Kardiotokografi.docx

30
1 PEMERIKSAAN CARDIOTOCOGRAPHY (Aspita Riskiana, Juminten Saimin) A. PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh penyulit-penyulit hipoksia janin dalam rahim antara lain dengan melakukan pemantauan kesejahteraan janin. Pada dasarnya pemantauan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin, seberapa jauh ganggguan tersebut,, dan akhirnya menentukan tindak lanjut dari hasil pemantauan tersebut 1 . Pemantauan kesejahteraan janin merupakan salah satu hal terpenting dalam pengawasan janin, terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi sangat berperan dalam kemajuan pemantauan janin, hal ini tampak nyata setelah era tahun 1960an. Sayangnya, data epidemiologis menunjukkan hanya sekitar 10% kasus serebral palsy disebabkan oleh gangguan intrapartum yang dapat dideteksi dengan pemantauan elektronik tersebut 2 . Kardiotokografi (KTG) merupakan salah satu alat elektronik yang digunakan untuk tujuan diatas, melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas janin 1 .

Transcript of Kardiotokografi.docx

Page 1: Kardiotokografi.docx

1

PEMERIKSAAN CARDIOTOCOGRAPHY

(Aspita Riskiana, Juminten Saimin)

A. PENDAHULUAN

Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan

oleh penyulit-penyulit hipoksia janin dalam rahim antara lain dengan melakukan

pemantauan kesejahteraan janin. Pada dasarnya pemantauan ini bertujuan untuk

mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin, seberapa jauh

ganggguan tersebut,, dan akhirnya menentukan tindak lanjut dari hasil pemantauan

tersebut1.

Pemantauan kesejahteraan janin merupakan salah satu hal terpenting dalam

pengawasan janin, terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi sangat

berperan dalam kemajuan pemantauan janin, hal ini tampak nyata setelah era tahun

1960an. Sayangnya, data epidemiologis menunjukkan hanya sekitar 10% kasus

serebral palsy disebabkan oleh gangguan intrapartum yang dapat dideteksi dengan

pemantauan elektronik tersebut2.

Kardiotokografi (KTG) merupakan salah satu alat elektronik yang digunakan

untuk tujuan diatas, melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam hubungannya

dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas janin1.

Kardiotokografi memungkinkan dilakukannya pengawasan janin saat

kelahiran dengan cara menganalisis denyut jantung janin dan kontraksi miometrium

secara kontinyu. Dengan cara ini diharapkan dapat mendeteksi tanda-tanda yang

menunjukkan kejadian potensial merugikan sehingga dapat dilakukan intervensi tepat

waktu. Kardiotokografi diindikasikan bila ditemukan denyut jantung janin dan

kontraksi uterus yang abnormal pada pemeriksaan secara intermiten. Rekomendasi

yang diberikan oleh perkumpulan dokter ahli kebidanan di luar negeri terhadap

penggunaan kardiotokografi adalah tidak menggunakan kardiotokografi untuk

pemantauan janin secara rutin pada wanita-wanita hamil tanpa komplikasi. Alasan

Page 2: Kardiotokografi.docx

2

yang diajukan adalah kecenderungan persalinan yang dipantau dengan

kardiotokografi akan berakhir dengan penggunaan alat (forseps, ekstraksi vakum)

atau seksio sesarea 2.

Cara pemantauan ini bisa dilakukan secara langsung (invasive/internal) yakni

dengan alat pemantau yang dimasukkan dalam rongga rahim atau secara tidak

langsung (non invasive/eksternal) yakni dengan alat yang dipasang pada dinding

perut ibu. Pada saat ini cara eksternal yang lebih popular karena bisa dilakukan

selama antenatal ataupun intranatal, praktis, aman, dengan nilai prediksi positif yang

kurang lebih sama dengan cara internal yang lebih invasive 1,3.

Tehnik kardiotokografi ini menggunakan Doppler Ultrasound untuk merekan

denyut jantung janin dan kardiotokograf itu memberikan respon terhadap gerakan dan

aktifitas uterus. Respon yang normal dari fetus yaitu adanya gerakan berupa

peningkatan denyut jantung janin. Fenomena ini direkam dalam sebuah

kardiotokograf. Pada peningkatan denyut jantung janin yang berlebihan dari baseline

denyut jantung terhadap 15 beat per menit, dan melebihi 15 detik atau lebih dari itu

akan terlihat pada kesehatan fetus yang diikuti pergerakan4.

B. DEFINISI

Alat Kardiotokografi (CTG) atau juga disebut Fetal Monitor  merupakan salah

satu alat elektronik yang digunakan untuk tujuan melakukan pemantauan

kesejahteraan dan kondisi kesehatan janin. Pemeriksaan umumnya dapat dilakukan

pada usia kehamilan 7-9 bulan dan pada saat persalinan. Pemeriksaan CTG diperoleh

informasi berupa signal irama denyut jantung janin (DJJ), gerakan janin dan kontraksi

rahim3.

Kardiotokografi merupakan suatu alat elektronik yang merekam denyut jantung

janin secara kontinyu yang diperoleh melalui transduser ultrasound melalui perut ibu.

Kardiotokografi juga biasa disebut Electronic Fetal Monitoring (EFM)5.

Page 3: Kardiotokografi.docx

3

Gambar 1. Kardiotokografi alat perekam rata-rata denyut jantung janin dan kontraksi uterus

(Dikutip dari kepustakaan 6)

C. MEKANISME PENGATURAN DENYUT JANTUNG JANIN

Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 denyut per menit (dpm)

dengan variasi normal 20 dpm diatas atau dibawah nilai rata-rata. Jadi, nilai normal

denyut jantung janin antara 120-160 dpm (beberapa penulis menganut nilai normal

denyut jantung janin antara 120-150 dpm) 1.

Seperti telah diketahui bahwa mekanisme pengaturan denyut jantung janin

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain melalui:

a) Sistem saraf simpatis, yang sebagian besar berada didalam miokardium.

Rangsangan saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik akan

meningkatkan frekuensi denyut jantung janin, menambah kekuatan kontraksi

jantung, dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan stress, sistem

saraf simpatis ini berfungsi mempertahankan aktivitas jantung. Hambatan pada

saraf simpatis, misalnya dengan obat propanolol, akan menurunkan frekuensi

dan sedikit mengurangi variabilitas denyut jantung janin.

b) Sistem saraf parasimpatis, yang terutama terutama terdiri atas serabut n.vagus

berasal dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, VA, dan

neuron yang terletak diantara atrium dan ventrikel jantung. Rangsangan

n.vagus, misalnya dengan asetilkolin, akan menurunkan ffrekuensi denyut

Page 4: Kardiotokografi.docx

4

jantung janin, sedangkan hambatan n.vagus, misalnya dengan atropine, akan

meningkatkan frekuensi denyut jantung janin.

c) Baroreseptor, yang letaknya pada arkus aorta dan sinus carotid. Bila tekanan

meningkat, reseptor ini akan merangsang n.vagus dan n.glosofaringeus, yang

akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantungberupa penurunan frekuensi

denyut jantung janin.

d) Kemoreseptor, yang terdiri atas 2 bagian, yakni bagian perifer yang terletak

didaerah karotid dan korpus aorta serta bagian sentral yang terletak pada batang

otak. Reseptor ini berfungsi mengatur mengatur perubahan kadar O2 dan CO2

dalam darah serta cairan otak. Bila kadar O2 menurun dan CO2 meningkat, akan

terjadi reflex dari reseptor sentral berupa takhikardi dan penignkatan tekanan

darah untuk memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar O2 dan

menurunkan kadar CO2. Keadaan hipoksia atau hiperkapnea akan

mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulakn reflex bradikardi. Hasil

interaksi dari kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan

hipertensi.

e) Susunan saraf pusat. Variabilitas denyut jantung janin akan meningkat sesuai

dengan aktivitas otak dan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak

menurun maka variabilitas denyut jantung janin juga akan menurun.

Rangsangan hypothalamus akan menyebabkan takikardi.

f) Sistem hormonal juga berperan dalam pengaturan denyut jantung janin. Pada

keadaan stress, misalnya asfiksia maka medulla adrenal akan mengeluarkan

epinefrin dan norepinefrin dengan akibat takikardi, peningkatan kekuatan

kontraksi jantung dan tekanan darah 1,2.

D. PEMERIKSAAN DENGAN KARDIOTOKOGRAFI

Cara pemantauan dengan kardiotokografi bisa dilakukan secara langsung

(invasive/internal) yakni dengan alat pemantau yang dimaksudkan dengan rongga

rahim atau secara tidak langsung (non infasif/eksternal) yakni dengan alat yang

Page 5: Kardiotokografi.docx

5

dipasang pada dinding perut ibu. Pada saat ini cara eksternal yang lebih populer

karena bisa dilakukan selama antenatal ataupun intranatal, praktis, aman, dengan nilai

prediksi positif yang kurang lebih sama dengan cara internal yang lebih invasive 3.

External cardiotocography untuk memonitoring rata-rata denyut jantung janin

dan aktivitas dari otot uterin baik secara kontinyu maupun secara intermitten yang

dideteksi melalui dua transduser yang diletakkan pada perut ibu (satu diletakkan

diatas jantung janin dan satunya lagi difundus). Doppler ultrasound menyediakan

informasi berupa rekaman pada sebuah kertas strip yang dikenal sebagai

kardiotokograf 6,10.

Internal cardiotocography menggunakan transduser elektronik yang

berhubungan langsung dengan scalp fetus. Sebuah kabel elektroda didempetkan pada

kulit kepala fetus sampai ke cervical membuka dan kemudian terhubung dengan

monitor. Tipe elektroda ini biasa disebut sebuah spiral atau scalp elektroda.

Monitoring secara internal ini lebih akurat dan memiliki transmisi denyut jantung

janin yang lebih konsisten dibandingkan dengan monitoring eksternal karena

beberapa faktor seperti pergerakan pada janin tidak memberikan efek terhadap

monitoring internal ini. Monitoring internal mungkin digunakan ketika monitoring

eksternal terhadap denyut jantung janin tidak adekuat, atau membutuhkan

pengawasan yang lebih lanjut 6,10.

Yang diperiksa dengan kardiotokografi adalah :

a. Gerak nafas janin,gerak janin,tonus janin

b. Kelainan bentuk tubuh ,letak ,biometri janin

c. Taksiran bb dan Umur kehamilan

d. Jumlah cairan amnion, Keadaan dan letak Placenta

e. Pola denyut jantung janin & EKG 3.

E. INDIKASI

Pada awalnya pemeriksaan tokografi dikerjakan pada saat persalinan (inpartu).

Namun, kemudian terbukti bahwa pemeriksaan kardiotokografi ini banyak

Page 6: Kardiotokografi.docx

6

manfaatnya pada masa kehamilan, khususnya pada kasus-kasus dengan faktor risiko

untuk terjadinya gangguan janin (hipoksia) dalam rahim seperti :

1. Ibu :

a. Hipertensi dalam kehamilan

b. Kehamilan post-term

c. Ketuban pecah prematur (KPP)

d. Gerakan janin berkurang

e. Kehamilan dengan anemia

f. Kehamilan ganda

g. Oligohidramnion/Polihidramnion

h. Riwayat obstetrik buruk

i. Kehamilan dengan penyakit ibu.

j. Diabetes melitus

k. Induksi atau akeselerasi persalinan

l. Perdarahan antepartum

m. Ibu perokok

n. Ibu berusia lanjut 1,2,3,7,8.

2. Janin :

a. Pertumbuhan janin terhambat (PJT)

b. Gerakan janin berkurang

c. Suspek lilitan tali pusat

d. Aritmia, bradikardi, atau takikardi janin

e. Hidrops fetalis

f. Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.

g. Mekonium dalam cairan ketuban

h. Riwayat lahir mati

i. Kehamilan ganda.

j. Dan lain-lain 2,3,7,8.

Page 7: Kardiotokografi.docx

7

F. KONTRA INDIKASI

Sampai saat ini belum ditemukan kontraindikasi pemeriksaan CTG terhadap ibu

maupun janin. Pemeriksaan CTG dengan pembebanan (Contraction stress test) tidak

boleh dilakukan pada bekas operasi SC, gemeli, ketuban pecah dini 3,7.

G. SYARAT PEMERIKSAAN KARDIOTOKOGRAFI

1. Usia kehamilan >28 minggu.

2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).

3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.

4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG

terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik 2,3,6.

Kriteria Dawas / Radman harus dipenuhi, yaitu :

1. Harus ada episode variasi tinggi (high variation), minimal satu kali; yang

merupakan tanda normal . Nilai variasi tinggi ini harus di atas satu persentil

untuk usia gestasi yang bersangkutan.

2. Tidak boleh ada deselerasi  > 20 detik (lost beats).

3. Frekuensi dasar denyut jantung janin (basal heart rate) normal adalah 116-160

denyut per menit (dpm) selama rekaman ≥  30 menit. Pada KTG yang

konvensional dianut nilai 120-160 dpm.

4. Paling sedikit harus ada 1 kali gerak janin atau 3 gambaran akselerasi DJJ.

5. Tidak boleh ada gambaran ritme sinusoidal pada rekaman DJJ. f. “The short

term variation (STV)” harus ≥  3 ms

6. Harus ada akselerasi, atau variabilitas pada episode tinggi harus  > 10 persentil

dan gerak janin > 20 kali.

7. Tidak boleh ada “error” atau deselerasi pada akhir rekaman KTG.

Bila kriteria ini sudah terpenuhi, maka pada layar monitor akan tampak tulisan 

“CRITERIA MET” 7,8.

Page 8: Kardiotokografi.docx

8

H. PERSIAPAN PASIEN

1. Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara

pemeriksaan dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak

medik ini dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (cukup persetujuan

lisan).

2. Kosongkan kandung kencing.

3. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.

4. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat

janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.

5. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan

punktum maksimum DJJ. Bila inpartu, lakukan periksa dalam.

6. Hitung DJJ selama satu menit penuh (dengarkan apakah ada deselerasi atau

takikardi).

7. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah

punktum maksimum. h. Setelah transduser terpasang baik, rubah posisi ibu

menjadi setengah duduk dan beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, tekan bel

yang telah disediakan serta hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu

selama perekaman KTG.

8. Hidupkan komputer dan Kardiotokograf.

9. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang

ingin dicapai).

10. Lakukan pencetakkan hasil rekaman KTG.

11. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).

12. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali

alat pada tempatnya.

13. Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.

14. Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau paramedik

membantu membacakan hasi interpretasi komputer secara lengkap kepada

Page 9: Kardiotokografi.docx

9

dokter. PARAMEDIK (BIDAN) DILARANG  MEMBERIKAN

INTERPRETASI HASIL CTG KEPADA PASIEN 2,7,8.

I. ANALISA

Setelah perekaman data selama 10 menit, dan kemudian setiap dua menit

berikutnya, komputer akan melakukan analisa terhadap data yang masuk, dan

kemudian menampilkannya pada layar monitor. Bila rekaman abnormal, akan tampak

kalimat “STOP”, sebaliknya bila normal akan tampak kalimat “CONTINUE” 3.

Seteleh kriteria Dawes/Redman terpenuhi, komputer akan memberi tanda

berupa bunyi alarm sebanyak dua kali. Lama pemeriksaan maksimal adalah 60 menit,

umumnya 30 menit sudah memadai. Pada kasus khusus dapat dilakukan

perangsangan vibroakustik sebelum rekaman KTG dimulai dan lama pemeriksaan

cukup 10 – 20 menit.  Adanya episoda variasi tinggi menunjukkan janin dalam

keadaan normal dan merupakan petunjuk penting.  Pada kehamilan 28-33 minggu,

sebanyak 16,2% janin normal memiliki < 2 akselerasi per jam, dan pada kehamilan

34-41 minggu sebanyak 7,3%; tetapi hanya 0,7% janin normal memiliki episode

variasi tinggi  selama kurang dari 10 menit pada kehamilan ≥ 28 minggu. Oleh karena

itu episode variasi tinggi merupakan indikator yang lebih baik terhadap kesejahteraan

janin, dibanding dengan adanya akselerasi. Variasi tinggi terjadi pada saat janin

dalam keadaan aktif, sedangkan variasi rendah terjadi pada saat janin tidur 3.

Denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada dua macam :

1. Denyut jantung janin basal basal fetal heart rate), yakni frekuensi dasar

(baseline rate) dan variabilitas (variability), merupakan perubahan denyut

jantung janin saat uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi).

2. Perubahan periodik (reactivity), merupakan perubahan denyut jantung

janin yang terjadi saat ada gerakan janin atau kontraksi uterus 1.

Page 10: Kardiotokografi.docx

10

1. Frekuensi Dasar Denyut Jantung Janin (Baseline Rate)

Frekuensi denyut jantung basal adalah nilai rata-rata dari seluruh periode variasi

rendah DJJ. Frekuensi DJJ basal tinggi (160-170 dpm)  bukanlah keadaan yang

membahayakan janin selama short term variability (STV) normal dan tidak ada

deselerasi lambat. Frekuensi DJJ basal > 170 dpm menunjukkan kemungkinan

adanya infeksi pada janin 3.

Dalam keadaan normal frekuensi dasar denyut jantung janin berkisar antara 120

- 160 dpm. Beberapa penulis menyatakan frekuensi dasar yang normal antara 120-

150 dpm. Disebut takikardi apabila frekuensi dasar >160 dpm. Bila terjadi

peningkatan frekuensi yang berlangsung cepat (<1-2 menit) disebut suatu akselerasi

(acceleration). Peningkatan denyut jantung janin pada keadaan akselerasi ini paling

sedikit 15 dpm diatas frekuensi dasar dalam waktu 15 detik. Bradikardi bila frekuensi

dasar <120 dpm. Bila terjadi frekuensi yang berlangsung cepat (1-2 menit) disebut

deselerasi (deceleration) 1.

Takikardi dapat terjadi pada keadaan :

Hipoksia janin (ringan/kronik)

Kehamilan preterm (<30 minggu)

Infeksi ibu atau janin

Ibu febris atau gelisah

Ibu hipertiroid

Takiaritmia janin

Obat-obatan (missal : atropine, betamimetik).

Biasanya keadaan takikardi tidak berdiri sendiri. Bila takikardi disertai

variabilitas denyut jantung janin yang masih normal, biasanya janin masih

dalam kondisi baik 1.

Bradikardi dapat terjadi pada keadaan :

Page 11: Kardiotokografi.docx

11

Hipoksia janin (berat/akut)

Hipotermia janin

Bradiaritmia janin

Obat-obatan (propanolol, obat anesthesia local)

Janin dengan kelainana jantung bawaan 1.

Keadaan bradikardi inipun biasanya tidak berdiri sendiri, sering disertai dengan

gejala yang lain. Bila bradikardi antara 100-120 dpm disertai dengan

variabilitas yang masih normal biasanya menunjukkan keadaan hipoksia ringan

dimana janin masih mampu mengadakan kompensasi terhadap keadaan

hipoksia tersebut,. Bila hipoksia janin menjadi lebih berat lagi akan terjadi

penurunan frekuensi yang makin rendah (<100 dpm) disertai dengan perubahan

variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas yang abnormal) 1.

Gambar 2. Normal CTG yang menunjukkan akselerasi dan variabilitas baseline yang baik

(dikutip dari kepustakaan 9)

2. Variabilitas Denyut Jantung Janin (Variability)

Variabilitas denyut jantung janin adalah gambaran osilasi yang tidak teratur,

yang tampak pada rekaman denyut jantung janin. Variabilitas denyut jantung janin

diduga terjadi akibat keseimbangan interaksi dari sistem simpatis (kardioakselerator)

dan parasimpatis (kardiodeselerator). Akan tetapi ada pendapat lain mengatakan

Page 12: Kardiotokografi.docx

12

bahwa variabilitas terjadi akibat rangsangan di daerah korteks otak besar (serebri)

yang diteruskan kepusat pengatur denyut jantungdibagian batang otak dengan

perentaraan n. vagus 1.

Variabilitas ini tergantung pada sistem neurologis dan sistem konduksi jantung

yang normal yang dimiliki oleh fetus. Variabilitas yang normal memberikan

gambaran lebih dari 5 beat dan jagged. Jika variasi beat tampak lebih sedikit sehingga

tampak lebih datar – menjadi garis yang lurus. Hal ini dapat terjadi sesudah

pemberian anelgesia jenis opioid dengan asidosis atau mungkin tercatat selama fase

fetus tertidur, selama 20-40 menit 9.

Variabilitas denyut jantung janin yang normal menunjukkan sistem persarafan

janin mulai dari korteks-batang otak-n.vagus dan sistem konduksi jantung semua

dalam keadaan baik. Keadaan hipoksia otak (asidosis/asfiksia janin) akan

menyebabkan gangguan mekanisme kompensasi hemodinamik untuk

mempertahankan oksigenasi otak. Dalam rekaman kardiotokografi akan tampak

adanya perubahan variabilitas yang makin lama makin rendah sampai menghilang

(bila janin tidak mampu lagi mempertahankan mekanisme hemodinamik di atas) 1.

Beberapa keadaan bukan hipoksia yang dapat menyebabkan variabilitas DJJ

berkurang :

1. Janin tidur (suatu keadaan fisiologis dimana aktivitas otak berkurang)

2. Janin anensefalus (korteks serebri tidak terbentuk)

3. Janin preterm (sistem persarafan belum sempurna)

4. Obat (narkotik, diazepam, MgSO4, betametasone)

5. Blokade vagal

6. Defek jantung bawaan 1,2.

Page 13: Kardiotokografi.docx

13

Variabilitas denyut jantung janin dapat dibedakan atas dua bagian :

Variabilitas jangka pendek (shorth term variability)

Evaluasi STV merupakam parameter terpenting dan paling baik

menggambarkan kesejahteraan janin. Rekaman ini dilakukan dari menit kemenit

dengan interval 1/16 menit 7. Variabilitas ini merupakan perbedaan interval antar

denyut yang terlihat pada gambaran kardiotokografi yang juga menunjukkan variasi

dari frekuensi antar denyut pada denyut jantung janin. Rata-rata variabilitas jangka

pendek denyut jantung janin yang normal antara 2-3 dpm. Arti klinis dari variabilitas

jangka pendek masih belum banyak diketahui, akan tetapi biasanya tampak

menghilang pada janin yang akan mengalami kematian dalam rahim 1.

Variabilitas jangka panjang (long term variability)

Variabilitas ini merupakan gambaran osilasi yang lebih kasar dan lebih jelas

tampak pada rekaman kardiotokografi dibandingkan dengan variabilitas jangka

pendek diatas. Rata-rata mempunyai siklus 3 - 6 kali permenit. Berdasarkan

amplitudo fluktuasi osilasi tersebut, variabilitas jangka panjang dibedakan menjadi :

- Normal : bila amplitude antara 6 – 25 dpm

- Berkurang : bila amplitude antara 2 – 5 dpm

- Menghilang : bila amplitude kurang dari 2 dpm

- Saltatory : bila amplitude lebih dari 25 dpm 1.

Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan dalam

penilaian kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak, akan terjadi perubahan

variabilitas jangka panjang ini, tergantung derajat hipoksianya, variabilitas ini akan

berkurang atau menghilang sama sekali. Sebaliknya, bila gambaran variabilitas ini

masih normal, biasanya janin masih belum terkena dampak dari hipoksia tersebut 1.

Hasil rekaman kardiotokografi yang normal pada umumnya memberikan

gambaran sebagai berikut :

Frekuensi dasar denyut jantung janin sekitar 120-160 dpm.

Page 14: Kardiotokografi.docx

14

Variabilitas denyut jantung janin antara 6-25 dpm.

Terdapat akselerasi

Tidak terdapat deselerasi atau kalaupun ada hanya suatu deselerasi dini 1.

3. Akselerasi

Peningkatan lebih dari 15 dpm selama lebih dari 15 detik dalam menanggapi

gerakan janin atau kontraksi ibu disebut dengan akselerasi. Hal ini menujukkan

perkembangan yang baik terhadap kontrol sistem saraf otonom dan dapat dijadikan

sebagai suatu indikasi bahwa fetus tidak mengalami distress. Tidak adanya akselerasi

mungkin dapat menjadi tanda distress terhadap fetus dan membutuhkan tindakan

yang lebih lanjut untuk pemeriksaan situasi antenatal 9.

4. Deselerasi

Deselerasi adalah penurunan DJJ di bawah frekuensi dasar normal DJJ. Bila

terdapat penurunan maksimal 10 dpm selama lebih dari 1 menit atau penurunan lebih

dari 20 dpm selama lebih dari 30 detik disebut deselerasi. Deselerasi lebih dari 20

dpm akan tampak sebagai garis merah pada layar monitor. Setiap deselerasi harus

segera dicari penyebabnya dan dilakukan penanganan segera 3.

5. NON Stress Test (NST)

Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung janin

dalam hubungannya dengan gerakan/aktivitas janin. Adapun penilaian NST dilakukan

terhadap frekuensi dasar denyut jantung janin (baseline), variabilitas (variability) dan

timbulnya akselerasi yang sesuai dengan gerakan/aktivitas janin (Fetal Activity

Determination/FAD) ,1,2.

Page 15: Kardiotokografi.docx

15

Tehnik pemeriksaan NST :

1. Pasien berbaring dalam posisi semi-flower, atau sedikit miring kekiri. Hal ini

berguna untuk memperbaiki sirkulasi darah kejanin dan mencegah terjadinya

hipotensi.

2. Sebelum pemeriksaan dimulai, dilakukan pengukuran tensi, suhu, nadi, dan

frekuensi pernafasan ibu. Kemudian selama pemeriksaan dilakukan, tensi

diukur setiap 10-15 menit (dicatat pada kertas KTG)

3. Aktivitas gerakan janin diperhatikan dengan cara :

- Menanyakan kepada pasien

- Melakukan palpasi abdomen

- Melihat gerakan tajam pada rekaman kardiotokogram (kertas KTG)

4. Bila dalam beberapa menit pemeriksaan tidak terdapat gerakan janin, dilakukan

perangsangan janin, misalnya dengan menggoyang kepala atau bagian janin

lainnya, atau dengan memberi rangsang vibro-akustik (dengan membunyikan

bell, atau dengan menggunakan alat khusus untuk keperluan tersebut)

5. Perhatikan frekuensi dasar DJJ (normal antara 120-160 dpm). Perhatikan

apakah terjadi akselerasi DJJ (sedikitnya 15 dpm)

6. Perhatikan variabilitas DJJ 9normal antara 5-25 dpm)

7. Lama pemeriksaan sedikitnya 20 menit 2.

Interpretasi NST 1

Reaktif

- Terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20 menit

pemeriksaan yang disertai dengan adanya akselerasi paling sedikit 10-15

dpm.

- Frekuensi dasar denyut jantung janin diluar gerakan janin antara 120-160

dpm.

- Variabilitas denyut jantung janin 6-25 dpm.

Page 16: Kardiotokografi.docx

16

Nonreaktif

- Tidak didapatkan gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak

ditemukan adanya akselerasi pada setiap gerakan janin.

- Variabilitas denyut jantung janin mungkin masih normal atau berkurang

sampai menghilang.

Meragukan

- Terdapat gerakan janin tetapi kurang dari 2 kali selama 20 menit

pemeriksaan atau terdapat akselerasi yang kurang dari 10 dpm.

- Frekuensi denytu jantung janin normal.

Pada hasil yang meragukan, pemeriksaan hendaknya diulangi dalam waktu 24

jam atau dilanjutkan dengan pemeriksaan Contraction Stress Test (CST).

Hasil pemeriksaaan NST disebut abnormal (baik reaktif maupun nonreaktif)

apabila ditemukan :

- Bradikardi

- Deselerasi 40 dpm atau lebih dibawah frekuensi dasar (baseline), atau

denyut jantung janin mencapai 90 dpm, yang lamanya 60 detik atau

lebih.

Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan bila janin sudah

viabel atau pemeriksaan ulang setiap 12 -24 jam bila janin belum viabel 1.

Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih baik

sampai 1 minggu kemudian (dengan spesifitas sekitar 90%), sehingga pemeriksaaan

ulang dianjurkan 1 minggu kemudian. Namun, bila ada faktor risiko seperti

hipertensi/gestosis, diabetes melitus, perdarahan atau oligohidramnion hasil NST

yang reaktif tidak menjamin bahwa keadaan janin akan masih tetap baik sampai 1

minggu kemudian, sehingga pemeriksaan ulang harus lebih sering (1 minggu). Hasil

NST non reaktif mempunyai nilai prediksi positif yang rendah <30%, sehingga perlu

dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CST atau pemeriksaan lain yang mempunyai

Page 17: Kardiotokografi.docx

17

nilai prediksi positif yag lebih tinggi (Doppler-USG). Sebaiknya NST tidak dipakai

sebagai parameter tunggal untuk menentukan intervensi atau terminasi kehamilan

oleh karena tingginya angka positif palsu tersebut (dianjurkan untuk menilai profil

biofisik janin yang lainnya) 1.

6. Contraction Stress Test (CST)

Pemeriksaan CST dimaksudkan untuk menilai gambaran denyut janin dalam

hubungannya dengan kontraksi uterus. CST biasanya dilakukan untuk memantau

kesejahteraan janin saat proses persalinan terjadi (inpartu). Seperti halnya NST, pada

pemeriksaan CST juga dilakukan penilaian terhadap frekuensi dasar denyut jantung

janin, variabilitas denyut jantung janin, dan perubahan periodik (akselerasi ataupun

deselerasi) dalam kaitannya dengan kontraksi uterus 1.

Tehnik pemeriksaan CST :

1. Pasien dalam posis miring semi-Flower, atau sedikit miring ke kiri.

2. Sebelum pemeriksaan dimulai, dilakukan pemeriksaan suhu, nadi, dan

frekuensi pernafasan ibu. Kemudian selama pemeriksaan dilakukan, tensi

diukur setiap 10-15 menit (dicatat pada kertas KTG).

3. Perhatikan timbulnya kontraksi uterus, yang dapat dilihat pada kertas KTG.

Kontraksi uterus dianggap adekuat bila terjadi 3 kali dalam 10 menit.

4. Bila tidak terjadi kontraksi uterus setelah beberapa menit pemeriksaan,

dilakukan stimulasi, misalnya dengan cara pemberian oksitosin (inhalasi,

sublingual, atau infus). Stimulasi dilakukan sampai timbul kontraksi yang

adekuat. Apabila selama stimulasi terjadi deselerasi lambat meskipun kontraksi

belum adekuat, maka pemeriksaan harus segera dihentikan dan hasilnya

dinyatakan positif.

5. Pengamatan dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ, variabilitas dan pasien

diawasi terus menerus sampai kontraksi menghilang 2.

Page 18: Kardiotokografi.docx

18

Interpretasi CST 1.

- Negatif

- Frekuensi dasar denyut jantung janin normal.

- Variabilitas denyut jantung janin normal.

- Tidak didapatkan adanya deselerasi lambat.

- Mungkin ditemukan akselerasi atau deselerasi dini.

- Positif

- Terdapat deselrasi lambat yang berulang pada sedikitnya 50% dari jumlah

kontraksi.

- Terdeapat deselerasi lambat yang berulang, meskipung kontraksi tidak

adekuat.

- Variabilitas denyut jantung janin berkurang atau menghilang

- Mencurigakan

- Terdapat deselerasi lambat yang kurang dari 50% dari jumlah kontraksi.

- Terdapat deselerasi variabel.

- Frekuensi dasar denyut jantung janin abnormal.

Bila hasil CST mencurigakan, pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam.

- Tidak memuaskan

- Hasil rekaman tidak representatif, misalnya oleh karena ibu gemuk,

gelisah, atau gerakan janin berlebihan.

- Tidak terjadi kontraksi uterus yang adekuat.

Dalam keadaan ini pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam.

- Hiperstimulasi

- Kontraksi uterus lebih dari 5 kali dalam 10 menit.

- Kontraksi uterus lamanya lebih dari 90 detik (tetania uteri)

- Seringkali terjadi deselrasi lambat atau bradikardi.

Dalam keadaan ini, harus waspada kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang

berlanjut sehingga buka tidak mungkin terjadi asfiksia janin. Hal yang perlu

Page 19: Kardiotokografi.docx

19

dilakukan adalah segera menghentikan pemeriksaan dan berikan obat-obat

penghenti kontraksi uterus (tokolitik), diberikan oksigen pada ibu dan tidur

miring untuk memperbaiki sirkulasi utero-plasenta 1.

Hasil CST yang negatif menggabmbarkan keadaan janin yang masih baik

sampai 1 (satu) minggu kemudian (spesifitas 99%), sedangkan hasil CST yang positif

biasanya disertai outcome perinatal yang tidak baik dengan nilai prediksi positif ±

50% 1.

Kontraindikasi CST.

Absolut

- Adanya risiko ruptura uteri, misalnya pada bekas seksio sesarea atau

miomektomi.

- Perdarahan naterpartum.

- Tali pusat terkemuka.

Relatif

- Ketuban pecah prematur.

- Kehamilan kurang bulan.

- Kehamilan ganda.

- Inkompetensia serviks.

- Disproporsi sefalo-pelvik.

Page 20: Kardiotokografi.docx

20

DAFTAR PUSTAKA

1. S

2. Januadi J E, Karsono B, Santana S. Pemeriksaan kardiotokografi dalam

kehamilan dan persalinan. Jakarta. Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot

Soebroto. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. FKUI.