KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH...

68
KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH TANGAN PADA UTANG PIUTANG PERTANAHAN DI DKI JAKARTA (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 1621 K/Pdt/2012) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : Lidiana Sulfi NIM : 1113048000035 K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1438H/2017 M

Transcript of KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH...

Page 1: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH TANGAN

PADA UTANG PIUTANG PERTANAHAN DI DKI JAKARTA

(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 1621 K/Pdt/2012)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

Lidiana Sulfi

NIM : 1113048000035

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

PROGRAM STUDI I L M U HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438H/2017 M

Page 2: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan
Page 3: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan
Page 4: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayaullah Jakarta.

Jakarta, 14 November 2017

Lidiana Sulfi

Page 5: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

iv

ABSTRAK

Lidiana Sulfi, NIM 1113048000035, “KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN

JUAL BELI DIBAWAH TANGAN PADA UTANG PIUTANG DI DKI

JAKARTA (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 1621 K/Pdt/2012)”,

Strata Satu (S1), Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H/ 2017 M,

viii+ 59 halaman + 9 lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan perjanjian pengikatan

jual beli tanah dibawah tangan yang dilakukan secara paksa. Latar belakang

skripsi ini adalah berawal dari utang piutang antara Ibrahim dengan Andiani

Limbangan (AL), karena Ibrahim tidak mampu membayar utang yang harus

dibayarkan kepada AL maka AL secara sepihak membuat Perjanjian Pengikatan

Jual Beli tanah untuk membeli tanah Ibrahim dengan ganti rugi dan dipaksa untuk

menandatangani perjanjian tersebut namun hakim menolak dengan alasan putusan

Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum atau undang-

undang.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan bersifat

library research, mengkaji putusan Mahkamah Agung Nomor 1621 K/Pdt/2012

dan dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk

mendukung penelitian. Teknik Pengumpulan data mengunakan pendekatan

perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan

pendekatan konsep (conceptual approach). Dalam penelitian ini menggunakan

tiga bahan hukum yang digunakan yakni, bahan hukum primer terdiri dari Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, putusan Mahkamah Agung Nomor 1621

K/Pdt/2012, dan aturan perundang-undangan lain yang terkait, bahan hukum

sekunder meliputi buku-buku teks, kamus hukum, dan prosiding.

Hasil penelitian mengemukakan bahwa jual beli yang dilakukan di bawah

tangan memiliki kekuatan hukum yang sempurna seperti Akta Jual beli (AJB)

apabila perjanjian tersebut diakui isinya oleh para pihak yang bersangkutan,

pengakuan di dalam pengadilan menjadikan alat bukti petunjuk oleh hakim

sehingga, seharusnya jual beli tersebut tidak sah dan tidak mempunyai hukum

mengikat.

Kata Kunci :Keabsahan, Jual Beli

Pembimbing : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H

Sumber Rujukan dari 1978 sampai 2015

Page 6: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya yang

tidak terhingga. Shalawat serta salam kita curahkan pada Nabi Muhammad SAW,

beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Dengan mengucap Alhamdullilahi Robbil ‘alamin peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

DIBAWAH TANGAN PADA UTANG PIUTANG PERTANAHAN DI DKI

JAKARTA (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 1621

K/Pdt/2012)”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti dalam membuat penulisan ini mengalami

berbagai kesulitan, mengingat penulisan tersebut terbilang masih baru, namun hal

ini dijadikan motivasi untuk menggapai cita-cita lebih tinggi. Oleh karena itu,

dalam kesempatan ini ingin peneliti sampaikan dengan setulus hati ucapan terima

kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan para wakil Dekan.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan dan masukan

atas penyusunan skripsi.

3. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H Dosen Pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan arahan, saran

dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Nahrowi, S.H., M.H. Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini.

Page 7: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

vi

5. M. Nuzul Wibawa, S.Ag., M.H. Dosen yang telah menyediakan waktu untuk

memberikan masukan dalam proses penulisan skripsi.

6. Kedua Orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi, Moh.Yasin, S.H., M.Kn

dan Nurhasanah yang menjadi motivasi dan turut mendukung, serta medoakan

untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Adik peneliti, Puji Aulia dan Ana Oktavia yang sangat saya sayangi dan

cintai telah mendukung, memberikan semangat dan mendoakan kepada

Peneliti untuk menyelesaikan penelitian ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan, khususnya kepada Riky Rizkian

Harahap, S.H, teman yang telah banyak membantu memberikan pendapat

dalam penyusunan skripsi ini untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum serta

mendoakan dan memberikan semangat dan dukungan kepada Peneliti hingga

penelitian ini terselesaikan.

Jakarta, 14 November 2017

Lidiana Sulfi

Page 8: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .... Error! Bookmark not defined.

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ..................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii

ABSTRAK ........................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah ................ 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 5

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ..................................................... 6

E. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ................................................... 7

F. Metode Penelitian............................................................................... 8

G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 11

BAB II PENGATURAN HUKUM SUATU PERJANJIAN DALAM

TRANSAKSI JUAL BELI PERTANAHAN DI INDONESIA ........ 13

A. Perjanjian.......................................................................................... 13

B. Unsur-Unsur Dalam Suatu Perjanjian .............................................. 17

C. Asas-asas Dalam Suatu Perjanjian ................................................... 18

D. Jenis-Jenis dalam Suatu Perjanjian .................................................. 22

E. Berakhirnya Suatu Perjanjian ........................................................... 24

BAB III PEMBUKTIAN KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI DI

BAWAH TANGAN DI DKI JAKARTA ........................................... 29

Page 9: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

viii

A. Pembuktian Keabsahan Jual beli Di Bawah Tangan di Masyarakat

Jakarta .............................................................................................. 29

B. Prinsip Umum Pembuktian Pada Perjanjian Jual Beli Tanah .......... 31

C. Beban Pembuktian Jual Beli Tanah di Bawah Tangan Yang Terdapat

Paksaan ............................................................................................. 32

D. Alat-Alat Bukti Perjanjian Jual Beli di Bawah Tangan Tentang

Tanah Yang Terdapat Unsur Paksa .................................................. 33

BAB IV KEABSAHAN JUAL BELI YANG DILAKUKAN SECARA

PAKSA PADA KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 1621 K/Pdt/2012 ................................................................... 41

A. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.

90/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Pst ................................................................ 41

B. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 373/Pdt/2011/PT. DKI ...... 45

C. Putusan Mahkamah Agung No. 1621 K/Pdt/2012 ........................... 47

D. Analisis Kasus Perjanjian Jual Beli Tanah di Bawah Tangan antara

Ibrahim dengan Andiana Limbangan (AL) Pada Putusan Mahkamah

Agung No. 1621 K/Pdt/2012 ........................................................... 49

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 55

A. Kesimpulan ...................................................................................... 55

B. Saran ................................................................................................. 56

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 57

LAMPIRAN ........................................................................................................ 57

Page 10: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum perjanjian adalah hukum yang mengatur mengenai hal-hal

yang berhubungan dengan masalah perjanjian, yang dibuat oleh dua atau lebih

orang. Hukum perjanjian tidak hanya mengatur mengenai keabsahan suatu

perjanjian yang dibuat oleh para pihak, tetapi juga akibat dari perjanjian

tersebut, penafsiran, dan pelaksanaan dari perjanjian yang dibuat tersebut.1

Perjanjian adalah satu hal yang penting dalam hukum perdata, oleh

karena itu hukum perdata banyak mengatur peraturan hukum yang berdasar

atas janji-janji seseorang kepada orang lain. Perjanjian adalah satu peristiwa

ketika seorang berjanji kepada orang lain atau orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal.

Pada umumnya suatu perjanjian itu dapat dibuat secara bebas, bebas

untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, bebas untuk menentukan

bentuknya maupun syarat-syarat, dan bebas untuk menentukan bentuknya,

yaitu tertulis atau tidak tertulis.

Dalam masyarakat, perolehan tanah lebih sering dilakukan dengan

pemindahan hak, yaitu melalui jual beli. Jual beli adalah suatu persetujuan

dengan mana pihak yang mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan,

demikian rumusan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Berdasarkan pada rumusan yang diberikan tersebut dapat dilihat bahwa jual

beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau

perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam

1 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend

Recht) dalam Hukum Perdata, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.247

Page 11: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

2

bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang

oleh pembeli kepada penjual.2

Sebelum jual beli dilakukan antara pemilik tanah dan calon pembeli,

tentunya sudah dicapai kata sepakat mengenai akan dilakukannya jual beli itu:

tanah mana yang akan dijual dan berapa harganya, bilamana jual belinya akan

dilakukan. Kata sepakat itu menimbulkan perjanjian, yang kiranya dapat

disebut perjanjian akan (melakukan) jual beli.3

Jual beli tanah menurut Hukum Adat merupakan perbuatan

pemindahan hak, yang sifatnya tunai , riil dan terang. Sejak diberlakukannya

PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh

para pihak dihadapan PPAT yang bertugas membuat aktanya. Dengan

diberlakukannya jual beli di hadapan PPAT, dipenuhi syarat terang (bukan

perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi).

Akta jual beli yang di tandatangani para pihak membuktikan telah terjadi

pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan diserta pembayaran

harganya, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata

atau riil perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan.

Syarat jual beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil.

Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut,

setelah terpenuhinya syarat materiil maka PPAT (Pejabat Pembuat Akta

Tanah) akan membuat akta jual belinya. Dalam Yurisprudensi MA No.

123/K/Sip/1971, pendaftaran hanyalah perbuatan administrasi belaka, artinya

bahwa pendaftaran bukan merupakan syarat bagi sahnya atau menentukan saat

berpindahnya hak atas tanah dalam jual beli.4 Selain mengenai syarat sahnya

perjanjian dalam jual beli sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1320

KUHPerdata, ketentuan lain dalam peralihan keabsahan jual beli perlu

diperhatikan. Karena dalam undang-undang mengatur perjanjian jual beli ada

yang memang diperbolehkan hanya secara dibawah tangan seperti perjanjian

2 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2004)

h.7 3 Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, (Jakarta: Rajawali,1991) h. 17 4 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika,

2013) h. 77

Page 12: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

3

kerja, sewa-menyewa dll. Adapula undang-undang yang mengatur harus

dibuat secara otentik seperti dalam jual beli tanah.

Mengingat pentingnya kepastian hukum dalam setiap peralihan tanah

sebagai akibat dari transaksi jual beli hak atas tanah maka oleh UUPA

diwajibkan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak karena jual beli

tersebut. Dalam pelaksanaannya, hal tersebut senantiasa belum terpenuhi

karena adanya surat dan hal guna keperluan jual beli untuk dapat dilakukan di

hadapan PPAT maka dibuatlah perjanjian pengikatan jual beli atas tanah

secara dibawah tangan. Hal ini terjadi dalam perkara, para pihak yang

bersengketa adalah Ibrahim sebagai Pemohon Kasasi melawan Andiani

Limbungan (AL) sebagai Termohon Kasasi. Ibrahim mengaku sebagai

pemilik tanah di Jalan Salemba Tengah Gg IX No, 121 C Kelurahan Paseban

Kecamatan Senen (“tanah”). Permasalahan muncul ketika adanya utang

piutang antara Ibrahim dengan AL, yang kemudian Ibrahim belum mampu

membayar utang tersebut. Ibrahim telah sepakat menjual tanah itu kepada AL

berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli tanggal 26 Juli 2007. AL telah sepakat

membeli tanah tersebut dengan ganti rugi. Ibrahim mengakui bahwa ia benar

telah menandatangani surat itu namun isi pokok perjanjian tersebut telah

dibantah maka Surat Perjanjian 26 Juli 2007 cacat hukum karena

ditandatangani secara terpaksa dan tanpa kesadaran penuh.

Bahwa dengan demikian sangat jelas seharusnya perjanjian jual beli

yang dilakukan di bawah tangan tersebut tidaklah sah karena didalam Pasal

1320 telah KUH Perdata sudah jelas syarat sahnya suatu perjanjian yaitu harus

adanya kesepakatan para pihak. Berdasarkan Pasal 1321 KUH Perdata juga

menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan

atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

Suatu proses perkara perdata Hakim yang memeriksa perkara

memerlukan bukti-bukti yang diajukan oleh pihak Penggugat yang menuntut

hak dan kepentingan hukumnya maupun dari pihak yang menyangkal/

membantah dari Tergugat yang juga mempertahankan dan membuktikan hak

Page 13: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

4

dan kepentingannya. Para pihak yang masing-masing ingin mengajukan bukti-

bukti untuk dirinya itu hanya mungkin dilakukan dengan cara pembuktian.5

Berdasarkan kasus tersebut masih ada penegak hukum yang tidak

memperhatikan perjanjian yang dilakukan didalam kehidupan masyarakat

yang berkaitan dengan jual beli tanah dibawah tangan, maka peneliti merasa

perlu untuk melakukan penelitian Skripsi yang berjudul “Keabsahan Hukum

Perjanjian Jual beli di Bawah Tangan Pada Utang Piutang Pertanahan di DKI

Jakarta (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1621

K/Pdt/2012)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya,

maka identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Tinjauan umum mengenai hukum perjanjian

2. Pembuktian dalam hukum acara perdata di Indonesia

3. Kekuatan hukum perjanjian pengikatan jual beli dibawah tangan

4. Keabsahan perjanjian yang dilakukan secara paksa

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembatasan dimaksudkan untuk mempertegas dan mempersempit

ruang lingkup masalah yang akan dibahas, sehingga lebih terarah, dan tidak

menyimpang dari pokok permasalahan sesungguhnya. Dalam penelitian ini

akan difokuskan kepada keabsahan perjanjian pengikatan jual beli tanah

dibawah tangan.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat dirumuskan

pokok permasalahan yaitu:

5 Soeparmono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, (Bandung: Mandar Maju,

20015), h.111

Page 14: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

5

a. Bagaimana pengaturan mengenai hukum suatu perjanjian dalam

transaksi jual beli pertanahan di Indonesia?

b. Bagaimana keabsahan perjanjian jual beli piutang pertanahan di bawah

tangan di DKI Jakarta?

c. Bagaimana kekuatan hukum jual beli tanah yang dilakukan secara

paksa dalam kasus putusan Mahkamah Agung No. 1621K/Pdt/2012?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah, yaitu:

a. Untuk mengetahui mengenai hukum suatu perjanjian dalam transaksi

jual beli pertanahan di Indonesia.

b. Untuk mengetahui kebasahan perjanjian jual beli piutang pertanahan di

bawah tangan di DKI Jakarta.

c. Untuk mengetahui kekuatan hukum jual beli tanah yang dilakukan

secara paksa dalam kasus putusan Mahkamah Agung No. 1621

K/Pdt/2012.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian hukum yang telah diketahui maka

secara garis besar, manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua

yaitu:

1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis bagi

pengembangan Ilmu Hukum khususnya mengenai keabsahan jual beli

dibawah tangan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pedoman

yang komprehensif bagi para praktisi atau penegak hukum.

Page 15: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

6

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Penelitian ini berdasarkan pada teori kepastian hukum (legal certainty)

dan teori keadilan, menurut Utrecht: hukum bertugas menjamin adanya

kepastian hukum dalam pergaulan masyarakat. Ada dua macam kepastian

hukum:

a. Kepastian oleh karena hukum:

Contohnya: kepastian hukum yang diadakan oleh karena hukum adalah

“daluarsa” Pasal 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Menjamin kepastian ini menjadi tugas daripada hukum.

b. Kepastian dalam atau dari hukum:

Kepastian dalam hukum tercapai apabila hukum itu, sebanyak 6 -

banyaknya hukum undang-undang, dalam undang-undang tersebut

tidak ada ketentuan-ketentuan yang bertentangan undang-undang itu

dibuat berdasarkan hukum yang sungguh-sungguh dalam undang-

undang tersebut tidak terdapat istilah-istilah yang dapat ditafsirkan

secara berlain-lainan. Dengan memperhatikan pendapat-pendapat para

sarjana hukum tersebut di atas, maka pada pokoknya dapat ditarik

kesimpulan bahwa tujuan itu adalah dua, yakni:“harus menjamin

keadilan dan wajib membawa kefaedahan dalam masyarakat”.

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep

khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan

istilah yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah. 7

Berkenaan dengan uraian diatas, maka kerangka konseptual dalam

penelitian ini menggunakan definisi sebagai berikut:

6 Mudjiono, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1991),

h. 21 7 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 96

Page 16: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

7

1) Perjanjian, dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan

secara tertulis atau lisan yang dibuat dua pihak atau lebih dimana

masing-masing berjanji untuk mentaati apa yang tersebut dalam

kesepakatan bersama.

2) Jual beli, menurut KUHPerdata Pasal 1457 adalah suatu perjanjian

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan

suatu benda dan pihak lain membayar harga yang telah di janjikan.

3) Hak atas tanah, menurut Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pokok Agraria

merupakan hak yang memberikan wewenang untuk mempergunakan

tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang

yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang

langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas

menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan lain yang lebih

tinggi.

F. Tinjauan Studi Terdahulu

Dalam menjaga keaslian judul peneliti ajukan dalam skripsi ini perlu

kiranya peneliti lampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi bahan

pertimbangan, antara lain:

1. Skripsi yang berjudul “TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP

JUAL BELI TANAH HAK MILIK MELALUI AKTA DI BAWAH

TANGAN DI KABUPATEN SOPPENG” oleh Nur Hidayani Alimuddin

mahasiswa Universitas Hasanuddin. Dalam skripsi ini membahas

mengenai dampak jual beli tanah hak milik melalui akta di bawah tangan

di Kabupaten Soppeng sedangkan peneliti membahas mengenai keabsahan

perjanjian jual beli tanah di bawah tangan.

2. Skripsi yang berjudul “ PENGGUNAAN SURAT KUASA DALAM

JUAL BELI TANAH UNTUK KEPERLUAN PENDAFTARAN TANAH

DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN JEPARA” oleh Selamet

Riyadi mahasiswa Universitas Muria Kudus. Dalam skripsi ini membahas

mengenai penggunaan surat kuasa dalam jual beli tanah untuk keperluan

Page 17: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

8

pendaftaran tanah di kantor Pertanahan Kabupaten Jepara, dan kendala-

kendala dalam rangka penggunaan surat kuasa dalam jual beli tanah untuk

keperluan pendaftaran tanah tersebut sedangkan peneliti membahas

mengenai keabsahan perjanjian jual beli tanah di bawah tangan.

3. Buku yang berjudul “ PERALIHAN HAK ATAS TANAH DAN

PENDAFTARANNYA” oleh Adrian Sutedi. Buku ini membahas

mengenai peralihan ha katas tanah yang dilakukan dengan Jual Beli Tanah

dalam Hukum Adat, Jual Beli Tanah dalam UUPA, penghibahan Tanah,

Pewarisan Tanah dan Pewakafan Tanah serta permaslahan yang ada dalam

peralihan ha katas tanah sedangkan peneliti membahas mengenai

keabsahan perjanjian jual beli tanah di bawah tangan.

4. Jurnal yang berjudul ”KEKUATAN HUKUM PEMINDAHAN HAK

ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI DIBAWAH TANGAN” oleh

Made Dwi Yoga Prasanta. Dalam jurnal ini membahas mengenai kepastian

hukum pemindahan hak atas tanah melalui jual beli dibawah tangan

sedangkan peneliti membahas mengenai keabsahan perjanjian jual beli

tanah di bawah tangan.

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian merupakan Investigasi sistematik (berdasarkan pada

langkah-langkah yang telah di desain) yang terkendali dan bersifat empiris

atau berdasarkan fakta. Penelitian dibimbing teori atau hipotesis mengenai

hubungan-hubungan yang diduga sebelumnya tentang fenomena tersebut.

Selain itu penelitian merupakan usaha memecahkan masalah serta

mengikuti langkah-langkah yang logis, terorganisasi, dan ketat untuk

mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, menganalisa, data serta

menarik kesimpulan yang valid.8

8 Fahmi Muhammad Ahmadi dan jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat:

Citra Karya Mandiri, 2010) h. 5

Page 18: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

9

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah

yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu

dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan

pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permaslahan-

permasalahan yang timbul didalam gejala bersangkutan.9

Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahan yang akan dikaji

dalam penelitian yang objeknya adalah permasalahan hukum (sedangkan

hukum adalah kaidah atas norma yang ada dalam masyarakat), maka tipe

penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni

penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penetapan kaidah-kaidah atau

norma-norma dalam hukum positif 10 yang terdapat pada peraturan

perundang-undangan serta kasus yang terkait dalam penelitian ini.

2. Bahan Hukum

Untuk memecahkan permasalahan hukum yang peneliti bahas,

diperlukan sumber-sumber penelitian hukum sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas

(autoritatif). Bahan hukum terdiri atas: (a) peraturan perundang-

undangan (b) catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu

peraturan perundang-undangan (c) putusan hakim. Dalam penelitian

ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah Undang-Undang

tentang pendaftaran tanah dan aturan perundang-undangan lain yang

terkait dengan pokok permasalahan penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tersebut terdiri

atas: (a) buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/ atau beberapa

permasalan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum, (b)

9 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2003) h. 38 10 Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif . (Malang:

Bayumedia Publishing, 2006, Cet-2), h. 295

Page 19: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

10

kamus-kamus hukum (c) jurnal-jurnal hukum, dan (d) komentar-

komentar atas putusan hakim.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 11 Bahan

hukum tersier dapat berupa ensiklopedia, buku-buku mengenai

mengenai filsafat atau laporan-laporan penelitian non hukum

sepanjang mempunyai relevansi dengan topik.

3. Teknik Pengumpulan data

Oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian

yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pedekatan

perundang-undangan (statute approach). Pendekatan tersebut melakukan

pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

tema sentral penelitian. Selain itu juga digunakan pendekatan lain yang

diperlukan guna memperjelas analisis ilmiah yang di perlukan guna

mempelajari analisis ilmiah yang diperlukan dalam penelitian normatif,12

yakni pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konsep

(conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dalam

penelitian ini untuk meneliti peraturan yang berkaitan dan terkait dengan

keabsahan perjanjian pengikatan jual beli dibawah tangan.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun

sumber non-hukum yang telah dikumpulkan berdasarkan topik

permasalahan yang telah di rumuskan dan di klasifikasi menurut sumber

dan hierarkinya untuk dikaji secara komprehensif13.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian, baik aturan

perundang-undangan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

11 Soerjono Soekanto, Metode Penelitian Hukum , (Jakarta: UI-Press, 1986) 12 Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif . (Malang:

Bayumedia Publishing, 2006, Cet-2), h. 295 13 Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif . h. 392

Page 20: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

11

maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa,

sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan

hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu

permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang

dihadapi.14

Penelitian dalam menganalisis menggunakan metode kualitatif

yaitu melakukan penelitian memahami keabsahan perjanjian jual beli

tanah, melakukan pengumpulan data dengan menggunakan studi putusan,

menghasilkan data analitis dari data yang diperoleh.

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan peneliti dalam

skripsi ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang terdapat

dalam “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi kedalam lima bab.

Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab guna lebih memperjelas

ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang di teliti. Adapun urutan dan

tata letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai

berikut :

BAB I : PENDAHULUAN. Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang

berisikan latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : PENGATURAN HUKUM SUATU PERJANJIAN DALAM

TRANSAKSI JUAL BELI PERTANAHAN DI INDONESIA.

Pada bab ini akan membahas mengenai Pengertian Perjanjian,

14 Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif . (Malang:

Bayumedia Publishing, 2006, Cet-2), h. 393

Page 21: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

12

Unsur-unsur dalam Perjanjian, Asas-asas Perjanjian, Jenis-Jenis

Perjanjian, dan Berakhirnya Perjanjian.

BAB III : PEMBUKTIAN KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI

PIUTANG PERTANAHAN DI BAWAH TANGAN DI DKI

JAKARTA. Pada bab ini akan membahas mengenai Pembuktian

Keabsahan Jual Beli di Bawah Tangan di Masyarakat Jakarta,

Prinsip Umum Pembuktian Pada Perjanjian Jual Beli di Bawah

Tangan Yang Dipaksakan, dan Alat Bukti Perjanjian Jual beli di

Bawah Tangan Yang Terdapat Unsur Paksa.

BAB IV : KEKUATAN HUKUM JUAL BELI TANAH YANG

DILAKUKAN SECARA PAKSA DALAM KASUS PUTUSAN

NO. 1621 K/Pdt/2012. Pada bab ini akan membahas hasil analisis

penelitian mengenai Putusan Pengadilan Negeri Jakarta No.

90/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Pst, Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No.

373/Pdt/2011/PT.DKI., Putusan Mahkamah Agung No. 1621

K/Pdt/2012, dan Analisis Putusan MA No. 1621 K/Pdt/2012.

BAB V : PENUTUP. Pada bab ini berisi Kesimpulan dan Saran yang

diberikan oleh peneliti.

Page 22: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

13

BAB II

PENGATURAN HUKUM SUATU PERJANJIAN DALAM TRANSAKSI

JUAL BELI PERTANAHAN DI INDONESIA

A. Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian

melahirkan perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau

lebih pihak dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan pada debitor

dalam perjanjian, memberikan hak pada pihak kreditor dalam perjanjian

untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari

perjanjian tersebut. Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian yang telah

disepakati oleh para pihak dalam perjanjian adalah pelaksanaan dari

perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut.15 Hal ini pun diajarkan oleh

Allah SWT melalui firman-Nya:

يا أيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.

Dalam hal debitor tidak melaksanakan perjanjian yang telah

disepakati tersebut, maka kreditor berhak untuk menuntut pelaksanaan

kembali perjanjian yang belum, tidak sepenuhnya atau atau tidak sama

sekali dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan secara bertentangan atau

tidak sesuai dengan diperjanjikan, dengan atau tidak tidak disertai dengan

penggantian berupa bunga, kerugian dan biaya yang telah dikeluarkan oleh

kreditor.

Secara umum pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata

adalah suatu perbuatan secara tertulis atau lisan yang dibuat dua pihak atau

lebih dimana masing-masing berjanji untuk mentaati apa yang tersebut

15 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta:

PT Grafindo Persada, 2004 Cet-2), h.91

Page 23: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

14

dalam kesepakatan bersama.16 Adapula pengertian perjanjian menurut R.

Subekti suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji

kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.17

Perjanjian dapat melahirkan perikatan yang bersifat sepihak

(dimana hanya satu pihak yang wajib berprestasi) dan perikatan yang

bertimbal balik (dengan kedua belah pihak saling berprestasi). Dengan

demikian, dimungkinkan suatu perjanjian melahirkan lebih dari satu

perikatan dengan kewajiban berprestasi yang saling bertimbal balik.

Pembeli pada satu sisi menjadi penjual pada sisi yang lain pada saat yang

bersamaan. Ini merupakan karakteristik khusus dari perikatan yang lahir

dari undang-undang, hanya ada satu pihak yang menjadi pembeli dan

pihak lain yang menjadi penjual yang berhak atas pelaksanaan prestasi

pembeli.18

Berdasarkan Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

dimana dinyatakan bahwa “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan

sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”, maka

dapat dilihat bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sangat

menekankan pada kewajiban pemenuhan perikatan, yang dikelompokkan

menjadi 3 macam, yaitu dalam bentuk kewajiban untuk memberikan

sesuatu, melakukan sesuatu dana tau untuk tidak melakukan sesuatu.19

2. Keabsahan Perjanjian

Pasal 1320 BW merupakan instrument pokok untuk menguji

keabsahan perjanjian yang dibuat para pihak. Dalam Pasal 1320 BW

16 R. Soetojo Prawiro Hamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, (Surabaya:

Bina Ilmu,1978), h. 84 17 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta;Intermedia,1990), h. 13 18 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend

Recht) dalam Hukum Perdata, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.249 19 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, (Jakarta: PT

Grafindo Persada, 2004, Cet-2), h. 19

Page 24: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

15

tersebut terdapat empat syarat yang harus di penuhi untuk sahnya suatu

perjanjian, yaitu:

1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Maksud dari kata sepakat adalah kedua belah pihak setuju

mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian. Menurut ketentuan yang

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, secara a contrario,

dapat dikatakan bahwa pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi

pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan

bahwa kesepakatan tersebut terjadi karena adanya kekhilafan, paksaan

maupun penipuan, seabagaimana ditentukan dalam Pasal 1321 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:

“Tiada suatu perjanjian pun mempunyai kekuatan jika diberikan

karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari

kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang

mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya,

kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan. Pada

dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai hal-hal

tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan

menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai apa

yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala macam persyaratan

yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para

pihak.20

2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.

Menurut 1329 KUHPerdata kedua belah pihak harus cakap

menurut hukum. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah setiap orang

yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan sudah dewasa

menurut KUHPerdata yakni, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki dan 19

tahun bagi wanita.

20 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. h.91

Page 25: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

16

3) Adanya suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi

(pokok perjanjian). Artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban kedua belah pihak. Prestasi ini terdiri dari perbuatan

positif dan negatif, yang terdiri dari :

a. Memberikan sesuatu

b. Berbuat sesuatu, dan

c. Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata).

4) Adanya sebab yang halal

Sebab yang dimaksud adalah isi dari perjanjian tersebut atau tujuan

dari para pihak mengadakan sebuah perjanjian, yaitu memiliki dasar yang

sah dan patut atau pantas. Halal adalah tidak bertentangan dengan undang-

undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Terpenuhinya atau tidaknya

syarat sebab yang halal, ditentukan oleh isi atau objek perjanjian.21

Dua syarat yang pertama dan kedua dinamakan syarat-syarat

subjektif dari suatu perjanjian, karena kedua syarat tersebut mengenai

orang-orangnya atau subjek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua

syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif, karena mengenai

objek dari perjanjian. Apabila kedua syarat ini tidak terpenuhi maka suatu

perjanjian akan batal demi hukum, artinya suatu perjanjian yang dibuat

dianggap tidak pernah ada.22

Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat sah sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 1320 BW, baik syarat subjektif maupun syarat

objektif akan mempunyai akibat-akibat, sebagai berikut:

a. “Noneksistensi”, apabila tidak ada kesepakatan maka tidak timbul

perjanjian;

21 Arus Akbar Silondae dan Wirawan B. Ilyas,Pokok-Pokok Hukum Bisnis, (Jakarta:

Salemba Empat, 2014), h. 26 22 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994), h. 23-24

Page 26: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

17

b. Vernietigbaar atau dapat dibatalkan, apabila perjanjian tersebut lahir

karena adanya cacat kehendak (wilsgebreke) atau karena

ketidakcakapan (onbekwaamheid).23

B. Unsur-Unsur Dalam Suatu Perjanjian

Unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian adalah :

a. Ada pihak yang saling berjanji;

Dalam hal ini kata sepakat dapat dimaknakan sebagai pernyataan

kehendak. Suatu perjanjian hanya akan terjadi apabila terdapat dua

pihak atau lebih yang saling menyatakan kehendak untuk berbuat

sesuatu. Inilah yang menjadi perbedaan pokok antara perjanjian dengan

perbuatan hukum sepihak. Pada perbuatan hukum sepihak pernyataan

kehendak hanya berasal dari satu pihak. Sehingga perbuatan hukum

sepihak, seperti membuat surat wasiat dan mengakui anak luar kawin

tidak termasuk ke dalam perjanjian.

b. Ada persetujuan;

Kehendak dari para pihak saja tidak cukup untuk melahirkan suatu

perjanjian. Kehendak tersebut harus dinyatakan. Sehingga setelah para

pihak saling menyatakan kehendaknya dan terdapat kesepakatan di

antara para pihak, terbentuklah suatu perjanjian di antara mereka.

c. Ada tujuan yang hendak di capai;

Suatu janji atau pernyataan kehendak tidak selamanya menimbulkan

akibat hukum. Terkadang suatu pernyataan kehendak hanya

menimbulkan kewajiban sosial atau kesusilaan. Misalnya janji di

antara beberapa orang untuk menonton bioskop. Apabila salah satu di

antara mereka tidak dapat menepati janjinya untuk hadir di bioskop,

maka ia tidak dapat digugat di hadapan pengadilan.

23 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial, (Jakarta: Kencana, 2010), h.160

Page 27: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

18

d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan atau kewajiban untuk

melaksanakan objek perjanjian;

Hal itu dimaksudkan bahwa prestasi merupakan kewajiban yang

harus dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat

perjanjian.

e. Ada bentuk tertentu ( lisan atau tertulis);

Hal ini berarti bahwa perjanjian bisa dituangkan secara lisan atau

tertulis. Hal ini sesuai ketentuan undang-undang yang menyebutkan

bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai

kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.

f. Ada syarat tertentu yaitu syarat pokok dari perjanjian yang menjadi

objek perjanjian serta syarat tambahan atau pelengkap. Syarat menurut

undang-undang, agar suatu perjanjian atau kontrak menjadi sah.24

C. Asas-asas Dalam Suatu Perjanjian

Asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau

merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan

di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundangan

dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan

dengan mencari sifat-sifat hukum dan peraturan yang konkrit tersebut. 25

Dalam hukum perjanjian terdapat lima asas perjanjian, yakni :

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan

kebebasan bagi para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian

dan pelaksanaan serta persyaratan dalam menentukan bentuk perjanjian

yang tertulis dan lisan. Abdulkadir Muhammad berpendapat, kebebasan

berkontrak dibatasi dalam :26

24 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), h.8 25 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Bandung: Alumni,

1994), h. 33 26 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1990), h.

84

Page 28: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

19

a) Tidak dilarang oleh undang-undang

b) Tidak bertentangan dengan kesusilaan; dan

c) Tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan

kebebasan kepada para pihak untuk :

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian,

b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun,

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan

d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.27

Asas kebebasan berkontrak yang terdapat pada Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata, yaitu:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang -

undang bagi mereka yang membuatnya”.

Sebagai suatu kesatuan maka penerapan asas kebebasan berkontrak

sebagaimana dijelaskan diatas harus juga dikaitkan dengan kerangka

pemahaman pasal-pasal atau ketentuan yang lain, yaitu:

a. Pasal 1320 KUHPerdata, mengenai syarat sahnya perjanjian

b. Pasal 1335 KUHPerdata, yang melarang dibuatnya kontrak tanpa

kausa, atau dibuat berdasarkan suatu kausa yang palsu atau yang

terlarang, dengan konsekuensi tidaklah mempunyai kekuatan

c. Pasal 1337 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah

terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila

bertentangan dengan kesusilaan, atau ketertiban umum

d. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, yang menetapkan bahwa kontrak

harus dilaksanakan dengan itikad baik

e. Pasal 1339 KUHPerdata, menunjuk terikatnya perjanjian kepada sifat,

kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Kebiasaan yang dimaksud

27 Salim H.S, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), (Jakarta: Sinar

Grafika, 2003), h. 9

Page 29: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

20

dalam Pasal 1339 KUHPerdata bukanlah kebiasaan tertentu selalu

diperhatikan

f. Pasal 137 KUHPerdata, mengatur mengenai hal-hal yang menurut

kebiasaan selamanya disetujui untuk secara diam-diam dimasukkan

dalam kontrak (bestandig gebruklijk beding).28

2. Asas Konsensualisme

Arti asas konsensualisme ialah bahwa perjanjian itu terjadi (lahir)

setelah tercapainya kesepakatan di antara para pihak. Hal ini sesuai dalam

ketentuan Pasal 1320 (1) KUHPerdata. Di dalam asas ini terkandung

kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan

kepercayaan di antara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian

Asas konsensualisme sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 ayat

(1) KUHPerdata –kesepakatan- di mana menurut asas ini perjanjian itu

telah lahir cukup dengan adanya kata sepakat.29

Sehubungan dengan kata sepakat, maka dalam ilmu hukum

ditemukan tiga teori kata sepakat yaitu:30

1) Teori Kehendak (WiIIstheorie)

Menurut teori ini bahwa kehendak para pihak telah bertemu

dan mengikat, maka telah terjadi suatu perjanjian.

2) Teori Pernyataan (ultingstheorie)

Menurut teori ini dinyatakan bahwa apa yang dinyatakan oleh

seseorang dapat dipegang sebagai suatu perjanjian. Jadi tidak perlu

dibuktikan apakah pernyataannya sesuai dengan kehendaknya ataukah

tidak. Karena itu, dengan pernyataan dari seseorang, maka telah ada

suatu konsensus. Teori ini merupakan kebalikan dari teori kehendak.

28 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial. h.117-118 29 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 1995), h.195

Page 30: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

21

3) Teori Kepercayaan (Vertrauwenstheorie)

Menurut teori ini apa yang secara wajar dapat dipercaya dari

seseorang manusia yang wajar, dapat dipegang sebagai suatu

persetujuan. Dengan demikian apa yang secara wajar dapat dipercaya

dari seseorang akan menimbulkan kata sepakat.

3. Asas Daya Mengikat Kontrak (Pacta Sunt Servanda)

Setiap orang yang membuat perjanjian, terikat untuk memenuhi

perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut mengandung janji-janji yang

harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana

mengikatnya undang-undang. Dalam rumusan Pasal 1338 (1) KUHPerdata

menyatakan bahwa:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa undang-undang melihat

posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undang-undang

dan undang-undang sendiri mengakuinya.31

4. Asas Itikad Baik

Ketentuan tentang asas itikad baik diatur dalam Pasal 1338 (3)

KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”

Pengertian dari Pasal 1338 (3) KUHPerdata ini maksudnya

perjanjian harus dilaksanakan menurut kejujuran, kepatutan dan

keadilan.32

Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian dan berlaku bagi

debitur maupun bagi kreditur. Itikad baik meliputi segala tahap hubungan

perjanjian, baik fase pra perjanjian, fase perjanjian, dan fase pasca

perjanjian.

31 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial, h.127 32 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial, h.135

Page 31: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

22

Menurut Subekti, pengertian itikad baik dapat ditemui dalam

hukum benda (pengertian subyektif) maupun dalam hukum perjanjian

seperti yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) (pengertian obyektif). 33

Dalam hukum benda, itikad baik, artinya kejujuran atau bersih.

Seorang pembeli beritikad baik adalah orang jujur, orang bersih. Ia tidak

mengetahui tentang adanya cacat-cacat yang melekat pada barang yang

dibelinya, dalam arti cacat mengenai asal-usulnya.

D. Jenis-Jenis dalam Suatu Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, sebagai berikut :

a. Perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan

kewajiban pokok bagi kedua belah pihak yang membuat. Misalnya

perjanjian jual beli.

b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban

Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang

memberikan keuntungan bagi salah satu pihak. Kemudian Perjanjian

atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu

selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua

prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama (Khusus) adalah perjanjian yang

memiliki nama sendiri, maksudnya suatu perjanjian yang disebut dan

diatur di dalam Buku III KUHPerdata atau didalam KUHD,

misalnya perjanjian asuransi dan lain sebagainya. suatu perjanjian

yang disebut dan diatur di dalam Buku III KUHPerdata atau didalam

KUHD, misalnya perjanjian asuransi dan lain sebagainya.34

33 Subekti, Hukurn Pembuktian, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001), h. 42 34 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan,

(Yogyakarta: Liberty, 1984), h. 36

Page 32: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

23

Perjanjian tidak bernama adalah suatu perjanjian yang tidak

disebut dalam KUHPerdata dan KUHD, misalnya perjanjian jual beli

dengan angsuran/cicilan. Didalam prakteknya, perjanjian ini lahir

adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak mengadakan

perjanjian.

d. Perjanjian campuran

Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung

berbagai unsur perjanjian, misal pemilik hotel menyewakan kamar

(sewa-menyewa), tetapi menyajikan makanan (jual-beli) dan juga

memberikan pelayanan.

e. Perjanjian obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara para pihak yang

mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada orang lain.

Misalnya perjanjian jual beli, pihak penjual diwajibkan untuk

menyerahkan barang sesuai perjanjian dan pihak pembeli diwajibkan

untuk membayar sesuai dengan harganya.

f. Perjanjian kebendaan

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda

dialihkan atau diserahkan kepada pihak lain.

g. Perjanjian konsensual

Perjanjian konsensual adalah perjanjian di antara kedua pihak

yang telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan

perikatan. Menurut KUHPerdata, perjanjian ini sudah mempunyai

kekuatan mengikat.35

h. Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya

1) Perjanjian liberatoir : Perjanjian para pihak yang membebaskan

diri dari kewajiban yang ada. Misalnya pembebasan hutang

2) Perjanjian pembuktian : Perjanjian antara para pihak untuk

menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

3) Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi

35 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994), h.19

Page 33: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

24

4) Perjanjian publik : Perjanjian yang sebagian atau seluruhnya

dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak

sebagai penguasa. Misalnya, perjanjian ikatan dinas dan

perjanjian pengadaan barang pemerintah.36

E. Berakhirnya Suatu Perjanjian

Berdasarkan ketentuan Pasal 1381, Perikatan yang tercipta karena

perjanjian itu dapat berakhir karena:37

1. Pembayaran;

Pembayaran merupakan bentuk pelunasan dan suatu perjanjian berakhir

dengan adanya pembayaran sejumlah uang, atau penyerahan benda.

Dengan dilakukannya pembayaran, pada umumnya perikatan/ atau

perjanjian menjadi hapus akan tetapi ada kalanya bahwa perikatannya

tetap ada dan pihak ketiga menggantikan kreditur semula.

Pembayaran dalam hal ini harus dilakukan oleh si berpiutang (kreditur)

atau kepada orang yang dikuasakan olehnya atau juga kepada orang yang

dikuasakan oleh Hakim atau undang-undang untuk menerima pembayaran

bagi si berpiutang.

3. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

merupakan salah satu cara jika si berpiutang tidak ingin dibayar secara

tunai terhadap piutang yang dimilikinya. Dengan sistem ini barang yang

hendak dibayarkan itu diantarkan kepada si berpiutang. Selanjutnya

penawaran tersebut harus dilakukan secara resmi, misalnya dilakukan di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Maksudnya adalah agar si berpiutang

dianggap telah dibayar secara sah atau siberutang telah membayar secara

sah. Supaya pembayaran itu sah maka diperlukan untuk memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut :38

36 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994), h.21-22 37 Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Tanya Jawab Pokok-Pokok Hukum Perdata dan

Hukum Agraria, (Bandung: CV. Armico, 1987), h.81 38 Surajiman, Perjanjian Bernama, (Jakarta: Pusbakum, 2001), h.22

Page 34: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

25

1) Dilakukan kepada kreditur atau kuasanya;

2) Dilakukan oleh debitur yang berwenang membayar;

3) Mengenai semua uang pokok, bunga, biaya yang telah ditetapkan;

4) Waktu yang ditetapkan telah tiba;

5) Syarat yang mana hutang dibuat telah dipenuhi;

6) Penawaran pembayaran dilakukan ditempat yang telah ditetapkanatau

ditempat yang telah disetujui;

7) Penawaran pembayaran dilakukan oleh Notaris atau juru sita, disertai

oleh 2 orang saksi

3. Pembaruan Utang;

Pembaharuan hutang adalah suatu persetujuan yang menyebabkan

hapusnya suatu perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan

lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula, maksudnya

bahwa pembaharuan hutang ini terjadi dengan jalan mengganti hutang

lama dengan hutang baru, debitur lama dengan debitur baru atau kreditur

lama dengan kreditur baru.

4. Perjumpaan utang atau kompensasi;

Perjumpaan utang ada, apabila utang piutang debitur dan kreditur

secara timbal balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitungan ini utang

piutang lama berakhir. Dalam Pasal 1425 KUHPerdata diterangkan, "Jika

kedua orang saling berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara

mereka suatu perjumpaan, dengan mana hutang-hutang antara kedua orang

tersebut, dihapuskan.”

5. Percampuran utang;

Menurut Pasal 1436 KUHPerdata percampuran hutang terjadi

apabila kedudukan seorang yang berpiutang (kreditur) dan orang yang

berhutang (debitur) itu menjadi satu, maka menurut hukum terjadilah

percampuran hutang. Dengan adanya percampuran itu, maka segala hutang

piutang tersebut dihapuskan.39

39 R. Subekti, Hukum Perjanjian, h.47

Page 35: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

26

6. Pembebasan utang;

Pasal 1439 KUHPerdata menerangkan bahwa jika si berpiutang

dengan sukarela membebaskan segala hutang-hutangnya si berhutang.

Dengan adanya suatu pembebasan maka hal ini tidak dapat dipindah

alihkan kepada hak milik.

7. Musnahnya barang yang terutang;

Bila obyek yang diperjanjikan adalah merupakan barang tertentu

dan barang tersebut musnah, maka tidak lagi dapat diperdagangkan atau

hilang sama sekali, maka apa yang telah diperjanjikan adalah

hapus/berakhir.

8. Kebatalan atau pembatalan;

Menurut Subekti meskipun disebutkan batal dan pembatalan, tetapi

yang benar adalah pembatalan. 40 Sesuai dengan ketentuan pasal 1446

KUHPerdata bahwa ketentuan-ketentuan disini semuanya mengenai

pembatalan meminta pembatalan perjanjian karena kekurangan syarat

subyektif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

1) Secara aktif menurut pembatalan perjanjian yang demikian didepan

hakim;

2) Secara pembelaan yaitu menunggu sampai digugat didepan hakim

untuk memenuhi perjanjian dan disitulah baru mengajukan

kekurangannya perjanjian itu.

9. Berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini;

Syarat batal dalam Pasal 1265 KUHPerdata adalah suatu syarat

yang apabila dipenuhi menghentikan perjanjian dan membawa segala

sesuatu, kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi

suatu perjanjian. Dengan demikian apabila peristiwa itu benar-benar

terjadi, maka si berhutang wajib mengembalikan apa yang diterimanya.

40 R. Subekti, Hukum Perjanjian. h.49

Page 36: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

27

10. Lewat waktu,

Lewat waktu atau kadaluarsa dalam Pasal 1946 KUHPerdata

diartikan sebagai suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk

dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan

atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Selain sebab-sebab perikatan yang ditentukan oleh Pasal 1381 KUH

Perdata tersebut, ada beberapa penyebab lain untuk hapusnya suatu perikatan,

yaitu:

1) Berarkhirnya suatu ketetapan waktu dalam suatu perjanjian;

2) Meninggalnya salah satu pihak dalam perjanjian;

3) Meninggalnya orang yang memberikan perintah;

4) Karena pernyataan pailit dalam perjanjian maatschap;

5) Adanya syarat yang membatalkan perjanjian.41

F. Perjanjian Utang Piutang

Perjanjian utang piutang uang termasuk kedalam jenis perjanjian

pinjam-meminjam, hal ini sebagaimana telah diatur dan ditentukan dalam

pasal 1754 KUHPerdata yang secara jelas menyebutkan bahwa: ”Perjanjian

pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang

menghabis karena mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama pula”.

Kedudukan pihak yang satu sebagai pihak yang memberikan pinjaman

(kreditur), sedang pihak yamg lain adalah pihak yang menerima pinjaman

uang tersebut (debitur). Dimana uang yang dipinjam itu akan dikembalikan

dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan yang diperjanjikannya.

41 P.N.H. Simanjutak, Pokok- Pokok Hukum Perdata Indonesia (Jakarta:Djambatan,

2009), h. 234

Page 37: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

28

Utang piutang sebagai sebuah perjanjian menimbulkan hak dan

kewajiban kepada kreditur dan debitur yang bertimbal balik. Inti dari

perjanjian utang piutang adalah kreditur memberikan pinjaman uang kepada

debitur, dan debitur wajib mengembalikannya dalam waktu yang telah

ditentukan disertai dengan bunganya. Pada umumnya, pengembalian utang

dilakukan dengan cara mengangsur setiap bulan.

Dalam pemberian pinjaman uang (utang) yang tertuang dalam suatu

perjanjian utang piutang oleh kreditur kepada debitur bukanlah tanpa resiko,

karena resiko mungkin saja terjadi khususnya karena debitur tidak wajib

membayar utangnya secara lunas atau tunai, melainkan debitur diberi

kepercayaan untuk membayar belakangan secara bertahap atau mencicil.

Resiko yang umumnya merugikan kreditur, sehinga dalam proses pemberian

kredit diperlukan keyakinan kreditur atas kemampuan dan kesanggupan dari

debitur untuk membayar hutangnya sampai dengan lunas.

Sejumlah uang yang dilepaskan/diberikan oleh kreditur perlu diaman-

kan/dilindungi. Tanpa adanya pengamanan/perlindungan, kreditur sulit

mengelakkan resiko yang akan datang, sebagai akibat tidak berprestasinya

debitur. Untuk mendapatkan kepastian dan keamanan dari debitur dalam

pembayaran cicilan/angsuran, kreditur melakukan tindakan-tindakan

pengamanan/perlindungan dan meminta kepada debitur agar mengikatkan

suatu barang tertentu sebagai jaminan dalam perjanjian utang piutang

tersebut.42

42 Amin Palas Sari, Tinjauan Yuridis Terhadap wanprestasidalam Perjanjian Hutang

Piutang dengan Jaminan Sertifikat Tanah (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo No.

75/Pdt.G/2014/PN.SKH), h. 77

Page 38: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

29

BAB III

PEMBUKTIAN KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI DI BAWAH

TANGAN DI DKI JAKARTA

A. Pembuktian Keabsahan Jual beli Di Bawah Tangan di Masyarakat

Jakarta

Hukum Pembuktian dalam berperkara merupakan bagian yang sangat

kompleks dalam proses litigasi. Keadaan kompleksitasnya makin rumit,

karena pembuktian berkaitan dengan kemampuan merekonstruksi kejadian

atau peristiwa masa lalu sebagai suatu kebenaran. Meskipun kebenaran yang

dicari dan diwujudkan dalam dalam proses peradilan perdata, bukan

kebenaran bersifat absolut, tetapi bersifat kebenaran relative atau bahkan

cukup bersifat kemungkinan.43

Didalam proses pembuktian dimuka persidangan penggugat wajib

membuktikan gugatannya dan tergugat wajib membuktikan bantahannya.

Suatu putusan harus selalu berdasarkan bukti-bukti yang ada selama proses

persidangan. Sehingga menang dan kalahnya suatu pihak dalam perkara

bergantung pada kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti yang dimilikinya.

Baik secara tertulis maupun lisan, tetapi harus diiringi atau disertai dengan

bukti-bukti yang sah menurut hukum agar dapat dipastikan kebenarannya.

Dengan demikan, yang dimaksud dengan pembuktian adalah penyajian

alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu

perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang

dikemukakan didepan persidangan.44

Perjanjian merupakan suatu hal menyebabkan terjadinya perikatan.

Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat kita temui

43 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan), (Jakarta: Sinargrafika, 2009, cet-9), h. 496 44 Ridwan Syahrani, Materi Dasar Hukum Acara Perdata, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2004), h.83

Page 39: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

30

landasannya pada ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang menyatakan bahwa:

“Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena

undang-undang.”45

Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan Pasal

1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih

mengkatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”

Dengan rumusan yang demikian Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata hendak dinyatakan bahwa di luar perjanjian dan karena hal-hal yang

ditetapkan oleh Undang-Undang tidak ada perikatan. Perikatan melahirkan

hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan. Dengan demikian

berarti perjanjian juga akan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan

hukum harta kekayaan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian.

Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu

menyanggupi akan menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan

pihak lainnya menyanggupi akan membayar sejumlah uang sebagai

harganya. 46 Untuk terjadinya sutau perjanjian adalah apabila kedua belah

pihak sudah mencapai persetujuan tentang barang dan harganya.

Hal tersebut berbeda dengan jual beli tanah yang memerlukan akta

otentik. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang

berwenang. Dalam proses jual beli tanah, akta tersebut dibuat oleh

Notaris/PPAT. Jual beli yang dilakukan dengan perjanjian dibawah tangan

tidaklah sah, dan tidak menyebabkan beralihnya tanah dari penjual kepada

pembeli.

Sahnya jual beli ditentukan oleh terpenuhinya syarat-syarat materiil

bagi jual beli:

45 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. h. 1 46 R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1979), h. 161-162

Page 40: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

31

1) Syarat-syarat umum bagi sahnya suatu perbuatan hukum (Pasal 1320 KUH

Perdata);

2) Pembeli memenuhi syarat bagi pemegang hak atas tanahnya;

3) Tidak dilanggar ketentuan Landreform;

4) Dilakukan secara tunai, terang, dan nyata. (Kpts MA 123/K/1970)

B. Prinsip Umum Pembuktian Pada Perjanjian Jual Beli Tanah

1. Pembuktian Mencari dan Mewujudkan Kebenaran Formil

Sistem pembuktian yang dianut hukum acara perdata, tidak bersifat

stelsel negatif menurut undang-undang ( negatief wettelijk stelsel ), seperti

dalam proses pemeriksaan pidana yang menuntut pencarian kebenaran.

Kebenaran yang dicari dan diwujudkan dalam proses peradilan pidana,

selain berdasarkan alat bukti yang sah dan mencapai batas minimal

pembuktian, kebenaran itu harus diyakini hakim. Prinsip inilah yang

disebut beyond reasonable doubt. Kebenaran yang diwujudkan benar-

benar berdasarkan bukti-bukti yang tidak meragukan, sehingga kebenaran

itu dianggap bernilai sebagai kebenaran hakiki.47

Proses Pembuktian yang dianut dalam proses Peradilan Perdata

hanya kebenaran yang dicari dan diwujudkan hakim, cukup kebenaran

formil formiel waarhied. 48 Pada dasarnya tidak dilarang Pengadilan

Perdata mencari untuk menemukan kebenaran materiil, akan tetapi bila

tidak ditemukan, hakim dibenarkan hukum mengambil putusan

berdasarkan kebenaran formil.49

2. Pengakuan Mengakhiri Pemeriksaan Perkara

Pemeriksaan perkara sudah berakhir apabila salah satu pihak

memberikan pengakuan yang bersifat menyeluruh terhadap materi pokok

perkara. Apabila terguggat mengakui secara murni dan bulat atas materi

pokok yang di dalilkan penggugat, dianggap perkara yang disengketakan

47 R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2007), h. 9. 48 Efrida Gultom, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Literata, 2010), h. 55 49 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta, Sinar Grafika, 2005), h. 498

Page 41: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

32

telah selesai, karena dengan pengakuan itu telah dipastikan dan

diselesaikan hubungan hukum yang terjadi antara para pihak.50

C. Beban Pembuktian Jual Beli Tanah di Bawah Tangan Yang Terdapat

Paksaan

Persoalan menyangkut kepada siapa pada salah satu pihak dibebani

pembuktian tersebut adalah masalah “beban pembuktian” (bewijslast).

Didalam proses acara perdata, Hakim terikat kepada perundang-undangan,

sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 163 HIR/283 RBg yang

menentukan setiap orang yang menyatakan mempunyai suatu hak atau

peristiwa guna meneguhkan haknya atau untuk menyangkal/membantah hak

orang lain, maka ia diwajibkan membuktikan adanya hak tersebut atau adanya

peristiwa tersebut.

Jika proses perkara sudah menginjak pada masalah soal pembuktian ,

kemudian diperintahkan oleh Hakim kepada salah satu pihak agar

membuktikan suata hal atau peristiwa, berarti ia berkewajiban untuk

membuktikannya suatu hak atau peristiwa yang diperintahkan tersebut, dan

hal ini merupakan suatu resiko baginya untuk mau atau tidak mau harus

membuktikannya, kecuali jikalau pihak itu telah mengakui saja apa yang

dikemukakan pihak lawan atau menyerahkan kepada kebijaksanaan Hakim.51

Dalam soal beban pembuktian, hakim akan menentukan kepada pihak

mana yang akan memikul resiko tentang beban pembuktian itu, apakah kepada

Penggugat atau kepada Terguggat atau kedua-duanya masing-masing juga

memikul resiko dibebani pembuktian dalam perkara tersebut.

Masalah resiko dalam beban pembuktian ini Hakim dituntut untuk

tidak berat sebelah, artinya dalam hal ini Hakim harus bertindak adil dan

memperhatikan segala keadaan secara konkrit.

Hakim dituntut agar tidak hanya membebankan kepada salah satu

pihak saja, tetapi harus berpijak kepada keadaan yang senyatanya dari kasus

50 Efrida Gultom, Hukum Acara Perdata. h. 59 51 Soeparmono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, (Bandung: Mandar Maju,

20015), h.113-114

Page 42: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

33

per kasus. Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan, bahwa persoalan beban

pembuktian tersbut pada umumnya dibebankan pada pihak yang paling sedikit

diberatkan atau dirugikan vide Putusan MA-RI No. 549.K/ Sip/ 1971, tanggal

15 Maret 1972.52

Apabila perjanjian jual beli di bawah tangan dilakukan dengan paksaan

dan kekhilafan, maka hal ini mengakibatkan suatu perikatan menjadi tidak

memiliki kekuatan hukum mengikat, dalam arti seketika batal demi hukum

dan dianggap tidak pernah ada perikatan tersebut karena tidak lagi memenuhi

unsur-unsur Pasal 1320 KUH Perdata yaitu tidak ada kehendak yang bebas.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yaitu:

”Semua persetujuan yang dibuat secara sah sesuai dengan undang-undang

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan

kedua belah pihak, atau. karena alasan-alasan yang ditentukan oleh

undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

D. Alat-Alat Bukti Perjanjian Jual Beli di Bawah Tangan Tentang Tanah

Yang Terdapat Unsur Paksa

Alat bukti merupakan unsur penting di dalam pembuktian persidangan,

karena hakim menggunakannya seagai bahan pertimbangan untuk memutus

perkara. Alat bukti adalah alat atau upaya yang diajukan pihak berperkara

yang digunakan hakim sebagai dasar dalam memutus perkara. Dipandang dari

segi pihak yang berperkara, alat bukti adalah alat atau upaya yang digunakan

untuk meyakinkan hakim di muka sidang pengadilan.53 Menurut sistem HIR

dan RBg. Hakim terikat dengan alat-alat bukti yang sah, yang diatur oleh

undang-undang. Ini berarti hakim hanya boleh mengambil putusan

berdasarkan alat-alat bukti yan telah diatur oleh undang-undang. Menurut

ketentuan Pasal 164 HIR-284 RBg, ada lima macam alat bukti dalam perkara

52 Soeparmono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi. h.115 53 Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif,

(Surabaya: Pustaka Pelajar, 2004), h.25

Page 43: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

34

perdata54 yaitu : alat bukti surat, alat bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan

sumpah.55

1. Bukti Surat

Alat Bukti surat diatur dalam pasal 165, 167 HIR dan Stb. 1867-29,

Pasal 285 s/d 305 RBg. Surat merupakan alat bukti tertulis yang memuat

tulisan untuk menyatakan pikiran seseorang sebagai alat bukti. Menurut

bentuknya alat bukti tertulis itu dibagi menjadi dua yaitu surat akta dan

surat bukan akta. Surat akta ialah surat yang bertanggal dan diberi tanda

tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak

atau perikatan yang digunakan untuk pembuktian. Surat akta ini ada dua

macam, yaitu Surat Akta Otentik dan Surat Akta Dibawah Tangan.

Menurut ketentuan Pasal 165 HIR- 285 R.Bg. Akta Otentik yaitu

akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk

itu, merupakan bukti yang lengkap bagi kedua belah pihak dan ahli

warisnya serta orang yang mendapat hak dari padanya, tentang segala hal

yang tersebut dalam surat itu dan bahkan tentang apa yang tercantum

dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang disebutkan terakhir

ini hanya sepanjang yang diberitahukan itu langsung berhubungan dengan

pokok dalam akta itu. Pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang

untuk membuat akta otentik itu misalnya Notaris, Pegawai Catatan Sipil

Hakim, Panitera, Juru sita dan sebagainya. Akta otentik dikenal tiga

macam kekuatan bukti, yaitu kekuatan bukti lahir, kekuatan bukti formil

dan kekuatan bukti materiil.56

Selain akta otentik ada lagi Akta di bawah tangan adalah akta yang

sengaja dibuat oleh para pihak untuk pembuktian tanpa bantuan dari

seorang pejabat pembuat akta, dengan kata lain Akta dibawah tangan

54 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia. h. 133 55 Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, (Jakarta: Sinargrafika, 2013, cet- 7),

h. 233 56 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia. h. 133-134

Page 44: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

35

adalah akta yang dimaksudkan oleh para pihak sebagai alat bukti, tetapi

tidak dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum Pembuat Akta.57

Agar akta di bawah tangan dapat dijadikan alat bukti maka harus

memenuhi syarat formil dan materiil. Menurut M. yahya Harahap, SH

syarat formil dan materiil akta di bawah tangan sebagai berikut:

1) Syarat formil akta di bawah tangan:

a). Bersifat partai

b). Pembuatannya tidak di hadapan pejabat.

c). Harus bermaterai

d). Ditanda tangani kedua belah pihak

2) Syarat materiil akta di bawah tangan:

a). Isi akta di bawah tangan berkaitan langsung dengan apa yang

diperkarakan

b). Isi akta di bawah tangan itu tidak bertentangan dengan hukum,

kesusilaan, agama dan ketertiban umum

c). Sengaja diperbuat untuk alat bukti.

Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan adalah sama dengan

akta otentik. Jika isi dan tanda tangan diakui oleh pihak lawan. Hanya

dapat disingkirkan jika isinya bertentangan dengan hukum, ada unsur

paksaan dalam pembuatan atau ada penipuan. Jika isi dan tangan yang ada

dalam akta di bawah tangan itu disangkal oleh pihak lawan, maka akta di

bawah tangan itu mempunyai nilai kekuatan yang sama dengan bukti

permulaan. Akibat dari penyangkalan ini secara berdiri sendiri tidak cukup

membuktikan dalil gugat, harus disempurnakan dengan alat bukti yang

lain seperti saksi atau sumpah tambahan.58

Jika ada sangkalan atau bantahan pihak lawan yang menyatakan

bahwa tanda tangan dalam akta tersebut adalah palsu, maka pihak yang

57 Victor M Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil Di

Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 1991), h.60 58 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. h.

162

Page 45: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

36

mengajukan akta di bawah tangan itu dapat meminta pengadilan untuk

memeriksa keabsahan tanda tangan yang ada dalam akta di bawah tangan

itu. Berdasarkan pasal 154 ayat (4) HIR Ketua Pengadilan atau Hakim

yang menyidangkan perkara tersebut sama sekali tidak perlu terikat

dengan hasil tes tersebut jika terjadi perlawanan dengan keyakinannya.

Jadi dalam menilai hasil tes tanda tangan itu, diserahkan sepenuhnya

kepada keyakinan hakim.

Pihak yang menyangkal akta di bawah tangan dan tidak mengakui

secara tegas akan kebenaran isi dan tanda tangan akta di bawah tangan

tersebut, maka akta di bawah tangan tersebut dianggap benar dan pihak

yang bersangkutan dianggap telah mengakuinya.59

Suatu surat perjanjian di bawah tangan yang memuat hutang

sepihak untuk membayar sejumlah uang atau menyerahkan suatu benda

yang harganya dapat ditentukan dengan sejumlah uang, harus ditulis

seluruhnya dengan tangan sendiri oleh orang yang menandatangan, atau

setidak-tidaknya selain tanda tangan harus ditulis pula oleh yang menanda

tangani sendiri dengan huruf-huruf, jumlah uang atau benda yang harus

dibayar atau diserahkannya. Jika syarat itu tidak dipenuhi, maka surat akta

yang ditanda tangani itu hanya dapat diterima sebagai permulaan bukti

tertulis (begin van schriftelijk bewijs, the beginning of written evidence,

Pasal 4 Stb. 1867-29, Pasal 291 R.Bg.).60 Pada umumnya akta di bawah

tangan tidak mempunyai kekuatan bukti lahir, karena tanda tangan dapat

dimungkiri. Sedangkan kekuatan bukti formil dan materiil sama dengan

akta otentik.

2. Bukti dengan saksi-saksi;

Menurut ketentuan Pasal 1895 BW dinyatakan “Pembuktian

dengan saksi diperkenankan dalam segala hal kecuali oleh peraturan

perundang ditentukan lain. Misal: adanya perjanjian asuransi harus

dibuktikan terlebih dahulu dengan akta (bukti surat) yaitu Polis.

59 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

h.162 60 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia. h. 137

Page 46: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

37

Dalam pembuktian dengan saksi hendaknya digunakan lebih dari

satu orang saksi, karena menurut Pasal 169 HIR – 306 R.Bg. keterangan

seorang saksi saja tanpa alat bukti lain, tidak dapat dipercaya. Peribahasa

hukumnya ialah “unus testis nullus testis” artinya satu saksi dianggap

bukan saksi. Ini berarti bahwa satu peristiwa dianggap tidak terbukti

apabila hanya didasarkan pada keterangan seorang saksi saja. Supaya

peristiwa itu terbukti dengan sempurna menurut hukum, keterangan

seorang saksi itu harus dilengkapi dengan alat bukti lain tidak ada,

pembuktian baru dianggap sempurna jika ada dua orang saksi atau lebih.

Namun demikian, meskipun ada dua atau beberapa orang saksi, suatu

peristiwa belum dapat dikatakan meyakinkan, apabila hakim tidak

mempercayai kejujuran saksi-saksi itu, misalnya karena keterangan saksi

satu sama lain sangat bertentangan.

3. Persangkaan;

Didalam hukum acara perdata persangkaan-persangkaan atau

vermoedens adalah alat bukti yang bersifat pelengkap atau accessory

evidence. Artinya persangkaan-persangkaan bukanlah alat bukti yang

mandiri. Persangkaan-persangkaan dapat menjadi alat bukti dengan

merujuk pada alat bukti lainnya dengan demikian juga satu persangkaan

saja bukanlah merupakan alat bukti. Pada praktik peradilan, ada dua

macam persangkaan yaitu sebagai berikut:61

1) Persangkaan menurut kenyataan atau persangkaan Hakim.

Disini hakim yang menentukan. Sehingga pengertian persangkaan

disini meliputi hal yang amat luas yang dapat ditarik oleh Hakim.

2) Persangkaan menurut Undang-undang

Persangkaan disini memang ditentukan menurut ketentuan undang-

undang, dihubungkan dengan perbuatan atau peristiwa-peristiwa

tertentu. Misalnya Pasal 1916-1921 BW.

61 Salim H.S, Perancangan kontrak & Memorandum Of Understanding (MOU), (Jakarta:

Sinar Grafika, 2011), h. 26

Page 47: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

38

4. Pengakuan

Telah diatur didalam Pasal 174-176 HIR/ 311-313 RBg.

Dibedakan: Pengakuan di muka sidang dan Pengakuan di luar sidang.

Dengan pengakuan, berarti dalil gugatan dianggap benar, Hakim

tidak perlu meneliti kebeneran tersebut (kebenaran formil), perkara

menjadi selesai. Dengan pengakuan tergugat terhadap dalil-dalil dalam

posita, yaitu suatu pengakuan yang murni (bulat), merupakan bukti

sempurna dan mempunyai kekuatan bukti menentukan. Kalau terjadi

demikian, maka Penggugat menang perkara. Suatu pengakuan tidak boleh

dipisah-pisah atau dipecah-pecah, jadi pengakuan harus utuh atau bulat:

Pasal 176 HIR/ 313 RBg. Jika pengakuan di sidang bersifat menentukan,

maka pengakuan diluar sidang masih boleh ditarik (dicabut) kembali.

Ilmu pengetahuan membagi pengakuan menjadi tiga yaitu:

pengakuan murni, pengakuan kualifikasi dan pengakuan dengan klausula.

Pengakuan murni adalah pengakuan terhadap tuntutan pihak lawan

sep 62 enuhnya sesuai dengan tuntutan tanpa ada tambahan apa pun;

sedangkan pengakuan dengan kualifikasi dan pengakuan dengan klausula

merupakan pengakuan dengan tambahan. Pengakuan dengan kualifikasi

adalah pengakuan disertai dengan penyangkalan sebagian. Pengakuan

klausula adalah pengakuan disertai keterangan tambahan yang bersifat

membebaskan.

5. Sumpah

Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat,

diberikan atau diucapkan pada waktu memberikan janji atau keterangan

dengan mengingat sifat maha kuasa dari Tuhan, dan percaya bahwa siapa

yang memberi keterangan atau janji atau keterangan yang tidak benar akan

dihukum oleh Tuhan.

Secara garis besar sumpah dibagi menjadi dua, yaitu sumpah

promisoir dan sumpah confirmatoir. Sumpah promisoir adalah sumpah

yang diucapkan oleh seseorang ketika akan menduduki suatu jabatan atau

62 Salim H.S, Perancangan kontrak & Memorandum Of Understanding (MOU). h. 27

Page 48: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

39

ketika akan bersaksi di pengadilan. Sementara itu, sumpah confirmatoir

adalah sumpah sebagai alat bukti.

HIR menyebutkan 3 (tiga) sumpah sebagai alat bukti, yaitu:

1) Sumpah Supletoir/Pelengkap (Pasal 155 HIR)

Sumpah supletoir adalah sumpah yang diperintahkan oleh

Hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak untuk melengkapi

pembuktian peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasar

putusannya.

Jadi untuk dapat diperintahkan melakukan sumpah ini, harus

ada pembuktian permulaan lebih dahulu, tapi bukti yang telah ada

tersebut belum cukup/sempurna sehingga dengan melakukan sumpah

ini pemeriksaannya menjadi selesai sehingga Hakim dapat

menjatuhkan putusannya.

Tanpa adanya bukti sama sekali, Hakim tidak boleh

memerintahkan atau membebani sumpah supletoir ini, demikian pula

apabila alat buktinya telah cukup lengkap.63

2) Sumpah Aestimatoir/ Penaksir (Pasal 155 HIR)

Sumpah penaksir yaitu sumpah yang diperintahkan oleh Hakim

karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang

ganti kerugian.

Sumpah penaksir ini barulah dapat dibebankan oleh Hakim

kepada penggugat apabila penggugat telah dapat membuktikan haknya

atas ganti kerugian, tapi jumlahnya belum pasti. Maka cara untuk

menentukan jumlah kerugian tersebut, ditaksir dengan melalui sumpah

ini. Kekuatan pembuktian sumpah ini sama dengan sumpah supletoir

yaitu bersifat sempurna dan masih dimungkinkan diterobos bukti

lawan.

63 Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.45

Page 49: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

40

3) Sumpah Decisoir/Pemutus (Pasal 156 HIR)

Sumpah decisoir adalah sumpah yang dibebankan atas

permintaan salah satu pihak kepada lawannya. Berlainan dengan

sumpah supletoir, maka sumpah decisoir ini dapat dibebankan

meskipun tidak ada pembuktian sama sekali, sehingga sumpah decisoir

dapat dilakukan setiap saat selama pemeriksaan.

Akta di bawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak

tanpa perantara seorang pejabat umum. 64 Tulisan di bawah tangan

membutuhkan pengakuan kebenaran atas tulisan tersebut dari para pihak

dan saksi-saksi lain. Namun jika tanda tangan dalam tulisan di bawah

tangan itu sudah diakui oleh para pihak, maka tulisan tersebut berkekuatan

mengikat dan sempurna sebagai alat bukti.

Perjanjian tertulis otentik juga disebut akta otentik. Pengertian

akta otentik secara teoritis adalah surat atau akta yang sejak semula dengan

sengaja secara resmi dibuat untuk pembuktian apabila suatu hari terjadi

suatu sengketa,65

Suatu akta otentik memberikan bukti yang sempurna tentang apa

yang dimuat di dalamnya kepada :

1. Para pihak beserta ahli waris mereka atau;

2. Orang-orang yang mendapat hak daripada mereka tersebut diatas.

Kelebihan dari akta otentik dibandingkan dengan akta yang dibuat

dibawah tangan ialah grosse dari akta otentik dalam beberapa hal

mempunyai kekuatan pembuktian eksekutorial seperti putusan hakim,

sedangkan akta yang dibuat dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan

pembuktian eksekutorial.66

64 Salim H.S, Perancangan kontrak & Memorandum Of Understanding (MOU). h. 29 65 Asri Diamitri Lestari, “Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik yang di Buat Oleh Notaris

Dalam Pembuktian Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Sleman, 2014, h. 5 66 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1996, Cet 3), h.

54

Page 50: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

41

BAB IV

KEABSAHAN JUAL BELI YANG DILAKUKAN SECARA PAKSA PADA

KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1621 K/Pdt/2012

A. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 90/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Pst

1. Posisi Kasus

Para Pihak dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1621

K/Pdt/2012 antara lain Ibrahim, bertempat tinggal di Jalan Salemba

Tengah Gg.IX No.121 C RT.03/RW.04, Kelurahan Paseban, Kecamatan

Senen, Jakarta Pusat, dalam hal ini memberi kuasa kepada Rudy Fajar,

Advokat, Pengacara pada Kantor Law Firm Rudy Fajar, SH & Associates,

beralamat tinggal di Jalan Jatinegara Kaum Utara Km 18 No.2

Pulogadung, Jakarta Timur, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 6

Januari 2012 sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat/Pembanding. Para

pemohon mengajukan perlawanan terhadap Putusan No.

373/Pdt/2011/PT.DKI. Adapun pihak terlawannya adalah Andiani

Limbangan (AL), bertempat tinggal di Jalan Salemba Tengah Gg. IX

No.155 C, RT.08/RW.04, Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta

Pusat, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Rangga B.Rikuser, SH. dan

kawan-kawan, Advokat-Penasehat Hukum pada Kantor HPS &

Associates, bertempat tinggal di Jalan Tebet Barat Dalam I No.42 Tebet

Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 7 Maret 2012;

sebagai Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Terbanding.

Pemohon mengaku telah meminjam uang Rp. 80.000.000,00

(delapan puluh juta) pada Termohon. Jangka waktu utang piutang tersebut

adalah 3 (tiga) bulan. Bunga yang dikenakan pada utang piutang tersebut

adalah 10% (sepuluh persen). Utang piutang tersebut terjadi hanya dengan

lisan pada September 2007.

Setelah lewat 3 (tiga) bulan, Pemohon belum dapat melunasi utang.

Tiba-tiba Ibrahim disuruh menandatangani kwitansi tanggal 3 Februari

Page 51: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

42

2008 dan di paksa menandatangani Surat Perjanjian Jual Beli di bawah

tangan tanggal 26 Juli 2007 yang dibuat secara sepihak oleh Termohon.

Menurut Ibrahim, kwitansi tanggal 3 Februari 2008 dan Surat

Perjanjian Jual Beli tanggal 26 Juli 2007 tersebut cacat hukum. Cacat

hukum terjadi karena Pemohon dipaksa menandatanganinya dan perjanjian

tersebut dibuat AL sepihak.

2. Keterangan Saksi

Penggugat dan Tergugat masing-masing mengajukan 1 (satu)

orang saksi atas sumpah di persidangan menerangkan pada pokoknya.

Penggugat selain mengajukan surat bukti juga mengajukan 1 (satu) orang

saksi yang bernama NOVIANTI dibawah sumpah pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:

1. Bahwa saksi kenal dengan Penggugat namun tidak ada hubungan

keluarga

2. Bahwa saksi tidak kenal dengan Tergugat hanya kenal dengan istri

Tergugat

2. Bahwa saksi kenal dengan Penggugat sejak tahun 2007 pada saat saksi

bekerja dirumah Penggugat sebagai pembantu rumah tangga

3. Bahwa saksi sejak tahun 2008 sudah tidak bekerja dengan Penggugat

4. Bahwa saksi pernah mendengar kalua istri Tergugat akan menjual

rumahnya kepada Penggugat yang di Jl. Salemba pada saat dirumah

Penggugat

5. Bahwa benar saksi mendengar dari Penggugat kalua rumah Tergugat

jadi dibeli oleh Penggugat dan sekarang rumah ditempati oleh

Tergugat.

Selanjutnya Tergugat selain mengajukan surat bukti juga

mengajukan 1 (satu) orang saksi yang bernama SULAIMAN.S, dibawah

sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

1) Bahwa saksi kenal dengan Tergugat dan Penggugat karna saksi

pengurus Rukun Warga

Page 52: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

43

2) Bahwa yang saksi tahu Tergugat ada proyek di Menado, lalu

menggadaikan sertifikat rumahnya untuk meminjam uang kepada

Penggugat sebesar antara Rp.30.000.000,-s/d Rp.50.000.000,-

3) Bahwa benar saksi tidak tahu ada tidaknya perjanjian dalam

peminjaman uang tersebut

4) Bahwa saksi hanya dapat laporan dari Tergugat, kalau Tergugat dapat

pinjaman uang dari Penggugat, saksi juga pernah melihat kwitansi

yang jumlahnya Rp.30.000.000,-

5) Bahwa rumah tersebut sekarang yang menempati Tergugat

3. Pembuktian

Karena gugatan Penggugat disangkal oleh Tergugat, maka

berdasarkan ketentuan Pasal 163 HIR Penggugat berkewajiban untuk

membuktikan kebenaran dalil gugatannya. Maka untuk menguatkan dalil-

dalil gugatannya Penggugat telah mengajukan foto copy surat bukti yang

telah dibubuhi materai secukupnya sebagai berikut:

1) Fotocopy sesuai dengan aslinya Sertifikat Hak Milik No.721

Kel.Paseban atas nama ENTONG, diberi tanda bukti P-1

2) Fotocopy sesuai dengan aslinya Kwitansi Tanda Pembayaran dari Ibu

Andhiani Limbangan kepada Ibrahim senilai Rp.150.000.000,-

(serratus lima puluh juta rupiah) tanggal 25 April 2008, diberi tanda

bukti P-2

3) Fotocopy sesuai dengan aslinya Surat Perjanjian Jual Beli Sebidang

Tanah berikut segala yang ada diatasnya terletak di Jl. Salemba

Tengah Gg. IX No.121 C, Kel. Paseban Senen Jakarta Pusat antara

Andhiani Limbangan dengan Ibrahim, tertanggal 26 Juli 2007, diberi

tanda bukti P-3

4) Fotocopy sesuai dengan aslinya Surat Perjanjian Jual Beli Sebidang

Tanah berikut segala yang ada diatasnya terletak di Jl. Salemba

Tengah Gg. IX No.121 C, Kel. Paseban Senen Jakarta Pusat antara

Andhiani Limbangan dengan Ibrahim, tertanggal 27 Januari 2002,

diberi tanda bukti P-4

Page 53: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

44

5) Fotocopy sesuai dengan aslinya Tanda Pengenal (Kartu Tanda

Penduduk) dengan Nomor. 09.5004.581269.0265 a.n. Andhiani

Limbangan, diberi tanda bukti P-5

Selanjutnya untuk menyangkal dalil-dalil Penggugat, maka

Tergugat mengajukan foto copy surat yang telah dibubuhi materai

secukupnya yang diberi tanda T-1 yaitu:

1. Fotocopy Kwitansi tertanggal 3 Februari 2008 sejumlah

Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) diberi tanda bukti

Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Bahwa terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

melalui putusan No. 90/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Pst. tanggal 1 Oktober 2009

diantaranya memutuskan delapan hal, yang amarnya sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan Tergugat telah ingkar janji (wanprestasi);

3. Menyatakan perjanjian yang tertuang dalam surat perjanjian jual beli

antara Penggugat dengan Tergugat, tanggal 26 Juli 2007 sah dan

mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan kepada Penggugat sebidang

tanah seluas 55 M² berikut sebuah bangunan rumah tempat tinggal dan

turutan-turutannya yang berada diatas tanah tersebut yang menurut

sifat maksud dan tujuan serta peruntukannya maupun menurut hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dianggap

sebagai benda-benda tetap hanya pengecualian, yang terletak atau

dikenal Jalan Salemba Tengah Gg.IX No. 121 C, Kelurahan Paseban,

Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, sesuai dengan Sertifikat Hak Milik

No.721 Tahun 1999 atas nama Entong;

5. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian kepada

Penggugat sebesar Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), sebagai

konpensasi sewa pakai rumah tempat tinggal yang terletak di Jalan

Page 54: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

45

Salemba Tengah Gg.IX No. 121 C, Kelurahan Paseban, Kecamatan

Senen, Jakarta Pusat sejak tanggal 26 Juli 2007 secara tunai seketika;

6. Menyatakan sah dan berharga sita penyesuaian (revindicatoir beslag)

terhadap obyek sengketa berupa : sebidang tanah seluas 55 M² berikut

sebuah bangunan rumah tempat tinggal dan turunan-turunannya yang

berada diatas tanah tersebut yang terletak atau dikenal Jalan Salemba

Tengah Gg. IX No. 121 C, Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen,

Jakarta Pusat sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No. 721 Tahun 1999

atas nama Entong;

6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp761.000,- (tujuh ratus enam puluh satu ribu rupiah);

7. Menolak gugatan selain dan selebihnya;

B. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 373/Pdt/2011/PT. DKI

1. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta

Dalam pertimbangan putusan No. 373/Pdt/2011/PT.DKI, Majelis

Hakim mempertimbangkan bahwa permohonan banding dari Pembanding

semula Tergugat telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tata

cara serta memenuhi syarat yang ditentukan undang-undang, maka

permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima.

Bahwa keberatan Pembanding semula Tergugat sebagaimana

diuraikan dalam memori bandingnya tidak memuat fakta hukum baru dan

telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim tingkat Pertama dengan tepat

dan benar, oleh karenanya tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut oleh

Majelis Hakim tingkat banding;

Bahwa setelah membaca dan mempelajari secara seksama berkas

perkara, Salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

No.90/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST. tanggal 1 Oktober 2009 yang

dimohonkan banding a quo, memori banding berpendapat bahwa alasan,

pertimbangan dan putusan Majelis hakim tingkat pertama yang pokoknya

dalam gugatan Konvensi mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian

Page 55: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

46

dan menolak gugatan selainnya atau selebihnya serta gugatan Rekovensi

menolah gugatan Rekovensi dari Penggugat Rekovensi untuk seluruhnya

yang selengkapnya termuat dalam putusan Majelis Hakim tingkat pertama

telah tepat dan benar, karena itu dapat disetujui serta dijadikan

pertimbangan Majelis Hakim tingkat banding dalam mengadili dan

memutus perkara ini dalam tingkat banding, serta untuk mempersingkat

uraian putusan dianggap termuat dalam putusan ini;

Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas,

maka putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

No.90/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST. tanggal 1 Oktober 2009 yang

dimohonkan banding a quo, dapat dipertahankan untuk dikuatkan;

Bahwa putusan pengadilan tingkat pertama dikuatkan dan

Pembanding semula Tergugat tetap sebagai pihak yang kalah berperkara,

maka harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat

pengadilan.

2. Putusan Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta

Bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat putusan

Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta

dengan putusan No. 373/Pdt/2011/PT.DKI. tanggal 22 September 2011;

1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2) Menyatakan Tergugat telah ingkar janji (wanprestasi);

3) Menyatakan perjanjian yang tertuang dalam surat perjanjian jual beli

antara Penggugat dengan Tergugat, tanggal 26 Juli 2007 sah dan

mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4) Menghukum Tergugat untuk menyerahkan kepada Penggugat sebidang

tanah seluas 55 M² berikut sebuah bangunan rumah tempat tinggal dan

turutan-turutannya yang berada diatas tanah tersebut yang menurut

sifat maksud dan tujuan serta peruntukannya maupun menurut hukum

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dianggap

sebagai benda-benda tetap hanya pengecualian, yang terletak atau

Page 56: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

47

dikenal Jalan Salemba Tengah Gg.IX No. 121 C, Kelurahan Paseban,

Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, sesuai dengan Sertifikat Hak Milik

No.721 Tahun 1999 atas nama Entong;

5) Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian kepada

Penggugat sebesar Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), sebagai

konpensasi sewa pakai rumah tempat tinggal yang terletak di Jalan

Salemba Tengah Gg.IX No. 121 C, Kelurahan Paseban, Kecamatan

Senen, Jakarta Pusat sejak tanggal 26 Juli 2007 secara tunai seketika;

6) Menyatakan sah dan berharga sita penyesuaian (revindicatoir beslag)

terhadap obyek sengketa berupa : sebidang tanah seluas 55 M² berikut

sebuah bangunan rumah tempat tinggal dan turunan-turunannya yang

berada diatas tanah tersebut yang terletak atau dikenal Jalan Salemba

Tengah Gg. IX No. 121 C, Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen,

Jakarta Pusat sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No. 721 Tahun 1999

atas nama Entong;

7) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp761.000,- (tujuh ratus enam puluh satu ribu rupiah);

8) Menolak gugatan selain dan selebihnya;

C. Putusan Mahkamah Agung No. 1621 K/Pdt/2012

1. Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia

Dalam pertimbangan putusan Nomor 1621 K/Pdt/2012, Majelis

Hakim mempertimbangkan bahwa alasan-alasan kasasi tidak dapat

dibenarkan, oleh karena Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan

putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum,

putusan dan pertimbangannya telah tepat dan benar yaitu mengabulkan

gugatan konvensi karena Penggugat Konvensi dapat menunjukkan bukti-

bukti sah berupa surat-surat dan saksi yang menunjukkan bahwa

Penggugat telah membeli tanah sengketa dari Tergugat secara sah dan

telah membayar lunas harga pembelian, sedangkan Tergugat tidak dapat

Page 57: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

48

menunjukkan bahwa ketika menandatangani surat jual beli Tergugat

melakukannya secara terpaksa atau tanpa kesadaran penuh yang

menyebabkan jual beli cacat secara hukum, lagi pula alasan-alasan selain

dan selebihnya hanyalah mengenai penilaian hasil pembuktian yang

bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat

dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena

pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya

kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan

perundangundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya

putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilan tidak berwenang atau

melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal

30 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan

ditambah dalam Undang-Undang No.5 Tahun 2004 dan perubahan kedua

dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2009;

Majelis hakim mempertimbangkan bahwa berdasarkan

pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam

perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang,

maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : Ibrahim

tersebut harus di Tolak.

2. Putusan Hakim Mahkamah Agung Repuplik Indonesia

Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka Majelis hakim

memutuskan sebagai berikut:

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Ibrahim tersebut;

2. Menghukum Pemohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya

perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu

rupiah).

Page 58: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

49

D. Analisis Kasus Perjanjian Jual Beli Tanah di Bawah Tangan antara

Ibrahim dengan Andiana Limbangan (AL) Pada Putusan Mahkamah

Agung No. 1621 K/Pdt/2012

Perjanjian lisan sebenarnya sudah memenuhi unsur sepakat dalam

perjanjian. Namun dalam hal tertentu, perjanjian disyaratkan dibuat secara

tertulis. Karena untuk kepentingan pembuktian, guna menjamin suatu

kepastian hukum dan memperkecil resiko sengketa. Perjanjian tertulis adalah

persetujuan yang dibuat para pihak tidak di hadapan atau oleh pejabat umum

yang berwenang dan bentuknya ditentukan para pihak sendiri. Ditentukan

secara bebas oleh para pihak karena memang tidak disyaratkan oleh undang-

undang atau karena para pihak melanggar ketentuan undang-undang. Lalu,

Bagaimana kekuatan hukum surat perjanjian jual beli tanah yang dilakukan

tidak dihadapan Notaris atau di bawah tangan?

Perjanjian semacam itu disebut tulisan di bawah tangan. Aka di bawah

tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak tanpa perantara seorang

pejabat umum.67Tulisan di bawah tangan membutuhkan pengakuan kebenaran

atas tulisan tersebut dari para pihak dan saksi-saksi lain. Namun jika tanda

tangan dalam tulisan di bawah tangan itu sudah diakui oleh para pihak, maka

tulisan tersebut berkekuatan mengikat dan sempurna sebagai alat bukti.

Perjanjian tertulis otentik juga disebut akta otentik. Pengertian akta

otentik secara teoritis adalah surat atau akta yang sejak semula dengan sengaja

secara resmi dibuat untuk pembuktian apabila suatu hari terjadi suatu

sengketa,68

Suatu akta otentik memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang

dimuat di dalamnya kepada :

1) Para pihak beserta ahli waris mereka atau;

2) Orang-orang yang mendapat hak daripada mereka tersebut diatas.

67 Salim H.S, Perancangan kontrak & Memorandum Of Understanding (MOU), (Jakarta:

Sinar Grafika, 2011), h. 29 68 Asri Diamitri Lestari, “Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik yang di Buat Oleh Notaris

Dalam Pembuktian Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Sleman, 2014, h. 5

Page 59: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

50

Kelebihan dari akta otentik dibandingkan dengan akta yang dibuat

dibawah tangan ialah grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai

kekuatan pembuktian eksekutorial seperti putusan hakim, sedangkan akta

yang dibuat dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian

eksekutorial.69

Bahwa kekuatan hukum pembuktian akta di bawah tangan atau PPJB

menurut M. Yahya Harahap secara formil bergantung pada orang yang

menandatangani perjanjian tersebut, secara rinci kekuatan pembuktian Akta di

Bawah Tangan (ABT) meliputi:

1. Dianggap benar menerangkan seperti apa yang dijelaskan dalam akta

2. Berdasarkan kekuatan formil yang demikian,, meski dianggap terbuktu

tentang adanya pernyataan dari penandatangan; surat keterangan yang saya

tanda tangani benar-benar berisi keterangan saya;

3. Dengan demikian kekuatan pembuktian ABT tersebut meliputi:

a. Kebenaran identitas penanda tangan.

b. Menyangkut identitas orang yang memberi keterangan.

Berarti, setiap ada tulisan yang di tandatangani seseorang yang berisi

perbuatan hukum, secara formil identitas orang yang bertanda tangan dan

membuat keterangan, sama dengan identitas tandatangan tersebut. Pada Akta

Otentik penandatanganan akta, bersifat mutlak untuk keuntungan pihak lain,

karena penandatanganan dilakukan dan disahkan oleh penjabat umum. Tidak

demikian dengan ABT. Daya oembuktian formilnya tidak bersifat mutlak,

karena daya formilnya itu sendiri tidak dibuat dihadapan penjabat umum.

Dengan demikian, keterangan yang dicantum di dalamnya tidak mutlak untuk

keuntungan pihak lain. Kemungkinan dapat menguntungkan dan merugikan

para pihak, atas alasan:

69 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1996, Cet-3), h.

54

Page 60: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

51

1. Karena isi keterangan yang tercantum di dalam ABT belum pasti

merupakan persesuaian keterangan para pihak.70

2. Sebab tanpa melalu bantahan atas kepalsuan ABT, masing-masing pihak

berhak dan dapat dibenarkan hukum untuk mengingkari isi dan tanda

tangan.

Kebolehan mengingkari isi dan tandatangan, diatur dalam Pasal 1876

KUHPerdata 186 R.Bg. yang menegaskan, barang siapa yang diajukan akta

dibawah tangan diwajibkan secara tegas mengakui atau mengingkari tanda

tangannya. Ini berarti kalau diakui memiliki keuntungan pihak lawan namun

apabila dipungkiri, yang terjadi bukanlah menguntungkan bahkan

mendatangkan kerugian. Itu sebabnya pada dasarnya akta dibawah tangan itu:

1. Mengandung kerawanan dan ketidakpastian

2. Selama tidak diingkari, eksistensinya sebagai akta atau alat bukti, dan

dapat dikatakan aman, namun apabila isi dan tanda tangan dimungkiri,

hilang kepastian dan keamanannya sebagai akta atau alat bukti. Sebagai

contoh goyahnya atau rawannya akta dibawah tangan sebagaimana dalam

yurisprudensi atau putusan Mahkamah Agung No. 167K/Sip/1959.

Sebagai contoh bagaimana goyah dan rawannya akta di bawah tangan,

dapat dilihat putusan MA No.167 K/Sip/1959. Dalam kasus ini meskipun

tanda tangan diakui, namun isi disangkal, daya kekuaan formilnya sebagai

ABT, runtuh dan anjlok menjadi bukti permulaan tulisan.71

Sehingga peneliti menyatakan dengan tegas bahwa hakim MA keliru

dan kurang berhati-hati dalam memberikan keputusan karena dalam kasus ini,

tanda tangannya diakui akan tetapi isinya disangkal, karena Ibrahim sama

sekali tidak membaca tanda tidak mengakui isi dari PPJB tersebut, sehingga

ini merupakan perjajian yang dilakukan dengan tidak adanya itikad baik

70 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata; Tentan Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

pembuktian dan putusan pengadilan, (Jakarta: sinar grafika cet-13 2013), h. 591 71 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata; Tentan Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

pembuktian dan putusan pengadilan. h. 592

Page 61: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

52

karena terdapat tipu muslihat dan terdapat kehilafan, hal ini bertentangan

dengan yang dimaksud dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun

2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah

Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi

Pengadilan, sebagai berikut:

1. Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/prosedur

dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan

perundang-undangan yaitu:

a. Pembelian tanah melalui pelelangan umum atau;

b. Pembelian tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (sesuai

dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 atau;

c. Pembelian terhadap tanah milik adat/yang belum terdaftar yang

dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat yaitu:

d. dilakukan secara tunai dan terang (di hadapan/diketahui Kepala

Desa/Lurah setempat).

e. didahului dengan penelitian mengenai status tanah objek jual beli dan

berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah objek jual

beli adalah milik penjual.

f. Pembelian dilakukan dengan harga yang layak.

2. Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal berkaitan dengan objek

tanah yang diperjanjikan antara lain:

a. Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang

menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau;

b. Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita,

atau;

c. Tanah objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak

tanggungan, atau;

d. Terhadap tanah yang bersertifikat, telah memperoleh keterangan dari

BPN dan riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan

pemegang sertifikat.

Page 62: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

53

Syarat angka 1 dan 2 di atas bersifat kumulatif, jadi harus dilaksanakan

dua-duanya, tidak boleh hanya salah satu saja. Undang-undang

memerintahkan bahwa jual beli tanah dan bangunan memang harus dilakukan

dengan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Notaris/PPAT karena Setiap

perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu

hak baru atas tanah, menggadaikan tanah, atau meminjam uang dengan hak

atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang

dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta tanah

dan akta jual beli harus dibuat oleh dan dihadapan Notaris/PPAT karena

merupakan satu-satunya pejabat yang berwenang. Pendaftaran tanah hanya

dapat dilakukan berdasarkan akta otentik yang dibuat oleh PPA, Sehingga

Notaris/PPAT dalam transaksi jual beli adalah suatu yang mutlak khususnya

bagi pembeli.

Bahwa menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun

1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti sah

(selain risalah lelang, jika peralihan haknya melalui lelang) bahwa hak atas

tanah dan bangunan sudah beralih kepada pihak lain. AJB dibuat di hadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau camat untuk daerah tertentu yang

masih jarang terdapat PPAT. Secara hukum, peralihan hak atas tanah dan

bangunan tidak bisa dilakukan di bawah tangan. Sehingga daya kekuatan

pembuktiannya sebagai akta dibawah tangan dalam kasus ini ada PPJB adalah

tidak sesuai dengan memnuhi unsur pembeli yang bertikad baik dan

melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah sehingga menurut hukum bukti

tersebut harus dinayatakan lemah menjadi bukti permulaan tulisan.

Bahwa hakim Mahkamah Agung dalam hal ini tidak mengindahkan

Undang-Undang sebagai aturan yang menjadi landasan hakim memutuskan

perkara, bahwa hakim dalam memutuskan pekara harus bersifat objektif dan

tidak memihak, oleh karena itulah aturan hukum dibuat agar terciptanya

masyarakat yang adil dan tertib. Undang-undang sebagai kepastian hukum

menjamin itu, sehingga apabila hakim tidak objektif dan mengabaikan

Undang-Undang maka keadilan yang di idam-idamkan para pencari keadilan

Page 63: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

54

tidak tercapai. Bahwa Allah SWT memerintahkan agar manusia berbuat adil,

hal ini sebagaimana dalam firman Allah SWT:

يأمركم أن تؤدوا المانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا ب ا يعظكم به إن للا نعم العدل إن للا

كان سميعا بصيرا إن للا

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan

dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang

sebaikbaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha

mendengar lagi Maha melihat. [Q.S An-Nisa ayat 58].

Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia memerintahkan agar amanat-

amanat itu disampaikan kepada yang berhak menerimanya. Hal ini merupakan

perintah Allah Swt. yang menganjurkan menetapkan hukum di antara manusia

dengan adil. Karena itulah maka Muhammad ibnu Ka'b, Zaid ibnu Aslam, dan

Syahr ibnu Hausyab mengatakan bahwa ayat ini diturunkan hanya berkenaan

dengan para umara, yakni para penguasa yang memutuskan perkara di antara

manusia. (Tafsir Ibnu Katsir).

Bahwa menurut peneliti berdasarkan Undang-Undang sudah

seharusnya jual beli tersebut yang terjadi antara Ibrahim dengan Andiani

Limbanan ini selain tidak sah karena mengandung unsur paksaan dan

kekhilafan dan dilakukan tidak sesuai dengan yang diperintahkan dalam

Undang-Undang sehingga demi keadilan dan kepastian hukum perjanjian

semcama ini harus dianggap batal demi hukum dan PPJB yang dilakukan

bertentangan dengan undang-undang dan tidak memiliki kekuatan hukum.

Page 64: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

55

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaturan Hukum Suatu Perjanjian Dalam Transaksi Jual Beli

Pertanahan di Indonesia. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian

adalah suatu perbuatan secara tertulis atau lisan yang dibuat dua pihak atau

lebih dimana masing-masing berjanji untuk mentaati apa yang tersebut

dalam kesepakatan bersama. Pada dasarnya syarat sahnya suatu perjanjian

diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yakni: Kesepakatan, Kecakapan,

Suatu hal tertentu dan Sebab yang halal. Maka para pihak yang terlibat

dalam perjanjian harus sepakat mengenai hal-hal pokok dalam perjanjian.

2. Pembuktian Keabsahan Perjanjian Jual Beli Piutang Pertanahan di Bawah

Tangan. Keabsahan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah yang dilakukan

antara Pemohon dengan Termohon adalah tidak sah, karena didalam Pasal

1320 KUHPerdata sudah jelas bahwa syarat sahnya suatu perjanjian yaitu

dengan adanya kesepakatan, artinya para pihak yang terlibat dalam

perjanjian harus sepakat mengenai hal-hal pokok dalam perjanjian

tersebut. Dalam putusan ini, dijelaskan bahwa surat perjanjian jual beli

dibuat secara sepihak dan Pemohon dipaksa untuk menandatangani surat

tersebut. Di dalam Pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa kata

sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh

dengan paksaan atau penipuan. Maka sebagai pihak yang dirugikan

perjanjian jual beli yang dilakukan antara Pemohon dengan Termohon

dapat dimintakan pembatalannya karena tidak terpenuhinya syarat

subjektif dari syarat sah perjanjian, yaitu adanya sepakat para pihak.

3. Kekuatan Hukum Jual Beli Tanah Yang Dilakukan Secara Paksa dalam

Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1621

K/Pdt/2012. Kekuatan hukum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah

yang dilakukan. Adapun untuk akta dibawah tangan, maka secara lahir

akta tersebut sangat berkait dengan tanda tangan, jika tanda tangan diakui,

Page 65: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

56

akta dibawah tangan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.

Kekuatan pembuktian formal pada akta otentik memiliki kepastian hukum,

karena penjabatlah yang menerangkan kebenaran dari apa yang dilihat,

didengar, dan dilakukan penjabat. Sedangkan untuk akta dibawah tangan,

pengakuan dari pihak yang bertanda tangan menjadi kekuatan pembuktian

secara formal. Hal ini sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1876

KUHPerdata186 R.Bg. yang menegaskan, barang siapa yang diajukan akta

dibawah tangan diwajibkan secara tegas mengakui atau mengingkari tanda

tangannya. Dalam kasus ini, yang terjadi perjanjian jual beli tanah antara

Pemohon dengan Termohon dilakukan secara paksaan dan kekhilafan,

surat tersebut dibuat secara sepihak. Walaupun pihak pemohon mengakui

tanda tangan tersebut namun isi perjanjiannya tidak diakui karena

dilakukan dengan paksaan. Maka perjanjian tersebut secara undang-

undang dapat dibatalkan dan secara pembuktian surat lemah dimata

hukum.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka peneliti ingin

memberikan saran kepada penegak hukum agar kiranya dapat menerapkan

hukum sesuai berlandaskan pada Peraturan Perundang-Undangan agar

terwujudnya cita-cita dan tercapainya keadilan, maka dengan ini penulis

memberikan saran agar:

1. Diharapkan adanya kesadaran dari masyarakat, agar tidak melakukan jual

beli di bawah tangan, karena pada akhirnya akan merugikan para pihak.

2. Diharapkan para penegak hukum, agar menerapkan kepastian hukum

sebagai pedoman dalam menimbang karena pembuktian dalam hukum

perdata dilakukan secara formil namun tidak menutup kemungkinan

melalui materiil. Namun hukum formillah yang digunakan sebagai

pembeda pembuktian antara hukum perdata dan pidana.

Page 66: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

57

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Ahmadi, Fahmi Muhammad dan jaenal Aripin. Metode Penelitian Hukum.

Ciputat: Citra Karya Mandiri, 2010

Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum

Positif, Surabaya: Pustaka Pelajar, 2004

Asri, Benyamin dan Thabrani Asri, Tanya Jawab Pokok-Pokok Hukum Perdata

dan Hukum Agraria. Bandung: CV. Armico, 1987

Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis. Bandung: Alumni, 1994

Budiono, Herlien. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di

Bidang Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009

Budiono, Herlien. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di

Bidang Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010

Fakhriah, Efa Laela. Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata. Cet ke-

2. Bandung: PT Alumni, 2013

Gultom, Efrida. Hukum Acara Perdata. Literata: Jakarta, 2010

Hadisoeprapto, Hartono. Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan.

Yogyakarta: Liberty, 1984

Hamidjojo, R. Soetojo Prawiro dan Marthalena Pohan. Hukum Perikatan,

Surabaya: Bina Ilmu,1978

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta, Sinar Grafika, 2005

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan). Jakarta: Sinargrafika

cet-9 2009

Harahap, M. Yahya. Hukum Acaara Perdata; Tentan Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, pembuktian dan putusan pengadilan. Jakarta: sinar grafika cet-

13 2013

Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersial. Jakarta: Kencana, 2010

Page 67: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

58

H.S, Salim. Perancangan kontrak & Memorandum Of Understanding (MOU).

Jakarta: Sinar Grafika, 2011

H.S, Salim. Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak). Jakarta:

Sinar Grafika, 2003

H.S, Salim. Perkembangan Hukum Kontak Innominaat Di Indonesia. Jakarta:

Penerbit Sinar Grafika, 2004

Ibrahim. Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayumedia Publishing, Cet-II 2006

Komariah, Hukum Perdata. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan

Agama. Jakarta: Al Hikmah, 2001

Mertokusumo,Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Bandung: Alumni,

1994

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Acara Perdata Indonesia. Citra Aditya Bakti,

Bandung

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian,

Cet-2. Jakarta: PT Grafindo Persada, 2004

Rambe, Ropaun. Hukum Acara Perdata Lengkap. Jakarta: Sinargrafika, cet- 7

2013

Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 1995

Silondae, Arus Akbar dan Wirawan B. Ilyas, Pokok-Pokok Hukum Bisnis. Jakarta:

Salemba Empat, 2014

Simanjutak, P.N.H. Pokok- Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta:Djambatan,

2009

Situmorang, Victor M dan Cormentyna Sitanggang, Aspek Hukum Akta Catatan

Sipil Di Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika, 1991

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta;Intermedia,1990

Subekti, R. Hukum Perjanjian. Jakarta : Penerbit Intermasa, 1998

Subekti, Hukurn Pembuktian. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2001

Subekti, R. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradya Paramita, 1979

Page 68: KEABSAHAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41594/1/LIDIANA... · bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

59

Subekti, R. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradya Paramita, 2007

Soekanto, Soerjono. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986

Soeparmono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi. Bandung: Mandar Maju,

2015

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2003

Surajiman. Perjanjian Bernama. Jakarta: Pusbakum, 2001

Sutedi, Adrian. Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar

Grafika, 2013

Syahrani, Ridwan. Materi Dasar Hukum Acara Perdata. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2004

Tobing, G.H.S Lumban. Peraturan Jabatan Notaris, Cet 3. Jakarta: Erlangga,

1996

Perangin, Effendi. Hukum Agraria di Indonesia. Jakarta: Rajawali,1991

Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi, Jual beli, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2004

Widjaja, Gunawan. Seri Hukum Bisnis: Memahami Prinsip Keterbukaan

(Aanvullend Recht) dalam Hukum Perdata. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2007

Peraturan Perundang-undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbook)