KARYA TULIS ILMIAH PEMANFAATAN ARANG AKTIF...
Transcript of KARYA TULIS ILMIAH PEMANFAATAN ARANG AKTIF...
-
KARYA TULIS ILMIAH
PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR
ALDILA NUR RAHMAWATI
P07534015002
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN 2018
-
KARYA TULIS ILMIAH
PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR
ALDILA NUR RAHMAWATI
P07534015002
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN 2018
-
KARYA TULIS ILMIAH
PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR
Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III
ALDILA NUR RAHMAWATI
P07534015002
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN 2018
-
LEMBAR PERSETUJUAN
JUDUL : PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR
NAMA : AL DILA NUR RAHMAWATI
NIM : P07534015002
Telah Diterima dan Disetujui Untuk Diseminarkan Dihadapan Penguji
Medan, 03 Juli 2018
Menyetujui, Pembimbing Utama
Rosmayani Hasibuan, S.Si, M.Si
NIP. 19591225 198101 2 001
Plt. Ketua Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan
Nelma, S.Si, M.Kes
NIP. 19621104 198403 2001
-
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR
NAMA : AL DILA NUR RAHMAWATI NIM : P07534015002
Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diuji Pada Sidang Ujian Akhir Program Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes
Medan, 03 Juli 2018
Penguji I Penguji II Drs. Mangoloi Sinurat, M.Si Halimah Fitriani P.SKM, M.Kes NIP: 19560813 198803 1 002 NIP:19721105 199803 2 002
Ketua Penguji
Rosmayani Hasibuan, S.Si, M.Si NIP:19591225 198101 2 001
Plt. Ketua Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan
Nelma, S.Si, M.Kes NIP: 19621104 198403 2001
-
LEMBAR PERNYATAAN
PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pegetahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut
dalam daftar pustaka.
Medan, 03 Juli 2018
Al Dila Nur Rahmawati NIM: P07534015002
-
i
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN DEPARTMENT OF HEALTH ANALYSIS KTI, JULY 2018 AL DILA NUR RAHMAWATI
UTILIZATION ACTIVE CHARCOAL OF CASSAVA SKIN TO REDUCE IRON CONDITION (Fe) IN WATER ix + 31 pages + 1 image + 4 tables + 3 attachments
ABSTRACT
Water is one of the necessities in life and is the basis for the life on earth. Without water, various life processes can not take place. In well water which is a source of water coming from groundwater, metal problem which often arises is the existence of iron (Fe) metal. so it is necessary to do the processing to lower the levels of both metals. Activated carbon is an alternative material used to treat water. Activated carbon can be made of cassava skin because it contains 59.31% carbon that has the potential to adsorb certain chemical compounds in water.
The purpose of this research is to know effectivity of activated charcoal from cassava skin to decrease iron content (Fe) in water. Type of research used is experiment. This research was conducted in the laboratory of Health Polytechnic of Medan Department of Health Analyst. William Iskandar Street No. 6 Medan Estate. and started in January- July 2018. Sempel in this study is water that has been in iron (Fe) in water. and the reading using spectroquant pharo 300.
The results showed that the water condition has an iron content of 0.97 ppm and then after contact with active charcoal is 0.0775 ppm exposed decrease in iron content of 0.195 ppm with a percentage decrease in iron content of 20.10%.
It is recommended to people who use water source with high iron content can use activated charcoal of cassava as filtering media to decrease iron content (Fe) and at the same time reduce the volume of cassava garbage.
Keywords: Water Condition, iron (Fe), spectroquant pharo 300 Reading List: 18 (2004 - 2017)
-
ii
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN JURUSAN ANALIS KESEHATAN KTI, JULI 2018 AL DILA NUR RAHMAWATI
PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR ix + 31 halaman + 1 gambar + 4 tabel + 3 lampiran
ABSTRAK
Air merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup dan merupakan dasar bagu perikehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung. Pada air sumur yang merupakan sumber air yang berasal dari air tanah, masalah logam yang kerap kali muncul adalah adanya logam besi (Fe). sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk menurunkan kadar kedua logam tersebut. Karbon aktif merupakan bahan alternatif yang digunakan untuk mengolah air. Karbon aktif dapat terbuat dari kulit singkong karena mengandung 59,31 % karbon yang berpotensi untuk mengadsorbsi senyawa-senyawa kimia tertentu di dalam air.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas arang aktif dari kulit singkong untuk menurunkan kadar besi (Fe) dalam air. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Politeknik Kesehatan Medan Jurusan Analis Kesehatan Jl. William Iskandar Pasar V Barat No. 6 Medan Estate dan dimulai pada bulan Januari- Juli 2018. Sempel pada penelitian ini adalah air yang telah di kondisikan kadar besinya (Fe) dalam air dan pembacaan menggunakan alat spekrtoquan pharo 300.
Hasil penelitian menunjukkan pada air kondisi memiliki kadar besi sebesar 0,97 ppm lalu setelah dikontakkan dengan arang aktif adalah 0,0775 ppm terdapar penurunan kadar besi sebesar 0,195 ppm dengan presentase penurunan kadar besi yaitu 20,10%.
Disarankan kepada masyarakat yang menggunakan sumber air dengan kadar besi yang tinggi dapat menggunakan arang aktif kulit singkong sebagai media penyaringan untuk menurunkan kadar besi (Fe) dan sekaligus mengurangi volume sampah kulit singkong.
Kata Kunci : Air Kondisi, besi (Fe), spektroquan pharo 300 Daftar Bacaan : 18 (2004 - 2017)
-
iii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, atas anugerah
serta segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal Penelitian yang berjudul “PEMANFAATAN ARANG AKTIF KULIT
SINGKONG UNTUK MENURUNKAN KADAR BESI (Fe) DALAM AIR”.
Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
jenjang pendidikan Diploma III Poltekkes Kemenkes RI Jurusan Analis
Kesehatan Medan. Dalam penulisan dan penyusunan Karya tulis Ilmiah penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dalam kara-kata maupun
dalam bentuk penyajian, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Dalam penyelesaian penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak
menemukan hambatan dan kesulitan, tapi dengan adanya bimbingan, bantuan
dan saran dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra, Ida Nurhayati, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kesehatan
Kemenkes RI Medan
2. Ibu Nelma, S.Si M.Kes selaku Plt. Ketua Jurusan Analis Kesehatan
Medan
3. Ibu Rosmayani Hasibuan, S.Si M,Si sebagai Dosen Pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing
penulis dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Bapak Drs, Mangoloi Sinurat, M.Si sebagai Penguji I dan Ibu Halimah
Fitriani Pane. SKM, M.Kes sebagai Penguji II yang telah memberikan
arahan dan masukan untuk Karya tulis Ilmiah ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf dan Pegawai Politeknik Kesehatan
Kemenkes RI Medan yang telah membimbing dan mengajari penulis
selama mengikuti perkuliahan di Polioteknik Kesehatan Kemenkes RI
Jurusan Analis Kesehatan Medan.
-
iv
6. Teristimewa untukk Ibunda tercinta Olis Mawarti S.E dan Ayahanda
Hendri Bachtiar S.E yang dengan jerih payah mengasuh dan
mendidik, memberikan kasih sayang, doa restu, neaehat dan
pengorbanan baik secara material maupun moral yanf tidak ternilai
yang sangat besar pengaruhnya bagi keberhasilan dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Adik-adik tercinta Muhammad Hafizh dan Basyasya Ariiba yang selalu
mendukung dan mendoakan untuk keberhasilan dalam menyusun
Karya Tulis Ilmiah ini.
8. Kepada teman seperjuangan angkatan 2018. Serta semua pihak yang
membantu kelancaran karya tulis Ilmiah ini yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu
Akhir kata penulis berharap karya Tulis Ilmiah ini dapat bermandaat bagi
penulis dan juga pembaca.
Medan,03 juli 2018
Penulis
-
v
DAFTAR ISI
ABSTRACT i ABSTRAK ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix BAB I Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 5 1.3. Tujuan Penelitian 5
1.3.1. Tujuan Umum 5 1.3.2. Tujuan Khusus 5
1.4. Manfaat Penelitian 5
BAB II Tinjauan Pustaka 6 2.1. Air 6
2.1.1. Pengertian Air 6 2.1.2. Sumber Air 6 2.1.3 Penggolongan Air 8
2.2. Air Bersih 8 2.2.1. Pengertian Air Bersih 8 2.2.2. Persyaratan Biologi 8 2.2.3. Persyaratan Fisik 9 2.2.4. Persyaratan Kimia 10
2.3. Logam pada Air 11 2.4. Besi (Fe) 11
2.4.1. Pengertian Besi 11 2.4.2. Kandungan Besi dalam Air 12 2.4.3. Dampak Besi terhadap Kesehatan 12
2.5. Karbon Aktif 13 2.5.1. Proses Aktifasi Karbon Aktif 14
2.6. Kulit Singkong 17 2.7. Spektoquan Pharo 300 17 2.8. Kerangka Konsep 18 2.9. Defenisi Oprasional 18
BAB III Metode Penelitian 19
3.1. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian 19 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 3.3. Sampel penelitian 19 3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 3.5. Metode Penelitian 19
-
vi
3.6. Prinsip Penelitian 19 3.7. Alat, Sampel dan Reagensia 20
3.7.1. Alat 20 3.7.2. Sampel 20 3.7.3. Reagensia 20
3.8. Pembuatan Reagensia 21 3.9. Penentuan kadar Fe Sebelum Penambahan
Arang Aktif 22 3.10. Pembuatan Larutan Standar 22 3.11. Penetapan Blanko 22 3.12. Pengolahan Arang Aktif Kulit Singkong 23 3.13. Penentuan Kadar Fe Setelah Penambahan
Arang Aktif 23 3.14. Pembacaan dengan Alat Spektoquan Pharo 300 23
BAB IV Hasil Dan Pembahasan
4.1. Hasil 26 4.2. Pembahasan 26
BAB V Simpulan Dan Saran
5.1. Simpulan 29 5.2. Saran 29
Daftar Pustaka 30
-
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.6.1. Alat - Alat yang Digunakan 20 Tabel 2.6.3. Reagensia yang Digunakan 20 Table 4.1. Kadar Besi dari Contoh Air yang Dikondisikan 26 Table 4.2. Presentase Penurunan Kadar Besi Setelah di Kontakkan
dengan Arang Aktif Sebanyak 1 gram 26
-
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Konsep 18
-
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higein Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum.
Lampiran II :Dokumentasi Penelitian Lampiran III :Jadwal Penelitian
-
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup dan merupakan dasar
bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat
berlangsung. Oleh karena itu, penyediaan air merupakan salah satu kebutuhan
utama bagi manusia untuk kelangsungan hidup dan menjadi faktor penentu
dalam kesehatan dan kesejahreraan manusia. (Sumantri, 2015).
Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai
dari membersihkan kamar mandi, menyiapkan makan dan minum sampai
aktivitas lainnya, bahkan dalam jaringan hidup, air merupakan medium untuk
berbagai reaksi dan proses eksresi. Dimana air merupakan komponen utama
baik dalam tanaman maupun hewan termasuk manusia. Tubuh manusia terdiri
dari 60- 70 air.oleh karena itu kehidupan ini tidak mungkin dapat dipertahankan
tanpa air. Sebagian besar keperluan air sehari-hari berasal dari sumber air tanah
dan sungai, air yang berasal dari PAM (air ledeng) juga bahan bakunya berasal
dari air sungai,oleh karna itu kuantitas dan kualitas sungai sebagai sumber air
harus dipelihara. Kualitas dan kuantitas air yang sesuai dengan kebutuhan
manusia merupakan faktor penting yang menentukan kesehatan hidupnya.
Kuantitas air berhubungan dengan adanya bahan-bahan lain terutama senyawa-
senyawa kimia baik dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik juga
adanya mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam menentukan
komposisi kimia air. (Achmad, 2004).
Dalam UU tentang Lingkungan Hidup yaitu UU no.23/1997. Dalam PP
No. 20/1990 tentang pengendalian pencemaran air, pencemaran air
didefenisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat , energi dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan
manusia sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (pasal 1
angka 2).
Banyaknya penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak
langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari indusrtri, TPA
-
2
sampah. Rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung ialah kontaminan
yang memasuki badan air dari tanah. Air tanah atau atmosfer berupa hujan.
(Sumantri, 2015).
Di indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan
dengan meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam
lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia,
hewan, tanaman, maupun lingkungan. Logam berat dapat menimbulkan efek
gangguan terhadap kesehatan manusia, tergantung pada bagian mana dari
logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis papran. Efek
toksik dari logam berat maupun menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu
metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen bagi manusia
maupun hewan. (Widowati.dkk, 2008)
Besi atau Fe merupakan unsur yang paling umum terdapat di bumi. Besi
merupakan logam yang dapat dicampur degan logam lain dan karbon untuk
membentuk baja dan selanjutnya sebagai bahan untuk membuat baja yang tidak
berkarat (stainles steel) sebagai alat pemotong, alat- alat rumah sakit, alat- alat
laboratorium dan peralatan pelayanan makanan. (Sembel, 2015)
Besi merupakan satu dari lebih unsur- unsur penting air permukaan dan
air tanah. Namum perairan yang mengandung besi sangat tidak diinginkan untuk
keperluan rumah tangga, karena dapat menyebabkan bekas karat pada pakaian,
porselin dan alat- alat lainnya serta menimbulkan rasa yang tidak enak pada air
mimum. (Achmad, 2004)
Meski besi diperlukan dalam tubuh, jika dikonsumsi secara berlebihan
maka akan menyebabkan keracunan besi dan mengakibatkan terjadinya
abnormalitas genetis pada kromosom, kegagalan dalam metabolisme besi
(hemochrumatosis), besi yang terakumulasi diotak menyebabkan alzaimer dan
penyakit parkinson disease. (Sembel, 2015).
Kadar besi dalam air untuk keperluan higiene menurut persyaratan yang
telah ditetapkan adalah 1 mg/l dalam Peraturan Pemerintah No.32 tahun
2017.(Depkes RI, 2017).
Karbon aktif adalah suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan
pemanasan pada suhu tinggi, dengan menggunakan gas, uap air dan bahan-
bahan kimia sehingga pori-porinya terbuka. Karbon aktif merupakan absorben
-
3
yang sangat bagus dan banyak digunakan karena luas permukaan dan volume
mikropori sangat besar, dan relatif mudah di regenerasi. Dengan demikian daya
adsorbsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Keaktifan daya
menyerap dari karbon aktif tergantung dari jumlah senyawa karbonnya. Daya
serap karbon aktif ditentukan oleh luas permukaan partikel. Dan kemampuan ini
dapat menjadi lebih tinggi, jika karbon aktif tersebut telah dilakukan aktivasi
dengan faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur
tinggi. Dengan demikian, karbon akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan
kimia. Karbon aktif yang berwarna hitam, tidak berbau, tidak berasa dan
mempunyai daya serap yang jauh lebih besar dibandingkan dengan karbon aktif
yang belum menjalani proses aktivasi, serta mempunyai permukaan yang luas,
yaitu memiliki luas antara 300 – 200 m2/gram. Luas permukaan yang luas
disebabkan karbon mempunyai permukaan dalam (internal surface) yang
berongga, sehingga mempunyai kemampuan menyerap gas dan uap atau zat
yang berada di dalam suatu larutan. Sifat dari karbon aktif yang dihasilkan
tergantung dari bahan yang digunakan misalnya kulit singkong menghasilkan
karbon yang lunak dan cocok untuk menjernihkan air.( Maulinda dkk, 2015)
Proses yang digunakan dalam adalah dengam merendam bahan baku
dengan larutan kimia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa arang aktif yang
dibuat secara kimia dapat digunakan untuk menarik logam seperti Zn, Fe, Mn, Cl,
PO4 dan SO4 yang terdapat dalam air sumur yang terkontaminasi dan juga dapat
digunakan untuk menjernihkan air limbah industri .Arang memilki pori-pori yang
mengadung 85- 95% karbon, dihasilkan dari bahan yang mengandung karbon
dengan pemanasan pada suhu tinggi.(Sonhaji, 2008).
Ubi kayu atau Manithot esculenta termasuk familia Euphorbiaccae, genus
Manihot yang terdiri atas 100 specie. Namun yang paling komersial dan sering
dimanfaatkan oleh manusia adalah Manihot esculenta atau ubi kayu yang biasa
kita sebut sebagai singkong.(Richana, 2013).
Jenis singkong di Indonesia juga beragam seperti singkong manggu,
singkong mentega (singkong kuning), singkong gajah, singkong putih, singkong
mukibat, singkong emas, singkong roti dll. Namun yang saya gunakan dalam
penelitian ini adalah kulit singkong dari jenis singkong roti.
Singkong (Manihot utilissima) adalah salah satu jenis tanaman
berkarbohidrat tinggi yang banyak tumbuh di Indonesia. Seiring dengan
-
4
berkembangnya produk dengan bahan baku singkong, maka semakin banyak
limbah kulit singkong adalah yang dihasilkan. Persentase kulit singkong bagian
dalam dapat mencapai 15% dari berat total singkong.(Permatasari dkk, 2014).
Salah satu material biomasa dari residu hasil pertanian yang belum
banyak dimanfaatkan dan mempunyai potensi yang cukup baik dalam adsorben
logam berat adalah limbah kulit singkong. Karena mengandung selulosa non
reduksi yang efektif mengikat logam. Selulosa merupakan komponen utama
tumbuhan, bahan tumbuhan ini ditemukan di dalam dinding sel buah- buahan
dan sayur- sayuran seperti kayu, dahan, dan daun yang tidak dapat di cerna oleh
manusia. Selulosa yang melewati sistem pencernaan makanan tidak diubah,
namun digunakan sebagai serat makanan yang diterima sistem pencernaan
manusia yang kurang baik. Limbah kulit singkong merupakan residu hasil
pertanian yang terdapat dalam jumlah melimpah di berbagai daerah di Indonesia,
termasuk Aceh. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk mengaktivasi
selulosa non reduksi pada biomassa kulit singkong sehingga diperoleh biomassa
yang lebih aktif menyerap logam berat. Kulit singkong sebagai sumber karbon
dapat dimanfaatkan sebagai karbon aktif dengan cara aktivasi kimia, dengan
menggunakan NaOH guna meningkatkan nilai ekonomisnya.(Maulinda.Dkk,
2015).
Selulosa apabila dipanaskan pada suhu tinggi akan mengakibatkan atom-
atom hidrogen dan oksigen hilang, sehingga tinggal atom karbon yang terikat
membentuk struktur segi enam dengan atom karbon yang terletak pada setiap
sudutnya. Penataan ini cenderung kasar kemungkinan besar disebabkan karena
reaksi pelepasan atom hidrogen dan oksigen yang terjadi pada suhu tinggi
berlangsung dengan cepat dan tak terkendali sehingga merusak penataan cincin
segi enam yang ada. Ketidak sempurnaan penataan antara lapisan maupun
cincin segi enam yang dimiliki, mengakibatkan tingkat kerapatan arang aktif
rendah. Ketidak sempurnaan tersebur juga menyebabkan tersedianya ruang-
ruang dalam struktur arang aktif yang memungkinkan adsorbat untuk masuk ke
dalamnya.(Yuliusman, 2009).
Aktivasi yang umum digunakan ada dua yaitu aktivasi secara fisika dan
secara kimia. Aktivasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan kimia sebagai aktivator, antara lain hidroksida logam alkali garam- garam
karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan asam- asam anorganik
-
5
seperti ZnCl2, NaCl, H3PO4, H2S, H2SO4, atau KOH. Beberapa senyawa yang
sering dan secara umum digunakan adalah ZnCl2, KOH, dan H2SO4 (Permatasari
dkk, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariani dan Eka (2017),
kemampuan penyerapan arang aktif dari kulit singkong dengan suhu karbonasi
700oC dengan konsentasi aktivator NaOH 0,3N merupakan penyerap yang
paling baik.Dalam penelitian ini absorben yang digunakan adalah kulit singkong.
Kulit singkong digunakan karena menjadi limbah dari industri tepung tropika,
industri fermentasi dan industri pokok makanan. Limbah ini juga megandung
unsur karbon yang cukup tinggi sebesar 59,31%.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengembangkan
kulit singkong menjadi arang aktif dalam menurunkan kadar besi (Fe) dalam air
dengan pengaktifan 500 oC dan konsentrasi NaOH 0,5 N.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka timbul pertanyaan seberapa efektifkah
arang aktif dari kulit singkong dalam menurunkan kadar besi (Fe) dalam air.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas arang aktif dari kulit singkong untuk
menurunkan kadar besi (Fe) dalam air.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk menentukan kadar besi (Fe) dalam air sebelum dilakukan
penyaringan dengan media arang aktif kulit singkong.
2. Untuk menentukan kadar besi (Fe) dalam air setelah dilakukan
peyaringan dengan media arang aktif kulit singkong.
3. Untuk menentukan persentase penurunan kadar besi (Fe) setelah
dilakukan penyaringan dengan media arang aktif kulit singkong.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa kulit singkong dapat
digunakan sebagai arang aktif untuk menurunkan kadar besi (Fe) dalam
air
2. Menambah wawasan penulis dan sebagai bahan referensi bagi peneliti
selanjutnya.
-
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
2.1.1. Pengertian Air
Air merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup dan merupakan dasar
bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat
berlangsung. Oleh karena itu, penyediaan air merupakan salah satu kebutuhan
utama bagi manusia untuk kelangsungan hidup dan menjadi faktor penentu
dalam kesehatan dan kesejahreraan manusia.(Sumantri, 2015).
Air merupakan senyawa kimia yang terdiri dari atom H dan O. Sebuah
molekul air terdiri dari satu atom O yang berikatan kovalen dengan dua atom H.
Molekul air yang satu dengan molekul air lainnya bergabung dengan satu ikatan
hidrogen antara atom H dengan atom O dari molekul air yang lain.(Achmad,
2004).
Manusia memerlukan air untuk kebutuhan dasar seperti minum dan
memasak makanan, maupun kebutuhan lainnya seperti mandi, mencuci baju,dan
sebagainya. (Proverawati, 2017).
2.1.2. Sumber Air
Air yang berasal di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber.
Berdasarkan letak sumbernya, air dapat di bagi menjadi air angkasa (hujan), air
permukaan dan air tanah.
a. Air Angkasa (Hujan)
Air angkasa atau hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada
saat presipitas merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung
mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang
berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu,
mikroorganisme, dan gas misalnya: karbon dioksida, nitrogen, amonia.
b. Air Permukaan
Air permukaan yang meliputi badan- badan air semacam sungai, danau,
telaga, waduk, rawa, terjun dan sumur permukaan, segagian besar berasal dari
air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan ini kemudian akan mengalami
pencemaran baik oleh tanah, sampah maupun lainnya. Dibanding dengan
-
7
sumber air lain, air permukaan merupakan sumber air yang paling tercemar
akibat kegiatan manusia, fauna, flora, dan zat- zat lain.
c. Air Tanah
Air tanah dibedakan atas dua macam, air lapisan (layer water) dan air celah
(fissure water). Air lapisan adalah air yang terdapat di dalam ruang antara butir-
butir tanah. Adapun air celah ialah air yang terdapat di dalam retak- retak batuan
di dalam tanah. Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi yang kemudian mengalami penyerapan ke dalam tanah dan
mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses yang dialami air hujan tersebut,
di dalam perjalanannya ke bawah tanah membuat air tanah menjadi lebih baik
dan lebih murni dibandingkan air permukaan. Air tanah dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia dengan cara membuat sumur atau pompa air. Sumur ini
dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Sumur Dangkal
Merupakan cara mengambil air yang banyak dipakai di indonesia. Sumur
hendaknya terletak di tempat yang aliran air tanahnya tidak tercemar. Bila di
sekeliling sumur terdapat sumber pencemaran air tanah, hendaknya sumur ini
berada di hulu aliran air tanah dan sedikitnya berjarak 10-15 meter dari sumber
pencemaran tersebut.
2. Sumur Dalam
Sumur dalam mempunya permukaan air yang lebih tinggi dari permukaan air
tanah di sekelilingnya. Tingginya permukaan air ini disebabkan oleh adanya
tekanan di dalam akuifer. Air tanah berada dalam akuifer yang terdapat di antara
dua lapis yang tidak tembus. (Sumantri, 2015 ).
d. Mata Air
Mata air adalah air tanah yang muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air
dari mata air ini bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air
minum langsung. Tetapi karena kita belum yakin apakah mata air tersebut belum
tercemar maka lebih baik air tersebut di rebus dulu sebelum di
minum.(Proverawati, 2017).
-
8
2.1.3. Penggolongan Air
Peraturan pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan kualitas air dalam
beberapa golongan menurut peruntukannya. Adapun penggolongan air menurut
pembentukannya adalah sebagai berikut :
1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
3. Golongan C, yaitu air yang sapat digunakan untuk keperluan perikanan
dan peternakan.
4. Golongan D, yaitu air yang digunakan untuk keperluan pertanian, usaha
di perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air. (Effendi, 2017).
Menurut definisi tersebut bila suatu sumber air yang termasuk dalam kategori
golongan A, misalnya sebuah sumur penduduk kemudian mengalami
pencemaran dalam bentuk rembesan limbah cair dari suatu industri. Golongan A
karena air sudah tidak dapat digunakan sebagai air minum tanpa melalui
pengolahan terlebih dahulu, dengan demikian air sumur tersebut menjadi kurang
atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannnya (Achmad, 2004).
2.2. Air Bersih
2.2.1. Pengertian Air Bersih
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 32 Tahun 2017, air untuk
Keperluan Higiene Sanitasi tersebut digunakan untuk pemeliharaan kebersihan
perorangan seperti mandi dan sikat gigi, serta untuk keperluan cuci bahan
pangan, peralatan makan, dan pakaian.
2.2.2. Persyaratan Biologi
Sumber- sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air
hujan (air angkasa), air permukaan maupun air tanah. Air untuk keperluan
minuman yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri
patogen.(Proverawati, 2017).
Menurut Permenkes RI No. 32 Tahun 2017 total coliform yang diperbolehkan
adalah 50 per 100 ml air sedangkan E.coli yang adalah 0 per 100ml air.(Depkes
RI,2017).
-
9
2.2.3. Persyaratan Fisik
a. Kekeruhan
Kekeruhan adalah efek optik yang terjadi jika sinar membentuk material
tersuspensi di dalam air. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-
bahan organik dan anorganik seperti lumpur dan buangan, dari permukaan
tertentu yang menyebabkan air sungai menjadi keruh. Kekeruhan walaupun
hanya sedikit dapat menyebabkan warna yang lebih tua dari warna
sesungguhnya. Air yang mengandung kekeruhan tinggi akan mengalami
kesulitan bila diproses untuk sumber air bersih. Kesulitannya antara lain dalam
proses penyaringan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa air
dengan kekeruhan tinggi akan sulit untuk di desinfeksi, yaitu proses pembunuhan
terhadap kandungan mikroba yang tidak diharapkan. Tingkat kekeruhan
dipengaruhi oleh pH air, kekeruhan pada air minum umumnya telah diupayakan
sedemikian rupa sehingga air menjadi jernih.(Quddus, 2017).
Menurut Permenkes RI No.32 Tahun 2017 kekeruhan yang diperbolehkan
adalah 25 NTU.(Depkes RI,2017)
b. Bau
Bau pada air dapat disebabkan karena benda asing yang masuk ke
dalam air seperti bangkai binatang, bahan buangan, ataupun disebabkan karena
proses penguraian senyawa organik oleh bakteri. Pada peristiwa penguraian
senyawa organik yang dilakukan oleh bakteri tersebut dihasilkan gas- gas berbau
menyengat dan bahkan ada yang beracun. Pada peristiwa penguraian zat
organik berakibat meningkatkan penggunaan oksigen terlarut di air (BOD =
Biological Oxighen Demand) oleh bakteri dan mengurangi kuantitas oksigen
terlarut (DO = Disvolved Oxigen) di dalam air. Bau pada air minum dapat di
deteksi dengan menggunakan hidung. Tujuan deteksi bau pada air minum yaitu
untuk mengetahui ada bau atau tidaknya bau yang berasal dari air minum yang
disebabkan oleh pencemar. Apabila air minum memiliki bau maka dapat di
kategorikan sebagai air minum yang tidak memenuhi syarat dan kurang layak
untuk di manfatkan sebagai air minum.(Quddus, 2014).
Untuk standard air bersih ditetapkan oleh Permenkes RI No. 32 Tahun
2017, yaitu tidak berbau (Depkes RI,2017).
-
10
c. Rasa
Rasa yang terdapat di dalam air baku dapat dihasilkan oleh kehadiran
organisme seperti mikroalgae dan bakteri, adanya limbah padat dan limbah cair
seperti hasil buangan dari rumah tangga dan kemungkinan adanya sisa – sisa
bahan yang digunakan untuk disinfeksi misalnya klor. Timbulnya rasa pada air
minum biasanya berkaitan erat dengan bau pada air tersebut. Pada air minum,
rasa diupayakan agar menjadi netral dan dapat diterima oleh pengguna air. Rasa
pada air minum dapat dideteksi dengan menggunakan indera penyerap. Dimana
tujuan dari deteksi rasa pada air minum adalah untuk mengetahui kelainan rasa
air dari standar normal yang dimiliki oleh air, yaitu netral.(Quddus,2014).
Untuk standard air bersih dan air minum ditetapkan oleh Permenkes RI
No. 32 tahun 2017 adalah tidak berasa.(Depkes RI,2017).
d. Warna
Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan
anorganik. Karena keberadaan plankton, humus dan ion- ion logam misalnya
besi dan mangan serta bahan- bahan lainya. Perairan alami umumnya tidak
berwarna.(Effendi,2017).
Berdasarkan Permenkes RI No.32 Tahun 2017 tingkat warna untuk air
bersih yang diperbolehkan 50 TCU.(Depkes RI, 2017).
e. Suhu
Menurut Permenkes No.32 tahun 2017, suhu air yang memenuhi syarat
kesehatan adalah sebesar suhu udara ± 3ºC.(Depkes RI,2017)
f. Zat Padat Terlarut
Standar maksimum untuk zat padat terlarut ditetapkan oleh Permenkes
No.32 Tahun 2017, yaitu 1000mg/l.(Depkes RI, 2017)
2.2.4. Persyaratan Kimia
Air bersih tidak boleh menganding bahan-bahan kimia dalam jumlah yang
melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah: pH yang
diperbolehkan berkisar antara 6,5- 9,0, total solid, zat organik, CO2 agresif,
kesadahan, kalsium(Ca), besi(Fe), tembaga(Cu), mangan(Mn), seng(Zn), choride
(Cl), nitrit, flourida(F), serta logam berat.(Quddus, 2014).
-
11
2.3. Logam pada Air
Banyak logam berat baik yang bersifat toksik seperti aesen(As), berilium(Be),
kadmium(Cd), kromium(Cr), timbal(Pb), merkuri(Hg), nikel (Ni). Serta logam yang
esensial bagi tubuh, tetapi memiliki potensi toksik, yaitu kobalt(Co), kuprum(Cu),
besi(Fe), mangan(Mn), molibdenum(Mo), selenium(Se), dan seng(Ze). Logam
tersebut secara alami terdapat secara alami terdapat di alam baik di air udara
ataupun tanah.(Widowati, 2008).
Keberadaan logam berat dalam air laut dapat berasal dari aktivitas manusia
di daratan yang kemudian masuk ke laut lewat sungai, dapat pula berasal dari
atmosfer yang jatuh ke laut, serta dapat pula berasal dari aktivitas gunung
berapi.(Nugraha, 2009).
Pada air sumur yang merupakan sumber air yang berasal dari air tanah,
masalah logam yang kerap kali muncul adalah adanya logam besi (Fe). air sumur
yang digunakan untuk dikonsumsi sehari- hari masih mengandung besi. Air
sumur tersebut masih berbau dan kelihatan jernih, namun setelah beberapa
menit baunya hilang dan terjadi endapan coklat. Besi di butuhkan oleh tubuh
sebagai nutrisi. Tubuh membutuhkan 7-35 mg unsur besi tiap hari. Walaupun
unsur tersebut diperlukan oleh tubuh, tetapi jika melebihi kebutuhan maka akan
menimbulkan masalah bagi kesehatan. Besi mengakibatkan kerusakan pada
dinding usus halus.(Rahayu dkk, 2013).
2.4. Besi (Fe)
2.4.1. Pengertian Besi
Besi adalah unsur kimia dengan simbol Fe yang merupakan unsur yang
paling umum terdapat di bumi. Besi ditemukan dalam bentuk kation ferro (Fe2+)
dan ferri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen
terlarut yang cukup, ion ferro yang bersifat mudah larut di oksidasi menjadi ion
ferri. Pada oksidasi ini terdapat pelepasan elektron. Sebaliknya, pada reduksi
ferri menjadi ferro terjadi penangkapan elektron. (Effendi, 2017)
Besi asli jarang ditemukan pada permukaan bumi karena biasanya Fe
mudah beroksidasi meskipun besi merupakan unsur yang paling banyak di
bumi.(Sembel, 2015).
-
12
2.4.2. Kandungan Besi(Fe) dalam Air
Besi (II) sebagai ion berhidrat yang dapat larut, Fe2+merupakan jenis besi
yang terdapat dalam air tanah. Karena air tanah tidak berhubungan dengan
oksigen dari atmosfer, konsumsi oksigen bahan organik dalam media
mikroorganisme sehingga menghasilkan keadaan reduksi dalam air tanah.
Karena itu besi dengan bilangan oksidasi rendah umum ditemukan dalam air
tanah dibandingkan Fe(III). Secara umum Fe(II) terdapat dalam air tanah berkisar
1,0-10 mg/l, namun demikian tingkat kandungan besi sampai sebesar 50mg/l
dapat juga ditemukan dalam air tanah ditempat- tempat tertentu. Air tanah yang
mengandung Fe(II) mempunyai sifat yang unik. Dalam kondisi tidak ada oksigen
air tanah yang mengandung Fe(II) jernih, begitu mengalami oksidasi oleh oksigen
yang berasal dari atmosfer ion ferro akan berubah menjadi ferri. Dan air menjadi
keruh. Pada pembentukan besi (III) oksidasi terhidrat yang tidak larut
menyebabkan air berubah menjadi abu- abu.(Achmad, 2004).
2.4.3. Dampak Besi(Fe) terhadap Kesehatan
Unsur besi merupakan unsur yang penting dan berguna bagi
metabolisme tubuh. Kadar Fe dalam tubuh mausia kira-kira sebesar 3- 5g.
Sebanyak 2/3 bagian terikat oleh Hb, 10% diikat mioglobin dan enzim
mengandung Fedan sisanya terikat dalam protein feritrin dan
hemosiderin.(Widowati, 2008)
Meskipun besi diperlukan oleh tubuh tapi jika dosisnya melebihi yang di
perlukan oleh tubuh juga dapat menimbulkan masalah kesehatan. Kadar
maksimum unsur besi yang di peruntukkan untuk air minum sebaiknya kurang
dari 0,3 mg/liter.(Effendi, 2017).
Konsumsi Fe berlebih dapat mengakibatkan kegagalan dalam
metabolisme besi (hemochromatosis). Hemochromatosis terjadi akibat
meningkatnya feritrin dan hemosiderin dalam sel parenkim hati. Kadar feritrin dan
hemosiderin juga meningkat. Hemosiderin akan masuk ke dalam parenkim
organ-orasn lain, misalnya pankreas, otat jantung, dan ginjal sehingga dalam
jangka panjang, hemosiderin akan tertimbun dalam organ- organ tersebut dan
merusak kerja organ tersebut.(Widowati, 2008).
-
13
2.5. Karbon Aktif
Karbon atau arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang
mengandung 85- 95% karbon yang berasal dari material yang mengandung
karbon seperti tempurung kelapa, sekam padi, batu bara, serabut kelapa, kulit
singkong dan sebagainya dengan proses pemanasan pada suhu tinggi,dengan
menggunakan gas, uap air dan bahan-bahan kimia sehingga pori-porinya
terbuka. Karbon aktif merupakan absorben yang sangat bagus dan banyak
digunakan karena luas permukaan dan volume mikropori sangat besar dan relatif
mudah di regenerasi dengan demikian daya absorbaansinya menjadi lebih tinggi
terhadap zat, arna dan bau.(Maulinda, 2015).
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85- 95%
karbon dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan
pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar
tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang
mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang
selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben
(penyerap).
Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini
dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan
bahan- bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi.
Dengan demikian arang akan mengalami perubahan sifat- sifat fisika dan kimia.
Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif. Dalam satu gram karbon aktif,
pada umumnya memiliki luas oermukaan seluas 500-1500 m2, sehigga sangat
efektif dalam menangkap partikel- partikel yangsangat halus berukuran0,01-
0,0000001mm. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut manjadi
jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya arang aktif di kemas dalam
kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif
dapat di reaktifasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan
untuk sekali pakai. Reaktifasi karbon aktif sangat tergantung dari metode aktivasi
sebelumnya.(Sonhaji, 2008).
-
14
2.5.1. Proses Aktifasi Karbon Aktif
1. Proses Kimia
Bahan baku dicampur dengan bahan- bahan kimia tertentu, kemudian
dibuat padat. Selanjutnya padatan tersebut dibentuk menjadi batangan yang
dikeringkan serta dipotong- potong. Aktivasi dilakukan pada temperatur 100ºC.
Arang aktif yang dihasilkan dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan pada
temperatur 300ºC. dengan proses kimia, bahan baku dapat dikarbonisasi terlebih
dahulu, kemudian dicampur dengan bahan- bahan kimia.(Sonhaji, 2008)
2. Proses Fisika
Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut
digiling, diayak untuk selanjutnya diaktivasi dengan cara pemanasan pada
temperatur 1000ºC yang disertai dengan pengaliran uap. Proses fisika banyak
digunakan dalam aktivasi arang antara lain :
a. Proses Briket yaitu bahan baku atau arang terlebih dahulu dibuat
briket, dengan cara mencampurkan bahan baku atau arang halus dengan tar.
Kemudian, briket yang dihasilkan dikeringkan pada 550ºC untuk selanjutnya
diaktivasi dengan uap.
b. Destilasi kering yaitu merupakan suatu proses penguraian suatu bahan
akibat adanya pemanasan pada temperatur tinggi dalam keadaan sedikit
maupun tanpa udara. Hasil yang diperoleh berupa residu yaitu arang dan destilat
yang terdiri dari campuran methanol dan asam asetat. Residu yang dihasilkan
bukan merupakan karbon murni, tetapi masih mengandung abu dan “tar”. Hasil
yang diperoleh seperti methanol, asam asetat dan arang tergantung pada bahan
baku yang digunakan dan metoda destilasi. Diharapkan daya serap arang aktif
yang dihasilkan dapat menyerupai atau lebih baik dari pada daya serap arang
aktif yang diaktifkan dengan menyertakan bahan- bahan kimia. Dengan cara ini,
pencemaran lingkungan sebagai akibat adanya penguraian senyawa-senyawa
kimia dari bahan- bahan pada saat proses pengarangan dapat dihindari. Selain
itu dapat dihasilkan asap cair sebagai hasil pengembunan uap hasil penguraian
senyawa-senyawa organik dari bahan baku.
ada empat hal yang dapat dijadikan batasan dari penguraian komponen
kayu yang terjadi karena pemanasan pada proses destilasi kering, yaitu :
-
15
1. Batasan A adalah suhu pemanasan sampai 200ºC. Air yang terkandung dalam
bahan baku keluar menjadi uap, sehingga kayu menjadi kering, retak-retak dan
bengkok. Kandungan karbon lebih kurang 60%.
2. Batasan B adalah suhu pemanasan antara 200-280ºC. Kayu secara perlahan-
lahan menjadi arang dan destilat mulai dihasilkan. Warna arang menjadi coklat
gelap serta kandungan karbonnya lebih kurang 70%.
3. Batasan C adalah suhu pemanasan antara 280-500ºC. Pada suhu ini akan
terjadi karbonisasi selulosa, penguraian lignin dan menghasilkan tar. Arang yang
terbentuk berwarna hitam serta kandungan karbonnya meningkat menjadi 80%.
Proses pengarangan secara praktis berhenti pada suhu 400 ºC.
4. Batasan D adalah suhu pemanasan 500ºC, terjadi proses pemurnian arang,
dimana pembentukan tar masih terus berlangsung. Kadar karbon akan
meningkat mencapai 90%. Pemanasan di atas 700ºC, hanya menghasilkan gas
hidrogen. Secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri dari
tiga tahap, yaitu :
1. Dehidrasi yaitu proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan
sampai temperatur 170ºC.
2. Karbonisasi yaitu pemecahan bahan- bahan organik menjadi karbon. Suhu di
atas 170ºC akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada suhu 275oC,
dekomposisi menghasilkan “tar”, metanol dan hasil samping lainnya.
Pembentukan karbon terjadi pasa temperatur 400- 600oC.
3. Aktivasi yaitu dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan
dengan uap atau CO2 sebagai aktivator.
Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping
bahan baku yang digunakan. Aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang
yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga arang
mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorbsi. Metode aktifasi yang
umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah :
1.Aktifasi Kimia
Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa
organik dengan pemakaian bahan- bahan kimia. Aktifator yang digunakan adalah
bahan-bahan kimia seperti hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat,
-
16
klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-asam
anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4
2. Aktifasi Fisika
Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa
organik dengan bantuan panas, uap dan CO2. Umumnya arang dipanaskan di
dalam tanur pada temperatur 800- 900ºC. Oksidasi dengan udara pada
temperatur rendah merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk dikontrol.
Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO2 pada pada temperatur tinggi
merupakan reaksi endoterm sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum
digunakan. Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal
ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu :
1. Sifat Serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi
kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa.
Adsorbsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul
serapan dari struktur yang sama seperti deret homolog. Adsorbsi juga
dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur
rantai dari senyawa serapan.
2. Temperatur
Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur
pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur
proses adsorbsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika
pemanasan tidak mempengaruhi sifat- sifat senyawa serapan, seperti terjadi
perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik
didihnya. Untuk senyawa volatile adsorbsi dilakukan pada temperatur kamar atau
bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah.
3. pH (Derajat Keasaman)
Untuk asam- asam organik, adsorbsi akan meningkat bila pH diturunkan,
yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Disebabkan karena kemampuan
asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila
pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorbsi akan
berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.
-
17
4. Waktu Singgung
Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk
mencapai kesetimbangan. Pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung.
Pengadukan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada partikel arang
aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang
mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih
lama.(Sonhaji, 2008).
2.6. Kulit Singkong
Ubi kayu atau Manithot esculenta termasuk familia Euphorbiaccae, genus
Manihot yang terdiri atas 100 specie. Namun yang paling komersial dan sering
dimanfaatkan oleh manusia adalah Manihot esculenta atau ubi kayu yang biasa
kita sebut sebagai singkong.(Richana, 2013).
Jenis singkong di Indonesia juga beragam seperti singkong manggu,
singkong menterga (singkong kuning), singkong gajah, singkong putih, singkong
mukibat, singkong emas,singkong roti dll. Namun yang saya gunakan dalam
penelitian ini adalah kulit singkong dari jenis singkong roti.
Singkong merupakan salah satu jenis tanaman berkarbohidrat tinggi yang
banyak tumbuh di indonesia. Seiring dengan berkembangnya produk yang
terbuat dari singkong maka limbah kulit singkong itu sendiri mencapai 15% dari
berat total singkong itu sendiri.(Permatasari dkk, 2014).
Selama ini limbah kuli singkong sendiri belum dimanfaatkan secara
maksimal oleh masyarakat, padahal limbah ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan
baku karbon aktif.(Maulinda dkk, 2015).
2.7. Spectroquan Pharo 300
Spektro UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas
sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang di absorbansi oleh sempel. Spektro UV-
Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam
larutan. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan
mengukur absorbansi pada panjang gelombang tertentu.(Dachriyanus, 2004).
Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah cahaya yang di absorpsi oleh
larutan sebanding dengan konsentrasi kontaminan dalam larutan. Prinsip ini
dijabarkan dalam hukum Lambert- Beer yang menghubungkan antara
absorbansi cahaya dengan konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi.
(Lestari, 2010).
-
18
2.8. Kerangka Konsep
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
2.9. Defenisi Oprasional
a. Air dengan kadar besi yang telah di kondisikan yaitu 1 ppm adalah air
yang telah diketahui berapa konsentrasi besinya (Fe) dalam air yaitu
sebesar 1 ppm.
b. Karbon aktif kulit singkong roti adalah karbon yang berupa bubuk
(powder) yang terbuat dari kulit singkong roti dan telah diarangkan
kemudian diaktivasi sehingga dapat digunakan sebagai absorben logam
dalam air.
Air dengan Kadar Besi
(Fe) yang telah di
Kondisikan yaitu 1
ppm.
Penambahan Karbon
Aktif Kulit singkong
roti sebanyak 1 gram
-
19
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analitik dengan rancangan penelitian
eksperimen laboratorium. Untuk menganalisa kadar zat besi dalam air sebelum
dan sesudah disaring menggunakan karbon aktif kulit singkong.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Politeknik Kesehatan
Medan Jurusan Analis Kesehatan Jl. William Iskandar Pasar V Barat No. 6
Medan Estate. Pada bulan Januari- Juli
3.3. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah aquadest yang telah di kondisikan kadar
besinya (Fe) sebanyak 1ppm.
3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dimana data
diperoleh dari hasil penelitian pemanfaatan kulit singkong sebagai bahan baku
arang aktif dengan suhu 500oC dan NaOH 0,5N.
3.5. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode orto -
penanthrolin dengan menggunakan Spectroquan Pharo 300.
3.6. Prinsip Penelitian
Besi yang terlarut dalam air (Ferri) direduksi oleh Hidroksil amin
dalam suasana asam menjadi senyawa Ferro. Senyawa Ferro dengan
orto- phenantholin dengan pH 2,2 – 2,5 akan memberikan warna merah
orange. Warna yang terbentuk dibaca pada Spectroquan Pharo 300
dengan panjang gelombang 526 nm.
-
20
3.7. Alat, Sampel dan Reagensia
3.7.1. Alat
Tabel 3.6.1. Alat- alat yang digunakan
No Nama Alat Ukuran Merek
1 Labu Erlenmeyer 100ML;250 Ml Pyrex
2 Gelas Kimia 250 Ml Pyrex
3 Pipet Takar 1 Ml ;2 Ml Pyrex
4 Labu Ukur 100 Ml ; 1L Pyrex
5 Gelas Takar 50 Ml ; 1L Pyrex
6 Pemanas listrik Maspion
7 Neraca Analitik Kern
8 Belender Miyako
9 Furnance /Tanur Thermolyne
10 Oven Memmert
11 Kertas Saring Whatman
12 Spectroquan Pharo 300 Merck
3.7.2. Sampel
Sempel yang digunakan adalah air yang telah dikondisikan kadar besi
(Fe) dalam air.
3.7.3. Reagensia
Tabel 3.6.3. Reagensia yang di gunakan
No Reagensia Rumus Kimia Spesifikasi
1 Larutan Asam Klorida HCl Pa.(E.Merck)
2 Larutan Hidroksil Amin NH2OH Pa.(E.Merck)
3 Larutan Buffer Amonium Acetat NH4C2H3O2 Pa.(E.Merck)
4 Larutan Orto- Phenanthrolin C12H8N2 Pa.(E.Merck)
5 Larutan Standart Besi Fe Pa.(E.Merck)
6 Natrium hidroksida 0,5N NaOH Pa.(E.Merck)
7 Larutan Asam Klorida 0,1N HCL Pa.(E.Merck)
8 Aquades H2O
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/search/#collection=compounds&query_type=mf&query=C12H8N2&sort=mw&sort_dir=asc
-
21
3.8. Pembuatan Reagensia
1. larutan HCl pekar (37%)
2. larutan Hidroksilamin 10%
(larutkan 10 gr hidroksilamin HCL dengan 100 ml aquades).
3. larutan Buffer Amonium Asetat (pH4)
(larutkan 25 gram NH4C2H3O2 dengan 50 ml aquades dan tambahkan 10
ml asam asetat pekat lalu addkan hingga 100 ml dalam gelas takar).
4. larutan Phenanthrolin
(larutkan 0,1 gram phenantrolin monohidrat (C12H8N2H2O) dengan 80 ml
aquades, tambahkan 2 tetes HCL pekat encerkan hingga 100 ml dengan
aquades simpan ditempat dingin dan gelap).
5. larutan Srandard Fe
(Larutkan 0,5285 gram Fe(NH4)2(SO4)6H2O dengan 25 ml aquadest
dalam gelas kimia. Lalu buat dalam labu ukur ukuran 100ml 10 ml
aquadest tambahkan 2 ml H2SO4 pekat. Lalu gabungkan larutan
Fe(NH4)2(SO4)6H2O ke dalam labu ukur homogenkan, tambahkan tetes
demi tetes larutan KMnO4 hingga warna merah tetap ada setelah itu
simpan).
6. Larutan Air yang Dikondisikan
(Larutkan 5,2857 gram Fe(NH4)2(SO4)6H2O dengan 250 ml aquadest
dalam gelas kimia. Lalu buat dalam labu ukur ukuran 1liter 100 ml
aquadest tambahkan 20 ml H2SO4 pekat. Lalu gabungkan larutan
Fe(NH4)2(SO4)6H2O ke dalam labu ukur homogenkan, tambahkan tetes
demi tetes larutan KMnO4 hingga warna merah tetap ada setelah itu
simpan).
7. NaOH 0,5N
(larutkan 2 gram Natrium hidroksida dengan 100 ml aquades).
8. HCl 0,1N
(pipet 0,8 ml larutan HCl pekat lalu tambahkan aquades sebanyak 100
ml).
-
22
3.9. Penentuan kadar Fe Sebelum Penambahan Arang Aktif
a. Pipet 50,0 ml contoh air masukkan kedalam labu erlenmeyer
b. Tambahkan 2 tetes HCl pekat, dan 1 ml Hidroksil amin
c. Kemudian didihkan sampai setengah volume, dinginkan
d. Pindahkan ke dalam tabung nessler, tambahkan 2 ml buffer Ammonium
acetat dan 2 ml Phenantholin, aduk hingga merata
e. Tambankan aquadest hingga 50 ml, diamkan selama 10 menit
f. Baca pada spektro UV-Vis dengan α 526 nm terhadap blanko.
3.10. Pembuatan Larutan Standar
a. Pipet 1 ml standar besi masukkan kedalam tabung nessler dan encerkan
hingga 50 ml dengan aquadest
b. Masukkan ke dalam labu erlenmeyer
c. Tambahkan 2 tetes HCl pekat, dan 1 ml Hidroksil amin
d. Kemudian, didihkan sampai setengah volume, dinginkan
e. Pindahkan ke dalam tabung nessler, tambahkan 2 ml buffer Ammonium
acetat dan 2 ml phenanthrolin, aduk hingga merata
f. Tambahkan aquadest hingga 50 ml, diamkan selama 10 menit
g. Baca pada spektro UV-Vis dengan α 526 nm terhadap blanko
3.11. Penetapan Blanko
a. Pipet 50,0 ml aquadest masukkan kedalam labu erlenmeyer
b. Tambahkan 2 tetes HCl pekat dan 1 ml Hidroksil amin
c. Kemudian didihkan sampai setengah volume, dinginkan
d. Pindahkan kedalam tabung nessler, tambahkan 2 ml buffer Ammonium
acetat dan 2 ml Phenanthrolin, aduk hingga merata
e. Tambahkan aquadest hingga 50 ml, diamkan selama 10 menit
f. Blanko ini digunakan untuk menentukan titik nol pada sprktro.
-
23
3.12. Pengolahan Arang Aktif Kulit Singkong
a. Siapkan kulit singkong yang telah dikupas terlebih dahulu kulit singkong
dari kulit luarnya.
b. Cuci bersih kulit singkong dengan menggunakan air bersih dan potong
menjadi ukuran yang lebih kecil.
c. Jemur kulit singkong yang telah dibersihkan di bawah terik matahari, lalu
masukkan kedalam oven pada suhu 100oC selama 3 jam.
d. Selanjutnya kulit singkong yang telah kering di belender hingga menjadi
bubuk kulit singkong.
e. Bubuk kulit singkong di bakar menggunakan tanur dengan suhu 500oC
sampai menjadi arang.
f. Arang yang sudah ada diaktifkan menggunakan larutan NaOH dengan
konsentrasi 0,5 N selama 24 jam.
g. Kemudian saring menggunakan kertas saring, lalu di nertralkan
menggunakan HCl dengan konsentrasi 0,1N dan aquadest sampai pH
menjadi netral.
h. Kemudian keringkan menggunakan oven dengan suhu 100oC selama
3jam.(Ariyani, 2017).
3.13. Penentuan kadar Fe setelah Penambahan Arang Aktif
a. Siapkan 100 ml air yang telah di kondisikan kadar besi (Fe).
b. Timbang 1 gram arang aktif yang terbuat dari kulit singkong yang
direndam menggunakan larutan NaOH 0,5N yang telah dikeringkan.
c. Kontakkan dengan air yang telah di kondisikan kadar besi (Fe) selama 30
menit menggunakan magnetic stirrer.
d. Setelah di kontakkan air tersebut di saring lalu lakukan analisa dengan
metode orto-phenantrolin.
3.14. Pembacaan dengan Alat Spectroquan Pharo 300
a. Hubungkan Spektrofotometer ke sumber arus
b. Nyalakan spektrofotometer dengan menekan tombol ON OFF pada main
spektrofotometer.
c. Keluarkan semua kuvet dan tutup penutup tempat kuvet tersebut
d. Lakukan proses selftest dengan menekan tombol (START ENTER)
e. Bersihkan kuvet
-
24
f. Waktu pemanasan minimal 15 menit
g. Selama proses pemanasan, garis progres akan muncul pada tampilan
layar di sebelah tanggal. Garis progres pemanasan akan hilang ketika
proses pemanasan telah selesai
h. Proses pemanasan selesai dilakukan jika alat telah menampilkan menu
Home (utama) dan selftest telah selesai dilakukan.
i. Kuvet yang digunakan harus bersih dan tanpa goresan. Selalu gunakan
kuvet yang sama untuk penyesuaian ke nol dan pengukuran sampel
j. Isilah kuvet dengan air destilat (aquades)
k. Bersihkan bagian luar kuvet dengan tisu dengan satu kali usapan
l. Masukkan kuvet ke dalam tempat kuvet dengan arah yang sama untuk
setiap pengukuran dan penyesuaian nol dengan memanfaatkan tanda
(0) pada sisi kuvet
m. Pilih pengukuran yang dikehendaki
n. Tentukan pilihan dengan (START ENTER)
o. Tekan tombol (BLANK ZERO)
p. Buka penutup tempat kuvet persegi
q. Masukkan kuvet persegi secara tegak lurus ke tempat kuvet
r. Tutup penutup tempat kuvet. Alat secara otomatis akan memulai proses
penyesuaian nol dan kemudian akan menyimpan hasil nilainya
s. Setelah penyesuaian nol berhasil, lakukan pemindahan ke menu
pengukuran dengan menekan tombol F4 untuk (OK)
t. pengukuran dengan mode absorbansi / % transmisi (HOME) Absorbance /
% Transmission
• Ubah panjang gelombang sesuai yang diinginkan dengan tombol.
Panjang gelombang yang digunakan 526
• Dengan menggunakan (ABSORBANCE) ⃡ (TRANSMISSION) dapat
berpindah antara pengukuran absorbansi dan transmisi
• Buka penutup tempat kuvet persegi dan masukkan kuvet
• Tutup penutup tempat kuvet. Alat secara otomatis akan memulai
proses pengukuran.
• Keluarkan semua kuvet dari tempatnya setiap selesai pengukuran
-
25
• Tekan tombol (ON/OFF) sampai alat tidak aktif lagi
u. Setelah selesai bekerja, kuvet dikeluarkan dan dibersihkan dari
pelarutnya kemudian dikeringkan.
v. Spektrofotometer dimatikan dengan menekan
tombol (ON/OFF) sampai alat tidak aktif lagi
-
26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil dari kadar besi (Fe) yang diperoleh dari contoh air yang di kondisikan
adalah besi ferro (Fe2++ H2O) sebesar 1 ppm dapat dilihat pada tabel 4.1. Hasil
dari penurunan kadar besi (Fe) dan presentase penurunan kadar besi (Fe)
setelah dikontakkan dengan arang aktif sebanyak 1 gram dapat dilihat pada table
4.2.
Table 4.1. Kadar Besi dari Contoh Air yang Dikondisikan
No Kadar Besi (ppm)
1 0.97
Table 4.2. Presentase Penurunan Kadar Besi Setelah di Kontakkan dengan
Arang Aktif Sebanyak 1 gram
No Kadar Besi
(Fe) Sebelum
Kontak
(ppm)
Kadar Besi
(Fe) Setelah
Kontak
(ppm)
Penurunan
Kadar Besi
(Fe)
(ppm)
Presentase
Penurunan
Kadar Besi
(Fe)
(%)
1 0,97 0,775 0,195 20,10
4.2. Pembahasan
Menurut hasil pemeriksaan yang ditunjukkan pada tabel 4.1. kadar besi
(Fe) dari air contoh yang dikondisikan diperoleh hasil sebesar 0.97 mg/l. Kadar
tersebut telah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 32 tahun 2017
tentang standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan air
untuk keperluan higiene sanitasi, kolam renang, solus per aqua, dan pemandian
umum. yang masih diperbolehkan yakni 1mg/l.
Adanya kandungan besi di dalam air sebenarnya diperlukan bagi tubuh
karena merupakan unsur yang berguna untuk metabolisme tubuh.sekalipun besi
(Fe) diperlukan oleh tubuh, jika dalam dosis besar ia dapat menyebabkan
keracunan besi dan mengakibatkan terjadinya abnormalitas genetis pada
kromosom,kegagalan dalam metabolisme besi. (hemochrumatosis), besi yang
-
27
terakumulasi diotak menyebabkan alzaimer dan penyakit parkinson disease.
(Sembel, 2015).
Pemeriksaan kadar besi (Fe) air sumur dilakukan dengan metode Orto-
Phenantroline. kadar besi (Fe) dari air contoh yang dikondisikan diperoleh hasil
sebesar 0.97 mg/l.
Penurunan kadar besi (Fe) dalam sampel air yang dikondisikan terlihat
dari hasil pengukuran setelah air tersebut ditambahkan dengan karbon aktif kulit
singkong. Dari tabel 4.2. Setelah diberikan karbon aktif, hasil pemeriksaan air
menunjukkan adanya penurunan kadar besi (Fe). yaitu 0,195 mg/l dengan
persentase penurunan sebesar 20,10%. Penurunan ini terjadi karena besi
tersebut telah terserap kedalam pori- pori karbon.
Karbon atau arang aktif yang digunakan pada penelitian ini ialah material
yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang mengandung
karbon yaitu terbuat dari kulit singkong. Menurut Ariani Putri Dkk (2017) kulit
singkong juga dapat dijadikan sebagai karbon aktif karena kulit singkong yang
berwarna putih mengandung 59,31% karbon. Kulit singkong dengan proses
aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi dapat memperluas
permukaan karbon aktif sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-
partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm (Sonhaji, 2018).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ariani dkk 2017 penyerapan
arang aktif dari kulit singkong dengan suhu 5000C dengan konsentrasi NaOH 0,1
N yaitu 0,084 mg/ml; 0,2 N yaitu 0,084 mg/ml; 0,3 N yaitu 0,019 mg/ml dari data
di atas dapat dinyatakan semakin tinggi konsentrasi zat pengaktif (NaOH) maka
semakin besar penyerapan arang aktif pada logam Fe. Dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Prabarini 2013 dinyatakan bahwa makin banyak konsentrasi
aktifator dan waktu perendaman makin lama, impurities karbon aktif semakin
berkurang yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi akhir larutan Fe.
Dari hasil penelitian yang saya lakukan diperoleh penurunan kadar
besi(Fe) setelah disaring dengan arang aktif kulit singkong dengan suhu 5000C
dengan konsentrasi NaOH sebesar 0,5 N yaitu 0,195 hal ini menyatakan bahwa
semakin tinggi konsentrasi yang digunakan dan lamanya waktu perendaman
arang aktif yang digunakan untuk menyerap logam Fe pada air yang dikondisikan
akan sangat mempengaruhi terhadap penyerapan besi(Fe) dalam air.
-
28
Kemampuan penyerapan arang aktif dari kulit singkong lebih baik pada
saat menyerap logam Fe dibandingkan dengan logam Mn Hal ini diakibatkan
karena polaritas ion logam besi (Fe) yang lebih besar jika dibandingkan dengan
mangan (Mn) sehingga ion logam ini akan lebih mudah berikatan dengan
adsorben yang bersifat polar. (Aryani, 2017).
-
29
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Poltekkes
Kemenkes RI Medan Jurusan Analis Kesehatan tentang pemanfaatan kulit
singkong terhadap penurunan kadar besi (Fe) dalam air dapat disimpulkan
bahwa kadar besi (Fe) dalam air sebelum dikontakkan dengan arang aktif yaitu
sebesar 0,97 ppm sementara setelah dikontakkan dengan arang aktif sebanyak 1
gram yaitu 0,775 ppm dan terjadi penurunan kadar besi (Fe) yaitu sebesar 0,195
ppm dengan persentasi penurunan kadar besi adalah 20,10%.
5.2. Saran
1. Diharapkan kepada masyarakat untuk tidak menjadikan kulit singkong
sebagai limbah atau hanya dijadikan sebagai pakan ternak karena kulit
singkong dapat dimanfaatkan secara lebih untuk menurunkan kadar besi
(Fe) dalam air
2. Bagi peneliti selanjutnya agar menggunakan jenis aktivator dengan
konsentrasi, waktu kontak yang berbeda, melakukan variasi sempel,
melakukan penambahan bahan baku yang lebih banyak atau
menggunakan bahan baku yang berbeda.
-
30
DAFTAR PUSTAKA
Achmad,R., 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : CV Andi Offset Ariani. P. Dkk., Pemanfaatan kulit singkong sebagai bahan baku arang aktif dengan variasi konsentrasi NaOH dan suhu, konversi Vol.6 No.1. universitas mulawarman samarinda, [online] ada di [di akses pada 10 januari 2018] Dachriyanus.2004., Analisis struktur senyawa organik secara spektroskopi. Universitas Andalas, [online] ada di [diakses pada 13 januari 2018] Effendi,H., 2017. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : PT.Kanius Lestari .F., 2010. Bahaya Kimia: Sampling& Pengukuran Kontaminasi Kimia Udara. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Maulinda.L.Dkk., 2015. Pemanfaatan kulit singkongh sebagai bahan baku karbon aktif, jurnal Tekmologi Kimia Unimal. Universitas Malikussaleh, [online] ada di [diakses pada 8 januari 2018] Nugraha.W.A., 2009. Kandungan Ligan Berat Pada Air dan Sedimen di Perairan Socah dan Kwanyar Kabupaten Bangkalan, Jurnal Kelautan Vol.2 No.2. Universitas Trunojoyo, [online] ada di [ diakses pada 6 januari 2018] Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.32.,2017.Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum . Jakarta : Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia ada diada di [diakses pada 4 januari 2018] Permatasari.R.A, Dkk., 2014. Karakteristik Karbon Aktif Kulit Singkong(Manihot Utillissim) dengan Variasi Jenis Aktivator,Jurnal Teknologi Hasil Pertanian,Vol.VII No.2. UNS Surakarta, [Online] ada di [diak es pada 9 januari 2018] Proverawati,A dan Rahmawati,E., 2017. Perlakuan Hidup Bersih & Sehat (PHBS). Yogyakarta : Nuha Medika
https://media.neliti.com/media/publications/107392-ID-pemanfaatan%09kulit-singkong-sebagai-bahan.pdfhttps://media.neliti.com/media/publications/107392-ID-pemanfaatan%09kulit-singkong-sebagai-bahan.pdfhttp://repo.unand.ac.id/4975/1/Buku%201.pdfhttp://journal.trunojoyo.ac.id/jurnalkelautan/article/view/863http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._32_ttg_St%09ndar_Baku_Mutu_Kesehatan_Air_Keperluan_Sanitasi,_Kolam_Renang,%09Solus_Per_Aqua_.pdfhttp://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._32_ttg_St%09ndar_Baku_Mutu_Kesehatan_Air_Keperluan_Sanitasi,_Kolam_Renang,%09Solus_Per_Aqua_.pdfhttp://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._32_ttg_St%09ndar_Baku_Mutu_Kesehatan_Air_Keperluan_Sanitasi,_Kolam_Renang,%09Solus_Per_Aqua_.pdfhttps://jurnal.uns.ac.id/ilmupangan/article/download/13004/11046
-
31
Quddus.R., 2012. Teknik Pengolahan Air Bersih dengan Sistem Saringan Pasir Lamban (Doum Flow) yang Bersumber dari Sungai Musi, Jurnal Teknik Lingkungan Sipil dan Lingkungan Vol.2 No.4. Universitas Sriwijaya., [Online] ada di [diakses pasa 7 januari 2018] Rahayu.B. Dkk., 2013. Analis Logam zink(Zn) dan Besi(Fe) Air Sumur di Kelurahan Pantoloan Kecamatan Palu Utara, Jurnal Akademika Kimia. Universitas Tadulako Palu, [online] ada di [diakses pada 5 januari 2018] Richana.N., 2013. Menggali Potensi Ubi Kayu & Ubi Jalar. Bandung : Nuansa Cendekia Sembel.D.T., 2015. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta : CV Andi Offset Sonhaji.A., 2008. Membuat Arang . Bandung : CV Gaza Publishing Sumantri.A., 2015. Kesehatan Lingkungan . Jakarta : Kencana Widowati, Dkk., 2008. Efek Toksi Logam. Yogyakarta : CV Andi Offset Yuliusman dan Rahman, Arif. 2009. Pembuatan Karbon Aktif Dari Tongkol dan Aplikasinya Dalam Pemisahan Campuran Etanol dan Air. Depok Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
https://media.neliti.com/media/publications/212134-teknik-pengolahan-air-bersih-dengan-sist.pdfhttps://media.neliti.com/media/publications/212134-teknik-pengolahan-air-bersih-dengan-sist.pdfhttps://media.neliti.com/media/publications/224189-analisis-logam-zink%09zn-dan-besi-fe-air-s.pdfhttps://media.neliti.com/media/publications/224189-analisis-logam-zink%09zn-dan-besi-fe-air-s.pdf
-
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2017
TENTANG
STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERSYARATAN
KESEHATAN AIR UNTUK KEPERLUAN HIGIENE SANITASI, KOLAM RENANG,
SOLUS PER AQUA, DAN PEMANDIAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk
Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian
Umum;
Mengingat :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 184,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
2. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
-
2-
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR
BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERSYARATAN KESEHATAN
AIR UNTUK KEPERLUAN HIGIENE SANITASI, KOLAM RENANG, SOLUS PER
AQUA, DAN PEMANDIAN UMUM.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan adalah spesifikasi teknis atau
nilai yang dibakukan pada media lingkungan yang berhubungan atau berdampak
langsung terhadap kesehatan masyarakat.
2. Persyaratan Kesehatan adalah kriteria dan ketentuan teknis
kesehatan pada media lingkungan.
3. Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi adalah air dengan kualitas tertentu
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya berbeda dengan
kualitas air minum.
4. Kolam Renang adalah tempat dan fasilitas umum berupa konstruksi
kolam berisi air yang telah diolah yang dilengkapi dengan fasilitas kenyamanan
dan pengamanan baik yang terletak di dalam maupun di luar bangunan yang
digunakan untuk berenang, rekreasi, atau olahraga air lainnya.
5. Solus Per Aqua yang selanjutnya disingkat SPA adalah sarana air yang
dapat digunakan untuk terapi dengan karakteristik tertentu yang kualitasnya
dapat diperoleh dengan cara pengolahan maupun alami.
6. Pemandian Umum adalah tempat dan fasilitas umum dengan
menggunakan air alam tanpa pengolahan terlebih dahulu yang digunakan untuk
kegiatan mandi, relaksasi, rekreasi, atau olahraga, dan dilengkapi dengan
fasilitas lainnya.
7. Penyelenggara adalah badan usaha, usaha perorangan, kelompok
masyarakat dan/atau individual yang melakukan penyelenggaraan penyediaan
Air untuk
-
-3-
Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, SPA, dan Pemandian Umum.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.
Pasal 2
(1) Setiap Penyelenggara wajib menjamin kualitas Air untuk Keperluan
Higiene Sanitasi, air untuk Kolam Renang, air untuk SPA, dan air untuk
Pemandian Umum, yang memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
dan Persyaratan Kesehatan.
(2) Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
Untuk menjaga kualitas Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, air untuk Kolam
Renang, air untuk SPA, dan air untuk Pemandian Umum memenuhi Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan pengawasan internal dan eksternal.
Pasal 4
(1) Pengawasan internal merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
Penyelenggara melalui penilaian mandiri, pengambilan, dan pengujian sampel
air.
(2) Pengawasan internal dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun kecuali parameter tertentu yang telah ditetapkan dalam Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan.
(3) Pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan formulir 1 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
-
-4-
(4) Hasil pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
didokumentasikan dan dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota untuk
ditindaklanjuti dengan menggunakan formulir 2 tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4)
dikecualikan bagi Penyelenggara yang tidak menyediakan air untuk kepentingan
umum atau komersial.
Pasal 5
(1) Pengawasan eksternal dilakukan oleh tenaga kesehatan lingkungan yang
terlatih pada dinas kesehatan kabupaten/kota, atau kantor kesehatan pelabuhan
untuk lingkungan wilayah kerjanya.
(2) Pengawasan eksternal dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
(3) Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan formulir 1 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota melaporkan hasil pengawasan
eksternal secara berjenjang melalui kepala dinas kesehatan provinsi dan
diteruskan kepada Menteri menggunakan formulir 3 tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Kepala kantor kesehatan pelabuhan melaporkan hasil pengawasan
eksternal kepada Menteri dan kepala otoritas pelabuhan/bandar udara
menggunakan formulir 4 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
-
-5-
Pasal 6
Pengambilan dan pengujian sampel air untuk pengawasan internal dan eksternal
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan, kualitas Air untuk Keperluan Higiene
Sanitasi, air untuk Kolam Renang, air untuk SPA, dan air untuk Pemandian
Umum tidak memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan, Penyelenggara harus melakukan pelindungan dan
peningkatan kualitas air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 8
(1) Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
Peraturan Menteri ini sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-
masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibatkan organisasi dan asosiasi terkait.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang
dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
(4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselenggarakan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi; b. bimbingan teknis; dan/atau c. monitoring dan evaluasi.
Pasal 9
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, kepala dinas
kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai
kewenangannya dapat
-
-6-
memberikan sanksi administratif kepada Penyelenggara selain Penyelenggara
yang tidak menyediakan air untuk kepentingan umum atau komersial yang tidak
memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; dan/atau b. rekomendasi penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin.
Pasal 10
Setiap Penyelenggara harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
Pasal 11
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air;
b.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 061/MENKES/PER/I/1991 tentang Persyaratan Kesehatan Kolam Renang dan Pemandian Umum; dan
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan SPA (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 277),
sepanjang mengatur mengenai Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan air untuk SPA, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 12
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
-
-7-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 2017
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NILA FARID MOELOEK
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Juni 2017
DIREKTUR JENDERALPERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 864
-
-8-
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2017
TENTANG STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN
DAN PERSYARATAN KESEHATAN AIR UNTUK KEPERLUAN HIGIENE SANITASI, KOLAM RENANG, SOLUS PER AQUA, DAN PEMANDIAN UMUM
STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERSYARATAN
KESEHATAN AIR UNTUK KEPERLUAN HIGIENE SANITASI, KOLAM
RENANG, SOLUS PER AQUA, DAN PEMANDIAN UMUM
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun
2014 tentang Kesehatan Lingkungan, kualitas lingkungan yang sehat ditentukan
melalui pencapaian atau pemenuhan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
dan Persyaratan Kesehatan. Air merupakan salah satu media lingkungan yang
harus ditetapkan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan.
Isu yang muncul akibat perkembangan lingkungan yaitu perubahan iklim
salah satunya menyangkut media lingkungan berupa air antara lain pola curah
hujan yang berubah-ubah. Hal ini menyebabkan berkurangnya ketersediaan air
bersih untuk keperluan higiene sanitasi. Selain itu hal ini juga menyebabkan
berkurangnya air untuk keperluan Kolam Renang dan SPA yang pada umumnya
mengambil air dari air tanah. Curah hujan yang lebat dan terjadinya banjir
memperburuk sistem sanitasi yang belum memadai, sehingga masyarakat rawan
terkena penyakit menular melalui air seperti diare dan lain-lain. Ditinjau dari sudut
kesehatan masyarakat, kebutuhan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
Renang, SPA, dan Pemandian Umum harus memenuhi syarat kualitas agar
kesehatan masyarakat terjamin. Kebutuhan air
-
-9-
tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan
kebiasaan masyarakat.
Hasil studi epidemiologi dan asesmen risiko yang dihimpun oleh WHO
menunjukkan perkembangan penentuan standar dan pedoman dalam rangka
peningkatan kualitas air dan dampak kesehatannya. Disebutkan bahwa selain air
minum, air untuk keperluan rekreasi seperti Kolam Renang, SPA, dan
Pemandian Umum juga menjadi potensi risiko penyebab penyakit berbasis air.
Oleh karena itu, perlu peraturan perundang-undangan yang mengakomodasi
upaya mewujudkan kesehatan lingkungan pada media lingkungan berupa air.
-
-10-
BAB II
STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN
A. Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media Air untuk
Keperluan Higiene Sanitasi meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia yang
dapat berupa parameter wajib dan parameter tambahan. Parameter wajib
merupakan parameter yang harus diperiksa secara berkala sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan parameter
tambahan hanya diwajibkan untuk diperiksa jika kondisi geohidrologi
mengindikasikan adanya potensi pencemaran berkaitan dengan parameter
tambahan. Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi tersebut digunakan untuk
pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan sikat gigi, serta
untuk keperluan cuci bahan pangan, peralatan makan, dan pakaian. Selain
itu Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi dapat digunakan sebagai air baku
air minum.
Tabel 1 berisi daftar parameter wajib untuk parameter fisik yang
harus diperiksa untuk keperluan higiene sanitasi.
Tabel 1. Parameter Fisik dalam Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan
Higiene Sanitasi
No. Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu
(kadar maksimum)
1. Kekeruhan NTU 25
2. Warna TCU 50
3. Zat padat terlarut mg/l 1000
-
(Total Dissolved Solid)
4. Suhu oC suhu udara ± 3
5. Rasa tidak berasa
6. Bau tidak berbau
-
-11-
Tabel 2 berisi daftar parameter wajib untuk parameter biologi yang harus
diperiksa untuk keperluan higiene sanitasi yang meliputi total coliform dan
escherichia coli dengan satuan/unit colony forming unit dalam 100 ml sampel air.
Tabel 2. Parameter Biologi dalam Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
No. Parameter Unit Standar Baku Mutu
Wajib (kadar maksimum)
1. Total coliform CFU/100ml 50
2. E. coli CFU/100ml 0
-
-12-
Tabel 3 berisi daftar parameter kimia yang harus diperiksa untuk keperluan
higiene sanitasi yang meliputi 10 parameter wajib dan 10 parameter tambahan.
Parameter tambahan ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan
otoritas pelabuhan/bandar udara.
Tabel 3. Parameter Kimia dalam Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
No. Parameter Unit Standar Baku Mutu
(kadar maksimum)
Wajib
1. pH mg/l 6,5 - 8,5
2. Besi mg/l 1
3. Fluorida mg/l 1,5
4. Kesadahan (CaCO3) mg/l 500
5. Mangan mg/l 0,5
6. Nitrat, sebagai N mg/l 10
7. Nitrit, sebagai N mg/l 1
-
8. Sianida mg/l 0,1
9. Deterjen mg/l 0,05
10. Pestisida total mg/l 0,1
-
-13-
Tambahan
1. Air raksa mg/l 0,001
2. Arsen mg/l 0,05
3. Kadmium mg/l 0,005
4. Kromium (valensi 6) mg/l 0,05
5. Selenium mg/l 0,01
6. Seng mg/l 15
7. Sulfat mg/l 400
8. Timbal mg/l 0,05
-
LAMPIRAN II
DOKUMENTASI PENELITIAN
Alat & Reagensia
Oven Furnance / Tanur Pemanas Listrik
Spektroquan Pharo 300 Timbangan Timbangan Analitik
Reagensia
-
Pengolahan Bubuk Kulit Singkong menjadi Arang Aktif Kulit
Singkong
Bubuk kulit singkong Proses Pengarangan Arang Kulit Singkong
Proses Perendaman Proses penyaringan penetralan pH
Arang Kulit Singkong arang aktif kulit
dengan Aktivator singkong setelah
perendaman dengan
aktifator
Arang Aktif
-
Pengkontakan Air yang Dikondisikan dengan Arang Aktif Kulit
Singkong
Proses pengkontakkan proses penyaringan air
air yang telah kondisi yang telah
dikondisikan dikontakkan dengan
dengan arang aktif arang aktif kulit
kulit singkong singkong
Proses Pemanasan metode sempel yang akan dibaca dengan alat
ortho- phenantroline spektroquan pharo 300
-
LAMPIRAN III
JADWAL PENELITIAN
NO
JADWAL
BULAN
J
A
N
U
A
R
I
F
E
B
R
U
A
R
I
M
A
R
E
T
A
P
R
I
L
M
E
I
J
U
N
I
J
U
L
I
A
G
U
S
T
U
S
1 Penelusuran pustaka
2 Pengajuan judul KTI
3 Konsultasi judul
4
Konsultasi dengan
pembimbing
5 Penulisan proposal
6 Ujian proposal
7 Pelaksanaan penelitian
8 Penulisan laporan KTI
9 Ujian KTI
10 Perbaikan KTI
11 Yudisium
12 Wisuda