endophytes: diversity and functional roles. New Phytol. 182(2):314–330. DOI: http://dx.doi.org/10.1111/j.1469-8137.2009.02773.x.

Santoso, Nasution A. 2009. Pengendalian penyakit blas dan penyakit cendawan lainnya. http://www.litbang.pertanian.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itp_20.pdf [diakses 4 Okt 2014].

Sobrizal, Bustamam M, Carkum C, Warsun A, Human S, Fukuta Y. 2010. Identification of a

major quantitative trait locus conferring rice blast resistance using recombinant inbred lines. Indones J Agric Sci. 11(1):1–10.

Tondok ET. 2012. Keragaman cendawan endofit pada buah kakao dan potensinya dalam pengendalian busuk buah Phytophthora [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tondok ET, Sinaga MS, Widodo, Suhartono MT. 2012. Potensi cendawan endofit sebagai agens pengendali hayati Phytophthora palmivora (Butl.) Penyebab busuk buah kakao. J Agron Indonesia. 40(2):146–152.

Yamaguchii M, Saitoh H, Higashi T. 2000. Effect of varietal field resistance for control of rice blast. Di dalam: Tharreau D, Lebrun MH, Talbot NJ, Notteghem JL, editor. Advances in rice blast research. Montpellier (FR): Springer. hlm 196–202. DOI: http://dx.doi.org/10.1007/978-94-015-9430-1_23.

Zakaria L, Yaakop AS, Salleh B, Zakaria M. 2010. Endophytic fungi from paddy. Trop Life Sci Res. 21(1):101.

218