STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM...

191
STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI INDONESIA Executive Summary Hasil Penelitian Tahun 2011 Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Penulis: Dra. Indah Huruswati, M.Si Drs. Ahmad Suhendi, M.Si Dra. Haryati Roebyantho Drs. B. Mujiyadi, MSW Drs. Nurdin Widodo, M.Si Drs. Setyo Sumarno, M.Si Editor Prof. Achmad Fedyani Saifuddin, MA. Ph.D Dr. Dwi Heru Sukoco, M.Si PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BADAN PENDIDIKAN DAN PENELITIAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Transcript of STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM...

Page 1: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

DI INDONESIAExecutive Summary Hasil Penelitian Tahun 2011

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Penulis:

Dra. Indah Huruswati, M.Si

Drs. Ahmad Suhendi, M.Si

Dra. Haryati Roebyantho

Drs. B. Mujiyadi, MSW

Drs. Nurdin Widodo, M.Si

Drs. Setyo Sumarno, M.Si

EditorProf. Achmad Fedyani Saifuddin, MA. Ph.D

Dr. Dwi Heru Sukoco, M.Si

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIALBADAN PENDIDIKAN DAN PENELITIAN KESEJAHTERAAN SOSIALKEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Page 2: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Indah Huruswati dkk. Masalah Sosial di Indonesia, - Jakarta; P3KS Press, 2012;iii + 185 hal, 14,8 x 21 cm

ISBN 978-602-8427-65-4

Editor : Prof. Achmad Fedyani Saifudddin, MA. Ph.D Dr. Dwi Heru Sukoco, M.Si

Penulis : Dra Indah Huruswati, M.Si Drs. Ahmad Suhendi, M.Si Dra. Haryati Roebyantho Drs. B. Mujiyadi, MSW Drs. Nurdin Widodo, M.Si Drs. Setyo Sumarno, M.Si Design Cover : Ch. UmamTata Letak : Ch. UmamCetakan Pertama : Tahun 2012Penerbit : P3KS Press (Anggota IKAPI)Alamat Penerbit : Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III. Jakarta - Timur Telp. (021) 8017126 Email:[email protected]

Sanksi Pelanggaran Pasal 72Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana di maksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 3: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

i

KATA PENGANTAR

Saat ini permasalahan sosial yang dialami masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan dan dinamika masyarakat itu sendiri. Permasalahan sosial konvensional seperti kemiskinan dan keterlantaran belum dapat terselesaikan dengan tuntas, namun telah muncul permasalahan sosial kontemporer yang membutuhan perhatian dan pemecahan segera. Oleh sebab itu, permasalahan tersebut harus dipahami secara benar dan dicarikan program pemecahan masalah yang tepat melalui need assessment of program. Program-program pembangunan dan pelayanan kesejahteraaan sosial yang dilahirkan harus program-program yang benar-benar mampu mengantisipasi dan mengatasi permasalahan sosial di atas.

Banyak program pembangunan dan pelayanan kesejahteraan sosial yang telah dilaksanakan, namun banyak pula yang diragukan keberhasilannya. Hal itu disebabkan karena belum didayagunakan dan dimanfaatkannya “penelitian” sebagai reference based di dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keberhasilan program pembangunan dan pelayanan kesejahteraan sosial. Suatu program akan berhasil, jika sebelum dilaksanakan telah dilakukan asesmen kebutuhan program dan studi kelayakannya. Saat pelaksanaan program, awalnya perlu dilakukan ujicoba, sehingga tidak perlu sasaran dan lokasi banyak, yang dibutuhkan adalah menghasilkan program yang benar-benar produktif, efektif, dan efisien. Jika tujuan program ini tercapai, selanjutnya dapat direplikasi ke sasaran dan lokasi yang lebih luas. Jika program tersebut sudah dilaksanakan beberapa tahun, maka program tersebut harus dievaluasi untuk melihat dampak keberhasilannya. Hasil evaluasi dampak program tersebut dapat dijadikan dasar untuk menetapkan apakah program itu bisa dilanjutkan, disempurnakan, atau dihentikan.

Page 4: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

ii

Pada tahun 2011, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) telah melaksanakan 6 (enam) buah penelitian dengan judul sebagai berikut: (1) Masalah, Kebutuhan, dan Sumber Daya di Daerah Tertinggal: Studi Kasus di Sepuluh Kabupaten Tertinggal; (2) Pengembangan Desa Berketahanan Sosial melalui Pemberdayaan Pranata Sosial: Studi Kasus di Dua Daerah Tertinggal; (3) Dampak Sosial-Ekonomi Program Penanganan Fakir Miskin melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE); (4) Studi Kebutuhan Pelayanan Anak Jalanan; (5) Evaluasi Program Perlindungan Anak melalui Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA); dan (6) Evaluasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia. Penelitian tersebut dilaksanakan di 20 (dua puluh) provinsi, 30 (tiga puluh) kabupaten/ kota, dengan melibatkan 32 (tiga puluh dua) orang peneliti kesejahteraan sosial, 12 (dua belas) orang konsultan/ pembimbing, dan 54 (lima puluh empat) orang pengumpul data. Hasil penelitian tersebut sudah diseminarkan dan disosialisasikan di pusat maupun daerah.

Hasil-hasil penelitian di atas bisa dijadikan landasan bagi direktorat-direktorat di lingkungan Kementerian Sosial RI, Dinas Sosial Provinsi dan Dinas Sosial Kabupaten/ Kota, Lembaga-lembaga Kesejahteraan Sosial, maupun pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya untuk perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, naskah akademik, dan penyempurnaan berbagai pedoman pelaksanaan program pembangunan dan pelayanan kesejahteraan sosial.

Untuk mempermudah pengguna (user), pemangku kepentingan, dan pihak terkait lainnya memahami hasil penelitian Puslitbangkesos, maka disusunlah Executive Summary hasil penelitian di atas. Executive Summary hasil penelitian 2011 diberi judul “Studi Kebutuhan dan Evaluasi Program Pembangunan Kesejahteraan Sosial.” Semoga buku Executive Summary hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Namun kami juga menyadari bahwa Executive Summary Hasil

Page 5: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

iii

Penelitian ini masih belum sempurna, sehingga semua masukan dan kritikan konstruktif akan dipertimbangkan untuk penyempurnaan penelitian di tahun berikutnya.

Terima kasih.

Page 6: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................... iv Masalah, Kebutuhan dan Sumber Daya di Daerah

Tertinggal: Studi Kasus di Sepuluh Kabupaten Tertinggal (Dra. Indah Huruswati, M.Si).................................................... 1

2. Pengembangan Desa Berketahanan Sosial Melalui Pemberdayaan Pranata Sosial: Studi di Dua Daerah Tertinggal (Drs. Ahmad Suhendi, M.Si)..................................................... 26

3. Dampak Sosial Ekonomi Program Penanganan Fakir Miskin Melalui KUBE (Dra. Haryati Roebyantho)........................................................ 66

4. Studi Kebutuhan Pelayanan Anak Jalanan (Drs. B. Mujiyadi, MSW).......................................................... 100

5. Evaluasi Program Perlindungan Anak Melalui Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) (Drs. Nurdin Widodo, M.Si)........................................................ 129

6. Evaluasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia (Drs. Setyo Sumarno, M.Si)....................................................... 150

INDEK........................................................................................... 177

SEKILAS PENYUSUN.................................................................... 180

Page 7: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

1

MASALAH, KEBUTUHAN DAN SUMBER DAYA DI DAERAH TERTINGGAL1:

Studi Kasus di Sepuluh Kabupaten Tertinggal 2

Oleh: Indah Huruswati

Abstrak

Pembangunan dalam segala bidang untuk kesejahteraan hidup masyarakat disetiap wilayah, termasuk daerah tertinggal maupun terpencil merupakan tanggungjawab pemerintah yang dilakukan bersama-sama semua komponen bangsa. Pelaksanaan pembangunan di daerah tertinggal dituntut mampu menjawab kebutuhan dasar hidup masyarakat dengan pemanfaatan segala potensi lokal yang ada secara optimal.

Ketertinggalan suatu daerah terindikasi oleh berbagai keterbatasan infrastruktur, transportasi, komunikasi, sosial, ekonomi maupun budaya masyarakat. Di sisi lain pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang terutama di daerah tertinggal kurang mendasarkan pada data riil tentang permasalahan yang dihadapi masyarakat, kebutuhan pembangunan yang diperlukan dan ketersediaan sumber daya lokal yang ada. Hal tersebut karena minimnya database yang dimiliki pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Puslitbang Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI, tahun 2011 ini melakukan penelitian di sepuluh lokasi daerah tertinggal (sepuluh kabupaten) dengan tujuan: 1) Mengidentifikasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS), 2) Mengidentifikasi Potensi/Sumber Daya yang dapat mendukung pembangunan bidang kesejahteraan sosial dan 3) Merumuskan

1 Disarikan dari buku hasil penelitian “Masalah, Kebutuhan dan Sumber Daya di Daerah Tertinggal: Studi Kasus di Sepuluh Kabupaten Tertinggal” tahun 2011.

2 Tim Peneliti terdiri dari: Indah Huruswati, Sutaat, Nina Karinina, Mulia Astuti, M. Syawie, Agus Budi Purwanto, Teti Ati Padmi, Sugiyanto, Suyanto, Bambang Pudjianto, Ivo Noviana, Dini Khairunnisa, Pranadi Setyakusumah.

Page 8: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

2

pilihan-pilihan program pembangunan bagi masyarakat di daerah tertinggal. Dalam proses pelaksanaan penelitian menekankan partisipasi aktif masyarakat setempat mulai pemetaan hingga perencanaan program.

Berdasarkan data yang diperoleh dari sepuluh lokasi tersebut, umumnya masalah yang melilit kehidupan masyarakat adalah kemiskinan sebagai akibat dari rendahnya kapasitas masyarakat/latar belakang pendidikan untuk mendayagunakan potensi, terbatasnya infrastruktur daerah, transportasi, komunikasi dan budaya masyarakat dalam merespon perubahan. Kebutuhan yang dirasakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dan merubah kondisi wilayahnya adalah peningkatan pengetahuan/keterampilan dan konsistensi pemerintah dalam pelaksanaan program pembangunan di daerah tertinggal. Kebutuhan tersebut dirasakan mendesak mengingat sumber daya manusia yang ada sangat rendah, sehingga masyarakat kurang mampu mengolah sumber daya alam yang ada di wilayahnya secara optimal.

Untuk mengatasi permasalahan masyarakat dan pengembangan daerah tertinggal menuju kesejajaran dengan kemajuan di daerah lain, maka sinergitas antar institusi baik pemerintah maupun swasta dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan merupakan strategi yang dipandang mampu menjawab permasalahan.

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kondisi daerah tertinggal antara satu daerah dan daerah lainnya berbeda-beda, namun secara umum rata-rata masalah yang dihadapi adalah terkait dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang relatif rendah, dengan tingkat pendidikan di bawah rata-rata nasional. Umumnya daerah tertinggal memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, yang dicirikan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu rendahnya Rata-Rata Lama Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), dan Angka Harapan Hidup (AHH). Daerah tertinggal umumnya juga memiliki keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya

Page 9: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

3

sehingga mereka kesulitan melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.

Pada saat ini, daerah tertinggal di Indonesia mencapai 183 kabupaten, sebanyak 34 kabupaten merupakan daerah otonomi baru. Dari kabupaten tertinggal tersebut tercakup 26.746 desa atau 35,47 persen dari total 75.410 desa yang ada di Indonesia. Sementara itu dari kontrak kerja Kementerian dalam Kabinet Indonesia Bersatu II dengan Presiden, diharapkan 50 kabupaten diantaranya keluar dari ketertinggalan (Helmy Faisal Zaini, 2010). Tingkat perekonomian masyarakat di daerah-daerah tertinggal umumnya juga rendah. Ini terjadi karena sebagian besar pola mata pencaharian masyarakat bertumpu pada sektor pertanian, dan pengelolaannya juga cenderung masih konvensional. Dampak dari hal tersebut, tingkat kemiskinan di daerah tertinggal rata-rata sebesar 23,4 persen, bahkan sebagian besar (75 persen) kabupaten daerah tertinggal berada di atas garis tingkat kemiskinan nasional (16,6 Persen) (Helmy Faishal Zaini, 2010).

Kondisi infrastruktur daerah tertinggal juga masih minim, ini mengakibatkan akses warga desa terhadap berbagai sarana penunjang kehidupan mengalami kendala. Infrastruktur yang mendukung aktifitas ekonomi dan infrastruktur lainnya, juga sangat terbatas. Kondisi jalan kerap belum memadai, begitu juga sarana dan prasarana lainnya, seperti ketersediaan penunjang pendidikan dan kesehatan yang relatif terbatas. Minimnya akses warga terhadap penunjang kehidupan ekonomi berakibat pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal ini sangat rendah, bahkan mengalami stagnasi.

Begitu kompleks kondisi yang ada di daerah-daerah tertinggal. Tidak sesederhana yang dibayangkan, dan ternyata begitu banyak faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi tertinggal. Secara geografis digambarkan bahwa daerah tertinggal

Page 10: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

4

yang terletak di wilayah pedalaman, tepi hutan dan pegunungan, umumnya tidak atau belum memiliki akses ke daerah lain yang relatif lebih maju, dicirikan oleh aksesibilitas yang tidak memadai, serta sarana dan prasarana sosial ekonomi yang juga belum memadai.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Kesos (2009) tentang “Masalah, Kebutuhan dan Sumberdaya Di Daerah Perbatasan dan Daerah Tertinggal”, diketahui bahwa permasalahan utama yang dialami masyarakat di wilayah-wilayah tertinggal adalah persoalan kemiskinan yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, diantaranya: rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan serta keterampilan. Hal ini menyebabkan warga masyarakat mengalami kesulitan dalam mengolah sumber yang ada karena belum optimalnya keterampilan pengolahan lahan yang mereka miliki. Fasilitas umum yang ada (di antaranya sarana kesehatan) masih sangat dirasakan kurang memadai terutama dari segi jumlah tenaga medis maupun kontinuitas pelayanan kepada masyarakat. Sarana jalan sangat parah bahkan sulit dilalui apalagi pada saat turun hujan karena masih berupa hamparan tanah. Transportasi umum sampai saat ini belum tersedia sehingga kondisi demikian menghambat aktifitas masyarakat dalam penumbuhan perekonomian mereka.

Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan Puslitbang Kesos (2010) pada tema yang sama namun dengan lokasi yang berbeda, tentang “Masalah, Kebutuhan dan Sumberdaya Daerah Perbatasan”, terungkap adanya persoalan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, tingkat kesejahteraan yang relatif masih rendah, tingkat pendidikan dan pengetahuan serta sarana kesehatan yang belum optimal. Belum lagi persoalan pemenuhan kebutuhan pokok yang terpaksa harus mereka peroleh justru dari negara tetangga karena jarak yang dekat dibanding harus ke kabupaten lain yang notabene memerlukan

Page 11: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

5

biaya yang cukup besar. Semua persoalan ini mempengaruhi kelancaran usaha pembangunan di wilayah tersebut.

Siapa yang patut dipersalahkan, jika pemerintah sendiri dalam kenyataannya telah berupaya menurunkan berbagai program pembangunan hingga pelosok negeri, yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat. Dengan harapan masyarakat mampu meningkatkan produktivitas kerja dan mampu meningkatkan kualitas hidup mereka. Memang memerlukan upaya tidak mudah, dan waktu yang tidak sebentar. Juga diperlukan langkah-langkah strategis dan terarah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat yang bersangkutan dengan mempertimbangkan kondisi sosial atau permasalahan sosial serta potensi dan sumber yang ada pada masyarakat.

Sementara itu permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di masyarakat cenderung meningkat/berkembang dengan bermunculannya permasalahan sosial baru serta permasalahan konvensional yang berkaitan langsung dengan permasalahan kemasyarakatan, yang tentunya berpengaruh terhadap berbagai sendi kehidupan. Seperti disintegrasi sosial, diskriminasi sosial, kesenjangan sosial, sistem nilai budaya bangsa (kesetiakawanan sosial) yang dapat menunjang kehidupan kesejahteraan dan sebagainya. Belum lagi persoalan yang muncul ketika dihadapkan pada penataan kembali wilayah pemekaran atau pengembangan di daerah-daerah tertinggal.

Untuk penanganan permasalahan tersebut, pemerintah, baik pusat maupun daerah, memerlukan dukungan data dan informasi yang akurat, sehingga persoalan dapat diatasi sesuai dengan yang dibutuhkan. Dengan data yang akurat dan reliable ini, program pembangunan dapat disusun dan direncanakan di wilayah-wilayah terkait. Sehingga proses pembangunan

Page 12: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

6

yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat serta dapat berlangsung secara berkesinambungan.

Sisi lain, penyediaan data dasar mengenai permasalahan sosial serta peta sumberdaya yang ada di wilayah ini, hingga saat penelitian berlangsung, umumnya belum dimiliki. Bagi Pemerintah Pusat, kurangnya data dan peta permasalahan sosial, sumber daya sosial, ekonomi dan alam yang bercirikan masyarakat lokal, tentunya sangat berpengaruh pada program-program pembangunan yang akan direncanakan. Pemerintah pusat menjadi kurang mampu mengakomodir kebutuhan daerah, dan akhirnya tidak dapat merancang program pembangunan secara tepat bagi masyarakat, terutama yang berada di daerah tertinggal.

Untuk acuan perencanaan program pembangunan kesejahteraan sosial di daerah-daerah tertinggal, Puslitbang Kesos, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial R.I. telah melakukan Penelitian Masalah, Kebutuhan dan Sumber Daya di Daerah Tertinggal, sejak tahun 2009 hingga 2011 dengan sasaran lokasi yang berbeda. Tahun 2009 lokasi penelitian meliputi 5 kabupaten tertinggal, yaitu: 1) Garut (Jawa Barat), 2) Lombok Barat (NTB), 3) Karimun (Kepulauan Riau), 4) Teluk Bintuni (Papua Barat), dan 5) Pandeglang (Banten). Untuk tahun 2010, penelitian lebih fokus pada daerah perbatasan yaitu di 5 kabupaten di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Tahun 2011, sesuai dengan kontrak kerja Kementerian Sosial tahun 2010-2014 dari 50 kabupaten tertinggal, dipilih 10 (sepuluh) kabupaten yang sekaligus menjadi program nasional pemerintah tahun 2011. Berdasarkan pada Kepmensos R.I. No. 06B/HUK/2010 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial di 50 (lima puluh) Kabupaten Daerah Tertinggal, lokasi yang dipilih adalah:

Page 13: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

7

No Kabupaten Desa

1. Kab. Aceh Selatan; Prov. NAD Desa Lawe Sawah Kecamatan Kluet Timur

2. Kab. Pakpak Barat; Prov. Sumut Desa Kaban Tengah Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe

3. Kab. Pasaman; Prov. Sumbar Desa Taruang - Taruang, Kecamatan Rao

4. Kab. Sarolangu; Prov. Jambi Desa Pasar Pelawan Kecamatan Pelawan

5. Kab. Katingan; Prov. Kalteng Kelurahan Kasongan LamaKecamatan Katingan Hilir

6. Kab. Hulu Sungai Utara; Prov. Kalsel

Desa Sungai Tabukan Kecamatan Sungai Tabukan.

7. Kab. Boalemo; Prov. Gorontalo Desa Patuameme Kecamatan Botumoito

8. Kab. Mimika; Prov. Papua Distrik Agimuga

9. Kab. Maluku Tenggara Barat; Prov. Maluku

Desa AdautKecamatan Selaru

10. Kab. Rote Ndao; Prov. NTT Desa Oelua, Kecamatan Rote Barat Laut

Setiap Kabupaten diambil 1 desa sebagai kajian kasus, yang dipilih berdasarkan daerah yang paling banyak PMKS-nya dan sedikit PSKS-nya, selain itu juga didasarkan pada koordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten. Kriteria lainnya adalah: termasuk wilayah yang kurang tersentuh oleh pembangunan; komunikasi dan transportasi dengan wilayah lain sangat terbatas, berpotensi timbul permasalahan sosial.

2. Metodologi yang digunakan

Dalam melaksanakan penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan etnografi yang disini diartikan sebagai sebuah pendekatan untuk mempelajari tentang kehidupan sosial dan budaya sebuah masyarakat secara ilmiah,

Page 14: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

8

dengan menggunakan sejumlah metode penelitian dan teknik pengumpulan data untuk menghindari bias dan memperoleh akurasi data yang meyakinkan. Memang seharusnya penelitian etnografi butuh waktu panjang, dan interaksi temu muka dengan masyarakat di suatu daerah secara intensif dalam waktu lama. Namun dalam penelitian ini, penggunaan pendekatan etnografi lebih difokuskan pada permasalahan lebih spesifik, tidak lagi memotret masyarakat dengan kebudayaannya yang begitu luas sehingga waktu yang diperlukan bisa menjadi lebih singkat. Permasalahan spesifik dilihat dari kacamata masyarakat yang ‘diteliti’, misalnya tentang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Daerah Tertinggal. Permasalahan menjadi lebih fokus dan membuat penelitian semakin mendalam, dengan tentu saja menghemat waktu, tenaga, dan biaya.

Dalam penelitian ini peneliti datang ke tempat di mana masyarakat atau kelompok tinggal untuk ‘mengalami bersama’ apa yang mereka lakukan sehari-hari. Dari pengalaman bersama dengan ‘yang diteliti’ ini diharapkan peneliti bisa memahami bagaimana kehidupan sosial dan budaya dari sudut pandang mereka. Peneliti juga mengundang beberapa anggota masyarakat ke balai desa setempat untuk melakukan Focus Group Interview dan Focus Group Discussion (FGD)

Metode FGD tidak menjadi satu-satunya cara yang dipilih untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini. Teknik lainnya yang juga digunakan seperti observasi, wawancara, focus group interviews dan pemetaan. Teknik ini digunakan untuk saling melengkapi - menghilangkan ‘bias’ menjadi salah satu alasan di dalamnya. Pemetaan merupakan hal penting yang dilakukan oleh peneliti, tujuannya untuk memperoleh gambaran yang lebih akurat tentang keberadaan orang-orang, tempat dan hal-hal lain di dalam lingkungan kehidupan warga. Ini dilakukan sekaligus untuk menemukenali kondisi sosial budaya masyarakat setempat

Page 15: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

9

atau kadangkala juga dikatakan sebagai kegiatan orientasi sosial wilayah sasaran penelitian. Kegiatan ini didukung oleh observasi partisipasi dalam arti peneliti melibatkan atau meleburkan diri pada permasalahan yang dilakukan oleh warga.

Dalam pemetaan sosial tersebut, kondisi sosial budaya yang diperhatikan adalah mencakup beberapa kondisi berikut:

1. Peta kondisi wilayah penelitian

2. Kekuatan-kekuatan sosial yang mampu membuat perubahan dalam kehidupan masyarakat.

3. Karakteristik masyarakat dalam menyikapi intervensi sosial (bila ada)

4. Kekuatan-kekuatan sosial yang dominan di dalam kerangka perubahan sosial

5. Faktor-faktor lingkungan yang bisa mempengaruhi pembangunan kesejahteraan sosial pada masyarakat tersebut.

Sumber data yang digunakan terdiri dari data primer, baik secara perorangan/individu, kelompok, maupun lembaga/institusi yang kompeten, yang ada di daerah tersebut. Selain itu juga digunakan data sekunder berupa literatur, baik cetak maupun elektronik yang mendukung tujuan penelitian.

3. Pelaksanaan Pengumpulan Data

Di dalam Focus Group Discussion, aktivitasnya dilakukan dalam beberapa kali pertemuan, dengan sejumlah peserta yang terdiri dari: tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, guru, PKK, karang taruna, PSM, RW/Kadus, tokoh masyarakat lainnya, dan tenaga teknis lapangan. Untuk pertemuan berikutnya, peserta diskusi diambil dari mereka yang telah mengikuti diskusi pertemuan sebelumnya, yang dianggap dapat mewakili wilayah mereka

Page 16: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

10

(dusun atau wilayah di bawah desa/kelurahan). Mereka diminta membentuk kelompok berbasiskan kedekatan wilayah, dan membuat peta wilayah (lokus desa/kelurahan) serta karakteristik wilayah, mendiskusikan permasalahan, potensi dan trend, relasi serta aktivitas masyarakat dengan menggunakan media gambar.

Output yang diharapkan dari pemetaan sosial ini adalah tentang:

1) Data Demografi: jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut usia, gender, mata pencaharian, agama, pendidikan, dll.

2) Data Geografi: topografi, letak lokasi ditinjau dari aspek geografis, aksesibilitas lokasi, pengaruh lingkungan geografis terhadap kondisi sosial masyarakat, dll.

3) Data psikografi: nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, karakteristik masyarakat, pola hubungan sosial yang ada, motif yang menggerakkan tindakan masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat terutama terkait dengan pandangan, sikap dan perilaku terhadap intervensi luar, kekuatan sosial yang paling berpengaruh, dll.

4) Data masalah sosial dan PMKS, serta Kebutuhan yang diungkapkan oleh masyarakat sendiri.

5) Data Potensi Lokal (PSKS) yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya pengembangan kegiatan masyarakat.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: bagi Pemerintah, dari data yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar penyusunan rencana program pembangunan khususnya pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang dibutuhkan masyarakat di daerah tertinggal; bagi dunia usaha diharapkan

Page 17: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

11

dapat terwujud peran dunia usaha dalam pengembangan masyarakat khususnya didaerah tertinggal, serta terjalinnya keharmonisan hubungan antara masyarakat dengan dunia usaha. Sementara itu bagi masyarakat sendiri, dengan telah dilakukannya penelitian ini, yang lebih banyak menggunakan partisipasi mereka, diharapkan mereka dapat lebih mengenali permasalahan, kebutuhan dan mencari solusi sesuai kapasitasnya sendiri. Selanjutnya mereka mampu merumuskan pembangunan desanya, sesuai dengan masalah, kebutuhan dan sumberdaya lokal yang ada.

B. HASIL PENELITIAN

Di dalam sejarahnya, Indonesia dibangun dari negara-negara berdaulat yang menyatukan diri demi mengusir penjajah. Ide ini muncul karena pada waktu itu masyarakat dipicu oleh rasa senasib sependeritaan sebagai bangsa yang terjajah. Konstruksi negara Indonesia menunjukkan bahwa masing-masing identitas sebetulnya memiliki hak dan peluang yang sama untuk tumbuh dan berkembang. Namun dalam perjalanan waktu, hak dan peluang yang sama untuk tumbuh dan berkembang itu menjadi hilang akibat hadirnya sentralisme. Identitas-identitas yang ada, kemudian melemah dan melulu dipandang dari perspektif pusat yang berada di Jakarta. Akhirnya muncul wilayah-wilayah atau daerah-daerah tertinggal yang nyaris tidak mampu mengikuti gerak langkah daerah-daerah yang letaknya dekat dengan pusat.

Daerah tertinggal seperti pada 10 desa yang diteliti, memiliki karakteristik yang khusus, baik menyangkut infrastruktur dan sarana prasarana lainnya, karakter kehidupan masyarakatnya, serta kondisi demografi dan sosial ekonomi penduduknya. Sangat diperlukan kehati-hatian dalam mengembangkan pola pembangunan di daerah tertinggal semacam ini, tentunya dengan

Page 18: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

12

didorong oleh pendekatan yang holistik, yaitu pemihakan, pemberdayaan dan percepatan.

Secara konseptual apa yang dijadikan dasar pemikiran tentang indikator ketertinggalan suatu daerah sesuai dengan apa yang ditemukan di lapangan, yaitu tentang perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, infrastruktur, kemampuan finansial, aksesibilitas, dan karakteristik geografis. Persoalan perekonomian masyarakat yang terkait dengan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, dimunculkan pada permasalahan keluarga fakir miskin dan rumah tidak layak huni.

Sumber daya manusia terkait dengan tingkat pendidikan dan kesehatan dalam kehidupan masyarakat yang diteliti menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Begitu juga dengan kondisi infrastruktur/prasarana yang menyangkut air bersih, jalan, dan jembatan desa serta irigasi menunjukkan belum optimal. Selanjutnya berdasarkan indikator ketertinggalan, aksesibilitas yang menyangkut kemudahan masyarakat untuk mencapai pusat-pusat pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pasar sebagai sarana perdagangan relatif belum tersedia dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian pada 10 desa tertinggal, secara ringkas digambarkan pada hal-hal berikut:

1. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang berhasil dihimpun dalam penelitian ini cukup variatif, namun permasalahan yang bersifat multidimensi dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Masalah Ekonomi

a. Pada beberapa desa, kondisi lahan pertanian cukup subur, namun pengetahuan dan keterampilan tentang bertani yang baik, belum dimiliki masyarakat petani,

Page 19: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

13

artinya masyarakat membutuhkan informasi atau penyuluhan bagaimana bertani yang baik.

b. Petanian di lokasi penelitian masih bersifat subsisten, yaitu masih pada taraf hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

c. Sarana pasar desa belum tersedia, sehingga apabila masyarakat ingin menjual hasil pertanian, perkebunan ataupun ternak, maka harus dibawa ke pasar yang ada di ibukota kecamatan atau ke pasar yang ada di ibukota kabupaten.

d. Pelaksanaan pertanian pada umumnya tergantung pada musim. Pengolahan pertanian mulai dari bibit sampai dengan pemanenan dilakukan oleh masyarakat setempat secara konvensional. Dalam hal pemasaran hasil, toke yang datang membeli ketempat/petani.

e. Di sektor perikanan tampaknya masih belum mampu memberikan peningkatan ekonomi yang cukup signifikan bagi penduduk. Penggalian hasil laut belum mampu dilakukan penduduk secara optimal. Hal ini antara lain terkendala oleh peralatan dan teknologi yang masih konvensional.

f. Untuk daerah-daerah tertentu dalam bercocok tanam padi, baru sebagian kecil masyarakat yang melakukannya karena bertani padi bagi masyarakat masih merupakan hal yang baru dan mereka belum mendapatkan bimbingan teknis yang memadai dari Penyuluh Pertanian. Sementara ini hasil panen padi, baru digunakan untuk kebutuhan sendiri dengan pengolahan secara tradisional, mengingat penggilingan padi juga belum tersedia dan transportasi pemasaran hasil ke ibukota kabupaten menjadi kendala. Penanganan pasca panen belum mendapatkan perhatian yang serius dari institusi/dinas terkait.

Page 20: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

14

g. Permasalahan lainnya adalah tidak adanya lembaga resmi yang dapat memberi modal dengan persyaratan yang dapat dipenuhi oleh kapasitas masyarakat miskin.

2) Masalah Kesehatan

a. Masyarakat miskin menghadapi masalah keterbatasan akses layanan kesehatan di wilayah desa dan keberadaannya belum merata, sehingga belum semua masyarakat dapat mengaksesnya.

b. Rendahnya status kesehatan yang berdampak pada rendahnya daya tahan mereka untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh dan berkembang, dan rendahnya derajat kesehatan ibu. Kondisi yang sangat memprihatinkan adalah layanan transportasi yang kurang memadai menyebabkan layanan kesehatan menjadi terhambat, terutama bagi masyarakat yang membutuhkan layanan darurat. Salah satu keluhan utama warga adalah mahalnya biaya pengobatan dan perawatan. Hal ini disebabkan oleh jauhnya tempat pelayanan kesehatan dan rendahnya jaminan kesehatan.

c. Keterbatasan tenaga Kesehatan.

d. Untuk penanganan ibu melahirkan masih terdapat warga yang memanfaatkan dukun bayi dengan berbagai macam alasan terutama adalah masalah biaya dan kepraktisan perawatan.

3) Masalah Sosial Budaya

a. Pada beberapa desa, tradisi adat yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan kesenian tradisional, menurut warga sudah mulai banyak ditinggalkan. Saat ini upaya pelestarian adat budaya mendapat perhatian yang serius dari pemerintah kabupaten.

Page 21: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

15

b. Pada desa lain, peran adat atau tokoh adat dalam kehidupan bermasyarakat masih sangat diperhatikan, namun demikian bukan berarti masyarakat mengabaikan peran aparat pemerintahan kampung maupun distrik (untuk wilayah Papua). Hubungan antar lembaga adat dan lembaga pemerintahan selama ini berjalan harmonis dalam melaksanakan fungsinya masing-masing.

4) Masalah SDM dan Pendidikan

a. Masyarakat daerah tertinggal mempunyai akses yang rendah terhadap pendidikan formal dan nonformal. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan, terbatasnya jumlah dan mutu prasarana dan sarana pendidikan, terbatasnya jumlah dan guru bermutu di daerah dan komunitas miskin, terbatasnya jumlah sekolah yang layak untuk proses belajar-mengajar, terbatasnya jumlah SLTP di daerah perdesaan, daerah terpencil dan kantong-kantong kemiskinan, serta terbatasnya jumlah, sebaran dan mutu kegiatan kesetaraan pendidikan dasar melalui pendidikan nonformal. Tingginya biaya pendidikan umumnya disebabkan karena warga harus menyekolahkan anaknya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi yang berada di luar kecamatan.

b. Keberadaan guru (terutama di SD) terdapat beberapa guru PNS yang sering tidak melaksanakan tugas dengan alasan tempat tinggalnya jauh dengan sekolah dan alasan lain yang menyangkut masalah kesejahteraan.

c. Keterampilan yang ada saat ini belum banyak memberikan kontribusi yang memadai bagi peningkatan penghasilan. Hal ini disamping masalah pemasaran juga kemampuan memproduksi yang masih rendah.

d. Anak-anak tidak dapat melanjutkan sekolah atau terganggunya proses pendidikan anak di kelas. Seperti kasus di Papua, hal ini dikarenakan guru-guru yang

Page 22: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

16

bertugas jarang berada di tempat/mengajar di kelas. Kondisi demikian terutama terjadi pada saat anak-anak seharusnya menerima pelajaran menjelang ulangan/ujian tetapi tidak ada guru. Guru lebih sering meninggalkan kampung untuk pergi ke ibu kota kabupaten dalam waktu yang cukup lama dengan berbagai macam alasan kepentingan hidup keluarganya.

5) Masalah Terbatasnya Akses Layanan Perumahan. Tempat tinggal yang sehat dan layak merupakan kebutuhan yang masih sulit dijangkau oleh penduduk miskin di daerah tertinggal. Secara umum, masalah utama yang dihadapi oleh mereka adalah terbatasnya akses terhadap perumahan yang sehat dan layak huni, rendahnya mutu lingkungan permukiman, dan lemahnya status hukum kepemilikan lahan dan perumahan. Di perdesaan, sebagian besar warga tinggal di perkampungan yang tidak layak dan sering satu rumah ditinggali oleh lebih dari satu keluarga. Kondisi permukiman mereka juga sering tidak dilengkapi dengan lingkungan permukiman yang memadai dan fasilitas sanitasi yang kurang memadai pula.

6) Infrastruktur

a. Jalan utama dari kabupaten dan kecamatan menuju desa pada beberapa desa penelitian, harus melalui hutan lindung dan berbukit dengan kondisi jalan ada yang sudah beraspal, namun kondisi jalan utama tersebut saat ini mulai rusak, dengan mulai berlubangnya di beberapa ruas jalan. Ada pula yang harus ditempuh dengan menggunakan transportasi air (sungai), menggunakan speedboat dan kapal barang, dan transportasi udara dengan pesawat kecil, dilanjut dengan berjalan kaki atau kendaraan darat lainnya.

b. Secara geografis, sebagian desa yang diteliti dialiri sungai yang cukup besar. Wilayah sepanjang aliran sungai tersebut rawan longsor akibat abrasi air sungai.

Page 23: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

17

Badan sungai kian hari tambah membesar karena banjir. Oleh karena itu menurut warga yang tinggal disepanjang aliran sungai itu, warga berpindah rumah karena tanahnya diterjang banjir.

c. Sarana transportasi umum terbatas, nyaris tidak ada. Sumber penerangan sebagian warga telah menggunakan listrik PLN, dan sebagian masih menggunakan petromak atau pelita karena belum terlewati sarana gardu listrik.

d. Sumber air minum berasal dari air kali (sungai) kecil yang melintas desa. Selain itu, ada juga warga yang menggunakan air sumur dan air pegunungan atau air hujan yang ditampung dalam bak penampungan.

e. Warga desa masih menggunakan air sungai dan sumur gali untuk minum, mandi dan cuci. Pada beberapa lokasi, menurut informasi warga, air sungai maupun sumur gali airnya kurang baik karena berwarna kekuningan (keruh).

7) Masalah Sumber Daya Alam

Masyarakat daerah tertinggal sangat rentan terhadap perubahan pola pemanfaatan sumber daya alam dan perubahan lingkungan. Masalah utama yang dihadapi adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam dan menurunnya mutu lingkungan hidup, baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penunjang kehidupan sehari-hari. Peningkatan jumlah penduduk juga terjadi dengan menyempitnya kepemilikan lahan dan hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat sebagai akibat penurunan mutu lingkungan hidup terutama hutan, laut, dan daerah pertambangan.

8) Keluarga Fakir Miskin adalah seseorang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau keluarga yang mempunyai mata

Page 24: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

18

pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan (Pusdatin, Kementerian Sosial RI)

Menurut warga (Peserta Diskusi Kelompok) yang termasuk keluarga miskin antara lain keluarga kurang mampu, kurangnya sumber mata pencaharian warga, kebutuhan ekonomi keluarga tidak terpenuhi, keluarga yang tidak punya lahan usaha yang memadai. Adapun ciri-cirinya antara lain; anak tidak sekolah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, tempat tinggal tidak layak, pemalas, tidak memiliki keterampilan.

Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat kelompok penyandang masalah kesejahteraaan sosial yang dapat digolongkan menyandang masalah kemiskinan yaitu keluarga fakir miskin, keluarga wanita rawan sosial ekonomi dan penganggur.

Dari hasil diskusi kelompok terarah (FGD), ada beberapa faktor yang menyebabkan masalah kemiskinan antara lain:

a. Tidak adanya lapangan kerja,

b. Kurangnya ilmu pengetahuan tentang teknologi tepat guna (TTG)

c. Kurangnya modal usaha, dan

d. Tidak ada lahan sebagai tempat usaha.

2. Kebutuhan Masyarakat

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi masyarakat saat ini, ada beberapa upaya dan kegiatan yang menurut masyarakat sangat dibutuhkan, antara lain:

a. Bantuan perumahan dengan memperhatikan kondisi rumah sehat dilengkapi oleh penyediaan instalasi listrik.

b. Keterampilan praktis dan bantuan modal usaha.

Page 25: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

19

c. Bimbingan dan peningkatan pengetahuan dan sarana pertanian untuk meningkatkan produksi.

d. Intensitas penyuluhan kepada masyarakat tentang: pentingnya pendidikan, kesehatan keluarga dan lingkungan.

e. Peningkatan kebersamaan warga dan budaya gotong-royong yang saat ini nampak mulai pudar.

f. Sarana transportasi untuk mobilitas dan pemasaran hasil usaha warga.

g. Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan kampung/desa.

3. Potensi dan Sumber Daya

a. Masyarakat yang bermukim di wilayah tertinggal adalah warga asli dan memandang sumberdaya alam (tanah dan hutan) merupakan sesuatu yang sangat penting dan bermanfaat bagi kehidupan keluarga mereka sebagai pemilik hak ulayat. Hutan bagi masyarakat adat memiliki fungsi ekonomi dan sosial sebagai tempat menggantungkan kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai tempat berburu binatang, sumber sayuran, biji-bijian dan obat-obatan. Selain itu bagi masyarakat adat, hutan dapat menjadi sarana pemersatu hubungan sosial antar warga dalam satu suku maupun antar suku.

b. Potensi Sosial sebagai wahana pengembangan diri warga masyarakat yang ada dan selama ini beraktifitas dalam pengembangan masyarakat antara lain adalah: Lembaga Pendidikan, Lembaga Adat, Lembaga Keagamaan dan Paguyuban-paguyuban warga yang dilandasi oleh rasa kemanusiaan, kebersamaan dan kegotong-royongan. Lembaga-lembaga ini merupakan modal bagi warga masyarakat untuk mengembangkan kemakmuran daerahnya dalam berbagai hal.

Page 26: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

20

c. Sumber daya manusia yang dipandang sebagai obyek maupun subyek pembangunan dan dapat menggerakkan potensi masyarakat untuk melaksanakan pembangunan di daerah ini meliputi: dalam bidang keagamaan terdapat Penginjil (untuk agama Kristiani) atau para ulama (untuk agama Islam), dalam bidang pendidikan terdapat Guru/pendidik (PNS dan honorer) dan dalam bidang keterampilan terdapat beberapa warga dan remaja yang ahli dalam bidang teknik, seni dan pertukangan meskipun belum berfungsi optimal. Sementara ini peran tenaga-tenaga terampil dari anggota TNI-Polri dan PNS lainnya, seringkali dimanfaatkan sebagai pengembang masyarakat (sukarelawan: guru) di daerah tertinggal.

Peran Pemerintah selain mengeluarkan suatu daerah dari status ketertinggalannya adalah juga harus mampu mendorong pemerataan pembangunan sehingga daerah tertinggal memiliki kontribusi signifikan terhadap pembangunan nasional. Berbagai program kemiskinan yang pernah ada, dalam kenyataannya memang sering menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan, misalnya salah sasaran, terciptanya benih konflik sosial, dan melemahkan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat (gotong royong, musyawarah, keswadayaan dll). Malahan program-program yang masuk ke desa menjadikan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan pemerintah.

C. REKOMENDASI

Pembangunan masyarakat yang menekankan pentingnya penanggulangan kemiskinan secara serius tampaknya perlu mendapat perhatian pada semua institusi. Untuk itu, diperlukan pendekatan yang holistik dalam rangka melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Tentunya dengan melibatkan semua stakeholder, baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta maupun masyarakat itu sendiri.

Page 27: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

21

Model pembangunan sosial dianggap sebagai model yang paling tepat untuk mengatasi kemiskinan dan segala dampak ikutannya. Model ini menekankan pentingnya penanggulangan kemiskinan melalui upaya-upaya peningkatan taraf hidup masyarakat miskin melalui peningkatan kemampuan ekonomi secara berkelanjutan. Ada tiga cara untuk mencapai tujuan tersebut yaitu; usaha untuk menumbuhkan potensi diri pada masyarakat, menyediakan dan memberikan pelayanan sosial yang memungkinkan mereka dapat menunjang produktivitas khususnya pelayanan pendidikan dan pelatihan, kesehatan, perumahan; serta peluang berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Prasyarat pertama mengarah ke dalam diri dan prasyarat kedua mengarah ke luar diri. Kedua pokok persoalan di atas tidak ada artinya tanpa piranti pendukung berupa kebijakan yang menjamin pelaksanaan pendekatan tersebut.

Salah satu gagasan yang bisa dikembangkan adalah dengan menghadirkan sebuah kerjasama atau aliansi antara daerah tertinggal, atau dengan istilah mengembangkan aliansi strategis pembangunan yang berbasiskan pada kawasan perdesaan.

Hal-hal yang bisa dilakukan antara lain adalah dengan: (1) memfungsikan wilayah-wilayah potensial di kawasan perdesaan, menentukan sektor dan komoditas unggulan, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi masuknya program pembangunan daerah; (2) mengembangkan lembaga-lembaga keuangan lokal (bank dan non bank) yang diatur secara baik agar dana dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong pengembangan perekonomian masyarakat desa; (3) memfungsikan pilar-pilar partisipan yang ada di desa sebagai ujung tombak penanganan permasalahan yang ada; (4) meningkatkan partisipasi/peran masyarakat dalam upaya perbaikan infrastruktur jalan, penerangan jalan, dan transportasi umum; (5) menyelenggarakan penyuluhan sosial yang berfokus pada peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat

Page 28: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

22

tentang sumber-sumber kesejahteraan sosial yang bisa diakses penduduk; (6) Peningkatan pelayanan kesejahteraan sosial bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di tingkat desa.

Dengan demikian, diharapkan bahwa proses percepatan pembangunan daerah perdesaan mampu mengangkat harkat dan martabat masyarakatnya.

Sinergitas Program Pembangunan

Sinergi dilakukan sebagai upaya menetapkan langkah dan mengidentifikasi masalah secara rinci dan mendalam mengenai daya dukung sumberdaya baik alam, manusia, teknologi, sumber dan alokasi dana bagi penguatan lembaga ekonomi kerakyatan

Secara sosial ekonomi, daerah-daerah tertinggal memang memiliki karakteristik yang lambat untuk berkembang, hal ini disebabkan antara lain oleh lokasinya yang relatif terisolir/terpencil dengan tingkat aksesibilitas yang rendah, rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah tertinggal dan terpencil (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal), serta langkanya informasi tentang pemerintahan dan pembangunan yang diterima oleh masyarakat di daerah tertinggal.

Strategi yang perlu dikembangkan adalah strategi pemberdayaan masyarakat perdesaan yaitu dengan menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung masyarakat untuk dapat mengembangkan keterampilan dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan sosial budaya, ekonomi dan politik.

Pokok-Pokok Program Pemberdayaan Masyarakatnya yang perlu dilakukan antara lain adalah:

1) Persiapan pemberdayaan meliputi pemetaan sosial, studi etnografis, penyusunan rencana dan program, serta

Page 29: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

23

pemantapan kesiapan masyarakat guna menerima usaha-usaha dan atau dukungan pelaksanaan pemberdayaan.

2) Pemberdayaan sumber daya manusia meliputi pendidikan, kesehatan, agama, keterampilan usaha, cara-cara pengelolaan keuangan di tingkat desa, penataan administrasi pemerintahan desa, dll.

3) Pemberdayaan lingkungan sosial meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan tanaman keras, perikanan, peternakan, penataan perumahan dan permukiman.

4) Perlindungan sosial masyarakat meliputi usaha-usaha konsultasi, advokasi, legislasi, dll

Untuk melaksanakan program-program tersebut, metode yang digunakan adalah: 1) Pembangunan berbasiskan masyarakat (Community Base Development). Dalam penerapan metode ini masyarakat tidak dijadikan sebagai objek tetapi sebagai subjek, mereka diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menyusun dan merencanakan sendiri apa saja yang menjadi kebutuhannya. Selanjutnya hasil studi dibahas pada tingkat Kabupaten dan Provinsi sebagai bahan semiloka tingkat nasional; 2) Penerapan model kerjasama antar stakeholder yang saling terkait dan saling berkepentingan. Model ini memang masih mempunyai kelemahan, karena masih belum optimalnya koordinasi antar sektor, karenanya perlu dikembangkan dan ditingkatkan lagi model semacam kerjasama shareholder dimana pihak-pihak yang berkepentingan sama-sama mempunyai akses dan kepemilikan modal/saham.

Teknik pendekatan yang diusulkan adalah:

1) Pemberian kepercayaan dan peluang kepada masyarakat dan dunia usaha untuk mengatasi masalah yang ada di lingkungannya.

2) Pengembangan kemitraan, yaitu kerjasama sesuai dengan program, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan,

Page 30: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

24

kolaborasi dari jaringan kerja yang menumbuh kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra dengan masyarakat desa.

3) Partisipasi masyarakat desa terhadap lingkungan sosialnya, terutama dalam pengambilan keputusan serta melakukan pilihan terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan sosial mereka.

4) Advokasi sosial, yaitu memberi perlindungan terhadap berbagai sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Adi Fahrudin, (Tanpa Tahun). Konstelasi Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dalam Pembangunan Nasional dan Optimalisasi Peran Pekerjaan Sosial di Era Desentralisasi, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial: Bandung.

Gerben Nooteboom, 2001. Kerja Terus: Realitas Kerja Sehari-hari dan Akses Pada Sumber Daya di Krajan, Jawa Timur, dalam Sumber Daya Alam dan Jaminan Sosial, Franz von Benda-Beckmann, dkk Ed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Helmy Faishal Zaini, 2010. Mengejar Kemajuan, Mengentaskan Ketertinggalan, dalam Tempo, 22/12/2010

Indah Huruswati, 2009. Masalah Kebutuhan dan Sumber Daya di Daerah Perbatasan dan Daerah Tertinggal, Jakarta: Lembaga Penerbit Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (LP3KS) Press.

Indah Huruswati, dkk, 2010, Masalah, Kebutuhan Dan Sumber Daya Daerah Perbatasan: Studi Kasus Lima Kabupaten Di Kalimantan,

Page 31: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

25

Lembaga Penerbit Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (LP3KS) Press, Jakarta.

Irwan Abdullah dan Aziz Saleh, 2001, Sebuah Pengantar Pentingnya Jaminan Sosial Dalam Masyarakat Yang Sedang Berubah, dalam Franz von Benda Beckmann, Keebet von Benda-Beckmann, Juliette Koning, Ed, Sumber Daya dan Jaminan Sosial, Pustaka Pelajar.

Ndraha, Taliziduhu, 1990, Pembangunan Masyarakat: Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Rineka Cipta, Bandung.

Rudito, Bambang dan Melia Famiola, 2008. Social Mapping - Metode Pemetaan Sosial: Teknik Memahami Suatu Masyarakat atau Komuniti, Bandung: Rekayasa Sains.

Rudito, Bambang, 2007. Audit Sosial, Bandung, Rekayasa Sains.

Suradi dkk, 2008, Penelitian masalah kebutuhan dan sumber daya masyarakat daerah terpencil (Kasus Miangas), Puslitbang Kesos, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI, Jakarta.

Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 32: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

26

PENGEMBANGAN DESA BERKETAHANAN SOSIALMELALUI PEMBERDAYAAN PRANATA SOSIAL

(STUDI DI DUA DAERAH TERTINGGAL)

Oleh: Ahmad Suhendi

ABSTRAK

Tulisan ini merupakan hasil penelitian pengembangan desa berketahanan sosial. Pelaksanaannya dilakukan dengan melibatkan berbagai unsur sosial lokal yang diwakili oleh tokoh-tokoh masyarakat setempat, baik formal maupun non-formal. Setiap lokal diwakili oleh 30 orang. Penelitian ini mengacu kepada Kepmensos RI No. 12/HUK/2006 Tentang Model Pemberdayaan Pranata Sosial Dalam Mewujudkan Masyarakat Berketahanan Sosial. Kebijakan tersebut mengamanatkan, bahwa ketahanan sosial masyarakat pada komunitas lokal dapat diketahui dari 4 (empat) dimensi yaitu (1) Perlindungan sosial bagi kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah sosial lainnya, (2) Partisipasi masyarakat dalam organisasi sosial lokal, (3) Pengendalian terhadap konflik sosial dan tindak kekerasan, dan (4) Pemeliharaan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sosial. Tujuan penelitian adalah diperolehnya: 1) deskripsi ketahanan sosial masyarakat setempat dilihat dari empat dimensinya (sebagai look) ; 2) deskripsi rancangan bentuk kegiatan yang dilakukan pokja tansosmas (sebagai think); dan 3) deskripsi implementasi upaya yang dilakukan pokja tansosmas (sebagai act). Lokus penelitian yaitu Desa Tanjung Pasir di Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan, dan Kelurahan Kampung Laut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dirasakan manfaatnya terutama dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap permasalahan sosial yang ada di sekelilingnya; dapat menggali potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang digunakan dalam penanganan permasalahan sosial yang ada; dan dapat meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam pembangunan sosial di lingkungan desa atau kelurahan.

Rekomendasi ditujukan kepada: (1) Pemerintah Daerah melalui Dinas Sosial setempat, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota terutama pemerintah daerah dimana lokasinya dijadikan lokus penelitian, dapat mereplikasikan model ini di daerahnya masing-masing; (2) Unit Teknis di lingkungan Kementerian Sosial RI (Ditjen Rehsos; Ditjen

Page 33: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

27

Dayasos dan Penanggulangan Kemiskinan; dan Ditjen Perlindungan dan Jamsos), bahwa keberadaan Pokja Tansosmas di desa/kelurahan pada lokus penelitian Puslitbang Kessos, dapat dijadikan sebagai pembuka jalan (entri point) untuk menindaklanjuti dengan berbagai program yang terkait dengan pengentasan kemiskinan. Pada pelaksanaannya, pokja tansosmas tersebut dapat dijadikan mitra kerja dalam melaksanakan program pembangunan bidang kesejahteraan sosial dan bidang lainnya secara sinergi; (3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial terutama dalam persiapan penelitian (advance) harus memperhatikan keikutsertaan fasilitator, pendamping, dan peserta dari berbagai unsur pranata sosial lokal secara aktif dalam pelaksanaan pengembangan desa berketahanan sosial sehingga keberhasilan yang akan dicapai lebih baik nantinya. Oleh karena itu yang perlu diperhatikan adalah kriteria masing-masing fasilitator, pendamping, dan peserta yang dilibatkan harus betul-betul orang yang mempunyai “komitmen tinggi; dan (4) Kalangan Akademisi, bahwa model ini dapat dijadikan referensi untuk dikembangkan kedalam kerangka konsepsi, empirik, maupun sintesis lebih jauh lagi dari berbagai paradigma pembangunan sosial. Dengan demikian model ini dapat diformulasikan sesuai standard yang diharapkan, baik dari pendekatan akademik maupun teknis operasionalnya.

Kata Kunci : Model Desa Berketahanan Sosial, Pemberdayaan Pranata Sosial, Daerah Tertinggal.

A. PENDAHULUAN

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbang Kessos) sebagai unit penunjang di lingkungan Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI, ikut ambil bagian dalam pembangunan kesejahteraan sosial melalui berbagai penelitian atau pengkajian. Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial pada Pasal 4 diamanatkan, bahwa negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pada Pasal 5 ayat 1 dinyatakan, bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat. Lebih lanjut Pasal 12 ayat

Page 34: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

28

1 point “b” diamanatkan, bahwa meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Berkaitan dengan itu, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah dalam bentuk penelitian pengembangan desa/kelurahan berketahanan sosial. Penelitian model ini dilakukan melalui pemberdayaan pranata sosial. Secara kelembagaan, penelitian model ini sangat membantu memecahkan berbagai masalah sosial di lapangan. Untuk itu diperlukan kader atau pionir yang mewakili berbagai unsur lembaga lokal dalam membentuk kelompok kerja ketahanan sosial masyarakat (pokja tansosmas).

Secara konseptual ketahanan sosial adalah suatu kemampuan komunitas dalam mengatasi resiko akibat perubahan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Suatu komunitas memiliki ketahanan sosial bila mampu melindungi secara efektif anggotanya termasuk individu dan keluarga yang rentan; mampu melakukan investasi sosial dalam jaringan sosial; mampu mengembangkan mekanisme yang efektif dalam mengelola konflik dan kekerasan; dan mampu mengembangkan kearifan lokal dalam memelihara sumber daya alam dan sosial. Upaya tersebut mengacu pada Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 12/HUK/2006 tentang Model Pemberdayaan Pranata Sosial dalam Mewujudkan Masyarakat Berketahanan Sosial.

Sejak tahun 2006 sampai dengan 2010 telah dilakukan di 18 provinsi berkaitan dengan pemberdayaan komunitas yang berkaitan dengan permasalahan sosial. Dengan demikian sudah ada 52 Kelompok Kerja dan 208 Sub Kelompok Kerja yang melakukan kegiatan keempat dimensi. Secara umum berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan (Suhendi, dkk., 2008, 2009; Jayaputra, dkk., 2010) dikemukakan bahwa masing-masing provinsi atau lokasi penelitian mempunyai penekanan yang berbeda-beda dalam memecahkan masalah lokal. Ini dapat

Page 35: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

29

dilihat dari rumusan rencana aksi yang mereka susun sendiri berdasarkan kearifan lokal.

Karakteristik wilayah dan sumber daya manusia lokal turut berpengaruh terhadap hasil pemberdayaan pranata sosial lokal. Misalnya terdapat masalah yang sama yaitu perusakan lingkungan hidup yang disebabkan penggundulan hutan, perladangan berpindah, dan penggalian hasil alam (pertambangan). Masalah tersebut terjadi karena tidak terpeliharanya nilai-nilai lokal yang berkaitan dengan pengolahan hasil alam. Nilai-nilai berubah karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi warga setempat. Di pihak lain, pemerintah daerah kurang peduli terhadap pemeliharaan lingkungan hidup karena sekedar memenuhi tingkat pendapatan daerah. Oleh karena itu secara umum sistem ketahanan sosial masyarakat menghadapi tantangan dan rentan terhadap perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan politik baik dalam skala lokal, nasional, maupun global.

Pada tataran komunitas terdapat hasil maksimal di mana warga sangat menyadari pentingnya partisipasi dalam proses pemberdayaan. Partisipasi di tingkat akar rumput menumbuhkan peningkatan pengetahuan, rasa, dan keterampilan mereka mulai dari memetakan, mengidentifikasi, hingga merumuskan rencana aksi yang akan dilakukan. Selama ini kemampuan tersebut belum berkembang.

Berkaitan dengan masalah di atas, maka Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial melakukan penelitian pengembangan desa berketahanan sosial di dua daerah tertinggal. Manfaat penelitian ini antara lain: pertama, secara akademis dengan mempelajari pranata sosial setempat dapat mengetahui sistem ketahanan sosial masyarakatnya; dan kedua, secara praktis dengan pemberdayaan pranata sosial, dapat meningkatkan ketahanan sosial masyarakat terutama

Page 36: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

30

dalam menghadapi permasalahan sosial yang terdapat pada lingkungan komunitas setempat. Dengan demikian berbagai pihak mengetahui dan tertarik melaksanakan kegiatan serupa dalam menangani permasalahan sosial lokalnya sekaligus ikut ambil bagian dalam pelaksanaan pembangunan sosial dan pembangunan lainnya. Diharapkan melalui kebijakan pemerintah daerah, model ini dapat direplikasikan pada daerah lain mengikuti jejak pengembangan desa berketahanan sosial yang telah dilakukan berdasarkan kebutuhan komunitas. Ketahanan sosial masyarakat dapat dilihat dari berfungsinya modal sosial dalam komunitas seperti pranata sosial, jejaring kerja, nilai dan norma. Oleh karena itu ada dua konsep yang terkait, yaitu :

1. Ketahanan Sosial Masyarakat

Ketahanan sosial masyarakat terdiri dari empat variabel atau dimensi, yang diukur berdasarkan parameter, indikator, dan kriteria keberhasilannya. Seminar pada bulan Desember 2009 memunculkan kesamaan antara variabel dan dimensi, sedangkan kriteria menjadi paramater. Penambahan terjadi dengan adanya indikator dan paramater sebagai kriteria keberhasilan, sehingga dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk keberhasilan kelompok kerja ketahanan sosial setelah pranata sosial tersebut dibentuk. Keempat variabel atau dimensi dimaksud dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel: Variabel/Dimensi, Parameter, Indikator, dan Kriteria Keberhasilan Ketahanan Sosial Masyarakat

No. Variabel/Dimensi

Parameter Indikator Kriteria Keberhasilan

1 Tingkat perlin-dungan sosial terhadap kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah sosial lainnya.

a. Kesesuaian jenis pelayanan sosial dasar.

1. Adanya lembaga pelayanan sosial dasar;

2. Adanya sistem kekerabatan.

Tersedianya jenis-jenis pelayanan sosial dasar (pendi-dikan, kesehatan, sarana ekonomi, agama, dan so-sial) yang sesuai dengan kebutuhan kelompok rentan, miskin, dan pen-yandang masalah sosial lainnya.

Page 37: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

31

b. Kemampuan jangkauan pelayanan sosial dasar.

1. Adanya kemampuan ekonomi;

2. Mempunyai informasi tentang pelayanan sosial dasar;

3. Mudahnya akses;4. Adanya sarana

dan prasarana;5. Jumlah pelaya-

nan sosial dasar yang sebanding dengan jumlah pengguna.

Pelayanan sosial dapat diakses dengan mudah, dekat dengan lingkungan, dan cukup tersedia sesuai dengan kebutuhan kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah sosial lainnya.

c. Keberlang-sungan pelayanan sosial dasar.

Adanya pemberian pelayanan sosial dasar yang terus menerus.

Kapasitas/kemampuan pelayanan sosial dasar meningkat dan terus menerus tersedia seiring dengan peningkatan kebutuhan dasar.

d.Perkembang-an pemberian pelayanan terhadap kelompok rentan dan penyandang masalah sosial.

danya peningkatan baik kualitas maupun kuantitas pelayanan sosial dasar.

Menurunnya jumlah kelompok penerima pelayanan sosial dasar.

2 Tingkat partisipasi masyarakat dalam organisasi sosial lokal.

Keikutsertaan warga dalam organisasi lokal dan berbasis institusi tradisi.

1. Adanya organisasi lokal;

2. Berfungsinya organisasi lokal;

3. Adanya motivasi warga untuk aktif dalam organisasi lokal.

a. Jumlah warga yang terlibat dalam kegiatan organisasi sosial lokal;

b. Jumlah warga yang terlibat dalam kegiatan pelayanan sosial;

c. Terpeliharanya relasi sosial.

Page 38: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

32

3 Tingkat pengendalian terhadap konflik sosial atau tindak kekerasan.

Peran aktif tokoh dan warga dalam mencegah, menanggapi, dan mengatasi konflik sosial atau tindak kekerasan.

1. Adanya tokoh dan warga yang peduli mencegah, menanggapi, dan mengatasi konflik atau tindak kekerasan;

2. Adanya media untuk mencegah, menanggapi, dan mengatasi konflik atau tindak kekerasan.

a. Cepatnya respon dalam menghadapi situasi konflik sosial;

b. Dapat mencegah meluasnya masalah konflik sosial dan tindak kekerasan;

c. Dapat mencegah dampaknya.

Tingkat pemeliharaan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya sosial.

Kemampuan masyarakat dalam meme-lihara sumber daya alam dan sumber daya sosial.

1. Adanya pemahaman pentingnya sumber daya alam dan sumber daya sosial;

2. Adanya afeksi untuk memelihara sumber daya alam dan sumber daya sosial;

3. Adanya keterampilan untuk memelihara sumber daya alam dan sosial.

a. Penurunan jumlah warga yang melakukan pengrusakan terhadap lingkungan;

b. Tersedianya aturan lokal yang terkait dengan pelestarian lingkungan, budaya, dan nilai sosial;

c. Adanya pranata sosial yang mendukung upaya pemeliharaan lingkungan;

d. Adanya wahana untuk mendukung upaya pemeliharaan sumber daya alam.

2. Pemberdayaan Pranata Sosial

Pemberdayaan pranata sosial merupakan proses pengembangan masyarakat untuk melihat perbedaan ketahanan sosial sebelum dan setelah perlakuan dilakukan. Pranata

Page 39: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

33

sosial mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting sebagai panduan, pedoman, dan arah bagi anggotanya untuk berkehidupan sosial. Penelitian model ini lebih menekankan pada penguatan kepranataan sosial sebagai “agen” ketahanan sosial komunitas. Pranata sosial yang dibentuk sebagai faktor “penggerak” perubahan di lingkungannya. Diharapkan model tersebut dapat direplikasi ke lokasi lain, atau dengan kata lain penerapan pemberdayaan pranata sosial dari suatu desa/kelurahan tertentu ke desa/kelurahan yang lain. Replikasi ini disebut replikasi spasial karena menyebabkan terjadinya pembesaran ruang lingkup penerapan pemberdayaan pranata sosial. Sedangkan pemindahan penerapan pemberdayaan pranata sosial terjadi antar waktu pada desa yang tetap atau sama, maka dinamakan replikasi temporal yang bertujuan untuk memperpanjang masa kebertahanan (sustainability) penerapan pemberdayaan pranata sosial.

Pemberdayaan pranata sosial dapat dicermati dalam dua bentuk kinerja yaitu : kinerja proses dan kinerja hasil. Kinerja proses ialah fungsionalisasi kegiatan pemberdayaan pranata sosial yang terdiri dari beberapa kegiatan yaitu: 1) memperkenalkan ketahanan sosial masyarakat ke desa/kelurahan oleh tim peneliti dan para fasilitator; 2) menumbuhkan pokja tansosmas di desa/kelurahan; 3) identifikasi potensi, sumber, dan masalah sosial yang terdapat di desa/kelurahan tersebut oleh pokja tansosmas; 4) menyusun rencana aksi setelah menganalisis prioritas masalah sosial yang dipilih pokja tansosmas; dan 5) implementasi rencana aksi pokja tansosmas tersebut.

Adapun kinerja hasil pemberdayaan pranata sosial diukur dari terwujudnya ketahanan sosial desa dalam konteks ketahanan sosial masyarakat, yakni : 1) tingkat perlindungan sosial bagi kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah sosial lainnya; 2) tingkat partisipasi masyarakat dalam organisasi sosial

Page 40: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

34

lokal; 3) tingkat pengendalian terhadap konflik sosial dan tindak kekerasan; dan 4) tingkat pemeliharaan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sosial.

Pola pikir pemberdayaan pranata sosial yang dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Skema di atas menggambarkan mulai dari Kondisi Awal Ketahanan Sosial Masyarakat hingga Kondisi Akhir Masyarakat Berketahanan Sosial, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kondisi awal ketahanan sosial masyarakat adalah suatu kondisi alamiah masyarakat saat pertama kali melakukan suatu kegiatan. Hal yang akan dilakukan pada tahap awal adalah mencari dan mengumpulkan data dan fakta awal sebagai bahan untuk menemukan gambaran awal ketahanan sosial masyarakat bersangkutan yang dilakukan melalui pengamatan, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi.

Masukan bersumber dari fasilitator, peserta, pendamping, dana stimulan, nilai dasar, pendekatan, materi, dan metode. Masukan diperlukan sebagai media, alat, atau implementasi prinsip pemberdayaan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Fasilitator adalah seseorang yang berasal dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan

Page 41: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

35

fasilitasi yang diperlukan bagi proses pemberdayaan pranata sosial;

2) Peserta adalah perwakilan pranata sosial lokal, tokoh masyarakat dan orang yang peduli terhadap pembangunan sosial dengan harapan dapat memberikan sumbangan material dan non material dalam pelaksanaan pemberdayaan;

3) Pendamping adalah seseorang yang mendampingi warga selama proses kegiatan berlangsung. Pendamping ditunjuk berdasarkan kriteria yang telah ditentukan;

4) Dana Stimulan adalah dana pancingan yang diberikan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pemberdayaan. Dana stimulan dapat dikumpulkan dari berbagai pihak dan diharapkan berkembang dengan prinsip keswadayaan masyarakat lokal;

5) Nilai Dasar merupakan asumsi-asumsi atau nilai-nilai yang digunakan oleh masyarakat sebagai dasar dan acuan kegiatan pemberdayaan;

6) Pendekatan adalah suatu cara yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap komunitas atau masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam proses pemberdayaan melalui pendekatan kelompok, pendekatan komunitas, pendekatan jaringan sosial, dan pendekatan kultural;

7) Materi adalah segala pengetahuan dan keterampilan yang digunakan dalam proses pemberdayaan kepada komunitas. Materi yang digunakan dalam pemberdayaan pranata sosial ini diharapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Materi terdiri dari tiga bagian, yaitu materi umum atau dasar-dasar, materi inti, dan materi penunjang; dan

8) Metoda adalah teknik-teknik yang digunakan dalam proses pemberdayaan dan khususnya dengan memperhatikan proses pendidikan orang dewasa antara lain melalui simulasi, permainan peran, orientasi tugas, dan tim kerja.

Page 42: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

36

Proses terdiri dari persiapan, pelaksanaan pemberdayaan, pelaksanaan rencana aksi, monitoring, dan evaluasi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Persiapan merupakan tahapan yang terdiri dari dua kegiatan utama yaitu penyiapan petugas dan penyiapan lapangan. Penyiapan petugas diperlukan untuk menyamakan persepsi antar anggota tim mengenai pendekatan yang akan dipilih dalam melaksanakan proses pemberdayaan. Sedangkan pada tahap penyiapan lapangan, petugas melakukan studi kelayakan terhadap lokasi yang akan dijadikan sasaran, baik dilakukan secara formal maupun informal;

2) Pelaksanaan pemberdayaan merupakan serangkaian proses pemberdayaan kepada pranata sosial;

3) Pelaksanaan rencana aksi merupakan tahapan yang sangat penting dalam program pengembangan ketahanan sosial masyarakat karena akan diketahui proses pelaksanaan atau implementasi dari model pengembangan desa berketahanan sosial yang dapat dilihat dari empat dimensinya;

4) Monitoring, merupakan suatu kegiatan yang dilakukan terhadap pelaksanaan rencana aksi setelah berjalan tiga bulan. Monitoring ini dilakukan dengan tujuan untuk memantau perkembangan pelaksanaan dimensi ketahanan sosial masyarakat. Fasilitator dan pendamping membantu memecahkan masalah yang dihadapi komunitas selama tahap pengembangan berjalan; dan

5) Evaluasi, merupakan kegiatan yang dilakukan secara bersamaan dengan monitoring dan atau terpisah. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan kelima sejak proses pemberdayaan dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan model melalui diskusi kelompok terfokus, wawancara mendalam, observasi maupun kajian terhadap dokumentasi kelompok, dan dengan aparat pemerintah lokal. Monitoring dan evaluasi sebagai umpan balik (feedback)

Page 43: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

37

bagi perbaikan suatu program atau kegiatan selanjutnya.

Keluaran yaitu tersusunnya rencana aksi, terbentuknya kelompok kerja, dan terlaksananya rencana aksi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Tersusunnya rencana aksi merupakan keluaran yang dihasilkan dalam proses pemberdayaan pranata sosial. Tersusunnya rencana aksi ini sebagai hasil musyawarah dari seluruh peserta pemberdayaan. Rencana aksi disusun berdasarkan faktor-faktor pendukung dan sumber daya sosial yang tersedia;

2) Terbentuknya kelompok kerja secara mandiri di lapangan untuk mempermudah pelaksanaan pemberdayaan dan menjadi motor penggerak kegiatan pemberdayaan; dan

3) Terlaksananya rencana aksi yaitu keluaran yang paling penting dalam program pengembangan ketahanan sosial masyarakat. Pada tahap ini akan diketahui proses pelaksanaan atau implementasi dari pengembangan desa berketahanan sosial berdasarkan empat dimensi ketahanan sosial masyarakat. Terlaksananya rencana aksi dapat menjelaskan: (a) Sejauh mana pemberdayaan pranata sosial berkaitan atau cukup signifikan dengan peningkatan perlindungan sosial terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial; b) Sejauh mana pemberdayaan pranata sosial cukup signifikan terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam organisasi sosial; (c) Sejauh mana pemberdayaan pranata sosial cukup signifikan terhadap peningkatan pengendalian konflik sosial atau tindak kekerasan; dan (d) Sejauh mana pemberdayaan pranata sosial cukup signifikan terhadap peningkatan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sosial.

Manfaat adalah terbentuknya jaringan kerja, berperannya pranata sosial, dan terbentuknya dimensi ketahanan sosial masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 44: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

38

1) Terbangunnya jaringan kerja adalah faktor penting dan positif di dalam membangun masyarakat berketahanan sosial;

2) Berperannya pranata sosial adalah ujung tombak pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat berketahanan sosial;

3) Terbentuknya dimensi ketahanan sosial masyarakat adalah salah satu nilai positif dalam mewujudkan masyarakat berketahanan sosial.

Kondisi akhir yang diharapkan dari proses action research ini adalah terciptanya masyarakat berketahanan sosial yang dapat dimaknai secara statis dan dinamis. Ketahanan sosial masyarakat secara statis merujuk pada “kondisi” yang menunjukkan masyarakat memiliki kemampuan daya tahan. Oleh sebab itu kerap diungkapkan bahwa ketahanan sosial masyarakat merupakan kemampuan bertahan di tingkat komunitas terhadap berbagai perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Sedangkan secara dinamis, menjelaskan ketahanan sosial digambarkan sebagai proses kemampuan internal dalam menggalang dan mengatur berbagai potensi dan sumber daya. Jadi, ketahanan sosial merupakan produk interaksi dinamis antara faktor internal dan eksternal. Dengan demikian, ketahanan sosial masyarakat tidak hanya menunjukkan kemampuan mengatasi berbagai perubahan yang terjadi, tetapi juga menggambarkan kemampuan masyarakat untuk dapat kembali kepada keadaan semula. Umpan balik melalui pendamping dan mitra kerja agar terwujudnya masyarakat berketahanan sosial. Diharapkan mampu memberikan umpan balik dalam proses pendampingan terhadap kondisi awal pranata sosial masyarakat. Selanjutnya menjalin atau menggandeng peran mitra kerja untuk terlibat pada proses pemberdayaan pranata sosial dalam mewujudkan masyarakat berketahanan sosial.

Page 45: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

39

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), yakni suatu penelitian yang ditujukan untuk kegunaan praktis dalam kehidupan nyata yang ditujukan untuk memperbaiki praktek-praktek yang ada. Metode penelitian tindakan adalah suatu penelitian yang dikembangkan bersama-sama antara peneliti dan penentu kebijakan (decision maker) tentang variabel-variabel yang dapat dimanipulasi dan dapat segera digunakan untuk menentukan kebijakan pembangunan. Tujuan utama dari penelitian tindakan untuk memperoleh penemuan yang signifikan secara operasional, sehingga dapat digunakan ketika kebijakan dilaksanakan. Disebut juga penelitian tindakan partisipan, gagasan sentralnya bahwa orang yang akan melakukan tindakan harus juga terlihat dalam proses penelitian dari awal (Komaruddin, 1984; Nazir, 1988; Madya, 2007). Lebih lanjut Wallace (Lihat, Madya, 2007) mengatakan bahwa penelitian tindakan dilakukan dengan mengumpulkan data secara sistematik tentang praktik keseharian dan menganalisisnya untuk dapat membuat keputusan-keputusan tentang praktik yang seharusnya dilakukan di masa mendatang. Penelitian tindakan-partisipatif memadukan tindakan dengan refleksi, teori, dengan praktik dengan menyertakan pihak-pihak lain untuk menemukan solusi praktis terhadap persoalan-persoalan yang mendesak, dan lebih khusus bagi pengembangan individu-individu bersama komunitasnya. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk memahami subjek penelitian terutama keterwakilan dari setiap lembaga lokal atau pranata sosial yang mempunyai keunikan dan memposisikan anggota sebagai subjek penelitian dan pelaksana utama dalam keseluruhan proses kegiatan.

Penelitian ini mengacu kepada Tahapan Spiral yang dikemukakan Ernest T. Stringer (1999) yakni Principles of Community-Based Action Research sebagaimana terlihat di bawah ini :

Page 46: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

40

Gambar : Spiral Tahapan Community-Based Action Research

Tahapan spiral Community-Based Action Research dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Look. Tahap ini peneliti harus mampu mengumpulkan data dan fakta sebagai bahan awal memahami kondisi sebenarnya sebelum proses action dilakukan. Dari data dan fakta tersebut, akan digambarkan hubungan, korelasi dan sebab akibat dari variabel yang satu dengan variabel yang lainnya. Berdasarkan hal itu, maka akhirnya bisa membuat batasan tentang masalah, potensi, dan kesiapan masyarakat dalam berpartisipasi menguatkan sistem ketahanan sosial masyarakat.

2. Think. Hasil dari identifikasi data dan fakta, melakukan eksplorasi data dan fakta, dan membangun hipotesis hubungan antar variabel. Hipotesis akan dijadikan dasar untuk menginterpretasikan dan menjelaskan hubungan-hubungan dalam teori.

Page 47: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

41

3. Act. Pada kegiatan ini, menggunakan pendekatan partisipasi, di mana terdapat keterlibatan dari komunitas yang merupakan wakil dari pranata sosial yang peduli terhadap peningkatan ketahanan sosial masyarakat.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara bertujuan (purposive sampling) terhadap informan. Informan dalam hal ini merupakan perwakilan dari berbagai unsur pranata sosial lokal. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pengamatan, studi dokumentasi, dan diskusi kelompok terarah. Wawancara menggunakan dua pedoman wawancara; Pertama, Instrumen A untuk aparat desa/kelurahan yang memberi informasi tentang data monografi desa/kelurahannya, data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan pranata sosial; kedua, Instrumen B untuk perwakilan peserta pemberdayaan sekaligus sebagai informan penelitian ini.

Pengamatan, dilakukan secara langsung terhadap subjek penelitian dan penggalian berbagai data dan informasi yang diperlukan. Pengamatan dilakukan secara bertahap dimulai sejak kunjungan awal (advance) yang menghasilkan lokasi terpilih pada suatu desa/kelurahan dan menetapkan 30 orang sebagai peserta pemberdayaan. Mereka mewakili pranata sosial yang ada di desa/kelurahan setempat. Selanjutnya dilakukan saat pemberdayaan berlangsung di lokasi kegiatan. Setelah itu pengamatan dilakukan oleh pendamping daerah yang berlangsung selama enam bulan. Setiap bulan dipantau melalui laporan bulanan. Terakhir diamati kembali melalui kegiatan monitoring dan evaluasi yang menggambarkan kondisi akhir. Sedangkan studi dokumentasi, dilakukan dengan mengumpulkan berbagai macam keterangan tertulis berupa data tertulis, buku bacaan, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalahnya. Sedangkan Diskusi Kelompok Terarah atau Focus Group Discussion (FGD) dilakukan kepada sekelompok informan tertentu seperti tokoh masyarakat, tokoh

Page 48: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

42

adat, tokoh agama dan aparat desa/kelurahan untuk melengkapi dalam pengumpulan data dan informasi.

Lokasi penelitian dilakukan di dua kabupaten tertinggal pada dua provinsi yaitu Kabupaten Ogan Ilir di Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur di Provinsi Jambi. Dari dua kabupaten tersebut, dipilih dua desa sebagai lokus penelitian yaitu Desa Tanjung Pasir di Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan, dan Kelurahan Kampung Laut di Kecamatan Kuala Jambi Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Pemilihan lokus tersebut dilakukan melalui pertemuan koordinasi yang diawali di Kota Bogor dan pada saat persiapan penelitian dengan Dinas Sosial setempat. Alasan pemilihan lokasi penelitian, yaitu untuk mendukung kontrak kinerja Kemensos RI dalam pembangunan kessos di 50 kabupaten tertinggal, serta kedua lokus tersebut merupakan permintaan pihak Dinas Sosial setempat dan telah disepakati pada saat pertemuan koordinasi awal untuk dilakukan implementasi model pengembangan desa berketahanan sosial.

Data dan informasi yang diperoleh diolah dan disajikan secara deskriptif. Kemudian dianalisis secara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) sejak awal sampai akhir kegiatan, peneliti mencatat dan merekam semua kejadian di lapangan untuk diolah datanya; 2) mengadakan perbandingan dari transkrip jawaban informan untuk dikelompokkan persamaan dan perbedaannya; 3) mengadakan pengumpulan data tahap satu dengan menggunakan instrumen yang telah disiapkan sebelumnya; 4) setelah data diolah kemudian dikontrol kembali dengan data yang ada pada catatan lapangan, baik melalui catatan pendampingan maupun monitoring; dan 5) mengadakan pengumpulan data tahap akhir yang dilakukan pada saat pelaksanaan evaluasi, setelah itu dilakukan analisis datanya.

Page 49: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

43

B. MODEL DESA BERKETAHANAN SOSIAL

1. NamaDinamakan Model Desa Berketahanan Sosial melalui Pemberdayaan Pranata Sosial.

2. PengertianPengertian Model Desa Berketahanan Sosial, dalam konteks ini adalah rangkaian prosedur atau langkah-langkah baku untuk melakukan suatu kegiatan pemberdayaan terhadap pranata sosial. Muaranya adalah pola yang dihasilkan dapat mengembangkan sistem ketahanan sosial masyarakat yang bertitik tolak pada kemampuan pranata sosial dalam mengelola modal sosial, mampu menggerakkan dan memobilisasi anggota komunitas lokal memberikan serta meningkatkan: (1) Perlindungan sosial terhadap kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah sosial; (2) kesempatan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan organisasi sosial lokal; (3) pengendalian terhadap konflik sosial/tindak kekerasan; dan (4) memelihara kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya sosial.

3. Tujuan

a. Memberdayakan pranata sosial lokal untuk meningkatkan ketahanan sosial suatu komunitas lokal (tingkat desa/kelurahan).

b. Membangun mobilisasi pranata sosial untuk meningkatkan ketahanan sosial komunitas lokal (tingkat desa/kelurahan).

4. Sasaran

a. Kelembagaan, seperti: (1) Lembaga lokal; (2) Nilai dan norma; dan (3) Jaringan pranata sosial lokal.

Page 50: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

44

b. Pemangku kepentingan (Stakeholder), seperti: (1) Tokoh masyarakat; (2)Pemerintah lokal dan Dunia usaha; serta (3) Perguruan Tinggi.

5. Prinsip-prinsip PengembanganDalam hal ini seperti kesadaran komunitas, kebersamaan, kemandirian/swadaya, kemitraan, kesetaraan, dan keberlanjutan.

6. Langkah-langkah Pengembangan

a. Tahap Persiapan, yaitu penyiapan petugas, dan penyiapan lapangan.

b. Tahap Pelaksanaan Pemberdayaan (Action), terdiri dari: pemetaan kondisi awal tansosmas, pengungkapan masalah (assessment), perencanaan alternatif program atau kegiatan, pemformulasian rencana aksi. Guna menggambarkan kondisi suatu desa, dapat digunakan beberapa teknik yang bisa digunakan yaitu PRA (Participatory Rural Apraisal), seperti menggambarkan peta, masalah sosial, dan potensi masyarakat. Adimihardja dan Hikmat (2004) mengatakan, bahwa di dalam prinsip-prinsip penerapan PRA terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: (1) Masyarakat dipandang sebagai subjek bukan objek; (2) Praktisi berusaha menempatkan posisi sebagai orang dalam (insider) bukan orang luar (outsider); (3) Masyarakat yang membuat peta, model, diagram, pengukuran, memberi angka/nilai, mengkaji/ menganalisis, memberi contoh, mengidentifikasi, dan menyeleksi prioritas masalah, menyajikan hasil, mengkaji ulang, dan merencanakan kegiatan aksi.

c. Pelaksanaan Rencana Aksi.

d. Pencatatan, Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan.

e. Terminasi. Menurut Adi (2002) tahap ini merupakan tahap “pemutusan” hubungan secara formal antara

Page 51: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

45

pemberi program dengan komunitas sasaran. Terminasi dalam suatu program pemberdayaan masyarakat, tidak jarang dilakukan bukan karena masyarakat sudah dapat dianggap “mandiri”, tetapi lebih karena proyek sudah harus dihentikan karena jangka waktu yang ditentukan telah selesai. Meskipun demikian, petugas tetap harus keluar dari komunitas sasaran secara perlahan-lahan dan bukan secara mendadak. Hal ini perlu dilakukan agar komunitas tidak merasa ditinggalkan secara sepihak dan tanpa disiapkan oleh petugas; dan f. Repleksi.

7. Metode PemberdayaanPendekatan yang digunakan dalam proses pemberdayaan pranata sosial adalah pendekatan partisipatif. Metode pemahaman masalah dan kebutuhan yang digunakan adalah Metoda Partisipatif Assesment (MPA). Metode yang digunakan untuk menyusun rencana aksi adalah Technic of Participation (TOP). Sedangkan teknik pemberdayaan yang digunakan adalah ceramah, tanya jawab, diskusi, role playing/game dan simulasi.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pemulutan merupakan desa di daerah aliran Sungai Ogan, Kabupaten Ogan Ilir. Kabupaten Ogan Ilir merupakan kabupaten yang usianya relatif masih muda (terbentuk tahun 2003), hasil pemekaran dari Kabupaten Ogan Kemering Ilir di Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten ini mempunyai kecamatan sebanyak 16 kecamatan, 14 kelurahan, dan 227 desa semenjak tahun 2007. Jumlah penduduk Kabupaten Ogan Ilir tahun 2009 sebanyak 384.663 jiwa, secara absolut terus bertambah dari tahun ke tahun. Jika dilihat pada tahun 2007 yang baru berjumlah 372.431 jiwa. Dengan luas

Page 52: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

46

sekitar 2666,07 km2, maka setiap km2 Kabupaten Ogan Ilir ditempati 144 jiwa pada tahun 2009. Secara umum di Kabupaten Ogan Ilir jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dilihat dari sex ratio yang mencapai angka diatas 100 yaitu 104,11. Itu berarti, di Kabupaten Ogan Ilir tahun 2009 dari 100 jiwa penduduk prempuan terdapat 104 jiwa penduduk laki-laki (BPS Kabupaten Ogan Ilir, 2010). Data penduduk Kabupaten Ogan Ilir yang dikategorikan PMKS ada 18 jenis dengan angka mencapai 10780 jiwa dan 52899 kepala keluarga (Dinas Sosial Kabupaten Ogan Ilir, 2010). Dari jumlah tersebut, PMKS yang paling menonjol yaitu Keluarga Fakir Miskin mencapai 44.250 KK, kemudian Keluarga Berumah Tidak Layak Huni 5142 KK, Anak Telantar 4978 jiwa, Korban Bencana Alam 3184 KK, dan Anak Nakal 2558 jiwa. Sedangkan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang sudah ada yaitu PSM (80 jiwa), Orsos (9 orsos), Karang Taruna (242 KT), WKSBM (6), Dunia Usaha (20), serta Keperintisan dan Kepahlawanan sebanyak 61 jiwa.

Kabupaten Ogan Ilir merupakan salah satu dari 199 kabupaten daerah tertinggal di NKRI. Berdasarkan itu pula, maka Desa Tanjung Pasir juga menjadi bagian daerah tertinggal. Beberapa kriteria yang menonjol dari daerah tertinggal yang melekat pada Desa Tanjung Pasir antara lain sarana jalan yang belum memadai walaupun pada tahun 2010 telah dibangun jalan dari PNPM, dan sarana penerangan atau listrik pemerintah maupun swasta belum tersedia. Walaupun demikian ada sebagian kecil penduduknya yang sudah menikmati penerangan listrik dengan perangkat sinar matahari (bantuan dari pemerintah pusat) dan diesel/genset (usaha sendiri). Sungai Ogan termasuk jalur transportasi yang ramai setiap harinya, baik untuk transportasi angkutan manusia maupun barang. Dari Sungai Ogan inilah dapat dilalui berbagai arah tujuan transportasi sungai seperti perahu bermotor (ketek istilah setempat), speed boat, sampai perahu bermotor besar

Page 53: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

47

(tongkang) bahkan jenis ponton (pengangkut barang tambang) menuju Sungai Musi atau sebaliknya.

Desa Tanjung Pasir mempunyai luas wilayah baik berupa perumahan, pekarangan, pertanian, perkebunan, dan hutan seluas 386 Ha. Dengan rincian peruntukkan perumahan 40 Ha, pekarangan 31 Ha, pertanian/persawahan 291 Ha, perkebunan/tegalan 4 Ha, dan hutan desa 20 Ha. Desa Tanjung Pasir terdiri dari 3 dusun, di setiap dusun terdapat 2 RT. Penduduk Desa Tanjung Pasir berjumlah 248 KK atau 814 jiwa. Jika dirata-ratakan jumlah penduduk per km² baru mencapai 2,11 jiwa. Desa Tanjung Pasir walaupun desa yang baru dari pemekaran dua desa menjadi tiga desa, namun mengenai sarana dan prasarana pendukung sudah disediakan, seperti SDN satu sekolah, Posyandu tiga buah (di 3 dusun), Puskesdes satu unit, dan Masjid tiga unit. Sedangkan untuk mengakses bank, penduduk mengaksesnya ke desa lain di Kecamatan Pemulutan. Penduduk Desa Tanjung Pasir walaupun termasuk daerah tertinggal, namun dilihat dari etnis atau suku yang mendiami cukup beragam. Hal itu diketahui dari data penduduk yang tinggal di Desa Tanjung Pasir sebagian besar beretnis/suku Melayu 426 jiwa (52,33 persen), keturunan Arab 255 jiwa (31,33 persen), dan yang lainnya berasal dari suku Jawa 133 jiwa (16,34 persen). Seluruh penduduknya beragama Islam, dimana di setiap dusun dibangun sebuah masjid. Bahkan di dusun tempat perkampungan keturunan Arab, dibangun masjid dengan ukuran cukup besar dan megah yang berlantai dua.

Komposisi penduduk Desa Tanjung Pasir lebih banyak usia produktif yakni berusia 15 sampai 54 tahun berjumlah 525 jiwa (64,50%) dari seluruh penduduknya. Kondisi tersebut menjadi asset desa sebagai modal tenaga kerja manusia dalam melakukan kegiatan pembangunan di berbagai bidang kehidupan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dilihat dari tingkat pendidikan, yang paling menonjol yakni mayoritas adalah lulusan

Page 54: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

48

SLTP sebanyak 81 orang, SLTA 42 orang, dan SD 28 orang. Dalam pendidikan yang menarik justru pada jenis kelamin perempuan yang dapat mencapai tingkatan perguruan tinggi sebanyak 5 orang. Mata pencaharian pokoknya didominasi penduduk berjenis kelamin laki-laki, yaitu petani 231 orang, buruh 132 orang, pedagang 36 orang, dan nelayan 16 orang. Kondisi tersebut sangat dimungkinkan, karena sebagian besar wilayahnya sebagai persawahan sehingga untuk pekerjaan di sektor pertanian sangat memungkinkan dan strategis untuk mendukung kebutuhan hidup penduduknya. Namun kondisi persawahan dan ladang dengan lahan pasang surut air sungai dan gambut, maka para petani hanya memanen padinya setahun sekali. Di bidang lingkungan hidup, penduduk Desa Tanjung Pasir telah melakukan aktivitas secara turun temurun. Berkaitan dengan itu masih terlihat penduduk yang membuang sampah rumah tangga ke sungai, bahkan di sepanjang aliran sungai terlihat onggokan eceng gondok yang mengalir mengikuti kemana arus air suangai mengalir. Padahal sungai merupakan sarana yang sangat dibutuhkan sejak dahulu sampai sekarang antara lain sebagai kebutuhan MCK, dan jalur transportasi. Namun demikian, dalam kehidupan beragama terutama membangun sarana ibadah, penduduk Desa Tanjung Pasir berbondong-bondong menyumbangkan dananya. Selain itu, tradisi saling bantu atau menolong dalam berbagai jenis hajatan masih dilakukan sampai sekarang, seperti ketika ada keluarga yang menikahkan anaknya maka para tetangga atau penduduk lainnya saling membantu membawa barang atau bahan yang diberikan kepada keluarga bersangkutan. Sistem sosial budaya yang masih ada di Desa Tanjung Pasir itulah yang dapat dijadikan sebagai potensi dan sumber dalam mendukung kegiatan pengembangan ketahanan sosial masyarakatnya. Lembaga kemasyarakatan yang ada di Desa Tanjung Pasir antara lain PKK, Karang Taruna, Kelompok Tani, Kelompok Arisan, Majelis Taklim/Kelompok Pengajian/Tokoh Agama, Tokoh Adat, Paguyuban,

Page 55: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

49

Aparat Desa, dan BPD. Keberadaan kelembaan masyarakat ini menjadi potensi dan sumber yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat memfasilitasi dan membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan kemasyarakatan.

Sedangkan Kelurahan Kampung Laut merupakan bagian dari Kecamatan Kuala Jambi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Kabupaten Tanjung Jabung Timur terbentuk dari pemekaran Kabupaten Tanjung Jabung yang menjadi wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Terbentuknya Kabupaten Tanjung Jabung Timur berdasarkan Undang-Undang RI No. 54 Tahun 1999 tanggal 4 Oktober 1999. Kabupaten Tanjung Timur berasal dari sebagian Wilayah Kabupaten Tanjung yang terdiri atas 11 wilayah kecamatan. Ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah Muara Sabak yang mempunyai luas wilayah administrasi 5.445 km2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur direncanakan menjadi gerbang Provinsi Jambi. Semua ekspor dari berbagai wilayah provinsi akan melalui Pelabuhan Muara Sabak. Rencana ini memacu pemerintah kabupaten berbenah diri dengan melaksanakan pembangunan fisik kompleks ibukota kabupaten yang baru di Desa Rano, Kecamatan Muara Sabak seluas 100 hektar yang sudah selesai dibangun. Sedangkan Kecamatan Kuala Jambi merupakan kecamatan yang juga mengalami pemekaran wilayah, berdasarkan Perda Nomor 12 tahun 2004. Kecamatan Kuala Jambi merupakan hasil pemekaran yang tadinya Kecamatan Muara Sabak menjadi tiga kecamatan yakni Kecamatan Muara Sabak Barat, Kuala Jambi, dan Muara Sabak Timur. Penduduk Kecamatan Kuala Jambi berjumlah 13.297 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 3.401 KK (BPS Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2009). Kecamatan Kuala Jambi mengalami pemekaran kelurahan dan desa. Sampai saat ini Kecamatan Kuala Jambi terdiri dari empat desa dan dua kelurahan. Untuk menuju

Page 56: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

50

Ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dapat ditempuh dari kecamatan ini melalui jalur darat yang memakan waktu perjalanan selama 30 menit dengan jarak tempuh sekitar 24 km. Sebagaimana di daerah yang termasuk kategori tertinggal, kondisi jalan yang terdapat di kecamatan ini kurang baik, apalagi jika sedang musim hujan.

Keadaan topografi Kecamatan Kuala Jambi mempunyai luas hanya 120,52 km2 atau hanya 2,20 persen dari luas wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Dari luas tersebut hanya sebagian kecil lahan yang digunakan sebagai lahan pemukiman, lainnya sebagai lahan pertanian penduduk, dan perkebunan. Sarana transportasi di Kecamatan Kuala Jambi dari wilayah kelurahan yang ada jika ingin menuju ke ibukota kecamatan, penduduknya dapat menggunakan jalur darat dengan kendaraan ojek dan roda empat. Jika dilihat mobilitas penduduk kawasan ini juga sudah sangat tinggi. Hal ini dikarenakan jasa transportasi yang dimanfaatkan penduduk yang tinggal di semua wilayah kelurahan lokasi penelitian pada umumnya sudah sangat mudah dengan biaya cukup murah. Penduduk yang mendiami Kecamatan Kuala Jambi sudah memiliki akses terhadap fasilitas sosial dan ekonomi, walaupun fasilitas tersebut berada bukan di wilayah desa lokasi penelitian. Namun demikian, fasilitas tersebut keberadaannya masih berada di dalam wilayah Kecamatan Kuala Jambi, seperti bidang pendidikan, penduduknya sudah bisa menggunakan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK). Selain itu, dalam bidang kesehatan penduduknya juga sudah menggunakan Puskesmas atau Puskesmas Pembantu sebagai tempat berobat. Walaupun Puskesmas tersebut lokasinya berada di desa lain dan telah dilayani oleh dokter, perawat, dan seorang bidan. Persalinan yang sebelumnya dilakukan oleh dukun dengan resiko kematian yang cukup tinggi, sekarang sudah dilayani oleh bidan.

Page 57: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

51

Kelurahan Kampung Laut terdiri dari empat RW dan 23 RT dengan jumlah KK sebanyak 1.130 dan jumlah jiwa mencapai 4.255. Jarak dari Kelurahan Kampung Laut menuju ke ibukota kabupaten sejauh 30 km2. Pemukiman masyarakat di wilayah Kelurahan Kampung Laut berbentuk linier, yakni penduduknya berkelompok yang berasal dari berbagai suku. Suku yang paling menonjol di wilayah ini adalah suku dari Sulawesi Selatan (Makassar), kemudian Melayu (sebagai suku asli), Jawa, Banjar, dan Suku Batak. Agama yang dianut penduduk pada umumnya (98,66 persen) Islam, kemudian diikuti Kristen (1,29 persen), dan hanya sebagian kecil (0,05 persen) saja yang beragama Budha. Mata pencaharian pokok penduduknya selain sebagai nelayan, mereka juga bertani dengan menggunakan sistem pertanian ladang atau berkebun yang sudah tidak lagi berpindah-pindah. Hal ini disebabkan karena di kelurahan ini sudah tidak ada lagi lahan kosong untuk pertanian dan lokasinya terletak di Muara Sungai Batang Hari dengan laut utara. Terkait dengan mata pencaharian pokok yang paling menonjol adalah petani/nelayan, kemudian diikuti pedagang, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Swasta, dan terdapat pula TNI/Polri.

2. Pembahasan

2.1. Ketahanan sosial masyarakat dilihat dari empat dimensinya (sebagai look)

Ketahanan sosial masyarakat dapat berfungsi apabila dalam komunitas dapat melindungi warganya yang rentan, miskin, atau penyandang masalah sosial lainnya; dapat meningkatkan partisipasi warganya dalam aktivitas yang dilakukan organisasi sosial lokal; dapat mencegah atau mengelola konflik sosial dan tindak kekerasan lainnya; dan dapat memelihara kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sosial. Pada kenyataannya di dua lokus penelitian

Page 58: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

52

yakni Desa Tanjung Pasir di Kabupaten Ogan Ilir, dan Kelurahan Kampung Laut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur terkait dengan kondisi ketahanan sosial masyarakatnya dapat dikatakan “kurang berfungsi dengan semestinya”. Hal itu diketahui dari data dan informasi (look) mengenai permasalahan sosial yang terdapat di kedua lokus yang dijadikan sampel penelitian. Data dan informasi tersebut diperoleh melalui pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara, observasi, data dokumentasi, dan diskusi kelompok terfokus yang melibatkan informan perwakilan dari berbagai unsur pranata sosial sebagai peserta pemberdayaan pengembangan desa berketahanan sosial. Para peserta tersebut Pokja Tansosmas Sriwijaya di Desa Tanjung Pasir dan Sumbun Jaya di Kelurahan Kampung Laut.

Data dan informasi yang dikumpulkan kemudian diidentifikasikan menjadi permasalahan sosial pada komunitas tersebut. Setelah itu masing-masing pokja tansosmas memilih masalah yang paling mendesak untuk ditangani bersama. Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan, Pokja Tansosmas Sriwijaya Desa Tanjung Pasir mengangkat prioritas masalahnya yaitu: 1). Terdapatnya keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni sebagai salah satu jenis PMKS; 2). Kurang berfungsinya kelompok tani; 3). Adanya peredaran minuman keras terutama ketika diadakan kenduri atau perhelatan pesta panen, pernikahan, atau sejenisnya yang dapat meresahkan warga masyarakat dan rawan menimbulkan konflik; dan 4). Nilai kegotongroyongan yang mulai meluntur dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Sedangkan Pokja Tansosmas Sumbun Jaya Kelurahan Kampung Laut mengangkat permasalahan sosial berdasarkan prioritas yang dipilih

Page 59: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

53

yaitu: 1). Terdapatnya lanjut usia (lansia) telantar sebagai salah satu jenis PMKS yang harus diberikan pelayanan; 2). Kurang berfungsinya Karang Taruna; 3). Adanya balapan liar yang meresahkan dan rawan menimbulkan konflik pada masyarakat setempat; dan 4). Melemahnya nilai-nilai adat/budaya masyarakat dalam mengatasi pencemaran lingkungan khususnya di kalangan nelayan.

Terkait dengan permasalahan sosial di kedua lokus penelitian, pada mulanya mereka tidak mengetahui itu sebagai suatu masalah. Hal itu disebabkan antara lain karena kekurangpedulian unsur tokoh dan warga masyarakat setempat yang selama ini disibukkan dengan aktivitas rutin yang dijalani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketika sebagian kecil perwakilan unsur pranata sosial mengikuti pemberdayaan atau pembekalan pengembangan desa berketahanan sosial, mereka mulai mengerti bahwa di lingkungannya terdapat permasalahan sosial yang cukup bervariasi. Permasalahan sosial dimaksud mulai dari jenis-jenis PMKS, ketidakberfungsian kelembagaan sosial lokal, peredaran minuman keras yang dapat memicu dan menimbulkan kerawanan konflik, sampai tidak terpeliharanya nilai-nilai adat atau budaya sehingga melemah atau meluntur di dalam mengelola sumber daya alam dan sosial. Nilai-nilai kemasyarakat tersebut seperti kepedulian terhadap kelompok rentan, miskin, dan PMKS lainnya, kepedulian terhadap lingkungan hidup, gotong royong, dan lainnya. Itu semua tidak luput dari pengaruh perkembangan teknologi yang dapat diakses melalui media cetak atau elektronika dengan mudah walaupun di daerah tertinggal sekalipun. Walaupun demikian dengan keberadaan

Page 60: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

54

Pokja Tansosmas, mereka sudah mulai berusaha untuk melihat permasalahan yang ada tersebut dijadikan sebagai tantangan dan sekaligus sebagai peluang untuk dicarikan solusi pemecahannya.

2.2. Bentuk rancangan kegiatan Pokja Tansosmas (sebagai think)

Pada kedua lokus penelitian, baik di Desa Tanjung Pasir maupun Kelurahan Kampung Laut melalui pokja tansosmas masing-masing telah menyusun “rancangan bentuk kegiatan atau rencana aksi” yang dilakukan bersama-sama secara partisipatif. Penyusunan rencana aksi tersebut sebagai perwujudan atau pelaksanaan proses berpikir (think) pokja tansosmas berdasarkan permasalahan sosial yang ada di lingkungan wilayahnya masing-masing. Penyusunan rencana aksi tersebut walaupun termasuk dalam proses belajar kelompok, namun pada waktunya akan ditindaklanjuti dalam bentuk upaya atau realisasi kegiatan nyata yang dilakukan pokja tansosmas bersama mitra kerja di masyarakat. Lokus Desa Tanjung Pasir melalui Pokja Tansosmas Sriwijaya merancang empat bentuk kegiatan yaitu: (1) Renovasi Rumah Tidak Layak Huni; (2) Mengaktifkan Kembali Kelompok Tani; (3) Musyawarah Penanggulangan Minuman Keras (Muspenras); dan (4) Aksi Bersama Gotong Royong membersihkan dan memelihara jalan desa serta lingkungan hidup masyarakat Desa Tanjung Pasir. Sedangkan pada lokus Kelurahan Kampung Laut melalui Pokja Tansosmas Sumbun Jaya juga merancang empat bentuk kegiatan yaitu: (1) Pelayanan bagi Lanjut Usia Telantar; (2) Mengaktifkan kembali Karang Taruna; (3) Mengatasi masalah balapan liar yang rawan menimbulkan konflik; dan (4) Menguatkan (revitalisasi) nilai-nilai adat/budaya kepedulian masyarakat dalam

Page 61: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

55

mengatasi pencemaran lingkungan laut sebagai ladang hidup nelayan.

Bentuk rancangan kegiatan yang disusun pokja tansosmas kedua lokus tersebut sebagian kecil (25 persen) terdapat persamaan pemikiran (think) dalam menentukan fokus masalah yang dijadikan sebagai prioritas penanganan, terutama pada dimensi pemeliharaan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sosial. Namun sebagian besar (75 persen) terdapat perbedaan pemikiran (think) dalam menentukan masalah yang dijadikan prioritas yakni pada dimensi perlindungan sosial terhadap kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah sosial lainnya; dimensi partisipasi masyarakat dalam organisasi sosial lokal; dan dimensi pengendalian terhadap konflik sosial dan tindak kekerasan. Berdasarkan pengelompokan pemilihan masalah sebagai prioritas penanganan yang disusun kedalam bentuk rancangan kegiatan atau rencana aksi kedua pokja tansosmas, maka diketahui bahwa: (1) Persamaan masalah yang ditangani Pokja Tansosmas Sriwijaya Desa Tanjung Pasir terdapat pada dimensi pemeliharaan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sosial yakni dalam bentuk rancangan kegiatan revitalisasi nilai atau budaya (gotong royong) lokal yang sudah meluntur atau hilang agar terjadi kepedulian pada komunitas lokal untuk memelihara kebersihan lingkungan hidup dan jalan desa. Sedangkan Pokja Tansosmas Sumbun Jaya Kelurahan Kampung Laut yakni menyusun bentuk rancangan kegiatan yang sama dengan memfokuskan mengatasi pencemaran lingkungan laut sebagai lahan sumber kehidupan nelayan. (2) Perbedaan masalah yang ditangani Pokja Tansosmas Sriwijaya Desa Tanjung Pasir yakni pada

Page 62: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

56

dimensi perlindungan sosial terhadap kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah sosial lainnya yakni dalam bentuk rancangan kegiatan renovasi rumah tidak layak huni; dimensi partisipasi masyarakat dalam aktivitas organisasi sosial lokal yakni dalam bentuk rancangan kegiatan memfungsikan kembali kelompok tani; dan dimensi pengendalian terhadap konflik sosial dan tindak kekerasan yakni dalam bentuk rancangan kegiatan musyawarah penanggulangan peredaran minuan keras (Muspenras) yang rawan menimbulkan konflik. Sedangkan Pokja Tansosmas Sumbun Jaya Kelurahan Kampung Laut pada dimensi yang sama yakni dalam bentuk rancangan kegiatan Pelayanan bagi lansia telantar; mengaktifkan kembali Karang Taruna; dan mengatasi masalah balapan liar yang dapat memicu kerawanan konflik di komunitas lokal.

Persamaan dan perbedaan dalam penentuan atau pemilihan masalah yang dijadikan prioritas kedua pokja tansosmas tersebut, dilakukan berdasarkan analisis kondisi permasalahan yang terdapat di kedua lokus dan analisis potensi sumber yang tersedia untuk dapat digunakan dalam penanganannya, seperti: (1) Kondisi PMKS di kedua lokus memang relatif bervariasi; (2) selama ini belum ada lembaga lokal yang mempelopori untuk menangani PMKS dimaksud secara terencana; (3) kondisi saat ini terkait dengan kepedulian masyarakat terhadap nilai kegotongroyongan sebagai budaya lokal mulai atau bahkan sudah meluntur, sehingga kepedulian komunitas untuk ikut beraktivitas dalam organisasi lokal, menangani pemicu konflik, dan pemeliharaan kebersihan lingkungan hidup tidak terpelihara dengan baik.

Page 63: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

57

2.3. Upaya Pokja Tansosmas (sebagai act)

Berdasarkan bentuk rancangan kegiatan atau rencana aksi yang telah disusun, maka upaya yang dilakukan kedua pokja tansosmas (sebagasi act) sebagai berikut:

Pokja Tansosmas Sriwijaya Desa Tanjung Pasir dilihat dari kondisi akhir (kondisi setelah dilaksanakan monitoring, evaluasi, dan pentransferan dana bantuan sosial atau stimulan) sudah berhasil membentuk kembali kelompok tani yang diwujudkan kedalam enam kelompok tani kemudian disepakati membentuk Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan) tingkat desa; dan melaksanakan musyawarah penanggulangan minuman keras (Muspenras) dengan disepakati pembuatan Peraturan Desa (Perdes) pelarangan peredaran minuman keras di lingkungan Desa Tanjung Pasir. Sementara dua rencana aksi lagi dapat diupayakan setelah Hari Raya Idul Fitri 2011 atau pasca panen padi selesai. Kedua rencana aksi dimaksud yaitu Renovasi yang dirubah menjadi membangun satu unit rumah layak huni bagi satu keluarga yang berumah tidak layak huni berukuran 4 kali 7 m (lihat lampiran), dan Aksi bersama gotong royong membersihkan dan memelihara jalan desa yang belum lama dibangun melalui program PNPM. Mundurnya waktu pelaksanaan kedua bentuk rancangan kegiatan tersebut, disebabkan beberapa kendala antara lain: Belum terpenuhinya bahan bangunan untuk digunakan dalam renovasi rumah tidak layak huni, terlambatnya pentransferan dana bantuan sosial atau stimulan dari Puslitbang Kessos sebagai pihak penyelenggara, dan Memasuki bulan suci ramadhan dimana seluruh warga masyarakat Desa Tanjung Pasir beragama Islam, sehingga harus mempersiapkan lebih dahulu aktivitas ibadah keagamaan atau dengan kata lain terbenturnya waktu pelaksanaan rencana aksi.

Page 64: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

58

Demikian halnya Pokja Tansosmas Sumbun Jaya Kelurahan Kampung Laut dilihat dari kondisi akhir (kondisi akhir setelah dilaksanakan monitoring, evaluasi, dan pentransferan dana bantuan sosial atau stimulan) sudah dapat direalisasikan sesuai dengan rencana aksi yaitu mengaktifkan kembali Karang Taruna yang diwujudkan kedalam bentuk kepengurusan baru; meminimalisir terjadinya kerawanan konflik karena adanya balapan liar dengan mengadakan pendekatan kepada pelakunya dan membuat polisi tidur di sekitar jalan yang dijadikan arena balapan liar oleh pokja tansosmas bersama tokoh masyarakat lain serta kepolisian setempat; dan membentuk tiga kelompok sebagai pengawas lingkungan hidup yang dianggap sudah tercemar dengan berbagai limbah rumah tangga. Setiap kelompok beranggotakan lima belas orang yang bertugas mengawasi lingkungan kawasan nelayan secara bergantian, agar tidak dicemari oleh warga masyarakat setempat. Satu bentuk rancangan kegiatan lagi yang terkait dengan Dimensi Perlindungan Sosial baru pada tahapan pendataan PMKS saja yang dapat dilakukan, karena pokja tansosmas ini tidak ingin berjanji sebelum kelengkapan yang dibutuhkan untuk penanganannya dapat disediakan. Mundurnya waktu realisasi rencana aksi tersebut pada dasarnya sama dengan yang dihadapi Pokja Tansosmas Sriwijaya di Desa Tanjung Pasir yakni disebabkan beberapa kendala antara lain: terlambatnya pentransferan dana bantuan sosial atau stimulan dari Puslitbang Kessos sebagai pihak penyelenggara, Memasuki bulan suci Ramadhan dimana pada umumnya warga masyarakat Kelurahan Kampung Laut yang beragama Islam harus mempersiapkan lebih dahulu aktivitas ibadah keagamaan atau dengan kata

Page 65: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

59

lain terbenturnya waktu pelaksanaan rencana aksi, dan warga masyarakat Kelurahan Kampung Laut belum mengenal lebih dekat keberadaan Pokja Tansosmas Sumbun Jaya karena belum dilakukan sosialisasi secara maksimal.

Secara keseluruhan pada dasarnya proses pentransferan teknologi sosial (pemberdayaan) dari fasilitator kepada perwakilan tokoh masyarakat, baik di Desa Tanjung Pasir maupun Kelurahan Kampung Laut yang diwakili melalui unsur pranata sosialnya dapat dikatakan mengenai sasaran. Hal itu diketahui dari berhasilnya tugas-tugas kelompok diselesaikan peserta pemberdayaan yang tergabung dalam pokja tansosmas termasuk dalam mengidentifikasi permasalahan sosial dan potensi sumber yang ada, merancang bentuk kegiatan atau penyusunan rencana aksi, sampai pada tahap upaya pelaksanaan kegiatan atau merealisasikannya pada komunitas lokal. Penyusunan bentuk rancangan kegiatan atau rencana aksi dilakukan secara partisipasi dengan mengacu kepada empat dimensi ketahanan sosial masyarakat. Kemudian pokja tansosmas berkomitmen untuk merealisasikan rencana aksi tersebut dengan dukungan kontribusi berbagai bentuk partisipasi seperti dana, barang (bahan-bahan bangunan untuk merenovasi rumah tidak layak huni, konsumsi, air minum), tempat pertemuan, tenaga, maupun pikiran. Selain itu, dukungan (support) secara moril telah diperoleh Pokja Tansosmas Sriwijaya dari Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Ilir dengan kedatangan rombongan Ketua Penggerak PKK Kabupaten (Isteri Bupati), Asisten III Kabupaten, Kepala Dinas Sosial Kabupaten, Camat Pemulutan, sampai Kepala Desa Tanjung Pasir yang hadir ketika pelaksanaan pemberdayaan atau pembekalan kepada perwakilan unsur pranata sosial setempat. Dukungan serupa juga diperoleh Pokja Tansosmas Sumbun Jaya dari Pemerintah Daerah baik Dinas Sosial Provinsi maupun Kabupaten sampai Kecamatan, dan Kelurahan setempat hadir

Page 66: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

60

ketika pelaksanaan pembekalan dilakukan. Hal itu dapat memicu atau memotivasi kedua pokja tansosmas untuk mewujudkan ketahanan sosial masyarakat dalam rangka melaksanakan pembangunan bidang sosial dan bidang lainnya di lingkungan Desa Tanjung Pasir maupun Kelurahan Kampung Laut.

Perwujudan ketahanan sosial masyarakat yang dilakukan komunitas desa/kelurahan pada dasarnya tidak terlepas dari intervensi yang dilakukan pihak luar seperti pemerintah pusat maupun daerah dalam hal ini Puslitbang Kessos Kementerian Sosial dan Dinas Sosial setempat. Dengan adanya pokja tansosmas tersebut, maka aparatur desa/kelurahan dapat bekerjasama untuk pembangunan bidang kesejahteraan sosial pada khususnya, dan pembangunan bidang lain pada umumnya di wilayah kerjanya. Selain itu keberadaan pokja tansosmas juga dapat memotivasi warga masyarakat untuk berperan serta dalam aktivitas kehidupan masyarakat.

D. REKOMENDASI

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, maka direkomendasikan kepada beberapa instansi terkait sebagai berikut :

1. Pemerintah Daerah melalui Dinas Sosial Dengan adanya ketertarikan Pemerintah Daerah melalui Dinas Sosial setempat terhadap model desa berketahanan sosial, maka Dinas Sosial baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota terutama daerah yang dijadikan lokus penelitian dapat mereplikasikannya di desa/kelurahan lain di wilayahnya. Terkait dengan itu, maka kerjasama perlu dijalin dalam pelaksanaan model dimaksud terutama dalam sharing dana (pemerintah daerah) dan daya/fasilitator (pemerintah pusat) untuk mendukung pelaksanaan replikasi di lokasi kegiatan

Page 67: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

61

yang dikehendaki. Hal ini dilakukan untuk memperluas jangkauan implementasi model tersebut di daerah-daerah yang dinginkan pemerintah daerah. Kerjasama tersebut dapat dijalin dengan jalan membuat komitmen bersama, dalam hal ini Pemerintah Daerah/Kepala Dinas Sosial yang bersangkutan dengan Puslitbang Kessos untuk dituangkan kedalam nota kesepahaman bersama. Dengan sharing yang dilakukan tersebut, diharapkan pelaksanaan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat dapat dilaksanakan dengan terencana, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, baik, lancar, dan dapat dirasakan manfaatnya oleh komunitas lokal.

2. Unit Teknis di lingkungan Kementerian Sosial RI (Ditjen Rehsos; Ditjen Dayasos dan Penanggulangan Kemiskinan; dan Ditjen Perlindungan dan Jamsos)Keberadaan Pokja Tansosmas di desa/kelurahan pada lokus penelitian Puslitbang Kessos, maka dapat dijadikan sebagai pembuka jalan (entri point) bagi unit teknis di lingkungan Kementerian Sosial RI untuk menindaklanjuti dengan berbagai program yang terkait dengan pengentasan kemiskinan. Pada pelaksanaannya, unit teknis dimaksud dapat menjadikan pokja tansosmas sebagai mitra kerja dalam rangka melaksanakan program kegiatannya untuk pembangunan bidang kesejahteraan sosial secara sinergi.

Secara operasional di lapangan peluncuran program masing-masing unit teknis terkait di atas dapat dilakukan oleh:

a. Ditjen Rehsos

Setelah Pokja Tansosmas mengadakan pendataan terhadap PMKS di daerahnya dan telah diperoleh data tersebut berdasarkan by name by address yang terkait dengan data penyandang cacat, anak atau remaja telantar, dan lansia

Page 68: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

62

telantar yang biasanya harus dirujuk ke suatu panti sesuai dengan jenis dan masalah yang disandangnya. Dengan data tersebut, maka Unit Ditjen Rehsos melalui UPT terkait dapat menindaklanjuti dengan program yang dimilikinya untuk dirujuk kepada calon garapan yang dimaksud.

b. Ditjen Dayasos dan Penanggulangan Kemiskinan

Demikian halnya hasil pendataan Pokja Tansosmas yang terkait dengan PMKS seperti fakir miskin, keluarga berumah tidak layak huni, wanita rawan sosial ekonomi, dan keluarga muda yang kondisi sosial ekonominya miskin, maka Unit Ditjen Dayasos dan Penanggulangan Kemiskinan melalui Direktorat Pemberdayaan Sosial dapat menindaklanjuti dengan program yang terkait untuk diaplikasikan kepada calon garapan yang dimaksud.

c. Ditjen Perlindungan dan Jamsos

Data PMKS yang ada di Pokja Tansosmas seperti fakir miskin, keluarga berumah tidak layak huni, wanita rawan sosial ekonomi, dan keluarga muda yang kondisi sosial ekonominya miskin, maka dapat ditindaklanjuti Unit Ditjen Perlindungan dan Jamsos melalui Direktorat Bantuan Sosial terkait dengan program yang dimilikinya untuk diaplikasikan kepada calon garapan yang dimaksud.

3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan SosialPelibatan dan keikutsertaaan fasilitator, pendamping, dan peserta dari berbagai unsur pranata sosial lokal secara aktif dalam pelaksanaan penelitian model ini sangat diperlukan untuk menentukan seberapa besar keberhasilan yang dicapai nantinya. Oleh karena itu yang perlu diperhatikan adalah kriteria masing-masing fasilitator, pendamping, dan peserta yang akan dilibatkan harus betul-betul orang yang

Page 69: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

63

mempunyai “komitmen tinggi” dalam rangka mendukung pencapaian tujuan yang diharapkan.

4. Kalangan Akademisi, model pengembangan desa berketahanan sosial ini dapat dijadikan referensi untuk dikembangkan kedalam kerangka konsepsi, empirik, maupun sintesis lebih jauh lagi antara berbagai paradigma pembangunan sosial. Dengan demikian model ini dapat diformulasikan sesuai standard yang diharapkan, baik dari pendekatan akademik maupun teknis operasionalnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Suhendi; Ani Wuryandari; dan Endah Triyati, 2007. Replikasi Model Desa Berketahanan Sosial Melalui Pemberdayaan Pranata Sosial (Di Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah, dan Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi). Jakarta: Pusbangtansosmas.

Ahmad Suhendi dkk, 2008. Pengembangan Desa Berketahanan Sosial Melalui Pemberdayaan Pranata Sosial (Replikasi Model di Empat Provinsi). Jakarta: Pusbangtansosmas.

..............., 2009. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Ogan Ilir, 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat Kabupaten Ogan Ilir.

Burhan Bungin, 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Gunawan Sumodiningrat, 1997. Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Harry Hikmat, 2002. Ketahanan Sosial: Konsep, Konstruksi dan Indikator (Makalah Diskusi Pakar). Jakarta: Pusbangtansosmas.

Page 70: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

64

..............., 2003. Indikator Ketahanan Sosial Masyarakat Kajian Konseptual dan Empirik. Jakarta: Pusbangtansosmas.

Irawan Soehartono, 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Isbandi Rukminto Adi, 2008. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta: LP FEUI.

Koentjaraningrat, 1996. Pengantar Antropologi (Jilid I). Jakarta: Rineka Cipta.

Kusnaka Adimihardja dan Harry Hikmat, 2004. Participatory Research Appraisal. Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora.

Mu’man Nuryana, 2002. Perspektif Sosial Capital dalam Pengembangan Ketahanan Sosial Sosial Masyarakat. Jakarta: Pusbangtansosmas.

Santoso Sastropoetro, 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung; Alumni.

Stringer, Ernest T, 1999. Action Research (Second Edition). London, New Delhi; Sage Publications.

Suharsimi Arikunto, dkk, 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta; Bumi Aksara.

Sumaryadi, I Nyoman, 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta; Citra Utama.

Suwarsih Madya, 2007. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung: Alfabet.

Page 71: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

65

Lampiran : salah satu contoh pelaksanaan rencana aksi Pokja Tansosmas

Page 72: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

66

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PROGRAM PENANGANAN KEMISKINAN MELALUI KELOMPOK

USAHA BERSAMA (KUBE)Oleh: Haryati Roebyantho

ABSTRAK

Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek seperti hak terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya. Berbagai program telah dilaksanakan pemerintah dalam upaya mempercepat penurunan angka kemiskinan di Indonesia. Kementerian Sosial Republik Indonesia, sejak tahun 1983 telah meluncurkan program P2FM-KUBE (KUBE). Namun hasil penelitian dan kajian lebih fokus pada input dan output program. Padahal untuk mengetahui keberhasilan program perlu diketahui mengenai pengelolaan KUBE dalam mencapai target optimal dan Dampak sosial ekonomi Program P2FM.

Hasil Evaluasi menunjukkan bahwa kriteria sasaran program belum mengacu pada Kriteria dari BPS (14 kriteria Penduduk miskin) dan kriteri Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD). Pada Tataran proses pelaksanaan, belum seluruh tahapan dilaksanakan secara runtut. Setiap lokasi menggunakan Panduan berbeda. Pemilihan pendamping dan mekanisme pembagian tugas dan wewenang antara pusat dan daerah belum mengacu pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

Berdasarkan hasil evaluasi P2FM- KUBE maka direkomendasikan bahwa KUBE masih merupakan program alternatif penanganan kemiskinan dengan catatan melibatkan masyarakat. Upaya mengoptimalkan pencapaian tujuan P2FM-KUBE, maka direkomendasikan beberapa alternatif kebijakan antara lain: melibatkan masyarakat dalam pemetaan masyarakat miskin pada tahap persiapan pembentukan KUBE menggunakan metode partisipatif yakni PRA, peningkatan profesionalisme pendamping, dan mempertegas pembagian tugas dan wewenang antara pusat dan daerah, perlu menyusun perencanaan untuk pendidikan dan pelatihan bagi pendamping dan pelaksana P2FM-KUBE di tingkat Kabupaten/Kota, serta mengkoordinasikan sharing dana dalam sosialisasi program dan pemberian insentif bagi pendamping. Perlu ada kebijakan dan aturan yang memiliki kekuatan hukum untuk melaksanakan Pedoman

Page 73: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

67

Pelaksanaan P2FM-KUBE yang berkelanjutan dan fleksibel untuk di implentasikan di kota /kabupaten dan provinsi.

Kata kunci: Kemiskinan, Pemberdayaan Fakir Miskin, Kelompok Usaha Bersama (KUBE)

A. PENDAHULUAN

Kemiskinan merupakan isu global di setiap negara berkembang maupun sedang berkembang. Negara sedang berkembang di sebagian wilayah Asia dan Afrika, berurusan dengan agenda pengentasan kemiskinan. Sementara bagi negara maju, sangat tertarik membahas kemiskinan, karena kondisi di negara berkembang berdampak pada stabilitas ekonomi dan politik mereka. Kesimpulannya kemiskinan menjadi urusan semua bangsa dan menjadi musuh utama (common enemy) umat manusia di dunia.

Sekjen PBB Kofi Anand, dalam suatu sidang umum membuat komitment untuk memerangi kemiskinan di dunia dikenal dengan “Global Call to Action Against Poverty”1. Di Millenium kedua, PBB mempelopori pertemuan tingkat tinggi yang menghasilkan “Tujuan Pembangunan Milenium (TPM)” atau dikenal dengan “Millenium Development Goals (MDGs”).2

Implementasi Millenium Development Goals (MDGs”) di Indonesia sesuai dengan amanat konstitusi Negara, pembukaan

1 Kofi Anand sebagai salah satu pemimpin PBB dalam sebuah sidang umum membacakan Laporannya yang berjudul untuk “kebebasan yang lebih besar”.Inti laporannya mengajak dunia untuk memerangi kemiskinan. Hasilnya keluar sebuah komitmen yng ditindklanjuti dengan suatu gerakan “ panggilan global untuk memerangi kemiskinan atau dikenal dengan Global Call to Action Against Poverty”

2 TPM/MDGs telah disepakati oleh para pemimpin dunia dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Milenium pada September 2000. Salah satu prioritas Tujuan Pembangunan Milenium (TPM) atau MDGs adalah Menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan. Dunia mentargetkan pada tahun 2015 dapat mengurangi setengah dari penduduk dunia yang berpenghasilan kurang dari 1 US$ sehari dan mengalami kelaparan.

Page 74: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

68

UUD 45 dan Pancasila. Undang Undang Dasar 1945 pasal 34, yang mengartikan bahwa Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. Realisasinya diuraikan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 tahun 19813. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, dalam Bab II pasal 3 ayat 1 dan 3 dan pasal 4, mengandung makna bahwa Pelayanan kesejahteraan sosial...dst bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi masalah kemiskinan, masalah sosial dan kerawanan sosial ekonomi. Beberapa ayat menyebutkan bahwa pelayanan kesejahteraan sosial berasaskan: hak asasi manusia, kebersamaan, menjunjung tinggi kearifan lokal, dan berkelanjutan. Adapun prinsip dalam pelayanan kesejahteraan sosial antara lain adalah kepentingan terbaik bagi penerima manfaat, partisipasi, kesetiakawanan, dan profesionalisme.

Berbagai program kemiskinan dengan strategi beragam telah dilaksanakan dalam upaya menurunkan angka kemiskinan di Indonesia, namun fenomena kemiskinan masih menjadi issue global di Indonesia. Menurut laporan Human Development Report tahun 2005, jumlah penduduk miskin terbesar di Asia Tenggara adalah Indonesia, yaitu sebesar 38,7 juta orang. Dari data Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI), Indonesia menempati urutan 110, Urutan lebih rendah dibanding negara di Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (25), Brunei (33), Malaysia (61), Thailand (73), dan Filipina (84).

Data dari Biro Statistik menyebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang berada pada garis kemiskinan terus mengalami penurunan, Pada tahun 1996-1999 jumlah penduduk

3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 1981 menyebutkan bahwa Fakir Miskin (FM) adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan.

Page 75: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

69

miskin meningkat 13,96 persen karena ada krisis ekonomi, dalam tahun yang sama penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen. Pada periode 1999-2002 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 9,57 juta yaitu 47,97 juta pada tahun 1999 menjadi 38,40 juta pada tahun 2002. Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin sebesar 16,7 persen. dan 15,97 persen tahun 2005. Selanjutnya periode maret 2007 - Maret 2008 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 37,17 juta pada tahun 2007 menjadi 34,96 juta pada maret 2008, artinya terjadi penurunan 2,11 Juta . Pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin sebesar 34,96 juta dan penduduk tahun 2009 menjadi 32,53 juta, artinya terdapat penurunan. 2014 direncanakan sekitar 8 (delapan) persen hingga (10) sepuluh persen.

Apabila dicermati maka dalam 10 tahun terakhir, rata-rata penurunan angka kemiskinan di Indonesia adalah 0,6 persen. Menurut Bank Dunia penurunan rata-rata 0,1 tahun atau lebih sudah bagus, sehingga rata-rata penurunan angka kemiskinan di Indonesia sudah baik.

BAPPENAS dalam penanganan kemiskinan untuk tahun 2009-2014 mentargetkan menurunkan tingkat kemiskinan absolute dari 14 persen pada tahun 2009 menjadi 8 atau 10 persen pada akhir 2014. Kebijakan BAPPENAS difokuskan pada perbaikan distribusi perawatan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah.

Program-program untuk penanganan kemiskinan sudah dilakukan pemerintah melalui berbagai kementerian: Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian lainnya. Beberapa jenis program yang sudah dilaksanakan misalnya: Program Kompensasi

Page 76: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

70

Bantuan Langsung Tunai, seperti BLT (Bantuan langsung Tunai) dan PKH (Program Keluarga Harapan), dan Bantuan Non Tunai, antara lain seperti Raskin (beras murah untuk masyarakat miskin), Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat), BOS (Bantuan Operasional Sekolah), JPS (Jaring Pengaman Sosial), dan lainnya.

Pemerintah telah mengeluarkan dana cukup besar. Misalnya pada tahun 2004 telah dikucurkan dana mencapai Rp 18 triliun, dan kemudian meningkat menjadi Rp 23 triliun pada tahun 2005. Sementara selama periode 2006 naik hampir dua kali lipat menjadi Rp 42 triliun dan bertambah menjadi Rp 51 triliun pada tahun 2007 (Bappenas, 2007). Pada akhir Maret tahun 2009 anggaran kemiskinan sudah bertambah menjadi Rp 66,2 Triliun dengan penurunan angka kemiskinan hanya sebesar 1,27% dari tahun 20084

Program Penanganan Fakir Miskin melalui Kelompok Usaha Bersama (P2FM-KUBE) merupakan salah satu program penanganan kemiskinan yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia. P2FM-KUBE bertujuan untuk mempercepat penghapusan kemiskinan melalui : (1) Peningkatan kemampuan ber-usaha para anggota anggota secara bersama dalam kelompok; (2). Peningkatan pendapatan; (3). Pengembangan usaha; (4) Peningkatan kepedulian dan kesetiakawanan sosial diantara para anggota KUBE dengan masyarakat sekitar.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, jumlah KUBE tahun 2003-2010 mencapai 36.799 KUBE atau jumlah keluarga miskin kluster 1 ada 367.078 KK yang tersebar di 33 Provinsi. Data dari Pusat data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa

4 Menurut BPS jumlah dana penanganan kemiskinan sampai tahun 2010

Page 77: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

71

terdapat 7.755.839 Keluarga Fakir Miskin. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa selama 7 tahun (2003-2010), Program P2FM-KUBE baru mampu menangani sekitar 4,73% Keluarga Fakir Miskin.

Kenyataannya, sejak tahun 1983 hingga 2010 kajian dan penelitian tentang P2FM-KUBE masih fokus pada input KUBE, proses KUBE dan output KUBE. Padahal untuk melihat pencapaian optimal P2FM-KUBE perlu diketahui : (1) sejauh mana Program P2FM-KUBE mencapai target sasaran; (2) Apakah proses Pelaksanaan KUBE sudah sesuai dengan panduan dan (3) Sumber daya yang dikeluarkan untuk Pelaksanaan P2FM-KUBE.

Penanganan Kemiskinan melalui KUBE yang dikembangkan Kementerian Sosial sejak tahun 1983, telah menghasilkan ribuan KUBE melalui program Program Penanganan Fakir Miskin (P2FM). Namun sejak tahun 1983 hingga tahun 2010 belum pernah dilakukan evaluasi dengan fokus keberhasilan atau dampak sosial ekonomi KUBE terhadap keluarga dan masyarakat.

Padahal, sebagai salah satu kriteria keberhasilan P2FM-KUBE adalah menganalisis Dampak sosial-ekonomi P2FM-KUBE terhadap anggota KUBE dan masyarakat. Oleh karena itu pada tahun anggaran 2011 Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (PUSLITBANG KESSOS) Kementerian Sosial Republik Indonesia melaksanakan penelitian evaluasi program penanganan kemiskinan melalui KUBE.

Tujuan penelitian ini adalah: (a) Teridentifikasi proses pelaksanaan program penanganan kemiskinan melalui KUBE; (b)Teridentifikasi dampak sosial ekonomi program kemiskinan melalui KUBE. Adapun manfaat penelitian (a) Bahan Perencanaan pembinaan KUBE bagi Pemerintah Daerah khususnya lokasi penelitian (Kota Banda Aceh, Kabupaten Nganjuk Kota Banjarmasin dan Kota Tomohon); (b) Data dan informasi tentang dampak

Page 78: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

72

sosial ekonomi KUBE dapat dipergunakan Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Sosial Kota/Kabupaten untuk menganalisa keberhasilan Program Penanganan Kemiskinan melalui KUBE; (c)Bagi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, sebagai bahan merumuskan dan melakukan perencanaan Program Penanganan Kemiskinan melalui KUBE tahun 2012-2014

Tingkat keberhasilan dampak sosial penanganan kemiskinan melalui KUBE diukur dari (1)Tumbuhnya kesadaran anggota melaksanakan pertemuan kelompok; (2) Terintisnya pelaksanaan iuran kesetiakawanan sosial (IKS); (3) Tumbuhnya ke-sadaran dan kepedulian dalam penanganan permasalahan sosial (PMKS); (4) Tergagasnya embrio koperasi. Sementara itu dampak ekonomi KUBE dilihat dari (1) peningkatan usaha ekonomi sehingga dapat meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan anggota KUBE; (2), membangun kerjasama dan jaringan kemitraan sehingga pencapaian keberhasilan KUBE dapat optimal.

Penelitian ini bersifat evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Untuk itu kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi evaluasi input (input evaluation), evaluasi proses (process evaluation), evaluasi hasil (output evaluation), dan evaluasi dampak (outcome evaluation) dari program KUBE fakir miskin. Pendekatan yang digunakan kuantitatif dan kualitatif.

Pemilihan sampel lokasi ditentukan secara purposive sampling dengan pertimbangan banyaknya jumlah KUBE yang masih aktif yang terbentuk antara tahun 2003 sampai 2008, maka dipilih sampel lokasi dipilih: provinsi: Aceh; Jawa Timur; Kalimantan Selatan; dan Sulawesi Utara. Responden adalah pejabat instansi terkait, pendamping KUBE, pengurus dan anggota KUBE, Aparat Desa/Kelurahan, dan Mitra Usaha. Teknik Pengumpulan Data meliputi: Wawancara, dan Observasi Focus Group Discussion (FGD). Teknik Pengolahan menggunakan perhitungan kuartil.

Page 79: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

73

B. HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian akan menguraikan (1) sejauh mana Program P2FM-KUBE mencapai target sasaran; (2) Apakah proses Pelaksanaan KUBE sudah sesuai dengan panduan dan (3) Sumber daya yang dikeluarkan untuk Pelaksanaan P2FM-KUBE.

A. Program P2FM-KUBE mencapai target sasaran

Lokasi Penelitian (Kota Banda aceh, Kabupaten Nganjuk, Kota Banjarmasin, dan Kota Tomohon) merupakan Kota/Kabupaten yang memprioritaskan program pengentasan kemiskinan sebagaimana diamanatkan UUD 1945 pasal 27 ayat 2. Kebijakan program pengentasan kemiskinan fokus pada: (1) cara memperluas lapangan pekerjaan dan (2) memberikan kehidupan yang layak kepada kaum miskin. Sebagaimana ketentuan otonomi daerah dan desentralisasi, beberapa lokasi penelitian menggunakan strategi pengembangan ekonomi dengan pendekatan Community Development (CD). Implementasi kebijakan tersebut mengikutsertakan masyarakat, pihak swasta dan lembaga keuangan.

Sesuai dengan pendekatan community development, penyusunan rencana dilakukan bersama masyarakat setempat, menyesuaikan dengan prioritas kebutuhan mereka atau pooling idea, artinya dalam menyusun dan melaksanakan rencana pembangunan ekonomi masyarakat harus didukung oleh komitmen yang kuat dari setiap komponen pemerintah dan Sumber-sumber dana dari masyarakat yang potensial yang berasal dari zakat. Partisipasi dana dari lembaga-lembaga keuangan di daerah dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai pemodalan usaha mikro, kecil dan menengah dengan diikuti kemampuan Pemerintah daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance (kasus Kota Banjarmasin). Salah satu program penanganan kemiskinan adalah pembentukan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE).

Page 80: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

74

Responden penelitian mewakili KUBE yang terbentuk sejak tahun 2004 sampai 2008. Penentuan sasaran Berdasarkan Panduan Evaluasi Program P2FM, Kondisi KUBE masih melakukan kegiatan (masih ada) dan KUBE maju. Setiap pedoman memiliki karakteristik dan visi berbeda sehingga dalam implementasinya banyak mengalami kendala.

Hasil wawancara pengurus KUBE dan pendamping diperoleh informasi bahwa pembentukan KUBE dapat dibedakan berdasarkan status KUBE :

a. KUBE terbentuk tahun 2003-2005 dinamakan KUBE pertumbuhan, pembentukkan kelompok bersifat top down. Masyarakat dikumpulkan di kelurahan, diberi penyuluhan dan sosialisasi tentang program P2FM melalui KUBE. Setelah mendapatkan pelatihan berusaha selanjutnya dibentuk kelompok. Di akhir tahun kegiatan diberikan bantuan stimulan sebagai Modal Kerja. Bantuan stimulant berdasarkan need assessment dan diberikan berupa bahan (misal di kalimantan Selatan jenis KUBE Pancarekenan (sembako), sewa tenda dan kue kering), Jawa Timur pengemukan sapi dan ternak kambing), NAD: pembuatan kue , ternak (ikan, sapi), nelayan dan menjahit.

b. Program P2FM- KUBE telah dilaksanakan sejak tahun 1983 namun pada tataran implementasinya belum semua penentuan sasaran mengacu pada Pedoman P2FM-KUBE. Misal temuan lapangan di Kota Banda Aceh Kota, Kabupaten Nganjuk, Kota Banjarmasin dan Kota Tomohon, menunjukkan bahwa penentuan sasaran penerima manfaat KUBE belum seluruhnya mengacu pada kriteria dari BPS yang terdiri dari 14 item, juga belum berpedoman pada 14 kriteria penduduk miskin yang dikeluarkan Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD).

Page 81: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

75

Kenyataannya kriteria sasaran KUBE masing masing lokasi berbeda. Perbedaan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah artinya tidak semua anggota KUBE termasuk keluarga miskin cluster I dan kriteria penduduk miskin menurut BPS dan KPKD, namun terdapat 20% dari keseluruhan anggota KUBE tidak termasuk kriteria BPS dan KPKD, namun memiliki keterampilan dan kelebihan dari anggota KUBE lainnya. Menurut pendamping, kebijakan diambil dengan harapan bahwa anggota tersebut dapat membina kelompok dan mencarikan jalan keluar apabila ada permasalahan dengan produksi dan pemasaran hasil produksi, sehingga KUBE dapat berkembang usahanya.

c. Pembentukan KUBE ditemukan dua cara yakni: (1) masyarakat di kumpulkan, diberi penyuluhan, diberi pelatihan dan diberi stimulan, (b) kelompok dibentuk dari kearifan lokal (Mapalus - Tomohon). Kelompok tersebut dibentuk masyarakat berdasarkan persamaan tujuan, persamaan ide, memiliki struktur organisasi, memiliki sistim nilai dan norma kelompok yang menjadi acuan kelompok untuk bertindak. Pada kelompok tersebut, perlakuan tidak sama, mereka membentuk kelompok, memilih jenis usaha dan melakukan kegiatan bersama, setelah usaha berkembang dan kelompok masih tetap maka mereka diberi Program P2FM-KUBE pertumbuhan.

B. Proses Pelaksanaan KUBE sudah sesuai dengan panduan

Temuan Lapangan menunjukkan bahwa Panduan Program P2FM yang digunakan di empat lokasi adalah:

a) Panduan Pertumbuhan dan Pengembangan KUBE dari Ditjen Pemberdayaan Sosial tahun 2003. (Jenjang KUBE dibagi 4 yaitu: KUBE Tumbuh, KUBE Berkembang, KUBE Maju dan KUBE Mandiri).

Page 82: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

76

b) Panduan Program P2FM-BLPS tahun 2007 (KUBE Maju, KUBE masih ada dan KUBE gagal). (sekarang ada panduan untuk Perkotaan dan Pedesaan)

Hasil wawancara dan FGD dengan anggota KUBE dan pengurus menunjukkan bahwa pada tataran proses pelaksanaan KUBE, belum seluruh tahapan dilaksanakan secara runtut. setiap lokasi memiliki karakteristik masing-masing. sebagaimana digambarkan pada tabel berikut:

Page 83: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

77

Page 84: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

78

Page 85: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

79

Mencermati tabel di atas, terlihat bahwa proses pelaksanaan KUBE belum tepat mengikuti panduan yang ada. Hal ini disebabkan belum ada kesatuan persepsi dalam penjabaran Buku Pedoman di setiap kota/Kabupaten

3. Sumber daya yang digunakan dalam Pelaksanaan P2FM-KUBE

Hasil evaluasi input proses KUBE menggambarkan bahwa sumber daya manusia anggota KUBE maksimal lulus SLTA (Kota Tomohon, Kota Banjarmasin) dan terendah lulus SD. Faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengelolaan usaha. Mereka memiliki keterbatasan dalam akses informasi tentang managemen usaha, keterbatasan dalam akses ke lembaga ekonomi. Kriteria angota KUBE belum semua mengacu dari BPS (14 item). Hal ini disebabkan kriteria kemiskinan dan penentuan sasaran masing-masing lokasi berbeda. Kenyataannya karena tingkat pendidikan dan pengetahuan yang terbatas, mereka tidak memiliki akses informasi dan jaringan kerja pada lembaga ekonomi sehingga mereka mengalami kendala dalam pemasaran produksi.

Hasil observasi menunjukkan bahwa kualitas produksi sama dengan yang dipasarkan di supermarket atau pasar tradisional. Namun, karena kemasan produk (packing) masih sederhana (perekat plastik packing tidak menggunakan mesin press plastic) dan tidak ada cap izin perdagangan, serta tidak memiliki jaringan kerja pemasaran produksi, maka produksi KUBE hanya dapat dipasarkan di warung-warung kecil, di pasar tradisional dan hanya pada periode tertentu (saat hari Raya Idul Fitri). Legalitas kegiatan KUBE hanya dari pertemuan anggota, aparat kelurahan dan pendamping, belum mampu mempromosikan hasil KUBE ke luar daerah, juga belum mampu melindungi KUBE secara hukum.

Page 86: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

80

Hasil wawancara menunjukkan bahwa belum semua lokasi penelitian menentukan Pendamping KUBE. Menurut Pendamping, program pendampingan baru ada sejak diluncurkan program P2FM-BLPS. Kriteria pendamping belum mengacu pada Undang–Undang Kesejahteraan Sosial yang menyebutkan bahwa Pendamping Program Penanganan Kemiskinan harus memiliki kualifikasi sesuai program pendampingan, memiliki pengetahuan tentang pekerjaan sosial, memiliki pengetahuan tentang permasalahan kesejahteraan sosial. Pada beberapa lokasi pendamping belum melaksanakan fungsi dan peran secara tepat karena pemerintah daerahnya belum menyediakan uang honor pendamping.

Dalam wawancara mendalam dan observasi, pendamping berperan sangat besar terhadap perkembangan dan kemajuan usaha bersama. Sebagai contoh, dengan keterbatasan mengakses informasi tentang pemasaran hasil produksi, anggota dapat minta pendampingan untuk meningkatkan kualitas dan packing hasil produksi sehingga mampu bersaing dengan masyarakat lainnya.

Dari segi material KUBE terdiri dari sarana prasarana,pendanaan, fasilitas fisik, lingkungan. KUBE sasaran penelitian dibedakan menjadi dua yakni KUBE dengan dana Dekon dan KUBE dengan dana Program P2FM - BLPS. KUBE yang dibentuk tahun 2003 sampai 2006 umumnya didanai dari dana Dekon dan KUBE terbentuk tahun 2007 mendapat dana dari P2FM-BLPS. Kedua program memiliki kriteria dan ukuran keberhasilan yang berbeda sehingga dalam melaksanakan evaluasi kurang yakin menggunakan pedoman yang mana yang harus digunakan.

Fasilitas fisik yang ditemukan sebagian besar hanya papan nama. Umumnya mereka juga belum memiliki kantor dan ruang pertemuan. Untuk tempat usaha umumnya di rumah ketua atau

Page 87: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

81

bendahara. Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan KUBE menyebutkan bahwa salah satu legalitas kegiatan KUBE adalah pertemuan yang dihadiri oleh seluruh anggota, pendamping, dan aparat kelurahan. Mencermati hasil penelitian menunjukkan terdapat beragam legalitas kegiatan KUBE. Di kota Banjamasin, masih terdapat beberapa KUBE dengan status maju dan gagal, yang dibentuk antara tahun 2003 dan 2006. KUBE dengan status maju memiliki legalitas kegiatan KUBE dari seluruh anggota dan aparat kelurahan. Sedangkan KUBE dengan status gagal, hanya dilaksanakan oleh Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan beberapa anggota saja yang melaksanakan usaha. Sedang di Kota Tomohon legalitas KUBE ada 2 macam, KUBE dengan status tumbuh mendapatkan legalitas dari Kelurahan dan Kube Maju dan berkembang mendapat legalitas melalui Surat Keputusan Walikota.

Mencermati uraian di atas, legalitas KUBE berkaitan erat dengan perkembangan usaha KUBE. Sebagai contoh: KUBE jenis usaha kue kering, KUBE jenis usaha kerupuk tidak membutuhkan Surat izin Usaha, karena modal kurang dari Rp.5000.000,- , dan sifat usahanya perorangan.

Sejak tahun 2007 KUBE tersebut mendapat dana P2FM-BLPS, jenis usaha menjadi berkembang dengan jenis usaha simpan pinjam. (kasus KUBE kota Banjarmasin). Sebaiknya KUBE tersebut memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan nomor 517/21/32/366/PB/DU/BPPT/IV/2009 dan Surat Izin Usaha Simpan Pinjam dari Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia nomor 44/SSIP/Dep.1/II/2010, agar mempermudah dalam pelaksanaan kegiatannya atau mempermudah memasarkan hasil produksinya

Mekanisme pembagian tugas dan wewenang dalam pembinaan KUBE antara Pemerintah Pusat dan Daerah belum

Page 88: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

82

mengaplikasikan kebijakan pemerintah sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Dalam peraturan perundangan disebutkan bahwa peran Pemerintah pusat adalah menciptakan Model KUBE fakir miskin, menyusun perencanaan dalam sosialisasi Model KUBE, Menetapkan strategi Program, menyusun Indikator keberhasilan KUBE-FM.

4. Dampak sosial KUBE

Berdasarkan hasil perhitungan kuartil maka dapat diuraikan sebagai berikut:

Page 89: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

83

Page 90: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

84

Page 91: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

85

Page 92: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

86

Page 93: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

87

Page 94: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

88

C. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab terdahulu, maka secara garis besar dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

1. Mencermati hasil lapangan, dapat disimpulkan bahwa KUBE merupakan program alternatif Kementerian Sosial Republik Indonesia yang mampu mempercepat penghapusan kemiskinan. Gambaran riil pencapaian target secara kuantitas belum dapat diperoleh, disebabkan sampai kini belum pernah tersusun pemetaan KUBE di 33 provinsi sesuai status KUBE dan Jenis Usahanya .

2. Program P2FM- KUBE telah dilaksanakan sejak tahun 1983 namun pada tataran implementasinya belum semua pelaksanaan KUBE mengacu pada Pedoman. Misal, temuan lapangan di Kota Banjarmasin, Kota Tomohon, Kota Banda Aceh dan Kabupaten Nganjuk menunjukkan bahwa penentuan sasaran penerima manfaat KUBE belum seluruhnya mengacu pada kriteria dari BPS yang terdiri dari 14 item dan 14 kriteria penduduk miskin yang dikeluarkan Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD). Kenyataannya kriteria sasaran KUBE masing masing lokasi berbeda. Perbedaan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah artinya tidak semua anggota KUBE termasuk keluarga miskin cluster I dan kriteria penduduk miskin menurut BPS dan KPKD belum digunakan sebagai acuan. Permasalahannya terletak pada penentuan kriteria sasaran penerima manfaat.

Pada tataran proses pelaksanaan KUBE, belum seluruh tahapan dilaksanakan secara runtut. Misalnya, dalam pembentukan KUBE setiap lokasi memiliki karakteristik masing- masing. Temuan lapangan menunjukkan bahwa terdapat dua cara dalam pembentukan KUBE. Cara pertama dengan mengumpulkan warga miskin di kelurahan. Selanjutnya diberikan penyuluhan tentang Program KUBE. Dalam waktu yang sama dibentuk kelompok dan dipilih

Page 95: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

89

pengurus di tingkat kelurahan. Cara kedua, pembentukan KUBE berasal dari kearifan lokal (Mapalus) yaitu kelompok yang telah terbentuk oleh masyarakat, mereka telah memiliki struktur organisasi, memiliki sistim nilai dan aturan kelompok dan motif pembentukan untuk bersama-sama mengupayakan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bersama-sama pendamping, anggota KUBE diberi bimbingan selama satu tahun untuk mengelola usaha secara bersama. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Materi bimbingan yang diberikan khusus pengelolaan KUBE, management usaha dan meningkatkan kesetiakawanan.

Diperoleh informasi bahwa pendamping sangat berpengaruh terhadap keberhasilan KUBE. Apabila mengacu pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, khusus kriteria pendamping disebutkan bahwa pendamping program kesejahteraan sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang pekerjaan sosial, kenyataannya temuan pada beberapa lokasi penelitian pendamping tidak memiliki pengetahuan tentang permasalahan kesejahteraan sosial dan jenis permasalahan kesejahteraan sosial. Di sisi lain, mereka tidak memiliki pengetahuan tentang permasalahan kesejahteraan sosial, sehingga pendampingan yang dilakukan hanya fokus pada pengelolaan dan managemen usaha ekonomi. Pencapaian tujuan KUBE untuk meningkatkan kesetiakawanan, akibatnya pembinaan yang dilakukan mendapatkan pendidikan dan pelatihan sebagai pendamping program P2FM-KUBE, memiliki keterampilan dalam pendampingan (diberi pelatihan Pendampingan).

Mekanisme pembagian tugas dan wewenang dalam pembinaan KUBE antara Pemerintah Pusat dan Daerah belum mengaplikasikan kebijakan pemerintah sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009

Page 96: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

90

tentang Kesejahteraan Sosial dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Dalam peraturan perundangan disebutkan bahwa peran Pemerintah pusat adalah menciptakan Model KUBE fakir miskin, menyusun perencanaan dalam sosialisasi Model KUBE, Menetapkan strategi Program, menyusun Indikator keberhasilan KUBE-FM.

3. Responden penelitian mewakili KUBE yang terbentuk tahun 2004 sampai 2008, dimana KUBE tersebut masih melakukan kegiatan. Panduan yang digunakan dalam penanganan kemiskinan melalui KUBE setiap lokasi berbeda. Ada dua macam, KUBE menggunakan panduan Pertumbuhan dan pengembangan KUBE tahun 2003. Dimana jenjang KUBE dibagi menjadi 4 yakni KUBE Tumbuh, KUBE berkembang, KUBE maju dan KUBE Mandiri. Terdapat KUBE yang menggunakan indikator evaluasi dari Ditjen Pemberdayaan Sosial yaitu KUBE Maju, KUBE masih ada dan KUBE gagal. Pada saat penelitian terdapat pula Pedoman P2FM-BLPS dan kini Pedoman Kemiskinan perkotaan dan Pedesaan. Setiap pedoman memiliki karakteristik dan visi berbeda sehingga menyulitkan implementasi Panduan di lapangan.

4. Hasil evaluasi terhadap KUBE diketahui :

a. Input

Pembentukan KUBE masih belum semua berpaduan pada konsep pemberdayaan masyarakat yaitu pembentukan KUBE atas partisipasi masyarakat. Umumnya masyarakat dikumpulkan dan dibentuk kelompok (top down).

Penentuan Sasaran binaan menggunakan acuan 14 item dari BPS. Kenyataannya kriteria miskin di setiap daerah tidak sama dan ke empat belas item dari BPS sulit di implementasikan ke semua kota/kabupaten.

Page 97: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

91

Legalitas KUBE berdasar pertemuan anggota, pendamping dan aparat kelurahan, sedangkan KUBE dapat berkembang memerlukan legalitas dari perdagangan Nomor 517/21/32/366/PB/DU/BPPT/IV/2009 dan Kementerian Koperasi nomor : 44/SSIP/Dep.I/II/2010. Legalitas KUBE dibutuhkan untuk mengembangkan usaha, menambah modal, mempermudah membuka jaringan kerja.

Secara kelembagaan termasuk KUBE maju adalah KUBE yang memiliki kepengurusan dan pembagian tugas, Buku administrasi KUBE belum lengkap (ada buku daftar anggota, buku Kas utama, buku kas harian buku kas IKS).

Sumber daya manusia SD,SLTP dan SLTA. Sehingga mereka memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi tentang lembaga keuangan, memiliki keterbatasan dalam pengetahuan managemen usaha. Oleh karena itu mereka membutuhkan pendamping untuk mengelola usahanya.

Sebagaimana telah disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009, Pendampingan Program harus memiliki kualifikasi dan mendapatkan pelatihan keterampilan sesuai dengan pelayanan yang dilaksanakan. Kenyataan di lokasi penelitian, belum semua lokasi memiliki pendamping sesuai kebutuhan. Peran pendamping berpengaruh tehadap pengembangan KUBE.

b. Proses

Tahapan proses penanganan kemiskinan belum seluruhnya dilaksanakan sesuai dengan Panduan.

Page 98: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

92

Konsep pemberdayaan dengan inti materi pada membangun daya, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkan belum dijadikan materi dalam pelatihan dan bimbingan baik pada sasaran binaan maupun pada pendamping dan pelaksana program

c. Hasil

Hasil KUBE telah mampu meningkatkan pendapatan anggota dan menjalin hubungan kerjasama dalam kelompok. Meningkatnya kemampuan dalam memecahkan masalah kesejahteraan sosial terkait dengan pemahaman dan pengetahuan yang diberikan oleh pendamping.

d. Dampak

Hasil perhitungan dampak sosial ekonomi KUBE menunjukkan bahwa dampak sosial KUBE telah dimanfaatkan oleh anggota dan masyarakat demikian juga untuk dampak ekonomi telah bermanfaat bagi anggota dan masyarakat.

5. Mencermati hasil penelitian di 4 lokasi , KUBE masih merupakan model penanganan kemiskinan yang efektif asalkan dilakukan pembenahan terutama pada tahap persiapan, pemberian pendampingan. Selain itu perlu dalam penanganan kemiskinan perlu mengacu pada UndangUndang nomor 11 tahun 2009 .

D. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap alternatif-alternatif kebijakan bahwa P2FM-KUBE merupakan alternatif kebijakan terbaik dalam penanganan kemiskinan oleh Kementerian Sosial RI dengan mempertimbangkan:

Page 99: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

93

1. Kementerian Sosial RI menetapkan strategi program P2FM-KUBE di tingkat nasional

2. Pemerintah Daerah Provinsi menetapkan kebijakan, strategi dan program dalam bentuk rencana program P2FM-KUBE (memfasilitasi, mengkoordinasi, sosialisasi program, dan mengalokasikan dana melalui APBD)

3. Pemerintah Daerah Kabupaten menyelenggarakan program P2FM-KUBE (memfasilitasi, mengkoordinasi, sosialisasi program, menyediakan sarana dan prasarana dan mengalokasikan dana melalui APBD)

4. Seleksi penerima manfaat dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan metode partisipatoris (PRA),

5. Peningkatan profesionalisme pendamping melalui pelatihan dan pendidikan dengan materi pengetahuan tentang PMKS, pengetahuan manajemen usaha, pengembangan jaringan kerja dalam pemasaran hasil usaha

6. Mempertegas pembagian wewenang dan tugas antara pusat dan daerah dalam pembinaan, pelatihan dan pemberian insentif pendamping KUBE-FM.

DAFTAR PUSTAKA

Ala, B. Andre. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan, Liberti Offset. 1996

Arsyad,Lincolin. Ekonomi Pembangunan. FE-UGM.Yogyakarta. 1997.

Adjie Samekto. Bahan Kuliah Hukum Lingkungan tentang Our Common Future (WCED) 1987.

Arikunto, S. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktis. PT. Rineka Cipta, Jakarta. 1998.

Page 100: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

94

Ancok Djamaludin, ‘Pemanfaatan Organisasi Lokal untuk Mengentaskan Kemiskinan’, dalam Awan Setya Dewanta dkk., ed, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Aditya Media, Yogyakarta, 1995 .

BAPPENAS, Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan , sekrtariat kelompok Kerja Perencanaan Makro Penanggulangan Kemiskinan, 2005

Bappenas. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Indonesia, 2007.

Badan Statistik Pusat, Berita resmi statistik nomor 43/07 tahun XII, 1 Juli 2009

Bahri, S. Faktor-Faktor Determinasi yang mempengaruhi Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Pada Program Gerdu Taskin di Kabupaten Jombang. (TAKKBKK-2 TPS 56/05 Bab F). Unpublished postgraduate thesis, Universitas Airlangga , surabaya, 2005

Basri, Faisal.(2010, Juli 12). Strategi pembangunan salah arah, Kompas, hal 15.

Daly Anne and George Fane. Anti-Poverty Program in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economics Studies, Vol. 38, No.3, 309 - 330. 2002.

Departemen Sosial Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, 2009

Departemen Sosial Republik Indonesia ,Undang-Undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, 2011

Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial RI. Program Pemberdayaan Fakir Miskin (P2FM) melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS). Jakarta. 2007

Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin. Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan Kegiatan Pemberdayaan Fakir Miskin tahun 2012-2014. Jakarta. 2010

Page 101: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

95

Edi Ariyanto dan Yulia Anas, Rekonstruksi Kelompok Usaha Ekonomi dalam Program Pengentasan Kemiskinan, Studi Kasus: Program Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial, …………

Elfindri. 2002. Ekonomi Patron-Client Fenomena Mikro Rumah Tangga Nelayan dan Kebijakan Makro. Andalas University Press. Padang.

Fredericks dalam Arsyad,Lincolin..Ekonomi Pembangunan. FE-UGM.Yogyakarta. 1997

Freidmeann, Empowerment (The Politics of Alternatif Development). Blackwell Publisher the cambridge Center USA, 1993

Hagul P. Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Bumi Aksara, Jakarta. 1985

Hikmat, H Pemberdayaan Pranata Sosial Pengalaman Empiris, dalam Umi Ratih Santoso, dkk., ed. Menemukan Model Pemberdayaan Pranata Sosial Dalam Penguatan Ketahanan Sosial Masyarakat: Perspektif Teoritik, Metodologis dan Empiris, Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat Badan Pelatihan dan Pengembangan Departmen Sosial RI, Jakarta, 2003,

Irmayani dkk. Efefektivitas Pelayanan KUBE dalam prespektif Ketahanan Sosial Keluarga, Studi Evaluasi Pemberdayaan keluarga melalui KUBE di empat Provinsi, Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat, Badan Pelatihan dan Pengembangan Departmene Sosial RI, Jakarta, 2010.

Irawan, Puguh B. “Pemanfaatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Konsep dan Relevansinya dalam Penentuan Prioritas Kebijakan Pembangunan Daerah”, Jakarta. 2003.

Page 102: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

96

Istiana Hermawati dkk. Studi Evaluasi Efektivitas KUBE dalam pengentasan Keluarga Miskin di Era Otonomi Daerah, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta, Badan Pelatihan dan Pengembangan Departmene Sosial RI, Jakarta, 2005.

Jhon Friedman dalam Ala, B. Andre.. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Liberti Offset. 1996

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi sebuah bunga rampai, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1985

Kartasasmita, Ginandjar..Pembangunan Untuk Rakyat. Memadukan pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. Jakarta. 1996.

KJ Veeger, 1990, Realitas Sosial, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1990

Margono Slamet, Memantapkan Posisi dan Meningkatkan Peran Penyuluhan Pembangunan dalam Pembangunan. Pustaka Wira Usaha, 2000

M. Agung Widodo. 2002. Program Pengembangan Kecamatan Penanggulangan Kemiskinan Melalui Penguatan Partisipasi Masyarakat dan Kelembagaan Lokal. Jurnal Analisis Sosial. Vol 7, No. 2, Juni 2002.

Mujiadi, dkk. Pemberdayaan Masyarakat Miskin, studi evaluasi penanggulangan Kemiskinan Di Lima Provinsi, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, P3KS Press, 2009

Mubyarto, Nelayan dan Kemiskinan. Rajawali Press, Jakarta. , 1998.

Pranarka, A.M.W & Moelyarto Vidyandika, Perberdayaan (Pemberdayaan, konsep dan implementasi), Jakarta Centre for Strategis And Internasional Studies Jakarta, 1996

Kantor Menteri Lembaga Negara Lingkungan Hidup. Pengelolaan Lingkungan Sosial, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 2002.

Page 103: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

97

Keputusan Pemerintah No. 14 Menteri Lingkungan Hidup Tahun tentang Penetapan Dampak Penting.1994.

Puji Hidayanti, Pengembangan Masyarakat Kemiskinan dan Upaya Pemberdayaan, komunitas jurnal Masyarakat Islam, Jurnal Volume 2, Nomor 1, Juni 2006.

Reksohadiprodjo, Sukanto, Karseno,AR, 1997. Ekonomi Perkotaan.BPFE, Yogyakarta

Ritonga dan Betke. Perkembangan Indikator Kemiskinan dan Ketenagakerjaan Tahun 2004 dan Prakiraan Tahun 2005-2006. Bisnis & Ekonomi Politik Vol.7 No.1 Januari 2006.

Rusli, Said dkk.1996. Pembangunan dan Fenomena Kemiskinan. Penerbit Gramedia. Jakarta.

Sar A. Levitan. dalam Ala, B. Andre.. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Liberti Offset. 1996

Selo Soemarjan.. Kemiskinan Struktural: Suatu Bunga Rampai. Yayasan Ilmu - ilmu Sosial Jakarta. 1980

Singarimbun, M dan Efendi, S. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta. 1989.

Sudharto P. Hadi Aspek Sosial Amdal. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 1995.

Sajogyo, 1997. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Kompas 17 November 1997.

Sumodiningrat, Gunawan. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Edisi kedua. Jakarta. 1997

Suradi dkk. Pemberdayaan Masyarakat Miskin, studi Evaluasi Penanggulangan Kemiskinan di lima Provinsi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan

Page 104: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

98

dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia, P3KS Press, 2007

Tjahja. S, Konsep Pembangunan Yang Melakukan Pendekatan Kemanusiaan. Gadjah Mada Press, Yogyakarta. 2000.

Tjiptoherijanto, Prijono. Pengentasan Kemiskinan Melalui Pembangunan Jaringan Ekonomi Pedesaan (sebagai sebuah strategi). EKI Vol XLV No. 3. 1997.

Todaro, Michael P.. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Edisi ketujuh. Jakarta. 2000

UNITED NATIONS, world Summit or Social Development Aggrement,”Programme of Action Of World Summit for Social Develpoment”. Copenhagen, 5 Juni 2007, UN 2006

UNSFIR-UNDP. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. UNSFIR-UNDP. JAKARTA, 2003

Vidyandika Moelyarto, Pemberdayaan Kelompok Miskin Melalui Program Inpres Desa Tertinggal, Centre for Strategis And Internasional Studies Jakarta, 2000

Widodo, Suseno Triyanto. Indikator Ekonomi: Dasar perhitungan perekonomian Indonesia Penerbit Kanisius. Yogyakarta.1990.

World Bank (2004). World Development Report 2004. “Making Better Services for the Poor” Oxford University Press.

Sumber dari Internet

Http://www.damandiri.or.id/file/syaifuri.unairbab2.pdf.dwiyanto

Http://www.digilib.petra.ac.id/../junkkpe-ns-sl-2009-25405021-12280-kemiskinan.

Page 105: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

99

Http;//www/primaironline.com/berita/sosialkemensos.Penduduk miskin turun 0,8% , Selasa, Februari 2011.

http://Crackbore.wordpress. com. Kasus riil terkait dengan masayarakat, pendekatan pemberdayaan dalam penanganan permasalahan kemiskinan.2007

Lily Suryanto blog unair.co.id./files/2010/01/Kube.pdf. pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui KUBE , UGM, 2007

Http://lp.unand.ac.id/?pModule=agenda&pSub=agenda&pAct., Edy Riyanto da Yulia Anas,Rekonstruksi Kelompok Usaha Ekonomi dalam Program Pengentasan Kemiskinan, Studi Kasus : Program Pemberdayaan Fakir miskin melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial , 2010

Page 106: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

100

STUDI KEBUTUHAN PELAYANAN ANAK JALANANOleh: B. Mujiyadi

ABSTRAK

Keberadaan anak jalanan berkaitan langsung dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak yang meliputi kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritual. Anak tidak tercukupi kebutuhan makan, sandang, papan, pendidikan, rasa nyaman hingga tidak mampu menjalankan fungsi sosial sebagai anak secara wajar. Oleh karenanya, anak melakukan upaya dengan cara mereka untuk memenuhi kebutuhan dimaksud. Untuk itu, anak-anak melakukan upaya mencari pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritualnya dengan turun ke jalan, menjadi anak jalanan.

Masalah yang disandang anak jalanan dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok masalah besar, yang meliputi masalah fisik dan psikis. Masalah fisik berkaitan dengan ketidakterpenuhan kebutuhan dasar manusia kategori pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Hal ini berkaitan langsung dengan ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan dasar dimaksud karena kemiskinan yang disandangnya. Dengan alasan membantu mencari nafkah bagi keluarga (sebagian malah teridentifikasi sebagai dieksploitasi oleh keluarganya) maka anak melakukan kegiatan di jalanan dari yang berupa jualan Koran, rokok, permen, hingga ngamen, mengelap mobil, polisi “cepek” dan bahkan cenderung melakukan tindak criminal. Hasil dari kegiatan ini, sebagian dipakai untuk membeli kebutuhan pribadi si anak sejak makan hingga kebutuhan sekunder, dan sebagian dibawa pulang untuk keluarganya. Ditemukan bahwa terdapat anak yang membawa pulang uang yang jumlahnya sedikit, maka anak dimaksud terkena tindak kekerasan dari orang tuanya, baik fisik maupun psikis.

Masalah psikis, berkaitan dengan ketidakterpenuhan kebutuhan anak dan keluarga. Oleh karenanya, anak cenderung pergi ke luar rumah untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhannya melalui teman-teman seusianya. Masalah kategori ini yang lebih mendorong anak menjadi anak jalanan kategori lebih berat. Ditemukan dari anak kategori ini melakukan tindak yang dapat dikategorikan sebagai melanggar norma sosial, seperti mabuk, ngelem, penyalahgunaan obat, bahkan terdapat anak yang cenderung berperilaku seks komersial.

Page 107: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

101

Masalah lain juga ikut mewarnai masalah anak jalanan berupa eksploitasi dari orang tua atau keluarga terdekat. Ditemui adanya anak yang ikut ngamen dan minta-minta di jalanan bersama atau ditunggui oleh orang tuanya. Ini seolah merupakan anak jalanan struktural.

Berkaitan dengan hal dimaksud, maka perlu dilakukan suatu langkah preventif agar tidak terjadi masalah yang lebih parah. Selain itu tentunya diupayakan langkah rehabilitatif bagi penyandang yang telah terkena imbas dari krisis, dan apabila mungkin diadakan langkah pemulihan agar setiap orang dapat menjalankan peran sosialnya secara wajar. Upaya ini tentunya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan bahkan masyarakat itu sendiri.

Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami secara spesifik masalah anak jalanan serta berbagai faktor yang berpengaruh. Selain itu dimaksudkan sebagai upaya mencari langkah alternatif untuk percepatan pengentasan para penyandangnya. Dengan metode deskriptif kualitatif, didapatkan informasi yang akan digunakan sebagai langkah percepatan penanganannya. Langkah dimaksud meliputi penentapan kebijakan, program dan kegiatan secara komprehensif yang menyentuh bagi si anak secara langsung, penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang memadai, pemberdayaan orang tua di mana anak bertempat tinggal, penguatan lembaga serta keterpaduan antara pihak yang terlibat. Untuk pihak Kementerian Sosial perlu dimulai koordinasi dalam penanganan anak jalanan ini dengan melibatkan Direktorat Kesejahteraan Anak sebagai unit organisasi yang secara langsung menangani anak, serta Direktorat Pemberdayaan Keluarga dan Kelembagaan, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dan Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial.

A. LATAR BELAKANG

Keberadaan anak jalanan merupakan akibat langsung dari kebutuhan yang tidak terpenuhi secara wajar. Anak yang merupakan bagian dari keluarga, tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritualnya. Anak tidak tercukupi kebutuhan makan, pendidikan, dan rasa nyaman hingga tidak mampu menjalankan fungsi sosial sebagai anak secara wajar. Oleh karenanya, anak melakukan upaya dengan cara mereka untuk memenuhi kebutuhan dimaksud. Untuk itu,

Page 108: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

102

anak-anak melakukan upaya mencari pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritualnya dengan turun ke jalan, menjadi anak jalanan.

Memang pernah diidentifikasi bahwa tidak semua anak jalanan adalah akibat dari kemiskinan keluarga. Terdapat sebagian anak yang turun ke jalan sebagai pemenuhan kebutuhan psikis belaka seperti keinginan untuk menyalurkan minat dan berkumpul dengan rekan mereka. Sebagai contoh banyak anak yang tinggal di jalanan sebagai anak-anak punk, ngamen dan hidup dalam tatanan versi mereka. Namun, kemiskinan menjadi penyebab terbesar dari fenomena anak jalanan dimaksud.

Direktorat Pelayanan Sosial Anak pernah melakukan identifikasi bahwa anak jalanan dikelompokkan dalam tiga kategori, yakni anak yang rentan menjadi anak jalanan (children at high-risk to be street children),anak yang bekerja di jalanan (children on the street) dan anak yang memanfaatkan hampir seluruh waktunya untuk hidup dan tinggal di jalanan (children of the street). Anak yang rentan pada umumnya masih tinggal bersama orangtua mereka. Namun karena kondisi sosial ekonomi orang tua yang sangat miskin dan pada umumnya tinggal di daerah kumuh, maka mereka rentan menjadi anak jalanan. Adapun anak kategori kedua adalah anak-anak yang berada di jalanan untuk bekerja. Kemudian pendapatan mereka diserahkan kepada orang tua mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hubungan antara orang tua dan anak kelompok ini masih terjalin cukup baik. Sedangkan anak kategori ketiga adalah anak yang memanfaatkan hampir seluruh waktunya untuk tinggal di jalanan. Mereka berhubungan dengan orang tua hanya amat terbatas, atau bahkan sama sekali tidak berhubungan dengan orang tua. Mereka lari dari keluarga dan tinggal di sembarang tempat. Untuk yang terakhir ini, tampaknya rawan menjadi korban pelecehan sosial, emosional, fisik dan bahkan seksual.

Page 109: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

103

Berkaitan dengan hal dimaksud, maka perlu dilakukan suatu langkah preventif agar tidak terjadi masalah yang lebih parah. Selain itu tentunya diupayakan langkah rehabilitatif bagi penyandang yang telah terkena imbas dari krisis, dan apabila mungkin diadakan langkah pemulihan agar setiap orang dapat menjalankan peran sosialnya secara wajar. Upaya ini tentunya menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan masyarakat.

B. MASALAH DAN METODOLOGI

Fenomena anak jalanan perlu dicermati dari berbagai aspek yang saling terkait agar dapat ditemukan cara pemecahan masalah secara efektif dan efisien. Adapun aspek-aspek yang berkaitan tersebut adalah :

1. Siapa sebenarnya anak jalanan?

2. Apa latar belakang mereka menjadi anak jalanan?

3. Kebutuhan apa yang sangat mendesak untuk dipenuhi?

4. Apa yang sangat diharapkan anak jalanan?

5. Pihak mana yang pernah memberikan pelayanan?

6. Apa saja pelayanan yang pernah didapatkan?

7. Bagaimana tingkat terentaskannya masalah sosial anak jalanan?

1. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan kajian, tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui identitas anak jalanan

2. Mengetahui latar belakang mereka menjadi anak jalanan

3. Mengetahui kebutuhan apa yang sangat mendesak untuk dipenuhi

Page 110: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

104

4. Mengetahui harapan anak jalanan

5. Mengetahui pihak mana yang pernah memberikan pelayanan

6. Mengetahui pelayanan yang pernah didapatkan

7. Mengetahui tingkat terentasnya masalah sosial anak jalanan

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk:

1. Mendapatkan informasi yang komprehensif tentang keberadaan anak jalanan

2. Mendapatkan alternatif penanggulangan anak jalanan

3. Sebagai bahan untuk kajian lanjutan dalam memahami fenomena masalah sosial anak jalanan

2. Metode

Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan maksud memberikan gambaran yang utuh terhadap kondisi anak jalanan, latar belakang menjadi anak jalanan, aktivitas anak selama di jalanan, kebutuhan anak jalanan, harapan anak jalanan, pelayanan yang pernah didapatkan hingga terentasnya permasalahan sosial anak jalanan.

Anak jalanan itu sendiri tidak dilihat sebagai masalah tunggal. Keberadaan anak jalanan berkaitan dengan kondisi diri individu anak jalanan itu sendiri, orang tua (keluarga) di tempat ia tinggal, serta komunitas di sekitarnya (baik dengan anggota keluarganya maupun dengan teman sebaya di lingkungan jalanan). Berkaitan dengan itu tentunya akan dikaji kebijakan pemerintah setempat dalam penanganan serta pemenuhan hak dasar anak jalanan.

Selain itu tentu saja akan dilihat kondisi sebelum, selama, dan setelah anak mendapatkan sentuhan pelayanan. Demikian pula, akan dilihat bagaimana langkah preventif agar anak tidak turun ke jalan, upaya kuratif dalam penanggulangan anak

Page 111: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

105

jalanan, hingga langkah rehabilitatif untuk mengembalikan anak pada kondisi anak sesuai hak anak untuk hidup, tumbuh kembang, mendapatkan perlindungan serta berpartisipasi dalam menentukan langkah terbaik untuk anak itu sendiri.

Secara singkat untuk mengidentifikasi anak dapat dilihat dalam gambar berikut:

Gambar 1

Kerangka pikir

Page 112: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

106

Secara rinci, informasi yang akan dicari digambarkan sebagai berikut:

Dimensi Indikator Cara dan sumber data Identitas Anak Jalanan

Populasi anak jalananKondisi anak jalanan Kegiatan anak di jalananTempat tinggal anak di jalananSumber mendapatkan makananLama anak tinggal di jalananSumber mendapatkan uangPenggunaan pendapatanPertemuan dengan orang tua

Studi dokumentasi hasil-hasil penelitian terdahuluStudi dokumentasi laporan-laporan kegiatan/programWawancara dengan anak jalanan

Latar belakang anak jalanan

Dari mana asal anakMengapa menjadi anak jalananKondisi orang tua Pekerjaan, penghasilan, tempat tinggal)Sikap orang tua terhadap anaknya yang di jalanan

Wawancara dengan anak jalanan

Kebutuhan anak jalanan

Kebutuhan fisik, psikis, sosial, spiritualPihak yang paling dekat dengan anak jalanan

Wawancara dengan anak jalananDiskusi kelompok terarah (FGD) anak jalanan

Harapan anak jalanan:

Pemenuhan Kebutuhan fisik, psikis, sosial, spiritual

Wawancara dengan anak jalananDiskusi kelompok terarah (FGD) anak jalanan

Pihak yang pernah memberikan pelayanan

Kebijakan dan program Pengentasan anak jalanan (Pemerintah dan Organisasi Sosial)

Studi dokumentasi laporan kegiatanWawancara mendalam dengan penerima bantuanFGD dengan pengurus dan pengelola kegiatan

Pelayanan yang pernah didapatkan

Apa yang pernah didapatkan anak jalanan dalam pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, sosial, spiritual

Wawancara dengan anak jalananDiskusi kelompok terarah (FGD) anak jalananWawancara dengan pengurus dan pengelola kegiatan

Tingkat terentasnya masalah anak jalanan

Meningkatnya Kesos anak jalanan:Anak dapat terpenuhi kebutuhan makan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, kesehatanAnak dapat berperan sosial secara wajar Menurunnya jumlah anak jalanan

Studi dokumentasi laporan kegiatanWawancara mendalam dengan penerima bantuanFGD dengan pengurus dan pengelola kegiatan

Page 113: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

107

Berdasarkan Tabel tersebut, instrumen disusun dengan mengandalkan informasi dari anak jalanan, orang tua anak jalanan, pihak-pihak terkait seperti pembuat kebijakan sektor di daerah, pelaksana program, pengurus organisasi sosial atau yayasan yang menangani anak jalanan.

3. Responden PenelitianBerdasarkan jenis instrumen di atas, responden penelitian adalah:

a. Instansi Sosial Propinsi

b. Instansi Sosial Kabupaten/Kota

c. Anak Jalanan

d. Orang tua anak jalanan

e. Pengurus organisasi sosial atau yayasan yang menangani anak jalanan

4. Lokasi Penelitian

Lokasi ditentukan berdasarkan populasi anak jalanan terbesar serta representasi wilayah, maka sampel diambil pada 4 provinsi. Adapun ke 4 provinsi yang menjadi sasaran penelitian, yakni:

No. Provinsi Kabupaten/Kota1 Nusa Tenggara Barat Mataram2 Jawa Timur Surabaya3 Jawa Barat Bandung4 Lampung Bandar Lampung5 Jawa Tengah Semarang

4. Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

Page 114: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

108

a. Studi dokumentasi

b. Wawancara

c. Observasi

d. Focus Group Discussion

C. TEMUAN PENELITIAN

1. Latar Belakang dan Kondisi Anak Jalanan

Keberadaan anak jalanan mempunyai latar belakang pada kemiskinan, penyimpangan kepribadian dan faktor luar dari diri si anak. Dari hasil pengumpulan data didapatkan informasi bahwa sebagian besar anak jalanan berasal dari keluarga miskin. Oleh karena kemiskinan dan tidak tercukupinya kebutuhan dasar anak maka anak melakukan (atau disuruh melakukan) kegiatan di jalanan. Responden anak di lima provinsi sampel, kondisi ini tergambarkan dari jawaban anak dan orang tua, bahwa mereka melakukan aktivitas di jalanan lebih berorientasi mencari penghasilan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dirinya. Bahkan sebagian anak harus merelakan hasil yang didapat untuk keperluan orang tuanya. Dari hasil yang didapat hanya sebagian kecil yang digunakan untuk keperluan dirinya. Sebagian besar hasil justru diserahkan orang tuanya untuk membeli keperluan pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi makan untuk keluarga dimaksud. Kondisi ini lebih parah bagi sebagian responden anak di Mataram. Dari hasil wawancara, didapatkan informasi bahwa mereka tinggal bersama sanak famili atau nenek-kakek dan bukan dengan orang tua kandungnya. Orang tua kandungnya berada untuk bekerja di luar negeri (Arab Saudi, Malaysia) atau negara Timur Tengah lainnya. Dengan demikian hasil kegiatan anak di jalanan (ngamen, jualan koran, mengumpulkan dana lewat kotak amal) dibawa pulang untuk diserahkan kepada keluarga yang ditumpangi. Anak jalanan kategori ini dikategorikan sebagai anak

Page 115: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

109

yang rentan menjadi anak jalanan. Mereka masih pulang dan tinggal bersama keluarga atau sanak famili dan hanya ke jalanan setelah pulang sekolah.

Sedangkan latar belakang anak yang menjadi anak jalanan karena penyimpangan kepribadian, lebih berkonotasi pada tidak terpenuhinya kebutuhan psikisnya. Anak ada yang mengalami trauma akibat tindak kekerasan, atau keinginan hidup secara bebas maka mereka lebih memilih tinggal di jalanan. Anak jalanan kategori ini lebih banyak menghabiskan waktu kesehariannya untuk tinggal di jalanan. Anak jalanan inilah yang dikategorikan sebagai anak yang tinggal di jalanan.

Adapun anak jalanan yang pergi ke jalanan karena faktor lain, meliputi anak yang lebih karena pengaruh teman sebaya, dimana temannya melakukan aktivitas di jalanan oleh karena sekedar iseng saja. Kategori anak yang demikian ini, apabila dibiarkan akan bisa lebih terperosok ke arah anak jalanan sungguhan.

Karakteristik masalah anak jalanan terdapat beberapa kategori, yang lebih berfokus pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (anak) yang meliputi kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritual. Dari sisi pemenuhan kebutuhan fisik terdapat gambaran bahwa anak Jalanan tidak mampu memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak dan manusiawi.

Dilihat dari latar belakang serta kondisi kehidupan anak jalanan di atas, dan dilihat dari pemenuhan kebutuhan anak pada umumnya dikategorikan sebagai penyandang masalah sosial yang perlu mendapatkan sentuhan penanganan agar anak dapat berkembang secara wajar. Seperti diakui dan diamanatkan oleh peraturan perundangan serta konvensi internasional, bahwa anak pada dasarnya mempunyai hak untuk hidup, tumbuh kembang,

Page 116: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

110

mendapatkan perlindungan dan mampu berpartisipasi dalam menentukan diri bagi masa depannya serta bagi lingkungan dalam keluarga di mana dia tinggal.

2. Pemenuhan kebutuhan dasar: kondisi kesehatan, partisipasi sekolah, sosial, mental dan spiritual dan hak sipil

a. Kondisi kesehatan

Berbagai kegiatan yang dilakukan anak jalanan di luar rumah, sesungguhnya membawa risiko bagi kondisi fisik dan kesehatan anak jalanan. Anak jalanan setiap hari akrab dengan polusi udara, air, dan sampah. Oleh karena itu, mereka rentan terhadap penyakit kulit, ispa, dan diare. Kehidupan yang tidak teratur dan akrab dengan sumber-sumber polusi udara maupun air, merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan mereka. Selain itu mereka rentan mengidap penyakit menular seksual, akibat dari pergaulan bebas dengan lawan jenis dan kelompok risiko tinggi menularkan penyakit menular seksual.

b. Partisipasi sekolah

Responden anak jalanan dalam penelitian ini lebih dari separuh masih sekolah formal, baik tingkat SD,SMP maupun SMA, kecuali Bandar Lampung dan Mataram yang sebagian di antaranya hanya mengikuti paket A, B, dan C, selain bekerja sebagai pengumpul barang bekas. Untuk yang tidak sekolah formal ini, dari sejumlah anak yang diwawancarai, berhenti sekolah 1-2 tahun terakhir. Pada saat dilontarkan pertanyaan mengapa tidak sekolah, karena ingin bekerja dan membantu orang tua untuk mencari nafkah bagi keperluan keluarga. Menurut informasi dari mereka, toh masih bisa mengikuti paket belajar di PKBM.

Page 117: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

111

Sebagian anak diikutkan dalam pendidikan non formal berupa pelatihan keterampilan kerja, yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Olah Raga (Mataram) dan Dinas Tenaga Kerja (Surabaya). Pendidikan non formal atau pendidikan ketrampilan yang diikuti berupa ketrampilan menjahit, sablon dan perbengkelan. Jenis pelatihan ini didasarkan pada pilihan anak itu sendiri.

Apabila dikaitkan dengan sudut pandang bahwa anak memiliki hak untuk mengikuti pendidikan secara gratis dan merupakan kewajiban Pemerintah, maka ketidak hadiran di sekolah ini sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan pada Pemerintah. Mungkin ketidak hadiran di sekolah ini, lebih disebabkan oleh lemahnya minat anak untuk sekolah. Sebagian lainnya tentu saja karena ketiadaan beaya untuk pergi dan pulang sekolah serta keperluan pembelian sarana sekokah lainnya.

c. Sosial, Mental dan Spiritual

Relasi sosial antara anak jalanan dengan orangtua dan anggota keluarga lainnya, pada umumnya baik. Mereka sebagian besar kembali ke rumah tinggal setelah melakukan aktivitas di jalanan. Hal ini dicermati dari penuturan anak jalanan, dimana sebagian besar dari mereka merasa bangga dengan orangtuanya. Penilaian anak jalanan terhadap orangtuanya, bahwa orangtua, sebagai “pekerja keras” dan “sayang” kepada mereka.

Sebagian besar anak jalanan memiliki waktu untuk bersama dengan orangtuanya, terutama ketika mereka di rumah. Kebersamaan antara anak jalanan dengan orangtuanya tersebut, seperti pada saat tidur, makan dan ibadah. Kemudian secara berkala melakukan kunjungan ke famili dan rekreasi.

Page 118: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

112

Orangtua anak mengetahui kalau anaknya melakukan kegiatan di luar rumah, yang dikenal dengan sebutan “anak jalanan”. Orangtua juga mengetahui kegiatan yang dilakukan anaknya, dan jam-jam berapa anak-anaknya melakukan kegiatan di jalanan. Pada umumnya orangtua memberikan dukungan dengan menyiapkan keperluan anak untuk melakukan aktivitas di jalanan.

Namun demikian, sebagian anak jalanan mengalami tekanan psikis akibat perlakuan dari orangtua. Mereka mendapatkan perlakuan salah, tindakan kekerasan, penelantaran dan dieksploitasi secara ekonomi oleh orangtuanya. Misalnya, ditemukan kasus dimana anak jalanan ditarget setiap hari membawa uang Rp. 50.000 ketika kembali ke rumah. Apabila uang yang dibawa pulang kurang dari target yang ditentukan orangtuanya, anak mendapatkan hukuman, seperti dipukul, tidak diberi makan dan/atau dimasukkan tong/drum tertutup. Tekanan psikis dari orangtua tersebut semakin bertambah, ketika mereka mendapatkan perlakuan dari oknum petugas. Sebagian anak jalanan mendapatkan perlakuan kasar, dipukul dan uangnya diambil oleh oknum petugas.

Sebagian anak jalanan lainnya merasa bangga dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Anak-anak jalanan kategori ini biasanya lebih cekatan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya, termasuk dalam mencari nafkah dan bersosialisasi. Bahkan ada di antaranya yang cenderung ”sok jagoan” dan lebih bergaya premanisme terhadap anak jalanan lainnya, termasuk memeras anak lainnya.

Sebagian anak jalanan sudah menyalahgunakan Napza (ngelem), berpotensi menjadi wanita tuna susila, dan bahkan ditemukan kasus sudah menjadi penjaja seks. Kondisi ini menggambarkan rapuhnya mental sepiritual

Page 119: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

113

anak jalanan. Tekanan ekonomi maupun hubungan sosial yang buruk di lingkungan keluarga maupun di dalam komunitas mereka, mendorong mereka memasuki dunia yang berisiko tinggi terhadap kelangsungan hidupnya.

Dari kondisi seperti diuraikan di atas, disimpulkan bahwa kondisi sosial, mental dan spiritual anak cukup leluasa untuk dapat tumbuh berkembang secara sehat. Tentu saja hal ini perlu sentuhan lebih intensif, terutama asuhan orang tua agar anak tidak menjadi salah arah dalam bergaul dan memenuhi kebutuhan psikis dan sosialnya. Kiranya parenting skill orang tua dalam batas-batas tertentu perlu ditingkatkan.

d. Hak sipil

Dari informasi yang didapat dalam penelitian ini, anak jalanan pada umumnya tidak memiliki kelengkapan administrasi kewarganegaraan sebagai hak sipil mereka. Mereka tidak memiliki akte kelahiran dan kartu tanda penduduk. Terkait dengan hak sipil ini memang cukup rumit, karena sebagian mereka sudah tidak diketahui lagi orang tuanya.

Masalah-masalah hak sipil yang dihadapi anak jalanan tersebut tentu akan mengakibatkan tumbuh kembang anak tidak optimal. Kondisi ini akan berdampak pada kapasitas kecerdasan mereka yang rendah, sikap dan perilaku impulsif, agresif serta mental mereka yang rapuh. Apabila kondisi demikian berlanjut terus, maka mereka akan menjadi warga negara yang terpinggirkan dari proses pembangunan.

3. Harapan anak jalanan

Sebagaimana anak pada umumnya, anak jalanan tentu saja memiliki “mimpi” dan cita-cita untuk dapat berkembang jiwa

Page 120: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

114

dan raganya secara wajar. Namun demikian, karena berada pada kondisi yang kurang beruntung, maka kadang-kadang mereka ragu akan masa depannya. Sebagian anak jalanan memang menjalani hidup sekenanya dan tidak mempunyai tuntutan mau mengembangkan diri sebagai apa. Hal demikian tentu saja berkaitan dengan kondisi diri, keluarga serta lingkungannya yang seolah tidak merangsang anak untuk tumbuh kembang secara wajar serta akan merenda masa depannya seperti apa. Mereka hanya tahu tentang apa yang saya dapat hari ini, apa yang akan dinikmati hari ini dan bagaimana mengisi kebutuhan hari ini.

Dari anak yang diwawancarai, diperoleh gambaran bahwa anak pada umumnya mengharapkan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Demikian, apabila anak mampu sekolah dengan baik, maka harapan mengembangkan diri akan terbuka lebar. Yayasan atau pihak lain akan memberikan dukungan. Yang sangat diharapkan adalah adanya kebijakan pemerintah yang memberikan layanan kesehatan gratis, sekolah gratis hingga pemenuhan kebutuhan minimum lainnya juga terpenuhi. Anak berharap untuk mampu mengakses layanan kesehatan gratis, sekolah gratis, transpor menuju sekolah gratis pula.

4. Pelayanan yang sudah ada

Pelayanan kepada anak jalanan pada lima provinsi sampel, pada dasarnya telah dijalankan sesuai dengan amanat peraturan perundangan serta konvensi internasional. Pelayanan ini sendiri dapat dikategorikan dalam beberapa tingkatan. Sebagian pemerintah daerah telah menetapkan anak jalanan sebagai penerima layanan secara khusus, namun di pihak lain terdapat kota yang masih menerapkan layanan kepada anak jalanan sebagaimana halnya anak pada umumnya. Untuk kota yang menetapkan anak jalanan sebagai penerima layanan secara khusus, telah dilansir adanya kebijakan yang berpihak kepada

Page 121: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

115

anak, dan bahkan telah mengalokasikan anggaran untuk penanganan masalah anak dimaksud. Sedangkan untuk kota yang masih mengkategorikan anak jalanan sebagi bagian dari anak secara umum, maka kota ini melayani anak jalanan dalam sistem panti serta asuhan dalam keluarga. Sentuhannya pun melalui pelayanan dalam panti dan dengan pemberdayaan keluarga.

Layanan melalui sistem panti dilaksanakan setelah melalui proses razia, identifikasi dan seleksi serta peninjauan ke orang tuanya, yang kemudian anak jalanan dimasukkan dalam satu wahana dengan layanan sistem panti (Surabaya). Demikian juga pelayanan melalui sistem berbasis keluarga, maka orang tua anak jalanan diberikan pemberdayaan sosial ekonomi, dengan harapan setelah orang tuanya mampu maka anak dikembalikan ke keluarga dimaksud. Sedangkan untuk layanan pendidikan, anak dimasukkan ke sekolah dengan dukungan wajib belajar 9 tahun (khusus Surabaya wajib belajar 12 tahun).

Surabaya memiliki kekhususan karena kota ini sudah mendeklarasikan diri sebagai kota layak anak, yang dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai instansi di Pemerintah Kota Surabaya dalam memberikan pemenuhan hak anak. Demikian pula kota Semarang yang sudah mengalokasikan APBD untuk penanganan anak jalanan melalui Dinas Sosial, Pemuda dan Olahraga. Selain itu melalui Dinas Pendidikan Kota Semarang yang secara eksplisit menyelenggarakan kegiatan penanggulangan anak jalanan dengan anggaran yang bersumber dari APBD II. Sementara itu, Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang menyelenggarakan program pelatihan keterampilan kerja, yang secara eksplisit pesertanya bukan bagi anak jalanan, tetapi bagi anak-anak pencari kerja dari keluarga miskin. Sesungguhnya program tersebut tanpa disadari oleh Dinas Tenaga Kerja sudah mencakupi anak jalanan. Program pelatihan kerja tersebut bersumber dari APBD II.

Page 122: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

116

Namun demikian tentu saja di setiap kota terdapat kendala yang dirasakan masih menjadi penghambat dalam pelayanan anak jalanan. Salah satu hal yang dirasakan Dinas Sosial kota Bandung, dalam penanganan serta dalam memberikan pelayanan anak jalanan, Dinas Sosial kota Bandung banyak menghadapi kendala, permasalahan yang dihadapi diantaranya antara lain:

1) Tingginya populasi dan kompleksitas permasalahan kesejahteraan sosial yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi, budaya, politik, etnis, agama, penyimpangan perilaku, hukum dan permasalahan sosial lainnya.

2) Belum adanya keseimbangan antara populasi PMKS yang harus ditangani dengan jumlah dana atau anggaran yang dialokasikan untuk Dinas Sosial kota Bandung dalam rangka menyelenggarakan Pembangunan Bidang Kesejahteraan Sosial. Anggaran yang diberikan untuk bidang kesejahteraan sosial ini masih sangat minim.

3) Keterbatasan sarana dan prasarana pelayanan bagi PMKS, dimana sampai dengan saat ini Kota Bandung belum memiliki panti sosial tersendiri khususnya perlindungan dan pelayanan bagi anak-anak.

4) Penanganan masalah anak jalanan masih bersifat parsial, dan sebaiknya pengananan anak jalanan perlu dilakukan melalui kerjasama lintas sektoral mengingat mobilitas anak jalanan yang sangat tinggi.

5) Kurangnya dukungan dari masyarakat dengan tidak memberikan sedekah di jalanan, tidak optimalnya pengelolaan zakat serta tidak tepat sasaran dalam pemberian bantuan di masyarakat serta adanya stigma negatif ketika anak jalanan kembali ke keluarga dan masyarakat.

5. Tingkat keberhasilan dan Upaya Peningkatan pelayanan

a. Layanan untuk anak secara langsung

Page 123: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

117

Upaya peningkatan pelayanan perlu memperhatikan kebutuhan anak itu sendiri dan sumber yang ada di sekitar anak. Di sisi lain, amanat peraturan perundangan serta komitmen internasional yang berpihak kepada kepentingan anak perlu diperhatikan sedemikian rupa, sehingga akan dapat dijadikan sebagai titik pijak untuk melangkah lebih lanjut.

Kebutuhan anak berkaitan dengan hak anak antara lain seperti diungkapkan oleh Dubois (2000), yang menyebutkan kebutuhan dasar anak adalah: makanan yang memadai, pakaian, perumahan, perawatan dan kesehatan, pendidikan, pengawasan, perlindungan dari lingkungan yang berbahaya, perawat asuhan, kasih sayang, dukungan dan cinta (hal. 11).

Memperhatikan hal dimaksud, maka prasyarat utama agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal adalah terpenuhinya kebutuhan dasar anak yang meliputi kebutuhan psikologis, kasih sayang, pendidikan, pemeliharaan kesehatan, perlindungan terhadap segala diskriminasi dan perlakuan salah, serta kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya dalam berbagai keputusan menyangkut nasib diri mereka.

Adapun komitmen internasional mengamanatkan bahwa Indonesia yang sudah meratifikasi komitmen dimaksud dan telah mengundangkan Perlindungan Anak dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2002, antara lain berpegang pada Prinsip-prinsip yang dianut dalam Konvensi Hak Anak. Prinsip-prinsip yang tertuang dalam Konvensi Hak Anak (UNICEF, 2002) meliputi:

1) Non-Discrimination atau Non Diskriminasi (Pasal 2). Semua hak anak yang diakui dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa perbedaan apapun.

Page 124: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

118

2) The Best Interest of The Child atau Kepentingan Terbaik untuk Anak (pasal 3). Semua tindakan yang menyangkut anak, pertimbangannya adalah apa yang terbaik untuk anak.

3) The Right to Life, Survival and Development atau Kelangsungan hidup dan perkembangan Anak(Pasal 6). Hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui atas perkembangan hidup dan perkembangannya harus dijamin.

4) Respect for The Views of The Child atau Penghargaan terhadap pendapat anak (pasal 12). Pendapat anak terutama yang menyangkut hal-hal yang dapat mempengaruhi kehidupannya perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan.

Selain amanat perundangan dan komitmen internasional, pelayanan terhadap anak, termasuk anak jalanan, hendaknya menjawab masalah yang ada dan dirasakan oleh anak itu sendiri. Dipahami bahwa anak perlu mendapatkan pemenuhan kebutuhan. Namun hendaknya pemenuhan kebutuhan dimaksud perlu diberikan oleh terutama keluarga (orang tua), fasilitasi dari pemerintah dan masyarakat serta dukungan pihak luar yang menguntungkan tumbuh kembang anak. Hal dimaksud akan jauh lebih bagus daripada anak harus memenuhi kebutuhannya sendiri dengan cara mencari nafkah dan pemenuhan kebutuhan psikis dan sosialnya di jalanan.

b. Layanan anak melalui pemberdayaan keluarga

Penanganan anak jalanan juga dilakukan dapat dilakukan melalui sentuhan pada keluarga dimana anak tinggal. Perlakuan serupa memang dilakukan di sampel penelitian. Dari pendataan yang dilakukan didapatkan informasi bahwa

Page 125: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

119

Pemerintah kota Surabaya melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat telah memberikan perhatian melalui pemberdayaan keluarga dalam penanggulangan anak jalanan dimaksud. Demikian juga Dinas Sosial setempat telah memberikan pemberdayaan serupa. Demikian juga di provinsi Lampung dan Jawa Tengah, juga telah memberikan layanan serupa, dengan harapan anak jalanan dapat teratasi melalui pendekatan keluarganya. Dengan berdayanya keluarga, maka anak jalanan tidak perlu ke jalanan lagi untuk membantu keluarganya mencari nafkah. Anak terutama berkonsentrasi ke sekolah. Hal demikian terutama bagi anak jalanan dari keluarga kategori miskin yang turun ke jalan akibat kondisi sosial ekonomis.

Selain pemberdayaan secara sosial ekonomis, tentunya pendekatan sosial psikologis kepada keluarga juga perlu dilakukan. Untuk ini, kegiatannya dapat berupa penyadaran bagi keluarga agar tidak memberikan izin kepada anak-anaknya untuk turun ke jalan. Kegiatannya dapat dilakukan melalui penyuluhan ketrampilan mengasuh anak kepada keluarga-keluarga dimaksud.

Secara garis besar pemberdayaan keluarga pada dasarnya adalah penguatan ketahanan keluarga. Seperti dimuat dalam program kebijakan pengembangan ketahanan keluarga dari Pemerintah bahwa Program Pengembangan Ketahanan Keluarga merupakan salah satu program Pemberdayaan Keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga agar mempunyai ketangguhan dan keuletan menjadi sumber daya manusia yang mandiri, tangguh, bermoral, potensial dan berkualitas serta dapat menangkal pengaruh budaya asing yang negatif dan penyalahgunaan NAPZA

Tujuan program pengembangan ketahanan keluarga adalah peningkatkan kondisi dinamis keluarga agar memiliki

Page 126: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

120

keuletan dan ketangguhan, kemampuan fisik-material dan psikis mental spiritual, sehingga dapat mengembangkan diri dan keluarganya yang sejahtera lahir dan batin, terhindar dari pengaruh NAPZA

Ketahanan keluarga yang diinginkan mencakup aspek-aspek kualitas fisik, kualitas non-fisik dan kualitas ekonomi

Adapun secara teknis, kegiatan yang dilaksanakan meliputi Peningkatan Komunikasi, Informasi dan edukasi & konseling keluarga (Pengasuhan dan pengembangan anak, Pembinaan remaja dan Peningkatan kualitas hidup lansia), Pengembangan Kuantitas dan Kualitas Bina-bina keluarga, Pengembangan model-model Bina Keluarga, dan Meningkatkan kepedulian dan peran serta keluarga dan masyarakat.

Secara legal, kesemua program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanah peraturan perundangan yang ada. Delapan fungsi keluarga menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 meliputi fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi Reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, fungsi pemeliharaan lingkungan.

Dengan gambaran seperti ini, maka dapat dikatakan bahwa pemberdayaan keluarga seperti yang dilaksanakan di provinsi sampel telah berupaya sedemikian rupa dalam rangka memenuhi pemenuhan kebutuhan dan hak anak. Anak diupayakan mendapatkan pemenuhan hak dasarnya sejak hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak partisipasi. Keluarga sebagai tempat pertama dan utama untuk pemenuhan hak dimaksud. Dengan demikian orang tua perlu diberdayakan sedemikian rupa agar mampu memenuhi kebutuhan dan hak anak. Tentu saja anak dimaksud adalah termasuk anak jalanan dari keluarga ini.

Page 127: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

121

c. Layanan anak melalui penguatan komunitas

Penguatan komunitas termasuk peningkatan kemampuan komunitas dalam melayani anak, tentunya dapat dijalankan melalui penguatan kelompok dan organisasi masyarakat yang berkiprah dalam pelayanan anak, terutama anak jalanan. Penguatan ini dapat dilakukan melalui penetapan kebijakan dan pemberian bantuan stimulans kepada kelompok atau organisasi dimaksud.

Kelompok atau organisasi ini diberikan keleluasaan untuk melakukan pelayanan kepada anak, baik melalui jalur formal maupun informal. Jalur formal meliputi pendidikan formal dan kesetaraan, sedangkan jalur non formal antara lain melalui jalur pendidikan ketrampilan kerja, terutama bagi anak-anak yang sudah tidak mau dan tidak mungkin mengikuti pendidikan formal. Sebagai pertimbangan, dalam pelayanan non formal ini, anak mendapatkan layanan yang tetap bertumpu kepada pemberian hak anak, yang meliputi pelayanan mental, sosial dan ketrampilan kerja yang tentu saja sesuai dengan umur anak dimaksud.

Penguatan komunitas tentunya perlu dilaksanakan dalam alur yang sesuai dengan konvensi hak anak internasional dan peraturan perundangan yang berlaku secara nasional. Demikian pula perlu diperhatikan peraturan perundangan daerah, yang tentu saja bukan hanya yang menyangkut layanan terhadap anak, tetapi juga menyangkut aturan yang berorientasi pada keberadaan kelompok atau organisasi yang berkecimpung dalam layanan terhadap anak.

6. Kebijakan Pelayanan yang Berpihak pada Kepentingan Anak

Adapun fasilitas dari Negara yang sangat diharapkan untuk memberikan perlindungan anak perlu dipandang sebagai

Page 128: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

122

kewajiban negara. Sedangkan orang tua memiliki tanggung jawab untuk memberikan pemenuhan kebutuhan serta memberikan perlindungan kepada anak, sekaligus sebagai wujud tanggung jawab dalam pemenuhan anak. Hal dimaksud sejalan dengan amanat Konvensi Hak Anak.

Dalam Konvensi Hak Anak disebutkan bahwa:

a. Tanggung Jawab Orangtua Dalam mendidik dan Membesarkan anak (Pasal 5)

b. Kewajiban Negara membantu keluarga-keluarga yang tak mampu menjalankan tanggung jawabnya (Pasal 18)

c. Social Security (Jaminan Sosial Bagi Anak) (Pasal 26)

d. Standar kehidupan yang layak untuk mengembangkan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak (Pasal 27)

e. Jaminan Kesehatan Gratis (Pasal 24)

f. Pendidikan diwajibkan dan gratis (Compulsory Education). (Intelektual, Bakat, Kepribadian) dan Penghormatan pada orangtua dan Hak Asasi Manusia (Pasal 28 dan 29)

Secara umum, kebijakan penanganan kepada anak jalanan perlu mengedepankan prinsip yang berorientasi pada kepentingan pemenuhan hak anak. Prinsip dasar penanganan anak jalanan adalah pemberdayaan (menumbuhkembangkan kepedulian dan kesadaran, penyediaan sumber-sumber yang dibutuhkan), pembelaan (upaya pemberian dukungan bagi anak jalanan dalam menemukan jati dirinya), perlindungan (kegiatan pencegahan terhadap kemungkinan merosotnya harkat dan martabat kemanusiaannya, pengembangan (upaya pendampingan dan peningkatan harkat martabat kemanusiaannya sebagai nilai tambah bagi taraf kesejahteraannya).

Page 129: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

123

Pemberdayaan dimaksud adalah memberikan penguatan kepada anak dan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dalam pelayanan kepada anak yang kegiatannya bermuara pada penumbuhkembangan kepedulian serta kesadaran akan hak anak. Untuk itu pada saat yang sama perlu penyediaan sumber-sumber yang dibutuhkan dan kemudian mengajak anak untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dalam memanfaatkan sumber serta fasilitas dimaksud. Untuk akses pendidikan, tentunya perlu memperhatikan kebijakan wajib belajar 9 tahun atau 12 tahun. Kemudian untuk akses kesehatan, tentunya anak dimungkinkan memanfaatkan kemudahan untuk berobat pada layanan kesehatan dasar di daerah setempat. Demikian juga untuk akses pemanfaatan sarana umum seperti taman kota, tempat keramaian, taman hiburan rakyat, yang tentunya memberikan kemudahan kepada anak termasuk anak jalanan agar dapat memanfaatkan sarana dimaksud.

Demikian pula pembelaan, tentunya semua kebijakan yang ada perlu memperhatikan kepentingan anak dalam rangka menemukan jatidirinya. Dengan demikian anak dapat tumbuh kembang tanpa ada larangan dan hambatan untuk mengisi kegiatannya dengan wajar.

Adapun perlindungan tentunya dalam rangka mempertahankan harkat dan kemanusiaan anak. Anak dicegah dalam melakukan tindak yang merugikan dirinya. Bagaimanapun anak perlu dibimbing untuk tidak melakukan kegiatan destruktif seperti ngelem, mabuk, main judi, melacurkan diri dan sebagainya. Semua kegiatan perlu diarahkan pada pengembangan dan menjaga harkat dan martabat anak dalam rangka meningkatkan kualitas hidup menuju perkembangan psikis secara sehat. Anak yang sekolah tetap menjalankan fungsi pendidikan secara wajar, baik dalam pendidikan formal maupun pendidikan dalam masyarakat.

Page 130: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

124

Dengan demikian kebijakan yang diarahkan pada kepentingan anak jalanan perlu memperhatikan kepentingan anak sejak hidup, tumbuhkembang, memberikan perlindungan hingga memberikan keleluasaan kepada anak untuk menentukan dirinya. Tentu saja semua dalam batas-batas norma dan perilaku sosial yang wajar dalam masyarakat. Setelah diluncurkan kebijakan, tentunya perlu didukung dengan peraturan perundangan yang memadai, sehingga semua pihak sejak si anak, keluarga, komunitas hingga para pemangku kepentingan pelayanan dapat melakukan berbagai aktivitasnya masih dalam koridor aturan main yang disepakati bersama.

D. REKOMENDASI

a. Akses untuk menjangkau pemenuhan kebutuhan FPSS

Akses ini meliputi akses untuk mendapatkan pemberian pelayanan kebutuhan fisik minimum, dapat kembali ke sekolah dengan dukungan peralatan belajar yang memadahi, dukungan transportasi, tersalurkannya bakat dan minat serta dapat mengikuti layanan spiritual keagamaan yang memadahi.

b. Penyediaan sarana pendidikan, pendidikan ketrampilan, transportasi, fasilitas sosial - fasilitas umum, olah raga, rekreasi

Anak dapat mengakses jalur pendidikan secara gratis, dapat mengembangkan bakat dan ketrampilan secara optimal, adanya sarana angkutan umum gratis untuk mencapai sekolah. Selain itu perlu diadakannya fasilitas sosial dan fasilitas umum yang dapat dipakai untuk pengembangan diri secara wajar.

c. Pengakuan Hak Anak

Anak memiliki hak yang harus diterima sejak pemberian hak sipil, dapat tumbuh kembang secara wajar, mendapatkan

Page 131: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

125

perlindungan serta dapat berpartiisipasi dalam berbagai hal bagi kepentingan yang berpihak pada anak.

d. Pemberdayaan Orang Tua

Tempat tinggal utama anak adalah bersama orang tua. Dalam keadaan orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan minimum anak, maka orang tua dimaksud perlu mendapatkan pemberdayaan, agar orang tua mampu memenuhi kebutuhan dasar anak. Pemberdayaan ini melalui peningkatan penghasilan, ketrampilan pengasuhan anak, serta penyadaran bagi orang tua agar tidak memperlakukan anak sebagai aset untuk mendapatkan penghasilan dengan memperlakukan anak sebagai pekerja anak.

e. Kebijakan yang didukung peraturan perundangan

Kebijakan pemerintah sangat diperlukan. Diakui bahwa dari hasil penelitian sudah mulai dirintis adanya Kota Layak Anak (seperti Surabaya), namun daerah lainnya belum sepenuhnya memberikan pemenuhan hak anak secara memadahi. Keberadaan anak jalanan masih dianggap sebagai pengganggu kebersihan, keindahan dan ketertiban umum. Sementara untuk pemberian layanan minimal belum diberikan. Untuk itu perlu adanya kebijakan yang lebih tegas yang berpihak kepada anak. Kebijakan ini perlu direalisasikan dalam layanan yang memadahi sejak anak dipenuhi kebutuhan fisik minimumnya, akses sekolah, sarana transportasi hingga layanan umum yang bersifat rekreatif agar anak tumbuh kembang secara wajar.

Page 132: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

126

DAFTAR PUSTAKAAdi, Isbandi Rukminto (2001). Pemberdayaan, pengembangan masyarakat

dan intervensi komunitas (Pengantar pada pemikiran dan pendekatan praktis), Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.

Bronfenbrenner, Urie. (1979). The Ecology of Human Development: Experiments by Nature and Design, Cambridge, MA: Harvard University Press.

Departemen Sosial RI, Badan Pelatihan dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (2005). Profil Anak Jalanan, Jakarta: Balatbang Kesos

Irwanto dkk (1995). Pekerja Anak di Tiga Kota Besar: Jakarta, Surabaya, Medan; Jakarta: UNICEF dan UNIKA Atmajaya

Irwanto; Sanie.S.; Prasadja,H.; Moeliono, L.; Pardoen, S.P.; Martín, T. (1999). Situation of Street Children in Indonesia: Results of Social Mapping in 12 major Cities (1999). Centre for Societal Development Studies Atma Jaya University in collaboration with the Ministry of Social Affairs. Sponsored by ADB (Asian Development Bank).

Menno, S. and Alwi, Mustamin, (1992). Antropologi Perkotaan, Jakarta, CV Rajawali.

Moeliono, Laurike, (2009). Street Children in Indonesia (Study Report), Jakarta: Centre for Societal Development Studies, Atma Jaya Catholic University.

Pramono, Herry, dkk, (2001). Baseline Survei Untuk Program Dukungan dan Pemberdayaan Anak Jalanan di Perkotaan (Jakarta), Jakarta: Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat UNIKA Atma Jaya.

Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, (2010). Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.

Page 133: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

127

-----------, (2009). Kriteria Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, Jakarta: Pusdatin Kementerian Sosial RI

Suharto, Edi, (2002). Profiles and Dynamics of the Urban Informal Sector in Indonesia: A Study of Pedagang Kakilima in Bandung, Ph.D dissertation, Palmerston North: Massey University.

----------, (2003). Pendekatan Pekerjaan Sosial dalam Mengatasi Masalah Anak, makalah yang disampaikan pada “Seminar Internasional Penanggulangan Masalah Anak: Kebijakan, Program dan Strategi”, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Langlangbuana dan LSM Internasional Credible, Bandung 5 Juli 2003.

Sunusi, Makmur, (1996). Beberapa Temuan Lapangan Survei Anak Jalanan dan Rencana Penanganannya di DKI Jakarta dan Surabaya, Jakarta: Departemen Sosial - UNDP.

Sunusi, Makmur, Anak Terlantar Dalam Perspektif Pekerjaan Sosial, Endang WD BM, Kebijakan Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta Dalam Penanganan Anak Terlantar, Makalah Dalam Seminar Nasional ‘Penanganan Anak Terlantar Berbasis Keluarga”, Jakarta: UMJ, 12 April 2003.

Zastrow, Charles, 1982. Introduction to Social Welfare Institutions: Social Problems, Service and Current Issues. Illinois: The Dorsey Press

Peraturan Perundangan

a. Undang Undang no 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

b. Undang Undang no 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

c. Undang Undang no 32 tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah

Page 134: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

128

d. PP No 2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Anak yang Bermasalah

e. Peraturan Daerah Kota Bandung N0.29 tahun 2002, tentang penanganan dan penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial

f. Peraturan Daerah Kota Bandung No. 11 tahun 2005, tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan (K3).

g. Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandar Lampung Nomor 03 Tahun 2010 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis.

h. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Kota Surabaya tentang Penanganan PMKS khususnya Anjal, WTS, Gelandangan, Gelandangan Psikotik dan Pengemis no: 120.1/037/012/2004 dan Nomor: 462/1534.4/436.1.2/2004

i. Keputusan Walikota Surabaya no: 188.45/204/436.1.2/2005 tentang Komite Koordinasi Penanganan PMKS (Anak jalanan, Gelandangan, WTS, Gelandangan Psikotik dan Pengemis)

Page 135: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

129

EVALUASI PROGRAM PERLINDUNGAN ANAK MELALUI RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK

(RPSA) STUDI PASCA PELAYANAN ANAK 2011 Nurdin Widodo2

ABSTRAK

Evaluasi Perlindungan Anak Melalui Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) bertujuan mengidentifikasi permasalahan pada anak (yang memerlukan perlindungan khusus/CNSP) pasca pelayanan RPSA. Penelitian dilaksanakan di RPSA Bambu Apus Jakarta, RPSA Satria Batur Raden (milik Kementerian Sosial RI), RPSA Bima Sakti Batu (milik Pemda provinsi Jawa Timur), RPSA Turikale Makassar (milik Pemda Kota Makassar) dan RPSA Muhammadiyah Bandung (milik swasta). Data dikumpulkan melalui teknik wawancara, FGD, observasi dan dokumentasi, terhadap pimpinan, petugas dan pekerja sosial RPSA, eks klien dan keluarga, tokoh masyarakat, guru sekolah dan pengurus panti sosial. Berdasarkan temuan dari beberapa kasus anak pasca pelayanan di RPSA, menunjukkan bahwa pada beberapa anak saat ini sudah merasa nyaman dapat berkumpul kembali dengan keluarga, terjadi perubahan perilaku, diantaranya tidak mencuri, tidak ada keinginan untuk ’kabur’ dari rumah serta tidak kembali hidup dijalanan. Namun demikian masih ada anak yang mengalami trauma, dendam pada pelaku serta masih serumah dengan pelaku terutama pada kasus-kasus pelecehan seksual. Kondisi keluarga yang belum”siap” menerima kehadiran anak, serta bayinya yang terlantar, bahkan ada anak yang tidak bersekolah tetapi bekerja untuk menghidupi keluarganya. Kondisi tersebut tidak terlepas dari beberapa kelemahan pada aspek kelembagaan, proses pelayanan dari awal sampai bimbingan lanjut serta terbatasnya sarana dan prasarana serta mitra kerja pada RPSA tertentu. Untuk itu direkomendasikan perlunya peningkatan kapasitas tenaga SDM seperti Pekerja

1 Diangkat dari hasil penelitian Evaluasi Program Perlindungan Anak melalui Rumah Perlindungan Sosial Anak, oleh : Nurdin Widodo (Ketua), Alit Kurniasari (Sekretaris), Anwar Sitepu, Yanuar Farida Wismayanti, Moh Sabeni, Haryanto, Ibnu Hasyim (Anggota), Mikwarni, Wawan Irawan (Sekretariat)

2 Peneliti Madya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI

Page 136: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

130

Sosial/Sakti Peksos dan pengasuh terutama pada aspek psikososial anak, kelengkapan sarana prasarana (pada RPSA tertentu), optimalisasi pelayanan bimbingan lanjut serta penguatan keluarga sehingga capaian proses reunifikasi/reintegrasi/referal dapat optimal dimana hak-hak anak tetap terjamin.

Kata kunci: Perlindungan khusus, hak anak, pasca pelayanan

A. PENDAHULUAN

Usaha mencapai dan meningkatkan kesejahteraan anak pada dasarnya bertujuan untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak terutama terpenuhinya kebutuhan pokok dan terjamin hak-hak sebagai seorang anak. Pada dasarnya anak masih rentan dan memerlukan terpenuhinya jaminan kebutuhan dasar (basic need) yang berimplikasi terhadap perkembangan anak, baik fisik, intelektual dan perkembangan sosial-emosional. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar di atas, pertanda sense of security anak terancam dalam arti potensi untuk menjadi ‘anak rawan’ menjadi lebih besar dan issue sentral ‘lost generation’ menghadang di depan. Meski pada kenyataannya tidak semua anak memperoleh kesempatan untuk mencapai kesejahteraan atau mengalami hambatan dalam mencapai kesejahteraan rohani, jasmani, sosial dan ekonomi serta terjamin hak-haknya, sehingga dapat dikategorikan sebagai anak yang memerlukan perlindungan khusus (Children in Need Special Protection/CNSP). Sebagaimana tertuang dalam amanat UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 59. bahwa negara, pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak yang diterlantarkan, anak yang berkonflik hukum, anak korban pelecahan seksual dan ekonomi, anak yang menjadi korban penyalahgunaan NAPZA, anak korban penculikan, anak korban kekerasan fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat,

Page 137: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

131

anak korban perlakuan salah dan penelantaran termasuk anak-anak yang berada dalam situasi darurat serta anak yang berada dalam kelompok minoritas dan terisolasi.

Kementerian Sosial melalui Direktorat Pelayanan Sosial Anak, berupaya mewujudkan kesejahteraan anak melalui berbagai program dan kebijakan terkait dengan pelayanan dalam usaha peningkatan kesejahteraan sosial anak. Salah satunya adalah program penanganan bagi anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus yang dilakukan melalui Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA). RPSA dibentuk untuk menjawab tingginya berbagai kasus anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus, sebagaimana diamanatkan dalam UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya”. Dalam hal ini RPSA berupaya memberikan penanganan secara sistematis, terstruktur, terencana dan terintegrasi dengan mengedepankan perspektif korban dan kepentingan terbaik anak. Selain itu berupaya mengembalikan anak-anak untuk berfungsi sosial, tetap terjamin hak-haknya, serta memberikan perlindungan agar anak tidak kembali memperoleh situasi yang secara langsung maupun tidak langsung mengancam, menekan dan atau membahayakan fisik, sosial maupun mental anak. Idealnya anak pasca pelayanan di RPSA, berada bersama keluarga, dengan.pertimbangan bahwa tempat yang utama dan pertama bagi anak adalah keluarga serta resiko yang dihadapi anak seminimal mungkin. Jika anak-anak tersebut berada di panti sosial, sebagai pilihan terakhir.

Page 138: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

132

Masalahnya adalah apakah anak paska pelayanan di RPSA telah siap kembali ke keluarga atau ke masyarakat, dan apakah keluarga telah siap menerima anak kembali dengan mempertimbangkan resiko seminimal mungkin? Tujuan penelitian ini adalah ingin memperoleh gambaran tentang (1) kondisi anak pasca pelayanan, (2) faktor pendukung dan penghambat pelayanan selama anak di RPSA, sehingga melengkapi gambaran tentang proses reunifikasi/reintegrasi/referal yang dilakukan RPSA (3) Profil masing-masing RPSA, berupa gambaran utuh kondisi kelembagaan yang akan berpengaruh pada proses pelayanan.

Temuan penelitian ini diharapkan akan bermanfat bagi Kemsos khususnya bagi Direktorat Pelayanan Sosial Anak, Subdit Perlindungan sebagai bahan masukan bagi pelayanan anak di RPSA; Direktorat Pemberdayaan Keluarga, bagi program pemberdayaan keluarga. Selain itu penelitian ini dilakukan sebagai wujud peran aktif Badan Litbang Kesos Kemsos terhadap Agenda Strategis Penelitian dan Pengembangan Lintas Sektoral di Bidang HAM tahun 2007 - 2012, khususnya pada kelompok rentan anak dan remaja.

Penelitian ini menggunakan pendekatan evaluasi summatif, yang bertujuan untuk menguraikan dampak program (lihat, Unrau, Yvonee, 2007) yang dianggap tepat untuk memahami masalah dari persepsi anak, keluarga dan lingkungan sosial anak pasca pelayanan RPSA. Penentuan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa di lokasi terpilih terdapat RPSA, mewakili pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat, dan penunjukan dari Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak. Berdasarkan pertimbangan tersebut lokasi terpilih adalah: RPSA Bambu Apus Jakarta dan RPSA Baturaden Purwokerto (Kemsos), RPSA Bima Sakti Batu dan RPSA Turikale Makasar (Pemda) dan RPSA Muhammadiyah Bandung (masyarakat). Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, FGD dan studi dokumentasi. Wawancara

Page 139: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

133

dilakukan dengan pengelola RPSA, anak, keluarga, pihak sekolah dan lingkungan sosialnya dalam usaha mendalami lima kasus di setiap lokasi penelitian.

B. TEMUAN LAPANGAN

1. Kasus-kasus Anak

Kasus yang dianalisis sejumlah 25 kasus, terdiri dari kasus pelecehan seksual (11 kasus), trafficking (2 kasus) dan penelantaran (12 kasus). Berdasarkan wawancara dengan anak, keluarga, guru, tokoh masyarakat, pengurus panti serta petugas/pekerja sosial, bahwa kondisi anak-anak setelah direunifikasi/referal/reintegrasi oleh RPSA menunjukkan kondisi berikut:

a. Kasus-kasus anak terlantar menunjukkan perubahan perilaku kearah positif, seperti merasa nyaman bersama orang tua atau keluarga pengganti. Kasus bayi yang hampir menjadi korban trafficking telah memperoleh pegasuhan dan perlindungan dari kerabat. Pada kasus anak selalu melarikan diri dari rumah sudah tidak memiliki ”niatan” untuk kabur dari rumah, dapat berkomunikasi serta mendengarkan nasihat orang lain. Pada anak yang suka mencuri uang, kebiasaannya sudah berkurang dan pada beberapa anak dapat kembali bersekolah. Kasus anak TKW, yang terlantar di negeri jiran, dapat berkumpul bersama ibunya dan hidup di kampung halaman, meski tingkat kesejahteraan mereka masih cukup memprihatinkan. Dalam hal ini, hak anak untuk mendapatkan pendidikan pada semua anak tetap terjamin, dengan cara menerima kembali menjadi muridnya, meski harus tinggal kelas, memberi jaminan untuk melindungi anak dari tindak kekerasan. Demikian halnya pada ke 3 anak mantan TKW, memperoleh akses untuk bersekolah yang selama ini belum pernah dilaluinya, sehingga ketiganya berada pada tingkat kelas yang sama dengan usia yang berbeda-beda. Meski mereka telah kembali ke sekolah, namun kemajuan maupun

Page 140: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

134

kemampuan skolastik anak, termasuk kendala anak dengan lingkungan sekolah belum sepenuhnya menjadi bagian dari proses monitoring pasca pelayanan di RPSA.

Pada kasus anak jalanan di mana sudah tumbuh kepercayaan diri memiliki keinginan untuk mandiri tanpa harus kembali ke “dunia jalanan”. Meski demikian anak tidak menghendaki kembali berkumpul dengan orang tua karena kondisi keluarga yang mereka pandang masih kurang harmonis.

Berkaitan dengan latar belakang keluarga, yang dapat mewarnai munculnya permasalahan perilaku anak, belum sepenuhnya menjadi bagian dari intervensi pelayanan. Kondisi dimaksud seperti kehidupan perkawinan kedua orang tua yang sedang bermasalah menjadi salah satu penyebab munculnya perilaku menyimpang anak, terutama adanya tindak kekerasan (fisik) pada anak. Kondisi ekonomi keluarga yang terbatas menyebabkan anak tetap bekerja (sebagai kuli bangunan) untuk membantu kehidupan keluarga, meski anak sudah tidak menjadi anak jalanan. Posisi anak dalam kehidupan keluarga serta model pengasuhan pada anak menjadi salah satu penyebab munculnya riwayat anak yang hendak bunuh diri. Selama ini kondisi keluarga belum sepenuhnya menjadi bagian penting dari intervensi. Apabila kondisi keluarga terutama orang tua tidak memperoleh intervensi, maka dikhawatirkan perubahan yang dicapai anak saat ini hanya bersifat sementara, dan kemungkinan akan muncul perilaku bermasalah dalam bentuk lain.

b. Pada kasus anak korban pelecehan seksual, mereka (anak dan keluarga) sudah dapat menerima kondisi diri (anak) apa adanya, berikut dengan kehadiran bayinya. Pada beberapa kasus, anak tidak dendam pada pelaku, bahkan timbul tanggung jawab anak (beserta keluarga) untuk menghidupi dan membesarkan anaknya. Namun pada beberapa kasus ditemukan lingkungan rumah yang belum sepenuhnya

Page 141: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

135

aman bagi anak (korban), di mana pelaku pelecehan seksual (terutama ayah tiri) masih tinggal dalam satu rumah dengan korban, dan tidak berlanjutnya proses hukum pada pelaku. Bahkan masih adanya anak yang mengalami ketakutan dan kekhawatiran setelah pelaku selesai menjalani hukuman dan kembali ke rumah. Umumnya anak korban pelecehan seksual tidak melanjutkan sekolah, sehingga hak anak untuk memperoleh pendidikan tidak dipenuhi, termasuk hak bayinya (apabila kemudian ia hamil dan melahirkan) untuk mendapatkan identitas melalui akte kelahiran belum dapat diakses.

c. Pada kasus trafficking, anak dapat kembali berkumpul bersama keluarga, namun ada di antaranya yang masih merasa tertekan dengan sikap ayah karena masih memaksa anak untuk bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa keharmonisan dalam keluarga belum dapat terwujud.

d. Perubahan perilaku yang terjadi pada anak, tidak terlepas dari faktor pendukung dan kendala yang dihadapi pada masing-masing lembaga selama proses pelayanan berlangsung.

1. Dukungan berupa perhatian dan kasih sayang serta penerimaan dari keluarga termasuk kerabat dan lingkungan sekitar seperti RT dan RW, menjadi sangat berarti bagi pemulihan psikososial anak. Terutama dukungan keluarga atau orang tua sangat membantu dalam proses pemulihan anak pada keberfungsiannya. Peran tokoh masyarakat di lingkungan anak berada sangat membantu anak dalam proses reintegrasi. Peran Dinas Sosial di mana anak berdomisili, sangat bermanfaat pada proses reunifikasi anak terutama untuk melacak keberadaan keluarga atau kerabat.

2. Kendala yang dihadapi RPSA muncul pada saat Dinas Sosial setempat dalam menjalankan peran dan fungsinya untuk memonitor kondisi anak terkesan “kurang merespon” anak yang telah di reunifikasi,

Page 142: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

136

dengan alasan klasik yaitu terbatasnya dana dan SDM, terlebih kalau tempat tinggal anak (keluarga) berlokasi jauh di luar jangkauannya.

3. Proses pelayanan yang diterima anak selama di RPSA. Sebagaimana diketahui SPO (Standar Prosedur Operasional) RPSA berawal dari penempatan anak dalam Rumah Aman (Temporary shelter). Dalam hal ini, proses asesmen awal mulai dilakukan, sambil memberikan tindakan pertolongan medis sesuai dengan kebutuhan anak. Pendampingan oleh petugas mulai dilaksanakan sambil mengidentifikasi dan merencanakan intervensi. Anak ditempatkan dalam rumah aman di mana anak telah terjamin kebutuhan dasarnya (pakaian, makan), rasa aman serta perlindungan dari kondisi yang mengancam dirinya, termasuk pemeriksaan kandungan bagi korban pelecehan seksual.

4. Proses rehabilitasi mental dilakukan melalui terapi psikososial dalam bentuk yang bervariasi sesuai dengan kasusnya seperti konseling (advice giving and counseling, relaxation, Parent-Child Interaction Therapy-PCIT). Selain itu diberikan bimbingan belajar akademik serta melibatkan anak dalam kegiatan rutinitas panti sosial, (PSPA/PSAA) di mana RPSA berada.

Anak dinyatakan ”sembuh atau selesai” dari RPSA setelah melalui case conference dan kondisinya sehat, mental stabil tidak menunjukkan gejala tertekan/depresif, serta ada keinginan melanjutkan sekolah, yang akhirnya anak akan dikembalikan ke orang tua/keluarga atau dirujuk ke lembaga pelayanan kesejahteraan sosial sesuai dengan kebutuhan dan kasus anak (Reunifikasi, reintegrasi dan atau referral).

5. Tidak semua RPSA memiliki di Rumah Aman, maka upaya yang dilakukan RPSA dengan menempatkan anak

Page 143: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

137

ke panti sosial bersama dengan anak-anak dampingan. (RPSA Muhammadiyah Bandung). Atau menempatkan anak ke lembaga sosial yang menjadi mitra kerjanya dan jika mendesak akan menempatkan anak di rumah petugas (RPSA Turikale Makasar).

6. Peran pengelola RPSA, pekerja sosial, pengasuh dan sakti peksos dalam PKSA cukup besar dalam proses pelayanan, meski kemampuan/keahlian pekerja sosial dalam terapi psikososial pada masing-masing RPSA masih bervariasi. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua petugas memiliki kemampuan dalam memahami kondisi psikologis anak, terutama kurangnya ketrampilan petugas untuk trauma healing untuk mengatasi kondisi psikologis anak (terutama pada anak korban pelecehan seksual) dan terbatasnya intervensi pada kehidupan sosial psikologis keluarga.

Intensitas petugas selama proses pelayanan nyatanya berdampak pada ketergantungan anak (pasca pelayanan) dan keluarga pada petugas RPSA. Mereka lebih banyak berkonsultasi dengan petugas RPSA yang dianggap bisa membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi anak, dibanding dengan lembaga lain. Petugas/pekerja sosial RPSA menjadi tumpuan harapan atau sebagai tempat “curhat” klien dalam mengungkapkan permasalahan yang dialami anak dan keluarga.

7. Program Kesejahteraan Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (PKS-AMPK), telah menempatkan klien RPSA menjadi bagian dari penerima manfaat sehingga keberlangsungan bantuan sosial masih tetap diperoleh anak pasca pelayanan di RPSA. Bantuan yang diperoleh anak dan keluarga berupa dampingan dari Sakti Peksos, serta bantuan berupa Cash Conditional Transfer berupa tabungan uang sebesar Rp. 1.500.000,-/bulan yang dapat digunakan anak untuk pemenuhan

Page 144: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

138

kebutuhan dasar anak, aksesibilitas terhadap pelayanan dasar, termasuk untuk aksesibilitas terhadap akte kelahiran bagi bayinya dan keperluan sekolah.

2. Profil Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA)

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Sosial Nomor 75/HUK/2002, Menteri Kesehatan Nomor 1329/Menkes/SKB/X/2002 Meneg PP Nomor 14/Men PP/Dep.V/X/2002 dan Kapolri Nomor B/3048/X/2002 tentang Pelayanan Terpadu Korban Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak memberi mandat kepada Kementerian Sosial, salah satunya memfasilitasi penyediaan Rumah Perlindungan dan Pusat Trauma bagi korban Tindak kekerasan. Mandat tersebut telah diimplementasikan melalui pendirian 25 RPSA di berbagai daerah yang dikelola oleh UPT Pusat, UPTD dan masyarakat/organisasi sosial.

Lokus RPSA dari penelitian ini, terdiri dari RPSA Kemsos, yaitu RPSA Bambu Apus yang berdiri sendiri dan menjadi contoh bagi RPSA lainnya di Indonesia dan Asia Tenggara, dan RPSA Satria Baturaden, yang menjadi bagian dari PSAA (Panti Sosial Asuhan Anak). Sementara RPSA UPT Dinas Sosial Provinsi yaitu RPSA Turikale (milik Dinas Sosial Kota Makasar); sedangkan dan RPSA Bima Sakti (milik Dinsos Prov) menjadi bagian dari kegiatan Panti Sosial Petirahan Anak (PSPA) serta RPSA Muhammadiyah (milik masyarakat) yang berada dalam lingkungan Panti Asuhan Bayi Sehat Muhammadiyah Bandung.

Kepemilikan RPSA berpengaruh pada proses pelayanan, meski operasionalisasinya mengacu pada SOP yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial, Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak selaku pembina RPSA. Secara struktural, pada RPSA milik pemerintah belum memiliki satuan kerja (satker) tersendiri yang berpengaruh pada aktivitas mereka dalam misi pelayanan.

Page 145: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

139

Anggaran operasional di semua lokasi RPSA berasal dari APBN melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, dalam hal ini Kementerian Sosial RI tidak memberikan petunjuk tertulis rincian penggunaan anggaran, sehingga menjadi keluhan dari RPSA daerah. Bagi RPSA yang bergabung dengan kegiatan panti maka kendala anggaran dapat disiasati dengan cara menggabungkan beberapa kegiatan sejenis pada kegiatan Panti yang bersangkutan. Tidak ada dukungan dana yang bersumber dari APBD meski RPSA tersebut milik Pemda setempat.

Sarana dan prasarana masing-masing RPSA berbeda-beda tergantung pada kepemilikan lembaga. RPSA Bambu Apus, Satria dan Bima Sakti sebagai panti milik pemerintah cukup lengkap fasilitasnya dan mempunyai shelter (rumah aman). sementara shelter RPSA Turikale pernah berfungsi namun saat ini tidak berfungsi, Letaknya di areal milik pemerintah tingkat provinsi Sulawesi Selatan (di areal Monumen Korban 40.000 jiwa) sementara RPSA berada dibawah pemerintah kota, hal ini berdampak pada ketidak jelasan pemeliharaan dan penyediaan fasilitas, yang akhirnya kondisi bangunan mengalami kerusakan di beberapa bagian. Demikian halnya RPSA Muhamadiyah milik masyarakat, tidak memiliki shelter khusus, sehingga masih menggunakan fasilitas panti asuhan. Kondisi ini sangat berpengaruh pada fungsi RPSA sebagai temporary shelter dan protection home, dimana pendampingan serta rehabilitasi mental maupun sosial menjadi terbatas.

SDM RPSA cukup bervariasi bagi RPSA yang berada di lingkungan panti maka pimpinan panti otomatis menjadi ketua RPSA, termasuk tenaga pekerja sosial. Sedangkan RPSA yang berdiri sendiri seperti RPSA Bambu Apus (Prov. DKI Jakarta) dipimpin oleh salah satu staf dari Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak dan RPSA Turikale (Kota Makasar) oleh dipimpin oleh salah satu pejabat dari Dinsos Kota Makassar. Kecuali tenaga pekerja

Page 146: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

140

sosial di RPSA Bambu Apus, selain pegawai tetap juga ditambah dengan pegawai kontrak. Ratio klien dengan tenaga cukup memadai, sehingga tenaga peksos dan petugas lebih fokus pada pelayanan, berbeda halnya pada RPSA yang berada dalam komplek panti sosial, maka tenaga Pekerja Sosial panti berperan ganda selain sebagai tenaga RPSA juga sebagai tenaga panti. Sedangkan SDM Turikale (milik Pemkot Makasar) merangkap sebagai pegawai administratif di Dinas Sosial Kota Makassar, khususnya Seksi Pelayanan Rehabilitasi Sosial Anak, dibantu oleh staf sebagai tenaga Pekerja Sosial. Kondisi tersebut menjadi tumpang tindih peran dan fungsi, sehingga pelayanan menjadi kurang optimal.

Terkait dengan SDM ini, belum semua RPSA memiliki manajer kasus yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan proses dan kegiatan penanganan klien. Kemampuan pekerja sosial juga tidak merata, hanya sebagian kecil yang telah dibekali berbagai keterampilan yang terkait dengan pelayanan anak yang memerlukan perlindungan khusus. Namun demikian secara umum pekerja sosial cukup mampu melaksanakan proses identifikasi, asesmen dan pelaksanaan intervensi. Mereka berupaya optimal memberikan pelayanan terhadap kasus-kasus anak yang dihadapi.

Jaringan kerja yang dibangun seluruh RPSA cukup memadai, semua RPSA memiliki jejaring kerja dengan berbagai kementerian (Sosial, Kesehatan, Pendidikan, Kepolisian, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), lembaga kesejahteraan sosial dan LSM, serta media masa. RPSA Bambu Apus sebagai lembaga percontohan, menuntut untuk memiliki jangkauan pada seluruh RPSA di berbagai wilayah, termasuk dengan instansi sosial setempat. Jejaring kerja ini menjadi sangat berguna manakala akan melakukan reunifikasi anak ke keluarga yang berada di luar daerah, Namun jejaring kerja ini belum sepenuhnya optimal

Page 147: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

141

dimanfaatkan untuk monitoring kondisi anak pasca pelayanan. karena berbagai kendala yang dihadapi lembaga. Salah satunya adalah jangkauan wilayah RPSA yang luas, tidak didukung oleh SDM dan anggaran memadai.

Jika melihat kondisi lembaga dari kelima RPSA, diperoleh gambaran bahwa secara umum kondisi RPSA milik Kementerian Sosial jauh lebih baik dibandingkan RPSA milik Pemda dan masyarakat. Hal tersebut cukup beralasan mengingat koordinasi dan pengawasan dapat langsung dilakukan oleh Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak. Berbagai kendala yang dihadapi dapat segera dikomunikasikan pada penentu kebijakan, untuk dicari pemecahannya meski belum seluruh tujuan pelayanan dapat tercapai optimal.

Secara rinci kondisi di setiap RPSA, faktor pendukung dan penghambat pelayanan anak, dapat digambarkan pada matrik berikut:

RPSA Pendukung Penghambat

RPSA Bambu Apus

1. SDM, sarana dan prasarana, anggaran cukup memadai

2. Tenaga/pegawai (termasuk 6 orang pekerja sosial) masih berstatus tenaga kontrak, namun tidak mengurangi kualitas pelayanan terhadap klien.

3. Dokumentasi terhadap file klien cukup lengkap dan tetap menjaga kerahasiaan anak.

4. Keterlibatan tenaga Pekerja Sosial dalam setiap proses penangaan anak, mulai dari asesmen, intervensi dan rujukan

1. Belum menjadi Satuan Kerja sendiri akan dihadapkan dengan kendala, misalnya dalam proses mempersiapkan keluarga untuk reunifikasi melalui rujukan ke Dinso di daerah, menjadi kurang optimal

2. Usia korban yang masih anak-anak dan labil menjadikan anak pada pasca pelayanan masih sangat tergantung pada RPSA.

3. Sumber permasalahan anak bermuara dari dalam keluarga, sehingga menjadi hambatan utama untuk tumbuh kembang anak secara optimal. Proses pelayanan yang dilakukan di RPSA menjadi kurang optimal hasilnya.

Page 148: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

142

5. Jejaring kerja yang cukup luas dan baik dengan Instansi sosial daerah, kesehatan, sekolah, kepolisian dan LSM

4. Proses penanganan anak perlu waktu lama, sesuai dengan tingkat permasalahan anak. Penanganan oleh RPSA hanya merupakan proses dan bukan merupakan tujuan akhir. Kondisi anak pasca pelayanan sangat tergantung situasi lingkungan keluarga dan masyarakat

5. Jejaring kerja yang cukup luas dengan berbagai instansi dan LSM berlanjut pada pasca pelayanan RPSA

RPSA Satria

1. Perlindungan dan fasilitas proses kelahiran bayi oleh RPSA, menjadikan anak dan orang tuanya lebih tentram

2. Kualitas SDM mampu merubah sikap dan perilaku anak selama dalam pelayanan RPSA

1. Lingkungan belum sepenuhnya menerima kehadiran bayi dan anaknya.

2. Pembinaan lanjut/ monitoring belum cukup memadai untuk menjawab permasalahan anak pada pasca pelayanan RPSA

RPSA Bima Sakti

Keberhasilan pelayanan anak dalam RPSA merupakan kerja keras kepala RPSA dan didukung oleh kualitas pekerja sosial professional yang cukup handal.

1. Keterampilan (skill) pekerja sosial tidak merata, hanya ada beberapa pekerja sosial yang memiliki keahlian dibidang pekerjaan sosial klinis.

2. Dana operasional dari Kemsos kurang memadai,pencairaannya sering terlambat sehingga mengganggu operasional RPSA

3. Monitoring eks klien dilaksanakan terbatas pada sejumlah anak sesuai dengan anggaran

4. Kondisi social ekonomi keluarga serta situasi yang kurang mendukung menjadi dilematis dalam penuntasan kasus-kasus anak (5 klien).

Page 149: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

143

RPSA Turikale

Jejaring kerja yang cukup baik dengan Polwil, Puskesmas, Satpol PP, Panti Sosial dan Kemensos (+PKSA)

1. Tidak memiliki rumah aman2. Kelembagaan RPSA, kondisi gedung

tidak layak (mau ambruk), status kepemilikan gedung milik Pemprov sementara RPSA milik Pemkot Makasar, menghambat pemeliharaan

3. Tidak ada filling data4. SDM RPSA adalah pegawai Dinso

Kota Makassar. Pekerja sosial bersifat umum, menangani semua PMKS, tidak fokus pada klien anak RPSA

5. Pembinaan lanjut belum memadai, dilaksanakan terbatas pada dana APBN melalui program PKSA

RPSA Muham-madiyah

Sistem kerja jaringan antar lembaga pemerhati anak cukup baik (Panti Asuhan Anak, Save the Children, LPA, Bahtera dan lainnya)

1. Masih bias antara fungsi RPSA dengan PA Bayi sehat Muhammadiyah

2. Belum ada shelter khusus RPSA3. Belum ada ruang Sakti Peksos4. Tidak ada filling data anak

dampingan, data tersimpan dalam laptop masih-masing Sakti Peksos

5. Beberapa anak belum selesai penanganannya, namun sudah dilakukan reunifikasi, tanpa mempersiapkan dukungan keluarga (ekonomi, psikososial).

C. REKOMENDASI

a. Kelembagaan

1) Optimalisasi fungsi RPSA sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dalam Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak, dengan melakukan tertib administrasi pelayanan yang meliputi administrasi prosedur, teknis, dan materi-materi yang terkait dengan pelayanan bagi anak yang terdiri dari: (a) pembahasan kasus; (b) penyediaan file; (c) perkembangan klien; dan (d) jadual kegiatan harus ada di setiap RPSA

Page 150: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

144

2) Pengelolaan RPSA Turikale oleh Dinas Sosial Kota bekerja sama dengan Dinas Sosial Provinsi, dan tetap mengacu pada Standar Prosedur Operasional dan panduan yang ada. Hal ini perlu dilakukan karena luasnya jangkauan wilayah operasional hingga lintas provinsi.

3) SDM

1) Fungsi supervisi dan kontrol pimpinan RPSA terhadap pekerja sosial perlu ditingkatkan, sehingga administrasi kasus, pembuatan case history, progress report file data anak, dikerjakan dan tersedia di RPSA

2) Pengelola/petugas RPSA sebaiknya tidak merangkap pekerjaan sebagai staf panti Sosial, agar pelayanan menjadi lebih optimal dan terfokus pada kasus anak.

3) Mengikut sertakan tenaga pekerja sosial dalam pelatihan terkait dengan penanganan anak yang memerlukan perlindungan khusus. Khususnya pada ketrampilan trauma healing serta pelayanan dibidang klinis. Penguatan aspek psikososial seperti parenting skill bagi keluarga maupun orang tua.

4) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana (pada RPSA Turikale dan RPSA Muhammadiyah) perlu dilengkapi sesuai dengan Standar Prosedur Operasional RPSA, seperti tersedia rumah aman yang berfungsi sebagai temporary shelter dan protection home, termasuk sarana dan prasarana pelayanan dan pendukung lainnya.

5) Anggaran

i. Penyusunan anggaran (Kementerian Sosial RI) perlu dirinci secara jelas sesuai dengan kebutuhan setiap RPSA. Sistem anggaran lagi harus

Page 151: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

145

mempertimbangkan kondisi masing-masing RPSA, terutama RPSA milik Pemda dan masyarakat.

ii. Adanya Sharing budget antara Pemerintah Daerah setempat sehingga anggaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan RPSA.

iii. Anggaran untuk monitoring dan pembinaan lanjut direalisasikan, dengan catatan harus dilakukan oleh petugas/pekerja sosial RPSA sendiri karena yang mengetahui masalah klien.

2. Pelayanan

1) RPSA harus lebih mempersiapkan keluarga sejak anak diterima RPSA sampai pelaksanaan reunifikasi/reintegrasi. Keputusan RPSA untuk mengembalikan anak, perlu mencermati kondisi psikososial dan ekonomi keluarga melalui pemberian dukungan sosial, family support (parenting skill) bagi keluarga, sehingga pengembalian anak ke keluarga menimbulkan resiko seminimal mungkin.

2) Pelayanan monitoring dan bimbingan lanjut harus direalisasikan untuk memastikan keberfungsian sosial anak di tengah-tengah keluarga dan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak, termasuk memantau perkembangan sosial psikologis anak. Memastikan anak memperoleh akses terhadap pendidikan/kejar paket identitas diri (akte kelahiran);

3) Apabila tidak memungkinkan maka RPSA perlu memastikan bahwa lembaga lokal atau Dinas Sosial melakukan monitoring dan bimbingan lanjut pada anak.

4) Mengingat sumber permasalahan muncul dari keluarga, maka penguatan peran keluarga menjadi penting dilakukan. Dalam hal ini RPSA harus mampu menularkan ilmu ‘mengasuh’ anak kepada keluarga, yang dapat

Page 152: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

146

dilakukan saat monitoring dan bimbingan lanjut. Konsekuensinya petugas RPSA (pengasuh dan Peksos) harus meningkatkan kemampuan dalam parenting skill.

3. Keterlibatan Unit Terkait di Lingkungan Kementerian Sosial, Pemda dan LSM

1) Data tentang latar belakang keluarga dan anak dapat ditindaklanjuti untuk program/kegiatan bagi Direktorat Pemberdayaan Keluarga, Direktorat Kemiskinan Perkotaan dan Dinas Sosial setempat.

2) Bersinerginya program pelayanan berbasis keluarga dan masyarakat (Family Base and Community Base) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bagi keluarga klien RPSA, seperti keterlibatan PKH, Program Jamkesmas, Program Pemberdayaan Keluarga, menjadi bagian dari pelayanan RPSA sebagaimana keterlibatan RPSA pada Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA).

3) Keterlibatan Instansi sosial, panti sosial lainnya (PSMP/PSAA) dan LSM/LPA setempat perlu ditingkatkan dan sebagai bagian dari pelayanan. Optimalisasi keterlibatan UPT (Panti Sosial) sebagai bagian dari upaya rehabilitasi korban. Upaya pengembangan RPSA ini penting dan mendesak karena basis perlindungan anak (protection) tidak hanya berbasis charity ke pihak keluarga namun berbasis Human Right khususnya hak asasi anak.

4) Mengingat adanya perbedaan persepsi di kalangan instansi sosial di daerah, dan seringnya mutasi di instansi sosial di daerah tersebut, maka perlu sosialisasi berkelanjutan tentang sistem perlindungan anak khususnya tentang pentingnya pelayanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus di RPSA. Terutama optimalisasi pemanfaatan dana dekon dari Kementerian Sosial bagi implementasi program perlindungan anak. .

Page 153: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

147

5) Tenaga dari lembaga lokal seperti TKSK, PSM perlu diberikan pelatihan pelayanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, sekaligus dapat berperan sebagai pendamping dalam penanganan anak pasca pelayanan RPSA.

6) Banyaknya kasus anak yang memerlukan perlindungan khusus menuntut pemerintah mengembangkan RPSA di lokasi lain dengan mempertimbangan kapasitas SDM, sarana, dan prasarana terutama tersedianya shelter (rumah aman) bagi anak. Hal ini penting, selain untuk menjawab tantangan perubahan sosial dan masalah anak-anak yang semakin berkembang, sebagai kebutuhan mendesak dan upaya mewujudkan implementasi dari KHA serta amanah UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

DAFTAR PUSTAKA

Aman, 2009, Kajian Model-Model Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta

Anwar Sitepu, 2006, Membangun Komunitas Peduli Anak, dalam Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial No...... Tahun 2006.

Anwar Sitepu, 2004, Membangun Komunitas Peduli Anak, karya ilmiah untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Sekolah Pasca Sarjana, Bogor: Institut Pertanian Bogor

Arikunto, Suharsini. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Page 154: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

148

Departemen Sosial RI, 2007, Pedoman Penyelenggaraan Rumah Perlindungan Sosial Anak, Jakarta: Ditjen Yansos Anak, Ditjen Yanrehsos, Depsos.

-----------, 2009, Standar Prosedur Operasional Rumah Perlindungan Sosial Anak, Jakarta, Ditjen Yan Rehsos

-----------, 2009, Pedoman Pelayanan Psikososial bagi Anak Yang Membutuhkan Perlindungan Khusus, Ditjen Yansos Anak, Dirjen Yanrehsos, Depsos.

----------, Sosial RI, Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial, Konsepsi dan strategis, Jakarta, Balatbangsos Depsos

Diane E Papalia, et al; Human Development, Psikologi Perkembangan (terjemahan); Jakarta: Prenada Media Group

Ditto, Santoso, 2008, Mendesain Proyek Pemberdayaan Masyarakat Berfokus pada Anak: Sebuah Pedoman, Jakarta: Christian Children’s Fund - Indonesia Office, Cetakan 1

Suharto, Edi, 1997., Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Bandung: LSP Press

-----------, 2005b, Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Bandung: Alfabeta

-----------, 2006, Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta

-----------, 2007, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta

Fakih, 1996, Modern Social Work Theory, Second Ed, London, MacMillan Press

Gerald P. Mallon. Peg McCartt Hess, edt,, 2005, Child Welfare for the 21st Century, A Hanbook of Practices, Polices and Programs, Columbia University Press, New York

Page 155: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

149

Hurlock, Elizabeth B, 1993, Psikologi Perkembangan - Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga

Nasir, Moh, PhD (1999): Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, Cetakan ke-4.

Nurdin Widodo dkk, 2009, Evaluasi Pelayanan Remajan Putus Sekolah Melalui PSBR, Jakarta: P3S Press

Siahaan MPR; 2004, Beberapa Catatan Praktek Pekerjaan Sosial, (tidak diterbitkan)

Soetarso, 1990, Praktek Pekerjaan Sosial dalam Pembangunan Masyarakat, Bandung: STKS

Sufflebeam, Daniel L. dan Anthony J. Shinkfield.1986, Systematic Evaluation: A Self Instructional guide to Theory and Practice. Boston: Kluwer-nijhoff Publishing

Yuni Sufyanti Arief, http://ners.unair.ac.id/materikuliah/konsep%20pertukem %20anak%20%28edit%29.pdf

Unrau, Yvonne A ; Gabor, Peter ; and Grinaal, Richard, 2007, Evaluation Social Work ; The Art and Science of Practice, Oxford University Press

Konvensi dan Undang-undang :

Unicef, Convention On The Right Of The Child. (Konvensi Hak-hak Anak)

Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-undang No 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak

Undang-undang No. 12 tahun1995 tentang Pemasyarakatan

Konvensi PBB tentang Anak

Page 156: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

150

EVALUASI PROGRAM JAMINAN SOSIAL LANJUT USIA1

Setyo Sumarno2

ABSTRAK

Sebagai konsekwensi pembangunan (terutama di bidang kesehatan) terjadi adanya peningkatan usia harapan hidup, akibatnya jumlah lanjut usia meningkat. BPS (2008) mencatat jumlah lanjut usia mencapai 19.502.355 jiwa, dan pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 28.822.879 jiwa. Kementerian Sosial (2008) mencatat jumlah lanjut usia terlantar sebanyak 1.644.002 jiwa, dan pada tahun 2009 bertambah menjadi 2,994.330 jiwa.

Sebagai bentuk kepedulian negara terhadap lanjut usia terlantar, pemerintah melalui Kementerian Sosial RI menyelenggarakan Program Jaminan Sosial Lanjut Usia. Uji coba dilakukan sejak tahun 2006, dan hingga tahun 2010 terealisasi di 28 provinsi dengan jumlah sasaran 10.000 jiwa lanjut usia. Diharapkan tahun 2011 akan mencapai seluruh provinsi (33 provinsi), dengan jumlah sasaran 11.250 jiwa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum program telah berjalan sebagaimana ditetapkan dalam rancangan program. Sejalan dengan hal ini lanjut usia penerima jaminan sosial merasakan manfaat fisik, psikologis, dan sosial. Secara fisik lanjut usia mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, walaupun masih sebatas pangan dan sandang dengan standar minimal. Pada aspek psikologis lanjut usia mengaku merasa lebih nyaman dengan hidupnya. Tumbuh rasa percaya diri karena sudah pegang uang, harga dirinya meningkat karena merasa dibutuhkan keluarga, dan mempunyai posisi tawar sehubungan dengan dana jaminan sosial. Sementara pada aspek sosial, hubungan dengan anggota keluarga semakin harmonis, dan interaksi sosial dengan lingkungan sekitar meningkat walaupun cenderung satu arah.

Kata Kunci : Lanjut Usia, Program Jaminan Sosial, Program JSLU

1 Diangkat dari hasil penelitian Evaluasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia, oleh Drs Setyo Sumarno, M.Si (ketua), Drs. Achmadi Jayaputra, M.Si, , Drs. Gunawan, Drs. Togiaratua Naenggolan, M.Si, Ir. Ruaida Murni, (anggota)

2 Peneliti Madya, Puslitbangkesos, Badiklit, Kemensos RI.

Page 157: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

151

A. PENDAHULUAN

Bersamaan dengan kisah sukses pembangunan, terjadi peningkatan Usia Harapan Hidup. Pada tahun 2000, usia harapan hidup naik dari 67,8 tahun menjadi 73,6 tahun (http://www.datastatistik-indonesia), ini berarti bahwa jumlah lanjut usia meningkat. Hingga tahun 2008 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah lanjut usia mencapai 19.502.355 jiwa, dan diperkirakan tahun 2020 mencapai 28.822.879 jiwa. Dari jumlah tersebut, Kementerian Sosial RI (2008) mencatat lanjut usia terlantar sebanyak 1.644.002 jiwa dan pada tahun 2009 bertambah menjadi 2,994.330 jiwa.

Sebagai bentuk kepedulian negara, dan sejalan dengan amanat Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, pemerintah melalui Kementerian Sosial RI menyelenggarakan Program Jaminan Sosial Lanjut Usia (JSLU). Uji coba dilakukan sejak tahun 2006, dan hingga tahun 2010 terealisasi di 28 provinsi dengan jumlah sasaran 10.000 jiwa lanjut usia. Diharapkan tahun 2011 akan mencapai seluruh provinsi (33 provinsi), dengan jumlah sasaran 11.250 jiwa.

Untuk melihat manfaat program, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Puslitbang Kesos Kementerian Sosial melakukan penelitian terhadap program dimaksud. Masalah penelitian berfokus pada (1) Bagaimana implementasi uji coba Program JSLU?; (2) Bagaimana pengaruh program JSLU terhadap kesejahteraan sosial lanjut usia penerima program?; dan (3) Faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan Program JSLU?. Sejalan dengan ketiga fokus tersebut, maka tujuan penelitian

Page 158: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

152

ini adalah (1) Mendeskripsikan implementasi Program JSLU; (2) Mendeskripsikan pengaruh program JSLU terhadap kesejahteraan sosial lanjut usia penerima program; dan (3) Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Program JSLU.

Penelitian ini dikembangkan dengan pendekatan kualitatif, dan diharapkan membawa manfaat praktis sebagai bahan masukan bagi penyelenggara program dan praktisi lainnya dalam rangka perumusan kebijakan yang terkait dengan Program JSLU di tingkat pusat dan daerah, sekaligus sebagai tambahan khasanah wacana keilmuan di bidang jaminan sosial dan perkembangan lanjut usia.

Sesuai dengan kebutuhan program, lokasi penelitian ditetapkan di empat provinsi yaitu; Bali, Kalimantan Selatan, Gorontalo, dan Papua. Informan yang menjadi sumber data ditetapkan secara purposif berdasarkan tujuan penelitian, yang terdiri dari; (1) Lanjut usia penerima program dan atau anggota keluarganya; (2) Tetangga lanjut usia penerima Program JSLU, (3) Tokoh masyarakat di lingkungan penerima Program JSLU; (4) Aparat desa/kelurahan yang menangani permasalahan sosial; (5) Pendamping Program JLSU; dan (6) Instansi terkait dengan pelaksanaan Program JLSU (Dinas/Instansi Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota).

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu: observasi, wawancara; diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion); dan studi dokumentasi, sedangkan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.

B. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran lanjut usia di lokasi penelitianPada umumnya lanjut usia penerima jaminan sosial tinggal bersama keluarga, dan sebagian kecil tinggal menyendiri

Page 159: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

153

karena jauh dari keluarga atau tidak mempunyai keluarga. Bagi yang tinggal bersama keluarga, perawatan lanjut usia dilakukan oleh anggota keluarga, mereka ditempatkan di kamar tersendiri yang posisinya di kamar belakang, samping rumah bahkan ada pula yang ditempatkan di ruang tamu. Sementara bagi yang tinggal sendirian perawatan dilakukan secara mandiri apa adanya dan dibantu oleh tetangga yang peduli. Kondisi tempat tinggal lanjut usia pada umumnya sangat sederhana dan tidak layak huni. Kondisi fisik rumah terkesan kumuh dengan lingkungan yang kurang bersih. Bahkan ada lanjut usia yang tinggal sendirian bersama hewan peliharaannya di rumah yang terbuat dari bambu lapuk dengan lantai tanah yang sempit.

2. Pelaksanaan Program JSLUImplementasi Program JSLU dilakukan melalui berbagai tahapan dimulai dari sosialisasi, pendataan, penyaluran bantuan dan penghentian bantuan, pendampingan, monitoring dan evaluasi sampai pada tahap pelaporan. Beberapa tahapan dalam implementasi program dapat dilihat pada uraian berikut:

a. Tahap Sosialisasi

Secara formal, sosialisasi dilaksanakan oleh petugas pusat dari Kementerian Sosial RI, di tingkat Provinsi penyelenggaraan program di daerah dengan melibatkan instansi terkait seperti Instansi sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, petugas dari PT Pos, dan calon pendamping. Selanjutnya sosialisasi dilanjutkan di masing-masing daerah Kabupaten/kota, baik secara formal maupun non formal dengan memanfaatkan berbagai media.

Hasil sosialisasi menunjukkan bahwa pihak penyelenggara JSLU di daerah memahami dengan baik

Page 160: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

154

prosedur dan proses penyelenggaraan JSLU. Sementara pada level masyarakat, pengetahuan akan JSLU masih terbatas pada aparat desa, tokoh masyarakat, keluarga penerima JSLU dan tetangga terdekat. Pada saat peneliti mewawancarai penerima JSLU, warga sekitar masih ada yang mempertanyakan apa itu JSLU karena dalam pikirannya dana yang disalurkan itu adalah bantuan sosial sejenis kompensasi BBM dan sifatnya tidak permanen.

b. Tahap Pendataan

Pendataan dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak seperti petugas dari instansi sosial, aparat desa, tokoh adat, Rt/Rw dan petugas pendamping yang sudah ditunjuk. Fokus pendataan diarahkan pada penjaringan lanjut usia yang memenuhi kriteria dan telah ditetapkan oleh petugas. Untuk mencapai hasil yang optimal petugas pendata menggunakan teknik wawancara dan observasi. Wawancara digunakan untuk mengisi formulir yang telah disediakan, sementara observasi dilakukan terhadap kondisi fisik lanjut usia dan keluarganya yang terekam dalam foto tubuh dan rumah lanjut usia.

Sesuai dengan hasil pendataan, ternyata masih banyak lanjut usia yang memenuhi kriteria, namun terpaksa masuk daftar tunggu karena keterbatasan anggaran. Hal ini menjadi beban psikologis pengelola JSLU di daerah, dan pada wilayah tertentu menimbulkan kecemburuan sosial.

c. Penyaluran Bantuan dan Penghentian Bantuan

1) Penyaluran Bantuan.

Secara umum penyaluran bantuan selalu terlambat pada awal tahun. Hal ini terjadi karena pencairan anggaran pada tingkat pusat yang terkendala

Page 161: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

155

sehubungan tahun anggaran baru. Bagi pendamping keterlambatan penyaluran dirasakan sebagai beban psikologis karena selalu ditanyakan oleh para lanjut usia dan atau keluarganya.

Proses penyaluran dari PT Pos ke lanjut usia dilaksanakan sesuai kesepakatan, yaitu diantar langsung ke lanjut usia sasaran dengan dana tunai, kecuali di beberapa wilayah tertentu pembagian dilakukan dengan mengumpulkan lanjut usia atau yang mewakili di kantor desa atau salah satu keluarga penerima program JSLU. Hal ini terjadi karena kendala geografis yang sulit dijangkau dan keterbatasan tenaga PT Pos di wilayah tertentu.

2). Penghentian Bantuan.

Penghentian bantuan JSLU terjadi karena tiga hal; yaitu (a) penerima bantuan meninggal dunia; (b) penerima bantuan tidak memenuhi kriteria; dan (c) penerima bantuan pindah ke kota/kabupaten lain.

Penggantian melalui proses pengusulan dari pendamping, Dinas Sosial Kota/Kabupaten, Dinas Sosial Provinsi sampai ke Kementerian Sosial RI. Masalah dalam penggantian penerima bantuan yaitu lamanya penerbitan kartu penerima JSLU yang baru, sehingga menghambat proses penyaluran bantuan. Bahkan pernah terjadi, proses penggantian kartu belum selesai lanjut usia pengganti lebih dahulu meninggal. Agar masalah tersebut tidak terulang kembali, disarankan penggantian kartu diserahkan ke instansi sosial provinsi setempat.

d. Pendamping

Pendamping di lokasi dalam satu kecamatan hanya satu orang berasal dari PSM, TKSK dan organisasi

Page 162: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

156

sosial lanjut usia atau organisasi sosial lainnya. Seorang pendamping sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan pendampingan kegiatan masyarakat. Informasi yang disampaikan dalam pendampingan kepada keluarga lanjut usia adalah pemberian dukungan moril pemanfaatan dana, menerima keluhan dari lanjut usia dan masalah perawatan kesehatan. Menurut pendapat beberapa informan, kualitas pendamping cukup baik, rajin, bertanggungjawab, serta komunikatif. Peneliti menemukan pendamping yang tidak hanya menangani masalah lanjut usia, tetapi juga menangani kegiatan-kegiatan dan permasalahan sosial lainnya. Jika dibandingkan dengan jumlah lanjut usia yang ada, maka jumlah pendamping sangat kecil.

Kepada peneliti, pendamping mengaku telah optimal dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Namun secara umum kemampuan dasar yang dimiliki pendamping masih sebatas pengetahuan umum berupa pelaksanaan fungsi administratif dan kontrol secara umum atas penggunaan dana jaminan sosial. Peneliti belum melihat kreativitas dalam pengembangan fungsi-fungsi pendampingan kepada lanjut usia yang didampingi. Namun hal ini masih dapat dimaklumi mengingat latar belakang pendidikan mereka hanya SLTA dan belum mendapat pelatihan khusus tentang pendampingan lanjut usia. Dengan demikian pendamping membutuhkan pengembangan wawasan kelanjutusiaan dan ketrampilan dalam hal asesmen dan intervensi sosial berdasarkan pendekatan psikologis dan pekerjaan sosial.

e. Tahap Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) dilakukan

Page 163: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

157

secara berjenjang oleh lembaga penyelenggara (mulai dari tingkat pusat hingga daerah), pendamping, dan masyarakat. Pihak penyelenggara melakukan monitoring dan evaluasi dengan cara langsung ke lapangan dan melalui sistem pelaporan. Sementara monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh masyarakat terutama untuk memantau pemanfaatan dana JSLU oleh lanjut usia dan keluarganya. Masyarakat akan menegur secara arif anggota keluarga atau tetangga terdekat (bagi yang tidak mempunyai keluarga) apabila menemukan lanjut usia penerima JSLU yang masih terlantar. Misalnya sakit tetapi tidak dibawa berobat oleh keluarga atau tetangga.

f. Tahap Pelaporan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laporan kegiatan program JSLU dibuat oleh pendamping dengan materi laporan meliputi; proses pelaksanaan, hasil yang telah dicapai, dan hambatan yang dialami dalam pelaksanaan program. Laporan bulanan dibuat oleh pendamping sedangkan laporan tahunan dibuat oleh Dinas Sosial Provinsi. Laporan tersebut kemudian disampaikan ke Kementerian Sosial RI untuk mengetahui tentang kegiatan dan perkembangan pelaksanaan Program JSLU.

3. Manfaat Program JSLU

a. Manfaat Bagi Lanjut Usia

Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa dana jaminan sosial dimanfaatkan oleh lanjut usia untuk 5 hal, yaitu (1) permakanan; (2) peningkatan gizi; (3) transportasi atau sosilisasi; (4) kesehatan dan (5) dana kematian atau pemakaman. Namun ada sebagian kecil responden yang memanfaatkan dana tersebut untuk perbaikan rumah, ditabung, dan dibagikan kepada cucunya. Besarnya porsi pemanfaatan ini sangat variatif

Page 164: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

158

sesuai dengan prioritas kebutuhan masing-masing lanjut usia.

Proses pemanfaatan dilakukan melalui anggota keluarga (kerabat), tetangga lanjut usia, dan pendamping. Hanya saja sulit dikontrol berapa nilai nominal dana jaminan sosial yang sungguh-sungguh dimanfaatkan untuk kebutuhan lanjut usia. Sebagai satu unit sosial dalam keluarga, sulit dicegah pengggunaan dana jaminan sosial untuk kepentingan keluarga di luar lanjut usia, terutama ketika keluarga lanjut usia yang bersangkutan juga menjadi bagian dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti keluarga miskin, rumah tidak layak huni, dan lain-lain.

Manfaat yang dirasakan oleh lanjut usia penerima jaminan sosial dapat dibagi atas 3 kategori sebagai berikut :

1). Manfaat secara fisik

Semua lanjut usia penerima jaminan sosial secara terbuka mengaku bahwa dana yang mereka terima menjamin terpenuhinya kebutuhan fisik mereka, seperti kebutuhan pangan, sandang dan kesehatan (berobat), walaupun hal itu dirasakan masih sebatas standar minimal. Artinya lanjut usia sudah bisa makan dan minum secara teratur dan mempunyai pakaian yang relatif memadai (menurut ukuran mereka). Hal yang senada dikemukakan oleh anggota keluarga lanjut usia penerima jaminan sosial dengan mengatakan “…mengingat kondisi fisiknya yang sering sakit-sakitan, selain sandang dan pangan, kebutuhan utama lain terbantu adalah perbaikan kesehatan…”.

Sesungguhnya biaya kesehatan sudah ditanggung melalui Program Jamkesmas yang didukung dan

Page 165: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

159

untuk wilayah tertentu hal itu didukung Program sejenis dari Pemerintah Daerah seperti Propinsi Bali, namun lanjut usia dan keluarganya masih menghadapi masalah dalam hal biaya transport untuk menjangkau puskesmas (rumah sakit) dan membeli obat tertentu. Sebelum disertakan dalam program jaminan sosial, lanjut usia hanya diobati seadanya. Bahkan pada saat tertentu keluarga hanya pasrah dalam doa berserah diri pada Yang Maha Kuasa agar memberi yang terbaik kepada sang kakek/nenek.

Hal yang berbeda terjadi saat ini. Lanjut usia sudah berobat secara rutin dibantu keluarga atau tetangga sehingga kondisinya jauh lebih sehat (untuk ukuran lanjut usia). Hal ini juga ditunjang dengan munculnya inisiatif lanjut usia mengatur menu makanan pilihannya seperti meminta membeli lauk kesukaannya dan minta dibelikan susu. Dengan demikian ada perbaikan pola makan lanjut usia, baik dari segi gizi maupun keteraturan jadwal makan. Hal ini juga terlihat dari pengakuan responden keluarga mengatakan bahwa dana jaminan sosial yang diterima lanjut usia dimanfaatkan untuk membeli makanan (beras, lauk pauk, buah dan susu), dimanfaatkan untuk membeli pakaian, untuk berobat, membeli peralatan dapur, perbaikan rumah dan transportasi. Sementara kebutuhan akan papan masih jauh dari harapan. Sebagian besar lanjut usia penerima jaminan sosial tinggal dengan kondisi rumah yang memprihatinkan dan tidak layak huni.

Page 166: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

160

2). Manfaat secara psikologis

Kehadiran jaminan sosial bagi lanjut usia membawa perubahan yang signifikan dalam aspek psikologis lanjut usia. Lanjut usia mengaku merasa lebih nyaman dengan hidupnya karena dana jaminan sosial memberi efek kepastian dalam hidupnya. Lanjut usia tidak lagi khawatir akan kebutuhan makan karena mereka tahu bahwa dana jaminan sosial pasti datang sekalipun terlambat. “… uang jaminan sosial ini memberi harapan hidup, lanjut usia tidak lagi memikirkan uang untuk beli beras sehingga harapan untuk makan sudah pasti, kalaupun belum cair, kita sudah berani pinjam. Nanti kalau uang jaminannya datang, baru kita bayar”. Demikian pengakuan salah satu responden keluarga.

Pada saat yang bersamaan lanjut usia penerima jaminan sosial mengalami peningkatan harga diri. Mereka merasa dibutuhkan dan mempunyai posisi tawar dalam keluarga sehubungan dengan dana jaminan sosial. Lanjut usia juga merasa senang masih bisa membantu ekonomi keluarga walaupun nilainya kecil (mereka merasa masih berguna bagi keluarga). Sejalan dengan hal itu, tumbuh rasa percaya diri lanjut usia karena sudah pegang uang. Mereka berani memilih menu makanan untuk dimasak, dan meminta sesuatu untuk dibelikan keluarga atau tetangga. (di Bali : kebutuhan spiritual berupa bahan sesajen dalam rangka menjalankan ritual-ritual atau upacara tertentu sesuai dengan ajaran agama yang dianut, Papua : sirih).

Perubahan lain terlihat dalam aspek emosi. Pasca menerima jaminan sosial, lanjut usia terlihat lebih cerah dengan emosi yang lebih stabil. “ Keluarganya

Page 167: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

161

mengaku bahwa cerewet dan marah-marahnya berkurang dari biasanya’’. Demikian penjelasan seorang pendamping.

3). Manfaat secara sosial

Bagaikan gula dan semut, ternyata jaminan sosial menjadi stimulus yang memancing respons sosial dari lingkungan sosial lanjut usia. Sejak adanya dana jaminan sosial, lanjut usia mengalami perubahan kehidupan sosial. Anggota keluarga, kerabat, dan masyarakat sekitar lebih banyak berinteraksi dengan lanjut usia, walaupun interaksi sosialnya cenderung satu arah. Hal ini terjadi mengingat mobilitas lanjut usia yang terbatas sesuai dengan kemampuan fisiknya yang sudah menurun.

Untuk kalangan keluarga, perbaikan interaksi sosial dengan lanjut usia ditandai dengan meningkatnya frekwensi kunjungan anggota keluarga dan atau kerabat. Keluarga tidak terlalu sungkan lagi mengunjungi lanjut usia mengingat beban psikologis atas kewajiban untuk menanggung biaya hidup lanjut usia sudah teratasi melalui dana jaminan sosial. Hal yang sama terjadi di kalangan tetangga dan masyarakat sekitar. Perhatian warga sekitar meningkat terhadap lanjut usia terutama pada saat kunjungan pendamping dan petugas instansi sosial setempat. Warga sekitar ingin tahu apa yang dilakukan pendamping dan petugas instansi sosial terhadap lanjut usia. Selanjutnya kunjungan tersebut memancing perhatian dan kesadaran warga sekitar atas status lanjut usia sebagai penerima program jaminan sosial lanjut usia sehingga mereka melakukan control sosial atas hidup lanjut usia yang bersangkutan.

Page 168: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

162

Tokoh masyarakat juga mengakui adanya perubahan perhatian keluarga dan masyarakat antara sebelum dan sesudah adanya dana jaminan sosial bagi lanjut usia. Lebih jauh dikatakan bahwa lanjut usia merasa mendapat dukungan sosial dan penghargaan dari aparat desa dan pemerintah walaupun kebanyakan tidak tahu persis bahwa dana ini berasal dari Kementerian Sosial RI.

b. Manfaat Bagi Keluarga

Responden keluarga mengaku bahwa secara normatif, mereka sadar sepenuhnya bahwa lanjut usia menjadi bagian dari tanggung jawab keluarga. Sebagai bagian dari tanggung jawab keluarga, seharusnya lanjut usia yang tidak lagi produktif diasuh dan tinggal bersama keluarga/anak-anaknya. Ini berarti bahwa segala kebutuhan hidupnya secara langsung ditanggung oleh keluarganya. Sementara bagi lanjut usia yang tidak mempunyai anak, sewajarnya menjadi tanggung jawab kerabat dan masyarakat sekitar.

Kenyataan menunjukkan bahwa lanjut usia penerima jaminan sosial yang menjadi informan dalam penelitian ini kebanyakan tinggal bersama keluarga, dan sebagian kecil tinggal menyendiri dalam sebuah ruangan tersendiri dan terpisah dari anak-anak atau keluarganya. Lebih memprihatinkan lagi karena ruangan yang menjadi tempat tinggal lanjut usia berukuran kecil dan terbuat dari bambu dengan lantai tanah dengan multi fungsi (sebagai ruang tidur, dapur dan tempat ternak ayam). Situasi yang sama dialami oleh lanjut usia yang tidak mempunyai keluarga. Fenomena ini nampaknya sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Seorang Kepala Desa mengaku bahwa lanjut usia yang hidup

Page 169: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

163

terpisah dari keluarganya merasa lebih bebas dan tidak menyusahkan anak-anak (keluarganya).

Sebagaimana dijelaskan di atas, kondisi ini mestinya menuntut perhatian lebih dari anak-anak (keluarganya). Namun mengingat anak-anak (keluarganya) juga mengalami kemiskinan, keluarganya tidak mampu mewujudkan tanggung jawabnya kepada orangtuanya yang sudah lanjut usia. Akibatnya lanjut usia dituntut menyesuaikan diri untuk hidup seadanya dan berjuang dalam keterbatasan. Keluarga mempunyai beban psikologis karena tidak mampu berbuat untuk memenuhi kebutuhan lanjut usia, sementara lanjut usia tidak mungkin menuntut terlalu banyak pada anak-anaknya. Situasi dilematis ini menimbulkan disharmoni dalam hubungan antara lanjut usia dengan anak-anaknya. Inilah gambaran kehidupan keluarga lanjut usia sebelum menerima dana jaminan sosial.

Kehadiran dana jaminan sosial bagi lanjut usia, ternyata membawa efek positif bagi relasi internal anggota keluarga lanjut usia. Hal ini terjadi karena masalah utama yang menjadi pemicu disharmoni sudah teratasi. Kebutuhan dasar minimal lanjut usia sudah teratasi dan otomatis beban keluarga menjadin ringan. Semua responden keluarga (100 %) mengaku bahwa dana jaminan sosial bagi lanjut usia meringankan keluarga, termasuk beban psikologis.

Sejalan dengan berkurangnya beban ekonomi keluarga, keluarga lanjut usia juga mengaku lebih fokus merawat orangtuanya. Keluarga tidak sungkan lagi untuk mengingatkan lanjut usia untuk berobat ke puskesmas, sementara cucu sekali-sekali kebagian uang jajan dari sang kakek/nenek (terutama ketika dana jaminan sosial baru cair).

Page 170: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

164

c. Manfaat Bagi Masyarakat

Sebagaimana dijelaskan di atas, kehadiran jaminan sosial bagi lanjut usia mampu menstimulasi peningkatan perhatian masyarakat sekitar atas kehidupan lanjut usia. Peningkatan perhatian itu dapat diketahui dengan membandingkan perhatian masyarakat sebelum dan sesudah adanya jaminan sosial bagi lanjut usia sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut :

Perbandingan Perhatian Masyarakat TerhadapLanjut Usia Sebelum dan Sesudah Dilaksanakannya

Program Jaminan Sosial Lanjut Usia.

No Sebelum Program Sesudah Program

1 Sekali-sekali memberikan makanan yang sifatnya bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar lanjut usia

Kalaupun memberi makanan hanya sekedar bentuk persaudaraaan sebagai tetangga.

2 Frekuensi kunjungan dari tetangga kecil karena ada beban psikologis untuk membantu

Frekuensi kunjungan tetangga meningkat karena tidak punya beban psikologis untuk membantu terutama setelah kunjungan dari pendamping

3 Hampir tidak ada tetangga bertanya, apakah lanjut usia ada titipan belanja

Tetangga sering bertanya apakah ada titipan belanja kebutuhan lanjut usia

4. Faktor pendukung dan penghambat

a. Pendukung :

1). Adanya keterbukaan dan inisiatif masyarakat dalam memberikan informasi tentang lanjut usia.

Berita kehadiran program JSLU yang memberikan bantuan dalam bentuk dana tunai ternyata tersebar dengan cepat di lingkungan masyarakat. Berita ini seketika menjadi stimulus yang merangsang respon keluarga yang mempunyai lanjut usia dan masyarakat

Page 171: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

165

yang mengetahui keberadaan lanjut usia walaupun bukan anggota keluarganya. Respon itu ditunjukkan dengan adanya inisiatif dari keluarga dan unsur masyarakat untuk menanyakan (bahkan langsung mengusulkan) kepada aparat desa, tokoh masyarakat, dan pendamping, agar lanjut usia anggota keluarganya menjadi peserta program JSLU. Bahkan pada anggota keluarga dan kelompok masyarakat tertentu, harapan yang sangat besar akan kepesertaan JSLU ini diekspresikan dengan kecemburuan sosial dalam bentuk sungut-sungut. Bahkan ada yang memprotes dengan menyatakan “ sebenarnya ibuku lebih layak untuk mendapat dari pada dia, tapi yaah … gimanalah. Kita bersabar sajalah, walaupun rasanya tidak adil. Katanya masih ada kesempatan. Mudah-mudahan aja”. Demikian penjelasan seorang pendamping ketika menjelaskan nada protes warga yang ia dengar kepada peneliti.

2). Dukungan masyarakat dalam mengontrol penyaluran dan pemanfaatan dana JSLU.

Dukungan sosial diberikan warga dalam berbagai bentuk dengan cara masing-masing. Ekspresi dukungan tersebut sekaligus berfungsi menjadi media kontrol tersendiri terhadap lanjut usia peserta program JSLU. Beberapa ekspresi dimaksud adalah :

a). Sambil melintas dari rumahnya, warga dan atau tetangga mengajukan pertanyaan seperti “…nenek sudah makan atau belum…?”. Mendengar pertanyaan ini anggota keluarga lanjut usia tentu saja berpikir lebih jauh makna pertanyaan tersebut. Demikian penjelasan salah seorang tetangga lanjut usia.

Page 172: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

166

b). Tokoh masyarakat mengunjungi lanjut usia peserta program JSLU secara mendadak. Dalam kunjungan ini tokoh masyarakat akan menanyakan secara halus kondisi lanjut usia, dan kaitannya dengan pemanfaatan dana jaminan sosial.

3). Dukungan kelengkapan data dari aparat desa.

Mengingat besarnya harapan atau aspirasi masyarakat akan program ini, aparat desa/kelurahan menanggapinya dengan memberikan prioritas bagi kelengkapan data lanjut usia peserta program, dan calon peserta untuk dimasukkan dalam daftar tunggu (waiting list).

b. Penghambat :

1). Keterlambatan pencairan dana

Sejak awal uji coba, program ini sepenuhnya mengandalkan pendanaan dari APBN. Akibatnya kelancaran program ini sepenuhnya ditentukan oleh politik dan mekanisme anggaran negara yang melibatkan sejumlah lembaga negara. Alokasi anggaran, kuota, dan pencairan dana ini sangat tergantung pada lembaga lain di luar Kementerian Sosial RI sebagai institusi penyelenggara. Ironisnya, keterlambatan pencairan dana sudah terjadi sejak awal dan hal ini sudah menjadi keluhan mayoritas peserta program JSLU. Bahkan bertahun-tahun sudah menjadi temuan evaluasi program, namun hingga saat ini belum ada terobosan untuk mengatasi hal tersebut. Keluhan ini menjadi permasalahan klasik dan menjadi beban tersendiri bagi program karena terkesan kontradiktif dengan makna dasar jaminan sosial. “…Nama programnya memang bagus, tapi karena keterlambatan ini jadi kurang menjamin…”. Demikian komentar salah seorang tokoh masyarakat ketika peneliti melakukan triangulasi data.

Page 173: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

167

Selanjutnya keterlambatan ini juga dipengaruhi kendala teknis di internal PT Pos sebagai penyalur dan kondisi geografis wilayah.

Menanggapi hal tersebut, penyelenggara diharapkan melakukan upaya terobosan dalam sistem pendanaan dengan menyediakan “Dana Abadi Jaminan Sosial” sekaligus memperluas bidang layanan menjadi Jaminan Sosial Bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, dengan sistem penyelenggaraan yang terintegrasi dalam satu wadah tunggal berupa “Badan Pelaksana Jaminan Sosial Nasional”, yang secara fungsional pendataan pesertanya akan divalidasi oleh Kementerian Sosial RI melalui Unit Pusat Data dan Informasi. Terobosan ini diharapkan sekaligus memutus mata rantai ketergantungan pihak penyelenggara kepada berbagai instansi terkait.

2). Keterbatasan kuota sehingga menimbulkan kecemburuan dari lanjut usia yang belum menerima dana JSLU.

Sejak uji coba program ini dilaksanakan 5 tahun lalu, jumlah peserta program hanya sekitar 10.000 orang. Penambahan peserta dilakukan secara bertahap dari satu wilayah propinsi ke wilayah propinsi lain, yang dilanjutkan dari satu kabupaten/kota ke kabupaten/kota lain.

Dilihat dari jumlah, peserta jaminan ini masih sangat jauh dari harapan. Sementara dilihat dari perkembangan cakupan wilayah peserta, terkesan politis dengan mengutamakan pemerataan berbasis wilayah. Walaupun data daftar tunggu sudah ada, pihak penyelenggara belum mampu melakukan estimasi berapa lama harus menunggu hingga ia menjadi peserta atau penerima jaminan sosial. “Saya takut pak, kalau kakek dan nenek

Page 174: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

168

yang masuk daftar tunggu ini doanya jelek. Jangan-jangan mereka mendoakan teman-temannya peserta penerima jaminan sosial ini cepat meninggal agar ia dengan cepat menjadi peserta”, demikian komentar seorang Kepala Desa dalam forum diskusi sambil berseloroh.

Walaupun disampaikan dengan berseloroh, sesungguhnya komentar ini menegaskan kembali besarnya harapan masyarakat untuk menikmati program ini. Ketidakpastian menunggu dalam status daftar tunggu menyebabkan warga bertanya terus kepada pendamping atau orang lain yang dianggap berkompeten. Secara psikologis situasi ini memposisikan masyarakat seakan-akan menjadi pengemis kepada pemerintahnya, walaupun hal ini sesungguhnya bagian dari haknya dan dijamin oleh undang-undang, terutama jika dikaitkan dengan perspektif hak asasi manusia. Oleh sebab itu perlu diantisipasi gugatan dari masyarakat.

Beberapa hal yang mungkin dilakukan dalam rangka akselerasi perluasan peserta :

a). Mengembangkan sharing budget antara pusat dan daerah

b). Adopsi program oleh pemerintah daerah pada level provinsi dan atau kabupaten/kota

c). Mengoptimalkan dana CSR

3). Nilai nominal dana bantuan yang sangat kecil

Nilai nominal bantuan hingga saat ini adalah Rp.300.000,-/bulan. Nilai nominal ini didasarkan pada nilai bantuan subsidi panti 5 tahun lalu dengan asumsi Rp. 10.000,-/hari. Perhitungan dan asumsi ini sesungguhnya tidak proporsional karena kebutuhan

Page 175: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

169

orang berbeda antara panti dengan masyarakat, apalagi sudah 5 tahun tidak naik. “Harga udah berapa kali naik ya pak, belum lagi kalau dikaitkan dengan inflasi” kata seorang tokoh adat dalam sesi diskusi. Dengan demikian adalah hal yang wajar jika sebagian besar peserta menghendaki kenaikan dana jaminan. Lebih tidak masuk akal lagi kalau nilai nominal bantuan ini diturunkan, walaupun hal itu dilandasi alasan untuk memperbesar kuota.

4). Keterbatasan dalam akses penyaluran.

Keterbatasan ini terjadi karena dua hal, yaitu :

a). Kondisi geografis wilayah dengan sarana transportasi yang kurang. Hal ini terutama terjadi pada wilayah kepulauan sehingga harus melintasi laut, dan wilayah pegunungan yang harus ditempuh dengan jalan kaki.

b). Keterbatasan tenaga penyalur dari PT Pos di wilayah tertentu. Dalam hal ini ditemukan sejumlah Kantor Pos tingkat Kecamatan dengan jumlah karyawan hanya 2 orang.

Permasalahan ini sudah disampaikan kepada kantor pos divisi regional setempat untuk segera ditindaklanjuti, namun pihak penyelenggara diharapkan untuk melakukan langkah antisipasi lebih jauh, terutama dalam materi MoU dengan PT Pos selaku pihak penyalur.

5). Pengetahuan dan ketrampilan pendamping yang masih kurang (tidak melakukan fungsi rehabilitasi)

Keberfungsian pendamping menjadi titik startegis utama yang menentukan sukses Program JSLU. Dikatakan demikian karena pendamping tidak saja

Page 176: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

170

menjadi penghubung antara lanjut usia dengan pihak penyelenggara program, tetapi lebih jauh diharapkan mampu melaksanakan fungsi-fungsi pekerjaan sosial dengan wawasan psikologi lanjut usia yang memadai. Dengan demikian perlu dilakukan standarisasi kompetensi pendamping mulai dari rekrutmen dan pelatihan.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaga penyelenggara, pendamping diharapkan mampu melaksanakan fungsi rehabilitasi sosial bagi lanjut usia. Ketiadaan fungsi rehabilitasi pendampingan saat ini tidak dapat disalahkan kepada pendamping karena memang sejak awal hal ini tidak disinggung dalam buku pedoman. Sejalan dengan hal ini, perlu dipertimbangkan agar penyelenggaraan program ini diserahkan ke Direktorat Jaminan Sosial. Selanjutnya dengan kuota anggaran yang sama, Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia diharapkan melakukan terobosan baru dalam sistem pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.

6). Keluarga lanjut usia yang menjadi PMKS

Banyak lanjut usia tinggal bersama keluarga (anak cucu) dan kerabatnya, sementara keluarga atau kerabat tersebut juga miskin sehingga menjadi bagian dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Dalam situasi demikian, sedikit banyak dana jaminan sosial terserap untuk kepentingan keluarga atau kerabat yang merawat lanjut usia.

Menanggapi hal tersebut pihak penyelenggara (pada level pusat dan atau daerah) diharapkan berkoordinasi dengan direktorat terkait (seperti direktorat keluarga dan yang lainnya) untuk bersinergi melakukan penanganan sehingga dana jaminan sosial dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan lanjut usia.

Page 177: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

171

C. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan di atas, maka untuk pengembangan program Jaminan Sosial Lanjut Usia, tim peneliti merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut :

a. Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Propinsi:

1) Agar mengadopsi dengan menyelenggarakan sendiri Program JSLU di daerah dengan dana APBD dan atau dana CSR.

2) Agar proaktif mengambil inisiatif penanganan keluarga yang merawat lanjut usia peserta JSLU yang juga penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) seperti keluarga miskin, rumah tidak layak huni, sehingga dana JSLU tidak terserap ke hal-hal lain di luar kebutuhan lanjut usia penerima JSLU. Program ini diharapkan bersinergi dengan Program JSLU dan bersumber dari APBD dan atau CSR. Jika hal ini tidak memungkinkan, Pemda Kabupaten/Kota dan Propinsi diharapkan berkoordinasi dan mengadakan pendekatan ke lembaga terkait di tingkat pusat untuk mengadakan program dimaksud, seperti Direktorat Pemberdayaan Keluarga, Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin Kementerian Sosial RI.

3) Mengoptimalkan pemanfaatan JSLU, dengan memfasilitasi pembentukan semacam Forum Komunikasi Penerima JSLU, dengan berbagai kegiatan positif seperti senam lansia, pengajian dll.

4) Melanjutkan kegiatan sosialisasi (secara formal dan non formal) di wilayah masing-masing untuk memperoleh dukungan sosial yang lebih luas.

Page 178: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

172

b. Kepada Kementerian Sosial RI :

1) Agar Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia segera berkoordinasi dengan unit terkait dalam rangka perumusan kebijakan dan program sinergis dalam rangka pengentasan keluarga yang merawat lanjut usia yang menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial seperti keluarga miskin dan rumah tidak layak huni.

2) Demi keadilan sosial, mengadakan akselerasi penjangkauan program hingga kuota mencapai seluruh lanjut usia yang memenuhi kriteria di Indonesia. Berapa cara yang mungkin ditempuh dalam aspek pendanaan adalah :

a) Mekanisme sharing budget antara pusat dengan daerah

b) Provinsi dan atau Kab/Kota mengadopsi program JSLU untuk diselenggarakan sendiri di wilayahnya.

c) Kerjasama antara pemerintah dengan dunia usaha dengan memanfaatkan dana CSR.

3) Secara kelembagaan, perlu diantisipasi beberapa hal sbb:

a) Jika penyelenggaraan JSLU tetap di Kementerian Sosial, mengacu pada tugas pokok dan fungsinya akan lebih tepat diselenggarakan oleh Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial sesuai dengan nama program dan mengingat program ini tidak melaksanakan fungsi rehabilitasi sosial bagi lanjut usia. Selanjutnya dengan kuota anggaran yang sama, Direktorat JSLU mengadakan uji coba baru untuk memperluas cakupan pelayanan sosial bagi lanjut usia.

b) Jika dikaitkan dengan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang telah disyahkan di DPR, pihak

Page 179: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

173

Kementerian Sosial RI hendaknya memanfaatkan kesempatan ini untuk memperluas kuota dan cakupan layanan sosial JSLU dengan melakukan upaya terobosan dalam sistem pendanaan dengan menyediakan “Dana Abadi Jaminan Sosial” sekaligus memperluas bidang layanan menjadi Jaminan Sosial Bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, dengan sistem penyelenggaraan yang terintegrasi dalam satu wadah tunggal berupa “Badan Pelaksana Jaminan Sosial Nasional”, yang secara fungsional pendataan pesertanya akan divalidasi oleh Kementerian Sosial melalui Unit Pusat Data dan Informasi. Terobosan ini diharapkan sekaligus memutus mata rantai ketergantungan pihak penyelenggara kepada berbagai instansi terkait, mencegah keterlambatan pencairan dana, dan menambah kuota secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA Achmadi Jayaputra, 2005. Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Indonesia.

Jakarta; PPPKS.

Anonim, 2010. a. Penduduk Papua dalam Angka 2010. Jayapura; BPS Papua.

……….., 2010.b. Laporan Tahunan DIPA Tahun 2010. Jayapura; Dinas Kesejahteraan Sosial dan Masyarakat Terisolir.

..............,2010.c. Gorontalo Utara Dalam Angka 2010

………..,1999. Annual Report on Health and Welfare 1999. Tokyo: Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan (MHLW).

Page 180: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

174

Argyo Demartoto, 2006. Pelayanan Sosial Non Panti Bagi Lanjut Usia. Surakarta; Sebelas Maret University Press.

Cheyne, Christine, Mike O’Brien dan Michael Belgrave, 1998. Social Policy in Aotearoa New Zealand: A Critical Introduction. Auckland: Oxford University Press.

Departemen Sosial RI, 2002. Pengkajian Peran Masyarakat dalam Pelayanan Lanjut Usia Melalui Pusaka di DKI Jakarta. Jakarta; BPPS.

..............., 2003. Pedoman Pelayanan Harian Lanjut Usia. Jakarta; D.B. Pelayanan Sosial Lanjut Usia.

..............., 2004. Lanjut Usia dalam Data dan Informasi. Jakarta; D.B.Pelayanan Sosial Lanjut Usia.

................, 2006. Pelayanan Lanjut Usia Berbasis Kekerabatan. Jakarta; PPPKS.

................, 2009. Pedoman Pelaksanaan Ujicoba Program Jaminan Sosial Lanjut Usia. Jakarta; DJPRS.

Edi Suharto, 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS).

................, 2000. ”Menggugat Sistem Jaminan Sosial Kita” dalam Republika, 11 Mei.

................, 2001a. “Potensi Zakat Mal di Era Otda” dalam Pikiran Rakyat, 24 Februari.

................., 2001b.“Menyoal Pembangunan Kesejahteraan Sosial” dalam Media Indonesia, 1 Maret.

................., 2001c. “Kapitalisme dan Negara Kesejahteraan” dalam Republika, 3 Agustus.

Page 181: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

175

................, 2002 a. Globalisasi, Kapitalisme dan Negara Kesejahteraan: Mengkaji Peran Negara dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Indonesia (Makalah yang disampaikan dalam Orasi Ilmiah pada Upacara Wisuda XXXVI Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung tahun akademik 2001/2002, Bandung: 9 September).

..............., 2002b. Profiles and Dynamics of the Urban Informal Sector in Indonesia: A Study of Pedagang Kakilima in Bandung (PhD Thesis). Palmerston North: Massey University

F Harianto Santoso (editor), 2003. “Kabupaten Jayapura” dalam Profil Daerah Kabupaten/Kota (Jilid 3), hal 653 - 660.

…………, 2004. “ Kota Jayapura” dalam Profil Daerah Kabupaten/Kota (jilid 4), hal 661 - 668.

Michael Raper, 2008. Negara Tanpa Jaminan Sosial, Tiga Pilar Jaminan Sosial di Australia dan Indonesia. Jakarta; Trade Union Rights Centre.

Payne, Malcolm, 1991. Modern Social Work Theory: A Critical Introduction. London: MacMillan.

Pramuwito, dkk. 1999. Penelitian Ujicoba Model Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Berbasis Masyarakat. Jogjakarta; BBPPPKS.

Siporin, Max, 1975). Introduction to Social Work Practice. New York: Mac Millan.

Soetarso, 1997. Kesejahteraan Sosial, Pelayanan Sosial dan Kebijaksanaan Sosial. Bandung; STKS.

Spicker, Paul, 1995. Social Policy: Themes and Approaches. London: Prentice-Hall

Page 182: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

176

Suharsini Arikunto dan Cepi SAJ, 2008. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta; Bumi Aksara.

Sulastomo, 2002. “Mencari Model Sistem Pembiayaan Kesehatan” dalam Kompas, 7 Nopember.

Thomas, J.J, 1995. Surviving in the City: The Urban Informal Sector in Latin Amerika. London: Pluto Press.

Zastrow, Charles, 1982. Introduction to Social Welfare Institutions: Social Problems, Services and Current Issues. Illinois: The Dorsey Press.

Page 183: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

177

INDEX

AAksesibilitas, 4 10, 12,22, 62, 184

Anak Jalanan, 58, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 97, 98, 99, 101, 102, 103, 181, 183

Anak-Anak, 15, 16, 38, 39, 55, 57, 61, 65, 71, 74, 76, 87, 90, 96, 106, 122

Angka Harapan Hidup, 2

BBadan Pusat Statistik 27, 176

Berkembang 5, 11, 14, 22, 71, 84, 87, 88, 91, 105, 113, 119, 122, 124, 128, 129, 141, 148

CCommunity Development, 111

Corporate Social Responsibilty, 45, 47, 48

DDaerah Tertinggal, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 11, 15,

16, 17, 20, 21, 22, 23, 24, 139, 141, 159, 160, 166, 180, 185

Desa berketahanan Sosial, 138, 139, 141, 142, 149, 150, 155, 156, 165, 166, 173, 176, 184, 185

Dinas Sosial, 7, 31, 33, 59, 62, 64, 68, 69, 70, 90, 93, 110, 138, 155, 172, 173, 174

Direktorat Pelayanan Sosial Anak,55, 56, 76

Diskriminasi Sosial 5

FFocus Group Discussion, 8, 9, 82, 110, 154

IIndeks Pembangunan Manusia, 2, 106, 134,

136

Informasi Kesejahteraan Sosial, 101, 108

Infrastruktur, 1, 2, 3, 11, 12, 16, 21

JJaminan Sosial Bagi Anak, 97

Jaminan Sosial Lanjut Usia, 26, 27, 38, 40, 47, 50

KKabupaten, 1, 3, 4, 6, 7, 13, 14, 16, 23, 24,

28, 29, 31, 43, 44, 47, 51, 77, 81, 102, 104, 105, 109, 110, 111, 112, 115, 117, 121, 126, 128, 131, 132, 138, 155, 158, 162, 163, 164, 165, 172, 173, 176, 180, 184, 185

Kabupaten Daerah Tertinggal, 3, 6, 159

Kabupaten Tertinggal, 3, 6, 155

Kebutuhan Dasar, 1, 39, 54, 62, 74, 82, 83, 84, 91, 99, 122, 143,

Kehidupan Sosial, 8, 37, 61,

Kelompok Usaha Bersama, 104, 105, 108, 111,

Page 184: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

178

Keluarga, 12, 14, 16, 17, 18, 19, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 53, 54, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 74, 75, 76, 78, 82, 83, 84, 85, 87, 88, 89, 90, 91, 93, 94, 96, 98, 102, 108, 109, 113, 115, 122, 124, 126, 132, 133, 134, 139, 140, 159, 161, 165, 170, 175, 183, 184

Keluarga Fakir Miskin, 12,17, 18, 109, 159

Kementerian Sosial, 1, 6, 18, 26, 27, 29, 31, 33, 38, 42, 43, 47, 48, 49, 53, 55, 62, 63, 66,68, 70, 75, 101, 104, 107, 108, 126, 130, 131, 136, 138, 139, 173, 174, 180, 181, 184,

Kemiskinan, 2, 3, 4, 12, 15, 18, 20, 21, 39, 70, 74, 75, 76, 82, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 117, 118, 122, 126, 128, 128, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 174, 175, 181, 184

Kesenjangan Sosial, 5

Ketahanan Sosial Masyarakat, 133, 138, 140, 141, 142, 143, 146, 147, 149, 150, 151, 153, 154, 156, 164, 172, 173, 177

Keterampilan, 2, 4, 12, 15, 18, 20, 22, 23, 64, 66, 85, 90, 113, 116, 127, 129, 141, 148,

Konvensi Hak Anak, 92, 96

LLanjut Usia, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32,

33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40,

41, 42, 43, 46, 47, 48, 49, 50, 51

MManfaat, 10, 26, 27, 28, 33, 34, 36, 37, 38,

40, 61, 77, 78, 106, 109, 112, 122, 123, 124, 125, 126, 131, 41, 150

Masyarakat, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 30, 32, 33, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 50, 51, 53, 56, 57, 59, 62, 63, 65, 66, 69, 70, 72, 73, 75, 77, 91, 93, 94, 95, 98, 100, 101, 104, 107, 108, 109, 111, 112, 113, 118, 121, 122, 123, 124, 125, 127, 128, 130, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 145, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 153, 154, 156, 157, 158, 160, 162, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 172, 173, 174, 177, 178, 180, 181, 182, 183, 184, 185

Masyarakat Berketahanan Sosial, 138, 140, 150, 151

Model Pemberdayaan Pranata Sosial, 133, 138, 140

OOrientasi Sosial, 9

PPelayanan, 2, 4, 12, 14, 21, 22, 46, 48, 49,

50, 51, 52, 53, 54, 56, 58, 59, 60, 61, 62, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 74, 76, 77, 78, 80, 89, 90, 92, 95, 96, 97, 98, 99 106, 129, 133, 134, 143, 144, 166, 167, 169, 182, 184

Page 185: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

179

Pelayanan Sosial Anak, 55, 56, 76,

Pembangunan, 1, 2, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 50, 51, 72, 73, 88, 90, 101, 105, 106, 11, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 138, 139, 142, 146, 152, 155, 160, 162, 173, 174, 176, 177, 178, 183

Pembangunan kesejahteraan sosial, 6, 9, 24, 51, 139, 183

Pemberdayaan, 12, 22, 23, 47, 56, 64, 70, 72, 75, 89, 93, 94, 95, 97, 99, 100, 101, 105, 107, 108, 110, 113, 128, 130, 132, 133, 134, 135, 137, 138, 139, 140, 141, 145, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 154, 156, 157, 158, 165, 166, 172, 175, 176, 177, 178, 179, 180, 181, 182, 183, 184, 185

Penduduk miskin, 16, 22, 104, 106, 107, 112, 113, 126, 137

Pengembangan 2, 5, 6, 10, 12, 19, 21, 23, 24, 25, 31, 32, 47, 53, 56, 70, 71, 94, 97, 98, 99 100, 107, 109, 111, 113, 119, 128, 129, 131, 133, 134, 135, 136, 138, 139, 140, 141, 142, 145, 149, 150, 152, 155, 157, 161, 165, 166, 175, 176, 177, 181, 182, 183, 184, 185

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, 1, 8, 22, 34, 43, 46, 47, 48, 49, 101, 150, 154

Penyandang Masalah Sosial, 84, 138, 143, 144, 156, 164, 168, 169

Pranata Sosial, 133, 138, 139, 140, 141, 142, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 154, 156,

158, 165, 166, 172, 175, 176, 182

Program Pembangunan, 2, 5, 6, 9, 10, 19, 121, 122, 139,

RResponden, 34, 35, 36, 38, 39, 81, 82, 83, 84,

110, 112, 121, 128,

Rumah Perlindungan Sosial Anak, 53, 55, 62, 72

SSumber daya, 1, 2, 4, 6, 10, 12, 17, 19, 23,

24, 25, 94, 109, 111, 117, 129, 138, 140, 141, 145, 146, 150, 151, 156, 164, 166, 168, 180,

TTrafficking, 57, 59, 183,

WWawancara, 8, 28, 30, 53, 56, 57, 80, 81.

82, 83, 110, 112, 114, 118, 147, 1149, 154, 165,

Page 186: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

180

SEKILAS PENYUSUN

Dra. Indah Huruswati, M.Si, Lahir di Jakarta pada 4 Juni 1959. Jabatan Peneliti Madya di Puslitbang Kesos, Badiklit Kesos-Kementerian Sosial RI. Magister Ahun 1985 Antropologi, FISIP UI, lulus tahun 2007, Sarjana (S1) Jurusan Antroplogi, FISIP UI, lulus tahun 1985. Pelatihan: Diklat Penulisan Ilmiah Populer diselenggarakan oleh Pusdiklat Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat kerjasama dengan Program Magister Manajemen Sosial FISIP UI, tahun 2004; Pelatihan Metodologi Penelitian Kualitatif-kerjasama Badan Litbang Kesos, Depsos dengan Laboratorium Kesejahteraan Sosial, FISIP UI, depo, tahun 1993. Penelitian yang sudah dilakukan: Masalah, Kebutuhan dan Sumber Daya Daerah Perbatasan: Studi Kasus di Lima Kabupaten di Kalimantan, tahun 2010; Studi Kebijakan Penanganan Penanganan Korban Tindak Kekerasan: Kasus Perdagangan Perempuan di Wilayah Perbatasan, tahun 2009; Penelitian Masalah, Kebutuhan dan Sumber Daya di Daerah Perbatasan dan Daerah Tertinggal, tahun 2009; Studi Pemberdayaan Fakir Miskin di Desa Barada, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, tahun 2008; Studi Penanganan Anak Berkonflik Hukum, tahun 2007; dan masih banyak lagi penelitian terkait dengan permasalahan sosial. Disamping itu menjadi Redakasi Majalah Jurnal Kesejahteraan Sosial 1998-2000; Anggota Redaksi Majalah Informasi tahun 2004; Ketua Dewan Redaksi Majalah Jurnal Kesejahteraan Sosial, tahun 2006-2011.

Drs. Ahmad Suhendi, M.Si, Lahir di Tangerang pada tahun 1958. Menamatkan pendidikan tinggi sebagai Sarjana Kesejahteraan Sosial dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung tahun 1992 dan Magister Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia

Page 187: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

181

tahun 2006. Bekerja di Kementerian Sosial Republik Indonesia sejak tahun 1982, saat ini sebagai Peneliti Muda (2010). Karya tulis ilmiah yang telah diterbitkan antara lain tentang Aspek Sosial Kemiskinan; Permasalahan Sosial di Perkotaan; Pengembangan Ketahanan Sosial melalu Sistem Jaminan Sosial Berbasis Masyarakat; Pengembangan Desa Berketahanan Sosial Studi di Desa Bhuana Jaya Kabupaten Kutai Kartanegara; Analisis Kebutuhan Sosial Dasar Dalam Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal Studi di Desa Simpur Kabupaten Pulang Pisau; dan Pengembangan Desa Berketahanan Sosial.

Dra. Haryati Roebyantho, Lahir tanggal 7 April 1956 di Tondano, Sulawesi Utara. Sarjana pada Program Studi Sosiatri Fisipol UGM lulus tahun 1984. Mengawali karirnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Sosial sejak tahun 1986. Saat ini menjabat Peneliti Madya pada Puslitbang Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Departemen Sosial. Selain itu juga sebagai anggota Tim Penilai Jabatan Fungsional teknisi Litkayasa Badiklit, Kementerian Sosial; Peneliti Instansi pada Puslitbang Kesejahteraan Sosial, anggota P3KS Press. Penelitian yang pernah dilakukan antara lain: tentang Pelayanan Kesejahteraan Anak, Permasalahan Anak dan Pengungsi Wanita, Management Organisasi Sosial di Lima Provinsi, Efektifitas Pelaksanaan KUBE Fakir Miskin, Karang Taruna, Peranan Wanita di beberapa Provinsi, Permasalahan Kesos Pasca penutupan Lokalisasi WTS di Beberapa Kota Besar di Indonesia, Penyediaan Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat di Lima Provinsi, Faktor Penghambat Perkembangan Potensi Sosial Masyarakat Lokal di daerah Miskin, Studi Implementasi Kebijakan Aksesibilitas Penyandang Cacat, dan Penanganan Masalah Perumahan dan Pemukiman Kumuh, dan Pemberdayaan Sosial Keluarga Pasca Bencana Alam, Evaluasi program Pemberian Bantuan Dana Jaminan Sosial Bagi Penyandang

Page 188: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

182

Cacat Berat, Pemetaan Daerah Rawan Bencana Alam. Menulis di Jurnal dan menulis beberapa laporan mandiri tentang Permasalahan Kemiskinan Penanganan bencana Alam di Indonesia.

Drs. B. Mujiyadi, MSW. Menamatkan program S1 dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan Master of Social Work dari La Trobe University, Melbourne, Australia. Saat ini menjabat Peneliti Madya pada Puslitbang Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kemensos RI. Selain itu juga sebagai anggota Pembina Ilmiah pada lembaga yang sama. Penelitian yang pernah dilakukan meliputi topic-topik yang berkaitan dengan Gelandangan dan Pengemis, Anak Jalanan, Lanjut Usia, Penanganan Masalah Sosial Melalui Panti, Penyusunan Indikator Kesejahteraan Sosial, Perlindungan Tenaga Kwerja Wanita di Sektor Industri, Tanggung Jawab Dunia Usaha bagi Masyarakat di Sekitarnya, Model Pemberdayaan Keluarga dalam Pencegahan Tindak Tuna Sosial Remaja di Perkotaan, Subisidi BBM bagi Panti Sosial, Social Work with Migrant Worker, Pelayanan Sosial bagi Korban Tindak Kekerasan, Implementasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Penelitian Pola Multilayanan pada Panti Sosial Penyandang Cacat, Sikap Masyarakat terhadap Trafficking Anak di Daerah Pengirim, Profil Pendamping dalam Perlindungan Anak Berkonflik dengan Hukum, dan Studi tentang Penanganan Pekerja Migran Domestik Bermasalah dan Keluarganya. Selain itu pernah mengikuti berbagai kursus dan seminar di dalam dan luar negeri yang meliputi topic Social Development, Social Work with Migrant and Refugee, Community Based Rehabilitation for Disabled Persons, Micro Planning for Poverty Reductio and Sustainable Development, Senior Social Welfare Administrators, dan lain-lain. Demikian juga pernah menjadi anggota Pokja MPMK, Pokja JPS, Penyusunan Repelita VII bidang Kesejahteraan Sosial,

Page 189: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

183

penyusunan Renstra Pembangunan Kesejahteraan Sosial 2000-2004, dan Renstra Pembangunan Kesejahteraan Sosial 2004-2009, dan Renstra Pembangunan Kesejahteraan Sosial 2009-2014. pengalaman lainnya adalah bekerja sama dega ADB, Safe the Children UK, UNDSA, JICA dan beberapa lembaga lain dalam berbagai kegiata penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial.

Drs. Nurdin Widodo, M.Si, Lahir di Ngawi pada tangal 3 Januari 1958. memperoleh gelar Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial di STISIP Widuri Jakarta. Saat ini menjabat ebagai Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI. Disamping itu, sebagai editor Jurnal Puslitbang Keso dan anggota tim penilai jabatan fungsional Litkayasa Kementerian Sosial RI. Penelitian yang telah dilakukan dan dipublikasikan meliputi topik-topik yang berkaitan dengan Pelayanan Anak Terlantar Putus Sekolah melalui Panti Sosial Bina Remaja, Hubungan Antar Kelompok Pribumi dan Etnis Cina Jakarta, Peran Lembaga Sosial dalam Penanganan Pengungsi, Pemberdayaan Pranata Sosial, Pelayanan Kesejahteraan Sosial Tenaga Kerja di Sektor Industri, Pengungsi Wanita dan Anak Korban Konflik dan Kerusuhan Sosial, Potensi Sosial dalam Pelaksanaan Ketahananan Sosial Masyarakat di Kota Kendari, Pengembangan Uji Coba Model Pemberdayaan Remaja Melalui Karang Taruna, Permasalahan Sosial Pengungsi Korban Poso dan Upaya Penanggulangannya, Konflik serta Modal Kedamaian Sosial dalam Konsepsi Lintas Kalangan Masyarakat di Tanah Air (kerjasama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Penelitian Uji Coba Model Penanganan Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan, Penelitian Pengaruh Subsidi Panti terhadap Kelangsungan Penyelenggaraan Pelayanan

Page 190: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

184

Sosial dalam Panti, Penelitian TKI di Malaysia, Pengembangan Program Pendampingan Sosial bagi Calon Pekerja Migran (TKI) dan Keluarganya di Daerah Asal, Evaluasi Pelayanan Sosial Remaja Putus Sekolah Terlantar melalui Panti Sosial Bina Remaja, Studi Kebijakan Penanganan Korban Tindak Kekerasan: Kasus Perdagangan Perempuan di Wilayah Perbatasan dan Studi Kebijakan Pengembangan Kegiatan Sakti Peksos di Panti Sosial Masyarakat.

Drs. Setyo Sumarno, M.Si, Lahir di Solo, 8 Juni 1957. menamatkan program sarjana Pekerjaan Sosial dari Sekolah Tinggi Kesejahteraa Sosial (STKS) Bandung pada tahun 1983 dan Magister Kesejahteraan Sosial dari STISIP Widuri pada tahun 2010. saat ini menjabat Peneliti Madya pada Puslitbang Kessos Kemensos RI. Pernah mengikuti beberapa kegiatan penelitian, meliputi topik-topik yang berkaitan dengan Penelitian Anak Jalanan, Lanjut Usia, Kenakalan Remaja, Masyarakat Terasing, Penyandang Cacat, Napza, Karang Taruna, Eks Kusta, Masalah Tenaga Kerja di Sektor Industri, Akreditasi Panti, Penanganan Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan, Penanganan Lanjut Usia Berbasis Kekerabatan, Implementasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin (Studi Evaluasi di Delapan Daerah Indonesia), Penelitian Uji Coba Model Pemberdayaan Fakir Miskin di Kawasan Pinggiran Hutan, Penelitian wanita Rawan Sosial Ekonomi, Penelitian Penyandang Cacat Berat, Penelitian tentang Penyerapan Tenaga Kerja Penyandang Cacat dalam Pasar Kerja, Penelitian tentang Multilayanan, Pemberdayaan Masyarakat Miskin melaluiLembaga Kesejahteraan Sosial, Rehabilitasi Sosial Wanita Tuna Susila, Pengembangan Lembaga Kesejahteraan Sosial untuk Mengatasi Kemiskinan dll. Pengalaman lainnya adalah bekerja sama dengan Safe the Children UK, Sustainable Integrated Rural Development (SIRD) - ASEAN - New Zealand dan beberapa lembaga lain dalam berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan sosial.

Page 191: STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM …puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/67c1a3a5cf6defc0435fbdaa2447... · STUDI KEBUTUHAN DAN EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

185

Saat ini masih ini aktif di Tim Redaksi Majalah Jurnal Puslitbang Kessos, Tim Penilai Peneliti Instansi (TP2I) Kementerian Sosial RI dan sebagai Direktur Pelaksana P3KS Press.