Kebutuhan Sosial Dan Paparan

16
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan saling berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dalam kehidupan bermasyarakat http://www.businessdictionary.com/definition/exposure.html 25 april 2015 1.General: State or condition of being unprotected and open to damage, danger, risk of suffering a loss in a transaction, or uncertainty. 2.Advertising: Degree to which an audience (readers, listeners, viewers, visitors to a website) is in receipt of a promotional message. 3.Banking: (1) Total amount of unsecured loans; (2) Total amount of loans advanced to a single borrower, group, industry, or country; (3) probability of loss from devaluation, revaluation, or foreign exchange fluctuations. 4.Occupational safety: State of being vulnerable to work environment hazards through contact, inhalation, ingestions, or any other route. DEFINISI KONFORMITAS Konformitas (conformity) adalah perubahan perilaku seseorang yang terjadi karena pengaruh orang lain yang nyata ataupun yang diimajinasikan. Morton Deutsch dan Harold Gerard (1955) mengajukan dua tipe pengaruh sosial yang menyebabkan konformitas, yaitu informasional dan normatif. PENGARUH SOSIAL INFORMASIONAL: KEBUTUHAN UNTUK MENGETAHUI INFORMASI YANG BENAR Definisi Pengaruh sosial informasional (Cialdini, 2000; Cialdini & Goldstein, 2004; Deutsch & Gerard, 1955) adalah pengaruh orang lain yang mengakibatkan kita melakukan konformitas karena melihatnya sebagai sumber informasi yang memandu perilaku kita.

description

teori

Transcript of Kebutuhan Sosial Dan Paparan

Page 1: Kebutuhan Sosial Dan Paparan

Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan saling berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dalam kehidupan bermasyarakat

http://www.businessdictionary.com/definition/exposure.html 25 april 20151.General: State or condition of being unprotected and open to damage, danger, risk of suffering a loss in a transaction, or uncertainty.2.Advertising: Degree to which an audience (readers, listeners, viewers, visitors to a website) is in receipt of a promotional message.3.Banking: (1) Total amount of unsecured loans; (2) Total amount of loans advanced to a single borrower, group, industry, or country; (3) probability of loss from devaluation, revaluation, or foreign exchange fluctuations.4.Occupational safety: State of being vulnerable to work environment hazards through contact, inhalation, ingestions, or any other route.

DEFINISI KONFORMITAS

Konformitas (conformity) adalah perubahan perilaku seseorang yang terjadi karena pengaruh

orang lain yang nyata ataupun yang diimajinasikan.

Morton Deutsch dan Harold Gerard (1955) mengajukan dua tipe pengaruh sosial yang menyebabkan konformitas, yaitu informasional dan normatif.

PENGARUH SOSIAL INFORMASIONAL: KEBUTUHAN UNTUK MENGETAHUI

INFORMASI YANG BENAR

Definisi

Pengaruh sosial informasional (Cialdini, 2000; Cialdini & Goldstein, 2004; Deutsch & Gerard,

1955) adalah pengaruh orang lain yang mengakibatkan kita melakukan konformitas karena

melihatnya sebagai sumber informasi yang memandu perilaku kita. Kita melakukan konformitas

karena meyakini bahwa orang lain itu menginterpretasikan situasi yang kabur secara lebih tepat

daripada interpretasi kita sendiri, dan membantu kita untuk memilih tindakan yang tepat.

Ilustrasi      Eksperime Muzafer Sherif (1936): Efek Otokinetik

Efek otokinetik: cahaya yang diam di dalam ruang yang gelap nampak seperti bergerak-gerak,

karena mata kita tidak memiliki titik referensi dari objek lainnya.

Page 2: Kebutuhan Sosial Dan Paparan

Fase 1: Subjek duduk sendiri di ruang gelap, diminta fokus memperhatikan satu titik bercahaya yang

jaraknya 15 kaki. Eksperimenter meminta subjek mengestimasi (memperkirakan) seberapa jauh

titik cahaya itu bergerak-gerak.  Dalam fase ini estimasi subjek bervariasi: ada yang

memperkirakan bergerak-gerak sejauh 2 inci, 4 inci, 10 inci dsb.

Fase 2: Beberapa hari setelah Fase 1, subjek dipasangkan dengan dua orang lain yang sama-sama memiliki

pengelaman diminta mengestimasi gerakan titik cahaya secara sendirian. Meskipun awalnya

masing-masing memiliki estimasi yang berbeda, namun setelah beberapa kali akhirnya tiap-tiap

kelompok memiliki estimasi yang sama mengenai seberapa jauh titik cahaya itu bergerak-gerak.

Masing-masing menyetujui estimasi dari kelompoknya.

Hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa tiap-tiap orang  menjadikan orang lain sebagai sumber

informasi, dan menganggap bahwa  estimasi kelompok adalah yang benar. Pengaruh sosial

informasional ini menghasilkan penerimaan secara pribadi (private acceptance).  

Meskipun jauh dari keyakinan awal namun orang-orang cenderung mengikuti begitu saja

estimasi kelompok, mungkin  supaya tidak nampak bodoh. Hal ini disebut public compliance.

Untuk memperkuat kesimpulannya, setelah subjek selesai berpastisipasi dalam eksperimen Fase

1 dan 2, Sherif meminta tiap-tiap subjek memutuskan sendiri mengenai seberapa jauh titik cahaya

itu bergerak-gerak. Hasilnya, tiap-tiap subjek tetap memberikan jawaban sesuai dengan estimasi

dari kelompoknya.  Hal ini didukung oleh penelitian lain yang menunjukkan bahwa setelah satu

tahun kemudian orang-orang  tetap mengikuti pendapat kelompoknya (Rohrer, Baron, Hoffman, &

Swander, 1954). 

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang-orang bersandar satu sama lain dalam

mendefinisikan realitas, dan selanjutnya secara pribadi menerima hasil estimasi kelompok.      Penelitian Lanjutan

Hasil penelitian Sherif diperluas dengan penelitian lain dengan situasi yang lebih kongkrit

daripada eksperimen Sherif. Misalnya eksperimen Baron, Vandello, & Brunsman (1996) yang

memberikan tugas subjek untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan, yang ditampilkan

menggunakan slide (seperti menjadi saksi mata tindak kejahatan nyata).

Hasilnya tetap sesuai dengan hasil penelitian Sherif, menunjukkan bahwa dalam situasi yang

ambigu (kurang pasti), banyak subjek yang cenderung mengikuti jawaban orang-orang lain dalam

kelompok, meskipun jawaban tersebut salah.  Kecenderungan sepertin ini tentu saja berisiko,

karena keputusan kita tidak akurat.

Ledakan Konformitas Informasional

Dalam situasi krisis, dapat terjadi bentuk konformitas informasional yang dramatis. Hal ini terjadi

bila individu dihadapkan pada ketakutan, situasi  mengandung berbahaya, di mana ia kurang siap

untuk merespon (Killian, 1964). Misalnya adanya berita terjadinya tsunami di suatu tempat.

Orang-orang mungkin tidak  mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang harus ia lakukan.   

Page 3: Kebutuhan Sosial Dan Paparan

Bila keamanan seseorang terancam, kebutuhan informasi menjadi akut --- selanjutnya perilaku

orang-orang lain menjadi informatif (dijadikan sumber informasi).

Gustav Le Bon (1895) adalah peneliti yang pertama kali mendokumentasikan bagaimana emosi

dan perilaku dapat menyebar secara cepat melalui suatu kerumunan (crowd) --- suatu efek yang

disebutnya sebagai contagion.  

Seperti telah kita pelajari,  dalam situasi yang kabur, sangat mungkin orang-orang hanya bersandar

pada interpretasi dari orang lain.  Padahal, dalam situasi yang sangat kabur dan kacau, orang-orang

lain juga tidak memiliki informasi yang akurat seperti kita. Bila orang lain menerima informasi

yang salah, kita mengadopsi kesalahannya dan juga menjadi salah interpretasi.

Contoh ekstrim konformitas informasional yang salah arah seperti itu adalah mass psychogenic

illness (Bartholomew & Wessely, 2002; Colligan, Pennebaker, & Murphy, 1982).

 Sebagai contoh, pada tahun 1998 seorang guru di Tenessee USA  melaporkan bau bensin

(gasoline) di kelasnya; dengan cepat  ia mengalami sakit kepala, mual, sesak nafas, dan pusing.

Setelah kelas ibu guru itu dievakuasi, orang-orang lain di sekolah itu melaporkan gejala yang

sama. Maka diputuskan untuk mengevakuasi semua kelas. Semua orang menyaksikan ibu guru itu

dan beberapa murid dievakuasi dengan ambulance.  Tenaga-tenaga ahli setempat tidak

menemukan  adanya masalah di sekolah tersebut.  Aktivitas kelas dimulai lagi --- dan ada

beberapa orang lagi yang melaporkan rasa sakit.   Maka para ahli dari beberapa negara bagian 

bersama-sama menyelidiki keadaan lingkungan dan epidemi di sekolah tsb. Hasilnya, sekali lagi

tidak ditemukan adanya masalah di sekolah tersebut. Ketika sekolah tersebut dibuka kembali,

epidemi penyakit misterius itu telah berakhir (Altman, 2000).

Timothy Jones dkk (2000) dari Depkes Tenessee yang menyelidiki kasus tersebut (lebih dari 170

murid, guru, dan staf dievakuasi ke rumah sakit tanpa ditemukan faktor organik yang menjadi

penyebab) menyimpulkan bahwa penyebabnya adalah penyakit psikogenik masa (mass

psychogenic illness).

Dalam hal ini kita perlu juga memperhatikan peran media massa (televisi, radio, koran,  internet, e-

mail) dalam menyebarkan informasi, yang mungkin memicu sakit psikogenik massa.  

Kapan Orang Melakukan Konformitas terhadap Pengaruh Sosial Informasional?

Berikut ini adalah beberapa situasi yang paling mungkin menimbulkan konformitas karena

pengaruh sosial informasional.

1.    Ketika situasi tidak jelas atau ambigu

Ketidakjelasan merupakan hal yang paling menentukan sejauhmana seseorang menggunakan

orang lain sebagai sumber informasi. Ketika seseorang tidak mengetahui bagaimana respon yang

benar, maka ia mudah dipengaruhi oleh informasi orang lain. Semakin tidak memiliki informasi,

kita semakin tergantung pada orang lain.  

2.    Ketika dalam situasi kritis

Dalam situasi krisis kita tidak memiliki waktu cukup untuk memikirkan tindakan apa yang

seharusnya kita ambil; kita harus bertindak dengan cepat. Jika kita merasa takut, panik, serta tidak

Page 4: Kebutuhan Sosial Dan Paparan

tahu apa yang harus dilakukan, biasanya kita melihat bagaimana orang lain bertindak dan

melakukan hal yang sama dengan orang lain. Padahal orang lain yang kita tiru juga dalam

ketakutan dan panik, sehingga mungkin bertindak tidak rasional.

3.    Ketika orang lain adalah ahli

Biasanya, semakin ahli atau semakin berpengetahuan, seseorang semakin dihargai  sebagai

pemandu/ panutan dalam situasi yang tidak jelas (ambigu). Sebagai contoh, ketika penumpang

pesawat terbang melihat asap dari mesin pesawat, maka hal pertama yang ia lihat adalah reaksi

dari pramugarinya (dianggap ahli). Bagaimanapun juga ahli tidak selalu meerupakan sumber

informasi yang dapat diandalkan. Misalnya, mungkin saja pramugari mengatakan bahwa tidak ada

masalah dengan pesawat tersebut, padahal sebenarnya pesawat sedang terbakar.

Menolak Pengaruh Sosial Informasional

Menggantungkan diri pada orang lain dalam mendefinisikan apa yang terjadi, bisa jadi merupakan

langkah yang tepat, namun dapat juga menjadi tragedi, tergantung kebenaran informasinya. Jadi,

kita memerlukan kriteria, kapan dapat menyatakan bahwa orang lain merupakan sumber informasi

yang tepat dan kapan kita menolak definisi situasi dari orang lain.

Pertama, dengan melihat beberapa contoh, dimungkinkan jika kita menolak pengaruh sosial

informasional yang tidak benar. Misalnya, saat Perang Dunia tidak semua orang menjadi panik

(Cantril, 1940).  Sebagian dari mereka memilih menggunakan strategi pemecahan masalah secara

rasional  (rational problem solving); mereka mengecek berbagai situasi melalui siaran-siaran radio

dan menemukan bahwa radio yang berbeda menyiarkan hal yang berbeda.  Mengingat

kemungkinan dapat terjadi  contagion atau kepanikan massa, mereka lebih mengandalkan diri

sendiri dalam mencari dan menemukan informasi.

Keputusan kita untuk melakukan konformitas terhadap pengaruh informasional tergantung 

bagaimana evaluasi kita mengenai tindakan/reaksi dari orang lain: apakah reaksi dari orang lain

lebih syah daripada tindakan kita? Kita perlu menjawab pertanyaan berikut ini:      Apakah orang lain lebih mengetahui apa yang terjadi daripada apa yang saya ketahui?

Apakah situasi yang ada telah ditangani oleh ahlinya atau seseorang yang mengetahui lebih banyak

daripada diri saya?      Apakah tindakan-tindakan orang lain atau ahli yang ada nampak lebih tepat? Jika saya

melakukan seperti yang mereka lakukan, apakah itu akan melawan pemahaman umum (common

sense) saya atau suara hati saya?

PENGARUH SOSIAL NORMATIF: KEBUTUHAN UNTUK DITERIMA

Banyak remaja bersedia berdiri di atas kereta api menempuh perjalanan jauh antar kota (misalnya

Bonek, pendukung Persibaya). Fenomena ini menunjukkan bahwa ada hal lain yang mendorong

kita melakukan konformitas terhadap pengaruh sosial selain karena kebutuhan informasional,

yaitu: Kita melakukan konformitas juga supaya kita disukai dan diterima oleh kelompok sosial

kita.  Kita melakukan konformitas terhadap norma sosial (social norms).

Page 5: Kebutuhan Sosial Dan Paparan

Kelompok memiliki harapan tertentu mengenai bagaimana seharusnya perilaku anggotanya, dan

anggota yang baik melakukan konformitas terhadap aturan tersebut. Anggota yang tidak

melakukan konformitas dianggap berbeda, sulit, dan  menyimpang.

Anggota yang menyimpang dapat diejek/ditertawakan, dihukum, atau ditolak anggota kelompok

yang lain.

Kita manusia secara alami merupakan suatu spesies sosial. Melalui interaksi dengan orang lain kita

menerima dukungan emosional, afeksi, dan cinta. Ambil bagian di dalamnya merupakan

pengalaman yang menyenangkan.  Penelitian terhadap individu yang terasing dalam waktu yang

lama,  menunjukkan bahwa kekurangan kontak sosial merupakan pengalaman yang menimbulkan

stres dan traumatik (Baumister & Leary, 1995; Schachter, 1959; Williams, 2001).

Adanya kebutuhan akan kebersamaan secara sosial (social companionship) yang fundamental

seperti itu, tidaklah mengherankan bahwa kita sering melakukan konformitas untuk diterima oleh

orang lain. Pengaruh sosial normatif ini terjadi bila pengaruh orang lain mengakibatkan kita

melakukan konformitas untuk disukai dan diterima oleh mereka.

 Ilustrasi      Eksperimen Asch (1951; 1956)      

Sesi baseline   : Subjek dalam kelompok (7-9 orang) diminta untuk menentukan garis pembanding (kartu sebelah kanan) yang mana yang sama panjangnya dengan garis standard (kartu di sebelah kiri). 

Sesi eksperimen: Subjek dalam kelompok diberi tugas yang sama seperti sesi baseline, namun di dalam kelompok terdapat seorang pembantu eksperimenter (confederate) yang menyamar sebagai subjek, yang mendapat giliran pertama menjawab dan membuat pilihan garis nomor 1 (yang jelas salah).  Percobaan dilakukan sebanyak 12 kali.Hasil eksperimen: Di luar harapan Asch, meskipun jawaban yang benar sangat jelas (garis no 2), namun sebanyak 76% dari peserta eksperimen melakukan konformitas (mengikuti confederate memberikan jawaban salah), setidaknya dalam satu sesi. Rata-rata subjek melakukan konformitas sebanyak 3 kali (sesi 1-3) dalam 12 sesi percobaan yang dilakukan.  Seperti halnya penelitian Sherif, penelitian Asch juga menunjukkan bahwa persepsi visual seseorang sama-sama mudah terpengaruh oleh orang lain.  Perbedaannya, dalam eksperimen Asch subjek sebenarnya dapat melihat dengan jelas jawaban mana yang benar. Namun terdapat kecenderungan subjek mengikuti jawaban dari kelompok, meskipun ia tidak yakin dengan jawaban tersebut. Hal ini disebabkan karena subjek merasakan emosi negatif, perasaan tidak nyaman dan tertekan bila mengikuti keyakinannya sendiri dan bertentangan dengan kelompok.Kesimpulan tersebut didukung oleh penelitian Gregory Berns dkk (2005) yang menemukan fakta biologis bahwa subjek yang menolak pengaruh sosial normatif mengalami ketidaksenangan dan ketidaknyamanan. Hasil pengukuran

Page 6: Kebutuhan Sosial Dan Paparan

menggunakanmagnetic resonance imaging/ MRI (alat perekam perubahan aktivitas otak) menemukan sbb:

(1) Pada sesi baseline (subjek tidak dipengaruhi orang lain), otak menunjukkan aktivitas pada area visual/perseptual (posterior);

(2) Jika subjek melakukan konformitas mengikuti jawaban salah, otak juga menunjukkan aktivitas pada area visual/perseptual;

(3) Jika subjek mengikuti pilihannya sendiri (tidak mengikuti jawaban salah), otak tidak menunjukkan aktifitas pada area visual/perseptual melainkan pada area emosi negatif (amygdala) dan area yang mengatur perilaku sosial (coudate nucleus sebelah kanan).

Kapan Seseorang Melakukan Konformitas terhadap Pengaruh Sosial Normatif?

Bibb Latane (1981) mengemukakan teori pengaruh sosial (social impact theory) untuk menjelaskan variabel-variabel yang menentukan  seseorang merespon pengaruh sosial. Variabel-variabel tersebut adalah: (1) Strength : seberapa penting kelompok itu bagi individu; (2)  Immediacy : seberapa dekat kelompok itu dalam segi ruang dan waktu,  ketika kelompok mencoba mempengaruhi individu; (3)Number : seberapa banyak orang di dalam kelompok.Berikut ini uraian lebih rinci  yang berkaitan dengan social impact theory:

1.    Ketika anggota kelompok berjumlah 3 orang atau lebihPenelitian Asch dan penelitian-penelitian  lain menemukan bahwa konformitas meningkat  bila jumlah anggota lebih banyak; tetapi bila anggota berjumlah 4 atau 5 orang maka konformitas tidak bertambah lagi secara signifikan. Jadi, tidak perlu ada kelompok dengan jumlah yang sangat banyak untuk menciptakan pengaruh sosial normatif.

2.    Ketika menganggap kelompoknya pentingTekanan normatif lebih terasa bila berasal dari individu-individu yang memiliki hubungan persahabatan dan percintaan. Hal ini karena ada nilai yang sangat besar atas cinta dan penghargaan, sehingga individu yang memiliki kelekatan (attachment) yang kuat terhadap kelompok seperti itu akan lebih terpengaruh oleh pengaruh sosial normatif dibanding individu lain yang kelekatannya kurang kuat.

3.    Ketika ada orang yang tidak beraliansi dengan kelompokPengaruh sosial normatif dalam kelompok sangat kuat jika individu-individu dalam kelompok meyakini hal yang sama. Pentingnya memiliki aliansi (sekutu) dapat diketahui dari eksperimen Asch (1955),  di mana 6 dari 7 confederatememberikan jawaban yang salah dan 1 confederate memberikan jawaban benar dalam tiap percobaan.  Hasilnya, meskipun hanya ada satu orang yang dapat menjadi sekutu namun subjek cukup terbantu untuk menolak tekanan normatif. Dalam eksperimen ini subjek yang melakukan konformitas hanya 6%. Padahal dalam kondisi eksperimen di mana semua confederate menjawab salah, hasilnya 32% yang melakukan konformitas.

Page 7: Kebutuhan Sosial Dan Paparan

4.    Ketika budaya kelompoknya kolektivistikMilgram yang mereplikasi penelitian Asch di Perancis dan Norwegia menemukan bahwa partisipan (subjek) di Norwegia memiliki tingkat konformitas lebih tinggi dibanding partisipan di Perancis. Hal ini nampaknya karena Norwegia yang memiliki kohesi yang tinggi, ”memiliki perasaan mendalam di dalam beridentifikasi pada kelompok”; sedangkan Perancis memiliki budaya ”jauh dari adanya konsensus dalam kehidupan sosial dan politik”.Hasil penelitian meta analisis terhadap 133 eksperimen Asch ”menilai garis” yang dilakukan dalam 17 negara , ditemukan bahwa nilai-nilai budaya mempengaruhi  pengaruh sosial normatif (Bond & Smith, 1996). Subjek dari budaya kolektivis (mementingkan kelompok) menunjukkan konformitas yang lebih tinggi dibanding subjek dari budaya individualis (mementingkan individu). Dalam budaya kolektivis konformitas dinilai sebagai ciri positif (yaitu mempromosikan harmoni dan hubungan yang suportif dalam kelompok); sedangkan di USA yang individualis konformitas dinilai negatif.   

Perbedaan Gender dalam KonformitasHasil enelitian terdahulu (Chrutchfield, 1955) menyatakan bahwa perempuan memiliki tingkat konformitas lebih tinggi dibanding laki-laki.  Bagaimanapun juga hasil riset yang lebih baru menunjukkan hasil yang lebih kompleks.

      Eagly dan Carli (1981): meta analisis terhadap 145 penelitian yang mencakup 21.000 partisipan menemukan bahwa laki-laki kurang dapat dipengaruhi dibanding perempuan, namun perbedaan tersebut sangat tipis.

      Selain itu perbedaan konformitas laki-laki dan perempuan juga tergantung jenis tekanan konformitasnya.  Bila berhadapan dengan tekanan sosial, perempuan lebih memilih melakukan konformitas dibanding laki-laki. Menurut Eagly (1987) hal ini berkaitan dengan anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan dianggap lebih mudah menyetujui dan lebih suportif, sedangkan laki-laki dianggap lebih independen dalam menghadapi tekanan sosial.

      Eagly dan Carli (1981) menemukan bahwa peneliti laki-laki dibanding peneliti perempuan  lebih suka menemukan bahwa laki-laki lebih tidak mudah terpengaruh. Hal ini membuat peneliti laki-laki dan perempuan cenderung berbeda dalam memilih jenis tugas dalam eksperimen: memilih tugas yang familiar (sesuai) dengan gender peneliti.

Pengaruh Minoritas: Kapan Sedikit Orang Mempengaruhi Banyak Orang ?Mascovici (1985; 1994; Mascovici dkk, 1994) berpendapat bahwa terdapat kondisi di mana individu atau minoritas dalam kelompok dapat  mempengaruhi perilaku atau keyakinan mayoritas. Inilah yang disebut sebagai pengaruh minoritas (minority influence).

Page 8: Kebutuhan Sosial Dan Paparan

Kunci dari pengaruh minoritas adalah konsistensi : Orang-orang yang memiliki pandangan minoritas harus memiliki pandangan yang tetap sama dari waktu ke waktu, dan sesama anggota minoritas satu sama lain harus sepakat.  Misalnya, minoritas ilmuwan memunculkan kepedulian terhadap pemanasan global lebih dari dua dekade yll; dan sekarang hampir semua ilmuwan memberikan perhatian.

MENGGUNAKAN PENGARUH SOSIAL UNTUK MEMPROMOSIKAN PERILAKU YANG BERMANFAATKonformitas informasional maupun normatif terjadi, termasuk di  dalam budaya individualistis. Jadi, kita dapat menggunakan kecenderungan ini untuk mempengaruhi orang-orang untuk berperilaku yang baik secara umum.Cialdini dkk (1991) memberikan saran, pertama-tama kita perlu berfokus pada jenis norma apa yang beroperasi dalam situasi yang kita hadapi. Dengan demikian selanjutnya kita dapat mendukung orang-orang untuk melakukan konformitas yang baik secara sosial.Terdapat dua jenis norma sosial budaya: injunctive norms dan descriptive norm.

1.    Injunctive norms: Persepsi orang-orang mengenai perilaku apa yang disetujui dan yang tidak disetujui oleh orang lain. Norma ini digunakan untuk memotivasi perilaku dengan cara menawarkan ganjaran terhadap perilaku yang normatif dan menawarkan  hukuman terhadap perilaku yang tidak normative.

2.    Descreptive norms: Persepsi orang-orang mengenai bagaimana secara aktual orang-orang berperilaku dalam situasi yang dihadapi, tanpa memperhatikan apakah perilaku itu disetujui atau tidak disetujui oleh orang lain. Norma ini digunakan untuk memotivasi perilaku dengan cara menginformasikan kepada orang-orang mengenai perilaku apa yang efektif dan adaptif.

________________________________________________________________________Sumber:

Aronson, E., Wilson. T.D., & Akert, R.M. (2007). Social Psychology (6th edition).Singapore: Pearson Prentice Hall

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke Twitter

Read more: http://www.businessdictionary.com/definition/exposure.html#ixzz3YKb0dj7X