Kaku Mayat
-
Upload
herman-wijayantoro -
Category
Documents
-
view
39 -
download
1
Transcript of Kaku Mayat
B. Kaku mayat (rigor mortis). Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena
metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot
yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP.
Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan
glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin
menggumpal dan otot menjadi kaku.
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampakkira-kira
2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar (otot-otot kecil) kearah dalam
(sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal.
Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan
kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai
pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi
teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah akifitas fisik sebelum mati,
suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan
tinggi.
Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukan tanda pasti kematian dan
memperkirakan saat kematian.
Terdapat kekakuan pada mayat yan menyerupai kaku mayat :
1. Cadaveric spasm (Instantaneous Rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi
pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku
mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi
primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang
bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat
sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi sering terjadi dalam
masa perang.
Kepentingan nedikolegalnya adalah menunjukan sika terakhir masa hidupnya.
Misalnya, tangan yang memegang erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam,
tangan yang mengenggam senjata pada kasus bunuh diri.
2. Heat Stiffening, yaitu kekakuan otot yang akibat koagulasi protein otot oleh panas.
Otot-otot berwarna merah muda, kaku tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat
dijumpai pada korban mati terbakar. Pada Heat Steffining serabut-serabut ototnya
memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk
sikap petinju (Pugilistic Attitude) perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu
bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab dan cara kematian.
3. Cold Stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjdi
pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan
dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga
sendi.
C. Penurunan suhu tubuh (Algor Mortis). Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses
pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi,
konduksi, evaporasi dan konveksi.
Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S.
Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara,
bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat matiperlu diketahui untuk
perhitungan pekiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu
keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang
kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, pada umumnya orang tua
serta anak kecil.
Berbagai rumus kecepatan penurunan suhu tubuh pasca mati ditemukan sebagai hasil
dari penelitian di negara barat, namun ternyata sukar dipakai dalam praktek karena
faktor-faktor yang berpengaruh diatas berbeda pada setiap kasus, lokasi cuaca dan iklim.
Meskipun demikian dapat ditemukan di sini formulasi Marshall dan Hoare (1962) yang
dibuat dari hasil penelitian terhadap mayat telanjang dengan suhu lingkungan 15,5
derajat celcius, yaitu penurunn suhu dengan kecepatan 0,55 derajat celcius tiap jam pada
3 jam pertama pasca mati, 1,1 derajat celcius tiap jam pada 6 jam berikutnya dan kira-
kira 0,8 derajat celcius tiap jam pada periode selanjutnya. Kecepatan penuunan suhu ini
menurun hingga 60 persen bila mayat berpakaian. Penggunaan formulasi ini harus
dilakukan dengan hati-hati mengingat suhu lingkungan di indonesia biasanya lebih tinggi
(kuva penurunan suhu lebih landai).
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran
suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Caranya
adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rektal dengan interval waktu yang
sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan karena faktor-
faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37 derajat celcius
bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu
lingkungan kurang dari 2 derajat celcius tidk mengakibatkan perubahan yang bermakna.
Dari angka-angka diatas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan
waktu antara saat mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program
komputer guna penghitungan saat mati melalui cara ini.
D. Pembusukan (Decomposition, Putrefaction). Pembusukan adalah proses degenerasi
jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah perlunakan dan
pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja
digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan
pembekuan jaringan.
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke
jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk tubuh. Sebagian
besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah clostridium welchii. Pada proses
pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2s dan HCN, serta asam amino dan asam
lemak.
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cairan dan penuh dengan bakteri
serta terletaak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya
sulf-met-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar keseluruh
perut dan dada dan bau busukpun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan
tampak seperti melebar dan bewarna hijau kehitaman.
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan
kemerahan berbau busuk.
Pembentukan gas didalam tubuh, dimulai didalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung.
Gas yang terdapat didalam jaringan dinding tubuh akan mengakibarkan terabanya derik
(krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi
ketegangan terbesar terdapat didaerah dengan jaringan longgar seperti skrotum dan
payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua
lengan dan tungkai dalam sikap setengah flexi akibat terkumpulnya gas pembusukan di
dalam rongga sendi.
Selanjutnya, rambut menjadi mudah di cabut dan kuku mudah terkelupas wajah
menggembung dan bewarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembam,
bibir tebal, lidah membengkak, dan sering terjulur diantara gigi. Keadaam seperti ini
sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh
keluarga.
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dakam beberapa jam pasca mati, terutama
bila mayat dibiarkan tergeletak didaerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat
khas berupa lubang-lubang dangkal tepi bergerigi.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusakan nyata, yaitu kira-kira
36-38 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca
mati, dialis mata, sudut mata, lubang hidung dan diantara bibir.telur lalat tersebut
kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies
lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usialarva tersebut, yang dapat
digunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya
secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir
lalat yang hinggap).
Alat dalam tubuh akan mengalami pembususkan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna terjadi pada lambung terutama didaerah fundus ,usus menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran nafas menjadi kemeraha, endokardium dan intima pembuluh
darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu
mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak dan mudah
robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan
organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 derajat celcius
hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup , banyak bakteri
pembusuk,tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat
terdapat juga berperan. Mayat yang terdapat diudara akan lebih cepat membusuk
dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan
pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir
umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam
tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat
pertumbuhan bakteri.