Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan

166
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SUKU BADUY TERHADAP LINGKUNGAN (Studi Kasus pada Masyarakat Baduy Dalam, Kampung Cibeo, Lebak, Banten) Disusun Oleh : Hanna Marissa (4915116890) Mu’iz Lidinillah 4915111646 Skripsi ini Ditulis untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta 2015

Transcript of Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SUKU BADUY TERHADAP

LINGKUNGAN

(Studi Kasus pada Masyarakat Baduy Dalam, Kampung Cibeo, Lebak,

Banten)

Disusun Oleh :

Hanna Marissa (4915116890)

Mu’iz Lidinillah

4915111646

Skripsi ini Ditulis untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan IPS

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta

2015

I

ABSTRAK

Mu’iz Lidinillah, Kearifan Lokal Masyarakat Suku Baduy Terhadap Lingkungan(Studi Kasus Pada Masyarakat Bady Dalam, Desa Cibeo, Lebak, Banten),Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial,Universitas Negeri Jakarta, 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi terkait perilakumasyarakat Suku Baduy terhadap lingkungan berupa pengetahuan mereka tentangbercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Penelitian ini dilakukanselama 3 bulan di Desa Cibeo, Baduy Dalam.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskiptif denganpendekatan kualitatif. Kegiatan wawancara secara mendalam dilakukan kepadapara narasumber dan informan, yaitu pimpinan adat, pimpinan kampung (jaro,kokolot), dan warga Baduy Dalam yang terpilih sebagai informan kunci..Informan kunci dipilih secara snowballing dimulai dari Jaro Pamarentah Kanekeshingga warga masyarakat Baduy Dalam yang sangat mengetahui tentang topiktersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cara masyarakat Baduy menjagakearifan lokalnya dengan mematuhi aturan yang sudah ditentukan adat. Aturanadat mengajarkan kepada mereka tentang bagaimana cara merawat alam,melestarikan alam, dan hidup harmonis dengan alam.

Kesimpulannya, ditemukan berbagai macam kearifan lokal dalambercocok tanam yang mempunyai nilai-nilai luhur yang dapat diterapkan padapeserta didik atau siswa untuk membentuk karakternya. Bentuk kearifan lokaldalam bercocok tanam pada masyarakat Baduy berupa penghormatan terhadaptanaman padi karena diyakini sebagai penjelmaan Nyi Sri atau Nyi PohaciSanghyang atau Dewi Padi kemudian cara masyarakat Baduy mewariskankearifan lokal kepada generasi penerusnya yaitu melalui peran lembaga adat dankeluarga.

Kata Kunci : Kearifan Lokal, Baduy, Lingkungan

II

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Penanggung Jawab / Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta

Dr. Muhammad Zid, M.Si

NIP. 19630412 199403 1 002

No Nama Tanda Tangan Tanggal

1. Dr. Budiaman, M.Si

NIP. 19671021 199403 1 002

Ketua .……………….. …..……………

2. Martini, SH,MH

NIP. 19710303 199803 2 001

Sekretaris .……………….. …..……………

3. Dr. Eko Siswono, M.Si

NIP. 19590316 198303 1 004

Dosen Pembimbing I .……………….. …..……………

4. Drs. Muhammad Muchtar, M.Si

NIP. 19540315 198703 1 002

Dosen Pembimbing II ………………… …..……………

5. Dr. Desy Safitri, M.Si

NIP. 19691204 200801 2 016

Penguji Ahli .………………. …..……………

Tanggal Lulus: 30 Juni 2015

III

PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini menyatakan:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapat gelar akademik (ahli madya, sarjana, magister, dan / atau dokter),

baik di Universitas Negeri Jakarta maupun di Perguruan Tinggi lainnya.

2. Skripsi ini murni gagasan, rumusan, dan hasil penelitian saya sendiri,

kecuali arahan dosen pembimbing.

3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

ataupun dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas

dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama

pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah

diperoleh karena skripsi ini.

5. Serta sanksi lainnya yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.

Jakarta, Juli 2015

Yang Membuat Pernyataan,

(Mu’iz Lidinillah)

NIM. 4915111646

IV

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASISKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik Universitas Negeri Jakarta, saya yang bertandatangan di bawah ini:Nama : Mu’iz LidinillahNo. Registrasi : 4915111646Program Studi : Pendidikan IPSFakultas : Ilmu SosialJenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikankepada Universitas Negeri Jakarta Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-Exlusive Royalty Free Right) atas Skripsi saya yang berjudul : “Kearifan LokalMasyarakat Baduy Terhadap Lingkungan (Studi Kualitatif padaMasyarakat Baduy Dalam, Kampung Cibeo, Lebak, Banten)”.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas RoyaltiNon Ekslusif ini Universitas Negeri Jakarta berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,dan mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama sayasebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : JakartaPada Tanggal : Juli 2015

Yang Menyatakan

MU’IZ LIDINILLAH4915111646

V

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MottoGoreskanlah tinta kebenaran disetiap langkah yang kau buat, maka kan

kau temukan berlembar kebaikan didalamnya.

Belajarlah untuk terus belajar, hiduplah untuk terus hidup, dan matilahuntuk terus dikenang.

Ingatlah bahwa keberuntungan selalu hadir didalam kesempatan.

PersembahanAlhamdulillah, atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

Ku persembahkan skripsi ini untuk Ayahku Soeparman dan Ibuku Siti Aminah

yang selalu sabar membimbingku, atas doa, dan motivasi yang selalu diberikan

kepadaku, serta keluarga besarku atas dukungan dan doa selama ini.

Terima Kasih.

VI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini

yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta dengan tepat pada waktunya.

Dalam menyelesaikan skripsi ini peneliti mendapat bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu peneliti ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih

kepada :

1. Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti

sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. H. Muhammad Muchtar, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Sosial.

3. Ibu Martini M. H selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial Fakultas Ilmu Sosial.

4. Bapak Dr. H. Eko Siswono, M.Si, selaku dosen pembimbing 1 yang telah

memberikan ilmunya, meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Sujarwo, M.Pd, selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan

saran dan arahan kepada peneliti baik dalam hal penulisan maupun

kesempurnaan isi dari skripsi ini.

6. Kedua orang tuaku yaitu ayah dan ibu yang senantiasa menyertaiku dalam

doanya. Abangku Zia Mustofa yang telah memberi dukungan kepadaku.

VII

7. Dimas Prasetya yang telah memberikan tempat tumpangan untuk menginap

selama berbulan-bulan menyelesaikan skripsi ini.

8. Ayah Arja, Ayah Sami, Ayah Mursid yang telah mengizinkan dan

meluangkan banyak waktu untuk membantu dan memberikan informasi

kepada penulis hingga terselesaikan skripsi ini. Seluruh warga Baduy,

terimakasih telah memberi banyak bantuan kepada penulis. Pakde Rose yang

telah meminjamkan bukunya, memberikan dukungan dan motivasi kepada

penulis.

9. Bapak dan ibu dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas

Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta.

10. Teman-teman jurusan PIPS angkatan 2011, yang telah membantu selama

proses pembuatan skripsi terutama untuk Muhammad Mukrim, Mahfud

Irfanto, Muhammad Afriaji, Dicky Tri Gusrian, Fitri Alawiyah sebagai teman

pejuang skripsi, teman berdiskusi, serta sebagai sahabat yang selalu bersedia

untuk memberikan kritik dan saran mengenai isi skripsi penulis dan selalu

memberikan motivasi kepada penulis.

11. Ramdhani Marshal S.Pd, Dedi Setiyawan S.Pd, Raja Bonar S.Pd, Bimo

Nugroho S.Pd, dan Abdul Latief S.Pd selaku senior PIPS yang selalu bersedia

memberikan masukan serta motivasi kepada penulis.

12. Kawan-kawan perkumpulan DPR Hanna Marisa, Qmen, Muslim Hanief,

Adih Firmansyah, Agung, Dian, Rio, Umar, Dara, Cipey, Cepong, Bella,

Kibo, Gatot, Faris, Raka, Vano, Angga, Tarmuji, Hafiz, Jhon, terima kasih

atas dukungan, doa, serta keceriaan yang selalu diberikan kepada peneliti.

VIII

Akhir kata peneliti memohon maaf kepada pihak-pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu. Penulis mengucapkan terimakasih, dan berdoa

kepada ALLAH S.W.T, semoga segala dukungan, bantuan, motivasi, serta doa

yang diberikan mendapat balasan dari ALLAH S.W.T. Mohon maaf atas segala

kekurangan dan kekhilafan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

penulis dan pembaca.

Jakarta, Juli 2015

Mu’iz Lidinillah

IX

DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Masalah Penelitian ...................................................................................... 3

C. Fokus Penelitian ......................................................................................... 3

D. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4

E. Kegunaan Penelitian ................................................................................... 4

F. Kerangka Konseptual .................................................................................. 4

1. Hakikat Kearifan Lokal .......................................................................... 5

2. Hakikat Masyarakat Baduy .................................................................... 8

3. Hakikat Etika Lingkungan ...................................................................... 17

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................................ 22

B. Sumber Data ............................................................................................... 24

C. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 25

D. Teknik Kalibrasi Keabsahan Data .............................................................. 27

E. Teknik Analisis Data .................................................................................. 28

BAB III HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Masyarakat Baduy .................................................................... 30

1. Latar Belakang Masyarakat Baduy ........................................................ 30

X

2. Geografi Desa Kanekes .......................................................................... 33

3. Administrasi Desa Kanekes .................................................................... 33

4. Sistem Pemerintahan .............................................................................. 35

5. Aktivitas Perekonomian ......................................................................... 39

6. Religi dan Adat ....................................................................................... 41

B. Deskripsi Objek Penelitian .......................................................................... 44

1. Keluarga AJ ............................................................................................ 44

2. Keluarga AM ..........................................................................................

C. Pembahasan dan Hasil Temuan .................................................................. 72

1. Aktivitas Bercocok Tanam Masyarakat Baduy ...................................... 48

2. Lahan Bercocok Tanam Masyarakat Baduy .......................................... 58

3. Menetapkan Lahan Garapan ................................................................... 61

4. Menyiapkan Lahan Garapan .................................................................. 64

5. Masa Tanam ........................................................................................... 66

6. Masa Pemeliharaan ................................................................................. 68

7. Masa Panen ............................................................................................. 70

8. Konsumsi Makanan ................................................................................ 72

9. Pola Bercocok Tanam Masyarakat Baduy ............................................. 73

10. Hubungan Masyarakat Baduy Dengan Lingkungannya ....................... 79

11. Kearifan Lokal Masyarakat Baduy dalam Bercocok Tanam ............... 80

12. Mewariskan Kearifan Lokal ................................................................. 83

13. Nilai-Nilai Luhur Dalam Kearifan Lokal Suku Baduy ........................ 85

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 92

B. Saran ........................................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 94

LAMPIRAN ................................................................................................... 96

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap suku bangsa di dunia mempunyai pengetahuan tentang alam

sekitarnya, alam flora dan fauna di daerah tempat tinggalnya dan tingkah laku

sesama manusia dalam ruang dan waktu. Dengan kata lain, manusia tidak bisa

lepas dengan lingkungan hidupnya. Proses interaksi antara manusia dengan

lingkungan selalu terjadi secara terus-menerus sehingga dapat menimbulkan

pengalaman. Pada giliranya, pengalaman-pengalaman tersebut kemudian

diabstraksikan menjadi konsep-konsep, teori-teori, dan pendidikan atau pedoman-

pedoman tingkah laku bermasyarakat.

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, teknologi dan ilmu pengetahuan

mengalami perkembangan yang pesat sehingga dapat berpengaruh pada

lingkungan hidupnya. Namun, yang terjadi kemudian adalah bahwa teknologi

mulai disangsikan manfaatnya karena dapat merusak tata lingkungan dan

membawa bencana. Alam yang merupakan obyek pemenuhan kebutuhan

manusia. Tidak ada satupun kebutuhan manusia di dunia ini yang tidak tergantung

dari alam. Awalnya, manusia menyesuaikan dengan alam agar dia dapat bertahan

hidup. Berikutnya, sedikit demi sedikit alam dirubah agar sesuai dengan

kebutuhan manusia di dalamnya. Keserasian dan keseimbangan diberlakukan

agar manusia bersahabat dengan alam. Namun belakangan, keterdesakan untuk

1

2

memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadikan manusia makin gencar

melakukan eksploitasi alam.

Kearifan lokal dalam dekade belakangan ini sangat banyak

diperbincangkan. Perbincangan tentang kearifan lokal sering dikaitkan dengan

masyarakat lokal dan dengan pengertian yang bervariasi. Indonesia merupakan

negara yang paling kaya dalam segi budaya. Indonesia mempunyai banyak suku

yang memliki kebudayaan masing-masing. Manusia adalah makhluk hidup

ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan

hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, mati, dan

seterusnya. Budaya adalah segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan

mengubah alam.1 Suku Baduy atau biasa disebut “masyarakat Kanekes” atau

pula disebut “masyarakat Rawayan” merupakan salah satu suku yang ada di

Indonesia, yang tinggal sekitar kaki pegunungan Kendeng di desa Kenekes,

Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Mereka itu tinggal

didaerah-daerah bukit terpencil, didaerah-daerah hutan wilayah pedesaan Banten

Selatan.

Pada masyarakat Baduy terdapat hal yang menarik yaitu kearifan lokal

mereka mengenai pandangan terhadap alam semesta. Masyarakat suku Baduy

sangat menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam. Maka dari itu,

masyarakat suku Baduy selalu menjaga ajaran tentang menjaga alam serta

melestarikan. Hingga saat ini, masyarakat Baduy masih terikat pada pikukuh atau

adat yang kuat yang diturunkan dari generasi ke generasi. Insan Baduy yang

1 Koentjaningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: Penerbit Universitas. 1965), hlm. 77-78

1

3

melanggar pikukuhakan memperoleh ganjaran adat dari puun atau pimpinan adat

tertinggi. Hal tersebut yang menciptakan masyarakat Baduy hidup berdampingan

dengan alam secara harmonis. Selain itu. masyarakat Baduy tidak mengeksploitasi

alam, mereka menggunakan seperlunya yang ada di alam dan disertai dengan

pelestarian.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian terhadap

tingkah laku mereka dalam memperlakukan lingkungan sesuai dengan

pengetahuan lokal yang mereka miliki secara turun menurun, sehingga mereka

mampu hidup berdampingan selaras dengan alam.

B. Masalah Penelitian

1. Bagaimanakah cara masyarakat suku Baduy Dalam menjaga kearifan lokal

mereka dari pengaruh budaya luar?

2. Bagaimanakah cara masyarakat suku Baduy Dalam menjaga kearifan lokal dari

segi bercocok tanam?

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka penelitian ini difokuskan

pada kemampuan masyarakat Baduy menjaga kearifan lokal dalam bercocok

tanam dari masuknya budaya luar. Dengan kata lain bagaimana kemampuan

masyarakat Baduy menjaga kearifan lokal dengan bercocok tanam.

4

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh gambaran tingkah laku masyarakat Suku Baduy berupa

cara mempertahankan kearifan lokalnya dari budaya luar.

2. Untuk menggali informasi terkait tingkah laku masyarakat Suku Baduy berupa

kearifan lokal mereka tentang bercocok tanam.

E. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditemukan kegunaan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

terhadap kearifan lokal masyarakat Suku Baduy Dalam.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan terhadap

kearifan lokal masyarakat Suku Baduy Dalam, khususnya dalam hal bercocok

tanam.

3. Hasil penelitian ini diharapkan menambah referensi kajian pengetahuan dalam

ilmu sosial khususnya di jurusan Pendidikan IPS, terkait kearifan lokal

masyarakat Suku Baduy Dalam

F. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian kualitatif, teori yang digunakan harus sudah jelas, karena

teori disini akan berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar

5

untuk merumuskan hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen

penelitian.2

1. Hakikat Kearifan Lokal

Kearifan lokal dalam dekade belakangan ini sangat banyak diperbincangkan

dan didengungkan. Perbincangan tentang kearifan lokal sering dikaitkan dengan

masyarakat lokal. Kearifan dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai

kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau

kecerdasan setempat (local genius). Kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan

kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan

jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh

di dalam wilayah dimana komunitas itu berada.3

Kearifan lokal merupakan suatu bentuk warisan budaya Indonesia yang

telah berkembang sejak lama. Kearifan lokal lahir dari pemikiran dan nilai yang

diyakini suatu masyarakat terhadap alam dan lingkungannya. Dalam kearifan

lokal terkandung nilai-nilai, norma-norma, sistem kepercayaan, dan ide-ide

masyarakat setempat. Oleh karena itu kearifan lokal di setiap daerah berbeda-

beda. Kearifan lokal berkaitan erat dengan pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan. Masyarakat memiliki sudut pandang tersendiri terhadap alam dan

lingkungannya. Masyarakat mengembangkan cara-cara tersendiri untuk

memelihara keseimbangan alam dan lingkungannya guna memenuhi kebutuhan

hidupnya. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan melalui pengembangan

2 Iskandar, Indranata, Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas. (Jakarta: 2008, UI-Press), Hlm. 119

3 R. Cecep Eka Permana, Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Dalam Mitigasi Bencana (Jakarta:Wedatama Widya Sastra. 2010), hlm. 1

6

kearifan lokal memiliki kelebihan tersendiri. Selain untuk memelihara

keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungannya, kebudayaan masyarakat

setempat pun dapat dilestarikan.

Kearifan lokal pada dasarnya memiliki bentuk di dalam masyarakat.

Bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat berupa: nilai,

norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Bentuk yang bermacam-macam

ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula. Fungsi

tersebut antara lain adalah:

a. Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam.

b. Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia.

c. Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

d. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan.

Kearifan lokal dipandang sangat bernilai dan mempunyai manfaat tersendiri

dalam kehidupan masyarakat. Sistem tersebut dikembangkan dalam kehidupan

masyarakat. Sistem tersebut dikembangkan karena adanya kebutuhan untuk

menghayati, mempertahankan, dan melangsungkan hidup sesuai dengan situasi,

kondisi, kemampuan, dan tata niai yang dihayati di dalam masyarakat yang

bersangkutan. Dengan kata lain, kearifan lokal tersebut kemudian menjadi bagian

dari cara hidup mereka yang arif untuk memecahkan segala permasalahan hidup

yang mereka hadapi. Berkat kearifan lokal mereka dapat melangsungkan

hidupnya, bahkan dapat berkembang secara berkelanjutan.

Sejalan dengan kearifan lokal, terdapat local genius. Menurut H.G Quaritch

(1948) local genius adalah kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi

7

pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu berhubungan4.

Pengertian lain dari local genius oleh Hariyati Soebadio yang menyamakannya

dengan istilah cultural identity, yakni identitas atau kepribadian budaya bangsa

yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan

asing sesuai watak dan kemampuan sendiri.5 Di lain pihak, Mundardjito

mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena

telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya sebagai

berikut.6

a. Mampu bertahan terhadap budaya luar.

b. Memiliki kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya

asli.

c. Memiliki kemampuan mengakomodasir unsur-unsur budaya luar.

d. Mempunyai kemampuan mengendalikan.

e. Mampu memberikan arah pada perkembangan budaya.

Dengan demikian, baik kearifan lokal, pengetahuan lokal, maupun local

genius, pada dasarnya memiliki hakikat yang sama. Ketiga istilah tersebut

mendasari pemahaman bahwa kebudayaan itu telah dimiliki dan diturunkan secara

berkelanjutan dari generasi ke generasi selama ratusan bahkan ribuan tahun oleh

masyarakat setempat atau lokal. Kebudayaan yang telah kuat berakar itu tidak

mudah goyah dan terkontaminasi dengan pengaruh dari kebudayaan lain yang

masuk.

4 R. Cecep Eka Permana, Ibid, hlm. 95 Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa “Local Genius”. (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), hlm.

456 R. Cecep Eka Permana, Ibid, hlm. 10

8

2. Hakikat Masyarakat Baduy

Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan

potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran,

pertumbuhan, perkembangan, mati, dan seterusnya. Masyarakat Baduy merupakan

proses perubahan dan perkembangan masyarakat dari yang masih bersahaja

menuju masyarakat yang kompleks. Masyarakat suku Baduy memiliki bentuk

kehidupan bersama di mana setiap anggota kelompoknya terikat oleh hubungan

batin dan bersifat alami serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa

cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Sebagaimana yang

dijelaskan oleh Ferdinand Tonnies, tentang hubungan-hubungan positif antara

manusia selalu bersifat gemeinschaft (Paguyuban) dan gesellschaft

(Patembayan).7

Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama di mana setiap anggota-

anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat kekal. Dasar

hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah

dikodratkan. Bentuk gemeinschaft terutama akan dapat dijumpai di dalam

keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga dan lain sebagainya.

Ferdinand Tonnies mengatakan bahwa gemeinschaft mempunyai beberapa

ciri pokok yaitu:8

a. Intimate, hubungan menyeluruh yang mesra.

b. Private, hubungan yang bersifat pribadi, yaitu khusus untuk beberapa orang

saja.

7 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1990), hlm.144

8 Soerjono Soekanto, Ibid, hlm 145

9

c. Exclusive, hubungan tersebut hanyalah untuk kita saja dan tidak untuk orang

lain di luar kita.

Masyarakat Baduy yang merupakan suatu gemeinschaft yang terdiri dari

orang-orang yang walaupun tak mempunyai hubungan darah ataupun mempunyai

hubungan darah, yang tempat tinggalnya tidak berdekatan ataupun yang bertempat

tinggal berdekatan, memiliki jiwa dan fikiran yang sama, dan ideologi yang sama.

Setiap suku pastinya memiliki pola dan karakteristik kebudayaan yang

berbeda beda. Tak terkecuali dengan masyarakat suku Baduy. Masyarakat suku

Baduy memiliki pola kebudayaan yang unik. Keunikan pola kebudayaan

masyarakat Baduy merupakan produk dari besarnya pengaruh alam terhadap

masyarakat yang hidupnya tergantung kepada alam. semakin tidak berdaya tetapi

di lain pihak semakin tergantung terhadap alam. Menurut Paul H Landis, sejauh

mana besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan masyarakat desa

akan ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan mereka terhadap pertanian,

tingkat teknologi mereka, dan sistem produksi yang diterapkan.9 Kebudayaan

tradisional akan tercipta apabila masyarakat amat tergantung kepada pertanian,

tingkat teknologinya rendah dan produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan

keluarga. Ciri-ciri kebudayaan yang ada pada masyarakat Baduy yang terbentuk

karena faktor alam adalah sebagai berikut:10

a. Sebagai konsekuensi dari ketidak berdayaan mereka terhadap alam, maka

masyarakat Baduy ini mengembangkan adaptasi yang kuat terhadap

lingkungan alamnya. Perladangan sangat tergantung kepada keadaan atau jenis

9 Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, (Yogyakarta: UGM Press. 2004) hlm.6510 Rahardjo, Ibid, hlm. 67

10

tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah, topografi, banyaknya curah hujan,

dan lainnya. Lingkungan alam dengan elemen-elemen seperti itu cukup

bervariasi antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Maka masyarakat

Baduy mengembangkan tingkat dan bentuk adaptasi terhadap pelbagai

kekhususan lingkungan alam itu, sehingga dalam kaitan ini dapat dipahami

bahwa pola kebudayaan masyarakat Baduy terikat dan mengikuti karakteristik

khas lingkungan alamnya.

b. Pola adaptasi yang pasif terhadap lingkungan alam berkaitan dengan rendahnya

tingkat inovasi masyarakatnya. Masyarakat Baduy bekerja dengan alam.

Elemen-elemen alam yaitu jenis tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah,

dan sebagainya, mengandung keajegan dan keteraturan. Dengan tingkat

kepastian yang cukup tinggi terhadap keajegan dan keteraturan alam tersebut,

maka mereka tidak terlalu memerlukan hal-hal yang baru. Semuanya serasa

telah diatur dan ditentukan oleh alam.

c. Faktor alam juga dapat mempengaruhi kepribadian masyarakat Baduy. Sebagai

akibat dari kedekatannya dengan alam, masyarakat Baduy mengembangkan

pedoman hidup yang organis. Yang dimaksud organis adalah mereka

cenderung memandang segala sesuatu sebagai suatu kesatuan. Pengaruh alam

juga terlihat pada pola kebiasaan hidup yang lamban. Kebiasaan hidup yang

lamban ini disebabkan karena mereka sangat dipengaruhi oleh irama alam yang

ajeg dan lamban. Tanaman yang tumbuh secara alami, semenjak tumbuh

hingga berbuah melewati proses-proses dan tahapan-tahapan yang ajeg.

Dengan cara tertentu orang dapat memperpendek usia tanaman dan

11

meningkatkan produktivitasnya, namun tetap ada batasnya. Orang tidak dapat

mempercepat proses pertumbuhan tanaman seperti memutar mesin. Maka

masyarakat Baduy sering dicap statis, bukan hanya karena mereka tidak

inovatif tetapi juga karena lamban.

d. Dominasi alam yang kuat terhadap masyarakat Baduy juga mengakibatkan

tebalnya kepercayaan mereka terhadap takhayul. Takhayul seperti ini

merupakan proyeksi dari ketakutan atau ketundukan mereka terhadap alam

yang disebabkan karena tidak dapat memahami dan mnguasai alam secara

benar.

e. Sikap yang pasif dan adaptif masyarakat Bduy terhadap alam juga nampak

dalam aspek kebudayaan material mereka yang relatif bersahaja.

Kebersahajaan itu nampak misalnya pada arsitektur rumah dan alat-alat

bercocok tanam.

f. Kebersamaan masyarakat Baduy terhadap alam juga menyebabkan rendahnya

kesadaran mereka akan waktu. Tanaman memiliki proses alami dengan paket

waktu tersendiri terlepas dari pengaturan dan campur tangan manusia. Orang

tinggal menanti proses yang alami itu. Akibatnya mereka tidak memiliki

kesadaran yang tinggi akan pentingnya waktu.

g. Besarnya pengaruh alam juga mengakibatkan masyarakat Baduy cenderung

bersifat praktis. Artinya, mereka tidak begitu mengindahkan segi keindahan.

Berkaitan dengan sifat praktis ini, masyarakat Baduy juga cenderung kurang

mengindahkan etika dalam pergaulan satu saa lain. Terlebih lagi karena mereka

hidup dalam kelompok yang selalu akrab dan sangat mengenal satu sama lain.

12

Dalam situasi seperti ini kurang memungkinkan mereka untuk

menyembunyikan sesuatu dari teman atau tetangga. Maka mereka tidak perlu

berbicara panjang lebar dan berbasa basi satu sama lain. Hal ini yang

mendorong masyarakat Baduy tumbuh dan berkembang sifat-sifat jujur, terus

terang dan suka bersahabat.

Demikianlah karakteristik-karakteristik kebudayaan masyarakat Baduy yang

terbentuk oleh pengaruh alam. sebagaimana dikemukakan di atas, besar kecilnya

pengaruh alam tergantung kepada sejauh mana ketergantungan mereka terhadap

alam, tingkat teknologi mereka, dan sistem produksi yang diterapkan. Pola

kebudayaan semacam ini akan menjadi semakin pudar seiring dengan kemajuan

teknologi, meningkatnya kemampuan untuk mengendalikan alam, serta tujuan

produksi yang semakin berorientasi pada pencarian keuntungan.

Masyarakat Baduy memiliki mata pencaharian berburu dan meramu,

beternak, dan bercocok tanam di ladang atau bisa disebut food gathering

economic sebagai sumber kebutuhannya. Mata pencaharian ini merupakan suatu

mata pencaharian yang paling tua. Dalam hal ini, ketergantungan mereka terhadap

alam sangatlah tinggi. Sebagai contoh dalam bercocok tanam di ladang. Mereka

hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber pengairan. Bentuk kegiatan

ekonomi masyarakat Baduy melalui barter atau tukar menukar barang. Dalam

pertukaran ini tidak melihat nilai barang, yang penting kebutuhan terpenuhi

Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang tidak pernah menerima

perubahan apapun. Aturan adat berperan penting dalam menjaga tatanan hidup

mereka. Sistem itu yang mengatur masyarakat Baduy sehingga dapat hidup

13

harmonis hingga saat ini. AGIL (Adaptation, Goal, Integration, Latency) yang

merupakan fungsi (function) adalah “kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah

pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem”. Menurut teori fungsional

struktural, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-

bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam

keseimbangan.11 Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa

perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap

struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Teori struktural

fungsional memusatkan perhatiannya kepada masalah bagaimana cara

menyelesaikannya sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan.

Poloma (1979) menyatakan bahwa dalam teori struktural fungsional,

terdapat empat fungsi untuk semua sistem tindakan. Secara sederhana

fungsionalisme struktural adalah sebuah teori yang pemahamannya tentang

masyarakat didasarkan pada model sistem organik dalam ilmu biologi. Artinya,

fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian

yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami

terpisah dari keseluruhan. Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada

beberapa persyaratan atau kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah

sistem sosial bisa bertahan. Parsons kemudian mengembangkan apa yang dikenal

sebagai imperatif-imperatif fungsional agar sebuah sistem bisa bertahan.

Imperatif-imperatif tersebut adalah: Adaptasi, Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan

Latensi atau yang biasa disingkat AGIL (Adaptation, Goal Attainment,

11 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: 2013 Raja GrafindoPersada) hlm.21

14

Integration, Latency). Agar tetap bertahan (survive), suatu sistem harus memiliki

empat fungsi ini:12

a. Adaptation (Adaptasi): Sebuah sistem harus menangggulangi situasi eksternal

yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan

menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhanya.

b. Goal attainment (Pencapaian Tujuan): Sebuah sistem harus mendefinisikan dan

mencapai tujuan utamanya.

c. Integration (Integrasi): Sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian-

bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola

antarhubungan ketiga fungsi penting lainya (A, G, L).

d. Latency (latensi atau pemeliharaan pola): Sebuah sistem harus melengkapi,

memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola

kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.

Skema AGIL (Adaptation, Goal, Integration, Latency) merupakan ciri

kehidupan masyarakat suku baduy, dimana masyarakat suku baduy itu yang

disebut sebuah sistem. Disini kita lihat Masyarakat baduy bila ditinjau dari konsep

AGIL :

a. Adaptation (Adaptasi)

Masyarakat Baduy beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan cara

menjaga keharmonisan antara lingkungan dan tempat mereka melakukan

aktivitas.

b. Goal (Pencapaian Tujuan)

12 George Ritzer & Goodman J.Douglas, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prenada Media Group.2010), hlm. 123

15

Masyarakat Baduy harus memelihara apa yang sudah diwariskan dari

leluhurnya dan mewariskanya secara turun-temurun agar tercapai tujuan hidup

mereka.

c. Integration (Integrasi)

Masyarakat Baduy mempertahankan hubungan dari cara mereka beradaptasi,

mempertahankan tujuan hidup, dan mempertahankan warisan leluhur.

d. Latency (Pemeliharaan Pola)

Pola kehidupan masyarakat yang tak pernah berubah. Masyarakat Baduy selalu

memlihara warisan yang telah diberikan leluhurnya demi menjaga

keharmonisan kehidupan mereka. Bagi mereka, menjaga warisan yang telah

diberikan merupakan salah satu bentuk pengabdian mereka kepada leluhur

Skema Parsons (1935) ini mengajukan teori evolusioner yang menjelaskan

gerakan masyarakat dari primitif ke modern melalui empat proses perubahan

struktural utama, yaitu diferensiasi, adaptif upgrading, inkluisi, dan generalisasi

nilai-nilai. Adapun proses diferensiasi struktural dan perkembangan-

perkembangan yang berkaitan dengannya mempengaruhi proses evolusi, seperti

munculnya sistem stratifikasi sosial, organisasi birokratis, sistem uang, jaringan

pasar impersonal, dan pola-pola asosiasi demokratis, disebut universal

evolusioner, yang berperan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam

adaptasi mereka.

Parsons mendesain skema AGIL (Adaptation, Goal, Integration, Latency)

ini untuk digunakan disemua tingkat dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan

tentang empat sistem tindakan dibawah, akan dicontohkan bagaimana cara

16

Parsons menggunakan skema AGIL Adaptation, Goal, Integration, Latency).

Organisme Perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi

dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem

kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan

sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial

menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang

menjadi komponennya. Terakhir, sistem kultural melaksanakan fungsi

pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang

memotivasi mereka untuk bertindak.

Parsons menemukan jawaban problem didalam fungsionalisme struktural

dengan asumsi sebagai berikut:13

a. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling

tergantung.

b. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan-diri atau

keseimbangan.

c. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.

d. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian

lain.

e. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkunganya.

f. Alkasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk

memlihara keseimbangan sistem.

13 George Ritzer & Goodman J.Douglas, Ibid, hlm.124

17

g. Sistem cenderung menuju arah pemeliharaan keseimbangan-diri yang meliputi

pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan.

keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan

mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.

Masyarakat suku Baduy memiliki keunikan dalam mengelola lingkunganya.

Mereka mengenal pandangan tanpa perubahan apapun. Tingkah laku yang sudah

menjadi kebiasaan yang diwariskan oleh leluhurnya membuat mereka bisa hidup

selaras dengan alam. Masyarakat suku Baduy menganggap alam merupakan

titipan yang Maha Kuasa yang apabila dijaga maka alam itu akan menjaga mereka

juga. Jadi masyarakat Baduy berdasarkan konsep AGIL (Adaptation, Goal,

Integration, Latency) yang dikemukakan oleh Talcott Parson sangat sesuai dengan

kenyataan yang ada.

3. Hakikat Etika Lingkungan

Lingkungan adalah suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari

penghidupanya, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait

secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya,

terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil. Di

Indonesia, etika lingkungan sebenarnya bukan barang baru. Nenek moyang kita

telah melakukan “kampanye” lingkungan melalui berbagai media seperti legenda,

mitos dan cerita rakyat. Jejak ini masih bisa di kenali dengan kental melalui

kearifan tradisional yang masih dipegang kuat oleh suku-suku di Indonesia. Salah

satunya Suku Baduy. Hampir semua filsuf moral yang berpandangan

18

antroposentris melihat etika lingkungan hidup sebagai sebuah disiplin filsafat

yang berbicara mengenai hubungan moral antara manusia dengan lingkungan atau

alam semesta, dan bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap

lingkungan hidup. Jadi, yang terutama menjadi fokus perhatian etika lingkungan

hidup, menurut pengertian ini, bagaimana manusia harus bertindak atau

bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan hidup. Etika

lingkungan hidup disini dipahami sebagai disiplin yang mengatur perilaku

manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang

menjiwai perilaku manusia dalam berhubungan dengan alam tersebut.14

Perkembangan baru dalam etika lingkungan hidup menuntut perluasan cara

pandang dan perilaku moral manusia dengan memasukkan lingkungan hidup atau

alam semesta sebagai bagian dari komunitas moral. Etika lingkungan hidup lalu

memasukkan pula semua makhluk nonmanusia ke dalam perhatian moral

manusia. Dengan kata lain, kendati bukan pelaku moral makhluk bukan manusia

pantas menjadi perhatian moral manusia karena mereka dipandang sebagai subyek

moral. sebagaimana dikatakan Schweitzer, “Kesalahan terbesar semua etika

sejauh ini adalah etika-etika tersebut hanya berbicara mengenai hubungan antara

manusia dengan manusia”.

Etika lingkungan hidup tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia

terhadap alam. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi antara

semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang

mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain

14 A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2010), hlm.40

19

atau alam secara keseluruhan. Termasuk didalamnya, berbagai kebijakan politik

dan ekonomi yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap

alam. Keraf mengatakan terdapat tiga model teori etika lingkungan, yakni yang

disebutnya sebagai Shallow Environtmental Ethics, Intermediate Environtmental

Ethics dan Deep Environtmental Ethics.15 Ketiga teori ini juga dikenal dengan

sebutan antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme.

Antroposentrisme (Shallow Environtmental Ethics) Antroposentrisme

adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem

alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan

dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil berkaitan dengan

alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah kepentingan

manusia. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala

sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian

sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Biosentrisme adalah suatu

pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai nilai dalam dirinya

sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan demikian, biosentrisme menolak

teori antroposentrisme yang menyatakan bahwa hanya manusialah yang memiliki

nilai dalam dirinya.

Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya

manusia. Ada banyak hal dan jenis makhluk yang memiliki kehidupan. Pandangan

biosentrisme mendasarkan moralitas pada keseluruhan kehidupan, entah pada

manusia atau pada makhluk hidup lainnya. Karena yang menjadi pusat perhatian

15A. Sonny Keraf, Ibid, hlm. 67

20

dan ingin dibela dalam teori ini adalah kehidupan. Dengan demikian, secara moral

berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di muka bumi ini mempunyai nilai moral

yang sama, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan.

Ekosentrisme (Deep Environtmental Ethics) Ekosentrisme merupakan

kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini

sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada

penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi

pemberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas

pemberlakuan etika untuk komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep

etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biotis), seperti tumbuhan dan hewan.

Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk komunitas ekosistem

seluruhnya (biotis dan a-biotis).

Biosentrisme dan ekosentrisme, memandang manusia tidak hanya sebagai

makhluk sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai makhluk biologis,

makhluk ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah,

tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling

tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik

semua makhluk dan memandang manusia tak lebih dari salah satu bagian dalam

jaringan kehidupan. Bagaimanapun keseluruhan organisme kehidupan di alam ini

layak dan harus dijaga. Ekosentrisme tidak menempatkan seluruh unsur di alam

ini dalam kedudukan yang hierarkis dan atau sub-ordinasi. Melainkan sebuah

kesatuan organis yang saling bergantung satu sama lain.

21

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menggunakan konsep etika

lingkungan dan ekosentrisme karena apabila kita bicara pelestarian lingkungan,

tentu tidak akan terlepas oleh etika lingkungan. Maksud etika lingkungan disini

yaitu untuk menjelaskan hubungan manusia dengan lingkungan dan bagaimana

seharusnya sikap manusia terhadap lingkungan. Manusia dan lingkungan tidak

bisa dilepaskan karena keduanya memiliki hubungan timbal balik. Lingkungan

menyediakan segala yang dibutuhkan manusia dan manusia harus bisa menjaga

lingkungan tersebut agar tetap terjaga. Etika lingkungan disini merupakan konsep

untuk memahami tindakan manusia dan lingkungan yang saling berkaitan.

22

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cibeo Baduy Dalam. untuk

mencapai lokasi penelitian, diperlukan waktu kurang lebih 3 jam dikarenakan

akses menuju tempat penelitian itu hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki

melewati area perbukitan dan sungai. Jarak tempuh yang dilalui sekitar 13

kilometer dari pintu masuk menuju perkampungan Baduy. Sepanjang perjalanan

akan tersaji pemandangan hamparan sawah dilereng-lereng bukit, pohon-pohon

duren, pemukiman warga dan aren, serta terlihat juga hutan-hutan. Hutan yang

sunyi ditumbuhi dengan pohon-pohon yang tinggi menjulang. Pemandangan yang

indah terlihat dengan jelas di saat kita tepat berada di atas bukit. Alam yang selalu

terjaga dengan baik. Sungguh berbeda dengan pemandangan yang ditempat-

tempat indah yang lain.

Untuk mencapai perkampungan Suku Baduy, dibutuhkan waktu sekitar 90

menit lamanya dari kota Rangkasbitung. Desa kanekes adalah suatu daerah yang

hampir tanpa dataran dan semata-mata terdiri dari bukit-bukit serta lembah-

lembah yang curam dibeberapa tempat dan sungai-sungai yang menyebabkan

sulitnya mencapai kampung itu dalam waktu singkat. Dengan keadaan fisik yang

demikian ditambah dengan adat-istiadat yang dipatuhi masyarakat Baduy, apabila

dibandingkan dengan masyarakat sekelilingnya, maka masyarakat Baduy

diklasifikasikan sebagai masyarakat terasing khususnya di Jawa Barat.

22

23

Masyarakat Baduy dibagi menjadi dua yaitu masyarakat Baduy Tangtu

yang biasa disebut masyarakat Baduy Dalam dan masyarakat Baduy Panamping

yang biasa disebut masyarakat Baduy Luar. Yang membedakan masyarakat

Baduy Tangtu dengan Baduy Panamping yaitu dari cara pakaianya. Baduy Tangtu

berwarna putih, sedangkan Baduy Panamping berwarna hitam.

Hingga saat ini masyarakat Baduy masih terikat pada pikukuh (aturan adat)

yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satu pikukuh itu berbunyi lojor

teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung, yang berarti panjang

tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh sambung. Makna dari pikukuh itu antara

lain tidak mengubah sesuatu atau menerima apa yang sudah ada tanpa menambahi

atau mengurangi dari yang ada itu. Masyarakat Baduy yang melanggar pikukuh

akan memperoleh ganjaran adat dari puun (pimpinan adat tertinggi). Masyarakat

Baduy merupakan masyarakat tradisional bersahaja dan kaya akan sumber

kearifan yang dapat menjadi teladan atau panutan kita.

Pemukiman orang Baduy merupakan daerah berbukit yang makin kearah

selatan makin curam lereng-lerengnya. Tempat yang paling rendah dari daerah ini

berada pada ketinggian 200 meter dari permukaan laut, sedangkan tempat yang

paling tinggi merupakan puncak pegunungan kendeng terletak pada ketinggian

1.200 meter dari permukaan air laut. Hutan yang lebat di sekitar pegunungan

kendeng merupakan sumber air yang penting bagi daerah aliran sungai Ciujung di

sebelah hilir (Banten Utara).

24

B. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelititian yang menggunakan latar

alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan

dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

peelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan.,dan lain-lain secara

holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah.

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara secara

mendalam. Pengamatan dalam kegiatan observasi dilakukan pada bangunan-

bangunan, permukiman dan lingkungannya, serta aktivitas di dalamnya, lahan

ladang dan lingkungannya, serta aktivitas bercocok tanam, sumber air, sungai dan

lingkungannya, hutan, gunung, serta aktivitas di dalamnya.

Sementara itu, kegiatan wawancara secara mendalam dilakukan kepada para

narasumber dan informan, yaitu pimpinan adat, pimpinan kampung (jaro,

kokolot), dan warga Baduy Dalam dan Baduy Luar yang terpilih sebagai informan

kunci. Informan kunci dipilih secara snowballing dimulai dari Jaro Pamarentah

Kanekes hingga warga masyarakat yang sangat mengetahui tentang topik tersebut.

Teknik snowballing adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada

25

awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar.16 Hal ini dilakukan karena

dari jumlah data yang sedikit itu belum mampu memberikan data yang

memuaskan, maka mencari informan lagi yang dapat digunakan sebagai sumber

data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti

bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar. Umumnya mereka

diwawancara 1-2 jam/orang di rumah (jika malam hari) dan atau di ladang (jika

siang hari). Informasi yang dikumpulkan meliputi :

1. Konsep budaya tentang pelestarian lingkungan, yaitu mengenai bercocok

tanam

2. Pengetahuan tradisional tentang bercocok tanam.

3. Cara tradisional dalam mengolah Sumber Daya Alam yang tersedia seperti

menanam padi, mengobati padi, dan memanen padi.

4. Pelestarian Sumber Daya Alam yaitu meliputi pengelolaan tanah dan

pengelolaan tumbuhan.

5. Mewariskan kearifan lokal ke generasi berikutnya dengan cara bercocok

tanam.

Data dan informasi yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan

analisis deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis meliputi pikukuh (aturan adat)

dan ketentuan lokal di masyarakat Baduy, kearifan lokal dan tradisi perladangan,

dan kearifan lokal dan kelestarian hutan dan air.

16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: 2010 Alfabeta)hlm.219

26

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan teknik pengumpulan data yang sesuai agar

mendapatkan hasil yang sempurna, adapun teknik tersebut meliputi:

1. Teknik Observasi

Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses

yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan

psikologis.17 Observasi dilakukan melalui kegiatan keseharian yang dilakukan

informan dalam melakukan aktivitas bercocok tanam. Observasi adalah dasar

semua ilmu pengetahuan. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan

makna dari perilaku tersebut. Dengan adanya observasi di lapangan, peneliti akan

lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan

dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh. Peneliti dapat melihat

hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada

dalam lingkungan itu, karena telah dianggap biasa dan karena itu tidak akan

terungkapkan dalam waawancara.

2. Teknik Wawancara

Wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara

dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa

menggunakan pedoman wawancara.18 Data dikumpulkan dengan melakukan tanya

jawab secara langsung terhadap narasumber. Narasumber diwawancara pada saat

mereka tidak melakukan aktivitas. Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan

17 Iskandar Indranata, Ibid, hal. 12518 Iskandar Indranata, Ibid, hal. 119

27

baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan

atau sumber data, maka diperlukan bantuan alat-alat seperti, buku catatan yang

berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data dan kamera

yang digunakan untuk memotret agar dapat meningkatkan keabsahan penelitian.

3. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-catatan

penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian. Teknik ini

dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat administrasi dan kegiatan yang

terekomendasikan. Mencatat dan mengumpulkan data yang diperoleh dari

pengamatan terkait obyek yang diteliti.

4. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan

dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

D. Teknik Kalibrasi Keabsahan Data

Guna mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian dan ketercapaian

tujuan yang diinginkan, maka peneliti perlu melakukan kalibrasi tentang

keabsahan data yaitu dengan cara:

1. Memelihara Catatan Lapangan

Membuat catatan dan komentar terhadap catatan mentah dilapangan yang

tidak lepas dari fokus permasalahan. Catatan ini dibuat dengan urutan nomor

catatan lapangan, tanggal pengamatan, deskripsi partisipasi, deskripsi bialogis dan

deskripsi lingkungan fisik. Dalam meneliti Baduy Dalam, catatan lapangan

28

disesuaikan dengan kondisi dimana kita berada. Hal ini dikarenakan ada sebagian

wilayah-wilayah yang tak boleh menggunakan teknologi modern sesuai peraturan

adat yang ditetapkan.

2. Melakukan Diskusi dengan Informan dan Key-Informan

Dalam memperkaya penelitian perlu diaadakannya diskusi dengan informan

yaitu Jaro suku Baduy dan masyarakat suku Baduy agar memperoleh masukan

dan penjelasan tentang permasalahan yang diteliti. Diskusi dilakukan pada saat

masyarakat Baduy selesai ataupun sebelum melakukan aktivitas berladang. Agar

lebih mendalami, dilakukan pengamatan dengan cara mengikuti setiap kegiatan

informan pada saat aktivitas bercocok tanam.

3. Kegiatan Pengumpulan Sumber Data

Dalam melakukan penelitian perlu diadakannya pengumpulan sumber data

untuk memperoleh data yang nantinya akan dianalisis. Sumber data dilakukan

untuk memenuhi dan memperjelas penelitian ini.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis dan penafsiran data dalam penelitian ini mengikuti

langkah-langkah dengan penelaahan, kategorisasi, melakukan tabulasi data dan

atau mengkombinasikan bukti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Prosedur

ini senada dengan prosedur yang direkomendasikan, bahwa proses analisis data

dimulai dengan :

1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, dalam hal ini adalah

dari hasil wawancara, kuesioner, maupun analisis dokumen.

29

2. Setelah ditelaah maka langkah selanjutnya adalah mengadakan apa yang

dinamakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat rangkuman

yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan kunci yang perlu dijaga agar tetap

berada didalamnya.

3. Langkah berikutnya adalah menyusunnya kedalam satuan-satuan untuk

kemudian dikategorisasikan.

4. Melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan teknik tertentu

5. Diakhiri dengan penafsiran data.

Cara lain dilakukan dengan teknik analisis pencocokan pola (pattern-

matching), yaitu membandingkan antara pola-pola yang diperoleh secara empirik

dengan pola yang diprediksikan. Terakhir adalah teknik analitis (explanation

building), yaitu cara menganalisis data studi kasus dengan membangun penjelasan

tentang kasus tersebut.

30

BAB III

HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Masyarakat Baduy

Masyarakat Baduy sejak awal kelahiran dengan salah satu tugas pikukuh

karuhun “Ngasuh Ratu Ngajayak Menak” sudah sangat menyadari bahwa dalam

menjalankan kehidupan adatnya erat sekali hubungannya dengan yang namanya

raja atau pejabat negara. Masyarakat Baduy sangat respon dan peduli terhadap

situasi, perkembangan dan keberadaan pemerintah sekitar yang menaunginnya.

Dalam hal ini mulai dari pemerintah tingkat Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten

Lebak, Provinsi Banten, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukti adanya

respon dan kepedulian tersebut sangat jelas terlihat dengan diadakannya secara

rutin di kegiatan acara adat masyarakat Baduy untuk melakukan acara seba setiap

tahun. Seba adalah acara persembahan hasil panen kepada para pemimpin yang

berkuasa di kabupaten Lebak. Makna acara seba ini adalah menjalin silaturahmi

untuk saling mengingatkan, mendoakan, dan saling menitipkan agar kesukuan

mereka, pemerintah, bangsa dan negara selalu aman dan tentram, terhindar dari

berbagai bencana alam, sehingga tercipta kemakmuran dan keadilan.

1. Latar Belakang Masyarakat Baduy

Masyarakat Baduy merupakan sebutan yang diberikan bagi masyarakat

Sunda yang hidupnya mengasingkan diri dari keramaian di Desa Kanekes,

Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Sebutan lainya adalah orang

Rawayan, orang Kanekes, atau asal kampung mereka seperti Cibeo, urang Tangtu.

30

31

Masyarakat Baduy terbagi atas dua wilayah adat, yaitu Urang Tangtu (Baduy-

Dalam) yang bertempat tinggal di tiga kampung inti yaitu Kampung Cikeusik,

Kampung Cibeo, dan Kampung Cikartawarna, dan Urang Panamping (Baduy-

Luar) yang tinggal dikampung-kampung di luar ketiga daerah inti, seperti

kampung Cipaler, Cikadu, Cigula, Cihandam, Cikadu, Gajeboh, Karahkal, dan

kampung Baduy-Luar lainnya.19 Selanjutnya, menurut definisi yang diberikan

oleh beberapa dongeng dan cerita rakyat di Banten, Baduy datang dari nama

sebuah tempat yang dijadikan tempat huniannya.

Berdasarkan pengakuan orang Baduy Dalam, masyarakat Baduy merupakan

keturunan langsung dari manusia pertama yang diciptakan Tuhan di muka bumi

ini yang bernama Adam Tunggal.

“Baduy itu masyarakat yang mempunyai tugas melindungi alam ini. Kamimerupakan keturunan langsung dari Adam Tunggal. Kami ada didunia iniuntuk melindungi alam ini”.20

Mereka meyakini bahwa suku-suku bangsa lain di dunia ini adalah bagian

atau keturunan-keturunan lanjutan dari masa lalu mereka yang mengemban tugas

berbeda-beda sesuai dengan hasil musyawarah awal di waktu penciptaan dunia

ini.

Menurut sejarahnya orang Baduy pindah di daerah Gunung Kendeng pada

abad 16, bersamaan dengan runtunya Kerajaan Pajajaran. Duhulu sebelum Islam

masuk ke Indonesia dan Jawa, pengaruh agama Hindu dan Budha sangat kuat,

termasuk Kerajaan Pajajaran. Pada tahun 1579 masuklah Islam untuk

19 Senoaji, G. 2005. Pemanfaatan Hutan dan Lingkungan oleh Masyarakat Baduy dalammengelola Hutan dan Lingkngannya. Thesis Pasca Sarjana Universitas Gadjah MadaYogyakarta.

20 Wawancara dengan SM (Warga Desa Cibeo) tanggal 17 Maret 2015

32

menghancurkan Kerajaan Pajajaran dan masyarakat disana berpindah ke agama

Islam. Ada sekelompok masyarakat yang menolak untuk masuk Islam, kemudian

mereka berpindah tempat untuk mengasingkan diri. Kelompok tersebut yang

kemudian dinamakan Suku Baduy.

Ada beberapa versi mengenai kata Baduy, salah satunya adalah nama

tersebut diambil dari sebuah suku di negara Arab yang bernama Badawi yang

hidup secara nomaden di gurun pasir.21 Orang-orang Belanda yang berada di

Indonesia pada waktu itu memberi nama itu kepada kelompok ini. Ada pula yang

mengaikan bahwa kaum Badwi di Arab pada zaman Nabi Muhammad merupakan

suku yang tidak mau masuk agama Islam. Dikaitkan dengan keberadaan Baduy di

Indonesia pada waktu itu yang menola untuk masuk Islam, maka muncul istilah

Baduy. Versi lain menjelaskan bahwa nama Baduy diambil dari nama bukit yang

berada di selatan Desa Kanekes tempat mereka tinggal. Masyarakat Baduy sendiri

menyebut dirinya dengan sebutan orang Kanekes yang berarti orang Sunda,

sehingga sampai saat ini desa yang mereka tempati disebut Desa Kanekes. Seperti

yang dikatakan salah satu informan:

“Kanekes itu nama Desa, Baduy nama masyarakatnya. Selain dari ituberarti sebutan yang diciptakan oleh orang luar Baduy”.22

Masyarakat Baduy tak peduli dengan sebutan yang banyak diberikan

kepadanya. Mereka enggan berkomentar banyak tentang nama-nama sebutan yang

diberikan orang luar kepadanya.

21 Para pemangku adat masyarakat Baduy menolak nama Baduy diambil dari istilah “Badawi”yang ada di daerah Arab. Menurut mereka, istilah Badawi atau Badui merupakan penyebutanyang dilakukan oleh orang Belanda terhadap mereka dengan tujuan untuk merendahkan merekasebagai orang bodoh dan terbelakang.

22 Wawancara dengan DN, (tokoh masyarakat Baduy Luar) Tanggal 15 Maret 2015

33

2. Geografi Desa Kanekes

Wilayah Baduy itu berdasarkan lokasi geografinya terletak kira-kira pada

60 27’ 27”- 60 30’ Lintang Utara dan 1080 3’ 9” - 1060 4’ 55” Bujur Timur.

Wilayahnya berbukit-bukit, tersusun oleh sambung menyambung bukit. Wilayah

hutan yang luas dengan bentuk daratan yang berbukit-bukit dari mulai desa Baduy

Luar hingga Desa Baduy Dalam diperkirakan mempunyai luas wilayah 5.136,58

hektar.23 Pemukiman biasanya berada pada daerah-daerah datar dekat sumber air

dibawah lembah. Suasana yang sejuk dan indah tersaji diatas dataran-dataran

tinggi. Air sungaiyang mengalir jernih melintasi rumah-rumah masyarakat

Baduy. Sungai yang mengalir diwilayah ini adalah sungai Ciujung, yang hulunya

berasal dari daerah-daerah hutan di bagian selatan wilayah Baduy dalam.

sedangkan aliran airnya mengalir kebagian hilir melewati daerah-daerah Baduy,

terus keluar melintasi ibu kota kabupaten, di Rangkasbitung dan bermuara

dipantai utara laut Jawa dekat wilayah Jakarta.

3. Administrasi Desa Kanekes

Wilayah Baduy atau biasa disebut wilayah Kanekes, berdasarkan

administrasi pemerintahan masuk kedalam desa Kanekes, kecamatan

Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jarak dari ibu kota kabupaten di

Rangkasbitung ke kecamatan Leuwidamar lebih kurang 37 km. Jumlah penduduk

masyarakat Baduy sendiri sekitar 11.620 jiwa.24 Perjalanan menuju wilayah

kecamatan ini dari ibukota kabupaten dapat ditempuh dengan kendaraan motor

23 BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Lebak, tahun 200924 BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Lebak, tahun 2015

34

ataupun mobil dengan cukup lancar, kecuali pada beberapa tempat jalanya kurang

bagus, khususnya diwaktu-waktu yang lampau. Sedangkan untuk menuju wilayah

Baduy, dari kecamatan Leuwidamar, dapat menggunakan motor ataupun mobil

dengan melintasi dua jalur perjalanan, yaitu melewati desa Cisemeut atau

Cibungur sampai ke daerah perbatasan Baduy di Ciboleger. Pada lintasan yang

pertama, jalannya datar lebih pendek, tetapi harus menyeberangi Sungai

Cisemeut. Pada musim kemarau air dangkal, sehingga mobil bisa melintasi sungai

itu. Akan tetapi bila musim hujan, air sungai Cisemeut deras, kendaraan mobil

tidak bisa melintasi wilayah ini, hanya sampai ditepi sungai saja. Sedangkan

kendaraan motor ataupun pejalan kaki dapat melanjutkan perjalanan melintasi

jembatan gantung dari kayu. Sedangkan pada lintasan pertama, melintasi jalan

desa berbatu-batu, jaraknya agak jauh dan melintasi daerah-daerah perbukitan

yang agak curam, tetapi walaupun musim hujan, mobil masih dapat melintasi

daerah ini.

Masyarakat Baduy secara umum dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu

masyarakat Baduy Luar dan Masyarakat Baduy Dalam. masyarakat Baduy Luar

bisa pula disebut masyarakat panamping. Hal ini karena mereka bermukim di

bagian luar wilayah Baduy atau yang mendampingi wilayah Baduy Dalam.

sedangkan masyarakat Baduy Dalam biasa pula disebut masyarakat kajeroan atau

masyarakat “girang” (hulu). Daerah pemukiman Baduy berdasrkan sejarahnya

telah dikenal sejak lama. Bahkan dulu sebelum adanya akses jalan menuju kesana,

masyarakat luar sudah mengenal masyarakat Baduy. Wilayahnya terbentang

mencakup dari mulai daerah yang berbatasan dengan sungai Cisiemut di bagian

35

Utara agak ke Timur sampai sungai Kendeng di bagian Selatan. Di luar wilayah

Baduy atau desa Kanekes, masih terdapat wilayah Baduy yang biasa disebut

daerah Dangka. Daerah Dangka merupakan bagian masyarakat Baduy yang

memilih tinggal ditempat di luar daerah Baduy untuk alasan-alasan seperti

perkawinan, mata pencaharian, dan lain sebagainya.

4. Sistem Pemerintahan

Berbagai referensi telah banyak mengupas tentang kedudukan, tugas, dan

wewenang puun sebagai pucuk pimpinan adat Baduy suku Baduy. akan tetapi,

menurut perspektif adat Baduy belum secara holistik atau paripurna, sehingga

penjelasan-penjelasan tersebut masih menjadi misteri.

Masyarakat Baduy mengenal organisasi sosial dalam kehidupan

bermasyarakat. Mereka mengakui adanya hierarki kepemimpinan dalam

kehidupan bermasyarakat dan bagi mereka kedudukan para pemimpin puncak

sifatnya kekal serta memiliki peranan dan kekuasaan luas terhadap keseluruhan

sistem sosial budayanya. Wewenang dan kedudukan itu sudah ditentukan oleh

aturan nenek moyangnya yang disebut karuhun.

Dalam hal sistem pemerintahan yang berlaku di masyarakat Baduy

mengenal dua sistem, yakni struktur pemerintahan adat dan struktur pemerintahan

desa. Kedua struktur ini sangat berbeda alur kerja dan kekuatan hukumnya.

Strktur pemerintahan Adat lebih banyak memiliki peran penting dibandingkan

struktur pemerintahan Desa. Hal ini yang banyak menyebabkan bertahanya

kebudayaan-kebudayaan yang ada di masyarakat Baduy ini. Kebudayaan itu

36

meliputi pengetahuan mereka terhadap aturan-aturan adat yang tak pernah

berubah dan terus di aati oleh masyarakat Baduy.

e

Struktur Lembaga Adat Baduy

(sumber: Feri Prihantoro, 2006:7)

PUUN

Jaro Tangtu Girang Seurat

Baresan Salapan

Perangkat Palawari Adat

Tanggungan Dua BelasTangkesan

Jaro Tujuh

Jaro Pamerentah Kokolotan

Sekdes/Carik

Pangiwa Pangiwa Pangiwa

37

Pemimpin tertinggi struktur pemerintahan adat dipegang oleh tiga Puun

atau bisa dibilang raja yaitu Puun Cibeo, Puun Cikartawarna, dan Puun Cikeusik.

Puun adalah dpimpinan yang mengurus seala urusan amanat secara batiniah untuk

mendoakan keselamatan alam, lingkungan dan kehidupan seluruh umat manusia

termasuk bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Puun tidak langsung

mengurus atau memimpin semua kegiatan kemasyarakatan secara operasional.

Ketiga Puun ini mempunyai tugas yang berbeda. Ruang lingkup dan gerak

kehidupan Puun lebih sederhana dan terbatas dibanding dengan kehidupan

anggota masyarakatnya. Kehidupan puun lebih mendekati pada kehidupan

seorang begawan yang jauh dari nafsu kematerian.

Jaro Tangtu adalah wakil Puun yang memiliki amanat untuk melaksanakan

pemerintahan dan segala amanat hukum adat. Istilah tangtu sendiri memiliki

pengertian.

“Yang memastikan terhadap suatu masalah, yang menentukan suatukeputusan atau kepastian. Yang harus dilaksanakan.25

Jaro Tangtu memiliki kedudukan sebagai tangan kanan Puun yang

berkaitan dengan pelaksanaan seluruh aspek kehidupan, baik yang berhubungan

dengan sosial kemasyarakatan, pelaksanaan dan penerapan hukum adat beserta

penerapan sanksi, penentuan dan pengaturan waktu kegiatan upacara-upacara

adat, sosialisasi seputar tatanan hukum adat pada masyarakat Baduy, dan penataan

keamanan dan ketertiban. Jaro tangtu merupakan pusat pemecahan masalah dan

berkewajiban untuk mengambil sikap demi terjaminnya pelaksanaan hukum adat

25 Wawancara dengan AM (Warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015

38

dan keselamatan masyarakat Baduy. Jaro tangtu berhak mengambil keputusan

untuk menugaskan jajaran tokoh adat baik jajaran tokoh adat Baduy Dalam,

maupun jajaran tokoh adat Baduy Luar. Jaro tangtu berkewajiban mengawasi

secara umum tentang pelanggaran pelaksanaan hukum adat di masyarakat Baduy

Dalam maupun Baduy Luar.

Dalam struktur lembaga hukum adat Baduy posisi girang seurat sejajar

dengan jaro tangtu, tetapi girang seurat memiliki tugas khusus yang spesifik yaitu

sebagai pendahulu dalam menentukan waktu pelaksanaan acara ngaseuk huma

serang dari awal pembukaan nyacar, nuaran, ngaduruk, ngaseuk, ngored,

ngubaran huma sampai pada proses panen. Girang seurat tidak memiliki

kewenangan dan hak seperti jaro tangtu dalam pengambilan keputusan hukum

adat, tetapi dalam setiap acara musyawarah adat, girang seurat selalu hadir

menyaksikan termasuk memberikan saran atau nasihat.

Tangkesan adalah salah satu pemangku adat Baduy yang berasal dari

warga Baduy Luar berkedudukan di kampung cicatang, tangkesan ini memiliki

kharisma, wibawa yang cukup tinggi bahkan disegani oleh seluruh warga Baduy

Dalam maupun Baduy Luar termasuk dihormati oleh para pemimpin adat Baduy.

Kewibawaan itu timbul karena tugas dan wewenang tangkesan cukup besar,

termasuk salah pada puun-puun dalam hal adat. Tangkesan adalah tokoh adat

yang memiliki pengaruh kuat dalam mengangkat, melantik, dan memberhentikan

para petugas adat yang berada di Baduy Luar, tetapi tidak untuk pemangku adat

Baduy Dalam, tangkesan juga memiliki kelebihan dan kemampuan berdoa dalam

39

hal keselamatan bumi alam, bangsa dan negara juga bagi warga atau masyarakat

yang tertimpa masalah termasuk mendoakan tentang masalah yang dihadapi puun.

Dalam struktur lembaga adat kedudukan jaro tanggungan dua belas sejajar

dengan tangkesan dan sama-sama merupakan pimpinan dari jaro tujuh. Tangkesan

bertindak sebagai bapaknya jaro tujuh sedangkan tanggungan dua belas lebih

berfungsi sebagai saksi jaro tujuh. Tugas utama jaro tanggungan dua belas adalah

mengurus bidang keamanan dengan memberikan perlindungan dan tindakan

hukum kepada seluruh masyarakat Baduy atas segala bentuk tindakan pelanggaran

adat baik di wilayah Baduy Dalam maupun Baduy Luar.

5. Aktivitas Perekonomian

Orang Baduy tak bisa dipisahkan dari padi yang dilambangkan sebagai

Nyi Pohaci Sanghyang Asri yang harus ditanam menurut ketentuan-ketentuan

karuhun, yaitu seperti bagaimana para nenek moyang mereka menanam padi. Padi

ditanam dilahan kering dan tidak boleh ditanam di hutan larangan.

Mata pencaharian masyarakat Baduy lebih mengutamakan sistem tertutup,

artinya aktifitas ekonomi dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

dan diproduksi serta dikonsumsi di lingkungan Baduy sendiri. Begitu juga

pakaian, sandal dan peralatan pertanian mereka buat sendiri dengan menggunakan

bahan-bahan yang ada di lingkungan mereka. Hanya sebagian kecil kebutuhan

didapatkan dari wilayah sekitar Baduy. Pertanian merupakan aktivitas ekonomi

utama dan penting, sedangkan aktivitas tambahan berupa kerajinan seperti sarung,

baju, dan membuat gula aren. Dengan prinsip bahwa aktivitas ekonomi hanya

40

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bukan memperkaya diri, maka tidak

banyak aktivitas jenis ekonomi yang dilakukan mereka seperti masyarakat modern

pada umumnya.

Seluruh masyarakat Baduy belajar untuk bekerja di pertanian sesuai

dengan aturan yang telah ditentukan. Di Baduy terdapat aturan pertanian yang

diikuti oleh masyarakatnya. Ada waktu dimana mereka harus mengolah tana,

menanam, maupun memanen hasil pertaniannya. Sistem pertanian disana adalah

dengan sistem berladang dan berkebun. Pada masa dimana mereka tidak sedang

bekerja di ladang, Baduy laki-laki bekerja di hutan untuk berburu dan memanen

madu, sementara Baduy wanita bekerja memasak atau merawat anaknya yang

masih bayi ataupun membuat kerajinan tangan dari kulit pohon.

Hasil dari aktivitas ekonomi ini oleh mereka diutamakan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari dan untuk upacara-upacara, sedangkan sisanya mereka jual

ke daerah luar untuk dibarter dengan kebutuhan yang tidak mereka hasilkan

seperti garam, minyak, serta bumbu-bumbu. Madu Baduy sangat terkenal di

daerah Banten karena tidak dicampur dengan bahan lainnya, sehingga sering

disebut madu asli. Mereka menjual madu dan hasil kerajinan lainnya sampai

kekota. Saat pergi ke kota untuk menjual madu, masyarakat Baduy Dalam tidak

menggunakan alat transportasi seperti yang kita gunakan sehari-hari. Mereka

hanya berjalan kaki menyelusuri jalanan hingga sampai ditujuan yang mereka

inginkan.

41

6. Religi dan Adat

Sistem religi yang dianut masyarakat suku Baduy adalah penghormatan

ruh nenek moyang dan kepercayaan kepada satu kuasa, Batara Tunggal.

Keyakinan mereka itu dsebut Sunda Wiwitan atau agama Sunda Wiwitan. Konsep-

konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya ditujukan kepada pikukuh

Baduy untuk bekerja menurut alur itu dalam mensejahterahkan kehidupan Baduy

dan dunia ramai. Seperti yang dikatakan salah satu informan.

“Agama nu diagen ku masyrakat Baduy ngarana Agama Sunda Wiwitan,nabina Adam Tunggal. Dina keyakinan Sunda Wiwitan kami mah teukabagean parentah shalat seperti dulur-dulur sabab wiwitan Adamtugasna memelihara kasaimbangan ieu alam, teu ngabogaan kitabna daajarana neurap jeung alam. Makana agama Slam Sunda Wiwitan nganukur keur urang Baduy”.26

Masyarakat Baduy percaya, bahwa mereka adalah orang yang pertama kali

diciptakan sebagai pengisi dunia dan bertempat tinggal di pusat bumi. Segala

gerak laku masyarakat Baduy harus berpedoman kepada buyut karuhun (ketentuan

adat) yang telah ditentukan dalam bentuk pikukuh karuhun (larangan adat).

Seseorang tidak berhak dan tidak boleh melanggar dan mengubah tatanan

kehidupan yang telah ada dan sudah berlaku turun menurun. Dalam

kehidupannya, puun sebagai pimpinan tertinggi adat Baduy adalah keturunan

batara serta dianggap sebagai penguasa agama sunda wiwitan yang harus ditaati

segala perintah dan perkataannya. Rukun agama sunda wiwitan yang terdiri dari :

ngukus, ngawalu, muja, ngalaksa, ngalanjak, ngapundayan, dan ngareksakeun

sasaka pusaka harus ditaati oleh seluruh masyarakat Baduy. Aturan dan tata cara

pelaksanaan rukun Baduy ini dipimpin oleh puun sebagai ketua adat masyarakat

26 Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015

42

Baduy. Kedudukan para pimpinan adat memiliki peranan dan kekuasaan luas

terhadap keseluruhan sistem sosial budayanya. Wewenang dan kedudukan itu

sudah ditentukan oleh karuhun dengan maksud untuk menyelamatkan taneuh

titipan yang merupakan intinya jagat. Jika taneuh titipan ini hancur dan rusak,

seluruh kehidupan di dunia akan rusak pula.

Pikukuh karuhun itu harus ditaati oleh masyarakat Baduy dan masyarakat

luar yang yang sedang berkunjung ke Baduy. Ketentuan-ketentuan itu diantaraya

sebagai berikut:27

a. Dilarang menggunakan pakaian sembarangan, yaitu keseragaman dalam

berpakaian. Baduy Dalam berpakaian putih-putih dengan ikat kepala putih dan

Baduy Luar berpakaian hitam dengan ikat kepala hitam.

b. Dilarang berladang sembarangan. Berladang harus sesuai dengan ketentuan

adat.

c. Dilarang memelihara hewan binatang ternak kaki empat, seperti kambing dan

kerbau.

d. Dilarang menanam tanaman budi daya perkebunan, seperti kopi, kakao,

cengkeh, kelapa sawit, dan sebagainya.

e. Dilarang menggunakan teknologi kimia, misalna menggunakan pupuk, obat

pemberantas hama penyakit, menggunakan minyak tanah, mandi menggunakan

sabun, menggosok gigi menggunakan pasta, dan meracun ikan.

27 Wawancara dengan SM (Jaro desa Cibeo) tanggal 14 Februari 2015

43

f. Dilarang mengubah bentuk tanah, misalnya menggali tanah untuk membuat

sumur, meratakan tanah untuk pemukiman, dan mencangkul tanah untuk

pertanian.

g. Dilarang masuk hutan larangan untuk menebang pohon, membuka ladang, atau

mengambil hasil hutan lainnya

h. Dilarang mengubah jalan air, misalnya membuat kolam ikan, mengatur

drainase, dan membuat irigrasi. Oleh karena itu, sistem pertanian padinya

adalah padi ladang, pertanian padi sawah dilarang dikomunitas masyarakat.

Masyarakat Baduy mempunyai struktur tatanan hukum adat yang tunduk

dan patuh kepada puun sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan adat dan

pimpinan keagamaan yang berada dikampung Cikeusik, Cibeo, dan Cikartawarna.

Sistem struktur hukum adat di perkampungan masyarakat Baduy memegang

peranan penting dalam mengayomi semua lapisan warganya bak dalam bidang

kemasyarakatan ataupun dalam mengelola lingkungan alamnya. Tata cara

pengerjaanya diatur oleh adat dan dipatuhi dengan seksama sehingga dapat

berjalan penuh keseimbangan. Adat telah mengatur kelestarian alam sebagai

penopang hidup dan kehidupan, serta mampu mewujudkan keakraban manusia

dengan alam untuk hidup berdampingan dan berkesinambungan, sehingga alam

lingkungannya itu sendiri memberikan kesuburan yang berlimpah. Tatanan aturan

adat tersebut mengatur hubungan antara masyarakat Baduy dengan Tuhannya,

masyarakat Baduy sendiri, masyarakat Baduy dengan masyarakat luar, dan

masyarakat Baduy dengan lingkungan alamnya. Dalam mengelola lingkungannya,

secara garis besar aturan adat Baduy terbagi menjadi aturan tentang pengelolaan

44

lahan pertanian dan pelestarian lahan hutan. Oleh karena itu setiap kegiatannya

selalu diikuti oleh upacara-upacara adat.

B. Deskripsi Objek Penelitian

1. Keluarga AJ

Mang AJ, lelaki berusia 58 tahun adalah masyarakat yang tinggal di desa

Cibeo Baduy Dalam. Mang AJ adalah keluarga yang dianugerahi 6 orang anak.

Terdiri dari 5 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Bercocok tanam bagi keluarga

Mang AJ merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun selain

untuk memenuhi kebutuhan hidup, keluarga Mang AJ menganggap bercocok

tanam merupakan wujud kesetiaan mereka terhadap alam dan wujud syukur

mereka kepada Sang Pencipta. Dengan bercocok tanam, mereka dapat bertukar

pikiran dengan alam. Alam menyajikan sumber kehidupan yang tiada habisnya

untuk mereka. Bercocok tanam bagi Mang AJ berguna untuk melatih fisik mereka

dan menyatu dengan kondisi dimana mereka tinggal. Dengan jarak tempuh yang

jauh antara rumah dengan tempat mereka berladang dan tempat bercocok tanam

yang cukup membahayakan, menunjukkan betapa kuatnya fisik mereka.

Setiap pagi hari, keluarga Mang AJ bersama-sama pergi keladang untuk

melakukan aktivitas-aktivitas bercocok tanam. Terlihat jelas kekompakkan

mereka pada saat melakukan aktivitas bersama. Mang AJ mengajarkan kepada

setiap anaknya, agar selalu menjaga keindahan alam. Mang AJ menanamkan nilai-

nilai dan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya kepada anaknya pada saat

berada diladang. Nilai-nilai yang diajarkan meliputi aspek-aspek pelestarian

45

lingkungan sedangkan pengetahuan yang diberikan meliputi cara-cara berladang.

Bila hari mulai gelap, hampir tidak ada aktivitas yang dilakukan di luar rumah.

Keluarga Mang AJ menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan keluarganya.

Ladang milik Mang AJ, kurang lebih memiliki luas hingga 1 hektar dengan

jenis tanaman pokok padi dan tanaman-tanaman lainnya seperti pohon petai,

jengkol, dan duren. Karena ladang yang begitu luas, Mang AJ membagi tugas

kepada anaknya untuk mengontrol setiap bagian-bagian daerah ladang yang

sebelumnya sudah ditanami padi. Mereka harus mengontrol pada siang hari, agar

tanaman padi terhindar dari hama atau binatang liar.

Mang AJ selalu mengajarkan kepada anaknya, bahwa kita sebagai manusia

haruslah bersikap adil terhadap sesama. Bukan hanya sesama manusia, tetapi juga

sesama makhluk hidup. Kita ini hidup hanya menumpang di alam ini. Alam ini

punya yang Maha Kuasa. Apakah wajar kalau kita memperlakukan alam ini

dengan merusaknya.

Menurut AJ, daerah yang masih masuk kepunyaan masyarakat Baduy itu

luas. Tak seperti sekarang yang semakin hari menjadi semakin sempit. Lahan

kepunyaan Baduy itu mengalami banyak perubahan. Mulai dari tanaman yang

tumbuh di ladang hingga tanah yang menjadi kurang subur.

Mang AJ merupakan salah satu sosok masyarakat Baduy yang selalu patuh

terhadap aturan yang ditetapkan. Dalam melakukan aktivitas berladang, Mang AJ

selalu mengikuti apa yang telah diajarkan oleh leluhurnya. Seperti cara menanam,

menjaga, dan memanen sesuai dengan aturannya.

46

Didalam kehidupannya, Mang AJ merupakan sosok periang dan peladang

yang gigih. Kesehariannya di habiskan untuk berladang dan mengajarkan anak-

anaknya cara melestarikan alam lingkungan sekitarnya. Berladang dipagi hingga

sore hari tak pernah Mang AJ lewati. Keseharian yang Mang AJ lakukan

merupakan wujud kesetian mereka kepada aturan adat.

2. Keluarga AM

AM adalah lelaki berusia 49 tahun yang tinggal di desa Cibeo. Beliau adalah

anak tunggal laki-laki puun Jandol, salah seorang puun Baduy yang terkenal

semasa pemerintahan Soekarno. Beliau memiliki istri bernama Sani dan 4 orang

anak bernama Mursid, Misjaya, Arba, dan Arsunah. Beliau menjawab sebagai

wakil jaro tangtu Cibeo dan termasuk tokoh adat muda Baduy Dalam yang

disegani oleh berbagai kalangan.

Kehidupan keluarga AM, bisa dibilang lebih dari keluarga AJ. Rumahnya

puun terlihat lebih luas dibandingkan rumah AJ. Kehidupan sehari-hari AM selain

berladang adalah membantu jaro tangtu dalam mempersiapkan alat dan akomodasi

untuk pelaksanaan musyawarah adat terutama sekali dalam mempersiapkan alat

dan kebutuhan untuk upacara-upacara adat kawalu, ngalaksa, dan upacara

keagamaan lainnya. AM yang merupakan wakil jaro tangtu Cibeo memiliki tugas

dan beban yang lebih berat dibandingkan dengan wakil jaro lainnya mengingat

bahwa kepuunan Cibeo memiliki tugas dan wewenang dalam hal mengurus segi

pemerintahan dan pelayanan dengan masyarakat luar Baduy. Wakil jaro tangtu

bertugas mensosialisasikan hukum adat pada masyarakat termasuk memberikan

47

jawaban atau penjelasan pada para pengunjung tentang adat istiadat maupun hal

lain tentang Baduy dengan seizin jaro tangtu.

AM merupakan pekerja keras yang pintar dan ulet. Hal ini terbukti dari

jabatan beliau dan pekerjaan beliau. AM dapat membagi antara pekerjaan yang

biasa dilakukan yaitu berladang, dengan pekerjaanya sebagai wakil jaro tangtu.

Keseharian AM sama dengan masyarakat Baduy Dalam pada umumnya, namun

yang membedakannya adalah apabila ada urusan adat, beliau tidak pergi

berladang karena urusan adat lebih diutamakan.

Dalam hidupnya, AM telah mengenal berbagai macam perubahan yang

terjadi di masyarakat Baduy. Seperti cara memasak yang mulai menggunakan

kompor. Cara menanam dengan menggunakan pacul, dan lain sebagainya. Hal ini

membuat AM merasa resah dan takut nantinya kebudayaan yang ada di

masyarakatnya hilang seiring berjalanya waktu. AM merupakan tokoh adat yang

disegani karena kepintaran dan kegigihannya dalam menjaga aturan adat yang

diterapkan pada masyarakatnya. AM selalu bersosialisasi bersama masyarakat

Baduy lainnya di lapangan Desa Cibeo, tempat dimana kegiatan upacara sering

dilaksanakan.

AM selalu mengajarkan kepada penduduk luar yang datang bahwa kita

sebagai manusia haruslah tunduk kepada Yang Kuasa. Cara kita tunduk itu

dengan menghormati apa yang telah diberikan dan menjaganya. Alam ini

merupakan titip Yang Kuasa yang harus kita jaga dengan sebaik-baiknya.

Berbaiklah dengan alam karena alam merupakan bagian dari hidup kita. Alam

menyediakan segalanya buat kita. Tanpa alam kita tak akan ada disini.

48

C. Hasil Temuan dan Pembahasan

1. Aktivitas Bercocok Tanam Masyarakat Baduy

Sistem pertanian di Indonesia maupun dibeberapa negara pertanian di dunia

sangat jarang sekali menggunakan sistem berladang. Dengan jumlah penduduk

yang terus bertambah dan membutuhkan lahan, maka sistem berladang menjadi

tidak efektif dan cenderung merusak lingkungan. Masyarakat Baduy hanya

mengenal istilah berladang dalam bercocok tanam.

Menurut masyarakat Baduy berladang yang mereka kerjakan sesuai dengan

kepercayaan dan prinsip hidup mereka, yaitu untuk tidak membuat perubahan

secara besar-besaran pada alam, karena justru akan menimbulkan

ketidakseimbangan alam. Dengan sistem berladang mereka tidak melakukan

perubahan bentuk alam, karena mereka menanam mengikuti alam yang ada.

Mereka menanam padi dan tumbuhan lainnya sesuai dengan lereng disana,

mereka tidak membuat terasiring. Sistem pengairan disana tidak menggunakan

irigasi teknis, tetapi hanya memanfaatkan hujan yang ada. Ada larangan

pengggunaan air sungai atau mata air untuk mengairi sawah. Seperti yang

dikatakan salah seorang informan:

“Jangan sekali-kali membelokkan aliran air untuk keladang. Nanti bisangerobah bentuk tanah dan bisa menimbulkan kerusakan pada tanah”.28

Mereka memiliki keyakinan bahwa dengan membelokkan arah aliran air

sungai maupun mata air untuk pertanian akan mengubah bentuk alam dan dapat

28 Wawancara dengan AJ (Warga Desa Cibeo) Tanggal 16 Maret 2015

49

menimbulkan ketidakseimbangan alam dan menimbulkan kerusakan alam. Semua

masyarakat Baduy Dalam dalam kesehariannya selalu melakukan aktivitas

berladang, mulai dari pagi hari hingga menjelang sore. Baik suami, istri maupun

anaknya, semua melakukan aktivitas ini.

Kegiatan masyarakat Baduy dalam setiap bulanya dalam satu tahun, telah

mengikuti pola umum, yang diatur oleh adat. Kegiatan bercocok tanam atau

kegiatan-kegiatan lainnya di luar bercocok tanam bagi segenap masyarakat Baduy

senantiasa mengikuti kalender atau penanggalan yang telah mereka buat sendiri.

Adapun jumlah bulan dalam penanggalan Baduy terdiri dari 12 bulan. Namun

jumlah hari hanya dihitung 360 hari. Jumlah hari hanya dihitung 360 hari,

dikarenakan sisa hari yang berjumlah 4 sampai 5 hari itu digunakan untuk

menentukan perhitungan penanggalan berikutnya. Waktu luang tersebut tidak

dihitung kedalam jumlah hari pada tahun sebelumnya atau tahun yang baru

ditinggalkan. Dasar pemikiran adanya waktu luang tersebut ditetapkan menjelang

akhir tahun. Salah satu informan menjelaskan apa saja tanggalan yang ada di

Baduy:

“Di Baduy itu ada penanggalan, penanggalannya hampir sama dengantanggalan urang-urang yang bukan urang Baduy. terdiri dari 12 bulan dan360 hari. Kalau dipenanggalan kalender kalian 365 hari, di Baduy sisa 5harinya dipakai buat menentukan penanggalan berikutnya. Nama-namabulannya pun beda, awal bulan itu namanya Kasa, lalu karo, katiga, safar,kalima, kanem, kapitu, kadalapan, kasalapan, kasapuluh, hapit lemah dan namanya hapitkayu”.29

Berikut ini adalah penanggalan yang menjadi patokan kehidupan

masyarakat Baduy:

29 Wawancara dengan DN (Tokoh adat Baduy Luar) tanggal 15 Maret 2015

50

a. Kasa (Januari/Februari)

Panen di huma serang, sedangkan dihuma Puun dan huma masyarakat padi

telah mulai besar. Pada bulan ini diadakan acara Kawalu. Kawalu itu sendiri

menurut AM adalah:

“Kawalu adalah upacara dalam rangka kembalinya padi dari ladang kelumbung. Kawalu itu, dilakukan sebanyak tiga kali, masing-masing sekalidalam tiap-tiap bulan kawalu. Pada bulan ini ada upacara kawaluteumbeuy atau kawalu mitembeuy. Kawalu ini melakukan puasa sehari didalam sebulan. Di daerah Cieukesik dan Cikartawarna tanggal 18 danCibeo tanggal 19.30

Kawalu merupakan upacara adat yang dilakukan pada bulan-bulan tertentu.

Pada masyarakat Baduy Dalam harus mengikuti sesuai dengan tanggal yang telah

ditetapkan. Sedangkan pada masyarakat Baduy luar dapat memilih puasa satu hari

tanggal tersebut diatas, tergantung mau mengikuti pemimpin yang mana. Tiap-tiap

keluarga masyarakat Baduy luar memilih di antara dua waktu itu.

“Umumnya, masyarakat Baduy Luar mengikuti pemimpin dari desaCikeusik yang dianggap pemimpin yang mengatur urusan adat.31

Menurut penuturan informan diatas, terlihat jelas ada perbedaan antara

masyarakat Baduy Dalam dan Luar. Masyarakat Baduy Dalam harus benar-benar

mengikuti pemimpin desa dimana mereka tinggal. Sedangkan penduduk desa

Baduy luar diperbolehkan memilih diantara kedua tanggalan tersebut.

30 Wawancara demgan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 201531 Wawancara dengan SM (jaro desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015

51

b. Karo (Februari/Maret)

Huma serang selesai panen, huma Puun mulai panen, sedangkan huma

masyarakat padi sedang menguning. Pada bulan ini dilakukan kawalu tengah yaitu

melakukan puasa seperti bulan pertama hanya tanggalnya berbeda. Di Cikeusik

dan Cikartawarna tanggal 18, 19, sedangkan di Cibeo tanggal 20. Masyarakat

Baduy luar dapat memilih dari dua tanggal itu, tergantung mau ikut ke pemimpin

yang mana.

c. Katiga (Maret/April)

Di huma serang tidak ada aktivitas, di huma Puun selesai panen, huma

masyarakat sedang panen. Pada bulan ini diadakan acara kawalu akhir atau

kawalu tutug yaitu melakukan puasa seperti bulan yang sebelumnya. Di Cikeusik

dan Cikartawarna tanggal 17, sedangkan di Cibeo tanggal 18. Masyarakat Baduy

luar dapat memilih dari dua tanggalan tersebut. Pada saat kawalu akhir

berlangsung, semua masyarakat Baduy Dalam menjalankan puasa. Tidak

terkecuali anak-anak usia muda. Mereka sangat mentaati aturan adat yang telah

ditetapkan.

d. Safar (April/Mei)

Huma serang, huma Puun dan huma masyarakat selesai panen. Pada bulan

ini dilakukan acara seba, mengirim hasil-hasil pertanian, seperti beras, tepung

beras, kue dari tepung, petai, durian, gula, talas dan lain-lain ke Rangkasbitung

dan Keresidenan di Serang. Di dalam dua tahun sekali, seba besar, selain

mengirim hasil-hasil pertanian juga perabotan seperti kukusan, dulang, cukil, dan

lain-lain. Pada bulan ini juga diadakan acara Ngalaksa. Acara Ngalaksa ini

52

dilakukan untuk mengakhiri tahun yang telah berlalu dan menyambut tahun yang

akan datang. Ngalaksa ini memiliki fungsi seperti yang dituturkan AM yaitu:

“Ngalaksa di Baduy adalah berdoa dalam rangka mengakhiri tahun yanglalu dan menyambut tahun yang akan datang. Harapannya agar pada tahunyang akan datang seluruh warga Baduy mendapat keselamatan,kesejahteraan hidup, rukun dan damai, serta memohon perlindungan darisang Maha Pencipta alam raya ini”.32

Dalam Ngalaksa, biasanya masyarakat Baduy membuat kue dan laksa dari

tepung beras, membuat tumbak-tumbakan lambang laki-laki, serta membuat orok-

orokan (bayi), lambang wanita yang dibuat dari daun aren. Pada setiap keluarga

membuat sebanyak sejumlah jiwa yang ada di keluarga tersebut. Bahan-bahan tadi

dibuang sebagai pelambang pengabdian, penenang jiwa agar kehidupannya

selamat.

e. Kalima (Mei/Juni)

Di huma serang mulai nyacar. Nyacar adalah kegiatan menebas tumbuhan

semak belukar. Hal ini dilakukan untuk membersihkan lahan ladang tidak

terganggu dari tanaman yang dapat merusak lahan garapan nantinya. Pada huma

puun dan huma masyarakat belum ada aktivitas pengerjaan ladang. Pimpinan adat

atau puun pergi ke daerah hutan saka domas, biasanya pada tanggal 16, 17 dan

18. Terdapat kegiatan pada saat penanggalan seperti dijelakan oleh AM:

“Pada tanggal 16,17, dan 18 pada bulan kalima, semua puun pergi ke sakadomas untuk berdoa kepada Sang Pencipta agar diberikan kelancarandalam berladang. Biasanya ada perwakilan dari masyarakat Baduy yangikut menemaninya”.33

32 Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 201533 Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015

53

Masyarakat, baik masyarakat Baduy luar atau masyarakat Baduy dalam

dapat ikut atas izin Puun. Pada bulan ini juga biasanya dilakukan acara hajatan

keluarga seperti kawinan. Perkawinan di Baduy Dalam memiliki tiga tahapan,

yaitu lamaran pertama, lamaran kedua, dan lamaran ketiga.

f. Kanem (Juni/Juli)

Di huma serang menebang atau nuar pepohonan untuk persiapan ladang. Di

huma Puun dan huma masyarakat belum ada kegiatan berladang. Tiap dua tahun

sekali pada bulan ini biasanya diadakan acara sunatan anak. Sunatan sendiri pada

masyarakat Baduy disebut nyelamkeum. Pelaksanaan sunatan di Baduy tidak

sembarangan hari atau bebas sekehendak warganya. Sunatan harus sesuai dengan

jadwal adat, seperti yang dijelaskan oleh AJ.

”Sunatan tidak boleh dilaksanakan pada hari Jumat dan Minggu, karenahari tersebut bersifat panas. Hal yang paling baik untuk melaksanakansunatan adalah hari Selasa dan Kamis”.34

Alasan sunatan tidak boleh dilaksanakan pada hari Jumat dan Minggu

adalah karena kedua hari itu merupakan hari yang suci bagi Masyarakat Baduy.

g. Kapitu (Juli/Agustus)

Di huma serang ngahuru, ngaduruk dan tanam padi. Tanam padi di Cikeusik

tanggal 18, Cibeo tanggal 22 dan Cikartawarna tanggal 23. Di huma puun nuar

dan huma masyarakat membersihkan semak-semak atau disebut nyacar.

h. Kadalapan (Agustus/September)

Pada Bulan ini, di huma serang sedang ngabadagan. Ngabadagan adalah

aktivitas membersihkan rumput-rumput dengan cara dicabut oleh tangan. Di huma

34 Wawancara dengan AJ (warga desa Cibeo) tanggal 16 Maret 2015

54

puun mengerjakan ngaduruk, ngahuru dan tanam padi. Ngahuru dan ngaduruk

adalah kegiatan membakar serasah. Ngahuru adalah kegiatan kegiatan

pembakaran pertama, sedangkan ngaduruk adalah kegiatan pembakaran

selanjutnya, untuk membersihkan sisa-sisa serasah yang tertinggal. Disaat

bersamaan, huma masyarakat umum mengerjakan nuar. Nuar adalah aktivitas

menebang pohon yang berada disekitar huma. Tujuannya agar lahan garapan

bersih dari segala jenis tanaman penganggu.

i. Kasalapan (Sepetember/Oktober)

Di huma serang menyiangi atau ngored.35 Di Huma Puun ngored

ngarambas. Ngored ngarambas dilakukan pada saat tanaman padi berumur 3

bulan. Pada saat ngored ngarambas biasanya padi sudah mulai akan berbuah. Pada

saat itu juga dilakukan juga ngubaran pare dengan cara menaburkan ramuan-

ramuan yang telah dibacai mantra melalui upacara adat mantun. Di huma

masyarakat ngahuru, ngaduruk dan tanam padi (ngaseuk).

j. Kasapuluh (Oktober/November)

Di huma serang padi telah besar dan seluruh masyarakat Baduy menjaga

agar padi di huma serang terhindar dari hama. Di huma Puun ngored kedua. Di

huma masyarakat ngored kesatu.

k. Hapit lemah (November/Desember)

Di huma serang dan huma Puun musim padi besar. Di huma masyarakat

ngored kedua dan mengobati padi. Mengobati padi disini adalah agar padi tumbuh

35 Huma serang adalah huma milik bersama adanya di Baduy Dalam. Ladang khusus ditanamipadi, hasilnya untuk keperluan bersama masyarakat, seperti seba, kawalu dan lain-lain.Penggarapan ladang dikerjakan secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat Baduy Dalam danBaduy Luar. Benih padi yang digunakan berasal dari Cikeusik 7 ikat, Cikartawarna 3 ikat, danCibeo 5 ikat.

55

subur dan terhindar dari hama penganggu. Obat yang digunakan dibuat dari

berbagai bahan yang sudah didoakan melalui dongeng-dongeng yang diceritakan

oleh seorang yang dianggap punya ilmu gaib.

l. Hapit kayu (Desember/Januari)

Di huma serang, huma Puun dan huma masyarakat musim padi besar. Pada

saat ini, masyarakat Baduy sangat menjaga huma agar tetap terhindar dari hama

pengganggu.

(Penanggalan Baduy dan aktivitas masyarakat Baduy pada setiap bulan)

Bulan KegiatanKasa (Januari/Februari)

Panen di ladang serang, sedangkan diladang Puun dan ladang masyarakatpadi telah mulai besa

Kawalu teumbeuy, melakukan puasasehari dalam sebulan.

Karo (Februari/Maret)Ladang serang selesai panen, ladangPuun mulai panen, sedangkan di ladangmasyarakat padi sedang menguning

Kawalu tengah, melakukan puasaseperti bulan pertama, hanya bulanyasaja yang berbeda

Katiga (Maret/April)Di ladang serang tidak ada aktivitas, diladang Puun selesai panen, dan diladang masyarakat sedang panen.

Kawalu tutug, melakukan puasa sepertibulan sebelumnya.Ngalaksa, Acara mengakhiri tahun yangberlalu dan menyambut tahun yangakan datang. Membuat kue dari tepungberas, membuat tumbak-tumbakanlambang laki-laki, serta orok-orokan(bayi).

Safar (April/Mei)Di ladang serang tidak ada aktivitas, diladang Puun selesai panen, ladangmasyarakat sedang panen

Seba atau mengirim hasil-hasilpertanian ke Rangkasbitung danKeresidenan di Serang.

Kalima (Mei/Juni)Di ladang serang mulai nyacar, diladang Puun dan ladang masyarakatbelum ada aktivitas pengerjaan ladang.

Pimpinan adat atau puun pergi jiarah kesaka domas. Masyarakat Baduy Dalamatau masyarakat Baduy Luar dapat ikutjiarah atas izin puun.

Kanem (Juni/Juli)Di ladang serang melakukan nuar. Di Acara hajatan keluarga seperti

56

ladang Puun dan ladang masyarakatbelum ada aktivitas berladang.

pernikahan. Tiap dua tahun sekali adaacara sunatan anak

Kapitu (Juli/Agustus)Di ladang serang ngahuru, ngadurukdan tanam padi. Di ladang Puunmelakukan nuar dan di ladangmasyarakat melakukan nyacarKadalapan (Agustus/September)Di ladang serang ngabadagan. Diladang Puun mengerjakan ngahuru,ngaduruk dan tanam padi. Di ladangmasyarakat mengerjakan nuar.

Kasalapan (September/Oktober)Di ladang serang ngored. Di ladangPuun ngored 1. Di ladang masyarakatngahuru, ngaduruk, dan ngaseuk.

Kasapuluh (Oktober/November)Di ladang serang padi telah besar. Diladang Puun ngored 2. Di ladangmasyarakat ngored 1.Hapit Lemah (November/Desember)Di ladang serang dan ladang Puunmusim padi besar. Di ladangmasyarakat ngored 2 dan mengobatipadi.

Hapit Kayu (Desember/Januari)Di ladang serang, ladang Puun danladang masyarakat musim padi besar.

Walaupun waktu pengerjaan tiap-tiap tahapan itu dikerjakan pada waktu

yang telah ditentukan yang merupakan daur pengerjaan ladang dalam setahun,

pada umumnya masyarakat Baduy dalam menentukan penanggalan dan waktu-

waktu kegiatan untuk berladang didasarkan atau mengambil patokan pada

perputaran bintang. Misalnya seperti yang dikatakan beberapa penduduk desa

Cibeo yang menyatakan berladang dilakukan setahun sekali mengambil patokan

pada bintang.

“Di Baduy ini, menentukan tanggalan itu patokannya dari Bintang. Ada duabintang yang dikenal, bintang kidang dan bintang kartika. Bintang itu kami

57

tuangkan dalam ungkapan-ungkapan untuk mempermudah menentukanpenanggalan.36.

Di masyarakat Baduy mengenal dua macam bintang yang biasa dijadikan

patokan didalam berladang. Yaitu bintang kidang atau ditempat lain disebut

bintang wuluku dan bintang kartika atau gumarang. Untuk bintang kidang

biasanya berbentuk ngeoroyok tiga. Untuk bintang kartika biasanya muncul lebih

awal dari bintang kidang dengan selisih waktu kurang lebih dua minggu.

Penggunaaan pertanda-pertanda pada bintang di masyarakat Baduy biasanya

dituangkan dalam ungkapan-ungkapan. Misalnya dikenal ungkapan tanggal

kidang turun kujang. Hal ini berarti di ladang harus melakukan kegiatan nyacar

dan nuar. Kearifan lokal dalam hal ini adalah sebagai penentu waktu untuk

memulai kegiatan berladang.

Menurut orang Baduy biasanya tanggal kidang bertepatan dengan tanggal

kapitu dan kadalapan pada tanggalan Baduy. Ungkapan lain adalah “kidang

ngarangsang kudu ngahuru”.

“Ngarangsang adalah istilah untuk menyatakan posisi matahari sebelumtengah hari. Jadi kidang ngarangsang, dapat berarti bintang kidang padaposisi matahari pagi. Aktifitas diladang yang harus dilakukan adalah“ngahuru” atau membakar sisa-sisa tebangan. Kidang ngarangsangbiasanya bertepatan pada bulan kasalapan pada tanggalan Baduy”.37

Masyarakat Baduy telah lama mengenal cara melihat bintang sebagai

patokan dalam bercocok tanam dan melakukan aktivitas-aktivitas lainnya. Hal itu

diwariskan secara turun temurun kegenerasi berikutnya. Kearifan dalam hal ini

adalah sebagai waktu yang tepat untuk menentukan bercocok tanam yang baik.

36 Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 201537 Catatan Lapangan No 6

58

2. Lahan Bercocok Tanam Masyarakat Baduy

Berbicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sistem perladangan

masyarakat Baduy, tentu merupakan suatu rangkaian dan uraian yang amat

panjang dan luas. Huma di Baduy dapat dihubungkan dengan perladangan.

Ladang di Baduy bagi penduduk Sunda merupakan sistem pertanian yang

dilakukan di dalam hutan dan lereng-lereng bukit. Hutan yang dimaksudkan

sebagai daerah perladangan masyarakat Baduy itu terletak jauh dari

pemukimannya. Menurut keterangan seorang penduduk Rangkasbitung yang

dahulu merupakan masyarakat Baduy yang pernah melakukan kegiatan berladang:

“Jarak ladang dengan rumah membutuhkan waktu antara setengah jamsampai satu setengah jam. Hal itu sudah menjadi kebiasaan dari dulu danwujud penghormatan pada Dewi Padi. Saya tidak mengeluh bila berladang,karena dulu belum ada pekerjaan lain seperti sekarang ini. Begitulahsekilas gambaran tentang berladang di Baduy”.38

Penduduk jaman dahulu telah memanfaatkan sumber daya alam sebaik

mungkin. Ditinjau dari segi ilmiah sistem perladangan jaman dahulu yang mereka

lakukan mempunyai arti ekologi yang cukup dalam, bahkan tersirat di dalamnya

prinsip-prinsip pelestarian alam.

Masyarakat Baduy yakin bahwa dirinya diciptakan untuk menjaga tanah

larangan yang merupakan pusat bumi. Mereka dituntut untuk menyelamatkan

hutan titipan dengan menerapkan pola hidup seadanya yang diatur oleh norma

adat. Oleh karena itu, kegiatan utama masyarakat Baduy Dalam pada hakikatnya

terdiri atas pengelolaan lahan untuk pertanian atau ngahuma dan pengeolaan serta

pemeliharaan hutan untuk perlindungan lingkungan. Klasifikasi ruang seperti itu

38 Catatan Lapangan No 2

59

menyebabkan adanya daerah atau tanah yang hanya dikerjakan oleh para

penghuninya, sedangkan orang lain tidak boleh karena dianggap kurang sakral.

Orang Baduy mengemukakan bahwa tanah huma merupakan sumber penting bagi

kehidupan; karena itu, bagi masyarakat Baduy ngahuma atau menanam padi

diladang merupakan pekerjaan wajib yang harus dilaksanakan.

Tata guna lahan di Baduy dapat dibedakan menjadi lahan pemukiman,

pertananian, dan hutan tetap. Lahan pertanian adalah lahan yang digunakan untuk

berladang dan berkebun, serta lahan-lahan yang diberakan. Hutan tetap adalah

hutan-hutan yang dilindungi adat, seperti hutan lindung atau leuweung kolot, dan

hutan lindungan kampung atau hutan lindungan lembur yang terletak disekitar

mata air atau gunung yang dikeramatkan, seperti hutan yang terletak di Gunung

Baduy, Jatake, Cikadu, Bulangit, dan Pagelaran. Hutan tetap ini merupakan hutan

yang selalu akan dipertahankan keberadaanya. Ladang atau huma diwilayah

Baduy berdasarkan kepemilikannya digolongkan menjadi 3 bagian yaitu ladang

(huma) serang, ladang (huma) pimpinan adat, dan huma keluarga masyarakat

Baduy. seperti yang diceritakan salah seorang informan yang merupakan

penduduk Baduy Dalam:

“Berladang itu sudah ada aturan pembagian lahan dan prosespengerjaannya. Sebelum saya dan seluruh warga desa Cibeo ini menggarapladang kepunyaan sendiri, terlebih dahulu kami lakukan pengerjaan humaserang, lalu huma pimpinan adat, setelah itu baru huma kita masing-masing”.39

Ladang (huma) serang merupakan huma adat dan merupakan kepunyaan

bersama. Untuk penggarapan huma serang ini dilakukan secara bersama-sama

39 Wawancara dengan AJ (warga desa Cibeo) Tanggal 16 Maret 2015

60

oleh segenap masyarakat Baduy, baik Baduy Luar maupun Baduy Dalam dengan

dipimpin oleh pimpinan adat. Hal ini dilakukan agar menghemat waktu. Pada

waktu mengerjakan huma serang ini juga banyak dilakukan upacara adat.

Pengerjaan ladang (huma) serang ini dilakukan paling awal mendahului

pengerjaan ladang pimpinan adat dan ladang umum pemilik masing-masing

keluarga masyarakat Baduy. Ladang (huma) serang ini hanya ada di Baduy Dalam

yaitu daerah Cibeo, Cikartawarna, dan Cikeusik. Ladang (huma) pimpinan adat

adalah ladang kepunyaan pimpinan adat. Di dalam pengerjaanya juga banyak

dibantu oleh masyarakat, namun secara terbatas, tidak seperti mengerjakan ladang

(huma) serang, dikerjakan oleh seluruh masyarakat Baduy dengan mengadakan

upacara-upacara adat secara besar-besaran. Ladang pimpinan adat juga hanya ada

didaerah Baduy Dalam yaitu Cibeo, Cikartawarna, dan Cikeusik. Ladang (huma)

masyarakat adalah ladang kepunyaan masing-masing keluarga Baduy. Penetapan

lahan (huma) untuk masyarakat Baduy Dalam ditentukan berdasrkan musyawarah

bersama warga yang dipimpin oleh puun. Pada umumnya, setiap warga sudah

mempunyai calon lahan yang akan dibuka dan secara informal akan disampaikan

pada saat santai atau ngobrol pada sore hari, sehingga diantara mereka sudah

mengetahui rencana lahannya masing-masing. Keputusan akhir tentang lokasi

penggarapan lahan untuk masing-masing kepala keluarga ditentukan pada saat

musyawarah. Sebelum menentukan lahan yang akan digarap, mereka akan

mencari dan melihat kondisi lahannya. Jika lahan huma telah ditentukan, pada

tempat itu diberi tanda yang disebut pupuhunan, yakni tanah dengan luas kurang

61

lebih 1 meter yang ditanami tanaman hanjuang, sereh, babalak, ari goreng dan

tamiang pugur. Dari pupuhunan inilah mulai dilakukan kegiatan penanaman padi.

Pekerjaan wajib yang harus dilakukan oleh seluruh masyarakat Baduy

Dalam adalah ngahuma (bertanam pada lahan kering). Pekerjaan ini bukan hanya

sekedar mata pencaharian, tetapi juga merupakan ibadah yang merupakan salah

satu rukun Baduy. Oleh karena itu, kegiatan sehari-hari masyarakat Baduy adalah

menangani setiap ladangnya. Tetapi ada hari-hari yang diperbolehkan untuk libur

ke ladang.

“Waktu libur ke ladang hanya pada hari Jum’at dan Minggu yang biasanyadigunakan untuk kegiatan sosial disetiap kampungnya. Terkadang hariJum’at juga digunakan untuk membeli kebutuhan dipasar yang berada didaerah luar Baduy ”.40

Kegiatan berladang ini dianggap kegiatan yang suci karena mengawinkan

dewi padi atau Nyi Pohaci Sanghyang Asri. Kegiatan berladang akan selalu

diikuti upacara-upacara keagamaan yang dipimpin oleh ketua adat.

3. Menetapan Lahan Garapan

Masyarakat Baduy berpendapat bahwa dirinya diciptakan untuk

menjaga tanah larangan yang merupakan pusatnya bumi. Mereka dituntut untuk

menyelamatkan hutan titipannya dengan menerapkan pola hidup seadanya yang

diatur oleh norma adat. Oleh karena itu, kegiatan utama masyarakat Baduy, pada

hakekatnya terdiri dari pengelolaan lahan untuk kegiatan pertanian (ngahuma) dan

pengelolaan serta pemeliharaan hutan untuk perlindungan lingkungan. Tata guna

lahan di Baduy dapat dibedakan menjadi lahan pemukiman, pertanian, dan hutan

40 Catatan Lapangan No 3

62

tetap. Lahan pertanian adalah lahan yang digunakan untuk berladang dan

berkebun, serta lahan-lahan yang diberakan. Hutan tetap adalah hutan-hutan yang

dilindungi oleh adat, seperti hutan lindung (leuweung kolot/titipan), dan hutan

lindungan kampung (hutan lindungan lembur) yang terletak di sekitar mata air

atau gunung yang dikeramatkan. Hutan tetap ini merupakan hutan yang selalu

akan dipertahankan keberadaannya.

Pekerjaan wajib yang harus dilakukan oleh seluruh masayarakat Baduy

adalah ngahuma (bertanam padi lahan kering). Pekerjaan ini bukan hanya sekedar

mata pencaharian, tetapi juga merupakan ibadah yang merupakan salah satu rukun

Baduy. Seperti yang dituturkan oleh AJ tentang berladang:

“Ngahuma itu pekerjaan wajib bagi saya. Ngahuma dikerjakan tiap hari.Saya, istri dan anak-anak saya ikut semua keladang. Ini semua yang biasadilakukan oleh seluruh keluarga dikampung ini. Sekalipun ada libur, itu puncuma hari Jumat dan Minggu.”41

Oleh karena itu kegiatan sehari-hari masyarakat Baduy adalah mengangani

setiap ladangnya. Waktu libur ke ladang hanya pada hari Jumat dan Minggu, yang

biasanya digunakan untuk kegiatan sosial di setiap kampungnya. Kegiatan

berladang ini dianggap kegiatan yang suci, karena mengawinkan dewi padi

atau Nyi Pohaci Sanghyang Asri. Kegiatan berladangnya akan selalu diikuti

dengan upacara-upacara keagamaan yang dipimpin oleh ketua adat.

“Tanah tidak boleh dibalik, karena tanah bisa rusak. Tak boleh pakai pupukdari luar, nanti bisa gagal panen. Tak boleh memasuki hutan titipan,banyak penunggunya. Adat harus dipatuhi, karena saya hidup disini”.42

41 Wawancara dengan AJ (warga desa Cibeo) Tanggal 16 Maret 201542 Wawancara dengan SM (jaro desa Cibeo) Tanggal 14 Februari2015

63

Dari penuturan salah satu informan, peneliti mengerti maksud dari beberapa

larangan dalam proses kegiatan berladang bagi masyarakat Baduy tersebut

diantaranya adalah:

a. Tanah tidak boleh dibalik, maksudnya dalam kegiatan penanaman dilarang

mencangkul, tetapi cukup dinunggal atau dibuat lubang kecil

b. Dilarang menggunakan pupuk dan obat-obat kimia

c. Dilarang membuka ladang di leuweng titipan (hutan tua) atau leuweng

lindungan lembur (hutan kampung)

d. Waktu pengerjaan harus sesuai ketentuan, tidak saling mendahului.

Ketentuan dan tata cara berladang sifatnya mutlak, ditentukan secara

musyawarah oleh ketua adat di Baduy Dalam berdasarkan pikukuh karuhun serta

berlaku untuk semua warga Baduy. Penetapan lahan bercocok tanam untuk

masyarakat Baduy Dalam ditentukan berdasarkan musyawarah bersama warga

yang dipimpin oleh puun. Pada umumnya, setiap warga sudah punya calon lahan

yang akan dibuka dan secara informal akan disampaikan pada saat santai atau

ngobrol pada sore hari, sehingga di antara mereka sudah mengetahui rencana

lahannya masing-masing. Keputusan akhir tentang lokasi penggarapan lahan

untuk masing-masing kepala keluarga ditentukan pada saat musyawarah. Sebelum

menentukan lahan yang akan digarap, mereka akan mencari dan melihat kondisi

lahannya. Jika lahan bercocok tanam telah ditentukan, pada tempat itu diberi tanda

yang disebut pupuhunan, yakni tanah dengan luasan sekitar satu meter persegi

yang ditanami tanaman hanjuang, sereh, babalak, ari goreng, dan tamiang pugur.

Seperti diungkapkan oleh AJ:

64

“Kalau saya sudah dapat lahan yang ditentukan adat, saya beri tanda pakaipupuhunan. Pupuhan itu bisa dibilang pohon obat seperti pohon sereh.Maksud diberi tanda gitu agar masyarakat Baduy lain tidak berebut dantau, kalau lahan itu sudah ada yang menempati”.43

Pada setiap tahun, masyarakat Baduy yang akan menggarap lahan baru,

sebelum bila waktunya mulai bercocok tanam, mereka harus mempersiapkannya

yaitu antara lain mencari lahan-lahan hutan untuk dibuka atau ditebang. Pekerjaan

mencari lahan hutan itu disebut narawas. Narawas dilakukan pada bulan kapitu.

Lahan yang bekas ladang terdahulu yang telah diberakan cukup lama yaitu rata-

rata lebih dari 3 tahun.

Kearifan lokal masyarakat Baduy, terlihat dari tata cara pengelolaan lahan

garapan yang disesuaikan melalui pengaruh kearifan lokal penanggalan-

penanggalan. Selain itu, kearifan lokal juga terlihat dari pembagian lahan garapan

yang melalui kearifan lokal yaitu musyawarah terlebih dahulu. Semua yang

berhubungan dengan kearifan lokal itu dilakukan demi terjaganya keharmonisan

antar masyarakat Baduy dan keharmonisan hidup bersama alam.

4. Menyiapkan Lahan Garapan

Pada saat menyiapkan lahan garapan, yang pertama kali dilakukan

masyarakat Baduy adalah nyacar. Nyacar adalah kegiatan menebang tumbuhan

semak-semak belukar. Selanjutnya melakukan nuar. Nuar adalah kegiatan

memangkas ranting-ranting dan cabang-cabang pohon yang besar, termasuk

tanaman buah-buahan, serta menebang pilih jenis-jenis pohon tertentu saja. Pada

saat nyacar dan nuar ini dilakukan tebang piih secara seksama. Tidak semua

43 Wawancara dengan AJ (warga desa Cibeo) Tanggal 16 Maret 2015

65

tumbuhan atau pepohonan yang ada dihutan ditebang. Pada saat nyacar dan nuar

ini juga sekalian dilakukan penyiangan terhadap tumbuhan-tumbuhan pengganggu

yang tumbuh disekeliling tumbuhan buah-buahan. Masyarakat Baduy tidak

melakukan penebangan sembarangan. Sekiranya mereka memilah terlebih dahulu,

tanaman mana yang akan mengganggu tanaman buah-buahan. Ada hal yang selalu

diperhatikan oleh masyarakat Baduy pada saat nyacar. Yaitu adanya hewan buas

seperti ular sanca. Ular sanca yang bisa berukuran paha lelaki biasa, biasanya

menjadi pengganggu dalam melakukan kegiatan nyacar. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh AJ:

“Saya sering ketemu ular kalau lagi nyacar. Bila mengganggu langsungsaya bacok. kalau enggak mengganggu ya saya diamkan saja”.44

Sebelum melakukan nuar biasanya didahului dengan acara nukuh. Pada

acara nukuh, tata caranya hampir sama dengan narawas yaitu menyimpan batu

dan tanaman koneng atau kunir. Dalam melakukan acara nukuh ini, masyarakat

Baduy tidak sembarangan melakukanya. Mereka melakukannya dengan tata cara

yang sesuai agar semuanya berjalan dengan baik.

“Nukuh itu punya fungsi untuk mengusir makhluk halus di ladang. nukuh itumembaca mantra-mantra dan menebarkan ramuan yang diberikan olehpuun”.45

Menurut pendapat masyarakat Baduy, kegiatan nukuh ini dimaksudkan

untuk mengusir makhluk halus yang menempati lahan hutan itu. Dengan

melakukan kegiatan nukuh ini diharapkan segala sesuatunya didalam membuka

lahan itu akan berjalan dengan lancar dan selamat.

44 Wawancara dengan AJ (penduduk desa Cibeo) Tanggal 16 Maret 201545 Wawancara dengan AJ (penduduk desa Cibeo) Tanggal 16 Maret 2015

66

Bahan-bahan sisa tebangan hasil nyacar dan nuar ini dibiarkan selama

kurang lebih satu bulan, sehingga bahan-bahan itu menjadi kering dan mudah

nantinya untuk dibakar. Isitlah membiarkan sisa tebangan itu menjadi kering

disebut ngaganggang. Selanjutnya bahan-bahan sisa yang telah cukup kering

dikumpulkan menjadi beberapa tumpukan atau onggokan lalu dibakar atau

istilahnya disebut ngahuru. Selesai acara ngahuru, biasanya bahan-bahan tebangan

itu tidak habis semuanya terbakar, tetapi masih ditemukan sisa-sisa tebangan yang

belum terbakar. Lalu semua bahan-bahan sisa pembakaran itu dikumpulkan lagi,

sambil para peladang itu juga membersihkan tunas-tunas tumbuhan pengganggu

yang tumbuh dibawah onggokan sisa-sisa pembakaran, biasanya yang lebih

dominan adalah tunas alang-alang. Kegiatan menyiangi tumbuhan penganggu

ditempat sisa-sisa pembakaran ini disebutnya nyasap.

Kegiatan-kegiatan ini merupakan bentuk pengetahuan yang diwariskan

secara turun-temurun. Cara mewariskan pengetahuan ini dengan mengajak anak-

anak untuk turut serta melakukan kegiatan berladang. Kearifan lokal dalam hal ini

adalah untuk menjaga kesuburan tanah dan kesuburan tanaman yang akan

ditanam.

5. Masa Tanam

Pada saat berladang, tanaman yang paling awal ditanam adalah pisang.

Pisang ditanam pada saat ngaganggang. Ngaganggang adalah pekerjaan

mengeringkan sisa-sisa tebangan. Cara menanam pohon pisang menggunakan

suatu aturan khusus, terutama yang diperhatikan antara lain adalah tentang jarak

67

tanam. Misalnya pada suatu lahan yang direncanakan hanya akan digarap satu

tahun saja, jarak tanam pisang agak rapat. Namun sebaliknya, bila lahan itu

direncanakan akan digarap ulang atau digarap dua tahun berturut-turut, jarak

tanamannya lebih jarang. Pengaturan jarak tanaman pisang itu dimaksudkan

nantinya bila pisang itu telah tumbuh dengan besar, tajuk daunya tidak akan

menaungi jenis-jenis tanaman lain yang ditanam dibawahnya, terutama pada saat

penggarapan ulang atau nyami.

Pada saat ngaduruk, pisang yang sudah ditanam itu ditimbun (disaeur) oleh

bahan-bahan sisa pembakaran, sehingga pohon pisang akan tumbuh makin subur.

Pada saat pembakaran lahan itu, pohon-pohon pisang yan telah ditanam tidak

terganggu oleh adanya pembakaran tersebut. Walaupun adakalanya bagian daun-

daun pisang yang terbakar, tetapi bagian pangkal batang masih tetap baik.

Setelah selesai tanaman pisang ditanam, selanjutnya tanaman padi ditanam.

Cara menanam tanaman padi adalah dengan menggunakan alat tugal yang disebut

aseukan. Aseukan merupakan tongkat kayu yang memiliki panjang kira-kira 1

meter dengan diameter 50 cm dan salah satu ujungnya berbentuk runcing.

“Aseukan itu nama lainnya adalah gejlig. Fungsinya untuk buat lubangyang nantinya ditaruh bibit padi. Padi yang dimasukan cuma 5 butir, kalaukebanyakan, mungkin bisa jadi pohonnya jelek. Saat menanam padi, jugadilakukan penanaman tanaman sereh dan kunyit.46

Kaum lelaki berjalan didepan menugal tanah, sedangkan kaum perempuan

mengikuti dibelakangnya memasukkan benih padi dan benih dan benih lainnya

pada lubang yang telah dibuat tadi. Biji padi yang dimasukkan pada setiap lubang

46 Wawancara dengan AJ (warga desa Cibeo) Tanggal 16 Maret 2015

68

jumlahnya 5 butir. Bibit padi yang digunakan didapat dari hasil memanen dari

tahun sebelumnya.

Pada saat bersamaan dengan tanaman padi, ditanam pula jenis-jenis tanaman

lainya seperti kacang penyut, hiris, cengek, hanjeli, kunyit, terong, mentimun,

kepes, kacang jerami, kacang belendung, roay, ubi manis, kumili, talas dan labu.

Hiris dan kacang penyut ditanam satu lubang dengan padi. Jenis-jenis tanaman

merambat, seperti ubi manis biasanya ditanam dekat pohon. Hal ini dimaksudkan

agar jenis-jenis tanaman merambat itu nantinya dapat tumbuh merambat naik

kepohon sekitarnya. Tanaman hanjeli ditanam dibagian-bagian pinggir atau batas

ladang. Ada tanaman-tanaman tertentu yang tidak boleh ditanam oleh masyrakat

Baduy Dalam. Tanaman itu diantarannya jahe, kunyit, dan kumis kucing.

Banyak tanaman yang dilarang pada masyarakat Baduy Dalam. Hal ini

dikarenakan untuk menjaga keasrian dan kelestarian tanaman yang sudah ada dari

dahulu kala. Kearifan lokal dalam hal ini adalah strategi untuk menjaga agar tanah

tidak rusak.

6. Masa Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman yang utama di ladang adalah menyiangi tumbuhan

pengganggu berupa rumput-rumput liar yang tumbuh diladang. Menyiangi

tumbuhan pengganggu biasanya dilakukan dua kali. Menyiangi tahap pertama

dilakukan pada saat umur padi lebih kurang satu bulan. Pada saat itu biasanya

tumbuhan pengganggu telah cukup banyak. Sedangkan pada umur padi kurang

lebih dua bulan, tumbuhan pengganggu mulai tumbuh banyak lagi, maka

69

dilakukan penyiangan tahap dua. Pada saat ini biasanya dilakukan pula kegiatan

mengobati padi, caranya dengan menaburkan ramuan terdiri dari abu sisa-sisa

pembakaran, daun mengkudu, kulit jeruk dan lain-lain. Ramuan itu pada malam

hari sebelumnya telah diberi mantera-mantera dengan cara diadakan acara

dongengan tentang dewi padi oleh seorang yang dianggap mahir mengisahkan

cerita itu. Seperti yang diceritakanoleh AJ:

“Di Baduy ada ramuan khusus untuk mengobati padi, ramuannya itu sayabuat dari sisa-sisa abu pembakaran, bisa dari daun mengkudu, bisa darikulit jeruk, bisa dari daun pisang, pokoknya macam-macam”. Ramuan itudimantera-mantera sama bengkong atau orang luar bilang dukun. Ramuanitu dimantera melalui kisah cerita-cerita tentang dewi padi.47

Penduduk lainnya menghadiri acara kisah itu, sambil masing-masing

membawa ramuan obat tersebut yang selama mendengar kisah itu, masing-masing

bungkusan ramuannya dikumpulkan bersama. Berdasarkan informasi dari

beberapa penduduk kampung Cibeo, beberapa gangguan hama dan penyakit yang

biasa mengganggu tanaman di ladang antara lain adalah hama ganjur dan daun

padi berwarna kuning.

Memelihara tanaman adalah suatu aktivitas yang biasa dilakukan pada saat

padi berumur satu bulan. Kegunaan dari pemeliharaan ini adalah agar padi

tumbuh dengan subur, tanpa ada gangguan dari penyakit apapun. Kearifan lokal

dalam hal ini adalah strategi untuk menjaga kesuburan tanaman padi.

47 Wawancara dengan AJ (warga desa Cibeo) Tanggal 16 Maret 2015

70

7. Masa Panen

Panen padi adalah hari-hari yang sangat dinantikan oleh semua masyarakat

Baduy. Pada bulan panen, sekitar tiga bulan, kawasan Baduy tertutup bagi

masyarakat luar. Bersamaan dengan bulan ini, dilakukan upacara besar

masyarakat Baduy, yaitu upacara kawalu akhir.

“Sifat gotong royong sayang terlihat disini, pada saat memanen ladangmilik pimpinan adat. Semua masyarakat yang ada di desa Cibeo inibersiap-siap untuk memanen ladang milik pimpinan adat yang sangat luasini. Tak terkecuali istri dan anak kecil yang masih belum bisa berjalan”.48

Bulan pertama yang dipanen adalah huma serang, bulan kedua adalah huma

pimpinan adat, sedangkan bulan ketiga adalah huma masyarakat. Sebelum panen

padi juga dilakukan dulu suatu upacara khusus yang disebut acara mipit pare.

Pada upacara ini dilakukan pemotongan padi induk. Padi induk adalah padi yang

paling awal ditanam di ladang, yaitu padi ditanam pertama oleh kepala keluarga

peladang atau peladang atau oleh orang lain yang khusus mampu

mengerjakannya, ditanam ditempat tersendiri mendahului acara tanam padi

ngaseuk di ladang.

Cara menuai padi dilakukan secara tradisional menggunakan etem.

Potongan-potongan tangkai padi diikat menggunakan tali bambu. Sedangkan

tangkai-tangkai padi yang tercecer jatuh di tanah dikumpulkan pada keranjang

kecil dari bambu yang diikatkan di pinggang. Satu ikat padi itu dinamakan satu

pocong. Pocongan-pocongan padi dikumpulkan dan selanjutnya disimpan pada

lantayan. Lantayan adalah tempat untuk mengeringkan padi sementara. Lantayan

terbuat dari galah bambu dengan menggunakan tiang-tiang dari cabang atau

48 Catatan Lapangan No 4

71

batang kayu yang bercagak. Pada bagian atas lantayan ini ditutupi oleh daun kiray

yang telah dirangkai dengan tusukan-tusukan bambu seperti yang biasa

digunakan untuk atap rumah atau dangau. Hal ini menjaga padi agar tidak basah

saat turun hujan. Lantayan ini biasa diletakkan di pinggir-pinggir dangau atau

ditempat-tempat lainnya disekitar ladang. Untuk hasil panen yang lain seperti

kunyit, kencur, pisang biasanya dilakukan sebelum atau setelah tanaman padi

selesai dipanen.

Padi yang telah kering kemudian disimpan pada lumbung padi di sekitar

pemukiman. Kegiatan membawa padi dari lantayan ke leuit disebut nunjal.

Pengangkutan padi dilakukan oleh semua anggota keluarga mulai dari suami, istri,

dan anak-anaknya. Lumbung padi masyarakat Baduy pintunya diatas. Karena itu

memasukkan atau mengambil padi harus menggunakan tangga. Padi-padi hasil

panen sebelumnya, jika tidak habis, akan tertimbun oleh padi-padi baru. Selian

untuk menyimpan padi, lumbung padi juga digunakan untuk menyimpan bibit-

bibit unggul untuk ditanam pada tahun berikutnya. Lumbung padi ditutup rapat

untuk mencegah padi dari hama atau hewan lainnya.

Masyarakat Baduy tidak bisa seenaknya membuka lumbung, tetapi harus

mendapatkan izin dari pemimpin kampung. Kebutuhan padi untuk hidup sehari-

hari, maupun untuk upacara-upacara telah direncanakan bersama sehingga tidak

ada keluarga yang kekurangan maupun kelebihan persediaan padi dirumah.

Kearifan lokal dalam bercocok tanam terlihat pada saat memanen padi.

Sebagai contoh alat yang digunakan untuk memanen, berbeda dengan alat-alat

yang digunakan pada umumnya. Selain itu cara mengikat dan menjemur padi juga

72

berbeda dengan masyarakat luar Baduy. Tempat penyimpanan padi pun atau leuit

berbeda dengan tempat penyimpanan padi pada umumnya.

8. Konsumsi Makanan

Pola makan masyarakat Baduy, khususnya Baduy Dalam, mereka

mempunyai kebiasaan makan 3 kali dalam sehari, seperti yang diungkapkan oleh

AJ:

“Biasanya kami dalam sehari makan 3 kali. Yaitu madang isuk, madangsiang, dan madang sore”49

Komposisi makanan yang utama bagi masyarakat Baduy setiap harinya,

khususnya Baduy Dalam antara lain adalah nasi, ikan asin, petai, rebus rebung,

dan lalapan. Selain itu, mereka juga mempunyai kebiasaan ngopi dan makanan

ringan.

Pada masyarakat Baduy Dalam, merokok tidak diperkenankan, yang boleh

hanyalah makan sirih, baik untuk perempuan juga bagi kaum laki-laki. Sedangkan

pada masyarakat Baduy Luar, merokok sudah umum. Tidak ada larangan bagi

masyarakat Baduy Luar untuk merokok.

9. Pola Becocok Tanam Masyarakat Baduy

Kegiatan utama masyarakat Baduy adalah untuk menyelamatkan dan

menjaga tanah larangan yang telah dititipkan oleh leluhurnya. Oleh karena itu,

perilaku masyarakat Baduy selalu diarahkan pada pengelolaan lahan untuk

kegiatan pertanian. Kegiatan pengelolaan lahannya dilakukan dengan

49 Wawancara dengan AJ (warga desa Cibeo) Tanggal 16 Maret 2015

73

menggunakan sistem perladangan padi kering yang lahannya di berakan (di

diamkan). Setiap tahapan perladangannya diatur oleh ketentuan adat yang wajib

ditaati seluruh masyarakat Baduy.

Bercocok tanam di ladang pada masyarakat Baduy merupakan suatu bentuk

mata pencaharian manusia yang lambat laun juga akan hilang, diganti dengan

bercocok tanam menetap. Cara bercocok tanam di ladang, yaitu membuka

sebidang tanah dengan memotong semak belukar, dan menebang pohon-pohon,

kemudian dahan-dahan dan batang-batang yang jatuh bertebaran dibakar setelah

kering. Ladang-ladang yang dibuka dengan cara itu kemudian ditanami dengan

pengolahan yang minimum dan tanpa irigrasi. Sesudah dua atau tiga kali

memungut hasilnya, tanah yang sudah kehilangan kesuburan itu ditinggalkan.

Sebuah ladang baru dibuka dengan cara yang sama, yaitu dengan menebang dan

membakar pohon-pohonnya. Setelah 3 hingga 5 tahun, masyarakat Baduy akan

membuka kembali lagi ladang pertama yang sudah tertutup dengan hutan.

Perladangan yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Baduy

adalah kegiatan perladangan utamanya menanam padi. Selain sebagai makanan

pokok, padi juga merupakan tanaman yang dianggap mulia atau dikultuskan

berkenaan kepercayaan atau keyakinan perilaku yang mempengaruhi sikap

terhadap perilaku.50 Hal ini telah peneliti telusuri mengenai tanaman padi sebagai

keyakinan perilaku terhadap perladangan untuk menanam padi. Masyarakat

Baduy sangat menghormati padi karena diyakini sebagai penjelmaan Nyi Sri atau

Nyi Pohaci Sanghyang Asri atau Dewi Padi. Penghormatan kepada padi terlihat

50 J. Garna, Nyi Pohaci Sanghyang Asri Dalam Orang Baduy Inti Jagad, (Yogyakarta: 1998,Budhi Dharma Pradesa), hlm. 23

74

sepanjang proses perladangan, panen, hingga pasca panen. Tradisi penghormatan

kepada padi tersebut merupakan kearifan lokal yang tetap harus dipelihara dan

dijaga sebagai upaya memperhatiannya sebagai makanan pokok.

Perladangan pada masyarakat Baduy yang diikuti dengan aturan-aturan adat

membuat perladangan pada masyarakat Baduy memiliki nilai-nilai luhur yang

membuat lingkungan sekitarnya menjadi harmonis. Semisalnya cara mereka

menanam dengan menggunakan tugal tidak dengan pacul akan membuat tekstur

tanah tidak hancur. Lalu tidak menggunakan pupuk kimia karena dapat merusak

tanah dan tanaman secara tidak langsung. Kearifan lokal dalam hal ini adalah

untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Kesuburan lahan di daerah Baduy, secara umum sangat tergantung sekali

pada kondisi hutan. Hal ini karena sistem pertanian di daerah Baduy belum dan

bahkan mereka menolak dan menghindari penggunaan pupuk kimia, khususnya

pada pertanian ladang. Kesuburan tanah pada masyarakat Baduy, hanya diperoleh

dari hasil pembakaran tanaman-tanaman yang sudah tak terpakai dan pembusukan

sereseh atau humus. Oleh karena itu sangat memperhatikan masa bera lahan.

Lahan ladang, secara umum ada kecenderungan dari tahun ke tahun kesuburan

tanahnya makin menurun. Hal ini dapat dimengerti, karena penduduk yang

tambah pesat dapat mengakibatkan luas lahan hutan yang makin sempit dan masa

bera lahan yang makin pendek, sehingga jauh dapat mengakibatkan kesuburan

lahan ladang makin turun.

Menurut pengetahuan yang turun-temurun dari sejumlah informan dan

narasumber diketahui bahwa pemilihan lahan ladang atau huma didasarkan atas

75

jenis tanah, kandungan humus, dan kemiringan lereng. Dari inilah masyarakat

Baduy memilih tempat yang nantinya akan digunakan untuk lahan bercocok

tanam. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan

lahan bercocok tanam baru yaitu:

a. Macam-macam Tanah

Masyarakat Baduy telah memiliki kemampuan mengenal macam-macam

tanah dan karakteristiknya untuk lahan bercocok tanam. Macam-macam tanah itu

diberi nama khusus berdasarkan warna, kandungan air dan kandungan batu.

Berdasarkan warna, lahan bercocok tanam menurut masyarakat Baduy dapat

dibedakan menjadi 3 macam yaitu tanah merah (tanah beureum), karakteristiknya

kurang subur, tanah putih (tanah bodas), karakteristiknya cukup subur dan tanah

hitam (tanah hideung), karakteristiknya subur, sebab tanah itu biasanya banyak

mengandung humus.

Berdasarkan kandungan air yang ada pada tanah, jenis-jenis tanah dibedakan

menjadi dua macam, yaitu Taneuh liket dan taneuh bear. Taneuh liket adalah

tanah yang lengket dan mempunyai karakteristik kurang baik. Sedangkan taneuh

bear adalah tanah tidak lengket dan mempunyai karakteristik cukup baik.

Masyarakat Baduy mengenal kandungan batu dalam tanah disuatu lahan

untuk bercocok tanam. Menurut masyarakat Baduy kandungan batu didalam tanah

itu dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu Tanah berbatu-batu (taneuh

karang), lahan itu memiliki karakteristik kurang baik atau kurang subur. Tanah

tidak berbatu-batu (taneuh henteu aya batuna), memiliki karakteristik cukup baik

atau subur untuk bercocok tanam.

76

b. Kandungan Humus

Humus menurut istilah masyarakat Baduy disebut surubuk. Sedangkan

daun-daun kering yang jatuh atau seresah disebut koleang. Menurut masyarakat

Baduy lahan yang baik untuk dijadikan lahan bercocok tanam adalah lahan yang

memiliki banyak koleang (seresah) dan surubuk (humus). Hal ini dapat dimengerti

karena koleang dan surubuk merupakan bahan pupuk organik yang diperlukan

oleh tanaman nantinya dilahan bercocok tanam. Seperti diketahui, masyarakat

Baduy tidak dalam bercocok tanam tidak menggunakan pupuk kandang atau

pupuk kimia. Ada aturan adat yang melarangnya. Lahan yang memiliki koleang

dan surubuk tinggi, biasanya lahan hutan yang telah ditinggalkan atau tidak

digarap dalam waktu yang cukup lama.

c. Kemiringan Lereng

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan, lahan yang digunakan

untuk bercocok tanam pada masyarakat Baduy dibagi menjadi dua yaitu lahan

gedeng atau lahan ditempat yang miring atau curam dan lahan cepak atau lahan

ditempat datar.

d. Jenis-jenis Tumbuhan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa jenis tumbuhan di

daerah yang akan dijadikan ladang dapat digunakan sebagai indikator atau

petunjuk tentang kesuburannya. Misalnya suatau lahan bakal bercocok tanam

diperkirakan subur, bila pada lahan itu ditemukan banyak tumbuhan seperti

keseureuh, mara, dan bintinu. Sedangkan lahan diperkirakan kurang subur, bila di

lahan itu banyak ditemukan jenis-jenis tumbuhan seperti hamirung, reungkay dan

77

seuhang. Kearifan lokal dalam hal adalah jaminan bahwa lahan ladang yang

dipilih baik dan subur.

Konsep perladangan masyarakat Baduy yaitu menetapkan lahan garapan,

menyiapkan lahan garapan, menanam, memelihara, menjaga, dan memanen.

Menetapkan lahan garapan ditentukan dari kualitas tanah dan kemiringan lereng

bukit. Setelah memilih tempat yang dirasa sudah cocok, barulah menyiapkan

lahan garapan. Menyiapkan lahan garapan dilakukan dengan penebasan tanaman-

tanaman liar seperti rumput dan semak belukar. Selanjutnya dilakukan

penebangan ranting-ranting dan pohon-pohon yang bisa menganggu tanaman

yang nantinya akan ditanam.

Dalam menyiapkan lahan garapan, hampir dari semua jenis pepohonan yang

tumbuh di sekitar ladang yang dibuka akan mereka potong. Pemotongan atau

penebangan pohon ini bertujuan agar ladang yang dibuka dapat dengan bebas

menerima sinar matahari. Meskipun penebangan pohon sebagai daerah

perladangan yang sangat penting, tetapi tidak semua pepohonan akan mereka

tebang. Pohon–pohon yang tidak mereka yaitu, terutama pohon–pohon berukuran

besar yang di pandang memerlukan waktu banyak untuk ditebang. Umumnya

dalam mengatasi hal ini, perladangan hanya melakukan pemotongan pada ranting-

ranting pohon itu saja. Selain penebangan tidak dilakukan pada pohon–pohon

berukuran besar, penebangan juga tidak akan mereka lakukan pada pohon yang

dianggap amgker ‘kramat’. Pohon-pohon yang dianggap angker itu biasanya

tumbuh di sekitar mata air atau di atas kuburan ‘makam’.

78

Menurut kepercayaan mereka, pohon yang ditebang oleh orang akan

menimbulkan kemarahan bagi penghuninya (maksudnya roh halus yang tinggal di

dalam pohon). Kemarahan dari roh–roh itu mungkin akan terwujud dalam bentuk

wabah penyakit atau kematian bagi orang yang menebang pohon itu. Setelah

perpohonan mereka terbang, tahap berikutnya adalah pembersihan dari tempat itu

sendiri. Kotoran tumbuhan-tumbuhan itu sendiri. Kotoran tumbuhan-tumbuhan

yang berupa daun-daun, ranting-ranting dan cabang-cabang kayu dikeringkan

yang kemudian dibakar. Sedangkan potongan potongan kayu yang besar dalah

tahap ini tidak mereka ikut sertakan dibakar. Potongan-potongan kayu akan

mereka pergunakan sebagai pematangan dari ladang yang dibukanya. Tujuan

pembuatan pematangan dari kayu, dimaksudkan untuk mencegah agar sisa-sisa

abu pembakaran tidak segera lenyap sebagai akibat turunnya hujan.

Pembakaran bahan berkayu seperti di atas, merupakan suatu hal yang

penting bagi kehidupan masyarakat Baduy. Pembakaran akan mempercepat proses

pembusukan dan sekali gus mengarahkan proses itu sedemikian rupa, sehingga zat

makanan yang dilepaskan tersalur sebanyak sebanyak mungkin ke dalam

tanaman. Proporsinya cukup besar dari energi mineral untuk dapat menghidupi

tanaman yang di tanam lebih banyak dari abu pembakaran dari pada tanah itu

sendiri. Keadaan semacam itu telah di sadari oleh kebanyakan ladang jaman

dahulu, karena itu mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai

keberhasilan dalam tahap pembakaran. Keberhasilan suatu pembakaran akan

tergantung pada keringnya udara selama masa tebang tanam. Suhu udara yang

relatif rendah maupun sering turun hujan, maka pembakaran disini tidak dapat

79

dilakukan secara sempurna. untuk menghindari ketidaksempurnaan dalam

pembakaran seperti tersebut, masyarakat Baduy menggunakan kalender adat.

Siklus perladangan masyarakat Baduy setelah tahap pembakaran selanjutnya

adalah menanam. Jenis tanaman yang mereka tanam terutama tanaman pangan

yaitu tanaman padi. Penanaman padi mereka lakukan dengan membuat lubang-

lubang dalam tanah lebih kurang sedalam 5 cm dengan menggunakan gejlig

tongkat tugal yang mereka gunakan untuk membuat lobang tersebut dibuat dari

lobangan kayu di bagian ujung runcing. Umumnya besar potongan kayu yang

diambil untuk dijadikan gejlig kira-kira segenggam tangan orang dewasa atau

berdimeter sekitar 7 cm. Adapun cara menggunakannya alat itu dengan dipegang

ditangan kanan atau di kedua tangannya untuk diangkat dan diturunkan ke tanah

pekerjaan semacam ini akan menghasilkan berbagai banyak lubang.

10. Hubungan Masyarakat Baduy dengan Lingkungannya

Seperti telah dikemukakan diatas, masyarakat Baduy dalam bercocok tanam

dari waktu ke waktu senantiasa mengadakan interaksi dengan alam lingkungan

sekitarnya. Masyarakat Baduy Dalam mempengaruhi alam sekitarnya dan

masyarakat Baduy juga terkena pengaruh alam sekitarnya. Hubungan timbal balik

antara masyarakat Baduy dengan alam lingkungannya dalam bercocok tanam ini

telah membentuk suatu interaksi antara masyarakat Baduy dengan berbagai

komponen di alam, misalnya masyarakat Baduy mengetahui berbagai macam

jenis tumbuhan dengan segala fungsi dan cara merawatnya, masyarakat Baduy

mengetahui tanah yang baik untuk digunakan, dan tanah yang tidak baik untuk

80

digunakan, dan masyarakat Baduy mengetahui cara merawat sungai agar tetap

jernih.

Kearifan lokal dalam hal ini merupakan strategi untuk bercocok tanam yang

baik karena mempertimbangkan aspek-aspek tertentu, dengan melihat kondisi

alam dan masyarakat. Komponen utama yang menyusun sistem bercocok tanam

pada masyarakat Baduy itu adalah penduduk atau masyarakat, makanan, lahan

pertanian dan hutan, hasil pertanian dan kesuburan lahan. Semua komponen itu

saling berinteraksi membentuk satu kesatuan. Interaksi antara masyarakat Baduy

dengan lingkungannya dalam praktek bercocok tanam adalah abstraksasi atau

penyederhanaan dari hubungan yang kompleks dan rumit dari keadaan

sesungguhnya yang terjadi di alam wilayah Baduy itu. Berubahnya salah satu

komponennya, maka akan menyebabkan perubahan pada komponen-komponen

lainnya.

11. Kearifan Lokal Masyarakat Baduy dalam Bercocok Tanam.

Kearifan lokal masyarakat Baduy merupakan suatu bentuk warisan budaya

Indonesia yang telah berkembang sejak lama. Kearifan lokal masyarakat Baduy

lahir dari pemikiran dan nilai yang diyakini suatu masyarakat Baduy terhadap

alam dan lingkungannya. Di dalam kearifan lokal masyarakat Baduy tentuunya

terkandung nilai-nilai, norma-norma, sistem kepercayaan, dan ide-ide masyarakat

setempat. Kearifan lokal pada masyarakat Baduy berkaitan erat dengan

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang fungsinya untuk konservasi

dan pelestarian alam.

81

Masyarakat Baduy tidak sembarangan dalam memulai ataupun

melaksanakan kegiatan bercocok tanam. Masyarakat Baduy memiliki kearifan

lokal sendiri dalam menentukan waktu untuk memulai kegiatan bercocok tanam.

Munculnya bintang kidang merupakan pertanda bagi masyarakat Baduy untuk

bersiap-siap turun ke ladang.

Tata cara tahapan-tahapan pengerjaan ladang di daerah Baduy dimulai dari

narawas yaitu mencari daerah hutan untuk ladang. Setelah narawas, kemudian

menyiapkan lahan dengan cara nyacar atau menebang semak belukar, nukuh atau

mengusir makhluk pengganggu hutan, nuar atau memangkas rangting-ranting dan

cabang pohon, nyasap atau membersihkan rumput dan tunas-tunas tumbuhan

penganggu di lahan bekas nyacar, ngahuru atau membakar sisa-sisa tebangan,

ngaduruk atau membakar sisa-sisa tebangan. Lalu memulai menanam dengan cara

ngaseuk atau tanam padi dan tanaman lainnya. Selanjutnya pemeliharaan dengan

cara ngored 1 atau menyiangi tumbuhan pengganggu tahap pertama, ngored 2 atau

menyiangi tumbuhan pengganggu tahap kedua, ngubaran pare atau mengobati

padi dari serangan hama dan penyakit. Tahap terakhir memanen dan menyimpan

hasil dengan cara dibuat atau panen padi di ladang, dielep atau menyimpan dan

menyusun padi di dangau, dan nunjal atau mengangkut padi ke leuit di kampung.

Kearifan lokal masyarakat Baduy mengklasifikasikan lima jenis huma yaitu

huma serang, huma puun, huma tangtu, huma tuladan dan huma panamping.

Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, huma serang dibuka dan ditanam

terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan huma puun, huma tangtu, lalu huma

panamping. Jenis-jenis huma tersebut merupakan strategi ketahanan pangan yang

82

dihasilkan terutama untuk keperluan adat dan keperluan sehari-hari, serta tidak

boleh diperjualbelikan. Hasil padi panamping untuk upacara adat diwilayah

panamping. Jika terjadi gagal panen di huma serang, maka padi upacara diambil

dari huma panamping. Jika keduanya gagal panen, maka padi diambil dari huma

tangtu dan huma panamping. Strategi ini merupakan cara untuk mengatasi

kegagalan panen misalnya akibat cuaca yang tidak menentu dan serangan hama.

Dengan membuka ladang pada tempat yang berbeda dan tidak bersamaan, maka

kegagalan panen dapat dihindari. Kearifan lokal masyarakat Baduy dalam tradisi

perladangan ini berdampak pada ketahanan pangan masyarakat Baduy.

Masyarakat Baduy akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan

kebutuhannya dan tidak akan mengeksploitasi secara besar-besar atau di

komersialkan. Sumber daya lokal ini sudah dibagi peruntukannya seperti hutan,

kebun, sumber air, lahan pertanian, dan permukiman. Kepemilikan sumber daya

lokal ini biasanya bersifat kolektif. Kolektif disini adalah untuk mencegah

pengurangan lahan Baduy. Kearifan lokal yang berada pada masyarakat Baduy

dalam pengelolaan lahan bercocok tanam yaitu berladang adalah cerminan dari

perilaku ramah lingkungan yang bertujuan untuk keberlanjutan dan kelestarian

lingkungan. Perilaku ramah lingkungan ini dilakukan untuk menjaga keadaan

alam yang telah mereka andalkan untuk bertahan hidup. Kondisi lingkungan

menyediakan segala kebutuhan mereka. Semua itu mereka lakukan sebagai bentuk

balas budi, karena alam menyediakan segala sesuatu yang mereka butuhkan.

Daerah Baduy memiliki lingkungan yang menarik, baik lingkungan sosial

budaya, maupun lingkungan fisik. Lingkungan sosial budaya mereka sangat kuat

83

dalam memegang adat istiadat secara turun-temurun. Berdasarkan budaya mereka

banyak memiliki pantangan-pantangan. Diantara pantangan-pantangan itu banyak

diantarannya ditunjukkan untuk suatu pengelolaan lingkungan demi keterlanjutan

kehidupan mereka. Lingkungan keadaan fisik wilayah Baduy berbukit-bukit,

dengan model umumnya dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu bentuk pertama di daerah

kaki bukit, berupa daerah datar tempat pemukiman, yang dikelilingi oleh hutan

kampung. Bentuk kedua, berupa daerah di atas bentuk pertama, pada lereng bukit.

Tempat ini diperuntukkan bagi lahan berladang. Bentuk ketiga, terletak di puncak-

puncak bukit, berupa hutan yang tidak boleh digunakan untuk dijadikan lahan.

Daerah Baduy karena lokasinya yang berbukit-bukit dan terisolasi dimana

masyarakat Baduy menjauhkan diri ketempat terpencil, serta masyarakatnya

memiliki konsep perlindungan dengan cara tradisional terhadap wilayah-wilayah

tertentu, membuat daerah Baduy masih memiliki keanekaragaman hayati yang

cukup tinggi. Adanya keanekaragaman hayati ini memiliki berbagai keuntungan,

baik untuk kualitas lingkungan ataupun fungsi sosial ekonomi penduduk.

12. Mewariskan Kearifan Lokal

Masyarakat adat Baduy termasuk masyarakat adat yang terisolasi yang

menjaga tradisi nenek moyang dari pengaruh luar. Pendekatan pendidikan di

Baduy Dalam adalah secara informal yang dilakukan didalam keluarga.

Sedangkan pendekatan pendidikan di Baduy Luar adalah dilakukan dirumah-

rumah maupun di lapangan secara langsung. Tidak ada pendidikan formal disana,

meskipun demikian sebagian masyarakatnya dapat membaca dan menulis.

84

Selain menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari, masyarakat

Baduy juga dapat berbicara dalam bahasa Indonesia. Mereka memiliki sistem

pendidikan sendiri, dimana bagi anak-anak sebelum usia 10 tahun mereka

dibimbing oleh orang tua masing-masing. Setelah usia 10 tahun, mereka belajar

norma dan aturan yang berlaku di Baduy dengan berkelompok kecil. Kelompok-

kelompok tersebut didasarkan pada kedekatan rumah mereka, dibimbing oleh

seorang pemimpin yang ada di lingkungan dekat mereka. Umumnya tempat

belajar mereka di rumah pemimpin mereka yang memiliki tempat luas, selain itu

juga pelajaran lebih banyak dilakukan di alam secara langsung. Bagi mereka

proses belajar dilakukan terus menerus dan tidak lagi dibatasi umur, siapa saja

dapat datang kepada pemimpinnya atau belajar dengan orang lain yang lebih

pintar kapan saja mereka membutuhkan. Materi atau substanasi pendidikan yang

diajarkan mereka secara turun temurun pada dasarnya adalah sesuai dengan

kebutuhan hidup saja. Aspek aturan hidup, ekonomi, sosial, serta lingkungan

merupakan materi pelajaran yang diajarkan bagi semua masyarakat.

Belajar aturan hidup merupakan dasar pelajaran yang harus diketahui semua

masyarakat. Hal-hal yang baik dan buruk menurut mereka diajarkan secara turun

temurun. Aturan hidup merupakan payung dari seuruh aktifitas. Aspek ekonomi

yang diajarkan hanya sederhana, yaitu belajar bercocok tanam dengan tetap

menjaga keseimbangan alam. Semua anak laki-laki dan perempuan Baduy bisa

bercocok tanam sesuai dengan cara bercocok tanam mereka. Khusus untuk

perempuan Baduy belajar cara bermasak dan membuat kerajinan tangan dari kulit

pohon. Pengetahuan sosial masyarakat diberikan untuk memehami struktur adat

85

serta ritual-ritual yang harus dijalankan. Pelajaran mengenai menjaga kelestarian

lingkungan ditujukan untuk tetap menjaga keutuhan bentuk alam. Mereka paham

titik-titik mana yang tidak boleh dimanfaatkan dan tempat mana yang bisa

dimanfaatkan. Untuk menjaga kelestarian air sungai, bahkan mereka diajarkan

untuk tidak menggunakan sabun serta pasta gigi, karena dapat mencemari air

sungai. Untuk menjaga kebersihan mereka menggunakan bahan-bahan alami dari

tumbuhan sebagai pengganti sabun dan pasta gigi.

Cara mewariskan kearifan lokal diajarkan sangat sederhana sekali, hanya

untuk memenuhi kebutuhan hidup saja. Dituturkan oleh pimpinan adat bahwa kita

mendidik masyarakatnya bukan untuk menjadi pintar tetapi untuk menjadi jujur.

Mereka berpikir bahwa orang pintar identik dengan modern, sehingga orang pintar

berkeinginan untuk melakukan perubahan di lingkungan Baduy, sedangkan orang

jujur lebih bisa mematuhi aturan yang ada dikalangan Baduy dan cenderung

mengikuti aturan tersebut. Kearifan lokal dalam hal ini adalah sebagai bentuk

kesadaran akan budaya yang mereka miliki dan untuk mencegah masuknya

budaya-budaya luar yang dapat merusak kehidupan masyarakat Baduy.

13. Nilai-Nilai Luhur dalam Kearifan Lokal Suku Baduy

Kearifan lokal masyarakat Baduy berproses panjang sehingga akhirnya

terbukti, hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka. Sampai batas

tertentu ada nilai-nilai yang berakar kuat pada setiap aspek lokalitas budaya.

Dalam bingkai kearifan lokal inilah, masyarakat bereksistensi dan berkonsistensi

antara satu dan lainnya.

86

Disamping berfungsi sebagai pembentuk dan penguat identitas kesukuan,

kearifan lokal masyarakat suku Baduy juga bisa digunakan sebagai penyaring bagi

nilai-nilai yang berasal dari luar, dan dapat juga dijadikan pijakan dalam

pengembangan nilai-nilai luhur yang hendak diinternalisasikan dalam pendidikan

karakter.

Beberapa nilai-nilai luhur dalam kearifan lokal masyarakat Suku Baduy

yang dapat ditransmisikan kepada peserta didik atau siswa maupun anak-anak kita

nantinya dalam rangka membentuk karakternya. Nilai-nilai luhur yang ada dalam

masyarakat Baduy adalah:

a. Peduli Lingkungan

Masyarakat baduy adalah sosok masyarakat yang dari waktu ke waktu, dari

generasi ke generasi selalu patuh terhadap amanat leluhurnya, terutama dalam

memelihara keharmonisan dan keseimbangan alam semesta.51 Mereka

memandang bahwa tugas utama mereka dilahirkan ke dunia ini adalah unuk

bertapa. Yang dimaksud bertapa disini bukan berarti tidak makan, tidak minum,

atau tidak tidur, tetapi bertapa dalam bentuk tidak mengubah dan merusak alam

agar tetap terjaga keseimbangan fungsi dan manfaatnya demi kesejahteraan dan

keharmonisan kehidupan seluruh manusia. Sebagai contoh cara mereka bercocok

tanam dengan menggunakan peralatan sederhana dan pengetahuan yang dimiliki.

Menurut keyakinan mereka, menjaga dan memelihara alam adalah sebuah

kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Jika kewajiban itu tidak dipatuhi

51 Ada sejumlah praktik pendidikan tradisional (etnodidaktik) yang terbukti ampuh, seperti padamasyarakat adat Kampung Naga dan Baduy dalam melestarikan lingkungan. Lihat Alwasilah,Etnopedagogi, hlm. 50

87

maka mereka akan dicap sebagai makhluk pendosa karena sudah melanggar

petuah leluhur dan juga ajaran Sunda Wiwitan.

Kepedulian masyarakat Baduy dalam menjaga kelestarian alam terlihat jelas

dalam Amanat Buyut berikut yang disampaikan oleh AM:

“Buyut nu nitipkeun ka puun, nagara satelung puluh telu, bangan sawidaklima, pancer salawe nagara, gunung teu meunang dilebur, lebak teumeunang dirusak, larangan teu meunang dirempak, buyut teu meunangdirobah, lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung, nulan kudu dilainkeun, nu ulah kudu diulahkan, nu enya kudu dienyakeun”.52

Artinya, buyut yang dititpkan ke puun, negara tiga puluh tiga, sungai enam

puluh lima, pusat dua puluh lima, gunung tidak boleh dihancurkan, lembah tidak

boleh dirusak, larangan tidak boleh dilanggar, buyut tidak boleh diubah, panjang

tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung, yang bukan harus

ditiadakan, yang jangan harus dinafikan, dan yang benar harus dibenarkan.

b. Suka bekerjasama

Tolong menolong atau kerjasama adalah bagian yang terpisahkan dari ciri

khas masyarakat Baduy. Hampir setiap kegiatan kemasyarakatan atau kebutuhan

individu selalu dikerjakan dengan semangat gotong royong saling membantu,

yang dalam bahasa mereka diistilahkan rereongan. Misalnya pada saat pembuatan

rumah, saat nyacar huma serang, saat menanam padi (ngaseuk), acara sunatan,

acara perkawinan, acara kawalu, acara ngalaksa, acara seba, dan pembuatan dan

perbaikan jalan atau jembatan dan sebagainya. Dan uniknya adalah mengenal

jabatan ataupun status ekonomi, mereka bersatu padu antara pimpinan adat

dengan anggota masyarakat, laki-laki dan perempuan serta anak-anak yang

52 Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015

88

termasuk masyarakat Baduy, semua berpartisipasi secara bersama-sama dan

kompak.

c. Taat pada hukum

Keikhlasan dan ketaatan masyarakat Baduy dalam menerapkan hukum adat

dalam kehidupan sehari-harinya betul-betul telah mengakar dan mengikat

batinnya, sehingga hukum adat bagi mereka bukanlah suatu teori atau pendapat

untuk diperdebatkan. Namun, hukum merupakan aturan hidup yang harus ditaati

dan sekaligus untuk diaplikasikan dalam setiap aspek kehidupan mereka sehingga

hukum adat merupakan hiasan dan pakaian yang melekat erat dalam kehidupan

sehari-hari mereka tanpa terkecuali. Singkat kata, mereka sangat meyakini bahwa

hukum adat harus ditaati dan dilaksanakan, apalagi hukum itu dilanggar mereka

akan mendapatkan kutukan dari Sang Pencipta dan Guriang leluhur, dan akibatnya

mereka akan hidup dalam kenestapaan. Sebagai contoh kearifan lokal mereka

pada saat bercocok tanam. Mereka melaksanakan setiap kegiatan yang ada

didalamnya dan mengikuti segala tata cara yang diajarkan adat.

d. Sederhana dan Mandiri

Masyarakat Baduy adalah masyarakat yang menganut pola hidup sederhana

yang secara mandiri berusaha memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Kebutuhan

pangan mereka penuhi dengan dua cara. Pertama, dengan menanam padi di ladang

setahun sekali, hasilnya tidak untuk diperjualbelikan, tetapi disimpan di Leuit

masing-masing sebagai cadangan atau persiapan bila suatu saat terjadi bencana

alam yang mengakibatkan kekurangan pangan. Kedua, untuk memenuhi

kebutuhan pangan/makan sehari-hari, mereka berusaha sekuat tenaga membeli

89

kebutuhan yang diperlukan dari para pedagang disekitar pemukiman mereka.

Kesederhanaan mereka lebih lanjut dapat dilihat dari pola hidup mereka terutama

dalam hal pakaian dan rumah. Sedangkan kemandirian mereka lebih tampak dari

cara mereka menyikapi sesuatu dari “luar” dan memberdayakan apa yang ada di

“dalam”. masyarakat Baduy tidak pernah meminta-minta apalagi sampai

mengajukan proposal ke Pemerintah Lebak atau lainnya untuk memenuhi

kebutuhan hidup mereka. Hal itu pantang mereka lakukan Namun demikian,

mereka tidak pernah menolak bantuan pembangunan dari pemerintah pusat

maupun daerah. Hanya saja bagi mereka, hidup sudah cukup dengan mensyukuri

yang ada dan menjalani hidup apa adanya, yang terpenting bagi mereka Tuhan

ridha, semesta terpelihara, dan luluhur bahagia.

e. Demokratis

Kepatuhan masyarakat Suku Baduy dalam melaksanakan amat leluhurnya

sangat kuat, ketat, serta tegas, tetapi tidak sifat pemaksaan kehendak. ini terbukti

dengan filosofi hidup yan gbegitu arif dan berwawasan jauh kedepan serta sikap

waspada yang luar biasa dari para leluhur mereka. Hal ini dibuktikan dengan

dibentuknya dua komunitas generasi penerus kesukuan mereka sekaligus aturan

hukum adatnya masing-masing yang sarat dengan ciri khas dan perbedaan, namun

mampu mengikat menjadi satu kesatuan Baduy yang utuh. Nuansa demokratis di

masyrakat suku Baduy alan lebih tampak lagi dari cara mereka mentradisikan

bermusyawarah dalam kehidupan sehari-hari seperti saat menentukan pemimpin

atau tokoh adat suku Baduy. Musyawarah adalah pilar pokok dari demokrasi,

tidak ada demokrasi tanpa musyawarah. Inti musyawarah adalah saling memberi

90

hak untuk menyatakan pendapat, dan saling mengakui adanya kewajiban

mendengar pendapat. Intisari proses dan pelaksanaan pemilihan tokoh adat atau

pemimpin adat di Suku Baduy diawali dengan pemenuhan syarat atau kriteria

pemimpin secara lahiriah dan diakhiri dengan tata cara pemilihan secara batiniah

dengan proses tertentu yang dilaksanakan melalui musyawarah lembaga adat

tangtu tilu jaro tujuh dengan tahapan-tahapan sampai akhirnya tokoh adat dapat

terpilih.

f. Suka bekerja keras

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan, masyarakat Baduy dikenal

sebagai masyarakat pekerja keras. Hari-harinya mereka lalui dengan berbagai

aktivitas super padat, baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Di sana, kita

tidak akan menemukan pemuda Baduy Dalam yang nganggur dan remaja Baduy

Dalam yang hobi nongkrong ataupun menghabiskan waktu untuk berfoya-foya.

Semua berusaha memenuhi kebutuhan hidup dengan bekerja keras. Di pagi hari

sampai sore mayoritas mereka ke ladang untuk bercocok tanam. Ternyata,

perilaku kerja keras juga terlihat ketika mereka melakukan aktivitas dirumah.

Sambil duduk serambi di rumah, para perempuan Baduy menjahit seadannya dan

membuat kerajinan tangan lainnya. Masyarakat Baduy termasuk masyarakat yang

produktif, dalam arti selalu memanfaatkan waktu dengan diisi oleh kegiatan-

kegiatan yang menghasilkan dan bermanfaat.

g. Jujur

Bagi masyarakat Baduy kejujuran adalah harga diri. Artinya, seseorang

dihargai dan dihormati oleh masyarakat karena kejujurannya. Orang tidak jujur

91

tidak ada harga dirinya. Oleh karena itu, orang Baduy dalam kehidupan sehari-

hari bicara apa adanya, tegas, ringkas, tidak samar-samar, tidak dikurangi dan

tidak pula ditambahkan, jujur, dan menghindari konflik dengan siapa pun.

Sebagaimana dikatakan oleh AM mengenai filsafat orang Baduy.

“Jadi pemimpin itu jangan berbicara tidak terukur, jangan bicara tanpadipikir terlebih dahulu, jangan berkata seenaknya, yang benar katakanbenar, yang dilarang katakan dilarang, jangan menipu dan jangan bohong,tapi juga jadi pemimpin itu harus bijaksana dalam memutuskan, harusmemiliki sifat toleran, harus menolong kepada yang membutuhkan,memberi kepada yang kesusahan, harus memandu kepada yang ketakutan,dan menerangi kepada yang kebingungan”.53

Singkat kata, kejujuran telah menjadi semacam penuntun dan pedoman

hidup mereka dan itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari sejak nenek moyang

mereka lahir sampai pada anak cucunya sekarang.

53 Wawancara dengan AM (warga desa Cibeo) Tanggal 14 Februari 2015

92

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, kesimpulan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Cara masyarakat Baduy untuk mempertahankan kearifan lokalnya dari budaya

luar adalah dengan terus menjaga amanat leluhur yang diajarkan secara turun-

temurun kepada setiap anggota masyarakatnya. Amanat leluhur ini diturunkan

dari generasi ke generasi melalui peran lembaga adat yang didalamnya terdapat

nilai-nilai luhur yaitu tentang cara menjaga alam, merawat alam, dan hidup

harmonis selaras dengan alam. Dengan aturan adat ini, masyarakat Baduy

dapat mempertahankan kearifan lokalnya dari pengaruh budaya luar.

2. Cara masyarakat Baduy menjaga kearifan lokalnya dari segi bercocok tanam

adalah dengan menerapkan sistem perladangan. Perladangan yang dilakukan

masyarakat Baduy mengikuti penanggalan-penanggalan yang ditentukan oleh

adat. Dalam aktivitas perladangan masyarakat Baduy, terdapat kearifan-

kearifan lokal sebagai strategi ketahanan mereka dari pengaruh budaya luar

yang mengancam. Hal ini yang membuat masyarakat Baduy mampu

mempertahankan kearifan lokalnya. Berladang bagi masyarakat Baduy

merupakan cara penghormatan mereka terhadap leluhur. Bentuk kearifan lokal

92

93

dari bercocok tanam ini merupakan strategi untuk bertahan dari masuknya

pengaruh budaya luar.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran dari peneliti adalah

sebagai berikut:

1. Dinamika kearifan lokal semakin berubah secara signifikan sehingga perlu

kebijakan pemerintah untuk memberikan solusi terkait faktor ekonomi yang

menjadi faktor utama perubahan kearifan lokal tersebut. Pemerintah

diharapkan mampu menjaga kearifan-kearifan lokal yang ada di Indonesia

khususnya di wilayah Baduy.

2. Persepsi masyarakat menjadi pola pikir yang cepat berubah seperti pola tanam

monokultur sehingga perlu program pemerintah untuk mengantisipasi pola

tanam tersebut sebelum dampak pola tanam menyebar terhadap masyarakat

sekitar hutan Baduy.

3. Kearifan lokal masyarakat Baduy diharapkan digunakan untuk kajian ilmu

pendidikan dalam bidang antropologi, sosiologi, geografi, dan lingkungan.

94

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaidar, dkk, 2009, Etnopedagogi :Landasan Praktek Pendidikan dan

Pendidikan Guru, Bandung, Penerbit Kiblat.

Ayatrohaedi, 1986, Kepribadian Budaya Bangsa “Local Genius”. Jakarta,

Penerbit Pustaka Jaya.

Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Lebak.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak.

Garna, J, 1998. Nyi Pohaci Sanghyang Asri dalam Orang Baduy dari Inti Jagad.

Yogyakarta, Penerbit Bentara Budaya, Harian Kompas, Etnodata

Prosindo, Yayasan Budhi Dharma Pradesa.

Indranata, Iskandar. 2008. Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas.

Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Iskandar, Johan, 1992. Ekologi Perladangan di Indonesia, Jakarta, Penerbit

Djambatan.

Keraf A Sonny, 2010, Etika Lingkungan Hidup, Jakarta, Penerbit Buku Kompas.

Koentjaningrat, 1965, Pengantar Antropologi, Jakarta, Penerbit Universitas.

Kurnia, Asep dan Ahmad Sihabudin, 2010, Saatnya Baduy Bicara, Jakarta,

Penerbit Bumi Aksara

Permana, R Cecep Eka, 2010, Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Dalam Mitigasi

Bencana, Jakarta, Penerbit Wedatama Widya Sastra.

Rahardjo, 2004, Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Yogyakarta, Penerbit UGM

Press.

95

Ritzer, George, 2013, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta,

Penerbit PT Raja Grafindo Persada.

Ritzer, George & Douglas J.Goodman, 2010, Teori Sosiologi Modern, Jakarta,

Penerbit Prenada Media Group.

Soekanto, Soerjono, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Penerbit PT. Raja

Grafindo Persada.

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, Bandung,

Penerbit Alfabeta.

96

LAMPIRAN

97

Lampiran 1

PEDOMAN OBSERVASI

No Tempat Key Informan/Informan

Hal yang diamati

1. BaduyDalam

1. Jaro/Pimpinan

desa Cibeo

(Key Informan)

1. Mengetahui Pikukuh Adat masyarakat

Baduy.

2. Mengetahui jumlah penduduk Baduy Dalam

3. Mengetahui batas letak antar desa

4. Mengetahui kepercayaan masyarakat Baduy

5. Mengetahui sistem perkawinan masyarakat

Baduy

6. Mengetahui aturan-aturan yang harus

dipatuhi oleh masyarakat Baduy

7. Mengetahui pandangan masyarakat Baduy

terhadap lingkungan.

8. Mengetahui jumlah masyarakat yang ada di

Baduy Dalam.

9. Mengetahui sejauh mana konsep AGIL

berlaku

2. BaduyDalam

1. Masyarakat

desa Baduy

(informan)

1. Mengetahui keseharian tingkah laku

masyarakat Baduy saat bercocok tanam.

98

3. BaduyLuar

1. Masyarakat

Baduy

(informan)

1. Mengetahui berjalannya pikukuh adat

didaerah Baduy Luar

4. Ladang 1. Warga desa

(informan)

1. Mengetahui apa saja yang dilakukan

masyarakat Baduy pada saat berladang.

2. Mengetahui bagaimana proses menanam

hingga memanen

5. Sungai 1. Warga desa

(informan)

1. Mengetaui aktivitas masyarakat Baduy pada

saat disungai

6. Hutan 1. Warga desa

(informan)

1. Mengetahui apa saja tumbuhan yang hidup di

hutan

2. Mengetahui tanaman apa saja yang

digunakan dalam kehidupan sehari-hari

7. PemukimanBaduy

1. Warga desa

(informan)

1. Mengetahui cara mereka bersosialisasi.

2. Mengetahui keseharian masyarakat Baduy

saat di desa.

99

Lampiran 2

WAWANCARA 1

Nama : Ayah SM

Usia : 59 Tahun

Tanggal : 14 Februari 2015

Jabatan : Jaro Tangtu Desa Cibeo

Alamat : Desa Cibeo, Baduy Dalam

1. Bagaimana pandangan anda melihat pandangan orang luar tekait kesukuan

masyarakat anda?

Jawaban: Kalau hierarki atau tahapan struktur lembaga adat diputarbalikkan

yang di atas jadi di bawah, yang di bawah menjadi di atas maka

hukum di wiwitan akan jadi kacau balau tidak berkesinambungan,

padahal tatanan hukum adat dilaksanakan sejelas-jelasnya, jangan

ditambah atau dikurangi.

2. Apa keyakinan atau agama yang dianut orang Baduy?

Jawaban: Agama nu diagen ku masyrakat Baduy ngarana Agama Sunda

Wiwitan, nabina Adam Tunggal. Dina keyakinan Sunda Wiwitan

kami mah teu kabagean parentah shalat seperti dulur-dulur sabab

wiwitan Adam tugasna memelihara kasaimbangan ieu alam, teu

ngabogaan kitabna da ajarana neurap jeung alam.Makana agama

Slam Sunda Wiwitan ngan ukur keur urang Baduy. Aya juga

100

perintah dari Buyut yaitu jadi pemimpin itu jangan berbicara tidak

terukur, jangan bicara tanpa dipikir terlebih dahulu, jangan berkata

seenaknya, yang benar katakan benar, yang dilarang katakan

dilarang, jangan menipu dan jangan bohong, tapi juga jadi

pemimpin itu harus bijaksana dalam memutuskan, harus memiliki

sifat toleran, harus menolong kepada yang membutuhkan, memberi

kepada yang kesusahan, harus memandu kepada yang ketakutan,

dan menerangi kepada yang kebingungan.

3. Bagaimana cara masyarakat Baduy menjaga lingkungan sekitar rumahnya?

Jawaban: Baduy itu masyarakat yang mempunyai tugas melindungi alam ini.

Kami merupakan keturunan langsung dari Adam Tunggal. Kami

ada didunia ini untuk melindungi alam ini. Masyarakat Baduy

menjaga lingkungannya dengan cara mentaati aturan adat secara

turun temurun. Sejak awal kami selalu waspada dan menyadari

bahwa zaman pasti berubah, tantangan buat masyarakat Baduy

semakin hari semakin berat, dari berbagai perkampungan

perbatasan sudah tidak terbendung lagi oleh kemajuan pola dan

gaya hidup, tetapi kami tetap teguh patuh untuk melaksanakan

amanat wiwitan”. Lojor teu beunag dipotong, pondok teu beunang

disambung. Gede teu beunang dicokot, leutik teu beunang

ditambah. Mipit kudu amit, ngala kudu menta, ngagedig kudu

bewara, mun neukteuk kudu sateukna, mun nilas kudu sapasna,

mun ngadek kudu saclekna, nu lain dilainkeun, nu enya

101

dienyakeun, ulah gorok ulah linyok. Misalnya dalam tata cara

pengelolaan ladang, kami mengikuti tanggalan yang sudah

ditetapkan oleh lembaga adat. Selain itu agar lingkungan aman dan

tenteram, kami juga harus waspada terhadap segala perubahan yang

dapat merusak amanat leluhur.

4. Apa sajakah hal-hal yang harus diperhatikan pada saat bercocok tanam?

Jawaban: Hal-hal yang berhubungan dengan bercocok tanam itu sudah diatur

oleh adat, seperti kapan mulai menanam dan kapan mulai

memanen. Dalam bercocok tanam kami tidak menggunakan pupuk

yang berasal dari luar. Pupuk dari luar banyak mengandung bahan

kimia yang bisa merusak kesuburan tanah kami.

5. Bagaimana cara bercocok tanam yang baik?

Jawaban: Cara bercocok tanam yang baik adalah mengikuti cara adat. Selama

kami mengikuti cara adat, hampir tak pernah mengalami gagal

panen.

6. Tanaman apa saja yang biasa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari?

Jawaban: Tanaman yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari yaitu daun

kristulang, daun ini kami gunakan untuk minuman. Kalau orang

luar biasa menyebutnya dengan teh. Tanaman ini kami dapatkan

dari hutan.

7. Bagaimana cara merawat daerah aliran sungai agar tetap bersih terjaga?

Jawaban: Cara menjaga aliran sungai Cibeo ini dengan melarang pengunjung

luar ataupun masyarakat Cibeo sendiri menggunakan sabun atau

102

bahan kimia lainnya. Selain itu kami juga membatasi daerah-daerah

aliran sungai yang akan digunakan untuk kegiatan sehari-hari.

8. Jenis tanaman apa saja yang tumbuh disekitar rumah?

Jawaban: Jenis tanaman yang tumbuh disekitar desa Cibeo ini biasanya jenis

tanaman obat. Biasanya kumis kucing dan kunyit.

9. Jenis tanaman apa yang tumbuh disekitar hutan dan perbukitan?

Jawaban: Tanaman yang kami tanam didaerah garapan atau ladang tanaman

pokoknya adalah padi, selain itu ada pohon pisang, jahe, kunyit,

kunir, jengkol, petai, dan duren.

10. Bagaimana cara masyarakat Baduy menghindari penebangan hutan yang

berlebihan?

Jawaban: Kami melakukan kerjasama dengan orang luar, untuk

menindaklanjuti bila ada penebangan hutan secara liar, biasanya

dilakukan oleh orang bukan masyarakat Baduy. Apabila ada yag

ketahuan melakukan hal tersebut, kami laporkan kelembaga adat

dan selanjutnya lembaga adat melaporkannya kepada pihak yang

berwajib. Untuk masyarakat Baduy sendiri sangat mematuhi adat,

sehingga tidak pernah melakukan tindakan pengrusakan hutan.

11. Bagaimana pola pertanian masyarakat Baduy pada zaman dahulu?

Jawaban: Pola pertanian masyarakat Baduy zaman dahulu masih sama dengan

sekarang. Tidak ada perbedaanya.

12. Adakah aturan-aturan tertentu dalam mengolah tanah untuk bercocok tanam?

103

Jawaban: Tidak ada aturan yang melarang menanam diwaktu-waktu tertentu.

Karena semua sudah ada patokanya. Silakan menanam tanaman

yang boleh ditanam, jangan menanam tanaman yang dilarang

ditanam disini. Aturan-aturan itu sudah dijelaskan dalam

penanggalan Baduy. Mulai dari menanam, memupuk, melakukan

acara adat, sampai memanen. “Di Baduy ini, menentukan tanggalan

itu patokannya dari Bintang. Ada dua bintang yang dikenal, bintang

kidang dan bintang kartika. Bintang itu kami tuangkan dalam

ungkapan-ungkapan untuk mempermudah menentukan

penanggalan.

13. Peralatan apa saja yang digunakan untuk menanam?

Jawaban: Peralatan yang kami gunakan adalah golok, tugal atau aseukan, dan

etem.

14. Adakah upacara-upacara yang dilakukan sebelum memulai menanam?

Jawaban: Sebelum menanam biasanya ada upacara kawinan dan sunatan.

Tidak ada upacara lain untuk mulai berladang.

15. Hal apa yang harus diperhatikan pada saat bercocok tanam?

Jawaban: Hal yang harus diperhatikan pada saat berladang itu pada saat

menjaga, karena bila tidak dijaga bisa gagal panen. Apalagi kalau

ada hama pengganggu seperti belalang dan babi hutan.

16. Waktu-waktu apa saja yang baik untuk bercocok tanam?

104

Jawaban: Waktu yang baik untuk mulai berladang adalah sesuai dengan

tanggalan adat. Tanggalan yang menentukan kapan kami harus

mulai menanam.

17. Dibutuhkan waktu berapa lama, dari mulai menanam hingga memanen?

Jawaban: Dibutuhkan waktu 6 bulan dari saat menanam sampai memanen.

Biasanya pada saat memanen, ada upacara kawalu. Upacara kawalu

dilakukan 3 tahap. Yaitu pada bulan kasa, karo, dan katiga. Pada

bulan kasa disebutnya kawalu tembeuy, bulan karo disebutnya

kawalu tengah dan bulan katiga disebutnya kawalu tutug. “ kawalu

menurut keyakinan Baduy adalah bulan suci, bulan kebahagiaan,

dan bulan kemuliaan yang isisnnya kegiatan-kegiatan berdoa untuk

keselamatan alam dan manusia serta isisnya, beribadah, memohon

ampunan dosa dari berbagai kesalahan terutama kesalahan

pengrusakan lingkungan alam atau mencemari/mengotori alam,

bersyukur atas keselamatan, kesehatan dan keberhasilan,

melaksanakan berbagai rukun ibadah agama sunda wiwitan dan

amanat-amanat leluhur. “Kawalu adalah upacara dalam rangka

kembalinya padi dari ladang ke lumbung. Kawalu itu, dilakukan

sebanyak tiga kali, masing-masing sekali dalam tiap-tiap bulan

kawalu. Pada bulan ini ada upacara kawalu teumbeuy atau kawalu

mitembeuy. Kawalu ini melakukan puasa sehari di dalam sebulan.

Di daerah Cieukesik dan Cikartawarna tanggal 18 dan Cibeo

tanggal 19. Pernah ada program pemberian bibit unggul dari

105

pemerintah, tapi kami menolaknya. Alasanya kami karena ada

larangan adat yang mengaturnya. Lagipula kami sudah merasa

cukup dengan apa yang ada. Bibit kami juga tak kalah bagusnya

dengan bibit dari luar.

18. Bagaimana cara masyarakat Baduy menjaga lahan pertaniannya dari

gangguan hama atau binatang perusak lainya?

Jawaban: Cara kami menjaga ladang itu dengan ramuan-ramuan yang telah

dimantera-mantera.

19. Kesulitan apa yang biasanya dialami masyarakat Baduy pada saat bercocok

tanam?

Jawaban: Kami tidak merasa sulit dalam melakukan perladangan. Mungkin

hal ini karena kami memang memegang teguh terhadap adat.

Selama kami mematuhi adat dan cara berladang yang diajarkan dari

dulu, kami tidak merasa sulit melakukannya.

20. Apakah ada teknik khusus masyarakat Baduy untuk bercocok tanam?

Jawaban: Urang rasa tak ada teknik khusus yang digunakan pada masyarakat

Baduy dalam berladang. Urang hanya mengikuti apa yang telah

diajarkan. Selain itu juga urang tidak tau bagaimana cara berladang

pada urang luar yang bukan urang Baduy

21. Sebelum melakukan penanaman, apakah ada hal-hal tertentu yang dilakukan

oleh masyarakat Baduy?

Jawaban: Sebelum menanam biasanya kami melakukan nyacar. Nyacar itu

kegiatan menebang tumbuhan semak belukar. Setelah nyacar

106

dilakukan kegiatan nukuh. Nukuh itu dilakukan untuk mengusir

makhluk halus yang ada di lahan hutan yang akan kami garap.

Selanjutnya ada acara nuar. Nuar adalah kegiatan memangkas

ranting-ranting dan cabang-cabang pohon yang besar. setelah nuar

kita biasa ngaganggang. Yaitu pembakaran dari dari sisa tebangan

hasil nyacar dan nuar.

22. Dari mana masyarakat Baduy mendapatkan bibit untuk melakukan kegiatan

bercocok tanam?

Jawaban: Kami tidak menggunakan bibit dari luar. Itu semua karena adat

yang melarang. Kami menggunakan bibit milik sendiri, yang sudah

dipilih sebelumnya dari hasil panen tahun sebelumnya.

23. Tanah seperti apa yang cocok ditanami tanaman padi?

Jawaban: Kami mengenal 3 macam tanah, yaitu tanah beureum, tanah bodas,

dan tanah hideung. Tanah yang biasa kami pakai untuk berladang

adalah tanah hideung karena banyak mengandung surubuk.

24. Bagaimanakah cara menjaga tanaman agar dapat tumbuh subur?

Jawaban: Tanaman agar tetap tumbuh subur harus sering diberi ramuan-

ramuan atau urang luar bilang pupuk. Pupuk yang digunakan

berasal dari sisa-sisa ngaganggang.

25. Apa perbedaan cara bercocok tanam pada masyarakat Baduy dengan

masyarakat lain pada umumnya?

Jawaban: Yang saya tau perbedaanya kalau urang luar ladangnya ada saluran

air, di kami tidak. Kami juga hanya menggunakan peralatan

107

sederhana yang sudah ada. Selain itu kami berladang dilereng bukit

tanpa ada aliran air. Kami hanya mengandalkan hujan untuk

mengairi ladang kami.

26. Apakah ada ritual-ritual yang dilakukan sebelum melakukan kegiatan

bercocok tanam?

Jawaban: Tak ada ritual-ritual khusus untuk memulai berladang. Yang ada

hanya aktivitas-aktivitas seperti yang saya jelaskan tadi.

27. Apakah ada ritual-ritual yang dilakukan sesudah melakukan kegiatan

bercocok tanam?

Jawaban: Kalau sesudah memanen biasanya kita mengadakan acara seba.

Seba itu acara adat yang diwariskan secara turun-temurun untuk

menghadap pemerintah dengan tujuan utama menjalin silaturahmi,

melaporkan situasi di lingkungan Baduy, dan menyampaikan

aspirasi kami dengan harapan terjalin kerjasama untuk saling

mendoakan dan saling melindungi. Selain itu ada acara ngalaksa.

Ngalaksa di Baduy adalah berdoa dalam rangka mengakhiri tahun

yang lalu dan menyambut tahun yang akan datang. Harapannya

agar pada tahun yang akan datang seluruh warga Baduy mendapat

keselamatan, kesejahteraan hidup, rukun dan damai, serta

memohon perlindungan dari sang Maha Pencipta alam raya ini.

28. Menurut Anda, kedudukan Jaro Tangtu itu seperti apa?

Jawaban: Yang memastikan terhadap suatu masalah, yang menentukan suatu

keputusan atau kepastian yang harus dilaksanakan.

108

WAWANCARA 2

Nama : Ayah AM

Usia : 49 Tahun

Tanggal : 14 Februari 2015

Jabatan : Wakil Jaro Tangtu Desa Cibeo

Alamat : Desa Cibeo, Baduy Dalam

1. Apa pikukuh adat yang ada di daerah Baduy?

Jawaban: Pikukuh adat Baduy itu “lojor teu meunang dipotong, pondok teu

meunang disambung. Gunung teu meunang dilebur, lebak teu

meunang dirusak. Buyut teu meunang dirobah”. Pikukuh ini

menjelaskan aturan tanpa perubahan apapun.

2. Bagaimanakah asal-usul masyarakat Baduy?

Jawaban: Ada banyak versi yang bercerita tentang kami. Ada yang bilang

kami orang pelarian, ada juga yang bilang kami ini keturunan orang

arab. Tapi yang kami tau, kami ini merupakan keturunan langsung

dari manusia pertama yang diciptakan Tuhan di muka bumi ini

yang bernama Adam Tunggal.

3. Menurut anda, apa saja aturan adat yang harus dipatuhi masyarakat Baduy?

Jawaban: Tidak ada milih-memilih dalam aturan adat. Semuanya harus

dipatuhi. Semua itu kan sudah ditetapkan secara turun temurun.

109

4. Hal apa yang membuat orang Baduy mampu bertahan pada pesatnya arus

Globalisasi?

Jawaban: Kami selalu patuh pada aturan adat. Karena itulah tujuan kami

diciptakan didunia ini. Kami diperintahkan untuk selalu menjaga

lingkungan kami. “Buyut nu nitipkeun ka puun, nagara satelung

puluh telu, bangan sawidak lima, pancer salawe nagara, gunung teu

meunang dilebur, lebak teu meunang dirusak, larangan teu

meunang dirempak, buyut teu meunang dirobah, lojor teu meunang

dipotong, pondok teu meunang disambung, nu lan kudu dilainkeun,

nu ulah kudu diulahkan, nu enya kudu dienyakeun”.Amanat buyut

ini yang telah dititipkan kepada kami itu yang membuat kami

bertahan sampai sekarang ini.

5. Bagaimana masyarakat Baduy menyesuaikan diri dengan lingkungannya?

Jawaban: Kami itu sudah terlahir di alam dengan kondisi yang seperti ini.

Kalian lihat sendiri dimana-mana hutan dan pegunungan. Disinilah

kami lahir, disini pula kami beradaptasi dengan segala pengetahuan

yang kami miliki.

6. Bagaimana masyarakat Baduy menyesuaikan lingkungan dengan

kebutuhanya?

Jawaban: Masalah kebutuhan, urang Baduy kalau makan gak pilih-pilih, kami

ini hidup seadanya. Andaikan ada keperluan lain seperti ikan asin,

baru kami beli diluar daerah Baduy.

7. Bagaimana cara anda mengatur hubungan antar masyarakat Baduy?

110

Jawaban: Kalau ngatur antara Baduy luar dan Baduy Dalam itu sudah ada

tugasnya masing-masing. Yang penting kami harus saling menjaga

sopan santun terhadap sesama masyarakat Baduy.

8. Bagaimana cara anda menyampaikan suatu kebijakan baru kepada seluruh

masyarakat Baduy?

Jawaban: Kebijakan itu diputuskan bersama, tidak saya sendiri. Biasanya

kami lakukan musyawarah dahulu untuk melakukan suatu

keputusan. Setelah ada keputusan, baru nanti ada petugas adat yang

menyampaikannya. Petugasnya itu bernama AM yang menjabat

sebagai wakil jaro tangtu Cibeo.

9. Bagaimana cara masyarakat Baduy memelihara hubungan dengan masyarakat

luar?

Jawaban: Cara menjaga silaturahmi dengan orang luar itu dengan cara tetap

memperbolehkan orang luar yang mau silaturahmi ke Baduy ini.

Asalkan mereka menghormati juga larangan-larangan yang tak

boleh dilanggar di Baduy ini.

10. Bagaimana cara masyarakat Baduy menjaga kerukunan antar masyarakat?

Jawaban: Kami dari dulu sudah rukun, kami saling membagi saling

membantu dan saling memberi ditambah lagi kepatuhan kami

terhadap buyut. Semisalnya ada yang ribut, itupun langsung

diselesaikan secara adat. Hal itulah yang saya rasa membuat hidup

kami tetap harmonis.

11. Bagaimana cara masyarakat Baduy bertahan dari kebudayaan luar?

111

Jawaban: Cara kami bertahan dari masuknya budaya luar itu dengan cara

tetap mematuhi dan menjalankan apa yang sudah diwariskan oleh

leluhur kami.

12. Apakah pikukuh yang dilaksanakan sudah berjalan dengan baik?

Jawaban: Kalau bicara pikukuh, pasti bicara tentang isinya. Banyak diantara

urang Baduy yang tak mau mengikuti amanah pikukuh adat dan hal

itu kami maklumi. Tapi kalau bicara sudah berjalan dengan baik

apa belum itu tergantung dari mereka yang menjalankan. Saya tak

mungkin bisa tau keseharian mereka semua, apakah mereka

menjalankan sesuatu sesuai adat apa tidak.

13. Bagaimana masyarakat Baduy menerapkan pikukuh adat?

Jawaban: Masyarakat Baduy dalam kesehariaanya mengikuti dan menerapkan

pikukuh adat. Tapi terkadang ada kalanya aya orang yang tidak

mengikuti pikukuh adat. Nah cara menerapkan pikukuh adat pada

kami yaitu dengan menjalankan amanah yang ditinggalkan kepada

kami. Misalnya kami tidak memakai teknologi seperti hp. Itu kan

berarti kami juga sudah menerapkan pikukuh adat.

14. Bagaimana cara pemilihan ketua adat?

Jawaban: Cara pemilihan puun itu secara garis keturunan. Anak laki-laki

puun sudah pasti menjadi puun juga.

15. Bagaimana sikap masyarakat Baduy terhadap kebudayaan luar?

112

Jawaban: Sikap kami terhadap kebudayaan luar adalah hanya sekedar

mengetahui saja. Tidak kami ikuti karena kebudayaan mereka

bertentangan dengan kebudayaan kami.

16. Apakah ada perbedaan masyarakat Baduy dahulu dengan sekarang?

Jawaban: Kalau dulu masyarakat Baduy hanya ada disini. Tidak ada istilah

Baduy luar atau pun Dalam. Semuanya menjadi satu kesatuan atas

nama Baduy. Selain itu perbedaan antara masyarakat Baduy dahulu

dengan sekarang itu dapat dilihat dari cara memenuhi kebutuhan.

Lihat saja pada Baduy luar, banyak diantara mereka yang lebih

memilih hidup di kota.

17. Bagaimana sistem pemerintahan masyarakat Baduy?

Jawaban: Sistem pemerintahan masyarakat Baduy itu dari pemimpin

tertingginya adalah puun, setelah puun ada jaro tangtu, lalu ada

wakil jaro tangtu, girang seurat, baresan salapan, perangkat

palawari adat, tangkesan, tanggungan dua belas, jaro tujuh, jaro

pamerentah, kokolotan, sekdes/carik, dan pangiwa. Masing-masing

dari mereka mempunyai tugas, wewenang dan kewajiban masing-

masing.

18. Bagaimana sikap masyarakat Baduy apabila pikukuh adat yang selama ini

dijalankan menghilang?

Jawaban: Kami tidak mengharapkan hilangnya pikukuh adat yang ada

dimasyarakat kami ini. Kami selalu mengajarkan kepada anak-anak

kami agar terus mentaati dan menjaga amanat buyut, agar hidup

113

kami tentram. Tak hanya mengajarkan selama dirumah.

Mewariskan pikukuh adat ini dengan kegiatan-kegiatan juga seperti

saat berladang, berburu, membangun rumah, dan macam-macam.

19. Apakah ada acara-acara adat pada masyarakat Baduy?

Jawaban: Acara yang biasa kami lakukan adalah kawalu, ngalaksa, dan seba.

Untuk acara Kawalu, umumnya masyarakat Baduy Luar mengikuti

pemimpin dari desa Cikeusik yang dianggap pemimpin yang

mengatur urusan adat.

20. Bagaimana cara masyarakat Baduy menanggulangi bencana?

Jawaban: Dengan kami mematuhi aturan adat dan dengan menjalankan apa

yang sudah diajarkan nenek moyang kami, sampai saat ini tidak

pernah kami mengalami bencana. Apabila ada bencana, itupun

karena ulah kami yang tidak bisa menjaga amanat buyut.

21. Apa ada jimat-jimat yang dipakai untuk masyarakat Baduy?

Jawaban: Jimat-jimat yang dipakai hanyalah gelang-gelang yang terbuat dari

kulit pohon. Gelang itu sudah dimantera-manterai yang berfungsi

sebagai keselamatan hidup bagi orang Baduy.

22. Apa ciri yang membedakan masyarakat Baduy Dalam dengan Baduy Luar?

Jawaban: Ciri yang membedakan masyarakat Baduy Dalam dan Baduy luar,

terlihat dari cara berpakaian. Kalau di Baduy dalam berpakaian

putih hitam, kalau Baduy luar berpakaian hitam-hitam. Selain itu

juga, ikat kepala berwarna putih juga menandakan orang Baduy

114

Dalam sedangkan ikat kepala dengan warna biru menandakan

orang Baduy Luar.

23. Apa mata pencaharian masyarakat Baduy Dalam pada umumnya?

Jawaban: Mata pencaharian utama kami itu berladang. Sesuai dengan yang

diajarkan leluhur kami dan tugas kami sebagai penjaga alam. Ada

juga larangan-larangan untuk berladang yaitu tanah tidak boleh

dibalik, karena tanah bisa rusak. Tak boleh pakai pupuk dari luar,

nanti bisa gagal panen. Tak boleh memasuki hutan titipan, banyak

penunggunya. Adat harus dipatuhi, karena saya hidup disini”.

24. Bagaimana pembagian wilayah lahan garapan untuk masyarakat Baduy?

Jawaban: Berladang itu sudah ada aturan pembagian lahan dan proses

pengerjaannya. Sebelum saya dan seluruh warga desa Cibeo ini

menggarap ladang kepunyaan sendiri, terlebih dahulu kami lakukan

pengerjaan huma serang, lalu huma pimpinan adat, setelah itu baru

huma kita masing-masing.

25. Apa ada tanaman yang dilarang untuk ditanam oleh masyarakat Baduy?

Jawaban: Di Baduy Dalam, ada tanaman singkong, ubi, dan jagung dilarang

untuk ditanam. Sedangkan di masyarakat Baduy Luar, tanaman

tersebut boleh ditanam.

26. Apakah ada daerah-daerah yang tidak boleh digunakan untuk bercocok

tanam?

Jawaban: Aya daerah yang tidak boleh dipergunakan masyarakat Baduy

untuk bercocok tanam, yaitu hutan titipan atau hutan adat.

115

WAWANCARA 3

Nama : Ayah AJ

Usia : 58 Tahun

Tanggal : 16 Maret 2015

Jabatan : -

Alamat : Desa Cibeo, Baduy Dalam

1. Bagaimana cara masyarakat Baduy menjaga lingkungan sekitar rumahnya?

Jawaban: Kalau masyarakat Baduy disini sendiri, punya cara tersendiri untuk

menjaga lingkungan sekitar desa ini. Tiap-tiap keluarga mengikuti

aturan-aturan yang sudah ditetapkan adat. Misalnya tiap rumah

harus ada tempat sampahnya yang terbuat dari bambu.

2. Apa sajakah hal-hal yang harus diperhatikan pada saat bercocok tanam?

Jawaban: Kalau bicara bercocok tanam, hal-hal yang harus diperhatikan itu

tanah tak boleh dirusak.

3. Bagaimana cara bercocok tanam yang baik?

Jawaban: Kalau bercocok tanam yang baik menurut versi saya itu dengan

mengikuti ajaran yang sudah ada.

4. Bagaimana cara merawat daerah aliran sungai agar tetap bersih terjaga?

Jawaban: Cara kami merawat aliran sungai ini dengan pemberian batas-batas

pada aliran sungai yang dipakai.

5. Jenis tanaman apa saja yang tumbuh disekitar rumah?

116

Jawaban: Itu bisa dilihat, ada kumis kucing sama tanaman obat yang lain.

6. Jenis tanaman apa yang tumbuh disekitar hutan dan perbukitan?

Jawaban: Kalau dihutan itu biasanya tumbuh pohon kayu. Orang luar bilang

pohon mahoni. Selain itu juga ada pohon liar seperti beringin dan

lain sebagainya.

7. Tanaman obat apa saja yang tumbuh didaerah Baduy?

Jawaban: Macem-macem tanaman obat yang tumbuh disini.

8. Tanaman apa yang ada didaerah garapan masyarakat suku Baduy?

Jawaban: Kalau di ladang sih ada pohon padi sama pisang. Selain itu juga ada

pohon petai sama jengkol.

9. Bagaimana cara masyarakat Baduy menghindari penebangan hutan yang

berlebihan?

Jawaban: Kalau ada yang mencoba menebang hutan didaerah Baduy ini

silakan saja. Tapi terima sendiri akibatnya.

10. Untuk menanam padi, dibutuhkan waktu berapa lama sampai tiba waktu

memanen?

Jawaban: Kira-kira 6 bulan

11. Bagaimana pola pertanian masyarakat Baduy pada zaman dahulu?

Jawaban: Kalau zaman dahulu, sedikit sekali pembukaan lahan ladang disini

12. Bagaimana pola pertanian masyarakat Baduy pada zaman sekarang?

Jawaban: Kalau zaman sekarang, lahan ladang sudah semakin luas.

13. Adakah aturan-aturan tertentu dalam mengolah tanah untuk bercocok tanam?

117

Jawaban: Berladang itu sudah ada aturan dan proses pengerjaannya. Sebelum

saya dan seluruh warga desa Cibeo ini menggarap ladang

kepunyaan sendiri, terlebih dahulu kami lakukan pengerjaan huma

serang, lalu huma pimpinan adat, setelah itu baru huma kita

masing-masing.

14. Peralatan apa saja yang digunakan untuk menanam?

Jawaban: Peralatan yang dipakai masyarakat disini ya Cuma Etem sama

golok.

15. Adakah upacara-upacara yang dilakukan sebelum memulai menanam?

Jawaban: Biasanya sebelum kita menanam padi, ada acara upacara sunatan

dan upacara kawinan. Sunatan tidak boleh dilaksanakan pada hari

Jumat dan Minggu, karena hari tersebut bersifat panas. Hal yang

paling baik untuk melaksanakan sunatan adalah hari Selasa dan

Kamis.

16. Hal apa yang harus diperhatikan pada saat bercocok tanam?

Jawaban: Dalam bercocok tanam itu kita harus mengikuti penanggalan adat,

agar semua berjalan dengan baik.

17. Waktu-waktu apa saja yang baik untuk bercocok tanam?

Jawaban: Kalau waktu yang baik sih, kita berpatokan sama penanggalan adat.

18. Dibutuhkan waktu berapa lama, dari mulai menanam hingga memanen?

Jawaban: Kalau dihitung dari penanggalan kami sih kurang lebih sekitar 6

bulan.

19. Apa yang biasa dilakukan masyarakat Baduy pada saat memanen?

118

Jawaban: Saat memanem, ada acara kawalu. Setelah memanen ada acara

ngalaksa, setelah ngalaksa, ada acara seba.

20. Adakah campur tangan pihak luar terkait pegelolaan lahan garapan

masyarakat suku Baduy?

Jawaban: Tidak ada.

21. Bagaimana cara masyarakat Baduy menjaga lahan pertaniannya dari

gangguan hama atau binatang perusak lainya?

Jawaban: Kami memberikan ramuan-ramuan yang sudah dimantera-mantera

melalui cerita tentang dewi pare.

22. Kesulitan apa yang biasanya dialami masyarakat Baduy pada saat bercocok

tanam?

Jawaban: Palingan kalau ada hama belalang.

23. Apakah ada teknik khusus masyarakat Baduy untuk bercocok tanam?

Jawaban: Urang rasa gak ada teknik khusus berladang. Urang hanya ngikutin

apa yang diajarkan orang tua urang dahulu.

24. Sebelum melakukan penanaman, apakah ada hal-hal tertentu yang dilakukan

oleh masyarakat Baduy?

Jawaban: Kalau disini sebelum ladang urang ditanam, kita bareng-bareng

menanam diladang serang dulu, terus ladang pimpinan, baru ladang

urang.

25. Dari mana masyarakat Baduy mendapatkan bibit untuk melakukan kegiatan

bercocok tanam?

Jawaban: Bibitnya udah disiapkan dari hasil panen tahun lalu.

119

26. Tanah seperti apa yang cocok ditanami tanaman padi?

Jawaban: Tanah yang cocok itu tanah yang ada banyak surubuk. Atau orang

luar bilang tanah humus.

27. Bagaimanakah cara menjaga tanaman agar dapat tumbuh subur?

Jawaban: Ya urang lakukan sesuai yang sudah diajarkan orang tua urang. “Di

Baduy itu aya ramuan khusus untuk mengobati padi, ramuannya itu

saya buat dari sisa-sisa abu pembakaran, bisa dari daun mengkudu,

bisa dari kulit jeruk, bisa dari daun pisang, pokoknya macam-

macam”. Ramuan itu dimantera-matera sama bengkong atau orang

luar bilang dukun. Ramuan itu dimantera melalui kisah cerita-cerita

tentang dewi padi.

28. Apa perbedaan cara bercocok tanam pada masyarakat Baduy dengan

masyarakat lain pada umumnya?

Jawaban: Urang gak ngerti perbedaanya dimana. Palingan Cuma bedanya

kalau disini gak dibajak. Diluar dibajak.

29. Apakah ada ritual-ritual yang dilakukan sebelum melakukan kegiatan

bercocok tanam?

Jawaban: Tak aya ritual-ritual yang dilakukan sebelum menggarap ladang.

30. Dalam sehari, berapa kali mang AJ makan?

Jawaban: Biasanya kami dalam sehari makan 3 kali. Yaitu madang isuk,

madang siang, dan madang sore.

120

WAWANCARA 4

Nama : DN

Usia : 57 Tahun

Tanggal : 16 Maret 2015

Jabatan : Jaro Pamerintah

Alamat : Desa Kaduketug, Baduy Luar

1. Bagaimana cara masyarakat Baduy menjaga lingkungan sekitar rumahnya?

Jawaban: Bagi masyarakat Baduy, menjaga lingkungan adalah suatu

kewajiban yang harus dilakukan karena sesuai dengan perintah

Buyut.

2. Menurut anda, darimana sebutan Kanenekes atau Baduy itu berasal?

Jawaban: Kanekes itu nama Desa, Baduy nama masyarakatnya. Selain dari itu

berarti sebutan yang diciptakan oleh orang luar Baduy. intinya

kalau ngomongin sejarah tentang Baduy tak akan cukup sehari

ataupun sebulan.

3. Bagaimana cara bercocok tanam yang baik?

Jawaban: Cara bercocok tanam yang baik itu ditentukan dari bagaimana kita

merawat dan menjaga ladang kita agar bebas dari hama dan

penyakit padi. Cara bercocok tanam yang baik itu dengan

menggunakan tata cara sesuai dengan yang telah diajarkan dan

dipraktekkan oleh orang tua kami.

121

4. Tanaman apa saja yang biasa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari?

Jawaban: Kalau saya sendiri biasa mengambil daun singkong untuk

kebutuhan sehari-hari.

5. Bagaimana cara merawat daerah aliran sungai agar tetap bersih terjaga?

Jawaban: Di Baduy itu ada batasan-batasan untuk menggunakan air sungai.

Ada daerah-daerah aliran sungai yang tidak boleh digunakan.

6. Jenis tanaman apa yang tumbuh disekitar hutan dan perbukitan?

Jawaban: Kalau di ladang banyak macem-macem tanaman yang tumbuh. Ada

pohon pisang, jagung, cabe, padi, pokoknya banyak.

7. Bagaimana cara masyarakat Baduy menghindari penebangan hutan yang

berlebihan?

Jawaban: Kita semua sudah bekerjasama dengan polisi hutan. Kalau ada

orang luar yang melakukan itu dan ketawan oleh kami, kami

tangkap dan kami bawa kekantor polisi. Kalau polisi hutan yang

menemukan, mungkin bisa langsung ditembak.

8. Untuk menanam padi, dibutuhkan waktu berapa lama sampai tiba waktu

memanen?

Jawaban: Sekitar 6 bulan.

9. Bagaimana pola pertanian masyarakat Baduy pada zaman dahulu?

Jawaban: Kalau zaman dahulu, wilayah kami ini sangat luas. Bila berladang

juga enak. Sejak perkembangan zaman ini, lama-lama wilayah

kami banyak yang diambil orang luar.

10. Bagaimana pola pertanian masyarakat Baduy pada zaman sekarang?

122

Jawaban: Kalau zaman sekarang itu, kalau saya bleh jujur, berladang itu tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan saya sekeluarga.

11. Apakah ada tanaman yang tak boleh ditanam diwaktu-waktu tertentu?

Jawaban: Di Baduy Luar mah bebas mau menanam tanaman apa saja. Lain

halnya dengan di Baduy Dalam.

12. Adakah aturan-aturan tertentu dalam mengolah tanah untuk bercocok tanam

Jawaban: Aturan-aturan yang terus dipegang teguh dan ditaati adalah pikukuh

adat mengenai pengelolaan alam.

13. Hal apa yang harus diperhatikan pada saat bercocok tanam?

Jawaban: Yang harus diperhatikan dalam berladang itu yang pertama adalah

bagaimana cara menanam, dan yang kedua bagaimana cara

menjaga. Cara menanam harus diperhatikan mulai dari kedalaman

tanah, kandungunan surubuknya, bibit padinya, dan kandungan

airnya. Kalau menjaga ladang itu yang harus diperhatikan adalah

tanaman pengganggu yang tumbuh disekitar ladang.

14. Waktu-waktu apa saja yang baik untuk bercocok tanam?

Jawaban: Waktu yang baik untuk berladang itu sesuai dengan yang ada di

penanggalan Baduy.

15. Dibutuhkan waktu berapa lama, dari mulai menanam hingga memanen?

Jawaban: Kurang lebih sekitar 6 bulan.

16. Bagaimana cara masyarakat Baduy mengelola pekarangan rumahnya?

Jawaban: Disini itu ada aturan yang mengatur tentang kebersihan lingkungan.

Misalnya dengan tidak membuang sampah dikali.

123

17. Apa yang biasa dilakukan masyarakat Baduy pada saat memanen?

Jawaban: Biasanya ada upacara yang dilakukan sebelum memulai memanen.

Acara itu adalah upacara kawalu. Upacara kawalu dibagi 3 bagian.

Yang pertama disebut kawalu tembeuy, yang kedua disebut kawalu

tengah, yang ketiga disebut kawalu tutug.

18. Adakah campur tangan pihak luar terkait pegelolaan lahan garapan

masyarakat suku Baduy?

Jawaban: Tidak ada yang mencampuri urusan urang Baduy dalam hal

berladang.

19. Bagaimana cara masyarakat Baduy menjaga lahan pertaniannya dari

gangguan hama atau binatang perusak lainya?

Jawaban: Dengan menggunakan ramuan-ramuan yang telah dimantera-

mantera oleh seorang dukun, melalui cerita-cerita tentang nenek

moyang urang Baduy.

20. Kesulitan apa yang biasanya dialami masyarakat Baduy pada saat bercocok

tanam?

Jawaban: Palingan mah cuma masalah waktu

21. Apakah ada teknik khusus masyarakat Baduy untuk bercocok tanam?

Jawaban: Saya rasa tak aya. Semua mengikuti apa yang diajarkan nenek

moyang kami.

22. Sebelum melakukan penanaman, apakah ada hal-hal tertentu yang dilakukan

oleh masyarakat Baduy?

124

Jawaban: Biasanya sebelum menanam, ada kegiatan-kegiatan seperti narawas,

nyacar, nukuh, dan ngaganggang.

23. Dari mana masyarakat Baduy mendapatkan bibit untuk melakukan kegiatan

bercocok tanam?

Jawaban: Bibit disini kami dapat dari hasil panen tahun lalu. Biasanya urang

sudah nyiapkan bibit yang akan ditanam dari tahun sebelumnya.

24. Tanah seperti apa yang cocok ditanami tanamn padi?

Jawaban: Tanah yang banyak mengandur surubuk atau urang luar bilang

tanah humus.

25. Bagaimanakah cara menjaga tanaman agar dapat tumbuh subur?

Jawaban: Dengan perawatan yang baik serta mengikuti apa yang diajarkan

adat, Insya Allah tanaman akan tumbuh subur.

26. Dibutuhkan waktu berapa lama dari saat menanam hingga memanen pada

tanaman padi?

Jawaban: Sekitar 6 bulan.

27. Jenis tanaman buah-buahan apa saja yang terdapat didaerah Baduy?

Jawaban: Macem-macem. Ada durian, rambutan, duku, jambu, dan lain-lain.

28. Apa perbedaan cara bercocok tanam pada masyarakat Baduy dengan

masyarakat lain pada umumnya?

Jawaban: Perbedaan yang mencolok adalah di Baduy itu kan tidak ada sistem

irigrasi, sedangkan diluar kan pada pakai sistem pengairan irigrasi.

29. Apakah ada ritual-ritual yang dilakukan sebelum melakukan kegiatan

bercocok tanam?

125

Jawaban: Tidak ada ritual-ritual. Palingan cuma ada acara nikahan dan

sunatan.

30. Apakah ada ritual-ritual yang dilakukan sesudah melakukan kegiatan

bercocok tanam?

Jawaban: Sesudah melakukan perladangan itu berarti akhir tahun kan ya? Di

akhir tahun kami, biasanya ada acara ngalaksa dan seba. Tetapi

sebelum melakukan acara seba, ada acara penetapan tanggal

kalender kami.

126

Lampiran 3

CATATAN LAPANGAN

Catatan Lapangan No 1

Waktu : Tanggal 14 Februari 2015

Pukul : 16 : 00

Tempat :

Catatan Deskriptif

Lokasi Masyakarat Suku Baduy berada dikaki gunung kaki pegunungan

Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-

Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. peneliti

melakukan penelitian disepanjang jalan menuju desa Cibeo (Baduy Dalam)

dengan ditemani oleh penduduk desa Cibeo. Jaro merupakan seorang pemimpin

yang dipercaya untuk memimin desa dan sebagai penghubung untuk dapat

memasuki baduy dalam. Peneliti melakukan perjalanan dari desa ciboleger sejauh

13 kilometer untuk mencapai lokasi. Jalan yang ditempuh cukup sulit,

dikarenakan banyaknya jurang-jurang dan hanya jalan setapak yang ada disana.

Sepanjang perjalanan, terlihat hamparan sawah dilereng-lereng bukit,

pohon-pohon duren dan aren, serta terlihat juga hutan-hutan. Hutan yang sunyi

ditumbuhi dengan pohon-pohon yang tinggi menjulang sempat memudarkan niat

saya untuk mencapai lokasi. Pemandangan yang indah terlihat dengan jelas disaat

kita tepat berada diatas bukit. Alam yang selalu terjaga dengan baik. Sungguh

berbeda dengan pemandangan yang peneliti lihat selama ini. Setiap melewati

hutan dan lereng-lereng gunung, terdapat perkampungan-perkampungan.

127

Perkampungan itu memiliki rumah yang berbentuk sama dengan ukuran yang

sama yaitu 4x5 meter. Rumah-rumah yang terlihat tertata dengan rapi.

Peneliti terus berjalan, terus mendaki bukit-bukit yang beberapa

diantaranya cukup tinggi, menuruni lembah yang curam, menyusuri jalan setapak,

dan juga menyeberang sungai. Diantara sungai yang diseberangi terdapat

jembatan, baik yang terbuat dari bambu, atau bahkan ada jembatan unik yang

terjalin dari akar pohon. Tetapi, sering pula melewati sungai tanpa jembatan

sehingga dengan terpaksa menyeberang ditengah arus. Air sungai yang saya

lewati begitu jernihnya. Sampai-sampai peneliti masukkan kedalam botol

minuman untuk digunakan apabila saya merasa haus. Dalam perjalanan menuju

kesana, terlihat masyarakat suku baduy bekerja diladang bersama istri dan anak-

anaknya. sesekali peneliti beristirahat di perkampungan-perkampungan yang

dilewati. Tak banyak dijumpai warga suku baduy yang terlihat diperkampungan

yang saya singgahi untuk istirahat.

Catatan Reflektif

Oleh karena tak banyak masyarakat saya jumpai selama beristirahat,

peneliti merasa penasaran dengan semua itu. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan

yang telintas di dalam pikiran peneliti. Peneliti merasa ini merupakan sesuatu

yang unik. Terlintas dipikiranku dimana mereka melakukan aktifitas setiap hari

dan bagaimana tingkah laku mereka dalam kehidupan sehari-hari.

128

Catatan Deskriptif

Setelah melakukan perjalanan yang cukup jauh, akhirnya peneliti tiba

didesa Cibeo Baduy Dalam. Untuk masuk ke desa Cibeo (Baduy Dalam), peneliti

harus menunggu dulu untuk mendapatkan persetujuan dari kepala adat yang

berwenang dari desa tersebut. Setelah menunggu sekitar setengah jam, akhirnya

saya diperbolehkan masuk ke Desa Cibeo (Baduy Dalam). Setelah menyebrang

jembatan bambu yang menjadi pembatas desa, kurasakan suasana sakral yang

begitu mencekam. Hatiku berdebar-debar dan ada sedikit rasa takut yang

kujumpai. Lain hal nya dengan desa-desa yang kujumpai disepanjang jalan tadi,

didesa Cibeo ini masyarakat berkumpul di tengah-tengah desa. Mereka sedang

asik merebus teh dengan menggunakan peralatan yang tradisional. Ada perbedaan

lain yang mencolok antara Baduy Luar dan Baduy Dalam yaitu apabila

masyarakat Baduy Luar menggunakan pakaian putih-putih sedangkan Baduy

Dalam mengenakan pakaian putih-hitam. Yang sama kujumpai hanyalah model

bentuk rumah.

Catatan Reflektif

Peneliti heran melihat rumah-rumah yang kurasa terbuat dari kayu-kayu

hutan yang atapnya seperti dari daun-daun kelapa. Hal ini membuat peneliti

tertarik karena hutan-hutan yang ada masih terlihat alami. Terfikir bagaimana

mereka bisa membuat rumah yang kokoh berdiri ini. Selain itu terfikir juga

bagaimana cara mereka membangun rumah.

129

Catatan Deskriptif

Setelah hampir satu jam saya berada di Desa Cibeo Baduy Dalam, peneliti

akhirnya kembali ke Baduy Luar. Kali ini peneliti melewati jalan yang berbeda.

Untuk keluar dari Desa Cibeo Baduy Dalam, kali ini peneliti harus melewati

“tanjakan cinta” dan “jembatan cinta” yang menurut keyakinan orang suku Baduy

merupakan jembatan yang istimewa. Jembatan itu terbuat dari gabungan akar-akar

pohon ataupun bahan lainya yang tidak peneliti ketahui. Yang pasti jembatan itu

tidak memakai bahan dasar modern seperti dikota-kota. Banyak cerita tersendiri

mengenai jembatan cinta itu. Konon katanya apabila kita melewati jembatan

tersebut dan kita menyebutkan nama seseorang yang kita cintai sebanyak tiga kali,

maka orang yang kita cintai itu akan mencintai kita juga.

Tak lama melewati jembatan, kulihat keawan dan ternyata awan gelap

menandakan mau turun hujan dan tak lama kemudian turunlah hujan yang deras

disertai petir yang menggelegar. Peneliti pun basah kuyup karena berada dijalan

yang sekelilingnya terdapat banyak tanaman padi dan singkong. Daripada

meneduh, peneliti melanjutkan perjalanan menuju Baduy Luar dengan berhujan-

hujanan karena tanggung sudah basah kuyup. Jalan yang dilewati kini semakin

sulit karena hujan yang deras membuat jalan setapak yang kuinjak menjadi licin.

Catatan Reflektif

Ada hal yang berbeda dari yang ditemukan pada saat melakukan

perjalanan ke Baduy Dalam tadi yaitu apabila sewaktu perjalanan menuju Baduy

Dalam peneliti tak banyak menjumpai masyakarat-masyarakat desa, kali ini

130

kujumpai banyak masyarakat desa. Mungkin ini semua karena hujan. Masyarakat

yang tadinya bekerja disawah harus berteduh kembali kerumah. Mungkin mereka

tak mau melawan alam.

Catatan Deskriptif

Hari mulai gelap dan saya masih dalam perjalanan menuju Baduy Luar.

Peneliti takut bila hari gelap saya akan tersesat karena peneliti tidak membawa

senter untuk menerangi jalan saya. Tak disangka saya sudah mulai memasuki

perkampungan-perkampungan Baduy Luar. Ternyata banyak orang yang bukan

berasal dari suku Baduy lalu lalang yang tak peneliti ketahui tujuanya. Kaki mulai

terasa sangat pegal karena melakukan perjalanan jauh. Setelah melakukan

perjalanan yang begitu lama. Tak lama kemudian, peneliti pun tiba di desa tempat

penginapan yaitu desa baduy luar didekat pintu masuk menuju perkampungan

suku Baduy. Peneliti tiba ditempat ini pukul 06.30. Bila dibandingkan dengan

perjalanan peneliti menuju Baduy Dalam, rasanya lebih jauh perjalanan peneliti

kembali ke Baduy Luar. Hal ini disebabkan karena jalan yang peneliti ambil

memang jalan memutar.

Malam mulai semakin malam. Gelap mulai semakin gelap. Itulah kondisi

perkampungan desa Baduy. Mereka tak mau menggunakan listrik untuk

penerangan. Bahkan pada malam hari tak pernah ada penerangan. Hanya gelap

dan gelap yang ada. Mungkin ini semua cara mereka mempertahankan cara hidup

yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.

131

Sepanjang malam, peneliti kaget melihat orang-orang suku Baduy Dalam

lalu lalang menuju ke Baduy Dalam. aku tahu mereka berasal dari Baduy Dalam

karena mereka menggunakan Baju putih-hitam. Mereka berjalan tanpa

menggunakan penerangan apapun. Kurasa mereka hanya mengandalkan

pengalaman yang telah lama terbentuk. Kurasa mereka (orang baduy) memiliki

keterkaitan dengan alam. Sepertinya mereka mampu bersahabat dengan alam

sehingga alam membantu mereka dalam menjalani hidup.

Catatan Reflektif

Masyarakat suku Baduy memiliki keunikan tersendiri. Mereka mampu

merawat lingkungan sekitarnya dengan baik. Itu terlihat dari sepanjang perjalanan

yang saya lakukan. Tak pernah saya temui tumpukan sampah ataupun sampah

berserakan disekitar jalan setapak yang saya lalui. Dari perjalanan tadi ada hal

yang harus dibutuhkan pendalaman tersendiri yaitu :

1. Tingkah laku masyarakat Baduy terhadap lingkungan

2. Interaksi masyarakat Baduy terhadap masyarakat Baduy lainya

3. Kehidupan sederhana masyarakat Baduy dalam kehidupan sehari-hari

4. Cara masyarakat Baduy bercocok tanam

132

Catatan Lapangan No 2

Waktu : Tanggal 15 Maret 2015

Pukul : 16.00

Tempat : Sepanjang perjalanan menuju Baduy

Catatan Deskriptif

Peneliti melakukan perjalanan menuju Desa Kanekes. Peeliti melakukan

perjalanan dengan menggunakan jasa kereta api lokal tujuan Muara Angke-

Rangkasbitung sekitar pukul 15.30 dari stasiun Sudimara. Cukup lama terasa

perjalanan ini, hingga membuatku bertanya-tanya sampai jam berapa ini

disana.Sampai di stasiun Rangkasbitung kira-kira pukul 17.15. Dari stasiun

peneliti lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sampai alun-alun

Rangkasbitung.

Catatan Reflektif

Nampak ramai sekali alun-alun rangkasbitung. Ada banyak wahana

bermain anak-anak. Ada juga jejeran jajanan batu akik. Banyak orang tua yang

sedang asik berjalan-jalan dan bermain wahana disini. Tak ketinggalan juga para

pemuda dan pemudi yang sedang asik berpacaran.

Catatan Deskriptif

Peneliti menunggu bis ke arah Ciboleger disana. Setelah menunggu lama,

tak satupun bisa yang lewat. Hampir 3 jam peneliti berada di aln-alun. Akhirnya

peneliti memutuskan untuk bermalam di Rumah Sakit Umum dekat alun-alun

133

Rangkasbitung. Dengan bermodalkan sebuah majalah yang saya beli dari

supermarket didepan rumah sakit, peneliti berusaha untuk merebahkan diri.

Catatan Reflektif

Suasana rumah sakit yang ramai membuatku tak bisa tidur. Ditambah lagi

adanya suara bising dari kendaraan bermotor. Entah kenapa kendaraan bermotor

itu bersuara seperti bunyi senapan. Yang pasti tak ada keheningan dirumah sakit

ini.

Catatan Deskriptif

Tak lama ada seorang lelaki tua menghampiri peneliti, sebut saja namanya

AR. Wajahnya terlihat murung, memikirkan nasib anaknya yang terkena penyakit

demam berdarah. AR merupakan orang Rangkasbitung. Anaknya sudah dirawat

selama 10 hari namun tak kunjung baik. Panjang lebar peneliti mengobrol dengan

AR kira-kira sekitar 1 jam. Ternyata dulunya dia orang Baduy Luar yang

bertempat tinggal di desa Cicakal. Dengan wajah tuanya AR bercerita sedikit

tentang masyarakat Baduy. beliau berpendapat bahwa jarak ladang dengan rumah

membutuhkan waktu antara setengah jam sampai satu setengah jam. Hal itu sudah

menjadi kebiasaan dari dulu dan wujud penghormatan pada Dewi Padi. Saya tidak

mengeluh bila berladang, karena dulu belum ada pekerjaan lain seperti sekarang

ini, begitu kata AR. Waktu beranjak pagi jam menunjukkan pukul 02.00. AR pun

masuk ke dalam rumah sakit untuk menengok keadaan anaknya. Saya merebahkan

diri diatas lembaran majalah yang belum saya baca semua.

134

Catatan Lapangan No 3

Waktu : Tanggal 16 Maret 2015

Pukul : 07 : 00

Tempat : Sepanjang perjalanan menuju Baduy

Catatan Deskriptif

Pagi pun tiba, nampak orang lalu lalang diantara celah-celah pedagang.

Saya melanjutkan perjalanan menuju kampung Ciboleger. Setelah berjalan

menelusuri trotoar. Terdengar teriakan yang keras dari arah belakang.

“Ciboleger”, “Ciboleger”. Akhirnya angkutan yang saya tunggu datang juga. Saya

pun naik angkutan tersebut.

Catatan Reflektif

Angkutan yang penuh sesak dengan manusia dan segala belanjaan yang

dibelinya, membuat saya harus naik ke atap mobil. Belanjaan yang dibeli dari

pasar itu mungkin nantinya yang akan dijual kembali didesa. Belanjaan itu berupa

sayur mayur, ikan asin, daging ayam, dan lain sebagainya.

Catatan Deskriptif

Setelah menempuh perjalan kurang lebih selama 2 jam, akhirnya peneliti

tiba didesa Ciboleger. Sebelum memasuki desa Ciboleger, peneliti menyempatkan

diri untuk berbelanja kebutuhan pokok yang nantinya akan saya bawa menuju

lokasi penelitian saya. Setelah berbelanja, saya mampir kewarung nasi uduk

ditangga pintu masuk wisata suku Baduy. Harga nasi uduk ini murah, dengan

135

mengeluarkan uang sebesar 4 ribu rupiah saya dapat membeli nasi uduk dengan

gorengan. Maskud peneliti mampir ke tempat nasi uduk ini juga untuk menunggu

kenalan peneliti yang merupakan penduduk desa Cibeo Baduy Dalam. Di rumah

dan diladang beliaulah yang nantinya akan saya jadikan tempat penelitian.

Setelah menunggu kurang lebih 1 jam akhirnya orang yang peneliti

tunggu-tunggu datang juga. Dialah AJ, lelaki berusia 58 tahun ini adalah kenalan

saya dari dosen UNJ. Orangnya baik, ramah, dan siap menerima peneliti untuk

melakukan penelitian diladangnya. AJ datang dengan anaknya yang bernama DM.

Anaknya masih berusia 11 tahun.

Sebelum peneliti memulai perjalanan menuju rumah AJ, peneliti melapor

dahulu ke Jaro pamerintah. Jaro pamerintah itu terletak didesa kaduketug.

Namanya DN dan bila mau mengunjungi masyarakat Baduy terlebih dahulu

melapor kepada beliau. Pada saat melapor, peneliti juga menyempatkan diri untuk

bertanya-tanya tentang sejarah dan apa saja yang terkait dengan tema yang akan

saya teliti. Saya mengobrol kurang lebih selama 1 jam dengan DN. Setelah

mewawancarai beliau. Saya lanjutkan perjalanan menuju Baduy Dalam.

Sepanjang perjalanan, peneliti menemukan kejanggalan-kejanggalan,

hampir tidak ada sampah yang berserakan sembarangan. Jalanan yang peneliti

lewati benar-benar bersih dari sampah. Selain itu juga jarang sekali terlihat

perkampungan warga. Jalan yang peneliti lalui untuk mencapai tujuan memiliki

jarak tempuh kurang lebih 13 kilometer.

136

Catatan Reflektif

Aku terkesan dengan perjalanan ini, jalan yang kulalui berbeda dengan

jalan yang sebelumnya pernah aku lalui. Tidak ada sampah yang berserakan

dijalan ini. Semuanya nampak bersih asri. Akupun mulai bertanya-tanya, apa yang

masyarakat Baduy lakukan sehingga jalan setapak ini bisa bersih tanpa adanya

sampah. Jalan setapak ini tidak melewati banyak kampung. Tidak seperti jalan

yang dulu kulalui. Banyak terbentang hamparan pohon-pohon besar dan

rerumputan disepanjang jalan. Pemandangan yang elok terpampang jelas dimata.

Burung-burung berkicau merdunya menemani perjalanan peneliti.

Catatan Deskriptif

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih selama 3 jam, akhirnya

peneliti sampai diladang milik AJ. Di ladang ini terdapat bangunan seperti gubuk.

Ternyata bangunan ini adalah tempat istirahat atau bisa disebut saung. Ladang AJ

ini sudah berada diwilayah Baduy Dalam. Disini peneliti bertanya-tanya,

seberapakah luaskah ladang milik AJ ini. Sambil beristirahat di Saung, akhirnya

peneliti memutuskan untuk bertanya perihal penelitian mengenai bercocok tanam

kepada AJ.

Peneliti : Mang, kira-kira berapa luas ladang mang AJ ini?

AJ : Luas ladang saya itu kalau ditanya kira-kira ya sekitar 1.5 hektar.

Peneliti : Ooh segitu ya mang, terus tanaman apa aja yang ada diladang ini mang?

137

AJ : Ada padi, pisang, lengkuas, kunyit, kunir, duren, petai, jengkol, dukuh,

dan macam-macam

Peneliti : kok keluarganya ada disini semua mang?

AJ : ya semua keluarga saya, memang membantu berladang

Peneliti : mang, kenapa semua masyarakat Baduy pasti berladang?

AJ : berladang itu sudah menjadi rukun Baduy.

Peneliti : masksudnya mang?

AJ : dengan kita berladang kita bisa menjalankan amanat buyut dan

menerapkan segala pikukuh adat yang berlaku disini

Peneliti : oooh begitu ya mang.

Peneliti : Kalau diladang ada liburnya gak mang?

AJ: aya, hari Jum’at sama hari Minggu

Catatan Reflektif

“Waktu libur ke ladang hanya pada hari Jum’at dan Minggu yang biasanya

digunakan untuk kegiatan sosial disetiap kampungnya. Terkadang hari Jum’at

juga digunakan untuk membeli kebutuhan dipasar yang berada di daerah luar

Baduy ”.

Catatan Deskriptif

Setelah lama peneliti beristirahat kurang lebih selama satu jam. Peneliti

melanjutkan perjalanan menuju desa Cibeo. Dari ladang menuju rumah AJ yang

terletak di desa Cibeo Baduy Dalam, dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam dengan

138

melewati jalan yang mendaki dan menuruni bukit. Disini peneliti lagi-lagi merasa

heran, sekuat apakah masyarakat Baduy ini. Apalagi mereka setiap hari

menempuh jarak jauh untuk melakukan aktivitas berladang.

Sesampainya di desa Cibeo, semua peralatan yang bisa menyebabkan

peneliti melanggar aturan adat yang ada seperti handphone, kamera, dan jam

tangan peneliti tidak gunakan. Peneliti takut bila khilaf dan menggunakan

peralatan-peralatan tersebut. Banyak terlihat anak-anak Baduy Dalam sedang asik

bermain. Ada yang bermain disungai, dan ada juga yang bermain di lapangan

desa. Peneliti menghampiri salah seorang anak yang sedang bermain dilapangan

dan menanyakan permainan apa yang sedang mereka mainkan. Tadinya peneliti

khawatir kalau anak itu tidak bisa berbahasa Indonesia dan ternyata anak itu

mengerti apa yang peneliti tanyakan. Anak itu kemudian menjawab, ini permainan

wek-wekan.

Catatan Reflektif

Peneliti rasa permainan wek-wekan hampir sama dengan permainan

benteng. Hanya saja permainan ini bebas dilakukan atau tidak ada batasan wilayah

yang dilalui untuk mencapai tempat benteng musuh. Teriakan girang senang

gembira terdengar dari mulut para anak-anak desa ini.

Catatan Deskriptif

Sesampainya dirumah AJ, peneliti menyempatkan diri untuk berkeliling

desa. Tadinya peneliti rasa warga desa ini pendiam dan penutup. Ternyata setelah

139

berkeliling desa, peneliti mengetahui bahwa orang didesa ini sangat ramah dan

sopan. Semua itu terlihat dari cara mereka menegur peneliti saat berjalan.

Warga Desa : Mau kemana a?

Peneliti : Mau keliling Desa Mang

Warga Desa : ooh sok a

Peneliti : mangga mang

140

Catatan Lapangan No 4

Waktu : Tanggal 20 Maret 2015

Pukul : 19:00

Tempat : Sepanjang perjalanan menuju ladang

Catatan Deskriptif

Hari ini pagi tak biasa seperti biasanya, awan gelap menyelimuti hari ini.

Semua masyarakat bersiap berangkat menuju ladang kepunyaan pimpinan adat

untuk memanen. Namun AJ tidak ikut dalam memanen padi diladang kepunyaan

pimpinan adat, hanya kedua anaknya yang ikut.

Meskipun awan gelap, kami tetap melakukan aktivitas seperti biasa yaitu

berladang. Setengah perjalanan kami lalui, tiba-tiba turunlah hujan. Kami pun

segera menebang daun pisang untuk dijadikan payung. Kondisi hujan yang begitu

lebat membuat peneliti sulit mendaki jalan setapak karena tanah sangat licin.

Licinya jalan membuat peneliti terpleset dijalan.

Sesampainya di saung yang berada diladang, kami masih menunggu hujan

berhenti. Hampir selama 1 jam kami menunggu hujan berhenti. Setelah hujan

berhenti kami juga tidak langsung melakukan kegiatan seperti biasanya. Hal itu

menurut AJ dikarenakan “Tanah masih licin, nanti kita bisa terpeleset.”

Catatan Reflektif

Kulihat mentari mulai muncul disela-sela pepohonan yang menandakan

telah berhentinya hujan dipagi ini. Burung-burung mulai berkicau bersenandung

saling beriringan. Sungguh lestari tempat ini. Penuh dengan keasrian dan

141

keharmonisan makhluk hidup. “Sifat gotong royong sayang terlihat disini, pada

saat memanen ladang milik pimpinan adat. Semua masyarakat yang ada di desa

Cibeo ini bersiap-siap untuk memanen ladang milik pimpinan adat yang sangat

luas ini. Tak terkecuali istri dan anak kecil yang masih belum bisa berjalan.

Catatan Deskriptif

Sekitar pukul 10 siang, kami baru melakukan kegiatan seperti biasanya.

Kali ini yang kami lakukan adalah membuat atap-atap saung dari daun pohon

kirai. Peneliti menunggu dibawah, sedangkan AJ memanjat pohon sagu untuk

diambil daunnya. Pohon sagu yang diambil daunnya adalah pohon sagu yang

sudah tidak menghasilkan lagi. Dan daun yang diambil adalah daun yang sudah

agak tua. AJ dengan lihai memanjat pohon aren tanpa terpeleset. Sangat lihainya

sampai-sampai peneliti terkagum-kagum melihatnya. Peneliti beranggapan,

jangan-jangan AJ memiliki kesaktian-kesaktian tertentu. Sungguh aksi yang

begitu luar biasa yang dilakukan AJ. Dia memanjat bagaikan seekor kera. Cepat

dan tak ada rasa takut sama sekali. Bahkan teknik menebas pohon yang dilakukan

AJ itu sangat lihai. Setelah selesai menebang, daun-daun yang sudah ditebas

peneliti kumpulkan dan dibawa ke saung. Disaung daun-daun itu dipisahkan

antara batang dan daunnya. Selesai dipisahkan, daun kemudian dijemur selama

satu hari.

Sesudah melakukan kegiatan itu, kami menuju kehutan. Kami menuju

kehutan untuk mencari kristulang. Kristulang adalah daun yang biasa digunakan

untuk bahan minuman seperti teh oleh masyarakat Baduy Dalam. Kristulang

142

hanya bisa diperoleh didalam hutan. Untuk apa daun tanaman ini. apakah

memiliki fungsi apa hanya sekedar minuman biasa. Disini peneliti merasa heran.

Baru pertama kalinya peneliti memasuki hutan yang lebat hanya untuk mencari

daun kristulang ini.

Hampir 2 jam kami mencari daun kristulang ini. Hanya seikat daun yang

kami dapatkan. Memang menurut AJ daun ini sulit ditemukan. Sesampainya di

saung, daun kristulang hasil pencarian tadi digodok diatas kayu bakar hingga air

godokan mendidih. Setelah itu peneliti dan keluarga AJ meminum hasil godokan

daun kristulang tersebut.

Catatan Reflektif

Sungguh nikmat rasanya minuman ini. Rasanya mirip-mirip dengan teh. Tapi ada

perbedaan yang mencolok yaitu pada warna yang dihasilkan dari godokan daun

kristulang ini. Bila teh pada umumnya berwarna coklat, godokan daun kristulang

ini menghasilkan warna hijau kecoklatan-coklatan.

143

Catatan Lapangan No 5

Waktu : Tanggal 27 April 2015

Pukul : 07:00

Tempat : Ladang

Catatan Deskriptif

Sudah satu minggu peneliti menginap di ladang kepunyaan AJ. Tidur di saung

beralaskan anyaman rotan. Kicau burung terdengar merdu berirama mengelilingi

saung ini. Sekarang tiba waktunya untuk memanen. Sebelum memanen kami

menyiapkan peralatan. Segenap anggota keluarga berkumpul untuk melakukan

aktivitas memanen ini. Peneliti berkesempatan ikut serta dalam proses memanen

padi ini.

Catatan Reflektif

Sifat gotong royong sayang terlihat disini, pada saat memanen ladang milikAJ.

Semua anggota keluarga bersiap-siap untuk memanen ladang. Tak terkecuali istri

dan anak kecil yang masih belum bisa berjalan.

Catatan Deskriptif

Memanen di daerah lereng bukanlah hal yang mudah, berkali-kali peneliti

terpeleset pada saat ingin memotong padi. Setelah selesai memotong padi, padi

kemudian diikat dengan tali bambu dan ditempatkan di atas palang bambu dekat

saung. Setelah selesai memanen, padi tersebut kami bawa menuju leuit atau

tempat penyimpanan padi.

144

Catatan Lapangan No 6

Waktu : Tanggal 13 April 2015

Pukul : 17:00

Tempat : Saung atau dangau di ladang

Catatan Deskriptif

Pagi hari menjelma, sang mentari muncul menerangi seluruh isi desa. Ya,

desa Cibeo ini memang terletak di tengah hutan. Kondisinya pun sangat Asri.

Aliran sungai yang mengalir mengelilingi desa ini sangat jernih. Setelah kira-kira

jam 7 pagi, AJ mengajak peneliti untuk melakukan aktivitas berladang, AJ ingin

mengajarkan peneliti tentang bagaimana cara berladang pada masyarakat Baduy.

Catatan Reflektif

Peneliti sangat bersemangat untuk melakukan apa yang mereka lakukan.

Terlebih peneliti ingin bisa menjadi mandiri dan kuat seperti mereka dengan

pengetahuan yang mereka miliki. Bayangkan bila peneliti bisa kuat dan menguasi

pengetahuan seperti mereka, pasti peneliti akan menjadi orang yang bermanfaat

bagi banyak orang.

Catatan Deskriptif

Sesampainya di ladang, yang pertama dilakukan adalah membuang sisa-

sisa hasil memanen. Cara melakukannya dengan membakar habis sisa-sisa hasil

memanen. Semua anggota keluarga AJ ikut melakukan kegiatan ini. Bersamaan

dengan itu, peneliti juga melakukan kegiatan menebang batang pohon dan

145

menebas semak belukar. Kurang lebih selama 3 jam peneliti melakukan kegiatan

itu. Setelah kegiatan itu selesai, peneliti istirahat sejenak di saung bersama dengan

keluarga AJ. Dipojok saung saya melihat benda yang aneh. Setelah saya mendekat

dan memegang alat itu. Rasa penasaran saya semakin menjadi. Akhirnya saya

tanyakan kepada AJ, sebenarnya benda apa itu. AJ pun menjawab kalau itu alat

yang digunakan untuk membuat lubang untuk menanam padi.

Catatan Reflektif

Aseukan itu nama lainnya gejlig. Fungsinya untuk buat lubang yang nantinya

ditaruh bibit padi. Padi yang dimasukan cuma 5 butir, kalau kebanyakan, mungkin

bisa jadi pohonnya jelek. Saat menanam padi, juga dilakukan penanaman tanaman

sereh dan kunyit.

Catatan Deskriptif

Tak terasa hari sudah menjelang malam. Malam begitu hening dan hanya

ada suara jangkrik dan binatang malam. Nampak bintang-bintang berjejer indah

menghiasi sang bulan. Angin malam dan kabut menyelimuti tubuh ini. Dingin,

dingin terasa menusuk tulang. Tidak ada penerangan selain hanya obor kecil yang

menerangi. Saya menyempatkan diri untuk mengobrol dengan AJ.

Terdapat istilah menarik dalam pengetahuan berladang. Istilah itu disebut

ngarangsang. Ngarangsang adalah istilah untuk menyatakan posisi matahari

sebelum tengah hari. Jadi kidang ngarangsang, dapat berarti bintang kidang pada

posisi matahari pagi. Aktifitas diladang yang harus dilakukan adalah “ngahuru”

146

atau membakar sisa-sisa tebangan. Kidang ngarangsang biasanya bertepatan pada

bulan kasalapan pada tanggalan Baduy.

Malam semakin dingin, saya dan AJ pun menghentikan obrolan dan

bersiap untuk menyambut hari esok. Rasa dingin medekat saat angin berhembus

dari celah-celah bilik bambu. Bermodalkan sarung peneliti mencoba

menghangatkan diri hingga akhirnya peneliti tertidur pulas.

147

Catatan Lapangan No 7

Waktu : Tanggal 28 April 2015

Pukul : 08:00

Tempat : Rumah Mang Arja

Catatan Deskriptif

Hari ini, adalah hari perpisahan peneliti dengan AJ. Suasana harus

menyelimuti hati. Segala kebaikan yang mereka berikan walaupun hanya sekedar

senyum sapa, membuat hati ini tak kuasa untuk meninggalkan semua ini.

Waktu kira-kira menunjukkan pukul 8 pagi. Peneliti sudah siap untuk

berpamitan dengan keluarga AJ. Segala barang sudah dirapihkan. Berat rasa untuk

meninggalkan. Tapi ini adalah demi cita-cita yang peneliti perjuangkan. Tak

terasa sudah hampir 2 bulan peneliti tinggal bersama masyarakat terasing ini.

Segala bentuk pengetahuan yang mereka ajarkan sudah sebagian peneliti kuasai.

Peneliti mengerti bagaimana rasanya hidup harmonis. Hal ini yang tidak pernah

peneliti rasakan selama hidup di kota.

Setelah berpamitan dan Baduy Luar, saya melihat banyak pohon aren yang sering

di panen dan pohon durian yang sedang berbuah namun belum layak panen, serta

pisang yang menjadi salah satu nilai jual mereka.

Saya juga melihat perempuan berumur sepuluh tahunan menggendong

batang-batang kayu hingga jalan membungkuk, dan saya yakin sayapun belum

tentu kuat mengangkatnya dari hutan turun menuju rumah. Juga nak kecil berusia

5 tahunan membawa ember ditangan kanan dan kirinya penuh air dan berjalan

terhuyung-huyung. Itu semua adalah bentuk belajar non formal warga baduy yang

148

mulai dilakukan sejak kecil. Bahkan pengenalan atau pembelajaran awal adalah

diajak kehutan dan sawah sejak balita.

Setelah berjalan jauh, akhirnya saya tiba di kampung Gajebo Baduy Luar.

Setibanya di kampung Gajebo saya menemui nenek yang agak kurang

pendengarannya, karena ia bilang sendiri ia ‘torek’ dan tidak begitu mengerti

bahasa isyarat pada umumnya seperti warna putih dengan menunjukan benda

yang berwarna putih. Ia malah mengenalkan bahasa simboliknya seperti

menunduk artinya pergi ke huma. Kalau ngomong dengan dia harus berteriak agar

komunikasi berjalan dua arah. Ketika pertama kali datang saya dikira adalah

pembeli kain-kain hasil tenunnannya dan terus berkata “tilu puluh rebu bae”, serta

sesekali ia menjelaskan tentang pesanan-pesanan tenunannya dari seseorang

didapati karena ia hanya membuat kain berwarna putih atau biru.

Setelah dari Gajebo, peneliti menuju ke arah Ciboleger untuk melanjutkan

perjalanan menuju Jakarta. Sesampainya di Ciboleger, peneliti menaiki mobil

angkutan helb yang berisi hasil panen pisang.

149

Lampiran 4

DAFTAR ISTILAH

Aseukan : Alat pembuat lubang pada tanah

Baduy : Sebutan salah satu suku terasing di Pulau Jawa

Batara : Orang-orang suci

Batara Tunggal : Tuhan Yang Maha Esa

Buyut : Larangan

Dangka : Kampung diluar desa Kanekes

Dielep : Menyimpan dan menyusun padi di dangau

Etem : Alat untuk memotong padi

Girang Seurat : Penasehat Adat

Hateup : Atap dari dan kirai

Huma : Ladang

Jaro 12 : Saksi untuk semua acara dan ritual adat Baduy

Jaro Dangka : Tokoh Adat

Jaro Tangtu : Pembantu puun atau wakil puun

Karuhun : Nenek Moyang

Kawalu : Kegiatan melakukan puasa

Kawalu Teumbey : Kawalu pertama

Kawalu Tengah : Kawalu kedua

Kawalu Tutug : Kawalu ketiga

Kirai : Pohon Sagu

150

Kolot : Tua

Kored : alat pembersih rumput

Lantayan : Batang-batang bambu atau kayu untuk menjemur padi

Leuit : Lumbung Padi, tempat menyimpan hasil panen

Lisung : Alat tempat menumbuk padi

Mipit : Menuai padi pertama

Narawas : Kegiatan mencari dan menentukan lahan ladang

Ngabuat : Memanen Padi

Ngaduruk : Membakar sisa-sisa serasah atau batang-batang kayu

Ngahuma : kegiatan berladang

Ngahuru : Membakar serasah, semak belukar

Ngalaksa : Acara mengakhiri tahun yang berlalu dan menyambut

tahun yang akan datang

Ngalanjak : Berburu hewan

Ngaseuk : Menanam padi di ladang

Ngored : Kegiatan membersihkan rumput

Ngupi : Kegiatan minum kopi bersama dipelataran rumah

Nuar : Menebang pohon

Nugal : Membuat lobang tanam

Nukuh : Acara untuk mengusir binatang buas, makhluk halus, dll.

Nunjal : Membawa padi hasil panen ke lumbung

Nyacar : Menebas semak belukar

Nyasap : Membersihkan rumput.

151

Palupuh : Lantai dari bambu

Pamoean : Penjemuran

Panamping : Sebutan untuk orang Baduy Luar

Panghulu : Dukun khusus ritual kematian

Pare : Padi

Pikukuh : Ketentun mutlak yang harus dilakukan

Pupuhunan : Bagian ladang Baduy yang menjadi pusat ladang

Puun : Jabatan ketua adat tertinggi orang Baduy

Ranggeong : Ikatan padi sebesar lingkarang ibujari dengan telunjuk

Saung : Gubuk

Saung lisung : Bangunan untuk menumbuk padi

Seba : Acara mengantarkan hasil panen ke pemerintah kota

Sunda Wiwitan : Kepercayaan atau Agama orang Baduy

Taneuh titipan : Tanah yang dititipkan

Tangkesan : Penasehat sekaligus paranormal urusan adat

Tangtu : Sebutan bagi orang Baduy Dalam

Wek Wekan : Permainan semacam benteng-bentengan

152

Lampiran 5

Gambar 1 Gambar 2(Pintu Masuk Baduy) (Ladang masyarakat Baduy)

Gambar 3 Gambar 4(Memanen Pare di ladang) (Saung di ladang)

153

Gambar 5 Gambar 6(Menaruh Pare di Lantayan) (Ngored di ladang)

Gambar 7 Gambar 8(Kegiatan Nuar di ladang) (Kegiatan Ngaseuk di ladang)

154

Gambar 9 Gambar 10(Mengikat padi di ladang) (Seorang anak memasak di saung)

Gambar 11 Gambar 12(Batas Baduy Dalam & Baduy Luar) (Anak suku Baduy Dalam)

155

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Mu’iz Lidinillah, lahir di Jakarta

29 April 1993 merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Penulis lahir dari pasangan Bapak Suparman dan Ibu Siti

Aminah. Penulis sekarang bertempat tinggal di JL. Bunga

Rampai 10 No. 44 Kelurahan Malaka Jaya, Kecamatan

Duren Sawit, Perumnas Klender, Jakarta Timur. Penulis

menyelesaikan pendidikan di TK Islam Al-Magfirah pada tahun 1998,

menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 10 Pagi Jakarta Timur pada tahun

2005, kemudian menyelesaikan pendidikan menengah di SMP Negeri 213 Jakarta

Timur pada tahun 2008, selanjutnya menyelesaikan pendidikan di SMK Negeri 5

Jakarta Timur pada tahun 2011, dan menyelesaikan pendidikan di Perguruan

Tinggi Negeri Universitas Negeri Jakarta jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial pada

tahun 2015. Pengalaman organisasi, menjadi anggota perkumpulan Rumah

Singgah Bunga Rampai, kemudian pernah menjabat sebagai ketua biro aspirasi di

Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial periode 2012-2013, dan

hingga saat ini menjadi anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara.