kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

10
 Bab 4 Kelembagaan  Kelembagaan Penataan Ruang di Lingk ungan Departemen Da lam Negeri Sejarah Penataan Ruang Indonesia - Syarif Puradimadja - IV.4-1 4 4. 4 4  K KE EL L E EM MB BA AG GA AA AN N P PE EN NA AT T A AA AN N R RU UA AN NG G D DI I  L LI I N NG GK KU UN NG GA AN N D DE EP P A AR RT T E E M ME E N N D DA AL L A AM M N NE E G GE ER RI I  Oleh Syarif Puradimadja Pada awal Pembangunan Jangka Panjang Pertama, pembangunan nasional masih berorientasi pada pencapaian sasaran sektoral. Kota, desa dan kawasan tertentu dianggap belum menunjukan gejala yang memerlukan penanganan khusus. Namun, pada awal Pelita III, sejalan dengan keberhasilan pembangunan sektoral, mulai terlihat gejala tuntutan perhatian pada dimensi ruang dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berwawasan wilayah dan daerah. Pergeseran penekanan menuju pertumbuhan yang seiring dengan pemerataan telah menemukan tuntutan pendekatan yang berwawasan regional dan wilayah sebagai alternatif. Pada Pelita III itu pula mulai dicantumkan tentang peran perkotaan yang menjadi penting sebagai pusat kegiatan sekaligus pendorong pembangunan wilayah, pembangunan daerah dan nasional. Kota juga diidentifikasi sebagai pusat modernisasi dan inovasi teknologi, pusat kegiatan sosial serta pintu keterkaitan dengan wilayah lainnya dan dunia luar. Semua itu berpengaruh terhadap arah pembangunan daerah. Pada pertengahan Pelita III itulah dinamika penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di lingkungan Departemen Dalam Negeri menuntut pembentukan dua direktorat khusus di lingkungan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) yaitu Direktorat Pengembangan Perkotaan serta Direktorat Ekonomi dan Pembangunan Daerah. Kedua direktorat inilah yang selanjutnya merintis upaya menjaga kesinambungan kegiatan seluruh rangkaian pembangunan di daerah yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasinya agar d apat terlaksana seiring mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sejalan dengan itu, penataan ruang kota maupun daerah dan wilayah sebagai media perangkat pembangunan mendapat

Transcript of kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

Page 1: kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

8/18/2019 kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/kamus-tata-ruang-bab44pdf 1/10

 Bab 4 Kelembagaan Kelembagaan Penataan Ruang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri 

Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Syarif Puradimadja - 

IV.4-1

44..44 

KKEELLEEMMBBAAGGAAAANN PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG 

DDII LLIINNGGKKUUNNGGAANN DDEEPPAARRTTEEMMEENN DDAALLAAMM NNEEGGEERRII 

Oleh Syarif Puradimadja 

Pada awal Pembangunan Jangka Panjang Pertama,pembangunan nasional masih berorientasi pada pencapaian sasaransektoral. Kota, desa dan kawasan tertentu dianggap belummenunjukan gejala yang memerlukan penanganan khusus. Namun,pada awal Pelita III, sejalan dengan keberhasilan pembangunansektoral, mulai terlihat gejala tuntutan perhatian pada dimensi ruangdalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berwawasanwilayah dan daerah. Pergeseran penekanan menuju pertumbuhanyang seiring dengan pemerataan telah menemukan tuntutanpendekatan yang berwawasan regional dan wilayah sebagaialternatif. Pada Pelita III itu pula mulai dicantumkan tentang peranperkotaan yang menjadi penting sebagai pusat kegiatan sekaliguspendorong pembangunan wilayah, pembangunan daerah dannasional. Kota juga diidentifikasi sebagai pusat modernisasi daninovasi teknologi, pusat kegiatan sosial serta pintu keterkaitandengan wilayah lainnya dan dunia luar. Semua itu berpengaruhterhadap arah pembangunan daerah.

Pada pertengahan Pelita III itulah dinamika penyelenggaraanpemerintahan dan pembangunan di lingkungan Departemen DalamNegeri menuntut pembentukan dua direktorat khusus di lingkunganDirektorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah(PUOD) yaitu Direktorat Pengembangan Perkotaan serta DirektoratEkonomi dan Pembangunan Daerah. Kedua direktorat inilah yang

selanjutnya merintis upaya menjaga kesinambungan kegiatanseluruh rangkaian pembangunan di daerah yang mencakupperencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasinya agar dapatterlaksana seiring mekanisme penyelenggaraan pemerintahan didaerah. Sejalan dengan itu, penataan ruang kota maupun daerahdan wilayah sebagai media perangkat pembangunan mendapat

Page 2: kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

8/18/2019 kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/kamus-tata-ruang-bab44pdf 2/10

 Bab 4 Kelembagaan Kelembagaan Penataan Ruang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri 

Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Syarif Puradimadja - 

IV.4-2

penguatan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaanfungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Gambar 1

PPEELLEEMMBBAAGGAAAANN PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG SSEELLAAMMAA PPJJPP II 

Pada tahun 1978, Direktorat Ekonomi dan PembangunanDaerah merintis pengenalan Program Pengembangan Wilayah yangberwawasan regional dan ekstensifikasi program Inpres.Sebelumnya, pada tahun 1976, Direktorat Pengembangan Perkotaanmerintis Program Pengembangan Administrasi Perkotaan. Keduaprogram rintisan pada medio PJP I itu, tak perlu disangsikan lagi,merupakan tonggak sejarah dimulainya pembinaan pembangunanyang memiliki dimensi ruang sebagai bagian dari fungsi

penyelenggaraan pemerintahan.

Kesadaran terhadap pentingnya pembinaan program rintisandi atas membawa implikasi akan pentingnya sistem dan proseduryang perlu ditempuh dan pengaturannya dalam bentuk peraturanperundangan. Kiranya mudah dimaklumi, bahwa pelaksanaan fungsi

Sumber :

Page 3: kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

8/18/2019 kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/kamus-tata-ruang-bab44pdf 3/10

 Bab 4 Kelembagaan Kelembagaan Penataan Ruang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri 

Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Syarif Puradimadja - 

IV.4-3

dan tugas yang melekat pada kewenangan tidak mungkin dapatdilaksanakan dengan baik tanpa pengaturan. Departemen DalamNegeri sangat konsisten dan disiplin dalam melaksanakan fungsinyayang melekat sebagai lembaga “bestuur voerings”.

Saat itu, orientasi pembinaan perkotaan di DirektoratPengembangan Perkotaan yang dibentuk pada tahun 1974, terfokus

pada program yang terkait dengan aspek pembinaan aparaturpemerintahan kota, perencanaan pembangunan kota,pengembangan potensi kota serta pembinaan sosial perkotaan.Pengukuhan atas program-program tersebut merujuk pada kebijakanpengembangan perkotaan Departemen Dalam Negeri yangditetapkan pada bulan September 1975. Implikasi dari terbitnyakebijakan tersebut membawa misi Direktorat pada perluasanpenanganan kegiatan pembinaan, antara lain termasuk programperencananaan pembangunan ibukota kabupaten, perluasan danpenyesuaian batas wilayah, pemekaran administrasi wilayah kota,peningkatan status kota serta pengembangan aparatur pemerintahankota. Di daerah, program tersebut diperkuat, antara lain, denganSurat Edaran Menteri Dalam Negeri nomor 3 tahun 1976 tentang“Rencana Pembangunan Ibukota Kabupaten di Seluruh Indonesia”.

Demikian pula lahirnya Instruksi Presiden nomor 13 tahun1976 tentang “Pengembangan Wilayah Jabotabek” yang diprakarsaioleh Direktorat Jenderal PUOD. Semula, diarahkan pada penataanadministrasi pembangunan melalui konsep dekonstrasi planologisserta koordinasi pembangunan antarpemerintah daerah secaraharmonis melalui pembentukan BKSP Jabotabek yang berimplikasiterhadap pengembangan penataan ruang di wilayah tersebut.

Jika dikaitkan dengan tuntutan pembinaan yang harusdiemban sehubungan dengan program pembinaan perencanaanpembangunan kota, maka pelembagaan pembinaan penataan ruangmenjadi salah satu pelaksanaan tugas Direktorat PengembanganPerkotaan. Lahirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 4 tahun1980 tentang “Pedoman Penyusunan Rencana Kota” menjadi bukti

sejarah tentang keabsahan pengaturan penataan ruang sebagaisalah satu urusan otonomi dalam penyelenggaraan pemerintahandaerah. Hal ini sejalan pula dengan prinsip penyelenggaraanpemerintahan daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-undangnomor 5 tahun 1974 beserta seluruh implikasi yuridis danbirokratisnya. Atas dasar konstatasi bahwa penataan ruangmerupakan salah satu fungsi pemerintahan di daerah sekaligus

Page 4: kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

8/18/2019 kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/kamus-tata-ruang-bab44pdf 4/10

 Bab 4 Kelembagaan Kelembagaan Penataan Ruang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri 

Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Syarif Puradimadja - 

IV.4-4

menjadi urusan otonomi, maka proses penataan ruang harusdidukung pengalokasian anggaran daerah. Salah satu sumber yangdapat menjembatani pengelolaannya pada saat awal pembinaan,berasal dari Subsidi Daerah Otonom (SDO). Kewenanganpenanganan rencana tata ruang kota di daerah selanjutnya lebihdimantapkan lagi dalam Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1986tentang “Penyerahan Sebagian Urusan di Bidang Pekerjaan Umum

kepada Daerah”.

Peningkatan status Direktorat Ekonomi dan PembangunanDaerah menjadi Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (DitjenBangda) yang berdiri sendiri lepas dari Direktorat Jenderal PUODpada tahun 1981 adalah realitas dari tingginya tuntutan dalammengemban fungsi dan tugas yang kian kompleks di bidangpembangunan regional dan daerah. Tuntutan itu ditandai dengansemakin pentingnya mensinergikan pembangunan antar sektor didaerah, antara sektor pusat dan sektor daerah serta antar sektordaerah sendiri yang menuntut pula koordinasi antar pusat dan antarapusat dengan daerah. Namun, intinya, bagaimana memberikandimensi regional pada pembangunan sektoral. Ratifikasi PeraturanMenteri Dalam Negeri nomor 9 tahun 1982 tentang “PedomanPenyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di

Daerah” atau lebih dikenal dengan P5D, lahir sebagai sarana bagipelaksanaan mekanisme perencanaan pembangunan daerah yangterkoordinasi, terpadu dan partisipatif melalui mekanismepenyelenggaraan konsultasi dan musyawarah pembangunan diberbagai tingkatan.

Terdapat dua dokumen pokok dari kegiatan P5D, yaitu PolaDasar Pembangunan Daerah dan Repelita Daerah. Dalam dokumenP5D, khususnya dalam pedoman penyusunan Repelita Daerah,dimensi ruang telah turut diperkenalkan sebagai matra pengalokasianrencana tiap sektor yang harus saling terkait dan terpadu di dalamsuatu satuan wilayah. Ratifikasi Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun1988 tentang “Koordinasi Kegiatan Vertikal di Daerah” telah pulamemberikan peluang dan kesempatan pada berbagai instansi untukmeningkatkan ketajaman skala prioritas dokumen perencanaan.Selanjutnya, kelahiran Inmendagri nomor 14 tahun 1990 tentang“PPW” yang berfungsi sebagai rujukan resmi dalam perencanaandan pembangunan wilayah merupakan tahap berikutnya, bagaimanamatra ruang dan disiplin penataan ruang telah memberi warna dalamproses perencanaan pembangunan di daerah.

Page 5: kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

8/18/2019 kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/kamus-tata-ruang-bab44pdf 5/10

 Bab 4 Kelembagaan Kelembagaan Penataan Ruang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri 

Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Syarif Puradimadja - 

IV.4-5

Pada tahun 1992 ada penambahan satu sub-direktorat dilingkungan Direktorat Bina Program, Ditjen Bangda, yaitu Sub-Direktorat Pembinaan Penataan Ruang dan Kawasan sebagaipengejawantahan pentingnya matra ruang dalam pembangunandaerah tingkat I maupun tingkat II. Sub-direktorat ini diharapkanmampu mengkaji dan menajamkan dimensi analisa ruang baik atasbekerjanya sektor-sektor yang memiliki aspek “lokalitas” maupun

faktor sosial, ekonomi dan prasarana. Jadi, analisa tidak sebataspada penyiapan program dan proyek yang berada pada payung“urusan” yang sudah diserahkan ke daerah.

Di samping pembinaan untuk peningkatan kemampuan aparatdaerah dalam melakukan penyiapan tata ruang, dilakukan pulapembinaan penetapan penataan ruang guna mempercepat perolehanlegalitas tata ruang di daerah. Hal ini penting, karena tanpa legalitassuatu tata ruang sulit diimplementasikan. Aspek penegakan hukumatas produk penataan ruang ini menjadi fokus pembinaanDepartemen Dalam Negeri. Sementara itu, pembinaan aspek teknistetap berada di departemen teknis, yaitu Departemen PekerjaanUmum.

Namun demikian, Departemen Dalam Negeri perlu

memonitor, mengingat rencana tata ruang tidak sebatas dilihat dariaspek prosedural dalam penyelenggaraan pembangunan semata,tapi juga sebagai kegiatan yang dapat menunjang tercapainyasasaran pembangunan. Untuk maksud itu, selain peningkatankemampuan aparat, juga upaya memasyarakatkan penataan ruangterus dilakukan. Hal yang penting lagi adalah bagaimana peransertamasyarakat dan swasta benar-benar dilibatkan dalam seluruh prosespenataan ruang di daerah.

Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya tahun 1987, DirektoratPengembangan Perkotaan pada Ditjen PUOD berganti induk danmelebur sebagai salah satu direktorat baru yaitu DirektoratPembinaan Perkotaan pada Ditjen Bangda. Dengan hadirnyaDirektorat Pembinaan Perkotaan di lingkungan Ditjen Bangda,

pembinaan pengembangan dan pembangunan daerah denganpendekatan wilayah semakin mantap. Ada dua dimensi tantanganyang dihadapi direktorat ini dalam pelaksanaan tugasnya, yaituterkait dengan (1) pengembangan sistem kota-kota yang berimplikasipada pembentukan keseimbangan pertumbuhan antarkota dalamtatanan regional, dan (2) peningkatan pengelolaan kota yangberimplikasi perlunya pemantapan proses dan tata cara

Page 6: kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

8/18/2019 kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/kamus-tata-ruang-bab44pdf 6/10

 Bab 4 Kelembagaan Kelembagaan Penataan Ruang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri 

Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Syarif Puradimadja - 

IV.4-6

pembangunan perkotaan melalui pengelolaan (urban management )yang efektif.

Dihadapkan pada dua dimensi tantangan itu, kemudiandisadari bahwa penataan ruang kota dapat dirujuk sebagaiinstrumen mendasar bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangu-nan daerah. Atas dasar itu, penguatan fungsi direktorat dalam

menyiapkan perumusan pedoman perencanaan pembangunan yangberdimensi ruang menjadi salah satu titik perhatian.

Pada periode ini lahir enam peraturan perundangan di bidangpenataan ruang yang ditetapkan atau melalui kebijakan MenteriDalam Negeri, yaitu:

1. Instruksi Presiden nomor 13 tahun 1976 tentang“Pengembangan Wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang danBekasi (Jabotabek)”;

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 tahun 1987 tentang“Pedoman Penyusunan Rencana Kota”;

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 3 tahun 1987 tentang“Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk

Keperluan Pembangunan Perumahan”;

4. Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 59 tahun 1988tentang “Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri DalamNegeri nomor 2 tahun 1987”;

5. Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 650-658 tentang“Keterbukaan Rencana Kota Untuk Umum”;

6. Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 14 tahun 1988 tentang“Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan”.

LLEEMMBBAAGGAA PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG AAWWAALL EERRAA RREEFFOORRMMAASSII 

Meski periode ini secara formal tidak pernah disebut sebagaiPJP II sehubungan dengan munculnya era transisi menuju reformasi,

namun secara struktural Ditjen Bangda tetap harus melaksanakantugas pokoknya untuk melanjutkan langkah pembinaan pada PJP I.Ditjen Bangda menyadari, konsistensi penataan ruang daerah(provinsi, kabupaten dan kota) perlu ditingkatkan terus menerus.Dalam periode ini dilakukan berbagai upaya peningkatan penyiapandokumen tata ruang melalui penerbitan petunjuk dan pedoman serta

Page 7: kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

8/18/2019 kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/kamus-tata-ruang-bab44pdf 7/10

 Bab 4 Kelembagaan Kelembagaan Penataan Ruang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri 

Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Syarif Puradimadja - 

IV.4-7

penyiapan sumber daya manusia agar lebih memahami pentingnyaarti dokumen tata ruang kota sebagai rujukan yang memiliki kekuatanhukum bagi pelaksanaan pembangunan melalui mekanismeperizinan.

Undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang PenataanRuang ikut memicu bagi pentingnya petunjuk kepada Daerah.

Petunjuk juga diberlakukan bagi masyarakat termasuk swasta untukberperanserta dalam mengefektifkan tata ruang. Petunjuk tersebutmempunyai kedudukan penting bagi terwujudnya prosedurpencapaian manfaat ruang sebagaimana diamanatkan Undang-undang nomor 24 tahun 1992, yaitu untuk menjaga kesinambunganpengawasan pemberian perizinan oleh pemerintah daerahmenyangkut :

(a) menjaga keterkaitan penggunaan tolok ukur pembentuk ruang(kondisi dan perkembangan ekonomi, kependudukan, sosialdan fisik) dengan besaran lokasi yang diberikan izin;

(b) menjaga keterkaitan aspek penggunaan tanah (seperti faktorgeofisik, meteorologi, klimatologi) dengan besaran lokasi yangdibeikan izin.

Pada awal periode ini, dapat diinformasikan sejumlahkegiatan, antara lain penyelesaian 27 Rencana Tata Ruang Provinsi,15 RTRWP yang telah disahkan Menteri Dalam Negeri, 8 RTRWPlainnya sudah menjadi peraturan daerah dan dalam prosespengesahan, sisanya dalam proses penetapan Perda. Sementara itu,pada saat bersamaan, telah diselesaikan pula 243 RTRW kabupatendan 61 RTRW kota.

Sejalan dengan upaya itu, upaya penataan ruang di daerahterus dilanjutkan dan disempurnakan. Perlu dicatat, upaya tersebutdidukung pembentukan Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah ditingkat propinsi maupun kabupaten dan kota yang dibentukberdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun 1996.

Pada periode ini lahir lima peraturan perundangan di bidangpenataan ruang yang terkait dengan perkotaan maupun propinsi dankabupaten. Lahirnya peraturan perundangan itu, selain sebagaituntutan pelaksanaan pembinaan melalui deseminasi peningkatankemampuan aparat daerah dalam merencana, juga sebagai bagiandari penegakan hukum atas tanggung jawab dan kewajiban daerahdalam melaksanakan kewenangan otonominya.

Page 8: kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

8/18/2019 kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/kamus-tata-ruang-bab44pdf 8/10

 Bab 4 Kelembagaan Kelembagaan Penataan Ruang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri 

Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Syarif Puradimadja - 

IV.4-8

Peraturan perundangan yang lahir pada periode ini adalah:

1. Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun 1996 tentang“Pembentukan Tim Koordinasi Penataan Ruang DaerahTingkat I dan Tingkat II”;

2. Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 134 tahun 1988tentang “Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I danRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II”;

3. Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 137 tahun 1998tentang “Pedoman Penyusunan dan Perhitungan BiayaRencana Tata Ruang Di Daerah”;

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 8 tahun 1998 tentang“Penyelenggaraan Penataan Ruang Daerah”;

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 9 tahun 1998 tentang“Tatacara Peranserta Masyarakat dalam Proses PerencanaanTata Ruang di Daerah”.

PPEEMMBBIINNAAAANN TTAATTAA RRUUAANNGG DDII EERRAA PPEELLAAKKSSAANNAAAANN UUUU 2222 / /11999999 

Pada periode ini, perkembangan pembinaan penataan ruangdi Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah mengalami pergeseranyang sangat mendasar. Hal ini terjadi sejalan dengan pergeseranfungsionalisasi departemen dan kementerian dalam pemberiandukungan proses desentralisasi. Selain harus menyesuaikan padakinerja pemerintah yang makin efektif, juga perlu dihindarkanduplikasi tugas dan fungsi antar departemen dan kementrian.

Implikasi dari pergeseran itu, hapusnya beberapa direktoratyang terkait dengan pembinaan pembangunan regional dan wilayah.Konteks pembinaan aspek tersebut seperti pembinaan pembangunanperkotaan dan pembinaan pengembangan wilayah bergeser menjadisalah satu fungsi dan tugas Departemen Permukiman danPengembangan Wilayah (Kimbangwil). Namun, aspek tata ruang

tetap memiliki aspek pembinaan dari segi pengaturan, terutamaterkait dengan penetapan aspek legalitas rencana tata ruang didaerah. Oleh karena itu, fungsi tugas tersebut masih perludipertahankan di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Secarafungsional, tugas ini ditangani Direktorat Lingkungan Hidup dan TaraRuang, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah.

Page 9: kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

8/18/2019 kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/kamus-tata-ruang-bab44pdf 9/10

 Bab 4 Kelembagaan Kelembagaan Penataan Ruang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri 

Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Syarif Puradimadja - 

IV.4-9

Sementara itu, Direktorat Jenderal PUOD dipecah menjadiDirektorat Jenderal Otonomi Daerah (Ditjen OTDA) dan DirektoratJenderal Pemerintahan Umum (Ditjen PUM). Dalam hal ini, masalahpemerintahan umum di perkotaan tetap memiliki kekhususan. Atasdasar pemikiran tersebut, maka di Ditjen PUM dibentuk pulaDirektorat Perkotaan yang fungsi dan tugas pokoknya membina danmenangani kegiatan dalam meningkatkan kemampuan manajemen

pemerintahan kota. Direktorat ini tidak menangani aspek pembinaanpenataan ruang, namun terfokus pada pengelolaan administrasipemerintahan kota, pembinaan perangkat perkotaan dan pembinaanpotensi perkotaan termasuk perhatian birokrasi terhadap socialcapital . Selain itu, terdapat pula tugas pembinaan atas dua aspekteknis khusus, yaitu pengelolaan pemadam kebakaran dankerjasama pengembangan perkotaan yang merupakan fungsi tugasyang tidak ditangani berbagai unit dan instansi atau departemen lain.

Page 10: kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

8/18/2019 kamus tata ruang Bab.4.4.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/kamus-tata-ruang-bab44pdf 10/10

 Bab 4 Kelembagaan Kelembagaan Penataan Ruang di Lingkungan Departemen Dalam Negeri 

Sejarah Penataan Ruang Indonesia- Syarif Puradimadja - 

IV.4-10

DAFTAR PUSTAKA

1. Kebijakan Pengembangan Kota, Departemen Dalam Negeri,Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan OtonomiDaerah, Jakarta 1975.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 1980 tentangPedoman Rencana Kota.

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 1982, tentangPedoman Penyusunan Perencanaan dan PengendalianPembangunan di Daerah (P5D).

4. Himpunan Produk Hukum Menteri Dalam Negeri di BidangPenataan Ruang Perkotaan,  Direktorat JenderalPembangunan Daerah, Jakarta 1989.

5. Pedoman Manajemen Lahan Perkotaan, Direktorat JenderalPembangunan Daerah, Departemen Dalam Negeri, Jakarta,1994.

6. Himpunan Produk Hukum Menteri Dalam Negeri BidangPenataan Ruang, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah,Jakarta 1998.

7. H. Feisal Tamin, Direktorat Jendral Pembangunan Daerah:Dulu, Kini dan Esok, Jurnal Pembangunan Daerah No. 01Tahun 1997.

8. Drs. H. Sofyan Nasution MSi, Perencanaan Strategis:Dimensi Ruang, Prediksi Investasi, dan AnalisaKebutuhan Prasarana dan Sarana Fisik DalamPembangunan Di Daerah,  Jurnal Pembangunan DaerahNo.1 Tahun 1997.

9. Ir. H. Hatta Ahadis, MSc, Paradigma PembangunanPerkotaan dan Tantangan Abad 21.  Jurnal PembangunanDaerah No. 1 Tahun 1997.

10.  Direktorat Perkotaan Direktorat Jenderal Pemerintahan

Umum, Departemen Dalam Negeri, Telaahan DirektoratPerkotaan Ditjen PUM atas Konsep Struktur OrganisasiDitjen PUM, Jakarta 2003.