Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten …

9
Sub Tema 4. Menguatkan Kerangka Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Jangka Menengah dan Panjang. Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebagai Penyokong Pangan Ibukota Negara Baru Ringkasan Rencana pemindahan ibukota oleh Presiden Jokowi ke Kalimantan Timur tepatnya di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara akan diikuti dengan kebutuhan supplai bahan makanan pokok khususnya beras. Sepertihalnya Ibukota Negara sekarang yaitu Jakarta yang memerlukan supplai beras dari daerah sekitarnya bahkan untuk Pasar Induk Cipinang bahkan mengambil pasokan dari Jawa Tengah, Jawa Timur bahkan Sulawesi Selatan. Melihat hal tersebut tentunya beberapa daerah di sekitar rencana ibukota baru harus disiapkan sebagai penyangga dalam menyediakan kebutuhan daerah ibukota dan daerah pengembangan sekitarnya. Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), 2018 (https://www.bps.go.id/ dynamictable/ 2015/09/10/895/ luas-lahan- sawah-menurut-provinsi-ha-2003-2015.html, diakses 23 Oktober 2018) merupakan daerah yang memiliki lahan sawah terbesar diantara lima provinsi lain di Pulau Kalimantan. Dibandingkan lima Kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang terdekat dengan lokasi rencana Ibukota baru yaitu Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Kotabaru, maka berdasarkan data dari Provinsi Kalimantan Selatan Dalam Angka Tahun 2019, Kabupaten Hulu Sungai Tengah merupakan penghasil terbesar padi dengan total produksi sebanyak 142.120 ton dan memiliki produktivitas tertinggi di Provinsi Kalimanan Selatan dengan 52,30 Kuintal/Hektar. Dengan berdasarkan data Geospasial dapat diprediksikan kelebihan yang dimiliki oleh Kabupaten Hulu Sungai Tengah secara geografis, pengembangan pertanian dan sektor pariwisata dalam mendukung rencana perpindahan ibukota baru. Berdasarkan data jalan dari Badan Informasi Geospasial (BIG) maka diperoleh jarak tempuh melalui jalan negara sejauh 374 kilometer. Jarak yang relatif menguntungkan dibandingkan mengambil pasokan dari Provinsi lain melalui jalur laut. Mengingat perubahan lahan yang semakin besar di Pulau Kalimantan menyebabkan perubahan iklim dengan semakin memanasnya suhu udara yang menyebabkan kebakaran hutan di lahan-lahan gambut. Iklim yang semakin tidak stabil juga menyebabkan perubahan musim yang sulit diprediksi. Suhu yang semakin memanas juga menyebabkan perubahan pola tanam dan semakin sulitnya para petani khususnya pertanian tadah hujan dalam mengolah lahannya. Konsep Pertanian Cerdas-Iklim / Climate-smart agriculture (CSA) menjawab tantangan untuk memenuhi permintaan pangan, serat dan bahan

Transcript of Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten …

Page 1: Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten …

Sub Tema 4. Menguatkan Kerangka Kebijakan Pembangunan

Berkelanjutan (SDGs) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Jangka

Menengah dan Panjang.

Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten Hulu

Sungai Tengah sebagai Penyokong Pangan Ibukota Negara Baru

Ringkasan

Rencana pemindahan ibukota oleh Presiden Jokowi ke Kalimantan Timur tepatnya di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara akan diikuti dengan kebutuhan supplai bahan makanan pokok khususnya beras. Sepertihalnya Ibukota Negara sekarang yaitu Jakarta yang memerlukan supplai beras dari daerah sekitarnya bahkan untuk Pasar Induk Cipinang bahkan mengambil pasokan dari Jawa Tengah, Jawa Timur bahkan Sulawesi Selatan. Melihat hal tersebut tentunya beberapa daerah di sekitar rencana ibukota baru harus disiapkan sebagai penyangga dalam menyediakan kebutuhan daerah ibukota dan daerah pengembangan sekitarnya.

Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), 2018 (https://www.bps.go.id/ dynamictable/ 2015/09/10/895/ luas-lahan-sawah-menurut-provinsi-ha-2003-2015.html, diakses 23 Oktober 2018) merupakan daerah yang memiliki lahan sawah terbesar diantara lima provinsi lain di Pulau Kalimantan. Dibandingkan lima Kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang terdekat dengan lokasi rencana Ibukota baru yaitu Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Kotabaru, maka berdasarkan data dari Provinsi Kalimantan Selatan Dalam Angka Tahun 2019, Kabupaten Hulu Sungai Tengah merupakan penghasil terbesar padi dengan total produksi sebanyak 142.120 ton dan memiliki produktivitas tertinggi di Provinsi Kalimanan Selatan dengan 52,30 Kuintal/Hektar.

Dengan berdasarkan data Geospasial dapat diprediksikan kelebihan yang dimiliki oleh Kabupaten Hulu Sungai Tengah secara geografis, pengembangan pertanian dan sektor pariwisata dalam mendukung rencana perpindahan ibukota baru. Berdasarkan data jalan dari Badan Informasi Geospasial (BIG) maka diperoleh jarak tempuh melalui jalan negara sejauh 374 kilometer. Jarak yang relatif menguntungkan dibandingkan mengambil pasokan dari Provinsi lain melalui jalur laut.

Mengingat perubahan lahan yang semakin besar di Pulau Kalimantan menyebabkan perubahan iklim dengan semakin memanasnya suhu udara yang menyebabkan kebakaran hutan di lahan-lahan gambut. Iklim yang semakin tidak stabil juga menyebabkan perubahan musim yang sulit diprediksi. Suhu yang semakin memanas juga menyebabkan perubahan pola tanam dan semakin sulitnya para petani khususnya pertanian tadah hujan dalam mengolah lahannya.

Konsep Pertanian Cerdas-Iklim / Climate-smart agriculture (CSA) menjawab tantangan untuk memenuhi permintaan pangan, serat dan bahan

Page 2: Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten …

bakar yang terus meningkat, meskipun iklim sedang berubah dan lebih sedikit peluang untuk ekspansi pertanian di lahan tambahan. CSA berfokus pada pembangunan ekonomi, pengurangan kemiskinan dan ketahanan pangan; menjaga dan meningkatkan produktivitas dan ketahanan fungsi ekosistem alami dan pertanian, sehingga membangun modal alam; dan mengurangi pertukaran yang terlibat dalam mencapai tujuan-tujuan ini. (Steenwerth et al., 2014). Pertanian cerdas - iklim (CSA) adalah pendekatan untuk membantu sistem pertanian di seluruh dunia, dengan fokus pada perubahan iklim global, mitigasi perubahan iklim, dan keamanan pangan global - melalui kebijakan, praktik, dan pendanaan inovatif. (Torquebiau, Rosenzweig, Chatrchyan, Andrieu, & Khosla, 2018).

Pendahuluan

Pada konferensi perubahan iklim di Paris pada bulan Desember 2015, dicapai kesepakatan yang berisi tujuan dan mekanisme untuk menanggapi perubahan iklim dan mengikat kewajiban bagi semua Pihak. Perjanjian Paris adalah hasil negosiasi di bawah Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) dan melampaui Protokol Kyoto, yang hanya melakukan sejumlah Pihak terbatas untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka. Kesepakatan Paris menetapkan tujuan jangka panjang untuk membatasi peningkatan suhu rata-rata global hingga jauh di bawah 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, dan mengejar upaya untuk membatasi kenaikan suhu ini hingga 1,5 derajat C. Ini juga termasuk tujuan untuk meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan dampak buruk perubahan iklim dan membuat aliran keuangan konsisten dengan jalur menuju emisi gas rumah kaca yang rendah. Penyusunan konvensi internasional tentang perubahan iklim dimulai di Toronto Conference pada tahun 1988, yang dapat dilihat sebagai titik awal negosiasi iklim internasional. Pada Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro pada tahun 1992, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim ditandatangani, yang menetapkan kerangka kerja untuk menegosiasikan perjanjian tertentu, seperti Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris. (Papas, 2017 : 94–114).

Kesepakatan Paris bertujuan untuk memperkuat respon global terhadap ancaman perubahan iklim dan menentukan tujuan jangka panjang mengenai suhu rata-rata global, adaptasi terhadap perubahan iklim dan aliran keuangan (Tabel 1)

Tabel 1. Tujuan jangka panjang dari Perjanjian Paris (Papas, 2017)

Tujuan Susunan kata dalam perjanjian Paris

Temperature goal

Menahan kenaikan suhu rata-rata global hingga jauh di bawah 2 derajat C di atas tingkat pra-industri dan mengejar upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat C di atas tingkat pra-industri, dengan mengakui bahwa ini akan secara signifikan mengurangi risiko dan dampak perubahan iklim.

Adaptation goal

Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan dampak buruk perubahan iklim dan menumbuhkan ketahanan iklim dan rendahnya emisi gas rumah kaca, dengan cara yang tidak mengancam produksi pangan.

Goal of “low emissions”

finance flows

Membuat aliran keuangan konsisten dengan jalur menuju emisi gas rumah kaca yang rendah dan pembangunan yang tahan terhadap iklim.

Page 3: Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten …

17 Tujuan Sustainable Development Goals yaitu : (1) Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya di mana-mana; (2) Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi serta mempromosikan pertanian berkelanjutan; (3) Memastikan kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan bagi semua orang di semua usia; (4) Memastikan pendidikan berkualitas inklusif dan adil dan mempromosikan peluang pembelajaran seumur hidup untuk semua; (5) Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan; (6) Memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua; (7) Memastikan akses ke energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan dan modern untuk semua; (8) Mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, inklusif dan berkelanjutan, pekerjaan penuh dan produktif serta pekerjaan yang layak untuk semua; (9) Membangun infrastruktur tangguh, mempromosikan industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan dan mendorong inovasi; (10) Mengurangi ketidaksetaraan di dalam dan di antara negara-negara; (11) Membuat kota dan pemukiman manusia Tujuan inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan; (12) Pastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan; (13) Ambil tindakan mendesak untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya; (14) Menghemat dan secara berkelanjutan menggunakan lautan, laut dan sumber daya laut untuk pembangunan berkelanjutan; (15) Melindungi, memulihkan, dan mempromosikan pemanfaatan ekosistem darat secara berkelanjutan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi desettifikasi, dan menghentikan serta membalikkan degradasi lahan dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati; (16) Promosikan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, berikan akses ke keadilan untuk semua dan bangun institusi yang efektif, bertanggung jawab dan inklusif di semua tingkatan; dan (17) Memperkuat sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan. (UN, 2015 : 11).

Tujuan SDGs yang kedua yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi serta mempromosikan pertanian berkelanjutan sangat tepat dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian. Disebutkan dalam Kabupaten Hulu Sungai Tengah Dalam Angka Tahun 2019 bahwa sebanyak 43,48 persen penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama dan jenis kelamin di kabupaten hulu sungai tengah, 2018 pada sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan.

Tujuan dan Metode

Tujan dari policy paper ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kesiapan Kabupaten Hulu Sungai Tengah dalam menyikapi perubahan iklim yang sangat erat kaitannya dengan sektor pertanian. Sehingga dapat diperoleh informasi terkait agro-wilayah berdasarkan perubahan iklim salah satu indikasinya adalah hotspot di Bangladesh dengan referensi khusus untuk CSA.

Metode yang digunakan adalah Climate-Smart Agriculture (CSA) adalah

pendekatan integratif untuk meningkatkan produktivitas, meningkatkan ketahanan, dan meminimalkan emisi gas rumah kaca. Metode penelitian yang digunakan adalah campuran, yaitu tinjauan literatur, diskusi dengan para pelaku, dan mengumpulkan informasi dari lapangan. Data lapangan dihasilkan dengan survei lapangan yaitu wawancara dengan para pelaku pertanian serta pengambilan koordinat lokasi menggunakan alat Global Positioning System (GPS) tipe Navigasi dan Geodetik.

Page 4: Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten …

Permasalahan

Berkurangnya lahan pertanian sebagai akibat pertumbuhan dan kebutuhan penduduk yang pesat serta berkurangnya sumber daya manusia pengelola pertanian, merupakan faktor penting penyebab berkurangnya ketahanan pangan. Ketergantungan pangan antarnegara diprediksi masih dapat berkembang seiring bertambahnya jumlah penduduk. (Buku Putih Pertahanan RI, 2015 : 17).

Di Negara berkembang seperti Afrika, Asia dan Amerika Latin terjadi migrasi yang cepat dari sektor pertanian tradisional ke sektor perkotaan modern akibat pertambahan populasi penduduk. (Xiao & Zhao, 2018). Bagi petani lahan pertanian adalah kunci untuk produksi pertanian dan sumber mata pencaharian penting. (Su, Li, Li, & Wang, 2018).

Sepanjang wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Kalimantan Timur yang dua Kabupatennya sebagai Calon ibukota Negara memiliki potensi pertambangan batubara yang besar. Selain meningkatkan pendapatan daerah, pertambangan juga memiliki efek negatif apabila penangan lingkungan selama dan pasca penambangan kurang diperhatikan. Banyaknya lokasi KP, PKP2B dan Kontrak Karya dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. KP, PKP2B dan KK sepanjang Kalsel dan Kaltim (Sumber : ESDM,

BIG, Bappeda Kalsel) diolah 2019 Maraknya pertambangan dan perkebunan kelapa sawit semakin

mengurangi jumlah lahan pertanian. Apabila tidak diperhatikan dengan serius maka mengancam kehidupan para petani yang menggantungkan kehidupannya di sektor pertanian.

Analisis dan alternatif kebijakan

Secara topografi, Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdiri dari 3 (tiga) wilayah, yaitu: kawasan rawa, dataran rendah dan wilayah pegunungan Meratus. Semuanya berada pada ketinggian antara terendah (-6) -7 m seluas 24.586,15

Page 5: Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten …

Ha, >7-25 m seluas 30.839,69 ha, >25-100 m seluas 22.251,72 ha, >100-500 m seluas 49.030,5 ha, >500-1.000 m seluas 41.216,73 ha dan tertinggi > 1.000 m seluas 9.152,63 ha yang berada di Gunung Halau-Halau/Gunung Besar Pegunungan Meratus dengan ketinggian ± 1.851 m di atas permukaan laut. Kemiringan tanah bervariasi yaitu terendah 0-2 % seluas 132.517,72 ha, >2-15 % seluas 20.168,37 ha, >15-40 % seluas 21.336,86 ha dan >40 % seluas 3.054,46 ha. (RPJMD Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2016 – 2021).

Melihat kondisi geografi diatas serta mayoritas penduduknya bekerja pada sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, maka pengembangan yang paling utama adalah pada sektor tersebut.

(Gratzer & Keeton, 2017) membahas peranan masyarakat pedesaan di pegunungan yang sangat berperan menghadapi banyak tantangan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Adanya ancaman global seperti perubahan iklim berhasil diperangi melalui mitigasi dan adaptasi. Agenda 2030 membayangkan pola produksi berkelanjutan dengan ekonomi dan lembaga inklusif, efektif. Ini adalah relevansi khusus untuk komunitas gunung, di mana penduduknya sebagian besar adalah penduduk pedesaan dan setengah dari penduduk pedesaan mengalami kerawanan pangan dan sering sangat bergantung pada sumber daya hutan. Hutan pegunungan juga berkontribusi terhadap kesejahteraan manusia di luar komunitas lokal: melalui fungsi-fungsi seperti layanan iklim dan hidrologi yang disediakan di skala regional dan global, dan memanen komoditas yang diperdagangkan di berbagai skala ekonomi. (1) potensi hutan pegunungan untuk membantu mencapai SDG di daerah pegunungan dan sekitarnya, (2) potensi SDG untuk membantu memecahkan masalah sosial ekonomi dan ekologi yang parah di daerah pegunungan berhutan, dan (3) tantangan dan peluang yang terkait dengan menerapkan SDGs. Membangun hubungan yang jelas antara pemanfaatan berkelanjutan dan perlindungan hutan pegunungan.

Apa yang disampaikan oleh Gratzer & Keeton ini sejalan dengan usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan agar masyarakat dayak yang ada di pegunungan terpencil yang berada di areal kawasan hutan lindung menikmati akses jalan setapak dan jembatan yang memadai untuk mereka dapat menjual hasil perkebunannya serta anak-anak mereka yang berada di usia wajib belajar menikmati pendidikan.

Gambar 2. Rencana Akses jalan setapak yang bisa dilalui sepeda motor ke

sekolah dan pasar terdekat

Page 6: Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten …

Akses jalan bekas zaman penjajahan Belanda dan bekas jalan perusahan kayu telah banyak menghilang jejaknya sehingga kembali ditelusuri serta banyak jembatan yang telah hilang akibat terkena banjir. Hal ini menyebabkan warga yang ingin menjual hasil buminya harus melewati sungai yang berarus deras dan apabila sedang meluap maka mereka harus bermalam di pinggir sungai. Hal ini menyebabkan anak-anak kesulitan untuk bersekolah karena menempuh jalan yang berbahaya bagi keselamatan jiwanya. Warga balai Adat Manggajaya masih kesulitan menyekolahkan anaknya ke desa terdekat yaitu desa Juhu yang keseluruhan wilayahnya juga berada di kawasan hutan lindung.

Gambar 3. Jembatan terputus dan ada yang memang belum ada

Gambar 4. Kekayaan alam Indonesia dan generasi penerus yang membutuhkan

pendidikan

Page 7: Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten …

Selain daerah pegunungan sebagai penghasil sumber daya air bagi

daerah dibawahnya, maka di bagian tengah dan bawah juga harus mendapatkan perhatian serius. Sebagai daerah berpotensi tambang satu-satunya yang tidak melakukan penambangan batubara. Sejalan dengan program pemerintah pusat untuk menjadikan Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebagai salah satu lumbung pangan dengan meningkatkan saluran Waduk Batang Alai sampai tersier, menjadikan Kabupaten ini sebagai penyokong Ibukota Baru.

Gambar 5. Survei lahan sawah

Dengan jarak hanya 374 Kilometer dan dapat dipangkas lagi apabila dilakukan pembangunan jalan baru apalagi adanya kereta api.

Gambar 6. Jarak Kab. Hulu Sungai Tengah – Rencana Ibukota

Page 8: Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten …

Adopsi praktik CSA, manajemen risiko iklim dan energi dan biofuel (tema 1); Adaptasi dan ketidakpastian, ekosistem hutan dan jasa ekosistem, pedesaan dan perubahan iklim (metrik). Tema 3 termasuk penelitian desain yang menjembatani disiplin ilmu, mengintegrasikan input pemangku kepentingan untuk secara langsung menghubungkan ilmu pengetahuan, tindakan dan tata kelola. (Steenwerth et al., 2014). Pekerjaan yang efektif dalam CSA akan melibatkan para pemangku kepentingan, mengatasi masalah tata kelola, meninjau ketidakpastian, manfaat dan manfaat sosial, dan menetapkan pendanaan iklim dalam kerangka kerja pembangunan hijau. Di sini, pendekatan sosioekologis dimaksudkan untuk mengurangi kontroversi pembangunan yang terkait dengan CSA dan untuk mengidentifikasi teknologi, kebijakan dan pendekatan untuk produksi pangan berkelanjutan dan pola konsumsi dalam iklim yang berubah. (Steenwerth et al., 2014). Pertanian cerdas iklim (CSA) adalah pendukung pengembangan pembangunan pertanian di bawah realitas perubahan iklim. (Thornton et al., 2018). Bagaimana cara meningkatkan ketahanan pangan, dampak perubahan iklim pada pertanian dan pertanian pada perubahan iklim. Upaya implementasi berbasis proyek pemerintah di Amerika Serikat. (Mahashin & Roy, 2018). Perlindungan lingkungan dan sosial diperlukan untuk memastikan bahwa inisiatif CSA sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan, baik di tingkat pertanian dan sistem pangan. (Torquebiau et al., 2018). Intelijen pertanian yang dihadapkan dengan tantangan iklim. (Fallot, 2016). Preferensi petani didasarkan pada karakteristik sosial-ekonomi dan zona curah hujan mereka. (Khatri-Chhetri, Aggarwal, Joshi, & Vyas, 2017).

Rekomendasi

Agar Kabupaten Hulu Sungai Tengah yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, maka menjaga hutan di pegunungan meratus mutlak dilakukan. Sebagai satu-satunya Kabupaten yang memiliki tambang dan berada di hulu sungai yang tidak menambang, maka kebijakan tidak menambang harus tetap dipertahankan. Ditambah kebijakan tidak melakukan penanaman sawit yang akan mengganggu pekerjaan penduduk dibidang perikanan.

Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat maka : (1) Menolak pertambangan dan perkebunan sawit; (2) Memberikan insentif pupuk dan fasilitas pertanian untuk menanam bahan pokok; (3) Memberikan pelatihan untuk menjadikan wilayah pegunungan meratus dan wilayah rawa sebagai desa wisata.

Kesimpulan

Meningkatkan pendapatan daerah tidak selalu harus mengeksploitasi alam dengan menambang atau menanam tanaman industri seperti kelapa sawit. Dengan Pertanian cerdas – iklim / Climate-Smart Agriculture (CSA) diharapkan adanya pertanian berkelanjutan. Percuma pendapatan daerah besar namun rakyatnya hidup melarat dan tidak sejahtera.

Referensi

Fallot, A. (2016). Témoignage sur la conférence « Climate-smart agriculture 2015 » (Montpellier, 16-18 mars 2015). Natures Sciences Sociétés, 24(2), 151–153. https://doi.org/10.1051/nss/2016013

Gratzer, G., & Keeton, W. S. (2017). Mountain Forests and Sustainable Development: The Potential for Achieving the United Nations’ 2030 Agenda. Mountain Research and Development, 37(3), 246–253.

https://doi.org/10.1659/MRD-JOURNAL-D-17-00093.1

Page 9: Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Kabupaten …

Khatri-Chhetri, A., Aggarwal, P. K., Joshi, P. K., & Vyas, S. (2017). Farmers’ prioritization of climate-smart agriculture (CSA) technologies. Agricultural Systems, 151, 184–191. https://doi.org/10.1016/j.agsy.2016.10.005

Mahashin, M., & Roy, R. (2018). Mapping Practices and Technologies of Climate-Smart Agriculture in Bangladesh. Journal of Environmental Science and Natural Resources, 10(2), 29–37. https://doi.org/10.3329/jesnr.v10i2.39010

Papas, M. (2017). The 2030 Sustainable Development Agenda and the Paris Climate Agreement - taking urgent action to combat climate change: how is Australia likely to fare? Asia Pacific Journal of Environmental Law, 20(1), 94–114. https://doi.org/10.4337/apjel.2017.01.04

Steenwerth, K. L., Reynolds, M. P., Sandoval Solis, S., Sischo, W. M., Lubell, M. N., Msangi, S., … Jenkins, B. M. (2014). Climate-smart agriculture global research agenda: scientific basis for action. Agriculture and Food Security, 3(1), 56. Retrieved from http://dx.doi.org/10.1186/2048-7010-3-

11%5Cnhttp://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=agr&AN=IND600813230&site=ehost-live

Su, B., Li, Y., Li, L., & Wang, Y. (2018). How does nonfarm employment stability influence farmers’ farmland transfer decisions? Implications for China’s land use policy. Land Use Policy, 74(17), 66–72. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2017.09.053

Thornton, P. K., Whitbread, A., Baedeker, T., Cairns, J., Claessens, L., Baethgen, W., … Keating, B. (2018). A framework for priority-setting in climate smart agriculture research. Agricultural Systems, 167(February), 161–175. https://doi.org/10.1016/j.agsy.2018.09.009

Torquebiau, E., Rosenzweig, C., Chatrchyan, A. M., Andrieu, N., & Khosla, R. (2018). Identifying Climate-smart agriculture research needs. Cahiers Agricultures, 27(2). https://doi.org/10.1051/cagri/2018010

UN. (2015). Transforming our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development. New York. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Xiao, W., & Zhao, G. (2018). Agricultural land and rural-urban migration in China: A new pattern. Land Use Policy, 74(May 2017), 142–150. https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2017.05.013