Karet
-
Upload
najemi-d-hendriawan -
Category
Documents
-
view
158 -
download
33
description
Transcript of Karet
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia,
sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan
produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi
budidayanya (Anwar, 2001).
Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus.
Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun
setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil
dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak
dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di
Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan
pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya
Bogor (Deptan, 2006).
Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi
Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari
setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta
ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan
penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer (Maryadi, 2005).
Tanaman karet ( Hevea brasilliensis Muell Arg ) adalah tanaman getah-
getahan. Dinamakan demikian karena golongan ini mempunyai jaringan tanaman
yang banyak mengandung getah ( lateks ) dan getah tersebut mengalir keluar
apabila jaringan tanaman terlukai (Santosa, 2007).
Tanaman karet berupa pohon dengan ketinggian bisa mencapai 15 m
sampai 25 m. Batang tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi keatas.
Batang tersebut berbentuk silindris atau bulat, kulit kayunya halus, rata-rata
berwarna pucat hingga kecoklatan, sedikit bergabus (Siregar,1995).
Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat menentukan saat panen perdana.
2. Mahasiswa dapat melakukan penyadapan dengan benar.
3. Mahasiswa dapat mealkukan, mengetahui dan memahami teknik
penyadapan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Nazaruddin dan Paimin (1998) klasifikasi botani tanaman karet
adalah sebagai berikut:
Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang
tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada
ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada
sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung
meruncing, tepinya rata dan gundul (Anwar, 2001).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea braziliensis Muell. Arg.
Gambar 1. Tanaman Karet
biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa
kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring
kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama
lateks.
Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar
tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan
besar. Sistem perakaran yang bercabang pada setiap akar utamanya.(Santosa,
2007).
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada
tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit
keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas (Aidi
dan Daslin, 1995).
Bunga pada tajuk dengan membentuk mahkota bunga pada setiap bagian
bunga yang tumbuh. Bunga berwarna putih, rontok bila sudah membuahi, beserta
tangkainya. Bunga terdiri dari serbuk sari dan putik (Maryadi. 2005).
Tanaman karet siap sadap bila sudah matang sadap pohon. Matang sadap
pohon tercapai apabila sudah mampu diambil lateksnya tanpa menyebabkan
gangguan terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Kesanggupan tanaman
untuk disadap dapat ditentukan berdasarkan “umur dan lilit batang”. Diameter
untuk pohon yang layak sadap sedikitnya 45 cm diukur 100 cm dari pertautan
sirkulasi dengan tebal kulit minimal 7 mm dan tanaman tersebut harus sehat.
Pohon karet biasanya dapat disadap sesudah berumur 5-6 tahun. Semakin
bertambah umur tanaman semakin meningkatkan produksi lateksnya. Mulai umur
16 tahun produksi lateksnya dapat dikatakan stabil sedangkan sesudah berumur 26
tahun produksinya akan menurun (Santosa, 2007).
Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet sampai batas
kambium dengan menggunakan pisau sadap. Jika penyadapan terlalu dalam dapat
membahayakan kesehatan tanaman, dan juga untuk mempercepat kesembuhan
luka sayatan maka diharapkan sadapan tidak menyentuh kayu (xilem) akan tetapi
paling dalam 1,5 mm sebelum cambium (Aidi dan Daslin, 1995).
Sadapan dilakukan dengan memotong kulit kayu dari kiri atas ke kanan bawah
dengan sudut kemiringan 30˚ dari horizontal dengan menggunakan pisau sadap
yang berbentuk V. Semakin dalam sadapan akan menghasilkan banyak lateks.
Pada proses penyadapan perlu dilakukan pengirisan. Bentuk irisan berupa saluran
kecil, melingkar batang arah miring ke bawah.. Melalui saluran irisan ini akan
mengalir lateks selama 1-2 jam. Sesudah itu lateks akan mengental. Lateks yang
yang mengalir tersebut ditampung ke dalam mangkok aluminium yang
digantungkan pada bagian bawah bidang sadap. Sesudah dilakukan sadapan,
lateks mengalir lewat aluran V tadi dan menetes tegak lurus ke bawah yang
ditampung dengan wadah (Maryadi, 2005).
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Pengamatan ini dilaksanakan pada hari minggu, 30 September 2012, jam
06.30 - 09.00 WITA, yang bertempat di perkebunan rakyat di desa
Alat dan Bahan
Alat : Areal tanaman karet siap panen
Bahan : 1. Meteran
2. Alat sadap dan penampungnya
3. Timbangan
4. pH meter
Prosedur Kerja
Pengamatan :
1. Populasi tanaman pada lokasi praktek
2. Umur dan klon tanaman pada praktek
3. Jumlah tanaman yang telah memenuhi kreteria panen perdana
4. Metode pemanenan yang dilakukan
5. Volume/Berat Karet Sadapan/Pohon
6. Jenis produk bokar
Perhitungan :
1. Hitung populasi tanaman karet/hektar
2. Hitung persentasi tanaman yang sudah siap sadap perdana
3. Hitung potensi produk lateks/Tanaman/Tahun
4. Hitung potensi produk lateks/Ha/Tahun
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Dari pengamatan yang telah dilaksanakan didapat hasil sebagai
berikut :
KelompokPopulasi & Klon
Umur
Jumlah Tanaman
Siap Sadap
Metode
PanenVolume
Jenis Bokar
3x3 m 4 Tahun 556 S2/D3 20 ml/hari LumbKampung
Perhitungan :
Diketahui : - Panjang jarak tanam = 3 m
- Lebar jarak tanam = 3 m
- Umur tanaman = 4 tahun
- Teknik penyadapan = S2 / D3
- Jumlah tanaman yang disadap = 556
- Berat lateks / sekali sadap = 20 g
1. Jarak tanam
P X L = 3x3 m
Populasi tanaman Karet / Ha
100P
(m) x 100L
(m) = 1003
x 1003
= 1111,111 Tanaman Karet / Ha
= 1111 Tanaman Karet / Ha
2. Persentasi tanaman yang siap sadap
ε Tanaman Siap Sadapε Populasi Tanaman
x 100 % = 5561111
x 100 % = 50 %
3. Potensi produksi lateks / pohon / tahun
Bobot tanaman/sadap x frekuensi penyadapan / tah un
= 20 x ( D1 x 30 x 12 )
= 7200 g/ tanaman /ta h un
= 7.2 kg / tanaman/ tahun
4. Potensi produksi karet/ha/tahun
Potensi produksi lateks / pohon / tahun x populasi tanaman / ha
= 7200 g/tan/thn X 1111 tan/ha
= 8.000.000 gram/ha/tahun
= 8.000 kg/ha/tahun
Pembahasan
Dari pengamatan yang telah dilakukan, telah diketahui beberpa hal penting
yang menyangkut waktu panen dan teknik pemanenan tanaman karet. Dimana
telah di dapat dari pengukuran yaitu banyaknya populasi tanaman karet yang
telah diamati adalah sebanyak 1111 tanaman/ ha. Di sini jarak penanaman karet
terlalu dekat, yaitu 3 x 3 m dari jarak yang seharusnya 3 x 7 m. Dalam
pengamatam 1 Ha lahan karet ada sekitar 556 pohon karet yang sudah dilakukan
penyadapan. Angka persentase karet yang sudah dipanen sebanyak 50% dan itu
sudah memenuhi kriteria tanaman karet sudah memenuhi syarat penyadapan.
Syarat – syarat tanaman karet yang sudah siap untuk dipanen adalah ; yang
pertama bisa dilihat dari umur tanaman itu sendiri yaitu berkisar antara 5 – 6
tahun, syarat yang kedua yaitu bisa dilihat dari lingkar batang pohon karet 1 m
diatas pertautan okulasi, dimana ukuran kelilingnya adalah 45 cm atau lebih dan
pengukuran mulai dilakukan ketika tanaman berumur 4 – 6 tahun. Adapun yang
ke tiga, kita juga harus memperhatikan kondisi keseluruhan tanaman yang ada,
dimana jumlah tanaman yang matang sadap pohon sudah mencapai 50-60% atau
lebih.
Dalam realisasinya masih banyak petani yang tidak mengetahui tentang
teknik budidaya, penanganan dan teknik pengolahan karet yang benar. Dimana
telah terlihat dari beberapa faktor seperti banyaknya tanaman yang tidak
memenuhi kriteria siap panen tetapi sudah dipanen oleh para petani, akibatnya
banyak tanaman yang mati dan terhambat pertumbuhannya. Selain itu juga banyak
dijumpai seperti salahnya teknik pemanenan yang akan berakibat fatal bagi
tanaman karet, yaitu bisa menyebabkan kurangnya hasil lateks yang didapat dan
bisa juga akan mengurangi masa efesiensi dari waktu panen tanaman karet
tersebut. Hal ini dikarenakan oleh rusaknya permukaan batang pohon karet akibat
salahnya teknik pemanenan karet itu sendiri. Dalam pengolahan atau
penggumpalan pun juga harus diperhatikan kebersihan lateknya, selain itu faktor
pengenceran dan pemberian zat kuagulan pun harus sesuai dengan ketentuan yang
benar. Sering kali para petani asal – asalan saja dalam pengolahan lateks tersebut,
mulai dari lateks yang tidak mengalami proses penyaringan, pengenceran yang
berlebih – lebihan untuk mendapatkan hasil timbangan yang maksimal, padahal
itu akan mengurangi kulitas harga jual dari olahan karet mereka dan harga
jualnyapun juga relatif sangat murah.
Untuk penggumpalan karet/pengkoagulasian haruslah menggunakan bahan
koagulan yang tepat yaitu dengan asam semut. Adapun masalah yang sering juga
dijunpai dalam pengolahan karet :
► Kadar air tinggi (>20%)
► Koagulan bervariasi : asam semut, sulfat, cuka, tawas, pupuk TSP, air
perasan gadung / nenas.
► Umumnya bermutu rendah
► Terkontaminasi : tanah, lumpur, pasir, tatal, serat kayu / plastik
► Jenis/ukuran beragam: serpihan / mangkok (1-8 cm) sampai bentuk balok
50x50cm, tebal 20-30 cm
Sebelum penyadapan dimulai, bagian kulit pohon yang akan disadap
hendaknya dibersihkan dahulu. Jika penyadapan dilakukan tiap dua hari sekali
pekerjaan membersihkan ini dapat dilakukan seperlunya saja.
Adapun jenis sadapan yang digunakan petani pada lahan yang kami amati
yaitu menggunakan cara S2/D3 yang definisinya yaitu dalam 3 hari hanya
dilakukan satu kali penyadapan dan cara penyadapan hanya separuh dari seluruh
keliling pohon. Untuk potensi produksi lateks / pohon / tahun dari populasi karet
yang telah diteliti adalah sebesar 7200 g/ tahun untuk satu pohon tanaman karet,
apabila dihitung untuk Potensi produksi karet / ha / tahun adalah sebesar 8.000
kg/ha/tahun.
Alat-alat panen yang perlu dipersiapkan adalah pisau sadap, mangkok
sadap, talang sadap, ember dan pengasah pisau. Pisau sadap, ember dan pengasah
pisau hanya disediakan untuk masing-masing tenaga penyadap, sedangkan
mangkok dan talang sadap harus disediakan untuk setiap tanaman.
Adapun hal – hal yang perlu diperhatikan saat persiapan buka sadap,
antara lain :
► Penggambaran bidang sadap
Pada kebun matang sadap kebun hanya pada tanaman yang matang sadap
pohon
► Tinggi bukaan sadap
Bukaan sadap 30 cm di ukur di atas permukaan tanah dan tinggi sadapan
130 cm
Hal yang perlu diperhatikan dalam penyadapan antara lain: - Pembukaan
bidang sadap dimulai dari kiri atas kekanan bawah, membentuk sudut 300.
1. Arah dan sudut kemiringan irisan sadap
► Arah irisan sadap dari kiri atas ke kanan bawah memotong pembuluh
lateks yang posisinya miring dari kanan atas ke kiri bawah.
► Sudut kemiringan irisan sadap 30o – 40o terhadap bidang datar (untuk
bidang sadap bawah) dan 45o (untuk bidang sadap atas ).
2. Panjang irisan
► Yaitu ½ S (irisan miring sepanjang ½ spiral ).
3. Letak bidang sadap
► Pada arah Timur-Barat (pada jarak antar tanaman yang pendek), sama
dengan arah pergerakan penyadapan.
Sedangkan untuk Pemasangan talang dan mangkuk sadap perlu
diperhatikan, yaitu talang harus terbuat dari seng lebar 2,5cm panjang ± 8cm dan
dipasang pada jarak 5-10cm dari ujung irisan sadap bagian bawah , lalu mangkuk
dipasang pada jarak 15-20cm dibawah talang sadap.
Dalam pelaksanaan penyadapan kita harus memperhatikan juga masalah
kedalaman irisan sadap yaitu 1 mm – 1,5 mm, ketebalan irisan sadap berkisar
antara1,5 mm – 2 mm. Penyadapan diharapkan dapat dilakukan selama 25 – 30
tahun dan Frekuensi penyadapan yaitu 3 hari sekali (d/3) untuk 2 tahun pertama
dan 2 hari sekali (d/2) untuk tahun selanjutnya . adapun waktu penyadapan yang
edeal adalah antara Pukul 05.00 – 07.30, karena pada waktu tersebut (pagi)
tekanan turgor karet lebih meningkat, jadi lateks yang akan keluar lebih banyak,
selain alas an tersebut pada waktu pagi hari suhu juga lebih dingin .
Setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, selanjutnya lateks
diankut ketempat penggumpalan. Dalam pengangkutan lateks harus dijaga agar
lateks tidak terlalu tergoncang dan terlalu kepanasan karena dapat berakibat
terjadinya prakoagulasi di dalam tangki. Dalam keadaan tertentu, lateks dalam
tangki tersebut perlu diberi obat anti koagulan. Adapun anti kuagulan itu yaitu
amonia (NH3) atau natrium sultit (Na2SO3) dengan dosis 5ml – 10 ml /liter
lateks. Efek samping penggunaan amonia lateks mudah menguap sehingga
jika dibiarkan ditempat terbuka akan cepat menurun kadarnya dalam proses
penggumpalan diperlukan asam format (semut) lebih banyak. Selain itu untuk
mencegah prakugulasi dengan menambahkan formalin, asam borat dan natrium
karbonat. Sebagai tambahan harslah diperhatikan alat-alat sadap dan alat angkut
harus senantiasa bersih dan tahan karat, lateks harus segera diangkut ketempat
pengolahan tanpa banyak goncangan dann lateks tidak boleh terkena sinar
matahari langsung .
Pengumpulan lateks di kebun pada umumnya dilakukan 4-5 jam setelah
penyadapan pertama. Lateks dalam mangkuk sadap dituangkan ke dalam ember
atau bedeng dan sisa lateks dibersihkan dengan menggunakan sudip. Sudip terbuat
dari kayu yang dibungkus dengan selembar karet ban dalam. Bentuk sudip dibuat
sedemikian rupa sehingga dengan sekali gerak sisa lateks dalam mangkuk tersapu
bersih. Sudip harus dibersihkan dan diperiksa secara teratur serta harus
diperbaharui pada waktu tertntu.
Adapun jenis – jenis olahan karet rakyat yang sering dijumpai, antara lain:
1. Lum Mangkuk : adalah lateks kebun yang dibiarkan membeku secara
alamiah dalam mangkuk, pada musim penghujan untuk mempercepat
proses pembekuan lateks ditambahkan.
2. Lum Bambu : adalah sistem pembekuan lateks dengan menggunakan
tabung bambu dengan penambahan asam format/semut atau bahan
lainnya.
3. Sleb/Lum Deurob ( Asap Cair ) : lateks ditambahkan pembeku Deorub
dengan perbandingan 1 0 : 1 , pembeku deorub telah ditemukan oleh balai
penelitian sembawa yang berfungsi sebagai pembeku lateks , mencegah,
dan menutup bau busuk pada bekuan, mempertahankan nilai Po & PRI,
memberikan aroma asap yang khas serta bewarna cokelat.
4. Sleb Tipis dan Sleb Giling : Bahan olah karet rakyat pada umumnya
dalam bentuk Sleb tipis dan giling cara pembuatan yangumum dilakukan
adalah dengan mencampurkan lateks dengan lum mangkok kemudian
dibekukan dengan asam format/semut didalam bak pembeku yang
berukuran 6 0cm x 40 cm x 6 cm tanpa perlakuan penggilingan, bahan
olahan ini lebih disukai karena mutu yang dihasilkan seragam dengan
Kadar Karet Kering (KKK) sekitar 50%, tidak ada resiko penurunan mutu
serta muda didalam pengangkutan.
5. Blanket : Sleb tipis dapat diolah menjadi blanket melalui penggilingan
dengan mesin mini Creper, proses penggilingan dilakukan sebanyak 4 – 6
kali sambil disemprot air untuk menghilangkan kotoran yang terdapat
didalam sleb, Blanket mempunyai Ketebalan sekitar 0,6cm – 1cm, dengan
KKK sekitar 65 - 75%.
6. Sit Angin (Unsmoked sheet/USS : Sit angin adalah lembaran karet hasil
bekuan lateks yang digiling dan dikering anginkan sehingga memiliki
KKK 90 – 95 % proses pembuatn sit angin terdiri dari penerimaan dan
penyaringan lateks, pengenceran, pembekuan, pemeraman, penggilingan,
pencucian, penirisan, dan pengiringan.
7. Sit Asap ( Ribbed Smoked Sheet/RSS ) : Proses pengolahan Sit Asap
dengan pembeku asam format/semut hamper sama dengansit angin,
bedanya terletak pada proses pengeringan, yait u pada sit asap dilakukan
pengasapan pada suhu yang bertahap antara 40 oC – 60 oC selama 4 hari .
Klasifikasi Sit Asap menjadi RSS 1, RSS 2, RSS 3, dan cutting dilakukan
setelah proses pengeringan, keuntungan yang diperoleh RSS dapat langs
ung diekspor atau sebagai bahan baku industri barang jadi karet, mutu
produk seragam dan konsisten, harga paling tinggi dibandingkan jenis
bokar yang lain.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat di ambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pemanenan perdana dilakukan setelah beberapa kriteria/syarat panen
perdana terpenuhi, yaitu ; Keliling lilit batang pada ketinggian 130 cm dari
permukaan tanah telah mencapai minimum 45 cm, tanaman sudah
berumur sekitar 5-6 tahun dan juga 60% dari populasi telah memenuhi
kriteria tersebut.
2. Penyadapan dilakukan dengan metode S2/D3 yaitu dalam 3 hari hanya
dilakukan satu kali penyadapan dan cara penyadapan hanya separuh dari
seluruh keliling pohon.
Saran
Perlu adanya sosialisa yang rutin untuk menjaga standar sadapan yang baik
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C., 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.
Aidi dan Daslin., 1995. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet. Balai Penelitian Sembawa. Palembang.
Deptan., 2006. Basis Data Statistik Pertanian (http://www.database.deptan.go.id/). Diakses tanggal 5 Mei 2009.
Maryadi., 2005. Manajemen Agrobisnis Karet. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Nazaruddin dan F.B. Paimin., 1998. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.
Radjam, S. 2009. Musuh-musuh penyadap karet. (http://www.prabumulihdusunlaman.blogspot.com).Diakses tanggal 5 Mei 2009.
Santosa. 2007. Karet. (http://id.wikipedia.org/wiki/karet). Diakses tanggal 21 Maret 2009.
Siregar, T.H.S., 1995. Teknik Penyadapan Karet. Kanisius, Yogyakarta.
Suhendry, I., 2002. Kajian finansial penggunaan klon karet unggul generasi IV. Warta Pusat Penelitian Karet. 21 : 1- 3.