Kearifan Dongeng Madura Dibukukan Dalam Cerita Tiga Bahasa Ila

4
Kearifan Dongeng Madura Dibukukan dalam Cerita Tiga Bahasa Selasa, 10/05/2011 - 19:05 — Hikmat Madura | Sastra Madura Tim Peneliti Foklore (cerita rakyat) Fakultas Sastra Universitas Jember (Unej) meluncurkan buku kumpulan cerita rakyat Madura, Selasa, 10 Mei 2011. Buku berjudul Mutiara Yang Tersisa I: Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Madura, disusun Ayu Sutarto (budayawan dan ahli folklore), Marwoto (mantan dosen Fakultas Sastra Unej), dan Heru SP Saputra (dosen Fakultas Sastra Unej). Cerita rakyat Madura itu ditulis dalam tiga bahasa: Bahasa Madura, Indonesia, dan Inggris. Menurut Ayu Sutarto, buku itu disusun untuk mendokumentasikan tradisi tutur atau lisan suku Madura. "Kearifan lokal Madura banyak pesan moralnya," kata Ayu saat peluncuran buku di aula Fakultas Sastra Unej. "Indonesia mempunyai 700 etnik yang mempunyai tradisi lisan, namun hanya sedikit etnik yang menuliskan tradisi lisan itu." Marwoto, menjelaskan buku itu diharapkan membangkitkan tradisi menulis. Bukan hanya di kalangan akademis, tapi juga di kalangan masyarakat suku Madura. Jika tradisi lisan tak didokumentasikan, bisa hilang tergerus jaman. Padahal cerita lisan atau dongeng masuk melalui kamar-kamar dari rumah di pedesaan hingga rumah di perkotaan, dari orang tua ke anak, dan itu bisa menimbulkan hubungan batin yang erat. "Dongeng mengantarkan anak di tidur, sayang kini tradisi itu tergeser oleh game, internet, dan piranti modern lain," kata Marwoto. Buku setebal 96 halaman itu menyajikan sembilan judul cerita. Antara lain, "Ikan Kanglengnga yang Baik Budi (Bahasa Indonesia) atau Jhuko' Kanglengnga se Bhaghus Bhuddina (Bahasa Madura), atau The Kind-Hearted Kanglengnga Fish (Bahasa Inggris). "Ada juga cerita berjudul, "Asal Mula Pulau Madura atau Asal Molana Polo Madhura atau The origin of Madura Island", dan "Asal-Usul Nama Madura atau Asal-Osolla Nyama Madhura atau The Origin of The Name Madura". (MAHBUB DJUNAIDY/TEMPO Interaktif) Guyon Madura GD sudah sangat banyak beredar di publik dan kayaknya hampir tiap minggu bertambah banyak! Saking banyaknya, mungkin sudah ada buku tersendiri dan memang itulah salah satu hal yang membuat GD mengagumkan. Karena itulah saya tidak akan berpretensi bisa menyajikan guyonan Madura GD yang “baru”, tapi hanya yang ada kenangannya tersendiri buat saya pribadi. Misalnya yang satu ini: Ketika baru saja diangkat sebagai Meneg Ristek, saya suatu hari ngobrol di istana sambil menunggu makan malam. Saya merasa perlu untuk bertanya kepada beliau, kira-kira bagaimana kiat yang pas untuk mengelola kementerian negara yang sudah terlanjur “ngetop” gara-gara dipegang Pak Habibie selama 20-an tahun itu. Padahal setelah beliau tidak lagi menjabat di sana dan diganti oleh Pak Rahadi Ramelan dan Pak Zuhal, kementerian ini mulai harus melakukan reorientasi, apalagi setelah ada reformasi. GD menjawab dengan santai dan, tentu saja, dibumbui humor. “Jadi begini, Kang. Jadi Menteri yang ngurusi Iptek itu ya harus berusaha memahami dinamika masyarakat di mana dia berada. Jangan cuma pengen maju cepat-cepat saja.

description

Bahasa dan Sastra Indonesia

Transcript of Kearifan Dongeng Madura Dibukukan Dalam Cerita Tiga Bahasa Ila

Page 1: Kearifan Dongeng Madura Dibukukan Dalam Cerita Tiga Bahasa Ila

Kearifan Dongeng Madura Dibukukan dalam Cerita Tiga BahasaSelasa, 10/05/2011 - 19:05 — Hikmat

Madura | 

Sastra Madura

Tim Peneliti Foklore (cerita rakyat) Fakultas Sastra Universitas Jember (Unej) meluncurkan buku kumpulan cerita rakyat Madura, Selasa, 10 Mei 2011. Buku berjudul Mutiara Yang Tersisa I: Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Madura, disusun Ayu Sutarto (budayawan dan ahli folklore), Marwoto (mantan dosen Fakultas Sastra Unej), dan Heru SP Saputra (dosen Fakultas Sastra Unej).

Cerita rakyat Madura itu ditulis dalam tiga bahasa: Bahasa Madura, Indonesia, dan Inggris. Menurut Ayu Sutarto, buku itu disusun untuk mendokumentasikan tradisi tutur atau lisan suku Madura. "Kearifan lokal Madura banyak pesan moralnya," kata Ayu saat peluncuran buku di aula Fakultas Sastra Unej. "Indonesia mempunyai 700 etnik yang mempunyai tradisi lisan, namun hanya sedikit etnik yang menuliskan tradisi lisan itu."

Marwoto, menjelaskan buku itu diharapkan membangkitkan tradisi menulis. Bukan hanya di kalangan akademis, tapi juga di kalangan masyarakat suku Madura. Jika tradisi lisan tak didokumentasikan, bisa hilang tergerus jaman. Padahal cerita lisan atau dongeng masuk melalui kamar-kamar dari rumah di pedesaan hingga rumah di perkotaan, dari orang tua ke anak, dan itu bisa menimbulkan hubungan batin yang erat. "Dongeng mengantarkan anak di tidur, sayang kini tradisi itu tergeser oleh game, internet, dan piranti modern lain," kata Marwoto.

Buku setebal 96 halaman itu menyajikan sembilan judul cerita. Antara lain, "Ikan Kanglengnga yang Baik Budi (Bahasa Indonesia) atau Jhuko' Kanglengnga se Bhaghus Bhuddina (Bahasa Madura), atau The Kind-Hearted Kanglengnga Fish (Bahasa Inggris). "Ada juga cerita berjudul, "Asal Mula Pulau Madura atau Asal Molana Polo Madhura atau The origin of Madura Island", dan "Asal-Usul Nama Madura atau Asal-Osolla Nyama Madhura atau The Origin of The Name Madura".

(MAHBUB DJUNAIDY/TEMPO Interaktif)

Guyon Madura GD sudah sangat banyak beredar di publik dan kayaknya hampir tiap minggu bertambah banyak! Saking banyaknya, mungkin sudah ada buku tersendiri dan memang itulah salah satu hal yang membuat GD mengagumkan. Karena itulah saya tidak akan berpretensi bisa menyajikan guyonan Madura GD yang “baru”, tapi hanya yang ada kenangannya tersendiri buat saya pribadi. Misalnya yang satu ini:Ketika baru saja diangkat sebagai Meneg Ristek, saya suatu hari ngobrol di istana sambil menunggu makan malam. Saya merasa perlu untuk bertanya kepada beliau, kira-kira bagaimana kiat yang pas untuk mengelola kementerian negara yang sudah terlanjur “ngetop” gara-gara dipegang Pak Habibie selama 20-an tahun itu. Padahal setelah beliau tidak lagi menjabat di sana dan diganti oleh Pak Rahadi Ramelan dan Pak Zuhal, kementerian ini mulai harus melakukan reorientasi, apalagi setelah ada reformasi. GD menjawab dengan santai dan, tentu saja, dibumbui humor.“Jadi begini, Kang. Jadi Menteri yang ngurusi Iptek itu ya harus berusaha memahami dinamika masyarakat di mana dia berada. Jangan cuma pengen maju cepat-cepat saja. Sampeyan jangan meniru pendahulu sampeyan yang pendekatannya elitis, tetapi tidak atau kurang memahami bagaimana sebetulnya rakyat banyak memandang teknologi.Termasuk di situ paham terhadap persepsi mereka terhadap gunanya teknologi dan, yang lebih penting, bagaimana iptek bisa dipakai melayani keperluan dasar mereka. Kalau sampeyan meneruskan model pendekatan lama, ya iptek kita mungkin maju, tapi makin terasing dari rakyat dan malah membuat elite tidak paham.Sudah pernah dengar cerita MenegRistek dikalahin orang Madura?”“Gimana Gus…” (saya sudah senyum-senyum, karena pasti ada lelucon Madura yang menarik).“Meneg Ristek sebelum sampeyan ada yang luar biasa hebatnya karena konon bisa bikin pesawat. Pada suatu hari dia mau pamer di muka rakyat Madura betapa hebatnya capaian dia dan bagaimana rakyat seharusnya bangga dan memujanya. Nah, tibalah dia di sebuah Pesantren di Bangkalan. Seperti lazimnya zaman itu, para santri dan masyarakat dikerahkan oleh Bupati dan Camat dan Lurah untuk hadir mendengarkan pidato Pak Menteri.Pak Menteri yang satu ini punya kebiasaan kalau pidato menggebu-gebu, lama, bersemangat, hingga matanya pun melotot-melotot. Di pesantren itu juga begitu. Pak Menteri antara lain mengatakan:‘Jadi sudara-sudara, Pak Kyai-kyai, kita harus bangga! Karena bangsa kita telah punya putra yang mampu membuat pesawat terbang sekarang. Sebentar lagi, bukan cuma pesawat terbang biasa, malah

Page 2: Kearifan Dongeng Madura Dibukukan Dalam Cerita Tiga Bahasa Ila

pesawat yang bisa mendarat ke bulan. Apakah sudara-sudara tidak bangga dengan prestasi anak bangsa sendiri?’‘Anehnya, hadirin diam saja. Pak Menteri heran, dan bertanya lagi: ‘Apakah sudara-sudara bangga?’Masih juga hadirin diam, bahkan setelah Pak menteri mengulangi tiga kali pertanya seperti itu. Akhirnya ada seorang santri kurus di pojokan yang angkat tangan sambil bicara:‘Kalau saya, tak bangga sama sekali Pak Menteri!’Terkejutlah Pak Menteri, pikirnya ‘orang Madura ini aneh.. orang lain bangga sama saya kok ini tidak.’ Karena itu dia jadi penasaran dan tanya kepada si santri kurus tadi: ‘Kenapa dik kok tidak bangga, dik?’Kata si santri: ‘Soalnya sudah ada yang bisa begitu, Pak. Saya akan bangga kalau Bapak bisa bikin pesawat yang bisa ke matahari, tak iya…” (Mata para hadirin semua terarah kepada Pak Menteri, menunggu reaksi dia).‘Ooo begitu, ya. Apakah adik tahu, bahwa mendarat ke matahari itu tidak mungkin…’ kata Pak Menteri, senyum-senyum.‘Lho kenapa tak mungkin, Pak..?’ Si santri ngeyel.‘Begini, matahari itu panasnya ada berjuta-juta derajat celsius, sehingga tidak ada logam yang bisa dipakai untuk membuat pesawat yang bisa mendekat, apalagi mendarat. Baru mendekat sekian juta kilometer dari matahari saja pesawat itu pasti sudah meleleh…’ (lalu Pak Menteri yang brillian itu pun menjelaskan kepada para hadirin di pesantren soal kesulitan menciptakan pesawat seperti itu disertai paparan ilmiah ilmu fisika dan segala macam untuk memperkuat argumennya. Tentu dengan menggebu dan bersemangat juga).‘Kalau cuma begitu saja mudah Pak…’ Belum selesai Pak menteri bicara, si santri Madura menyela.‘Loh, mudah gimana?’ Pak Menteri lagi-lagi kaget.‘Kalau takut pesawatnya meleleh karena panas, berangkatnya habis Magrib saja. Kan sudah dingin, tak iya…’GD tertawa ngakak dan saya pun cengengesan lalu sebentar kemudian ikut terbahak-bahak juga…“Pak Menteri itu maksudnya baik, ingin membuat rakyat bangga dengan kemampuan sendiri, cuma dia gak paham sosiologi dan antropologi orang-orang di bawah, apalagi orang Madura seperti di pesantren Bangkalan tadi. Gitu lho Kang… sehebat apapun iptek kita, kalau gak dipahami gunanya buat rakyat, dan si elite cuma mau karepnya sendiri… manfaatnya ya kurang…”Gus Dur baru mau memberi satu joke lagi, tapi makan malam sudah siap. Terpaksa ditunda dulu… []

Tulisan diatas menyalin dari : Gus Dur yang Kulakan Guyon Madura http://www.lontarmadura.com/gus-dur-yang-kulakan-guyon-madura/#ixzz3o56NBjw1 Harap mencatumkan link sumber aktif 

Sudah sejak lama, sebagian orang Madura paling takut berurusan dengan polisi atau tentara. Kata mereka, tentara dan polisi menang senjata karena menggunakan pistol dan senapan yang berpeluru dibanding senjata mereka yang hanya celurit atau pisau. Namun ketakutan mereka kepada tentara dan polisi, memunculkan banyak cerita lucu.oleh Rusdi MathariCerita 1.Tanpa helm dan hanya mengenakan kopiah, Busairi dengan sepeda motornya menyeberangi Selat Madura menumpang kapal feri Potre Koneng dari Pelabuhan Kamal, Bangkalan. Niatnya bulat, malam Minggu itu dia akan menginap di rumah kakaknya yang tinggal di Surabaya. Hanya sekitar 15 menit di atas kapal, pemuda yang aktif di organisasi Anshor itu tiba dermaga Pelabuhan Tanjung Perak. Hari baru menjelang magrib.Sesaat kemudian Busairi sudah melaju dengan sepeda motornya di jalanan kompleks Tanjung Perak. Namun ketika baru keluar dari areal pelabuhan itu, seorang polis lalu lintas menyetop sepeda motor yang ditumpangi Busairi.“Selamat malam mas,” sapa polisi itu.“Malam Pak,” sahut Busairi.“Bisa lihat SIM dan STNK?” tanya si polisi.“Loh ada apa ini?” Busairi balas bertanya.“Anda tidak mengenakan helm,” kata polisi.“Sampean ini masak ndak tahu, saya ini anggota,” kata Busairi.“Waduh maaf Pak, tapi lain kali jangan begitu,” jawab polisi.Sepulang dari Surabaya, keesokan harinya di kampungnya, di Bangkalan, kepada teman-temannya Busairi dengan bangga bercerita tentang pengalamannya yang dicegat polisi di Surabaya karena tak mengenakan helm tapi kemudian berhasil lolos. Arifin yang juga anggota Anshor dan ikut mendengarkan cerita Busairi lalu bertanya, ”Kok bisa?” Busairi menjawab, “Gampang, jawab saja anggota. Pasti beres.”Malam minggu berikutnya, giliran Arifin ingin bermalam mingguan di Surabaya. Dia juga mengendarai sepeda motor dan berdasarkan cerita Busairi, Arifin pun tidak mengenakan helm. Singkat kata di depan pelabuhan Tanjung Perak, Arifin dan sepeda motornya mengalami nasib sama dengan yang dialami oleh Busairi: dicegat polisi.“Malam mas,” kata polisi.“Malam Pak, ada apa kira-kira ya?” tanya Arifin.“Coba perlihatkan SIM dan STNK,” pinta polisi.

Page 3: Kearifan Dongeng Madura Dibukukan Dalam Cerita Tiga Bahasa Ila

“Sampean jangan macam-macam, saya juga anggota,” jawab Arifin. Tapi rupanya, polisi yang mencegat Arifin tak mau digertak.“Maaf Pak, anggota dari kesatuan mana,” tanya polisi.“Loh sampean masak ndak tahu, saya ini anggota Anshor,” kata Arifin.Cerita 2.Seroang komandan militer di Malang, pagi harus tiba di Surabaya paling telat pukul 6 pagi. Dia dipanggil oleh panglima di Surabaya untuk sebuah keperluan mendesak dan sudah harus menghadap pada pukul 6.30. Sehabis subuh, berangkatlah perwira itu ditemani sopir yang berpangkat kopral dan seorang ajudan berpangkat sersan. Jalanan masih sepi sehingga mobil jip yang mereka tumpangi bisa melaju tanpa hambatan. Persoalan muncul ketika mereka sampai di Lawang pada waktu akan melewati fly over.Dari arah Purwosari, Pasuruan arus lalu lintas sangat ramai dengan bus dan truk yang hendak menuju Malang sementara di depan kendaraan mereka, sebuah pedati yang dihela dua sapi berjalan pelan. Di belakang gerobak pedati itu, tertulis bacaan Arudam Lites. Itu bahasa Malang, yang maksudnya Madura Setil (style atau gaya).Berkali-kali jip mereka mencoba menyalip pedati itu tapi tetap tak ada celah karena kepadatan arus lalu lintas dari arah utara. Si perwira mulai tampak kesal, sementara ajudan dan sopirnya kelihatan tegang. Ketika akhirnya berhasil disalip, jip tentara itu lalu menghadang laju pedati. Ajudan dan sopir dengan sigap turun dan menghampiri penarik pedati.“Hei duro gendeng, kalau sudah tahu gerobak, awakmu mestinya lewat bawa, bukan lewat di sini. Gara-gara pedatimu yang lambat ini, komandanku bisa telat ke Surabaya,” kata si ajudan sambil menampar pipi penarik pedati. Duro gendeng maksudnya orang Madura sinting.Sambil meringis, yang entah karena kesakitan ditampar oleh tentara itu atau karena kedinginan oleh udara Lawang, si penarik pedati yang ternyata benar-benar orang Madura itu menjawab sekenanya. ”Benar Pak, saya memang orang Madura, tapi sapi saya ini, sapi Jawa,” katanya.Cerita 3.Keinginan Zainuri naik busway di Jakarta akhirnya kesampaian. Juragan besi tua asal Sampang Madura itu, naik dari Halte Ragunan dengan tujuan berkeliling kota. Bukankah satu tiket busway bisa digunakan untuk naik busway berulang-ulang dan keliling Jakarta sampai bosan? Begitulah pikiran Zainuri.Dari Ragunan hingga Halte Dukuh Atas, Zainuri bisa duduk di dalam busway. Namun ketika hendak pindah busway jurusan Pulo Gadung, di Dukuh Atas, penumpang berjubel sehingga Zainuri tak kebagian tempat duduk. Dia berdiri di bagian belakang, berdesak-desakan dengan penumpang yang lain.Ketika busway baru sampai di depan Markas POM, Guntur, tiba-tiba Zainuri terlihat meringis seolah menahan rasa sakit yang perih. Tepat di depan dia, berdiri seorang pemuda berbadan tegap, rambut cepak ala tentara, dan memakai sepatu PDH militer. Secara tak sengaja, kaki pemuda yang bersepatu laras itu menginjak beberapa jari kaki Zainuri yang hari itu hanya mengenakan sandal dan rupanya itulah yang kemudian menyebabkan Zainuri meringis menahan sakit. Namun Zainuri tak berani menegur karena mengira pemuda itu seorang tentara. Paling tidak polisilah.Lima belas setelah itu, Zainuri tak sanggup lagi menahan perih. Dia dengan sopan dan suara pelan, lantas memberanikan diri mencolek punggung pemuda itu.“Mas, maaf, mas tentara ya?” tanya Zainuri ramah sambil tersenyum. Pemuda itu menoleh ke arah Arfin dan menggeleng.“Atau sampean polisi?” Zainuri bertanya lagi, masih dengan tersenyum.“Bukan. Memang ada apa Pak?” tanya pemuda itu.“Kalau begitu, apa mata sampean ndak lihat, kalau sepatu sampean nginjak kaki orang sampai lecet?” bentak Zainuri sambil mendorong pemuda tadi ke arah depan.(http://rusdimathari.wordpress.com/)Orang Madura Takut TentaraSuatu saat, di sebuah bis kota yang penumpangnya berjubel seseorang bertanya kepada salah satu penumpang yang badannya kekar dan berambut pendek : “Maaf pak, apakah sampiyan Polisi ? ” (logat Madura)“Bukan !”“Apakah sampiyan Tentara ?”“Bukan !”“Angkatan Laut atau Angkatan Udara ya ??”“Bukaaan !!!!”“Kalau begitu jancuk sampiyan !”“Lho kenapa ?”“Ini sampiyan nginjak kaki saya “.***************

Tulisan diatas menyalin dari : Cerita Orang Madura, Tentara dan Polisi http://www.lontarmadura.com/cerita-orang-madura-tentara-dan-polisi/#ixzz3o56uj4OY Harap mencatumkan link sumber aktif