ANALISIS PRAGMATIK PUISI ILA ṬUḠȂTI AL-‘ȂLAM …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312524-S...
-
Upload
phunghuong -
Category
Documents
-
view
236 -
download
3
Transcript of ANALISIS PRAGMATIK PUISI ILA ṬUḠȂTI AL-‘ȂLAM …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312524-S...
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAGMATIK PUISI ILA ṬUḠȂTI AL-‘ȂLAM
PADA KONTEKS REVOLUSI MESIR 25 JANUARI 2011
SKRIPSI
DZATUL LU’LU
0806355102
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI ARAB
DEPOK
JUNI 2012
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAGMATIK PUISI ILA ṬUḠȂTI AL-‘ȂLAM
PADA KONTEKS REVOLUSI MESIR 25 JANUARI 2011
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
DZATUL LU’LU
0806355102
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI ARAB
DEPOK
JUNI 2012
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
ii
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
iii
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
iv
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan bumi beserta hamparannya
dan mengizinkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam
ditujukan kepada guru sepanjang zaman, Muhammad SAW., keluarga, sahabat,
dan umatnya yang istiqamah hingga akhir hayat.
Syukur yang tak terkira penulis haturkan kepada segenap insan yang telah
membantu, dalam berbagai bentuk, penyelesaian skripsi ini. Oleh sebab itu,
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Afdol Tharik Wastono, Koordinator Program Studi Arab Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universiatas Indonesia sekaligus pembimbing
akademik.
2. Dr. Basuni Imamuddin selaku pembimbing skripsi. Terima kasih atas
bimbingan yang telah Bapak berikan.
3. Seluruh dosen pengajar Program Studi Arab FIB UI yang telah
menginspirasi penulis untuk terus menuntut ilmu dengan sabar,
kelapangan hati, kerja keras, semangat, dan keterbukaan
4. Rizfa Amalia yang telah menginspirasi penulis untuk menjadikan puisi Ila
Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam sebagai bahan penelitian pada skripsi ini dan
meminjamkan buku yang berkaitan dengan Revolusi Mesir.
5. Risa Utami Putriya Kesuma, S.Hum yang telah menjadi teman diskusi
penulis selama proses pembuatan skripsi.
6. Rhillaeza Mareta yang telah membantu penulis untuk menyunting tulisan
pada skripsi ini.
7. Eka Murti, Mardiah Wafa’ Syahidah, Andi Khairunnisa, dan Muhammad
‘Ijonk’ Adi Nugroho yang telah meminjamkan buku-buku dan kamus-
kamusnya kepada penulis pinjam selama berbulan-bulan untuk
kepentingan skripsi.
8. Sobat Sastra Arab 2008 yang begitu dahsyat. Terima kasih telah
membantu penulis selama empat tahun perkuliahan dan pengerjaan skripsi.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
vi
Begitu banyak senyum, tawa, canda, air mata, kekesalan, dan kebahagiaan
yang kita rasakan bersama. Semoga hubungan kita tidak berhenti sampai
di sini, guys.
9. Asti Yulia Sundari, Amrih Peni, dan Kirana Salsabela. Terima kasih atas
semangat yang selalu sahabat-sahabat tularkan kepada penulis ketika
penulis mengalami demotivasi untuk mengerjakan skripsi.
10. Siyasi. Penulis sangat banyak belajar di sini, mulai dari ilmu yang bener
sampai yang nyeleneh. Terima kasih atas dukungan moril dan doa yang
teman-teman berikan kepada penulis untuk pengerjaan skripsi ini.
11. Teman-teman AiR 34. Terima kasih atas diskusi dan ide-ide teman-teman
yang menginspirasi dan mendukung penulisan skripsi.
12. Sahabat-sahabat selingkaran. Terima kasih atas diskusi konstruktif yang
telah kita lakukan. Hal tersebut menginspirasi penulis untuk memberikan
persembahan terbaik kepada orang tua dan pembaca melalui skripsi ini.
13. BEM FIB UI 2009—2012. Kalian adalah part of my life yang takkan
tergantikan. Terima kasih atas pembelajaran selama ini. Hal tersebut
berguna bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi.
14. Guru-guru CK 12. Terima kasih atas diskusi konstruktif yang telah kita
lakukan.
15. Syi’ra dan Oase, you are the best. Terima kasih atas doa dan semangat
yang teaman-teman berikan kepada penulis. Selain itu, teman-teman telah
mengajarkan penulis arti sebuah kata, persaudaraan. Semoga sukses untuk
seluruh penghuni Syi’ra dan Oase.
16. Imam, Vivi, Faldo, Odi, Yasir, Denty, Wanti, Indah, Ricky, Yani,
(Czaf)Rani, Firman, Babadz, Siska, Rambud, Nadia, Ares, Jahidin, Anin,
Fina, dan Adit yang tergabung dalam CERIA. Terima kasih atas diskusi
konstruktif kita. Melalui diskusi-diskusi yang kita lakukan menambah
cakrawala berpikir dan menginspirasi penulis dalam pengerjaan skripsi ini.
Selaian itu, keberanian adalah pelajaran berharga yang penulis dapatkan
dari teman-teman. Semoga 2015 kita bisa umrah bersama, amin.
17. Ayah dan Mama yang tidak pernah lelah untuk mengingatkan dan
menyemangati penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
vii
Terima kasih atas segala dukungan moril, materil, dan doa yang selalu
Ayah dan Mama lantunkan untuk penulis. Begitupun, rasa terima kasih
yang tak terkira penulis tujukan kepada adik-adik tersayang: Nurul Laila,
Lila Nur Safitri, Muhammad A’la Zuhair, dan Muhammad Luthfi atas
segala doa dan dukungan yang kalian berikan.
Sebagai sebuah karya yang ditulis oleh manusia, tentu skripsi ini memiliki
kekurangan. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang ada. Penulis
berharap semoga, skripsi ini bisa menginspirasi para pembacanya. Skripsi ini
merupakan salah satu usaha penulis untuk meningkatkan intelektualitas generasi
muda penerus bangsa.
Depok, Juni 2012
Penulis
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
viii
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
ix
ABSTRAK
Nama : Dzatul Lu’lu
Program Studi : Arab
Judul : Analisis Pragmatik Puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam
pada Konteks Revolusi Mesir 25 Januari 2011
Skripsi ini membahas dua aspek pragmatik, yaitu deiksis dan tindak tutur, yang
terdapat di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam karya Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ, seorang
penyair Tunisia, pada konteks revolusi Mesir 25 Januari 2011. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk deiksis dan tindak tutur yang
terdapat di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan desain deskriptif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
maka ditemukan bentuk-bentuk deiksis, yaitu deiksis persoan, deiksis ruang,
deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial; dan tindak tutur, yaitu lokusi,
ilokusi, perlokusi, asertif, direktif, komisif, dan ekspresif yang terdapat di dalam
puisi tersebut.
Kata Kunci : Deiksis, Pragmatik, Puisi, Tindak Tutur.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
x
ABSTRACT
Name : Dzatul Lu’lu
Study Program : Arabic
Title : Pragmatic Analysis of Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam Poetry in the
Context of Egypt Revolution at January 25th
, 2011
This undergraduate thesis discusses two aspects of pragmatics, namely deixis and
speech acts, contained in the poem Ila Ṭuḡȃti Al-'Ȃlam by Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ,
a Tunisia poetry, in the context of the Egyptian revolution at January 25th
, 2011.
This study aims to describe the forms of deixis and speech acts contained in Ila
Ṭuḡȃti Al-'Ȃlam. This study is a descriptive qualitative research method. Based on
the research that has been done, the writer finds all forms of deixis, such as person
deixis, place deixis, time deixis, discourse deixis, and social deixis; and speech
acts, such as locutionary act, illocutionary act, perlocutionary act, assertive,
directive, commissive, and expressive contained in the poem.
Key Words : Deixis, Poetry, Pragmatic, Speech Act.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
xi
البحث ملخص
ذات اللؤلؤ: االسم اللغة العربية وأدهبا: القسم
5122يناير 52 ثورة مصرية يف سياق طغاة العاملإىل شعرلل واقعي حتليل: املوضوع
الوارد يف الشعر إىل طغاة ٬مها الديكسيس والفعل الكالم ٬هذه األطروحة اجلامعية تتناول جانبني من الرباغماتية هتدف . 5122يناير 52يف سياق الثورة املصرية يف ٬هو األديب التونسي ٬العامل بواسطة أيب القاسم الشايب
هذه الدراسة هو وصفي . م الوارد يف إىل طغاة العامل هذه الدراسة لوصف األشكال الديكسيسية والفعل الكالوالكاتب يرى أشكال الديكسيسية والفعل ٬استنادا إىل البحوث اليت مت القيام هبا . وأسلوب البحث نوعي
.الكالم الوارد يف هذا الشعر
.الفعل الكالم ٬ الرباغماتيك ٬الشعر ٬الديكسيس : البحث كلمات
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
ABSTRACT .................................................................................................... x
البحث ملخص ....................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ......................................... xiv
1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Pokok Bahasan ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 5
1.5 Metodologi Penelitian ........................................................................... 5
1.5.1 Metode Pemerolehan Data .......................................................... 5
1.5.2 Prosedur Analisis ........................................................................ 6
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................ 6
2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8
2.1 Pengantar ............................................................................................... 8
2.2 Widiawati (2002) ................................................................................... 8
2.3 Prasetiani (2004) .................................................................................... 9
2.4 Wiryotinoyo (2006) ............................................................................... 12
2.5 Harahap (2008) ...................................................................................... 15
2.6 Samad (2010) ........................................................................................ 16
3 LANDASAN TEORI ................................................................................. 18
3.1 Biografi Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ ............................................................ 18
3.2 Revolusi Mesir ...................................................................................... 19
3.3 Situasi Ujar ............................................................................................ 20
3.3.1 Penutur dan Petutur .................................................................... 20
3.3.2 Konteks ....................................................................................... 21
3.3.3 Tujuan ......................................................................................... 21
3.3.4 Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal ...................................... 22
3.4 Deiksis ................................................................................................... 22
3.4.1 Deiksis Persona ........................................................................ 23
3.4.2 Deiksis Ruang .......................................................................... 23
3.4.3 Deiksis Waktu .......................................................................... 23
3.4.4 Deiksis Wacana ........................................................................ 24
3.4.5 Deiksis Sosial ........................................................................... 24
3.5 Tindak Tutur......................................................................................... 25
4 ANALISIS PRAGMATIK PUISI ILA ṬUḠȂTI AL-‘ȂLAM ................ 27
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
xiii
4.1 Analisis Situasi Ujar .............................................................................. 27
4.1.1 Penutur dan Petutur .................................................................. 27
4.1.2 Konteks ..................................................................................... 28
4.1.3 Tujuan ....................................................................................... 29
4.1.4 Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal .................................... 30
4.2 Analisis Deiksis ..................................................................................... 30
4.2.1 Deiksis Persona ........................................................................ 30
4.2.2 Deiksis Ruang ........................................................................... 36
4.2.3 Deiksis Waktu .......................................................................... 37
4.2.4 Deiksis Wacana ........................................................................ 38
4.2.5 Deiksis Sosial ........................................................................... 40
4.3 Analisis Tindak Tutur ............................................................................ 41
4.3.1 Tindak Tutur Austin ................................................................. 41
4.3.2 Tindak Tutur Searle .................................................................. 47
5 SIMPULAN ................................................................................................ 51
DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 54
LAMPIRAN
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi yang digunakan pada skripsi ini bersumber pada transliterasi
Kamus Hans Wehr 1980.
Konsonan
Arab Latin Arab Latin
ḍ ض ’ ء
ṭ ط b ب
ẓ ظ t ت
‘ ع ṯ ث
ḡ غ j ج
f ف ḥ ح
q ق ḵ خ
k ك d د
l ل ḏ ذ
m م r ر
n ن z ز
w و s س
h ه š ش
y ي ṣ ص
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
xv
Huruf Vokal
Vokal pendek
Arab Latin Keterangan
a Fatha
an Fathatu al-tȃni
u Ḍamma
un Ḍammatu al-tȃni
i Kasra
in Kasratu al-tȃni
Vokal panjang (mad)
Penanda vokal konsonan Latin Keterangan
ا_ ȃ Fatha diikuti alif
و_ ȗ Ḍamma diikuti waw sukun
ي_ ȋ Kasra diikuti ya sukun
Diftong
Penanda vokal konsonan Latin Keterangan
و_ au Fatha diikuti waw sukun
ي_ ai Fatha diikuti ya sukun
Catatan:
1. Konsonan yang ber-šadda ditulis dengan rangkap
Contoh: و م ا /wamimmȃ/
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
xvi
2. Tanda takrif, alif +lam (ال), baik oleh huruf qamariya dan šamsiya ditulis
dengan al.
Contoh: 1. Al-qamariya, احل مد /al-ḥamdu/
2. Al- šamsiya, يم /al-raḥȋmu/ الرح
3. Bila al-ta’ al-marbȗṭa (ة) terletak di tengah kalimat ditulis t dan bila di
akhir kalimat tidak ditulis atau kosong.
Contoh: 1. al-ta’ al-marbȗṭa yang terletak di tengah kalimat, خمضوبة من د ماه
/maḵḍȗbatu min dimȃhu/
2. al-ta’ al-marbȗṭa yang terletak di akhir kalimat, ة م ط ما احل /ma
al-ḥuṭama/
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
xvii
Asa
Hembusan angin lembut membelai permukaan bumi
Bersamanya sejuta asa turut serta
Memintal jaring-jaring kehidupan tuk menebarkan kehangatan kepada penghuni
bumi
Duhai asa yang menggelayut di angkasa
Biarkan aku menggapaimu
tuk menjelajahi dunia
Mengarungi samudera
Berlayar dari Timur ke Barat dan menepi di setiap dermaga
menjemput limpahan karunia yang ditebarkanNya
Mengendapkannya dalam labirin-labirin mielin
Dan kembali bersamanya ke Timur tuk berbagi
Berbagi nikmatnya dunia tantang setiap jengkal limpahan karunia
Menggerakan massa
Mencipta peradaban mulia
Di sini..
Di negeri tercinta
Dzatul Lu’lu
Depok, 19 Juni 2012
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Pokok Bahasan
Bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan
oleh para anggota kelompok tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2005: 3). Berdasarkan hal tersebut, bahasa
adalah alat yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk berkomunikasi dan
berinteraksi.
Ilmu yang mempelajari tentang bahasa adalah linguistik (Kridalaksana,
2005: 7) dan definisi linguistik menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
a. AS Hornby menyatakan bahwa linguistik terbagi menjadi dua kategori,
yaitu linguistik sebagai kata benda dan kata sifat. Linguistik sebagai kata
benda bermakna ‘the science of language; methods of learning and
studying languages’ sedangkan linguistik sebagai kata sifat bermakna ‘the
study of language and languages’. Berdasarkan hal tersebut, definisi
linguistik menurut AS Hornby adalah ilmu bahasa; metode mempelajari
bahasa, sebab yang menjadi objeknya adalah bahasa seperti yang
diutarakan oleh Ferdinand de Saussure, yang dijuluki sebagai Bapak
Linguistik Modern (Aitchison, 1999: 23).
b. Emil Badi’ Ya’qub menyatakan bahwa ‘ilmu al-luḡah (linguistik) adalah
ilmu yang mempelajari bahasa itu sendiri.
c. Jean Aitchison, seorang profesor bahasa dan komunikasi Universitas
Oxford, menyatakan bahwa linguistik adalah ‘the systematic study of
language—a discipline which describes language in all its aspect and
formulates theories as to how it works’ (Aitchison, 1999: 11).
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa linguistik adalah ilmu
yang mempelajari bahasa sebagai objek telaah.
Pada buku Linguistics, Aitchison (1999: 7—10) menyatakan bahwa
linguistik memiliki ruang lingkup yang meliputi fonetik sebagai pusatnya,
fonologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik sebagai lingkup terluar. Fonetik
adalah ilmu tentang bunyi. Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
2
Universitas Indonesia
Sintaksis adalah studi gramatikal mengenai kalimat dan morfologi adalah studi
gramatikal struktur intern kata1. Semantik adalah ilmu yang mempelajari makna
tanda bahasa dan pragmatik adalah ilmu yang mempelajari unsur-unsur di luar
bahasa.
Semantik dan pragmatik merupakan bagian dari linguistik yang berada
pada ranah yang sama, yaitu mengkaji makna. Namun, keduanya memiliki
perbedaan. Semantik menelaah makna yang terdapat pada suatu tulisan dan tidak
ada kaitannya dengan konteks sedangkan pragmatik menelaah makna di luar
bahasa, berkaitan dengan latar belakang pengetahuan antara penutur2 dan petutur
3.
Lebih jelasnya, pragmatik adalah studi tentang makna yang berkaitan dengan
situasi ujaran (Leech, 1996: 13) dan Jean Aitchison menyatakan:
“Pragmatic is the branch of linguistics which studies those aspects of
meaning which cannot be captured by semantic theory. In brief, it deals
with how speakers use language in ways which cannot be predicted from
linguistic knowledge alone. In a narrow sense, it deals with how listeners
arrive at the intended meaning of speakers. In its broadest sense, it deals
with the general principles followed by human beings when they
communicate with one another” (Aitchison, 1999: 93).
Pada kesempatan ini, penulis akan memaparkan contoh yang berisi
penjelasan tentang perbedaan antara semantik dan pragmatik.
(1) Guru : Papan tulis itu kotor.
(2) A :Gue haus banget ni.
Berdasarkan fungsinya, kalimat (1) dan (2) merupakan kalimat deklaratif4.
Secara semantik kalimat (1) bermakna ‘sebuah papan tulis yang kotor’ dan
kalimat (2) bermakna ‘saya sangat haus’. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penutur ingin menginformasikan suatu hal kepada petutur. Namun, apabila
kalimat (1) dan (2) dikaji secara pragmatik maka kita akan memperoleh makna
1 Morfologi dan sintaksis adalah ilmu bahasa yang disebut dengan gramatika (Kridalaksana, 2005:
7). 2 Penutur adalah pembicara ataupun penulis (Leech, 1996: 13).
3 Petutur adalah pendengar ataupun pembaca (Leech, 1996: 13).
4 Kalimat deklaratif merupakan kalimat pernyataan yang dipakai jika penutur ingin menyatakan
sesuatu dengan lengkap pada waktu ia ingin menyampaikan informasi kepada mitra tuturnya.
Kalimat ini biasanya ditandai dengan intonasi menurun dan tanda baca titik (Widyaningsih, n.d.).
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
3
Universitas Indonesia
yang berbeda. Kalimat (1) bermakna ‘guru meminta murid untuk menghapus
papan tulis yang masih kotor agar menjadi bersih’ dan kalimat (2) bermakna ‘A
berbicara kepada petutur bahwa ia ingin diambilkan air minum untuk
menghilangkan rasa dahaga’ sehingga secara pragmatik kalimat tersebut
merupakan kalimat imperatif5 sesuai dengan konteks
6 pemakaiannya.
Leech (1996: 5) dalam buku Principles of Pragmatics mengungkapkan
bahwa pragmatik dan semantik memiliki fokus yang sama, yaitu makna. Namun,
sematik dan pragmatik dapat dibedakan melalui dua pemakaian verba to mean.
(3) What does X mean? ‘Apa maksud X?’
(4) What did you mean by X? ‘Apa maksudmu dengan X?’
Semantik memperlakukan makna sebagai suatu ungkapan yang melibatkan relasi
diadis (dyadic relation) yang terdapat pada kalimat (3) sedangkan pragmatik
memperlakukan makna sebagai suatu ungkapan yang melibatkan tiga aspek di
dalamnya yang disebut relasi triadis (triadic relation) yang terdapat pada kalimat
(4). Hal ini berarti bahwa makna dalam pragmatik memiliki hubungan erat dengan
penutur sedangkan makna dalam semantik murni properti ucapan di dalam bahasa,
terlepas dari situasi, penutur, atau pun petutur (Leech, 1996: 6).
Wiryotinoyo (2006: 153) dalam karyanya yang berjudul Analisis
Pragmatik dalam Penelitian Penggunaan Bahasa menyatakan bahwa pragmatik
adalah studi tentang makna yang berkaitan dengan situasi ujaran. Berdasarkan hal
tersebut, syarat yang diperlukan untuk menganalisis makna di luar bahasa suatu
tuturan adalah situasi ujar yang mendukung suatu tuturan dalam percakapan.
Adapun aspek-aspek yang mendukung situasi ujaran adalah sebagai berikut:
a. penutur dan petutur;
b. konteks tuturan;
c. tujuan sebuah tuturan;
d. tindak tutur atau tindak verbal;
e. tuturan sebagai produk tindak verbal;
5 Kalimat imperatif adalah kalimat perintah yang dipakai jika penutur ingin menyuruh atau
melarang mitra tutur berbuat sesuatu. Kalimat ini biasanya ditandai dengan intonasi menurun dan
menggunakan tanda baca titik atau tanda seru (Widyaningsih, n.d.). 6 Konteks adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah
kejelasan makna; situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian (KBBI Daring).
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
4
Universitas Indonesia
f. waktu; dan
g. tempat.
Pada kesempatan kali ini, penulis akan melakukan analisis pragmatik
terhadap sebuah puisi yang berjudul Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam karya Abu Al-Qȃsim Al-
Šȃbȋ. Puisi ini terdiri dari delapan belas bait. Puisi ini telah mengobarkan api
semangat rakyat Mesir untuk melakukan sebuah perubahan yang disebut revolusi.
Salah satu bait dalam puisi tersebut adalah sebagai berikut.
أال أيها الظامل املستبد (5)
/alȃ ayyuhȃ al-ẓȃlimu al-mustabiddu/
Apabila contoh (5) dilihat hanya dari sudut pandang semantik, maka yang terjadi
adalah contoh (5) hanyalah kalimat deklaratif. Namun, apabila contoh (5) dilihat
memakai sudut pandang pragmatik dan dikaitkan dengan Revolusi Mesir 25
Januari 2011, maka kalimat tersebut termasuk sebagai kalimat seruan7 yang
ditujukan kepada pemimpin Mesir yang telah berlaku lalim terhadap rakyatnya.
Penelitian mengenai analisis pragmatik tentang puisi belum pernah
dilakukan di kalangan Program Studi Arab FIB UI. Adapun penelitian mengenai
analisis pragmatik dengan korpus data film atau pun penelitian tentang puisi dari
sudut pandang sastra cukup banyak dilakukan. Hal ini mendorong penulis untuk
melakukan penelitian di bidang pragmatik dengan korpus data puisi. Dalam
penelitian, penulis mengambil korpus data puisi yang berjudul Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam
yang terdapat pada situs kumpulan puisi Arab. Puisi tersebut ditulis oleh penyair
Tunisia dan sangat kental dengan aroma politik. Terlebih lagi, puisi tersebut
memang telah menggugah masyarakat Tunisia untuk mengusir bangsa Prancis
dari tanah Tunisia.
7 Kalimat seruan adalah kalimat yang dipakai jika penutur ingin mengungkapkan perasaan “yang
kuat” atau yang mendadak. Biasanya kalimat ini ditandai oleh menaiknya suara pada kalimat lisan,
memakai tanda seru atau tanda titik pada kalimat tulis (Widyaningsih, n.d.).
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
5
Universitas Indonesia
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini akan membahas dua pokok masalah dari analisis pragmatik
pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam. Permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah bentuk-bentuk deiksis pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam?
2. Bagaimanakah bentuk-bentuk tindak tutur yang ada pada puisi Ila Ṭuḡȃti
Al-‘Ȃlam?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diungkapkan
sebelumnya, tujuan analisis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan bentuk-bentuk deiksis pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam.
2. Memaparkan tindak tutur yang terdapat pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian kali ini adalah puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam karya
Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ dan kaitannya dengan revolusi Mesir 25 Januari 2011.
Penelitian ini akan menggunakan analisis pragmatik berupa situasi ujar, deiksis,
dan tindak tutur. Bersumber dari sejumlah puisi karya Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ,
penulis membatasi untuk mengambil satu puisi karena puisi ini adalah puisi yang
fuṣḥȃ, bernuansa politik, dan sesuai dengan kondisi Mesir kala itu. Puisi Ila Ṭuḡȃti
Al-‘Ȃlam diambil dari kumpulan puisi Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ yang termuat dalam
sebuah situs resmi kumpulan puisi Arab.
1.5 Metodologi Penelitian
1.5.1 Metode Pemerolehan Data
Peneliti memakai metode studi pustaka dalam memperoleh data dan
bahan-bahan penunjang dalam melakukan penelitian. Metode studi pustaka adalah
suatu metode pendekatan yang memanfaatkan segala bentuk literatur-literatur
yang tersedia untuk menunjang penelitian ilmiah. Literatur-literatur yang
digunakan bersumber dari jurnal ilmiah, skripsi, tesis, buku teks, dan media
elektronik.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
6
Universitas Indonesia
Untuk memperoleh data yang diinginkan, langkah awal yang penulis
lakukan adalah melakukan pencarian data berdasarkan ciri-ciri yang nampak pada
data yang dianalisis. Penelitian ini meliputi deiksis dan tindak tutur yang terdapat
pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam. Penulis mendapatkan data berupa puisi Ila Ṭuḡȃti
Al-‘Ȃlam dari situs resmi kumpulan puisi Arab, yaitu adab.com.
1.5.2 Prosedur Analisis
Prosedur analisis yang penulis lakukan setelah memperoleh data adalah
sebagai berikut:
1. Menganalisis data berdasarkan deiksis persona, deiksis ruang,
deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial yang terdapat
pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam.
2. Menganalisis data berdasarkan tindak tutur berupa lokusi, ilokusi,
perlokusi, asertif, komisif, direktif, ekspresif, dan deklaratif yang
terdapat pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-Ȃlam.
3. Melakukan hipotesis sehingga penulis mendapatkan jawaban dari
rumusan masalah.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini, penulis akan menyusunnya
menjadi lima bab dengan rincian sebagai berikut.
Bab I adalah Pendahuluan, berisi: latar pokok bahasan, rumusan masalah,
tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian yang terdiri atas
metode pemerolehan data dan prosedur analisis, dan terakhir adalah sistematika
penulisan.
Bab II adalah Tinjauan Pustaka berisi beberapa penelitian terdahulu
tentang pragmatik.
Bab III adalah Landasan Teori berisi tentang teori-teori yang dipakai
sebagai dasar penelitian analisis pragmatik, yaitu teori situasi ujar, deiksis, dan
tindak tutur.
Bab IV adalah Analisis Pragmatik Puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam. Pada bab ini,
penulis menganalisis deiksis dan tindak tutur yang terdapat di dalam puisi tersebut.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
7
Universitas Indonesia
Bab V adalah Simpulan. Penulis menyimpulkan hasil analisis yang telah
dilakukan pada bab sebelumnya.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
8
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengantar
Pada bab ini, penulis akan memaparkan tinjauan pustaka tentang
penelitian-penelitan yang telah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan penelitian
pragmatik. Penulis akan menjadikan penelitian-penelitian tersebut sebagai bahan
acuan dan perbandingan untuk mempermudah penelitian di bidang yang sama.
Beberapa penelitian pragmatik telah dilakukan sebelumnya dalam berbagai
bahasa, selain bahasa Arab. Penelitian-penelitian tersebut antara lain mengenai
konteks, tindak tutur, deiksis, dan makna pragmatik. Berikut ini adalah beberapa
penelitian sebelumnya tentang pragmatik.
2.2 Widiawati (2002)
Widiawati melakukan penelitian terhadap bentuk-bentuk tindak tutur.
Bentuk tindak tutur yang dimaksud adalah tindak tutur memohon dalam bahasa
Inggris yang dilakukan oleh mahasisawa Indonesia pemelajar bahasa Inggris. Hal
tersebut memiliki korelasi dengan waktu tempuh seseorang dalam memepelajari
bahasa Inggris.
Pada penelitian ini, Widiawati fokus pada tindak tutur memohon yang
berasal dari kata request. Ia menuliskan bahwa memohon sebagi tindak tutur akan
mendatangkan keuntungan bagi penutur (Trosborg, 1995: 187). Tindak tutur jenis
ini berupa permohonan untuk barang, jasa, dan informasi.
Data penelitian yang dilakukan oleh Widiawati berupa responden yang
dikelompokkan berdasarkan umur, jenis kelamin, semester, pernah mengikuti
kursus bahasa Inggris dan TOEFL atau tidak, serta nilai TOEFL yang dicapai.
Pada bagian analisis, Widiawati memakai strategi yang dikemukakan oleh
Trosborg untuk mengklasifikasikan bentuk-bentuk permohonan berdasarkan
respondennya. Perhatikan contoh hasil analisis yang telah dilakukan oleh
Widiawati berikut ini.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
9
Universitas Indonesia
(6) Situasi: +K+S-P14
Situasi ini menggambarkan bahwa petutur memiliki kekuasaan yang lebih
besar daripada penutur, hubungan akrab dengan penutur, dan latar komunikasi
nonpublik. Pemakaian strategi ability memiliki frekuensi tertinggi dan strategi
willingness berada pada urutan setelahnya. Hal ini menandakan bahwa pemakaian
strategi yang menekankan pada keadaan pendengar (hearer-oriented conditions)
merupakan strategi yang dirasa paling santun untuk menjaga muka negatif petutur.
Pemakaian strategi performatif tidak berpagar mempunyai tingkat frekuensi
urutan ketiga. Hal tersebut menarik sebab menandakan bahwa walaupun petutur
memiliki kekuasaan lebih besar, penutur menganggap hubungan yang akrab tidak
menghalangi komunikasi dengan strategi langsung.
Dalam penelitiannya, Widiawati menyimpulkan bahwa bentuk-bentuk
tindak tutur yang sering digunakan oleh pemelajar Indonesia yang belajar bahasa
Inggris lebih banyak memakai bentuk formal untuk situasi tertentu. Hal ini terjadi
sebab faktor budaya yang mempengaruhi pola pikir pemelajar Indonesia sehingga
mereka membedakan pemakaian strategi memohon antara orang yang dihormati,
dosen, dan teman sebaya. Selain itu, strategi ability, willingness, dan permission
cenderung lebih digunakan untuk menjaga muka negatif petutur agar tidak
terancam. Faktor kekuasaan, solidaritas, dan jenis kelamin pun memberikan
pengaruh terhadap pemakaian bentuk-bentuk tindak tutur memohon mahasiswa
Indonesia yang mempelajari bahasa Inggris.
2.3 Prasetiani (2004)
Prasetiani melakukan penelitian pragmatik tentang deiksis dalam bahasa
Arab. Objek penelitiannya adalah dua surat yang terdapat di dalam Alquran, yaitu
Surat Yusuf dan Al-Baqarah, surat kabar Arab, dan buku Al-‘Arabiyyah li Al-
Nasyi’in. Prasetiani menganalisis leksem-leksem dalam bahasa Arab yang
merupakan deiksis. Prasetiani memakai teori Cruse, Karl Buhler, dan Levinson
untuk menganalisis objek penelitiannya.
Pada penelitian ini, Prasetiani berpendapat bahwa pada deiksis ruang ada
leksem yang menunjukkan leksem ruang yang deiktis dan ada pula yang
14
K adalah mitra tutur, S adalah hubungan mitra tutur dengan penutur, dan P adalah latar.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
10
Universitas Indonesia
nondeiktis. Hal ini terjadi karena leksem ruang dapat berupa adjektiva, adverbial,
ataupun verba. Dalam bahasa Arab, leksem yang merupakan deiksis ruang adalah
hunȃka/ ‘di sana; ke sana’. Leksem-leksem/ هناك hunȃ/ ‘di sini; ke sini’ dan/ هنا
tersebut pada dasarnya bersifat deiktis tetapi dapat pula digunakan secara
nondeiktis. Leksem-leksem di atas bersifat nondeiktis ketika leksem-leksem
tersebut bersifat anaforis. Berikut ini adalah contoh analisis yang Prasetiani
lakukan terhadap leksem ruang yang deiktis.
:قال الرئيس املصري حسين مبارك يف املشتشفى يف أملانيا (7)
إنين أدير الشغل من هنا إىل حد ما ... وإذا كان هناك احتياج فإنين أحتدث معهم وليس هناك
.مشكلة
/qȃla al-ra’ȋsu al-miṣriyyu Ḥusnȋ Mubȃrak fȋ al-muštašfȃ fȋ almȃniyȃ:
innanȋ udȋru al-šuḡla min hunȃ ilȃ ḥaddin mȃ… wa’iḏȃ kȃna hunȃka
iḥtiyȃjun fa’innanȋ ataḥaddaṯu ma‘ahum walaisa hunȃka muškila./
‘Presiden Mesir, Husni Mubarak, ketika berada di sebuah rumah sakit di
Jerman berkata, ‘Saya akan menjalankan roda pemerintahan dari sini
semampu saya. Jika di sana membutuhkan sesuatu maka saya akan
berbicara dengan mereka. Dengan demikian, tidak ada masalah.’’ (Al-
Madina, edisi 7 Rabiul Awwal 1425 H/ 25 Juni 2004 M)
Pada kalimat di atas terdapat leksem /hunȃ/ dan /hunȃka/ yang bersifat
deiktis dan leksem /hunȃka/ yang bersifat anaforis. Lokasi Presiden Husni
Mubarak di Jerman dan bukan di Mesir sehingga digunakan leksem /hunȃ/ untuk
merujuk lokasinya saat ini dan digunakan leksem /hunȃka/ untuk merujuk ke
Mesir. Adapun penggunaan leksem /hunȃka/ yang kedua berfungsi sebagai
anaforis.
Selain itu, Prasetiani berpendapat bahwa pronomina demonstrativa
termasuk dalam leksem ruang dan bersifat deiktis. Leksem pronomina
demonstrativa dalam bahasa Arab terbagi menjadi leksem jauh (distal), yaitu ذلك
/ḏȃlika/ ‘itu (untuk maskulin)’, لكت /tilka/ ‘itu (untuk feminin)’, sebagai penunjuk
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
11
Universitas Indonesia
jauh, tunggal; dan leksem dekat (proximal), yaitu هذا /hȃḏȃ/ ‘ini (untuk
maskulin)’, هذه /hȃḏihi/ ‘ini (untuk feminin)’ sebagai penunjuk dekat, tunggal.
Deiksis waktu ditandai dengan pemakaian leksem waktu. Menurut
Prasetiani, leksem waktu bersifat deiktis apabila leksem tersebut mengacu pada
waktu tuturan yang dinyatakan oleh kata /ḥȃlan/ 16حاال ,’al-ȃna/ ‘sekarang/ اآلن15
‘sekarang’, اليوم /al-yaum/ ‘hari ini’, هذه الساعة /haȃḏihi al-sȃ‘ah/ ‘saat ini’; waktu
sebelum tuturan yang ditandai oleh kata أمس /amsi/ ‘kemarin’ dan قبل األمس /qabla
al-amsi/ ‘kemarin lusa’; ataupun waktu setelah tuturan yang ditandai oleh kata غدا
/ḡadan/ ‘besok’. Lalu, ada pula leksem waktu yang tidak bersifat deiktis, yaitu
leksem waktu yang acuannya tidak berpatokan kepada penutur melainkan pada
siklus waktu peredaran bumi, seperti pergantian siang dan malam, nama-nama
hari dan bulan.
Deiksis wacana salah satunya mengacu pada pemakaian kata هذا /hȃḏȃ/
‘ini’ dan ذلك /ḍȃlika/ ‘itu’ untuk merujuk pada elemen wacan sebelum ataupun
sesudahnya. Ungkapan deiksis wacana tidak hanya terbatas pada pemakaian
pronomina demonstrativa untuk mengacu pada elemen kalimat sesudahnya.
Namun, ada beberapa ungkapan yang dapat ditemui dalam suatu wacana dan
bersifat deiksis, seperti in the next paragraph, I will show.... Ungkapan ini
merupakan contoh pemakaian ungkapan pada waktu pengiriman pesan. Dalam
wacana bahasa Arab pun ada ungkapan yang bersifat deiksis yang hampir mirip
maknanya, yaitu:
على حنو ما سنرى فيما بعد.... (8)
/‘alȃ naḥwȃ mȃ sanarȃ fȋmȃ ba‘da/
‘….seperti yang akan kita lihat mendatang.’
15
Leksem waktu اآلن juga dapat merujuk pada rentang waktu lampau, kini, dan yang akan datang.
16 Leksem waktu حاال menyatakan waktu kini yang bertitik labuh sangat dekat dari saat tuturan.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
12
Universitas Indonesia
Contoh (8) merupakan salah satu contoh pemakaian ungkapan deiksis wacana
pada waktu pengiriman pesan (encoding time).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetiani adalah bahasa Arab
memiliki semua bentuk deiksis. Deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana,
deiksis persona, dan deiksis sosial merupakan bentuk-bentuk deiksis yang
ditemukan oleh Prasetiani di dalam bahasa Arab.
2.4 Wiryotinoyo (2006)
Wiryotinoyo meneliti penggunaan bahasa dalam bidang pragmatik.
Penelitiannya ini dimuat dalam jurnal Bahasa dan Seni. Pada penelitiannya ini,
Wiryotinoyo menuliskan tentang tuturan yang bermuatan konteks. Wiryotinoyo
menjelaskan bahwa untuk melakukan suatu analisis pragmatik sangat diperlukan
pemahaman konteks. Hal ini disebabkan bahwa melalui pemahaman konteks
inilah satuan-satuan bahasa dalam suatu tuturan dapat dijelaskan.
Konteks adalah segala aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan
sosial sebuah tuturan. Hal ini berimplikasi bahwa:
1. konteks dapat mengacu kepada tuturan sebelum dan sesudah tuturan yang
dimaksud;
2. mengacu kepada keadaan sekitar yang berkaitan dengan kebiasaan
partisipan, adat istiadat, dan budaya masyarakat; dan
3. konteks pun dapat mengacu pada kondisi fisik, mental, serta pengetahuan
yang dimiliki oleh penutur maupun petutur.
Unsur waktu dan tempat sangat berkaitan erat dengan hal-hal tersebut.
Wiryotinoyo memaparkan bahwa pragmatik mempelajari makna yang
pemecahannya tidak terjangkau oleh semantik, yaitu makna yang muncul dalam
konteks pemakaian kalimat di dalam komunikasi. Analisis pragmatik perlu
dilakukan untuk memperoleh pemecahan masalah makna pada tuturan yang
mengandung implikatur percakapan. Prosedur pemecahan masalah, menurut
Wiryotinoyo, dapat dilihat dari dua sudat pandang, yaitu sudut pandang penutur
dan sudut pandang petutur. Prosedur pemecahan masalah dari sudut pandang
penutur dapat memakai analisis cara-tujuan yang menggambarkan keadaan awal
sebagai masalah, keadaan tengahan, dan keadaan akhir sebagai tujuan penutur
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
13
Universitas Indonesia
untuk mengatasi masalah melalui cara yang terletak di dalam rangkaian antara
masalah dan tujuan. Berbanding terbalik dengan sebelumnya, prosedur
pemecahan masalah dari sudut pandang petutur memakai analisis heuristik. Ini
adalah analisis yang ditawarkan oleh Leech (1989 :40). Analisis ini dapat
mengidentifikasi daya pragmatis suatu tuturan, satuan pragmatis, dan implikasi
pragmatis suatu percakapan. Pada analisis heuristik, proses analisis bermula pada
problem yang dilengkapi proposisi, informasi latar belakang konteks, dan asumsi
dasar bahwa penutur menaati prinsip-prinsip pragmatis. Lalu, petutur
merumuskan hipotesis tujuan tuturan dan hipotesis tersebut diuji kebenarannya
berdasarkan data yang tersedia. Bila hipotesis sesuati dengan kontekstual, maka
pengujian berhasil dan hipotesis dapat diterima. Namun, apabila pengujian
hipotesis gagal karena tidak sesuai dengan kontekstual, maka petutur perlu
membuat hipotesis baru, lalu diuji dengan data yang tersedia sampai diperoleh
hipotesis yang berterima. Keberhasilan pengujian hipotesis pertama menghasilkan
interpretasi baku (default interpretation).
Wiryotinoyo memberikan sebuah contoh untuk mempermudah
pemahaman pembaca sebagai berikut.
(9) Situasi : Pukul 04.40 biasanya Reli sudah bangun dan belajar.
Pukul 06.00 mandi dan langsung memakai seragam
sekolah. Sambil menanti Wugar, adiknya, dan ayahnya
siap untuk sarapan bersama, Reli sering mengkuti
tayangan sebuah stasiun televisi sambil berdandan. Selesai
memakai bedak dan menyisir rambut, Reli ke kamar
mendekati ayahnya, yang masih belum bangun dari tempat
tidurnya meskipun matanya telah terbuka dan telah
menunaikan Salat Subuh. Kemudian, Reli mencium
ayahnya sebagai rutinitas pagi yang selalu ia lakukan
setelah mandi dan berdandan dan ayahnya pun
menciumnya.
Reli : Pa, cium, Pa!
Papa : Heem.
Reli : (Reli mencium pipi kanan, kiri, dan dahi ayahnya.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
14
Universitas Indonesia
Begitupula sang ayah melakukan hal yang sama.)
Sudah siang, Pa. (a)
Papa : Ya.
Reli : Papa belum mandi.
Implikasi:
(a) Reli menyuruh ayahnya bangun.
Hipotesis tuturan
A. Penutur mengatakan kepada petutur (bangun)
B. Tujuan penutur adalah menyuruh agar [petutur (bangun)]
C. Penutur yakin (bahwa perlu menyuruh petutur bangun)
D. Penutur yakin [bahwa petuturtidak mengetahui maksud (bahwa penutur
menyuruh petutur bangun)]
E. Penutur yakin (bahwa sebaiknya [petutur mengetahui (bahwa penutur
menyuruh petutur bangun)]).
Hipotesis B diuji dengan membandingkan konsekuensi C, D, dan E
dengan data yang ada. Setelah diuji, ternyata C didukung oleh data:
Reli yang sudah berdandan bertujuan untuk menyuruh ayahnya segera bangun
untuk mandi, berpakaian, sarapan bersama, lalu ayahnya mengantar Reli ke
sekolah sebagaimana yang biasa mereka lakukan setiap pagi. Reli memakai satuan
pragmatis menginformasikan fakta karena ia menaati prinsip sopan santun.
Sebagai anak, ia telah memahami bahwa tidak sopan untuk memerintah ayahnya
secara langsung sehingga ia tidak mau memakai satuan pragmatis menyuruh.
Konsekuensi D pun didukung data, yaitu Reli yakin bahwa ayahnya yang berada
di kamar tidak mengetahui bahwa Reli sudah mandi, mengenakan seragam
sekolah, dan berdandan sehingga sangat menginginkan ayahnya bangun. Oleh
karena itu, Reli menyuruh ayahnya untuk bangun sehingga konsekuensi E pun
sesuai dengan data kontekstual.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa konsekuensi C, D, E sesuai
dengan data kontekstual. Dengan demikian, hipotesis B dapat diterima.
Interpretasi tesis B adalah bahwa tuturan (a) yang diproduksi oleh Reli termasuk
tuturan yang bermuatan implikatur percakapan. Tuturan itu mempunyai implikasi
pragmatis menyuruh, yaitu Reli menyuruh ayahnya untuk bangun.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
15
Universitas Indonesia
Wiryotinoyo menyimpulkan bahwa pemanfaatan konteks dalam analisis
pragmatik mampu menjelaskan aspek-aspek yang tidak dapat diakomodiasi oleh
sintaktik dan semantik. Hal ini berpengaruh pada pemahaman petutur terhadap
suatu tuturan menjadi lebih mendalam dan tuntas sehingga komuniksi yang efektif
antara penutur dan petutur dapat terjalain pada suatu tuturan.
2.5 Harahap (2008)
Harahap meneliti surat kabar yang terbit di daerah Sumatera Utara, yaitu
Harian Analisa, Seputar Indonesia, dan Waspada. Harahap meneliti dengan
memakai pendekatan pragmatik. Pada penelitian ini, Harahap memakai teori
tindak tutur Austin, teori kaidah konstitusi Searle, teori implikatur Grice, teori
maksim Levinson, teori relevansi Sperber dan Wilson, teori presuposisi, teori
koherensi, teori pengetahuan latar belakang, dan teori analisis wacana.
Harahap memerikan makna pragmatik yang terdapat pada iklan niaga pada
Harian Analisa, Seputar Indonesia, dan Waspada. Harahap menyimpulkan bahwa
makna pragmatik yang terdapat pada iklan niaga yang terdapat pada ketiga harian
tersebut agar produk-produk yang dijual dapat terjual laris di pasaran dengan
menampilkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki masing-masing produk.
Harahap menyimpulkan ada 12 makna pragmatik pada Harian Analisa, 20 makna
pragmatik pada Harian Seputar Indonesia, dan 22 makna pragmatik pada Harian
Waspada. Dua belas makna pragmatik pada Harian Analisa adalah sebagai
berikut:
1. keunggulan sebagai kelebihan,
2. menggambarkan kesuksesan,
3. kemurahan sebagai tujuan,
4. menawarkan kemudahan,
5. menganalisis teknologi,
6. kecermatan sebagai keuntungan,
7. kelebihan yang dimiliki,
8. anjuran,
9. urutan peristiwa,
10. jasa iklan,
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
16
Universitas Indonesia
11. canggih dalam teknologi, dan
12. menawarkan kecanggihan jasa.
Di bawah ini adalah contoh makna pragmatik kelebihan sebagai keunggulan yang
terdapat pada Harian Analisa.
(10) Suzuki Neo Baleno
Revolution Perfection
Suzuki way of life.
Iklan tersebut menunjukan keunggulan produk, yaitu mobil Suzuki Neo Baleno
memiliki kualitas mesin dan desain yang baik yang ditunjukkan dengan
pemakaian kata revolution, perfection, dan way of life. Ketiga kata tersebutlah
yang dijadikan oleh pihak marketing perusahaan Suzuki untuk menarik minat para
pembaca untuk membeli produknya.
Selain itu, Harahap pun menyimpulkan bahwa sifat makna pragmatik
melebihi dari makna yang tertulis atau terucap. Inti dari makna pragmatik pada
penelitiannya adalah agar produk tampak memiliki keunggulan yang berakhir
dengan penjualan. Hal ini terjadi karena iklan yang dianalisis adalah iklan niaga.
2.6 Samad (2010)
Pada penelitian ini, Samad meneliti tentang linguistik dengan pendekatan
pragmatik. Objek penelitiannya adalah film kartun ‘Ali Bȃbȃ wa Arba‘ȗna Liṣṣan.
Samad membahas tentang interaksi dan sopan santun, implikatur percakapan yang
dibatasi hanya menganalisis bentuk pemenuhan prinsip kerja sama dan
pelanggarannya saat berinteraksi, pertuturan, dan deiksis dengan teori-teori yang
sesuai dengan pembahasan.
Hasil penelitian yang Samad lakukan terhadap film kartun ‘Ali Bȃbȃ wa
Arba‘ȗna Liṣṣan adalah terdapat tiga deiksis, yaitu deiksis persona, ruang, dan
waktu. Deiksis waktu yang terdapat pada film kartun ‘Ali Bȃbȃ wa Arba‘ȗna
Liṣṣan dicontohkan sebagai berikut.
معك يا علي باباحان اآلن موعد تسري حسابايت (11)
/ḥȃna al-ȃna maw‘idun tasrȋ ḥisȃbȃtȋ ma‘aka yȃ ‘Alȋ Bȃbȃ/
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
17
Universitas Indonesia
‘Tibalah sekarang waktunya aku membuat perhitungan denganmu,
Ali Baba.’
Samad memerikan bahwa berdasarkan konteksnya kata اآلن /al-ȃna/
‘sekarang’ pada ujaran di atas menunjukkan waktu malam hari. Hal ini
disebabkan ujaran tersebut diucapkan oleh penutur (gembong pencuri) pada
malam hari, yaitu pada saat ia datang ke rumah Ali Baba dan menyamar sebagai
tamu.
Selain itu, Samad melakukan penelitian tentang pertuturan atau biasa
disebut dengan tindak tutur (speech act). Samad berhasil mengungkapkan empat
bentuk pertuturan yang telah diklasifikasikan berdasarkan daya ilokusi yang ada
di dalam film kartun ‘Ali Bȃbȃ wa Arba‘ȗna Liṣṣan, yaitu asertif, direktif,
komisif, dan ekspresif. Perhatikan contoh pertuturan direktif berikut ini:
(12) Istri Ali Baba : أرجو أن تفشي سالمي إىل السيد قاسم
/arjȗ an tufšiya salȃmȋ ilȃ al-sayyidi Qȃsim/
‘Aku harap kau menyampaikan salamku kepada
Tuan Qasim.’
Kalimat yang diujarkan oleh istri Ali Baba merupakan lokusi. Permohanan istri
Ali Baba kepada petuturnya untuk menyampaikan salam kepada Tuan Qasim
merupakan ilokusi. Adapun tindakan menyampaikan salam yang dilakukan oleh
petutur adalah perlokusi.
Pada tuturan di atas, daya ilokusi direktif dapat dilihat melalui verba
performatif yang diujarkan secara eksplisit. Verba performatif yang terdapat pada
tuturan di atas adalah ‘أرجو’ yang menunjukkan permohonan istri Ali Baba kepada
petuturnya. Verba itulah yang membentuk ujaran di atas menjadi pertuturan
direktif untuk meminta tindakan dari petutur yang mendengarkan ujaran tersebut.
Berdasarkan kelima penelitian terdahulu yang telah penulis sajikan di atas
maka penulis perlu melakuakan penelitian tentang deiksis di dalam bahasa Arab
dengan korpus data yang berbeda, yaitu puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam. Selain itu,
penulis juga akan meneliti tindak tutur pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam dengan
memakai teori Austin dan Searle yang saling melengkapi.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
18
Universitas Indonesia
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1 Biografi Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ
Berikut ini adalah biografi singkat Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ. Abu Al-Qȃsim
Al-Šȃbȋ memiliki nama lengkap Qȃsim ibn Ibrȃhȋm Al-Šȃbbȋ. Beliau lahir di
Tozeur1, 24 Februari 1909. Ayahnya adalah seorang hakim yang hidup berpindah-
pindah. Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ dan keluarga selalu ikut serta pada setiap
kepindahan sang ayah yang sudah berpindah-pindah tempat di Tunisia sebanyak
enam kali (Speight, 1973: 178). Hal ini memberikan gambaran pengetahuan
kepada Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ tentang kondisi negaranya dan menginspirasinya
untuk menulis puisi. Selain itu, hidup yang berpindah-pindah tersebut
menyebabkan Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ tidak pernah tinggal di tanah kelahirannya
kecuali pada lima tahun di akhir hidupnya, yaitu 1929.
Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ mengenyam pendidikan di Sekolah Al-Quran.
Lalu, beliau pindah ke Universitas Islam Al-Zaytunah, Tunisia, pada 1920 dan
menyelesaikan studinya pada 1928. Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ tidak suka dengan
pelajaran formal di Al-Zaytunah yang hanya berbahasa Arab. Namun, beliau
sangat tertarik pada kegiatan sastra dan membaca literatur-literatur terjemahan.
Beliau lemah dalam penguasaan bahasa asing sedangkan teman-temannya
minimal menguasai dua bahasa, yaitu bahasa Arab dan bahasa asing. Abu Al-
Qȃsim Al-Šȃbȋ mulai menulis puisi sejak usia 15 tahun, tetapi karena beliau takut
dengan celaan sang ayah maka ia tidak mempublikasikan karya-karyanya kepada
orang lain hingga tiga tahun kemudian (Verlag, 2010: 297).
Pada titik inilah karirnya sebagai seorang sastrawan dimulai. Kemunculan
perdananya adalah di koran dan majalah Tunisia. Pada 1933, nama Abu Al-Qȃsim
Al-Šȃbȋ mulai dikenal di dunia Arab sejak puisinya diterbitkan oleh majalah
Apollo, Kairo (Speight, 1973: 178). Sayangnya perjalanan karir Abu Al-Qȃsim
Al-Šȃbȋ sebagai seorang sastrawan hanya berlangsung selama tujuh tahun. Sejak
beliau berusia 22 tahun, dokter mendiagnosis bahwa Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ
mengidap penyakit penyempitan jantung. Dokter menyarankan kepadanya untuk
1 Tozeur adalah kota oasis di tenggara Tunisia berdekatan dengan Naftah dan Daqas.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
19
Universitas Indonesia
berjalan-jalan di daerah pegunungan agar dapat menghirup udara segar dan
menghindari stres. Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ pun melakukan semua saran dokter
sejak 1932—1933. Namun, pada 1933 beliau merasa sering sakit sehingga harus
dirawat di rumah sakit. Memasuki Oktober 1934, penyakitnya kembali kambuh
dan beliau pun harus kembali dirawat di rumah sakit. Pada akhirnya, Abu Al-
Qȃsim Al-Šȃbȋ pun tutup usia pada 9 Oktober 1934 di rumah sakit tempat beliau
dirawat (Verlag, 2010: 294—302).
Walaupun Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ berkarir sebagai sastrawan hanya
selama tujuh tahun, tetapi puisi yang telah beliau goreskan sudah lebih dari 77
puisi, diantaranya sebagai berikut:
/yȃ ṣamȋma al-ḥayȃti! innȋ wahȋdun/ يا صميم احلياة ! إني وحيد .1
/arȃki, fataḥlȗ ladayya al-ḥayȃtu/ أراك، ف تحلو لديي احلياة .2
/law kȃnati al-ayyȃmu fȋ qabḍatȋ/ لو كانت األييام يف قبضيت .3
، وجنوم .4 /kȃna qalbiya fajrun, wa nujȗm/ كان قلب فجر
-ayna yȃ ša‘bu qalbuka al-ḵȃfiqu al/ أين يا شعب قلبك اخلافق احلساس ؟ .5
ḥassȃsu?/
/rafrat fȋ dujyati al-layli al-ḥazȋn/ رف رفت يف دجية الليل احلزين .6
/adrakta fajra al-ḥayȃti a‘mȃ/ أدركت فجر احلياة أع مى .7
/askutȋ yȃ jarȃḥ/ أسكيت يا جراح .8
/min hadȋṯi al-šuyȗḵ/ من حديث الشيوخ .9
/irȃdatu al-ḥayȃ/ إرادة احلياة .10
ilȃ ṭuḡȃti al-‘ȃlam/ (adab.com)/ إل طغاة العال .11
3.2 Revolusi Mesir
Revolusi adalah perubahan mendasar yang bersifat tiba-tiba dalam
masalah sosial dan politik dengan cara-cara yang keluar dari sistem yang berlaku
dan biasanya disertai dengan kekerasan (‘Imarah, 1998: 197). Revolusi Mesir
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
20
Universitas Indonesia
pecah pada 25 Januari 2011 di Lapangan Tahrir. Hal ini dipicu oleh kediktatoran
Presiden Husni Mubarak2 selama berkuasa. Selain itu, menurut Muhammad Jafar,
pengamat politik Timur Tengah, salah satu faktor yang membuat kegeraman
rakyat Mesir memuncak adalah sistem sosial ekonomi yang tidak mencerminkan
keadilan (Ricardo, 2011: 44) dan kenaikan harga bahan pangan yang tinggi
sehingga rakyat miskin Mesir sulit untuk membeli bahan pangan (Zakiah, 2011).
3.3 Situasi Ujar
Situasi ujar sangat berkaitan erat dengan pragmatik sebab pragmatik
mengkaji makna yang berkaitan dengan situasi ujar. Leech (1996: 13—14)
mengungkapkan dalam situasi ujar terdapat lima aspek yang menopang
pragmatik. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:
1. penutur dan petutur;
2. konteks;
3. tujuan;
4. tuturan sebagai bentuk tindakan; dan
5. tuturan sebagai produk tindak verbal.
Penulis hanya akan memakai aspek penutur dan petutur, konteks, tujuan, dan
tuturan sebagi produk tindak verbal. Pemilihan pemakaian keempat aspek tersebut
sebagai teori dalam menganalisis penelitian ini dilakukan sebab aspek keempat
merupakan “payung” bagi aspek kelima dalam menjabarkan tuturan sehingga bila
digunakan sebagai teori dalam analisis penelitian ini akan mengakibatkan
pembahasan yang meluas.
3.3.1 Penutur dan Petutur
Leech menyatakan orang yang menyapa sebagai penutur/penulis dan orang
yang disapa sebagai petutur/pembaca. Di sini, perlu dibedakan antara penerima
dan petutur. Penerima merupakan orang yang menerima dan menafsirkan pesan,
sedangkan petutur adalah orang yang seharusnya menerima dan menjadi sasaran
pesan. Pembedaan ini dilakukan sebab penerima bisa saja orang yang kebetulan
2 Husni Mubarak ialah Presiden Mesir tahun 1981—2011.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
21
Universitas Indonesia
lewat dan mendengar pesan dan bukan orang yang disapa (dalam situasi
percakapan) (Leech, 1996: 13). Perhatikan contoh berikut ini.
(13) Situasi : Ruang kelas seusai kuliah yang masih ramai oleh
mahasiswa.
Rezki : Kres, ke perpustakaan, yuk!
Kresna : Saya mau ke kantin dulu.
Berdasarkan contoh di atas, Rezki merupakan petutur dan Kresna merupakan
petutur. Adapun teman-teman yang mendengar percakapan mereka merupakan
penerima pesan.
3.3.2 Konteks
Konteks adalah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki
oleh penutur dan petutur serta yang membatu petutur menafsirkan makna tuturan.
Konteks pun berkaitan erat dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan.
Mengetahui dan memahami konteks suatu wacana akan memudahkan peserta
tutur dalam berkomunikasi (Leech, 1996: 13). Perhatikan contoh di bawah ini.
(14) Tutuplah keran hingga ke tengah saja!
Tulisan tersebut dituliskan oleh seorang pegawai rumah makan diselembar kertas
yang kemudian direkatkan di dekat keran air di tempat cuci tangan. Berdasarkan
hal tersebut, maka setiap orang yang akan cuci tangan dan membaca tulisan
tersebut memiliki pengetahuan latar belakang yang sama bahwa air yang berasal
dari keran tersebut akan mengalir apabila keran tersebut ditutup melebihi batas
akhir air keluar, yaitu keran diputar hingga ke tengah.
3.3.3 Tujuan
Pemakaian istilah ‘tujuan’ lebih netral daripada istilah ‘maksud’. Hal ini
disebabkan ‘tujuan’ tidak membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau
motivasi yang sadar sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan-
kegiatan yang berorientasi tujuan. Tujuan tuturan adalah makna yang ingin
disampaikan penutur melalui ujaran yang diungkapkan (Leech, 1996: 13).
Perhatikan contoh berikut ini.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
22
Universitas Indonesia
(15) Hematlah air!
Penutur mengatakana hal tersebut kepada petutur agar petutur memakai air
seperlunya saja sebab saat ini semakin sulit untuk mendapatkan air bersih.
3.3.4 Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal
Selain sebagai tindak tutur, kata ‘tuturan’ dalam pragmatik dapat pula
diartikan sebagai “produk” tindak tutur, sehingga sebuah tuturan dapat merupakan
suatu sentence-instance3 atau sentence-token
4, tetapi bukanlah suatu kalimat
(Leech, 1996: 14).
3.4 Deiksis
Cahyono (1995: 217) memaknai deiksis sebagai suatu cara untuk mengacu
ke hakekat tertentu dengan memakai bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut
makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan. Senada
dengannya, Kushartanti (2005: 111) pun mendefinisikan deiksis sebagai cara
merujuk pada suatu hal yang berkaitan erat dengan konteks penutur. Yule
(2006:115) pun menyatakan bahwa deiksis adalah ‘pointing’ via language. Jadi,
deiksis adalah suatu cara untuk merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan
konteks penutur dengan jalinan ruang dan waktu.
Deiksis persona ditandai dengan pemakaian pronomina. Deiksis ruang
ditandai dengan adanya keterangan tempat maupun nomina demonstrativa.
Deiksis waktu ditandai dengan pemakaian keterangan waktu. Deiksis wacana
meliputi anafora dan katafora. Deiksis sosial didasarkan pada status sosial yang
mempengaruhi peran penutur dan petutur dalam percakapan. Oleh sebab itu,
Cahyono (1995: 218—219) mengadopsi Nababan (1987: 40) membagi deiksis
menjadi lima jenis, yaitu deiksis persona, deiksis ruang, deiksis waktu, deiksis
wacana, dan deiksis sosial.
3 ‘Contoh kalimat’
4 ‘Tanda kalimat’
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
23
Universitas Indonesia
3.4.1 Deiksis Persona
Deiksis ini dapat dilihat pada bentuk-bentuk pronomina pembicara atau
penutur sebagai orang pertama dan pendengar atau petutur sebagai orang kedua.
Rujukan kepada orang yang bukan penutur atau petutur ujaran, baik hadir maupun
tidak, merupakan orang ketiga. Perhatikan contoh di bawah ini.
(16) Kalian harus mengumpulkan tugas ini sebelum ujian.
Mengacu pada contoh (16), maka kita dapat menyimpulkan bahwa kata ‘kalian’
adalah arah acuan dalam peserta percakapan. Bila kita tidak mengetahui konteks
situasinya maka kita tidak akan tahu arah acuan ujaran tersebut. Jika ujaran di atas
diucapkan oleh seorang dosen, maka kita dapat mengetahui bahwa kata ‘kalian’
mengacu kepada mahasiswa-mahasiswa yang diajarnya.
3.4.2 Deikasis Ruang
Deiksis ruang berkaitan erat dengan pemberian bentuk lokasi menurut
peserta percakapan dalam peristiwa bahasa. Perhatikan contoh di bawah ini.
(17) Dilarang merokok di sini.
Pada contoh (17), kata ‘di sini’ akan sulit diketahui acuannya bila tidak diketahui
lokasi ujaran di atas. Jika ujaran tersebut ditujukan kepada para pengguna SPBU,
maka dapat diketahui bahwa kata ‘di sini’ mengacu kepada SPBU sebagai lokasi.
3.4.3 Deiksis Waktu
Deiksis waktu ditunjukkan dengan pemakain keterangan waktu yang
diujarkan baik oleh penutur maupun petutur. Perhatikan contoh berikut.
(18) Saat ini lebih baik sedia payung.
Pada contoh (18), para pembaca akan sulit menginterpretasikan kata ‘saat ini’. Hal
ini terjadi karena kata ‘saat ini’ bisa bermakna ‘sekarang’ ataupun ‘bulan-bulan
sepanjang musim penghujan’.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
24
Universitas Indonesia
3.4.4 Deiksis Wacana
Deiksisi jenis ini merupakan suatu rujukan kepada hal-hal tertentu dalam
suatu wacana yang telah dipaparkan atau sedang dikembangkan. Deiksis ini
meliputi anafora5 dan katafora
6. Perhatikanlah contoh di bawah ini:
(19) Ayah pulang dari kantor dengan mengendarai motornya.
(20) Karena aromanya yang khas, durian itu banyak dibeli.
Bila dicermati dengan seksama, maka akan ditemukan sebuah pola, yaitu –nya
pada kalimat (19) dan (20) mengacu pada hal yang sama, yaitu subjek kalimat. –
nya pada kalimat (19) merujuk pada kata ayah yang telah disebutkan sebelumnya
sehingga kalimat ini dikategorikan sebagai anafora, sedangkan kalimat (20)
masuk dalam kategori katafora sebab substitusi –nya pada kata aroma merujuk
pada kata durian yang disebutkan kemudian.
3.4.5 Deiksis Sosial
Grundy (1995: 28) memberikan contoh pemilihan kata dalam bahasa
Prancis untuk menggambarkan deiksis sosial. Bahasa Prancis memiliki dua
macam penyebutan pronomina orang kedua, yaitu tu7 ‘kamu’ dan vous
8 ‘anda’.
Pemakaian kata tersebut bergantung pada status sosial antara penutur dan petutur.
Kata tu menunjukkan keintiman antara penutur dan petutur sedangkan kata vous
menunjukkan adanya jarak antara penutur dan petuturnya.
Levinson (1985: 90—91) sebagaimana dikutip Prasetiani (2004: 92—93)
menyatakan bahwa hal mendasar yang menjadi informasi hubungan yang
mempengaruhi deiksis sosial yang berlaku untuk semua bahasa di dunia adalah
relasional dan keabsolutan. Variasi relasional yang penting adalah sebagai berikut.
1. Relasi antara penutur dan acuan.
2. Relasi antara penutur dan petutur.
3. Relasi antara penutur dan orang yang dibicarakan.
4. Relasi antara penutur dan situasi.
5 Anafora adalah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan dalam wacana dengan
substitusi ataupun pengulangan. 6 Katafora adalah penunjukan kepada sesuatu yang disebutkan kemudian di dalam suatu wacana.
7 Tu adalah persona kedua tunggal yang digunakan ketika penutur dan mitra tutur memiliki
hubungan yang akrab 8 Vous adalah persona kedua jamak yang digunakan ketika penutur dan mitra tutur tidak memiliki
hubungan yang akrab.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
25
Universitas Indonesia
Terkait dengan keabsolutan, tipe ini terbagi menjadi keabsolutan penutur dan
petutur. Keabsolutan penutur terdapat pada bahasa Tagalog di Thailand. Di dalam
bahasa Tagalog terdapat aturan tentang pemakaian morfem yang merupakan
partikel hormat. Morfem tersebut hanya boleh digunakan oleh laki-laki. Adapun
keabsolutan petutur dapat ditemukan pada pemakaian gelar orang yang diajak
bicara. Bahasa Inggris merupakan contoh bahasa yang memiliki keabsolutan
petutur. Hal ini ditandai dengan pemakaian gelar kepada bangsawan, yaitu ‘lord’
dan ‘sir’ (Grundy, 1995: 29).
Dalam masyarakat Jawa, deiksis sosial dapat ditemukan dengan mudah.
Hal ini terjadi sebab pada umumnya masyarakat Jawa menggunakan etiket bahasa
ketika sedang bertutur kata, yaitu pemilihan tingkatan bahasa yang berbeda sesuai
dengan kedudukan sosial penutur, petutur, atau orang yang dibicarakan. Dalam
bahasa Jawa, bentuk sapaan yang sepadan dengan Anda dapat dinyatakan dengan
panjenengan, sampeyan, kowe yang berurutan dari tingkat kesopanan berbahasa
paling tinggi hingga paling rendah (Cahyono, 1995: 219).
3.5 Tindak Tutur
Tindak tutur (speech act) merupakan seluruh komponen bahasa dan
nonbahasa yang melingkupi perbuatan bahasa yang utuh, berkaitan dengan peserta
percakapan, bentuk penyampaian amanat, topik, dan konteks amanat itu
(Kushartanti, 2005: 109). Yule (2006: 118) mendefinisikan tindak tutur as the
action performed by a speaker with an utterance. Dengan kata lain, tindak tutur
dapat dideskripsikan sebagai suatu tindakan untuk meminta, memerintahkan,
mempertanyakan, atau menginformasikan.
Austin menyatakan bahwa beberapa kalimat pernyataan dalam bahasa
tidak harus digunakan dengan maksud untuk membuat pernyaatan benar atau
salah. Namun, kalimat-kalimat pernyataan itu dapat digunakan untuk
“mengatakan” sesuatu. Dalam hal ini, Austin memaparkan kalimat-kalimat
pernyataan pun dapat digunakan untuk melakukan sesuatu secara aktif yang
kemudian disebut sebagai performatif (performatives). Berdasarkan hal tersebut,
Austin membagi tindak tutur menjadi tiga bagian, yaitu lokusi, ilokusi, dan
perlokusi (Cahyono, 1995: 223—224).
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
26
Universitas Indonesia
Lokusi adalah dasar tindakan dalam suatu ujaran atau pengungkapan
bahasa. Kemudian, ilokusi adalah tujuan yang terdapat dalam suatu ujaran,
sedangkan pengaruh dari lokusi dan ilokusi adalah perlokusi. Perhatikanlah
contoh berikut ini.
(18) Tutup pintu itu!
Pada kalimat (18) dapat diketahui bahwa terdapat tiga tindakan yang ada dalam
kalimat tersebut. Kalimat ‘tutup pintu itu’ merupakan ungkapan dari lokusi.
Perintah untuk menutup pintu adalah ilokusi dan aktivitas menutup pintu yang
dilakukan oleh petutur adalah perlokusi.
Leech (1993: 163—164) mengadopsi Searle (1979) mengklasifikasikan
daya ilokusi yang terdapat dalam setiap ujaran berdasarkan beberapa kriteria,
yaitu:
1. asertif (assertive) : keterikatan penutur pada kebenaran atau
kesesuaian proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan,
menyarankan, dan melaporkan;
2. direktif (directives) : bertujuan untuk menghasilkan tindakan dari
petutur, misalnya memerintah, memohon, menuntut, dan mengingatkan;
3. komisif (commissives) : melibatkan penutur dengan tindakan atau akibat
selanjutnya, misalnya berjanji, bersumpah, dan mengancam;
4. ekspresif (expressives): memperlihatkan sikap penutur pada kondisi
tertentu, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat,
memberi maaf, dan memuji; dan
5. deklaratif (declarations): tindak ilokusi yang menunjukkan perubahan
setelah diujarkan, misalnya menikahkan, menceraikan, mengundurkan
diri, dan menjatuhkan hukuman.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
27
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS PRAGMATIK PUISI ILA ṬUḠȂTI AL-‘ȂLAM
4.1 Analisis Situasi Ujar
Pada subbab pertama dalam bagian ini, penulis akan mengupas tentang
empat aspek situasi ujar yang terdapat pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam. Aspek-
aspek tersebut adalah penutur dan petutur, konteks, tujuan, dan tuturan sebagai
produk tindak verbal. Mengupas aspek-aspek situasi ujar sangat penting dilakukan
sebab seperti yang telah penulis kemukakan di bab sebelumnya bahwa untuk
menganalisis makna sebuah tuturan dari segi pragmatik sangat erat hubungannya
dengan situasi ujar.
4.1.1 Penutur dan Petutur
Aspek ini dalam situasi ujar sangat penting. Hal ini disebabkan aspek
pertama pada situasi ujar sangat berkaitan dengan pihak yang menuturkan ujaran,
pihak penerima ujaran, dan pihak yang seharusnya menerima pesan yang
terkandung di dalam ujaran yang terdapat di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam.
Pada awal bab penelitian ini telah dikemukakan bahwa Abu Al-Qȃsim Al-
Šȃbȋ adalah penulis puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam. Hal ini menunjukkan bahwa Abu
Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ merupakan penutur yang ingin menyampaikan pesan kepada
penguasa yang lalim melalui puisi tersebut. Sejak Oktober 2010, Puisi Ila Ṭuḡȃti
Al-‘Ȃlam kembali disebarluaskan kepada khalayak luas, bukan hanya rakyat Mesir
tetapi juga seluruh manusia di muka bumi. Hal ini dilakukan sebab jauh sebelum
revolusi Mesir 25 Januari 2011 terjadi, puisi ini digunakan untuk menyemangati
rakyat Tunisia untuk mengusir penjajah, pemerintah Prancis tahun 1956, dari
tanah Tunisia. Lalu, para pejuang di Mesir melalui sosial media menyebarluaskan
kembali puisi karya Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ yang berjudul Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam
untuk menyulut semangat rakyat Mesir yang ketika itu sedang mengalami “titik
jenuh” terhadap kepemimpinan Presiden Mesir, Husni Mubarak. Berdasarkan hal
tersebut, dapat disimpulkan bahwa Husni Mubarak merupakan petutur yang
menjadi sasaran pesan yang terkandung di dalam puisi itu dan orang-orang yang
menerima dan menafsirkan puisi tersebut melalui sosial media atau pun sarana
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
28
Universitas Indonesia
lainnya merupakan penerima pesan dan bukan sasaran utama yang dituju oleh
penutur.
Pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam penutur dalam hal ini sang penyair
mengajak petutur berkomunikasi melalui tuturan-tuturannya. Hal tersebut dapat
dilihat melalui kalimat berikut ini.
أال أيها الظالم المستبد (21)
/alȃ ayyuhȃ al-ẓȃlimu al-mustabiddu/
‘Oh, wahai penguasa yang kejam lagi diktator’
Pada kalimat (21) penutur mengajak berbicara petutur sehingga diksi yang dipilih
oleh penutur adalah oh, wahai pengusa yang kejam lagi diktator. Bentuk
komunikasi yang dilakukan oleh penutur adalah dengan memakai sebuah kata
teguran berupa penguasa yang lalim yang ditujukan kepada Mubarak sebagai
Presiden Mesir saat itu. Berdasarkan hal tersebut, maka jelaslah bahwa sang
penyair, yaitu Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ, merupakan penutur dan Husni Mubarak
sebagai penguasa yang lalim merupakan petutur. Adapun orang-orang yang
mendengarkan puisi ini dituturkan merupakan penerima pesan yang dapat
menginterpretasikan isi tuturan sesuai pemahaman konteks yang dimiliki.
4.1.2 Konteks
Di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam salah satu kalimat yang menunjukkan
konteks terdapat pada kalimat berikut.
سخرت بأنات شعب ضعيف (22)
/saḵirta bi’annȃti šaʽbin ḍaʽȋfin/
‘Kau ejek rintihan rakyat lemah’
Penutur memilih kata ejek sebagai tuturan sebab petutur tidak mengindahkan
jeritan rakyat lemah yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan primernya
yang disebabkan tingginya harga kebutuhan pokok. Bentuk acuh tak acuh yang
ditunjukkan oleh petutur inilah yang dimaksudkan oleh penutur sebagai kau ejek
rintihan rakyat lemah.
Berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh petutur dan ditambah dengan
penyebarluasan puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam sejak akhir 2010 hingga masa revolusi
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
29
Universitas Indonesia
berlangsung membuat rakyat Mesir bersemangat untuk melakukan sebuah
perubahan. Perubahan yang signifikan dan mendasar dengan cara yang keluar dari
sistem yang berlaku yang disebut dengan revolusi.
4.1.3 Tujuan
Penutur menuturkan tuturan dalam bentuk puisi bertujuan untuk
memperingatkan penguasa yang lalim. Selain itu, tujuan tuturan di dalam puisi ini
adalah untuk mengajak rakyat Mesir untuk bergerak melawan kezaliman yang
telah dilakukan oleh petutur. Tuturan peringatan kepada petutur dapat ditemui di
dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam pada kalimat berikut ini.
حذار ! فتحت الرماد اللهيب (23)
/ḥaḏȃri! fataḥta al-ramȃdi al-lahȋbi/
‘Awas! Kau telah membuka abu api yang membara’
ومن ي بذر الشوك ين اجلراح (24)
/wa man yabḏuri al-šauka yajni al-jirȃḥi/
‘Siapa yang menabur duri akan menuai luka’
Pada kalimat (23) muncul bentuk interjektif sebagai bentuk seruan penutur
terhadap petutur, yaitu kata awas! Kau telah membuka abu api yang
membara. Berdasarkan tuturan tersebut, penutur ingin memperingatkan
petutur bahwa ia telah membuat geram rakyat Mesir atas perbuatan yang
telah dilakukannya, di antaranya tidak mengindahkan kesulitan rakyat
kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup yang disebabkan tingginya harga
kebutuhan pokok. Kemudian, penutur mempertegas peringatannya dengan
menuturkan siapa yang menabur duri akan menuai luka. Hal tersebut
memiliki arti bahwa petutur akan memperoleh hasil dari perbuatan yang
telah dilakukannya terhadap rakyat Mesir. Hasil dari perbuatan yang
kemudian diperoleh petutur adalah pemakzulan petutur dari kursi
kepresidenan. Perjuangan rakyat Mesir membuahkan hasil. Pada 11
Februari 2011, Mubarak mundur dari jabatannya sebagai Presiden Mesir.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
30
Universitas Indonesia
4.1.4 Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal
Tuturan sebagai produk tindak verbal dalam penelitian ini berupa puisi
yang diujarkan oleh Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ. Puisi tersebut berjudul Ila Ṭuḡȃti Al-
‘Ȃlam ‘Teruntuk Tirani Dunia’ dan terdiri dari 18 bait. Berdasarkan konteksnya,
puisi ini diperuntukkan kepada pemimpin Mesir, Husni Mubarak, yang telah
berbuat zalim kepada rakyatnya. Puisi ini lah yang disebut dengan tuturan sebagai
produk tindak verbal dan salah satu contoh tuturan sebagai produk tindak verbal
yang terdapat di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam adalah sebagai berikut.
وأشربته الدمع ، حت ثل (25)
/wa ašrabtahu al-damʽa, ḥattȃ ṯamili/
‘Kau telah memberi mereka minum dengan air mata hingga
kembung’
Penutur menuturkan kepada petutur bahwa kau telah memberi rakyat Mesir
minum dengan air mata hingga kembung. Tuturan ini lah yang disebut dengan
tuturan sebagai produk tindak verbal.
4.2 Analisis Deiksis
Pada subbab kedua, penulis akan menganalisis deiksis yang ada di dalam
puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam karya Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ. Dalam kesempatan ini,
deiksis yang akan dianalisis adalah deiksis persona, deiksis ruang, deiksis waktu,
deiksis wacana, dan deiksis sosial.
4.2.1 Deiksis Persona
Pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam dapat ditemukan sebanyak sembilan belas
deiksis persona. Sembilan belas deiksis persona tersebut dapat dilihat di dalam
dua belas kalimat berikut.
أال أيها الظالم المستبد (26)
/alȃ ayyuhȃ al-ẓȃlimu al-mustabiddu/
‘Oh, wahai penguasa yang kejam lagi diktator’
Pada kalimat (26) di atas bentuk deiksis persona tidak ditunjukkan dengan
pronomina persona. Kalimat tersebut memakai bentuk sapaan sebagai bentuk
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
31
Universitas Indonesia
deiksis persona. Bentuk deiksis yang ditunjukkan melalui kata sapaan ‘penguasa
yang kejam lagi diktator’ diperuntukkan kepada persona kedua yang
berkedudukan sebagi petutur.
Kata الظامل املستبد merujuk kepada petutur sebab beliau adalah pemimpin
Mesir kala itu dan memiliki kekuasaan untuk mengeksekusi produk-produk
pemerintahan. Secara otomatis, tanggung jawab untuk menyejahterakan rakyat
Mesir pun diemban olehnya. Namun, rakyat Mesir sudah tidak ingin dipimpin lagi
oleh Sang Presiden sebab kediktatoran yang telah diterapkan olehnya.
سخرت بأنات شعب ضعيف (27)
/saḵirta bi’annȃti šaʽbin ḍaʽȋfin/
‘Kau ejek rintihan rakyat lemah’
Kalimat di atas diujarkan oleh sang penyair, yaitu Abu Al-Qȃsim Al-Šȃbȋ, yang
berkedudukan sebagai penutur. Penutur mengujarkan kalimat tersebut kepada
petuturnya melalui puisi yang beliau beri judul Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam. Bentuk
deiksis yang ada di dalam kalimat di atas ditandai dengan pemakaian pronomina
persona kedua laki-laki tunggal, yaitu أنت ‘kau’ yang melekat pada verba perfektif.
Bentuk deiksis persona pada kalimat ini berkedudukan sebagai subjek pada
kalimat (27). Seorang pemimpin negara biasanya dihormati, tetapi tidak demikian
dengan Mubarak. Hal tersebut berimplikasi pada kata yang dipilih oleh penutur
dalam menyampaikan tuturan di atas. Kata أنت lebih dipilih penutur sebagai
pronomina persona dari الظامل املستبد dan bukan pronomina أنتم. Selain itu, ada pula
kata شعب ضعيف ‘rakyat lemah’ yang merupakan orang ketiga pada puisi ini. Kata
tersebut menunjukkan deiksis persona pula.
وكف ك م ضوب ة م ن دماه (28)
/wa kaffuka maḵḍȗbatu min dimȃhu/
‘Telapak tanganmu berlumuran darah mereka’
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
32
Universitas Indonesia
Pada kalimat (28) terdapat dua bentuk deiksis persona, yaitu ‘kamu’ dan ‘mereka’.
Deiksis persona kedua yang ditunjukkan oleh kalimat di atas berbeda dengan
deiksis persona kedua pada kalimat (27). Pada kalimat (27), deiksis persona kedua
dapat ditemukan melekat pada verba perfektif, سخرت. Namun, pada kalimat (28),
deiksis persona kedua ditemukan melekat pada nomina كف dan bersifat posesif.
Adapun kata mereka adalah bentuk deiksis persona ketiga. Sebenarnya, hu
pada kata دماه memiliki makna orang ketiga tunggal dan berkelamin maskulin. Hu
merujuk kepada شعب ضعيف yang berbentuk mufrad ‘tunggal’ sehingga subtitusi
kata tersebut adalah hu dan bukan hum. Ungkapan شعب ضعيف merupakan istilah
bagi “korban” kediktatoran petutur kala itu yang termuat di dalam kalimat
sebelumnya.
ه سحر الوجود (29) وسرت تشو
/wa sirta tušawwihu siḥra al-wujȗdi/
‘Kau berjalan menyerupai pesona eksistensi’
Deiksis persona pada kalimat (29) merupakan repetisi dari deiksis persona yang
terdapat pada kalimat (27). Pronomina persona yang digunakan adalah bentuk
pronomina persona kedua tunggal laki-laki, أنت, berupa sufiks ت pada verba
perfektif berjalan dan prefiks ت pada verba imperfektif menyerupai. Pada verba
imperfektif, kata ganti persona yang melekat padanya ditandai dengan pemakaian
huruf ي ,ن ,ت ,ء.
و ت ب ذ ر ش و ك ال س ى يف رباه (30)
/wa tabḏuru šauka al-asȃ fȋ rubȃhu/
‘Kau menabur duri kesedihan di cakrawala’
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
33
Universitas Indonesia
Kali ini, pada kalimat (30), bentuk deiksis persona kedua ditemukan melekat pada
verba imperfektif ت ب ذ ر. Pada kalimat ini penutur berpesan kepada petutur bahwa ia
bukan hanya telah melakukan aktivitas menabur duri, melainkan telah menabur
duri pada masa yang berkelanjutan. Berdasarkan konteksnya, kata kau menabur
duri kesedihan di cakrawala bukanlah bermakna denotasi, melainkan konotasi.
Makna yang terkandung di dalamnya adalah petutur telah dan akan melukai
rakyatnya dengan segala keputusan dan tindakan yang diambilnya.
رويدك ! ال يخدعنك الربيع (31)
/ruwaidaka! lȃ yaḵdaʽanka al-rabȋʽu/
‘Tunggu! Musim semi tidak akan menipumu’
Pada kalimat (31) kata رويدك secara kasat mata tidak ditemukan bentuk deiksis
persona. Namun, bila ditelaah lagi, maka akan diketahui bahwa kata tersebut
berstruktur interjektif yang berbentuk seruan dan mengandung unsur imperatif. Di
dalam kata yang bertujuan memerintah terkandung deiksis persona kedua, yaitu
kamu. Hal ini terjadi sebab sebuah bentuk perintah tidak dapat ditujukan kepada
orang ketiga (غ ائ ب) maupun orang pertama (م ت ك ل م). Kata ال خيدعنك /lȃ yaḵda‘anka/
‘tidak menipumu’ pun mengandung deiksis persona, yaitu deiksis persona kedua.
Berbeda dengan sebelumnya, deiksis persona pada kata ini dapat ditemukan
secara jelas dan berkedudukan sebagai objek.
حذار ! فتحت الر ماد اللهيب (32)
/ḥaḏȃri! fataḥta al-ramȃdi al-lahȋbi/
‘Awas! Kau telah membuka abu api yang membara’
Senada dengan pembahasan sebelumnya, kali ini pun kata tidak حذار
menampakkan deiksis persona. Hal ini terjadi sebab kata tersebut berbentuk
imperatif. Struktur imperatif di atas tidak menampakkan pronomina persona tetapi
sebenarnya mengandung pronomina persona kedua yang bersifat deiksis. Selain
itu, pada kalimat (32) juga terdapat deiksis persona kedua yang terdapat pada kata
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
34
Universitas Indonesia
Di dalam kalimat di atas, deiksis persona kedua ditemukan melekat pada .فتحت
verba perfektif. Penutur menuliskan seperti itu sebab petutur benar-benar telah
membuka, walau pun bukan pintu, luka dan rasa sakit yang begitu mendalam bagi
rakyat Mesir.
تأمل ! هنالك .. أن حصدت (33)
/ta’ammal! Hunȃlika..’ annȃ ḥaṣadta/
‘Lihatlah! Di sanaakan ada yang kau tuai’
Pada kalimat (33) ada dua deiksis persona yang berbeda bentuk. Deiksis persona
yang pertama ditampilkan oleh kalimat di atas adalah dalam bentuk verba
imperatif ( تأمل). Seperti pada pembahasan sebelumnya tentang kata yang
berbentuk imperatif, pada verba imperatif pun pronomina persona kedua tidak
ditampakkan secara eksplisit. Namun, telah diketahui bersama bahwa verba
imperatif ditujukan kepada orang kedua,dalam hal ini petutur. Di dalam kata
,Berdasarkan konteksnya .أنت pun terdapat deiksis persona kedua, yaitu حصدت
yang akan dituai oleh petutur bukanlah padi yang ada di sawah, melainkan
dampak yang akan dirasakan olehnya sebagai akibat dari kelaliman yang telah
dilakukannya dalam memimpin rakyat Mesir.
اب (34) ورو ي ت بالدم ق لب الت
/wa rawwaita bi al-dami qalba al-turȃbi/
‘Kau telah menyiram jantung bumi dengan darah’
Kalimat (34) memiliki satu bentuk deiksis persona. Deiksis persona ditandai
dengan pemakaian al-ḍamiru al-muttaṣil, yaitu pada kata رو ي ت. Sufiks ت pada
kata tersebut merupakan representasi pronomina persona kedua tunggal, أنت yang
merujuk kepada petutur. Berdasarkan konteksnya, sang pemimpin negeri piramid
telah memberikan hal yang tidak baik kepada rakyatnya yang direpresentasikan
dengan kata jantung bumi.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
35
Universitas Indonesia
وأشربته الدمع، حت ثل (35)
/wa ’ašrabtahu al-damʽa, ḥattȃ ṯamili/
‘Kau telah memberinya minum dengan air mata hingga kembung’
Pada kalimat (35) terdapat dua deiksis persona di dalam satu verba. Mereka
adalah kamu, yang merujuk kepada الظامل املستبد, sebagai deiksis persona kedua dan
mereka, yang ditujukan kepada شعب ضعيف, sebagai deiksis persona ketiga.
Berdasarkan konteksnya, penutur ingin mengingatkan petuturnya bahwa ia telah
membuat rakyat Mesir merana hingga tak terbantahkan lagi, terlebih dengan
kediktatoran yang diterapkannya.
سيجرفك السيل، سيل الدماء (36)
/sayajrifuka al-sailu, sailu al-dimȃ’i/
‘Banjir akan menerpamu, banjir darah’
Di dalam kalimat (36), pronomina persona ditemukan bukan sebagai subjek
melainkan sebagai objek. Pamakain sufiks ك pada verba imperfektif سيجرف
menandakan bahwa pronomina persona yang digunakan adalah أنت. Berdasarkan
hal tersebut, dapat diketahui bahwa deiksis yang terdapat di dalam verba سيجرف
merupakan deiksis persona kedua.
Pada kalimat di atas, penutur menyampaikan pesan kepada petutur bahwa
akan banyak darah yang tumpah. Darah merupakan analogi bagi rakyat Mesir
yang meninggal dunia, rakyat Mesir yang akan menjadi korban atas segala
kesewenang-wenangan yang telah dilakukannya.
ويأكلك العاصف املشتعل (37)
/wa ya’kuluka al-ʽȃṣifu al-muštaʽilu/
‘(Dan) badai yang menghancurkan akan melahapmu’
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
36
Universitas Indonesia
Pada kalimat (37) deiksis persona dapat ditemukan dan tampak jelas melekat pada
verba imperfektif ( رعاالفعل املض ). Ia berkedudukan sebagai objek di dalam kalimat
(37) dan merupakan deiksis persona kedua, yaitu ك ‘kamu’.
4.2.2 Deiksis Ruang
Pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam, ada dua deiksis ruang yang terkandung di
dalamnya. Perhatikanlah kalimat berikut.
تأمل ! هنالك .. أن حصدت (38)
/ta’ammal! Hunȃlika.. ’annȃ ḥaṣadta/
‘Lihatlah! Di sana.. akan ada yang kau tuai’
Deiksis ruang yang terdapat pada kalimat di atas ditandai dengan pemakaian
nomina demonstrativa, yaitu di sana. Salah satu syarat suatu nomina
demonstrativa dikategorikan bersifat deiksis adalah kata tersebut berorientasi
kepada peserta tutur. Kata di sana berorientasi kepada penutur dan ditujukan
kepada petutur bahwa di sana, di Mesir, akan ada yang diterima oleh petutur
sebagai implikasi dari tindakan-tindakan yang telah diperbuatnya terhadap rakyat
Mesir.
ففي األفق الر حب هول الظالم (39)
/fafȋ al-’ufuqi al-ruḥbi haulu al-ẓulȃmi/
‘Pada cakrawala yang luas ada teror kegelapan’
Biasanya deiksis ruang ditandai dengan nomina demonstrativa, tetapi pada
kalimat di atas ditemukan kata keterangan tempat, yaitu pada cakrawala yang
luas. Kata tersebut merupakan sebuah ungkapan yang bersifat konotatif. Penutur
menggambarkan kondisi rakyat Mesir yang kelam, mencekam, dan sangat
mengerikan dengan segala kesewenang-wenangan yang telah dilakukan oleh
pemimpin negara yang negerinya dilalui oleh Sungai Nil.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
37
Universitas Indonesia
4.2.3 Deiksis Waktu
Terdapat tiga bentuk deiksis waktu yang terdapat pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-
‘Ȃlam. Untuk melihat bentuk deiksis yang dimaksud, perhatikan kalimat berikut.
حذار ! فتحت الر ماد اللهيب (40)
/ḥaḏȃri! Fataḥta al-ramȃdi al-lahȋb/
‘Awas! kau telah membuka abu api yang membara’
Pada kalimat (40), tidak ditemukan pemakaian kata keterangan waktu. Dalam
bahasa Arab, bentuk keterangan waktu dapat ditemukan melalui verba yang
digunakan di dalam tuturan. Dengan demikian, pemakaian verba dalam bahasa
Arab mengandung unsur waktu.
Unsur waktu yang terdapat pada verba perfektif dalam kalimat di atas
merupakan bagian analisis penulis. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui
bahwa kalimat di atas memiliki bentuk deiksis waktu yang terkandung di dalam
verba فتح. Waktu lampau merupakan bentuk deiksis waktu yang terdapat di dalam
verba perfektif tersebut. Berdasarkan konteksnya, penutur ingin menyampaikan
kepada petutur bahwa Husni Mubarak telah membuka “pintu” kebencian yang
teramat sangat pada diri rakyat Mesir. Hal ini mengakibatkan rakyat Mesir
melakukan tindakan perlawanan terhadap petutur.
سيجرفك السيل، سيل الدماء (41)
/sayajrifuka al-sailu, sailu al-dimȃ’i/
‘Banjir akan menerpamu, banjir darah’
Senada dengan pembahasan sebelumnya, pada kalimat (41) pun tidak ditemukan
kata keterangan waktu. Namun, bentuk keterangan waktu dapat ditemui pada
verba yang mengawali kalimat verba ( ملة الفعليةاجل ) di atas. Apabila pada kalimat
(40) keterangan waktu ditemui pada verba perfektif, maka pada kalimat (41),
keterangan waktu dapat ditemui dalam bentuk verba imperfektif. Bentuknya
ditandai dengan pemakaian الفعل املضارع berupa prefiks س sebagai penanda kala
mendatang. Hal ini berarti ketika penutur menuturkan tuturan di atas, peristiwa
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
38
Universitas Indonesia
yang diujarkannya belum terjadi. Kezaliman yang telah dilakukan oleh petutur
telah membuat rakyat Mesir sengsara bahkan hingga meninggal.
ويأكلك العاصف املشتعل (42)
/wa ya’kuluka al-ʽȃṣifu al-muštaʽilu/
‘Dan badai yang menghancurkan akan melahapmu’
Deiksis waktu pada kalimat di atas pun tidak tampak secara eksplisit di dalam
tuturan tersebut. Namun, bentuk deiksis waktu dapat dipahami dari pemakaian
verba. Verba yang dipakai di dalam kalimat tersebut merupakan verba imperfektif
Al-Fi‘lu al-muḍȃri‘ tidak hanya mengandung makna kala kini, tetapi .(الفعل املضارع)
juga mengandung makna kala mendatang. Pada tuturan di atas, الفعل املضارع
bermakna kala mendatang.
تأمل ! هنالك .. أن حصدت (43)
/ta’ammal! Hunȃlika.. ’annȃ ḥaṣadta/
‘Lihatlah! Di sana.. akan ada yang kau tuai’
Verba imperatif yang terdapat pada tuturan (43) mengandung unsur waktu, yaitu
masa mendatang. Hal ini terjadi sebab tindakan yang dilakukan adalah hasil dari
perintah yang baru dilaksanakan setelah verba imperatif dituturkan oleh penutur
yang ditujukan terhadap petutur. Berdasarkan hal tersebut, verba imperatif
memiliki unsur waktu mendatang.
4.2.4 Deiksis Wacana
Analisis terhadap deiksis wacana pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam dapat
ditemukan sebanyak empat kalimat. Kalimat-kalimat yang dimaksud akan
dipaparkan di bawah ini.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
39
Universitas Indonesia
سخرت بأنات شعب ضعيف (44)
/saḵirta bi’annȃti šaʽbin ḍaʽȋfin/
‘Kau ejek rintihan rakyat lemah’
Kata سخرت pada kalimat di atas mengandung pronomina أنت. Apabila tuturan di
atas hanya dibaca sekilas, maka pronimina أنت pada verba سخر tidak diketahui
merujuk kepada siapa. Namun, bila puisi ini dibaca secara menyeluruh dan
seksama, maka dapat ditemukan dan diketahui bahwa pronomina tersebut merujuk
kepada الظامل املستبد ‘penguasa yang lalim’ yang terdapat pada kalimat (26).
Penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya di dalam
wacana merupakan bentuk anafora. Anafora adalah bagian dari deiksis wacana.
وكف ك م ضوب ة م ن دماه (45)
/wa kaffuka maḵḍȗbatu min dimȃhu/
‘Telapak tanganmu berlumuran darah mereka’
Kata دماه pada kalimat di atas memiliki dua bentuk deiksis, yaitu deiksis persona
dan deiksis wacana. Namun di sini, penulis akan membahas tentang deiksis
wacana saja sebab ulasan tentang deiksis persona sudah dilakukan sebelumnya.
Sufiks ه /hu/ pada kata دماه /dimȃhu/ merupakan bentuk kepemilikan. Kepemilikan
yang bersandar pada kata دماء /dimȃun/ ‘darah-darah’ merupakan sebuah
substitusi. Pemakaian ḍamir hu bukanlah merujuk kepada kata darah-darah. Hu
hanyalah bentuk posesif terhadap darah-darah tetapi tidak merujuk kepada kata
rakyat yang‘ شعب ضعيف itu sendiri. Ḍamir hu merupakan substitusi dari دماء
lemah’ yang berbentuk mufrad ‘tunggal’ tetapi merepresentasikan banyak orang
yang hidup di suatu negara sehingga pemaknaannya menjadi mereka, bukan -nya.
Kalimat berikut ini pun termasuk dalam jenis anafora.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
40
Universitas Indonesia
تأمل ! هنالك .. أن حصدت (46)
/ta’ammal! Hunȃlika.. ’annȃ ḥaṣadta/
‘Lihatlah! Di sana.. akan ada yang kau tuai’
Berbeda dengan dua kalimat sebelumnya, kalimat (46) bukanlah tergolong ke
dalam anafora. Hal tersebut dapat diamati dari kalimat akan ada yang kau tuai.
Bila dilihat konteksnya, kata akan ada yang kau tuai akan merujuk pada tuturan
berikutnya di dalam puisi ini. Sesuatu yang akan dituai oleh penguasa yang zalim
adalah رؤوس الورى ، وزهور المل /ru’ûsa al-warȃ, wazuhûra al-’amali/. Berdasarkan hal
tersebut lah, kalimat di atas termasuk dalam katafora yang merupakan bagian dari
deiksis wacana.
وأشربته الدمع، حت ثل (47)
/wa ašrabtahu al-damʽa, ḥattȃ ṯamili/
‘(Dan) kau telah memberi mereka minum dengan air mata hingga
kembung’
Dalam kalimat di atas terdapat dua deiksis wacana. Bentuk deiksis wacana di
dalam kalimat (47) dapat dijumpai pada kata أشربته. Di dalam kata tersebut ada
pronomina أنت ‘kau’ sebagai subjek sehingga berupa sufiks ت pada verba perfektif
dan ه و ‘dia’ sebagai posesif sehingga berupa sufiks ه. Kata kau merupakan bentuk
substitusi dari penguasa yang lalim yang telah dituturkan di awal tuturan. Adapun
kata mereka merupakan bentuk repetisi sufiks ه seperti yang terdapat pada kata
darah-darah yang terdapat pada kalimat (28). Hu pada kalimat (47) pun merujuk
kepada rakyat yang lemah yang terdapat pada kalimat (27). Hal ini berarti tuturan
di atas merupakan bentuk anafora yang menjadi bagian deiksis wacana.
4.2.5 Deiksis Sosial
Penulis menemukan satu bentuk deiksis sosial yang terdapat di dalam puisi
Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam. Deiksis sosial pada puisi tersebut dapat dilihat pada tuturan
berikut.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
41
Universitas Indonesia
أال أيها الظالم المستبد (48)
/’alȃ ’ayyuhȃ al-ẓȃlimu al-mustabiddu/
‘Oh, wahai penguasa yang kejam lagi diktator’
Pemilihan kata الظامل املستبد merepresentasikan relasi antara penutur dan petutur.
Ketika penutur dan petutur memiliki relasi yang akrab, maka kata yang dipilih pun
akan merepresentasikan kedekatan hubungan di antara mereka. Penutur memakai
kata ‘penguasa yang kejam’ yang ditujukan kepada petutur, dalam hal ini Husni
Mubarak sebagai pemimpin Mesir, mengindikasikan bahwa, pertama, relasi antara
penutur dan petutur tidak akrab. Kedua, petutur bukanlah pemimpin yang
bertanggung jawab, memiliki integritas, dan melayani konstituen, dalam hal ini
rakyat Mesir, dengan baik sehingga ia dicap seperti itu. Ketiga, penutur memilih
kata tersebut agar mendapat perhatian dari petuturnya sehingga pesan yang
terkandung di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam dapat diterima petutur dan
dijadikan bahan instrospeksi.
4.3 Analisis Tindak Tutur
Pada subbab terakhir, penulis akan memaparkan analisis tindak tutur yang
terdapat dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam. Tindak tutur yang terdapat pada puisi ini
merupakan tindak tutur tidak langsung. Hal ini disebabkan penyampaian pesan
yang dilakukan oleh penutur bukanlah secara langsung seperti dalam sebuah
percakapan langsung (tatap muka). Namun, tuturan yang terkandung di dalam
puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam merupakan bentuk tindak tutur yang dituturkan oleh
penutur. Oleh sebab itu, tindak tutur yang terdapat pada puisi ini disebut sebagai
tindak tutur tidak langsung.
4.3.1 Tindak Tutur Austin
Pada kesempatan ini, penulis memapaparkan tindak tutur berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh Austin. Austin mengemukakan bahwa tindak tutur terdiri
atas tiga hal. Ketiga hal tersebut yaitu lokusi sebagai tuturan dari penutur, ilokusi
sebagai tujuan tuturan yang menimbulkan interpretasi di benak petutur, dan
perlokusi sebagai action dari hasil interpretasi.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
42
Universitas Indonesia
Data 1
Tuturan di atas merupakan satu kesatuan lokusi yang dituturkan oleh sang
penyair. Penutur menuturkan tuturan di atas dengan tujuan untuk membuat petutur
memperhatikan hal yang dituturkannya. Ia ingin menarik perhatian petutur dengan
memakai diksi yang berlebih. Hal ini ditunjukkan dengan pemilihan kata أال أيها
‘oh, wahai’ yang memiliki makna serupa, yaitu bentuk teguran kepada petutur.
Selain itu, penutur pun memakai diksi yang kontradiktif. Hal tersebut
dapat dilihat pada baris kedua, yaitu حبيب الظالم ‘kekasih kegelapan’. Kata kekasih
biasanya ditujukan untuk orang yang disayang dan menjadi dambaan hati. Namun,
pada tuturan di atas kata kekasih dialamatkan kepada sesuatu yang kelam dan
gelap. Hal yang kelam dan gelap biasanya identik dengan hal mistis atau pun
kejahatan. Frasa kekasih kegelapan yang digunakan oleh penutur sangat jelas
ditujukan kepada orang yang lekat dengan tindak kesewenang-wenangan. Selain
itu, penyair memilih diksi itu untuk menarik perhatian dari petutur juga penerima
pesan.
Kemudian, cara lain yang digunakan oleh penutur untuk menarik perhatian
petutur adalah dengan menuturkan kau ejek rintihan rakyat lemah. Telapak
tanganmu berlumuran darah mereka. Secara logika, ketika seseorang melakukan
حبيب الظالم، عدو احلياه أال أيها الظامل املستبد
Alȃ ayyuhȃ al-ẓȃlimu al-mustabiddu Ḥabȋbu al-ẓalȃma, ‘aduwwu al-
ḥayȃh Oh, wahai penguasa yang kejam
Kekasih kegelapan, musuh
kehidupan
وكف ك مضوبة من دماه سخرت بأنات شعب ضعيف
Saḵirta bi’annȃti šaʽbin ḍaʽȋfin Wa kaffuka maḵḍȗbatu min
dimȃhu Kau ejek rintihan rakyat lemah
Telapak tanganmu berlumuran
darah mereka
وت ب ذ ر شوك السى يف رباه وسرت تشو ه سحر الوجود
Wa sirta tušawwihu siḥra al-wujȗdi Wa tabḏuru šawka al-asȃ fȋ
rubȃhu Kau berjalan menyerupai pesona eksistensi
Kau menabur duri kesedihan di
cakrawala
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
43
Universitas Indonesia
aktivitas mencela orang lain, maka tidaklah mungkin dengan seketika akan
menimbulkan kematian yang dianalogikan dengan tuturan telapak tanganmu
berlumuran darah mereka. Namun, aktivitas mencela yang dimaksudkan sang
penutur adalah petutur acuh terhadap aspirasi yang dilontarkan oleh rakyat Mesir
tentang harga kebutuhan pokok yang melonjak. Hal ini berdampak pada
penderitaan rakyat. Rakyat Mesir menjadi sulit untuk memenuhi kebutuhan
primernya, khususnya pangan. Ketika pangan sulit untuk didapatkan, maka
implikasinya adalah banyak rakyat yang kelaparan bahkan meninggal. Hal ini lah
yang dimaksudkan penutur dengan tuturan telapak tanganmu berlumuran darah
mereka.
Lalu, pada bait kelima dan keenam pun penutur menuturkan kepada
petutur bahwa ia berjalan menyerupai pesona eksistensi dan menabur duri
kesedihan di cakrawala. Tuturan tersebut pun merupakan cara penutur agar atensi
petutur terarah pada apa yang dituturkannya di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam.
Penutur menyatakan kepada petutur bahwa ia tetap menjalankan program-
programnya secara diktator hanya untuk sebuah eksistensi atau sering disebut
dengang istilah pencitraan. Perilaku petutur yang seperti itu telah membuat sedih
bahkan geram masyarakat Mesir yang dianalogikan dengan kata cakrawala.
Pada akhirnya perlokusi yang timbul yang disebabkan oleh enam bait
tuturan di atas adalah petutur memerhatikan puisi yang diujarkan sang penutur. Itu
adalah perlokusi pertama. Perlokusi kedua adalah petutur bukan hanya
memperhatikan tuturan dari penutur, tetapi juga menyimak apa yang dituturkan
oleh penutur agar petutur tetapi menyimak tuturan-tuturan berikutnya yang
terdapat di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam.
Data 2
ال خيدعنك الربيع ! رويدك وصحو الفضاء، وضوء الصباح
Wa ṣaḥwu al-faḍȃi, wa ḍau’u al-
ṣabȃḥi Ruwaydaka! lȃ yaḵdaʽanka al-rabȋʽu
Terangnya langit dan cahaya pagi Tunggu! Musim semi tidak akan tertipu
olehmu
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
44
Universitas Indonesia
ففي الفق الرحب هول الظالم وقصف الر عود، وعصف الر ياح
Wa qaṣfu al-ru‘ûdi, wa ‘aṣfu al-riyȃḥi Fafȋ al-ufuqi al-ruḥbi hawlu al-ẓulȃmi
Gemuruh petir dan badai angin Pada cakrawala yang luas ada teror
kegelapan Tuturan di atas adalah bentuk lokusi yang ada di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-
‘Ȃlam. Penutur bermaksud untuk menginformasikan kepada petutur tentang hal-
hal yang telah dilakukannya. Tuturan yang disampaikan di atas oleh penutur
merupakan kalimat analogi yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Penulis
mengklasifikasikan maksud dari tuturan di atas sebagai ilokusi.
Di awal tuturan, penutur memilih kata tunggu agar atensi petutur tidak
beralih ke hal yang lain. Lalu, penutur pun melanjutkan tuturannya dengan
menyatakan bahwa musim semi tidak akan tertipu olehmu. Istilah musim semi
biasanya digunakan sebagai ungkapan untuk sesuatu yang bermekaran, merekah,
indah, dan enak untuk dipandang. Istilah terangnya langit dan cahaya pagi
identik dengan semangat yang membara. Pada konteks di sini, frasa musim semi,
terangnya langit, dan cahaya pagi merupakan analogi tentang rakyat Mesir yang
bersemangat dalam menjalani kehidupannya walaupun tidak demikian dengan
kondisi negaranya. Perlu dicermati dengan seksama, pada tuturan di atas, frasa
musim semi disandingkan dengan kata-kata yang kontras dengannya, yaitu tidak
akan tertipu olehmu. Hal ini menandakan bahwa rakyat Mesir yang sedang
bersemangat menjalani kehidupannya tidak akan tertipu oleh tindakan-tindakan
yang mengukuhkan eksistensi diri Husni Mubarak sebagai penguasa Mesir.
Kemudian, pada tuturan berikutnya penutur mengungkapkan kepada
petutur bahwa pada cakrawala yang luas ada teror kegelapan. Kata cakrawala
yang luas menggambarkan betapa luas wilayah Mesir dan begitu banyak rakyat
yang harus dinaungi oleh penguasa. Namun, petutur, sebagai penguasa Mesir,
melakukan kebijakan yang membuat rakyat menjadi resah. Terlebih, penutur
menegaskan tuturan sebelumnya dengan menuturkan gemuruh petir dan badai
angin. Ini menambah keresahan rakyat bahwa apa yang dilakukan penguasa akan
berdampak negatif. Berdasarkan hal tersebut, perlokusinya adalah perubahan
perilaku petutur dalam menjalankan pemerintahan dan produk-produk
pemerintahan.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
45
Universitas Indonesia
Data 3
الرماد اللهيب فتحت ! حذار ي بذر الشوك ين اجلراحومن
Wa man yabḏuri al-šauka
yajni al-jirȃḥi Ḥaḏȃri! Fataḥta al-ramȃdi al-lahȋbu
Siapa yang menabur duri akan menuai
luka Awas! Kau telah membuka abu api
yang membara أن حصدت .. هنالك ! تأمل رؤوس الورى ، وزهور المل
Ru’ûsa al-warȃ, wa
zuhûra al-amali Ta’ammal! Hunȃlika.. ’annȃ ḥaṣadta
Kepala orang-orang dan bunga-bunga
harapan Lihatlah! Di sana..akan ada yang kau
tuai
اب ي ورو وأشربته الدمع، حت ثل ت بالدم ق لب الت
Wa ašrabtahu al-damʽa, ḥattȃ ṯamili Wa rawwayta bi al-dami
qalba al-turȃbi
Kau telah memberi mereka minum
dengan air mata hingga kembung Kau telah menyiram jantung bumi
dengan darah سيجرفك السيل، سيل الدماء ويأكلك العاصف املشتعل
Wa ya’kuluka al-ʽȃṣifu al-muštaʽilu Sayajrifuka al-saylu, saylu al-dimȃ’i
Dan badai yang menghancurkan akan
melahapmu Banjir akan menerpamu, banjir darah
Pada data 3, seluruh tuturan di atas merupakan lokusi sebab lokusi adalah
pengukapan bahasa yang berupa tuturan. Adapun pesan yang ingin disampaikan
oleh penutur merupakan ilokusi. Penutur ingin memperingatkan petutur bahwa
segala hal yang dilakukannya akan memiliki respons, baik itu positif atau pun
negatif. Layaknya hukum kausal, ada sebab pasti akan ada akibat.
Bentuk peringatan pertama yang diujarkan oleh penutur adalah melalui
tuturan awas! Kau telah membuka abu api yang membara dan siapa yang
menabur duri akan menuai luka. Bila tuturan tersebut dipahami lebih dalam, maka
hukum sebab-akibat sangat jelas adanya. Penutur memperingatkan petutur tentang
dampak yang akan diterimanya bila petutur membuka abu api yang sedang
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
46
Universitas Indonesia
membara. Abu api yang membara merupakan analogi untuk rakyat Mesir yang
geram dengan perbuatan yang dilakukan sang pengusa. Kemudian, penutur
menambahkan bahwa duri yang telah ditaburnya pasti akan dituainya pula.
Tuturan tersebut semakna dengan sebuah pribahasa di dalam bahasa Indonesia,
yaitu siapa menabur angin, akan menuai badai. Makna dari pribahasa itu adalah
semua hal yang dilakukan pasti ada konsekuensinya dan harus dipertanggung
jawabkan terhadap konsekuensi buruk atas kelakuan buruk yang telah dilakukan.
Tuturan lihatlah! Di sana akan ada yang kau tuai dan kepala orang-
orang dan bunga-bunga harapan merupakan kelanjutan ungkapan penutur
tentang dampak yang akan terjadi akibat perbuatan petutur. Penutur meminta
kepada petutur untuk melihat ke tempat yang lebih jauh. Di sana, di daerah yang
jauh dari petutur tapi masih di wilayah Mesir, akan ada yang ia hasilkan dari
perbuatan zalim yang pernah dilakukannya. Apa yang akan petutur dapatkan dari
perbuatan sewenang-wenangnya? Penutur menganalogikan dengan tuturan kepala
orang-orang dan bunga-bunga harapan. Itulah yang akan didapatkan oleh
petutur, yaitu banyaknya orang-orang yang terbunuh yang disebabkan oleh
program-program yang dijanjikan oleh penguasa untuk memakmurkan rakyatnya.
Lalu, penutur pun kembali mengingatkan petutur bahwa ia telah membuat
rakyat Mesir merana hingga wafat sehingga menyebabkan banyak penduduk yang
menangis akibat kehilangan sanak saudaranya dengan tuturan kau telah menyiram
jantung bumi dengan darah dan kau pun telah memberi mereka minum dengan air
mata hingga kembung. Pada umumnya, sesuatu yang disiram adalah tanaman dan
menyiramnya pun dengan air segar agar tanaman tersebut tumbuh dengan baik
dan menghasilkan bunga yang indah ataupun buah yang ranum. Namun, di sini
penutur justru memilih kata menyiram dan menyandingkannya dengan kata darah,
bukan air. Hal ini berarti aktivitas menyiram yang dimaksudkan oleh penutur
bukanlah aktivitas menyiram dalam makna denotasi. Kata menyiram pada tuturan
di atas merupakan makna konotasi untuk menggambarkan perbuatan-perbuatan
zalim yang telah dilakukan oleh petutur sebagai penguasa.
Sebagai dampak dari perbuatannya tersebut, petutur akan menghadapi
badai yang menghancurkan. Lalu, apakah badai yang menghancurkan itu? Badai
penghancur tersebut adalah banjir darah yang akan menerpa petutur sebagai akibat
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
47
Universitas Indonesia
dari perbuatan sewenang-wenang yang telah dilakukannya selama berkuasa. Itulah
tuturan yang diujarkan oleh penutur di dalam puisi ini. Kata badai pada tuturan
dan badai yang menghancurkan akan melahapmu merupakan analogi dari
tindakan besar-besaran yang dilakukan oleh rakyat Mesir untuk menggugat
petutur sebagai penguasa. Bahkan, penutur mengatakan bahwa badai yang
menghancurkan tersebut akan melahap petutur. Hal ini berarti tindakan besar-
besaran yang dilakukan rakyat Mesir dapat menjatuhkan Mubarak dari singgasana
pemerintahan yang telah ia duduki selama 30 tahun. Mereka rela turun ke jalan
untuk memperjuangkan kemerdekaan mereka dari belenggu kediktatotan petutur
walau pun mereka tahu konsekuensi yang akan mereka terima ketika terlibat di
dalam Revolusi Mesir, yaitu pertumpahan darah.
Perlokusi yang timbul sebagai bentuk aksi dari lokusi dan ilokusi tuturan
di atas adalah mundurnya petutur dari kursi kepresidenan Mesir. Petutur mundur
bukan hanya karena tuturan yang dituturkan penutur di dalam puisi ini, tetapi juga
karena desakan rakyat Mesir dan kepentingan-kepentingan lain yang ikut serta
dalam revolusi. Namun, tuturan yang disampaikan penutur merupakan stimulus
bagi rakyat Mesir untuk melakukan revolusi ini.
4.3.2 Tindak Tutur Searle
Pada pemaparan kedua ini, analisis terhadap tindak tutur yang terdapat
pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam memakai teori Searle. Searle merupakan murid
Austin. Teori yang diungkapkan oleh Searle melengkapi teori yang telah
diungkapkan oleh Austin. Searle mengemukakan bahwa ilokusi diklasifikasikan
berdasarkan tujuan penutur yang terdiri atas asertif, direktif, komisif, ekspresif,
dan deklaratif.
Asertif
سخرت بأنات شعب ضعيف (49)
/saḵirta bi’annȃti šaʽbin ḍaʽȋfin/
‘Kau ejek rintihan rakyat lemah’
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
48
Universitas Indonesia
وكف ك مضوبة من دماه (50)
/wa kaffuka maḵḍȗbatu min dimȃhu/
‘Telapak tanganmu berlumuran darah mereka’
Kedua tuturan di atas merupakan tindak tutur berbentuk asertif yang terdapat di
dalam puisi karya pujangga Tunisia ini. Asertif yang terdapat di dalam kedua
tuturan ditunjukkan dengan pernyataan penutur tentang petutur. Petutur
digambarkan sebagai orang yang tak mengacuhkan jeritan dan aspirasi rakyat
Mesir yang tidak berdaya. Terlebih lagi, penutur menuturkan telapak tanganmu
berlumuran darah mereka sebagai bentuk analogi. Hal tersebut berarti bahwa
petutur telah membuat rakyat Mesir menderita, bahkan meninggal, yang
disebabkan perbuatan dan produk-produk kebijakan yang dikeluarkan oleh petutur
sebagai penguasa Mesir.
Direktif
تأمل ! هنالك .. أن حصدت (51)
/ta’ammal! Hunȃlika.. ’annȃ ḥaṣadta/
‘Lihatlah! Di sana..akan ada yang kau tuai’
Ilokusi direktif bertujuan untuk menghasilkan tindakan dari petutur. Pada tuturan
di atas, terdapat verba imperatif, yaitu تأمل /ta’ammal/ ‘lihatlah’. Pemakaian verba
imperatif merupakan suatu bentuk perintah yang ditujukan kepada orang kedua.
Seperti yang diketahui, pemakaian verba imperatif menunjukkan bahwa
pronomina persona kedua, sebagai orang yang diperintah, tidak diagungkan oleh
penutur. Hal ini terjadi sebab petutur tidak layak untuk dihormati atas segala
perbuatan yang telah diperbuatnya. Bentuk imperatif yang lebih sopan adalah
memakai املصدر /al-maṣdar/ ‘nomina’.
Kata lihatlah merupakan bentuk ujaran performatif. Ujaran performatif
merupakan ujaran yang dapat memunculkan tindakan. Berdasarkan hal tersebut,
petutur diminta untuk melakukan aktivitas melihat. Melihat bukan hanya sekedar
melihat, tetapi juga mengamati dan menelaah situasi dan kondisi yang terjadi di
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
49
Universitas Indonesia
Mesir. Petutur diperintahkan untuk mengamati kondisi rakyat Mesir yang merana
akibat perbuatan zalim yang telah dilakukannya.
Komisif
سيجرفك السيل، سيل الدماء (52)
/sayajrifuka al-sailu, sailu al-dimȃ’i/
‘Banjir akan menerpamu, banjir darah’
ويأكلك العاصف املشتعل (53)
/wa ya’kuluka al-ʽȃṣifu al-muštaʽilu/
‘Dan badai yang menghancurkan akan melahapmu’
Dua tuturan di atas tergolong ke dalam ilokusi bentuk komisif. Hal ini terjadi
sebab tuturan (52) dan (53) mengindikasikan suatu kalimat ancaman. Suatu
proposisi ancaman merupakan bentuk peringatan bagi petutur. Peristiwa yang
dituturkan oleh penutur baru akan terjadi selang beberapa waktu setelah tuturan
diujarkan.
Penutur mengancam petutur bahwa petutur akan diterpa oleh banjir darah
yang akan menghancurkannya. Banjir darah merupakan makna konotasi. Penutur
memakai diksi ‘banjir darah’ untuk mendramatisasi kondisi ketika peristiwa itu
benar-benar terjadi. Peristiwa yang dimaksudkan oleh penutur adalah peristiwa
yang melibatkan banyak orang untuk menjatuhkan sang penguasa dari
singgasananya. Dampak dari peristiwa tersebut adalah banyak orang yang
meninggal dunia untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran di tanah Mesir.
Ekspresif
أال أيها الظامل املستبد (54)
/’alȃ ’ayyuhȃ al-ẓȃlimu al-mustabiddu/
‘Oh, wahai penguasa yang kejam lagi diktator’
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
50
Universitas Indonesia
حبيب الظالم، عدو احلياه (55)
/ḥabȋbu al-ẓalȃma, ‘aduwwu al-ḥayȃh/
‘Kekasih kegelapan, musuh kehidupan’
Tuturan (54) dan (55) adalah tuturan yang dituturkan oleh penutur untuk mencela
petutur. Maksud penutur untuk mencela petutur terdeteksi sebagai ilokusi bentuk
ekspresif. Ekspresi mencela yang dilakukan oleh penutur tampak jelas terlihat dari
pemilihan kata yang digunakan untuk menyapa petutur. Kata الظامل املستبد lebih
dipilih oleh penutur untuk menyapa petutur yang berkedudukan sebagai penguasa.
Sebenarnya, apabila sang pengusa adalah orang yang dihormati karena sikapnya
yang bijaksana dalam memimpin negara dan mampu menyejahterakan rakyatnya,
tidaklah mungkin diksi tersebut dipilih oleh penutur. Tentunya penutur akan
memakai diksi yang sopan sebab ia menghormati sang penguasa.
Lalu, bila diamati dengan teliti pemilihan kata yang digunakan oleh
penutur, tuturan (55) pun mendapat pengaruh dari pemilihan kata pada tuturan
(54). Tuturan (55) menegaskan posisi petutur sebagai kekasih kegelapan dan
musuh kehidupan. Penutur mengatakan kepada petutur bahwa petutur adalah
kekasih kegelapan sebab ia sangat dekat dengan tindakan sewenang-wenang
terhadap rakyatnya. Adapun ungkapan musuh kehidupan ditujukan kepada petutur
disebabkan perbuatannya sebagai pemimpin negara yang memusuhi rakyatnya
dengan memberlakukan kebijakan yang semena-mena, diantaranya kenaikan
harga pangan.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap tindak tutur Austin dan
Searle yang terdapat pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam, dapat diketahui bahwa kedua
tindak tutur tersebut saling melengkapi. Dengan menggunakan teori Searle,
penulis telah menemukan empat bentuk ilokusi, seperti yang telah dipaparkan di
atas dan tidak menemukan bentuk deklaratif.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
51
Universitas Indonesia
BAB 5
SIMPULAN
Puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam merupakan puisi buah karya Abu Al-Qȃsim Al-
Šȃbȋ, seorang sastrawan yang hidup berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah
lain di Tunisia. Beliau hidup berpindah-pindah sebab beliau dan keluarga turut
serta dalam perjalanan kerja sang ayah yang berprofesi sebagai hakim di Tunisia.
Berdasarkan pengalaman tersebut, sang penyair mengetahui kondisi masyarakat
Tunisia saat itu. Kondisi masyarakat Tunisia menginspirasinya untuk menuliskan
bait demi bait puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam.
Penelitian terhadap puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam mengambil sudut pandang
linguistik, khususnya pragmatik. Hal ini dilakukan sebab masih jarangnya
ditemukan penelitian terhadap puisi dari kacamata pragmatik, padahal puisi pun
termasuk ujaran dan tindak tutur yang dapat dieksplorasi memakai teori-teori
pragmatik. Aspek-aspek pragmatik yang telah diteliti dari puisi tersebut adalah
deiksis, tindak tutur, dan situasi ujar sebagai penopang penelitian untuk mengkaji
makna ujaran.
Pada penelitian yang telah dilakukan, penulis memakai empat dari lima
aspek situasi ujar. Empat aspek tersebut adalah penutur dan petutur, konteks,
tujuan, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Adapun tuturan sebagai bentuk
tindakan tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi perluasan pembahasan sebab aspek tersebut merupakan wadah besar dari
aspek tuturan sebagai produk tindak verbal. Keempat aspek situasi ujar tersebut
sangat membantu penulis untuk mendeskripsikan dan memaparkan deiksis dan
tindak tutur yang menjadi fokus utama penelitian ini.
Deiksis merupakan pembahasan awal pada penelitian ini setelah dijelaskan
tentang situasi ujar sebagai penopangnya. Pada puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam telah
berhasil ditemukan lima deiksis. Kelima deiksis tersebut adalah deiksis persona,
deiksis ruang, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
Pembahasan pertama adalah deiksis persona. Di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-
‘Ȃlam ditemukan 19 bentuk deiksis persona. Kesembilan belas deiksis persona
tersebut terdiri atas:
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
52
Universitas Indonesia
1. dua bentuk sapaan, yaitu الظامل املستبد dan شعب ضعيف;
2. lima deiksis persona melekat pada verba perfektif;
3. tiga deiksis persona melekat pada verba imperfektif;
4. tiga deiksis persona terdapat di dalam verba imperatif; dan
5. enam deiksis persona yang berkedudukan sebagai objek dan posesif
terhadap benda.
Kemudian, pada penelitian berikutnya tentang deiksis telah ditemukan dua
deiksis ruang yang terdapat di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam. Kedua bentuk
deiksis ruang pada puisi ini ditandai dengan pemakaian keterangan tempat dan
nomina demonstrativa. Nomina demonstrativa yang digunakan oleh penyair di
dalam puisi tersebut berbeda dari biasanya sebab biasanya nomina demonstrativa
yang terdapat di dalam suatu tuturan adalah هناك /hunȃka/ untuk menyatakan
sesuatu yang jauh. Namun, pada puisi ini penyair memilih kata هنالك /hunȃlika/
sebagai nomina demonstrativa. Pemakaian nomina demonstrativa هنالك /hunȃlika/
lebih dipilih oleh penyair sebab jarak yang dimaksud oleh penyair letaknya lebih
jauh daripada pemakaian nomina demonstrativa هناك /hunȃka/. Apabila diartikan
ke dalam bahasa Indonesia, kedua nomina demonstrativa tersebut memiliki arti
yang sama, yaitu ‘di sana’. Adapun hal yang membedakan keduanya adalah kata
./hunȃka/ هناك hunȃlika/ memiliki jangkauan ruang yang lebih jauh daripada/ هنالك
Lalu, pada penelitian ini telah ditemukan dan dipaparkan empat deiksis
waktu. Tiga penanda waktu tersebut bukan berbentuk kata keterangan waktu
melainkan masa yang terdapat di dalam verba. Verba perfektif, imperfektif, dan
imperatif merupakan verba yang mengandung unsur masa di dalamnya.
Selanjutnya, deiksis wacana pun telah dipaparkan di dalam penelitian ini.
Deiksis wacana di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam dapat diketahui apabila telah
diketahui pula konteks tuturannya. Oleh sebab itu, analisis terhadap situasi ujar
sangat dibutuhkan. Lima deiksis wacana terdapat di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-
‘Ȃlam. Empat diantaranya berbentuk anafora dan satu berbentuk katafora.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
53
Universitas Indonesia
Deiksis sosial yang terdapat di dalam puisi ini ditunjukkan dengan
pemakain sapaan pengusa yang kejam lagi diktator. Kata sapaan tersebut
ditujukan oleh penutur kepada petutur yang merupakan seorang presiden.
Pemilihan kata sapaan tersebut menunjukkann bahwa relasi antara penutur dan
petutur tidaklah dekat. Selain itu, petutur bukanlah orang yang dihormati oleh
penutur akibat dari prilakunya yang tidak baik.
Deiksis dalam bahasa Arab berbeda dengan deiksis dalam bahasa
Indonesia. Hal tersebut terjadi, khususnya, pada deiksis persona dan deiksis
waktu. Hal ini disebabkan deiksis persona dan deiksis waktu di dalam bahas Arab
dapat diungkapakan secara gramatikal, inklusif di dalam verba, dan dapat pula
diungkapkan secara leksikal.
Penelitian berikutnya tentang tindak tutur. Pada penelitian ini telah
dijelaskan tindak tutur yang terdapat di dalam puisi Ila Ṭuḡȃti Al-‘Ȃlam, baik
memakai teori Austin maupun teori Searle. Namun, dari 18 bait yang terdapat di
dalam puisi ini tidak ditemukan ilokusi deklaratif.
Berdasarkan analisis yang telah penulis lakukan pada bab sebelumnya
tentang deiksis dan tindak tutur, dapat diketahui bahwa pemilihan kata yang
digunakan oleh penyair dalam melakukan tindak tutur berkaitan erat dengan
deiksis yang digunakan. Hal itu ditunjukkan dengan pemakaian deiksis persona
anta/ di dalam verba/ أنت al-ẓȃlimu al-mustabiddu/ dan repetisi kata/ الظامل املستبد
yang berbentuk ḍamir muttaṣil. Tindak tutur yang dilakukan oleh penyair dengan
memilih kata tersebut mengindikasikan bahwa Husni Mubarak sebagai Presiden
Mesir saat itu bukanlah sosok yang dihormati sebab ujaran yang dipilih penutur
dalam bertutur bukanlah kata أنتم /antum/ sebagai bentuk penghormatan.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
54
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Aitchiso, Jean. (1999). Linguistics (15th ed.). London: Hodder and Stoughton.
Arifin, E. Zaenal dan Junayah. Keutuhan Wacana. Grasindo.
Cahyono, Bambang Yudi. (1995). Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya:
Airlangga University Press.
Grundy, Peter. (1995). Doing Pragmatics. London: Hooder Headline PLC.
Halliday, M. A. K., & Hasan, Ruqaiya. (1992). Bahasa, Konteks, dan Teks:
Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial (Asruddin Barori
Tuo, Penerjemah). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Harahap, Nurhaida. (2008). Analisis Pragmatik Wacana Iklan Surat Kabar.
Disertasi Sekolah Pascasarjana USU. Medan: USU e-Repository.
‘Imarah, Muhammad. (1998). Perang Terminologi Islam Versus Barat (Musthalah
Maufur, Penerjemah). Jakarta: Rabbani Press.
Kridalaksana, Harimurti. (2005). “Bahasa dan Linguistik”, Kushartanti, Untung
Yuwono, Multamia RMT Lauder (eds). Pesona Bahasa Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kushartanti. (2005). “Pragmatik”, Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMT
Lauder (eds). Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Leech, Geoffrey. (1996). Principles of Pragmatics (10th ed.). New York:
Longman Group Limited.
Moullec, Marc Le & Erytryasilani, Novi. (2010). Kamus Konjugasi Verba
Perancis v5.1 (2nd ed.). Jakarta: Enrique.
Munif. (2008). Pengertian Linguistik, Perkembangan, dan Objek Kajiannya.
Prasetia, Rita. (2004). Deiksis dalam Bahasa Arab. Tesis Program Pascasarjana
FIB UI. Depok: Tidak Diterbitkan.
Ricardo, David Akhmad. (2011). Catatan Harian Revolusi Mesir Revolusi Rakyat.
Makassar: Arus Timur.
Samad, Abdul. (2010). Analisis Pragmatik Film Kartun Ali Baba wa Arba’ȗna
Lishshan. Skripsi FIB UI. Depok: Tidak Diterbitkan.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
55
Universitas Indonesia
Soemargono, Farida. (2006). Kamus Saku Perancis-Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia.
Speight, R. Marston. (1973). A Modern Tunisian Poet: Abu al-Qasim al-Shabbi
(1909—1934). International Journal of Middle East Studies vol.4, 2,
178—189. Cambridge University Press.
Verlag, Harrassowitz. (2010). Roger Allen (Ed). Essays in Arabic Literary
Biography 1850—1950. Wiesbaden: Otto Harrassowitz GmbH & Co. KG.
Wehr, Hans (Ed). (1976). Hans Wehr: A Dictionary of Modern Written Arabic.
New York: Spoken Language Service.
Widiawati, Yogi. (2002). Bentuk-Bentuk Tindak Tutur Memohon di dalam Bahasa
Inggris Dikalangan Mahasiswa Indonesia Pemelajar Bahasa Inggris.
Tesis Program Studi Linguistik FS UI. Depok: Tidak Diterbitkan.
Wiryotinoyo, Mujiyono. (2006). Pragmatik dalam Penelitian Penggunaan Bahasa.
Bahasa dan Seni. Tahun 34, No 2 hal.153—164.
Yule, George. (2006). The Study of Language (3rd ed.). New York: Cambridge
University Press.
Sumber Media Elektronik:
Hasim, Zakiah. (2011, Januari 31). Hosni Mubarak Dulu dan Hari Ini. Mei 31,
2012. http://sosok.kompasiana.com/2011/01/31/hosni-mubarak-dulu-dan-
hari-ini.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) Daring. http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
Al-Syabi, Abu Qasim. Ila Tughatil ‘Alam. Oktober 19, 2011. http://adab.com
Widyaningsih, Nina. (n. d.). Kalimat dalam Bahasa Indonesia. Februari 2, 2012.
http://lecturer.ukdw.ac.id/othie/PengertianKalimat.pdf
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.
Lampiran
Universitas Indonesia
عالى ال غاة ط لى إ
1 أال أيها الظال املستبد 2 احلياه ، عىدو الظالم حىبيبى
ر تى بأنات شىع ب ضىعيف 4 من د ماه وكف كى خمضوبة 3 سىخ
ر تى ت شىوه 6 ر باه ر شوكى األسى يفذ ب وت ى رى الوجود وىس ح 5 س
7 ال خيدعن ك الربيع ! ر وىيدىكى 8 ، وضوء الصباح وصحو الفىضاء
9 ففي األف ق الرحب هول الظالم 10 ، وعىص ف الرياح وقصف الر عود
11 فتحت الرماد اللهيب ! حذار 12 ومىن ي ىب ذ ر الشوكى يى ن اجلراح
13 أن حىصىد تى .. هنال كى ! تأمل 14 رؤوسى الورى ، وزهورى األمىل
ربتىه الدمعى اب ي ورىو 16 ، حت ثى ل وأش 15 ت بالدم ق ىل بى الت
17 ، سيل الدماء سيجرف كى السيل 18 ويأكل ك العاصف املشتع ل
Keterangan: Cara membaca puisi di atas berdasarkan nomor urutnya.
Analisis pragmatik..., Dzatul Lu'lu, FIB UI, 2012.