KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …
Transcript of KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …
KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN
HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS AIR
DI ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN
SKRIPSI
NORRY NAINGGOLAN PARHUSIP
160302067
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN
HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS AIR
DI ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN
SKRIPSI
NORRY NAINGGOLAN PARHUSIP
160302067
Skripsi sebagai Salah Satu Diantara beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh
Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Norry Nainggolan Parhusip lahir di
Aek Nabara pada tanggal 20 November 1998 yang
merupakan putri dari Bapak Sarulla Nainggolan dan Ibu
Sartani Br. Purba. Penulis merupakan anak ketiga dari
lima bersaudara.
Pendidikan formal Penulis ditempuh di SDN 112174
(2004-2010) dan melanjutkan pendidikan ke SMPN 1
Bilah Hulu (2011-2013) dan kemudian dilanjutkan ke SMAN 1 Bilah Hulu (2013-
2016). Pada tahun 2016 Penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas
Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN) dengan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.
Selama menjalankan perkuliahan, Penulis hanya mengikuti kegiatan wajib
dari kampus seperti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sigapiton
Kecamatan Toba Samosir (2019) dan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai
Benih Ikan Desa Sibabangun Tapanuli Tengah (2020).
Selain mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi
sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan
(IMASPERA) di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
i
ABSTRAK
NORRY NAINGGOLAN PARHUSIP. Keanekaragaman Makroinvertebrata
dan Hubungannya dengan Kualitas Air di Aliran Sungai Deli Kota Medan. Di
bawah bimbingan RUSDI LEIDONALD.
Sungai Deli merupakan salah satu sungai yang berada di Kota Medan. Sungai ini
merupakan sungai yang banyak dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan sehari-
hari. Banyaknya kegiatan masyarakat mengakibatkan penurunan kualitas air di
perairan Sungai Deli. Makroinvertebrata merupakan kelompok biota yang dapat
mengindikasikan kualitas suatu perairan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keanekaragaman makroinvertebrata dan hubungannya dengan kualitas
air di aliran Sungai Deli Kota Medan yang dianalisis dengan menggunakan Kurva
ABC, Metode STORET dan metode SingScore. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan September-Oktober 2020 dengan titik sampling menggunakan metode
purposive sampling yang dibagi menjadi tiga stasiun pengambilan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai Indeks Keanekaragaman (H’) berkisar 0,82-
2,57; nilai Indeks Keseragaman (E) berkisar 0,12-0,66 dan nilai Indeks Dominansi
berkisar 0,05-0,65. Berdasarkan Kurva ABC nilai menunjukkan bahwa Sungai
Deli tergolong tercemar sedang dengan kurva yang saling tumpang tindih,
sedangkan berdasarkan metode SingScore didapatkan skor yang menunjukkan
Sungai Deli tergolong tercemar ringan hingga sedang dan menurut PP No. 82
Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
dengan menggunakan Indeks Storet menyatakan bahwa Sungai Deli tergolong
tercemar ringan hingga sedang.
Kata kunci: Sungai Deli, Makroinvertebrata, Kurva ABC, Metode STORET,
Metode SingScore
ii
ABSTRACT
NORRY NAINGGOLAN PARHUSIP. The Diversity of Macroinvertebrate and the
relation with Water Quality of Deli River Medan City. Under the guidance of
RUSDI LEIDONALD.
Deli River is one of the rivers in Medan City. This river is a river that is widely
used by the community for the daily activities. The large number of community
activities resulted in a decrease in water quality in the waters of the Deli River.
Macroinvertebrates are a group of biota that can indicate the quality of a waters.
This study aims to determine the diversity of macroinvertebrates and their
relationship with water quality in the Deli River, Medan City which is analyzed
using the ABC curve, STORET method and SingScore method. This research was
conducted in September-October 2020 with point sampling using purposive
sampling method which was divided into three sampling stations. The results
showed that the value of the Diversity Index (H ') ranged from 0.82 to 2.57; The
Uniformity Index (E) values ranged from 0.12 to 0.66 and the Dominance Index
values ranged from 0.05 to 0.65. Based on the ABC curve, the value shows that
Deli River is classified as moderate polluted with overlapping curves, while based
on the SingScore method, the score shows that Deli River is classified as mild to
moderate polluted and according to PP. 82 of 2001 concerning Water Quality
Management and Water Pollution Control using the Storet Index states that the
Deli River is classified as light to moderate polluted.
Keywords: Deli River, Macroinvertebrates, ABC Curve, STORET Method,
Singscore Method
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
kasih dan rahmatNya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal. Adapun judul proposal ini adalah “Keanekaragaman
Makroinvertebrata dan Hubungannya dengan Kualitas Air di Aliran Sungai
Deli Kota Medan”. Penulisan skripsi ini merpakan salah satu syarat kelulusan di
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Keluarga Penulis yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat
serta bantuan materi kepada Penulis.
2. Bapak Rusdi Leidonald, SP., M. Sc. selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan masukan serta arahan kepada Penulis dalam
penulisan skripsi ini
3. Ibu Dr. Eri Yusni, M. Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan arahan kepada Penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi
ini
4. Ibu Astrid Fauzia Dewinta S.St., Pi, M.Si sebagai dosen penguji yang telah
memberikan masukan dan arahan kepada Penulis dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini.
5. Teman-teman Penulis yang tergabung dalam Aqyron Zivanael yaitu Ernita
Sianturi, Rosanni Pasaribu, Desi Panjaitan, Kristina Manullang, dan Devi
Sihombing yang memberikan dukungan, semangat dan doa kepada Penulis
iv
Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada penulisan skripsi ini.
Untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran sehingga dapat diperbaiki
menjadi lebih baik lagi penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan
banyak terimakasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Medan, Februari 2021
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
PENDAHULUAN
Latar belakang ............................................................................................. 1
Perumusan Masalah .................................................................................... 3
Kerangka Pemikiran .................................................................................... 4
Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Sungai ....................................................................................... 7
Kualitas Air ................................................................................................. 8
Makroinvertebrata ..................................................................................... 10
Makroinvertebrata sebagai Bioindikator ................................................... 11
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Makroinvertebrata ............................ 12
Suhu .................................................................................................... 12
Kecerahan ........................................................................................... 13
Kedalaman .......................................................................................... 14
Kecepatan Arus .................................................................................. 14
pH ....................................................................................................... 15
DO (Dissolved Oxygen) ..................................................................... 15
BOD (Biochemical Oxygen Demand) ................................................ 16
Nitrat................................................................................................... 17
Fosfat .................................................................................................. 17
C-Organik ........................................................................................... 18
Substrat ............................................................................................... 18
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 20
Alat dan Bahan .......................................................................................... 21
Deskripsi Stasiun Pengamatan .................................................................. 21
Lokasi Stasiun I .................................................................................. 21
Lokasi Stasiun II................................................................................. 21
Lokasi Stasiun III ............................................................................... 22
vi
Prosedur Penelitian.................................................................................... 23
Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan ............................. 23
Pengambilan Sampel Makroinvertebrata ........................................... 24
Identifikasi Sampel Makroinvertebrata .............................................. 25
Analisis Data ............................................................................................. 25
Indeks Keanekaragaman (H’)............................................................. 25
Indeks Keseragaman (E) .................................................................... 26
Indeks Dominansi (C) ........................................................................ 27
Frekuensi (Fi) dan Frekuensi Relatif (FRi) ........................................ 27
Penentuan Status Mutu Air dengan Metode STORET ...................... 28
Analisis Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison)........... 29
Penentuan Kualitas Air dengan Metode SingScore ........................... 31
Analisis Komponen Utama PCA (Principal Component Analysis) ... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ....................................................................................................... 33
Parameter Fisika dan Kimia Perairan ................................................. 33
Tekstur Substrat.................................................................................. 34
Metode Storet ..................................................................................... 34
Indeks Keanekaragaman (H'), Indeks Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) Makroinvertebrata ..................................................... 35
Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR) .......................................... 36
Metode SingScore .............................................................................. 37
Analisa Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison) ........... 39
Analisis Komponen Utama PCA (Principal Component Analysis) ... 40
Pembahasan ............................................................................................... 56
Kondisi Parameter Fisika dan Kimia Peraian .................................... 56
Suhu ............................................................................................ 56
Kecerahan .................................................................................... 56
pH ................................................................................................ 57
Kecepatan Arus ........................................................................... 57
Kedalaman................................................................................... 58
DO (Dissolved Oxygen) .............................................................. 58
BOD (Biochemical Oxygen Demand) ......................................... 58
Nitrat ........................................................................................... 59
Fosfat ........................................................................................... 60
Substrat ........................................................................................ 60
Metode STORET................................................................................ 61
Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E), Dominansi (C), Frekuensi
(F), dan Frekuensi Relatif (FR) Makroinvertebrata ........................... 62
Metode SingScore .............................................................................. 64
Analisa Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparisson) .......... 65
Korelasi Makroinvertebrata dengan Parameter Kualitas Air ............. 66
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................................ 71
Saran ....................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1.
Kerangka Pemikiran Penelitian .......................................................... 4
2. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 20
3.
Lokasi Stasiun I .................................................................................. 21
4. Lokasi Stasiun II ................................................................................. 22
5. Lokasi Stasiun III ............................................................................... 22
6. Kurva Kriteria Status Perairan Berdasarkan Kurva ABC .................... 30
7. Kurva ABC pada Stasiun I ................................................................... 40
8. Kurva ABC pada Stasiun II .................................................................. 40
9. Kurva ABC pada Stasiun III ................................................................. 41
viii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1.
Satuan, alat dan metode pengukuran parameter fisika dan kimia
perairan ...............................................................................................
24
2. Penentuan Status Mutu Air dengan Indeks Storet ............................. 28
3. Penetapan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Perairan ..... 29
4. Kategori SingScore ............................................................................. 31
5. Parameter Fisika dan Kimia Perairan ................................................. 33
6. Tekstur Substrat dan Kandungan C-Organik ..................................... 34
7. Kondisi Perairan Berdasarkan Indeks STORET ................................ 35
8. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi
(C) Makroinvertebrata ........................................................................
35
9. Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR) ......................................... 36
10. Kondisi Perairan Sungai Deli dengan Metode SingScore .................. 39
11. Famili Ocypodidae ............................................................................. 41
12. Famili Palaemonidae .......................................................................... 42
13. Famili Neanuridae .............................................................................. 43
14. Famili Dugesiidae ............................................................................... 43
15. Famili Salifidae .................................................................................. 44
16. Famili Tubificidae .............................................................................. 44
17. Famili Nereididae ............................................................................... 45
18. Famili Ampulariidae ........................................................................... 46
19. Famili Hydrobiidae ............................................................................. 46
20. Famili Pachychilidae ......................................................................... 47
21. Famili Viviparidae .............................................................................. 47
22. Famili Littorinidae .............................................................................. 48
23. Famili Naticidae ................................................................................. 49
24. Famili Melanopsidae .......................................................................... 49
25. Famili Neritidae .................................................................................. 50
26. Famili Planaxidae ............................................................................... 51
27. Famili Mytillidae ................................................................................ 52
ix
28. Famili Tellinidae ................................................................................ 53
29. Famili Gomphiidae ............................................................................. 53
30. Famili Libellulidae ............................................................................. 54
31. Famili Stratyomiidae .......................................................................... 54
32. Famili Pseucoccidae ........................................................................... 55
33. Famili Naucoridae 56
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai merupakan salah satu sumber air yang memiliki banyak manfaat
untuk kehidupan manusia khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah
dekat daerah aliran sungai. Sungai merupakan suatu ekosistem perairan mengalir
yang memiliki peranan penting bagi manusia dan organisme lainnya. Sungai
memiliki fungsi ekologis seperti habitat berbagai organisme akuatik seperti ikan,
udang, dan moluska (Karuh et al., 2019).
Sungai mempunyai aliran air dengan kualitas yang dapat berubah dari waktu
ke waktu dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang terjadi di sekitarnya.
Berbagai macam aktivitas pemanfaatan oleh manusia pada akhirnya dapat
memberikan dampak negatif terhadap sungai salah satunya, yaitu penurunan
kualitas air secara bertahap (Gitarama et al., 2016).
Status kualitas air adalah tingkat kondisi kualitas air yang menunjukkan
kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu
dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (Saraswati dan
Prasetya, 2012). Kualitas perairan dapat diamati melalui parameter fisika dan
kimianya. Namun penentuan kondisi perairan sungai juga dapat diketahui dari
faktor biologi atau dari biota yang dapat ditemukan pada peraiaran sungai.
Biota yang dapat dijadikan indikator untuk mengetahui keadaan suatu
perairan adalah komponen biota yang dapat merespon adanya bahan pencemar.
Suprobowati (2015) menyatakan bahwa bioindikator adalah organisme yang
mampu mengindikasikan lokasi, status, dan kualitas lingkungan.
2
Salah satu kelompok biota yang dapat digunakan sebagai indikator
tercemarnya suatu perairan adalah makroinvertebrata. Makroinvertebrata dapat
memberikan petunjuk adanya bahan pencemar, karena jenis-jenis tertentu sangat
peka terhadap pencemaran (Panjaitan et al., 2011). Beberapa makroinvertebrata
memiliki daya toleransi yang berbeda-beda, sehingga keberadaan
makroinvertebrata dapat dijadikan kajian untuk mengetahui tingkat pencemaran
yang terjadi (Sukoco, 2015). Apabila pencemaran meningkat, maka akan
mempengaruhi jumlah dari spesies yang ada, sebab hanya beberapa spesies atau
spesies tertentu yang dapat bertahan dan adanya spesies yang mendominasi
(Ruswahyuni, 1988).
Sungai Deli yang merupakan salah satu sungai yang berada di Kota Medan
yang banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar daerah aliran sungai untuk
keperluan yang berbeda-beda, mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga untuk
kegiatan industri yang beroperasi di daerah sekitar aliran sungai seperti industri
baja, industri plastik dan industri kelapa sawit. Rini et al., (2016) menyatakan
hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah domestik berperan besar dalam
mencemari Sungai Deli. Dalam penelitiannya, Lubis (2019) menyatakan bahwa
dari nilai keanekaragaman biota disimpulkan bahwa sungai sudah tercemar dan
berdasarkan nilai uji parameter yang didapat sudah melebihi ambang batas baku
mutu kualitas air.
Akibat dari banyaknya aktivitas-aktivitas yang terjadi di sekitar daerah
aliran sungai menyebabkan kualitas perairan sungai ini menurun, belum lagi dari
kebiasaan masyarakat yang masih saja membuang sampah ke badan sungai. Hal
ini akan semakin menurunkan kualitas perairan sungai ini. Jika terus terjadi maka
3
akibatnya kualitas perairan menurun. Menurunnya kualitas perairan di Sungai
Deli akan mempengaruhi kehidupan biota di dalamnya khususnya
maroinvertebrata. Maka dari itu diperlukan penelitian mengenai keanekaragaman
makroinvertebrata dan hubungannya dengan kualitas air di sungai tersebut.
Perumusan Masalah
Akibat dari banyaknya aktivitas masyarakat yang terjadi di daerah aliran
Sungai Deli menyebabkan adanya kemungkinan pencemaran berupa limbah padat
maupun limbah cair yang dibuang ke aliran sungai. Aktivitas yang terjadi di
sekitar aliran Sungai Deli akan berpengaruh pada kondisi kulitas air dan
keanekaragaman makroinvertebrata yang berada di sungai tersebut. Maka dari itu
diperlukan pengamatan lapangan mengenai keanekaragaman makroinvertebrata
serta kondisi kualitas air yang terdapat di sungai tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi struktur komunitas makroinvertebrata pada aliran Sungai
Deli Kota Medan?
2. Bagaimana kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan berdasarkan
Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison)?
3. Bagaimana kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan berdasarkan
Indeks Storet?
4. Bagaimana kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan berdasarkan
metode SingScore?
5. Bagaimana korelasi antara makroinvertebrata dengan parameter kualitas air
aliran Sungai Deli Kota Medan?
4
Kerangka Pemikiran
Aktivitas masyrakat seperti aktivitas rumah tangga dan kegiatan industri
dapat mempengaruhi kondisi perairan Sungai Deli Kota Medan. Akibat adanya
pengaruh dari aktivitas masyarakat dari berbagai kegiatan yang dilakukan
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung di perairan akan
meyebabkan terjadinya gangguan dan perubahan kualitas perairan secara fisika,
kimia maupun biologinya. Oleh karena itu diperlukan analisis lingkungan perairan
dengan analisa parameter fisika-kimia perairan dan biologi khususnya
makroinvertebrata sehingga dapat diketahui kondisi kualitas perairan dan
keanekaragaman makroinvertebrata di aliran Sungai Deli Kota Medan. Kerangka
pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
5
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kondisi keanekaragaman makroinvertebrata pada aliran
Sungai Deli Kota Medan
2. Untuk mengetahui kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan
berdasarkan Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison)
3. Untuk mengetahui kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan
berdasarkan Indeks Storet
4. Untuk mengetahui kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan
berdasarkan metode Singscore
5. Untuk mengetahui korelasi antara makroinvertebrata dengan parameter kualitas
air
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi mengenai kondisi
kualitas perairan dan keanekaragaman makroinvertebrata di Sungai Deli Provinsi
Sumatera Utara yang sekiranya dapat membantu masyarakat sekitar aliran sungai
untuk lebih menjaga kualitas perairan sungai tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Sungai
Sungai merupakan perairan umum dengan pergerakan air satu arah yang
terus menerus. Ekosistem sungai merupakan habitat bagi biota air yang
keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Organisme air
tersebut di antaranya tumbuhan air, plankton, perifiton, bentos, dan ikan. Sungai
juga merupakan sumber air bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan dan kegiatan, seperti kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri,
sumber mineral, dan pemanfaatan lainnya (Abidin, 2018).
Sungai merupakan bagian dari ekosistem air tawar yang termasuk dalam
kategori badan air mengalir. Ekosistem sungai mempunyai peran penting secara
langsung terhadap kehidupan semua makhluk hidup di sekitarnya termasuk
manusia. Adanya peran yang dimiliki sungai, maka studi mengenai kualitas air
yang terdapat pada sungai tersebut menjadi sangat penting. Berbagai penelitian
tentang lingkungan perairan khususnya sungai, kebanyakan difokuskan pada
pengukuran parameter fisika dan kimia untuk menentukan kualitas air dan
lingkungan perairan tersebut (Aisah et al., 2017).
Secara umum sungai memiliki fungsi majemuk dalam kehidupan seperti
penyedia air bersih, pembangkit listrik, sarana transportasi, sarana olahraga dan
sebagai sarana rekreasi/wisata. Selain itu sungai juga merupakan tempat hidup
biota-biota perairan seperti ikan, udang, kepiting dan bentos. Kualitas air di sungai
sangat menentukan kelangsungan hidup biota sungai dan manusia yang
memanfaatkan secara langsung air sungai tersebut. Aktivitas antropogenik
diperkirakan memberikan dampak penurunan kualitas air (Rachman et al., 2016).
8
Saat ini aktivitas manusia menjadi penyebab terbesar penurunan kualitas
sungai, karena manusia menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah
dan limbah tanpa melalui pengolahan terlebih dulu. Kualitas air sungai yang
buruk banyak ditemui di kota-kota besar. Sungai di kota besar ini mengalami
pencemaran dari limbah industri, rumah tangga, perikanan, dan lainnya. Hal ini
akan berbahaya bagi kesehatan manusia yang mempergunakan air tersebut untuk
kegiatan sehari-hari. Suatu badan air harus kita ketahui status mutu airnya untuk
memudahkan dalam pengelolaannya (Ermawati dan Hartanto, 2017).
Kualitas Air
Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu.
Syarat yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda tergantung tujuan
penggunaan, sebagai contoh, air yang digunakan untuk irigasi memiliki standar
mutu yang berbeda dengan air untuk dikonsumsi. Kualitas air dapat diketahui
nilainya dengan mengukur perubah fisika (Suhu, Kuat arus dan Kekeruhan), kimia
(pH dan DO) dan biologi (Makroinvertebrata) (Sutanto 2012).
Kualitas air sangat penting bagi manusia, karena setiap peruntukan air
memerlukan persyaratan tersendiri baik untuk air mandi, bahan baku air minum
ataupun untuk air perikanan. Dalam kehidupan sehari-hari air yang berkualitas
baik sangat menentukan kualitas kehidupan baik untuk manusia maupun makhluk
hidup lainnya. Pencemaran merupakan hal senantiasa dihadapi manusia saat ini
terutama pencemaran air. Pencemaran air dapat berasal dari sampah, limbah cair
serta bahan pencemar lain seperti dari pupuk, pestisida, penggunaan detergen
sebagai bahan pembersih, penggunaan bahan pembungkus yang menghasilkan
banyak limbah dan sebagainya (Khairuddin et al., 2016).
9
Tidak dapat dipungkiri bahwa penurunan kualitas air dewasa ini merupakan
dampak dari aktivitas manusia yang mengeksploitasi lingkungan secara
berlebihan. Pola hidup masyarakat yang kurang memperhatikan aspek lingkungan
seperti membuang sampah tidak pada tempatnya, membuang limbah berbahaya,
serta alih fungsi kawasan hutan yang dapat meningktakan potensi erosi dan
seringkali menyebabkan sedimentasi pada dasar perairan memberikan dampak
negatif baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan alami
terutama sumber air. Perlindungan dan pelestarian sumberdaya air harus menjadi
salah satu prioritas utama manusia (Sulistyorini et al., 2016).
Pengkajian kualitas di sungai dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti
dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang
dinamis, analisa fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran yang
sesungguhnya kualitas perairan, dan dapat memberikan penyimpang-an-
penyimpangan yang kurang menguntungkan, karena kisaran nilai-nilai peubahnya
sangat dipengaruhi keadaaan sesaat (Ridwan et al., 2016).
Tingkat kualitas air yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan tertentu memiliki
baku mutu yang berbeda oleh karena itu harus dilakukan pengujian untuk
mengetahui kesesuaian kualitas dengan peruntukannya. Dengan dasar pemikiran
ini, maka perlu dilakukan analisa kualitas air dengan berdasarkan beberapa
parameter yaitu parameter fisika, kimia dan biologi. Hasil dari analisis parameter
ini akan dibandingkan dan disesuaikan dengan baku mutu yang sudah ditentukan
(Sulistyorini et al., 2016).
Penentuan kualitas air sungai secara kimia dan fisika memerlukan waktu
lama dan biaya yang besar, maka penggunaan parameter biologi yang hidup di
10
perairan sungai seperti makroinvertebrata dapat menjadi indikator dalam
penentuan kualitas air di sungai dan dengan menggunakan makroinvertebrata
menjadi penting untuk dilakukan. Organisme yang menempati komunitas di
perairan adalah mereka yang toleran, punya ketahanan, dan mampu bereproduksi
dalam habitat setempat (Khairuddin et al., 2016).
Makroinvertebrata
Makroinvertebrata akuatik merupakan hewan atau organisme yang tidak
bertulang belakang (invertebrata) yang hidup dan mendiami di wilayah perairan
dasar laut dan sungai biasanya hidup menempel pada substrat, hewan ini
umumnya dapat dilihat secara langsung tanpa bantuan alat bantu mikroskop
(Sukmaring, 2018).
Makroinvertebrata adalah hewan tidak bertulang belakang yang hidup di
dasar air laut atau sungai yang menempel pada air maupun lumpur.
Makroinvertebrata sebagai bioindikator karena hidup melekat pada substrat dan
motilitasnya rendah sehingga dia tidak mudah bergerak berpidah. Keuntungan
dari menggunakan makroinvertebrata sebagai bioindikator karena hidup melekat
pada substrat dan motilitasnya rendah sehingga dia tidak mudah bergerak
berpidah (Widiyanto dan Sulistiyasari, 2016).
Masing-masing bentos memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap kondisi
ekologi sejalan dengan seberapa jauh keberhasilannya mengembangkan
mekanisme adaptasi. Hal tersebut memungkinkan faktor-faktor ekologik mengatur
komposisi dan ukuran komunitas bentik. Dalam menghadapi perubahan kondisi
lingkungan di habitatnya, bentik telah mengembangkan berbagai bentuk adaptasi
morfologi. Adaptasi morfologi yang dimaksud adalah adaptasi ukuran tubuh,
11
adaptasi bentuk tubuh, penyederhanaan organ dan memperkuat dinding tubuh
serta mengembangkan alat pelekat (Hadiputra dan Damayanti, 2013).
Ukuran tubuh makroinvertebrata dapat mencapai kurang lebih 3-5 mm pada
saat mencapai pertumbuhan maksimal, kelompok organisme yang termasuk
makroinvertebrata diantaranya adalah: Crustacea, Isopoda, Decapoda,
Oligochaeta, Mollusca, Nematoda, dan Anellida (Cummins, 1975).
Makroinvertebrata sebagai Bioindikator
Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang
kehadirannya atau perilakunya di alam berkorelasi dengan kondisi lingkungan,
sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan. Sebuah
bioindikator yang “ideal” setidaknya harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
(a) kesederhanaan taksonomi (mudah dikenali oleh nonspesialis); (b) berdistribusi
lebar; (c) mobilitas rendah (indikasi lokal); (d) memiliki karakteristik ekologi,
yang jelas diketahui; (e) melimpah dan dapat dihitung; (f) dapat dilakukan analisis
di laboratorium; (g) sensitivitas tinggi terhadap tekanan lingkungan; (h) memiliki
kemampuan untuk dikuantifikasi dan distandardisasi (Purwati, 2016).
Salah satu organisme yang hidup di perairan sungai dan dapat dijadikan
sebagai bioindikator kualitas perairan sungai yaitu makroinvertebrata (Dwitawati
et al., 2015). Kelimpahan dan keanekaragaman makroinvertebrata sangat
bergantung pada toleransi dan tingkat sensitivitasnya terhadap kondisi
lingkungannya. Pemantauan kualitas air yang biasanya dilakukan melalui analisis
sifat fisik dan kimia air adakalanya sulit diandalkan karena bahan pencemar begitu
cepat larut dalam air dan hilang ke muara sungai (Rustiasih iet al., 2018).
12
Kelimpahan dan keanekaragaman sangat bergantung pada toleransi dan
tingkat sensitif terhadap kondisi lingkungannya. Komponen lingkungan, baik
yang hidup (biotik) maupun yang tak hidup (abiotik) mempengaruhi kelimpahan
dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan, sehingga tingginya
kelimpahan individu tiap jenis dapat dipakai untuk menilai kualitas suatu perairan
(Rachman et al., 2016).
Makroinvertebrata pada umumnya sangat peka terhadap perubahan
lingkungan yang ditempatinya. Perubahan lingkungan dan substrat sangat
mempengaruhi jumlah spesies, keanekaragaman dan kelimpahan
makroinvertebrata. Hewan makroinvertebrata sangat bergantung pada toleransi
perubahan lingkungan. Kisaran toleransi makroinvertebrata terhadap lingkungan
berbeda-beda (Ramadhanti et al., 2020).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Makroinvertebrata
Suhu
Variasi suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain tingkat
intensitas cahaya yang tiba di permukaan perairan, keadaan cuaca, awan dan
proses pengadukan. Pada dasarnya bahwa dengan adanya variasi suhu yang
cukup besar dapat memberikan dampak atau pengaruh yang cukup besar pula
terhadap berbagai aktifitas metabolisme dari organisme yang mendiami suatu
perairan. Air yang dangkal dan memiliki daya tembus cahaya matahari yang tinggi
dapat meningkatkan suhu perairan. Dengan demikian berarti suhu merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas air. Pada dasarnya suhu sangat
berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Suhu mempengaruhi
aktivitas metabolisme organisme, oleh karena penyebaran organisme di perairan
13
tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Tinggi rendahnya suhu suatu perairan
sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketinggian suatu daerah, curah
hujan yang tinggi, dan intensitas cahaya matahari yang menembus suatu perairan
(Maniagasi et al., 2013).
Suhu merupakan faktor fisika yang penting di semua sektor kehidupan.
Secara umum, suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin
dalam perairan, suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena
kurangnya intensitas matahari yang masuk ke dalam perairan. Metabolisme yang
optimum bagi sebagian besar makhluk hidup membutuhkan kisaran suhu yang
relatif sempit. Dalam pengaruh secara tidak langsung, suhu mengakibatkan
berkurangnya kelimpahan plankton akibat suhu semakin menurun dan kerapatan
air semakin meningkat seiring bertambahnya kedalaman. kenaikan suhu 1oC akan
menaikkan oksigen sebesar sepuluh kali lipat (Pancawati et al., 2014).
Kecerahan
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan atau dapat tertembus
dalam air. Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kisaran
kecerahan perairan yang layak untuk kehidupan makrozoobenthos adalah 25
sampai 40 cm dan kekeruhan yang tinggi dapat mengganggu sistem pernafasan
dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penerasi cahaya ke
dalam air (Effendi, 2003).
Kecerahan cenderung semakin hilir sungai semakin meningkat, diduga
disebabkan berhubungan dengan nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi
dibarengi dengan bau yang sangat akibat dari adanya penguraian bahan organik
14
oleh mikroorganisme yang berasal dari limbah domestic dan limbah industri
(Irianto, 2017).
Kedalaman
Kondisi lingkungan seperti kedalaman dapat menggambarkan variasi yang
amat besar bagi keberadaan makroinvertebrata, sehingga sering dijumpai
perbedaan jenis pada daerah yang berbeda (Suhendra et al., 2019). Perairan
dengan kedalaman air yang berbeda akan dihuni oleh makrobenthos yang berbeda
pula dan terjadi stratifikasi komunitas yang berbeda. Perairan yang lebih dalam
mengakibatkan makrobenthos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang
lebih besar (Reish, 1979).
Semakin dalam dasar suatu perairan semakin sedikit jenis makrozobentos
yang hidup pada dasar perairan tersebut. Hal tersebut disebabkan karena hanya
jenis-jenis Makrozoobentos (gastropoda) tertentu yang mampu beradaptasi pada
kedalaman tertentu pula. Kedalaman berpengaruh terhadap pengadukkan massa
air dan proses sedimentasi, kemudian proses sedimentasi akan mempengaruhi
kandungan bahan organik pada substrat habitat (Nurlinda et al., 2019).
Kecepatan Arus
Kecepatan arus mempengaruhi daya lekat organisme bentos di perairan.
Berdasarkan pernyataan Mason (1981) bahwa kecepatan arus perairan
dikelompokkan berarus sangat cepat dengan kisaran > 1 m/ det berarus cepat
dengan kisaran 0,5 – 1 m/ det, berarus sedang dengan kisaran 0,25 – 0,5 m/ det,
berarus lambat dengan kisaran 0,1 – 0,25 m/ det dan berarus sangat lambat dengan
kisaran < 0,1 m/ det.
15
Kecepatan arus juga merupakan salah satu faktor fisik yang mempengaruhi
keberadaan. Kecepatan arus dipengaruhi kekuatan angin, topografi, kondisi
pasang surut dan musim. Pada saat musim penghujan, akan meningkat debit air
dan sekaligus mempengaruhi kecepatan arus, selain itu adanya bentuk alur sungai
dan kondisi substrat pada dasar perairan menyebabkan kecepatan arus bervairasi
(Barus (2002) dalam Ridwan et al., 2016).
pH
pH merupakan parameter kimia organik yang berperan dalam faktor
pembatas bagi bagi hewan akuatik di suatu perairan. pH < 7 pada perairan
menandakan air bersifat asam, sedangkan pH > 7 menandakan air bersifat basa.
Biasanya air murni akan bersifat netral dengan pH 7 (Nuriya et al., 2010).
Jenis makroinvertebrata yang ditemukan pada pH <7 lebih sedikit
dibandingkan pada lokasi dengan pH >7 (Ramadhanti et al., 2020). pH yang
rendah menyebabkan kelarutan pada logam semakin besar sehingga dapat bersifat
toksik bagi organisme serta pH 6,0-6,5 mengakibatkan keanekaragaman sedikit
menurun bila dibandingkan dengan pH yang lebih tinggi (Effendi, 2003).
DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen merupakan senyawa yang dibutuhkan makhluk hidup, seperti
hewan-hewan akuatik. Apabila konsentrasi oksigen terlarut dalam kadar yang
rendah, maka dapat menghambat aktivitas hewan-hewan akuatik karena oksigen
tersebut digunakan untuk proses respirasi. Air sungai yang berarus deras dan
jernih memiliki oksigen terlarut dengan kadar jenuh. Namun, kehadiran dari air
limbah yang masuk ke dalam air akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen
16
terlarut di dalam air tersebut. Hewan-hewan akuatik memiliki dapat bertahan
dengan kadar oksigen terlarut yang berbeda-beda (Sasongko et al., 2014).
Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme
karena dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian
organisme dan efek tidak langsung meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang
pada akhirnya dapat membahayakan organisme itu sendiri. Kandungan DO sangat
berhubungan dengan tingkat pencemaran, jenis limbah dan banyaknya bahan
organik di suatu perairan. Selain itu, kemampuan air untuk membersihkan
pencemaran secara alamiah tergantung pada kadar DO dan banyaknya organisme
pengurai. Fungsi oksigen selain untuk pernapasan organisme juga untuk
mengoksidasi bahan organik yang ada di dasar sedimen perairan. Rendahnya
kadar oksigen dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambatnya
pertumbuhan, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Kandungan DO < 4,5 mg/l
termasuk kategori tercemar berat. Selain itu, kemampuan air untuk membersihkan
pencemaran secara alamiah tergantung pada kadar DO dan banyaknya organisme
pengurai (Ira, 2014).
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme
(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam
kondisi aerobik. Bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan
organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organicmatter)
(Agustira et al., 2013).
17
Tingginya kandungan BOD di perairan ini disebabkan oleh tingginya
aktivitas perkapalan, serta adanya pengolahan kerang hijau dimana penduduk
membuang sisa olahan kulit kerang langsung ke perairan. Kadar BOD5 suatu
perairan dipengaruhi oleh suhu, kelimpahan plankton, keberadaan mikroba, serta
jenis dan kandungan bahan organik dalam perairan tersebut (Simbolon, 2016).
Nitrat
Tingginya kandungan nitrat diduga karena adanya pembuangan limbah
industri dan juga adanya kotoran hewan dan manusia. Dengan tercemarnya
perairan akibat dari limbah dan sampah domestik maka keadaan seperti ini dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup berbagai jenis hidrobiota yang hidup
didalamnya (Pranoto, 2017).
Kadar nitrat yang tinggi di perairan disebabkan oleh masuknya limbah
domestik, pertanian, peternakan dan industry Alaerts dan Santika (1987). Hal ini
menjelaskan bahwa kandungan nitrat berpengaruh terhadap besarnya komposisi
makrozoobentos di perairan. Kondisi ini menunjukkan semakin meningkatnya
nitrat semakin tinggi komposisi makrozoobentos (Kurniawan et al., 2016).
Fosfat
Bentuk fosfat dalam perairan adalah ortofosfat. Pada umumnya, fosfat yang
terdapat dalam suatu perairan dapat berasal dari kotoran manusia atau hewan,
sabun, industri pulp dan kertas, detergen. Pada dasarnya makhluk hidup yang
tumbuh di perairan memerlukan fosfat pada kondisi jumlah tertentu. Sebaliknya,
kandungan fosfat yang berlebihan akan membahayakan kehidupan makhluk hidup
tersebut. Kandungan fosfat yang besar dapat meningkatkan pertumbuhan alga
18
yang mengakibatkan sinar matahari yang masuk ke perairan menjadi berkurang
(Ngibad, 2019).
Selain sumber alami, senyawa fosfat juga dapat bersumber dari faktor
antropogenik seperti limbah rumah tangga (deterjen), pertanian (pupuk),
perikanan dan industri. Selain sumber alami, senyawa fosfat juga dapat bersumber
dari faktor antropogenik seperti limbah rumah tangga (deterjen), pertanian
(pupuk), perikanan dan industry. kandungan fosfat mempunyai hubungan
berbanding terbalik dengan komposisi makrozoobentos di perairan. Kenaikan
kandungan fosfat akan menjadikan komposisi makrozoobentos menurun
(Kurniawan et al., 2016).
C-Organik
Karbon organik (C-Organik) merupakan salah satu komponen penting
sebagai penyusun kimiawi sedimen. Meskipun komponen organik dapat
terdekomposisi dan dikembalikan sebagian ke komponen anorganik, sebagiannya
lagi masih terpreservasi dan menjadi komponen penting sebagai bagian dari
penyusunan partikel sedimen di perairan (Yolanda et al., 2019).
Distribusi karbon organik yang merata terjadi karena sumber utama karbon
organik di dalam perairan berasal dari karbon organik bentuk partikulat yang
berasal dari daratan hasil erosi lahan atas terbawa oleh sungai. Sumber karbon
organik dalam perairan juga berasal dari aliran sungai baik dalam bentuk terlarut
maupun berasosiasi dengan partikel tersuspensi dan dari hasil dekomposisi dan
eksresi organisme. Karbon dalam sedimen membentuk ikatan komplek
(complexation) dengan logam berat, sehingga semakin tinggi konsentrasi karbon
19
organik dalam sedimen, maka semakin tinggi konsentrasi polutan logam berat
dalam sedimen (Najamuddin et al., 2020).
Substrat
Jenis substrat diketahui dipengaruhi oleh kecepatan arus, pada kecepatan
arus yang tinggi dalam perairan akan menyebabkan tipe substrat di perairan
tersebut didominasi oleh tipe subsstrat berpasir, karena yang mampu diendapkan
di dasar perairan tersebut adalah partikel-partikel yang berukuran besar seperti
kerikil atau pasir, sedangkan partikel yang halus terus terbawa oleh arus yang kuat
(Ridwan et al., 2016).
Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang
mempengaruhi struktur komonitas makrozoobentos. Substrat dasar merupakan
komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Karakterstik substrat
dasar mempengaruhi struktur komunitas makrozoobentos. Jika substrat
mengalami perubahan maka strukur makrozoobentos akan mengalami perubahan
pula. Pengamatan terhadap kondisi fisik (tipe substrat) dan kimiawi (kandungan
C-organik, N-total, Fosfor organik) sedimen dalam hubungannya dengan struktur
komunitas makrozoobentos sangat penting untuk dilakukan karena sedimen
merupakan habitat bagi makrozoobentos tersebut (Sunarto et al., 2012).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September-Oktober 2020 di aliran
Sungai Deli Kota Medan dengan jarak dari Stasiun 1 ke Stasiun 2 sepanjang ±20
km dan stasiun 2 ke Stasiun 3 sepanjang ±17 km. Identifikasi Makroinvertebrata
dilakukan di Laboratorium Lingkungan Perairan Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan
pengukuran parameter fisika dan kimia perairan seperti suhu, kecerahan,
kedalaman, kecepatan arus, pH, dan DO dilakukan secara in situ atau secara
langsung di lapangan dan analisis sampel air untuk penentuan nilai BOD, nitrat
dan fosfat dilakukan secara ex situ dengan diuji di Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit dan untuk uji tipe substrat dan C-organik
dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
21
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, jaring dengan mesh
size 0,5 mm, termometer, toolbox, pipet tetes, botol sampel, pH meter, DO meter,
secchi disk, bola duga, stopwatch, tongkat berskala, pinset, kamera digital, buku
identifikasi makroinvertebrata, kalkulator dan timbangan analitik.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel
makroinvertebrata, sampel air, sampel substrat, aquadest dan alkohol 70%.
Deskripsi Stasiun Pengamatan
Stasiun I
Lokasi stasiun ini berada pada daerah aliran sungai yang di sekitarnya
banyak terjadi aktivitas rumah tangga. Stasiun ini berada di sekitar Jl. Saudara,
Padang Bulan yang berada pada titik koordinat 3°32’47” LU dan 98°39’38” BT
(Gambar 3).
Gambar 3. Lokasi Stasiun I
Stasiun II
Lokasi stasiun ini merupakan daerah dengan banyak aktivitas industri dan
rumah tangga yang terjadi. Stasiun ini berada di Jl. Speksi Sungai Deli,
22
Kecamatan Labuhan Deli. Yang berada pada titik koordinat 3° 40’21” LU dan 98°
39’52” BT (Gambar 4).
Gambar 4. Lokasi Stasiun II
Stasiun III
Lokasi stasiun ini berada di muara sungai Deli yang sering terjadi aktivitas
lalu lalang kapal. Daerah sekitar muara ini banyak ditumbuhi mangrove yang
berada di titik koordinat 3° 46’02” LU dan 98° 42’12” BT (Gambar 5).
Gambar 5. Lokasi Stasiun III
23
Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi penelitian adalah
purposive sampling yaitu dengan menentukan tiga stasiun dengan karakteristik
yang berbeda. Pemilihan stasiun penelitian didasarkan pada perbedaan aktivitas
yang terjadi di daerah aliran air sungai Deli.
Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Pengambilan sampel air dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang waktu
dua minggu, khusus untuk pengambilan substrat hanya dilakukan satu kali pada
awal pengambilan sampel.
Pengambilan sampel air untuk pengukuran BOD, nitrat dan fosfat yaitu
dengan memasukkan air ke dalam botol sampel hingga botol terisi penuh
kemudian ditutup dan untuk sampel substrat diambil kemudian dimasukkan ke
dalam plastik. Kemudian sampel-sampel tersebut dibawa ke laboratorium uji.
Pengukuran nilai parameter secara in situ dilakukan dengan bantuan alat uji.
Pengukuran suhu dilakukan dengan mencelupkan termometer ke dalam air hingga
didapat hasilnya, pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan pH meter ke
dalam air hingga didapat hasilnya dan pengukuran DO dilakukan dengan
mencelupkan DO meter ke air hingga didapat hasilnya. Pengukuran kecerahan air
dengan memasukkan secchi disk secara perlahan untuk didapatkan nilai tampak
dan tak tampaknya, pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan melepaskan
bola duga searah dengan arus dan diamati waktunya dengan menggunakan
stopwatch dan pengukuran kedalaman dilakukan dengan memasukkan tongkat
berskala hingga mencapai dasar dan dillihat batas kedalamannya. Hasil yang
didapat kemudian dicatat dengan alat tulis.
24
Alat dan metode pengukuran parameter untuk sampel selama penelitian
dilakukan secara in situi dan ex situ seperti tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Satuan, Alat dan Metode Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia
Perairan
Parameter Satuan Metode
Analisis/Alat
Lokasi
Fisika
Suhu °C Termometer in situ
Kecerahan Cm Secchi disk in situ
Kedalaman
Kecepatan Arus
Tekstur Substrat
M
m/det
%
Tongkat berskala
Bola duga
Uji Lab
in situ
in situ
ex situ
Kimia
pH
DO
BOD
Nitrat
Fosfat
C-Organik
-
%
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
pH meter
DO meter
Uji Lab
Uji Lab
Uji Lab
Uji Lab
in situ
in situ
ex situ
ex situ
ex situ
ex situ
Pengambilan Sampel Makroinvertebrata
Pengambilan sampel makroinvertebrata dilakukan saat pagi hingga menuju
sore hari. Pengambilan sampel pada Stasiun I pada pukul 08.00 WIB dilanjut
dengan pengambilan pada Stasiun II kira-kira pukul 11.00 WIB dan pengambilan
25
pada Stasiun III kira-kira pukul 14.00 WIB. Sampel makroinvertebrata diambil
pada tiga stasiun dengan tiga titik pengambilan pada setiap stasiun dengan
menggunakan jaring. Dengan menempatkan jaring berlawanan aliran air,
tempatkan jaring pada tempat yang mudah dijangkau selama kira-kira 1-2 menit.
Biota yang telah melewati proses penyaringan kemudian dimasukkan ke dalam
botol sampel dan diberi larutan alkohol 70 % yang kemudian akan dibawa ke
laboratorium untuk dilakukan identifikasi dan pengeringan biota yang dilakukan
dengan menggunakan oven dan pengukuran biomassa kering biota menggunakan
timbangan analitik.
Identifikasi Sampel Makroinvertebrata
Sampel makroinvertebrata yang telah diambil dari tiap stasiun kemudian
akan dibawa ke laboraturium untuk dilakukan identifikasi. Identifikasi
makroinvertebrata dilakukan dengan mengamati bentuk morfologi dan dibantu
dengan buku identifikasi makroinvertebrata John dan Tsyrlin (2002), Robertson et
al. (2006) dan Oscoz et al. (2011).
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menghitung nilai dengan menggunakan
indeks dan rumus. Hasil yang didapatkan akan berupa nilai kuantitatif yang akan
diolah dengan menggunakan software MS. Excel.
1. Indeks Keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman yaitu suatu pernyataan sistematik yang melukiskan
struktur komunitas untuk mempermudah menganalisis informasi tentang jumlah
26
dan macam organisme (Odum, 1971). Dalam perhitungan ini digunakan indeks
diversitas Shanon-Wiener dengan rumus:
Keterangan:
H’ : Indeks Keanekaragaman
Ni : Jumlah individu jenis ke-i
n : Jumlah individu total
Kategori ini memiliki kisaran nilai tertentu yaitu :
H’ < 1 : keanekaragaman rendah
1 < H’ < 3 : keanekaragaman sedang
H’ > 3 : keanekaragaman tinggi
2. Indeks Keseragaman (E)
Indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui keseimbangan
komunitas dengan mengamati jumlah individu antar spesies dalam suatu
komunitas. Menurut Krebs (1985) Indeks keseragaman (E) dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Keterangan:
E : Indeks Keseragaman
S : Jumlah jenis
Dengan kriteria sebagai berikut :
e > 0,4 : keseragaman populasi kecil
27
0,4 > e > 0,6 : keseragaman populasi sedang
e < 0,6 : keseragaman populasi tinggi
3. Indeks Dominansi (C)
Dominansi dinyatakan sebagai kekayaan jenis suatu komunitas serta
keseimbangan jumlah individu setiap jenis. Adanya dominansi karena kondisi
lingkungan yang sangat menguntungkan dalam mendukung pertumbuhan jenis
tertentu (Ridwan et al., 2016). Menghitung dominansi jenis tertentu dalam suatu
komunitas digunakan indeks dominansi Simpson (Odum, 1994) menggunakan
rumus sebagai berikut :
Keterangan:
C : Indeks Dominansi
Ni : Jumlah individu jenis ke-i
n : Jumlah individu total
Dengan kategori indeks dominansi :
C mendekati 0 ( C < 0,5) : tidak ada jenis yang mendominansi
C mendekati 1 ( C > 0,5) : ada jenis yang mendominansi
4. Frekuensi (Fi) dan Frekuensi Relatif (FR)
Frekuensi (Fi) adalah peluang ditemukannya jenis i biota dalam semua petak
contoh yang dibuat (English et al., 1994):
Keterangan:
Fi : Frekuensi jenis ke-i
pi : Jumlah plot ditemukannya jenis ke-i
Σp : Jumlah plot pengamatan
28
Frekuensi relatif adalah perbandingan antara frekuensi spesies-i (F) dengan
jumlah frekuensi seluruh spesies (English et al., 1994):
Keterangan:
FRi : Frekuensi relatif jenis i
Fi : Frekuensi jenis ke-i
ΣF : Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis
5. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet
Metode yang umum digunakan untuk menentukan status mutu air adalah
metode storet. Prinsip metode storet yaitu membandingkan data hasil pengukuran
kualitas air dengan baku mutu air yang sudah ditetapkan oleh pemerintah
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003).
Hasil analisis dari parameter kimia air kemudian dibandingkan dengan baku
mutu yang sesuai dengan pemanfaatan air. Kualitas air dinilai berdasarkan kriteria
metode storet yang kemudian diklasifikasikan ke dalam empat kelas yang dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Penentuan Status Mutu Air dengan Indeks Storet
Kelas Skor Kriteria
A
B
C
D
0
-1 s/d -10
-11 s/d -30
≥ -31
Memenuhi Baku Mutu
Tercemar Ringan
Tercemar Sedang
Tercemar Berat
Sumber: Lampiran I Kepmen LH No.115 Tahun 2003
29
Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan pengumpulan data kualitas dan debit air
2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air
dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu (hasil pengukuran < baku
mutu) maka diberi skor 0.
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu air (hasil pengukuran > baku
mutu) maka diberi skor (Tabel 3).
Tabel 3. Penetapan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Perairan
Jumlah Percontohan Nilai Parameter
Fisika Kimia
< 10
Maksimum
Minimum
Rata-rata
-1
-1
-3
-2
-2
-6
>10
Maksimum
Minimum
Rata-rata
-2
-2
-6
-4
-4
-12
5. Analisis dengan Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison)
Menurut Wulandari et al (2016) analisis kurva ABC digunakan untuk
mengetahui kondisi perairan dengan menganalisis jumlah total individu per satuan
luas dan biomassa (berat kering) total per satuan luas dari komunitas. Kurva ABC
30
(Abundance and Biomass Comparison) dapat dilakukan dengan rumus sebagai
berikut :
Kelimpahan
Kelimpahan Relatif
Biomassa
Biomassa Relatif
Kriteria status perairan berdasarkan Kurva ABC (Abudance and Biomass
Comparison) digambarkan oleh adanya kurva biomassa dan kurva kelimpahan
(Warwick, 1986 diacu dalam Wanda, 2019).
Gambar 6. Kurva kriteria status perairan berdasarkan Kurva ABC
Menurut Khaeksi et al (2015), berdasarkan kurva ABC yang diperoleh,
status perairan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Baik, apabila jika kurva biomassa persatuan luas berada diatas kurva jumlah
individu persatuan luas.
31
2. Sedang, apabila jika kurva biomassa persatuan luas dan kurva jumlah individu
persatuan luas saling tumpah tindih.
3. Buruk, apabila jika kurva biomassa persatuan luas berada dibawah kurva
jumlah individu persatuan luas.
6. Penentuan Kualitas Air dengan Metode SingScore
Metode SingScore merupakan indeks biotik makroinvertebrata yang sudah
digunakan untuk menentukan tingkat kualitas perairan sungai dan kanal di
Singapura (Blakely dan harding, 2010).
Keterangan:
: Tingkat toleransi pada taksa ke-i
S : Total jumlah taksa pada sampel
Nilai yang sudah didapatkan kemudian dikalikan dengan banyaknya taksa
yang ditemukan dari 20 ketetapan untuk mendapatkan nilai SingScore antara 0-
200. Indeks biotik kemudian dibagi ke dalam empat kategori berdasarkan nilai
toleransi SingScore untuk kategori makroinvertebrata (Blakely dan harding, 2010)
(Tabel 4).
Tabel 4. Kategori SingScore
SingScore Tingkat Kualitas Air
0-79 Buruk
80-99 Lumayan
100-119 Baik
120-200 Sangat Baik
32
7. Analisis Komponen Utama PCA (Principal Component Analysis)
PCA (Principal Component Analysis) merupakan metode statistik
deskriptif yang bertujuan untuk menampilkan data dalam bentuk grafik dan
informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data (Rustam dan
Prabawa, 2015).
Hubungan keanekaragaman makroinvertebrata yang ditemukan dengan
parameter kualitas air dianalisis dengan menggunakan metode analisis komponen
utama Principle Component Analysis (PCA). Hasil analisis komponen utama
(PCA) terhadap matriks korelasi data parameter fisika kimia yang dapat
menunjukkan adanya pengelompokkan pada stasiun-stasiun pengamatan dengan
karakter penciri lingkungannya. Analisis Principle Component Analysis (PCA)
dilakukan dengan menggunakan microsoft excel XLSTAT (Zulkifli et al., 2009).
Makroinvertebrata yang akan dianalisis menggunakan metode PCA yaitu
Ocypodidae, Palaemonidae, Tubificidae, Littorinidae, Melanopsidae, Naticidae,
Neritidae, Planaxidae, Tellinidae, Ampulariidae, Hydrobiidae, Viviparidae,
Pachychilidae, Mytillidae, Salifidae, Lumbricidae, Nereididae, Gomphiidae,
Stratyomiidae, Pseucoccidae, Naucoridae, Dugesiidae, Libellulidae dan
Neanuridae dengan parameter kualitas air seperti suhu, kecerahan, kecepatan arus,
kedalaman, pH, DO, BOD, Nitrat, Fosfat dan C-Organik.
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian tiap parameter yang telah
dilakukan dalam penelitian maka didapatkan rata-rata nilai parameter fisika dan
kimia perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan. Nilai parameter fisika dan
kimia dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Parameter Satuan Stasiun
I II III
Fisika
Suhu oC 28,67 29 29,67
Kecerahan Cm 28,4 33,67 27,62
Kedalaman M 1,3 1,8 3,66
Kecepatan Arus m/s 0,25 0,2 0,09
Kimia
pH 7,1 6,63 7,7
DO mg/l 4,86 3,53 3,26
BOD mg/l 19,83 26,5 24,5
Nitrat mg/l 2,13 2,3 3,06
Fosfat mg/l 0,14 0,44 0,4
Tekstur Substrat
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh tekstur dan
kandungan C-Organik dari tiap substrat di setiap stasiun penelitian pada aliran
Sungai Deli Kota Medan. Hasil yang diperoleh yaitu persentase fraksi pasir lebih
tinggi di tiap stasiun. Pada Stasiun I dan II didapatkan nilai persentase fraksi yang
34
sama yatu pasir sebesar 97% dan debu 3%. Pada Stasiun III adanya nilai fraksi liat
yaitu sebesar 2%. Hasil tekstur substrat dan kandungan C-Organik di Sungai Deli
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Tesktur Substrat dan Kandungan C-Organik.
Stasiun Fraksi Tipe
Substrat
C-organik
(%) Pasir
(%)
Debu
(%)
Liat
(%)
I 97 3 0 Pasir 0,08
II 97 3 0 Pasir 0,11
III 93 5 2 Pasir 0,45
Metode STORET
Hasil dari tiap parameter fisika dan kimia perairan yang telah didapatkan
di aliran Sungai Deli Kota Medan kemudian dihubungkan dengan metode
STORET untuk didapatkan skornya dengan penentuan skor berdasarkan PP RI
No. 82 tahun 2001 perairan golongan II yang kemudian akan didapatkan kategori
perairannya. Hasil yang didapatakan menyatakan bahwa Sungai Deli termasuk
perairan yang tercemar sedang. Hasil dari skoring dengan metode STORET dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kondisi Perairan Berdasarkan Metode Storet
Stasiun Skor Kategori
I -10 Tercemar Ringan
II -30 Tercemar Sedang
III -30 Tercemar Sedang
35
Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi (C)
Makroinvertebrata
Analisis keanekaragaman makroinvertebrata dapat ditentukan dengan
menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner. Hasil menyatakan
bahwa keseragaman tertinggi terdapat di Stasiun I dan yang terendah pada Stasiun
III, sementara untuk tingkat dominansi tidak ditemukan adanya spesies yang
mendominasi pada Stasiun I. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks
Keseragaman (E) dan nilai Indeks Dominansi (C) gastropoda pada setiap stasiun
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), dan Indeks
Dominansi (C) Makroinvertebrata
Stasiun H’ E C
I 2,37 0,66 0,05
Kategori Sedang Tinggi Tidak ada yang mendominasi
II 0,82 0,12 0,65
Kategori Rendah Rendah Ada yang mendominasi
III 2,57 0,49 0,15
Kategori Sedang Sedang Tidak ada yang mendominasi
Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR)
Frekuensi dan frekuensi relatif menyatakan kehadiran spesies di stasiun
penelitian. Hasil perhitungan frekuensi didapatkan empat filum yaitu
Platyhelminthes, Annelida, Moluska dan Arthropoda. Dari filum Platyhelminthes
dengan satu famili, filum Annelida dengan dua famili, filum Moluska dengan 11
famili dan filum Arthropoda dengan delapan famili, Frekuensi tertinggi yaitu pada
spesies Barbronia weberi, Palaemonetes poludosus, Austrogomphus guerini,dan
36
Lumbricus terrestris dengan nilai 1. Hasil perhitungan dari nilai frekuensi dan
frekuensi relatif setiap spesies makroinvertebrata yang ditemukan di setiap stasiun
penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR)
Makroinvertebrata Frekuensi Frekuensi Relatif
Famili Spesies I II III I
(%)
II
(%)
III
(%)
Dugesiidae Cura sp. 0,33 - - 4,54 - -
Salifidae Barbronia weberi 1 1 - 13,63 17,65 -
Nereididae Namalycastis sp. - - 0,67 - - 5,55
Tubificidae Tubifex sp. - 0,67 - - 11,77
Lumbricidae Lumbricus terrestris - 1 - - 17,65 -
Ampulariidae Pila ampullacea 0,67 - - 9,09 - -
Pomacea
canaliculata
- 0,33 - - 5,87 -
Hydrobiidae Tryonia clathrata - 0,33 - - 5,87 -
Tryonia variegate - 0,33 - - 5,87 -
Pachychilidae Sulcospira
testudinaria
0,67 - - 9,09 - -
Viviparidae Viviparus acerosus 0,67 - - 9,09 - -
Littorinidae Littoraria intermedia - - 0,33 - - 2,77
Littoraria
melanostoma
- - 0,33 - - 2,77
Littoraria scabra - - 0,33 - - 2,77
Littorina littorea - - 0,67 - - 5,55
Littorina obustata - - 0,33 - - 2,77
Littorina ondulata - - 0,33 - - 2,77
Melarhaphe
neritoides
- - 0,67 - - 5,55
37
Melanopsi-dae Fagotia esperi - - 0,67 - - 5,55
Melanopsis
excoriatum
- - 0,67 - - 5,55
Mytillidae Mytillus charruana - - 0,67 - - 5,55
Mytillus
galloprovinci-alis
- - 0,67 - - 5,55
Naticidae Natica gualteriana - - 0,67 - - 5,55
Neritidae Clypeolum
owenianum
- - 0,33 - - 2,77
Neripteron
cornucopia
- - 0,67 - - 5,55
Neripteron lecontei - - 0,67 - - 5,55
Neripteron
rubicundum
- - 0,67 - - 5,55
Neripteron
violaceum
- - 0,67 - - 5,55
Planaxidae Planaxis sulcastus - - 0,33 - - 2,77
Tellinidae Pristis capsoides - - 0,67 - - 5,55
Gomphidae Austrogom-phus
guerini
1 0,67 - 13,63 11,77 -
Libellulidae Hydrobasilus
croceus
0,33 - - 4,54 - -
Symterum corruptum 0,67 - - 9,09 - -
Neanuridae Vitronura giselae - 0,33 - - - -
Stratyomiidae Hermetia illucens 0,67 0,33 0,33 9,09 5,87 2,77
Pseudococci-
dae
Pseudococcus
viburni
- 0,33 - - 5,87 -
Naucoridae Naucoris sp. 0,33 - - 4,54 - -
Palaemonidae Palaemonetes
poludosus
1 - - 13,63 - -
Ocypodidae Uca sp. - 0,67 - - - 5,55
38
Metode SingScore
Perolehan nilai untuk kategori SingScore didapatkan dari penilaian
makroinvertebrata berdasarkan taksa pada tiap spesies berdasarkan skor yang
telah ditetapkan dengan kategori SingScore dan kemudian akan diketahui kategori
kondisi perairan. Dari hasil perhitungan dengan metode SingScore didapatkan
hasil bahwa Stasiun I dalam kondisi yang lumayan sementara untuk Stasiun II dan
Stasiun III tergolong dalam kondisi yang buruk. Penggolongan taksa biota yang
ditemukan pada daerah penelitian dapat dilihat pada tabel dan kategori dari hasil
perhitungan dengan metode SingScore dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Kondisi Perairan dengan Metode SingScore
Stasiun Nilai Kategori
I 92 Lumayan
II 70,6 Buruk
III 72 Buruk
Analisa Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison)
Hasil dari persentase kumulatif dengan persentase biomassa kering biota
berdasarkan pengambilan dianalisa dengan menggunakan kurva ABC. Nilai
perhitungan kelimpahan dan biomassa biota dapat dilihat pada Lampiran VIII.
Hasil dari Stasiun I didapatkan nilai kelimpahan relatif pada tiap plot berturut-
turut 41,84%, 25,42% dan 32,73% dan niai biomassa relatif berturut-turut
42,60%, 23,32% dan 34,07%. dengan ranking berdasarkan plot pengambilan
selama penelitian. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kurva saling tumpang
tindih dimana kurva kepadatan dan kurva biomassa saling berpotongan dengan
ranking terendah berada pada plot 2 selama pengambilan. Dapat disimpulkan
39
bahwa pada Stasiun I tergolong aliran yang tercemar sedang. Hasil dari analisa
kurva ABC pada stasiun I dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 7. Kurva ABC pada Stasiun I
Hasil dari Stasiun II nilai ranking berdasarkan plot pengambilan selama
penelitian. Didapatkan nilai kelimpahan relatif pada pengambilan berdasarkan plot
pengambilan 48,13%, 11,76% dan 40,09% dengan niai biomassa relatif
berdasarkan plot pengambilan berturut-turut 45,62%, 13,49% dan 40,87%. Dari
hasil analisa dapat dilihat bahwa kurva saling tumpang tindih dengan ranking
tertinggi berada pada plot 1 dan terendah pada plot 2. Dapat disimpulkan bahwa
pada Stasiun II aliran Sungai Deli tergolong tercemar sedang. Hasil dari analisa
kurva ABC pada Stasiun II dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
40
Gambar 8. Kurva ABC pada Stasiun II
Hasil dari Stasiun III nilai ranking berdasarkan plot pengambilan selama
penelitian. Didapatkan nilai kelimpahan relatif pada pengambilan berdasarkan plot
berturut-turut 46,31%, 11,72% dan 41,96% dengan niai biomassa relatif berturut-
turut 48,09%, 9,36% dan 42,50% dengan ranking berdasarkan plot pengambilan
selama penelitian. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kurva saling tumpang
tindih dengan ranking terendah pada plot 2. Dapat disimpulkan bahwa pada
Stasiun II aliran Sungai Deli tergolong tercemar sedang. Hasil dari analisa kurva
ABC pada Stasiun III dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 9. Kurva ABC pada Stasiun III
41
Analisis Komponen Utama PCA (Principal Component Analysis)
Jika hasil dari hubungan antara nilai tiap parameter kualitas air dengan
masing-masing famili pada hasil grafik PCA membentuk sudut >900 maka nilai
korelasinya termasuk dalam karegori negatif. Sebaliknya jika hasil grafik PCA
membentuk sudut <900 berarti korelasinya termasuk dalam kategori positif.
Semakin kecil sudut yang dibentuk, menunjukkan korelasi semakin kuat antara
dan semakin tinggi nilai yang didapatkan menunjukkan semakin kuat hubungan
antara tiap parameter terhadap masing-masing famili makroinvertebrata.
Famili Ocypopidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air dengan keberadaan famili
Ocypopidae menunjukkan bahwa pada parameter suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti hubungan
searah sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO
menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti hubungan berlawanan arah. Tabel
analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Ocycopidae dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Ocycopidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.992
Kecerahan -0.369
Kedalaman 0.999
Kecepatan Arus -0.965
pH 0.740
DO -0.826
BOD 0.479
Nitrat 0.995
Fosfat 0.716
C-organik 1.000
42
Famili Palaemonidae
Hasil korelasi antara parameter suhu, kedalaman, pH, BOD, nitrat, fosfat
dan C-organik terhadap keberadaan famili Palaemonidae menunjukkan hasil
positif (+) yang berarti hubungan searah terhadap famili Palaemonidae sedangkan
untuk parameter kecerahan, kecepatan arus dan DO menunjukkan hasil negatif (-)
yang berarti hubungan berlawanan arah terhadap famili Palaemonidae. Tabel
analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Palaemonidae dapat dilihat
pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Palaemonidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.998
Kecerahan -0.197
Kedalaman 0.972
Kecepatan Arus -0.902
pH 0.606
DO -0.911
BOD 0.629
Nitrat 0.967
Fosfat 0.828
C-Organik 0.980
Famili Neanuridae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Neanuridae mendapatkan nilai positif
(+) yang berarti korelasi searah dengan famili Neanuridae sedangkan untuk
parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang
berarti korelasi dengan famili Neanuridae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi
parameter kualitas air terhadap famili Neanuridae dapat dilihat pada Tabel 13.
43
Tabel 13. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Neanuridae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.993
Kecerahan -0.362
Kedalaman 0.997
Kecepatan Arus -0.965
pH 0.740
DO -0.832
BOD 0.484
Nitrat 0.997
Fosfat 0.719
C-Organik 0.999
Famili Dugesiidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Dugesiidae mendapatkan nilai positif
(+) yang berarti korelasi searah dengan famili Dugesiidae sedangkan untuk
parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang
berarti korelasi dengan famili Dugesiidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi
parameter kualitas air terhadap famili Dugesiidae dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Dugesiidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.998
Kecerahan -0.199
Kedalaman 0.973
Kecepatan Arus -0.886
pH 0.605
DO -0.911
BOD 0.631
Nitrat 0.969
Fosfat 0.829
C-Organik 0.981
Famili Salifidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti korelasi
searah dengan famili Salifidae sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan
44
arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti korelasi dengan famili
Salifidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter kualitas air terhadap
famili Salifidae dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Salifidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.996
Kecerahan -0.320
Kedalaman 0.996
Kecepatan Arus -0.950
pH 0.705
DO -0.858
BOD 0.522
Nitrat 0.996
Fosfat 0.744
C-organik 0.998
Famili Tubificidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti korelasi
searah dengan famili Tubificidae sedangkan untuk parameter kecerahan,
kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti korelasi
dengan famili Tubificidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter
kualitas air terhadap famili Tubificidae dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Tubificidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.993
Kecerahan -0.367
Kedalaman 0.998
Kecepatan Arus -0.966
pH 0.736
DO -0.831
BOD 0.487
Nitrat 0.997
Fosfat 0.721
C-Organik 0.999
45
Famili Lumbricidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti korelasi
searah dengan famili Lumbricidae sedangkan untuk parameter kecerahan,
kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti korelasi
dengan famili Lumbricidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter
kualitas air terhadap famili Lumbricidae dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Lumbricidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.998
Kecerahan -0.193
Kedalaman 0.972
Kecepatan Arus -0.902
pH 0.607
DO -0.915
BOD 0.627
Nitrat 0.967
Fosfat 0.828
C-organik 0.980
Famili Nereididae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Nereididae mendapatkan nilai positif
(+) yang berarti hubungan searah dengan famili Nereididae sedangkan untuk
parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang
berarti hubungan dengan famili Nereididae berlawanan arah. Tabel analisis
korelasi parameter kualitas air terhadap famili Nereididae dapat dilihat pada Tabel
18.
46
Tabel 18. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Nereididae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.988
Kecerahan -0.361
Kedalaman 0.994
Kecepatan Arus -0.961
pH 0.740
DO -0.828
BOD 0.475
Nitrat 0.995
Fosfat 0.709
C-organik 0.995
Famili Ampulariidae
Hasil korelasi antara tiap parameter terhadap keberadaan famili
Ampulariidae menunjukkan hasil yang positif (+), hal ini berarti tiap parameter
berhubungan searag terhadap famili Ampulariidae. Tabel analisis korelasi
parameter kualitas air terhadap famili Ampulariidae dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Ampulariidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.997
Kecerahan -0.308
Kedalaman 0.992
Kecepatan Arus -0.945
pH 0.693
DO -0.860
BOD 0.533
Nitrat 0.990
Fosfat 0.756
C-organik 0.996
Famili Hydrobiidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Hydrobiidae mendapatkan nilai
positif (+) yang berarti hubungan searah dengan famili Hydrobiidae sedangkan
untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-)
yang berarti hubungan dengan famili Hydrobiidae berlawanan arah. Tabel
47
analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Hydrobiidae dapat dilihat
pada Tabel 20.
Tabel 20. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Hydrobiidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.990
Kecerahan -0.358
Kedalaman 0.997
kecepatan arus -0.963
pH 0.736
DO -0.827
BOD 0.481
Nitrat 0.996
Fosfat 0.717
C-organik 0.995
Famili Pachycilidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Pachycilidae mendapatkan nilai
positif (+) yang berarti korelasi searah dengan famili Pachycilidae sedangkan
untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-)
yang berarti korelasi dengan famili Pachycilidae berlawanan arah. Tabel analisis
korelasi parameter kualitas air terhadap famili Pachycilidae dapat dilihat pada
Tabel 21.
Tabel 21. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Pachycilidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.999
Kecerahan -0.192
Kedalaman 0.973
Kecepatan Arus -0.904
pH 0.606
DO -0.915
BOD 0.629
Nitrat 0.968
Fosfat 0.829
C-organik 0.980
48
Famili Viviparidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Viviparidae mendapatkan nilai positif
(+) yang berarti korelasi searah dengan famili Viviparidae sedangkan untuk
parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang
berarti korelasi dengan famili Viviparidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi
parameter kualitas air terhadap famili Viviparidae dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Viviparidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.999
Kecerahan -0.197
Kedalaman 0.969
Kecepatan Arus -0.901
pH 0.606
DO -0.918
BOD 0.631
Nitrat 0.969
Fosfat 0.827
C-organik 0.980
Famili Littorinidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Littorinidae mendapatkan nilai
positif (+) yang berarti hubungan searah dengan famili Littorinidae sedangkan
untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-)
yang berarti hubungan dengan famili Littorinidae berlawanan arah. Tabel analisis
korelasi parameter kualitas air terhadap famili Littorinidae dapat dilihat pada
Tabel 23.
49
Tabel 23. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Littorinidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.993
Kecerahan -0.365
Kedalaman 0.999
Kecepatan Arus -0.966
pH 0.742
DO -0.828
BOD 0.480
Nitrat 0.996
Fosfat 0.717
C-organik 1.000
Famili Naticidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Naticidae mendapatkan nilai positif
(+) yang berarti hubungan searah dengan famili Naticidae sedangkan untuk
parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang
berarti hubungan dengan famili Naticidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi
parameter kualitas air terhadap famili Naticidae dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Naticidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.990
Kecerahan -0.366
Kedalaman 0.995
Kecepatan Arus -0.963
pH 0.737
DO -0.822
BOD 0.477
Nitrat 0.995
Fosfat 0.715
C-organik 0.999
Famili Melanopsidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Melanopsidae mendapatkan nilai
50
positif (+) yang berarti hubungan searah dengan famili Melanopsidae sedangkan
untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-)
yang berarti hubungan dengan famili Melanopsidae berlawanan arah. Tabel
analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Melanopsidae dapat dilihat
pada Tabel 25.
Tabel 25. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Melanopsidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.994
Kecerahan -0.367
Kedalaman 0.998
Kecepatan Arus -0.968
pH 0.740
DO -0.831
BOD 0.481
Nitrat 0.997
Fosfat 0.719
C-organik 1.000
Famili Neritidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Neritidae mendapatkan nilai positif
(+) yang berarti hubungan searah dengan famili Neritidae sedangkan untuk
parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang
berarti hubungan dengan famili Melanopsidae Neretidae berlawanan arah. Tabel
analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Neritidae dapat dilihat pada
Tabel 26.
51
Tabel 26. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Neretidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.993
Kecerahan -0.364
Kedalaman 0.999
Kecepatan Arus -0.965
pH 0.744
DO -0.830
BOD 0.481
Nitrat 0.995
Fosfat 0.718
C-organik 1.000
Famili Planaxidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti hubungan
searah dengan famili Planaxidae sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan
arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti hubungan dengan famili
Melanopsidae Planaxidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter
kualitas air terhadap famili Planaxidae dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Planaxidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.990
Kecerahan -0.368
Kedalaman 0.998
Kecepatan Arus -0.964
pH 0.738
DO -0.825
BOD 0.478
Nitrat 0.997
Fosfat 0.713
C-organik 1.000
Famili Mytilidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Mytilidae mendapatkan nilai positif
52
(+) yang berarti hubungan searah dengan famili Mytilidae sedangkan untuk
parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang
berarti hubungan dengan famili Melanopsidae Mytilidae berlawanan arah. Tabel
analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Mytilidae dapat dilihat
pada Tabel 28.
Tabel 28. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Mytilidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.991
Kecerahan -0.367
Kedalaman 0.997
Kecepatan Arus -0.966
pH 0.741
DO -0.826
BOD 0.480
Nitrat 0.998
Fosfat 0.717
C-organik 1.000
Famili Tellinidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Tellinidae mendapatkan nilai positif
(+) yang berarti hubungan searah dengan famili Tellinidae sedangkan untuk
parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang
berarti hubungan dengan famili Tellinidae berlawanan arah. Tabel analisis
korelasi parameter kualitas air terhadap famili Tellinidae dapat dilihat pada Tabel
29.
53
Tabel 29. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Tellinidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.990
Kecerahan -0.368
Kedalaman 0.998
Kecepatan Arus -0.964
pH 0.738
DO -0.825
BOD 0.478
Nitrat 0.997
Fosfat 0.713
C-organik 1.000
Famili Gomphidae
Hasil dari korelasi antara parameter suhu, kedalaman, pH, BOD, Nitrat,
Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti hubungan searah
sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan
hasil negatif (-) yang berarti hubungan berlawanan arah. Tabel analisis korelasi
parameter kualitas air terhadap famili Gomphidae dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Gomphidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.999
Kecerahan -0.220
Kedalaman 0.974
Kecepatan arus -0.913
pH 0.620
DO -0.907
BOD 0.608
Nitrat 0.970
Fosfat 0.812
C-organik 0.981
Famili Lebellulidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti korelasi
searah sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO
54
menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti korelasi dengan famili Libellulidae
berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili
Libellulidae dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Libellulidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.999
Kecerahan -0.195
Kedalaman 0.971
Kecepatan arus -0.900
pH 0.604
DO -0.913
BOD 0.628
Nitrat 0.966
Fosfat 0.827
C-organik 0.978
Famili Stratyomiidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti korelasi
searah sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO
menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti korelasi dengan famili Hydrobiidae
berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili
Hydrobiidae dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Stratyomiidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.998
Kecerahan -0.197
Kedalaman 0.970
Kecepatan Arus -0.902
pH 0.601
DO -0.916
BOD 0.627
Nitrat 0.964
Fosfat 0.823
C-organik 0.975
55
Famili Pseuccocidae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Pseucoccidae mendapatkan nilai
positif (+) yang berarti korelasi searah dengan famili Pseucoccidae sedangkan
untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-)
yang berarti korelasi dengan famili Pseucoccidae berlawanan arah. Tabel analisis
korelasi parameter kualitas air terhadap famili Pseucoccidae dapat dilihat pada
Tabel 33.
Tabel 33. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Pseucoccidae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.990
Kecerahan -0.358
Kedalaman 0.997
kecepatan arus -0.963
pH 0.736
DO -0.827
BOD 0.481
Nitrat 0.996
Fosfat 0.717
C-organik 0.995
Famili Naucoridae
Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,
Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Naucoridae mendapatkan nilai positif
(+) yang berarti korelasi searah dengan famili Naucoridae sedangkan untuk
parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang
berarti korelasi dengan famili Naucoridae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi
parameter kualitas air terhadap famili Naucoridae dapat dilihat pada Tabel 34.
56
Tabel 34. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Naucoridae
Parameter Nilai Korelasi
Suhu 0.997
Kecerahan -0.307
Kedalaman 0.990
Kecepatan Arus -0.944
pH 0.692
DO -0.861
BOD 0.535
Nitrat 0.989
Fosfat 0.755
C-organik 0.995
Pembahasan
Kondisi Parameter Fisika dan Kimia
Suhu
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa suhu di setiap
stasiun selama penelitian masih tergolong normal yaitu berkisar antara 28-30oC.
Dimana pada Stasiun I senilai 28,67 oC, pada Stasiun II senilai 29 oC dan pada
Stasiun III senilai 29,67 oC. Kisaran nilai suhu ini masih dapat menunjang
kehidupan biota di dalamnya sesuai dengan pernyataan Irwan et al (2017) suhu air
berkisar antara 26-32oC masih tergolong normal dalam badan air dan tidak
membahayakan kehidupan biota akuatik.
Kecerahan
Nilai kecerahan terendah yaitu pada stasiun III yang hanya mencapai
nilai 29 cm. Hal ini disebabkan karena Stasiun III merupakan daerah hilir sungai
yang berada pada daerah muara yang merupakan daerah aliran dari sungai yang
berada di sekitar vegetasi mangrove dengan substrat yang halus. Hal ini sesuai
dengan Aidil et al (2016) yang menyatakan bahwa kecerahan yang rendah karena
kawasan muara dan mangrove merupakan daerah terjadinya pengendapan
57
sedimen berukuran halus. Siahaan et al (2011) juga menyatakan bahwa semakin
ke hilir semakin banyak material yang ada di dalam air sungai yang semakin
menurunkan kecerahan air sungai.
pH
Dengan pH berkisar antara 6-8 yang masih tergolong normal sesuai
dengan Perlman (2006) sebagian besar organisme akuatik memilih hidup pada air
dengan kisaran pH antara 6,5 dan 8,4. pH terendah berada pada Stasiun II dengan
nilai 6,63 hal ini karena tingginya bahan pencemar seperti buangan limbah pabrik
yang berada di dekat lokasi. Sejalan dengan pernyataan Fatmalia (2018) bahwa
perairan yang memiliki bahan pencemar yang tinggi akan memiliki pH yang
rendah. Rendahnya pH air menunjukkan banyaknya limbah yang dibuang ke
badan sungai.
Kecepatan Arus
Kecepatan arus pada stasiun I mencapai 0,3m/s yang berarti kecepatan arus
sedang, pada stasiun II mencapai 0,25m/s berarti kecepatan arus lambat dan pada
Stasiun III hanya mencapai 0,1m/s yang berarti kecepatan arus sangat lambat. Hal
ini berarti semakin ke hilir suatu perairan berarti semakin lambat kecepatan
arusnya. Hal ini sesuai dengan Mason (1981) yang menyatakan bahwa kecepatan
arus perairan dikelompokkan berarus sangat cepat dengan kisaran > 1 m/ det
berarus cepat dengan kisaran 0,5 – 1 m/ det, berarus sedang dengan kisaran 0,25 –
0,5 m/ det, berarus lambat dengan kisaran 0,1 – 0,25 m/ det dan berarus sangat
lambat dengan kisaran < 0,1 m/ det. Mulya (2004) menyatakan bahwa semakin ke
hilir kecepatan arus biasanya semakin lambat.
58
Kedalaman
Kedalaman perairan pada setiap stasiun memiliki nilai yang berbeda
yaitu berturut-turut 1,3; 1,8 dan 3,66 m, hal ini dapat menggambarkan jenis
makroinvertebrata yang ditemukan juga berbeda. Suhendra et al (2019)
menjelaskan bahwa kondisi lingkungan seperti kedalaman dapat menggambarkan
variasi yang amat besar bagi keberadaan makroinvertebrata, sehingga sering
dijumpai perbedaan jenis pada daerah yang berbeda. Kedalaman perairan
berpengaruh terhadap kenaekaragaman biota perairan.
DO (Dissolved Oxygen)
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) berkisar antara 3-5 mg/l dengan
nilao DO terendah yaitu pada Stasiun III dengan nilai 3,26 mg/l yang dapat
mengindikasikan rendahnya kualitas perairan. Barus (2004) menyatakan bahwa di
perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar mencapai 15mg/l. Menurut
Simanjuntak (2009), kelangsungan hidup biota air yang baik dalam suatu perairan
membutuhkan kisaran kadar 2-10mg/l. Susana (2009) menyatakan bahwa semakin
rendah konsentrasi oksigen terlarut semakin rendah kuallitas perairan. Yuningih et
al (2014) juga menjelaskan bahwa jika banyaknya kandungan bahan organik pada
suatu perairan maka dapat menyebabkan oksigen terlarut rendah.
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai BOD dan DO saling berbanding terbalik. Tessema (2014)
menjelaskan bahwa tingginyaa nilai BOD dapat mempengaruhi jumlah oksigen
terlarut (DO) di dalam suatu perairan., selanjutnya Saputri et al (2014)
menyatakan nilai BOD dan DO berbanding terbalik dimana pada saat DO
menurun nilai BOD cenderung meningkat. Nilai BOD tertinggi terdapat pada
59
stasiun II yang mencapai 32,5 mg/l. Hal ini disebabkan oleh limbah industri yang
ada di sekitar perairan sehingga Stasiun II menjadi tercemar. Hal ini didukung
oleh pernyataan Nugraha dan Cahyorini (2007) beban cemaran suatu sungai dapat
diidentifikasi berdasarkan kadar BOD dalam air, di mana semakin tinggi BOD
makan air sungai semakin tercemar. Nilai BOD yang tinggi pada Stasiun II masih
dapat menunjang kehidupan biota perairan. Ansari et al (2015) menyatakan bahwa
jika nilai BOD lebih dari 35mg/l tidak baik untuk kehidupan biota perairan.
Nitrat
Nilai kisaran kandungan nitrat pada tiap stasiun yaitu 2,13-3,06 mg/l
yang berarti konsentrasi nitrat tergolong tinggi. Boney (1989) menyatakan bahwa
kandungan nitrat pada perairan yang normal berkisar antara 0,1-0,36 mg/l, lebih
lanjut Chu (1982) menyatakan bahwa kisaran kadar nitrat 0,3-0,9mg/l cukup
untuk pertumbuhan organisme perairan dan kadar nitrat >3,5 mg/l dapat
membahayakan perairan. Kandungan nitrat tertinggi berada pada Stasiun III yang
mencapai nilai 4,2 mg/l. Tingginya kandungan nitrat karena pada stasiun ini
berada di hilir sungai pada daerah muara. Kandungan nitrat yang tinggi bersumber
dari limbah domestik dan juga berasal dari sepanjang aliran sungai yang kemudian
terakumulasi di muara sungai. Kadar nitrat yang tinggi di perairan disebabkan
oleh masuknya limbah domestik (Alaerts dan Santika (1987). Rozak (1997)
menyatakan bahwa nitrat kadar tinggi biasanya ditemukan di perairan muara.
Lebih lanjut, Utami et al (2016) menjelaskan bahwa tingginya nilai konsentrasi
nitrat karena adanya pergerakan arus yang membawa sumber nitrat ke muara.
60
Fosfat
Kandungan nilai fosfat tertinggi terdapat pada stasiun II yang mencapai
hingga 0,55 mg/l yang berarti melebihi batas normal. Tingginya nilai fosfat
kemungkinan dikarenakan adanya kegiatan industri di sekitar perairan seperti
industri plastik, industri baja dan industri kelapa sawit. Pada umumnya kandungan
fosfat dalam perairan tidak lebih dari 0,1 (Widiatmono et al., 2020). Barus et al
(2020) menyatakan tingginya kandungan fosfat karena daerah tersebut mengalami
masukan limbah aktivitas manusia, limbah pabrik dan industri. Menyatakan
bahwa kondisi normal bagi kehidupan makroinvertebrata di perairan memiliki
kadar fosfat berkisar antara 1,62-3,23 mg/l (Liaw, 1969).
Substrat dan Kandungan C-Organik
Dari hasil persentase fraksi substrat didapatkan hasil bahwa pada Stasiun
III memiliki persentase tekstur liat sebesar 3% ini berarti pada Stasiun III tekstur
substratnya lebih halus dibandingkan dengan dengan dua Stasiun lain. Hal ini
karena Stasiun III berada di lokasi muara yang memiliki substrat lebih halus. Hal
ini sejalan dengan Barus et al (2020) yang menyatakan bahwa secara umum, tipe
substrat pada muara sungai yang mengarah ke laut memiliki tekstur yang lebih
halus. Lebih lanjut menjelaskan, sedimen yang memiliki tekstur halus biasanya
berada pada perairan yang relatif tenang seperti hilir dan estuari.
Kandungan C-Organik terendah berada pada stasiun I dengan nilai 0,08
persentase tekstur substrat fraksi pasir sebesar 97% dan yang tertinggi pada
Stasiun III yang merupakan daerah muara senilai 0,45 dengan fraksi pasir sebesar
93%. Hal ini berarti substrat bertekstur lebih halus memiliki kandungan C-
Organik lebih tinggi dan mengandung kandungan bahan organik yang tinggi.
61
Sesuai dengan pernyataan Wood (1987), bahwa terdapat hubungan antara
kandungan C-organik dengan ukuran tekstur substrat. Pada tekstur yang halus,
presentase karbon C-Organik lebih tinggi dibandingkan dengan tekstur kasar.
Barus et al (2020) juga menyatakan bahwa karbon organik yang dibawa oleh
aliran sungai akan terakumulasi di muara sungai.
Metode STORET
Hasil dari metode STORET menunjukkan bahwa pada stasiun II dan III
aliran sungai tergolong dalam perairan tercemar sedang dengan skor -30.
Pencemaran perairan ini bisa berasal dari kegiatan manusia seperti industri dan
rumah tangga. Amin et al (2014) menyatakan bahwa kreteria perairan yang
tercemar sedang yaitu pengukuran kualitas air yang memiliki jumlah skor -11 s/d -
30 digolongkan kedalam kelas C. Mahyudin et al (2015) menyatakan bahwa
berbagai aktivitas manusia yang berasal dari kegiatan industri dan rumah tangga
akan menghasilkan limbah yag memberi sumbangan pada penurunan kualitas air
sungai. Maruru (2012) menyatakan bahwa semakin ke hilir, kondisi kualitas air
semakin menurun.
Pada stasiun I didapatkan hasil bahwa kondisi perairan tergolong
tercemar ringan dengan nilai -10. Hal ini karena skor untuk tiap parameter yang
didapatkan rendah dan masih tergolong baik. Pada stasiun I hanya dipengaruhi
oleh limbah rumah tangga dan tidak banyak terjadi aktifitas manusia. Penentuan
Status Mutu Air dengan Indeks Storet berdasarkan Kepmen LH No.115 Tahun
2003 bahwa perairan dengan skor -1s/d-10 tergolong perairan tercemar ringan.
Zanatia et al (2019) menyatakan bahwa semakin banyaknya aktifitas di sekitar
sungai dapat menyebabkan pencemaran dan mempengaruhi serta menurunkan
62
kualitas air. Maruru (2012) menyatakan bahwa keadaan aliran sungai di daerah
semakin ke hulu memang relatif semakin baik.
Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi (C), Frekuensi (F) dan
Frekuensi Relatif (FR) Makroinvertebrata
Keanekaragaman tertinggi berada pada Stasiun I yang bernilai 2,37 yang
tergolong sedang. Hal ini bisa disebabkan oleh kondisi perairan yang tidak terlalu
buruk untuk kehidupan makroinvertebrata. Kelompok makroinvertebrata yang
ditemukan pada Stasiun I yaitu tergolong Filum Moluska dengan satu kelas yaitu
Gastropoda, Filum Arthropoda terbagi dalam dua kelas yaitu Insecta dan
Malacostraca, Filum Platyhelminthes dengan satu kelas yaitu Rhabditophora dan
Filum Annelida dengan kelas Clitellata. Tingginya nilai keanekaragaman
disebabkan karena makroinvertebrata yang ditemukan beranekaragam dengan
jumlah tiap spesies yang cukup merata (Hellen et al., 2020). Selanjutnya, Gazali
et al (2011) menyatakan bahwa perairan yang berkualitas baik biasanya memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi.
Keanekaragaman terendah berada pada Stasiun II dengan nilai 0,82 yang
tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh kondisi perairan di Stasiun II yang
buruk dan tidak cukup baik untuk mendukung kehidupan makroinvertebrata.
Tingkat keanekaragaman akan tinggi jika H’ mendekati 3, sehingga hal ini
menunjukkan kondisi perairan baik dan jumlah jenis dapat berkurang jika
lingkungan mengalami tekanan baik fisik, kimia mapun biologi (Pribadi et al.,
2009) didukung oleh pernyataan Ratih et al (2015) yaitu keanekaragaman
makroinvertebrata yang rendah umumnya menandakan perairan berkualitas buruk
atau tercemar. Maruru (2012) menyatakan bahwa apabila terdapat bahan
63
pencemar dalam perairan maka biota yang sangat peka akan hilang karen tidak
mampu bertahan hidup.
Nilai keseragaman tertinggi pada Stasiun I senilai 0,66 dan dominansi
terendah pada Stasiun I senilai 0,05 yang berarti tidak ada spesies yang
mendominasi sebaliknya nilai keseragaman terendah yaitu pada stasiun II senilai
0,12 dengan nilai dominansi yaitu 0,65 diikuti dengan Stasiun III dengan nilai
keseragaman 0,49 dan dominansi sebesar 0,15. Apabila satu atau beberapa jenis
melimpah dari yang lainnya, maka indeks keseragaman rendah. Dengan
rendahnya indeks keseragaman menunjukkan adanya dominansi spesies
(Syafarini, 2018). Supriadi et al (2015) berpendapat bahwa semakin rendahnya
indeks keseragaman suatu komunitas berarti bahwa kondisi lingkungan makin
tidak stabil, lebih lanjut Supriadi et al (2015) menjelaskan bahwa rendahnya nilai
keseragaman menunjukkan bahwa kondisi suatu komunitas dalam keadaan
tertekan. Sejalan dengan Maruru (2012), penurunan kualitas perairan akan tampak
jelas dominansi suatu jenis hewan makroinvertebrata yang ditemukan.
Pada stasiun II aliran sungai berada dekat dengan kegiatan industri
dengan kelimpahan tertinggi yaitu pada biota Tubifex sp. Hal ini dikarenakan
spesies ini mampu hidup pada perairan yang tercemar. Tubifex sp. banyak
ditemukan di sungai dengan substrat berpasir dengan kandungan C-organik yang
tinggi (Fatmalia, 2018). Lebih lanjut Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa
kepadatan jenis Tubifex sp. menunjukkan bahwa perairan tersebut mengalami
pencemaran bahan organik yang tinggi.
Nilai F menyatakan kehadiran suatu spesies di suatu tempat. Nilai
frkeuensi tertinggi bernilai 1 atau setara 100% yang berarti suatu jenis biota
64
ditemukan di setiap pengambilan. (Sangau et al., 2019) menyatakan bahwa
frekuensi kehadiran bernilai 100% menandakan semua jenis ditemukan pada
semua tempat pengambilan.
Metode SingScore
Dari hasil perhitungan dengan metode SingScore didapatkan hasil bahwa
keadaan stasiun I tergolong lumayan karena taksa yang lebih beragam Hal ini
dikarenakan biota yang ditemukan di Stasiun I merupakan serangg yaitu biota
yang bisa hidup di kondisi perairan yang tidak buruk. Sungai berarus adalah
tempat ditemukannya banyak serangga dan beragam (Thorp dan Rogers, 2011),
kebanyakan dari anggota serangga terdapat di daerah perairan yang tidak buruk,
namun ada beberapa yang lebih toleran (Gooderham dan Tsyrlin, 2002). Maruru
(2012) menjelaskan bahwa jumlah dari setiap makroinvertebrata yang ditemukan
mempunyai tingkat kepekaan berbeda terhadap bahan pencemar.
Hasil terendah dari scoring dengan metode Singscore yaitu pada Stasiun
II dengan nilai 70,6 yang berarti berairan tergolong buruk. Hal ini karena biota
yang ditemukan tidak banyak dan tiap biota yang ditemukan merupakan yang
dapat mentolerir pencemaran sehingga mendapatkan score yang rendah. Blakely
et al (2018) menyatakan bahwa skor toleransi Singscore 0-79 tergolong perairan
yang buruk. Nilai toleransi ditetapkan berdasarkan tiap famili dengan
kemampuannya terhadap lingkungan. Famili dengan tingkat toleransi rendah
mendapat nilai tertinggi yaitu 10, scoring akan ditentukan bahkan hingga ada
yang mencapai nilai 1.
Pada Stasun III kelimpahan yang mendominasi adalah dari jenis
moluska, karena pada lokasi banyak ditumbuhi mangrove dan jenis moluska juga
65
termasuk jenis yang dapat hidup di perairan yang kurang baik. Hartoni dan
Agussalim (2013) menyatakan bahwa moluska banyak ditemukan di ekosistem
mangrove, hidup di permukaan substrat maupun di dalam substrat. Lebih lanjut,
Hutagalung (1991) menyatakan bahwa kepadatan moluska dapat digunakan untuk
penilaian kualitas ekologi karena kemampuannya yang tinggi untuk
mengakumulasi bahan-bahan tercemar.
Analisa Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparisson)
Dari hasil perhitungan biomassa dengan kelimpahan biota yang
ditemukan dengan metode Kurva ABC didapatkan bahwa pada tiap stasiun kurva
saling tumpang tindih. Hal ini berarti aliran Sungai Deli tergolong tercemar
sedang. Sesuai dengan Yonvitner dan Imran (2006) yang menyatakan bahwa
adanya kurva saling tumpang tindih antara kelimpahan dan biomassa
menunjukkan perairan tercemar sedang. Labbaik et al (2017) juga menjelaskan
bahwa kurva kelimpahan dan biomassa yang berimpit menunjukkan
perkembangan jumlah dan biomassa sama dan kedua variabel ini cukup sesuai
dengan kualitas air.
Kurva yang saling tumpang tindih bisa berarti jumlah individu dan
biomassa yang cukup seimbang. Menurut Warwick (1986), apabila kurva
kepadatan berhimpitan dan saling berpotongan dengan kurva biomassa maka
dapat diindikasikan tidak ada ledakan populasi oportunis kecil. Sejalan dengan
pernyataan Hafizulhaq et al (2017) bahwa jika kurva kepadatan individu berada di
atas kurva biomassa, biasanya sebagian komunitas terganggu dihuni oleh sebagian
besar indiviu berukuran kecil. Efriningsih et al (2016) Menjelaskan bahwa jenis-
66
jenis biota dengan biomassa yang cukup besar menunjukkan kondisi banyaknya
nutrisi yang dibutuhkan biota.
Korelasi Makroinvertebrata dengan Parameter Kualitas Air
Dari hasil analisis menggunakan PCA (Principal Component Analysis),
dapat diketahui bahwa pada parameter DO, kecepatan arus dan kecerahan
berkorelasi negatif dengan tiap famili makroinvertebrata, sementara untuk
parameter suhu, kedalaman, pH, BOD, nitrat, fosfat dan C-Organik mendapatkan
berrkorelasi positif terhadap tiap famili makroinvertebrata dengan nilai tertinggi
pada parameter C-Organik dan suhu. Ayu (2009) menjelaskan bahwa nilai positif
yang mendekati satu menjelaskan hubungan yang berbanding lurus antar variabel,
nilai negatif mendekati minus satu menjelaskan hubungan yang berbanding
terbalik antar variabel dan nilai yang mendekati nol menjelaskan bahwa variabel
tidak dapat berpengaruh nyata.
Dari hasil analisis menggunakan PCA dapat diketahui bahwa pada
parameter DO, kecepatan arus dan kecerahan berkorelasi negatif dengan tiap
famili makroinvertebrata dengan nilai tertinggi pada parameter DO. Dari hasil
juga diketahui bahwa jumlah biota tertinggi didapatkan pada Stasiun II dan III
dimana parameter DO, kecepatan arus dan kecerahan bernilai lebih rendah yang
didominasi oleh kelompok bentos. Hal ini berarti rendahnya nilai parameter
tersebut masih tergolong layak untuk dihuni beberapa kelompok
makroinvertebrata yang ditemukan. Erlinda et al (2014) menyatakan bahwa
gastropoda mampu hidup pada kisaran oksigen terlarut (DO) yang rendah.
Selanjutnya, Sutanto dan Purwasih (2015) bahwa kuat arus mempengaruhi
keberadaan makroinvertebrata. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
67
keberadaan makrozoobenthos di perairan di antaranya kecerahan dan kekeruhan
air (Hasby, 2016).
Sementara untuk parameter suhu dan C-Organik dan suhu berkorelasi
positif dengan nilai yang tinggi terhadap kelimpahan makroinvertebrata. Suhu
mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, oleh karena penyebaran
organisme di perairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut (Maniagasi et al.,
2013). Selanjutnya, tingginya kandungan C-Organik diikuti dengan banyaknya
makroinvertebrata yang ditemukan. Sebagian besar makroinvertebrata yang
ditemukan adalah kelompok dari bentos. Nurracmi dan Marwan (2012)
mengemukakan bahwa hewan benthos erat kaitannya dengan tersedianya bahan
organik yang terkandung dalam substrat, karena bahan organik merupakan sumber
nutrien bagi biota yang umumnya terdapat pada substrat.
Parameter kedalaman dan nitrat mendapatkan nilai yang cukup tinggi
terhadap kelimpahan makroinvertebrata. Kondisi lingkungan seperti kedalaman
dapat menggambarkan variasi yang amat besar bagi keberadaan
makroinvertebrata (Reish, 1979). Kandungan nitrat yang tinggi juga tidak
mengganggu keberadaan makroinvertebrata. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap
organisme akuatik (Barus, 2004). Lebih lanjut, Kurniawan et al (2016)
menjelaskan bahwa kondisi ini menunjukkan semakin meningkatnya nitrat
semakin tinggi komposisi makrozoobentos.
Parameter-parameter lain yang berkorelasi positif terhadap
makroinvertebrata adalah pH, BOD dan fosfat yang cukup mempengaruhi
keberadaan makroinvertebrata. pH yang rendah menyebabkan kelarutan pada
logam semakin besar sehingga dapat bersifat toksik bagi organisme serta
68
mengakibatkan keanekaragaman sedikit menurun bila dibandingkan dengan pH
yang lebih tinggi (Effendi, 2003). Selanjutnya, Zamroni et al (2017) menyatakan
bahwa nilai BOD sering dipakai untuk menunjukkan tingkat pencemaran bahan
organik, lebih lanjut menjelaskan keberadaan limbah pencemar belum terlalu
mempengaruhi keberadaan makroinvertebrata akuatik. Ngibad, (2019)
menyatakan bahwa pada dasarnya makhluk hidup yang tumbuh di perairan
memerlukan fosfat pada kondisi jumlah tertentu
Dari hasil analisis PCA, makroinvertebrata dari famili Ocypodidae yang
termasuk dalam kelompok kepiting memiliki hubungan searah dengan kandungan
C-Organik dengan nilai korelasi yang tinggi. Kandungan bahan organik dalam
substrat sangat diperlukan oleh kebutuhan makanannya, karena jenis kepiting
bukan hanya mengambil makanan bukan hanya dari bahan makanan yang
terkandung dalam air, tetapi juga bahan organik yang terkandung dalam
substratnya (Nafiah dan Purnomo, 2019). Dapat diketahui juga bahwa kelompok
ini ditemukan di Stasiun III yang merupakan daerah yang banyak ditumbuhi
mangrove yang mengandung bahan organik yang tinggi. Arisandy (2015)
menyatakan bahwa daerah mangrove memiliki kandungan bahan organik yang
tinggi dibandingkan daerah lainnya.
Nilai korelasi tertinggi pada famili Palaemonidae yaitu pada paremeter
suhu dengan hubungan yang searah. Hal ini berarti parameter suhu sangat
berpengaruh terhadap kelimpahan. Dimana jika suhu tinggi diikuti dengan
tingginya kelimpahan famili Palaemonidae yang merupakan dari kelompok udang.
Suhu berpengaruh langsung pada metabolisme udang (Sapna dan Nugrahalia,
69
2017). Pada suhu tinggi metabolisme udang dipacu, sedangkan pada suhu yang
lebih rendah proses metabolisme diperlambat (Kanwilyanti et al., 2013).
Makroinvertebrata dari famili Tubificidae merupakan yang paling banyak
ditemukan di Stasiun II. Dari hasil analisis PCA, famili Tubificidae mendapatkan
nilai korelasi tertinggi yaitu pada parameter C-Organik dengan hubungan yang
searah. Selanjutnya diketahui juga kandungan DO yang rendah berkorelasi negatif
terhadap kelimpahan famili ini. Brinkhurst dan Cook (1966) menyatakan bahwa
Tubificidae dapat hidup di air sungai dengan bahan organik yang tinggi, keruh,
berlumpur dan kandungan oksigen terlarut yang rendah. Sementara untuk
parameter kecepatan arus juga mendapat nilai korelasi yang tinggi dengan
hubungan berlawanan arah, Hal ini berarti kelimpahan famili Tubificidae yang
tergolong kelompok makrozoobentos ini berada pada perairan dengan arus yang
lambat. Wllyadi et al (2020) menyatakan bahwa perairan yang mempunyai arus
yang dikategorikan arus lambat yang baik untuk kehidupan makrozoobentos.
Makroinvertebrata dari famili Littorinidae, Melanopsidae, Naticidae,
Neritidae, Planaxidae, Tellinidae, Ampulariidae, Hydrobiidae, Viviparidae,
Pachycilidae dan Mytillidae termasuk dalam kelompok Gastropoda dan Bivalvia.
Makroinvertebrata dari kelompok Gastropoda dan Bivalvia diketahui
mendapatkan nilai tertinggi pada parameter C-Organik dengan korelasi positif.
Hal ini berarti tingginya kandungan C-Organik mempengaruhi kelimpahan.
Tambayong et al (2017) menyatakan bahwa semakin tinggi bahan organik maka
semakin melimpah gastropoda yang ada di perairan tersebut. Selanjutnya
Yunitawati et al (2012) menyatakan bahwa Bivalve dapat hidup di tempat dengan
bahan organik tinggi.
70
Korelasi antara parameter C-Organik dengan kelompok Annelida dari
famili Salifidae, Lumbricidae dan Nereididae bernilai tinggi dan positif. Hal ini
berarti kandungan C-Organik sangat berpengaruh terhadap kelimpahan
makroinvertebrata kelompok Annelida ini. Dharmawibawa (2019) menjelaskan
bahwa bahan-bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan
sumber makanan bagi hewan benthos termasuk di dalamnya adalah Annelida.
Kelompok ini juga dipengaruhi oleh parameter kecepatan arus dengan hubungan
yang berlawanan arah, ini menunjukkan bahwa makroinvertebrata dari kelompok
ini lebih dapat hidup di perairan yang cenderung tenang. Dharmawibawa (2019)
juga menyatakan bahwa kecepatan arus mempengaruhi keberadaan dan komposisi
makrozoobenthos. Didukung oleh pernyataan Fefiani (2018) bahwa kelompok
Annelida adalah penghuni dasar perairan tenang, berlumpur serta kaya akan bahan
organik.
Kelimpahan Famili Gomphidae yang merupakan makroinvertebrata dari
kelompok capung sangat dipengaruhi oleh suhu dengan hubungan yang searah.
Kehidupan capung dalam kawasan tropis bergitu bergantung terhadap suhu
(Dingemanse dan Kalkman, 2008). Archna et al (2015) menyatakan bahwa suhu
merupakan faktor pembatas dalam lingkungan air, hal ini mempengaruhi aktivitas
metabolisme, pertumbuhan, distribusi reproduksi dan perilaku migrasi organisme
air.
Nilai korelasi tertinggi dari famili Stratyomiidae, Pseucoccidae dan
Naucoridae yang merupakan keompok dari serangga akuatik yaitu terhadap
parameter suhu, yang artinya suhu sangat berpengaruh terhadap kelimpahan. Suhu
merupakan faktor pembatas distribusi dan kelimpahan larva serangga akuatik di
71
perairan air tawar (Jati, 2004). Nilai korelasi tertinggi dengan hubungan yang
berlawanan arah terhadap makroinvertebrata kelompok ini adalah pada parameter
kecepatan arus, hal ini berarti kelimpahan yang tinggi berada pada arus yang
lambat. Menjelaskan bahwa keragaman yang tinggi disebabkan karena kecepatan
arus yang tidak begitu deras, sehingga mengurangi gangguan pertumbuhan larva
insekta (Mahajoeno et al., 2001).
Hasil korelasi antara famili Dugesiidae diketahui mendapat nilai tertinggi
terhadap parameter suhu yang artinya keberadaan famili ini sangat dipengaruhi
oleh parameter suhu. Makroinvertebrata dari famili Dugesiidae hanya ditemukan
di Stasiun I dengan nilai suhu 28,67oC yang berarti masih mendukung
kehidupannya. Dugesiidae hanya dapat ditemukan pada perairan dengan suhu
yang mencapai lebih dari 20oC (Hoang et al., 2007).
Famili Libellulidae berkorelasi positif dengan parameter suhu. Hal ini
berarti nilai suhu pada tempat ditemukannya makroinvertebrata dari kelompok
Odonata ini yaitu di Stasiun I masih menunjang kehidupannya senilai 28,67oC.
Suhu air mempengaruhi frekuensi, diversitas dan sebaran larva Odonata (Corbett,
1999). Suhu lebih rendah biasanya lebih banyak ditemukan spesies dari kelompok
Odonata (Osborn dan Samways, 1996). Suhu tertinggi yang dapat didiami
Odonata mencapai 40oC (Garten dan Gentry, 1976).
Makroinvertebrata dari famili Neanuridae dari kelompok Collembola
memiliki nilai korelasi yang tinggi terhadap parameter kualitas air C-Organik.
Kandungan karbon organik berperan penting dalam mengontrol kepadatan
populasi dan keanekaragaman Collembola dan menunjukkan korelasi positif yang
tinggi terhadap populasi Collembola (Bhagwati et al., 2018).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Keanekaragaman makroinvertebrata di aliran Sungai Deli Kota Medan
berdasarkan Stasiun I yaitu senila 2,37 berarti keanekaragaman tinggi, pada
Stasiun II senilai 0,82 yang berarti keanekaragaman rendah dan pada Stasiun II
dengan nilai 2,57 berarti keanekaragaman tinggi.
2. Kondisi perairan aliran Sungai Deli Kota Medan pada Stasiun I, II dan III
berdasarkan Kurva ABC yaitu tercemar sedang yang ditandai dengan kurva
biomassa dan kelimpahan relatif yang saling tumpang tindih.
3. Kondisi parameter kualitas perairan di aliran Sungai Deli Kota Medan
berdasarkan Metode STORET tergolong tercemar. Pada Stasiun I didapatkan
nilai -10 yang tergolong tercemar ringan, dan pada Stasiun II dan III dengan
nilai -30 yang tergolong tercemar sedang.
4. Perhitungan skor dari tiap famili makroinvertebrata yang ditemukan di aliran
Sungai Deli Kota Medan dengan menggunakan Metode SingScore didapatkan
nilai 92 pada Stasiun I yang dikategorikan lumayan, nilai 70,6 pada stasiun II
yang dikategorikan buruk dan nilai 72 pada Stasiun III yang juga dikategorikan
buruk.
5. Berdasarkan analisis komponen Principal Component Analysis (PCA),
hubungan kualitas air aliran Sungai Deli Kota Medan terhadap
keanekaragaman makroinvertebrata memiliki nilai korelasi yang berbeda pada
tiap famili. Jenis makroinvertebrata terbanyak ditemukan dari famili
Tubificidae dengan korelasi tertinggi pada parameter C-Organik dengan nilai
0,999, selanjutnya makroinvertebrata dari famili Melanopsidae dan Littorinidae
juga diketahui banyak ditemukan dengan korelasi tertinggi terhadap parameter
C-Organik senilai 1,000 yang berarti keberadaan makroinvertebrata ini sangat
dipengaruhi oleh parameter C-Organik.
Saran
Saran diberikan untuk Peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai kondisi perairan Sungai Deli dengan menggunakan metode
lainnya di beberapa titik yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2018. Studi Keanekaragaman dan Struktur Komunitas Perifiton di
Perairan Sungai Coban Rondo Malang. Jurnal Teknologi Terapan. 1(2).
Agustira, R., K. S. Lubis dan Jamilah. 2013. Kajian Karakteristik Kimia Air,
Fisika Air dan Debit Sungai pada Kawasan Das Padang Akibat Pembuangan
Limbah Tapioka. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1(3).
Aisah, S., E. Sulistyowati dan D. E. Saputro. 2017. Biomonitoring Anggota Ordo
Plecoptera Sebagai Indikator Kualitas Ekosistem Hulu Sungai Gajah Wong
dan Sungai Code Yogyakarta. Integrated Lab Journal. 2339-0905.
Alaerts, G. dan Santika S. S. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya.
Ansari, E., M. Gadhia dan R. Surana. 2015. Physico-chemical Properties of Two
Vllage Ponds of Surat District, Gujarat (India). Chemical Science Review
adn Letters.
Archna, A., S. Sharad dan A. Pratibha. 2015. Seasonal Biological Water Quality
Assesment of River Kshipra Using Benthic Macroinvertebrata.
International Journal of Research Granthaalayah. 3(9): 2394.
Aruan, D., P. W. Purnomo dan C. A’in. 2016. Analisis Beban Pencemaran dan
Indeks Kualitas Air Sungai Krengseng, Tembalang, Semarang. Journal of
Management Aquatic Resources. 5(4): 173-181.
Ayu, W. F. 2009. Keterkaitan Makrozoobenthos dengan Kualitas Air dan Substrat
di Situ Rawa Besar, Depok. Institut Pertanian Bogor.
Barus, B. S., R. Y. Munthe dan M. Bernando. 2020. Kandungan Karbon Organik
Total dan Fosfat pada Sedimen di Perairan Muara Sungai Banyuasin,
Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2087-9423.
12(2).
Blakely, T. J., H. S. Eikaas dan J. S. Harding. 2014. The Singscore: a
Macroinvertebrate Biotic Index for Assessing the Health of Singapore’s
Streams and Canals. Raffles Buletin of Zoology. 62: 540-548.
Boney, A. D. 1989. New Studies in Biology Phytoplankton. Edward Arnold Pub.
Ltd. London.
Corbett, P. S. 1999. Dragonflies: Behavior and Ecology of Odonata. Cornell Uni.
Press, New York.
Cummins, K. W. 1975. Macroinvertebrates. River Ecology. Blackwell Scientific
Publication, Oxford.
Daroini, T. A. dan A. Arisandi. 2020. Analisis Bod (Biological Oxygen Demand)
di Perairan Desa Prancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan. Juvenil: Jurnal
Ilmiah Kelautan dan Periakanan. 1(4): 558-566.
Dharmawibawa, I. D. 2019. Struktur Komunitas Annelida sebagai Bioindikator
Pencemaran Sungai Ancar Kota Mataram. Bioscientist: Jurnal Ilmiah
Biologi. 7(1): 2654-4571.
Dwirastina, M. dan Y. C. Ditya. 2018. Penilaian Kualitas Perairan Ditinjau dari
Keanekaragaman Infauna di Sungai Kumbe Papua. Limnotek: Perairan
Darat Tropis di Indonesia. 25(1).
Dwitawati, D., Ani S., Joko W. (2015). Biomonitoring Kualitas Air Sungai
Gandong dengan Bioindikator Makroinvertebrata Sebagai Bahan Petunjuk
Praktikum pada Pokok Bahasan Pencemaran Lingkungan SMP Kelas VII.
Jurnal Florea, 2(1): 41-46.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Efriningih, R., L. Puspita dan Ramses. 2016. Evaluasi Kualitas Lingkungan
Perairan di Sekitar TPA Telaga Punggur Kota Batam Berdasarkan Struktur
Komunitas Makrozoobentos. SIMBIOSA. 5(1): 1-15.
Erlinda, L. R. Yolanda dan A. A. Purnama. 2014. Struktur Komunitas Gastropoda
di Danau Sipogas Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Jurnal Mahasiswa
Prodi Biologi UPP. 1(1).
Ermawati, R. dan L. Hartanto. 2017. Pemetaan Sumber Pencemar Sungai Lamat
Kabupaten Magelang. Jurnal Sains Dan Teknologi Lingkungan. 9(2):92-
104.
Fatmalia, E. 2018. Analisis Cacing Sutera (Tubifex tubifex) sebgaia bioindikator
Perairan Pencemaran Air Sungai Gorong Lombok Tengah. Jurnal Pijar
Mipa. 2410-1500: 132-136.
Fefiani, Y. 2018. Komunitas Makrozoobentos di Aek Hisa, Aek Doras, dan Aek
Sigeon Kecamatan Lintong Ni Huta Tapanuli Utara. Best Journal: Biology
Education, Science dan Technology. 1(1): 37-42.
Garten, C. T. dan J. B. Gentry. 1976. Thermal Tolerance of Dragonfly Nymphs. 2.
Comparison of Nymphs from Control and Thermally Altered Environments.
Physiol. Zool. 49: 206-213.
Gazali, A., D. Suheriyanto dan Romaidi. 2011. Keanekaragaman Makrozoobentos
sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Ranu Pani-Ranu Regulo di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru. Sp002-011.
Gitarama, A. M., M. Kristanti dan D. R. Agungpriyono. 2016. Komunitas
Makrozoobentos dan Akumulasi Kromium di Sungai Cimanuk Lama, Jawa
Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 21(1): 0853-4217.
Hadiputra, M. A. dan A. Damayanti. 2013. Kajian Potensi Makrozoobentos
sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Tembaga (Cu) di Kawasan
Ekosistem Mangrove Wonorejo Pantai Timur Surabaya. 978-602-97491-7-
5.
Hafizulhaq, M., Haeruddin dan S. Sedjati. 2017. Korelasi Konsentrasi Logam Pb
dan Cd dengan Struktur Komunitas Makrooobenthos di Sungai Plumbon,
Mangkang, Semarang, Jawa Tengah. Jurnal Maquares. 6(3): 264-273.
Hartono dan A. Agussalim. 2013. Komposisi dan Kelimpahan Moluska
(Gastropoda dan Bivalvia) di Ekosistem Mangrove Muara Sungai Musi
Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal. 5(1).
Hasby, M. 2016. Distribusi dan Kelimpahan Makrozoobenthos Cacing Sutra
(Tubifex sp.) sebagai Indikator Pencemaran Perairan Sungai Sail Kota
Pekanbaru.
Hawkes, H. A., 1978 River Zonation and Classification in River Ecology, ed.
Hellen, A., K. Kisworo dan D. Rahardjo. 2020. Komunitas Makroinvertebrata
Bentik sebagai Bioindikator Kualitas Air Sungai Code. 6(1).
Hoang, H., F. Recknagel, J. Marshall dan S. Choy. 2007. Elucidation of
Hypothetical Relationships Between Habitat Condition and
Maroinvertebratae Assemblages in Freshwater Streams by Artificial Neural
Networks. Ecological Informatics. 978-3-540-28426-0.
Ira. 2014. Kajian Kualitas Perairan Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia di
Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal
Aquasains. 15 (2) : 12-20.
Irianto, I. K. 2017. Kualitas Air Sungai Badung Dalam Menunjang
Pengembangan Pariwisata Air Ditinjau dari Sifat Fisik Perairan. Jurnal
Logic. 17(2): 114-117.
Jati, W. N. 2004. Hubungan Tekstur Sedimen dengan Kemelimpahan Larva
Trichoptera di Waduk Sermo, Kulonprogo, Yogyakarta. Biota. 9(3): 171-
178.
Kanwilyanti, S., Suryanto, A. dan Supriharyono. 2013. Kelimpahan Larva Udang
di Sekitas Perairan Pt. Kayu Lapis Indonesia, Kaliwungu, Kendal. 2(4): 71-
80.
Khaeksi, I. P., Haeruddin dan Muskananofa M. R.. 2015. Status Pencemaran
Sungai Plumbon Ditinjau dari Aspek Total Padatan Tersuspensi dan
Struktur Komunitas Makrozoobentos. Journal of Maquares. 4 (3): 1- 10.
Khairuddin, M. Yamin dan A. Syukur. 2016. Analisis Kualitas Air Kali Ancar
dengan Menggunakan Bioindikator Makroinvertebrata. Jurnal Biologi
Tropis. 16(2): 1411-9587.
Krebs, C.J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distributions and
Abundance. Ed. New York.
Kurniawan, A. I. S. Purwiyanto dan Fauziyah. 2016. Hubungan Nitrat, Fosfat dan
Ammonium Terhadap Keberadaan Makrozoobentos di Perairan Muara
Sungai Lumpur Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Maspari
Journal. 8(2):101-110.
Liaw, W. K. 1969. Chemical and Biological Studies of Fish Pond and Reservoir
in Taiwan. Series 7: 1-43.
Mahyudin, Soemarno dan T. B. Prayogo. 2015. Analisis Kualitas air dan Strategi
Pengendalian Pencemaran Air Sungai Metro di Kota Kepanjen Kabupaten
Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 2087-3522.
Maniagasi, R., S. S. Tumembouw, dan Y. Mundeng. 2013. Analisis Kualitas
Fisika Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi
Utara. Jurnal Budidya Perairan. 1(2) : 29-37.
Manik, D. F., T. Hertiani dan H. Anshory. 2014. Analisis Korelasi Antara Kadar
Flavonoid dengan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanold dan Fraksi-fraksi
Daun Kersen (Muntingia calabura L.) terhadap Staphylococcus aureus.
KHAZANAH. 6(2).
Maruru, S. M. M. 2012. Studi Kualitas Air Sungai Bone dengan Metode
Biomonitoring. Universitas Negeri Gorontalo.
Najamuddin, I. Tahir, R. E. Paembonan dan Inayah. 2020. Pengaruh Karakteristik
Sedimen terhadap Distribusi dan Akumulasi Logam Berat Pb dan Zn di
Perairan Sungai, Estuaria, dan Pantai. Jurnal Kelautan Tropis. 23(1): 1-14.
Ngibad, K.. 2019. Analisis Kadar Fosfat dalam Air Sungai Ngelom Kabupaten
Sidoarjo Jawa Timur. Jurnal Pijar MIPA. 14(3). 2410-1500.
Nugraha, W. D. dan Cahyorini, L. 2007. Identifikasi Daya Tampung Beban
Cemaran BOD Sungai (Studi Kasus Sungai Gung, Tegal-Jawa Tengah).
Jurnal Presipitasi. 3(2):93-101.
Nuriya, H., Z. Hidayah dan A. F. Syah. 2010. Analisis Parameter Fisika Kimia di
Perairan Sumenep Bagian Timur Dengan Menggunakan Citra Landsat TM
5. Jurnal Kelautan. 3(2): 132-138.
Nurlinda, S., M. Kasim dan A. I. Nur. 2019. Struktur Komunitas Makrozoobentos
pada Terumbu Karang Buatan di Perairan Desa Tanjung Tiram, Kecamatan
Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Manajemen Sumberdaya
Perairan. 4(2). 2503 4286.
Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Universitas Gajahmada
Press, Yogyakarta.
Osborn , R. dan M. J. Samways. 1996. Determination of Adult Dragonflies
Assemblage Patterns at New Ponds in South Africa. Odonatalogica. 25: 49-
58.
Pancawati, D. N., D. Suprapto dan P. W. Purnomo. 2014. Karakteristik Fisika
Kimia Perairan Habitat Bivalvia di Sungai Wiso Jepara. Diponegoro Journal
of Maquares. 3(4):141-146.
Perlman, M. 2016. How Water Quality Indicators Work.
Pranoto, H. 2017. Studi Kelimpahan dan Keanekaragaman Makrozoobentos di
Perairan Bedagai, Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang
Bedagai. Jurnal Biosains. 3(3). 2460-6804.
Pribadi, R., R. Hartati dan C. A. Sryono. 2009. Komposisi Jenis dan Distribusi
Gastropoda di Kawasan Hutan Mangrove Segara Anakan Cilacap. Ilmu
Kelautan: Indonesian Journal of Marine Species. 14(2): 102-111.
Purwati, S. U. 2016. Karakteristik Bioindikator Cisidane: Kajian Pemanfaatan
Makrobentik untuk Menilai Kuakitas Sungai Cisidane. Jurnal Ecolab. 9(2):
45-104.
Rachman. H. A. Priyono dan Y. Mardianto. 2016. Makrozoobenthos Sebagai
Bioindikator Kualitas Air Sungai di Sub Das Ciliwung Hulu. Jurnal Media
Konservasi. Institut Pertanian Bogor. 21(3) : 261-269.
Ramadhanti, N. R. N., N. Mahmudati, W. Prihanta, F. H. Permana dan A. Fauzi.
2020. Keanekaragaman Makroinvertebrata pada Kulaitas Riparian yang
Berbeda di Sumber Maron Kabupaten Malang. 978-602-5699-83-2.
Reish, D.J. 1979. Bristle Worms (Annelida : Polychaeta) In Pollution Ecology of
Estuarine Invertebrates. C. W. Hart., and Samuel L. H. F. (eds. 2).
Academic Press, New York. pp 77-121.
Ridwan, M., R. Fathoni, I. Fatihah dan D. A. Pangestu. 2016. Struktur Komunitas
Makrozoobenthos di Empat Muara Sungai Cagar Alam Pulau Dua, Serang,
Banten. Al-Kauniyah Jurnal Biologi. 9(1): 57-65. 2502-6720.
Rustiasih, E., I. W. Arthana, A. H. W. Sari. 2018. Keanekaragaman dan
Kelimpahan Makroinvertebrata Sebagai Biomonitoring Kualitas Perairan
Tukad Badung, Bali. Current Trends in Aquatic Science. 1(1): 16-23.
Ruswahyuni. 1988. Hewan Makrobenthos dan Kunci Identifikasi Polychaeta
dalam : Workshop Budidaya Laut Perguruan Tinggi Se-Jawa Tengah.
Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai. Prof. Dr. Gatot Rahardjo
Joenoes. Universitas Diponegoro, Semarang.
Sangau, P., Junardi dan D. W. Rousdy. 2019. Inventarisasi Mekroinvertebrata
Bentik di Sungai Mentuka Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat. Jurnal
Protobiont. 8(3).
Sapna, L. dan M. Nugrahalla. 2017. Hubungan Fisikokimia Air Terhadap
Keanekaragaman Udang Air Tawar di Perairan Sungai Bederak Terjun
Kecamatan Medan Marelan Kota Madya Medan. Jurnal Biosains. 3(2):
2460-6804.
Sasongko, E. B., E. Widyastuti dan R. E. Priyono. Kajian Kualitas Air dan
Penggunaan Sumur Gali Oleh Masyarakat Di Sekitar Sungai Kaliyasa
Kabupaten Cilacap. Jurnal Ilmu Lingkungan, 12(1): 72-82.
Siahaan, R., A. Indrawan, D. Soedharma dan L. B. Prasetyo. 2011. Kualitas Air
Sungai Cisadane, Jawa Barat-Banten. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2): 268-273.
Simanjutak. 2009. Hubungan faktor Lingkungan Kimia, Fisika terhadap Distribusi
pankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Jurnal Perikanan.
11(1): 31-45.
Simbolon, A. R. 2016. Status Pencemaran di Perairan Cilincing, Pesisir Dki
Jakarta. Jurnal Pro-Life. 3(3): 167-180.
Suhendra, N., H. Hamdani, Z. Hasan dan A. Sahidin. 2019. Struktur Komunitas
Makroinvertebrata di Wilayah Pantai Berkarang Karapyak Pesisir
Pangandaran. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 10(1): 103-110.
Sukmaring, L. A. T. T. W., I. G. N. Septian dan D. Y. Sativa. 2018.
Makroinvertebrata sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Waduk Batujai di
Lombok. Jurnal Biologi Tropis. 6(3): 103-107.
Sulistyorini, I. S., M. Edwin dan A. S. 2016. Arung. Analisis Kualitas Air pada
Sumber Mata Air di Kecamatan Karangan dan Kaliorang Kabupaten Kutai
Timur. Jurnal Hutan Tropis. 4(1): 2337-7771.
Sunarto, Y., Zahida. Hasan. 2012. Hubungan Karakteristik Substrat Dengan
Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Cantigi, Kabupaten
Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Universitas Padjadjaran. 3 (3):
221-227.
Susana, T. 2009. Tingkat keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut sebagai Indikator
Kulaita Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Jurnal Teknologi
Lingkungan Universitas Trisakti. 5(2): 33-39.
Sutanto, A. 2012. Analisis Kualitas Perairan Sungai Raman Desa Pujodadi
Trimurjo Sebagai Sumber Belajar Biologi Sma pada Materi Ekosistem.
Bioedukasi. Universitas Muhammadiyah Metro. 6(1).
Sutanto, A. dan P. Purwasih. 2015. Analisis Kualitas Perairan Sungai Raman Desa
Pujodadi Trimurjo sebagai Sumber Belajar bIologi Sma pada Materi
Ekosistem. Bioedukasi. 6(1).
Tessema, A. Mohammed, A., Birhanu T. dan Negu, T. 2014. Assesment of
Psycho-chemical Water Quality of Bira Dam, Bati Wereda, Amhara Region,
Ethiopia. Journal of Aquaculture Research and Development. 5:6.
Utami, T. M. R., L. Maslukah dan M. Yusuf. 2016. Sebaran Nitrat (No3) dan
Fosfat (Po4) di Perairan Kawangsong Kabupaten Indramayu. Buletin
Oseanografi Marina. 5(1):2089-3507.
Warwick, R. M. dan K. R. Clarke. 1986. Relearning the ABC: Taxonomic chance
and Abundance Biomass Relationship in Disturbed Benthic Communities.
Marine Biology. 8:739-744.
Widiatmono, B. R., B. Suharto dan F. Y. Monica. 2020. Identifikasi Daya
Tampung Beban Pencemar dan Kualitas Air Sungai Lesti Sebelum
Pembangunan Hotel. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 6(3): 1-10.
Widiyanto, J. dan A. Sulistyasari. 2016. Biomonitoring Kualitas Air Sungai
Madiun dengan Bioindikator Makroinvertebrata. Jurnal Penelitian LPPM.
4(1): 1-9.
Wood, M. S. 1987. Subtidal Ecology. Edward Arnoldy Limited. Australia.
Yolanda, Y., H. Effendi dan B. Sartono. 2019. Konsentrasi C-organik dan
Substrat Sedimen di Perairan Pelabuhan Belawan Medan. Jurnal
Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan. 3(2): 300-308. 2598-0025.
Yunitawati, Sunarto dan Z. Hasan. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Substrat
dengan Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Cantigi, Kabupaten
Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3).
Zamroni, Y., G. Tresnami, I. Hadi, A. Muspiah dan D. A. Candri. 2017.
Monitoring Kualitas Air Sungai Aik Ampat Menggunakan
Makroinvertebrata Biotik Indeks. Biowallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi.
3(3): 105-109.
LAMPIRAN
I. Alat dan Bahan
Termometer
Secchi disk
Meteran pemberat
pH meter
DO meter
Plot
Jaring
Bola duga
Kalkulator
Oven
Timbangan analitik
Plastik sampel
Pinset
Botol sampel
Alat tulis
Kapal motor
Kotak kontainer
Alkohol 70%
Tisu
Formalin
I. Pengerjaan Penelitian
Pengambilan sampel air
Pengambilan sampel substrat
Pengambilan sampel makroinvertebrata
Pengukuran DO air
Pengukuran suhu air
Pengukuran kecerahan
Pengukuran pH air
Pengukuran kecepatan arus
Pengeringan biota
Perhitungan biomassa biota
II. Makroinvertebrata
Austrogomphus guerini
Barbronia weberi
Cura sp.
Hermetia illucens
Naucoris sp.
Palaemonetes poludosus
Pila ampullacea
Sulcospira testudinaria
Symterum corruptum
Viviparus acerosus
Tryonia variegata
Pesudococcus viburni
Thiara winteri
Pomacea canaliculata
Clypeolum owenianum
Lumbricus terrestris
Fagotia esperi
Littoraria intermedia
Littoraria scabra
Littoraria melanostoma
Littorina ondulata
Littorina littorea
Melarhaphe neritoides
Littorina obustata
Melanopsis excoriatum
Namalycastis sp.
Mytillus galloprovincialis
Mytillus charruana
Natica gualteriana
Neripteron cornucopia
Neripteron lecontei
Neripteron rubicundum
Neripteron violaceum
Planaxis sulcastus
Pristis capsoides
Tubifex sp.
III. Kelompok Makroinvertebrata yang ditemukan
Makroinvertebrata
Filum Kelas Famili Spesies
Platyhelminthes Rhabditophora Dugesiidae Cura sp.
Annelida Clitellata Salifidae Barbronia weberi
Tubificidae Tubifex sp.
Lumbricidae Lumbricus terrestris
Polychaeta Nereididae Namalycastis sp.
Moluska Gastropoda
Ampulariidae Pila ampullacea
Pomacea canaliculata
Hydrobiidae
Tryonia clathrata
Tryonia variegate
Pachychilidae Sulcospira testudinaria
Viviparidae Viviparus acerosus
Littorinidae
Littoraria intermedia
Littoraria melanostoma
Littoraria scabra
Littorina littorea
Littorina obustata
Littorina ondulata
Melarhaphe neritoides
Melanopsidae
Fagotia esperi
Melanopsis excoriatum
Naticidae Natica gualteriana
Neritidae Clypeolum owenianum
Neripteron cornucopia
Neripteron lecontei
Neripteron rubicundum
Neripteron violaceum
Planaxidae Planaxis sulcastus
Bivalvia Tellinidae Pristis capsoides
Mytillidae
Mytillus charruana
Mytillus galloprovincialis
Arthropoda Insecta Gomphidae Austrogomphus guerini
Libellulidae
Hydrobasilus croceus
Symterum corruptum
Stratyomiidae Hermetia illucens
Pseudococcidae Pseudococcus viburni
Naucoridae Naucoris sp.
Entoghnata Neanuridae Vitronura giselae
Malacostraca Palaemonidae Palaemonetes poludosus
Crustacea Ocypodidae Uca sp.
IV. Indeks Keanekaragaman
Makroinvertebrata Jumlah H’
St.I St. II St. III St. I St. II St. III
Cura sp. 1 - - 0,097 - -
Barbronia weberi 7 5 - 0,318 0,094 -
Namalycastis sp. - - 4 - - 0,086
Pila ampullaceal 3 - - 0,206 - -
Pomacea canaliculata - 2 - - 0,046 -
Tryonia clathrata - 1 - - 0,026 -
Tryonia variegate - 2 - - 0,046 -
Sulcospira testudinaria 5 - - 0,273 - -
Viviparus acerosus 2 - - 0,159 - -
Littoraria intermedia - - 3 - - 0,069
Littoraria melanostoma - - 7 - - 0,128
Littoraria scabra - - 5 - - 0,102
Littorina littorea - - 11 - - 0,175
Littorina obustata - - 3 - - 0,069
Littorina ondulata - - 3 - - 0,069
Melarhaphe neritoides - - 6 - - 0,117
Fagotia esperi - - 47 - - 0,354
Melanopsis excoriatum - - 6 - - 0,117
Mytillus charruana - - 4 - - 0,086
Mytillus galloprovincialis - - 5 - - 0,102
Natica gualteriana - - 7 - - 0,128
Clypeolum owenianum - - 2 - - 0,049
Neripteron cornucopia - - 5 - - 0,102
Neripteron lecontei - - 7 - - 0,128
Neripteron rubicundum - - 18 - - 0,228
Neripteron violaceum - - 5 - - 0,102
Planaxis sulcastus - - 3 - - 0,069
Pristis capsoides - - 3 - - 0,069
Austrogomphus guerini 10 2 - 0,355 0,046 -
Hydrobasilus croceus 1 - - 0,097 - -
Symterum corruptum 3 - - 0,206 - -
Vitronura giselae - 16 - - 0,206 -
Tubifex sp. - 154 - - 0,176 -
Lumbricus terrestris - 8 - - 0,13 -
Hermetia illucens 2 1 1 0,159 0,026 0,026
Pseudococcus viburni - 1 - - 0,026 -
Naucoris sp. 2 - - 0,159 - -
Palaemonetes poludosus 19 - - 0,337 - -
Uca sp. - - 26 - - 0,286
Total 55 192 181 2,366 0,822 2,575
V. Scoring dengan Metode SingScore
Ordo Famili Skor Stasiun Nilai
I II III St. I St. II St. III
Platyhelminthes Dugesiidae 3 + - - 6 - -
Polychaeta Salifidae 1 + + - 2 6,6 -
Nereididae 6 - - + - - 12
Mollusca Ampulariidae 3 + + - 6 6,6 -
*Hydrobiidae 3 - + + - 6,6 6
*Pachychilidae 3 + - - 6 - -
*Viviparidae 6 + - - 12 - -
*Littorinidae 3 - - + - - 6
*Melanopsidae 3 - - + - - 6
*Mytillidae 3 - - + - - 6
*Naticidae 3 - - + - - 6
*Neritidae 6 - - + - - 12
*Planaxidae 3 - - + - - 6
*Tellinidae 3 - - + - - 6
Odonata Gomphidae 8 + + - 16 17,7 -
Libellulidae 4 + - - 8 - -
Collembola 5 - + - - 11,1 -
Oligochaeta Tubificidae 2 - + - - 4,4 -
*Lumbricidae 1 - + - - 2,2 -
Diptera *Stratyomiidae 4 + + - 8 8,8 -
Hemiptera *Pseudococcidae 3 - + - - 6,6 -
Naucoridae 7 + - - 14 - -
Crustacea Palaemonidae 7 + - - 14 - -
*Ocypodidae 3 - - + - - 6
Total 10 9 10 92 70,6 72
VI. Perhitungan dengan Metode STORET
Penentuan status mutu dengan Metode STORET mengacu pada PP No. 28
Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
dengan pengukuran tiap parameter dilakukan tiap dua minggu sekali.
a. Stasiun I
Parameter Baku
Mutu Max Min
Rata-
rata
Skor
Jumlah Max Min Rata-
rata
Suhu 28-32 30 28 28,6 0 0 0
-12
pH 6-9,0 7 7,2 7,1 0 0 0
BOD 3 25,5 11,5 19,8 -2 -2 -6
DO 4 5 4,8 4,86 0 0 0
Fosfat 0,2 0,2 0,11 0,14 0 0 0
Nitrat 10 2,5 1,8 2,1 0 0 0
b. Stasiun II
Parameter Baku
Mutu Max Min
Rata-
rata
Skor
Jumlah Max Min Rata-
rata
Suhu 28-32 30 28 29 0 0 0
-30
pH 6-9,0 6,8 6,5 6,63 0 0 0
BOD 3 32,5 18,5 26,5 -2 -2 -6
DO 4 3,6 3,4 3,5 -2 -2 -6
Fosfat 0,2 0,55 0,37 0,44 -2 -2 -6
Nitrat 10 2,8 1,8 2,2 0 0 0
c. Stasiun III
Parameter Baku
Mutu Max Min
Rata-
rata
Skor Jumlah
Max Min Rata-
rata
Suhu 28-32 31 28 29,6 0 0 0
-30
pH 6-9,0 7,8 7,6 7,7 0 0 0
BOD 3 28,5 19,5 24,5 -2 -2 -6
DO 4 3,4 3,2 3,3 -2 -2 -6
Fosfat 0,2 0,44 0,37 0,4 -2 -2 -6
Nitrat 10 4,2 2,1 3,06 0 0 0
VII. Kelimpahan Relatif dan Biomassa Relatif Makroinvertebrata
STASIUN I STASIUN II STASIUN III
plot 1 plot 2 plot 3 plot 1 plot 2 plot 3 plot 1 plot 2 plot 3
KR (%) 41,84 25,42 32,73 48,13 11,76 40,09 46,31 11,72 41,96
BR (%) 42,60 23,32 34,07 45,62 13,49 40,87 48,09 9,39 42,50
VIII. Grafik PCA (Principal Component Analysis)
1. Famili Ocypodidae
2. Famili Palaemonidae
3. Famili Tubificidae
4. Famili Littorinidae
5. Famili Melanopsidae
6. Famili Naticidae
7. Famili Neritidae
8. Famili Planaxidae
9. Famili Tellinidae
10. Famili Ampulariidae
11. Famili Hydrobiidae
12. Famili Viviparidae
13. Famili Pachychilidae
14. Famili Mytillidae
15. Famili Salifidae
16. Famili Lumbricidae
17. Famili Nereididae
18. Famili Gomphiidae
19. Famili Stratyomiidae
20. Famili Pseucoccidae
21. Famili Naucoridae
22. Famili Dugesiidae
23. Famili Libellulidae
24. Famili Neanuridae