KATA PENGANTAR PENGANTAR Perkembangan ... internasional, maupun hasil dari Round Table Discussion...
Transcript of KATA PENGANTAR PENGANTAR Perkembangan ... internasional, maupun hasil dari Round Table Discussion...
KATA PENGANTAR
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang
diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan
pada data dan informasi yang sudah dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, dan instansi
internasional, maupun hasil dari Round Table Discussion yang dilakukan bersama dengan
beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi.
Publikasi triwulan I tahun 2017 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai
perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan I tahun 2017. Dari sisi
perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan
negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian
nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I tahun 2017 dari
sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama
internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Dalam publikasi ini juga
tersaji Policy Brief terkait kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi terkini.
Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak
perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari
pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini
dapat tercapai.
Jakarta, Juni 2017
Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS
ii
Ringkasan Eksekutif
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mencapai 3,5 persen tahun 2017 seiring dengan adanya peningkatan investasi, manufaktur, perdagangan dan perbaikan harga komoditas. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh 0,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan I tahun 2016 maupun triwulan IV tahun 2016. Penurunan konsumsi individu menjadi 0,3 persen (YoY), paling rendah sepanjang tahun dari tahun 2009. Permintaan barang dan jasa yang menurun dan kondisi musim dingin yang tidak terlalu ekstrim mengurangi permintaan terhadap alat penghangat. Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa tetap sebesar 1,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 dibandingkan triwulan I tahun 2016 namun lebih rendah dari triwulan IV tahun 2016 mencapai 1,8 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Eropa yang cukup stabil didukung oleh pertumbuhan Jerman yang menguat pada triwulan I tahun 2017.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai 6,9 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 meningkat dari sebelumnya 6,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2016 dan 6,8 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016. Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan I tahun 2017 didukung oleh penjualan properti dan investasi. Selain itu, perubahan ekonomi yang mengubah fokus dari sektor industri ke konsumsi telah meningkatkan kontribusi konsumsi menjadi 77,2 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017.
Perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2017 tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh membaiknya kondisi perekonomian global walaupun pertumbuhannya belum merata. Dari sisi domestik, kinerja pertumbuhan ekonomi didorong oleh membaiknya ekspor dan terjaganya permintaan domestik.
Ekspor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 8,0 persen (YoY), paling tinggi sejak triwulan I tahun 2014. Ekspor Barang tumbuh signifikan yaitu sebesar 8,0 persen (YoY) dan Ekspor Jasa tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY). Peningkatan ini didorong oleh ekspor jasa yang meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Impor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), paling tinggi sejak triwulan II tahun 2014 seiring dengan membaiknya ekspor barang dan jasa.
Pada triwulan I tahun 2017, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Sulawesi dan Jawa. Kontribusi daerah terhadap PDB pada triwulan I tahun 2017 mengalami perubahan meskipun kontribusi terbesar terhadap PDB tetap didominasi Pulau Jawa. Kontribusi Jawa meningkat sebesar 0,6 persen dari triwulan sebelumnya, namun lebih kecil dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang sebesar 58,8 persen.
iii
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2017 mengalami suplus sebesar USD4,5 miliar, meningkat signifikan dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang mengalami defisit sebesar USD0,3 miliar, namun relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya. Kinerja ini didukung oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat signifikan sehingga dapat menutup defisit neraca transaksi berjalan yang juga meningkat.
Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan I tahun 2017 sebesar USD40.607,0 juta, mengalami kenaikan sebesar 20,8 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama triwulan I tahun 2016. Sementara itu kinerja ekspor nonmigas mengalami kenaikan sebesar 21,6 persen pada triwulan I tahun 2017. Kinerja ekspor nonmigas berdasarkan sektor pada triwulan I tahun 2017 ditopang oleh sektor produk industri sebesar USD30.571,6 juta dengan proporsi 75,3 persen dari total nilai ekspor nonmigas.
Realisasi penerimaan perpajakan per triwulan I 2017 mencapai Rp237,7 triliun atau 15,9 persen dari target APBN, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 (13,2 persen). Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh realisasi pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan yang salah satunya adalah dari uang tebusan Tax Amnesty periode terakhir (Januari-Maret 2017) yang mencapai Rp11,2 triliunRealisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan I tahun 2017 sebesar Rp 68,8 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan I tahun 2016, atau tumbuh sebesar 36,6 persen. Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan I tahun 2017 sebesar USD7.293,7 juta juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I tahun 2016, atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,4 persen.
Penjualan mobil pada triwulan I tahun 2017 mencapai 283.245 unit atau tumbuh sebesar 6,0 persen dibandingkan triwulan I tahun 2016. Pertumbuhan positif ini disebabkan oleh daya beli masyarakat kelas menengah atas yang kembali stabil. Selain itu, peluncuran tipe kendaraan baru membuat masyarakat tertarik untuk melakukan pembelian mobil.
Penjualan motor pada awal tahun 2017 masih mengalami pertumbuhan negatif. Secara absolut, penjualan motor pada triwulan I tahun 2017 mencapai 1,4 juta unit, menurun 6,8 persen dibandingkan dengan penjualan pada triwulan I tahun 2016 lalu yang mencapai 1,5 juta unit. Selama 11 triwulan berturut-turut penjualan sepeda motor mengalami penurunan, antara lain disebabkan oleh stagnasi dari daya beli masyarakat berpenghasilan menengah. Penurunan penjualan sepeda motor menunjukkan tren yang mengkhawatirkan apabila tren ini berlanjut secara berkelanjutan.
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
POLICY BRIEF .................................................................................................... 3
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA .................................................................. 12
Pertumbuhan Ekonomi........................................................................ 12
Tingkat Pengangguran ......................................................................... 14
Perkiraan Ekonomi Dunia .................................................................... 15
PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL ............................................ 20
Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD ................................................. 20
Inflasi ................................................................................................... 21
Suku Bunga Kebijakan ......................................................................... 23
Cadangan Devisa ................................................................................. 25
PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL .............................. 26
Perkembangan Harga Internasional .................................................... 26
Harga Minyak Dunia dan Gas Alam ..................................................... 28
Harga Komoditas Utama Pangan ......................................................... 30
ISU TERKINI KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL ................................... 31
Amerika Serikat dan Tiongkok Menandatangani
Perjanjian Perdagangan ....................................................................... 31
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL ....................................................... 32
Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia ............. 32
Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat
Keterangan Asal (SKA) ......................................................................... 33
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan
Negara-Negara Mitra FTA .................................................................... 34
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA ........................................................... 46
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA ......................................................... 46
PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH ........................................................... 52
PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK ............................................. 56
Perkembangan Harga Domestik .......................................................... 56
v
Indeks Harga Bahan Pokok Nasional ................................................... 58
INDEKS TENDENSI KONSUMEN ...................................................................... 59
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN ................................................................... 60
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI ............................................................. 61
Kondisi Bisnis Indonesia ...................................................................... 61
Pertumbuhan Industri Pengolahan ..................................................... 63
Data Penjualan Komoditas Industri Utama ......................................... 68
Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri ................................ 71
Manufacturing Purchasing Manager Index ......................................... 72
KEUANGAN NEGARA ........................................................................................ 75
PENDAPATAN NEGARA .................................................................................. 75
BELANJA PEMERINTAH .................................................................................. 76
PEMBIAYAAN PEMERINTAH .......................................................................... 78
Posisi Utang Pemerintah ..................................................................... 79
Surat Berharga Negara (SBN) .............................................................. 80
Pinjaman Luar Negeri .......................................................................... 81
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN ......................................................... 85
TRANSAKSI BERJALAN .................................................................................... 87
Perkembangan Ekspor ......................................................................... 87
Perkembangan Impor .......................................................................... 91
Perkembangan Neraca Perdagangan .................................................. 94
NERACA MODAL DAN FINANSIAL ................................................................ 100
CADANGAN DEVISA ..................................................................................... 102
PERKEMBANGAN INVESTASI .......................................................................... 105
ISU TERKINI PERKEMBANGAN INVESTASI .................................................... 105
PERKEMBANGAN INVESTASI ........................................................................ 106
REALISASI INVESTASI.................................................................................... 106
Realisasi Per Sektor ........................................................................... 107
Realisasi Per Lokasi ............................................................................ 109
Realisasi per Negara .......................................................................... 111
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN ................................................ 115
PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER ..................................................... 115
Tingkat Inflasi..................................................................................... 115
Nilai Tukar Rupiah ............................................................................. 117
Jumlah Uang Beredar ........................................................................ 119
vi
Respon Kebijakan Moneter ............................................................... 120
SEKTOR PERBANKAN.................................................................................... 122
Kredit Usaha Rakyat (KUR) ................................................................ 125
Sektor Perbankan Syariah ................................................................. 126
Lampiran 1: Inflasi Domestik (Bagian 1) .......................................................... 129
Lampiran 2: Inflasi Domestik (Bagian 2) .......................................................... 130
Lampiran 3 : Nilai Tukar Mata Uang per USD ................................................... 131
Lampiran 4: Harga Komoditas Internasional .................................................... 132
Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional ....................................................... 133
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF ............................................ 16
Tabel 2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY) ...................... 18
Tabel 3. Tingkat Inflasi Global Triwulan I-2017 (% YoY) ......................................... 22
Tabel 4. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara (persen) ................................... 24
Tabel 5. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD) .................. 26
Tabel 6. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih ..................................... 27
Tabel 7. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia .......................................... 29
Tabel 8. Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per Maret 2017) ..................... 32
Tabel 9. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia ............... 33
Tabel 10. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara
Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD) ................................................ 34
Tabel 11. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara
Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD) ......................................... 35
Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara
Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD) ...................................... 36
Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara
Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta USD) ...................................... 39
Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara
Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD) ............................................ 40
Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara
Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD) ................................................... 41
Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara
Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD) ................................................... 41
Tabel 17. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 –
Triwulan I Tahun 2017 Menurut Lapangan Usaha (YoY) .......................... 49
Tabel 18. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III Tahun 2014 –
Triwulan I Tahun 2017 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) ......... 51
Tabel 19. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan
Januari-Maret Tahun 2017 ....................................................................... 57
Tabel 20. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-Maret
Tahun 2017 ............................................................................................... 58
Tabel 21. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2015 –
Triwulan I Tahun 2017 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya .... 59
viii
Tabel 22. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Agustus 2016 –
April 2017 ................................................................................................. 60
Tabel 23. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV
Tahun 2016 ............................................................................................... 62
Tabel 24. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan
Hibah Tahun 2011 – 2017 (triliun rupiah) ................................................ 75
Tabel 25. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa,
Tahun 2011-2016 (triliun rupiah) ............................................................. 78
Tabel 26. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN
Triwulan I 2016 dan 2017 (Rp triliun) ...................................................... 79
Tabel 27. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan
Bunga Utang Pemerintah Pusat ............................................................... 80
Tabel 28. Posisi Kepemilikan SBN Rupiah yang Diperdagangkan,
Tahun 2011 – 2016 (triliun Rupiah) .......................................................... 80
Tabel 29. Posisi Pinjaman Luar Negeri berdasarkan
Kreditur (Rp Triliun) .................................................................................. 81
Tabel 30. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2015 –
Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) ......................................................... 86
Tabel 31. Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun 2017 ......................................... 88
Tabel 32. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai
Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan I Tahun 2017 .................................. 89
Tabel 33. Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas
Terbesar Triwulan I Tahun 2017 ............................................................... 90
Tabel 34. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama
Triwulan I Tahun 2017 .............................................................................. 91
Tabel 35. Perkembangan Impor Triwulan I Tahun 2017 .......................................... 92
Tabel 36. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan
Barang Terpilih Triwulan I Tahun 2017 ..................................................... 93
Tabel 37. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Triwulan I Tahun 2017 .................. 94
Tabel 38. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan I Tahun 2017 ........................... 95
Tabel 39. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Triwulan I Tahun 2017 ........... 95
Tabel 40. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Triwulan I Tahun 2017 .............. 96
Tabel 41. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Triwulan I Tahun 2017 ............ 96
Tabel 42. Neraca Perdagangan Indonesia-India Triwulan I Tahun 2017 ................. 97
Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Triwulan I Tahun 2017 ......... 97
ix
Tabel 44. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan I Tahun 2017 (persen) .......... 106
Tabel 45. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan I Tahun 2017 ............. 106
Tabel 46. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan
PMA Triwulan I Tahun 2017 Berdasar Sektor ......................................... 108
Tabel 47. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2017 ................ 108
Tabel 48. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I
Tahun 2017 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) .......................................... 109
Tabel 49. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan I
Tahun 2017 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) ........................................... 110
Tabel 50. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2017 ................. 111
Tabel 51. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan I
Tahun 2017 ............................................................................................. 111
Tabel 52. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan I Tahun 2017 .................................... 115
Tabel 53. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen ................................. 116
Tabel 54. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan
Inflasi Bulanan ........................................................................................ 116
Tabel 55. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Reverse Repo ........................... 121
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pergerakan Suku Bunga Kebijakan (%) Tahun 2010-2017 ..................... 4
Gambar 2. Perkembangan Inflasi (%)Tahun 2004-2016......................................... 5
Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV Tahun 2016 di Beberapa
Negara (YoY) ........................................................................................ 12
Gambar 4. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara ......................................... 14
Gambar 5. Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD
per akhir Januari-Maret 2017 (% YtD) ................................................. 21
Gambar 6. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global .................... 30
Gambar 7. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total
SKA Preferensi ..................................................................................... 33
Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi...................................................................................... 34
Gambar 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 –
Triwulan I Tahun 2017 (Persen)........................................................... 46
Gambar 10. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar
di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2015 - Triwulan I Tahun 2017 (Persen) ............................................................................................... 53
Gambar 11. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB
Pada Triwulan I Tahun 2013 - Triwulan I Tahun 2017 ......................... 54
Gambar 12. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Bahan Makanan ................. 58
Gambar 13. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I
Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2017 .................................................. 60
Gambar 14. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 –
Triwulan I Tahun 2017 ......................................................................... 62
Gambar 15. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, persen) ............ 63
Gambar 16. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas
Triwulan I Tahun 2017 (YoY, persen) ................................................... 64
Gambar 17. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan
Non-Migas pada Triwulan I Tahun 2017 ............................................. 65
Gambar 18. Ekspor Produk Industri ......................................................................... 67
Gambar 19. Tenaga Kerja Sektor Industri ................................................................ 67
Gambar 20. Upah Tenaga Kerja Sektor Industri ...................................................... 68
Gambar 21. Penjualan Mobil Triwulan I Tahun 2017 .............................................. 69
xi
Gambar 22. Penjualan Motor Triwulan Tahun I 2017 ............................................. 69
Gambar 23. Penjualan Semen Triwulan I Tahun 2017 (Ton) ................................... 70
Gambar 24. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan I 2017 ............................... 71
Gambar 25. Prompt Manufacturing Index Indonesia .............................................. 72
Gambar 26. Penerimaan Perpajakan dan Uang Tebusan,
2016 – 2017 (Kumulatif) ...................................................................... 75
Gambar 27. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara,
2016-2017 (Kumulatif) ........................................................................ 76
Gambar 28. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah
Pusat 2017 ........................................................................................... 77
Gambar 29. Proporsi Belanja Modal dan Subsidi, Maret 2016
dan Maret 2017 (% APBN) ................................................................... 77
Gambar 30. Perkembangan Realisasi Defisit APBN, Maret 2016
dan Maret 2017 ................................................................................... 78
Gambar 31. Posisi Utang Pemerintah Pusat 2011-2017 (Rp triliun) ........................ 79
Gambar 32. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan
Tenor (% Total SBN) ............................................................................. 81
Gambar 33. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) ..................................................................... 85
Gambar 34. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret 2017 ...................................... 87
Gambar 35. Nilai dan Volume Impor Hingga Maret 2017 ....................................... 91
Gambar 36. Neraca Perdagangan Jasa Triwulan I Tahun 2015-
Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) .................................................... 98
Gambar 37. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi
Triwulan I Tahun 2015-Triwulan I Tahun 2017 .................................... 99
Gambar 38. Neraca Pendapatan Primer Triwulan I Tahun 2014-
Triwulan I Tahun 2017 (USD Miliar) .................................................... 99
Gambar 39. Pendapatan Sekunder Triwulan I Tahun 2014-
Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) .................................................. 100
Gambar 40. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 –
Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD) .................................................. 101
Gambar 41. Nilai Tukar Rupiah terhadap USD (Rp/USD) ....................................... 118
Gambar 42. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) .......................... 118
Gambar 43. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) ................... 119
Gambar 44. Perkembangan Uang Beredar Triwulan I Tahun 2017 ....................... 120
xii
Gambar 45. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia .............................. 122
Gambar 46. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia ............... 123
Gambar 47. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya .............. 124
Gambar 48. Penyaluran KUR berdasarkan Sektor Ekonomi .................................. 125
Gambar 49. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia ................... 126
Gambar 50. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan
di Indonesia ....................................................................................... 127
Gambar 51. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan
Tujuan Pemakaiannya ....................................................................... 128
1
2
3
POLICY BRIEF
Satu Tahun Implementasi BI 7 Day Repo Rate
Oleh:
Tari Lestari,S.Si.,SE.,MS
Ratih Budhi Larasati, SE
Aropando Sibarani, SE
Keputusan Bank Indonesia untuk meluncurkan kebijakan baru terkait suku bunga
acuan, dari semula BI rate menjadi BI 7 Day (Reverse) Repo Rate/BI 7-DRR telah
mengundang perdebatan, terutama terkait efektivitasnya dalam mempengaruhi
suku bunga pinjaman dan transmisinya terhadap sektor riil. Analisis ini menunjukkan
bahwa BI 7-DRR memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap suku bunga pinjaman
dibandingkan dengan BI rate.
Bank Indonesia secara resmi merubah suku
bunga acuan Bank Indonesia menjadi BI 7-DRR
pada tanggal 19 Agustus 2016.
Beberapa hal yang melatarbelakangi
kebijakan ini, antara lain: (i) kurang efektifnya
transmisi BI rate dalam mempengaruhi suku
bunga pasar uang, yang diindikasikan oleh
besarnya spread antara BI rate dan suku
bunga PUAB1 serta fakta bahwa penurunan BI
rate tidak disertai dengan penurunan lending
rate (Gambar 1); (ii) mempertimbangkan
kondisi makroekonomi yang dirasa cukup
mendukung seperti inflasi yang relatif stabil
dan terkendali (Gambar 2); dan (iii) BI rate
tidak mengacu kepada instrumen operasional
moneter yang lebih bersifat transaksional
antara Bank Indonesia dan perbankan setiap
hari, sehingga diperlukan kebijakan baru
untuk mengatasi permasalahan ini.
1 Pasar Uang Antar Bank (PUAB) adalah kegiatan pinjam meminjam dana dalam Rupiah antara satu
bank dengan bank lainnya dengan tenor sampai dengan satu tahun (PBI Bo. 18/11/PBI/2016)
BI rate secara resmi dilaksanakan efektif pada 19 Agustus 2016.
4
Gambar 1. Pergerakan Suku Bunga Kebijakan (%) Tahun 2010-2017
Sumber: Bank Indonesia
Pada kerangka operasi moneter dengan
menggunakan BI rate, terdapat
ketidaksimetrisan koridor suku bunga kebijakan
dengan deposit facility rate/DF rate dan lending
facility rate/LF rate. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 1 dimana LF rate berjarak lebih dekat
dari suku bunga kebijakan (BI Rate)
dibandingkan DF rate.
Dengan penerapan BI 7-DRR, operasi moneter
dijalankan dengan menjaga koridor suku bunga
yang simetris dan lebih sempit antara BI-7DRR
dengan DF rate dan BI-7DRR dengan LF rate,
masing-masing 75 bps di bawah dan di atas BI-
7DRR.
Pilihan koridor suku bunga yang simetris
memberikan sinyal bahwa bank sentral memiliki
preferensi yang netral terhadap likuiditas
perbankan dan mendorong perbankan
melakukan manajemen likuiditas yang optimal
sesuai dengan dinamika ekonomi/kebutuhan.
Spread antara BI rate dan lending rate cukup lebar (Gambar 1).
Pemberlakuan efektif BI 7
Day Reverse Repo Rate pada
19 Agustus 2016
Koridor suku
bunga yang
simetris
5
Gambar 2. Perkembangan Inflasi (%)Tahun 2004-2016
Sumber: Bank Indonesia
Beberapa ekonom menyambut positif
rencana kebijakan ini. Ekonom Bank Mizuho,
Kalasopatan (2016) menyebutkan bahwa
langkah Bank Indonesia menerapkan
kebijakan ini sudah tepat mengingat selama
penurunan BI rate sebesar 100 bps sampai
April 2016 (menjadi 6,75 %) tidak
mempengaruhi penurunan suku bunga
pinjaman. Begitu juga dengan ekonom
Nomura Economics, Paracuelles (2016) yang
berpendapat bahwa BI rate belum mampu
mempengaruhi target operasional suku
bunga PUAB Overnight terutama setelah
tahun 2010.
Beberapa negara sebelumnya sudah
menerapkan kebijakan yang sama, yaitu:
India (2012), Republik Ceko (2014), Thailand
(2006), Selandia Baru (2006), Korea Selatan
(2008), dan Filipina (2015).
Dawra (2012) menunjukkan bahwa
menurunnya reverse repo rate cenderung
Tingkat inflasi yang semakin menurun
dan terkendali memberi peluang untuk
menerapkan BI 7-DRR.
Beberapa negara
sebelumnya sudah
menerapkan kebijakan
yang sama.
6
meningkatkan kemampuan bank dalam
menyalurkan dana kepada masyarakat.
Kondisi yang dapat dilihat di India melalui
penerapan reverse repo rate yang rendah
adalah peningkatan kredit perumahan dan
individu.
Mandel dan Tomsik (2014) menunjukkan
bahwa Bank Sentral dapat menjaga tingkat
likuiditas bank dengan cara merubah tingkat
reverse repo rate. Jika bank sentral
meningkatkan reverse repo rate maka tingkat
suku bunga bank cenderung meningkat.
Sebaliknya, bank sentral dapat meningkatkan
aktifitas pasar riil dengan cara menurunkan
tingkat reverse repo rate yang selanjutnya
akan diikuti dengan penurunan tingkat suku
bunga pinjaman.
Tujuan utama dari analisis ini adalah untuk
memberikan informasi awal mengenai
efektivitas kebijakan moneter dalam
memengaruhi kegiatan ekonomi melalui
tingkat suku bunga pinjaman. Model ini
melihat apakah ekspektasi tingkat suku
bunga Bank Indonesia memiliki pengaruh
terhadap ekspektasi suku bunga pinjaman.
Hal ini penting untuk dilihat ketika ekspektasi
pembentukan suku bunga pinjaman
dipengaruhi oleh ekspektasi pembentukan
suku bunga Bank Indonesia maka dapat
dikatakan bahwa ekspektasi perubahan suku
bunga Bank Indonesia masih menjadi acuan
bagi Perbankan Indonesia dalam
menentukan perubahan suku bunga
pinjaman. Dummy variabel disertakan ke
dalam model untuk dapat melihat perbedaan
antara BI rate dan BI-7DRR. Data yang
digunakan adalah suku bunga kebijakan (BI
Analisis Autoregressive
Distributed Lag (ARDL)
menunjukan bahwa BI 7
day repo rate memiliki
pengaruh yang lebih
besar terhadap suku
bunga pinjaman
dibandingkan BI rate.
7
rate dan BI-7DRR ) periode Mei 2010- Maret
2017.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif dan signifikan antar tingkat
suku bunga Bank Indonesia dan suku bunga
pinjaman. Hasil model juga menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara
BI rate dan BI-7DRR. Satu persen perubahan
ekspektasi suku bunga BI rate akan
meningkatkan ekspektasi suku bunga kredit
sebesar 0,41 persen. Disisi lain, besarnya
pengaruh BI 7-DRR terhadap suku bunga
pinjaman adalah sebesar 0,47 persen (lihat
persamaan).
BI 7 Day (Reverse) Repo Rate memiliki
peranan penting dalam mempengaruhi
tingkat suku bunga pinjaman bank.
Perubahan kebijakan moneter dari BI rate
menjadi suku bunga BI-7DRR diharapkan
dapat mempercepat dan meningkatkan
efektivitas transmisi kebijakan moneter
terhadap sektor riil.
Hasil analisis menunjukkan bahwa
implementasi BI 7-DRR memberikan
pengaruh yang lebih besar terhadap suku
bunga pinjaman dibandingkan BI rate.
Namun demikian, terdapat beberapa hal ke
depan yang harus dilakukan, yaitu: (i)
memperkecil selisih antara suku bunga BI-
7DRR dengan suku bunga fasilitas Bank
Indonesia; (ii) menjaga tingkat suku bunga BI
Implementasi BI 7-DRR
masih harus
memperhatikan beberapa
hal.
8
7-DRR pada level yang relatif rendah; (iii)
memperkuat proyeksi target inflasi sehingga
penyesuaian tingkat suku bunga dapat
dilakukan dengan cepat; serta (iv)
menurunkan tingkat risiko pasar, operational
cost, dan meningkatkan kondisi persaingan
usaha di pasar keuangan.
9
10
11
Pertumbuhan perekonomian global diperkirakan akan
meningkat dari 3,1 persen pada tahun 2016 menjadi 3,5
persen tahun 2017 dan 3,6 persen tahun 2018.
Perekonomian global mulai mengalami perbaikan
seiring dengan adanya perbaikan pada investasi,
manufaktur dan perdagangan. Aktivitas yang lebih baik
pada permintaan global dan persetujuan pada
pembatasan produksi minyak telah mendorong
perbaikan harga komoditas. Peningkatan harga
komoditas mendorong peningkatan ekspor dan
mengurangi tekanan deflasi global.
Harga minyak mentah dunia rata-rata mengalami
peningkatan pada triwulan I tahun 2017 mencapai USD
52,9 per barel. Hal ini disebabkan adanya perjanjian
antara negara-negara OPEC dan sebagian negara
produsen non OPEC untuk mengurangi produksi pada
pertengahan tahun 2017.
Harga gas alam mengalami peningkatan karena
peningkatan permintaan yang disebabkan oleh suhu
udara yang lebih dingin di Amerika Serikat pada bulan
Maret sedangkan persediaan gas alam terus menurun.
Harga batu bara mengalami penurunan sebesar 13
persen setelah adanya peningkatan suplai, dimana
sebelumnya ada penurunan produksi batu bara dari
Tiongkok yang kini mulai melonggarkan pembatasan
produksi batu bara. Harga batu bara diprediksi rata-rata
sebesar USD 70 per ton pada tahun 2017 seiring dengan
adanya kelanjutan pembatasan produksi oleh Tiongkok.
Harga komoditas energi mengalami peningkatan dengan perjanjian pengurangan produksi minyak mentah antara negara OPEC dan Non OPEC serta permintaan gas alam yang meningkat.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mencapai 3,5 persen tahun 2017 seiring dengan adanya peningkatan investasi, manufaktur, perdagangan dan perbaikan harga komoditas
12
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Amerika Serikat tumbuh 0,7 persen (YoY)
pada triwulan I tahun 2017, lebih rendah bila
dibandingkan dengan triwulan I tahun 2016 maupun
triwulan IV tahun 2016. Penurunan konsumsi individu
menjadi 0,3 persen (YoY), paling rendah sepanjang
tahun dari tahun 2009. Permintaan barang dan jasa yang
menurun dan kondisi musim dingin yang tidak terlalu
ekstrim mengurangi permintaan terhadap alat
penghangat. Selain itu, kebijakan pemerintah terkait
pajak penghasilan serta inflasi yang meningkat juga
menjadi pendorong perlambatan pada pengeluaran
konsumsi masyarakat.
Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY)
Sumber: Bloomberg (diolah)
Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa tetap sebesar 1,7
persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 dibandingkan
triwulan I tahun 2016 namun lebih rendah dari triwulan
IV tahun 2016 mencapai 1,8 persen (YoY). Volume
ekspor memiliki tren yang meningkat, mencapai 3
Perekonomian Uni Eropa tumbuh stabil mencapai 1,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 seiring dengan peningkatan volume ekspor dan penguatan ekonomi Jerman.
Perekonomian Amerika Serikat tumbuh 0,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, lebih rendah dari triwulan I tahun 2016 maupun triwulan sebelumnya karena pengeluaran konsumsi yang menurun.
2,02,6
2,0
0,9 0,81,4
3,5
2,1
0,71,3
1,6 1,61,7 1,7 1,6 1,8 1,8 1,7
7,0 7,0 6,9 6,8 6,7 6,7 6,7 6,8 6,9
-0,1
1,82,1
1,10,3
0,9 1,1
1,7
0,5
2,7
1,71,8 1,8 1,9 1,9
1,2
2,92,5
2,8
2,4
1… 1,7 1,6 1,7
2,0 1,9 2,1
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Amerika Serikat Uni Eropa Tiongkok Jepang Singapura Inggris
13
persen pada bulan Januari 2017. Pertumbuhan ekonomi
Eropa yang cukup stabil didukung oleh pertumbuhan
Jerman yang menguat pada triwulan I tahun 2017. Laju
inflasi terkendali dibawah 2 persen, namun terdapat
peningkatan pada bulan April mencapai 1,2 persen dari
sebelumnya 0,7 persen pada bulan Maret. Pemilihan
umum di Perancis dan Belanda juga memengaruhi
pertumbuhan ekonomi moderat di Kawasan Eropa.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai 6,9 persen
(YoY) pada triwulan I tahun 2017 meningkat dari
sebelumnya 6,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2016
dan 6,8 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016.
Penjualan retail meningkat mencapai 10,9 persen (YoY),
output industri meningkat menjadi 7,6 persen (YoY).
Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Tiongkok
pada triwulan I tahun 2017 didukung oleh penjualan
properti dan investasi. Selain itu, perubahan ekonomi
yang mengubah fokus dari sektor industri ke konsumsi
telah meningkatkan kontribusi konsumsi menjadi 77,2
persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 setelah
sebelumnya mencapai 64,6 persen secara keseluruhan
tahun 2016.
Pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat pada triwulan
I tahun 2017 mencapai 0,5 persen (YoY), dari triwulan I
tahun sebelumnya yaitu 0,3 persen (YoY) namun lebih
rendah dari triwulan IV tahun 2016 sebesar 1,7 persen
(YoY). Pertumbuhan triwulan I tahun 2017 didukung
oleh pertumbuhan ekspor yang meningkat seiring
dengan peningkatan perdagangan peralatan ponsel ke
Tiongkok karena meningkatnya permintaan ponsel
global. Selain itu, pengeluaran rumah tangga juga
meningkat 1,4 persen (YoY) dimana rumah tangga
banyak menghabiskan konsumsinya untuk pakaian dan
ponsel.
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok meningkat mencapai 6,9 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 dibandingkan triwulan IV tahun 2016 maupun triwulan I tahun 2016 didukung oleh penjualan properti dan investasi.
Perekonomian Jepang tumbuh lebih tinggi diluar ekspektasi mencapai 0,5 persen pada triwulan I tahun 2017, didorong oleh perbaikan kinerja ekspor dan tingkat konsumsi.
14
Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran di Amerika Serikat mengalami
penurunan moderat menjadi 4,4 persen. Penurunan
tersebut disebabkan oleh peningkatan lapangan kerja
pada sektor perminyakan, jasa keuangan, jasa
kesehatan dan pariwisata. Sedangkan tingkat
pengangguran di Kawasan Eropa menurun namun tidak
terlalu besar yaitu mencapai 9,5 persen pada triwulan I
tahun 2017. Negara dengan tingkat pengangguran
terendah di Kawasan Eropa adalah Republik Ceko
sebesar 3,2 persen, Jerman sebesar 3,9 persen dan
Malta sebesar 4,1 persen. Sedangkan negara dengan
tingkat pengangguran tertinggi di Kawasan Eropa adalah
Yunani mencapai 23,5 persen dan Spanyol sebesar 18,2
persen pada bulan Maret 2017. Pengangguran di Inggris
mencapai 4,7 persen, sedikit menurun dari triwulan
sebelumnya 4,8 persen dan 5,1 persen dari triwulan
yang sama pada tahun sebelumnya. Namun demikian,
pertumbuhan tingkat upah di Inggris lebih rendah dari
pertumbuhan tingkat inflasi pada triwulan I tahun 2017.
Gambar 4. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara
Sumber: Bloomberg (diolah)
Tingkat pengangguran di beberapa negara mengalami sedikit penurunan seperti di Amerika Serikat, Kawasan Eropa dan Jepang.
13,2
4,7
9,5
2,8
5,9
3,04,4
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Per
cen
tage
(%
)
Brazil
United Kingdom
Euro Area
Japan
Australia
Singapore
United States
15
Tingkat pengangguran di Brazil pada triwulan I tahun
2017 mengalami peningkatan mencapai 13,2 persen
dari triwulan IV tahun 2016 sebelumnya sebesar 12
persen sebagai dampak dari resesi di Brazil sejak 2013.
Jumlah orang yang menganggur di Brazil pada triwulan I
tahun 2017 mencapai 14 juta orang. Sedangkan Tingkat
pengangguran di Singapura meningkat dari triwulan
sebelumnya sebesar 2,2 persen, pada triwulan I tahun
2017 mencapai 3,0 persen, sebagai dampak dari
perubahan yang lebih struktural pada pasar tenaga kerja
sehingga beberapa sektor mengalami tekanan, dan
adanya ketidakcocokan antara kualifikasi yang
dibutuhkan oleh industri dengan apa yang dimiliki oleh
pencari kerja.
Perkiraan Ekonomi Dunia
IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan
meningkat pada tahun 2017 menjadi 3,5 persen dan
terus meningkat menjadi 3,6 persen pada tahun 2018.
Perubahan peningkatan ekonomi moderat diperkirakan
akan terjadi pada semua kelompok negara.
Perekonomian negara maju diperkirakan akan menguat
kembali dengan pertumbuhan diperkirakan sebesar 2,0
persen pada tahun 2017 dan 2018 seiring dengan
adanya perbaikan aktivitas manufaktur global. Namun
perkiraan ini masih berpotensial untuk berubah terkait
dengan kebijakan politik di Amerika Serikat dan
pengaruhnya terhadap global. Sedangkan pertumbuhan
di negara-negara berkembang diperkirakan akan
meningkat menjadi 4,5 persen tahun 2017 dan 4,8
persen tahun 2018. Perbaikan stabilitas ekspor
komoditas, peningkatan harga komoditas dan
penguatan ekonomi India menjadi faktor penentu
proyeksi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.
Tingkat pengangguran di Brazil meningkat pada triwulan I tahun 2017.
Pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang diperkirakan meningkat pada tahun 2017 dan 2018 seiring dengan perbaikan perekonomian global
16
Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF
WEO-IMF Realisasi Perkiraan
Kelompok Negara 2016 2017 2018
Dunia 3.1 3.5 3.6
Negara Maju 1.7 2.0 2.0
Amerika Serikat 1.6 2.3 2.5
Kawasan Eropa 1.7 1.7 1.6
Jerman 1.8 1.6 1.5
Inggris 1.8 2.0 1.5
Jepang 1.0 1.2 0.6
Negara Berkembang 4.1 4.5 4.8
Tiongkok 6.7 6.6 6.2
India 6.8 7.2 7.7
ASEAN-5 4.9 5.0 5.2
Amerika Latin dan Karibia -1.0 1.1 2.0
Brazil -3.6 0.2 1.7
Sub Sahara Afrika 1.4 2.6 3.5
Afrika Selatan 0.3 0.8 1.6
Sumber: World Economic Outlook, April 2017
Ekonomi Amerika Serikat diperkirakan akan tumbuh
lebih cepat tahun 2017 dan 2018, sebesar 2,3 persen
pada tahun 2017 dan 2,5 persen pada tahun 2018.
Perkiraan ini didasarkan atas perbaikan pada akumulasi
inventori, pertumbuhan konsumsi yang menguat, dan
asumsi pelonggaran kebijakan fiskal. Perubahan yang
diantisipasi pada gabungan kebijakan mendukung pasar
keuangan dan memperkuat keyakinan bisnis. Namun
dalam jangka panjang pertumbuhan potensial Amerika
Serikat diperkirakan sebesar 1,8 persen, akibat jumlah
populasi tua meningkat dan pelemahan pertumbuhan
total factor productivity.
Kawasan Eropa diperkirakan akan tumbuh tetap sama
seperti tahun 2016 yaitu sebesar 1,7 persen pada tahun
2017 dan 1,6 persen tahun 2018, yang akan didorong
oleh kebijakan fiskal yang sedikit ekspansif dan kondisi
keuangan yang akomodatif, pelemahan Euro, dan
dampak kebijakan fiskal Amerika Serikat. Sedangkan
ketidakpastian hasil pemilihan umum di negara-negara
Kawasan Eropa, ditambah ketidakpastian dampak Brexit
diperkirakan dapat menahan pertumbuhan.
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan meningkat pada tahun 2017 mencapai 2,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi Kawasan Eropa diperkirakan akan tetap sama seperti tahun 2016 mencapai 1,7 persen pada tahun 2017 karena adanya beberapa ketidakpastian yang menahan pertumbuhan ekonomi Kawasan Eropa.
17
Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan mencapai
1,2 persen pada tahun 2017 setelah adanya revisi yang
komprehensif pada tahun 2016 menjadi 1,0 persen,
dimana proyeksi ini lebih tinggi dari prediksi pada bulan
Oktober 2016, yang disebabkan oleh adanya penguatan
ekspor netto. Hal tersebut diperkirakan akan berlanjut
pada tahun 2017. Namun demikian, perkiraan tahun
2017 sangat bergantung kepada ekspor netto Jepang,
sehingga ADB memprediksi perekonomian Jepang
tumbuh moderat tahun 2017 mencapai 1,0 persen,
sama dengan pertumbuhan tahun 2016 dan dibawah
prediksi IMF. Dalam jangka menengah, perekonomian
Jepang diperkirakan tertahan karena penurunan angka
partisipasi kerja seiring dengan penurunan jumlah
angkatan kerja di Jepang akibat populasi orang tua
meningkat.
Perekonomian Tiongkok diperkirakan akan tumbuh 6,6
persen tahun 2017 dan 6,2 persen tahun 2018.
Perkiraan ini direvisi dari bulan Oktober 0,4 persen lebih
tinggi dari prediksi bulan Oktober untuk tahun 2017 dan
0,2 persen lebih tinggi dari prediksi bulan Oktober untuk
tahun 2018. Hal ini karena pertumbuhan tahun 2016
yang diluar ekspektasi, antisipasi kebijakan pada
pertumbuhan kredit yang menguat dan pendekatan
investasi publik untuk mendukung pertumbuhan. ADB
juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok
tumbuh secara moderat mencapai 6,5 persen pada
tahun 2017 seiring keberlanjutan reformasi struktural
pengurangan impor, fokus sektor industri menjadi jasa
dan konsumsi, dan adanya penekanan pada stabilitas
keuangan.
Perekonomian Jepang diperkirakan akan tumbuh 1,2 persen tahun 2017 karena berlanjutnya dampak eskpor netto tahun 2016 yang mendorong pertumbuhan.
Tiongkok diperkirakan akan tumbuh secara moderat tahun 2017 seiring dengan adanya penyeimbangan orientasi perekonomian Tiongkok.
18
Pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin dan
Karibia diperkirakan meningkat mencapai 1,1 persen
tahun 2017 dan menjadi 2,0 persen tahun 2018.
Aktivitas ekspor komoditas diperkirakan akan
meningkat seiring dengan perbaikan harga komoditas
dan akan mendukung perekonomian negara-negara
Kawasan Amerika Latin dan Karibia. Perkiraan
pertumbuhan ekonomi Meksiko sebagai negara dengan
perekonomian terbesar di kawasan ini diprediksi akan
tumbuh secara moderat. Perekonomian Brazil, sebagai
negara pengekspor komoditas, diprediksi akan
mengalami pertumbuhan ekonomi yang membaik
seiring dengan menurunnya ketidakpastian politik dan
kebijakan moneter longgar. Perekonomian Argentina
diperkirakan juga akan membaik dengan menguatnya
konsumsi dan investasi publik.
Negara-negara Sub Sahara Afrika diperkirakan akan
mengalami perbaikan yang moderat, dengan perkiraan
pertumbuhan ekonomi tahun 2017 mencapai 2,6 persen
dan 3,5 persen tahun 2018. Pertumbuhan tersebut
didukung oleh pertumbuhan ekonomi Nigeria yang
meningkat sebagai akibat dari produksi minyak yang
membaik, sektor pertanian yang terus tumbuh, dan
peningkatan investasi publik. Perbaikan di Afrika Selatan
juga diperkirakan terjadi seiring dengan perbaikan harga
komoditas, kondisi kekeringan yang berkurang, dan
kapasitas listrik yang meningkat.
Tabel 2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY)
Pertumbuhan PDB (%)
2016 Perkiraan
2017 2018
Asia 5.8 5.7 5.7
Asia Timur 6.0 5.8 5.6
Tiongkok 6.7 6.5 6.2
Jepang 1.0 1.0 0.9
Asia Selatan 6.7 7.0 7.2
India 7.1 7.4 7.6
ASEAN 4.7 4.8 5.0
Perekonomian Negara-negara Sub Sahara Afrika diperkirakan akan meningkat didukung dengan peningkatan pertumbuhan Nigeria dan Afrika Selatan.
Pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan membaik karena perbaikan perekonomian Brazil dan Argentina.
19
Pertumbuhan PDB (%)
2016 Perkiraan
2017 2018
Indonesia 5.0 5.1 5.3
Filipina 6.8 6.4 6.6
Thailand 3.2 3.5 3.6
Malaysia 4.2 4.4 4.6
Sumber: Asia Development Outlook Suplement Januari 2017
Kawasan Asia diprediksi tumbuh moderat 5,7 persen
pada tahun 2017 dan 2018, lebih rendah dari
pertumbuhan tahun 2016 karena pertumbuhan yang
moderat di Tiongkok yang menyeimbangkan
pertumbuhannya dari industri ke konsumsi dan jasa.
Pertumbuhan di Asia didukung oleh peningkatan
permintaan domestik yang signifikan di beberapa
negara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan
Vietnam serta pengeluaran publik yang lebih tinggi di
Filipina. Selain itu, prospek pertumbuhan India yang
meningkat karena deregulasi pajak untuk barang dan
jasa dapat memperbaiki prospek bisnis dan investasi
juga mendorong pertumbuhan. Perbaikan ekspor di
hampir semua negara berkembang di Asia terutama
untuk barang manufaktur memberikan peluang
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di Asia.
Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara
diperkirakan meningkat mencapai 4,8 persen tahun
2017 dan 5,0 persen tahun 2018 (Tabel 4). Hal tersebut
seiring dengan pertumbuhan negara-negara ekonomi
besar di Asia Tenggara yang diperkirakan terus
meningkat. Musim yang mulai kembali normal
mendukung sektor pertanian dan perbaikan di sektor
industri mendorong peningkatan ekspor. Peningkatan
investasi untuk infrastruktur di Brunei Darussalam,
Indonesia, Laos, Filipina, dan Thailand juga mendukung
pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara. Harga
komoditas yang mulai meningkat juga mendukung
pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
Pertumbuhan ekonomi di Asia diperkirakan mencapai 5,7 persen tahun 2017 dan 2018, lebih rendah dari tahun 2016 karena pertumbuhan Tiongkok yang masih moderat karena penyeimbangan perekonomiannya.
Kawasan Asia Tenggara diperkirakan akan tumbuh 4,8 persen tahun 2017 didukung oleh pertumbuhan negara-negara ekonomi besar di kawasan tersebut seiring dengan perbaikan cuaca dan peningkatan ekspor.
20
PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL
Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD
Pada triwulan I tahun 2017, posisi nilai tukar mata uang
beberapa negara terhadap USD mengalami penguatan
(Gambar 5 dan Lampiran 3), seiring dengan adanya
sentimen negatif terhadap risiko kebijakan ekonomi dan
politik dari kepemimpinan baru di Amerika Serikat.
Demikian halnya dengan nilai tukar Rupiah yang juga
menunjukkan penguatannya selama triwulan I tahun
2017. Dari sisi internal, penguatan nilai tukar Rupiah
ditopang oleh membaiknya stabilitas makroekonomi
domestik dan persepsi positif pasar terhadap
perekonomian Indonesia, terutama setelah
dikeluarkannya rating investasi Indonesia yang cukup
menggembirakan. Dari sisi eksternal, penguatan nilai
tukar Rupiah didorong oleh perbaikan indikator
ekonomi global, menurunnya defisit transaksi berjalan
serta peningkatan surplus transaksi modal dan finansial.
Sebaliknya, mata uang Lira Turki dan Peso Filipina
melemah terhadap USD. Peningkatan Fed Fund Rate
merupakan salah satu penyebab melemahnya kedua
mata uang negara berkembang tersebut, seiring dengan
kurang kondusifnya ekonomi domestik di Turki dan
Filipina. Pada akhir Maret 2017, pelemahan mata uang
yang cukup tinggi terjadi pada Lira Turki mencapai 6,6
persen (YtD) (Gambar 5). Kondisi perekonomian dan
politik dalam negeri yang kurang kondusif yang
disebabkan oleh penyerangan teroris di Istanbul
berdampak pada turunnya penjualan surat berharga
(ekuitas dan obligasi) negara tersebut. Begitu juga
dengan Peso Filipina yang menunjukkan performa
terendah diantara negara ASEAN lainnya pada akhir
triwulan I tahun 2017, yang disebabkan oleh tingginya
permintaan USD seiring impor yang semakin meningkat.
Performa terendah selanjutnya dialami oleh mata uang
Kyat Myanmar (Gambar 5).
Selama triwulan I tahun 2017, pergerakan mata uang berbagai negara menguat terhadap USD.
Mata uang Lira Turki dan Peso Filipina melemah terhadap USD.
21
Gambar 5. Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD per akhir Januari-Maret 2017 (% YtD)
Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan
Inflasi
Jika dibandingkan dengan akhir triwulan IV tahun 2016,
inflasi di negara kawasan Eropa, Amerika Serikat, dan
Inggris pada akhir triwulan I tahun 2017 mengalami
peningkatan (Tabel 3), disebabkan oleh peningkatan
harga komoditas terutama minyak dunia. Di negara
kawasan Eropa peningkatan inflasi tertinggi berasal dari
komponen sektor energi, diikuti oleh komponen inflasi
7,8
5,0
4,3
1,3
3,6
9,4
4,3
2,4
1,7
1,4
0,8
1,1
4,7
(0,1)
(1,2)
(3,1)
6,7
3,7
4,7
0,5
3,1
5,4
2,6
4,7
0,3
1,0
1,1
1,0
1,9
(0,5)
(1,3)
(3,4)
3,8
3,7
3,4
2,6
2,6
2,2
2,1
2,0
1,9
1,3
0,9
0,8
0,1
0,1
(0,4)
(6,6)
Won Korea Selatan
Yen Jepang
Real Brazil
Euro
Dolar Singapura
Rubel Rusia
Baht Thailand
Rand Afrika Selatan
Poundsterling Inggris
Ringgit Malaysia
Yuan Cina
Rupiah Indonesia
Rupee India
Kyat Myanmar
Peso Filipina
Lira Turki
Jan-17 Feb-17 Mar-17
Pada akhir triwulan I tahun 2017 (YoY), inflasi negara-negara maju meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
22
makanan, alkohol, tembakau, serta jasa. Inflasi tahunan
di Amerika Serikat meningkat terutama pada komponen
inflasi energi bahan bakar minyak. Di Inggris,
peningkatan inflasi terutama didorong oleh
meningkatnya harga pada sektor perumahan dan jasa
rumah tangga serta sektor transportasi.
Kondisi sebaliknya terjadi Jepang, dimana inflasi
triwulan I tahun 2017 menurun tipis dibandingkan
triwulan IV tahun 2016. Hal tersebut terutama
disebabkan oleh turunnya harga pada sektor
perumahan, bahan bakar minyak, penerangan, dan air,
serta furnitur dan perabot rumah tangga.
Tabel 3. Tingkat Inflasi Global Triwulan I-2017 (% YoY)
Desember (1)
Januari (2)
Februari (3)
Maret (4)
Perbandingan akhir Tw IV tahun 2016 dengan Tw I
tahun 2017 (%) (4)-(1)
Indonesia 3,02 3,49 3,83 3,61 0,59
BRIC
Brazil 6,29 5,35 4,76 4,57 1,72
Russia 5,4 5 4,6 4,3 1,1
India 2,23 1,86 2,62 2,61 0,38
China (Tiongkok) 2,1 2,5 0,8 0,9 1,2
ASEAN
Singapura 0,2 0,6 0,7 0,7 0,5
Malaysia 1,8 3,2 4,5 5,1 3,3
Thailand 1,13 1,55 1,44 0,76 0,37
Filipina 2,6 2,7 3,3 3,4 0,8
Vietnam 4,74 5,22 5,02 4,65 0,09
Negara Maju
Kawasan Euro 1,1 1,8 2 1,5 0,4
Amerika Serikat 2,1 2,5 2,7 2,4 0,3
Inggris 1,6 1,8 2,3 2,3 0,7
Jepang 0,3 0,4 0,3 0,2 0,1
Keterangan: tingkat inflasi naik tingkat inflasi turun
Sumber: Bloomberg, data
23
Pada akhir triwulan I tahun 2017, inflasi negara-negara
kawasan ASEAN (Singapura, Malaysia, Filipina, dan
Indonesia) mengalami peningkatan jika dibandingkan
triwulan IV tahun 2016. Hal tersebut terutama
disebabkan oleh peningkatan harga energi di masing-
masing negara. Di Singapura dan Malaysia, inflasi
tertinggi berasal dari komponen transportasi. Begitu
juga yang terjadi di Filipina di mana komponen inflasi
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
memberikan tekanan inflasi yang tinggi setelah
komponen inflasi alkohol dan tembakau. Peningkatan
inflasi di Indonesia selama triwulan I tahun 2017
terutama berasal dari komponen inflasi harga diatur
pemerintah, yaitu tarif STNK dan listrik.
Di sisi lain, ada beberapa negara berkembang yang
tingkat inflasinya menurun (Tabel 3), yaitu: Brazil, Rusia,
dan Tiongkok. Penurunan inflasi di Brazil dan Tiongkok
disebabkan oleh lemahnya konsumsi domestik. Bahkan
negara Brazil belum pulih dari kondisi resesinya.
Sementara itu, tingkat inflasi Rusia terus menunjukkan
penurunan dan mendekati target inflasi bank sentral
seiring dengan pemulihan perekonomian di negara ini.
Suku Bunga Kebijakan
Peningkatan suku bunga The Fed pada 15 Maret tahun
2017 merupakan yang ketiga sejak krisis finansial. The
Fed memutuskan untuk meningkatkan suku bunganya
dalam rentang 0,75-1 persen. Keputusan The Fed
tersebut didasarkan pada tingkat pengangguran yang
semakin menurun selama triwulan I tahun 2017. Tingkat
pengangguran pada bulan Maret 2017 yang besarnya
4,5 persen merupakan yang terendah di AS sejak
Agustus tahun 2007. Peningkatan suku bunga The Fed
juga didasarkan pada peningkatan inflasi AS yang
mencapai 2,4 persen pada Maret tahun 2017 (Tabel 3).
Mayoritas negara ASEAN mengalami peningkatan inflasi, termasuk Indonesia.
Pada akhir triwulan I tahun 2017, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) mengambil langkah untuk kembali meningkatkan suku bunganya setelah November 2016.
Brazil, Rusia, dan Tiongkok mengalami penurunan tingkat inflasi.
24
Selama triwulan I tahun 2017, European Central Bank
(ECB) tetap mempertahankan suku bunga acuannya
pada tingkat 0 (nol) persen. European Central Bank
(ECB) juga tidak mengubah skema stimulus pembelian
obligasi hingga akhir tahun 2017. Meskipun tingkat
inflasi membaik dan The Fed meningkatkan suku
bunganya, hal ini tidak serta merta menjadikan
keputusan ECB untuk menerapkan kebijakan moneter
ketat. Stabilitas keuangan negara-negara kawasan Eropa
yang masih belum pasti serta tingkat inflasi yang
dianggap masih jauh dari target sebesar 2 persen
menjadi pertimbangan utama. Sama halnya dengan
ECB, Bank of Japan (BoJ) juga tetap mempertahankan
stimulus dengan tidak merubah suku bunganya pada
tingkat -0,1 persen. Kebijakan untuk mempertahankan
suku bunga juga dilakukan oleh Bank of England yang
didasari pada kondisi ekonomi yang belum stabil di
tengah peningkatan suku bunga The Fed.
Sementara, People Bank of China (PBoC) juga memilih
untuk mempertahankan suku bunga acuannya sejak
Oktober tahun 2015. Akan tetapi PBoC meningkatkan
suku bunga operasi pasar terbuka seiring dengan
ekspektasi pasar yang didasarkan pada kondisi ekonomi
Tiongkok yang telah rebound. Kebijakan moneter
Tiongkok diarahkan untuk lebih berhati-hati dalam
penyediaan likuiditas dengan mengandalkan kebijakan
operasi pasar terbuka dan instrumen pinjaman jangka
menengah dalam mengatur likuiditasnya.
Tabel 4. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara (persen)
Desember Januari Februari Maret
BRIC
Brazil 13,75 13 12,25 12,25
Russia 8,25 8,25 8,25 8,25
India 6,25 6,25 6,25 6,25
China (Tiongkok) 4,35 4,35 4,35 4,35
ASEAN
Indonesia 4,75 4,75 4,75 4,75
PBoC juga memilih untuk menahan suku bunga acuannya selama triwulan I tahun 2017.
Sementara itu, bank sentral di Kawasan Eropa, Jepang, dan Inggris memilih untuk menahan suku bunganya selama triwulan I tahun 2017.
25
Desember Januari Februari Maret
Thailand 3 3 3 3
Filipina 3 3 3 3
Malaysia 3 3 3 3
Vietnam 6,5 6,5 6,5 6,5
Negara Maju
Kawasan Euro 0 0 0 0
Amerika Serikat 0,50-0,75 0,50-0,75 0,50-0,75 0,75-1,00
Inggris 0,25 0,25 0,25 0,25
Jepang -0,1 -0,1 -0,1 -0,1
Sumber: Bank Indonesia
Sebagian besar bank sentral emerging market
memutuskan untuk tidak mengubah suku bunganya
setelah The Fed meningkatkan suku bunga pada Maret
tahun 2017. Hal ini didasarkan pada prinsip kehati-
hatian bank sentral dalam merespon kebijakan suku
bunga global karena dianggap masih beresiko pada
pasar keuangan global. Sementara itu, salah satu bank
sentral yang merespon peningkatan suku bunga The Fed
dengan menurunkan suku bunganya adalah bank sentral
Brazil (Banco Central do Brasil). Bank sentral Brazil yang
menurunkan suku bunganya pada bulan Januari dan
Februari, masing-masing menjadi 13,00 persen dan
12,25 persen. Penurunan suku bunga tersebut
didasarkan pada kondisi resesi yang dialami oleh Brazil
di tengah recovery moderat ekonomi global.
Cadangan Devisa
Selama triwulan I Tahun 2017 terjadi tren peningkatan
cadangan devisa di berbagai negara, baik negara maju
maupun emerging market (Tabel 5). Pada negara maju,
peningkatan tertinggi secara QtQ dialami oleh negara
kawasan Eropa dan Rusia. Adapun di kawasan ASEAN
peningkatan cadangan devisa tertinggi dialami oleh
Singapura. Pada negara emerging market, peningkatan
yang tinggi secara QtQ dialami oleh Thailand dan
Indonesia, masing-masing sebesar 5,2 persen dan 4,7
persen. Peningkatan cadangan devisa Indonesia pada
Pada triwulan I tahun 2017, posisi cadangan devisa pada sebagian besar negara emerging market dan negara maju mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV tahun 2016.
Sejumlah bank sentral negara emerging market juga memilih untuk tidak mengubah suku bunganya dalam merespon peningkatan The Fed Fund rate.
26
akhir Maret 2017 berasal dari penerimaan pajak dan
devisa ekspor migas bagian pemerintah, serta hasil
lelang Surat Berharga Bank Indonesia valas, terutama
pada penerbitan surat berharga syariah.
Tabel 5. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD)
Des’16 Jan’17 Feb’17 Mar’17 % QtQ
BRIC
Brazil 365,0 367,7 369,0 370,1 1,4
Rusia 377,7 390,6 397,3 397,9 5.3
India 358,9 363,0 364,3 370,0 3,1
China (Tiongkok) 3097,8 3089,6 3099,5 3102,8 0,2
ASEAN-5
Indonesia 116,4 116,9 119,9 121,8 4,7
Malaysia 94,5 94,9 95,0 95.4 -0,1
Singapura 246,6 252,7 253,3 259,1 5,1
Thailand 171,9 179,2 183,0 180,9 5,2
Filipina 80,7 81,4 81,4 80,9 0,2
Negara Maju
Jepang 1216,9 1231,6 1232,3 1230,3 1,1
Kawasan Euro 745,9 760,4 779,6 776,8 4,1
Inggris 158,5 163,7 162,95 163,4 3,1
Amerika Serikat 114,7 115,6 115,8 116,3 1,3
Sumber: International Monetary Fund, official reserve assets.
PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL
Perkembangan Harga Internasional
Berdasarkan data harga komoditas internasional Bank
Dunia, pada akhir triwulan I tahun 2017, sebagian besar
harga komoditas internasional yang mengalami
kenaikan harga tertinggi secara berturut-turut yaitu
Rubber Singapore sebesar 92,4 persen yang diikuti oleh
Iron Ore dan Zinc sebesar 77,4 persen dan 65,7 persen.
Sementara itu, penurunan harga komoditas pada akhir
triwulan I tahun 2017 adalah komoditas Cocoa yang
harganya turun sebesar 29,9 persen. Sedangkan
Woodpulp masih bertahan pada harga yang sama (YoY).
Pada akhir triwulan I
tahun 2017, sebagian
besar komoditas
internasional terpilih
mengalami kenaikan
harga.
27
Tabel 6. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih
KOMODITAS Unit Jan-17 Feb-17 Mar-17 Q1 2017
ENERGI
Coal, Australia ($/mt) 83,7 80,4 80,6 81,6
Crude Oil, West Texas ($/bbl) 52,5 53,4 49,6 51,8
PERTANIAN
Cocoa ($/kg) 2,19 2,03 2,06 2,09
Coffe, robusta ($/kg) 2,39 2,35 2,35 2,36
Palm Oil ($/mt) 809,0 774,0 736,0 809,0
Soybeans ($/mt) 425,0 427,0 405,0 419,0
Shrimp, Mexican ($/kg) 12,13 12,13 12,13 12,13
Woodpulp ($/mt) 875,0 875,0 875,0 875,0
Rubber*, Singapore/MYS ($/kg) 2,56 2,71 2,35 2,54
LOGAM & MINERAL
Copper ($/mt) 5.755,0 5.941,0 5.825,0 5.840,0
Iron ore ($/dmtu) 80,0 89,0 88,0 85,7
Nickel ($/mt) 9.971,0 10.643,0 10.205,0 10.273,0
Tin ($/mt) 20.692,0 19.446,0 19.875,0 20.004,0
Zinc ($/mt) 2.715,0 2.846,0 2.777,0 2.779,0
INFLASI Unit Oct-16 Nov-16 Dec-16 Jan-Des 2017
ENERGI
Coal, Australia (%) -3,0 -3,9 0,2 60,3
Crude Oil, West Texas (%) 1,0 1,7 -7,1 56,0
PERTANIAN
Cocoa (%) -4,8 -7,3 1,5 -29,9
Coffe, robusta (%) 6,2 -1,7 0,0 43,0
Palm Oil (%) 2,7 -4,3 -4,9 28,2
Soybeans (%) 1,2 0,5 -5,2 13,2
Shrimp, Mexican (%) -1,8 0,0 0,0 12,0
Woodpulp (%) 0,0 0,0 0,0 0,0
Rubber*, Singapore/MYS (%) 14,8 5,9 -13,3 92,4
LOGAM & MINERAL
Copper (%) 1,7 3,2 -2,0 24,9
Iron ore (%) 0,0 11,3 -1,1 77,4
Nickel (%) -9,1 6,7 -4,1 20,7
Tin (%) -2,4 -6,0 2,2 29,6
Zinc (%) 1,9 4,8 -2,4 65,7
Sumber: LCMO Pink Sheet, World Bank
28
Harga Minyak Dunia dan Gas Alam
Kondisi harga minyak mentah dunia pada triwulan I
tahun 2017 meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Rata-rata harga minyak mentah dunia
mendekati USD53 per barel. Hal ini karena perjanjian
antara negara-negara OPEC dan sebagian negara
produsen non OPEC untuk mengurangi produksi pada
awal pertengahan 2017, serta persediaan minyak
mentah Amerika Serikat yang persisten meningkat.
Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan
pada bulan Maret 2017 khususnya pada pertengahan
bulan yang disebabkan oleh ketidakpastian pada pasar
berjangka, respon dari Saudi Arabia dan Rusia yang
kurang responsif tentang komitmen memotong
produksi minyak, produksi minyak Amerika Serikat yang
persisten meningkat dan perbaikan aktivitas
pertambangan minyak di Amerika Serikat. Harga minyak
dunia berada di antara USD50 sampai USD54 per barel
pada bulan April 2017, menunggu ekspektasi penurunan
produksi dan stok dunia. Harga minyak mentah dunia
rata-rata diprediksi sebesar USD 55 per barel pada 2017.
Stok minyak dunia diperkirakan menurun pada
pertengahan tahun 2017 seiring dengan keberlanjutan
penurunan produksi minyak oleh negara-negara OPEC
dan non-OPEC.
Harga minyak mentah Indonesia rata-rata meningkat
pada triwulan I tahun 2017. Pada bulan Januari, harga
minyak mentah Indonesia meningkat mencapai
USD51,9 per barel yang disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu: (i) penurunan produksi minyak mentah
dunia berdasarkan laporan OPEC sebesar 0,3 juta barel
per hari menjadi 96,92 juta barel per hari pada Januari
2017, (ii) USD mengalami pelemahan terhadap
beberapa mata uang lainnya di dunia, dan (iii) stok
komersial negara-negara OECD bulan November 2016
mengalami penurunan sebesar 34,3 juta barel. Begitu
Harga minyak mentah dunia rata-rata mengalami peningkatan pada triwulan I tahun 2017 dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi USD 55 per barel pada tahun 2017 seiring dengan keberlanjutan pengurangan produksi minyak oleh negara OPEC dan Non-OPEC
Harga minyak mentah Indonesia rata-rata meningkat pada triwulan I tahun 2017 seiring dengan pergerakan harga minyak mentah dunia.
29
juga pada bulan Februari 2017, harga minyak mentah
Indonesia juga mengalami peningkatan. Namun pada
bulan Maret 2017, harga minyak mentah Indonesia
mengalami penurunan yang disebabkan oleh beberapa
factor, yaitu: (i) terdapat peningkatan produksi minyak
dunia pada bulan Februari 2017 dibandingkan Januari
2017 sebesar 0,26 juta barel, (ii) jumlah oil rig count
dunia meningkat sejumlah 114 rig, dan (iii) stok minyak
mentah Amerika Serikat meningkat naik 13,8 juta barel
dan rata-rata produksi Amerika Serikat meningkat 0,12
juta barel per hari.
Tabel 7. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia
Harga Minyak Mentah dan Gas Dunia
2016 2017 Rata-rata Bulanan
2017
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Jan Feb Mar
Minyak Mentah (USD/barel)
Crude Oil (Rata-rata) 32,7 44,8 44,7 49,1 52.9 54.4 50.9 52.2
Crude Oil; Brent 34,4 46,0 45,8 50,1 54.1 55.5 52.0 53.0
Crude Oil; Dubai 30,6 42,9 43,4 47,9 52.9 54.2 51.2 52.5
Crude Oil; WTI 33,2 45,5 44,9 49,2 51.8 53.4 49.6 51.1
Indonesian Crude Price Oil 30,2 42,1 41,3 46,1 51.0 51.9 52.5 48.7
Gas (USD/mmbtu)
Gas Alam (US) 2,0 2,1 2,9 3,0 3,0 2.8 2.9 3.1
Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM, EIA
Harga gas alam meningkat mencapai USD3,0 per
mmbtu. Peningkatan terjadi terutama di Asia dan Eropa
dengan adanya peningkatan permintaan dan
menurunnya produksi gas alam. Harga gas alam di
Amerika Serikat menurun pada bulan Januari dan
Februari 2017 seiring dengan cuaca yang lebih baik dari
bulan Desember 2016. Namun dengan cuaca yang lebih
dingin pada bulan Maret memicu permintaan gas alam
meningkat sedangkan persediaan gas alam yang
menurun, mendorong peningkatan harga gas alam pada
bulan Maret 2017. Harga gas alam diprediksi akan
meningkat sebesar 15 persen pada tahun 2017.
Pergerakan harga gas alam terus mengalami peningkatan seiring dengan permintaan yang terus meningkat namun persediaan gas alam yang menurun.
30
Harga Komoditas Utama Pangan
Pergerakan indeks harga komoditas utama pangan global
pada triwulan I tahun 2017 cenderung berfluktuatif yaitu
pada komoditas beras, gandum, kacang kedelai, dan
jagung (Gambar 6). Pada periode ini perkembangan indeks
harga komoditas beras dan gandum cukup stabil. Di sisi
lain, meskipun terjadi kenaikan harga komoditas gula
internasional pada awal tahun 2017 dibandingkan periode
sebelumnya, penurunan harga gula kembali terjadi pada
periode Januari-Maret 2017. Penurunan harga gula terjadi
baik secara MTM, YtD maupun YoY (Lampiran 4).
Penurunan harga gula internasional ini disebabkan oleh
peningkatan produksi di negara Brazil.
Gambar 6. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global
Sumber: Bloomberg, data diolah
(1 Januari 2016=100)
708090
100110120130140150160170
BERAS GULA GANDUM JAGUNG KACANG KEDELAI
Indeks Harga komoditas utama pangan internasional berfluktuatif selama periode triwulan I tahun 2017. Sementara indeks harga gula internasional cenderung mengalami penurunan.
31
ISU TERKINI KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
Amerika Serikat dan Tiongkok Menandatangani Perjanjian Perdagangan
Amerika Serikat dan Tiongkok telah mencapai 10 poin
kesepakatan baru pada bulan April lalu. Salah satu poin
kesepakatan tersebut adalah Tiongkok akhirnya akan
mecabut larangannya pada impor daging dan gas alam
cair dari Amerika Serikat pada Juli 2017. Tiongkok
menetapkan larangan impor daging sapi dari Amerika
Serikat sejak tahun 2003 setelah adanya kasus penyakit
sapi gila. Amerika Serikat kemudian berusaha membuka
kembali pasar Tiongkok untuk daging sapi sejak masa
pemerintahan Bush dan Obama namun tidak
membuahkan hasil. Kemudian di dalam kesepakatan
tersebut, Amerika Serikat akan mengijinkan daging
ayam Tiongkok yang sudah dimasak untuk masuk ke
pasar Amerika Serikat, begitu juga dengan bank – bank
Tiongkok. Amerika serikat telah sepakat
memperlakukan institusi finansial Tiongkok dengan cara
yang sama Amerika Serikat memperlakukan bank asing
lain yang ingin melakukan aktivitas di Amerika.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menilai
kesepakatan ini sebagai sebuah langkah signifikan untuk
meningkatkan ekspor Amerika Serikat dan juga gap
perdagangan Amerika Serikat dengan ekonomi terbesar
kedua di dunia. Besaran defisit barang dan jasa Amerika
Serikat dengan Tiongkok mencapai 60 persen dari total
defisit Amerika Serikat dan merupakan yang terbesar
dibandingkan dengan negara lain. Presiden Trump
menjadikan defisit perdagangan Amerika dengan
Tiongkok menjadi salah satu isu penting pada masa
kampanye dan awal pemerintahannya.
Presiden Trump beranggapan defisit perdagangan
Amerika telah merugikan para pekerja pabrik dan
berjanji untuk mengambil sikap lebih tegas dalam
negosiasi perdagangan untuk menurunkan
Amerika Serikat dan
Tiongkok mencapai
sebuah kesepakatan
termasuk
pencabutan larangan
impor daging sapi
Amerika Serikat
Defisit perdagangan
Amerika Serikat
dengan Tiongkok
merupakan yang
terbesar.
32
ketidakseimbangan. Namun dengan adanya
kesepakatan ini terlihat bahwa Presiden Amerika
Serikat, Donald Trump, mengadopsi pendekatan yang
tidak terlalu konfrontatif dengan Tiongkok daripada
yang dijanjikannya dalam kampanye. Sebelumnya,
Presiden Amerika Serikat tersebut telah mengancam
untuk memberikan label pada Tiongkok sebagai
“manipulator mata uang” dan akan memberlakukan
tarif perdagangan untuk barang dari Tiongkok.
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia
Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah.
Tabel 8. Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per Maret 2017)
NO PERJANJIAN EKONOMI STATUS
1 ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA) Negotiations suspended
2 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Negotiations launched
(the 8rd round of negotiations)
3 Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Arrangement Negotiations launched
4 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement Negotiations launched
(the 6th round of negotiations)
5 Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement Negotiations launched
(the 12th round of negotiations)
6 Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement Negotiations launched
(the 2nd round of negotiations)
7 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Negotiations launched
(the 17th round of negotiations)
8 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement Negotiations launched
(the 7th round of negotiations)
9 Indonesia-Chile FTA Negotiations launched
(the 2nd round of negotiations)
10 Indonesia-Turki FTA Proposed
(under consultation and study)
11 Indonesia-Peru FTA Proposed
(under consultation and study)
12 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference
Signed but not yet In Effect
13 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect
14 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect
15 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect
16 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect
17 ASEAN-China Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect
33
NO PERJANJIAN EKONOMI STATUS
18 ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect
19 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect
(under the review process)
20 Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Signed and In Effect
21 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries Signed and In Effect
Sumber: ARIC database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag
Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA)
Tabel 9. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia
Periode SKA Preferensi (%) SKA Nonpreferensi (%) SKA Preferensi + SKA Non
Preferensi (%)
2012 45,4 11,8 57,2
2013 50,7 12,4 63,1
2014 50,6 11,9 62,5
2015 72,3 13,5 85,8
2016 57.2 12.6 69.8
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag
Sepanjang tahun 2016, penggunaan SKA Preferensi dan
SKA Nonpreferensi mencapai 69,8 persen terhadap total
ekspor Indonesia dimana SKA Preferensi mendominasi
penggunaan SKA dengan utilisasi 57,2 persen. Form A
yang merupakan SKA Preferensi atas Generalized
System of Preferences Certificate of Origin paling banyak
dimanfaatkan sepanjang Tahun 2016 dengan tingkat
utilisasi 15,8 persen. Pada kurun waktu yang sama Form
B mendominasi utilisasi penggunaan SKA Nonpreferensi
dengan tingkat utilisasi 11,6 persen (Gambar 8).
Gambar 7. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah)
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
2014 2015 2016
Share SKA Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan)
Form A
Form E
Form D
Form AI
Penggunaan SKA Preferensi
dan SKA Nonpreferensi
mencapai 69,8 persen
terhadap total ekspor
Indonesia pada tahun 2016.
34
Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah)
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA
Pada periode Januari - Maret 2017, Indonesia
mengalami surplus neraca perdagangan dengan
Bangladesh, India, Pakistan, Brunei Darussalam,
Filipina, Kamboja, Myanmar, Jepang, Mesir, dan
Turki. Sementara itu pada periode yang sama,
Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan
dengan Australia, Selandia Baru, Laos, Malaysia,
Singapura, Thailand, Vietnam, Iran, Korea Selatan,
Tiongkok, dan Nigeria.
Tabel 10. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD)
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar
2017/2016 2016 2017
AUSTRALIA
Ekspor 3702,3 3199,0 -4,6 795,7 590,2 -25,8
Migas 707,7 538,3 -12,1 146,0 126,9 -13,0
non migas 2994,6 2660,7 -3,3 649,7 463,3 -28,7
Impor 4815,8 5260,9 -9,7 1051,3 1377,2 31,0
Migas 143,4 731,7 -24,4 54,2 217,9 301,9
non migas 4672,4 4529,1 -4,5 997,1 1159,3 16,3
2014 2015 2016
Form B 11,0% 12,3% 11,6%
Form ICO 0,8% 1,2% 1,0%
Form TP 0,0% 0,0% 0,0%
Form ANEXO III 0,0% 0,0% 0,0%
0,0%2,0%4,0%6,0%8,0%
10,0%12,0%14,0%
Share SKA Non-Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan)
Indonesia mengalami surplus
neraca perdagangan dengan 10
negara mitra FTA (sebesar
USD6,0 miliar) dan defisit
neraca perdagangan dengan 11
negara mitra FTA (sebesar USD
6,1 miliar) pada periode Januari
– Maret 2017.
35
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar
2017/2016 2016 2017
neraca perdagangan -1113,5 -2061,9 -0,6 -255,6 -787,0 207,9
Migas 564,3 -193,5 22,6 91,7 -91,0 -199,2
non migas -1677,8 -1868,4 -2,6 -347,3 -696,0 100,4
SELANDIA BARU
Ekspor 436,3 366,5 -3,69 78,7 113,8 44,6
Migas 39,2 9,0 -32,17 0,1 15,5 13582,2
non migas 397,0 357,6 -2,72 78,6 98,3 25,1
Impor 637,0 660,9 -4,34 146,3 159,7 9,2
Migas 8,6 0,0 -31,13 0,0 0,0 -100,0
non migas 628,4 660,9 -1,62 146,3 159,7 9,2
neraca perdagangan -200,8 -294,4 -3,34 -67,6 -45,9 -32,1
Migas 30,6 9,0 29,61 0,1 15,5 13734,3
non migas -231,3 -303,3 -3,35 -67,7 -61,4 -9,4
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 11. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD)
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%)
Jan-Mar 2017/2016 2016 2017
BANGLADESH
ekspor 1340,8 1266,7 4,84 351,8 356,9 1,4
migas 0,2 0,7 -16,6 0,4 0,1 -83,2
non migas 1340,6 1266,0 4,87 351,4 356,8 1,5
impor 59,5 68,4 2,67 17,2 17,4 1,2
migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0
non migas 59,5 68,4 4,81 17,2 17,4 1,2
neraca perdagangan 1281,3 1198,3 5,06 334,6 339,5 1,4
migas 0,2 0,7 0 0,4 0,1 -83,2
non migas 1281,1 1197,6 4,91 334,2 339,4 1,6
INDIA
ekspor 11731,0 10093,8 -5,18 2152,6 3454,3 60,5
migas 129,0 169,6 53 36,4 48,0 32,0
non migas 11602,0 9924,2 -5,52 2116,2 3406,3 61,0
impor 2741,4 2872,8 -11,11 695,9 1009,5 45,1
36
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%)
Jan-Mar 2017/2016 2016 2017
migas 75,7 29,4 -42,39 3,6 105,1 2784,7
non migas 2665,7 2843,3 -9,85 692,2 904,3 30,6
neraca perdagangan 8989,6 7221,0 -2,57 1456,7 2444,8 67,8
migas 53,3 140,1 0 32,7 -57,1 -274,6
non migas 8936,2 7080,9 -3,75 1424,0 2502,0 75,7
PAKISTAN
ekspor 1989,6 2018,2 11,61 492,5 613,7 24,6
migas 0 0,0 -71,06 0,0 0,0 0,0
non migas 1989,5 2018,2 11,64 492,5 613,7 24,6
impor 174,5 157,3 -10,16 35,3 70,0 98,5
migas 0 0,0 0 0,0 0,0 0,0
non migas 174,5 157,3 -10,16 35,3 70,0 98,5
neraca perdagangan 1815,1 1861,0 15,16 457,2 543,6 18,9
migas 0 0,0 -71,06 0,0 0,0 0,0
non migas 1815 1861,0 15,21 457,2 543,6 18,9
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD)
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/2016
2016 2017
BRUNEI DARUSSALAM
ekspor 91,2 88,7 -1,33 35,1 16,1 -54,2
migas 0,0 0,1 106,76 0,0 0,0 0,0
non migas 91,2 88,6 -1,34 35,1 16,1 -54,2
impor 131,4 87,7 -37,64 2,6 4,1 57,4
migas 104,7 79,7 -39,71 0,0 0,0 0,0
non migas 26,7 8,0 2,08 2,6 4,1 57,4
neraca perdagangan -40,2 0,9 0 32,5 12,0 -63,0
migas -104,7 -79,7 -39,72 0,0 0,0 0,0
non migas 64,5 80,6 -2,18 32,5 12,0 -63,0
FILIPINA
ekspor 3921,7 5270,9 7,58 977,3 1429,5 46,3
37
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/2016
2016 2017
migas 4,7 14,0 -18,55 0,2 0,3 50,1
non migas 3917,0 5256,9 7,68 977,1 1429,2 46,3
impor 683,1 821,8 -0,75 209,2 214,7 2,6
migas 3,1 1,6 -26,83 0,5 0,0 -100,0
non migas 680,0 820,2 -0,61 208,7 214,7 2,9
neraca perdagangan 3238,6 4449,1 9,57 768,1 1214,8 58,2
migas 1,6 12,4 0 -0,3 0,3 -202,7
non migas 3237,0 4436,7 9,65 768,4 1214,5 58,1
KAMBOJA
ekspor 429,7 425,4 11,29 109,8 117,0 6,5
migas 0,0 0,0 -94,5 0,0 0,0 0,0
non migas 429,7 425,4 11,35 109,8 117,0 6,5
impor 21,1 25,3 18,94 6,6 7,0 5,7
migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0
non migas 21,1 25,3 18,94 6,6 7,0 5,7
neraca perdagangan 408,6 400,1 10,92 103,2 110,0 6,6
migas 0,0 0,0 -94,5 0,0 0,0 0,0
non migas 408,6 400,1 10,98 103,2 110,0 6,6
LAOS
ekspor 7,7 5,9 -22,24 1,7 1,1 -33,6
migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0
non migas 7,7 5,9 -22,24 1,7 1,1 -33,6
impor 0,8 4,2 -16,07 0,3 2,7 780,4
migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0
non migas 0,8 4,2 -16,07 0,3 2,7 780,4
neraca perdagangan 6,9 1,7 0 1,3 -1,6 -217,8
migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0
non migas 6,9 1,7 0 1,3 -1,6 -217,8
MALAYSIA
ekspor 7.630,9 7.112,0 -11,81 1644,4 2144,1 30,4
migas 1.403,1 1.098,7 -24,13 263,6 435,3 65,1
non migas 6.227,8 6.013,3 -8,05 1380,8 1708,8 23,8
38
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/2016
2016 2017
impor 8.530,7 7.200,9 -13,99 1681,2 2282,3 35,8
migas 3.551,3 2.469,4 -21,99 580,1 1054,3 81,8
non migas 4.979,4 4.731,6 -7,26 1101,2 1228,0 11,5
neraca perdagangan -899,8 -88,9 -44,3 -36,8 -138,2 275,4
migas -2.148,2 -1.370,7 -20,24 -316,4 -619,0 95,6
non migas 1.248,4 1.281,7 -10,44 279,6 480,8 71,9
MYANMAR
ekspor 615,7 615,7 10,03 120,4 184,5 53,3
migas 2,2 12,3 96,51 0,1 0,2 222,2
non migas 613,4 603,3 9,6 120,3 184,3 53,2
impor 160,4 113,3 21,45 15,0 42,0 180,8
migas 0,0 0,0 0 0,0 0,0 0,0
non migas 160,4 113,3 21,45 15,0 42,0 180,8
neraca perdagangan 455,3 502,3 7,6 105,4 142,5 35,2
migas 2,2 12,3 96,51 0,1 0,2 222,2
non migas 453,0 490,0 7,08 105,3 142,3 35,1
SINGAPURA
ekspor 12.632,6 11.246,4 -10,6 2781,0 2895,2 4,1
migas 3.971,6 2.520,9 -21,19 568,1 791,1 39,3
non migas 8.661,0 8.725,5 -5,46 2212,9 2104,1 -4,9
impor 18.022,5 14.548,3 -14,09 3229,0 4387,5 35,9
migas 9.047,2 6.887,2 -19,34 1432,4 2570,2 79,4
non migas 8.975,3 7.661,0 -7,51 1796,6 1817,3 1,2
neraca perdagangan -5.389,9 -3.301,9 -22,09 -448,0 -1492,4 233,1
migas -5.075,6 -4.366,3 -18,15 -864,3 -1779,1 105,8
non migas -314,3 1.064,4 0 416,3 286,8 -31,1
THAILAND
ekspor 5.507,3 5.392,4 -4,98 1186,4 1571,5 32,5
migas 906,8 783,7 -6,68 115,2 304,6 164,4
non migas 4.600,5 4.608,7 -4,64 1071,2 1266,9 18,3
impor 8.083,4 8.666,9 -8,02 2395,7 2162,0 -9,8
migas 64,7 65,7 -16,73 11,6 9,9 -14,2
39
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/2016
2016 2017
non migas 8.018,7 8.601,2 -7,93 2384,2 2152,0 -9,7
neraca perdagangan -2.576,1 -3.274,5 -12,67 -1209,4 -590,5 -51,2
migas 842,1 718,0 -5,53 103,6 294,6 184,4
non migas -3.418,2 -3.992,5 -11,37 -1313,0 -885,1 -32,6
VIETNAM
ekspor 2.740,2 3.045,5 6,7 605,3 789,3 30,4
migas 3,3 14,1 0,18 0,6 0,7 23,5
non migas 2.736,9 3.031,4 6,67 604,7 788,6 30,4
impor 3.161,5 3.228,4 7,43 868,7 818,9 -5,7
migas 0,1 53,2 -1,26 0,0 0,0 -99,1
non migas 3.161,4 3.175,2 7,49 868,6 818,9 -5,7
neraca perdagangan -421,4 -182,9 6,04 -263,4 -29,7 -88,7
migas 3,2 -39,2 -22,21 0,5 0,7 34,1
non migas -424,5 -143,7 5,91 -263,9 -30,4 -88,5
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta USD)
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar
2017/2016 2016 2017
IRAN
ekspor 216,5 235,2 -19,84 24,2 82,3 240,4
migas 0 0,4 0 0,0 0,0 0,0
non migas 216,5 234,8 -19,86 24,2 82,3 240,4
Impor 56,6 103,3 -36,77 12,7 123,2 870,0
migas 18 75,0 -34,61 6,5 109,8 1596,4
non migas 38,6 28,4 -37,08 6,2 13,4 114,9
neraca perdagangan 159,9 131,9 0 11,5 -41,0 -457,3
migas -18 -74,6 -34,66 -6,5 -109,8 1596,4
non migas 178 206,5 -12,98 17,9 68,9 284,0
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
40
Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD)
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%)
Jan-Mar 2017/2016 2016 2017
JEPANG
Ekspor 18020,9 16101,5 -15,3 4068,8 4153,8 2,1
Migas 4924,8 2889,1 -31,59 841,8 785,4 -6,7
non migas 13096,1 13212,5 -7,1 3227,0 3368,4 4,4
impor 13263,5 12984,8 -13,91 3015,6 3422,2 13,5
migas 30,8 58,0 -14,48 7,6 6,9 -9,3
non migas 13232,7 12926,8 -13,87 3008,1 3415,4 13,5
neraca perdagangan 4757,4 3116,8 -19,87 1053,2 731,6 -30,5
migas 4894,0 2831,1 -31,72 834,2 778,5 -6,7
non migas -136,6 285,7 0 219,0 -47,0 -121,4
KOREA SELATAN
ekspor 7664,4 7007,6 -17,53 1787,5 2017,5 12,9
migas 2224,8 1744,3 -33,08 569,3 456,1 -19,9
non migas 5439,7 5263,3 -5,68 1218,1 1561,4 28,2
impor 8427,2 6674,6 -13,82 1614,4 2112,8 30,9
migas 2148,6 765,4 -28,76 172,1 186,1 8,1
non migas 6278,6 5909,2 -9,69 1442,3 1926,7 33,6
neraca perdagangan -762,8 333,1 0 173,0 -95,3 -155,1
migas 76,2 978,9 -48,64 397,2 270,0 -32,0
non migas -838,9 -645,8 -26,12 -224,2 -365,3 62,9
TIONGKOK
ekspor 15.046,4 16.785,6 -8,76 3347,4 5164,5 54,3
migas 1.785,7 1.672,8 19,59 507,3 475,0 -6,4
non migas 13.260,7 15.112,8 -10,58 2840,1 4689,5 65,1
impor 29.410,9 30.800,5 0,8 7157,8 7840,3 9,5
migas 186,1 111,0 -26,55 28,2 85,7 204,3
non migas 29.224,8 30.689,5 1,05 7129,6 7754,6 8,8
neraca perdagangan -14.364,5 -14.014,9 20,62 -3810,4 -2675,8 -29,8
migas 1.599,7 1.561,8 39,12 479,2 389,3 -18,7
non migas -15.964,1 -15.576,7 21,7 -4289,6 -3065,1 -28,5
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
41
Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD)
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%)
Jan-Mar 2017/2016 2016 2017
MESIR
ekspor 1197,9 1110,4 2,69 273,5 370,6 35,5
migas 26,2 0,0 0 0,0 0,0 0,0
non migas 1171,7 1110,4 2,47 273,5 370,6 35,5
Impor 243,1 352,1 16,94 133,6 117,8 -11,9
Migas 132,9 257,6 0 109,4 86,3 -21,1
non migas 110,2 94,6 -16,92 24,3 31,5 29,9
neraca perdagangan 954,8 758,3 -1,04 139,9 252,8 80,7
Migas -106,7 -257,5 0 -109,4 -86,3 -21,1
non migas 1061,5 1015,8 6,03 249,3 339,1 36,0
NIGERIA
Ekspor 445,7 310,8 -7,63 76,0 86,2 13,4
Migas 0,3 0,2 13,45 0,0 0,0 -100,0
non migas 445,4 310,6 -7,64 76,0 86,2 13,5
Impor 1288,2 1288,0 -21,47 275,4 262,9 -4,5
Migas 1284,5 1280,1 -21,31 273,2 258,7 -5,3
non migas 3,7 7,9 -40,17 2,1 4,2 97,0
neraca perdagangan -842,4 -977,1 -24,98 -199,3 -176,7 -11,4
migas -1284,2 -1279,9 -21,32 -273,2 -258,7 -5,3
non migas 441,8 302,7 -5,99 73,8 82,0 11,0
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD)
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/2016
2016 2017
TURKI
ekspor 1158,8 1024,1 -8,27 289,5 275,8 -4,7
migas 0,0 0,1 0 0,1 0,0 -100,0
non migas 1158,8 1024,0 -8,19 289,5 275,8 -4,7
impor 249,8 311,2 -14,96 86,9 100,5 15,7
42
Uraian 2015 2016 Trend (%) 2012-2016
Jan-Mar Perubahan (%) Jan-Mar 2017/2016
2016 2017
migas 0,1 32,9 144,21 0,0 29,5 192200,0
non migas 249,7 278,2 -2,35 86,9 71,0 -18,3
neraca perdagangan 909,0 712,9 6,3 202,7 175,3 -13,5
migas -0,1 -32,8 0 0,1 -29,5 -54029,7
non migas 909,1 745,7 -9,85 202,6 204,8 1,1
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
44
45
46
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2017
tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), sedikit lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV tahun 2016 yang tumbuh
sebesar 4,9 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut
dipengaruhi oleh membaiknya kondisi perekonomian
global walaupun pertumbuhannya belum merata. Dari sisi
domestik, kinerja pertumbuhan ekonomi didorong oleh
membaiknya ekspor dan terjaganya permintaan
domestik.
Gambar 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 - Triwulan I Tahun 2017 (Persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik
5,1
4,9 4,95,0
4,84,7 4,8
5,2
4,9
5,2
5,04,9
5,0
4,0
4,5
5,0
5,5
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016 2017
Perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017.
47
Dari sisi lapangan usaha, Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan tumbuh pada triwulan I tahun 2017 mencapai
7,1 persen (YoY), dan menjadi sumber pertumbuhan
utama PDB. Pertumbuhan tersebut meningkat signifikan
dibandingkan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang
masing-masing tumbuh sebesar 1,5 persen (YoY) dan 5,3
persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh produktivitas
tanaman pangan yang tumbuh signifikan akibat pengaruh
La Nina yang terjadi pada triwulan II tahun 2016, serta
dukungan program pemerintah dalam upaya peningkatan
produksi. Selain itu, juga didukung oleh pertumbuhan
positif subsektor Kehutanan dan Penebangan Kayu akibat
meningkatnya distribusi kayu bulat seiring tingginya curah
hujan, serta subsektor dan Perikanan seiring dengan
diberlakukannya moratorium penangkapan ikan secara
ilegal (illegal fishing).
Sementara itu, industri Pengolahan yang merupakan
sektor dengan proporsi terbesar terhadap PDB, tumbuh
sebesar 4,2 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih
rendah dibandingkan triwulan I dan triwulan IV tahun
2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 4,7 persen
(YoY) dan 4,3 persen (YoY). Kinerja tersebut dipengaruhi
menurunnya pertumbuhan Industri Batubara dan
Pengilangan Minyak dan Gas. Industri Pengolahan Non
Migas tumbuh tinggi pada triwulan I tahun 2017 yang
didorong oleh Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
yang tumbuh signifikan. Selain itu, juga Industri Makanan
dan Minuman dan Industri Kertas dan Barang dari Kertas;
Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman yang tumbuh
lebih tinggi pada triwulan IV tahun 2016.
Konstruksi tumbuh lebih rendah pada triwulan I tahun
2017 yaitu sebesar 6,3 persen (YoY), dibandingkan
triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar 6,8 persen
(YoY), namun lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun
2016 yang tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY). Kinerja
tersebut didukung oleh meningkatnya penyerapan
belanja modal pada triwulan I tahun 2017, seiring
Dari sisi lapangan usaha, Pertanian, Kehutanan dan Perikanan meningkat signifikan pada triwulan I tahun 2017.
Industri Pengolahan tumbuh lebih rendah pada triwulan I tahun 2017 dipengaruhi oleh menurunnya pertumbuhan Industri Batubara dan Pengilangan Minyak dan Gas.
Konstruksi tumbuh sebesar 6,3 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017 didukung oleh proyek infrastruktur pemerintah.
48
pelaksanaan proyek infrastruktur pemerintah seperti
pembangunan bandara dan bendungan.
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY) pada
triwulan I tahun 2017. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi
dibandingkan triwulan I maupun triwulan IV tahun 2016
yang masing-masing tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY) dan
3,9 persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh
Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda
Motor yang tumbuh lebih tinggi seiring meningkatnya
produksi dalam negeri dan impor. Sementara itu,
Perdagangan Mobil, Sepeda Motor, dan Reparasinya
tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), sama dengan triwulan
sebelumnya dan lebih rendah dari triwulan I tahun 2016
yang sebesar 3,0 persen (YoY).
Sektor Informasi dan Komunikasi tumbuh paling tinggi
yaitu sebesar 9,1 persen (YoY), meningkat cukup signifikan
dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar
7,6 persen (YoY), namun sedikit lebih rendah
dibandingkan triwulan IV tahun 2016 yang sebesar 9,6
persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh
meningkatnya penggunaan data dan internet di
Indonesia.
Pada triwulan I tahun 2017, Transportasi dan
Pergudangan tumbuh sebesar 7,6 persen (YoY) atau lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan I maupun triwulan
IV tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 7,9
persen (YoY). Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar
5,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, menurun
signifikan dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang
tumbuh sebesar 9,3 persen (YoY), namun lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,2 persen
(YoY).
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh lebih tinggi pada triwulan I tahun 2017, didorong oleh meningkatnya Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor.
Informasi dan komunikasi tumbuh paling tinggi, yaitu sebesar 9,1 persen (YoY).
Pada triwulan I tahun 2017, Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 7,6 persen (YoY), sedangkan Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 5,7 persen (YoY).
49
Tabel 17. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2017 Menurut Lapangan Usaha (YoY)
Uraian 2014 2015 2016 2017
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
5,2 4,9 3,6 3,3 3,8 6,5 2,9 1,6 1,5 3,4 3,0 5,3 7,1
Pertambangan dan Penggalian -1,2 0,7 0,7 1,5 0,6 -3,6 -4,4 -6,0 1,2 1,2 0,3 1,6 -0,5
Industri Pengolahan 4,5 4,9 5,0 4,2 4,1 4,2 4,6 4,4 4,7 4,6 4,5 3,4 4,2
Pengadaan Listrik dan Gas 3,3 6,4 5,9 7,8 1,7 0,8 0,6 0,6 7,5 6,2 4,9 3,1 1,6
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
4,5 5,2 5,3 6,0 5,1 7,3 8,4 7,4 5,4 4,1 2,4 2,7 4,4
Konstruksi 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 5,4 6,8 7,1 6,8 5,1 5,0 4,2 6,3
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
6,1 5,1 5,2 4,4 3,8 1,6 1,4 3,7 4,1 4,1 3,6 3,9 4,8
Transportasi dan Pergudangan 7,0 7,6 7,7 7,2 5,8 5,9 7,3 7,7 7,9 6,9 8,3 7,9 7,6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
6,4 6,4 5,8 4,6 3,3 3,7 4,4 5,7 5,7 5,0 4,7 4,5 4,7
Informasi dan Komunikasi 9,9 10,7 9,8 10,1 9,7 9,3 10,6 9,2 7,6 9,3 9,0 9,6 9,1
Jasa Keuangan dan Asuransi 3,6 5,5 1,9 7,9 8,6 2,6 10,4 12,8 9,3 13,6 9,0 4,2 5,7
Real Estat 4,7 4,9 5,1 5,3 4,5 4,3 4,1 3,5 4,9 4,8 4,0 3,6 3,7
Jasa Perusahaan 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 7,6 7,6 8,1 8,1 7,6 7,0 6,8 6,8
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
2,7 -2,5 2,4 6,8 4,7 6,3 1,3 6,3 4,6 4,4 3,8 0,3 0,6
Jasa Pendidikan 4,5 4,4 6,2 6,5 4,9 11,6 7,9 5,2 5,3 5,1 1,9 3,1 4,1
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
7,6 8,7 9,6 6,0 8,5 8,3 4,5 5,6 6,5 5,1 4,5 4,1 7,1
Jasa lainnya 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 8,1 8,1 8,2 7,9 7,9 7,7 7,7 8,0
PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,1 4,9 4,9 5,0 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 5,2 5,0 4,9 5,0
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan I tahun 2017, Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY), lebih
rendah dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang tumbuh
sebesar 5,7 persen (YoY), namun lebih tinggi dari triwulan
IV tahun 2016 yang sebesar 4,5 persen (YoY). Real estate
tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY), lebih rendah dari
triwulan I tahun 2016 yang sebesar 4,9 persen (YoY),
namun sedikit lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2016
yang tumbuh sebesar 3,6 persen (YoY).
Pada triwulan I tahun 2017, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum serta Real estate tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY) dan 3,7 persen (YoY).
50
Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 1,6 persen
(YoY), lebih rendah dari triwulan I dan triwulan IV tahun
2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 7,5 persen
(YoY) dan 3,1 persen (YoY). Pertambangan dan Penggalian
terkontraksi pada triwulan I tahun 2017, yaitu sebesar -
0,04 persen (YoY). Kinerja tersebut menurun
dibandingkan dengan triwulan I dan triwulan IV tahun
2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 1,2 persen
(YoY) dan 1,1 persen (YoY) yang disebabkan oleh
penurunan produksi gas alam, minyak mentah serta
konsentrat, termasuk tembaga dan emas dari Freeport
Indonesia maupun Amman Mineral Nusa Tenggara.
Jasa Pendidikan tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY) pada
triwulan I tahun 2017, lebih rendah dari triwulan I tahun
2016 yang tumbuh sebesar 5,3 persen (YoY), namun lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,1
persen (YoY). Sementara itu, Jasa Perusahaan tumbuh
sebesar 6,8 persen (YoY), tidak berubah dari triwulan
sebelumnya, namun lebih rendah dari triwulan I tahun
2016 yang tumbuh sebesar 8,1 persen (YoY). Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan sosial tumbuh
sebesar 0,6 persen (YoY), menurun signifikan
dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar
4,6 persen (YoY), namun meningkat dari triwulan IV tahun
2016 yang sebesar 0,3 persen (YoY).
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang
Melayani Rumah Tangga (LNPRT) merupakan komponen
dengan pertumbuhan tertinggi, yaitu tumbuh sebesar 8,0
persen (YoY). Meskipun demikian, kontribusinya tidak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kinerja ini
didorong oleh pelaksanaan pemilihan kepala daerah
(PILKADA) serentak di 101 daerah pada bulan Februari
2017 dan meningkatnya kegiatan lembaga bantuan sosial.
Dari sisi pengeluaran, Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) merupakan komponen dengan pertumbuhan tertinggi.
Jasa Pendidikan; Jasa Perusahaan; dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan sosial masing-masing tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY) dan 6,8 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017.
Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh lebih rendah, sementara itu Pertambangan dan Penggalian tumbuh terkontraksi pada triwulan I tahun 2017.
51
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang menjadi
sumber utama pertumbuhan ekonomi, tumbuh sebesar
4,9 persen (YoY). Kinerja tersebut sedikit lebih rendah dari
triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing
tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Makanan dan Minuman
selain Restoran serta Transportasi dan Komunikasi yang
merupakan komponen terbesar pertama dan kedua dari
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang tumbuh lebih
rendah pada triwulan I tahun 2017.
Tabel 18. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2017 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY)
JENIS PENGELUARAN 2014 2015 2016 2017
Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 5,1 5,1 5,0 5,0 5,0 4,9 5,0 5,1 5,0 5,0 4,9
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 5,8 -0,5 -8,1 -8,0 6,6 8,3 6,4 6,7 6,6 6,7 8,0
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 1,2 0,9 2,9 2,6 7,1 7,1 3,4 6,2 -2,9 -4,0 2,7
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 4,4 4,1 4,6 4,0 4,9 6,4 4,7 4,2 4,2 4,8 4,8
Ekspor Barang dan Jasa 4,9 -4,4 -0,7 -0,3 -0,9 -6,4 -3,3 -2,2 -5,6 4,2 8,0
Dikurangi Impor Barang dan Jasa 0,2 3,0 -2,6 -7,4 -6,6 -8,7 -5,1 -3,2 -3,7 2,8 5,0
PRODUK DOMESTIK BRUTO 4,9 5,0 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 5,2 5,0 4,9 5,0
Sumber : Badan Pusat Statistik Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar
4,8 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dari triwulan I tahun
2016 yang tumbuh sebesar 4,7 persen (YoY), namun tidak
berubah dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ini
dipengaruhi oleh konstruksi yang tumbuh sebesar 5,9
persen (YoY), lebih kecil dari triwulan I tahun 2016 yang
sebesar 6,8 persen, namun meningkat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY). Selain
itu, kendaran tumbuh positif sebesar 25,4 persen (YoY),
meningkat signifikan dari triwulan I tahun 2016 yang
tumbuh sebesar -0,2 persen (YoY) meskipun lebih kecil
dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 27,4
persen (YoY). Sementara itu, komponen Cultivated
Biological Resources (CBR) mengalami kontraksi secara
signifikan, yaitu sebesar -11,1 persen (YoY), dari yang
sebelumnya tumbuh sebesar 2,3 persen (YoY) dan 4,3
persen (YoY) pada triwulan I dan IV tahun 2016.
Pada triwulan I tahun 2017, PMTB tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dari triwulan I tahun 2016 yang sebesar 4,7 persen (YoY).
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang menjadi sumber utama pertumbuhan PDB tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY), dipengaruhi oleh Makanan dan Minuman, Selain Restoran serta Transportasi dan Komunikasi yang tumbuh lebih rendah.
52
Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada
triwulan I tahun 2017 sebesar 2,7 persen (YoY), lebih
rendah dari triwulan I tahun 2016 yang tumbuh sebesar
3,4 persen (YoY), namun meningkat signifikan dari
triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar -4,0
persen (YoY). Kinerja ini didorong oleh penyerapan
anggaran pada triwulan I tahun 2017 yang lebih baik dari
triwulan sebelumnya,yang didukung oleh peningkatan
belanja barang secara signifikan dan kenaikan bantuan
sosial.
Ekspor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 8,0 persen (YoY),
paling tinggi sejak triwulan I tahun 2014. Ekspor Barang
tumbuh signifikan yaitu sebesar 8,0 persen (YoY) dan
Ekspor Jasa tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY). Peningkatan
ini didorong oleh ekspor jasa yang meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara.
Impor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY),
paling tinggi sejak triwulan II tahun 2014 seiring dengan
membaiknya ekspor barang dan jasa. Impor Barang
meningkat signifikan menjadi sebesar 5,7 persen (YoY).
Impor Jasa tumbuh sebesar 0,4 persen (YoY), meningkat
signifikan dari triwulan I tahun 2016 yang sebesar 7,7
persen, namun relative lebih kecil dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,3 persen (YoY).
PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH
Pada triwulan I tahun 2017, seluruh pulau mengalami
pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan
ekonomi paling tinggi di Sulawesi dan Jawa. Rata-rata
pertumbuhan kedua pulau tersebut lebih tinggi
dibandingkan rata-rata pertumbuhan ke-34 provinsi.
Sementara itu, keempat wilayah yang lain rata-rata
pertumbuhannya lebih rendah.
Pada triwulan I tahun 2017, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Sulawesi dan Jawa.
Ekspor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 8,0 persen (YoY), paling tinggi untuk pertama kali sejak triwulan I tahun 2014.
Impor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), paling tinggi sejak triwulan II tahun 2014 seiring dengan membaiknya ekspor barang dan jasa.
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah tumbuh sebesar 2,7 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, setelah triwulan sebelumnya tumbuh negatif.
53
Pada triwulan I tahun 2017, Sulawesi rata-rata tumbuh
sebesar 6,9 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan
triwulan I tahun 2016 yang besarnya 7,8 persen (YoY),
namun sedikit lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2016
yang tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY). Rata-rata
pertumbuhan ekonomi di Jawa adalah sebesar 5,7 persen
(YoY), meningkat dari triwulan I dan triwulan IV tahun
2016 masing-masing sebesar 5,4 persen (YoY) dan 5,5
persen (YoY).
Sementara itu, rata-rata pertumbuhan ekonomi di
Kalimatan sebesar 4,9 persen (YoY), paling tinggi sejak
triwulan III tahun 2012. Maluku dan Papua rata-rata
tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY), meningkat
dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I tahun 2015
yang besarnya 2,0 persen (YoY), namun menurun
signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang
besarnya 14,7 persen (YoY).
Gambar 10. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2015 - Triwulan I Tahun 2017 (Persen)
Sumber : Badan Pusat Statistik
3,5 3,0 3,14,5 4,2 4,5 4,0 4,5 4,0
5,3 5,2 5,5 5,8 5,4 5,8 5,7 5,5 5,7
9,9 10,2
14,0
7,76,6 6,9
5,1 4,9
2,42,1 1,50,4
1,5 1,9 1,42,3
1,3
4,9
7,48,6 8,3 8,4 7,8 8,5
6,7 6,8 6,9
1,5
10,4
3,7
9,9
2,0
-1,0
13,614,7
4,2
-3
0
3
6
9
12
15
18
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2015 2016 2017
Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara
Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua
34 Provinsi
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sulawesi dan Jawa pada triwulan I tahun 2017, masing-masing adalah sebesar 6,9 persen (YoY) dan 5,7 persen (YoY).
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kalimatan serta Maluku dan Papua pada triwulan I tahun 2017, masing-masing adalah 4,9 persen (YoY) dan 4,2 persen (YoY).
54
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera pada
triwulan I tahun 2017 sebesar 4,0 persen (YoY), lebih
rendah dibandingkan triwulan I maupun triwulan IV tahun
2016 yang masing-masing besarnya 4,2 persen (YoY) dan
4,5 persen (YoY). Bali dan Nusa Tenggara tumbuh sebesar
2,4 persen (YoY), menurun cukup signifikan dibandingkan
triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang tumbuh
masing-masing sebesar 6,6 persen (YoY) dan 4,9 persen
(YoY).
Gambar 11. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada Triwulan I Tahun 2013 - Triwulan I Tahun 2017
Sumber : Badan Pusat Statistik
Perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB pada
triwulan I tahun 2017 mengalami perubahan meskipun
kontribusi terbesar terhadap PDB tetap didominasi Pulau
Jawa. Kontribusi Pulau Jawa meningkat sebesar 0,6 persen
dari triwulan sebelumnya, namun lebih kecil dibandingkan
triwulan I tahun 2016 yang besarnya 58,8 persen.
Kontribusi Sumatera, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara,
serta Maluku dan Papua menurun dari triwulan
sebelumnya, yaitu masing-masing menjadi sebesar 21,9
persen, 5,9 persen, 3,0 persen dan 2,3 persen terhadap
PDB pada triwulan I tahun 2017. Sementara itu, kontribusi
Kalimantan lebih tinggi pada triwulan I tahun 2017, yaitu
sebesar 8,3 persen.
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2013 2014 2015 2016 2017
Bali Nusra 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,8 2,9 3,0 3,0 3,0 3,1 3,1 3,1 3,1 3,2 3,1 3,0
Maluku dan Papua 2,4 2,1 2,3 2,6 2,3 2,2 2,4 2,3 2,3 2,4 2,3 2,4 2,3 2,3 2,5 2,6 2,3
Kalimantan 9,5 9,3 9,1 9,2 9,0 8,8 8,6 8,7 8,3 8,2 8,0 8,0 7,7 7,6 7,7 8,2 8,3
Sulawesi 5,3 5,5 5,6 5,5 5,4 5,5 5,7 5,8 5,7 5,9 6,0 6,0 5,9 6,1 6,1 6,1 5,9
Sumatera (RHS) 22,9 23,0 23,0 23,3 23,2 23,1 23,1 22,6 22,3 22,1 22,1 22,2 22,1 22,0 22,0 22,0 21,9
Jawa (RHS) 57,2 57,3 57,1 56,6 57,2 57,5 57,3 57,6 58,4 58,4 58,4 58,3 58,9 58,8 58,5 58,0 58,5
01020304050607080
0
2
4
6
8
10
12
14
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera serta Bali dan Nusa Tenggara relatif lebih rendah pada triwulan I tahun 2017.
Perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB pada triwulan I tahun 2017 mengalami perubahan meskipun kontribusi terbesar terhadap PDB tetap didominasi oleh Pulau Jawa.
55
Tiga provinsi penyumbang perekonomian terbesar di Jawa
adalah DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat dengan
proporsi terhadap PDB masing-masing sebesar 17,4
persen, 14,6 persen dan 12,9 persen. Pada triwulan I
tahun 2017, ekonomi DKI Jakarta tumbuh sebesar 6,5
persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan I tahun 2016 yang besarnya
5,7 persen (YoY) dan triwulan IV tahun 2016 yang
besarnya 5,5 persen (YoY). Kontribusi DKI Jakarta
terhadap perekonomian meningkat dibandingkan
triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang masing-masing
besarnya 17,3 persen dan 17,2 persen.
Penyumbang perekonomian terbesar di Sumatera
berturut-turut adalah Riau, Sumatera Utara dan Sumatera
Selatan dengan kontribusi terhadap perekonomian
nasional masing-masing sebesar 5,2 persen, 5,0 persen
dan 2,8 persen. Pada triwulan I tahun 2017, Kepulauan
Bangka Belitung merupakan provinsi dengan
pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu sebesar 6,4 persen
(YoY). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang
masing-masing besarnya 3,4 persen (YoY) dan 4,9 persen
(YoY). Adapun kontribusi Kepulauan Bangka Belitung
terhadap PDB sebesar 0,5 persen, relatif tidak berubah
sejak tahun 2010.
Kalimantan Timur merupakan kontributor terbesar bagi
perekonomian di Kalimantan dengan kontribusi sebesar
4,4 persen terhadap perekonomian nasional. Pada
triwulan I tahun 2017, Kalimantan Timur tumbuh sebesar
3,9 persen (YoY) setelah sejak triwulan I tahun 2014
tumbuh negatif. Hal ini mendorong meningkatnya
pertumbuhan ekonomi dan kontribusi Kalimantan secara
keseluruhan terhadap perekonomian nasional. Sementara
itu, Kalimantan Tengah merupakan provinsi dengan
pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 9,5 persen (YoY),
lebih tinggi dari triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang
tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY) dan 8,6 persen (YoY).
Kalimantan Timur tumbuh sebesar 3,9 persen (YoY) setelah triwulan sebelumnya tumbuh terkontraksi, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan kontribusi Kalimantan secara keseluruhan.
Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat merupakan kontributor perekonomian terbesar di Jawa.
Provinsi Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan merupakan kontributor perekonomian terbesar di Jawa.
56
Adapun kontribusi Kalimantan Tengah terhadap
perekonomian Indonesia sebesar 0,9 persen, relatif tidak
berubah sejak triwulan IV tahun 2015.
Sulawesi Tenggara tumbuh paling tinggi diantara provinsi
lain di Sulawesi yaitu sebesar 8,4 persen (YoY), lebih tinggi
dibandingkan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016 yang
masing-masing besarnya 5,5 persen (YoY) dan 7,7 persen
(YoY). Sementara itu, kontribusi provinsi Sulawesi
Tenggara relatif kecil dibandingkan kontribusi provinsi lain
di Sulawesi, yaitu sebesar 0,8 persen pada triwulan I tahun
2017, sedikit meningkat dari triwulan I tahun 2016 yang
besarnya 0,7 persen, namun relatif tidak berubah dari
triwulan sebelumnya. Kontributor terbesar dalam
perekonomian Sulawesi adalah Sulawesi Selatan, yaitu
sebesar 3,0 persen terhadap perekonomian.
Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan
pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa
Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 5,8 persen
pada triwulan I tahun 2017, terbesar dibandingkan
provinsi NTB dan NTT serta relatif tidak berbeda dengan
triwulan-triwulan sebelumnya.
Di wilayah Maluku dan Papua, Maluku Utara merupakan
provinsi yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu
sebesar 7,5 persen (YoY) pada triwulan I tahun 2017, lebih
tinggi dibandingkan triwulan I dan triwulan IV tahun 2016
yang masing-masing besarnya 5,2 persen (YoY) dan 6,5
persen (YoY). Kontribusi provinsi Maluku terhadap
perekonomian nasional sebesar 0,2 persen, relatif kecil
dan tidak berubah dibandingkan triwulan-triwulan
sebelumnya.
PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK
Perkembangan Harga Domestik
Sepanjang bulan Januari hingga Maret tahun 2016,
koefisien variasi harga antar waktu dari sepuluh
komoditas tertentu mencatatkan koefisien rata-rata
Provinsi Sulawesi Tenggara tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 8,4 persen (YoY).
Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 5,8 persen (YoY).
Maluku Utara merupakan provinsi dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan I tahun 2017.
57
sebesar 1,6 persen atau masih dibawah target maksimal
9,0 persen pada tahun 2017 seperti yang tertuang dalam
RPJMN 2015-2019. Komoditas Daging Ayam Ras
merupakan komoditas penyumbang koefisien variasi
harga antar waktu paling tinggi dengan koefisien sebesar
3,8 persen. Sementara itu, susu kental manis merupakan
komoditas dengan koefisien variasi antar waktu paling
rendah dengan mencatatkan koefisien sebesar 0,1 persen.
Tabel 19. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-Maret Tahun 2017
Komoditas Unit Jan-17 Feb-17 Mar-17 Standar Deviasi
Rata-rata Jan-Mar 17
Koef. Variasi
Beras Medium Rp/kg 10.729,0 10.713,0 10.552,0 97,9 10.664,7 0,9
Gula Pasir Rp/kg 13.893,0 13.800,0 13.823,0 48,4 13.838,7 0,4
Jagung Pipilan Rp/kg 7.071,0 7.011,0 7.107,0 48,5 7.063,0 0,7
Kedelai Impor Rp/kg 10.658,0 10.736,0 10.958,0 155,7 10.784,0 1,4
Tepung Terigu Rp/kg 10.052,0 9.995,0 10.637,0 355,3 10.228,0 3,5
Minyak Goreng Curah Rp/ltr 11.796,0 12.007,0 11.479,0 265,8 11.760,7 2,3
Susu kental Manis Rp/385gr 10.405,0 10.418,0 10.396,0 11,1 10.406,3 0,1
Daging Ayam Ras Rp/kg 31.619,0 29.549,0 29.760,0 1.139,1 30.309,3 3,8
Daging Sapi Rp/kg 115.032,0 115.548,0 114.775,0 393,7 115.118,3 0,3
Telur Ayam Ras Rp/kg 22.856,0 22.093,0 21.731,0 574,3 22.226,7 2,6
Rata-Rata 1,6
Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah
Sepanjang bulan Januari hingga Maret tahun 2017,
koefisien variasi harga antar wilayah dari sepuluh
komoditas tertentu mencatatkan koefisien rata-rata
sebesar 15,8 persen atau melebihi batas target maksimal
13,8 persen pada tahun 2017 seperti yang tertuang dalam
RPJMN 2015-2019. Pada bulan Februari mencatatkan
koefisien variasi harga antar wilayah tertinggi yaitu
sebesar 16,7 persen dibandingkan bulan lainnya.
Sementara itu, koefisien variasi harga antar wilayah paling
rendah dari sepuluh komoditas tertentu dicatatkan pada
bulan Januari yaitu sebesar 14,8 persen.
Sepanjang bulan Januari-
Maret tahun 2017
mencatatkan rata-rata
koefisien variasi harga
antar wilayah sebesar
15,8 persen.
Sepanjang bulan Januari-
Maret tahun 2017
mencatatkan rata-rata
koefisien variasi harga
antar waktu sebesar 1,6
persen.
58
Tabel 20. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-Maret Tahun 2017
Komoditas Jan-17 Feb-17 Mar-17
Beras Medium 12,9 12,6 14,1
Gula Pasir 8,3 8,1 8,8
Jagung Pipilan 24,0 24,5 25,9
Kedelai Impor 17,9 19,6 20,0
Tepung Terigu 16,8 27,7 20,0
Minyak Goreng Curah 9,1 9,3 9,4
Susu kental Manis 13,2 13,2 13,0
Daging Ayam Ras 15,2 14,5 17,6
Daging Sapi 12,7 19,6 11,3
Telur Ayam Ras 18,2 18,1 17,5
Rata-Rata Per Bulan 14,8 16,7 15,7
Rata-Rata Jan-Mar 2017 15,8
Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah
Indeks Harga Bahan Pokok Nasional
Sebagian besar harga bahan pokok nasional berfluktuatif
selama periode Januari-Maret tahun 2017 (Lampiran 5).
Penurunan harga cabai merah keriting dan cabai merah
biasa terjadi secara signifikan pada triwulan
I tahun 2017. Hal ini disebabkan oleh membaiknya kondisi
cuaca yang mendorong peningkatan pasokan cabai di
berbagai daerah sehingga mampu menurunkan harga
cabai baik cabai merah keriting maupun cabai merah biasa
(Gambar 12 dan Lampiran 5).
Gambar 12. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Bahan Makanan (Beras, Gula Pasir, Bawang Merah, dan Cabai)
Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah (Januari 2016=100)
80,0
130,0
180,0Beras Medium Gula Pasir Cabe Merah Keriting
Terjadi penurunan harga cabai merah keriting dan cabai merah biasa pada triwulan I tahun 2017.
59
INDEKS TENDENSI KONSUMEN
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan I tahun
2017 adalah sebesar 102,3 basis poin. Hal ini
menunjukkan peningkatan kondisi ekonomi masyarakat,
terutama didorong oleh meningkatnya volume konsumsi
rumah tangga dengan indeks sebesar 107,8. Daya beli
konsumen yang dilihat dari indeks pengaruh inflasi
terhadap pengeluaran rumah tangga yang besarnya 101,6
menunjukkan bahwa inflasi selama triwulan I tahun 2017
tidak terlalu berpengaruh terhadap pengeluaran rumah
tangga. Sementara itu, pendapatan rumah tangga tidak
mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu dengan
nilai sebesar 100,3.
Tabel 21. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2015 – Triwulan I Tahun 2017 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya
Variabel Pembentuk 2015 2016 2017
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Pendapatan rumah tangga 96,6 104,4 108,4 103,1 102,4 105,0 110,0 103,9 100,3
Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari
109,0 105,6 108,1 101,9 103,8 110,4 102,7 98,7 101,6
Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi)
100,7 105,6 111,6 103,0 102,8 111,9 111,0 103,8 107,8
Indeks Tendensi Konsumen 100,9 105,2 109,0 102,8 102,9 107,9 108,2 102,5 102,3
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan II tahun 2017 pertumbuhan ITK
diperkirakan meningkat 4,5 persen (YoY) menjadi sebesar
112,7 basis poin, lebih tinggi dari triwulan I tahun 2017
yang besarnya 102,3 basis poin. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat
diperkirakan akan membaik, dengan tingkat optimisme
masyarakat yang lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan I tahun 2017. Perkiraan membaiknya kondisi
ekonomi konsumen pada triwulan II tahun 2017 didorong
oleh perkiraan peningkatan pendapatan rumah tangga
yaitu dengan indeks sebesar 119,4, serta meningkatnya
Kondisi ekonomi dan tingkat optimisme masyarakat pada triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan.
Pada triwulan II tahun 2017 pertumbuhan ITK diperkirakan meningkat 4,5 persen (YoY) menjadi sebesar 112,7 basis poin.
60
rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan
pesta/hajatan dengan indeks sebesar 101,0.
Gambar 13. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik
*Data proyeksi
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN
Keyakinan konsumen pada bulan April 2017 meningkat,
tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan
Januari 2017 yang besarnya 123,7, paling tinggi sejak
bulan Maret 2015. Peningkatan ini didorong oleh persepsi
masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
perkiraan kondisi ekonomi selama enam bulan
mendatang yang meningkat, lebih tinggi dari bulan-bulan
sebelumnya.
Tabel 22. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Agustus 2016 – April 2017
KETERANGAN 2016 2017
Aug Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar April
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 113,3 110,0 116,8 115,9 115,4 115,3 117,1 121,5 123,7
Kenaikan (YoY) (persen) (RHS) 0,6 12,8 17,6 11,8 7,3 2,4 6,5 10,7 13,5
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) 97,2 96,0 103,2 102,8 102,9 104,2 105,2 108,7 112,1
Penghasilan saat ini 117,4 116,5 119,1 117,0 117,9 118,5 118,2 120,6 124,0
Ketersediaan lapangan kerja 79,0 79,5 89,0 87,8 88,6 88,8 90,5 95,1 98,8
Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama
95,3 92,1 101,6 103,5 102,1 105,4 106,9 110,3 113,4
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 129.5 124,0 130,4 129,0 128,0 126,4 129,1 134,4 135,4
Ekspektasi Penghasilan 142,0 138,9 140,5 141,4 141,2 142,9 140,8 144,1 145,4
Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja
111,1 104,7 114,5 110,5 110,4 111,3 117,0 123,1 122,2
Ekspektasi Kegiatan Usaha 135.3 128,3 136,2 135,0 132,3 125,1 129,4 136,0 138,5
Sumber: Bank Indonesia
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2*
2014 2015 2016 2017
Indeks Tendensi Konsumen 110,0 110,8 112,4 107,6 100,9 105,2 109,0 102,8 102,9 107,9 108,2 102,5 102,3 112,7
Kenaikan YoY (persen) (RHS) 5,1 2,6 0,4 -1,8 -8,3 -5,1 -3,0 -4,5 2,0 2,6 -0,7 -0,3 -0,6 4,5
-10,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
92,0
96,0
100,0
104,0
108,0
112,0
116,0
Keyakinan konsumen pada bulan April 2017 meningkat, menjadi yang paling tinggi sejak bulan Januari 2015.
61
Pada bulan Januari 2017, Indeks Kondisi Ekonomi (IKE)
mengalami peningkatan menjadi sebesar 112,1 yang
tertinggi sejak bulan Maret 2015. Peningkatan tersebut
didorong oleh meningkatnya seluruh komponen. Indeks
penghasilan saat ini dan ketersediaan lapangan kerja
bulan April 2017 adalah sebesar 124,0 dan 98,8 paling
tinggi sejak bulan April dan Maret 2015. Indeks ketepatan
waktu pembelian barang tahan lama saat ini dibandingkan
dengan enam bulan lalu juga menjadi yang tertinggi sejak
bulan Maret 2015, yaitu sebesar 113,4.
Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) mengalami peningkatan
sehingga menjadi yang paling tinggi sejak bulan Maret
2015, yaitu sebesar 135,4. Peningkatan tersebut didukung
oleh terus meningkatnya indeks ekspektasi penghasilan
dan kegiatan usaha menjadi sebesar 145,4 dan 138,5, atau
paling tinggi sejak Maret 2017. Sementara itu, indeks
ekpektasi ketersediaan lapangan kerja menjadi sebesar
122,2 sedikit menurun dari bulan sebelumnya yang
besarnya 123,1 namun relatif lebih tinggi dari bulan yang
lain sejak bulan Maret 2015.
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
Kondisi Bisnis Indonesia
Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan I tahun 2017
membaik dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai
ITB sebesar 103,42. Peningkatan terjadi di beberapa
lapangan usaha, kecuali penurunan yang terjadi di lima
lapangan usaha yakni Konstruksi, Transportasi dan
Pergudangan, Administrasi Pemrintahan, Pertanahan dan
Jaminan Sosial Wajib, Jasa Pendidikan dan Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial. Peningkatan kondisi bisnis tertinggi
terjadi di lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas
dengan nilai ITB sebesar 118,55, sedangkan peningkatan
kondisi bisnis terendah terjadi pada lapangan usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dengan nilai ITB
sebesar 101,06.
Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) mengalami peningkatan menjadi sebesar 112,1 yang tertinggi sejak bulan Maret 2015
Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) mengalami peningkatan sehingga menjadi yang paling tinggi sejak bulan Maret 2015.
Kondisi bisnis di Indonesia
pada triwulan IV tahun 2016
meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya.
62
Gambar 14. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 - Triwulan I Tahun 2017
Sumber: BPS, diolah
Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan)
dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (meningkat)dibanding
triwulan sebelumnya d. * = Angka perkiraan
Tabel 23. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV Tahun 2016
Variabel pembentuk ITB Trw I-2017
No Sektor dalam ITB ITB Trw IV-2016
ITB Trw I-2017
Pendapatan Usaha
Penggunaan Kapasitas Produksi/
Usaha
Rata-Rata Jam
Kerja
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
97,57 101,06 101,06 101,06 -
2 Pertambangan dan Penggalian 101,17 101,78 102,96 101,78 100,59
3 Industri Pengolahan 102,53 101,61 101,20 101,71 101,91
4 Pengadaan Listrik dan Gas 111,69 118,55 123,58 125,47 106,60
5 Pengadaaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
109,25 112,63 128,79 110,61 98,48
6 Konstruksi 106,99 95,38 99,08 96,62 90,46
7 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor
107,15 101,85 103,97 101,72 99,87
8 Transportasi dan Pergudangan 110,26 99,63 90,11 101,10 107,69
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
111,57 103,58 104,60 103,07 103,07
10 Informasi dan Komunikasi 108,82 104,58 101,25 110,63 101,88
11 Jasa Keuangan 109,82 127,31 142,17 132,53 107,23
12 Real Estate 109,53 103,86 108,70 101,45 101,45
94
96
98
100
102
104
106
108
110
112
I-2
01
2
II-2
01
2
III-
20
12
IV-2
01
2
I-2
01
3
II-2
01
3
III-
20
13
IV-2
01
3
I-2
01
4
II-2
01
4
III-
20
14
IV-2
01
4
I-2
01
5
II-2
01
5
III-
20
15
IV-2
01
5
I-2
01
6
II-2
01
6
III-
20
16
IV-2
01
6
I-2
01
7
II-2
01
7*
Ind
eks
Triwulan
63
No Sektor dalam ITB ITB Trw IV-2016
ITB Trw I-2017
Pendapatan Usaha
Penggunaan Kapasitas Produksi/
Usaha
Rata-Rata Jam
Kerja
13 Jasa Perusahaan 108,27 105,44 103,86 109,87 102,58
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
111,93 96,21 81,82 102,27 104,55
15 Jasa Pendidikan 112,17 96,97 95,45 96,10 99,35
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 110,68 92,00 91,00 98,00 87,00
17 Jasa Lainnya 110,78 103,54 102,27 103,79 104,55
Indeks Tendensi Bisnis 106,70 103,42 104,54 104,60 101,13
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan Industri Pengolahan
Gambar 15. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah
Grafik di atas menggambarkan pertumbuhan PDB
nasional dan industri manufaktur non migas tahun 2009-
hingga triwulan I tahun 2017. Pada triwulan I tahun 2017,
nilai tambah sektor industri manufaktur non migas
mencapai Rp583 triliun (Harga Berlaku) dengan
pertumbuhan mencapai angka 4,7 persen (YoY), lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I tahun 2016
(4,5 persen), namun masih berada di bawah
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,0 persen,
sehingga mengakibatkan turunnya kontribusi sektor
industri pengolahan nonmigas terhadap perekonomian
nasional, dari 18,5 persen pada triwulan I tahun 2016
menjadi sebesar 18,1 persen pada triwulan I tahun 2017.
4,70
6,38 6,17 6,035,58
4,98 4,885,02 5,01
1,69
3,82
7,466,98
5,45
5,615,05
4,424,71
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Pertumbuhan PDB Nasional Industri Manufaktur Non-migas
Pada tahun 2017, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai Rp583 triliun dan tumbuh sebesar 4,71 persen (YoY).
64
Gambar 16. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan I Tahun 2017 (YoY, persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah
Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan setiap
subsektor industri manufaktur non migas pada triwulan I
tahun 2017. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
subsektor kimia farmasi; makanan dan minuman; dan
karet dan barang dari karet yang tumbuh sebesar 8,3
persen, 8,2 persen, dan 7,5 persen. Subsektor karet
kembali mengalami pertumbuhan yang positif setelah
selama empat triwulan pada tahun 2016 mengalami
pertumbuhan yang negatif. Membaiknya harga karet
pada awal tahun 2017, bahkan sempat mencapai USD
2,2/kg yang merupakan harga terbaik dalam tiga tahun
terakhir, mampu meningkatkan ekspor dan membuat
pertumbuhan yang positif.
-2,96
-2,19
-0,39
0,03
2,55
2,72
2,89
3,46
3,74
3,86
4,65
7,41
7,52
8,15
8,34
4,71
Industri Logam Dasar
Industri Kayu dll
Industri Pengolahan Lainnya
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
Industri Barang Logam dll
Industri Alat Angkutan
Industri Pengolahan Tembakau
Industri Mesin dan Perlengkapan
Industri Barang Galian bukan Logam
Industri Furnitur
Industri Kertas dll
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
Industri Makanan dan Minuman
Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional
SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NON MIGAS
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri kimia dan farmasi, makanan minuman, dan karet masing-masing sebesar 8,3; 8,2; 7,5 persen
65
Sama halnya dengan subsektor karet, pertumbuhan
subsektor kimia dan farmasi pada triwulan ini juga
didorong oleh pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi
untuk produk kimia organik dan berbagai produk kimia
yang masing-masing mencapai 67,5 persen dan 46,3
persen.
Terdapat tiga subsektor yang mengalami kontraksi yaitu
industri pengolahan lainnya (-0,4 persen), industri kayu (-
2,2 persen) dan industri logam dasar (-3,0 persen).
Menurut Indonesia Iron and Steel Industry Association
(IISIA), dominasi produk baja impor dari Tiongkok yang
memiliki harga yang lebih murah dan kebijakan
penurunan harga gas yang baru mencapai 15 perusahaan
dari 115 perusahaan membuat industri logam dasar
kehilangan daya saingnya di dalam negeri. Menurut
Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia
(HIMKI), ketersediaan bahan baku yang tidak pasti
membuat industri kayu dalam negeri tidak mampu
memenuhi pesanan yang ada. Pembuatan terminal kayu
untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang sesuai
untuk industri dalam negeri dapat menjadi solusi bagi
subsektor kayu.
Gambar 17. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas pada Triwulan I Tahun 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah
2,56
0,800,30 0,29
0,290,47
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
Makanan &Minum
Kimia Farmasi Karet Alat Angkut Barang Logam Lainnya MANUFAKTURNon-MIGAS
4,71
66
Grafik di atas menunjukkan dekomposisi pertumbuhan
industri manufaktur non migas pada triwulan I tahun
2017. Subsektor industri makanan dan minuman masih
menjadi subsektor dengan kontribusi terbesar bagi
sektor industri manufaktur non migas dengan kontribusi
sebesar 54 persen. Besarnya pengeluaran masyarakat
untuk makanan yaitu sebesar 44,6 persen untuk
masyarakat perkotaan dan 55,8 persen untuk masyarakat
perdesaan (Susenas, 2016), menjadi pendorong besarnya
pertumbuhan industri makanan minuman di Indonesia.
Besarnya kontribusi dari subsektor makanan dan
minuman menjadi salah indikator jika industri
manufaktur di Indonesia sangat mengandalkan konsumsi
domestik.
Komposisi pertumbuhan industri pengolahan non migas
mengalami perubahan pada triwulan I tahun 2017
dibandingkan dengan triwulan I tahun 2016. Jika
sebelumnya, penyumbang terbesar kedua adalah
subsektor barang logam dan alat angkut, pada triwulan ini
subsektor kimia dan farmasi serta karet menjadi
penyumbang pertumbuhan terbesar kedua dan ketiga.
Hal tersebut sejalan dengan tiga subsektor yang
mengalami pertumbuhan terbesar pada triwulan ini.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kenaikan
ekspor menjadi penyebab pertumbuhan subsektor karet
dan kimia dan farmasi. Secara khusus, kenaikan ekspor
karet lebih disebabkan oleh pengaturan output karet di
pasar internasional oleh tiga negara produsen karet
terbesar, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Meskipun
demikian, solusi pengaturan output tersebut lebih
bersifat sebagai solusi jangka pendek yang ditunjukkan
dengan penurunan kembali harga karet internasional di
bulan April 2017.
Subsektor industri makanan dan minuman masih menjadi penyumbang utama pertumbuhan sektor industri manufaktur.
67
Gambar 18. Ekspor Produk Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik 2017, diolah
Nilai ekspor produk industri pada triwulan I tahun 2017
mencapai USD30,6 miliar. Jumlah tersebut meningkat
sebesar 19,9 persen dibandingkan triwulan I tahun 2016
(YoY). Berdasarkan data Kementerian Perdagangan,
ekspor Besi dan Baja pada triwulan I tahun 2017
merupakan komoditas yang mengalami pertumbuhan
ekspor tertinggi (97,1 persen), diikuti oleh karet (73,2
persen), kimia organik (67,5 persen), minyak sawit (61,6
persen), dan berbagai produk kimia (46,3 persen).
Gambar 19. Tenaga Kerja Sektor Industri
Sumber: BPS, diolah
19,9
-20,0-15,0-10,0-5,00,05,010,015,020,025,030,0
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016 2017
Ekspor Produk Industri (juta USD, sb. kiri)
Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb. kanan, y-on-y)
16,57
3,8
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
Feb-10 Feb-11 Feb-12 Feb-13 Feb-14 Feb-15 Feb-16 Feb-17
Jumlah tenaga kerja sektor industri (Juta orang, sb. kiri)
Pertumbuhan jumlah tenaga kerja sektor industri (persen, sb. kanan, y-on-y)
Nilai ekspor produk industri Indonesia Triwulan I 2017 mencapai USD30,6 miliar.
68
Jumlah tenaga kerja di sektor industri pada bulan Februari
2017 sebesar 16,6 juta atau meningkat 3,8 persen
dibandingkan bulan Februari tahun sebelumnya. Selain
itu, pertumbuhan tenaga kerja industri sebesar 3,8
persen pada Februari 2017 lebih besar dibandingkan
dengan rata-rata pertumbuhan tenaga kerja industri
selama 8 tahun terakhir yang hanya mencapai 3 persen
per tahun.
Gambar 20. Upah Tenaga Kerja Sektor Industri
Sumber: BPS, diolah
Pada tahun 2016, rata-rata upah di sektor manufaktur
sebesar 2,3 juta per bulan, dengan kenaikan sebesar 27,4
persen dari tahun 2015. Pertumbuhan tersebut lebih
tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan upah
di sektor manufaktur selama sembilan tahun terakhir
yang hanya sebesar 11,3 persen. Kenaikan harga upah
tenaga kerja ini patut mendapatkan perhatian lebih
lanjut, dikarenakan akan mengurangi daya saing industri
apabila tidak diikuti dengan kenaikan produktifitas.
Data Penjualan Komoditas Industri Utama
Untuk mengetahui kondisi pembangunan, daya beli
masyarakat Indonesia, dan kondisi sektor sektor industri
secara keseluruhan, data penjualan mobil, motor, dan
semen merupakan indikator dapat menggambarkan
kondisi tersebut. Data penjualan mobil dan motor
merupakan indikator untuk mengetahui kondisi daya beli
masyarakat kelas menengah atas dan kelas menengah
bawah. Sedangkan data penjualan semen merupakan
1.679.1111.792.416
2.284.115
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
Dec-08 Dec-09 Dec-10 Dec-11 Dec-12 Dec-13 Dec-14 Dec-15 Dec-16
Rerata Upah Sektor Manufaktur (Rp. per bulan)
Tenaga kerja sektor industri mencapai 16,6 juta
Pertumbuhan upah sektor manufaktur tahun 2016 mencapai 27,4 persen.
69
indikator yang digunakan untuk menunjukkan kondisi
pembangunan konstruksi di Indonesia.
Gambar 21. Penjualan Mobil Triwulan I Tahun 2017
Sumber: GAIKINDO 2016, diolah
Penjualan mobil pada triwulan I tahun 2017 mencapai
283.245 unit atau tumbuh sebesar 6,0 persen
dibandingkan triwulan I tahun 2016. Pertumbuhan positif
ini disebabkan oleh daya beli masyarakat kelas menengah
atas yang kembali stabil. Selain itu, peluncuran tipe
kendaraan baru membuat masyarakat tertarik untuk
melakukan pembelian mobil.
Gambar 22. Penjualan Motor Triwulan Tahun I 2017
Sumber: GAIKINDO dan ASTRA 2016, diolah
283.245
6,0
-25
-15
-5
5
15
050.000
100.000150.000200.000250.000300.000350.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016 2017
Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri) Pertumbuhan Penjualan Mobil (persen, sb. kanan, y-on-y)
1.401.538
-7
-35
-25
-15
-5
5
15
25
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016 2017
Penjualan Sepeda Motor (Unit, sb. kiri)
Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor (persen, sb. kanan, y-on-y)
Penjualan mobil di Triwulan I tahun 2017 ini mencapai 283.245 unit atau naik sebesar 6,0 persen dibandingkan triwulan I tahun 2016.
70
Penjualan motor pada awal tahun 2017 masih mengalami
pertumbuhan negatif. Secara absolut, penjualan motor
pada triwulan I tahun 2017 mencapai 1,4 juta unit,
menurun 6,8 persen dibandingkan dengan penjualan pada
triwulan I tahun 2016 lalu yang mencapai 1,5 juta unit.
Selama 11 triwulan berturut-turut penjualan sepeda
motor mengalami penuruna, antara lain disebabkan oleh
stagnasi dari daya beli masyarakat berpenghasilan
menengah. Penurunan penjualan sepeda motor
menunjukkan tren yang mengkhawatirkan apabila tren ini
berlanjut secara berkelanjutan.
Gambar 23. Penjualan Semen Triwulan I Tahun 2017 (Ton)
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2016, diolah
Penjualan semen pada triwulan I tahun 2017 sebesar 14,7
juta ton, tumbuh sebesar 0,5 persen (YoY) yang
dipengaruhi oleh masih belum terealisasinya
pembangunan proyek infrastruktur pemerintah, seperti
pembangunan pembangkit listrik, serta masih lesunya
sektor properti.
14,75
0,5
-10
-5
0
5
10
15
,02,04,06,08,0
10,012,014,016,018,020,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016 2017
Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri)
Pertumbuhan Penjualan Semen (persen, sb. kanan, y-on-y)
Penjualan motor pada triwulan I mencapai angka 1,4 juta unit atau mengalami penurunan sebesar 6,8 persen (YoY).
Penjualan semen di triwulan I tahun 2017 mencapai angka 14,7 juta ton.
71
Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri
Gambar 24. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan I 2017
Sumber: Bank Indonesia 2017, diolah
Nilai outstanding loan untuk modal kerja per akhir Maret
2017 adalah sebesar Rp505 triliun dan nilai outstanding
loan untuk kredit investasi adalah sebesar Rp234 triliun.
Pertumbuhan nilai outstanding loan kredit modal kerja
dan investasi antara Maret 2016 dan Maret 2017
meningkat sebesar 1,7 dan 7,2 persen.
Sementara itu, nilai suku bunga untuk kredit modal kerja
dan investasi adalah 11,19 dan 11,05 persen. Meskipun
terus mengalami penurunan, masih banya pelaku industri
yang mengeluhkan jika suku bunga kredit di Indonesia
masih terlalu tinggi dan memberatkan pelaku usaha. Para
pelaku industri masih berharap jika suku bunga kredit bisa
turun menjadi satu digit. Namun, menurut beberapa
pakar hal tersebut masih akan sulit dicapai pada tahun ini.
Beberapa hal yang menjadi penyebabnya adalah BI 7 Days
Repo Rate diperkirakan akan stagnan pada tahun ini dan
pada likuditias perbankan di Triwulan II nanti akan
mengetat dikarenakan ada perebutan dana pihak ketiga
akibat Ramadhan dan Idul Fitri.
11,19
11,05
10,0
10,5
11,0
11,5
12,0
12,5
13,0
150
250
350
450
550
650
Jan Mar Mei Jul Sept Nov Jan Mar Mei Juli Sept Nov Jan Mar
2015 2016 2017Posisi Kredit Modal Kerja Sektor Industri (Triliun Rp, sk. kiri)Posisi Kredit Investasi Sektor Industri (Triliun Rp, sb. kiri)Bunga Kredit Modal Kerja Bank Umum (%, sb. kanan)Bunga Kredit Investasi Bank Umum (%, sb. kanan)
Outstanding Kredit untuk sektor industri masih mengalami pertumbuhan positif dan suku bunga kredit. terus menurun.
72
Manufacturing Purchasing Manager Index
Gambar 25. Prompt Manufacturing Index Indonesia
Sumber: Bloomberg, diolah
Secara rata-rata, nilai PMI Indonesia selama triwulan I
tahun 2017 sebesar 50,1 tetapi pada bulan Maret tahun
2017 nilai PMI melebihi 51 basis poin yang menunjukkan
tren ekspansi yang berlanjut mengikuti siklus tren
menyambut bulan Ramadhan yang akan terjadi bulan Mei
ini.
46,0
48,0
50,0
52,0
Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr
Prompt Manufacturing Index (PMI)
Angka PMI yang berada di atas 50 menunjukkan jika perusahaan masih menunjukkan keinginannya untuk melakukan ekspansi.
43
73
74
75
KEUANGAN NEGARA
PENDAPATAN NEGARA
Realisasi penerimaan perpajakan per triwulan I 2017
mencapai Rp237,7 triliun atau 15,9 persen dari target
APBN, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 (13,2
persen). Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh realisasi
pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan yang salah
satunya adalah dari uang tebusan Tax Amnesty periode
terakhir (Januari-Maret 2017) yang mencapai Rp11,2
triliun (Gambar 26).
Tingginya realisasi penerimaan perpajakan juga diikuti
realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
meningkat. Realisasi PNBP triwulan I 2017 mencapai
Rp57,4 triliun atau 22,9 persen dari target APBN. Angka
ini lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2016 (15,7
persen APBN) (Tabel 26).
Tabel 24. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2011 – 2017 (triliun rupiah)
Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015 2016*
Q1-2016 Q1-2017
Nominal % APBN Nominal %
APBN
Perpajakan 873,9 980,5 1.077,3 1.146,9 1.240,4 1.283,6 204,5 13,2 237,7 15,9
PNBP 331,5 351,8 354,8 398,6 255,6 262,4 42,9 15,7 57,4 22,9
Hibah 5,3 5,8 6,8 5,0 12,0 5,8 0,1 4,7 - 1,0
TOTAL 1.210,6 1.338,1 1.438,9 1.550,5 1.508,0 1.551,8 247,5 13,6 295,1 16,9
*Realisasi sementara Sumber: Kementerian Keuangan
Gambar 26. Penerimaan Perpajakan dan Uang Tebusan, 2016 – 2017 (Kumulatif)
Sumber: Kementerian Keuangan
Rp132,5 T
Rp204,5 T
Rp
14
1,4
T
Rp
23
7,7
TRp1,3 T
Rp11,2 T
Feb-16 Mar-16 Feb-17 Mar-17
Penerimaan Perpajakan Tebusan
Realisasi penerimaan perpajakan triwulan I 2017 menunjukan kinerja positif, salah satunya didorong oleh penerimaan uang tebusan dari program Tax Amnesty.
Seperti halnya penerimaan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menunjukan kinerja yang positif.
76
BELANJA PEMERINTAH
Realisasi belanja negara selama triwulan I 2017 mencapai
Rp400,0 triliun atau 19,2 persen APBN. Angka ini meningkat
2,3 persen dari realisasi triwulan I 2016. Perubahan
mekanisme pembayaran oleh BUN secara online menjadi
salah satu faktor peningkatan tersebut. Berdasarkan realisasi
triwulan I 2017, proporsi belanja pemerintah pusat sedikit
lebih tinggi dengan proporsi 51,2 persen terhadap total
realisasi. Kondisi ini berbeda dibandingkan triwulan I 2016,
dimana proporsi transfer ke daerah dan dana desa yang lebih
besar (Gambar 27).
Gambar 27. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, 2016-2017 (Kumulatif)
Sumber: Kementerian Keuangan
Upaya pemerintah dalam mengurangi belanja kurang
produktif, tercermin dari realisasi belanja subsidi selama
triwulan I 2017 yang mencapai sebesar Rp12,3 triliun.
Secara nominal, realisasi tersebut tergolong rendah
dibandingkan realisasi belanja pemerintah pusat lainnya
(Gambar 28). Sedangkan secara proporsinya terhadap
APBN, realisasi subsidi triwulan I tahun 2016 lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2017. Sementara itu, proporsi
belanja modal terhadap APBN mengalami peningkatan
pada triwulan I tahun 2017 (Gambar 29).
Rp110,0 TRp193,5 T
Rp102,8 TRp204,8 T
Rp133,0 T
Rp197,4 T
Rp122,7 T
Rp195,2 T
Feb-16 Mar-16 Feb-17 Mar-17
Pemerintah Pusat Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Realisasi belanja subsidi selama triwulan I 2017 lebih rendah dibandingkan realisasi pada triwulan I 2016. Di sisi lain, realisasi belanja modal mengalami peningkatan.
Realisasi belanja negara triwulan I 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2016.
77
Gambar 28. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat 2017
Sumber: Kementerian Keuangan
Gambar 29. Proporsi Belanja Modal dan Subsidi, Maret 2016 dan Maret 2017 (% APBN)
Belanja Modal Belanja Subsidi
Sumber: Kementerian Keuangan
Selama triwulan I 2017, realisasi Dana Perimbangan
mencapai Rp190,8 triliun. Dari realisasi tersebut, Dana
Alokasi Umum (DAU) masih menjadi komponen terbesar
dengan realisasi sebesar Rp133 triliun atau 32,4 persen
dari target APBN. Sementara itu, realisasi DAK mengalami
penurunan dibandingkan dua komponen Dana
Perimbangan lainnya (Tabel 25).
DAU masih mendominasi realisasi Dana Perimbangan selama triwulan I 2017. Sementara itu, realisasi DAK mengalami penurunan.
5,1% 6,1%
11,6% 7,7%
Mar-17 Mar-16
78
Tabel 25. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, Tahun 2011-2016 (triliun rupiah)
Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015 2016* Q1-2016 Q1-2017
Nominal %
APBN Nominal
% APBN
Dana Perimbangan 347,2 411,1 430,4 477,1 485,8 640,4 190,2 27,2 190,8 28,2
Dana Bagi Hasil 96,9 111,3 88,5 103,9 78,1 90,5 25,6 24,1 30,0 32,3
Dana Alokasi Umum 225,5 273,8 311,1 341,2 352,9 385,4 127,5 33,1 133,0 32,4
Dana Alokasi Khusus 24,8 25,9 30,8 31,9 54,9 164,5 37,2 17,8 27,8 16,0
Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
10,4 12,0 13,6 16,6 17,7 18,8 0,1 0,5 0,1 0,6
Dana Insentif Daerah 1,4 1,4 1,4 1,4 1,7 5,0 - - 4,3 56,9
Dana Desa - - - - 20,8 46,7 7,1 15,0 - -
TOTAL 359,1 424,4 445,3 495,0 525,9 710,9 197,4 25,6 195,2 25,5
*Realisasi sementara Sumber: Kementerian Keuangan
PEMBIAYAAN PEMERINTAH
Realisasi defisit anggaran triwulan I tahun 2017 yang
mencapai Rp104,9 triliun atau 0,77 persen PDB lebih
rendah dari realisasi defisit anggaran pada triwulan I
tahun 2016 mencapai Rp143,4 triliun atau 1,15 persen
PDB (Gambar 30).
Gambar 30. Perkembangan Realisasi Defisit APBN, Maret 2016 dan Maret 2017
Sumber: Kementerian Keuangan
Dengan penurunan defisit anggaran, maka realisasi
pembiayaan selama triwulan I tahun 2017 juga mengalami
penurunan. Hingga triwulan I tahun 2017, realisasi
pembiayaan mencapai Rp187,9 triliun, turun 6,2 persen
dari realisasi triwulan I tahun 2016. Dari realisasi tersebut,
pembiayaan utang mendominasi dengan proporsi hampir
100 persen (Tabel 26).
Rp(143,4) T
Rp(104,9) T
(1,15)
(0,77)
Mar-16 Mar-17
Rp triliun % PDB
Realisasi defisit anggaran triwulan I 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan I 2016.
Realisasi pembiayaan mengalami penurunan, dengan didominasi pembiayaan dari utang.
79
Tabel 26. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN Triwulan I 2016 dan 2017 (Rp triliun)
Jenis Pembiayan
Triwulan I-16 Triwulan I -17
Nominal % APBN Nominal % APBN
Utang 198,4 1,1 186,6 2,0
Investasi - - - -
Pinjaman 1,7 0,0 1,2 0,0
Penjaminan - - - -
Lainnya 0,1 0,0 0,1 0,0
TOTAL 200,2 1,1 187,9 2,1
Sumber: Kementerian Keuangan
Posisi Utang Pemerintah
Hingga Maret 2017, total utang Pemerintah Pusat
mencapai Rp3.649,8 triliun, atau sekitar 26,6 persen PDB,
lebih rendah dibandingkan realisasi akhir tahun 2016 (28,0
persen PDB). Dari realisasi tersebut, sekitar 80 persen
total utang Pemerintah Pusat didominasi oleh SBN
(Gambar 31).
Gambar 31. Posisi Utang Pemerintah Pusat 2011-2017 (Rp triliun)
* menggunakan angka PDB pada APBN 2017
Sumber: Kementerian Keuangan
Realisasi pembayaran pokok dan bunga selama triwulan I
2017 mencapai Rp152,7 triliun atau 29,7 persen dari pagu
APBN 2017. Utang dalam negeri masih mendominasi
pembayaran pokok dan bunga dengan proporsi sekitar 75
persen dari total (Tabel 27).
Rp1.978 TRp2.375 T Rp2.609 T
Rp3.165 T Rp3.469 T Rp3.650 T
23,0
24,9 24,7
27,4 28,0 26,6
2012 2013 2014 2015 2016 Mar-17*
Utang Pemerintah Pusat Rasio Utang ( % PDB)
Realisasi rasio utang
Pemerintah Pusat hingga
akhir Maret 2017
menurun jika
dibandingkan akhir tahun.
Utang dalam negeri masih
mendominasi pembayaran
pokok dan bunga selama
triwulan I 2017.
80
Tabel 27. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat 2011 – 2017 (Rp triliun)
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
APBN Q1
Luar Negeri 62,4 81,4 89,4 135,6 123,9 130,9 152,4 38,2
Pokok 38,4 51,1 57,2 96,4 78,9 81,2 96,2 22,8
Bunga 24,0 30,4 32,2 39,2 45,0 49,6 56,2 15,4
Dalam Negeri 145,5 192,9 183,7 234,9 258,4 374,5 362,1 114,4
Pokok 86,3 122,4 103,2 140,6 147,4 241,4 197,1 64,7
Bunga 59,2 70,5 80,5 94,2 111,0 133,1 165,0 49,7
TOTAL 207,9 274,4 273,1 370,5 382,3 505,4 514,5 152,7
Sumber: Kementerian Keuangan
Surat Berharga Negara (SBN)
Hingga Maret 2017, kepemilikan asing pada SBN mencapai
Rp723,2 triliun atau 38,2 persen dari total SBN rupiah yang
diperdagangkan. Selain didorong proyeksi ekonomi
Indonesia yang cukup kondusif, peningkatan kepemilikan
SBN oleh investor asing juga dipengaruhi oleh
ketidakpastian kebijakan ekonomi AS di bawah Presiden
Donald Trump, serta stance kebijakan the Fed yang
cenderung berhati-hati (Tabel 28).
Tabel 28. Posisi Kepemilikan SBN Rupiah yang Diperdagangkan, Tahun 2011 – 2016 (triliun Rupiah)
2011 2012 2013 2014 2015 2016 Mar-17
Nominal % Kepemilikan
Bank 265,0 299,7 335,4 375,6 350,1 399,5 495,9 26,2
Institusi Pemerintah 7,8 3,1 44,4 41,6 148,9 134,3 70,6 3,7
Nonbank 450,8 517,5 615,4 792,8 962,9 1.239,6 1.324,6 70,0
Reksadana 47,2 43,2 42,5 45,8 61,6 85,7 89,3 4,7
Asuransi 93,1 83,4 129,6 150,6 171,6 238,2 249,5 13,2
Asing 222,9 270,5 323,8 461,4 558,5 665,8 723,2 38,2
Dana Pensiun 34,4 56,5 39,5 43,3 49,8 87,3 86,5 4,6
Individu 32,5 30,4 42,5 57,8 66,2 3,5
Lain lain 53,2 64,9 47,6 61,3 78,8 104,8 109,8 5,8
Total 723,6 820,3 995,3 1.210,0 1.461,8 1.773,3 1.891,0 100,0
Sumber : Kementerian Keuangan
Minat investor asing terhadap SBN cukup tinggi.
81
Peningkatan kepemilikan SBN oleh asing terutama terjadi
pada SBN bertenor jangka pendek. Hingga Maret 2017,
proporsi SBN bertenor lebih dari 5 (lima) tahun yang
dimiliki asing mencapai 76,1 persen, meningkat
dibandingkan posisi pada akhir 2016 (73,4 persen)
(Gambar 32).
Gambar 32. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN)
Sumber : Kementerian Keuangan
Pinjaman Luar Negeri
Hingga Maret 2017, Jepang dan Bank Dunia masih
menjadi kreditur utama pinjaman luar negeri Indonesia,
dengan nilai pinjaman masing-masing Rp200,1 triliun dan
Rp235,1 triliun. Kedua angka tersebut meningkat
dibanding posisi akhir tahun 2016 (Tabel 29).
Tabel 29. Posisi Pinjaman Luar Negeri berdasarkan Kreditur (Rp Triliun)
NEGARA/KELOMPOK 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Mar-17
Negara 406.8 384.3 423.5 381.8 390.8 356.3 360.0
a Jepang 280.6 256.2 255.0 213.4 216.2 197.0 200.1
b Perancis 23.8 24.1 31.5 32.0 33.7 32.4 31.4
c Jerman 20.4 20.1 24.2 22.0 23.0 25.3 25.2
d Korsel 7.0 6.6 12.2 15.2 19.8 19.0 19.7
e AS 16.1 15.2 19.9 19.9 21.2 19.0 19.1
11,9 7,8 5,2 4,73,2 3,5
5,3
8,22,8 5,4 3,7 1,3 5,4 1,9
16,8
16,5 12,9 15,2 11,8
17,816,7
24,9
27,8 32,0 33,639,0
37,436,9
38,245,0 44,5 42,8 44,7
36,0 39,2
2011 2012 2013 2014 2015 2016 Mar-17
< 1 1 - 2 2 - 5 5 - 10 > 10
Kepemilikan asing masih didominasi oleh SBN bertenor di atas 5 tahun.
Jepang dan Bank Dunia masih menjadi kreditur utama pinjaman luar negeri Indonesia.
82
NEGARA/KELOMPOK 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Mar-17
f Tiongkok 8.0 7.6 10.8 11.6 13.0 12.5 13.4
g Rusia 1.4 1.4 8.0 8.5 9.4 7.5 7.3
h Australia 8.5 8.0 9.2 8.3 8.1 7.1 7.2
i Spanyol 4.1 3.8 4.6 4.2 4.0 3.5 3.4
j Inggris 7.4 7.0 7.6 5.8 4.7 3.4 3.4
k Lainnya 29.6 34.3 40.6 40.9 37.8 29.7 29.7
Multilateral 213.0 230.1 288.3 292.3 360.0 369.0 370.8
a Bank Dunia 108.7 122.5 163.8 175.0 221.8 231.4 235.1
b ADB 97.9 100.4 114.6 107.4 127.0 125.1 123.0
c IDB 4.2 5.1 7.2 7.4 8.6 9.9 9.9
d IFAD 1.2 1.3 1.8 1.9 2.1 2.2 2.2
e EIB 0.5 0.6 0.6 0.5 0.4 0.3 0.3
f NIB 0.4 0.3 0.3 0.3 0.2 0.2 0.2
g AIIB
0.2
Suppliers 0.5 0.4 0.4 0.2 0.2 0.1 0.8
TOTAL 620.3 614.8 712.2 674.3 751.1 725.4 731.6
Sumber : Kementerian Keuangan
83
84
85
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun
2017 mengalami suplus sebesar USD4,5 miliar, meningkat
signifikan dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang
mengalami defisit sebesar USD0,3 miliar, namun relatif
tidak berubah dari triwulan sebelumnya. Kinerja ini
didukung oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial
yang meningkat signifikan sehingga dapat menutup defisit
neraca transaksi berjalan yang juga meningkat.
Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I tahun 2017
meningkat menjadi sebesar USD2,4 miliar dari triwulan
sebelumnya yang sebesar USD2,1 miliar. Defisit tersebut
jauh lebih kecil dibandingkan triwulan I tahun 2016 yang
sebesar USD4,7 miliar. Sementara itu, neraca transaksi
modal dan finansial mengalami surplus sebesar USD7,9
miliar. Surplus tersebut meningkat dibandingkan surplus
pada triwulan I dan IV tahun 2016 yang masing-masing
sebesar USD4,2 miliar dan USD7,6 miliar.
Gambar 33. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD)
Sumber: Bank Indonesia
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016 2017
Transaksi Berjalan -4,9 -9,6 -7,0 -6,0 -4,3 -4,3 -4,2 -4,7 -4,7 -5,1 -5,0 -2,1 -2,4
Transaksi Modal dan Finansial 6,5 14,3 14,6 9,5 5,6 2,0 0,1 9,2 4,2 6,8 9,8 7,6 7,9
Neraca Keseluruhan 2,1 4,3 6,5 2,4 1,3 -2,9 -4,6 5,1 -0,3 2,2 5,7 4,5 4,5
Posisi Cadangan Devisa 102,6 107,7 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7 116,4 121,8
90,0
95,0
100,0
105,0
110,0
115,0
120,0
125,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2017 mengalami suplus sebesar USD4,5 miliar.
Defisit neraca transaksi berjalan melebar menjadi sebesar USD2,4 miliar, sementara itu neraca transaksi modal dan finansial mengalami peningkatan surplus menjadi sebesar USD7,6 miliar.
86
Tabel 30. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2015 – Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD)
2015 2016 2017
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
I. Transaksi Berjalan -4,3 -4,3 -4,2 -4,7 -4,7 -5,1 -5,0 -2,1 -2,4
A. Barang 3,2 4,4 4,2 2,2 2,6 3,8 3,9 5,1 5,6
Ekspor 38,0 39,9 36,2 35,0 33,0 36,3 34,9 40,2 40,8
Impor -34,8 -35,6 -31,9 -32,8 -30,4 -32,5 -31,0 -35,1 -35,1
1. Barang Dagangan Umum 2,8 4,1 4,2 2,3 2,3 3,5 3,7 5,3 5,5
- Ekspor, fob. 37,6 39,6 35,8 34,7 32,7 36,0 34,6 39,8 40,4
- Impor, fob. -34,8 -35,6 -31,7 -32,4 -30,3 -32,5 -30,8 -34,6 -34,9
a. Nonmigas 3,9 5,9 6,2 3,0 3,2 5,0 5,0 6,4 7,7
- Ekspor, fob 33,1 34,7 32,0 30,7 29,8 32,8 31,3 36,3 36,5
- Impor, fob -29,1 -28,8 -25,9 -27,7 -26,6 -27,8 -26,3 -29,9 -28,8
b. Migas -1,1 -1,9 -2,0 -0,7 -0,9 -1,4 -1,3 -1,1 -2,2
- Ekspor, fob 4,5 4,9 3,8 4,0 2,9 3,2 3,3 3,5 3,9
- Impor, fob -5,6 -6,8 -5,8 -4,7 -3,8 -4,7 -4,6 -4,7 -6,1
2. Barang Lainnya 0,4 0,3 0,1 -0,1 0,3 0,2 0,2 -0,2 0,2
- Ekspor, fob. 0,4 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3
- Impor, fob. 0,0 0,0 -0,3 -0,4 0,0 -0,1 -0,1 -0,6 -0,2
B. Jasa - jasa -1,8 -2,8 -2,3 -1,8 -1,1 -2,4 -1,5 -2,0 -1,3
C. Pendapatan Primer -7,1 -7,2 -7,5 -6,6 -7,4 -7,7 -8,4 -6,1 -7,5
D. Pendapatan Sekunder 1,4 1,4 1,3 1,4 1,3 1,2 1,0 0,9 0,8
II . Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
III . Transaksi Finansial 5,6 2,0 0,1 9,2 4,2 6,8 9,8 7,6 7,9
1. Investasi Langsung 2,3 4,0 1,6 2,8 2,9 3,3 6,5 3,3 2,5
2. Investasi Portofolio 8,5 5,5 -2,2 4,3 4,4 8,3 6,5 -0,3 6,5
3. Derivatif Finansial 0,1 0,0 0,2 -0,3 0,0 0,0 0,0 0,1 -0,1
4. Investasi Lainnya -5,3 -7,5 0,4 2,3 -3,1 -4,7 -3,3 4,5 -1,0
IV. Total (I + II + III ) 1,3 -2,3 -4,2 4,5 -0,4 1,6 4,8 5,5 5,5
V. Selisih Perhitungan Bersih 0,0 -0,6 -0,4 0,6 0,2 0,5 0,9 -1,0 -0,9
VI . Neraca Keseluruhan (IV + V) 1,3 -2,9 -4,6 5,1 -0,3 2,2 5,7 4,5 4,5
Posisi Cadangan Devisa 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7 116,4 121,8
Dalam Bulan Impor dan Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah
6,6 6,8 6,8 7,4 7,7 8,0 8,5 8,4 8,6
87
Sumber: Bank Indonesia
2015 2016 2017
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Transaksi Berjalan (% PDB) -2,0 -2,0 -2,0 -2,2 -2,1 -2,2 -2,0 -0,9 -1,0
TRANSAKSI BERJALAN
Perkembangan Ekspor
Gambar 34. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Maret 2017
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai total ekspor Indonesia pada triwulan I tahun 2017
sebesar USD40.607,0 juta, mengalami kenaikan sebesar
20,8 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama
triwulan I tahun 2016. Nilai ekspor pada Februari tahun
2017 terendah sepanjang triwulan I yakni sebesar
USD12.613,5 juta. Sementara itu kinerja ekspor nonmigas
mengalami kenaikan sebesar 21,6 persen pada triwulan I
tahun 2017. Kinerja ekspor nonmigas berdasarkan sektor
pada triwulan I tahun 2017 ditopang oleh sektor produk
industri sebesar USD30.571,6 juta dengan proporsi 75,3
persen dari total nilai ekspor nonmigas.
Nilai total ekspor
Indonesia pada
triwulan I tahun 2017
sebesar USD40.607,0
juta dengan
pertumbuhan positif
sebesar 20,8 persen.
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
Vo
lum
e (
Juta
Kg)
Nila
i (U
SD J
uta
)
Volume Nilai
88
Tabel 31. Perkembangan Ekspor Triwulan I Tahun 2017
Komoditas Jan-17 Feb-17 Mar-17 Q1 2016 Q1 2017*
Nilai Ekspor (USD Juta) 13.401,7 12.613,5 14.591,8 33.602,7 40.607,0
Migas 1.271,6 1.198,1 1.480,4 3.460,6 3.950,2
Minyak Mentah 380,3 407,6 613,1 1.402,9 1.401,0
Hasil Minyak 163,8 93,9 150,3 203,5 408,1
Gas 727,5 696,6 717,0 1.854,2 2.141,1
Non Migas 12.130,1 11.415,4 13.111,4 30.142,1 36.656,8
Pertanian 280,5 282,5 292,1 696,1 855,1
Industri 9.882,8 9.784,9 10.903,9 25.491,6 30.571,6
Pertambangan dan Lainnya 1.966,8 1.348,0 1.915,3 3.954,4 5.230,1
Pertumbuhan Ekspor** (%) 27,9 11,5 23,6 -6,2 20,8
Migas 14,8 7,6 19,5 -39,3 14,1
Minyak Mentah 6,4 -14,5 7,8 -24,6 -0,1
Hasil Minyak 91,6 69,6 139,7 -66,5 100,5
Gas 9,4 19,8 18,0 -42,7 15,5
Non Migas 29,4 11,9 24,0 -9,6 21,6
Pertanian 11,8 30,5 27,7 -47,2 22,8
Industri 26,5 12,4 21,5 -5,0 19,9
Pertambangan 50,6 5,5 39,8 -23,8 32,3
Proporsi Ekspor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Migas 9,5 9,5 10,1 9,4 9,7
Minyak Mentah 2,8 3,2 4,2 3,8 3,5
Hasil Minyak 1,2 0,7 1,0 0,6 1,0
Gas 5,4 5,5 4,9 5,1 5,3
Non Migas 90,5 90,5 89,9 82,3 90,3
Pertanian 2,1 2,2 2,0 1,9 2,1
Industri 73,7 77,6 74,7 69,6 75,3
Pertambangan 14,7 10,7 13,1 10,8 12,9
Sumber Pertumbuhan (%) 27,9 11,5 23,6 -6,2 20,8
Migas 1,4 0,7 2,0 -3,7 1,4
Minyak Mentah 0,2 -0,5 0,3 -0,9 0,0
Hasil Minyak 1,1 0,5 1,4 -0,4 1,0
Gas 0,5 1,1 0,9 -2,2 0,8
Non Migas 26,6 10,8 21,6 -7,9 19,5
Pertanian 0,2 0,7 0,6 -0,9 0,5
Industri 19,5 9,6 16,1 -3,5 15,0
Pertambangan 7,4 0,6 5,2 -2,6 4,2
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Keterangan (**): pertumbuhan year-on-year (YoY)
89
Pada triwulan I tahun 2017 nilai ekspor nonmigas Indonesia
untuk komoditas Bahan bakar mineral (HS-27) merupakan
komoditas dengan nilai ekspor terbesar yang mencapai
USD4.935,8 juta dan juga merupakan komoditas ekspor
nonmigas dengan proporsi terbesar yaitu 13,5 persen
terhadap total ekspor. Komoditas ekspor nonmigas yang
memiliki kinerja positif pada triwulan I tahun 2017 adalah
Karet dan barang dari karet (HS-40), Bahan bakar mineral
(HS-27), dan Berbagai produk kimia (HS-38) yang secara
berturut-turut mencatatkan pertumbuhan sebesar 73,2
persen; 49,6 persen dan 46,3 persen. Selanjutnya
komoditas dengan nilai pertumbuhan negatif terbesar
adalah Bijih, kerak dan abu logam (HS-26) yaitu 29,9 persen
(YoY), yang diikuti oleh Produk industri farmasi (HS-30) yaitu
sebesar 3,8 persen.
Tabel 32. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan I Tahun 2017
HS Komoditas Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi YoY (%)
Q1 2015 Q1 2016 Q1 2017* Q1 2016 Q1 2017* Q1 2016 Q1 2017*
27 Bahan bakar mineral 3.514,5 3.298,6 4.935,8 -6,1 49,6 10,9 13,5
40 Karet dan Barang dari Karet 1.330,5 1.236,5 2.141,1 -7,1 73,2 4,1 5,8
85 Mesin/peralatan listrik 2.106,1 1.985,8 2.038,9 -5,7 2,7 6,6 5,6
38 Berbagai produk kimia 650,6 689,7 1.009,2 6,0 46,3 2,3 2,8
47 Bubur kayu/Pulp 412,8 414,7 469,6 0,5 13,2 1,4 1,3
26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 642,1 660,9 463,3 2,9 -29,9 2,2 1,3
16 Daging dan Ikan Olahan 248,9 234,0 223,9 -6,0 -4,3 0,8 0,6
33 Minyak atsiri, Kosmetik wangi-wangian
157,7 156,9 183,6 -0,5 17,0 0,5 0,5
23 Ampas/Sisa Industri Makanan 151,9 134,3 159,9 -11,6 19,1 0,4 0,4
30 Produk industri farmasi 166,1 136,8 131,6 -17,6 -3,8 0,5 0,4
Total 10 Golongan Barang 9.381,3 8.948,2 11.757,0 -4,6 31,4 29,7 32,1
Total Lainnya 21.529,5 21.193,9 24.899,8 -1,6 17,5 70,3 67,9
Total Ekspor Nonmigas 30.910,8 30.142,1 36.656,8 -2,5 21,6 100,0 100,0
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Total volume ekspor nonmigas Indonesia pada triwulan I
tahun 2017 adalah sebesar 117.770,8 juta kg dan
mengalami kenaikan sebesar 7,8 persen (YoY). Komoditas
dengan volume ekspor terbesar pada pada triwulan I tahun
2017 adalah Bahan Bakar Mineral (HS-27) dengan volume
93.111,6 juta kg dan menyumbang proporsi 79,1 persen
Total volume ekspor
nonmigas Indonesia pada
triwulan I tahun 2017
adalah sebesar 117.770,8
juta kg.
Komoditas Bahan bakar
Mineral (HS-27) dan Karet
dan barang dari karet (HS-
40) merupakan komoditas
dengan pertumbuhan
positif terbesar yaitu
sebesar 49,6 persen dan
73,2 persen.
90
terhadap total volume ekspor nonmigas. Selanjutnya
komoditas dengan volume dan proporsi terbesar kedua
adalah Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) dengan
volume 7.864,8 juta kg dan menyumbang proporsi 6,7
persen terhadap total volume ekspor nonmigas Indonesia.
Dilihat dari pertumbuhannya, Bahan kimia organik (HS-29)
pada triwulan I tahun 2017 mencatatkan peningkatan
pertumbuhan sebesar 30,8 persen (YoY). Sementara itu,
Kayu, Barang dari Kayu (HS-44) merupakan barang ekspor
nonmigas dengan pertumbuhan volume ekspor paling kecil
jika dibandingkan sembilan komoditas lainnya dengan
pertumbuhan sebesar 1,0 persen (YoY).
Tabel 33. Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan I Tahun 2017
HS Komoditas Volume Ekspor (Juta kg) Pertumbuhan YoY
(%) Proporsi (%)
Q1 2015 Q1 2016 Q1 2017* Q1 2016
Q1 2017*
Q1 2016
Q1 2017* 27 Bahan bakar mineral 98.178,6 87.473,5 93.111,6 -10,9 6,4 80,1 79,1
15 Lemak & minyak hewan/nabati
6.627,0 6.629,4 7.864,8 0,0 18,6 6,1 6,7
25 Garam, Belerang, Kapur 2.970,4 1.979,8 2.282,8 -33,3 15,3 1,8 1,9
44 Kayu, Barang dari Kayu 1.561,0 1.379,2 1.393,1 -11,6 1,0 1,3 1,2
23 Ampas/Sisa Industri Makanan
1.260,5 1.138,9 1.330,1 -9,6 16,8 1,0 1,1
48 Kertas/Karton 1.043,8 1.008,1 1.131,7 -3,4 12,3 0,9 1,0
47 Bubur kayu/Pulp 872,6 861,2 1.007,6 -1,3 17,0 0,8 0,9
40 Karet dan Barang dari Karet
754,6 771,7 988,8 2,3 28,1 0,7 0,8
38 Berbagai produk kimia 724,7 889,4 924,7 22,7 4,0 0,8 0,8
29 Bahan kimia organik 610,1 571,0 747,0 -6,4 30,8 0,5 0,6 Total 10 Golongan Barang 114.603,3 102.702,2 110.782,0 -10,4 7,9 94,1 94,1 Total Lainnya 6.025,0 6.496,8 6.988,8 7,8 7,6 5,9 5,9
Total Ekspor Nonmigas 120.628,3 109.199,0 117.770,8 -9,5 7,8 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara
Pada triwulan I tahun 2017 Tiongkok merupakan negara
tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia dengan nilai
sebesar USD4.689,4 juta. Sementara itu pada posisi kedua
negara tujuan ekspor Indonesia adalah Amerika Serikat
dengan nilai sebesar USD4.287,5 juta. Secara keseluruhan
perkembangan ekspor nonmigas ke-5 (lima) negara tujuan
utama pada triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan
sebesar 21,6 persen (YoY). Tiongkok juga merupakan negara
Perkembangan ekspor
nonmigas ke-5 (lima)
negara tujuan utama
pada triwulan I tahun
2017 naik sebesar 27,3
persen (YoY).
91
tujuan ekspor nonmigas yang mencatatkan pertumbuhan
tertinggi yaitu sebesar 65,1 persen.
Tabel 34. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Triwulan I Tahun 2017
Negara Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%)
Q1 15 Q1 16 Q1 17* Q1 16 Q1 17* Q1 16 Q1 17*
Tiongkok 3.132,6 2.840,1 4.689,4 -9,3 65,1 9,4 12,8
Amerika Serikat 3.779,7 3.628,5 4.287,5 -4,0 18,2 12,0 11,7
India 2.955,4 2.116,2 3.406,3 -28,4 61,0 7,0 9,3
Jepang 3.443,8 3.227,0 3.368,4 -6,3 4,4 10,7 9,2
Singapura 2.300,9 2.212,9 2.104,1 -3,8 -4,9 7,3 5,7
Total 5 Negara 15.612,4 14.024,8 17.855,7 -10,2 27,3 46,5 48,7
Total Lainnya 17.738,1 16.117,3 18.801,1 -9,1 16,7 53,5 51,3
Total Ekspor Nonmigas 33.350,5 30.142,1 36.656,8 -9,6 21,6 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): angka sementara
Perkembangan Impor
Gambar 35. Nilai dan Volume Impor Hingga Maret 2017
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Pada triwulan I tahun 2017 nilai impor Indonesia secara
total adalah sebesar USD36.680,2 juta atau meningkat
sebesar 14,8 persen (YoY). Peningkatan nilai impor tersebut
disumbang oleh peningkatan impor migas sebesar 68,4
persen dan impor nonmigas sebesar 7,4 persen.
Berdasarkan golongan penggunaan barang, impor barang
baku merupakan komoditas dengan nilai impor terbesar
pada triwulan I tahun 2017, yaitu sebesar USD27.735,2 juta,
02.0004.0006.0008.00010.00012.00014.00016.00018.000
02.0004.0006.0008.000
10.00012.00014.00016.00018.000
Vo
lum
e (
Juta
Kg)
Nila
i (U
SD J
uta
)
Volume Nilai
Pada akhir triwulan I
tahun 2017 total impor
Indonesia adalah sebesar
USD36.680,2 juta
dengan pertumbuhan
negatif sebesar 14,8
persen.
92
diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi
dengan nilai berturut-turut sebesar USD5.631,5 dan
USD3.313,5 juta. Dilihat dari sumbangannya impor bahan
baku memberikan sumbangan terbesar terhadap impor
nonmigas Indonesia sebesar 75,6 persen diikuti oleh barang
modal dan barang konsumsi sebesar 15,4 persen dan 9,0
persen. Impor barang konsumsi mengalami peningkatan
sebesar 4,8 persen, begitu juga impor barang modal dan
bahan baku mengalami peningkatan berturut-turut sebesar
6,5 persen dan 18,1 persen (YoY).
Tabel 35. Perkembangan Impor Triwulan I Tahun 2017
Komoditas Jan-17 Feb-17 Mar-17 Q1 2016 Q1 2017*
Nilai Impor (USD Juta) 11968,4 11.354,0 13.357,8 31.944,3 36.680,2
Barang Konsumsi 1006,4 889,4 1.407,1 3.163,2 3.313,5
Bahan Baku 9045,7 8.761,4 9.927,2 23.494,2 27.735,2
Barang Modal 1916,3 1.703,2 2.023,5 5.286,9 5.631,5
Migas 1828,0 2.473,1 2.261,9 3.896,9 6.563,1
Minyak Mentah 293,1 708,0 649,5 1.341,2 1.650,7
Hasil Minyak 1318,4 1.517,2 1.331,7 2.159,7 4.167,3
Gas 216,5 247,9 280,7 396,0 745,1
Non Migas 10.140,4 8.880,9 11.095,9 28.047,4 30.117,1
Pertumbuhan Impor** (%) 14,3 11,6 18,2 -13,0 14,8
Barang Konsumsi -13,3 -11,3 42,6 24,5 4,8
Bahan Baku 20,7 19,1 15,2 -15,2 18,1
Barang Modal 5,9 -5,4 19,0 -18,4 6,5
Migas 49,7 120,2 -51,6 -36,1 68,4
Minyak Mentah -25,6 117,8 -70,4 -31,3 23,1
Hasil Minyak 92,4 120,2 -35,1 -41,1 93,0
Gas 51,9 127,4 -34,2 -18,5 88,2
Non Migas 9,7 -1,9 15,5 -8,4 7,4
Proporsi Impor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Barang Konsumsi 8,4 7,8 10,5 9,9 9,0
Bahan Baku 75,6 77,2 74,3 73,5 75,6
Barang Modal 16,0 15,0 15,1 16,6 15,4
Migas 15,3 21,8 16,9 12,2 17,9
Minyak Mentah 2,4 6,2 4,9 4,2 4,5
Hasil Minyak 11,0 13,4 10,0 6,8 11,4
Gas 1,8 2,2 2,1 1,2 2,0
Non Migas 84,7 78,2 83,1 87,8 82,1
93
Komoditas Jan-17 Feb-17 Mar-17 Q1 2016 Q1 2017*
Sumber Pertumbuhan (%) 14,3 11,6 18,2 -13,0 14,8
Barang Konsumsi -1,1 -0,9 4,5 2,4 0,4
Bahan Baku 15,6 14,7 11,3 -11,2 13,6
Barang Modal 0,9 -0,8 2,9 -3,0 1,0
Migas 7,6 26,2 -8,7 -4,4 12,2
Minyak Mentah -0,6 7,3 -3,4 -1,3 1,0
Hasil Minyak 10,2 16,1 -3,5 -2,8 10,6
Gas 0,9 2,8 -0,7 -0,2 1,8
Non Migas 8,2 -1,5 12,8 -7,4 6,1
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara Keterangan (**): pertumbuhan year-on-year (YoY)
Pertumbuhan impor nonmigas pada triwulan I tahun 2017
(YoY) mengalami peningkatan sebesar 7,4 persen
disebabkan oleh adanya peningkatan impor diberbagai
komoditas diantaranya peningkatan impor Kapal laut dan
bangunan terapung (HS-89) sebesar 122,7 persen dengan
proporsi 1,4 persen dari nilai total impor nonmigas;
peningkatan impor Mesin dan Peralatan Listrik (HS-85)
sebesar 10,7 persen dengan proporsi 13,0 persen; serta
peningkatan Plastik dan Barang dari Plastik (HS-39) sebesar
13,9 persen dengan proporsi 6,1 persen.
Tabel 36. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan I Tahun 2017
HS Komoditas Nilai Impor (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%)
Q1 2016 Q1 2017* Q1 2016 Q1 2017* Q1 2016 Q1 2017*
84 Mesin dan Peralatan Mekanik 5.086,6 5.113,2 -13,0 0,5 18,1 17,0
85 Mesin dan Peralatan Listik 3.544,5 3.924,6 -9,1 10,7 12,6 13,0
39 Plastik dan Barang dari Plastik 1.618,2 1.842,6 -6,1 13,9 5,8 6,1
72 Besi dan Baja 1.420,9 1.628,5 -29,4 14,6 5,1 5,4
10 Serealia 1.219,1 585,9 51,2 -51,9 4,3 1,9
73 Benda-benda dari Besi dan Baja 723,2 583,7 -26,4 -19,3 2,6 1,9
12 Biji-bijian berminyak 300,4 427,9 -18,2 42,4 1,1 1,4
89 Kapal Laut dan Bangunan Terapung
185,2 412,3 -19,7 122,7 0,7 1,4
88 Kapal Terbang dan Bagiannya 193,4 215,3 58,1 11,3 0,7 0,7
49 Buku dan Barang Cetakan 37,8 41,1 52,0 8,7 0,1 0,1 Total 10 Golongan Barang 14.329,3 14.775,1 -10,5 3,1 51,1 49,1
Barang Lainnya 13.718,1 15.342,0 -6,0 11,8 48,9 50,9 Total Impor Nonmigas 28.047,4 30.117,1 -8,4 7,4 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara
Pertumbuhan impor
nonmigas pada triwulan I
tahun 2017 mengalami
penurunan sebesar 7,4
persen (YoY).
94
Nilai impor nonmigas yang berasal dari 5 (lima) negara
utama asal impor pada triwulan I tahun 2017 mengalami
peningkatan sebesar 9,6 persen (YoY). Negara utama asal
impor nonmigas terbesar Indonesia adalah Tiongkok
dimana pada triwulan I tahun 2017 nilai impor nonmigas
dari Tiongkok sebesar USD7.754,6 juta, mengalami
peningkatan pertumbuhan sebesar 8,8 persen. Sementara
itu nilai impor nonmigas Indonesia yang berasal dari negara-
negara di kawasan ASEAN pada triwulan I tahun 2017
sebesar USD6.286,7 juta dan menyumbangkan proporsi
sebesar 20,9 persen terhadap total impor nonmigas
Indonesia.
Tabel 37. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Triwulan I Tahun 2017
Negara Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%)
Q1 15 Q1 16 Q1 17* Q1 16 Q1 17* Q1 16 Q1 17*
Tiongkok 7.453,1 7.129,6 7.754,6 -4,3 8,8 25,4 25,7
Jepang 3.709,5 3.008,1 3.415,4 -18,9 13,5 10,7 11,3
Thailand 2.131,8 2.384,2 2.152,0 11,8 -9,7 8,5 7,1
Korea Selatan 1.774,8 1.442,3 1.926,7 -18,7 33,6 5,1 6,4
Amerika Serikat 1.819,6 1.618,6 1.830,4 -11,0 13,1 5,8 6,1
Total 5 Negara 16.888,8 15.582,8 17.079,1 -7,7 9,6 55,6 56,7
Total ASEAN 6.470,1 6.383,7 6.286,7 -1,3 -1,5 22,8 20,9
Total Uni Eropa 2.802,0 2.718,4 2.845,3 -3,0 4,7 9,7 9,4
Total Lainnya 4.467,9 3.362,5 3.906,0 -24,7 16,2 12,0 13,0
Total Ekspor Nonmigas 30.628,8 28.047,4 30.117,1 -8,4 7,4 100,0 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): angka sementara
Perkembangan Neraca Perdagangan
Neraca Perdagangan Barang
Pada triwulan I tahun 2017 Neraca Perdagangan total
Indonesia surplus sebesar USD3.926,8 juta yang
disumbangkan dari surplus pada neraca perdagangan
nonmigas sebesar USD6.539,7 juta, sementara neraca
perdagangan migas tercatat defisit sebesar USD2.612,9 juta.
Sehingga pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia
triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 136,8
persen (YoY).
Neraca perdagangan
total Indonesia pada
triwulan I tahun 2017
mengalami surplus
sebesar USD3.926,8 juta.
Nilai impor nonmigas
dari 5 (lima) negara
utama asal impor
Indonesia pada triwulan I
tahun 2017 mengalami
peningkatan sebesar 9,6
persen (YoY).
95
Tabel 38. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan I Tahun 2017
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jan-17 Feb-17 Mar-17* Q1 2016 Q1
2017* Feb-17
Mar-17*
Q1 2017
* Ekspor Total (Juta USD) 13.401,7
12.613,5
14.591,8 33.602,6 40.607,0
-5,9 15,7 20,8
Ekspor Migas 1.271,6 1.198,1 1.480,4 3.460,6 3.950,2 -5,8 23,6 14,1
Ekspor Non Migas 12.130,1
11.415,4
13.111,4 30.142,0 36.656,8
-5,9 14,9 21,6
Impor Total (Juta USD) 11.968,4
11.354,0
13.357,8 31.944,30
36.680,2
-5,1 17,6 14,8
Impor Migas 1.828,1 2.473,1 2.261,9 3.896,9 6.563,1 35,3 -8,5 68,4
Impor Non Migas 10.140,3
8.880,9 11.095,9 28.047,4 30.117,1
-12,4 24,9 7,4
Neraca Perdagangan (Juta USD)
1.433,3 1.259,5 1.234,0 1.658,3 3.926,8 -12,1 -2,0 136,8
Migas -556,5 -1.275,0 -781,5 -436,3 -2.612,9 129,1 -38,7
498,9
Non Migas 1.989,8 2.534,5 2.015,5 2.094,6 6.539,7 27,4 -20,5
212,2
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): angka sementara
Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok pada triwulan I
tahun 2017 mengalami defisit USD2.675,8 juta, hal itu
disebabkan oleh defisit pada neraca perdagangan sektor
nonmigas sebesar USD3.065,1 juta, yang lebih besar dari
surplus sektor migas sebesar USD389,3 juta.
Tabel 39. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Triwulan I Tahun 2017
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jan-17 Feb-17 Mar-17* Q1 2016 Q1 2017* Feb-17 Mar-17*
Q1 2017*
Ekspor Total (Juta USD) 1.701,8 1.456,9 2.005,8 3.347,4 5.164,5 -14,4 37,7 54,3
Ekspor Migas 151,8 99,4 223,8 1.581,8 475,0 -34,5 125,1 -70,0
Ekspor Non Migas 1.549,9 1.357,5 1.782,1 2.840,1 4.689,5 -12,4 31,3 65,1
Impor Total (Juta USD) 2.943,7 2.012,1 2.884,5 7.157,8 7.840,3 -31,6 43,4 9,5
Impor Migas 31,1 47,4 7,2 28,2 85,7 52,6 -84,7 204,2
Impor Non Migas 2.912,6 1.964,7 2.877,3 7.129,6 7.754,6 -32,5 46,4 8,8
Neraca Perdagangan (Juta USD) -1.241,9 -555,2 -878,7 -3.810,4 -2.675,8 -55,3 58,3 -29,8
Migas 120,8 52,0 216,6 1.553,7 389,3 -56,9 316,2 -74,9
Non Migas -1.362,7 -607,3 -1.095,2 -4.289,5 -3.065,1 -55,4 80,4 -28,5
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): angka sementara
Neraca perdagangan Indonesia-Jepang pada triwulan I
tahun 2017 mengalami surplus sebesar USD2.547,5 juta.
Hal ini disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan
sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar
USD90,4 juta dan USD2.457,1 juta.
Neraca perdagangan
Indonesia-Tiongkok pada
triwulan I tahun 2017
mengalami defisit.
Neraca perdagangan
Indonesia-Jepang pada
triwulan I tahun 2017
mengalami surplus.
96
Tabel 40. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Triwulan I Tahun 2017
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jan-17 Feb-17 Mar-17* Q1 2016 Q1 2017* Feb-17 Mar-17* Q1 2017*
Ekspor Total (Juta USD) 1.478,6 1.396,6 1.546,5 4.002,2 4.421,7 -5,5 10,7 10,5
Ekspor Migas 52,6 40,7 40,9 373,7 134,2 -22,7 0,6 -64,1
Ekspor Non Migas 1.426,0 1.355,9 1.505,6 3.628,5 4.287,5 -4,9 11,0 18,2
Impor Total (Juta USD) 620,5 605,8 647,8 1.621,5 1.874,2 -2,4 6,9 15,6
Impor Migas 1,6 15,7 26,5 2,9 43,8 893,1 68,3 1.410,9
Impor Non Migas 618,9 590,1 621,4 1.618,6 1.830,4 -4,7 5,3 13,1
Neraca Perdagangan (Juta USD)
858,1 790,8 898,7 2.380,7 2.547,5 -7,8 13,6 7,0
Migas 51,0 24,9 14,5 370,8 90,4 -51,1 -42,0 -75,6
Non Migas 807,0 765,8 884,2 2.009,9 2.457,1 -5,1 15,5 22,2
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): angka sementara
Neraca perdagangan Indonesia-Amerika Serikat selama
triwulan I tahun 2017 mengalami surplus sebesar USD731,6
juta. Hal itu disebabkan oleh surplus pada sektor migas
sebesar USD778,5 juta yang lebih besar dari defisit pada
sektor nonmigas sebesar USD47,0 juta.
Tabel 41. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Triwulan I Tahun 2017
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jan-17 Feb-17 Mar-17*
Q1 2016
Q1 2017*
Feb-17
Mar-17*
Q1 2017*
Ekspor Total (Juta USD) 1.413,0 1.185,4 1.555,5 5.489,9 4.153,8 -16,1 31,2 -24,3
Ekspor Migas 253,4 241,1 290,9 2.262,9 785,4 -4,9 20,7 -65,3
Ekspor Non Migas 1.159,5 944,3 1.264,6 3.227,0 3.368,4 -18,6 33,9 4,4
Impor Total (Juta USD) 1.028,1 1.133,5 1.260,6 3.015,7 3.422,2 10,2 11,2 13,5
Impor Migas 2,0 3,3 1,5 7,6 6,9 62,1 -54,1 -9,7
Impor Non Migas 1.026,1 1.130,2 1.259,1 3.008,1 3.415,4 10,1 11,4 13,5
Neraca Perdagangan (Juta USD) 384,8 51,9 294,9 2.474,3 731,6 -86,5 468,1 -70,4
Migas 251,4 237,8 289,4 2.255,3 778,5 -5,4 21,7 -65,5
Non Migas 133,4 -185,9 5, 5 218,9 -47,0 -239,3 -103,0 -121,4
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): angka sementara
Perdagangan Indonesia-India selama triwulan I tahun 2017
mengalami surplus yaitu sebesar USD2.444,8 juta. Surplus
ini disumbangkan oleh surplus pada neraca perdagangan
sektor nonmigas sebesar USD2.502,0 juta yang lebih besar
dari defisit sektor migas USD57,1 juta.
Neraca perdagangan
Indonesia-India pada
triwulan I tahun 2017
mengalami surplus.
Neraca perdagangan
Indonesia-AS pada
triwulan I tahun 2017
mengalami surplus.
97
Tabel 42. Neraca Perdagangan Indonesia-India Triwulan I Tahun 2017
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jan-17 Feb-17 Mar-17* Q1 2016 Q1 2017* Feb-17 Mar-17* Q1 2017*
Ekspor Total (Juta USD) 1.360,3 1.025,7 1.068,4 2.296,5 3.454,3 -24,6 4,2 50,4
Ekspor Migas 41,1 6,4 0,6 180,3 48,0 -84,4 -91,1 -73,4
Ekspor Non Migas 1.319,2 1.019,3 1.067,8 2.116,2 3.406,3 -22,7 4,8 61,0
Impor Total (Juta USD) 353,2 292,5 363,8 695,9 1.009,5 -17,2 24,4 45,1
Impor Migas 22,7 48,0 34,5 3,6 105,1 111,6 -28,1 2.793,5
Impor Non Migas 330,5 244,5 329,3 692,2 904,3 -26,0 34,7 30,6
Neraca Perdagangan (Juta) USD)
1.007,1 733,2 704,5 1.600,7 2.444,8 -27,2 -3,9 52,7
Migas 18,4 -41,6 -33,9 176,7 -57,1 -326,3 -18,4 -132,3
Non Migas 988,7 774,8 738,5 1.424,0 2.502,0 -21,6 -4,7 75,7
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): angka sementara
Neraca perdagangan Indonesia-Singapura pada triwulan I
tahun 2017 mengalami defisit sebesar USD1.492,4 juta. Hal
tersebut akibat defisit pada neraca perdagangan migas
sebesar USD1.779,1 juta yang lebih besar dari surplus neraca
perdagangan nonmigas sebesar USD286,8 juta.
Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Triwulan I Tahun 2017
Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)
Jan-17 Feb-17 Mar-17* Q1 2016 Q1 2017* Feb-17 Mar-17* Q1 2017*
Ekspor Total (Juta USD) 844,7 1.011,8 1.038,6 4.463,9 2.895,2 19,8 2,6 -35,1
Ekspor Migas 268,2 270,0 252,8 2.251,0 791,1 0,7 -6,4 -64,9
Ekspor Non Migas 576,5 741,8 785,8 2.212,9 2.104,1 28,7 5,9 -4,9
Impor Total (Juta USD) 1.377,3 1.395,7 1.614,6 3.229,2 4.387,5 1,3 15,7 35,9
Impor Migas 818,1 823,8 928,3 1.432,6 2.570,2 0,7 12,7 79,4
Impor Non Migas 559,1 571,8 686,4 1.796,6 1.817,3 2,3 20,0 1,2
Neraca Perdagangan (Juta) USD)
-532,6 -383,8 -576,0 1.234,8 -1.492,4 -27,9 50,1 -220,9
Migas -549,9 -553,8 -675,4 818,5 -1.779,1 0,7 22,0 -317,4
Non Migas 17,3 170,0 99,5 416,3 286,8 880,2 -41,5 -31,1
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan (*): angka sementara
Neraca perdagangan
Indonesia-Singapura
pada triwulan I tahun
2017 mengalami defisit.
98
Neraca Perdagangan Jasa
Pada triwulan I tahun 2017, defisit neraca perdagangan jasa
sebesar USD1,3 miliar, lebih kecil dari triwulan sebelumnya
yang sebesar USD2,0 miliar, namun sedikit meningkat dari
triwulan I tahun 2016 yang sebesar USD1,1 miliar.
Penurunan tersebut didorong oleh meningkatnya surplus
jasa perjalanan dan menurunnya defisit jasa transportasi.
Gambar 36. Neraca Perdagangan Jasa Triwulan I Tahun 2015-Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD)
Sumber: Bank Indonesia
Jasa perjalanan mengalami peningkatan surplus, yaitu
sebesar USD1,4 miliar pada triwulan I tahun 2017. Surplus
tersebut lebih besar dari triwulan I dan IV tahun 2016 yang
masing-masing sebesar USD1,1 milar dan USD0,9 miliar,
didorong oleh penurunan pembayaran jasa perjalanan yang
lebih tinggi dari penurunan penerimaan jasa perjalanan. Hal
ini seiring dengan pengeluaran wisatawan nusantara
(wisnus) di luar negeri yang lebih rendah meskipun terjadi
peningkatan jumlah wisnus. Sementara itu, defisit jasa
transportasi sebesar USD1,4 miliar, lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang sebesar USD1,7 miliar seiring
dengan menurunnya impor jasa freight dan transportasi
penumpang. Akan tetapi, defisit tersebut sedikit lebih tinggi
dari triwulan I tahun 2016 yang sebesar USD1,2 miliar.
-2,0
-1,5
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2015 2016 2017
Transportasi PerjalananJasa asuransi dan dana pensiun Biaya penggunaan kekayaan intelektualJasa telekomunikasi, komputer, dan informasi Jasa bisnis lainnya
Jasa perjalanan mengalami peningkatan surplus, sedangkan jasa transportasi mengalami penurunan defisit.
Neraca perdagangan jasa defisit sebesar USD1,3 miliar seiring meningkatnya surplus jasa perjalanan dan menurunnya defisit jasa transportasi.
99
Gambar 37. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi Triwulan I Tahun 2015-Triwulan I Tahun 2017
Sumber: Bank Indonesia
Neraca Pendapatan
Neraca Pendapatan Primer
Pada triwulan I tahun 2017, neraca pendapatan primer
mengalami defisit sebesar USD7,5 miliar. Defisit tersebut
lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya maupun
triwulan I tahun 2016 yang sebesar USD6,1 miliar dan
USD7,4 miliar. Peningkatan tersebut disebabkan oleh
meningkatnya pembayaran pendapatan investasi
portofolio yang sedikit tertahan oleh menurunnya
pembayaran pendapatan investasi lainnya.
Gambar 38. Neraca Pendapatan Primer Triwulan I Tahun 2014-Triwulan I Tahun 2017 (USD Miliar)
Sumber: Bank Indonesia
-3,0 -2,0 -1,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
20
15
20
16
20
17
Impor Perjalanan Ekspor Perjalanan Impor Transportasi Ekspor Transportasi
-10,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016 2017
Pendapatan investasi Pendapatan investasi langsung
Pendapatan investasi portofolio Pendapatan investasi lainnya
Pada triwulan I tahun 2017 terjadi peningkatan defisit neraca pendapatan primer.
100
Neraca Pendapatan Sekunder
Neraca pendapatan sekunder pada triwulan I tahun 2017
surplus sebesar USD0,8 miliar, menurun baik dari triwulan
sebelumnya maupun triwulan I tahun 2016 yang masing-
masing surplus sebesar USD0,9 miliar dan USD1,3 miliar.
Penurunan surplus tersebut dipengaruhi oleh menurunnya
penerimaan hibah pemerintah dan menurunnya
penerimaan remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang
diikuti oleh menurunnya pembayaran remitansi Tenaga
Kerja Asing (TKA).
Gambar 39. Pendapatan Sekunder Triwulan I Tahun 2014-Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD)
Sumber: Bank Indonesia
NERACA MODAL DAN FINANSIAL
Pada triwulan I tahun 2017 neraca transaksi modal dan
finansial surplus sebesar USD7,9 miliar, meningkat dari
triwulan sebelumnya yang sebesar USD7,6 miliar maupun
triwulan I tahun 2016 yang sebesar USD4,2 miliar. Kinerja
tersebut dipengaruhi oleh membaiknya pertumbuhan
ekonomi dan persepsi positif terhadap prospek
perekonomian yang mendorong meningkatnya aliran
masuk dana asing. Surplus investasi portofolio mengalami
kenaikan yang sangat signifikan, sehingga dapat menahan
surplus investasi langsung yang menurun dan defisit
investasi lainnya.
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016 2017
Penerimaan 2,08 2,50 2,31 2,48 2,52 2,65 2,54 2,66 2,50 2,55 2,38 2,33 2,11
Pembayaran -1,00 -0,97 -1,10 -1,08 -1,09 -1,22 -1,27 -1,27 -1,24 -1,34 -1,39 -1,40 -1,33
Pendapatan Sekunder 1,09 1,53 1,20 1,40 1,43 1,43 1,27 1,38 1,26 1,21 0,99 0,93 0,78
Neraca pendapatan sekunder pada triwulan I tahun 2017 mengalami surplus yang lebih rendah, yaitu sebesar USD0,8 miliar.
Neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD7,9 miliar seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian.
101
Gambar 40. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan I Tahun 2017 (Miliar USD)
Sumber : Bank Indonesia
Pada triwulan I tahun 2017, investasi langsung surplus
sebesar USD2,5 miliar, menurun dari triwulan sebelumnya
yang sebesar USD3,3 miliar maupun triwulan I tahun 2016
yang sebesar USD2,9 miliar. Penurunan surplus tersebut
disebabkan oleh adanya aliran keluar investasi langsung di
sektor minyak dan gas.
Investasi portofolio pada triwulan I tahun 2017 surplus
sebesar USD6,5 miliar, meningkat signifikan dari triwulan
sebelumnya yang defisit sebesar USD0,3 miliar dan triwulan
I tahun 2016 yang surplus sebesar USD4,4 miliar. Kinerja
tersebut didorong oleh meningkatnya aliran masuk modal
asing karena investor asing menambah kepemilikannya
terhadap instrumen portofolio dalam denominasi Rupiah.
Selain itu juga didukung oleh penerbitan sukuk global
pemerintah dalam jumlah besar yaitu sebesar USD3,0
miliar.
Pada triwulan I tahun 2017 investasi lainnya mengalami
defisit sebesar USD1,0 miliar, menurun sangat signifikan
dari triwulan sebelumnya yang surplus sebesar USD4,5
miliar, namun membaik dari triwulan I tahun 2016 yang
defisit sebesar USD3,1 miliar. Defisit tersebut terutama
dipengaruhi oleh penempatan aset swasta di luar negeri.
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
2014 2015 2016 2017
Investasi Langsung 2,0 4,2 5,8 2,7 2,3 4,0 1,6 2,8 2,9 3,3 6,5 3,3 2,5
Investasi Portofolio 8,7 8,0 7,4 1,9 8,5 5,5 -2,2 4,3 4,4 8,3 6,5 -0,3 6,5
Investasi Lainnya -4,1 2,0 1,4 5,0 -5,3 -7,5 0,4 2,3 -3,1 -4,7 -3,3 4,5 -1,0
-8-6-4-202468
10
Surplus investasi langsung pada triwulan I tahun 2017 lebih rendah, yaitu sebesar USD2,5 miliar.
Investasi portofolio pada triwulan I tahun 2017 surplus sebesar USD6,5 miliar, meningkat signifikan dari triwulan sebelumnya.
Investasi lainnya mengalami defisit sebesar USD1,0 miliar, menurun sangat signifikan dari triwulan sebelumnya.
102
CADANGAN DEVISA Cadangan devisa Indonesia pada triwulan I tahun 2017
mencapai USD121,8 miliar atau setara dengan 8,6 bulan
impor. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan cadangan
devisa triwulan sebelumnya yang sebesar USD116,4 miliar
atau setara dengan 8,4 bulan impor dan triwulan I tahun
2016 yang sebesar USD107,5 miliar atau setara dengan 7,7
bulan impor.
Cadangan devisa Indonesia pada triwulan I tahun 2017 mencapai USD121,8 miliar atau setara dengan 8,6 bulan impor.
103
104
105
PERKEMBANGAN INVESTASI
ISU TERKINI PERKEMBANGAN INVESTASI
Sistem Perizinan Angkutan Laut Segera Terintegrasi
Penerbitan Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut
(SIUPAL) dan Surat Izin Operasi Perusahaan Angkutan Laut
Khusus (SIOPSUS) segera dapat diajukan secara online
setelah Kementerian Perhubungan dan BKPM berhasil
melakukan integrasi pertukaran data. Integrasi ini
merupakan hasil koordinasi intensif yang dilakukan oleh
Kementerian Perhubungan, BKPM, dan Kementerian
Komunikasi dan Informatika.
Perusahaan yang akan mengajukan permohonan SIUPAL
dan SIOPSUS dapat mengakses website SIMLALA milik
Kementerian Perhubungan yakni
https://simlala.dephub.go.id/simlala, untuk mengisi
formulir dan mengunggah persyaratan. Selanjutnya,
SIMLALA akan menerbitkan rekomendasi yang secara
otomatis akan terkirim ke SPIPISE BKPM.
Selain itu, berdasarkan Permenhub No.74 tahun 2016,
Kementerian Perhubungan juga telah memangkas waktu
yang dibutuhkan untuk pengurusan perizinan angkutan
laut tersebut dari sebelumnya 14 hari kerja menjadi 7 hari
kerja.
Sumber: www.bkpm.go.id/id/siaran-pers/readmore/498901/25uu
Pengurusan perizinan
angkutan laut menjadi 7
hari kerja berdasarkan
Permenhub No.74 tahun
2016.
Penerbitan SIUPAL dan
SIOPSUS dapat segera
diajukan secara online.
Permohonan SIUPAL dan
SIOPSUS dapat mengakses
website SIMLALA.
106
PERKEMBANGAN INVESTASI
Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran, komponen
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) triwulan I tahun
2017 tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY) dibanding periode
yang sama tahun 2016 dan mengalami penurunan sebesar
5,4 persen (QtQ) dibanding triwulan sebelumnya.
Tabel 44. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan I Tahun 2017 (persen)
Q1-2016 (QtQ)
Q1-2016 (YoY)
Q1-2017 (QtQ)
Q1-2017 (YoY)
Pertumbuhan PDB -0,40 4,92 -0,34 5,01
Pertumbuhan PMTB (PDB Konstan) -5,43 4,67 -5,42 4,81
a. Bangunan -6,22 6,78 -4,57 5,90
b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri -13,30 -8,22 -10,42 1,39
c. Kendaraan -6,37 -0,20 -7,90 25,36
d. Peralatan Lainnya 6,89 26,38 -8,88 -0,46
e. Sumber Daya Hayati 9,95 2,27 -5,95 -10,81
f. Produk Kekayaan Intelektual 12,67 1,18 -2,23 -11,09
Share PMTB terhadap PDB (harga berlaku) 32,82
31,56
a. Bangunan 24,73 23,96
b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 2,96 2,77
c. Kendaraan 1,47 1,73
d. Peralatan Lainnya 0,59 0,55
e. Sumber Daya Hayati 2,16 1,79
f. Produk Kekayaan Intelektual 0,90 0,76
Sumber: BPS, diolah
Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik
Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan I tahun 2017 (YoY)
secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan Kendaraan
sebesar 25,4 persen, Bangunan sebesar 5,9 persen, dan
Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri sebesar 1,4
persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen
PMTB pada triwulan I tahun 2017 secara detil yaitu pada
Bangunan dengan sumbangan 24,0 persen.
REALISASI INVESTASI
Tabel 45. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan I Tahun 2017
TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY, %)
(Rp Triliun) (USD juta) PMDN PMA
2011 76,0 19.474,2 25,4 20,1
2012 92,2 24.564,7 21,3 26,1
2013 128,2 28.617,5 39,0 16,5
2014 156,1 28.529,7 21,8 (0,3)
Sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan I tahun 2017 yaitu pada Bangunan dengan
sumbangan 23,96 persen.
Pembentukan Modal Tetap
Domestik Bruto/PMTB pada
triwulan I tahun 2017
tumbuh sebesar 4,81 persen
(YoY).
107
TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY, %)
(Rp Triliun) (USD juta) PMDN PMA
2015 179,5 29.275,9 14,9 2,6
2016 216,2 28.964,1 20,5 (1,1)
2016-TW I 50,4 6.916,8 18,4 5,4
2017-TW I 68,8 7.293,7 36,6 5,4
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) triwulan I tahun 2017 sebesar Rp 68,8 triliun,
lebih besar dari realisasi triwulan I tahun 2016, atau
tumbuh sebesar 36,6 persen. Sementara itu, realisasi
Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan I tahun 2017
sebesar USD7.293,7 juta juga mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan I tahun 2016, atau mengalami
pertumbuhan sebesar 5,4 persen
Realisasi Per Sektor
Realisasi PMA pada triwulan I tahun 2017 mengalami
kenaikan atau tumbuh sebesar 5,4 persen dibandingkan
periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan
realisasi PMA terjadi di sektor primer dan tersier dengan
pertumbuhan masing-masing sebesar 322,8 persen dan
126,4 persen, sedangkan sektor sekunder mengalami
kontraksi dengan pertumbuhan sebesar -40,8 persen.
Untuk PMDN, kenaikan realisasi didorong oleh
pertumbuhan positif yang terjadi di semua sektor.
Kenaikan tertinggi terjadi di sektor tersier dengan
pertumbuhan sebesar 88,9 persen, diikuti sektor primer
dan sekunder yang mengalami pertumbuhan sebesar 29,9
persen dan 6,9 persen dibandingkan dengan periode yang
sama di tahun sebelumnya. Berdasarkan sumbangannya,
pada triwulan I tahun 2017, sektor sekunder adalah
pemberi sumbangan terbesar baik untuk PMA yaitu
sebesar 44,3 persen. Sedangkan untuk PMDN, sektor
tersier adalah pemberi sumbangan terbesar yaitu sebesar
42,9 persen.
Realisasi investasi untuk
PMDN dan PMA pada
triwulan I tahun 2017
mengalami pertumbuhan
positif.
Pertumbuhan YoY tertinggi
pada PMA terjadi pada
sektor primer, sedangkan
pada PMDN terjadi di
sektor tersier.
108
Tabel 46. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan I Tahun 2017 Berdasar Sektor
Tahun PMA Jumlah
(USD juta)
PMDN Jumlah (Rp
Triliun) Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier
2011 4.870,3 3.357,6 7.824,9 16.052,8 16,3 39,0 20,6 76,0
2012 5.933,1 6.779,5 6.861,7 19.574,3 20,4 49,9 21,9 92,2
2013 6.471,8 11.770,0 6.286,9 24.528,7 25,7 51,2 51,3 128,2
2014 6.991,3 17.326,4 8.519,0 32.836,7 16,5 59,0 80,6 156,1
2015 6.236,4 13.019,4 11.276,5 30.532,2 17,1 89,0 73,4 179,5
2016 4.501,9 16.687,6 7.774,6 28.964,1 27,7 106,8 81,7 216,2
2016 TW I 390,0 5.462,1 1.064,7 6.916,8 9,3 25,5 15,6 50,4
2017 TW I 1.648,9 3.234,5 2.410,3 7.293,7 12,0 27,2 29,5 68,8
Pertumbuhan (YoY, %) 322,8 -40,8 126,4 5,4 29,9 6,9 88,9 36,6
Share (%) 22,6% 44,3% 33,0% 100,0% 17,5 39,6 42,9 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Berdasarkan sektor/bidang usaha, pada triwulan I tahun
2017, lima sektor yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap total realisasi PMA secara berurutan adalah
sektor pertambangan sebesar 16,0 persen, Industri
Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elekstronik
sebesar 11,5 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan
Perkantoran sebesar 10,7 persen, Listrik, Gas dan Air
sebesar 9,7 persen dan Industri Alat Angkutan dan
Tranportasi Lainnya sebesar 6,9 persen. Untuk PMDN,
kontribusi terbesar berasal dari sektor Transportasi,
Gudang dan Telekomunikasi sebesar 23,2 persen, Industri
Makanan sebesar 17,6 persen, Pertambangan sebesar
11,8 persen, Listrik, Gas dan Air sebesar 10,6 persen dan
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan
Elektronik sebesar 5,9 persen.
Tabel 47. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2017
PMA PMDN
Sektor/Bidang Usaha USD juta
% Thd Total
Sektor/Bidang Usaha Rp
Triliun % Thd Total
1 Pertambangan 1.165,4 16,0 1 Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi
16,0 23,2
2 Ind. Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik
838,3 11,5 2 Ind. Makanan 12,1 17,6
Sektor dengan persentase realisasi terbesar untuk PMA adalah Pertambangan, sedangkan untuk PMDN adalah sektor Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi.
109
PMA PMDN
Sektor/Bidang Usaha USD juta
% Thd Total
Sektor/Bidang Usaha Rp
Triliun % Thd Total
3 Perumahan, Kawasan Ind & Perkantoran
779,9 10,7 3 Pertambangan 8,1 11,8
4 Listrik, Gas dan Air 706,8 9,7 4 Listrik, Gas dan Air 7,3 10,6
5 Ind. Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya
503,5 6,9 5 Ind. Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik
4,1 5,9
Gabungan lainnya 3.299,8 45,2 Gabungan lainnya 21,2 30,8 Jumlah 7.293,7 100,0 Jumlah 68,8 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi Per Lokasi
Berdasarkan lokasi, realisasi PMDN mengalami
pertumbuhan positif sebesar 36,6 persen dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan
realisasi PMDN terbesar terjadi di Papua dengan
pertumbuhan sebesar 207.576,5 persen diikuti Bali dan
Nusa Tenggara sebesar 4.131,3 persen. Sementara itu,
Kalimantan mengalami penurunan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan
kontribusinya, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan
memberikan sumbangan terbesar pada triwulan I tahun
2017 yaitu 59,4 persen, 20,9 persen dan 11,4 persen.
Tabel 48. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan I Tahun 2017 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun)
Tahun
Lokasi
Total Sumatera Jawa
Bali & NTT
Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
2011 16,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 76,0
2012 14,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92,2
2013 22,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128,2
2014 29,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156,1
2015 37,8 103,8 2,9 20,0 13,7 0,0 1,3 179,5
2016 39,8 126,4 2,6 33,6 13,6 0,0 0,2 216,2
2016 TW I 5,1 31,6 0,1 11,7 1,9 0,0 0,0 50,4
2017 TW I 14,4 40,8 2,6 7,9 2,4 0,4 0,4 68,8
Pertumbuhan (YoY, %) 179,4 29,3 4131,3 -32,9 27,1 n.a 207576,5 36,6
Share (%) 20,9 59,4 3,8 11,4 3,4 0,5 0,5 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Pada triwulan I tahun
2017, pertumbuhan YoY
realisasi PMDN terbesar
terjadi di Bali dan Nusa
Tenggara.
110
Realisasi PMA triwulan I tahun 2017 dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya mengalami peningkatan
dengan pertumbuhan sebesar 5,4 persen. Pertumbuhan
negatif terjadi di Sumatera dan Bali dan Nusa Tenggara,
sementara wilayah lainnya mengalami pertumbuhan
positif. Pertumbuhan positif tertinggi terjadi di Kalimantan
sebesar 157,3 persen. Secara sumbangan, pada triwulan I
tahun 2017 pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi
memberikan sumbangan terbesar yaitu 51,2 persen, 12,6
persen dan 12,4 persen.
Tabel 49. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun 2017 Berdasarkan Lokasi (USD Juta)
Tahun Lokasi
Total Sumatera Jawa
Bali & NTT
Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
2011 2.076,6 12.324,5 952,7 1.918,8 715,3 141,5 1.345,1 19.474,5
2012 3.729,3 13.659,9 1.126,6 3.208,6 1.507,0 98,8 1.234,5 24.564,7
2013 3.395,3 17.326,4 888,9 2.773,4 1.498,2 321,2 2.414,2 28.617,5
2014 3.844,5 15.436,7 993,3 4.673,6 2.055,7 111,8 1.414,0 28.529,7
2015 3.732,8 15.433,0 1.265,1 5.842,9 1.560,4 286,2 1.155,7 29.275,9
2016 5.665,3 14.772,4 947,9 2.588,7 2.765,2 541,6 1.682,9 28.964,1
2016 TW I 2.003,5 3.536,4 276,7 310,7 485,6 51,1 252,8 6.916,8
2017 TW I 920,1 3.735,4 194,8 799,4 905,7 124,2 614,2 7.293,7
Pertumbuhan (YoY, %) (54,1) 5,6 (29,6) 157,3 86,5 142,8 143,0 5,4
Share 2017 TW I (%) 12,6 51,2 2,7 11,0 12,4 1,7 8,4 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan I tahun
2017 untuk PMA, empat dari lima besar lokasi investasi
yang diminati terletak di Pulau Jawa. Keempat lokasi
tersebut adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan
Banten dengan kontribusi realisasi PMA terbesar yaitu
Jawa Barat sebesar 20,8 persen.
Pada triwulan I tahun 2017,
pertumbuhan YoY realisasi
PMA terbesar terjadi di
Kalimantan.
Pulau Jawa merupakan
lokasi PMDN dan PMA yang
paling diminati.
111
Tabel 50. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan I Tahun 2017
PMA PMDN
Lokasi (Propinsi) USD Juta % Thd Total Lokasi (Propinsi) Rp Triliun % Thd Total
Jawa Barat 1.520,3 20,8 DKI Jakarta 11,8 17,2
DKI Jakarta 934,7 12,8 Jawa Timur 9,4 13,7
Papua 589,8 8,1 Jawa Barat 9,1 13,2
Jawa Tengah 518,9 7,1 Banten 5,5 8,0
Banten 515,2 7,1 Jawa Tengah 5,0 7,2
Gabung lainnya 3.214,8 44,1 Gabung lainnya 28,0 40,7
Jumlah 7.293,7 100,0 Jumlah 68,8 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Untuk PMDN, lima lokasi dengan realisasi paling besar
berturut-turut adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,
Banten, dan Jawa Tengah, dengan sumbangan terbesar
berasal dari DKI Jakarta sebesar 17,2 persen dari total
realisasi PMDN. Selanjutnya, Jawa Tengah terbesar kelima
yaitu sebesar 7,2 persen dari total realisasi PMDN.
Realisasi per Negara
Tabel 51. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan I Tahun 2017
Negara Juta USD % Thd Total
Singapura 2.054,4 28,2
Jepang 1.402,6 19,2
R.R. Tiongkok 599,6 8,2
Amerika Serikat 587,4 8,1
Korea Selatan 423,1 5,8
Gabung Lainnya 2.226,7 30,5
Jumlah 7.293,7 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Pada triwulan I tahun 2017, tiga negara asal investasi PMA
paling besar berasal dari Asia yaitu Singapura dengan nilai
investasi sebesar USD2.054,4 juta atau 28,2 persen dari
total realisasi PMA, Jepang dengan nilai investasi sebesar
USD1.402,6 juta (19,2 persen), Tiongkok dengan nilai
investasi sebesar USD599,6 juta (8,2 persen). Selanjutnya,
negara asal realisasi PMA terbesar keempat dan kelima
adalah Amerika Serikat dengan nilai investasi sebesar
USD587,4 juta (8,1 persen) dan Korea Selatan dengan nilai
investasi sebesar USD423,07 juta atau 5,8 persen dari
total PMA.
Singapura merupakan
Negara asal investasi
PMA terbesar pada
triwulan I tahun 2017
112
113
114
115
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN
PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER
Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi tahunan (YoY) selama periode Januari-Maret
tahun 2017 yaitu masing-masing sebesar 3,49 persen, 3,83
persen dan 3,61 persen (Tabel 4). Inflasi yang terjadi pada
periode ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan akhir
triwulan sebelumnya yang sebesar 3,02 persen. Peningkatan
inflasi yang terjadi pada triwulan I tahun 2017 didorong oleh
meningkatnya beban masyarakat akibat kebijakan
pengurangan subsidi listrik bagi pengguna 900 VA secara
bertahap. Sementara itu, jika dilihat secara bulanan (MtM)
selama triwulan I tahun 2017, pergerakan inflasi berfluktuasi
pada periode Januari-Maret tahun 2017, yaitu masing-masing
sebesar 0,97 persen, 0,23 persen, dan- 0,02 persen (Tabel
52). Komponen inflasi bulanan pada volatile food
menyumbang deflasi pada akhir triwulan I tahun 2017,
disebabkan oleh melimpahnya beberapa pasokan bahan
pangan pokok.
Tabel 52. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan I Tahun 2017
Persentase (%)
Januari Februari Maret
Year-on-Year 3,49 3,83 3,61
Month-to-month 0,97 0,23 -0,02
Tahun kalender 0,97 1,21 1,19
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Berdasarkan komponennya, inflasi tertinggi terjadi pada
komponen inflasi diatur pemerintah. Secara tahunan (YoY)
pada periode Januari-Maret tahun 2017, inflasi tersebut
meningkat cukup signifikan yaitu masing-masing sebesar
3,35 persen, 4,74 persen, dan 5,5 persen. Peningkatan ini
didorong oleh kebijakan pemerintah untuk subsidi tepat
sasaran dengan meningkatkan Tarif Tenaga Listrik (TTL) 900
VA secara bertahap (Tabel 53).
Peningkatan inflasi triwulan I tahun 2017 cukup signifikan didorong oleh komponen inflasi diatur pemerintah.
Tingkat inflasi secara YoY cukup tinggi pada triwulan I 2017, namun masih terkendali pada kisaran 3-5 persen.
116
Berbeda dengan komponen inflasi administered prices yang
meningkat, komponen inflasi volatile food pada bulan Maret
tahun 2017 mengalami penurunan. Penurunan harga
terutama berasal dari komoditas cabai merah, beras, cabai
rawit, ikan segar, telur ayam ras, dan bawang putih.
Sementara itu, pergerakan inflasi inti secara tahunan (YoY)
cukup stabil dan berada pada kisaran 3 persen.
Tabel 53. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen
Komponen YoY MtM
Januari Februari Maret Januari Februari Maret
Inti 3,35 3,41 3,3 0,56 0,67 2,57
Bergejolak 4,13 4,46 2,89 0,37 -0,36 0,58
Diatur pemerintah 3,35 4,74 5,5 0,1 -0,77 0,37
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Selama periode Januari-Maret tahun 2017, terdapat dua
kelompok pengeluaran yang cukup besar dalam
menyumbangkan inflasi, yaitu: kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar; serta kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau (Tabel 54). Sumbangan
inflasi terbesar pada kelompok perumahan, air, listrik, gas,
dan bahan bakar. Hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan
tarif listrik 900 VA, sehingga komponen ini memberikan
sumbangan terbesar terhadap pembentukan inflasi bulanan
(MtM).
Tabel 54. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Kelompok Pengeluaran persentase (%)
Januari Februari Maret
UMUM (headline) 0,97 0,23 -0,02
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0,43 0,03 -0,03
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 0,01 0,01 0,01
Kesehatan 0,02 0,01 0,01
Sandang 0,02 0,03 0,01
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 0,26 0,17 0,07
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0,09 0,07 0,05
Bahan Makanan 0,14 -0,09 -0,14
Berdasarkan kelompok pengeluaran, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar memberikan sumbangan terbesar terhadap pembentukan inflasi bulanan (MtM) pada triwulan I tahun 2017.
117
Berdasarkan pulau, sebagian besar kabupaten/kota IHK yang
berada di Pulau Jawa mengalami inflasi tahunan (YoY) yang
cukup rendah. Sementara itu, inflasi di mayoritas
kabupaten/kota IHK di Pulau Jawa pada triwulan I merata dan
cukup rendah. Hal tersebut terutama disebabkan oleh
dukungan infrastruktur yang lebih memadai dibandingkan
kawasan di luar Pulau Jawa. Keberadaan infrastruktur yang
mendukung kelancaran alur distribusi barang sangat penting
dalam mengendalikan tingkat inflasi di suatu daerah.
Inflasi terendah selama Januari-Maret 2017 terjadi di
Merauke (0,72 persen), Bau-Bau (1,79 persen), dan Bima
(1,63 persen). Sebaliknya, mayoritas kabupaten/kota Pulau
Sumatera mengalami inflasi yang tinggi. Inflasi tertinggi
selama Januari-Maret 2017 terjadi di Kota Pangkal Pinang,
Kepulauan Bangka Belitung, masing-masing sebesar 8,62
persen, 7,00 persen, dan 7,13 persen (Lampiran 1 Bagian 1).
Tingginya inflasi di Pangkal Pinang terutama berasal dari
kelompok bahan makanan, transportasi, komunikasi, dan jasa
keuangan. Sama halnya dengan kota-kota lain, Pangkal
Pinang juga terkena dampak peningkatan pencabutan subsidi
listrik 900 VA yang memang menyumbang inflasi pada
triwulan I tahun 2017.
Nilai Tukar Rupiah
REER dan NEER ASEAN
Pada akhir Maret 2017, posisi nilai tukar Rupiah terhadap
USD sebesar Rp13.322 per USD. Dilihat dari rata-rata harian
nilai tukar selama triwulan I tahun 2017, nilai tukar Rupiah
sedikit melemah 0,7 persen bila dibandingkan dengan posisi
pada triwulan IV tahun 2016 (Lampiran 3). Meskipun
melemah dibandingkan triwulan sebelumnya, pergerakan
nilai tukar Rupiah menunjukkan sedikit perbaikan selama
triwulan I tahun 2017. Hal ini ditunjukkan dengan penguatan
Rupiah secara MtM dan YtD pada bulan Januari, Februari, dan
Maret (Lampiran 3 dan Gambar 41). Dari sisi internal,
penguatan nilai tukar Rupiah ditopang oleh membaiknya
stabilitas makroekonomi domestik dan persepsi positif pasar
Selama triwulan I tahun 2017, secara YoY, penyebaran tingkat inflasi kabupaten/kota IHK di Pulau Jawa lebih merata jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi pulau lainnya.
Selama triwulan I tahun 2017, secara nominal, rata-rata harian nilai tukar Rupiah terhadap USD melemah sebesar 0,7 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
118
terhadap perekonomian Indonesia, terutama setelah
dikeluarkannya rating investasi Indonesia yang cukup
menggembirakan. Dari sisi eksternal, penguatan nilai tukar
Rupiah didorong oleh perbaikan indikator ekonomi global,
menurunnya defisit transaksi berjalan serta peningkatan
surplus transaksi modal dan finansial. Dengan
mempertimbangan risiko yang berasal dari lanjutan rencana
kenaikan Fed Fund Rate dan kebijakan perdagangan Amerika
Serikat, maka pergerakan nilai tukar Rupiah pada tahun 2017
diperkirakan akan mengalami depresiasi namun dengan
tingkat volatilitas yang rendah.
Gambar 41. Nilai Tukar Rupiah terhadap USD (Rp/USD)
Sumber: Bloomberg, data diolah.
Gambar 42. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)
Sumber: Bank for International Settlements, data diolah.
12.000
12.500
13.000
13.500
14.000
14.500
15.000
USD-IDR (Rp/USD)
80859095
100105110115120
INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA
13.322
119
Nominal Effective Exchange Rate Indonesia merupakan yang
terendah jika dibandingkan negara ASEAN lainnya (Gambar
43). Begitu juga secara riil (tanpa ada unsur inflasi), indeks
nilai tukar Rupiah riil (REER) di kawasan ASEAN relatif lebih
rendah dibandingkan Filipina, Singapura, dan Thailand. Akan
tetapi. REER Indonesia menduduki posisi yang lebih tinggi jika
dibandingkan Malaysia sejak akhir tahun 2015 (lihat Gambar
42). Rendahnya REER yang dimiliki Indonesia memiliki
dampak positif terhadap daya saing perdagangan
dibandingkan Filipina, Singapura, dan Thailand, akan tetapi
daya saing Indonesia masih lebih rendah dibandingkan
Malaysia. Pada akhir triwulan I tahun 2017, nilai REER
Indonesia menurun, menjadi 95,5. Nilai REER negara kawasan
ASEAN tertinggi dimiliki oleh Filipina sebesar 110,21, disusul
Singapura sebesar 108,9, dan Thailand sebesar 102,27.
Gambar 43. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)
Sumber: Bank for International Settlements, data diolah.
Jumlah Uang Beredar
Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan I tahun
2017 sebesar Rp5.017 triliun. Pertumbuhan M2 secara YoY,
pada periode Januari-Maret cenderung meningkat yaitu
masing-masing sebesar 9,75 persen, 9,31 persen dan 10,0
persen(Gambar 44). Pertumbuhan M2 ini dipengaruhi oleh
perkembangan komponen M2, yaitu uang kuasi, dan surat
70
75
80
85
90
95
100
105
110
115
INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA
Nilai tukar riil Rupiah (REER) tergolong rendah dibandingkan mata uang negara sekawasan, yang berdampak positif terhadap daya saing Indonesia.
Pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan I 2017 sebesar 10,0 (YoY).
120
berharga selain saham. Peningkatan M2 yang terjadi pada
akhir triwulan I tahun 2017 didorong peningkatan uang kuasi
yaitu sebesar 8,62 persen. Namun, peningkatan M2 seiring
dengan peningkatan uang kuasi ini, sedikit tertahan dengan
penurunan pertumbuhan M1. Jika dilihat berdasarkan faktor
yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan M2
dipengaruhi oleh akselerasi pertumbuhan kredit perbankan,
terutama yang terjadi pada Kredit Modal Kerja dan Kredit
Investasi. Kenaikan pertumbuhan kredit searah dengan masih
berlanjutnya proses transmisi pelonggaran kebijakan
moneter dan makroprudensial seiring dengan peningkatan
Dana Pihak Ketiga (DPK) masyarakat.
Gambar 44. Perkembangan Uang Beredar Triwulan I Tahun 2017
Sumber: Bank Indonesia, data diolah.
Respon Kebijakan Moneter
Pada bulan Januari hingga Maret tahun 2017, BI
memutuskan untuk mempertahankan suku bunga
kebijakannya pada level 4,75 persen, sejalan dengan kehati-
hatian Bank Indonesia dalam merespon ketidakpastian
pasar keuangan global di tengah peningkatan suku bunga
The Fed. Peningkatan suku bunga Fed Fund rate pada Maret
tahun 2017 dan risiko tekanan inflasi di Indonesia dianggap
tidak akan mempengaruhi aliran modal keluar dari
Indonesia karena kondisi fundamental ekonomi Indonesia
yang baik.
10,08% 9,75%9,31%
10,00%
17,28%13,88%
15,50%
14,19%
7,93% 8,57%7,48%
8,62%
-2,00%
3,00%
8,00%
13,00%
18,00%
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Des Jan Feb Mar
M2 (triliun Rp) M1 (triliun Rp)
Uang Kuasi (triliun Rp) Pertumbuhan M2, %YoY
Pertumbuhan M1, %YoY Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY
Pada triwulan I tahun 2017, BI tetap mempertahankan suku bunganya pada level 4,75 persen di tengah peningkatan suku bunga The Fed.
121
Tabel 55. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Reverse Repo
Januari
Tenor 7 hari 2 minggu 1 bulan
Term Structure Operasi Moneter 4,75% 4,95% 5,2
Februari
Term Structure Operasi Moneter 4,75% 4,97% 5,25
Maret
Term Structure Operasi Moneter 4,75% 4,97% 5,25
Sumber: Bank Indonesia
Ada tiga hal yang perlu dicermati terkait respon kebijakan
dalam meredam fluktuasi nilai tukar rupiah, yaitu: (i)
Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur untuk
menarik kembali kepercayaan investor dan membangun
persepsi positif pasar, sehingga sudden capital outflow dapat
dihindari; (ii) Meningkatkan ekspor produk manufaktur,
prioritas impor untuk barang modal yang sifatnya produktif;
(iii) Manajemen ekspektasi dengan meningkatkan kualitas
komunikasi publik untuk menciptakan optimisme dan
mengurangi rasa panik di masyarakat.
Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia
akan terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas harga. Pada
triwulan I tahun 2017, Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPI)
akan diperkuat peran dan kedudukannya melalui terbitnya
Keputusan Presiden yang akan disahkan pada tahun 2017.
Sebelumnya, pembentukan TPI didasarkan pada Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan
No.88/KMK.02/2005 dan Gubernur Bank Indonesia
No.7/9/KEP.GBI/2005 yang berlaku untuk masa tugas 1 tahun
(tahun 2005). Diharapkan, Rancangan Keputusan presiden
TPI akan memperkuat komitmen para pemangku kebijakan
untuk mendukung terciptanya stabilitas harga.
Secara umum, kebijakan moneter ke depan tetap difokuskan
untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem
keuangan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang
moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran.
Kebijakan moneter akan tetap secara konsisten diarahkan
Di bidang moneter, Pemerintah tetap siaga memantau fundamental ekonomi.
Penguatan koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia mutlak dilakukan.
122
untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan
stabilitas nilai tukar yang sesuai dengan fundamental
ekonomi Indonesia.
SEKTOR PERBANKAN
Gambar 45. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: Data triwulan I merupakan data bulan Februari
Kondisi sistem keuangan Indonesia pada awal tahun 2017
cukup terkendali dengan didukung oleh meningkatnya
ketahanan dan kinerja industri perbankan di tengah
membaiknya kondisi perekonomian. Rasio kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio atau CAR) pada triwulan I tahun
2017 masih jauh di atas ketentuan CAR minimum yaitu 8,0
persen. Rasio CAR bahkan mengalami peningkatan sebesar
1,3 persen (YoY), yaitu dari 21,9 persen pada triwulan I tahun
2016 menjadi 23,2 persen pada triwulan I tahun 2017.
Rasio kredit bermasalah yang tercermin dari rasio Non-
Performing Loan (NPL) mengalami peningkatan sebesar 0,2
persen, yaitu dari 2,9 persen pada triwulan IV tahun 2016
menjadi 3,2 persen pada triwulan I tahun 2017. Akan tetapi
meskipun mengalami peningkatan, rasio NPL masih berada
dalam batas aman, yaitu berada di bawah ketentuan yang
ditetapkan sebesar 5 persen. Indikator kinerja perbankan
lainnya adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). Pertumbuhan
DPK yang lebih tinggi daripada pertumbuhan kredit
mendorong penurunan Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 89,6
80
85
90
95
0
5
10
15
20
25
Q1
:20
13
Q2
:20
13
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
Q2
:20
16
Q3
:20
16
Q4
:20
16
Q1
:20
17
LDR
(p
ers
en
)
CA
R, N
PL
(pe
rse
n)
LDR CAR NPL
Kondisi perbankan pada
triwulan I tahun 2017
tercatat cukup baik di
tengah membaiknya kondisi
perekonomian Indonesia.
123
persen pada tahun 2016 menjadi 89,1 persen pada tahun
2017. Dengan demikian, ruang perbankan dalam
menyalurkan kredit pun meningkat.
Gambar 46. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: Data triwulan I merupakan data bulan Februari
Pada triwulan I tahun 2017, kegiatan intermediasi
perbankan mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat
dari adanya peningkatan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK)
dan jumlah kredit yang disalurkan. Peningkatan DPK dan
jumlah kredit tersebut didorong oleh membaiknya kondisi
perekonomian. DPK pada triwulan I tahun 2017 sebesar
4.846 triliun rupiah atau tumbuh sebesar 9,2 persen
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (YoY). Sementara
itu, jumlah kredit perbankan juga mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 8,6
persen (YoY).
0
5
10
15
20
25
30
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
Q1
:20
12
Q2
:20
12
Q3
:20
12
Q4
:20
12
Q1
:20
13
Q2
:20
13
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
Q2
:20
16
Q3
:20
16
Q4
:20
16
Q1
:20
17
Per
tum
bu
han
Yo
Y (p
erse
n)
DP
K, K
red
it (
Trili
un
Rp
)
DPK Kredit Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Kredit (yoy)
Kegiatan intermediasi perbankan pada triwulan I tahun 2017 mengalami peningkatan di tengah membaiknya kondisi perekonomian.
124
Gambar 47. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: Angka triwulan I merupakan angka bulan Februari
Penyaluran kredit perbankan menunjukkan pertumbuhan
yang melambat setiap tahunnya. Pada triwulan I tahun
2017, sebagian besar kredit digunakan untuk modal kerja
(KMK) sebesar 45,6 persen, dan selebihnya untuk keperluan
konsumsi (KK) sebesar 28,1 persen dan kredit investasi (KI)
sebesar 26,0 persen. Kredit investasi mengalami penurunan
sebesar 0,1 persen, yaitu dari Rp1.135 triliun pada triwulan
IV tahun 2016 menjadi Rp1.134 triliun pada triwulan I tahun
2017. Kredit modal kerja juga mengalami penurunan
sebesar 0,3 persen, yaitu dari Rp1.969 triliun pada triwulan
IV tahun 2016 menjadi Rp1.963 triliun pada triwulan I tahun
2017. Sedangkan kredit investasi justru mengalami
peningkatan sebesar 0,2 persen, yaitu dari Rp1.208 triliun
pada triwulan IV tahun 2016 menjadi Rp1.211 triliun pada
triwulan I tahun 2017.
Namun apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama
pada tahun sebelumnya, ketiga jenis kredit tersebut
mengalami pertumbuhan yang positif. Kredit investasi
tumbuh sebesar 10,0 persen (YoY) pada triwulan I tahun
2017 jika dibandingkan dengan triwulan I tahun 2016.
Selanjutnya, kredit modal kerja tumbuh sebesar 7,6 persen
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
Q1
:20
13
Q2
: 2
01
3
Q3
:20
13
Q4
:20
13
Q1
:20
14
Q2
:20
14
Q3
:20
14
Q4
:20
14
Q1
:20
15
Q2
:20
15
Q3
:20
15
Q4
:20
15
Q1
:20
16
Q2
:20
16
Q3
:20
16
Q4
:20
16
Q1
:20
17 P
ertu
mb
uh
an Y
oY
(per
sen
)
KK
, KI,
KM
K (
Trili
un
Rp
)
KI KMK KK
Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK
Penyaluran kredit perbankan
menunjukkan pertumbuhan
pada triwulan I tahun 2017
meskipun mengalami
perlambatan, khususnya
kredit investasi dan modal
kerja. Sedangkan kredit
investasi, pertumbuhan kredit
investasi justru mengalami
peningkatan pada triwulan I
tahun 2017.
Terdapat peningkatan
penyaluran KUR untuk
sektor produksi meningkat
dengan porsi total
penyaluran sebesar 29
persen.
125
dari triwulan I tahun 2016 ke triwulan I tahun 2017 dan
kredit konsumsi mengalami pertumbuhan sebesar 8,9
persen pada triwulan I tahun 2017 jika dibandingkan dengan
triwulan yang sama tahun 2016. Peningkatan ketiga kredit
tersebut salah satunya didorong oleh membaiknya kondisi
perekonomian
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Gambar 48. Penyaluran KUR berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Setelah pencapaian KUR pada tahun 2016 yaitu sebesar 94,3
triliun atau telah melebihi target yang ditentukan yaitu 94
triliun, target penyaluran KUR untuk tahun 2017 adalah
sebesar 110 triliun.
Sampai dengan 31 Maret 2017, total penyaluran KUR telah
mencapai 19,5 trilun, mencapai 17,8 persen dari target.
Penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi masih
didominasi oleh sektor perdagangan, yaitu sebesar 59,0
persen, dan diikuti dengan peningkatan penyaluran pada
sektor produksi (pertanian, perikanan, dan industri) dengan
porsi sebesar 29,0 persen. Pada akhir tahun 2016,
penyaluran KUR untuk sektor produksi hanya sebesar 18,0
persen. Adapun target porsi penyaluran KUR sektor
produksi tahun 2017 adalah sebesar 40,0 persen.
Pertanian22%
Perikanan …
Industri Pengolahan 5 %Perdagangan
59%
Jasa-jasa …
Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan Perikanan
Industri Pengolahan Perdagangan
Jasa-jasa
126
Berdasarkan sebaran wilayah, terdapat tiga pulau dengan
penyerapan KUR tertinggi yaitu pulau Jawa (10,9 triliun),
pulau Sumatera (3,9 triliun) dan pulau Sulawesi (1,9 triliun).
Sektor Perbankan Syariah
Gambar 49. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Data triwulan I merupakan data bulan Februari 2017
Ketahanan sektor perbankan syariah tercermin dalam rasio
kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang
meningkat diiringi dengan risiko pembiayaan yang terkendali.
Pada triwulan I tahun 2017, rasio kecukupan modal/CAR
meningkat menjadi 17,0 persen, berada jauh di atas
ketentuan penyediaan modal minimum perbankan, yaitu 8,0
persen. Rasio pembiayaan bermasalah pada triwulan I tahun
2017 (Non-Performing Financing/NPF) mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 8 bps (YoY)
menjadi 4,78 persen, yang masih berada di dalam batas wajar
pembiayaan bermasalah, yaitu di bawah 5 persen.
Sedangkan, rasio pembiayaan terhadap deposit pada
triwulan I tahun 2017 (Financing to Deposit Ratio/FDR)
mengalami penurunan (YoY) menjadi 83,8 persen dari 87,3
persen di tahun sebelumnya, namun masih dalam batas yang
wajar, yaitu pada kisaran 80 persen hingga 90 persen.
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
0
20
40
60
80
100
120
Per
tum
bu
han
(%
)
CA
R, N
PF,
FD
R (
%)
CAR NPF FDR Pertumbuhan CAR Pertumbuhan NPF Pertumbuhan FDR
Ketahanan sektor perbankan syariah tetap terjaga diiringi dengan resiko pembiayaan yang terkendali.
127
Gambar 50. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Data triwulan I merupakan data bulan Februari 2017
Kegiatan intermediasi perbankan mengalami pertumbuhan
yang relatif stabil pada triwulan I tahun 2017 meskipun
pertumbuhan jumlah penyaluran pembiayaan mengalami
perlambatan. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
meningkat sebesar 21,3 persen menjadi Rp281.084 miliar
pada triwulan I tahun 2017. Sementara, pembiayaan yang
disalurkan kepada masyarakat pada triwulan I tahun 2017
tumbuh sebesar 16,2 persen (YoY) atau melambat 0,3 persen
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Jumlah
pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat mengalami
kenaikan menjadi Rp245.815 miliar pada triwulan I tahun
2017 dari Rp 211.571 miliar pada triwulan yang sama di tahun
sebelumnya (YoY). Tren ini dipicu oleh menurunnya
pembiayaan jenis modal kerja terutama pada sektor non-
UMK
0
10
20
30
40
50
60
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
DPK Pembiayaan Pertumbuhan DPK Pertumbuhan Pembiayaan
Kegiatan intermediasi perbankan syariah relatif stabil meskipun tingkat penyaluran pembiayaan mengalami penurunan terutama pada pembiayaan jenis modal kerja.
DP
K, P
em
bia
yaan
(M
iliar
Rp
)
128
Gambar 51. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan : Data triwulan I merupakan data bulan Februari 2017
Meskipun pertumbuhan tingkat penyaluran pembiayaan
secara umum mengalami perlambatan, pertumbuhan
pembiayaan konsumsi mengalami kenaikan yang cukup
tinggi. Namun di saat yang sama, tingkat pembiayaan
investasi dan pembiayaan modal kerja mengalami
perlambatan pertumbuhan. Pada triwulan I tahun 2017,
pembiayaan konsumsi meningkat sebesar 25,0 persen (YoY)
menjadi Rp102,344 miliar. Sementara, pertumbuhan
pembiayaan investasi yang disalurkan pada triwulan I tahun
2017 meningkat sebesar 15,33 persen menjadi Rp59.430
miliar (YoY). Adapun, pertumbuhan pembiayaan modal kerja
mengalami kenaikan sebesar 7,5 persen dari tahun
sebelumnya (YoY) menjadi Rp84.040 miliar.
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
Pembiayaan Investasi Pembiayaan Modal Kerja Pembiayaan Konsumsi
Pertumbuhan PI Pertumbuhan PMK Pertumbuhan PK
PK
, PI,
PM
K (
Mili
ar R
p)
Walaupun secara umum
tingkat pembiayaan
mengalami perlambatan
pertumbuhan, pembiayaan
konsumsi mengalami
pertumbuhan yang cukup
tinggi dibandingkan
pembiayaan investasi dan
pembiayaan modal kerja.
129
Lampiran 1: Inflasi Domestik (Bagian 1)
Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Januari-Maret 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Sumatera
Jawa
Bali Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
130
Lampiran 2: Inflasi Domestik (Bagian 2)
Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Januari-Maret 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Jawa
Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
131
Lampiran 3 : Nilai Tukar Mata Uang per USD
Negara
Januari 2017 Februari 2017 Maret 2017 Rata-rata
Triwulanan QtQ (%) PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB
MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
Rupiah Indonesia 13.369,0 0,8 0,8 3,1 13.338,0 0,2 1,0 0,3 13.322,0 0,1 1,1 (0,6) 13.350,9 (0,7)
Lira Turki 3,8 (6,6) (6,6) (21,7) 3,6 3,5 (3,4) (18,7) 3,6 0,3 (3,1) (22,5) 3,7 (10,9)
Rand Afrika Selatan 13,5 2,0 2,0 17,9 13,1 2,6 4,7 20,9 13,4 (2,1) 2,4 10,1 13,2 5,3
BRIC
Real Brazil 3,1 3,4 3,4 27,0 3,1 1,2 4,7 29,1 3,1 (0,4) 4,3 15,1 3,1 4,9
Rubel Rusia 60,2 2,2 2,2 25,5 58,4 3,1 5,4 28,8 56,2 3,8 9,4 18,9 58,7 7,4
Rupee India 67,9 0,1 0,1 (0,1) 66,7 1,8 1,9 2,6 64,9 2,8 4,7 2,2 67,0 0,6
Yuan Cina 6,9 0,9 0,9 (4,5) 6,9 0,2 1,1 (4,6) 6,9 (0,3) 0,8 (6,3) 6,9 (0,8)
ASEAN-6
Dolar Singapura 1,4 2,6 2,6 1,0 1,4 0,5 3,1 0,2 1,4 0,4 3,6 (3,5) 1,4 (0,4)
Ringgit Malaysia 4,4 1,3 1,3 (6,3) 4,4 (0,3) 1,0 (5,3) 4,4 0,3 1,4 (11,9) 4,4 (2,7)
Baht Thailand 35,1 2,1 2,1 1,7 34,9 0,5 2,6 2,0 34,4 1,7 4,3 2,3 35,1 0,8
Peso Filipina 49,8 (0,4) (0,4) (4,2) 50,3 (0,9) (1,3) (5,5) 50,2 0,1 (1,2) (8,4) 50,0 (1,8)
Kyat Myanmar 1.355,5 0,1 0,1 (4,3) 1.365,0 (0,7) (0,5) (9,3) 1.359,0 0,4 (0,1) (10,5) 1.358,8 (3,8)
Negara Maju
Euro 0,9 2,6 2,6 (0,3) 0,9 (2,1) 0,5 (2,7) 0,9 0,7 1,3 (6,4) 0,9 (1,2)
Poundsterling Inggris
0,8 1,9 1,9 (11,7) 0,8 (1,6) 0,3 (11,1) 0,8 1,4 1,7 (12,6) 0,8 (0,3)
Yen Jepang 112,8 3,7 3,7 7,4 112,8 0,0 3,7 (0,1) 111,4 1,2 5,0 1,1 113,7 (3,7)
Won Korea Selatan 1.161,3 3,8 3,8 3,3 1.130,3 2,7 6,7 9,4 1.118,5 1,1 7,8 2,2 1.154,0 0,4
Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan (PAB)
132
Lampiran 4: Harga Komoditas Internasional
Komoditas Januari 2017 Februari 2017 Maret 2017 Rata-rata Triwulan
QtQ (%) PAB
MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM
(%) YTD (%)
YOY (%)
Beras (USD/cwt) 9,5 1,9 1,9 -16,0 9,3 -2,6 -0,7 -11,5 9,9 6,6 5,8 2,1 9,6 -1,7
Gula (USd/lb) 20,5 4,8 4,8 55,6 19,3 -5,6 -1,0 32,6 16,8 -13,2 -14,1 9,2 19,6 -5,1
Gandum (USd/bu) 420,8 3,1 3,1 -12,2 424,8 1,0 4,1 -4,6 426,5 0,4 4,5 -9,9 429,1 6,7
Kacang Kedelai (USd/bu) 1.024,5 2,8 2,8 16,1 1.025,0 0,0 2,9 20,2 946,0 -7,7 -5,1 3,9 1.020,0 1,6
Jagung (USd/bu) 359,8 2,2 2,2 -8,5 373,8 3,9 6,2 -0,5 371,8 -0,5 5,6 0,8 367,6 4,1
Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan
133
Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional
Komoditas
Januari 2017 Februari 2017 Maret 2017 Rata-rata Triwulan
QtQ (%) PAB
MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
PAB MTM (%)
YTD (%)
YOY (%)
Minyak Goreng 11.800,0 0,8 1,1 14,0 12.010,0 1,8 2,9 13,7 11.630,0 (3,2) (0,3) 7,5 11.597,3 1,1
Daging Sapi 115.030,0 0,2 0,3 2,4 115.550,0 0,5 0,8 2,3 114.770,0 (0,7) 0,1 1,7 113.934,4 (0,5)
Daging Ayam Broiler 31.620,0 (4,3) (4,6) (4,9) 29.550,0 (6,5) (10,9) (0,8) 29.340,0 (0,7) (11,5) (0,9) 30.538,8 (5,0)
Telur Ayam Ras 22.860,0 (6,3) (5,8) (9,7) 22.090,0 (3,4) (8,9) (7,5) 21.730,0 (1,6) (10,4) (0,6) 22.474,1 (4,0)
Tepung Terigu 8.820,0 (0,7) (0,7) (3,0) 8.890,0 0,8 0,1 (2,2) 8.840,0 (0,6) (0,5) (2,6) 8.921,1 (0,8)
Kedelai Impor 10.650,0 (0,4) (0,2) (4,0) 10.740,0 0,8 0,7 (2,0) 10.570,0 (1,6) (0,9) (3,9) 10.643,9 (0,2)
Kedelai lokal 10.820,0 (0,2) 0,2 (1,8) 10.510,0 (2,9) (2,7) (4,8) 10.960,0 4,3 1,5 (0,5) 11.039,3 (1,1)
Beras Medium 10.730,0 0,2 0,4 (1,5) 10.710,0 (0,2) 0,2 (1,7) 10.550,0 (1,5) (1,3) (2,8) 10.679,1 1,0
Gula Pasir 13.890,0 (1,5) (1,5) 5,6 13.800,0 (0,6) (2,1) 5,3 13.820,0 0,1 (2,0) 5,7 14.267,1 (8,2)
Cabe Merah Keriting 45.770,0 14,2 10,8 53,1 40.570,0 (11,4) (1,8) 11,5 33.690,0 (17,0) (18,5) (11,8) 47.583,0 37,2
Cabe Merah Biasa 40.480,0 9,1 8,8 25,1 35.990,0 (11,1) (3,3) (8,1) 28.680,0 (20,3) (22,9) (24,4) 45.659,0 35,6
Bawang Merah 33.960,0 (8,5) (8,5) 2,3 37.470,0 10,3 1,0 10,7 35.490,0 (5,3) (4,4) (16,6) 39.051,3 (5,8)
Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bula
SUSUNAN TIM REDAKSI
Penanggungjawab
Dr. Ir. Leonard VH Tampubolon, MA
Pemimpin Redaksi
Amalia Adininggar Widyasanti, ST, MSi, M.Eng, Ph.D
Dewan Redaksi
Dr. Ir. Boediastoeti Ontowirjo, MBA
Dr. Muhammad Cholifihani, SE, MA
Dr. Ir. Yahya Rachmana Hidayat, MSc
Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.D
Dr. Haryanto, SE, MA
Ir. Imarita Trihanda, MS
Drs. I Dewa Gde Sugihamretha, MPM
Redaktur Pelaksana
Cut Sawalina, SE, Msi
Drs. Muhammad Arif, Msi
Rosy Wediawaty, SE, MSE, MSc
Dra. Dwi Martini, ME
Yunus Gastanto, SE, PG.Dip
Mochammad Firman Hidayat, SE, MA
Tari Lestari, S.Si, SE, MS
Octal Pramudito, SE, MA
Yogi Harsudiono, SE, MPA
Istasius Angger Anindito, SE, MA
Sukhad, S.IP
Fajar Hadi Pratama, ST
Rufita Sri Hasanah, SE
Penulis
Arianto Christian Hartono, SE, MA
Yeni Oktavia Mulyono, SE
Ratih Budhi Larasati, SE
M. Indra Maulana, SE, MA
Budiono Rahmat, SE
Sri Mulyani, SE
Asterina Zarnia, SE
Catra Evan Ramadhani, SE
Muhibbudin Ahmad A, SE
Widyastuti Hardaningtyas, SE
Aditya Dwi Febri Christian Wibowo, ST
Ani Utami, SE
Distributor/Sirkulasi
Imam Musadad
Tulus Sujadi
Administrasi
Diah Prihartini
Editor
Sri Mulyani, SE
Budiono Rahmat, SE
Grafis dan Layout
Hamdan Hasan, S.Kom
Dimas Adhytia W, SE
Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik
membangun dari pembaca.
Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut
137