Kasus Wanprestasi

16
Kasus Hukum Perdata PT. Metro Batavia vs PT. GMF BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apa yang terjadi apabila seseorang atau badan hukum telah terikat dalam suatu perjanjian/kontrak, tetapi seseorang atau badan hukum tersebut tidak dapat memenuhi prestasinya, yang dikenal dengan istilah wanprestasi? Indonesia sebagai negara hukum, telah mengatur situasi tersebut sebagai salah satu kasus Hukum Perdata. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitkiberatkan kepada kepentingan perseorangan. Maka dari itu, sangatlah pantas apabila wanprestasi dikategorikan sebagai kasus perdata. Pada umumnya, seseorang atau badan hukum yang terlibat kasus wanprestasi akan membayar sejumlah denda. Namun, ada juga yang menerapkan hukuman sita jaminan bagi mereka yang tebuki melakukannya. Yang dimaksud dengan sita jaminan adalah jaminan berupa uang atau aset lain yang diserahkan oleh pengugat ke pengadilan yang dapat dipakai untuk mengganti biaya yang diderita oleh termohon jika ternyata permohonan tersebut tidak beralasan. Konflik yang terjadi antara PT. Metro Batavia dengan PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia merupakan salah satu contoh kasus wanprestasi. Kasus ini bermula ketika GMF memberikan biaya jasa kepada Batavia Air, seperti menambah angin ban dan penggantian oli pesawat. Sampai pada akhirnya, Batavia Air tidak juga melunasi biaya perawatan pesawat yang telah jatuh tempo sejak awal tahun 2008. GMF menuding Batavia telah melakukan wanprestasi sampai jatuh tempo.

Transcript of Kasus Wanprestasi

Page 1: Kasus Wanprestasi

Kasus Hukum Perdata

PT. Metro Batavia vs PT. GMF

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apa yang terjadi apabila seseorang atau badan hukum telah terikat dalam suatu perjanjian/kontrak, tetapi seseorang atau badan hukum tersebut tidak dapat memenuhi prestasinya, yang dikenal dengan istilah wanprestasi? Indonesia sebagai negara hukum, telah mengatur situasi tersebut sebagai salah satu kasus Hukum Perdata.

Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitkiberatkan kepada kepentingan perseorangan. Maka dari itu, sangatlah pantas apabila wanprestasi dikategorikan sebagai kasus perdata.

Pada umumnya, seseorang atau badan hukum yang terlibat kasus wanprestasi akan membayar sejumlah denda. Namun, ada juga yang menerapkan hukuman sita jaminan bagi mereka yang tebuki melakukannya. Yang dimaksud dengan sita jaminan adalah jaminan berupa uang atau aset lain yang diserahkan oleh pengugat ke pengadilan yang dapat dipakai untuk mengganti biaya yang diderita oleh termohon jika ternyata permohonan tersebut tidak beralasan.

Konflik yang terjadi antara PT. Metro Batavia dengan PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia merupakan salah satu contoh kasus wanprestasi. Kasus ini bermula ketika GMF memberikan biaya jasa kepada Batavia Air, seperti menambah angin ban dan penggantian oli pesawat. Sampai pada akhirnya, Batavia Air tidak juga melunasi biaya perawatan pesawat yang telah jatuh tempo sejak awal tahun 2008. GMF menuding Batavia telah melakukan wanprestasi sampai jatuh tempo. Total nilai utang yang seharusnya dilunasi oleh Batavia Air adalah sebesar 1,192 juta dollar AS.

Untuk menyelesaikan penagihan utang tersebut, GMF telah mengajukan gugatan perdata terhadap Batavia melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 25 September 2008. Pada tanggal 4 Maret 2009 lalu, untuk pertama kalinya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan sita jaminan terhadap pesawat terbang milik Batavia dengan surat penetapan sita jaminan Nomor 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst. GMF menyita ketujuh pesawat Batavia yang merupakan pesawat Boeing 737-200 dengan tujuh nomor seri dan nomor registrasi yang berbeda. Agar gugatan tidak sia-sia, permohonan sita jaminan diajukan agar selama perkara berlangsung Batavia tidak memindahtangankan atau memperjualbelikan asetnya. Ketujuh pesawat Batavia berstatus sita jaminan sampai kewajibannya dilunasi. Batavia juga dihukum membayar sisa tagihan kepada GMF atas biaya penggantian dan perbaikan mesin bearing pesawat Batavia. Maskapai penerbangan

Page 2: Kasus Wanprestasi

itu terbukti melakukan wanprestasi terhadap pembayaran utang sebesar AS$ 256.266 plus bunga 6 persen per tahun terhitung sejak 17 November 2007. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menolak seluruh gugatan yang diajukan PT Metro Batavia terhadap GMF AeroAsia dalam perkara kerusakan dua engine berkode ESN 857854 dan ESN 724662. Keputusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 11 Maret 2009.

Meski ketujuh pesawat Batavia disita, pesawat Batavia masih bisa beroperasi selama masa sitaan di wilayah Indonesia. Karena apabila pesawat berada di luar negeri, pengadilan negeri tidak memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi. Hal itu untuk menjaga kepentingan transportasi umum tetap terlayani. Izin operasional ini masuk dalam penetapan sita jaminan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst tertanggal 4 Maret 2009 yang diumumkan kuasa hukum Garuda, Adnan Buyung Nasution. Dalam hal ini berdasarkan Pasal 227 HIR dan Pasal 1131 KUHPerdata, semua jenis atau bentuk harta kekayaan debitur, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, menjadi tanggungan atau jaminan untuk segala utang debitur. Sita jaminan hanya dilarang terhadap hewan dan barang yang bisa digunakan untuk menjalankan pencaharian debitur. Pesawat terbang bisa dijadikan objek sita jaminan. Pesawat tidak dikategorikan sebagai barang yang diatur dalam Pasal 196 HIR, melainkan sebagai alat perdagangan.

Penetapan itu berbunyi, mengabulkan permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) penggugat dengan batasan dan ketentuan sebagai berikut. Pertama, menyatakan pesawat-pesawat terbang dalam sitaan tersebut tetap dapat dioperasikan demi kepentingan pelayanan transportasi umum selama dalam sitaan. Kedua, menyatakan pesawat-pesawat terbang dalam sitaan tersebut hanya boleh dioperasikan terbatas dalam wilayah Negara Republik Indonesia selama dalam sitaan. Ketiga, memerintahkan termohon (Batavia Air) merawat pesawat-pesawat terbang dalam sitaan itu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan biaya yang dibebankan kepada termohon sita. Keempat, memerintahkan termohon untuk selalu melaporkan kepada Departemen Perhubungan cq Direkrorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara dan Pemohon atas setiap perubahan pada pesawat, termasuk tidak terbatas pada mesin pesawat udara dan auxiliary power unit (APU) dari pesawat yang disita. Kelima, memerintahkan termohon sita menghadirkan pesawat-pesawat terbang dalam sitaan tersebut di Bandara Soekarno-Hatta pada saat sita jaminan diletakkan oleh Pengadilan Negeri. Keenam, memerintahkan juru sita Pengadilan Negeri melaporkan sita jaminan atas pesawat-pesawat terbang yang telah diletakkan pada Departemen Perhubungan cq Direkrorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara. Ketujuh, memerintahkan juru sita Pengadilan Negeri yang melakukan sita jaminan pesawat terbang berkoordinasi dengan Departemen Perhubungan cq Direkrorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara dalam melakukan sita jaminan, terkait dengan identifikasi pesawat terbang dan status pesawat guna menghindari terjadinya peletakan sita jaminan dan eksekusi yang sia-sia. Kedelapan, memerintahkan termohon sita melaporkan segala perubahan barang tersita kepada Departemen Perhubungan cq Direkrorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara.

Page 3: Kasus Wanprestasi

Batavia melaporkan penyitaan kepada Departemen Perhubungan supaya dicatat, atas pesawat yang disita ke Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Ditjen Pehubungan Udara Departemen Perhubungan. Pencatatan itu terkait dengan identifikasi dan status pesawat agar sita jaminan tidak sia-sia, termasuk setiap perubahan terhadap pesawat selama dalam masa sitaan. Selain itu, Batavia harus merawat pesawat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Majelis hakim membebankan biaya perawatan itu ke Batavia.

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Teori-Teori Hukum

2.1.2   Pengertian Hukum Perdata

Hukum Perdata (burgerlijkrecht) adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.

Hukum Perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang disingkat KUHS (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.).

2.1.3   Pengertian Hukum Harta Kekayaan

Hukum harta kekayaan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur kewajibanmanusia yang bernilai uang.hukum kekayaan meliputi 2 lapangan ,yaitu:

1. Hukum Benda,yaitu peraturan –peraturan hukum yang mengatur hak –hak kebendaan yang bersifat mutlak yang artinya hak terhadap benda yang oleh setiap wajib di akui dan dihormati.

2. Hukum Perikatan ialah,peraturan-peraturan yang mengatur perhubungan yang bersifat kehartaan antara dua orang lebih dimana pihak pertama berhak atas sesuatu prestasi (pemenuhan sesuatu) dan pihak yang lain wajib memenuhi sesuatu prestasi.

2.1.4   Pengertian Debitur dan Kreditur

Debitur adalah fihak yang berkewajiban memenuhi suatu perikatan, sedangkan Kreditur adalah fihak yang berhak atas pemenuhan sesuau perikatan tersebut.

2.1.5  Pengertian Prestasi

Prestasi merupakan obyek dari perikatan, yaitu hal pemenuhan perikatan. Macam-macam prestasi adalah :

Page 4: Kasus Wanprestasi

2.1.5.1 Memberikan sesuatu

Seperti membayar harga, menyerahkan barang, dan sebagainya.

2.1.5.2 Berbuat sesuatu

Misalnya memperbaiki barang yang rusak,membonkar bangunan, kesemuanya karena putusan pengadilandan sebagainya.

2.1.5.3 Tidak berbuat sesuatu

Misalnya untuk tidak mendirikan suatu bangunan, tidak menggunakan merek dagang tertentu, kesemuanya karena ditetapkan oleh putusan pengadilan.

2.1.6  Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:

2.1.6.1 Tidak memenuhi prestasi sama sekali

Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya           maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2.1.6.2 Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya

Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

2.1.6.3 Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.

Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.

Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling).

2.1.7  Pengertian Somasi

Page 5: Kasus Wanprestasi

Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.

Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.

Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:

1) Surat perintah

Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”

2) Akta sejenis

Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.

3) Tersimpul dalam perikatan itu sendiri

Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.

2.1.8 Ganti Kerugian

Penggantian kerugian dapat dituntut menurut undang-undang berupa “kosten, schaden en interessen” (pasal 1243 dsl).

Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving).

Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu:

a) Conditio Sine qua Non (Von Buri)

Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan terjadi jika tidak ada peristiwa A

Page 6: Kasus Wanprestasi

b) Adequated Veroorzaking (Von Kries)

Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat (peristiwa B).

Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati keadilan.

Seorang debitur yang dituduh wanprestasi dapat mengajukan beberapa alasan untuk membela dirinya, yaitu:

a) Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmach);

b) Mengajukan alasan bahwa kreditur sendiri telah lalai;

c) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.

2.1.9 Pengertian Sanksi

Sanksi adalah hukuman yang dijatuhkan oleng pengadilan.

Apabila debitur melakukan wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada debitur, yaitu:

1) Membayar kerugian yang diderita kreditur;

2) Pembatalan perjanjian;

3) Peralihan resiko;

4) Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan dimuka hakim.

2.1.10 Macam-macam perikatan, yaitu:

2.1.10.1        Perikatan sipil (civiele verbintenissen), yaitu perikatan yang apabila tidak dipenuhi dapat dilakukan gugatan (hak tagihan) misalnya jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa dan sebagainya.

2.1.10.2        Perikatan wajar (natuurlijke verbintenissen)

2.1.10.3        Perikatan yang dapat dibagi (deelbare verbintenissen)

Page 7: Kasus Wanprestasi

2.1.10.4        Perikatan yang tak dapat dibagi (ondeelbare verbintenissen)

2.1.10.5        Perikatan pokok (principale atau hoof-dverbintenissen)

2.1.10.6        Perikatan tambahan (accessoire atau nevenverbintenissen)

2.1.10.7        Perikatan spesifik (spesifieke verbintenissen)

2.1.10.8        Perikatan generic (genericke verbintenissen)

2.1.10.9        Perikatan jamak (meervoudige verbin-tenissen)

2.1.10.10   Perikatan murni (zuivere verbintenis)

2.1.10.11   Perikatan bersyarat (voorwaardelijke verbintenis) PT. GMF melakukan Perikatan dengan PT. Batavia dengan memberikan biaya jasa kepada PT. Batavia, seperti menambah angin ban dan penggantian oli pesawat dengan batas waktu sejak awal tahun 2008.

2.1.11 Sebab Berakhirnya Perikatan

2.1.11.1        Pembayaran (betaling) artinya jika kewajiban terhadap perikatan itu telah dipenuhi. Pembayaran harus diartikan luas, misalnya seorang pekerja melakukan pekerjaan termasuk juga pembayaran. Ada kemungkinan fihak ketiga yang membayar hutang seorang debitur kemudian ia sendiri menjadi kreditur baru pengganti kreditur yang lama. Keadaan semacam itu disebut subrogasi.

PT. Metro Batavia harus membayar hutang sebesar 1,192 juta dollar AS yang sudah jatuh tempo pada awal tahun 2008. Agar gugatan tidak sia-sia, permohonan sita jaminan diajukan agar selama perkara berlangsung Batavia tidak memidahtangankan atau memperjualbelikan asetnya, PT. GMF menyita tujuh pesawat PT. Metro Batavia.

2.1.11.2        Penawaran bayar tunai diikuti penyimpanan (consignatie)

2.1.11.3        Pembaharuan hutang atau novasi

2.1.11.4        Imbalan (vergelijking) atau kompensasi

2.1.11.5        Pencampuran hutang (schuldvermenging)

2.1.11.6        Pembebasan hutang (kwijtschelding der schuld)

2.1.11.7        Batal dan Pembatalan (nietigheid of te niet doening)

2.1.11.8        Hilangnya benda yang diperjanjikan (het vergaan der verschuldigde zaak)

Page 8: Kasus Wanprestasi

2.1.11.9        Timbul syarat yang membatalkan (door werking ener ontbindende voorwaarde).

2.1.11.10 Kadaluwarsa (verjaring).

2.1.12 Sumber Hukum Perikatan

2.1.12.1 Perjanjian (kontrak)

Perjanjian Adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau beberapa orang mengikatkan dirinya kepada seorang atau beberapa orang lain.

Suatu perbuatan dimana seseorang atau beberapa orang mengikatkan dirinya kepada seorang atau beberapa orang lain.

Perjanjian dianggap sah, harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Ijin kedua belah fihak berdasarkan persetujuan kehendak mereka masing-masing, tidak terdapat paksaan, penipuan atau kekeliruan.

2. Kedua belah fihak harus cakap bertindak : jika syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan dengan perantara hakim.

3. Ada objek tertentu : jumlah, jenis dan bentuk yang diperjanjikan sudah tertentu.4. Ada sebab yang dibolehkan, artinya ada sebab-sebab hukum yang menjadi dasar

perjanjian yang tidak dilarang oleh peraturan-peraturan, bertentangan dengan keamanan dan ketertiban umum, misalnya tidak boleh mengadakan perjanjian pemberian hadiah untuk memukul atau membunuh orang yang ditunjuk; dilarang mengadakan perjanjian jual beli budak dan lain-lain.

Jenis-jenis perjanjian tertentu:

1. Perjanjian jual beli (koop en verkoop)2. Perjanjian tukar menukar (Ruil, KUHP pasal 1541 dst.)3. Perjanjian sewa menyewa (Huur en Verhuur, KUHP pasal 1548 dst.)4. Pinjam pakai (Bruiklening, KUHS pasal 1740 dst.)5. Pinjam pakai sampai habis = pinjam mengganti (Verbruiklening, KUHS pasal

1754 dst.)6. Perjanjian penitipan (Bewaargeving, KUHS pasal 1694 dst.)7. Perjanjian kerja (Arbeidscontract, KUHS pasal 1601 dst.) adalah suatu perjanjian

dimana pihak pertama (buruh,kerja) akan memberikan tenaganya untuk melakukan sesuatu pekerjaan bagi pihak lain (majikan) dengan menerima upah yang telah ditentukan.

Perjanjian antara pihak pertama PT. GMF memberikan biaya jasa kepada PT. Metro Batavia, seperti menambah angin ban dan penggantian oli pesawat, dimana PT. Metro Batavia membayar  sejumlah uang yang sudah ditentukan kepada PT. GMF.

Page 9: Kasus Wanprestasi

1. Perserikatan (Maatschap, KUHS pasal 1618 dst.)2. Pemberian beban (Lastgeving, KUHS pasal 1792)

10. Pemberian hadiah (Schenking, KUHS pasal 1666 dst)\

11. Pertanggungan (Borgtocht, KUHS pasal 1820 dst.)

12. Penarikan perkara (Dading, KUHS pasal 1851 dst.)

2.1.12.2        Undang-Undang

Perikatan yang terjadi karena undang-undang, dibagi dalam dua golongan :

1. Perikatan yang terjadi karena undang-undang itu sendiri

Yaitu dikarenakan keadaan yang telah ditentukan oleh peraturan perundangan, maka timbullah suatu perikatan seperti timbulnya hak dan kewajiban.

1. Perikatan yang terjadi karena undang-undang disertai dengan tindakan manusia, yakni :

1. Tindakan menurut hukum / hakiki (rechmatige daad)

Yaitu perbuatan manusai berdasarkan haknya.

1. Tindakan melanggar hukum ( onrechmatige daad)

Ini diatur  dalam KUHS 1365 dst. yang berbunyi : “ Setiap tindakan melanggar hukum yang menyebabkan kerugian pada orang lain, maka orang yang bersalahmenyebabkan kerugian itu wajib mengganti kerugian”.

BAB 3

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus wanprestasi antara PT. Metro Batavia dan PT. Garuda Maintanence Facility yang sudah dibahas sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan sita jaminan terhadap pesawat terbang milik Batavia dengan surat penetapan sita jaminan Nomor 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst. GMF menyita ketujuh pesawat Batavia yang merupakan pesawat Boeing 737-200 dengan tujuh nomor seri dan nomor registrasi yang berbeda. Yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai dengan penerapan Pasal 227 HIR, Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 196 HIR?

Di dalam Pasal 227 HIR disebutkan bahwa “Jika ada sangka beralasan bahwa Tergugat akan menggelapkan atau memindahtangankan barang miliknya dengan maksud akan menjauhkan barang tersebut dari Penggugat, maka atas permohonan Penggugat

Page 10: Kasus Wanprestasi

Pengadilan dapat memerintahkan agar diletakkan sita atas barang tersebut untuk menjaga/menjamin hak Penggugat”. Isi pasal tersebut, sesuai dengan permohonan sita jaminan yang diajukan PT. GMF agar selama perkara berlangsung, Batavia tidak memindahtangankan atau memperjualbelikan asetnya.

Dalam hal ini, Penyitaan dalam sita jaminan bukan dimaksudkan untuk melelang, atau menjual barang yang disita , namun hanya disimpan oleh pengadilan dan tidak boleh dialihkan atau dijual oleh termohon/tergugat. Dengan adanya penyitaan, tergugat kehilangan kewenangannya untuk menguasai barang, sehingga seluruh tindakan tergugat untuk mengasingkan, atau mengalihkan barang-barang yang dikenakan sita tersebut adalah tidak sah dan merupakan tindak pidana.

Pasal 1311 KUHPerdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perserorangan. Pihak GMF sejak semula telah meminta kepada Batavia Air agar hartanya,  yaitu tujuh pesawat Batavia yang merupakan pesawat Boeing 737-200 dengan tujuh nomor seri dan nomor registrasi yang berbeda, secara khusus dijadikan jaminan pembayaran utang. Sehingga apabila dikemudian hari pada saat jatuh tempo PT. Batavia Air  tidak dapat menepati janjinya untuk membayar atau melunasi utangnya maka harta tergugat tersebut dapat dieksekusi oleh penggugat melalui prosedur tertentu.

Pasal 196 HIR menyatakan bahwa jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka fihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil fihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.

Penjelasan: Biasanya pihak yang kalah itu dengan kemauan sendiri mematuhi isi keputusan hakim, akan tetapi apabila ia lalai atau tidak mau memenuhinya, maka pihak yang menang baik dengan lisan maupun dengan surat memajukan permintaan kepada pengadilan negeri yang telah memutus perkara itu, untuk melaksanakan keputusan tersebut. Ketua pengadilan kemudian menyuruh memanggil pihak yang kalah itu dan diberi ingat supaya dalam tempoh yang ditetapkan oleh ketua yang selama-lamanya delapan hari, memenuhi keputusan itu. Setelah lewat tempo yang ditetapkan itu dan yang kalah belum juga memenuhi perintah hakim, maka menurut pasal 167 hakim kemudian memerintahkan kepada Panitera untuk menyita barang-barang terangkat milik orang yang kalah sekira cukup untuk memenuhi tagihan uang dan biaya eksekusi.

Berdasarkan kasus wanprestasi yang dilakukan oleh PT. Batavia terhadap PT. GMF dan analisis kasus yang sesuai dengan Pasal 227 HIR, Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 196 HIR, maka kami menyatakan bahwa kasus wanprestasi GMF terhadap Batavia dibenarkan untuk melakukan sita jaminan sampai Batavia dapat melunasi utang sebesar….

Page 11: Kasus Wanprestasi

BAB 4

PENUTUP

Kesimpulan

Hukum perdata bersumber pokok pada kitab undang-undang hukum sipil yang berlaku di Indonesia sejak tanggal 1 mei 1848 KUHP yang berdasarkan asas konkordansi. Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.

Kasus Hukum Perdata PT. Metro Batavia dan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia terdapat masalah jatuh tempo dari PT Metro Batavia yang sesuai dengan Pasal 196 HIR (Herzien Inlandsch Reglement), terdapat juga Pasal 227 HIR yang berisikan sita jaminan untuk PT Metro Batavia dan Pasal 1311 KUHPerdata Kebendaan siberhutang berhak menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Semua keputusan pengadilan sesuai dengan Hukum Perdata yang berlaku.

Dilihat dari pembahasan dan penjabaran masalah kasus wanprestasi di atas yang mengenai konflik antara PT Metro Batavia dan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia, penulis menyimpulkan bahwa kasus tersebut merupakan tindak perdata yang sesuai dengan penerapan pasal 227 HIR (Herzien Inlandsch Reglement), pasal 1131 KUHPerdata, dan pasal 196 HIR. Untuk itu, segala keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah dibuat sudah sesuai dengan perkara kasus yang berdasarkan hukum yang telah ditetapkan.

Saran

Dengan adanya kasus Wanprestasi antara PT Metro Batavia dan PT GMF kami mengharapkan agar masyarakat pada umumnya dapat terlebih dahulu memahami  seluruh isi perjanjian kontrak kerja sebelum menyetujui kontrak terse but. Dengan demikian masyarakat dapat memenuhi apa yang menjadi Hak dan Kewajiban dari isi perjanjian tersebut, agar masyarakat tidak mendapat masalah dengan perjanjian kontrak.