KEBIJAKAN GAMAL ABDUL NASSER TENTANG NASIONALISASI...
Transcript of KEBIJAKAN GAMAL ABDUL NASSER TENTANG NASIONALISASI...
KEBIJAKAN GAMAL ABDUL NASSER TENTANG NASIONALISASI
TERUSAN SUEZ DAN DAMPAKNYA TERHADAP MESIR
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Mengambil Gelar
Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh:
Hikmatul Bilqis
NIM 1112022000020
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS
ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M/1440 H
iii
iv
v
iv
ABSTRAK
Hikmatul Bilqis. Kebijakan Gamal Abdul Nasser Tentang Nasionalisasi
Terusan Suez Dan Dampaknya Terhadap Negara Mesir, 2019
Skripsi ini bertujuan menganalisa kebijakan nasionalisasi Terusan Suez yang
dibuat oleh Gamal Abdul Nasser serta dampaknya dalam hal ekonomi
Mesir.Kebijakan nasionalisasi ini menyebabkan terjadinya Krisis Suez yang
berujung pada invansi militer tiga Negara ke Mesir, yakni Inggri, Perancis dan
Israel.Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yaitu heuristik,
verifikasi, interpretasi dan historiografi.Penulis menggunakan sumber primer
berupa lampiran pidato Gamal Abdul Nasser saat mengumumkan nasionalisasi
Terusan Suez.Penulis menjadikan Analisis Kebijakan Publik yang gagas oleh
William N Dunn, sebagai landasan penulisan penelitian ini. Dunn,
mengemukakan bahwa proses analisis kebijakan adalah serangkaian
aktivitasintelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya
bersifat politis.Penulismengkajiapakah yang menjadikan Gamal Abdul Nasser
berani membuat kebijakan nasionalisasi Terusan Suez. Untuk itu, penulis
menelisik lebih jauh kebijakan- kebijakan yang dilakukan Gamal Abdul Nasser
dalam masa pemerintahannya.
Penulis mendapatkan temuan bahwa Krisis Suez dilatarbelakangi oleh k Gamak
Abdul Nasser dengan gagasan Sosialisme Arab serta kepentingan Gamal Abdul
Nasseruntuk membangun Bendungan Aswan yang akan memberikan pengaruh
besar untuk kehidupan pertanian di Mesir dan terbebas sepenuhnya dari pengaruh
penjajah dalam segala aspek kehidupan bernegara. Terusan Suez menjadi milik
Mesir dengan kompensasi nasionalisasi Terusan Suez sebesar 26,5 juta
Poundsterling.
Kata Kunci: Nasionalisasi Terusan Suez, Gamal Abdul Nasser, Negara Mesir
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam.Alhamdulillah,
dengan rasa syukur , akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang Nasionalisasi Terusan Suez dan
Dampaknya Terhadap Mesir”. Meskipun penulis menyadari bahwa studi ini
masih jauh dari kesempurnaan.Namun penulis memiliki keyakinan bahwa studi
ini bisa memberikan tambahan khazanah sejarah khususnya yang berkaitan
dengan kajian Timur Tengah pada umumnya dan wilayah Mesir pada khususnya.
Proses penulisan skripsi ini tidak bisa dilepaskan dari berbagai pihak yang
dengan tulus hati dan kesabarannya memberikan tenaga, waktu, ilmu, semangat,
hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A. selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Saeful Umam, M.A. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. H. Nurhasan, M.A. selaku Ketua Program Studi Sejarah dan Peradaban
Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang
senantiasa memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
4. Solikhatus Sa‟diyah, M.Pd. selaku sekretaris Program Studi Sejarah dan
Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
yang dengan sabar mengurusi semua administrasi terkait penyelesaian
program studi Sejarah dan Peradaban Islam.
5. Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah meluangkan waktu dalam membimbing penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Dr. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag. selaku Dosen Penguji I yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya sehingga skripsi ini menjadi lebih
baik.
vi
7. Dr. Parlindungan Siregar,M.Ag.selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya sehingga skripsi ini menjadi lebih
baik.
8. Terimakasih kepada seluruh Dosen Prodi Sejarah Peradaban Islam yang
telah memberikan ilmunya selama menempuh pendidikan di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Terimakasih kepada pimpinan dan staff Perpustakaan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu penusli
dalam mencari dan mengumpulkan data untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Drs. Dahlan dan Siti Saodah, S.Ag selaku ayahanda dan ibunda tercinta
atas dukungan kepada penulis
11. Sarif Hidayatullah,S.Sos.I, M.S.I, selaku suami tersayang atas
dukungannya kepada penulis
12. Muhammad „Ibaadurrahman, selaku anak pertama sebagai motivasi
penulis
13. Nida Maisyah Arrobiyah, Muhammad Ibnu Sina dan Nabila Quwatuz
Zakiroh, adik-adik tersayang.
14. Kawan-kawan seperjuangan Program Studi Sejarah dan Peradaban
Islamangkatan 2012, khususnya konsentrasi Timur Tengah. terimakasih
atas diskusi-diskusi kajiannya selama ini.
15. Agidia Oktavia, Irma Fauziah, Fitriana, Teti Nurjannah,Ayu Fitri Sofya,
Dwi Septiani dan Rosyiana Dewi selaku sahabat yang telah memberikan
dorongan serta masukannya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Jakarta, 13 Mei 2019
Hikmatul Bilqis
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .......................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Permasalahan ..................................................................................... 5
1. Identifikasi Masalah ..................................................................... 5
2. Pembatasan Masalah .................................................................... 5
3. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 6
F. Landasan Teori .................................................................................. 8
G. Metode Penelitian .............................................................................. 9
H. Sistematika Penulisan ........................................................................ 11
BAB IIGAMBARAN UMUM PEMERINTAH MESIR
A. Gambaran Pemerintahan Mesir Sebelum Gamal Abdul Nasser ....... 13
B. Kondisi Mesir Pada Masa Gamal Abdul Nasser ............................... 15
BAB IIIKEBIJAKAN GAMAL ABDUL NASSER
TENTANGNASIONALISASI TERUSAN SUEZ
A. Kebijakan Gamal Abdul Nasser Tentang Nasionalisasi
Terusan Suez ...................................................................................... 22
B. Respon dari Kebijakan Nasionalisasi Terusan Suez ......................... 27
viii
BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN NASIONALISASI TERUSAN SUEZ
A. Latarbelakang Nasionalisasi Terusan Suez ............................................. 29
B. DampakNasionalisasi Terusan Suez Bagi Mesir ................................... 37
1. Bidang Ekonomi .............................................................................. 41
2. Bidang Politik .................................................................................. 43
3. Bidang Sosial ................................................................................... 43
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 45
B. Saran ......................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 48
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mesir mendapatkan kemerdekaannya secara independen pada tahun 1922
M, akan tetapi kemerdekaan ini dianggap semu karena Inggris masih tetap
menempatkan pasukannya dan terlibat dalam pengurusan negara. Terjadinya
kudeta Mesir membuka gerbang terpilihnya Gamal Abdul Nasser sebagai
Presiden Mesir pada tahun 1952 M dalam pemerintahan Republik Mesir.
Diharapkan dengan terpilihnya Gamal Abdul Nasser sebagai presiden Mesir dapat
senantiasa membuat kebijakan Mesir baik dalam negeri maupun luar negeri, baik
dibidang politik, ekonomi, maupun sosial dibuat untuk senantiasa terbebas dari
pengaruh asing.
Pembangunan Terusan Suez diprakasai oleh seorang insinyur Prancis
bernama Ferdinand de Lesseps antara tahun 1859 M -1869 M. Dengan adanya
pembangunan Terusan Suez, terjadi perubahan navigasi dunia yang memotong
jalur Afrika sekitar 5000 ml, dengan begitu Terusan Suez menawarkan rute yang
paling efisien antara Eropa menuju Samudera Hindia, Australia, dan Timur Jauh.
Terusan Suez adalah wujud nyata perubahan yang terjadi pada Mesir,
karena menjadi pintu masuk pelayaran dari berbagai penjuru dan menjadikan Kota
Suez sebagai kota pelabuhan yang ramai.Terusan Suez kemudian menciptakan
perubahan yang lebih besar bagi Mesir, diantaranya adalah mendorong kemajuan
perdagangan Mesir melalui aktivitas ekspor dan impor Mesir dengan memperoleh
devisa dari perdagangan tersebut serta pelayaran pelabukan melalui bea masuk
terusan. Lebih jauh, zona di sepanjang Terusan Suez telah menciptakan kawasan
industri, yang hasil utamanya diantaranya adalah tekstil, bahan kimia, besi,
minyak serta olahannya.Dengan demikian, Terusan Suez menjadi pemacu
perekonomian yang lebih meningkat bagi Mesir.
Diyakini dengan nasionalisasi Terusan Suez diharapkan laba Terusan
2
Suez1 menjadi simbol dari kebangkitan Mesir sehingga mampu menggandakan
jumlah lahan pertanian, menyediakan listrik tenaga air untuk industri serta
diharapkan mampu memperoleh menggalangkan dana untuk membiayai
pembangunan infrastruktur Mesir secara besar-besaran.2
Permasalahan yang kemudian muncul adalah bahwa kepemimpinan dunia
saat itu sedang berada dalam suasana Perang dingin antara Amerika dan Uni
Soviet (Tahun 1947-1989) maka, kebijakan yang diambil oleh seorang Gamal
Abdul Nasser menjadi sorotan penting bagi negara yang bersitegang ini. Pada
tanggal 26 Juli 1956 M Gamal Abdul Nasser mengejutkan dunia dengan
mengumumkan nasionalisasi Terusan Suez. Nasionalisasi3 Terusan Suez adalah
sebuah kebijakan yang sangat berani ditengah kepentingan negara-negara besar
terhadap peran penting Terusan Suez.Terusan Suez memberikan pengaruh yang
signifikan dalam pembangunan perekonomian banyak negara, terutama bagi
negara-negara Eropa Barat khususnya Inggris dan Prancis.
Nasionalisasi Terusan Suez ini dinilai sebagai respon4 dari pemerintah
Mesir yang telah merencanakan proyek Bendungan Aswan akan tetapi pada
tanggal 19 Juli 1956 M Inggris dan Amerika yang menjadi pendukung keuangan
utama dalam pembangunan Bendungan Aswan secara resmi mengundurkan diri
dari tawaran untuk memberikan bantuan kepada Mesir.5
Tujuan utama dari pembangunan Bendungan Aswan ini adalah untuk
meningkatkan perekonomian. Dengan bendungan tersebut dapat membantu sektor
pertanian Mesir, karena fungsi bendungan sebagai irigasi bagi pertanian yang
dapat mengendalikan Sungai Nil dari potensi banjir dan kekeringan.Di samping
itu pula, Bendungan Aswan mampu mendukung kegiatan peternakan dan
1World Affairs Institute,“Background of Suez,” World Affairs, Vol. 119, No. 3 (Fall,
1956), h. 73. 2World Affairs Institute,“Background of Suez,” World Affairs, Vol. 119, No. 3 (Fall,
1956), h. 72. 3Nasionalisasi dalam KKBI na·si·o·na·li·sa·si n proses, cara, perbuatan menjadikan
sesuatu, terutama milik asing menjadi milik bangsa atau negara, biasanya diikuti dng penggantian
yg merupakan kompensasi. 4
Gamal Abdul Nasser terpaksa menasionalisasi Terusan Suez sebagai balasan atas
penolakan John Foster Dulles, dan penolakan Bank Dunia dalam membiayai proyek Bendungan
Aswan yang dipandang sebagai satu hal yang dapat menarik negara Mesir keluar dari kemiskinan,
lihat : Marsot, A History Of Egypt From The Arabs Conquest To The Present,h.133. 5World Affairs Institute,“Background of Suez,” World Affairs, Vol. 119, No. 3 (Fall,
1956), h. 73.
3
perikanan.Dalam peternakan, kini banyak petani yang mulai mengembangkan
ternaknya dengan cara-cara modern.Adapun, perikanan darat banyak diusahakan
di Sungai Nil dan di kawasan bendungan. Lebih jauh, Bendungan Aswan juga
sebagai pembangkit tenaga listrik.Dengan demikian, Bendungan Aswan telah
menjadi sendi terpenting di Negara Mesir, khususnya bagi perekonomian Mesir.
Nasionalisasi ini mendapatkan respon dan pengaruh langsung dari negara-
negara yang berkepentingan dengan Terusan Suez khususnya bagi Inggris, Prancis
dan Israel, dengan berbagai alasan.Sir Robert Anthony Eden, perdana menteri
Inggris, merasa terhina dengan adanya nasionalisasi Terusan Suez untuk alasan
pribadi maupun alasan politik dan ekonomi. Inggris dan Prancis bergantung pada
minyak yang dikirimkan melalui Terusan Suez sebagai sumber daya energi
mereka. Ancaman itu merupakan ancaman langsung terhadap industri dan
kesejahteraan dua negara tersebut.6 Prancis pun geram dengan usaha Gamal
Abdul Nasser tersebut. Pada satu sisi, sejak tahun1954 M Prancis terjerat dalam
perang kemerdekaan Aljazair dan pemerintah Prancis menduga bahwa Aljazair
dibantu, dibiayai oleh Mesir. Pemerintah Prancis percaya bahwa tanpa dukungan
Mesir, Aljazair tidak akan memiliki kekuatan yang kuat dalam
pemberontakannya. Untuk semua alasan tersebut, Israel, Inggris, dan Prancis
melancarkan serangan tripartit untuk melawan Mesir pada Oktober 1956 M.
Inggris dan pemerintah Prancis mengasumsikan serangan akan menyebabkan
orang Mesir menyalahkan rezim militer, sehingga mereka akan menggulingkan
pemerintahan Gamal Abdul Nasser. Pemerintah Prancis beranggapan bahwa
mereka bisa menemukan beberapa rezim politisi yang akan memimpin
pemerintahan baru dengan lebih loyalitas kepada penjajah. Perhitungan tersebut
ternyata terbukti tidak berdasar.
Rezim Gamal Abdul Nasser tetap tidak jatuh. Di sisi lain invasi Inggris
dan Prancis ke Mesir dilakukan dengan begitu ceroboh dan memalukan. Lambat
laun, invasi sedikit demi sedikit, tidak terkoordinasi dan membangkitkan kritik
dari seluruh dunia.Amerika Serikat dan Uni Soviet yang turut menghentikan
pertempuran dan menyesalkan invasi di Mesir oleh tiga negara.Pemerintah
Amerika Serikat bersikeras bahwa pertempuran harus dihentikan dan pasukan
6Afaf Lutfi Al-Sayyid Marsot, A History Of Egypt From The Arabs Conquest To The
Present, 2th ed. (New York: Cambridge University Press, 2007), h. 132.
4
musuh mundur dari semua wilayah Mesir.PBB menegosiasikan gencatan senjata
pada tanggal 6 November 1956 M, setelah seminggu pertempuran, Pasukan PBB
yang dikirim ke Mesir bertindak sebagai zona penyangga antara Israel.Pasukan
Israel dipaksa untuk mundur ke batas-batas mereka sebelumnya ketika Pasukan
PBB mendarat di Mesir pada tanggal 22 Desember 1956.7
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Foster Dulles, atas nama
Amerika Serikat, Prancis dan Inggris, membuat perencanaan empat poin untuk
menyelesaikan krisis internasional ini, diantaranya:
1) Pengoperasian Terusan Suez harus sesuai dengan Konvensi
Konstantinopel tahun 1888 yang disepakati oleh sembilan negara, yang
menyepakati bahwa kanal akan dibuka untuk semua jalur pengiriman baik
dalam keadaan damai maupun perang. Operasi ini harus menjadi tanggung
jawab dewan internasional, yang akan didirikan oleh PBB. Mesir harus
turut serta dan tidak boleh didominasi oleh kekuatan tunggal atau kekuatan
kelompok. Fungsinya agar tidak merugikan penggunaan kanal oleh
kekuatan apapun.
2) Pengaturan baru harus mengakui hak Mesir dengan berlaku adil dari setiap
keuntungan dalam penggunaan kanal.
3) Kompensasi yang adil harus dibayarkan kepada pemegang saham yang
menasionalisasikan Suez Canal Company.
4) Arbitrase harus disepakati untuk menyelesaikan perselisihan yang
mungkin ditimbulkan dari prinsip-prinsip ini.8
Kebijakan nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh Gamal Abdul
Nasser merupakan bukti hilangnya monarki yang membuat banyak orang percaya
bahwa hal itu juga berarti akhir dari campur tangan Inggris dalam politik Mesir,9
dan dimulainya era Republik Mesir. Dengan demikian juga rencana pembangunan
Terusan Aswan yang dicanangkan Gamal Abdul Nasser dapat terwujud. Biaya
pembangunan Bendungan Aswan didanai dengan dana yang diperoleh dari
Terusan Suez dan dibantu pula oleh pemerintah Uni Soviet. Meskipun
pembangunan proyek ini memakan waktu yang lama yaitu kira-kira 11 tahun,
namun hasil yang diperoleh dari pembangunan Bendungan Aswan tidaklah sia-
sia, karena memiliki manfaat yang besar bagi Mesir.
Dari beberapa uraian diatas, ada beberapa hal yang menurut penulis
menarik untuk diteliti, yaitu terkait sikap Gamal Abdul Nasser yang dalam
7Marsot, A History Of Egypt From The Arabs Conquest To The Present, h. 136.
8World Affairs Institute,“Background of Suez,” h. 73.
9Marsot, A History Of Egypt From The Arabs Conquest To The Present, h. 127.
5
kepemimpinannya mampu menasionalisasikan Terusan Suez dengan sangat
berani.
Dari uraian di atas, ada beberapa hal yang menurut penulis menarik untuk
diteliti, yaitu terkait latar belakang Gamal Abdul Nasser menempuh langkah
berani dalam membuat kebijakan untuk menasionalisasikan Terusan Suez.
Dipilihnya kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang nasionalisasi Terusan
Suez sebagai kajian dikarenakan penulis memiliki akses terhadap sumber-sumber
tertulis, baik berupa buku, jurnal, maupun artikel, terutama naskah dari pidato
Gamal Abdul Nasser yang mengumumkan bahwa dirinya menasionalisasi Terusan
Suez. Adapun dipilihnya Dampak dari nasionalisasi terhadap ekonomi Mesir
karena permasalahan ekonomi merupakan hal yang paling menonjol untuk
membandingkan dengan pemerintahan sebelumnya.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
masalah yang di identifikasikan, antara lain :
a. Motif kebijakan nasionalisasi Terusan Suez
b. Dampak kebijakan nasionalisasi Terusan Suez
c. Kuatnya pengaruh konflik krisis Terusan Suez
d. Proses penetapan kebijakan nasionalisasi Terusan Suez oleh
pemerintah Mesir.
2. Pembatasan Masalah
Dengan demikian penulis membatasi penelitian ini pada dua hal,
yakni ;
a. Latar belakang kebijakan nasionalisasi Terusan Suez.
b. Dampak dari kebijakan nasionalisasi Terusan Suez
3. Rumusan Masalah
Perumusan masalah Nasionalisasi ini adalah :
1. Apa latar belakang kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang
nasionalisasi Terusan Suez?
2. Bagaimana dampak kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang
nasionalisasi Terusan terhadapMesir?
6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui latar belakang kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang
nasionalisasi Terusan Suez.
b. Menjelaskan dampak kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang nasionalisasi
Terusan Suez terhadap Mesir.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu:
a. Bagi Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam.
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah mahasiswa
yang sedang menempuh pendidikan di Program Studi Sejarah dan
Peradaban Islam dapat mengetahui dan menambah wawasan mengenai
sejarah nasionalisasi Terusan Suez oleh Gamal Abdul Nasser di Mesir.
b. Bagi Fakultas Adab dan Humaniora
Penelitian ini dapat digunakan sebagai literature dalam pengkajian
sejarah Mesir, khususnya pada masa Gamal Abdul Nasser.
c. Bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi koleksi penelitian
ilmiah di perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta khususnya mengenai Mesir.
E. Tinjauan Pustaka
Sepanjang yang penulis ketahui terdapat beberapa buku, artikel dan jurnal
hasil dari penelitian sebelumnya yang menjelaskan tema yang berkaitan dengan
kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang Nasionalisasi Terusan Suez, yakni
a. Kajian Tentang Nasionalisasi Terusan Suez dan Kepentingan Negara-
Negara Barat (1956-1957)10
,karya Alfin Nurtsabit A. dari Jurusan
Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
Skripsi ini dimuat di website Lumbung Pustaka Universitas Negeri
10
Alfin Nurtsabit A, “Kajian Tentang Nasionalisasi Terusan Suez dan Kepentingan
Negara-Negara Barat (1956-1957),” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Yogyakarta, 2013).
7
Yogyakarta11
dan dapat diakses oleh penulis, akan tetapi ketika penulis
mengakses karya tersebut karya yang dicantumkan dengan karya yang
dapat diakses tidak sesuai hal ini penulis dapati ketika penulis membaca
BAB 1 sampai BAB 5 karena kesalahan teknis pihak Admin Pendidikan
Sejarah Fakultas Ilmu Sejarah. Sehingga penulis hanya dapat mengakses
hasil ringkasan dalam karya tersebut. Karya Alfin Nurtsabit A membahas
mengenai latarbelakang terjadinya nasionalisasi Terusan Suez serta reaksi
dari negara-negara Barat yang berkepentingan di Terusan Suez. Skripsi ini
lebih memfokuskan permasalahan pada narasi penyebab dan dampak
konflik dari nasionalisasi bagi negara Barat.Perbedaan dengan skripsi
penulis adalah dalam skripsi karya Alfin menjadikan Kebijakan dari
Gamal Abdul Nasser tentang nasionalisasi Terusan Suez terhadap
kepentingan negara Inggris, Prancis dan Israel dalam hubungan politik luar
negeriyang disertai dengan penjabaran dampak dari negara yang
bersinggungan konflik pasca-nasionalisasi sebagai obyek kajian utama.
Sehingga hemat penulis, meskipun sama-sama membahas nasionalisasi
Terusan Suez namun pendekatan obyek kajiannya sangat berbeda dan
permasalahannya berbeda karena dalam hal ini penulis akan membahas
mengenai substansi dan arah kebijakan dari nasionalisasi Terusan Suez ini
dalam kacamata dalam negeri ditambah dengan dampak kebijakan itu
sendiri terhadap perekonomian di Mesir.
b. GamalAbdul Nasser dan Perannya dalam Penentuan Kebijakan Mesir
(1952-1970)12
karyaKrida Amalia dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi lebih banyak menggambarkan
kajiannya mengenai peranan kebijakan Gamal Abdul Nasser terhadap
politik, sosial dan ekonomi di Mesir selama masa jabatannya sebagai
presiden Mesir menyangkut kebijakan dalam negeri mapun luar negeri.
Dalam skripsi ini Krida hanya sedikit menyinggung mengenai
nasionalisasi Terusan Suez sebagai bagian dari sebuah reaksi pengambilan
keputusankarenapembatalan bantuan untuk Mesir dalam pembangunan
11
http://eprints.uny.ac.id/21670/ 12
Krida Amalia Husna, “Gamal Abdul Nasser dan Perannya dalam Penentuan Kebijakan
Mesir (1952-1970),” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, 2010).
8
Bendungan Aswan oleh Menteri Luar Negeri Amerikal, Dulles. Dalam
karyanya ini, Krida memuat bahasan tentang nasionalisasi Terusan Suez
pada sub-bab sikap Nasser terhadap Blok Barat dan Blok Timur yang ada
ditulis di bab IV dengan judul Peran Nasser di Dunia Internasional dan
Hubungan Diplomatik yang dipertegas dengan kalimat, “Perang Suez
pada akhirnya berakhir dengan naiknya popularitas Nasser ditengah
Bangsa Arab dan jatuhnya nilai tawar Blok Barat di Mesir”. Akan tetapi
secara jelas objek kajian Krida sangatlah berbeda dengan apa yang penulis
susun. Dalam hal ini, Krida hanya membahas nasionalisasi terusan Suez
sebagai salah satu bentuk kebijakan dari Gamal Abdul Nasser dalam
pemerintahannya sebagai objek kajiannya sehingga masalah nasionalisasi
tidak menjadi fokus dalam kajiannya sedangkan penulis sendiri
menjadikan kebijakan nasionalisasi terusan suez sebagai fokus utama yang
bersifat krusial dalam pengambilan kebijakan Gamal Abdul Nasser
sebagai pembuat kebijakan.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang penulis telusuri dapat dipahami bahwa
terdapat beberapa penelitian yang mengulas Nasionalisasi terusan Suez.Tinjauan
pustaka tersebut sama-sama memaparkan gambaran pemerintahan Gamal Abdul
Nasser beserta kebijakannya saat berkuasa di Mesir pada saat itu. Namun, untuk
membedakan dengan tinjauan pustaka di atas, maka pembahasan dari tulisan ini
akan lebih spesifik dan berfokus hanya pada satu kebijakan, yaitu Kebijakan
Gamal Abdul Nasser Tentang Nasionalisasi Terusan Suez.
F. Landasan Teori
Penelitian ini bermaksud mengupas sejarah dari kebijakan publik, yakni
tentang sebuah kebijakan publik yang berdampak pada ekonomi sebuah
negara.Dalam kajian ini penulis menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan
politik untuk melihat aspek secara struktural pemerintahan dan pendekatan
ekonomi yang merupakan dampak dari kebijakan publik dari sebuah
pemerintahan.
Pendekatan politik yang dilakukan penulis mengacupada konsep
9
kebiajakan publik Dye13
, mengemukakan : ―Public policy is what ever
governments choose to do or not to do”, konsep ini menjelaskan bahwa kebijakan
publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak
dilakukan. Menurutnya bahwa apabila pemerintah memilih untuk melakukan
sesuatu maka harus ada tujuan dan kebijakan negara tersebut harus meliputi
semua tindakan pemerintah, bukan semata-mata pernyataan keinginan pemerintah
atau pejabatnya. Dengan demikian kebijakan menurt Dye merupakan upaya untuk
memahami:
1. Apa yang dilakukan dan atau tidak dilakukan oleh pemerintah,
2. Apa penyebab atau yang mempengaruhinya, dan
3. Apa dampak dari kebijakan tersebut jika dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan.
Dalam kaitan inilah maka mudah dipahami jika kebijakan acap kali
diberikan makna sebagai tindakan politik.Sehubungan dengan hal tersebut penulis
dalam penelitian ini menjadikan Analisis Kebijakan Publik yang gagas oleh
William N Dunn, sebagai landasan penulisan penelitian ini. Dunn,
mengemukakan bahwa proses analisis kebijakan adalah serangkaian
aktivitasintelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya
bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan
kebijakan dan diaktualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung
yang diatur menurut urutan waktu penyusunan agenda, formulasi kebijakan,
adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.
Dalam hal ini, Gamal Abdel Nasser sebagai kepala pemerintahan yang
menetapkan kebijakan nasionalisasi Terusan Suez tidak mendasarkan
kebijakannya ini sebagai sebuah kebijakan gertakan semata yang tidak beralasan
tanpa tujuan.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif historis deskripstif untuk
memaparkan dan menjelaskan serta mengalisis data historis melalui pendekatan
13
Arifin Tahir, Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, (Jakarta Pustaka Indonesia Press, 2011) h.45.
10
politik,14
melalui tahapan- tahapan yakni (1) Pemilihan Topik ngumpulan Data, (2)
Kritik, (3) Interpretasi, (4) Historiografi.15
1. Pemilihan Topik
Dalam penelitian ini penulis memilih topik dampak kepala negara
dalam menentukan kebijakan.Topik yang telah penulis pilih kemudian
penulis batasi dari segi tempat dan peristiwa yang terjadi. Penulis focus
dalam penelitian yang berjudul Kebijakan Gamal Abdul Nasser Tentang
Nasionalisasi Terusan Suez Dan Dampaknya Terhadap Mesir. Penulis
membatasi topic dalam judul skripsi tersebut berdasarkan ketertarikan
penulisan terhadap isu nasionalisasi di Mesir.
2. Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Dalam proses heuristik penulis menggunakan metode kepustakaan.
Sumber-sumber tulisan dibagi atas dua jenis: Sumber primer dan sumber
sekunder.16
Sumber primer yang digunakan dalam skripsi ini adalah
a. Dokumen pidato Nasionalisasi Terusan Suez, tersedia dalam
http://nasser.bibalex.org/Speeches/browser.aspx?SID=495&la
ng=en
Dokumen tersebut merupakan pidato yang disampaikan
saat nasionalisasi Terusan Suez pada tanggal 26 Juli
1956.Tersedia juga dalam bentuk audio.
Adapun sumber sekunder yang digunakan dalam skripsi ini adalah:
a. Artikel-artikel dari koran BBC antara tahun 1952 hingga 1957
yang dimuat kembali dalam www.bbc.com
b. Jurnal yang dapat diakses penulis melalui website
https://elibraryusa.state.gov/ yang dapat mengakses Literature
Resource Center, ProQuest Research Library, ebrary, JSTOR
dan Britannica Academic.
c. data-data sekunder berupa buku, artikel, majalah, dan tesis
yang penulis temukan di Perpustakaan Nasional, Perpustakaan
14
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah h.4 15
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta : iara Wacana, 2013), h.68-82. 16
Gottschalk, Mengerti Sejarah, h. 43.
11
Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas
Adab dan Humaniora,dan situs internet.
3. Kritik Sumber (Verifikasi)
Kritik yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah kritik
intern.Peneliti memverifikasi sumber primer yang berbentuk digital
dengan bantuan sumber sekunder yakni buku-buku maupun jurnal yang
terbit.
4. Interpretasi
Proses interpretasi dalam penelitian ini adalah dengan memberikan
penafsiran dan penjelasan terhadap data yang diperoleh dengan teori
terkait serta menggunakan pendekatan yang berkaitan dengan
pembahasan. Dalam hal ini, pendekatan yang penulis gunakan ialah
pendekatan Analisis Kebijakan Publik yang gagas oleh William N Dunn.
5. Historiografi
Proses penulisan dalam skripsi ini dimulai dengan memaparkan
latarbelakang terjadinya peristiwa, kemudian dilanjutkan dengan
memberikan respon serta dampak yang terjadi dari kebijakan Gamal
Abdul Nasser tentang Nasionalisasi Terusan Suez.
H. Sistematika Penulisan
Secara Keseluruhan skripsi ini terbagi menjadi lima bab, adapun susunan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I :Berisikan Pendahuluan yang terdiri atas penjabaran singkat permasalahan
yang menjadi fokus kajian, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori, serta sistematika penulisan.
BAB II :Membahas mengenai kondisi Pemerintahan Mesir.Hal ini meliputi
pemerintahan Mesir sebelum Gamal Abdul Nasser serta kondisi Mesir saat
pemerintahan Gamal Abdul Nasser.
BAB III :Membahas mengenai kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang
nasionalisasi Terusan Suez beserta respon dari kebijakan Gamal Abdul Nasser
tentang nasionalisasi Terusan Suez.
BAB IV :Membahas mengenai latar belakang Gamal Abdul Nasser tentang
12
nasionalisasi Terusan Suez dan dampak kebijakan nasioanalisasi Terusan Suez
bagi Mesir hal ekonomi di Mesir
BAB V :Berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan yang merupakan jawaban
dari permasalahan dalam penelitian ini, dan saran-saran yang menjadi masukan-
masukan untuk perbaikan penelitian berikutnya.
13
BAB II
GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN MESIR
Mesir adalah negara yang kaya dengan sejarah dan berbagai
peninggalannya sesuai dengan kurun waktu yang telah dilaluinya, yaitu zaman
Fir‟aun, zaman Romawi/Masehi dan zaman Islam. Mesir terletak di belahan utara
benua Afrika, berbatasan dengan Laut tengah di sebelah utara, Libya sebelah barat
dan Jalur Gaza dan Laut Merah di sebelah timur, dan Sudan sebelah selatan.
Adapun sebagian wilayah Mesir, yaitu Semenanjung Sinai, merupakan bagian
dari benua Asia.1
Pertama, Gambaran Pemerintah Mesir Sebelum Gamal Abdul Nasser.
Kedua, Kondisi Mesir Pada Masa Gamal Abdul Nasser
A. Gambaran Pemerintah Mesir Sebelum Gamal Abdul Nasser Nasser
Dalam buku History of Egypt yang ditulisNaiem A. Sherbiny, Omaima M.
Hatem menjelaskan runtutan kepemimpinan yang ada di Mesir.yaitu,
Pertama,Penaklukan Arab atas Mesir dan akhir kekuasaan Dinasti Ayyubi
(639-1250 M).Kedua, Dinasti Mamluk (1250-1516 M). Ketiga, Kepemimpinan
Turki Utsmani (1516–1805 M).Keempat,Awal mula sistem negara (1805–
1922).Kelima, Eksperimen liberal, (1922-1952 M).Keenam, Masa Kepemimpinan
Gamal Abdul Nasser (1952-1970 M).Ketujuh, Dari Kepemimpinan Sadat sampai
Mubarak, (1970-2007).
Lika liku terpilihnya Gamal Abdul Nasser sebagai presiden republik Mesir
berawal ketika turunnya Farouk dari tahta tertinggi Mesir mengakibatkan
kosongnya pemerintahan di Mesir.Hal ini menjadikan Revolutionary Command
Council (RCC) menjalankan politik Mesir sampai dengan tahun 1953.Langkah
pertama yang diambil oleh Revolutionary Command Council (RCC) adalah
membubarkan partai politik yang dilaksanakan pada tanggal 16 Januari
1953.Selain itu, diumumkan pula kepada seluruh masyarakat Mesir bahwa selama
masa transisi, seluruh kebijakan politik diatur sepenuhnya oleh Revolutionary
Command Council (RCC) baik mengenai kebijakan dalam negeri maupun luar
1Kedutaan Besar Republik Indonesia Mesir, Selayang Pandang Mesir. 2014
14
negeri.
Pemerintahan di bawah Revolutionary Command Council (RCC)
direncanakan akan berjalan selama tiga tahun, sesuai dengan kesepakatan pada
tanggal 10 Februari 1953. Revolutionary Command Council (RCC)menjalankan
pemerintahan Mesir dengan semangat revolusioner.Secara umum, belum banyak
yang berubah dari kondisi sebelumnya.Revolutionary Command Council (RCC)
cenderung mengisi kekosongan pemerintahan saja tanpa mengubah aturan yang
sudah ditetapkan sebelumnya. Selain menjalankan pemerintahan,
Pada tanggal 18 Juni 1953, Revolutionary Command Council (RCC)
mengumumkan penghapusan sistem monarki Mesir menjadi sebuah negara
republik.Berkaitan dengan berdirinya Republik Mesir, Mesir harus segera
mengangkat seorang presiden sebagai kepala negara Mesir.Setelah beralihnya
Mesir pada sistem pemerintahan republik, Mesir masih dihadapkan dengan
berbagai pertikaian politik baik secara internal maupun eksternal.
Muhammad Naguib dan Gamal Abdul Nasser sama-sama memiliki
kepentingan dalam pemerintahan Mesir.Sering terjadi perselisihan pendapat di
antara keduanya, namun perselisihan tersebut dapat diredamkan.Gamal Abdul
Nasser berperan sebagai pimpinan delegasi perundingan yang membicarakan
konflik Terusan Suez antara Inggris dengan Mesir pada tanggal 27 Juli
1954.Mulai saat itulah mata dunia melihat Gamal Abdul Nasser sebagai perwira
muda yang mampu membawa perubahan besar bagi Mesir.Gamal Abdul Nasser
dengan pelan namun pasti menggeser pamor Muhammad Naguib sebagai presiden
Mesir.
Persaingan yang terjadi antara Muhammad Naguib dan Gamal Abdul
Nasser sebenarnya sudah dimulai sejak proses peralihan pemerintahan monarki ke
republik. Pada saat itu, Muhammad Naguib sebagai presiden terpilih ingin
langsung mengadakan pemilu untuk memilih anggota parlemen dan
mengembalikan pemerintahan negara ke tangan sipil. Namun, Gamal Abdul
Nasser berpendapat bahwa sebaiknya pemerintah memulihkan keadaan sosial dan
ekonomi yang hancur pasca Revolusi Mesir23 Juli 1952 terlebih dahulu,
kemudian barulah dilaksanakan pemilu.
Gamal Abdul Nasser memang secara intensif mengikuti perkembangan
15
politik Mesir dan tidak segan-segan untuk turun tangan apabila dirasa
perlu.Gamal Abdul Nasser selalu memberikan catatan kecil kepada Muhammad
Naguib setiap pengambilan kebijakan pemerintahan.Gamal Abdul Nasser yang
berusia jauh lebih muda kini tidak segan-segan untuk menegur atau menekan
Muhammad Naguib sebagai presiden.Pemilu yang sejak terbentuknya republik
sudah diidam-idamkan oleh Muhammad Naguib akhirnya terlaksana.Pemilu
dilaksanakan pada bulan Juni 1956.Dalam pemilu tersebut, akhirnya Gamal Abdul
Nasser terpilih sebagai presiden menggantikan Muhammad Naguib.Hal tersebut
merupakan cita-cita Gamal Abdul Nasser sejak awal, yaitu menundukkan
pemerintahan Mesir di bawah kekuasaannya.Gamal Abdul Nasser tampil sebagai
penguasa defacto Mesir pada tanggal 18 Juni 1956.
Terpilihnya Gamal Abdul Nasser menjadi Presiden pada pemerintahan
Mesir merupakan gerbang awal bagi hadirnya berbagai kebijakan selama
berkuasa.Gamal Abdul Naser bukan saja sebagai orang yang mencanangkan
revolusi Arab.
B. Kondisi Mesir Pada Masa Gamal Abdul Nasser
Gamal Abdel Nasser, Arab Jamal Abd al-Nasirlahir 15 Januari 1918 di
Alexandria,Mesir dan meninggal padatanggal 28 September 1970 di Kairo.
Prestasi dalam hal politik di dapati Gamal Abdul Nasser ketika ia masih menjadi
Perwira Mesir, kemudian naik berpindah menjadi perdana menteri Mesir pada
tahun 1954-1956, serta menjadi Presiden Mesir pada tahun 1956-1970. Gamal
Abdul Nasser dinilai sebagai pemimpin yang kontroversial dari dunia Arab,
dengan kepiawaiannya ia menciptakanRepublik Arab tahun 1958-1961 M, selain
itu dinilai sangat berani karena melawan Israel yakni pada tahun 1956 saat Krisis
Suez dan tahun 1967 saat Perang Enam Hari.2
Dalam pemerintahan Nasser, ia menggunakan Reformasi politik domestik
dengan mengeluarkan konstitusi baru yang kemudian disetujui oleh rakyat melalui
referendum nasional yang diadakan pada tanggal 23 Juni 1956. Selain itu, Nasser
juga melakukan reformasi ekonomi dengan menjalankan retribusi tanah, promosi
pembangunan industri dan perluasan kesejahteraan sosial.Dengan
2
Biografi Gamal Abdul Nasser https://www.britannica.com/biography/Gamal-Abdel-
Nasser diakses Tanggal26 April 2019 Ditulis oleh Robert St. John
16
diberlakukannya konstitusi Mesir tahun 1956 tersebut, maka Nasser
membubarkan Revolutionary Command Council (RCC) pada bulan Juli
1956.Walaupun Revolutionary Command Council (RCC) sudah dibubarkan,
Mesir tetap diperintah oleh rezim militer di bawah kepemimpinan tunggal Nasser
yang sah karena terpilih dari suara rakyat Mesir sendiri, walaupun hanya melalui
referendum setelah diputuskan sebelumnya oleh kongres partai yang dibentuknya
yaitu Arab Socialist Union (ASU). Dengan ketiadaan partai politik yang lain,
kelompok militer merupakan aktor tunggal dalam perpolitikan di Mesir di bawah
kepemimpinan Nasser. Di samping hal itu semua, perubahan nyata yang telah
dilakukan oleh Presiden Gamal Abdul Nasser sebagai terobosan dalam
pemerintahannya adalah diantaranya sebagai berikut.
a. Nasionalisasi Terusan Suez
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Presiden Gamal Abdul Nasser
dalam rangka menggerakkan perubahan pada masanya adalah melakukan
nasionalisasi Terusan Suez pada tanggal 26 Juli 1956.Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan perekonomian Mesir. Terusan Suez merupakan terusan kapal
sepanjang 163 km yang terletak di Mesir, menghubungkan Pelabuhan Said (Būr
Sa‟īd) di Laut Tengah dengan Suez (al-Suways) di Laut Merah. Terusan ini terdiri
dari dua bagian, utara dan selatan Danau Great Bitter.Terusan ini mengizinkan
transportasi air dari Eropa ke Asia tanpa mengelilingi Afrika. Sebelum adanya
kanal ini, beberapa transportasi dilakukan dengan cara mengosongkan kapal dan
membawa barang-barangnya lewat darat antara Laut Tengah dan Laut Merah.
b. Reformasi Agraria
Hukum Reformasi Agraria yang disahkan pada tahun 1952, membatasi
kepemilikan hak tanah menhadi tidak lebih dari 200 are, upah buruh tani
dinaikkan dan harga sewa tanah diturunkan.3
c. Pembangunan Bendungan Aswan (Aswan Dam)
Terobosan besar lainnya yang dilakukan pula oleh Presiden Gamal Abdul
Nasser adalah mengadakan pembangunan proyek Bendungan Aswan.Ini adalah
3 Mohammand Riza Widyarsa, Rezim Militer dan Otoriter di Mesir, Suriah dan Libya.
Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Prana Sosial, Vol. 1, No. 4, September 2012 h.3
17
bentuk perubahan sebagai langkah yang utamanya untuk memajukan
perekonomian Mesir. Bendungan Aswan yang merupakan salah satu bendungan
terbesar di dunia terletak di dekat kota Aswan, Mesir. Dua dam membendung
sungai pada titik ini.Keduanya adalah Bendungan Tinggi Aswan yang lebih baru
dan Bendungan Aswan yang lama atau Bendungan Rendah Aswan.Bendungan
Tinggi Aswan memerlukan waktu pembangunan selama 11 tahun.
Bendungan yang dinamakan “Bendungan Aswan” ini merupakan salah
satu program ekonomi terpenting Presiden Gamal Abdul Nasser. Rencana
pembangunan Bendungan Aswan diumumkan tahun 1953 dan negara-negara
Barat telah menyatakan kesiapan mereka untuk ikut serta dalam proyek
ini.Namun, pada tahun berikutnya, Amerika Serikat secara mendadak
membatalkan bantuan yang telah dijanjikan untuk pembangunan Bendungan
Aswan.Hal ini membuat Presiden Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan
Suez pada tahun 1956, yang kemudian pada akhirnya disusul dengan serangan
dari Perancis, Inggris, dan Israel terhadap Mesir. Uni Soviet kemudian
memanfaatkan kesempatan ini dengan memberikan bantuan dana dan teknologi
kepada Mesir.
Pada tanggal 9 Januari 1960, dimulailah proyek pembangunan bendungan
rakasasa di sungai Nil, Mesir.Bendungan Aswan diselesaikan pada 21 Juli 1970.
Diharapkan, setelah bendungan selesai, wilayah Mesir akan meluas sebanyak
sepertiganya, sumber-sumber daya yang ada juga akan berlipat ganda, dan
menambah 200 juta poundsterling (sekitar Rp3,56 miliar) ke pos pendapatan
nasional Mesir. Bendungan ini memiliki tinggi 114 meter, panjang 3600 meter,
dan memproduksi listrik sebesar 2100 megawat.Selain itu, Bendungan Aswan
juga sangat membantu dalam pengairan pertanaian Mesir. Tanpa dibendung,
Sungai Nil akan banjir setiap tahun semasa musim panas, karena air dari Afrika
Timur mengalir masuk ke sungai ini. Banjir sebenarnya membawa banyak zat
nutrisi dan mineral yang membuat tanah di sekitar Sungai Nil menjadi subur dan
ideal menjadi tanah pertanian.
Seiring dengan bertambahnya penduduk di sekitar sungai itu, muncul
kebutuhan untuk mengontrol air yang membanjir demi melindungi tanah
pertanian dan perkebunan.Pernah suatu kali, akibat banjir, seluruh hasil panen
18
habis diseret banjir.Sebaliknya, ketika musim kering tiba dan tingkat air sungai
rendah terjadi kekeringan dan kelaparan.Hingga akhirnya dibangun sebuah
bendungan untuk beberapa tujuan, di antaranya menanggulangi banjirnya sungai,
menciptakan tenaga listrik, dan menyediakan air irigasi untuk pertanian.
Dengan melihat uraian tersebut, telah memperlihatkan kekuatan prakarsa
perubahan yang dilakukan oleh Presiden Gamal Abdul Nasser. Perubahan yang
dilakukan dimulai dan diakhiri dengan adanya sebuah proses yang panjang.
d. Menggagas Ide Sosialisme Arab
Ketika Nasser menggagas ide sosialisme bagi seluruh bangsa Arab, suatu
faham yang hendak menjadikan bangsa Arab bersatu kembali dalam satu wadah
kekuatan politik.Idenya mendapat sambutan pro dan kontra di kalangan bangsa
Arab. Masyarakat Mesir, Syiria, Irak, mendukungnya. sementara Saudi Arabia
dan Iran, serta kelompok Islam garis keras menolaknya. Peranan Nasser sangat
kharismatik di kalangan bangsa Arab, karena di samping menggelorakan
semangat anti Israil juga terkenal dengan gagasan monumentalnya “socialism of
Arab adalah kesatuan bangsa Arab dalam satu wadah tatanan ekonomi
sosialis.Baginya, ekonomi soaialis dipandang lebih dekat dengan semanagat
ajaran Islam, karena mendorong semangat kesejahteraan sosial. Gasasannya
banyak diterima bangsa Arab saat itu, karena dianggap mampu menolong umat
dari kesengsaraan akibat penjajahan.4
Kejutan politik luar negeri Mesir dibuat Nasser adalah dengan
mengenalkan ide Persatuan Arab (Pan-Arab).Tahun ini pula Mesir berperan aktif
pada Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung.Dua mementum politik itulah
yang menandai mulai terlibat aktifnya Mesir dalam gelanggang percaturan politik
internasional.Pada masa pemerintahan Nasser, situasi internasional diliputi Perang
Dingin antar dua negara adikuasa terutama terwujud dalam persaingan
militer.Kedua kubu yang bersaing membentuk aliansi-aliansi militer dengan
berbagai negara di berbagai bagian dunia, termasuk Timur Tengah, sehingga
memperburuk sengketa Arab-Israel yang berlarut-larut itu.Pada masa itu ekonomi
domestik Mesir berada pada titik mengkhawatirkan, akibat dari kebijakan zaman
4Muhammad Nurudin, Pemikiran Nasionalisme Arab Gamal Abden Nasser Dan
Implikasinya Terhadap Persatuan Umat Islam Di Mesir, ADDIN, Vol. 9, No. 1, Februari 2015 h.
61.
19
monarki yang kapitalistis dan memberi banyak peluang bagi berkembangnya
feodalisme.Guna menangani perekonomian yang memburuk itu Nasser
bereksperimen menerapkan ideologi sosialis menuju pembangunan ekonomi dan
penegakan keadilan sosial yang non-Marxis.Didorong oleh situasi internasional
dan keadaan ekonomi domestik yang tidak menentu, di samping adanya
kedekatan ideologis, Nasser kemudian membawa politik luar negeri Mesir
menjadi lebih condong ke Uni Soviet.
Berbeda antara hubungan Uni Soviet dan Mesir, hubungan Amerika
Serikat dan Mesir terjadi penuh dengan gejolak di tahun 1950-an, yakni saat
Gamal Abdel Nasser mengambil kendali pemerintah Mesir setelah revolusi tahun
1952 M. Para pejabat Amerika menerimanya sebagai pilihan alternatif yang
progresif untuk menggulingkan Raja Farouk, mereka membantu Inggris dan Mesir
menegosiasikan perjanjian yang mengakhiri pendudukan Inggris dari Mesir serta
menawarkan Mesir bantuan ekonomi dan bantuan militer. Namun hubungan AS-
Mesir memburuk setelah 1954. Amerika Serikat berharap bahwa Mesir akan
bekerja sama dengan Barat dalam perenca naan pertahanan anti Soviet dan
membangun stabilitas regional dengan membuat perdamaian dengan Israel.
Namun Nasser memutuskan untuk mencari dukungan di kalangan Negara-negara
Afrika dan Arab untuk menantang kehadiran Barat di Timur Tengah dan
menghadapi Israel.
Hubungan kedua negara itu terus mengalami kesulitan sampai akhir era
Nasser pada tahun 1970.Presiden Eisenhower dan John F. Kennedy berusaha
kembali menjalin pendekatan kepada Nasser melalui bantuan ekonomi, membuat
kesepakatan untuk tidak membahas masalah Israel, dan membangun gerakan
politik yang ramah. Namun pemulihan hubungan itu berakhir pada awal 1960-an
ketika Nasser campur tangan dalam perang saudara di Yaman yang bertentangan
dengan sahabat Amerika Serikat yaitu Arab Saudi.
Presiden Gamal Abdul Nasser berkuasa di Mesir selama 1953-1970,
dimana kepemimpinannya dikenal otoritarian.Gamal Abdul-Nasser juga
menetapkan kebijakan-kebijakan otoritarian yang serupa dalam
pemerintahannya.Ia membubarkan seluruh partai politik yang berkuasa di tahun
1952, melarang dan memenjarakan sejumlah aktivis organisasi-organisasi
20
persaudaraan Muslim. Gamal Abdul-Nasser melakukan langkah besar dengan
mengeluarkan konstitusi baru yang disetujui rakyat melalui Referendum Nasional
yang diadakan pada tanggal 23 Juni 1956 dan sekaligus membubarkan
Revolutionary Command Council (RCC) di Mesir. Pembubaran Revolutionary
Command Council (RCC) ini tidak mempengaruhi basis kekuatan Presiden Gamal
Abdul-Nasser.
Selain itu, ditambah lagi dengan dibubarkannya seluruh partai politik
maka secara otomatis kelompok militer memegang kontrol penuh atas
pemerintahan Mesir saat itu. Sebagai ganti Revolutionary Command Council
(RCC) Gamal Abdul-Nasser membentuk Arab Socialist Union (ASU) pada tahun
1962.Arab Socialist Union (ASU) ini menjadi alat politik baru bagi presiden
dalam menjalankan kebijakannya. Pembentukan Arab Socialist Union (ASU)
dimaksudkan untuk menggiring seluruh komponen masyarakat Mesir baik pelaku
ekonomi, politik dan sosial ke dalam satu barisan front nasional yang dinamakan
Arab Socialist Union (ASU). Dengan demikian Arab Socialist Union (ASU)
digunakan sebagai alat politik presiden Nasser untuk menjalankan kebijakannya
terutama pengawalan arah demokrasi yang akan dieksperimenkan kepada bangsa
Mesir. Sementara itu, prestise luar negerinya dicapai berkaitan dengan dunia Arab
dan non dunia Arab.Seluruh masyarakat Mesir diharuskan untuk memberikan
dukungan pada segala bentuk mobilisasi Arab Socialist Union (ASU). Individu
atau kelompok di Mesir diwajibkan mendukung mobilisasi massa ke dalam Arab
Socialist Union (ASU). Jika individu atau kelompok tidak mendukungnya, maka
individu atau kelompok tersebut akan mendapat tekanan politik dari penguasa
militer Mesir. Salah satu kelompok yang menolak model mobilisasi Arab Socialist
Union (ASU) adalah Ikhwanul Muslimin, sehingga Ikhwanul Muslimin menjadi
target tekanan politik selama pemerintahan Nasser. Ikhwanul Muslimin dianggap
sebagai satu elemen yang tidak mendukung model rezim militer yang
dieksperimenkan kepada Mesir.Ketika hubungan dengan Ikhwanul Muslimin
memburuk, pemerintah dan Ikhwanul Muslimin terlibat dalam peperangan
sporadis yang dalam beberapa kesempatan menjadi tindak kekerasan.
Dalam dunia Arab, Mesir di bawah pimpinan Nasser berhasil membangun
kembali semangat dunia Islam terhadap Israel.Sejak terpilih sebagai presiden pada
21
tahun 1956, Nasser membangkitkan nasionalisme Arab dan Pan-Arabisme serta
menasionalisasi Terusan Suez.Perang Suez menghadapkan Mesir pada Perancis,
Inggris, dan Israel yang memiliki kepentingan terhadap Terusan Suez.Krisis ini
berakhir dengan keputusan dunia internasional yang menguntungkan Mesir serta
Terusan Suez resmi berada dalam kedaulatan Mesir.Kemudian Gamal Abdul
Nasser mengadakan proyek insfrastruktur besar-besaran diantaranya adalah
proyek pembangunan bendungan Aswan dengan bantuan Uni Soviet.
Gamal Abdul Nasser menjadi pahlawan Arab dengan keberaniannya,
sehingga meskipun pada perang melawan Israel pada tahun 1967 Mesir kalah dan
Nasser ingin mengundurkan diri dan ingin mundur dari dunia politik, namun
rakyat Mesir menolaknya. Gamal Abdul Nasser kembali memimpin Mesir dalam
peperangan 1969-1970. Dalam konteks non dunia Arab, Nasser merupakan salah
satu tokoh pencetus, pendiri dan pembangun gerakan non blok. Dalam
pemerintahannya Gamal Abdul Nasser juga menjadi orang kedua yang memimpin
gerakan non-blok yang sebelumnya digagas Presiden Yugoslavia, Marsekal Tito
pada 5 Februari 1955.5
5Elie Podeh, “The Drift towards Neutrality: Egyptian Foreign Policy during the Early
Nasserist Era,” 1952-55.Middle Eastern Studies, Vol. 32, No. 1 (Jan., 1996), h.168-169.
22
BAB III
KEBIJAKAN GAMAL ABDUL NASSER TENTANG NASIONALISASI
TERUSAN SUEZ
Pada bab ini penulis akan mengulas tiga poin utama yaitu Gambaran
Pemerintahan Gamal Abdul Nasser tentang Nasionalisasi Terusan Suez serta
respon dari kebijakan nasionalisasi Terusan Suez.
A. Kebijakan Gamal Abdul Nasser tentang Nasionalisasi Terusan Suez
Mesir yang merupakan gerbang penghubung tiga benua: Asia, Afrika, dan
Eropa membuat Mesir memiliki letak yang strategis. Mesir bukan merupakan
negara yang kaya apabila dilihat dari sektor ekonominya.Perekonomian Mesir
bergantung pada sektor pertanian, ekspor minyak bumi, dan pariwisata.Selain itu,
lebih dari 3.000.000 jiwa orang Mesir bekerja di luar negeri, terutama di Arab
Saudi, Teluk Persia, dan Eropa.1Populasi yang tumbuh pesat, keterbatasan lahan
pertanian, dan ketergantungan pada Sungai Nil membuat sumber daya ekonomi
Mesir lemah.Wilayah Mesir dari masa ke masa ini lah yang membuat pergolakan
politik di Mesir dibandingkan dengan wilayah lainnya. Untuk itu, penulis merasa
sangat penting untuk membahas tiga poin utama dalam bab ini karena erat
kaitannya dengan nasionalisasi Terusan Suez yang dicanangkan oleh Gamal
Abdul Nasser.
Daerah Suez merupakan daerah yang memiliki letak yang strategi yakni
terletak dititik silang lalu lintas internasional yang menghubungkan negeri-negeri
di wilayah Asia dengan negeri-negeri di wilayah Afrika Utara.Tidak hanya itu,
Suez juga menghubungkan daerah perarairan Laut Tengah dengan Perairan Laut
Merah yang langsung berhubungan dengan Laut Arab dan Samudra Hindia.Kedua
wilayah ini sangat penting bagi negara Mesir, yaitu sebagai pintu gerbang masuk
dari arah daratan Asia dan tempat memintas para pedagang dari Perairan Laut
Tengah menuju perairan Laut Merah.
1
Apriadi Tamburaka, Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter
diNegara-Negara Timur Tengah. Yogyakarta: Narasi, 2002, hlm. 69.
23
Dengan adanya Terusan Suez segenap lalu lintas pelayaran yang
menempuh jalan melalui jalur Tanjung Harapan I Ujung Benua Afrika yang
merupakan perjalanan yang sangat jauh dan berbahaya dapat dipersingkat.Terusan
Suez pun menjadi urat nadi perhubungan lalu lintas pelayaran dan perdagangan
antara Eropa dengan Dunia Timur.
Terusan Suez memiliki panjang 162 km, lebar antara 80-125 m dan
dengan kedalaman 11-13,5 m. Terusan Suez juga mempersingkat jalur maritim
ribuan mil dan menghindari laut Selatan dengan cuaca yang berbahaya. Dengan
pembangunan Terusan Suez, kapal-kapal tidak perlu lagi lewat memutar dari
Semenanjung Sinai. Diperlukan waktu berapa 10 tahun untuk menyekesaikan
megaproyek ini, dimulai pada tahun 1859 dengan mengambil titik awal dikota
Post Said dan berakhir di daerah Shaloufa arah Laut Merah pada 15 Agustus
1869.
Terusan Suez modern dari Laut Tengah ke Laut Merah dibangun pada
tahun 1858-1869 M oleh Suez Canal Company dari Perancis.Izin untuk
membangun kanal diberikan kepada Ferdinand de Lesseps oleh Said Pasha, raja
muda Mesir.Sementara itu, insinyur Austria, Alois Negrelli, diberi tugas membuat
rencana.Penggalian membutuhkan waktu 11 tahun dan menggunakan pekerja
paksa sekitar 30.000 pekerja Mesir.
Pada awalnya, opini internasional terkesan skeptis dan saham Terusan
Suez hanya terjual dengan baik di Perancis.Tapi hanya dalam setahun, menjadi
jelas bahwa Terusan Suez sangat berguna dengan dampak substansial terhadap
perdagangan dunia.Saat ini, Terusan Suez merupakan salah satu perairan yang
paling banyak digunakan di dunia di samping Terusan Panama.
Peristiwa pembukaan Terusan Suez ini pun membawa akibat dan pengaruh
yang luas.yakni,
1. Memindahan jalan besar perdagangan Eropa-Asia, dulu melalui Afrika
Selatan sekarang melalui Laut Tengah dan Laut Merah, yang
menyebabkan:
a. Negara-negara Laut Tengah hidup kembali dalam lapangan
perdagangan dunia, karena terletak kembali ditepi jalur besar
perdagangan dunia, berkembang pula kota-kota pelabuhan seperti
24
Gibraltar, Bacelona, Marsilla, Genoa, Venesia, Napels, Malt, Athena,
Istambul, Sipus dan sebagainya
b. Pantai dan daerah Afrika Utara menjadi rebutan imperialisme Barat
seperti Maroko, Aljazair, Tunisia, Libia Mesir.
c. Selat Malaka menjadi penting karena menjadi jalan besar perdagangan
Eropa-Asia.
2. Memperpendek dan mempermudah hubungan antara Eropa dan Asia.
Yang menyebabkan ;
a. Perdagangan Eropa-Asia besar dan ramai
b. Pemahaman barat mudah masuk Asia
Mengingat nilai strategisnya yang besar dan merupakan sumber finansial
bagi yang memiliknya.Hal ini terlihat dari sering terjadinya sengketa intern
menyangkut masalah penguasaan Terusan Suez tersebut.Dalam hal ini, menguasai
Terusan Suez berperan menguasai pintu gerbang menuju Asia, benua yang
menjadi incaran negara-negera imperialis Eropa.Melalui Revolusi Industri pada
tahun 1780 M, kerjaan Inggris pada mulanya merupakan satu-satunya Negara
industri di dunia.Akan tetapi, pada tahun 1880, Perancis dan Jerman telah
mengembangkan industrinya sehingga menjadi pesaing bagi Inggris.Sementara
itu, Negara industry berebut wilayah Afrika dan Asia untuk dijadikan tanah
jajahan.Tanah jajahan itu diperlukan untuk diambil bahan mentahnya dan
dijadikan pasar bagi hasil industrinya.Dengan dibukanya akses Terusan Suez
makan kegiatan Negara industri semakin meningkat.
Pada tahun 1880 M saat dinyatakan bahwa status Terusan Suez menjadi
kanal internasional.Inggris berniat untuk mengendalikan kanal untuk mencegah
kemungkinan terjadi gangguan lalu lintas melalui kanal ini, dikarenakan
kepentingan Inggris sebagai negara industri. Maka Inggris mengirimkan pasukan
ekspedisinya pada tahun 1882 M sehingga Mesir berada dibawah kependudukan
Inggris selama 74 tahun dimana aspek politik dan ekonomi berada dalam kontrol
Inggris termasuk kontrol Inggris terhadap Terusan Suez.
Terusan Suez menawarkan peluang ekonomi baru untuk kerajaan
Inggris.Ketika Pemerintahan Inggris mengubah bahan bakar dari batubara kepada
minyak pada tahun 1912 M, peran Terusan Suez menjadi benar-benar
25
penting.Dalam dekade dimana pembangunan Terusan Suez telah selesai,
Pemimpin Inggris membuat prioritas saham untuk memperoleh saham di
Perusahaan Suez.Inggris banyak ikut campur dalam masalah Mesir setelah
jatuhnya sebagian saham di Terusan Suez ke tangan Inggris.Di bawah Khedive
Ismail, terjadi banyak kemerosotan terutama di bidang ekonomi.Segala kebijakan
politik Mesir diputuskan oleh perwakilan Inggris yang ada di Mesir.Pada saat itu,
Mesir sudah dijadikan negara boneka oleh Inggris, dan pemerintahan Mesir
memiliki ketergantungan sangat besar kepada Inggris. Sa‟ad Zaghlul seorang
politisi muda dengan dukungan masyarakat Mesir berupaya untuk
memperjuangkan kemerdekaan bagi Mesir. Namun, keinginan tersebut tidak
diindahkan oleh Inggris yang masih mempunyai banyak kepentingan di wilayah
Mesir, terutama Terusan Suez.
Terusan ini mengizinkan transportasi air dari Eropa ke Asia tanpa
mengelilingi Afrika. Sebelum adanya kanal ini, beberapa transportasi dilakukan
dengan cara mengosongkan kapal dan membawa barang-barangnya lewat darat
antara Laut Tengah dan Laut Merah. Presiden Gamal Abdul Nasser
mengumumkan nasionalisasi Terusan Suez dalam rangka penggalangan dana
untuk membangun Bendungan Aswan. Berita ini mengejutkan pemerintah Inggris
dan Perancis yang juga memiliki saham atas Terusan Suez Keputusan
nasionalisasi Terusan Suez oleh Presiden Abdul Naser dilakukan karena Inggris
dan Amerika Serikat mencabut tawaran untuk mendanai pembangunan
Bendungan Aswan.Kemudian, atas tindakan Presiden Gamal Abdul Nasser
tersebut mengakibatkan terjadinya serangan militer Inggris, Perancis dan Israel
terhadap Mesir yang dimulai pada tanggal 29 Oktober 1956 M. Peristiwa ini
dikenal dengan krisis suez. Bersama dengan krisis Suez, Amerika Serikat juga
harus mengurus Revolusi Hongaria.
Nasser mempunyai pandangan yang benar-benar baru tentang masa depan
Mesir. Mengenai kebijakan asing Nasser mempunyai dua prioritas yaitu,
menghapus Inggris dari Mesir, mengeliminasi kekuatan Inggris di Dunia
Arab.Salah satu alasan Nasser ingin mengeliminasi kekuatan Inggris di Dunia
Arab kemungkinan merupakan ambisi pribadi untuk menjadikan Mesir dan
dirinya sebagai pemimpin Dunia Arab. Dalam kepemimpinannya Gamal Abdul
26
Nasser mengambil tindakan perubahan ekonomi dengan tindakan reformasi tanah,
Tindakan yang mengubah struktur kepemilikan tanah di Mesir untuk mengubah
urutan sosial ekonomi yang berlaku..2
Nasionalisasi adalah pengambilalihan secara menyeluruh terhadap
perusahaan-perusahaan asing dengan tujuan untuk mengakhiri penanaman modal
asing di dalam ekonomi atau sektor-sektor ekonomi dalam negeri, sedangkan
ekspropriasi mengacu pada pengambilalihan perusahaan tertentu demi
kepentingan umum dan kepentitingan ekonomi tertentu.Sementara itu, konfiskasi
adalah pengambilalihan hak milik yang dilakukan oleh penguasa demi
kepentingan pribadi. Konfiskasi biasa terjadi di negara-negara yang diperintah
oleh dikatator atau olirgaki.3
Nasionalisasi Terusan Suez merefleksikan konflik antara dua sistem;
kekuasaan sebelum Perang Dunia II dimana sistem kolonial dan ketidaksetaraaan
internasional yang dominan, dengan negara koloni yang baru muncul dengan
menuntut persamaan dan kedaulatan penuh.
Peristiwa nasionalisasi Terusan Suez menandai perubahan hubungan
antara Israel, Negara Arab, dan negara superpower.Konflik Arab-Israel berubah
bentuk dari masalah perbatasan dan pengungsi Palestina menjadi masalah
perjuangan untuk kekuasaan dan hegemoni antar negara.Hal ini tidak terlepas dari
peran propaganda Nasser melalui nasionalisme Arab. Krisis yang terjadi antara
Oktober 1956-Maret 1957 sangat berdampak terhadap orientasi kebijakan
Amerika Serikat di Timur Tengah. Peristiwa ini membuat Amerika Serikat
menjadi kekuatan utama di Timur Tengah menggantikan Inggris dan
Perancis.Setelah peristiwa nasionalisasi Terusan Suez Amerika Serikat melihat
konflik yang terjadi di Timur Tengah tidak lagi sekedar konflik regional semata,
tetapi telah menjadi isu Perang Dingin dengan Uni Soviet.
Pada tahun 1950, dua pertiga dari seluruh pasokan minyak Inggris -lebih
dari 20 juta ton per tahun- melewati rute ini. Dengan adanya rute alternative ini
terbatas pada kapasitas kapal membuktikan bahwa untuk tidak cukup untuk
memenuhi permintaan minyak Inggris dalam negeri ditambah jika Mesir
2Naeim Book Bab 1 Command 3
Somarajah,M., The International Law on Foreign Investment, Cambridge University Press, Cambridge, UK, Second edition, 2004
27
mengambil control Terusan Suez sehingga hal ini menjadi alasan utama bagi
Inggris untuk menentang Gamal Abdul Nasser.
B. Respon dari Kebijakan Nasionalisasi Terusan Suez
Setiap kebijakan pastinya menuai respon baik itu positif maupun negative.
Dengan membuat langkah dengan membuat kebijakan nasionalisasi Terusan Suez
oleh pemerintah Gamal Abdul Nasser seketika mengakibatkan terjadinya serangan
militer pada tiga bulan berikutnya oleh negara Inggris, Perancis dan Israel
terhadap Mesir yang dimulai pada tanggal 29 Oktober 1956 M yang bertujuan
merebut Terusan Suez. Peristiwa ini dikenal dengan Krisis Suez. Serangan ke
Mesir secara militer berhasil, namun disisi lain merupakan bencana politik.
Bersama dengan krisis Suez, Amerika Serikat juga harus mengurus
Revolusi Hongaria. Amerika Serikat juga takut akan adanya perang yang lebih
luas setelah Uni Soviet dan negara-negara Pakta Warsawa lainnya mengancam
untuk membantu Mesir dan melancarkan serangan roket ke London, Paris dan Tel
Aviv.Ancaman tersebut membuat pemerintahan Eisenhower menyatakan gencatan
senjata.Amerika Serikat meminta invasi dihentikan dan mensponsori resolusi di
Dewan Keamanan PBB yang meminta gencatan senjata.Inggris dan Perancis,
sebagai anggota tetap, memveto resolusi tersebut.Amerika Serikat lalu memohon
kepada Majelis Umum PBB dan mengusulkan resolusi meminta gencatan senjata
dan ditariknya pasukan.Majelis Umum mengadakan “sesi khusus kedaruratan” dan
mengadopsi resolusi Majelis 1001, yang mendirikan United Nations Emergency
Force (UNEF), dan menyatakan gencatan senjata.Portugal dan Islandia
mengusulkan untuk mengeluarkan Inggris dan Perancis dari pakta pertahanan
North Atlantic Treaty Organization (NATO) jika mereka tidak mundur dari Mesir.
Amerika Serikat juga melancarkan tekanan finansial terhadap Inggris
untuk mengakhiri invasi. Eisenhower memerintahkan George M. Humphrey untuk
menjual bagian dari “US Government’s Sterling Bond holdings”. Pemerintah AS
memegangnya sebagai bagian dari bantuan ekonomi terhadap Inggris setelah
Perang Dunia II, dan pembayaran sebagian hutang Inggris kepada AS, dan juga
bagian dari Rencana Marshall untuk membangun kembali ekonomi Eropa Barat.
Arab Saudi juga memulai embargo minyak terhadap Inggris dan Perancis.AS
menolak membantu minyak bumi hingga Inggris dan Perancis setuju untuk
28
mundur.Negara NATO lainnya juga menolak untuk menjual minyak bumi yang
mereka terima dari negara-negara Arab ke Inggris atau Perancis.
Pemerintah Inggris dan Perancis berada dalam tekanan. Sir Anthony Eden,
Perdana Menteri Inggris, terpaksa untuk mundur dan mengumumkan gencatan
senjata pada tanggal 6 November 1956. Tentara Perancis dan Inggris selesai
mundur pada tanggal 22 Desember 1956, dan digantikan oleh tentara Kolombia
dan Denmark yang merupakan bagian dari UNEF.Israel meninggalkan
semenanjung sinai pada bulan Maret 1957.Dengan demikian, hal tersebut telah
mengakhiri invasi Barat di Mesir, sehingga pada akhirnya Terusan Suez menjadi
milik Mesir.
Maka dari itu dengan cepat Gamal Abdul Nasser mendapatkan simpati dari
sebagian besar rakyat Mesir.
.
29
BAB IV
DAMPAK KEBIJAKAN NASIONALISASI TERUSAN SUEZ
Kebijakan Gamal Abdul Nasser sebagai presiden mesir tidak terlepas dari
latarbelakang Gamal Abdul Nasser sebagai militer.Termasuk dalam membuat
kebijakan dalam hal ekonomi. Nasionalisasi Terusan Suez terjadi karena
dipengaruhi oleh kebijakan Gamal Abdul Nasser sebagai presiden Mesir yang
akan memajukan Mesir dalam bidang politik dan ekonomi khususnya. Maka dari
itu, ada empat poin utama yang menurut penulis adalah penting untuk dibahas
pada bab ini yaitu Kebijakan Gamal Abdul Nasser, Arah dari Kebijakan
Nasionalisasi Terusan Suez serta Dampak Kebijakan Nasionalisasi Terusan Suez
bagi Ekonomi Mesir.
A. Latar Belakang Nasionalisasi Terusan Suez
Peristiwa nasionalisasi Terusan Suez sangat menarik untuk dibahas karena
penyebab dan dampaknya begitu kompleks. Banyak faktor yang berperan dalam
peristiwa ini, seperti situasi Perang Dingin, nasionalisme Arab, konflik Arab-
Israel, dan usaha mempertahankan hegemoni negara Barat di kawasan Timur
Tengah. Dalam peristiwa ini terlihat bagaimana kebijakan yang diambil untuk
mempertahankan kepentingannya masing-masing dapat menimbulkan konflik
tidak hanya diantara negara rival, tetapi juga diantara negara yang secara
tradisional merupakan sekutu yang tidak terpisahkan sejak Perang Dunia II.Hal ini
terjadi ketika Amerika Serikat tidak memberikan dukungan terhadap invasi yang
dilakukan oleh Inggris dan Perancis ke Mesir, bahkan Amerika Serikat
memberikan tekanan politik dan ekonomi terhadap keduanya. Hal yang paling
utama adalah peristiwa ini mengubah sejarah Mesir dan kawasan Timur Tengah
karena menandai runtuhnya pengaruh imperialisme lama di kawasan tersebut
yaitu, Inggris dan Perancis yang digantikan perannya oleh Amerika Serikat dan
Uni Soviet tersebut.
Sikap yang cenderung keras terhadap nasionalisasi Terusan Suez karena
bisa dikatakan, Inggris merupakan pihak yang paling berkepentingan dan terkena
dampak paling besar dari nasionalisasi tersebut.Inggris merupakan pemegang
30
saham terbesar Suez Canal Company, terlebih sepertiga pelayaran yang melewati
Terusan Suez merupakan kapal Inggris.Eden menyatakan di hadapan parlemen
Inggris bahwa demi kepentingan nasional, Terusan Suez tidak boleh dipegang
oleh satu kekuatan yang bisa mengeksploitasinya.
Di pihak lain, Perancis mempunyai posisi yang mirip dengan Inggris.
Perancis setidaknya mempunyai dua kepentingan berkaitan dengan nasionalisasi
Terusan Suez.Pertama, Perancis mempunyai kepentingan ekonomi karena
memiliki saham Suez Canal Company yang membuatnya terkena dampak
langsung nasionalisasi yang dilakukan Nasser. Kedua, kepentingan politik yang
bahkan lebih penting dari dampak ekonomi yang akan ditimbulkan, yaitu masalah
Front de Leberation Nationale (FLN) yang merupakan pergerakan revolusi di
Algeria.
Nasser merupakan pendukung dan penyuplai senjata FLN, bahkan pada
September 1956 Angkatan Laut Perancis menahan kapal kargo Mesir yang berisi
senjata bagi FLN.Terlebih kebijakan dan propaganda Nasser yang ingin
menghapuskan kekuatan imperial Barat di Dunia Arab, membuat Perancis merasa
terancam. Meskipun Perancis dan Inggris memiliki kepentingan berbeda di Timur
Tengah, tetapi keduanya mempunyai tujuan yang sama untuk mengamankan
posisi dan kepentingannya di kawasan tersebut.
Posisi Amerika Serikat berbeda dengan Inggris dan Perancis yang tidak
berkepentingna menjatuhkan pemerintahan Nasser.Perhatiannya lebih kepada
implikasi global nasionalisasi Terusan Suez, terutama potensi kehilangan pasokan
minyak Timur Tengah dan kemungkinan intervensi Uni Soviet. Eisenhower tidak
melihat penggunaan kekuatan militer sebagai solusi terbaik dan hanya akan
meningkatkan resiko di Timur Tengah. Eisenhower menganggap bahwa ekonomi
Eropa tidak akan bertahan bila melakukan operasi militer ke Mesir ditambah
resiko Timur Tengah akan bersatu melawan Barat. Eisenhower juga
memperingatkan bahwa penggunaan kekuatan hanya akan mendorong Negara
Arab untuk mendapatkan persenjataan dari Uni Soviet.
Nasionalisasi Terusan Suez merupakan reaksi perlawanan Nasser terhadap
pembatalan bantuan Amerika Serikat, Inggris dan Bank Dunia untuk proyek besar
pembangunan bendungan Aswan. Nasionalisasi ini menyebabkan aksi militer
31
yang dilakukan Inggris, Perancis, dan Israel. Selama Oktober hingga Desember
1956, disebut Perang Suez di Barat atau Agresi Tripartit di Timur Tengah.
Proses memimpin perubahan yang telah dilakukan oleh Presiden Gamal
Abdul Nasser mengindikasikan sejumlah hal yang mana mampu membuat agar
perubahan tersebut dapat berjalan dan berhasil. Hal tersebut diantaranya adalah
pertama, terdapatnya visi yang dimiliki oleh Presiden Nassser.Sejak awal
memegang tonggak kepemimpinan, Presiden Gamal Abdul Nasser secara terbuka
menentang imperialis Barat yang kemudian diterapkan dalam kepemimpinannya,
serta keinginan untuk menciptakan kemajuan perekonomian di Mesir.Visi yang
ingin dicapai oleh Presiden Gamal Abdul Nasser ditempuh dengan beberapa
program yang dilakukan.Kebijakan yang telah dibuat merupakan upaya
mewujudkan visi, sehingga perubahan di Mesir dapat tercapai tujuannya oleh
Presiden Gamal Abdul Nasser.
Kemudian, hal kedua adalah keterampilan yang dimiliki Presiden Gamal
Abdul Nasser.Sejumlah tantangan yang ada dalam upayanya menggerakkan
perubahan menuntut keterampilan yang tidak mudah untuk dilakukan. Kondisi
peperangan yang mewarnai proses perubahan yang dilakukan adalah faktor
penghambat yang harus Presiden Gamal Abdul Nasser hadapi. Dengan kegigihan
dan kerja kerasnya, Presiden Gamal Abdul Nasser berhasil mencapai tujuan yang
diharapkan.Bahkan, suatu ketika setelah kalah dalam Perang Enam Hari dengan
Israel pada tahun 1967, Presiden Gamal Abdul Nasser ingin menarik diri dari
dunia politik tetapi rakyat Mesir menolaknya.Alhasil, Presiden Gamal Abdul
Nasser dapat mewujudkan perubahan mulai dari menasionalisasi Terusan Suez
hingga membangun Bendungan Aswan.
Pembangunan proyek Bendungan Aswan.Ini adalah bentuk perubahan
sebagai langkah yang utamanya untuk memajukan perekonomian Mesir sekaligus
hal terpenting yang melatarbelakangi nasionalisasi Terusan Suez. Bendungan
Aswan yang merupakan salah satu bendungan terbesar di dunia terletak di dekat
kota Aswan, Mesir. Dua dam membendung sungai pada titik ini.Keduanya adalah
Bendungan Tinggi Aswan yang lebih baru dan Bendungan Aswan yang lama atau
Bendungan Rendah Aswan.Bendungan Tinggi Aswan memerlukan waktu
pembangunan selama 11 tahun.
32
Bendungan yang dinamakan “Bendungan Aswan” ini merupakan salah satu
program ekonomi terpenting Presiden Gamal Abdul Nasser. Rencana
pembangunan Bendungan Aswan diumumkan tahun 1953 dan negara-negara
Barat telah menyatakan kesiapan mereka untuk ikut serta dalam proyek
ini.Namun, pada tahun berikutnya, Amerika Serikat secara mendadak
membatalkan bantuan yang telah dijanjikan untuk pembangunan Bendungan
Aswan.Hal ini membuat Presiden Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan
Suez pada tahun 1956, yang kemudian pada akhirnya disusul dengan serangan
dari Perancis, Inggris, dan Israel terhadap Mesir. Uni Soviet kemudian
memanfaatkan kesempatan ini dengan memberikan bantuan dana dan teknologi
kepada Mesir.
Pada tanggal 9 Januari 1960, dimulailah proyek pembangunan bendungan
rakasasa di sungai Nil, Mesir.Bendungan Aswan diselesaikan pada 21 Juli 1970.
Diharapkan, setelah bendungan selesai, wilayah Mesir akan meluas sebanyak
sepertiganya, sumber-sumber daya yang ada juga akan berlipat ganda, dan
menambah 200 juta poundsterling (sekitar Rp3,56 miliar) ke pos pendapatan
nasional Mesir. Bendungan ini memiliki tinggi 114 meter, panjang 3600 meter,
dan memproduksi listrik sebesar 2100 megawat.Selain itu, Bendungan Aswan
juga sangat membantu dalam pengairan pertanaian Mesir. Tanpa dibendung,
Sungai Nil akan banjir setiap tahun semasa musim panas, karena air dari Afrika
Timur mengalir masuk ke sungai ini. Banjir sebenarnya membawa banyak zat
nutrisi dan mineral yang membuat tanah di sekitar Sungai Nil menjadi subur dan
ideal menjadi tanah pertanian.
Hal ketiga adalah sumber daya yang merupakan salah satu faktor terpenting
dibutuhkan dalam melakukan perubahan. Dalam hal ini, perubahan yang salah
satunya dilakukan dalam pembangunan Bendungan Aswan, membuat Presiden
Gamal Abdul Nasser harus menyiapkan pendanaan, yang mana berasal dari
penerimaan Terusan Suez dan dibantu pula oleh pemerintah Uni Soviet dalam hal
dana dan teknologi. Di samping itu pula, pembangunan membutuhkan tenaga
manusia untuk mengerjakannya.Dengan begitu, proyek pembangunan dapat
berjalan dengan lancar dan mencapai tujuannya.Tanpa adanya dukungan sumber
daya ini, dimungkinkan pembangunan tidak terwujud.Jadi, sumber daya menjadi
33
hal yang diperhitungkan oleh Presiden Gamal Abdul Nasser, agar dapat mencapai
keberhasilan.Terakhir, proses perubahan pada dasarnya membutuhkan pencairan
(unfreezing) status quo. Perpindahan (moving) ke keadaan yang baru dan
pembekuan kembali (refreezing) perubahan tersebut agar menjadi
permanen.Langkah dan terobosan yang dilakukan oleh Presiden Gamal Abdul
Nasser diaplikasikan pada kebijakannya.Kebijakan diantaranya menasionalisasi
Terusan Suez adalah sebagai bentuk upaya mendapatkan kembali kepentingan
Mesir, setelah beberapa lama dikuasai oleh Negara-negara Barat yang ingin
mempertahankan kekuasaannya pada Terusan Suez. Oleh karena itu, dalam hal ini
terjadi pergeseran dimana Mesir mengambil alih Terusan Suez sebagai bentuk
perubahan ke arah yang baru melalui putusan Presiden Gamal Abdul Nasser
menasionalisasi Terusan Suez yang dinyatakan dalam Undang-Undang
Nasionalisasi, dan telah disosialisasikan dalam terbitan pemerintah, sehingga pada
akhirnya Terusan Suez menjadi milik Mesir sepenuhnya tanpa campur tangan
negara lain dan secara luas dapat memajukan perekonomian Negara Mesir.
Pada 26 Juli 1956, Nasser mengejutkan dunia dengan mengumumkan
bahwa, dengan segera, Mesir akan menasionalisasi Terusan Suez. "Kami
menggali Kanal dengan nyawa kami, tengkorak kami, tulang kami, darah kami,"
katanya.'Uang itu milik kita dan Kanal Suez adalah milik kita. Kita akan
membangun Bendungan Aswan dengan cara kita sendiri. Jika Inggris dan
Amerika tidak mau membiayai pembangunan dana bendungan. Nasser bermaksud
untuk mendanai sendiri dengan keuntungan dari Perusahaan Terusan
Suez.Pidatonya menerima respon luar biasa dari orang-orang Mesir. Langkah
Nasse sepenuhnya legal-pemegang saham Comapany akan dibeli dengan harga
yang wajar -tetapi keputusannya ini justru akan memicu krisis internasional yang
disebut sebagai krisis suez.
Dalam pidatonya saat mengumumkan nasionalisasi Terusan Suez, Dapat
ditemukan beberapa poin berikut sebagai latar belakang dari nasionalisasi Terusan
Suez yang dilakukan oleh Gamal Abdul Nasser, yakni
1. Menghimbau agar mesir Terbebas dari segala bentuk kolonialisme, tirani
yang memerintah yang berupa eksploitasi asing. Mesir menjadi negara
yang merdeka dan mertabat. Tercapainya kemerdekaan bagi bangsa
34
Mesir yang nyata secara independen baik dalam politik maupun
ekonomi.
2. Himbauan kehati-hatian kepada rakyat terhadap penjajah dan agen
penjajah yang sudah merongrong bangsa Mesir dan melemahkan bangsa
Arab sehingga persatuan Arab menjadi terpisah, termasuk di dalamnya
hadirnya Israel. Kehadiran Israel ini merupakan agenda dari
kolonialisme.
3. Perjuangan melawan kolonialisme yakni melawan metode kolonialisme,
melawan sarana kolonialisme, melawan makhluk dari kolonialisme yaitu
Israel yang diciptakan untuk menghabiskan bangsa Arab dan Palestina.
Israel yang dengan secara nyata mengumumkan secara terbuka bahwa
tanah suci membentang dari sungai nil sampai eufrat, dan ini menjadi
bahaya untuk kehormatan bangsa Arab bahkan dunia Arab terbentang
dari Samudra Alantik ke Teluk Persia.
4. Himbauan untuk Nasionalisme Arab dan Persatuan Arab
5. Bertemunya Gamal Abdul Nasser dengan Presiden Josep Bros Tito yang
berakhir pada Konferensi Brioni. Konferensi Brioni yang merupakan
pernyataan Presiden Josep Bros Tito (Yugoslavia), PM Jawaharlal Nehru
(India), dan Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir) pada tahun 1956 di
pulau Brioni Yugoslavia, berisi prinsip-prinsip untuk mempersatukan
negara-negara yang non-blok.
6. Konferensi Brioni memutuskan mengitu sepuluh prinsi prinsip Bandung
antara Yugoslavia, India, Mesir serta perkembangan internasional dalam
kesamaan pandangan mereka tentang isu internasional dan kerjasama
yang erat. Kebijakan yang ditempuh dengan meredakan ketegangan
internasional dan dalam pengembangan hubungan antar bangsa atas
dasar kesetaraan kemudian konferensi mengeluarkan keputusan bahwa:
konferensi Bandung yang diselenggarakan tahun lalu telah menyetujui
prinsip-prinsip tertentu harus diambil secara hubungan internasional dan
menegaskan tiga kepala negara lagi sepuluh prinsip ini, yang bertemu
dengan mendukung . Prinsip-prinsip Bandung dari sepuluh yakni wajar
bahwa semua bangsa memiliki hak untuk memilih secara bebas politik,
35
ekonomi dan cara hidup sesuai dengan tujuan dan prinsip negara.
7. Prinsip prinsp pada Konferensi Bandung.
a. Pertama, menghormati hak asasi manusia dan tujuan serta prinsip
Piagam PBB.
b. Kedua, menghormati kedaulatan semua negara dan keutuhan wilayah
negara tersebut.
c. Ketiga, pengakuan kesetaraan dari semua ras dan diantara semua
negara besar dan kecil. Dimensi mencegah adanya campur tangan
dalam urusan internal negara lain. Menghormati hak setiap bangsa
untuk mempertahankan diri secara sepihak atau kolektif.
d. Menahan diri dari penggunaan organisasi pertahanan kolektif untuk
melayani kepentingan pribadi dari setiap keadaan negara-negara
besar.
e. Tidak ada tindak tekanan negara pada negara lain yang abstain.
f. Menghindari tindakan atau ancaman agresi atau penggunaan
kekerasan terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik
negara-negara.
g. Penyelesaian semua sengketa internasional dengan cara damai.
h. Pengembangan kepentingan umum dan saling kerjasama.
i. Menghormati keadilan dan kewajiban internasional.
8. Konferensi Brioni menegaskan embali prinsip-prinspi yang ada pada
Konferensi Bandung dan menyatakan keterikatanya bahwa prinsip-
prinsip ini harus menjadi dasar dari hubungan setiap negara yang
berserikat. Di Timur Tengah, kepentingan yang saling bertentangan dari
negara-negara besar telah menyebabkan kesulitan meningkatkan situasi.
Dengan demikian harus melihat masalah ini dalam terang realitas, dan
dengan cara yang menjamin kepentingan sah ekonomi asalkan
pengembangan solusi berbasis pada kebebasan masyarakat terkait
dengan masalah ini. Kebebasan rakyat daerah-daerah dan keinginan
mereka tidak eksklusif hanya diperlukan untuk perdamaian, tetapi juga
diperlukan untuk memastikan bahwa kepentingan ekonomi yang sah.
Mengingat ketegangan di Timur Tengah karena situasi di Palestina, dan
36
bahaya yang ketegangan pada perdamaian dunia, konferensi
mengumumkan dukungan Asia-Afrika untuk hak-hak rakyat Arab
Palestina, dan menyerukan penerapan resolusi PBB tentang Palestina.
9. Pada Konferensi Brioni berbicara tentang masalah Aljazair yang
merupakan masalah Arab juga - membahas tiga posisi kepala pemerintah
di Aljazair, yang sangat penting, tetapi membutuhkan perhatian
mendesak dari sudut pandang hak-hak alami dari rakyat Aljazair, dan
mendukung perdamaian di bagian dunia. Jadi pada konferensi Brioni
menyatakan prinsip-prinsip dasar hubungan antara Negara, dan kami
mengumumkan bahwa kami telah melihat dalam masalah-masalah
global, masalah Jerman di Eropa, masalah China di Asia, masalah
Palestina dan Aljazair.
10. Gamal Abdul Nasser mempercayai bahwa sejak revolusi tahun 1952
bahwa kemerdekaan politik tidak dapat diselesaikan kecuali dengan
kemandirian ekonomi.
11. Pembentukan pasukan tentara nasional yang kuat bukan dibawah kendali
asing atau bimbingan petugas asing tapi tentara yang berkerja untuk
kepentingan rakyat dan bangsa Mesir.
12. Terbebas dari macam-macam bentuk nasionalisme. Hal pertama mulai
kolonialisme adalah pendudukan terhadap angkatan bersenjata yang
kemudian terus berkembang. Kemudian hadir kolonialisme tanpa tentara
yang kemudian berada pada kekuasaan dan kemudian mengambil alih
kekuasaan di negara menjadi milik penjajah dan berkuasa tanpa
kekuaran bersenjata tanpa pekerja dan tanpa senjata.
13. Bentuk bentuk lain dari kolonialisme yakni kolonialisme bersenjata,
kolonialisme ditambah dengan pendudukan, kolonialisme yang
menyamar dibawah agen kolonialisme, kolonialisme dibawah bentuk
aliansi terorganisir dan kolonialime dengan perjanjian-perjanjian.
14. Kolonialisme berkonspirasi disekitar kita dan dikelilingai intrik bahkan
merebut negara Arab dan mengelilingi kita dalam segala bentuk dan
mendikte kita dengan kehendaknya.
15. Gamal Abdul Nasser menyatakan bahwa harus menolak intrik
37
kolonialisme ini dan kesadaran Arab dan nasionalisme Arab untuk
terbangun mengalahkan kolonialisme
B. Dampak Nasionalisasi Terusan Suez Bagi Mesir
Nasionalisasi Terusan Suez adalah bentuk upaya mendapatkan kembali
kepentingan Mesir, setelah beberapa lama dikuasai oleh Negara-negara Barat
yang ingin mempertahankan kekuasaannya pada Terusan Suez. Oleh karena itu,
dalam hal ini terjadi pergeseran dimana Mesir mengambil alih Terusan Suez
sebagai bentuk perubahan ke arah yang baru melalui putusan Presiden Gamal
Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez yang dinyatakan dalam Undang-
Undang Nasionalisasi, dan telah disosialisasikan dalam terbitan pemerintah,
sehingga pada akhirnya Terusan Suez menjadi milik Mesir sepenuhnya tanpa
campur tangan negara lain dan secara luas dapat memajukan perekonomian
Negara Mesir.
Pada awal kepemimpinan Gamal Abdul Nasser, situasi Negara Mesir
dalam aspek hal ekonomi Mesir yang diambil oleh Gamal Abdul Nasser yakni,
transisi dari intervensi Negara untuk membuka ekonomi pasar, mereformasi
lingkungan bisnis untuk menarik investasi internasional, mengurangi subsidi
kebutuhan seperti energi dan makanan untuk memungkinkan fleksibilitas yang
lebih besar dalam mengalokasikan sumber daya anggaran, mengadopsi kebijakan
sosial untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendidikan dan kesehatan,
meluncurkan distribusi yang lebih merata dalam hal pendapatan dan kekayaan,
dan menstabilkan politik negara.1
Motif ekonomi merupakan salah satu hal yang melatarbelakangi kebijakan
Gamal Abdul Nasser untuk menasionalisasi Terusan Suez sebagai sumber dana
dalam Pembangunan proyek Bendungan Aswan. Tindakan itu memicu invasi
Mesir oleh Inggris, Prancis, dan Israel-yang disebut Perang Suez.Setelah kejadian
itu negara mendirikan Organisasi Ekonomi untuk mengelola kepentingan asing
yang dinasionalisasi di perbankan dan asuransi pada tahun 1957. Pada tahun yang
sama, negara meluncurkan rencana pembangunan industri yang disorot peran
langsung dan terkemuka untuk investasi pemerintah. Bukan hanya membentuk
1
Naiem A. Sherbiny, Omaima M. Hatem (auth.)-State and Entrepreneurs in
EgyptEconomic Development since 1805-Palgrave Macmillan US (2015) h.70
38
sebuah kelembagaan saja untuk mengelola bisnis yang dinasionalisasi dan
perusahaan publik baru, negara juga menunjuk para pekerja dari mantan perwira
militer karena diduga lebih loyalitas kepada rezim.2
Sulit untuk menggambarkan betapa pentingnya Bendungan Aswan bagi
Mesir. Hal ini penting di negara di mana 97% dari tanah terlalu kering untuk
mengizinkan pertanian atau bahkan merumput sampai batas tertentu, dan di mana
sekitar 22 juta orang terkonsentrasi pada 6 juta are tanah garapan di Lembah Nil,
pembangunan Bendungan Aswan Tinggi akan memungkinkan Mesir untuk
membawa budidaya merupakan dua juta acres peningkatan tambahan lahan
sekitar 33%. Pada saat yang sama, Dam. akan memproduksi hingga 600 juta
kilowatt jam listrik per tahun -untuk keperluan industri, untuk pertanian dan untuk
penerangan perumahan. Tapi yang lebih penting, Aswan telah menjadi simbol dari
revolusi Mesir.3
Negara Mesir dibawah kebijakan Gamal Abdul Nasser juga membuat
kebijakan yang antibisnis dalam sektor swasta sehingga secara signifikan sector
ini menjadi lemah walaupun terus beroperasi, dalam beberapa kegiatan negara
tahu bahwa negara tidak bisa mengelola. Milik pribadi dalam sector ini memang
tidak dihapuskan, tetapi peran pengusaha dalam investasi dan produksi terbatas
hanya untuk tanah, tempat tinggal, konstruksi, industri rumahan, dan
perdagangan.Beredar juga sebuah sentimen antibisnis yang dikembangkan negara
bahwa pengusaha sebagai "musuh rakyat," untuk membatasi pengusaha tetap
berada dalam control negara.Begitu juga ruang lingkup sektor publik diperluas,
dan kontrol negara dari harga, biaya, dan perdagangan didominasi transaksi bisnis
eksternal.Perencanaan sentral menjadi pusat kegiatan ekonomi selama tahun
1961-1965, dengan negara sebagai peran utama untuk mengembangkan pertanian,
industri, dan jasa sosial.Alat yang digunakan adalah pertama dan terutama
investasi publik. Namun, pengendalian biaya, harga, dan sewa rumah terdistorsi
mekanisme pasar dalam alokasi sumber daya dan dengan demikian mengirim
sinyal peringatan kepada pengusaha lokal: pasar selanjutnya akan terpinggirkan
2 Naiem A. Sherbiny, Omaima M. Hatem (auth.)-State and Entrepreneurs in Egypt_
Economic Development since 1805-Palgrave Macmillan US (2015) h.71 3World Affairs Institute, (1956). “Background of Suez,” World Affairs, Vol. 119, No.
3.hal 72
39
dalam mendukung pusat komando dan kontrol. Tindakan yang diambil terhadap
sektor swasta mungkin telah didorong oleh pertimbangan keadilan untuk
membangun sebuah masyarakat sosialis.4
Gelombang terbesar intervensi pemerintah dalam bisnis terjadi pada tahun
1961.Saat pasar kapas di Alexandria ditutup dan Otoritas Cotton diberikan hak
monopoli perdagangan kapas. Dikarenakan diwaktu sebelumnya Mesir biasanya
berasal 80% dari pendapatan devisa yang berasal dari kapas harus menanggung
kerugian dengan gudang penuh kapas yang tidak terjual.
Dalam analisis, tujuan Gamal Abdul Nasser dalam hal pembangunan
ekonomi melalui lembaga-lembaga negara terpusat yang mengabaikan sinyal
pasar ternyata tidak hanya bisa dipertahankan dalam jangka pendek tetapi juga
merusak dalam jangka panjang.Dalam kata-kata Bent Hansen, "musuh utama
Mesir telah Mesir." Nasser yakin bahwa model sosialis adalah yang paling cocok
untuk Mesir selama tahun 1950-an dan 1960-an. Negara menetapkan tujuan
makro yang diterjemahkan ke dalam tujuan sector dengan rinci yang diarahkan
untuk produktif unit-semua dalam mode yang sangat terpusat. Pelaksanaannya,
bagaimanapun, adalah bencana. Gamal Abdul Nasser yang meninggal tahun 1970
ini meninggalkan warisan struktur yang berantakan dalam hal kelembagaan
ekonomi, perusahaan publik merugi, dan sektor swasta lumpuh yang terjadi
bertahun-tahun setelah kematiannya.
Dampak kebijakan nasionalisasi ini juga mendapat tanggapan, wakil-wakil
dari Shubra al-Khayma tekstil pekerja yang dikirim pada bulan Agustus 1958,
mengeluh tentang tingkat pengangguran dan jumlah besar pabrik-pabrik yang
bangkrut.Keluhan terkait dengan ketidakamanan kerja sangat mungkin merupakan
komponen besar peningkatan konflik industri selama dan setelah 1952 seperti
yang diungkapkan oleh Statistik Federasi industri Mesir.Jumlah rata-rata sengketa
tenaga kerja di tahun 1952-1958 adalah tiga kali rata-rata selama tujuh tahun
sebelumnya.Bagian dari peningkatan sengketa tenaga kerja disebabkan untuk
melanjutkan pertumbuhan perkotaan upah tenaga kerja.Hal ini meskipun
demikian, pertumbuhan tenaga kerja upah perkotaan tidak memperhitungkan
4Joel Beinin. Labor, Capital, and the State in Nasserist Egypt, 1952-1961. International
Journal of Middle East Studies, Vol. 21, No. 1 (Feb., 1989), pp. 71-90.Cambridge University
Pressh 72
40
untuk peningkatan total sengketa Ketenagakerjaan.Mungkin berpendapat bahwa
peningkatan jumlah perselisihan setelah 1952 adalah karena peningkatan laporan
departemen tenaga kerja.Tapi asumsi ini tidak berdasar karena, terutama pada
tahun pertama dari rezim yang baru, ada tidak ada perbaikan dramatis dalam
personil dan birokrasi proceduresof kebanyakan departemen pemerintah. Ini jauh
lebih mungkin bahwa pekerja, percaya bahwa rezim baru akan membawa tentang
mengakhiri ketidakadilan dan penindasan sebelumnya mereka menderita, lebih
sering mencari bantuan dari aparatur negara daripada mereka telah di bawah
rezim lama. Selain itu, karena pemogokan ilegal di bawah rezim yang baru,
intervensi negara menjadi satu-satunya cara untuk menyelesaikan sengketa
Ketenagakerjaan. Namun, justru karena administratif dan yudisial aparat negara
tetap utuh, seperti bantuan itu sering tidak datang, meskipun undang-undang dan
resmi pernyataan kebijakan pemerintah yang menguntungkan untuk pekerja.5
Kebanyakan perang akan mempengaruhi warga sipil tanpa terkecuali yang
terjadi pada krisis Suez 1956. Mobilisasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
saat perang berkecambuk bukan hanya mengganggu akan tetapi menimbulkan
jatuhnya korban dari warga sipil maupun kerusakan bangunan. Pertempuran
berkecamuk di rumah-rumah warga, sekolah, dan pasar, meninggalkan kematian
dan kehancuran di belakangnya.Bagi para korban di Gaza, Krisis Suez adalah
perang terbaru dalam serangkaian kemalangan dalam suasana konflik yang datang
kembali setelah sebelumnya pada tahun 1948-1949 terjadi Perang Arab-
Israel.Ratusan bahkan ribuan warga Palestina meninggalkan rumah
mereka.Ditambah dengan infrastruktur yang ada di Gaza benar-benar tidak
memadai untuk mendukung populasi yang besar.
Krisis Suez bukan hanya mempengaruhi warga sipil di Gaza, akan tetapi
bagi warga sipil Mesir juga mengalami penderitaan dan kerusakan bangunan yang
lebih besar.
Nasser melihat warga sipil Mesir sebagai dasar untuk pemberontakan rakyat
terhadap Eropa kolonialisme, sementara Inggris dan Perancis melihat bahwa
kelompok tertentu yang telah dibubarkan Nasser sebagai dasar untuk
5 Joel Beinin. Labor, Capital, and the State in Nasserist Egypt, 1952-1961. International
Journal of Middle East Studies, Vol. 21, No. 1 (Feb., 1989), pp. 71-90.Cambridge University
Pressh. 75
41
menggulingkan pemerintahan Nasser.
Dalam skenario ini, Gamal Abdul Nasser akan mengobarkan "perang
rakyat" melawan penjajah. Nasser memahami halus sifat politik operasi sekutu di
Mesir dan pengawasan publik yang intens.Dengan demikian Inggris dan Perancis
terjebak dalam skenario bahwa Mesir harus terlepas dari imperialisme. Jika
pasukan Inggris dan Perancis bersifat agresif dengan membalas pemberontakan
maka, akan banyak korban warga sipil terlibat dalam "Perang rakyat,". Dengan
demikian jumlah korban yang banyak akan meningkatkan tekanan di Inggris,
Perancis, dan luar negeri untuk menghentikan permusuhan dan menarik diri dari
Mesir. Selain itu, warga sipil akan membujuk lebih banyak orang Mesir ke
melawan pendudukan, lagi memperluas konflik dalam mendukung Mesir.
1. Bidang Ekonomi
Pada masa itu ekonomi domestik Mesir berada pada titik
mengkhawatirkan, akibat dari kebijakan zaman monarki yang kapitalistis dan
memberi banyak peluang bagi berkembangnya feodalisme.Guna menangani
perekonomian yang memburuk Nasser bereksperimen menerapkan ideologi
sosialis menuju pembangunan ekonomi dan penegakan keadilan sosial yang non-
Marxis.Didorong oleh situasi internasional dan keadaan ekonomi domestik yang
tidak menentu, di samping adanya kedekatan ideologis, Nasser kemudian
membawa politik luar negeri Mesir menjadi lebih condong ke Uni Soviet.
Komponen utama dari kebuntuan ekonomi Mesir adalah bidang pertanian
yang menyumbang hampir 45-47% dari total tenaga kerja, 30% dari produk
domestik bruto, danlebih dari50% dariekspor. Selanjutnya, lebih dari50% dari
industri Mesir terdiri dari sektor berbasis pertanian seperti tekstil dan pengolahan
makanan. Jasa, transportasi, perdagangan, dan kegiatan pemerintah semua terkait
erat dengan pertanian dan pertanian Mesir saat Gamal Abdul Nasser menjabat
berada dalam masalah serius.6
Terusan Suez meningkatkan penghasilan industri pelayaran hingga 40%.
6 Egypt's Agriculture in Trouble Author(s): Alan Richards Source: MERIP Reports, No.
84 (Jan., 1980), pp. 3-13 Published by: Middle East Research and Information Project (MERIP)
Stable URL: http://www.jstor.org/stable/3011462 . Accessed: 18/11/2014 00:17. Kemunduran
Pertanian Mesir.
42
Rute pelayaran Inggris antara Kalkuta ke Liverpool dengan melewati Tanjung
Harapan rata-rata menempuh jarak 11.650 mil, sedangkan dengan melewati
Terusan Suez jarak yang ditempuh berkurang hingga 45% menjadi sekitar 6.400
mil. Nasionalisasi Terusan Suez pada 26 Juli 1956 sebagai simbol kebebasan
Mesir dari pengaruh politik dan ekonomi asing, juga kebebasan Mesir untuk
menentukan nasibnya sendiri.
Nasser dianggap sebagai pahlawan Arab sebagai pemimpin yang berhasil
melawan negara imperialis dan meninggalkan kesan yang kuat bagi Dunia
Arab.Nasser membawa kehormatan dan kepercayaan diri kepada Dunia Arab dan
negara dunia ketiga. Konsep Nasser tentang Nasionalisme Arab memberi
pengaruh terhadap kejadian politik Arab dan periode setelah nasionalisasi Terusan
Suez merupakan masa keemasan Nasionalisme Arab dengan puncaknya deklarasi
berdirinya the United Arab Republic (UAR) antara Mesir dan Syiria pada 1
Februari 1958.
Nasionalisasi Terusan Suez mempunyai dampak ekonomi bagi
Mesir.Setidaknya ada dua dampak ekonomi jangka pendek yang dihadapi oleh
Mesir.Pertama, dibekukannya aset dan mata uang Mesir di Inggris, Perancis dan
Amerika Serikat, ditambah dihentikannya semua bantuan dari Amerika
Serikat.Kedua, adanya embargo ekonomi dari Inggris yang merupakan mitra
dagang paling penting bagi Mesir.Terlebih pemblokiran Terusan Suez dari
November 1956 hingga April 1957 semakin memperburuk perekonomian Mesir.
Pemulihan masalah ekonomi yang dihadapi akibat Nasionalisasi Terusan
Suez berjalan cepat dengan dibukanya kembali Terusan Suez pada 10 April
1957.Negosiasi pemulihan hubungan ekonomi dengan Inggris, Perancis dan
Amerika juga berlangsung relatif cepat. Pada Mei 1958 tercapai kesepakatan
antara Suez Canal Company dan Mesir, dimana pemerintah Mesir membayar
kompensasi nasionalisasi Terusan Suez sebesar 26,5 juta Poundsterling.
Kesepakatan Ekonomi dengan Perancis tercapai ditandatangani pada 22
Agustus 1958, sedangkan penyelesaian dengan Inggris baru tercapai pada
Februari 1959.Dari sudut pandang Mesir, penyelesaian masalah ekonomi akibat
nasionalisasi TerusanSuez berakhir dengan memuaskan dan cepat. Hal ini bisa
terjadi karena faktor ekonomi dan politik ketika itu; pentingnya Terusan Suez bagi
43
dunia pelayaran, kepentingan ekonomi Barat yang mengharuskan mereka
melanjutkan perdagangan dengan Mesir, dan ketakutan negara Barat jika Mesir
akan jatuh ke dalam pengaruh Ekonomi Uni Soviet.
2. Bidang Politik
Krisis Suez ini sangat berpengaruh kepada politik Mesir, bukan saja
menaikkan pamor Mesir sebagai negara berkembang akan tetapi membawa
perubahan dengan tidak memandang sebelah mata Mesir, walaupun pada
kenyataannya Mesir kalah dalam peperangan. Kebijakan nasionalisi ini menjadi
gerbang bagi Mesir untuk menetapkan langkah berikutnya.
Gerbang selanjutnya akan mengawali konflik yang berkelanjutan antara
Israel dan Mesir. Perang ini disebabkan oleh ketidakpuasan orang Arab atas
kekalahannya dalam Perang Arab-Israel tahun 1948 dan 1956.Pada saat terjadinya
Krisis Suez tahun 1956, walaupun Mesir kalah, namun mereka menang dalam hal
politik.Tekanan diplomatik dari Amerika Serikat dan Uni Soviet memaksa Israel
untuk mundur dari Semenanjung Sinai. Setelah perang tahun 1956, Mesir setuju
atas keberadaan pasukan perdamaian PBB di Sinai, UNEF, untuk memastikan
kawasan tersebut bebas tentara dan juga menghalangi gerilyawan yang akan
menyebrang ke Israel, sehingga perdamaian antara Mesir dan Israel terwujud
untuk sesaat.
Perang tahun 1956 menyebabkan kembalinya keseimbangan yang tidak
pasti, karena tidak ada penyelesaian atau resolusi tetap mengenai masalah-
masalah di wilayah itu. Pada masa itu, tidak ada negara-negara Arab yang
mengakui kedaulatan Israel. Suriah yang bersekutu dengan blok Soviet mulai
mengirim gerilyawan ke Israel pada awal tahun 1960-an sebagai bagian dari
"perang pembebasan rakyat", dalam rangka untuk mencegah perlawanan domestik
terhadap partai Ba'ath. Selain itu, negara-negara Arab juga mendorong gerilyawan
Palestina menyerang sasaran-sasaran Israel.
3. Bidang Sosial
Nasser mempunyai pandangan yang benar-benar baru tentang masa depan
Mesir. Mengenai kebijakan asing Nasser mempunyai dua prioritas yaitu,
44
menghapus kolonialisasi Inggris dari Mesir dan mengeliminasi kekuatan Inggris
di Dunia Arab.Salah satu alasan Nasser ingin mengeliminasi kekuatan Inggris di
Dunia Arab kemungkinan merupakan ambisi pribadi untuk menjadikan Mesir dan
dirinya sebagai pemimpin Dunia Arab.
Nasser menganggap nasionalisasi Terusan Suez sebagai tantangan
terhadap dominasi Barat, langkah untuk menuju Mesir yang independen, dan
menambah pendapatan Mesir dari aset-aset strategis.
Terusan Suez adalah wujud nyata perubahan yang terjadi pada Mesir,
karena menjadi pintu masuk pelayaran dari berbagai penjuru dan menjadikan Kota
Suez sebagai kota pelabuhan yang ramai. Dengan begitu hadir kembali pelabuhan
yang ramai berkembang pula kota-kota pelabuhan seperti Gibraltar, Bacelona,
Marsilla, Genoa, Venesia, Napels, Malt, Athena, Istambul, Sipus dan sebagainya
45
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gamal Abdul Nasser sebagai seorang kepala negara telah melakukan
langkah yang sangat berani untuk menasionalisasikan Terusan Suez.Hal ini tidak
mudah bagi setiap kepala negara terutama resiko yang harus di tanggung dan
berurusan dengan negara maju seperti Inggris, Perancis dan Israel.Sikap Gamal
Abdul Nasser perlu di ancungi jempol karena dengan nasionalisasi Terusan Suez
merupakan batu loncatan untuk membangkitkan perekonomian Mesir yang
terpuruk sebelum Gamal Abdul Nasser berkuasa.Gamal Abdul Nasser
menganggap nasionalisasi Terusan Suez sebagai tantangan terhadap dominasi
Barat, langkah untuk menuju Mesir yang independen, dan menambah pendapatan
Mesir dari aset-aset strategis. Kepentingan Inggris, Perancis dan Israel terhadap
terusan Suez menjadikan ketiga negara tersebut melakukan penyerangan kepada
Mesir. Latar Belakang Gamal Abdul Nasser dalam hal menasionalisasikan
Terusan Suez yakni
Menciptakan sebuah negara Mesir yang independen, sepenuhnya
terbebas dari kolonialisme dan pengaruh asing baik dalam politik
maupun ekonomi.
Pemasukan hasil dari Terusan Suez sebagai sumber rencana
pembangunan Bendungan Aswan. Dengan dibangunnya
Bendungan Aswan ini mampu menjadikan pertanian Mesir maju.
Pembatalan dana yang dijanjikan oleh Amerika dan Inggris untuk
mendanai proyek Bendungan Aswan.
Adapun dampak dari kebijakan nasionalisasi Terusan Suez, penulis
menjabarkan pada dua katagori yakni ekonomi dan politik.Dalam hal ekonomi,
setidaknya Mesir mampu sedikit bernapas lega karena adanya masukan dari
pelayaran melalui Terusan Suez. Suez yakni meningkatnya penghasilan industri
pelayaran hingga 40%.Nasionalisasi Terusan Suez mempunyai dampak ekonomi
46
bagi Mesir.Setidaknya ada dua dampak ekonomi jangka pendek yang dihadapi
oleh Mesir.Pertama, dibekukannya aset dan mata uang Mesir di Inggris, Perancis
dan Amerika Serikat, ditambah dihentikannya semua bantuan dari Amerika
Serikat.Kedua, adanya embargo ekonomi dari Inggris yang merupakan mitra
dagang paling penting bagi Mesir.Terlebih pemblokiran Terusan Suez dari
November 1956 hingga April 1957 semakin memperburuk perekonomian Mesir.
Pemulihan masalah ekonomi yang dihadapi akibat Nasionalisasi Terusan Suez
berjalan cepat dengan dibukanya kembali Terusan Suez pada 10 April
1957.Negosiasi pemulihan hubungan ekonomi dengan Inggris, Perancis dan
Amerika juga berlangsung relatif cepat. Pada Mei 1958 tercapai kesepakatan
antara Suez Canal Company dan Mesir, dimana pemerintah Mesir membayar
kompensasi nasionalisasi Terusan Suez sebesar 26,5 juta
Poundsterling.Kesepakatan Ekonomi dengan Perancis tercapai ditandatangani
pada 22 Agustus 1958, sedangkan penyelesaian dengan Inggris baru tercapai pada
Februari 1959.Dari sudut pandang Mesir, penyelesaian masalah ekonomi akibat
nasionalisasi TerusanSuez berakhir dengan memuaskan dan cepat. Hal ini bisa
terjadi karena faktor ekonomi dan politik ketika itu; pentingnya Terusan Suez bagi
dunia pelayaran, kepentingan ekonomi Barat yang mengharuskan mereka
melanjutkan perdagangan dengan Mesir, dan ketakutan negara Barat jika Mesir
akan jatuh ke dalam pengaruh Ekonomi Uni Soviet.
B. Saran
Kepemimpinan Gamal Abdul Nasser di Mesir dengan kebijakannya yang
berorientasi pada Sosialisme Arab terintegrasi dengan kebijakan-kebijakan yang
dibuatnya.Terutama loncatan yang sangat beraninya dalam menasionalisasi
Terusan Suez dengan segala potensi strategis bagi negara-negara maju.Hal ini
tentunya harus kita gali lebih dalam untuk menambah khazanah perihal kebijakan
Gamal Abdul Nasser di Mesir.
Penulis mengalami kesulitan dan keterbatasan mengakses sumber primer
lainnya. Jadi, penulis menyarankan untuk yang hendak melakukan penelitian
perihal nasionalisasi Terusan Suez oleh Gamal Abdul Nasser untuk mencoba
mengkronologikan sejarah dunia, khususnya Perang Dunia II dan mengkaitkannya
47
dengan situasi politik internasional karena sangat banyak factor yang
mempengaruhi kebijakan Gamal Abdul Nasser untuk menasionalisasikan Terusan
Suez.
48
DAFTAR PUSTAKA
Buku
A. SherbinyNaiem, Omaima M. Hatem (auth.)-State and Entrepreneurs in Egypt
Economic Development since 1805-Palgrave Macmillan US 2015.
Al-Sayyid MarsotAfaf Lutfi, A History Of Egypt From The Arabs Conquest To
The Present, 2th ed.New York: Cambridge University Press, 2007.
GottschalkLouis, Mengerti Sejarah, Penerjemah Nugroho Notosusanto, Jakarta:
UI Press, 1983.
MansfieldPeter, A History of the Middle East, Harmondsworth: Penguin Books,
1991.
MussaIshak Al Husaini, Ikhwanul Muslimun: Tinjauan Sejarah Sebuah Gerakan
Islam (Bawah Tanah), Jakarta: Grafiti Pers, 1983.
Republik Indonesia Kedutaan Besar Mesir, Selayang Pandang Mesir. 2014
SoeratmanDarsiti, Sejarah Afrika. Yogyakarta: Ombak, 2012TahirArifin, Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, Jakarta Pustaka Indonesia Press, 2011.
Somarajah,M., The International Law on Foreign Investment, Cambridge
University Press, Cambridge, UK, Second edition, 2004
TamburakaApriadi, Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter
di Negara-Negara Timur Tengah. Yogyakarta: Narasi, 2002
VarbleDerek. The Suez Crisis 1956, Osprey Publishing , 2003
Jurnal dan Artikel
Affairs World Institute, (1956). “Background of Suez,” World Affairs, Vol. 119,
No. 3. 72-73.
Gershoni, dan James P Jankowski, Egypt, Islam, and The Arabs: The Search for
Egyptian Nationhood, 1900-1930.Oxford: Oxford University Press,
1986.
Husna Krida Amalia, “Gamal Abdul Nasser dan Perannya dalam Penentuan
Kebijakan Mesir,1952-1970, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Yogyakarta, 2010.
49
International Journal of Middle East Studies, Vol. 21, No. 1 Feb., 1989 pp. 71-
90.Cambridge University PressIsrael.
Labor, Joel Beinin, Capital, and the State in Nasserist Egypt, 1952-1961.
Nurtsabit Alfin A, “Kajian Tentang Nasionalisasi Terusan Suez dan Kepentingan
Negara-Negara Barat (1956-1957,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Yogyakarta, 2013.
Nurudin Muhammad, Pemikiran Nasionalisme Arab Gamal Abden Nasser Dan
Implikasinya Terhadap Persatuan Umat Islam Di Mesir, ADDIN, Vol. 9,
No. 1, Februari 2015.
Podeh Elie, “The Drift towards Neutrality: Egyptian Foreign Policy during the
Early Nasserist Era,” 1952-55, Middle Eastern Studies, Vol. 32, No. 1
Jan., 1996.
Widyarsa Mohammand Riza, Rezim Militer dan Otoriter di Mesir, Suriahdan
Libya, Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Prana Sosial, Vol. 1, No. 4,
September 2012