kapsel HIPERTENSI EMERGENCY.doc

download kapsel HIPERTENSI EMERGENCY.doc

of 19

Transcript of kapsel HIPERTENSI EMERGENCY.doc

A

KAPITA SELEKTA

PENATALAKSANAAN

HIPERTENSI GAWAT DARURATDiajukan untuk memenuhi syarat

Dalam mengikuti Pendidikan Kepaniteraan Senior

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Nama

N I M: INDAH WIDIASTUTI: G2A 098 083

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2003

HALAMAN PENGESAHAN

Nama mahasiswa: Indah WidiastutiNIM

: G2A 098 083Fakultas

: Kedokteran Umum

Universitas

: Diponegoro

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi

Judul

: Penatalaksanaan Hipertensi Gawat DaruratBagian

: Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing

: dr. Shofa Chasani, SpPD,KGHSemarang, September 2003

Dosen Pembimbing

( dr. Shofa Chasani, SpPD,KGH )

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

i

HALAMAN PENGESAHAN

ii

DAFTAR ISI

iii

A. PENDAHULUAN

1

B. DEFINISI

1

C. ANGKA KEJADIAN

2

D. KLASIFIKASI HIPERTENSI

2

E. FAKTOR RESIKO TERJADINYA KEGAWATANDARURATAN

HIPERTENSI

4F. HIERTENSI EMERGENSI DAN URGENSI

4

G. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI

5H. KOMPLIKASI

7I. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI EMERGENSI

9DAFTAR PUSTAKA

16A. PENDAHULUAN

Sampai saat ini hipertensi masih merupakan masalah kesehatan penting bagi dokter mengingat prevalensinya di Indonesia cukup tinggi.1 Angka prevalensi inipun cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari hasil survey INA-MONICA Jakarta tahun 1988, angka hipertensi 14,9 % (laki-laki 13,6% wanita 16,10%) sedangkan tahun 1993 angka hipertensi menjadi 16,9 (laki-laki 16,9% wanita 17 %).2 Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh yang disebut organ target hipertensi seperti otak, jantung, ginjal, mata dan pembulu darah.3 Hasil studi Bramingham selama 20 tahun menunjukkan ada hubungan antara semakin tingginya tekanan darah maka resiko menderita penyakit jantung koroner, stroke dan gagal jantung kongestif akan semakin besar. Oleh karena itu diperlukan penurunan tekanan darah yang tinggi untuk menghindari kerusakan organ target. Untuk dapat menurunkan angka morbiditas maupun mortalitas pada penderita hipertensi maka diperlukan penatalaksanaan hipertensi secara tepat. Jika ada pasien dating dengan status hipertensi, kita harus menilai apakah pasien tersebut masuk dalam kegawatdaruratan hipertensi atau tidak. Kegawat daruratan hipertensi dibedakan menjadi hipertensi emergensi (hipertensi gawat darurat) dan hipertensi urgensi (hipertensi gawat). Keduanya harus kita bedakan karena dalam penatalaksanaannya nanti akan berbeda. Pada hipertensiemergensi penurunan tekanan darah harus dilakukan dalam hitungan menit sampai jam untuk mencegah kerusakan target organ lebih lanjut. Jika penderita tidak dalam keadaan hipertensi emergensi dilakukan evaluasi klinis yang bertujuan untuk mencari kemungkinan hipertensi sekunder, mencari komplikasi dan mencari faktor resiko penyakit jantung iskemik.(1)B. DEFINISI

Kegawatdaruratan hipertensi (hipertensi krisis) dibedakan menjadi 2 yaitu hipertensi gawat darurat (hipertensi emergensi) dan hipertensi gawat (hipertensi urgensi). (3)Hipertensi emergensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg dan atau diastolik lebih dari 120 mmHg dengan komplikasi akut dari organ target.4 Sementara itu sumber lain menyebutkan hipertensi emergensi adalah penderita dengan tekanan darah sistoik > 180 mmHg dan tekanan diastolik > 120 mmHg dengan kelainan organ yaitu ginjal, jantung, dan sistem syaraf pusat.(5) Kondisi tersebut memerlukan penanganan yang cepat dalam jangka waktu menit sampai jam dengan menggunakan terapi intravena.4

Hipertensi urgensi adalah kenaikan tekanan darah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg dan atau diastolik lebih dari 120 mmHg tanpa komplikasi akut dari organ target.(4)Hipertensi urgensi membutuhkan pengobatan dalam jangka waktu 24 jam untuk mengurangi resiko penderita yang potensial terjadi komplikasi dengan pemberian obat secara oral.(2,3)C. ANGKA KEJADIAN

Zanpaglione dan kawan-kawan menyebutkan 27% dari penderita krisis hipertensi mendapat pengobatan di unit gawat darurat (UGD). Di pihak lain, Preston dan kawan-kawan menyebutkan 4,9% dari penderita yang datang ke UGD terdiagnosis dengan krisis hipertensi dimana 22,5% termasuk hipertensi emergensi dan 64,1% termasuk hipertensi urgensi.(6)Pada penelitian lain menyebutkan gejala dan tanda yang umum diperoleh dari hipertensi emergensi gejala dan tanda yang umum diperoleh adalah nyeri dada (27%), dyspneu (22%) dan defisit neurologis (21%).(7) Pada penderita hipertensi urgensi adalah sakit kepala (22%), epistaksis (17%), agitasi psikomotor dan kelemahan (10%).

D. KLASIFIKASI HIPERTENSI

Stadium Hipertensi menurut Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) 2003 (4)KategoriSistolik (mmHg)Diastolik (mmHg)

Normal< 120Dan< 80

Prehipertensi120 139Atau80 89

Hipertensi derajat 1140 159Atau90 99

Hipertensi derajat 2( 160Atau( 100

Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Etiologi: (8,9)a. Hipertensi primer, essensial atau idiopatik

b. Hipertensi sekunder:

Renal : parenkim:glomerulonefritis kronik, uropati obstroktif, pielonefritis kronik, ginjal polikistik dll.

Vaskuler: renovaskuler

Endokrinologik :aldosteronism primer, sindroma Cushing, sindroma adrenogenital, paekhromositoma dll

Mekanik : koarktasio aorta

Pre eklampsia eklampsia

Lain lain : kontraseptif oral, tumor otak, polisitemia

Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Komplikasi Organ Target (WHO, 1978) (8)a. Tingkat pertama

Tidak ada gejala obyektif dari organ target

b. Tingkat kedua

Sekurang kurangnya dijumpai salah satu dari komplikasi organ target:

Hipertrofi ventrikel kiri secara klinik, radiologik, elektrokardiografik atau ekhokardiografik

Funduskopi terlihat penyempitan arteri retina, fokal atau menyeluruh

Proteinuri dan atau kenaikan konsentrasi kreatinin plasma

c. Tingkat ketiga

Keluhan maupun tanda obyektif dapat terlihat sebagai akibat kerusakan bermacam macam organ target akibat komplikasi hipertensi.

Jantung : payah jantung kiri

Otak : perdarahan otak, otak kecil atau batang otak dan ensefalopati hepatik

Mata : perdarahan dan eksudat, dengan atau tanpa papil oedem. Ini tanda khas untuk hipertensi maligna.

Selain komplikasi yang disebutkan di aas terdapat komplikasi lain yang sering dijumpai pada organ target tetapi kurang jelas sebagai akibat langsung tingginya tekanan darah yaitu :

Jantung : angina pektoris, infark jantung, mati mendadak

Otak: trombosis atau infark otak

Pembuluh darah : sumbatan arteri atau robeknya aneurisma aorta

E. FAKTOR RESIKO TERJADINYA KEGAWATDARURATAAN HIPERTENSI

Pada umumnya hipertensi emergensi dan urgensi terjadi pada pasien yang telah diketahui menderita hipertensi sebelumnya, dan hal ini jarang terjadi pada pasien tanpa yang mempunyai faktor resiko seperti dibawah ini :

1. hipertensi yang telah lama diderita2. Riwayat tidak pernah kontrol atau kontrol yang tidak teratur

3. Jenis kelamin laki-laki

4. Keturunan afroamerika

5. Hipertensi dengan terapi tidak ada perbaikan6. Orang usia lanjut

7. Penggunaan obat terlarang (kokain, amfetamin)

8. Penyakit ginjal kronik

F. HIPERTENSI EMERGENSI DAN URGENSIYang termasuk dalam hipertensi emergensi yaitu :

1. Hipertensi ensefalopati yaitu suatu sindroma klinik akut yang reversibel akibat kenaikan tekanan darah secara tiba-tiba. Hal ini dapat terjadi akibat perbedaan batas autoregulasi otak. Keadaan ini sering terjadi pada penderita yang sebelumnya normotensi dibandingkan pada penderita hipertensi kronik. Kenaikan tekanan darah yang tinggi dan mendadak sampai melebihi batas kemampuan autoregulasi otak akan berakibat hiperperfusi dan kebocoran cairan melalui sawar otak sehingga menimbulkan edema otak dengan gejala sakit kepala hebat, mual, muntah, rasa mengantuk, bingung sampai kejang serta penurunan kesadaran. Keadaan yang mndasari hipertensi ensefalopati ini antara lain penyalahgunaan obat simpatomimetik, preklamsia dan eklamsia.

2. Hipertensi maligna disertai komplikasi organ target. Pada keadaain ini terjadi kenaikan tekanan darah yang tinggi, pada umunya diatas 220/130 mmHg yang berakibat terjadinya nekrotik arteriolitis pada pembuluh darah otak maupun ginjal yang mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi berat (KW 3 atau KW 4) dan nefrosklerosis maligna seta keadaan lain yang cepat memburuk. Secara praktis keadaan ini ditandai dengan perdarahan retina dan eksudat yang disebut juga accelerated malignant hipertension. Termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi maligna yang disertai :

Serebrovaskuler : perdarahan intra serebral dan subarachnoid

Jantung : gagal ventrikel kiri akut, infark miokard akut, aorta diseksi akut, bedah pintas koroner

Katekolamin berlebihan : phaeokromositoma, interaksi obat dengan MAO inhibitor, penyalahgunaan obat (kokain, amfetamin) Eklamsia

Trauma kepala

Perdarahan paska operasi

Epistaksi berat

Yang termasuk dalam hipertensi urgensi yaitu :

1. Hipertensi accelerated maligna

2. Infark atherotrombotik otak disertai hipertensi berat

3. Hipertensi rebound akibat penghentian pemakaian obat anti hipertensi

4. Hipertensi berat pada penderita yang memerlukan tindakan operasi

5. Hipertensi paska operasi dan setelah transplantasi ginjal

6. Hipertensi pada luka bakar yang luas

G. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI

1. Perubahan Hemodinamik

Pada permulaan hipertensi akan disertai perubahan hemodinamik berupa berupa kenaikan cardiac output, sedangkan tahanan perifer dalam keadaan istirahat dalam keadaan batas normal atau hanya sedikit menaik. Lambat laun akan terjadi perubahan hemodinamik berupa kenaikan tahanan perifer, sementara cardiac output kembali kearah normal. Jantung akan menunjukkan hiperfungsi adaptif dan hipertrofi ventrikel kiri.(8,9)2. Perubahan Neurogen

Kenaikan cardiac output dan frekwensi jantung pada permulaan hipertensi merupakan manifestasi rangsangan adrenergik pada sistem kardiovaskuler. Baroreseptor dalam hal ini mengalami perubahan dalam sensitifitasnya dan ini terbukti tidak adanya bradikardi pada kenaikan tekanan darah. Juga reflekpressor dan depressor melalui sinus aorticus dan sinus cariticus telah ditata kembali (reset).(8,9)3. Perubahan Humoral

a. Sistem Renin Angiotensisn Aldosteron

b. Antidiuretic Hormon (ADH)

c. Atrial Natriuretic Factor (ANF)

d. Endoxin

e. Vasodepressor Radiomedullary Lipids (Muirhead)

f. Sistem Kalikrein Kinin

g. Prostaglandin atau Sistem Prostacyclin Thromboxane

h. Serotonin

4. Perubahan Transport Melalui Membran

Beberapa penelitian menjelaskan tentang pengaruh gangguan transport sodium dalam patofisiologi terjadinya hipertnsi yaitu bila terjadi gangguan transport sodium akan mengurangi keluarnya sodium dari intraseluler sehingga akan terjadi penumpikan sodium dalam intraseluler. Penumpukan sodium ini akan merangsang sodium calsium exchange lewat membran sel dengan akibat kenaikan konsentrasi kalsium intraseluler. Ini akan merangsang kontraktilitas dari otot polos pembuluh darah dan otot jantung dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan darah.(8,9)H. KOMPLIKASI

1. Komplikasi Hipertensi Pada Jantung

a. Komplikasi akibat tingginya tekanan darah

Hipertensi akan memberikan beban pada jantung terutama ventrikel kiri dengan akibat terjadinya Hipertrofi Ventrikel Kiri. Hipertensi disertai komplikasi Hipertrofi Ventrikel Kiri disebut Penyakit Jantung Hipertensif.(8,9)

b. Komplikasi akibat aterosklerosis arteri koronaria

Komplikasi ini akan mengakibatkan terjadinya Penyakit Jantung Iskemik dimana manifestasinya berupa angina pektoris, infark jantung, payah jantung kongestif atau kematian mendadak.(2,3)2. Komplikasi Hipertensi Pada Otak

a. Komplikasi akibat tingginya tekanan darah

Ensepalopati hipertensi adalah suatu sindroma klinik yang bersifat reversibel, dimana terjadinya dipresispitasi kenaikan tekanan darah yang mendadak sampai melampaui batas autoregulasi peredaran darah otak.

Stroke hemorrhagik, perdarahan otak sebagai akibat ruptura aneurisma yang terutama terdapat pada daerah kapsula interna dan pons. Penderita jatuh dalam koma dan dapat meninggal.(8,9)b. Komplikasi akibat aterosklerosis arteri karotis, arteri vertebralis dan arteri intrakranialis

Transient Ischemic Attack (TIA) adalah serangan iskemik otak sesaat berupa defisit neurologik yang akan kembali pulih dalam waktu kurang dari 24 jam.

Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND) dimana defisit neurologis akan kembali pulih dalam beberapa hari atau minggu.

Stroke non hemorrhagik dapat terjadi karena proses emboli dari arteria karotis atau arteri vertebralis dan trombus arteri intrakranialis.(8,9)3. Komplikasi Hipertensi Pada Ginjal

a. Komplikasi akibat tingginya tekanan darah

Hipertensi akan menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan kenaikan fraksi filtrasi dengan akibat terjadinya hiperfiltrasi. Hiperfiltrasi merupakan mekanisme yang akan merusak glomeruli dengan akibat proteinuri.

Nefrosklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang mendasari hipertensi maligna. Komplikasi ini bersifat progresif disertai gannguan faal ginjal progresif dan dijumpai adanya hematuria, proteinuri dan silinder granuler. (8,9)b. Komplikasi akibat aterosklerosis arteri renalis

Infark ginjal akibat tromboemboli

Stenosis arteria renalis yang akan lebih meningkatkan tekanan darah.

4. Komplikasi Hipertensi Pada Pembuluh Darah Lain

Aterosklerosis aorta dapat mengakibatkan terjadinya anuerisma dan pada suatu saat dapat terjadi robeknya dinding aorta.

Aterosklerosis di kaki dapat menimbulkan kompikasi berupa klaudikasio intermitent atau penyumbatan karena tromboemboli dengan akibat terjadinya gangren.

5. Komplikasi Hipertensi Pada Mata

Komplikasi pada retina dapat dilihat dengan pemeriksaan funduskopi mata dapat dibedakan menjadi 4 tingkat menurut Keith-Wagener-Barker (KW):

KW I:belum terlihat adanya kelainan yang nyata pada retina

KW II:penyempitan fokal atau umum arteri dan terlihat fenomena penyilangan antara arteri dan vena

KW III:disamping kelainan tersebut diatas, ditemukan adanya perdaraha eksudat

KW IV:disini dijumpai adanya perdarahan, eksudat dan papil oedem

KW I & II disebut fundus benigna, KW III & IV disebut fundus maligna (1,8)I. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI EMERGENSI

1. Evaluasi Klinis

Jika ada pasien dating dengan hipertensi maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah membedakan apakan pasien tersebut termasuk dalam hipertensi emergensi atau urgensi melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Anamnesis yang dilakukan baik secara autoanamnesis maupun alloanamnesis dilakukan untuk mendapatkan data mengenai lama, berat dan keteraturan pasien untuk kontrol. Pertanyaan yang diajukan mencakup juga mengenai kemungkinan kelainan organ sebelumnya misalnya gagal ginjal, gagal jantung kongestif, kelainan serebrovaskuler, penggunaan obat anti hipertensi dan kepatuhannya untuk minum obat dan kontrol.Gejala yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah dan kerusakan organ antara lain nyeri dada, nafas pendek dan kelainan neurologik harus diketahui secara dini. Pemeriksaan fisik diutamakan untuk mendiagnosa kemungkinan hipertensi emergensi. Tekanan darah yang akurat diukur pada kedua lengan saat penderita berbaring dan berdiri jika mungkin. Funduskopi untuk mencari kemungkinan kelainan organ berkaitan dengan hipertensi kronik. Kelainan akut mencakup spasme arterilar (fokal/ difus), edema retina, perdarahan retina, eksudat retina, papil oedem.

Pemeriksaan kardiovaskuler difokuskan untuk mencari tanda gagal jantung (elevasi tekanan vena jugularis, S3) dan diseksi aorta. Bising yang terdengar dari insufisiensi katup mitral bisa terdengar dengan pertambahan ventrikel kiri afterload.

Pemeriksaan neurologis berkaitan dengan tanda dari ensefalopati hipertensi yaitu disorientasi, penurunan kesadaran, defisit neurologis dan kejang. Ensefalopati hipertensi didiagnosa setelah kelainan sroke, perdarahan subarachnoid dan massa disingkirkan. Manifestasi klinis muncul karena oedem serebri akibat berkurangna fungsi autoregulasi vaskuler cerebri pada hipertensi berat.

Pemeriksaan laboratorium diperlukan sebagai alat bantu diagnostik Pemeriksaan laboratorium rutin yang direkomendasikan meliputi hitung darah tepi yang dapat menggambarkan anemia hemolitik mikroangiopati. Urinalisis yang menggambarkan hematuri atau silinder bisa menggambarkan azotemia atau kelainan ginjal. Kenaikan ureum darah dan kreatinin, asidosis metabolik, hipokalsemi terdeteksi pada pemeriksaan kimia darah pada gagal ginjal. Hipokalemi sebagai eflek sekunder dari aldosteron, terjadi pada 50% penderita dengan krisis hipertensi. Pada penderita dengan kenaikan tekanan darah menginduksi natriuresis, level Na serum lebih rendah dari aldosteronisme primer. Natriuresis sebagai akibat sekunder dari berkurangnya reabsorpsi Na yang dikarenakan kenaikan tekanan hidrostatis ginjal peritubuler yang berkaitan dengan tekanan arteri.

Hipertrofi ventrikel kiri, iskemi dan infark bisa dideteksi dengan Elektrokardigram (EKG). X foto Thorax bisa membantu menegakkan diagnosa edema pulmo, pelebaran mediastinum yang disebabkan diseksi aorta. Echocardiografi digunakan untuk bedakan bunyi sistolik dan diastolik dari kelainan jantung saat tanda gaal jantung muncul.

Terakhir kali penting untuk mencari penyebab sekunder dari krisis hipertensi, diantaranya Captropil Challenge Test pada penderita hipertensi yang tidak mendapat terapi medis teratur. Kadar metanephrine pada tes urin untuk mendiagnosa Pheochromocytoma. Aldosteron plasma dan kadar renin diperiksa untuk menyingkirkan hiperaldosteron primer dengan hipokalemi signifikan yang tidak memperoleh terapi diuretik.(5 7)2. Tujuan Terapi

Pada penderita hipertensi emergensi, dilakukan pengelolaan dari ICCU dengan monitor intraarterial. Tujuan dari pengelolaan hipertensi emergensi ini adalah menurunkan tekanan darah secara cepat dan seaman mungkin untuk menyelamatkan jiwa penderita. Tetapi harus diingat bahwa penurunan tekanan darah yang terlalu rendah akan menyebabkan hipoperfusi otak dan jantung. Oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut di beberapa buku menyebutkan penurunan tekanan darah adalah 25 % dari tekanan darah arteri rata rata (Mean Arterial Pressure = MAP), 10 15 % dari tekanan darah awal atau penurunan tekanan darah diastolik 110 mmHg dalam 30 60 menit dengan terapi intravena. Pada diseksi aorta, penurunan tekanan darah terjadi dalam 5 10 menit, yang berkaitan dengan ekstensi dinding arteri. Salah satu gejala dan tanda dari bertambahnya kerusakan organ adalah jika penderita menggambarkan salah satu tanda hipoperfusi misalnya memburuknya gejala angina dan menurunnya status mental, sehingga dosis terapi harus diturunkan. Komplikasi tersering dari penatalaksanaan hipertensi emergensi adalah penurunan tekanan darah yang berlebihan. Penggunaan obat yang short acting dan secara titrasi intravena berguna dalam situasi ini.

Terapioptimal dari krisis hipertensi harus mempertimbangkan penurunan dari tekanan darah pada keadaan aman untuk mencegah progresifitas atau kerusakan organ yang irreversebel yang berkaitan dengan perfusi organ vital (otak, jantung dan ginjal). Perfusi aliran darah ke otak, jantung dan ginjal normal konstan meskipun terjadi fluktuasi dari tekanan darah dengan adanya mekanisme autoregulasi. Aliran darah otak (Cerebral Blood Flow = CBF) pada penderita normotensi terjaga autoregulasinya pada MAP 60 120 mmHg. Pada penderita hipertensi kronik terjaga autoregulasinya pada MAP 120 160 mmHg. Secara cepat, tekanan darah bisa diturunkan sebanyak 25 % dari MAP awal sebelum batas minimum dari autoregulasi CBF terlewati, dan 40 50 % dari MAP awal sebelum gejala hipoperfusi serebral muncul. Jika tekanan darah diturunkan terlalu cepat, proses autoregulasi akan tidak terkendali, bisa akibatkan hipoperfusi dan iskemi jaringan. (5 7)

3. Obat untuk Terapi Hipertensi Emergensi (2)ObatDosisOnset/ Duration of action

Vasodilator Parenteral

Sodium nitroprusside0,25 10 (g/kg/min

sbg IV infus. Dosis max hanya untuk 10 menitLangsung/2 3 menit setelah infus

Glyceryl trinitrate5 100 (g sbg IV infus2 5 menit atau 5 10 menit

Nicardipine5 15 mg/jam IV infus1 5 menit atau 15- 30 menit, dapat berlangsung 12 jam setelah infus lama

Verapamil5 10 mg IV dapat dilanjutkan dengan infus

3 25 mg/jam1 5 menit atau

30 60 menit

Diazoxide50 150 mg sbg bolus, diulangi atau

15 30 mg/menit IV infus2 5 menit atau 3 12 jam

Enalaprilat0,625 1,25 mg

tiap 6 jam IV15 60 menit atau

12 24 jam

Adrenergic Inhibitors Parenteral

Labetalol20 80 mg IV bolus tiap 10 menit sampai 2 mg/menit sbg IV infuse5 10 menit atau 2 6 jam

Methyldopa250 500 mg IV infus tiap 6 jam30 60 menit atau 4 6 jam

Phentolamine5 15 mg IV bolus1 2 menit atau 10 30 menit

Diambil dari Diagnosis dan tata laksana Hipertensi, Sindroma koroner Akut dan Gagal jantungNitroprussid adalah arteri dan vena vasodilator, mempunyai efek yang minimal terhadap cardiac output. Obat ini bekerja dengan onset yang cepat antara 35 menit. Thiosianat yang merupakan hasil metabolisme dari nitroprussid diekskresi di ginjal yang bersifat toksik. Sehingga penggunaannya terbatas terutama pada pasien dengan penyakit ginjal dan hati. Sifat nitroprussid sebagai vasodilator potent dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial akibat dilatasi arteri intra serebral yang luas(5 7)

Nitroglyserin adalah venodilator. Onset kerjanya 2 5 menit dan durasi 5 10 menit. Dalam penggunaannya obat ini mempunyai efek seperti nitroprussid yaitu dapat menurunkan perfusi otak dan ginjal serta penurunan kardiak output (5 7)

Diazoxide adalah arteri vasodilator. Obat ini memiliki efek samping meningkatkan kontraktilitas ventrikel kiri, kerja jantung dan konsumsi oksigen di jantung. Onset 1 5 menit dan maksimal 4 24 jam. Kontraindikasi obat ini adalah penderita dengan infark miokard, angina pektoris, dissecting aneurism atau udem pulmo. Pemberian secara bolus dapat menurunkan tekanan darah sehingga penggunaan secara infus lebih menguntungkan. (5 7)

Labetalol adalah kombinasi alfa-beta adrenergik bloker Obat ini memiliki onset kurang dari 5 menit. Obat ini dapat digunakan pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang normal sehingga cardiac output dapat dipertahankan dan perfusi otak, ginjal dan arteri koronaria tidak berkurang. Labetolol dapat digunakan pada hampir semua hipertensi emergensi kecuali terdapat disfungsi ventrikel kiri (5 7)

Hydralazine adalah arteriol vasodilator. Pada penggunaan IV dapat menyebabkan respon yang bervariasi dan prolonged hypotension. Penggunaan utamanya adalah pada ibu hamil dengan eklamsia. (5 7)

Propranolol adalah beta adrenergik bloker, Obat ini bekerja dengan onset sedang yaitu 2 jam secara IV dan 12 jam dengan pemberian oral. Penggunaan utama obat ini adalah pencegahan terhadap takikardi.(5 7)

Enalaprilat adalah Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor), memiliki onset 15 menit dan durasi 12 24 jam. Obat ini tidak digunakan pada ibu hamil dan penderita akut renal failure. (5 7)

Clonidin adalah simpatolitik sentral, diberikan per oral dengan dosis awal 0,2 mg yang diikuti dengan 0,1 mg tiap 15 menit sampai maksimum 0,8 mg. Obat ini memiliki onset - 2 jam. Efek sedasi dan rebound hipertensi bisa terjadi.

Clonidin pada penderita hipertensi emergensi dapat diberikan secara : (8,9)a. Intravena : clonidin 150 (g (1 amp) diberikan dalam 10 ml larutan glukosa 5 % dan diberikan IV pelan dalam waktu 5 menit. Setiap 10 menit tekanan darahnya diukur. Efek antihipertensinya sudah terlihat dalam beberapa menit dan mencapai puncaknya setelah 30 60 menit dan berlangsung kurang lebih 4 jam. Bila setelah 40 menit tekanan diastolik masih diatas 120 mmHg maka perlu pemberian ulang. Bila pemberian ulang tidak memuaskan dapat diberikan infus drip.

b. Infus drip : clonidin 0,9 1,05 mg dalam larutan 500 ml dekstrosa 5 % dan kecepatannya disesuaikan dengan respon penurunan tekanan darahnya.

c. Intramuskuler : clonidin 150 (g (1 amp) diberikan IM, efeknya terlihat setelah 5 10 menit dan anti hipertensinya berlangsung selama 4 jam.

Dosis maksimal Clonidin perhari adalah 1200 (g.

4. Keadaan Klinik yang berhubungan dengan Hipertensi Emergensi dan terapinya (5 10) a. Severe exacerbations of essential hypertension

Merupakan kasus tersering yang muncul di UGD. Jika penderita datang dengan gejala yang ringan tanpa iskemi jantung dan ensefalopati penatalaksanaannya sesuai dengan hipertensi urgensi.

Labetalol dapat diberikan 2 vial (40ml) dalam 250 ml D5W dimulai dengan dosis 3 ml/min. Tekanan darah harus diturunkan antara 30-60 menit. Terpi diberikan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetalol dapat diberiakan dengan 20 mg bolus selama lebih dari 2 menit. Kemudian diulangi dengan 40 mg setiap 10 menit sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai atau dosis 300 mg telah diberikan. Respon terapi terjadi dalam 5 10 menit.

b. Ensefalopati Hipertensi

Kondisi yang berkaitan dengan sakit kepala, muntah, kelainan visual, paralisis, kejang atau koma. Penatalaksanaan di ICU dan obat antihipertensi IV perlu diperhatikan.

1) Nitroprussid masih merupakan pilihan terapi jika didapatkan gagal ginjal. Dosis yang diberikan 0,25 (g/kg/mnt. Obat ini sebabkan vasodilatasi arteri dan vena dan tidak menebabkan takipilaksis.

2) Diazoxide diberikan 50 150 mg secara IV cepat. Bekerja dalam 5 menit dan bisa diulangi dalam 5 10 menit atau saat tekanan darah mulai naik.

3) Hidralazin 5 25 mg IV, bersamaan dengan pemberian beta bloker untuk mencegah reflek takikardi masih digunakan. Pemberian bisa diulang tiap 25 menit jika diperlukan.

c. Infark miokard akut dengan angina unstabil

Nitroglyserin sublingual dan morpin IV bisa diberikan untuk mengatasi nyeri dan kecemasan yang menyertai penurunan cepat tekanan darah. Jika tidak berhasil, infus Nitroglyserin atau Metoprolol IV bisa digunakan. Metoprolol diberikan dalam 5 mg dosis tiap 5 menit sampai 15 mg. Labetalol 025mg/kg dapat diberikan.d. Preeklampsia dan EklamsiaPenggunaan terapi obat-obatan digunakan dengan memperhatikan penurunan aliran darah ke plasenta dan perfusi fetal. Terapi obat tidak berguna jika tekanan diastolik kurang dari 110 mmHg. Hydralazine diberikan 5 10 mg tiap 20 30 menit sampai tekanan darh terkontrol dan dilanjutkan dengan pemberian 5 25 mg IV tiap 3 6 jam sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai.

e. Diseksi Aorta

Nitropussid dengan obat beta bloker bisa digunakan sebagai standar terapi. Selain itu dapat pula digunakan fenoldopam, nicardipin atau ACE inhibitor.5. Pengelolaan setelah hipertensi gawat darurat

Setelah penderita terbebas dari kondisi gawat darurat dimana tekanan darah sudah turun, stabil dan terkontrol, selanjutnya dianjurkan untuk mencari etiologi hipertensi. Umumnya penderita dengan hipertensi berat adalah akibat hipertensi sekunder renovaskular. Selain penderita akan mendapat terapi hipertensi secara teratur dengan menggunakan kombinasi beberapa obat anti hipertensi.DAFTAR PUSTAKA

1. Soeparman, Waspadji Sarwono. Dkk. Hipertensi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.Balai Penerbit FK UI: Jakarta. 1990.hal 205 224.

2. Soenarta AN. Penanganan Krisis Hipertensi Emergensi dan Urgensi. Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi, Sindroma Koroner Akut dan Gagal Jantung. Balai Penerbit Rumah Sakit Jantung Harapan Kita : Jakarta.2001. hal 31 35.

3. Arwanto A,Hipertensi Krisis. Dalam Kedaruratan Medik II. Badan Penerbit UNDIP. Semarang.2001

4. Chobanian AV, Bakris GL et al:The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,Detection,Evaluation,and Treatment of High Blood Pressure, JAMA,Mey 21,2003 Vol 289

5. Lucia MA. Hypertensive Urgencies and Emergencies. http://www.lifeclinic. com/physician/info/Topics view.March 2001.

6. Wong R. Hypertension Urgencies and Emergencies. http://www.acponline.org/ 2001/sessions/hypertension.htm7. Treating Hypertensive Crisis. http://www.pharmacyconnects.com/content/hiparticle/ 1999/10-99/hpp109906.html,October 1999.

8. Parsudi Imam. Kuliah Hipertensi. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro : Semarang. 1992.

9. Parsudi I, Indrasti M. Dkk. Hipertensi. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro : Semarang

10. Sobel J Barry, Bakris George. Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi Hipertensi. Hipokrates: Jakarta. 1992.

11. Bales Amy, Hypertensive Crisis in Postgraduate Mdicine. http://www.postgradmed. com/issues/1999/05-01-99/bales.htm

PAGE 14