Kasus Geriatri.docx
Transcript of Kasus Geriatri.docx
A. Kasus Geriatri
Nama : Ny. S
No. RM : 001.664
TTL : 15 Maret 1947
Jenis Kelamin : Perempuan
MRS : IGD / 15 Februari 2016 pukul: 23.30
Keluhan : Nyeri ulu hati sejak 1 hari yang SMRS, Mual (+),
BAB/BAK (baik), Sesak nafas (-), demam (-), pusing saat
berjalan (+)
RPD : HT (+), DM (-), Jantung (+), stroke (-)
Dx : obs. Epigastric pain, Susp. CAD
Data Klinik Pasien:
15/2 16/2 17/2 18/2 19/2
KU CM CM
TD 149/101 150/100 170/100 160/90 160/90
HR 100x 84x 88x 84x 84x
RR 20x 20x 24x 20x 21x
Data Lab Pasien:
Nilai Normal 16/2 17/2 18/2
hb 12,6 g/dl
Hct 37,6%
Leukosit 10.940 sel/mm3
trombosit 297.000 sel/mm3
Ureum 33 mg/dl
Kreatinin 0,8 mg/dl
Asam Urat 7,6 mg/dl
GDS 217 mg/dL
SGOT 18 U/L
SGPT 15 U/L
Kolesterol Total 199 mg/dL
Trigliserida 127 mg/dL
HDL 62.4 mg/dL
LDL 111 mg/dL
CK/NAC 80 U/L
Troponin Negatif
CKMB 15 U/L
LDH 278 U/L
GDP 153 mg/dL
GD2PP 204 g/dL
Terapi yang di dapatkan:
Nama Obat Dosis Aturan
Pakai
15/2 16/2 17/2 18/2 19/2
Cedocard 5mg 3x1/2
tab
√ √ √ √
CPG 75mg 0-0-1 √ √ √
Braxidin 1-1-1 √ √ √
valisanbe 2mg 0-0-1 √ √ √
Metformin 500mg 1-0-1 √ √ √ √
Alluric 300mg 0-1-0 √ √ √
Bisovell 5mg 0-0-1/2 √ √ √
Canderin 8mg 0-1-0 √ √
Pantoprazole 40mg 1-0-0 √ √ √
Pehavask 5mg 1-0-1 √ √
amaryl 2mg ½-0-0 √
Narfoz 4mg/2ml 1-1-0 √ √
Bisoprolol 5mg 0-0-1/2 √
B. Dasar Teori
1. Patofisiologi
A. PENYAKIT ARTERI KORONER
DEFINISI
Penyakit Arteri Koroner / penyakit jantung koroner (Coronary Artery Disease)
ditandai dengan adanya endapan lemak yang berkumpul di dalam sel yang
melapisi dinding suatu arteri koroner dan menyumbat aliran darah. Endapan
lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap dan tersebar di percabangan
besar dari kedua arteri koroner utama, yang mengelilingi jantung dan
menyediakan darah bagi jantung.
PENYEBAB
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling
tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan
merupakan faktor penting dalam gaya hidup seseorang.
Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri
koroner adalah:
a. Diet kaya lemak
b. Merokok
c. Malas berolah raga.
Kolesterol dan Penyakit Arteri Koroner
Resiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat pada peningkatan kadar
kolesterol total dan kolesterol LDL(kolesterol jahat) dalam darah.
Jika terjadi peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), maka resiko
terjadinya penyakit arteri koroner akan menurun.
Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga
mempengaruhi resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan
(dan bila perlu mengkonsumsi obat dari dokter) bisa menurunkan kadar
kolesterol. Menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL bisa
memperlambat atau mencegah berkembangnya penyakit arteri koroner.
Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang
memiliki faktor resiko berikut:
a. Merokok sigaret
b. Tekanan darah tinggi
c. Kegemukan
d. Malas berolah raga
e. Kadar trigliserida tinggi
f. Keturunan
g. Steroid pria (androgen).
a. HIPERTENSI
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana
terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama).
Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang
melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah
tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk
stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan
penyebab utama gagal jantung kronis.
A. Tekanan Darah
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang
dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai “normal”. Pada tekanan darah tinggi,
biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya
terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga
kali dalam jangka beberapa minggu.
B. Klasifikasi
Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
Kategori Tekanan Darah SistolikTekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-
hipertensi120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg
atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik
masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan
tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan
diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara
perlahan atau bahkan menurun drastis.
Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian
telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap
sebagai faktor resiko dan sebaiknya diberikan perawatan.
C. Pengaturan tekanan darah
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa
cara:
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan
pada setiap detiknya
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk
melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan
naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara
yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
“vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh.
Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga
meningkat.
Sebaliknya, jika:
a. Aktivitas memompa jantung berkurang
b. Arteri mengalami pelebaran
c. Banyak cairan keluar dari sirkulasi
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan
di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang
mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
D. Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
a. Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam
dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan
tekanan darah ke normal.
b. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam
dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
c. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim
yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang
selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah;
karena itu berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya
tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu
ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan
cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan
darah.
E. Sistem saraf otonom
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang
untuk sementara waktu akan:
A. meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik
tubuh terhadap ancaman dari luar)
B. meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga
mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di
daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah
yang lebih banyak)
C. mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan
meningkatkan volume darah dalam tubuh
D. melepaskan hormon epinefrin (adrenalin)dan norepinefrin (noradrenalin),
yang merangsang jantung dan pembuluh darah.
b. ARTELOKLEROSIS
A. DEFINISI
Aterosklerosis bisa terjadi pada arteri di otak, jantung, ginjal, organ vital
lainnya dan lengan serta tungkai. jika aterosklerosis terjadi di dalam arteri yang
menuju ke otak (arteri karotid), maka bisa terjadi stroke. jika terjadi di dalam
arteri yang menuju ke jantung (arteri koroner), bisa terjadi serangan jantung.
Aterosklerosis berawal dari penumpukan kolesterol terutama ester kolesterol-
LDL (lipoprotein densitas rendah) di dinding arteri. LDL secara normal bisa
masuk dan keluar dari dinding arteri lewat endotel. Masuknya lipoprotein ke
lapisan dalam dinding pembuluh darah meningkat seiring tingginya jumlah
lipoprotein dalam plasma (hiperlipidemia), ukuran lipoprotein dan tekanan
darah (hipertensi). Peningkatan semua itu akan meningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah, sehingga lipoprotein dan ester kolesterol mengendap
di dinding arteri. Gangguan fungsi lapisan dinding pembuluh darah ini menjadi
awal proses aterosklerosis dan mendorong mekanisme inflamasi serta infeksi.
Manifestasi klinik dari proses aterosklerosis kompleks adalah pegal – pegal,
kesemutan, penyakit jantung koroner, stroke bahkan kematian. Menurut Studi
Framingham, demikian Dede, C-reactive protein (CRP) merupakan pertanda
(marker) inflamasi yang berhubungan dengan kejadian kardiovaskular maupun
stroke.
Upaya menekan faktor inflamasi dapat mencegah proses aterosklerosis.
Aktivitas kombinasi olah napas dan olah gerak yang teratur terbukti mampu
menekan CRP, berarti pula menekan faktor inflamasi. kombinasi olah napas
dan olah gerak yang teratur meningkatkan aliran darah yang bersifat
gelombang yang mendorong peningkatan produksi nitrit oksida (NO) serta
merangsang pembentukan dan pelepasan endothelial derive relaxing factor
(EDRF), yang merelaksasi dan melebarkan pembuluh darah.kombinasi olah
napas dan olah gerak yang teratur meningkatkan aliran darah menjadi 350 ml
per menit (naik 150 ml per menit) sudah lebih dari cukup untuk menghindarkan
endotel pembuluh darah dari proses aterosklerosis,"Namun, manfaat itu baru
bisa didapat jika latihan kombinasi olah napas dan olah gerak yang teratur
berlangsung dalam waktu cukup lama (20 menit sampai satu jam) serta
dilakukan secara teratur seumur hidup.
B. ULKUS PEPTIKUM
DEFENISI
Ulkus Peptikum adalah suatu luka terbuka yang berbentuk bundar atau oval
pada lapisan lambung atau usus dua belas jari(duodenum). Ulkus pada
lambung disebut ulkus gastrikum, sedangkan ulkuspada usus duabelas jari
disebut ulkus duodenalis.
Tukak lambung/gastriculcer/maag merupakan luka/ulkus yang terjadi pada
lambung yang diakibatkan oleh karena gangguan keseimbangan asam-basa
pada lambung dimana terjadi peningkatan keasaman lambung dan atau
penurunan daya tahan/proteksi jaringan lambung.
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung
terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap
juga sebagai tukak atau ulkus.(misalnya tukak karena stress).
Tukak kronik berbeda denga tukak akut, karena memiliki jaringan parut pada
dasar tukak. Menurut definisi, tukak peptik dapat ditemukan pada setiap bagian
saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus,lambung,
duodenum, dan setelah gastroduodenal, juga jejunum.
PATOFISIOLOGI ULKUS PEPTIKUM
A. Faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi dan ulkus pada saluran
pencernaan bagian atas adalah perimbangan antara faktor agresif
(asam dan pepsin) dan faktor pertahanan (defensif) dari mukosa.
Faktor pertahanan ini antara lain adalah pembentukan dan sekresi
mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan difusi kembali
ion hidrogen pada epitel serta regenerasi epitel.
B. Di samping kedua faktor tadi ada faktor yang merupakan faktor
predisposisi (kontribusi) untuk terjadinya tukak peptik antara lain
daerah geografis, jenis kelamin, faktor stress, herediter, merokok,
obat-obatan dan infeksi bakteria
Faktor Kontribusi
Geografis Jenis kelamin
Herediter Psikosomatik
Obat-obatan Merokok
Pembentukan dan sekresi
mukus Sekresi bikarbonat
Aliran darah mukosa Infeksi bakteria
kegenerasi epitel Lain-lain
FAKTOR AGRESIF
1. Asam dan Pepsin
a. Peranan asam dan pepsin dalam hal patofisiologi ulkus peptikum
telah banyak dipelajari secara intensif. Pepsin adalah suatu enzim
yang bekerja sama dengan asam klorida (HCl) yang dihasilkan
oleh lapisan lambung untuk mencerna makanan, terutama protein.
Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi
meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang
dimulai dari rangsangan lambung dan usus.
b. Peranan faktor agresif untuk terjadinya ulkus peptikum secara jelas
belum terungkap secara keseluruhan, walaupun pada penderita
ulkus duodenum peranan asam memegang peranan penting,
mungkin dengan kombinasi faktor lain seperti meningkatnya
sekresi sel parietal, meningkatnya sekresi lambung seperti gastrin,
asetilkolin atau histamin.
c. Peningkatan asam akan merangsang syaraf kolinergik dan syaraf
simpatik. Perangsangan terhadap kolinergik akan berakibat
terjadinya peningkatan motilitas sehingga menimbulkan rasa nyeri,
sedangkan rangsangan terhadap syaraf simpatik dapat
mengakibatkan reflek spasme esophageal sehingga timbul
regurgitasi asam Hcl yang menjadi pencetus timbulnya rasa nyeri
berupa rasa panas seperti terbakar.
d. Selain itu, rangsangan terhadap syaraf sympatik juga dapat
mengakibatkan terjadinya pilorospasme yang berlanjut menjadi
pilorustenosis yang berakibat lanjut makanan dari lambung tidak
bisa masuk ke saluran berikutnya. Oleh karena itu pada penderita
ulkus peptikum setelah makan mengalami mual, anoreksia,
kembung dan kadang vomitus. Resiko terjadinya kekurangan
nutrisi bisa terjadi sebagai manifestasi dari gejala-gejala tersebut.
e. Pada penderita tukak lambung mengalami peningkatan pepsin yang
berasal dari pepsinogen. Pepsin menyebabkan degradasi mucus
yang merupakan salah satu factor lambung. Oleh karena itu
terjadilah penurunan fungsi sawar sehingga mengakibatkan
penghancuran kapiler dan vena kecil. Bila hal ini terus berlanjut
akan dapat memunculkan komplikasi berupa pendarahan
f. Yang khas pada penderita ulkus duodenum adalah peningkatan
asam lambung pada keadaan basal dan meningkatnya asam
lambung pada stimulasi atau lamanya peningkatan asam setelah
makan. Selain itu terlihat peningkatan motilitas di samping efek
pepsin dan asam empedu yang bersifat toksik pada mukosa
duodenum.
g. Tukak lambung berbeda dengan tukak duodenum karena
abnormalitas asam tidak begitu memegang peranan penting,
barangkali mekanisme pertahanan mukosa lebih penting (faktor
defensit); antara lain gangguan motilitas lambung yang
menyebabkan refluks empedu dari duodenum ke lambung,
perlambatan pengosongan lambung.
MEKANISME PERTAHANAN MUKOSA (FAKTOR DEFENSIF)
1. Dibanding dengan faktor agresif, maka gangguan faktor pertahanan mukosa
lebih penting untuk terjadinya ulkus peptikum.
2. Apapun yang menurunkan mukosa lambung atau yang merusak mukosa
lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain,
alcohol, dan obat anti inflamasi masuk dalam kategori ini. Sindrom Zollinger-
Ellison (gastrinoma)dicurigai bila pasien datang dengan ulkus peptikum berat
atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar.
3. Epitel saluran pencernaan mempertahankan integritasnya melalui beberapa
cara, antara lain sitoproteksi seperti pembentukan dan sekresi mukus, sekresi
bikarbonat dan aliran darah. Di samping itu ada beberapa mekanisme protektif
di dalam mukosa epitel sendiri antara lain pembatasan dan mekanisme difusi
balik ion hidrogen melalui epitel, netralisasi asam oleh bikarbonat dan proses
regenerasi epitel. Semua faktor tadi mempertahankan integritas jaringan
mukosa saluran cerna; berkurangnya mukosa yang disebabkan oleh satu atau
beberapa faktor mekanisme pertahanan mukosa akan menyebabkan timbulnya
ulkus peptikum.
4. Jadi terlihat bahwa untuk terjadinya ulkus peptikum selain adanya faktor
agresif (asam dan pepsin) dan yang lebih penting adalah integritas faktor
pertahanan mukosa (defensif) saluran cerna; jika ini terganggu maka baru
timbul ulkus peptikum.
Pembentukan dan Sekresi Mukus
A. Mukus menutupi lumen saluran pencemaan yang berfungsi sebagai
proteksi mukosa. Fungsi mukus sebagai proteksi mukosa :
a. Pelicin yang menghambat kerusakan mekanis (cairan dan benda
keras).
b. Barier terhadap asam.
c. Barier terhadap enzim proteolitik (pepsin).
d. Pertahanan terhadap organisme patogen.
B. Fungsi mukus selain sebagai pelicin, tetapi juga sebagai netralisasi difusi
kembali ion hidrogen dari lumen saluran pencernaan.
Sekresi Bikarbonat
A. Tempat terjadinya sistim bufer asam di lambung dan duodenum masih
kontroversial, menurut pandangan sebelumnya netralisasi asam oleh
bikarbonat terjadi di mukus dan bikarbonat berasal dari sel epitel yang
disekresi secara transport aktif.
B. Pandangan lain adalah bahwa efek sitoprotektif bikarbonat terjadi pada
permukaan membran epitel.
Aliran Darah Mukosa
A. Integritas mukosa lambung terjadi akibat penyediaan glukosa dan
oksigen secara terus menerus dan aliran darah mukosa mempertahankan
mukosa lambung melalui oksigenasi jaringan yang memadai dan sebagai
sumber energi. Selain itu fungsi aliran darah mukosa adalah untuk
membuang atau sebagai bufer difusi kembali dari asam.
Mekanisme Permeabilitas Ion Hidrogen
A. Proteksi untuk mencapai mukosa dan jaringan yang lebih dalam
diperoleh dari resistensi elektris dan permeabilitas ion yang selektif pada
mukosa. Pada binatang percobaan terlihat esofagus dan fundus lambung
kurang permeabilitasnya dibanding dengan antrum lambung dan
duodenum.
B. Pergerakan ion hidrogen antar epitel dipengaruhi elektrisitas negatif pada
lumen; kation polivalen (Ca++ Mg++ dan Al++) dapat menutupi tekanan
elektris negatif dari ion hidrogen sehingga mempunyai efek pada
pengobatan tukak peptik.
Regenerasi Epitel
A. Mekanisme proteksi terakhir pada saluran cerna adalah proses regenerasi
sel (penggantian sel epitel mukosa kurang dari 48 jam). Kerusakan
sedikit pada mukosa (gastritis/duodenitis) dapat diperbaiki dengan
mempercepat penggantian sel-sel yang rusak. Respons kerusakan
mukosa (ulserasi) pada manusia belum jelas.
5. Obat-obatan golongan NSAID (aspirin), alcohol, garam empedu, dan obat-
obatan lain yang merusak mukosa lambung, mengubah permeabilitas sawar
epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan
jaringan (mukosa) dan khususnya pembuluh darah. Hai ini mengakibatkan
pengeluaran histamin. Histamine akan merangsang sekresi asam dan
meningkatkan pepsin dari pepsinogen. Histamine ini akan mengakibatkan juga
peningkatan vasodilatasi kapiler sehingga membrane kapiler menjadi
permeable terhadap protein, akibatnya sejumlah protein hilang dan mukosa
menjadi edema
6. Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa.
Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran
darah mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi
iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan
ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling,
yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung.
7. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat
terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam
dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira
72 jam setelah luka bakar luas.
8. Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari
duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara
fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma
dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Bila kondisi stress
berlanjut ulkus meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya.
PERANAN PROSTAGLANDIN
Prostaglandin barangkali mempunyai peranan penting untuk mempertahankan
mukosa saluran cerna terhadap pengaruh sekitarnya. Banyak zat iritan yang
didapatkan pada mukosa saluran cerna yang merusak epitel bila sekresi
prostaglandin terganggu.
Prostaglandin seri A dan E telah diketahui sejak 1967 menghambat sekresi
asam lambung dan dapat mencegah tukak peptik, prostaglandin pada binatang
dan manusia juga meningkatkan sekresi mukus. Prostaglandin telah diyakini
mempertahankan integritas saluran cema dengan cara regulasi sekresi asam
lambung, sekresi mukus, bikarbonat dan aliran darah mukosa.
Mekanisme Anti Ulkus Peptikum Dari Prostaglandin
Sitoprotektif :
Sekresi mukus.
Sekresi bikarbonat.
Aliran darah lambung.
Inhibisi sekresi asam.
Pada penelitian ternyata sekresi bikarbonat meningkat setelah pemberian PGE2
(prostalgadin E2). Prostaglandin E merupakan vasodilator yang poten. Selain
mempunyai sifat sitoprotektif, PGE 1 dan PGE 2 mempunyai efek
menghambat sekresi lambung. Dari penelitian klinis dengan berbagai macam
sitoprotektif terlihat bahwa prostaglandin E sangat berfaedah mencegah
efek toksik obat antiinflamasi non-steroid (menghambat sintesa prostaglandin)
atau alkohol.
Pada suatu penelitian didapatkan aktivitas sintesa prostaglandin pada mukosa
bulbus duodenum selama puasa lebih tinggi pada penderita tukak duodenum
dari kontrol. Hasil rasio total prostaglandin setelah makan dan sebelum makan
lebih rendah pada penderita tukak duodenum dari pada penderita normal. Pada
suatu penelitian penderita dengan tukak lambung dan orang normal kadar
prostaglandin jaringan di daerah antrum dan korpus lambung pada tukak
lambung didapatkan lebih rendah dari orang normal. Sedangkan pada tukak
lambung yang menyembuh didapatkan kadar prostaglandin jaringan
lebih tinggi dari yang tidak sembuh.
FAKTOR KONTRIBUSI ATAU PREDISPOSISI
a. Faktor kontribusi/predisposisi antara lain letak geografis, jenis kelamin,
faktor psikosomatik, herediter, merokok, obat dan faktor lainnya.
b. Letak geografis mempengaruhi adanya tukak peptik dan mengenai jenis
kelamin didapatkan pria lebih banyak pada tukak peptik.
c. Faktor psikosomatik sangat mempengaruhi timbulnya suatu tukak peptik dan
secara umum dipercaya bahwa konflik dapat memegang peranan untuk
timbulnya tukak peptik pada penderita yang mempunyai faktor predisposisi.
d. Faktor herediter: tukak peptik lebih sering terjadi 2–3 kali dari keluarganya
yang mendapat tukak peptik dibanding dari populasi normal. Pada golongan
darah O didapatkan 30–40% lebih sering dari golongan darah lainnya dan
tukak peptiknya lebih sering di duodenum.
e. Pengaruh merokok terlihat pada penelitian epidemiologik; perokok lebih sering
menderita tukak peptik (pria : wanita berbanding 2,6 : 1,6) dan juga
memperpendek residif.
f. Obat-obat yang mempengaruhi timbulnya tukak peptik antara lain aspirin yang
diketahui menghambat sintesis prostaglandin. Selain itu obat anti inflamasi
non-steroid juga dapat merusak mukosa dan menghambat sekresi
prostaglandin.
g. Sekarang tidak terbukti bahwa terdapat hubungan antara
infeksi Campylobacter (Helicobacter pylori) dengan gastritis dan
ulkus peptikum
C. Gout arthritis
Pengertian Gout arthritis
Istilah gout berasal dari kata “gutta” yang berarti tetesan. Konon, menurut
kepercayaan masyarakat pada saat itu, gout muncul sebagai akibat dari tetesan roh
jahat yang masuk kedalam sendi. Penyakit gout dapat dijumpai disetiap negara di
dunia. Hasil penelitian epidemologis menunjukkan bahwa bangsa Maori di
Selandia Baru, Filipina, dan bangsa-bangsa dikawasan Asia Tenggara mempunyai
kecenderungan menderita penyakit ini. Di Indonesia, suku Minahasa dan Tapanuli
berpeluang menderita penyakit gout lebih tinggi dibandingkan dengan suku-suku
yang lainnya (Junaidi, 2013:80).
Penyakit Pirai (gout) atau Arthritis Gout adalah penyakit yang di sebabkan
oleh tumpukan asam/kristal urat pada jaringan, terutama pada jaringan sendi. Gout
berhubungan erat dengan gangguan metabolisme purin yang memicu peningkatan
kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia), yaitu jika kadar asam urat dalam
darah lebih dari 7,5 mg/dl. Catatan: kadar normal asam urat dalam darah untuk
pria adalah 8 mg/dl, sedangkan untuk wanita adalah 7 mg/dl (Junaidi, 2013:80).
Secara tradisional, gout dibagi menjadi dua, yaitu: bentuk primer (90%) dan
bentuk sekunder (10%). Gout primer adalah gout yang penyebabnya tidak
diketahui atau karena gangguan/kelainan proses metabolisme tubuh. Sementara
itu, gout sekunder adalah gout yang penyebabnya dapat diketahui. Orang normal
setiap hari membuang 700 mg asam urat melalui urin, dan sisa yang tersimpan
dalam cairan tubuh adalah sekitar 1.000 mg. Penderita gout menghasilkan asam
urat secara berlebihan, sehingga yang tersimpan dalam tubuh meningkat menjadi
3-15 kali dari keadaan normal. Dan dilain pihak pengeluarannya melalui ginjal
terganggu atau menurun (Junaidi, 2013:81).
Faktor-faktor terjadinya gout arthritis
Berikut faktor-faktor terjadinya gout arthritis :
a) Penyakit ginjal kronis
Ginjal merupakan filter berbagai benda asing untuk diekskresi keluar tubuh.
Karena itu, gangguan yang timbul pada organ ini akan memengaruhi metabolisme
tubuh dan menimbulkan berbagai jenis penyakit. Salah satunya penyakit yang bisa
ditimbulkan adalah hiperurisemia. Hiperurisemia dan penyakit ginjal memiliki
hubungan sebab akibat. Gangguan fungsi ginjal pada ginjal bisa mengganggu
eskresi asam urat. Namun, kadar asam urat yang terlalu tinggi juga bisa
mengganggu kinerja dan fungsi ginjal (Lingga, 2012:41).
b) Faktor usia
Gout umumnya dialami oleh pria dan wanita dewasa yang berusia diatas 40 tahun.
Setelah memasuki masa pubertas, pria memiliki resiko gout lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita. Jumlah total penderita gout pada pria lebih banyak
dibandingkan dengan kaum wanita. Ketika memasuki usia paruh baya, jumlahnya
menjadi sebanding antara pria dan wanita. Dalam sebuah kajian di Amerika,
prevalensi berlipat ganda dalam populasi usia 40-75 tahun. Dalam kajian kedua,
prevalensi gout pada populasi dewasa di Inggris diperkirakan sebesar 1.4%,
dengan puncaknya lebih dari 7% pada pria usia 40-75 (Beyond, 2013). Menurut
survey yang diadakan oleh National Health and Nutrition Examinition Survey
(NHANES), rasio penderita hiperurisemia sebagai berikut:
a. Usia diatas 20 tahun : 24%
b. Usia 50-60 tahun : 30%
c. Usia lebih tua dari 60 tahun : 40%
d. Rata-rata penduduk Asia : 5-6%
Resiko serangan gout mencapai puncaknya pada saat seseorang berusia 75 tahun,
setelah berusia di atas 75 tahun, resiko gout semakin menurun, bahkan tidak ada
resiko sama sekali. Kecuali, jika penyakit tersebut merupakan perkembangan dari
penyakit gout kronis yang sebelumnya telah dialami (Lingga, 2012:24).
c) Dehidrasi
Kekurangan cairan didalam tubuh akan menghambat ekskresi asam urat. Pada
dasarnya semua cairan itu adalah pelarut. Namun, daya larut setiap cairan
berbeda-beda. Air yang memiliki daya larut paling tinggi adalah air putih. Air
putih dapat melarutkan semua zat yang larut di dalam cairan, termasuk asam urat.
Air diperlukan sebagai pelarut asam urat yang dibuang atau diekskresi melalui
ginjal bersama urine. Jika tubuh kekurangan air, maka akan menghambat ekskresi
asam urat sehingga memicu peningkatan asam urat. Saat volume cairan tubuh
kurang, maka sampah sisa metabolisme pun akan menumpuk. Penumpukan asam
urat dan sisa metabolisme itulah yang menimbulkan nyeri di persendian (Lingga,
2012:166).
d) Makan berlebihan
Asupan purin dari makanan akan menambah jumlah purin yang beredar di dalam
tubuh. secara teknis, penambahan purin yang beredar di dalam darah tergantung
pada jumlah purin yang berasal dari makanan. Artinya, semakin banyak
mengkonsumsi purin, semakin tinggi kadar asam urat (produk akhir metabolisme
purin) dalam tubuh (Lingga, 2012:98).
e) Konsumsi alkohol
Sejumlah studi mengatakan konsumsi alkohol memiliki pengaruh sangat besar
dalam meningkatkan prevalensi gout pada penggemar alkohol. Dampak buruk
alkohol akan semakin nyata pada individu yang mengalami obesitas. Sebuah studi
yang dilakukan di Jepang oleh Shirusi H. (2009) menemukan korelasi nyata antara
konsumsi alkohol dan obesitas terhadap hiperurisemia. Resiko konsumsi alkohol
semakin tinggi jika dilakukan oleh penderita obesitas. Dikatakan bahwa penderita
obesitas yang gemar mengkonsumsi akohol dipastikan mengalami gout(Lingga,
2012:47).
f) Pasca-operasi
Seseorang yang telah menjalani operasi beresiko mengalami kenaikan kadar asam
urat sesaat. Karena penurunan jumlah air yang mereka konsumsi pasca-operasi
menyebabkan ekskresi asam urat terhambat untuk sementara waktu (Lingga,
2012:28).
Patofisiologi
Untuk menjadi gout arthritis, asam urat harus melalui tahapan-tahapan
tertentu yang menandai perjalanan penyakit ini. Gejala awal ditandai oleh
hiperurisemia kemudian berkembang menjadi gout dan komplikasi yang
ditimbulkannya. Prosesnya berjalan cukup lama tergantung kuat atau lemahnya
faktor resiko yang dialami oleh seorang penderita hiperurisemia.
Jika hiperurisemia tidak ditangani dengan baik, cepat atau lambat penderita
akan mengalami serangan gout akut. Jika kadar asam urat tetap tinggi selama
beberapa tahun, penderita tersebut akan mengalami stadium interkritikal. Setelah
memasuki fase ini, tidak butuh waktu lama untuk menuju fase akhir yang
dinamakan dengan stadium gout kronis (Lingga, 2012:19).
Manifestasi klinis
Biasanya, serangan gout arthritis pertama hanya menyerang satu sendi dan
berlangsung selama beberapa hari. Kemudian, gejalanya menghilang secara
bertahap, dimana sendi kembali berfungsi dan tidak muncul gejala sehingga
terjadi serangan berikutnya. Namun, gout cenderung akan semakin memburuk,
dan serangan yang tidak diobati akan berlangsung lebih lama, lebih sering, dan
menyerang beberapa sendi. Alhasil, sendi yang terserang bisa mengalami
kerusakan permanen (Junaidi, 2013:84).
Lazimnya serangan gout arthritis terjadi dikaki (monoarthritis). Namun, 3-
14% serangan juga bisa terjadi dibanyak sendi (poliarthritis). Biasanya, urutan
sendi yang terkena serangan gout (poliarthritis) berulang adalah: ibu jari kaki
(podogra), sendi tarsal kaki, pergelangan kaki, sendi kaki belakang, pergelangan
tangan, lutut, dan bursa elekranon pada siku (Junaidi, 2013:85).
Nyeri yang hebat dirasakan oleh penderita gout pada satu atau beberapa
sendi. Umunya serangan terjadi pada malam hari. Biasanya, hari sebelum
serangan gout terjadi penderita tampak sangat bugar tanpa gejala atau keluhan,
tetapi tiba-tiba tepatnya pada tengah malam menjelang pagi, ia terbangun karena
merasakan sakit yang sangat hebat serta nyeri yang semakin memburuk dan tak
tertahankan (Junaidi, 2013:85).
Sendi yang terserang gout akan membengkak dan kulit diatasnya akan
berwarna merah atau keunguan, kencang dan licin, serta terasa hangat dan nyeri
jika digerakkan, dan muncul benjolan pada sendi (yang disebut tofus). Jika sudah
agak lama (hari kelima), kulit diatasnya akan berwarna merah kusam dan
terkelupas (deskuamasi). Gejala lainya adalah muncul tofus di helixs telinga/
pinggir sendi/tendon. Menyentuh kulit diatas sendi yang terserang gout bisa
memicu rasa nyeri yang luar biasa. Rasa nyeri ini akan berlangsung selama
beberapa hari hingga sekitar satu minggu, lalu menghilang (Junaidi, 2013:85).
Kristal dapat terbentuk disendi-sendi perifer karena persendian tersebut
lebih dingin dibandingkan persendian ditubuh lainya, karena asam urat cenderung
membeku pada suhu dingin. Kristal urat juga terbentuk ditelinga dan jaringan
lainya yang relatif dingin. Gout jarang terjadi pada tulang belakang, tulang
panggul, atau bahu. Gejala lain dari arthritis gout akut adalah demam, menggigil,
tidak enak badan, dan denyut jantung berdetak dengan cepat. Serangan gout akan
cenderung lebih berat pada penderita yang berusia dibawah 30 tahun. Biasanya,
gout menyerang pria usia pertengahan dan wanita pasca-menopause (Junaidi,
2013:86).
Gout bisa menahun dan berat, yang menyebabkan kelainan bentuk sendi.
Pengendapan kristal urat didalam sendi dan tendon terus berlanjut dan
menyebabkan kerusakan yang akan membatasi pergerakan sendi. Benjolan keras
dari kristal urat (tofi) diendapkan dibawah kulit disekitar sendi. Tofi juga bisa
terbentuk didalam ginjal dan organ tubuh lainya, dibawah kulit telinga atau
disekitar siku. Jika tidak diobati, tofi pada tangan dan kaki bisa pecah dan
mengeluarkan massa kristal yang menyerupai kapur (Junaidi, 2013:86).
D. DEABETES MELITUS
Patofisiologi
Pancreas yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin yang
terletak di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk
seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel
beta yang mengeluarkan hormone insulin yang sangt berperan dalam mengatur
kadar glukosa darah.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci
yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di
dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila isulin tidak
ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat
kadar glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalams el dengan akibat kadar
glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes
mellitus tipe 1.
Pada keadaan diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih
banyak, tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang.
Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam
sel. Pada keadaan DM tipe 2, jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun
anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang,
maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel kekurangan bahan
bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian
keadaan ini sama dengan keadaan DM tipe 1, bdanya adalah pada DM tipe 2
disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM
tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya
kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping
penyebab di atas, DM juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di
dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolism
energy.
Faktor Pencetus
Factor bibit merupakan penyebab utama timbulnya penyakit diabetes di samping
penyebab lain seperti infeksi, kehamilan, dan obat-obatan. Tetapi, meskipun
demikian, pada orang dengan bibit diabetes, belumlah menjamin timbulnya
penyakit diabetes. Masih mungkin bibit ini tidak menampakkan diri secara nyata
sampai akhir hayatnya.
Beberapa factor yang dapat menyuburkan dan sering merupakan factor perncetus
diabetes mellitus adalah :
a. kurang gerak/ malas
b. makanan berlebihan
c. kehamilan
d. kekurangan produksi hormone insulin
e. penyakit hormone yang kerjanya berlawanan dengan insulin.
E. Insomnia
Insomnia adalah masalah umum dalam akhir kehidupan. Masalah tidur
pada lansia sering keliru dianggap sebagai bagian normal dari penuaan.Insomnia,
gangguan tidur paling umum, adalah tidur kurang atau tak-menyegarkan
meskipun waktu untuk tidur cukup. Terlepas dari kenyataan bahwa lebih dari 50%
dari usia lanjut dengan insomnia, biasanya tak-dikelola, dan intervensi non-
farmakologis kurang dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan.
Fisiologis. Dua faktor utama mengendalikan kebutuhan fisiologis untuk
tidur yaitu, kuantitas total tidur (rata-rata 8 jam tidur setiap 24 jam), dan irama
harian kantuk dan kewaspadaan.
Skala tidur berubah secara signifikan pada individu usia lanjut sehat. Waktu yang
dihabiskan di tempat tidur terjaga setelah selesai. Perubahan fisiologis alami pada
irama sirkadian mempengaruhi banyak usia lanjut untuk pergi tidur lebih awal dan
bangun lebih awal. Faktor-faktor ini dapat menyumbang kemerosotan pada
kualitas tidur dan tidur total kurang. Pada usia lanjut, lamanya tidur REM
cenderung lebih diawetkan, tetapi latensi tidur secara signifikan menurun, hal
ini menunjukkan bahwa usia lanjut lebih mengantuk daripada populasi
muda. Disamping itu, usia lanjut juga merasakan lebih sulit untuk tetap terjaga di
siang hari, meskipun peningkatan lamanya relatif kecil dibandingkan dengan
peningkatan yang substansial dalam frekuensi tidur.
SIGNIFIKANSI KLINIS
Perubahan fisiologis atas penuaan, kondisi lingkungan, dan penyakit medis kronis
menyumbangkan insomnia pada usia lanjut. Gangguan tidur pada usia lanjut
dihubungkan dengan penurunan memori, konsentrasi terganggu, dan kinerja
fungsional terganggu. Hal tersebut menyumbangkan peningkatan risiko
kecelakaan, jatuh, dan kelelahan kronis. Kebanyakan obat tradisional yang untuk
mengobati insomnia dihubungkan dengan efek samping yang mengkhawatirkan
pada penduduk usia lanjut. Tindakan tidur pada lanjut usiaharus dipertimbangkan
sebagai terapi dini pertama.
PENYEBAB
Insomnia dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: sementara (tidak lebih dari
beberapa malam), akut (kurang dari 3-4 minggu), dan kronis (lebih dari 3-4
minggu). Insomnia sementara atau akut biasanya terjadi pada orang yang tidak
memiliki riwayat gangguan tidur dan sering berhubungan dengan penyebab yang
dapat diidentifikasi. Insomnia akut: (penyakit medis akut, rumah sakitan,
perubahan pada lingkungan tidur, obat-obatan, jet lag, dan stresor psikososial akut
atau berulang). Insomnia kronis atau jangka panjang dapat dikaitkan dengan
berbagai dasar kondisi medis, perilaku, dan lingkungan dan berbagai obat-obatan.
Dibawah ini akan disebutkan beberapa hal yang menyebabkan imsomnia
penyebab insomnia kronis:
1. Gangguan irama sirkadian:
2. Sindrom fase tidur lanjut
3. Sindrom fase tidur terlambat
4. Apnea tidur (obstruktif, pusat, atau campuran)
5. Sindrom tungkai resah
6. Gangguan gerak ekstremitas periodik (mioklonus malam)
7. REM, gangguan perilaku
8. Penyakit Fisik:
9. Nyeri: artritis, nyeri muskuloskeletal, kondisi menyakitkan
lainnya.Jantung pembuluh darah: gagal jantung, sesak napas malam
hari, angina malam hari.
10 Paru: penyakit paru obstruktif kronik, rinitis alergi (sumbatan hidung)
Gastrointestinal: penyakit refluks gastroesofageal, penyakit tukak
lambung, sembelit, diare, pruritus ani
11 Kemih: kencing malam dan retensi, pengosongan kandung kemih
tidak lengkap, inkontinensia.
12 Sistem saraf pusat: strok, penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer,
gangguan kejang Psikiatri penyakit: kecemasan, depresi, psikosis,
demensia, delirium Pruritus Henti haid (semburat panas)
13 Perilaku: tidur siang, penggunaan tempat tidur dini, menggunakan
tempat tidur untuk aktivitas lain (misalnya, membaca dan menonton
televisi), makan berat, kurang olahraga, dan gaya hidup bermalasan.
14 Lingkungan: suara, cahaya dan gangguan lainnya, suhu ekstrim,
tempat tidur tak nyaman, dan kurangnya pajanan sinar matahari.
15 Pengobatan: Stimulan sistem saraf pusat: sympathomimetics, kafein,
nikotin, antidepresan, amfetamin, efedrin, fenilpropanolamin,
fenitoin.
DAMPAK GANGGUAN TIDUR
a. Gejala khas gangguan tidur pada usia lanjut termasuk kesulitan
mempertahankan tidur, bangun awal pagi, dan ngantuk di siang hari yang
berlebihan. Secara fisik dan mental penderita insomnia bisa menjadi
kecapaian, cemas, dan mudah tersinggung. Sebagaimana pendekatan
waktu tidur, penderita insomnia menjadi lebih tegang, cemas, dan khawatir
tentang masalah kesehatan, kematian, kerja, dan pribadi.
b. Masalah tidur mungkin memiliki dampak negatif pada kualitas hidup yang
terkait kesehatan dengan peningkatan risiko kecelakaan, rasa tak enak, dan
kelelahan kronis. Kualitas tidur yang buruk dikaitkan dengan penurunan
memori dan konsentrasi, dan gangguan kinerja dalam uji psikomotorik.
Gangguan tidur juga dikaitkan dengan peningkatan risiko jatuh, penurunan
kognitif, dan tingkat kematian lebih tinggi.
DAPUS
Junaidi, I. 2013. Rematik dan Asam Urat. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Fatkuriyah, L. 2013. Pengaruh Senam Rematik Terhadap Penurunan Nyeri
Sendi Pada Lansia di Desa Sudimoro Sidoarjo. Surabaya