KATA PENGANTAR -...
Transcript of KATA PENGANTAR -...
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
i
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Kami ucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan
terselesaikannya penyusunannya Laporan Akhir ”Penyusunan Rencana Induk Jalan
Kota Salatiga” ini. Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama antara BAPPEDA Kota
Salatiga dengan PT. Kala Prana Konsultan, Yogyakarta.
Pada kesempatan yang baik ini kami mengucapkan terima kasih atas
kepercayaannya kepada PT. Kala Prana Konsultan, Yogyakarta sebagai pelaksana
pekerjaan ini.
Semoga apa yang tertuang di dalam laporan akhir ini dapat memberikan
manfaat tidak hanya bagi instansi terkait namun dapat dioptimalkan untuk
kepentingan khalayak luas demi kehidupan yang lebih baik di masa yang akan
datang. Tentunya penulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Pintu
kami terbuka lebar untuk menerima masukan yang bersifat membangun demi
tercapainya kesempurnaan baik dalam penulisan maupun teknis analisis.
Yogyakarta, 2016
PT. Kala Prana Konsultan
KATA PENGANTAR
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
ii
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang . .............................................................. 1
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran ............................................. 2
1.3. Dasar Kegiatan ............................................................... 3
1.4. Lingkup Pekerjaan ........................................................... 4
BAB 2 KETENTUAN TEKNIS
2.1. Pedoman ......................................................................... 7
2.1.1. Aturan Pelaksanaan .................................................... 7
2.1.2. Standar Teknis / Pedoman .......................................... 11
2.1.3. Referensi Hukum ...................................................... 11
2.2. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan ............... 12
2.2.1. Struktur Kawasan Perkotaan dan Sistem Jalan Primer .... 13
2.2.2. Struktur Kawasan Perkotaan dan Sistem Jalan Sekunder 15
2.3. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kewenangan Pembinaan ........... 18
2.4. Kriteria Penetapan Klasifikasi Fungsi Jalan ............................ 19
2.4.1. Jalan Arteri Primer ..................................................... 20
2.4.2. Jalan Kolektor Primer.................................................. 21
2.4.3. Jalan Lokal Primer ...................................................... 22
2.4.4. Jalan Arteri Sekunder ................................................. 22
2.4.5. Jalan Kolektor Sekunder ............................................. 23
2.4.6. Jalan Lokal Sekunder .................................................. 24
BAB 3 TINJAUAN UMUM
3.1. Tinjauan Kota Salatiga ........................................................ 25
3.1.1. Letak Geografis.......................................................... 25
3.1.2. Iklim ................................................................. 27
3.1.3. Topografi ................................................................. 27
3.1.4. Hidrologi ................................................................. 30
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
iii
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
3.1.5. Jenis Tanah ............................................................... 31
3.1.6. Kondisi Tutupan Lahan ............................................... 31
3.1.7. Demografi/Kependudukan ........................................... 34
3.2. Infrastruktur Transportasi Kota Salatiga .............................. 35
3.2.1. Pola Jaringan Transportasi Kota Salatiga ....................... 38
BAB 4 METODOLOGI PENGAMBILAN DATA
4.1. Kebutuhan Data ................................................................ 40
4.2. Survey Jalan Perkotaan....................................................... 42
BAB 5 ANALISA FUNGSI DAN STATUS JALAN
5.1. Kondisi Jaringan prasarana Jalan .......................................... 46
5.2. Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Diwilayah Kota Salatiga
Berdasarkan Kajian RTRW Kota Salatiga 2011-2030 .............. 46
5.3. Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Diwilayah Kota Salatiga
Berdasarkan Survey Kondisi Exsisting ................................. 55
5.4. Evaluasi Fungsi Dan Status Jaringan Jalan Di Kota Salatiga ..... 55
BAB 6 RENCANA PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN
6.1. Program Pemeliharaan Jalan ................................................ 56
6.2. Kondisi dan Hasil Rencana Program Pemeliharaan ................. 57
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
1
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
1.1. LATAR BELAKANG
Jalan merupakan salah satu prasarana infrastruktur dasar yang dibutuhkan
manusia untuk dapat melakukan pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya
dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Jalan adalah prasarana transportasi darat
yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Ketersediaan jalan menjadi hal yang dianggap mendesak manakala kegiatan
ekonomi masyarakat mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan.
Di Indonesia, setelah era otonomi daerah, penyelenggaraan jalan terbagi atas
tiga kewenangan yaitu: pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah daerah kabupaten/kota. Pemerintah pusat berwenang dalam
penyelenggaraan jalan nasional dan jalan tol, pemerintah daerah provinsi
berwenang dalam penyelenggaraan jalan provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota berwenang dalam penyelenggaraan jalan kabupaten/kota. Dalam
hal ini penyelenggaraan jalan diartikan sebagai kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan.
Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan,
penyusunan perencanaan umum, dan penyusunan peraturan perundang-undangan
jalan; Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis,
pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan
pengembangan jalan; Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan
penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian
dan pemeliharaan jalan; sedangkan Pengawasan jalan adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan
PENDAHULUAN
BAB 1
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
2
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
jalan. Peningkatan pemahaman mengenai sitem penyelenggaraan jalan kepada
pihak yang terlibat baik pelaksana maupun masyarakat perlu dilakukan secara
berkesinambungan, agar penanganan permasalahan jalan dapat dilakukan secara
terus menerus dengan sebaik-baiknya.
Penyelenggara jalan wajib mengusahakan agar jalan dapat digunakan
sebesar-besar kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional, sehingga perlu didukung oleh kondisi jalan yang baik.
Penanganan tingkat kerusakan jalan perlu dilakukan secara menyeluruh dengan
skala prioritas. Anggaran pemeliharaan rutin dan berkala disetiap tahunnya
terkadang tidak direncanakan secara cermat hal ini disebabkan kurangnya data
mengenai kondisi exsisting jalan.
Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 248/KPTS/M/2015 tentang Penetapan Ruas Jalan Dalam Jaringan
Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor-1 (JKP-1),
dan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/2/Tahun 2016 tanggal 25
Januari 2016 tentang Penetapan Status Ruas Jalan Sebagai Jalan Provinsi Jawa
Tengah, terjadi perubahan terkait dengan fungsi dan status jalan yang ada di Kota
Salatiga. Perubahan fungsi dan status jalan ini mendorong Pemerintah Kota
Salatiga untuk melakukan pengkajian ulang status ruas jalan sebagai jalan kota
dan melakukan Perubahan SK Walikota Nomor 621/567/2015 tanggal 10 November
2015 tentang Status Ruas Jalan Sebagai Jalan Kota. Disamping itu, perubahan SK
Walikota Nomor 621/567/2015 tanggal 10 November 2015 ini perlu dilakukan
mengingat masih banyak ruas jalan yang belum masuk dalam status jalan kota dan
adanya perbedaan panjang jalan dengan data base jalan yang ada.
1.2. MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN
A. Maksud
Adapun maksud penyusunan laporan akhir Kegiatan Penyusunan Rencana
Induk Jalan Kota Salatiga adalah sebagai pemaparan hasil akhir kondisi jalan di
Kota Salatiga dalam bentuk data dan peta jaringan jalan. Hasil akhir ini menjadi
dasar analisa klasifikasi jalan di kota Salatiga.
B. Tujuan
Sesuai dengan KAK, tujuan Penyusunan Rencana Induk Jalan adalah:
1. Mendapatkan informasi mengenai kondisi pekerasan jalan kota yang
telah dilaksanakan selama ini agar dapat diketahui apakah pemeliharaan
jalan berfungsi secara baik atau tidak, sehingga dapat diketahui faktor
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
3
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
penyebabnya dan dapat ditentukan bagian segmen jalan mana yang
perlu mendapat prioritas penanganannya;
2. Menjadi pedoman dalam penyusunan perencanaan secara umum
jaringan jalan kota;
3. Mewujudkan kepastian hukum mengenai fungsi dan status jalan; dan
4. Mewujudkan tertib penyelenggaraan jalan.
C. Sasaran
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah :
1. Mengetahui kondisi karakteristik geometrik jalan eksisting yang ada di
kota Salatiga, terkait dengan fungsi dan status jalan, lebar jalur jalan,
panjang jalan, kondisi kerusakan jalan, bangunan pelengkap jalan dan
perlengkapan jalan;
2. Tersusunnya pemutakhiran peta dasar dan data jaringan jaringan jalan;
3. Tersusunnya draf SK Walikota perubahan status jalan kota ;
4. Tersusunnya usulan perubahan fungsi jalan dan status jalan;
5. Tersedianya progam pemeliharaan jalan atau program peningkatan jalan
selama lima tahun;
6. Tersedianya informasi yang meliputi kegiatan pengumpulan, pengolahan,
dan pemeliharaan data untuk menghasilkan informasi dan rekomendasi
penanganan pemeliharaan jalan.
1.3. DASAR KEGIATAN
Perlu pengkajian ulang status dan fungsi jalan di kota Salatiga supaya sesuai
dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
248/KPTS/M/2015 tentang Penetapan Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer
Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor-1 (JKP-1). Selain itu
mengikuti pula Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/2/Tahun 2016
tanggal 25 Januari 2016 tentang Penetapan Status Ruas Jalan Sebagai Jalan
Provinsi Jawa Tengah, terjadi perubahan terkait dengan fungsi dan status jalan
yang ada di Kota Salatiga. Perubahan fungsi dan status jalan ini mendorong
Pemerintah Kota Salatiga untuk melakukan pengkajian ulang status ruas jalan
sebagai jalan kota dan melakukan Perubahan SK Walikota Nomor 621/567/2015
tanggal 10 November 2015 tentang Status Ruas Jalan Sebagai Jalan Kota.
Disamping itu, perubahan SK Walikota Nomor 621/567/2015 tanggal 10 November
2015 ini perlu dilakukan mengingat masih banyak ruas jalan yang belum masuk
dalam status jalan kota dan adanya perbedaan panjang jalan dengan data base
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
4
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
jalan yang ada. Untuk membuat usulan perubahan itu perlu pengkajian dan
pemuktahiran kondisi jalan yang ada dikota Salatiga.
1.4. LINGKUP PEKERJAAN
A. Lingkup Kegiatan
1. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan dan pengolahan data akhir lain adalah:
a) Studi-studi terkait;
b) Data informasi mengenai perkembangan suatu ruas jalan.
c) Peta Rencana Struktur Ruang Kota Salatiga.
d) RTRW Kota Salatiga
e) Data statistik BPS
f) Data Jalan Kota Salatiga
g) Data Jembatan Kota Salatiga
h) Dan data lainnya yang tersedia
2. Survai Kondisi Jalan
Survai kondisi jalan dilakukan di seluruh jaringan jalan di kota Salatiga
secara manual (visual) serta pengukuran dengan alat sederhana. Ketentuan
Teknis survai kondisi jalan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Survai kondisi dilakukan dengan pengamatan dari dalam kendaraan;
b) Pengamatan dilakukan secara terus menerus dan dicatat setiap segmen
200 m atau sesuai keperluan;
c) Survai dilakukan terhadap perkerasan, bahu, drainase, saluran samping,
trotoar, kereb, median jalan, lereng samping/badan jalan, gorong-
gorong;
d) Survai dimulai dari titik awal dan berakhir pada titik akhir;
e) Untuk menentukan jenis, tingkat dan besaran kerusakan harus diukur
langsung di tempat;
f) Pengambilan foto dilakukan pada bagian jalan yang mengalami
penurunan, erosi permukaan, lubang, bekas roda, bergelombang, erosi
bahu, saluran rusak, lereng yang longsor/runtuh, yang dilakukan minimal
sekali untuk setiap jenis kerusakan di setiap ruas jalan. Pengambilan foto
harus ditunjukan lokasinya dengan menulis lokasi (station) pada selembar
kertas dan harus terekam (terlihat) di dalam foto.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
5
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
3. Survai Kecepatan
Survai kecepatan dimaksudkan untuk mendapatkan suatu perkiraan atas
kecepatan normal dari kendaraan bermotor roda empat yang beroperasi di
suatu ruas jalan. Survai kecepatan dilaksanakan dengan prosedur sebagai
berikut:
a) Tempuh panjang ruas jalan itu sekali pada setiap arah, dengan kecepatan
normal yang nyaman sesuai kondisi jalannya. Usahakan untuk mengikuti
kecepatan rata-rata kendaraan lain pada ruas jalan itu. Bila ini tidak
memungkinkan, pilih kecepatan tertentu yang mendekati kecepatan
maximum yang nyaman dan aman untuk melintasi ruas itu.
b) Jangan mengurangi kecepatan yang sudah dipilih atau berhenti untuk
melakukan aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan kegiatan survai.
c) Catat angka bacaan odometer kendaraan dan waktunya, untuk hal-hal
berikut :
pada titik pangkal dan titik ujung perjalanan (catat juga namanya);
Pada titik dimana terdapat perubahan tipe perkerasan atau kondisi
ruas jalan, yang harus dicatat dalam formulir;
Pada titik dimana kendaraan bergerak kembali atau terpaksa harus
berhenti (catat lama waktu setiap kali berhenti, serta alasannya
mengapa berhenti);
Pada ruas jalan yang panjang, catat paling tidak setiap 5 kilometer
sekali.
Jika titik pangkal atau titik ujung ruas jalan terletak di daerah
perkotaan, dimana kecepatan kendaraan terhambat oleh kepadatan
lalu- lintas atau faktor lain, mulai dan akhiri survai pada titik batas
daerah perkotaan, sehingga kecepatan yang tercatat mewakili kondisi
yang serupa dari sebagian besar panjang ruas jalan itu. Catat pada
formulir bila hal ini terjadi dan catat pula bila kepadatan lalu lintas
atau faktor penyebab lain di luar kondisi jalan menjadi penghambat
kecepatan laju kendaraan survai di ruas jalan tersebut.
4. Pemutakhiran Data Jaringan Jalan
Pemutakhiran data jaringan jalan adalah kegiatan pengamatan dan
pencatatan serta pengkajian dokumen untuk mengetahui perubahan pada
suatu ruas jalan yang telah dibuat sebelumnya. Pemutakhiran data jaringan
jalan dilakukan dengan mengkaji data hasil survai terkait dengan kondisi jalan
yang ada saat ini, seperti panjang jalan, lebar jalan, fungsi dan status jalan
dengan dokumen yang ada sebelumnya.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
6
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
5. Perbaikan dan Pemutakhiran Peta Dasar Jaringan Jalan
Perbaikan dan pemutakhiran peta dasar jaringan jalan dilakukan apabila
terjadi perubahan fungsi dan status jalan, penambahan ruas jalan dan/atau
belum adanya nama dan nomer ruas jalan.
6. Penyusunan Rencana Progam Pemeliharaan Jalan atau Peningkatan Jalan
7. Analisa Fungsi dan Status Jalan
8. Penyusunan Draf Surat Keputusan Walikota tentang Perubahan Status
B. Lingkup Kewenangan
Penyedia Jasa berwenang melakukan survai lapangan, pengumpulan data
primer dan sekunder, analisis data, perencanaan teknis dan kegiatan-kegiatan lain
yang diperlukan sesuai lingkup kegiatan ini.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
7
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
2.1. PEDOMAN
Dalam melaksanakan kegiatan pekerjaan Penyusunan Rencana Induk Jalan
Kota Salatiga ini, konsultan menguraikan rencana pelaksanaan pekerjaan sesuai
dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah dipelajari dan orientasi pokok
permasalahan dalam pendekatan masalah adalah tercapainya maksud dan tujuan
dari pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Rencana Induk Jalan Kota Salatiga . Di
dalam melaksanakan pekerjaan Penyusunan Rencana Induk Jalan Kota Salatiga,
konsultan berpedoman pada data yang yang di dapat di lapangan, teori, referensi
serta spesifikasi yang ada yang sesuai dengan cakupan pekerjaan.
2.1.1. ATURAN PELAKSANAAN
A. Data Dasar
Dalam Penyusunan Rencana Induk Jalan telah dilakukan pengumpulan data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan survey di lapangan
diseluruh ruas jalan yang ada di salatiga. Sedangkan data sekunder yang menjadi
acuan adalah sebagai berikut :
1. Sistem Informasi Geografis Jalan Kota Salatiga;
2. Surat Keputusan Walikota Salatiga tentang Status Ruas Jalan Sebagai
Jalan Kota;
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 – 2030;
4. Usulan status Jalan sebagai jalan kota dari kelurahan seluruh salatiga.
KETENTUAN TEKNIS
BAB 2
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
8
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
B. Standar Teknis/Pedoman
Adapun standar teknis dalam melaksanakan kegiatan konsultansi
menggunakan daftar referensi teknis sebagai dasar pelaksanaan. Referensi
dimaksud adalah :
1. SNI 03-2842-1992 tentang Tata Cara Pelaksanaan Survai Titik Referensi
Jalan;
2. Pd. T-13-2004-B tentang Pedoman Penempatan Utilitas pada daerah Milik
Jalan;
3. Pd. T-18-2004-B tentang Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan
Perkotaan;
4. Pd. T-21-2004-B tentang Survai Kondisi Rinci Jalan Beraspal di Perkotaan;
5. Standar-standar teknis lain yang berkaitan dan masih berlaku.
C. Referensi Kebijakan Hukum
Peraturan dan Undang-undang yang menjadi dasar Penyusunan Rencana
Induk Jalan Kota Salatiga dapat di rangkum sebagai berikut :
C.1. Undang – Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
Dalam Undang – Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 2004 Tentang
Jalan diatur tentang peran, pengelompokan dan bagian – bagian jalan
1. Peran, Pengelompokan dan Bagian-bagian Jalan
a. Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting
dalam bidang ekonomi, social budaya, lingkungan hidup, politik,
pertahanan dan keamanan, serta di gunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat
b. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat
nadi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara
c. Jalan yang merupakan satu kesatuan system jaringan jalan
menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia
2. Pengelompokan Jalan
a. Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan
khusus
b. Jalan umum dikelompokkan menurut system, fungsi, status dan kelas
c. Jalan khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka
distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan
3. Bagian-bagian jalan
a. meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang
pengawasan jalan
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
9
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
b. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan dan
ambang pengamannya
c. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan selajur tanah
tertentu di luar manfaat jalan
d. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu dluar ruang milik
jalan yang ada di pengawasan penyelenggara jalan
C.2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan
Fungsi Jalan Arteri Sekunder, Kolektor Sekunder, Lokal Sekunder dan
Lingkungan Sekunder
1. Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
2. Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder ketiga.
3. Jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
4. Jalan lingkungan sekunder menghubungkan antarpersil dalam kawasan
perkotaan.
C.3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Penetapan
Fungsi Jalan Dan Status Jalan
Penetapan Fungsi Jalan
1. Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri
atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang
terjalin dalam hubungan hierarki.
2. Pusat kegiatan dalam sistem jaringan jalan primer meliputi PKN, PKW,
PKL, PK-Ling, PKSN, Kawasan Strategis Nasional, Kawasan Strategis
Provinsi, dan Kawasan Strategis Kabupaten.
3. Kawasan perkotaan dalam sistem jaringan jalan sekunder Kawasan
Primer, Kawasan Sekunder-I,
4. Kawasan Sekunder-II, Kawasan Sekunder-III, perumahan, dan persil.
Fungsi Jalan
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
10
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Fungsi Jalan Primer
a. Fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer meliputi JAP,
JKP, JLP, dan JLing-P.
b. JAP (Jalan Arteri Primer) menghubungkan secara berdaya guna:
a) Antara PKN;
b) antara PKN dan PKW;
c) antara PKN dan/atau PKW dan pelabuhan
utama/pengumpul; dan
d) antara PKN dan/atau PKW dan bandar udara
utama/pengumpul.
c. JKP meliputi:
JKP-1 adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya
guna antar ibukota provinsi;
JKP-2 adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya
guna antara ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota;
JKP-3 adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya
guna antar ibukota kabupaten/ kota; dan
JKP-4 adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya
guna antara ibukota kabupaten/kota dan ibukota
kecamatan.
d. JLP menghubungkan secara berdaya guna simpul:
antara PKN dan PK-Ling;
antara PKW dan PK-Ling;
antarPKL; dan
antara PKL dan PK-Ling.
e. JLing-P menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan
perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan.
Fungsi Jalan Sekunder
a. Fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder meliputi JAS,
JKS, JLS, dan JLing-S.
b. JAS (Jalan Arteri Sekunder) menghubungkan secara berdaya
guna:
antara Kawasan Primer dan Kawasan Sekunder-I;
antarKawasan Sekunder- I ; dan
antara Kawasan Sekunder- I dan Kawasan Sekunder- II.
c. JKS (Jalan Kolektor Sekunder) menghubungkan secara berdaya
guna:
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
11
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Antar Kawasan Sekunder-II; dan
Antara Kawasan Sekunder-II dan Kawasan Sekunder-III.
d. JLS (Jalan Lokal Sekunder) menghubungkan secara berdaya
guna:
antara Kawasan Sekunder-I dan perumahan;
antara Kawasan Sekunder-II dan perumahan; dan
antara Kawasan Sekunder-III dan seterusnya sampai ke
perumahan.
e. JLing-S (Jalan Lingkungan) menghubungkan antarpersil dalam
kawasan perkotaan.
2.1.2. STANDAR TEKNIS / PEDOMAN
Adapun standar teknis dalam melaksanakan kegiatan Penyusunan Rencana
Induk Jalan Kota Salatiga ini menggunakan daftar referensi teknis sebagai dasar
pelaksanaannya. Referensi dimaksud adalah :
1) SNI 03-2842-1992 tentang Tata Cara Pelaksanaan Survai Titik Referensi
Jalan;
2) Pd. T-13-2004-B tentang Pedoman Penempatan Utilitas pada daerah Milik
Jalan;
3) Pd. T-18-2004-B tentang Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan
Perkotaan;
4) Pd. T-21-2004-B tentang Survai Kondisi Rinci Jalan Beraspal di Perkotaan;
5) Pd 017/T/BNKT/1990 Tata Cara Pelaksanaan Survai Inventarisasi Jalan Dan
Jembatan Kota
2.1.3. REFERENSI HUKUM
Adapun referensi hukum dalam melaksanakan kegiatan Penyusunan
Rencana Induk Jalan Kota Salatiga ini adalah:
1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan;
3) Permen PU Nomor. 15/PRT/M/2007 tentang Pedoman Survai Kondisi Jalan
Tanah dan atau Krikil dan Kondisi Rinci Jalan Beraspal untuk Jalan Antar
Kota;
4) Permen PU Nomor. 13/PRT/M/2011 tentang Tata Cara Pemeliharaan dan
Penilikan Jalan;
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
12
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
5) Permen PU Nomor. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan;
6) Permen PU Nomor. 03/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penetapan Status
Jalan dan Fungsi Jalan;
7) Kepmen PUPR Nomor. 248/KPTS/M/2015 tanggal 23 April 2015 tentang
Penetapan Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya
Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor-1 (JKP-1);
8) Perda Kota Salatiga Nomor. 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 – 2030;
9) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/2/Tahun 2016 tanggal 25
Januari 2016 tentang Penetapan Status Ruas Jalan Sebagai Jalan Provinsi
Jawa Tengah;
10) SK Walikota Nomor 621/567/2015 tanggal 10 Nopember 2015 tentang
Status Ruas Jalan Sebagai Jalan Kota.
2.2. KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN SISTEM JARINGAN JALAN DAN PERAN
Salah satu tujuan pekerjaan ini adalah menentukan kelas jalan perkotaan
berdasarkan hasil survai yang dilakukan. Penentuan klasifikasi jalan ini mengacu
pada pedoman teknis Pd T-18-2004-B tentang penentuan klasifikasi fungsi jalan di
kawasan perkotaan yang diprakarsai oleh Direktorat Bina Teknik, Direktorat
Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah.
Klasifikasi fungsi jalan pada dasarnya dilakukan dengan alasan bahwa fungsi
aksesibilitas ruang dan mobilitas/lalulintas tidak dapat diperankan secara sempurna
oleh satu ruas jalan yang sama.
Suatu ruas yang mempunyai fungsi akses ruang yang tinggi akan
mempunyai fungsi mobilitas /lalulintas rendah, sebaliknya suatu ruas yang
mempunyai fungsi mobilitas tinggi akan mempunyai fungsi akses yang rendah.
Berdasarkan sistem jaringannya, jalan dikelompokkan ke dalam jaringan
jalan primer dan jaringan jalan sekunder, sedangkan berdasarkan peranannya,
jalan dikelompokkan kedalam jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
13
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Gambar 2.1 Ilustrasi klasifikasi jalan
(sosialisasi Penyusunan Klasifikasi Fungsi Jalan Daerah)
2.2.1. STRUKTUR HIRARKI PERKOTAAN DAN SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER.
Dalam sistem jaringan jalan primer diklasifikasikan jenis-jenis jalan adalah
sebagai berikut :
1) Jalan Arteri Primer yaitu jalan yang secara efisien menghubungkan antar
pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan wilayah.
2) Jalan Kolektor Primer yaitu jalan yang secara efisien menghubungkan antar
pusat kegiatan wilayah atau menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah
dengan pusat kegiatan lokal.
3) Jalan Lokal Primer yaitu jalan yang secara efisien menghubungkan pusat
kegiatan nasional dengan persil atau pusat kegiatan wilayah dengan persil
atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal
dengan pusat kegiatan di bawahnya, pusat kegiatan lokal dengan persil,
atau pusat kegiatan di bawahnya sampai persil.
Hubungan antara hirarki perkotaan dengan peranan ruas jalan
penghubungnya dalam sistem jaringan jalan primer diberikan pada tabel dan
berikut :
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
14
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Tabel
Hubungan antara hirarki kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan jalan Primer
PERKOTAAN PKN PKW PKL PK<PKL PERSIL
PKN Arteri Arteri Lokal Lokal Lokal
PKW Arteri Kolektor Kolektor Lokal Lokal
PKL Lokal Kolektor Lokal Lokal Lokal
PK<PKL Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal
PERSIL Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal
Pedoman Kimpraswil T-18-2004-B
Dalam bentuk skema gambar, hubungan antara hirarki perkotaan dengan
peranan ruas jalan penghubungnya dalam sistem jaringan jalan primer terlihat
dalam gambar berikut :
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
15
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Pedoman Kimpraswil T-18-2004-B
2.2.2. STRUKTUR KAWASAN PERKOTAAN DAN SISTEM JARINGAN JALAN SEKUNDER
Sistem Jaringan Jalan Sekunder adalah sistem jaringan jalan yang disusun
mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-
kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder
kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
Struktur kawasan perkotaan dapat dibagi dalam beberapa kawasan
berdasarkan fungsi dan hierarkinya, antara lain, kawasan primer, sekunder, lokal
dan lingkungan. Adapun jenis-jenis dari Sistem Jaringan Jalan Sekunder adalah:
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
16
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
1) Jalan Arteri Sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan primer
dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
2) Jalan Kolektor Sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan
kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
3) Jalan Lokal Sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder dengan
perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan.
4) Jalan Lingkungan Sekunder yaitu jalan yang berada dalam persil yang
berfungsi sebagai jalur akses antar perumahan dalam suatu lokasi.
Hubungan antara kawasan perkotaan dengan peranan ruas jalan dalam
sistem jaringan jalan sekunder diberikan dalam bentuk tabel dan skema gambar
sebagai berikut :
Tabel Hubungan antara kawasan perkotaan dengan peranan ruas jalan dalam sistem
jaringan jalan sekunder
KAWASAN PRIMER SEKUNDER SEKUNDER SEKUNDER
PERUMAHAN I II III
(F1) (F2,1) (F2,2) (F2,3)
PRIMER
(F1)
- Arteri - - -
SEKUNDER I
(F2,1)
Arteri Arteri Arteri - Lokal
SEKUNDER II
(F2,2)
- Arteri Kolektor Kolektor Lokal
SEKUNDER III
(F2,3)
- - Kolektor Kolektor Lokal
PERUMAHAN - Lokal Lokal Lokal Lokal
Pedoman Kimpraswil T-18-2004-B
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
17
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Gambar 2.2 Struktur jaringan jalan sekunder (Pedoman Kimpraswil T-18-2004-B)
Secara konsep kegiatan, skema jaringan jalan antar kota dan dalam kota
(perkotaan) terdapat kesamaan. Hierarki pusat-pusat kegiatan pada jaringan jalan
antar kota berupa kegiatan kota berjenjang, sedangkan pusat-pusat kegiatan pada
jaringan jalan perkotaan berupa kegiatan yang bersifat lokal.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
18
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Gambar 2.3 dapat merangkum pengelompokan jalan secara keseluruhan
sebagai berikut
2.3. KLASIFIKASI JALAN BERDASARKAN KEWENANGAN PEMBINAAN
Sesuai dengan UU RI No.38/ 2004 tentang Jalan, Berdasarkan kewenangan
pembinaannya, jalan dikelompokkan ke dalam Jalan Nasional, Jalan Propinsi, dan
Jalan Kabupaten/Kota dan Jalan Khusus.
a. Jalan Nasional
Jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional, yaitu
ruas jalan yang karena tingkat kepentingan kewenangan pembinaannya berada
pada Pemerintah Pusat.
Ruas jalan yang termasuk ke dalam klasifikasi ini adalah jalan umum yang
pembinaannya dilakukan oleh Menteri; jalan arteri primer, dan jalan kolektor
primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi.
b. Jalan Propinsi
Yang termasuk dalam Klasifikasi Jalan Propinsi, yaitu jalan umum yang
pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah; jalan kolektor primer yang
menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota kabupaten/kotamadya; jalan
kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten/kotamadya; jalan
yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan propinsi; dan jalan dalam
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali yang termasuk dalam jalan nasional.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
19
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
c. Jalan Kabupaten
Yang termasuk dalam Klasifikasi Jalan Kabupaten, yaitu jalan kolektor
primer yang tidak termasuk jalan nasional dan propinsi; jalan lokal primer; jalan
sekunder lain selain jalan nasional dan propinsi; dan jalan yang mempunyai nilai
strategis terhadap kepentingan kabupaten.
d. Jalan Kota
Jaringan Jalan Sekunder di dalam kota.
e. Jalan Desa
Jaringan Jalan Sekunder di dalam desa.
f. Jalan Khusus
Jalan yang pembinaannya tidak dilakukan oleh Menteri maupun Pemerintah
Daerah, tetapi dapat oleh instansi, badan hukum, atau perorangan yang
bersangkutan
Wewenang yang dimaksud meliputi wewenang kegiatan pembinaan jalan
dan kegiatan pengadaan. Kegiatan pembinaan jalan meliputi penyusunan rencana
umum jangka panjang, penyusunan rencana jangka menengah, penyusunan
program, pengadaan, dan pemeliharaan. Kegiatan pengadaan meliputi perencanaan
teknik, pembangunan, penerimaan, penyerahan, dan pengambil-alihan.
2.4. KRITERIA PENETAPAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN
Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan No. Pd T-
18-2004-B Tahun 2004 telah menetapkan kriteria dalam menentukan klasifikasi
fungsi jalan di perkotaan berdasarkan sistem jaringan dan peran jalan secara
nasional. Kriteria ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri umum yang diharapkan pada
masing-masing fungsi jalan dan merupakan arahan yang perlu dipenuhi atau
didekati oleh setiap wilayah perkotaan dalam menentukan klasifikasi fungsi jalan di
wilayahnya. Sketsa hipotesis hierarki jalan kota dapat dilihat pada Gambar 2.4.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
20
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Gambar 2.4 Sketsa Hipotesis Hierarki Jalan Perkotaan
2.4.1. JALAN ARTERI PRIMER
Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan arteri primer harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a) Kriteria-kriteria jalan arteri primer terdiri atas :
Jalan arteri primer didesign berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam (km/h);
Lebar badan jalan arteri primer paling rendah 11 (sebelas) meter;
Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien; jarak
antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500
meter;
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
21
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan
tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya;
Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume
lalu lintas rata-rata;
Besarnya volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar
dari fungsi jalan yang lain;
harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu,
marka, lampu pengatur lalu lntas, lampu penerangan jalan dan lain-
lain;
jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk
sepeda dan kendaraan lambat lainnya;
jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median jalan.
b) Ciri-ciri jalan arteri primer terdiri atas :
Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer
luar kota;
Jalan arteri primer melalui dan menuju kawasan primer;
Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional;
untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
ulang alik, dan lalu lintas lokal dari kegiatan lokal;
Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat
diijinkan melalui jalan ini;
Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan tidak diijinkan.
jalan arteri primer dilengkapi dengan tempat istirahat setiap jarak 25
km.
2.4.2. JALAN KOLEKTOR PRIMER
Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan kolektor primer harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a) Kriteria-kriteria jalan kolektor primer terdiri atas :
Jalan kolektor primer didesign berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam (km/h);
Lebar badan jalan kolektor primer paling rendah 9 (sembilan) meter;
Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien;
jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari
400 meter;
Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan
tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya;
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
22
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar
dari volume lalu lintas rata-rata;
Besarnya volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih
rendah dari jalan arteri primer;
harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu,
marka, lampu pengatur lalu lntas, lampu penerangan jalan;
dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk
sepeda dan kendaraan lambat lainnya;
b) Ciri-ciri jalan kolektor primer terdiri atas :
Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor
primer luar kota;
Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan
arteri primer;
Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat
diijinkan melalui jalan ini;
Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan
seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk.
2.4.3. JALAN LOKAL PRIMER
Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan lokal primer harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a) Kriteria-kriteria jalan lokal primer terdiri atas :
Jalan lokal primer di design berdasarkan kecepatan rencana paling rendah
20 (dua puluh) km/h;
Lebar badan jalan lokal primer paling rendah 6,5 (enam setengah) meter;
Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada
sistem primer.
b) Ciri-ciri jalan lokal primer terdiri atas :
jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar
kota;
jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer
lainnya;
kendaraan angkutan barang dan bus dapat diijinkan melalui jalan ini.
2.4.4. JALAN ARTERI SEKUNDER
Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan arteri sekunder harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a) Kriteria-kriteria jalan arteri primer terdiri atas :
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
23
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
jalan arteri sekunder didesign berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 30 (tiga puluh) kilometer per jam (km/h);
Lebar badan jalan arteri sekunder paling rendah 11 (sebelas) meter;
akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 250 meter;
Persimpangan pada jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan
tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya;
Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar dari
volume lalu lintas rata-rata;
Besarnya volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar
dari fungsi jalan yang lain;
harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu,
marka, lampu pengatur lalu lntas, lampu penerangan jalan dan lain-
lain;
dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk
sepeda dan kendaraan lambat lainnya;
b) Ciri-ciri jalan arteri sekunder terdiri atas :
Jalan arteri sekunder menghubungkan :
i. Kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu;
ii. Antar kawasan sekunder kesatu;
iii. Kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua;
iv. Jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu;
Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh
lalu lintas lambat;
Kendaraan angkutan barang ringan dan kendaraan umum bus untuk
pelayanan kota dapat diijinkan melalui jalan ini;
Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan
seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk.
2.4.5. JALAN KOLEKTOR SEKUNDER
Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan kolektor sekunder harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a) Kriteria-kriteria jalan kolektor sekunder terdiri atas :
Jalan kolektor sekunder didesign berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam (km/h);
Lebar badan jalan kolektor sekunder paling rendah 9 (sembilan) meter;
Besarnya volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih
rendah dari sistem primer dan arteri sekunder;
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
24
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu,
marka, lampu pengatur lalu lntas, lampu penerangan jalan;
b) Ciri-ciri jalan kolektor sekunder terdiri atas :
Jalan kolektor sekunder menghubungkan :
i. Antar kawasan sekunder kedua;
ii. Kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga;
Kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui jalan ini di
daerah pemukiman;
Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi.
2.4.6. JALAN LOKAL SEKUNDER
Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan lokal sekunder harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a) Kriteria-kriteria jalan lokal sekunder terdiri atas :
Jalan lokal sekunder didesign berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam (km/h);
Lebar badan jalan lokal sekunder paling rendah 6,5 (enam setengah)
meter;
Besarnya volume lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling
rendah dibandingkan dengan fungsi jalan lain;
b) Ciri-ciri jalan lokal sekunder terdiri atas :
Jalan lokal sekunder menghubungkan :
i. Antar kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya;
ii. Kawasan sekunder dengan perumahan;
Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diijinkan melalui jalan
ini di daerah pemukiman;
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
25
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
3.1 TINJAUAN KOTA SALATIGA
Sebagaimana Identifikasi potensi dan masalah fisik merupakan penilaian
terhadap kemampuan atau daya dukung lahan kota terhadap pengembangan
kegiatan perkotaan. Dalam menentukan kesesuaian lahan fisik tersebut, faktor-
aktor fisik ruang harus diperhitungkan secara komprehensif tanpa menghilangkan
karakteristik dari beberapa faktor seperti topografi, geologi, dan hidrologi berikut.
3.1.1. LETAK GEOGRAFIS
Kota Salatiga terletak ditengah wilayah Kabupaten Semarang. Kota Salatiga
memiliki luas wilayah 6678,11 Ha atau 56781 km2 dan dibagi menjadi 4 kecamatan
yang memiliki total 23 kelurahan dan semua sudah berstatus perkotaan. Kota
Salatiga berada di daerah cekungan, kaki Gunung Merbabu dan diantara gunung-
gunung kecil antara lain Gajah Mungkur, Telomoyo dan Payung Rong.
Kota Salatiga terletak antara 007.17’.17 sampai 007.17’.23 Lintang
Selatan dan antara 110.27’.56,81 sampai 110.32’.4,64 Bujur Timur. Kota Salatiga
dibatasi beberapa desa yang masuk dalam wilayah Kabupaten Semarang. Batas-
batas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Kecamatan Pabelan dan Kecamatan Tuntang
b. Sebelah Timur : Kecamatan Pabelan dan Kecamatan Tengaran
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Getasan dan Kecamatan Tengaran
d. Sebelah Barat : Kecamatan Tuntang dan Kecamatan Getasan
TINJAUAN UMUM
BAB 3
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
26
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kota Salatiga (RTRW Kota Salatiga 2010-2030)
Kota Salatiga terdiri dari 4 (empat) kecamatan yang dibagi menjadi 23 (dua
puluh tiga) kelurahan dan semua sudah berstatus perkotaan. Kecamatan
Argomulyo merupakan kecamatan yang paling luas diantara kecamatan yang lain
yaitu 18.526 km2, sedangkan Tingkir merupakan kecamatan dengan luas wilayah
terkecil yaitu 10,549 Km².
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
27
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Tabel III.1 Luas Wilayah Kota Salatiga per Kecamatan tahun 2014
Wilayah Kecamatan
Luas Wilayah (Hektar)
Argomulyo 1.852,69
Tingkir 1.054,85
Sidomukti 1.145,85
Sidorejo 1.624,72
Jumlah 5.678,11
3.1.2. IKLIM
Salatiga, terkenal dengan julukan sebagai kota peristirahatan, merupakan
salah satu kota di Jawa Tengah, yang berada di lereng Gunung Merbabu dengan
ketinggian wilayah antara 450-825 M dpl dengan suhu ± 23oC – 28oC, sehingga
berhawa cukup sejuk.
Curah hujan selama tahun 2015 sebesar 2.124 mm, dengan rata-rata
sebesar 25,29 mm/ hari. Hari hujan tercatat sebanyak 84 hari, sedikit menurun
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 102 hari.
3.1.3. TOPOGRAFI
Berdasarkan relief, Kota Salatiga terdiri dari 3 bagian yaitu daerah
bergelombang (±65%) yang terdiri dari kelurahan Dukuh, Ledok, Kutowinangun
Lor, Kutowinangun Kidul, Salatiga, Sidorejo Lor, Bugel, Kumpulrejo dan Kauman
Kidul. Daerah miring (±25%) terdiri dari kelurahan Tegalrejo, Mangunsari, Sidorejo
Lor, Sidorejo Kidul, Tingkir Lor, Pulutan, Kecandran, Randuacir, Tingkir Tengah dan
Cebongan. Daerah datar ±10% terdiri dari Kelurahan Kalicacing, Noborejo,
Kalibening dan Blotongan.
Sedangkan secara morfologis, Kota Salatiga berada di daerah cekungan kaki
Gunung Merbabu dan diantara gunung-gunung kecil antara lain Gajah Mungkur,
Telomoyo dan Payung Rong.
Secara topografi, Kota Salatiga merupakan wilayah dataran tinggi dengan
ketinggian antara 450 – 825 m di atas permukaan laut. Bentuk topografi Kota
Salatiga dipengaruhi oleh bentuk struktur tanah jenis latozol coklat berupa tufa
vulkanis intermedier, yang memiliki tekstur remah dan konsehtensinya gembur,
produktifitas tanah sedang sampai tinggi. Bentuk stuktur tanah latozol coklat tua
berada di sekitar pegunungan Payung Rong cocok untuk pertanian dan tanaman
campuran.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
28
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Berdasarkan ketinggian dan relief topografi Kota Salatiga terdiri dari 4
(empat) bagian, yaitu daerah relatif datar, daerah miring, daerah berombak, dan
daerah bergelombang.
a. Daerah dengan bentuk lahan dataran dengan relief topografi yang relatif
datar, kelerengan (0–3) persen, perbedaan tinggi < 5 meter, terletak pada
ketinggian beraneka, di empat kelurahan/ kelurahan, yaitu Kelurahan
Blotongan (Kecamatan Sidorejo), Kelurahan Kalicacing (Kecamatan
Sidomukti), Kelurahan Kalibening (Kecamatan Tingkir) pada ketinggian 600
m dpl, sedangkan Kelurahan Noborejo (Kecamatan Argomulyo) pada
ketinggian 750 m dpl.
b. Daerah dengan relief yang relatif miring kelerengan (8-15) persen,
perbedaan tinggi <5 meter, terletak pada berbagai ketinggian, yang terletak
di 10 (sepuluh) kelurahan, yaitu di Kelurahan Pulutan dan Kel. Sidorejo Lor
(Kecamatan Sidorejo), Kelurahan Kecandran dan Kelurahan Mangunsari
(Kecamatan Sidomukti) padaketinggian (500–600) m dpl, Kelurahan
Tegalrejo, Kelurahan Randuacir, dan Kelurahan Cebongan (Kecamatan
Argomulyo), pada ketinggian 600-825) m dpl. Kelurahan Sidorejo Kidul,
Kelurahan Tingkir Lor, dan Kelurahan Tingkir Tengah (Kecamatan Tingkir)
ketinggian (500-700)m dpl.
c. Daerah dengan bentuk lahan landai berombak dengan kemiringan lereng (3-
8) persen terletak di Kel Sidorejo Lor, Kelurahan Bugel, Kelurahan Kauman
Kidul, Kelurahan Salatiga (Kecamatan Sidorejo) ketinggian (450-600) m dpl,
dan bentuk lahan berombak dengan kemiringan lereng (8-15) persen
terletak di Kel. Bugel, Kelurahan Kauman Kidul (Kecamatan Sidorejo),
Kelurahan Dukuh (Kecamatan Sidomukti), dan Kelurahan Ledok (Kecamatan
Argomulyo) pada ketinggian (600-650) m dpl. Kelurahan Kutowinangun
(Kecamatan Tingkir) ketinggian (500–600) m dpl.
d. Daerah dengan bentuk lahan bergelombang kemiringan lereng (15-25)
persen terletak di Kelurahan Bugel, Kelurahan Kauman Kidul, (Kecamatan
Sidorejo) ketinggian (650-700) m dpl. Kelurahan Dukuh (Kecamatan
Sidomukti) dan Kelurahan Kumpulrejo (Kecamatan Argomulyo), ketinggian
(650-825) m dpl.
Berdasarkan bentang alam dan lansekap kota, penyebaran geografis wilayah
Kota Salatiga dapat dibagi ke dalam tiga bagian:
1. Daerah Bergelombang ± 65%, yang terdiri dari lima Kelurahan yaitu Dukuh,
Ledok, Kutowinangun, Salatiga Sidorejo Lor dan tiga Kelurahan yaitu
Kelurahan Bugel, Kumpulrejo dan Kauman Kidul.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
29
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
2. Daerah Kelerengan-Miring ± 25% yang terdiri dari tiga kelurahan yaitu
Tegalrejo, Mangunsari, dan Sidorejo Lor dan tujuh Kelurahan yaitu Sidorejo
Kidul, Tingkir Lor, Pulutan, Kecandran, Randucair, Tingkir tengah dan
Cebongan.
3. Daerah Dataran ± 10% yang terdiri dari Kelurahan Kalicacing dan Kelurahan
Noborejo, Kalibening, dan Blotongan.
Sedangkan ditinjau dari kelerengan tanahnya Kota Salatiga terbagi menjadi
6 kategori, kelerengan yaitu :
1. 2% - 5%, Luas keseluruhan 1.847,26 ha sebagian besar terdapat di
Kelurahan Tegalrejo, Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Randuacir,
Kelurahan Noborejo, Kelurahan Kalibening dan Kelurahan Tingkir Tengah,
Kelurahan Pulutan.
2. 5% - 8%, Luas keseluruhan 2.393,10 ha sebagian besar terdapat di
Kelurahan Kalicacing, Kelurahan Gendongan, Kelurahan Tegalrejo, Kelurahan
Kumpulrejo, Kelurahan Kecandran, Kelurahan TingkirLor, Kelurahan
Blotongan, Kelurahan Kauman Kidul dan Kelurahan Kalibening.
3. 8% - 15%, Luas keseluruhan 21.098,64 ha sebagian besar terdapat di
Kelurahan Ledok, Kelurahan Salatiga, Kelurahan Kutowinangun, Kelurahan
Mangunsari, Kelurahan Sidorejo Lor, Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan
Sidorejo Kidul, Kelurahan Kauman Kidul, Kelurahan Blotongan.
4. 15% - 25%, Luas keseluruhan 216,31 ha sebagian besar di Kelurahan Bugel
dan Kelurahan Blotongan.
5. 25% - 40%, Luas keseluruhan 213,37 ha sebaglan besar di Kelurahan
Kutowinangun, Kelurahan Bugel, Kelurahan Blotongan, Kelurahan Kauman
Kidul dan Kelurahan Sidorejo Lor.
6. 40%, Luas keseluruhan 131,30 ha sebagian besar di Kelurahan Bugel dan
sebagian kecil di Kelurahan Sidorejo Kidul, Blotongan dan keseluruhan
Kutowinangun.
Berdasarkan kelerengan dapat dilihat kawasan Budidaya dan kawasan
Lindungnya, yakni kelerengan 2% - 15% ideal untuk kawasan Permukiman,
kelerengan 15% - 25% dapat dipergunakan pula untuk permukiman dengan
persyaratan teknis yang leblh rinci, dan kelerengan > 40% menurut Keppres
No.32/1990 sebenarnya harus merupakan kawasan Lindung/Konservasi. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh wilayah kota Salatiga potensial
untuk digunakan sebagai permukiman, hanya sebagian kecil saja yang harus
dijadikan kawasan Lindung/Konservasi. Juga untuk sepanjang aliran kali, di bagian
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
30
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
kiri dan kanan pada Jarak minumum 15 meter sebaiknya untuk penggunaan/fungsi
penghijauan serta sekitar mata air dengan radius ±200 m.
3.1.4. HIDROLOGI
Kondisi hidrologi suatu wilayah dapat dilihat dari sumber air yang ada di
wilayah tersebut. Sumber air dapat berupa danau, sungai maupun rawa. Kota
Salatiga dilewati oleh sungai yang memiliki intensitas yang cukup besar yakni Kali
Sraten dan Kali Ngaglik, yang secara keseluruhan, sungai tersebut bukan berasal
dari Wilayah Salatiga atau Salatiga tidak memiliki mata air sendiri akan tetapi
sungai-sungai tersebut berasal dari wilayah lain diluar Kota Salatiga.
Secara hidrologis di wilayah Kota Salatiga terdapat potensi sumber mata air,
meliputi:
1. Mata air Kalitaman; yang mengalir ke arah utara kota dengan kapasitas air
mencapai 150 liter perdetik berfungsi untuk mengaliri areal persawahan di
wilayah Kabupaten Semarang dan di Kota Salatiga dimanfaatkan untuk
rekreasi pemandian.
2. Mata air Kalisombo mengalir ke arah utara dengan kapasitas 50 liter
perdetik dan dimanfaatkan sebagai air minum dan pengairan persawahan
mencakup pula wilayah Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
3. Mata air Benoyo mengalir ke arah barat dengan kapasitas 50 liter perdetik
berfungsi pelayanan irigasi persawahan untuk wilayah Kabupaten Semarang
dan Kota Salatiga.
4. Mata air Senjoyo yang mengalir ke arah utara dengan kapasitas ± 1.000
liter per detik, terletak di wilayah Kota Salatiga yang dimanfaatkan untuk air
minum utama Kota Salatiga.
Sumber mata air terkait dengan fungsi kawasan lindung dengan kelerengan
topografi berkisar di atas 40 % yaitu di sebagian wilayah Kelurahan Blotongan.
Wlayah ini kelak akan diusulkan sebagai kawasan lindung sedang lahan saat ini
digunakan untuk perkebunan, kebun campuran dan sebagian peruntukan non-
urban untuk perumahan penduduk dengan kepadatan rendah.
3.1.5. JENIS TANAH
Struktur tanah yang ada di Kota Salatiga dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tanah Latozol Coklat
Bahan induknya terdiri dari tufa vulkanis intermedier, teksture remah dan
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
31
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
konsehtensinya gembur, produktivitas tanah sedang sampai tinggi. Jenis
tanah ini terdapat di sebagiab besar wilayah Kota Salatiga dan ini sangat
baik ditanami padi, palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, cengkih dan lain-
lain.
2. Tanah Latozol Coklat Tua
Bahan dasarnya terdiri dari tufa vulkanis intermedier, tekstur tanahnya
remah dan konsegtasinya gembur sekali. Tanah ini terdapat di bagian ujung
utara kota, sekitar pegunungan Payung rong. Tanah ini cocok sekali
ditanami kopi, teh, coklat, padi, pisang, cengkih, dan tanaman campuran.
3.1.6. KONDISI TUTUPAN LAHAN
Peta penutup lahan skala 1 : 7500 (digital) diperoleh dari interpretasi citra
Alos PRISM rekaman 15 Juni 2007 Penutup lahan Kota Salatiga diklasifikasikan
menjadi 12 (dua belas) kelas, yaitu hutan, belukar/ semak, permukiman,
bangunan/ non permukiman, makam, perkebunan, kebun campur/ pekarangan,
sawah, pertanian lahan kering/ tegalan, lahan terbuka.
1. Hutan tampak dijumpai di perbukitan bergelombang, di Kel. Sidorejo Lor
dan Kelurahan Bugel (Kecamatan Sidorejo), di Kelurahan Kecandran dan
Kelurahan Dukuh, (Kecamatan Sidomukti)
2. Semak/ Belukar/ dijumpai pegunungan, dataran, daerah berombak didapati
di Kelurahan Sidorejo Lor, Kelurahan Kauman Kidul, Kelurahan Bugel.
3. Permukiman kota dan pedesaan di Kota Salatiga lebih dari 60 persen berupa
permukiman ada di setiap desa dan kelurahan.
4. Bangunan / non permukiman merupakan wilayah terbangun (pasar, industri,
hotel, sekolahan, perkantoran, dll), terdapat di sekitar jalan besar seperti Jl.
Diponegoro, Jl. Jendral Sudirman dan hampir di setiap Kelurahan walaupun
tidak terlalu luas.
5. Makam di Kelurahan Sidorejo Lor (Kecamatan Sidorejo) cukup luas,
sehingga memberikan kenampakan berbeda dari bangunan lain, sedangkan
pemakaman di daerah pekelurahanan terlindung pohon-pohon besar dan
tidak luas, maka masuk kelas kebun campuran/ pekarangan.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
32
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Gambar 3.2 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kota Salatiga (RTRW 2010-2030)
6. Perkebunan yang terdapat di Kota Salatiga merupakan PTP dengan tanaman
karet, yang terletak di Kel. Sidorejo Lor, Kelurahan Bugel, dan Kelurahan
Kauman (Kecamatan Sidorejo), Kelurahan Kecandran, Kel. Dukuh
(Kecamatan Sidomukti). Kelurahan Kumpulrejo dan Kelurahan Randuacir
(Kecamatan Argomulyo).
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
33
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
7. Kebun Campuran berupa tanaman pekarangan di pedesaan, yaitu di
Kelurahan Blotongan, Kelurahan Pulutan, Kel. Sidorejo Lor, Kelurahan Bugel,
Kelurahan Kauman Kidul, dan Kel. Salatiga (Kec. Sidorejo), Kelurahan
Kecandran, Kel. Mangunsari, Kel. Kalicacing, dan Kel. Dukuh (Kec.
Sidomukti), Kel. Kutowinangun, Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan
Kalibening, Kelurahan Tingkir Lor, dan Kelurahan Tingkir Tengah (Kec.
Tingkir). Kelurahan Randuacir, Kelurahan Ledok, Kelurahan Cebongan,
Kelurahan Tegalrejo, Kelurahan Kumpulrejo, dan Kelurahan Noborejo (Kec.
Argomulyo).
8. Sawah terletak morfologi relatif datar dan agak miring, yaitu di Kelurahan
Blotongan, Kelurahan Pulutan, Kel. Sidorejo Lor, Kelurahan Bugel, Kelurahan
Kauman Kidul, dan Kel. Salatiga (Kecamatan Sidorejo), Kelurahan
Kecandran, Kel. Mangunsari, dan Kelurahan Dukuh (Kecamatan Sidomukti),
Kel. Kutowinangun, Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan Kalibening,
Kelurahan Tingkir Lor, dan Kelurahan Tingkir Tengah (Kecamatan Tingkir)
dan Kelurahan Ledok, Kelurahan Cebongan dan Kelurahan Noborejo
(Kecamatan Argomulyo).
9. Pertanian lahan kering/ tegalan sangat luas di Kota Salatiga, tampak di
perbukitan berombak dan bergelombang hingga daerah miring, ditanami
palawijo, terletak di Kelurahan Blotongan, Kelurahan Pulutan, Kel. Sidorejo
Lor, Kelurahan Bugel, dan Kelurahan Kauman Kidul, (Kec. Sidorejo),
Kelurahan Kecandran, Kel. Mangunsari, dan Kel. Dukuh (Kec. Sidomukti),
Kel. Kutowinangun, Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan Kalibening,
Kelurahan Tingkir Lor, dan Kelurahan Tingkir Tengah (Kec. Tingkir).
Kelurahan Randuacir, Kelurahan Ledok, Kelurahan Cebongan, Kelurahan
Tegalrejo, Kelurahan Kumpulrejo, dan Kelurahan Noborejo (Kec.
Argomulyo).
10. Lahan terbuka (tanpa vegetasi dan tanpa air) berupa bekas tebangan,
penyiapan perkebunan, tegalan baru digarap, jalur jalan, terletak di
Kelurahan Pulutan, Kelurahan Blotongan, Kelurahan Bugel, Kelurahan
Kauman Kidul (Kecamatan Sidorejo), Kel. Mangunsari, Kel. Dukuh
(Kecamatan Sidomukti), Kelurahan Kumpulrejo, Kel. Tegalsari, Kelurahan
Randuacir, Kelurahan Cebongan, Kelurahan Noborejo (Kecamatan
Argomulyo), Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan Kalibening, Kelurahan
Tingkir Lor, dan Kelurahan Tingkir Tengah (Kecamatan Tingkir).
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
34
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
3.1.7. DEMOGRAFI/KEPENDUDUKAN
Jumlah penduduk Kota Salatiga pada tahun 2015 mencapai 183.815 jiwa,
tumbuh sebesar 1,38 persen dibanding tahun sebelumnya. Kecamatan yang
terbanyak penduduknya adalah Kecamatan Sidorejo yaitu sebesar 30,27 persen
dari total penduduk Kota Salatiga. Namun untuk pertumbuhan penduduk tertinggi
adalah Kecamatan Argomulyo yaitu sebesar 1,45 persen.
Gambar 3.3 Peta Kepadatan Penduduk Eksisting Kota Salatiga (RTRW 2010-2030)
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
35
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Kepadatan penduduk Kota Salatiga pada tahun 2015 sebesar 3.237 jiwa per
Km². Kecamatan Tingkir adalah kecamatan terpadat, dengan kepadatan 4.066 jiwa
per km², sedangkan Kecamatan Argomulyo adalah kecamatan yang terjarang
penduduknya, dengan 2.344 jiwa per Km².
Penduduk Kota Salatiga dan sex ratio dapat disimak pada tabel berikut ini.
No Desa Laki-laki Perempuan Jumlah
Sex
Ratio 1 Argomulyo 21.372 22.052 43.424 96,92
2 Tingkir 20.998 21.890 42.888 95,93
3 Sidomukti 20.611 21.260 41.871 96,95
4 Sidorejo 26.947 28.685 55.632 93,94
JUMLAH 89.928 93.887 183.815 95,78
BPS Kota Salatiga, 2015
Jika mengamati piramida penduduk Kota Salatiga Tahun 2015, terlihat
bahwa jumlah penduduk usia produktif di Kota Salatiga jauh lebih besar dari
penduduk usia tidak produktif.
Secara umum jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan
jumlah penduduk laki-laki. Hal ini dapat ditunjukkan oleh sex ratio yang nilainya
lebih kecil dari 100 sepanjang tahun 2011 sampai dengan 2015. Pada tahun 2015,
sex ratio Kota Salatiga 95,76 artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 95
penduduk laki-laki.
3.2 INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI KOTA SALATIGA
Menurut Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional, Kota Salatiga
ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah. Kota Salatiga berfungsi sebagai
penghubung Pusat Kegiatan Nasional antara Semarang dengan kota Surakarta dan
tempat-tempat tujuan wisata disekitar gunung Merapi dan Merbabu di wilayah Jawa
Tengah.
Kebijaksanaan Pembangunan Propinsi Jawa Tengah yang tertuang dalam
Rencana tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah, Kota Salatiga masuk dalam
Wilayah Pembangunan I bersama Kota Semarang, Kabupaten Semarang,
Kabupaten Kendal, kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak. Wilayah
Pembangunan I berpusat di Semarang.
Wilayah Pembangunan I menurut RTRW Propinsi Jawa Tengah mempunyai
penekanan pada fungsi perdagangan, industri, pariwisata dan transportasi. Kota
Salatiga yang terletak juga diantara jalur regional Semarang-Solo menyebabkan
pertumbuhan disepanjang jalur regional tersebut bertumbuh lebih pesat. Karena
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
36
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
posisi Kota Salatiga dilewati jalur regional, maka sistem transportasi darat Kota
Salatiga secara umum dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1. Transportasi eksternal dimana dilewati angkutan umum antar kota yang
melewati jalan arteri primer Semarang-Solo & jalan kolektor sekunder
dengan lintas Salatiga-Ambarawa, Salatiga-Magelang.
2. Transportasi internal melayani perjalanan penduduk jarak dekat dan sedang
di dalam Kota Salatiga.
Selain itu potensi yang terdapat di Kota Salatiga yaitu posisi daerah wisata
Kopeng yang berdekatan dengan Salatiga menyebabkan jalur menuju lokasi
pariwisata Kopeng lebih banyak ditempuh melalui Salatiga daripada melalui jalur
Ungaran-Kopeng.
Kota Salatiga merupakan salah satu kota yang mempunyai kegiatan
pembangunan yang dinamis dan berpotensi besar di dalam meningkatkan
produktifitas kotanya. Hal ini tidak lain karena letak Kota Salatiga yang strategis,
yaitu pada koridor Semarang-Surakarta serta merupakan salah satu pusat
pendidikan di Jawa Tengah.
Secara umum, sesuai dengan posisi serta dinamika yang ada, Kota Salatiga
mempunyai peran dan fungsi yang strategis baik pada pengembangan skala
regional Jawa Tengah maupun skala nasional.
Berdasar pada besaran, perkembangan kegiatan, potensi serta prospek di
masa depan, dokumen rencana kota yang ada, kebijaksanaan pembangunan
wilayah dan studi-studi sektoral, ditetapkan Kota Salatiga sebagai:
1. Kota orde III Propinsi Jawa Tengah
2. Sebagai Sub Pusat Pembangunan. Hal ini tidak lain sebagai dampak positif
dari letak Kota Salatiga, yaitu di antara dua kutub pusat wilayah
pembangunan. Yaitu WP I dengan pusat Kota Semarang dan WP III dengan
pusat Kota Surakarta.
3. Sebagai Kota Transit (Stop Over), untuk kegiatan-kegiatan di sepanjang
koridor Semarang-Surakarta.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
37
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Gambar 3.4 Peta Kepadatan Penduduk Eksisting Kota Salatiga (RTRW 2010-2030)
Dengan adanya peran di atas, maka sudah sepantasnya Kota Salatiga
dikembangkan untuk mendorong laju perkembangan kota-kota di sepanjang
koridor Semarang-Surakarta dan kota-kota di sepanjang Surakarta-Magelang (jalur
wisata), maupun laju perkembangan Propinsi Jawa Tengah.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
38
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Sebagai simpul distribusi pariwisata bagi daerah dan wilayah sekitarnya
yang potensial sebagai obyek dan daya tarik wisata, seperti Kopeng, Banyubiru,
rawa Pening dan lain-lain.
3.2.1. POLA JARINGAN TRANSPORTASI KOTA SALATIGA
Pola jaringan jalan yang ada terbentuk dari jalan arteri, kolektor dan lokal,
secara umum dapat dibedakan dalam tiga bentuk dasar, yaitu pola kisi-kisi (grid
iron), pola jari-jari (radial) dan pola melingkar (ring). Bentuk jaringan jalan pada
suau kota bisa merupakan kombinasi dari pola-pola tersebut (Morlok, 1978). Pola
jaringan jalan di Kota Salatiga pada dasarnya dikatakan membentuk pola ring dan
radial. Pola jaringan jalan seperti ini dapat menyebabkan terjadinya akumulasi pada
jalan-jalan yang menuju pusat kota. Sistem jaringan jalan seperti ini kurang
mendukung perjalanan arah utara-selatan maupun barat-timur kota ini. Hal ini
menimbulkan bermacam persoalan perkotaan, khususnya di kawasan pusat
perdagangan (central business district), sehingga infrastruktur dasar yang ada
sudah memadati, terutama kebutuhan untuk peningkatan jaringan jalan
transportasi dalam kota.
Gambar 3.5 Pola Jaringan Jalan
Panjang jalan di seluruh wilayah Kota Salatiga pada tahun 2014 menurut
Dinas Bina Marga Kota Salatiga mencapai 355.171 meter.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
39
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
No Jenis
Permukan 2011 2012 2013 2014
1 Diaspal 502.512 504.642 191.761 191.761
2 Rigid/ Beton - - 338 338
3 Kerikil 90.643 90.023 4.794 4.794
4 Tanah 31.141 30.841 7.950 7.950
5 Lainnya 29.915 28.705 150.373 150.373
Jumlah 654.211 654.211 654.211 355.171*
*) yang tercatat dalam master plan pembangunan Kota Salatiga
Sumber : Dinas Bina Marga & Pengelolaan Sumber Daya Air Kota Salatiga
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
40
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
4.1. KEBUTUHAN DATA
Sesuai dengan Kerangka Pendekatan sebagaimana telah diuraikan di muka,
diperlukan sejumlah data dan informasi dalam Penyusunan Rencana Induk Jalan
Kota Salatiga ini. Data-data tersebut terbagi dalam 2 (dua) jenis data, yaitu primer
dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dengan survey
dilapangan terhadap seluruh ruas jalan sekunder yang ada di wilayah Kota Salatiga.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh/ dikumpulkan dan disatukan
dari studi-studi sebelumnya atau yang diperoleh dari berbagai instansi lain yang
terkait dengan Penyusunan Rencana Induk Jalan Kota Salatiga ini.
A. DATA PRIMER
Setelah dilakukan proses inventarisasi secara umum mengenai data yang
dibutuhkan, maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan pengumpulan data.
Pengumpulan data sekunder dapat dilakukan melalui koordinasi dengan instansi
terkait, sedangkan pengumpulan data primer dilakukan dengan survei langsung di
lapangan. Survei primer ini dimaksudkan untuk mendapatkan data kuantitatif yang
selanjutnya dipergunakan sebagai bahan analisis dalam Penyusunan Rencana Induk
Jalan Kota Salatiga. Untuk mendapatkan data kuantitatif, diperlukan survei primer
di lapangan yang mencakup sebagai berikut :
A. Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan berupa peninjauan lapangan guna
mendapatkan gambaran tentang kondisi umum dari wilayah studi.
Berdasarkan survei inilah selanjutnya ditentukan metode pelaksanaan
survei dan lokasi terbaik guna mengumpulkan data yang diperlukan.
Target Data :
METODOLOGI PENGAMBILAN DATA
BAB 4
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
41
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Pengenalan daerah studi, batas wilayah studi, gerbang utama
keluar masuk wilayah Kota Salatiga.
Karakteristik awal transportasi di Salatiga
Teknik Survai :
Survai dilaksanakan dengan pengamatan langsung wilayah
studi, dengan menggunakan kendaraan survai dan kendaraan umum,
data awal yang dikumpulkan adalah data visualisasi (foto) wilayah
studi dan karakteristik transportasi. Survai dilaksanakan sebelum
survai primer yang lain dilaksanakan.
B. Survei Inventarisasi
Berikut adalah detail tahapan survey inventarisasi kondisi
jaringan jalan:
Target Data :
Kondisi jaringan jalan di Kota Salatiga
Alinyemen vertikal jalan jalan utama di Kota Salatiga (lebar,
lajur, median, bahu, panjang)
Kondisi umum jalan jalan pada jaringan jalan utama (baik,
sedang, rusak, atau rusak berat)
Teknik Survai
Survai dilaksanakan dengan pengamatan langsung di seluruh
jalan Kota Salatiga, dengan mencacat dan foto kondisi jalan pada
formulir survai 1. Panduan yang digunakan adalah peta GIS dari
website GIS Salatiga, dengan tingkat perbesaran sesuai dengan ruas
target ruas jalan yang akan disurvey. Survai dilaksanakan setelah
survai pendahuluan dilaksanakan.
B. DATA SEKUNDER
Data sekunder yang berhubungan dengan kajian transportasi untuk
mendukung pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Rencana Induk Jalan Kota Salatiga
ini antara lain adalah sebagai berikut:
Data Sistem Informasi Geografis Kota Salatiga
Dari peta ini dibuat peta acuan untuk survey dan ditambah jalan-jalan yang
ada disekitar ruas yang belum ada dipeta
SK Jalan Kota Salatiga Tahun 2015
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
42
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
4.2. SURVEI JALAN PERKOTAAN
Menurut pedoman teknis Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum
Pedoman T21-2004 B tentang Survei Rinci Jalan Beraspal Perkotaan, persyaratan-
pesyaratan yang harus dipenuhi antara lain :
a. Ketentuan umum
i. Sebelum pelaksanaan Survei, petugas harus meminta ijin terlebih
dahulu dari instansi/Pemda setempat yang berwenang;
ii. Petugas survai harus mengetahui ruas jalan yang disurvei;
iii. Petugas survai harus memahami dan mendalami cara pengisian
formulir;
iv. Dalam pelaksanaannya petugas harus memperhatikan kelancaran lalu-
lintas;
b. Peralatan dan perlengkapan
i. Rambu pengaman lalu-lintas
ii. Formulir yang digunakan
iii. Peta jaringan yang mencantumkan nama, nomor dan status jalan yang
akan disurvey.
iv. Pita Ukur, panjang 7 meter
v. Kamera dan film berwarna
vi. Mistar penyipat/perata (strip edge) dan pasak ukur (wedges) yang
berskala mm
c. Ketentuan teknis
i. Survai kondisi jalan dilakukan dengan berjalan kaki
ii. Pengamatan dilakukan secara terus menerus dan dicatat setiap
segmen 25 meter.
iii. Survai yang dilakukan terhadap perkerasan, bahu, drainase, saluran
samping, bak kontrol, trotoar, kereb, median jalan, box culvert.
iv. Survai harus dimulai di titik awal (TL) dan berakhir pada titik akhir
(TR);
v. Titik referensi survai kondisi jalan diambil sesuai dengan hasil survai
data titik referensi;
vi. Untuk menentukan jenis, tingkat dan besaran kerusakan harus diukur
langsung di tempat;
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
43
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
vii. Pengambilan foto dilakukan pada bagian jalan yang mengalami
penurunan erosi permukaan, lubang, bekas roda, bergelombang, erosi
bahu, saluran rusak, lereng yang longsor/runtuh dan trotoar
berbahaya yang dilakukan sekali untuk setiap jenis kerusakan di setiap
ruas jalan.
d. Formulir survai
Contoh formulir survai jalan beraspal sebagai berikut dapat dijadikan acuan
data apa saja yang perlu diambil dan dicatat.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
44
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Gambar 4.1 Lembar Survey Lapangan
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
45
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Gambar 4.2 Peta acuan survey jalan
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
46
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
5.1. KONDISI JARINGAN PRASARANA JALAN
Kota Salatiga dilalui jaringan jalan propinsi yang dikelola oleh negara dan
menghubungkan antara dua kota besar yaitu Semarang – Surakarta dan merupakan jalur
ekonomi yang penting. Jalan-jalan di Kota Salatiga dapat dibedakan menurut status dan
fungsinya, yaitu jalan arteri dengan status jalan negara, jalan kolektor dengan status jalan
kota dan jalan lokal dengan status kota.
Menurut surat keputusan Walikota Salatiga jalan di Kota Salatiga terbagi menjadi 4
fungsi jalan yaitu:
Jalan Arteri Sekunder
Jalan Kolektor Sekunder
Jalan Lokal Sekunder
Jalan Lingkungan Sekunder
5.2. PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH KOTA SALATIGA
BERDASARKAN KAJIAN RTRW KOTA SALATIGA 2011 - 2030
Tahapan penentuan klasifikasi fungsi jalan pada sistem sekunder di Wilayah Kota
Salatiga dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut:
1. Mengkaji pengertian sistem dan klasifikasi fungsi jalan berdasarkan Undang-undang
Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006
Tentang Jalan.
2. Memahami kriteria klasifikasi fungsi jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan di dalam
sistem jaringan jalan sekunder.
PENETAPAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN
BAB 5
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
47
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
3. Menggunakan RTRW Kota Salatiga 2011-2030, dan Rencana Struktur Ruang Kota
Salatiga untuk mengindikasikan hirarki kota-kota atau pusat-pusat kegiatan di wilayah
Kota Salatiga yang berfungsi sebagai Pusat Pelayanan Kota, Subpusat Pelayanan Kota dan
Pusat Lingkungan..
4. Menggunakan RTRW Kota Salatiga 2011-2030 untuk mengindikasikan pusat-pusat
kegiatan masyarakat dan hirarki masing-masing fungsi kawasan perkotaan sebagai
fungsi kawasan primer (F1); kawasan sekunder satu (F2,1); kawasan sekunder dua
(F2,2); kawasan sekunder tiga (F2,3); dan kawasan perumahan.
5. Pusat-pusat kegiatan tersebut diantaranya terdiri dari :
a. Pusat Pelayanan Kota adalah sebagai pusat perdagangan jasa dan perkantoran,
meliputi :
- Kelurahan Salatiga;
- Kelurahan Kutowinangun;
- Kelurahan Gendongan;
- Kelurahan Kalicacing.
b. Sub pusat Pelayanan Kota Sidorejo adalah sebagai pusat pengembangan pendidikan
tinggi dan pariwisata. Terletak di Kelurahan Sidorejo Lor.
c. Subpusat Pelayanan Kota Sidomukti adalah sebagai pusat pengembangan pelayanan
kesehatan dan pemukiman. Terletak di Kelurahan Mangunsari.
d. Subpusat Pelayanan Kota Argomulyo adalah sebagai pengembangan kegiatan yang
berbasis pertanian (Agrowisata dan Agroindustri) dan industri. Terletak di Kelurahan
Randuacir.
e. Subpusat Pelayanan Kota Tingkir adalah sebagai pengembangan kegiatan yang berbasis
industri dan pertanian lahan basah. Terletak di Kelurahan Sidorejo Kidul.
f. Pusat Lingkungan, sebagai pusat pelayanan lokal meliputi pelayanan ekonomi, sosial,
dan/atau administrasi, meliputi :
- Kelurahan Blotongan;
- Kelurahan Bugel;
- Kelurahan Kauman Kidul;
- Kelurahan Pulutan;
- Kelurahan Kalibening;
- Kelurahan Tingkir Lor;
- Kelurahan Tingkir Tengah;
- Kelurahan Noborejo;
- Kelurahan Ledok;
- Kelurahan Tegalrejo;
- Kelurahan Kumpulrejo;
- Kelurahan Cebongan;
- Kelurahan Kecandran;
- Kelurahan Dukuh.
6. Skema Rencana Struktur Ruang Kota Salatiga sebagaimana terlihat pada gambar
sebagai berikut :
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
48
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
Gambar 5.1 Konsep Pengembangan Struktur Kota Salatiga
Keterangan :
Sumber : RTRW Kota Salatiga 2011 – 2030
7. Mengidentifikasi jaringan jalan yang menghubungkan fungsi-fungsi kawasan
perkotaan tersebut sebagai jaringan jalan sekunder.
8. Dengan diketahuinya hirarki fungsi kawasan perkotaan, maka berdasarkan
pengertian klasifikasi fungsi jalan yang terdapat pada sistem jaringan
sekunder, maka dapat diidentifikasi klasifikasi fungsi jalan yang ada yaitu
terdiri dari arteri sekunder, kolektor sekunder, lokal sekunder dan lingkungan
sekunder.
Pusat Pelayanan Kota
Subpusat Pelayanan Tingkir
Subpusat Pelayanan
Argomulyo
Subpusat Pelayanan
Sidomukti
KE SOLO
KE SEMARANG
KE DADAP AYAM
KE AMBARAWA/
BANYUBIRU
KE KOPENG/
MAGELANG
KE BRINGIN Subpusat Pelayanan
Sidorejo
KE SURUH/ KARANG GEDE
Pusat Pelayanan
Jalan Arteri
Jalan Kolektor
Subpusat Pelayanan
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
49
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
9. Adapun klasifikasi rencana fungsi jalan berdasarkan kajian dokumen RTRW
Kota Salatiga 2011 – 2030 terdiri dari:
FUNGSI JALAN NAMA
Arteri primer 1 Ruas Batas Kota Salatiga - Batas Semarang Barat/Surakarta Barat
2 Jl. Wahid Hasyim
3 Jl. Osa Maliki
4 Jl. Veteran
5 Jl. Soekarno-Hatta
Kolektor primer 1 Jl. Hasannudin
2 Jl. Ahmad Yani
3 Jl. Patimura
Kolektor sekunder 1 Jl. Ki Penjawi
2 Jl. Tingkir – Barukan
3 Jl. Watu Agung – Sari Rejo
4 Jl. Imam Bonjol
5 Jl. Nanggulan – Ujung-ujung
6 Jl. Arimbi
7 Jl. Srikandi
8 Jl. Candi Wesi
9 Jl. Batu Tulis
10 Jl. Cemara
11 Jl. Domas
12 Jl. Turen
13 Jl. Yos Sudarso
14 Jl. Atmo Suharjan
15 Jl. Pulutan – Jombor
16 Jl. Abdul Wahid
17 Jl. Sentana
18 Jl. Abdul Sukur
19 Jl. Bangau
20 Jl. Merak
21 Jl. Nakula Sadewa
22 Jl. Yudistira
23 Jl. Parikesit
24 Jl. Setiyaki
25 Jl. Bima
26 Jl. Dewi Kunti
27 Jl. Arjuna
28 Jl. Sidomulyo
29 Jl. Sawo
30 Jl. Tegal Sari
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
50
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
FUNGSI JALAN NAMA
31 Jl. Amarta
32 Jl. Tegalrejo Raya
33 Jl. Protokol Kumpulrejo
34 Jl. Prumasan
35 Jl. Ngronggo
36 Jl. Argo Sari
37 Jl. Argo Boga
38 Jl. Argo Rumekso
39 Jl. Argo Tunggal
40 Jl. Argo Tinalang
41 Jl. Tritis Asri
42 Jl. Tritis Rejo
43 Jl. Joko Tingkir
44 Jl. Jend A Yani
45 Jl. Lapangan Pancasila
46 Jl. Brigjend Sudiarto
47 Jl. Letjend Sukowati
48 Jl. Laksda Adi Sucipto
49 Jl. Tentara Pelajar
50 Jl. Semeru
51 Jl. Kesambi
52 Jl. Pemotongan
53 Jl. Kartini
54 Jl. Prof Moh Yamin
55 Jl. Langensuko
56 Jl. Monginsidi
57 Jl. Pemuda
58 Jl. Taman Sari
59 Jl. Buk Suling
60 Jl. Nyai Kopek
61 Jl. Taman Pahlawan
62 Jl. DR. Muwardi
63 Jl. Benoyo
64 Jl. Canden
65 Jl. Setro
Lokal sekunder 1 Jl. Kalisawo
2 Jl. Candisari
3 Jl. Jayeng Rono
4 Jl. Ki Pitrang
5 Jl. Butuh
6 Jl. Tanggul Rejo
7 Jl. Kalinyamat
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
51
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
FUNGSI JALAN NAMA
8 Jl. Kalipengging
9 Jl. Merbabu (Kalicacing)
10 Jl. Argoyuwono
11 Jl. Mertani
12 Jl. Pringgondani
13 Jl. Argo Budoyo
14 Jl. KH. Zubair
15 Jl. Cengek Nyamat
16 Jl. Merbabu (Noborejo)
17 Jl. Abimanyu
18 Jl. Pundung
19 Jl. Gunung Payung
20 Jl. Sultan Agung
21 Jl. Dumai Indah
22 Jl. Dliko Sari
23 Jl. KH. A. Dahlan
24 Jl. PTP Sari Rejo
25 Jl. Baiturohim
26 Jl. Abdul Hamid
27 Jl. Durian
28 Jl. Darma Bakti
29 Jl. Jambe Wangi
30 Jl. Delima
31 Jl. Sisingamangaraja
32 Jl. Kemiri
33 Jl. Menur
34 Jl. Kauman
35 Jl. Kenanga
36 Jl. Sumopuro Kidul
37 Jl. Sumopuro Lor
38 Jl. Cungkup
39 Jl. R. Patah
40 Jl. Gladagan
41 Jl. Karang Taruna
42 Jl. Wali Songo
43 Jl. Perengsari
44 Jl. Teleng Sari
45 Jl. Kantil Sari
46 Jl. Widosari
47 Jl. Mayang Sari
48 Jl. Manggar Sari
49 Jl. Cempaka Sari
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
52
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
FUNGSI JALAN NAMA
50 Jl. Kenanga Sari
51 Jl. Melati Sari
52 Jl. Mawar Sari
53 Jl. Pandan Sari
54 Jl. Ngentak
55 Jl. Jambesari
56 Jl. Kalisari
57 Jl. Kalitaman
58 Jl. Bau Joyo
59 Jl. Bungur
60 Jl. Damar
61 Jl. Margosari
62 Jl. Pungkur Sari
63 Jl. Monginsidi
64 Jl. Seruni
65 Jl. Cempaka
66 Jl. RSU
67 Jl. Kridanggo
68 Jl. Kemuning
69 Jl. Tanjung
70 Jl. Johar
71 Jl. Jambu
72 Jl. Taman Pahlawan
73 Jl. Bengawan
74 Jl. Progo
75 Jl. Kali Bodri
76 Jl. Serayu
77 Jl. Serang
78 Jl. Senjoyo
79 Jl. Tempel Rejo
80 Jl. Mangga
81 Jl. Rekesan
82 Jl. Karang Kepoh I
83 Jl. Karang Kepoh II
84 Jl. Karang Kepoh III
85 Jl. Sawojajar
86 Jl. Manggis
87 Jl. DR. Sumardi
88 Jl. Pramuka
89 Jl. Raden Patah (Kelurahan KaumanKidul)
90 Jl. Margorejo
91 Jl. Tanggul Retno
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
53
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
FUNGSI JALAN NAMA
92 Jl. Siti Projo
93 Jl. Tirtoyoso
94 Jl. Kyai Banteng
95 Jl. Kyai Bangkal
96 Jl. Gumuk Rejo
97 Jl. Gunung – Sari Utama
98 Jl. Singo Perkoso
99 Jl. Singosari I
100 Jl. Singosari II
101 Jl. Serayu
102 Jl. Tritis Mukti
103 Jl. Tritis Langgeng
104 Jl. Argo Wilis
105 Jl. Sidoharjo
106 Jl. Argo Busono
107 Jl. Argo Kartika
108 Jl. Argo Loyo
109 Jl. Pereng Rejo
110 Jl. Kumpulrejo
111 Jl. Langen Rejo
112 Jl. Sadewa
113 Jl. Sadewa I
114 Jl. Argo Sari
115 Jl. Argo Tirto
116 Jl. Sunan Kalijaga
117 Jl. Argo Boga
118 Jl. Ex AMD
119 Jl. Somba
120 Jl. Purbaya I
121 Jl. Purbaya II
122 Jl. Purbaya III
123 Jl. Purbaya IV
124 Jl. Purbaya V
125 Jl. Purbaya
126 Jl. Wisanggeni
127 Jl. Irawan
128 Jl. Janoko
129 Jl. Kresna
130 Jl. Wibisono
131 Jl. Bisma
132 Jl. Wisnu
133 Jl. Abiyoso
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
54
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
FUNGSI JALAN NAMA
134 Jl. Taruna
135 Jl. Nakula Sadewa I
136 Jl. Nakula Sadewa II
137 Jl. Nakula Sadewa III
138 Jl. Nakula Sadewa IV
139 Jl. Nakula Sadewa V
140 Jl. Surowijoyo
141 Jl. Nuri
142 Jl. Nyai Jinten
143 Jl. Ali Wijayan
144 Jl. Sri Gunting
145 Jl. Cendrawasih
146 Jl. Merpati
147 Jl. Podang
148 Jl. Kasuari
149 Jl. Joyo Imron
150 Jl. Kendalisodo
151 Jl. Tangsi Besar
152 Jl. Karang Rejo
153 Jl. Ponco Rejo
154 Jl. Jodipati
155 Jl. Argoluwih
156 Jl. Damarjati
157 Jl. Tritis Sari
158 Jl. Raden Patah
Sumber : RTRW Kota Salatiga 2011 - 2030
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
55
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
5.3. PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH KOTA SALATIGA
BERDASARKAN SURVEY KONDISI EKSISTING
Tahapan penentuan klasifikasi fungsi jalan pada sistem sekunder di Wilayah
Kota Salatiga berdasarkan survey kondisi eksisting dilakukan dengan melalui
beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Melakukan pengukuran langsung di lapangan pada jaringan jalan yang
menghubungkan fungsi-fungsi kawasan perkotaan yang berada pada jaringan
jalan sekunder. Parameter yang diukur terdiri dari:
- Fungsi ruas jalan yang menghubungkan antar pusat kegiatan
- Lebar badan jalan
- Kecepatan rencana
2. Mendata kondisi kerusakan jaringan jalan sekunder yang ada
3. Hasil survey yang didapatkan (terlampir)
5.4. EVALUASI FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN DI KOTA SALATIGA
Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap status jalan di wilayah
Kota Salatiga dari kajian RTRW, di wilayah Kota Salatiga masih terdapat 5
jalan dengan fungsi arteri primer. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No.
03/PRT/M/2012 Tentang Pedoman Penetapan Fungsi Jalan dan Status Jalan,
jaringan jalan yang terdapat di dalam perkotaan termasuk dalam jaringan
jalan sekunder. Sehingga, 4 ruas jalan arteri primer yang ada diusulkan
menjadi arteri sekunder, yaitu:
- Jl. Wahid Hasyim
- Jl. Osa Maliki
- Jl. Veteran
- Jl. Soekarno-Hatta
Secara lengkap, hasil evaluasi fungsi dan status jaringan jalan di Kota
Salatiga berdasarkan kajian RTRW dan hasil survey jalan eksisiting di
sajikan pada lembar lampiran.
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
56
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
6.1 PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN
Tujuan pemeliharaan jalan adalah untuk mempertahankan kondisi
jalan mantap sesuai dengan tingkat pelayanan dan kemampuannya pada
saat jalan tersebut selesai dibangun dan dioperasikan sampai dengan
tercapainya umur rencana yang telah ditentukan.
Penanganan pemeliharaan jalan dapat dilakukan secara rutin maupun
berkala. Pemeliharaan jalan secara rutin dilakukan secara terus-menerus
sepanjang tahun dan dilakukan sesegera mungkin ketika kerusakan yang
terjadi belum meluas. Perawatan dan perbaikan dilakukan pada tahap
kerusakan masih ringan dan setempat. Hal ini dilakukan sehubungan
dengan biaya perbaikannya yang relatif rendah dan cara memperbaikinya
pun relatif mudah/ringan. Pemeliharaan jalan secara berkala dilakukan
secara berkala dengan melakukan pula peremajaan terhadap bahan
perkerasan maupun bahan lainnya. Selain itupun, dilakukan perataan
kembali terhadap permukaan jalan. Baik pemeliharaan rutin maupun
pemeliharaan berkala, tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
struktur. Sehubungan dengan hal tersebut, pengendalian dan pengawasan
pemeliharaan jalan perlu dilakukan secara rutin maupun berkala agar
kerusakan jalan beserta bangunan pelengkap dan fasilitas pendukungnya
sejak dini dapat diditeksi jenis dan volume serta cara penanganan yang
harus dilakukan segera. Selain itupun perlu diketahui lokasi kerusakannya,
khususnya pada lokasi tertentu yang selalu terjadi kerusakan berulang.
Pengendalian dan pengawasan pekerjaan pemeliharaan jalan menjadi
penting dalam upaya meningkatkan kemampuan dan pengembangan
RENCANA PROGRAM PEMELIHARAAN ATAU PENINGKATAN JALAN
BAB 6
LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALAN KOTA SALATIGA
57
PT. KALA PRANA K O N S U L T A N
jaringan jalan yang telah mantap guna melayani lalulintas transportasi
darat dan daerah-daerah yang berkembang.
6.2 KONDISI JALAN DAN HASIL RENCANA PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN
Secara umun kondisi jalan di Kota Salatiga sudah mengalami
peningkatan yang cukup baik, tetapi ada beberapa ruas jalan yang masih
sangat memprihatinkan, masih banyak terlihat lubang, permukaan yang
tidak rata dan kerusakan lain yang terlalu lama dibiarkan tanpa adanya
perbaikan dari pihak-pihak yang terkait untuk menindak lanjuti masalah ini.
Ini menjadi agenda pemerintah dalam usaha pemeliharaan dan perbaikan
jalan.
Secara lengkap, hasil Rencana Program Pemeliharaan atau
Penigkatan jalan di Kota Salatiga di sajikan pada lembar lampiran.