KARAKTERISTIK ISOTERM SORPSI AIR PADA TEPUNG SINGKONG...

31
i KARAKTERISTIK ISOTERM SORPSI AIR PADA TEPUNG SINGKONG TERFERMENTASI ANGKAK WATER SORPTION ISOTHERM CHARACTERISTICS OF FERMENTED CASSAVA FLOUR BY RED YEAST RICE Oleh: Mutiara Nur Alfiah 652013004 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2017

Transcript of KARAKTERISTIK ISOTERM SORPSI AIR PADA TEPUNG SINGKONG...

i

KARAKTERISTIK ISOTERM SORPSI AIR PADA TEPUNG SINGKONG

TERFERMENTASI ANGKAK

WATER SORPTION ISOTHERM CHARACTERISTICS OF FERMENTED

CASSAVA FLOUR BY RED YEAST RICE

Oleh:

Mutiara Nur Alfiah

652013004

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna

memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2017

ii

iii

iv

1

KARAKTERISTIK ISOTERM SORPSI AIR PADA TEPUNG SINGKONG

TERFERMENTASI ANGKAK

WATER SORPTION ISOTHERM CHARACTERISTICS OF FERMENTED

CASSAVA FLOUR BY RED YEAST RICE

Mutiara Nur Alfiah1, Sri Hartini

2, Margareta Novian Cahyanti

2

1 Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

2 Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah - Indonesia

[email protected]

ABSTRACT

This research aims to determine moisture sorption isotherm curves,

mathematical models and moisture sorption isotherm characteristics of fermented

cassava flour by red yeast rice. Mathematical models which are used, such as

Guggenheim Anderson deBoer (GAB), Brunauer Emmet Teller (BET) and Caurie are

tested the accuracy model with Mean Relative Deviation (MRD). Result of the study

shows that the moisture sorption isotherm curve of fermented cassava flour by red yeast

rice has the sigmoid form (type II). The best mathematical model of fermented cassava

flour by red yeast rice is GAB model with MRD at temperature 30˚C, 35˚C and 40˚C

are 4.95%, 3.82% and 4.21%, and Caurie model at temperature 40˚C is 4.72%. Moisture

sorption isotherm characteristic of fermented cassava flour by red yeast rice includes

primary bound water at temperature 30˚C, 35˚C and 40˚C in GAB model are 5.56%,

5.50% and 5.79%, BET model are 4.49%, 4.48% and 4.93%, while Caurie model are

5.98%, 5.97% and 5.08%, secondary bound water is 5.75% and tertiary bound water is

9.95%, surface area at temperature 30˚C, 35˚C and 40˚C are 126.07 m2/g, 129.49 m

2/g

and 88.52 m2/g, enthalpy and entropy of water sorption processes decreased when

moisture content increased.

Keywords : Cassava Flour, Mathematical Model, Red Yeast Rice, Thermodynamic,

Water Sorption Isotherm

PENDAHULUAN

Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan hasil pertanian yang tidak

tahan simpan atau mudah rusak. Pengolahan singkong menjadi tepung merupakan salah

satu cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpannya (Marniza dkk.,

2011). Fermentasi tepung singkong menggunakan kapang Monascus purpureus dalam

2

bentuk angkak. Pigmen angkak memiliki aktivitas sebagai antimikroba sehingga dapat

memperpanjang masa simpan makanan dengan menggunakan angkak sebagai inokulum

(Susetyo dkk., 2016).

Kualitas produk pangan yang mudah mengalami kerusakan selama

penyimpanan adalah dalam bentuk tepung. Stabilitas tepung ditentukan oleh aktivitas

air (aw) dan kadar air kesetimbangan (Me) (Widowati dkk., 2010). Menurut Jamaluddin

dkk. (2014) kadar air bahan sangat mempengaruhi aktivitas mikrobiologis yang dapat

menyebabkan kerusakan produk selama penyimpanan.

Kurva ISA (Isoterm Sorpsi Air) menyatakan hubungan antara kadar air bahan

dengan kelembaban relatif atau aktivitas air pada suhu tertentu (Aini dkk., 2014).

Isoterm sorpsi air sangat penting untuk merancang proses pengeringan, terutama dalam

penentuan titik akhir pengeringan serta dalam menentukan stabilitas bahan pangan

selama penyimpanan (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Menurut Cahyanti (2008) kurva

ISA dapat digunakan untuk menentukan sifat-sifat produk, parameter pengeringan,

pengemasan dan penyimpanan pangan. Selain itu kurva ini juga dapat digunakan untuk

menentukan masa simpan suatu bahan pangan berdasarkan batas kritis yang harus

dicapai.

Hubungan antara aktivitas air (aw) dan kadar air kesetimbangan dapat

dijelaskan dengan menggunakan model matematika. Model matematika yang digunakan

dalam penelitian ini adalah model BET (Brunauer Emmet Teller), model GAB

(Guggenheim Anderson deBoer), dan model Caurie yang cocok digunakan pada bahan

pangan yang mengandung karbohidrat tinggi, rentang aw yang luas, serta kemudahan

penggunaannya (Ajisegiri et al., 2007). Selain itu pemodelan matematika tersebut dapat

digunakan untuk mengetahui karakteristik dari tepung singkong terfermentasi angkak

seperti fraksi air terikat primer, luas permukaan penyerapan air dan sifat-sifat

termodinamikanya. Dari latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan kurva isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak.

2. Menentukan model matematika yang tepat dalam menggambarkan kurva isoterm

sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak.

3. Menentukan karakteristik isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi

angkak.

3

METODOLOGI

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah singkong yang

difermentasi dengan angkak (Monascus purpureus). Bahan kimia yang digunakan

adalah tujuh jenis garam yang digunakan untuk mengatur kelembaban relatif (relative

humidity/RH) agar konstan, yaitu NaOH, MgCl2, K2CO3, Mg(NO3)2, KI, NaCl, KCl.

Bahan kimia lain yang digunakan adalah akuades.

Piranti yang digunakan untuk penelitian ini berupa cawan porselin, chamber

untuk menentukan isoterm sorpsi, moisture analyzer untuk mengukur kadar air, neraca

analitik, inkubator, beaker glass, glass container, termometer, higrometer, drying

cabinet dan ayakan mesh 61.

Pembuatan Tepung Singkong Terfermentasi Angkak (Lakahina dkk., 2015)

Singkong yang masih segar dibersihkan dari kulitnya. Singkong yang sudah

bersih dipotong-potong menjadi beberapa bagian lalu direndam dalam air dan dicuci

dengan air mengalir. Potongan singkong dikukus selama kurang lebih 60 menit,

selanjutnya ditiriskan dan didinginkan sampai singkong mencapai suhu ruang. Singkong

tersebut dipotong dan ditimbang sebanyak 1 kg kemudian diinokulasi dengan angkak

dengan konsentrasi 12%, lalu difermentasi selama 3 hari pada suhu ruang. Hasil

fermentasi dikeringkan pada suhu 55˚C sampai kering. Setelah itu hasil fermentasi

dihaluskan hingga menjadi tepung kemudian diayak dengan ayakan mesh 61.

Pengukuran Kadar Air Awal (Kumalasari, 2012)

Sampel ditimbang sebanyak 0,500 gram dalam cawan moisture analyzer.

Moisture analyzer diset pada suhu 105˚C. Moisture analyzer ditutup dan ditunggu hasil

kadar airnya. Hasil kadar air dicatat.

Preparasi Larutan Garam Jenuh (Hayati, 2004)

Preparasi larutan garam jenuh dilakukan menggunakan 7 macam garam, yaitu

NaOH, MgCl2, K2CO3, Mg(NO3)2, KI, NaCl, KCl. Garam ditimbang dengan berat

tertentu kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air hangat suhu

kurang lebih 50˚C dan diaduk sampai larut. Jika garam yang dilarutkan dapat larut

sempurna, maka garam ditambahkan sedikit demi sedikit sampai garam tidak larut lagi.

4

Larutan garam jenuh dibuat sebanyak 50 ml kemudian dimasukkan dalam sebuah glass

container yang cukup untuk menampung larutan garam. Larutan didiamkan selama

kurang lebih 7 hari untuk memperoleh RH konstan.

Pengukuran Kadar Air Kesetimbangan (Aini dkk., 2014)

Sebanyak 5,0000 gram sampel masing-masing disimpan dalam chamber yang

sudah diatur RH-nya menggunakan larutan-larutan garam jenuh. Larutan garam tersebut

kemudian disimpan pada suhu 30˚C, 35˚C, dan 40˚C. Penimbangan sampel dilakukan

setiap hari selama 7 hari. Bila sampel telah berjamur sebelum 7 hari maka penimbangan

dapat dihentikan.

Uji Ketepatan Model (Isse et al., 1993)

Uji ketepatan suatu persamaan isoterm sorpsi digunakan Mean Relative

Deviation (MRD) dengan persamaan sebagai berikut:

MRD =

∑ |

|

Keterangan: Jika:

Mi = kadar air hasil percobaan MRD < 5 maka model sangat tepat

Mpi = kadar air hasil perhitungan 5 < MRD < 10 maka model agak tepat

N = jumlah data MRD > 10 maka model tidak tepat

Penentuan Karakteristik Isoterm Sorpsi Air Pada Bahan Pangan

Karakteristik isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak

dianalisa meliputi fraksi air terikat primer menggunakan model GAB, BET dan Caurie,

fraksi air terikat sekunder dan fraksi air terikat tersier menggunakan persamaan

Clausius-Clapeyron (Soekarto and Steinberg, 1981), luas permukaan penyerapan air

(Caurie, 1981), entalpi dan entropi proses penyerapan air (Togrul and Arslan, 2007).

Persamaan GAB (Hutasoit, 2009):

( )( )

Keterangan:

M = kadar air (%) Mm = kadar air monolayer (%)

aw = aktivitas air C = konstanta energy

K = konstanta

5

Persamaan BET (Adawiyah dan Soekarto, 2010):

( )

Keterangan:

M = kadar air (%) aw = aktivitas air

Mm = kadar air monolayer (%) C = konstanta

Persamaan Caurie (Caurie, 1981):

ln(

) = -ln(C.Mm) +

(

)

Keterangan:

M = kadar air (%) Mm = kadar air monolayer (%)

C = konstanta Caurie aw = aktivitas air

Persamaan Clausius-Clapeyron:

( )

( )

Qst =

+ qc

Keterangan:

= kalor serap bersih (kJ mol

-1) aw = aktivitas air

R = konstanta gas (8,314 J mol-1

K-1

) T = suhu (K)

qc = kalor laten (43,53 kJ mol-1

) = entropi (Jmol-1

K-1

Kg-1

)

Qst

= entalpi (kJ mol-1

Kg-1

)

Analisa Data

Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali untuk sampel pada setiap jenis larutan

garam, kemudian data dianalisa menggunakan regresi linier dan regresi non-linier

(Motulsky and Christopoulos, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kurva Isoterm Sorpsi Air

Tabel 1 menunjukkan kelembaban relatif (RH), aktivitas air (aw) dan kadar air

kesetimbangan (Me) pada tepung singkong terfermentasi angkak. Kurva tepung

singkong terfermentasi angkak dihubungkan dengan aktivitas air dan kadar air

6

kesetimbangan. Gambar 1 menunjukkan kurva isoterm sorpsi air tepung singkong

terfermentasi angkak pada suhu 30˚C, 35˚C dan 40˚C. Kurva isoterm sorpsi air

berbentuk sigmoid atau menyerupai bentuk huruf S, sehingga kurva isoterm sorpsi air

tepung singkong terfermentasi angkak mendekati tipe II. Kurva isoterm sorpsi tipe II

yang berbentuk huruf S sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Labuza (1984)

bahwa bahan makanan kering mempunyai kurva isoterm sorpsi air berbentuk sigmoid.

Kurva berbentuk sigmoid disebabkan oleh pengaruh akumulatif dari ikatan hidrogen,

Hukum Raoult, kapiler dan interaksi antara permukaan bahan dengan molekul air (Aini

dkk., 2014).

Tabel 1. Kelembaban Relatif (RH), Aktivitas Air (aw) dan Kadar Air Kesetimbangan

(Me) pada Suhu 30˚C, 35˚C dan 40˚C

Garam Suhu 30˚C Suhu 35˚C Suhu 40˚C

RH(%) aw Me(%bk) RH(%) aw Me(%bk) RH(%) aw Me(%bk)

NaOH

MgCl2

K2CO3

Mg(NO3)2

KI

NaCl

KCl

11

40

49

67

79

87

99

0,11

0,40

0,49

0,67

0,79

0,87

0,99

2,27±0,16

5,91±0,51

7,92±0,68

12,45±0,93

17,67±0,94

22,95±1,42

38,82±1,70

10

39

47

62

79

87

99

0,10

0,39

0,47

0,62

0,79

0,87

0,99

2,25±0,17

5,71±0,64

7,61±0,78

10,91±0,93

15,94±1,44

21,56±1,78

34,35±3,32

10

32

38

49

63

73

80

0,10

0,32

0,38

0,49

0,63

0,73

0,80

2,01±0,19

4,66±0,57

6,05±0,58

8,11±0,63

11,95±1,20

14,78±1,32

17,33±1,24

Gambar 1. Kurva Isoterm Sorpsi Air pada Tepung Singkong Terfermentasi Angkak

Suhu 30˚C, 35˚C dan 40˚C

Pemodelan Matematika

Data hubungan kadar air kesetimbangan dan aktivitas air diprediksikan dalam

berbagai model matematika. Model matematika yang digunakan yaitu GAB

(Guggenheim Anderson deBoer) dengan

dan , BET (Brunauer Emmet

Teller) dengan

( ) dan serta Caurie dengan (

) dan

(

). Kurva pemodelan isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

Me

(%b

k)

aw

suhu 30suhu 35suhu 40

7

angkak dengan suhu 30˚C, 35˚C dan 40˚C pada model GAB (a), BET (b) dan Caurie (c)

ditunjukkan dalam Gambar 2.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air pada Tepung Singkong Terfermentasi

Angkak Suhu 30˚C, 35˚C dan 40˚C pada Model GAB (a), BET (b) dan

Caurie (c)

y = -0,1288x2 + 0,1116x + 0,0387 R² = 0,9625

y = -0,1308x2 + 0,1214x + 0,0350 R² = 0,9578

y = -0,1186x2 + 0,0957x + 0,0435 R² = 0,8357

0,00

0,02

0,04

0,06

0,00 0,30 0,60 0,90

a w/M

e

aw

suhu 30

suhu 35

suhu 40

y = 1,8107x - 0,6164 R² = 0,3671

y = 1,7250x - 0,5595 R² = 0,3940

y = 0,2311x + 0,0198 R² = 0,9176

-0,50

0,50

1,50

2,50

0,00 0,30 0,60 0,90

a w/(

1-a

w)M

e

aw

suhu 30

suhu 35

suhu 40

y = 0,4319x - 2,0428 R² = 0,9204

y = 0,4205x - 2,0129 R² = 0,9337

y = 0,6151x - 2,0723 R² = 0,9941

-4,00

-2,00

0,00

-5,00 -3,00 -1,00 1,00

ln(1

/Me)

ln(1-aw/aw)

suhu 30suhu 35suhu 40

8

Penentuan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dihitung

berdasarkan masing-masing persamaan regresi linier maupun non-linier pada masing-

masing pemodelan. Tabel 2 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil

percobaan (Me) dan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dengan model

GAB, BET dan Caurie.

Tabel 2. Nilai Me dan Mhit Model GAB, BET dan Caurie

Garam

Suhu 30˚C Suhu 35˚C Suhu 40˚C

Me Mhit Me

Mhit Me Mhit

GAB BET Caurie GAB BET Caurie GAB BET Caurie

NaOH

MgCl2

K2CO3

Mg(NO3)2

KI

NaCl

KCl

2,27

5,91

7,92

12,45

17,67

22,95

38,82

2,19

6,38

7,92

11,92

16,78

22,35

43,14

-0,29

6,18

3,51

3,38

4,55

6,79

84,17

3,10

6,47

7,63

10,39

13,53

17,27

56,12

2,25

5,71

7,61

10,91

15,94

21,56

34,35

2,18

6,22

7,44

10,38

15,84

21,22

36,24

-0,29

5,77

3,53

3,20

4,61

7,32

71,92

2,97

6,18

7,12

9,23

12,94

16,90

47,83

2,01

4,66

6,05

8,11

11,95

14,78

17,33

1,93

5,11

6,00

7,88

11,16

14,72

18,24

2,59

4,98

5,65

7,19

10,35

14,57

19,74

2,06

4,94

5,82

7,71

11,08

14,83

18,78

Penentuan nilai MRD dilakukan dengan membandingkan kadar air

kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dengan kadar air kesetimbangan hasil percobaan

(Me). Tabel 3 menunjukkan nilai MRD untuk masing-masing model matematika pada

suhu 30˚C, 35˚C dan 40˚C.

Tabel 3. Nilai MRD Pemodelan pada Suhu 30˚C, 35˚C dan 40˚C

Pemodelan Nilai MRD (%)

30˚C 35˚C 40˚C

GAB

BET

Caurie

4,95

72,46

22,68

3,82

69,22

20,22

4,21

11,77

4,72

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa model GAB merupakan pemodelan

yang paling tepat untuk menggambarkan fenomena isoterm sorpsi air pada tepung

singkong terfermentasi angkak untuk masing-masing suhu karena memiliki nilai MRD

< 5. Pemodelan GAB paling cocok untuk mendeskripsikan data-data isoterm sorpsi air

karena memiliki rentang aw yang cukup besar (~0,9) (Timmermann et al., 2001).

Pemodelan GAB paling tepat untuk menggambarkan isoterm sorpsi air pada tepung

singkong terfermentasi angkak diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Menkov and

Durakova (2007) tentang isoterm sorpsi air pada tepung wijen bahwa model GAB

cocok untuk menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan, aktivitas air

dan suhu pada tepung wijen. Penelitian Aini dkk. (2014) tentang isoterm sorpsi air

tepung jagung instan menunjukkan bahwa model GAB dapat menggambarkan kurva

isoterm sorpsi air tepung jagung. Model Caurie pada suhu 40˚C juga memiliki nilai

9

MRD < 5. Selain model GAB, model Caurie pada suhu 40˚C juga cocok untuk

mendeskripsikan data-data isoterm sorpsi air karena memiliki rentang aw sebesar ~0,80.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Hutasoit (2009) bahwa model caurie berlaku untuk

kebanyakan bahan pangan pada aw 0,0-0,85. Pemodelan Caurie pada suhu 40˚C tepat

untuk menggambarkan isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak

diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Cahyanti (2016) tentang isoterm sorpsi air

pada biskuit coklat menunjukkan bahwa model Caurie dapat digunakan untuk

memprediksikan fenomena isoterm sorpsi air dengan nilai MRD sebesar 2,67%.

Karakteristik Isoterm Sorpsi Air

Fraksi Air Terikat Primer

Fraksi air terikat primer pada masing-masing suhu dihitung dengan model

GAB, BET dan Caurie. Hasil fraksi air terikat primer (Mo) pemodelan pada masing-

masing suhu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Mo Pemodelan pada Suhu 30˚C, 35˚C dan 40˚C

Pemodelan Mo (%)

30˚C 35˚C 40˚C

GAB

BET

Caurie

5,56

4,49

5,98

5,50

4,48

5,97

5,79

4,93

5,08

Fraksi air terikat primer adalah ikatan yang kuat terhadap air. Menurut Aini

dkk. (2014) kandungan air pada fraksi air terikat primer ini sangat penting untuk

menentukan stabilitas fisik dan kimia bahan yang dikeringkan. Berdasarkan Tabel 4

dapat dilihat bahwa nilai Mo pada masing-masing model memiliki nilai yang berbeda

pada tiap suhu. Pada model GAB dan BET dari suhu 30˚C ke suhu 35˚C mengalami

penurunan nilai Mo, sedangkan dari suhu 35˚C ke suhu 40˚C mengalami kenaikan nilai

Mo, berbeda dengan model Caurie nilai Mo hasilnya menurun dengan naiknya suhu.

Menurut Noguchi (1981) ketika suhu dinaikkan maka hidrasi hidrofobik akan turun

sehingga jumlah air yang diikat juga akan turun. Perbedaan nilai Mo dapat disebabkan

oleh komposisi kimia, struktur dan lingkungan seperti suhu (Rahman, 2009).

Fraksi Air Terikar Sekunder dan Tersier

Fraksi air terikat sekunder dan tersier dihitung menggunakan persamaan

Clausius-Clapeyron. Gambar 3 menunjukkan perpotongan garis dua garis lurus untuk

10

menentukan fraksi air terikat sekunder dan tersier. Garis lurus pertama mewakili daerah

fraksi air terikat sekunder dan garis lurus kedua mewakili daerah fraksi air terikat

tersier.

Gambar 3. Perpotongan Fraksi Air Terikat Sekunder dan Tersier

Fraksi air sekunder pada tepung singkong terfermentasi angkak terletak pada

kadar air 5,75%. Fraksi air tersier terletak pada kadar air 9,95%. Fraksi air tersier

merupakan ikatan sangat lemah terhadap air sehingga pada daerah ini dapat terjadi

pertumbuhan mikroba.

Luas Permukaan

Luas permukaan penyerapan air dapat dihitung menggunakan model Caurie.

Nilai luas permukaan penyerapan air dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas Permukaan Penyerapan Air

Suhu Konstanta Caurie Luas Permukaan (m2/g)

30˚C 1,29 126,07

35˚C 1,25 129,49

40˚C 1,56 88,52

Luas permukaan pada tepung singkong terfermentasi angkak meningkat pada

suhu 30˚C ke suhu 35˚C, tetapi pada suhu 35˚C ke suhu 40˚C mengalami penurunan

luas permukaan. Penelitian Rakshit et al. (2011) luas permukaan penyerapan air

menurun dengan naiknya suhu. Menurut Cahyanti dkk. (2016) luas permukaan

penyerapan air berhubungan dengan sisi penyerap air. Semakin luas permukaan

penyerapan air menunjukkan jumlah gugus OH, C=O, NH dan gugus polar yang besar.

y = -41.068,4904x + 245.382,4033 R² = 0,8610

y = -2.215,9111x + 22.049,2184 R² = 0,9843

-50000

0

50000

100000

150000

0 3 6 9 12

Me

-∆H

(kJm

ol-1

Kg-1

)

2

1

11

Entalpi dan Entropi

Data untuk menghitung entalpi dan entropi proses penyerapan air digunakan

persamaan linier Clausius-Clapeyron. Tabel 6 dan Gambar 4 menunjukkan nilai

entalpi dan entropi proses penyerapan air pada tepung singkong terfermentasi angkak.

Tabel 6. Nilai Entalpi dan Entropi Proses Penyerapan Air pada Tepung Singkong

Terfermentasi Angkak Me (%bk) ∆H (kJ mol

-1 Kg

-1) ∆S (J mol

-1 K

-1 Kg

-1)

3

5

6

8

9

10

-136509,85

-32038,95

-13304,38

-5634,95

-1745,72

-175,94

417,23

91,21

34,21

11,52

0,37

-3,99

(a)

(b)

Gambar 4. Entalpi (a) dan Entropi (b) Proses Penyerapan Air pada Tepung Singkong

Terfermentasi Angkak

Nilai entalpi proses penyerapan air pada tepung singkong terfermentasi angkak

bernilai negatif dan proses penyerapan air menurun seiring dengan naiknya kadar air.

Hal ini menegaskan bahwa nilai entalpi yang bernilai negatif menunjukkan reaksi

eksoterm yang terjadi pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan (Kaleemullah and

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

0 2 4 6 8 10

-∆H

(kJ

mo

l-1K

g-1)

Me

-5

95

195

295

395

0 2 4 6 8 10

∆S

(Jm

ol-1

K-1

Kg-1

)

Me

12

Kailappan, 2007). Kekuatan untuk mengikat air akan menurun pada tingkat kadar air

yang tinggi dan pada kadar air yang rendah paling banyak terjadi penyerapan sehingga

menimbulkan interaksi energi yang besar (Togrul and Arslan, 2007; Villa-Velez et al.,

2012). Nilai entropi proses penyerapan air pada tepung singkong terfermentasi angkak

juga menurun seiring dengan naiknya kadar air. Hal ini menjelaskan bahwa jika kadar

air merurun maka gerakan molekul akan lebih terbatas (Eim et al., 2011). Hasil

Penelitian Ayala-Aponte (2015) pada tepung singkong dan penelitian Owo et al. (2016)

pada tepung ubi, nilai entalpi dan entropi menurun dengan meningkatnya kadar air.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian tentang karakteristik isoterm sorpsi air pada tepung

singkong terfermentasi angkak dapat disimpulkan bahwa:

1. Kurva isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak mempunyai

bentuk sigmoid yang mendekati tipe II.

2. Model yang tepat untuk menggambarkan fenomena isoterm sorpsi air pada tepung

singkong terfermentasi angkak adalah model GAB dengan nilai MRD pada suhu

30˚C, 35˚C dan 40˚C secara berturut-turut sebesar 4,95%, 3,82% dan 4,21%, dan

nilai MRD model Caurie pada suhu 40˚C sebesar 4,72%.

3. Karakteristik isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak

meliputi:

a. Fraksi air terikat primer pada suhu 30˚C, 35˚C dan 40˚C berturut-turut pada

model GAB sebesar 5,56%; 5,50% dan 5,79%; model BET sebesar 4,49%;

4,48% dan 4,93%; dan model Caurie sebesar 5,98%; 5,97% dan 5,08%.

b. Fraksi air terikat sekunder pada tepung singkong terfermentasi angkak terletak

pada kadar air 5,75% dan fraksi air terikat tersier pada tepung singkong

terfermentasi angkak terletak pada kadar air 9,95%.

c. Luas permukaan penyerapan air pada tepung singkong terfermentasi angkak

pada suhu 30˚C, 35˚C dan 40˚C berturut-turut sebesar 126,07 m2/g; 129,49

m2/g dan 88,52 m

2/g.

d. Nilai entalpi dan entropi proses penyerapan air pada tepung singkong

terfermentasi angkak menurun seiring dengan meningkatnya kadar air.

13

SARAN

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, untuk penelitian selanjutnya

perlu dilakukan pengukuran masa simpan tepung singkong terfermentasi angkak.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D. R. dan ST Soekarto. 2010. Pemodelan Isotermis Sorpsi Air pada Model

Pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 21(1), 33-39.

Aini, N., V Prihananto dan G Wijonarko. 2014. Karakteristik Kurva Isotherm Sorpsi Air

Tepung Jagung Instan. Agritech 34(1), 50-55.

Ajisegiri, E. S. A., O Chukwu and PA Sopade. 2007. Moisture-Sorption Study of

Locally-Parboiled Rice. AU Journal of Technology 11(2), 86-90.

Ayala-Aponte, A. A. 2015. Thermodynamic Properties of Moisture Sorption in Cassava

Flour. Dyna 83(197), 138-144.

Cahyanti, M. N. 2008. Pendugaan Masa Simpan Biskuit Coklat dengan Metode ASLT

Berdasarkan Kadar Air. Skripsi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Cahyanti, M. N., J Hindarto dan LN Lestario. 2016. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air

Biskuit Coklat menggunakan Persamaan Caurie. Jurnal Aplikasi Teknologi

Pangan 5(2), 51-58.

Caurie, M. 1981. Derivation of Full Range Moisture Sorption Isotherms. Dalam: Water

Activity: Influences on Food Quality. LB Rockland and GF Stewart (Eds), 63-

87. Academic Press. New York.

Eim, V. S., C Rossello, A Femenia and S Simal. 2011. Moisture Sorption Isotherms and

Thermodynamic Properties of Carrot. International Journal of Food

Engineering 7(3), 1-16.

Hayati, R., A Abdullah, MK Ayob dan ST Soekarto. 2004. Isotermi Sorpsi Air dan

Analisis Umur Simpan Ikan Kayu Tongkol (Euthynnus affinis) dari Aceh. Jurnal

Teknologi dan Industri Pangan 15(3), 207-213.

Hutasoit, N. 2009. Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstrusi)

menggunakan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan

Metode Konvensional. Sripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Isse, M. G., H Schuchmann and H Schubert. 1993. Divided Sorption Isotherm Concept

an Alternative Way to Describe Sorption Isotherm Data. Journal of Food

Process Engineering 16(2), 147-157.

14

Jamaluddin., R Molenaar dan D Tooy. 2014. Kajian Isotermi Sorpsi Air dan Fraksi Air

Terikat Kue Pia Kacang Hijau Asal Kota Gorontalo. Jurnal Ilmu dan Teknologi

Pangan 2(1), 27-37.

Kaleemullah, S. and R Kailappan. 2007. Monolayer Moisture, Free Energy Change and

Fractionation of Bound Water of Red Chillies. Journal of Stored Products

Research 43, 104-110.

Kumalasari, H. 2012. Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa

menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-S, sebagai Alternatif Metoda

Oven dan Karl Fischer. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Labuza, T. P. 1984. Moisture Sorption: Practical Aspects of Isotherm Measurement and

Use. American Association of Cereal Chemists, St. Paul, Minnesota.

Lakahina, O., YLID Saputri dan BD Hartanto. 2015. Mocaf Merah – Pangan Kaya

Antioksidan Berbasis Kearifan Lokal. Program Kreativitas Mahasiswa.

Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Marniza, Medikasari dan Nurlaili. 2011. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein: Kajian

Pemanfaatan Tepung Kacang Benguk sebagai Sumber Nitrogen Ragi Tempe.

Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian 16(1), 73-81.

Menkov, N. D. and AG Durakova. 2007. Moisture Sorption Isotherms of Sesame Flour

at Several Temperatures. Food Technol Biotechnol 45(1), 96-100.

Motulsky, H. and A Christopoulos. 2004. Fitting Models to Biological Data Using

Linear and Nonlinear Regression: A Practical Guide to Curve Fitting. Oxford

University Press, Inc. New York.

Noguchi, H. 1981. Hydration around Hydrophobic Groups. Dalam: Water Activity:

Influences on Food Quality. LB Rockland and GF Stewart (Eds), 281-293.

Academic Press. New York.

Owo, H. O., AA Adebowale, OP Sobukola, AO Obadina, OE Kajihausa, MO

Adegunwa, LO Sanni and K Tomlins. 2016. Adsorption Isotherms and

Thermodynamics Properties of Water Yam Flour. Quality Assurance and Safety

of Crops & Foods, 1-8.

Rahman, M. S. 2009. Food Stability Beyond Water Activity and Glass Transtion:

Macro-Micro Region Concept in the State Diagram. International Journal of

Food Properties 12(4), 726-740.

15

Rakshit, M., B Moktan, SA Hossain and PK Sarkar. 2011. Moisture Sorption

Characteristics of Wadi, a Legume-Based Traditional Condiment. Journal Food

Sci Technol 51(2), 301-307.

Soekarto, S. T. and MP Steinberg. 1981. Determination of Binding Energy for The

Three Fractions of Bound Water. Dalam: Water Activity: Influences on Food

Quality. LB Rockland and GF Stewart (Eds), 265-279. Academic Press. New

York.

Susetyo, Y. A., S Hartini dan MN Cahyanti. 2016. Optimasi Kandungan Gizi Tepung

Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Terfermentasi Ditinjau dari Dosis Penambahan

Inokulum Angkak serta Aplikasinya dalam Pembuatan Mie Basah. Jurnal

Aplikasi Teknologi Pangan 5(2), 44-51.

Timmermann, E. O., J Chirife and HA Iglesias. 2001. Water Sorption Isotherms of

Foods and Foodstuffs: BET or GAB Parameters. Journal of Food Engineering

48, 19-31.

Togrul, H. and N Arslan. 2007. Moisture Sorption Isotherms and Thermodynamic

Properties of Walnut Kernels. Journal of Stored Producs Research 43, 252-264.

Villa-Velez, H. A., HA Vaquiro, J Bon and J Telis-Romero. 2012. Modelling

Thermodynamic Properties of Banana Waste by Analytical Derivation of

Desorption Isotherms. International Journal of Food Engineering 8(1), 1-19.

Widowati, S., H Herawati, R Syarief, NE Suyatma dan HA Prasetia. 2010. Pengaruh

Isoterm Sorpsi Air Terhadap Stabilitas Beras Ubi. Jurnal Teknologi dan Industri

Pangan 21(2), 123-128.

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

29

PEMODELAN MATEMATIKA DAN SIFAT TERMODINAMIKA ISOTERM

SORPSI AIR TEPUNG SINGKONG TERFERMENTASI ANGKAK

MATHEMATICAL MODELS AND THERMODYNAMIC PROPERTIES OF

MOISTURE SORPTION ISOTHERMS OF FERMENTED CASSAVA FLOUR BY

RED YEAST RICE

Mutiara Nur Alfiaha*

, Sri Hartinia, Margareta Novian Cahyanti

a

aJurusan Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga, 50711, Jawa Tengah, Indonesia

*email: [email protected]

DOI : 10.20961/alchemy.v13i1.4326

Received 23 January 2017, Accepted 22 February 2017, Published online 11 March 2017

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menentukan kurva isoterm sorpsi air, pemodelan

isoterm sorpsi air dan sifat termodinamika pada tepung singkong terfermentasi angkak.

Pemodelan isoterm sorpsi air yang digunakan meliputi GAB (Guggenheim Anderson

deBoer), BET (Brunauer Emmet Teller) dan Caurie. Sedangkan uji ketepatan model

dilakukan dengan MRD (Mean Relative Deviation) dan RMSE (Root Mean Square Error).

Sifat termodinamika meliputi entalpi dan entropi dihitung dengan menggunakan

persamaan Clausius - Clapeyron. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurva isoterm

sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak berbentuk sigmoid (tipe II).

Pemodelan isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak yang paling tepat

adalah model GAB. Nilai MRD dan RMSE pada suhu 30 ○C, 35

○C dan 40

○C berturut-

turut sebesar 3,12 %; 2,71 %; 3,81 %; dan 1,01; 0,35; 0,42. Nilai kadar air monolayer pada

suhu 30 ○C, 35

○C dan 40

○C pada model GAB sebesar 6,61 %; 6,27 % dan 6,91 %; model

BET sebesar 4,92 %; 4,86 % dan 5,19 %; sedangkan model Caurie sebesar 6,37 %; 6,18 %

dan 5,30 %. Entalpi dan entropi dari proses penyerapan air menurun seiring dengan

meningkatnya kadar air.

Kata Kunci: angkak, isoterm sorpsi air, pemodelan matematika, tepung singkong,

termodinamika.

ABSTRACT

This research aims to determine moisture sorption isotherm curves, moisture sorption

isotherm models and thermodynamic properties of fermented cassava flour by red yeast

rice. The moisture sorption isotherm model used are Guggenheim Anderson deBoer

(GAB), Brunauer Emmet Teller (BET) and Caurie. Meanwhile, the test of modelling

accuray by Mean Relative Deviation (MRD) and Root Mean Square Error (RMSE). The

thermodynamic properties, i.e., enthalpy and entropy were calculated by Clausius -

Clapeyron equation. The result shows that the moisture sorption isotherm curve on

fermented cassava flour in a sigmoid form (type II). The GAB model is the best model for

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

30

moisture sorption isotherm of fermented cassava flour by red yeast rice. The MRD and

RMSE values at 30 ○C, 35

○C and 40

○C are 3.12 %, 2.71 %, 3.81 %, and 1.01, 0.35, 0.42,

respectively. The monolayer moisture content at 30 ○C, 35

○C and 40

○C are 6.61 %,

6.27 % and 6.91 %, based on GAB model. Meanwhile, when the BET model was used, the

monolayer moisture content are 4.92 %, 4.86 % and 5.19 %, while by Caurie model are

6.37 %, 6.18 % and 5.30 %, at 30 ○C, 35

○C and 40

○C, respectively. The enthalpy and

entropy of water sorption process were decreased when moisture content increased.

Keywords: cassava flour, mathematic model, red yeast rice, water sorption isotherm,

thermodynamic.

PENDAHULUAN

Di Indonesia, singkong merupakan produksi hasil pertanian yang besar dan dapat

digunakan sebagai bahan baku untuk produk pangan (Koswara, 2013). Singkong

merupakan hasil pertanian yang tidak tahan simpan sehingga diolah menjadi tepung untuk

memperpanjang masa simpannya (Marniza et al., 2011). Fermentasi tepung singkong

menggunakan kapang Monascus purpureus dalam bentuk angkak yang memiliki aktivitas

sebagai antimikroba untuk dapat memperpanjang masa simpannya (Susetyo et al., 2016).

Kurva isoterm sorpsi air (ISA) menggambarkan hubungan antara kelembaban

relatif (RH) atau aktivitas air (aw) dengan kadar air kesetimbangan (Me) (Sianipar et al.,

2008). Menurut Cahyanti (2008) kurva ISA dapat digunakan untuk menentukan sifat-sifat

produk, parameter pengeringan, pengemasan dan penyimpanan pangan. Selain itu kurva ini

juga dapat digunakan untuk menentukan masa simpan suatu bahan pangan berdasarkan

batas kritis yang harus dicapai.

Hubungan antara aw dan Me dapat dijelaskan dengan menggunakan model

matematika. Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah model BET

(Brunauer Emmet Teller), model GAB (Guggenheim Anderson deBoer) dan model Caurie

yang cocok digunakan pada bahan pangan yang mengandung karbohidrat tinggi, rentang

aw yang luas, serta kemudahan penggunaannya (Ajisegiri et al., 2007).

Pemodelan matematika juga dapat digunakan untuk mengetahui nilai kadar air

monolayer dan sifat termodinamikanya. Nilai kadar air monolayer digunakan untuk

menentukan stabilitas kimia maupun fisika pada bahan pangan kering berdasarkan kurva

ISA (Jamaluddin et al., 2014). Penyerapan jumlah air yang melebihi kadar air monolayer

akan menyebabkan penurunan mutu tekstur, reaksi enzimatis maupun non enzimatis, dan

mikrobiologis (Navarrete et al., 2004; Labuza, 1971). Sifat termodinamika meliputi entalpi

dan entropi yang digunakan untuk mengetahui proses penyerapan air pada bahan pangan,

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

31

interaksi antara komponen makanan dan air, serta dapat memperkirakan ketepatan energi

dari proses pengeringan (Telis-Romero et al., 2005).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kurva isoterm sorpsi air, pemodelan

isoterm sorpsi air dan sifat termodinamika isoterm sorpsi air pada tepung singkong

terfermentasi angkak. Pemodelan isoterm sorpsi air yang digunakan meliputi model GAB

(Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmet Teller) dan Caurie serta diuji

ketepatan model menggunakan MRD (Mean Relative Deviation) dan RMSE (Root Mean

Square Error).

METODE PENELITIAN

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah singkong yang difermentasi

dengan angkak (Monascus purpureus). Bahan kimia yang digunakan adalah tujuh jenis

garam yang digunakan untuk mengatur kelembaban relatif (relative humidity/RH), yaitu

NaOH, MgCl2, K2CO3, Mg(NO3)2, KI, NaCl, KCl dari PT. Smart Lab Indonesia. Bahan

kimia lain yang digunakan adalah akuades. Piranti yang digunakan untuk penelitian ini

berupa cawan porselin, chamber untuk menentukan isoterm sorpsi, moisture analyzer

untuk mengukur kadar air, neraca analitik, inkubator, termometer, higrometer, drying

cabinet dan ayakan mesh 61 untuk pembuatan tepung.

Pembuatan Tepung Singkong Terfermentasi Angkak (Lakahina et al., 2015)

Singkong yang masih segar dibersihkan dari kulitnya kemudian dicuci dengan air

mengalir. Singkong dikukus selama kurang lebih 60 menit, selanjutnya ditiriskan dan

didinginkan sampai singkong mencapai suhu ruang. Singkong tersebut dipotong dan

ditimbang sebanyak 1 kg kemudian diinokulasi dengan angkak dengan konsentrasi 12 %,

lalu difermentasi selama 3 hari pada suhu ruang. Hasil fermentasi dikeringkan pada suhu

55 ○C sampai kering. Setelah itu hasil fermentasi dihaluskan dan diayak dengan ayakan

mesh 61.

Pengukuran Kadar Air Awal (Kumalasari, 2012)

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dalam cawan moisture analyzer. Moisture

analyzer diset pada suhu 105 ○C. Moisture analyzer ditutup dan ditunggu hasil kadar

airnya. Hasil kadar air dicatat.

Pengaturan Kelembaban Relatif (Hayati, 2004)

Larutan garam jenuh dibuat menggunakan garam NaOH, MgCl2, K2CO3,

Mg(NO3)2, KI, NaCl, KCl. Garam ditimbang dengan berat tertentu kemudian dimasukkan

ke dalam beaker glass yang berisi air hangat suhu kurang lebih 50 ○C dan diaduk sampai

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

32

larut. Jika garam yang dilarutkan dapat larut sempurna, maka garam ditambahkan sedikit

demi sedikit sampai garam tidak larut lagi. Larutan garam jenuh dibuat sebanyak 50 mL

dimasukkan dalam sebuah glass container yang cukup untuk menampung larutan garam.

Larutan didiamkan selama kurang lebih 7 hari untuk memperoleh RH yang konstan.

Pengukuran Kadar Air Kesetimbangan (Aini et al., 2014)

Sebanyak 5 g sampel masing-masing disimpan dalam chamber yang sudah diatur

RH-nya menggunakan larutan-larutan garam jenuh. Larutan garam tersebut kemudian

disimpan pada suhu 30 ○C, 35

○C dan 40

○C. Penimbangan sampel dilakukan setiap hari

selama 7 hari sampai tercapai steady state. Bila sampel telah berjamur sebelum 7 hari

maka penimbangan dapat dihentikan.

Pemodelan Matematika

Model matematika yang digunakan untuk menentukan isoterm sorpsi air meliputi

model GAB dengan kisaran aw 0,05 - 0,95; BET dengan kisaran aw 0,00 - 0,50 dan Caurie

dengan kisaran aw 0,00 - 0,85 (Wariyah and Supriyadi, 2010; Hutasoit, 2009). Persamaan

masing-masing model adalah sebagai berikut:

Persamaan GAB (Hutasoit, 2009) :

( )( ) ........................................................................... (1)

Keterangan:

M = kadar air (%) Mm = kadar air monolayer (%)

aw = aktivitas air C = konstanta energi

K = konstanta

Persamaan BET (Adawiyah dan Soekarto, 2010):

( )

............................................................................ (2)

Keterangan:

M = kadar air (%) aw = aktivitas air

Mm = kadar air monolayer (%) C = konstanta

Persamaan Caurie (Caurie, 1981):

ln(

) = -ln(C.Mm) +

(

) .............................................................. (3)

Keterangan:

M = kadar air (%) Mm = kadar air monolayer (%)

C = konstanta Caurie aw = aktivitas air

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

33

Uji Ketepatan Model (Iglesias and Chirife, 1976)

Validitas statistik dari tiap-tiap model ditentukan menggunakan parameter statistik

MRD (Mean Relative Deviation) dan RMSE (Root Mean Square Error) dengan persamaan

(4) dan (5):

MRD =

.......................................................................... (4)

RMSE = [

∑ ( )

]

................................................................ (5)

Keterangan:

Mi = kadar air hasil percobaan MRD < 5 maka model sangat tepat

Mpi = kadar air hasil perhitungan 5 < MRD < 10 maka model agak tepat

n = jumlah data MRD > 10 maka model tidak tepat

Karakteristik Isoterm Sorpsi Air

Karakteristik isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak

dianalisa meliputi kadar air monolayer menggunakan persamaan GAB, BET dan Caurie,

serta entalpi dan entropi proses penyerapan air menggunakan persamaan Clausius-

Clapeyron.

Persamaan Clausius - Clapeyron (Togrul and Arslan, 2007):

( )

(

)

.................................................................................. (6)

Qst =

+ qc ............................................................................................... (7)

...................................................................................... (8)

Keterangan:

= kalor serap bersih (kJ mol

-1) aw = aktivitas air

R = konstanta gas (8,314 J mol-1

K-1

) T = suhu (K)

qc = kalor laten (43,53 kJ mol-1

) = entropi (Jmol-1

K-1

Kg-1

)

Qst = entalpi (kJ mol

-1 Kg

-1)

Analisa Data (Motulsky and Christopoulos, 2004)

Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali untuk sampel pada setiap jenis larutan

garam, kemudian data dianalisa menggunakan regresi linier dan regresi non-linier.

PEMBAHASAN

Kelembaban relatif (RH), aktivitas air (aw) dan kadar air kesetimbangan (Me) pada

tepung singkong terfermentasi angkak ditunjukkan pada Tabel 1. Hubungan antara aw dan

Me pada tepung singkong terfermentasi angkak dihubungkan dengan kurva ISA. Kurva

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

34

ISA pada tepung singkong terfermentasi angkak suhu 30 ○C, 35

○C dan 40

○C dapat dilihat

pada Gambar 1. Kurva ISA berbentuk huruf S atau berbentuk sigmoid, sehingga kurva ISA

pada tepung singkong terfermentasi angkak mendekati tipe II. Kurva ISA berbentuk

sigmoid yang mendekati tipe II kebanyakan terdapat pada bahan makanan kering, kurva

berbentuk sigmoid disebabkan oleh kombinasi dari efek koligatif, kapiler dan interaksi

antar permukaan (Labuza, 1984).

Tabel 1. Kelembaban Relatif (RH), Aktivitas Air (aw) dan Kadar Air Kesetimbangan (Me)

pada suhu 30 ○C, 35

○C dan 40

○C.

Garam Suhu 30

○C Suhu 35

○C Suhu 40

○C

RH (%) aw Me (%bk) RH (%) aw Me (%bk) RH (%) aw Me (%bk) NaOH

MgCl2

K2CO3

Mg(NO3)2

KI

NaCl

KCl

11

38

49

66

77

87

99

0,11

0,38

0,49

0,66

0,77

0,87

0,99

2,49±0,16

6,57±0,50

8,88±0,62

13,08±1,23

18,54±1,13

24,35±1,72

39,59±2,35

10

37

46

60

77

88

99

0,10

0,37

0,46

0,60

0,77

0,88

0,99

2,37±0,24

6,09±0,86

8,43±0,78

10,88±1,48

16,85±1,93

22,52±2,57

35,49±5,08

10

30

38

48

63

73

80

0,10

0,30

0,38

0,48

0,63

0,73

0,80

2,14±0,24

4,88±0,55

6,62±0,40

8,57±0,70

12,23±1,46

15,28±1,61

17,22±1,68

Gambar 1. Kurva isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak suhu

30 ○C, 35

○C dan 40

○C.

Model matematika yang digunakan untuk memprediksikan hubungan antara kadar

air kesetimbangan dan aktivitas air yaitu GAB (Guggenheim Anderson deBoer) dengan

dan , BET (Brunauer Emmet Teller) dengan

( ) dan

serta Caurie dengan (

) dan (

). Gambar 2 menunjukkan kurva

pemodelan isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak dengan suhu

30 ○C, 35

○C dan 40

○C pada model GAB (a), BET (b) dan Caurie (c).

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

35

Gambar 2. Pemodelan isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak suhu

30 ○C, 35

○C dan 40

○C pada model (a) GAB, (b) BET dan (c) Caurie.

Persamaan regresi linier maupun non-linier dari masing-masing pemodelan

digunakan untuk menentukan kadar air kesetimbangan pada hasil perhitungan (Mhit). Tabel

2 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dan kadar air

kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dengan model GAB, BET dan Caurie.

A

B

C

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

36

Tabel 2. Nilai Me dan Mhit model GAB, BET dan Caurie.

Garam

Suhu 30 ○C Suhu 35 ○C Suhu 40 ○C

Me Mhit Me

Mhit Me Mhit

GAB BET Caurie GAB BET Caurie GAB BET Caurie

NaOH

MgCl2

K2CO3

Mg(NO3)2

KI

NaCl

KCl

2,49

6,57

8,88

13,08

18,54

24,35

39,59

2,43

6,90

8,78

13,12

17,55

23,96

42,02

-0,29

8,66

3,68

3,41

4,37

6,91

85,21

3,54

6,94

8,28

11,17

14,02

18,48

57,56

2,37

6,09

8,43

10,88

16,85

22,52

35,49

2,32

6,53

7,99

10,88

16,46

22,63

36,06

-0,34

7,11

3,88

3,47

4,89

8,31

72,34

3,19

6,42

7,51

9,58

13,46

18,32

49,05

2,14

4,88

6,62

8,57

12,23

15,28

17,22

2,06

5,31

6,54

8,37

11,66

15,07

18,01

3,09

5,17

6,00

7,38

10,53

14,91

20,00

2,26

5,06

6,21

7,99

11,42

15,32

19,16

Perbandingan antara kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (Mhit) dengan kadar

air kesetimbangan hasil percobaan (Me) dapat digunakan untuk menghitung nilai MRD dan

RMSE. Tabel 3 menunjukkan nilai MRD dan RMSE untuk masing-masing model

matematika pada suhu 30 ○C, 35

○C dan 40

○C.

Tabel 3. Nilai MRD pemodelan pada suhu 30 ○C, 35

○C dan 40

○C.

Pemodelan Nilai MRD (%) Nilai RMSE

30 ○C 35

○C 40

○C 30

○C 35

○C 40

○C

GAB

BET

Caurie

3,12

77,07

23,34

2,71

70,14

19,95

3,81

15,16

5,78

1,01

19,71

7,40

0,35

15,98

5,56

0,42

1,39

0,84

Berdasarkan Tabel 3 model yang tepat untuk menggambarkan fenomena isoterm

sorpsi air adalah model yang memiliki nilai MRD < 5, yaitu model GAB. Menurut

Timmermann et al. (2001) model GAB memiliki rentang aw ~ 0,9 sehingga model ini tepat

untuk mendeskripsikan data-data isoterm sorpsi air. Hal ini diperkuat dengan penelitian

Menkov and Durakova (2007) bahwa model GAB cocok untuk menggambarkan hubungan

antara kadar air kesetimbangan, aktivitas air dan suhu pada isoterm sorpsi air tepung wijen.

Penelitian Aini et al. (2014) menunjukkan bahwa model GAB dapat menggambarkan

kurva isoterm sorpsi air tepung jagung instan.

Model GAB, BET dan Caurie digunakan untuk menghitung kadar air monolayer.

Tabel 4 menunjukkan hasil kadar air monolayer (Mo) pemodelan pada masing-masing

suhu.

Tabel 4. Nilai Mo pemodelan pada suhu 30 ○C, 35

○C dan 40

○C.

Pemodelan Mo

30 ○C 35

○C 40

○C

GAB

BET

Caurie

6,61

4,92

6,37

6,27

4,86

6,18

6,91

5,19

5,30

Ikatan yang kuat terhadap air dapat disebut dengan kadar air monolayer. Menurut

Aini et al. (2014) stabilitas fisik dan kimia bahan yang dikeringkan ditentukan oleh

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

37

kandungan air pada lapisan monolayer ini. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai

Mo pada masing-masing model memiliki nilai yang berbeda pada tiap suhu. Pada model

GAB dan BET dari suhu 30 ○C ke suhu 35

○C mengalami penurunan nilai kadar air

monolayer, sedangkan dari suhu 35 ○C ke suhu 40

○C mengalami kenaikan nilai kadar air

monolayer. Nilai Mo pada model caurie hasilnya menurun dengan naiknya suhu. Hasil

penelitian Menkov and Durakova (2007) nilai Mo menggunakan model BET pada tepung

wijen menurun dengan meningkatnya suhu. Penelitian Jha et al. (2014) nilai Mo dengan

model GAB pada tepung bebas Gluten meningkat seiring dengan meningkatnya suhu.

Perbedaan nilai Mo disebabkan oleh komposisi kimia, struktur dan lingkungan seperti suhu

(Rahman, 2009). Menurut Noguchi (1981) ketika suhu dinaikkan maka hidrasi hidrofobik

akan turun sehingga jumlah air yang diikat juga akan turun.

Tabel 5. Nilai entalpi dan entropi proses penyerapan air pada tepung singkong

terfermentasi angkak.

Me (% bk) ∆H (kJ mol-1

Kg-1

) ∆S (J mol-1

K-1

Kg-1

)

4,5

6

7,5

9

10,5

12

-65540,05

-26639,03

-13440,84

-7054,94

-3489,60

-1352,44

196,92

76,32

36,09

17,05

6,67

0,62

Persamaan Clausius - Clapeyron digunakan untuk menghitung nilai entalpi dan

entropi proses penyerapan air pada tepung singkong terfermentasi angkak yang dapat

dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 nilai entalpi bernilai negatif dan proses

penyerapan air menurun dengan meningkatnya kadar air. Hal ini menjelaskan bahwa nilai

entalpi yang bernilai negatif menunjukkan reaksi eksoterm yang terjadi pelepasan kalor

dari sistem ke lingkungan (Kaleemullah and Kailappan, 2007). Pada tingkat kadar air yang

tinggi maka kekuatan untuk mengikat air akan menurun sedangkan pada kadar air rendah

paling banyak terjadi penyerapan sehingga menimbulkan interaksi energi yang besar

(Togrul and Arslan, 2007; Villa-Velez et al., 2012). Nilai entropi proses penyerapan air

juga menurun seiring dengan meningkatnya kadar air. Hal ini menjelaskan bahwa gerakan

molekul akan lebih terbatas jika kadar air menurun (Eim et al., 2011). Hasil Penelitian

Ayala - Aponte (2015) pada tepung singkong dan penelitian Owo et al. (2016) pada tepung

ubi, nilai entalpi dan entropi menurun dengan meningkatnya kadar air.

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

38

KESIMPULAN

Kurva isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak mempunyai

bentuk sigmoid yang mendekati tipe II. Model yang tepat untuk menggambarkan fenomena

isoterm sorpsi air pada tepung singkong terfermentasi angkak adalah model GAB dengan

nilai MRD dan RMSE pada suhu 30 ○C, 35

○C dan 40

○C secara berturut-turut sebesar

3,12 %; 2,71 %; 3,81 % dan 1,01; 0,35; 0,42. Nilai kadar air monolayer suhu 30 ○C, 35

○C

dan 40 ○C berturut-turut pada model GAB sebesar 6,61 %; 6,27 % dan 6,91 %; model BET

sebesar 4,92 %; 4,86 % dan 5,19 %; sedangkan model Caurie sebesar 6,37 %; 6,18 % dan

5,30 %. Entalpi dan entropi proses penyerapan air menurun seiring dengan meningkatnya

kadar air.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D. R., and Soekarto, S. T., 2010. Pemodelan Isotermis Sorpsi Air pada Model

Pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 21 (1), 33-39.

Aini, N., Prihananto, V., and Wijonarko, G., 2014. Karakteristik Kurva Isotherm Sorpsi

Air Tepung Jagung Instan. Agritech 34 (1), 50-55.

Ajisegiri, E. S. A., Chukwu, O., and Sopade, P. A., 2007. Moisture-Sorption Study of

Locally-Parboiled Rice. AU Journal of Technology 11 (2), 86-90.

Ayala-Aponte, A. A., 2015. Thermodynamic Properties of Moisture Sorption in Cassava

Flour. Dyna 83 (197), 138-144.

Cahyanti, M. N., 2008. Pendugaan Masa Simpan Biskuit Coklat dengan Metode ASLT

Berdasarkan Kadar Air. Skripsi tidak diterbitkan, Universitas Kristen Satya

Wacana, Salatiga.

Caurie, M., 1981. Derivation of Full Range Moisture Sorption Isotherms. Dalam

Rockland, L. B. and Stewart, G. F. (eds). Water Activity: Influence on Food

Quality. Academic Press, New York.

Eim, V. S., Rossello, C., Femenia, A., and Simal, S., 2011. Moisture Sorption Isotherms

and Thermodynamic Properties of Carrot. International Journal of Food

Engineering 7 (3), 1-16.

Hayati, R., Abdullah, A., Ayob, M. K., and Soekarto, S. T., 2004. Isotermi Sorpsi Air dan

Analisis Umur Simpan Ikan Kayu Tongkol (Euthynnus affinis) dari Aceh. Jurnal

Teknologi dan Industri Pangan 15 (3), 207-213.

Hutasoit, N., 2009. Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstrusi) Menggunakan

Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensional.

Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Iglesias, H. A. and Chirife, J., 1976. A Model for Describing The Water Sorption

Behaviour of Foods. Journal of Food Science 41 (5), 984-992.

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

39

Jamaluddin., Molenaar, R., and Tooy, D., 2014. Kajian Isoterm Sorpsi Air dan Fraksi Air

Terikat Kue Pia Kacang Hijau Asal Kota Gorontalo. Jurnal Ilmu dan Teknologi

Pangan 2 (1), 27-37.

Jha, E., Dahiya, V. S., and Singh, A. K., 2014. Moisture Sorption Characteristics of

Gluten-Free Flour. International Journal of Agriculture and Food Science

Technology 5 (2), 27-34.

Kaleemullah, S. and Kailappan, R., 2007. Monolayer Moisture, Free Energy Change and

Fractionation of Bound Water of Red Chillies. Journal of Stored Products

Research 43, 104-110.

Koswara, S., 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian. Modul, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Kumalasari, H., 2012. Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa

Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-S, sebagai Alternatif Metoda

Oven dan Karl Fischer. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Labuza, T. P. 1971. Kinetics of Lipid Oxidation in Foods. Critical Reviews in Food

Technology 2 (3), 355-405.

Labuza, T. P., 1984. Moisture Sorption: Practical Asepticts of Isotherm Measurement and

Use. American Association of Cereal Chemists, St. Paul, Minnesota.

Lakahina, O., Saputri, Y. L. I. D., and Hartanto, B. D., 2015. Mocaf Merah – Pangan Kaya

Antioksidan Berbasis Kearifan Lokal. Program Kreativitas Mahasiswa, Universitas

Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Marniza., Medikasari., and Nurlaili., 2011. Produksi Tepung Ubi Kayu Berprotein: Kajian

Pemanfaatan Tepung Kacang Benguk sebagai Sumber Nitrogen Ragi Tempe.

Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian 16 (1), 73-81.

Menkov, N. D., and Durakova, A. G., 2007. Moisture Sorption Isotherms of Sesame Flour

at Several Temperatures. Food Technol. Biotechnol 45 (1), 96-100.

Motulsky, H., and Christopoulos, A., 2004. Fitting Models to Biological Data Using

Linear and Nonlinear Regression: A Practical Guide to Curve Fitting. Oxford

University Press Inc., New York.

Navarette, N. M., Moraga, G., Talens, P., and Chiralt, A., 2004. Water Sorption and The

Plasticization Effect in Wafers. International Journal of Food Science &

Technology 39 (5), 555-562.

Noguchi, H., 1981. Hydration Around Hydrophobic Groups. Dalam Rocland, L. B. and

Stewart, G. F. (Eds). Water Activity: Influences on Food Quality. Academic Press

Inc., New York.

Owo, H. O., Adebowale, A. A., Sobukola, O. P., Obadina, A. O., Kajihausa, O. E.,

Adegunwa, M. O., Sanni, L. O., and Tomlins, K., 2016. Adsorption Isotherms and

Thermodynamics Properties of Water Yam Flour. Quality Assurance and Safety of

Crops & Foods, 1-8.

Rahman, M. S., 2009. Food Stability Beyond Water Activity and Glass Transtion: Macro-

Micro Region Concept in the State Diagram. International Journal of Food

Properties 12 (4), 726-740.

Sianipar, D., Sugiyono., and Syarief, R., 2008. Kajian Formulasi Bumbu Instan Binthe

Biluhuta, Karakteristik Hidratasi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan

Alfiah et al., ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 13 (2017), No. 1 , Hal. 29 - 40

40

Menggunakan Metode Pendekatan Kadar Air Kritis. Jurnal Teknologi dan Industri

Pangan 19 (1), 32-39.

Susetyo, Y. A., Hartini, S., and Cahyanti, M. N., 2016. Optimasi Kandungan Gizi Tepung

Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Terfermentasi Ditinjau dari Dosis Penambahan

Inokulum Angkak serta Aplikasinya dalam Pembuatan Mie Basah. Jurnal Aplikasi

Teknologi Pangan 5 (2), 44-51.

Telis-Romero, J., Kohayakawa, M. N., Silveira, J. R. V., Pedro, M. A. M., and Gabas, A.

L., 2005. Enthalpy-Entropy Compensation based on Isotherms of Mango. Cienc.

Tecnol. Aliment., Campinas 25 (2), 297-303.

Timmermann, E. O., Chirife, J., and Iglesias, H. A., 2001. Water Sorption Isotherms of

Foods and Foodstuffs: BET or GAB Parameters. Journal of Food Engineering 48,

19-31.

Togrul, H., and Arslan, N., 2007. Moisture Sorption Isotherms and Thermodynamic

Properties of Walnut Kernels. Journal of Stored Producs Research 43, 252-264.

Villa-Velez, H. A., Vaquiro, H. A., Bon, J., and Telis-Romero, J., 2012. Modelling

Thermodynamic Properties of Banana Waste by Analytical Derivation of

Desorption Isotherms. International Journal of Food Engineering 8 (1), 1-19.

Wariyah, C., and Supriyadi, 2010. Isoterm Sorpsi Lembab Beras Berkalsium. Agritech

30 (4), 199-203.