Kearifan lokal suku baduy

3
a C. KEARIFAN LOKAL SUKU BADUY Bayangkan sebuah tempat yang damai, dikelilingi oleh suasana hijau. Suara angin yang gemerisik menerpa dedauanan bambu, kicau burung, dan deburan aliran sungai. Dengarkan bisik alam yang menyapa dalam kemurnian, Anda layak melihatnya dengan mata hati sehingga dibawalah oleh-oleh pengalaman yang melekat di hati. Ada banyak kearifan lokal yang akan di peroleh di Desa Kanekes, sebuah pelajaran yang sangat berarti mengingatkan kita pada jati diri leluhur salah satu suku tua di Nusantara yang masih hidup dengan cara tradisional. Lupakan ponsel atau alat elektronik lainnya saat Anda mengunjungi Desa Kanekes atau yang lebih popular disebut Desa Baduy di Banten. Selain tidak ada listrik untuk men-charge hp Anda, bahkan sinyal pun sulit didapat. Lebih baik Anda menatap alam sekitar dan mendengarkan suara-suara alam. Di sinilah Anda akan dapati kehidupan masa lalu sebelum memasuki sebuah zaman dari akibat revolusi industri yang menguasai dunia. Desa Baduy, terletak di perbukitan Gunung Kendeng, sekitar 75 kilometer arah selatan Rangkasbitung, Banten. Ini merupakan tempat yang tepat untuk Anda yang ingin merasakan ketenangan yang jarang ditemukan di kota besar. Bagi mereka yang memiliki naluri berpetualang mungkin akan merasakan trekking di desa Baduy sangat memukau. Kehidupan keseharian masyarakat Baduy yang memegang teguh adat istiadat merupakan daya tarik tersendiri bagi Anda yang berminat menelusuri budaya unik kearifan lokal yang luar biasa ini. Kawasan Baduy tepatnya berada di desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak. Diperkirakan akhir abad ke-18 wilayah Baduy ini terbentang mulai dari kecamatan Leuwidamar sekarang sampai ke Pantai Selatan. Sekarang luas wilayah Baduy ini sekitar 5102 hektar. Batas wilayah sekarang ini dibuat pada permulaan abad ke-20 bersamaan dengan pembukaan perkebunan karet di desa Leuwidamar dan sekitarnya. Suku Baduy sering disebut urang Kanekes. Baduy sebetulnya bukanlah nama dari komunitas yang ada di desa ini. Nama tersebut menjadi melekat karena diberikan oleh peneliti Belanda yang menyamakan mereka

Transcript of Kearifan lokal suku baduy

Page 1: Kearifan lokal suku baduy

a

C. KEARIFAN LOKAL SUKU BADUY

Bayangkan sebuah tempat yang damai, dikelilingi oleh suasana hijau. Suara angin yang

gemerisik menerpa dedauanan bambu, kicau burung, dan deburan aliran sungai. Dengarkan bisik

alam yang menyapa dalam kemurnian, Anda layak melihatnya dengan mata hati sehingga

dibawalah oleh-oleh pengalaman yang melekat di hati. Ada banyak kearifan lokal yang akan di

peroleh di Desa Kanekes, sebuah pelajaran yang sangat berarti mengingatkan kita pada jati diri

leluhur salah satu suku tua di Nusantara yang masih hidup dengan cara tradisional. Lupakan

ponsel atau alat elektronik lainnya saat Anda mengunjungi Desa Kanekes atau yang lebih popular

disebut Desa Baduy di Banten. Selain tidak ada listrik untuk men-charge hp Anda, bahkan sinyal

pun sulit didapat. Lebih baik Anda menatap alam sekitar dan mendengarkan suara-suara alam. Di

sinilah Anda akan dapati kehidupan masa lalu sebelum memasuki sebuah zaman dari akibat

revolusi industri yang menguasai dunia.

Desa Baduy, terletak di perbukitan Gunung Kendeng, sekitar 75 kilometer arah selatan

Rangkasbitung, Banten. Ini merupakan tempat yang tepat untuk Anda yang ingin merasakan

ketenangan yang jarang ditemukan di kota besar. Bagi mereka yang memiliki naluri berpetualang

mungkin akan merasakan trekking di desa Baduy sangat memukau. Kehidupan keseharian

masyarakat Baduy yang memegang teguh adat istiadat merupakan daya tarik tersendiri bagi Anda

yang berminat menelusuri budaya unik kearifan lokal yang luar biasa ini.

Kawasan Baduy tepatnya berada di desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, kabupaten

Lebak. Diperkirakan akhir abad ke-18 wilayah Baduy ini terbentang mulai dari kecamatan

Leuwidamar sekarang sampai ke Pantai Selatan. Sekarang luas wilayah Baduy ini sekitar 5102

hektar. Batas wilayah sekarang ini dibuat pada permulaan abad ke-20 bersamaan dengan

pembukaan perkebunan karet di desa Leuwidamar dan sekitarnya. Suku Baduy sering disebut

urang Kanekes. Baduy sebetulnya bukanlah nama dari komunitas yang ada di desa ini. Nama

tersebut menjadi melekat karena diberikan oleh peneliti Belanda yang menyamakan mereka

Page 2: Kearifan lokal suku baduy

dengan Badawi atau BedoinArab yang merupakan masyarakat nomaden atau berpindah-pindah.

Dari Badawi atau Bedoin, kemudian nama itu pun bergeser menjadi Baduy. Orang Baduy, karena

bermukim di Desa Kanekes, sebenarnya lebih tepat disebut sebagai Orang Kanekes. Namun

karena istilah “Baduy” terlanjur lebih dulu dikenal, maka nama “Baduy” lebih populer ketimbang

“Orang Kanekes”.

Mereka tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Desa ini

berada sekitar 38 km dari ibu kota Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, atau sekitar 120 km dari

Jakarta. Desa Kanekes memiliki 56 kampung Baduy. Orang Baduy Dalam tinggal di Kampung

Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo. Sedangkan orang Baduy Luar tinggal di 53 kampung lainnya.

Kampung Baduy Luar sering disebut kampung panamping atau pendamping, yang berfungsi

menjaga Baduy Dalam.

Keseharian kaum lelaki Baduy menggunakan ikat kepala putih. Kecuali puun atau pemimpin adat,

para lelaki menggunakan baju hitam dan sarung selutut berwarna biru tua bercorak kotak-kotak.

Kaum perempuan menggunakan sarung batik biru, kemben biru, baju luar putih berlengan

panjang. Gadis-gadis menggunakan gelang dan kalung dari manik. Suku Baduy Dalam, mereka

setia berjalan kaki dalam melakukan perjalanan, mengedepankan kejujuran, menolak mencemari

lingkungan (tanah dan air), dan tidak merokok. Baduy Dalam menerapkan adat lebih ketat

dibandingkan dengan Baduy Luar. Salah satu perbedaannya, warga Baduy Luar diperbolehkan

berkendaraan. Baduy Dalam hidup dengan aturan adat yang ketat.

Di Baduy Dalam, pikukuh atau aturan adat adalah harga mati yang tidak bisa ditawar. Hal ini

berbeda dengan Baduy Luar. Dalam hal makanan, orang Baduy tergolong sangat fanatik. Mereka

tidak akan menyantap jenis makanan yang tidak dimakan nenek moyang mereka juga tidak akan

melakukan kebiasaan yang dulunya tidak pernah dilakukan nenek moyang mereka. Kebiasaan

mandi tidak menggunakan sabun masih berlangsung hingga saat ini. Tidak memakai sabun mandi

bukan berarti mereka tidak punya uang, tetapi benar-benar demi mengikuti kebiasaan orang tua

mereka. Kalau ada warga Baduy yang coba-coba memakai sabun saat mandi dan sampai

ketahuan, pasti mendapat teguran keras. Teguran ini bisa berujung pada pemecatan sebagai

warga Baduy Dalam.

Menurut kepercayaan orang Kanekes mereka keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari

tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan

Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan

keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik(mandita) untuk

menjaga harmoni dunia.

Page 3: Kearifan lokal suku baduy

Kepercayaan orang Baduy adalah penghormatan pada roh nenek moyang dan kepercayaan

kepada satu kuasa yang dinamakan Nu Kawasa. Keyakinan mereka sering disebut dengan Sunda

Wiwitan. Orientasi, konsep-konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan ditujukan

kepada pikukuh (aturan adat) agar orang hidup menurut alur itu dan menyejahterakan kehidupan

Baduy dan dunia. Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar

pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya

juga dipengaruhi oleh agama Buddha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan

dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari. Isi

terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apa

pun", atau perubahan sesedikit mungkin. Di kawasan Baduy Dalam, ada tiga kampung yang

masing-masing dikepalai oleh seorang kepala suku atau yang disebutPuun dan wakilnya yang

disebut Jaro. Ketiganya adalah kampung Cibeo, Cikesik, dan Cikertawana. Masing-

masing Puunini memiliki peran yang berbeda. Puun Cibeo mengurusi pertanian, Puun Cikesik

mengurusi keagamaan, dan PuunCikertawana bertanggungjawab dalam hal kesehatan atau obat-

obatan. Tanggung jawab ini berlaku secara kolektif untuk ketiga kampung tersebut.

Pemda Lebak sejak tahun 1990 menyatakan bahwa kawasan masyarakat Baduy merupakan

cagar budaya. Mereka tetap mempertahankan warisan leluhurnya yang merupakan aset nasional

yang harus harus dijaga. Hal itu dikukuhkan dengan Peraturan Daerah nomor 13/1990. Dengan

demikian hutan dan sungai tetap terjaga kelestariannya. Menurut Kepala Desa Kanekes Jaro

Daerah, suku Baduy menempati areal tanah seluas 5.101 ha, yang terbagi dalam 53 kampung. Tiga

kampung ditempati oleh Baduy Dalam masing-masing kampung bernama Cikeusik, Cikertawana

dan Cibeo, sedangkan sisanya ditempati oleh Baduy Luar. Suku-suku Baduy tersebut bermukim

tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,

Banten.