KARAKTERISTIK KERJA, STRES, DAN BEBAN … · Data SAA yang diperoleh pada Tahap 3 menunjukkan...
Transcript of KARAKTERISTIK KERJA, STRES, DAN BEBAN … · Data SAA yang diperoleh pada Tahap 3 menunjukkan...
i
ABSTRAK
KARAKTERISTIK KERJA, STRES, DAN BEBAN KERJA
MENTAL MASINIS KERETA API INDONESIA
Oleh:
Caecilia Sri Wahyuning
NIM: 33410001
(Program Studi Doktor Teknik dan Manajemen Industri)
Kecelakaan kereta api (KA) masih merupakan isu serius baik di dalam maupun di
luar negeri, dan berbagai studi kerap menunjukkan aspek masinis sebagai salah
satu faktor penyebab yang cukup dominan. Laporan Komite Nasional Kecelakaan
Transportasi (KNKT) selama 2003-2010, menunjukkan sekitar 41% keterlibatan
masinis dalam berbagai kecelakaan KA di Indonesia. Namun demikian, riset
dalam bentuk field study masih sangat terbatas, khususnya yang mengkaji
pekerjaan masinis, termasuk beban kerja yang muncul sebagai implikasi
pekerjaan. Belum banyak kajian yang membahas karakteristik kerja masinis, stres
sebagai dampak pekerjaan, serta aspek-aspek pekerjaan yang mendominasi stres
pada masinis. Sejumlah besar literatur umumnya melaporkan beban kerja masinis
melalui aktivitas simulator kereta api, sehingga informasi tentang beban kerja
pada kondisi yang sesungguhnya belum banyak tersedia.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji karakteristik kerja masinis,
serta mengevaluasi derajat stres serta beban kerja mental yang dialami seorang
masinis saat melakukan pekerjaannya. Tujuan ini dicapai melalui tiga (3) tahapan
penelitian yang melibatkan sejumlah masinis PT KAI pada Daerah Operasional
(Daop) II. Tahap 1 dari penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
karakteristik operasional kerja masinis. Tujuan ini dicapai melalui focus group
discussion dengan para pemangku kepentingan di PT KAI serta pengamatan di
lapangan. Tahap 2 dari penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber
stres baik pada tataran pekerjaan (job) maupun dinasan, serta secara subjektif
menilai tingkat beban kerja mental seorang masinis terkait dengan dinasan yang
dijalankan. Pada tahap ini dilakukan survey terhadap 62 orang masinis dengan
menggunakan NIOSH Generic Job Stress Questionnaire, serta pengujian terhadap
23 orang masinis dengan menggunakan Subjective Workload Assessment and
Technique (SWAT). Pada Tahap 3, tujuan yang ingin dicapai adalah
mengevaluasi respon fisiologis serta keawasan masinis sebagai manifestasi stres
dan beban mental saat menjalankan dinasan yang sesungguhnya. Respon
fisiologis yang diukur mencakup konsentrasi Salivary -Amylase (SAA) dan
Heart Rate Variability (HRV), sedangkan keawasan diuji melalui perubahan nilai
Psychomotor Vigilance Task (PVT).
ii
Hasil penelitian Tahap 1 menunjukkan bahwa masinis bekerja selama kurang
lebih 6 jam per hari, dengan pola dinasan yang berubah-ubah. Pengoperasian
perjalanan kereta api cenderung kompleks dan masih sangat mengandalkan
keandalan masinis. Terdapat tiga kegiatan utama dalam pengoperasian KA, yaitu
persiapan, perjalanan, serta penyelesaian perjalanan, dan masing-masing memiliki
kegiatan yagg lebih rinci. Sebagian besar lokomotif sudah digunakan selama
puluhan tahun, tanpa kabin yang ergonomis serta lingkungan fisik yang cenderung
buruk. Pengukuran di lokomotif menunjukkan temperatur dan tingkat kebisingan
yang tinggi, serta kualitas udara yang buruk, terutama saat lokomotif
membutuhkan dorongan mesin yang besar di lintasan berbukit.
Data NIOSH GJSQ dari Tahap 2 menunjukkan bahwa terdapat tiga sumber stres
yang sangat dominan, yaitu aspek lingkungan fisik kabin lokomotif, tuntutan
mental, serta beban kerja dan tanggung jawab. Akan tetapi, korelasi aspek tersebut
terhadap tingkat stres dirasakan rendah. Perbedaan usia responden tidak
mempengaruhi fenomena di atas. Melalui hasil SWAT diperoleh informasi bahwa
beban kerja terbesar terletak pada dimensi waktu (60% responden). Ketepatan
waktu perjalanan kereta api merupakan salah satu kriteria utama pada PT KAI,
terlepas dari kondisi di lapangan yang kurang mendukung (lintasan berbahaya,
adanya perbaikan rel, serta kondisi lokomotif yang memerlukan perbaikan).
Beban kerja yang sangat berat saat dinasan dilaporkan oleh sepertiga responden
mencakup penerapan strategi di medan yang sulit, saat terjadi gangguan lokomotif
serta kendala komunikasi, serta perlunya keawasan sepanjang perjalanan.
Data SAA yang diperoleh pada Tahap 3 menunjukkan tingkat stres yang tinggi,
Hal ini dialami oleh setidaknya 71% masinis di awal perjalanan KA dan turun
menjadi 56% di akhir perjalan, namun demikian, tidak berubah secara signifikan
sejalan dengan lamanya dinasan. Usia dan pengalaman kerja bukan merupakan
faktor yang terkait dengan perubahan SAA. Beban mental selama dinasan, yang
tercermin dari data HRV, umumya menunjukkan tingkat yang dapat diterima
(acceptable). Nilai PVT umumnya lebih tinggi daripada rujukan di literatur, dan
hal ini mengindikasi tingkat keawasan yang cenderung rendah. Hasil penelitian ini
menunjukkan hanya terdapat korelasi yang cukup kuat antara respon fisiologis
SAA dengan satu parameter HRV. Pada indikator HRV dan PVT, tidak terdapat
perubahan yang signifikan sebagai fungsi dari durasi dinasan.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masinis DaOp II PT KAI memiliki
beban kerja dan tanggung jawab yang cukup berat. Karakteristik kerja bersifat
monoton, namun disertai dengan kondisi operasional kerja yang cukup berat dan
tidak ergonomis. Tingkat stres yang cukup tinggi tidak berkorelasi dengan beban
mental masinis yang cenderung moderat dan tingkat keawasan yang rendah.
Beban kerja mental tidak merubah tingkat keawasan masinis selama dinasan.
Tuntutan ketepatan waktu saat dinasan merupakan salah satu sumber aspek
pekerjaan dengan tingkat stres tertinggi. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
oleh PT KAI sebagai basis dalam memperbaiki kondisi operasional kerja.
Kata kunci: masinis, stres kerja , beban kerja mental, Salivary -Amylase, Heart
Rate Variability, Psychomotor Vigilance Task
iii
ABSTRACT
WORKING CHARACTERISTICS, STRESSES, AND MENTAL
WORKLOAD OF INDONESIAN TRAIN DRIVERS
By:
Caecilia Sri Wahyuning
ID Number: 33410001
(Doctoral Study Program of Industrial Engineering and
Management)
Railway incidents are still a serious issue both in Indonesia and also worldwide,
and various studies often shows aspects of the train drivers as one of the dominant
factors. Reports from National Transportation Safety Committee (NTSC) during
2003-2010, for example, shows that 41% of train driver involvement in various
accidents in Indonesia. However, research in a form of field study is seriously
limited, especially one that examines the work of the drivers, including workload
that appeared as an implication of their work. For example, there weren’t many
studies that discusses the working characteristic of a driver and working aspects
dominating stresses suffered by a driver. Most literatures would normally report
driver workloads through the means of train simulator, therefore information
about real-life workload isn’t always available.
The general purpose of this research is to study working characteristic of a train
driver and evaluating stress degree and levels of mental workload suffered by a
driver during the work (usually referred to as ‘assignment’ by PT Kereta Api
Indonesia/PT KAI). The target is achieved through 3 stages of research involving
several drivers from PT KAI assigned on Operational Region II. Stage 1 of this
research has its goal set for obtaining the overview of the working operational
characteristic of the drivers. This goal is achieved through focus group discussion
with stakeholders at PT KAI and field observation. Stage 2 of this research
identifies stress sources on job and assignment, as well as subjectively assessing
mental workload level of a driver in relation to the assignment that was carried
out. To achieve this goal, a survey is carried out to 62 drivers using NIOSH
Generic Job Stress Questionnaire, as well as tests carried out to 23 drivers using
Subjective Workload Assessment and Technique (SWAT). On stage 3, the goal is
to evaluate physiological response and awareness of driver as stress and mental
load manifestation during real-life assignment. Physiological response measured
includes Salivary -Amylase (SAA) concentration and Heart Rate Variability
(HRV), while awareness is tested through the change of Psychomotor Vigilance
Task (PVT) value.
The result from stage 1 shows that driver works for at least 6 hours a day with
differing assignment pattern. A train journey operation tends to be complex and is
very reliant to the reliability of the driver. There are 3 main activities in railway
iv
operations, including preparation, journey, and finishing, each with its own
specific activities. Most of the locomotive has been in use for over 10 years, with
poor ergonomics and horrible physical environment. Measurement inside the
locomotive shows high level of temperature and noise, and poor air quality with
smoke intrusion, especially when the locomotive requires extra power in hilly
railtracks.
NIOSH GJSQ data from stage 2 shows that there are 3 very dominant sources of
stress, which are physical environment of locomotive cabin, mental demand, and
workloads and responsibility aspects. Nevertheless, the correlation between the
aforementioned aspect to the stress level felt is low. The difference in the age of
respondents does not affect the phenomenon. Through SWAT result, information
is obtained that most workload is on the time dimension (60% of respondents.
Punctuality is one of the main criteria for PT KAI, regardless of non-supportive
field conditions (i.e. dangerous tracks, repairs on railtrack, and locomotives in a
severe need for overhaul and repair). Overwhelming workload during the
preparation of assignment is reported by 20-60% of respondents with working
activities during railway journey includes tactical strategy application in tough
terrains, when locomotive suffered problems and communication issues, and the
need for extra awareness during the journey.
Amylase data obtained in stage 3 shows high stress level suffered by at least 71%
of respondents during the start of the journey. This number drops to 56% by the
end of the journey. Even so, amylase concentration does not change significantly
in relation to the length of the journey. Age and work experience are not related
to the change of amylase concentration. Mental load during assignment, as
pictured from HRV data, usually shows an acceptable level. PVT value is usually
higher than in literatures, where it shows a tendency of low awareness level. The
result of these studies shows a significant correlation between physiological
response (SAA and HRV) with awareness (PVT), although it is not applicable to
several HRV and PVT parameter. For these two indicators, there is no significant
change as a function of assignment duration.
From this research, it can be concluded that drivers from Operational Region II
PT KAI has a considerable workload and responsibility. The working
characteristic tends to be monotonous, along with a considerably tough and un-
ergonomic working operational condition. High stress level does not correlate
with moderate mental workload and low awareness level. Mental workload from
drivers does not affect the level of awareness during assignment. The demand for
punctuality during assignment is one of the aspect with highest stress level. The
result of this research can be utilised by PT KAI as a basis for improving working
operational condition.
Keyword: train drivers, work stress, mental workload, Salivary -Amylase, Heart
Rate Variability, Psychomotor Vigilance Task