KARYA ILMIAH AKHIR PEMENUHAN KEBUTUHAN · PDF fileSemoga Karya Ilmiah Akhir (KIA) ... A....

59
KARYA ILMIAH AKHIR PEMENUHAN KEBUTUHAN NARAPIDANA LANJUT USIA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Bidang Pekerjaan Sosial Dosen Pembimbing : Drs. Nono Sutisna, M.H Dra. Lina Favourita, M.si Disusun Oleh : Muhammad Ilham Agushari G 09.04.320 SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG 2013

Transcript of KARYA ILMIAH AKHIR PEMENUHAN KEBUTUHAN · PDF fileSemoga Karya Ilmiah Akhir (KIA) ... A....

KARYA ILMIAH AKHIR

PEMENUHAN KEBUTUHAN NARAPIDANA LANJUT USIA DI

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I KOTA MAKASSAR

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Bidang Pekerjaan Sosial

Dosen Pembimbing :

Drs. Nono Sutisna, M.H

Dra. Lina Favourita, M.si

Disusun Oleh :

Muhammad Ilham Agushari G

09.04.320

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL

BANDUNG

2013

ABSTRAKSI

Muhammad Ilham Agushari G. Pemenuhan Kebutuhan Narapidana Lanjut Usia

di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kota

Makassar. dibimbing oleh Nono Sutisna dan

Lina Favourita

Penelitian ini mengenai pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut

Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kota Makassar, Penulis melakukan

penelitian di Lembaga Pemasyarakatan dikarenakan kepedulian Penulis terhadap

Lanjut Usia yang mendapatkan hukuman Pidana dan tidak mendapatkan

Pelayanan Sosial sesuai dengan usia yang dimiliki oleh Narapidana Lanjut Usia.

Tujuan Penelitian ini memperoleh gambaran mengenai: karakteristik Infrorman,

pemenuhan kebutuhan Biologis,Kesehatan,Psikologis dan Sosial, cara mengakses

pemenuhan kebutuhan, hambatan dalam pemenuhan kebutuhan, Peran Petugas

Pemasyarakatan dalam pemenuhan kebutuhan serta harapan Narapidana Lanjut

Usia dalam pemenuhan kebutuhan.

Metoda yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metoda

Pendekatan Kualitatif dengan menggunakan studi kasus dan menggunakan teknik

purposife sampling, dengan tujuan agar memperoleh gambaran tentang kondisi

Narapidana Lanjut Usia, adapun teknik yang dipakai dalam melakukan Penelitian

yaitu wawancara mendalam, Studi dokumentasi dan observasi yang bertujuan

memeroleh gambaran pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa untuk pemenuhan kebutuhan

Biologs, Kesehatan, Psikologis, dan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga

Pemasyarakatan masih dikatakan relatif rendah dan ada yang tidak terpenuhi, hal

tersebut dikarenakan kurangnya peranan Petugas Pemasyarakatan dalam

melakukan fungsi dan tugasnya sebagai salah satu sumber internal yang ada di

Lembaga Pemasyarakatan.

Program pemecahan masalah yang ditawarkan untuk mengatasi

masalah ini adalah Peningkatan Kualitas Pelayanan Sosial Terhadap Narapidana

Lanjut Usia melalui Peningkatan Kapasitas Petugas Pemasyarakatan Lembaga

Pemasyarakatan. Tujuan Program ini agar meningkatnya Kualitas Petugas

Pemasyarakatan dalam menangani Narapidana Lanjut Usia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Makassar.

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur hadirat Sang Pencipta, Allah SWT

sumber pemberi hidup dan penghidupan bagi sekalian Manusia Ciptaannya, maka

Penulis yang diberkahi Kesehatan Jasmani dan Kekuatan Rohani telah menempuh

Misi Akademis sebagai Seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial

Bandung yang ditandai dengan sebuah Karya Ilmiah dengan judul: Pemenuhan

Kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kota

Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.

Karya sederahana ini semata dilakukan karena kepedulian terhadap

Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan selain itu Penulis adalah

Mahasiswa Ikatan Dinas dari Pemerintah Kota Makassar Pada Tahun Angkatan

2009 di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung. Berhubung dengan Tugas

akhir Perkuliahan ini terdapat kerjasama berbagai pihak utamanya dari Sekolah

Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan Pemerintah Kota Makassar maka dari

hati yang tulus iklas disampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada.

1. Drs. Nono Sutisna, M.H dan Dra. Lina Favourita, Ms.i selaku dosen

pembimbing penulisan KIA

2. Dr. Kanya Eka Santi, MSW selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan

Sosial (STKS) Bandung

3. Kantor Wilayah Hukum dan HAM Sulawesi Selatan Klas I Makassar yang

telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

4. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar yang telah membantu pada saat

proses pengumpulan data.

5. Kepada Agus dan Adi yang telah memberikan akses untuk dapat melakukan

penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar

6. Kepada Devy Yulitha yang telah meberikan dukungan serta motivasi pada

saat penelitian hingga proses penyusunan Karya Ilmiah ini

7. Teman-teman seperjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan

Hmpunan Mahasiswa Sulawesi Selatan (HMSS).

Semoga Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini dapat bermanfaat sebagai

Pengembanagan Ilmu Pekerjaan Sosial dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial

Bandung, serta dapat dijadikan bahan bagi Peneliti-Peneliti berikutnya.

Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri, semoga apa yang telah

dilakukan ini mendapt ridhonya.

Bandung, Agustus 2013

Muhammad Ilham Agushari G.

09.04.320

DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………………………………………………..

KATA PENGANTAR……………………………………………………

DAFTAR ISI……………………………………………………………..

DAFTAR TABEL………………………………………………………...

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................

A. Latar Belakang Masalah.......................................................

B. Perumusan Masalah..............................................................

C. Tujuan Penelitian..................................................................

D. Manfaat Penelitian................................................................

E. Sistematika Penulisan..........................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………

A. Tinjauan Pemenuhan Kebutuhan..........................................

B. Tinjauan Lanjut Usia............................................................

C. Tinjauan Narapidana.............................................................

D. Tinjauan Lembaga Pemasyarakatan.....................................

E. Tinjauan Kapasitas...............................................................

F. Relevansi Masalah dengan Pekerjaan Sosial ......……….....

BAB III METODE PENELITIAN……………………………………...

A. Latar Penelitian...………………......………………………

B. Desain Penelitian.............................……………………….

i

ii

iii

iv

v

1

1

7

8

9

9

11

11

15

22

24

27

28

32

32

33

C. Teknik Sampel...................…………………..……………

D. Sumber Data………………..................................………...

E. Teknik Pengumpulan Data.........................………………..

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data..................................

G. Rancangan Analisis Data......................................................

H. Jadwal dan Langkah Penelitian............................................

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN…......................

A. Gambaran Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar…....

B. Deskripsi Hasil Penelitian.....….........……………...……...

C. Analisis Masalah...................................................................

D. Identifikasi dan Analisis Sumber..........................................

BAB V RENCANA PEMECAHAN MASALAH.………….…............

A. Landasan Pemikiran.............................................................

B. Program Pemecahan Masalah..............................................

C. Metoda dan Teknik..............................................................

D. Analis Kelayakan Program..................................................

E. Pengorganisasian dan Penganggaran...................................

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI..................................

A. Kesimpulan...........................................................................

B. Rekomendasi........................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

34

35

36

38

41

43

45

45

49

82

85

89

89

92

98

99

102

106

106

109

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal dan Langkah Penelitian.................... .................... 41

Tabel 2 Jumlah Petugas Pemasyarakatan........................................ 49

Tabel 3 Tahapan Program................... ............................................ 96

Tabel 4 Rincian Biaya Pelaksanaan................................................. 105

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar................. 48

Gambar 2 Narapidana Lanjut Usia............................................... 50

Gambar 3 Proses Wawancara....................................................... 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya setiap Negara mempunyai aturan-aturan di negaranya

masing-masing yang bertujuan agar masyarakat di Negara tersebut dapat

berjalan lancar dan nyaman. Salah satu dari Negara di dunia ini adalah

Idonesia. Indonesia merupakan negara yang mempunyai aturan-aturan yang

tidak boleh dilanggar oleh masyarakat maupun Pemerintah yang membuat

aturan itu sendiri.

Seiring dengan kemajuan perkembangan peradaban manusia dari masa

ke masa dan ditambah dengan sulitnya lapangan pekerjaan yang disediakan

maka kebutuhan manusia semakin bertambah. Hal ini tentu membawa

dampak negatif sebab akan mengakibatkan bertambahnya kemungkinan

terjadinya kejahatan. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang

beraneka ragam sering menghalalkan berbagai cara tanpa mengindahkan

aturan yang berlaku dalam masyarakat.

Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami

dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat

menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang

berbeda satu dengan yang lain. Selain merupakan suatu hal yang sama sekali

tidak menyenangkan bagi pihak yang tertimpa musibah kejahatan tersebut,

disatu sisi kejahatan juga beberapa masyarakat menilai wajar. Hal ini pasti

bertentangan dengan budaya-budaya masyarakat.

Pada umumnya semua tindak kejahatan akan dihukum oleh penegak

Hukum, Manusia yang melakukan kejahatan atau melanggar aturan

dinamakan pelaku tindak pidana. dapat ketahui bahwa pelaku tindak pidana

tidak mengenal umur, semua manusia dapat melakukan tindak pidana

dikarenakan beberapa penyebab dari permasalahan manusia tersebut. Tindak

pidana akan diberikan sangsi oleh penegak Hukum salah satu sangsi bagi

tindak pidana yaitu pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyrakatan yang dibawahnaungi oleh Kementrian Hukum

dan HAM membina pelaku tindak pidana yang dinamakan Narapidana.

Narapidana yang menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

mempunyai aturan-aturan proses binaan sehingga mereka dapat sadar dan

dibekali ilmu pengetahuan agar dapat kembali ke masyarakat menjadi

mastarakat yang baik dan taat aturan. Hal ini sesuai dengan tujuan Lembaga

Pemasyrakatan secara umum yaitu reSosialisasi.

Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan mempunyai permasalahan baik

itu dari dirinya sendiri maupun orang lain dan masyarakat kedepannya.

Adapun permasalahan dari dirinya sendiri yaitu meliputi Kesehatan, orang

lain yaitu Narapidana di sekitarnya berupa kekerasan dan di masyarakat

berupa stigma Narapidana. permasalahan tersebut merupakan kewajiban bagi

Lembaga Pemasayarakatan untuk memperbaiki semua perilaku, sifat dan

karakter Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.

Di Sulawesi Selatan terdapat 9 Lembaga Pemasyarakatan antara lain

Lembaga Pemasyarakatan Klas II B, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Bulukumba, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Maros, Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Palopo, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Watampone, Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Takalar, Lembaga

Pemasyarakatan narkotika Klas II A Sungguminasa, Lembaga

Pemasyarakatan wanita Klas II A Sungguminasa dan terakhir Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Makassar. Adapun Rumah Tahanan yang berada di

setiap Kabupaten yang berada di Sulawesi Selatan sebanyak 14 Rumah

Tahanan.

Dari beberapa Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan yang

berada di Sulawesi Selatan tersebut diketahui bahwa Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Makassar yang mempunyai Warga Binaan atau

Narapinda yang melebihi kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Makassar. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar mempunyai

Narapidana berjumlah 686 Narapidana dan mempunyai jumlah Narapidana

Lanjut Usia sebanyak 15 Lanjut Usia dan diantara Lembaga Pemasyarakatan

yang ada di Sulawesi Selatan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar

yang mempunyai banyak Narapidana Lanjut Usia.

Pelaku tindak Pidana yang telah Lanjut Usia merupakan salah satu

Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar yang harus

mendapatkan pembinaan dan pengarahan yang intensif. Lanjut Usia atau

Lansia atau Lanjut Usia adalah seseorang yang mempunyai umur atau usia

diatas 60 tahun. Lanjut Usia selama menjalani proses hukumannya di

Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar mendapatkan binaan yang sama

dengan binaan Narapidana yang lainnya seperti aturan yang telah ada di

Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar, namun dilihat dari segi

keberfungsian organisme yang telah kemasakan dan ditambah dengan fisik

lansia tersebut para lansia tersebut sudah tidak dapat sepenuhnya untuk

menjalani proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar.

Pada umumnya, setiap orang memiliki kebutuhan di tiap-tiap fase

kehidupannya, termasuk juga dalam rentang kehidupan Lanjut Usia. Masalah

Lanjut Usia biasanya disebabkan kerena ketidakberdayaan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Kebutuhan pada rentang kehidupan Lanjut Usia seperti kebutuhan primer

(kebutuhan Biologis, kebutuhan ekonomi, kebutuhan Kesehatan, kebutuhan

Psikologis dan kebutuhan Sosial) dan kebutuhan sekunder (kebutuhan dalam

melakukan aktifitas, kebutuhan yang bersifat keagamaan, kebutuhan dalam

pengisian waktu luang, kebutuhan yang bersifat kebudayaan dan kebutuhan

yang bersifat politis).

Berbagai macam kebutuhan dan keluhan Lanjut Usia yang terdapat di

Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar, jika dilihat dari Lanjut Usianya

sendiri seperti tidak mendapatkannya perhatian dan kasih sayang dari

keluarga yang mengakibatkan gangguan pada kognitifnya yang dapat

menimbulkan stres.

Stres merupakan suatu permasalahan yang sering timbul pada Lanjut

Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar, stres tersebut dikarenakan

tidak seimbangnya kondisi Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. Lanjut

Usia di Lembaga Pemasyrakatan yang kurang mendapatkan kasih sayang dan

perhatian dari keluarganya tentunya secara langsung Lanjut Usia tersebut juga

sulit mengakses atau mendapatkan sistem sumber yang ada seperti kebutuhan

obat-obatannya.

Lanjut Usia Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar tidak

mendapatkan pendampingan oleh petugas pemasyarakatan, mereka yang

sudah Lanjut Usia membutuhkan bantuan sesuai dengan status Lanjut Usia

yang mereka alami.

Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar memiliki bidang Medis yang

membantu Lanjut Usia dari permasalahan dan keluhan sakit yang lansia

alami, dari bantuan medis yang dimiliki oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Makassar beberapa Lanjut Usia yang masih sehat dapat terbantu namun ada

ada juga Lanjut Usia yang sudah tidak dapat terobati dari bantuan medis yang

tersedia di Lembaga Pemasyarakatan.

Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar juga tidak

dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam Lembaga Pemasyarakatan,

Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan lebih di arahkan ke pembinaan

agama. Hal ini tentu saja bertentangan dengan UU nomor 13 tahun 1988.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia, Lanjut Usia adalah orang yang telah berusia 60 tahun ke atas.

Dengan demikian, berkisar usia 60 tahun sampai 70 tahun ke atas akan terjadi

penurunan Kesehatan dan keterbatasan fisik, maka diperlukan perawatan

sehari-hari yang cukup. Perawatan tersebut dimaksudkan agar lansia mampu

mandiri atau mendapat bantuan yang minimal.

Perawatan yang diberikan berupa kebersihan perorangan seperti

kebersihan gigi dan mulut, kebersihan kulit dan badan serta rambut.

Sementara itu, pemberian informasi pelayanan Kesehatan yang memadai juga

sangat diperlukan bagi lansia agar dapat mendapatkan pelayanan Kesehatan

yang memadai, di samping itu pemberian fasilitas sehari-hari yang memadai

dan kedudukan yang istimewa dalam tiap peran Sosialnya adalah merupakan

salah satu pilar terpenting dalam rangka memberikan kebutuhan dan

perawatan yang efektif bagi Narapidana Lanjut Usia.

Pekerjaan Sosial Koreksional merupakan subsistem pada sistem

Peradilan Pidana. Pekerjaan Sosial Koreksional adalah pelayanan profesional

pada seting Koreksional yang meliputi Lembaga Pemasyarakatan dan seting

lain dalam sistem peradilan kriminal.

Pekerjaan Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan bertujuan

untuk membanntu memecahkan permasalahan Narapidana agar Narapidana

tersebut dapat meningkatkan keberfungsian Sosialnya. Pekerja Sosial di

seting Koreksional merupakan sebuah profesi Pekerjaan Sosial yang dapat

membantu Narapidana Lanjut Usia dengan mendampingi, mengayomi dan

memberikan atau membantu permaslahan yang dialami oleh Lanjut Usia.

Pekerjaan Sosial Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan berperan

sebagai guru, motivator konselor dan penghubung bagi Narapidana secara

umumnya di Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut dapat menjadikan

Narapidana dapat menyalurkan semua permasalahan dan keinginginan

mereka alami. Pelayanan Sosial yang diberkan oleh Pekerja Sosial

Koreksional di Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu proses

pemenuhan kebutuhan Narapidana khususnya Narapidana Lanjut Usia di

Lembaga Pemasyarakatan.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian dan pemaparan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar

dengan pertanyaan pokok yaitu “Bagaimanakah Pemenuhan kebutuhan

Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar”.

Selanjutnya untuk lebih memahami rumusan masalah tersebut, maka

rumusan masalah penelitian dijabarkan dalam sub-sub rumusan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik informan.

2. Bagaimana pemenuhuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan

kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan.

3. Bagaimanana cara mengakses sumber-sumber pemenuhan kebutuhan

Biologis, Kesehatan, Psikologis dan Kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut

Usia di Lembaga Pemasyarakatan.

4. Bagaimanakah hambatan dalam pemenuhan kebutuhan Biologis,

Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di

Lembaga Pemasyarakatan.

5. Bagaimana peranan Petugas Pemasyarakatanan dalam pemenuhan

Kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial

Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan.

6. Harapan Narapidana Lanjut Usia dalam pemenuhan kebutuhan Biologis,

Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial di Lembaga Pemasyarakatan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan pemenuhan kebutuhan

Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar.

Berdasarkan dari rumusan masalah, maka penelitian yang akan dilakukan

adalah sebagai berikut.

1. Memperoleh gambaran karakteristik informan.

2. Memperoleh gambaran mengenai pemenuhuhan kebutuhan Biologis,

Kesehatan, Psikologis, dan kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di

Lembaga Pemasyarakatan.

3. Memperoleh gambaran mengenai cara mengakses sumber-sumber

pemenuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan

Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan.

4. Memperoleh gambaran mengenai hambatan pemebuhan kebetuhan

Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial Narapidanana

Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan.

5. Memperoleh gambaran mengenai Peranan Petugas pemasyarakatanan

dalam pemenuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis dan

kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan.

6. Memperoleh gambaran mengenai Harapan Narapidana Lanjut Usia dalam

pemenuhan kebutuhan Biologis, Kesehatan, Psikologis, dan kebutuhan

Sosial di Lembaga Pemasyarakatan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penulisan KIA ini adalah.

1. Memberikan motivasi, arahan dan bimbingan serta pemenuhan kebutuhan

Biologis, Kesehatan, Psikologis dan kebutuhan Sosial Narapidana Lanjut

Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar dan memberikan

penguatan kepada Narapidana Lanjut Usia selama mengikuti proses

pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.

2. Bagi Penulis, Penulisan KIA ini merupakan pembelajaran media untuk

menambah wawasan berfikir serta mengaplikasikan ilmu yang didapat

diperkuliahan.

3. Memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan,

khususnya dalam bidang Pekerjaan Sosial/Kesejahteraan Sosial.

E. Sistematika Penulisan

BAB I: Pendahuluan memuat tentang latar belakang masalah,

permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematis

penulisan.

BAB II: Tinjauan pustaka memuat tentang kerangka pemikiran secara

teoritik dan bagan kerangka pikir.

BAB III: Metode penelitian memuat tentang desain penelitian,sumber

data, teknik pengumpulan data, teknik pemeriksaan keabsahan data dan

rancangan analisis data.

BAB IV: Pembahasan hasil penelitian memuat tentang hasil penelitian,

indentifikasi sumber dan analisis masalah.

BAB V: Desain program pemecahan masalah memuat tentang landasan

pemikiran, program pemecahan masalah, tujuan pemecahan masalah, metode

dan teknik pemecahan masalah, langkah-langkah pemecahan masalah,

analisis kelayakan program pemecahan masalah, dan indikator keberhasilan

program pemecahan masalah.

BAB VI: Kesimpulan dan saran memuat tentang kesimpulan penulisan

dan saran-saran terhadap pelaksanaan program.

Daftar Pustaka

Lampiran - Lampiran

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pemenuhan Kebutuhan

1. Pengertian Pemenuhan Kebutuhan

Manusia pada dasarnya mempunyai kebutuhan-kebutuhan dalam

dalam keberlangsungan hidupnya dan apabila kebutuhan dasar pada

Manusia tersebut tidak terpenuhi maka akan timbul suatu permasalahan

dalam keberlangsungan hidup Manusia. Menurut Abraham Maslow (1943)

mengatakan bahwa :

Manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-

tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga

yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk

dicapai atau didapat. Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan

yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu

penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu

dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.

Lima (5) kebutuhan dasar Abraham Maslow tersebut disusun

berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu

krusial yaitu :

a. Kebutuhan Fisiologis

b. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan

c. Kebutuhan Sosial

d. Kebutuhan Penghargaan

e. Kebutuhan aktulaisasi diri

Dari pendapat pemenuhan kebutuhan Manusia dari Abraham Maslow

tersebut dapat simpulkan bahwa berbagai macam kebutuhan Manusia,

pemenuhan kebutuhan Manusia tersebut dapat dimiliki sesuai dengan

kemampuan Manusia itu sendiri dalam memenuhi kebutuhannya namun

pada dasarnya kebutuhan Manusia sebaiknya memenuhi kebutuhan

fisiologis, keamanan dan keselamatan.

Dari pendapat pemenuhan kebetuhan Manusia dari Abraham Maslow

tersbut juga dapat dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan bagi

Narapidanana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan yaitu.

a. fisiologis

Jenis kebutuhan ini dikaitkan dengan Lanjut Usia di Lembaga

Pemasyarakatan berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar

semua Manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, seks dan

sebagainya. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka tubuh

Lanjut Usia akan menjadi bertambah rentan terhadap penyakit,

bertambah lemah, tidak fit, sehingga proses untuk memenuhi kebutuhan

selanjutnya dapat terhambat.

b. Kebutuhan Rasa Aman dan Keselamatan.

Ketika kebutuhan fisiologis Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan

telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul.

Keadaan aman dan perlindungan yang dirasakan oleh Lanjut Usia di

Lembaga Pemasyarakatan mulai membaik dalam mengikuti proses

pembinaannya di Lembaga Pemasyarakatan, Namun hal ini

bertentangan dalam status yang dimiliki oleh Lanjut Usia di Lembaga

Pemasyarakatan yaitu Narapidanana.

c. Kebutuhan Sosial.

Pemenuhan kebutuhan Sosial Manusia pada Lanjut Usia di Lembaga

Pemasyarakatan meliputi lingkungan di Lembaga Pemasyarakatan

bagaimana yang meliputi Narapidana, Petugas pemasyarakatan dan

sebagainya yang berhubungan dengan Lanjut Usia di Lembaga

Pemasyarakatan namun yang lebih yang diperhatikan dalam kebutuhan

Sosial Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan yaitu meliputi perhatian

dan kasih sayang oleh Keluarga. Jika kebutuhan Sosial Lanjut Usia

tidak terpenuhi maka akan timbul permasalahan seperti kesepian tidak

fokus dalam melaksanakan kewajiban dan dapat menimbulkan depresi.

d. Kebutuhan akan harga diri

Setelah pemenuhan kebutuhan fisiologis keselamatan dan Sosial

tersebut maka akan timbul perasaan pada Lanjut Usia di Lembaga

Pemasyarakatan yaitu harga diri dan kepercayaan diri, harga diri pada

Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan seperti akan merubah perilaku

yang kurang baik yang menyebabkan mendapatkan hukuman dan

kepercayaan diri yaitu yakin dapat akan merubah perilaku tersebut.

e. Kebutuhan Aktualisasi diri

Jenis kebutuhan ini jika dikaitkan dengan Lanjut Usia di Lembaga

Pemasyarakatan berkaitan dengan keinginan untuk mengembangkan

kemampuan dalam menjalani proses hukuman di Lembaga

Pemasyarakatan. Kebutuhan aktualisasi pada Lanjut Usia ini

memerlukan banyak berinteraksi dengan Petugas pemasyarakatan

dalam mengembangkan kemampuan Lanjut Usia.

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Dasar Manusia

Pemenuhan kebutuhan dasar Manusia tentunya mempunyai sebab

mengapa kebutuhan dasar tersebut perlu dimiliki. Menurut Abraham

Maslow mengatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan

dasar Manusia meliputi (a)Penyakit, (b)konsep diri, (c)hubungan keluarga,

(d)tahap perkembagan”.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar Manusia menurut

pendapat Abraham Maslow tersebut dapat di jelaskan pada Narapidana

Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan yaitu.

a. Penyakit

Narapidana Lanjut Usia akan rentan penyakit, jika dalam keadaan sakit

maka beberapa fungsi dari organ tubuh Lanjut Usia memerlukan

kebutuhan yang lebih banyak.

b. Hubungan Keluarga

Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan

kebutuhan dasar karena adanya saling percaya bagi Lanjut Usia di

Lembaga Pemasyarakatan.

c. Konsep Diri

Konsep diri bagi Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan memberikan

perasaan positif bagi Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan itu

sendiri. Lanjut Usia yang merasakan dirinya positif akan dapat

mengubah perilaku kesalahan yang telah Lanjut Usia itu alami dan

membantu dalam memenuhi kebutuhan serta mengembangkan Lanjut

Usia itu sendiri.

d. Tahap Perkembangan

Lanjut Usia disini dalam tahap perkembanganya dapat di maksudkan

selama proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.

B. Tinjauan Lanjut Usia

1. Pengertian Lanjut Usia

Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia, mengemukakan bahwa “Lanjut Usia adalah

seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

Sedangkan Menurut World Health Organitation (WHO) atau organisasi

kesehatan dunia tentang pembagian umur Lanjut Usia, seperti yang

dikutip oleh Tody Lalenoh (1993) bahwa.

a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 tahun

sampai usia 59 tahun.

b. Usia lanjut (elderly) ialah kelompok usia 60 tahun sampai usia 74

tahun.

c. Usia tua (old) ialah kelompok usia 75 tahun sampai 89 tahun.

d. Usia sangat tua (very old) ialah kelompok usia 90 tahun ke atas.

Berdasarkan kriteria tertentu sebagaimana dikemukakan oleh Buckly

Mary yang dikutip oleh Tody Lalenoh (1996), bahwa seseorang yang

dikatakan Lanjut Usia adalah.

a. Dipandang sebagai usia kronologis, bahwa faktor yang

menentukan seseorang dikatakan sebagai Lanjut Usia adalah

faktor feriabilitas (pengamatan) dan waktu, dimana orang yang

dikategorikan sebagai Lanjut Usia adalah mereka yang telah

mencapai umur tertentu.

b. Dipandang usaha fungsional, bahwa Manusia dikategorikan

sebagai Lanjut Usia apabila kemampuannya secara fisik maupun

mental sudah menurun.

Dari beberapa pendapat menuturut para ahli tersbut dapat dijelaskan

bahwa Lanjut Usia adalah seseorang yang berumur 60 tahun keatas dan

mempunyai bergam macam keluhahan serta permaslahan yang di

alaminya.

2. Karakteristik Lanjut Usia

Lanjut Usia di masa-masa penuannya mempunyai karakteristik dan

ciri-ciri tersendiri dalam menjalani masa keberlangsungannya adapun ciri-

ciri Lanjut Usia menurut Tody Lalenoh (1996), ada 5 yaitu.

a. Usia

Seseorang dikatakan Lanjut Usia apabila orang tersebut berusia

tua dan harus mengerti dan menghayati sebagai orang tua. Pada

umumnya Lanjut Usia memiliki pengertian psikologis dan

kultural yang berbeda-beda dalam masyarakat. Masyarakat

menganggap bahwa Lanjut Usia adalah sesuatu yang

mengkhawatirkan atau menakutkan. Demikian pula Lanjut Usia

itu sendiri merupakan penolakan masyarakat terhadap Lanjut

Usia, merupakan penolakan dirinya sendiri terhadap usia tua yang

dialaminya dan pada gilirannya menyebabkan seorang Lanjut

Usia secara emosional merasa tidak tentram dalam kehidupannya.

b. Kematian

Kematian merupakan fakta kehidupan bagi semua orang, tetapi

kematian sebagai ancaman yang tidak dapat dihindarkan

merupakan fakta yang dirasakan dan ditanggapi secara berbeda-

beda oleh Lanjut Usia. Lanjut Usia adalah seseorang yang secara

berangsur-angsur berada dalam dunia kehidupan yang semakin

menyempit, merasa khawatir akan kekuatan-kekuatannya akan

semakin menurun dan menghadapi kematian yang setiap hari

datang semakin dekat.

c. Intensifikasi (Peningkatan)

Pada umumnya orang Lanjut Usia asyik memikirkan atau

merenungkan tentang kematian, agama, dirinya sendiri dan

keadaan jasmaninya. Keadaan ini merupakan reaksi-reaksi

pertahanan diri Lanjut Usia terhadap penolakan kepada Lanjut

Usia tersebut bersifat alamiah dan diperlukan oleh Lanjut Usia.

d. Penyakit

Pada umunya seorang Lanjut Usia berada dalam keadaan sakit

dan yang perlu dipahami adalah akibat-akibat emosional dari

penyakit terhadap semangat dan kekuatan Lanjut Usia.

e. Keterasingan, kesepian, tekanan jiwa, dan ketergantungan.

Dari pendapat Tody Lalenoh tersebut dapat dijelaskan bahwa Lanjut

Usia mempunyai ciri-ciri tersendiri yang meliputi perasaann dan

psikosialnya. Hal tersebut dikarenakan usia yang dia miliki merupakan

masa-masa akhir dari kehidupannya.

3. Kebutuhan-kebutuhan Lanjut Usia

Setiap individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk

menjaga kelangsungan hidupnya, baik yang berhubungan dengan

kebutuhan fisik, psikologis, maupun Sosial. Kebutuhan setiap individu

sangat tergantung pada tahap perkembangannya, seperti kebutuhan

seorang bayi, anak, remaja, dan dewasa akan berbeda-beda. Demikian

pula pada Lanjut Usia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dalam menjaga

kelangsungan hidupnya.

Kebutuhan Lanjut Usia menurut Tody Lalenoh (1993) adalah

sebagai berikut.

a. Kebutuhan-kebutuhan primer atau utama, yaitu.

1) Kebutuhan biologis yang meliputi kebutuhan makan, gizi,

seksual, pakaian, dan perumahan.

2) Kebutuhan ekonomi, yaitu berupa penghasilan yang memadai.

3) Kebutuhan kesehatan berupa kesehatan fisik, mental,

perawatan,dan keamanan.

4) Kebutuhan psikologis, yaitu meliputi rasa kasih sayang,

adanya tanggapan dari orang lain, ketentraman, merasa

berguna, memiliki jati diri dan status yang jelas.

5) Kebutuhan Sosial, yaitu peranan-peranan dalam hubungan

dengan orang lain, hubungan antar pribadi dalam keluarga,

teman-teman dan hubungan dengan organisasi Sosial.

b. Kebutuhan-kebutuhan sekunder, yaitu.

1) Kebutuhan dalam melakukan aktivitas.

2) Kebutuhan dalam mengisi waktu luang dan rekreasi.

3) Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informasi,

pengetahuan, keindahan dan sebagainya.

4) Kebutuhan yang bersifa politis, yaitu meliputi status dan

perlindungan hukum, partisipasi dan keterlibatan dalam

kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

5) Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat keagamaan, seperti

memahami makna kehadiran dirinya di dunia ini dan

memahami hal-hal yang tidak diketahui atau di luar kehidupan

termasuk kematian.

Dari pendapat mengenai kebutuhan Lanjut Usia menurut Tody

Lalenoh tersebut dapat di simpulkan bahwa kebutuhan Lanjut Usia

merupakan kebutuhan dasar dari Manusia namun bedanya bagi Lanjut

Usia itu sendiri di pisah menjadi 2 bagian yaitu kebutuhan primer dan

kebutuhan sekunder dan apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak

terpenuhi akan mengakibatkan permasalahan bagi Lanjut Usia, oleh

karena itu pemenuhan kebutuhan dalam melakukan aktivitas Lanjut Usia

sangat penting untuk mencapai keberfungsian Sosialnya.

4. Faktor-Faktor yang Sangat Berpengaruh Terhadap Lanjut Lansia.

Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para

lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun

beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi

kesehatan Lanjut Usia yang dikutip dalam jurnal Hariyanto, (2009) yang

berjudul belajar psikologi mengatakan bahwa.

a. Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi

adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple

pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit

makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb.

Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa

lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua

dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik,

psikologik maupun Sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan

suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada Lanjut Usia sering

kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti

Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes

millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi,

kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu

makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti

antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer. Faktor psikologis

yang menyertai lansia antara lain:

1) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual

pada lansia

2) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta

diperkuat oleh tradisi dan budaya.

3) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam

kehidupannya.

4) Pasangan hidup telah meninggal.

5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah

kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

c. Perubahan Aspek PsikoSosial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia

mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi

kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,

pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi

dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi

psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan

dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang

berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

d. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.

Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat

menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam

kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering

diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan,

peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang

memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model

kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di

atas.

e. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,

gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional

atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi

bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan

sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu

sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan

aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak

merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi

akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain

dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah

menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak

berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang

lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dari pendapat hariyono tersebut mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi Lanjut Usia dapat disimpulkan bahwa faktor faktor yang

sangat berpengaruh terhadap Lanjut Usia itu berkesinambungan yang

meliptuti penuruna kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi seksual,

perubahan aspek psikoSosial, perubahan yang berkaitan dengan

pekerjaan dan perubahan yang berkaitan dengan peranan lanut usia di

masyrakat. namun hal ini dapat diartikan peranan Lanjut Usia diLembaga

Pemasyarakatan.

5. Permasalahan Lanjut Usia

Menurut Tony Setiabudi (1999) permasalahan umum Lanjut Usia

adalah.

Masih besarnya lanjut usia yang berada dibawah garis kemiskinan,

makin melemahnya nilai kekerabatan, lahirnya kelompok

masyarakat industri, rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga

professional pelayanan lanjut usia, masih terbatasnya sarana dan

prasarana pelayanan serta fasilitas khusus bagi lanjut usia, belum

membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan

lanjut usia.

Sedangkan Permasalahan umum Lanjut Usia yang dikemukakan

oleh Elizabeth B. Hurlock (1991) adalah sebagai berikut.

a. Keadaan fisik yang lemah dan tidak berdaya sehingga harus

tergantung pada orang lain.

b. Status ekonomi yang terancam sehingga cukup beralasan untuk

melakukan berbagai perubahan besar dalam pola kehidupannya.

c. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status

ekonomi dan kondisi fisik.

d. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang

telah meninggal atau pergi jauh atau cacat.

e. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang

semakin bertambah.

f. Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar dan menjadi

dewasa.

g. Menjadi korban atau dimanfaatkan oleh para penjual obat, buaya

darat dan kriminalitas karena mereka tidak sanggup lagi

mempertahankan diri.

Sedangkan Menurut Tody Lalenoh (1993), mengatakan bahwa

Lanjut Usia yang tergolong bermasalah adalah.

a. Lanjut Usia tidak memiliki bekal hidup yang memadai.

b. Tanpa bekal dan penghasilan

c. Tidak mempunyai keluarga yang dapat memberikan bantuan.

d. Memiliki gangguan fisik, mental, dan Sosial. Permasalahan

tersebut dapat dikembangkan menjadi permasalahan fisik,

permasalahan psikologis dan permasalahan Sosial-ekonomi.

Dari uraian berbagi ahli tersebut dapat diketahui bahwa Lanjut Usia

yang tidak memiliki bekal hidup serta penghasilan, tentunya akan

mempunyai masalah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi

keluarganya tidak mampu serta Lanjut Usia tersebut memiliki gangguan

fisik mental dan Sosial.

C. Tinjauan Narapidana

1. Pengertian Narapidana

Dalam pengertian sehari-hari Narapidana adalah orang-orang yang

telah melakukan kesalahan menurut hukum dan harus dimasukkan ke

dalam penjara. Menurut Ensiklopedia Indonesia “status Narapidana

dimulai ketika terdakwa tidak lagi dapat mengajukan banding,

pemeriksaan kembali perkara atau tidak ditolak permohonan agrasi kepada

presiden atau menerima keputusan hakim pengadilan”. Status terdakwa

menjadi status terhukum dengan sebutan napi sampai terhukum selesai

menjalani hukuman penjara atau dibebaskan.

Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan Narapidana

adalah “terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga

Pemasyarakatan”. Sedangkan menurut Wilson yang dikutip oleh Adi

Purnama (1995) mengatakan Narapidana “adalah Manusia bermasalah

yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan

baik.”

Dari beberapa penjelesan mengenai Narapidana tersebutmaka dapat

disimpulkan bahwa Narapidana adalah seseorang yang melakukan tindak

kejahatan dan telah menjalani persidangan dan telah diponis hukuman

pidana serta ditempatkan dalam suatu wadah yang disebut Lembaga

Pemasyarakatan.

2. Pembinaan Narapidana

Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan

yaitu sebagai suatu sistem perlakuan bagi Narapidana baik di dalam

maupun diluar Lembaga Pemasyarakatan yang kemudian masuk dalam

pola pembinaan. Pembinaan adalah suatu proses untuk memperbaiki,

meningkatkan kemapuan seseorang baik melalui bimbingan, pendidikan

maupun latihan. didalam pembinaan menekankan pada pengembangan

sikap dan kemampuan sehingga orang tersebut memiliki kualitas dalam

kehidupan masyarakat.

Pembinaan dari pengertian Narapidana tersebut, merupakan suatu

sistem yang bekerja secara sinergi dalam mencapai tujuan

pemasyarakatan. Pemasyarakatan itu sendiri merupakan sistem

pembinaan bagi Narapidana selama menjalani masa hukumannya dimulai

pada sejak masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan sampai dengan keluar

dari Lembaga Pemasyarakatan.

Menurut Bambang Purnomo (1986) ada dua pola untuk pembinaan

Narapidana yaitu pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan yang meliputi

pembinaan mental, fisik, keahlian serta finansial dan material yang

dibutuhkan Narapidana agar menjadi warga binaan yang baik dan

berguna serta pembinaan yang diluar Lembaga Pemasyarakatan.

berdasarkan peraturan Mentri Hukum dan HAM RI nomor M.01

PK.04.10 tahun 2007 ada 4 bentuk pembinaan diluar Lembaga

Pemasyarakatan yaitu “asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang

bebas dan cuti bersyarat”. Pembinaan Narapidana diluar Lembaga

Pemasyarakatan pada prinsipnya yaitu mengembalikan Narapidana atau

reintegrasi kepada masyarakat agar terjalin suatu komunikasi yang baik

sehingga bisa menunjang kembali Narapidana ke masyarakat.

Dari pengertian tersebut bahwa setiap Lembaga Pemasyarakatan

melaksanakan proses pembinaan yang meliputi berbagai bentuk binaan

yang dapat membantu Narapidana pada tujuan Lembaga Pemasyarakatan

tersebut yaitu reSosialisasi.

D. Tinjauan Lembaga Pemasyarakatan

1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Masyarakat modern yang sangat kompleks itu sering menumbuhkan

materiil tinggi dan sering disertai oleh ambisi-ambisi Sosial yang tidak

sehat yaitu adanya keinginan dalam pemenuhan kebutuhan secara

berlebihan tanpa mempunyai kemampuan untuk mencapai dengan jalan

yang wajar. Sehingga dari ambisi tersebut dapat mendorong individu

untuk melakukan tindakan kriminal, Dengan kata lain dapat dinyatakan

jika terdapat ketidaksesuaian antara ambisi-ambisi dengan kemampuan

pribadi maka peristiwa sedemikian ini mendorong orang untuk

melakukan tindak kriminal. Atau, terdapat ketidaksesuaian antara

aspirasi-aspirasi dengan potensi-potensi individu, maka akan terjadi

“maladjustment” ekonomis (ketidakmampuan menyesuaikan diri secara

ekonomis), yang mendorong orang untuk bertindak jahat atau melakukan

tindakan pidana.

Pada umumnya Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu tempat bagi

Narapidana yang menjalani proses hukumannya setelah melalui proses

persidangan. Menurut UU RI nomor 12 tahun 1995 pada ketentuan

umum ayat satu pasal 2 adalah :

Lembaga Pemasyarakatan selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat

untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan anak didik

pemasyarakatan dan suatu tatanan mengenai arah dan batas serta

cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila

yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina dan di bina serta

masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan

pemasyarakatan.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun (2005)

bahwa “Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat orang orang menjalani

hukuman pidana penjara” berdasarkan pengertian tersebut maka

Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu tempat dibawah naungan Hukum

dan HAM yang bertugas untuk membina dan membimbing warga binaan

pemasyarakatan agar mereka tidak mengulangi kesalahannya dan dapat

diterima kembali oleh masyarakat.

Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa sistem pemasyarakatan

berisikan pedoman atau petunjuk didalam melaksanakan pembinaan

terhadap Narapidana dengan tujuan agar mereka menyadari setiap

kesalahan yang telah dilakukannya, sehingga kembali hidup sebagai

masyarakat yang baik. Dalam melaksanakan pembinaan terhadap

Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan memiliki peran menyiapkan

warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat

dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota

masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. (Pasal 3, UU No. 12

Tahun 1995).

2. Tujuan dan fungsi Lembaga Pemasyarakatan

Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan mendapatkan pembinaan

dari Petugas pemasyarakatan dengan aturan-aturan pemasyarakatan.

Tujuan dan fungsi Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri menurut

Harosono yang dikutip oleh Adi Purnama (1995) bahwa “Meningkatkan

kesadaran (conciousness) Narapidana akan eksistensinya sebagai

Manusia”. Pencapaian kesadaran dilakukan melalui tahap intropeksi,

motivasi dan self development. Kesadaran dimaksudkan agar Narapidana

akan sebagai Manusia yang memiliki akal dan budi, yang memiliki

budaya dan potensi sebagai makhluk yang spesifik. Sedangkan maksud

intropeksi diri yaitu agar Narapidana mengenal diri sendiri karena hanya

dengan mengenal diri sendiri maka seseorang dapat merubah dirinya

sendiri.

3. Petugas Lembaga Pemasyarakatan

Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang

dimaksud dengan Petugas pemasyarakatan adalah “pejabat fungsional

penegak Hukum yang melaksanakan tugas dibidang pembinaan,

pengamanan dan bimbingan warga binaan pemasyarakatan”.

Mengacu pada pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa

Petugas kemasyarakatan memiliki fungsi dan peranan yang sangat baik

dalam memulihkan keberfungsian Sosial seorang Narapidana yang

menjalani hukuman, sehingga Narapidana tersebut kembali menyadari

bahwa segala perbuatannya bertentangan dengan norma atau aturan

masyarakat, dengan demikian Narapidana yang telah sadar dapat kembali

ke masyarakat untuk menjalani hidup sebagai warga Negara yang baik.

E. Tinjauan Kapasitas

1. Pengertian Pengembangan Kapasitas

Menurut United Nation Development Program (UNDP) yang dikutip

oleh Anwar Syarif (2013) dalam artikel Pengembangan Kapasitas Sumber

daya Manusia menjelaskan bahwa.

Pengembangan kapasitas sebagai suatu proses yang dialami oleh

Individu, Kelompok, organisasi, Lembaga dan masyarakat untuk

meningkatkan kemampuan mereka agar dapat melaksanakan fungsi-

fungsi essensial, memecahkan masalah, menetapkan dan mencapai

tujuan, dan mengerti. menangani kebutuhan pengembangan diri

mereka dalam suatu lingkungan yang lebih luas secara berkelanjutan.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan kembali bahwa

pengembangan kapasitas kegiatan yang bertujuan menggali kemampuan

seseorang yang ikut serta dalam kegiatan pengembangan kaspitas yang

bertujuan mengoptimalkan kemampuannya.

2. Kegiatan Pembelajaran dalam Pengembangan Kapasitas.

Salah satu faktor kunci dalam pengembangan kapasitas adalah

pembelajaran. Pembelajaran terjadi pada tingkat Individu, tingkat

Organisasi dan tingkat masyarakat. Pengembangan kapasitas adalah suatu

proses yang berlangsung dalam jangka panjang secara berkesinambungan

dimana orang-orang belajar untuk lebih capable (lebih mampu

melaksanakan pekerjaannya). Mereka belajar agar dapat meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan, dan mengubah perilaku mereka untuk

mencapai tujuan mereka, yakni memperbaiki kualitas hidup. Dalam

pengembangan kapasitas kita tidak dapat memandang orang sebagai

sebuah gelas kosong. Kita tahu bahwa mereka, baik sebagai perorangan

maupun sebagai kelompok, memiliki pengalaman hidup yang dapat

menjadi sebuah sumber yang kaya bagi proses pembelajaran. Mereka

memiliki kemampuan untuk menetapkan tujuan-tujuan mereka sendiri.

Dalam diri mereka telah ada kemampuan yang mungkin untuk

dikembangkan.

F. Relevansi Masalah dengan Pekerjaan Sosial

1. Pengertian Pekerjaan Sosial

Pengertian Pekerjaan Sosial yang dikemukakan oleh Charles

Zastrow (1982), yang dikutip oleh Dwi Heru Sukoco (1991) sebagai

berikut.

Pekerjaan Sosial merupakan kegiatan profesional untuk membantu

individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat guna

meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam

berfungsi Sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang

memungkinkan mereka mencapai tujuan.

Definisi tersebut menunjukkan bahwa Pekerjaan Sosial merupakan

profesi pertolongan yang ditujukan kepada individu, kelompok dan

masyarakat agar mereka memiliki kemampuan dalam berfungsi Sosial

serta menciptakan kondisi yang memungkinkan mereka mencapai tujuan

yang diinginkan.

Narapidana disini sebagai warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan

yang mengalami berbagai macam permasalahan yang mereka telah

lakukan tentunya membutuhkan sebuah profesi Pekerjaan Sosial yang

dapat membantu mereka sehingga untuk meningkatkan keberfungsian

Sosialnya. Pengertian keberfungsian Sosialitu sendiri menurut Dwi Heru

Sukoco (1991) mengatakan bahwa “keberfungsian Sosial dapat dilihat

dari beberapa hal yaitu kemampuan melaksanakan peranan Sosial,

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan memecahkan

permasalahan Sosial yang dialaminya sendiri”.

Sedangkan menurut Leonora Seraficade Guzman dalam Dwi Heru

Sukoco (1991) juga menyatakan ada tiga fungsi pokok Pekerjaan Sosial

sebagai berikut :

a. Fungsi restoratif, yang mencakup kegiatan penyembuhan

(treatment/curative) dan rehabilitasi.

b. Fungsi preventif/pencegahan, yaitu berupa kegiatan untuk

menemukan secara awal, mengontrol dan menghapuskan kondisi-

kondisi yang menyebabkan orang, kelompok atau masyarakat

tidak mampu berfungsi Sosial

c. Fungsi pengembangan, yaitu difokuskan pada pengembangan

keberfungsian Sosial seseorang, kelompok, masyarakat secara

optimal sehingga dapat terealisasi potensi-potensinya dan

peningkatan kemampuan.

Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan kembali bahwa

keberfungsian Sosial merupakan perbandingan antara permasalahan

Sosial dengan status Sosial, peranan Sosial yang harus dilakukan oleh

seseorang sesuai dengan yang diharapkan lingkungan Sosialnya. Jika

seseorang tidak mampu menjalankan fungsi Sosialnya sesuai dengan

lingkungan Sosialnya maka orang tersebut bisa dikatakan tidak berfungsi

Sosial/disfungsi Sosial.

2. Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional

Dalam Lembaga Pemasyarakatan mempunyai suatu profesi

Pekerjaan Sosial atau biasa dikatakan dalam Lembaga Pemasyarakatan

yaitu Petugas Pemasyarakatan yang membantu narapidana, adapun

pengertian Pekerjaan Sosial di setting Koreksional menurut Dorang

Luhpuri dan Satriawan, (2010) dalam modul diklat Pekerjaan Sosial

Koreksional adalah.

Pekerjaan Sosial merupakan sub sistem pada sistem peradilan

pidana. Pekerjaan Sosial Koreksional adalah pelayanan profesional

pada seting Koreksional yang meliputi Lembaga Pemasyarakatan,

rumah tahanan, bapas narkoba dan setting lain dalam sistem

peradilan indonesia yang bertujuan untuk membantu pemecahan

masalah klien serta dapat meningkatkan keberfungsian Sosialnya.

Dari penjelasan tersebut bahwa Pekerjaan Sosial Koreksional

merupakan bagian profesi Pekerjaan Sosial yang bersinergi antara

penegakan hukum, pengadilan dan lembaga Pemasyarakatan. Narapidana

yang mempunyai permasalahan di dalam atau di luar Lembaga

Pemasyarakatan merupakan tanggung jawab dari Pekerjaan Sosial

Koreksional.

3. Tujuan Pekerjaan Sosial Koreksional

Dengan mengacu pada uraian mengenai pengertian Pekerjaan Sosial

tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tujuan pekerjaan Sosial dibidang

Koreksional adalah membantu Narapidana untuk meningkatkan

kemampuannya dalam mengatasi masalah yang dialami oleh Narapidana

selama menjalani proses hukuman. Adapun tujuan Pekerjaan Sosial

bidang Koreksional yang lebih spesifik mengarah pada tindakan menurut

Dorang Luhpuri dan Satriawan, (2010) dalam modul diklat Pekerjaan

Sosial Koreksional adalah.

a. Membantu Narapidana agar dapat menyesuaikan diri dengan

kehidupan Lembaga Pemasyarakatan.

b. Membantu klien memahami diri mereka sendiri (Narapidana),

relasi dengan orang lain, dan apakah harapan mereka sebagai

anggota masyarakat dalam kehidupan mereka.

c. Membantu Narapidana melakukan perubahan sikap dan tingkah

laku agar sesuai dengan nilai dan norma masyarakat.

d. Membantu Narapidana melakukan penyesuaian diri yang baik

dalam masyarakat.

e. Membantu Narapidana memperbaiki relasi Sosial dengan orang

lain (keluarga, isteri/suami, tetangga, dan lingkungan Sosial).

4. Peranan Pekerja Sosial Koreksional

Berkaitan dengan permasalahan profesi Pekerjaan Sosial mempunyai

peran yang sangat penting dalam upaya perlindungan Sosial bagi

Narapidana. Peran pekerja Sosial dalam membantu Narapidana merubah

pola tingkah laku agar konstruktif (menyesuaikan) dengan orang lain dan

lingkungan Sosialnya. Adapun peranan Pekerjaan Sosial Koreksional

menurut Dorang Luhpuri dan Satriawan, (2010) dalam modul diklat

Pekerjaan Sosial Koreksional adalah.

a. Bekerja dengan individu untuk membantu mereka berubah melalui

pemahaman yang baik mengenai diri, kekuatan dan sumber-

sumber dalam diri sendiri.

b. Modifikasi lingkungan menjadi iklim Sosial yang sehat, dimana ia

akan tinggal.

Maksud dari pernyataan tersebut adalah pekerjaan Sosial bidang

Koreksional bekerjasama dengan Keluarga Narapidana dan sumber-

sumber eksternal yang berkaitan dengan Narapidana khususnya

Narapidana Lanjut Usia. Pekerja Sosial dapat berperan mulai pada saat

Narapidana tertangkap sampai masa terminasi, kemudian pekerja Sosial

melakukan intervensi. Intervensi yang dapat dilakukan oleh pekerja Sosial

adalah intervensi secara tidak langsung kepada Narapidana dan masyarakat

sedangkan intervensi secara langsung kepada pimpinan Lembaga

Koreksional khususnya Pembina Narapidana dan lingkungan terdekatnya

5. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional

Dalam melaksanakan peranan sebagai pekerja Sosial dibidang

Koreksional, maka pekerja Sosial memiliki fungsinya sebagai pekerja

Sosial dalam pelayanan Koreksional. Berikut fungsi Pekerjaan Sosial

Koreksional menurut Dorang luhpuri dan Satriawan, (2010) dalam modul

diklat Pekerjaan Sosial Koreksional adalah.

a. Membantu Narapidana memperkuat motivasinya.

b. Memberikan kesempatan kepada Narapidana untuk menyalurkan

perasaan-perasaannya dan memberikan informasi kepada

Narapidana.

c. Membantu pelanggar hukum untuk membuat keputusan-keputusan.

d. Membantu Napidana merumuskan situasi yang dialaminya.

e. Memberikan bantuan dalam hal merubah/memodifikasi lingkungan

keluarga dan lingkungan dekat.

f. Membantu pelanggar hukum mengorganisasi kembali pola-pola

perilakunya dan memfasilitasi kegiatan rujukan.

dari penjelasan tersebut dapat diartikan kembali bahwa Fungsi

Pekerjaan Sosial adalah membantu Narapidana yang membutuhkan

pertolongan dan masalah, seperti Narapidana Lanjut Usia yang yang

berbagai macam keluhan serta ketidak mampuannya untuk mengikuti

proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Latar Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuan yang dilakukan dalam penelitian

ini untuk mengetahui bagaimana pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut

Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kota Makassar dengan

mendeskripsikan hasil temuan penelitian yaitu pemenuhan kebutuhan

Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan pendekatan kualitiatif. Pendekatan kualitatif ini bertujuan

untuk mengungkapkan atau menarasikan sesuatu seperti suatu hal apa yang

nyata di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar dan menghubungkan

sebab dan akibat yang terjadi pada saat penelitian, dengan tujuan memperoleh

realita mengenai pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga

Pemasyarakatan, Hal tersebut dikaitkan dengan pengertian metodologi

kualitatif menurut Djama’an Satori dan Aan Komariah (2009) bahwa :

“pendekatan kualitatif merupakan suatu paradigma penelitian untuk

mendeskripsikan peristiwa, perilaku, orang atau suatu keadaan pada tempat

tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi”. Selanjutnya Lexy

Moleong (2000) mendefinisikan pendekatan kualitatif bahwa “Prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.

Pada awalnya peneliti melakukan wawancara dengan Petugas

Pemasyarakatan mengenai pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Makassar mengenai seperti apa saja proses pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan, kasus apa saja yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan

Klas I Makassar, usia-usia Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan serta

bagaimana pelayanan pemenuhan kebutuhan Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Makassar.

Dari hasil wawancara dengan Petugas Pemasyarakatan maka terdapat

golongan usia Narapidana yang merupakan Lanjut Usia yaitu di atas 60

tahun, maka peneliti tertartik melakukan penelitian dengan fokus penelitian

yaitu pemenuhan kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Makassar.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan harapan

agar penelitian yang dilakukan bisa memberikan gambaran secara mendalam

dan terarah. Maxfield dalam Nazir (1988) menyatakan bahwa “Studi kasus

adalah penelitian tentang subyek penelitian yang berkenaan dengan satu fase

spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subyek penelitian dapat saja

individu, kelompok dan masyarakat”.

Berdasarkan definisi tersebut maka studi kasus yang dimaksudkan

dalam penelitian ini adalah sejauh mana pemenuhan kebutuhan Lanjut Usia

di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar dan sejauh mana pemenuhan

kebutuhan sosial yang ada di Lembaga Pemasyarakatan terhadap Narapidana

Lanjut Usia. Melalui penelitian ini, peneliti mencoba mewawancarai serta

mengamati secara langsung bagaimana pemenuhan kebutuhan Narapidana

Lanjut Usia di Lembaga Pemasyrakatan. Desain ini diarahkan pada latar

individu tersebut secara utuh Sehingga pendekatan kualitatif mampu

menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan dan perilaku

yang dapat diamati dari suatu individu dalam suatu setting konteks yang

dikaji dari sudut pandang yang utuh, komorehensif dan holistik.

C. Teknik Sampel

Dengan memakai metodologi pendekatan kualitatif dan desain studi

kasus maka penarikan sampelterhadap fokus penelitian pemenuhan kebutuhan

Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar, maka

peneliti akan menggunakan penarikan sampel dengan cara teknik purposive

sampeling. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Djama’an Satori dan Aan

Komariah (2009) bahwa.

Purposive sampeling yaitu proses menentukan subjek atau objek sesuai

dengan tujuan penelitian. Dengan demikian pertimbangan pribadi yang

sesuai dengan topik penelitian, peneliti memilih subjek atau objek

sebagai unit analisis. Peneliti memlih unit analisis tersebut berdasarkan

kebutuhan berdasarkan kebutuhannya dan menganggap bahwa unit

analisis tersebut representatif

Dari pendapat menurut Djama’an Satori dan Aan Komariah (2009)

mengenai teknik purposive sampeling tersebut dapat dikaitkan dengan jumlah

Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan sebanyak 15 Lanjut

Usia yang berdasarkan kasus tindak krimnal atau pidana dan selanjutya

dipilih sebagai sebagai sumber data yang nantinya akan meberika data yang

representatif.

D. Sumber Data

Seperti dijelaskan Lexi Moleong (2000) bahwa.

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-

lain”.Dengan teknik wawancara (interview), teknik obsevasi

(observation), dan studi Dokumentasi.

Dari penjelasan Lexi Meleong tersebut sumber data dalam penelitian

kualitatif adalah suatu proses yang dilakukan peneliti dengan informan

berdasarkan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi sehingga peneliti

mendapatkan data lebih mendalam terkait dengan pembinaan Narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan. Adapun Sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah.

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer dalam penelitian ini Narapidana Lanjut Usia dan

Petugas Pemasyarakatan bagian pembinaan dan perawatan.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu Kepala bagian umum

Lembaga Pemasyarakatan klas I Makassar. Peneliti disini mengkaji studi

dokumentasi serta dokumen yang berhubungan dengan Narapidana

Lanjut Usia.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Wawancara mendalam merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan dengan

informan melalui instrumen yang telah dibuat sesuai dengan rumusan

masalah penelitian. Pedoman wawancara bersifat fleksibel dan dapat

dikembangkan lebih lanjut di lapangan. Dengan wawancara mendalam

peneliti memperoleh data yang repsentatif. Adapun pertanyaan dalam

wawancara peneliti tersebut meliputi.

a. Bagaimana pemenuhan kebutuhan biologis, ekonomi, kesehatan,

psikologis dan kebutuhan sosial Narapidana Lanjut Usia di

Lembaga Pemasyarakatan.

b. Bagaimana cara mengakses sumber pemenuhan kebutuhan

biologis, ekonomi, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial

Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan.

c. Bagaimana hambatan-hambatan pemenuhan kebutuhan biologis,

ekonomi, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial Narapidana

Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan.

d. Bagaimana peranan Petugas Pemasyarakatan dalam pemenuhan

kebutuhan biologis, ekonomi, kesehatan, psikologis dan kebutuhan

sosial Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan.

e. Harapan Lanjut Usia dalam pemenuhan kebutuhan biologis,

ekonomi, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial Narapidana

Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan.

2. Observasi

Observasi merupakan aktivitas fenomena yang dilakukan secara

sistematis, observasi yang akan dilakukan oleh peneliti di sini adalah

observasi tanpa ikut berpartisipasi dalam kehidupan objek penelitian.

Peneliti hanya mengamati tanpa memberikan peran serta dan partisipasi

dalam kehidupan objek penelitian. Observasi ini dilakukan dengan terjun

langsung ke Lembaga Pemasyarakatan tersebut sehingga dapat mengamati

secara langsung dan peneliti memperoleh informasi tentang kegiatan-

kegiatan yang dilakukan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Makassar, pelayanan Petugas Pemasyarakatan

terhadap Narapidana Lanjut Usia serta Melakukan pengamatan umum

terhadap Lembaga Pemasyarakatan dalam pemenuhan kebutuhan

Narapidana Lanjut Usia.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan salah satu teknik pendukung dalam

proses pengumpulan data yaitu dengan cara mempelajari dokumen -

dokumen atau literatur dan bahan-bahan yang tertulis yang berkaitan

dengan permasalahan penelitian. Bogdan dalam Sugiyono (2008)

menyatakan bahwa.

hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel

atau dapat dipercaya kalau didukung oleh sejarah pribadi kehidupan

dimasa kecil, di sekolah, tempat kerja, di masyarakat, dan auto

biografi. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila

didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah

ada.

Terkait dengan fokus penelitian terhadap pemenuhan kebutuhan

Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan, maka peneliti

melakukan studi dokumentasi dengan mengumpulkan data keberadaan

Narapidana, memperoleh data tentang jumlah Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan, memperoleh data tentang gambaran umum Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Makassar, memperoleh data tentang kegiatan yang

dilaksanakan Narapidana Lanjut Usia, memperoleh data kebutuhan

Narapidana Lanjut Usia

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk dapat mempertanggungjawabkan data secara akurat dan benar,

diperlukan pemeriksaan keabsahan data yang telah diperoleh dari hasil

penggalian data maka sebelum diberikan kesimpulan diperlukan pemeriksaan

keabsahan data. Hal ini dilakukan karena tidak tertutup kemungkinan bahwa

data yang diperoleh dari informan tidak benar, hal ini dilakukannya karena

beberapa hal, misalnya salah mengajukan pertanyaan yang berarti

jawabannya juga salah, dan keinginan untuk menyenangkan peneliti. Uji

keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Uji Kredibilitas

a. Ketekunan pengamatan, yaitu suatu teknik pemeriksaan keabsahan data

melalui pengamatan secara cermat dan berkesinambungan. Mengenai

ketekunan pengamatan ini memberikan penjelasan Ketekunan

pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri unsur-unsur dalam situasi

yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan

kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Teknik

ini dilakukan untuk memeriksa dengan cermat informasi yang telah

diperoleh dari informan yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini,

peneliti melakukan pengamatan secara berkesinambungan terhadap data

dan informasi yang diperoleh terkait permasalahan penelitian.

b. Triangulasi, diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber,

dengan berbagai cara dan dengan berbagai waktu. Pengecekan dengan

triangulasi sumber data dilakukan dengan cara mengecek data yang

telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam triangulasi sumber ini

peneliti tidak hanya mewawancarai informan saja akan tetapi dikroscek

dengan para Petugas dan Keluarga yang berkunjung untuk menjenguk

Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu peneliti juga

mewawancari Narapidana di Lembga Pemasyarakatan untuk

mengetahui dan mengecek kebenaran data yang diperoleh saat

wawancara dengan informan. Pengecekan dengan triangulasi teknik

dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama

dengan teknik yang berbeda misalnya wawancara, observasi dan

dokumentasi. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam tehnik

pengumpulan data diatas, bahwa dalam menguji apakah data yang

didapat sesuai dengan kenyataan yang ril di lapangan. Disamping itu

tehnik-tehnik tersebut akan saling melengkapi kekurangan dalam

mengumpulkan data dari tehnik yang lain. Pengecekan dengan

triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan data

yang diperoleh dalam waktu yang sesuai dengan jalannya proses

pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.

c. Mengadakan member check, yaitu suatu proses pengecekan data yang

diperoleh peneliti kepada pemberi data. Melalui member check akan

diketahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan yang

diinformasikan oleh sumber data. Dalam penelitian ini, peneliti

mencoba memeriksa kembali data yang diperoleh, apabila data yang

ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid,

sehingga semakin kredibel/dipercaya.

2. Transferability

Peneliti berusaha agar dapat memberikan uraian rinci, jelas, sistematis

dan dapat dipercaya sehingga pembaca mengetahui secara jelas atas hasil

penelitian ini dan dapat memutuskan bisa atau tidaknya untuk

mengaplikasikan hasil penelitian ini di tempat yang berbeda dengan

karakteristik yang sama.

3. Dependability

Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian terjadinya

kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterprestasikan

data sehingga data dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Kesalahan sering dilakukan oleh manusia itu sendiri terutama peneliti

karena keterbatasan pengalaman, waktu, pengetahuan. Cara untuk

menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggung jawabkan

melalui audit dependability oleh auditor independen yaitu dosen

pembimbing.

4. Confirmability

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan

dengan cara mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian

yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit. Uji

confirmability mirip dengan uji dependability, sehingga pengujiannya

dapat dilakukan secara bersamaan.

G. Rancangan Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

diperoleh, baik dari hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.

Peneliti menggunakan teknik analisa seperti yang dijelaskan oleh Lexy

Moleong (2000) sebagai berikut.

1. Pemrosesan Satuan

Pemrosesan satuan ini terdiri dari tipologi satuan dan penyusunan

satuan. Tipilogi satuan adalah penggolongan satuan berdasarkan tipe yang

dimiliki oleh latar sosial. Penyusunan satuan adalah menyusun dan

mengarahkan satu pengertian dan tindakan sehingga dapat ditafsirkan

seperti dalam bentuk latar penelitian. Langkah-langkah yang digunakan

dalam pemrosesan data adalah dengan menggolongkan data dan memberi

nama pada data yang telah digolongkan sesuai dengan apa yang telah

dipikirkan, dirasakan dan dihayati oleh peneliti dan dikehendaki oleh latar

penelitian.

2. Kategorisasi

Kategorisasi merupakan seperangkat tumpukan yang disusun atas dasar

pemikiran, pendapat dan kriteria tertentu berdasarkan sumber data yang

sebelumnya telah melewati beberapa pengecekan mengenai pemenuhan

kebutuhan Narapidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan. Langkah-

langkah pengkategorian adalah.

a. Pemberian nama pada setiap kategori

b. Pemberian keputusan pada tiap kategori yang hampir sama

c. Menempatkan data pada kategori mantap

d. Menyusun kategori baru bila ada data yang belum masuk dalam

kategori mantap

e. Penelaahan pada setiap kategori dan membuat daftar aturan

f. Menelaah kembali data yang layak dipertahankan

g. Pengujian kategori untuk menemukan hubungan

h. Membuat strategi perluasan, pengkaitan hubungan dalam

pengumpulan data dan pemrosesan

i. Menghentikan pengumpulan dan prosesan

j. Mengevaluasi pengkategorian secara menyeluruh dari awal sampai

akhir.

3. Penafsiran Data

Penafsiran data yaitu menyusun data yang diperoleh dengan jalan

menghubungkan kategori-kategori dalam kerangka sistem yang diperoleh

dari data. Adapun langkah-langkahnya yaitu dimulai dengan memberikan

kode pada setiap kejadian data dan mencocokkan kategori, kemudian

membandingkan dengan kejadian lain dan mengintegrasikan tiap-tiap

kategori, memodifikasi dan menata kejelasan logika, selanjutnya kerangka

disusun dalam pertanyaan-pertanyaan yang beralasan tepat sehingga dapat

ditarik sebuah teori.

Berdasarkan uraian teknik tersebut maka peneliti dalam rancangan

analisis data melalui beberapa cara yaitu pemrosesan satuan yang sesuai

dengan latar sosial sumber data dan dilanjutkan dengan kategorisasi dengan

mengkategorisasi hasil dari sumber data yang didapatkan serta melakukan

penafsiran data pada sumber data yang didapatkan pada Narapidana Lanjut

Usia di Lembaga Pemasyarakatan klas I Makassar.

H. Jadwal dan Langkah Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Kota

Makassar Provinsi Sulawasi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih

selama 1 bulan untuk mengumpulkan segala macam data yang diperlukan

untuk keperluan penelitian. Dalam pelaksaan penelitian ini disesuaikan

dengan jadwal dan kondisi lapangan, sehingga dapat dilihat langkah-langkah

penelitian sebagai berikut.

1. Studi Literatur.

2. Pengajuan Proposal Penelitian.

3. Seminar Proposal Penelitian.

4. Pelaksanaan Penelitian.

5. Analisis Data Penelitian.

6. Penyusunan Laporan Penelitian.

7. Pengesahan Laporan Penelitian.

Tabel. 3.1 Jadwal dan Langkah Penelitian

NO KEGIATAN BULAN

okt Nov des jan mei jun jul agu

1 Study literatur

2 Pengajuan proposal

3 Seminar proposal

4 Pelaksanaan penilitian

5 Analisis data penilitian

6 Penyusunan laporan

7 Pengesahan laporan

DAFTAR PUSTAKA

Adi Sujanto.(1995). Sistem Pemasyarakatan Indonesia. Perpustakaan wilayah.

Makassar

Bambang Purnomo.(1986). Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem

Pemasyarakatan. Jakarta

Djama’an Satori dan Aan Komariah.(2009). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Alfabeta. Bandung

Depdiknas.(2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta

Dorang Luhpuri dan Satriawan.(2010). Modul Diklat Pekerjaan Koreksional.

Perpustakaan STKS. Bandung

Dwi Heru Sukoco.(1991). Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya.

Kopma STKS. Bandung

Elizabet B. Hurlock.(1991) Psikologi Perkembangan. Suatu pendekatan sepanjang

rentang kehidupan. Erlangga. Jakarta

Lexi Meleong.(2000). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosada Karya.

Bandung

Lois Carney P.(1980). Corrections Treatment And Philoshopy. New jersey,

Englewoods cliffs.

Nazir (1988). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Purniati Mangunsong.(1995). Aspek-Aspek Hukum yang Mempengaruhi

Penerimaan Bekas Narapidana dalam Masyarakat. Perpustakaan

wilayah. Makassar

Skidmore.(2004). Social Work And Corections. Terjemahan Endah dwi winarmi.

STKS Bandung

Sugiyono.(2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Bandung

Tody Lalenoh (1993). Grontologi Lanjut Usia. STKS Bandung

Tody Lalenoh.(1996). Lanjut Usia dan Usia Lanjut. STKS Bandung

Tony Setiabudhi.(1999). Menuju Lanjut Usia Sejahtera. Jakarta

Sumber lain :

UU RI Nomor 12 tahun 1995 tentang Lanjut Usia.

UU RI Nomor 13 tahun 1998 tentang Lembaga Pemasyarakatan.

Pedoman penulisan Karya Ilmiah Jurusan Rehabilitasi Sosial.

Peraturan Mentri Hukum Dan HAM RI nomor M.01 PK.04.10 tahun 2007 tentang

bentuk pembinaan Lembaga Pemasyarakatan.

http://www.scribd.com/doc/36146381/LEMBAGA-PEMASYARAKATAN-

KLAS-I-MAKASSAR

http://smslap.ditjenpas.go.id/public/krl/status/monthly/kanwil/db6cb4b0-6bd1-

1bd1-8d6c-313134333039

http://rakyatsulsel.com/lapas-klas-i-makassar-napi-korupsi-dan-napi-lain-

dipisah.html

http://raypratama.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-

none.html

http://www.scribd.com/doc/14176081/Teori-Hierarki-Kebutuhan-Maslow

http://belajarpsikologi.com/psikologi-lansia/

http://bbppbinuang.info/news24-pengembangan-kapasitas-sumberdaya-

manusia.html

PEDOMAN WAWANCARA

PEMENUHAN KEBUTUHAN NARAPIDANA LANJUT USIA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLAS I KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI

SELATAN

A. Wawancara dengan Informan

1. Karakteristik informan

a. Nama informan :

b. Usia :

c. Alamat :

d. Agama :

e. Ditahan :

f. Status

g. Pidana :

2. Pemenuhan kebutuhan biologis, kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial

narapidana lanjut usia di lembaga pemasyarakatan.

a. Kebutuhan biologis

1) Bagaimana pemenuhan kebututuhan makan dan minum informan ?

2) Bagaimana pemenuhan kebutuhan gizi informan ?

3) Bagaimana pemenuhan kebutuhan seksual informan ?

4) Bagaimana pemenuhan kebutuhan pakaian informan ?

b. Kebutuhan kesehatan

1) Bagaimana pemenuhan kebutuhan kesehatan fisik infoman ?

2) Bagaimana pemenuhan kebutuhan kesehatan mental informan ?

3) Bagaimana pemenuhan kebutuhan perawatan infoman ?

c. Kebutuhan psikologis

1) Bagaimana pemenuhan kebutuhan kasih sayang informan ?

2) Bagaimana pemenuhan kebutuhan akan tanggapan dari orang lain

informan ?

3) Bagaimana pemenuhan kebutuhan ketentraman informan ?

4) Bagaimana pemenuhan kebutuhan jati diri informan ?

d. Kebutuhan sosial

1) Bagaiamana pemenuhan kebutuhan aktivitas informan ?

2) Bagaimana pemenuhan kebutuhan antar pribadi dalam keluarga informan

?

3) Bagaimana pemenuhan antar teman-teman informan ?

4) Bagaimana pemenuhan kebutuhan organisasi sosial informan ?

3. Cara mengakses sumber-sumber pemenuhan kebutuhan biologis, kesehatan,

psikologis dan kebutuhan sosial narapidana lanjut usia di lembaga

pemasyarakatan.

a. Kebutuhan biologis

1) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebututuhan makan dan minum

informan ?

2) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan gizi informan ?

3) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan seksual informan ?

4) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan pakaian informan ?

b. Kebutuhan kesehatan

1) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan fisik ?

2) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan mental informan ?

3) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan perawatan informan ?

c. Kebutuhan psikologis

1) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan kasih sayang informan

?

2) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan jati diri informan ?

3) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan ketentraman informan

?

d. Kebutuhan sosial

1) Bagaiamana cara mengakses pemenuhan kebutuhan aktivitas kegiatan

informan ?

2) Bagaimana cara mengakses pemenuhan antar pribadi dalam keluarga

informan ?

3) Bagaimana cara mengakses pemenuhan kebutuhan organisasi sosial

informan ?

4. Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan biologis, kesehatan, psikologis dan

kebutuhan sosial narapidana lanjut usia di lembaga pemasyarakatan.

a. Kebutuhan biologis

1) Hambatatan dalam pemenuhan kebututuhan makan dan minum informan ?

2) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan gizi informan ?

3) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan pakaian informan ?

4) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan seksual informan ?

5) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan pakaian informan ?

b. Kebutuhan kesehatan

1) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan fisik informan ?

2) Hambatan dalam pemenuhanmental informan ?

3) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan perawatan informan ?

c. Kebutuhan psikologis

1) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan kasih sayang informan ?

2) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan ketentraman informan?

3) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan jati diri informan ?

d. Kebutuhan sosial

1) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan antar pribadi dalam keluarga

informan ?

2) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan antar teman-teman informan ?

3) Hambatan dalam pemenuhan kebutuhan organisasi informan ?

5. Peranan petugas pemasyarakatanan dalam pemenuhan kebutuhan biologis,

kesehatan, psikologis dan kebutuhan sosial narapidana lanjut usia di lembaga

pemasyarakatan

a. Kebtuhan biologis

1) Bagaimana peran petugas dalam pemenuhan kebututuhan makan dan

minum informan?

2) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan gizi informan ?

3) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan seksual

informan ?

4) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan pakaian

informan ?

b. Kebutuhan kesehatan

1) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan fisik ?

2) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan mental

informan ?

3) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan perawatan

informan ?

c. Kebutuhan psikologis

1) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan kasih sayang

informan ?

2) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan ketentraman

informan?

3) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan jati diri

informan ?

5) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan akan

penerimaan sosial informan ?

d. Kebutuhan sosial

1) Bagaiamana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas

informan ?

2) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan teman-teman

informan ?

3) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan antar pribadi

dalam keluarga informan ?

4) Bagaimana peranan petugas dalam pemenuhan kebutuhan organisasi

sosial informan?

6. Harapan informan dalam pemenuhan kebutuhan biologis, kesehatan, psikologis,

dan kebutuhan sosial di lembaga pemasyarakatan

a. Kebutuhan biologi

1) Harapan dalam pemenuhan kebututuhan makan dan minum informan ?

2) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan gizi informan ?

3) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan seksual informan ?

4) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan pakaian informan ?

b. Kebutuhan kesehatan

1) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan fisik informan ?

2) Harapan dalam pemenuhan mental informan ?

3) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan perawatan informan ?

c. Kebutuhan psikologis

1) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan kasih sayang informan ?

2) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan ketentraman informan?

3) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan jati diri informan ?

5) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan akan penerimaan sosial informan ?

d. Kebutuhan sosial

1) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas informan ?

2) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan antar pribadi dalam informan ?

3) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan teman-teman informan ?

4) Harapan dalam pemenuhan kebutuhan organisasi sosial ?