KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI …€¦ ·  · 2015-11-24terjaga dengan tingkat...

177
i KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III - 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

Transcript of KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI …€¦ ·  · 2015-11-24terjaga dengan tingkat...

i

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI JAWA TIMUR

TRIWULAN III - 2015

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI JAWA TIMUR

ii

Salinan Publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi :

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah

Jl. Pahlawan No.105

Surabaya, 60175 Indonesia

(Telepon) 031-3520011 - 8301/8258

(Faksimili) 031-3554178

(Email) [email protected]

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

www.bi.go.id/id/Publikasi/kajian-ekonomi-regional/jatim/

Visi, Misi dan Nilai Strategis

iii

Bank Indonesia

Visi dan Misi

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

Misi Kantor Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur :

Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah,

stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan

sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun

nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.

Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur :

Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia

dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Visi Bank Indonesia :

terbaik di regional melalui

penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah

Misi Bank Indonesia :

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu

bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber

pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas

perekonomian nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi

terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan

memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung

tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola

(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan

UU.

Nilai Nilai Strategis :

Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and

Teamwork

iv

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Kajian Ekonomi dan Keuangan

Regional Provinsi Jawa Timur Triwulan III 2015 ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat

waktu. Kajian triwulanan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan informasi stakeholders

eksternal maupun internal yang berkaitan dengan perkembangan perekonomian, inflasi,

perbankan dan sistem pembayaran, keuangan daerah, indikator kesejahteraan masyarakat,

serta perkiraan pertumbuhan ekonomi dan inflasi Jawa Timur ke depan.

Pada triwulan III 2015, perekonomian Jawa Timur tumbuh 5,44% (yoy) meningkat

dibandingkan triwulan II 2015 yang mencatat pertumbuhan 5,25% (yoy). Sektor utama

Jawa Timur yakni sektor perdagangan besar dan eceran serta sektor industri pengolahan

menjadi penggerak perekonomian dari sisi penawaran, sedangkan dari sisi permintaan,

pertumbuhan ekonomi didorong kinerja konsumsi pemerintah, ekspor luar negeri serta

penurunan impor luar negeri.

Laju inflasi Jawa Timur pada triwulan III 2015 mencapai 6,70% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,78% (yoy) maupun inflasi

nasional yang mencapai 6,83% (yoy). Sementara itu stabilitas sistem keuangan masih

terjaga dengan tingkat pertumbuhan kredit sebesar 10,69% (yoy) yang didukung oleh

perbaikan rasio NPL dari 2,31% pada triwulan II 2015 menjadi 2,29%.

Dalam penyusunan kajian ini, Bank Indonesia banyak memanfaatkan data dan

informasi yang diperoleh dari berbagai pihak, seperti perbankan dan instansi di lingkungan

pemerintah daerah, BUMN maupun swasta, serta pihak-pihak lainnya. Atas seluruh bantuan

dan kerjasama tersebut, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya. Harapan kami, hubungan kemitraan yang terjalin baik selama ini dapat

dijaga dan lebih ditingkatkan di masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan

masukan dan saran untuk lebih meningkatkan kualitas kajian agar dapat memberikan

kemanfaatan yang maksimal.

Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah selalu memberikan kekuatan dan kemudahan

kepada kita semua dalam menjalankan tugas-tugas kita masing-masing untuk memberikan

kontribusi yang terbaik bagi Provinsi Jawa Timur, serta bangsa dan negara.

Surabaya, 18 November 2015

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Jawa Timur

Benny Siswanto

Direktur Eksekutif

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iv

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ v

DAFTAR TABEL .................................................................................................................. vii

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................... viii

RINGKASAN EKSEKUTIF ..................................................................................................... xii

TABEL INDIKATOR EKONOMI ............................................................................................. xvi

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL ................................................................... 1

1.1.Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan III 2015 ............................................................. 1

1.2. PDRB Sisi Permintaan .......................................................................................................... 3

a. Konsumsi .......................................................................................................................... 5

b. Investasi .......................................................................................................................... 10

c. Ekspor Impor ................................................................................................................. 13

1.3. PDRB Sisi Penawaran ........................................................................................................ 18

a. Sektor Industri Pengolahan ............................................................................................... 20

b. Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor .......................... 24

c. Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ...................................................................... 25

d. Sektor Konstruksi ............................................................................................................. 29

e. Sektor Pertambangan dan Penggalian ............................................................................... 31

f. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ............................................................. 32

g. Sektor Transportasi dan Pergudangan ............................................................................... 33

BOKS I Stage of Development dan Peranan Faktor Produksi Pada Ekonomi Jawa Timur .......... 35

BOKS II Competitiveness Industri Pengolahan Jawa Timur dan Pengembangannya ................. 35

BOKS III Optimalisasi Potensi Pariwisata Dalam Mendukung Upaya Peningkatan Devisa .......... 44

PERKEMBANGAN INFLASI.................................................................................................. 49

2.1. Kondisi Umum .................................................................................................................. 49

2.2. Inflasi Bulanan (mtm) ........................................................................................................ 50

2.3. Inflasi Triwulanan (qtq) ...................................................................................................... 52

2.4. Inflasi Tahunan (yoy) ......................................................................................................... 55

2.5. Inflasi Menurut Kota ......................................................................................................... 56

2.6. Disagregasi Inflasi ............................................................................................................. 64

BOKS IV Pola Perdagangan Antar Wilayah Jawa Timur ......................................................... 69

PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN...................................................... 72

3.1. Kondisi Umum .................................................................................................................. 72

3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum ................................................................................... 74

3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif ........................................................................................... 75

3.2.2. Dana Pihak Ketiga (DPK) ............................................................................................. 75

3.2.3. Kredit ........................................................................................................................ 78

3.2.4. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) ............................................................. 84

3.3. Perbankan Syariah ............................................................................................................ 87

3.3.1. Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah .................................................................. 88

3.3.2. Penghimpunan Dana Perbankan Syariah ..................................................................... 89

3.3.3. Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Spasial Kedaerahan ......................... 91

3.4. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ........................................................................................... 92

3.5. Bank Berkantor Pusat di Surabaya ...................................................................................... 95

3.6. Stabilitas Sistem Keuangan ................................................................................................ 97

3.6.1. Ketahanan Sektor Korporasi ....................................................................................... 97

3.6.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga ............................................................................... 99

3.7. Perkembangan Sistem Pembayaran.................................................................................. 101

3.7.1. Transaksi Sistem Pembayaran Tunai .......................................................................... 101

3.7.2. Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai ................................................................... 104

BOKS V Peranan Perbankan dalam Perekonomian Jawa Timur Jangka Panjang .................... 107

BOKS VI Layanan Keuangan Digital .................................................................................. 110

vi

BOKS VII 2nd

Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2015 : Upaya Dorong Peranan

Perekonomian dan Perbankan Syariah .............................................................................. 113

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH............................................................................ 116

4.1. Gambaran Umum ........................................................................................................... 116

4.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur ......................................... 116

4.2.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur ...................................................... 117

4.2.2. Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur ......................................................... 118

4.2.3. Anggaran Belanja APBD Provinsi Jawa Timur ............................................................. 120

4.2.3. Realisasi Belanja APBD Provinsi Jawa Timur ................................................................ 121

4.3. APBD Kabupaten Kota di Jawa Timur ............................................................................... 124

4.3.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Kabupaten/Kota........................................ 124

4.3.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota .............................................. 125

4.4. Alokasi APBN Di Provinsi Jawa Timur ................................................................................ 128

4.4.1. Anggaran Belanja APBN di Jawa Timur ...................................................................... 128

4.4.2. Realisasi Belanja APBN Jawa Timur ............................................................................ 130

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT...................................................................................... 133

5.1. Gambaran Umum ........................................................................................................... 133

5.2. Ketenagakerjaan............................................................................................................. 133

5.2.1. Data Ketenagakerjaan Jawa Timur ............................................................................ 133

5.2.2. Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) ......................................................................... 136

5.3. Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan ............................................................................... 138

5.3.1. Kesejahteraan Petani ................................................................................................ 138

5.3.2. Kesejahteraan Nelayan ............................................................................................. 140

5.4 Profil Kemiskinan Jawa Timur ........................................................................................... 141

BOKS VIII Inklusivitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur ................................................... 145

PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA ................................................................................. 148

6.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur ................................................................... 148

6.1.1. Sisi Permintaan ........................................................................................................ 148

6.1.2. Sisi Penawaran ......................................................................................................... 150

6.2 Perkiraan Inflasi Jawa Timur.............................................................................................. 151

6.3. Prospek Ekonomi Jawa Timur Tahun 2015 ....................................................................... 152

6.3.1. Sisi Permintaan ........................................................................................................ 152

6.3.2. Sisi Penawaran ......................................................................................................... 153

6.4 Prospek Inflasi Jawa Timur Tahun 2015 ............................................................................. 153

DAFTAR ISTILAH ............................................................................................................. 155

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................................... 158

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Kawasan Jawa (Tahun Dasar 2010) .......................... 2 Tabel 1. 2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Provinsi Jawa Timur (yoy) ..................................... 2 Tabel 1. 3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran (yoy) .................................................................... 3 Tabel 1. 4 Progress Pembangunan Sumber Daya Air di Jawa Timur ................................................ 11 Tabel 2. 1 Inflasi Triwulan IV Tahun 2015 dan Triwulan I Tahun 2015 di Jawa Timur (mtm)..............50

Tabel 2. 2 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 Jawa Timur (qtq) ............................................. 53 Tabel 2. 3 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 di Jawa Timur (yoy) ........................................ 55 Tabel 2. 4 Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Triwulan II 2015 (yoy) ......................................... 56 Tabel 2. 5 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 Jawa Timur (qtq dan yoy) ................................. 56 Tabel 2. 6 Inflasi 8 kota di Jawa Timur per Kelompok Barang dan Jasa Triwulan III 2015 (% yoy) ..... 57 Tabel 2. 7 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Volatile Food (yoy) Triwulan III 2015 ............... 66 Tabel 2. 8 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Core Inflation (yoy) Triwulan III 2015 .............. 67 Tabel 2. 9 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Price (yoy) Triwulan III 2015 ....... 68 Tabel 3. 1 Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum dan BPR) di Jawa Timur...................... 72

Tabel 3. 2 Perkembangan Indikator Bank Umum di Jawa Timur ..................................................... 74 Tabel 3. 3 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah di Jawa Timur ............................................. 87 Tabel 3. 4 Perkembangan Indikator BPR Jawa Timur ...................................................................... 92 Tabel 3. 5 Perkembangan Indikator Bank Berkantor Pusat di Surabaya ........................................... 96 Tabel 4. 1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur 2014 dan 2015...............................117

Tabel 4. 2 Realisasi Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Timur Kumulatif Triwulan III 2015 ........... 119 Tabel 4. 3 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2015, Juta Rupiah ....................... 120 Tabel 4. 4 Realisasi Anggaran Belanja Provinsi Jawa Timur Kumulatif Triwulan III 2015 .................. 122 Tabel 4. 5 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota Jawa Timur 2015 ........................ 125 Tabel 4. 6 Anggaran dan Realisasi Belanja Kabupaten/Kota Jawa Timur 2015 ............................... 126 Tabel 4. 7 Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Timur ........................................................... 128 Tabel 4. 9 Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Jenis Belanja ....................................... 130 Tabel 4. 10 Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Fungsi .............................................. 131 Tabel 5. 1 Kondisi Ketenaga Kerjaan Jawa Timur (ribu orang)....................................................... 134

Tabel 5. 2 Penggunaan Tenaga Kerja (SKDU Jawa Timur)............................................................. 137 Tabel 5. 3 NTP Jawa Timur Berdasarkan Sub Sektor ..................................................................... 139 Tabel 5. 4 Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah .............. 143 Tabel 5. 5 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Jawa Timur .............. 144 Tabel 6. 1 Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Risiko Jatim Tw IV-2015...............................................151

Tabel 6. 2 Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Risiko Jatim Tahun 2015 ............................................ 154

viii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. 1 Share Ekonomi Jatim terhadap Nasional Tw II 2015 ........................................................ 1

Grafik 1. 2 Share Ekonomi Jatim terhadap Nasional Tw III 2015 ....................................................... 1

Grafik 1. 3 Perekonomian Jatim dan Nasional ................................................................................. 1

Grafik 1. 4 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan Triwulan III dan IV 2014 ........................................... 4

Grafik 1. 5 Pertumbuhan Konsumsi dan Investasi ............................................................................ 4

Grafik 1. 6 Pertumbuhan Total Ekspor dan Impor ............................................................................ 4

Grafik 1. 7 Indeks Omzet Riil SPE ................................................................................................. 6

Grafik 1. 9 Indeks Keyakinan, Kondisi Ekonomi dan Ekspektasi Konsumen-SK BI ............................... 6

Grafik 1. 10 Indeks Tendensi Konsumen ......................................................................................... 6

Grafik 1.11 Kinerja Penjualan Kendaraan Bermotor ......................................................................... 6

Grafik 1. 12 Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor- Berdasarkan Jenis .................................. 6

Grafik 1. 13 Konsumsi Listrik Rumah Tangga .................................................................................. 7

Grafik 1. 14 Kinerja DPK ................................................................................................................ 7

Grafik 1. 15 Kinerja Kredit Konsumsi .............................................................................................. 7

Grafik 1. 16 Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah ......................................................................... 7

Grafik 1. 17 Kinerja Kredit Kendaraan Bermotor ............................................................................. 8

Grafik 1. 18 Simpanan Pemda di Perbankan ................................................................................... 9

Grafik 1. 19 Perkembangan Investasi Berdasarkan SKDU ............................................................... 10

Grafik 1. 20 Kinerja Kredit Investasi ............................................................................................. 11

Grafik 1. 21 Penjualan Semen Jawa Timur ................................................................................... 11

Grafik 1. 22 Nilai Proyek PMA ...................................................................................................... 12

Grafik 1. 23 Jumlah Proyek PMA .................................................................................................. 12

Grafik 1. 24 Nilai Proyek PMDN .................................................................................................... 12

Grafik 1. 25 Jumlah Proyek PMDN ................................................................................................ 12

Grafik 1. 26 Impor Barang Modal ................................................................................................. 13

Grafik 1. 27 Kinerja Ekspor Impor Luar Negeri ............................................................................... 13

Grafik 1. 28 Kinerja Net Ekspor Dalam Negeri ............................................................................... 13

Grafik 1. 29 Volume Bongkar Muat Barang Dalam Negeri (Tanjung Perak) ..................................... 14

Grafik 1. 30 10 Besar Negara Tujuan Ekspor Jatim Tahun 2010 ...................................................... 15

Grafik 1. 31 10 Besar Negara Tujuan Ekspor Jatim Tahun 2015 ...................................................... 15

Grafik 1. 32 Pertumbuhan Ekspor Tujuan Mitra Dagang Utama ..................................................... 16

Grafik 1. 33 Pertumbuhan Ekspor Komoditas Utama .................................................................... 16

Grafik 1. 34 Ekspor Barang Modal dan Barang Antara Tujuan Tiongkok ......................................... 17

Grafik 1. 35 Ekspor Barang Modal dan Barang Antara Tujuan Jepang ............................................ 17

Grafik 1. 36 Ekspor Barang Modal dan Barang Antara Tujuan AS ................................................... 17

Grafik 1. 37 Komposisi Impor Jawa Timur ..................................................................................... 18

Grafik 1. 38 Pertumbuhan Impor Beberapa Komoditas Utama ....................................................... 18

Grafik 1. 39 Pertumbuhan Tiga Sektor Utama ............................................................................... 19

Grafik 1. 40 Pertumbuhan Sektor Pendukung ............................................................................... 19

Grafik 1. 41 Pertumbuhan Sektor Pendukung ............................................................................... 19

Grafik 1. 42 Pertumbuhan Sektor Pendukung ............................................................................... 19

Grafik 1. 43Perkembangan Kapasitas Usaha Terpakai-Sektoral ....................................................... 20

Grafik 1. 44 Utilisasi Kapasitas Produksi ........................................................................................ 20

Grafik 1. 45 Penggunaan Tenaga Kerja Sektoral ............................................................................ 20

Grafik 1. 46 Indeks Realisasi Usaha ............................................................................................... 20

Grafik 1. 47 Produksi Manufaktur Jatim ........................................................................................ 21

Grafik 1. 48 Kinerja Sub Sektor Industri Besar dan Sedang Jatim .................................................... 21

Grafik 1. 49 Volume Ekspor Komoditas Industri Pengolahan .......................................................... 21

Grafik 1. 50 Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas Unggulan (yoy) ............................................ 21

Grafik 1. 51 Perkembangan Harga Jual, Marjin dan Perkiraan Harga Jual- Liaison ............................ 23

Grafik 1. 52 Konsumsi Listrik Industri ............................................................................................ 23

Grafik 1. 53 Volume Kredit Industri Pengolahan ............................................................................ 23

Grafik 1. 54 Perkembangan Usaha-SKDU..................................................................................... 25

Grafik 1. 55 Arus Barang di Pelabuhan Tanjung Perak .................................................................. 25

Grafik 1. 56 Kredit Sektor Perdagangan Besar dan Eceran ............................................................. 25

Grafik 1. 57 Pertumbuhan Indeks Riil Pedagang Eceran ................................................................. 25

ix

Grafik 1. 58 Luas Panen Tanaman Bahan Makanan di Jatim ........................................................... 27

Grafik 1. 59 Luas Panen Cabai di Jatim ......................................................................................... 27

Grafik 1. 60 Luas Panen Bawang Merah dan Tomat di Jatim .......................................................... 27

Grafik 1. 61 Luas Panen Cabe Merah di Jatim ............................................................................... 27

Grafik 1. 62 Volume Ekspor Komoditas Pertanian......................................................................... 28

Grafik 1. 63 Volume Ekspor Komoditas Pertanian Unggulan .......................................................... 28

Grafik 1. 64 Volume Kredit Pertanian ........................................................................................... 29

Grafik 1. 65 Volume Kredit Sektor Konstruksi ............................................................................... 29

Grafik 1. 66 Kredit Pemilikan Rumah ............................................................................................ 29

Grafik 1. 67 Indeks Harga Properti Residensial............................................................................... 30

Grafik 1. 68 IRPE Material Konstruksi ............................................................................................ 30

Grafik 1. 69 Volume Penjualan Semen ......................................................................................... 30

Grafik 1. 70 Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha ....................................................................... 31

Grafik 1. 71 Volume Ekspor Pertambangan................................................................................... 31

Grafik 1. 72 Volume Ekspor Sektor Pertambangan ........................................................................ 32

Grafik 1. 73 Kredit Sektor Pertambangan..................................................................................... 32

Grafik 1. 74 TPK Hotel Berbintang dan Jumlah Wisman ................................................................. 33

Grafik 1. 75 Pertumbuhan Indeks Riil Penjualan Mamin dan Tembakau .......................................... 33

Grafik 1. 76 Volume Kredit Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ............................... 33

Grafik 1. 77 Arus Penumpang di Tanjung Perak ............................................................................ 34

Grafik 1. 78 Arus Barang di Tanjung Perak.................................................................................... 34

Grafik 1. 79 Penumpang Domestik di Bandara Juanda .................................................................. 34

Grafik 1. 80 Penumpang Internasional di Bandara Juanda.............................................................. 34

Grafik 1. 81 Volume Kredit Sektor Transportasi dan Pergudangan .................................................. 34

Grafik 2. 1 Inflasi Jawa Timur & Nasional (yoy)................................................................................ 49

Grafik 2. 2 Perbandingan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy) ................................................................. 49

Grafik 2. 3 Inflasi Kelompok Pengeluaran (mtm) ............................................................................ 50

Grafik 2. 4 Sumbangan Inflasi Kelompok Pengeluaran ................................................................... 50

Grafik 2. 5 Dekomposisi Core Inflation ......................................................................................... 50

Grafik 2. 6 Inflasi beras dan bumbu-bumbuan (mtm) .................................................................... 51

Grafik 2. 7 Inflasi Telur Ayam Ras dan Daging Ayam Ras (mtm) ...................................................... 51

Grafik 2. 8. Dekomposisi Inflasi Core Tradable .............................................................................. 52

Grafik 2. 9 Inflasi (qtq) Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga............................................. 53

Grafik 2. 10 Inflasi (qtq) Kelompok ............................................................................................... 53

Grafik 2. 11 Inflasi Sub Kelompok Pendidikan ............................................................................... 54

Grafik 2. 12 Inflasi Sub Kelompok Padi-padian .............................................................................. 54

Grafik 2. 13 Harga Komoditas Beras per Kabupaten/Kota Jawa Timur ........................................... 58

Grafik 2. 14 Perubahan Harga Komoditas Beras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur .. 58

Grafik 2. 15 Harga Komoditas Bawang Merah per Kabupaten/Kota Jawa Timur............................. 59

Grafik 2. 16 Perubahan Harga Bawang Merah triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur ..... 59

Grafik 2. 17 Harga Komoditas Cabai Rawit per Kabupaten/Kota Jawa Timur ................................. 60

Grafik 2. 18 Perubahan Harga Cabai Rawit triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur .......... 60

Grafik 2. 19 Harga Komoditas Cabai Merah per Kabupaten/Kota Jawa Timur ................................. 61

Grafik 2. 20 Perubahan Harga Cabai Merah triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur ........ 61

Grafik 2. 21 Harga Komoditas Daging Sapi per Kabupaten/Kota Jawa Timur .................................. 62

Grafik 2. 22 Perubahan Harga Daging Sapi triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur .......... 62

Grafik 2. 23 Harga Komoditas Daging Ayam Ras per Kabupaten/Kota Jawa Timur .......................... 63

Grafik 2. 24 Perubahan Harga Daging Ayam Ras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur . 63

Grafik 2. 25 Harga Komoditas Telur Ayam Ras per Kabupaten/Kota Jawa Timur ............................. 64

Grafik 2. 26 Perubahan Harga Telur Ayam Ras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur ..... 64

Grafik 2. 27 Perbandingan Disagregasi Inflasi Jatim & Rata-Ratanya(yoy) ....................................... 65

Grafik 2. 28 Disagregasi Inflasi Jatim (yoy).................................................................................... 65

Grafik 2. 29 Core Tradable .......................................................................................................... 67

Grafik 2. 30 Core Inflation ........................................................................................................... 67

Grafik 3. 1 Proposi Kredit Bank Umum dan BPR Secara Spasial.........................................................73

Grafik 3. 2 NPL Bank Umum dan BPR Spasial ................................................................................ 73

Grafik 3. 3 Pertumbuhan Kredit Bank Umum dan BPR Spasial ........................................................ 73

Grafik 3. 4 Pertumbuhan Indikator Utama Bank Umum (yoy) ......................................................... 75

x

Grafik 3. 5 Perkembangan Total Aset Bank Umum ........................................................................ 75

Grafik 3. 6 Proporsi Aset Bank Umum .......................................................................................... 75

Grafik 3. 7 Perkembangan DPK Bank Umum ................................................................................. 77

Grafik 3. 8 Komponen DPK Bank Umum ...................................................................................... 77

Grafik 3. 9 DPK Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank ............................................................ 77

Grafik 3. 10 Pertumbuhan Deposito & SB Deposito ....................................................................... 77

Grafik 3. 11 Pertumbuhan Giro & SB Giro ..................................................................................... 77

Grafik 3. 12 Pertumbuhan Tabungan dan Suku Bunga Tabungan .................................................. 78

Grafik 3. 13 Pertumbuhan Kredit Bank Umum .............................................................................. 78

Grafik 3. 14 Pertumbuhan Kredit per Kelompok Bank (yoy) ........................................................... 78

Grafik 3. 15 Komposisi Kredit per Kelompok Bank ........................................................................ 79

Grafik 3. 16 Pertumbuhan Kredit per Penggunaan (yoy) ................................................................ 79

Grafik 3. 17 Komposisi Kredit per Penggunaan ............................................................................. 81

Grafik 3. 18 Pergerakan Suku Bunga Kredit dan BI Rate ................................................................ 81

Grafik 3. 19 Pergerakan LDR per Kelompok Bank (%).................................................................... 81

Grafik 3. 20 Pergerakan NPL (%) .................................................................................................. 81

Grafik 3. 21 Proporsi Kredit Sektoral ............................................................................................. 82

Grafik 3. 22 Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL Sektor Pertanian ................................................. 83

Grafik 3. 23 Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL Sektor Industri Pengolahan .................................. 83

Grafik 3. 24 Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL Sektor Perdagangan ............................................ 83

Grafik 3. 25 NPL Kredit Sektoral ................................................................................................... 83

Grafik 3. 26 Proporsi Kredit Bank Umum Spasial ........................................................................... 84

Grafik 3. 27 NPL Bank Umum Spasial ........................................................................................... 84

Grafik 3. 28 Pertumbuhan Kredit Bank Umum Spasial ................................................................... 84

Grafik 3. 29 Pertumbuhan Kredit UMKM ...................................................................................... 84

Grafik 3. 30 NPL Kredit UMKM .................................................................................................... 84

Grafik 3. 31 Persentase Penyaluran Kredit UMKM di Jatim Berdasarkan Lokasi Proyek ..................... 85

Grafik 3. 32 Proporsi Kredit UMKM berdasarkan Skala Usaha ........................................................ 86

Grafik 3. 33 Kredit UMKM per Kelompok Bank ............................................................................. 86

Grafik 3. 34 Share Kredit UMKM Kab/Kot ..................................................................................... 86

Grafik 3. 35 Pertumbuhan Kredit UMKM Kab/Kot ......................................................................... 86

Grafik 3. 36 NPL Kredit UMKM Kab/Kot ....................................................................................... 87

Grafik 3. 37 Komposisi Penyaluran Kredit Kab/Kot ........................................................................ 87

Grafik 3. 38 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah (yoy) ....................................................... 88

Grafik 3. 39 Perkembangan Pembiayaan per Jenis Penggunaan (yoy) ............................................. 88

Grafik 3. 40 Proporsi Pembiayaan per Jenis Penggunaan Bank Syariah ............................................ 89

Grafik 3. 41 Pergerakan Bagi hasil Pembiayaan Modal Kerja Bank Konvensional dan Syariah ........... 89

Grafik 3. 42 Pergerakan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi Bank Konvensional dan Syariah ................ 89

Grafik 3. 43 Pergerakan Bagi Hasil Pembiayaan Konsumsi Bank Konvensional dan Syariah .............. 89

Grafik 3. 44 Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah ........................................................................ 90

Grafik 3. 45 Proporsi DPK Perbankan Syariah ................................................................................ 90

Grafik 3. 46 Pergerakan Bagi Hasil Tabungan Bank Konvensional dan Syariah................................. 90

Grafik 3. 47 Pergerakan Bagi Hasil Deposito Bank Konvensional dan Syariah .................................. 90

Grafik 3. 48 Pergerakan Bagi Hasil Giro Bank, Konvensional dan Syariah ........................................ 91

Grafik 3. 49 NPF dan FDR Perbankan Syariah ................................................................................ 91

Grafik 3. 50 Proporsi Pembiayaan Syariah Spasial .......................................................................... 92

Grafik 3. 51 NPF Pembiayaan Syariah Spasial ................................................................................ 92

Grafik 3. 52 Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Spasial .................................................................. 92

Grafik 3. 53 Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Spasial Tw II 2015 ................................................. 92

Grafik 3. 54 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan ................................................................ 93

Grafik 3. 55 Proporsi Kredit per Jenis Penggunaan ........................................................................ 93

Grafik 3. 56 Pertumbuhan DPK per Jenis Simpanan BPR ................................................................ 93

Grafik 3. 57 Proporsi DPK BPR ...................................................................................................... 93

Grafik 3. 58 Pergerakan LDR dan NPL (%) BPR .............................................................................. 94

Grafik 3. 59 Komposisi Jumlah BPR Kabupaten/Kota Jawa Timur.................................................... 94

Grafik 3. 60 Proporsi Kredit BPR Spasial ........................................................................................ 95

Grafik 3. 61 Pertumbuhan Kredit BPR Spasial ................................................................................ 95

Grafik 3. 62 Pertumbuhan Kredit BPR Spasial ................................................................................ 95

xi

Grafik 3. 63 Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan .............................................................. 96

Grafik 3. 64 Proporsi Kredit per Jenis Penggunaan ........................................................................ 96

Grafik 3. 65 Pertumbuhan DPK per Jenis Simpanan Bank KP di Surabaya........................................ 97

Grafik 3. 66 Proporsi DPK per Jenis Simpanan Bank KP di Surabaya (yoy) ........................................ 97

Grafik 3. 67 Perkembangan LDR dan NPL Bank KP di Surabaya ...................................................... 97

Grafik 3. 68 Komposisi Aset Bank KP Surabaya ............................................................................. 97

Grafik 3. 69 Proporsi Kredit Sektoral Korporasi.............................................................................. 98

Grafik 3. 70 Proporsi Kredit Korporasi per Jenis Penggunaan ......................................................... 98

Grafik 3. 71 Pertumbuhan Kredit Korporasi Sektor Utama Jawa Timur ........................................... 98

Grafik 3. 72 Pertumbuhan NPL Kredit Korporasi Sektor Utama Jawa Timur ..................................... 99

Grafik 3. 73 Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan ................... 100

Grafik 3. 74 Pertumbuhan KPR per Tipe ...................................................................................... 100

Grafik 3. 75 Posisi NPL Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan ............................................ 100

Grafik 3. 76 Pergerakan Inflow, Outflow, Netflow dan Inflasi ....................................................... 101

Grafik 3. 77 Rasio UTLE terhadap Inflow ..................................................................................... 103

Grafik 3. 78 Statistik Uang yang Tidak Sesuai Ciri - ciri Keaslian Uang Rupiah yang Ditemukan ...... 104

Grafik 3. 79 Proporsi Uang Tidak Sesuai Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah yang Ditemukan ................ 104

Grafik 3. 80 Proporsi Transaksi Tunai dan Non Tunai di Jawa Timur .............................................. 104

Grafik 3. 81 Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Timur .......................................................... 105

Grafik 3. 82 Transaksi RTGS Spasial Jawa Timur .......................................................................... 105

Grafik 3. 83 Transaksi Kliring di Jawa Timur ................................................................................ 106

Grafik 3. 84 Transaksi Kliring Spasial di Jawa Timur ..................................................................... 106

Grafik 4. 1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa Timur.....................................................................117

Grafik 4. 2 Proporsi Anggaran Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Timur.................................. 118

Grafik 4. 3 Persentase Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur ...................................... 119

Grafik 4. 4 Proporsi Anggaran Belanja APBD Provinsi Jawa Timur ................................................. 121

Grafik 4. 5 Persentase Realisasi Belanja dan Transfer Daerah Provinsi Jawa Timur .......................... 123

Grafik 4. 6 Anggaran Pendapatan Kabupaten Kota Jawa Timur, 2015.......................................... 124

Grafik 4. 7 Anggaran Belanja Kabupaten/Kota Jawa Timur 2015.................................................. 126

Grafik 4. 8 Persentase Realisasi Belanja dan Transfer APBD Kab/Kota Jawa Timur, 2015 ................ 127

Grafik 4. 9 Pangsa Anggaran Belanja APBN Jawa Timur Menurut Jenis Belanja ............................. 129

Grafik 4. 10 Pangsa Anggaran Belanja APBN Jawa Timur Menurut Fungsi .................................... 129

Grafik 4. 11 %Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Jenis Belanja Per Triwulan ............. 131

Grafik 4. 12 %Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Fungsi Per Triwulan ...................... 132

Grafik 5. 1 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Sektor Utama.................................................................135

Grafik 5. 2 Share Tenaga Kerja Sektoral ...................................................................................... 135

Grafik 5. 3 Penyerapan Tenaga Kerja Formal dan Informal ........................................................... 135

Grafik 5. 4 Komposisi Tenaga Kerja Formal dan Informal ............................................................. 135

Grafik 5. 5 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................................................ 136

Grafik 5. 6 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................................ 136

Grafik 5. 7 Penyerapan Tenaga Kerja 3 Sektor Utama .................................................................. 137

Grafik 5. 8 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Lainnya ................................................................... 137

Grafik 5. 12 Perbandingan Nilai Tukar Petani Provinsi di Jawa ...................................................... 138

Grafik 5. 13 NTP Jatim, Indeks Harga yg Diterima (IT), & Indeks Harga yg Dibayar (IB) .................... 139

Grafik 5. 14 NTP Subsektor Pertanian Jawa Timur ....................................................................... 139

Grafik 5. 15 Perbandingan Nilai Tukar Nelayan Provinsi di Pulau Jawa .......................................... 140

Grafik 5. 16 NTN, IT dan IB Nelayan Jawa Timur .......................................................................... 141

Grafik 5. 17 Jumlah Penduduk Miskin Provinsi di Jawa ................................................................ 141

Grafik 5. 18 Persentase Penduduk Miskin Provinsi di Jawa ........................................................... 141

Grafik 6. 1 Perkembangan Dunia Usaha.........................................................................................149

Grafik 6. 2 Ekspektasi Konsumen ............................................................................................... 149

Grafik 6. 3 Indeks Tendensi Konsumen ....................................................................................... 149

Grafik 6. 4 Perkiraan Investasi-SKDU ........................................................................................... 149

Grafik 6. 5 Perkembangan Harga Komoditas Internasional ........................................................... 150

Grafik 6. 6 Perkembangan Nilai Tukar ........................................................................................ 150

Grafik 6. 7 Ekspektasi Penggunaan Tenaga Kerja ....................................................................... 151

Grafik 6. 8 Perkiraan Kondisi Sektor Industri Pengolahan Tw IV 2015 - SKDU................................ 151

xii

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

RINGKASAN EKSEKUTIF

Asesmen Perkembangan Makro Ekonomi

Kinerja perekonomian Jawa Timur berdasarkan tahun dasar 2010 pada triwulan III

2015 mencapai 5,44% (yoy) meningkat dibanding triwulan II 2015 (5,25%, yoy).

Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan nasional (4,73%) dan Kawasan Jawa

(5,39%).

Dari sisi permintaan, pendorong utama peningkatan kinerja perekonomian Jawa

Timur triwulan III 2015 adalah peningkatan konsumsi Pemerintah dan ekspor luar

negeri, serta penurunan impor luar negeri. Konsumsi Pemerintah tumbuh 9,00%

(yoy), didorong oleh peningkatan realisasi belanja proyek infrastruktur dan belanja

pegawai. Peningkatan ekspor didukung oleh perbaikan ekonomi Eropa

(pertumbuhan ekonomi Euro Area meningkat dari 1,5% (yoy) menjadi 1,6% (yoy),

serta dibukanya kembali main gate impor perhiasan di negara Swiss). Di sisi lain,

pelemahan impor diindikasikan sejalan dengan strategi perusahaan untuk

melakukan subtitusi impor ke bahan baku lokal seiring pelemahan nilai tukar

Rupiah terhadap USD.

Dari sisi penawaran, mayoritas sektor mengalami pertumbuhan lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja sektor Industri Pengolahan, sektor

Konstruksi dan sektor Penyediaan Akomodasi dan Makanan-Minuman mengalami

peningkatan. Di sisi lain, kinerja sektor Perdagangan relatif stabil, sedangkan

sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan cenderung melambat. Peningkatan

kinerja Industri Pengolahan bersumber dari permintaan asing yang meningkat

(terindikasi dari peningkatan ekspor) di tengah konsumsi domestik yang masih

lemah. Sementara itu, pembangunan proyek infrastruktur dan residensial mampu

menggerakkan sektor Konstruksi. Peningkatan kinerja sektor Akomodasi dan

Makanan-Minuman didorong oleh meningkatnya frekuensi pertemuan, liburan

sekolah dan Idul Fitri, sehingga menyebabkan okupansi hotel meningkat. Sektor

Perdagangan cenderung stabil mengingat ekspor luar negeri meningkat namun di

lain pihak terjadi penurunan pada kinerja perdagangan antar daerah.

Asesmen Inflasi

Inflasi Jawa Timur pada triwulan III 2015 sebesar 6,70% (yoy) menurun

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,78% (yoy) dan lebih

rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 6,83% (yoy). Penyumbang

utama inflasi pada triwulan III 2015 masih berasal dari kelompok core inflation

(3,52%-yoy) disusul oleh administered price (1,94%-yoy) dan terendah volatile

food (1,24%-yoy). Sementara tekanan inflasi terbesar berasal dari administered

price (10,63%-yoy), disusul oleh volatile food (6,94%-yoy) dan terendah core

inflation (5,56%-yoy).

Walaupun inflasi kelompok administered price secara tahunan masih tinggi,

namun relatif mereda dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,71%

(yoy). Redanya tekanan inflasi kelompok administered price karena adanya koreksi

harga pada angkutan udara, tarif jalan tol dan tarif listrik pada periode ini.

Sebaliknya inflasi kelompok volatile food meningkat dipicu oleh sub kelompok

padi-padian, telur dan bumbu-bumbuan karena adanya gangguan pada aspek

produksi serta tingginya permintaan pada saat Lebaran. Inflasi kelompok core

inflation relatif stabil dengan tekanan utama pada core non tradable antara lain

biaya pendidikan.

Secara spasial Jawa, inflasi tahunan (yoy) Jawa Timur menempati urutan ketiga

tertinggi setelah Banten (8,14%) dan DKI Jakarta (6,81%), disusul dengan Jawa

Barat (6,11%), Jawa Tengah (5,78%) dan terendah DIY (5,23%).

Kinerja ekonomi

Jatim di triwulan II I

2015 tumbuh

sebesar 5,44% (yoy),

meningkat

dibandingkan

triwulan II 2015

(5,25%, yoy).

Inflasi Jatim turun

menjadi 6,70%

(yoy) dan lebih

rendah dari

Nasional (6,83%,

yoy), didorong

oleh kelompok

administered price.

xiii

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

Asesmen Perbankan

Aset perbankan tercatat sebesar Rp530,19 triliun atau tumbuh 11,64% (yoy),

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (13,38%-yoy). Perlambatan juga

terjadi pada Dana Pihak Ketiga (DPK) yaitu dari 13,56% (yoy) menjadi 11,09%

(yoy) dengan nominal Rp419,29 triliun. Hal yang sama juga terjadi pada

pertumbuhan kredit yang masih meneruskan perlambatan pada triwulan II 2015

yakni dari 11,05% (yoy) menjadi 10,69% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan

DPK yang lebih tinggi dibandingkan kredit mendorong penurunan LDR dari

89,51% menjadi 88,39%. Risiko kredit atau Non Performing Loan (NPL) turut

menurun dari 2,31% menjadi 2,29%. Kredit berdasarkan lokasi proyek melambat

dari 12,52% (yoy) menjadi 10,98% (yoy) dengan NPL yang menurun dari 2,65%

menjadi 2,43%. Kondisi ini membuka ruang bagi perbankan untuk meningkatkan

fungsi intermediasinya kedepan.

Penyaluran kredit korporasi pada triwulan III 2015 tumbuh sebesar 10,59% (yoy),

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (16,12% -yoy) dan lebih rendah

dibandingkan triwulan yang sama tahun 2014 (19,32% -yoy). Kondisi ini didorong

perlambatan kinerja kredit sektor industri pengolahan dari 22,97% (yoy) menjadi

14,35% (yoy) sejalan dengan berbagai tekanan global dan domestik yang dihadapi

pelaku usaha pada periode ini. Meskipun penyaluran kredit melambat, tingkat NPL

kredit korporasi sedikit membaik dari 1,36% menjadi 1,25%. Hampir seluruh

sektor menunjukkan perbaikan rasio NPL, namun beberapa sektor masih

menunjukkan peningkatan risiko kredit diantaranya sektor konstruksi, sektor

transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor perantara keuangan dan sektor

pertambangan.

Sementara itu, kredit sektor rumah tangga meningkat dari 14,06% (yoy) menjadi

15,75% (yoy) terutama didorong peningkatan kredit pemilikan Ruko/Rukan yang

tumbuh dari -36,56% (yoy) menjadi 24,09% (yoy), kredit pemilikan rumah-KPR

dari 9,30% (yoy) menjadi 10,58% (yoy), serta kredit kendaraan bermotor-KKB dari

10,87% (yoy) menjadi 16,80% (yoy).

Sejalan dengan pola konsumsi masyarakat yang kembali normal pasca perayaan

Hari Raya Idul Fitri, transaksi tunai triwulan II 2015 mengalami net inflow dengan

angka inflow sebesar Rp22,16 triliun lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai Rp14,11 triliun. Di sisi lain, angka outflow turut

meningkat dari Rp17,51 triliun menjadi Rp21,50 triliun pada triwulan III 2015.

Keuangan Daerah

Anggaran pendapatan pada APBD Provinsi Jawa Timur di tahun 2015 mencapai

Rp22,24 triliun atau meningkat 17,1% dibandingkan tahun 2014 yang sebesar

Rp18,99 triliun. Sementara anggaran belanja daerah tahun 2015 sebesar Rp24,3

triliun, meningkat 18,6% dari tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp20,54 triliun.

Secara kumulatif, di triwulan III 2015 pendapatan terealisasi sebesar 75,3% dari

anggaran, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (80,2%). Realisasi

anggaran belanja dan transfer sebesar 59,3%. Pencapaian ini lebih baik daripada

realisasi di tahun sebelumnya yang hanya sebesar 53,2%. Realisasi belanja di

triwulan III 2015 sendiri mencapai 22%, di atas pencapaian periode yang sama di

tahun 2014 yang sebesar 21%. Kondisi ini sejalan dengan akselerasi pertumbuhan

konsumsi pemerintah di triwulan III 2015.

Total anggaran pendapatan APBD Kabupaten/Kota Jawa Timur mencapai Rp74,58

triliun. Anggaran pendapatan terbesar adalah di Kota Surabaya dengan nilai

sebesar Rp6,5 triliun, dan yang terkecil adalah Kota Mojokerto dengan nilai

sebesar Rp0,73 triliun. Realisasi pendapatan sampai dengan triwulan III 2015

mencapai 79,2%, didorong tingginya realisasi anggaran PAD yang mencapai

81,9%. Anggaran belanja 38 Kab/Kota di Jawa Timur di tahun 2015 mencapai

Rp82,34 triliun. Kota Surabaya memiliki anggaran belanja terbesar, yaitu Rp7,27

triliun, sementara Kota Blitar yang paling rendah (Rp0,79 triliun). Realisasi belanja

Tedapat

peningkatan

realisasi belanja

APBD Provinsi dan

Kab/Kota di

triwulan II 2015.

Realisasi belanja

dan transfer APBD

Provinsi sampai

semester I sebesar

38,34%,

sementara

Kab/Kota 27,61%.

Realisasi belanja

APBN belum

menunjukkan

perbaikan yang

signifikan (23%).

Stabilitas sistem

keuangan terjaga

dalam kondisi

aman tercermin

dari penurunan

NPL, namun

demikian

pertumbuhan

kredit melambat di

level 10,69% (yoy),

lebih rendah

dibandingkan

triwulan

sebelumnya

(11,05%, yoy).

xiv

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

sampai dengan triwulan III 2015 mencapai 50,5%. Pada triwulan ini, terdapat

lonjakan realisasi belanja yang cukup signifikan, yakni sebesar 24,2%, hampir

sama dengan pencapaian di sepanjang semester I yang hanya 26,4%.

Anggaran belanja APBN 2015 yang dialokasikan untuk Jawa Timur meningkat

23% dari tahun 2014, yaitu dari Rp36,14 triliun menjadi Rp44,5 triliun. Anggaran

belanja pegawai memiliki pangsa 42%, sementara anggaran belanja modal 22%.

Realisasi belanja sampai dengan triwulan III 2015 hanya 47%, lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 54%. Rendahnya realisasi belanja

modal dan belanja barang yang hanya terealisasi 21% dan 37% menyebabkan

rendahnya realisasi belanja APBN sampai dengan triwulan III 2015.

Kesejahteraan Masyarakat

Berdasarkan data di bulan Agustus 2015, Jawa Timur mengalami penurunan

jumlah angkatan kerja, dari 20,69 juta orang menjadi 20,27 juta orang, di mana

95,53% dari angkatan kerja tersebut bekerja (19,4 juta orang). Terjadi

peningkatan Tingkat Pengangguran Terbuka dibandingkan triwulan IV 2014 dari

4,31% menjadi 4,47%. Berdasarkan hasil SKDU, terjadi sedikit peningkatan

penyerapan tenaga kerja di triwulan III 2015 dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.

Nilai tukar petani (NTP) pada triwulan ini menunjukkan peningkatan yang cukup

signifikan, sebesar 3,27% dibandingkan triwulan II 2015. Faktor pendorong

peningkatan NTP pada triwulan ini adalah peningkatan NTP di subsektor tanaman

pangan dan peternakan. Sementara itu, nilai tukar nelayan (NTN) relatif stabil,

dengan peningkatan hanya sebesar 0,02%.

Tingkat kemiskinan meningkat dari 12,28% (September 2014) menjadi12,34%

(Maret 2015) atau sebesar 4,78 juta jiwa. Peningkatan tingkat kemiskinan terjadi

di wilayah pedesaan akibat peningkatan Garis Kemiskinan yang cukup tinggi di

Maret 2015. Di saat bersamaan, Indeks Keparahan Kemiskinan dan Indeks

Kedalaman Kemiskinan meningkat pada periode Maret 2015. Sejalan dengan

peningkatan tingkat kemiskinan, peningkatan kedua indeks ini lebih besar di

daerah pedesaan daripada di daerah perkotaan.

Prospek Ekonomi dan Inflasi triwulan IV 2015

Perbaikan ekonomi Jawa Timur diperkirakan masih berlanjut pada triwulan IV

2015, yaitu mampu tumbuh di kisaran 5,5%-5,9% (yoy). Dari sisi permintaan,

pertumbuhan perekonomian Jawa Timur diperkirakan didorong oleh peningkatan

konsumsi swasta, investasi, serta net ekspor dalam negeri. Sementara dari sisi

penawaran, optimisme kinerja usaha diperkirakan terjadi pada sektor Industri

Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, Penyediaan Akomodasi dan

Makanan-Minuman serta sektor Konstruksi. Adanya momen perayaan Natal dan

tahun baru serta semakin meningkatnya ekspansi belanja Pemerintah menjadi

pendorong utama.

Mencermati perkembangan inflasi terkini dan tracking beberapa indikator harga,

maka inflasi kota Jawa Timur pada triwulan IV-2015 diperkirakan secara tahunan

(yoy) berada di kisaran 3,1% 3,5%. Tekanan inflasi diperkirakan berasal dari sisi

volatile foods akibat meningkatnya permintaan makanan jadi menjelang Natal dan

Tahun Baru, serta pasokan pangan yang berkurang akibat memasuki musim

tanam. Dari sisi inflasi inti pun mengalami peningkatan sebagai dampak lanjutan

peningkatan inflasi makanan jadi. Sementara itu, inflasi kelompok administered

prices cenderung mereda seiring dengan minimnya kenaikan harga administered.

Ekonomi Jatim

pada triwulan

IV 2015

diperkirakan

tumbuh pada

rentang 5,5%

s.d 5,9% (yoy),

sementara

inflasi

diperkirakan

berada di

kisaran 3,1%

s.d 3,5% (yoy).

Jumlah angkatan

kerja Jawa Timur

menurun, namun

tingkat

pengangguran

terbuka meningkat.

Berdasarkan hasil

SKDU penyerapan

tenaga kerja sedikit

meningkat di

triwulan III. NTP

dan NTN

meningkat cukup

tinggi. Angka

kemiskinan

meningkat,

dibarengi dengan

peningkatan indeks

kedalaman dan

keparahan

kemiskinan.

xv

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

Prospek Ekonomi dan Inflasi Tahun 2015

Secara kumulatif, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2015

mencapai 5,2%-5,6% (yoy), melambat dibandingkan tahun 2014 yang mencapai

angka 5,9%. Meskipun demikian, pertumbuhan ini diperkirakan masih lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan nasional.

Dari sisi permintaan, hampir seluruh komponen mengalami perlambatan.

Konsumsi masyarakat masih tertahan oleh daya beli yang rendah akibat

melemahnya kinerja sektor usaha serta tingginya Pemutusan Hubungan Kerja.

Sementara itu, beberapa kebijakan, seperti perubahan nomenklatur, aturan rapat

di hotel serta kendala terkait teknis pengadaan barang dan jasa turut berpengaruh

pada realisasi penyerapan anggaran dan konsumsi Pemerintah Daerah. Investasi

cenderung melambat dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan investor

yang masih menunda keputusan investasi non bangunan serta perlambatan

ekonomi negara investor utama (Singapura). Dari sisi eksternal, ekspor juga

mengalami tekanan akibat perlambatan ekonomi negara mitra dagang serta

penurunan harga komoditas internasional. Sementara itu, perlambatan sektor

Industri Pengolahan serta depresiasi nilai Rupiah menyebabkan impor luar negeri

melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Di sisi penawaran, kinerja seluruh sektor cenderung bervariasi. Sektor yang

mengalami perlambatan adalah sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang

disebabkan karena adanya fenomena alam, seperti letusan Gunung Raung,

dampak El Nino serta serangan hama di beberapa wilayah sentra. Selain itu, sektor

Industri Pengolahan juga diperkirakan melambat didorong oleh melambatnya

permintaan global dan domestik, tekanan biaya produksi (energi, dan upah), serta

berlanjutnya depresiasi nilai Rupiah yang lebih dalam dibandingkan tahun 2014.

Sementara itu, kinerja sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi mobil dan

sepeda motor diperkirakan stabil merespon peningkatan kondisi ekonomi di

Kawasan Timur Indonesia pada triwulan II 2015, namun melambat pada triwulan III

2015. Sedangkan, sub sektor Reparasi Mobil dan Motor diperkirakan melambat

seiring dengan rendahnya penjualan kendaraan bermotor baru di Jawa Timur pada

tahun 2015.

Tekanan inflasi Jawa Timur di tahun 2015 diperkirakan mereda yaitu di kisaran

3,1% - 3,5%, lebih rendah dibandingkan inflasi tahun 2014 yang mencapai

7,77%. Pendorong utama rendahnya inflasi adalah hilangnya dampak base year

IHK bensin, serta adanya koreksi harga pada berbagai tarif administered. Dari

kelompok administered price, inflasi secara tahunan diperkirakan akan mereda dan

berada pada batas bawah pola normalnya (2% - 4%). Hal ini karena adanya

berbagai koreksi tarif energi seperti tarif listrik, penurunan harga bensin di awal

tahun 2015 serta hilangnya dampak base year IHK kenaikan harga BBM di akhir

tahun 2014. Tekanan inflasi kelompok ini pada tahun 2015 diperkirakan berasal

dari berlanjutnya kenaikan harga rokok untuk menyesuaikan kenaikan cukai rokok,

serta fluktuasi tarif transportasi merespon permintaan masyarakat (angkutan

udara, tarif kereta api). Dari kelompok volatile food, inflasi tahun 2015

diperkirakan stabil dibandingkan tahun 2015 (di kisaran 5% - 7%). Adanya El Nino

yang diperkirakan akan mengganggu produksi padi dan meningkatkan harga

beras tahun 2015, sampai dengan triwulan III 2015 dampaknya masih relatif

terkendali. Selain itu, stok beras BULOG sebagai lembaga buffer juga masih cukup

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat.

Secara

keseluruhan,

pertumbuhan

ekonomi Jatim

tahun 2015

diproyeksi

tumbuh pada

rentang 5,2%

s.d 5,6% (yoy).

Inflasi pada

akhir tahun

2015

diperkirakan

berada di

kisaran 3,1-

3,5% (yoy).

xvi

TABEL INDIKATOR EKONOMI

A. PDRB

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Milliar)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 39.962 40.673 43.324 31.966 40.300 42.792 44.651

Pertambangan dan Penggalian 14.725 15.321 16.133 15.077 15.141 16.452 16.667

Industri Pengolahan 91.247 92.477 92.973 95.570 96.067 97.374 98.753

Pengadaan Listrik dan Gas 1.103 1.127 1.106 1.153 1.091 1.117 1.068

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 308 308 311 307 321 321 328

Konstruksi 26.190 28.474 30.205 31.629 27.907 28.533 31.104

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 54.521 56.151 59.140 59.492 57.814 59.835 63.020

Transportasi dan Pergudangan 8.857 8.909 9.218 9.449 9.389 9.492 9.792

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14.813 15.202 16.285 16.508 15.822 16.290 17.563

Informasi dan Komunikasi 17.022 17.147 17.347 17.940 18.208 18.315 18.495

Jasa Keuangan dan Asuransi 7.739 8.114 8.208 8.501 8.355 8.261 8.760

Real Estate 5.349 5.462 5.568 5.620 5.700 5.681 5.803

Jasa Perusahaan 2.419 2.425 2.457 2.514 2.536 2.589 2.592

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 6.459 6.789 7.460 8.021 6.758 7.098 7.853

Jasa Pendidikan 7.680 7.921 8.388 9.301 8.358 8.484 8.924

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.928 2.063 2.066 2.155 2.094 2.151 2.218

Jasa lainnya 4.442 4.645 4.651 4.736 4.717 4.853 4.880

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Milliar)

Konsumsi RT 190.933 192.485 200.107 199.773 199.603 201.942 206.187

Konsumsi LNPRT 3.466 3.570 3.221 3.317 3.199 3.240 3.323

Konsumsi Pemerintah 12.999 15.812 17.648 25.521 12.704 16.508 18.367

Pembentukan Modal Tetap Bruto 82.041 85.355 88.858 88.461 85.671 89.915 93.479

Ekspor Luar Negeri 51.488 38.728 38.441 48.662 50.562 48.445 44.583

Impor Luar Negeri 59.331 53.663 55.028 69.020 58.397 60.167 55.773

Net Ekspor Antar Daerah 12.959 17.934 21.683 22.902 17.711 19.838 22.202

PDRB Penawaran - (%, yoy)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,74 3,62 4,87 3,10 0,85 5,21 3,06

Pertambangan dan Penggalian 1,05 0,77 10,15 2,72 2,83 7,38 3,64

Industri Pengolahan 8,83 6,90 5,75 9,19 5,28 5,30 6,22

Pengadaan Listrik dan Gas 1,47 6,12 1,71 0,68 (1,08) (0,96) (3,47)

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 2,04 0,15 0,05 (1,19) 4,11 4,32 5,40

Konstruksi 5,45 6,50 4,05 5,84 6,56 0,20 2,98

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5,26 5,25 5,52 2,56 6,04 6,56 6,56

Transportasi dan Pergudangan 7,30 5,48 5,33 7,51 6,01 6,53 6,23

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,10 7,90 12,13 9,24 6,81 7,15 7,85

Informasi dan Komunikasi 7,10 5,73 5,48 7,05 6,97 6,82 6,62

Jasa Keuangan dan Asuransi 6,57 6,45 5,80 8,95 7,97 1,81 6,73

Real Estate 8,44 6,27 6,88 6,37 6,57 4,01 4,21

Jasa Perusahaan 10,52 10,67 5,57 7,58 4,84 6,79 5,51

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (3,18) (0,85) 0,42 5,31 4,63 4,54 5,26

Jasa Pendidikan 4,78 7,52 10,33 3,74 8,83 7,11 6,39

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 10,06 13,56 6,09 3,80 8,62 4,26 7,34

Jasa lainnya 5,80 5,65 5,61 4,80 6,19 4,47 4,91

PDRB Permintaan - (%, yoy)

Konsumsi RT 6,36 5,69 5,91 5,73 4,54 4,91 3,04

Konsumsi LNPRT 26,03 24,69 7,15 (0,98) (7,71) (9,25) 3,16

Konsumsi Pemerintah 5,70 3,98 2,41 1,08 (2,27) 6,04 8,97

Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,28 3,87 5,55 3,77 4,42 5,34 5,20

Ekspor Luar Negeri 3,12 3,46 0,45 (3,94) (1,80) (4,25) 1,58

Impor Luar Negeri (1,76) (1,82) (2,49) 0,71 (1,58) (7,23) (10,78)

Net Ekspor Antar Daerah (10,14) (24,08) (26,73) 29,80 36,67 28,09 (6,05)

Pertumbuhan PDRB (%; yoy) 5,90 5,62 5,90 6,01 5,19 5,25 5,44

INDIKATOR20152014

xvii

B. INFLASI

C. SISTEM PEMBAYARAN

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK)

JAWA TIMUR 111,22 111,91 113,29 118,07 118,15 119,52 120,85

- Kota Surabaya 110,97 111,76 113,25 117,81 118,21 119,79 121,14

- Kota Malang 111,85 112,46 113,83 119,16 118,93 120,51 121,79

- Kota Kediri 112,17 112,51 113,79 118,96 118,08 119,01 119,96

- Kab. Jember 110,73 111,35 112,20 117,52 116,79 117,69 119,52

- Kab. Sumenep 110,34 110,55 112,16 117,3 116,72 117,73 118,91

- Kota Probolinggo 112,43 112,94 114,19 118,72 118,00 119,50 120,64

- Kota Madiun 110,65 110,95 112,10 116,83 116,49 117,72 118,97

- Kab. Banyuwangi 112,39 112,59 112,84 117,67 116,68 118,05 119,45

LAJU INFLASI TAHUNAN (Y-O-Y)

JAWA TIMUR 6,59 6,66 4,13 7,77 6,07 6,78 6,70

- Kota Surabaya 6,37 6,57 4,38 7,90 6,52 7,19 6,97

- Kota Malang 7,19 6,91 4,57 8,14 6,33 7,16 6,99

- Kota Kediri 6,99 6,54 0,00 7,49 5,27 5,78 5,42

- Kab. Jember 6,52 6,53 3,22 7,52 5,47 5,69 6,52

- Kab. Sumenep 5,44 6,00 4,15 8,04 5,78 6,49 6,02

- Kota Probolinggo 7,22 7,04 3,60 6,79 4,95 5,81 5,65

- Kota Madiun 6,22 6,42 0,00 7,40 5,28 6,10 6,13

- Kab. Banyuwangi 6,72 7,17 2,45 6,59 3,82 4,85 5,86

2015INDIKATOR

2014

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Inflow (Rp. Triliun) 18,02 12,08 21,11 13,06 18,4 14,1 22,2

Outflow (Rp. Triliun) 8,97 10,69 19,37 14,90 7,6 17,5 21,5

Pemusnahan Uang (Rp- Triliun) 5,17 3,85 3,85 4,65 5,2 3,7 6,1

Nominal Transaksi RTGS (Rp Triliun) 423,88 463,63 450,64 543,97 458,95 523,17 498,09

Volume Transaksi RTGS 355.709 383.292 377.948 389.507 248.786 262.730 259.654

Nominal Kliring Kredit (Rp. Triliun) 48,47 50,92 50,50 53,18 49,46 46,38 44,15

Volume Kliring Kredit (juta lembar) 1,27 1,33 1,25 1,32 1,25 1,20 1,10

20152014INDIKATOR

xviii

D. PERBANKAN

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Bank Umum

Total Asset (Rp. Triliun) 417,36 442,61 465,12 474,97 483,57 501,80 519,16

DPK (Rp. Triliun) 332,44 350,74 371,46 383,29 390,84 398,37 411,58

- Tabungan (Rp. Triliun) 144,69 147,57 153,40 162,75 153,57 154,85 164,68

- Giro (Rp. Triliun) 52,22 60,44 62,15 61,45 68,10 72,89 74,20

- Deposito (Rp. Triliun) 135,53 142,73 155,89 159,08 169,17 170,63 172,70

Kredit (Rp. Triliun) - Bank Pelapor 304,41 318,60 327,06 344,41 341,05 353,89 362,25

- Modal Kerja 179,72 186,91 192,83 208,2 202,43 210,95 215,80

- Investasi 44,90 46,30 47,93 47,23 48,35 49,50 50,51

- Konsumsi 79,79 85,39 86,3 88,98 90,27 93,44 95,95

Non Performing Loan (NPL - Gross) 2,07 2,12 2,08 1,82 2,07 2,22 2,19

Loan to Deposit Ratio - LDR (%) 91,57 90,83 88,05 89,86 87,26 88,84 88,01

Kredit UMKM (Triliun Rp) - Bank Pelapor 84,99 92,29 91,13 92,88 94,19 98,67 100,21

NPL UMKM Gross (%) 3,72 4,16 4,23 3,78 4,20 4,42 4,47

BPR

Total Asset (Rp. Triliun) 9,15 9,43 9,73 10,23 10,35 10,75 11,03

DPK (Rp. Triliun) 5,62 5,74 5,91 6,24 6,33 6,47 6,77

- Tabungan (Rp. Triliun) 1,81 1,81 1,81 2 1,98 1,99 2,06

- Deposito (Rp. Triliun) 3,81 3,93 4,09 4,24 4,35 4,33 4,72

Kredit (Rp. Triliun) 7,25 7,71 7,74 7,75 7,98 8,48 8,37

- Modal Kerja 4,85 5,21 5,22 5,15 5,29 5,66 5,56

- Investasi 0,27 0,27 0,27 0,28 0,30 0,32 0,31

- Konsumsi 2,13 2,23 2,25 4,24 2,39 2,50 2,50

Non Performing Loan (NPL-Gross) 4,18 4,40 4,94 4,83 5,75 5,98 6,42

Loan to Deposit Ratio - (LDR) % 129,10 134,40 130,98 124,24 125,97 131,10 123,61

Bank Umum Syariah

Total Asset (Rp. Triliun) 25,97 23,05 23,42 24,98 24,06 24,04 24,25

DPK (Rp. Triliun) 16,27 16,59 17,36 19,04 18,73 16,94 17,85

- Giro (Rp. Triliun) 0,84 1,29 1,18 1,44 1,90 1,32 1,31

- Tabungan (Rp. Triliun) 6,23 6,44 6,85 7,73 7,39 7,25 7,72

- Deposito (Rp. Triliun) 9,19 8,86 9,32 9,86 9,44 8,37 8,82

Pembiayaan (Rp. Triliun) 15,79 18,42 18,73 19,08 18,98 19,85 19,94

- Modal Kerja 7,44 6,73 7,69 8,03 7,73 8,24 8,37

- Investasi 2,98 3,32 3,16 3,36 3,61 3,77 3,90

- Konsumsi 5,36 8,37 7,87 7,68 7,64 7,84 7,66

Non Performance Financing (NPF) % 3,74 3,35 3,67 3,83 4,63 4,47 4,22

Financing to Deposit Ratio (FDR) % 97,05 111,03 107,92 100,23 101,37 117,20 111,68

2015INDIKATOR

2014

1

1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

1.1.Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan III 2015

Perekonomian Jawa Timur pada triwulan III 2015 mencatat perbaikan pertumbuhan

dibanding triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tersebut tidak hanya

terjadi di Jawa Timur, namun juga dialami oleh kawasan Jawa dan nasional. Berdasarkan

tahun dasar 20101, perekonomian Jawa Timur pada triwulan III 2015 tumbuh 5,44% (yoy),

meningkat dibanding triwulan II 2015 tumbuh sebesar 5,25% (yoy), serta lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan ekonomi Jawa dan Nasional yang masing-masing tumbuh 5,39%

(yoy) dan 4,73% (yoy). Jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa,

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan laporan berada di posisi tertinggi kedua

setelah DKI Jakarta yang mencatat laju 5,96% (yoy).

Sumber : BPS Jat im (dio lah)

Grafik 1. 1 Share Ekonomi Jatim terhadap Nasional Tw

II 2015

Sumber : BPS Jat im (dio lah)

Grafik 1. 2 Share Ekonomi Jatim terhadap Nasional Tw III

2015

Sumber : BPS Jat im (dio lah)

Grafik 1. 3 Perekonomian Jatim dan Nasional

Sementara itu besarnya skala ekonomi Jawa Timur juga terlihat dari pangsanya

terhadap perekonomian nasional yang mencapai 14,71%, menempati posisi terbesar kedua

setelah DKI Jakarta yang mendominasi 16,99% perekonomian nasional. Pangsa ekonomi Jawa

1 Perhitungan PDRB oleh Badan Pusat Statistik menggunakan tahun dasar 2010 dengan perubahan terutama pada sisi penawaran

yang meningkat menjadi 17 sektor.

2

Timur tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa triwulan II 2015 yang mencatat

angka sebesar 14,59%. Peningkatan pangsa ekonomi tersebut terutama disebabkan oleh

cukup kuatnya pertumbuhan sektor Industri Pengolahan Jawa Timur dan peningkatan

permintaan ekspor luar negeri di saat terjadi pelemahan di sektor tersebut secara nasional.

Tabel 1. 1 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Kawasan Jawa (Tahun Dasar 2010)

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Dari sisi permintaan, pertumbuhan didorong oleh peningkatan konsumsi Pemerintah,

ekspor luar negeri, dan perlambatan impor. Realisasi belanja infrastruktur publik dan

peningkatan pembangunan properti residensial di Jawa Timur juga turut menggerakkan sektor

konsumsi Pemerintah dan investasi bangunan. Meningkatnya permintaan asing terhadap

produk Jawa Timur di tengah perlambatan konsumsi swasta domestik mampu menjadi

penopang pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang baik. Perbaikan kinerja mitra dagang

Eropa serta penguatan nilai tukar dollar AS telah memberikan pendapatan ekspor yang lebih

tinggi bagi industri di Jawa Timur yang memiliki pasar ekspor, meskipun disadari sebagian

industri lainnya yang menggunakan bahan baku impor dan orientasi pasar dalam negeri

terbebani akibat penguatan nilai tukar dollar AS tersebut.

Tabel 1. 2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Provinsi Jawa Timur (yoy)

Sumber : BPS Jatim

Keterangan: perlambatan, peningkatan

Wilayah TW II 2015 TW III 2015 ∆

Nasional 4.67 4.73 0.06

DKI Jakarta 5.15 5.96 0.81

Jawa Barat 4.88 5.03 0.15

Banten 5.26 5.18 -0.08

Jawa Tengah 4.80 5.00 0.20

DIY 4.72 5.30 0.58

Jawa Timur 5.25 5.44 0.19

I II III IV Total I II III

Konsumsi RT 6.4 5.7 5.9 5.7 5.9 4.5 4.9 3.0

Konsumsi LNPRT 26.0 24.7 7.1 (1.3) 13.3 (7.7) (9.3) 3.2

Konsumsi Pemerintah 4.8 2.4 (2.2) 5.8 4.4 (2.3) 6.0 9.0

Pembentukan Modal Tetap Bruto 4.3 3.9 5.6 3.8 4.4 4.4 5.3 5.2

Perubahan Inventori 40.8 91.0 450.0 (35.5) 101.8 (6.7) (33.9) (5.9)

Ekspor Luar Negeri 40.2 35.2 14.7 22.4 16.5 (1.8) (4.2) 1.6

Impor Luar Negeri 12.7 18.7 10.8 18.6 6.8 (1.6) (7.2) (10.8)

Net Ekspor Antar Daerah (43.7) (34.4) (20.1) 27.0 (19.9) 36.7 28.1 (6.1)

PDRB 5.9 5.6 5.9 6.0 5.9 5.2 5.3 5.4

Komponen

2014 2015

3

Dari sisi penawaran, mayoritas sektor mengalami pertumbuhan lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja sektor Industri Pengolahan, sektor Konstruksi dan

sektor Penyediaan Akomodasi dan Makanan-Minuman mengalami peningkatan. Di sisi lain,

kinerja sektor Perdagangan relatif stabil, sedangkan sektor Pertanian, Kehutanan dan

Perikanan cenderung melambat. Peningkatan kinerja Industri Pengolahan bersumber dari

permintaan asing yang meningkat (terindikasi dari peningkatan ekspor) di tengah konsumsi

domestik yang masih lemah. Sementara itu, pembangunan proyek infrastruktur dan residensial

mampu menggerakkan sektor Konstruksi. Peningkatan kinerja sektor Akomodasi dan

Makanan-Minuman didorong oleh meningkatnya frekuensi pertemuan, liburan sekolah dan

Idul Fitri, sehingga menyebabkan okupansi hotel meningkat. Sektor Perdagangan cenderung

stabil mengingat ekspor luar negeri meningkat namun di lain pihak terjadi penurunan pada

kinerja perdagangan antar daerah.

Tabel 1. 3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran (yoy)

Sumber: BPS Jatim

Keterangan: perlambatan, peningkatan

1.2. PDRB Sisi Permintaan

Dari sisi permintaan, pendorong utama peningkatan kinerja perekonomian Jawa Timur

triwulan III 2015 adalah peningkatan konsumsi Pemerintah dan ekspor luar negeri, serta

penurunan impor luar negeri. Konsumsi Pemerintah tumbuh 9,00% (yoy), didorong oleh

peningkatan realisasi belanja proyek infrastruktur dan belanja pegawai. Peningkatan ekspor

didukung oleh perbaikan ekonomi Eropa (pertumbuhan ekonomi Euro Area meningkat dari

1,5% (yoy) menjadi 1,6% (yoy) serta dibukanya kembali main gate impor perhiasan di negara

I II III IV Total I II III

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2.7 3.6 4.9 3.1 3.6 0.8 5.2 3.1

Pertambangan dan Penggalian 1.5 0.4 9.8 3.1 3.8 2.8 7.4 3.6

Industri Pengolahan 8.8 6.9 5.7 9.2 7.7 5.3 5.3 6.2

Pengadaan Listrik dan Gas 1.5 6.1 1.7 0.7 2.4 (1.1) (1.0) (3.5)

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 2.0 0.1 0.1 (1.2) 0.3 4.1 4.3 5.4

Konstruksi 5.5 6.5 4.1 5.8 5.4 6.6 0.2 3.0

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5.3 5.2 5.5 2.6 4.6 6.0 6.6 6.6

Transportasi dan Pergudangan 7.3 5.5 5.3 7.5 6.4 6.0 6.5 6.2

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.1 7.9 12.1 9.2 8.9 6.8 7.2 7.8

Informasi dan Komunikasi 7.1 5.7 5.5 7.0 6.3 7.0 6.8 6.6

Jasa Keuangan dan Asuransi 6.6 6.5 5.8 8.9 7.0 8.0 1.8 6.7

Real Estate 8.4 6.3 6.9 6.4 7.0 6.6 4.0 4.2

Jasa Perusahaan 10.5 10.7 5.6 7.6 8.5 4.8 6.8 5.5

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (3.2) (0.8) 0.4 5.3 0.6 4.6 4.5 5.3

Jasa Pendidikan 4.8 7.5 10.3 3.7 6.5 8.8 7.1 6.4

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 10.1 13.6 6.1 3.8 8.2 8.6 4.3 7.3

Jasa lainnya 5.8 5.6 5.6 4.8 5.5 6.2 4.5 4.9

PDRB 5.9 5.6 5.9 6.0 5.9 5.2 5.3 5.4

Sektor2014 2015

4

Swiss). Di sisi lain, pelemahan impor diindikasikan sejalan dengan strategi perusahaan untuk

melakukan subtitusi impor ke bahan baku lokal seiring penguatan nilai tukar USD.

Berdasarkan kontribusinya, Konsumsi Rumah Tangga masih menjadi penopang utama

perekonomian Jawa Timur meskipun secara tren mengalami perlambatan pertumbuhan.

Perlambatan tersebut terjadi seiring dengan pesimisme masyarakat pada perekonomian

sehingga mendorong peningkatan dana berjaga-jaga jangka pendek. Di sisi lain, investasi Jawa

Timur masih tetap kuat di tengah perlambatan tersebut. Hal ini didorong oleh investasi

bangunan seiring dengan meningkatnya realisasi belanja proyek infrastruktur serta proyek

residensial. Namun demikian, investasi non bangunan sedikit melemah karena pelaku usaha

cenderung bersikap menunggu waktu yang tepat untuk melakukan keputusan investasi.

Pada triwulan III 2015 perdagangan antar daerah Jawa Timur mengalami penurunan

sebesar 6,05% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh

28,09% (yoy). Perlambatan ekonomi Kawasan Timur Indonesia akibat moratorium penanaman

kelapa sawit dan berkurangnya ekspor pertambangan berpengaruh signifikan pada

perlambatan kinerja net perdagangan antar daerah Jawa Timur.

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 4 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan Triwulan

III dan IV 2014

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 5 Pertumbuhan Konsumsi dan Investasi

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 6 Pertumbuhan Total Ekspor dan Impor

5

a. Konsumsi

Konsumsi Swasta

Konsumsi swasta (yang terdiri dari konsumsi rumah tangga dan konsumsi Lembaga

Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) masih menjadi penggerak utama roda

perekonomian Jawa Timur dengan share sebesar 60,43%. Pada triwulan ini, pertumbuhan

konsumsi swasta melambat, dari 4,65% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 3,04% (yoy).

Perlambatan ini utamanya didorong oleh konsumsi rumah tangga (share 98,06% terhadap

konsumsi swasta) yang hanya tumbuh 4,91% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencatat laju 3,04% (yoy). Sementara itu, konsumsi LNPRT meningkat dari

sebelumnya turun sebesar 9,25% (yoy) menjadi tumbuh 3,16% (yoy).

Melambatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2015 tersebut seiring dengan

pesimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi Nasional dan Jawa Timur. Pesimisme

tersebut tercermin dari Hasil Survei Konsumen KPw BI Jatim yang menunjukkan penurunan

Indeks Keyakinan Konsumen dari 114,75 menjadi 103,88 dan Indeks Kondisi Ekonomi dari

106,40 menjadi 96,74. Berlanjutnya depresiasi Rupiah terhadap USD yang berada di atas level

psikologis masyarakat dan mencapai titik tertinggi hingga Rp14.728/USD pada 29 September

2015 diperkirakan menjadi salah satu faktor penyebab penurunan keyakinan masyarakat

tersebut. Hal ini pula yang mempengaruhi penurunan ekspektasi masyarakat terhadap

perekonomian, tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen yang juga turun dari 123,10

menjadi 111,02. Kondisi di lapangan juga menunjukkan bahwa masyarakat cenderung

menahan konsumsi pada triwulan III 2015 ini. Hal ini terlihat dari pertumbuhan penjualan

barang tahan lama yang mengalami penurunan, seperti penjualan kendaran bermotor yang

masih melambat.

Dari sisi dunia usaha, penurunan utilisasi tenaga kerja sebagaimana tercermin dari

Survei Kegiatan Dunia Usaha (dari 4,59 menjadi 0,62) diperkirakan menurunkan pendapatan

dan berlanjut pada penurunan daya beli masyarakat. Berdasarkan informasi Dinas Tenaga

Kerja Jawa Timur, hingga bulan Oktober telah terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

terhadap 7.260 orang. Kondisi tersebut menyebabkan terbatasnya pertumbuhan konsumsi

masyarakat walaupun terdapat beberapa momen keagamaan pada triwulan ini.

Di sisi lain, pada triwulan laporan terdapat kondisi yang unik pada pola konsumsi

rumah tangga di Jawa Timur. Di tengah keterbatasan pendapatan, konsumsi kebutuhan

sekunder yang berkaitan dengan lifestyle masih cukup tinggi. Berdasarkan hasil Survei

Penjualan Eceran (SPE), konsumsi barang sekunder, seperti gadget dan peralatan elektronik

meningkat dari -2,96% (yoy) menjadi 1,70% (yoy). Sementara itu, konsumsi untuk kebutuhan

tersier, seperti barang budaya dan rekreasi menurun tajam, yaitu dari 2,55% menjadi -27,65%

6

(yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan masyarakat pada produk berteknologi tinggi

cenderung persisten pada level cukup tinggi. Optimalisasi potensi domestik perlu digali untuk

mengurangi ketergantungan Jawa Timur pada impor luar negeri barang konsumsi yang dalam

periode ini meningkat dari -9,16% (yoy) menjadi -4,28% (yoy).

Grafik 1. 7 Indeks Omzet Riil SPE BI

Sumber : PLN (diolah)

Grafik 1. 8 Impor Barang Konsumsi

Grafik 1. 9 Indeks Keyakinan, Kondisi Ekonomi dan

Ekspektasi Konsumen-SK BI

Sumber : BPS(diolah)

Grafik 1. 10 Indeks Tendensi Konsumen

Sumber : Dinas Pendapatan Jatim(diolah)

Grafik 1.11 Kinerja Penjualan Kendaraan Bermotor

Sumber : Dinas Pendapatan Jatim (diolah)

Grafik 1. 12 Pertumbuhan Penjualan Kendaraan

Bermotor- Berdasarkan Jenis

Perlambatan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari turunnya penjualan

kendaraan bermotor baru di Jawa Timur, yang mencapai -19,70% (yoy) lebih dalam

dibandingkan triwulan II 2015 sebesar -14,66% (yoy). Penurunan penjualan terjadi di semua

7

tipe kendaraan, terutama mobil pribadi dari -8,18% (yoy) menjadi -23,20% (yoy) dan motor

roda dua dari -15,18% (yoy) menjadi -19,34% (yoy). Perlambatan penjualan ini

mempengaruhi juga konsumsi produk komplementernya seperti suku cadang dan bahan

bakar. Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) mengkonfirmasi penurunan pertumbuhan suku

cadang sebesar -17,58% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

turun di level -5,91% (yoy). Demikian pula pertumbuhan konsumsi bahan bakar mengalami

perlambatan dari 27,22% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 15,48% (yoy).

Konsumsi listrik rumah tangga yang tumbuh stabil sebesar 2,88% (yoy) turut

membatasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara umum. Adanya kebijakan

pencabutan subsidi listrik bagi pelanggan rumah tangga dengan kapasitas 450 VA dan 900

VA yang mulai berlaku 1 Januari 2016, menyebabkan naiknya tarif listrik sebesar 238% untuk

golongan 450 VA dan 125% untuk golongan 900 VA. Kondisi ini ke depan diperkirakan

mempengaruhi pertumbuhan konsumsi masyarakat.

Grafik 1. 13 Konsumsi Listrik Rumah Tangga

Grafik 1. 14 Kinerja DPK

Sumber : BPS Jat im (dio lah)

Grafik 1. 15 Kinerja Kredit Konsumsi

Grafik 1. 16 Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah

8

Grafik 1. 17 Kinerja Kredit Kendaraan Bermotor

Tertahannya konsumsi rumah tangga ditandai pula dengan pertumbuhan tabungan

pada industri perbankan yang meningkat dari 4,95% (yoy) menjadi 7,42% (yoy). Masyarakat

lebih memilih mengalokasikan pendapatannya untuk ditabung pada instrumen yang likuid

untuk mengantisipasi ketidakpastian kondisi ekonomi ke depan. Sejalan dengan hal tersebut,

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor juga cenderung melambat.

Perlambatan terutama terjadi pada KPR tipe kecil (< tipe 21) yang hanya tumbuh 3,00% (yoy),

jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,97% (yoy). Di

sisi lain, KPR tipe menengah besar dan ruko atau rukan masih menunjukkan peningkatan. Hal

ini mengindikasikan bahwa masyarakat menengah ke atas masih memiliki daya beli yang

relatif terjaga dibandingkan dengan masyarakat bawah.

Konsumsi Pemerintah

Konsumsi Pemerintah meningkat signfikan dari 6,00% menjadi 9,00% (yoy) seiring

meningkatnya realisasi belanja Pemerintah menjelang akhir tahun. Hingga triwulan III 2015,

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur telah terealisasi

59,32% dari anggaran. Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun

2014, yang tercatat 53,19%. Tingginya realisasi belanja Pemerintah Daerah didorong oleh

belanja infrastruktur, yang didominasi oleh proyek saluran air menghadapi musim penghujan

di akhir tahun dan perbaikan irigasi, jalan, serta pelabuhan. Hal ini tercermin dari realisasi

belanja modal Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang mencapai 34,06%, lebih tinggi

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 22,08%.

9

Grafik 1. 18 Simpanan Pemda di Perbankan

Berdasarkan hasil Focus Group Discussion KPw BI Provinsi Jawa Timur, dari 621,51 km

panjang jalan tol di Jawa Timur, 19% tol sudah beroperasi (sepanjang 115,6 km), sisanya

(505,9 km) masih dalam proses. Kendala pembangunan jalan tol tersebut antara lain

pembebasan lahan yang memerlukan waktu relatif lama, resistensi warga sekitar lahan

terdampak terkait pelepasan lahan, serta kondisi fisik atau kontur tanah yang tidak memadai.

Pemerintah Daerah Jawa Timur juga telah mengalokasikan dana sebesar Rp500 miliar

yang bersumber dari APBD 2015 untuk menyelesaikan proyek pembangunan Jalan Lintas

Selatan (JLS). Berdasarkan informasi anekdotal, lemahnya Detail Engineering Design dan

kendala pembebasan lahan Perhutani menyebabkan proyek JLS mengalami kendala dan

direncanakan beroperasi pada 2019, jauh dari target awal yang ditetapkan pada tahun 2014.

Saat ini, jalan yang menghubungkan wilayah Selatan Jawa Timur dari Kabupaten Banyuwangi

hingga Pacitan sepanjang 618 km tersebut baru terealisasi di ruas Pacitan-Malang. Dengan

masih tingginya proses pembangunan infrastruktur publik di Jawa Timur, ke depan konsumsi

Pemerintah diperkirakan masih akan menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan

ekonomi Jawa Timur.

Selain didorong oleh realisasi belanja infrastruktur, tingginya realisasi belanja

Pemerintah juga didorong oleh belanja pegawai. Salah satunya, tercermin dari realisasi belanja

pegawai APBD Provinsi Jatim yang terealisasi relatif tinggi yaitu 66,69%. Hal ini karena adanya

pembayaran gaji ketigabelas yang dicairkan pada bulan Juli 2015 menjelang Idul Fitri dan

Tahun Ajaran Baru. Ekspansi belanja Pemerintah Daerah juga terindikasi dari perlambatan

pertumbuhan simpanan Pemda di perbankan. Pada triwulan III 2015, simpanan Pemda

(Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota) hanya tumbuh 22,61% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 22,88% (yoy). Simpanan Pemerintah Provinsi

mengalami penurunan sebesar -31,48% (yoy), seiring dengan tingginya realisasi belanja.

Sementara itu, simpanan Pemerintah Kabupaten masih tumbuh sebesar 39,29% dan

Pemerintah Kota sebesar 36,23%.

10

b. Investasi

Kinerja investasi Jawa Timur di triwulan III 2015 masih tinggi, namun cenderung

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 5,34% (yoy) menjadi 5,20% (yoy).

Faktor penyebab perlambatan terutama berasal dari investasi swasta non bangunan. Adanya

faktor fundamental, seperti tren pelemahan ekonomi Nasional dan Jawa Timur, depresiasi

Rupiah serta ketidakpastian peningkatan suku bunga Bank Sentral AS (Fed Fund Rate) di tahun

ini menyebabkan dunia usaha menunda keputusan investasi pada triwulan ini.

Perlambatan investasi tercermin pada hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI

Jawa Timur yang menunjukkan bahwa indeks investasi total melambat dari 17,55 (SBT)

menjadi 12,93 (SBT). Pelemahan paling dalam dialami oleh sektor perdagangan, yakni dari

3,66 (SBT) menjadi 2,24 (SBT) dan sektor Industri Pengolahan, dari 4,94 (SBT) menjadi 3,65

(SBT). Hasil liaison juga menunjukkan bahwa investasi swasta non bangunan masih terbatas.

Jika dibandingkan dengan hasil likert triwulan yang sama tahun sebelumnya, investasi

menurun sebesar 0,35 poin. Perlambatan investasi didorong oleh pelemahan permintaan pada

Triwulan III 2015. Pelaku usaha sebagian besar mengintensifkan penggunaan mesin (otomasi

proses produksi) sebagai langkah efisiensi untuk menekan kenaikan biaya produksi.

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 19 Perkembangan Investasi Berdasarkan SKDU

Meskipun pertumbuhan investasi melambat, secara nominal investasi Jawa Timur tetap

tumbuh tinggi didorong oleh meningkatnya investasi bangunan, baik infrastruktur publik

maupun residensial. Peningkatan investasi bangunan infrastruktur publik terkonfirmasi oleh

tingginya realisasi belanja Pemerintah pada triwulan III 2015. Jenis proyek infrastruktur yang

dibangun berupa saluran air, waduk, jalan dan pelabuhan. Hasil Focus Group Discussion KPw

BI Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa tingginya tingkat realisasi pembangunan waduk

sampai dengan Oktober 2015, terutama Waduk Gerak Sembayat di Gresik, Waduk Bajulmati

di Banyuwangi dan Waduk Nipah di Sampang. Selain itu, pembangunan jalan yang menjadi

11

prioritas utama Pemerintah Daerah Jawa Timur, seperti Jalan Lintas Selatan (JLS) juga telah

terealisasi di ruas Pacitan-Malang. Selain itu, jalan frontage road Ahmad Yani Surabaya sisi

Barat dengan panjang 3.280 meter dan lebar 34 meter ditargetkan selesai pada akhir tahun

2015 dengan dana APBD Provinsi Jatim sebesar Rp76,9 miliar.

Tabel 1. 4 Progress Pembangunan Sumber Daya Air di Jawa Timur

Sumber: Dinas Pengairan Jatim

Sementara itu proyek fisik jalan tol Solo-Ngawi-Kertosono pada ruas jalan yang

menjadi kewajiban investor telah mulai dikerjakan pada pertengahan September 2015, setelah

sebelumnya tertunda di bulan Agustus 2015. Porsi investor pada ruas Solo-Ngawi tercatat

sepanjang 69 kilometer, sementara porsi Pemerintah sepanjang 20,9 kilometer. Adapun porsi

investor pada ruas Ngawi-Kertosono adalah sepanjang 49 kilometer sedangkan porsi

Pemerintah sepanjang 37,5 kilometer. Seluruh ruas yang dikerjakan oleh swasta (investor)

ditargetkan selesai pada 22 bulan ke depan dengan nilai proyek sebesar Rp4,01 triliun.

Investasi lain yang sedang dilakukan adalah pengembangan dermaga kapal pesiar (marina) di

Pantai Boom Banyuwangi yang diluncurkan pada 12 September 2015. Pelabuhan Marina di

Pantai Boom tersebut akan terintegrasi dengan Tanjung Benoa di Bali dan Labuhan Bajo (NTT).

Total investasi Pelindo III pada proyek ini adalah sebesar Rp200 miliar dengan target

penyelesaian (pengoperasian penuh) pada 2017.

Nama Waduk Lokasi Nilai InvestasiProgress (s.d

Okt 2015)

Waduk Bendo Ponorogo Rp 651,69 M 8,50%

Waduk Gongseng Bojonegoro Rp 362,99 M 6,60%

Waduk Tukul Pacitan Rp 578,49 M 4,97%

Bendung Gerak Sembayat Gresik Rp 528,10 M 75,65%

Waduk Bajulmati Banyuwangi Rp 350 M 90%

Waduk Nipah Sampang Rp 250 M 95%

Waduk Tugu Trenggalek Rp 650 M 2%

Grafik 1. 20 Kinerja Kredit Investasi

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (diolah)

Grafik 1. 21 Penjualan Semen Jawa Timur

12

Di sisi investasi residensial, pada triwulan III 2015 terdapat banyak proyek

pembangunan residensial bertipe kondominium di Jawa Timur khususnya di Kota Surabaya

dan Malang. Kuatnya pertumbuhan investasi bangunan tersebut tercermin dari penjualan

semen yang cenderung meningkat, yaitu tumbuh signifikan dari -3,02% (yoy) menjadi 5,01%

(yoy).

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Grafik 1. 22 Nilai Proyek PMA

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Grafik 1. 23 Jumlah Proyek PMA

Dilihat dari sumber pembiayaannya, perlambatan kinerja investasi triwulan III 2015

juga diikuti oleh perlambatan kredit investasi perbankan. Pada triwulan III 2015, kredit

investasi berada di level Rp50,81 triliun dan tumbuh 5,42% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh 7% (yoy). Berdasarkan asal negara, investasi yang berasal

dari Penanaman Modal Asing (PMA) mulai membaik, tercermin dari peningkatan jumlah

proyek, dari -11% (yoy) menjadi 44% (yoy) dan nilai investasi dari -25% (yoy) menjadi 70%

(yoy) atau sebesar USD847,1 juta. Lebih lanjut, investasi asing tersebut sebagian besar

digunakan untuk peningkatan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap serta peningkatan

akses jalan dan transportasi. Hal ini terkonfirmasi dari data Badan Penanaman Modal Jawa

Timur yang menunjukkan tingginya realisasi investasi di sektor Listrik, Gas dan Air, yakni

mencapai 45%, serta sektor Transportasi, Gudang dan Komunikasi sebesar 23%, dengan

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Grafik 1. 24 Nilai Proyek PMDN

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Grafik 1. 25 Jumlah Proyek PMDN

13

sumber investasi berasal dari Inggris (42,13%), Iran (32,72%) dan Singapura (9,64%). Investasi

asing tersebut sebagian besar, yaitu 43% berlokasi di Kabupaten Probolinggo, diikuti dan Kota

Surabaya sebesar 23%.

Di sisi lain, kinerja PMDN cenderung melambat, tercermin dari pertumbuhan jumlah

proyek yang hanya sebesar 38%, jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai 158%. Begitu pula dengan nilai investasinya yang berada di level Rp5,97 triliun atau

turun sebesar -48% (yoy), lebih dalam dari penurunan sebelumnya yang tercatat sebesar -

46% (yoy). Perlambatan investasi juga direpresentasikan dari impor barang modal Jawa Timur

yang tumbuh melambat dari 0,80% (yoy) menjadi -27,01% (yoy).

c. Ekspor Impor

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 27 Kinerja Ekspor Impor Luar Negeri

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 28 Kinerja Net Ekspor Dalam Negeri

Neraca perdagangan Jawa Timur masih belum pulih sesuai dengan pola normalnya.

Neraca perdagangan dalam negeri masih mencatat surplus atau net ekspor sebesar Rp31,34

triliun, namun turun 6,05% (yoy) dari sebelumnya tumbuh 28,09% (yoy). Di sisi lain, meskipun

terdapat perbaikan pertumbuhan ekspor luar negeri, neraca perdagangan luar negeri Jawa

Timur masih mengalami defisit atau net impor senilai Rp18,85 triliun dan tumbuh melambat

dari -17,79% (yoy) menjadi -39,90% (yoy).

Grafik 1. 26 Impor Barang Modal

14

c.1. Ekspor Impor Antar Daerah

Kinerja ekspor impor antar daerah menunjukkan perlambatan pada triwulan III 2015.

Berdasarkan hasil riset Perdagangan Antar Wilayah yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi Jawa

Timur, komoditas Jawa Timur banyak yang diekspor ke Kawasan Timur Indonesia, yaitu ke

wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua yang secara keseluruhan mencapai 18%, Bali dan Nusa

Tenggara sebesar 14% dan Kalimantan sebesar 28%. Barang-barang yang diperjualbelikan

antar pulau terutama didominasi oleh komoditas pangan. Pada triwulan III 2015,

perekonomian mitra dagang di Kawasan Timur Indonesia tersebut mengalami perlambatan,

antara lain Kalimantan yang tumbuh melambat dari 1,48% (yoy) menjadi -0,41% (yoy),

Sulawesi melambat dari 8,58% (yoy) menjadi 8,16% (yoy), serta Maluku dan Papua yang

melambat dari 10,17% (yoy) menjadi 2,28% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan adanya

moratorium pemberian izin pelepasan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut pada

tahun 2011 sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 yang berimbas pada

penurunan luas tanam kelapa sawit di Kawasan Timur Indonesia. Oleh karena itu, jumlah

panen atau produksi sawit di KTI pada tahun 2015 cenderung menurun.

Selain itu, kinerja pertambangan di India (importir utama hasil tambang dari KTI)

menunjukkan peningkatan, sehingga ekspor komoditas tambang KTI ke negara tersebut

cenderung menurun. Kedua hal tersebut menyebabkan pelemahan ekonomi KTI, sehingga

berpengaruh pada kinerja perdagangan antar daerah Jawa Timur. Perlambatan kinerja

perdagangan antar daerah juga tercermin dari volume bongkar muat di Tanjung Perak yang

menyusut lebih dalam dari -10,71% (yoy) menjadi -13,01% (yoy).

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 29 Volume Bongkar Muat Barang Dalam Negeri (Tanjung Perak)

15

c.2. Ekspor Impor Luar Negeri

Ekspor Luar Negeri

Neraca perdagangan luar negeri Jawa Timur pada triwulan III 2015 jika dibandingkan

dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya mengalami perlambatan pertumbuhan net

ekspor, yaitu dari -17,79% (yoy) menjadi -39,90% (yoy). Namun demikian, pada triwulan III

2015 ini kinerja ekspor luar negeri mulai menunjukkan perbaikan dan tumbuh sebesar 1,58%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya -4,25% (yoy). Ekspor Jawa Timur ke

negara tujuan utama (AS, Jepang dan Tiongkok) masih menunjukkan pelemahan seiring

dengan belum adanya indikasi perbaikan ekonomi di ketiga negara tersebut. Namun

demikian, Jawa Timur masih memiliki pangsa pasar ke wilayah lain yang masih relatif kuat,

yaitu Eropa, terutama Swiss.

Grafik 1. 30 10 Besar Negara Tujuan Ekspor Jatim

Tahun 2010

Grafik 1. 31 10 Besar Negara Tujuan Ekspor Jatim

Tahun 2015

Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kinerja ekspor luar negeri Jawa

Timur adalah mulai membaiknya perekonomian mitra dagang, terutama Eropa (dari 1,5%

(yoy) menjadi 1,6% (yoy)) yang ditunjukkan dengan perbaikan konsumsi ritel dan utilisasi

manufaktur di negara-negara kawasan tersebut. Selain itu, peningkatan ekspor ke Eropa juga

disebabkan karena dibukanya main gate impor perhiasan ke negara Swiss. Pada saat

pertumbuhan ekspor Jawa Timur ke benua lain mengalami pertumbuhan negatif, seperti ke

Asia yang tumbuh -20,69% (yoy), Afrika yang kontraksi sebesar -29,45% (yoy), Amerika yang

menyusut sebesar -10,54% (yoy), dan Australia sebesar -0,77% (yoy), ekspor ke Eropa justru

tumbuh tinggi, yaitu sebesar 29,64% (yoy). Dengan share ekspor Jawa Timur ke Eropa sebesar

20,21% terhadap total ekspor Jawa Timur, maka perbaikan ekonomi di kawasan tersebut

mampu berkontribusi positif dalam meningkatkan kinerja ekspor Jawa Timur.

Terdapat pergeseran negara tujuan ekspor Jawa Timur dalam lima tahun terakhir. Pada

tahun 2011, ekspor Jawa Timur sebagian besar ke negara Jepang (19,94%), Tiongkok

16

(12,82%), USA (8,73%) dan Malaysia (7,53%). Namun, pada tahun 2015, negara tujuan

ekspor Jawa Timur sebagian besar ke negara Jepang (14,28%), USA (11,37%), Tiongkok

(8,86%), dan Swiss (7,03%). Pangsa ekspor ke Swiss meningkat dari semula berada di

rangking 77 pada tahun 2010 menjadi ranking keempat pada tahun 2015 seiring dengan

tingginya permintaan mutiara dan batu perhiasan dari Jawa Timur.

Pada triwulan ini, lima komoditas utama ekspor Jawa Timur menunjukkan kinerja yang

bervariasi. Ekspor produk ikan dan moluska serta produk minyak nabati dan hewani masing-

masing turun sebesar 17,91% (yoy) dan 32,30% (yoy). Sementara itu, ekspor komoditas kimia

organik, kayu dan barang dari kayu serta mutiara dan batu perhiasan meningkat. Peningkatan

ekspor mutiara dan batu perhiasan relatif signifikan dari 5,64% (yoy) menjadi 48,86% (yoy),

seiring dengan dibukanya kembali main gate impor perhiasan Jawa Timur ke Swiss sebagai

bahan komplementer pembuatan jam tangan.

Lebih lanjut, kebijakan pelonggaran pajak impor barang konsumsi sehari-hari (pakaian,

garmen berbulu, popok bayi dan produk perawatan kulit) yang ditetapkan oleh Pemerintah

Tiongkok sejak Juni 2015 berpengaruh signifikan pada kinerja ekspor barang konsumsi Jawa

Timur ke Tiongkok. Hal ini tercermin dari ekspor barang konsumsi yang meningkat dari -

14,18% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 26,59% (yoy). Namun demikian, kontraksi pada

ekspor barang antara dan barang modal ke Tiongkok menyebabkan secara keseluruhan

ekspor Jawa Timur ke negara tersebut turun 26,05% (yoy) dari sebelumnya turun 7,78% (yoy)

pada triwulan II 2015.

Ekspor Jawa Timur atas barang modal cenderung mengalami peningkatan, baik ke

Amerika Serikat maupun ke Jepang. Ekspor barang modal Jawa Timur ke Amerika Serikat

didorong oleh komoditas mesin elektronik dan perekam suara (electronic machinery and

sound recorder) yang tumbuh dari -35,79% (yoy) menjadi 12,46% (yoy). Sementara itu,

ekspor barang modal tujuan Jepang yang mengalami perbaikan adalah komoditas peralatan,

Grafik 1. 32 Pertumbuhan Ekspor Tujuan Mitra Dagang

Utama

Grafik 1. 33 Pertumbuhan Ekspor Komoditas Utama

17

alat pemotong dan sendok (tools, implements, cutlery and spoon) yang membaik dari triwulan

sebelumnya sebesar -35,53% (yoy) menjadi -24,93% (yoy).

Grafik 1. 36 Ekspor Barang Modal dan Barang Antara Tujuan AS

Impor Luar Negeri

Pelemahan impor luar negeri salah satunya disebabkan oleh nilai tukar Rupiah

terhadap USD yang terdepresiasi cukup dalam, sehingga pelaku usaha mengurangi

permintaan terhadap barang impor untuk menekan biaya produksi. Pada akhir triwulan III

2015, Rupiah secara rata-rata melemah sebesar 20,60% (yoy) atau 18,39% (ytd) dan 10,47%

(qtq) ke level Rp14.728 per dolar AS. Pada triwulan ini, meskipun kinerja sektor Industri

Pengolahan selaku sektor utama pengguna komoditas impor cenderung meningkat, namun

nilai impor cenderung melambat. Berdasarkan hasil liaison dan quick survey KPw BI Provinsi

Jawa Timur pada bulan Oktober 2015, 30% responden melakukan subtitusi bahan impor luar

negeri dengan bahan domestik. Hal ini juga tercermin pada net ekspor perdagangan antar

daerah Jawa Timur yang menurun dan mengindikasikan adanya peningkatan volume impor

antar daerah.

Berdasarkan sifat komoditasnya, impor barang pada triwulan ini masih didominasi oleh

impor bahan baku, dengan pangsa 74,63% terhadap total impor Jawa Timur. Impor barang

Grafik 1. 34 Ekspor Barang Modal dan Barang Antara

Tujuan Tiongkok

Grafik 1. 35 Ekspor Barang Modal dan Barang Antara

Tujuan Jepang

18

modal dan impor bahan baku pada triwulan ini cenderung melambat, yakni masing-masing

tumbuh sebesar -27,01% (yoy) dan -23,22% (yoy), sebagai respon pelaku usaha untuk

melakukan subtitusi impor dengan bahan baku domestik. Di sisi lain, impor barang konsumsi

meskipun masih negatif, namun menunjukkan perbaikan dan tumbuh sebesar -4,28% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -9,16% (yoy).

Kinerja impor empat komoditas utama Jawa Timur rata-rata juga menunjukkan

perlambatan, yaitu reaktor nuklir, boiler dan peralatan mekanik; plastik; serta sereal. Namun

demikian, impor untuk komoditas besi dan baja justru meningkat, yaitu dari -37,76% (yoy)

menjadi -12,99% (yoy) seiring dengan semakin banyaknya pembangunan proyek konstruksi

infrastruktur maupun residensial di Jawa Timur.

Berdasarkan negara asal, impor Jawa Timur dari Aljazair dan Belanda masih

menunjukkan peningkatan, terutama untuk komoditas bubur kayu dan limbah kertas (pulp of

wood and waste of paper) yang meningkat, dari tumbuh sebesar -10,38% (yoy) menjadi

418,60% (yoy). Begitu pula dengan impor dari Belanda, khususnya untuk barang-barang

optik, peralatan medis dan fotografi (optical, photographic and medical instrument) yang

meningkat tajam dari -98,27% (yoy) menjadi 454,20% (yoy), seiring dengan tingginya

permintaan alat kesehatan di Jawa Timur dan pertumbuhan sektor Jasa Kesehatan yang

meningkat dari 4,26% (yoy) menjadi 7,34% (yoy).

Grafik 1. 37 Komposisi Impor Jawa Timur

Grafik 1. 38 Pertumbuhan Impor Beberapa Komoditas

Utama

1.3. PDRB Sisi Penawaran

Dari sisi penawaran, struktur perekonomian Jawa Timur pada triwulan III 2015 masih

didominasi oleh tiga sektor utama, yaitu sektor Industri Pengolahan dengan pangsa sebesar

28,57%, Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 17,63%, serta sektor Pertanian sebesar

14,81%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur triwulan ini didorong oleh sektor

Industri Pengolahan. Sementara itu sektor Perdagangan Besar dan Eceran relatif stabil,

19

sedangkan sektor Pertanian mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya. Kinerja

sektor lainnya rata-rata meningkat, terutama sektor Jasa Keuangan dan Asuransi serta Jasa

Kesehatan dan Kegiatan Sosial. Di lain sisi, perlambatan paling dalam terjadi pada sektor

pertambangan dan penggalian, antara lain akibat adanya pengetatan izin penggalian pasir di

Jawa Timur.

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 39 Pertumbuhan Tiga Sektor Utama

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 40 Pertumbuhan Sektor Pendukung

Peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut terkonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan

Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan peningkatan kapasitas usaha terpakai, dari 82,46

menjadi 82,80. Meskipun demikian, perkembangan usaha melambat cukup signifikan dari

19,19 menjadi 2,93. Lebih tingginya kapasitas usaha dibandingkan perkembangan kegiatan

usaha mengindikasikan bahwa hasil produksi lebih banyak digunakan untuk memenuhi stok

periode selanjutnya. Hal ini tercermin dari peningkatan jumlah inventori dalam PDRB Jawa

Timur, dari tumbuh -33,90% (yoy) menjadi -5,90% (yoy).

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 41 Pertumbuhan Sektor Pendukung

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 42 Pertumbuhan Sektor Pendukung

Sejalan dengan kegiatan usaha yang tidak setinggi pola normalnya, penggunaan

tenaga kerja juga melambat. Hal ini tercermin dari penurunan utilisasi tenaga kerja hasil SKDU

dari 4,59 di triwulan sebelumnya menjadi 0,62. Strategi otomasi mesin-mesin dalam rangka

efisiensi biaya produksi menyebabkan tingginya pemutusan hubungan kerja di Jawa Timur

20

yang mencapai 7.260 orang, sehingga turut memperlambat kinerja konsumsi swasta Jawa

Timur.

Grafik 1. 43Perkembangan Kapasitas Usaha Terpakai-

Sektoral

Grafik 1. 44 Utilisasi Kapasitas Produksi

Grafik 1. 45 Penggunaan Tenaga Kerja Sektoral

Grafik 1. 46 Indeks Realisasi Usaha

a. Sektor Industri Pengolahan

Sektor Industri Pengolahan pada triwulan III 2015 mencatat peningkatan pertumbuhan

dari 5,30% (yoy) menjadi 6,22% (yoy), searah dengan pertumbuhan produksi manufaktur

yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Jawa Timur. Peningkatan tersebut terjadi baik pada

industri besar dan menengah yang meningkat dari 4,01% (yoy) menjadi 8,73% (yoy), maupun

industri kecil dan mikro yang meningkat dari 3,52% (yoy) menjadi 9,51% (yoy).

Peningkatan kinerja industri manufaktur besar dan menengah disebabkan kinerja

beberapa subsektor yang mencatat pertumbuhan cukup tinggi, yaitu makanan tumbuh 12%

(yoy), minuman 18,50% (yoy) dan furnitur 8,55% (yoy). Sementara itu, peningkatan produksi

industri kecil dan mikro didorong oleh peningkatan subsektor industri mesin sebesar 23,28%

(yoy), kulit dan barang dari kulit 19,15% (yoy), serta tekstil 18,52% (yoy). Peningkatan

kapasitas produksi subsektor industri tersebut seiring dengan meningkatnya permintaan

masyarakat untuk komoditas makanan, minuman, barang dari kulit serta pakaian pada hari

raya Idul Fitri dan Tahun Ajaran Baru.

21

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 47 Produksi Manufaktur Jatim

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 48 Kinerja Sub Sektor Industri Besar dan

Sedang Jatim

Di tengah relatif melambatnya permintaan domestik, kinerja Industri Pengolahan tetap

meningkat. Hal ini disebabkan karena pelaku usaha juga mulai meningkatkan persediaan

untuk mengantisipasi peningkatan permintaan menjelang Natal, Tahun Baru serta momen

Pilkada di akhir tahun. Oleh karena itu, peningkatan pertumbuhan inventori pada triwulan III

2015 cenderung meningkat yaitu dari -33,90% (yoy) menjadi -5,90% (yoy). Selain itu, hasil

industri juga digunakan untuk memenuhi permintaan asing (ekspor), terutama Eropa. Mulai

membaiknya perekonomian Eropa, yang terindikasi dari meningkatnya konsumsi ritel dan

utilisasi manufaktur, telah mendorong tingginya permintaan produk hasil industri Jawa Timur.

Pada triwulan III 2015, kinerja ekspor komoditas utama hasil Industri Pengolahan

menunjukkan kinerja yang beragam. Perbaikan ekspor yang relatif signifikan terjadi pada

komoditas bahan kimia yang meningkat dari -31,86% (yoy) menjadi -15,51% (yoy), dan

komoditas makanan olahan yang meningkat dari -47,07% (yoy) menjadi -33,18% (yoy).

Ekspor hasil industri kayu olahan juga meningkat dari 2,26% (yoy) menjadi 5,05% (yoy)

karena mulai meningkatnya produk kayu olahan Jawa Timur yang bersertifikasi Sistem

Grafik 1. 49 Volume Ekspor Komoditas Industri

Pengolahan

Grafik 1. 50 Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas

Unggulan (yoy)

22

Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) seiring dengan target pemerintah untuk membidik pasar

ekspor kayu SVLK di 28 negara kawasan Uni Eropa.

Kinerja sektor Industri Pengolahan pada triwulan III 2015 berpotensi tumbuh lebih

tinggi, namun terkendala oleh masih tingginya tekanan biaya. Hasil liaison KPw BI Provinsi

Jawa Timur menunjukkan bahwa beban biaya bahan baku menjadi pendorong utama

kenaikan total biaya produksi Industri Pengolahan. Kondisi ini tercermin dari likert bahan baku

yang mencapai 1,37 poin, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 1,34 poin. Kenaikan biaya bahan baku terutama didorong oleh pelemahan nilai

Rupiah terhadap USD, mengingat komponen valas dalam biaya bahan baku mencapai 58%.

Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di sektor tersebut melakukan berbagai strategi

sebagai langkah efisiensi. Hasil Quick Survey Bank Indonesia menunjukkan bahwa 30% pelaku

usaha melakukan subtitusi bahan baku impor dengan bahan baku lokal sebagai langkah

efisiensi. Marjin Industri Pengolahan masih relatif kecil, berada di kisaran 5%-10%, lebih

rendah dibandingkan dengan pola normalnya yang mencapai 15%. Hal ini disebabkan oleh

peningkatan harga jual tidak setinggi peningkatan biaya produksi, namun relatif membaik

dibandingkan awal tahun 2015.

Masih relatif tingginya biaya produksi juga direspon pelaku usaha dengan melakukan

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), meskipun tidak setinggi tahun sebelumnya. Data dari

Disnakertransduk Jatim menunjukkan bahwa hingga bulan Oktober 2015, telah terjadi PHK

sebesar 7.260 orang, cenderung menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya (>12.000

orang). PHK terutama terjadi di Kabupaten/Kota sentra industri dan area perkotaan, seperti

Surabaya, Pasuruan, Gresik, dan Malang. Jika dilihat lebih jauh, sektor usaha yang melakukan

PHK adalah industri garmen, tekstil dan furnitur. Oleh karena itu, berdasarkan hasil SKDU,

upah tenaga kerja yang dibayarkan cenderung menurun, terutama upah karyawan dibawah

mandor.

Di sisi lain, peningkatan kinerja sektor Industri Pengolahan pada triwulan III 2015 juga

didorong oleh konsumsi Pemerintah. Realisasi proyek pembangunan infrastruktur mampu

mendorong kinerja industri bahan bangunan, seperti industri semen. Tercatat, penjualan

semen meningkat signifikan dari -3,02% (yoy) menjadi 5,01% (yoy). Meningkatnya kinerja

Industri Pengolahan juga tercermin dari pertumbuhan konsumsi listrik industri yang meningkat

dari -6,78% (yoy) menjadi -2,48% (yoy).

Beberapa regulasi yang tertuang dalam Paket Kebijakan III diharapkan mampu

meningkatkan kinerja sektor Industri Pengolahan, diantaranya insentif penurunan tarif

berdasarkan penyesuaian sebesar 2,6% dan diskon 30% bagi pelanggan listrik golongan

Industri Pengolahan yang memakai beban pada pukul 23.00 hingga 08.00. Adanya insentif

23

tersebut diperkirakan mendorong Industri Pengolahan untuk semakin memaksimalkan

penggunaan mesin-mesin produksi. Selain itu, bagi perusahaan listrik yang tidak dapat

membayar tagihan listrik karena kesulitan cash flow dan rawan PHK terdapat keringanan yaitu

dalam setahun industri tersebut hanya membayar 60% dari kewajiban membayar tagihan

listrik, sementara sisanya (40%) dibayarkan pada bulan ke-13. Kebijakan lainnya yaitu

mekanisme penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota tahun 2016 yang mudah dihitung

(berasal dari penjumlahan pertumbuhan ekonomi dan inflasi) diperkirakan dapat

menumbuhkan optimisme kalangan usaha seiring dengan upah yang lebih terprediksi.

Grafik 1. 51 Perkembangan Harga Jual, Marjin dan

Perkiraan Harga Jual- Liaison

Grafik 1. 52 Konsumsi Listrik Industri

Grafik 1. 53 Volume Kredit Industri Pengolahan

Dari sisi perbankan, dukungan pembiayaan untuk sektor ini pada triwulan III 2015

cenderung melambat. Kredit yang disalurkan mencapai Rp 107,85 triliun, tumbuh sebesar

14,45% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (17,53%, yoy). Hal tersebut

menunjukkan bahwa terdapat pembiayaan non-perbankan untuk Industri Pengolahan,

diantaranya dari Penanaman Modal Asing (PMA). PMA meningkat terutama pada industri

makanan-minuman yang memiliki share 15% terhadap total PMA yang ditanamkan di Jawa

Timur.

24

b. Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Pada triwulan III 2015, kinerja sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor stabil dan tumbuh 6,56% (yoy). Stabilnya sektor ini didorong oleh

peningkatan ekspor luar negeri Jawa Timur, sedangkan di lain sisi kinerja perdagangan antar

daerah justru melambat.

Di sisi perdagangan ritel atau eceran, stabilnya sektor ini juga terkonfirmasi dari Indeks

Riil Penjualan Eceran (IRPE) yang mencapai 156,92 (SBT), relatif stabil dibandingkan triwulan

sebelumnya (156,88 (SBT)). Komoditas yang mengalami peningkatan penjualan adalah

perlengkapan rumah tangga yang tumbuh dari -38,41% menjadi -31,59% (yoy), serta

peralatan dan komunikasi yang meningkat dari -2,96% menjadi 1,70% (yoy). Meskipun

konsumsi rumah tangga melambat, namun permintaan terhadap produk berteknologi tinggi

seperti telepon seluler, televisi serta peralatan elektronik lainnya cenderung meningkat. Selain

itu, perlengkapan rumah tangga, seperti perlengkapan konstruksi dan mebel juga mengalami

peningkatan sebagai konsekuensi tingginya pembangunan properti residensial dan

infrastruktur di Jawa Timur.

Di sisi perdagangan besar, stabilnya sektor ini terlihat dari kinerja bongkar muat

barang di pelabuhan Tanjung Perak yang tumbuh sebesar -13,01% (yoy). Kinerja perdagangan

besar terutama didorong oleh ekspor luar negeri yang tumbuh 1,58% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya -4,25% (yoy). Hal ini didorong oleh meningkatnya

permintaan dari Eropa, terutama untuk komoditas mutiara dan batu perhiasan seiring dengan

dibukanya kembali main gate impor perhiasan di Swiss untuk bahan baku pembuatan jam

tangan. Sementara itu, perdagangan antar daerah justru tidak sekuat yang telah diperkirakan.

Pada triwulan III 2015, net ekspor antar daerah mengalami kontraksi seiring dengan

pelemahan permintaan Kawasan Timur Indonesia sebagai dampak dari moratorium

penanaman kelapa sawit dan pelemahan ekspor hasil tambang.

Sebagai upaya untuk memberikan insentif bagi akselerasi perdagangan ke KTI,

Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan kebijakan subsidi angkutan barang perintis

dengan nilai Rp 100 M yang berlaku mulai bulan Juli 2015. Dari enam rute yang disubsidi, tiga

rute di antaranya melalui Tanjung Perak yakni rute: 1) Surabaya-Tual-Fak Fak-Kaimana-Timika-

Surabaya; 2) Surabaya-Tual-Dobo-Agats-Merauke-Saumlaki-Surabaya; dan 3) Surabaya- Reo-

Maumere-Lewoleba-Rute-Sabu-Waingapu-Surabaya. Kebijakan ini diharapkan mampu

mendorong peningkatan perdagangan antar daerah.

25

Grafik 1. 56 Kredit Sektor Perdagangan Besar dan Eceran

Grafik 1. 57 Pertumbuhan Indeks Riil Pedagang

Eceran

Di sisi lain, kinerja reparasi mobil dan motor cenderung meningkat. Hal ini

terkonfirmasi dari informasi salah satu dealer di Jawa Timur yang menunjukkan adanya

peningkatan penjualan spare part dan oli hingga 23% (yoy) di tengah perlambatan penjualan

kendaraan bermotor. Pada akhir mudik lebaran di awal triwulan III 2015, masyarakat banyak

yang melakukan servis untuk mengembalikan kondisi kendaraan bermotornya setelah

mengalami jarak tempuh yang panjang.

Penyaluran kredit perbankan untuk sektor ini kembali meningkat setelah mengalami

pertumbuhan terendah pada triwulan sebelumnya, yaitu tumbuh dari 8,62% (yoy) menjadi

10,47% (yoy) pada level Rp 96,72 triliun. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar

pelaku usaha perdagangan menggunakan dana yang diperoleh di triwulan III 2015 untuk

mengantisipasi tingginya aktivitas perdagangan di triwulan selanjutnya seiring dengan adanya

momen Natal, Tahun Baru dan Pilkada 2015.

c. Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Pada triwulan III 2015, sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan tumbuh 3,06%

(yoy), melambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,21% (yoy).

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 54 Perkembangan Usaha-SKDU

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 1. 55 Arus Barang di Pelabuhan Tanjung Perak

Rp Triliun

26

Perlambatan tersebut juga terkonfirmasi dari hasil SKDU, dimana sektor ini juga melambat dari

3,47 menjadi -2,10 (SBT).

Perlambatan tersebut disebabkan berakhirnya musim panen raya pada triwulan II

2015. Di sisi sub sektor tanaman bahan makanan, sesuai dengan siklusnya, penurunan

produksi terutama terjadi pada padi. Pada triwulan ini, luas panen padi hanya mencapai

250.946 hektar (tumbuh -53,92%,yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai 555.829 hektar (tumbuh -0,73%,yoy). Perlambatan ini disebabkan sentra produksi

padi di Ngawi dan Jember masih berada dalam masa tanam di Musim Kemarau 2015 (MK I).

Di sisi lain, adanya musim kemarau dan keterbatasan air menyebabkan terjadinya

pergeseran jenis komoditas yang ditanam petani, yaitu dari padi ke tanaman palawija, seperti

jagung dan kedelai. Hal ini tercermin dari peningkatan luas panen jagung dan kedelai triwulan

ini. Luas panen jagung mencapai 234.042 hektar, tumbuh 15,51% (yoy), jauh lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya (-1,81 (yoy). Begitu pula dengan kedelai, yang luas

panennya mencapai 72.294 hektar atau tumbuh 24,86% (triwulan II 2015 tumbuh -40,44%).

Padi yang dipanen pada triwulan III 2015 merupakan hasil tanam pada akhir triwulan II

2015 dan awal triwulan III 2015. Secara umum, keberhasilan panen pada triwulan III 2015 di

Jawa Timur masuk pada kategori sedang dengan rasio luas panen triwulan III 2015 terhadap

luas tanam triwulan II 2015 yang berkisar antara 0,95-1,06. Hal ini menunjukkan bahwa

hampir 100% padi yang ditanam dapat dipanen di periode selanjutnya. Secara spasial,

keberhasilan panen di Kota Batu dan Kabupaten Nganjuk terkategori sangat tinggi (masing-

masing mencapai 1,91 dan 1,63). Hal ini disebabkan karena intensifnya sistem pertanaman di

kedua wilayah tersebut, sehingga dampak kerusakan akibat organisme pengganggu tanaman

cenderung rendah. Di sisi lain, keberhasilan panen di Kabupaten Bojonegoro, Gresik, dan

Magetan tergolong sangat rendah (mencapai 0,69; 0,74 dan 0,78). Hal ini seiring dengan

terbatasnya sumber daya air di ketiga wilayah tersebut akibat musim kemarau yang melanda.

Di sisi sub sektor tanaman hortikultura, perlambatan kinerja sektor pertanian didorong

oleh melambatnya produksi cabai rawit dan tomat. Pada triwulan III 2015, sesuai dengan

polanya yang masih berada pada masa tanam, pasokan cabai rawit cenderung terbatas. Luas

panen cabai rawit turun 3,54% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya

(40,42%). Keterbatasan pasokan tersebut menyebabkan harga cabai rawit di Jawa Timur pada

triwulan ini meningkat hingga 118,17% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2015

(58,77%). Merespon tingginya harga tersebut, masyarakat melakukan berbagai upaya, di

antaranya menggunakan cabai kering dan cabai hijau dalam memenuhi kebutuhannya.

27

Sumber : Dinas Pertanian Jatim (diolah)

Grafik 1. 58 Luas Panen Tanaman Bahan Makanan di

Jatim

Sumber : Dinas Pertanian Jatim (diolah)

Grafik 1. 59 Luas Panen Cabai di Jatim

Sumber : Dinas Pertanian Jatim (diolah)

Grafik 1. 60 Luas Panen Bawang Merah dan Tomat di

Jatim

Sumber : Dinas Pertanian Jatim (diolah)

Grafik 1. 61 Luas Panen Cabe Merah di Jatim

Gambar 1. 1 Peta Rasio Luas Panen Padi Tw III 2015 per Luas Tanam Tw II 2015

Di sisi lain, perlambatan kinerja sub sektor hortikultura tertahan oleh peningkatan

produksi bawang merah. Luas panen bawang merah meningkat signifikan, yaitu tumbuh

0,86% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya (-9,68%). Berdasarkan informasi

anekdotal, kondisi ini didorong adanya panen di salah satu sentra produksi (Nganjuk) pada

bulan Agustus dengan luas panen mencapai 2.999 hektar dan produksi mencapai 37.296 ton

atau meningkat 8,0% (yoy). Begitu pula di sentra Kabupaten Probolinggo yang menunjukkan

peningkatan panen bawang merah hingga 3%.

Keterangan (%):

28

Di sisi sub sektor tanaman perkebunan, produksi tebu mulai meningkat terutama di

wilayah sentra (Kabupaten Jember). Hal ini seiring dengan dimulainya musim giling serta

peningkatan HPP gula dari Rp8.500/kg menjadi Rp8.900/kg yang mendorong petani untuk

meningkatkan produksi tebu. Sementara itu, kinerja tanaman tembakau cenderung turun,

tercermin dari turunnya harga tembakau jenis Na Oogst dan mencapai titik terendahnya dalam

20 tahun terakhir, yaitu berkisar antara Rp400-500 ribu per kuintal, jauh lebih rendah

dibandingkan harga normalnya (Rp7-8 juta per kuintal). Hal ini seiring dengan turunnya

kualitas tembakau disebabkan abu Gunung Raung yang menutupi permukaan daun.

Di sisi sub sektor peternakan, adanya Hari Raya Idul Adha meningkatkan permintaan

hewan ternak besar (sapi dan kambing). Berdasarkan informasi anekdotal, permintaan sapi

mengalami peningkatan hampir 317% dari 1.200 ekor pada kondisi normal menjadi 5.000

ekor sapi. Tingginya permintaan tersebut menyebabkan harga daging sapi di Jawa Timur di

triwulan III 2015 meningkat hingga 4,30% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan II

2015 yang hanya 1,93% (yoy).

Di sisi sub sektor perikanan, adanya musim kemarau menyebabkan produksi ikan

budidaya cenderung melambat. Namun demikian, di sisi lain, musim kemarau justru

meningkatkan volume ikan tangkap (ikan laut). Berdasarkan informasi anekdotal, tangkapan

di triwulan ini justru meningkat 5% (yoy), terutama di perairan Kabupaten Malang dan

Banyuwangi. Peningkatan kinerja sub sektor perikanan, terutama perikanan tangkap tercermin

pada kinerja ekspor komoditas ikan yang tumbuh sebesar 1,79%(yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 1,44%. Namun demikian, untuk

komoditas unggulan pertanian lainnya di luar perikanan, volume ekspor cenderung melambat.

Dari sisi pembiayaan, perlambatan kinerja sektor ini juga tercermin pada penyaluran

kredit. Pada triwulan III 2015, kredit sektor pertanian mencapai Rp10,79 triliun, turun 3,06%

(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya turun -0,98%.

Grafik 1. 62 Volume Ekspor Komoditas Pertanian

Grafik 1. 63 Volume Ekspor Komoditas Pertanian

Unggulan

29

Grafik 1. 64 Volume Kredit Pertanian

d. Sektor Konstruksi

Sektor konstruksi Jawa Timur pada triwulan III 2015 tumbuh 2,98% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 0,20%. Peningkatan kinerja sektor ini

disebabkan meningkatnya realisasi proyek infrastruktur publik maupun properti residensial.

Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) triwulan III 2015 menunjukkan bahwa

pembangunan properti residensial secara total membaik dari triwulan II 2015 yang turun

0,69% (yoy) menjadi hanya turun 0,55% (yoy). Peningkatan pembangunan terutama terjadi

pada rumah tipe kecil yang hanya turun 0,33% (yoy), lebih rendah dibandingkan penurunan

triwulan sebelumnya yang mencapai 0,56%. Begitu pula dengan rumah tipe menengah yang

pembangunannya meningkat dari -0,66% (yoy) menjadi -0,50% (yoy).

Peningkatan pembangunan residensial tipe kecil dan menengah tersebut searah

dengan Program Sejuta Rumah yang dicanangkan oleh Pemerintah dan mulai dilakukan

ground breaking pada April 2015. Sebanyak 26.717 unit rumah tapak dan 1.200 unit

rusunami ditargetkan pembangunannya untuk memberikan akses kepada masyarakat

kalangan menengah bawah di Jawa Timur. Berdasarkan informasi anekdotal, hingga triwulan

III 2015, progress pembangunan tersebut berupa pembebasan lahan dan konstruksi awal.

Oleh karena itu, program tersebut secara signifikan mampu mendorong kinerja sektor

konstruksi pada triwulan ini.

Grafik 1. 65 Volume Kredit Sektor Konstruksi

Grafik 1. 66 Kredit Pemilikan Rumah

30

Grafik 1. 67 Indeks Harga Properti Residensial

Grafik 1. 68 IRPE Material Konstruksi

Peningkatan kinerja sektor konstruksi juga terkonfirmasi dari penjualan semen yang

meningkat signifikan, yaitu dari -3,02% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi tumbuh 5,01% (yoy)

di triwulan III 2015. Selain itu, data Survei Penjualan Eceran (SPE) pada komoditas

perlengkapan konstruksi juga meningkat, dari 2,26% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi

7,40% (yoy). Namun demikian, penjualan komoditas pasir justru turun sinifikan, dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh 2,45% (yoy) menjadi -14,66% (yoy) pada triwulan III 2015.

Penurunan penjualan pasir tersebut seiring dengan keterbatasan produksi galian C (pasir dan

batu) sejak munculnya perselisihan dan sengketa penambangan pasir di beberapa wilayah di

Jawa Timur, seperti Lumajang dan Malang.

Akselerasi kinerja sektor konstruksi juga didorong oleh realisasi pembangunan proyek

infrastruktur pada triwulan III 2015. Pembangunan infrastruktur publik terkonfirmasi melalui

belanja Pemerintah yang meningkat di akhir tahun terutama untuk pembangunan saluran air,

waduk, jalan dan pelabuhan. Dari sisi pembiayaan, sebagian besar sumber dana untuk proyek

infrastruktur berasal dari APBN, APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten/Kota, sehingga

penyaluran kredit di sektor perbankan cenderung melambat. Kredit yang disalurkan untuk

sektor konstruksi mencapai Rp13,71 triliun, tumbuh sebesar 8,87% (yoy) namun lebih rendah

Grafik 1. 69 Volume Penjualan Semen

31

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 13,71% (yoy). Di sisi lain, sesuai dengan

peningkatan pembangunan properti residensial, kredit yang disalurkan untuk pemilikan rumah

(KPR) mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu tumbuh dari 4,85% (yoy) menjadi

11,32% (yoy). Peningkatan KPR terutama terjadi pada rumah tipe menengah (21-70) yang

tumbuh dari 6,37% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 10,90% (yoy).

e. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kinerja sektor Pertambangan dan Penggalian melambat, dari tumbuh 7,38% (yoy) di

triwulan II 2015 menjadi hanya tumbuh 3,64% (yoy) di triwulan III 2015. Perlambatan tersebut

juga tercermin dalam hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Skor SBT perkembangan

usaha turun dari 90,17 menjadi 83,33. Perlambatan di sektor ini terjadi seiring dengan mulai

menurunnya lifting minyak di Bojonegoro setelah mengalami puncaknya pada triwulan II

2015. Selain itu, adanya perselisihan dan sengketa di beberapa lokasi penambangan galian C

di Jawa Timur serta pengetatan izin penambangan pasir juga menjadi penyebabnya.

Grafik 1. 70 Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1. 71 Volume Ekspor Pertambangan

Perlambatan sektor ini juga terkonfirmasi dari kinerja ekspor Pertambangan dan

Penggalian. Pada triwulan III 2015, ekspor Pertambangan dan Penggalian turun sebesar

39,67% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan riwulan sebelumnya yang tumbuh 42,83%

(yoy). Berdasarkan komoditasnya, ekspor komoditas bauksit (yang banyak terdapat di wilayah

Gunung Welirang, Kota Batu) mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 331,86%

(yoy), walaupun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (970,71%, yoy).

Dari sisi pembiayaan, perlambatan sektor ini juga tercermin dari perlambatan kredit

yang disalurkan. Pada triwulan III 2015, kredit sektor ini berada pada level Rp1,25 miliar, turun

40,13% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya turun 33,03%

(yoy).

32

f. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum pada triwulan III 2015 tumbuh

7,85% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,15%

(yoy). Meningkatnya kinerja sektor ini terutama disebabkan oleh sub sektor penyediaan

akomodasi. Hal ini terkonfirmasi dari Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di

Jawa Timur pada triwulan III 2015 yang meningkat dari 55,76% menjadi 60,05%. TPK

tertinggi dialami oleh hotel berbintang empat (71,26%), diikuti oleh hotel berbintang lima

(62,06%), dan bintang tiga (56,79%). Peningkatan TPK tersebut seiring dengan meningkatnya

agenda bisnis, rekreasi dan kunjungan wisata asing di Jawa Timur. Hal ini tercermin dari

meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara yang melalui Bandara Juanda dari -

14,28% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 13,08% (yoy), seiring dengan dimulainya libur

musim panas (bulan Juni-September) di negara-negara Eropa dan Amerika bagian utara.

Sebaliknya, kinerja sub sektor makanan-minuman dan tembakau cenderung

melambat. Hal ini terkonfirmasi dari pertumbuhan Indeks Riil Pedagang Eceran (IRPE) untuk

komoditas makan-minum dan tembakau yang turun dari 7,20% (yoy) di triwulan II 2015

menjadi 0,05% (yoy) di triwulan ini. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh sub sektor

tembakau. Sebagaimana telah dijelaskan pada kinerja sektor pertanian, adanya erupsi Gunung

Raung menyebabkan permukaan daun tembakau tertutup abu, sehingga harga tembakau

jenis Na Oogst di Kabupaten Jember turun dibawah pola normalnya. Kondisi ini diperburuk

dengan tren penurunan permintaan dari industri rokok sehingga semakin mengurangi minat

petani tembakau untuk membudidayakan komoditas ini.

Grafik 1. 72 Volume Ekspor Sektor Pertambangan

Grafik 1. 73 Kredit Sektor Pertambangan

33

Grafik 1. 74 TPK Hotel Berbintang dan Jumlah Wisman

Grafik 1. 75 Pertumbuhan Indeks Riil Penjualan Mamin

dan Tembakau

Meskipun tertahan oleh sub sektor makanan-minuman dan tembakau, namun secara

kumulatif, kinerja sektor ini meningkat. Hal ini terkonfirmasi melalui peningkatan kredit yang

disalurkan. Pada triwulan III 2015 kredit sektor penyediaan akomodasi mencapai Rp5,69 triliun

atau tumbuh 27,77% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

hanya tumbuh 22,32% (yoy).

Grafik 1. 76 Volume Kredit Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

g. Sektor Transportasi dan Pergudangan

Pertumbuhan sektor Transportasi dan Pergudangan pada triwulan III 2015 sedikit

melambat dari 6,53% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 6,23% (yoy). Perlambatan tersebut

terutama disebabkan oleh sub sektor pergudangan seiring dengan turunnya kinerja

perdagangan antar daerah. Hal ini terkonfirmasi dari informasi anekdotal dari salah satu

perusahaan logistik di Jawa Timur yang mengalami penurunan pengiriman barang ke Kawasan

Timur Indonesia. Arus barang di Tanjung Perak yang melambat dari -10,71% (yoy) menjadi

-13,01% (yoy) juga mengindikasikan bahwa permintaan gudang cenderung turun.

Di sisi lain, kinerja sub sektor transportasi meningkat, terutama angkutan penumpang.

Pertumbuhan jumlah penumpang di Tanjung Perak meningkat signifikan dari -23,54% (yoy) di

triwulan II 2015 menjadi 6,21% (yoy). Begitu pula dengan penumpang baik domestik maupun

internasional yang melalui Bandara Juanda. Pertumbuhan penumpang domestik meningkat

34

dari -0,27% (yoy) menjadi 2,74% (yoy). Demikian pula dengan penumpang internasional yang

meskipun masih menunjukkan pertumbuhan negatif, namun lebih baik dibandingkan triwulan

sebelumnya (dari -11,53% (yoy) menjadi -9,40% (yoy)). Hal ini didorong oleh adanya libur Idul

Fitri, libur Idul Adha, serta libur musim panas di negara Amerika dan Eropa bagian utara.

Namun demikian, peningkatan kinerja sektor ini tidak didukung oleh peningkatan kredit

perbankan. Pada triwulan III 2015, kredit untuk sektor ini justru turun 1,33% (yoy), lebih

rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,12%, yoy.

Grafik 1. 77 Arus Penumpang di Tanjung Perak

Grafik 1. 78 Arus Barang di Tanjung Perak

Grafik 1. 81 Volume Kredit Sektor Transportasi dan Pergudangan

Grafik 1. 79 Penumpang Domestik di Bandara Juanda

Grafik 1. 80 Penumpang Internasional di Bandara

Juanda

35

BOKS I

Stage of Development dan Peranan Faktor Produksi Pada

Perekonomian Jawa Timur

Output Riil Vs Output Potensial Jawa Timur

Kinerja perekonomian Jawa Timur relatif tinggi dan secara konsisten tumbuh di atas

nasional dalam empat belas tahun terakhir, dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 6,04%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional yang memiliki rata-rata pertumbuhan 5,46% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang tinggi tersebut ditopang oleh tiga sektor utama yaitu

Pertanian, Industri Pengolahan dan Perdagangan. Namun demikian, komposisi share ketiga

sektor tersebut terhadap perekonomian Jawa Timur mengalami perubahan yang

mengakibatkan terjadinya pergeseran struktural pada ekonomi Jawa Timur. Jika pada tahun

1976, perekonomian Jawa Timur didominasi oleh sektor pertanian yang memiliki share sebesar

42%, pada tahun 2014 sektor ini mengalami penurunan signifikan menjadi 14%. Sebaliknya,

sektor Industri Pengolahan yang memiliki share sebesar 15% pada tahun 1976, mengalami

peningkatan secara gradual dan mencapai 29% pada tahun 2014. Pergeseran struktural

tersebut menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi,

yang semula berorientasi pada usaha ekstraktif menuju ke usaha manufaktur dan

perdagangan.

Tingkat perkembangan perekonomian suatu wilayah dapat diukur dari kinerja

perekonomiannya saat ini (output riil) dibandingkan dengan nilai output potensial. Output

potensial merupakan output yang optimum yang dapat dianggap permanen dan

berkelanjutan (sustainable) dalam jangka menengah tanpa adanya kejutan (shock) dan

tekanan inflasi. Jika dilihat lebih lanjut, setelah krisis ekonomi 1997/1998 hingga tahun 2012,

perekonomian Jawa Timur berada di bawah output potensialnya, namun demikian sejak tahun

2012 hingga saat ini perekonomian Jawa Timur mulai berada di atas potensialnya.

Output riil yang berada di atas output potensial berkonsekuensi pada dua hal,

pertama, meningkatkan laju inflasi dan defisit neraca perdagangan. Output riil yang lebih

tinggi dibandingkan output potensialnya akan mendorong peningkatan output gap. Output

gap Jawa Timur yang meningkat mengindikasikan adanya permintaan yang berlebih (excess

demand), sehingga harga-harga cenderung naik signifikan atau laju inflasi yang relatif

tinggi. Hal ini terbukti setelah ekonomi Jawa Timur pulih dari krisis 1997/1998 hingga tahun

2012, laju inflasi rata-rata mencapai 5,50% (yoy), namun sejak tahun 2012 hingga saat ini,

laju inflasi Jawa Timur mula meningkat dan rata-rata berada di level 6,62% (yoy).

36

Konsekuensi atas pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang melampaui optimumnya

juga menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap barang-barang impor untuk

memenuhi permintaan domestik yang tinggi. Hal ini tercermin dari bahan baku yang

digunakan oleh sektor usaha di Jawa Timur yang mencapai 30% dari impor luar negeri. Oleh

karena itu, output gap yang tinggi juga menyebabkan defisit pada neraca perdagangan.

Kondisi perekonomian dengan output gap yang positif ini biasanya disebut over heating. Jika

tidak ditetapkan kebijakan yang tepat, kondisi Jawa Timur pun dapat mengarah pada over

heating, namun masih dalam tingkat yang rendah.

Kedua, adanya penyesuaian siklus bisnis. Dengan adanya over heating, sesuai

dengan siklus bisnisnya, perekonomian akan mengalami penyesuaian dari peak menuju ke

trough. Oleh karena itu, perlu tetap diwaspadai risiko internal dan eksternal yang

menyebabkan perlambatan ekonomi Jawa Timur ke depan. Secara normal, perekonomian

Jawa Timur mampu tumbuh di atas 6% (yoy), namun dengan adanya penyesuaian siklus bisnis

tersebut disertai dengan perlambatan ekonomi mitra dagang serta tekanan eksternal lainnya

menyebabkan Jawa Timur hanya mampu tumbuh sebesar 5,44% (yoy) pada triwulan III 2015.

Grafik 1. Output Jawa Timur

Grafik 2. Tren Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Grafik 3. Share Sektor Utama Jawa Timur

Total Factor Productivity Jawa Timur

Di sisi lain, perekonomian Jawa Timur juga dikontribusikan oleh faktor produksi, baik

modal (capital) maupun Sumber Daya Manusia (labor). Dari sisi permodalan, pada triwulan III

2015, Jawa Timur telah cukup maju seiring dengan tingginya Penanaman Modal Asing

(PMA) yang masuk ke Jawa Timur (mencapai 11,45% dari total PMA di Indonesia). Jumlah

37

tersebut merupakan terbesar kedua setelah Jawa Barat yang mencapai 20,87%. Demikian

pula dari sisi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang masuk ke Jawa Timur mencapai

12,48% dari total PMDN Indonesia. Jumlah tersebut berada di posisi ketiga terbesar setelah

Jawa Barat dan DKI Jakarta yang masing-masing mencapai 18,01% dan 14,29%. Dari sisi

kualitas tenaga kerja, tenaga kerja di Jawa Timur masih didominasi oleh pendidikan rendah

(Sekolah Dasar) yang mencapai 49,22% dari total jumlah tenaga kerja di Jawa Timur.

Untuk menetapkan strategi dan arah kebijakan perekonomian Jawa Timur ke depan

agar sesuai dengan kondisi dan root of cause permasalahan, perlu diketahui apakah faktor

modal atau faktor Sumber Daya Manusia yang paling berkontribusi terhadap perekonomian

Jawa Timur. Dalam mengukur kontribusi kedua faktor produksi tersebut digunakan dasar

fungsi Cobb Douglass dan analisis regresi sederhana antara faktor modal yang diproksi dari

employed human capital dan faktor Sumber Daya Manusia yang diproksi dari capital stock.2

Dari analisis tersebut diketahui bahwa faktor modal manusia (human employed)

berkontribusi paling tinggi pada produktivitas perekonomian Jawa Timur , yaitu sebesar

0,69%. Sementara itu, kapital (capital stock) berkontribusi sebesar 0,31%. Tingginya

dominasi modal manusia tersebut salah satunya disebabkan karakteristik industri Jawa Timur

yang masih bersifat padat karya, seperti industri rokok dan sepatu yang sangat

mengandalkan keterampilan tenaga kerja. Namun demikian, dalam kurun waktu 20 tahun

terakhir mulai terdapat pergeseran dalam industri padat karya. Share human employed

menunjukkan penurunan, sementara share capital stock mulai menunjukkan peningkatan

yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa, pemupukan modal mulai memberikan

multiplier effect pada perekonomian Jawa Timur untuk menuju tahap perkembangan yang

lebih tinggi dengan perkembangan teknologi (Total Factor Productivity) yang mengalami

peningkatan.

Grafik 4. Share Human Employed dan Capital Stock

Grafik 5. Pertumbuhan Total Factor productivity,

Human Employed dan Capital Stock

2 Sumber Daya Manusia diproksi dari Human Employed = (Labor force*(1-NAIRU))*e(years of

education*return on education), sementara itu, modal diproksi dari Capital Stock = Investasi t+1 -

(depresiasi kapital t-1)* Initial Kapital

38

Dengan mengacu kepada hasil di atas, untuk menjaga produktivitas dan

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tetap tinggi, kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur

sebaiknya diarahkan kepada pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia melalui: 1)

program perluasan akses pendidikan hingga minimal SMA atau sederajat serta pendidikan

kejuruan bagi lulusan yang tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, 2) Mewajibkan

investor asing yang memiliki anak perusahaan di Jawa Timur untuk turut memberikan skill

and knowledge sharing dengan tenaga kerja asing, 3) Meningkatkan research and

development untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, dsb.

Tabel 1. Hasil Regresi Human Employed dan Capital Stock

39

BOKS II

Competitiveness Industri Pengolahan Jawa Timur dan

Pengembangannya Kedepan

Dalam konteks perekonomian, khususnya industri manufaktur, Tyson (1992)

menyatakan bahwa competitiveness adalah kemampuan suatu negara untuk memproduksi

barang dan jasa yang teruji dalam kompetisi di dunia internasional, dan di saat bersamaan

memiliki penduduk yang menikmati taraf hidup yang tinggi dan meningkat secara

berkelanjutan. Pengukuran competitiveness sebuah negara dibandingkan dengan negara

lainnya kemudian mengerucut pada beberapa pendekatan, di antaranya adalah pendekatan

real exchange rate, national competitiveness, engineering dan structural competitiveness

(UNIDO, 2013).

UNIDO (2013) mengukur competitiveness industri manufaktur suatu negara dengan

menggunakan Competitive Industrial Performance Index. Indeks ini terdiri dari 3 dimensi

utama yang mengukur kemampuan untuk memproduksi dan mengekspor produk

manufaktur, kedalaman dan peningkatan level teknologi, serta dampaknya terhadap industri

manufaktur dunia.

Gambar 1 Indikator Pembentuk Competitive Industrial Performance Index (UNIDO, 2013)

Indikator pada dimensi pertama menggambarkan kemampuan suatu negara dalam

menghasilkan dan mengekspor produk-produk manufaktur. Indikator pada dimensi kedua

menggambarkan kemampuan suatu negara untuk meningkatkan level penggunaan dan

kedalaman teknologi pada industri manufaktur bersamaan dengan peningkatan kualitas

ekspor. Negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah pada umumnya memiliki

pangsa industri berteknologi rendah yang besar, dan peningkatan pendapatan per kapita

terjadi bersamaan dengan peningkatan pangsa industri berteknologi menengah dan tinggi

(UNIDO, 2013b). Sementara itu, indikator pada dimensi ketiga menggambarkan kemampuan

40

suatu negara untuk meraih pangsa nilai tambah industri manufaktur dunia dan pangsa ekspor

terhadap total ekspor dunia.

Dalam rangka mengukur competitiveness industri manufaktur Indonesia dan Jawa

Timur, indikator yang digunakan adalah ekspor manufaktur per kapita, kualitas ekspor, dan

dampak terhadap perdagangan produk manufaktur dunia.

Grafik 1. Ekspor Manufaktur Per Kapita (2014)

Grafik 2. Pangsa Ekspor Manufaktur Terhadap Total

Ekspor (2014)

Grafik 3. Pangsa Ekspor Med-High Tech Terhadap

Ekspor Manufaktur (2014)

Grafik 4. Pangsa Ekspor Manufaktur Terhadap Total

Ekspor Manufaktur Dunia (2014)

Berdasarkan indikator tersebut, competitiveness Indonesia masih sangat rendah

dibandingkan dengan peer countries3. Jumlah penduduk yang besar dan disertai dengan

rendahnya kualitas sumber daya manusia mengakibatkan rendahnya hasil pengukuran

indikator ini. Sejalan dengan hal tersebut, nilai tambah industri pengolahan Indonesia juga

relatif rendah dibandingkan dengan peer countries. Berdasarkan data Bank Dunia, nilai

tambah industri pengolahan Indonesia hanya sebesar 21,6%, lebih rendah dibandingkan

Malaysia yang mencapai 24,0% dan Thailand sebesar 32,6%.

Ekspor manufaktur Indonesia relatif rendah, dan masih didominasi oleh produk-produk

manufaktur yang diproduksi di Pulau Jawa. Hal ini terutama karena ekspor dari Kawasan

Timur Indonesia, Kalimantan dan Sumatera masih terkonsentrasi pada ekspor komoditas

sumber daya alam. Dari sisi kualitas, kandungan ekspor dengan teknologi menengah-tinggi di

Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan peers. Ekspor teknologi menengah-tinggi

Indonesia mayoritas diproduksi di Jawa Barat (elektronik), DKI Jakarta (otomotif), dan

3 Perhitungan Bank Indonesia, berdasarkan data UNCOMTRADE, Bank Dunia, dan Dirjen Bea Cukai.

41

Kepulauan Riau (elektronik), sedangkan ekspor provinsi-provinsi lainnya umumnya masih

didominasi ekspor industri resource based atau low tech. Pangsa ekspor manufaktur Indonesia

terhadap total ekspor dunia juga lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Pada indikator ini, Indonesia bahkan tertinggal dari Thailand dan Malaysia yang tidak

tergabung dalam G20.

Terkait dengan industri pengolahan di Jawa Timur, data menunjukkan bahwa Jawa

Timur memiliki karakteristik ekspor yang masih didominasi oleh komoditas resource based dan

low tech. Karakteristik tersebut berbeda dengan Jakarta dan Jawa Barat yang saat ini menjadi

penyumbang terbesar ekspor med high tech di Pulau Jawa.

Grafik 5. Ekspor Industri Pengolahan Provinsi di Jawa Berdasarkan Klasifikasi Teknologi

Berdasarkan klasifikasi SITC 3 digit, komoditas ekspor Jawa Timur dengan nilai terbesar

selama 2009-2014 adalah kertas (US$4,9 juta), diikuti oleh minyak hewan dan nabati (US$4,5

juta), dan senyawa nitrogen (US$3,3 juta). Ketiga komoditas tersebut terklasifikasi sebagai

produk manufaktur resource based. Sementara itu, alkohol, fenol, fenol alkohol dan

halogenasinya merupakan penyumbang terbesar komoditas ekspor medium tech Jawa Timur.

Untuk industri high tech, obat-obatan hewan (industri kimia dan farmasi) merupakan

komoditas dengan nilai ekspor tertinggi, walaupun dengan nilai yang masih sangat rendah

dibandingkan dengan komoditas-komoditas unggulan lainnya.

Grafik 6. Komoditas Ekspor High Tech Jawa Timur,

2009 2014 (US$ Juta)

Grafik 7. Komoditas Ekspor Medium Tech Jawa Timur,

2009 2014 (US$ Juta)

42

Dari sisi keunggulan komparatif, komoditas yang memiliki RCA (Revealed Comparative

Advantage) tertinggi di Jawa Timur adalah perhiasan (SITC 897) dan minyak hewan/nabati

(SITC 422). Selain memiliki RCA yang tinggi, kedua komoditas tersebut juga mencatat net

ekspor yang tinggi, tercermin dari perkembangan kinerja ekspor yang sangat signifikan pada

tahun 2014 dibandingkan kondisi di tahun 2009. Sementara itu, komoditas kertas (SITC 641)

mengalami penurunan keunggulan komparatif walaupun masih mengalami net ekspor.

Komoditas lain yang mengalami peningkatan net ekspor dan keunggulan komparatif adalah

obat-obatan hewan (SITC 554) dan alkohol, fenol (SITC 512).

Grafik 8 RCA dan Net Ekspor Komoditas Ekspor Manufaktur Jawa Timur (SITC Digit)4

Berdasarkan pemetaan di atas, perlu dicermati bahwa dua komoditas ekspor utama

Jawa Timur, yakni perhiasan dan minyak nabati/hewan, merupakan komoditas-komoditas

yang terklasifikasi sebagai komoditas industri resource based dan low tech. Sementara itu,

tidak ada satupun komoditas industri high tech yang memiliki keunggulan komparatif. Dari

kelompok medium tech, terdapat peningkatan kinerja produk-produk kimia dan farmasi.

Berdasarkan analisis di atas, produk-produk kimia dan farmasi merupakan komoditas-

komoditas unggulan di Jawa Timur yang dapat didorong untuk meningkatkan competitiveness

industri pengolahan di Jawa Timur. Industri kimia dan farmasi sendiri memiliki pangsa sebesar

9% terhadap output industri pengolahan di Jawa Timur, menempati peringkat ketiga setelah

industri makanan dan minuman (27%) serta industri tembakau (26%). Selain itu, 21% output

industri kimia dan farmasi nasional berasal dari Jawa Timur.

4 422: Fixed vegetables fats and oils solid, crude, refine/ fractioned;

512: Alcohols, phenols-alcohols and their halogenated;

542: Medicaments incl. veterinary med;

554: Soap, cleansing and polishing preparation;

641: Paper and paperboard

764: Telecommunication equipment N.E.S and parts;

773: Equipment for distributing electricity;

778: Electrical machinery and apparatus, N.E.S;

784: Parts and accessories, N.E.S of the vehicles;

897: Jewellery, goldsmith and silver: smith wares and other articles.

43

Basis industri yang sudah besar, keunggulan komparatif yang tinggi, serta kandungan

teknologi di dalam industri kimia dan farmasi (medium tech) menjadi dasar dan rasionalisasi

untuk mengembangkan industri tersebut di Jawa Timur. Berdasarkan rencana pengembangan

industri kimia di level nasional yang tercantum pada Rencana Induk Pembangunan Nasional

2015-2035 oleh Kementerian Perindustrian, industri kimia (sebagai industri hulu) dan industri

farmasi (sebagai industri andalan) merupakan jenis industri yang menjadi bagian dari 10

industri prioritas. Dengan demikian, dalam rangka peningkatan competitiveness industri

pengolahan Indonesia maka Jawa Timur perlu mengoptimalkan dukungan pada investasi di

sektor industri kimia dan farmasi, dengan tetap mempertahankan keunggulan-keunggulan

pada industri lainnya yang sudah ada.

44

BOKS III

Optimalisasi Potensi Pariwisata Dalam Mendukung Upaya

Peningkatan Devisa

Sektor pariwisata merupakan penyumbang devisa nasional terbesar keempat setelah

minyak dan gas, batubara serta kelapa sawit. Pada Tahun 2014, devisa dari minyak dan gas

mencapai Rp 32 miliar USD, devisa dari batubara 24 miliar USD, devisa dari kelapa sawit 15

miliar USD sedangkan pariwisata menyumbang devisa 10 miliar USD. Menghadapi kondisi

ekonomi yang belum cukup kondusif dewasa ini, pariwisata menjadi salah satu sektor yang

dapat diandalkan sebagai penopang perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, pada tahun

2019 sektor pariwisata ditargetkan dapat menyumbang devisa 20 miliar USD, dua kali lipat

dibanding kondisi Tahun 2014.

Pariwisata turut menjadi salah satu sektor penopang pertumbuhan ekonomi Jawa

Timur selain ketiga sektor utama yang telah ada saat ini yakni sektor industri pengolahan,

sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor pertanian. Share sektor pariwisata Jawa

Timur, yang tercermin dari sektor akomodasi dan makan minum, pada tahun 2014 sebesar

5,19%, lebih tinggi dibandingkan share pariwisata nasional yang sebesar 3,25%. Pangsa

sektor pariwisata Jawa Timur juga menunjukkan tren peningkatan dalam lima tahun terakhir,

meskipun jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Jawa, khususnya DIY dan DKI

Jakarta, pangsa tersebut masih relatif rendah.

Grafik 1 Share Komponen PDRB Sektoral

Grafik 2 Share Pariwisata/PDRB Provinsi di Jawa

Pertumbuhan sektor pariwisata Jawa Timur selama periode tahun 2012 hingga 2014

cenderung meningkat, terutama pada tahun 2014 yang mencatat pertumbuhan cukup tinggi,

yakni mencapai 8,88%. Pertumbuhan pada tahun 2014 tersebut merupakan kedua tertinggi

di Jawa setelah Provinsi Banten yang tumbuh 11,81%. Lonjakan pertumbuhan tersebut

mengindikasikan semakin menariknya Jawa Timur sebagai daerah kunjungan wisata.

Sumber : BPS Jawa Timur, diolah Sumber : BPS Jawa Timur, diolah

45

Grafik 3 Pertumbuhan Sektor Pariwisata Provinsi di Jawa

Pertumbuhan sektor pariwisata sejalan dengan peningkatan jumlah wisatawan baik

wisatawan domestik maupun wisatawan asing yang berkunjung ke Jawa Timur. Saat ini

wisatawan domestik masih mendominasi kunjungan ke Jawa Timur (98,94%), dengan

motivasi utama untuk berlibur, kepentingan religi atau sekedar mengunjungi kerabat.

Sementara itu, wisatawan asing yang berkunjung ke Jawa Timur umumnya dalam rangka

bisnis, liburan atau mengunjungi keluarga.

Wisatawan asing yang datang ke Jawa Timur tersebut mayoritas berasal dari Malaysia,

Singapura, China, Taiwan dan Jepang. Sampai dengan Agustus 2015, jumlah kunjungan

wisatawan domestik mencapai 31,09 juta jiwa, atau 66% dari target pencapaian tahun 2015

yang ditetapkan sebanyak 47 juta jiwa, sedangkan jumlah kunjungan wisatawan asing

mencapai 333,62 ribu jiwa atau 72% dari target pencapaian tahun 2015 sebanyak 465 ribu

jiwa.

Grafik 4 Perkembangan Jumlah Wisatawan Nusantara

Grafik 5 Perkembangan Jumlah Wisatawan

Mancanegara

Sejalan dengan tingginya kunjungan wisatawan, pengeluaran wisatawan selama

melakukan perjalanan ke Jawa Timur turut menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu.

Namun demikian, penerimaan provinsi melalui kunjungan wisatawan tahun 2015 diperkirakan

tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan kunjungan wisatawan domestik sempat

menghadapi tantangan dengan adanya kebijakan pemerintah untuk membatasi pelaksanaan

rapat di hotel sehingga menurunkan pendapatan dalam hal MICE (Meeting, Incentive,

Sumber : BKPM, diolah

Sumber : Disbudpar Jawa Timur Sumber : Disbudpar Jawa Timur

46

Conference, Exhibiton) setidaknya sampai paruh pertama tahun 2015. Selain itu, pesimisme

akan kondisi ekonomi kedepan menimbulkan sikap kehati-hatian masyarakat dalam mengatur

pengeluaran. Berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Jawa Timur, dibandingkan kondisi Tahun 2014, porsi pengeluaran masyarakat saat ini

lebih difokuskan pada pembayaran angsuran pinjaman serta tabungan. Porsi pembayaran

angsuran pinjaman meningkat dari 7,4% menjadi 12,3%, begitu pula dengan porsi tabungan

yang meningkat dari 11,6% menjadi 12,8%. Masyarakat juga cenderung mengurangi

pengeluaran untuk melakukan perjalanan wisata yang tercermin melalui penurunan

pengeluaran untuk pendidikan, rekreasi dan Olah Raga dari 169,2 poin pada Tahun 2014

menjadi 164,4 poin.

Sementara itu peningkatan kunjungan wisatawan asing menghadapi tantangan

sehubungan dengan perlambatan ekonomi global, disamping masih terbatasnya kegiatan

promosi aktif dan bersifat internasional, khususnya ke negara-negara yang berpotensi

mengunjungi Indonesia.

Grafik 6 Pengeluaran Wisatawan Nusantara

Grafik 7 Pengeluaran Wisatawan Mancanegara

(Devisa)

Berdasarkan daya saingnya, pada tahun 2013 indeks daya saing pariwisata5 Jawa

Timur menempati urutan kelima se-Indonesia setelah Bali, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta,

dan Jawa Tengah. Wisata Jawa Timur unggul dalam hal ketersediaan infrastruktur penunjang

pariwisata (Inf.I Infrastructure Index) namun masih memiliki kelemahan dalam hal

optimalisasi fungsi kelembagaan (TPCI T&T Policy & Enabling Condition), keterbatasan

jumlah objek wisata (NCRI Natural & Cultural Resources Index), serta rendahnya kualitas

SDM dan teknologi pendukung (EEI Enabling Environment Index). Indeks infrastruktur Jawa

Timur yang cukup baik didorong kondisi kualitas jalan yang lebih baik dibandingkan provinsi

lain di wilayah Jawa serta tingginya jumlah akomodasi pendukung pariwisata, dalam hal ini

ketersediaan kamar hotel. Sementara itu, lemahnya indeks EEI dipengaruhi rata-rata lama

menginap tamu hotel yang tidak setinggi provinsi lainnya. Rendahnya indeks NCRI dipengaruhi

jumlah kunjungan wisatawan asing Jawa Timur yang cenderung menurun, sedangkan

5 Perhitungan indeks daya saing pariwisata diadopsi dari Competitiveness Monitor, World Travel Tourism Council (2002)

Sumber : Disbudpar Jawa Timur Sumber : Disbudpar Jawa Timur

47

rendahnya indeks TPCI dipengaruhi komposisi belanja APBD pemerintah yang masih tergolong

rendah untuk sektor pariwisata.

Grafik 8 Indeks Daya Saing Pariwisata Jawa

Grafik 9 Pembentuk Indeks Daya Saing Pariwisata

Jawa

Grafik 10 Komponen EEI

Grafik 11 Komponen TPCI

Grafik 12 Komponen Inf. I

Grafik 13 Komponen NCRI

Keterangan :

EEI : HTI (Human Tourism Indicator): Share Pariwisata/PDRB, SDI (Social Development Indicator) : Rerata Lama Menginap Tamu

Hotel Bintang/Non Bintang, HRI (Human Resources Indicator): IPM, TAI (Technology Advancement Indicator): Share Informasi &

Komunikasi/PDRB

TPCI : PTTI (Prioritization of Travel & Tourism Indicator ): % Belanja APBD pd Sektor Pariwisata, OI (Openess Indicator): TPK Hote l

Bintang/Non Bintang, PCI (Price Competitiveness Indicator): IHK

Inf. I : IDI (Infrastructure Development Indicator): Kualitas Jalan Baik, TSII (Tourist Service Infrastructure): Jumlah Kamar Hotel

NCRI : KPPN (Jumlah Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional)

VI (Visit Indicator): Jumlah Kunjungan WisMan

Berdasarkan pemetaan terhadap kondisi dan potensi pengembangan pariwisata Jawa

Timur, terdapat beberapa kendala terkait aspek daya tarik wisata, aspek sarana dan

prasarana, aspek anggaran dan kebijakan pemerintah, serta aspek kualitas SDM dan UMKM

pendukung. Keempat aspek ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengembangan sektor

pariwisata Jawa Timur ke depan. Untuk dapat mengoptimalisasi pengembangan pariwisata

Jawa Timur agar mampu meningkatkan penerimaan devisa dan menjadi salah satu sektor

48

utama pendukung perekonomian, perlu perhatian dan dukungan berbagai pihak dalam

mengatasi tantangan yang ada.

Tabel 1 Kendala dan Alternatif Solusi Pengembangan Pariwisata Jawa Timur

Aspek

a. Obyek wisata belum sepenuhnya dikelola

secara profes ional

a . Kerjasasama Pemerintah dan Swasta dalam

mengelola Daerah Tujuan Wisata (DTW)

b. Kurangnya s inergi antar kab/kota dalam

mengemas atau mempromosikan

perja lanan wisata yang menarik

b. Pembentukan paket wisata yang mel ibatkan

kab/kota terka it

a . Fas i l i tas hotel kurang memadai bagi

wisatawan

a. Perbaikan fas i l i tas mela lui peningkatan APBD

atau penanaman modal investor

b. Infrastruktur dan gerbang masuk Jawa Timur

kurang memadai

b. Percepatan Terminal 3 dan 4 Juanda, serta

pelabuhan yacht di Banyuwangi

c. Direct Flight dari mancanegara ke Jawa Timur

hanya 10 kota, serta minimnya informas i di

gerbang masuk Jawa Timur

c. Menyediakan sarana informas i (brosur, pusat

informas i , operator) di gerbang kedatangan

(Bandara, Stas iun, Terminal )

d. Tingginya biaya paket wisata akibat biaya

transportas i

d. Menambah dan memperbaiki sarana transportas i

umum yang terintegras i dengan gerbang

kedatangan

a. SDM pariwisata kurang terampi l

b. UMKM pariwisata kurang memadai karena

belum terserti fikas i

a. Rendahnya anggaran promosi pariwisata a. Peningkatan alokasi anggaran promosi

b. Data kunjungan pariwisata belum

sepenuhnya terdokumentasi dengan baik

b. Meningkatkan metode pendataan wisatawan yang

berkunjung ke Jawa Timur

c. Strategi pengembangan pariwisata tidak

fokus pada daerah/budaya yang menjadi

kekuatan wisata Jawa Timur

c. Penyusunan strategi yang lebih fokus dengan

mengutamakan aspek STP (segmentation,

targetting dan positioning )

Anggaran dan

Kebijakan

Tantangan dan Permasalahan Alternatif Solusi

Daya Tarik

Wisata

Sarana dan

Prasarana

Subs idi biaya serti fikas i bagi tenaga kerja dan UMKM

pariwisata

Kualitas SDM

dan UMKM

Pendukung

Sumber : FGD Bank Indonesia (Oktober, 2015)

49

2 PERKEMBANGAN INFLASI

2.1. Kondisi Umum

Jawa Timur pada triwulan III 2015 mengalami inflasi sebesar 6,70% (yoy), lebih rendah

dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang mencapai 6,78% (yoy) maupun dibandingkan

inflasi nasional yang tercatat sebesar 6,83% (yoy). Penyumbang utama inflasi pada triwulan

laporan masih berasal dari kelompok core inflation sebesar 3,52% (yoy), disusul oleh

administered price 1,94% (yoy) dan terendah kelompok volatile food 1,24% (yoy). Sementara

itu tekanan inflasi terbesar berasal dari kelompok administered price yang mencapai 10,63%

(yoy), disusul oleh volatile food 6,94% (yoy) dan terendah core inflation sebesar 5,56% (yoy).

Walaupun inflasi kelompok administered price secara tahunan masih tinggi, namun

relatif mereda dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,71% (yoy). Redanya

tekanan inflasi kelompok administered price karena adanya koreksi harga pada angkutan

udara, tarif jalan tol dan tarif listrik. Sebaliknya inflasi kelompok volatile food yang meningkat

dipicu oleh subkelompok padi-padian, telur dan bumbu-bumbuan karena adanya gangguan

produksi, serta tingginya permintaan pada saat bulan puasa dan lebaran. Inflasi kelompok core

inflation relatif stabil dengan tekanan utama pada core non tradable, antara lain biaya

pendidikan.

Dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Jawa, laju inflasi Jawa Timur menempati urutan

ketiga tertinggi setelah Banten yang mencatat inflasi sebesar 8,14% (yoy) dan DKI Jakarta

6,81% (yoy).

Sumber: BPS diolah

Grafik 2. 1 Inflasi Jawa Timur & Nasional (yoy)

Sumber: BPS diolah

Grafik 2. 2 Perbandingan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy)

50

2.2. Inflasi Bulanan (mtm)

Pada triwulan III 2015, rata-rata inflasi bulanan Jawa Timur sebesar 0,37% (mtm) lebih

rendah dibandingkan triwulan II 2015 yang mencapai 0,41% (mtm). Kondisi ini disebabkan

oleh koreksi harga yang cukup tinggi pada kelompok transportasi dan komunikasi, terutama

karena penurunan tarif angkutan (angkutan udara, tari kereta api dan angkutan dalam kota)

setelah berlalunya momentum mudik dan liburan hari raya Idul Fitri.

Tabel 2. 1 Inflasi Triwulan IV Tahun 2015 dan Triwulan I Tahun 2015 di Jawa Timur (mtm)

Sumber: BPS d io lah

Grafik 2. 3 Inflasi Kelompok Pengeluaran (mtm)

Sumber: BPS d io lah

Grafik 2. 4 Sumbangan Inflasi Kelompok Pengeluaran

Perkembangan inflasi bulanan selama Triwulan III-2015 secara ringkas adalah sebagai berikut:

1. Bulan Juli 2015

- Inflasi Jawa Timur sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah dibandingkan Nasional 0,93%

(mtm), dengan pendorong utama adalah kelompok administered price (1,07%)

terutama akibat kenaikan tarif angkutan

udara, angkutan antar kota, angkutan

dalam kota dan tarif kereta api

menjelang mudik Lebaran. Sebaliknya

inflasi kelompok volatile food mereda

(dari 0,96% menjadi 0,91%) melalui

koreksi harga bawang merah dan telur

Sumber: BPS d io lah

Apr Mei Jun Jul Agus Sep

Umum 0.39 0.41 0.45 0.41 0.51 0.36 0.24 0.37

1 Bahan Makanan -0.93 0.67 0.92 0.22 0.88 1.31 -0.43 0.59

2 Mamin, Rokok & Tembakau 0.51 0.73 0.79 0.68 0.28 0.69 0.60 0.53

3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB -0.01 0.17 0.22 0.13 0.09 0.14 0.22 0.15

4 Sandang 0.24 0.35 0.47 0.36 0.20 -0.04 1.07 0.41

5 Kesehatan 0.42 0.14 0.35 0.30 0.21 0.74 0.35 0.43

6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.14 0.25 0.08 0.16 0.09 1.89 1.41 1.13

7 Transpor, Komunikasi 2.47 0.26 0.12 0.95 1.13 -1.26 -0.18 -0.10

No Kelompok BarangTw II 2015 Rata-

Rata

Tw III 2015 Rata-

Rata

Grafik 2. 5 Dekomposisi Core Inflation

51

ayam ras.

- Koreksi paling dalam terjadi pada kelompok core inflation (dari 0,33% menjadi 0,21%)

dan juga merupakan yang terendah dibandingkan rata-rata selama tiga tahun terakhir

yang tercatat sebesar 0,61% (mtm). Dari sisi domestik, meredanya inflasi kelompok core

inflation didorong oleh melambatnya inflasi core tradable dari 0,51% (mtm) di Juni

2015 menjadi 0,17% (mtm) pada bulan Juli 2015, terutama melalui koreksi harga emas

perhiasan, mobil dan telepon seluler. Momentum Lebaran yang bertepatan dengan

tahun ajaran baru diindikasikan mendorong menurunnya konsumsi masyarakat yang

biasanya meningkat menjelang Lebaran.

2. Bulan Agustus 2015

- Jawa Timur mengalami inflasi 0,36% (mtm), turun dibandingkan Juli 2015 dan lebih

rendah dari nasional yang tercatat sebesar 0,39% (mtm). Jika pada Juli 2015 tekanan

inflasi didorong oleh kelompok administered price, pada periode ini kelompok

administered price justru menjadi penyebab redanya tekanan inflasi. Pendorong

meredanya inflasi kelompok ini adalah koreksi tarif angkutan udara, angkutan antar

kota, angkutan dalam kota, dan tarif kereta api paska berakhirnya masa mudik Lebaran.

- Sebaliknya inflasi kelompok volatile food dan core inflation meningkat pada Agustus

2015. Kenaikan harga beberapa komoditas pangan pokok seperti beras, telur ayam ras,

cabai rawit dan daging ayam ras adalah penyebab utamanya. Kenaikan harga beras

diindikasikan didorong oleh faktor pasokan yang disebabkan berakhirnya panen raya

padi di triwulan II-2015 dan dikirimnya beras produksi Jawa Timur ke luar daerah.

Pembatasan DOC (day old chick), serta pengetatan ketentuan impor jagung untuk

bahan pakan ternak diindikasikan mendorong kenaikan harga telur ayam ras dan daging

ayam ras.

Grafik 2. 6 Inflasi beras dan bumbu-bumbuan (mtm)

Grafik 2. 7 Inflasi Telur Ayam Ras dan Daging Ayam

Ras (mtm)

52

- Pendorong inflasi kelompok core inflation adalah core non tradable dari 0,29% (mtm) di

Juli 2015 menjadi 0,86% (mtm), sebagai dampak kenaikan biaya pendidikan khususnya

pada tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.

3. Bulan September 2015

- Pada bulan September 2015, Jawa Timur mengalami inflasi 0,24% (mtm), mereda

dibandingkan Agustus 2015, namun lebih tinggi dari Nasional yang justru mengalami

deflasi 0,05% (mtm). Redanya tekanan inflasi Jawa Timur periode ini ditopang oleh

kelompok volatile food yang mencatat deflasi 0,57% (mtm), turun dibandingkan

Agustus 2015 yang mencapai 1,45% (mtm), sebagai dampak koreksi daging ayam ras,

telur ayam ras dan cabai rawit.

- Tekanan harga pada kelompok administered price juga masih mereda dengan mencatat

deflasi sebesar 0,29% (mtm) melanjutkan penurunan harga bulan sebelumnya. Koreksi

tarif angkutan udara dan harga bensin seiring kebijakan pemerintah menurunkan harga

bbm jenis tertentu (Pertamax dan Pertalite) pada awal September 2015 menjadi

penyebabnya.

- Pendorong utama inflasi adalah

kelompok core inflation yang meningkat

dari 0,21% (mtm) menjadi 0,63%

(mtm). Inflasi core tradable meningkat

cukup tinggi, yaitu dari 0,27% (mtm)

menjadi 0,56% (mtm), khususnya core

tradable clothing dan core tradable

konstruksi. Penguatan nilai tukar dollar

AS terindikasi mulai berdampak pada

meningkatnya harga beberapa

komoditas dengan kandungan impor tinggi (mobil, mie, komoditas konstruksi). Dari sisi

domestik dorongan inflasi berasal dari meningkatnya biaya Akademi / Perguruan Tinggi

yang sesuai polanya terjadi pada setiap bulan September.

2.3. Inflasi Triwulanan (qtq)

Inflasi triwulanan Jawa Timur periode ini sebesar 1,11% (qtq), turun dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,25% (qtq). Penyumbang inflasi terbesar adalah

kelompok bahan makanan, sedangkan tekanan inflasi tertinggi adalah kelompok pendidikan,

rekreasi dan olahraga.

Sumber: BPS d io lah

Grafik 2. 8. Dekomposisi Inflasi Core Tradable

53

Tingginya inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga terutama didorong oleh

subkelompok pendidikan yang melonjak dari 0,00% (qtq) menjadi 7,09% (qtq) akibat

kenaikan biaya pendidikan dari sekolah dasar sampai dengan akademi/perguruan tinggi.

Sementara inflasi kelompok bahan makanan didorong oleh subkelompok padi-padian yang

meningkat dari -6,25% (qtq) menjadi 6,00% (qtq). Penahan inflasi adalah kelompok

transportasi dan komunikasi, khususnya melalui penurunan berbagai tarif angkutan.

Tabel 2. 2 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 Jawa Timur (qtq)

Sumber : BPS d iolah

Grafik 2. 9 Inflasi (qtq) Kelompok Pendidikan, Rekreasi

dan Olahraga

Sumber : BPS d iolah

Grafik 2. 10 Inflasi (qtq) Kelompok

Bahan Makanan

Dengan mencermati tekanan risiko selama triwulan III 2015, laporan ini akan

menganalisis lebih lanjut 2 (dua) subkelompok di atas yang mencatat kenaikan inflasi

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Sub Kelompok Pendidikan

Inflasi sub kelompok ini meningkat tajam dari triwulan sebelumnya 0,00% (qtq) menjadi

7,09% (qtq). Berdasarkan komoditasnya, penyumbang tingginya inflasi adalah kenaikan biaya

pendidikan di tingkat akademi/perguruan tinggi sebesar 9,64% (qtq), sekolah dasar sebesar

9,35% (qtq), sekolah menengah pertama 5,59% (qtq) dan sekolah menengah atas sebesar

3,70% (qtq).

Sumber : BPS d iolah

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Umum 1.19 4.25 -0.02 1.25 1.11 1.19 4.25 -0.02 1.25 1.11

1 Bahan Makanan 0.92 4.71 -0.36 0.65 1.77 0.19 0.95 -0.07 0.13 0.36

2 Mamin, Rokok & Tembakau 2.20 2.87 1.65 2.06 1.58 0.36 0.47 0.27 0.34 0.27

3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB 1.61 3.25 1.66 0.38 0.46 0.40 0.80 0.41 0.09 0.11

4 Sandang 0.70 0.96 1.83 1.07 1.24 0.05 0.06 0.12 0.07 0.08

5 Kesehatan 0.94 2.65 1.84 0.91 1.30 0.05 0.13 0.09 0.05 0.06

6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 2.07 0.58 0.51 0.47 3.42 0.18 0.05 0.04 0.04 0.29

7 Transpor, Komunikasi -0.03 9.60 -4.25 2.86 -0.33 0.00 1.86 -0.79 0.54 -0.06

No Kelompok Barang 2014 2015

Inflasi QTQ Sumbangan Inflasi QTQ

2014 2015

54

Kenaikan inflasi tersebut merupakan

pola tahunan yang terjadi setiap tahun ajaran

baru, yaitu pada bulan Agustus dan

September. Kenaikan biaya pendidikan pada

tahun 2015 merupakan yang tertinggi selama

tiga tahun terakhir, khususnya untuk tingkat

sekolah dasar dan akademi/perguruan tinggi.

Hal tersebut menyebabkan masyarakat harus

menetapkan prioritas dalam mengalokasikan

pengeluarannya antara kebutuhan Lebaran dan tahun ajaran baru, sehingga dapat menahan

tingginya inflasi akibat tekanan permintaan di triwulan III 2015.

Sub Kelompok Padi-Padian

Sub kelompok ini mengalami inflasi 6,00% (qtq)

setelah sebelumnya mencatat deflasi sebesar

6,25% (qtq). Sumber utama inflasi berasal dari

kenaikan harga beras dari -6,82% (qtq) menjadi

6,64% (qtq). Pada triwulan sebelumnya, harga

beras mengalami penurunan signifikan seiring

dengan dimulainya panen raya dan

berlimpahnya pasokan. Memasuki triwulan III

2015, panen raya telah berakhir sehingga mengurangi pasokan beras di pasar. Sementara itu

dari sisi permintaan, adanya Ramadhan dan Lebaran mendorong tingginya konsumsi dan

permintaan masyarakat sehingga turut mendorong kenaikan harga.

Meskipun pada Juni-Juli 2015 terdapat panen padi gadu (musim kering) di beberapa daerah

sentra produksi, seperti Ngawi, Banyuwangi dan Jember, namun produksi panen di periode ini

tidak setinggi masa panen raya atau hanya sekitar 35% dari total produksi selama 1 tahun,

sehingga tidak berdampak terlalu signifikan terhadap peningkatan pasokan beras.

Berdasarkan informasi dari Bulog Sub-Divre Jawa Timur, pergerakan harga beras cenderung

naik di sekitar bulan Agustus sampai dengan Januari tahun berikutnya.

Grafik 2. 11 Inflasi Sub Kelompok Pendidikan

Grafik 2. 12 Inflasi Sub Kelompok Padi-padian

55

2.4. Inflasi Tahunan (yoy)

Secara tahunan, inflasi Jawa Timur triwulan III 2015 mencapai 6,70% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,13% (yoy),

namun masih di bawah inflasi nasional yang mencapai 6,83% (yoy).

Tabel 2. 3 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 di Jawa Timur (yoy)

Seperti tahun sebelumnya, tekanan inflasi pada periode ini didorong oleh kelompok

makanan, minuman, rokok dan tembakau yang meningkat dari 7,20% (yoy) menjadi 8,41%

(yoy), sebagai dampak kenaikan harga rokok akibat kenaikan cukai rokok dan PPn rokok dari

8,4% menjadi 10% di tahun 2015. Sampai dengan triwulan III 2015, secara kumulatif (ytd)

kenaikan tertinggi terjadi pada rokok kretek yang mencapai 6,78% (ytd), diikuti oleh rokok

putih sebesar 5,82% (ytd) dan rokok kretek filter sebesar 4,08% (ytd). Walaupun mengalami

inflasi tertinggi, namun tekanan inflasi kelompok makanan, minuman, rokok dan tembakau

mulai berkurang dibandingkan triwulan sebelumnya, karena kembali normalnya harga

makanan jadi.

Sementara itu berdasarkan sumbangannya, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan

bahan bakar menjadi penyumbang inflasi terbesar melalui kenaikan harga kontrak dan sewa

rumah, bahan bangunan, serta peralatan rumah tangga. Kenaikan berbagai tarif energi

diantaranya tarif listrik berdampak terhadap tarif kontrak dan sewa rumah.

Berdasarkan komoditasnya, mayoritas penyumbang utama inflasi Jawa Timur (yoy)

selama 1 (satu) tahun terakhir masih berasal dari kelompok administered price yang tercermin

dari tingginya inflasi kelompok ini yang secara tahunan mencapai 10,63%. Inflasi pada

kelompok tersebut, selain berdampak langsung pada kenaikan harga komoditasnya (first

round effect), juga mempengaruhi kenaikan harga kelompok lain (second round effect)

khususnya core inflation. Tampak pada tabel di atas (tabel 2.4), kenaikan harga bensin juga

diikuti oleh kenaikan tarif angkutan dalam kota. Sementara itu penahan inflasi mayoritas

Su mber: B PS diolah

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Umum 4.13 7.77 6.07 6.78 6.70 4.13 7.77 6.07 6.78 6.70

1 Bahan Makanan 1.95 6.65 4.28 5.97 6.86 0.39 1.34 0.86 1.19 1.38

2 Mamin, Rokok & Tembakau 7.20 8.97 8.53 9.07 8.41 1.19 1.47 1.42 1.52 1.42

3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB 5.48 7.60 7.51 7.06 5.85 1.36 1.86 1.87 1.74 1.43

4 Sandang 2.50 3.87 4.20 4.64 5.20 0.16 0.25 0.27 0.30 0.34

5 Kesehatan 5.02 7.10 7.61 6.49 6.87 0.25 0.35 0.38 0.32 0.34

6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3.64 3.64 3.68 3.66 5.03 0.32 0.30 0.31 0.30 0.43

7 Transpor, Komunikasi 2.79 11.71 5.75 7.91 7.59 0.51 2.26 1.06 1.49 1.40

No Kelompok Barang

Inflasi YOY Sumbangan Inflasi YOY

2014 2015 2014 2015

Sum b er : BPS (d at a d io lah)

Sum b er : BPS, d at a d io lah

56

berasal dari kelompok volatile food, seiring dengan kembali normalnya konsumsi masyarakat

dan adanya panen untuk beberapa komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan.

Tabel 2. 4 Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Triwulan II 2015 (yoy)

2.5. Inflasi Menurut Kota

Dari 8 (delapan) kabupaten/kota di Jawa Timur yang dihitung inflasinya oleh BPS,

seperti periode sebelumnya, secara tahunan (yoy) inflasi tertinggi terjadi di Kota Surabaya yang

mencapai 6,97% (yoy) dan terendah di Kediri dengan laju inflasi 5,42% (yoy).

Tabel 2. 5 Inflasi Tahun 2014 dan Triwulan III 2015 Jawa Timur (qtq dan yoy)

Sumber: BPS d io lah

Secara triwulanan (qtq), hanya tiga kabupaten/kota yang mengalami inflasi lebih tinggi

dari Jawa Timur, yaitu Jember 1,55% (qtq), Banyuwangi 1,19% (qtq) dan Surabaya 1,13%

(qtq). Sedangkan secara tahunan, inflasi yang lebih tinggi dari Jawa Timur terjadi di Kota

Surabaya dan Kota Malang. Tingginya inflasi di kedua kota tersebut karena merupakan daerah

Inflasi Sumbangan Deflasi Sumbangan

Beras 14.09 0.66 Minyak Goreng (5.70) (0.04)

Bensin 9.94 0.45 Batu Bata / Batu Tela (6.59) (0.03)

Tarip Listrik 14.26 0.43 Daging Ayam Ras (2.44) (0.03)

Tarip Kereta Api 54.64 0.27 Kentang (16.45) (0.02)

Angkutan Dalam Kota 21.03 0.24 Tomat Sayur (21.04) (0.02)

Bahan Bakar Rumah Tangga 11.10 0.22 Bawang Merah (6.83) (0.02)

Tukang Bukan Mandor 8.39 0.15 Besi Beton (6.85) (0.01)

Akademi / Perguruan Tinggi 9.78 0.14 Cabai Merah (14.48) (0.01)

Nasi Dengan Lauk 9.22 0.13 Pir (13.30) (0.01)

Bawang Putih 41.99 0.11 Semangka (8.09) (0.01)

KomoditasInflasi

KomoditasDeflasi

Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III

Jawa Timur 1.19 4.25 -0.02 1.25 1.11 4.13 7.77 6.07 6.78 6.70

Surabaya 1.33 4.03 0.34 1.34 1.13 4.38 7.90 6.52 7.19 6.97

Malang 1.22 4.68 -0.19 1.33 1.06 4.57 8.14 6.33 7.16 6.99

Kediri 1.14 4.54 -0.74 0.79 0.80 3.58 7.49 5.27 5.78 5.42

Jember 0.76 4.74 -0.62 0.77 1.55 3.22 7.52 5.47 5.69 6.52

Sumenep 1.46 4.58 -0.49 0.87 1.00 4.15 8.04 5.78 6.49 6.02

Probolinggo 1.11 3.97 -0.61 1.27 0.95 3.60 6.79 4.95 5.81 5.65

Madiun 1.04 4.22 -0.29 1.06 1.06 3.76 7.40 5.28 6.10 6.13

Banyuwangi 0.22 4.28 -0.84 1.17 1.19 2.45 6.59 3.82 4.85 5.86

2015Wilayah

Inflasi QTQ Inflasi YOY

Lebih Tinggi dari Inflas i Jawa Timur

2014 20152014

Sumber: BPS d io lah

57

perkotaan dengan jumlah penduduk yang relatif besar, kompleksitas penduduk yang lebih

beragam, serta menjadi destinasi kunjungan wisatawan atau penduduk dari daerah-daerah

lain diluar Jawa Timur, sehingga masyarakatnya memiliki daya beli yang relatif tinggi dan

memberi tekanan permintaan yang lebih besar dibandingkan daerah-daerah lain di Jawa

Timur.

Tabel 2. 6 Inflasi 8 kota di Jawa Timur per Kelompok Barang dan Jasa Triwulan III 2015 (% yoy)

Sumber: BPS d io lah

Berdasarkan kelompok pengeluaran, delapan kabupaten/kota mengalami inflasi yang

tinggi untuk kelompok transportasi dan komunikasi (rata-rata 7,76%-yoy) dan kelompok

makanan dan minuman, rokok dan tembakau (rata-rata 7,54%-yoy). Kondisi ini sama dengan

triwulan sebelumnya, walaupun tekanannya mulai berkurang. Tingginya inflasi kelompok

transportasi dan komunikasi, selain karena belum hilangnya dampak base year kenaikan IHK

bensin tahun 2014 juga karena adanya kenaikan tarif transportasi lainnya yaitu tarif kereta api

yang mencapai 162,23% yang berdampak pada kota-kota besar di Jawa Timur.

Sementara itu tingginya inflasi kelompok makanan dan minuman, rokok dan

tembakau, selain karena dampak lanjutan kenaikan harga bahan makanan terhadap makanan

jadi, juga karena kenaikan harga rokok yang dikonsumsi oleh masyarakat secara luas.

Dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, hanya 8 (delapan) yang dihitung inflasinya

secara nasional. Untuk memberikan gambaran tentang tingkat harga di Jawa Timur,

digunakan data SISKAPERBAPO (Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Bahan

Pokok) yang tercantum dalam www.siskaperbapo.com). Perbandingan harga beberapa

komoditas strategis di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur adalah sebagai berikut :

Beras

Berdasarkan pantauan harga di www.siskaperbapo.com, harga rata-rata untuk beras jenis

begawan dan mentik Jawa Timur di akhir triwulan III-2015 adalah Rp10.360 per kilogram

dengan harga tertinggi terjadi di Kota Blitar dan terendah di Kabupaten Blitar. Pada grafik

berikut tampak bahwa beberapa sentra produsen beras seperti Jember dan Ngawi justru

memiliki harga yang lebih tinggi daripada Jawa Timur. Hal ini antara lain karena sebagian

Kelompok Barang Jatim Surabaya Malang Kediri Jember Sumenep Probolinggo Madiun Banyuwangi

Umum 6.70 6.97 6.99 5.42 6.52 6.02 5.65 6.13 5.86

Bahan Makanan 6.86 8.06 7.19 3.08 6.13 6.50 4.86 5.88 0.56

Mamin, Rokok & Tembakau 8.41 9.64 6.29 5.57 9.64 9.47 3.93 6.78 8.13

Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB 5.85 5.83 5.28 6.19 4.37 6.12 6.03 5.93 8.90

Sandang 5.20 5.59 3.71 2.88 3.97 5.10 8.99 5.75 6.86

Kesehatan 6.87 7.47 5.16 5.79 9.07 3.17 7.11 5.59 6.99

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 5.03 4.35 8.96 3.00 4.38 2.48 3.35 4.15 4.90

Transpor, Komunikasi 7.59 6.57 10.07 8.18 7.78 5.12 7.56 7.26 9.71

58

beras yang diproduksi dikirim ke luar daerah sehingga mendorong penurunan pasokan dan

kenaikan harga.

Bumbu-bumbuan

Harga bawang merah di Jawa Timur pada triwulan III 2015 berada di kisaran Rp9.903-

Rp19.414 per kilogram, dengan harga rata-rata Jawa Timur sebesar Rp13.281 per kilogram.

Harga tertinggi terjadi di Kabupaten Jember, sementara harga terendah terjadi di Probolinggo

Sumber: s iskaperbapo

Grafik 2. 13 Harga Komoditas Beras per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Sementara itu, pergerakan harga beras Jawa Timur di akhir triwulan III-2015 cenderung

meningkat jika dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya seiring berakhirnya musim

panen raya padi dan meningkatnya permintaan masyarakat menjelang Lebaran di Juli 2015.

Sumber: s iskaperbapo

Grafik 2. 14 Perubahan Harga Komoditas Beras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur

59

yang merupakan salah satu sentra produksi bawang merah. Secara keseluruhan, sebanyak 21

daerah memiliki harga jual cabe rawit yang lebih tinggi dari rata-rata Jawa Timur.

Sampai dengan akhir triwulan III-2015 penurunan harga bawang merah masih berlanjut

seiring melimpahnya pasokan ditengah panen bawang merah di beberapa sentra produsen

(Nganjuk, Probolinggo dan Banyuwangi). Adapun koreksi harga bawang merah tertinggi

terjadi di Kota Madiun yang secara geografis berdekatan dengan salah satu produsen bawang

merah terbesar di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Probolinggo yang

merupakan daerah sentra produsen bawang merah.

Grafik 2. 16 Perubahan Harga Komoditas Bawang Merah triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Sumber: s iskaperbapo

Grafik 2. 15 Harga Komoditas Bawang Merah per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Sumber: s iskaperbapo

60

Sementara untuk komoditas cabai rawit, harga berada di kisaran Rp28.289-Rp68.158 per

kilogram dan rata-rata Jawa Timur sebesar Rp42.841 per kilogram. Harga tertinggi terjadi di

Kota Batu dan terendah di Kabupaten Tuban.

Harga cabai rawit cenderung meningkat di triwulan III-2015 seiring dengan menipisnya

pasokan paska berakhirnya panen raya cabai rawit di triwulan II-2015. Adapun kenaikan harga

cabai rawit tertinggi terjadi di Kota Batu. Kendala aspek distribusi diindikasikan menjadi

penyebab tingginya kenaikan harga cabai rawit di Kota Batu, mengingat kota tersebut bukan

merupakan daerah produsen cabai rawit. Sementara itu, mencukupinya pasokan cabai rawit

diperkirakan mendorong rendahnya harga cabai rawit di Kabupaten Tuban.

Grafik 2. 18 Perubahan Harga Komoditas Cabai Rawit triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Selanjutnya, harga cabai merah pada triwulan ini berada pada kisaran Rp15.172 sampai

dengan Rp34.217 per kilogram. Sejalan dengan harga cabai rawit, harga tertinggi terjadi di

Kota Batu dan terendah Kabupaten Sumenep. Tingginya harga cabai merah di Kota Batu

diperkirakan lebih disebabkan oleh aspek distribusi karena Kota Batu juga bukan merupakan

Sumber: s iskaperbapo

Grafik 2. 17 Harga Komoditas Cabai Rawit per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Sumber: s iskaperbapo

61

daerah produsen cabai merah. Sementara itu, Kabupaten Sumenep diperkirakan mampu

menjaga kecukupan pasokan cabai merah di daerahnya, sehingga mendorong rendahnya

harga cabai merah di Kabupaten Sumenep.

Grafik 2. 19 Harga Komoditas Cabai Merah per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Berbeda dengan cabai rawit, harga cabai merah di triwulan III-2015 cenderung mengalami

penurunan. Penurunan harga cabai merah diindikasikan karena bertambahnya pasokan seiring

telah dimulainya panen cabai merah menjelang akhir triwulan III-2015 di beberapa daerah

produsen seperti Kabupaten Kediri dan Probolinggo.

Grafik 2. 20 Perubahan Harga Komoditas Cabai Merah triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Daging dan Telur

Harga daging sapi di Jawa Timur pada triwulan III 2015 berada di kisaran Rp89.333-

Rp115.000 per kilogram, dengan harga rata-rata Jawa Timur sebesar Rp99.724 per kilogram.

Harga di daerah dengan populasi hewan ternak sapi terbesar di Jawa Timur, yaitu kabupaten

Sumber: s iskaperbapo

Sumber: s iskaperbapo

62

Sumenep justru relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata harga di Jawa Timur. Hal ini

antara lain disebabkan preferensi masyarakat di Kabupaten Sumenep untuk mengkonsumsi

daging sapi segar sehingga mempengaruhi ketersediaan pasokan dan mendorong harga

menjadi lebih tinggi.

Grafik 2. 21 Harga Komoditas Daging Sapi per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Adapun pergerakan harga daging sapi di triwulan III-2015 cenderung meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang diindikasikan karena adanya peningkatan permintaan

daging sapi menjelang Idul Adha di akhir triwulan III-2015.

Grafik 2. 22 Perubahan Harga Komoditas Daging Sapi triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Harga daging ayam ras di Jawa Timur pada triwulan III 2015 berada di kisaran Rp24.094-

Rp33.750 per kilogram, dengan harga rata-rata Jawa Timur sebesar Rp28.339 per kilogram.

Harga tertinggi justru terjadi di salah satu daerah sentra produsen daging ayam ras terbesar di

Jawa Timur, yaitu Kabupaten Lamongan. Hal ini antara lain karena sebagian daging ayam ras

Sumber: s iskaperbapo

Sumber: s iskaperbapo

63

yang diproduksi dikirim ke luar daerah Lamongan sehingga mendorong penurunan pasokan

dan kenaikan harga. Sementara harga terendah terjadi di Kabupaten Lumajang yang letaknya

berdekatan dengan salah satu daerah produsen daging ayam ras, yaitu Kabupaten Malang.

Grafik 2. 23 Harga Komoditas Daging Ayam Ras per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Adapun pergerakan harga daging ayam ras di triwulan III-2015 relatif stabil jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya.

Grafik 2. 24 Perubahan Harga Komoditas Daging Ayam Ras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Harga telur ayam ras di Jawa Timur pada triwulan III 2015 berada di kisaran Rp17.500-

Rp21.000 per kilogram, dengan harga rata-rata Jawa Timur sebesar Rp18.753 per kilogram.

Harga telur ayam ras tertinggi terjadi di Bangkalan yang diperkirakan karena aspek distribusi,

sehubungan dengan Kabupaten Bangkalan yang bukan merupakan daerah produsen dan

letak Kabupaten Bangkalan yang relatif jauh dari daerah produsen. Sementara harga terendah

Sumber: s iskaperbapo

Sumber: s iskaperbapo

64

terjadi di Kabupaten Magetan yang merupakan salah satu produsen telur ayam ras di Jawa

Timur.

Grafik 2. 25 Harga Komoditas Telur Ayam Ras per Kabupaten/Kota Jawa Timur

Adapun pergerakan harga telur ayam ras secara rata-rata di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur

pada triwulan III-2015 relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.

Grafik 2. 26 Perubahan Harga Komoditas Telur Ayam Ras triwulanan (qtq) per Kabupaten/Kota Jawa Timur

2.6. Disagregasi Inflasi

Pada triwulan III 2015, berdasarkan disagregasi inflasi, secara tahunan laju inflasi

kelompok volatile food meningkat dari 5,95% (yoy) menjadi 6,94% (yoy). Kelompok core

inflation turut mencatat laju inflasi yang meningkat, namun pada level yang moderat dari

5,42% (yoy) menjadi 5,56% (yoy), sedangkan kelompok administered price mengalami

penurunan tekanan inflasi dari 12,71% (yoy) menjadi 10,63% (yoy).

Sumber: s iskaperbapo

Sumber: s iskaperbapo

65

Dengan membandingkan data selama 5 (lima) tahun terakhir, inflasi kelompok

administered price dan core inflation pada triwulan III 2015 lebih tinggi dari rata-rata

historisnya karena adanya berbagai tekanan kebijakan administered (kenaikan harga energi

dan tarif transportasi) dan faktor eksternal (depresiasi Rupiah) serta dampak lanjutannya

terhadap inflasi kelompok core inflation selama setahun terakhir. Sebaliknya, inflasi kelompok

volatile food lebih rendah dibandingkan rata-rata 5 (lima) tahun terakhir, karena terjaganya

pasokan dan tidak adanya permasalahan produksi yang secara signifikan mengganggu

produksi pertanian.

Volatile foods

Kelompok volatile food secara tahunan mengalami inflasi 6,94% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya 5,95% (yoy), disebabkan mulai naiknya harga komoditas

beras, hortikultura seperti bawang putih dan cabai rawit, serta telur ayam ras. Kenaikan harga

beras seiring dengan berakhirnya panen raya dan kenaikan permintaan pada saat Ramadhan

dan Lebaran.

Kenaikan harga daging dan telur ayam ras diindikasikan disebabkan oleh kebijakan

pembatasan DOC (Day Old Chick) dan kenaikan harga pakan ternak. Pemerintah

memberlakukan pembatasan DOC menjelang Lebaran 2015 untuk mengantisipasi turunnya

harga daging ayam ras paska lebaran ditengah potensi turunnya produksi daging ayam ras

karena faktor cuaca. Sementara itu kenaikan harga pakan ternak terjadi karena adanya

kebijakan pemerintah memperketat peraturan impor jagung untuk pakan ternak dan

penguatan nilai tukar dollar AS. Kenaikan cabai rawit diindikasikan karena rendahnya pasokan

sebagai dampak menurunnya produktivitas cabai rawit sekitar 62% akibat musim kemarau

yang berkepanjangan di daerah sentra produsen cabai rawit di Kabupaten Probolinggo.

Sumber: BPS d io lah

Grafik 2. 27 Perbandingan Disagregasi Inflasi Jatim &

Rata-Ratanya(yoy)

Sumber: BPS d io lah

Grafik 2. 28 Disagregasi Inflasi Jatim (yoy)

66

Selanjutnya harga daging ayam ras yang sempat meningkat pada awal triwulan III 2015, pada

pasca Lebaran mengalami koreksi harga seiring dengan kembali lancarnya pasokan.

Tabel 2. 7 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Volatile Food (yoy) Triwulan III 2015

Eskalasi tekanan inflasi volatile food lebih lanjut tertahan koreksi harga komoditas

bawang merah dan tomat sayur. Melimpahnya pasokan, seiring adanya panen bawang merah

dan tomat di beberapa sentra produsen (Nganjuk, Probolinggo dan Banyuwangi) mendorong

koreksi harga kedua komoditas ini. Selain itu, adanya program Operasi Pasar Bantuan Ongkos

Angkut oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada saat Ramadhan dan Lebaran untuk 4

(empat) komoditas utama, yaitu beras, gula pasir, tepung terigu dan minyak goreng, mampu

mencegah kenaikan harga inflasi yang lebih tinggi. Meskipun demikian, adanya potensi El

Nino dapat menyebabkan pergeseran musim tanam sehingga mengganggu pasokan, yang

bisa berujung pada kenaikan inflasi kelompok ini di akhir tahun 2015.

Core Inflation

Inflasi kelompok core inflation secara tahunan sedikit meningkat dari 5,42% (yoy) pada

triwulan II 2015 menjadi 5,56% (yoy) di triwulan III 2015. Dibandingkan triwulan sebelumnya,

secara tahunan peningkatan inflasi kelompok ini lebih disebabkan oleh core non tradable yang

meningkat 0,74% (yoy). Sebaliknya, core tradable justru turun 0,18% (yoy) dibandingkan

triwulan sebelumnya.

Kenaikan inflasi core tradable disebabkan adanya tahun ajaran baru di triwulan

laporan, yang sesuai polanya diikuti oleh kenaikan biaya pendidikan dari jenjang sekolah dasar

sampai dengan akademi / perguruan tinggi. Selain itu, berlanjutnya kenaikan sewa rumah

sebagai dampak lanjutan kenaikan tarif listrik juga menjadi salah satu pendorong kenaikan

inflasi core non tradable.

Inflasi Sumbangan Deflasi Sumbangan

Beras 14.09 0.66 Minyak Goreng (5.70) (0.04)

Bawang Putih 41.99 0.11 Daging Ayam Ras (2.44) (0.03)

Cabai Rawit 50.66 0.10 Kentang (16.45) (0.02)

Mujair 34.18 0.09 Tomat Sayur (21.04) (0.02)

Daging Sapi 7.91 0.09 Bawang Merah (6.83) (0.02)

Telur Ayam Ras 8.76 0.07 Cabai Merah (14.48) (0.01)

Wortel 31.25 0.04 Pir (13.30) (0.01)

Pepaya 19.76 0.04 Semangka (8.09) (0.01)

Pisang 10.22 0.04 Bayam (6.21) (0.01)

Tempe 5.77 0.03 Alpukat (10.46) (0.00)

KomoditasInflasi

KomoditasDeflasi

Sumber: BPS d io lah

67

Dari sisi core tradable, pendorong inflasi adalah kenaikan harga makanan jadi dan

emas perhiasan. Inflasi pada kelompok makanan jadi meningkat, seiring dengan kenaikan

harga bahan makanan. Sementara kenaikan harga emas perhiasan terjadi sebagai dampak

apresiasi dollar AS, sehingga terjadi pergeseran investasi ke safe haven yang selanjutnya

mendorong kenaikan harga emas perhiasan. Meskipun demikian, fluktuasi harga emas justru

menahan kenaikan inflasi core tradable yang lebih tinggi, tercermin dari inflasi core tanpa

emas yang lebih tinggi dibandingkan core inflation.

Dari sisi ekspektasi, berdasarkan hasil Survei Konsumen oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Jawa Timur, penilaian masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini dan

ekspektasi kondisi perekonomian ke depan mengalami penurunan dibandingkan periode

sebelumnya, sehingga berpotensi menahan permintaan masyarakat dan diperkirakan dapat

menahan ekskalasi kenaikan inflasi kelompok core inflation.

Tabel 2. 8 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Core Inflation (yoy) Triwulan III 2015

Administered Price

Inflasi kelompok administered price periode ini secara tahunan turun dari 12,71% (yoy)

pada triwulan II 2015 menjadi 10,63% (yoy). Meredanya inflasi pada kelompok ini terutama

karena adanya koreksi harga bensin dan tarif transportasi, khususnya angkutan antar kota dan

Inflasi Sumbangan Deflasi Sumbangan

Tukang Bukan Mandor 8.39 0.15 Batu Bata / Batu Tela (6.59) (0.03)

Akademi / Perguruan Tinggi 9.78 0.14 Besi Beton (6.85) (0.01)

Nasi Dengan Lauk 9.22 0.13 Telepon Seluler (0.85) (0.01)

Sewa Rumah 4.08 0.10 Lamuru (27.36) (0.00)

Soto 14.41 0.10 Komputer Tablet (2.67) (0.00)

Emas Perhiasan 7.58 0.10 Telur Puyuh (4.60) (0.00)

Mobil 5.56 0.10 Flash Disk (3.67) (0.00)

Mie 7.42 0.10 Telur Ayam Kampung (1.79) (0.00)

Sekolah Dasar 9.54 0.08 Minuman Ringan (0.28) (0.00)

Gula Pasir 11.70 0.07 Modem Internet (0.50) (0.00)

KomoditasInflasi

KomoditasDeflasi

Sumber BPS diolah

Grafik 2. 30 Core Inflation Grafik 2. 29 Core Tradable

68

angkutan udara. Penurunan harga BBM jenis Pertamax dan Pertalite tersebut dilakukan untuk

menyesuaikan penurunan harga minyak dunia yang sempat menyentuh angka US$40 per

barel. Penahan lain kenaikan inflasi kelompok ini adalah koreksi tarif listrik nonsubsidi untuk

golongan rumah tangga R2 daya 3.500 VA hingga 5.500 VA, R3 daya 6.600 VA ke atas, bisnis

B2 daya 6.600 VA hingga 200 kVA, dan pemerintah P1 daya 6.600 VA hingga 200 kVA pada

Oktober 2015. Tekanan inflasi kelompok ini sampai dengan akhir tahun 2015 diperkirakan

tetap rendah, seiring dengan hilangnya dampak base year IHK bensin dan minimnya kenaikan

harga pada kelompok administered price.

Tabel 2. 9 Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Price (yoy) Triwulan III 2015

Inflasi Sumbangan

Bensin 9.94 0.45

Tarip Listrik 14.26 0.43

Tarip Kereta Api 54.64 0.27

Angkutan Dalam Kota 21.03 0.24

Bahan Bakar Rumah Tangga 11.10 0.22

Rokok Kretek Filter 5.68 0.09

Rokok Kretek 9.19 0.08

Angkutan Antar Kota 16.02 0.07

Solar 25.45 0.07

Angkutan Udara 5.94 0.06

InflasiKomoditas

Sumber BPS d iolah

69

BOKS IV

Pola Perdagangan Antar Wilayah Jawa Timur

Jawa Timur merupakan salah satu lumbung pangan nasional dengan produksi padi

sebagai bahan pangan utama. Produksi padi Jawa Timur merupakan yang tertinggi di

Indonesia yaitu mencapai 12,78 juta ton pada tahun 2014, dengan kontribusi terhadap total

produksi Indonesia mencapai 16,9%. Dari keseluruhan produksi pangan tersebut, tidak

seluruhnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan di Jawa Timur, namun juga

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan wilayah lain. Hasil Survei Perdagangan Antar Wilayah

(PAW) KPw BI Provinsi Jawa Timur pada tahun 2015 dengan total 300 responden pedagang

besar dan pedagang grosir menunjukkan bahwa 68,77% komoditas hasil produksi Jawa

Timur digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Timur, sedangkan sisanya

(31,23%) dijual ke luar wilayah Jawa Timur.

Grafik 1. Kinerja Net Ekspor Antar Daerah

Grafik 2. Produksi Padi di Jatim

Grafik 3. Asal Pembelian Komoditas di Jatim

Grafik 4. Tujuan Penjualan Komoditas dari Jatim

70

Perdagangan antar wilayah memiliki peranan penting dalam perekonomian Jawa

Timur dengan share sebesar 7,14% dari struktur perekonomian pada triwulan III 205. Pada

saat permintaan global melambat akibat perekonomian mitra dagang yang tidak setinggi

perkiraan, Jawa Timur masih mampu mengandalkan permintaan domestik dari wilayah lain

yang tetap tinggi.

Berdasarkan hasil survei PAW, interaksi perdagangan Jawa Timur banyak dilakukan

dengan Jawa Tengah, Jabodetabek dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Komoditas yang dijual

oleh pedagang di Jawa Timur tidak seluruhnya berasal dari Jawa Timur. Dengan kapasitas

pelabuhan yang besar dan letaknya yang strategis menyebabkan banyak provinsi lain yang

menjual komoditasnya melalui Jawa Timur, seperti Jawa Tengah (50%). Selanjutnya,

komoditas tersebut mendapatkan peningkatan nilai tambah (diolah, dilakukan grading,

pengemasan, dsb) untuk didistribusikan ke luar Jawa Timur, utamanya ke Jawa Tengah (18%),

Jabodetabek (14%), Kalimantan Timur (12%), Papua (10%), Bali (9%) dan Kalimantan Selatan

(5%). Jenis komoditas yang diperdagangkan sebagian besar adalah komoditas pangan, yaitu

beras, kedelai, gula pasir, daging sapi, cabai dan bawang merah.

Dalam perdagangan tersebut, komoditas mengalami rantai perdagangan yang relatif

panjang, yaitu dari petani/peternak/nelayan pedagang pengepul pedagang besar

pedagang grosir pengecer konsumen. Oleh karena itu, marjin yang diperoleh juga relatif

tinggi dan berbeda-beda di setiap level pedagang dan jenis komoditas. Marjin tertinggi (baik

profit rate, mark up rate maupun trade cost6) terjadi pada komoditas cabai merah (rata-rata

mencapai 19,68%) diikuti oleh daging sapi (15,76%) dan bawang merah (15,15%). Marjin

tersebut semakin tergerus seiring dengan biaya perdagangannya yang lebih tinggi (biaya

penyimpanan, biaya transportasi dan biaya administrasi). Secara umum, marjin yang diperoleh

pedagang besar lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang grosir yaitu berkisar antara

11,52%-20,63%, sementara pedagang grosir hanya berkisar antara 8,55%-19,22%.

Tabel 1. Marjin Perdagangan Berdasarkan Jenis Pedagang dan Jenis Komoditas (dalam%)

6 Profit rate= (harga jual harga beli) / harga jual

Mark up rate = ((harga jual + biaya transportasi) harga beli) / harga beli)

Trade cost = mark up rate profit rate

71

Secara spasial, dalam pola penentuan harga komoditas pangan antar Kabupaten/Kota

di Jawa Timur, harga cenderung terklaster (memiliki kesamaan dengan harga wilayah

tetangga). Hal ini ditunjukkan dengan Moorans Index dengan menggunakan Queen Matrix

yang bernilai positif, terutama pada komoditas beras, gula pasir, cabai merah, dan bawang

merah. Sementara itu, untuk komoditas kedelai dan daging sapi cenderung terdispersi (tidak

terdapat pola kesamaan harga dengan wilayah tetangga). Hal ini disebabkan karena kedua

komoditas tersebut banyak dipasok dari luar Jawa Timur (kedelai dari impor luar negeri,

sedangkan daging sapi diperoleh dari Bali dan Nusa Tenggara), sehingga harga yang terbentuk

cenderung menyebar.

Tabel 2. Pola Pembentukan Harga Komoditas Pangan di Jawa Timur

Dalam pengembangan perdagangan antar wilayah, pedagang masih mengalami

hambatan, terutama infrastruktur pengangkutan laut (dwelling time) dan darat (pungutan

liar). Adanya program pembangunan pelabuhan dan peningkatan keamanan di jalan

diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut. Selain itu, pengembangan 28 Kantor

Perwakilan Dagang di Indonesia diharapkan semakin mengakselerasi perdagangan antar

wilayah.

Grafik 5. Kondisi Infrastruktur Pengangkutan

Grafik 6. Permasalahan yang Dihadapi

72

3 PERKEMBANGAN PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

3.1. Kondisi Umum

Perkembangan kondisi global maupun domestik mempengaruhi kinerja perbankan

Jawa Timur di triwulan III 2015. Kondisi global tersebut antara lain berupa masih terbatasnya

pemulihan ekonomi global, perlambatan perekonomian negara mitra dagang khususnya

Tiongkok, pelemahan harga komoditas internasional, dan penguatan nilai tukar dollar AS.

Sementara itu kondisi domestik antara lain berkaitan dengan pesimisme masyarakat akan

kondisi ekonomi kedepan, peningkatan biaya usaha sebagai dampak penguatan nilai tukar

dollar AS, serta sikap wait and see para pelaku usaha. Kondisi ekonomi yang belum cukup

kondusif tersebut menyebabkan perlambatan kinerja perbankan, tercermin pada pertumbuhan

Aset, Kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masih melambat. Namun demikian, perbaikan

kualitas kredit (Non Performing Loans/NPL) dan penurunan Loan to Deposit Ratio (LDR)

memberikan ruang bagi perbankan Jawa Timur untuk mengoptimalkan fungsi intermediasinya

kedepan.

Tabel 3. 1 Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum dan BPR) di Jawa Timur

Pada triwulan III 2015, pertumbuhan tahunan (yoy) aset perbankan Jawa Timur

melambat dari 13,38% pada triwulan II 2015 menjadi 11,64%. DPK juga masih tumbuh

melambat (dari 13,56% menjadi 11,09%), terutama disebabkan oleh melambatnya DPK Bank

Umum. Selain perlambatan ekonomi, tingginya pengeluaran masyarakat pada perayaan hari

besar keagamaan seperti Idul Fitri dan Idul Adha, serta persiapan memasuki tahun ajaran baru

turut mendorong penurunan penempatan dana masyarakat pada perbankan.

Meskipun rasio NPL dan LDR cukup baik, penyaluran kredit di Jawa Timur berdasarkan

lokasi bank maupun lokasi proyek masih menunjukkan perlambatan. Kredit lokasi bank

melambat dari 11,05% (yoy) menjadi 10,69% (yoy). Begitu pula kredit berdasarkan lokasi

proyek yang melambat dari 12,52% (yoy) menjadi 10,98% (yoy). Rendahnya permintaan

2013

IV I II III IV I II III

429.417 426.519 452.050 474.920 485.193 493.921 512.553 530.188

18,65 15,00 16,38 14,25 12,99 15,80 13,38 11,64

340.753 338.063 356.485 377.416 389.531 397.173 404.832 419.286

14,69 13,32 16,65 16,97 14,31 17,48 13,56 11,09

310.948 311.664 326.314 334.832 352.173 349.028 362.371 370.619

26,14 23,33 19,30 14,37 13,26 11,99 11,05 10,69

343.075 344.762 363.120 379.747 395.376 399.827 408.567 421.433

24,40 21,83 19,47 16,98 15,24 15,97 12,52 10,98

1,79 2,12 2,17 2,15 1,89 2,15 2,31 2,29

1,98 2,22 2,31 2,34 2,03 2,38 2,65 2,43

91,25 92,19 91,54 88,72 90,41 87,88 89,51 88,39

104,13 104,07 101,86 100,62 101,50 100,67 100,92 100,51

2014 2015

NPL LB (%)

Kredit Lokasi Bank (LB)

Dana Pihak Ketiga

Pertumbuhan (%yoy)

INDIKATOR BANK UMUM DAN

BPR (Miliar Rp)

Total Aset

Pertumbuhan (%yoy)

Pertumbuhan (%yoy)

NPL LP (%)

Kredit Lokasi Proyek (LP)

Pertumbuhan (%yoy)

LDR LP (%)

LDR LB (%)

73

kredit masyarakat di tengah kondisi perekonomian yang belum cukup kondusif diperkirakan

melatarbelakangi kondisi yang terjadi pada periode ini.

Secara spasial, penyaluran kredit Bank Umum dan BPR masih terkonsentrasi di 5 (lima)

kabupaten/kota, dengan pangsa sebesar 77,65%, yaitu Kota Surabaya, Kota Malang, Kota

Kediri, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Jember. Di kelima daerah yang mendominasi kredit

perbankan tersebut, rasio NPL masih terjaga di bawah 5%. Namun demikian terdapat

beberapa daerah dengan NPL yang relatif tinggi, seperti Kabupaten Madiun (13,41%),

Kabupaten Kediri (8,12%), Kabupaten Jombang (7,05%), Kabupaten Malang (6,98%) dan

Kota Pasuruan (6,52%).

Dari 5 (lima) daerah dengan pangsa kredit terbesar di Jawa Timur tersebut, hanya

Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya yang mengalami peningkatan pertumbuhan kredit.

Pertumbuhan kredit tahunan (yoy) tertinggi pada periode ini terjadi di Kabupaten Kediri

(55,85%), Kabupaten Gresik (42,43%), Kabupaten Sidoarjo (19,10%), Kabupaten Ponorogo

(15,34%) dan Kabupaten Trenggalek (14,49%).

Grafik 3. 1 Proposi Kredit Bank Umum dan

BPR Secara Spasial

Grafik 3. 2 NPL Bank Umum dan BPR Spasial

Grafik 3. 3 Pertumbuhan Kredit Bank Umum dan BPR Spasial

74

Secara umum, stabilitas sistem perbankan di Jawa Timur tergolong aman dengan rasio

NPL yang relatif terjaga di bawah ambang batas 5%, termasuk didalamnya penyaluran kredit

ke sektor korporasi dan Rumah Tangga (RT). Namun demikian perlambatan kredit sektor

korporasi, khususnya industri pengolahan perlu dicermati dan menjadi tantangan

pengembangan ekonomi Jawa Timur kedepan. Sementara itu, peningkatan kredit sektor RT

tetap perlu menjadi perhatian agar tidak berlebihan dan berdampak pada tingginya risiko

kredit perbankan Jawa Timur.

3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum

Meskipun pertumbuhan ekonomi Jawa Timur periode ini sedikit meningkat dibanding

triwulan II 2015, kinerja bank umum di Jawa Timur masih melambat. Aset secara tahunan

(yoy) hanya tumbuh 11,62%, lebih rendah dibanding triwulan II 2015 yang mencapai

13,37%. Demikian pula dengan DPK yang tumbuh melambat dari 13,58% menjadi 10,80%.

Rendahnya pertumbuhan aset tersebut dipengaruhi pula oleh masih melambatnya kinerja

penyaluran kredit yang hanya tumbuh 10,76%, lebih rendah dari triwulan II 2015 yang

mencatat laju 11,08%.

Tabel 3. 2 Perkembangan Indikator Bank Umum di Jawa Timur

Secara triwulanan (qtq), pada triwulan III 2015 pertumbuhan DPK yang lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan kredit, mendorong penurunan LDR dari 88,84% menjadi

88,01%. Rasio LDR tersebut berada di bawah batas atas (92%), sehingga masih terbuka ruang

bagi bank umum untuk meningkatkan penyaluran kredit guna meningkatkan fungsi

intermediasi. Hal ini didukung pula dengan penurunan risiko kredit ( rasio NPL) dari 2,22%

menjadi 2,19%.

INDIKATOR BANK UMUM 2013

(Miliar Rp) IV I II III IV I II III

Total Aset 420.518 417.365 442.614 465.122 474.968 483.569 501.803 519.163

Growth Aset (%yoy) 18,93 15,19 16,64 14,32 12,95 15,86 13,37 11,62

Dana Pihak Ketiga 335.305 332.446 350.744 371.458 383.290 390.839 398.365 411.579

Growth DPK (%yoy) 14,74 13,33 16,72 17,04 14,31 17,56 13,58 10,80

Kredit Lokasi Bank 304.107 304.412 318.598 327.063 344.420 341.049 353.892 362.249

Growth Kredit (%yoy) 26,41 23,49 19,41 14,41 13,26 12,04 11,08 10,76

Kredit Lokasi Proyek 343.068 344.755 363.112 379.739 395.368 395.096 408.559 421.424

Growth Kredit (%yoy) 24,59 21,83 19,47 16,99 15,24 14,60 12,52 10,98

LDR Lokasi Bank (%) 90,70 91,57 90,83 88,05 89,86 87,26 88,84 88,01

LDR Lokasi Proyek (%) 102,32 103,70 103,53 102,23 103,15 101,09 102,56 102,39

NPL Lokasi Bank (%) 1,75 2,07 2,12 2,08 1,82 2,07 2,22 2,19

NPL Lokasi Proyek (%) 1,96 2,18 2,27 2,34 2,03 2,31 2,65 2,43

2014 2015

75

Grafik 3. 4 Pertumbuhan Indikator Utama Bank Umum (yoy)

3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif

Total aset bank umum Jawa Timur periode ini melambat, dari 13,37% (yoy) pada

triwulan II 2015 menjadi 11,62% (yoy). Perlambatan pertumbuhan aset ini terutama terjadi

pada bank pemerintah (dari 16,92% menjadi 13,67%) dan bank asing (dari 11,02% menjadi

8,03%). Sementara aset kelompok bank umum swasta melambat pada level yang lebih

moderat, yakni dari 10,20% menjadi 9,99%.

Perlambatan aset kelompok bank asing terutama disebabkan oleh melambatnya

penyaluran kredit yang merupakan komponen utama aset, yakni dari 18,27% (yoy) menjadi

9,29% (yoy). Di sisi lain perlambatan aset kelompok bank pemerintah dan bank swasta lebih

disebabkan oleh terjadinya perlambatan DPK, sehingga peningkatan penyaluran kredit harus

didukung dengan sumber dana lain yaitu dana antar kantor yang ketersediaannya juga relatif

terbatas.

Grafik 3. 5 Perkembangan Total Aset Bank Umum

Grafik 3. 6 Proporsi Aset Bank Umum

3.2.2. Dana Pihak Ketiga (DPK)

DPK bank umum pada triwulan III 2015 mencapai Rp411,58 triliun atau secara

tahunan tumbuh 10,80% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II 2015. Berdasarkan

kelompok bank, DPK pada kelompok bank pemerintah melambat paling dalam, yaitu dari

76

16,44% (yoy) menjadi 13,03% (yoy). Perlambatan tersebut terutama terjadi pada jenis

simpanan deposito, dari 23,67% (yoy) menjadi 12,88% (yoy), khususnya pada deposito jangka

waktu 3 bulan yang pertumbuhannya menyusut dari 56,74% (yoy) menjadi 32,97% (yoy). Hal

ini terutama disebabkan oleh kurang menariknya simpanan deposito karena bank-bank

melakukan efisiensi dengan mengurangi komponen dana berbiaya mahal yang terlihat dari

adanya penurunan rata-rata suku bunga deposito dari 7,61% menjadi 6,40%.

Perlambatan DPK bank pemerintah sejalan dengan peningkatan kinerja konsumsi

pemerintah Provinsi Jawa Timur yang pertumbuhannya meningkat dari 6% (yoy) menjadi 9%

(yoy). Lonjakan pertumbuhan pengeluaran pemerintah Jawa Timur tersebut didorong oleh

meningkatnya realisasi anggaran dan belanja transfer pemerintah dari 38,34% pada semester

I 2015 menjadi 59,3%. Realisasi ini lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2014

sebesar 53,2%. Selain itu, belanja modal pemerintah pada Triwulan III 2015 juga meningkat

dari 13,32% pada triwulan II 2015 menjadi 34,10%, terutama digunakan untuk

merealisasikan proyek infrastruktur pemerintah seperti waduk, drainase, jalan dan pelabuhan.

Sejalan dengan DPK kelompok bank pemerintah, DPK kelompok bank swasta juga

melambat dari 10,38% menjadi 7,29%, dipengaruhi perlambatan pertumbuhan deposito dari

15,47% (yoy) menjadi 7,55% (yoy), khususnya deposito dengan jangka waktu 1 bulan yang

pertumbuhannya menyusut dari 10,22% (yoy) menjadi -5,94% (yoy). Penurunan tersebut

disebabkan turunnya rata-rata suku bunga deposito 1 bulan dari 7,73% menjadi 7,48%.

Secara umum, dibandingkan dengan kelompok bank lainnya, deposito kelompok bank swasta

mengalami perlambatan yang paling dalam, sejalan dengan penurunan rata-rata suku bunga

deposito yang cukup tinggi, yakni dari 7,7% menjadi 7,35%.

Sebaliknya, pertumbuhan DPK kelompok bank asing meningkat dari 20,87% (yoy)

menjadi 28,12% (yoy) khususnya didorong oleh pertumbuhan jenis simpanan giro yang

melonjak dari 2,69% (yoy) menjadi 41,61% (yoy). Hal ini sejalan dengan peningkatan suku

bunga giro kelompok bank asing yang lebih tinggi dibandingkan kelompok bank lainnya.

Rata-rata suku bunga giro kelompok bank asing meningkat dari 1,28% menjadi 1,75%,

sedangkan kelompok bank swasta hanya meningkat dari 1,58% menjadi 1,68%. Sementara

itu, rata-rata suku bunga giro bank pemerintah tetap di level 2,36%.

77

Grafik 3. 7 Perkembangan DPK Bank Umum

Grafik 3. 8 Komponen DPK Bank Umum

Grafik 3. 9 DPK Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank

Berbeda dengan deposito, tabungan kelompok bank umum justru tumbuh meningkat

dari 4,93% (yoy) menjadi 7,35% (yoy), walaupun rata-rata suku bunga tabungan yang masih

bertahan di level 1,70%. Peningkatan tabungan menunjukkan kebutuhan masyarakat

terhadap dana darurat yang dapat ditarik sewaktu-waktu di tengah kondisi perekenomian

yang belum cukup kondusif. Peningkatan tabungan ini juga turut mengkonfirmasi

perlambatan kinerja konsumsi swasta dari 4,7% (yoy) menjadi 3% (yoy) pada Triwulan III

2015.

Grafik 3. 10 Pertumbuhan Deposito & SB Deposito

Grafik 3. 11 Pertumbuhan Giro & SB Giro

78

Grafik 3. 12 Pertumbuhan Tabungan dan Suku

Bunga Tabungan

3.2.3. Kredit

Pertumbuhan tahunan kredit perbankan pada Triwulan III 2015 masih melambat,

meneruskan tren perlambatan sejak akhir tahun 2013. Perlambatan terjadi baik pada kredit

berdasarkan lokasi bank maupun lokasi proyek. Kredit berdasarkan lokasi proyek yang sekitar

17% dibiayai oleh kantor pusat bank-bank umum di Jakarta, mengalami perlambatan yang

lebih dalam, yakni dari 12,52% (yoy) menjadi 10,98% (yoy). Sementara itu kredit berdasarkan

lokasi bank melambat dari 11,08% (yoy) menjadi 10,76% (yoy). Secara umum perlambatan

pertumbuhan kredit tersebut disebabkan oleh masih rendahnya permintaan kredit, disamping

belum dimanfaatkannya secara optimal berbagai kebijakan makroprudensial oleh perbankan.

Grafik 3. 13 Pertumbuhan Kredit Bank Umum

Grafik 3. 14 Pertumbuhan Kredit per Kelompok Bank

(yoy)

Berdasarkan kelompok bank, perlambatan pertumbuhan kredit yang cukup besar

terjadi pada kelompok bank asing, yaitu dari 18,27% (yoy) menjadi 9,29% (yoy), antara lain

dipengaruhi oleh peningkatan rata-rata suku bunga kredit kelompok bank asing dari 10,45%

menjadi 10,63%. Sebaliknya rata-rata suku bunga kredit kelompok bank pemerintah dan

kelompok bank swasta secara keseluruhan mengalami penurunan, sehingga mendorong

peningkatan pertumbuhan kredit. Kredit bank pemerintah meningkat dari 10,43% (yoy)

menjadi 10,69% (yoy) dengan penurunan rata-rata suku bunga kredit dari 12,11% menjadi

79

12,09%. Sementara pertumbuhan kredit kelompok bank swasta naik dari 10,84% (yoy)

menjadi 11,04% (yoy), dengan rata-rata suku bunga kredit yang turun dari 12,88% menjadi

12,71%.

Grafik 3. 15 Komposisi Kredit per Kelompok Bank

Grafik 3. 16 Pertumbuhan Kredit per Penggunaan (yoy)

Berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan kredit bank umum didorong oleh kredit

modal kerja yang tumbuh melambat dari 12,86% (yoy) menjadi 11,91% (yoy) dan kredit

investasi dari 6,93% (yoy) menjadi 5,38% (yoy). Sementara kredit konsumsi justru tumbuh

meningkat dari 9,42% (yoy) menjadi 11,18% (yoy). Hal ini tidak sesuai dengan pergerakan

suku bunganya. Sikap dunia usaha yang cenderung wait and see menyebabkan permintaan

kredit tidak terlampau kuat, meskipun rata-rata suku bunga kredit modal kerja dan investasi

mengalami penurunan. Rata-rata suku bunga kredit modal kerja mengalami penurunan dari

12,12% menjadi 12,01%, begitu pula dengan suku bunga kredit investasi yang turun dari

12,18% menjadi 12,02%. Sementara itu rata-rata suku bunga kredit konsumsi sedikit

meningkat, dari 12,91% menjadi 12,97%.

Tingginya tekanan global khususnya perlambatan ekonomi mitra dagang serta

penguatan nilai tukar dollar AS diperkirakan menjadi pendorong sikap wait and see pelaku

usaha untuk menambah kapasitas produksi, melakukan investasi dan ekspansi usaha pada

triwulan III 2015. Kondisi ini tercermin pada kinerja investasi Jawa Timur berdasarkan hasil

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengalami perlambatan, terindikasi dari penurunan

angka Saldo Bersih Tertimbang (SBT) dari 17,55 pada Triwulan II 2015 menjadi 12,93.

Perlambatan terutama didorong oleh penurunan investasi pada sektor perdagangan besar dan

eceran, serta sektor industri pengolahan. Kecenderungan pelaku usaha untuk menahan

investasi tercermin melalui penurunan impor barang modal dari 0,8% (yoy) menjadi -27%

(yoy) dan impor bahan baku dari -16,9% (yoy) menjadi -23,2% (yoy) pada triwulan III 2015.

Hal tersebut menjadi faktor penyebab penurunan rata-rata suku bunga kredit modal kerja dan

investasi belum direspon dengan pertumbuhan penyaluran kredit yang signifikan.

80

Peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi ditengah kenaikan suku bunga kredit

konsumsi diperkirakan dipengaruhi oleh relaksasi kebijakan makroprudensial melalui

pelonggaran LTV (Loan to Value) dan FTV (Financing to Value). Kondisi ini tercermin dari

peningkatan pertumbuhan kredit pemilikan Ruko/Rukan dari -36,56% (yoy) menjadi 24,09%

(yoy), kredit pemilikan rumah (KPR) dari 9,3% (yoy) menjadi 10,58% (yoy), serta kredit

kendaraan bermotor dari 10,87% (yoy) menjadi 16,80% (yoy).

Berdasarkan hasil analisis KPw BI Provinsi Jawa Timur sebagaimana diulas lengkap pada

Box Peranan Perbankan dalam Perekonomian Jawa Timur Jangka Panjang, bahwa walaupun

kredit perbankan masih melambat, namun pertumbuhan riilnya masih berada pada kisaran

tren jangka panjang. Kredit modal kerja masih cenderung berada pada rentang bawah,

sedangkan kredit investasi telah kembali kepada pola normal tren jangka panjangnya. Di sisi

lain, kredit konsumsi cenderung berada pada rentang atas tren jangka panjangnya.

Sementara itu, rasio kredit terhadap PDRB Jawa Timur juga menunjukkan kondisi yang

cenderung mengarah ke bias bawah tren jangka panjangnya. Kondisi ini menunjukkan

pentingnya upaya untuk mendorong pertumbuhan kredit modal kerja dan mendapatkan

komitmen perbankan dalam meningkatan fungsi intermediasi, sehingga pada akhirnya dapat

menstimulus pertumbuhan ekonomi Jawa Timur

Likuiditas Bank Umum (tercermin dari rasio LDR) di Jawa Timur secara kumulatif relatif

baik, yaitu sebesar 88,01%. Namun LDR kelompok bank pemerintah dam kelompok bank

asing terhitung tinggi, yakni masing-masing mencapai 96,89% dan 105,88% atau telah

melewati batas LDR maksimal sebesar 92% (PBI No.15/7/PBI/2013). Tingginya LDR bank asing

tersebut dikarenakan bank asing memiliki sumber dana lainnya diluar dana pihak ketiga yaitu

dana dari perusahaan induknya.

Walaupun LDR relatif tinggi, namun likuiditas perbankan Jawa Timur relatif terjaga. Hal

ini tercermin dari komponen alat likuid yang meskipun didominasi deposito jangka waktu 1

bulan, namun perbankan telah melakukan mitigasi risiko likuiditas yang cukup baik dengan

menempatkan dana pada pos-pos aktiva yang likuid, seperti antar bank aktiva (ABA) dan

surat-surat berharga (SSB) yang tersedia untuk dijual (Available For Sale). ABA pada periode

laporan mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 17,19% (yoy) pada Triwulan II

2015 menjadi 58,43% (yoy), begitu pula dengan SSB yang meningkat dari 44,01% (yoy)

menjadi 76,20% (yoy). Risiko likuiditas juga diantisipasi melalui fasilitas lending facility

interbank (overnight) yang dapat dimanfaatkan oleh perbankan.

81

Grafik 3. 17 Komposisi Kredit per Penggunaan

Grafik 3. 18 Pergerakan Suku Bunga Kredit dan BI

Rate

Grafik 3. 19 Pergerakan LDR per Kelompok Bank (%)

Grafik 3. 20 Pergerakan NPL (%)

Dari sisi kualitas kredit, perbaikan ekonomi serta peningkatan sikap kehati-hatian

masyarakat ditengah kondisi ekonomi yang belum cukup kondusif, mendorong perbaikan

risiko kredit, tercermin dari turunnya rasio NPL dari 2,22% menjadi 2,19%. Berdasarkan

kelompok bank, penurunan ini terutama didorong turunnya rasio NPL kelompok bank

pemerintah dari 2,82% menjadi 2,75%. Selain itu, juga terdapat penurunan pertumbuhan

nilai nominal NPL sebesar 0,98% (mtm), sementara nilai nominal kredit masih meningkat

sebesar 1,75% (mtm).

3.2.3.1. Penyaluran Kredit di Sektor Utama Penopang Perekonomian Jawa Timur

Sejalan dengan struktur perekonomian Jawa Timur yang ditopang oleh sektor Industri

Pengolahan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, serta sektor Pertanian, kredit perbankan

juga didominasi oleh sektor-sektor tersebut, kecuali sektor pertanian. Pada triwulan III 2015,

penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan sebesar Rp107,73 triliun (pangsa 30%) dan

sektor perdagangan sebesar Rp93,87 triliun (pangsa 26%). Sementara kredit kepada sektor

pertanian masih cenderung rendah dengan nominal Rp9,77 triliun (pangsa 3%). Pertumbuhan

tahunan (yoy) kredit sektor pertanian melambat dari -1,48% menjadi -3,62%, sejalan dengan

perlambatan kinerja sektor pertanian dari 5,2% (yoy) menjadi 3,1% (yoy) pada Triwulan III

82

2015 karena berakhirnya musim panen raya. Namun demikian, panen komoditas hortikultura

serta tingginya permintaan hewan ternak besar menjelang Hari Raya Idul Adha yang terjadi

pada triwulan III 2015 masih mampu menopang kinerja pertanian dan mendorong penurunan

NPL sektor ini dari 5,24% menjadi 4,39%.

Sementara itu, kucuran kredit kepada sektor industri pengolahan melambat dari

17,54% (yoy) menjadi 14,45% (yoy) dipengaruhi kecenderungan pelaku usaha menahan

investasi di tengah berbagai tekanan kondisi global maupun domestik. Tekanan global

diakibatkan pelemahan permintaan negara mitra dagang, serta penguatan nilai tukar dollar AS

yang berdampak pada peningkatan biaya bahan baku dan mesin-mesin pendukung produksi.

Sementara tekanan domestik dipengaruhi penurunan penghasilan dampak keputusan PHK

beberapa perusahaan. Kondisi ini menciptakan pesimisme masyarakat akan kondisi ekonomi

kedepan yang mengakibatkan kecenderungan masyarakat menahan konsumsi sehingga

permintaan turun.

Sebaliknya, kredit sektor perdagangan besar dan eceran justru meningkat dari 8,54%

(yoy) menjadi 10,58% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan tingginya kebutuhan dana untuk

melakukan kegiatan usaha perdagangan yang tercermin melalui peningkatan kinerja ekspor

luar negeri Jawa Timur dari -4,2% (yoy) menjadi 1,6% (yoy).

Grafik 3. 21 Proporsi Kredit Sektoral

Dari sisi kualitas kredit, sektor pertambangan mengalami kenaikan rasio NPL paling

tinggi dari 12,59% menjadi 13,93%. Peningkatan tersebut sejalan dengan tingginya tekanan

yang dialami sektor tersebut, antara lain pelemahan harga komoditas minyak dunia, turunnya

harga komoditas batu bara dan penurunan produksi atau lifting minyak yang disebabkan

tertundanya pembangunan pusat fasilitas pemrosesan akibat kerusuhan di Lapangan Banyu

Urip Blok Cepu awal Agustus 2015.

83

Grafik 3. 22 Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL

Sektor Pertanian

Grafik 3. 23 Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL Sektor

Industri Pengolahan

Grafik 3. 24 Pertumbuhan PDRB, Kredit dan NPL

Sektor Perdagangan

Grafik 3. 25 NPL Kredit Sektoral

3.2.3.2. Penyaluran Kredit Secara Spasial Kedaerahan

Secara spasial, penyaluran kredit bank umum masih terkonsentrasi di 5 (lima)

kabupaten/kota (share 78,94%) yaitu Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Kediri, Kabupaten

Gresik dan Kabupaten Jember dengan NPL yang terjaga (di bawah batas 5%). Namun,

terdapat beberapa wilayah dengan NPL yang relatif tinggi seperti Kabupaten Jombang

(6,35%), Kabupaten Madiun (6,30%) dan Kota Pasuruan (6,28%).

Dari 5 (lima) wilayah dengan share kredit terbesar di Jawa Timur, 2 (dua) diantaranya

mengalami peningkatan pertumbuhan kredit yaitu Kabupaten Gresik dari 14,13% (yoy)

menjadi 42,93% (yoy) dan Kota Surabaya dari 12,21% (yoy) menjadi 13,32% (yoy).

Sementara 3 (tiga) wilayah lainnya melambat, yaitu Kabupaten Jember dari 7,68% (yoy)

menjadi -18,21% (yoy), Kota Malang dari 3,08% (yoy) menjadi 2,48% (yoy) dan Kota Kediri

dari 10,72% (yoy) menjadi 2,86% (yoy). Pertumbuhan kredit tahunan tertinggi di Jawa Timur

terjadi di Kabupaten Kediri (128,92%), Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo (20,59%),

Kabupaten Ponorogo (15,69%) dan Kota Blitar (15,40%).

84

Grafik 3. 26 Proporsi Kredit Bank Umum

Spasial

Grafik 3. 27 NPL Bank Umum Spasial

Grafik 3. 28 Pertumbuhan Kredit Bank Umum Spasial

3.2.4. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

3.2.4.1. Penyaluran Kredit UMKM Secara Umum

Berbeda dengan kondisi perlambatan pertumbuhan agregat kredit bank umum, pada

triwulan III 2015 kredit UMKM meningkat dari 6,92% (yoy) menjadi 9,96% (yoy), meskipun

belum mampu melampaui pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang

mencapai 13,39% (yoy). Penurunan suku bunga kredit UMKM dari 14,60% menjadi 14,39%

diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan kredit UMKM tersebut. Kondisi

ini turut mengindikasikan ketahanan UMKM Jawa Timur menghadapi kondisi penguatan nilai

tukar dollar AS, mengingat UMKM mayoritas masih menggunakan bahan baku dalam negeri.

Grafik 3. 29 Pertumbuhan Kredit UMKM

Grafik 3. 30 NPL Kredit UMKM

85

Berdasarkan skala usahanya, kredit UMKM didominasi oleh usaha menengah (Rp48,3

triliun, pangsa 48%) diikuti skala usaha kecil (Rp30 triliun, pangsa 30%) dan skala usaha

mikro (Rp21,9 triliun, pangsa 22%). Peningkatan kinerja penyaluran kredit terutama terjadi

pada skala usaha menengah dari 7,60% (yoy) menjadi 12,49% (yoy).

Penyaluran kredit UMKM mayoritas ditujukan untuk tiga sektor utama yakni sektor

perdagangan (56,30%), industri pengolahan (13,33%), dan pertanian (6,47%). Pertumbuhan

kredit terutama terjadi pada kredit sektor perdagangan besar dan eceran dari 9,81% (yoy)

menjadi 11,95% (yoy), sektor industri pengolahan dari 8,72% (yoy) menjadi 15,89% (yoy),

serta sektor perantara keuangan yang tumbuh membaik dari -29,20% (yoy) menjadi -8,62%

(yoy). Tingginya pertumbuhan kredit di ketiga sektor ini sejalan dengan peningkatan kinerja

lapangan usaha pada Triwulan III 2015, khususnya sektor perantara keuangan dengan

peningkatan kinerja yang cukup signifikan dari 1,8% (yoy) pada Triwulan II 2015 menjadi

6,7% (yoy).

Grafik 3. 31 Persentase Penyaluran Kredit UMKM di Jatim Berdasarkan Lokasi Proyek

Berdasarkan kelompok bank, bank pemerintah masih mendominasi penyaluran kredit

UMKM (Rp57,74 triliun, pangsa 58%), disusul Bank Swasta (Rp41,20 triliun, pangsa 41%) dan

Bank Asing (Rp1,27 triliun, pangsa 1%). Bank Indonesia terus mendorong penyaluran kredit

UMKM dengan menetapkan milestone target proporsi kredit UMKM. Pada tahun 2015, target

yang ditetapkan Bank Indonesia adalah 5%, tahun 2016 sebesar 10%, tahun 2017 sebesar

15% dan minimal 20% di tahun 2018 (Peraturan Bank Indonesia No.14/12/PBI/2012). Selain

itu kebijakan Bank Indonesia yang mulai berlaku tanggal 1 Agustus 2015 dimana BI

memperlonggar batas LFR (Loan to Funding Ratio) menjadi 94% bagi bank yang sudah

memenuhi pencapaian tertentu kredit UMKM dengan kualitas kredit yang baik (Peraturan

Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015), diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong kinerja

kredit UMKM, walaupun NPL sedikit meningkat pada periode ini.

86

Grafik 3. 32 Proporsi Kredit UMKM berdasarkan Skala Usaha

Grafik 3. 33 Kredit UMKM per Kelompok Bank

3.2.4.2. Penyaluran Kredit UMKM Secara Spasial Kedaerahan

Sejalan dengan penyebaran kredit Jawa Timur secara umum, kredit UMKM secara

spasial juga terkonsentrasi di 5 wilayah dengan pangsa keseluruhan mencapai 63,58%,

meliputi Kota Surabaya (41,95%), Kota Malang (8,59%), Kota Kediri (4,8%), Kabupaten

Jember (4,57%) dan Kabupaten Sidoarjo (3,67%).

Pertumbuhan kredit UMKM tertinggi terjadi di Kabupaten Kediri 151,18% (yoy), Kota

Mojokerto 25,21% (yoy) dan Kota Blitar 24,99% (yoy). Kota Surabaya yang memiliki pangsa

penyaluran kredit UMKM terbesar tumbuh sebesar 14,06% (yoy) meningkat dibandingkan

Triwulan II 2015 yang hanya 7,08% (yoy).

Dari sisi kualitas kredit, mayoritas daerah memiliki rasio NPL kredit UMKM di bawah

5%, namun demikian terdapat peningkatan jumlah kabupaten/kota dengan rasio NPL kredit

UMKM diatas 5% dari 4 menjadi 10 kabupaten/kota. Mengingat tingginya rasio NPL di suatu

daerah dapat mencerminkan tingkat risiko dan ketahanan daerah tersebut dalam menghadapi

tekanan makroekonomi, maka perlu adanya mitigasi risiko agar risiko kredit dapat

diminimalkan dan di lain sisi dapat mendorong peningkatan kredit UMKM.

Grafik 3. 34 Share Kredit UMKM Kab/Kot

Grafik 3. 35 Pertumbuhan Kredit UMKM Kab/Kot

87

Grafik 3. 36 NPL Kredit UMKM Kab/Kot

Grafik 3. 37 Komposisi Penyaluran Kredit Kab/Kot

3.3. Perbankan Syariah

Sejalan dengan bank umum konvensional, kinerja perbankan syariah khususnya

penyaluran pembiayaan juga mengalami perlambatan. Pembiayaan perbankan syariah

mencapai Rp19,94 triliun pada triwulan III 2015 atau tumbuh 6,44% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan di triwulan ini meneruskan perlambatan yang terjadi pada triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar 7,7% (yoy), dan bahkan lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang

tumbuh 32,97% (yoy). Melambatnya pembiayaan menyebabkan perlambatan pertumbuhan

aset perbankan syariah dari 4,28% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 3,54% (yoy).

Tabel 3. 3 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah di Jawa Timur

IV I II III IV I II III

Total Aset 21.450 21.824 23.051 23.425 24.986 24.057 24.037 24.253

15.011 15.790 18.421 18.730 19.086 18.984 19.854 19.936

Modal Kerja 6.856 7.448 6.728 7.698 8.038 7.731 8.243 8.370

Investasi 2.767 2.984 3.322 3.163 3.367 3.610 3.773 3.902

Konsumsi 5.388 5.357 8.371 7.869 7.681 7.644 7.838 7.664

2,59 3,74 3,35 3,67 3,83 4,63 4,47 4,22

Dana 16.912 16.269 16.591 17.356 19.043 18.728 16.941 17.852

Giro 985 843 1.291 1.184 1.447 1.898 1.319 1.311

Tabungan 6.501 6.234 6.435 6.850 7.735 7.386 7.249 7.719

Deposito 9.426 9.193 8.865 9.322 9.861 9.445 8.373 8.821

88,76 97,05 111,03 107,92 100,23 101,37 117,20 111,68

2015

Pembiayaan

NPF (%)

FDR (%)

2014INDIKATOR UTAMA

BANK SYARIAH

(Miliar Rp)

2013

88

3.3.1. Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah

Berdasarkan jenis penggunaannya, pembiayaan modal kerja mengalami perlambatan

paling dalam, dari 22,52% (yoy) pada triwulan II 2015 menjadi 8,73% (yoy). Sementara itu,

pembiayaan investasi meningkat dari 13,57% (yoy) menjadi 23,38% (yoy), begitu pula dengan

pembiayaan konsumsi yang tumbuh membaik dari -6,36% (yoy) menjadi -2,61% (yoy).

Grafik 3. 38 Perkembangan Indikator Perbankan

Syariah (yoy)

Grafik 3. 39 Perkembangan Pembiayaan per Jenis

Penggunaan (yoy)

Iklim usaha yang belum cukup baik pada triwulan III 2015 diperkirakan menjadi

pendorong perlambatan pembiayaan modal kerja meskipun rata-rata bagi hasil pembiayaan

mengalami penurunan dari 20,81% menjadi 19,89%. Rata-rata bagi hasil pembiayaan modal

kerja perbankan syariah yang lebih tinggi dibanding suku bunga kredit bank konvensional

(11,70%) turut mempengaruhi preferensi masyarakat pada produk keuangan bank

konvensional.

Kondisi yang berbeda terjadi pada pembiayaan investasi dan konsumsi, dimana

penurunan rata-rata bagi hasil pembiayaan mendorong peningkatan penyaluran kedua jenis

pembiayaan ini. Rata-rata bagi hasil pembiayaan investasi menurun dari 14,56% menjadi

14,04% dengan pertumbuhan pembiayaan meningkat dari 13,57% (yoy) menjadi 23,38%

(yoy). Demikian pula dengan rata-rata bagi hasil pembiayaan konsumsi yang menurun dari

12,61% menjadi 11,74% turut mendorong peningkatan pertumbuhan pembiayaan dari

sebelumnya -6,36% (yoy) menjadi -2,61% (yoy). Selain itu, perbaikan rasio NPF untuk kedua

jenis pembiayaan ini menjadi faktor pendorong bagi perbankan syariah untuk meningkatkan

penyaluran pembiayaan.

89

Grafik 3. 40 Proporsi Pembiayaan per Jenis

Penggunaan Bank Syariah

Grafik 3. 41 Pergerakan Bagi hasil Pembiayaan Modal Kerja

Bank Konvensional dan Syariah

Grafik 3. 42 Pergerakan Bagi Hasil Pembiayaan Investasi

Bank Konvensional dan Syariah

Grafik 3. 43 Pergerakan Bagi Hasil Pembiayaan

Konsumsi Bank Konvensional dan Syariah

3.3.2. Penghimpunan Dana Perbankan Syariah

Berbeda dengan Bank Umum, penghimpunan dana perbankan syariah meningkat dari

2,11% (yoy) menjadi 2,86% (yoy), meskipun masih jauh lebih rendah dibanding kondisi pada

periode yang sama tahun sebelumnya yang pertumbuhannya mencapai 23,74% (yoy).

Peningkatan kinerja penghimpunan dana didorong oleh peningkatan pada tiga komponen

dana pihak ketiga perbankan syariah. Komponen giro menunjukkan peningkatan yang

signifikan dibandingkan komponen lainnya dengan lonjakan pertumbuhan dari 2,13% (yoy)

menjadi 10,78% (yoy). Komponen deposito turut mencatat perbaikan pertumbuhan meskipun

masih tumbuh negatif dari -5,55% (yoy) menjadi -5,37% (yoy). Begitu pula dengan komponen

tabungan yang sedikit meningkat dari 12,65% (yoy) menjadi 12,69% (yoy).

90

Grafik 3. 44 Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah

Grafik 3. 45 Proporsi DPK Perbankan Syariah

Peningkatan komponen giro sejalan dengan peningkatan bagi hasil dari 1,20%

menjadi 1,21%, sementara peningkatan komponen tabungan dan deposito dipengaruhi

tingkat bagi hasil perbankan syariah yang cenderung lebih tinggi dibandingkan suku bunga

komponen tabungan dan deposito bank konvensional.

Grafik 3. 46 Pergerakan Bagi Hasil Tabungan Bank

Konvensional dan Syariah

Grafik 3. 47 Pergerakan Bagi Hasil Deposito Bank

Konvensional dan Syariah

Risiko kredit yang tercermin dari rasio NPF tercatat sebesar 4,22%, turun dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mencapai 4,47%, namun masih lebih tinggi dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya yang hanya 3,67%. Perbaikan rasio NPF ini dipengaruhi

konsolidasi internal yang terjadi di perbankan syariah pada periode laporan. Sementara itu,

rasio likuiditas yang tercermin dari rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) menurun ke posisi

111,68% setelah pada triwulan sebelumnya mencapai 117,20%, karena lebih tingginya

kinerja penghimpunan dana dibandingkan penyaluran pembiayaan.

91

Grafik 3. 48 Pergerakan Bagi Hasil Giro Bank,

Konvensional dan Syariah

Grafik 3. 49 NPF dan FDR Perbankan Syariah

3.3.3. Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Spasial Kedaerahan

Secara spasial, penyaluran pembiayaan perbankan syariah hanya terkonsentrasi pada 5

(lima) kabupaten/kota (94%), yaitu Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, Kota

Kediri, serta Kabupaten Jember. Pertumbuhan pembiayaan tertinggi pada triwulan III 2015

terjadi di Jember (405,49%). Kabupaten/kota lain yang mengalami peningkatan pertumbuhan

pada periode laporan adalah Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kota Malang,

Kabupaten Madiun, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Banyuwangi.

Kualitas pembiayaan syariah secara spasial masih relatif buruk, tercermin dari 12

kabupaten/kota di Jawa Timur yang memiliki pembiayaan perbankan syariah, hanya 4 wilayah

yang memiliki rasio NPF di bawah 5% yaitu Kabupaten Gresik (4,55%), Kabupaten Pamekasan

(3,27%), Kota Madiun (2,84%) dan Kota Surabaya (2,58%). Tingginya rasio NPF di beberapa

daerah di Jawa Timur tersebut lebih disebabkan perlambatan penyaluran pembiayaan yang

lebih dalam dibandingkan perlambatan NPF. Dibandingkan triwulan II 2015, nominal NPF

menurun, namun karena pembiayaan turun lebih dalam rasio NPF masih relatif meningkat.

Sebagai contoh, nominal NPF di Kota Blitar turun 0,49% (qtq) sedangkan pembiayaan

turun 4,5% (qtq) sehingga NPF Kota Blitar mencapai 30,43%, lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya (29,20%). Begitu pula dengan Kabupaten Bojonegoro, dimana penurunan NPF

yang sebesar 14,44% (qtq) juga diikuti penurunan pembiayaan sebesar 0,71% (qtq) sehingga

NPF tetap stabil pada level 13,46%. Kondisi kemarau panjang yang terjadi pada Triwulan III

2015, di satu sisi menyebabkan musim tanam bergeser sehingga petani belum membutuhkan

pembiayaan untuk mengelola sawahnya. Sementara itu, di sisi lain perbankan juga lebih

berhati-hati dalam penyaluran pembiayaan kepada sektor pertanian di kedua sentra produksi

tersebut karena potensi rendahnya produksi yang akan mempengaruhi kemampuan

membayar petani.

92

Grafik 3. 50 Proporsi Pembiayaan Syariah Spasial

Grafik 3. 51 NPF Pembiayaan Syariah Spasial

Grafik 3. 52 Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Spasial

Grafik 3. 53 Pertumbuhan Pembiayaan Syariah Spasial

Tw II 2015

3.4. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Penyaluran kredit BPR masih melambat, searah dengan kinerja kredit bank umum dan

bank syariah. Kredit BPR pada triwulan III 2015 tumbuh 7,73% (yoy) melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,89% (yoy), serta triwulan III 2014 yang mencapai

12,89% (yoy). Dibandingkan triwulan sebelumnya, pertumbuhan kredit BPR turun sebesar

2,16%, lebih tinggi dibandingkan penurunan pada bank umum (0,32%) dan perbankan

syariah (1,34%). Perlambatan kredit secara langsung mempengaruhi komponen aset yang

turut tumbuh melambat dari 13,93% (yoy) menjadi 12,53% (yoy).

Tabel 3. 4 Perkembangan Indikator BPR Jawa Timur

2013

IV I II III IV I II III

8.899 9.154 9.436 9.798 10.226 10.352 10.750 11.026

6.841 7.252 7.716 7.769 7.753 7.979 8.479 8.370

Modal Kerja 4.585 4.853 5.212 5.216 5.149 5.291 5.655 5.561

Investasi 249 267 268 278 284 301 322 311

Konsumsi 2.008 2.133 2.236 2.276 2.320 2.386 2.503 2.498

3,61 4,18 4,40 5,04 4,83 5,75 5,98 6,42

5.448 5.617 5.741 5.958 6.241 6.334 6.468 6.771

Deposito 3.670 3.809 3.935 4.117 4.240 1.984 1.923 2.055

Tabungan 1.778 1.809 1.807 1.841 2.000 4.349 4.544 4.716

125,57 129,10 134,40 130,41 124,24 125,97 131,10 123,61

2015

Kredit

Total Asset

LDR (%)

Dana (dpk)

NPL (%)

2014INDIKATOR

UTAMA BPR

(Miliar Rp)

93

Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit investasi mengalami perlambatan

signifikan dari 20,02% (yoy) menjadi 11,99% (yoy), disusul kredit konsumsi dari 11,94% (yoy)

menjadi 9,77% (yoy) dan kredit modal kerja dari 8,49% (yoy) menjadi 6,61% (yoy).

Peningkatan rasio NPL telah mendorong meningkatnya kehati-hatian perbankan dan

berdampak pada perlambatan kinerja penyaluran kredit periode laporan, disamping

permintaan kredit yang belum cukup kuat karena perlambatan ekonomi.

Dari sisi penghimpunan dana, DPK BPR mencapai Rp6,77 triliun atau tumbuh 13,65%

(yoy) lebih tinggi dibanding periode sebelumnya 12,66% (yoy) didorong oleh peningkatan

tabungan dari 6,47% (yoy) menjadi 11,66% (yoy).

Grafik 3. 54 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan

Grafik 3. 55 Proporsi Kredit per Jenis

Penggunaan

Tingkat intermediasi BPR yang tercermin dari LDR BPR menurun di triwulan III 2015

dari 131,10% menjadi 123,61%, terutama dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan

kredit. Rasio LDR yang berada di atas 100% ini menunjukkan bahwa BPR menggunakan

sumber dana lain selain DPK untuk membiayai kreditnya, khususnya dana dari modal sendiri.

Grafik 3. 56 Pertumbuhan DPK per Jenis Simpanan BPR

Grafik 3. 57 Proporsi DPK BPR

Dari sisi kualitas kredit, rasio NPL BPR meningkat dari 5,98% menjadi 6,42%

meneruskan peningkatan yang terjadi sejak triwulan I 2015. Berdasarkan penggunaannya,

94

kondisi tersebut didorong peningkatan rasio NPL kredit investasi dari 9,23% menjadi 15,54%,

serta peningkatan rasio NPL kredit modal kerja dari 7,64% menjadi 7,72%. Secara sektoral,

peningkatan rasio NPL BPR terutama berasal dari rasio NPL sektor konstruksi yang meningkat

dari 5,31% menjadi 6,97%, serta rasio NPL sektor listrik, gas dan air yang naik dari 7,75%

menjadi 12,79%. Peningkatan rasio NPL juga terjadi pada sektor utama Jawa Timur yakni

sektor perdagangan besar dan eceran yang meningkat dari 7,55% menjadi 9,19% dan sektor

pertanian dari 6,14% menjadi 6,78%. Sementara itu, rasio NPL sektor industri pengolahan

relatif membaik dari 9,57% menjadi 9,56%.

Grafik 3. 58 Pergerakan LDR dan NPL (%) BPR

Secara spasial, penyaluran kredit BPR lebih merata di seluruh kabupaten/kota Jawa

Timur dibandingkan dengan Bank Umum dan perbankan syariah yang hanya terkonsentrasi di

5 kabupaten/kota. Beberapa wilayah utama penyaluran kredit BPR diantaranya Kabupaten

Sidoarjo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember dan Kabupaten

Lamongan. Hal ini berkorelasi dengan jumlah BPR di suatu wilayah serta volume usaha

masing-masing BPR.

Grafik 3. 59 Komposisi Jumlah BPR Kabupaten/Kota Jawa Timur

Dari 5 (lima) wilayah utama penyaluran kredit BPR yang meraup pangsa 34,87%,

seluruh wilayah menunjukkan perlambatan kredit khususnya Kabupaten Lamongan dari

95

18,37% (yoy) menjadi 14,25% (yoy). Sementara itu, wilayah yang mengalami perbaikan

pertumbuhan kredit cukup tinggi diantaranya Kota Surabaya dari -62,98% (yoy) menjadi

2,90% (yoy), Kota Kediri dari -52,54% (yoy) menjadi -2,45% (yoy), serta Kota Probolinggo

dari -34,95% (yoy) menjadi 5,45% (yoy).

Berdasarkan kualitas kredit, terdapat 20 kabupaten/kota yang mencatat rasio NPL di

atas 5%. Tingginya rasio NPL ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal BPR. Secara

internal, keterbatasan kuantitas dan kapasitas sumber daya manusia di beberapa BPR untuk

melakukan monitoring kredit yang disalurkan menyebabkan proses identifikasi prospek

kelangsungan usaha debitur menjadi terhambat. Sementara dari sisi eksternal, mayoritas

nasabah BPR adalah UMKM dengan daya saing yang relatif rendah.

Grafik 3. 60 Proporsi Kredit BPR Spasial

Grafik 3. 61 Pertumbuhan Kredit BPR Spasial

Grafik 3. 62 Pertumbuhan Kredit BPR Spasial

3.5. Bank Berkantor Pusat di Surabaya

Kinerja kredit dan DPK 6 (enam)7 Bank Umum yang berkantor pusat di Surabaya pada

triwulan III 2015 turut melambat meskipun aset masih tumbuh dari 25,76% (yoy) menjadi

28,50% (yoy). Peningkatan aset didorong peningkatan penempatan pada surat berharga dari

50,33% (yoy) menjadi 64,61% (yoy), serta aset antar kantor dari 29,06% (yoy) menjadi

1)6 Bank BerkantorPusat di kota Surabaya : Bank Jatim, Bank Maspion, Bank Antar Daerah (Bank Anda), Bank

Amar, Bank Centratama Nasional Bank (CNB) dan Bank Prima Master.

96

41,59% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit melambat dari 15,06% (yoy) menjadi

13,86% (yoy), terutama didorong oleh perlambatan kredit konsumsi dari 12,84% (yoy)

menjadi 10,37% (yoy), serta kredit modal kerja dari 16,08% (yoy) menjadi 14,89% (yoy).

Melambatnya pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan melambatnya pertumbuhan

DPK, menyebabkan bank mengalokasikan dananya pada surat berharga dan aset antar kantor

sebagai cadangan likuiditas.

Tabel 3. 5 Perkembangan Indikator Bank Berkantor Pusat di Surabaya

Grafik 3. 63 Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan

Grafik 3. 64 Proporsi Kredit per Jenis

Penggunaan

Dari sisi penghimpunan dana, kinerja 6 bank tersebut melambat dari 19,72% (yoy)

menjadi 19,64% (yoy) didorong perlambatan deposito dari 22,29% (yoy) menjadi 16,84%

(yoy) karena turunnya suku bunga deposito dari 7,91% menjadi 7,84%. Perlambatan deposito

terutama terjadi pada deposito milik pemerintah, sehingga turut mengkonfirmasi peningkatan

konsumsi pemerintah khususnya untuk pembangunan berbagai infrastruktur pada triwulan III

2015.

Bank Kantor

Pusat Jawa Timur2013

(Miliar Rp) IV I II III IV I II IIITotal Aset 41.270 45.085 55.192 56.018 48.653 61.137 69.411 71.983

Pertumbuhan (% yoy) 14,83 9,26 27,20 21,48 17,89 35,61 25,76 28,50

Pertumbuhan (% qtq) -10,50 9,24 22,42 1,50 -13,15 25,66 13,53 3,71

Dana Pihak Ketiga 29.487 32.261 40.122 40.415 35.106 43.152 48.032 48.353

Pertumbuhan (% yoy) 22,88 11,94 28,65 24,59 19,06 33,76 19,72 19,64

Pertumbuhan (% qtq) -9,10 9,41 24,37 0,73 -13,14 22,92 11,31 0,67

Kredit 23.750 24.553 26.785 27.961 28.227 28.962 30.820 31.836

Pertumbuhan (% yoy) 18,45 20,15 21,42 19,68 18,85 17,95 15,06 13,86

Pertumbuhan (% qtq) 1,65 3,38 9,09 4,39 0,95 2,60 6,42 3,30

LDR (%) 80,54 76,11 66,76 69,18 80,40 67,12 64,16 65,84

NPL (%) 1,97 2,66 2,72 2,60 2,40 3,14 3,48 3,89

2014 2015

97

Grafik 3. 65 Pertumbuhan DPK per Jenis Simpanan Bank KP di

Surabaya

Grafik 3. 66 Proporsi DPK per Jenis Simpanan

Bank KP di Surabaya (yoy)

Perlambatan penyaluran kredit 6 Bank Umum tersebut dipengaruhi pula oleh

memburuknya kualitas kredit yang tercermin dari peningkatan rasio NPL dari 3,48% menjadi

3,89%. Sementara itu, rasio LDR yang masih berada di bawah ambang batas 92%, sehingga

masih tersedia ruang bagi kelompok bank tersebut untuk meningkatkan penyaluran kredit

kedepan.

Grafik 3. 67 Perkembangan LDR dan NPL Bank KP di

Surabaya

Grafik 3. 68 Komposisi Aset Bank KP Surabaya

3.6. Stabilitas Sistem Keuangan

3.6.1. Ketahanan Sektor Korporasi

Sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit pada triwulan III 2015, penyaluran

kredit korporasi turut melambat dari 16,12% (yoy) menjadi 10,59% (yoy), terutama didorong

perlambatan kredit industri pengolahan dari 22,97% (yoy) menjadi 14,35% (yoy). Sementara

itu, kredit sektor perdagangan besar dan eceran yang meningkat dari 0,83% (yoy) menjadi

4,76% (yoy), sehingga mampu menahan perlambatan yang lebih dalam pada kredit sektor

korporasi.

Berdasarkan jenis penggunaan, semua jenis kredit mengalami perlambatan

pertumbuhan. Kredit modal kerja tumbuh melambat dari 19,26% (yoy) menjadi 13,51% (yoy)

98

menjadi penyebab utama perlambatan pertumbuhan kredit sektor korporasi. Demikian pula

kredit investasi yang melambat dari 5,71% (yoy) menjadi 1,85% (yoy) dan kredit konsumsi

yang menyusut dari -2,91% (yoy) menjadi -31,52% (yoy).

Grafik 3. 69 Proporsi Kredit Sektoral Korporasi

Grafik 3. 70 Proporsi Kredit Korporasi per

Jenis Penggunaan

Grafik 3. 71 Pertumbuhan Kredit Korporasi Sektor Utama Jawa Timur

Meskipun penyaluran kredit melambat, namun kualitas penyaluran kredit korporasi

membaik, tercermin dari rasio NPL yang turun dari 1,36% menjadi 1,25%. Hampir seluruh

sektor menunjukkan perbaikan rasio NPL, kecuali beberapa sektor yang masih menunjukkan

peningkatan risiko kredit diantaranya sektor konstruksi, sektor transportasi, pergudangan dan

komunikasi, sektor perantara keuangan dan sektor pertambangan. Meskipun rasio NPL di

beberapa sektor meningkat, rasio NPL sektor korporasi secara keseluruhan masih terjaga di

bawah ambang batas 5%. Oleh karena itu, stabilitas sistem keuangan yang bersumber dari

korporasi masih dikategorikan aman.

99

Grafik 3. 72 Pertumbuhan NPL Kredit Korporasi Sektor Utama Jawa Timur

Perlambatan kinerja penyaluran kredit ditengah tren penurunan rata-rata suku bunga

kredit dari 10,47% menjadi 10,41%, serta perbaikan kualitas kredit, mencerminkan

penurunan permintaan kredit korporasi pada periode laporan. Tingginya tekanan yag dialami

dunia usaha karena perlambatan ekonomi global dan domestik, penurunan harga komoditas,

pelemahan nilai tukar rupiah, serta tingginya upah buruh, diindikasikan menjadi pendorong

utama perlambatan kredit sektor korporasi Triwulan III 2015. Korporasi melakukan upaya-

upaya efisiensi, termasuk menahan pencairan kredit (tidak menambah komponen sumber

dana pinjaman) untuk mengurangi biaya operasional.

3.6.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Berbeda dengan sektor korporasi, kinerja kredit sektor rumah tangga (RT) justru

meningkat dari 14,06% (yoy) menjadi 15,75% (yoy), terutama didorong oleh peningkatan

kredit pemilikan Ruko/Rukan yang meningkat dari -36,56% (yoy) menjadi 24,09% (yoy), kredit

pemilikan rumah-KPR dari 9,30% (yoy) menjadi 10,58% (yoy), serta kredit kendaraan

bermotor-KKB dari 10,87% (yoy) menjadi 16,80% (yoy). Namun demikian, kredit RT lainnya

yakni kredit multiguna dan kredit pemilikan apartemen-KPA menunjukkan perlambatan.

Penurunan suku bunga KP Ruko/Rukan dari 10,68% menjadi 10,54% diperkirakan

menjadi salah satu pendorong pertumbuhan kredit KP ruko/Rukan. Sementara itu, meskipun

suku bunga KPR meningkat dari 11,79% menjadi 11,86%, kinerja KPR tetap baik, terutama

terlihat dari peningkatan KPR tipe 22 s.d 70 dari 6,37% (yoy) menjadi 10,90% (yoy).

Residensial tipe menengah menjadi pilihan masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang belum

100

cukup kondusif dalam periode laporan. Kondisi ini turut terkonfirmasi dari tingginya

pembangunan proyek residensial yang ditujukan untuk segmen menengah di Jawa Timur. Dari

sisi penyaluran KKB, peningkatan pertumbuhan KKB sepeda motor dari 5,29% (yoy) menjadi

30,27% (yoy) merupakan pendorong utama pertumbuhan kredit. Kondisi ini dipengaruhi

penurunan rata-rata suku bunga dari 16,69% menjadi 16,15%. Pelonggaran kebijakan

makroprudensial melalui peningkatan rasio LTV, FTV serta penurunan uang muka KKB yang

diberlakukan sejak 18 Juni 2015 diperkirakan turut mendorong kinerja penyaluran kredit RT

yang cukup menggembirakan pada Triwulan III 2015.

Di tengah peningkatan penyaluran kredit RT, rasio NPL masih terjaga di bawah 5%,

walaupun sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,33% menjadi

1,35%. Kondisi ini diperkirakan dipengaruhi oleh tingginya pengeluaran masyarakat

menjelang perayaan hari raya Idul Fitri serta tahun ajaran baru. Pengeluaran untuk kebutuhan

yang cukup tinggi tersebut mendorong pelemahan repayment capacity debitur.

Grafik 3. 73 Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Rumah

Tangga per Jenis Penggunaan

Grafik 3. 74 Pertumbuhan KPR per Tipe

Grafik 3. 75 Posisi NPL Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan

101

3.7. Perkembangan Sistem Pembayaran

3.7.1. Transaksi Sistem Pembayaran Tunai

Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia dapat dipantau melalui beberapa

indikator seperti jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan (outflow), jumlah

aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), serta kegiatan pemusnahan

Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan uang yang tidak sesuai dengan ciri-ciri keaslian uang

Rupiah.

a. Aliran Uang Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)

Sejalan dengan perlambatan pengeluaran masyarakat serta terkendalinya inflasi,

transaksi tunai di Jawa Timur pada periode ini mengalami net inflow. Secara spasial, netflow

terbesar terjadi di Kota Surabaya karena tingginya transaksi tunai di daerah tersebut. Rasio

outflow terhadap inflow yang cukup tinggi terjadi di Kota Kediri (117%) dan Kota Surabaya

(112%). Sementara di 2 (dua) wilayah kerja BI lainnya relatif lebih rendah yakni Kab. Jember

(70%) dan Kota Malang (67%) sesuai dengan karakterisitik daerah Jember dan Malang

dengan transaksi tunai yang relatif rendah.

Grafik 3. 76 Pergerakan Inflow, Outflow, Netflow dan Inflasi

102

Tabel 3. 6 Perkembangan Inflow Outflow Jawa Timur (Miliar Rupiah)

b. Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Selain pengelolaan aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia, salah satu tugas

Bank Indonesia dalam sistem pembayaran tunai adalah memelihara kualitas uang kartal yang

diedarkan kepada masyarakat (Clean Money Policy), diantaranya melalui pemusnahan Uang

Tidak Layak Edar (UTLE) secara rutin.

Selama triwulan III 2015, sejalan dengan peningkatan inflow, jumlah nominal UTLE

turut meningkat sebesar 59,34% (yoy), berbeda dibandingkan triwulan sebelumnya yang

turun 3,44%. Secara qtq, nominal UTLE juga meningkat dari -29,05% (qtq) pada triwulan

sebelumnya menjadi 65,14%. Peningkatan nominal UTLE yang lebih tinggi dibanding

peningkatan inflow mendorong rasio UTLE terhadap inflow meningkat dari 26,32% pada

triwulan sebelumnya menjadi 27,69%. Peningkatan UTLE sejalan dengan tingginya transaksi

masyarakat Jawa Timur dalam persiapan menghadapi perayaan Hari Raya Idul Fitri serta tahun

ajaran baru sekolah, tercermin melalui peningkatan outflow dari -9,13% pada periode yang

sama tahun sebelumnya menjadi 63,72% pada Triwulan II 2015. Peningkatan outflow turut

terjadi pada Triwulan III 2015 dari 7,31% menjadi 10,95%, terutama dipengaruhi peningkatan

aktivitas ekonomi masyarakat menghadapi Hari Raya Idul Adha. Komitmen Bank Indonesia

dalam meningkatkan kualitas uang layak edar (clean money policy) melalui kegiatan

penukaran uang dan kas keliling dalam persiapan menghadapi Lebaran 2015 turut

mempengaruhi peningkatan UTLE periode laporan.

2013

TW-4 TW-1 TW-2 TW-3 TW-4 TW-1 TW-2 TW-3

SURABAYA

INFLOW 4.748 7.014 4.147 9.545 5.385 7.795 5.479 9.712OUTFLOW 7.859 4.842 5.155 9.088 7.550 4.195 9.115 10.877NETFLOW -3.110 2.171 -1.008 457 -2.165 3.599 -3.636 -1.166

MALANG

INFLOW 2.982 4.799 3.462 4.913 3.262 4.012 3.401 4.488

OUTFLOW 2.218 1.247 1.473 3.574 2.130 898 2.185 3.006

NETFLOW 764 3.551 1.989 1.339 1.131 3.114 1.215 1.482

KEDIRI

INFLOW 1.697 3.814 2.702 4.085 2.286 3.618 2.296 4.357OUTFLOW 2.831 1.915 2.944 4.452 3.626 1.868 3.478 5.088NETFLOW -1.134 1.898 -242 -367 -1.340 1.750 -1.182 -731

JEMBER

INFLOW 1.548 2.395 1.770 2.570 2.131 3.016 2.939 3.600OUTFLOW 1.508 966 1.121 2.258 1.590 674 2.727 2.523NETFLOW 40 1.429 649 311 541 2.342 212 1.076

JAWA TIMUR

INFLOW 10.975 18.022 12.081 21.113 13.063 18.441 14.114 22.155OUTFLOW 14.415 8.971 10.693 19.373 14.896 7.636 17.505 21.494NETFLOW -3.440 9.050 1.389 1.741 -1.832 10.806 -3.391 661

20152014KETERANGAN

103

Grafik 3. 77 Rasio UTLE terhadap Inflow

Dalam rangka mengendalikan jumlah uang kartal tidak layak edar yang dimusnahkan,

Bank Indonesia terus melakukan upaya sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya

perlakuan yang tepat terhadap uang kartal, antara lain melalui brosur, pamflet, serta edukasi

perbankan. Dengan demikian diharapkan usia edar uang kartal dapat lebih panjang sehingga

mengurangi besarnya volume UTLE dan mengurangi biaya percetakan uang baru.

c. Temuan Uang yang Tidak Sesuai dengan Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah

Selama triwulan III 2015, penemuan uang yang tidak sesuai dengan ciri-ciri keaslian

uang Rupiah di Jawa Timur baik melalui perbankan maupun berdasarkan laporan masyarakat

meningkat dibandingkan periode sebelumnya. Tercatat penemuan uang yang tidak sesuai

dengan ciri-ciri keaslian uang Rupiah sebanyak 9.912 lembar dalam berbagai pecahan,

meningkat 54,61% (qtq) dibanding triwulan II 2015 (-25,87%, qtq). Peningkatan terutama

terjadi di kediri sebesar 197,15% (qtq) yang mencapai 3.759 lembar dari 1.265 lembar pada

periode sebelumnya, disusul Jember dengan peningkatan sebesar 32% (qtq) atau mencapai

924 lembar dari 700 lembar pada periode sebelumnya.

Menghadapi maraknya kasus penemuan uang yang tidak sesuai dengan ciri-ciri

keaslian uang Rupiah, Bank Indonesia bersama instansi terkait terus berupaya melakukan

penanggulangan yang bersifat preventif maupun represif. Tindakan preventif dilaksanakan

melalui edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, meningkatkan

unsur pengaman pada uang baru, serta peningkatan kerjasama dengan instansi terkait di

dalam maupun luar negeri. Sementara itu, upaya penanggulangan secara represif

dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menghukum pembuat maupun

pengedar uang yang tidak sesuai dengan ciri-ciri keaslian uang Rupiah sesuai dengan

ketentuan perundang - undangan yang berlaku.

104

Grafik 3. 78 Statistik Uang yang Tidak Sesuai Ciri - ciri Keaslian

Uang Rupiah yang Ditemukan

Grafik 3. 79 Proporsi Uang Tidak Sesuai Ciri-

ciri Keaslian Uang Rupiah yang Ditemukan

3.7.2. Transaksi Sistem Pembayaran Non Tunai

Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia

melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sistem BI-RTGS adalah

muara seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia. Sebagian besar transaksi

keuangan nasional bernilai besar dan bersifat mendesak seperti transaksi di Pasar Uang Antar

Bank (PUAB), transaksi di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta asing (valas)

serta settlement hasil kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS.

Transaksi pembayaran Non Tunai masih mendominasi transaksi masyarakat. Hal ini

didukung oleh kemudahan transaksi, apalagi untuk nominal besar. Proporsi transaksi non

tunai terhadap total transaksi pada Triwulan III 2015 sebesar 89,99% lebih rendah dibanding

kondisi Triwulan II 2015 sebesar 94,89% dengan nominal transaksi non tunai mencapai

Rp392,28 Triliun, sedangkan nominal transaksi tunai mencapai Rp43,65 Triliun. Kondisi ini

dipengaruhi tingginya kebutuhan uang tunai masyarakat sejalan dengan perayaan hari besar

keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha pada periode laporan.

Grafik 3. 80 Proporsi Transaksi Tunai dan Non Tunai di Jawa Timur

105

a. Transaksi BI-RTGS ( Real Time Gross Settlement)

Sistem BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap

transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI RTGS berperan penting dalam aktivitas

transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk

High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar (>Rp100 juta). Transaksi HPVS

saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di Indonesia sehingga dapat

dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan.

Sejalan dengan aktivitas perekonomian yang melambat di triwulan III 2015, transaksi

non tunai menggunakan RTGS juga melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

Perlambatan terjadi baik secara nominal (-4,79%-qtq) maupun volume (-1,17%-qtq). Namun

bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, nominal RTGS meningkat

sebesar 10,53% (yoy), sedangkan volume RTGS masih turun sebesar 31,30% (yoy).

Grafik 3. 81 Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa

Timur

Grafik 3. 82 Transaksi RTGS Spasial Jawa Timur

Volume transaksi RTGS menggambarkan aktivitas perekonomian di masyarakat. Kota

Surabaya sebagai kota yang memiliki skala ekonomi terbesar di Jawa Timur, yakni dengan nilai

PDRB mencapai 25% nilai PDRB Jawa Timur, mendominasi transaksi RTGS di Jawa Timur baik

dari sisi volume (67%) maupun nominal (81%). Kinerja RTGS Kota Surabaya pada triwulan III

2015 melambat secara nominal (-5,64%, qtq), meskipun secara volume menunjukkan

peningkatan (0,23%), sejalan dengan perlambatan konsumsi masyarakat Jawa Timur.

b. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

SKNBI merupakan sarana transfer dana non tunai secara ritel selain RTGS dengan

nominal transaksi yang lebih kecil. Di Jawa Timur, penyelenggaraan kegiatan kliring

dilaksanakan di 4 (empat) Kantor Perwakilan Bank Indonesia di wilayah Jawa Timur yaitu

Surabaya, Malang, Kediri dan Jember. Untuk meningkatkan pelayanan transaksi kliring pada

nasabah, Bank Indonesia juga membuka kesempatan bagi institusi yang ingin menjadi

106

Penyelenggara Kliring Lokal (PKL). Saat ini, di Jawa Timur sudah ada 7 PKL di berbagai kota

(Jombang, Mojokerto, Lamongan, Tuban, Bojonegoro, Pamekasan dan Sumenep).

Sejalan dengan perlambatan transaksi RTGS, nominal dan volume transaksi SKNBI di

triwulan III 2015 turut melambat dibandingkan periode sebelumnya. Perlambatan terjadi baik

secara nominal (-4,81%, qtq) maupun volume (-7,91%). Bila dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya, nominal kliring turut mengalami penurunan sebesar 12,58%

(yoy), begitu juga dengan volume kliring turun sebesar 12,15% (yoy).

Secara spasial, Kota Surabaya memiliki transaksi kliring terbesar di Jawa Timur dengan

share nominal kliring mencapai 80%, sedangkan share volume kliring mencapai 79%. Sejalan

dengan kondisi kliring Jawa Timur, dibandingkan periode sebelumnya, kliring Kota Surabaya

turut mengalami penurunan volume (-14,75%, qtq) dan penurunan nominal (-11,81%, qtq).

Demikian pula jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, kliring volume

turun 8,9% (yoy), sedangkan kliring nominal turun 9,54% (yoy).

Grafik 3. 83 Transaksi Kliring di Jawa Timur

Grafik 3. 84 Transaksi Kliring Spasial di Jawa Timur

107

BOKS V

Peranan Perbankan dalam Perekonomian Jawa Timur Jangka

Panjang

Kredit perbankan merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan perekonomian

suatu daerah selain APBD, investasi, utang luar negeri dan sumber pembiayaan lainnya.

Provinsi Jawa Timur tergolong daerah yang mengandalkan kredit sebagai sumber pembiayaan.

Hal ini tercermin dari porsi kredit yang lebih tinggi dibandingkan sumber pembiayaan lainnya.

Namun demikian, jika dibandingkan dengan provinsi lain di Jawa, rasio kredit terhadap PDRB

Jawa Timur masih relatif lebih rendah, khususnya jika dibandingkan dengan DKI Jakarta,

Banten dan Jawa Barat, walaupun secara kecenderungannya menunjukkan peningkatan dari

waktu ke waktu.

Grafik 1 Komposisi Alternatif Sumber Pembiayaan

Provinsi Jawa Timur

Grafik 2 Perkembangan Pembiayaan Jawa Timur

Grafik 3 Kredit/PDRB Provinsi di Jawa

Sejalan dengan perlambatan perekonomian Jawa Timur yang telah terjadi sejak tahun

2013, pertumbuhan kredit Jawa Timur juga turut melambat. Berdasarkan jenis penggunaan,

perlambatan paling dalam terjadi pada kredit investasi (KI) dengan share penyaluran kredit

mencapai 14% dan kredit modal kerja (KMK) yang memiliki share penyaluran kredit terbesar

(60%). Hal ini sejalan dengan sikap wait and see pelaku usaha yang cenderung menahan

ekspansi mengingat kondisi ekonomi yang belum cukup kondusif.

108

Grafik 4 Pertumbuhan Ekonomi & Kredit Jawa Timur

Grafik 5 Pertumbuhan Kredit Jenis Penggunaan

Perlambatan kredit menjadi salah satu hal yang perlu dicermati mengingat kaitannya

yang cukup erat dengan aktivitas perekonomian Jawa Timur. Untuk mengetahui apakah

pertumbuhan kredit saat ini sudah cukup mengkhawatirkan atau masih dalam batas toleransi,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur melakukan analisis trend jangka

panjang menggunakan pendekatan HP Filter dengan batas atas (BA) dan batas bawah (BB) 1

stdev maupun standar IMF 1,75 stdev.

Grafik 6 Tren Jangka Panjang Kredit Riil

Grafik 7 Tren Jangka Panjang Kredit Modal Kerja Riil

Grafik 8 Tren Jangka Panjang Kredit Investasi Riil

Grafik 9 Tren Jangka Panjang Kredit Konsumsi Riil

Hasil analisis HP Filter menunjukkan bahwa pertumbuhan agregat kredit riil Jawa Timur

sempat berada pada rentang bawah sejak periode akhir tahun 2014 hingga 2015, namun

pada Triwulan III 2015 pertumbuhan kredit riil Jawa Timur kembali mengarah pada kisaran

trend jangka panjangnya.

Jika ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya, KI mengalami kondisi yang serupa

dengan agregat kredit sebagaimana di atas. Kondisi KI tersebut masih lebih baik dibandingkan

dengan KMK yang pada periode akhir tahun 2014 hingga pertengahan tahun 2015 berada

pada rentang bawah 1,75 stdev. Meskipun saat ini pertumbuhan KMK tersebut mulai

109

mengarah pada trend jangka panjangnya, pergerakannya masih berada pada rentang bawah

1 stdev. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit modal kerja masih perlu perhatian

lebih lanjut agar mampu menstimulus pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Dilain pihak, kondisi

yang berbeda terjadi pada kredit konsumsi (KK) yang cenderung bergerak pada trend jangka

panjangnya dan bahkan pada Triwulan III 2015 sudah mengarah ke rentang atas 1 stdev.

Pertumbuhan KK tersebut seiring dengan relaksasi kebijakan makroprudensial Bank Indonesia

terkait Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV).

Sementara itu, hasil analisis HP filter untuk rasio kredit terhadap PDRB Jawa Timur

menunjukkan kondisi yang cenderung mengarah ke bias bawah trend jangka panjangnya,

yang bahkan terjadi pada semua jenis kredit. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan peran

kredit sebagai sumber pembiayaan aktivitas ekonomi di Jawa Timur. Untuk itu, diperlukan

komitmen dari perbankan untuk meningkatan fungsi intermediasi kedepan, khususnya

penyaluran kredit produktif, sehingga selain dapat menjadi motor penggerak aktivitas

ekonomi, juga dapat mendorong peningkatan financial inclusion di Jawa Timur.

Grafik 10 Tren Jangka Panjang Kredit/PDRB

Grafik 11 Tren Jangka Panjang Kredit Modal

Kerja/PDRB

Grafik 12 Tren Jangka Panjang Kredit Investasi/PDRB

Grafik 13 Tren Jangka Panjang Kredit Konsumsi/PDRB

110

BOKS VI

Layanan Keuangan Digital

Definisi Layanan Keuangan Digital (LKD) sebagaimana yang tertuang dalam

Peraturan Bank Indonesia 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)

adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui

kerjasama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi

berbasis mobile/web dalam rangka keuangan inklusif.

LKD merupakan layanan keuangan yang dirancang untuk menjadi solusi dari

rendahnya literasi keuangan di Indonesia yang tercermin dari tingginya masyarakat yang

belum dapat mengakses layanan perbankan (unbanked). Berdasarkan hasil survei World

Bank di tahun 2014, Global Financial Inclusion Index menunjukkan bahwa hanya 36%

penduduk dewasa Indonesia yang memiliki rekening di lembaga keuangan formal. Angka

ini sangat jauh dibandingkan dengan United Kingdom (99%) bahkan Thailand (78%) dan

Malaysia (81%). Dengan tersedianya LKD sebagai layanan keuangan yang mudah, murah,

terjangkau, nyaman, aman, terpercaya, serta proporsional, masyarakat unbanked

diharapkan dapat terlayani oleh lembaga keuangan yang pada akhirnya akan

meningkatkan angka literasi keuangan Indonesia.

Produk dasar LKD adalah uang elektronik dimana pelayanannya melibatkan pihak

ketiga atau agen yang direkrut untuk menjadi perwakilan penerbit uang elektronik (bank,

telco, dan sebagainya) di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh layanan resmi

perbankan seperti kantor cabang bank atau ATM. Agen LKD dibedakan menjadi dua jenis,

yakni agen dengan badan hukum seperti minimarket dan koperasi, serta agen individu

yang tidak berbadan hukum seperti warung kelontong, penjual pulsa, bengkel dan usaha

mikro lainnya.

Seluruh penerbit uang elektronik dapat mengajukan diri menjadi penyelenggara LKD,

dengan merekrut agen berbadan hukum. Namun, saat ini hanya Bank BUKU 4 (modal

>30T) yang boleh mengajukan izin menjadi penyelenggara dengan agen individu. Sampai

saat ini, dan baru 3 (tiga) Bank yang memperoleh izin dari Bank Indonesia yaitu Bank

Rakyat Indonesia, Bank Mandiri (keduanya telah memiliki izin dari tahun 2014), dan

kemudian disusul oleh Bank Central Asia.

Secara nasional perkembangan jumlah agen individu LKD sangat signifikan yaitu

mencapai angka 40.373 agen pada Agustus 2015, atau tumbuh 83,7% dari awal tahun.

111

Pertumbuhan jumlah agen ini juga diiringi oleh pertumbuhan positif pemegang uang

elektronik yang telah mencapai 1.040.320 pengguna.

Grafik 1 Perkembangan Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang Elektronik

Januari-Agustus 2015

Di Jawa Timur, BRI dan Bank Mandiri telah berkomitmen untuk menjaring sekitar

9.639 agen sepanjang tahun 2015 atau 18,1% dari target jumlah agen individu nasional.

Pada periode yang sama, jumlah agen di Jawa Timur telah mencapai 9.104 agen atau

94,8% dari target pada tahun ini. Di bulan Oktober 2015, jumlah agen telah mengalami

penambahan sebanyak 425 agen sehingga total agen telah mencapai 99% dari target.

Sebaran dari agen-agen LKD ini relatif cukup merata di seluruh kabupaten/kota di Jawa

Timur. Daerah dengan agen terbanyak berada di Kota Malang dengan jumlah agen

sebanyak 3.944.

Upaya pengembangan LKD terus dilakukan oleh Bank Indonesia, salah satunya dengan

senantiasa melakukan kajian untuk mendorong pengembangan LKD tersebut. Salah satu

kajian yang telah diselesaikan yaitu Kajian Identifikasi Potensi LKD di Jawa Timur. Output

kajian ini adalah rekomendasi daerah-daerah yang memiliki potensi pengembangan LKD

dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti akses, penggunaan, penyediaan

layanan keuangan, potensi pasar dan infrastruktur. Hasil kajian ini kemudian ditindaklanjuti

dengan kegiatan edukasi dan sosialisasi yang dilaksanakan di daerah yang

direkomendasikan, seperti Sumenep, Malang, Kediri dan Jember.

112

Tabel 1 Jumlah Agen LKD Jawa Timur per Kabupaten/Kota

No Kabupaten Agen

1 Kab. Gresik 179

2 Kab. Sidoarjo 130

3 Kab. Mojokerto 123

4 Kab. Jombang 153

5 Kab. Sampang 31

6 Kab. Pamekasan 35

7 Kab. Sumenep 65

8 Kab. Bangkalan 31

9 Kab. Bondowoso 155

10 Kab. Banyuwangi 241

11 Kab. Jember 122

12 Kab. Malang 286

13 Kab. Pasuruan 161

14 Kab. Probolinggo 60

15 Kab. Lumajang 124

16 Kab. Kediri 165

17 Kab. Nganjuk 450

18 Kab. Tulungagung 42

19 Kab. Trenggalek 137

20 Kab. Blitar 33

21 Kab. Madiun 88

No Kabupaten Agen

22 Kab. Ngawi 189

23 Kab. Magetan 362

24 Kab. Ponorogo 112

25 Kab. Pacitan 54

26 Kab. Bojonegoro 114

27 Kab. Tuban 121

28 Kab. Lamongan 197

29 Kab. Situbondo 42

30 Kota Batu 31

31 Kota Surabaya 923

32 Kota Mojokerto 24

33 Kota Malang 3944

34 Kota Pasuruan 24

35 Kota Probolinggo 20

36 Kota Blitar 15

37 Kota Kediri 60

38 Kota Madiun 27

39 Kota Jember 0

40 Lainnya 34

Total 9104

113

BOKS VII

2nd

Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2015 : Upaya

Dorong Peranan Perekonomian dan Perbankan Syariah

Indonesia merupakan salah satu negara dimana aktivitas ekonomi dan keuangan

syariahnya mulai tumbuh dan berkembang. Meskipun share perbankan syariah di Indonesia

baru mencapai 4,6% dibandingkan total share perbankan nasional, potensi berkembangnya

ekonomi dan keuangan syariah Indonesia telah diakui oleh negara-negara lain. Hal ini

tercermin dari ditunjuknya Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan gubernur bank sentral

negara-negara anggota Organisation of Islamic Cooperation (OIC) pada tahun 2014 lalu.

Grafik 1. Pangsa Perbankan Syariah di Indonesia Grafik 2. Pangsa Perbankan Syariah Berdasarkan

provinsi di Indonesia

Menyikapi hal tersebut, Bank Indonesia berkomitmen untuk menggerakkan dan

mendorong Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Hal ini tercermin

dari dirangkaikannya pertemuan gubernur bank sentral anggota OIC 2014 tersebut dengan

berbagai kegiatan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah yang disebut dengan

Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF), dimana Jawa Timur ditunjuk sebagai tuan rumah

penyelenggara. Dipilihnya Jawa Timur sebagai pusat pengembangan ekonomi syariah

Indonesia, selain karena memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi (bahkan lebih tinggi dari

Nasional), Jawa Timur juga salah satu provinsi yang memiliki pondok pesantren terbesar di

Indonesia dan basis penduduk muslim yang besar (96,76% penduduk Jatim, atau 36,65 juta

jiwa, adalah pemeluk Islam).

Melalui kegiatan ISEF tersebut, masyarakat diharapkan dapat mengetahui bentuk-

bentuk kegiatan ekonomi dan memanfaatkan produk-produk berbasis syariah di Indonesia.

Kegiatan ini secara khusus diharapkan dapat membuka peluang adanya kerjasama antara

Indonesia dengan negara-negara anggota OIC lainnya dalam pengembangan ekonomi dan

keuangan berbasis syariah. Pada kegiatan tersebut pula ditandatangani Deklarasi Surabaya

114

antara Gubernur Bank Indonesia, Ketua Otoritas Jasa Keuangan, Gubernur Jawa Timur dan 17

(tujuh belas) pondok pesantren di Jawa Timur, sebagai komitmen bersama untuk

pengembangan dan akselerasi ekonomi syariah.

Grafik 3. Persebaran Jumlah Pondok Pesantren di

Indonesia

Grafik 4. Persebaran Jumlah Pondok Pesantren

di Kawasan Jawa

Gambar 1. Persebaran Pondok Pesantren di Jawa Timur

Menindaklanjuti hasil ISEF tahun 2014 dan untuk semakin mendorong pengembangan

ekonomi syariah, Bank Indonesia pada tanggal 27 Oktober - 1 November 2015 kembali

menyelenggarakan ISEF di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pada tahun ini, rangkaian kegiatan 2nd

ISEF terbagi menjadi opening ceremony, sharia economic forum dan sharia fair, dengan tema

Empowering Islamic Economic and Finance for the Prosperity of the Nations (Pemberdayaan

Ekonomi dan Keuangan Syariah untuk Kesejahteraan Bangsa). Acara resmi dibuka pada

tanggal 28 Oktober 2015 oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara

didampingi Menteri Keuangan, Bambang P.S. Brodjonegoro dan Gubernur Jawa Timur,

Soekarwo. ISEF pada tahun ini.

Sharia Economic Forum terdiri dari berbagai seminar mengenai pengembangan

ekonomi syariah. Topik yang dibahas antara lain kebijakan strategis pemerintah dalam

mengakselerasi ekonomi syariah, pengembangan sukuk sebagai instrumen keuangan yang

mampu menghubungkan sektor keuangan dengan sektor riil, optimalisasi Islamic social

finance (seperti zakat, infaq, wakaf), pengembangan layanan non tunai dalam pembayaran

ZISWAF, hingga pembahasan mengenai kunci sukses kemandirian pondok pesantren.

115

Sementara itu, Sharia Fair meliputi kegiatan pameran produk ekonomi dan keuangan

syariah yang terdiri dari 124 booth dan seminar/talkshow, pelatihan dan edukasi produk dan

keuangan syariah. Sharia Fair dikembangkan dengan ko Finance, Food, Fashion

Fantrepreneur (fantastic entrepreneur), dan Fundutainment (fun-education-entertainment)).

Pengembangan konsep 5F ini merupakan upaya dari Bank Indonesia dalam mengintegrasikan

sektor keuangan dan sektor riil sehingga pengembangan ekonomi syariah terlaksana secara

komprehensif. Selain itu, konsep ini diharapkan mampu memberikan edukasi kepada

masyarakat bahwa ekonomi syariah tidak terbatas pada lembaga keuangan saja (baik bank

ataupun non-bank) tetapi juga meliputi sektor/bisnis riil.

Lebih lanjut, pada salah satu seminar sharia economic forum

disebutkan bahwa kondisi perkembangan ekonomi syariah di Jawa Timur belum menunjukkan

perbaikan kinerja. Market share perbankan syariah mengalami peningkatan dengan tren

melambat, demikian juga pertumbuhan aset, DPK, dan pembiayaan perbankan syariah.

Meningkatnya pemahaman masyarakat mengenai perbankan syariah belum mampu

meningkatkan jumlah sharia loyalist. Berdasarkan penelitian, sekitar 67% dari responden

berencana memindahkan dananya dari perbankan syariah apabila kondisi ekonomi tidak stabil.

Seminar yang diisi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, Kementerian Keuangan

Republik Indonesia dan Masyarakat Ekonomi Syariah, serta dibuka oleh Deputi Gubernur Bank

Indonesia, Perry Warjiyo menghasilkan beberapa rekomendasi untuk pengembangan ekonomi

syariah di Jawa Timur, antara lain :

1. Memaksimalkan pengumpulan Dana Pihak Ketiga syariah seperti zakat dan wakaf agar

bisa dimanfaatkan dengan lebih baik untuk kemaslahatan umat.

2. Meningkatkan governance pelaksanaan ekonomi syariah.

3. Meningkatkan pemahaman kepada pelaku industri dan konsumen tentang regulasi

ekonomi syariah.

4. Mendorong kebijakan penggunaan alternatif rekening syariah untuk menyalurkan dana-

dana yang dikelola oleh kementerian.

5. Perlunya transparansi dan penjelasan kepada masyarakat dari para pelaku bisnis

keuangan dan sektor riil syariah tentang identifikasi dan kriteria produk keuangan/non

keuangan yang dilarang oleh syariah Islam. Sementara itu, pihak regulator perlu

mengawal proses tersebut.

Berbagai rekomendasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja perbankan

syariah Jawa Timur yang masih menunjukkan trend perlambatan pada triwulan III 2015.

116

4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

4.1. Gambaran Umum

Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2013, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah dan disetujui oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam penyusunannya, keterkaitan antara kebijakan

perencanaan dengan penganggaran oleh Pemerintah Daerah, serta sinkronisasi dengan

berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dalam Perencanaan dan Penganggaran Negara tentunya

perlu diperhatikan.

Sesuai dengan pola musiman belanja pemerintah, realisasi belanja sampai dengan

triwulan III 2015 melonjak cukup tinggi. Sampai dengan periode ini, anggaran belanja dan

transfer APBD Provinsi Jawa Timur terealisasi 59,3%, lebih baik dari pencapaian di periode

yang sama tahun 2014, hanya 53,2%. Kondisi ini sejalan dengan akselerasi pertumbuhan

konsumsi pemerintah pada triwulan ini. Anggaran belanja APBD Kabupaten/Kota terealisasi

sebesar 50,5%, dengan Kabupaten Tulungagung sebagai kabupaten dengan realisasi belanja

dan transfer tertinggi, sebesar 91,4%. Sementara itu, sejalan dengan akselerasi pertumbuhan

konsumsi Pemerintah Pusat, juga terdapat lonjakan realisasi anggaran belanja APBN, yang

mencapai 47% sampai dengan triwulan ini. Walaupun menunjukkan perbaikan, pencapaian

ini lebih rendah daripada pencapaian tahun sebelumnya, akibat kendala-kendala realisasi

anggaran di awal 2015.

4.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur

Dengan memperhatikan berbagai asumsi kondisi makroekonomi daerah, APBD Provinsi

Jawa Timur terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, anggaran pendapatan

daerah mencapai Rp22,25 triliun atau meningkat 17,1% dibandingkan tahun 2014 yang

hanya sebesar Rp18,99 triliun. Sementara anggaran belanja dan transfer daerah tahun 2015

sebesar Rp24,3 triliun, meningkat 18,6% dari tahun 2014 yang sebesar Rp20,54 triliun.

117

Grafik 4. 1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa Timur

4.2.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur

Secara nominal, peningkatan anggaran pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur

didorong oleh pendapatan asli daerah (PAD) yang meningkat 19,2% (Rp2,39 triliun)

dibandingkan tahun 2014, disusul oleh pendapatan transfer yang meningkat sebesar Rp0,84

triliun (13,2%).

Tabel 4. 1 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur 2014 dan 2015

Berdasarkan pangsanya, PAD merupakan sumber pendapatan utama Provinsi Jawa

Timur, yaitu mencapai 66,9% dari total pendapatan daerah. Dengan demikian rasio derajat

otonomi fiskal (DOF) Provinsi Jawa Timur tetap bertahan pada kategori yang sangat baik.

Komponen terbesar PAD adalah pajak daerah yang pada tahun 2015 mengalami penurunan

proporsi terhadap total PAD dari 83,3% di tahun 2014 menjadi 82,8%. Penurunan pangsa

Sumber : BPKAD Jawa T imur

Sumber : BPKAD Jawa T imur

118

penerimaan pajak tersebut merupakan salah satu upaya meningkatkan dan menstimulus

aktivitas ekonomi masyarakat Jawa Timur di tengah tren perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Grafik 4. 2 Proporsi Anggaran Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Timur

4.2.2. Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur

Persentase realisasi pendapatan daerah secara kumulatif di triwulan III 2015 mencapai

75,3%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar

80,2%. Pada triwulan III sendiri, realisasi pendapatan hanya 26,1%, juga lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2014 yang mencapai 29,1%.

Berdasarkan komponennya, PAD terealisasi 75,5% secara kumulatif di triwulan III 2015

(triwulan III 2014 : 82,9%), yang disebabkan belum optimalnya penerimaan pajak daerah yang

hanya terealisasi 72,9%, di bawah pencapaian tahun sebelumnya yang sebesar 78,9%.

Walaupun sudah menunjukkan perbaikan, namun pertumbuhan ekonomi yang masih relatif

rendah pada triwulan ini merupakan salah satu penyebab rendahnya pendapatan pajak.

Sesuai Pasal 2 Ayat 1 Undang Undang No 28. tahun 2009, jenis pajak provinsi hanya

terdiri atas Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan

Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok. Pajak-pajak tersebut

umumnya merupakan pajak yang berkaitan dengan konsumsi masyarakat. Di lain sisi,

pertumbuhan konsumsi masyarakat pada triwulan III 2015 ini mencapai titik terendahnya

dalam 5 tahun terakhir, yakni hanya tumbuh 3,0%. Kondisi ini juga terkonfirmasi dari

perlambatan penjualan kendaraan bermotor di sepanjang tahun 2015 yang terus berlanjut

hingga triwulan ini. Kondisi ini yang merupakan salah satu penyebab rendahnya pendapatan

pajak periode ini dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Sumber : BPKAD Jawa T imur

119

Tabel 4. 2 Realisasi Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Timur Kumulatif Triwulan III 2015

Pada periode triwulan III 2015, PAD dan pendapatan transfer mengalami realisasi yang

lebih rendah dibandingkan historisnya. Dari tiga komponen pendapatan, PAD memiliki

pencapaian realisasi tertinggi yaitu 27,4%. Sementara pendapatan transfer hanya terealisasi

23,3%, dan lain-lain pendapatan yang sah hanya 20,9%.

Sumber : BPKAD Jawa Timur

Grafik 4. 3 Persentase Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur

Sumber : BPKAD Jawa Timur

120

Menilik kondisi tahun 2103, realisasi pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur mencapai

106,0%, kemudian meningkat menjadi 110,3% di tahun 2014. Berdasarkan pola historis di

tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan anggaran pendapatan APBD Provinsi Jawa Timur tahun

2015 dapat terealisasi di kisaran 103%-105%. Tingginya kemampuan Pemerintah Provinsi

Jawa Timur dalam merealisasikan pendapatannya, terutama dari PAD, tentunya mendukung

kemandirian Provinsi Jawa Timur dalam membiayai belanjanya, sehingga ketergantungan dana

transfer dari Pemerintah Pusat relatif tidak terlalu tinggi.

4.2.3. Anggaran Belanja APBD Provinsi Jawa Timur

Anggaran pengeluaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi anggaran

belanja dan anggaran transfer. Total anggaran keduanya di tahun 2015 sebesar Rp24,36

triliun, meningkat 18,5% dari tahun 2014. Anggaran belanja meningkat 19,1% dan anggaran

transfer meningkat 17,6%.

Berdasarkan komponennya, peningkatan tertinggi pada anggaran belanja dialami oleh

belanja modal, yakni sebesar 67,58%, disusul Belanja Operasi sebesar 14,5%. Sementara itu

komponen Belanja Tak Terduga turun cukup besar hingga 58,2%. Hal ini mencerminkan

meningkatnya kinerja perencanaan dan penganggaran pengeluaran Pemerintah Provinsi Jawa

Timur di tahun anggaran 2015.

Tabel 4. 3 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2015, Juta Rupiah

Sumber : BPKAD Jawa T imur

121

Belanja operasi masih mendominasi anggaran belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur

dengan pangsa 84,1%, sedangkan belanja modal dan belanja tak terduga masing-masing

memiliki pangsa sebesar 14,6% dan 0,5%. Terdapat pengurangan proporsi belanja operasi

yang cukup signifikan, disertai dengan peningkatan pangsa belanja modal dari 10,4% menjadi

14,6% di tahun ini. Kebijakan ini dinilai positif karena mencerminkan perhatian pemerintah

daerah untuk mengakselerasi perekonomian, mengingat belanja modal merupakan komponen

belanja pemerintah yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap perekonomian.

Grafik 4. 4 Proporsi Anggaran Belanja APBD Provinsi Jawa Timur

4.2.3. Realisasi Belanja APBD Provinsi Jawa Timur

Secara kumulatif sampai dengan triwulan III 2015, anggaran belanja dan transfer

Pemerintah Provinsi Jawa Timur terealisasi sebesar Rp14,45 triliun atau 59,3% dari anggaran.

Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2014, yang tercatat

53,2%. Total belanja terealisasi sebesar 56,5% dan transfer sebesar 64,8%. Pencapaian ini

relatif baik, dan sejalan dengan akselerasi pertumbuhan konsumsi pemerintah dari 6,0% di

triwulan II 2015 menjadi 9,0% pada triwulan ini. Pada kelompok belanja, realisasi tertinggi

dicapai oleh Belanja Operasi yang mencapai 60,5% dan yang terendah adalah belanja modal

dengan realisasi 34,1%. Dari komponen transfer, bantuan keuangan ke pemerintah daerah

lainnya terealisasi 75,5%, dan bagi hasil pendapatan ke kabupaten/kota terealisasi 58,0%.

Realisasi keduanya melebihi pencapaian di periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Sumber : BPKAD Jawa T imur

122

Tabel 4. 4 Realisasi Anggaran Belanja Provinsi Jawa Timur Kumulatif Triwulan III 2015

Dari komponen belanja operasi, belanja bunga memiliki realisasi tertinggi, yakni

sebesar 76,9%. Komponen terbesar belanja operasi yaitu belanja hibah, terealisasi sebesar

63,1%. Kegiatan yang mendorong pencairan dana hibah pada triwulan III 2015 ini adalah

Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama yang dilaksanakan di Jombang pada 1 Agustus 2015 serta

pelaksanaan Operasi Pasar Bantuan Ongkos Angkut pada saat Lebaran.

Realisasi belanja modal secara kumulatif di triwulan III 2015 mencapai 34,1%, lebih

tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2014, yang hanya mencapai 22,1%.

Berdasarkan komponennya, realisasi tertinggi terjadi pada belanja aset tetap lainnya yakni

55,1%. Komponen belanja jalan, irigasi dan jaringan terealisasi cukup baik, yaitu 42,2%.

Pembangunan waduk dan irigasi ke depannya diharapkan akan lebih lancar terlaksana,

mengingat adanya rencana Pemerintah Pusat dalam merevisi PP Nomor 10 tahun 2010

tentang Tata Cara Peruntukan dan Fungsi Lahan Kawasan Hutan serta PP Nomor 24 tahun

2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Pembangunan waduk seperti Waduk Semantok,

Bagong, Lesti, dan Wonodadi memang menggunakan dana APBN, namun berdasarkan

informasi anecdotal dana pembebasan lahan dan jaringan irigasi untuk waduk tersebut

menggunakan dana APBD Provinsi Jawa Timur dan APBD Kabupaten/Kota.

Di sisi lain, pembangunan proyek Jalur Lintas Selatan di Jawa Timur yang didanai oleh

APBD Provinsi Jawa Timur diperkirakan belum dapat diselesaikan sesuai rencana. Hal ini

mengingat adanya kendala pada pembebasan lahan dan permasalahan alokasi anggaran.

Pagu Pagu

(Juta Rp) (Juta Rp) % (Juta Rp) (Juta Rp) %TOTAL BELANJA DAN TRANSFER 20,543,674 10,927,871.52 53.19 24,361,066 14,450,602 59.32 BELANJA 13,600,353 7,347,473.75 54.02 16,196,609 9,158,480 56.55 BELANJA OPERASI 12,007,760 6,946,132.07 57.85 13,753,199 8,318,747 60.49 BELANJA PEGAWAI 2,435,206 1,650,538.81 67.78 2,686,353 1,791,508 66.69 BELANJA BARANG 4,696,638 2,425,512.19 51.64 5,138,218 2,791,333 54.32 BELANJA BUNGA 4,175 3,057.94 73.25 2,839 2,182 76.85 BELANJA SUBSIDI - - - - - BELANJA HIBAH 4,862,592 2,863,644.60 58.89 5,909,137 3,728,841 63.10 BELANJA BANTUAN SOSIAL 9,149 3,378.53 36.93 16,652 4,883 29.33 BELANJA MODAL 1,413,343 312,026.57 22.08 2,368,410 806,585 34.06 BELANJA TANAH 5,155 303 5.87 BELANJA PERALATAN DAN MESIN 881,539 248,057 28.14 BELANJA GEDUNG DAN BANGUNAN 915,916 322,359 35.20 BELANJA JALAN, IRIGASI DAN JARINGAN 546,017 230,245 42.17 BELANJA ASET TETAP LAINNYA 3,940 2,169 55.05 BELANJA ASET LAINNYA 15,843 3,453 21.79 BELANJA TAK TERDUGA 179,250 89,315.11 49.83 75,000 33,147 44.20 BELANJA TAK TERDUGA 179,250 89,315.11 49.83 - 33,147 - TRANSFER 6,943,321 3,580,397.77 51.57 8,164,457 5,292,122 64.82

TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN

KE KABUPATEN/KOTA4,569,008 2,137,484.94 46.78 4,994,366 2,898,925 58.04

TRANSFER BANTUAN KEUANGAN KE

PEMERINTAH DAERAH LAINNYA2,374,312 1,442,912.83 60.77 3,170,091 2,393,196 75.49

Uraian2014 2015

Realisasi Kumulatif Tw III Realisasi Kumulatif Tw

Sumber : BPKAD Jawa T imur

123

Pembebasan lahan memang sudah sering menjadi kendala utama dalam pembangunan

berbagai proyek infrastruktur pemerintah. Sementara itu, permasalahan alokasi anggaran

terjadi karena APBN yang tersedia untuk proyek JLS tidak mencukupi, sedangkan dana APBD

Provinsi Jatim tidak hanya dialokasikan untuk proyek ini namun juga diperuntukkan untuk

pemeliharaan jalan jalan provinsi termasuk pembangunan jembatan di Kabupaten Blitar,

Malang, dan Jember.

Grafik 4. 5 Persentase Realisasi Belanja dan Transfer Daerah Provinsi Jawa Timur

Realisasi total belanja dan transfer pada triwulan III 2015 lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya. Hal ini berbeda dengan historisnya, di mana realisasi di triwulan III selalu

di atas triwulan I dan II. Perbedaan ini diakibatkan oleh tingginya realisasi transfer di triwulan II

2015 yang mencapai 38% dan lebih tinggi dari triwulan III yang hanya 19%. Sementara itu,

pola realisasi belanja relatif sama dengan historisnya, sehingga diperkirakan akan terjadi

lonjakan realisasi belanja yang besar di triwulan IV 2015, terutama pada komponen belanja

modal.

Secara historis, pada tahun 2013 total belanja dan transfer terealisasi 95,3%,

sementara di tahun 2014 sebesar 97,5%. Dengan melihat pola realisasi triwulanan pada dua

tahun sebelumnya, dan apabila tidak terdapat kendala yang menghambat realisasi anggaran

Pemerintah Provinsi Jawa Timur, maka diperkirakan realisasi anggaran belanja dan transfer

Provinsi Jawa Timur dapat mencapai 95%-97% di akhir tahun 2015.

Sumber : BPKAD Jawa T imur

124

4.3. APBD Kabupaten Kota di Jawa Timur

4.3.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Kabupaten/Kota

Total anggaran pendapatan yang dialokasikan oleh 38 kabupaten/kota di Jawa Timur

mencapai Rp74,58 triliun. Total nilai anggaran pendapatan ini cukup jauh lebih besar

dibanding anggaran pendapatan APBD Provinsi dan APBN yang dialokasikan untuk Jawa

Timur. Anggaran pendapatan terbesar dimiliki oleh Pemerintah Kota Surabaya dengan nilai

Rp6,5 triliun, sementara yang terkecil adalah Pemerintah Kota Mojokerto dengan nilai Rp731

miliar.

Grafik 4. 6 Anggaran Pendapatan Kabupaten Kota Jawa Timur, 2015

Pendapatan Transfer merupakan komponen pendapatan yang mendapat alokasi

anggaran terbesar, yakni Rp58,9 triliun. Besarnya dana transfer ini menandakan

ketergantungan fiskal pemerintah kabupaten/kota masih cukup tinggi terhadap Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Provinsi. Secara keseluruhan, derajat desentralisasi fiskal untuk

pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur hanya sebesar 16,9%. Derajat desentralisasi fiskal

tertinggi diraih oleh Kota Surabaya dengan rasio mencapai 54,0% dan terendah di Kabupaten

Bangkalan sebesar 6,9%. Rendahnya pendapatan berupa pajak yang dianggarkan oleh

Pemerintah Kabupaten Bangkalan disebabkan karena Bangkalan merupakan salah satu

wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi yaitu mencapai 23,2% (berdasarkan data

2013), sehingga ketergantungan Kabupaten tersebut terhadap dana transfer dari Pemerintah

Pusat maupun Pemerintah Provinsi masih tergolong tinggi.

Sumber : BPKAD Jawa T imur

125

Tabel 4. 5 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota Jawa Timur 2015

Secara kumulatif di triwulan III 2015, realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota

mencapai 79,2%. Terdapat lonjakan realisasi yang cukup signifikan dibandingkan semester I

2015, terutama pada komponen pendapatan asli daerah yang mencapai 81,9% (semester I :

50,4%) dan pendapatan transfer yang mencapai 79,9% (semester I : 50,50%) sampai dengan

triwulan ini. Sementara itu, realisasi komponen lain-lain pendapatan yang sah relatif sudah

tinggi di semester I 2015, sehingga tidak terdapat lonjakan realisasi yang signifikan di triwulan

III. Tingginya realisasi PAD didorong oleh pendapatan retribusi dan lain lain PAD yang sah.

Komponen pendapatan pajak daerah masih terealisasi cukup rendah di tengah kondisi

perekonomian yang masih lemah, hanya 59,7% secara kumulatif triwulan III 2015.

Secara kumulatif di triwulan III 2015, kabupaten/kota dengan realisasi pendapatan

tertinggi adalah Kabupaten Tulungagung, dengan realisasi sebesar 101,3%. Hampir semua

komponen anggaran pendapatan Kabupaten Tulungagung pada triwulan ini terealisasi di atas

100%, dengan realisasi tertinggi pada komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sudah

terealisasi 120,1%. Komponen terbesar PAD tersebut adalah berupa Lain lain (67% dari

PAD) bahkan sudah terealisasi sebesar 125,7%. Sementara itu, Kabupaten Pacitan merupakan

wilayah dengan realisasi pendapatan terendah secara kumulatif triwulan III 2015 yaitu hanya

mencapai 45% dari total anggaran. Pendapatan asli daerah Pacitan sebenarnya sudah

terealisasi sebesar 91,4%. Namun demikian, anggaran pendapatan transfer dengan nominal

anggaran mencapai 92% dari total anggaran pendapatan hanya terealisasi 40,0%.

4.3.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota

Anggaran belanja dan transfer kabupaten/kota di Jawa Timur di tahun 2015 mencapai

Rp82,3 triliun. Sekitar 77% dari total anggaran tersebut merupakan anggaran belanja operasi

Anggaran (Rp

Milyar)

Realisasi

Semester I

(Rp Milyar)

%Realisasi

Semester I

Realisasi Tw III

(Rp Milyar)

%Realisasi Tw

III

Realisasi

Kumulatif Tw III

(Rp Milyar)

%Realisasi

Kumulatif Tw III

PENDAPATAN 74,584.68 39,057.44 52.37 19,996.89 26.81 59,054.34 79.18

PENDAPATAN ASLI DAERAH 12,657.12 6,377.03 50.38 3,988.90 31.52 10,365.93 81.90

Pendapatan Pajak Daerah 8,070.03 2,920.56 36.19 1,893.33 23.46 4,813.88 59.65

Pendapatan Retribusi Daerah 1,407.13 646.82 45.97 524.15 37.25 1,170.97 83.22

Pendapatan Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 595.75 218.24 36.63 135.66 22.77 353.90 59.40

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang

Sah 4,677.72 2,591.41 55.40 1,352.58 28.92 3,944.00 84.31

PENDAPATAN TRANSFER 58,958.80 29,773.34 50.50 17,321.47 29.38 47,094.81 79.88

Transfer Pemerintah Pusat - Dana

Perimbangan 41,879.27 22,361.32 53.39 9,132.38 21.81 31,493.70 75.20

Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 11,535.49 5,309.84 46.03 3,548.52 30.76 8,858.36 76.79

Transfer dari Pemerintah Provinsi 4,753.92 1,783.41 37.51 1,110.32 23.36 2,893.73 60.87

Transfer Pemerintah Provinsi Lainnya 775.32 739.35 95.36 9.38 1.21 748.72 96.57

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 1,978.44 1,504.49 76.04 89.10 4.50 1,593.60 80.55

Sumber : BPKAD Jawa T imur

126

yang bernilai Rp63,7 triliun. Kota Surabaya memiliki anggaran belanja dan transfer terbesar,

yakni sebesar Rp7,27 triliun. Di sisi lain, Kota Blitar merupakan kota dengan anggaran belanja

terendah yang hanya sebesar Rp0,79 triliun.

Grafik 4. 7 Anggaran Belanja Kabupaten/Kota Jawa Timur 2015

Belanja modal dalam APBD kabupaten/kota di Jawa Timur pada tahun 2015 mencapai

Rp17,7 triliun atau 21,5% dari total anggaran. Kota Batu memiliki rasio belanja modal

tertinggi, yakni sebesar 36,4%. Tingginya rasio belanja modal ini berkaitan dengan

pembangunan infrastruktur berbagai sarana pendukung sektor pariwisata di kota tersebut.

Sementara itu, Tulungagung merupakan wilayah dengan rasio belanja modal terendah, yakni

hanya sebesar 9,9%.

Tabel 4. 6 Anggaran dan Realisasi Belanja Kabupaten/Kota Jawa Timur 2015

Pencapaian di triwulan ini sendiri sudah hampir menyamai realisasi semester I 2015, di

mana pada semester I hanya mencapai 26,4%, dan secara kumulatif di triwulan III mencapai

26,4%. Belanja operasi merupakan komponen dengan realisasi terbesar yang mencapai

57,1%. Sementara itu, belanja modal memiliki pencapaian yang cukup rendah, yakni hanya

27,1%.

Anggaran (Rp

Milyar)

Realisasi

Semester I

(Rp Milyar)

%Realisasi

Semester I

Realisasi Tw III

(Rp Milyar)

%Realisasi Tw

III

Realisasi

Kumulatif Tw III

(Rp Milyar)

%Realisasi

Kumulatif Tw III

BELANJA+TRANSFER 82,343.45 21,706.59 26.36 19,916.07 24.19 41,622.67 50.55

BELANJA OPERASI 63,702.28 19,831.76 31.13 16,549.00 25.98 36,380.76 57.11

BELANJA MODAL 17,719.40 1,595.42 9.00 3,200.86 18.06 4,796.28 27.07

BELANJA TAK TERDUGA 184.22 18.16 9.86 4.72 2.56 22.89 12.42

TRANSFER 1,080.08 261.25 24.19 161.58 14.96 422.84 39.15

Sumber : BPKAD Jawa T imur

Sumber : BPKAD Jawa T imur

127

Sejalan dengan realisasi pendapatannya, Kabupaten Tulungagung memiliki realisasi

anggaran belanja dan transfer tertinggi sampai dengan triwulan ini yang mencapai 91,4%. Di

triwulan I 2015, realisasi anggaran belanja dan transfer Kabupaten Tulungagung mencapai

11,6%, dan merupakan salah satu yang tertinggi pada periode tersebut. Kondisi yang sama

terjadi pula di sepanjang semester I 2015, dengan realisasi sebesar 35,7% dan hanya

tertinggal dari Kabupaten Lamongan (36,9%). Realisasi anggaran yang konsisten tinggi, baik

pendapatan maupun belanja dan transfer menunjukkan kedisiplinan Pemerintah Kabupaten

Tulungagung dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Komponen belanja operasi merupakan

komponen dengan realisasi tertinggi, yang mencapai 92,5%. Komponen belanja tak terduga

memiliki realisasi terendah hanya 26,9%. Realisasi belanja modal sudah mencapai 83,6%, jauh

di atas realisasi belanja modal kabupaten kabupaten lainnya.

Sementara itu, Kabupaten Sampang membukukan realisasi belanja dan transfer

terendah, yang hanya mencapai 32,5% sampai dengan triwulan III 2015. Belanja operasi

hanya terealisasi 48,7%, dan belanja modal 9,36%. Berkebalikan dengan Kabupaten

Tulungagung, Sampang selalu merupakan salah satu kabupaten dengan realisasi yang rendah

di setiap triwulannya pada tahun ini. Berdasarkan informasi anekdotal, realisasi anggaran

Sampang di tahun 2014 juga merupakan yang terendah di Jawa Timur. Rendahnya realisasi

anggaran ini diakibatkan adanya ketakutan sejumlah SKPD dalam pelaksanaan kegiatan,

karena banyaknya pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan dimasukkan ke

penjara. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat Sampang merupakan

salah satu kabupaten dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi dan membutuhkan peran

pemerintah yang besar dalam meningkatkan aktivitas ekonominya.

Grafik 4. 8 Persentase Realisasi Belanja dan Transfer APBD Kab/Kota Jawa Timur, 2015

Sumber : BPKAD Jawa T imur

128

4.4. Alokasi APBN Di Provinsi Jawa Timur

Pemerintah Pusat mengalokasikan sejumlah anggaran yang berasal dari APBN yang

digunakan untuk membiayai belanjanya di Jawa Timur. Anggaran penerimaan dalam APBN

tersebut hanya berasal dari penerimaan dalam negeri yang bersumber dari pajak, Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP), serta hibah. Penerimaan pajak tersebut dikelola oleh 3 Kanwil DJP

di Jawa Timur. Di sisi lain, belanja APBN disalurkan dalam bentuk Belanja Pemerintah Pusat

dan Transfer Ke Daerah melalui Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah. Belanja Pemerintah Pusat digunakan untuk membiayai gaji pegawai Kementerian atau

instansi Pemerintah Pusat yang berada di Jawa Timur, seperti Kantor Wilayah Perbendaharaan

Negara dan Kantor Wilayah Pajak. Selain itu, anggaran ini juga digunakan untuk membiayai

proyek proyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat.

Tabel 4. 7 Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Timur

4.4.1. Anggaran Belanja APBN di Jawa Timur

Anggaran belanja APBN di Provinsi Jawa Timur tahun 2015 mencapai Rp44,53 triliun,

meningkat 23,2% dibandingkan tahun 2014 yang sebesar Rp36,14 triliun. Berdasarkan jenis

belanjanya, anggaran terbesar adalah belanja pegawai yang mencapai 42% dari total

anggaran. Komponen belanja lainnya yaitu belanja barang dan belanja modal juga mengalami

peningkatan pangsa pada tahun ini, masing-masing menjadi sebesar 32% dan 22%. Dengan

adanya peningkatan alokasi belanja modal tersebut diharapkan belanja pemerintah dapat

PAGU PAGU

Milyar Rp Milyar Rp

BELANJA PEGAWAI 14,810 41% 18,756 42% 26.6%BELANJA BARANG 10,097 28% 13,967 31% 38.3%BELANJA MODAL 5,789 16% 9,906 22% 71.1%BELANJA BANTUAN SOSIAL 5,449 15% 1,902 4% -65.1%

PELAYANAN UMUM 7,610 21% 5,687 13% -25.3%PERTAHANAN 4,830 13% 6,383 14% 32.2%KETERTIBAN DAN KEAMANAN 1,727 5% 2,563 6% 48.4%EKONOMI 4,213 12% 8,669 19% 105.8%LINGKUNGAN HIDUP 806 2% 767 2% -4.9%PERUMAHAN DAN FASILITAS

UMUM1,581 4% 608 1% -61.5%

KESEHATAN 662 2% 668 2% 1.0%PARIWISATA DAN BUDAYA 9 0% 13 0% 41.9%AGAMA 344 1% 546 1% 59.0%PENDIDIKAN 13,875 38% 18,028 40% 29.9%PERLINDUNGAN SOSIAL 488 1% 599 1% 22.7%TOTAL 36,145 100% 44,531 100% 23.2%

Pangsa

TA 2015

Berdasarkan Jenis Belanja

Berdasarkan Fungsi

TA 2014

Jenis BelanjaPangsa Perubahan

Sumber : Di t jen Perbendaharaan Jawa T imur

129

menjadi komponen pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dalam jangka yang lebih

panjang.

Grafik 4. 9 Pangsa Anggaran Belanja APBN Jawa Timur Menurut Jenis Belanja

Dari kesebelas fungsi yang menjadi dasar penyaluran belanja APBN di Jawa Timur,

Pemerintah Pusat memberikan perhatian yang sangat tinggi terhadap sektor pendidikan. Hal

ini tercermin dari besarnya alokasi anggaran untuk pendidikan yang mencapai 40% dari total

anggaran, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 38%. Fungsi ekonomi juga

memiliki pangsa yang cukup besar, yakni 19% dari total anggaran dan meningkat 105,8%

dibandingkan tahun 2014. Sebaliknya, nominal anggaran yang dialokasikan pada fungsi

pelayanan umum dan perumahan dan fasilitas umum menurun dibandingkan dengan nilai

anggaran di tahun sebelumnya.

Grafik 4. 10 Pangsa Anggaran Belanja APBN Jawa Timur Menurut Fungsi

Sumber : Dit jen Perbendaharaan Jawa T imur

Sumber : D it jen Perbendaharaan Jawa T imur

130

4.4.2. Realisasi Belanja APBN Jawa Timur

Pada triwulan III 2015, terjadi akselerasi pertumbuhan Konsumsi Pemerintah pada

Produk Domestik Bruto Indonesia, dari 2,1% di triwulan II menjadi 6,6%. Kondisi ini tercermin

pula dari lonjakan realisasi APBN Pemerintah Pusat di Jawa Timur pada triwulan ini. Sampai

dengan semester I 2015, realisasi belanja hanya mencapai 23,43%. Secara kumulatif di

triwulan III, realisasi belanja mencapai 46,62%. Dengan demikian, pada triwulan III sendiri

realisasi belanja mencapai 23,19%, hampir sama dengan pencapaian sepanjang semester I

2015.

Rendahnya realisasi anggaran belanja APBN sampai dengan Semester I 2015, tidak

lepas dari berbagai macam kendala, terutama adanya perubahan nomenklatur di beberapa

kementerian. Gubernur Jawa Timur kemudian mengeluarkan surat kepada Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara terkait percepatan penyerapan APBN tahun anggaran 2015 di Provinsi

Jawa Timur sebagai salah satu bentuk nyata kepedulian Pemerintah Provinsi terkait

penyerapan anggaran belanja Pemerintah Pusat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Lonjakan realisasi belanja pada triwulan III 2015 menandakan bahwa Pemerintah Pusat telah

melakukan usaha usaha yang efektif dalam meningkatkan penyerapan anggaran belanja. Di

sisi lain, walaupun meningkat pesat, baik secara kumulatif maupun individu di triwulan III

pencapaian realisasi belanja APBN ini masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang

sama di tahun 2014.

Berdasarkan jenis belanja, realisasi tertinggi adalah Belanja Pegawai yang secara

kumulatif sampai dengan triwulan III 2015 mencapai 68%. Sementara itu, realisasi Belanja

Modal tercatat paling rendah, yakni secara kumulatif hanya 21%, dan lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2014 yang sebesar 29%. Pola realisasi belanja APBN sampai dengan

triwulan ini relatif sama dengan tahun 2014, rendah di awal tahun dan terus meningkat

sampai ke akhir tahun. Hal ini karena realisasi belanja (khususnya belanja modal) APBN

mayoritas memerlukan proses pengadaan dengan termin penyelesaian secara bertahap dan

selesai di akhir tahun 2015.

Tabel 4. 8 Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Jenis Belanja

PAGU PAGU

Milyar Rp Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp %Realisasi

BELANJA PEGAWAI 14,810 5,845 39% 10,063 68% 18,756 7,112 38% 12,703 68%BELANJA BARANG 10,097 2,872 28% 5,037 50% 13,967 2,271 16% 5,112 37%BELANJA MODAL 5,789 648 11% 1,688 29% 9,906 557 6% 2,051 21%BELANJA BANTUAN SOSIAL 5,449 1,115 20% 2,574 47% 1,902 493 26% 895 47%

TOTAL 36,145 10,480 29% 19,362 54% 44,531 10,433 23.43% 20,761 46.62%

TA 2015

Kumulatif Tw III

TA 2014

Kumulatif Tw IIIJenis Belanja

Semester I Semester I

Sumber : Dit jen Perbendaharaan Jawa T imur

131

Grafik 4. 11 %Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Jenis Belanja Per Triwulan

Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja tertinggi secara kumulatif di triwulan III 2015

dicapai oleh fungsi pertahanan yang mencapai 75%, dan yang terendah pada fungsi

perlindungan sosial dengan realisasi hanya 5%. Belanja APBN untuk fungsi pariwisata dan

budaya, yang pada semester I 2015 belum terealisasi sama sekali, pada triwulan III 2015 sudah

mencapai 11% dari anggaran.

Anggaran untuk fungsi pendidikan, yang memperoleh alokasi anggaran terbesar,

secara kumulatif hanya terealisasi sebesar 36%. Rendahnya pencapaian ini terkait dengan

perubahan nomenklatur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Ristek

menjadi Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar, dan Menengah serta Kementerian Riset,

Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Bila dibandingkan dengan pencapaian tahun sebelumnya,

realisasi belanja bantuan sosial merupakan yang terendah, mengingat pada periode yang sama

di tahun 2014 secara kumulatif sudah terealisasi sebesar 22%.

Tabel 4. 9 Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Fungsi

PAGU PAGU

Milyar Rp Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp Milyar Rp %Realisasi Milyar Rp %Realisasi

PELAYANAN UMUM 7,610 3,225 42% 5,304 70% 5,687 2,229 39% 3,893 68%PERTAHANAN 4,830 2,107 44% 3,527 73% 6,383 2,738 43% 4,760 75%KETERTIBAN DAN KEAMANAN 1,727 706 41% 1,176 68% 2,563 894 35% 1,612 63%EKONOMI 4,213 827 20% 1,647 39% 8,669 1,224 14% 2,748 32%LINGKUNGAN HIDUP 806 260 32% 403 50% 767 155 20% 385 50%PERUMAHAN DAN FASILITAS

UMUM1,581 495 31% 975 62% 608 41 7% 273 45%

KESEHATAN 662 102 15% 192 29% 668 93 14% 222 33%PARIWISATA DAN BUDAYA 9 1 8% 2 19% 13 0 0% 1 11%AGAMA 344 90 26% 172 50% 546 125 23% 268 49%PENDIDIKAN 13,875 2,635 19% 5,855 42% 18,028 2,921 16% 6,569 36%PERLINDUNGAN SOSIAL 488 33 7% 109 22% 599 12 2% 31 5%TOTAL 36,145 10,481 29% 19,362 54% 44,531 10,433 23% 20,761 47%

TA 2015

Kumulatif Tw III

TA 2014

Kumulatif Tw IIIJenis Belanja

Semester I Semester I

Sumber : D it jen Perbendaharaan Jawa T imur (diolah)

Sumber : Dit jen Perbendaharaan Jawa T imur

132

Grafik 4. 12 %Realisasi Belanja APBN Jawa Timur Berdasarkan Fungsi Per Triwulan

Sumber : Dit jen Perbendaharaan Jawa T imur (d io lah)

133

5 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

5.1. Gambaran Umum

Berdasarkan data terkini ketenagakerjaan Jawa Timur (Agustus 2015), terdapat

penurunan jumlah angkatan kerja di Jawa Timur. Di sisi lain tingkat pengangguran terbuka

sedikit meningkat akibat pertumbuhan ekonomi yang masih lemah dan kinerja pertumbuhan

sektor pertanian yang melambat di triwulan ini. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur menunjukkan stagnansi penyerapan tenaga

kerja dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Walaupun demikian, terdapat peningkatan

penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan, sejalan dengan akselerasi

pertumbuhan ekonomi di sektor tersebut.

Nilai tukar petani (NTP) pada triwulan ini menunjukkan peningkatan yang cukup

signifikan. Faktor pendorong penurunan NTP pada triwulan ini adalah peningkatan indeks

harga pada subsektor tanaman pangan dan peternakan, sejalan dengan inflasi komoditas-

komoditas kelompok tersebut di level konsumen. Sementara itu, nilai tukar nelayan (NTN)

cenderung stabil.

Tingkat kemiskinan Jawa Timur berdasarkan data bulan maret 2015 sedikit meningkat,

disertai peningkatan pada garis kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks

keparahan kemiskinan. Berdasarkan data pada periode ini, penduduk miskin yang berada di

wilayah pedesaan bertambah cukup signifikan akibat peningkatan garis kemiskinan di wilayah

pedesaan relatif tinggi. Peningkatan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di wilayah

pedesaan juga lebih tinggi dibandingkan di wilayah perkotaan. Salah satu kondisi yang

menyebabkan hal tersebut adalah inflasi pedesaan yang cukup tinggi di triwulan ini, bahkan

lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi IHK.

5.2. Ketenagakerjaan

5.2.1. Data Ketenagakerjaan Jawa Timur

Berdasarkan data bulan Agustus 2015, jumlah angkatan kerja di Jawa Timur sebanyak

20,27 juta orang, menurun cukup signifikan dari bulan Februari 2015 yang mencapai 20,69

juta orang. Di saat bersamaan, terdapat penurunan angka partisipasi angkatan kerja

dibandingkan periode sebelumnya, dari 69,6% menjadi 67,8%. Hal ini menunjukkan adanya

penurunan proporsi penduduk di atas 15 tahun yang aktif untuk memproduksi barang dan

jasa. Peningkatan proporsi penduduk usia muda (15-24 tahun) yang melanjutkan sekolah

diindikasikan menjadi penyebab terjadinya penurunan proporsi tersebut. Walaupun demikian,

134

jumlah tenaga kerja tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama di tahun

sebelumnya, yakni 20,15 juta orang. Jawa Timur merupakan salah satu penyumbang angkatan

kerja terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 16,6% dari angkatan kerja nasional. Jumlah tersebut

hanya sedikit di bawah Jawa Barat yang memiliki angkatan kerja sebanyak 20,5 juta orang

pada periode ini. Sebesar 95,5% dari angkatan kerja tersebut atau 19,36 juta merupakan

angkatan kerja yang bekerja, sementara 907 ribu orang atau 4,47% merupakan

pengangguran.

Tabel 5. 1 Kondisi Ketenaga Kerjaan Jawa Timur (ribu orang)

Jumlah pengangguran meningkat 1,67% dari 892 ribu orang menjadi 907 ribu orang

pada periode ini. Sejalan dengan hal tersebut, tingkat pengangguran terbuka meningkat

dibandingkan Februari 2015, dari 4,31% menjadi 4,47%. Walaupun meningkat, tingkat

pengangguran terbuka Jawa Timur masih relatif rendah dibandingkan dengan provinsi-

provinsi lainnya di Pulau Jawa. Pada periode ini, tingkat pengangguran di Jawa Barat sebesar

8,72%, Banten 9,55%, dan Jawa Tengah 4,99%. Rendahnya tingkat pengangguran di Jawa

Timur terutama terjadi karena besarnya peran sektor pertanian pada perekonomian, sehingga

membantu penyerapan tenaga kerja walaupun dengan produktivitas yang rendah.

Pengangguran terbuka di awal tahun pada umumnya lebih rendah dibandingkan

dengan periode akhir tahun, sesuai dengan pola seasonal produksi di sektor pertanian yang

sejalan dengan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Pertumbuhan tahunan di sektor

pertanian juga melambat pada triwulan ini, dari 5,2% (yoy) di triwulan II 2015 menjadi 3,1%

(yoy). Di sisi lain, terdapat banyak tekanan dalam penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur.

Peningkatan efisiensi perusahaan dengan otomasi disertai dengan peningkatan UMK di tahun

2015 yang diperkirakan berdampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja di periode ini.

Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor pertanian yang

menyerap 36,42% penduduk yang bekerja pada periode ini. Sektor perdagangan menyerap

20,95% tenaga kerja, diikuti dengan industri pengolahan sebanyak 14,04%. Secara perlahan

terlihat pergeseran tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian ke sektor-sektor lainnya.

Sektor pertanian memang memiliki produktivitas tenaga kerja yang terendah dibandingkan

Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb Aug

Angkatan Kerja 20,158 20,238 20,462 20,432 20,718 20,150 20,692 20,275

Bekerja 19,332 19,411 19,654 19,554 19,885 19,307 19,800 19,368

Menganggur 826 827 808 879 832 843 892 907

TPAK (%) 69.5% 69.6% 70.1% 69.8% 70.5% 68.1% 69.6% 67.8%

TPT (%) 4.10% 4.09% 4.0% 4.30% 4.0% 4.19% 4.31% 4.47%

2015Kegiatan

2012 2013 2014

Sumber : BPS Jat im (dio lah)

135

sektor-sektor lainnya, yakni sekitar Rp21,4 juta per tahun8. Peningkatan penyerapan tenaga

kerja pada periode ini terutama terjadi pada sektor konstruksi, dari 1,44 juta orang menjadi

1,51 juta orang. Kondisi ini sejalan dengan akselerasi pertumbuhan sektor konstruksi di

triwulan ini, dari 0,2% menjadi 3,0%. Sementara itu, sektor konstruksi memiliki produktivitas

tenaga kerja Rp92,5 juta per tahun, dan industri pengolahan Rp134,07 juta per tahun.

Sumber : BPS Jat im (d io lah)

Grafik 5. 1 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Sektor Utama

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 5. 2 Share Tenaga Kerja Sektoral

Sumber : BPS Jat im (dio lah)

Grafik 5. 3 Penyerapan Tenaga Kerja Formal dan

Informal

Sumber : BPS Jat im (dio lah)

Grafik 5. 4 Komposisi Tenaga Kerja Formal dan Informal

Sementara itu, seiring pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang masih lambat,

penyerapan tenaga kerja di sektor formal menurun dari 7,26 juta orang di Februari 2015

menjadi 7,13 orang pada Agustus 2015. Pada triwulan ini, baik pekerja yang berusaha dibantu

buruh maupun buruh/karyawan di sektor formal menurun cukup dalam, masing-masing 47

ribu orang dan 87 ribu orang. Demikian pula jumlah tenaga kerja informal masih menurun

sebesar -2,6% dibandingkan tahun sebelumnya, walaupun dengan pertumbuhan yang

membaik dibandingkan periode sebelumnya.

8 Perhitungan analitis BI berdasarkan PDRB harga konstan 2010 dan jumlah tenaga kerja tahun 2014.

136

Tenaga kerja yang bekerja di Jawa Timur masih didominasi oleh penduduk yang hanya

mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat SD atau di bawahnya, dengan pangsa sebesar

49,2% atau sejumlah 9,5 juta orang. Jumlah tersebut menurun dibandingkan posisi di awal

tahun 2015, yang mencapai 9,9 juta orang atau 50,3% dari total tenaga kerja yang bekerja.

Di sisi lain, terdapat peningkatan pangsa jumlah pekerja dengan tingkat pendidikan SMP dan

SMA. Pangsa pekerja lulusan universitas sedikit menurun, dari 7,2% di awal 2015 menjadi

6,9% di periode ini. Walaupun demikian, dibandingkan dengan kondisi di awal tahun 2012

terdapat perbaikan kualitas pekerja yang cukup signifikan di Jawa Timur, di mana pekerja

lulusan SD atau di bawahnya memiliki pangsa 55,3%, sedangkan lulusan universitas hanya

5,9%. Besarnya anggaran pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk fungsi pendidikan

di Jawa Timur dari tahun ke tahun merupakan salah satu bukti nyata usaha pemerintah dalam

meningkatkan kualitas tenaga kerja di Jawa Timur.

Sumber : BPS Jat im, dio lah

Grafik 5. 5 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

Sumber : BPS Jat im, dio lah

Grafik 5. 6 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan

Tingkat Pendidikan

5.2.2. Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Penyerapan tenaga kerja di Jawa Timur meningkat, walaupun dengan peningkatan

yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan penyerapan

tenaga kerja tersebut sejalan dengan perbaikan kinerja pertumbuhan ekonomi Jawa Timur di

triwulan ini. Walaupun demikian, hanya 2 dari 9 sektor ekonomi yang mengalami peningkatan

penyerapan tenaga kerja, yakni sektor industri pengolahan dan jasa-jasa. Sektor utama Jawa

Timur lainnya, yakni pertanian dan perdagangan mengalami penurunan penyerapan tenaga

kerja

Peningkatan penyerapan tenaga kerja terutama didorong oleh industri pengolahan

yang meningkat 1,8 poin dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini sejalan

dengan akselerasi pertumbuhan sektor industri pengolahan di triwulan ini dari 5,3% (yoy)

menjadi 6,2% (yoy). Pergeseran musim panen akibat kondisi cuaca di awal tahun

137

menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada triwulan II 2015.

Selesainya musim panen tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan di triwulan III 2015.

Sementara itu, kinerja pertumbuhan sektor perdagangan yang relatif stagnan di triwulan

laporan mengakibatkan terjadinya sedikit penurunan penyerapan tenaga kerja yang

berdasarkan hasil SKDU secara triwulanan (qtq) sebesar -0,8 poin.

Tabel 5. 2 Penggunaan Tenaga Kerja (SKDU Jawa Timur)

Dari sektor ekonomi lainnya, hanya sektor jasa yang mengalami peningatan

penyerapan tenaga kerja, yakni sebesar 0,5 poin. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan

pertumbuhan ekonomi sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang meningkat dari 4,3%

(yoy) menjadi 7,3% (yoy) dan sektor jasa lainnya yaitu dari 4,5% (yoy) menjadi 4,9% (yoy).

Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja di

triwulan ini, sejalan dengan perlambatan pertumbuhan di sektor informasi dan komunikasi

serta transportasi dan pergudangan.

Grafik 5. 7 Penyerapan Tenaga Kerja 3 Sektor

Utama

Grafik 5. 8 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Lainnya

I II III IV I II III

1 PERTANIAN -1.0 -0.3 0.6 -1.8 -0.5 0.4 -0.3

2 PERTAMBANGAN 0.1 0.0 0.4 0.0 -0.4 -0.4 0.0

3 INDUSTRI PENGOLAHAN -1.1 -1.9 0.0 -0.5 -5.6 -0.8 1.8

4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH -0.9 -0.4 0.0 0.4 0.4 -0.4 0.0

5 BANGUNAN 0.4 0.0 1.5 0.0 -0.9 0.3 0.0

6 PHR -2.9 -0.7 -0.3 1.1 -0.6 4.0 -0.8

7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 0.5 0.6 1.6 0.7 1.3 0.4 -0.4

8 KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 1.4 1.1 1.3 1.3 -0.1 0.9 -0.2

9 JASA - JASA 0.5 0.1 0.0 0.1 0.1 0.3 0.5

-2.9 -1.4 5.0 1.3 -6.2 4.6 0.6

2015SEKTOR

2014No

TOTAL

138

5.3. Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan

Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur pada triwulan III 2015 meningkat dibandingkan

triwulan II 2015, yang mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan petani di Jawa

Timur. Sementara itu, Nilai Tukar Nelayan (NTN) cenderung stabil dengan peningkatan indeks

harga yang dibayarkan nelayan (IB) dan indeks harga yang diterima nelayan (IT) yang relatif

seimbang.

5.3.1. Kesejahteraan Petani

Nilai tukar petani di triwulan III 2015 meningkat cukup tajam dibandingkan triwulan

sebelumnya, yaitu dari 103,1 di triwulan II menjadi 106,42. Dengan demikian, NTP Jawa Timur

merupakan NTP tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Pulau Jawa,

walaupun semua provinsi mengalami kenaikan. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh

peningkatan tajam pada indeks harga yang diterima petani.

Grafik 5. 9 Perbandingan Nilai Tukar Petani Provinsi di Jawa

Dilihat dari subsektornya, hampir seluruh subsektor mengalami peningkatan NTP.

Peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor tanaman pangan (6,7%) dan subsektor

peternakan (3,1%), yang didorong oleh peningkatan indeks harga yang diterima petani (IT).

Dari subsektor tanaman pangan, gabah merupakan komoditas yang mengalami peningkatan

harga paling besar. Sementara itu, sapi potong merupakan kontributor utama peningkatan

indeks harga yang diterima petani dari subsektor peternakan. Kondisi tersebut sejalan dengan

peningkatan harga di level konsumen. Inflasi beras secara quarter to quarter di triwulan ini

mencapai 6,63%, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi subkelompok padi-padian, umbi-

umbian dan hasilnya. Begitu juga dengan inflasi daging sapi yang mencapai 4,16% secara qtq.

Sumber : BPS Jatim, dio lah

139

Sumber : BPS Jat im, dio lah

Grafik 5. 10 NTP Jatim, Indeks Harga yg Diterima (IT), &

Indeks Harga yg Dibayar (IB)

Sumber : BPS Jat im, dio lah

Grafik 5. 11 NTP Subsektor Pertanian Jawa Timur

Tabel 5. 3 NTP Jawa Timur Berdasarkan Sub Sektor

Indeks harga konsumsi rumah tangga pedesaan pada triwulan ini meningkat menjadi

125,47, setelah pada triwulan sebelumnya hanya sebesar 123,45. Dengan demikian, inflasi

pedesaan secara triwulanan tercatat sebesar 1,64% (qtq), cukup jauh di atas inflasi IHK Jawa

Timur yang hanya sebesar 1,11% (qtq). Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian khusus,

mengingat persentase penduduk miskin di wilayah pedesaan jauh lebih besar, sehingga inflasi

yang tinggi tersebut berpotensi meningkatkan penduduk di bawah garis kemiskinan.

Sementara itu, peningkatan indeks harga biaya produksi dan pembentukan barang modal

Tw II 2015 Tw III 2015 Perubahan

IT 117.8 127.4 8.1

IB 122.2 123.8 1.4

NTP Tanaman Pangan (NTP - P) 96.4 102.9 6.7

IT 124.2 125.8 1.3

IB 120.3 122.0 1.4

NTP - Hortikultura (NTP - H) 103.3 103.1 -0.1

IT 119.9 122.9 2.5

IB 120.2 121.8 1.3

NTP Tanaman Perkebunan Rakyat

(NTP - Pr)99.7 100.9 1.1

IT 130.0 135.8 4.4

IB 116.1 117.6 1.3

NTP Peternakan (NTP - Pt) 112.0 115.5 3.1

IT 130.4 132.3 1.4

IB 123.2 124.8 1.3

NTP Perikanan (NTP - Pi) 105.8 106.0 0.2

IT 123.3 129.1 4.7

IB 119.7 121.3 1.3

NTP 103.1 106.4 3.3

Hortikultura

Tanaman Perkebunan Rakyat

Peternakan

Perikanan

Total

Tanaman Pangan

Sumber : BPS Jatim, dio lah

140

meningkat 0,76%. Dengan demikian, peningkatan harga yang dibayarkan oleh petani lebih

didorong oleh pengeluaran petani untuk konsumsi daripada peningkatan biaya produksi.

5.3.2. Kesejahteraan Nelayan

Nilai tukar nelayan (NTN) yang mencerminkan tingkat kesejahteraan nelayan di Jawa

Timur meningkat dari 107,52 di triwulan II 2015 menjadi 107,54 atau tumbuh sebesar 0,02%.

Indeks harga yang dibayarkan nelayan (IB) meningkat 1,13%, namun terkompensasi oleh

peningkatan indeks harga yang diterima nelayan (IT) sebesar 1,15%, sehingga NTN cenderung

stabil. Seluruh provinsi di Pulau Jawa mengalami kenaikan NTN, dengan peningkatan tertinggi

terjadi di Jawa Tengah (2,1%) dan Banten (1,4%). Banten secara konsisten merupakan

provinsi yang memiliki NTN tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa, yakni

sebesar 118,97 pada triwulan ini.

Grafik 5. 12 Perbandingan Nilai Tukar Nelayan Provinsi di Pulau Jawa

Sejalan dengan kondisi pengeluaran petani, peningkatan indeks harga yang

dibayarkan nelayan (IT) didorong oleh peningkatan yang signifikan pada indeks harga

konsumsi rumah tangga nelayan yang meningkat 1,62% dibandingkan dengan triwulan II

2015. Indeks harga biaya produksi dan penambahan barang modal hanya meningkat sbesar

0,56%. Peningkatan kedua komponen indeks harga yang dibayarkan nelayan ini

terkompensasi oleh peningkatan indeks harga yang diterima nelayan yang sedikit lebih tinggi,

sehingga masih terjadi peningkatan NTN pada triwulan II 2015.

Sumber : BPS Jat im, d io lah

141

Grafik 5. 13 NTN, IT dan IB Nelayan Jawa Timur

5.4 Profil Kemiskinan Jawa Timur

Salah satu indikator kesejahteraan rakyat adalah persentase penduduk miskin.

Berdasarkan data bulan Maret 2015, tingkat kemiskinan Jawa Timur meningkat 0,06%, dari

12,28% di September 2014 menjadi 12,34%. Tingkat kemiskinan tersebut berada di atas

tingkat kemiskinan nasional yang sebesar 11,22%. Dibandingkan provinsi lainnya di Jawa,

hanya Jawa Tengah yang memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi daripada Jawa Timur, yakni

sebesar 13,58%.

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur telah mengemukakan

berbagai gagasan dalam rangka pemberantasan kemiskinan, di antaranya melalui program

pemberdayaan potensi desa/kelurahan. Pemberian fasilitas dan kemudahan untuk UMKM,

fasilitas koperasi, serta pendirian Pusat Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) dengan tujuan

menarik investor untuk menanamkan modalnya di Jawa Timur juga merupakan bentuk nyata

komitmen Pemerintah Jawa Timur. Semakin tingginya investasi diharapkan dapat membuka

lapangan pekerjaan baru yang dapat menyerap angkatan kerja dalam jumlah besar, sehingga

dapat menurunkan kemiskinan.

Sumber : BPS Jat im, dio lah

Grafik 5. 14 Jumlah Penduduk Miskin Provinsi di Jawa

Sumber : BPS Jat im, dio lah

Grafik 5. 15 Persentase Penduduk Miskin Provinsi di

Jawa

Sumber : BPS Jat im, d io lah

142

Jumlah absolut penduduk miskin di Jawa Timur merupakan yang terbesar di

Indonesia. Sekitar 17% penduduk miskin di Indonesia berada di Jawa Timur. Pada periode

Maret 2015, terdapat peningkatan jumlah penduduk miskin di Jawa Timur sebesar 41 ribu

orang atau 0,85% dibandingkan September 2014.

Garis kemikinan (GK) Jawa Timur pada posisi Maret 2015 sebesar Rp305.171 per

kapita per bulan, atau meningkat 5,25% dibandingkan September 2014 yang sebesar

Rp289.945. GK di wilayah pedesaan meningkat 6,48%, sementara di wilayah kota hanya

meningkat 3,92%. Garis kemiskinan makanan (GKM) meningkat 4,97%, sementara garis

kemiskinan non makanan (GKNM) meningkat 6,01%.

Peningkatan garis kemiskinan terutama disumbangkan oleh peningkatan harga beras

dan rokok kretek filter, baik di kota maupun di desa. Peningkatan harga beras yang signifikan

terjadi pada bulan Desember 2014, dengan inflasi IHK secara bulanan mencapai 4,52%,

sehingga perubahan indeks harga konsumen beras dari bulan September 2014 sampai Maret

2015 adalah sebesar 14,81%. Tingginya inflasi beras disebabkan oleh berakhirnya musim

panen dan menurunnya produksi pertanian karena musim panas yang cukup panjang hingga

awal bulan November 2014. Sementara itu, harga rokok kretek filter memang mengalami

peningkatan secara berkala untuk menyesuaikan dengan potensi adanya kenaikan cukai

rokok di tahun 2014. Besarnya peningkatan GKM di wilayah pedesaan terkait dengan

tingginya inflasi pedesaan antara bulan September 2014 Maret 2015, melebihi inflasi IHK

Jawa Timur. Inflasi pedesaan September 2014-Maret 2015 mencapai 5,13%, sementara

inflasi IHK antara kedua bulan tersebut hanya sebesar 4,23%9.

Peningkatan garis kemiskinan yang tinggi di wilayah pedesaan ini menyebabkan

meningkatnya jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan sebesar 1,5%. Sementara itu,

peningkatan garis kemiskinan yang rendah di wilayah perkotaan terkompensasi dengan

peningkatan taraf hidup masyarakat kota, yang menyebabkan penduduk yang berada di

bawah garis kemiskinan perkotaan berkurang 0,11%.

9 Indeks harga konsumsi rumah tangga pedesaan Jawa Timur September 2014: 115,76, Maret 2015: 121,71. Indeks harga

konsumsi Jawa Timur September 2014: 113,26, Maret 2015: 118,05.

143

Tabel 5. 4 Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah

Indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) dapat

menjadi cerminan inklusivitas pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. P1 meningkat dari 1,857 di

bulan September 2014 menjadi 2,063 pada Maret 2015, sementara P2 meningkat dari 0,454

menjadi 0,525. Peningkatan P1 menunjukkan rata-rata kesenjangan antara pengeluaran

penduduk miskin dengan garis kemiskinan semakin besar, atau dengan kata lain, kehidupan

ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sementara itu, peningkatan P2 menunjukkan

bahwa ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin semakin tinggi.

Pada periode ini, P2 di pedesaan meningkat sangat signifikan hingga 22,1%

dibandingkan periode September 2015. P1 di pedesaan juga meningkat tinggi, hingga

15,4%. Sementara itu peningkatan kedua indeks di perkotaan tidak terlalu besar. Kondisi ini

perlu mendapatkan perhatian khusus. Penduduk di daerah pedesaan, yang notabene memiliki

jumlah penduduk miskin lebih besar semakin terpuruk dibandingkan dengan penduduk

miskin di wilayah perkotaan.

MakananBukan

MakananTotal

Maret 2011 169,242 65,303 234,546 1,768 9.87 -0.71

Sept 2011 174,210 68,193 242,403 1,734 9.66 -0.21

Maret 2012 175,806 69,499 245,305 1,631 9.06 -0.81

Sept 2012 182,073 71,874 253,947 1,606 8.90 -0.16

Maret 2013 187,350 77,853 265,209 1,550 8.57 -0.33

Sept 2013 200,620 78,033 278,653 1,622 8.90 0.33

Maret 2014 206,858 80,723 287,582 1,536 8.35 -0.55

Sept 2014 210,198 83,193 293,391 1,532 8.30 -0.05

Maret 2015 216,139 88,779 304,918 1,525 8.19 -0.11

Maret 2011 155,457 50,818 206,275 3,587.98 18.19 -1.55

Sept 2011 161,141 53,025 214,166 3,493.00 17.66 -0.53

Maret 2012 167,352 54,864 222,216 3,440.34 17.35 -0.84

Sept 2012 176,674 57,882 234,556 3,354.58 16.88 -0.47

Maret 2013 189,172 61,358 250,530 3,220.80 16.15 -0.73

Sept 2013 202,651 66,643 269,294 3,243.79 16.23 0.08

Maret 2014 209,263 69,166 278,429 3,250.98 16.13 -0.10

Sept 2014 215,641 71,157 286,798 3,216.53 15.92 -0.22

Maret 2015 230,565 74,839 305,404 3,264.50 16.18 0.26

Maret 2011 162,017 57,711 219,727 5,365.21 14.23 -1.03

Sept 2011 167,360 60,243 227,603 5,227.31 13.85 -0.38

Maret 2012 171,375 61,827 233,202 5,070.98 13.4 -0.83

Sept 2012 179,244 64,540 243,783 4,960.54 13.08 -0.32

Maret 2013 188,306 69,205 257,510 4,771.26 12.55 -0.53

Sept 2013 201,683 72,075 273,758 4,865.82 12.73 0.18

Maret 2014 208,116 74,681 282,796 4,786.79 12.42 -0.32

Sept 2014 213,043 76,902 289,945 4,748.42 12.28 -0.14

Maret 2015 223,641 81,530 305,171 4,789.12 12.34 0.06

Perkotaan

Pedesaan

Kota + Desa

Periode

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)Jumlah

Penduduk

Miskin (Ribu)

Persentase

Penduduk Miskin

Perubahan

Persentase

Penduduk Miskin (%)

Sumber : BPS Jat im

144

Tabel 5. 5 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Jawa Timur

Perkotaan PedesaanPerkotaan +

PedesaanPerkotaan Pedesaan

Perkotaan +

Pedesaan

Maret 2009 2,180 3,542 2,876 0.605 0.910 0.761

Maret 2010 1,533 3,183 2,377 0.374 0.790 0.587

Maret 2011 1,505 2,964 2,270 0.344 0.721 0.541

Sept 2011 1,254 2,671 1,996 0.281 0.626 0.461

Maret 2012 1,249 2,315 1,808 0.270 0.477 0.379

Sept 2012 1,285 2,524 1,935 0.296 0.568 0.439

Maret 2013 1,314 2,318 1,840 0.329 0.525 0.432

Sept 2013 1,423 2,663 2,071 0.335 0.656 0.503

Maret 2014 1,160 2,486 1,853 0.269 0.597 0.440

Sept 2014 1,245 2,415 1,857 0.306 0.589 0.454

Maret 2015 1,279 2,787 2,063 0.314 0.719 0.525

Tahun

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Sumber : BPS Jat im

145

BOKS VIII

Inklusivitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Pertumbuhan ekonomi yang inklusif pada dasarnya merupakan pertumbuhan

ekonomi yang memberikan kontribusi dan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di

seluruh wilayah tanpa terkecuali. Pertumbuhan ekonomi inklusif turut menjadi cita-cita

pembangunan Provinsi Jawa Timur tercermin dari misi kedua yang diusung pemerintah dalam

saing berbasis agrobisnis/agroindustri dan industrialisasi (RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun

2014-2019).

Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi terbesar kedua di Indonesia setelah DKI

Jakarta dengan share PDRB mencapai 14% terhadap nasional dan mampu mencatat

pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding nasional dalam 6 tahun terakhir. Sejalan dengan

kinerja perekonomian yang menggembirakan, indeks inklusivitas10

perekonomian Jawa Timur

turut menunjukkan kondisi perbaikan dari waktu ke waktu.

Grafik 1 Pertumbuhan Ekonomi Nasional & Jawa Timur, Indeks Inklusivitas Jawa Timur

Jika dibandingkan dengan wilayah lain di Pulau Jawa, indeks inklusivitas Jawa Timur

dalam 3 tahun terakhir lebih baik dibandingkan provinsi lainnya dengan level inklusivitas yang

tergolong tinggi. Dalam periode waktu tahun 2008 hingga 2013, perbaikan indeks inklusivitas

Jawa Timur dipengaruhi penurunan ketimpangan pendapatan (inequality) serta peningkatan

jumlah penduduk yang bekerja (Employment Population Ratio-EPR). Sementara itu, tingkat

kemiskinan (poverty) Jawa Timur relatif lebih tinggi dibandingkan provinsi lain khususnya DKI

Jakarta, Banten dan Jawa Barat.

10

Perhitungan Indeks Inklusivitas diadopsi dari Working Paper International Policy Centre (IPC) for Inclusive Growth

by Raquel Ramos, Rafael Ranieri and Jan-Willem Lammes

146

Grafik 2 Indeks Inklusivitas (II) Provinsi Wilayah Jawa

Grafik 3 Faktor Pembentuk Inklusivitas

Jika di-breakdown ke level kabupaten/kota di Jawa Timur, mayoritas inklusivitas

Kabupaten/Kota berada pada level medium. Pada Tahun 2013, indeks inklusivitas yang

tergolong tinggi dimiliki Kab. Pamekasan, Kota Batu dan Kab. Lumajang, sementara daerah

dengan tingkat inklusivitas yang rendah diantaranya Kab. Sampang, Kab. Malang, Kota Blitar,

Kab. Gresik, Kab. Bangkalan dan Kota Probolinggo. Rendahnya jumlah penduduk yang

bekerja (EPR) menjadi faktor dominan yang mengakibatkan rendahnya inklusivitas di daerah-

daerah tersebut.

Grafik 4 Indeks Inklusivitas Kabupaten/Kota Jawa Timur

147

Grafik 5 Faktor Pembentuk Indeks Inklusivitas Kabupaten/Kota Jawa Timur Tahun 2013

Namun demikian, jika dilihat pada periode tahun 2008 hingga 2013 perbaikan indeks

inklusivitas terjadi di beberapa daerah di Jawa Timur seperti Kab. Bangkalan, Kab. Pamekasan,

Kab. Lumajang, Kota Malang, Kab. Pasuruan, Kab. Gresik, Kab. Pacitan, Kota Surabaya, Kota

Probolinggo, Kota Mojokerto, Kab. Madiun, Kota Pasuruan, Kota Batu dan Kab. Tuban.

Perbaikan indeks inklusivitas terutama dipengaruhi penurunan tingkat ketimpangan

(inequality) di daerah-daerah tersebut. Tingkat ketimpangan pendapatan turut menjadi faktor

utama yang memperburuk kondisi inklusivitas daerah lainnya di Jawa Timur.

Grafik 6 Perubahan Faktor Pembentuk Indeks Inklusivitas Kabupaten/Kota Jawa Timur 2008-2013

Dengan demikian, dalam rangka pencapaian pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang

inklusif diperlukan perhatian pemerintah dan semua pihak untuk menurunkan tingkat

kemiskinan melalui penciptaan lapangan pekerjaan dan mengupayakan pemerataan

pendapatan masyarakat di seluruh wilayah Jawa Timur.

148

6 PERKIRAAN EKONOMI DAN HARGA

6.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan IV 2015

Perbaikan ekonomi Jawa Timur diperkirakan masih berlanjut pada triwulan IV 2015,

yaitu masih dimungkinkan tumbuh di kisaran 5,5%-5,9% (yoy). Dari sisi permintaan,

pertumbuhan perekonomian Jawa Timur diperkirakan didorong oleh peningkatan konsumsi

swasta, investasi, serta net ekspor dalam negeri. Sementara dari sisi penawaran, optimisme

kinerja usaha diperkirakan terjadi pada sektor Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan

Eceran, Penyediaan Akomodasi dan Makanan-Minuman serta sektor konstruksi.

6.1.1. Sisi Permintaan

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada triwulan IV 2015

diperkirakan masih didorong oleh pertumbuhan konsumsi masyarakat dan investasi. Adanya

momentum Natal dan Tahun Baru, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serta semakin

meningkatnya realisasi belanja Pemerintah Daerah menjadi pendorong utama pertumbuhan.

Konsumsi swasta dan Pemerintah diperkirakan meningkat. Hal ini searah dengan hasil

Survei Konsumen (SK) yang menunjukkan adanya peningkatan penghasilan 6 (enam) bulan

yang akan datang yang dari 117,19 menjadi 145,35. Adanya momen Natal, menjelang Tahun

Baru serta Pilkada mampu meningkatkan pengeluaran masyarakat, terutama untuk komoditas

bahan makanan, makanan-minuman jadi serta tekstil. Di sisi lain, peningkatan utilisasi Industri

Pengolahan serta adanya pembayaran bonus akhir tahun diperkirakan mampu meningkatkan

pendapatan masyarakat yang mendorong peningkatan konsumsi.

Konsumsi Pemerintah Daerah tetap tinggi, namun diperkirakan sedikit melambat pada

triwulan IV 2015. Belanja proyek infrastruktur diperkirakan masih tinggi, sedangkan belanja

pegawai mengalami perlambatan setelah mencapai puncaknya pada triwulan III 2015 untuk

pembayaran gaji ketiga belas pegawai. Pendorong utama konsumsi Pemerintah terutama

berasal dari Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengejar realisasi belanja yang baru mencapai

47,9% pada triwulan III 2015. Sementara itu, untuk APBD Provinsi Jawa Timur telah terealisasi

sebesar 72,9% pada triwulan III 2015, sehingga pada triwulan IV 2015, pertumbuhan

konsumsi Pemerintah Provinsi diperkirakan tidak setinggi triwulan sebelumnya.

149

Grafik 6. 1 Perkembangan Dunia Usaha

Grafik 6. 2 Ekspektasi Konsumen

Sumber : BPS Jatim (diolah)

Grafik 6. 3 Indeks Tendensi Konsumen

Grafik 6. 4 Perkiraan Investasi-SKDU

Investasi pada triwulan IV 2015 diperkirakan sedikit meningkat, khususnya dari

investasi bangunan. Di lain sisi, berdasarkan hasil SKDU, investasi non bangunan cenderung

melambat, secara total dari 12,93 (SBT) di triwulan III 2015 menjadi 4,98 (SBT) di triwulan IV

2015. Hal ini didorong oleh investor yang masih menunggu keputusan investasi yang lebih

baik hingga tahun depan. Sementara itu, investasi bangunan diperkirakan masih terakselerasi,

seperti pembangunan frontage road sisi barat Ahmad Yani Surabaya yang ditargetkan selesai

pada akhir tahun 2015.

Dari sisi neraca perdagangan dalam negeri, diperkirakan net ekspor antar daerah mulai

meningkat setelah mencapai titik terendah pada triwulan III 2015. Proyeksi ekonomi KTI yang

lebih baik pada triwulan IV diperkirakan menjadi faktor pendorong pulihnya permintaan pada

komoditas Jawa Timur. Dari sisi neraca perdagangan luar negeri, kinerja ekspor dan impor

masih mengalami tekanan. Hal ini dilatarbelakangi oleh perekonomian mitra dagang (Amerika

Serikat, Jepang dan Tiongkok) yang tumbuh tidak setinggi perkiraan sebelumnya. Selain itu,

harga komoditas internasional yang masih melemah, belum menjadi insentif pelaku usaha

untuk meningkatkan ekspor luar negeri. Penguatan mata uang US Dollar terhadap Rupiah

masih terjadi pada triwulan III 2015, sehingga impor luar negeri mengalami perlambatan.

150

Namun demikian, adanya perbaikan ekonomi Eropa dan mulai menguatnya nilai Rupiah

diharapkan menjadi faktor yang mampu menahan perlambatan neraca perdagangan luar

negeri yang lebih dalam.

Grafik 6. 5 Perkembangan Harga Komoditas

Internasional

Grafik 6. 6 Perkembangan Nilai Tukar

6.1.2. Sisi Penawaran

Dari sisi penawaran, sektor yang diperkirakan mampu tumbuh positif adalah sektor

Industri Pengolahan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, sektor Konstruksi serta beberapa

sektor pendukung yang lain. Sementara itu, sektor utama lainnya (sektor Pertanian,

Kehutanan dan Perikanan) diperkirakan melambat.

Peningkatan kinerja sektoral tersebut tercermin pada hasil SKDU yang menunjukkan

bahwa perkembangan kegiatan dunia usaha di triwulan IV 2015 meningkat signifikan, dari

2,93 (SBT) menjadi 24,42 (SBT). Peningkatan terutama terjadi pada sektor Industri

Pengolahan dari 1,33 (SBT) menjadi 7,30 (SBT). Utilisasi Industri Pengolahan diperkirakan

meningkat seiring dengan tingginya permintaan pada komoditas makanan-minuman jadi

serta tekstil untuk mendukung aktivitas perekonomian. Masih dari hasil SKDU, volume

produksi juga meningkat dari 5,20 (SBT) menjadi 5,24 (SBT) dengan penggunaan tenaga

kerja yang meningkat.

Hal serupa juga terjadi pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran serta sektor

Penyediaan Akomodasi dan Makanan Minuman. Hunian hotel diperkirakan semakin

meningkat merespon agenda kegiatan bisnis dan wisata yang relatif tinggi di akhir tahun.

Namun demikian, kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan cenderung melambat

seiring dengan rendahnya volume panen tanaman bahan makanan pada triwulan ini. Selain

itu, kinerja sub sektor peternakan juga kembali sesuai pola normalnya setelah mengalami

puncaknya pada triwulan III 2015 karena perayaan Idul Adha.

151

6.2 Perkiraan Inflasi Jawa Timur Triwulan IV 2015

Mencermati perkembangan inflasi terkini dan tracking beberapa indikator harga, inflasi

Jawa Timur pada triwulan IV-2015 diperkirakan secara tahunan (yoy) berada di kisaran 3,1% -

3,5%.

Tabel 6. 1 Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Risiko Jatim Tw IV-2015

Kelompok Tw III 2015

Tw IV 2015

Faktor Risiko

Volatile Food

Tw IV-2015 Upside - Kenaikan harga beras dan bumbu-bumbuan karena memasuki musim tanam - Kenaikan harga bawang putih karena pelemahan nilai tukar Rupiah - Peningkatan konsumsi masyarakat menjelang natal dan tahun baru - Potensi kenaikan harga daging dan telur ayam ras merespon kenaikan harga pakan

(pengaruh pengetatan impor jagung bahan baku pakan dan berlanjutnya pelemahan nilai tukar Rupiah)

Downside - Operasi Pasar Bulog secara serentak se-Nasional pada Okt 2015 - Operasi Pasar Bantuan Ongkos Angkut Menjelang Natal 2015

Administered Price

Tw IV-2015 Upside - Meningkatnya tarif angkutan menjelang Natal dan Tahun Baru - Berlanjutnya kenaikan tarif rokok merespon kenaikan cukai rokok di awal tahun 2015 - Kenaikan Tarif Tol di awal November 2015

Downside - Koreksi tarif Listrik Nonsubsidi Oktober 2015 - Hilangnya dampak base year IHK kenaikan bensin tahun 2014

Core Inflation

Tw IV-2015 Upside - Meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang Natal dan Tahun Baru - Berlanjutnya potensi pelemahan nilai tukar Rupiah yang mempengaruhi komoditas

dengan kandungan impor tinggi - Dampak lanjutan kenaikan inflasi bahan makanan terhadap harga makanan jadi

Downside Masih rendahnya keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi

Berdasarkan tabel di atas, tekanan inflasi pada triwulan IV 2015 diperkirakan berasal dari

ketiga kelompok disagregasi inflasi, sebagai berikut :

Grafik 6. 7 Ekspektasi Penggunaan Tenaga Kerja

Grafik 6. 8 Perkiraan Kondisi Sektor Industri

Pengolahan Tw IV 2015 - SKDU

Menurun Meningkat Stabil

152

1. Volatile Foods

Pemicu utama kenaikan inflasi kelompok ini berasal baik dari sisi permintaan maupun

penawaran. Dari sisi permintaan, peningkatan konsumsi (yang juga tercermin dari Survei

Konsumen) di Triwulan IV 2015 sebagai dampak adanya perayaan hari besar keagamaan

dan tahun baru diperkirakan akan mendorong konsumsi masyarakat khususnya untuk

makanan jadi dan bahan makanan. Sementara dari sisi penawaran, dimulainya musim

tanam komoditas pangan (padi, hortikultura) serta panjangnya musim kemarau

berpotensi mengurangi pasokan pangan sehingga mendorong kenaikan harga.

2. Administered Prices

Tekanan inflasi kelompok ini pada triwulan IV 2015 diperkirakan mereda. Hal ini karena

minimnya kenaikan harga administered menjelang akhir tahun 2015, adanya koreksi

beberapa tarif energi (a.l. tarip listrik), serta telah hilangnya dampak base year kenaikan

IHK BBM tahun 2014. Tekanan inflasi diperkirakan berasal dari kenaikan tarif transportasi

seiring dengan adanya hari libur dan di akhir tahun 2015.

3. Core Inflation

Inflasi kelompok ini diperkirakan meningkat pada akhir tahun 2015 sebagai dampak

lanjutan kenaikan inflasi kelompok volatile food yang selanjutnya mempengaruhi tingkat

harga makanan jadi. Selain itu, tekanan eksternal yang berdampak terhadap depresiasi

Rupiah berpotensi masih mendorong imported inflation Jawa Timur. Tekanan inflasi juga

diperkirakan meningkat sebagai dampak peningkatan konsumsi dan permintaan

masyarakat menjelang perayaan hari besar keagamaan.

6.3. Prospek Ekonomi Jawa Timur Tahun 2015

Secara kumulatif, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2015

mencapai 5,2%-5,6% (yoy), cenderung melambat dibandingkan tahun 2014 yang mencapai

angka 5,9%. Namun demikian, pertumbuhan ini diperkirakan masih lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan ekonomi nasional.

6.3.1. Sisi Permintaan

Secara tahunan, dari sisi permintaan, hampir seluruh komponen mengalami

perlambatan. Konsumsi masyarakat masih tertahan oleh daya beli yang rendah akibat

melemahnya kinerja sektor usaha serta tingginya Pemutusan Hubungan Kerja. Sementara itu,

beberapa kebijakan, seperti perubahan nomenklatur, aturan rapat di hotel serta kendala

terkait teknis pengadaan barang dan jasa turut berpengaruh pada realisasi penyerapan

anggaran dan konsumsi Pemerintah Daerah.

153

Investasi cenderung melambat dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan

investor yang masih menunda keputusan investasi non bangunan serta perlambatan ekonomi

negara investor utama (Singapura). Dari sisi eksternal, ekspor juga mengalami tekanan akibat

perlambatan ekonomi negara mitra dagang serta penurunan harga komoditas internasional.

Sementara itu, perlambatan sektor Industri Pengolahan serta depresiasi nilai Rupiah

menyebabkan impor luar negeri melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

6.3.2. Sisi Penawaran

Di sisi penawaran, kinerja seluruh sektor cenderung bervariasi. Sektor yang mengalami

perlambatan adalah sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang disebabkan karena

adanya fenomena alam, seperti letusan Gunung Raung, dampak El Nino serta serangan hama

di beberapa wilayah sentra. Selain itu, sektor Industri Pengolahan juga diperkirakan melambat

didorong oleh melambatnya permintaan global dan domestik, tekanan biaya produksi (energi,

dan upah), serta berlanjutnya depresiasi nilai Rupiah yang lebih dalam dibandingkan tahun

2014.

Sementara itu, kinerja sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi mobil dan

sepeda motor diperkirakan stabil merespon peningkatan kondisi ekonomi di Kawasan Timur

Indonesia pada triwulan II 2015, namun melambat pada triwulan III 2015. Sedangkan, sub

sektor Reparasi Mobil dan Motor diperkirakan melambat seiring dengan rendahnya penjualan

kendaraan bermotor baru di Jawa Timur pada tahun 2015.

6.4 Prospek Inflasi Jawa Timur Tahun 2015

Tekanan inflasi Jawa Timur di tahun 2015 diperkirakan mereda yaitu di kisaran 3,1% -

3,5%, lebih rendah dibandingkan inflasi tahun 2014 yang mencapai 7,77%. Pendorong

utama rendahnya inflasi adalah hilangnya dampak base year IHK bensin, serta adanya koreksi

harga pada berbagai tarif administered.

Dari kelompok administered price, inflasi secara tahunan diperkirakan akan mereda

dan berada pada batas bawah pola normalnya (2% - 4%). Hal ini karena adanya berbagai

koreksi tarif energi seperti tarif listrik, penurunan harga bensin di awal tahun 2015 serta

hilangnya dampak base year IHK kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014. Tekanan inflasi

kelompok ini pada tahun 2015 diperkirakan berasal dari berlanjutnya kenaikan harga rokok

untuk menyesuaikan kenaikan cukai rokok, serta fluktuasi tarif transportasi merespon

permintaan masyarakat (angkutan udara, tarip kereta api).

Dari kelompok volatile food, inflasi tahun 2015 diperkirakan stabil dibandingkan tahun

2015 (di kisaran 5% - 7%). Adanya El Nino yang diperkirakan akan mengganggu produksi

154

padi dan meningkatkan harga beras tahun 2015, sampai dengan triwulan III 2015 dampaknya

masih relatif terkendali. Selain itu, stok beras BULOG sebagai lembaga buffer juga masih

kebutuhan konsumsi masyarakat.

Tabel 6. 2 Tendensi Arah Inflasi dan Faktor Risiko Jatim Tahun 2015

Kelompok Tahun 2014

Tahun 2015

Faktor Risiko

Volatile Food

Tahun 2015 - Faktor cuaca (a.l. El Nino) berpotensi mengganggu siklus tanam petani

(menyebabkan pergeseran musim panen) - Faktor cuaca (curah hujan tinggi) berpotensi mengganggu produktivitas pertanian

dan peternakan (daging dan telur ayam ras) - Meningkatnya alih fungsi lahan pertanian berpotensi menurunkan produktivitas

pertanian - Regulasi Pemerintah Jatim (Operasi Pasar dan Bantuan Ongkos Angkut)

meminimalkan dampak kenaikan harga pangan saat terjadi shortage/kenaikan permintaan

- Produksi pertanian Jawa Timur surplus sehingga diperkirakan mampu mencukupi kebutuhan masyarakat Jawa Timur

- Adanya berbagai upaya percepatan pembangunan infrastruktur berpotensi mendorong peningkatan produksi pertanian (a.l. waduk dan irigasi).

Administered Price

Tahun 2015 - Adanya kenaikan tarip energi (tarip listrik dan BBM), dikompensasi oleh koreksi tarip

pada triwulan-triwulan selanjutnya sehingga menurunkan tekanan inflasi - Hilangnya dampak base year IHK kenaikan BBM tahun 2014 - Berlanjutnya penyesuaian harga rokok - Kenaikan Tarif Tol di awal November 2015 - Potensi kenaikan tarif transportasi (tarip kereta api dan angkutan udara) pasca

penetapan tarif batas bawah angkutan udara yang sekurang-kurangnya 40% dari batas atas

Core Inflation

Tahun 2015 - Dampak lanjutan berbagai kebijakan administered pada biaya dan harga di kelompok

core inflation (seperti tarip listrik terhadap sewa rumah, BBM terhadap tarip angkutan)

- Belum stabilnya nilai tukar Rupiah berpotensi mempengaruhi harga komoditas yang terkait (imported inflation)

- Meningkatnya permintaan masyarakat karena faktor musiman (hari besar keagamaan)

- Percepatan infrastruktur di berbagai bidang pada tahun 2015 berpotensi meningkatkan permintaan pada komoditas bahan bangunan.

Dari sisi permintaan domestik (core inflation), tekanan inflasi tahun 2015 diperkirakan

berada pada rentang 3% - 5%, lebih rendah dibandingkan tahun 2014 (5,59%). Beberapa hal

yang mendasari yaitu, kembali normalnya inflasi komoditas yang terpengaruh dampak

lanjutan kenaikan harga BBM di tahun 2014, serta tertahannya konsumsi masyarakat di

sepanjang tahun 2015 karena rendahnya ekspektasi masyarakat akan perekonomian sehingga

menahan permintaan yang lebih tinggi.

Menurun Meningkat Stabil

155

DAFTAR ISTILAH

Administered price

Harga barang yang diatur oleh pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif

dasar listrik.

APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah

yang dibahas dan setujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan

peraturan daerah.

BI Rate

Suku bunga referensi kebijakan moneter dan ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur setiap

bulannya.

BI-RTGS

Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, yang merupakan suatu penyelesaian kewajiban

bayar-membayar (settlement) yang dilakukan secara on-line atau seketika untuk setiap

instruksi transfer dana.

Bobot inflasi

Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara

keseluruhan yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap

komoditas tersebut.

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan dan simpanan berjangka

(deposito).

Ekspor dan Impor

Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar

provinsi.

Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR)

Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam

rupiah dan valas. Terminologi FDR unuk bank syariah, sedangkan LDR untuk bank

konvensional.

Imported inflation

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh perkembangan harga di

luar negeri (eksternal).

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK, indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap

ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang dengan skala 1 100.

156

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK, indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap

kondisi ekonomi saa ini dengan skala 1 100.

Indeks Keyakinan Konsumen

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan

ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang dengan skala 1 100.

Inflasi IHK

Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode yang diukur dengan perubahan indeks

harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang

dikonsumsi oleh masyarakat luas.

Inflasi Inti

Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices.

Inflow

Uang yang diedarkan aliran masuk uang kartal ke Bank Indonesia.

Investasi

Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi

Kredit

Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertenttu dengan pemberian bunga, termasuk

Pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan note purchase agreement

(NPA)

Pengambilan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang.

Loan to Deposit Ratio (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR)

Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank. Terminologi FDR

untuk bank syariah, sedangkan LDR untuk bank konvensional.

Loan to Funding Ratio (LFR)

Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga dan surat berharga yang diterbitkan bank.

Liaison

Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang

dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai

perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan

didokumentasikan dalam bentuk laporan.

mtm

Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

157

Net Inflow

Uang yang diedarkan inflow lebih besar dari outflow.

Non Performing Financing (NPF) atau Non Performing Loan (NPL)

Rasio pembiayaan atau kredit macet terhadap total penyaluran pembiayaan atau kredit oleh

bank, baik dalam rupiah dan valas, Terminologi NPF dan pembiayaan untuk bank syariah,

sedangkan NPL dan kredit untuk bank konvensional.Kriteria NPF atau NPL adalah (1) kurang

lancar, (2) diragukan dan (3) macet.

Omset

Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi

Outflow

Aliran keluar uang kartal dari Bank Indonesia.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,

restribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

qtq

Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

Real Time Gross Settlement (RTGS)

Sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu

seketika.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Sistem pertukaran data keuangan elektronik dan/atau warkat antar peserta kliring baik atas

nama peserta maupun atas nama nasabah yang perhitungannya diselesaikan pada waktu

tertentu.

Volatile Food

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat

bergejolak karena faktor-faktor tertentu.

yoy

Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

158

DAFTAR SINGKATAN

APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BBM

Bahan Bakar Minyak

BKPM

Badan Koordinasi Penanaman Modal

BPS

Badan Pusat Statistik

DISBUDPAR

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

DPK

Dana Pihak Ketiga

FGD

Focus Group Discussion

FTV

Financing to Value

IHK

Indeks Harga Konsumen

IKK

Indeks Keyakinan Konsumen

KPR

Kredit Pemilikan Rumah

LDR

Loan to Deposit Ratio

LFR

Loan to Funding Ratio

LNPRT

Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga

LTV

Loan to Value

mtm

Month to month

NPF

159

Non Performing Financing

NPL

Non Performing Loan

PLN

Perusahaan Listrik Negara

PMA

Penanaman Modal Asing

PMDN

Penanaman Modal Dalam Negeri

PMTB

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto

qtq

Quarter to quarter

RTGS

Real Time Gross Settlement

SKDU

Survei Kegiatan Dunia Usaha

SKNBI

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

TPK

Tingkat Penghunian Kamar

UTLE

Uang Tidak Layak Edar

yoy

Year on year