Karotenoid
-
Upload
gilang-adi-nugraha -
Category
Documents
-
view
44 -
download
1
description
Transcript of Karotenoid
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Warna adalah salah satu faktor penentu mutu bahan makanan dan indikator
kesegaran atau kematangan. Secara visual faktor warna tampil terlebih dahulu dan
menentukan daya komsumsi terhadap bahan makanan tersebut. Oleh karena itu,
produsen bahan makanan menggunakan zat warna tambahan untuk menambah
daya tarik konsumen. Selain pada bahan makanan, pewarna juga digunakan pada
produk kosmetik. Pewarna tambahan yang digunakan dapat berupa zat warna
sintetik ataupun alami. Berkembangnya industri pengolahan pangan dan
terbatasnya jumlah serta kualitas zat pewarna alami menyebabkan pemakaian zat
warna sintetis meningkat. Pewarna sintetis pada makanan kurang aman untuk
konsumen karena diantaranya ada yang mengandung logam berat yang berbahaya
bagi kesehatan.[2]
Penelitian ilmiah terhadap kandungan zat warna alami dari tumbuhan semakin
berkembang. Zat warna alami dapat kita jumpai pada tumbuhan, hewan atau
sumber-sumber mineral dan sudah dianggap sebagai pewarna yang aman. Zat
warna alami dari tumbuhan warnanya lebih menarik dan relatif aman untuk
dikonsumsi sehingga dapat meminimalisasi timbulnya penyakit yang disebabkan
oleh zat warna sintetik. Jenis zat warna alami yang sering digunakan diantaranya
karotenoid.[3]
Karotenoid merupakan senyawa yang tidak larut dalam air dan sedikit larut
dalam minyak atau lemak. Senyawa ini baik untuk mewarnai margarin, keju, sop,
pudding, es krim dan mie dengan level pemakaian 1 sampai 10 ppm. Zat warna ini
juga baik untuk mewarnai sari buah dan minuman ringan (10 sampai 50 g untuk
1000 liter) dan mempunyai keuntungan tahan reduksi oleh asam askorbat dalam
sari buah dan dapat memberikan proteksi terhadap kaleng dari korosi. Dibanding
dengan zat warna sintetis, karotenoid juga mempunyai kelebihan, yaitu memiliki
1
aktivitas vitamin A. Beberapa jenis karotenoid yang banyak terdapat di alam dan
bahan makanan adalah β-karoten. β-karoten adalah senyawa hidrokarbon
karotenoid yang merupakan senyawa golongan tetra terpenoid. β-karoten
merupakan penangkap oksigen dan sebagai anti oksidan yang potensial, tetapi β-
karoten sangat efektif sebagai pemikat radikal bebas karena berperan penting
dalam menstabilkan radikal berinti karbon sehingga dapat mengurangi resiko
terjadinya kanker. β-karoten merupakan pigmen tumbuhan, dan merupakan
provitamin A yang paling penting bagi manusia. β-karoten dapat membentuk dua
molekul vitamin A. Sebagian besar sumber provita-min A adalah β-karoten yang
banyak terdapat di dalam bahan-bahan nabati. β-karoten banyak terdapat pada
berbagai tanaman, salah satunya yaitu tanaman pare.[4]
Tanaman Pare biasanya tumbuh di daerah tropis, rasa pahit pada daun dan
buah disebabkan oleh sejenis glikosida yang disebut momordicin atau charatin.
Buah pare di duga mengandung senyawa bioaktif yang bersifat hipoglikemik yaitu
charantin. Selain charantin, buah pare juga mengandung hydroxytryptamine,
vitamin A, B, dan C. Sedangkan bijinya mengandung momordisin. Buah pare juga
mengandung saponin, flavonoid, polifenol serta glikosidacucurbitacin.[5]
Berdasarkan hal ini, maka dilakukan penelitian dengan judul “ Analisis
Kadar β – karoten Pada Buah Pare (Momordica charantia L.) asal Ternate
Secara Spektrofotometri UV – Vis “
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah ekstrak buah pare (Momordica charantia L.) asal Ternate
memiliki kandungan β – karoten ?
2. Berapakah kadar β – karoten yang terdapat pada buah pare (Momordica
charantia L.) asal Ternate yang diukur dengan spektrfotometri UV-Vis ?
2
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui adanya kandungan β – karoten pada buah pare
(Momordica charantia L.).
2. Untuk mengetahui kadar β – karoten yang terdapat pada buah pare
(Momordica charantia L.) yang diukur dengan spektrfotometri UV-Vis.
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai kadar β – karoten yang terdapat pada buah
pare (Momordica charantia L.) asal Ternate. Informasi ini diharapkan dapat di
aplikasikan dalam kehidupan sehari–hari dalam peranannya sebagai zat warna
alami yang bermanfaat bagi tubuh.
3
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pare
Pare (Momordica charantia L) Sinonim Momordica balsamina Blanco,
Momordica balsamina Descourt, Momordica cylindrica Blanco, Momordica
jagorana C.Koch, Momordica operculata Vell, Cucumis africanus Lindl.
Merupakan tanaman tropis, hidup di dataran rendah dan dapat merupakan
tanaman yang dibudidayakan atau tanaman liar di tanah kosong. Pare mudah
tumbuh dan tidak memerlukan banyak sinar matahari, sehingga dapat tumbuh
subur ditampat yang teduh dan terlindung dari sinar matahari.[6]
Pare berdaun tunggal, berjajar diatara batang berselangseling, bentuknya bulat
panjang, dengan panjang 3,5-8,5 cm, lebar 4 cm, berbagi menjari 5-7, pangkal
berbentuk jantung, warnanya hijau tua. Taju bergigi kasar sampai berlekuk
menyirip. Bunga tunggal, berkelamin dua dalam satu pohon, bertangkai panjang,
berwarna kuning. Buah bulat memanjang, dengan 8-10 rusuk memanjang,
berbintil-bintil tidak beraturan, panjangnya 8-30 cm, rasanya pahit. Warna buah
hijau, bila masak menjadi oranye yang pecah dengan tiga katup. Biji banyak,
coklat kekuningan, bentuknya pipih memanjang, keras.[6]
Ada tiga jenis tanaman pare :
1. Pare gajih, berdaging tebal, warnanya hijau muda atau keputihan,
bentuknya besar dan panjang dan rasanya tidak begitu pahit
2. Pare kodok, buahnya bulat pendek, rasanya pahit
3. Pare hutan, adalah pare yang tumbuh liar, buahnya kecil-kecil dan rasanya
pahit.
4
Gambar 2.1. Buah Pare yang sudah matang
Bagian utama tanaman Pare yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi adalah
buahnya. Bagi para petani peluang pasar Pare merupakan salah satu alternatif
usaha tani yang dapat dijadikan sumber penghasilan dan peningkatan pendapatan.
Namun bagi konsumen, buah pare selain dijadikan berbagai jenis masakan, juga
mempunyai fungsi ganda sebagai tanaman obat. Kandungan gizi buah Pare
disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Buah Pare
5
No Kandungan GiziBanyaknya
1) 2)
1 Kalori (energi) 22,00 kal 29,00 kal
2 Protein 0,90 g 1,10 g
3 Lemak 0,40 g 0,30 g
4 Karbohidrat 4,60 g 6,60 g
5 Serat 0,90 g -
6 Abu 0,70 mg -
7 Kalsium 32,00 mg 45,00 mg
8 Zat besi 0,90 mg 1,40 mg
9 Natrium 2,00 mg -
10 Niasin 0,03 mg -
11 Fosfor 32,00 mg 64,00 mg
12 Kalium 211,00 mg -
13 Vitamin A 335,00 SI 180,00 SI
14 Vitamin B1 0,06 mg 0,08 mg
15 Vitamin B2 0,03 mg -
16 Vitamin C 55,00 mg 52,00 mg
17 Air 93,34 g 91,20 g
18 Bagian yang dapat dimakan - 77,00%
2.2 Karotenoid
Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga,
merah jingga serta larut dalam minyak. Karotenoid terdapat dalam kloroplast
(0.5%) bersama – sama dengan klorofil (9.3%) terutama pada bagian permukaan
atas daun, dekat dengan dinding sel palisade.
Secara umum karotenoid di bahan pangan merupakan tetraterpenoid dengan
jumlah atom karbon 40 yang terdiri atas delapan unit isoprenoid C5 (ip). Rantai
lurus karotenoid C40 ini menjadi kerangka dasar karotenoid. Unit ip tersusun
dalam dua posisi arah yang berlawanan pada pusat rantainya sehingga berbentuk
molekul yang simetris (Gambar 2.1). Bentuk ini merupakan bentuk
molekul likopen, sehingga likopen sering juga disebut sebagai induk dari
karotenoid.
Jenis-jenis
karotenoid
lainnya
merupakan
turunan dari
modifikasi
likopen.
Gambar 2.1 Rumus struktur kerangka karotenoid.
Menurut Ranganna (1979), karotenoid dapat digolongkan atas empat golongan,
yaitu:
6
1. Karotenoid hidrokarbon C40H56; yang termasuk golongan ini adalah α-, β-, γ-
karoten dan likopen
2. Xantofil dan derivat-derivat karoten yang mengandung oksigen dan gugus
hidroksil (C40H55OH); yang termasuk dalam golongan ini adalah kriptosantin,
kapsantin, torularhodin dan lutein (C40H54(OH)2)
3. Ester xantofil yaitu ester xantofil asam lemak, misal zeasantin
4. Asam karotenoid yaitu derivat karotenoid yang mengandung gugus karboksil.
Gambar 2.2 Beberapa anggota karotenoid.
2.3 Beta Karoten
Beta karoten adalah salah satu jenis senyawa hidrokarbon karotenoid yang
merupakan senyawa golongan tetraterpenoid. Adanya ikatan ganda menyebabkan
betakaroten peka terhadap oksidasi. Oksidasi beta karoten akan lebih cepat dengan
adanya sinar, dan katalis logam. Oksidasi akan terjadi secara acak pada rantai
karbon yang mengandung ikatan rangkap.
Beta karoten merupakan penangkap oksigen dan sebagai antioksidan yang
potensial, tetapi beta karoten efektif sebagai pengikat radikal bebas bila hanya
tersedia oksigen 2–20 %. Pada tekanan oksigen tinggi diatas kisaranfisiologis,
karoten dapat bersifat pro-oksidan.[7]
Beta karoten mengandung katan rangkap terkonjugasi yang memberikan
karakter prooksidan, akibatnya akan sangat mudah diserang melalui penambahan
radikal peroksil.
7
Beta karoten terdiri dari dua grup retinil dan dipecah dalam mukosa usus
kecil oleh beta karoten dioksigenase menjai retinol, sebuah bentuk dari vitamin A.
karoten dapat disimpan dalam hati dan diubah menjadi vitamin A sesuai
kebutuhan. Pigmen-pigmen golongan karoten sangat penting ditinjau dari
kebutuhan gizi, baik untuk manusia maupun hewan. Hal ini disebabkan karena
sebagian dapat diubah menjadi vitamin A.
2.3.1 Struktur Kimia Beta Karoten
Di dalam tumbuhan beta karoten dibiosintesis oleh geranil-geranil fosfat.
Karoten merupakan golongan terpen yang secara biokimia disusun oleh 8 gugus
isoprene. Sebagia senyawa hidrokarbon yang tidak memiliki gugus oksigen,
karoten larut dalam lemak dan tidak larut dalam air.[7]
Gambar 2.2.3 Struktur Beta Karoten
Beta karoten yang kita konsumsi terdiri atas dua gugus retinil yang di
dalam mukosa usus kecil akan dipecah oleh enxim beta karoten dioksigenase
menjadi retinol, yaitu bentuk dari vitamin A.
Menurut Setyabudi (1994) dan Ruwati (2010), karotenoid sebagai
provitamin A mempunyai sifat fisik dan kimia yang larut dalam Kloroform,
Benzene, Karbondisulfuda dan Petroleum Eter, tetapi sukar larut dalam alcohol
serta sensitive terhadap oksidasi, autooksidasi dan sinar. Berikut ini merupakan
sifat-sifat dari beta karoten :
1. Rumus molekul : C40 H16
2. Bobot molekul : 536,87 g mol -1
3. Density : 0, 941 ± 0,06 g/cm3
8
4. Bentuk : Kristal prisma heksagonal dan berwarna ungu tua dari kristalisasi
pelarut benzene dan methanol, bentuk plat kuadratik dan berwarna merah
dari kristalisasi dalam pelarut petroleum eter.
5. Titk leleh : 181-182 oC
6. Reaksi pewarnaan : 1-2 mg beta karoten dilarutkan dalam 2 ml kloroform
dan ditambah asam sulfat pekat menyebabkan lapisan asam menjadi biru.
Bila larutan tersebut ditambahkan 1 tetes asam nitrat menyebabkan warna
agak biru kemudian hijau dan akhirnya kuning tua. Larutan 1-2 mg beta
karoten dalam 2 ml kloroform dan idtambahkan antimony trikloroda
(SbCl3) akan memberikan pewarnaan biru tua dengan serapan makasimal
dengan lamda 590 nm. Asam klorida dalam ester tiak menyebabkan
pewarnaan.
7. Optic aktif : beta karoten mempunyai struktur yang simetris dan bersifat
non optic aktif
8. Kromatografi : beta karoten sangat kuat diserap oleh kalsium hodroksida
dalam larutan petroleum eter. Di dalam kolom kromatografi beta karoten
dibawah gamma karoten dan diatas alfa karoten. Dengan posisi tersebut
beta karoten sangat sulit diserap oleh zeng karbonat (Zn CO3) dan kalsium
karbonat (CaCO3)
9. Oksidasi : di udara bebas karoten mengikat oksigen dan menaiikkan
kecepatan pembetukan warna lebiih pucat. Autooksidasi beta karoten
murni dimulai setelah beberapa hari kontak dengan udara dan akan
terbentuk formaldehid. Pecampuran beta karoten dalam karbon
tetraklorida dengan oksigen menghasilkan sedikit glioksal.
2.3.2 Manfaat Beta Karoten
Beta karoten banyak ditemukan pada sayuran dan buah-buahan yang
berwarna kuning jingga, seperti ubi jalar, labu kuning, dan mangga maupun pada
sayuran yang berwarna hijau seperti bayam, kangkung.
9
Beta karoten merupakan senyawa organik yang ditemukan dalam banyak
buah dan sayuran serta merupakan sumber terbaik dari salah satu vitamin penting
yaitu vitamin A. Vitamin A diperukan untuk meningkatkan kesehatan penglihatan
dan kulit. Meskipun terdapat senyawa lain yang menjadi sumber vitamin A, beta
karoten merupakan sumber yang paling utama.
Beta karoten mepunyai beberapa manfaat, yang pertama adalah sebagai
perkusor vitamin A. Penelitian dari National Cancer Institute dalam Astawa dan
Andreas 2008, menunjukkan bahwa selain baik untuk mata, makanan yang kaya
akan beta karoten juga baik untuk pencegahan penyakit kanker. Beta karoten
memiliki kemampuan sebagai antioksidan yang dapat berperan penting dalam
menstabilkan radikal berinti karbon sehingga dapat bermanfaat untuk mengurangi
resiko terjadinya kanker.[7]
2.4 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi
cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet
(UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak
(visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran
spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga
spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran
secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan
mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan
Hukum Lambert-Beer.[8]
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban
dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan.
Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu :
1. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.
2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang
sama.
10
3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap
yang lain dalam larutan tersebut.
4. Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi.
5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam rumus sbb :
A = e.b.c
dimana :
A = absorban
e = absorptivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
2.4.1 Instrumen Spektrofotometri UV – Vis
Instrumen Spektrofotometri UV-Vis meliputi :
1. Sumber cahaya
Sumber cahaya pada spektrofotometer harus memiliki panacaran
radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber cahaya pada
spektrofotometer UV-Vis ada dua macam :
1.1. Lampu Tungsten (Wolfram), lampu ini digunakan untuk mengukur
sampel pada daerah tampak. Bentuk lampu ini mirip dengna bola
lampu pijar biasa. Memiliki panjang gelombang antara 350-2200 nm.
Spektrum radiasianya berupa garis lengkung. Umumnya memiliki
waktu 1000jam pemakaian.
1.2. Lampu Deuterium, lampu ini dipakai pada panjang gelombang 190-
380 nm. Spektrum energy radiasinya lurus, dan digunakan untuk
mengukur sampel yang terletak pada daerah uv. Memiliki waktu 500
jam pemakaian.
2. Kuvet
Kebanyakan spektrofotometer melibatkan larutan, dengan
demikian wadah sample merupakan sel untuk menempatkan cairan di
11
dalam sinar spektrofotometer. Sel harus diisi sedemikian rupa sehingga
berkas cahaya lewat larutan sampai dengan seluruh miniskus diatas sinar.
3. Monokromator
Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya polikromatis
menjadi cahaya tunggal (monokromatis) dengan komponen panjang
gelombang tertentu. Bagian-bagian monokromator, yaitu :
3.1 Prisma
Prisma akan mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar mungkin
supaya di dapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatis.
3.2 Grating (kisi difraksi)
Kisi difraksi memberi keuntungan lebih bagi proses spektroskopi.
Dispersi sinar akan disebarkan merata, dengan pendispersi yang sama,
hasil dispersi akan lebih baik. Selain itu kisi difraksi dapat digunakan
dalam seluruh jangkauan spektrum.
3.3 Celah optis
Celah ini digunakan untuk mengarahkan sinar monokromatis yang
diharapkan dari sumber radiasi. Apabila celah berada pada posisi yang
tepat, maka radiasi akan dirotasikan melalui prisma, sehingga
diperoleh panjang gelombang yang diharapkan.
3.4 Filter
Berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga cahaya yang
diteruskan merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan panjang
gelombang yang dipilih.
4. Detektor
Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan. Sinar
kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan dalam rekorder
dan ditampilkan dalam bentuk angka-angka pada reader (komputer).
Detector dapat memberikan respons terhadap radiasi pada berbagai
panjang gelombang.
12
Ada beberapa cara untuk mendeteksi substansi yang telah melewati
kolom. Metode umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu
penggunaan serapan ultra-violet. Banyak senyawa-senyawa organik
menyerap sinar UV dari beberapa panjang gelombang. Jika anda
menyinarkan sinar UV pada larutan yang keluar melalui kolom dan sebuah
detektor pada sisi yang berlawanan, anda akan mendapatkan pembacaan
langsung berapa besar sinar yang diserap.
Jumlah cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah senyawa
tertentu yang melewati melalui berkas pada waktu itu. Anda akan heran
mengapa pelarut yang digunakan tidak mengabsorbsi sinar UV. Pelarut
menyerapnya! Tetapi berbeda, senyawa-senyawa akan menyerap dengan
sangat kuat bagian-bagian yang berbeda dari specktrum UV. Misalnya,
metanol, menyerap pada panjang gelombang dibawah 205 nm dan air pada
gelombang dibawah 190 nm. Jika anda menggunakan campuran metanol-
air sebagai pelarut, anda sebaiknya menggunakan panjang gelombang
yang lebih besar dari 205 nm untuk mencegah pembacaan yang salah dari
pelarut.
5. Visual display/recorder
Merupakan system baca yang memperagakan besarnya isyarat listrik,
menyatakan dalam bentuk % Transmitan maupun Absorbansi.
2.4.2 Prinsip kerja
Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat
polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada
spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan
mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-
berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel
yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat
cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang
dilewatkan ini kemudian di terima oleh detector. Detector kemudian akan
13
menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh
sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung
dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara
kuantitatif.[9]
2.5 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan, yang pertama kali dipakai
untuk memisahkan zat-zat warna tanaman. Hal ini tersimpulkan dari istilah yang
dipakai, kroma adalah zat warna. Pemisahan dengan teknik ini dijalankan dengan
mengadakan mannipulasi atas dasar perbedaan sifat-sifat fisik dari zat-zat yang
menyusun suatucampuran. Sifat-sifat fisik tersebut khususnya ialah :
1. Adanya tendensi molekul dari suatu zat untuk larut dalam suatu cairan.
2. Adanya tendensi molekul dari suatu zat untuk dapat teradsorbsi pada
butir-butir zat padat yang halus dengan permukaan yang halus.
3. Adanya tendensi molekul dari suatu zat untuk masuk ke fase uap atau
menguap.
Karena perbedaan satu atau lebih dari sifat-sifat fisik tadi, campuran
berbagai zat dapat dipisahkan dalam suatu system yang bergerak secara kontinyu.
Cara pemisahan dengan adsorpsi pada lapisan tipis adsorben yang dikenal dengan
kromatografi lapis tipis (thin layer chromatography atau TLC) telah meluas
penggunannya dan diakui merupakan cara pemisahan yang baik, khususnya untuk
kegunaan analisis kualitatif. Kini TLC dapat digunakan untuk memisahkan
berbagai senyawa seperti ion-ion organik, kompleks senyawa-senyawa organik
dengan anorganik, dan senyawa-senyawa organik baik yang terdapat di alam dan
senyawa-senyawa organic sintetik.
Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan
kromatografi kertas ialah karena dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna,
kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat. Banyak
pemisahan yang memakan waktu berjam-jam bila dikerjakan dengan kromatografi
kertas, tetapi dapat dilaksanakan hanya beberapa menit saja bila dikerjakan
dengan TLC. Teknik standar dalam melaksanakan pemisahan dengan KLT adalah
14
sebagai berikut. Pertama kali lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat
kaca atau plat lain, misalnya berukuran 5x20 cm atau 20x20 cm. Tebal lapisan
adsorben tersebut dapat bervariasi tergantung penggunaannya, tetapi yang sering
digunakan adalah ketebalan 250μ. Larutan campuran senyawa yang akan
dipisahkan diteteskan pada kira-kira 1,5 cm dari bagian bawah plat tersebut
dengan menggunakan pipet mikro atau syringe. Zat pelarut yang terdapat pada
sampel yang diteteskan tersebut kemudian diuapkan lebih dahulu. Selanjutnya plat
tersebut dikembangkan dengan mencelupkannya pada tangki yang berisi
campuran zat pelarut (solvent system). Tinggi permukaan zat pelarut dalam tangki
harus lebuh rendah dari letak tetesan sampel pada plat kromatografi (kurang dari
1,5 cm). Dengan pengembangan tersebut masing-masing komponen senyawa
dalam sampel akan bergerak ke atas dengan kecepatan yang berbeda. Perbedaan
kecepatan gerakan ini merupakan akibat dari terjadinya pengaruh proses dengan
KLT, mulai pemilihan adsorben sampai identifikasi masing-masing komponen
yang telah terpisah.[10]
BAB III
15
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Persiapan Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Corong pisah (Schoot Duram)
2. Gelas ukur (Pyrex)
3. Labu tentukur (Pyrex)
4. Labu erlenmeyer (Pyrex)
5. Neraca analitik (Sartorius)
6. Perangkat alat kromatografi lapis tipis
7. Perangkat alat soxhlet
8. Spektrofotometer ultraviolet-visibel (Cary)
3.1.2 Bahan
1. Air suling
2. Aseton p.a (e.merck)
3. Benzen p.a (e.merck)
4. Β-karoten p.a (e.merck)
5. Natrium sulfat anhidrat p.a (e. Merck)
6. Metanol p.a (e.merck)
7. Kalium hidroksida p.a (e.merck)
8. Petroleum eter p.a (e.merck)
9. Pare (momordica charantia l.)
3.2 Pengolahan Sampel dan Ekstraksi
16
1. Sampel pare diambil dan dibersihkan kemudian dipotong-potong kecil dan
dikeringkan.
2. Sebanyak 7,5 gram KOH, dilarutkan dalam 25 ml metanol, kemudian
dicukupkan volumenya hingga 50ml dengan metanol.
3. Disamping itu, sebanyak 3 ml benzene dan 37 ml petroleum eter dicampur
dalam botol eluen, lalu dikocok hingga homogen.
4. Sebanyak 50 g pare segar ditimbang teliti.
5. Dimasukkan ke dalam labu soxhlet dan diekstraksi dengan 100 ml aseton.
Ekstrak aseton yang diperoleh dikisatkan kurang lebih sebanyak 5 ml.
6. Diekstraksi kembali dengan petro-leum eter sebanyak 3 kali 25 ml. Hasil
ekstraksi dikisatkan sampai kurang lebih 5 ml.
7. Dilakukan saponifikasi dengan larutan KOH 15 %, dikocok dan didiamkan
semalam.
8. Hasil saponifi-kasi tersebut diekstraksi kembali dengan petro-leum eter
sebanyak 3 kali 25 ml.
9. Dicuci dengan air suling sampai bebas basa, lalu dikeringkan dengan
Na2SO4 anhidrat, dan disaring kemudian dicukupkan volumenya hingga
100 ml dengan petroleum eter.
3.3 Analsis Kadar β-karoten
1. Larutan β-karoten murni sebagai pembanding dan larutan sampel
ditotolkan bersama-sama pada lempeng KLT.
2. Setelah kering lempeng KLT dimasukkan ke dalam chamber kemudian
dielusi dengan menggunakan cairan pengelusi petroleum eter-benzen
(9:1),
3. Lempeng KLT dikeluarkan kemudian diamati dengan lampu UV dan
dengan penyemprotan H2SO4 10 %.
4. Sebanyak 25 mg β-karoten murni yang diitimbang teliti.
5. Dilarutkan dalam 30 ml petroleum eter di dalam labu tentukur 50 ml lalu
dicukupkan volumenya hingga 50 ml, sehingga diperoleh larutan stok
dengan konsentrasi 500 ppm.
17
6. Larutan tersebut dipipet masing-masing berturut-turut sebanyak 0,5 ml, 1
ml, 2 ml, 2,5 ml, dan 3 ml, dan dimasukkan ke dalam labu tentukur dan
dan volume dicukupkan hingga 50 ml
7. Diperoleh seri larutan baku dengan kosentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20
ppm, 25 ppm.
8. Salah satu dari seri konsentrasi bahan baku β-karoten diukur serapannya
dengan spektrofotometer pada beberapa panjang gelombang untuk
menentukan panjang gelombang serapan maksimum.
9. Setelah mendapatkan serapan maksimum, seri larutan baku dengan
kosentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm masing-masing
diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum.
10. Sampel yang telah disiapkan, diukur pula serapannya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum 450 nm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
18
4.1 Ekstraksi Karotenoid dari Pare
Tanaman pare merupakan tanaman sayuran yang mempunyai nilai
kegunaan yang cukup tinggi bagi kesehatan manusia. Tingkat kesesuaian tumbuh
tanaman pare yang cukup tinggi ini mangakibatkan tanaman pare dapat tumbuh di
mana saja.
Kandungan gizi buah pare adalah Kalori 29,00 kal, Protein 1,10 g, Lemak
0,30 g, karbo-hidrat 660 g, kalsium 45,00 mg, fosfor 64,00 mg, zat besi 1,40 mg,
vitamin A 180,00 SI, vitamin B 0,08 mg, vitamin C 52,00 mg, air 91,20 g.
Pada percobaan ini pare yang telah halus dibungkus dengan kertas saring
yang bagian atas dan bawahnya dibungkus kapas. Bahan padat dibungkus kertas
saring agar material padat tidak ikut larut bersama pelarut. Kemudian dimasukkan
ke dalam alat soxhlet dan ditambahkan dengan pelarut, pelarut yang digunakan
yaitu aseton untuk menarik senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam
sampel. Senyawa karotenoid dalam ekstrak aseton diekstraksi dengan
menggunakan petroleum eter, karena bahan yang digunakan merupakan senyawa
nonpolar maka pelarutnya menggunakan pelarut nonpolar juga. Larutan
pengekstrak ditempatkan pada labu alas bulat. Sampel yang telah dibungkus
dengan kertas saring ditempatkan pada tabung ektraktor. Selanjutnya labu kosong
diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Bagian
ujung atas merupakan pendingin. Ekstraktor soxhlet ini merupakan ektraktor
kontinyu, pelarut pada labu dipanaskan dan akan menguap, terkondensasi pada
pendingin, selanjutnya pelarut akan masuk pada ektraktor. Setelah pelarut
mencapa titik didihnya, pelarut tersebut akan menguap dan naik ke atas. Ketika
uap mencapai condenser, uap akan mengembun dan kemudian membentuk
tetesan-tetesan air. Tetesan air ini akan jatuh menuju ruangan tempat bahan padat,
sedikit demi sedikit. Ruang bahan padat secara perlahan terus terisi dengan tetesan
pelarut, hal ini memungkinkan senyawa-senyawa tertentu yang diinginkan larut
19
pada pelarut. Ketika pelarut telah memenuhi ruangan bahan, sifon akan bekerja
dan mengeluarkan seluruh pelarut menuju tabung distilasi kembali.
Satu siklus soxhlet berakhir ketika sifon mengeluarkan seluruh isinya
menuju tabung distilasi. Siklus tersebut dilakukan berulang-ulang hingga seluruh
senyawa yang diinginkan terekstraksi. Ekstraktor soxhlet akan menghemat
penggunaan pelarut, karena dapat digunakan berulang-ulang. Senyawa yang telah
terlarut tidak akan ikut menguap saat dipanaskan karena suhu reflux telah diatur di
bawah titik didih senyawa.
Setelah diekstrasi, kemudian sampel disaponifikasi, dengan menambahan
larutan KOH 15 % dalam metanol yang bertujuan untuk melepaskan ikatan
esternya, karena sebagaimana diketahui bahwa senyawa karotenoid dari bahan
alam biasanya dalam bentuk ester. Reaksi penyabunan menghasilkan sabun yang
bersifat basa, sehingga sebelum dilakukan analisis lebih lanjut, ekstrak tersebut
harus dibebasbasakan dengan cara mencuci ekstrak tersebut dengan air suling
sehingga rantai hidrokarbon yang bersifat hidrofob akan larut ke dalam petroleum
eter sedangkan ion karbon yang bersifat hidrofilik larut dalam lapisan air.
Setelah dicuci ekstrak petroleum eter tersebut dikeringkan dengan cara
menambahkan Na2SO4 anhidrat yang bertujuan untuk menarik air agar ekstrak
yang diperoleh tersebut bebas dari air sehingga didapatkan hasil analisis yang
lebih baik. Fungsi natrium sulfat anhidrat adalah menyerap/mengadsorbsi air yang
masih terdapat pada sampel sehingga menjadia murni. Reaksi yang terjadi adalah
nH2O + Na2SO4 -> Na2SO4.nH2O
4.2 Analisa Kualitatif
20
Setelah di ekstraksi, kemudian hasil ekstraksi pare dianalisa kualitatif.
Pada analisis kualitatif, ekstrak petroleum eter buah pare diuji dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan menggunakan plat silika gel dengan
pembanding β-karoten murni, menggunakan cairan pelarut petroleum eter -
benzen (9:1). Pemilihan pelarut petroleum eter – benzene, karena karoten larut
dalam hidrokarbon alifatik dan aromatik seperti heksana dan benzene serta larut
petroleum eter. Pemilihan pelarut ini sangat penting karena akan menentukan
keberhasilan pemisahan. Pendekatan polaritas adalah yang paling sesuai untuk
pemilihan pelarut. Senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang
bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar. Sebaliknya, senyawa non polar
lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari pada fase gerak yang polar.
KLT mempunyai kontribusi yang signifikan pada analisis kualitatif,
walaupun masih perlu data pendukung lainnya. Untuk analisis kualitatif
diperlukan senyawa murni pembanding. Sampel dan senyawa pembanding
dilarutkan pada pelarut yang sama, Kemudian laratan sampel ditotolkan pada
ujung pelat KLT, 2 cm sejajar dengannya ditotolkan larutan senyawa murni dan
disebelahnya lagi ditotolkan campuran sampel dan senyawa pembanding.
Kromatogram diangkat diberi tanda batas akhir yang ditempuh fase gerak.
Diinventarisasi nilai Rf dan Rr. Senyawa yang mempunyai nilai Rf yang
sama dengan nilai Rf senyawa pembanding dan pada pengulangan elusi dengan
sistim berbeda tetap memberikan nilai Rf yang sama, maka dapat disimpulkan
sementara senyawa tersebut identik dengan senyawa pembanding. Rf adalah jarak
yang ditempuh senyawa (bercak) dibagi dengan jarak yang ditempuh fase gerak.
Rr adalah jarak yang ditempuh senyawa sample dibagi dengan jarak yang
ditempuh senyawa pembanding menggunakan sistim yang sama.
Larutan β-karoten murni sebagai pembanding dan larutan sampel
ditotolkan bersama-sama pada lempeng KLT. Penotolan dapat dilakukan dengan
gelas kapiler yang dibuat sendiri atau dengan pipet mikro. Untuk memudahkan
penotolan dibuat garis lemah dengan pensil, disebut garis awal. Pada garis awal
21
ini biasanya ditotolkan bercak-bercak dengan garis tengah 3-6 mm, bercak-bercak
tadi diusahakan diameternya seragam. Penotolan bercak pada plat KLT dapat
dilakukan berulang-ulang dan haras berhati-hati dijaga plat tidak rusak. Penotolan
sample yang terlalu banyak (over loaded) menyebabkan bercak hasil
pengembangan berbentuk tidak bulat (asimetri) dan perubahan harga Rf. Bila
totolan sample sample telah kering maka plat siap untuk dielusi dengan
menggunakan cairan pengelusi petroleum eter-benzen (9:1).
Di dalam bejana dimasukkan fase gerak hingga kedalaman 0,5 cm, pada
dinding sebelah dalam bejana ditempelkan kertas saring setinggi 20 cm yang
ujung bawahnya tercelup fase diam. Fase diam akan merambat keatas membasahi
kertas saring, dengan demikian ruangan dalam bejana tertutup ini akan lebih cepat
dijenuhi dengan uap pelarut.
Setelah ruangan dalam bejana jenuh dengan uap fase gerak (terjadi
kesetimbangan), plat KLT dimasukkan dimulai pengembangan atau elusi. Bercak
sample pada garis awal jangan sampai tercelup dalam fase gerak. Fase gerak akan
merambat naik membawa komponen sample. Kecepatan merambat tiaptiap
komponen berbeda tergantung kekuatan persaingan ikatan hydrogen yang terjadi
antara fase diam-senyawa (komponen)-fase gerak. Komponen yang membentuk
ikatan hydrogen lebih kuat dengan fase gerak akan terelusi lebih cepat atau
merambat lebih cepat. Sebaliknya kalau ikatan hidrogennya lebih kuat dengan
fase diam, komponen akan lebih lama tertahan fase diam atau merambat lambat.
Pengembangan dihentikan pada saat fase gerak mencapai jarak tertentu, biasanya
1 cm sebelum ujung akhir plat. Batas dicapainya fase gerak segera ditandai
dengan pensil sebagai garis akhir. Lebih baik batas akhir ini dibuat dahulu
sebelum pengembangan, bila pelarut mencapai garis akhir, plat segera diangkat
dan dikeluarkan dari bejana.
Selanjutnya lempeng KLT dikeluarkan kemudian diamati dengan lampu
UV dan dengan penyemprotan H2SO4 10 %.
22
Setelah diuji dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) diperoleh bercak
berwarna kuning untuk sampel buah pare dengan nilai Rf 0,4 dan warna bercak
serta nilai Rf yang diperoleh juga sama dengan untuk senyawa pembanding β-
karoten murni yang juga berwarna kuning dengan nilai Rf 0,4. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel buah pare mengandung senyawa β-karoten,dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil analisis kualitatif KLT β-karoten pada buah pare (Momordica charantia
L.)
Nilai RF Warna Noda
Pembanding Sampel Pembanding Sampel
Sinar tampak 0,4 0,4 Kuning Kuning
UV 254 nm 0,4 0,4 Kuning Kuning
4.3 Analisa Kuantitatif
Setelah diperoleh hasil dari analisis kualitatif, lalu dilanjutkan dengan
analisis kuantitatif untuk melihat kadar pada buah pare (Momordica charantia L.)
asal Ternate.
Pada analisis kuantitatif, digunakan alat spektrofotometri UV-Vis, dan diperoleh
kadar β-karoten pada buah pare (Momordica charantia L.) asal Ternate 0,7822
mg/100 g dapat dilihat Pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Hasil analisis kuantitatif β-karoten pada buah pare (Momordica charantia L.)
dengan 3 kali pengukuran serapan, dan berat sampel 50 g.
Serapan Kadar (mg/g) Kadar (mg/100g) Kadar rata-rata
(mg/100g)
0,5463 0,0078096 0,78096 0,7822
0,5474 0,0078260 0,78260
0,5477 0,0078304 0,78304
23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan ekstrak buah pare
(Momordica charantia L.) asal Ternate memiliki kandungan β –
karoten
2. β – karoten yang terdapat pada buah pare (Momordica charantia
L.) asal Ternate yang diukur dengan spektrfotometri UV-Vis
didapatkan kadar rata-rata yaitu 0,7822 mg/100 g.
5.2 Saran
Dari penelitian yang sudah dilakukan, penulis dapat memberikan
saran untuk melanjutkan penelitian ini dengan menentukan kadar β –
karoten menggunakan alat GC-MS.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Neliyanti, dan Idiawati Nora. 2014. Ekstraksi Dan uji Stabilitas Zat Warna
Alami Dari Buah Lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin). Tersedia di :
http:/jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/download/8415/849 [ Di
unduh 19:49 22 September 2015 ]
2. Winarti, Sri dkk. 2008. Ekstraksi Dan Stabilitas Warna Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas L.) Sebagai Pewarna Alami. Tersedia di :
http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/tekkim/article/view/102 [ Di
unduh 19:52 22 September 2015 ]
3. Sulistyaningrum,Novi. 2014. Isolasi dan Identifikasi Struktur Karotenoid
dari Ekstrak Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.). Tersedia di :
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/jki/article/download/.../
3867. [ Di unduh : 11:07 20 September 2015 ]
4. Anonim. 2006. Pewarna Pangan (e-book-pangan.com). Tersedia di :
http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/PEWARNA-
PANGAN.pdf [ Di unduh 11:05 25 September 2015 ]
5. Christian. 2007. Khasiat Antioksidan Ekstrak Pare: Kajian In Vivo Pada
Tikus Hiperglikemia. Tersedia di : http://repository.ipb.ac.id /bitstream
/123456789/ 13983/4 [ Di unduh 11:15 25 September 2015 ]
6. Hernawati. POTENSI BUAH PARE (Momordicha charantia L.) SEBAGAI
HERBAL ANTIFERTILITAS.Tersedia di :
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/
197003311997022-HERNAWATI/FILE_16.pdf [ Diunduh 26 September
2015, 19.00]
7. Anonim. Tersedia di :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/141/jtptunimus-gdl-triayuyuli-7009-
3-babii.pdf [Diunduh 26 September 2015, 20.02)
8. Elisabeth Deta Lustiyati. 2012. Tersedia di :
https://aaknasional.wordpress.com/2012/06/08/spektrofotometer-uv-vis/
[Diunduh 28 September 2015, 08.00]
25
1. Anonim. 2011. Tersedia di :
http://pangestu-ayupangestu.blogspot.co.id/2011/12/spektrofotometer-uv-
vis-dan.html
[Diunduh pada 27 September 2015, 19.02]
9. Anonim. Tersedia di :
http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/24048/
a877915a150aeace10a6a665fa3e728d
[Diunduh pada 27 September 2015, 21.09]
26