BAB I - ibelboyz.files.wordpress.com file · Web view12. Kuliah Kedua Belas (K.12) HAK KEBENDAAN....

40
Bab III, Hukum Benda 12. Kuliah Kedua Belas (K.12) HAK KEBENDAAN 1. Pengertian Hak Kebendaan Hak kebendaan {zakelijk recht) adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Menurut Prof. L.J. van Apeldoorn, hak-hak kebendaan adalah hak-hak harta benda yang memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda. Kekuasaan langsung berarti bahwa ada terdapat sesuatu hubungan yang langsung antara orang-orang yang berhak dan benda tersebut. Demikian juga menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hak kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak mutlak atas suatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Dari rumusan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, hak kebendaan merupakan suatu hak mutlak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan setiap orang dan mempunyai sifat melekat. 2. Ciri-ciri Hak Kebendaan Pada dasarnya, ciri-ciri dari suatu hak kebendaan itu adalah sebagai berikut: a. Merupakan hak mutlak Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga. b. Mempunyai zaaks gevolg atau droit de suite. 80

Transcript of BAB I - ibelboyz.files.wordpress.com file · Web view12. Kuliah Kedua Belas (K.12) HAK KEBENDAAN....

Bab III, Hukum Benda

12. Kuliah Kedua Belas (K.12)

HAK KEBENDAAN1. Pengertian Hak Kebendaan

Hak kebendaan {zakelijk recht) adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan

langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Menurut

Prof. L.J. van Apeldoorn, hak-hak kebendaan adalah hak-hak harta benda yang

memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda. Kekuasaan langsung berarti

bahwa ada terdapat sesuatu hubungan yang langsung antara orang-orang yang berhak

dan benda tersebut. Demikian juga menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,

hak kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak mutlak atas suatu benda di mana hak itu

memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan

terhadap siapapun juga.

Dari rumusan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, hak kebendaan

merupakan suatu hak mutlak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda

yang dapat dipertahankan setiap orang dan mempunyai sifat melekat.

2. Ciri-ciri Hak Kebendaan

Pada dasarnya, ciri-ciri dari suatu hak kebendaan itu adalah sebagai berikut:

a. Merupakan hak mutlak Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat

dipertahankan terhadap siapa pun juga.

b. Mempunyai zaaks gevolg atau droit de suite.

Hak kebendaan mempunyai zaaks gevolg (hak yang mengikuti), artinya hak itu

terus mengikuti bendanya di mana pun juga (dalam tangan siapa pun juga) barang

itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyainya.

c. Mempunyai sistem

Sistem yang terdapat pada hak kebendaan ialah mana yang lebih dulu terjadinya,

tingkatnya adalah lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian. Misalnya: seorang

pemilik tanah menghipotikkan tanahnya, kemudian tanah tersebut diberikan

kepada orang lain dengan hak memungut hasil, maka dalam hal ini, hak hipotik

mempunyai tingkat yang lebih tinggi daripada hak memungut hasil yang baru

terjadi kemudian

80

Bab III, Hukum Benda

d. Mempunyai droit de preference

Hak kebendaan mempunyai droit de preference, yaitu hak yang lebih didahulukan

daripada hak lainnya.

e. Mempunyai macam-macam actie

Pada hak kebendaan ini, orang mempunyai macam-macam actie jika terdapat

gangguan atas haknya, yaitu berupa penuntutan kembali, gugatan untuk

menghilangkan gangguan-gangguan atas haknya, gugatan untuk pemulihan dalam

keadaan semula, gugatan untuk penggantian kerugian dan sebagainya. Pada hak

kebendaan, gugatnya itu disebut dengan gugat kebendaan. Gugatan-gugatan ini

dapat dilaksanakan terhadap siapapun yang menganggu haknya. Mempunyai cara

pemindahan yang berlainan Kemungkinan untuk memindahkan hak kebendaan

itu dapat secara sepenuhnya dilakukan.

Sedangkan menurut Prof. Subekti, hak-hak kebendaan mempunyai sifat-sifat

sebagai berikut :

a. Memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda.

b. Dapat dipertahankan terhadap setiap orang.

c. Mempunyai sifat "melekat", yaitu mengikuti benda bila ini dipindahtangankan

{"droit de suite").

d. Hak yang lebih tua selalu dimenangkan terhadap yang lebih muda.

3. Pembedaan Hak-hak Kebendaan

Di dalam Buku II KUHPer diatur macam-macam hak kebendaan, akan tetapi dalam

membicarakan macam-macam hak kebendaan dalam Buku II KUHPdt harus diingat

berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok

Agraria. Dengan demikian, hak-hak kebendaan yang diatur dalam Buku II KUHPdt

(yang sudah disesuaikan dengan berlakunya UUPA No. 5/1960) dapat dibedakan atas

dua macam, yaitu2:

a. Hak-hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan meliputi :

1) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas bendanya sendiri,

misalnya: hak eigendom, hak bezit.

81

Bab III, Hukum Benda

2) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda orang lain,

misalnya: hak opstal, hak erfpacht, hak memungut hasil, hak pakai, hak

mendiami.

b. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrechf).

Misalnya: hak gadai (pand), hipotik. Di samping itu, ada pula hak-hak yang diatur

dalam Buku II KUHPdt, tetapi bukan merupakan hak kebendaan, yaitu privilege

dan hak retentie. Namun, hak-hak ini dapat pula digolongkan dalam hak

kebendaan.

13. Kuliah Ketiga Belas (K.13)

C. MACAM-MACAM HAK KEBENDAAN

1. Hak Bezit

a. Pengertian Bezit

1) Menurut KUHPdt

Bezit diterjemahkan dengan kedudukan berkuasa, yaitu kedudukan

seseorang yang menguasai suatu kebendaan baik dengan diri sendiri maupun

dengan perantaraan orang lain dan yang mempertahankan atau menikmatinya

selaku orang yang memiliki kebendaan itu (pasal 529 KUHPdt)

2) Menurut Prof Subekti, SH

Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda

seorang – olah kepunyaannya sendiri yang oleh hukum diperlindungi, dengan

tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siap

3) Menurut Prof Dr. Sri Soedewi Macjchoen Sofwan, SH

Dengan mengacu pada Pasal 529 KUHPdt, maka bezit ialah keadaan

memegang atau menikmati sesuatu benda di mana seseorang menguasainya,

baik secara sendiri ataupun perantaraan orang lain, seolah – olah itu adalah

kepunyaan sendiri.

Dari defenisi ditas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan bezit

adalah hak seseorang yang menguasai suatu benda, baik langsung maupun

dengan perantaraan orang lain untuk bertindak seolah – olah benda itu kepunyaan

sendiri.

82

Bab III, Hukum Benda

b. Bezit jujur dan bezit tidak jujur

Pada dasarnya, suatu bezit itu dapat berada di tangan pemilik benda itu atau

dapat pula berada ditangan orang lain. Jika orang itu mengira bahwa benda yang

dikuasainya adalah miliknya sendiri (misalnya ia memperoleh karena ia membeli

secara sah, karena pewarisan dan sebagainya), maka bezitter yang demikian itu

disebut dengan "bezit te goeder trouw" atau bezit yang jujur (Pasal 531 KUHPdt).

Sebaliknya, apabila ia mengetahui bahwa benda yang ada padanya itu bukan

miliknya (misalnya ia mengetahui bahwa benda itu berasal dari pencurian) maka

bezitter yang demikian disebut dengan -bezit Trader trouv" atau bezit yang tidak

jujur (Pasal 532 KUHPdt).

Baik bezitter yang jujur maupun bezitter yang tidak jujur kedua-duanya

mendapat perlindungan hukum. Dalam hukum berlaku satu asas, bahwa

“kejujuran” itu dianggap selalu ada pada setiap orang, sedangkan “

ketidakjujuran“ itu harus dibuktikan. Dengan demikian, menurut ketentuan Pasal

533 mengemukakan bahwa sesuatu bezit itu adalah tidak jujur, maka iawajib

membuktikannya.

c. Syarat – syarat adanya bezit

Untuk adanya suatu bezit, haruslah dipenuhi syarat – syarat , yaitu :

1) Adanya Corpus, yaitu harus ada hubungan antara orang yang bersangkutan

dengan bendanya

2) Adanya Animus, yaitu hubungan antara orang dengan benda itu harus

dikehendaki oleh orang tersebut.

Dengan demikian, untuk adanya bezit harus ada dua unsur yaitu kekuasaan

atas suatu benda dan kemauan untuk memilikinya benda tersebut. Dalam hal ini,

bezit harus dibedakan dengan “detentie”, dimana seseorang menguasai suatu

benda berdasarkan hubungan hukum tertentu dengan orang lain (pemilik dari

benda itu). Jadi. Seorang detentor tidak mempunyai kemauan untuk memiliki

benda itu bagi dirinya sendiri.

d. Fungsi bezit

Pada dasarnya, bezit mempunyai dua fungsi, yaitu :

1) Fungsi polisionil

83

Bab III, Hukum Benda

Bezit itu mendapat perlindungan hukum tanpa mempersoalkan hak milik atas

benda tersebut sebenarnya ada pada siapa. Jadi siapa yang membezit sesuatu

benda, maka ia mendapat perlindungan dari hukum sampai terbukti bahwa ia

sebenarnya tidak berhak. Dengan demikian , bagi yang merasa haknya

dilanggar, maka ia harus meminta penyelesaiannya melalui polisi atau

pengadilan. Inilah yang dimaksud dengan fungi polisionil yang ada pada

setiap bezit.

2) Fungsi zakkenrectelijk

Bezitter yang telah membezit suatu benda dan telah berjalan untuk beberapa

waktu tertentu tanpa adanya proses dari pemilik sebelumnya, maka bezit itu

berubah menjadi hak milik melalui lembaga verjaring (lewat waktu /

daluwarsa). Inilah yang dimaksud dengan fungsi zakenrectelijk dan fungsi

ini tidak ada pada setiap bezit

e. Cara memperoleh bezit

Menurut ketentuan Pasal 538 KUHPdt, bezit (kedudukan berkuasa) atas

sesuatu kebendaan diperoleh dengan cara melakukan perbuatan menarik

kebendaan itu dalam kekuasaannya, dengan maksud mempertahankannya untuk

diri sendiri. Menurut ketentuan Pasal 540 KUHPdt, cara-cara memperoleh bezit

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1) dengan jalan occupation

Memperoleh bezit jalan dengan occupatio ( pengambilan benda ) artinya ia

memperoleh bezit tanpa bantuan dari orang yang membezit lebih dahulu. Jadi

bezit diperoleh karena perbuatannya sendiri yang mengambil barang secara

langsung.

2) dengan jalan tradition

Memperoleh bezit dengan jalan tradition (pengoperan) artinya ialah

memperoleh bezit dengan bantuan dari orang yang membezit lebih dahulu.

Jadi bezit diperoleh karena penyerahan dari orang lain yang sudah

menguasainya terlebih dahulu.

Di samping dua cara di atas, bezit juga dapat diperoleh karena adanya

warisan. Menurut Pasal 541 KUHPdt, bahwa segala sesuatu bezit yang merupakan

bezit dari seorang yang telah meninggal dunia beralih kepada ahli warisnya

84

Bab III, Hukum Benda

dengan segala sifat dan cacad-cacadnya. Menurut Pasal 593 KUHPdt, orang yang

sakit ingatan tidak dapat memperoleh bezit, tetapi anak yang belum dewasa dan

perempuan yang telah menikah dapat memperoleh bezit.

f. Hapusnya Bezit

Pada dasarnya, orang bisa kehilangan bezit apabila

1) kekuasaan atas benda itu berpindah pada orang lain, baik secara diserahkan

maupun karena diambil oleh orang lain

2) Benda yang dikuasainya nyata telah ditinggalkan.

2. Hak Eigendom/Hak Milik

a. Pengertian Eigendom

1) Menurut KUHPdt

Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan

leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan

sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum

yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak

mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi

kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas

ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti-rugi (Pasal 570

KUHPdt).

2) Menurut Prof. Subekti, SH

Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Seseorang yang

mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan

benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal saja ia

tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain.

3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen So/wan, S.H.,

Dengan mengacu pada Pasal 570 KUHPdt, hak milik adalah hak untuk menikmati

suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan sebebas-

bebasnya, asal tak dipergunakan bertentangan dengan undang-undang atau

peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang

untuk itu dan asal tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain;

85

Bab III, Hukum Benda

kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu

untuk kepentingan umum, dengan pembayaran pengganti kerugian yang layak dan

menurut ketentuan undang-undang.

Melihat perumusan di atas dapat disimpulkan, bahwa hak milik adalah hak

milik adalah hal yang paling utama jika dibandingkan dengan hak – hak kebendaan

yang lain. Karena yang berhak itu dapat menikmatinya dengan sepenuhnya dan

menguasainya dengan sebebas-bebasnya. Hak milik ini tidak dapat diganggu gugat.

b. Ciri-ciri hak milik

Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang merupakan ciri-ciri dari hak

milik itu ialah:

1) Hak milik itu selalu merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain.

Sedangkan hak-hak kebendaan yang lainnya yang bersifat terbatas itu

berkedudukan sebagai hak anak terhadap hak milik.

2) Hak milik itu ditinjau dari kuantitetnya merupakan hak yang selengkap-

lengkapnya.

3) Hak milik itu tetap sifatnya. Artinya, tidak akan lenyap terhadap hak kebendaan

yang lain. Sedang hak kebendaan yang lain dapat lenyap jika menghadapi hak

milik.

4) Hak milik itu mengandung inti (benih) dari semua hak kebendaan yang lain.

Sedang hak kebendaan yang lain itu hanya merupakan onderdeel (bagian) saja

dari hak milik. Menurut ketentuan Pasal 574 KUHPdt, tiap pemilik sesuatu benda,

berhak menuntut kembali bendanya dari siapa saja yang menguasainya

berdasarkan hak miliknya itu.

c. Cara memperoleh hak milik

Menurut Pasal 584 KUHPdt, hak eigendom dapat diperoleh dengan jalan:

1) Pendahuluan ( toeeigening)

2) Ikutan

3) Lewat waktu

4) Pewarisan ( erfopvolging), baik menurut undang – undang maupun menurut surat

wasiat

86

Bab III, Hukum Benda

5) Penyerahan (levering) berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk memindahkan

hak milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak berbuat bebas terhadap benda

itu.

Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, cara memperoleh

hak milik di luar Pasal 584 KUHPdt yang diatur oleh Undang-Undang adalah:

1) Penjadian benda (zaaksvorming);

2) Penarikan buahnya (vruchttrekking);

3) Persatuan benda (vereniging);

4) Pencabutan hak (onteigening);

5) Perampasan (verbeurdverklaring);

6) Pencampuran harta {boedelmenging);

7) Pembubaran dari sebuah badan hukum;

8) Abandonnement (dijumpai dalam Hukum Perdata Laut - Pasal 663 KUHD)

d. Memperoleh hak milik dengan lewat waktu (Verjaring)

Lewat waktu adalah salah satu cara untuk memperoleh hak milik atas suatu benda.

Lewat waktu (verjaring) ini ada dua macam, yaitu:

1. Acquisitieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk memperoleh hak-hak

kebendaan (di antaranya hak milik).

2. Extinctieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk dibebaskan dari suatu

perutangan.

Untuk memperoleh hak milik dengan lewat waktu (acquisitieve verjaring)

adalah:

1) Harus ada bezit sebagai pemilik;

2) Bezitnya itu harus te goeder trouw;

3) Membezitnya itu harus terus-menerus dan tak terputus;

4) Membezitnya harus tidak terganggu;

5) Membezitnya harus diketahui oleh umum;

6) Membezitnya harus selama waktu 20 tahun atau 30 tahun;

7) 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah, 30 tahun dalam al tidak ada alas hak.

87

Bab III, Hukum Benda

e. Memperoleh hak milik dengan penyerahan (Levering)

Menurut Hukum Perdata, yang dimaksud dengan penyerahan ialah penyerahan suatu

benda oleh pemilik atau atas namanya - kepada orang lain, sehingga orang lain ini

memperoleh hak milik atas benda itu. Sedangkan menurut Prof. Subekti, per kataan

penyerahan mempunyai dua arti, yaitu:

1) Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (feitelijke levering).

2) Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain

(juridische levering).

Jadi dapat disimpulkan, bahwa hak milik atas suatu benda baru beralih kepada orang

lain, apabila telah terjadi penyerahan bendanya. Tetapi, cara untuk melakukan

penyerahan atas benda itu dapat dibedakan sesuai dengan sifat benda yang akan

diserahkan. Menurut Pasal 612 KUHPdt, untuk benda bergerak yang berwujud,

penyerahan dapat dilakukan dengan cara:

1) Penyerahan nyata (feitelijke levering).

2) Penyerahan kunci dari tempat di mana benda itu berada.

Di samping itu, ada dua bentuk penyerahan lainnya, yaitu:

1) Traditio brevi manu (penyerahan dengan tangan pendek).

2) Constitutumpessessorium (penyerahan dengan melanjutkan penguasaan atas

bendanya).

Sebaliknya penyerahan atas benda bergerak yang tak berwujud dapat di lakukan

dengan cara:

1) Penyerahan dari piutang atas nama, yang dilakukan dengan cessie, yaitu dengan

cara membuat akta otentik atau akta di bawah tangan (Pasal 613 ayat 1 KUHPdt).

2) Penyerahan dari surat piutang atas bawa, yang dilakukan dengan penyerahan

nyata (Pasal 613 ayat 3 KUHPdt).

3) Penyerahan dari piutang atas pengganti, yang dilakukan dengan penyerahan surat

disertai dengan endosemen (Pasal 613 ayat 3 KUHPdt).

Penyerahan terhadap benda tidak bergerak dilakukan dengan cara balik nama.

Menurut Prof. Subekti, pemindahan hak milik atas benda yang tak bergerak ini tidak

cukup dilaksanakan dengan pengoperan kekuasaan belaka, melainkan harus pula

88

Bab III, Hukum Benda

dibuat suatu surat penyerahan ("akte van transport") yang harus dikutip dalam daftar

eigendom. Sebaliknya, terhadap benda yang bergerak, levering lazimnya berupa

penyerahan dari tangan ke tangan.

Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, untuk sah-nya penyerahan itu

harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:

a. Harus ada perjanjian yang zakelijk.

b. Harus ada titel (alas hak).

c. Harus dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda-benda tadi (orang

yang beschikkingsbevoegd).

d. Harus ada penyerahan nyata.

Menurut sistem KUHPer, suatu pemindahan hak terdiri atas dua macam,

yaitu:

1) Perjanjian obligatoir ialah perjanjian yang bertujuan memindahkan hak,

misalnya: perjanjian jual-beli, dan sebagainya.

2) Perjanjian zakelijk ialah perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-hak

kebendaan, misalnya: hak milik, bezit, dan sebagainya.

Selanjutnya mengenai sah atau tidaknya suatu penyerahan itu dapat dilihat

dari dua pendapat di bawah ini:

1) Menurut Causaal Stelsel,

Sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu digantungkan pada sah atau

tidaknya perjanjian obligatoir, misalnya: perjanjian jual-beli atau perjanjian

schenking, dan sebagainya. Jadi dengan kata lain, untuk sahnya penyerahan itu,

diperlukan titel yang nyata.

2) Menurut Abstract Stelsel

Untuk sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu tidak digantungkan pada

sah atau tidaknya perjanjian obligatoir. Jadi dengan kata lain, untuk sahnya

penyerahan itu, tidak perlu adanya titel yang nyata dan cukup asal ada titel

anggapan saja.

89

Bab III, Hukum Benda

f. Hak milik bersama (Medeeigendom)

Biasanya, sebuah benda hanya dimiliki oleh seorang pemilik. Tetapi ada

kemungkinan lain, bahwa benda itu dapat dimiliki oleh dua orang atau lebih. Kalau

benda itu dimiliki oleh lebih dari seorang, maka hak ini disebut dengan hak milik

bersama atas sesuatu benda. Mengenai hak milik bersama ini menurut KUHPdt dapat

dibagi menjadi dua macam , yaitu :

1) Hak milik bersama yang bebas

2) Hak milik bersama yang terikat

g. Hapusnya hak milik

Pada dasarnya seseorang yang dapat kehilangan hal miliknya apabila :

1) seseorang memperoleh hak milik itu melalui salah satu cara untuk memperoleh

hak milik

2) Binasanya benda itu

3) Pemilik hak milik (eigenaar) melepaskan benda itu

14. Kuliah Keempat Belas (K.14)

3. Hak Servituut

a. Pengertian hak servituut

1) Menurut KUHPdt,

Hak servituut disebut juga dengan pengabdian pekarangan, yaitu suatu beban

yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang satu, untuk digunakan bagi

dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang yang lain (Pasal 674 ayat 1

KUHPdt).

2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,

Yang dimaksud dengan "erfdienstbaarheitf atau "ser-vituut" ialah suatu beban

yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain

yang berbatasan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa hak servituut atau

hak pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan

untuk keperluan suatu pekarangan lain.

b. Macam-macam hak pekarangan

Menurut Pasal 677-678 KUHPer, hak pekarangan (servituut) ini dapat dibedakan :

90

Bab III, Hukum Benda

1) Hak pekarangan abadi, yaitu hak tersebut dapat dilangsung-kan secara terus-

menerus, tanpa bantuan orang lain atau manusia, misalnya: hak mengalirkan air,

hak atas peman-dangan ke luar, dan sebagainya.

2) Hak pekarangan tak abadi, yaitu hak tersebut dalam peng-gunaannya memerlukan

sesuatu perbuatan manusia, misalnya: hak melintas pekarangan, hak mengambil

air, dan sebagainya.

3) Hak pekarangan yang nampak, yaitu hak terhadap suatu benda yang nampak,

misalnya: pintu, jendela, pipa air, dan sebagainya.

4) Hak pekarangan yang tak nampak, yaitu hak terhadap tanda-tanda yang tak

nampak, misalnya: larangan untuk mendirikan bangunan di sebuah pekarangan.

c. Syarat-syarat hak pekarangan

Hak pekarangan (servituut) baru dianggap sah, apabila telah memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

1) Harus ada dua halaman, yang letaknya saling berdekatan, dibangun atau tidak

dibangun dan yang dimiliki oleh berbagai pihak.

2) Kemanfaatan dari hak pekarangan itu harus dapat dinikmati atau dapat berguna

bagi berbagai pihak yang memiliki halaman tadi.

3) Hak pekarangan harus bertujuan untuk meninggalkan kemanfaatan dari halaman

penguasa.

4) Beban yang diberatkan itu harus senantiasa bersifat menanggung sesuatu.

5) Kewajiban-kewajiban yang timbul dalam hak pekarangan itu hanya dapat ada

dalam hal membolehkan sesuatu, atau tidak membolehkan sesuatu.

d. Timbulnya hak pekarangan

Menurut Pasal 695 KUHPdt, hak pekarangan timbul karena:

1) Suatu perbuatan perdata.

2) Lewatwaktu.

e. Hapusnya hak pekarangan

Hak pekarangan hapus karena:

1) Kedua pekarangan itu jatuh ke tangan satu orang (Pasal 706 KUHPdt).

2) Selama 30 tahun berturut-turut tidak dipergunakan (Pasal 707 KUHPdt).

91

Bab III, Hukum Benda

4. Hak Opstal

a. Pengertian hak opstal

Prof. Subekti mengutarakan pendapatnya tentang pengertian hak opstal dengan

mengacu pada Pasal 711 KUHPdt, yaitu adalah suatu hak untuk memiliki bangunan-

bangunan atau tanaman-tanaman di atas tanahnya orang lain. Sebaliknya menurut

Pasal 711 KUHPdt, hak opstal disebut juga dengan hak numpang-karang, yaitu

adalah suatu hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan

dan penanaman di atas pekarangan orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan,

bahwa yang dimaksud dengan hak opstal adalah hak untuk memiliki bangunan-

bangunan atau tanaman di atas tanah orang lain.

Hak opstal ini dapat dipindahkan pada orang lain atau dapat dipakai sebagai

hipotik dan atau hak tanggungan, di mana hak ini diperoleh karena perbuatan perdata

(Pasal 713 KUHPdt).

b. Hapusnya hak opstal

Menurut Pasal 718-719 KUHPdt, hak opstal dapat hapus karena:

1) Hak opstal jatuh ke dalam satu tangan.

2) Musnahnya pekarangan.

3) Selama 30 tahun tidak dipergunakan.

4) Waktu yang diperjanjikan telah lampau.

5) Diakhiri oleh pemilik tanah. Pengakhiran ini hanya dapat dilakukan setelah hak

tersebut paling sedikit sudah dipergunakan selama 30 tahun, dan harus didahului

dengan suatu pemberitahuan paling sedikit 1 tahun sebelumnya.

5. Hak Erfpacht

a. Pengertian hak erfpacht

Menurut Pasal 720 ayat (1) KUHPdt itu sendiri adalah suatu hak kebendaan untuk

menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain,

dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai

pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang, baik berupa hasil atau

pendapatan. Prof. Subekti mengutarakan pendapat-nya tentang pengertian hak

erfpacht dengan mengacu pada Pasal 720 KUHPer, yaitu suatu hak kebendaan untuk

menarik penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik

92

Bab III, Hukum Benda

orang lain dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap

tahun, yang dinamakan "pachf atau "canon".

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan hak

erfpacht (hak guna usaha) adalah hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya untuk

waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain, dengan kewajiban membayar

sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun. Hak erfpacht ini dapat juga dijual

atau dipakai sebagai jaminan hutang (hipotik).

b. Berakhirnya hak erfpacht

Hak erfpacht ini berpindah pada para ahli warisnya apabila orang yang

mempunyai hak meninggal. Sama seperti berakhirnya hak opstal, maka menurut

Pasal 736 KUHPdt, hak erfpacht ini dapat hapus karena :

1) Hak opstal jatuh ke dalam satu tangan.

2) Musnahnya pekarangan.

3) Selama 30 tahun tidak dipergunakan.

4) Waktu yang diperjanjikan telah lampau.

5) Diakhiri oleh pemilik tanah.

6. Hak Pakai Hasil

a. Pengertian hak pakai hasil

1) Menurut KUHPdt,

Hak pakai hasil adalah suatu hak kebendaan, dengan mana seorang diperbolehkan

menarik segala hasil dari sesuatu kebendaan milik orang lain, seolah-olah dia

sendiri pemilik kebendaan itu, dengan kewajiban memeliharanya sebaik-baiknya

(Pasal 756 KUHPdt).

2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,

Dengan mengacu pada Pasal 756 KUHPdt, vruchtgebruik adalah suatu hak

kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lain, seolah-olah

benda itu kepunyaannya sendiri, dengan kewajiban menjaga supaya benda

tersebut tetap dalam keadaannya semula.

3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,

93

Bab III, Hukum Benda

Dengan mengacu pada Pasal 756 KUHPdt, hak memungut hasil ialah suatu hak

untuk memungut hasil dari barang orang lain seolah-olah seperti eigenaar dengan

kewajiban untuk memelihara barang itu supaya tetap adanya.

Dari uraian isi pasal 756 KUHPdt ini tampaklah, bahwa hak memungut hasil

(yruchtgebruik) tidak hanya memberikan hak untuk menarik penghasilan saja,

melainkan juga hak untuk memakai benda itu.

b. Cara memperoleh hak pakai hasil

Menurut Pasal 759 KUHPdt, hak pakai hasil ini diperoleh karena:

1) Undang-undang.

2) Kehendak si pemilik.

c. Kewajiban si pemakai hasil

Menurut ketentuan Pasal 783-784 KUHPdt, kewajiban-kewajiban daripada orang

yang mempunyai hak pakai hasil (vruchtgebruiker) adalah sebagai berikut:

1) Membuat catatan/daftar pada waktu ia menerima haknya.

2) Menanggung segala biaya pemeliharaan dan perbaikan yang biasa.

3) Memelihara benda itu sebaik-baiknya dan menyerahkannya dalam keadaan yang

baik apabila hak itu berakhir. Apabila ia melalaikan kewajibannya tersebut, maka

ia dapat dituntut untuk mengganti kerugian.

d. Hapusnya hak pakai hasil

Menurut Pasal 807 KUHPdt, hak pakai hasil (hak memungut hasil) hapus karena:

1) Meninggalnya si pemakai.

2) Tenggang waktu yang diberikan telah lewat waktu atau telah terpenuhkan.

3) Percampuran, yaitu apabila hak milik dan hak pakai hasil berada di tangan satu

orang.

4) Pelepasan hak oleh si pemakai kepada pemilik.

5) Kadaluwarsa, yaitu apabila si pemakai selama 30 tahun tak mempergunakan

haknya.

6) Musnahnya benda itu seluruhnya.

94

Bab III, Hukum Benda

7. Hak Gadai

a. Pengertian hak gadai

1) Menurut KUHPdt

Gadai adalah suatu hak kebendaan yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu

barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh

seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang

itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada

orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang

tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah

barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (Pasal 1150

KUHPdt).

2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,

Dengan mengacu pada Pasal 1150 KUHPdt, pandrecht adalah suatu hak

kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain, yang semata-

mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebut, dengan tujuan

untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu,

lebih dahulu dari penagih-penagih lainnya.

3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,

Gadai ialah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang

diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin

suatu utang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapat

pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya,

terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah

dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan.

b. Sifat-sifat hak gadai

Hak gadai ini bersifat accessoir, yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian

pokok yang berupa perjanjian pinjaman uang. Ini dimaksudkan untuk menjaga jangan

sampai si ber-utang itu lalai membayar kembali utangnya. Menurut Pasal 1160

KUHPdt, hak gadai ini tidak dapat dibagi-bagi. Artinya, se-bagian hak gadai itu tidak

95

Bab III, Hukum Benda

menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari utang. Gadai tetap meletak atas

seluruh benda-nya.

c. Syarat-syarat timbulnya hak gadai

Hak gadai lahir dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan tanggungan

pada pemegang gadai. Hak atas barang gadai ini dapat pula ditaruh di bawah

kekuasaan seorang pihak ketiga atas persetujuan kedua belah pihak yang

berkepentingan (Pasal 1152 ayat 1 KUHPdt). Selanjutnya menurut Pasal 1152 ayat

(2) KUHPdt, gadai tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si

pemberi gadai (si berutang).

d. Obyek hak gadai

Yang dapat dijadikan obyek dari hak gadai ialah semua benda yang bergerak, yaitu:

1) Benda bergerak yang berwujud.

2) Benda bergerak yang tak berwujud, yaitu berupa pelbagai hak untuk mendapatkan

pembayaran utang, yaitu yang berwujud:

a) Surat-surat piutang atas pembawa.

b) Surat-surat piutang atas tunjuk.

c) Surat-surat piutang atas nama.

e. Hak si pemegang hak gadai

Hak-hak dari si pemegang hak gadai adalah sebagai berikut:

1) Si pemegang gadai berhak untuk menggadaikan lagi barang gadai itu, apabila hak

itu sudah menjadi kebiasaan, seperti halnya dengan penggadaian surat-surat sero

atau obligasi (Pasal 1155 KUHPdt).

2) Apabila si pemberi gadai (si berutang) melakukan wanprestasi, maka si pemegang

gadai (si berpiutang) berhak untuk menjual barang yang digadaikan itu; dan

kemudian mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan barang itu. Penjualan

barang itu dapat dilakukan sendiri atau dapat juga meminta perantaraan hakim

(Pasal 1156 ayat 1 KUHPdt).

3) Si pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti biaya-biaya yang telah ia

keluarkan untuk menyelamatkan barang yang digadaikan itu (Pasal 1157 ayat 2).

96

Bab III, Hukum Benda

4) Si pemegang gadai berhak untuk menahan barang yang digadaikan sampai pada

waktu utang dilunasi, baik yang mengenai jumlah pokok maupun bunga (Pasal

1159 ayat 1 KUHPer).

f. Kewajiban si pemegang gadai

Seorang pemegang gadai mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut:

1) Si pemegang gadai wajib memberitahukan pada orang yang berutang apabila ia

hendak menjual barang gadainya (Pasal 1156 ayat 2 KUHPdt).

2) Si pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga

barang yang digadaikan, jika itu semua terjadi karena kelalaiannya (Pasal 1157

ayat 1 KUHPdt).

3) Si pemegang gadai harus memberikan perhitungan ten-tang pendapatan penjualan

itu dan setelah ia mengambil pelunasan utangnya, maka ia harus menyerahkan

kelebihannya pada si berutang (Pasal 1158 KUHPdt).

4) Si pemegang gadai harus mengembalikan barang gadai, apabila utang pokok,

bunga dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai telah dibayar lunas (Pasal

1159 KUHPdt). Apabila si pemberi gadai (si beutang) tidak memenuhi

kewajiban-kewajibannya, maka tak diperkenankanlah si berpiutang memiliki

barang yang digadaikan. Segala janji yang bertentangan dengan ini adalah batal

(Pasal 1154 ).

g. Hapusnya hak gadai

Pada dasarnya, hak gadai dapat hapus karena:

1) Seluruh utangnya sudah dibayar lunas.

2) Barang gadai hilang/musnah.

3) Barang gadai ke luar dari kekuasaan si penerima gadai.

4) Barang gadai dilepaskan secara sukarela.

15. Kuliah Kelima Belas (K.15)

8. Hak Hipotik

a. Pengertian hipotik

1) Menurut KUHPdt,

97

Bab III, Hukum Benda

Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk

mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan (Pasal 1162).

2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,

Dengan mengacu dari Pasal 1162 KUHPdt, hipotik adalah suatu hak kebendaan

atas suatu benda tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu utang

dari (pendapatan penjualan) benda itu.

3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,

Dengan mengacu pada Pasal 1162 KUHPdt, hipotik adalah suatu hak kebendaan

atas benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi

pelunasan suatu perutangan {verbintenis).

b. Sifat dari hipotik

Sama seperti halnya dengan hak gadai, hipotik sifatnya adalah accessoir, yaitu

adanya tergantung pada perjanjian pokok. Pada dasarnya, hipotik mempunyai sifat-

sifat sebagai berikut:

1) Hipotik lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain atau droit

depreference (Pasal 1133 KUHPdt).

2) Hipotik itu tak dapat dibagi-bagi dan meletak di atas seluruh benda yang menjadi

obyeknya (Pasal 1163 ayat 1 KUHPdt).

3) Hak hipotik itu senantiasa mengikuti bendanya dalam tang-an siapa benda itu

berada atau droit de suite (Pasal 1163 ayat 2 KUHPdt).

4) Obyek hipotik adalah benda-benda tetap, yaitu yang dapat dipakai sebagai

jaminan adalah benda-benda tetap, baik yang berwujud maupun yang berupa hak-

hak atas tanah (Pasal 1164 KUHPdt).

5) Hak hipotik hanya berisi hak untuk pelunasan utang saja dan tidak mengandung

hak untuk menguasai/memiliki bendanya.

c. Subyek dan obyek hipotik

Suatu hipotik hanya dapat diberikan oleh pemilik benda itu (Pasal 1168 KUHPdt).

Sedangkan yang dapat dijadikan obyek hipotik adalah benda yang tak bergerak.

Menurut Pasal 1164 KUHPdt, yang dapat dibebani dengan hipotik adalah:

1) Benda-benda tak bergerak.

2) Hak pakai hasil atas benda tersebut.

98

Bab III, Hukum Benda

3) Hak opstal dan hak erfpacht.

4) Bunga tanah.

5) Bunga sepersepuluh.

6) Pasar-pasar yang diakui oleh Pemerintah beserta hak istimewa yang melekat

padanya.

Di luar Pasal 1164 KUHPer yang dapat dibebani hipotik ialah

1) Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan hak

milik bersama (hak milik bersama yang bebas). f 2) Kapal (diatur dalam KUHD).

Selanjutnya menurut Pasal 1167 KUHPdt, benda bergerak tidak dapat dibebani

dengan hipotik.

d. Syarat-syarat hipotik

Cara untuk mengadakan hipotik harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:

1) Harus dengan akta notaris, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjuk

undang-undang (Pasal 1171 KUHPdt).

2) Harus didaftarkan ke Kantor Balik Nama (Pasal 1179 KUHPdt).

e. Asas-asas hipotik

Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ada dua asas dalam hipotik, yaitu:

1) Asas publiciteit

Yaitu asas yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus didaftarkan pada pegawai

pembalikan nama, yaitu pada kantor kadaster. Yang didaftarkan ialah akte dari

hipotik itu.

2) Asas specialiteit

Yaitu asas yang menghendaki, bahwa hipotik hanya dapat diadakan atas benda-

benda yang ditunjukkan secara khusus untuk dipakai sebagai tanggungan.

f. Hapusnya hipotik

Menurut Pasal 1209 KUHPdt, hak hipotik dapat hapus karena:

1) Hapusnya perikatan pokoknya.

2) Si berpiutang melepaskan hipotiknya.

3) Penetapan tingkat oleh hakim.

99

Bab III, Hukum Benda

g. Perbedaan antara gadai dan hipotik

Pada dasarnya, antara gadai dengan hipotik terdapat perbedaan, yaitu antara lain:

1) Pada gadai, benda jaminannya adalah benda bergerak, sedangkan pada hipotik

adalah benda tak bergerak.

2) Gadai harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas benda yang dijadikan

gadai, sedangkan pada hipotik syarat yang demikian tidak ada.

3) Perjanjian gadai dapat dibuat secara bebas dan tidak terikat pada bentuk tertentu,

sedangkan pada perjanjian hipotik harus dibuat dengan akte otentik.

4) Pada gadai, lazimnya benda jaminan hanya digadaikan satu kali, sedangkan pada

hipotik, benda yang dipakai sebagai jaminan dapat dihipotikkan lebih dari satu

kali.

Dari penguraian tentang hipotik ini, jika dikaitkan dengan pembebanannya atas

tanah dan benda-benda yang ada di atas tanah, sejak berlakunya Undang-undang Hak

Tanggungan No. 4 Tahun 1996, dinyatakan tidak berlaku lagi ketentuan yang mengatur

tentang hipotik tersebut yang terdapat dalam KUHPdt, kecuali seperti pesawat terbang

dan kapal laut, dapat dipedomani ketentuan KUHPdt tersebut.

9. Hak Istimewa (Privilege)

a. Pengaturan privilege

Pada dasarnya banyak yang tidak setuju apabWa privilege di-atur dalam Buku

II KUHPdt. Menurut mereka, privilege bu-kan merupakan hak kebendaan dan hanya

merupakan hak untuk lebih mendahulukan dalam pelunasan/pembayaran piutangnya.

Lebih lanjut menurut mereka, privilege sebaiknya bisa diatur di luar KUHPer atau

diatur dalam hukum acara perdata (dalam hal pelelangan dan kepailitan).

Menurut Prof. Subekti, meskipun privilege mempunyai sifat-sifat yang

menyerupai pand dan hypotheek, tetapi kita belum dapat menamakannya suatu hak

kebendaan, karena privilege itu barulah timbul apabila suatu kekayaan yang telah

disita ternyata tidak cukup untuk melunasi semua utang dan karena privilege itu tidak

memberikan sesuatu kekuasaan terhadap suatu benda.

Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, karena privilege

ini sekalipun bukan merupakan hak kebendaan dalam satu dua hal mempunyai sifat

kebendaan juga, dalam satu dua hal menunjukkan sifat droit de suite. Privilege ini

100

Bab III, Hukum Benda

sedikit banyak memberikan jaminan juga, oleh karena itu, maka menurut sistem

hukum KUHPdt, privilege ini diatur bersama dengan pengaturan pand dan hipotik.

Lebih lanjut menurut beliau, privilege bukan jaminan yang bersifat kebendaan dan

bukan jaminan yang bersifat perorangan, tetapi memberi jaminan juga. Privilege

adalah hak terhadap benda, yaitu terhadap benda debitur. Jika perlu benda itu dapat

dilelang untuk melunasi piutangnya. Sedangkan hak kebendaan itu adalah hak atas

sesuatu benda. Jadi, adanya privilege itu diberikan oleh undang-undang, bukan

diperjanjikan seperti gadai dan hipotik. Sedangkan menurut Pasal 1134 ayat (2)

KUHPdt, gadai dan hipotik mempunyai kedudukan yang lebih tinggi darfpada hak

istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya.

b. Pengertian hak istimewa

1) Menurut KUHPer,

Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang

berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya,

semata-mata berdasarkan sifatnya piutang (Pasal 1134 ayat 1 KUHPdt).

2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,

Dengan mengacu pada Pasal 1134 ayat (1) KUHPdt, yang dimaksudkan dengan

privilege ialah suatu kedudukan istimewa dari seorang penagih yang diberikan

oleh undang-undang melulu berdasarkan sifat piutang.

3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H., Dengan mengacu pada

Pasal 1134 ayat (1) KUHPdt, privilege adalah suatu hak yang diberikan oleh

undang-undang kepada kreditur yang satu di atas kreditur lainnya semata-mata

berdasarkan sifat dari piutangnya.

c. Macam-macam privilege

Menurut undang-undang, privilege ini ada 2 (dua) macam, yaitu:

1) Privilege khusus

Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap benda-benda tertentu (Pasal

1139 KUHPdt).

2) Privilege umum

Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap semua harta benda (Pasal

1149 KUHPdt).

101

Bab III, Hukum Benda

Menurut ketentuan Pasal 1138 KUHPdt, privilege yang khusus ini

didahulukan dariipada privilege yang umum.

10. Hak Reklame

Hak reklame ini diatur dalam Pasal 1145-1146a KUHPdt dan . dalam KUHD

(Pasal 230 dan seterusnya). Yang dimaksud dengan . hak reklame adalah hak yang

diberikan kepada si penjual untuk meminta kembali barangnya yang telah diterima oleh si

pembeli ' setelah pembeli membayar tunai. Jadi, jikalau penjualan telah dilakukan dengan

tunai, maka si penjual mempunyai kekuasaan menuntut kembali barang-barangnya,

selama barang-barang ini masih berada di tangan si pembeli, asal saja penuntutan

kembali ini dilakukan dalam jangka waktu 30 hari setelah penyerahan barang kepada si

pembeli (Pasal 1145 ayat 1 KUHPdt).

Menurut undang-undang, hak si penjual ini gugur/tidak dapat dilaksanakan

apabila:

1) Barang-barang yang telah diterima pembeli, ternyata telah disewakan (Pasal 1146).

2) Barang-barang tersebut oleh pembeli telah dibeli pihak ketiga dengan itikad baik dan

telah diserahkan kepada pihak ketiga tersebut (Pasal 1146a KUHPdt).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa hak reklame ini mempunyai unsur

yang dimiliki dalam hak kebendaan, yaitu ;memberikan kekuasaan langsung pada

bendanya dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga. Oleh karena hak reklame ini

ada miripnya dengan hak kebendaan, maka ia diatur dalam Buku II KUHPdt.

11. Hak Retentie

Hak retentie ini juga diatur dalam Buku II KUHPdt, karena mengandung

persamaan dengan gadai. Hak retentie ini juga memberikan jaminan dan juga bersifat

accessoir. Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang dimaksud dengan hak

retentie adalah hak untuk menahan sesuatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian

dengan benda itu dilunasi. Sedangkan menurut H.F.A. Vollmar, hak menahan (hak

retentie) adalah hak untuk tetap memegang benda milik orang lain sampai piutang si

pemegang mengenai benda tersebuttelah lunas. Hak retentie ini mempunyai sifat yang tak

dapat dibagi-bagi. Artinya, pembayaran atas sebagian utang saja, tidak berarti ha-pusnya

102

Bab III, Hukum Benda

hak retentie (harus mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan). Hak retentie

hapus apabila seluruh utang telah dibayar lunas.

12. Hak Kebendaan Menurut Undang-Undang Pokok Agraria

Menurut Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, hak-hak

atas tanah adalah sebagai berikut:

a. Hak milik

Adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas

tanah, dengan mengingat semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 20

ayat 1 UUPA).

b. Hak guna usaha

Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam

jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau

peternakan (Pasal 28 ayat 1 UUPA).

c. Hak guna bangunan

Adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang

bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun (Pasal 35 ayat 1

UUPA).

d. Hak pakai

Adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai

langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan

kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang

berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah nya, yang

bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu

asal tidak bertentangan dengan jiwa dan undang-undang ini (Pasal 41 ayat 1 UUPA).

e. Hak sewa untuk bangunan

Adalah hak seseorang atau suatu badan hukum mempergunakan tanah milik orang

lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang

sebagai sewa (Pasal 44 ayat 1 UUPA).

f. Hak membuka hutan dan memungut hasil hutan

103

Bab III, Hukum Benda

Adalah hak membuka tanah dan memungut hasil hutan yang hanya dapat dipunyai

oleh warganegara Indonesia. Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan

secara sah, tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu (Pasal 46

UUPA).

g. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan

Adalah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air itu di

atas tanah orang lain (Pasal 47 ayat 1 UUPA).

h. Hak guna ruang angkasa

Adalah hak untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa,

guna memelihara, memperkembangkan kesuburan bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dan hal lainnya yang bersangkutan dengan itu (Pasal 48 (1).

i. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial

Adalah hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan

untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan

tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan

usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial (Pasal 49 ayat 1 UUPA).

13. Hak Tanggungan Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan

a. Pengertian hak tanggungan

Mengenai hak tanggungan ini diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996

tentang "hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan

tanah" dan disingkat dengan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT). Maksud

hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah yang dibebankan pada hak atas tanah,

berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan

tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain (Pasal 1

angka 1 UUHT).

Kehadiran Undang-Undang Hak Tanggungan ini adalah bertujuan untuk:

1) Menuntaskan unifikasi tanah nasional, dengan menyatakan tidak berlaku lagi ketentuan Hipotik dan Credietverband (Pasal 29 UUHT).

104

Bab III, Hukum Benda

2) Menyatakan berlakunya UUHT dan Hak Tanggungan dinyatakan sebagai satu-satunya hak jaminan atas tanah. Oleh karena itu, tidak berlaku lagi Fidusia sebagai hak jaminan atas tanah.

b. Sifat-sifat hak tanggungan

Pada dasarnya, hak tanggungan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1) Kreditur pemegang hak tanggungan diutamakan (droit de preference) daripada kreditur-kreditur lainnya dalam rangka pelunasan atas piutangnya (Pasal 1 angka 1 UUHT).

2) Tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan oleh kreditur dan debitur dilaksanakan roya partial (Pasal 2 UUHT).

3) Obyek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan (Pasal 5 UUHT).

4) Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya ditangan siapa pun obyek tersebut berada (Pasal 7 UUHT).

5) Hak tanggungan hanya dapat diberikan oleh yang berwenang atau yang berhak

atas obyek hak tanggungan yang bersangkutan (Pasal 8 ayat 2 UUHT).

6) Hak tanggungan dapat beralih kepada kreditur lain apabila perjanjian kreditnya

dipindahkan kepada kreditur yang bersangkutan karena cessie atau subrograsi

(Pasal 16 UUHT).

7) Pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang

diperolehnya menurut UUHT, apabila pemberi hak Tanggungan dinyatakan pailit

(Pasal 24 UUHT).

c. Obyek hak tanggungan

Menurut Pasal 4 UUHT, obyek dari hak tanggungan adalah sebagai berikut:

1) Hak Milik (Pasal 25 UUPA), Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA), dan Hak Guna

Bangunan (Pasal 39 UUPA).

2) Hak Pakai atas tanah Negara, yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Bersertifikat

b) Dapat diperjual-belikan

3) Bangunan Rumah Susun dan Hak Milik Atas Satuan Riimah Susun, yang berdiri

di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang diberikan oleh

Negara (UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun).

105

Bab III, Hukum Benda

Pemberi dan pemegang hak tanggungan Pemberi hak tanggungan adalah

orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan

hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan (Pasal 8 ayat 1 UUHT).

Sedangkan pemegang hak tanggungan adalah orang atau badan hukum yang

berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang (kreditur). Sebagai pemegang hak

tanggungan, dapat berstatus Warganegara Indonesia, Badan Hukum Indonesia,

Wargane-gara Asing atau Badan Hukum Asing, baik yang berkedudukan di Indonesia

maupun di luar negeri, sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk

kepentingan pembangunan di wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 9 UUHT).

d. Lahirnya hak tanggungan

Hak tanggungan lahir sejak tanggal hari ketujuh (hari kerja ketujuh), setelah

penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran hak

tanggungan dinyatakan lengkap oleh Kepala Seksi Pendaftaran Tanah di Kantor

Pertanahan yang bersangkutan.

e. Hapusnya hak tanggungan

Menurut Pasal 18 UUHT, hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai

berikut:

1) Hapusnya piutang yang dijamin dengan hak tanggungan.

2) Dilepaskannya hak tanggungan oleh kreditur pemegang hak tanggungan.

3) Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri

atas permohonan pembeli obyek hak tanggungan.

4) Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.

106