BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

30
19 BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA A. Pengertian dan Terjadinya Cidera Janji (Wanprestasi) 1. Pengertian perjanjian Penerapan hukum privat dalam masyarakat di Indonesia yang dapat di lihat secara nyata adalah dilakukannya sebuah perjanjian. Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana ada dua pihak atau lebih yang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari perjanjian ini, ditimbulkan suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum tersebutlah yang dinamakan perikatan. 29 Hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian menimbulkan perikatan. Dengan kata lain perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka, sehingga anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian dan undang-undang hanya berfungsi untuk melengkapi perjanjian yang dibuat oleh masyarakat. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, karena perjanjian merupakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat tanpa ketentuan para pihak yang bersangkutan. 30 29 Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata (Alumni, Banding, 1992, hlm. 113. 30 J.Satrio, Hukum Perikatan-Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku 1 (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 5. Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

Page 1: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

19

BAB II

CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM PERJANJIAN

DI INDONESIA

A. Pengertian dan Terjadinya Cidera Janji (Wanprestasi)

1. Pengertian perjanjian

Penerapan hukum privat dalam masyarakat di Indonesia yang dapat di

lihat secara nyata adalah dilakukannya sebuah perjanjian. Perjanjian adalah suatu

perbuatan hukum dimana ada dua pihak atau lebih yang saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal. Dari perjanjian ini, ditimbulkan suatu peristiwa berupa

hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum tersebutlah yang

dinamakan perikatan.29 Hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian

menimbulkan perikatan. Dengan kata lain perjanjian merupakan salah satu sumber

yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut

sistem terbuka, sehingga anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian

dan undang-undang hanya berfungsi untuk melengkapi perjanjian yang dibuat

oleh masyarakat. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan

perikatan, karena perjanjian merupakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak,

sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat tanpa ketentuan para

pihak yang bersangkutan.30

29 Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata (Alumni, Banding, 1992,

hlm. 113.30 J.Satrio, Hukum Perikatan-Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku 1 (Bandung :

PT Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

20

Pengertian perjanjian terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang

atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”. Dalam hal ini

dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian terdapat unsur perbuatan, unsur

adanya satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih dan unsur

pengikatan diri para pihak dalam perjanjian tersebut. Dimana unsur-unsur ini

wajib ada dalam sebuah perjanjiann agar supaya perjanjian tersebut dapat berjalan

dengan baik, dengan mendasarkan gambaran tentang peristiwa hukum, J. Satrio

memberikan kritik dan pendapat atas rumusan Pasal 1313 KUHPerdata yang

intinya sebagai berikut.

Kata perbuatan atau tindakan manusia bila dilihat dari skema peristiwa hukum dapat meliputi tindakan hukum dan bukan tindakan hukum yang keduanya dibedakan oleh adanya faktor kehendak. Keberatannya adalah akibat hukum pada peristiwa hukum yang berasal dari bukan perbuatan hukum pada dasarnya tidak didasarkan pada kehendak pihak-pihak yang terlibat, seperti onrechtmatige daad dan zaakwarneming sehingga tidak mungkin masuk dalam kelompok perjanjian karena akibat hukum pada perjanjian memang dikehendaki atau dianggap tidak dikehendaki. Agar beberapa contoh peristiwa hukum tersebut tidak tercakup kedalam kelompok perjanjian, maka kata perbuatan dalam Pasal 1313 KUHPerdata harus lebih tepat lagi kalau ditambah dengan kata hukumdibelakangnya, sehingga menjadi perbuatan hukum/tindakan hukum.31

Menurut J. Satrio perjanjian dapat mempunyai arti yang luas dan sempit.

Dalam arti luas, suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang dapat menimbulkan

akibat hukum sebagai yang dikehendaki (dianggap dikehendaki) oleh para pihak,

termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan perjanjian lainnya.

Dalam arti sempit, perjanjian ini hanya ditunjukan kepada hubungan-hubungan

31 Ibid., hlm. 24-27.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

21

hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja seperti yang dimaksud oleh Buku

III KUHPerdata.32 Pendapat lain dengan meninjau berdasarkan skema peristiwa

hukum, Subekti berpendapat mengenai perumusan perjanjian sebagai berikut.

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari pendapat Subekti dapat dikatakan bahwa perjanjian itu sendiri merupakan sebuah peristiwa, peristiwa tersebut dikatakan sebagai suatu peristiwa hukum yang mempunyai akibat hukum bagi para pihak yang melakukan suatu perjanjian. 33

Dapat diketahui bahwa secara umum perjanjian merupakan suatu

perbuatan hukum, yang terdapat hubungan perikatan antara satu orang atau lebih

untuk saling mengikatkan diri melaksanakan hal tertentu, sebagaimana diketahui

isi perjanjian adalah perikatan. Dari berbagai perumusan tentang perjanjian diatas

maka perjanjian bisa mencakup apa saja yang termasuk dalam perjanjian dan

mengesampingkan yang bukan perjanjian, adapun yang termasuk dalam

perjanjian harus berupa perbuatan hukum yang akibatnya dikehendaki. Sebagai

contoh zaakwarneming memang ada akibat hukum tetapi tidak dikehendaki oleh

para pihak jadi bukan merupakan perjanjian. Perjanjian dapat ditentukan dari

kapan kesepakatan diperjanjian itu tercapai antara para pihak yang melakukan

perjanjian, sesuai dengan waktu perjanjian itu terjadi.34

Berdasarkan peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua

orang atau lebih yang disebut perikatan, perikatan tersebut timbul sebelum ada

perjanjian yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak

yang saling bertimbal balik. Hukum perjanjian dibicarakan sebagai bagian dari

32 Ibid., hlm. 35.33 R. Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta : PT. Intermasa, 1987), hlm. 1. 34 Ibid., hlm. 22.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

22

pada hukum perikatan, sedangkan hukum perikatan adalah bagian daripada

hukum kekayaan, maka hubungan hukum yang timbul antara para pihak didalam

perjanjian adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan. Hukum

kekayaan adalah hukum yang mengatur tentang hak-hak kekayaan, yaitu hak-hak

yang mempunyai nilai ekonomis/uang. Jadi hak-hak kekayaan berbeda dengan

hak-hak lain artinya dapat dijabarkan dalam sejumlah uang tertentu.35

a. Pengaturan hukum perjanjian

Sumber hukum nasional sebagaimana diketahui masih bersumber dari

hukum yang telah diletakkan oleh kolonial dalam hal ini adalah Belanda.

Penggunaan KUHPerdata sebagai hukum positif Indonesia masih digunakan,

namun tidak digunakan sepenuhnya. Secara umum KUHPerdata yang dikenal

dengan istilah Burgelijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang

disusun di negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum

Perdata Prancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan

hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai

hukum yang paling sempurna.

Kodifikasi KUHPerdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847

melalui Statsblaad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848. kiranya perlu

dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUHPerdata (BW) Indonesia ini

Scholten dan kawan-kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne, Directueur

Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya, ia juga turut berhasa dalam

35 http://notariatundip2011.blogspot.co.id/2012/03/hukum-perikatan-pada-pemahaman-

awal.html (diakses pada tanggal 23 Maret 2016).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

23

kodifikasi tersebut.36 Disamping itu, sejarah mengenai perkembangan hukum

perdata yang berkembang di Indonesia bahwa hukum perdata tertulis yang berlaku

di Indonesia merupakan produk hukum perdata Belanda yang di berlakukan asas

konkordansi yaitu hukum yang berlaku di negeri jajahan (Belanda) yang sama

dengan ketentuan yang berlaku di negeri penjajah. Secara makrosubtansial,

perubahan–perubahan yang terjadi pada hukum perdata Indonesia. Pertama, pada

mulanya hukum perdata Indonesia merupakan ketentuan- ketentuan pemerintahan

Hindia-Belanda yang di berlakukan di Indonesia (Algemene Bepalingen van

Wetgeving/AB). Sesuai dengan stbl. No.23 tanggal 30 April 1847 yang terdiri dari

36 pasal. Kedua, dengan konkordansi pada tahun 1848 di undangkan KUHPerdata

(BW) oleh pemerintah Belanda. Di samping BW berlaku juga KUHD (WvK)

yang di atur dalam stbl.1847 No.23.

Terdapat beberapa pasal yang dicabut karena disesuaikan dengan nilai

budaya dan hukum negara Indonesia dengan adanya pemberlakuan aturan hukum

baru. Adapun pasal-pasal yang tidak berlaku lagi adalah sebagai berikut :

1) Pasal-pasal yang mengatur mengenai benda tidak bergerak yang hanya

mengatur mengenai hak atas tanah.

2) Pasal-pasal yang mengatur mengenai cara memperoleh hak milik atas

tanah.

3) Pasal 621- 623 yang mengatur mengenai pemberian penegasan hak atas

tanah yang menjadi wewenang pengadilan negeri.

36https://docs.google.com/document/d/1R7G1oRzVnzJWTBv_WvpJkYjxwRK_SE1FpZ0

6FrVIG80/edit?pli=1 (diakses pada tanggal 23 Maret 2016).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

24

4) Pasal-pasal yang mengatur mengenai penyerahan benda-benda tidak

bergerak.

5) Pasal 673 mengenai kerja rodi.

6) Pasal 625-672 yang mengatur mengenai hak dan kewajiban pemilik

pekarangan yang bertetangga.

7) Pasal 674-710 yang mengatur mengenai pengabdian pekarangan

(erfdienstbaarheid).

8) Pasal 711-719 yang mengatur mengenai hak opstal.

9) Pasal 720-736 yang mengatur mengenai hak erfpacht.

10) Pasal 737-755 yang mengatur mengenai bunga tanah dan hasil

persepuluh.37

Perjanjian yang dikenal secara umum juga diatur dalam Buku III

KUHPerdata tentang Perikatan. Perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata

tentang perikatan, karena dapat diketahui perjanjian adalah sumber dari perikatan,

dimana perjanjian adalah sekumpulan perikatan-perikatan yang mengikat para

pihak dalam perjanjian yang bersangkutan.38 Secara sistematis didalam Buku III

KUHPerdata diatur ketentuan-ketentuan secara umum atau khusus mengenai

perikatan. Ketentuan umum terdiri dari empat bab yaitu bab I sampai bab IV dan

ketentuan khusus terdiri dari bab V sampai dengan XVIII. Bab I mengandung

banyak ketentuan-ketentuan yang hanya berlaku bagi persetujuan saja. Bab II

diatur ketentuan-ketentuan mengenai perikatan-perikatan yang timbul dari

persetujuan. Bab III lebih mengatur secara spesifik mengenai perikatan yang

37 Komariah, Hukum Perdata (Malang : Universitas Muhammadiyah, 2002), hlm. 85-86.38 J. Satrio, Op.Cit., hlm. 6.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

25

timbul karena undang-undang dan bab IV mengatur ketentuan-ketentuan tentang

cara hapusnya perikatan-perikatan, tanpa memperhatikan apakah perikatan itu

terjadi karena persetujuan atau undang-undang.

Secara keseluruhan bab I sampai dengan IV jika dilihat dari segi

pengaturan perjanjian, mengatur tentang perjanjian tidak bernama. Perjanjian

tidak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara

khusus di dalam undang-undang, karena tidak diatur dalam KUHPerdata dan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut dengan KUHD). Di

luar KUHPerdata dikenal pula perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture,

kontrak production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, kontrak

rahim, dan lain sebagainya. Perjanjian jenis ini disebut perjanjian innominaat,

yakni perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik

kehidupan masyarakat. Keberadaan perjanjian baik nominaat maupun innominaat

tidak terlepas dari adanya sistem yang berlaku dalam hukum perjanjian itu

sendiri.39

Lahirnya perjanjian ini didalam prakteknya adalah berdasarkan asas

kebebasan berkontrak, seperti diterangkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya” yang dimaksudkan untuk

menyatakan kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu

perundang-undangan. Kekuatan itu seperti diberikan kepada semua perjanjian

yang dibuat secara sah untuk mengadakan perjanjian, sekalipun perjanjian yang

39 http://iyudkidd02street17.blogspot.co.id/2012/11/perjanjian-bernama-dan-perjanjian-

tidak.html (diakses pada tanggal 23 Maret 2016).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

26

dilakukan tidak bernama atau tidak secara khusus diatur oleh undang-undang.

Sementara bab V sampai dengan bab XVIII mengatur mengenai persetujuan-

persetuan bernama (tertentu) atau perjanjian bernama. Perjanjian bernama atau

perjanjian khusus adalah perjanjian yang memiliki nama sendiri yang sudah diatur

didalam undang-undang. Perjanjian tersebut diberi nama oleh pembuat undang-

undang dan merupakan perjanjian yang sering ditemui di masyarakat misalnya,

jual-beli, sewa-menyewa, hibah, pemberian kuasa dan sebagainya.40

Dapat diketahui dalam Buku III KUHPerdata terdapat pengaturan

mengenai ketentuan umum dan ketentuan khusus dalam perjanjian. Ketentuan

umum dalam bab I sampai dengan IV lebih mengatur tentang perjanjian tak

bernama yang bebas berdasarkan azas kebebasan berkontrak, sedangkan ketentuan

khusus yang terdapat dalam bab V sampai dengan XVIII mengatur tentang

perjanjian yang bernama yang sudah diatur oleh undang-undang dan sudah diberi

nama oleh pembuat undang-undang. Hubungan keduanya dapat diketahui, bahwa

ketentuan umum mengatur perjanjian atau persetujuan yang lebih luas karena para

pihak dalam perjanjian bebas membuat perjanjian apa saja berdasarkan azas

kebebasan berkontrak, yang artinya bahwa setiap orang adalah bebas untuk

membuat perjanjian atau persetujuan apapun selain yang telah diatur oleh UU.

Namun kebebasan pihak-pihak untuk membuat perjanjian diadakan

beberapa pembatasan, yaitu tidak boleh melanggar hukum yang bersifat memaksa.

Dikatakan bersifat memaksa, karena hukum dapat memaksa anggota masyarakat

untuk mematuhinya. Apabila melanggar hukum akan dikenakan sanksi yang

40 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan (Bandung : Bina Cipta, 1987), hlm. 9-11.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

27

tegas. Kebebasan itu juga tidak boleh melanggar ketertiban umum dan

kesusilaan.41 Jika ketentuan khusus hanya mengatur tentang perjanjian yang telah

diatur dan diberi nama oleh undang-undang saja. Jadi ketentuan umum mengatur

tentang perjanjian tak bernama sebagai peraturan perundangan dalam Buku III

KUH Perdata bersifat menambah (aavullend recht) dan lebih luas berlaku untuk

semua perjanjian baik bernama maupun tak bernama sepanjang undang-undang

pada perjanjian bernama tak memberikan suatu pengaturan tersendiri yang

menyimpang dari ketentuan umum.42 Sementara itu, ketentuan khusus hanya

mengatur perjanjian yang sudah diatur oleh undang-undang dan bernama saja.

b. Syarat sah perjanjian

Sebagaimana diketahui suatu perjanjian dalam salah satu sumber hukum

perdata yang secara tertulis disebutkan, bahwa hukum perjanjian dari

KUHPerdata menganut sistem konsensualisme. Artinya hukum perjanjian dari

KUHPerdata itu menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian

cukup dengan sepakat saja dan dengan perjanjian itu terjadi perikatan yang

ditimbulkan karenanya sudah dilahirkan pada saat detik tercapainya konsensus.

Sebagaimana dimaksud diatas, pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan

mengikat, bukannya pada detik detik yang lain baik yang kemudian atau

sebelumnya.43

Secara umum syarat sah yang ada dalam perjanjian telah disebutkan dalam

KUHPerdata. Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa untuk sahnya suatu

41 Ibid., hlm. 11. 42 J. Satrio, Op.Cit., hlm. 150. 43 R. Subekti, Aneka Perjanjian (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1975), hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

28

perjanjian diperlukan empat syarat yaitu sepakat, cakap berbuat, hal tertentu dan

sebab yang halal.

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang

mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai

perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan

dan penipuan. Pada dasarnya kata sepakat adalah pertemuan atau

persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanian. Seseorang

dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya jika ia

memang menghendaki apa yang disepakati44. Mariam Darus Badrulzaman

melukiskan pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak yang

disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan

pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offer). Pernyataan pihak

yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptance). Kata

sepakat dapat diungkapkan dalam berbagai cara, misalnya secara lisan,

tertulis, dengan tanda, dengan simbol. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa penawaran dan akseptasi merupakan unsur yang sangat penting

untuk menentukan lahirnya perjanjian.45 Secara umum suatu perjanjian

telah dinyatakan lahir pada saat tercapainya suatu kesepakatan atau

persetujuan di antara dua belah pihak mengenai suatu hal pokok yang

menjadi objek perjanjian. Didalam perjanjian baku sepakat dinyatakan

dengan persetujuan konsumen mengikuti perjanjian yang dibuat oleh

44 J. Satrio, Op.Cit., hlm. 164. 45 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis (Bandung : Alumni, 1994),

(selanjutnya disebut dengan Mariam Darus I), hlm. 24.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

29

perusahaan penyusun kontrak yang dilakukan secara sepihak, yang

diungkapkan secara tertulis biasanya melalui penandatanganan46.

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, yaitu bahwa para pihak yang

mengadakan perjanjian harus cakap menurut hukum, serta berhak dan

berwenang melakukan perjanjian. Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan

bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali

apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Kemudian Pasal

1330 KUHPerdata menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak

cakap untuk membuat perjanjian, yakni:

a) Orang yang belum dewasa (dibawah 21 tahun);

b) mereka yang ditaruh dibawah pengampuan dan;

c) perempuan yang sudah menikah.

Pasal 330 KUHPerdata menyatakan bahwa seseorang dianggap dewasa

jika dia telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah.

Kemudian berdasarkan Pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974(selanjutnya disebut UU No. 1 Tahun 1974) tentang perkawinan menyatakan

bahwa kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di bawah kekuasaan

orang tua atau wali sampai dia berusia 18 tahun. Berkaitan dengan perempuan

yang telah menikah, Pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa

masing-masing pihak (suami atau istri) berhak melakukan perbuatan hukum.

Maka hukum positiflah yang dipakai sebagai dasar penentu usia kedewasaan yaitu

UU No. 1 Tahun 1974. Terdapat juga subyek hukum lain selain manusia yaitu

46 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 87.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

30

badan hukum. Badan hukum dianggap sebagai hal yang abstrak atau tidak nyata

karena tidak mempunyai kekuasaan untuk menyatakan kehendak, hanya manusia

yang mempunyai kehendak. Maka dalam melakukan tugasnya sebagai pengemban

hak dan kewajiban, tugas tersebut dijalankan oleh manusia-manusia yang juga

subyek hukum dan tentunya sudah cakap dalam melaksanakan perbuatan hukum.

Dalam hal kecakapan melaksanakan perbuatan hukum, harus dapat dipastikan

bahwa badan hukum telah memenuhi persyaratan yang ditentukan negara47.

Sebagai contoh badan hukum misalnya suatu perusahaan.

Orang yang mewakili perusahaan pada prinsipnya adalah orang yang

diberi hak oleh undang-undang untuk mewakili perusahaan itu. Dalam badan

hukum perseroan terbatas, direksi yang mempunyai hak untuk mewakili badan

hukum tersebut baik di dalam maupun di luar pengadilan termasuk

menandatangani perjanjian atas nama perusahaan. Selain direksi, pihak-pihak lain

juga dapat menandatangani perjanjian atas nama badan hukum perseroan terbatas

selama orang itu mendapatkan kuasa dari direksinya. Misalnya seorang manajer

sumber daya manusia dapat menandatangani perjanjian kerja dengan para

karyawan suatu perusahaan selama tindakannya itu berdasarkan kuasa yang

diberikan oleh direksi yang biasanya sudah tercantum dalam surat tugasnya ketika

diangkat sebagai manajer. Semua perjanjian kerja yang dibuat atas nama

perusahaan dengan demikian mengikat perusahaan yang diwakilinya.48

3) Mengenai suatu hal tertentu, maksud dari suatu hal tertentu adalah hal bisa

ditentukan jenisnya maupun obyeknya. Pasal 1333 KUHPerdata

47 Ibid., hlm. .67.48 http://www.legalakses.com/mewakili-perusahaan-dalam-perjanjian/ (diakses pada

tanggal 24 Maret 2016).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

31

menentukan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu benda

(zaak) yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya‘. Suatu perjanjian

harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian haruslah mengenai

suatu hal tertentu, berarti bahwa apa yang diperjanjikan, yakni hak dan

kewajiban kedua belah pihak. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian

paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. Istilah barang yang dimaksud di

sini yang dalam bahasa Belanda disebut sebagai zaak. Zaak dalam bahasa

Belanda tidak hanya berarti barang dalam arti sempit, tetapi juga berarti

yang lebih luas lagi, yakni pokok persoalan. Oleh karena itu, objek

perjanjian itu tidak hanya berupa benda, tetapi juga bisa berupa jasa49. Jika

dilihat dari segi perikatan, pengertian hal tertentu dalam hukum perikatan

adalah prestasi (kewajiban yang mesti dipenuhi oleh ke dua pihak atau

lebih) yang terjadi dalam perjanjian sebagaimana ditegaskan dalam Pasal

1234 KUHPerdata prestasi itu dapat berupa menyerahkan sesuatu, berbuat

sesuatu dan tidak berbuat sesuatu50. Dapat diambil kesimpulan bahwa

Pasal 1234 KUHPerdata dalam syarat hal tertentu hanya menerangkan

tentang cara melakukan suatu prestasi, sedangkan bentuk prestasi yang

sebenarnya adalah benda/zaak sebagaimana telah diterangkan didalam

Pasal 1333 KUHPerdata diatas.

4) Suatu sebab yang halal, maksud dari sebab yang halal adalah jika objek

dalam perjanjian bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum,

maka perjanjian tersebut menjadi batal. Sebagai contohnya, perjanjian

49 Sudargo Gautama, Indonesian Business Law (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 79.

50 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak (Jakarta : Rajawali Press), hlm. 30.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

32

untuk membunuh seseorang mempunyai objek tujuan yang illegal, maka

kontrak ini tidak sah51. Pasal 1335 Jo 1337 KUHPerdata menyatakan

bahwa isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang

tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban.

J. Satrio berpendapat bahwa suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan

undang-undang, jika klausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya

bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Untuk menentukan apakah

suatu kausa perjanjian bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal

yang mudah, karena istilah kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa

berbeda-beda antara daerah yang satu dan daerah yang lainnya atau antara

kelompok masyarakat yang satu dan lainnya. Selain itu penilaian orang terhadap

kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman52. Klausa

hukum dalam perjanjian juga terlarang jika bertentangan dengan ketertiban

umum. J.Satrio memaknai ketertiban umum sebagai hal-hal yang berkaitan

dengan masalah kepentingan umum, keamanan negara, keresahan dalam

masyarakat dan juga keresahan dalam masalah ketatanegaraan53, Maka dapat

diketahui bahwa sebab yang halal adalah salah satu penentu syarat sahnya

perjanjian dan perjanjian dalam hal ini harus tidak bertentangan undang-undang,

kesusilaan dan ketertiban.

Perjanjian baru dapat dikatakan sah jika telah dipenuhinya semua

ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dari keterangan

tersebut dapat diketahui juga terdapat hal-hal yang menyebabkan batalnya suatu

51 Ibid., hlm. 80. 52 J.Satrio, Op.Cit., hlm. 109. 53 Ibid., hlm. 41.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

33

perjanjian. Jika diuraikan secara rinci, syarat cakap dan sepakat suatu perjanjian

digolongkan ke dalam syarat subjektif (syarat mengenai orang yang melakukan

perjanjian). Apabila salah satu syarat subjektif ini tidak dipenuhi maka akibat

hukumnya perjanjian dapat dimintakan pembatalannya. Sedangkan tentang suatu

hal tertentu dan sebab halal digolongkan kedalam syarat objektif (benda yang

dijadikan objek perjanjian). Jika salah satu syarat objektif ini tidak dipenuhi, maka

akibat hukumnya perjanjian batal demi hukum. Artinya perjanjian dengan

sendirinya menjadi batal dengan kata lain perjanjian telah batal sejak dibuatnya

perjanjian tersebut atau dianggap tidak ada. Hal-hal inilah yang merupakan unsur-

unsur penting dalam mengadakan perjanjian54.

Maka dapat diketahui, secara umum bahwa empat syarat sahnya perjanjian

yaitu sepakat, cakap, hal tertentu, sesuatu yang halal pelaksanaannya tergantung

pada para pihak yang melakukan suatu perjanjian itu. Kewajiban para pihak harus

memenuhi empat syarat yang ada dalam suatu perjanjian dan ini merupakan suatu

yang mutlak atau harus ada dan dipenuhi, karena memang sudah ditentukan secara

rinci dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Selain Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sah

perjanjian, juga terdapat perjanjian-perjanjian yang harus dibuat secara formal

yang biasa disebut perjanjian formal. Adapun terhadap perjanjian-perjanjian

formal atau perjanjian rill merupakan perkecualian. Perjanjian formal yang sering

dilakukan misalnya perjanjian perdamaian yang menurut Pasal 1851 (2)

KUHPerdata harus diadakan secara tertulis, sedangkan perjanjian rill misalnya

54 Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia Buku Kesatu Hukum

Dagang Menurut KUHD Dan KUHPerdata (Jakarta : Sinar Grafika, 1994), hlm. 191.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

34

perjanjian pinjam pakai yang menurut Pasal 1740 KUHPerdata baru tercipta

dengan diserahkannya barang yang menjadi obyeknya atau penitipan yang

menurut Pasal 1694 KUH Perdata baru terjadi dengan diserahkannya barang yang

dititipkan. Perjanjian ini tidak cukup dengan adanya kata sepakat saja, tetapi

disamping itu diperlukan suatu formalitas atau suatu perbuatan yang nyata atau

(rill). Misalnya pada perjanjian jual beli yang dilakukan dengan pembiayaan

konsumen.

c. Pengertian cidera janji (wanprestasi)

Dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak yang akan menimbulkan

prestasi, apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi dalam perjanjian akan

menimbulkan ingkar janji (wanprestasi) jika memang dapat dibuktikan bukan

karena overmacht atau keadaan memaksa. Perkataan wanprestasi berasal dari

bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi

adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak

dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian55.

Kelalaian atau kesalahan debitur tersebut juga bukan karena overmacht atau

keadaan memaksa. Keadaan memaksa dapat menjadikan debitur tidak dapat

berprestasi, jadi debitur bebas dari kewajiban atas prestasi lawan janjinya. Sebagai

contoh penyerahan rumah tidak dapat dilakukan karena bencana Tsunami.

d. Terjadinya cidera janji (wanprestasi)

Perikatan lahir karena adanya suatu perjanjian, dari suatu perjanjian yang

merupakan suatu pertemuan kehendak para pihak yang berjanji akan

55 Nindyo Pramono, Hukum Komersil (Jakarta : Pusat Penerbitan UT, 2003), hlm. 221.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

35

menimbulkan prestasi. Arti prestasi sendiri dapat dilihat dari Pasal 1234

KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan adalah memberikan sesuatu,

berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Kata memberikan sesuatu

sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1235 KUHPerdata tersebut dapat

mempunyai dua pengertian, yaitu:

1) Penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang menjadi obyek

perjanjian.

2) Penyerahan hak milik atas barang yang menjadi obyek perjanjian,

yang dinamakan penyerahan yuridis.

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah

memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan

berdasarkan kesepakatan dan kehendak tanpa ada pihak yang dirugikan.

Terkadang perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena tidak

berprestasinya salah satu pihak atau debitur. Untuk mengatakan bahwa debitur

salah dan melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, terkadang tidak mudah.

Hal sulit untuk menyatakan wanprestasi karena tidak dengan mudah dijanjikan

dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang

diperjanjikan.

Bentuk prestasi debitur dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu,

akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak

pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian.

Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu dan memberikan

sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut Pasal

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

36

1238 KUHPerdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya

batas waktu tersebut. Apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya, maka

untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, terdapat tata cara

menyatakan wanprestasi oleh kreditur terhadap debitur atau kepada pihak yang

mengingkari janji, yaitu melalui sommatie dan ingebrekestelling.

Sommatie adalah pemberitahuan atau pernyataan tertulis dari kreditur

kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan

prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam

pemberitahuan itu dan dilakukan melalui pengadilan, sedangkan ingebreke

stelling artinya peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui pengadilan negeri

atau langsung secara lisan, hanya melalui teguran saja dan tidak ada tindak lanjut.

Keadaan tertentu sommatie tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang

debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam

perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu,

debitur mengakui dirinya wanprestasi56.

Sommatie minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau

juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka pengadilanlah yang akan

memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak. Sebagaimana diatur dalam

Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa si berutang adalah lalai, apabila

ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai,

atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus

56 Qodhi, Wanprestasi, Ganti Rugi, sanksi dan keadaan memaksa, tersedia di website

http://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-memaksa/ (diakses tanggal 20 November 2015).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

37

dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan57, Pasal tersebut

menerangkan tenatang sebuah keputusan bahwa debitur wanprestasi.

Tidak berprestasinya debitur, dalam hal ini si berpiutang atau kreditur

sebagai mana dinyatakan dalam Pasal 1241 KUHPerdata menyebutkan bahwa

apabila perikatan tidak dilaksanakan maka si berpiutang atau kreditur boleh juga

dikuasakan supaya dia sendirilah mengusahakan pelaksanaannya atas biaya si

berutang, pasal ini memberikan arahan bahwa kreditur dapat mengusahakan

pemenuhan atas prestasi yang belum dipenuhi.

B. Bentuk Cidera Janji (Wanprestasi) dan Pelaksanaan Prestasi

1. Prestasi

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah

memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada

pihak yang dirugikan. Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam

suatu perikatan.58 Kewajiban memenuhi prestasi dari debitur selalui disertai

dengan tanggung jawab (liability), artinya debitur mempertaruhkan harta

kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan hutangnya kepada kreditur. Menurut

ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata, semua harta kekayaan debitur

baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada

menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur, jaminan semacam ini

disebut jaminan umum.59

57 Nindyo Pramono, Op.Cit., hlm. 22.58 Mariam Darus Badrulzaman I, Op.Cit., hlm. 8. 59 Abdulkadir Muhamad, Hukum Perikatan (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1990),

hlm.17.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

38

Prestasi merupakan sebuah esensi daripada suatu perikatan. Apabila esensi

ini tercapai dalam arti dipenuhi oleh debitur maka perikatan itu berakhir. Agar

esensi itu dapat tercapai yang artinya kewajiban tersebut dipenuhi oleh debitur

maka harus diketahui sifat-sifat dari prestasi tersebut, yakni:60

a. harus sudah tertentu atau dapat ditentukan;

b. harus mungkin;

c. harus diperbolehkan (halal);

d. harus ada manfaatnya bagi kreditur;

e. bisa terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan.

Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata, tiap-tiap perikatan adalah

untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat

sesuatu. Maka dari itu wujud prestasi itu berupa :

1) Memberikan sesuatu

Dalam Pasal 1235 KUHPerdata dinyatakan : “Dalam tiap-tiap perikatan

untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk

menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai

seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahannya”.

2) Berbuat sesuatu

Berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti melakukan perbuatan

seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Jadi wujud prestasi disini adalah

melakukan perbuatan tertentu.61 Dalam melaksanakan prestasi ini debitur harus

mematuhi apa yang telah ditentukan dalam perikatan. Debitur bertanggung jawab

60 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hlm. 20.61 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 19.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

39

atas perbuatannya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan oleh

para pihak. Namun bila ketentuan tersebut tidak diperjanjikan, maka disini

berlaku ukuran kelayakan atau kepatutan yang diakui dan berlaku dalam

masyarakat. Artinya sepatutnya berbuat sebagai seorang pekerja yang baik.

3) Tidak berbuat sesuatu

Tidak berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti tidak melakukan

suatu perbuatan seperti yang telah diperjanjikan. Jadi wujud prestasi di sini adalah

tidak melakukan perbuatan. Di sini kewajiban prestasinya bukan sesuatu yang

bersifat aktif, tetapi justru sebaliknya yaitu bersifat pasif yang dapat berupa tidak

berbuat sesuatu atau membiarkan sesuatu berlangsung.62 Disini bila ada pihak

yang berbuat tidak sesuai dengan perikatan ini maka ia bertanggung jawab atas

akibatnya.

2. Wanprestasi

Semua subjek hukum, baik manusa maupun badan hukum dapat membuat

suatu perikatan diantara pihak-pihak dalam persetujuan tersebutn akan tetapi

adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya

wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak. Tindakan wanprestasi

membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk

menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi,

sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan

karena wanprestasi tersebut. Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa

Belanda “wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban

62 J. Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung : Alumni, 1999), hlm. 52.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

40

yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik

perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul

karena undang-undang.63 Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena :64

a. kesengajaan;

b. kelalaian;

c. tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian).

Tiap-tiap persetujuan yang dibuat oleh pihak pada prinsipnya adalah

menghendaki agar para pihak melaksanakan prestasinya sebagaimana mestinya.

Apabila para pihak tidak melaksanakan sesuai dengan disepakati maka dikatakan

ia telah wanprestasi. Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti

prestasi yang buruk atau prestasi yang dilakukan tidak selayaknya.65

Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih

terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak

terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan.

Istilah mengenai wanprestasi ini terdapat di berbagai istilah yaitu: “ingkar janji,

cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya. Dalam pemenuhan suatu

perjanjian sebagaimana diterangkan diatas ada kemungkinan salah satu pihak

yang tidak berprestasi, dalam hal ini adalah pihak yang belum melaksanakan

63 Mariam Darus Badrulzaman I, Op.Cit, hlm. 20.64 Sukma Dwi Rahmanto tentang prestasi dan wanprestasi dalam hukum kontrak :

http://sukmablog12.co.id/2012/12/prestasi-dan-wanprestasi-dalam-hukum.html?m=1, (diakses tanggal 15 November 2015).

65 Olga tentang Wanprestasi, http://olga260991.wordpress.com (diakses tanggal 12 Desember 2015).

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

41

kewajibannya yang biasa disebut debitur. Bentuk atau wujud wanprestasi dapat

dibedakan menjadi beberapa. Adapun bentuk atau wujud dari wanprestasi yaitu66 :

a. tidak memenuhi prestasi sama sekali;

Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya

maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

b. memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;

Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka

debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

c. memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.

Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru

tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi

prestasi sama sekali.

Menurut restatement of the law of contracts (Amerika Serikat),

wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam , yaitu :67

a. Total breachts, artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan.

b. Partial breachts, artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk

dilaksanakan.

Sedangkan Subekti berpendapat bahwa wujud wanprestasi seorang debitur

dapat berupa empat macam, yaitu68 :

a. memenuhi/melaksanakan perjanjian;

b. memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi;

66 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian cet. 6 (Jakarta : Putra Abadin, 1999),

hlm.18. 67 Salim HS, Op.Cit., hlm. 98.68 Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian (Bandung : Alumni, 1986), hlm. 56.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

42

c. membayar ganti rugi;

d. membatalkan perjanjian; dan

e. membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

C. Akibat Hukum Terjadinya Cidera Janji (Wanprestasi)

Sejak kapan debitur dapat dikatakan dalam keadaan sengaja atau lalai

tidak memenuhi prestasi, hal ini sangat perlu dipersoalkan, karena wanprestasi

tersebut memiliki konsekuensi atau akibat hukum bagi debitur. Untuk mengetahui

sejak kapan debitur itu dalam keadaan wanprestasi maka perlu diperhatikan

apakah di dalam perikatan yang disepakati tersebut ditentukan atau tidak tenggang

pelaksanaan pemenuhan prestasi. Dalam perjanjian untuk memberikan sesuatu

atau untuk melakukan sesuatu pihak-pihak menentukan dan dapat juga tidak

menentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi oleh debitur.69

Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan

maka dipandang perlu untuk memperingatkan debitur guna memenuhi prestasinya

tersebut dan dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi

ditentukan maka menurut ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata debitur dianggap

lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.70

Pasal 1238 KUHPerdata :

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan

sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya

69 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 21.70 Ibid., hlm. 22.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

43

sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap

lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”

Pasal 1243 KUHPerdata menyebutkan bahwa debitur wajib membayar

ganti rugi, jika setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi prestasi itu maka

dapat menimbulkan kerugian. Berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata ini, ada dua

cara penentuan titik awal penghitungan ganti kerugian, yaitu sebagai berikut :

1. Jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti

kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai, tetapi

tetap melalaikannya.

2. Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu,

pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka waktu

yang telah ditentukan tersebut.71

Kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu tidak hanya biaya-biaya

yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-

sungguh menimpa benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan

keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang

tidak lalai (winstderving) dalam menepati janji72. Kerugian yang terjadi harus

mendapatkan ganti rugi. Ganti rugi itu sendiri terdiri dari biaya, rugi, dan bunga.

Seperti telah disebutkan dalam Pasal 1244 sampai dengan Pasal 1246

KUHPerdata.

Ongkos-ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya ongkos

cetak, biaya materai, biaya iklan. Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas

71 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2008), hlm. 13.

72 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet. 32 (Jakarta : Intermasa, 2005), hlm.148.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

44

barang kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur (damages). Kerugian disini

adalah sungguh-sungguh diderita, misalnya busuknya buah – buahan karena

kelambatan penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah konstruksi

sehingga merusak perabot rumah tangga, lenyapnya barang karena terbakar.

Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur lalai, kreditur

kehilangan keuntungan yang diharapkannya.

Penggantian kerugian itu tidak senantiasa harus memenuhi ketiga unsur

tersebut. Minimal ganti kerugian itu adalah kerugian yang sesungguhnya diderita

oleh kreditur.73 Meskipun debitur telah melakukan wanprestasi dan diharuskan

membayar sejumlah ganti kerugian, undang-undang masih memberikan

pembatasan-pembatasan yaitu: dalam hal ganti kerugian yang sebagaimana

seharusnya dibayar oleh debitur atas tuntutan kreditur. Pembatasan-pembatasan

itu diberikan undang-undang sebagai bentuk perlindungan terhadap debitur dari

perbuatan kesewenang-wenangan kreditur.

Segala sesuatu tentang wanprestasi sudah diatur di dalam KUHPerdata,

sebagaimana telah disebutkan bahwa segala macam kerugian yang terjadi karena

wanprestasi dapat dikenai ganti rugi. Ganti rugi tersebut dapat berupa biaya yang

telah dikeluarkan, kerugian yang diderita dan bunga yang diperjanjikan para

pihak. Segala pengaturan wanprestasi dan cara penyelesaian sudah diatur secara

jelas dan rinci, tinggal bagaimana penyelesaiannya oleh penegak hukum yang

berwenang. Misalnya dalam penerapan kasus wanprestasi dalam bidang fidusia

dan pembiayaan konsumen yang segala macam aturannya dapat ditemukan

73 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm. 40.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

45

didalam undang-undang yang mengatur. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral),

wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya untuk

membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat putusan hakim. Hal ini dapat di

lihat dalam Pasal 1266 KUHPerdata.

Pasal 1266 KUHPerdata :

“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan–

persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak

memenuhi kewajibannya”.

Berdasarkan hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi

pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan,

meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam

perjanjian.74 Rumusan Pasal 1266 ayat (1) KUHPerdata ini, tidak dapat disangkal

mengandung kontradiksi dan memberikan kesan bahwa oleh karena debitur

wanprestasi, maka perjanjian batal dengan sendirinya karena hukum, padahal

pembatalan perjanjian tersebut harus dimintakan kepada hakim, Pasal 1266 ayat

(2). Sebenarnya pasal tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan

kepada kreditur terhadap kerugian sebagai akibat yang ditimbulkan oleh debitur

yang wanprestasi, dimana maksudnya menjadi semakin jelas bila kita membaca

Pasal 1266 ayat (3) dimana pasal tersebut menyatakan bahwa seandainya syarat

batal itu dinyatakan secara tegas dalam perjanjian, tetapi permintaan pembatalan

harus dilakukan atau pembatalannya harus dituntut. Malahan pada Pasal 1266 ayat

(4) ditentukan bahwa atas permintaan tergugat, maka hakim dengan melihat

74 Yulia Vera Momuat, Akibat Hukum Pasal 1266 KUHPerdata Dalam Perjanjian Terhadap Debitur Yang Tidak Aktif Dalam Melaksanakan Perjanjian (Yogyakarta : Jurnal Universitas Atma Jaya, 2014), hlm. 18.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

46

keadaan, bebas untuk menetapkan jangka waktunya asalkan tidak melebihi 1

bulan.75

Berdasarkan uraian di atas, apabila pihak debitur wanprestasi, maka

pembatalan terhadap perjanjian yang timbal balik, tidak dapat dibatalkan secara

otomatis meskipun syarat batal tidak dicantumkan secara nyata dalam perjanjian.

Pasal 1266 KUHPerdata ayat (1) dengan jelas menyatakan bahwa, syarat batal

dianggap selalu dicantumkan, dengan demikian meskipun tidak tercantum secara

nyata, syarat ini memang ada, sehingga apabila dikemudian hari pihak debitur

wanprestasi, maka berdasarkan ayat (2) pembatalannya harus dimintakan keapda

hakim dan ayat (3) walaupun syarat batal ini tidak dicantumkan secara nyata di

dalam perjanjian. Hal ini menunjukkan bahwa pasal ini mengandung suatu

keharusan dan tidak boleh dikesampingkan bahkan diabaikan, karena jika

dikesampingkan atau bahkan diabaikan, justru akan membawa para pihak pada

situasi yang tidak jelas dan tidak pasti.76

Pembatalan tidak dengan sendirinya terjadi oleh karena adanya

wanprestasi dari pihak yang dirugikan, melainkan harus dimintakan ke

pengadilan. Putusan pengadilan bersifat deklaratif (declaratoir) yaitu menyatakan

batal perjanjian antara penggugat dan tergugat, sebagaimana putusan Mahkamah

Agung No. 704K/Sip/1972 tertanggal 21 Mei 1973 yang mengatakan:

“Bagi pihak-pihak yang tunduk pada hukum barat, maka apabila salah

satu pihak melakukan wanprestasi, perjanjian jual beli atas

75 J. Satrio, Op.Cit., hlm. 303.76 Yulia Vera Momuat, Op.Cit., hlm. 19.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

47

permohonan pihak yang dirugikan harus dinyatakan

batal/dibatalkan”77

Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim leluasa untuk,

menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu

untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak

boleh lebih dari satu bulan. Pasal ini menerangkan bahwa secara hukum

wanprestasi selalu dianggap sebagai syarat batal dalam suatu perjanjian sehingga

pihak yang merasa dirugikan karena pihak lain wanprestasi, dapat menuntut

pembatalan perjanjian melalui pengadilan, baik karena wanprestasi itu

dicantumkan sebagai syarat batal dalam perjanjian maupun tidak dicantumkan

dalam perjanjian, jika syarat batal itu tidak dicantumkan dalam perjanjian, hakim

dapat memberi kesempatan kepada pihak yang wanprestasi untuk tetap memenuhi

perjanjian dengan memberikan tenggang waktu yang tidak lebih dari satu bulan.78

Dalam hal terjadi wanprestasi, namum perjanjian tersebut masih dapat

dilaksanakan, maka diwajibkan untuk memenuhi prestasi tersebut atau dapat

diajukan pembatalan perjanjian tersebut yang disertai dengan pembayaran ganti

kerugian.

Pasal 1267 KUHPerdata :

“Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah

ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain

untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan

perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga”

77 J. Satrio, Op.Cit., hlm. 305.78 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op.Cit., hlm. 29.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM ...

48

Pasal ini memberikan pilihan kepada pihak yang tidak menerima prestasi

dari pihak lain untuk memilih dua kemungkinan agar tidak dirugikan, yaitu :79

1) menuntut agar perjanjian tersebut dilaksanakan (agar prestasi tersebut

dipenuhi), jika hal itu masih memungkinkan; atau

2) menuntut pembatalan perjanjian.

Pilihan tersebut dapat disertai ganti kerugian (biaya, rugi dan bunga) kalau

ada alasan untuk itu, artinya pihak yang menuntut ini tidak harus menuntut ganti

kerugian, walaupun hal itu dimungkinkan berdasarkan Pasal 1267 ini.

79 Ibid., hlm. 30.

Universitas Sumatera Utara