KALIMANTAN.doc

17
PULAU KALIMANTAN Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan di bagian selatan oleh Laut Jawa. + + + + + + + + + + + + + + + + + + N + + + + + + + + + KUCHING OROGENIC COMPLEX TARAKAN B A S IN NW.BORNEO B A S IN KOTA K IN AB A LU KUCHING K UT A I B A S IN S angatta S emberah B adak/Nilam Tunu Handil Mutiara BALIKPAPAN SAM A R IN D A PALANGKARAYA SCHWANNER BLOCK B A N JAR M A SIN PATERNOSTER PLATFORM South C hina Sea C elebesSea Java Sea ME L A WI B A S IN + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + BARITO PLAT FO RM UPPER LOWER KETUNGAU BASIN + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + N + + + + + + + + + Indonesia KUCHING OROGENIC COMPLEX M alaysia TARAKAN B A S IN B runei NW.BORNEO B A S IN KOTA K IN AB A LU KUCHING K UT A I B A S IN S angatta S emberah B adak/Nilam Tunu Handil Mutiara BALIKPAPAN SAM A R IN D A PALANGKARAYA SCHWANNER BLOCK B A N JAR M A SIN PATERNOSTER PLATFORM South C hina Sea C elebesSea Java Sea ME L A WI B A S IN + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + BARITO PLAT FO RM UPPER LOWER KETUNGAU BASIN + + + + + + + + + + + + + + + + Gambar 1: Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan (Bachtiar, 2006) Bagian utara Kalimantan didominasi oleh komplek akresi Crocker-Rajang-Embaluh berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di bagian selatan komplek ini terbentuk Cekungan Melawi-Ketungai dan Cekungan Kutai selama Eosen Akhir, dan dipisahkan oleh zona ofiolit-melange Lupar-Lubok Antu dan Boyan.

description

Geological Information about Borneo

Transcript of KALIMANTAN.doc

PULAU KALIMANTAN

Pulau Kalimantan berada dibagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pada bagian utara

dibatasi oleh cekungan marginal Laut China Selatan, di bagian timur oleh selat Makassar dan di

bagian selatan oleh Laut Jawa.

+ + + + + + + + + + + + +

+ + + + + + +

N

+ + + + + + + + +

Indonesia

KUCHING OROGENIC

COMPLEX

Malaysia

TARAKAN

BASIN

Brunei

NW.BORNEO

BASIN

KOTA

KINABALU

KUCHING

KUTAI BASINSangatta

SemberahBadak/Nilam

Tunu

HandilMutiara

BALIKPAPAN

SAMARINDA

PALANGKARAYASCHWANNER BLOCK

BANJARMASIN PATERNOSTER

PLATFORM

South China Sea

Celebes Sea

Java Sea

MELAWI BASIN

+ + + ++ + +

++

+ + + + + ++ ++ + +

+ + ++ + + +

+ + + ++ + + + + + +

+ + + + + + +

+ + + + + + +

+ + + +

BARITOPLAT FORM

UPPER

LOWER

KETUNGAU BASIN

+ + + + + + + + + + + +

+ + + +

+ + + + + + + + + + + + +

+ + + + + + +

N

+ + + + + + + + +

Indonesia

KUCHING OROGENIC

COMPLEX

Malaysia

TARAKAN

BASIN

Brunei

NW.BORNEO

BASIN

KOTA

KINABALU

KUCHING

KUTAI BASINSangatta

SemberahBadak/Nilam

Tunu

HandilMutiara

BALIKPAPAN

SAMARINDA

PALANGKARAYASCHWANNER BLOCK

BANJARMASIN PATERNOSTER

PLATFORM

South China Sea

Celebes Sea

Java Sea

MELAWI BASIN

+ + + ++ + +

++

+ + + + + ++ ++ + +

+ + ++ + + +

+ + + ++ + + + + + +

+ + + + + + +

+ + + + + + +

+ + + +

BARITOPLAT FORM

UPPER

LOWER

KETUNGAU BASIN

+ + + + + + + + + + + +

+ + + +

Gambar 1: Kerangka Tektonik Pulau Kalimantan (Bachtiar, 2006)

Bagian utara Kalimantan didominasi oleh komplek akresi Crocker-Rajang-Embaluh

berumur Kapur dan Eosen-Miosen. Di bagian selatan komplek ini terbentuk Cekungan Melawi-

Ketungai dan Cekungan Kutai selama Eosen Akhir, dan dipisahkan oleh zona ofiolit-melange

Lupar-Lubok Antu dan Boyan.

Di bagian selatan pulau Kalimantan terdapat Schwanner Mountain berumur

Kapur Awal-Akhir berupa batolit granit dan granodiorit yang menerobos batuan metamorf

regional derajat rendah. Tinggian Meratus di bagian tenggara Kalimantan yang membatasi

Cekungan Barito dengan Cekungan Asem-asem. Tinggian Meratus merupakan sekuens ofiolit

dan busur volkanik Kapur Awal. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dibatasi oleh Adang

flexure.

a. Tatanan Tektonik

Basement pre-Eosen

Bagian baratdaya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil (Kapur Awal) sebagai

bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi baratdaya Kalimantan, Laut Jawa bagian barat,

Sumatra, dan semenanjung Malaysia. Wilayah ini dikenal sebagai Sundaland. Ofiolit dan

sediment dari busur kepulauan dan fasies laut dalam ditemukan di Pegunungan Meratus, yang

diperkirakan berasal dari subduksi Mesozoikum. Di wilayah antara Sarawak dan Kalimantan

terdapat sediment laut dalam berumur Kapur-Oligosen (Kelompok Rajang), ofiolit di (Lupar

line, Gambar 4; Tatau-Mersing line, Gambar 5 dan 6; Boyan mélange antara Cekungan

Ketungai dan Melawi), dan unit lainnya yang menunjukkan adanya kompleks subduksi. Peter

dan Supriatna (1989) menyatakan bahwa terdapat intrusive besar bersifat granitik berumur Trias

diantara Cekungan Mandai dan Cekungan Kutai atas, memiliki kontak tektonik dengan formasi

berumur Jura-Kapur.

SUNDA PL MICRO - CONT

MERATU'S WEDGE

INDIAN -AUSTRALIAPLATE PATERNOSFER -

KANGEAN BLOCKPLATE

FA

MA

BA 1

RIFTED FROMGONDWANA

NW

SCS BASIN

SE

WEST DIPPING SUBDUCTION

80 - 60 MAL.CRET. - PALEOC.

LUPAR WEDGE

FIRST EPISODESSCS SPREADING

MA

BA 2FA NW

AUSTRALIA PLATE

MA = MAGMATIC ARCBA = BACK ARC BASINFA = FORE ARC BASIN

SCS = SOUTH CHINA SEA

COLLISION MICCRO CONTINEN - MERATUS

60 - 40 MAPALEOC. - M. EOCENE

EAST DIPPING SUBDUCTION

Gambar 2: NW – SE Cross section Schematic reconstruction (A) Late Cretaceous, and (B) Eocene (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).

Permulaan Cekungan Eosen

Banyak penulis memperkirakan bahwa keberadaan zona subduksi ke arah tenggara di

bawah baratlaut Kalimantan (Gambar 2 dan 3) pada periode Kapur dan Tersier awal dapat

menjelaskan kehadiran ofiolit, mélanges, broken formations, dan struktur tektonik Kelompok

Rajang di Serawak (Gambar 4), Formasi Crocker di bagian barat Sabah, dan Kelompok

Embaluh. Batas sebelah timur Sundaland selama Eosen yaitu wilayah Sulawesi, yang

merupakan batas konvergensi pada Tersier dan kebanyakan sistem akresi terbentuk sejak Eosen.

Gambar 3: Paleocene – Middle Eocene SE Asia tectonic reconstruction. SCS = South China Sea, LS = Lupar

Subduction, MS = Meratus Subduction, WSUL = West Sulawesi, I-AU = India Australia Plate, PA = Pacific plate

(Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)

Gambar 4: Cross section reconstruction of North Kalimantan that show Lupar subduction in Eocene (Hutchison, 1989, op cit., Bachtiar 2006))

Mulainya collision antara India dan Asia pada Eosen tengah (50 Ma) dan mempengaruhi

perkembangan dan penyesuaian lempeng Asia. Adanya subsidence pada Eosen dan sedimentasi

di Kalimantan dan wilayah sekitarnya merupakan fenomena regional dan kemungkinan

dihasilkan dari penyesuaian lempeng, sebagai akibat pembukaan bagian back-arc Laut Celebes.

Tektonisme Oligosen

Tektonisme pada pertengahan Oligosen di sebagian Asia tenggara, termasuk Kalimantan

dan bagian utara lempeng benua Australia, diperkirakan sebagai readjusement dari lempeng

pada Oligosen. Di pulau New Guinea, pertengahan Oligosen ditandai oleh ketidakselarasan

(Piagram et al., 1990 op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992) yang dihubungkan dengan

collision bagian utara lempeng Australia (New Guinea) dengan sejumlah komplek busur. New

Guinea di ubah dari batas konvergen pasif menjadi oblique. Sistem sesar strike-slip berarah

barat-timur yang menyebabkan perpindahan fragmen benua Australia (Banggai Sula) ke bagian

timur Indonesia berpegaruh pada kondisi lempeng pada pertengahan Oligosen.

IND

SCS

H

NP

RB

MS

KUTEI B

L. OLIGOC. - E. MIOC. ( 32 - 16.2 )

100 0 E

E. SUL

AU

NG

BANDA

SU

PHIL. PL

I - AU6 cm / yr

90 0 E 110 0 E 120 0 E 130 0 E

10 0 N

0 0

10 0 S

Gambar 5: Late Oligocene – Early Miocene SE Asia tectonic reconstruction. SCS = South China Sea, LS = Lupar Subduction, MS = Mersing Subduction, WSUL = West Sulawesi, E SUL = East Sulawesi I-AU = India Australia

plate, PA = Pacific plate, INC = Indocina, RRF = Red River Fault, IND = India; AU = Australia, NG = New Guinea, NP = North Palawan, RB = Reed Bank, H = Hainan, SU = Sumba (Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar 2006)

Ketidakselarasan pada pertengahan Oligosen hadir di Laut China selatan (SCS) dan

wilayah sekitarnya (Adams dan Haak, 1961; Holloway, 1982; Hinz dan Schluter, 1985; Ru dan

Pigott, 1986; Letouzey dan Sage, 1988; op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992). Ketidak

selarasan ini dihubungkan dengan pemekaran lantai samudera di SCS. Subduksi pada baratlaut

Kalimantan terhenti secara progresif dari baratdaya sampai timurlaut. Di bagian baratdaya,

berhenti pada pertengahan Oligosen; di bagian timurlaut, berhenti pada akhir Miosen awal

(Holloway, 1982, op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992).

PA - RB

KUCHING UPLIFT

MERATU'S UPLIFT

BA - SU

BA - SU

E. SULW. SUL

BANGGAI /SULA MICRO-CONTINENT

- COLLISION BA - SU - W. SULA- TERMINATION SUBDUCTION

- TERMINATION SUBDUCTION

TRANSPRESSION / TRANSTENSION

DEFORMATION

W. SULAWESI

MABABA

MA

IAB

INNER KUTEI B

OUTER KUTEI B

MS

SE

MERSINGSUBDUCTION

FA

SECOND EPISODESCS SPREADING

NW SE - DIPPING SUBDUCTION

32 - 16.2 MaOLIGOCENE - M. MIOCENE

16.2 - 0 Ma( M. MIOCENE - PRESENT )

PA - RB PALAWAN /REED BANKCOLLISION

Gambar 6: NW – SE cross section schematic reconstruction (A) Oligocene – Middle Miocene, and (B) Middle Miocene - Recent (Pertamina BPPKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006).

AU

L

NP

KUTEI B

PHIL. PL

BA - SU

NG

I - AU

110 0 E

M. MIOCENE - PRESENT ( 0 - 16 )

100 0 E 120 0 E 130 0 E

10 0 N

0 0

10 0 S

Gambar 7: Middle Miocene – Recent SE Asia tectonic reconstruction (Pertamina BPKKA, 1997, op cit., Bachtiar, 2006)

Tektonisme Miosen

Di wilayah sekitar SCS pada Miosen awal-tengah terjadi perubahan yang Sangat

penting. Pemekaran lantai samudera di SCS berhenti, sebagai subduksi di Sabah dan Palawan;

mulai terjadinya pembukaan Laut Sulu (silver et al., 1989; Nichols, 1990; op cit., Van de Weerd

dan Armin, 1992); dan obduksi ofiolit di Sabah (Clennell, 1990, op cit., Van de Weerd dan

Armin, 1992). Membukanya cekungan marginal Laut Andaman terjadi pada sebagian awal

Miosen tengah (Harland et al., 1989. op cit., Van de Weerd dan Armin, 1992).

Gambar 8: Elemen Tektonik Pulau Kalimantan pada Miosen tengah. Nuay, 1985, op cit., Oh, 1987.)

b. Tatanan Stratigrafi

Dalam pembahasan stratigrafi, akan divas hubungan tektonik dan pengendapan

cekungan dari 2 (dua) cekungan yaitu Cekungan Barito dan Cekungan Kutai.

Cekungan Barito

Tektonik

Secara tektonik Cekungan Barito terletak pada batas bagian tenggara dari Schwanner

Shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini dibatasi oleh Tinggian Meratus pada bagian Timur

dan pada bagian Utara terpisah dengan Cekungan Kutaioleh pelenturan berupa Sesar Adang, ke

Selatan masih membuka ke Laut Jawa, dan ke Barat dibatasi oleh Paparan Sunda.

Cekungan Barito merupakan cekungan asimetrik, memiliki cekungan depan (foredeep)

pada bagian paling Timur dan berupa platform pada bagian Barat. Cekungan Barito mulai

terbentuk pada Kapur Akhir, setelah tumbukan (collision) antara microcontinent Paternoster

dan Baratdaya Kalimantan (Metcalfe, 1996; Satyana, 1996).

Pada Tersier Awal terjadi deformasi ekstensional sebagai dampak dari tektonik

konvergen, dan menghasilkan pola rifting Baratlaut – Tenggara. Rifting ini kemudian menjadi

tempat pengendapan sedimen lacustrine dan kipas aluvial (alluvial fan) dari Formasi Tanjung

bagian bawah yang berasal dari wilayah horst dan mengisi bagian graben, kemudian diikuti

oleh pengendapan Formasi Tanjung bagian atas dalam hubungan transgresi.

Pada Awal Oligosen terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh pengendapan

Formasi Berai bagian Bawah yang menutupi Formasi Tanjung bagian atas secara selaras dalam

hubungan regresi. Pada Miosen Awal dikuti oleh pengendapan satuan batugamping masif

Formasi Berai.

Selama Miosen tengah terjadi proses pengangkatan kompleks Meratus yang

mengakibatkan terjadinya siklus regresi bersamaan dengan diendapkannya Formasi Warukin

bagian bawah, dan pada beberapa tempat menunjukkan adanya gejala ketidakselarasan lokal

(hiatus) antara Formasi Warukin bagian atas dan Formasi Warukin bagian bawah.

Pengangkatan ini berlanjut hingga Akhir Miosen Tengah yang pada akhirnya

mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan regional antara Formasi Warukin atas dengan

Formasi Dahor yang berumur Miosen Atas – pliosen.

Tektonik terakhir terjadi pada kala Plio-Pliestosen, seluruh wilayah terangkat, terlipat,

dan terpatahkan. Sumbu struktur sejajar dengan Tinggian Meratus. Sesar-sesar naik terbentuk

dengan kemiringan ke arah Timur, mematahkan batuan-batuan tersier, terutama daerah-daerah

Tinggian Meratus.

Stratigrafi

Urutan stratigrafi Cekungan Barito dari tua ke muda adalah :

Formasi Tanjung (Eosen – Oligosen Awal)

Formasi ini disusun oleh batupasir, konglomerat, batulempung, batubara, dan basalt.

Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral neritik.

Formasi Berai (Oligosen Akhir – Miosen Awal)

Formasi Berai disusun oleh batugamping berselingan dengan batulempung / serpih di

bagian bawah, di bagian tengah terdiri dari batugamping masif dan pada bagian atas kembali

berulang menjadi perselingan batugamping, serpih, dan batupasir. Formasi ini diendapkan

dalam lingkungan lagoon-neritik tengah dan menutupi secara selaras Formasi Tanjung yang

terletak di bagian bawahnya. Kedua Formasi Berai, dan Tanjung memiliki ketebalan 1100 m

pada dekat Tanjung.

Formasi Warukin (Miosen Bawah – Miosen Tengah)

Formasi Warukin diendapkan di atas Formasi Berai dan ditutupi secara tidak selaras

oleh Formasi Dahor. Sebagian besar sudah tersingkap, terutama sepanjang bagian barat

Tinggian Meratus, malahan di daerah Tanjung dan Kambitin telah tererosi. Hanya di sebelah

selatan Tanjung yang masih dibawah permukaan.

Formasi ini terbagi atas dua anggota, yaitu Warukin bagian bawah (anggota klastik), dan

Warukin bagian atas (anggota batubara). Kedua anggota tersebut dibedakan berdasarkan

susunan litologinya.

Warukin bagian bawah (anggota klastik) berupa perselingan antara napal atau lempung

gampingan dengan sisipan tipis batupasir, dan batugamping tipis di bagian bawah, sedangkan

dibagian atas merupakan selang-seling batupasir, lempung, dan batubara. Batubaranya

mempunyai ketebalan tidak lebih dari 5 m., sedangkan batupasir bias mencapai ketebalan

lebih dari 30 m.

Warukin bagian atas (anggota batubara) dengan ketebalan maksimum ± 500 meter,

berupa perselingan batupasir, dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal lapisan

batubara mencapai lebih dari 40 m., sedangkan batupasir tidak begitu tebal, biasanya

mengandung air tawar. Formasi Warukin diendapkan pada lingkungan neritik dalam

(innerneritik) – deltaik dan menunjukkan fasa regresi.

Formasi Dahor (Miosen Atas – Pliosen)

Formasi ini terdiri atas perselingan antara batupasir, batubara, konglomerat, dan serpih

yang diendapkan dalam lingkungan litoral – supra litoral.

Cekungan Kutai

Tektonik

Cekungan Kutai di sebelah utara berbatasan dengan Bengalon dan Zona Sesar

Sangkulirang, di selatan berbatasan dengan Zona Sesar Adang, di barat dengan sedimen-

sedimen Paleogen dan metasedimen Kapur yang terdeformasi kuat dan terangkat dan

membentuk daerah Kalimantan Tengah, sedangkan di bagian timur terbuka dan terhubung

denganlaut dalam dari Cekungan Makassar bagian Utara.

Gambar 9: Elemen Struktur bagian timur Cekungan Kutai. (Beicip, 1992, op.cit. Allen dan Chambers, 1998. )

Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi fase pengendapan transgresif Paleogen dan

pengendapan regresif Neogen. Fase Paleogen dimulai dengan ekstensi pada tektonik dan

pengisian cekungan selama Eosen dan memuncak pada fase longsoran tarikan post-rift dengan

diendapkannya serpih laut dangkal dan karbonat selama Oligosen akhir. Fase Neogen dimulai

sejak Miosen Bawah sampai sekarang, menghasilkan progradasi delta dari Cekungan Kutai

sampai lapisan Paleogen. Pada Miosen Tengah dan lapisan yang lebih muda di bagian pantai

dan sekitarnya berupa sedimen klastik regresif yang mengalami progradasi ke bagian timur

dari Delta Mahakam secara progresif lebih muda menjauhi timur. Sedimen-sedimen yang

mengisi Cekungan Kutai banyak terdeformasi oleh lipatan-lipatan yang subparalel dengan

pantai. Intensitas perlipatan semakin berkurang ke arah timur, sedangkan lipatan di daerah

dataran pantai dan lepas pantai terjal, antiklin yang sempit dipisahkan oleh sinklin yang datar.

Kemiringan cenderung meningkat sesuai umur lapisan pada antiklin. Lipatan-lipatan

terbentuk bersamaan dengan sedimentasi berumur Neogen. Banyak lipatan-lipatan yang

asimetris terpotong oleh sesar-sesar naik yang kecil, secara umum berarah timur, tetapi secara

lokal berarah barat.

Gambar 10: Cekungan Kutai dari Oligosen akhir – sekarang. (Beicip, 1992, op.cit. Allen dan Chambers, 1998.)

Stratigrafi

Pada Kala Oligosen (Tersier awal) Cekungan Kutai mulai turun dan terakumulasi

sediment-sediment laut dangkal khususnya mudstone, batupasir sedang dari Formasi serpih

Bogan dan Formasi Pamaluan. Pada awal Miosen, pengangkatan benua ( Dataran Tinggi

Kucing) ke arah barat dari tunjaman menghasilkan banyak sedimen yang mengisi Cekungan

Kutai pada formasi delta-delta sungai, salah satunya di kawasan Sangatta. Ciri khas sedimen-

sedimen delta terakumulasi pada Formasi Pulau Balang, khususnya sedimen dataran delta

bagian bawah dan sedimen batas laut, diikuti lapisan-lapisan dari Formasi Balikpapan yang

terdiri atas mudstone, bataulanau, dan batupasir dari lingkungan pengendapan sungai yang

banyak didominasi substansi gambut delta plain bagian atas yang kemudian membentuk

lapisan-lapisan batubara pada endapan di bagian barat kawasan Pinang. Subsidence yang

berlangsung terus pada waktu itu kemungkinan tidak seragam dan meyebabkan terbentuknya

sesar-sesar pada sedimen-sedimen. Pengendapan pada Formasi Balikpapan dilanjutkan

dengan akumulasi lapisan-lapisan Kampung Baru pada kala Pliosen. Selama Kala Pliosen,

serpih dari serpih Bogan dan Formasi Pamaluan yang sekarang terendapkan sampai

kedalaman 2000 meter, menjadi kelebihan tekanan dan tidak stabil, menghasilkan pergerakan

diapir dari serpih ini melewati sedimen-sedimen diatasnya menghasilkan struktur antiklin-

antiklin rapat yang dipisahkan oleh sinklin lebih datar melewati Cekugan Kutai dan pada

kawasan Pinang terbentuk struktur Kerucut Pinang dan Sinklin Lembak.

+ + + + + + + + + +

EBarito

Warukin

Dahor

Berai

Tanjung

W

+ + + + + + + + +

Handil Dua

Kutai EAttaka

Kampung BaruSepinggan Lst

Bal

ikp

apan

Gro

up

Meruat

Pulau Balang

Bebulu

Klin

jau

Pamaluan

Marah

Atan Beds

Boh Beds

Keham Halo

?

?

?

?

Lithostratigraphy

3.50

W

Chrono-Stratigraphy

M.Yrs System Series

1.65

5.20

10.20

16.20

20.00

25.20

30.00

36.00

39.40

49.00

54.00

109.50

PRE-TERTIARY

Quarternary Pleistocene

T

E

R

T

I A

R

Y

P A

L E

O G

E N

EN

E O

G E

N E

Mio

cene

Plio

-ce

ne

Olig

ocen

eE

ocen

eP

ale

o-

cen

e

Late

Ear

lyM

iddl

eLa

teLa

teE

arly

Mid

dle

Late

Ear

lyL

E10.20

20.00

30.00

39.40

49.00

109.5

TA

2T

A 3

TA

4T

B 1

TB

2T

B 3

P 3

P 4

P 5

P 6

P 7

P 8

P 9

P 10

P 11

P 12

N 4

+ + + + + + + + + +

TarakanW EBunyu

Sembakung

? ? ?

Sulau

Seilor

Mesaloi

Tubalor

Naintupo

Latih

Meliat SsMeliat

Tabul

Domaring

Tarakan

PL

AN

KT

ON

IKF

OR

AM

-ZO

NE

Global Relative Change ofCoastal Onlap

(Vail et al., 1977)

N 5

N 6

N 7

N 8

N 9

N 11N 10

N 13

N 12

N 14N 15

N 16

N 18

N 17

N 20

N 19

N 21

N 23

N 22

P 13

P 14

Landward Basinward

P 15

P 16

P 17

P 18

P 20

P 19

P 21

P 22

30.0

33.0

36.0

37.0

38.0

39.4

42.5

44.0

48.5

28.4

26.5

25.5

22.0

21.0

16.5

15.5

13.8

12.5

10.2

5.5

4.2

3.01.65

0.8

Gambar 11: Stratigrafi Cekungan Barito, Cekungan Kutai, dan Cekungan Tarakan. (Courtney, et al., 1991, op cit.,

Bachtiar, 2006).

Sumber:

Allen, G.P., dan Chambers,J.L.C.,1998, Sedimentation in the Modern and Miocen Mahakam

Delta. IPA, hal. 156-165.

Bachtiar, A., 2006, Slide Kuliah Geologi Indonesia, Prodi Teknik Geologi, FIKTM-ITB.

Oh,H.L., The Kutai Basin a Unique Structural History. Proceeding IPA 20th October 1987 Vol

I p. 311-316.

Satyana, A.H., 2000, Kalimantan, An Outline of The Geology of Indonesia, Indonesian

Association of Geologists, p.69-89.

Van de Weerd, A.A., dan Armin, Richard A., 1992, Origin and Evolution of the Tertiary

Hydrocarbon-Bearing Basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia, The American Association of

Petroleum Geologists Bulletin v. 76, No. 11, p. 1778-1803.