Kapitalisasi

15
Hendro Sangkoyo: Kita sekarang berada pada garis depan kemajuan dari lex mercatoria, rezim hukum untuk membela kepentingan dagang 29 October 2014 Hendro Sangkoyo , Rio Apinino Left Book Review

Transcript of Kapitalisasi

Page 1: Kapitalisasi

Hendro Sangkoyo: Kita sekarang berada pada garis depan kemajuan dari lex mercatoria, rezim hukum untuk membela kepentingan dagang29 October 2014

 Hendro Sangkoyo, Rio Apinino

 Left Book Review

Page 2: Kapitalisasi

Sikuit akumulasi kapital, ‘M-C-M’’ atau ‘Uang-Barang-Uang yang lebih besar’ memang

tidak hanya terjadi di dinding-dinding pabrik tempat sebuah komoditas diproduksi oleh

para buruh. Lebih luas dari itu, sirkuit akumulasi kapital selalu mensyaratkan relasinya

dengan alam. Untuk menghasilkan sebuah komoditas, terlebih dahulu seorang kapitalis

mengambil bahan baku dari alam, atau dalam ilmu ekonomi merupakan bagian dari

kapital konstan. Dalam skemanya, tidak pernah ada kata berhenti dalam corak produksi

kapitalisme, sebaliknya, kapitalisme adalah akumulasi kapital yang tidak pernah

berujung. Dalam hal itu, artinya proses ekstraksi bahan baku dari alam pun akan selalu

dilakukan. Disinilah persisnya krisis sosial-ekologis terjadi. Sumber daya alam yang

terbatas dihantam oleh kebutuhan akumulasi kapital yang tidak berbatas. Selain itu,

krisis ekologis akan selalu bersamaan dengan krisis sosial, sebab, yang dirusak oleh

kapitalisme tidak lain adalah ruang hidup tempat manusia tinggal.

Page 3: Kapitalisasi

Untuk membahas krisis sosial ekologis yang disebabkan oleh akumulasi kapital, pada

edisi kali ini Rio Apinino dariLeft Book Review (LBR) melakukan perbincangan dengan

Hendro Sangkoyo, pendiri Sekolah Demokrasi Ekonomi (SDE), sebuah kelompok

belajar bersama yang digunakan untuk melawan kerusakan sosial-ekologis tersebut.

Berikut petikannya:

 

Bisa ceritakan pengalaman intelektual Anda?

Saya pikir pergulatan pemikiran pada tingkat pribadi baik untuk ditaruh pada zona

ruang-waktu yang lebih spesifik, di dalam keragaman semangat zaman yang

menggelora atau justru meredup di masa itu. Masa terpenting yang menjadi basis

pengalaman batin yang sengit pada masa hidup saya adalah perioda Suharto dan rezim

sesudahnya dengan berbagi kesamaan karakter ekonomi-politik.

Angkatan sebaya saya masuk ke sekolah tinggi di awal tahun 1970an, ketika perluasan

medan akumulasi, khususnya di cabang-cabang industri keruk, berkelindan dengan

kemampuan negara untuk menguatkan kehadirannya lewat cadangan devisa dari rente

minyak bumi, lewat berbagai proyek rekayasa pengubahan bentang alam, kontrol atas

pikiran dan gerakan politik, serta efek stres sosial setelah pengalaman traumatik 1965.

Sekolah-sekolah tinggi menjadi loket karcis untuk menghuni birokrasi negara atau

menjadi anggota masyarakat profesi di berbagai cabang bisnis besar. Tuntutan

‘pembangunan’ dan syarat ketaatannya adalah kata kunci untuk propaganda dan

pasifikasi, dengan imbalan kenyamanan dari keanggotaan dalam rezim sebagai

pemikatnya.

Secara umum generasi saya adalah generasi yang mengalami percobaan pengkerdilan

imajinasi, nyali, bacaan, dan rentang pengalaman berpolitiknya. Percobaan ini tidak

sepenuhnya sukses, setidaknya karena dua hal.

Pertama, apa yang bisa/tidak bisa dikontrol pada masa Suharto dan rezim neoliberal

setelahnya tidak terpisahkan dari dinamika perluasan kapital. Dekade 1970an ditandai

dengan tamatnya rezim keuangan Bretton Woods tahun 1971 lewat aksi sepihak AS,

krisis minyak di negara-industri maju di 1973-1974 karena embargo OPEC, dan di 1979

karena pecahnya revolusi Iran. Industrialisasi pengganti impor sebagai antidote dari

turunnya nilai tukar produk primer negara dunia ketiga dibandingkan produk industri

negara industri maju, pemicu kerangka-teori dependencia di 1970an, kehilangan basis

materialnya dalam dinamika perluasan medan akumulasi global dalam tiga dekade

Page 4: Kapitalisasi

berikutnya. Di sepanjang proses tersebut, di Indonesia memang tumbuh generasi

lulusan sekolah yang berkesediaan untuk membayar karcis keanggotaan dalam

berbagai lapisan dan cabang rezim perluasan kapital dan mesin politiknya. Sebetulnya

seluruh cerita tadi itu serta-merta merupakan karikatur dari pendidikan. Tidak usah

dituturkan lagi pendidikan itu tepat atau tidak. Semua kurikulum dari SD sampai SMA

dan Sekolah Tinggi itu instruksinya apa? Kita dilatih untuk apa? Dilatih berpikir seperti

apa. Itu sudah jelas sekali. Puyeng maksud saya itu. Dari kepentingan kapital, pelatihan

keterampilan dan kepatuhan calon pekerja mungkin lebih tepat daripada pendidikan.

Tentu, pendidikan yang tidak melatih pelajarnya untuk memeriksa duduk perkara

kenyataan dengan kritis, tidak beda dengan indoktrinasi.

Meskipun dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan besar-besaran, kontrol pikiran juga

dihadapkan pada kenyataan kacau-balaunya kenyataan ‘pembangunan’ di ruang-ruang

hidup warga negara sehari-hari. Kenyataan perubahan yang kasar dan hiruk-pikuk jauh

lebih meyakinkan daripada kursus-kursus indoktrinasi ‘pedoman penghayatan dan

pengamalan Pancasila’ di sekolah tinggi dan di kantor-kantor. Itulah sebabnya, bahkan

dengan isolasi desa dari kemungkinan mobilisasi politik sejak akhir 1960an, pengawalan

wilayah-wilayah industri dengan senjata, serta ‘normalisasi kehidupan kampus’ di

perkotaan satu dekade kemudian, percobaan satu generasi dari rezim Suharto terpaksa

berakhir secara mendadak.

Kedua, terbatasnya daya cengkeram dari percobaan politik otoriter di Indonesia juga

disebabkan oleh watak klien dari negara orde-baru dan penerusnya, yang memperluas

dan mempercepat destabilisasi sosial-ekologis. Mediokritas, kemiskinan imajinasi sosial-

ekologis dan kemalasan para manajer negara yang mengurus perluasan kapital —gagal

dalam transformasi industri pertanian rakyat, gagal dalam membangkitkan industri

pengolahan, sibuk menghitung pembesaran rente dari industri keruk semata— telah

menghasilkan bukti berlimpah. Hanya dalam dua putaran ‘pembangunan lima tahun’, 1/3

jumlah sungai penting di kepulauan dinyatakan rusak parah karena pembongkaran

bentang alam besar-besaran. Dalam dua putaran berikutnya, sungai yang bangkrut naik

menjadi 2/3 dari 89 wilayah pengurusan sungai. Di pulau-pulau padat-huni, pabrik-pabrik

baru berdiri di pinggiran perdesaan, membuka peluang menjadi buruh pabrik dan

pekerja kontrak dari proyek-proyek konstruksi raksasa, sekaligus merintis zaman baru

pencaplokan tanah berskala ribuan hektar. Gejolak politik, gerakan-gerakan protes

warga-negara yang memberikan sinyal peringatan politik, veto, atau bersifat korektif,

dianggap ancaman bagi stabilitas rezim, dan menjadi obyek kekerasan sistematis.

Dinamika politik dalam negeri rakitan rezim itu seperti kita tahu justru memperluas basis

Page 5: Kapitalisasi

perlawanan bawah-tanah dan terbuka yang ikut mendorong tahap akhir kejatuhan

Suharto. Meskipun keterlibatan aktif rakyat jelata terbatas, dan meskipun tidak

sepenuhnya didorong oleh kekuatan di dalam negeri, 1998 menandai tamatnya sebuah

zaman ‘penjajahan untuk pembesaran kapital’.

 

Bagaimana anda melihat kapitalisme hari ini dalam kaitannya dengan krisis sosial

ekologis?

Setelah berangus politik dibuka, siapa bisa menyuarakan kepentingannya, dan siapa

yang paling diperkaya? Dalam 16 tahun setelah rezim Suharto turun, apakah ada

perubahan politik mendasar, atau justru terjadi pergeseran ke zaman ‘normal’ orde-

Suharto? Generasi yang sekarang masuk di sekolah-sekolah tinggi, dan baru memulai

karir di sekolah dasar ketika Suharto turun, dibesarkan dalam modalitas pengendalian

partisipasi politik warga negara dalam acara-acara reproduksi politik berkala lewat

perpipaan partai politik. Spektrum ‘ideologis’ dari politik kepartaian tidak lagi tercermin

dalam garis atau program partai, karena dalam satu setengah dekade ini sangat

mencolok naiknya peran korporasi dalam mendominasi proses produksi-konsumsi sosial

lewat privatisasi cabang-cabang produksi barang dan jasa publik. Dalam siratan dan

kenyataan, Reformasi tidak jauh dari proses liberalisasi alir kapital yang di samping

berwatak rentier dan komprador, juga bertitik berat pada ekstraktivisme yang lebih

brutal. Kesemuanya berjalan tanpa perubahan berarti antar perioda kepresidenan,

dengan restu dari borjuasi dan partisipasi dari golongan terdidiknya. Janji desentralisasi

politik dan fiskal juga menjadikan kabupaten dan kota sebagai petuanan baru, situs

ekstraksi rente dari aneka bahan mentah serta penarikan pajak, sekaligus medan utama

politik partai dan sumber penting bagi pembangkitan dana politiknya.

Apa yang hanya sedikit dituturkan dari cerita perayaan kebebasan bersuara setelah

Suharto? Dalam proses liberalisasi ekonomi-politik itu, partisipasi kewargaan didorong

dan ditumbuhkan dengan aliran dana-dana hibah. Serupa dengan politik kepartaian

pasca Reformasi, perbaikan untuk warga bukan lah proses politik tandingan terhadap

dominasi kebudayaan dari kelas penguasa, tetapi sebagai bukti pro forma bahwa proses

kritik dan politik oposisi yang ‘profesional’ dan ‘terpelajar’ bisa terus berlangsung tanpa

perubahan watak rezim. Dengan proses partisipasi politik rakitan semacam itu, ragam

identitas sosial sekaligus menjadi batas-batas dari solidaritas, tanpa kebutuhan

mendesak untuk menemukan basis solidaritas baru pada kesamaan kepentingan jangka

panjang dalam krisis. Terserpihnya politik tandingan sekarang tidak sepenuhnya

Page 6: Kapitalisasi

berbeda dari citra masyarakat (koloni) majemuk di bawah rezim Hindia Belanda, yang

tidak akan berkumpul kecuali di pasar. Salah satu wujud utama dari keadaan ini dapat

kita lihat pada lemahnya ikatan dan ingatan sosial pada ruang-hidup bersama. Dalam

hal ini, kesadaran terserpih merupakan sisi lain dari pudarnya ingatan bersama akan

ruang hidup sebagai kesatuan-kesatuan sosial-ekologis —yang bingkainya adalah

bentang-alam dan kesamaan pengalaman ruang-waktu sebagai subyek perubahan di

situ. Absennya politik reproduksi ruang-waktu dalam tuturan perubahan ikut

menjelaskan kenapa perusakan ruang hidup dan syarat-syarat kelayakan hidup rakyat

meluas makin cepat.

Tentu gejala tadi hanya menuturkan sebagian cerita. Perusakan yang sekarang

berlangsung pada skala pulau sesungguhnya menciptakan syarat-syarat kekacauannya

sendiri. Sebagai metafora kartografis dari ruang-hidup, delineasi batas-batas ‘kesatuan

sosial-ekologis’ yang hendak dibela —dalam keragaman corak kesamaan kepentingan

dan kemajemukan skala— membuka jalan untuk memperluas praktik sosial melawan

perusakan dengan jangkar pengalaman ruang-waktu yang mudah dipahami.

Dalam alur pikiran tadi, ekonomika dipertimbangkan kembali sebagai tuturan

pengetahuan tentang dinamika perubahan sosial-ekologis di sepanjang proses

perluasan medan produksi-konsumsi sosial, serta sebagai rujukan bagi praktik sosial

untuk membalik kecenderungan dominan pemburukan krisis dari rezim produksi-

konsumsi kapitalistik yang ada sekarang. Moda produksi-konsumsi yang merupakan

tumpuan kehidupan sosial dan pengurusannya menjadi fokus pemeriksaan dan medan

perombakan. Dalam hal ini, ekonomi sebuah kesatuan sosial-ekologis mencakup bukan

saja syarat-syarat kepentingan bersama sebagai tandingan penggumpalan kekayaan

lewat proses akumulasi kapital, tapi juga keutuhan fungsi-fungsi faal lapisan bumi yang

dapat ditinggali manusia. Syarat ekologis tersebut menemukan dimensi sosialnya

sebagai syarat kepentingan bersama yang dimensi waktunya jauh lebih panjang dari

panjang-usia sebuah generasi. Dengan demikian medan perubahan yang menuntut

tindakan kolektif bercakupan sosial-ekologis.

Seperti apa konsekuensi dari penglihatan seperti ini? Sementara perombakan politik

boleh jadi harus dibayangkan masih akan berjalan dalam batas-batas negeri, syarat-

syarat sosial-ekologis yang menentukan berguna tidaknya sebuah pembaruan politik

‘nasional’ harus dipelajari, dimengerti dan dipenuhi pada tingkat asasi —dengan

keberlakuan melampaui batas-batas geopolitik formal yang ada saat ini.

 

Page 7: Kapitalisasi

Bisa jelaskan mengenai finansialisasi, dan mengapa ia menjadi corak yang khas

dalam kapitalisme?

Cerita tentang finansialisasi punya banyak sisi. Finansialisasi mengacu pada pola baru

akumulasi melalui pipa-pipa keuangan yang mengungguli penciptaan nilai lewat

produksi dan perdagangan barang. Cerminannya dalam proses sosial antara lain adalah

meningkatnya kuasa politik dan ekonomik dari ‘kelas rentier’. Daya dorong dari institusi

dan mekanisme politik elektoral memudar di hadapan gejala finansialisasi segalanya

tersebut. Alir keuangan publik menjadi bagian dari medan akumulasi kapital keuangan

global. Barang kebutuhan publik seperti sumber energi primer secara sistematis diubah

makna sosialnya, dari ‘infratruktur ekonomik’ menjadi barang, yang alirnya dipandu oleh

mekanisme harga internasional. Mandat pengurus negara untuk menjamin keselamatan

warga dan keutuhan ruang-hidupnya menjadi subordinat dari terpeliharanya kelancaran

alir kapital dan perluasan sirkuit-sirkuitnya. Ruang-ruang hidup warga di darat dan di laut

beserta kandungan bahan mentahnya resmi diperlakukan sebagai bagian dari medan

akumulasi keuangan.

Finansialisasi juga merupakan sisi lain dari hegemoni dolar AS dalam transaksi

keuangan di seluruh dunia, setelah tamatnya rezim Bretton Woods. Di bawah kuasa

kapital keuangan dan cairnya alir keuangan antar negara, negara-negara yang hendak

menempuh jalan lain dengan mudah bisa ‘dihukum’ lewat berbagai mekanisme. Kalau

kita lihat rontoknya Wall Street di AS di 2008 sebagai jantung kapital keuangan global

dalam lintasan perkembangannya sejak Depresi Besar 1929, jelas bahwa gejala

finansialisasi tidak akan mengatasi cacat genetik kapitalisme keuangan yaitu ketidak-

stabilan sistemnya sendiri.

Kekuatan sebuah ekonomi dengan finansialisasi terletak pada kemampuannya

menciptakan kredit dari nol, meminjamkan dan menarik bunganya, dan memilih

menyalurkan labanya pada sirkuit yang sama. Di 2012 nilai nominal dari instrumen

derivatives ditaksir lebih dari 600 Triliun dolar AS, atau setara dengan sembilan kali

GDP dunia. Dengan kecepatan pengaliran dana ke manapun dalam hitungan menit,

kecepatan perluasan pasar lahan global dan mekanisme rampas lahannya lewat

berbagai instrumen keuangan juga ikut naik. Syarat dari penguasaan lahan dalam hal ini

adalah terpenuhinya syarat legalitas lahan sebagai sebuah kelas aset. Redistribusi

lahan-tani dengan sertifikasi dapat dibaca sebagai akuisisi finansial, bukan transfer aset

ke pekerja-tani. Bicara reforma agraria artinya kita harus bicara tentang transformasi,

bukan redistribusi lahan. Apa gunanya kita mengolah lahan satu hektar kalau seluruh

aliran uang dari rente dan surplusnya dirancang untuk menghisap produsennya?

Page 8: Kapitalisasi

Sertifikasi aset bukan saja menyangkut lahan, tetapi juga berbagai jenis infrastruktur —

salah satu kelas aset yang tertinggi produktivitas asetnya. Lakon percepatan konstruksi

infrastruktur di Asia tenggara, sebagai contoh, dapat diperiksa berdasarkan logika

tersebut tadi. Dalam propaganda mengenai makna kenaikan GDP sebagai peningkatan

kesejahteraan, siapa yang diuntungkan dalam cerita itu?

Sisi lain dari percepatan penguasaan ruang lewat mekanisme kapital keuangan tersebut

adalah berlangsungnya percepatan pembongkaran dan perubahan bentang alam

beserta infrastruktur ekologisnya. Air dan pegunungan sebagai wilayah resapan dikenai

valorisasi finansial, lewat transformasi keberadaaannya menjadi barang-barang yang

dapat dikuantifikasi. Fungsi ekologis yang rumit dari karst dapat disetarakan dengan

berat keseluruhan gamping yang membentuknya, diukur dalam satuan ton. Ekosistem

hutan yang begitu rumit bangunan dan fungsi-fungsi faalnya direduksi menjadi bobot

karbon yang terkandung pada pohon dan lapisan akarnya, untuk dikonversi nilai

finansialnya. Pelepasan makna dari fungsi makin panjang daftarnya. Kajian lingkungan

hidup strategis bahkan bisa digunakan untuk mengkonversi ‘derita’ atau kenaikan

entropi sosial ke dalam kuanta. Lebih dari semata perubahan dalam moda dominan

akumulasi, gejala finansialisasi juga memicu destabilisasi sosial-ekologis secara besar-

besaran, yang belum pernah berlangsung pada episoda perkembangan kapitalisme

sebelumnya. Integrasi ekonomi tempatan di Asia yang meminta syarat-syarat kepatuhan

sosial yang lebih ketat boleh jadi akan mendorong pembesaran basis gerakan buruh

pabrik serta perlawanan terhadap pencaplokan ruang-ruang hidup di situs-situs industri

keruk.

Lebih jauh, gejala finansialisasi juga mencerminkan proses sosialisasi resiko dan

privatisasi segalanya dari proses akumulasi. Kita sekarang berada pada garis depan

kemajuan dari lex mercatoria, rezim hukum untuk membela kepentingan dagang.

Kontradiksi di antara berbagai institusi, mekanisme dan instrumen kenegaraan dewasa

ini kecil sekali kemungkinannya untuk diatasi dari dalam tubuh birokrasi negara.

Privatisasi proses legislasi dan peradilan menjadikannya mustahil dilakukan. Tanpa

penguatan desakan rakyat, pengurus negara dan kantor-kantor negara akan melindungi

dan menjamin kelancaran aliran investasi, bukan pemenuhan hak rakyat.

Pertanyaan yang menurut hemat saya penting begini: kalau kapital keuangan adalah

mekanisme alir kapital, seperti apakah transformasi sosial-ekologis yang didorongnya?

Lebih dari sekedar ‘finansialisasi produksi-konsumsi barang’, kelihatannya kita tengah

dipertalikan oleh sebentuk protokol reproduksi-kehidupan yang patuh bukan pada etika

Page 9: Kapitalisasi

reproduksi kehidupan yang memulihkan dan memperbaiki, melainkan pada logika

akumulasi.

 

Bisa ceritakan tentang SDE (Sekolah Demokrasi Ekonomi)?

Dorongan awal penumbuhan SDE adalah kehendak untuk menciptakan cara dan ruang-

bertutur tandingan mengenai dinamika krisis berdimensi ekologis dan kemanusiaan,

terutama yang dipicu oleh pembesaran rerantai ekonomik. Jika perubahan bisa

dituturkan dalam kerangka ruang-waktu dan pengalaman sang subjek di dalam ruang-

hidupnya sendiri, yang bersangkutan akan terlibat dalam proses belajar memahami

medan interaksi di antara perubahan dalam rerantai ekonomik dengan perubahan dalam

rerantai kemasyarakatan/kemanusiaan kehidupannya serta rerantai ekologis dari

bentang alam yang merumahinya, dan memudahkan perumusan tindakan untuk

mempengaruhi arah perubahan di situ. Apabila perambatan dan pengayaan

pengetahuan/pengalaman bertindak lewat proses belajar tersebut bisa dikelola dengan

baik, pembalikan kecenderungan percepatan pemburukan krisis akan berlangsung

sebagai praktik sosial di berbagai konteks institusional dari para pelajarnya. Dengan

beberapa kelengkapan alat bantu bercakap-cakap, tuturan mengenai perubahan yang

sekarang didominasi oleh sistem bertutur dari dalam rerantai ekonomik dapat dipetakan

duduk perkaranya dengan menaruhnya kembali di dalam rerantai sosial dan rerantai

ekologis. Sebagai ilustrasi, terdapat perbedaan mendasar di antara sistem bertutur yang

berpusat pada rerantai ekonomik, sosial dan ekologis, dalam tuturan tentang waktu,

ruang, daya ubah, identitas genetik yang mengalami perubahan dan logika perubahan.

Konstruksi sosial dari tuturan dominan tentang ekonomi politik energi, misalnya, bukan

saja punya bias mencolok pada sisi pasokan, tetapi juga mengerutkan soal energi

sebagai urusan energetika bagi reproduksi sosial-ekologis, menjadi urusan kecukupan

sumber energi primer untuk kesinambungan industrialisme kapitalistik. Keselarasan

ruang-waktu bagi proses reproduksi rerantai sosial dan rerantai ekologis hilang dari

pertimbangan dan penglihatan publik. Pasokan listrik poros kapital keuangan Sudirman-

Thamrin di Jakarta sepanjang 6.3 km diperkirakan tak jauh berbeda dari pasokan listrik

seluruh propinsi Kalimantan Timur. Jakarta dengan populasi 10 juta, luas 661.5 km2,

setara pasokan listriknya dengan pulau Sumatra yang memiliki populasi 50 juta dan luas

443065 km2. Cerita seperti ini menunjukkan bahwa moda perubahan di ketiga rerantai

berlangsung dalam ‘jenis waktu’ atau chronotype yang berbeda. Percepatan konsumsi

sumber energi fosil untuk pembangkitan daya listrik tidak mengacu pada metabolisme

Page 10: Kapitalisasi

sosial di sebuah ruang-hidup, melainkan pada pertimbangan perluasan rerantai

ekonomik. Serupa, percobaan penyatuan zona waktu di seluruh kepulauan Indonesia

untuk kelancaran finansialisasi ekonomi mengecil-ngecilkan pentingnya perbedaan zona

waktu di ujung barat laut Sumatra dengan di ujung timur Papua bagi kehidupan sehari-

hari warga masyarakat, yang mustahil dikuantifikasi, apalagi dinilai harga uangnya.

Dalam proses belajar-bersama atau social-learning ini, bagaimana orang menemukan

tubuh dari perlawanannya? Kata organisasi sendiri kan kita harus pertanyakan kembali.

Kita bicara sebuah proses sosial yang pada kenyataannya tidak berlangsung menurut

batas-batas institusional. Pada saat yang sama kita juga lihat bahwa krisis sosial itu

tidak berlangsung di ruang hampa. Di Kalimantan Timur misalnya, kita harus bicara

krisis yang bagaimana, sangat spesifik zona ruang-waktunya. Kita bicara sosialnya,

bicara ekologisnya, bicara yang kita lawan, ekonominya begini, lalu setelah itu kita

meski ngapain? Sense itu penting sekali untuk kita mengerti. Oleh karena itu kemudian

kita menggunakan sebuah alat bercakap-cakap, ‘kesatuan sosial-ekologis menyejarah’,

sebuah construct yang menunggu dimaknai oleh pengalaman batin sang subjek belajar.

Dengan begitu yang bersangkutan bisa mempertautkan apa yang tengah atau sudah

menjadi kenyataan secara ex-post. Yang hilang dalam abstraksi, pemodelan berlebihan

atau yang merancukan tuturan rerantai ekonomik dengan yang sosial dan ekologis,

menemukan tuturan yang lebih utuh. Masalah ‘penglihatan terbalik’ dalam kajian

ideologi, karena efek kamar-gelap atau camera obscura, dapat diperiksa dengan cepat.

Kita sekarang hidup dalam sebuah pelapisan proses kehilangan, seperti yang disiratkan

oleh penulis Kiran Desai dalam ‘The Inheritance of Loss’. Warga kampung mewarisi

kehilangan, dan dalam pemburukan krisis, peran sejarahnya adalah mewariskan

kehilangan yang berlapis-lapis.

Ketika sebuah rombongan belajar di sebuah situs krisis memutuskan untuk belajar

bersama melawan perusakan dan memulihkan, proses sengit untuk menuturkan ‘siapa

kami’, ‘gambaran tentang ruang hidup kami’ dan ‘apakah kami merupakan bagian dari

subyek sejarah yang lebih besar yang sama-sama mengalami krisis’ menjadi titik

berangkat dari proses pemetaan perubahan di wilayah hidup si rombongan. Ketiganya

bersifat vital untuk memulai perubahan secara kolaboratif, yang tepi ruang-waktunya

diputuskan si pelajar. Untuk melakukan ‘dekolonisasi’ terhadap tuturan ekonomika

neoklasik mengenai rerantai ekonomik di situ, pelajar belajar memetakan lintasan

perubahan sosial dan ekologis dari dinamika produksi-konsumsi energi dan bahan di

situ ke dalam kategorisasi mendasar, mana-mana yang mendorong destabilisasi sosial

atau ekologis, dan mana yang memulihkan kerusakan atau menguatkan. Kualifikasi

Page 11: Kapitalisasi

diperiksa dengan mengacu pada syarat-syarat keselamatan dan keutuhan ruang-hidup

yang dirumuskan oleh si rombongan belajar. Rombongan belajar dapat berkolaborasi

dengan rombongan lain dan menggunakan berbagai alat bantu yang lebih lengkap, jika

dibutuhkan pemeriksaan lebih seksama terhadap vektor-vektor pendorong perubahan,

misalnya untuk sebuah pulau berukuran 5000 kilometer persegi, atau untuk

merumuskan bagaimana pengurusan tandingan konsumsi air pada skala negeri atau

bumi, atau memeriksa daur-hidup beberapa cabang industri yang memicu pemburukan

krisis.

Untuk memotong proses melingkar pemburukan krisis oleh moda pengurusan publik

buta krisis dan moda perluasan ekonomik pendorong krisis, harus dinyatakan adanya

sebuah imperatif pembalikan krisis. Agenda belajar-bersama yang mendesak adalah

menaruh kembali seluruh rerantai ekonomik sebagai urusan rumah-tangga dari rerantai

sosial dengan segenap persyaratan keselamatan dan keadilan di dalamnya, dan

bersamaan dengan itu, menempatkan kembali proses sosial —termasuk penyelarasan

rerantai ekonomik pada logika metabolisme sosial— di dalam ikhtiar menjawab

pemburukan krisis ekologis berskala bumi sekarang. Pada tataran praktik sosial, proses

belajar mencakup tiga agenda belajar. Pertama, penerapan logika tandingan dari

produksi-konsumsi bahan dan energi, merujuk pada syarat-syarat keselamatan manusia

dan keutuhan fungsi-fungsi faal biosfera. Kedua, perumusan dan penerapan protokol

tandingan pengurusan perubahan yang bertujuan membalik kecenderungan

pemburukan krisis. Ketiga, menumbuhkan praktik belajar-bersama yang bersifat

membongkar sekat-sekat antar rombongan dan institusi, serta berskala majemuk,

bergantung pada kekhasan konteks sosial-ekologis dari subyek dan wilayah belajarnya.

Dari perjalanan awal selama empat-belas semester ini, proses belajar SDE di kepulauan

juga menjadi bagian dari prakarsa-prakarsa belajar serupa di dan mengenai Asia

daratan, Amerika utara dan selatan, Eropa dan Afrika. Tafsir mekanistik bahwa

kemajuan dalam proses akumulasi kapital harus disambut hangat karena akan

mendorong penguatan politik kelas pekerja-tanpa-aset terbukti meleset. Pemburukan

krisis dalam rerantai ekologis dari biosfera menurut hemat kami merupakan sebuah

medan baru yang baru sedikit sekali kita mengerti dan petakan. Pertanyaannya,

bagaimana mempercepat cara belajarnya, tanpa menebalkan sekat-sekat fragmentasi

bagi yang berkesediaan melawannya.

Proses sosial yang meminta keterlibatan kita sekarang mirip dengan sebuah proses

belajar menguasai kembali kecakapan berbahasa, menemukan kata untuk menuturkan

kerumitan krisis, dan untuk membayangkan apa yang harus kita kerjakan dan harus kita

Page 12: Kapitalisasi

urus. Pembebasan dari segala yang buruk yang kita warisi dan wariskan menuntut

ontologi tandingan tentang rerantai ekonomik yang patuh pada etika kemanusiaan dan

ekologis. Bukan sebagai lokasi ruang-waktu impian, tetapi sebagai sumber inspirasi

untuk merintisnya. Di berbagai wilayah krisis tersebut, hilangnya ruang-hidup-bersama,

atau commons, menjadi salah satu garis depan dalam memahami duduk-perkaranya,

menemukan cerita tandingannya, dan merintis praktik belajar-bersama untuk

menumbuhkan/merebutnya kembali. Ekonomika menjadi sebuah cerita mengurus

rumah-tangga dari berbagai jejaring belajar masyarakat pekerja dan mereka yang

mewarisi kehilangan. Dalam praktik belajar bersama itu, kata kerja melawan perusakan

dan memulihkan juga menjadi rujukan bagi riset dan pertukaran pengetahuan antar

berbagai jejaring belajar.