KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan...

12
24 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DAERAH KEPULAUAN DI KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU GOVERNMENT POLICY IN IMPROVING HEALTH REFERRAL SYSTEM ISLANDS REGION DISTRICT IN LINGGA DISTRICT PROVINCE OF RIAU ARCHIPELAGO Ignasius Luti 1 , Mubasysyir Hasanbasri 2 , Lutfan Lazuardi 2 1 Dinas Kesehatan Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau 2 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSRACT Background: One of the critical issues in the development of national health care is the limited accessibility to health ser- vices. Such problems also occur in Linga District of Kepulauan Riau Province. It is caused by many factors, such as geo- graphical location, cost, number of health personnel and con- dition of health care facilities, such as health centers and their networks which are not accessible to the public. Several at- tempts have been made, for example, by improving the status of sub-health centers to be health centers, health centers to be treatment centers, assinging health workers both medical and paramedical, improving health financing and making bud- get policies. However, its implementation has not been maxi- mal. In accordance with the above background, it would re- quire a study on the role of local government policy in improv- ing the referral system which is useful to know the problems in the field, so that in the future a variety of improvement can be done. Objective: To determine the referral system in the islands area of Linga District. Methods: This was a case-study research. The research subjects were head of health centers / health center doctors, nurses/midwife assistants, ambulance drivers/sea ambulance drivers, patient families, community figures, jamkesmas/ Jamkesda managers, head of health care section/head of health office, director of local hospital/mobile hospital and emer- gency room nurses. The variables in this study were indepen- dent variable (referral system) and dependent variable (am- bulance service). The research location was in Linga District of Kepualauan Riau Province. Results: The results showed that policy efforts of the Linga Government District in improving the referral system had ex- isted. The existing financing policy had encompassed two aspects both from the demand side (medical expenses) and from the supply side (a system that supported health care). The process of referral from primary care to advanced ser- vices had been going well although there was still lack as the unavailability and completeness of services. Most of the health workers had received training; there were also specialist doc- tors (in collaboration with the faculty of medicine), but net- working in the referral process was done partially and not integrated. Conclusion: The health referral system in Linga District had run pretty well, but did not fully involve community participation in an integrated service system. The local government in this case Linga District Health Office needs to revitalize as well as accelerate the development of Desa Siaga (alert villages) readi- ness to increase community participation in the development of a referral system. Keywords: policy, referral systems, islands, ambulance ser- vice ABSTRAK Latar Belakang: Salah satu permasalahan penting dalam pembangunan kesehatan nasional adalah terbatasnya aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan.Permasalahan ini juga terjadi di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain letak geografis, biaya, jumlah tenaga kesehatan dan kondisi fasilitas pelayanan kesehatan, seperti puskesmas dan jaringannya, yang belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Beberapa upaya telah dilakukan, misalnya dengan meningkatkan status puskesmas pembantu menjadi puskesmas, puskesmas menjadi puskesmas perawatan, menempatkan tenaga kesehatan baik medis maupun paramedis, meningkatkan anggaran pembiayaan kesehatan dan membuat kebijakan yang mendukung. Namun dalam implementasinya belum dilaksanakan dengan maksimal. Sesuai dengan latar belakang di atas, maka diperlukan suatu penelitian mengenai peran kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan sistem rujukan yang berguna untuk mengetahui permasalahan di lapangan, sehingga ke depan dapat dilakukan berbagai perbaikan. Tujuan: Untuk mengetahui bagaimana sistem rujukan di daerah kepulauan di Kabupaten Lingga. Metode: Penelitian ini adalah penelitian dengan jenis studi kasus. Subjek penelitiannya adalah: kepala puskesmas/dokter puskesmas, perawat/bidan pendamping, supir ambulans/puskel laut, keluarga pasien, tokoh masyarakat, pengelola jamkesmas/ jamkesda, kepala bidang pelayanan kesehatan/kepala dinas kesehatan, direktur RSUD/RS Lapangan, dan perawat UGD RS. Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel inde- penden (sistem rujukan) dan variabel dependen (layanan am- bulans). Lokasi penelitian adalah Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sudah ada upaya- upaya kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Lingga dalam meningkatkan sistem rujukan. Kebijakan pembiayaan yang ada telah mencakup dua aspek baik dari sisi demand (biaya peng- obatan) dan dari sisi supply (sistem yang mendukung pela- yanan kesehatan). Proses rujukan dari pelayanan kesehatan primer ke pelayanan tingkat lanjut telah berjalan baik walaupun JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA VOLUME 01 No. 01 Maret 2012 Halaman 24 - 35 Artikel Penelitian

Transcript of KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan...

Page 1: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

24 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012

Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN SISTEMRUJUKAN KESEHATAN DAERAH KEPULAUAN

DI KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

GOVERNMENT POLICY IN IMPROVING HEALTH REFERRAL SYSTEM ISLANDS REGION DISTRICTIN LINGGA DISTRICT PROVINCE OF RIAU ARCHIPELAGO

Ignasius Luti1, Mubasysyir Hasanbasri2, Lutfan Lazuardi2

1 Dinas Kesehatan Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau2 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSRACTBackground: One of the critical issues in the development ofnational health care is the limited accessibility to health ser-vices. Such problems also occur in Linga District of KepulauanRiau Province. It is caused by many factors, such as geo-graphical location, cost, number of health personnel and con-dition of health care facilities, such as health centers and theirnetworks which are not accessible to the public. Several at-tempts have been made, for example, by improving the statusof sub-health centers to be health centers, health centers tobe treatment centers, assinging health workers both medicaland paramedical, improving health financing and making bud-get policies. However, its implementation has not been maxi-mal. In accordance with the above background, it would re-quire a study on the role of local government policy in improv-ing the referral system which is useful to know the problemsin the field, so that in the future a variety of improvement canbe done.Objective: To determine the referral system in the islandsarea of Linga District.Methods: This was a case-study research. The researchsubjects were head of health centers / health center doctors,nurses/midwife assistants, ambulance drivers/sea ambulancedrivers, patient families, community figures, jamkesmas/Jamkesda managers, head of health care section/head ofhealth office, director of local hospital/mobile hospital and emer-gency room nurses. The variables in this study were indepen-dent variable (referral system) and dependent variable (am-bulance service). The research location was in Linga Districtof Kepualauan Riau Province.Results: The results showed that policy efforts of the LingaGovernment District in improving the referral system had ex-isted. The existing financing policy had encompassed twoaspects both from the demand side (medical expenses) andfrom the supply side (a system that supported health care).The process of referral from primary care to advanced ser-vices had been going well although there was still lack as theunavailability and completeness of services. Most of the healthworkers had received training; there were also specialist doc-tors (in collaboration with the faculty of medicine), but net-working in the referral process was done partially and notintegrated.Conclusion: The health referral system in Linga District hadrun pretty well, but did not fully involve community participationin an integrated service system. The local government in thiscase Linga District Health Office needs to revitalize as well as

accelerate the development of Desa Siaga (alert villages) readi-ness to increase community participation in the developmentof a referral system.

Keywords: policy, referral systems, islands, ambulance ser-vice

ABSTRAKLatar Belakang: Salah satu permasalahan penting dalampembangunan kesehatan nasional adalah terbatasnyaaksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan.Permasalahan inijuga terjadi di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Halini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain letak geografis,biaya, jumlah tenaga kesehatan dan kondisi fasilitas pelayanankesehatan, seperti puskesmas dan jaringannya, yang belumsepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Beberapaupaya telah dilakukan, misalnya dengan meningkatkan statuspuskesmas pembantu menjadi puskesmas, puskesmas menjadipuskesmas perawatan, menempatkan tenaga kesehatan baikmedis maupun paramedis, meningkatkan anggaran pembiayaankesehatan dan membuat kebijakan yang mendukung. Namundalam implementasinya belum dilaksanakan dengan maksimal.Sesuai dengan latar belakang di atas, maka diperlukan suatupenelitian mengenai peran kebijakan pemerintah daerah dalammeningkatkan sistem rujukan yang berguna untuk mengetahuipermasalahan di lapangan, sehingga ke depan dapat dilakukanberbagai perbaikan.Tujuan: Untuk mengetahui bagaimana sistem rujukan di daerahkepulauan di Kabupaten Lingga.Metode: Penelitian ini adalah penelitian dengan jenis studikasus. Subjek penelitiannya adalah: kepala puskesmas/dokterpuskesmas, perawat/bidan pendamping, supir ambulans/puskellaut, keluarga pasien, tokoh masyarakat, pengelola jamkesmas/jamkesda, kepala bidang pelayanan kesehatan/kepala dinaskesehatan, direktur RSUD/RS Lapangan, dan perawat UGDRS. Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel inde-penden (sistem rujukan) dan variabel dependen (layanan am-bulans). Lokasi penelitian adalah Kabupaten Lingga ProvinsiKepulauan Riau.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sudah ada upaya-upaya kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Lingga dalammeningkatkan sistem rujukan. Kebijakan pembiayaan yang adatelah mencakup dua aspek baik dari sisi demand (biaya peng-obatan) dan dari sisi supply (sistem yang mendukung pela-yanan kesehatan). Proses rujukan dari pelayanan kesehatanprimer ke pelayanan tingkat lanjut telah berjalan baik walaupun

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIAVOLUME 01 No. 01 Maret 2012 Halaman 24 - 35

Artikel Penelitian

Page 2: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 25

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

masih ada kekurangan seperti belum memperhatikan aspekketersediaan dan kelengkapan jenis pelayanan. Sebagian besartenaga kesehatan telah mendapat pelatihan, tenaga dokterspesialis juga ada (hasil kerjasama dengan fakultas kedok-teran), namun networking dalam proses rujukan masih dilakukansecara parsial dan belum terintegrasi.Kesimpulan: Sistem rujukan kesehatan di Kabupaten Linggatelah berjalan cukup baik, namun belum sepenuhnya melibatkanpartisipasi masyarakat dalam suatu sistem pelayanan yangterintegrasi. Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas KesehatanLingga perlu merevitalisasi sekaligus mempercepat pengem-bangan desa siaga untuk meningkatkan partisipasi masyarakatdalam pengembangan sistem rujukan.

Kata Kunci: kebijakan, sistem rujukan, daerah kepulauan,layanan ambulans.

PENGANTARSalah satu prioritas reformasi kesehatan adalah

meningkatkan dan pemerataan pelayanan yang ber-mutu bagi masyarakat di daerah terpencil dan ke-pulauan dengan berbagai rencana aksinya. Terben-tuknya rencana aksi tersebut diharapkan pemenuhankebutuhan pelayanan kesehatan dasar semakinterpenuhi, sehingga masyarakat di wilayah terpencildan kepulauan akan terjamin kesehatannya. Kebi-jakan kesehatan di Daerah Tertinggal Perbatasandan Kepulauan (DTPK) merupakan bagian yang tidakterpisahkan dari kebijakan rencana pembangunankesehatan menuju Indonesia sehat1.

Kabupaten Lingga merupakan salah satu kabu-paten yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. WilayahKabupaten Lingga terdiri dari 521 buah pulau besardan kecil. Tidak kurang dari 92 buah pulau di antara-nya sudah dihuni, sedangkan sisanya belum berpe-nghuni. Kondisi sarana dan prasarana pelayanankesehatan di daerah kepulauan di Kabupaten Linggacukup banyak yang tidak memadai, misalnya alatkesehatan, obat, sarana, transportasi dan alat komu-nikasi, sehingga akses untuk menjangkau ataupundijangkau masyarakat masih belum memadai. Halini dapat dilihat dari angka cakupan pelayanan kese-hatan di puskesmas tersebut yang masih rendah.Masyarakat secara umum belum mempunyai penge-tahuan dan berperilaku hidup bersih dan sehat. Masihbanyak masyarakat mengalami kesulitan untuk men-dapatkan air bersih, tidak tersedia jamban keluargahingga kondisi rumah yang tidak sehat (ventilasiyang tidak cukup tersedia) dan lingkungan yang tidaksehat2.

Selain hal tersebut, pelayanan kesehatan di dae-rah kepulauan di Kabupaten Lingga juga mengalamihambatan dalam ketersediaan tenaga, karena tena-ga kesehatan di puskesmas masih terbatas baikjumlah maupun jenisnya, turn over petugas tinggidan minat untuk bertugas di daerah terpencil masihrendah. Hal ini disebabkan sarana transportasi yang

terbatas, sarana publik yang terbatas di daerah kepu-lauan dan belum adanya transportasi kapal laut yangrutin untuk mencapai pulau pulau kecil yang dihunimasyarakat.

Salah satu permasalahan pelayanan kesehatandi daerah terpencil dan kepulauan di KabupatenLingga adalah sistem rujukan antara pelayanan kese-hatan dari puskesmas pembantu/polindes ke pus-kesmas ataupun dari puskesmas ke rumah sakitrujukan terdekat. Hal ini sesuai dengan latar bela-kang di atas, mulai dari Sumber Daya Manusia(SDM) kesehatan yang terbatas, letak geografis yangterdiri dari lautan yang memerlukan biaya besardengan transportasi laut. Rumah sakit tempat tujuanrujukan di Kabupaten Lingga ada dua buah. Keduarumah sakit tersebut adalah RSUD tipe D di Keca-matan Singkep dan rumah sakit lapangan di ibu kotaKabupaten Lingga. Tenaga dokter spesialis yang adadi kedua RS tersebut bersifat kontrak kerja samayang terdiri dari empat spesialis dasar. Kasus-kasuspenyakit yang berat dan yang memang tidak mampuditangani akan dirujuk ke rumah sakit yang mem-punyai tenaga spesialis dan peralatan yang lebihlengkap di ibu kota provinsi.

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untukmengetahui gambaran kebijakan yang dilakukanpemerintah daerah untuk meningkatkan sistemrujukan di daerah kepulauan.

BAHAN DAN CARA PENELITIANPenelitian ini adalah penelitian dengan ran-

cangan studi kasus. Disain studi kasus merupakanstrategi penelitian dimana peneliti memiliki sedikitpeluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yangakan diselidiki dan fokus penelitiannya pada feno-mena kontemporer dalam konteks kehidupan nyata3.Studi kasus digunakan karena tujuan penelitian iniadalah untuk mengetahui bagaimana sistem rujukandi daerah kepulauan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN1. Pelaksanaan Sistem Rujukan di Kabupaten

LinggaAlur RujukanAlur rujukan terbagi atas dua jenis yaitu alur

rujukan yang melewati laut dan rujukan yang hanyadi darat. Proses rujukan dimulai dari pasien yangberobat ke puskesmas pembantu atau polindes.Beberapa jenis alat transportasi yang digunakandalam proses rujukan ini adalah kapal puskesmaskeliling laut, ambulans, kapal Fery dan pesawatterbang. Hal ini dibuktikan dari hasil wawancaradengan beberapa informan sebagai berikut : “…pakai

Page 3: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012

Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan

speed atau kalau ke Tanjung Pinang kita pakai kapalFeri.” (Bidan RSUD Dabo)

Alur rujukan dapat dilihat pada Gambar 1.

Layanan Pendampingan RujukanLayanan pendampingan ini tidak hanya diper-

untukkan bagi pasien dengan jaminan tertentu me-lainkan untuk semua pasien baik yang berasal dariJamkesda maupun Jamkesmas. Tenaga yang men-dampingi adalah bidan atau perawat, bergantung pa-da jenis masalah kesehatan yang diderita. Hal inidibuktikan dari hasil wawancara sebagai berikut:“Kalau untuk masyarakat yang membutuhkan di luarpasien JKL, seperti Jamkesmas tetap kita damping.”(Kapus Tajur Biru)

Administrasi RujukanUntuk kelancaran rujukan, maka dalam proses

pelaksanaannya membutuhkan kelengkapan admi-nistrasi terutama untuk masyarakat miskin dan tidakmampu serta kelompok khusus. Hal ini di buktikandari hasil wawancara sebagai berikut: “Kita mempu-nyai SOPnya dalam merujuk pasien mulai dari persiapandokumen, manajemen pasien rujukan, transportasi-nya, syarat-syarat rujukan sampai menghubungi rumahsakit yang mau kita tuju itu sudah diatur dalam protapkita.” (Direktur RSUD Dabo)

Kendala dalam Pelaksanaan Sistem RujukanSistem ini masih terdapat banyak kekurangan

dan kendala dalam proses rujukan. Salah satu ken-dala adalah kompetensi pegawai di sarana pelayanankesehatan penerima rujukan. Hal ini di buktikan darihasil wawancara sebagai berikut: “Saran kami karenaini melibatkan stakeholder yang diluar kewenangankami mengharapkan sering diadakan monitoring

sekaligus pelatihan-pelatihan untuk melengkapikecakapan seluruh pegawai yang bertugas di saranapelayanan kesehatan kami. Kita harus memikirkan jugauntuk transportasi udara karena ada beberapa kasusyang perlu ditangani segera” (Direktur RSUD Dabo).

Kelengkapan administrasi rujukan sangat pen-ting agar proses rujukan menjadi lancar. Hasil pene-litian menunjukkan bahwa masih banyak warga yangbelum memiliki KTP dan kartu administratif lainnya.Warga yang belum mendapat kartu tersebut berasaldari desa-desa yang ada di daerah sangat terpencil.Walaupun demikian, mereka tetap mendapat jaminankesehatan yang di tanggung oleh pemerintah daerahdan pemerintah pusat. Masih ditemukan adanyaketerlambatan dalam proses rujukan. Masyarakatkesulitan menghubungi pihak rumah sakit dan pus-kesmas karena ada beberapa desa yang tidakterjangkau oleh sinyal handphone.

Sarana Transportasi Rujukan1. Pompong

Karakteristik Deskripsi Prosedur Pemanfaatan

Masyarakat/pasien bersama petugas kesehatan bersama-sama menyewa bila kapal puskel laut tidak tersedia atau sedang mengalami kendala

Ketersediaan Speedboat ini walaupun jumlahnya terbatas namun bila diperlukan cukup mudah untuk mendapatkannya.

Waktu tunggu Selalu tersedia 24 jam ketika membutuhkan layanan rujukan

Biaya Mahal jika dibandingkan dengan menyewa pompong dan jasa angkut ditanggung oleh penyewa.

Kenyamanan dan keamanan

Terbuat dari fiber dengan daya tampung 8-12 orang. Kondisinya lebih baik dari pompong dan jauh lebih cepat.

Gambar 1. Alur rujukan

Page 4: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 27

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

Rute Rujukan Pustu ke puskesmas atau dari

puskesmas ke rumah sakit yang jaraknya relatif dekat

Kelemahan Boros BBM, biaya sewa mahal dan keamanan kurang terjamin ketika ada ombak besar.

2. Speed BoatKarakteristik Deskripsi

Prosedur Pemanfaatan

Masyarakat/pasien bersama petugas kesehatan bersama-sama menyewa bila kapal puskel laut tidak tersedia atau sedang mengalami kendala

Ketersediaan Speedboat ini walaupun jumlahnya terbatas namun bila diperlukan cukup mudah untuk mendapatkannya.

Waktu tunggu Selalu tersedia 24 jam ketika membutuhkan layanan rujukan

Biaya Mahal jika dibandingkan dengan menyewa pompong dan jasa angkut ditanggung oleh penyewa.

Kenyamanan dan keamanan

Terbuat dari fiber dengan daya tampung 8-12 orang. Kondisinya lebih baik dari pompong dan jauh lebih cepat.

Rute Rujukan Pustu ke puskesmas atau dari puskesmas ke rumah sakit yang jaraknya relatif dekat

Kelemahan Boros BBM, biaya sewa mahal dan keamanan kurang terjamin ketika ada ombak besar.

3. Puskesmas KelilingKarakteristik Deskripsi

Prosedur Pemanfaatan

Masyarakat yang membutuhkan puskel berkoordinasi dengan kepala puskesmas untuk menggunakan layanan puskel. Petugas puskesmas kemudian menghubungi pihak dinas kesehatan. Dinas kesehatan akan menghubungi nakhoda puskel dan memberitahukan tentang proses rujukan. Setelah mendapat ijin dari dinas, nakhoda puskel kemudian mengangkut pasien yang dirujuk ke rumah sakit.

Ketersediaan Puskel tersedia setiap waktu selama 24 jam on call

Waktu tunggu Biasanya tidak menunggu lama karena distribusi puskel sudah mempertimbangkan jalur dan kemudahan rujukan. Selain itu, puskel juga di parkir di pelabuhan atau dermaga yang bisa dijangkau

Biaya Biaya operasionalnya ditanggung oleh pemerintah daerah

Kenyamanan dan keamanan

Puskel yang ada relatif aman dan nyaman karena memang sudah di desain untuk layanan kesehatan. Daya tampungnya bervariasi sesuai ukurannya mulai dari 8-25 orang

Rute Rujukan Pustu/polindes ke puskesmas, dari puskesmas ke RS dan antar rumah sakit yang ada dalam rangka rujukan tersier

Kelemahan Jumlahnya hanya satu unit,

memerlukan BBM yang banyak dan kadang terjadi kelangkaan BBM yang membuat operasional tidak berjalan dengan baik. Kecepatannya masih di bawah speedboat.

4. Kapal FeryKarakteristik Deskripsi

Prosedur Pemanfaatan

Pasien dan pihak rumah sakit berkoordinasi kemudian pihak RS membuat surat rujukan dan juga surat pemberitahuan kepada syahbandar dan nakhoda kapal.

Ketersediaan Tersedia setiap hari dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 08.00 dengan waktu tempuh ke tanjung pinang selama 3,5 jam dan ke batam selama kurang lebih 4 jam.

Waktu tunggu Tidak fleksibel dan harus menunggu sampai pagi karena pukul 07.30 pagi baru kapal di berangkatkan.

Biaya Biaya tiket perjalanan ditanggung pasien untuk yang mampu sedangkan untuk yang tidak mampu ditanggung oleh pemerintah daerah sebesar 150-200 ribu rupiah

Kenyamanan dan keamanan

Karena berukuran besar, maka dari segi keamanan lebih terjamin akan tetapi dari segi kenyamanan relatif kurang baik karena pasien berada bersama-sama dengan hiruk pikuk penumpang biasa.

Rute Rujukan Rujukan antar rumah sakit yakni dari RSUD kabupaten ke RSUD di ibukota provinsi atau ke RS swasta lainnya di Kota Batam.

Kelemahan Tidak tersedia setiap saat dan hanya bisa di akses pada pagi hari dan tidak bisa pada malam hari atau siang hari.

5. Pesawat terbangKarakteristik Deskripsi

Prosedur Pemanfaatan

Masyarakat dan pihak rumah sakit berkoordinasi untuk melakukan rujukan dengan menghubungi pihak penyedia layanan terutama agen penerbangan dan pihak bandara. Layanan ini lebih banyak dipakai untuk rujukan kasus medis yang membutuhkan penanganan segera.

Ketersediaan Tersedia dalam dua kali seminggu Waktu tunggu Tidak fleksibel dan hanya tersedia

sesuai jadwal yang ada Biaya Biaya tiket sebesar 450 ribu rupiah. Kenyamanan dan keamanan

Kenyamanan dan keamanan menggunakan pesawat pasti lebih terjamin dan lebih cepat sampai.

Rute Rujukan Hanya tersedia untuk rujukan dari Lingga ke Batam.

Kelemahan Tidak tersedia setiap saat .

Page 5: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

28 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012

Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan

6. AmbulansKarakteristik Deskripsi

Prosedur Pemanfaatan

Pasien menghubungi petugas puskesmas (bagi puskesmas yang memiliki ambulans), untuk puskesmas yang tidak memliki ambulans maka pasien bersama petugas puskesmas menghubungi pihak UGD rumah sakit dan pihak UGD akan memberitahu sopir ambulans untuk pergi menjemput pasien.

Ketersediaan Tersedia 4 unit ambulans dan 3 sopir di RS Lapangan Lingga dan 3 ambulans dan 3 sopir di RSUD Dabo dan juga ada beberapa di puskesmas

Waktu tunggu Selalu tersedia 24 jam on call Biaya Biaya operasional BBM dan jasa

petugas ditanggung oleh pemerintah daerah bagi pasien tidak mampu.

Kenyamanan dan keamanan

Baik karena memang dibuat khusus untuk layanan pasien.

Rute Rujukan Dari puskesmas ataupun rumah penduduk ke rumah sakit yang berada dalam satu daratan.

Kelemahan Kondisi geografi yang sulit (jalan kurang bagus), kerusakan mobil dan kendala kelangkaan BBM

2. Kebijakan Pembiayaan Sistem RujukanKomitmen Pemerintah DaerahSecara umum, komitmen pemerintah daerah

Kabupaten Lingga cukup tinggi untuk sektor kese-hatan khususnya dalam menjamin penduduknyadalam proses rujukan untuk mengakses layanankesehatan. Hal ini terlihat dari alokasi pembiayaanAPBD kabupaten untuk program pemeliharaankesehatan Jaminan Kesehatan Lingga (JKL) sebesarRp6.653.264.300,00 atau 17,01% dari total belanjalangsung APBD dinas kesehatan. Jaminan Kese-hatan Lingga (JKL) ini diselenggarakan untuk men-jamin penduduk yang kurang mampu yang tidakmendapat jamkesmas dan penduduk kelompok khu-sus. Kelompok khusus adalah penduduk Lingga yangmemiliki karakteristik sebagai berikut: pegawai danguru tidak tetap, tenaga honor harian lepas, tenagahonor komite, segenap perangkat desa, anggotabadan permusyawaratan desa, segenap perangkatlembaga permberdayaan masyarakat desa, seluruhkader PKK, dan seluruh kader posyandu.

3. Kebijakan Pengelolaan Sumber DayaSistem RujukanPengelolaan SDM di PuskesmasSalah satu komponen penting dalam sistem ru-

jukan yaitu kuantitas dan kualitas tenaga kesehatandi tingkat pelayanan kesehatan dasar. Hasil peneli-tian menunjukkan bahwa jumlah tenaga kesehatandi puskesmas dan jaringannya seperti pustu danpolindes saat ini sudah mencukupi. Hal ini didukung

oleh hasil wawancara sebagai berikut: “Kalau dariSumber Daya Manusianya kita masih banyakkekurangannya. Dari dokter kita masih kurang menurutstandar pelayanan, puskesmas rawat inap itu minimalmemiliki dokter umum 2 orang, maksimal 5 orang,kendala dI lapangan pemeriksa penunjang maupunpemeriksa labor.” (Dokter Tajur Biru)

Pengelolaan Sumber Daya Manusia diRumah SakitKomponen ketenagaan yang tak kalah penting-

nya adalah ketenagaan di rumah sakit sebagaitempat rujukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwajumlah tenaga masih kurang terutama dokter umumdan dokter spesialis sedangkan tenaga bidan danperawat relatif cukup. Hampir semua bidan danperawat di UGD rumah sakit telah mendapatpelatihan BTLS.

Networking dalam Meningkatkan KualitasSistem Rujukan Puskesmas dan RumahSakitHasil penelitian menunjukkan bahwa puskes-

mas dan rumah sakit telah menjalin kerja samadalam penanganan rujukan kasus. Bagi puskesmasyang terletak di satu daratan dengan rumah sakityang tidak memiliki ambulans, maka pihak puskes-mas menghubungi sekaligus meminta bantuanambulans ke rumah sakit untuk merujuk pasien.

Rumah Sakit dan Dinas KesehatanKerja sama Dinas Kesehatan Lingga dengan

rumah sakit terkait erat dengan pelaksanaan jamkes-mas dan jamkesda. Hasil peneltian menunjukkanbahwa kerjasama ini meliputi penyediaan layananuntuk pasien jamkesda dan jamkesmas dan layananpendampingan rujukan dari rumah sakit. Kerjasamalainnya adalah untuk penambahan dan kontrak dok-ter spesialis di unit pelayanan kesehatan di RSUDDabo dan RS Lapangan Lingga. Hal ini dibuktikandari hasil wawancara sebagai berikut: “..iya ada, kitamelayani seluruh peserta jamkesmas dan jamkesda.”(Direktur RSUD Dabo).

Dinas Kesehatan dan Institusi KesehatanSwastaKetersediaan sarana atau fasilitas kesehatan

yang memadai merupakan determinan penting da-lam akses masyarakat terhadap pelayanan kese-hatan. Dalam rangka meningkatkan kualitas layanankesehatan dasar dan rujukan, maka pemerintahKabupaten Lingga bekerja sama dengan rumah sakitpemerintah dan rumah sakit swasta di TanjungPinang, Batam dan daerah lainnya. Kerjasama inimeliputi penyediaan layanan kesehatan untuk

Page 6: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 29

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

masyarakat Kabupaten Lingga melalui pembiayaanjamkesda.

PEMBAHASAN1. Pelaksanaan Sistem Rujukan

Alur rujukan yang diidentifikasi di KabupatenLingga adalah mengikuti alur rujukan piramid danada juga yang tidak mengikuti alur rujukan piramidwalaupun dari segi frekuensi, alur rujukan non piramidini lebih kecil. Pasien tidak hanya mencari pelayananke tingkat atas tetapi juga ke tingkat bawah sesuaidengan kebutuhan individu. Pada beberapa negaraberkembang masyarakat sering melewati fasilitaspelayanan tingkat pertama sehingga menyebabkankelebihan kapasitas pada fasilitas pelayanan yanglebih tinggi4. Pada umumnya rujukan kesehatanmengikuti pola pyramid yang dimulai dari pelayanantingkat dasar sampai pelayanan diatasnya, akantetapi beberapa penelitian membuktikan ada pola-pola yang berbeda dalam melakukan rujukan ter-gantung dari keinginan yang menangani denganmelewati tingkatan yang lebih rendah ke tingkatlanjut5. Ada masyarakat di daerah terpencil dengansarana transportasi yang sulit dan sistem pelayanankesehatan yang masih lemah, melakukan rujukansendiri ke fasilitas kesehatan sekunder. Hal ini dilaku-kan sebagai pilihan tercepat yang dapat diambil untukmenghindari komplikasi yang tidak diinginkan.Rujukan non piramid ini juga dapat terjadi karenadilakukan oleh pemberi layanan kesehatan padatingkat lebih rendah. Mayoritas (61%-82%) penggunalayanan rumah sakit bersalin tidak dirujuk olehpetugas kesehatan tetapi atas inisiatif sendiri. Halini dapat terjadi karena kurangnya pemanfaatanfasilitas kesehatan di tingkat bawah atau kurangnyakualitas layanan rujukan di tingkat bawah6.

Pada konteks alur rujukan, penelitian ini mene-mukan bahwa pertimbangan utama dalam memilihtempat rujukan dari puskesmas ke rumah sakit se-bagai penyedia layanan kesehatan sekunder adalahfaktor kedekatan jarak dan kemudahan jangkauan.Alur rujukan selama ini belum sepenuhnya memper-hatikan aspek ketersediaan dan kelengkapan jenislayanan pada fasilitas kesehatan yang dituju. Masihada stigma bahwa jika puskesmas tidak bisa mena-ngani masalah pasien maka rumah sakit menjadipihak yang dianggap bisa menyelesaikan masalahtersebut. Padahal di sisi lain, rumah sakit di daerahbelum tentu memiliki kapasitas untuk menanganimasalah tersebut. Salah satu problem dalam imple-mentasi sistem rujukan adalah keterbatasan sumberdaya dan infrastruktur yang esensial dalam institusikesehatan untuk menyediakan layanan kesehatanyang minimal7.

Pada dasarnya pasien tidak ingin lama-lamamenderita penyakit dan berharap dalam waktusecepat mungkin tenaga kesehatan melakukansesuatu yang bisa menghilangkan penyakitnya.Proses rujukan yang sifatnya formal dan hierarkisdari pustu/puskesmas ke rumah sakit tanpamemperhatikan ketersediaan dan kemampuanlayanan rumah sakit, hanya akan menambahmasalah baru dalam mutu pelayanan kesehatan.Mutu tersebut terkait erat dengan kepuasan pasien.Aspek kesediaan dan kemampuan layanan rumahsakit sangat penting, akan tetapi kurang mendapatperhatian dari penyedia layanan kesehatan sepertirumah sakit dan puskesmas. Beberapa alasan yangmenyebabkan hal tersebut diabaikan adalah 1) needpasien ditentukan oleh tenaga kesehatan, dan 2)pasien tidak memiliki kebebasan memilih untukmenentukan tindakan terbaik untuk diri-nya dalampelayanan kesehatan.

Transportasi RujukanPermasalahan pelayanan kesehatan di daerah

terpencil dapat diatasi dengan adanya pelayanankesehatan yang terintegrasi yaitu kombinasi antaraseluruh kegiatan pelayanan kesehatan terhadappasien dengan kepastian koordinasi dan hubunganantar individual di dalamnya. Sistem kesehatan yangterintegrasi ini terbagi atas dua pendekatan yaitupendekatan institusi dan pendekatan sistem8. Tigakontributor yang dapat membuat integrasi berjalandengan baik adalah pemerintah, tekhnologi dan trans-portasi dengan komponen utama adalah perekrutankomunitas lokal yang memberikan pelayanan kese-hatan berdasarkan kepentingan masyarakat sekitar9.Program pemerintah yang dapat diadopsi sebagaidasar keikut-sertaan masyarakat dalam pelayanankesehatan khususnya pelayanan rujukan adalah pro-gram desa siaga. Desa siaga adalah desa yang me-miliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untukmencegah dan mengatasi masalah-masalah kese-hatan (bencana dan kegawat daruratan kesehatan)secara mandiri1. Untuk meningkatkan kualitas sis-tem rujukan di Kabupaten Lingga, maka salah satustrategi yang harus dilakukan oleh pemerintah daerahadalah revitalisasi kebijakan desa siaga. Point pen-ting dalam pengembangan desa siaga ini perlu diarah-kan pada pemberdayaan masyarakat terutama da-lam penyediaan dan mekanisme transportasi rujukankesehatan.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnyabahwa keberadaan sarana transportasi dalam prosesrujukan adalah hal yang sangat penting. Fasilitastransportasi yang baik pada pelaksanaan rujukanadalah alat transportasi yang sesuai dengan keadaan

Page 7: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

30 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012

Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan

geografis daerah tersebut11. Penelitian ini menemu-kan bahwa sarana transportasi yang digunakan untukproses rujukan dari masyarakat (pengobatan sendiri)ke pustu/polindes dan seterusnya ke puskesmasmasih banyak menggunakan sarana transportasiyang ada di masyarakat seperti pompong, speed-boat, dan ambulans. Sementara itu, untuk transpor-tasi rujukan dari puskesmas ke RSUD lebih banyakmenggunakan kapal puskel, speed boat danambulans.

Dalam konteks keterbatasan alat transportasidari pemerintah (kapal puskel dan ambulans), makadi tingkat desa dan komunitas, penggunaan “pom-pong” dan speedboat sebagai alat tranpostasi rujukanmenjadi sangat relevan dan penting meskipun belumsepenuhnya memberikan kenyamanan dan keaman-an. Melalui pengembangan kebijakan desa siaga,maka pengembangan sistem rujukan perlu meng-akomodasi kearifan lokal yang ada yang bersumberdari masyarakat. Salah satu hal yang dapat mendu-kung terlaksananya aktivitas pelayanan kesehatandi daerah terpencil adalah adanya partisipasi masya-rakat9. Partisipasi masyarakat adalah suatu proseskolaborasi sosial yang tumbuh bersama dengan ma-syarakat meningkatkan aset serta kemampuan un-tuk membuat perubahan sosial sehingga diharap-kan komunitas dapat menyelesaikan permasalahansendiri. Dengan demikian, pengembangan desa siagamenjadi hal yang sangat penting di daerah terpencildan kepulauan11.

Akses terhadap transportasi yang efisien, kuatdan aman di negara berkembang itu terbatas danberdampak terhadap kemampuan individu untukmencari pelayanan kesehatan yang tepat waktu12.Satu hal yang menarik dari penelitian ini adalah keter-sediaan sarana untuk rujukan yang dapat diaksesselama 24 jam melalui telepon namun jumlahnyamasih terbatas. Sarana transportasi rujukan tersebutadalah kapal puskel milik pemerintah. Di sisi lain,karena terbatasnya jumlah puskel dan banyaknyapermintaan rujukan yang datang, maka penggunaansumber daya transport yang ada di masyarakat men-jadi tak terhindarkan. Di satu sisi, sarana yang ber-sumber masyarakat ini memang kurang nyaman dankurang cocok untuk proses rujukan tapi di sisi lain,keberadaan sarana transport tersebut sangat mem-bantu memenuhi kebutuhan emergency pasien. Pela-yanan kesehatan di daerah terpencil yang berkesi-nambungan berjalan dengan baik jika adanya kerja-sama antara petugas kesehatan dengan komunitaslokal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seki-tar13. Penelitian lain juga menemukan peran transpor-tasi lokal dalam pengembangan sistem rujukan.

Bulle merupakan pilihan utama sarana transportasirujukan dari desa ke puskesmas apabila sarana jalandan kondisi geografis tidak memungkinkan untukdilalui kendaraan roda dua di salah satu KabupatenMajene Sulawesi Barat14. Transportasi mempenga-ruhi rujukan karena waktu tempuh menuju rumahsakit akan mempengaruhi kualitas rujukan15.

Layanan PendampinganBagi pasien dengan keluhan penyakit yang

umum maka biasanya perawat yang mendampingi.Akan tetapi, jika pasien dengan masalah kebidananatau melahirkan maka bidan lah yang akan men-dampingi selama proses rujukan. Adanya pendam-pingan oleh tenaga kesehatan memiliki mafaat dalammengurangi tingkat morbiditas16, sebagai contoh, ibubersalin yang dirujuk didampingi bidan, disertaipartograf dan disediakan transportasi pada umumnyamemiliki prognosis yang baik.

Masalah kesehatan dapat terjadi setiap saat.Berkaitan dengan layanan pendampingan dalamproses rujukan maka pemerintah daerah KabupatenLingga perlu meningkatkan jumlah dan jenis tenagakesehatan di desa terutama di pustu dan polindes.Hal ini penting untuk menjaga agar dengan adanyalayanan pendampingan dalam proses rujukan, keter-sediaan tenaga kesehatan tetap ada di masyarakat.

Kendala Pelaksanaan Sistem RujukanSebagus apapun suatu sistem yang dijalankan,

tentu tidak serta merta dapat dinyatakan bahwa sis-tem tersebut sempurna. Hal yang sama juga terjadidalam pelaksanaan sistem rujukan kesehatan yangada di Kabupaten Lingga. Beberapa kendala tersebutadalah kompetensi pegawai di sarana pelayanankesehatan rujukan, kendala geografis, ketersediaanBBM, kelengkapan administrasi rujukan, keterse-diaan tenaga di fasilitas kesehatan primer dan ke-mampuan diagnosis dokter.

Penelitian ini menemukan bahwa salah satu ma-salah dalam pelaksanaan sistem rujukan di Kabu-paten Lingga adalah masalah kompetensi tenagakesehatan. Kesiapan fasilitas kesehatan primer da-lam pemberian layanan kesehatan sangat pentingdalam sektor kesehatan. Salah satu strategi yangpenting untuk meningkatkan kesiapan fasilitas kese-hatan adalah dengan melakukan pelatihan kepadatenaga kesehatan untuk meningkatkan kompeten-si17. Perbaikan kompetensi ini akan sangat menun-jang tugas-tugas pelayanan termasuk di dalamnyapenanganan rujukan jika terjadi komplikasi. Dalamkonteks menurunkan angka kematian ibu, maka pe-latihan yang terkait dengan penanganan komplikasi

Page 8: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 31

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

obstetri sangat penting. Salah satu cara untuk me-ningkatkan kualitas sistem rujukan adalah denganpelatihan bagi tenaga kesehatan yang bekerja padabagian yang berkaitan langsung dengan layanankesehatan baik di tingkat pelayanan kesehatanprimer maupun di rumah sakit18.

Faktor yang mempengaruhi akses masyarakatke rumah sakit adalah faktor geografi19. Dalam artifisik, kendala geografis di darat berhubungan eratdengan kondisi jalan, ketersediaan transportasi danpengaruh musim atau cuaca. Semakin jauh jaraksecara geografis, maka pengorbanan biaya danwaktu menjadi semakin besar. Oleh karena itu, dalammengembangkan sistem rujukan yang optimal perlubekerja sama dengan sektor lain untuk memperbaikisarana dan prasarana transportasi. Dengan demi-kian, untuk transportasi darat, pemerintah daerahkabupaten lingga dalam hal ini dinas kesehatan perlubekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum ter-utama dalam mengadvokasi prioritas pembangunanprasarana wilayah tertentu yang kebutuhan akanlayanan kesehatannya tinggi.

Support system adalah komponen penting ter-utama dalam transportasi rujukan. Penelitian inimenemukan bahwa gangguan pada support systemrujukan memiliki pengaruh yang sangat besar ter-hadap pelaksanaan rujukan. Di Kabupaten Lingga,transportasi andalan untuk rujukan melalui laut ada-lah kapal puskel laut, sedangkan rujukan di daratmengandalkan ambulans. Transportasi laut mem-butuhkan support system terutama ketersediaanbahan bakar minyak. Kelangkaan atau tidak tersedia-nya BBM akan melumpuhkan sistem rujukan. Olehkarena itu, pemerintah daerah harus dapat menjaminketersediaan BBM untuk layanan kesehatan. Untukhal itu, maka kerjasama dengan pihak penjual minyakatau pun dengan agen pemasok minyak perluditingkatkan. Jika memungkinkan, kerja samatersebut di bakukan dalam bentuk MoU.

2. Kebijakan Pembiayaan Sistem RujukanPada dasarnya, kebijakan pembiayaan yang

dilakukan pemerintah Kabupaten Lingga dilakukanpada dua sisi sekaligus yaitu dari sisi demand dandari sisi supply. Dari sisi demand, pemerintah mem-biayai seluruh biaya perawatan dan pengobatanpelayanan kesehatan. Sementara itu, dari sisi sup-ply, pemerintah kabupaten juga membiayai agarsistem pelayanan kesehatan tetap bisa berjalan danmemproduksi layanan bagi masyarakat. Pembia-yaan dari sisi demand terbukti dari alokasi anggarandari APBD untuk jamkesda. Pembiayaan dari sisisupply terbukti dari alokasi anggaran untuk operasio-

nal transportasi rujukan, biaya pemeliharaan kenda-raan rujukan, biaya pendampingan dalam prosesrujukan, biaya pengadaan dokter PTT, kontrak dokterspesialis dan biaya pembangunan sarana kesehatandi daerah kepulauan yang terpencil. Secara umum,pemerintah kabupaten menjalankan misi sosialyakni membebaskan biaya pelayanan kesehatanuntuk masyarakat. Kendala dalam akses terhadappelayanan kesehatan di salah satu rumah sakit diKamboja adalah faktor finansial19. Untuk mengatasihal ini, beberapa NGO lokal yang disupport olehUnicef kemudian mengembangkan “Health EquityFund” untuk meningkatkan akses masyarakat mis-kin terhadap layanan kesehatan di rumah sakit.Namun, pengembangan kebijakan pembiayaan initidak membawa dampak yang signifikan karenahanya menekankan pada sisi demand terhadaplayanan kesehatan dan kurang memberi dukunganterhadap penyediaan sarana dan layanan kesehatandi daerah terpencil.

3. Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalamSistem RujukanPenelitian ini menemukan bahwa masih terdapat

kekurangan dokter umum di tingkat puskesmas.Hampir 30% dari 7500 puskesmas yang ada di In-donesia di daerah terpencil tidak memiliki tenagadokter20. Penelitian ini juga menemukan bahwa dirumah sakit yang ada di Kabupaten Lingga, belumtersedia dokter spesialis yang cukup dan menetap.Pengaturan mekanisme praktik dokter spesialis dirumah sakit juga belum mampu memenuhi kebu-tuhan masyarakat.

Contracting Out Pelayanan KesehatanPrimerUntuk mengatasi persoalan ketenagaan dan

pelayanan kesehatan di daerah terpencil khususnyauntuk pelayanan kesehatan primer di puskemas,pustu atau polindes maka salah satu hal pentingyang harus dilakukan adalah contracting out pela-yanan kesehatan. Contracting out ini ditujukan khu-susnya untuk daerah terpencil yang sulit dijangkauoleh tenaga kesehatan pemerintah. Pihak swastaturut dilibatkan dalam proses pelayanan kesehatan.Contracting out adalah suatu mekanisme pembelianyang digunakan untuk mendapatkan pelayanantertentu selama priode waktu tertentu21. Contractingout sebagai praktik yang dilakukan pemerintah atauperusahaan swasta untuk mempekerjakan agen dariluar sistem kesehatan yang dikelola pemerintahuntuk menyediakan pelayanan kesehatan yangtidak bisa dikelola pemerintah22. Contracting out

Page 9: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

32 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012

Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan

mengandung suatu konsep yang tidak terbatas padahubungan jual beli semata tetapi adanya hubunganyang terus menerus pada suatu periode dalam suatuikatan kontrak.

Mekanisme contracting out ini dapat mening-katkan efisiensi teknis maupun alokatif. Mekanismeini membedakan secara jelas peran sebagai pem-bayar dan peran sebagai penyedia layanan kese-hatan. Contracting out merangsang terjadi kompetisidalam pasar penyediaan layanan kesehatan, mem-perbaiki transparansi dan meminimalkan biaya pro-duksi. Melalui sistem desentralisasi, pemerintah dae-rah lebih leluasa dalam membuat keputusan alokasiyang lebih efisien22. Dengan menyerahkan pelayanankesehatan (contracting out) kepada agen dari luarmaka pemerintah daerah akan lebih fokus dalammenjalankan fungsi sebagai regulator dan pengawaspelayanan kesehatan23.

Alasan lain yang mendukung pilihan untukmelakukan contracting out adalah mendorongperencanaan ke arah yang lebih baik. Adanya con-tracting out, kuantitas dan kualitas pelayanandiidentifikasi dengan jelas karena pemberi kontrakdan penerima kontrak akan berfokus pada hasil-hasilyang terukur secara objektif. Hal inilah yangmendorong perbaikan dalam kualitas perencanaan24.Selain itu, mekanisme ini juga akan mengatasikapasitas absorpsi pemerintah dalam penggunaansumber daya terutama dalam membelanjakan dana-dana yang ada25. Namun, tidak ada suatu pendekatanyang benar-benar sempurna atau lepas darikelemahan. Mekanisme contracting out jugademikian adanya.

Contracting out Pelayanan KesehatanSekunderSelain itu, pengaturan mekanisme praktik

layanan di rumah sakit belum optimal perlu dilakukanpenambahan sumber daya manusia dokter terutamadokter spesialis.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lingga perlu mela-kukan kerja sama dengan provider dokter spesialismisalnya dengan fakultas kedokteran. Kerja samadengan institusi kesehatan menjadi salah satu solusidalam hal penyediaan tenaga kesehatan. Dokterspesialis dipasok oleh provider (fakultas kedokteran)sesuai kebutuhan daerah dan bekerja sesuai kontrakyang disepakati oleh pihak dinas dan pihak fakultas.Bila hal ini berjalan dengan baik dengan sistempengawasan yang memadai maka proses rujukanakan berjalan dengan baik dan layanan kesehatanyang diberikan mampu memenuhi kebutuhan pasien.

Penelitian ini juga menemukan bahwa peme-rintah daerah Kabupaten Lingga telah bekerjasama

dengan beberapa rumah sakit baik rumah sakitpemerintah maupun rumah sakit swasta di wilayahProvinsi Kepulauan Riau. Kerjasama ini dalamkonteks penyediaan layanan untuk pasien yangmendapat jaminan kesehatan daerah. Klaim atassemua biaya pelayanan kesehatan pendudukdengan jaminan kesehatan daerah dapat dilakukanoleh rumah sakit pemerintah/swasta yang adadengan menunjukkan bukti-bukti administrasipelayanan.

Networking dalam Sistem RujukanPada proses rujukan sendiri, salah satu cara

untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi adalahmembangun networking yang kuat antar institusipelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumahsakit. Networking ini penting untuk menjamin kece-patan dan ketepatan penanganan terhadap pasienyang secara langsung mempengaruhi mutu layanankesehatan. Penelitian ini menemukan bahwa prosesnetworking antar puskesmas dengan rumah sakitsebenarnya sudah ada hanya belum berjalan secarabaik. Untuk lebih mengefektifkannya lagi maka perluadanya perjanjian secara tertulis baik berupa pera-turan bupati ataupun perda yang mengatur secarajelas hak dan kewajiban tenaga di puskesmas danrumah sakit.

Pada konteks pembentukan jaringan kerjadalam proses rujukan, maka aspek komunikasi antarinstitusi menjadi sangat penting. Kegagalan sistemrujukan formal disebabkan karena dua hal yaknikurangnya komunikasi informasi dan kurangnya pe-manfaatan layanan ambulans26. Untuk mengatasi-nya maka perlu ada pengorganisasian masing-ma-sing komponen yang ada di setiap fasilitas kese-hatan untuk memobilisasi sumber daya yang adadan bekerja sama dalam suatu sistem yang terinte-grasi. Penelitian lain menunjukkan bahwa pengor-ganisasian rujukan pada sistem kesehatan di bebe-rapa daerah di Afrika masih sangat lemah. Secarateoritis, pusat kesehatan masyarakat di daerah ter-pencil dan rumah sakit di kabupaten harus terhubungsatu sama lain dan sistem rujukan akan menjaminmasalah yang tidak dapat ditangani di pusat kese-hatan masyarakat untuk dapat diatasi oleh rumahsakit kabupaten tepat pada waktunya27.

Networking dalam sistem rujukan sangat mem-pengaruhi kelancaran rujukan dan kualitas layanansecara umum. Beberapa alternatif untuk meningkat-kan respon petugas kesehatan dalam penangananmasalah rujukan di rumah sakit adalah dengan: 1)intervensi ekonomi, 2) perubahan kebijakan danpraktek di rumah sakit dan 3) pendidikan masya-rakat. Konsep pengembangan networking antara pus-

Page 10: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 33

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

kesmas dan rumah sakit di mulai dari adanya per-ubahan kebijakan dan praktek di rumah sakit terse-but. Pemerintah Kabupaten Lingga dalam hal inimelalui dinas kesehatan perlu melakukan koordinasidan memfasilitasi pembentukan jejaring komunikasiantara rumah sakit dan puskesmas. Hal ini sangatpenting karena masih ada problem pertanggung-jawaban hierarkis antara puskesmas dengan rumahsakit. Puskesmas berada di bawah komando dankendali dinas kesehatan, sementara itu, rumah sakitsudah memisahkan diri menjadi suatu lembaga yangsecara organisatoris tidak memiliki keharusan dantanggung jawab langsung kepada dinas kesehatan.

Posisi dinas kesehatan kabupaten menurut Per-aturan Pemerintah (PP) No. 38/2007 tentang pem-bagian urusan pemerintahan sebagai regulator bidangkesehatan di daerah perlu memanfaatkan posisi ter-sebut untuk membangun jejaring antar puskesmasdan rumah sakit. Jejaring komunikasi antara yangmerujuk dengan penerima rujukan belum terjalin, ka-rena belum adanya petunjuk teknis sistem rujukan.Seharusnya pengelolaan rujukan mengenai pengi-riman pasien dilakukan jejaring komunikasi untukmempermudah pelayanan dan meminimalkan resi-ko28. Peran dinas kesehatan dalam penyelenggaraanlayanan rujukan perlu ditingkatkan dalam kontekskerja sama antar institusi kesehatan.

Pengembangan konsep networking ini ditujukanuntuk meningkatkan mutu layanan rujukan. Salahsatu contoh kecil dalam proses networking ini adalahkomunikasi antara puskesmas terutama mengenaikeadaan pasien, proses rujukan dan pembiayaanserta kesiapan rumah sakit dalam transport dan pe-nerimaan rujukan. Salah satu bariers dalam sistemrujukan adalah kurangnya komunikasi yang baik dankoordinasi antar unit dalam sistem kesehatan15.Untuk mengatasinya diperlukan perbaikan sistemrujukan melalui kebijakan standarisasi protokol rujuk-an, prosedur dan praktek termasuk reformasi sistemkesehatan itu sendiri. Salah satu bentuk pengem-bangan networking dalam sistem rujukan adalahdengan sistem elektronik29. Dengan adanya network-ing ini juga akan mendorong terjadinya efisiensilayanan.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

Pelaksanaan sistem rujukan di KabupatenLingga sudah dilakukan untuk meningkatkan aksesmasyarakat terhadap pelayanan kesehatan namunbelum sepenuhnya melibatkan partisipasi masya-rakat dalam suatu sistem pelayanan yang terinte-grasi. Proses rujukan dari pelayanan kesehatan

primer ke pelayanan kesehatan tingkat lanjut belummemperhatikan aspek ketersediaan dan keleng-kapan jenis layanan pada fasilitas kesehatan yangdi tuju.

Kebijakan pembiayaan dalam sistem rujukansudah cukup baik dalam meningkatkan akses ter-hadap layanan kesehatan. Kebijakan pembiayaanyang ada telah mencakup dua aspek baik dari sisidemand yakni jaminan terhadap biaya pengobatandan perawatan kesehatan dan dari sisi supply (sistemkesehatan) yaitu jaminan penyelenggaraan transpor-tasi rujukan, layanan pendampingan rujukan danpercepatan pembangunan fasilitas kesehatan didaerah terpencil.

Pengelolaan sarana dan SDM di puskesmasdan rumah sakit masih belum mampu memenuhikebutuhan masyarakat akan layanan rujukan kese-hatan. Walaupun sebagian besar tenaga kesehatantelah mendapat pelatihan dan tenaga dokter spesialisjuga sudah ada, namun networking dalam prosesrujukan masih dilakukan secara parsial dan belumada sistem jejaring komunikasi yang terintegrasiuntuk seluruh puskesmas dan rumah sakit yang adadi Kabupaten Lingga.

SaranPemerintah daerah dalam hal ini dinas kese-

hatan perlu merevitalisasi sekaligus mempercepatpengembangan desa siaga untuk meningkatkanpartisipasi masyarakat dalam pengembangan sistemrujukan terutama dalam pengambilan keputusanmerujuk dan penyediaan transportasi rujukan.

Kebijakan pembiayaan kesehatan oleh dinaskesehatan Kabupaten Lingga khususnya dalampenyelenggaraan proses rujukan perlu dipertahankandan jika memungkinkan diperluas jangkauan layanandengan menambahkan jumlah kapal puskel. Kedepannya, aksentuasi pembiayaan diarahkan padapenyediaan sarana dan prasarana kesehatan di dae-rah terpencil agar alur rujukan mengikuti pola piramiddengan harapan beban kerja di fasilitas pelayanankesehatan sekunder tidak terlalu meningkat.

Untuk menjamin sustainability dalam penye-lenggaraan rujukan menggunakan puskel laut danambulans maka dinas kesehatan perlu mengadakankerjasama dengan sektor lain yang merupakan sup-port system rujukan yaitu pihak pemasok untukpenyediaan BBMkapal puskel dan dinas pekerjaanumum untuk penyediaan dan perbaikan jalan didaerah terisolir yang memiliki kebutuhan yang tinggiakan layanan kesehatan.

Pemerintah daerah perlu mempertimbangkanuntuk melibatkan agen lain di luar pemerintah dalam

Page 11: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

34 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012

Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan

menyediakan pelayanan kesehatan di daerah ter-pencil dengan mekanisme “contracting out”pelayanan kesehatan.

Dalam rangka meningkatkan efisiensi pelayan-an kesehatan terutama dalam proses rujukan dirumah sakit maka pemerintah daerah melalui direk-tur rumah sakit perlu mempertimbangkan untuk me-nambah beberapa jenis dokter spesialis lagi untukmeningkatkan kualitas pelayanan kesehatanlanjutan.

Dinas kesehatan perlu menginisiasi sekaligusmembentuk dan mengembangkan sistem jejaringkomunikasi (networking) antara seluruh puskesmasdengan rumah sakit dan antara institusi rumah sakitbaik pemerintah maupun swasta dalam pengelolaanproses rujukan untuk meningkatkan mutu layanankesehatan bagi masyarakat (pasien) dan jugakesiapan fasilitas kesehatan dalam menerimarujukan.

REFERENSI1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Roadmap Reformasi Kesehatan Masyarakat,Jakarta, 2010.

2. Dinas Kesehatan Kabupaten Lingga. ProfilKesehatan Kabupaten Lingga Tahun 2010,Lingga, 2011.

3. Yin R K. Studi Kasus Desain dan Metode,Manajemen. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,1996.

4. AfsarHA, Younus M. Patient Referral at Gross-Roots Level in Pakistan. Nature and ScienceJournal, 2004;2(4):18-27

5. Murray S F, Pearson S C. Maternity ReferralSistems in Developing Countries: CurrentKnowledge and Future Research Needs, SocialScience & Medicine, 2006;62, 2205-2215.

6. Omaha K, Mele V, Uehara N, Ohi G. Study of aPatient Referral Sistem in the Republic ofHonduras Area, 1998;13(4).

7. Siddiqi S, Kielmann AA, KhanMS, ALIN,GhaffarA, Sheikh U, Mumtaz Z. TheEffectiveness of Patient Referral in Pakistan.Health Policy and Planning, 16(2): 193–8.

8. Azwar, A. Pengantar Administrasi Kesehatan,Edisi Ketiga, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996.

9. Sheppard L. What the People Want – Deliveryof Health Services in Rural and RemoteAustralia. The Internet Journal of Allied HealthSciences and Practice, 2005;3(4).

10. Poerwani SK, SoegionoKR, Hardewo LKW,Sopacua E, Rahayu, B. Penelitian SistemRujukan Pelayanan Kesehatan. Depkes RI-

Badan Penelit ian dan PengembanganKesehatan, Surabaya, 1983.

11. Kelley LM. Developing Rural CommunitiesCapacity for palliative Care: a conceptual Model.Journal of Palliative (Internet) autumn, 2007:143-53 Available from:hhtp://roquestmedicallibrary.c.id, diakses tanggal 10 Februari 2011.

12. Forster G, Simfukwe V, Barber C. Use ofIntermediate Modes of Transport for PatientTranspor a Literature Review Contrasted with theFindings of the Transaid Bicyle AmbulanceProject in Eastern Zambia. Transaid-transport forlife. 137 Euston Road, london NW1 2AA, 2009.

13. Rygh EM, Hjortdahl P. Continues and IntegratedHealth Care Service in Rural Areas. A LiteratureStudy. Rural and Remote Health journal. July2007:766–78. http://rrh.deakin.edu.au, Diaksestanggal 10 Februari 2011.

14. Bunda SM. Akses dalam Sistem RujukanPuskesmas Daerah Terpencil di KabupatenMajene Sulawesi Barat, Tesis, UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta, 2008.

15. Macintyre K, Hotchkiss RD, Referral Revisited:Community Financing Schemes andEmergency Trannsport in Rural Africa, SOC SciMed, 1999;49:1473-1487.

16. Nkyekyer K. Peripartum Referral to Korle BuTeaching Hospital, Ghana-Descriptive Study.TropMed Int Health, 2000;5(11):811-817.

17. Ramarao S, Caleb L, KhanM, Townsend, JW.Safer Maternal Health in Rural Uttar Pradesh:Do Primary Health Services Contribute? HealthPolicy and Planning, 2001;16(3):256–263

18. Sanders D, Kravitz J, Slewin S, Mckee M.Zimbabwe’s Hospital Referral System: Does itWork? Health Policy and Planning,1998;13(4):359-370.

19. HardemanW, Van Damme W, Van Pelt M, PorIR, Kimvan H, Meessen, B. Access to HealthCare For All? User Fees Plus a Health EquityFund in Sotnikum, Cambodia. Health PolicyAnd Planning, 2004;19(1): 22–32.

20. Kurniati, Anna. Incentives for Medical Workersand Midwives in Very Remote Areas. AnExperience f rom Indonesia. http://indonesiannursing.com/2010/07, Diaksestanggal 5 Maret 2011.

21. Harding A, Preker Eds. Private Participation inHealth Services. Washington, World Bank, DC,2003.

22. Pavignani, Enrico and Colombo, Sandro. Module7. Analysing Patterns of Health Care Provision.www.who.int, Diakses tanggal 7 Januari 2011.

Page 12: KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN … · 2012. 12. 12. · 26 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 Ignasius Luti, dkk.: Kebijakan Pemerintah

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 01, No. 1 Maret 2012 35

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

23. Loevinsohn B. Contracting for the Delivery ofPrimary Health Care in Cambodia: Design andInitial Experience of a Large Pilot-Test.Washington, World Bank, DC, 2006.

24. Murti B. Contracting Out Pelayanan Kesehatan:Sebuah Alternatif Solusi KeterbatasanContracting Out for Health Service, JurnalManejemen Pelayanan Kesehatan,2006;09(03):109-117.

25. Liu X, Hotchkiss D R, Bose S, Bitran R, GiedionU. Contracting for Primary Health Services:Evidence on Its Effects and a Framework forEvaluation. PHRPlus Project unded by USAID.http://www.phrplus.org. Diakses tanggal 10Februari 2011.

26. Nakahara S, SaintS, Sann S, Ichikawa M,KimuraA, Eng L, Yoshida, Katsumi. ExploringReferral Systems for Injured Patients in Low-Income Countries: a Case Study f romCambodia. Health Policy and Planning 2010;25:319–27

27. Mwangome FK, Holding PA, Songola KM,Bomu GK. Barriers to Hospital Delivery in a ruralsetting in Coast Province, Kenya: CommunityAttitude and Behaviours. Rural and RemoteHealth 12: 1852. Available: http://www.rrh.org.au, Diakses tanggal 22 Januari 2012.

28. Nurjayanti. Manajemen PenangananKegawatdaruratan Obstetri Pada PuskesmasPoned Di Kabupaten Dompu Provinsi NusaTenggara Barat. Tesis. Fakultas Kedokteran,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2011.

29. Gandhi TK, Keating NL, Ditmore M, et al.Improving Referral Communication Using aReferral Tool within an Electronic MedicalRecord. In: Henriksen K, Battles JB, Keyes MA,et al., editors. Advances in Patient Safety: NewDirections and Alternative Approaches (Vol. 3:Performance and Tools). Agency for HealthcareResearch and Quality (US), Rockville (MD),2008.