Kecap_Novia Widyaningtyas H_12.70.0188_C4

20
Acara III FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama: Novia Widyaningtyas Hidayat NIM: 12.70.0188 Kelompok C4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

description

kecap merupakan makanan hasil olahan bahan pangan melalui proses fermentasi. kecap memiliki bau dan rasa yang khas dari proses fermentasi.

Transcript of Kecap_Novia Widyaningtyas H_12.70.0188_C4

FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama: Novia Widyaningtyas HidayatNIM: 12.70.0188Kelompok C4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara III2015

1. HASIL PENGAMATANTabel 1. hasil pengamatan sensory kecap kedelaiKelompokBahan & perlakuanAromaWarnaRasaKekentalan

C1Kedelai hitam + 0,5% inokulum tempe + cengkeh++++++++

C2Kedelai putih + 0,75% inokulum tempe + cengkeh----

C3Kedelai hitam + 0,75% inokulum tempe + 1 batang sereh++++++++

C4Kedelai putih + 1% inokulum tempe + 1 batang sereh++++++++++

C5Kedelai hitam + 1% inokulum tempe + 1 biji pala+++++++++++

Keterangan :Aroma: +++= sangat kuatkekentalan : +++= sangat kental ++= kuat ++= kental += kurang kuat += kurang kental warna: +++= sangat hitamkekentalan : +++= sangat kuat++= hitam ++= kuat += kurang hitam += kurang kuatl

Tabel di atas menunjukkan hasil penerimaan sensory pada kecap kedelai yang dihasilkan oleh kelompok C1 hingga C5 dengan tambahan inokulum dan bumbu yang berbeda. Kelompok C2 tidak menghasilkan data penerimaan sensory dikarenakan terjadinya kontaminasi pada saat fermentasi koji dilakukan, sehingga tidak dapat menghasilkan kecap. Dalam hasil tabel analisa diatas menunjukkan bahwa aroma terkuat kecap dihasilkan oleh kelompok C4 yang menggunakan jenis kedelai putih, inokulum sebanyak 1% dan bumbu tambahan berupa 1 batang sereh. Untuk warna kecap yang sangat hitam dihasilkan oleh kelompok C5 yang menggunakan jenis kedelai hitam dengan tambahan inokulum sebanyak 1% dan tambahan bumbu berupa 1 biji pala. Rasa yang dihasilkan pada kelompok C3, C4 dan C5 menunjukkan sangat kuat, sedangkan rasa kecap yang dihasilkan untuk kelompok C1 ialah kuat. Sedangkan untuk hasil kecap dengan kadar kekentalan yang sangat tinggi ditunjukkan oleh kelompok C1 dan C5.

13

2. 1

3. PEMBAHASANSalah satu produk hasil olahan kedelai dengan menggunakan proses fermentasi ialah kecap. Kecap dibagi menjadi 2 macam rasa yaitu kecap manis dan kecap asin. Kecap dalam pemanfaatannya berperan sebagai pemberi flavor dan warna pada berbagai bahan pangan seperti daging, ikan, dan sayuran. (Rahman, 1992). Pembuatan kecap secara tradisional meliputi fermentasi koji, fermentasi moromi yang di lakukan dalam larutan garam, proses filtrasi, pemberian gula kelapa serta bumbu dan pengemasan dalam botol. (Kasmidjo, 1990). Kecap dikatakan sebagai sumber protein yang cukup baik karena mengandung asam amino esensial yang cukup tinggi. Proses fermentasi yang terjadi pada proses pembuatan kecap membuat zat-zat gizi yang terdapat dalam kecap lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. (Astuti,2015)

Sebelum melakukan praktikum fermentasi kecap, mula-mula kedelai sebanyak 250 gr direndam di dalam air selama 12 jam. Jenis kedelai yang digunakan untuk kelompok C1, C3, dan C5 ialah kedelai hitam. Sedangkan untuk kelompok C2 dan C4 menggunakan jenis kedelai putih dalam pembuatan kecap. Penggunaan bahan dasar pembuatan kecap, dapat menggunakan kedelai hitam atau putih dalam keadaan utuh ataupun telah dihancurkan. (Kasmidjo, 1990). Kedelai yang telah di rendam, selanjutnya, di cuci dan di tiriskan hingga kering. Kedelai kemudian di rebus di dalam air selama kurang lebih 10 15 menit. Tujuan dari proses perebusan yang dilakukan ialah agar biji kedelai menjadi lebih lunak dan tidak keras, sehingga memudahkan starter untuk mendegradasi kedelai dalam waktu yang singkat. (Astawan & Astawan,1991).

Gambar 1. Kedelai putih yang telah direbus

Setelah kedelai dimasak, selanjutnya kedelai di tiriskan kembali dan dikeringkan di atas tampah yang di alasi dengan menggunakan daun pisang. Tampah dan daun pisang yang digunakan sebelumnya telah di bersihkan terlebih dahulu.

Gambar 2. Penirisan kedelai setelah direbus hingga ditiriskan di atas tampah.

Kedelai yang telah ditiriskan selanjutnya dikeringkan, dipastikan tidak basah dan permukaannya tidak berair. Selanjutnya kedelai di masukkan ke dalam besek yang telah di lapisi dengan daun pisang yang sebelumnya sudah di bersihkan.

Gambar 3. Proses pengeringan kedelai di atas tampah dan penambahan inokulum

Kedelai yang telah tertata di dalam besek kemudian di taburi dengan inokulum komersial untuk membuat tempe. Pemberian inokulum untuk setiap kelompok berbeda-beda, kelompok C1 menggunakan 0,5% inokulum tempe, C2 dan C3 sebanyak 0,75%, serta C4 dan C5 menggunakan 1% inokulum tempe. Setelah kedelai diinokulasi selanjutnya besek di tutup dan kedelai tersebut diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang.

Gambar 4. Kedelai hitam dan putih yang telah ditumbuhi miselia dari inokulum

Dalam proses fermentasi koji, inokulum A. oryzae tumbuh dan bertambah banyak serta akan menghasilkan sistem enzim yang kompleks. Hal inilah yang membuat proses fermentasi koji menjadi proses fermentai paling penting dalam pembuatan kecap. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan inokulum untuk menhasilkan sistem enzim ditentukan oleh jumlah kedelai yang digunakan, lamanya waktu fermentasi koji yang dilakukan, kelembapan, dan temperatur. (Wan,2013). Enzim yang dihasilkan saat proses fermentasi koji berlangsung akan menghidrolisis bahan utama yaitu kacang kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana. Protein yang terdapat dalam kedelai akan diubah menjadi asam amino dan peptida oleh enzim proteolitik. Sedangkan pati yang terdapat dalam kedelai akan diubah oleh enzim amilase menjadi gula yang lebih sederhana. Proses hidrolisis nutrient-nutrien ini akan dilakukan oleh yeast dan bakteri pada saat fermentasi moromi berlangsung. (Wu,2010)

Kedelai yang telah ditumbuhi oleh jamur akibat proses fermentasi, selanjunya dipotong-potong dan dikeringkan di dalam dehumidifier selama 2 - 4 jam.

Gambar 5. Kedelai hitam dan putih yang dikeringkan di dalam dehumidifiyer

Kedelai yang sudah kering selanjutnya dimasukkan kedalam toples dan dilarutkan dengan menggunakan larutan garam 20%. Campuran larutan garam dan kedelai ini direndam selama 1 minggu.

Gambar 6. Kedelai yang direndam dengan larutan garam 20%

Proses fermentasi di dalam larutan garam juga dikenal dengan sebutan proses moromi dimana kedelai yang telah dibersihkan dari miselia kapang A. orizae direndam dengan larutan garam sebanyak 20%. (Muangthai,2007). Penggunaan larutan garam dalam proses fermentasi ini bertujuan untuk mengkondisikan proses fermentasi berada pada kondisi aerob, sehingga tidak menghasilkan asam organik seperti asam laktat yang tidak di inginkan. Astawan & Astawan (1991). Dalam proses perendaman kedelai dan larutan air garam, juga dilakukan proses penjemuran. Proses penjemuran ini dilakukan di siang hari dan dilakukan setiap hari selama 1 jam. Proses penjemuran yang dilakukan juga sesekali diikuti dengan proses pengadukan. Setelah kedelai di rendam selama 1 minggu, selanjutnya kedelai akan memasuki tahap pemasakan. Tahap pemasakan dimulain dengan menyaring kedelai dengan menggunakan kain saring untuk diambil cairannya. Cairan hasil perendaman kedelai dalam larutan garam diambil sebanyak 250 ml yang kemudian ditambahkan dengan 750 ml air mineral.

Gambar 7. Penyaringan setelah fermentasi moromi dan penambahan air mineral

Setelah itu, larutan tersebut di masak hingga mendidih, ditambahkan gula merah sebanyak 1 kg dan di aduk hingga larut. Selanjutnya dimasukkan bumbu-bumbu penunjang lain seperti kayu manis 20 gr, ketumbar 3 gr, laos 1 jentik (di geprek terlebih dahulu), dan bunga pekak 1 biji.

Gambar 8. Hasil pemasakan larutan kedelai yang telah ditambahkan bumbu-bumbu (kiri ke kanan)

Setiap kelompok menggunakan semua bumbu tambahan tersebut. Hanya saja pada kelompok C1 dan C2 menggunakan tambahan cengkeh sebanyak 1 gram, kelompok C3 dan C4 menambahkan daun sereh sebanyak 1 batang yang sebelumnya telah di geprek serta untuk kelompok C5 menambahkan 1 biji pala yang telah di parut. Bumbu-bumbu yang telah dicampurkan ke dalam masing-masing formulasi kecap tersebut selanjutnya dimasak hingga agak mengental dan didiamkan beberapa saat agar dingin lalu di saring dengan menggunakan kain saring. Kecap yang sudah jadi selanjutnya di lakukan uji sensory meliputi aroma, warna, rasa, dan kekentalan. Hasil pengamatan yang diperoleh dari proses fermentasi koji menunjukkan hasil yang berbeda-beda antar kelompok satu dengan lainnya. Kelompok C1, C3, C4, dan C5 menghasilkan hasil fermentasi koji berupa tumbuhnya miselia berwarna putih yang menyelimuti seluruh permukaan kedelai yang terfermentasi. Timbulnya miselia ini disebabkan oleh adanya aktivitas jamur yang mendukung terbentuknya miselia pada kedelai sehingga seluruh bagian kedelai dapat diselimuti oleh miselia yang berwarna putih. Jumlah inokulum yang digunakan dalam proses fermentasi juga berpengaruh terhadap miselium yang dihasilkan. Apabila inokulum yang ditambahkan mencukupi dalam proses fermentasi maka akan menghasilkan miselia yang banyak, namun apabila inokulum yang ditambahkan kurang, maka miselia tidak akan terbentuk. (Kasmidjo,1990). Sedangkan untuk kelompok C2 yang mengalami kontaminasi dalam proses fermentasi koji sehingga tidak dapat menghasilkan substrat kedelai yang di inginkan. Hal ini terjadi karena adanya kemungkinan bahwa pada saat melakukan proses pemasakan kedelai kurang terlalu cepat sehingga masih terdapat bakteri pada permukaan kedelai sehingga mengkontaminasi kapang atau inokulun pada saat proses fermentasi koji dilakukan. (Rahayu et al, 1993). Selain itu, tidak tumbuhnya miselia pada kedelai kelompok C2 juga dapat disebabkan karena jumlah dari biakan inokulum atau Rhizopus oligosporus maupun Aspergillus oryzae yang terlalu sedikit sehingga zat gizi dari kedelai tidak dapat diubah. Suhu inkubasi yang berlebihan juga dapat menyebabkan gagalnya proses fermentasi koji, di mana mikroba sulit untuk menghasilkan enzim protease. Suhu optimal saat inkubasi dilakukan ialah tidak lebih dari 20C (Kasmidjo, 1990).

Untuk hasil pada proses moromi pada kelompok C1,C3,C4 dan C5 menghasilkan bau yang khas dan warna yang keruh serta terdapat sedikit buih pada permukaan larutan kedelai. Setelah beberapa hari proses fermentasi berjalan, volume air rendaman pada kedelai berkurang dan volume kedelai menjadi bertambah besar. Hal ini dikarenakan terserapnya larutan garam kedalam kedelai sehingga mengalami peningkatan volume menjadi lebih besar. Bau khas dan warna keruh yang ditimbulkan disebabkan karena adanya kapang yang belum mati selama proses penjemuran dan ketika dilakukan perendaman dengan larutan garam, kapang tersebut akan terseleksi dan mati. Sehingga mengendap dan menyebabkan warna larutan menjadi keruh. (Rahman ,1992). Kelompok C2 tidak dapat meneruskan proses fermentasi moromi disebabkan karena terjadinya kontaminasi pada proses fermentasi koji yang dilakukan sebelumnya. Sehingga tidak dapat meneruskan ke tahap pembuatan kecap selanjutnya.

Untuk analisa sensory yang dilakukan menunjukkan aroma yang sangat kuat dihasilkan oleh kelompok C4 yang menggunakan jenis kedelai putih, dengan inokulum sebanyak 1% dan bumbu tambahan berupa 1 batang sereh. Aroma kuat yang dihasilkan oleh kelompok C4 disebabkan karena adanya proses fermentasi khamir yang terjadi selama proses perendaman dengan menggunakan larutan garam sehingga menghasilkan senyawa 4-etilguakol, 4-etifenol dan 2-fenil etanol yang berpengaruh terhadap rasa dan aroma kecap yang dihasilkan. (Rahman,1992). Sedangkan untuk warna kecap yang sangat hitam dihasilkan oleh kelompok C5 yang menggunakan jenis kedelai hitam dengan tambahan inokulum sebanyak 1% dan tambahan bumbu berupa 1 biji pala. Terbentuknya warna yang sangat hitam pada kecap kelompok C5 disebabkan karena terjadinya proses browning yang terjadi antara gula pereduksi yang dihasilkan oleh protein kedelai dengan gugus amino, serta adanya penambahan gula jawa yang diikuti dengan proses pemanasan sehingga menyebabkan terjadinya karamelisasi dan menyebabkan warna kecap berubah menjadi coklat tua hingga hitam. (Astawan & Astawan,1991).

Rasa yang sangat kuat dihasilkan oleh kelompok C3, C4 dan C5 dimana pada kelompok C3 menggunakan kedelai hitam dengan tambahan inokulum sebanyak 0,75% dan bumbu berupa 1 batang sereh. Kelompok C4 menggunakan kedelai putih dengan inokulum sebanyak 1% dan tambahan bumbu 1 batang sereh. Sedangkan untuk kelompok C5 menggunakan kedelai hitam dengan tambahan inokulum sebanyak 1% dan bumbu tambahan berupa 1 biji pala. Kekentalan yang dihasilkan oleh kelompok C1 dan C5 menunjukkan tingkat kekentalan tertinggi. Dimana pada kedua kelompok tersebut sama-sama menggunakan kedelai hitam sebagai bahan utamanya, hanya saja berbeda persentase inokulum yang digunakan. C1 menggunakan 0,5% inokulum dan C5 menggunakan 1% inokulum, bahan yang ditambahkan pada masing-msaing kelompok ialah cengkeh dan biji pala.

Rasa sangat kuat yang dihasilkan oleh kelompok C3, C4 dan C5 disebabkan oleh adanya enzim yang dihasilkan saat proses fermentasi koji berlangsung, dimana enzim kan mengubah protein dan pati menjadi senyawa yang lebih sederhana berupa asam amino, gula yang kemudian menghasilkan rasa yang unik. (Mao,2012). Selain itu, pembentukan flavor atau rasa yang dihasilkan oleh kecap tersebut disebabkan karena meningkatnya asam amino nitrogen yang diikuti dengan meningkatnya rasa khas pada kecap. Rasa khas yang dihasilkan oleh kecap ini, menunjukkan indikator yang penting bagi kualitas dari kecap yang dihasilkan. (Wan,2013). Kekentalan tertinggi dihasilkan oleh kelompok C1 dan C5. Kekentalan pada kecap disebabkan karena adanya penambahan gula jawa pada saat proses pemasakan, dimana gula jawa tersebut mengalami proses karamelisasi karena panas dan menghasilkan viskositas kecap yang semakin kental. Menurut Santoso (1994)

Kelompok C2 yang tidak menghasilkan data sensory berupa warna, aroma, rasa, dan kekentalan disebabkan karena mengalami kegagalan pada proses fermentasi koji yang dilakukan. Kegagalan ini disebabkan terjadinya terkontaminasi pada kedelai yang telah diberikan inokulum tempe, sehingga tidak dapat dilanjutkan ke proses selanjutnya untuk diolah menjadi kecap. Terjadinya kontaminasi ini bisa disebabkan karena proses perebusan yang dilakukan kurang lama sehingga menyebabkan bakteri pada permukaan kacang kedelai masih dapat tumbuh sehingga mengkontaminasi inokulum saat proses fermentasi koji berlangsung. Proses perebusan yang dilakukan sebelumnya memiliki tujuan untuk melunakkan kedelai sehingga memudahkan inokulum mendegradasinya, selain itu ialah untuk merusak protein inhibitor dan membunuh bakteri yang terdapat pada permukaan kedelai. Dimana dalam pemasakan tersebut diharapkan sudah banyak jumlah mikroorganisme yang berkurang dari kedelai yang akan digunakan. (Rahayu et al, 1993). Selain itu, terjadinya kontaminasi oleh bakteri Bacillus subtilis, mungkin terjadi karena sporanya yang bersifat aerob selama proses fermentasi koji berlangsung. (Kasmidjo, 1990).

Kecap yang dihasilkan oleh semua kelompok memiliki karakteristik berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan bumbu yang berbeda dalam pembuatan kecap. Secara fisik, warna kecap yang paling hitam dihasilkan oleh kelompok C5 yang menggunakan biji pala sebagai bumbu tambahan dalam pembuatan kecapnya. Sedangkan kekentalan tertinggi yang dihasilkan berasal dari kelompok C1 dan C5, dimana masing-masing menggunakan cengkeh dan biji pala sebagai bahan tambahan dalam pembutan kecapnya. Sedangkan aroma terkuat dihasilkan oleh kelompok C4 dengan bumbu tambahan berupa sereh dalam pembuatan kecapnya. Hasil yang mencolok pada setiap bumbu tambahan yang digunakan dalam pembuatan kecap ini menghasilkan karakteristik yang berbeda satu sama lain terhadap kualitas kecap yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena penambahan bumbu-bumbu dalam pembuatan kecap akan menghasilkan bau dan rasa yang khas. (Astawan & Astawan, 1991).

4. 3

5. KESIMPULAN Dalam proses pembuatan tempe digunakan 2 macam proses fermentasi yaitu fermentasi koji dan fermentasi moromi. Kontaminasi yang terjadi pada proses fermentasi koji dapat menyebbabkan kedelai menjadi rusah dan tidak dapat digunakan dalam pembuatan kecap. Kelompok C2 mengalami kontaminasi pada saat proses fermentasi koji, sehingga tidak dapat menghasilkan kecap. Aroma kecap terkuat dihasilkan oleh kelompok C4 yang menggunakan kedelai putih sebagai bahan dasar utamanya. Warna kecap yang sangat hitam dihasilkan oleh kelompok C5 yang menggunakan kedelai hitam sebagai bahan utamanya. Rasa kecap yang sangat kuat dihasilkan oleh kelompok C3,C4 dan C5. Kecap yang memiliki kekentalan sangat tinggi dihasilkan oleh kelompok C1 dan C5 yang sama-sama menggunakan kedelai hitam sebagai bahan utamanya. Pembentukan flavor (aroma dan rasa) pada kecap disebabkan karena adanya peningkatan asam amino nitrogen. Warna hitam yang dihasilkan pada kevap dihasilkan karena adanya penambahan gula jawa yang diikuti dengan proses pemanasan sehingga menyebabkan karamelisasi. Kekentalan yang dihasilkan pada kecap disebabkan karena penambahan gula jawa yang mengalami karamelisasi saat proses pemasakan berlangsung.

Semarang, 23 Juni 2015Praktikan Asisten Dosen: - Abigail Sharon Effendy- Frisca Melia

Novia Widyaningtyas Hidayat12.70.0188

6. DAFTAR PUSTAKAAnita Fitri Astuti , Agustin Krisna Wardani.(2015). Pengaruh Lama Fermentasi Kecap Ampas Tahu Terhadap Kualitas Fisik, Kimia dan Organoleptik. urusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang. Jl. Veteran, Malang 65145

Astawan , M & M.W. Astawan .(1991) . Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna . Akademika Pressindo . Jakarta.

Chunqi Mao, Guoqing He, Xinyong Du, Meilin Cui and Shiyang Gao. (2013). Biochemical Changes in the Fermentation of the Soy Sauce Prepared with Bittern. Chunqi Mao, Guoqing He, Xinyong Du, Meilin Cui and Shiyang Gao Department of Biosystem Engineering and Food Science, Zhejiang University, Yuhangtang Road 866, Hangzhou, 310058, Zhejiang, P.R. China.

Kasmidjo, RB. (1990).Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya .PAU UGM . Yogyakarta.

Pornpimol Muangthai, Pakatheera Upajak and Wai Patumpai. (2007). Study of Protease Enzyme and Amino Acid Contents in Soy Sauce Production From Peagion Pea and Soy Bean. Department of Chemistry, Faculty of Science, Srinakharinwirot University, Bangkok,Thailand

Rahman, A . (1992) . Teknologi Fermentasi . Arcan . Jakarta.

Rahayu, E; R. Indiarti, T. Utami; E. Harmayani & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutrition. Collection. PAU Pangan 7 Gizi. Yogyakarta.

Santoso, B. H. (1994). Kecap dan Tauco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Shoupeng Wan, Yanxiang Wu, Cong Wang, Chunling Wang, Lihua Hou. (2013). The development of soy sauce from organic soy bean. Key Laboratory of Food Nutrition and Safety(Tianjin University of Science & Technology), Ministry of Education, Tianjin, China.

Ta Yeong Wu, Mun Seng Kan, Lee Fong Siow and Lithnes Kalaivani Palniandy. (2010). Effect of temperature on moromi fermentation of soy sauce with intermittent aeration. Chemical and Sustainable Process Engineering Research Group, School of Engineering, Monash University, Jalan Lagoon Selatan, Bandar Sunway, 46150, Selangor Darul Ehsan, Malaysia.

7. 12

8. LAMPIRAN8.1. Laporan Sementara8.2. Abstrak jurnal 14