KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

120
KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS AIR DI ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN SKRIPSI NORRY NAINGGOLAN PARHUSIP 160302067 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

Transcript of KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Page 1: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN

HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS AIR

DI ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN

SKRIPSI

NORRY NAINGGOLAN PARHUSIP

160302067

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

Page 2: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN

HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS AIR

DI ALIRAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN

SKRIPSI

NORRY NAINGGOLAN PARHUSIP

160302067

Skripsi sebagai Salah Satu Diantara beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh

Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

Page 3: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …
Page 4: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Norry Nainggolan Parhusip lahir di

Aek Nabara pada tanggal 20 November 1998 yang

merupakan putri dari Bapak Sarulla Nainggolan dan Ibu

Sartani Br. Purba. Penulis merupakan anak ketiga dari

lima bersaudara.

Pendidikan formal Penulis ditempuh di SDN 112174

(2004-2010) dan melanjutkan pendidikan ke SMPN 1

Bilah Hulu (2011-2013) dan kemudian dilanjutkan ke SMAN 1 Bilah Hulu (2013-

2016). Pada tahun 2016 Penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas

Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SBMPTN) dengan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

Selama menjalankan perkuliahan, Penulis hanya mengikuti kegiatan wajib

dari kampus seperti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sigapiton

Kecamatan Toba Samosir (2019) dan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai

Benih Ikan Desa Sibabangun Tapanuli Tengah (2020).

Selain mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi

sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan

(IMASPERA) di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Page 5: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

i

ABSTRAK

NORRY NAINGGOLAN PARHUSIP. Keanekaragaman Makroinvertebrata

dan Hubungannya dengan Kualitas Air di Aliran Sungai Deli Kota Medan. Di

bawah bimbingan RUSDI LEIDONALD.

Sungai Deli merupakan salah satu sungai yang berada di Kota Medan. Sungai ini

merupakan sungai yang banyak dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan sehari-

hari. Banyaknya kegiatan masyarakat mengakibatkan penurunan kualitas air di

perairan Sungai Deli. Makroinvertebrata merupakan kelompok biota yang dapat

mengindikasikan kualitas suatu perairan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui keanekaragaman makroinvertebrata dan hubungannya dengan kualitas

air di aliran Sungai Deli Kota Medan yang dianalisis dengan menggunakan Kurva

ABC, Metode STORET dan metode SingScore. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan September-Oktober 2020 dengan titik sampling menggunakan metode

purposive sampling yang dibagi menjadi tiga stasiun pengambilan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa nilai Indeks Keanekaragaman (H’) berkisar 0,82-

2,57; nilai Indeks Keseragaman (E) berkisar 0,12-0,66 dan nilai Indeks Dominansi

berkisar 0,05-0,65. Berdasarkan Kurva ABC nilai menunjukkan bahwa Sungai

Deli tergolong tercemar sedang dengan kurva yang saling tumpang tindih,

sedangkan berdasarkan metode SingScore didapatkan skor yang menunjukkan

Sungai Deli tergolong tercemar ringan hingga sedang dan menurut PP No. 82

Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

dengan menggunakan Indeks Storet menyatakan bahwa Sungai Deli tergolong

tercemar ringan hingga sedang.

Kata kunci: Sungai Deli, Makroinvertebrata, Kurva ABC, Metode STORET,

Metode SingScore

Page 6: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

ii

ABSTRACT

NORRY NAINGGOLAN PARHUSIP. The Diversity of Macroinvertebrate and the

relation with Water Quality of Deli River Medan City. Under the guidance of

RUSDI LEIDONALD.

Deli River is one of the rivers in Medan City. This river is a river that is widely

used by the community for the daily activities. The large number of community

activities resulted in a decrease in water quality in the waters of the Deli River.

Macroinvertebrates are a group of biota that can indicate the quality of a waters.

This study aims to determine the diversity of macroinvertebrates and their

relationship with water quality in the Deli River, Medan City which is analyzed

using the ABC curve, STORET method and SingScore method. This research was

conducted in September-October 2020 with point sampling using purposive

sampling method which was divided into three sampling stations. The results

showed that the value of the Diversity Index (H ') ranged from 0.82 to 2.57; The

Uniformity Index (E) values ranged from 0.12 to 0.66 and the Dominance Index

values ranged from 0.05 to 0.65. Based on the ABC curve, the value shows that

Deli River is classified as moderate polluted with overlapping curves, while based

on the SingScore method, the score shows that Deli River is classified as mild to

moderate polluted and according to PP. 82 of 2001 concerning Water Quality

Management and Water Pollution Control using the Storet Index states that the

Deli River is classified as light to moderate polluted.

Keywords: Deli River, Macroinvertebrates, ABC Curve, STORET Method,

Singscore Method

Page 7: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

kasih dan rahmatNya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal. Adapun judul proposal ini adalah “Keanekaragaman

Makroinvertebrata dan Hubungannya dengan Kualitas Air di Aliran Sungai

Deli Kota Medan”. Penulisan skripsi ini merpakan salah satu syarat kelulusan di

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Keluarga Penulis yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat

serta bantuan materi kepada Penulis.

2. Bapak Rusdi Leidonald, SP., M. Sc. selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan masukan serta arahan kepada Penulis dalam

penulisan skripsi ini

3. Ibu Dr. Eri Yusni, M. Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan

masukan dan arahan kepada Penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi

ini

4. Ibu Astrid Fauzia Dewinta S.St., Pi, M.Si sebagai dosen penguji yang telah

memberikan masukan dan arahan kepada Penulis dalam penyelesaian

penulisan skripsi ini.

5. Teman-teman Penulis yang tergabung dalam Aqyron Zivanael yaitu Ernita

Sianturi, Rosanni Pasaribu, Desi Panjaitan, Kristina Manullang, dan Devi

Sihombing yang memberikan dukungan, semangat dan doa kepada Penulis

Page 8: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

iv

Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada penulisan skripsi ini.

Untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran sehingga dapat diperbaiki

menjadi lebih baik lagi penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan

banyak terimakasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang

membutuhkan.

Medan, Februari 2021

Penulis

Page 9: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i

ABSTRACT ........................................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

PENDAHULUAN

Latar belakang ............................................................................................. 1

Perumusan Masalah .................................................................................... 3

Kerangka Pemikiran .................................................................................... 4

Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6

Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Sungai ....................................................................................... 7

Kualitas Air ................................................................................................. 8

Makroinvertebrata ..................................................................................... 10

Makroinvertebrata sebagai Bioindikator ................................................... 11

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Makroinvertebrata ............................ 12

Suhu .................................................................................................... 12

Kecerahan ........................................................................................... 13

Kedalaman .......................................................................................... 14

Kecepatan Arus .................................................................................. 14

pH ....................................................................................................... 15

DO (Dissolved Oxygen) ..................................................................... 15

BOD (Biochemical Oxygen Demand) ................................................ 16

Nitrat................................................................................................... 17

Fosfat .................................................................................................. 17

C-Organik ........................................................................................... 18

Substrat ............................................................................................... 18

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 20

Alat dan Bahan .......................................................................................... 21

Deskripsi Stasiun Pengamatan .................................................................. 21

Lokasi Stasiun I .................................................................................. 21

Lokasi Stasiun II................................................................................. 21

Lokasi Stasiun III ............................................................................... 22

Page 10: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

vi

Prosedur Penelitian.................................................................................... 23

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan ............................. 23

Pengambilan Sampel Makroinvertebrata ........................................... 24

Identifikasi Sampel Makroinvertebrata .............................................. 25

Analisis Data ............................................................................................. 25

Indeks Keanekaragaman (H’)............................................................. 25

Indeks Keseragaman (E) .................................................................... 26

Indeks Dominansi (C) ........................................................................ 27

Frekuensi (Fi) dan Frekuensi Relatif (FRi) ........................................ 27

Penentuan Status Mutu Air dengan Metode STORET ...................... 28

Analisis Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison)........... 29

Penentuan Kualitas Air dengan Metode SingScore ........................... 31

Analisis Komponen Utama PCA (Principal Component Analysis) ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ....................................................................................................... 33

Parameter Fisika dan Kimia Perairan ................................................. 33

Tekstur Substrat.................................................................................. 34

Metode Storet ..................................................................................... 34

Indeks Keanekaragaman (H'), Indeks Keseragaman (E) dan

Dominansi (C) Makroinvertebrata ..................................................... 35

Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR) .......................................... 36

Metode SingScore .............................................................................. 37

Analisa Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison) ........... 39

Analisis Komponen Utama PCA (Principal Component Analysis) ... 40

Pembahasan ............................................................................................... 56

Kondisi Parameter Fisika dan Kimia Peraian .................................... 56

Suhu ............................................................................................ 56

Kecerahan .................................................................................... 56

pH ................................................................................................ 57

Kecepatan Arus ........................................................................... 57

Kedalaman................................................................................... 58

DO (Dissolved Oxygen) .............................................................. 58

BOD (Biochemical Oxygen Demand) ......................................... 58

Nitrat ........................................................................................... 59

Fosfat ........................................................................................... 60

Substrat ........................................................................................ 60

Metode STORET................................................................................ 61

Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E), Dominansi (C), Frekuensi

(F), dan Frekuensi Relatif (FR) Makroinvertebrata ........................... 62

Metode SingScore .............................................................................. 64

Analisa Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparisson) .......... 65

Korelasi Makroinvertebrata dengan Parameter Kualitas Air ............. 66

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ................................................................................................ 71

Saran ....................................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

vii

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1.

Kerangka Pemikiran Penelitian .......................................................... 4

2. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 20

3.

Lokasi Stasiun I .................................................................................. 21

4. Lokasi Stasiun II ................................................................................. 22

5. Lokasi Stasiun III ............................................................................... 22

6. Kurva Kriteria Status Perairan Berdasarkan Kurva ABC .................... 30

7. Kurva ABC pada Stasiun I ................................................................... 40

8. Kurva ABC pada Stasiun II .................................................................. 40

9. Kurva ABC pada Stasiun III ................................................................. 41

Page 12: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

viii

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1.

Satuan, alat dan metode pengukuran parameter fisika dan kimia

perairan ...............................................................................................

24

2. Penentuan Status Mutu Air dengan Indeks Storet ............................. 28

3. Penetapan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Perairan ..... 29

4. Kategori SingScore ............................................................................. 31

5. Parameter Fisika dan Kimia Perairan ................................................. 33

6. Tekstur Substrat dan Kandungan C-Organik ..................................... 34

7. Kondisi Perairan Berdasarkan Indeks STORET ................................ 35

8. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi

(C) Makroinvertebrata ........................................................................

35

9. Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR) ......................................... 36

10. Kondisi Perairan Sungai Deli dengan Metode SingScore .................. 39

11. Famili Ocypodidae ............................................................................. 41

12. Famili Palaemonidae .......................................................................... 42

13. Famili Neanuridae .............................................................................. 43

14. Famili Dugesiidae ............................................................................... 43

15. Famili Salifidae .................................................................................. 44

16. Famili Tubificidae .............................................................................. 44

17. Famili Nereididae ............................................................................... 45

18. Famili Ampulariidae ........................................................................... 46

19. Famili Hydrobiidae ............................................................................. 46

20. Famili Pachychilidae ......................................................................... 47

21. Famili Viviparidae .............................................................................. 47

22. Famili Littorinidae .............................................................................. 48

23. Famili Naticidae ................................................................................. 49

24. Famili Melanopsidae .......................................................................... 49

25. Famili Neritidae .................................................................................. 50

26. Famili Planaxidae ............................................................................... 51

27. Famili Mytillidae ................................................................................ 52

Page 13: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

ix

28. Famili Tellinidae ................................................................................ 53

29. Famili Gomphiidae ............................................................................. 53

30. Famili Libellulidae ............................................................................. 54

31. Famili Stratyomiidae .......................................................................... 54

32. Famili Pseucoccidae ........................................................................... 55

33. Famili Naucoridae 56

Page 14: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai merupakan salah satu sumber air yang memiliki banyak manfaat

untuk kehidupan manusia khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah

dekat daerah aliran sungai. Sungai merupakan suatu ekosistem perairan mengalir

yang memiliki peranan penting bagi manusia dan organisme lainnya. Sungai

memiliki fungsi ekologis seperti habitat berbagai organisme akuatik seperti ikan,

udang, dan moluska (Karuh et al., 2019).

Sungai mempunyai aliran air dengan kualitas yang dapat berubah dari waktu

ke waktu dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang terjadi di sekitarnya.

Berbagai macam aktivitas pemanfaatan oleh manusia pada akhirnya dapat

memberikan dampak negatif terhadap sungai salah satunya, yaitu penurunan

kualitas air secara bertahap (Gitarama et al., 2016).

Status kualitas air adalah tingkat kondisi kualitas air yang menunjukkan

kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu

dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (Saraswati dan

Prasetya, 2012). Kualitas perairan dapat diamati melalui parameter fisika dan

kimianya. Namun penentuan kondisi perairan sungai juga dapat diketahui dari

faktor biologi atau dari biota yang dapat ditemukan pada peraiaran sungai.

Biota yang dapat dijadikan indikator untuk mengetahui keadaan suatu

perairan adalah komponen biota yang dapat merespon adanya bahan pencemar.

Suprobowati (2015) menyatakan bahwa bioindikator adalah organisme yang

mampu mengindikasikan lokasi, status, dan kualitas lingkungan.

Page 15: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

2

Salah satu kelompok biota yang dapat digunakan sebagai indikator

tercemarnya suatu perairan adalah makroinvertebrata. Makroinvertebrata dapat

memberikan petunjuk adanya bahan pencemar, karena jenis-jenis tertentu sangat

peka terhadap pencemaran (Panjaitan et al., 2011). Beberapa makroinvertebrata

memiliki daya toleransi yang berbeda-beda, sehingga keberadaan

makroinvertebrata dapat dijadikan kajian untuk mengetahui tingkat pencemaran

yang terjadi (Sukoco, 2015). Apabila pencemaran meningkat, maka akan

mempengaruhi jumlah dari spesies yang ada, sebab hanya beberapa spesies atau

spesies tertentu yang dapat bertahan dan adanya spesies yang mendominasi

(Ruswahyuni, 1988).

Sungai Deli yang merupakan salah satu sungai yang berada di Kota Medan

yang banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar daerah aliran sungai untuk

keperluan yang berbeda-beda, mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga untuk

kegiatan industri yang beroperasi di daerah sekitar aliran sungai seperti industri

baja, industri plastik dan industri kelapa sawit. Rini et al., (2016) menyatakan

hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah domestik berperan besar dalam

mencemari Sungai Deli. Dalam penelitiannya, Lubis (2019) menyatakan bahwa

dari nilai keanekaragaman biota disimpulkan bahwa sungai sudah tercemar dan

berdasarkan nilai uji parameter yang didapat sudah melebihi ambang batas baku

mutu kualitas air.

Akibat dari banyaknya aktivitas-aktivitas yang terjadi di sekitar daerah

aliran sungai menyebabkan kualitas perairan sungai ini menurun, belum lagi dari

kebiasaan masyarakat yang masih saja membuang sampah ke badan sungai. Hal

ini akan semakin menurunkan kualitas perairan sungai ini. Jika terus terjadi maka

Page 16: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

3

akibatnya kualitas perairan menurun. Menurunnya kualitas perairan di Sungai

Deli akan mempengaruhi kehidupan biota di dalamnya khususnya

maroinvertebrata. Maka dari itu diperlukan penelitian mengenai keanekaragaman

makroinvertebrata dan hubungannya dengan kualitas air di sungai tersebut.

Perumusan Masalah

Akibat dari banyaknya aktivitas masyarakat yang terjadi di daerah aliran

Sungai Deli menyebabkan adanya kemungkinan pencemaran berupa limbah padat

maupun limbah cair yang dibuang ke aliran sungai. Aktivitas yang terjadi di

sekitar aliran Sungai Deli akan berpengaruh pada kondisi kulitas air dan

keanekaragaman makroinvertebrata yang berada di sungai tersebut. Maka dari itu

diperlukan pengamatan lapangan mengenai keanekaragaman makroinvertebrata

serta kondisi kualitas air yang terdapat di sungai tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi struktur komunitas makroinvertebrata pada aliran Sungai

Deli Kota Medan?

2. Bagaimana kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan berdasarkan

Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison)?

3. Bagaimana kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan berdasarkan

Indeks Storet?

4. Bagaimana kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan berdasarkan

metode SingScore?

5. Bagaimana korelasi antara makroinvertebrata dengan parameter kualitas air

aliran Sungai Deli Kota Medan?

Page 17: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

4

Kerangka Pemikiran

Aktivitas masyrakat seperti aktivitas rumah tangga dan kegiatan industri

dapat mempengaruhi kondisi perairan Sungai Deli Kota Medan. Akibat adanya

pengaruh dari aktivitas masyarakat dari berbagai kegiatan yang dilakukan

masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung di perairan akan

meyebabkan terjadinya gangguan dan perubahan kualitas perairan secara fisika,

kimia maupun biologinya. Oleh karena itu diperlukan analisis lingkungan perairan

dengan analisa parameter fisika-kimia perairan dan biologi khususnya

makroinvertebrata sehingga dapat diketahui kondisi kualitas perairan dan

keanekaragaman makroinvertebrata di aliran Sungai Deli Kota Medan. Kerangka

pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Page 18: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

5

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kondisi keanekaragaman makroinvertebrata pada aliran

Sungai Deli Kota Medan

2. Untuk mengetahui kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan

berdasarkan Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison)

3. Untuk mengetahui kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan

berdasarkan Indeks Storet

4. Untuk mengetahui kondisi perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan

berdasarkan metode Singscore

5. Untuk mengetahui korelasi antara makroinvertebrata dengan parameter kualitas

air

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi mengenai kondisi

kualitas perairan dan keanekaragaman makroinvertebrata di Sungai Deli Provinsi

Sumatera Utara yang sekiranya dapat membantu masyarakat sekitar aliran sungai

untuk lebih menjaga kualitas perairan sungai tersebut.

Page 19: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Sungai

Sungai merupakan perairan umum dengan pergerakan air satu arah yang

terus menerus. Ekosistem sungai merupakan habitat bagi biota air yang

keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Organisme air

tersebut di antaranya tumbuhan air, plankton, perifiton, bentos, dan ikan. Sungai

juga merupakan sumber air bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan dan kegiatan, seperti kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri,

sumber mineral, dan pemanfaatan lainnya (Abidin, 2018).

Sungai merupakan bagian dari ekosistem air tawar yang termasuk dalam

kategori badan air mengalir. Ekosistem sungai mempunyai peran penting secara

langsung terhadap kehidupan semua makhluk hidup di sekitarnya termasuk

manusia. Adanya peran yang dimiliki sungai, maka studi mengenai kualitas air

yang terdapat pada sungai tersebut menjadi sangat penting. Berbagai penelitian

tentang lingkungan perairan khususnya sungai, kebanyakan difokuskan pada

pengukuran parameter fisika dan kimia untuk menentukan kualitas air dan

lingkungan perairan tersebut (Aisah et al., 2017).

Secara umum sungai memiliki fungsi majemuk dalam kehidupan seperti

penyedia air bersih, pembangkit listrik, sarana transportasi, sarana olahraga dan

sebagai sarana rekreasi/wisata. Selain itu sungai juga merupakan tempat hidup

biota-biota perairan seperti ikan, udang, kepiting dan bentos. Kualitas air di sungai

sangat menentukan kelangsungan hidup biota sungai dan manusia yang

memanfaatkan secara langsung air sungai tersebut. Aktivitas antropogenik

diperkirakan memberikan dampak penurunan kualitas air (Rachman et al., 2016).

Page 20: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

8

Saat ini aktivitas manusia menjadi penyebab terbesar penurunan kualitas

sungai, karena manusia menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah

dan limbah tanpa melalui pengolahan terlebih dulu. Kualitas air sungai yang

buruk banyak ditemui di kota-kota besar. Sungai di kota besar ini mengalami

pencemaran dari limbah industri, rumah tangga, perikanan, dan lainnya. Hal ini

akan berbahaya bagi kesehatan manusia yang mempergunakan air tersebut untuk

kegiatan sehari-hari. Suatu badan air harus kita ketahui status mutu airnya untuk

memudahkan dalam pengelolaannya (Ermawati dan Hartanto, 2017).

Kualitas Air

Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu.

Syarat yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda tergantung tujuan

penggunaan, sebagai contoh, air yang digunakan untuk irigasi memiliki standar

mutu yang berbeda dengan air untuk dikonsumsi. Kualitas air dapat diketahui

nilainya dengan mengukur perubah fisika (Suhu, Kuat arus dan Kekeruhan), kimia

(pH dan DO) dan biologi (Makroinvertebrata) (Sutanto 2012).

Kualitas air sangat penting bagi manusia, karena setiap peruntukan air

memerlukan persyaratan tersendiri baik untuk air mandi, bahan baku air minum

ataupun untuk air perikanan. Dalam kehidupan sehari-hari air yang berkualitas

baik sangat menentukan kualitas kehidupan baik untuk manusia maupun makhluk

hidup lainnya. Pencemaran merupakan hal senantiasa dihadapi manusia saat ini

terutama pencemaran air. Pencemaran air dapat berasal dari sampah, limbah cair

serta bahan pencemar lain seperti dari pupuk, pestisida, penggunaan detergen

sebagai bahan pembersih, penggunaan bahan pembungkus yang menghasilkan

banyak limbah dan sebagainya (Khairuddin et al., 2016).

Page 21: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

9

Tidak dapat dipungkiri bahwa penurunan kualitas air dewasa ini merupakan

dampak dari aktivitas manusia yang mengeksploitasi lingkungan secara

berlebihan. Pola hidup masyarakat yang kurang memperhatikan aspek lingkungan

seperti membuang sampah tidak pada tempatnya, membuang limbah berbahaya,

serta alih fungsi kawasan hutan yang dapat meningktakan potensi erosi dan

seringkali menyebabkan sedimentasi pada dasar perairan memberikan dampak

negatif baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan alami

terutama sumber air. Perlindungan dan pelestarian sumberdaya air harus menjadi

salah satu prioritas utama manusia (Sulistyorini et al., 2016).

Pengkajian kualitas di sungai dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti

dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang

dinamis, analisa fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran yang

sesungguhnya kualitas perairan, dan dapat memberikan penyimpang-an-

penyimpangan yang kurang menguntungkan, karena kisaran nilai-nilai peubahnya

sangat dipengaruhi keadaaan sesaat (Ridwan et al., 2016).

Tingkat kualitas air yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan tertentu memiliki

baku mutu yang berbeda oleh karena itu harus dilakukan pengujian untuk

mengetahui kesesuaian kualitas dengan peruntukannya. Dengan dasar pemikiran

ini, maka perlu dilakukan analisa kualitas air dengan berdasarkan beberapa

parameter yaitu parameter fisika, kimia dan biologi. Hasil dari analisis parameter

ini akan dibandingkan dan disesuaikan dengan baku mutu yang sudah ditentukan

(Sulistyorini et al., 2016).

Penentuan kualitas air sungai secara kimia dan fisika memerlukan waktu

lama dan biaya yang besar, maka penggunaan parameter biologi yang hidup di

Page 22: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

10

perairan sungai seperti makroinvertebrata dapat menjadi indikator dalam

penentuan kualitas air di sungai dan dengan menggunakan makroinvertebrata

menjadi penting untuk dilakukan. Organisme yang menempati komunitas di

perairan adalah mereka yang toleran, punya ketahanan, dan mampu bereproduksi

dalam habitat setempat (Khairuddin et al., 2016).

Makroinvertebrata

Makroinvertebrata akuatik merupakan hewan atau organisme yang tidak

bertulang belakang (invertebrata) yang hidup dan mendiami di wilayah perairan

dasar laut dan sungai biasanya hidup menempel pada substrat, hewan ini

umumnya dapat dilihat secara langsung tanpa bantuan alat bantu mikroskop

(Sukmaring, 2018).

Makroinvertebrata adalah hewan tidak bertulang belakang yang hidup di

dasar air laut atau sungai yang menempel pada air maupun lumpur.

Makroinvertebrata sebagai bioindikator karena hidup melekat pada substrat dan

motilitasnya rendah sehingga dia tidak mudah bergerak berpidah. Keuntungan

dari menggunakan makroinvertebrata sebagai bioindikator karena hidup melekat

pada substrat dan motilitasnya rendah sehingga dia tidak mudah bergerak

berpidah (Widiyanto dan Sulistiyasari, 2016).

Masing-masing bentos memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap kondisi

ekologi sejalan dengan seberapa jauh keberhasilannya mengembangkan

mekanisme adaptasi. Hal tersebut memungkinkan faktor-faktor ekologik mengatur

komposisi dan ukuran komunitas bentik. Dalam menghadapi perubahan kondisi

lingkungan di habitatnya, bentik telah mengembangkan berbagai bentuk adaptasi

morfologi. Adaptasi morfologi yang dimaksud adalah adaptasi ukuran tubuh,

Page 23: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

11

adaptasi bentuk tubuh, penyederhanaan organ dan memperkuat dinding tubuh

serta mengembangkan alat pelekat (Hadiputra dan Damayanti, 2013).

Ukuran tubuh makroinvertebrata dapat mencapai kurang lebih 3-5 mm pada

saat mencapai pertumbuhan maksimal, kelompok organisme yang termasuk

makroinvertebrata diantaranya adalah: Crustacea, Isopoda, Decapoda,

Oligochaeta, Mollusca, Nematoda, dan Anellida (Cummins, 1975).

Makroinvertebrata sebagai Bioindikator

Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang

kehadirannya atau perilakunya di alam berkorelasi dengan kondisi lingkungan,

sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan. Sebuah

bioindikator yang “ideal” setidaknya harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

(a) kesederhanaan taksonomi (mudah dikenali oleh nonspesialis); (b) berdistribusi

lebar; (c) mobilitas rendah (indikasi lokal); (d) memiliki karakteristik ekologi,

yang jelas diketahui; (e) melimpah dan dapat dihitung; (f) dapat dilakukan analisis

di laboratorium; (g) sensitivitas tinggi terhadap tekanan lingkungan; (h) memiliki

kemampuan untuk dikuantifikasi dan distandardisasi (Purwati, 2016).

Salah satu organisme yang hidup di perairan sungai dan dapat dijadikan

sebagai bioindikator kualitas perairan sungai yaitu makroinvertebrata (Dwitawati

et al., 2015). Kelimpahan dan keanekaragaman makroinvertebrata sangat

bergantung pada toleransi dan tingkat sensitivitasnya terhadap kondisi

lingkungannya. Pemantauan kualitas air yang biasanya dilakukan melalui analisis

sifat fisik dan kimia air adakalanya sulit diandalkan karena bahan pencemar begitu

cepat larut dalam air dan hilang ke muara sungai (Rustiasih iet al., 2018).

Page 24: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

12

Kelimpahan dan keanekaragaman sangat bergantung pada toleransi dan

tingkat sensitif terhadap kondisi lingkungannya. Komponen lingkungan, baik

yang hidup (biotik) maupun yang tak hidup (abiotik) mempengaruhi kelimpahan

dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan, sehingga tingginya

kelimpahan individu tiap jenis dapat dipakai untuk menilai kualitas suatu perairan

(Rachman et al., 2016).

Makroinvertebrata pada umumnya sangat peka terhadap perubahan

lingkungan yang ditempatinya. Perubahan lingkungan dan substrat sangat

mempengaruhi jumlah spesies, keanekaragaman dan kelimpahan

makroinvertebrata. Hewan makroinvertebrata sangat bergantung pada toleransi

perubahan lingkungan. Kisaran toleransi makroinvertebrata terhadap lingkungan

berbeda-beda (Ramadhanti et al., 2020).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Makroinvertebrata

Suhu

Variasi suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain tingkat

intensitas cahaya yang tiba di permukaan perairan, keadaan cuaca, awan dan

proses pengadukan. Pada dasarnya bahwa dengan adanya variasi suhu yang

cukup besar dapat memberikan dampak atau pengaruh yang cukup besar pula

terhadap berbagai aktifitas metabolisme dari organisme yang mendiami suatu

perairan. Air yang dangkal dan memiliki daya tembus cahaya matahari yang tinggi

dapat meningkatkan suhu perairan. Dengan demikian berarti suhu merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas air. Pada dasarnya suhu sangat

berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Suhu mempengaruhi

aktivitas metabolisme organisme, oleh karena penyebaran organisme di perairan

Page 25: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

13

tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Tinggi rendahnya suhu suatu perairan

sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketinggian suatu daerah, curah

hujan yang tinggi, dan intensitas cahaya matahari yang menembus suatu perairan

(Maniagasi et al., 2013).

Suhu merupakan faktor fisika yang penting di semua sektor kehidupan.

Secara umum, suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin

dalam perairan, suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena

kurangnya intensitas matahari yang masuk ke dalam perairan. Metabolisme yang

optimum bagi sebagian besar makhluk hidup membutuhkan kisaran suhu yang

relatif sempit. Dalam pengaruh secara tidak langsung, suhu mengakibatkan

berkurangnya kelimpahan plankton akibat suhu semakin menurun dan kerapatan

air semakin meningkat seiring bertambahnya kedalaman. kenaikan suhu 1oC akan

menaikkan oksigen sebesar sepuluh kali lipat (Pancawati et al., 2014).

Kecerahan

Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan atau dapat tertembus

dalam air. Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kisaran

kecerahan perairan yang layak untuk kehidupan makrozoobenthos adalah 25

sampai 40 cm dan kekeruhan yang tinggi dapat mengganggu sistem pernafasan

dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penerasi cahaya ke

dalam air (Effendi, 2003).

Kecerahan cenderung semakin hilir sungai semakin meningkat, diduga

disebabkan berhubungan dengan nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi

dibarengi dengan bau yang sangat akibat dari adanya penguraian bahan organik

Page 26: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

14

oleh mikroorganisme yang berasal dari limbah domestic dan limbah industri

(Irianto, 2017).

Kedalaman

Kondisi lingkungan seperti kedalaman dapat menggambarkan variasi yang

amat besar bagi keberadaan makroinvertebrata, sehingga sering dijumpai

perbedaan jenis pada daerah yang berbeda (Suhendra et al., 2019). Perairan

dengan kedalaman air yang berbeda akan dihuni oleh makrobenthos yang berbeda

pula dan terjadi stratifikasi komunitas yang berbeda. Perairan yang lebih dalam

mengakibatkan makrobenthos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang

lebih besar (Reish, 1979).

Semakin dalam dasar suatu perairan semakin sedikit jenis makrozobentos

yang hidup pada dasar perairan tersebut. Hal tersebut disebabkan karena hanya

jenis-jenis Makrozoobentos (gastropoda) tertentu yang mampu beradaptasi pada

kedalaman tertentu pula. Kedalaman berpengaruh terhadap pengadukkan massa

air dan proses sedimentasi, kemudian proses sedimentasi akan mempengaruhi

kandungan bahan organik pada substrat habitat (Nurlinda et al., 2019).

Kecepatan Arus

Kecepatan arus mempengaruhi daya lekat organisme bentos di perairan.

Berdasarkan pernyataan Mason (1981) bahwa kecepatan arus perairan

dikelompokkan berarus sangat cepat dengan kisaran > 1 m/ det berarus cepat

dengan kisaran 0,5 – 1 m/ det, berarus sedang dengan kisaran 0,25 – 0,5 m/ det,

berarus lambat dengan kisaran 0,1 – 0,25 m/ det dan berarus sangat lambat dengan

kisaran < 0,1 m/ det.

Page 27: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

15

Kecepatan arus juga merupakan salah satu faktor fisik yang mempengaruhi

keberadaan. Kecepatan arus dipengaruhi kekuatan angin, topografi, kondisi

pasang surut dan musim. Pada saat musim penghujan, akan meningkat debit air

dan sekaligus mempengaruhi kecepatan arus, selain itu adanya bentuk alur sungai

dan kondisi substrat pada dasar perairan menyebabkan kecepatan arus bervairasi

(Barus (2002) dalam Ridwan et al., 2016).

pH

pH merupakan parameter kimia organik yang berperan dalam faktor

pembatas bagi bagi hewan akuatik di suatu perairan. pH < 7 pada perairan

menandakan air bersifat asam, sedangkan pH > 7 menandakan air bersifat basa.

Biasanya air murni akan bersifat netral dengan pH 7 (Nuriya et al., 2010).

Jenis makroinvertebrata yang ditemukan pada pH <7 lebih sedikit

dibandingkan pada lokasi dengan pH >7 (Ramadhanti et al., 2020). pH yang

rendah menyebabkan kelarutan pada logam semakin besar sehingga dapat bersifat

toksik bagi organisme serta pH 6,0-6,5 mengakibatkan keanekaragaman sedikit

menurun bila dibandingkan dengan pH yang lebih tinggi (Effendi, 2003).

DO (Dissolved Oxygen)

Oksigen merupakan senyawa yang dibutuhkan makhluk hidup, seperti

hewan-hewan akuatik. Apabila konsentrasi oksigen terlarut dalam kadar yang

rendah, maka dapat menghambat aktivitas hewan-hewan akuatik karena oksigen

tersebut digunakan untuk proses respirasi. Air sungai yang berarus deras dan

jernih memiliki oksigen terlarut dengan kadar jenuh. Namun, kehadiran dari air

limbah yang masuk ke dalam air akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen

Page 28: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

16

terlarut di dalam air tersebut. Hewan-hewan akuatik memiliki dapat bertahan

dengan kadar oksigen terlarut yang berbeda-beda (Sasongko et al., 2014).

Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme

karena dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian

organisme dan efek tidak langsung meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang

pada akhirnya dapat membahayakan organisme itu sendiri. Kandungan DO sangat

berhubungan dengan tingkat pencemaran, jenis limbah dan banyaknya bahan

organik di suatu perairan. Selain itu, kemampuan air untuk membersihkan

pencemaran secara alamiah tergantung pada kadar DO dan banyaknya organisme

pengurai. Fungsi oksigen selain untuk pernapasan organisme juga untuk

mengoksidasi bahan organik yang ada di dasar sedimen perairan. Rendahnya

kadar oksigen dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambatnya

pertumbuhan, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Kandungan DO < 4,5 mg/l

termasuk kategori tercemar berat. Selain itu, kemampuan air untuk membersihkan

pencemaran secara alamiah tergantung pada kadar DO dan banyaknya organisme

pengurai (Ira, 2014).

BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang

menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme

(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam

kondisi aerobik. Bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan

organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organicmatter)

(Agustira et al., 2013).

Page 29: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

17

Tingginya kandungan BOD di perairan ini disebabkan oleh tingginya

aktivitas perkapalan, serta adanya pengolahan kerang hijau dimana penduduk

membuang sisa olahan kulit kerang langsung ke perairan. Kadar BOD5 suatu

perairan dipengaruhi oleh suhu, kelimpahan plankton, keberadaan mikroba, serta

jenis dan kandungan bahan organik dalam perairan tersebut (Simbolon, 2016).

Nitrat

Tingginya kandungan nitrat diduga karena adanya pembuangan limbah

industri dan juga adanya kotoran hewan dan manusia. Dengan tercemarnya

perairan akibat dari limbah dan sampah domestik maka keadaan seperti ini dapat

mempengaruhi kelangsungan hidup berbagai jenis hidrobiota yang hidup

didalamnya (Pranoto, 2017).

Kadar nitrat yang tinggi di perairan disebabkan oleh masuknya limbah

domestik, pertanian, peternakan dan industry Alaerts dan Santika (1987). Hal ini

menjelaskan bahwa kandungan nitrat berpengaruh terhadap besarnya komposisi

makrozoobentos di perairan. Kondisi ini menunjukkan semakin meningkatnya

nitrat semakin tinggi komposisi makrozoobentos (Kurniawan et al., 2016).

Fosfat

Bentuk fosfat dalam perairan adalah ortofosfat. Pada umumnya, fosfat yang

terdapat dalam suatu perairan dapat berasal dari kotoran manusia atau hewan,

sabun, industri pulp dan kertas, detergen. Pada dasarnya makhluk hidup yang

tumbuh di perairan memerlukan fosfat pada kondisi jumlah tertentu. Sebaliknya,

kandungan fosfat yang berlebihan akan membahayakan kehidupan makhluk hidup

tersebut. Kandungan fosfat yang besar dapat meningkatkan pertumbuhan alga

Page 30: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

18

yang mengakibatkan sinar matahari yang masuk ke perairan menjadi berkurang

(Ngibad, 2019).

Selain sumber alami, senyawa fosfat juga dapat bersumber dari faktor

antropogenik seperti limbah rumah tangga (deterjen), pertanian (pupuk),

perikanan dan industri. Selain sumber alami, senyawa fosfat juga dapat bersumber

dari faktor antropogenik seperti limbah rumah tangga (deterjen), pertanian

(pupuk), perikanan dan industry. kandungan fosfat mempunyai hubungan

berbanding terbalik dengan komposisi makrozoobentos di perairan. Kenaikan

kandungan fosfat akan menjadikan komposisi makrozoobentos menurun

(Kurniawan et al., 2016).

C-Organik

Karbon organik (C-Organik) merupakan salah satu komponen penting

sebagai penyusun kimiawi sedimen. Meskipun komponen organik dapat

terdekomposisi dan dikembalikan sebagian ke komponen anorganik, sebagiannya

lagi masih terpreservasi dan menjadi komponen penting sebagai bagian dari

penyusunan partikel sedimen di perairan (Yolanda et al., 2019).

Distribusi karbon organik yang merata terjadi karena sumber utama karbon

organik di dalam perairan berasal dari karbon organik bentuk partikulat yang

berasal dari daratan hasil erosi lahan atas terbawa oleh sungai. Sumber karbon

organik dalam perairan juga berasal dari aliran sungai baik dalam bentuk terlarut

maupun berasosiasi dengan partikel tersuspensi dan dari hasil dekomposisi dan

eksresi organisme. Karbon dalam sedimen membentuk ikatan komplek

(complexation) dengan logam berat, sehingga semakin tinggi konsentrasi karbon

Page 31: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

19

organik dalam sedimen, maka semakin tinggi konsentrasi polutan logam berat

dalam sedimen (Najamuddin et al., 2020).

Substrat

Jenis substrat diketahui dipengaruhi oleh kecepatan arus, pada kecepatan

arus yang tinggi dalam perairan akan menyebabkan tipe substrat di perairan

tersebut didominasi oleh tipe subsstrat berpasir, karena yang mampu diendapkan

di dasar perairan tersebut adalah partikel-partikel yang berukuran besar seperti

kerikil atau pasir, sedangkan partikel yang halus terus terbawa oleh arus yang kuat

(Ridwan et al., 2016).

Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang

mempengaruhi struktur komonitas makrozoobentos. Substrat dasar merupakan

komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Karakterstik substrat

dasar mempengaruhi struktur komunitas makrozoobentos. Jika substrat

mengalami perubahan maka strukur makrozoobentos akan mengalami perubahan

pula. Pengamatan terhadap kondisi fisik (tipe substrat) dan kimiawi (kandungan

C-organik, N-total, Fosfor organik) sedimen dalam hubungannya dengan struktur

komunitas makrozoobentos sangat penting untuk dilakukan karena sedimen

merupakan habitat bagi makrozoobentos tersebut (Sunarto et al., 2012).

Page 32: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September-Oktober 2020 di aliran

Sungai Deli Kota Medan dengan jarak dari Stasiun 1 ke Stasiun 2 sepanjang ±20

km dan stasiun 2 ke Stasiun 3 sepanjang ±17 km. Identifikasi Makroinvertebrata

dilakukan di Laboratorium Lingkungan Perairan Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan

pengukuran parameter fisika dan kimia perairan seperti suhu, kecerahan,

kedalaman, kecepatan arus, pH, dan DO dilakukan secara in situ atau secara

langsung di lapangan dan analisis sampel air untuk penentuan nilai BOD, nitrat

dan fosfat dilakukan secara ex situ dengan diuji di Balai Teknik Kesehatan

Lingkungan dan Pengendalian Penyakit dan untuk uji tipe substrat dan C-organik

dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Page 33: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

21

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, jaring dengan mesh

size 0,5 mm, termometer, toolbox, pipet tetes, botol sampel, pH meter, DO meter,

secchi disk, bola duga, stopwatch, tongkat berskala, pinset, kamera digital, buku

identifikasi makroinvertebrata, kalkulator dan timbangan analitik.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel

makroinvertebrata, sampel air, sampel substrat, aquadest dan alkohol 70%.

Deskripsi Stasiun Pengamatan

Stasiun I

Lokasi stasiun ini berada pada daerah aliran sungai yang di sekitarnya

banyak terjadi aktivitas rumah tangga. Stasiun ini berada di sekitar Jl. Saudara,

Padang Bulan yang berada pada titik koordinat 3°32’47” LU dan 98°39’38” BT

(Gambar 3).

Gambar 3. Lokasi Stasiun I

Stasiun II

Lokasi stasiun ini merupakan daerah dengan banyak aktivitas industri dan

rumah tangga yang terjadi. Stasiun ini berada di Jl. Speksi Sungai Deli,

Page 34: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

22

Kecamatan Labuhan Deli. Yang berada pada titik koordinat 3° 40’21” LU dan 98°

39’52” BT (Gambar 4).

Gambar 4. Lokasi Stasiun II

Stasiun III

Lokasi stasiun ini berada di muara sungai Deli yang sering terjadi aktivitas

lalu lalang kapal. Daerah sekitar muara ini banyak ditumbuhi mangrove yang

berada di titik koordinat 3° 46’02” LU dan 98° 42’12” BT (Gambar 5).

Gambar 5. Lokasi Stasiun III

Page 35: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

23

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi penelitian adalah

purposive sampling yaitu dengan menentukan tiga stasiun dengan karakteristik

yang berbeda. Pemilihan stasiun penelitian didasarkan pada perbedaan aktivitas

yang terjadi di daerah aliran air sungai Deli.

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Pengambilan sampel air dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang waktu

dua minggu, khusus untuk pengambilan substrat hanya dilakukan satu kali pada

awal pengambilan sampel.

Pengambilan sampel air untuk pengukuran BOD, nitrat dan fosfat yaitu

dengan memasukkan air ke dalam botol sampel hingga botol terisi penuh

kemudian ditutup dan untuk sampel substrat diambil kemudian dimasukkan ke

dalam plastik. Kemudian sampel-sampel tersebut dibawa ke laboratorium uji.

Pengukuran nilai parameter secara in situ dilakukan dengan bantuan alat uji.

Pengukuran suhu dilakukan dengan mencelupkan termometer ke dalam air hingga

didapat hasilnya, pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan pH meter ke

dalam air hingga didapat hasilnya dan pengukuran DO dilakukan dengan

mencelupkan DO meter ke air hingga didapat hasilnya. Pengukuran kecerahan air

dengan memasukkan secchi disk secara perlahan untuk didapatkan nilai tampak

dan tak tampaknya, pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan melepaskan

bola duga searah dengan arus dan diamati waktunya dengan menggunakan

stopwatch dan pengukuran kedalaman dilakukan dengan memasukkan tongkat

berskala hingga mencapai dasar dan dillihat batas kedalamannya. Hasil yang

didapat kemudian dicatat dengan alat tulis.

Page 36: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

24

Alat dan metode pengukuran parameter untuk sampel selama penelitian

dilakukan secara in situi dan ex situ seperti tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Satuan, Alat dan Metode Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia

Perairan

Parameter Satuan Metode

Analisis/Alat

Lokasi

Fisika

Suhu °C Termometer in situ

Kecerahan Cm Secchi disk in situ

Kedalaman

Kecepatan Arus

Tekstur Substrat

M

m/det

%

Tongkat berskala

Bola duga

Uji Lab

in situ

in situ

ex situ

Kimia

pH

DO

BOD

Nitrat

Fosfat

C-Organik

-

%

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

pH meter

DO meter

Uji Lab

Uji Lab

Uji Lab

Uji Lab

in situ

in situ

ex situ

ex situ

ex situ

ex situ

Pengambilan Sampel Makroinvertebrata

Pengambilan sampel makroinvertebrata dilakukan saat pagi hingga menuju

sore hari. Pengambilan sampel pada Stasiun I pada pukul 08.00 WIB dilanjut

dengan pengambilan pada Stasiun II kira-kira pukul 11.00 WIB dan pengambilan

Page 37: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

25

pada Stasiun III kira-kira pukul 14.00 WIB. Sampel makroinvertebrata diambil

pada tiga stasiun dengan tiga titik pengambilan pada setiap stasiun dengan

menggunakan jaring. Dengan menempatkan jaring berlawanan aliran air,

tempatkan jaring pada tempat yang mudah dijangkau selama kira-kira 1-2 menit.

Biota yang telah melewati proses penyaringan kemudian dimasukkan ke dalam

botol sampel dan diberi larutan alkohol 70 % yang kemudian akan dibawa ke

laboratorium untuk dilakukan identifikasi dan pengeringan biota yang dilakukan

dengan menggunakan oven dan pengukuran biomassa kering biota menggunakan

timbangan analitik.

Identifikasi Sampel Makroinvertebrata

Sampel makroinvertebrata yang telah diambil dari tiap stasiun kemudian

akan dibawa ke laboraturium untuk dilakukan identifikasi. Identifikasi

makroinvertebrata dilakukan dengan mengamati bentuk morfologi dan dibantu

dengan buku identifikasi makroinvertebrata John dan Tsyrlin (2002), Robertson et

al. (2006) dan Oscoz et al. (2011).

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menghitung nilai dengan menggunakan

indeks dan rumus. Hasil yang didapatkan akan berupa nilai kuantitatif yang akan

diolah dengan menggunakan software MS. Excel.

1. Indeks Keanekaragaman (H’)

Indeks keanekaragaman yaitu suatu pernyataan sistematik yang melukiskan

struktur komunitas untuk mempermudah menganalisis informasi tentang jumlah

Page 38: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

26

dan macam organisme (Odum, 1971). Dalam perhitungan ini digunakan indeks

diversitas Shanon-Wiener dengan rumus:

Keterangan:

H’ : Indeks Keanekaragaman

Ni : Jumlah individu jenis ke-i

n : Jumlah individu total

Kategori ini memiliki kisaran nilai tertentu yaitu :

H’ < 1 : keanekaragaman rendah

1 < H’ < 3 : keanekaragaman sedang

H’ > 3 : keanekaragaman tinggi

2. Indeks Keseragaman (E)

Indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui keseimbangan

komunitas dengan mengamati jumlah individu antar spesies dalam suatu

komunitas. Menurut Krebs (1985) Indeks keseragaman (E) dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Keterangan:

E : Indeks Keseragaman

S : Jumlah jenis

Dengan kriteria sebagai berikut :

e > 0,4 : keseragaman populasi kecil

Page 39: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

27

0,4 > e > 0,6 : keseragaman populasi sedang

e < 0,6 : keseragaman populasi tinggi

3. Indeks Dominansi (C)

Dominansi dinyatakan sebagai kekayaan jenis suatu komunitas serta

keseimbangan jumlah individu setiap jenis. Adanya dominansi karena kondisi

lingkungan yang sangat menguntungkan dalam mendukung pertumbuhan jenis

tertentu (Ridwan et al., 2016). Menghitung dominansi jenis tertentu dalam suatu

komunitas digunakan indeks dominansi Simpson (Odum, 1994) menggunakan

rumus sebagai berikut :

Keterangan:

C : Indeks Dominansi

Ni : Jumlah individu jenis ke-i

n : Jumlah individu total

Dengan kategori indeks dominansi :

C mendekati 0 ( C < 0,5) : tidak ada jenis yang mendominansi

C mendekati 1 ( C > 0,5) : ada jenis yang mendominansi

4. Frekuensi (Fi) dan Frekuensi Relatif (FR)

Frekuensi (Fi) adalah peluang ditemukannya jenis i biota dalam semua petak

contoh yang dibuat (English et al., 1994):

Keterangan:

Fi : Frekuensi jenis ke-i

pi : Jumlah plot ditemukannya jenis ke-i

Σp : Jumlah plot pengamatan

Page 40: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

28

Frekuensi relatif adalah perbandingan antara frekuensi spesies-i (F) dengan

jumlah frekuensi seluruh spesies (English et al., 1994):

Keterangan:

FRi : Frekuensi relatif jenis i

Fi : Frekuensi jenis ke-i

ΣF : Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis

5. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet

Metode yang umum digunakan untuk menentukan status mutu air adalah

metode storet. Prinsip metode storet yaitu membandingkan data hasil pengukuran

kualitas air dengan baku mutu air yang sudah ditetapkan oleh pemerintah

(Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003).

Hasil analisis dari parameter kimia air kemudian dibandingkan dengan baku

mutu yang sesuai dengan pemanfaatan air. Kualitas air dinilai berdasarkan kriteria

metode storet yang kemudian diklasifikasikan ke dalam empat kelas yang dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penentuan Status Mutu Air dengan Indeks Storet

Kelas Skor Kriteria

A

B

C

D

0

-1 s/d -10

-11 s/d -30

≥ -31

Memenuhi Baku Mutu

Tercemar Ringan

Tercemar Sedang

Tercemar Berat

Sumber: Lampiran I Kepmen LH No.115 Tahun 2003

Page 41: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

29

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan pengumpulan data kualitas dan debit air

2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air

dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu (hasil pengukuran < baku

mutu) maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu air (hasil pengukuran > baku

mutu) maka diberi skor (Tabel 3).

Tabel 3. Penetapan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Perairan

Jumlah Percontohan Nilai Parameter

Fisika Kimia

< 10

Maksimum

Minimum

Rata-rata

-1

-1

-3

-2

-2

-6

>10

Maksimum

Minimum

Rata-rata

-2

-2

-6

-4

-4

-12

5. Analisis dengan Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison)

Menurut Wulandari et al (2016) analisis kurva ABC digunakan untuk

mengetahui kondisi perairan dengan menganalisis jumlah total individu per satuan

luas dan biomassa (berat kering) total per satuan luas dari komunitas. Kurva ABC

Page 42: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

30

(Abundance and Biomass Comparison) dapat dilakukan dengan rumus sebagai

berikut :

Kelimpahan

Kelimpahan Relatif

Biomassa

Biomassa Relatif

Kriteria status perairan berdasarkan Kurva ABC (Abudance and Biomass

Comparison) digambarkan oleh adanya kurva biomassa dan kurva kelimpahan

(Warwick, 1986 diacu dalam Wanda, 2019).

Gambar 6. Kurva kriteria status perairan berdasarkan Kurva ABC

Menurut Khaeksi et al (2015), berdasarkan kurva ABC yang diperoleh,

status perairan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Baik, apabila jika kurva biomassa persatuan luas berada diatas kurva jumlah

individu persatuan luas.

Page 43: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

31

2. Sedang, apabila jika kurva biomassa persatuan luas dan kurva jumlah individu

persatuan luas saling tumpah tindih.

3. Buruk, apabila jika kurva biomassa persatuan luas berada dibawah kurva

jumlah individu persatuan luas.

6. Penentuan Kualitas Air dengan Metode SingScore

Metode SingScore merupakan indeks biotik makroinvertebrata yang sudah

digunakan untuk menentukan tingkat kualitas perairan sungai dan kanal di

Singapura (Blakely dan harding, 2010).

Keterangan:

: Tingkat toleransi pada taksa ke-i

S : Total jumlah taksa pada sampel

Nilai yang sudah didapatkan kemudian dikalikan dengan banyaknya taksa

yang ditemukan dari 20 ketetapan untuk mendapatkan nilai SingScore antara 0-

200. Indeks biotik kemudian dibagi ke dalam empat kategori berdasarkan nilai

toleransi SingScore untuk kategori makroinvertebrata (Blakely dan harding, 2010)

(Tabel 4).

Tabel 4. Kategori SingScore

SingScore Tingkat Kualitas Air

0-79 Buruk

80-99 Lumayan

100-119 Baik

120-200 Sangat Baik

Page 44: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

32

7. Analisis Komponen Utama PCA (Principal Component Analysis)

PCA (Principal Component Analysis) merupakan metode statistik

deskriptif yang bertujuan untuk menampilkan data dalam bentuk grafik dan

informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data (Rustam dan

Prabawa, 2015).

Hubungan keanekaragaman makroinvertebrata yang ditemukan dengan

parameter kualitas air dianalisis dengan menggunakan metode analisis komponen

utama Principle Component Analysis (PCA). Hasil analisis komponen utama

(PCA) terhadap matriks korelasi data parameter fisika kimia yang dapat

menunjukkan adanya pengelompokkan pada stasiun-stasiun pengamatan dengan

karakter penciri lingkungannya. Analisis Principle Component Analysis (PCA)

dilakukan dengan menggunakan microsoft excel XLSTAT (Zulkifli et al., 2009).

Makroinvertebrata yang akan dianalisis menggunakan metode PCA yaitu

Ocypodidae, Palaemonidae, Tubificidae, Littorinidae, Melanopsidae, Naticidae,

Neritidae, Planaxidae, Tellinidae, Ampulariidae, Hydrobiidae, Viviparidae,

Pachychilidae, Mytillidae, Salifidae, Lumbricidae, Nereididae, Gomphiidae,

Stratyomiidae, Pseucoccidae, Naucoridae, Dugesiidae, Libellulidae dan

Neanuridae dengan parameter kualitas air seperti suhu, kecerahan, kecepatan arus,

kedalaman, pH, DO, BOD, Nitrat, Fosfat dan C-Organik.

Page 45: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

33

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian tiap parameter yang telah

dilakukan dalam penelitian maka didapatkan rata-rata nilai parameter fisika dan

kimia perairan pada aliran Sungai Deli Kota Medan. Nilai parameter fisika dan

kimia dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Parameter Satuan Stasiun

I II III

Fisika

Suhu oC 28,67 29 29,67

Kecerahan Cm 28,4 33,67 27,62

Kedalaman M 1,3 1,8 3,66

Kecepatan Arus m/s 0,25 0,2 0,09

Kimia

pH 7,1 6,63 7,7

DO mg/l 4,86 3,53 3,26

BOD mg/l 19,83 26,5 24,5

Nitrat mg/l 2,13 2,3 3,06

Fosfat mg/l 0,14 0,44 0,4

Tekstur Substrat

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh tekstur dan

kandungan C-Organik dari tiap substrat di setiap stasiun penelitian pada aliran

Sungai Deli Kota Medan. Hasil yang diperoleh yaitu persentase fraksi pasir lebih

tinggi di tiap stasiun. Pada Stasiun I dan II didapatkan nilai persentase fraksi yang

Page 46: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

34

sama yatu pasir sebesar 97% dan debu 3%. Pada Stasiun III adanya nilai fraksi liat

yaitu sebesar 2%. Hasil tekstur substrat dan kandungan C-Organik di Sungai Deli

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tesktur Substrat dan Kandungan C-Organik.

Stasiun Fraksi Tipe

Substrat

C-organik

(%) Pasir

(%)

Debu

(%)

Liat

(%)

I 97 3 0 Pasir 0,08

II 97 3 0 Pasir 0,11

III 93 5 2 Pasir 0,45

Metode STORET

Hasil dari tiap parameter fisika dan kimia perairan yang telah didapatkan

di aliran Sungai Deli Kota Medan kemudian dihubungkan dengan metode

STORET untuk didapatkan skornya dengan penentuan skor berdasarkan PP RI

No. 82 tahun 2001 perairan golongan II yang kemudian akan didapatkan kategori

perairannya. Hasil yang didapatakan menyatakan bahwa Sungai Deli termasuk

perairan yang tercemar sedang. Hasil dari skoring dengan metode STORET dapat

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kondisi Perairan Berdasarkan Metode Storet

Stasiun Skor Kategori

I -10 Tercemar Ringan

II -30 Tercemar Sedang

III -30 Tercemar Sedang

Page 47: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

35

Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi (C)

Makroinvertebrata

Analisis keanekaragaman makroinvertebrata dapat ditentukan dengan

menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner. Hasil menyatakan

bahwa keseragaman tertinggi terdapat di Stasiun I dan yang terendah pada Stasiun

III, sementara untuk tingkat dominansi tidak ditemukan adanya spesies yang

mendominasi pada Stasiun I. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks

Keseragaman (E) dan nilai Indeks Dominansi (C) gastropoda pada setiap stasiun

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), dan Indeks

Dominansi (C) Makroinvertebrata

Stasiun H’ E C

I 2,37 0,66 0,05

Kategori Sedang Tinggi Tidak ada yang mendominasi

II 0,82 0,12 0,65

Kategori Rendah Rendah Ada yang mendominasi

III 2,57 0,49 0,15

Kategori Sedang Sedang Tidak ada yang mendominasi

Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR)

Frekuensi dan frekuensi relatif menyatakan kehadiran spesies di stasiun

penelitian. Hasil perhitungan frekuensi didapatkan empat filum yaitu

Platyhelminthes, Annelida, Moluska dan Arthropoda. Dari filum Platyhelminthes

dengan satu famili, filum Annelida dengan dua famili, filum Moluska dengan 11

famili dan filum Arthropoda dengan delapan famili, Frekuensi tertinggi yaitu pada

spesies Barbronia weberi, Palaemonetes poludosus, Austrogomphus guerini,dan

Page 48: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

36

Lumbricus terrestris dengan nilai 1. Hasil perhitungan dari nilai frekuensi dan

frekuensi relatif setiap spesies makroinvertebrata yang ditemukan di setiap stasiun

penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR)

Makroinvertebrata Frekuensi Frekuensi Relatif

Famili Spesies I II III I

(%)

II

(%)

III

(%)

Dugesiidae Cura sp. 0,33 - - 4,54 - -

Salifidae Barbronia weberi 1 1 - 13,63 17,65 -

Nereididae Namalycastis sp. - - 0,67 - - 5,55

Tubificidae Tubifex sp. - 0,67 - - 11,77

Lumbricidae Lumbricus terrestris - 1 - - 17,65 -

Ampulariidae Pila ampullacea 0,67 - - 9,09 - -

Pomacea

canaliculata

- 0,33 - - 5,87 -

Hydrobiidae Tryonia clathrata - 0,33 - - 5,87 -

Tryonia variegate - 0,33 - - 5,87 -

Pachychilidae Sulcospira

testudinaria

0,67 - - 9,09 - -

Viviparidae Viviparus acerosus 0,67 - - 9,09 - -

Littorinidae Littoraria intermedia - - 0,33 - - 2,77

Littoraria

melanostoma

- - 0,33 - - 2,77

Littoraria scabra - - 0,33 - - 2,77

Littorina littorea - - 0,67 - - 5,55

Littorina obustata - - 0,33 - - 2,77

Littorina ondulata - - 0,33 - - 2,77

Melarhaphe

neritoides

- - 0,67 - - 5,55

Page 49: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

37

Melanopsi-dae Fagotia esperi - - 0,67 - - 5,55

Melanopsis

excoriatum

- - 0,67 - - 5,55

Mytillidae Mytillus charruana - - 0,67 - - 5,55

Mytillus

galloprovinci-alis

- - 0,67 - - 5,55

Naticidae Natica gualteriana - - 0,67 - - 5,55

Neritidae Clypeolum

owenianum

- - 0,33 - - 2,77

Neripteron

cornucopia

- - 0,67 - - 5,55

Neripteron lecontei - - 0,67 - - 5,55

Neripteron

rubicundum

- - 0,67 - - 5,55

Neripteron

violaceum

- - 0,67 - - 5,55

Planaxidae Planaxis sulcastus - - 0,33 - - 2,77

Tellinidae Pristis capsoides - - 0,67 - - 5,55

Gomphidae Austrogom-phus

guerini

1 0,67 - 13,63 11,77 -

Libellulidae Hydrobasilus

croceus

0,33 - - 4,54 - -

Symterum corruptum 0,67 - - 9,09 - -

Neanuridae Vitronura giselae - 0,33 - - - -

Stratyomiidae Hermetia illucens 0,67 0,33 0,33 9,09 5,87 2,77

Pseudococci-

dae

Pseudococcus

viburni

- 0,33 - - 5,87 -

Naucoridae Naucoris sp. 0,33 - - 4,54 - -

Palaemonidae Palaemonetes

poludosus

1 - - 13,63 - -

Ocypodidae Uca sp. - 0,67 - - - 5,55

Page 50: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

38

Metode SingScore

Perolehan nilai untuk kategori SingScore didapatkan dari penilaian

makroinvertebrata berdasarkan taksa pada tiap spesies berdasarkan skor yang

telah ditetapkan dengan kategori SingScore dan kemudian akan diketahui kategori

kondisi perairan. Dari hasil perhitungan dengan metode SingScore didapatkan

hasil bahwa Stasiun I dalam kondisi yang lumayan sementara untuk Stasiun II dan

Stasiun III tergolong dalam kondisi yang buruk. Penggolongan taksa biota yang

ditemukan pada daerah penelitian dapat dilihat pada tabel dan kategori dari hasil

perhitungan dengan metode SingScore dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Kondisi Perairan dengan Metode SingScore

Stasiun Nilai Kategori

I 92 Lumayan

II 70,6 Buruk

III 72 Buruk

Analisa Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparison)

Hasil dari persentase kumulatif dengan persentase biomassa kering biota

berdasarkan pengambilan dianalisa dengan menggunakan kurva ABC. Nilai

perhitungan kelimpahan dan biomassa biota dapat dilihat pada Lampiran VIII.

Hasil dari Stasiun I didapatkan nilai kelimpahan relatif pada tiap plot berturut-

turut 41,84%, 25,42% dan 32,73% dan niai biomassa relatif berturut-turut

42,60%, 23,32% dan 34,07%. dengan ranking berdasarkan plot pengambilan

selama penelitian. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kurva saling tumpang

tindih dimana kurva kepadatan dan kurva biomassa saling berpotongan dengan

ranking terendah berada pada plot 2 selama pengambilan. Dapat disimpulkan

Page 51: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

39

bahwa pada Stasiun I tergolong aliran yang tercemar sedang. Hasil dari analisa

kurva ABC pada stasiun I dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 7. Kurva ABC pada Stasiun I

Hasil dari Stasiun II nilai ranking berdasarkan plot pengambilan selama

penelitian. Didapatkan nilai kelimpahan relatif pada pengambilan berdasarkan plot

pengambilan 48,13%, 11,76% dan 40,09% dengan niai biomassa relatif

berdasarkan plot pengambilan berturut-turut 45,62%, 13,49% dan 40,87%. Dari

hasil analisa dapat dilihat bahwa kurva saling tumpang tindih dengan ranking

tertinggi berada pada plot 1 dan terendah pada plot 2. Dapat disimpulkan bahwa

pada Stasiun II aliran Sungai Deli tergolong tercemar sedang. Hasil dari analisa

kurva ABC pada Stasiun II dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Page 52: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

40

Gambar 8. Kurva ABC pada Stasiun II

Hasil dari Stasiun III nilai ranking berdasarkan plot pengambilan selama

penelitian. Didapatkan nilai kelimpahan relatif pada pengambilan berdasarkan plot

berturut-turut 46,31%, 11,72% dan 41,96% dengan niai biomassa relatif berturut-

turut 48,09%, 9,36% dan 42,50% dengan ranking berdasarkan plot pengambilan

selama penelitian. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa kurva saling tumpang

tindih dengan ranking terendah pada plot 2. Dapat disimpulkan bahwa pada

Stasiun II aliran Sungai Deli tergolong tercemar sedang. Hasil dari analisa kurva

ABC pada Stasiun III dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 9. Kurva ABC pada Stasiun III

Page 53: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

41

Analisis Komponen Utama PCA (Principal Component Analysis)

Jika hasil dari hubungan antara nilai tiap parameter kualitas air dengan

masing-masing famili pada hasil grafik PCA membentuk sudut >900 maka nilai

korelasinya termasuk dalam karegori negatif. Sebaliknya jika hasil grafik PCA

membentuk sudut <900 berarti korelasinya termasuk dalam kategori positif.

Semakin kecil sudut yang dibentuk, menunjukkan korelasi semakin kuat antara

dan semakin tinggi nilai yang didapatkan menunjukkan semakin kuat hubungan

antara tiap parameter terhadap masing-masing famili makroinvertebrata.

Famili Ocypopidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air dengan keberadaan famili

Ocypopidae menunjukkan bahwa pada parameter suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti hubungan

searah sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO

menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti hubungan berlawanan arah. Tabel

analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Ocycopidae dapat dilihat

pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Ocycopidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.992

Kecerahan -0.369

Kedalaman 0.999

Kecepatan Arus -0.965

pH 0.740

DO -0.826

BOD 0.479

Nitrat 0.995

Fosfat 0.716

C-organik 1.000

Page 54: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

42

Famili Palaemonidae

Hasil korelasi antara parameter suhu, kedalaman, pH, BOD, nitrat, fosfat

dan C-organik terhadap keberadaan famili Palaemonidae menunjukkan hasil

positif (+) yang berarti hubungan searah terhadap famili Palaemonidae sedangkan

untuk parameter kecerahan, kecepatan arus dan DO menunjukkan hasil negatif (-)

yang berarti hubungan berlawanan arah terhadap famili Palaemonidae. Tabel

analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Palaemonidae dapat dilihat

pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Palaemonidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.998

Kecerahan -0.197

Kedalaman 0.972

Kecepatan Arus -0.902

pH 0.606

DO -0.911

BOD 0.629

Nitrat 0.967

Fosfat 0.828

C-Organik 0.980

Famili Neanuridae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Neanuridae mendapatkan nilai positif

(+) yang berarti korelasi searah dengan famili Neanuridae sedangkan untuk

parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang

berarti korelasi dengan famili Neanuridae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi

parameter kualitas air terhadap famili Neanuridae dapat dilihat pada Tabel 13.

Page 55: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

43

Tabel 13. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Neanuridae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.993

Kecerahan -0.362

Kedalaman 0.997

Kecepatan Arus -0.965

pH 0.740

DO -0.832

BOD 0.484

Nitrat 0.997

Fosfat 0.719

C-Organik 0.999

Famili Dugesiidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Dugesiidae mendapatkan nilai positif

(+) yang berarti korelasi searah dengan famili Dugesiidae sedangkan untuk

parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang

berarti korelasi dengan famili Dugesiidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi

parameter kualitas air terhadap famili Dugesiidae dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Dugesiidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.998

Kecerahan -0.199

Kedalaman 0.973

Kecepatan Arus -0.886

pH 0.605

DO -0.911

BOD 0.631

Nitrat 0.969

Fosfat 0.829

C-Organik 0.981

Famili Salifidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti korelasi

searah dengan famili Salifidae sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan

Page 56: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

44

arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti korelasi dengan famili

Salifidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter kualitas air terhadap

famili Salifidae dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Salifidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.996

Kecerahan -0.320

Kedalaman 0.996

Kecepatan Arus -0.950

pH 0.705

DO -0.858

BOD 0.522

Nitrat 0.996

Fosfat 0.744

C-organik 0.998

Famili Tubificidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti korelasi

searah dengan famili Tubificidae sedangkan untuk parameter kecerahan,

kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti korelasi

dengan famili Tubificidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter

kualitas air terhadap famili Tubificidae dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Tubificidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.993

Kecerahan -0.367

Kedalaman 0.998

Kecepatan Arus -0.966

pH 0.736

DO -0.831

BOD 0.487

Nitrat 0.997

Fosfat 0.721

C-Organik 0.999

Page 57: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

45

Famili Lumbricidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti korelasi

searah dengan famili Lumbricidae sedangkan untuk parameter kecerahan,

kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti korelasi

dengan famili Lumbricidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter

kualitas air terhadap famili Lumbricidae dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Lumbricidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.998

Kecerahan -0.193

Kedalaman 0.972

Kecepatan Arus -0.902

pH 0.607

DO -0.915

BOD 0.627

Nitrat 0.967

Fosfat 0.828

C-organik 0.980

Famili Nereididae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Nereididae mendapatkan nilai positif

(+) yang berarti hubungan searah dengan famili Nereididae sedangkan untuk

parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang

berarti hubungan dengan famili Nereididae berlawanan arah. Tabel analisis

korelasi parameter kualitas air terhadap famili Nereididae dapat dilihat pada Tabel

18.

Page 58: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

46

Tabel 18. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Nereididae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.988

Kecerahan -0.361

Kedalaman 0.994

Kecepatan Arus -0.961

pH 0.740

DO -0.828

BOD 0.475

Nitrat 0.995

Fosfat 0.709

C-organik 0.995

Famili Ampulariidae

Hasil korelasi antara tiap parameter terhadap keberadaan famili

Ampulariidae menunjukkan hasil yang positif (+), hal ini berarti tiap parameter

berhubungan searag terhadap famili Ampulariidae. Tabel analisis korelasi

parameter kualitas air terhadap famili Ampulariidae dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Ampulariidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.997

Kecerahan -0.308

Kedalaman 0.992

Kecepatan Arus -0.945

pH 0.693

DO -0.860

BOD 0.533

Nitrat 0.990

Fosfat 0.756

C-organik 0.996

Famili Hydrobiidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Hydrobiidae mendapatkan nilai

positif (+) yang berarti hubungan searah dengan famili Hydrobiidae sedangkan

untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-)

yang berarti hubungan dengan famili Hydrobiidae berlawanan arah. Tabel

Page 59: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

47

analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Hydrobiidae dapat dilihat

pada Tabel 20.

Tabel 20. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Hydrobiidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.990

Kecerahan -0.358

Kedalaman 0.997

kecepatan arus -0.963

pH 0.736

DO -0.827

BOD 0.481

Nitrat 0.996

Fosfat 0.717

C-organik 0.995

Famili Pachycilidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Pachycilidae mendapatkan nilai

positif (+) yang berarti korelasi searah dengan famili Pachycilidae sedangkan

untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-)

yang berarti korelasi dengan famili Pachycilidae berlawanan arah. Tabel analisis

korelasi parameter kualitas air terhadap famili Pachycilidae dapat dilihat pada

Tabel 21.

Tabel 21. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Pachycilidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.999

Kecerahan -0.192

Kedalaman 0.973

Kecepatan Arus -0.904

pH 0.606

DO -0.915

BOD 0.629

Nitrat 0.968

Fosfat 0.829

C-organik 0.980

Page 60: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

48

Famili Viviparidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Viviparidae mendapatkan nilai positif

(+) yang berarti korelasi searah dengan famili Viviparidae sedangkan untuk

parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang

berarti korelasi dengan famili Viviparidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi

parameter kualitas air terhadap famili Viviparidae dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Viviparidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.999

Kecerahan -0.197

Kedalaman 0.969

Kecepatan Arus -0.901

pH 0.606

DO -0.918

BOD 0.631

Nitrat 0.969

Fosfat 0.827

C-organik 0.980

Famili Littorinidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Littorinidae mendapatkan nilai

positif (+) yang berarti hubungan searah dengan famili Littorinidae sedangkan

untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-)

yang berarti hubungan dengan famili Littorinidae berlawanan arah. Tabel analisis

korelasi parameter kualitas air terhadap famili Littorinidae dapat dilihat pada

Tabel 23.

Page 61: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

49

Tabel 23. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Littorinidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.993

Kecerahan -0.365

Kedalaman 0.999

Kecepatan Arus -0.966

pH 0.742

DO -0.828

BOD 0.480

Nitrat 0.996

Fosfat 0.717

C-organik 1.000

Famili Naticidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Naticidae mendapatkan nilai positif

(+) yang berarti hubungan searah dengan famili Naticidae sedangkan untuk

parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang

berarti hubungan dengan famili Naticidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi

parameter kualitas air terhadap famili Naticidae dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Naticidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.990

Kecerahan -0.366

Kedalaman 0.995

Kecepatan Arus -0.963

pH 0.737

DO -0.822

BOD 0.477

Nitrat 0.995

Fosfat 0.715

C-organik 0.999

Famili Melanopsidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Melanopsidae mendapatkan nilai

Page 62: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

50

positif (+) yang berarti hubungan searah dengan famili Melanopsidae sedangkan

untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-)

yang berarti hubungan dengan famili Melanopsidae berlawanan arah. Tabel

analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Melanopsidae dapat dilihat

pada Tabel 25.

Tabel 25. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Melanopsidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.994

Kecerahan -0.367

Kedalaman 0.998

Kecepatan Arus -0.968

pH 0.740

DO -0.831

BOD 0.481

Nitrat 0.997

Fosfat 0.719

C-organik 1.000

Famili Neritidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Neritidae mendapatkan nilai positif

(+) yang berarti hubungan searah dengan famili Neritidae sedangkan untuk

parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang

berarti hubungan dengan famili Melanopsidae Neretidae berlawanan arah. Tabel

analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Neritidae dapat dilihat pada

Tabel 26.

Page 63: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

51

Tabel 26. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Neretidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.993

Kecerahan -0.364

Kedalaman 0.999

Kecepatan Arus -0.965

pH 0.744

DO -0.830

BOD 0.481

Nitrat 0.995

Fosfat 0.718

C-organik 1.000

Famili Planaxidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti hubungan

searah dengan famili Planaxidae sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan

arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti hubungan dengan famili

Melanopsidae Planaxidae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter

kualitas air terhadap famili Planaxidae dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Planaxidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.990

Kecerahan -0.368

Kedalaman 0.998

Kecepatan Arus -0.964

pH 0.738

DO -0.825

BOD 0.478

Nitrat 0.997

Fosfat 0.713

C-organik 1.000

Famili Mytilidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Mytilidae mendapatkan nilai positif

Page 64: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

52

(+) yang berarti hubungan searah dengan famili Mytilidae sedangkan untuk

parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang

berarti hubungan dengan famili Melanopsidae Mytilidae berlawanan arah. Tabel

analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili Mytilidae dapat dilihat

pada Tabel 28.

Tabel 28. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Mytilidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.991

Kecerahan -0.367

Kedalaman 0.997

Kecepatan Arus -0.966

pH 0.741

DO -0.826

BOD 0.480

Nitrat 0.998

Fosfat 0.717

C-organik 1.000

Famili Tellinidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik terhadap famili Tellinidae mendapatkan nilai positif

(+) yang berarti hubungan searah dengan famili Tellinidae sedangkan untuk

parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang

berarti hubungan dengan famili Tellinidae berlawanan arah. Tabel analisis

korelasi parameter kualitas air terhadap famili Tellinidae dapat dilihat pada Tabel

29.

Page 65: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

53

Tabel 29. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Tellinidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.990

Kecerahan -0.368

Kedalaman 0.998

Kecepatan Arus -0.964

pH 0.738

DO -0.825

BOD 0.478

Nitrat 0.997

Fosfat 0.713

C-organik 1.000

Famili Gomphidae

Hasil dari korelasi antara parameter suhu, kedalaman, pH, BOD, Nitrat,

Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti hubungan searah

sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan

hasil negatif (-) yang berarti hubungan berlawanan arah. Tabel analisis korelasi

parameter kualitas air terhadap famili Gomphidae dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Gomphidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.999

Kecerahan -0.220

Kedalaman 0.974

Kecepatan arus -0.913

pH 0.620

DO -0.907

BOD 0.608

Nitrat 0.970

Fosfat 0.812

C-organik 0.981

Famili Lebellulidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti korelasi

searah sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO

Page 66: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

54

menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti korelasi dengan famili Libellulidae

berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili

Libellulidae dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Libellulidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.999

Kecerahan -0.195

Kedalaman 0.971

Kecepatan arus -0.900

pH 0.604

DO -0.913

BOD 0.628

Nitrat 0.966

Fosfat 0.827

C-organik 0.978

Famili Stratyomiidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik mendapatkan nilai positif (+) yang berarti korelasi

searah sedangkan untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO

menunjukkan hasil negatif (-) yang berarti korelasi dengan famili Hydrobiidae

berlawanan arah. Tabel analisis korelasi parameter kualitas air terhadap famili

Hydrobiidae dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Stratyomiidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.998

Kecerahan -0.197

Kedalaman 0.970

Kecepatan Arus -0.902

pH 0.601

DO -0.916

BOD 0.627

Nitrat 0.964

Fosfat 0.823

C-organik 0.975

Page 67: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

55

Famili Pseuccocidae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Pseucoccidae mendapatkan nilai

positif (+) yang berarti korelasi searah dengan famili Pseucoccidae sedangkan

untuk parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-)

yang berarti korelasi dengan famili Pseucoccidae berlawanan arah. Tabel analisis

korelasi parameter kualitas air terhadap famili Pseucoccidae dapat dilihat pada

Tabel 33.

Tabel 33. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Pseucoccidae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.990

Kecerahan -0.358

Kedalaman 0.997

kecepatan arus -0.963

pH 0.736

DO -0.827

BOD 0.481

Nitrat 0.996

Fosfat 0.717

C-organik 0.995

Famili Naucoridae

Hasil korelasi antara parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, BOD,

Nitrat, Fosfat dan C-Organik dengan famili Naucoridae mendapatkan nilai positif

(+) yang berarti korelasi searah dengan famili Naucoridae sedangkan untuk

parameter kecerahan, kecepatan arus, dan DO menunjukkan hasil negatif (-) yang

berarti korelasi dengan famili Naucoridae berlawanan arah. Tabel analisis korelasi

parameter kualitas air terhadap famili Naucoridae dapat dilihat pada Tabel 34.

Page 68: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

56

Tabel 34. Nilai Korelasi Parameter Kualitas Air terhadap Famili Naucoridae

Parameter Nilai Korelasi

Suhu 0.997

Kecerahan -0.307

Kedalaman 0.990

Kecepatan Arus -0.944

pH 0.692

DO -0.861

BOD 0.535

Nitrat 0.989

Fosfat 0.755

C-organik 0.995

Pembahasan

Kondisi Parameter Fisika dan Kimia

Suhu

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa suhu di setiap

stasiun selama penelitian masih tergolong normal yaitu berkisar antara 28-30oC.

Dimana pada Stasiun I senilai 28,67 oC, pada Stasiun II senilai 29 oC dan pada

Stasiun III senilai 29,67 oC. Kisaran nilai suhu ini masih dapat menunjang

kehidupan biota di dalamnya sesuai dengan pernyataan Irwan et al (2017) suhu air

berkisar antara 26-32oC masih tergolong normal dalam badan air dan tidak

membahayakan kehidupan biota akuatik.

Kecerahan

Nilai kecerahan terendah yaitu pada stasiun III yang hanya mencapai

nilai 29 cm. Hal ini disebabkan karena Stasiun III merupakan daerah hilir sungai

yang berada pada daerah muara yang merupakan daerah aliran dari sungai yang

berada di sekitar vegetasi mangrove dengan substrat yang halus. Hal ini sesuai

dengan Aidil et al (2016) yang menyatakan bahwa kecerahan yang rendah karena

kawasan muara dan mangrove merupakan daerah terjadinya pengendapan

Page 69: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

57

sedimen berukuran halus. Siahaan et al (2011) juga menyatakan bahwa semakin

ke hilir semakin banyak material yang ada di dalam air sungai yang semakin

menurunkan kecerahan air sungai.

pH

Dengan pH berkisar antara 6-8 yang masih tergolong normal sesuai

dengan Perlman (2006) sebagian besar organisme akuatik memilih hidup pada air

dengan kisaran pH antara 6,5 dan 8,4. pH terendah berada pada Stasiun II dengan

nilai 6,63 hal ini karena tingginya bahan pencemar seperti buangan limbah pabrik

yang berada di dekat lokasi. Sejalan dengan pernyataan Fatmalia (2018) bahwa

perairan yang memiliki bahan pencemar yang tinggi akan memiliki pH yang

rendah. Rendahnya pH air menunjukkan banyaknya limbah yang dibuang ke

badan sungai.

Kecepatan Arus

Kecepatan arus pada stasiun I mencapai 0,3m/s yang berarti kecepatan arus

sedang, pada stasiun II mencapai 0,25m/s berarti kecepatan arus lambat dan pada

Stasiun III hanya mencapai 0,1m/s yang berarti kecepatan arus sangat lambat. Hal

ini berarti semakin ke hilir suatu perairan berarti semakin lambat kecepatan

arusnya. Hal ini sesuai dengan Mason (1981) yang menyatakan bahwa kecepatan

arus perairan dikelompokkan berarus sangat cepat dengan kisaran > 1 m/ det

berarus cepat dengan kisaran 0,5 – 1 m/ det, berarus sedang dengan kisaran 0,25 –

0,5 m/ det, berarus lambat dengan kisaran 0,1 – 0,25 m/ det dan berarus sangat

lambat dengan kisaran < 0,1 m/ det. Mulya (2004) menyatakan bahwa semakin ke

hilir kecepatan arus biasanya semakin lambat.

Page 70: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

58

Kedalaman

Kedalaman perairan pada setiap stasiun memiliki nilai yang berbeda

yaitu berturut-turut 1,3; 1,8 dan 3,66 m, hal ini dapat menggambarkan jenis

makroinvertebrata yang ditemukan juga berbeda. Suhendra et al (2019)

menjelaskan bahwa kondisi lingkungan seperti kedalaman dapat menggambarkan

variasi yang amat besar bagi keberadaan makroinvertebrata, sehingga sering

dijumpai perbedaan jenis pada daerah yang berbeda. Kedalaman perairan

berpengaruh terhadap kenaekaragaman biota perairan.

DO (Dissolved Oxygen)

Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) berkisar antara 3-5 mg/l dengan

nilao DO terendah yaitu pada Stasiun III dengan nilai 3,26 mg/l yang dapat

mengindikasikan rendahnya kualitas perairan. Barus (2004) menyatakan bahwa di

perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar mencapai 15mg/l. Menurut

Simanjuntak (2009), kelangsungan hidup biota air yang baik dalam suatu perairan

membutuhkan kisaran kadar 2-10mg/l. Susana (2009) menyatakan bahwa semakin

rendah konsentrasi oksigen terlarut semakin rendah kuallitas perairan. Yuningih et

al (2014) juga menjelaskan bahwa jika banyaknya kandungan bahan organik pada

suatu perairan maka dapat menyebabkan oksigen terlarut rendah.

BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Nilai BOD dan DO saling berbanding terbalik. Tessema (2014)

menjelaskan bahwa tingginyaa nilai BOD dapat mempengaruhi jumlah oksigen

terlarut (DO) di dalam suatu perairan., selanjutnya Saputri et al (2014)

menyatakan nilai BOD dan DO berbanding terbalik dimana pada saat DO

menurun nilai BOD cenderung meningkat. Nilai BOD tertinggi terdapat pada

Page 71: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

59

stasiun II yang mencapai 32,5 mg/l. Hal ini disebabkan oleh limbah industri yang

ada di sekitar perairan sehingga Stasiun II menjadi tercemar. Hal ini didukung

oleh pernyataan Nugraha dan Cahyorini (2007) beban cemaran suatu sungai dapat

diidentifikasi berdasarkan kadar BOD dalam air, di mana semakin tinggi BOD

makan air sungai semakin tercemar. Nilai BOD yang tinggi pada Stasiun II masih

dapat menunjang kehidupan biota perairan. Ansari et al (2015) menyatakan bahwa

jika nilai BOD lebih dari 35mg/l tidak baik untuk kehidupan biota perairan.

Nitrat

Nilai kisaran kandungan nitrat pada tiap stasiun yaitu 2,13-3,06 mg/l

yang berarti konsentrasi nitrat tergolong tinggi. Boney (1989) menyatakan bahwa

kandungan nitrat pada perairan yang normal berkisar antara 0,1-0,36 mg/l, lebih

lanjut Chu (1982) menyatakan bahwa kisaran kadar nitrat 0,3-0,9mg/l cukup

untuk pertumbuhan organisme perairan dan kadar nitrat >3,5 mg/l dapat

membahayakan perairan. Kandungan nitrat tertinggi berada pada Stasiun III yang

mencapai nilai 4,2 mg/l. Tingginya kandungan nitrat karena pada stasiun ini

berada di hilir sungai pada daerah muara. Kandungan nitrat yang tinggi bersumber

dari limbah domestik dan juga berasal dari sepanjang aliran sungai yang kemudian

terakumulasi di muara sungai. Kadar nitrat yang tinggi di perairan disebabkan

oleh masuknya limbah domestik (Alaerts dan Santika (1987). Rozak (1997)

menyatakan bahwa nitrat kadar tinggi biasanya ditemukan di perairan muara.

Lebih lanjut, Utami et al (2016) menjelaskan bahwa tingginya nilai konsentrasi

nitrat karena adanya pergerakan arus yang membawa sumber nitrat ke muara.

Page 72: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

60

Fosfat

Kandungan nilai fosfat tertinggi terdapat pada stasiun II yang mencapai

hingga 0,55 mg/l yang berarti melebihi batas normal. Tingginya nilai fosfat

kemungkinan dikarenakan adanya kegiatan industri di sekitar perairan seperti

industri plastik, industri baja dan industri kelapa sawit. Pada umumnya kandungan

fosfat dalam perairan tidak lebih dari 0,1 (Widiatmono et al., 2020). Barus et al

(2020) menyatakan tingginya kandungan fosfat karena daerah tersebut mengalami

masukan limbah aktivitas manusia, limbah pabrik dan industri. Menyatakan

bahwa kondisi normal bagi kehidupan makroinvertebrata di perairan memiliki

kadar fosfat berkisar antara 1,62-3,23 mg/l (Liaw, 1969).

Substrat dan Kandungan C-Organik

Dari hasil persentase fraksi substrat didapatkan hasil bahwa pada Stasiun

III memiliki persentase tekstur liat sebesar 3% ini berarti pada Stasiun III tekstur

substratnya lebih halus dibandingkan dengan dengan dua Stasiun lain. Hal ini

karena Stasiun III berada di lokasi muara yang memiliki substrat lebih halus. Hal

ini sejalan dengan Barus et al (2020) yang menyatakan bahwa secara umum, tipe

substrat pada muara sungai yang mengarah ke laut memiliki tekstur yang lebih

halus. Lebih lanjut menjelaskan, sedimen yang memiliki tekstur halus biasanya

berada pada perairan yang relatif tenang seperti hilir dan estuari.

Kandungan C-Organik terendah berada pada stasiun I dengan nilai 0,08

persentase tekstur substrat fraksi pasir sebesar 97% dan yang tertinggi pada

Stasiun III yang merupakan daerah muara senilai 0,45 dengan fraksi pasir sebesar

93%. Hal ini berarti substrat bertekstur lebih halus memiliki kandungan C-

Organik lebih tinggi dan mengandung kandungan bahan organik yang tinggi.

Page 73: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

61

Sesuai dengan pernyataan Wood (1987), bahwa terdapat hubungan antara

kandungan C-organik dengan ukuran tekstur substrat. Pada tekstur yang halus,

presentase karbon C-Organik lebih tinggi dibandingkan dengan tekstur kasar.

Barus et al (2020) juga menyatakan bahwa karbon organik yang dibawa oleh

aliran sungai akan terakumulasi di muara sungai.

Metode STORET

Hasil dari metode STORET menunjukkan bahwa pada stasiun II dan III

aliran sungai tergolong dalam perairan tercemar sedang dengan skor -30.

Pencemaran perairan ini bisa berasal dari kegiatan manusia seperti industri dan

rumah tangga. Amin et al (2014) menyatakan bahwa kreteria perairan yang

tercemar sedang yaitu pengukuran kualitas air yang memiliki jumlah skor -11 s/d -

30 digolongkan kedalam kelas C. Mahyudin et al (2015) menyatakan bahwa

berbagai aktivitas manusia yang berasal dari kegiatan industri dan rumah tangga

akan menghasilkan limbah yag memberi sumbangan pada penurunan kualitas air

sungai. Maruru (2012) menyatakan bahwa semakin ke hilir, kondisi kualitas air

semakin menurun.

Pada stasiun I didapatkan hasil bahwa kondisi perairan tergolong

tercemar ringan dengan nilai -10. Hal ini karena skor untuk tiap parameter yang

didapatkan rendah dan masih tergolong baik. Pada stasiun I hanya dipengaruhi

oleh limbah rumah tangga dan tidak banyak terjadi aktifitas manusia. Penentuan

Status Mutu Air dengan Indeks Storet berdasarkan Kepmen LH No.115 Tahun

2003 bahwa perairan dengan skor -1s/d-10 tergolong perairan tercemar ringan.

Zanatia et al (2019) menyatakan bahwa semakin banyaknya aktifitas di sekitar

sungai dapat menyebabkan pencemaran dan mempengaruhi serta menurunkan

Page 74: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

62

kualitas air. Maruru (2012) menyatakan bahwa keadaan aliran sungai di daerah

semakin ke hulu memang relatif semakin baik.

Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi (C), Frekuensi (F) dan

Frekuensi Relatif (FR) Makroinvertebrata

Keanekaragaman tertinggi berada pada Stasiun I yang bernilai 2,37 yang

tergolong sedang. Hal ini bisa disebabkan oleh kondisi perairan yang tidak terlalu

buruk untuk kehidupan makroinvertebrata. Kelompok makroinvertebrata yang

ditemukan pada Stasiun I yaitu tergolong Filum Moluska dengan satu kelas yaitu

Gastropoda, Filum Arthropoda terbagi dalam dua kelas yaitu Insecta dan

Malacostraca, Filum Platyhelminthes dengan satu kelas yaitu Rhabditophora dan

Filum Annelida dengan kelas Clitellata. Tingginya nilai keanekaragaman

disebabkan karena makroinvertebrata yang ditemukan beranekaragam dengan

jumlah tiap spesies yang cukup merata (Hellen et al., 2020). Selanjutnya, Gazali

et al (2011) menyatakan bahwa perairan yang berkualitas baik biasanya memiliki

keanekaragaman jenis yang tinggi.

Keanekaragaman terendah berada pada Stasiun II dengan nilai 0,82 yang

tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh kondisi perairan di Stasiun II yang

buruk dan tidak cukup baik untuk mendukung kehidupan makroinvertebrata.

Tingkat keanekaragaman akan tinggi jika H’ mendekati 3, sehingga hal ini

menunjukkan kondisi perairan baik dan jumlah jenis dapat berkurang jika

lingkungan mengalami tekanan baik fisik, kimia mapun biologi (Pribadi et al.,

2009) didukung oleh pernyataan Ratih et al (2015) yaitu keanekaragaman

makroinvertebrata yang rendah umumnya menandakan perairan berkualitas buruk

atau tercemar. Maruru (2012) menyatakan bahwa apabila terdapat bahan

Page 75: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

63

pencemar dalam perairan maka biota yang sangat peka akan hilang karen tidak

mampu bertahan hidup.

Nilai keseragaman tertinggi pada Stasiun I senilai 0,66 dan dominansi

terendah pada Stasiun I senilai 0,05 yang berarti tidak ada spesies yang

mendominasi sebaliknya nilai keseragaman terendah yaitu pada stasiun II senilai

0,12 dengan nilai dominansi yaitu 0,65 diikuti dengan Stasiun III dengan nilai

keseragaman 0,49 dan dominansi sebesar 0,15. Apabila satu atau beberapa jenis

melimpah dari yang lainnya, maka indeks keseragaman rendah. Dengan

rendahnya indeks keseragaman menunjukkan adanya dominansi spesies

(Syafarini, 2018). Supriadi et al (2015) berpendapat bahwa semakin rendahnya

indeks keseragaman suatu komunitas berarti bahwa kondisi lingkungan makin

tidak stabil, lebih lanjut Supriadi et al (2015) menjelaskan bahwa rendahnya nilai

keseragaman menunjukkan bahwa kondisi suatu komunitas dalam keadaan

tertekan. Sejalan dengan Maruru (2012), penurunan kualitas perairan akan tampak

jelas dominansi suatu jenis hewan makroinvertebrata yang ditemukan.

Pada stasiun II aliran sungai berada dekat dengan kegiatan industri

dengan kelimpahan tertinggi yaitu pada biota Tubifex sp. Hal ini dikarenakan

spesies ini mampu hidup pada perairan yang tercemar. Tubifex sp. banyak

ditemukan di sungai dengan substrat berpasir dengan kandungan C-organik yang

tinggi (Fatmalia, 2018). Lebih lanjut Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa

kepadatan jenis Tubifex sp. menunjukkan bahwa perairan tersebut mengalami

pencemaran bahan organik yang tinggi.

Nilai F menyatakan kehadiran suatu spesies di suatu tempat. Nilai

frkeuensi tertinggi bernilai 1 atau setara 100% yang berarti suatu jenis biota

Page 76: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

64

ditemukan di setiap pengambilan. (Sangau et al., 2019) menyatakan bahwa

frekuensi kehadiran bernilai 100% menandakan semua jenis ditemukan pada

semua tempat pengambilan.

Metode SingScore

Dari hasil perhitungan dengan metode SingScore didapatkan hasil bahwa

keadaan stasiun I tergolong lumayan karena taksa yang lebih beragam Hal ini

dikarenakan biota yang ditemukan di Stasiun I merupakan serangg yaitu biota

yang bisa hidup di kondisi perairan yang tidak buruk. Sungai berarus adalah

tempat ditemukannya banyak serangga dan beragam (Thorp dan Rogers, 2011),

kebanyakan dari anggota serangga terdapat di daerah perairan yang tidak buruk,

namun ada beberapa yang lebih toleran (Gooderham dan Tsyrlin, 2002). Maruru

(2012) menjelaskan bahwa jumlah dari setiap makroinvertebrata yang ditemukan

mempunyai tingkat kepekaan berbeda terhadap bahan pencemar.

Hasil terendah dari scoring dengan metode Singscore yaitu pada Stasiun

II dengan nilai 70,6 yang berarti berairan tergolong buruk. Hal ini karena biota

yang ditemukan tidak banyak dan tiap biota yang ditemukan merupakan yang

dapat mentolerir pencemaran sehingga mendapatkan score yang rendah. Blakely

et al (2018) menyatakan bahwa skor toleransi Singscore 0-79 tergolong perairan

yang buruk. Nilai toleransi ditetapkan berdasarkan tiap famili dengan

kemampuannya terhadap lingkungan. Famili dengan tingkat toleransi rendah

mendapat nilai tertinggi yaitu 10, scoring akan ditentukan bahkan hingga ada

yang mencapai nilai 1.

Pada Stasun III kelimpahan yang mendominasi adalah dari jenis

moluska, karena pada lokasi banyak ditumbuhi mangrove dan jenis moluska juga

Page 77: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

65

termasuk jenis yang dapat hidup di perairan yang kurang baik. Hartoni dan

Agussalim (2013) menyatakan bahwa moluska banyak ditemukan di ekosistem

mangrove, hidup di permukaan substrat maupun di dalam substrat. Lebih lanjut,

Hutagalung (1991) menyatakan bahwa kepadatan moluska dapat digunakan untuk

penilaian kualitas ekologi karena kemampuannya yang tinggi untuk

mengakumulasi bahan-bahan tercemar.

Analisa Kurva ABC (Abundance and Biomass Comparisson)

Dari hasil perhitungan biomassa dengan kelimpahan biota yang

ditemukan dengan metode Kurva ABC didapatkan bahwa pada tiap stasiun kurva

saling tumpang tindih. Hal ini berarti aliran Sungai Deli tergolong tercemar

sedang. Sesuai dengan Yonvitner dan Imran (2006) yang menyatakan bahwa

adanya kurva saling tumpang tindih antara kelimpahan dan biomassa

menunjukkan perairan tercemar sedang. Labbaik et al (2017) juga menjelaskan

bahwa kurva kelimpahan dan biomassa yang berimpit menunjukkan

perkembangan jumlah dan biomassa sama dan kedua variabel ini cukup sesuai

dengan kualitas air.

Kurva yang saling tumpang tindih bisa berarti jumlah individu dan

biomassa yang cukup seimbang. Menurut Warwick (1986), apabila kurva

kepadatan berhimpitan dan saling berpotongan dengan kurva biomassa maka

dapat diindikasikan tidak ada ledakan populasi oportunis kecil. Sejalan dengan

pernyataan Hafizulhaq et al (2017) bahwa jika kurva kepadatan individu berada di

atas kurva biomassa, biasanya sebagian komunitas terganggu dihuni oleh sebagian

besar indiviu berukuran kecil. Efriningsih et al (2016) Menjelaskan bahwa jenis-

Page 78: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

66

jenis biota dengan biomassa yang cukup besar menunjukkan kondisi banyaknya

nutrisi yang dibutuhkan biota.

Korelasi Makroinvertebrata dengan Parameter Kualitas Air

Dari hasil analisis menggunakan PCA (Principal Component Analysis),

dapat diketahui bahwa pada parameter DO, kecepatan arus dan kecerahan

berkorelasi negatif dengan tiap famili makroinvertebrata, sementara untuk

parameter suhu, kedalaman, pH, BOD, nitrat, fosfat dan C-Organik mendapatkan

berrkorelasi positif terhadap tiap famili makroinvertebrata dengan nilai tertinggi

pada parameter C-Organik dan suhu. Ayu (2009) menjelaskan bahwa nilai positif

yang mendekati satu menjelaskan hubungan yang berbanding lurus antar variabel,

nilai negatif mendekati minus satu menjelaskan hubungan yang berbanding

terbalik antar variabel dan nilai yang mendekati nol menjelaskan bahwa variabel

tidak dapat berpengaruh nyata.

Dari hasil analisis menggunakan PCA dapat diketahui bahwa pada

parameter DO, kecepatan arus dan kecerahan berkorelasi negatif dengan tiap

famili makroinvertebrata dengan nilai tertinggi pada parameter DO. Dari hasil

juga diketahui bahwa jumlah biota tertinggi didapatkan pada Stasiun II dan III

dimana parameter DO, kecepatan arus dan kecerahan bernilai lebih rendah yang

didominasi oleh kelompok bentos. Hal ini berarti rendahnya nilai parameter

tersebut masih tergolong layak untuk dihuni beberapa kelompok

makroinvertebrata yang ditemukan. Erlinda et al (2014) menyatakan bahwa

gastropoda mampu hidup pada kisaran oksigen terlarut (DO) yang rendah.

Selanjutnya, Sutanto dan Purwasih (2015) bahwa kuat arus mempengaruhi

keberadaan makroinvertebrata. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

Page 79: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

67

keberadaan makrozoobenthos di perairan di antaranya kecerahan dan kekeruhan

air (Hasby, 2016).

Sementara untuk parameter suhu dan C-Organik dan suhu berkorelasi

positif dengan nilai yang tinggi terhadap kelimpahan makroinvertebrata. Suhu

mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, oleh karena penyebaran

organisme di perairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut (Maniagasi et al.,

2013). Selanjutnya, tingginya kandungan C-Organik diikuti dengan banyaknya

makroinvertebrata yang ditemukan. Sebagian besar makroinvertebrata yang

ditemukan adalah kelompok dari bentos. Nurracmi dan Marwan (2012)

mengemukakan bahwa hewan benthos erat kaitannya dengan tersedianya bahan

organik yang terkandung dalam substrat, karena bahan organik merupakan sumber

nutrien bagi biota yang umumnya terdapat pada substrat.

Parameter kedalaman dan nitrat mendapatkan nilai yang cukup tinggi

terhadap kelimpahan makroinvertebrata. Kondisi lingkungan seperti kedalaman

dapat menggambarkan variasi yang amat besar bagi keberadaan

makroinvertebrata (Reish, 1979). Kandungan nitrat yang tinggi juga tidak

mengganggu keberadaan makroinvertebrata. Nitrat tidak bersifat toksik terhadap

organisme akuatik (Barus, 2004). Lebih lanjut, Kurniawan et al (2016)

menjelaskan bahwa kondisi ini menunjukkan semakin meningkatnya nitrat

semakin tinggi komposisi makrozoobentos.

Parameter-parameter lain yang berkorelasi positif terhadap

makroinvertebrata adalah pH, BOD dan fosfat yang cukup mempengaruhi

keberadaan makroinvertebrata. pH yang rendah menyebabkan kelarutan pada

logam semakin besar sehingga dapat bersifat toksik bagi organisme serta

Page 80: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

68

mengakibatkan keanekaragaman sedikit menurun bila dibandingkan dengan pH

yang lebih tinggi (Effendi, 2003). Selanjutnya, Zamroni et al (2017) menyatakan

bahwa nilai BOD sering dipakai untuk menunjukkan tingkat pencemaran bahan

organik, lebih lanjut menjelaskan keberadaan limbah pencemar belum terlalu

mempengaruhi keberadaan makroinvertebrata akuatik. Ngibad, (2019)

menyatakan bahwa pada dasarnya makhluk hidup yang tumbuh di perairan

memerlukan fosfat pada kondisi jumlah tertentu

Dari hasil analisis PCA, makroinvertebrata dari famili Ocypodidae yang

termasuk dalam kelompok kepiting memiliki hubungan searah dengan kandungan

C-Organik dengan nilai korelasi yang tinggi. Kandungan bahan organik dalam

substrat sangat diperlukan oleh kebutuhan makanannya, karena jenis kepiting

bukan hanya mengambil makanan bukan hanya dari bahan makanan yang

terkandung dalam air, tetapi juga bahan organik yang terkandung dalam

substratnya (Nafiah dan Purnomo, 2019). Dapat diketahui juga bahwa kelompok

ini ditemukan di Stasiun III yang merupakan daerah yang banyak ditumbuhi

mangrove yang mengandung bahan organik yang tinggi. Arisandy (2015)

menyatakan bahwa daerah mangrove memiliki kandungan bahan organik yang

tinggi dibandingkan daerah lainnya.

Nilai korelasi tertinggi pada famili Palaemonidae yaitu pada paremeter

suhu dengan hubungan yang searah. Hal ini berarti parameter suhu sangat

berpengaruh terhadap kelimpahan. Dimana jika suhu tinggi diikuti dengan

tingginya kelimpahan famili Palaemonidae yang merupakan dari kelompok udang.

Suhu berpengaruh langsung pada metabolisme udang (Sapna dan Nugrahalia,

Page 81: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

69

2017). Pada suhu tinggi metabolisme udang dipacu, sedangkan pada suhu yang

lebih rendah proses metabolisme diperlambat (Kanwilyanti et al., 2013).

Makroinvertebrata dari famili Tubificidae merupakan yang paling banyak

ditemukan di Stasiun II. Dari hasil analisis PCA, famili Tubificidae mendapatkan

nilai korelasi tertinggi yaitu pada parameter C-Organik dengan hubungan yang

searah. Selanjutnya diketahui juga kandungan DO yang rendah berkorelasi negatif

terhadap kelimpahan famili ini. Brinkhurst dan Cook (1966) menyatakan bahwa

Tubificidae dapat hidup di air sungai dengan bahan organik yang tinggi, keruh,

berlumpur dan kandungan oksigen terlarut yang rendah. Sementara untuk

parameter kecepatan arus juga mendapat nilai korelasi yang tinggi dengan

hubungan berlawanan arah, Hal ini berarti kelimpahan famili Tubificidae yang

tergolong kelompok makrozoobentos ini berada pada perairan dengan arus yang

lambat. Wllyadi et al (2020) menyatakan bahwa perairan yang mempunyai arus

yang dikategorikan arus lambat yang baik untuk kehidupan makrozoobentos.

Makroinvertebrata dari famili Littorinidae, Melanopsidae, Naticidae,

Neritidae, Planaxidae, Tellinidae, Ampulariidae, Hydrobiidae, Viviparidae,

Pachycilidae dan Mytillidae termasuk dalam kelompok Gastropoda dan Bivalvia.

Makroinvertebrata dari kelompok Gastropoda dan Bivalvia diketahui

mendapatkan nilai tertinggi pada parameter C-Organik dengan korelasi positif.

Hal ini berarti tingginya kandungan C-Organik mempengaruhi kelimpahan.

Tambayong et al (2017) menyatakan bahwa semakin tinggi bahan organik maka

semakin melimpah gastropoda yang ada di perairan tersebut. Selanjutnya

Yunitawati et al (2012) menyatakan bahwa Bivalve dapat hidup di tempat dengan

bahan organik tinggi.

Page 82: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

70

Korelasi antara parameter C-Organik dengan kelompok Annelida dari

famili Salifidae, Lumbricidae dan Nereididae bernilai tinggi dan positif. Hal ini

berarti kandungan C-Organik sangat berpengaruh terhadap kelimpahan

makroinvertebrata kelompok Annelida ini. Dharmawibawa (2019) menjelaskan

bahwa bahan-bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan

sumber makanan bagi hewan benthos termasuk di dalamnya adalah Annelida.

Kelompok ini juga dipengaruhi oleh parameter kecepatan arus dengan hubungan

yang berlawanan arah, ini menunjukkan bahwa makroinvertebrata dari kelompok

ini lebih dapat hidup di perairan yang cenderung tenang. Dharmawibawa (2019)

juga menyatakan bahwa kecepatan arus mempengaruhi keberadaan dan komposisi

makrozoobenthos. Didukung oleh pernyataan Fefiani (2018) bahwa kelompok

Annelida adalah penghuni dasar perairan tenang, berlumpur serta kaya akan bahan

organik.

Kelimpahan Famili Gomphidae yang merupakan makroinvertebrata dari

kelompok capung sangat dipengaruhi oleh suhu dengan hubungan yang searah.

Kehidupan capung dalam kawasan tropis bergitu bergantung terhadap suhu

(Dingemanse dan Kalkman, 2008). Archna et al (2015) menyatakan bahwa suhu

merupakan faktor pembatas dalam lingkungan air, hal ini mempengaruhi aktivitas

metabolisme, pertumbuhan, distribusi reproduksi dan perilaku migrasi organisme

air.

Nilai korelasi tertinggi dari famili Stratyomiidae, Pseucoccidae dan

Naucoridae yang merupakan keompok dari serangga akuatik yaitu terhadap

parameter suhu, yang artinya suhu sangat berpengaruh terhadap kelimpahan. Suhu

merupakan faktor pembatas distribusi dan kelimpahan larva serangga akuatik di

Page 83: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

71

perairan air tawar (Jati, 2004). Nilai korelasi tertinggi dengan hubungan yang

berlawanan arah terhadap makroinvertebrata kelompok ini adalah pada parameter

kecepatan arus, hal ini berarti kelimpahan yang tinggi berada pada arus yang

lambat. Menjelaskan bahwa keragaman yang tinggi disebabkan karena kecepatan

arus yang tidak begitu deras, sehingga mengurangi gangguan pertumbuhan larva

insekta (Mahajoeno et al., 2001).

Hasil korelasi antara famili Dugesiidae diketahui mendapat nilai tertinggi

terhadap parameter suhu yang artinya keberadaan famili ini sangat dipengaruhi

oleh parameter suhu. Makroinvertebrata dari famili Dugesiidae hanya ditemukan

di Stasiun I dengan nilai suhu 28,67oC yang berarti masih mendukung

kehidupannya. Dugesiidae hanya dapat ditemukan pada perairan dengan suhu

yang mencapai lebih dari 20oC (Hoang et al., 2007).

Famili Libellulidae berkorelasi positif dengan parameter suhu. Hal ini

berarti nilai suhu pada tempat ditemukannya makroinvertebrata dari kelompok

Odonata ini yaitu di Stasiun I masih menunjang kehidupannya senilai 28,67oC.

Suhu air mempengaruhi frekuensi, diversitas dan sebaran larva Odonata (Corbett,

1999). Suhu lebih rendah biasanya lebih banyak ditemukan spesies dari kelompok

Odonata (Osborn dan Samways, 1996). Suhu tertinggi yang dapat didiami

Odonata mencapai 40oC (Garten dan Gentry, 1976).

Makroinvertebrata dari famili Neanuridae dari kelompok Collembola

memiliki nilai korelasi yang tinggi terhadap parameter kualitas air C-Organik.

Kandungan karbon organik berperan penting dalam mengontrol kepadatan

populasi dan keanekaragaman Collembola dan menunjukkan korelasi positif yang

tinggi terhadap populasi Collembola (Bhagwati et al., 2018).

Page 84: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Keanekaragaman makroinvertebrata di aliran Sungai Deli Kota Medan

berdasarkan Stasiun I yaitu senila 2,37 berarti keanekaragaman tinggi, pada

Stasiun II senilai 0,82 yang berarti keanekaragaman rendah dan pada Stasiun II

dengan nilai 2,57 berarti keanekaragaman tinggi.

2. Kondisi perairan aliran Sungai Deli Kota Medan pada Stasiun I, II dan III

berdasarkan Kurva ABC yaitu tercemar sedang yang ditandai dengan kurva

biomassa dan kelimpahan relatif yang saling tumpang tindih.

3. Kondisi parameter kualitas perairan di aliran Sungai Deli Kota Medan

berdasarkan Metode STORET tergolong tercemar. Pada Stasiun I didapatkan

nilai -10 yang tergolong tercemar ringan, dan pada Stasiun II dan III dengan

nilai -30 yang tergolong tercemar sedang.

4. Perhitungan skor dari tiap famili makroinvertebrata yang ditemukan di aliran

Sungai Deli Kota Medan dengan menggunakan Metode SingScore didapatkan

nilai 92 pada Stasiun I yang dikategorikan lumayan, nilai 70,6 pada stasiun II

yang dikategorikan buruk dan nilai 72 pada Stasiun III yang juga dikategorikan

buruk.

5. Berdasarkan analisis komponen Principal Component Analysis (PCA),

hubungan kualitas air aliran Sungai Deli Kota Medan terhadap

keanekaragaman makroinvertebrata memiliki nilai korelasi yang berbeda pada

tiap famili. Jenis makroinvertebrata terbanyak ditemukan dari famili

Tubificidae dengan korelasi tertinggi pada parameter C-Organik dengan nilai

Page 85: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

0,999, selanjutnya makroinvertebrata dari famili Melanopsidae dan Littorinidae

juga diketahui banyak ditemukan dengan korelasi tertinggi terhadap parameter

C-Organik senilai 1,000 yang berarti keberadaan makroinvertebrata ini sangat

dipengaruhi oleh parameter C-Organik.

Saran

Saran diberikan untuk Peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian

lebih lanjut mengenai kondisi perairan Sungai Deli dengan menggunakan metode

lainnya di beberapa titik yang berbeda.

Page 86: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2018. Studi Keanekaragaman dan Struktur Komunitas Perifiton di

Perairan Sungai Coban Rondo Malang. Jurnal Teknologi Terapan. 1(2).

Agustira, R., K. S. Lubis dan Jamilah. 2013. Kajian Karakteristik Kimia Air,

Fisika Air dan Debit Sungai pada Kawasan Das Padang Akibat Pembuangan

Limbah Tapioka. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1(3).

Aisah, S., E. Sulistyowati dan D. E. Saputro. 2017. Biomonitoring Anggota Ordo

Plecoptera Sebagai Indikator Kualitas Ekosistem Hulu Sungai Gajah Wong

dan Sungai Code Yogyakarta. Integrated Lab Journal. 2339-0905.

Alaerts, G. dan Santika S. S. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya.

Ansari, E., M. Gadhia dan R. Surana. 2015. Physico-chemical Properties of Two

Vllage Ponds of Surat District, Gujarat (India). Chemical Science Review

adn Letters.

Archna, A., S. Sharad dan A. Pratibha. 2015. Seasonal Biological Water Quality

Assesment of River Kshipra Using Benthic Macroinvertebrata.

International Journal of Research Granthaalayah. 3(9): 2394.

Aruan, D., P. W. Purnomo dan C. A’in. 2016. Analisis Beban Pencemaran dan

Indeks Kualitas Air Sungai Krengseng, Tembalang, Semarang. Journal of

Management Aquatic Resources. 5(4): 173-181.

Ayu, W. F. 2009. Keterkaitan Makrozoobenthos dengan Kualitas Air dan Substrat

di Situ Rawa Besar, Depok. Institut Pertanian Bogor.

Barus, B. S., R. Y. Munthe dan M. Bernando. 2020. Kandungan Karbon Organik

Total dan Fosfat pada Sedimen di Perairan Muara Sungai Banyuasin,

Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2087-9423.

12(2).

Blakely, T. J., H. S. Eikaas dan J. S. Harding. 2014. The Singscore: a

Macroinvertebrate Biotic Index for Assessing the Health of Singapore’s

Streams and Canals. Raffles Buletin of Zoology. 62: 540-548.

Boney, A. D. 1989. New Studies in Biology Phytoplankton. Edward Arnold Pub.

Ltd. London.

Corbett, P. S. 1999. Dragonflies: Behavior and Ecology of Odonata. Cornell Uni.

Press, New York.

Cummins, K. W. 1975. Macroinvertebrates. River Ecology. Blackwell Scientific

Publication, Oxford.

Page 87: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Daroini, T. A. dan A. Arisandi. 2020. Analisis Bod (Biological Oxygen Demand)

di Perairan Desa Prancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan. Juvenil: Jurnal

Ilmiah Kelautan dan Periakanan. 1(4): 558-566.

Dharmawibawa, I. D. 2019. Struktur Komunitas Annelida sebagai Bioindikator

Pencemaran Sungai Ancar Kota Mataram. Bioscientist: Jurnal Ilmiah

Biologi. 7(1): 2654-4571.

Dwirastina, M. dan Y. C. Ditya. 2018. Penilaian Kualitas Perairan Ditinjau dari

Keanekaragaman Infauna di Sungai Kumbe Papua. Limnotek: Perairan

Darat Tropis di Indonesia. 25(1).

Dwitawati, D., Ani S., Joko W. (2015). Biomonitoring Kualitas Air Sungai

Gandong dengan Bioindikator Makroinvertebrata Sebagai Bahan Petunjuk

Praktikum pada Pokok Bahasan Pencemaran Lingkungan SMP Kelas VII.

Jurnal Florea, 2(1): 41-46.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Efriningih, R., L. Puspita dan Ramses. 2016. Evaluasi Kualitas Lingkungan

Perairan di Sekitar TPA Telaga Punggur Kota Batam Berdasarkan Struktur

Komunitas Makrozoobentos. SIMBIOSA. 5(1): 1-15.

Erlinda, L. R. Yolanda dan A. A. Purnama. 2014. Struktur Komunitas Gastropoda

di Danau Sipogas Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Jurnal Mahasiswa

Prodi Biologi UPP. 1(1).

Ermawati, R. dan L. Hartanto. 2017. Pemetaan Sumber Pencemar Sungai Lamat

Kabupaten Magelang. Jurnal Sains Dan Teknologi Lingkungan. 9(2):92-

104.

Fatmalia, E. 2018. Analisis Cacing Sutera (Tubifex tubifex) sebgaia bioindikator

Perairan Pencemaran Air Sungai Gorong Lombok Tengah. Jurnal Pijar

Mipa. 2410-1500: 132-136.

Fefiani, Y. 2018. Komunitas Makrozoobentos di Aek Hisa, Aek Doras, dan Aek

Sigeon Kecamatan Lintong Ni Huta Tapanuli Utara. Best Journal: Biology

Education, Science dan Technology. 1(1): 37-42.

Garten, C. T. dan J. B. Gentry. 1976. Thermal Tolerance of Dragonfly Nymphs. 2.

Comparison of Nymphs from Control and Thermally Altered Environments.

Physiol. Zool. 49: 206-213.

Gazali, A., D. Suheriyanto dan Romaidi. 2011. Keanekaragaman Makrozoobentos

sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Ranu Pani-Ranu Regulo di Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru. Sp002-011.

Gitarama, A. M., M. Kristanti dan D. R. Agungpriyono. 2016. Komunitas

Makrozoobentos dan Akumulasi Kromium di Sungai Cimanuk Lama, Jawa

Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 21(1): 0853-4217.

Page 88: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Hadiputra, M. A. dan A. Damayanti. 2013. Kajian Potensi Makrozoobentos

sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Tembaga (Cu) di Kawasan

Ekosistem Mangrove Wonorejo Pantai Timur Surabaya. 978-602-97491-7-

5.

Hafizulhaq, M., Haeruddin dan S. Sedjati. 2017. Korelasi Konsentrasi Logam Pb

dan Cd dengan Struktur Komunitas Makrooobenthos di Sungai Plumbon,

Mangkang, Semarang, Jawa Tengah. Jurnal Maquares. 6(3): 264-273.

Hartono dan A. Agussalim. 2013. Komposisi dan Kelimpahan Moluska

(Gastropoda dan Bivalvia) di Ekosistem Mangrove Muara Sungai Musi

Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal. 5(1).

Hasby, M. 2016. Distribusi dan Kelimpahan Makrozoobenthos Cacing Sutra

(Tubifex sp.) sebagai Indikator Pencemaran Perairan Sungai Sail Kota

Pekanbaru.

Hawkes, H. A., 1978 River Zonation and Classification in River Ecology, ed.

Hellen, A., K. Kisworo dan D. Rahardjo. 2020. Komunitas Makroinvertebrata

Bentik sebagai Bioindikator Kualitas Air Sungai Code. 6(1).

Hoang, H., F. Recknagel, J. Marshall dan S. Choy. 2007. Elucidation of

Hypothetical Relationships Between Habitat Condition and

Maroinvertebratae Assemblages in Freshwater Streams by Artificial Neural

Networks. Ecological Informatics. 978-3-540-28426-0.

Ira. 2014. Kajian Kualitas Perairan Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia di

Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal

Aquasains. 15 (2) : 12-20.

Irianto, I. K. 2017. Kualitas Air Sungai Badung Dalam Menunjang

Pengembangan Pariwisata Air Ditinjau dari Sifat Fisik Perairan. Jurnal

Logic. 17(2): 114-117.

Jati, W. N. 2004. Hubungan Tekstur Sedimen dengan Kemelimpahan Larva

Trichoptera di Waduk Sermo, Kulonprogo, Yogyakarta. Biota. 9(3): 171-

178.

Kanwilyanti, S., Suryanto, A. dan Supriharyono. 2013. Kelimpahan Larva Udang

di Sekitas Perairan Pt. Kayu Lapis Indonesia, Kaliwungu, Kendal. 2(4): 71-

80.

Khaeksi, I. P., Haeruddin dan Muskananofa M. R.. 2015. Status Pencemaran

Sungai Plumbon Ditinjau dari Aspek Total Padatan Tersuspensi dan

Struktur Komunitas Makrozoobentos. Journal of Maquares. 4 (3): 1- 10.

Khairuddin, M. Yamin dan A. Syukur. 2016. Analisis Kualitas Air Kali Ancar

dengan Menggunakan Bioindikator Makroinvertebrata. Jurnal Biologi

Tropis. 16(2): 1411-9587.

Page 89: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Krebs, C.J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distributions and

Abundance. Ed. New York.

Kurniawan, A. I. S. Purwiyanto dan Fauziyah. 2016. Hubungan Nitrat, Fosfat dan

Ammonium Terhadap Keberadaan Makrozoobentos di Perairan Muara

Sungai Lumpur Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Maspari

Journal. 8(2):101-110.

Liaw, W. K. 1969. Chemical and Biological Studies of Fish Pond and Reservoir

in Taiwan. Series 7: 1-43.

Mahyudin, Soemarno dan T. B. Prayogo. 2015. Analisis Kualitas air dan Strategi

Pengendalian Pencemaran Air Sungai Metro di Kota Kepanjen Kabupaten

Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 2087-3522.

Maniagasi, R., S. S. Tumembouw, dan Y. Mundeng. 2013. Analisis Kualitas

Fisika Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi

Utara. Jurnal Budidya Perairan. 1(2) : 29-37.

Manik, D. F., T. Hertiani dan H. Anshory. 2014. Analisis Korelasi Antara Kadar

Flavonoid dengan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanold dan Fraksi-fraksi

Daun Kersen (Muntingia calabura L.) terhadap Staphylococcus aureus.

KHAZANAH. 6(2).

Maruru, S. M. M. 2012. Studi Kualitas Air Sungai Bone dengan Metode

Biomonitoring. Universitas Negeri Gorontalo.

Najamuddin, I. Tahir, R. E. Paembonan dan Inayah. 2020. Pengaruh Karakteristik

Sedimen terhadap Distribusi dan Akumulasi Logam Berat Pb dan Zn di

Perairan Sungai, Estuaria, dan Pantai. Jurnal Kelautan Tropis. 23(1): 1-14.

Ngibad, K.. 2019. Analisis Kadar Fosfat dalam Air Sungai Ngelom Kabupaten

Sidoarjo Jawa Timur. Jurnal Pijar MIPA. 14(3). 2410-1500.

Nugraha, W. D. dan Cahyorini, L. 2007. Identifikasi Daya Tampung Beban

Cemaran BOD Sungai (Studi Kasus Sungai Gung, Tegal-Jawa Tengah).

Jurnal Presipitasi. 3(2):93-101.

Nuriya, H., Z. Hidayah dan A. F. Syah. 2010. Analisis Parameter Fisika Kimia di

Perairan Sumenep Bagian Timur Dengan Menggunakan Citra Landsat TM

5. Jurnal Kelautan. 3(2): 132-138.

Nurlinda, S., M. Kasim dan A. I. Nur. 2019. Struktur Komunitas Makrozoobentos

pada Terumbu Karang Buatan di Perairan Desa Tanjung Tiram, Kecamatan

Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Manajemen Sumberdaya

Perairan. 4(2). 2503 4286.

Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Universitas Gajahmada

Press, Yogyakarta.

Page 90: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Osborn , R. dan M. J. Samways. 1996. Determination of Adult Dragonflies

Assemblage Patterns at New Ponds in South Africa. Odonatalogica. 25: 49-

58.

Pancawati, D. N., D. Suprapto dan P. W. Purnomo. 2014. Karakteristik Fisika

Kimia Perairan Habitat Bivalvia di Sungai Wiso Jepara. Diponegoro Journal

of Maquares. 3(4):141-146.

Perlman, M. 2016. How Water Quality Indicators Work.

Pranoto, H. 2017. Studi Kelimpahan dan Keanekaragaman Makrozoobentos di

Perairan Bedagai, Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang

Bedagai. Jurnal Biosains. 3(3). 2460-6804.

Pribadi, R., R. Hartati dan C. A. Sryono. 2009. Komposisi Jenis dan Distribusi

Gastropoda di Kawasan Hutan Mangrove Segara Anakan Cilacap. Ilmu

Kelautan: Indonesian Journal of Marine Species. 14(2): 102-111.

Purwati, S. U. 2016. Karakteristik Bioindikator Cisidane: Kajian Pemanfaatan

Makrobentik untuk Menilai Kuakitas Sungai Cisidane. Jurnal Ecolab. 9(2):

45-104.

Rachman. H. A. Priyono dan Y. Mardianto. 2016. Makrozoobenthos Sebagai

Bioindikator Kualitas Air Sungai di Sub Das Ciliwung Hulu. Jurnal Media

Konservasi. Institut Pertanian Bogor. 21(3) : 261-269.

Ramadhanti, N. R. N., N. Mahmudati, W. Prihanta, F. H. Permana dan A. Fauzi.

2020. Keanekaragaman Makroinvertebrata pada Kulaitas Riparian yang

Berbeda di Sumber Maron Kabupaten Malang. 978-602-5699-83-2.

Reish, D.J. 1979. Bristle Worms (Annelida : Polychaeta) In Pollution Ecology of

Estuarine Invertebrates. C. W. Hart., and Samuel L. H. F. (eds. 2).

Academic Press, New York. pp 77-121.

Ridwan, M., R. Fathoni, I. Fatihah dan D. A. Pangestu. 2016. Struktur Komunitas

Makrozoobenthos di Empat Muara Sungai Cagar Alam Pulau Dua, Serang,

Banten. Al-Kauniyah Jurnal Biologi. 9(1): 57-65. 2502-6720.

Rustiasih, E., I. W. Arthana, A. H. W. Sari. 2018. Keanekaragaman dan

Kelimpahan Makroinvertebrata Sebagai Biomonitoring Kualitas Perairan

Tukad Badung, Bali. Current Trends in Aquatic Science. 1(1): 16-23.

Ruswahyuni. 1988. Hewan Makrobenthos dan Kunci Identifikasi Polychaeta

dalam : Workshop Budidaya Laut Perguruan Tinggi Se-Jawa Tengah.

Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai. Prof. Dr. Gatot Rahardjo

Joenoes. Universitas Diponegoro, Semarang.

Sangau, P., Junardi dan D. W. Rousdy. 2019. Inventarisasi Mekroinvertebrata

Bentik di Sungai Mentuka Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat. Jurnal

Protobiont. 8(3).

Page 91: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Sapna, L. dan M. Nugrahalla. 2017. Hubungan Fisikokimia Air Terhadap

Keanekaragaman Udang Air Tawar di Perairan Sungai Bederak Terjun

Kecamatan Medan Marelan Kota Madya Medan. Jurnal Biosains. 3(2):

2460-6804.

Sasongko, E. B., E. Widyastuti dan R. E. Priyono. Kajian Kualitas Air dan

Penggunaan Sumur Gali Oleh Masyarakat Di Sekitar Sungai Kaliyasa

Kabupaten Cilacap. Jurnal Ilmu Lingkungan, 12(1): 72-82.

Siahaan, R., A. Indrawan, D. Soedharma dan L. B. Prasetyo. 2011. Kualitas Air

Sungai Cisadane, Jawa Barat-Banten. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2): 268-273.

Simanjutak. 2009. Hubungan faktor Lingkungan Kimia, Fisika terhadap Distribusi

pankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Jurnal Perikanan.

11(1): 31-45.

Simbolon, A. R. 2016. Status Pencemaran di Perairan Cilincing, Pesisir Dki

Jakarta. Jurnal Pro-Life. 3(3): 167-180.

Suhendra, N., H. Hamdani, Z. Hasan dan A. Sahidin. 2019. Struktur Komunitas

Makroinvertebrata di Wilayah Pantai Berkarang Karapyak Pesisir

Pangandaran. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 10(1): 103-110.

Sukmaring, L. A. T. T. W., I. G. N. Septian dan D. Y. Sativa. 2018.

Makroinvertebrata sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Waduk Batujai di

Lombok. Jurnal Biologi Tropis. 6(3): 103-107.

Sulistyorini, I. S., M. Edwin dan A. S. 2016. Arung. Analisis Kualitas Air pada

Sumber Mata Air di Kecamatan Karangan dan Kaliorang Kabupaten Kutai

Timur. Jurnal Hutan Tropis. 4(1): 2337-7771.

Sunarto, Y., Zahida. Hasan. 2012. Hubungan Karakteristik Substrat Dengan

Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Cantigi, Kabupaten

Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Universitas Padjadjaran. 3 (3):

221-227.

Susana, T. 2009. Tingkat keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut sebagai Indikator

Kulaita Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Jurnal Teknologi

Lingkungan Universitas Trisakti. 5(2): 33-39.

Sutanto, A. 2012. Analisis Kualitas Perairan Sungai Raman Desa Pujodadi

Trimurjo Sebagai Sumber Belajar Biologi Sma pada Materi Ekosistem.

Bioedukasi. Universitas Muhammadiyah Metro. 6(1).

Sutanto, A. dan P. Purwasih. 2015. Analisis Kualitas Perairan Sungai Raman Desa

Pujodadi Trimurjo sebagai Sumber Belajar bIologi Sma pada Materi

Ekosistem. Bioedukasi. 6(1).

Page 92: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Tessema, A. Mohammed, A., Birhanu T. dan Negu, T. 2014. Assesment of

Psycho-chemical Water Quality of Bira Dam, Bati Wereda, Amhara Region,

Ethiopia. Journal of Aquaculture Research and Development. 5:6.

Utami, T. M. R., L. Maslukah dan M. Yusuf. 2016. Sebaran Nitrat (No3) dan

Fosfat (Po4) di Perairan Kawangsong Kabupaten Indramayu. Buletin

Oseanografi Marina. 5(1):2089-3507.

Warwick, R. M. dan K. R. Clarke. 1986. Relearning the ABC: Taxonomic chance

and Abundance Biomass Relationship in Disturbed Benthic Communities.

Marine Biology. 8:739-744.

Widiatmono, B. R., B. Suharto dan F. Y. Monica. 2020. Identifikasi Daya

Tampung Beban Pencemar dan Kualitas Air Sungai Lesti Sebelum

Pembangunan Hotel. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 6(3): 1-10.

Widiyanto, J. dan A. Sulistyasari. 2016. Biomonitoring Kualitas Air Sungai

Madiun dengan Bioindikator Makroinvertebrata. Jurnal Penelitian LPPM.

4(1): 1-9.

Wood, M. S. 1987. Subtidal Ecology. Edward Arnoldy Limited. Australia.

Yolanda, Y., H. Effendi dan B. Sartono. 2019. Konsentrasi C-organik dan

Substrat Sedimen di Perairan Pelabuhan Belawan Medan. Jurnal

Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan. 3(2): 300-308. 2598-0025.

Yunitawati, Sunarto dan Z. Hasan. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Substrat

dengan Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Cantigi, Kabupaten

Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3).

Zamroni, Y., G. Tresnami, I. Hadi, A. Muspiah dan D. A. Candri. 2017.

Monitoring Kualitas Air Sungai Aik Ampat Menggunakan

Makroinvertebrata Biotik Indeks. Biowallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi.

3(3): 105-109.

Page 93: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

LAMPIRAN

Page 94: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

I. Alat dan Bahan

Termometer

Secchi disk

Meteran pemberat

pH meter

DO meter

Plot

Page 95: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Jaring

Bola duga

Kalkulator

Oven

Timbangan analitik

Plastik sampel

Page 96: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Pinset

Botol sampel

Alat tulis

Kapal motor

Kotak kontainer

Alkohol 70%

Page 97: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Tisu

Formalin

I. Pengerjaan Penelitian

Pengambilan sampel air

Pengambilan sampel substrat

Pengambilan sampel makroinvertebrata

Pengukuran DO air

Page 98: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Pengukuran suhu air

Pengukuran kecerahan

Pengukuran pH air

Pengukuran kecepatan arus

Pengeringan biota

Perhitungan biomassa biota

Page 99: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

II. Makroinvertebrata

Austrogomphus guerini

Barbronia weberi

Cura sp.

Hermetia illucens

Naucoris sp.

Palaemonetes poludosus

Page 100: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Pila ampullacea

Sulcospira testudinaria

Symterum corruptum

Viviparus acerosus

Tryonia variegata

Pesudococcus viburni

Page 101: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Thiara winteri

Pomacea canaliculata

Clypeolum owenianum

Lumbricus terrestris

Fagotia esperi

Littoraria intermedia

Page 102: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Littoraria scabra

Littoraria melanostoma

Littorina ondulata

Littorina littorea

Melarhaphe neritoides

Littorina obustata

Page 103: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Melanopsis excoriatum

Namalycastis sp.

Mytillus galloprovincialis

Mytillus charruana

Natica gualteriana

Neripteron cornucopia

Page 104: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Neripteron lecontei

Neripteron rubicundum

Neripteron violaceum

Planaxis sulcastus

Pristis capsoides

Tubifex sp.

Page 105: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

III. Kelompok Makroinvertebrata yang ditemukan

Makroinvertebrata

Filum Kelas Famili Spesies

Platyhelminthes Rhabditophora Dugesiidae Cura sp.

Annelida Clitellata Salifidae Barbronia weberi

Tubificidae Tubifex sp.

Lumbricidae Lumbricus terrestris

Polychaeta Nereididae Namalycastis sp.

Moluska Gastropoda

Ampulariidae Pila ampullacea

Pomacea canaliculata

Hydrobiidae

Tryonia clathrata

Tryonia variegate

Pachychilidae Sulcospira testudinaria

Viviparidae Viviparus acerosus

Littorinidae

Littoraria intermedia

Littoraria melanostoma

Littoraria scabra

Littorina littorea

Littorina obustata

Littorina ondulata

Melarhaphe neritoides

Melanopsidae

Fagotia esperi

Melanopsis excoriatum

Naticidae Natica gualteriana

Neritidae Clypeolum owenianum

Neripteron cornucopia

Neripteron lecontei

Neripteron rubicundum

Neripteron violaceum

Planaxidae Planaxis sulcastus

Bivalvia Tellinidae Pristis capsoides

Mytillidae

Mytillus charruana

Mytillus galloprovincialis

Arthropoda Insecta Gomphidae Austrogomphus guerini

Libellulidae

Hydrobasilus croceus

Symterum corruptum

Stratyomiidae Hermetia illucens

Pseudococcidae Pseudococcus viburni

Naucoridae Naucoris sp.

Entoghnata Neanuridae Vitronura giselae

Malacostraca Palaemonidae Palaemonetes poludosus

Crustacea Ocypodidae Uca sp.

Page 106: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

IV. Indeks Keanekaragaman

Makroinvertebrata Jumlah H’

St.I St. II St. III St. I St. II St. III

Cura sp. 1 - - 0,097 - -

Barbronia weberi 7 5 - 0,318 0,094 -

Namalycastis sp. - - 4 - - 0,086

Pila ampullaceal 3 - - 0,206 - -

Pomacea canaliculata - 2 - - 0,046 -

Tryonia clathrata - 1 - - 0,026 -

Tryonia variegate - 2 - - 0,046 -

Sulcospira testudinaria 5 - - 0,273 - -

Viviparus acerosus 2 - - 0,159 - -

Littoraria intermedia - - 3 - - 0,069

Littoraria melanostoma - - 7 - - 0,128

Littoraria scabra - - 5 - - 0,102

Littorina littorea - - 11 - - 0,175

Littorina obustata - - 3 - - 0,069

Littorina ondulata - - 3 - - 0,069

Melarhaphe neritoides - - 6 - - 0,117

Fagotia esperi - - 47 - - 0,354

Melanopsis excoriatum - - 6 - - 0,117

Mytillus charruana - - 4 - - 0,086

Mytillus galloprovincialis - - 5 - - 0,102

Natica gualteriana - - 7 - - 0,128

Clypeolum owenianum - - 2 - - 0,049

Neripteron cornucopia - - 5 - - 0,102

Neripteron lecontei - - 7 - - 0,128

Neripteron rubicundum - - 18 - - 0,228

Neripteron violaceum - - 5 - - 0,102

Planaxis sulcastus - - 3 - - 0,069

Pristis capsoides - - 3 - - 0,069

Austrogomphus guerini 10 2 - 0,355 0,046 -

Hydrobasilus croceus 1 - - 0,097 - -

Symterum corruptum 3 - - 0,206 - -

Vitronura giselae - 16 - - 0,206 -

Tubifex sp. - 154 - - 0,176 -

Lumbricus terrestris - 8 - - 0,13 -

Hermetia illucens 2 1 1 0,159 0,026 0,026

Pseudococcus viburni - 1 - - 0,026 -

Page 107: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

Naucoris sp. 2 - - 0,159 - -

Palaemonetes poludosus 19 - - 0,337 - -

Uca sp. - - 26 - - 0,286

Total 55 192 181 2,366 0,822 2,575

V. Scoring dengan Metode SingScore

Ordo Famili Skor Stasiun Nilai

I II III St. I St. II St. III

Platyhelminthes Dugesiidae 3 + - - 6 - -

Polychaeta Salifidae 1 + + - 2 6,6 -

Nereididae 6 - - + - - 12

Mollusca Ampulariidae 3 + + - 6 6,6 -

*Hydrobiidae 3 - + + - 6,6 6

*Pachychilidae 3 + - - 6 - -

*Viviparidae 6 + - - 12 - -

*Littorinidae 3 - - + - - 6

*Melanopsidae 3 - - + - - 6

*Mytillidae 3 - - + - - 6

*Naticidae 3 - - + - - 6

*Neritidae 6 - - + - - 12

*Planaxidae 3 - - + - - 6

*Tellinidae 3 - - + - - 6

Odonata Gomphidae 8 + + - 16 17,7 -

Libellulidae 4 + - - 8 - -

Collembola 5 - + - - 11,1 -

Oligochaeta Tubificidae 2 - + - - 4,4 -

*Lumbricidae 1 - + - - 2,2 -

Diptera *Stratyomiidae 4 + + - 8 8,8 -

Hemiptera *Pseudococcidae 3 - + - - 6,6 -

Naucoridae 7 + - - 14 - -

Crustacea Palaemonidae 7 + - - 14 - -

*Ocypodidae 3 - - + - - 6

Total 10 9 10 92 70,6 72

Page 108: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

VI. Perhitungan dengan Metode STORET

Penentuan status mutu dengan Metode STORET mengacu pada PP No. 28

Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

dengan pengukuran tiap parameter dilakukan tiap dua minggu sekali.

a. Stasiun I

Parameter Baku

Mutu Max Min

Rata-

rata

Skor

Jumlah Max Min Rata-

rata

Suhu 28-32 30 28 28,6 0 0 0

-12

pH 6-9,0 7 7,2 7,1 0 0 0

BOD 3 25,5 11,5 19,8 -2 -2 -6

DO 4 5 4,8 4,86 0 0 0

Fosfat 0,2 0,2 0,11 0,14 0 0 0

Nitrat 10 2,5 1,8 2,1 0 0 0

b. Stasiun II

Parameter Baku

Mutu Max Min

Rata-

rata

Skor

Jumlah Max Min Rata-

rata

Suhu 28-32 30 28 29 0 0 0

-30

pH 6-9,0 6,8 6,5 6,63 0 0 0

BOD 3 32,5 18,5 26,5 -2 -2 -6

DO 4 3,6 3,4 3,5 -2 -2 -6

Fosfat 0,2 0,55 0,37 0,44 -2 -2 -6

Nitrat 10 2,8 1,8 2,2 0 0 0

c. Stasiun III

Parameter Baku

Mutu Max Min

Rata-

rata

Skor Jumlah

Max Min Rata-

rata

Suhu 28-32 31 28 29,6 0 0 0

-30

pH 6-9,0 7,8 7,6 7,7 0 0 0

BOD 3 28,5 19,5 24,5 -2 -2 -6

DO 4 3,4 3,2 3,3 -2 -2 -6

Fosfat 0,2 0,44 0,37 0,4 -2 -2 -6

Nitrat 10 4,2 2,1 3,06 0 0 0

VII. Kelimpahan Relatif dan Biomassa Relatif Makroinvertebrata

STASIUN I STASIUN II STASIUN III

plot 1 plot 2 plot 3 plot 1 plot 2 plot 3 plot 1 plot 2 plot 3

KR (%) 41,84 25,42 32,73 48,13 11,76 40,09 46,31 11,72 41,96

BR (%) 42,60 23,32 34,07 45,62 13,49 40,87 48,09 9,39 42,50

Page 109: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

VIII. Grafik PCA (Principal Component Analysis)

1. Famili Ocypodidae

2. Famili Palaemonidae

Page 110: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

3. Famili Tubificidae

4. Famili Littorinidae

Page 111: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

5. Famili Melanopsidae

6. Famili Naticidae

Page 112: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

7. Famili Neritidae

8. Famili Planaxidae

Page 113: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

9. Famili Tellinidae

10. Famili Ampulariidae

Page 114: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

11. Famili Hydrobiidae

12. Famili Viviparidae

Page 115: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

13. Famili Pachychilidae

14. Famili Mytillidae

Page 116: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

15. Famili Salifidae

16. Famili Lumbricidae

Page 117: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

17. Famili Nereididae

18. Famili Gomphiidae

Page 118: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

19. Famili Stratyomiidae

20. Famili Pseucoccidae

Page 119: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

21. Famili Naucoridae

22. Famili Dugesiidae

Page 120: KEANEKARAGAMAN MAKROINVERTEBRATA DAN …

23. Famili Libellulidae

24. Famili Neanuridae