kasus malpraktek
-
Upload
ervina-yuliantika -
Category
Documents
-
view
34 -
download
1
Transcript of kasus malpraktek
KASUS MALPRAKTEK BIDAN SEHUBUNGAN DENGAN
OBAT DIKARENAKAN WANPRESTASI TIDAK MELAKUKAN
SESUATU YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN
Oleh kelompok 2:
1. Elisa Novita ( 15615209 )
2. Erni Susanti ( 15615210 )
3. Ervina Yuliantika ( 15615211 )
4. Fitri Khalidah ( 15615213 )
5. Fitria Dewi Ayu Lestari Shandy ( 15615214 )
PROGAM STUDI BIDAN PENDIDIK (D.IV)
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2015
TINJAUAN KASUS
MALPRAKTEK BIDAN
A. KASUS
Usai Imunisasi, Bayi Meninggal
Senin, 11 Juni 2012 23:01 WIB
KAYUAGUNG--MI: Seorang bayi yang baru berusia 41 hari bernama Mutiara,
warga Desa Tanjung Temiang, Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatra
Selatan meninggal dunia di RSUD Kayuagung, diduga akibat menjalani imunisasi.
Menurut keluarga bayi itu, di Kayuagung, Ogan Komering Ilir (OKI), Senin (11/6),
Mutiara meninggal sekitar pukul 12.10 WIB. Sebelumnya, Mutiara mengalami panas tinggi
dan kejang-kejang sampai tidak tertolong lagi kendati telah dirawat di RSUD itu.
Anak dari Junaidi, 35, dan Hermawati, 29, itu diduga menjadi korban malpraktik
seorang bidan desa di Tanjung Temiang, Ys, mengingat sebelum meninggal dunia pernah
disuntik untuk imunisasi di posyandu setempat oleh bidan tersebut namun tidak diberikan
obat penurun panas.
Sejak diberikan suntikan imunisasi itu, tubuh korban mengalami demam tinggi
mencapai sekitar 38 derajat Celcius disertai kejang-kejang. Bayi tersebut sempat kritis
semalaman, sehingga dirujuk ke RSUD Kayuagung. Namun, siang harinya, korban
meninggal dunia.
Orang tua bayi itu rencananya akan meminta pertanggungjawaban dari bidan desa
tersebut, karena dianggap lalai memberikan pelayanan. (Ant/OL-04)
B. TINJAUAN KASUS
1. TINJAUAN KASUS MENURUT UU KESEHATAN
Bila hal ini dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, maka ketentuan pasal 50 ayat (1) menyebutkan bahwa tenaga kesehatan
menyelenggarakan/melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian
dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Ketentuan pasal 50 ayat (1) dikaitkan dengan pasal 56 ayat (1) UU No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan dan pasal 29 ayat (23) UU tentang Praktik
Kedokteran serta dikaitkan dengan istilah (terminologi), istilah Malpractice yang
secara harfiah diterjemahkan dengan “Bad practice” adalah sarat dengan
permasalahan “how to practice the medical science and technology”. Ini sangat erat
hubungannya dengan sarana kesehatan yaitu konkretnya melakukan praktek, subyek
atau orang yang melaksanakan praktek, dapat juga meliputi instansi medis. Hal
tersebut tidak terlepas dari ciri-ciri profesi yang melaksanakan praktek pelaksanaan
profesi ilmu dan teknologi medik tersebut.
Menurut hukum di Indonesia UU RI No. 23 Tahun 1992
a. Pasal 32
Ayat 1. Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
b. Pasal 36
Ayat 1. Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
c. Pasal 53
Ayat 1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
Ayat 2. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
2. TINJAUAN KASUS MENURUT HUKUM ( PERDATA-PIDANA )
Menurut hukum - hukum yang berlaku di Indonesia Criminal malpractice yang
bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati.
a. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai
menyebabkan mati atau luka-luka berat.
b. Pasal 359 KUHP, Karena kelalaian menyebabkan orang mati :
“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling
lama satu tahun”.
c. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan
(misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila
melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati
atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat pula.
d. Pasal 361 KUHP menyatakan: “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab
ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka
pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya
untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim
dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan”.
Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak tenaga kesehatan (dokter, bidan, dll), yang
mengakibatkan kerugian bagi pihak pasien, dalam hal ini suatu pemenuhan prestasi
tidak ada. Bentuk dari prestasi sendiri di dalam KUH Perdata pada pasal 1234 ialah
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.
3. TINJAUAN KASUS MENURUT ETIKA
Etika Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan
kesehatan. Pelayanan kebidanan tergantung bagaimana struktur social budaya
masyarakat dan termasuk kondisi social ekonomi, social demografi.
Pelayanan kebidanan meliputi aspek biopsikososial spiritual dan cultural. Pasien
memerlukan bidan yang mempunyai karakter sebagai berikut: semangat
melayani, simpati, empati, ikhlas, memberi kepuasan.
Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan dan dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kebidanan serta peyelenggaraannya
sesuai kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Ukuran
pelayanan kebidanan yang bermutu:
a. Ketersediaan pelayanan kebidanan
b. Kewajaran pelayanan kebidanan
c. Kesinambungan pelayanan kebidanan
d. Penerimaan jasa pelayanan kebidanan
e. Ketercapaian pelayanan kebidanan
f. Keterjangkauan pelayanan kebidanan
g. Efisiensi pelayanan kebidanan
h. Mutu pelayanan kebidanan
Pada kasus ini telah melanggar etika pelayanan kebidanan karena bidan telah
tidak melakukan hal yang seharusnya dilakukan. Terutama pada mutu
pelayanan kebidanan yang kurang baik.
4. TINJAUAN KASUS MENURUT KODE ETIK
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan menjadi
tujuh bagian, Dan pada kasus ini bidan telah melanggar kode etik bidan pada
point :
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyrakat (6 butir)
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada.
Peran, tugas, dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga
dan masyrakat.
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang
dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
5. TINJAUAN KASUS MENURUT AGAMA
Dalam Hukum Islam (fiqh) perbuatan yang mengakibatkan kepada kematian
atau cacat tubuh/pelukaan terhadap anggota tubuh, akan tetapi perbuatan tersebut
karena faktor kesalahan atau ketidak sengajaan pelakunya, dalam Hukum Pidana
Islam (fiqh jinayat) adalah termasuk ke dalam Jinayah Khoto’, yaitu Qotl al-
Koto’ (pembunuhan karena kesalahan) dan pelukaan karena kesalahan. Dengan
demikian dampak hukum kedua jarimah ini adalah berupa Diyat dan Kafarat.
Dalam hukum Pidana Islam, yang termasuk dalam Jarimah Diyat dan Kafarat
adalah:
Artinya : 92. dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin
(yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)[334], dan Barangsiapa
membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat[335] yang diserahkan
kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah[336]. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian
(damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar
diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan
hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya[337],
Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk
penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.
93. dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka
balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya,
dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. [334] Seperti:
menembak burung terkena seorang mukmin. [335] Diat ialah pembayaran
sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota
badan. [336] Bersedekah di sini Maksudnya: membebaskan si pembunuh dari
pembayaran diat. [337] Maksudnya: tidak mempunyai hamba; tidak memperoleh
hamba sahaya yang beriman atau tidak mampu membelinya untuk dimerdekakan.
menurut sebagian ahli tafsir, puasa dua bulan berturut-turut itu adalah sebagai
ganti dari pembayaran diat dan memerdekakan hamba sahaya.
Dalam jarimah pembunuhan karena kesalahan terdapat unsur-unsur yang dapat
membedakan dengan jarimah yang lainnya. Unsur-unsur tersebut yaitu:
1. Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian.
2. Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan, dan
3. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dan kematian
korban
Azas legalitas pada pembunuhan tidak sengaja yaitu surat an-Nisa ayat 92 dan
Hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud yang berbunyi:
�ت� �ن ب و�ن� ر و�ع�ش� م�خ�اض �ت� �ن ب و�ن� ر و�ع�ش� ج�ذ�ع�ة� و�ن� ر و�ع�ش� ح�ق�ة� و�ن� ر ع�ش� �خ�ط�اء� ال �ة� د�ي ف�ى
( الترميذى ( رواه م�خ�اض و� �ن ب و�ن� ر و�ع�ش� و�ن� �ب ل
Artinya: “Rasulullah saw. bersabda: ‘Pada diyat pembunuhan karena kekeliruan
adalah dua puluh unta hiqqoh, dua puluh unta Jadza’ah, dua puluh unta binti
makhadl, dua puluh unta binti labun dan dua puluh unta banu makhadl”. (H.R.
Tirmidzi).
Berdasarkan ayat dan hadits Nabi di atas maka sanksi pokok pembunuhan
karena tersalah adalah diyat dan kafarat. Sedangkan hukuman penggantinya
adalah puasa dan ta’zir, dan hukuman tambahannya adalah hilangnya hak waris
dan hak mendapat wasiat
DAFTAR PUSTAKA
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/20012/06/11/30027/
Usai.Imunisasi.Bayi.Meninggal